Upload
syahrul-habibi-nasution
View
226
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat
Citation preview
STATUS PENDERITA
No. catatan medik : 910605
Masuk RSAM : 10 april 2013
Pukul : 10.14 wib
- ANAMNESIS
Alloanamnesis (dari ayah dan ibu pasien) 10 april 2013 pukul 12.30,
I. Identitas
- Nama penderita : An. RHP
- Jenis kelamin : laki-laki
- Umur : 1 tahun 11 bulan
- BB : 10 kg
- Agama : Islam
- Suku : Lampung
- Alamat : jl. Dr. Harun I, bandar lampung
- Nama Ayah : Tn.H
Umur : 38 Tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
- Nama Ibu : Ny. Y
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
- Hub. dg orangtua : Anak kandung
II. Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Kejang
Keluhan tambahan : demam
1
Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas mendadak
tinggi. Demam terus-menerus tanpa disertai menggigil, muntah dan sesak napas.
Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi
seluruh tubuh, umum, tonik-klonik, mata mendelik ke atas. Kejang berlangsung 1
kali <5 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian oleh keluarga,
pasien dibawa ke rumah sakit. Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih panas.
Buang air besar dan kecil seperti biasa dan tidak ada keluhan. Riwayat terjatuh
dengan kepala terbentur 1 hari sebelum demam, tidak pingsan, tidak muntah, tidak
nyeri kepala. Batuk pilek 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, namun pasien
belum pernah ke dokter. Riwayat kejang tanpa adanya demam disangkal ibu
pasien. Namun riwayat kejang demam sebelumnya ada saat os berumur 1 tahun,
lebih kurang 3 menit. Riwayat kejang didalam keluarga yaitu adik dari ayah
pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya karena panas : pada usia 1 tahun.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (+) adik ayah pasien
Riwayat epilepsi : (-)
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien sering memeriksakan kehamilannya ke bidan namun tidak ada keluhan
yang berarti selama kehamilannya. Bayi lahir cukup bulan, spontan, langsung
menangis. Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan 50 cm.
Riwayat Makanan
1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan PASI, frekuensi minum ASI dan
PASI tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih
dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.
2
2. Usia 6-9 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan
diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari
satu potong (siang hari).
3. Usia 9-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur
hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi
masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong
4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur
bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari.
ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk jumlah
menyesuaikan
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup
Riwayat Imunisasi
B C G : 1x, umur 1 bulan, diameter scar 0,5 cm
Polio : 3x, umur 2,3,4 bulan
D P T : 3x, umur 2,3,4 bulan
Campak : 9 bulan
Hepatitis B : 3x, umur 0,1,6 bulan
Kesan : Lengkap sesuai umur
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Kompos Mentis
- Nadi : 120 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
- HR : 136x/menit
- Respirasi : 32x/menit, tipe thorakoabdomina,
- Suhu : 38,2º C (per axiler)
- Tekanab darah : 90/60 mmhg
- BB : 10 kg
- Panjang Badan : 77 cm
- Status gizi : gizi baik
BB/U : persentil +2SD (WHO 2005, Z-Score)
3
Status Generalis
1. Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
Pucat : (-)
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Perdarahan : (-)
Oedem umum : (-)
Turgor : Baik
Lemak bawah kulit : cukup
Pembesaran kelenjar getah bening generalisata : (-)
KEPALA
- Bentuk : Bulat, simetris
- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut, pertumbuhan merata
- Kulit : Tampak pucat di muka
- Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-),pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)
- Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping
hidung(-), sekret (-)
- Mulut : Bibir tidak kering & sianosis (+), lidah tidak kotor, faring
hiperemis, tonsil hiperemis (T1-T1), eksudat (-).
