Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang
Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan flash report Kajian Fiskal Regional (KFR)
Provinsi Sumatera Barat Triwulan I Tahun 2019 dengan baik,
dengan harapan KFR ini dapat menjadi sarana untuk
membangun komunikasi dua arah dalam bentuk pertukaran
data dan informasi antara Kementerian Keuangan dengan
para pemangku kepentingan (stakeholders). Kajian ini juga
diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi
Pemerintah Daerah di Sumatera Barat dalam merumuskan
kebijakan pengembangan ekonomi bagi pembangunan daerah
serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Flash report KFR Triwulan I Tahun 2019 merupakan output Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Barat dalam rangka pelaksanaan tugas
Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II yang merupakan representasi Kementerian
Keuangan di daerah sebagai pengelola fiskal.
Selain itu, flash report KFR Triwulan I Tahun 2019 disusun untuk mengetahui sekilas
implementasi kebijakan fiscal Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta implikasinya
terhadap perkembangan makroekonomi regional. Dengan demikian, para pemangku
kepentingan seperti penyusun kebijakan, pelaksana kebijakan, masyarakat, dan investor dapat
memperoleh informasi yang strategis untuk merumuskan dan merencanakan kegiatan di masa
yang akan datang dengan lebih baik. Hal ini diharapkan memberikan manfaat demi
pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Perlu disampaikan bahwa beberapa aspek kajian yang menjadi titik bahasan utama dalam
flash report KFR Triwulan I Tahun 2019 meliputi perkembangan indikator ekonomi regional,
perkembangan dan analisis pendapatan Pemda se-Sumatera Barat, perkembangan dan
analisis belanja Pemda se-Sumatera Barat, dan perkembangan Badan Layanan Umum,
serta kondisi fiscal regional terkini. Selain itu, secara tematik, membahas tentang berita fiskal
regional yang terpilih.
Kami sungguh menyadari bahwa kajian yang kami sampaikan masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dalam meningkatkan kualitas
penyusunan laporan kajian fiskal regional ini.
Kepala Kanwil DJPb
Provinsi Sumatera Barat
Ade Rohman
NIP 19620711198201001
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GRAFIK iii
I. PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
EKONOMI REGIONAL
A. Produk Domestik Regional
Bruto
1
B. Inflasi 2
C. Indikator Kesejahteraan 4
II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
PELAKSANAAN APBN
6
A. Pendapatan Negara 6
B. Belanja Negara 8
C. Prognosis Realisasi APBN
Triwulan III dan Akhir Tahun
2018
14
III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
PELAKSANAAN APBN
A. Pendapatan Daerah 16
B. Belanja Daerah 18
C. Prognosis Realisasi APBD
Triwulan III dan Akhir Tahun
2018
19
IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
PELAKSANAAN ANGGARAN
KONSOLIDASIAN
A. Laporan Keuangan
Pemerintah Konsolidasian
19
B. Pendapatan Konsolidasian 19
C. Belanja Konsolidasian 19
D. Analisis Kontribusi
Pemerintah dalam PDRB
20
V BERITA / ISU REGIONAL TERPILIH
A. Rendang Komoditi Ekspor
Baru Sumatera Barat yang
Mendunia
22
iii
DAFTAR TABEL
I.1 PDRB Sumatera Barat Triwulan III
berdasarkan lapangan usaha (Rp
Triliun)
1
I.2 PDRB Sumatera Barat Triwulan III
berdasarkan Pengeluaran(Rp
Triliun)
2
I.3 Komoditas Utama Penyumbang
Inflasi Bulanan Triw. II 2018 (
persen) Y on Y Kota Padang
3
I.4 Nilai Tukar Petani Per Sektor Jan-
Juni 2018
5
II.1 Target dan Realisasi Pendapatan
Pajak Dalam Negeri Triwulan III
2018
7
II.2 Alokasi Dana Transfer ke Daerah
dan Realisasi Triwulan III 2018
11
II.3 Penyaluran KUR Per Sektor
Ekonomi Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Prov. Sumatera
Barat Tahun 2018
14
II.4 Proyeksi Realisasi Penerimaan
Negara Tahun 2018
14
II.5 Proyeksi Realisasi Belanja APBN di
Akhir Tahun 2018
14
III.1 Realisasi APBD se- Sumatera Barat
Triwulan III 2016 – 2018
16
III.2 Realisasi Pendapatan Transfer
Sumatera Barat pada Triwulan III
17
III.3 Proyeksi Pendapatan Daerah Pada
Akhir Tahun 2018
19
III.4 Proyeksi Belanja Daerah Pada Akhir
Tahun 2018
19
IV.1 LRA Konsolidasian Sumbar Semester I
2017-2018
20
IV.2 Realisasi Pendapatan Konsolidasian
Sumbar Semester I 2017-2018
21
IV.3 Laporan Operasional Sumbar
Triwulan III 2017-2018
22
IV.4 Kontribusi Kontribusi Belanja
Pemerintah terhadap PDRB Semester
I 2016-2017
23
DAFTAR GRAFIK
I.1 Pertumbuhan ekonomi Sumbar 2016-
2018
1
I.2 NTP Sumatera Barat Bulan
September 2017-September 2018
4
II.1 Komposisi Realisasi Pendapatan
Negara Triwulan III 2018
6
II.2 Target dan Realisasi Pendapatan
Negara Triwulan III 2018
6
II.3 Komposisi Realisasi Penerimaan
Perpajakan Triwulan III 2018
7
II.4 Bea Masuk dan Bea Keluar Triwulan
III 2018
7
II.5 Realisasi PNBP Triwulan III 2018 8
II.6 Perkembangan Pagu dan Penyerapan
Anggaran Triwulan III Tahun 2018
9
II.7 Komposisi APBN Sumbar 2018 10
II.8 Pagu dan Realisasi APBN Sumatera
Barat Per Jenis Belanja pada Triwulan
III
10
II.9 Pagu dan Realisasi Dana Desa 12
II.10 Pagu dan Realisasi BLU Provinsi
Sumatera Barat (dalam miliar rupiah)
13
III.1 Realisasi PAD Sumatera Barat
Triwulan III
16
III.2 Realisasi Pendapatan Lainnya
Sumatera Barat Triwulan III
18
III.3 Realisasi Belanja Daerah Sumatera
Barat pada Triwulan III
18
IV.1 Realisasi Belanja Konsolidasi
Triwulan III 2018
21
“Perekonomian Sumatera Barat mengalami sedikit kontraksi pada triwulan I tahun 2019. Secara year on year, ekonomi Sumatera Barat triwulan I tahun 2019 tumbuh sebesar 4,78
persen, namun secara triwulanan (q-to-q) ekonomi Sumatera Barat mengalami kontraksi 1,55 persen “.
A. Produk Domestik Regional Bruto
Perekonomian Sumatera Barat sedikit mengalami kontraksi pada triwulan I tahun 2019
sebesar 1,55 persen bila dibanding triwulan IV tahun 2018. Kontraksi ekonomi Sumatera
Barat lebih tinggi dibanding Nasional yang hanya mencapai 0,52 persen. Namun
demikian, bila dibanding pada periode yang sama tahun lalu (q-to-q) pertumbuhan
ekonomi mencapai 4,78 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar
harga berlaku triwulan I mencapai Rp58,76 triliun dan atas dasar harga konstan 2010
mencapai Rp41,41 triliun.
Tabel 1.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
No. Lapangan Usaha Harga Berlaku (triliunan rupiah) Harga Konstan (triliunan rupiah)
Tw I-2018 IV-2018 Tw I-2019 Tw I-2018 IV-2018 Tw I-2019
1 Pertanian, Kehutanan, Perikanan 13.05 13.47 13.32 8.86 9.34 9.16
2 Pertambangan dan Penggalian 2.33 2.60 2.49 1.6 1.77 1.68
3 Industri Pengolahan 5.09 5.07 4.95 3.94 4.02 3.9
4 Pengadaan Listrik dan Gas 0.06 0.06 0.06 0.04 0.04 0.04
5 Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04
6 Konstruksi 5.21 6.10 5.89 3.6 4.06 3.89
7 Perdg Besar & Eceran, Reparasi
Mobil & Motor 8.32 9.31 8.97 6.2 6.77 6.54
8 Transportasi dan Pergudangan 6.9 7.58 7.4 4.83 5.09 5.04
9 Akomodasi dan Air Minum 0.74 0.83 0.81 0.44 0.48 0.47
10 Informasi dan Komunikasi 2.97 3.30 3.44 2.82 3.01 3.09
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 1.74 1.72 1.75 1.18 1.15 1.16
12 Real Estate 1.08 1.18 1.18 0.76 0.82 0.82
13 Jasa Perusahaan 0.24 0.26 0.26 0.17 0.19 0.19
14 Adm, Pemerintahan,
Pertahanan, Jaminan Sosial 3.27 3.49 3.56 2.23 2.32 2.36
15 Jasa Pendidikan 2.34 2.49 2.57 1.56 1.63 1.68
16 Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 0.77 0.83 0.85 0.56 0.6 0.61
17 Jasa Lainnya 1.06 1.19 1.21 0.7 0.74 0.74
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 55.22 59.53 58.76 39.53 42.07 41.41
Sumber: BPS, data diolah
Dari sisi produksi, kontraksi ekonomi tersebut terjadi hampir di semua lapangan usaha.
