19
Kebijakan Sosial dalam Permasalahan Terorisme A. Pendahuluan Beberapa bulan yang lalu pemerintah dan masyarakatnya memperingati hari kemerdekaannya yang ke 65 an. Kita patut bersyukur kepada Allah dan berterimakasih pada faunding fathers yang telah berjuang dengan keras mengusir penjajah dari tanah air bangsa. Namun kita juga memerlukan refleksi terhadap kemerdekaan kenapa permasalahan sosial bangsa tidak henti- hentinya silih datang berganti dan bahkan persoalan kemunusiaan bermunculan seperti kemiskinan, kekerasan dan kebodohan. Kekerasan yang terjadi di negara kita dikaitan dengan berbagai masalah sosial seperti kemiskinan, ketidak adilan, tetapi yang cukup serius dikaitkan dengan agama seperti; terorisme, radikalism dan sparatisme. Terorisme kian mencuat ke permukaan, tatkala gedung pencakar langit, World Trade Center (WTC) dan gedung Pentagon, New York, hancur-lebur diserang sebuah kelompok, yang sampai detik ini masih misterius. Jaringan internasional al-Qaedah sering disebut-disebut sebagai aktor di balik aksi penyerangan tersebut. Pada titik ini, terorisme kian dipertanyakan dan dipersoalkan. Apa sih sebenarnya terorisme itu? Benarkah terorisme teridentifikasi sebagai penyebab utama di balik pennyerangan tersebut? Tidak ada istilah yang serumit “terorisme”. Istilah tersebut bukan sekadar istilah biasa, melainkan wacana baru yang ramai diperbincangkan khalayak dunia Kebijakan Sosial dalam Permasalahan Terorisme 1

Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kebijakan yang dilakuan oleh pemerintah dalam persolan terorism

Citation preview

Page 1: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

Kebijakan Sosial dalam Permasalahan Terorisme

A. Pendahuluan

Beberapa bulan yang lalu pemerintah dan masyarakatnya memperingati hari

kemerdekaannya yang ke 65 an. Kita patut bersyukur kepada Allah dan berterimakasih pada

faunding fathers yang telah berjuang dengan keras mengusir penjajah dari tanah air bangsa.

Namun kita juga memerlukan refleksi terhadap kemerdekaan kenapa permasalahan sosial

bangsa tidak henti-hentinya silih datang berganti dan bahkan persoalan kemunusiaan

bermunculan seperti kemiskinan, kekerasan dan kebodohan. Kekerasan yang terjadi di

negara kita dikaitan dengan berbagai masalah sosial seperti kemiskinan, ketidak adilan,

tetapi yang cukup serius dikaitkan dengan agama seperti; terorisme, radikalism dan

sparatisme.

Terorisme kian mencuat ke permukaan, tatkala gedung pencakar langit, World Trade

Center (WTC) dan gedung Pentagon, New York, hancur-lebur diserang sebuah kelompok,

yang sampai detik ini masih misterius. Jaringan internasional al-Qaedah sering disebut-

disebut sebagai aktor di balik aksi penyerangan tersebut. Pada titik ini, terorisme kian

dipertanyakan dan dipersoalkan. Apa sih sebenarnya terorisme itu? Benarkah terorisme

teridentifikasi sebagai penyebab utama di balik pennyerangan tersebut? Tidak ada istilah

yang serumit “terorisme”. Istilah tersebut bukan sekadar istilah biasa, melainkan wacana

baru yang ramai diperbincangkan khalayak dunia dan mempunyai impilikasi besar bagi

tatanan politik global. Terorisme bukan sekadar diskursus, akan tetapi sebuah gerakan global

yang hinggap di mana pun dan kapan pun. (Zuhari Misrawi dalam http:www.islamlib.com)

Pemasalahan terorisme dapat menjadi suatu persolan yang menarik dalam kebijakan

sosial dikarenakan masalah ini menjadi persoan internasioanal, nasional dan kemanusiaan.

