Upload
margareth766hi
View
95
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
TUGASMANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA(Dosen : Sobar Darmaja, S.Psi, MKM)
Nama : Margareth Kristin D.I. SilalahiNPM : 20140000142(Kelas MPK)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJUPROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKATJAKARTA 2015
KEBUTUHAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA BIDAN DI INDONESIA
1. Rumusan PermasalahanData Biro Pusat Statistik menyajikan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 sebesar 228.532.342 jiwa. Penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 50 % dan penduduk usia 014 tahun sebanyak 27,23%. Memperhatikan komposisi ini dapat diketahui peran vital perempuan dalam fungsi reproduksi dan penentuan derajat kesehatan ibu dan anak. Hambatan sosial ekonomi budaya yang dihadapi sepanjang siklus hidup perempuan merupakan akar masalah budaya kesehatan maternal yaitu hamil, bersalin dan nifas. Melalui pendekatan siklus hidup diketahui bahwa masalah mendasar kesehatan perempuan telah terjadi jauh sebelum memasuki usia reproduksi. Kesehatan dan status gizi perempuan sampai saat ini masih masalah utama dan semakin memprihatinkan dapat terlihat dari Angka Kematian Ibu dimana Indonesia menduduki peringkat paling tinggi di ASEAN, meningkatnya AKI disebabkan oleh lemahnya posisi perempuan dimasyarakat misalnya pernikahan diusia muda, hamil di usia muda, terlalu sering hamil atau terlalu tua hamil. Pada penelitian lainnya mengungkapan adanya hubungan yang sangat erat secara statistic, antara penolong persalinan oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian ibu maternal. Dimana semakin tinggi cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten maka angka kematian maternal akan mengalami penurunan dan sebaliknya bila cakupannya rendah maka MMR akan meningkat. Hal tersebut masih terbentur permasalahan yang berkaitan dengan belum meratanya distribusi tenaga kesehatan khususnya bidan serta kualitas bidan yang diharapkan dapat menjadi agen perubahan dimasyarakat. Departemen kesehatan telah mendidik bermacam jenis profesi tenaga kesehatan, dimana tujuan awalnya adalah untuk memenuhi kebutuhan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun dalam perkembangannya kebutuhan akan tenaga kesehatan juga mempertimbangkan tuntutan pasar dan kebutuhan berbagai segmen masyarakat sehingga terjadi perkembangan jumlah pendidikan kebidanan yang pesat namun tidak diimbangi dengan pengendalian mutu lulusan yang juga akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Berbagai faktor atau determinan yang mempengaruhi derajat kesehatan antara lain adalah lingkungan (fisik, biologik, dan sosial), perilaku dan gaya hidup, faktor genetis, dan pelayanan kesehatan. Dalam system kesehatan itu sendiri, menurut Sistem Kesehatan Nasional (Depkes, 2004), paling tidak terdapat enam subsistem yang turut menentukan 11 kinerja sistem kesehatan nasional yaitu subsistem upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan. Dalam subsistem SDM kesehatan, tenaga kesehatan merupakan unsure utama yang mendukung subsistem kesehatan lainnya. Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Subsistem SDM kesehatan bertujuan pada tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya- guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes, 2004).Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk belum memenuhi target yang ditetapkan sampai dengan tahun 2010. Sampai dengan tahun 2008, rasio tenaga kesehatan untuk bidan 43,75 dibanding target 75. Dari pendataan tenaga kesehatan pada tahun 2010, ketersediaan tenaga kesehatan di rumah sakit milik pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah), telah tersedia 68.835 perawat/bidan. Dengan memperhatikan standard ketenagaan rumah sakit yang berlaku, maka pada tahun 2010 masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan di rumah sakit milik pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah), sejumlah 6.677 perawat/bidan. Dengan demikian kekurangan tenaga kesehatan di rumah sakit akan lebih besar lagi bila dihitung kebutuhan tenaga kesehatan di RS milik kementerian teknis lainnya, Rumah Sakit/Lembaga Kesehatan TNI dan POLRI serta Rumah Sakit Swasta. Sedangkan di Puskemas pada tahun 2010 telah tersedia 83.000 bidan. Pada tahun yang sama, di Puskesmas di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) telah tersedia tenaga kesehatan sebanyak 496 bidan. Dengan memperhatikan standard ketenagaan Puskesmas yang berlaku, maka pada tahun 2010 masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan di Puskesmas, sejumlah 21.797 bidan. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan untuk daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan tahun demi tahun diupayakan untuk ditingkatkan, namun belum dapat mencapai harapan.
