Upload
oswar-mungkasa
View
260
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
1/26
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
2/26
Percik, Media Informasi AirMinum dan Penyehatan Lingkungan
Penasihat / Pel indu ng:Direktur Jenderal Tata Perkotaandan Perdesaan, DEPKIMPRASWIL
Penang gun g jaw ab: 1. Direktur Pemukiman dan
Perumahan, BAPPENAS
2. Direktur Penyehatan Air dan
Sanitasi, DEPKES
3. Direktur Perkotaan dan
Perdesaan Wilayah Timur,
DEPKIMPRASWIL
4. Direktur Bina Sumber Daya
Alam dan Teknologi Tepat Guna,
DEPDAGRI
5. Direktur Penataan Ruang dan
Lingkungan Hidup
DEPDAGRI
Dew an Redak si :
Oswar Mungkasa, Sucipto, Johan
Susmono, Supriyanto Budi Susilo
Redakt ur Pelaksana: Hartoyo, Rheida Pambudhy,
Maraita Listyasari, Rewang
Budiyana, Handi Legowo.
Sekr etar is Redaksi :
Essy Aisiyah
Sirkulasi:
Helda Nusi, Mahruddin, Prapto
Alamat Redaksi:
Jl. Cianjur No. 4, Menteng,
Jakarta Pusat
Telp. (021) 3142046
e-mail: [email protected]
Redaksi menerima tulisan/naskah.
Kirim ke alamat di atas.
Daftar IsiDari Redaksi 1
Laporan Utama:
WASPOLA: Lahirkan Kebijakan Nasional
Pembangunan Air MInum dan Penyehatan
Lingkungan Berbasis Masyarakat.
2
Wawancara:
Kita Perlu National Policy
7
Opini:
Ujicoba Pelaksanaan Kebijakan Nasional
Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat
1 2Ragam:
Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL
Berbasis Masyarakat
9
Lenggang 1 4
Info 1 6
Cermin:
Punya Jamban, Awalnya Berat Kini
Bangga.
1 8
Ringan 2 1
Glosari 2 2
Agenda 2 3
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
3/26
Pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan telah berlangsung lama.
Tentunya banyak hasil yang telah dicapai di samping masih ditemuinya beberapa kendala dan
hasil-hasil pembangunan yang belum optimal. Terlepas dari itu semua, perhatian terhadap sektorair minum dan penyehatan lingkungan dalam beberapa tahun terakhir terasa mulai meningkat.
Beberapa kejadian penting yang menjadi tonggak perubahan tersebut. Pertama, pada
September 2000 dalam Pertemuan Millenium PBB, para pemimpin dunia telah menyepakati untuk
menetapkan tujuan dan target yang terukur untuk menangani kemiskinan, penyakit, buta huruf,
degradasi lingkungan dan diskriminasi terhadap wanita. Pernyataan ini kemudian dikenal sebagai
Millenium Development Goals (MDGs). Terkait dengan sektor air minum dan sanitasi maka telahdisepakati bahwa pada tahun 2015 separuh dari jumlah penduduk yang tidak mendapat pelayanan
air minum telah dapat tertangani. Sementara menyangkut sanitasi, maka pada tahun 2020 harus
telah tercapai perbaikan yang berarti terhadap kehidupan paling tidak 100 juta penghuni kawasan
kumuh. Kedua, dalam Johannesburg Summit 2002, target air minum dipertegas sementara targetsanitasi dipertajam menjadi pada tahun 2015 separuh dari jumlah penduduk yang tidak mempunyai
sanitasi telah dapat terpenuhi. Ketiga, air minum yang aman dan sehat merupakan hak asasi manusia.Demikian pernyataan Komite Hak-hak Ekonomi, Budaya, dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menyadari semakin pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan, maka salah satu isu
yang mengemuka adalah rendahnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dan pihak
berkepentingan (stakeholder ). Memperhatikan kendala ini, maka dipandang perlu untukmeningkatkan keterlibatan seluruh pihak berkepentingan (stakeholder) dalam pembangunan airminum dan penyehatan lingkungan. Keterlibatan pihak berkepentingan akan sangat membantu
mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran program air minum dan penyehatan lingkungan.
Salah satu strategi yang perlu dilakukan adalah melakukan kampanye publik. Kampanye
publik akan merupakan suatu cara yang dapat menciptakan suatu kondisi yang menjadikan program
air minum dan penyehatan lingkungan sebagai salah satu prioritas baik bagi pemerintah maupun
masyarakat sendiri. Salah satu bentuk dari kampanye publik tersebut adalah berupa penerbitan
media informasi yang diharapkan merupakan salah satu media untuk mempercepat prosespenyebaran informasi program air minum dan penyehatan lingkungan. Media informasi ini akan
menjadi wahana interaksi paling tidak antara instansi pemerintah, perguruan tinggi, swasta, negara/
lembaga donor, dan masyarakat sendiri. Diharapkan media ini akan membantu menciptakan jaringan
kerja (networking) air minum dan penyehatan lingkungan di antara pihak berkepentingan(stakeholders).
Apalah arti sebuah nama, demikian Shakespeare. Namun sebuah media informasi tanpa
nama, bagaikan kepala tak berwajah. Proses penamaan pun ternyata tidak semudah yang
dibayangkan. Banyak pilihan yang terbersit tapi terasa sulit untuk memilih. PERCIK akhirnya
merupakan pilihan akhir. Pertanyaannya adalah apa makna di balik nama tersebut. Dari katanya
percik secara harfiah berarti air yang terlontar keluar. Lontaran air akan menggapai sekitarnya
menunjukkan keberadaannya. Dari sudut ini, kami mengartikan lontaran air tersebut sebagai
metamorfosa dari kampanye publik. Sebuah tugas yang diemban oleh media informasi ini.Sebagaimana layaknya sebuah media informasi yang masih baru, maka tentunya masih
diperlukan banyak penyempurnaan sebelum media ini dapat tampil sebagai media informasi yang
mumpuni. Untuk itu, saran dan kritik dari berbagai pihak akan sangat kami hargai.
Sebagaimana kata orang bijak, langkah besar itu selalu didahului oleh langkah pertama.
Langkah pertama telah terayun, harapan kami ini merupakan awal dari perjalanan menuju pemenuhan
obsesi kita semua.
Dari RedaksiDari RedaksiDari RedaksiDari Redaksi
1
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
4/26
usim kemarau berkepanjangan menimbulkan
dampak kekeringan yang parah di wilayah
Pulau Jawa dan Madura. Masyarakat kesulitan
memperoleh air bersih. Kemarau yang diperkirakan baru
akan berakhir Oktober 2003 ini bakal makin
m e m p e r b u r u k
ketersediaan air untuk
dikonsumsi dan keperluan
sanitasi. Bila kelangkaan
air tak teratasi maka dapat
dipastikan ancaman pe-
nyebaran wabah diare,
infeksi saluran pernafasan
atas (ISPA), dan penyakit
kulit bakal sulit dihindarkan.
Kini instansi-instan-
si terkait sibuk berupaya menanggulangi masalah krisis
air minum dan penyehatan lingkungan di daerah yang
kekeringan itu. Ini memang masalah insidental karena
faktor gangguan alam. Namun sekaligus juga menunjuk-
kan bahwa lingkungan telah rusak yang menga-
kibatkan menipisnya air baku dan ketiadaan sumber
air yang dapat dimanfaatkan.
Ironisnya, pengulangan selalu terjadi dan selalu
menimpa kalangan masyarakat miskin. Dengan kata
lain, dari segi kuantitas, lingkup pembangunan air minum
dan penyehatan lingkungan masih terbatas. Cakupan
pelayanan juga masih terbatas dan tak mampu
mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan
jumlah penduduk.
Hingga saat ini diperkirakan masih terdapat 100
juta penduduk Indonesia yang belum memi li ki
kemudahan terhadap pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan yang memadai. Sebagian
masyarakat yang tidak memiliki kemudahan itu adalah
masyarakat miskin dan masyarakat kawasan
pedesaan. Kecenderungan ini terus meningkat setiap
tahun.
Pengalaman masa lalu menunjukkan
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan yang dibangun tidak dapat berfungsi dengan
optimal. Penyebab masalah ini, antara lain, masyarakat
sasaran tidak dilibatkan sejak perencanaan, konstruksi,
hingga kegiatan operasi dan pemeliharaan. Pilihan
teknologi yang terbatas juga mempersulit masyarakat
untuk menentukan prasarana dan sarana yang hendak
dibangun dan digunakan sesuai dengan kebutuhan,
budaya, dan kemampuan masyarakat setempat untuk
mengelola prasarana dankondisi daerah tersebut.
Keterlibatan masya-
rakat yang rendah juga
mengakibatkan pelayanan
prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan
lingkungan itu tidak berke-
lanjutan. Efektivitasnya pun
rendah pula lantaran in-
vestasi pembangunan pra-
sarana dan sarana itu berorientasi supply driven. Hasil
investasi itu banyak yang tidak dimanfaatkan olehmasyarakat karena mereka tidak membutuhkan,
sebaliknya banyak pula masyarakat yang membu-
tuhkan pelayanan prasarana dan sarana itu tapi tidak
mendapatkan pelayanan.
Dari berbagai pelaksanaan program dan
proyek air minum dan penyehatan lingkungan dengan
dana luar negeri dan APBN diperoleh kesimpulan
antara lain bahwa efektivitas dan keberlanjutan
pelayanan lebih baik bila pembangunannya melibatkan
masyakat. Selain itu pengelolaan prasarana dan
sarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat
pengguna dalam pengambilan keputusan dankelembagaan, menghasilkan partisipasi masyarakat
yang lebih besar pada pelaksanaan operasi dan
pemeliharaan.
Keterlibatan perempuan, masyarakat yang
kurang beruntung (miskin, cacat dan sebagainya)
secara seimbang dalam pengambilan keputusan untuk
kegiatan operasional dan pemeliharaan, menghasilkan
efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan
yang tinggi. Efektivitas dan keberlanjutan itu tercapai
karena pilihan pelayanan dan konsekuensi biayanya
ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumah
tangga. Kontribusi pembangunan ditentukan
WASPOLA: Lahirkan Kebijakan
Nasional Pembangunan Air Minum
dan Penyehatan Masyarakat
Berbasis Masyarakat
M
Pada hakikatnya
pembangunan sarana AMPL
adalah untuk masyarakat, tanpa upaya
melibatkan mereka dalam tingkat yang
cukup signifikan, maka akseptabilitas dan
keberlanjutan hasil pembangunan
akan sangat sulit dicapai.
Laporan UtamaLaporan Utama
Laporan Utama2
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
5/26
Air merupakan kebutuhan mutlak manusia. Kita sadar benar
betapa air merupakan sumber kehidupan. Manifestasi menyangkut peran
air itu sayangnya justru menyuburkan pandangan bahwa air semata-mata
merupakan benda sosial ataupublic good: air dapat diperoleh secara gratis.
Akibat pandangan ini masyarakat tidak menghargai air sebagai
benda langka yang memiliki nilai ekonomi. Mereka mengeksploitasi air
secara bebas dan berlebihan. Masyarakat pun cenderung tidak berkeinginan
untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya air, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Dampak lain yang timbul adalah terjadinya stagnasi
dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk penggunaan kembali
(reuse) dan pendaur-ulangan (recycle) air.
