9
36 KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK BAKAU Oleh Endang Purnama Sari, Falmi Yandri Khodijah dan Nancy William ABSTRAK Plankton merupakan kelompok organisme yang memegang peranan penting disuatu ekosistem perairan. Kawasan Teluk Bakau Kepulauan Riau berhubungan langsung dengan laut terbuka. Kondisi perairan Teluk Bakau dapat mengalami perubahan, baik fisik maupun kimia yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan faktor alami. Hal ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup plankton yaitu kelimpahan dan keanekaragamannya. Dari ke tiga stasiun yang diambil sampelnya, maka di temukan beberapa jenis plankton diantaranya adalah Nitzschia acicularis, Mastogloia smithii, Synedra, Spirulina sp, Stauroneis, Oscillatoria limosa, Microchaeta robusta, A. Chnanthes, Asterionella formaga, Anabaenopsis elenkii, Anomoeoneis exilis, E. Triodon, Microcoleus lacustris, dan Lauderia borealis. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman Teluk Bakau terkategori tingkat rendah hingga sedang. Sementara indeks dominasi juga rendah. Nilai indeks keanekaragaman plankton di stasiun I berkisar 2,12- 2,86, stasiun II berkisar 1,41-2,89 dan stasiun III 2,15-2,18. Indeks keseragaman pada stasiun I berkisar antara 0,40-0,52, stasiun II 0,02-0,16 dan stasiun III berkisar antara 0,04-0,12. Indeks dominasi pada stasiun I berkisar 0,09-0,19, stasiun II 0,02-0,16 dan stasiun III berkisar antara 0,04-0,12. Hasil pengamatan parameter fisika-kimia menunjukkan bahwa nilai suhu berkisar antara 29-30 0 C, salinitas 30-31 0 / 00 , DO berkisar antara 5,2 – 5,8, pH 7,9-8,3, arus 29,9 – 34,6 cm/detik dan kecerahan 1-1,2 meter. Semua parameter tersebut sangat mendukung kehidupan plankton di kawasan Teluk Bakau Tanjungpinang Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Latar Belakang Teluk Bakau adalah salah satu daerah kawasan pesisir yang terdapat di Kepulauan Riau. Kawasan pesisir merupakan daerah pencampuran antara rezim darat dan laut, serta membentuk suatu keseimbangan yang dinamis dari masing-masing komponen. Interaksi antara hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang dengan lingkungannya di perairan pesisir mampu menciptakan kondisi lingkungan yang sangat cocok bagi berlangsungnya proses biologi dari berbagai macam jenis organisme akuatik. Kawasan pesisir yang memiliki ketiga ekosistem tersebut biasanya memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Di samping itu, secara ekologis ketiga ekosistem tersebut mampu berperan sebagai penyeimbang stabilitas kawasan pesisir, baik akibat pengaruh darat maupun dari laut. Plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai produsen utama di perairan adalah fitoplankton, sedangkan organisme konsumen adalah zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting, dan sebagainya. Menurut Djarijah (1995), produsen adalah organisme yang memiliki

KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

36

KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN

PERAIRAN TELUK BAKAU

Oleh

Endang Purnama Sari, Falmi Yandri Khodijah dan Nancy William

ABSTRAK

Plankton merupakan kelompok organisme yang memegang peranan penting

disuatu ekosistem perairan. Kawasan Teluk Bakau Kepulauan Riau berhubungan

langsung dengan laut terbuka. Kondisi perairan Teluk Bakau dapat mengalami

perubahan, baik fisik maupun kimia yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan faktor

alami. Hal ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup plankton yaitu kelimpahan dan

keanekaragamannya.

Dari ke tiga stasiun yang diambil sampelnya, maka di temukan beberapa jenis

plankton diantaranya adalah Nitzschia acicularis, Mastogloia smithii, Synedra, Spirulina

sp, Stauroneis, Oscillatoria limosa, Microchaeta robusta, A. Chnanthes, Asterionella

formaga, Anabaenopsis elenkii, Anomoeoneis exilis, E. Triodon, Microcoleus lacustris,

dan Lauderia borealis. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dan indeks

keseragaman Teluk Bakau terkategori tingkat rendah hingga sedang. Sementara indeks

dominasi juga rendah. Nilai indeks keanekaragaman plankton di stasiun I berkisar 2,12-

2,86, stasiun II berkisar 1,41-2,89 dan stasiun III 2,15-2,18. Indeks keseragaman pada

stasiun I berkisar antara 0,40-0,52, stasiun II 0,02-0,16 dan stasiun III berkisar antara

0,04-0,12. Indeks dominasi pada stasiun I berkisar 0,09-0,19, stasiun II 0,02-0,16 dan

stasiun III berkisar antara 0,04-0,12.