LEHER
- Bentuk : Simetris
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak membesar
- JVP : Tidak meningkat
THORAKS
- Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi intercostal (-)
4
JANTUNG
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra
Batas kanan sela iga IV garis parasternal dextra
Batas kiri sela iga IV garis midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
PARU
ANTERIOR POSTERIOR
KIRI KANAN KIRI KANAN
Inspeksi Pergerakan
pernafasan simetris
Pergerakan
pernafasan simetris
Pergerakan
pernafasan
simetris
Pergerakan
pernafasan simetris
Palpasi Fremitus taktil
= kanan
Fremitus taktil
= kiri
Fremitus taktil =
kanan
Fremitus taktil
= kiri
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi Suara nafas
Vesikuler
Ronkhi (-)
Wheezing (-)
Suara nafas
vesikuler
Ronkhi (-)
Wheezing (-)
Suara nafas
vesikuler
Ronkhi (-)
Wheezing (-)
Suara nafas
vesikuler
Ronkhi (-)
Wheezing (-)
ABDOMEN
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kembali cepat
Auskultasi : bising usus normal
GENITALIA EXTERNA
- Kelamin : Laki-laki, tidak ada kelainan
5
EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-/-),sianosis (-), akral dingin -/-
- Inferior : Oedem (-/-),sianosis (-), akral dingin -/-
Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik
Penilaian Superior ka / ki Inferior ka / ki
Gerak normal/normal normal/normal
Kekuatan otot 5/ 5 5/ 5
Tonus normotonus/ normotonus normotonus/ normotonus
Klonus - / - - / -
Atropi eutropi / eutropi eutropi / eutropi
Kesan motorik :normal
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+/+)
R. Triseps : (+/+)
R. Patella : (+/+)
R. Archilles : (+/+)
Reflek Patologis : R. Babinsky : ( - / - )
R. Chaddock : ( - / - )
R. Oppeinheim : ( - / - )
Sensorik : sulit dinilai
Rangsang meningeal
Kaku kuduk : ( - )
Brudzinsky I : ( - )
Brudzinsky II : ( - )
Kernig sign : (-)
Otonom
- Miksi : normal
- Defekasi : normal
- Salivasi : normal
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (10 april 2013)
Hb :9,4 gr/%
LED : 13 mm/jam
Leukosit : 9.500/ul
Hitung jenis
Basofil : 0%
Eosinofil: 0%
Batang : 0%
Segmen : 80%
Limfosit : 14%
Monosit : 6%
V. RESUME
Pasien An. RHP, laki-laki, berumur 1 tahun 11 bulan, berat badan 10 kg datang
dengan keluhan kejang Kurang lebih 1 jam smrs, kejang terjadi seluruh tubuh,
umum, tonik-klonik, mata mendelik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali <5 menit,
pasien menangis. Kejang didahului oleh demam yang timbul mendadak Riwayat
terjatuh dengan kepala terbentur 1 hari sebelum demam, pingsan (-), muntah
proyektil (-), nyeri kepala (-). Batuk pilek 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
belum pernah ke dokter. Riwayat kejang sebelumnya ada saat os berumur 1 tahun.
Riwayat kejang didalam keluarga (+). Imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan
sesuai Depkes. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat
pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran, lahir spontan dengan cukup bulan,
pemeliharaan postnatal baik. Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum
sedang, kompos mentis dan gizi kesan baik. Pemeriksaan . Tanda vital:N:
120x/menit, RR: 32x/menit, t= 38,2oC, Pemeriksaan fisik: faring hiperemis, tonsil
hiperemis (T1-T1) pemeriksaan neurologi dalam batas normal pemeriksaan
laboratorium Hb: 9,4 gr/% , LED: 13 mm/jam, Leukosit: 9.500/ul Hitung jenis:
Basofil: 0%, Eosinofil: 0%, Batang: 0%, Segmen: 80%, Limfosit: 14%, Monosit:
6%,
7
IV. Diagnosis Banding
Kejang Demam Sederhana e.c faringitis akut
Kejang demam kompleks
V. Diagnosis kerja
Kejang Demam Sederhana e.c faringitis akut
VI. Penatalaksanaan
Terapi
1. Nasal O2 1L/menit
2. IVFD RL 10 tpm.
3. Paracetamol syrup 3x1cth
4. Stesolid supp 10 mg (bila kejang)
5. Injeksi ampicilin 350mg/8jam
Monitoring
1. Awasi timbulnya kejang
VII. Anjuran Pemeriksaan
Cek elektrolit
VII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam
8
VII. FOLLOW UP
Hari/tanggal Keluhan Status present Penatalaksanaan 10 april 13Ugd
KU: TS sedang
Sense: CM lemah
S=Kejang (-)
Riw/ kejang 1x lama < 15
menit
Bb = 10 kg
T= 390c
- IVFD RL 10 gtt.