Sebagaiamana dalam kebijakan yakni menurut Thomas Dei yakni pemerintah melakukan

atau tidak melakukan. Kebijakan tersebut suatu yang dilakukan oleh pemerintah atau tidak

dilakukan oleh pemerintah mengenai permasalahan yang terjadi.(AG Subarsono, 2009).

Sebagai contoh pemerintah mengetahui permasalahan terorisme dan sikap pemerintah

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

1

Page 2: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

memiliki keinginan mengatasinya. Pengatasan pemerintah pada persolan terorisme karena

berhubungan dengan masalah puplik dalam upaya memberikan pelayanan terhadap

masyarakat merupakan salah satu kajian dalam kebijakan sosial. Sebagaimana pembahasan

dalam kebijakan sosial pemerintah merespon isu-isu bersifat puplik dalam rangka memenuhi

kebutuhan masyarakat banyak (Edi Suharto, 2009).

Sikap permerintah dalam mengatasi terorisme merupakan suatu upaya pemerintah

dalam memenuhi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti keamanan,

ketenangan dan kedaimaian, rasa ini merupakan kebutuhan yang azasi dan urgent bagi

manusia dalam kehidupan. Dengan terpenuhi kebutuhan tersebut menjadikan masyarakat

dalam melakukan aktivitas yang lain seperti ekonomi, sosial, politik dan budaya.

Peningkatan aktivitas tersebut menjadikan masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya

sehingga dapat menciptakan kesejahteraan.

B. Pembahasan

Terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan

kekerasan terhadap penduduk sipil/non-kombatan untuk mencapai tujuan politik, dalam

skala lebih kecil daripada perang. Dari segi bahasa, istilah Terorisme berasal dari Perancis

pada abad ke-18. Kata Terrorisme yang artinya dalam keadaan teror (under the term),

berasal dari bahasa latin Terrere (gemetaran) dan deterrere (takut). (Terorisme dalam

wikipedia.com).

Terorisme menurut Konvensi PBB tahun 1937, Terorisme adalah segala bentuk tindak

kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk

teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Sedangkan

menurut US Department of Defense tahun 1990. Terorisme adalah perbuatan melawan

hukum atau tindakan yang mengan-dung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap

individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat

dengan tujuan politik, agama atau idiologi. TNI - AD, berdasarkan Bujuknik tentang Anti

Teror tahun 2000. Mendefinisikan terorisme adalah cara berfikir dan bertindak yang

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

2

Page 3: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

menggunakan teror sebagai tehnik untuk mencapai tujuan (Loudewijk F Paulus dalam

http://buletinlitbang.dephan.go.id)

Sedangkan "Teroris" merupakan individu yang secara personal terlibat dalam aksi

terorisme. Penggunaan istilah teroris meluas dari warga yang tidak puas sampai pada non

konformis politik. Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau

negara sebagai alternatif dari pernyataan perang secara terbuka. Negara yang mendukung

kekerasan terhadap penduduk sipil menggunakan istilah positif untuk kombatan mereka,

misalnya antara lain paramiliter, pejuang kebebasan atau patriot. Kekerasan yang dilakukan

oleh kombatan negara, bagaimanapun lebih diterima dari pada yang dilakukan oleh "teroris"

yang mana tidak mematuhi hukum perang dan karenanya tidak dapat dibenarkan melakukan

kekerasan.

Negara yang terlibat dalam peperangan juga sering melakukan kekerasan terhadap

penduduk sipil dan tidak diberi label sebagai "teroris". Meski kemudian muncul istilah State

Terrorism, namun mayoritas masyarakat membedakan antara kekerasan yang dilakukan

oleh negara dengan terorisme hanyalah sebatas bahwa aksi terorisme dilakukan secara acak,

tidak kenal kompromi, korban bisa saja militer atau sipil, pria, wanita, tua, muda bahkan

anak-anak, kaya, miskin, siapapun dapat diserang.