Hasil pengamatan parameter fisika-kimia menunjukkan bahwa nilai suhu berkisar

antara 29-300C, salinitas 30-31

0/00, DO berkisar antara 5,2 – 5,8, pH 7,9-8,3, arus 29,9 –

34,6 cm/detik dan kecerahan 1-1,2 meter. Semua parameter tersebut sangat mendukung

kehidupan plankton di kawasan Teluk Bakau Tanjungpinang Kepulauan Riau.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teluk Bakau adalah salah satu

daerah kawasan pesisir yang terdapat di

Kepulauan Riau. Kawasan pesisir

merupakan daerah pencampuran antara

rezim darat dan laut, serta membentuk

suatu keseimbangan yang dinamis dari

masing-masing komponen. Interaksi

antara hutan mangrove, padang lamun

dan terumbu karang dengan

lingkungannya di perairan pesisir

mampu menciptakan kondisi lingkungan

yang sangat cocok bagi berlangsungnya

proses biologi dari berbagai macam jenis

organisme akuatik. Kawasan pesisir

yang memiliki ketiga ekosistem tersebut

biasanya memiliki produktivitas yang

sangat tinggi. Di samping itu, secara

ekologis ketiga ekosistem tersebut

mampu berperan sebagai penyeimbang

stabilitas kawasan pesisir, baik akibat

pengaruh darat maupun dari laut.

Plankton merupakan makanan

alami larva organisme perairan. Sebagai

produsen utama di perairan adalah

fitoplankton, sedangkan organisme

konsumen adalah zooplankton, larva,

ikan, udang, kepiting, dan sebagainya.

Menurut Djarijah (1995), produsen

adalah organisme yang memiliki

Page 2: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

37

kemampuan untuk menggunakan sinar

matahari sebagai sumber energi dalam

melakukan aktivitas hidupnya,

sedangkan konsumen adalah organisme

yang menggunakan sumber energi yang

dihasilkan oleh organisme lain.

Plankton dalam ekosistem

perairan mempunyai peranan yang

sangat penting terutama dalam rantai

makanan dilaut, karena plankton

merupakan produsen utama yang

memberikan sumbangan terbesar pada

produksi primer total suatu perairan.

Peranan penting plankton bagi

produktivitas primer perairan, karena

plankton dapat melakukan proses

fotosintesis yang menghasilkan bahan

organik yang kaya energi maupun

kebutuhan oksigen bagi organisme yang

tingkatannya lebih tinggi. Dari fenomena

di atas, maka penelitian ini perlu di

lakukan untuk melihat distribusi dan

identifikasi plankton di kawasan Teluk

Bakau.

PERUMUSAN MASALAH

Kualitas fisika dan kimia suatu

perairan, baik secara alami maupun

adanya pengaruh dari aktivitas manusia,

akan mempengaruhi kelangsungan hidup

plankton terutama kelimpahannya. Hal

ini selanjutnya berpengaruh terhadap

struktur komoditas plankton di perairan

tersebut. Keberadaan planton di suatu

perairan sangat di dukung oleh

ketersediaan nutrien dan kondisi perairan

yang optimal.

Secara spasial, suplai nutrien

yang masuk ke perairan pesisir

menciptakan perbedaan konsentrasi ke

arah laut. Terjadinya perbedaan itu

disebabkan oleh adanya pengaruh faktor

oseanografi, dalam hal ini arus pasang

surut dan arus yang ditimbulkan dari

aliran buangan yang masuk ke laut.

Kemudian secara temporal, variabilitas

nutrien berbeda antar musim akibat

adanya perbedaan beban nutrien yang

memasuki perairan pesisir. Hal ini

menyebabkan pula variabilitas cahaya,

baik secara spasial maupun temporal

(Hood et al. 1991 dan Cloern, 2001).