Pandangan itu tak ada salahnya, tentu saja sepanjang
ketersediaan air tercukupi. Kenyataannya ketersediaan air tak pernah
mampu memenuhi tingkat kebutuhan manusia. Bagi masyarakat yang kini
dilanda kekeringan akibat kemarau panjang, misalnya, air bersih yang
langka bukan lagi benda sosial. Pengorbanan besar dibutuhkan untuk
memperoleh air. Mereka harus memperdalam sumurnya, mesti antre dan
menunggu berjam-jam sampai volume air meninggi agar bisa ditimba, atau
bahkan terpaksa harus membelinya.
Air Sebagai Benda Ekonomi
efektivitas tinggi ini ditangani sebuah LSM dengan
melibatkan masyarakat pengguna pada setiap tahap
pembangunan.
Strategi pembangunannya ditempuh dengan
membentuk lembaga yang melibatkan seluruh
komponen masyarakat; menggunakan pendekatan
partisipatori dalam memecahkan masalah; memberipelatihan dalam aspek pengelolaan, disain, konstruksi,
operasi dan pemeliharaan, serta pelatihan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS). Indikator keberhasilan
kedua proyek itu adalah:
- Desain sarana tepat guna yang dapat diterima seluruh
lapisan masyarakat termasuk perempuan, sistem
sederhana namun cukup handal.
- Proyek dapat diterima oleh masyarakat dan mampu
memotivasi mereka berpartisipasi secara aktif,
termasuk dalam aspek keuangan.
- Masyarakat termotivasi dan mampu melaksanakan
operasi dan pemeliharaan sarana.- Masyarakat membayar pelayanan air bersih sesuai
dengan tarif yang disepakati.
- Perempuan terlibat dalam setiap tahapan proyek,
berdasarkan jenis pelayanan dan
pembentukan unit pengelolaan
dilakukan secara demokratis.
Pada akhirnya pengguna prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan
mempunyai kemampuan untuk membayar setiap jenis
pelayanan air minum dan penyehatan lingkungansejauh hal itu sesuai dengan kebutuhan. Mereka sangat
peduli akan kualitas dan bersedia membayar lebih
asalkan pelayanan memenuhi kebutuhan.
Hasil studi Bank Dunia terhadap 121 proyek air
minum di seluruh dunia yang dilaksanakan oleh
berbagai lembaga dan organisasi menyimpulkan
bahwa peran aktif masyarakat dalam membuat
keputusan dan menangani proyek secara langsung
menghasilkan pelayanan air bersih dan penyehatan
lingkungan permukiman yang efektif dan berkelanjutan.
Analisis terhadap hasil pelaksanaan ke-121
proyek air minum itu menghasilkan kesimpulan bahwa20 di antaranya merupakan proyek yang sangat efektif.
Dua dari 20 proyek dengan tingkat efektivitas tinggi
tersebut berada di Indonesia. Kedua proyek yang
menurut Bank Dunia dinyatakan berhasil dengan tingkat
Kampanye publik (public campaign) diperlukan untuk mengubah
pandangan masyarakat tersebut. Seluruh lapisan masyarakat ditingkatkan
pemahamannya bahwa air merupakan benda langka yang bernilai ekonomi
dan memerlukan pengorbanan - berupa uang atau waktu - untuk
mendapatkannya. Kesadaran baru masyarakat tentang melekatnya nilai
ekonomi pada air diharapkan mampu mengubah perilaku masyarakat
dalam memanfaatkan air: menjadi lebih bijak dalam mengeksploitasi air,
lebih efisien dalam memanfaatkan air, dan mempunyai keinginan berkorban
untuk mendapatkan air.
Air jelas bernilai, dan siapapun harus berkorban kalau hendak
mengambil manfaatnya. Apalagi pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan memang butuh biaya operasional dan pemeliharaan demi
kelanjutannya. Pelayanan yang berkelanjutan akan terwujud hanya bila
tercapai kesetaraan atas harga yang harus dibayar, nilai air di mata pengguna,
dan besarnya biaya pelayanan.
Sesuai dengan sifatnya sebagai benda ekonomi, maka
prinsip utama dalam pelayanan AMPL adalah pengguna harus
membayar atas pelayanan yang diperolehnya.
3
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
6/26
Belum Sehat: Kebanyakan masyarakat belum memperhartikan pola hidup
sehat.
namun masih sedikit dalam tahapan pengambilan
keputusan.
- Penghematan waktu bagi perempuan sehingga dapat
melakukan kegiatan lain.
- Perempuan aktif menjadi anggota kelompok
pengguna air.
- Masyarakat membiayai pembangunan jamban secaramandiri, dan tingkat penggunaan jamban tinggi.
- Perempuan aktif menjadi anggota kelompok kese-
hatan.
Pada hakikatnya pembangunan prasarana
dansarana AMPL adalah untuk masyarakat, tanpa
u p a y a
m e l i b a t k a n
mereka dalam
tingkat yang
cukup signi-
fikan, maka ak-
s e p t a b i l i t a sdan keber-
lanjutan hasil
pembangunan
akan sangat
sulit dicapai. Ini
membuktikan
bahwa pende-
katan pem-
bangunan air
minum dan pe-
n y e h a t a n
l i n g k u n g a nyang dijalan-
kan pemerin-
tah selama ini
perlu diubah.
Belajar dari
penga laman
masa lalu
baik dari
dalam maupun luar negeri maka lahirlah kemudian
Proyek Penyusunan Kebijakan dan Rencana Kegiatan
Air Minum dan Penyehatan Lingkungan atauWater Sup-ply and Sanitation Policy Formulation and Action Plan-ning (WASPOLA). Program berjangka waktu lima tahunini terdiri atas tiga komponen, yakni: proses
pembelajaran, penyusunan kebijakan, dan
pelaksanaan kegiatan. Fokus program diarahkan pada
fasilitas penyediaan air minum dan penyehatan
lingkungan yang dikelola masyarakat pengguna. Dalam
pengembangan kebijakan, WASPOLA yang berada di
bawah pimpinan pemerintah Indonesia memperoleh
dukungan kemitraan dan pendanaan dari pemerintah
Australia AusAID dan Bank Dunia, melalui Water and
Sanitation Program for East Asia and the Pacific (WSP-
4
EAP).
Kegiatan WASPOLA ditangani
sebuah komite, Central Project Committe, yangterdiri atas instansi-instansi lintas sektoral; BAPPENAS,
Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan,
Departemen Keuangan, dan Departemen Pemukiman
dan Prasarana Wilayah. Dalam kesehariannya,kegiatan WASPOLA dilakukan oleh Kelompok Kerja
dari instansi-instansi yang sama. Kedua lembaga ini
dikoordinasikan oleh BAPPENAS. Pendekatan
kemitraan tak hanya sebatas instans-instansi dan
lembaga tingkat pusat saja, tetapi meluas sampai ke
pemer in tahan
daerah; lemba-
g a - l e m b a g a
pendanaan multi-
lateral dan bila-
teral; LSM lokal,
nasional, mau-pun internasio-
nal; dan masya-
rakat pada u-
mumnya.
Lima tahun
masa kerja
WASPOLA telah
berakhir Juli 2003
lalu. Sebuah
dokumen berta-
juk Kebi jakan
Nasional Pem-bangunan Air Mi-
num dan Penye-
hatan Ling-
kungan. Berba-
sis Masyarakat
telah tersusun.
Kebijakan ini
merupakan satu
paradigma baru,
negara-negara donor bahkan telah mengadopsinya.
Kini sejumlah tantangan berada di depan mata.
Masalahnya bila kelak kebijakan itu telah memperolehlegalitas, bakal masih memerlukan kerja panjang dalam
pelaksanaannya secara nasional. Adakah kebijakan
nasional ini bakal mampu menjawab tantangan
Millenium Development Goal (MDG)? Bagaimana puladengan tantangan PBB yang menetapkan air minum
sebagai hak asasi? Agaknya tugas Kelompok Kerja
belum berakhir benar. Pemikiran dan karya mereka
masih terus dibutuhkan.
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
7/26
endekatan tanggap kebutuhan (DemandResponsive Approach) adalah suatupendekatan yang menempatkan kebutuhan
masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam
pengambilan keputusan termasuk di dalamnya
pendanaan. Hal ini menjadikan keterlibatan
masyarakat berlangsung dalam keseluruhan tahapan
mulai dari melakukan perencanaan, pembiayaan,
pelaksanaan dan pengelolaan sistem yang sesuai
dengan kebutuhan dan kesediaan membayar dari
masyarakat. Pendekatan ini memerlukan perubahan
dalam penanganan kegiatan dari seluruh pihak yang
berkepentingan (stakeholders) baik masyarakat.LSM, sektor swasta, maupun pemerintah.
Karakteristik utama dari pendekatan ini adalah:
Masyarakat menyusun pilihan-pilihannya tentang:
Apakah ingin berpartisipasi atau tidak dalam
kegiatan?
Pilihan-pilihan terhadap teknologi dan cakupan
pelayanan berdasar kesediaan membayar
Kapan dan bagaimana bentuk pelayanan
Bagaimana dana akan dikelola dan
dipertanggungjawabkan
Bagaimana bentuk pengoperasian dan
pengelolaan pelayanan
Pemerintah memegang peran sebagai fasilitator,
dengan menetapkan kebijakan dan strategi
nasional yang jelas, mendorong konsultasi yang
melibatkan keseluruhan pihak yang berkepen-
tingan dan memfasilitasi peningkatan kapasitassumber daya manusia dan pembelajaran.
Kondisi yang kondusif bagi terjadinya partisipasi
dari beragam pihak yang berkepentingan terhadap
kegiatan yang dilakukan masyarakat
Informasi yang memadai diberikan kepada
masyarakat dan prosedur baku disiapkan untuk
membantu proses pengambilan keputusan
bersama oleh masyarakat.
Pendekatan
TanggapKebutuhan
PPembentukan kelompok kerja ini didasari pada
pemikiran bahwa pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan tidak hanya terkait pada satu
bidang tertentu tetapi harus merupakan kesatuan dari
beberapa aspek, yaitu aspek teknis, kelembagaan,
pembiayaan, sosial dan lingkungan hidup.
Berdasarkan pemahaman itulah maka dibentuk
Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan, yang terdiri dari departemen-departemen
terkait, yaitu Departemen Dalam Negeri, Departemen
Kesehatan, Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, dan Departemen Kesehatan, serta
dikoordinasikan oleh Bappenas.
Selain terkait dengan kegiatan Proyek Penyediaan Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan (Proyek
WASPOLA, WSLIC-2, Pro-Air, CWSH, SANIMAS) ,
Kelompok Kerja juga terlibat pada penyusunan
Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan. Saat ini baru diselesaikan
Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat dan
sedang dalam tahap penyusunan Kebijakan Nasional
Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis
Lembaga-, ataupun kegiatan uji coba penerapan
kebijakan di daerah dan kegiatan kampanye publik
mengenai air minum dan penyehatan lingkungan, yang
ditempuh melalui kegiatan penyusunan jurnal air
minum dan penyehatan lingkungan, pembuatan poster
ataupun komik.