- Paracetamol syrup
3x1cth
- Stesolid supp 10 mg
(bila kejang)
- Injeksi ampicilin
350mg/8jam
10 april 13ruangan
kejang (-)
- demam (+)
- BAK Lancar
-
KU : TSS
Kes : CM
Vital sign
nadi : 120x/menit
RR : 32x/menit
T : 38,2ºC
Pem.Neurologis
Motorik: baikReflek fisiologis+Reflek patologis-Rangsang meningeal –Otonom ;baik
- Ampicilin
250mg/6jam
- Gentamicin 35mg/12
jam
- PCT syr 3 cth 1
- Stesolid rt 10 mg
(III)
- IVFD RL 25 gtt
(mikro)
Cek DL, UL
11 april 13ruangan
kejang (-)
- demam (+)
- BAK Lancar- BAB normal
KU : TSS
Kes : CM
Vital sign
nadi : 120x/menit
RR : 36x/menit
T : 38,9ºC
Pem.Neurologis
Motorik: baikReflek fisiologis+Reflek patologis-Rangsang meningeal –Otonom ;baik
- Ampicilin
250mg/6jam
- Gentamicin 35mg/12
jam
- PCT syr 3 cth 1
- Stesolid rt 10 mg
(III)
- IVFD RL 25 gtt
(mikro)
12 April 13ruangan
Kejang (-)
Demam (-)
KU : TSS
Kes : CM
Keluarga minta pulangAcc pulangAmoxicillin syr 3X cth 1
9
Vital sign
nadi : 120x/menit
RR : 36x/menit
T : 37,6ºC
Pem.Neurologis
Motorik: baikReflek fisiologis+Reflek patologis-Rangsang meningeal –Otonom ;baik
10
BAB II
ANALISA KASUS
Demam typhoid yang dikenal juga dengan Typhoid Fever adalah penyakit
sistemik akut yang disebabkan infeksi bakteri gram negatif, genus Salmonella,
yaitu Salmonella typhii dan atau paratyphi yang masuk ke dalam tubuh melalui
makanan, minuman, atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut.
Typhoid sering didapatkan pada usia dewasa muda (usia 10-30 tahun),
terutama pada masyarakat ekonomi lemah dengan tingkat pengetahuan tentang
kesehatan baik hygiene maupun sanitasi yang rendah. Tidak didapatkan
perbedaan insidensi antara pria dan wanita. Penderita ini telah berusia 12
tahun. Pada usia ini penderita telah mengetahui jajanan yang dibeli atau
diberikan oleh orang lain sehingga kemungkinan terinfeksi kuman tifoid juga
tinggi. Pada penderita didapatkan riwayat makan jajanan di luar rumah ketika
pergi berekreasi 5 hari sebelum timbulnya demam.
Pada kasus demam typhoid keluhan utama yang dapat menjadi alasan penderita
datang ke klinik dokter atau rumah sakit adalah :
- Panas badan
- Penurunan kesadaran
- BAB berdarah
- Nyeri perut yang hebat
Pada penderita ini didapatkan panas badan dan nyeri perut.
11
Penyakit demam typhoid timbul disertai adanya peningkatan temperatur tubuh
harian secara bertahap dengan pola seperti anak tangga, meningkat pada malam
hari dan menurun sedikit pada pagi hari hingga dapat mencapai puncaknya
setinggi suhu 39-40,50C. Pada penderita didapatkan keadaan demam yang
terjadi meningkat terutama terjadi pada sore dan malam hari.