Skema perumusan masalah pada Gambar

1 Berikut ini:

Gambar 1. Skema pendekatan masalah keanekaragaman plankton dan hubungannya

dengan parameter fisika-kimia perairan di Teluk Bakau Kabupaten Bintan

Kepulauan Riau

Teluk Bakau Potensi Kelautan dan Perikanan

Masukan limbah dari lepas pantai

dan daratan (nutrien)

Perubahan fisika-kimia perairan

Kelimpahan dan

Keanekaragaman

Plankton

Page 3: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

38

TUJUAN DAN MANFAAT

Penelitian ini bertujuan untuk

melihat kelimpahan plankton di kawasan

Teluk Bakau Kabupaten Bintan

Kepulauan Riau. Dan manfaat penelitian

ini adalah akan memberikan informasi

awal tentang keberadaan plankton di

kawasan Teluk Bakau.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Pengambilan

Sampel

Penelitian ini dilakukan dengan

pengukuran dan pengambilan sampel air

laut di perairan Teluk Bakau Kepulauan

Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Desember 2008.

Pengukuran dan Pengambilan Sampel

Air Laut

Pengambilan sampel plankton

dilakukan pada 3 stasiun menggunakan

plankton net dengan pengulangan

dilakukan sebanyak 3 kali dengan cara

mengambil contoh air dengan ember

berukuran 15 liter sebanyak 2 kali lalu

dituangkan ke dalam plankton net. Lalu

contoh plankton yang didapat

dimasukkan ke dalam botol sampel dan

diawetkan dengan larutan alkohol

sebanyak 3 – 4 tetes. Selanjutnya akan

dianalisis dan dihitung jumlah serta

jenisnya. Data Plankton yang diukur

adalah :

a. Kelimpahan Plankton

Untuk mengukur kelimpahan

plankton dapat dihitung dengan

menggunakan rumus Sachlan dan

Effendi (1972), sebagai berikut:

NxE

xD

Cx

B

AF

1000

Keterangan :

F = Jumlah individu per liter

D = Volume sampel yang diambil

A = Luas cover glass

C = Volume sampel yang disaring

B = Luas lapang pandang

E = Volume sampel yang diteliti

N = Jumlah organisme yang didapat

b. Indeks Keseragaman

Untuk menghitung indeks

keragaman plankton yang dikemukakan

oleh Magurran (1982) sebagai berikut :

maksH

HE

'

'

Keterangan :

E = Indeks Keseragaman

H’ = Indeks Keanekaragaman

H maks = Ln S

S = Jumlah Spesies

Indeks Keseragaman berkisar antara 0-1.

Apabila nilai mendekati 1 sebaran

individu antar jenis merata. Nilai E

mendekati 0 apabila sebaran individu

antar jenis tidak merata atau ada jenis

tertentu yang dominan.

c. Indeks Keanekaragaman (H’)

(Shanon-Weiner, 1949):

N

i

LnPiPiH1

'

Keterangan :

H’ = Indeks Keanekaragaman jenis

Pi = ni/N

ni = jumlah individu jenis ke-I

N = Jumlah total individu

Kisaran total Indeks Keanekaragaman

dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(modifikasi Wilhem dan Dorris (1968)

dalam Mason (1981)):

H’ < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan

kestabilan komunitas rendah

2,3026 <H’> 6,9078 : keanekaragaman

sedang dan kestabilan komunitas sedang

H’ > 6,9078 : keanekaragaman tinggi

dan kestabilan komunitas tinggi

Page 4: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

39

d. Indeks dominansi (D) (Simpson, 1949)

:

2

1

s

i N

niD

Keterangan :

D = Indeks Dominansi

ni = jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu

dengan kriteria (Odum, 1971) sebagai

berikut : D mendekati 0 tidak ada jenis

yang mendominansi dan D mendekati 1

terdapat jenis yang mendominansi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Plankton Yang Ditemukan

Dari ke tiga stasiun yang diambil

sampelnya, maka di temukan beberapa

jenis plankton diantaranya adalah

Nitzschia acicularis, Mastogloia smithii,

synedra, Spirulina sp, Stauroneis,

Oscillatoria limosa, Microchaeta

robusta, A. Chnanthes, Asterionella

formaga, Anabaenopsis elenkii,

Anomoeoneis exilis, E. Triodon,

Microcoleus lacustris, dan Lauderia

borealis (Tabel 1).

Jenis-jenis plankton tersebut

tersebar di beberapa titik di setiap

stasiun. Dan ada juga yang tidak di

temukan sama sekali pada stasiun yang

diamati. Adapun jumlah plankton dapat

dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.