Kebanyakan dari definisi Terorisme yang ada menjelaskan empat macam kriteria,

antara lain target, tujuan, motivasi dan legitimasi dari aksi terorisme tersebut. Pada bulan

November 2004, Panel PBB mendefinisikan Terorisme sebagai:

"Any action intended to cause death or serious bodily harm to civilians, non-combatans when the purpose of such act by is nature or context, is to intimidate a population or compel a government or international organization to do or to abstain from doing any act." (dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Definitions_of Terrorism)

(Terjemahan bebas: Segala aksi yang dilakukan untuk menyebabkan kematian atau

kerusakan tubuh yang serius bagi para penduduk sipil, non kombatan dimana tujuan dari

aksi tersebut berdasarkan konteksnya adalah untuk mengintimidasi suatu populasi atau

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

3

Page 4: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

memaksa pemerintah atau organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu).

Dapat dikatakan secara sederhana bahwa aksi-aksi terorisme dilatarbelakangi motif-

motif tertentu. Seperti misalnya motif perang suci, motif ekonomi, balas dendam, dan motif-

motif berdasarkan aliran kepercayaan tertentu. Namun patut disadari bahwa terorisme

bukan merupakan suatu ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran agama. Ia sekadar

strategi, instrumen atau alat untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, tidak ada terorisme

untuk terorisme, kecuali mungkin karena motif-motif kegilaan (madness). (Tb Ronny Rahman

Nitibaskara, dalam Kompas Cyber Media)

Kebijakan Sosial merupakan salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial

merupakan penetapan pemerintah yang dibut untuk merespon isu yang bersifat publik,

yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Kebijakan

sosial merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah maningkatkan hidup manusia

melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan sosial, atau program

tunjangan sosial yang lain. Kebijakan ini di desain secara kolektif untuk mencegah

terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan

mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara

(state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial waganya (Edi Suharto, 2008)

Kebijakan sosial dapat diwujudkan dengan menggunakan tiga kategori yakni

perundangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan. (Midgley, 2000).

Perundangan dan peraturan pemerintah memiliki kewenangan melakukan kebijakan publik

mengatur pengusaha, lembaga pendidikan, perusahaan swasta agar dapat memberikan

kesejahtraan pada masyarakat. Program pelayanan sosial diberikan oleh pemerintah dalam

sebuah kebijakan yang bekerjasama dengan berbagai pihak seperti perluasan kesempatan

berusaha, perlindungan sosial dan bimbingan sosial. Sistem perpajakan merupakan sumber

dana dalam kegiatan kebijakan sosial dan merupakan instrument kebijakan distribusi

pendapatan yang adil. Kebijakan sosial melibatkan program-program bantuan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terkadang sulit diraba. (Edi Suharto, 2008)

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

4

Page 5: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

Proses perumusan kebijakan terletak ditangan pemerintah, dengan melibatkan

lembaga non pemerintah dalam tingkat pengusulan isu, agenda kebiijakan serta evaluasi.

Penyusun dan pembuat kebijakan adalah pejabat dan masyarakat dapat berpartisipasi,

memberikan masukan isu-isu politik yang harus direspon oleh kebijakan tersebut. Pemain

kebijakan mencangkup kelompok-kelompok yang berkepentingan, partai politik dan warga

negara. Keleompok berkepentingan atau di sebut stakeholder yang dapat dibedakan menjadi

tiga macam yakni stakeholder kunci, stakeholder primer dan stakeholder sekunder.

Stakeholder kunci mereka yang memiliki wewenang secara legal untuk membuat

keputusanyakni unsur eksekutif, legislatif sesuai tingkatannya. Stakeholder primer mereka

yang memiliki kepentingan secara langsung terhadap kebijakan, program atau proyek.

