43
STATUS PENDERITA No. catatan medik : 910605 Masuk RSAM : 10 april 2013 Pukul : 10.14 wib - ANAMNESIS Alloanamnesis (dari ayah dan ibu pasien) 10 april 2013 pukul 12.30, I. Identitas - Nama penderita : An. RHP - Jenis kelamin : laki-laki - Umur : 1 tahun 11 bulan - BB : 10 kg - Agama : Islam - Suku : Lampung - Alamat : jl. Dr. Harun I, bandar lampung - Nama Ayah : Tn.H Umur : 38 Tahun Pekerjaan : Buruh Pendidikan : SMP - Nama Ibu : Ny. Y Umur : 26 tahun Pekerjaan : ibu rumah tangga Pendidikan : SMP - Hub. dg orangtua : Anak kandung 1

Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

STATUS PENDERITA

No. catatan medik : 910605

Masuk RSAM : 10 april 2013

Pukul : 10.14 wib

- ANAMNESIS

Alloanamnesis (dari ayah dan ibu pasien) 10 april 2013 pukul 12.30,

I. Identitas

- Nama penderita : An. RHP

- Jenis kelamin : laki-laki

- Umur : 1 tahun 11 bulan

- BB : 10 kg

- Agama : Islam

- Suku : Lampung

- Alamat : jl. Dr. Harun I, bandar lampung

- Nama Ayah : Tn.H

Umur : 38 Tahun

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMP

- Nama Ibu : Ny. Y

Umur : 26 tahun

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Pendidikan : SMP

- Hub. dg orangtua : Anak kandung

II. Riwayat Penyakit

Keluhan utama : Kejang

Keluhan tambahan : demam

1

Page 2: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas mendadak

tinggi. Demam terus-menerus tanpa disertai menggigil, muntah dan sesak napas.

Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi

seluruh tubuh, umum, tonik-klonik, mata mendelik ke atas. Kejang berlangsung 1

kali <5 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian oleh keluarga,

pasien dibawa ke rumah sakit. Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih panas.

Buang air besar dan kecil seperti biasa dan tidak ada keluhan. Riwayat terjatuh

dengan kepala terbentur 1 hari sebelum demam, tidak pingsan, tidak muntah, tidak

nyeri kepala. Batuk pilek 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, namun pasien

belum pernah ke dokter. Riwayat kejang tanpa adanya demam disangkal ibu

pasien. Namun riwayat kejang demam sebelumnya ada saat os berumur 1 tahun,

lebih kurang 3 menit. Riwayat kejang didalam keluarga yaitu adik dari ayah

pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kejang sebelumnya karena panas : pada usia 1 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (+) adik ayah pasien

Riwayat epilepsi : (-)

Riwayat Kehamilan

Ibu pasien sering memeriksakan kehamilannya ke bidan namun tidak ada keluhan

yang berarti selama kehamilannya. Bayi lahir cukup bulan, spontan, langsung

menangis. Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan 50 cm.

Riwayat Makanan

1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan PASI, frekuensi minum ASI dan

PASI tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih

dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.

2

Page 3: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

2. Usia 6-9 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan

diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari

satu potong (siang hari).

3. Usia 9-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur

hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi

masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong

4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur

bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari.

ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk  jumlah

menyesuaikan

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Imunisasi

B C G : 1x, umur 1 bulan, diameter scar 0,5 cm

Polio : 3x, umur 2,3,4 bulan

D P T : 3x, umur 2,3,4 bulan

Campak : 9 bulan

Hepatitis B : 3x, umur 0,1,6 bulan

Kesan : Lengkap sesuai umur

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Kompos Mentis

- Nadi : 120 x/menit, reguler, isi tegangan cukup

- HR : 136x/menit

- Respirasi : 32x/menit, tipe thorakoabdomina,

- Suhu : 38,2º C (per axiler)

- Tekanab darah : 90/60 mmhg

- BB : 10 kg

- Panjang Badan : 77 cm

- Status gizi : gizi baik

BB/U : persentil +2SD (WHO 2005, Z-Score)