22%

11%

13%

5%0%13%

1%

9%

2%

1%

11%

0%

2%10%

Nitzschia acicularis

Mastogloia smithii

Synedra

Spirulina sp

Stauroneis

Oscillatoria limosa

Microchaeta robusta

A. Chnanthes

Asterionella formaga

Anabaenopsis elenkii

Anomoeoneis exilis

E. Triodon

Microcoleus lacustris

Lauderia borealis

Gambar 2. Jumlah Plankton Tiap-tiap Stasiun

Kelimpahan Plankton, Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Planton Di

Perairan Teluk Bakau

Keanekaragaman tertinggi dan terendah

terdapat pada stasiun II. Pada stasiun I

keanekaragaman cukup seragam berkisar

antara 2,12 – 2,86. Sedangkan pada

stasiun III indeks keanekaragamannya

2,15 – 2,18.

Berdasarkan kisaran nilai indeks

keanekaragaman dapat disimpulkan

bahwa stasiun I tingkat

keanekaragamannya sedang. Sedangkan

pada stasiun II, tingkat

keanekaragamannya rendah sampai

dengan sedang. Dan pada stasiun III

dikategorikan rendah karena adanya

faktor ekologis dan faktor lingkungan

yang mempengaruhi.

Hasil perhitungan indeks

keseragaman di perairan Teluk Bakau

Page 5: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

40

pada ketiga stasiun secara umum

berkisar antara 0,28 – 0,61. Berdasarkan

kisaran nilai indeks keseragaman dapat

disimpulkan bahwa perairan Teluk

Bakau memiliki tingkat keseragaman

rendah hingga sedang. Keseragaman

rendah mengindikasikan bahwa dalam

ekosistem tersebut ada kecendrungan

dominasi jenis yang disebabkan adanya

ketidakstabilan faktor-faktor lingkungan

dan populasi (Krebs, 1989).

Keseragaman sedang, dapat dikatakan

bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi

yang cukup baik, dimana penyebaran

individu tiap jenis relatif hampir

seragam (Krebs, 1989).

Berdasarkan hasil perhitungan

indeks dominasi di perairan Teluk Bakau

secara umum berkisar antara 0,02 – 0,12.

Berdasarkan kisaran nilai indeks

dominasi dapat disimpulkan bahwa

perairan Teluk Bakau memiliki tingkat

dominasi rendah. Dominasi rendah

tersebut mengindikasikan bahwa tidak

terdapat jenis yang secara ekstrim

mendominasi jenis lainnya serta di

dukung oleh kondisi lingkungan yang

stabil sehingga tidak terjadi tekanan

ekologis terhadap biota di ingkungan

tersebut.

Tabel 1. Jumlah dan jenis plankton di perairan Teluk Bakau

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

1 2 3 1 2 3 1 2 3

Nitzschia acicularis 450 522 367 702 468 369 432 279 270

Mastogloia smithii 234 198 189 243 234 225 279 198 189

Synedra 252 198 189 378 315 216 198 234 225

Spirulina sp 216 216 0 234 252 0 0 0 0

Stauroneis 0 0 9 0 0 0 0 0 0

Oscillatoria limosa 387 198 207 477 225 98 306 252 189

Microchaeta robusta 207 0 0 0 0 0 0 0 0

A. Chnanthes 405 288 198 414 261 20 0 0 0

Asterionella formaga 0 189 171 0 0 0 0 0 0

Anabaenopsis elenkii 0 0 189 0 0 0 0 0 0

Anomoeoneis exilis 297 198 0 378 306 0 216 243 279

E. Triodon 0 0 0 18 9 0 0 0 0

Microcoleus lacustris 0 0 0 0 0 0 0 0 333

Lauderia borealis 0 0 0 0 0 0 405 477 801

Kelimpahan Plankton

3672000 3010500 2278500 4266000 3105000 1392000 2754000 2524500 3429000

Indeks Keanekaragaman

2,46 2,86 2,12 2,66 2,89 1,41 2,16 2,18 2,15

Indeks Keseragaman

0,43 0,52 0,40 0,50 0,61 0,28 0,38 0,39 0,38

Indeks Dominasi

0,18 0,09 0,19 0,16 0,08 0,02 0,06 0,04 0,12

Page 6: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

41

Fisika-Kimia Perairan

Suhu

Berdasarkan pengukuran pada

setiap stasiun pengamatan diperoleh

kisaran suhu rata-rata 29-300C. Suhu

pada stasiun I adalah 300C. Stasiun II

dengan suhu sebesar 290C dan stasiun

III memiliki kisaran suhu 290C. Gambar

3 memperlihatkan kisaran suhu rata-rata

pada masing-masing stasiun.