Mereka biasanya dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam penyerapan aspirasi publik

yakni masyarakat, tokoh masyarakat, pihak yang melaksanakan kebijakan dan penerapan

kebijakan. Stakeholder sekunder mereka tidak memiliki kepentingan secara langsung

terhadap kebijakan tetapi memiliki kepedualian dan perhatian sehingga dapat

mempengaruhi keputusan legal pemerintah. (Putra, 2005)

Proses perumusan kebijakan merupakan konsekuensi logis sebagai berikut;

a. Pemerintah menyadari bahwa respon diperlukan untuk menyelesaikan masalah

b. Pemerintah menyeleksi apa yang diperlukan dalam rangka peyelesaian masalah

c. Pemerintah menetapkan dan menerapkan solusi

d. Pemerintah menerapkan atu mengimplementasikan solusi yang telah dipilih

e. Pemerintah melakukan evaluasi apakah kebijakan tersebut berjalan dengan baik

(Anderson, 1994)

Proses perumusan kebijakan bergerak dalam melalui tahapan yakni pengembangan

ide, melakukan aksi dan melaukan evaluasi hasil. Langkah tersebut disederhanakan menjadi

pengembangan idea (ideation), realisasi (realitation) dan evaluasi (evaluation), ketiganya

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

5

Page 6: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

dapat diformulasikan menjadi berfikir (thinking), bertindak (doing), dan menguji (testing).

(Bridgman and Davis, 2004)

Gambaran Lingkar Kebijakan;

Bagan Alur Kebijakan dalam Edi Suharto, 2008

Pelaksanaan gambar lingkar kebijakan tidak selalu melingkar dalam proses

pelaksaannya tetapi pelaksanaannya sesuai dengan kondisi lingkungan, kebutuhan dari

masing-masing tempat.

Pelaksanan Kebijakan Sosial terhadap Permasalahan Terorisme

Kebijakan sosial tentang terorisme merupakan suatu penanganan permasalahan

sosial yang bersifat kuratif dan prefentif. Kuratif dikarenaan bangsa Indonesia dalam

sejarahnya penah mengalami tindakan terorisme dengan mengatas namakan agama,

sedangkan yang bersifat prefentif adalah pencegahan agar terorisme tidak lagi muncul dan

meresahkan masyarakat dan tidak menyalahkan agama sebagai dasar dalam munculnya

terorisme. Pelaksanaan kebijakan sosial terorisme dilaksanakan dengan menggunakan tiga

kategori sebagaimana dalam kebijakan sosial yakni; pembuatan undang-undang tentang

terorisme, program pelayanan dalam menghadapi terorisme dan memberlakukan pajak agar

warga negara membayar pajak. Dana yang dibayarkan dapat digunakan untuk melakukan

pembiayaan dalam masalah terorisme tersebut.

Perundangan tentang terorisme diatur oleh Pemerintah degan dikeluarkannya

Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 yakni yang berisi penjelasan tentang terorisme, tidak

pidananya serta bagaimana cara penangan terorisme. (UU No.15 2003). Setelah diterbitkan

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

6

1. Isu Kebijakan

2. Agenda Kebijakan

3. Konsultasi4. Keputusan

6. Evaluasi

5. Implementasi

Page 7: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

hukum sebagai landasan program maka yang dilakukan oleh pemerintah adalah

melaksanakan UU tersebut, undang-undang dilaksanakan berdasarkan program-program

yang dilakukan untuk menghilagkan terorisme di Indonesia. Pelaksanaan program dan dana

yang diperlukan dengan mengambil dari anggaran pembelanjaan negara. Anggaran tersebut,

berasal dari dana masyarakat yang terkumpulkan yakni pajak yang dibayar oleh warga

negara.

Bahwa terorisme merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai

jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun

internasional.