3

Page 4: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Status Generalis

1. Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh

Pucat : (-)

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)

Perdarahan : (-)

Oedem umum : (-)

Turgor : Baik

Lemak bawah kulit : cukup

Pembesaran kelenjar getah bening generalisata : (-)

KEPALA

- Bentuk : Bulat, simetris

- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut, pertumbuhan merata

- Kulit : Tampak pucat di muka

- Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik

(-/-),pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)

- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)

- Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping

hidung(-), sekret (-)

- Mulut : Bibir tidak kering & sianosis (+), lidah tidak kotor, faring

hiperemis, tonsil hiperemis (T1-T1), eksudat (-).

LEHER

- Bentuk : Simetris

- Trakhea : Di tengah

- KGB : Tidak membesar

- JVP : Tidak meningkat

THORAKS

- Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi intercostal (-)

4

Page 5: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

JANTUNG

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak 

Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midklavikula sinistra

Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar

Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra

Batas kanan sela iga IV garis parasternal dextra

Batas kiri sela iga IV garis midklavikula kiri

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

PARU

ANTERIOR POSTERIOR

KIRI KANAN KIRI KANAN

Inspeksi Pergerakan

pernafasan simetris

Pergerakan

pernafasan simetris

Pergerakan

pernafasan

simetris

Pergerakan

pernafasan simetris

Palpasi Fremitus taktil

= kanan

Fremitus taktil

= kiri

Fremitus taktil =

kanan

Fremitus taktil

= kiri

Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi Suara nafas

Vesikuler

Ronkhi (-)

Wheezing (-)

Suara nafas

vesikuler

Ronkhi (-)

Wheezing (-)

Suara nafas

vesikuler

Ronkhi (-)

Wheezing (-)

Suara nafas

vesikuler

Ronkhi (-)

Wheezing (-)

ABDOMEN

Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut

Perkusi : tympani

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor

kembali cepat

Auskultasi : bising usus normal

GENITALIA EXTERNA

- Kelamin : Laki-laki, tidak ada kelainan

5

Page 6: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

EKSTREMITAS

- Superior : Oedem (-/-),sianosis (-), akral dingin -/-

- Inferior : Oedem (-/-),sianosis (-), akral dingin -/-

Pemeriksaan Neurologis

Motorik : Koordinasi baik

Penilaian Superior ka / ki Inferior ka / ki

Gerak normal/normal normal/normal

Kekuatan otot 5/ 5 5/ 5

Tonus normotonus/ normotonus normotonus/ normotonus

Klonus - / - - / -

Atropi eutropi / eutropi eutropi / eutropi

Kesan motorik :normal

Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+/+)

R. Triseps : (+/+)

R. Patella : (+/+)

R. Archilles : (+/+)

Reflek Patologis : R. Babinsky : ( - / - )

R. Chaddock : ( - / - )

R. Oppeinheim : ( - / - )

Sensorik : sulit dinilai

Rangsang meningeal

Kaku kuduk : ( - )

Brudzinsky I : ( - )

Brudzinsky II : ( - )

Kernig sign : (-)

Otonom

- Miksi : normal

- Defekasi : normal

- Salivasi : normal

6

Page 7: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin (10 april 2013)

Hb :9,4 gr/%

LED : 13 mm/jam

Leukosit : 9.500/ul

Hitung jenis

Basofil : 0%

Eosinofil: 0%

Batang : 0%

Segmen : 80%

Limfosit : 14%

Monosit : 6%

V. RESUME

Pasien An. RHP, laki-laki, berumur 1 tahun 11 bulan, berat badan 10 kg datang

dengan keluhan kejang Kurang lebih 1 jam smrs, kejang terjadi seluruh tubuh,

umum, tonik-klonik, mata mendelik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali <5 menit,

pasien menangis. Kejang didahului oleh demam yang timbul mendadak Riwayat

terjatuh dengan kepala terbentur 1 hari sebelum demam, pingsan (-), muntah

proyektil (-), nyeri kepala (-). Batuk pilek 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,

belum pernah ke dokter. Riwayat kejang sebelumnya ada saat os berumur 1 tahun.