Dibanding triwulan IV tahun 2019, 3 lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan
tertinggi yaitu Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang sebesar
3,06 persen, Jasa Pendidikan sebesar 2,89 persen, dan Informasi dan Komunikasi
sebesar 2,56 persen. Sedangkan dibanding periode yang sama tahun 2018, 3 lapangan
usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu Informasi dan Komunikasi 9,59
persen, Konstruksi sebesar 8,23 persen, dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
sebesar 7,95 persen.
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional | 2
Grafik 1.1 Pertumbuhan PDRB Menurut Pengeluaran
Sumber: BPS, data diolah
Dari sisi pengeluaran, ekonomi Sumatera Barat mengalami kontraksi sebesar 1,55
persen (q-to-q). Kontraksi terbesar (q-to-q) terjadi pada Konsumsi Pemerintah yang
mencapai 48,37 persen. Hal ini merupakan siklus musiman dimana realisasi belanja
pemerintah pada triwulan I jauh lebih rendah dibanding triwulan IV tahun sebelumnya
begitupun pola yang sama terjadi pada impor.
Secara year on year (dibanding periode yang sama tahun lalu), semua pengeluaran
mengalami peningkatan kecuali ekspor dan impor. Hal sebagai akibat merosotnya harga
minyak sawit dunia. Ekspor Sumatera Barat masih didominasi oleh lemak (minyak
sawit), sehingga penurunan harga minyak sawit dunia berimbas pada menurunnya
pengeluaran ekspor dan impor.
B. Inflasi
Di Sumatera Barat, Kota Padang dan Kota Bukittinggi dijadikan indikator dalam
mengukur laju inflasi. Pada bulan Maret 2019, laju inflasi tahun kalender Kota Padang
dan Kota Bukittinggi masing-masing sebesar 0,13 persen dan -0,77 persen, sedangkan
laju inflasi year on year masing-masing sebesar 2,01 persen dan sebesar 1,39 persen.
Inflasi di Kota Padang dan Bukittinggi ini masih di bawah inflasi nasional yang mencapai
0,35 persen untuk inflasi tahun kalender dan 2,48 persen untuk inflasi year on year.
Untuk inflasi month-to-month, sampai dengan akhir bulan September 2017, inflasi di
Sumatera Barat masih di bawah 1 (satu) persen.
Terkendalinya inflasi pada bulan September ini, merupakan salah satu bentuk
keberhasilan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam mengendalikan inflasi melalui
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Pengendalian inflasi merupakan instrumen
penting untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Tingkat inflasi yang tinggi tentunya akan memukul daya beli masyarakat dan
berujung pada merosotnya pertumbuhan ekonomi.
3 | Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Grafik 1.1 Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi Tahun 2017 sampai 2019
(m-to-m)
Sumber: BPS, data diolah
Dalam 3 tahun terakhir terlihat kecendrungan pola inflasi yang sama. Di awal tahun
inflasi cenderung tinggi sebagai akibat inflasi akhir tahun sebelumnya. Sedangkan di
bulan Februari mengalami deflasi dan kembali terjadi inflasi di bulan Maret. Inflasi di
Kota Padang terjadi karena adanya kenaikan indeks sebagian besar kelompok
pengeluaran. Kenaikan terbesar terjadi pada kelompok pengeluaran pendidikan,
rekreasi, dan olahraga sebesar 1,44 persen, diikuti kenaikan indeks pada kelompok
pengeluaran sandang. Kenaikan pengeluaran pendidikan terkait dengan periode
pembayaran uang sekolah baik di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi.
Inflasi di Kota Bukittinggi juga disebabkan adanya peningkatan indeks sebagian besar
kelompok pengeluaran. Kelompok pengeluaran terbesar terjadi pada pengeluaran
kesehatan sebesar 0,30 persen diikuti kelompok pengeluaran sandang sebesar 0,21
persen.
Dibandingkan dengan kondisi inflasi di wilayah Sumatera dari 23 kota yang ada, Kota
Padang menduduki urutan ke 5 (lima) dan Kota Bukittinggi menduduki urutan ke 13 (tiga
belas) dari 16 kota yang mengalami inflasi di bulan Maret 2019. Secara nasional Kota
Padang menduduki urutan ke 10 (sepuluh) dan Kota Bukittinggi menduduki urutan ke
39 (tiga puluh sembilan) dari 51 (lima puluh satu) kota yang mengalami inflasi.
C. Indikator Kesejahteraan
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan sumber daya manusia di Sumatera Barat terus mengalami kemajuan
yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Sumatera Barat. Dari tahun 2015 sampai tahun 2018, IPM Sumatera Barat masing-
masing sebesar 69,98 (berstatus sedang), 70,73 (berstatus tinggi), 71,24 (berstatus
tinggi), dan 71,73 (berstatus tinggi).
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional | 4
Keberhasilan tersebut tidak lepas dari
perbaikan komponen pembentuk IPM.
Bayi yang baru lahir memiliki peluang
untuk hidup hingga 69,01 tahun atau
lebih lama 0,23 tahun dibanding tahun
sebelumnya yaitu 68,78 tahun. Anak-
anak usia 7 tahun memiliki peluang
untuk bersekolah selama 13,95 tahun,
lebih lama 0,01 tahun dibanding tahun
2017. Sementara itu, penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh
pendidikan selama 8,76 tahun atau meningkat 0,04 tahun dibandingkan tahun 2017.
Pada tahun 2018, masyarakat Sumatera Barat memenuhi kebutuhan hidup dengan rata-
rata pengeluaran perkapita sebesar 10,64 juta rupiah pertahun, meningkat 332 ribu
rupiah dibanding tahun 2017.
IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3
(tiga) dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life),
pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living). Dalam
hal ini yang menjadi indikator untuk mewakili komponen-komponen dasar tersebut
adalah Umur Harapan Hidup saat Lahir (UHH), Harapan Lama Sekolah (HLS), dan
Pengeluaran perkapita. Dari ketiga komponen tersebut terlihat bahwa IPM di Sumatera
Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel di bawah ini menggambarkan
kondisi tersebut.
Tabel 1.2 IPM Sumatera Barat Tahun 2010 – 2018 Menurut Komponen
Komponen Satuan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Umur Harapan
Hidup saat Lahir
(UHH)
Tahun 67.59 67.79 68.00 68.21 68.32 68.66 68.73 68.78 69.01
Harapan Lama
Sekolah (HLS) Tahun 12.22 12.52 12.81 13.16 13.48 13.60 13.79 13.94 13.95
Rata-rata Lama
Sekolah (RLS) Tahun 8.13 8.20 8.27 8.28 8.29 8.42 8.59 8.72 8.76
Pengeluaran Per
Kapita Rp.000 9,339 9,409 9,479 9,570 9,621 9,804 10,126 10,306 10,638
IPM 67.25 67.81 68.36 68.91 69.36 69.98 70.73 71.24 71.73
Sumber: BPS, diolah
2. Kemiskinan
Sampai dengan tahun 2019, jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat sebanyak
353,24 ribu jiwa atau setara dengan 6,65 persen dari jumlah penduduk. Dari tahun 2010
Grafik 1.2 IPM Sumatera Barat 2010 - 2018
Sumber: BPS, data diolah
5 | Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
sampai dengan tahun 2018, jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat memiliki trend
yang cenderung menurun. Hal ini tentunya berkat efektifitas program-program
pemberdayaan masyarakat baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah seperti
alokasi APBN melalui Dana Desa yang mulai diterapkan pada tahun 2015. Efeknya,
jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan cenderung stagnan. Penurunan penduduk
miskin terlihat cukup baik hanya di daerah perdesaan.
Grafik 1.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Perkotaan dan Perdesaan di Sumatera Barat 2010 – 2018
Sumber : BPS, data diolah
Kabupaten Pesisir Selatan menjadi 2 tertinggi dengan distribusi dari penduduk miskin di
Sumatera Barat mencapai 44,04 ribu jiwa dan 34,92 ribu jiwa. Hal berbeda di tahun 2017,
dimana Kabupaten Agam menjadi tertinggi kedua. Pada tahun 2018 jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Agam mengalami penurunan yang cukup signifikan. Jumlah
penduduk miskin terendah ada di Kota Sawahlunto dengan jumlah 1,48 ribu jiwa diikuti
Kota Solok dengan 2,29 ribu jiwa.