Diharapkan keanggotaan Kelompok Kerja ini semakinmeluas sehingga kegiatan yang dilakukan pun
semakin beragam dalam rangka peningkatan
aksesibilitas masyarakat akan air minum dan
penyehatan lingkungan. Selain itu, diharapkan pola-
pola kerja sama ini dapat direplikasi di daerah (baik
propinsi dan kabupaten/kota) sehingga kegiatan
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat
dapat dilaksanakan dengan baik.
Sekilas tentang
KELOMPOK KERJA
AIR MINUM DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
5
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
8/26
embangun lebih mudah daripada memelihara.Bukti atas ungkapan itu mudah ditemukanpada banyak proyek fisik milik pemerintah.
Tanpa kecuali, sejumlah prasarana dan saranapelayanan air minum dan penyehatan lingkungan(AMPL) pun mengalami nasib memprihatinkan.Efektivitas proyek-proyek itu rendah, danpemanfaatannya tidak optimal. Keberlanjutannya punterputus karena masyarakat tidak mampumengoperasikan dan memeliharanya.
Adalah Methodology Participatory Assess-ments (MPA) yang mampu menjamin efektivitas dankeberlanjutan sarana. MPA merupakan alat yangdikembangkan untuk melakukan penilaian agarpembuat kebijakan, manajer program, dan masyarakatsetempat dapat memonitor kesinambungan saranamereka dan mengambil tindakan perbaikan.
Metodologi ini mengungkapkan cara-carakaum perempuan dan keluarga yang kurang mampuberpartisipasi dan mengambil manfaat atas suatu sa-rana bersama-sama kaum lelaki dan keluarga yangberada. Juga diperlihatkan faktor-faktor kunci menujukeberhasilan dalam proyek AMPL yang dikelola ma-syarakat. Pada saat bersamaan juga memungkinkan
kita melakukan agregasi kuantitatif atas data moni-toring tingkat masyarakat agar dapat digunakan padatingkat program dan tingkat pembuatan kebijakan.
MPA menggunakan pendekatan ParticipatoryRural Appraisal (PRA) dan Self esteem, Associatestrength, Resourcefulness, Action Planning,Responsibility (SARAR) yang dikenal efektifmendorong partisipasi masyarakat. Namun MPAmenambahkan ciri-ciri berikut:- MPA ditujukan kepada dinas pelaksana maupun ma-syarakat untuk mencapai sarana yang dikelola seca-ra berkesinambungan dan digunakan secara efektif.MPA dirancang untuk melibatkan semua stakeholder
utama dan menganalisis keberadaan empat kompo-nen penting masyarakat: lelaki miskin, perempuanmiskin, lelaki kaya, perempuan kaya. Jadi MPA meng-operasionalkan kerangka analisis gender dan kemis-kinan untuk menaksir kesinambungan sarana AMPL.- MPA menggunakan satu set indikator yang sectorspecific untuk mengukur kesinambungan, kebutuhan,gender, dan kepekaan akan kemiskinan. Masing-ma-sing diukur dengan menggunakan urutan alat parti-sipatori pada masyarakat, dinas pelaksana, dan pem-buat kebijakan. Hasil penilaian pada tingkat masya-rakat dibawa oleh wakil-wakil masyarakat pengguna
dan dinas pelaksana ke dalam rapat stakeholder,dengan maksud untuk bersama-sama mengevaluasi
Pendekatan
Partisipatif
M
6
faktor-faktor kelembagaan yangberpengaruh pada dampak proyek dankesinambungan pada tingkat lapangan.Hasil dari penilaian kelembagaan digunakan untukmelakukan tinjau ulang atas kebijakan pada tingkatprogram atau tingkat nasional.
- MPA menghasilkan sejumlah data kualitatif tingkatdesa, sebagian darinya dapat dikuantitatifkan ke da-lam sistem ordinal oleh para warga desa itu sendiri.Data kuantitatif ini dapat dianalisis secara statistik.
Dengan cara ini kita dapat melakukan analisisantarmasyarakat, antarproyek, dan antarwaktu, sertapada tingkat program. Dengan demikian MPA dapatmenghasilkan informasi manajemen untuk proyek ska-la besar dan data yang sesuai untuk analisis program.
Siapa yang dapat memanfaatkan MPA?MPA membuka kemungkinan penggunaannya untukbermacam-macam keperluan. Informasi kualitatif yangdihasilkan secara visual dapat dengan mudah dikon-
versikan ke dalam proses numerik atau presentasi gra-fis. Hasil yang berupa grafik tingkat masyarakat akandiperoleh segera setelah diterapkannya perangkatpartisipatori terhadap kelompok-kelompok dalam ma-syarakat, lelaki-perempuan, kaya dan miskin, yang laludapat dipresentasikan di depan dan diverifikasikankepada warga masyarakat secara keseluruhan. Datasejenis dari waktu atau masyarakat yang berlainansetelah dikonsolidasikan dapat digunakan untukmembantu para manajer atau personil proyek melihatkecenderungan yang terjadi dan menganalisis pe-nyebabnya. Hasil penilaian atas beberapa proyek se-
telah dikonsolidasikan pada tingkat program atau ting-kat nasional dapat dipakai untuk analisis kebijakan,Apa persyaratan dalam menggunakan MPA?
MPA dirancang sebagai bagian integral suatu proyek,bukan sekadar tambahan atau berdiri sendiri. Karenaitu MPA memerlukan lembaga penyandang dana yangmerasa terpanggil untuk merancang sebuah proyekbaru atau sebuah proyek partisipatori yang sedangberjalan yang ingin menerapkan penilaian partisipatori.
Walaupun di banyak negara terdapat se-jumlah fasilitator yang berpengalaman dalam meng-gunakan metode partisipatori, namun masih diperlukanpelatihan khusus dalam menggunakan MPA. Pertama,
MPA menambahkan kerangka analitis yang mendo-rong ke arah kesinambungan dan memberi kemung-kinan mengubah data partisipatori menjadi kode kuan-titatif untuk digunakan ke dalam analisis kesinam-bungan. Kedua, karena watak keseluruhannya adalahpartisipatori, MPA mendorong proses pembelajaranpara peserta. Fasilitator yang telah terampil dan pekaakan masalah gender dan kemiskinan merupakan kun-ci untuk mendorong daur pembelajaran dan tindakanpada semua tingkat.
Sumber: Dokumen Kebijakan Nasional Pem-
bangunan Air Minum dan Penyehatan LingkunganBerbasis Masyarakat.
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
9/26
Apa yang melatar-belakangi lahirnyaprogram WASPOLAini?Sebetulnya kalau kita
lihat sampai sekarang
kita t idak memiliki
national policy untukair minum dan penye-
hatan lingkungan. Itu
menyebabkan kitasering disetir oleh
donor agencies. Nah, makanya kita butuh itu, yangnanti kita jadikan pegangan bila kita berhadapan
dengan donor agencies bila kita perlu dia. Syukur-syukur kalau itu bisa dibiayai dari dana kita sendiri,
kendati faktanya tidak bisa karena keterbatasan yang
ada. Nah, nanti kita sampaikan kepada mereka, inilah
kebijaksanaan nasional kita, Anda mau mengikuti atau
tidak. Kalau mau kita negosiasi, kalau tidak ya sorry,thank you for your help. Dengan cara seperti ini kitaakan lebih fokus.
Sebagai contoh, sekarang dalam hubungan bilateral,
negara-negara yang membantu kita kadang-kadang
mempunyai preferensi lokasi. Misalnya Australia,
mereka lebih memilih Indonesia Timur. Why? Mengapamereka tak mau Indonesia Barat, toh masalah di
Indonesia juga banyak. Jerman misalnya dalam
program Transmigration Area Development (TAD)memilih Kalimantan Timur. Kenapa nggak mau ke
Maluku Tenggara atau ke Sulawesi Tenggara? Juga
Bank Dunia dan lainnya.
Saya yakin kalau mereka memiliki satu visi dengan
kita untuk memecahkan masalah AMPL ini, mestinya
mereka tak memiliki lagi wilayah tertentu. Kenapa kita
nggak sama-sama saja?
Melihat ini suatu yang baru, bagaimana awalprogram ini disusun?Pada waktu nyusun, kita sempat bingung karena air
minum dan penyehatan lingkungan ini sedemikian luas.
Apakah ki ta dasarnya perkotaan dan pedesaan
berdasarkan kawasan, atau berdasarkan apa? Kalau
dasarnya kawasan perkotaan dan perdesaan,
logikanya kawasan perkotaan kan semakin
berkembang luas sehingga kawasan pedesaan tak
ditangani karena kecepatan pertumbuhan di perkotaan
kan lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Apa
begitu? Akhirnya kita melihat secara fungsional
bahwa ada yang bisa dikelola oleh institusi dan oleh
masyarakat. Kebetulan keduanya letaknya sesuai
dengan pedesaan dan perkotaan. Biasanya
pedesaan dikelola masyarakat sedangkan
perkotaan oleh institusi. Ini kebetulan saja. Kita tidak
berangkat dari pedesaan dan perkotaan, karena kita
tidak ingin mendiskriminasi. Misalnya orang kota
dapat seperti ini, orang desa seperti ini. Siapa yang
menentukan hak seperti itu? Dulu orang kota misalnya
membutuhkan air 100 liter per detik, orang desa 60meter per detik. Siapa yang menjustifikasi seperti itu?
Mengapa harus ada diskriminasi pelayanan? Makanya
kita tidak mau berangkat dari situ. Kita ingin berangkat
dari institusi yang mengelolanya. Jadi ada yang
dikelola masyarakat dan institusi. Kalau mungkin
kedua-duanya secara bersamaan.
Sampai sejauh mana capaian programWASPOLA ini?Sekarang national policy kita baru bisa yangcommunity based (berbasis masyarakat). Itu yangselesai. Kita akan beranjak ke yang institutional based(berbasis lembaga).
Mengapa harus seperti itu?Pada waktu kita memiliki tiga pola tadi, kompleksitas
masalahnya berbeda-beda. Maka kita mulai dari yang
mudah yakni community based. Karena ini padadasarnya sudah dimulai dari Pelita I dan II. Ada yang
namanya Inpres Sarkes (sarana kesehatan). Hanya
saja sifatnya supply driven. Penduduk desa butuh apa,maka kita alokasikan sesuai logika kita seperti ini. Tapi
di situ sudah ada komponen empowermentmeskisedikit sekali. Nah arus itu makin menguat setelah ada
reformasi bahwa komunitas itu harus diberdayakan.
Namun alat untuk itu tidak ada. Kemudian coba kita
cari alat apa yang paling tepat. Ternyata supply drivenitu sudah tidak tepat. Karena rasa memilliki masyarakat
terhadap sarana dan prasarana itu rendah. Sekarang
kita rubah menjadi demand driven yakni tergantungkepada apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tapi
itu pun juga masih kurang karena belum tentu ini akan
meningkatkan rasa memiliki masyarakat. Oleh karena
itu dalam program ini harus ada kontribusi masyarakat.
Inilah salah satu cara untuk meningkatkan sense of
Kita Perlu National Policy
WawancaraWawancaraWawancaraWawancara7
Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas,
Ir. Basah Hernowo, MA
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
10/26
belonging masyarakat. Nah, inilah yang kitaformulasikan dalam satu kebijakan dan strategi. Kita
mencoba mengakomodasi semua kepentingan
stakeholder baik itu dari luar maupun pemerintahdaerah dan komunitas. Kita memfasilitasi saja sampai
ketemu formulasi yang seperti ini. Memang kalau dilihat
dari bahasa birokrat seolah-olah tidak ada artinya tapidari bahasa masyarakat itu sudah bagus. Kita
bahasanya tak lagi memerintah tapi membuka
wawasan.