Riwayat kejang didalam keluarga (+). Imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan

sesuai Depkes. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat

pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran, lahir spontan dengan cukup bulan,

pemeliharaan postnatal baik. Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum

sedang, kompos mentis dan gizi kesan baik. Pemeriksaan . Tanda vital:N:

120x/menit, RR: 32x/menit, t= 38,2oC, Pemeriksaan fisik: faring hiperemis, tonsil

hiperemis (T1-T1) pemeriksaan neurologi dalam batas normal pemeriksaan

laboratorium Hb: 9,4 gr/% , LED: 13 mm/jam, Leukosit: 9.500/ul Hitung jenis:

Basofil: 0%, Eosinofil: 0%, Batang: 0%, Segmen: 80%, Limfosit: 14%, Monosit:

6%,

7

Page 8: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

IV. Diagnosis Banding

Kejang Demam Sederhana e.c faringitis akut

Kejang demam kompleks

V. Diagnosis kerja

Kejang Demam Sederhana e.c faringitis akut

VI. Penatalaksanaan

Terapi

1. Nasal O2 1L/menit

2. IVFD RL 10 tpm.

3. Paracetamol syrup 3x1cth

4. Stesolid supp 10 mg (bila kejang)

5. Injeksi ampicilin 350mg/8jam

Monitoring

1. Awasi timbulnya kejang

VII. Anjuran Pemeriksaan

Cek elektrolit

VII. Prognosis

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Functionam : ad bonam

Quo ad Sanationam : ad bonam

8

Page 9: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

VII. FOLLOW UP

Hari/tanggal Keluhan Status present Penatalaksanaan 10 april 13Ugd

KU: TS sedang

Sense: CM lemah

S=Kejang (-)

Riw/ kejang 1x lama < 15

menit

Bb = 10 kg

T= 390c

- IVFD RL 10 gtt.

- Paracetamol syrup

3x1cth

- Stesolid supp 10 mg

(bila kejang)

- Injeksi ampicilin

350mg/8jam

10 april 13ruangan

kejang (-)

- demam (+)

- BAK Lancar

-

KU : TSS

Kes : CM

Vital sign

nadi : 120x/menit

RR : 32x/menit

T : 38,2ºC

Pem.Neurologis

Motorik: baikReflek fisiologis+Reflek patologis-Rangsang meningeal –Otonom ;baik

- Ampicilin

250mg/6jam

- Gentamicin 35mg/12

jam

- PCT syr 3 cth 1

- Stesolid rt 10 mg

(III)

- IVFD RL 25 gtt

(mikro)

Cek DL, UL

11 april 13ruangan

kejang (-)

- demam (+)

- BAK Lancar- BAB normal

KU : TSS

Kes : CM

Vital sign

nadi : 120x/menit

RR : 36x/menit

T : 38,9ºC

Pem.Neurologis

Motorik: baikReflek fisiologis+Reflek patologis-Rangsang meningeal –Otonom ;baik

- Ampicilin

250mg/6jam

- Gentamicin 35mg/12

jam

- PCT syr 3 cth 1

- Stesolid rt 10 mg

(III)

- IVFD RL 25 gtt

(mikro)

12 April 13ruangan

Kejang (-)

Demam (-)

KU : TSS

Kes : CM

Keluarga minta pulangAcc pulangAmoxicillin syr 3X cth 1

9

Page 10: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Vital sign

nadi : 120x/menit

RR : 36x/menit

T : 37,6ºC

Pem.Neurologis

Motorik: baikReflek fisiologis+Reflek patologis-Rangsang meningeal –Otonom ;baik

10

Page 11: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

BAB II

ANALISA KASUS

Demam typhoid yang dikenal juga dengan Typhoid Fever adalah penyakit

sistemik akut yang disebabkan infeksi bakteri gram negatif, genus Salmonella,

yaitu Salmonella typhii dan atau paratyphi yang masuk ke dalam tubuh melalui

makanan, minuman, atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut.