Dari anamnesa buang air kecil tidak menjadi bertambah sering dan tidak
disertai nyeri saat BAK ditanyakan untuk menyingkirkan ISK. Riwayat adanya
keadaan menggigil, demam, kemudian berkeringat serta berpergian ke daerah
endemis malaria disangkal, hal ini ditanyakan untuk menyingkirkan malaria.
umur penderita < 6thn (1 thn 11 bulan),
kejang didahului demam,
kejang berlangsung hanya satu kali selama 24 jam, kurang dari 5 menit,
kejang umum, tonik-klonik,
kejang berhenti sendiri,
pasien tetap sadar setelah kejang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya:
Suhu tubuh 38,2oC di ruangan , di UGD = 39oC,
tidak ditemukan kelainan neurologis setelah kejang.
Dari hal yang di uraikan di atas sesuai dengan kriteria kejang demam sederhana
berdasarkan kriteria livingston. Dari anamnesa juga didapatkan batuk pilek 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, namun pasien belum pernah ke dokter,
kemungkinan besar hal tersebut merupakan gejala faringitis akut, dimana
didukung dengan ditemukan tonsil dan faring yang hiperemis. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak
penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang
akhirnya memicu serangan kejang demam adalah faringitis yaitu 34%.
Selanjutnya adalah otitis media akut 31% dan gastroenteritis 27%. Sehingga
diagnosa yang sesuai pada kasus adalah kejang demam sederhana et causa
faringitis akut.
12
Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah pemeriksaan darah lengkap.
Menurut kepustakaan, pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin
pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan serebrospinal
dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 – 6,7%. Pungsi lumbal
menjadi pemeriksaan rutin pada kejang demam bila usia pasien kurang dari 18
bulan. Pada kasus ini pasien berumur 23 bulan dan secara klinis tidak
ditemukkan gejala mengarah ke infeksi intrakranial sehingga pemeriksaan
pungsi tidak perlu dilakukan. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan
elektrolit dan gula darah sewaktu. Hal ini kurang sesuaikarena kenaikan suhu
1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% – 15%.
Mengakibatkan peningkatan glukosa dan oksigen. Selain itu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium. Di lain pihak cek
elektrolit juga penting untuk memastikan apakah ketidak seimbangan elektrolit
dalam tubuh yang menjadi pencetus kejang demam.
Terapi cairan yang diberikan pasien ini dengan menggunakan ringer laktat.
Pemberian RL Kurang sesuai karena RL merupakan cairan resusitasi yang
hanya terdiri dari elektrolit seperti natrium laktat 1,55 g, natrium klorida 3 g,
kalium klorida 0,15 g, kalsium klorida 0,1 g, osmolaritas 274 mOsm/l, Na+ 130
mEq/l, K+ 4 mEq/l, laktat 27 mEq/l, Cl- 109,5 mEq/l, Ca2+ 2,7 mEq/l. jika hanya
diberikan RL tidak mencukupi untuk kebutuhan kalori
Pada kasus ini sebaiknya diberikan cairan N4 D5. Karena pada kasus kejang
demam dibutuhkan cairan rumatan yaitu D5 ¼ NS. D5 ¼ NS terdiri dari
glukosa 55 gram, NaCl 2,25 gram. D5 ¼ NS pada kasus ini digunakan untuk
menambah kalori dan mengembalikan keseimbangan elektrolit karena seperti
yang telah di bahan bila kenaikan suhu 10c akan mengakibatkan peningkatan
kebutuhan glukosa.
13
Pada kasus ini dengan BB = 10,kg Kebutuhan cairan: 10kg X 100
cc/kgBB/hari = 1000 : 60 = 15 tetes/menit (mikro). Pada kasus ini diberikan X
tetes/menit pada terapi awal ugd, namun bertambah menjadi 25 tetes/menit.
jumlah pemberian tetesan kurang sesuai karena melebihi kebutuhan cairan
pasien ditambah pasien dalam kondisi dapat minum maupun makan.
Terapi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi kejang demam sudah
sesuaidalam pemberian paracetamol, dimana paracetamol diberikan selama
pasien mengalami demam yaitu dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali dapat
diulang 4-6 jam. Dengan BB 10 Kg maka paracetamol yang dapat diberikan
100-150mg/kali pemberian. Pada pasien ini diberikan paracetamol 3 x 1 cth
120 mg = 1 cth. Pada kasus ini diberikan 120 X 3 = 360 mg. Indikasi dan dosis
paracetamol pada kasus ini sudah sesuai.
