Upload
muhammad-abdul-halim-sani
View
523
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kebijakan yang dilakuan oleh pemerintah dalam persolan terorism
Citation preview
Kebijakan Sosial dalam Permasalahan Terorisme
A. Pendahuluan
Beberapa bulan yang lalu pemerintah dan masyarakatnya memperingati hari
kemerdekaannya yang ke 65 an. Kita patut bersyukur kepada Allah dan berterimakasih pada
faunding fathers yang telah berjuang dengan keras mengusir penjajah dari tanah air bangsa.
Namun kita juga memerlukan refleksi terhadap kemerdekaan kenapa permasalahan sosial
bangsa tidak henti-hentinya silih datang berganti dan bahkan persoalan kemunusiaan
bermunculan seperti kemiskinan, kekerasan dan kebodohan. Kekerasan yang terjadi di
negara kita dikaitan dengan berbagai masalah sosial seperti kemiskinan, ketidak adilan,
tetapi yang cukup serius dikaitkan dengan agama seperti; terorisme, radikalism dan
sparatisme.
Terorisme kian mencuat ke permukaan, tatkala gedung pencakar langit, World Trade
Center (WTC) dan gedung Pentagon, New York, hancur-lebur diserang sebuah kelompok,
yang sampai detik ini masih misterius. Jaringan internasional al-Qaedah sering disebut-
disebut sebagai aktor di balik aksi penyerangan tersebut. Pada titik ini, terorisme kian
dipertanyakan dan dipersoalkan. Apa sih sebenarnya terorisme itu? Benarkah terorisme
teridentifikasi sebagai penyebab utama di balik pennyerangan tersebut? Tidak ada istilah
yang serumit “terorisme”. Istilah tersebut bukan sekadar istilah biasa, melainkan wacana
baru yang ramai diperbincangkan khalayak dunia dan mempunyai impilikasi besar bagi
tatanan politik global. Terorisme bukan sekadar diskursus, akan tetapi sebuah gerakan global
yang hinggap di mana pun dan kapan pun. (Zuhari Misrawi dalam http:www.islamlib.com)
Pemasalahan terorisme dapat menjadi suatu persolan yang menarik dalam kebijakan
sosial dikarenakan masalah ini menjadi persoan internasioanal, nasional dan kemanusiaan.
Sebagaiamana dalam kebijakan yakni menurut Thomas Dei yakni pemerintah melakukan
atau tidak melakukan. Kebijakan tersebut suatu yang dilakukan oleh pemerintah atau tidak
dilakukan oleh pemerintah mengenai permasalahan yang terjadi.(AG Subarsono, 2009).
Sebagai contoh pemerintah mengetahui permasalahan terorisme dan sikap pemerintah
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
1
memiliki keinginan mengatasinya. Pengatasan pemerintah pada persolan terorisme karena
berhubungan dengan masalah puplik dalam upaya memberikan pelayanan terhadap
masyarakat merupakan salah satu kajian dalam kebijakan sosial. Sebagaimana pembahasan
dalam kebijakan sosial pemerintah merespon isu-isu bersifat puplik dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat banyak (Edi Suharto, 2009).
Sikap permerintah dalam mengatasi terorisme merupakan suatu upaya pemerintah
dalam memenuhi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti keamanan,
ketenangan dan kedaimaian, rasa ini merupakan kebutuhan yang azasi dan urgent bagi
manusia dalam kehidupan. Dengan terpenuhi kebutuhan tersebut menjadikan masyarakat
dalam melakukan aktivitas yang lain seperti ekonomi, sosial, politik dan budaya.
Peningkatan aktivitas tersebut menjadikan masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya
sehingga dapat menciptakan kesejahteraan.
B. Pembahasan
Terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan
kekerasan terhadap penduduk sipil/non-kombatan untuk mencapai tujuan politik, dalam
skala lebih kecil daripada perang. Dari segi bahasa, istilah Terorisme berasal dari Perancis
pada abad ke-18. Kata Terrorisme yang artinya dalam keadaan teror (under the term),
berasal dari bahasa latin Terrere (gemetaran) dan deterrere (takut). (Terorisme dalam
wikipedia.com).