Typhoid sering didapatkan pada usia dewasa muda (usia 10-30 tahun),

terutama pada masyarakat ekonomi lemah dengan tingkat pengetahuan tentang

kesehatan baik hygiene maupun sanitasi yang rendah. Tidak didapatkan

perbedaan insidensi antara pria dan wanita. Penderita ini telah berusia 12

tahun. Pada usia ini penderita telah mengetahui jajanan yang dibeli atau

diberikan oleh orang lain sehingga kemungkinan terinfeksi kuman tifoid juga

tinggi. Pada penderita didapatkan riwayat makan jajanan di luar rumah ketika

pergi berekreasi 5 hari sebelum timbulnya demam.

Pada kasus demam typhoid keluhan utama yang dapat menjadi alasan penderita

datang ke klinik dokter atau rumah sakit adalah :

- Panas badan

- Penurunan kesadaran

- BAB berdarah

- Nyeri perut yang hebat

Pada penderita ini didapatkan panas badan dan nyeri perut.

11

Page 12: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Penyakit demam typhoid timbul disertai adanya peningkatan temperatur tubuh

harian secara bertahap dengan pola seperti anak tangga, meningkat pada malam

hari dan menurun sedikit pada pagi hari hingga dapat mencapai puncaknya

setinggi suhu 39-40,50C. Pada penderita didapatkan keadaan demam yang

terjadi meningkat terutama terjadi pada sore dan malam hari.

Dari anamnesa buang air kecil tidak menjadi bertambah sering dan tidak

disertai nyeri saat BAK ditanyakan untuk menyingkirkan ISK. Riwayat adanya

keadaan menggigil, demam, kemudian berkeringat serta berpergian ke daerah

endemis malaria disangkal, hal ini ditanyakan untuk menyingkirkan malaria.

umur penderita < 6thn (1 thn 11 bulan),

kejang didahului demam,

kejang berlangsung hanya satu kali selama 24 jam, kurang dari 5 menit,

kejang umum, tonik-klonik,

kejang berhenti sendiri,

pasien tetap sadar setelah kejang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya:

Suhu tubuh 38,2oC di ruangan , di UGD = 39oC,

tidak ditemukan kelainan neurologis setelah kejang.

Dari hal yang di uraikan di atas sesuai dengan kriteria kejang demam sederhana

berdasarkan kriteria livingston. Dari anamnesa juga didapatkan batuk pilek 1

minggu sebelum masuk rumah sakit, namun pasien belum pernah ke dokter,

kemungkinan besar hal tersebut merupakan gejala faringitis akut, dimana

didukung dengan ditemukan tonsil dan faring yang hiperemis. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak

penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang

akhirnya memicu serangan kejang demam adalah faringitis yaitu 34%.

Selanjutnya adalah otitis media akut 31% dan gastroenteritis 27%. Sehingga

diagnosa yang sesuai pada kasus adalah kejang demam sederhana et causa

faringitis akut.

12

Page 13: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah pemeriksaan darah lengkap.

Menurut kepustakaan, pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin

pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber

infeksi penyebab demam. Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan serebrospinal

dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.

Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 – 6,7%. Pungsi lumbal

menjadi pemeriksaan rutin pada kejang demam bila usia pasien kurang dari 18

bulan. Pada kasus ini pasien berumur 23 bulan dan secara klinis tidak

ditemukkan gejala mengarah ke infeksi intrakranial sehingga pemeriksaan

pungsi tidak perlu dilakukan. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan

elektrolit dan gula darah sewaktu. Hal ini kurang sesuaikarena kenaikan suhu

1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% – 15%.