Grafik 1.5 Distribusi Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Tahun 2017 – 2018
Sumber : BPS, data diolah
Namun demikian, bila dibandingkan dengan persentase penduduk miskin maka
Kabupaten Kepulauan Mentawai menjadi yang tertinggi dengan 14,44 persen,
444.44
353.24
8,999,04
8,00
8,19
7,56
8,14
6,89
7,41
6,71
7,31
7,14
7,09
6,75
6,87
6,55
6,65
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
0,00
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
350,00
400,00
450,00
500,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Kota Desa %
12,99
34,9232,89
16,5518,48
33,2 32,92
26,47
20,31
11,85
15,42
31,83
44,04
2,29 1,483,11
6,32 7,694,4
14,44
7,59
8,88
7,11
5,32
8,04
6,76
6,997,31 7,07
6,42 7,34
4,7
3,3
2,39
5,88
4,92
5,77
5,03
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Jumlah %
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional | 6
sedangkan Kota Padang hanya 4,7 persen. Kabupaten Solok menjadi tertinggi kedua
dengan 8,88 persen penduduk miskin. Sedangkan Kota Sawahlunto tetap menjadi yang
terendah baik dari jumlah penduduk miskin maupun persentase penduduk miskin yang
hanya 2,39 persen.
Selalu menarik untuk membahas kemiskinan yang tinggi di Kabupaten Kepulauan
Mentawai, yang bahkan lebih tinggi dari kemiskinan di Indonesia. Penyebabnya adalah
tidak adanya lapangan pekerjaan bagi individu atau tidak mampu menciptakan sumber
inovasi ekonomi atau keterbatasan sumber daya modal. Padahal di Kabupaten
Kepulauan Mentawai lahan yang dapat digarap/diolah masih sangat luas. Untuk itu, yang
perlu dilakukan terutama oleh pemerintah selaku pengambil kebijakan adalah
meningkatkan kapasitas SDM (mental dan Skill). Pelatihan dan pendampingan dalam
kegiatan ekonomi, baik di sektor pertanian ataupun sektor ekonomi kreatif dan usaha
lainnya yang dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat.
3. Nilai Tukar Petani
Trend Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera Barat sampai dengan Maret 2019 masih
berfluktuasi dan kembali melemah setelah di awal tahun mengalami sedikit penguatan.
Hal ini didorong oleh lemahnya Indeks harga yang diterima petani, sedangkan Indeks
harga yang harus dibayar petani cenderung masih lebih tinggi.
NTP di Sumatera Barat masih berada di bawah 100. Ini mengindikasikan bahwa
kenaikan harga jual produk pertanian yang dihasilkan petani cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan harga produk yang akan dibeli atau dibutuhkan oleh petani.
Produk yang dibutuhkan petani tersebut dapat berupa barang untuk produksi atau
konsumsi rumah tangga petani. Pada grafik di bawah ini terlihat bahwa indeks harga
yang harus dibayar petani lebih tinggi dari indeks harga yang diterima petani.
Grafik 1.6 Nilai Tukar Petani Oktober 2018 sampai dengan Maret 2019
Sumber : BPS, data diolah
96,53 95,85 95,16 97,1 97,75 96,87
109,61 109,23 108,52 109,95 109,88 109,6
127,76 127,75 127,09 129,12 129,47 129,17
132,36 133,28 133,55 132,99 132,44 133,35
70
90
110
130
150
Okt'18 Nov '18 Des'18 Jan'19 Feb'19 Maret'19
Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Usaha Pertanian
Indeks Harga yang diterima Petani Indeks Harga yang dibayar Petani
A. Pendapatan Negara
Pendapatan Negara di Sumatera Barat sampai dengan triwulan I tahun 2019 mencapai
Rp1.095,99 miliar atau mencapai 15,19 persen dari target Rp7.214,92 miliar.
Komposisi pendapatan tersebut meliputi Penerimaan Perpajakan yang mencapai
Rp710,8 miliar (76,12 persen) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar
Rp385,19 miliar (23,88 persen). Realisasi Penerimaan Perpajakan tersebut baru
mencapai 11,86 persen dari target Rp5.994,08 miliar, sedangkan PNBP telah
mencapai 29,81 persen dari target Rp1.292,07 miliar.
Tabel II.1 Target dan Realisasi Pendapatan Negara Triwulan I 2019 (dalam jutaan rupiah)
Jenis Pendapatan Negara Target Realisasi %
Penerimaan Dalam Negeri 7,214,923 1,095,991 15.19
1. Penerimaan Perpajakan 5,994,084 710,803 11.86
a. Pajak Dalam Negeri 5,922,858 694,632 11.73
i. Pajak Penghasilan 3,725,049 515,866 13.85
ii. Pajak Pertambahan Nilai 2,050,965 157,810 7.69
iii. Pajak Bumi dan Bangunan 47,934 2,146 4.48
vi. Pajak Lainnya 98,910 18,810 19.02
b. Pajak Perdagangan Internasional 71,226 16,171 22.70
i. Bea Masuk 21,927 5,037 22.97
ii. Bea Keluar/Pungutan Ekspor 49,299 11,134 22.58
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 1,292,065 385,188 29.81
c. PNBP Lainnya 152,007 113,773 74.85
d. Pendapatan Badan Layanan Umum 1,140,057 271,415 23.81 Sumber : OMSPAN, Kanwil Pajak Sumbar Jambi & KPBC, data diolah
Realisasi pendapatan negara pada triwulan I ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang
mencapai Rp1,26 triliun atau 17,96 persen dari target yang ditetapkan. Bila dikaitkan
dengan pertumbuhan ekonomi menjadi suatu hal yang wajar, karena pada saat
bersamaan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 2019 mengalami
kontraksi sebesar 1,55 persen. Pun demikian dengan PNBP, dimana pada triwulan I
tahun 2019 realisasi PNBP telah mencapai Rp418,15 miliar atau 39,56 persen dari
target yang ditetapkan.
1. Pendapatan Pajak Dalam Negeri
Sejalan dengan penurunan Pendapatan Negara, Pendapatan Pajak Dalam Negeri juga
mengalami hal yang sama. Realisasi triwulan I 2019 mencapai Rp694,63 miliar atau
11,73 persen yang lebih rendah dari triwulan I 2018 yang mencapai Rp847,27 miliar.
Untuk mencapai target hingga akhir tahun 2019 perlu kerja keras dan terobosan dari
jajaran Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Sumatera Barat.
8 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN
21.927
49.299
71.226
5.033 11.134
16.167
22,95% 22,58% 22,70%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
-
20.000
40.000
60.000
80.000
Bea Masuk Bea Keluar Total
Target Realisasi %
74.26% 22.72%
0.31%
2.71%
PPh Non Migas
PPN & PPnBM
PBB
Pajak Lainnya
Sumber : Kanwil Pajak, KPBC, OMSPAN, data diolah
Grafik II.4 Komposisi Realisasi Penerimaan
Perpajakan Triwulan I 2019
Grafik II.5 Bea Masuk dan Bea Keluar Triwulan
I 2019 (dalam jutaan rupiah)
Sumber : KPBC Teluk Bayur, data diolah
Tabel II.2 Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri Triwulan I 2019
No. Pendapatan Pajak
Dalam Negeri Target Realisasi Triwulan III %
1 PPh Non Migas 3.725.049.212.000 515.866.478.401 13,85
2 PPN dan PPnBM 2.050.965.362.000 157.809.833.744 7,69
3 PBB 47.934.103.000 2.146.193.273 4,48
4 Pajak Lainnya 98.909.584.000 18.809.633.074 19,02
Total 5.922.858.261.000 694.632.138.492 11,73
Sumber : Kanwil Pajak, GFS Sumbar, data diolah
Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri pada triwulan I ini mirip dengan periode
sebelumnya, dimana komposisi terbesar merupakan Pajak Penghasilan (PPh) yaitu
74,26 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 22,72 persen. Selebihnya
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hanya 0,31 persen, dan Pajak lainnya sebesar 2,71
persen.
Ini memperlihatkan bahwa sumber
utama Penerimaan Dalam Negeri di
Sumatera Barat berasal dari PPh.
Penyumbang PPh tersebut di Sumatera
Barat adalah PPh Perorangan Pasal 21.