Bagaimana dengan institutional based ?Itu lebih kompleks karena masalah di institutionalbased itu terkait dengan coorporate culture masing-masing sektor khususnya yang sudah dikelola oleh
perusahaan daerah (PD). Ternyata NPL (Nonperforming loan) sangat besar dan itu tidak bisa kitapecahkan dengan satu kebijakan. Itu harus multi sektor
baik DPR, menteri keuangan, dan Pemda. Harusdipecahkan bersama. Makanya kita pecahkan
bertahap untuk menyusun national policy for institutionalbased. Kita akan kerja keras lagi karena terlalu banyakkepentingan dan stakeholder yang terlibat.
Apa langkah ke depan setelah adanya nationalpolicyseperti ini?Kita harapkan tidak lagi disetir oleh donor agency. Kitabisa mandiri. Syukur-syukur kalau bisa dibiayai dari
APBN, tanpa utang. Tapi itu tampaknya tidak mungkin.
Sekarang saja anggaran untuk pemukiman hanya 1,135trilyun per tahun. Kecil sekali. Makanya kita harus
melihat sumber-sumber pembiayaan lain untuk itu.
Kalau kesenjangan sampai 2009, 50 trilyun dengan
pertumbuhan optimistik, maka harus tersedia 10 trilyun
untuk air minum dan penyehatan lingkungan. Ini
masalah. Makanya selain kita berjualan, kita juga
dituntut bisa menerangkan kepada pemerintah daerah
misalnya daripada beli kendaraan dinas lebih baik
anggaran AMPL yang dinaikkan. Misalnya dari 3
persen APBD menjadi 8 persen. Nah kalau daerah mau
tapi beralasan tidak punya uang maka kita akan ajak
berbagi beban.
Pendekatan program ini memerlukan perubahanparadigma. Kendala apa yang muncul?Banyak. Yang pasti masih banyak orang yang tidak
mau berubah khususnya birokrat. Yang kedua adalah
ego dari masing-masing sektor? Bahwa dia selalu ingin
leader dalam sektor. Yang ketiga struktur kelem-bagaan. Perlu perubahan struktur kelembagaan
misalnya pemerintah lebih pada peran fasilitasi secara
nyata bukan lip service saja. Mau nggak pemerintahturun bersama masyarakat memecahkan masalah.
Soalnya ini menjadi kebiasaan dulu. Makanya perluada perubahan kultur dan usaha bersama.
Masih banyak
yang harus dilakukan
Richard Hopkins,
Team Leader WASPOLA Project
WASPOLA pada awalnya menemui banyak kendala
karena program ini menggunakan pendekatan yang
berbeda, yaitu terfokus pada proses dan kerja sama/
koordinasi antarinstansi secara informal maupun formal
sebagai landasan penyusunan kebijakan. Pada awal
perkembangannya WASPOLA berjalan sangat lambat,
hal ini disebabkan oleh belum terbangunnya
kesepahaman dalam menjalankan program, terutama
pengembangan kebijakan melalui pendekatan proses.
Hal lain yang terjadi pada tahap awal adalah
perubahan personal dalam kelompok kerja yang
sangat tinggi, sehingga memerlukan upaya yang relatif
keras untuk menjaga konsistensi dan progres dari
kegiatan WASPOLA secara keseluruhan. Ternyata
pendekatan tersebut berhasil membangun rasa
memiliki maupun komitmen yang tinggi dari
pemerintah, dan ini dapat terlihat dari padatnya
kegiatan WASPOLA dalam dua tahun terakhir,
khususnya yang berkaitan dengan upaya penyusunan
kebijakan yang berbasis lembaga, kerjasama dengan
pemerintah kabupaten, dan memetik pelajaran penting
dari masing-masing daerah. Baru pada akhir tahun
kedua, kegiatan berjalan menunjukkan akselerasinya,
saat itu kelompok kerja dari instansi terkait mulai
memperlihatkan minatnya dalam kegiatan WASPOLA.
Hal itu didorong oleh suatu realita bahwa tanggung
jawab pembangunan sektor air minum dan penyehatan
lingkungan dilimpahkan kepada pemerintah daerah,
sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Tahun
ketiga sampai dengan terakhir (2003) menunjukkan
aktivitas Kelompok Kerja WASPOLA yang semakin
meningkat dan produktif. Tidak saja dalam kegiatan
diskusi kebijakan, tetapi juga dalam beberapa aktivitas
lapangan yang mendukung dalam reformasi
kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa memiliki
dari pihak pemerintah terhadap kegiatan sudah
semakin baik. Pada akhirnya semua pihak, terutama
kelompok kerja lintas departemen menyadari bahwa
pengembangan kebijakan dengan metoda partisipatif,walaupun awalnya dipandang sangat membosankan,
tetapi menghasilkan banyak hal yang berguna. Dan
yang lebih penting kebijakan yang dihasilkan dapat
diterima oleh semua pihak, karena semuanya terlibat
dalam proses pengembangannya.Walaupun sudah
banyak hasil yang dicapai tetapi pekerjaan masih
banyak yang harus dilakukan.
8
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
11/26
Latar Belakang
Berangkat dari kenyataan bahwa tanggung
jawab pembangunan sektor air minum dan penyehatan
lingkungan sekarang ini berada di tangan pemerintah
daerah, maka Kelompok Kerja WASPOLA melakukan
suatu terobosan baru dalam pengembangan
kebijakan, khususnya dalam sektor air minum dan
penyehatan lingkungan. Dengan melibatkan
stakeholder yang luas, khususnya di tingkat daerah,diharapkan aspirasi daerah dapat terakomodasikan,
dan pada akhirnya kebijakan yang dikembangkan
dapat diterapkan di tingkat daerah.
Setelah gagasan di atas disepakati pada
tingkat kelompok kerja nasional, kemudian timbul
beberapa pertanyaan yang harus dijawab, berapa
sumber daya yang diperlukan dalam memfasilitasi
peran serta daerah di seluruh Indonesia, siapa yang
akan melakukannya, bagaimana mekanismenya,
berapa lama waktu yang diperlukan, dan lain
sebagainya.
Tentu tidak mudah memfasilitasi 400-ankabupaten/kota dalam waktu yang relatif singkat,
sedangkan Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL
Berbasis Masyarakat sendiri harus segera disele-
saikan untuk mencapai konsep akhir pada
pertengahan tahun 2003. Dengan pertimbangan
keterbatasan sumber daya, diputuskan bahwa hanya
beberapa daerah terpilih yang dilibatkan dalam tahap
pertama, sedangkan tahap selanjutnya akan dilakukan
dengan skala lebih luas disertai penyempurnaan
pendekatan, setelah belajar dari tahap pertama
tentunya.
Menentukan beberapa daerahpun bukanpersoalan yang mudah, karena ada kekhawatiran
keikutsertaannya hanya karena dorongan kepatuhan
daerah kepada pusat, bukan karena pemahaman
kesadaran pentingnya pembangunan sektor AMPL di
daerahnya secara khusus dan Indonesia secara
umum. Di sisi lain, WASPOLA yang mempromosikan
pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsiveapproach ) juga ingin menghindarkan pola penunjukansepihak, yang tidak memberikan peluang kepada
daerah untuk mengemukakan keinginan atau
keberatannya terhadap program yang ditawarkan.
Sehingga daerah yang terpilih dapat memberikan
sumbangsih yang optimal dalam proses
penyempurnaan kebijakan, juga diharapkan langsung
dapat diadaptasikan dalam penyusunan kebijakan
sektor AMPL di daerah.
Pemilihan Daerah
Dari serangkaian diskusi yang dilakukan
dalam lingkup kelompok kerja, disepakati untuk
mengundang beberapa daerah yang memiliki potensi
dalam memperkaya kebijakan yang sedang disusun.
Pemilihan didasarkan kepada adanya kegiatan yang
sejalan dengan implementasi kebijakan, misalnya ada
proyek yang secara prinsip sudah menerapkan
kaidah-kaidah yang dikandung dalam kebijakan,
seperti proyek WSLIC2, proyek sanitasi UNICEF, dan
proyek air bersih yang dikelola oleh KfW/GTZ.
Diupayakan agar pemilihan daerah juga seoptimalmungkin dapat memperlihatkan sebaran yang
memadai secara geografis.
Ada keraguan awalnya, apakah daerah mau
turut serta dalam kegiatan pengembangan kebijakan,
yang nota bene tidak ada hubungannya dengan proyek
fisik. Biasanya daerah tertarik dengan kegiatan fisik
atau kegiatan yang diikuti dengan kegiatan
pembangunan fisik. Tetapi kegiatan WASPOLA sama
sekali tidak membawa proyek fisik. Semata-mata
hanya dialog kebijakan, yang ditengarai akan
membosankan.
Oleh: Sofyan Iskandar
WASPOLA Project Coordinator
Secara garis besar, tujuan ujicoba Kebijakan
Nasional Pembangunan AMPL Berbasis
Masyarakat adalah:
1. Diperolehnya masukan dari daerah guna
penyempurnaan
2. Diadaptasinya pokok-pokok kebijakan
yang dituangkan dalam kebijakan AMPL
dalam pengembangan kebijakan daerah
3. Diperolehnya masukan dalam pemasaran
kebijakan ke daerah lain
Opini OpiniOpiniOpini9
Ujicoba Pelaksanaan Kebijakan Nasional
Pembangunan Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat
Suatu pendekatan baru dalam pengembangan kebijakan
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
12/26
10
Ternyata praduga tersebut sama sekali tidak
terbukti, bahkan dari 10 daerah yang diundang ke
dalam semiloka yang diadakan di Yogyakarta pada
tanggal 9-11 Oktober 2002, semua daerah menyatakan
berminat turut serta dalam kegiatan ujicoba
pelaksanaan kebijakan nasional AMPL.
Keberhasilan dalam meyakinkan daerah
bahwa pembangunan sektor AMPL memerlukan
perhatian khusus, lahir dari suatu upaya yang dilakukan
secara terbuka dan partisipatif. Pada kesempatan
tersebut dijelaskan tentang maksud dan tujuan dari
ujicoba kebijakan, dan kegiatan apa saja yangmungkin dilakukan. Di samping itu juga daerah secara
bersama-sama mendiskusikan bagaimana caranya
agar kebijakan tersebut dapat diaplikasikan di daerah.
Termasuk di dalamnya penetapan kriteria daerah yang
paling memenuhi syarat untuk turut serta dalam
kegiatan ujicoba kebijakan, apabila tidak semua
daerah dapat ikut serta.