Terorisme menurut Konvensi PBB tahun 1937, Terorisme adalah segala bentuk tindak
kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk
teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Sedangkan
menurut US Department of Defense tahun 1990. Terorisme adalah perbuatan melawan
hukum atau tindakan yang mengan-dung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap
individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat
dengan tujuan politik, agama atau idiologi. TNI - AD, berdasarkan Bujuknik tentang Anti
Teror tahun 2000. Mendefinisikan terorisme adalah cara berfikir dan bertindak yang
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
2
menggunakan teror sebagai tehnik untuk mencapai tujuan (Loudewijk F Paulus dalam
http://buletinlitbang.dephan.go.id)
Sedangkan "Teroris" merupakan individu yang secara personal terlibat dalam aksi
terorisme. Penggunaan istilah teroris meluas dari warga yang tidak puas sampai pada non
konformis politik. Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau
negara sebagai alternatif dari pernyataan perang secara terbuka. Negara yang mendukung
kekerasan terhadap penduduk sipil menggunakan istilah positif untuk kombatan mereka,
misalnya antara lain paramiliter, pejuang kebebasan atau patriot. Kekerasan yang dilakukan
oleh kombatan negara, bagaimanapun lebih diterima dari pada yang dilakukan oleh "teroris"
yang mana tidak mematuhi hukum perang dan karenanya tidak dapat dibenarkan melakukan
kekerasan.
Negara yang terlibat dalam peperangan juga sering melakukan kekerasan terhadap
penduduk sipil dan tidak diberi label sebagai "teroris". Meski kemudian muncul istilah State
Terrorism, namun mayoritas masyarakat membedakan antara kekerasan yang dilakukan
oleh negara dengan terorisme hanyalah sebatas bahwa aksi terorisme dilakukan secara acak,
tidak kenal kompromi, korban bisa saja militer atau sipil, pria, wanita, tua, muda bahkan
anak-anak, kaya, miskin, siapapun dapat diserang.
Kebanyakan dari definisi Terorisme yang ada menjelaskan empat macam kriteria,
antara lain target, tujuan, motivasi dan legitimasi dari aksi terorisme tersebut. Pada bulan
November 2004, Panel PBB mendefinisikan Terorisme sebagai:
"Any action intended to cause death or serious bodily harm to civilians, non-combatans when the purpose of such act by is nature or context, is to intimidate a population or compel a government or international organization to do or to abstain from doing any act." (dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Definitions_of Terrorism)
(Terjemahan bebas: Segala aksi yang dilakukan untuk menyebabkan kematian atau
kerusakan tubuh yang serius bagi para penduduk sipil, non kombatan dimana tujuan dari
aksi tersebut berdasarkan konteksnya adalah untuk mengintimidasi suatu populasi atau
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
3
memaksa pemerintah atau organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu).
Dapat dikatakan secara sederhana bahwa aksi-aksi terorisme dilatarbelakangi motif-
motif tertentu. Seperti misalnya motif perang suci, motif ekonomi, balas dendam, dan motif-
motif berdasarkan aliran kepercayaan tertentu. Namun patut disadari bahwa terorisme
bukan merupakan suatu ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran agama. Ia sekadar
strategi, instrumen atau alat untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, tidak ada terorisme
untuk terorisme, kecuali mungkin karena motif-motif kegilaan (madness). (Tb Ronny Rahman
Nitibaskara, dalam Kompas Cyber Media)
Kebijakan Sosial merupakan salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial
merupakan penetapan pemerintah yang dibut untuk merespon isu yang bersifat publik,
yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Kebijakan
sosial merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah maningkatkan hidup manusia
melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan sosial, atau program
tunjangan sosial yang lain. Kebijakan ini di desain secara kolektif untuk mencegah
terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan
mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara
(state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial waganya (Edi Suharto, 2008)
Kebijakan sosial dapat diwujudkan dengan menggunakan tiga kategori yakni
perundangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan. (Midgley, 2000).