Ini karena di Sumatera Barat tidak
banyak memiliki perusahan-perusahaan
besar. Hanya PT. Semen Padang yang
menjadi andalan
2. Pajak Perdagangan Internasional
Pendapatan dari sektor Bea Masuk dan Bea
Keluar pada triwulan I 2019 telah mencapai
Rp16,17 miliar atau 22,70 persen dari target
sebesar Rp71,23 milyar. Kontribusi Bea
Masu k dan Bea Keluar terhadap pajak
internasional pada triwulan I ini relatif sama
yaitu dikisaran 22 persen. Untuk target Bea
Masuk dan Bea Keluar pada tahun 2019
mengalami peningkatan sebesar 45 persen dibanding tahun 2018, walapun disatu sisi
nilai ekspor Sumatera Barat mengalami penurunan sebagai akibat nilai ekspor Minyak
Sawit. Espektasi peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu alasan
peningkatan target tersebut.
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN | 9
No. PNBP Target Realisasi %
1 Pendapatan BLU 1,140,057,281,000 271,415,495,372 23.81
2 PNBP Lainnya 152,007,434,004 113,772,816,272 74.85
1,292,064,715,004 385,188,311,644 29.81 Total
Tabel II.2 Target dan Realisasi PBNP Triwulan I
Sumber : KPBC Teluk Bayur, data diolah
97.89772.032
169.929134.262
283.940
418.201
113.773
271.415
385.188
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
PNBP Lainnya Pendapatan BLU Total
2017 2018 2019
Tabel II.2 Target dan Realisasi PBNP Triwulan
Sumber : OMSPAN, data diolah
3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pendapatan negara yang bersumber dari PNBP di Sumatera Barat pada tahun 2019
ditargetkan sebesar Rp1.292,06 miliar atau naik 15,22 persen dari 2018 yang
ditargetkan sebesar Rp1.121,41 miliar. Sampai dengan triwulan I 2019 realisasi PNBP
telah mencapai Rp385,19 miliar atau sebesar 29,81 persen.
Realisasi Pendapatan BLU mencapai
23,81 persen, sedangkan realisasi
PNBP Lainnya telah mencapai 74,85
persen dari target yang ditetapkan.
Realisasi PNBP dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan. Hal ini tentu perlu dilakukan penyesuaian terhadap
target PNBP. Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun 2018 realisasi PNBP di
Sumatera Barat mencapai 135,64 persen, dimana realisasi PNBP Lainnya mencapai
231,93 persen dan Pendapatan BLU mencapai 116,56 persen.
Sedangkan bila dibandingkan dengan
realisasi PNBP pada periode yang sama
tahun tahun sebelumnya, terlihat bahwa
terdapat peningkatan yang signifikan dari
PNBP, terutama dari Pendapatan BLU. Hal
ini tentunya menjadi indikasi semakin
membaik dan efektifnya pengelolaan
sumber-sumber PNBP di BLU atau di
satuan kerja/kementerian lembaga lainnya. Begitupun pengelolaan aset pada BLU
yang telah mempedomani PMK Nomor 136/PMK.05/2016 tentang Pengelolaan Aset
Pada BLU.
B. Belanja Negara
1. Belanja Pemerintah Pusat
Alokasi belanja APBN tahun 2018 untuk wilayah Provinsi Sumatera Barat sebesar
Rp12,37 triliun naik Rp595,74 miliar atau 5,10 persen dibandingkan dengan APBN
Tahun 2018. Kenaikan alokasi anggaran tersebut antara lain disebabkan karena
adanya kenaikan alokasi anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum. Hal ini terkait
kegiatan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang dilaksanakan pada 17 April 2019.
Namun demikian, peningkatan terhadap alokasi belanja pada APBN 2018 di Sumatera
Barat tidak diikuti dengan peningkatan penyerapan anggaran. Seperti tahun-tahun
10 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN
10.599
miliar
11.772
miliar
12.368
miliar
1.219 miliar 1.334 miliar 1.521 miliar
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
Triwulan I 2017 Triwulan I 2018 Triwulan I 2019
MIL
IAR
RU
PIA
H
Pagu Realisasi
Sumber : OMSPAN, data diolah
Grafik II.8 Perkembangan Pagu dan Penyerapan Anggaran
Triwulan I Tahun 2018 dan Tahun 2019 di Sumatera Barat
sebelumnya, penyerapan anggaran kementerian negara/lembaga pada triwulan I tahun
2019 hanya mencapai 12,30 persen masih di bawah target nasional sebesar 15
persen. Namun bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2018 sedikit lebih tinggi
yang hanya mencapai 11,34 persen.
Grafik II.7 Perbadingan Penyerapan Anggaran Triwulan I Tahun 2018 dan Tahun 2019 di
Sumatera Barat
Sumber : OMSPAN, diolah
Sampai dengan tahun 2019, penyerapan APBN di Sumatera Barat selalu berada di
bawah target nasional sebesar 15 persen. Hal tersebut didorong oleh rendahnya
penyerapan belanja barang dan belanja modal. Khusus untuk rendahnya penyerapan
belanja modal, kecenderungan keterlambatan pelaksanaan kegiatan selalu terjadi dari
tahun ke tahun menjadi penyebab utamanya. Padahal belanja modal merupakan salah
satu elemen penting belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan ekonomi
khususnya di daerah.
Idealnya pada triwulan I, semua kontrak
pengadaan barang dan jasa sudah
ditandatangani dan kegiatan dapat dimulai
atau dilaksanakan. Sehingga uang muka
yang nilainya 20 sampai 30 persen sudah
dapat dicairkan. Tentunya ini secara langsung
akan mendorong penyerapan anggaran
pemerintah. Hal ini didukung dengan
peraturan yang membolehkan kontrak dapat
ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari walaupun pelaksanaan kegiatan tetap
dimulai 1 Januari.
Dilihat dari jenis belanja, terdapat peningkatan pada alokasi belanja barang yang
cukup signifikan dari tahun 2017. Hal ini terjadi karena peningkatan alokasi belanja
barang pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
17,85%
9,44%
5,02%
0,39%
11,34%
20,06%
10,90%
4,63%
9,15%
12,30%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
B. Pegawai B. Barang B. Modal B. Bansos Total Realisasi
Triwulan I 2018 Triwulan I 2019
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN | 11
Grafik II.9 Komposisi APBN Sumbar 2018
Sumber: OMSPAN, diolah
Pada tahun 2018 dilaksanakan kegiatan Pilkada serentak di 4 (empat) kabupaten/kota,
dan pada tahun 2019 dilaksanakan Pemilu Legistatif dan Pemilu Presiden/Wakil
Presiden.
Dalam mendukung kegiatan tersebut alokasi belanja barang pada KPU dan Bawaslu di
mengalami peningkatan dari tahun 2017 yang cukup tinggi. Ini tentunya terkait alokasi
anggaran untuk melaksanakan persiapan sampai dengan selesainya agenda tersebut
di tahun 2019.
Untuk komposisi perjenis belanja, pada tahun 2019 alokasi belanja barang menempati
porsi anggaran terbesar yaitu Rp5,14 triliun atau sekitar 41,56 persen lebih besar
dibanding tahun 2019 yang mencapai 38,8 persen dari total APBN di Sumatera Barat.
Disusul kemudian dengan belanja pegawai sebesar Rp4,05 triliun atau sekitar 32,76
persen dan belanja modal sebesar Rp3,15 triliun atau sebesar25,47, sedangkan
belanja bantuan sosial porsinya sangat kecil yaitu sebesar Rp26 miliar atau sebesar
0,21 persen.
2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Alokasi anggaran dana Transfer Ke
daerah dan Dana Desa (TKDD) pada
tahun 2019 se-Sumatera Barat
mencapai mencapai Rp22,08 triliun
meningkat Rp1,47 triliun atau sekitar
71,57 persen dibanding tahun 2017
yang mencapai Rp20,80 triliun.
Alokasi TKDD dari tahun 2016 sampai
32,76
%
41,56
%
25,47
%
0,21%
B. Pegawai B. Barang B. Modal B. Bansos
4,076
3,728
2,755
40
4,204 4,649
2,895
22
4,051
5,141
3,150
26
B. Pegawai B. Barang B. Modal B. Bansos
2017 2018 2019
20.226 21.177 20.613 22.089
18.806 20.057 20.150
5.471
93,0% 94,7% 97,8%
24,8%
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
2016 2017 2018 Tw I 2019
Pagu Realisasi %
Sumber : SIMTRADA, OMSPAN, data diolah
Grafik II.10 Pagu dan Realisasi TKDD 2016 –
Triwulan I 2019 (dalam miliaran rupiah)
12 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN
2019 trennya terus mengalami peningkatan. Hal ini tidak terlepas dari peningkatan
APBN dari tahun ke tahun, dimana TKDD dialokasikan dengan formula tertentu dari
APBN.
Peningkatan tersebut terjadi
hampir di semua komponen
TKDD. Hanya alokasi Dana Bagi
Hasil (DBH) saja yang
mengalami sedikit penurunan.