Daerah yang diundang ke dalam Semiloka
Kebijakan Nasional AMPL
1. Kabupaten Sumba Timur, NTT
2. Kabupaten Sumba Barat, NTT
3. Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT
4. Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah
5. Kabupaten Garut, Jawa Barat
6. Kabupaten Subang, Jawa Barat
7. Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel
8. Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumbar
9. Kabupaten Solok, Sumbar
10. Kabupaten Pasaman, Sumbar
Tiga kriteria yang penting pemilihan daerah
menurut peserta semiloka:
1. Adanya dukungan daerah dinyatakan
dengan surat kepala daerah
2. Komitmen partisipasi dalam kegiatan yang
dinyatakan dengan kesanggupan memben-
tuk atau memfungsikan tim teknis daerah
3. Kondisi wilayah, hubungannya dengan
kompleksitas masalah dan sebaran
geografis
Dari 10 daerah yang mengajukan
minat turut serta, ternyata yang dipilih
hanya 4 daerah. Hal ini disebabkan sumber
daya yang dimiliki Kelompok Kerja WASPOLA sangat
terbatas. Keempat daerah tersebut adalah Kabupaten
Sumba Timur, Kabupaten Subang, Kabupaten Musi
Banyuasin, dan Kabupaten Solok.
Proses UjicobaSecara garis besar, proses ujicoba kebijakan
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tahap
pemahaman, tahap pendalaman, dan tahap kerja
mandiri. Hanya tahap pertama dan kedua yang
mendapat dukungan fasilitasi dari Sekretariat/
Kelompok Kerja WASPOLA, sedangkan tahap kerja
mandiri merupakan aktivitas yang dilakukan sendiri oleh
daerah dalam mengembangkan kebijakan daerah dan
operasionalisasinya.
Tahap pemahaman, intinya adalah
memberikan pemahaman tentang pentingnya sektor
AMPL terhadap stakeholder kunci di daerah, dilakukandengan kunjungan baik formal maupun informal, diskusi,
pertemuan, sampai dengan lokakarya. Kegiatan utama
yang dilakukan pada tahap ini di semua daerah adalah
dengan melakukan kajian kondisi pelayanan AMPL
masa lalu, masa sekarang, dan kondisi yang akan
datang. Sehingga stakeholder daerah mengenalimasalah, tantangan, dan peluang yang dihadapi dalam
pembangunan sektor AMPL di daerahnya. Lebih jauh
stakeholder daerah dapat mulai menyusun rencanagaris besar dalam pembangunan AMPL di daerahnya.
Tahap pendalaman, adalah kelanjutan dari
tahap sebelumnya yang intinya mengajak stakeholderdaerah dalam mengkaji substansi kebijakan nasional
AMPL. Proses yang ditempuh adalah mendiskusikan
pokok-pokok kebijakan yang dibahas secara
partisipatif dalam konteks kedaerahan. Untuk
memperkaya pemahaman, dilakukan juga kajian
terhadap proyek yang gagal dan yang berhasil. Dengan
melakukan kunjungan ke lokasi proyek, melakukan
wawancara dengan kelompok masyarakat pengguna,
dan kemudian mengangkat temuan-temuan ke dalam
suatu pertemuan pembahasan di tingkat kabupaten.
Hasil UjicobaAdanya pemahaman stakeholder daerah bahwakeberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana
AMPL ditentukan oleh lima faktor yaitu sosial,
kelembagaan, pembiayaan, teknis dan lingkungan.
Seluruh daerah memahami bahwa semua
komponen saling berkaitan, tetapi masing-masing
daerah memandang ada faktor tertentu yang
dominan. Di Sumba Timur misalnya, faktor sosial
dianggap lebih dominan, karena keberhasilan
pembangunan prasarana dan sarana AMPL akan
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
13/26
dalam menghimpun pendapat dari kalangan yang
luas dalam waktu yang relatif singkat
Dengan mengabaikan bentuk legal dari kebijakan
yang saat ini belum ada, daerah dapat
mengadaptasi pokok-pokok kebijakan yang ada,
karena secara substansial dapat diterima dan
dipahami. Tetapi bukan berarti tidak diperlukanbentuk legal.
PenutupSetelah dokumen Kebijakan Nasional
Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat ini
diperbaiki dan disahkan, tahap selanjutnya adalah
pelaksanakan secara nasional. Yang masih menjadi
pekerjaan rumah bagi Kelompok Kerja Nasional
adalah bagaimana menentukan cara yang efektif
dalam pelaksanaannya. Apakah dilakukan dengan
cara persis seperti yang telah dilakukan pada empatdaerah ujicoba, tentunya diperlukan sumber daya yang
cukup besar, terutama pendanaan dan kesiapan
fasilitator yang berkualitas. Diperlukan upaya-upaya
terobosan guna melaksanakan kebijakan ini, supaya
kebijakan ini bukan saja diterima secara formal, tetapi
juga diterapkan dalam tataran operasional. Disamping
itu yang tidak kalah pentingnya adalah fleksibilitas
Kelompok Kerja Nasional terhadap masukan-
masukan dari daerah lain yang mungkin belum
tertampung, yang mungkin dapat diakomodasikan
dalam tahap penyempurnaan selanjutnya.
MPA: Anggota kelompok kerja AMPL sedang memfasilitasi warga
masyarakat untuk menentukan kebijakan dengan sendirinyamenggunakan metodologi pendekatan partisipasi.
11
tercapai apabila hambatan sosial
berupa struktur sosial masyarakat dapat
dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan
di Kabupaten Subang, dipandang masalah teknis
lebih menentukan, mengingat daerahnya terbagi
menjadi 3 karakter wilayah, yaitu pegunungan,
dataran, dan pantai. Pemilihan pendekatan danteknologi menjadi perhatian daerah Subang. Di
Solok, peranan kelembagaan
dianggap dominan, ketika
peranan nagari memiliki posisi
yang strategis dalam
keberlanjutan pelayanan
AMPL . Se pert i di Sub ang,
Kabupaten Musi Banyuasin juga
memandang aspek teknologi
dominan, berkaitan dengan
wilayah pasang surut dan
bantaran sungai yang relatifluas.
Ad an ya penga ku an da ri
peserta daerah bahwa pokok-
pokok kebijakan secara umum
dapat dipahami, juga dapat
dijadikan acuan oleh daerah
dalam pelaksanaan pembang-
unan sektor AMPL. Di Kabupaten
Subang, tim kerja daerah dapat
merumuskan visi dan misi
program AMPL yaitu Subang
Sehat 2008. Tim kerja daerahMusi Banyuasin meninjau
kembali target Muba Sehat
2005. Tim kerja daerah Solok memformulasikan
Solok Sehat 2010. Tim kerja daerah Sumba Timur
memperkaya pemahaman terhadap visi misi
Sumba Timur khususnya sektor AMPL.
Walaupun sudah dapat dipahami, tetapi konsep
kebijakan yang ada masih memerlukan perbaikan,
khususnya penggunaan istilah yang kurang jelas
maknanya.
Terjadi peningkatan intensitas komunikasi dan
koordinasi antarstakeholder AMPL daerah, hal inidapat mendorong efisiensi pembangunan sektor
AMPL
Pengenalan metodologi partisipatif dalam
pengembangan kebijakan merupakan daya tarik
bagi daerah, karena disamping dapat memberikan
masukan secara substansial, juga metoda tersebut
dapat dicontoh dalam perencanaan pembangunan
secara umum. Metoda ini dipandang cukup efektif
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
14/26
TUJUAN
1. Umum
Terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
pengelolaan air minum dan penyehatan lingkung-
an yang berkelanjutan
2. Khusus
a. Meningkatkan pembangunan, penyediaan, pe-
meliharaan prasarana dan sarana air minum
dan penyehatan lingkungan
b. Meningkatkan kehandalan dan keberlanjutan
pelayanan prasarana dan sarana air minum
dan penyehatan lingkungan.
BUTIR-BUTIR KEBIJAKAN
Air merupakan Benda Sosial dan Benda
EkonomiHingga saat ini sebagian anggota masyarakat
masih berpandangan bahwa air sebagai sumber
kehidupan semata-mata merupakan benda sosial
(public goods ) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma serta tidak mempunyai nilai ekonomi.
Dampaknya adalah masyarakat tidak mempunyai
keinginan untuk melestarikan lingkungan dan sumber
daya air (kualitas dan kuatitas), dan mengeksploitasi
air sebagai benda bebas dan berlebihan, dan stagnasi
(kemacetan) dalam pengembangan ilmu dan teknologi
untuk penggunaan kembali (reuse ) dan pendaur-
ulangan (recycle) air.Untuk mengubah pandangan tersebut
diperlukan upaya kampanye publik kepada seluruh
lapisan masyarakat bahwa air merupakan benda
langka yang mempunyai nilai ekonomi dan
memerlukan pengorbanan untuk mendapatkannya,
baik berupa uang maupun waktu. Sesuai dengan sifat
sebagai benda ekonomi, maka prinsip utama dalam
pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan
adalah pengguna harus membayar atas pelayanan
yang diperolehnya.
Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasardalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan
Pendekatan tanggap kebutuhan menem-
patkan masyarakat pada posisi teratas dalam
pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan
sistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupun
tata cara pengelolaannya. Untuk meningkatkan
efektivitas pendekatan tanggap kebutuhan, pemerintah
sebagai fasilitator harus memberikan pilihan yang
diinformasikan (informed choice ) yang menyangkutseluruh aspek pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan, seperti aspek tenologi,
pembiayaan, lingkungan, sosial dan budaya serta
kelembagaan pengelolaan.
Pembangunan Berwawasan LingkunganPembangunan air minum, mulai dari
pengambilan sumber air, pengaliran air baku,
pengolahan air minum, jaringan distribusi air minum
sampai dengan sambungan rumah dilaksanakan
dengan mempertimbangkan kaidah dan norma
kelestarian lingkungan. Demikian juga pembangunan
prasarana dan sarana penyehatan lingkungan,
khususnya pengelolaan limbah dan persampahan juga
dilaksanakan mengikuti kaidah dan norma kelestarian
lingkungan. Dengan demikian diharapkan adanya
sinergi antara upaya peningkatan kualitas hidup
masyarakat dengan upaya peningkatan kelestarian
lingkungan.
Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan SehatAgar pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan dapat memberikan manfaat secara
berkelanjutan, maka pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan harus mampu mengubah
perilaku masyarakat dalam menjaga dan
meningkatkan derajat kesehatan sebagai dasar
menuju kualitas hidup lebih baik. Upaya yang dilakukan
adalah menjadikan komponen pendidikan perilaku
hidup bersih dan sehat sebagai komponen utama
selain komponen fisik dalam pembangunan air minum
dan penyehatan lingkungan.
KEBIJAKAN NASIONAL
PEMBANGUNAN AIR MINUM
DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
BERBASIS MASYARAKAT *
12
RagamRagamRagamRagam
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
15/26
masyarakat yang sifatnya mendorong dan
memberdayakan masyarakat agar mereke dapat
merencanakan, membangun dan mengelola sendiri
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan serta melaksanakan secara mandiri
kegiatan pendukung lainnya.
Peran Aktif MasyarakatSeluruh masyarakat harus terlibat secara aktif
dalam setiap tahapan pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan. Namun demikian, mengingat
keterbatasan ruang dan waktu maka keterlibatan
tersebut melalui mekanisme perwakilan yang
demokratis serta mencerminkan dan
merepresentasikan keinginan dan kebutuhan
mayoritas masyarakat.
Pelayanan Optimal dan Tepat SasaranYang dimaksud dengan optimal adalah
kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan masyarakat, pemerataan akses untuk
semua lapisan masyarakat, dan kenyamanan dalam
mendapatkan pelayanan. Sedangkan tepat sasaran
diartikan sebagai cakupan pelayanan prasarana dan
sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang
dibangun sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat.