Perundangan dan peraturan pemerintah memiliki kewenangan melakukan kebijakan publik
mengatur pengusaha, lembaga pendidikan, perusahaan swasta agar dapat memberikan
kesejahtraan pada masyarakat. Program pelayanan sosial diberikan oleh pemerintah dalam
sebuah kebijakan yang bekerjasama dengan berbagai pihak seperti perluasan kesempatan
berusaha, perlindungan sosial dan bimbingan sosial. Sistem perpajakan merupakan sumber
dana dalam kegiatan kebijakan sosial dan merupakan instrument kebijakan distribusi
pendapatan yang adil. Kebijakan sosial melibatkan program-program bantuan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terkadang sulit diraba. (Edi Suharto, 2008)
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
4
Proses perumusan kebijakan terletak ditangan pemerintah, dengan melibatkan
lembaga non pemerintah dalam tingkat pengusulan isu, agenda kebiijakan serta evaluasi.
Penyusun dan pembuat kebijakan adalah pejabat dan masyarakat dapat berpartisipasi,
memberikan masukan isu-isu politik yang harus direspon oleh kebijakan tersebut. Pemain
kebijakan mencangkup kelompok-kelompok yang berkepentingan, partai politik dan warga
negara. Keleompok berkepentingan atau di sebut stakeholder yang dapat dibedakan menjadi
tiga macam yakni stakeholder kunci, stakeholder primer dan stakeholder sekunder.
Stakeholder kunci mereka yang memiliki wewenang secara legal untuk membuat
keputusanyakni unsur eksekutif, legislatif sesuai tingkatannya. Stakeholder primer mereka
yang memiliki kepentingan secara langsung terhadap kebijakan, program atau proyek.
Mereka biasanya dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam penyerapan aspirasi publik
yakni masyarakat, tokoh masyarakat, pihak yang melaksanakan kebijakan dan penerapan
kebijakan. Stakeholder sekunder mereka tidak memiliki kepentingan secara langsung
terhadap kebijakan tetapi memiliki kepedualian dan perhatian sehingga dapat
mempengaruhi keputusan legal pemerintah. (Putra, 2005)
Proses perumusan kebijakan merupakan konsekuensi logis sebagai berikut;
a. Pemerintah menyadari bahwa respon diperlukan untuk menyelesaikan masalah
b. Pemerintah menyeleksi apa yang diperlukan dalam rangka peyelesaian masalah
c. Pemerintah menetapkan dan menerapkan solusi
d. Pemerintah menerapkan atu mengimplementasikan solusi yang telah dipilih
e. Pemerintah melakukan evaluasi apakah kebijakan tersebut berjalan dengan baik
(Anderson, 1994)
Proses perumusan kebijakan bergerak dalam melalui tahapan yakni pengembangan
ide, melakukan aksi dan melaukan evaluasi hasil. Langkah tersebut disederhanakan menjadi
pengembangan idea (ideation), realisasi (realitation) dan evaluasi (evaluation), ketiganya
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
5
dapat diformulasikan menjadi berfikir (thinking), bertindak (doing), dan menguji (testing).
(Bridgman and Davis, 2004)
Gambaran Lingkar Kebijakan;
Bagan Alur Kebijakan dalam Edi Suharto, 2008
Pelaksanaan gambar lingkar kebijakan tidak selalu melingkar dalam proses
pelaksaannya tetapi pelaksanaannya sesuai dengan kondisi lingkungan, kebutuhan dari
masing-masing tempat.
Pelaksanan Kebijakan Sosial terhadap Permasalahan Terorisme
Kebijakan sosial tentang terorisme merupakan suatu penanganan permasalahan
sosial yang bersifat kuratif dan prefentif. Kuratif dikarenaan bangsa Indonesia dalam
sejarahnya penah mengalami tindakan terorisme dengan mengatas namakan agama,
sedangkan yang bersifat prefentif adalah pencegahan agar terorisme tidak lagi muncul dan
meresahkan masyarakat dan tidak menyalahkan agama sebagai dasar dalam munculnya
terorisme. Pelaksanaan kebijakan sosial terorisme dilaksanakan dengan menggunakan tiga
kategori sebagaimana dalam kebijakan sosial yakni; pembuatan undang-undang tentang
terorisme, program pelayanan dalam menghadapi terorisme dan memberlakukan pajak agar
warga negara membayar pajak. Dana yang dibayarkan dapat digunakan untuk melakukan
pembiayaan dalam masalah terorisme tersebut.