Hal ini dilakukan untuk
menyesuaiankan dengan
realisasi tahun sebelumnya.
Khusus untuk DBH realisasi
sesuai dengan kondisi capaian
DBH sehingga dimungkinkan melebihi pagu yang ditetapkan pemerintah.
Sampai dengan triwulan I 2019 DAK Fisik belum direalisasikan atau masih 0 persen.
Hal ini terjadi karena adanya kebijakan baru pada tahun 2019 dalam penyaluran DAK
Fisik yaitu diperlukannya reviu inspektorat daerah atau BPKP terhadap capaian
output. Sampai akhir triwulan I 2019 pengelola DAK Fisik masih menyelesaikan
administrasi penyaluran DAK Fisik Tahap I.
Alokasi Dana Insentif Daerah (DID) juga mengalami peningkatan pada tahun 2019.
Capaian WTP pada Pemerintah Kabupaten Solok dan Kabupaten Kepulauan
Mentawai pada LKPD 2017 menjadi salah satu alasannya. WTP merupakan syarat
dasar suatu daerah untuk memperoleh DID.
Tabel II.10 Realisasi Transfer Dana Desa RKUN - RKUD - RKD Triwulan I Tahun 2019
Sumber : OMSPAN, data diolah
Rp %
1 0801 - KAB. A G A M 74,249,755,000 82 14,849,951,000 29,699,902,000 44,549,853,000 60 44,549,853,000 -
2 0802 - KAB. PASAMAN 48,262,081,000 37 9,652,416,200 9,652,416,200 60 - 9,652,416,200
3 0803 - KAB. LIMAPULUH KOTA 75,446,605,000 79 15,089,321,000 - 15,089,321,000 20 9,371,416,985 5,717,904,015
4 0804 - KAB. S O L O K 74,487,563,000 74 14,897,512,600 - 14,897,512,600 20 11,511,550,200 3,385,962,400
5 0805 - KAB. PADANG PARIAMAN 95,038,398,000 103 19,007,679,600 - 19,007,679,600 20 1,087,585,400 17,920,094,200
6 0806 - KAB. PESISIR SELATAN 166,305,833,000 182 33,261,166,600 - 33,261,166,600 20 32,811,643,000 449,523,600
7 0807 - KAB. TANAH DATAR 66,854,249,000 75 13,370,849,800 - 13,370,849,800 20 4,691,255,000 8,679,594,800
8 0809 - KAB. KEPULAUAN MENTAWAI 54,390,771,000 43 10,878,154,200 - 10,878,154,200 20 2,892,371,800 7,985,782,400
9 0810 - KAB. DHARMAS RAYA 51,593,117,000 52 10,318,623,400 - 10,318,623,400 20 10,318,623,200 200
10 0811 - KAB. SOLOK SELATAN 43,409,551,000 39 8,681,910,200 - 8,681,910,200 20 8,681,910,200 -
11 0812 - KAB. PASAMAN BARAT 47,238,491,000 19 9,447,698,200 - 9,447,698,200 20 - 9,447,698,200
12 0813 - KAB. SIJUNJUNG 58,787,649,000 61 11,757,529,800 - 11,757,529,800 20 11,757,529,800 -
13 0854 - KOTA SAWAHLUNTO 28,211,222,000 27 - - - - - -
14 0857 - KOTA PARIAMAN 48,050,234,000 55 9,610,046,800 9,610,046,800 60 - 9,610,046,800
932,325,519,000 928 180,822,859,400 29,699,902,000 210,522,761,400 22.6 137,673,738,585 72,849,022,815 TOTAL
No. KABUPATEN / KOTA PAGU JML DESA TAHAP I TAHAP IITotal Penyaluran
Penyaluran Ke RKD Sisa pagu RKUD
Grafik II.9 Pagu dan Realisasi Komponen TKDD Triwulan I
2019 (dalam miliaran rupiah)
Sumber : SIMTRADA, OMSPAN, data diolah
No. TKDD Pagu Realisasi %
1 Dana Bagi Hasil 516,563.24 74,056.96 14.34
2 Dana Alokasi Umum 13,953,759.17 4,624,926.95 33.14
3 DAK Fisik 2,333,463.90 - -
4 DID 615,637.55 302,656.55 49.16
5 DAK Non Fisik 3,736,844.48 253,254.85 6.78
6 Dana Desa 932,325.52 216,165.01 23.19
22,088,593.85 5,471,060.32 24.77 Total
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN | 13
Untuk penyaluran Dana Desa, sampai dengan triwulan I telah disalurkan Dana Desa
Tahap I kepada 13 Pemda dari 14 Pemda Penerima Dana Desa sebesar 20 persen
dari pagu Dana Desa. Sedangkan untuk Pemko Sawahlunto, karena keterlambatan
desa menyampaikan laporan tahun 2018 baru akan dicairkan di bulan April 2019.
Untuk penyaluran tahap II, hanya Kabupaten Agam yang telah menerima penyaluran
dari RKUN ke RKUD
3. Badan Layanan Umum (BLU)
Alokasi anggaran untuk satker BLU se-Sumatera Barat pada triwulan I 2019 sebesar
Rp2,09 triliun atau naik sekitar Rp430 miliar dibanding tahun 2018 sebesar Rp1,66
triliun triliun. Kondisi ini terjadi karena adanya 2 BLU yang baru ditetapkan di akhir
tahun 2018 yaitu Rumah Sakit Bhayangkara Padang dan Institut Agama Islam Negeri
Bukittinggi. Sampai dengan triwulan I, secara keseluruhan realisasi belanja mash
berada di level 11,37 persen. Realisasi tertinggi adalah BLU RSUP M. Jamil Padang
yang mencapai 15,20 persen, sedangkan yang terendah adalah BLU Rumah Sakit
Bhayangkara yang masih 6,35 persen. Rendahnya penyerapan di BLU Rumah Sakit
Bhayangkara bisa jadi disebabkan karena baru dibentuknya BLU ini di akhir tahun
2018 sehingga masih memerlukan beberapa penyesuaian baik dalam administasi
maupun dalam pola pengelolaan anggaran.
Tabel II.11 Pagu dan Realisasi Anggaran BLU Triwulan I Tahun 2019
No. Badang Layanan Umum Pagu Realisasi %
1 RSUP M. Jamil Padang 611,615,613,000 92,943,903,313 15.20
2 IAIN Imam Bonjol 225,283,611,000 15,347,702,968 6.81
3 RS Stroke Nasional Bukittinggi 126,248,106,000 16,149,494,960 12.79
4 Universitas Andalas Padang 554,178,735,000 53,494,160,849 9.65
5 Universitas Negeri Padang 442,539,527,000 46,221,431,455 10.44
6 Rumkit Bhayangkara Padang 26,887,949,000 1,708,076,873 6.35
Total 1,986,753,541,000 225,864,770,418 11.37 Sumber : OMSPAN, data diolah
Salah satu indikator yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian BLU
adalah tingkat ketergantungan terhadap alokasi Rupiah Murni (RM) dan seberapa
besar kontribusi pendapatan BLU terhadap belanja BLU.
4. Investasi Pusat/Kredit Program
Bentuk kredit program yang ada di Sumatera Barat adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR)
dan Ultra Mikro (UMi). Sejak diluncurkan di akhir tahun 2017, UMi mendapat respon
positif dari masyarat. Namun sampai triwulan I 2019, penyaluran masih relatif kecil, hal
14 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN
561
672
2.595
6.957
9.744
20.774
26.780
40.500
69.312
313.057
665.602
Jasa Pendidikan
Konstruksi
Jasa Kesehatan
Transportasi
Real Estate
Perikanan
Penyediaan Akomodasi
Jasa Kemasyarakatan
Industri Pengolahan
Pertanian, Perburuan
Perdagangan Besar dan
Eceran
Grafik II.10 Penyaluran Kredit Program Per Sektor
Triwulan I 2019
Sumber : SIKP, data diolah
ini disebabkan karena penyaluran UMi oleh PT. Pergadaian (Persero) dan PT. PNM
dilakukan secara bertahap setelah terlebih dahulu dilakukan proses penilaian.