Dalam rangka memulihkan kehidupan masyarakat yang tertib, dan aman serta untuk

memberikan landasan hukum yang kuat dan kepastian hukum dalam mengatasi

permasalahan yang mendesak dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, maka dengan

mengacu pada konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan nasional yang

berkaitan dengan terorisme. (UU No.15 2003). Terorisme yang dijelaskan oleh undang-

undang merupakan suatu bentuk kejahatan lintas negara, terorganisasi serta memiliki

jaringan luas, oleh karena itu, dalam pembuatan kebijakan sosial pemberantasan terorisme

harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Hal ini dikarenaan terorisme merupakan

kejahatan dengan jaringan internasional telah menggangu peradaban kemanusiaan dan

stabilitas nasional suatu bangsa. Dengan terganggunya stabilitas dan keamanan suatu

bangsa menjadikan warga masyarakat merasa tidak nyaman dalam mengembangkan

kreatifitasnya. Pengembangan kreatifitas yang tidak terjadia menjadikan kondisi

kesejahteraan masyarakat akan mengalami gangguan.

Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah khususnya langkah-langkah aparat

keamanan dalam pengungkapan pelaku terorisme, mendapat tanggapan beranekaragam

dikalangan masyarakat, khususnya kelompok umat Islam yang sensitif terhadap isu

terorisme karena dikaitkan dengan agama islam. Menguatnya perbedaan sikap pro dan

kontra sesuai tanpa memperdulikan kepentingan nasional, menimbulkan rasa saling curiga

dikalangan masyarakat dan ketidak percayaan terhadap pemerintah khususnya aparat

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

7

Page 8: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

keamanan dalam menangani terorisme di Indonesia. Selain itu kerjasama tingkat ASEAN

telah dilaksanakan. Sikap kehati-hatian pemerintah Indonesia dalam mencegah dan

menanggulangi teroris, dapat dilihat dari kebijakan dan langkah-langkah antisipatif, terkait

dengan peristiwa Bali tanggal 12 Oktober 2002. Dalam melakukan pencegahan dan

penanggunalanan terorisme pemerintah telah membentuk lembaga-lembaga khusus guna

menghadapi terorisme yang berkembang di tanah air belakangan ini, lembaga-lembaga

tersebut antara lain :

Intelijen. Aparat intelijen yang dikoordinasikan oleh Badan Intelijen Negara (Keppres

No. 6 Tahun 2003), yang telah melakukan kegiatan dan koordinasi intelijen dan bahkan telah

membentuk Joint Analysist Terrorist (JAT) upaya untuk mengungkap jaringan teroris di

Indonesia.

TNI dan POLRI, Telah meningkatkan kinerja satuan anti terornya. Upaya penangkapan

terhadap mereka yang diduga sebagai jaringan terorisme di Indonesia sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku masih mendapat reaksi kontroversial dari sebagian kelompok

masyarakat dan diwarnai berbagai komentar melalui media massa yang mengarah kepada

terbentuknya opini seolah-olah terdapat tekanan asing.

Kerjasama Internasional. Berbagai upaya kerjasama telah dilakukan antara lain

dengan beberapa negara seperti Thailand, Singapura, Malaysia, Philipina, dan Australia,

bahkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Perancis, dan Jepang.

Masalah ekstradisi antara pemerintah Singapura dan Indonesia belum terealisasi.

Beberapa tinjauan aspek yang diperlukan dalam penanganan terorisme (Tri Poetrantro,

dalam http://buletinlitbang.dephan.go.id) ;

Tinjauan Dari Aspek Politik. Aksi teror tidak tidak mengenal diskriminatif target,

membuat keharusan membangun sistem keamanan terhadap manusia dan obyek vital baik

militer maupun non militer di banyak negara. Dampak terorisme di bidang politik, antara

lain: Gangguan terhadap kehidupan demokrasi, roda pemerintahan tidak berjalan lancar,

Pemerintah yang lemah bisa jatuh. Berbagai kerja sama internasional dikembangkan untuk

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

8

Page 9: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

mendesak langkah kooperatif dalam melawan terorisme. Perang melawan terorisme,

perdebatan politik terjadi di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, antara upaya

membangun sistem keamanan dengan pembatasan kebebasan di satu sisi dan antara sistem

keamanan nasional dengan multi nasional di sisi lainnya.