Mengakibatkan peningkatan glukosa dan oksigen. Selain itu dapat terjadi

perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium. Di lain pihak cek

elektrolit juga penting untuk memastikan apakah ketidak seimbangan elektrolit

dalam tubuh yang menjadi pencetus kejang demam.

Terapi cairan yang diberikan pasien ini dengan menggunakan ringer laktat.

Pemberian RL Kurang sesuai karena RL merupakan cairan resusitasi yang

hanya terdiri dari elektrolit seperti natrium laktat 1,55 g, natrium klorida 3 g,

kalium klorida 0,15 g, kalsium klorida 0,1 g, osmolaritas 274 mOsm/l, Na+ 130

mEq/l, K+ 4 mEq/l, laktat 27 mEq/l, Cl- 109,5 mEq/l, Ca2+ 2,7 mEq/l. jika hanya

diberikan RL tidak mencukupi untuk kebutuhan kalori

Pada kasus ini sebaiknya diberikan cairan N4 D5. Karena pada kasus kejang

demam dibutuhkan cairan rumatan yaitu D5 ¼ NS. D5 ¼ NS terdiri dari

glukosa 55 gram, NaCl 2,25 gram. D5 ¼ NS pada kasus ini digunakan untuk

menambah kalori dan mengembalikan keseimbangan elektrolit karena seperti

yang telah di bahan bila kenaikan suhu 10c akan mengakibatkan peningkatan

kebutuhan glukosa.

13

Page 14: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Pada kasus ini dengan BB = 10,kg Kebutuhan cairan: 10kg X 100

cc/kgBB/hari = 1000 : 60 = 15 tetes/menit (mikro). Pada kasus ini diberikan X

tetes/menit pada terapi awal ugd, namun bertambah menjadi 25 tetes/menit.

jumlah pemberian tetesan kurang sesuai karena melebihi kebutuhan cairan

pasien ditambah pasien dalam kondisi dapat minum maupun makan.

Terapi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi kejang demam sudah

sesuaidalam pemberian paracetamol, dimana paracetamol diberikan selama

pasien mengalami demam yaitu dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali dapat

diulang 4-6 jam. Dengan BB 10 Kg maka paracetamol yang dapat diberikan

100-150mg/kali pemberian. Pada pasien ini diberikan paracetamol 3 x 1 cth

120 mg = 1 cth. Pada kasus ini diberikan 120 X 3 = 360 mg. Indikasi dan dosis

paracetamol pada kasus ini sudah sesuai.

Pada pasien diberikan stesolid supp yang berisi diazepam, dengan dosis untuk

anak dengan berat badan dibawah 10 kg, diberikan 5mg (1 tube isi 5 mg) bila

kejang. Hal tersebut belum sesuai, karena diazepam penting sebagai profilaksis

intermiten, dimana diazepam dapat diberikan pada pasien yang suhunya

mencapai 38,50C untuk mencegah timbulnya kejang kembali. Pemberian

diazepam sebagai profilaksis intermitten merupakan pilihan tepat dibanding

obat anti kejang lain. Pemeberian diazepam ditambah antipiretik jauh lebih

efektif untuk mencegah terulangnya kejang, dibandingkan pemberian

antipiretik saja. Pada pasien ini sebaiknya diberikan diazepam oral, karena

melihat kondisi pasien yang sadar dan masih dapat makan dan minum.

Pemberian diazepam rektal dapat diberikan bila pasien mengalami penurunan

kesadaraan atau saat pasien sedang kejang.

Pada pasien ini di berikan ampicilin 250 mg/6jam (1000mg/hari) dan

gentamisin 35 mg/12 jam (70mg/hari) tidak sesuai karena antibiotik ampisilin

+ gentamisin ditujukan untuk pasien kejang demam dengan adanya faringitis

yang disebabkan oleh bakteri. Menurut kepustakaan, kebanyakan faringitis

14

Page 15: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

disebabkan oleh virus. Faringitis yang disebabkan oleh virus menimbulkan

gejala sama seperti common cold yang pada pemeriksaan fisik, ditemukan

faring yang hiperemis dan membengkak. Sedangkan faringitis yang disebabkan

oleh bakteri pada pemeriksaan fisik ditemukan faring hiperemis dan pada soft

palate terdapat erythematous atau petekie. Tonsil juga membengkak dan

merah, terkadang ditutupi dengan eksudat. Papil lidah juga bisa membengkak

dan memerah (stawberry tounge). Faringitis pada pasien ini kemungkinan besar

disebabkan oleh virus dengan hanya ditemukkannya faring yang hiperemis.