Tabel II.12 Realisasi Penyaluran Kredit Program Per Skema pada Triwulan I 2019
No Skema Kredit Januari Februari Maret Jumlah
1 KUR Mikro 134.440.500.000 206.718.000.000 184.098.500.000 525.257.000.000
2 KUR Penempatan TKI
17.925.000 0 20.245.000 38.170.000
3 KUR Kecil 128.484.900.000 207.114.000.000 243.194.028.330 578.831.098.330
4 Ultra Mikro 6.000.000 0 8.000.000 14.000.000
Total 262.987.495.000 413.832.000.000 427.320.773.330 1.104.140.268.330
Sumber : SIKP, data diolah
Sedangkan untuk KUR, pada triwulan I tahun 2019, telah disalurkan lebih dari Rp1,1
triliun rupiah. KUR Kecil menjadi yang terbesar dengan total penyaluran mencapai
Rp578,8 miliar sedangkan KUR Mikro telah disalurkan sebesar Rp525,3 miliar. KUR
Penempatan TKI yang dari tahun ke tahun masih sangat rendah realisasinya. Untuk itu
perlu dilakukan sosialisasi kepada calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri akan
adalanya fasilitas KUR bagi mereka.
Penyaluran Kredit Program masih
didominasi oleh sektor
Perdagangan Besar dan Eceran
dengan nilai akad sebesar 50,94
persen dengan nilai penyaluran
mencapai Rp665,6 miliar dan
sektor pertanian sebesar 35,19
persen dengan nilai penyaluran
mencapai Rp313,06 miliar. Ini
sejalan dengan karakteristik
struktur ekonomi di Sumatera
Barat, dimana sektor perdagangan dan pertanian merupakan sektor utama
penyumbang pertumbuhan ekonomi.
Dari hasil monitoring dan evaluasi penyaluran kredit program, permasalahan
penyaluran dari triwulan-triwulan sebelumnya relatif sama yaitu:
a. Peran Pemerintah Daerah dalam menjaring dan memfasilitasi debitur potiensial
dinilai masih kurang. Kendala pendanaan di Pemda menjadi alasan klasiknya.
Padahal dengan adanya kredit program, memacu perkembangan UMKM yang
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN | 15
pada gilirannya akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan memperkecil gini
ratio.
b. Perlunya sektor-sektor ekonomi baru mendapatkan fasilitas kredit program lebih
diutamakan dibanding sektor-sektor jenuh seperti sektor perdagangan besar dan
kecil dengan realisasi terbesar padahal sektor ini sudah sangat sulit untuk
dikembangkan. Sektor pariwisata yang saat ini cukup berkembangan, merupakan
salah satu sektor potensial untuk dikembangkan.
16 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN
Halaman ini sengaja dibiarkan kosong
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD | 16
A. Pendapatan Daerah
Komposisi terbesar dari target pendapatan Pemda se-Sumatera Barat pada tahun 2019
tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ketergantungan terhadap Transfer
ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebagai sumber pendapatan masih sangat tinggi.
Dari target Pendapatan sebesar Rp28,59 triliun sebesar Rp20,56 triliun berasal dari
TKDD atau sebesar 71,89 persen. Persentase TKDD terhadap pendapatan Pemda
tahun 2019 sedikit menurun dibanding tahun 2018 yang mencapai 77,54 persen.
Tabel III.1 Realisasi Pendapatan APBD se- Sumatera Barat Triwulan 2019
(dalam jutaan rupiah)
Sumber : GFS Sumbar, data diolah
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Realisasi PAD Sumbar sampai
dengan triwulan I tahun 2019
mencapai Rp736,6 miliar atau
sebesar 14,70 persen dari target
yang ditetapkan sebesar Rp5.010
miliar. Hanya ada 6 (enam) dari 20
Pemda yang realisasi PAD di atas
15 persen. Pemkab Agam
memperoleh realisasi tertinggi
sebesar 22,29 persen.
Sedangkan realisasi PAD triwulan
I yang terendah adalah pada
Pemkab Kepulauan Mentawai
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi %
1 Provinsi Sumatera Barat 2,491,393 439,779 4,185,074 932,210 52,402 10,146 6,728,869 1,382,136 20.54
2 Kota Padang 824,377 107,929 1,572,720 389,086 282,220 26,071 2,679,317 523,086 19.52
3 Kabupaten Pesisir Selatan 152,796 25,055 1,238,326 215,681 359,170 33,261 1,750,293 273,997 15.65
4 Kabupaten Padang Pariaman 112,906 8,674 1,174,022 265,053 245,981 30,450 1,532,909 304,177 19.84
5 Kabupaten Agam 117,953 26,288 1,166,091 282,382 229,988 69,458 1,514,031 378,127 24.97
6 Kabupaten Lima Puluh Kota 89,175 5,373 1,054,017 192,115 234,165 15,089 1,377,357 212,576 15.43
7 Kabupaten Tanah Datar 146,175 8,352 1,020,186 178,906 199,788 13,371 1,366,150 200,629 14.69
8 Kabupaten Solok 71,716 9,339 999,425 246,160 184,270 14,898 1,255,410 270,397 21.54
9 Kabupaten Pasaman Barat 115,528 6,665 936,536 221,267 184,402 20,730 1,236,466 248,662 20.11
10 Kabupaten Kepulauan Mentawai 84,990 2,216 844,467 104,247 146,609 - 1,076,067 106,463 9.89
11 Kabupaten Dharmasraya 90,086 5,235 778,169 176,010 136,741 33,415 1,004,996 214,659 21.36
12 Kabupaten Pasaman 91,198 16,408 810,279 209,709 103,293 14,468 1,004,771 240,584 23.94
13 Kabupaten Sijunjung 74,512 6,035 770,093 190,923 128,783 22,981 973,387 219,940 22.60
14 Kabupaten Solok Selatan 70,000 2,264 746,497 166,795 126,674 26,830 943,170 195,889 20.77
15 Kota Payakumbuh 124,611 24,387 623,463 168,074 76,587 - 824,661 192,462 23.34
16 Kota Bukittinggi 116,597 21,014 558,320 155,886 63,912 13,007 738,829 189,906 25.70
17 Kota Pariaman 35,881 3,307 542,164 106,274 108,150 9,610 686,196 119,191 17.37
18 Kota Sawahlunto 56,240 3,807 510,897 135,945 83,226 11,097 650,363 150,848 23.19
19 Kota Solok 48,899 4,926 527,057 138,465 54,656 10,770 630,612 154,162 24.45
20 Kota Padang Panjang 94,982 9,555 499,182 146,920 25,704 - 619,868 156,475 25.24
5,010,014 736,607 20,556,985 4,622,108 3,026,722 375,651 28,593,721 5,734,367 20.05 Total
TotalPAD Pendapatan Transfer Pendapatan Lainnya
Kabupaten/KotaNo.
Sumber: GFS Sumbar, data diolah
Grafik III.1 Realisasi PAD Triwulan I 2019 (dalam %)
17 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD
yang hanya mencapai 2,61 persen dan Pemkab Solok Selatan yang hanya mencapai
3,28 persen. Walaupun pa da tahun tahun sebelumnya biasanya akan tercapai di akhir
tahun anggaran, namun melihat kondisi petumbuhan ekonomi Sumatera Barat, target
PAD tersebut sulit dicapai sampai akhir tahun 2019.
2. Pendapatan Transfer
Pendapatan transfer bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID), Dana Desa, Transfer
dari Pemda Lain, dan Bantuan lainnya. Sampai dengan triwulan I, Pendapatan Transfer
pemerintah daerah se-Sumatera Barat bersumber dari TKDD telah mencapai Rp4,62
triliun dari alokasi Rp20,56 triliun, atau telah direalisasikan sebesar 22,48 persen.
Pendapatan transfer pada 2019 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan
2018 yang mencapai Rp20,51 triliun. Peningkatan ini terjadi hampir di semua sumber
transfer, kecuali DBH yang sedikit mengalami penurunan. Ini dilakukan guna
penyesuaian terhadap realisasi dalam beberapa tahun terakhir yang tidak pernah
tercapai.
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Komposisi Lain-lain pendapatan yang sah dalam APBD se-Sumatera Barat tidak terlalu
besar dan realisasinya dari tahun tahun sebelumnya selalu berfluktuasi. Hal ini karena
sumber pendapatan tersebut bersifat sementara dan tidak terduga realisasinya.
Komponen Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah terdiri dari:
a. Pendapatan Hibah, berupa hibah dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya,
badan/lembaga swasta, atau dari kelompok masyarakat;
b. Pendapatan dari Dana Darurat; dan
c. Pendapatan Lainnya.
Sumber utama pendapatan ini berasal dari Pendapatan Hibah. Pola atau trennya sangat
berfluktuasi. Realisasi triwulan II tahun 2017 sebesar Rp196,66 miliar, pada tahun 2018
sebesar Rp63,23 miliar dan pada tahun 2019 ini hanya Rp1,1 miliar.