Penerapan Prinsip Pemulihan BiayaKapasitas dan kemampuan anggaran
pemerintah (pusat dan daerah) yang ada tidak
mencukupi untuk terus membangun dan mengelola
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan bagi masyarakat. Untuk menunjang
keberlanjutan pelayanan maka pembangunan dan
pengelolaan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan perlu memperhatikan prinsip pemulihan
biaya.
Sehubungan dengan hal tersebut, penerapan
prinsip pemulihan biaya tersebut harus
dikomunikasikan secara terbuka, agar semua pihak
yang berkepentingan (stakeholder ) terutamamasyarakat pengguna, agar mereka mengetahui
besarnya investasi dalam pembangunan prasarana
dan sarana tersebut.
Keberpihakan pada MasyarakatMiskin
Pada prinsipnya seluruh masyarakat
Indonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan air
minum dan penyehatan lingkungan yang layak dan
terjangkau. Oleh sebab itu, dengan melihatketerbatasan yang dimiliki maka pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan harus
memperhatikan dan melibatkan secara aktif kelompok
masyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidak
beruntung lainnya dalam proses pengambilan
keputusan sehingga kebutuhan mereka dapat
terpenuhi secara layak, adil dan terjangkau.
Peran Perempuan dalam PengambilanKeputusan
Peranan perempuan untuk memenuhi
kebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan untukkepentingan sehari-hari sangat dominan, sehingga
sudah sewajarnya perempuan diikutsertakan secara
aktif dalam pembangunan air minum dan penyehatan
lingkungan. Hal ini didukung melalui studi yang
dilakukan oleh UNICEF dengan Bank Dunia terhadap
proyek-proyek air minum dan penyehatan lingkungan
yang dilakukan di Indonesia, Pelibatan perempuan,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan terbukti meningkatkan
keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana yang
dibangun.
Akuntabilitas Proses PerencanaanDalam era desentralisasi dan keterbukaan
maka pembangunan air minum dan penyehatan
lingkungan harus menempatkan masyarakat sasaran
tidak lagi sebagai objek pembangunan namun sebagai
subjek pembangunan. Kebijakan ini bertujuan
meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap
prasarana terbangun serta meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengenali lebih dini sistem
pengelolaannya. Untuk itu, pembangunan air minum
dan penyehatan lingkungan harus lebih terbuka,transparan serta memberikan peluang kepada semua
pelaku untuk memberikan kontribusi sesuai dengan
kemampuan sumber daya yang ada pada seluruh
tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan dan
pengembangan pelayanan.
Peran Pemerintah sebagai FasilitatorFasilitasi tidak diartikan sebagai pemberian
prasarana dan sarana fisik maupun subsidi langsung,
namun pemerintah harus memberikan bimbingan
teknis dan non teknis secara terus menerus kepada
*Disarikan dari dokumen Kebijakan NasionalPembangunan Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan Berbasis Masyarakat yang telah
disepakati oleh lintas sektor terdiri dari
Bappenas, Depdagri, Depkeu,
Depkimpraswil, dan Depkes.
13
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
16/26
14
LenggangLenggangLenggangLenggang
tusan-utusan dari 33 kabupaten dan
tujuh propinsi menghadiri pertemuan
tahunan koordinasi TKK (Tim Koordinasi
Kabupaten) dan TKP (Tim Koordinasi
Propinsi) di Hotel Hilton, Surabaya, 20-22
Agustus 2003. Pertemuan itu bertujuan
untuk meningkatkan kerja sama TKK dan
TKP dalam pelaksanaan proyek WSLIC II
(Water and Sanitation for Low Income
Communities), mengevaluasi pelaksanaankegiatan proyek WSLIC II, dan perencanaan
kegiatan WSLIC II. Sebagai studi banding
para peserta dibawa ke beberapa lokasi di
Kabupaten Malang untuk meninjau dari
dekat proyek tersebut.
Acara dibuka oleh Deputi Sarana dan
Prasarana Bappenas Ir E. Suyono Dikun
Ph.D, IPM dan sekaligus memberikan
pengarahan. Dalam pengarahannya
dikatakan bahwa pembangunan daerah
harus
memperhatikan
keragaman dan
kebutuhan daerah.
Artinya penyelenggaraan
pembangunan daerah
harus memperhatikan
aspirasi masyarakat dan
berbasis daerah.
Pemerintah pusat,
lanjutnya, hanya akan
menjalankan fungsi
pengarah dan
mempercayakan
sepenuhnya kekuatan
daerah dalam
melaksanakan program
pembangunan.
Berdasarkan tanggung jawab tersebut
maka pemerintah memiliki komitmen yang
kuat untuk meningkatkan kapasitas daerah,
katanya.
Berkaitan dengan proyek WSLIC ini
dihimbau agar daerah mengalokasikan dana
pendamping dari APBD terutama untuk
digunakan lintas sektor karena dana APBN
sangat terbatas.
Pertemuan itu juga dihadiri Direktur
Kesehatan dan Gizi, Bappenas, Drs Arum
Atmawikarta, SKM, MA, Direktur Permukiman
dan Perumahan, Bappenas, Ir Basah
Hernowo, MA, Sekditjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Depkes, Dr Syafii Ahmad, MPH,
Sesditjen Bina Pembangunan Daerah,
Depdagri, Ir Suhatmansyah IS, MSi, Direktur
Perkotaan dan Perdesaan Wilayah Timur,
Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan,
HM Nur Nasution, MSC, Direktur Bina
Sumber Daya Alam dan Tekonologi Tepat
Guna, Ditjen Pemberdayaan Masyarakat
Desa, Depdagri, Drs H Syamsul Arief Rifai,
Msi.
Setelah pertemuan di ruangan,
peserta mengunjungi proyek WSLIC II di
Kabupaten Malang.
Dialog: Para peserta pertemuan tahunan koordinasi TKK dan TKP proyek WSLIC II
sedang berdialog dengan pengelola proyek di Desa Ngebruk, Kab. Malang, Jawa Timur.
Pertemuan TahunanKoordinasi TKK danTKP Proyek WSLI C I I
U
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
17/26
15
LenggangLenggangLenggang
Lenggang
wal Agustus lalu Kelompok KerjaAMPL mengunjungi Desa Pagelaran,
Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bagor.
Desa ini merupakan laboratorium lapangan
yang menjadi ajang uji coba penerapan
Kebijakan Nasional di bidang air minum dan
penyehatan lingkungan.
Kondisi desa ini tergolong unik. Di
pusat desa berada sumber air Ciburial yang
menjadi sumber air bagi PDAM Kabupaten
Bogor, namun penduduknya justru kesulitanair apalagi di musim kering. Keadaan ini
utamanya melanda RW 8 yang letaknya di
sebelah selatan sumber air Ciburial dan
secara topografi memang lebih tinggi.
Kepala Desa Pagelaran, H Achmad Tohir,
menjelaskan wilayahnya pada Mei tahun
2000 mengalami bencana muntaber besar-
besaran. Ini akibat buruknya prasarana air
dan lingkungan di desa tersebut. Beritanya
sampai ke mana-mana, katanya.
Karena musibah itulah desa ini
kemudian memperoleh proyek imbal
swadaya dari Pemda Kabupaten Bogor
senilai Rp 20 juta pada tahun 2001. Dari
situlah kemudian masyarakat bergerak
mencari sumber air sendiri. Akhirnya
masyarakat memperoleh sumber air yang
letaknya di Desa Pasir Erih, Kecamatan
Taman Sari, pada sebidang tanah seluas
290 meter persegi. Debitnya 10,6 liter per
detik. Lokasi sumber air letaknya 13 meter
lebih tinggi dari Pagelaran. Pada awal 2003
air sudah mengalir meski dengan pemipaan
yang sederhana. Masyarakat pun mulai
berubah. Awalnya mandi sungai, kini sudah
mulai di kamar mandi, kata Kades.
Dalam dialog dengan metode MPA
yang dipandu oleh Suprapto, SKM dari
Kelompok Kerja AMPL terungkap
pengelolaan air belum baik. Selama ini baru
satu orang yang menangani. Kadang-
kadang lancar, kadang-kadang tidak, kata
A Suhardja, salah satu Ketua RT. Ini terjadi
karena pembagian air belum merata.
Kendati begitu, warga ada yang
merasa puas. Ini diungkapkan Endih, ketuaRT yang lain. Alasannya, karena RT-nya
memang berada paling atas. Namun ia juga
menemukan masih banyak air yang
terbuang karena tidak ada sistem buka
tutup di rumah-rumah.
Dari berbagai tanggapan
masyarakat, Suprapto, dengan gayanya
yang khas, menyimpulkan beberapa
masalah teknis seperti perlunya
memperbesar sumber air, konstruksi harusdiperkuat, pengelolaan belum maksimal.
Masyarakat ketika dimintai
kontribusinya menyatakan sanggup
menyediakan tenaga dan uang iuran
bulanan sekitar Rp 5.000. Pemerintah akan
menyediakan pipa dan semen.
Sebagai tahap awal masyarakat
diminta membuat peta perumahan dan jalur
pipa yang diharapkan sehingga semua
warga RW 8 dapat menikmati air tersebut.Masyarakat dengan antusias menyanggupi.
Dalam waktu dekat tim akan kembali ke
desa tersebut untuk menindaklanjuti hasil
kerja masyarakat.
Aspirasi: Seorang Ketua RT di Desa Pagelaran sedang menyampaikan aspirasinya
berkenaan dengan proyek air bersih di desanya dengan dipandu fasilitator dari
Kelompok Kerja AMPL
Secercah Harapandi Pagelaran
A
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
18/26
Judul : The Contribution of PeoplesParticipation Evidence from 121 RuralWater Supply Projects
Penulis : Deepa NarayanPenerbit : Environmentally Sustainable
Development Occasional paper SeriesNo. 1 The World Bank, WashingtonD.C., July. 1995
Tebal : viii + 108 halaman
Info
Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan(AMPL) di Indonesia yang selama ini lebih banyak
menggunakan pendekatan supply driven menjadikantidak optimalnya hasil pembangunan. Fasilitas yang telahterbangun banyak yang terbengkalai karena tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Memasuki era tahun 2000-an, seiring dengan telah disepakatinya Kebijakan Nasional
Air Minum dan Penyehatan Lingkungan BerbasisMasyarakat maka pembangunan AMPL telah mulaimengedepankan pendekatan demand responsive
approach (pendekatan tanggap kebutuhan).
Dalam konteks di atas, maka buku ini (walaupun relatiftelah beredar cukup lama) masih sangat relevan untuk menjadisemacam panduan bagi pihak yang berkepentingan (stakeholder)dalam pembangunan AMPL.
Disadari oleh hampir semua orang bahwa keuntunganpartisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dapatmendorong suksesnya proyek pembangunan. Namun buktipendukungnya bersifat kualitatif sehingga banyak praktisi yangbersifat meragukannya. Laporan ini berusaha menjelaskan hal diatas melalui tiga pertanyaan penting. Pertama, seberapa besarpartisipasi masyarakat memberi kontribusi terhadap keefektifanproyek? Kedua, karakteristik masyarakat dan pemerintah yangbagaimana yang dapat mempercepat proses? Ketiga, bagaimanapartisipasi masyarakat dapat didorong melalui kebijakan dandesain proyek air minum pedesaan di 49 negara berkembang.Hasilnya ternyata bahwa partisipasi masyarakat memang memberikontribusi terhadap keefektifan proyek.