Sehingga pengobatan antibiotik tidak diperlukan pada pasien ini.

Selain dengan pengobatan medikamentosa diperlukan pengobatan supportif

pada pasien dengan kejang demam, yaitu dengan menjaga keseimbangan cairan

dan elektrolit, membebaskan jalan nafas dan terapi oksigen terutama untuk

kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya

apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet

yang akhirnya terjadi hiposekmia, hiperkapnia, asidosis laktat, disebakan

metabolisme anaerobik. Menggunakan pakaian tipis dalam ruangan yang baik

ventilasi udaranya. Anak tidak harus terus berbaring di tempat tidur, tetapi

dijaga agar tidak melakukan aktivitas berlebihan. Anak dapat dikompres untuk

mencegah demam yang akan memicu kejang. Umumnya mengompres anak

akan menurunkan demamnya dalam 30-45 menit. Pada pasien ini merupakan

kejang demam kedua dalam kurun 1 tahun, sehingga edukasi kepada keluarga

pasien seharusnya diberikan.

Prognosis penderita ini adalah ad bonam untuk quo ad vitam dan functionam

karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat sehingga

sudah tidak kejang, walaupun masih demam.

Dengan penanggulangan yang sesuaidan cepat, prognosis baik dan tidak

menyebabkan kematian. Frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% -

50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

15

Page 16: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Resiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam

tergantung dari faktor :

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum anak menderita

kejang demam

3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian

hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%,dibandingkan

bila hanya ada satu atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan

kejang tampa demam terjadi hanya 2 – 3 % saja. Sedangkan pada kasus ini

tidak didapatkan satupun faktor diatas.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

16

Page 17: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

A. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal diatas 38ºC)yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium

(Pusponegoro. D, 2006).

Kejang demam dapat juga didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam

tanpa bukti adanya infeksi intrakranial, kelainan intrakranial, kelainan metabolik,

toksin atau endotoksin seperti neurotoksin Shigella (R Strange, Gary, 2009).

Kejang demam pertama kali pada anak biasanya dihubungkan dengan suhu yang

lebih dari 38ºC, usia anak kurang dari 6 tahun, tidak ada bukti infeksi SSP

maupun ganguan metabolic sistemik akut (Rudolph AM, 2004).

Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal mulai

demam. Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat bersifat

fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang umum di

mana seluruh anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik,

maupun tonik-klonik. Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat

berlangsung lebih dari 15 menit (Lumbantobing Sm, 2007).

B. ETIOLOGI

Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan

tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi

terjadinya kejang (1). Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 %

anak yang mengalami kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat

kejang demam pada masa kecilnya (Lumbantobing, 2007).

Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang

paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran

pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis (W Hay. et al, 2009).

17

Page 18: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

C. Patofisiologi

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion

kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi

K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya

terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam

dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran

dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan

energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak

20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan

dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan ion natrium melalui

membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang

cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel di dekatnya dengan

bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang.

Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu

tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada

suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat

terjadi pada suhu 40oC atau lebih.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi

pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga

kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan

sel neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.

Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari

kejang demam, yaitu:

Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.

Cepatnya kenaikan suhu.

Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.

18

Page 19: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga

sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.

Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan

baik susunan saraf pusat (korteks serebri) (Tejani NR, 2010).

D. Faktor Risiko

Kejang demam terkait dengan tiga unsur yaitu umur, demam dan predisposisi.