B. Belanja Daerah Komposisi belanja pemerintah daerah terdiri dari Belanja Langsung, Belanja Tidak
Langsung, dan Transfer ke Pemerintah Kab/Kota atau sebaliknya, serta belanja yang
disalurkan ke Desa. Alokasi belanja daerah se-Sumatera Barat tahun 2019 sebesar
Rp.29.537,93 miliar 2018 meningkat sekitar 6,5 persen dibanding tahun 2018 dengan
total belanja sebesar Rp 27.735,12 miliar. Realisasi belanja sampai akhir triwulan I
sebesar Rp2.634,97 miliar atau sekitar masih berada di 8,92 persen.
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD | 18
Seperti sudah menjadi
kebiasaan dan trennya,
belanja pegawai selalu yang
tertinggi dalam penyerapan
anggaran. Pada triwulan I
2019, belanja pegawai baru
mencapai 13,11 persen,
sedangkan belanja modal
masih sangat rendah yaitu
hanya 1,59 persen atau
sebesar Rp100 miliar dari
alokasi Rp6,25 triliun.
Beberapa permasalahan pelaksanaan anggaran yang biasanya terjadi di triwulan I tahun
2019 hampir mirip dengan triwulan I tahun 2018, diantaranya:
1. Adanya beberapa kegiatan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak
sesuai dengan kebutuhan sehingga perlu dilakukan revisi, sehingga pada triwulan I
belum dilaksanakan karena masih menunggu proses revisi anggaran selesai
dilaksanakan;
2. Proses lelang pada Unit layanan pengadaan yang masih berjalan untuk kegiatan
pengadaan pada kegiatan di OPD, dimana pemenang lelang baru ditetapkan sekitar
bulan April atau pada triwulan II.
3. OPD terlambat memulai kegiatan pelaksanaan fisik, terutama kegiatan dengan
penunjukan langsung yang berasal dari dana DAK, seperti adanya kesalahan juknis
dari kementerian/lembaga yang memerlukan penyesuaian.
4. Adanya kegiatan yang bersifat situasional seperti pencairan Jampersal dan Belanja
Bantuan Tanggap Darurat dan Belanja Bantuan Sosial sangat tergantung pada
kejadian atau proposal yang diusulkan.
Grafik III.2 Realisasi Belanja Daerah Sumatera Barat pada
Triwulan I Tahun 2019
12.399
7.122 6.253
1.625
563 100
13,11
7,90
1,59
(1,00)
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
11,00
13,00
15,00
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
Belanja Pegawai Belanja Barang dan
Jasa
Belanja Modal
Sumber: GFS Sumbar, data diolah
19 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD
Halaman ini sengaja dibiarkan kosong
19 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian
A. Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
Kontraksi pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I tahun 2019 salah satu
penyebab adalah lambatnya penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat dan
daerah. Walaupun ada perbaikan realisasi penyerapan anggaran dibanding periode
yang sama dengan tahun sebelumnya, peningkatan tidak terlalu berpengaruh secara
signifikan.
Selanjutnya, dari tabel IV.1 di bawah, secara kuantitatif dapat disimpulkan bahwa
pendapatan secara konsolidasi daerah sangat jauh dibanding jumlah belanja pemerintah
di Sumatera Barat. Dengan demikian, ketergantungan ekonomi daerah secara umum
sangat dipengaruhi oleh dana transfer dari pusat. Selain itu, struktur ekonomi dalam
PDRB menunjukkan tidak ada perubahan signifikan baik distribusi maupun kontribusi
pertumbuhan dari sektor-sektor selain sektor pertanian dan perdagangan.
Tabel 4.1 Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) Triwulan I
Tahun 2019 (miliaran rupiah)
Uraian s.d Triwulan I 2019 Kenaikan (%) Triwulan I 2018
Pusat (2) Daerah (6) Konsolidasi Konsolidasi
Pendapatan 1.095,99 770,68 1.866,67 -12,36 2,130
1 Pendapatan Perpajakan 710,80 518,88 1.229,68 -5,80 1.305,33
2 Pendapatan Bukan Pajak 385,19 251,80 636,99 -22,64 823,40
3 Hibah - - - - 1.05
4 Transfer - - - - -
Belanja Negara 6.986,38 2.663,51 4.387,38 10,29 3,978
5 Belanja Pemerintah 1.521,64 2.471,11 3.992,75 0,37 3.978
6 Transfer 5.464,74 192,40 394,63 - 0
Surplus (Defisit) (5.890,39) 3.369,68 (2.520,71) 51,03 (1.669)
Pembiayaan - 501,77 501,77 4,05 482.22
7 Penerimaan Pembiayaan Daerah 520,98 520,98 -57,64 1.230
8 Pengeluaran Pembiayaan Daerah 19,21 19,21 -28,85 27
Sisa Lebih (Kurang) Pembiayaan Anggaran
(5.890,39) 3.871,45 (2.018,94) 333,25 (466)
Sumber: LKPK Sumbar
B. Pendapatan Konsolidasian
Total pendapatan konsolidasi yang masuk dalam kelompok penerimaan pajak, PNBP,
dan hibah untuk Triwulan I 2019 Sumbar mencapai Rp1,87 triliun atau turun cukup
signifikan mencapai 12,36 persen dibanding dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Realisasi pendapatan perpajakan konsolidasi turun sebesar 5,8 persen
menjadi Rp1,23 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
Rp1,3 triliun. Sedangkan realisasi PNBP konsolidasi turun sangat signifikan menjadi
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian | 20
Rp636,99 miliar atau 22,64 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp823,40
persen.
Tax contribution Sumbar triwulan I 2018 mencapai Rp227.220,-/penduduk atau turun 11
persen. Kontribusi pendapatan konsolidasian terbesar berasal dari Kota Padang, Kota
Bukittinggi dan Kota&Kabupaten Solok. Dibandingkan dengan tax ratio nasional yang
mencapai 11 persen dan standar tax ratio standar bank dunia yang mencapai 15 persen,
ada beberapa hal yang perlu dilihat lebih dalam terkait rendahnya tax ratio di Sumbar.
Pertama, apakah jumlah masyarakat Sumbar masih banyak tergolong kelompok
ekonomi yang belum layak membayar pajak atau tidak. Selanjutnya, perlu dilihat lebih
dalam ketaatan pajak WP di Sumbar dalam membayarkan pajak, sehingga tax ratio ini
bisa ditingkatkan setidaknya mendekati tax ratio nasional.
Dengan melihat pertumbuhan tax ratio and contribution tersebut yang masih rendah
dengan kondisi pertumbuhan ekonomi, maka baik pemerintah pusat perlu melihat
bersama permasalahan pemungutan pajak di Sumbar secara komprehensif. Salah satu
cara memperbaiki rendahnya tax ratio and contribution Sumbar adalah melakukan
penyuluhan bersama antara dinas penerimaan pajak daerah dan Ditjen Pajak.
C. Belanja Konsolidasian
Jumlah alokasi anggaran belanja
Provinsi Sumbar pada triwulan I 2019
(Belanja Konsolidasian) mencapai
Rp3,99 triliun. Realisasi pada triwulan I
2019, tidak menunjukan peningkatan
yang signifikan dibandingkan dengan
tahun 2018. Realisasi belanja pada
triwulan I 2019 hanya naik sebesar
Rp14 miliar.
Berdasarkan klasifikasi ekonomi,
konsentrasi alokasi belanja pemerintah masih berfokus pada belanja pegawai dengan
mencapai 47% dari total alokasi, diikuti oleh belanja Barang dan jasa untuk operasional
sebesar 29%, diikuti dengan besaran belanja modal 21%. Persentase realisasi belanja
pegawai, barang, dan modal tidak terlalu jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya
walaupun tahun 2019 sedikit lebih baik. Belanja pegawai diharapkan akan meningkat
pada triwulan II dan triwulan III pada tahun 2018 seiring dengan realisasi pemberian gaji
ke-13 dan gaji ke-14 untuk Aparatur sipil negara beserta pensiun. Selain itu, dari sisi
kebijakan, pemerintah akan mengupayakan besaran gaji ke-14 tidak hanya mencakup
Grafik IV.1 Realisasi Belanja Konsolidasi
Triwulan I 2018
49%
30%
17%
0%0%
4%0%
0%
Pegawai
Barang
Modal
Pembayaran
Bunga Utang
SubsidiSumber: LKPK Sumbar
21 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian
gaji pokok namun juga meliputi tunjangan kinerja pegawai. Kebijakan ini diharapkan
akan dapat mendorong daya beli masyarakat sehingga Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga dapat mendorong pertumbuhan PDRB lebih baik. Khusus untuk Belanja barang
dan belanja modal, penyerapan tidak akan jauh berbeda dengan triwulan sebelumnya,
dimana realisasi keuangan belanja akan meningkat secara tajam pada triwulan III dan
IV.