Pada pasien diberikan stesolid supp yang berisi diazepam, dengan dosis untuk
anak dengan berat badan dibawah 10 kg, diberikan 5mg (1 tube isi 5 mg) bila
kejang. Hal tersebut belum sesuai, karena diazepam penting sebagai profilaksis
intermiten, dimana diazepam dapat diberikan pada pasien yang suhunya
mencapai 38,50C untuk mencegah timbulnya kejang kembali. Pemberian
diazepam sebagai profilaksis intermitten merupakan pilihan tepat dibanding
obat anti kejang lain. Pemeberian diazepam ditambah antipiretik jauh lebih
efektif untuk mencegah terulangnya kejang, dibandingkan pemberian
antipiretik saja. Pada pasien ini sebaiknya diberikan diazepam oral, karena
melihat kondisi pasien yang sadar dan masih dapat makan dan minum.
Pemberian diazepam rektal dapat diberikan bila pasien mengalami penurunan
kesadaraan atau saat pasien sedang kejang.
Pada pasien ini di berikan ampicilin 250 mg/6jam (1000mg/hari) dan
gentamisin 35 mg/12 jam (70mg/hari) tidak sesuai karena antibiotik ampisilin
+ gentamisin ditujukan untuk pasien kejang demam dengan adanya faringitis
yang disebabkan oleh bakteri. Menurut kepustakaan, kebanyakan faringitis
14
disebabkan oleh virus. Faringitis yang disebabkan oleh virus menimbulkan
gejala sama seperti common cold yang pada pemeriksaan fisik, ditemukan
faring yang hiperemis dan membengkak. Sedangkan faringitis yang disebabkan
oleh bakteri pada pemeriksaan fisik ditemukan faring hiperemis dan pada soft
palate terdapat erythematous atau petekie. Tonsil juga membengkak dan
merah, terkadang ditutupi dengan eksudat. Papil lidah juga bisa membengkak
dan memerah (stawberry tounge). Faringitis pada pasien ini kemungkinan besar
disebabkan oleh virus dengan hanya ditemukkannya faring yang hiperemis.
Sehingga pengobatan antibiotik tidak diperlukan pada pasien ini.
Selain dengan pengobatan medikamentosa diperlukan pengobatan supportif
pada pasien dengan kejang demam, yaitu dengan menjaga keseimbangan cairan
dan elektrolit, membebaskan jalan nafas dan terapi oksigen terutama untuk
kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya
apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hiposekmia, hiperkapnia, asidosis laktat, disebakan
metabolisme anaerobik. Menggunakan pakaian tipis dalam ruangan yang baik
ventilasi udaranya. Anak tidak harus terus berbaring di tempat tidur, tetapi
dijaga agar tidak melakukan aktivitas berlebihan. Anak dapat dikompres untuk
mencegah demam yang akan memicu kejang. Umumnya mengompres anak
akan menurunkan demamnya dalam 30-45 menit. Pada pasien ini merupakan
kejang demam kedua dalam kurun 1 tahun, sehingga edukasi kepada keluarga
pasien seharusnya diberikan.
Prognosis penderita ini adalah ad bonam untuk quo ad vitam dan functionam
karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat sehingga
sudah tidak kejang, walaupun masih demam.
Dengan penanggulangan yang sesuaidan cepat, prognosis baik dan tidak
menyebabkan kematian. Frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% -
50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
15
Resiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum anak menderita
kejang demam
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%,dibandingkan
bila hanya ada satu atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan
kejang tampa demam terjadi hanya 2 – 3 % saja. Sedangkan pada kasus ini
tidak didapatkan satupun faktor diatas.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
16
A. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 38ºC)yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Pusponegoro. D, 2006).
Kejang demam dapat juga didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam
tanpa bukti adanya infeksi intrakranial, kelainan intrakranial, kelainan metabolik,
toksin atau endotoksin seperti neurotoksin Shigella (R Strange, Gary, 2009).