Kisaran tersebut sesuai dengan

baku mutu suhu air laut sebesar 28-300C

yang dapat mendukung kelangsungan

hidup biota (Kep.MNLH No. 51 Tahun

2004). Suhu tertinggi terdapat pada

stasiun I, karena letaknya dekat dengan

pantai biasanya sedikit lebih tinggi

dibandingkan dengan suhu lepas pantai.

28,4

28,6

28,8

29

29,2

29,4

29,6

29,8

30

30,2

I II III

Stasiun

Suhu

Gambar 3. Kisaran suhu setiap stasiun di

perairan Teluk Bakau

Salinitas

Berdasarkan pengamatan dan

pengukuran pada tiap-tiap stasiun

diperoleh kisaran salinitas secara umum

30-310/00. Stasiun I memiliki kandungan

salinitas 300/00. Stasiun II berkisar 30

0/00,

sedangkan stasiun III adalah 310/00.

Kisaran tersebut sesuai dengan

baku mutu salinitas air laut sebesar 33-

350/00 yang dapat mendukung

kelangsungan hidup biota didalamnya

(Kep.MNLH No. 51 Tahun 2004).

Menurut Bengen (2001), daerah estuaria

juga termasuk Teluk memiliki gradien

salinitas yang bervariasi, terutama

bergantung pada masukan air tawar dari

sungai dan air laut.

29,4

29,6

29,8

30

30,2

30,4

30,6

30,8

31

31,2

I II III

Stasiun

Salinitas

Gambar 4. Kisaran salinitas setiap

stasiun di perairan Teluk Bakau

Arus

Berdasarkan pengukuran arus

pada stasiun I di perairan Teluk Bakau

diperoleh nilai arus sebesar 30,2 cm/det.

Pada stasiun II adalah 34,6 cm/det dan

pada stasiun III adalah 29,9 cm/det.

Arus tertinggi terdapat pada

stasiun II sedangkan yang terendah

terdapat pada stasiun III. Perbedaan arus

ini tidak menunjukkan ada nya

perubahan yang signifikan antar stasiun.

27

28

29

30

31

32

33

34

35

I II III

Stasiun

Arus

Gambar 5. Kisaran arus setiap stasiun di

perairan Teluk Bakau

Page 7: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

42

Dissolved Oxygen (DO)

Berdasarkan pengamatan dan

pengukuran DO di perairan Teluk

Bakau, pada stasiun I diperoleh DO

sebesar 5,2 mg/l. Nilai DO pada stasiun

II sebesar 5,5 mg/l dan pada stasiun III

adalah sebesar 5,8 mg/l. Kisaran DO

tersebut diatas sesuai dengan baku mutu

yaitu > 5 mg/l (Kep.MNLH No. 51

Tahun 2004). Berdasarkan kisaran nilai

DO yang sesuai untuk kualitas perairan

(Lee et al, 1978), maka perairan Teluk

Bakau secara umum termasuk kategori

layak untuk mendukung kehidupan biota

di dalamnya.

4,9

5

5,1

5,2

5,3

5,4

5,5

5,6

5,7

5,8

5,9

I II III

Stasiun

DO

Gambar 6. Kisaran DO setiap stasiun di

perairan Teluk Bakau

pH

pH tertinggi terdapat pada stasiun

II yaitu sebesar 8,3. Diikuti selanjutnya

oleh stasiun I sebesar 8,0 dan yang

terendah pada stasiun III yaitu dengan

nilai pH sebesar 7,9. Gambar 6

memperlihatkan nilai pH masing-masing

stasiun.

7,7

7,8

7,9

8

8,1

8,2

8,3

8,4

I II III

Stasiun

pH

Gambar 7. Kisaran pH setiap stasiun di

perairan Teluk Bakau

Kisaran nilai pH tersebut sesuai

dengan baku mutu pH air laut yakni

sebesar 7-8,5 yang dapat mendukung

kelangsungan hidup plankton (Kep.