Perundangan tentang terorisme diatur oleh Pemerintah degan dikeluarkannya
Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 yakni yang berisi penjelasan tentang terorisme, tidak
pidananya serta bagaimana cara penangan terorisme. (UU No.15 2003). Setelah diterbitkan
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
6
1. Isu Kebijakan
2. Agenda Kebijakan
3. Konsultasi4. Keputusan
6. Evaluasi
5. Implementasi
hukum sebagai landasan program maka yang dilakukan oleh pemerintah adalah
melaksanakan UU tersebut, undang-undang dilaksanakan berdasarkan program-program
yang dilakukan untuk menghilagkan terorisme di Indonesia. Pelaksanaan program dan dana
yang diperlukan dengan mengambil dari anggaran pembelanjaan negara. Anggaran tersebut,
berasal dari dana masyarakat yang terkumpulkan yakni pajak yang dibayar oleh warga
negara.
Bahwa terorisme merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai
jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun
internasional.
Dalam rangka memulihkan kehidupan masyarakat yang tertib, dan aman serta untuk
memberikan landasan hukum yang kuat dan kepastian hukum dalam mengatasi
permasalahan yang mendesak dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, maka dengan
mengacu pada konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan nasional yang
berkaitan dengan terorisme. (UU No.15 2003). Terorisme yang dijelaskan oleh undang-
undang merupakan suatu bentuk kejahatan lintas negara, terorganisasi serta memiliki
jaringan luas, oleh karena itu, dalam pembuatan kebijakan sosial pemberantasan terorisme
harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Hal ini dikarenaan terorisme merupakan
kejahatan dengan jaringan internasional telah menggangu peradaban kemanusiaan dan
stabilitas nasional suatu bangsa. Dengan terganggunya stabilitas dan keamanan suatu
bangsa menjadikan warga masyarakat merasa tidak nyaman dalam mengembangkan
kreatifitasnya. Pengembangan kreatifitas yang tidak terjadia menjadikan kondisi
kesejahteraan masyarakat akan mengalami gangguan.
Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah khususnya langkah-langkah aparat
keamanan dalam pengungkapan pelaku terorisme, mendapat tanggapan beranekaragam
dikalangan masyarakat, khususnya kelompok umat Islam yang sensitif terhadap isu
terorisme karena dikaitkan dengan agama islam. Menguatnya perbedaan sikap pro dan
kontra sesuai tanpa memperdulikan kepentingan nasional, menimbulkan rasa saling curiga
dikalangan masyarakat dan ketidak percayaan terhadap pemerintah khususnya aparat
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
7
keamanan dalam menangani terorisme di Indonesia. Selain itu kerjasama tingkat ASEAN
telah dilaksanakan. Sikap kehati-hatian pemerintah Indonesia dalam mencegah dan
menanggulangi teroris, dapat dilihat dari kebijakan dan langkah-langkah antisipatif, terkait
dengan peristiwa Bali tanggal 12 Oktober 2002. Dalam melakukan pencegahan dan
penanggunalanan terorisme pemerintah telah membentuk lembaga-lembaga khusus guna
menghadapi terorisme yang berkembang di tanah air belakangan ini, lembaga-lembaga
tersebut antara lain :
Intelijen. Aparat intelijen yang dikoordinasikan oleh Badan Intelijen Negara (Keppres
No. 6 Tahun 2003), yang telah melakukan kegiatan dan koordinasi intelijen dan bahkan telah
membentuk Joint Analysist Terrorist (JAT) upaya untuk mengungkap jaringan teroris di
Indonesia.
TNI dan POLRI, Telah meningkatkan kinerja satuan anti terornya. Upaya penangkapan
terhadap mereka yang diduga sebagai jaringan terorisme di Indonesia sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku masih mendapat reaksi kontroversial dari sebagian kelompok
masyarakat dan diwarnai berbagai komentar melalui media massa yang mengarah kepada
terbentuknya opini seolah-olah terdapat tekanan asing.
Kerjasama Internasional. Berbagai upaya kerjasama telah dilakukan antara lain
dengan beberapa negara seperti Thailand, Singapura, Malaysia, Philipina, dan Australia,
bahkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Perancis, dan Jepang.
Masalah ekstradisi antara pemerintah Singapura dan Indonesia belum terealisasi.