D. Analisis Kontribusi Pemerintah dalam PDRB
E. Tabel 4.2 Laporan Operasional Triwulan I tahun 2019, diolah (miliaran rupiah)
Uraian Jumlah Uraian (Lanjutan…..) Jumlah
PENDAPATAN
1,360.76
TRANSAKSI ASET NON
KEUANGAN
-
Pajak
829.77
Akuisisi Aset Non Keuangan
Neto
143.76
Kontribusi Sosial - Aset Tetap 137.05
Hibah 112.80 Perubahan Persediaan -
Pendapatan Lainnya 418.18 Barang Berharga -
BEBAN 3,245.21 Aset Non Produksi 6.71
Kompensasi Pegawai
786.37
Saldo Peminjaman/Pinjaman
Netto
(2,028.22)
Penggunaan Barang dan Jasa
985.13
TRANSAKSI ASET KEUANGAN
DAN KEWAJIBAN
(PEMBIAYAAN):
-
Konsumsi Aset Tetap - Akuisisi Netto Aset Keuangan (2,488.98)
Bunga - Dalam Negeri (2,488.98)
Subsidi - Luar Negeri -
Hibah 1,344.44
Manfaat Sosial 0.09 Keterjadiaan Kewajiban Netto 15.53
Beban Lainnya 129.18 Dalam Negeri 15.53
Saldo Operasi Bruto (1,884.45) Luar Negeri -
Saldo Operasi Netto 1-2+NOBz) (1,884.45) SILPA Konsolidasian 476.29
F. Sumber: Laporan Stastik Keuangan Pemerintah Sumbar triwulan I 2019, diolah
Besaran belanja pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat, baik
yang bersifat jangka pendek maupun yang bersifat jangka panjang. Dari total belanja
konsolidasi pemerintah s.d triwulan I 2019 yang mencapai Rp 3,97 triliun tersebut,
distribusi belanja pemerintah terhadap PDRB Sumbar mencapai 7,16 % terhadap PDRB
Sumbar. Namun demikian, multiplier effect dari belanja pemerintah sangat tergantung
pada jenis belanja dan respon pasar terhadap belanja yang disalurkan.
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian | 22
Halaman ini sengaja dibiarkan kosong
A. Rendang, Komoditi Ekspor Baru Sumatera Barat yang Mendunia
Membicarakan rendang, sudah pasti kita membayangkan suatu makanan yang khas dari
Sumatera Barat dan memiliki rasa yang sangat enak dan diakui penikmat kuliner
diseantero dunia. Rendang sudah menjadi trademark orang Minang dan belum ada
pihak manapun yang mengakui rendang bukan berasal dari daerah Sumatera Barat.
Catatan sejarah oleh William Marsden dalam bukunya The History of Sumatera (1811)
menunjukan rendang pertama kali ditemukan pada awal abad 19, Marsden menjelaskan
bagaimana proses mengolah daging oleh masyarakat Minangkabau agar daging
tersebut awet tanpa menjelaskan apa nama olahan tersebut. Beberapa pendapat
menyebutkan bahwa masakan rendang memilki pengaruh dari berbagai makanan dari
luar negeri seperti India dan Arab yang dulunya pengaruh tersebut dibawa masuk oleh
pedagang India dan Arab yang datang ke Minangkabau sebagai pusat perdagangan
rempah-rempah dunia pada abad ke 15. Sejarah lain menyebutkan bahwa dahulu
rendang dibuat bukan dari daging sapi melainkan daging kerbau dengan struktur serat
yang cukup alot dan keras, sehingga perlu dimasak dalam waktu yang cukup lama
dengan api kecil dan proses inilah yang disebut merendang, hingga akhirnya
masakannya dinamai rendang.
Dalam perkembangan selanjutnya, pamor rendang semakin tinggi dan mendunia,
karena beberapa kali menyabet gelar sebagai olahan kuliner terlezat didunia oleh media
internasional mengalahkan sajian dunia yang sudah terkenal sebelumnya seperti Sushi
dari Jepang, Kimchi dari Korea Selatan dan bahkan Pizza dari Italia. Oleh karena itu
rendang sudah bisa dijadikan potensi komoditi makanan yang dapat diekspor ke negara
manapun didunia.
Sebagaimana dilansir majalah Tempo, rendang salah satu makanan khas Sumatera
Barat, bakal menjadi komoditas ekspor unggulan karena animo pencinta kuliner luar
negeri terhadap rendang cukup tinggi terutama negara Eropa. Menurut Gubernur
Sumatera Barat Irwan Prayitno, ide untuk mengekspor rendang muncul karena sejumlah
mitra luar negeri yang menginginkan rendang namun sulit untuk mendapatkannya dan
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sedang melakukan kajian kuliner rendang untuk
bisa bertahan hingga 1,5 tahun. Masa kadaluwarsa yang lama sangat dibutuhkan untuk
menjangkau pasar dunia. Berbagai upaya untuk membuat rendang mendunia terus
dilakukan pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah, mulai dari promosi yang
gencar maupun kemasan produk rendang yang dibuat semakin bagus dan higienis,
diharapkan dapat menambah minat konsumen luar negeri untuk mencicipi rendang
sebagai kuliner terlezat di dunia.
23 | Berita / Isu Fiskal Terpilih
Upaya-upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil, Pemerintah Kota Payakumbuh telah
memastikan eskpor rendang secara massal pada Mei 2019 ke Arab Saudi setelah nota
kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) sukses ditandatangani
dengan pengusaha Arab Saudi. Sebagaimana yang diutarakan oleh Wakil Walikota
Payakumbuh, Erwin Yunaz, bahwa Ekspor kuliner rendang dalam bentuk kalio atau 2/3
bahan jadi akan dikirim ke Arab Saudi sebanyak satu kontainer atau sekitar 20 ton
bumbu rendang, sedangkan penyediaan daging untuk rendang tetap berasal dari Arab
Saudi karena ekspor daging ke negara tersebut membutuhkan perizinan dan birokrasi
yang cukup panjang,
Ekspor rendang tersebut tentunya akan berdampak besar terhadap ekonomi
masyarakat, Bisa dibayangkan untuk membuat 1 (satu) kilo rendang dibutuhkan empat
butir kelapa dtambah dengan kebutuhan bawang dan cabainya, jadi 20 ton bumbu
rendang yang diekspor akan membutuhkan kurang lebih 80 (delapan puluh) ribu kelapa
berikut dengan penggunaan cabai dan bawangnya. Hal ini akan meningkatkan sektor
pertanian dan membuka lapangan kerja baru yang menjajnjikan. Untuk mengekspor
rendang ke Arab Saudi, Pemerintah Kota Payakumbuh telah menyiapkan koperasi
khusus pelaku usaha rendang di Payakumbuh dan guna peningkatan jumlah pengusaha
rendang dalam perizinan telah ada pula Balai POM, di Kota Payakumbuh.
Dibalik kesuksesan rendang diakui sebagai kuliner yang terlezat, ternyata masih
terdapat persoalan yang menjadi kendala untuk menjadikan rendang makanan yang
mendunia. Salah satunya adalah soal standar. Saat ini rasa rendang di Sumatera Barat
sangat bervariatif dan khas menurut nagari atau desa di ranah minang, ada yang pedas,
gurih maupun agak manis dan hal ini tentunya menjadi persoalan jika rendang diproduksi
secara industrialisasi yang memiliki standar tersendiri. Selain itu juga usaha rendang
masih dilakukan dalam skala industri kecil atau rumahan maupun UMKM, dan belum
sanggup untuk melayani pesanan dalam jumlah yang sangat besar, kalaupun dipenuhi
akan memunculkan rasa yang bervariasi dan dapat menimbulkan komplain dari
konsumen luar negeri. Standarisasi rendang tentunya menjadi persoalan tersendiri bagi
Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, tetapi dengan tekad
yang kuat dan kemauan yang tinggi, rendang dapat dipastikan sejajar dengan makanan
elit dunia lainnya.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KANTOR WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT
JALAN KHATIB SULAIMAN No.3 Padang 25137 TELEPON(0751) 7054731, 7051253FAKSIMILE(0751) 7051020
Website : www.kanwildjpbn-sumbar.net Email : [email protected]
NOTA DINAS Nomor ND-487/WPB.03/ 2019
Yth : Direktur Pelaksanaan Anggaran Dari : Kepala Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Barat Lampiran : 1 Berkas Hal : Kajian Fiskal Regional Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Barat Tahun 2019 Tanggal : 14 Mei 2019
Sehubungan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendahraaan Nomor: SE-
61/PB/2017 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional, dengan ini kami sampaikan
Kajian Fiskal Regional Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Barat Triwulan I Tahun 2019. Softcopy kajian
dimaksud juga telah kami sampaikan melalui email [email protected] dan kami tembuskan ke
email [email protected].
Demikian disampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Ade Rohman