Pembangunan infrastruktur telah disepakati merupakan kunci utama
pembangunan ekonomi. Sejak tahun 1950 sampai 1990 sebagian besar negara
berkembang bergantung pada investasi pemerintah dalam penyediaan
infrastuktur khususnya energi, telekomunikasi, transportasi, dan air minum. Namun
disadari bahwa kecepatannya relatif melambat. Akibatnya antara lain
diperkirakan jumlah penduduk yang tidak terlayani air minum mencapai 1
milyar, dan sejumlah 1,2 milyar tidak mempunyai sarana sanitasi dasar. Selain
itu, ketidakefisienan cenderung tinggi.
Kendala di atas disertai kemampuan keuangan pemerintah yang semakin
berkurang sehingga mau tidak mau pemerintah perlu mencari jalan keluar
melalui partisipasi swasta. Kondisi ini menjadikan partisipasi swasta dalam
pembangunan infrastruktur mulai marak khususnya sejak tahun 1980-an. Dalam
konteks ini maka laporan ini menjadi sangat bermanfaat dalam menjelaskan
fenomena keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur
secara objektif berdasarkan data-data dan analisis
kecenderungan investasi swasta di sektor energi,
telekomunikasi, transportasi, dan air minum di negara
berkembang sepanjang periode 1990-2001. Paling tidak ada
2.500 proyek infrastruktur swasta selama periode 1990-2001 di
132 negara berkembang dengan jumlah investasi mencapai
USD 754 milyar yang menjadi dasar kajian laporan ini.
Partisipasi Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur:Kecenderungan di Negara Berkembang; 1990-2001
Sektor Energi, Telekomunikasi, Transportasi dan Air Minum
Judul : Private Participation in Infrastructure; Trend
in Developing Countries in 1999-2001.
Energy, Telecomunication, Transportation,
Water
Penulis : Ada Karina Izaguire dkk.
Penerbit : The World Bank dan Public Private
Infrastructure Advisory Facility (PPIAF), 2003Tebal : xiii + 160 halaman
16
InfoInfoInfo
Kontribusi Partisipasi Masyarakat
Bukti Empiris dari 121
Proyek Air Minum Perdesaan
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
19/26
1990-1990 Pencanangan Dekade Internasional Air Minum dan Sanitasi (International Drinking Water andSanitation Decade)
1992 Konferensi Internasional Air dan Lingkungan di Dublin.
Pada konferensi ini dihasilkan suatu pernyataan yang dikenal dengan Dublin Statement on Waterand Sustainable Development yang memberi perhatian terhadap nilai ekonomi dari air, keterli-batan perempuan, dan kemiskinan.
Konferensi Lingkungan dan Pembangunan (UNCED Earth Summit) di Rio de JaneiroPada konferensi ini dihasilkan Deklarasi Rio (Rio Declaration on Environment and Development)yang menyoroti isi kerjasama, partsipasi masyarakat, sanitasi dan air minum, pemukiman, pem-
bangunan berkelanjutan. Selain itu juga dicanangkan Agenda 21
1997 Forum Air Dunia I (Ist World Water Forum) di MarrakechForum ini berhasil mengeluarkan Deklarasi Marrakech yang menyoroti air sanitasi, pengelolaan
air bersama, ekosistem konservasi, kualitas gender, dan penggunaan air secara efisien.
2000 Forum Air Dunia II (2rd World Water Forum) di HagueDalam forum ini disepakatiWorld Water Vision; Marketing Water Everybodys Business yangmenyatakan bahwa air mempunyai beragam kepentingan dan kegunaan baik untuk keperluan
domestik, makanan, irigasi.
Pada tahun ini juga dicanangkan Deklarasi PBB (UN Millenium Declaration) yang mencanangkanMillenium Development Goal (MDG) yang salah satunya adalah mengurangi separuh proporsipenduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi pada tahun
2015.
2002 World Summit on Sustainable Development di JohannesburgPada pertemuan ini para pemimpin dunia menegaskan kembali komitmennya terhadap MDG
2003 Forum Air Dunia III (3rd World Water Forum) di Jepang
Dalam forum ini berhasil diterbitkan suatu Laporan tentang Pembangunan Air Edisi I (1stedition ofthe World Development Report)
Keputusan dan Konferensi
penting yang terjadi selama 30 tahunhttp://www.unesco.org/water/wwap/milestones/
Informasi yang tercantum di situs ini merupakan bagian
dari dari situs UNESCO ( United Nation Educational
Scientific and Cultural Organization). Dalam 30 tahun
terakhir tercatat beberapa peristiwa penting yang terkait
dengan program Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan yaitu:
Info1 7
InfoInfo
n o
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
20/26
Lak opo dadak duwe WC? (Kenapa harus punyaWC/jamban?) Itulah yang selalu dikatakan wargaDesa Ental Sewu dulu ketika kepada merekaditanyakan tentang jamban. Pernyataan serupa jugadikemukakan warga sekitar desatersebut. Di benak mereka terpatripemahaman bahwa memba-ngun jamban itu mahalkarena jamban selalu identikdengan septic tank yangbesar. Karenanya, merekalebih senang buang airbesar (BAB) di parit atausungai. Padahal daerahmereka berada di ketiakkota Sidoarjo, JawaTimur.
Kondisi ini meng-gugah Sutrisno Hadi, (56tahun) pensiunan pegawainegeri, yang sekaligusmotivator di Yayasan Sehatyang bermarkas di Ental Sewuuntuk mengubah budaya ma-syarakat setempat.
Berdasarkan survei yang dilakukan olehyayasan di dusun Mlaten Desa Sidokepung tahun2001, dari lebih kurang 90 rumah sebanyak 7 rumahyang memiliki jamban, di desa Ental Sewu dari sekitar700 KK sebanyak lebih kurang 340 KK yang memiliki
jamban.
Yayasan Sehat berpikir kondisi ini akanberdampak buruk terhadap kesehatan masyarakatdan lingkungan pemukiman pada umumnya di masa
mendatang bila tidak ditangani sejak dini. Hanya sajauntuk mengubah budaya masyarakat ini memangbukanlah mudah.
Sutrisno berpendapat kesadaran perludibangun mulai dari tingkat keluarga dan harusmenjadi kesadaran bersama seluruh masyarakat, daripenanganan bersifat domestik (dari rumah ke rumah)harus berproses menjadi sistemik. Penanamankesadaran ini dilaksanakan melalui program JambanKeluarga dan Pembuangan Limbah Keluarga.
Dengan sabarnya ia meyakinkan masyarakatagar memiliki jamban, dengan melalui kunjungan
rumah, berbicara dalam forum pertemuan RT, dan
dalam setiap pertemuan. Dengan kelakar namunpenuh meyakinkan pada keluarga-keluarga yangmempunyai beberapa anak gadis, namun tidakmemiliki jamban Sutrisno mengatakan, Yen ono
wong arep nglamaranak sampeanyen dek-e permi-si buang hajatarep mbok go-wo nok ngen-di? Neng kalita? (Kalau adaorang maumelamar anakgadismu, kalaudia permisimau buang ha-
jat mau dibawake mana? Ke su-
ngai?). Di sampingcara di atas pesan
demi pesan disam-
paikan secara tertulis untukmengimbau dan meyakinkan
jangan buang hajat di sembarangtempat. Cara-cara tersebut ternyata cukup mampumenumbuhkan kesadaran mereka.
Dalam pikiran Sutrisno, kalau tidak darisekarang kapan lagi promosi perilaku hidup sehat?
Apakah harus menunggu bantuan dari pemerintah?Bukankah sebenarnya masyarakat mampu?Nyatanya mereka mampu membeli barang-barangyang berharga. Bukankah dengan memliki jambanitu juga merupakan cara menghargai dirinya?
Persoalannya adalah kesadaran. Dan kesadaranitulah yang harus ditumbuhkan.
Selama ini, menurut Sutrisno, banyak upayayang dilakukan oleh pemerintah untuk jambankeluarga karena pendekatannya pendekatan proyektidak berawal dari prakarsa masyarakat sendiri,banyak prasarana dan sarana tersebut yang tidakberfungsi. Dengan kata lain untuk urusan jamban danpenyehatan lingkungan, bangunan kesadaran danpemberdayaan masyarakat minimal harusdisejajarkan dengan bangunan fisik itu sendiri. Janganhanya fisiknya saja karena akan menuai masalah.
Dan pikiran itu benar. Membangun jambantak harus mahal dan masyarakat mampu untuk itu.
Punya Jamban,Awalnya Berat Kini Bangga
Pengalaman Yayasan SEHAT Indonesia di Sidoarjo, Jawa Timur
Cermin
Septic tank, dulu menjadi hantu
18
CerminCermin
Cermin
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
21/26
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
22/26
Kunci pendekatan Yayasan SEHAT Indonesiauntuk program Pendidikan Hidup Bersih dan Sehat:
1. Menumbuhkan kesadaran pentingnya saranadan prasarana penyehatan lingkungan permu--kiman.
2. Menumbuhkan minat keluarga untuk memiliki sa-rana dan prasana sanitasi keluarga dan menjadi-kannya sebagai prioritas utama.
3. Menjadikan masyarakat untuk dapat mengeva-luasi sendiri manfaat dari sarana penyehatan ling-kungan keluarganya dan membandingkannyaketika belum memiliki atau membandingkan de-ngan keluarga lain yang tidak memliki saranapenyehatan lingkungan.
4. Menjadikan masyarakat bangga punya sarana,menggunakan dan memeliharanya.
5. Mendorong keluarga lain mengadopsi denganatau tanpa bantuan lembaga atas dasar pema-haman dan kesadaran atas manfaat pentingnyasarana penyehatan lingkungan.
Cita-cita
Apa yang dilakukan oleh Yayasan SEHATadalah contoh kegiatan dalam skala kecil, namunpendekatan yang dilakukan bermakna strategis. Yangdiharapkan yayasan adalah:
Diadopsi dan dikembangkannya pendekatan pra-karsa masyarakat dalam kegiatan penyehatan
lingkungan oleh berbagai pihak.
Dimasukkannya pendekatan penyertaan masya-rakat melalui peran LSM yang memiliki komitmenterhadap penyehatan lingkungan menjadi strategipembangunan Pemerintah Daerah.
Masih banyaknya desa/kelurahan yang memilikipermasalahan penyehatan lingkungan termasukpada lokasi umum kemitraan dengan LSM, sepertiYayasan SEHAT Indonesia, akan menjadi modelyang berkelanjutan.
Yayasan SEHAT Indonesia akan menjadi
mitra berbagai pihak dalam fasilitasi pengembanganrencana strategi desa, kelurahan dan daerah di bidangpenyehatan lingkungan.
Upaya yang dilakukan oleh Yayasan SEHATIndonesia
Berbagi pengalaman dengan Pemda Sidoarjokhususnya dengan Dinas Kesehatan, DinasLingkungan dan Kimpraswil.
Menjadi mitra Pemda dalammemfasilitasi partisipasi masyarakatdan dalam pembangunan prasaranalingkungan di 4 desa/kelurahan.