2. Data Numerik Pendidikan Bidan Data numerik pendidikan bidan yang digunakan adalah data dari EPSBED, Pusdiknakes dan Ban-PT tahun 2008/2009. 1. Distribusi Program Studi Jenjang program studi Kebidanan yang terdaftar pada EPSBED adalah D III Kebidanan, D IV Kebidanan, SI dan S2 Kebidanan, di Pusdiknakes D III Kebidanan dan D IV Bidan Pendidik. Jenjang Pendidikan bidan dibagi berdasarkan izin penyelenggaraan pendidikan yang didapatkan dari DIKTI dan DEPKES. Tabel 2.1Program Studi Pendidikan Bidan berdasarkan Status Kepemilikan Izin Tahun 2008/2009PulauJenjang Pendidikan Berdasarkan Status Kepemilikan
Izin DIKTIIzin Depkes
Izin DIKTI Rekomendasi DEPKES
D IIID IVS1S2D IIID IVS1S2D III
Sumatera57170034500138
Jawa141262131900111
Bali+Nusa Tenggara10000320011
Kalimantan13200510018
Sulawesi52300840013
Maluku+Papua300030002
Jumlah2764821842100293
Sumber : Data Pusdiknakes 2008-2009, Data EPSBED - 17/08/2010 (www.evaluasi.or.id)Dari tabel 2.1 dapat dilihat berdasarkan status kepemilikan untuk Izin Penyelenggaraan D III dibawah DIKTI paling banyak di pulau Jawa (160 D III Kebidanan), D III Kebidanan yang mempunyai dua izin penyelenggaraan DIKTI dan DEPKES paling banyak berada di pulau Jawa (141 D III kebidanan), sedangkan D III Kebidanan izin penyelenggaraaan di bawah DEPKES paling banyak di pulau Sumatera (34 D III kebidanan).2. Data Mahasiswa Data jumlah mahasiswa yang olah hanya dari sebagian institusi yang ada terdiri dari 437 D III Kebidanan, 45 D IV Bidan Pendidik, Dua S 1 Kebidanan dan satu S2 Kebidanan. (242 Institusi D III Kebidanan dan 24 D IV Kebidanan yang mempunyai data tidak lengkap) a. Jumlah Mahasiswa Per Pulau Tabel 2.2Jumlah Mahasiswa berdasarkan wilayah di Indonesia tahun 2008/2009PulauJENJANG PENDIDIKANJumlah
D IIID IVS1S2
Sumatera382866170038903
Jawa50720271033612053886
Bali+Nusa Tenggara28840002884
Kalimantan382275003897
Sulawesi1383600013836
Papua+Maluku380000380
Jumlah1099283402336120113786
Sumber : Data Pusdiknakes, Data EPSBED - 17/08/2010 (www.evaluasi.or.id)Berdasarkan tabel 5.2 dapat di ketahui hampir setengah (47,4%) jumlah mahasiswa bidan berada di pulau Jawa.