Tinjauan Dari Aspek Ekonomi. Jaringan teroris sangat memerlukan sumber dana

maupun sumber daya manusia untuk melakukan aksinya. Dana merupakan satu hal penting,

bukan hanya untuk pembelian senjata, alat-alat penghancur bahan peledak untuk bom,

tetapi juga untuk mempertahankan hidup sel-sel pengikutnya. Dana didapatkan dari

kegiatan ilegal perdagangan, prostitusi, judi dan sebagainya. Melalui pencucian uang hasil

kejahatan komersial, penyelundupan dan korupsi, dana menjadi bersih asal usulnya, sah dan

sulit ditelusuri. Mengingat sangat kompleksnya masalah pencucian uang karena terkait

dengan pendeteksian dini dan harus dilakukan secara tertutup, maka institusi intelijen

sangat diperlukan di dalam perumusan pencegahan terhadap kejahatan terorganisir.

Tinjauan Dari Aspek Sosial Budaya dan Agama. Aksi terorisme belum dapat

dihentikan, artinya sekalipun perang melawan terorisme gencar dilaksanakan dan agenda

hubungan internasional untuk komitmen bersama melawannya, serangan terorisme terus

berlangsung. Terorisme tegas dinyatakan tidak bisa dikaitkan dengan agama tertentu, karena

semua agama mengutuk terorisme. Namun untuk melawan terorisme tidak salah bila

menggunakan metoda lain yaitu menggunakan soft power persuasif antara lain mengikut

sertakan tokoh-tokoh agama dalam upaya menetralisir pembibitan dan peneyebaran ajaran

radikalisme. Keberhasilan Indonesia dalam membongkar sejumlah aksi teror selama ini, tidak

berarti pada kesimpulan akhir bahwa penganut agama Islam memiliki pemiikiran sama

terhadap pemahaman terorisme yang berkembang di Indonesia. Perang melawan terorisme

harus dilihat sebagai perang gagasan yang mengarah pada memenangkan pikiran dan hati

masyarakat untuk tidak simpati dan tidak mendukung gagasan para teroris. Hal demikian

harus dilaksanakan secara serempak dengan memusatkan faktor-faktor terkait seperti

kemiskinan, pendidikan dan masalah sosial lainnya.

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

9

Page 10: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

Tinjauan Dari Aspek Kemajuan Teknologi. Bagi kaum teroris menjalin komunikasi

dengan dunian luar melalui internet, merupakan sarana utamanya, melalui pembuatan situs

online maka komunikasi lintas negara dapat dilakukan dengan leluasa tanpa diketahui siapa,

apa dan bagaimana, kecuali hanya kelompok jaringannya yang dapat mengerti. Teknologi

cyber (dunia maya) dimanfaatkan untuk tindak kejahatan cyber crime dengan istilah hacking,

carding dan hosting serta penyebar luasan artikel melalui situs jihad. Sebagai contoh carding,

pencurian data dan dana kartu kredit melalui jaringan internet. Inilah yang disebut

pergeseran modus dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Untuk mencegah

cybercrime antara lain dapat dilakukan dengan cyberpatrol di dunia maya juga. Namun

hingga kini, aparat keamanan dan intelijen masih banyak kekurangan yang dihadapi, belum

memiliki pegangan security management, termasuk peralatan pengamanannya. Disamping

itu kelemahan lain yang harus ditinggalkan yaitu belum adanya konsistensi dan keseriusan

dalam mencegah terjadinya aksi terorisme oleh semua pihak. Sinergitas instansi lainnya

seperti bea cukai, imigrasi, perhubungan dan keuangan/perbankan sangat diperlukan guna

pencegahan terorisme di Indonesia.

Strategi.

Dengan berpedoman pada kebijaksanaan tersebut di atas dan untuk mewujudkan

kemampuan segenap komponen bangsa dalam deteksi dini, penangkalan dini, dan

pencegahan dini serta tindakan dini terhadap segala bentuk ancaman aksi Terorisme, maka

dikembangkan strategi digunakan :

Strategi Jangka Pendek :

Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan deteksi dan penangkalan

dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.

Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:

1) Terwujudnya kesamaan dan kesatuan persepsi tentang Terorisme

2) Terbentuknya kepribadian komponen bangsa yang pancasilais,

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

10

Page 11: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

3) Terbentuknya jiwa nasionalisme yang tinggi

4) Terwujudnya disiplin nasional

Strategi Jangka Panjang :

Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan pencegahan dan

penindakan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.

Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:

1) Meningkatnya sikap keberanian dan kemampuan segenap komponen bangsa.

2) Terbentuknya komitmen yang kuat untuk melakukan langkah-langkah penindakan dini.

3) Terwujudnya perangkat nasional yang mampu menjalankan fungsi dan peranannya sesuai

dengan kewenangan.

4) Meningkatnya peran serta segenap komponen bangsa terhadap aksi Terorisme di

Indonesia.

5) Meningkatnya kerjasama internasional. (Tri Poetrantro, dalam

http://buletinlitbang.dephan.go.id) ;

Persolan terorisme merupakan permasalahan harus diselesaikan dengan melibatkan

segala unsur yang ada dalam masyarakat. Peyelesaian tersebut dikarenakan terorisme

memiliki jaringan yang luas serta keahlian tertentu. Masyarakat dapat bersikap aktif dalam

kebijakan tersebut dikarenakan terorism meruapakan tindakan yang tidak memiliki jiwa

kemanusian, dimana melakuka kekerasan dengan mengatas namakan agama tertentu.

Sebenarnya mereka memiliki tujuan tertentu yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur

bangsa Indonesia. Kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam menangani persolan

terorisme merupakan upaya penanganan yang efektif dinama memiliki kesinergian progra

antara pemerintah dan masyarakat mengenai permasalahan tersebut. Ke

bija

kan

Sosi

al d

alam

Per

mas

alah

an T

eror

ism

e

11

Page 12: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

C. Penutup

Demikian uraian singkat dari tulisan sederhana yang mencoba Menganalisis

Kebijakan Sosial Terhadap Terorisme. Tulisan ini, merupakan tugas mata kuliah dari Prof. Dr.

Bambang Shergi Lakmono, M.Sc dalam mata kuliah Perencanaan dan Kebijakan Sosial .

Apabila ada kekurangan dalam menguraikan permasalahan dan tulisan yang tidak berkenan,

saya mohon maaf yang sebesar-besarnya

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

12

Page 13: Kebijakan Sosial Dalam Permasalahan Terorisme

Daftar Bacaan

Anderson, James E, 1994, Public Polcy Marketing; An Introduction, Boston: Houghton Mifflin

Bridgman, Peter and Glyn Davis, 2004, The Australian Polcy Handbook, Crows Nest: Allen and

Unwin

Midgley, James, 2000, Pembangunan Sosial; Perfektif Pembangunan dalam Kebijakan Sosial,

Jakarta; Perguruan Tinggi Departemen Agama

Misrawi, Zuhari, Islam dan Terorisme, dalam http:www.islamlib.com

Nitibaskara, Tb Ronny Rahman, "State Terrorism", www.kompas.com , edisi Sabtu, 20 April

2002 dalam Kompas Cyber Media

P aulus, Loudewijk, F, Terorisme, dalam http://buletinlitbang.dephan.go.id

Poetrantro, Tri, Konsepsi Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di Indonesia dalam

Rangka Menjaga Keutuhan NKRI, dalam http://buletinlitbang.dephan.go.id

Subarsono, AG, 2009, Analisis Kebijakan Puplik; Konsep T eori dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Suharto, Edi, 2009, Kebijakan Sosial dan Pengembangan Masyarakat; Konsep Pekerja Sosial,

dalam policy.edisuharto.com

Suharto, Edi, 2008, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung; Alfa Beta

Terorisme dalam wikipedia.com

UU No.15 2003, Undang-Undang tentang Penanganan Terorisme

Kebi

jaka

n So

sial

dal

am P

erm

asal

ahan

Ter

oris

me

13