Beberapa tinjauan aspek yang diperlukan dalam penanganan terorisme (Tri Poetrantro,
dalam http://buletinlitbang.dephan.go.id) ;
Tinjauan Dari Aspek Politik. Aksi teror tidak tidak mengenal diskriminatif target,
membuat keharusan membangun sistem keamanan terhadap manusia dan obyek vital baik
militer maupun non militer di banyak negara. Dampak terorisme di bidang politik, antara
lain: Gangguan terhadap kehidupan demokrasi, roda pemerintahan tidak berjalan lancar,
Pemerintah yang lemah bisa jatuh. Berbagai kerja sama internasional dikembangkan untuk
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
8
mendesak langkah kooperatif dalam melawan terorisme. Perang melawan terorisme,
perdebatan politik terjadi di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, antara upaya
membangun sistem keamanan dengan pembatasan kebebasan di satu sisi dan antara sistem
keamanan nasional dengan multi nasional di sisi lainnya.
Tinjauan Dari Aspek Ekonomi. Jaringan teroris sangat memerlukan sumber dana
maupun sumber daya manusia untuk melakukan aksinya. Dana merupakan satu hal penting,
bukan hanya untuk pembelian senjata, alat-alat penghancur bahan peledak untuk bom,
tetapi juga untuk mempertahankan hidup sel-sel pengikutnya. Dana didapatkan dari
kegiatan ilegal perdagangan, prostitusi, judi dan sebagainya. Melalui pencucian uang hasil
kejahatan komersial, penyelundupan dan korupsi, dana menjadi bersih asal usulnya, sah dan
sulit ditelusuri. Mengingat sangat kompleksnya masalah pencucian uang karena terkait
dengan pendeteksian dini dan harus dilakukan secara tertutup, maka institusi intelijen
sangat diperlukan di dalam perumusan pencegahan terhadap kejahatan terorganisir.
Tinjauan Dari Aspek Sosial Budaya dan Agama. Aksi terorisme belum dapat
dihentikan, artinya sekalipun perang melawan terorisme gencar dilaksanakan dan agenda
hubungan internasional untuk komitmen bersama melawannya, serangan terorisme terus
berlangsung. Terorisme tegas dinyatakan tidak bisa dikaitkan dengan agama tertentu, karena
semua agama mengutuk terorisme. Namun untuk melawan terorisme tidak salah bila
menggunakan metoda lain yaitu menggunakan soft power persuasif antara lain mengikut
sertakan tokoh-tokoh agama dalam upaya menetralisir pembibitan dan peneyebaran ajaran
radikalisme. Keberhasilan Indonesia dalam membongkar sejumlah aksi teror selama ini, tidak
berarti pada kesimpulan akhir bahwa penganut agama Islam memiliki pemiikiran sama
terhadap pemahaman terorisme yang berkembang di Indonesia. Perang melawan terorisme
harus dilihat sebagai perang gagasan yang mengarah pada memenangkan pikiran dan hati
masyarakat untuk tidak simpati dan tidak mendukung gagasan para teroris. Hal demikian
harus dilaksanakan secara serempak dengan memusatkan faktor-faktor terkait seperti
kemiskinan, pendidikan dan masalah sosial lainnya.
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
9
Tinjauan Dari Aspek Kemajuan Teknologi. Bagi kaum teroris menjalin komunikasi
dengan dunian luar melalui internet, merupakan sarana utamanya, melalui pembuatan situs
online maka komunikasi lintas negara dapat dilakukan dengan leluasa tanpa diketahui siapa,
apa dan bagaimana, kecuali hanya kelompok jaringannya yang dapat mengerti. Teknologi
cyber (dunia maya) dimanfaatkan untuk tindak kejahatan cyber crime dengan istilah hacking,
carding dan hosting serta penyebar luasan artikel melalui situs jihad. Sebagai contoh carding,
pencurian data dan dana kartu kredit melalui jaringan internet. Inilah yang disebut
pergeseran modus dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Untuk mencegah
cybercrime antara lain dapat dilakukan dengan cyberpatrol di dunia maya juga. Namun
hingga kini, aparat keamanan dan intelijen masih banyak kekurangan yang dihadapi, belum
memiliki pegangan security management, termasuk peralatan pengamanannya. Disamping
itu kelemahan lain yang harus ditinggalkan yaitu belum adanya konsistensi dan keseriusan
dalam mencegah terjadinya aksi terorisme oleh semua pihak. Sinergitas instansi lainnya
seperti bea cukai, imigrasi, perhubungan dan keuangan/perbankan sangat diperlukan guna
pencegahan terorisme di Indonesia.