b. Jumlah Mahasiswa berdasarkan Status Kepemilikan Izin Jumlah mahasiswa berdasarkan status kepemilikan izin dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3Jumlah Mahasiswa berdasarkan Status Kepemilikan izin tahun 2008/2009PulauJenjang Pendidikan Bidan Berdasarkan Status Kepemilikan
Izin DIKTIIzin DepkesIzin DIKTI dan DEPKES
D IIID IVS1S2D IIID III
Sumatera1139461700142525467
Jawa338522710336120216514703
Bali + Nusa Tenggara7610003301793
Kalimantan690975004901816
Sulawesi15160008105957
Maluku+Papua160000178202
Jumlah545923402336120539849938
Sumber : Data Pusdiknakes, Data EPSBED - 17/08/2010 (www.evaluasi.or.id)Berdasarkan tabel 5.3 diketahui jumlah mahasiswa yang kuliah di institusi pemilik izin dikti hampir seluruhnya (93,4 %) dari jenjang pendidikan DIII, mahasiswa yang kuliah di institusi pemilik izin Depkes hampir setengahnya (40,1 %) berada di Jawa dan mahasiswa yang kuliah di Institusi pemilik izin Dikti dan Depkes lebih daari setengahnya (50,99%) berada di Sumatra.
3. Analisis Situasi Saat Ini Pesatnya pembangunan gedung bertingkat di Indonesia pada era kemerdekaan ini tak seiring dengan peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kawasan Asia Tenggara menyumbang hampir sepertiga jumlah kematian ibu dan anak di Dunia, per tahun total kematian Ibu mencapai 170.000 sementara kematian bayi baru lahir mencapai1.300.000 pertahun, dan India, Bangladesh,Indonesia, Nepal serta Myanmar menyumbang sampai 98% dari seluruh kematian ibu dan anak di kawasan Asia Selatan dan Tenggara. Pada negara industri, atau di daerah-daerah makmur yang ada di negara miskin, AKI biasanya sekitar 10 per 100.000 persalinan. Secara global, sebagian besar kematian ibu terjadi di negara-negara miskin dimana kematian biasanya dihubungkan dengan faktor kemiskinan dan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang baik. Provinsi dengan kasus kematian ibu melahirkan tertinggi adalah Provinsi Papua, yaitu sebesar 730/100.000 kelahiran hidup, diikuti Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 370/100.000 kelahiran hidup, Provinsi Maluku sebesar 340/100.000 kelahiran hidup, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 330/100.000 kelahiran hidup. (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2008).
4. Sebaran Demand Tenaga Bidan Berdasarkan Pelayanan Bidan Standar praktek dan kompetensi bidan saat ini tertuang dalam Kepmenkes no. 369 tahun 2007 menyatakan bahwa praktik bidan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan sesuai kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan. Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan tidak hanya pada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan berpraktik di semua fasilitas pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
Tabel 4.1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil, Persalinan Ditolong Nakes Dan Jumlah Bidan Tahun 2010ProvinsiK1%K4 %Pertolongan Persalinan oleh NakesJumlah Bidan
NAD90,3681,8085,258.564
SUMUT94,0590,2688,2612.993
SUMBAR93,0281,8087,023.753
RIAU96,0090,3186,182.198
JAMBI94,5888,0285,741.867
SUMSEL 94,9188,0186,743.206
BENGKULU 91,8285,0882,212.879
LAMPUNG 93,4386,0981,794.032
BABEL 102,7394,1193,73547
KEPRI 89,6479,0896,24585
JAKARTA 101,5796,531001.074
JABAR 93,2485,2575,288.464
JATENG 98,7593,3993,0314.511
DIY 98,9689,7195,90999
JATIM 95,9285,9092,9610.523
BANTEN 98,0479,6779,331.992
BALI 97,5091,8795,761.787
NTB 82,8083,6375,691.210
NTT 90,7363,7285,543.124
KALBAR 89,0781,1173,241.597
KALTENG 91.7680,6077,681.328
KALSEL 95,3183,5985,081.918
KALTIM 92,8880,3680,23712
SULUT 98,4984,8685,591.300
SULTENG 98,0284,0480,512.227
SULSEL 97,9184,4788,072.712
SULTRA 90,1983,3680,352.062
GORONTALO 92,9182,6583,62307
SULBAR 77,2257,0462,45563
MALUKU 82,0969,6967,10946
MALUT 81,3772,1161,75347
PAPUA BARAT 99,3355,7978,38814
PAPUA 57,8529,4439,301.086
Jumlah 94,5129,4439,30102.227
Sumber data : Profil kesehatan Indonesia, 2009 & PPIBI, 2010
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa semakin banyaknya jumlah bidan yang terdapat diwilayah tersebut maka cakupan K1, K4 dan pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan menunjukkan cakupan yang tinggi. Disisi lain, tergambar pula dibeberapa propinsi yang memiliki cakupan K1, K4, Persalinan oleh tenaga kesehatan rendah juga berada di Papua. Gambar 4.2Grafik Presentase balita menurut pertolongan persalinanpertama di pedesaan tahun 2007
Sumber data : Profil Kesehatan Indonesia, tahun 2008Berdasarkan data diatas tergambar bahwa hampir separuh persalinan di Pedesaan ditolong oleh bidan. Namun, pertolongan persalinan oleh dukun merupakan alternatif kedua kedua yang dicari oleh masyarakat setelah itu menyusul dokter dan lainnya. Hal ini terkait dengan keterbatasan perempuan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang berkompeten yang dipengaruhi kondisi struktur geografis, penduduk yang tersebar tidak merata, sosial budaya dan gender.