Faktor predisposisi timbulnya bangkitan kejang demam berhubungan dengan

riwayat keluarga, riwayat kehamilan dan persalinan, gangguan tumbuh kembang

anak, seringnya menderita infeksi, dan kadar elektrolit, seng dan besi darah

rendah (Bahtera T, 2009).

E. Manifestasi Klinis

Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi

tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan

kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot.

Kontraksi dapat berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak

akan jatuh apabila sedang dalam keadaan berdiri, dan dapat mengeluarkan urin

tanpa dikehendakinya (Lumbantobing SM, 2007).

Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat.

Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang

klonik), maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan

kesadarannya dan tidak dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya.

F. Klasifikasi

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam Tahun 2006 membuat kriteria dan

membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau

19

Page 20: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang.

2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut :

a. Kejang lama > 15 menit

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau

kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak

tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, kejang umum didahului kejang

parsial.

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2

bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara

anak yang mengalami kejang demam.

G. Diagnosis

Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan

penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi

susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis air dan

elektrolit, dan adanya lesi struktural pada sistem saraf misalnya epilepsy

(Behrman et al, 2005). Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.

Anamnesis (Tejani NR, 2011)

1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis

meningitis encephalitis)

2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap

atau naik turun)

20

Page 21: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran

napas, otitis media, gastroenteritis)

5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan

kejang

6. Sifat kejang (fokal atau umum)

7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)

8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai

demam atau epilepsi)

9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

10. Trauma

Pemeriksaan Fisik (Tejani NR, 2011).

1. Temperature tubuh

2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya

demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)

3. Pemeriksaan reflex patologis

4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis

meningitis, encephalitis)

Pemeriksaan Penunjang

Menurut konsensus penatalaksanaan kejang demam tahun 2006, pemeriksaan

penunjang pada kejang demam yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,

tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,

atau keadaan lain misalnya gastroentritis dehidrasi disertai demam.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,

elektrolit dan gula darah.

2. Pungsi lumbal

21

Page 22: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis

bakterialis adalah 0,6 % - 6,7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan

diagnosis meningitis karena manifesti klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu

pungsi lumbal dianjurkan pada :

a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

b. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan

c. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perl dilakukan pungsi lumbal.

3. EEG : Masih kontroversi karena manfaat untuk pengolahan sangat sedikit

Pemeriksaan elektrornsefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang

tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.

4. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)

atau magnetic resonance (MRI) jarang sekali dikerjakan , tidak hanya atas

indikasi seperti :

a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

b. Paresis nervus VI

c. Papiledema

H. Tata Laksana

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang

kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling

cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara

intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan

dengan keccepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis

maksimal 20mg.

22

Page 23: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Obat praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam

rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg

untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan

lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah

usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi

dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kehjang, dianjurkan ke

rumah sakit. Dirumah sakit ddapat diberikan diazepam intravena dengan dosis

0,3-0,5 mg/kgBB.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secar intravena dengan dosis

awal 10-20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB.menit atau kurang dari

50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kgBB/hati,

dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat diruang

intensif (Pusponegoro. D et al. 2006).

Menurut Deliana, 2002 pada tata laksana kejang demam ada 3 hal yang perlu

dikerjakan, yaitu:

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan fase akut

Pada waktu pasien sedang kejang, semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien

dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas

agar oksigenasi tetap terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur,

diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital seperti

kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang

23

Page 24: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam

adalah pilihan utama dengan pemberian secara intrarektal .

Mencari dan Mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun

demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang

dicurigai meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil

sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan

pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur

kurang dari 18 bulan.

Pengobatan Profilaksis

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan

bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang menetap.

Ada 2 cara profilaksis,yaitu:

1. Profilaksis intermittent pada waktu demam

2. Profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan tiap hari

Profilaksis intermittent

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan

orang tua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada

pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorbsi dan cepat masuk ke otak. Hal

yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak

mendapat hasil dengan fenobarbilal intermittent. Diazepam intermittent

memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan

diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengan berat badan

kurang dari 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg,

setiap pasien menunjukkan suhu 38,5˚C atau lebih. Diazepam dapat pula

diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada

waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan

hipotonia.