TantanganSebagai lembaga yang peduli terhadap penyehatanlingkungan tantangan selama ini antara lain:
Bagaimana mengubah kesadaran kritis masya-rakat dari berfikir individual menjadi sistemik dalammenangani penyehatan lingkungan.
Bagaimana mengubah cara pandang pihak yangdiajak bermitra khususnya sebagian staf peme-rintah melihat sebagai pencari proyek sebagai-mana umumnya kontraktor.
Bagaimana menggali sumber daya pendanaan
kegiatan yang selama masih terbatas pada ber-basis komitmen dan tenaga sukarela tanpa imbalkarya.
Bagaimana meyakinkan dan mendorong peme-rintah dan pihak lain untuk mengembangkan ske-ma kemitraan secara utuh dengan Yayasan SE-HAT Indonesia untuk program penyehatan l i n g -kungan tidak terbatas pada ide-ide saja melain-kan termasuk skema pembiayaannya sebagaikonsekuensi keberlanjutan prgram.
Model Kemitraan yang memungkinkan dengan
yayasan SEHAT IndonesiaPemberian dana hibah untuk peningkatan ca-kupan sarana penyehatan lingkungan dan akandikembangkan dalam bentuk dana bergulir dandikelola oleh masyarakat sendiri dan keberlanjut-annya dibawah kontrol dan fasilitasi yayasan.
Pemberian pinjaman tanpa bunga oleh pemerin-tah atau pihak lain untuk pengembangan pro-gram penyehatan lingkungan. Pengelolaan keu-angan sepenuhnya oleh Yayasan SEHAT Indo-nesia dan dikembalikan dalam jangka setidak-ti-daknya 3 tahun.
Pemberian pinjaman dengan bunga ringan de-ngan masa pengembalian setidak-tidaknya 5 ta-hun dengan masa tenggat angsur minimal 1 tahun.
Pemberian technical assistance (bantuan teknis)pada proyek-proyek terkait penyehatan lingkung-an.
20
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
23/26
Tergantung Permintaan
Warga Desa Aikmel di KabupatenLombok Timur dulu sebelum ada saluran air yangmencapai desa itu termasuk desa yang sulit air.Betapa tidak, desa ini letaknya di lereng GunungRinjani sedangkan sumber air berada jauh di lembahgunung berapi tersebut. Untuk mencapai sumber airpaling tidak dibutuhkan waktu selama tiga jamdengan jalan kaki. Jalan tidak bisa ditempuh dengankendaraan.
Tak heran bila sebagian besar warga jarangmandi. Anak-anak mereka menggunakan topengmonyet alias hanya membersihkan mata ketikabangun tidur. Ibadahpun tak nikmat karena hanyabisa tayamum. Padahal masjid dan mushollanyatergolong bagus.
Direktur Pemukiman dan Perumahan
Bappenas Ir Basah Hernowo MA, sempat bertanyakepada mereka, Bagaimana kalau mereka habisberhubungan suami istri? Mereka menjawab, Yatayamumsaja.Tapi seorang warga membisiki,Wah itu tergantung permintaan.Permintaan yang gimana? Tanya Pak Basah lagi.
Dengan pelan-pelan pria ini mengatakan,Siapa yang ngajak terlebih dahulu, dialah yangwajib mengambil air.Wow bisa ketahuan nih siapayang agresif
Buat Nangkring
BEST, sebuah LSM yang bergerak di bidang
penyehatan lingkungan membangun MCK di wilayah
Tangerang, Banten. Pipa-pipa air di salurkan ke
MCK. Kran-kran dipasang di dalam MCK dan ada
juga yang berada di luar.
Anehnya, hampir semua kran yang dipasang
di luar MCK patah tiap bulannya. Para aktivis LSM ini
tak habis pikir mengapa itu terjadi. Apakah tangan-
tangan warga begitu kuat sehingga begitu membuka
kran, kran langsung patah ataukah ada yang sengaja
merusak kran-kran tersebut? Sementara waktujawaban itu tak terjawab. Soalnya begitu kran itu
diganti lagi, maka kran-kran itu patah lagi pada bulan
berikutnya.
Selidik punya selidik, kran-kran itu bukan
patah karena tangan tapi karena kaki. Kok bisa?
Ternyata, kran-kran itu dijadikan tempat berpijak
para lelaki iseng yang ingin mengintip ke dalam MCK
alias buat nangkring. Soalnya disain bangunan
memang terbuka.Ohhh..pantas...
Biar Nenek Asal Aman
Berdasarkan pengalaman LSM, fasilitas
umum yang dikelola nenek-nenek ternyata lebih
aman, terjaga, dan menguntungkan dibandingkan
yang dikelola para pria apalagi anak muda.
Mengapa bisa begitu?
Umumnya nenek-nenek itu cerewet dan tak
takut kepada siapapun termasuk anak muda
sekalipun. Siapa yang mau macam-macam di tempat
umum seperti MCK, bisa disemprot oleh nenek-nenek.
Misalnya, He jangan ngintip! Dan dapat dipastikan
tidak akan ada yang berani dengan nenek-nenek.
Kalau nekat melawan orang pasti menertawakan dan
akan bilang, Beraninya sama nenek-nenek.
Selain itu, nenek-nenek tergolong sulit untuk
dipalak karena bisa jadi akan marah-marah. Nahlho. Preman aja nggak berani
Sumber Angin, Keluar Air
Bukan sulap, bukan sihir. Ini adalah fakta
yang terjadi di sebuah desa di Muara Enim, Sumatera
Selatan. Sistem air bersih di desa itu bersumber dari
mata angin bukan mata air.
Ketika tim kerja AMPL mengunjungi desa
tersebut, tim disuguhi pemandangan yang cukup
menggembirakan. Sebagian warga telahmemperoleh air bersih dari sistem perpipaan yang
cukup bagus. Air ngocor cukup lancar.
Tapi ketika tim ingin mengetahui dari mana
sumber air itu berasal, warga terkesan menutup-
nutupi. Akhirnya, tim mencoba menelusuri sendiri di
mana letak sumber air itu dengan menyusuri sistem
perpipaan yang ada.
Benar saja, sesampai di suatu tempat
kejanggalan mulai muncul. Pipa diletakkan asal saja.
Naik ke atas lagi, tim menemukan bak yang
seharusnya untuk menampung air tak terurus danawut-awutan. Pipa intakemengawang, kata salahsatu anggota tim.
Tapi mengapa air di bawah mengocor?
Pertanyaan itulah yang tak terjawab. Darimana air itu
berasal? Mungkinkan angin bisa berubah menjadi
air?
Untuk mengetahui lebih jauh, tim sempat
bertanya kepada aparat desa. Dan jawabannya pun
sama bahwa air memang bersumber dari mata air itu.
Bahkan untuk meyakinkan, aparat desa itu pun
sampai bersumpah segala? Dari dunia lain kaliiii........
RagamRagamRagam
2 1
Ringan
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
24/26
2 2
GlosariAir Bersih(clean water) : air yang digunakan untukkeperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak.
Air Minum(drinking water) : air yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yangmemenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum (keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907
Tahun 2002).
PenyehatanLingkungan(environmental sanitation):upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan
penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar
(jamban) , pengelolaan limbah rumah tangga (termasuk
sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase, dan
sampah.
Pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan berbasis masyarakat: pembangunanyang menempatkan masyarakat sebagai pengambil
keputusan dan penanggung jawab , pengelola adalah
masyarakat dan atau lembaga yang ditunjuk oleh
masyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formal
serta penerima manfaat diutamakan pada masyarakat
setempat dengam sumber investasi berasal dari mana
saja (kelompok, masyarakat, pemerintah, swasta,
ataupun donor).
Pengelolaan air minum dan penyehatanlingkungan berbasis lembaga: bentukpengelolaan yang bercirikan pengelolanya memiliki
badan hukum dengan bentuk dinas, perusahaan atau
swasta , yang dapat bersifat profit atau non profit, dan
pengambilan keputusan berada pada pengelolanya.
Pengelolaan air minum dan penyehatanlingkungan berbasis gabungan lembaga danmasyarakat: bentuk pengelolaan bersama antaralembaga dan masyarakat yang beraspek legalitas
formal maupun non formal, di mana pengambilankeputusan dilakukan bersama dengan tanggung
jawab sesuai kesepakatan dan aturan main yang jelas.
Kebutuhan(demand) vs Keinginan(wish)
Kebutuhan (demand) : kesediaan masyarakatpengguna untuk mendapatkan pelayanan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan yang
dikehendaki berdasarkan pilihan yang tersedia sesuai
dengan kondisi setempat yang disertai sikap rela
berkorban (willingness to pay).
Keinginan(wish) : adalah kemauanmasyarakat pengguna untuk
mendapatkan pelayanan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan,
yang keputusannya masih dapat dipengaruhi oleh
pihak lain.
Pendekatan tanggap kebutuhan (DemandResponsive Approach/DRA) : suatu pendekatan yang
menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktor
yang menentukan dalam pengambilan keputusan
termasuk di dalamnya pendanaan.
Masyarakat pengguna (users) : masyarakat yangmemanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan.
Keberlanjutan(sustainability) : sifat atau ciri terus-menerus kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat
pengguna secara mandiri dengan mempertimbangkan
aspek teknis, keuangan, sosial, kelembagaan, dan
lingkungan.
Kesetaraan (equity) : persamaan/kesamaan aksesuntuk memanfaatkan prasarana dan sarana bagi
seluruh masyarakat.
Penggunaan efektif(effective use) : kemudahan
pemanfaatan pelayanan AMPL yang dapat dinikmatioleh masyarakat pengguna secara adil, tepat guna,
dan dengan cara yang sehat.
Pendekatan partisipatif(participatory approach) :suatu pendekatan yang menggunakan satu atau
beberapa metode yang melibatkan pihak terkait
secara aktif dalam proses pemberdayaan, untuk:
a. mengekspresikan pengetahuan, gagasan, dan
menentukan pilihan pelayanan; dan
b. mengambil insiatif dalam mengindentifikasi dan
memecahkan masalah, pengambilan keputusan sertapelaksanaan pekerjaan secara bersama-sama.
Pemberdayaan (empowerment) : upaya yangdilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk
memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi
kemampuan yang mereka miliki atas dasar prakarsa
dan kreativitas.
Sumber:Dokumen Kebijakan Nasional Pembangunan AirMinum dan Penyehatan Lingkungan BerbasisMasyarakat.
GlosariGlosariGlosari
7/31/2019 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat. Media Info
25/26
UNITED NATION, Dubai Municipality (United Arab Emirates) dan UN-HABITATmenyelenggarakan Dubai International Award for Best Practices to Improve the LivingEnvironment (DIABP). DIABP memegang peran penting dalam mengidentifikasi danmendokumentasikan Best Practices dari seluruh dunia. Sejak tahun 1996, telah berhasildikompilasi sebayak 1.600 best practicesdari 140 negara. DIABP berfungsi untuk mengenalidan mempublikasikan inisiatif perbaikan lingkungan baik perkotaan maupun perdesaan yang
berkesinambungan di seluruh dunia. Tujuan dari kegitan ini adalah untuk mengenali dan
memperkuat kesadaran akan pentingnya usaha memperbaiki lingkungan.
Penghargaan ini terbuka bagi organisas