Kejang demam pertama kali pada anak biasanya dihubungkan dengan suhu yang
lebih dari 38ºC, usia anak kurang dari 6 tahun, tidak ada bukti infeksi SSP
maupun ganguan metabolic sistemik akut (Rudolph AM, 2004).
Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal mulai
demam. Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat bersifat
fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang umum di
mana seluruh anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik,
maupun tonik-klonik. Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat
berlangsung lebih dari 15 menit (Lumbantobing Sm, 2007).
B. ETIOLOGI
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan
tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang (1). Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 %
anak yang mengalami kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat
kejang demam pada masa kecilnya (Lumbantobing, 2007).
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang
paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran
pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis (W Hay. et al, 2009).
17
C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya
terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan
energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak
20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan ion natrium melalui
membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang
cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel di dekatnya dengan
bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada
suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat
terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi
pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga
kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan
sel neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.
Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari
kejang demam, yaitu:
Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
Cepatnya kenaikan suhu.
Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
18
Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga
sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan
baik susunan saraf pusat (korteks serebri) (Tejani NR, 2010).
D. Faktor Risiko
Kejang demam terkait dengan tiga unsur yaitu umur, demam dan predisposisi.
Faktor predisposisi timbulnya bangkitan kejang demam berhubungan dengan
riwayat keluarga, riwayat kehamilan dan persalinan, gangguan tumbuh kembang
anak, seringnya menderita infeksi, dan kadar elektrolit, seng dan besi darah
rendah (Bahtera T, 2009).
E. Manifestasi Klinis
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi
tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan
kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot.
Kontraksi dapat berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak
akan jatuh apabila sedang dalam keadaan berdiri, dan dapat mengeluarkan urin
tanpa dikehendakinya (Lumbantobing SM, 2007).
Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat.
Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang
klonik), maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan
kesadarannya dan tidak dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya.
F. Klasifikasi
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam Tahun 2006 membuat kriteria dan
membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
19
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang.
2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, kejang umum didahului kejang
parsial.
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara
anak yang mengalami kejang demam.
G. Diagnosis
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis air dan
elektrolit, dan adanya lesi struktural pada sistem saraf misalnya epilepsy
(Behrman et al, 2005). Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
Anamnesis (Tejani NR, 2011)
1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningitis encephalitis)
2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun)
20
4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran
napas, otitis media, gastroenteritis)
5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan
kejang
6. Sifat kejang (fokal atau umum)
7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
10. Trauma
Pemeriksaan Fisik (Tejani NR, 2011).
1. Temperature tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan reflex patologis
4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningitis, encephalitis)
Pemeriksaan Penunjang
Menurut konsensus penatalaksanaan kejang demam tahun 2006, pemeriksaan
penunjang pada kejang demam yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroentritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
2. Pungsi lumbal
21
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6 % - 6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifesti klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada :
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan
c. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perl dilakukan pungsi lumbal.
3. EEG : Masih kontroversi karena manfaat untuk pengolahan sangat sedikit
Pemeriksaan elektrornsefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance (MRI) jarang sekali dikerjakan , tidak hanya atas
indikasi seperti :
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema
H. Tata Laksana
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan
dengan keccepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis
maksimal 20mg.
22
Obat praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kehjang, dianjurkan ke
rumah sakit. Dirumah sakit ddapat diberikan diazepam intravena dengan dosis
0,3-0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secar intravena dengan dosis
awal 10-20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB.menit atau kurang dari
50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kgBB/hati,
dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat diruang
intensif (Pusponegoro. D et al. 2006).
Menurut Deliana, 2002 pada tata laksana kejang demam ada 3 hal yang perlu
dikerjakan, yaitu:
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan fase akut
Pada waktu pasien sedang kejang, semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien
dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas
agar oksigenasi tetap terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur,
diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang
23
tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam
adalah pilihan utama dengan pemberian secara intrarektal .
Mencari dan Mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil
sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan
pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur
kurang dari 18 bulan.