Strategi.
Dengan berpedoman pada kebijaksanaan tersebut di atas dan untuk mewujudkan
kemampuan segenap komponen bangsa dalam deteksi dini, penangkalan dini, dan
pencegahan dini serta tindakan dini terhadap segala bentuk ancaman aksi Terorisme, maka
dikembangkan strategi digunakan :
Strategi Jangka Pendek :
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan deteksi dan penangkalan
dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:
1) Terwujudnya kesamaan dan kesatuan persepsi tentang Terorisme
2) Terbentuknya kepribadian komponen bangsa yang pancasilais,
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
10
3) Terbentuknya jiwa nasionalisme yang tinggi
4) Terwujudnya disiplin nasional
Strategi Jangka Panjang :
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan pencegahan dan
penindakan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:
1) Meningkatnya sikap keberanian dan kemampuan segenap komponen bangsa.
2) Terbentuknya komitmen yang kuat untuk melakukan langkah-langkah penindakan dini.
3) Terwujudnya perangkat nasional yang mampu menjalankan fungsi dan peranannya sesuai
dengan kewenangan.
4) Meningkatnya peran serta segenap komponen bangsa terhadap aksi Terorisme di
Indonesia.
5) Meningkatnya kerjasama internasional. (Tri Poetrantro, dalam
http://buletinlitbang.dephan.go.id) ;
Persolan terorisme merupakan permasalahan harus diselesaikan dengan melibatkan
segala unsur yang ada dalam masyarakat. Peyelesaian tersebut dikarenakan terorisme
memiliki jaringan yang luas serta keahlian tertentu. Masyarakat dapat bersikap aktif dalam
kebijakan tersebut dikarenakan terorism meruapakan tindakan yang tidak memiliki jiwa
kemanusian, dimana melakuka kekerasan dengan mengatas namakan agama tertentu.
Sebenarnya mereka memiliki tujuan tertentu yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia. Kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam menangani persolan
terorisme merupakan upaya penanganan yang efektif dinama memiliki kesinergian progra
antara pemerintah dan masyarakat mengenai permasalahan tersebut. Ke
bija
kan
Sosi
al d
alam
Per
mas
alah
an T
eror
ism
e
11
C. Penutup
Demikian uraian singkat dari tulisan sederhana yang mencoba Menganalisis
Kebijakan Sosial Terhadap Terorisme. Tulisan ini, merupakan tugas mata kuliah dari Prof. Dr.
Bambang Shergi Lakmono, M.Sc dalam mata kuliah Perencanaan dan Kebijakan Sosial .
Apabila ada kekurangan dalam menguraikan permasalahan dan tulisan yang tidak berkenan,
saya mohon maaf yang sebesar-besarnya
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
12
Daftar Bacaan
Anderson, James E, 1994, Public Polcy Marketing; An Introduction, Boston: Houghton Mifflin
Bridgman, Peter and Glyn Davis, 2004, The Australian Polcy Handbook, Crows Nest: Allen and
Unwin
Midgley, James, 2000, Pembangunan Sosial; Perfektif Pembangunan dalam Kebijakan Sosial,
Jakarta; Perguruan Tinggi Departemen Agama
Misrawi, Zuhari, Islam dan Terorisme, dalam http:www.islamlib.com
Nitibaskara, Tb Ronny Rahman, "State Terrorism", www.kompas.com , edisi Sabtu, 20 April
2002 dalam Kompas Cyber Media
P aulus, Loudewijk, F, Terorisme, dalam http://buletinlitbang.dephan.go.id
Poetrantro, Tri, Konsepsi Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di Indonesia dalam
Rangka Menjaga Keutuhan NKRI, dalam http://buletinlitbang.dephan.go.id
Subarsono, AG, 2009, Analisis Kebijakan Puplik; Konsep T eori dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Suharto, Edi, 2009, Kebijakan Sosial dan Pengembangan Masyarakat; Konsep Pekerja Sosial,
dalam policy.edisuharto.com
Suharto, Edi, 2008, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung; Alfa Beta
Terorisme dalam wikipedia.com
UU No.15 2003, Undang-Undang tentang Penanganan Terorisme
Kebi
jaka
n So
sial
dal
am P
erm
asal
ahan
Ter
oris
me
13