Gambar 4.3Grafik Presentase Balita menurut Pertolongan Persalinanpertama di Perkotaan tahun 2007
Sumber data : Profil Kesehatan Indonesia, tahun 2008Berdasarkan data diatas pertolongan persalinan oleh tenaga bidan didaerah perkotaan merupakan presentase tertinggi, disusul oleh dokter sebanyak 22 %, namun masih terdapat 13% pertolongan persalinan dilakukan oleh dukun. Hal ini disebabkan mudahnya akses pencapaian tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dan didukung oleh kondisi geografis yang mudah diakses. Tabel 4.4Perbandingan Jumlah Bidan dengan AKI Tahun 2001-2005ProvinsiAKIJumlah Bidan
20032004200520012005
Kep. Bangka Belitung9786121811196
NTB131114104601851
Sumber : Profil Kesehatan Reproduksi & MPS di Indonesia
Berdasarkan data diatas tergambar dengan meningkatnya tenaga bidan, secara perlahan dapat membantu penurunan Angka Kematian Ibu. Data diperkuat kembali dengan pengambilan sampel dua provinsi dimana pada Provinsi NTB pertambahan jumlah bidan dapat menurunkan AKI pada daerah tersebut dan keadaan sebaliknya terjadi pada Kep. Bangka Belitung dengan penurunan jumlah bidan dapat meningkatkan AKI. Dengan demikian, dapat disimpulkan besarnya kontribusi bidan dalam membantu menurunkan kematian ibu. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kuatnya akar budaya di Indonesia menjadi salah satu faktor penghambat upaya penurunan AKI, kehadiran dukun beranak dimasyarakat yang lebih dekat dengan lingkungan masyarakat menjadikannya sosok yang dicari dalam upaya pertolongan persalinan dimasyarakat terutama di desa terpencil.
5. Sebaran Demand Berdasarkan Institusi Pendidikan Bidan Sesuai Dengan perkembangan teknologi dan tuntutan pelayanan kesehatan, Departemen Kesehatan sejak beberapa dasawarsa terakhir telah mendidik bermacammacam jenis profesi tenaga kesehatan. Pada awalnya berbagai profesi tersebut memang diadakan untuk memenuhi kebutuhan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun dalam perkembangannya kebutuhan akan tenaga kesehatan juga mempertimbangkan tuntutan pasar dan kebutuhan berbagai segmen masyarakat.