Pengobatan Profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan
bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Ada 2 cara profilaksis,yaitu:
1. Profilaksis intermittent pada waktu demam
2. Profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan tiap hari
Profilaksis intermittent
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orang tua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada
pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorbsi dan cepat masuk ke otak. Hal
yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak
mendapat hasil dengan fenobarbilal intermittent. Diazepam intermittent
memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan
diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg,
setiap pasien menunjukkan suhu 38,5˚C atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada
waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan
hipotonia.
24
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot
dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
Profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan tiap hari
Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16ug/ml
dalam darah yang menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak
yaitu iritabel,hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien.Efek
samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital.
Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah Asam
valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan fenobarbital tetapi
kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis valproat adalah
15-40 mg/kgBB/hari. Valproat tidak menyebabkan kelainan watak. Fenitoin dan
carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang demam. Profilaksis terus
menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di
kemudian hari.
Menurut Livingston semua pasien epilepsy diprovokasi oleh demam diberikan
pengobatan fenobarbital selama 3 tahun bebas kejang. Indikasi ini sudah banyak
ditinggalkan dan indikasi profilaksis terus-menerus pada saat ini adalah:
1 Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan
2 Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologist sementara atau menetap
25
4 Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi pada
bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu
episode demam
Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah
kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
J. Prognosis
Penelitian yang dilakukan Tsunoda mendapatkan bahwa dari 188 penderita kejang
demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa pengobatan
dengan antikonvulsan, 97 penderita mengalami kekambuhan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing, dari 83
penderita kejang demam yang dapat diikuti selama rata-rata 21.8 bulan (berkisar
dari 6 bulan-3.5 tahun) dan tidak mendapatkan pengobatan antikonvulsan
rumatan, kejang demam kambuh pada 27 penderita.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan
mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila
kejang demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini
terjadi dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 %
dalam kurun waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2 dari penderita
yang mengalami kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi. Pada sebagian
terbesar penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10 % kejang
demam yang akan mengalami lebih dari 3 kali kekambuhan.
Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun
kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun
kemungkinan kekambuhannya 28 %.
Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak
yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada
kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki
riwayat kejang demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang
tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis
26
maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk menderita
epilepsi pada kehidupan dewasa mereka (Lumbantobing SM, 2007).
27
DAFTAR PUSTAKA
Behrman RE, Kliegman RM, Arvio. 2005. Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume
3, edisi 15. Jakarta: EGC.
Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. IDAI Sari
Pediatri, Vol. 4, No. 2: 59 - 62
Lumbantobing SM. 2007. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Pusponegoro. D. Hardiono dkk. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
R Strange, Gary. 2009. Pediatric Emergency Medicine. 3rd edition. United States:
McGrawHill Companies.
Rosalyn Carson-DeWitt, MD. 2012. Viral Pharyngitis. Accessed on April 16th
2013. Available at:
http://pediatrics.med.nyu.edu/conditions-we-treat/conditions/viral-
pharyngitis
Rudolph AM. 2002. Febrile Seizures. Rudolph Pediatrics. 20th Edition. Appleton
& Lange.
.
Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures. Accessed on April 16th 2013. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview
Tjipta Bahtera Dr,SpA. 2009. Kejang Demam dalam pedoman pelayanan medik
anak Edisi ke 2, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP,Semarang,
28
W Hay, William. 2009. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19th
edition. United States of America: McGrawHill. Page 697-698.
Wolf, Paul; Shinnar, Shlomo. 2005. Febrile Seizures Page 83-88. Current
Management in Child Neurology.
29
LAPORAN KASUS
KEJANG DEMAM SEDERHANA ec FARINGITIS AKUT
Di susun oleh:
Adi S Pasaribu, S.Ked
Dwi Verayati, S.Ked
Lovensia, S.Ked
M. Aprimond S, S.Ked
Pembimbing :
dr. Murdoyo, Sp.A
dr. Fedriyansyah, Sp.A
SMF ANAK
RUMAH SAKIT HI ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2013
30