24

Page 25: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai

apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet

yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur

dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot

dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

Profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan tiap hari

Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16ug/ml

dalam darah yang menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah

berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak

yaitu iritabel,hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien.Efek

samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital.

Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah Asam

valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan fenobarbital tetapi

kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis valproat adalah

15-40 mg/kgBB/hari. Valproat tidak menyebabkan kelainan watak. Fenitoin dan

carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang demam. Profilaksis terus

menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat

menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di

kemudian hari.

Menurut Livingston semua pasien epilepsy diprovokasi oleh demam diberikan

pengobatan fenobarbital selama 3 tahun bebas kejang. Indikasi ini sudah banyak

ditinggalkan dan indikasi profilaksis terus-menerus pada saat ini adalah:

1 Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau

perkembangan

2 Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung

3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologist sementara atau menetap

25

Page 26: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

4 Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi pada

bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu

episode demam

Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah

kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

J. Prognosis

Penelitian yang dilakukan Tsunoda mendapatkan bahwa dari 188 penderita kejang

demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa pengobatan

dengan antikonvulsan, 97 penderita mengalami kekambuhan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing, dari 83

penderita kejang demam yang dapat diikuti selama rata-rata 21.8 bulan (berkisar

dari 6 bulan-3.5 tahun) dan tidak mendapatkan pengobatan antikonvulsan

rumatan, kejang demam kambuh pada 27 penderita.

Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan

mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila

kejang demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini

terjadi dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 %

dalam kurun waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2 dari penderita

yang mengalami kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi. Pada sebagian

terbesar penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10 % kejang

demam yang akan mengalami lebih dari 3 kali kekambuhan.

Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun

kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun

kemungkinan kekambuhannya 28 %.

Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak

yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada

kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki

riwayat kejang demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang

tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis

26

Page 27: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk menderita

epilepsi pada kehidupan dewasa mereka (Lumbantobing SM, 2007).

27

Page 28: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

DAFTAR PUSTAKA

Behrman RE, Kliegman RM, Arvio. 2005. Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume

3, edisi 15. Jakarta: EGC.

Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. IDAI Sari

Pediatri, Vol. 4, No. 2: 59 - 62

Lumbantobing SM. 2007. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Pusponegoro. D. Hardiono dkk. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang

Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

R Strange, Gary. 2009. Pediatric Emergency Medicine. 3rd edition. United States:

McGrawHill Companies.

Rosalyn Carson-DeWitt, MD. 2012. Viral Pharyngitis. Accessed on April 16th

2013. Available at:

http://pediatrics.med.nyu.edu/conditions-we-treat/conditions/viral-

pharyngitis

Rudolph AM. 2002. Febrile Seizures. Rudolph Pediatrics. 20th Edition. Appleton

& Lange.

.

Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures. Accessed on April 16th 2013. Available

at: http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview

Tjipta Bahtera Dr,SpA. 2009. Kejang Demam dalam pedoman pelayanan medik

anak Edisi ke 2, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP,Semarang,

28

Page 29: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

W Hay, William. 2009. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19th

edition. United States of America: McGrawHill. Page 697-698.

Wolf, Paul; Shinnar, Shlomo. 2005. Febrile Seizures Page 83-88. Current

Management in Child Neurology.

29

Page 30: Kejang Demam Ec Faringitis Akut

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA ec FARINGITIS AKUT

Di susun oleh:

Adi S Pasaribu, S.Ked

Dwi Verayati, S.Ked

Lovensia, S.Ked

M. Aprimond S, S.Ked

Pembimbing :

dr. Murdoyo, Sp.A

dr. Fedriyansyah, Sp.A

SMF ANAK

RUMAH SAKIT HI ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

2013

30