MNLH No. 51 Tahun 2004). Menurut

Odum (1971), air merupakan sistem

penyangga yang sangat luas dengan pH

yang relative stabil sebesar 7-8,5. Dari

gambar di lihat bahwa variasi untuk

masing-masing stasiun tidak berbeda

nyata.

Kecerahan

Berdasarkan monitoring di

perairan Teluk Bakau, secara umum

pada semua stasiun diperoleh nilai

kecerahan antara 1-1,2 m. Kecerahan

tertinggi terdapat pada stasiun II dan

terendah pada stasiun III. Salah satu

faktor penyebab berkurangnya

kecerahan disebabkan oleh kekeruhan

pada perairan. Menurut Effendi (2003),

kekeruhan disebabkan oleh bahan

organik/anorganik yang tersuspensi dan

terlarut. Perairan Teluk Bakau diketahui

banyak mengandung pasir dan lamun.

Penyebab lainnya adalah adanya

perbedaan waktu pengamatan pada

masing-masing stasiun. Kecerahan tinggi

pada saat siang hari, sedangkan

kecerahan rendah pada pagi dan sore

hari.

Page 8: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

43

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perairan Teluk Bakau memiliki

14 jenis plankton, dari hasil analisis

indeks keanekaragaman, indeks

keseragaman dan indeks dominansi

menunjukkan bahwa perairan ini

memiliki keanekaragaman yang rendah

dan tidak ada spesies plankton yang

mendominasi, sehingga perairan ini

cenderung tidak stabil. Ketidakstabilan

perairan erat kaitannya dengan

ketersediaan pakan alami bagi larva

organisme.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut di kawasan peraiaran Teluk Bakau

agar diketahui parameter-parameter lain

yang membatasi keberadaan dan

kelimpahan plankton (fitoplankton dan

zooplankton) yang selanjutnya dapat

mempengaruhi struktur komunitas yang

terbentuk di kawasan perairan Teluk

Bakau.

DAFTAR PUSTAKA

Boney, C. A. D. 1975. Phytoplankton.

1st Ed. The Camelot Press Ltd.

Southhampton.

Boyd, C.E. 1979. Water Quality in

Warmwater Fish Ponds. Auburn

University. Alabama

Bengen, D, G. 2001. Sinopsis :

Ekosistem Perairan : Habitat dan

Biota. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Hal

42-44.

Brower, J. E., J. H. Zar, dan C. N. V.

Ende. 1990. Field and Laboratory

Methods for General Ecology.

Third Edition. Wm. C. Brown

Publisher. Dubuque, Lowa. P.

40-120.

Cloern, J. E. 2001. Our Evolving

Conceptual Model of the Coastal

Eutrophication Promblem.

Review. Mar. Ecol. Prog. Ser.

Vol.210:223-253

Dahuri, R., Rais., S. P. Ginting dan M. J.

Sitepu. 1996. Pengelolaan

Sumber Daya Wilayah Pesisir

dan Lautan Secara Terpadu.

Edisi Pertama. Penerbit: PT.

Pradnya Paramita. Jakarta. Hal

36.

Djarijah, A.S. 1995. Pakan Ikan Alami.

Kanisius, Jakarta. 87 hal.

Effendi, R. 2003. Penelaah Kualitas Air.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hood, R.R., M.R. Abbott and A. Huyer.

1991. Phytoplankton and

Photosynthetic Light Response in

The Coastal Transition Zone off

Nothern California in June 1987.

Journal of Geophysical

Research. Vol. 96 (C8): 14.766-

13.780.

Krebs, C. J. 1989. Ecologycal

Methodology. Harper Collins

Publisher, Inc. New York. P 357-

367.

Menteri Lingkungan Hidup. 2004.

Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup. No. 51

Tahun 2004. Tentang Baku Mutu

Air Laut.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara.

Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut

Suatu Pendekatan Ekologis. PT.

Gramedia, Jakarta. 459 hal.

Odum, E. P. 1971. Dasar-dasar Ekologi.

Edisi ketiga (Alihbahasa

Tjahjono Samingan). Gajahmada

University Press.

Page 9: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK

44

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi.

Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh

Ir. Tjahjono Samingan, M.Sc.

Gajah Mada Univercity Press.

Yogyakarta. 697 hal.

Soedharma, D. 1994. Keanekaragaman

Makrozoobenthos dan

Hubungannya dengan Kulaitas

Lingkungan Pesisir Teluk

Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu

Perairan dan Perikanan

Indonesia. II (2): 15-34.