Gambar 5.1 Grafik Program Studi Pendidikan Bidan Berdasarkan Wilayah di Indonesia Tahun 2008 /2009
Sumber : Data Pusdiknakes, Data EPSBED - 17/08/2010 (www.evaluasi.or.id)Institusi kebidanan terbanyak terdapat di Pulau Jawa sedangkan terendah terdapat di Maluku + Papua, sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah bidan di kedua wilayah tersebut. Demikian pula dengan jumlah mahasiswa kebidanan dimana terbanyak berada di Pulau Jawa. Tabel 5.2Jumlah lulusan baru bidan Poltekkes dan Non Poltekkes tahun 2006 2010NOTahunPoltekkesNon PoltekkesJumlah
12006 3.2874.9778.264
2 20074.5308.84713.377
3 20083.9575.1749.131
4 20094.51314.03218.545
5 20104.01213.81617.828
Jumlah Total 20.29946.84667.145
Sumber data :Pusdiknakes, tahun 2010Seiring meningkatnya institusi pendidikan kebidanan, maka terjadi peningkatan jumlah lulusan bidan yang berpengaruh pada jumlah bidan dimasyarakat. Dengan demikian diharapkan kebutuhan bidan dimasyarakat dapat terpenuhi.
6. Permasalahan Dualisme Akreditasi Institusi Kebidanan Akreditasi dipahami sebagai penentuan standar mutu serta penilaian terhadap suatu lembaga pendidikan (dalam hal ini pendidikan tinggi) oleh pihak di luar lembaga pendidikan itu sendiri. Mengingat adanya berbagai pengertian tentang hakikat perguruan tinggi (Barnet, 1992) maka kriteria akreditasi pun dapat berbeda-beda. Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT) merupakan lembaga non-struktural di bawah Menteri Pendidikan Nasional, yang ditetapkan melalui Keputusan Mendiknas nomor 187/U/1998, dan nomor 118/U/2003, dengan keanggotaan yang diangkat berdasarkan Keputusan Mendiknas nomor 119/P/2003. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi, yang kemudian dipebaharui dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi pada BAB XIV mengenai Pengawasan dan Akreditasi. Kemenkes berperan memberikan akreditasi pada institusi pendidikan kesehatan dibawah Pusdiknakes (Poltekkes), disisi lain Kemenkes juga berperan memberikan pembinaan sampai dengan rekomendasi pada institusi pendidikan kesehatan non Poltekkes dan seiring waktu Pusdiknakes turut pula memberikan akreditasi. Hal ini menimbulkan terjadinya dualisme dalam hal akreditasi, sehingga berdampak pada akreditasi institusi pendidikan bidan yang telah ada saat ini, dari temuan yang ada dilapangan terdapat institusi pendidikan bidan baik DIII maupun DIV memilki akreditasi yang hanya berasal dari BAN-PT, hanya dari Pusdiknakes dan adapula yang mendapatkan akreditasi dari BAN-PT dan Pusdiknakes. Permasalahan dualisme akreditasi tersebut ditanggapi berbeda dengan institusi kebidanan, pada daerah tertentu akreditasi Kemenkes wajib dimiliki oleh setiap institusi, sehingga terdapat institusi yang melakukan akreditasi pada BAN-PT dan PUSDIKNAKES sekaligus namun memiliki hasil nilai akreditasi yang berbeda. Dengan demikian masih jelas terlihat bahwa keduanya memiliki standar yang berbeda dalam memberikan akreditasi walaupun dari perbedaan hasil yang telah ada tetap tidak dapat disimpulkan bahwa akreditasi dari BAN-PT lebih baik dari PUSDIKNAKES dan begitu pula sebaliknya. Dalam permasalahan akreditasi, IBI sebagai Organisasi profesi belum dapat memberikan intervensi lebih jauh pada kedua lembaga tersebut. Pembelajaran dari kebidanan luar negeri bahwa setiap organisasi profesi memiliki Lembaga akreditasi Mandiri, walaupun saat ini Lembaga tersebut belum ada, namun keberadaan IBI juga harus tetap dilibatkan dalam memberikan masukan tentang AD/ART yang mengatur unsur-unsur SDM, penguji serta syarat-syarat dalam akreditasi.
Upaya Peningkatan Performance Bidan Melalui Pendidikan Gambar 6.1Alur Pikir Inteversi Utama Penurunan AKIKematian IbuKematian Bayi
Akses Yan Ibu