Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang
diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan
pada data dan informasi yang dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, instansi
internasional, asosiasi, serta hasil dari diskusi terbatas perkembangan ekonomi yang
dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi
ekonomi.
Publikasi ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan
Indonesia hingga triwulan II tahun 2019. Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat
perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi
ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan
ekonomi Indonesia triwulan II tahun 2019 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan,
investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, perekonomian daerah, serta
neraca pembayaran.
Publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan
penyempurnaan. Masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat
diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai.
Jakarta, Agustus 2019
Deputi Bidang Ekonomi
Kementerian PPN/Bappenas
i
Ringkasan Eksekutif
Sebagian besar negara mengalami perlambatan ekonomi dampak perang dagang, tidak
terkecuali Amerika Serikat dan Tiongkok. Pada triwulan II tahun 2019, perekonomian Amerika
Serikat (AS) tumbuh melambat sebesar 2,1 persen (YoY). Ekspor Amerika Serikat terkontraksi
sebesar -5,2 persen dampak perang dagang. Di sisi lain, impor meningkat sebesar 0,1 persen
seiring dengan peningkatan permintaan domestik. Sejalan dengan perlambatan ekonomi
tersebut, laju inflasi di Amerika Serikat sebesar 1,6 persen pada triwulan II tahun 2019.
Perekonomian Tiongkok pada triwulan II tahun 2019 tumbuh 6,2 persen (YoY). Meski masih
tumbuh diatas 6 persen, kondisi ini merupakan yang terendah dalam 27 tahun terakhir.
Meskipun tekanan eksternal dan volatilitas meningkat, perekonomian Tiongkok relatif stabil.
Tiongkok memperketat impornya untuk menjaga kestabilan ekonomi domestik.
Sebagai antisipasi adanya kemungkinan pemotongan suku bunga oleh The Fed, beberapa
negara akhirnya mulai menurunkan suku bunga kebijakannya pada triwulan ini. Malaysia,
Filipina, Australia, dan India memangkas suku bunga. Namun, sebagian besar negara maju
mempertahankan suku bunga kebijakannya. Di sisi lain, harga komoditas internasional
bergerak turun selama triwulan II tahun 2019. Meski begitu, harga minyak mentah tetap
meningkat. Didorong oleh langkah negara-negara OPEC+ yang melanjutkan pemangkasan
produksi minyak mentah.
Ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2019 tumbuh sebesar 5,05 persen (YoY), lebih
rendah dibandingkan triwulan II tahun 2018. Momentum lebaran dan libur bersama tidak
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Selain itu, pergeseran masa
panen pada triwulan II tahun 2019 juga tidak dapat mendorong perekonomian. Dampak
perang dagang masih mempengaruhi perekonomian Indonesia, baik ekspor maupun impor
kembali terkontraksi pada triwulan ini. Secara spasial, hampir semua kawasan mengalami
pertumbuhan positif, kecuali Maluku dan Papua. Pertumbuhan kawasan tersebut masih
terkontraksi disebabkan turunnya produksi biji logam PT Freeport.
Perkembangan sektor fiskal, digambarkan dengan penerimaan perpajakan, dimana hingga
akhir triwulan II tahun 2019 mencapai mencapai 38,57 persen dari target APBN 2019.
Pendapatan Negara dan Hibah telah mencapai Rp898,76 triliun, meningkat dibandingkan
periode yang sama pada tahun sebelumnya. Meskipun mengalami peningkatan, namun
realisasinya terhadap target APBN relatif menurun. Di sisi lain, realisasi Belanja Negara
meningkat 9,59 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018. Hal tersebut
sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan APBN
melalui perbaikan pola penyerapan belanja.
Sementara itu, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga
BI7DRR pada level 6,00 persen. Kebijakan tersebut ditempuh dalam rangka menarik aliran
modal masuk sehingga dapat menciptakan kestabilan nilai tukar Rupiah. Sepanjang triwulan
II tahun 2019, nilai tukar Rupiah cenderung bergerak fluktuatif. Rupiah menguat pada akhir
triwulan II seiring dengan kembalinya optimisme investor terhadap kondisi perekonomian
domestik. Pelonggaran kebijakan moneter global turut berperan mendorong kembalinya
ii
aliran modal masuk ke Indonesia dan penguatan Rupiah. Sementara itu, inflasi tahunan (YoY)
pada April-Juni 2019 mencapai 2,83 persen, 3,32 persen, dan 3,28 persen, masih berada
dalam rentang target yang ditetapkan sebesar 3,5 ± 1 persen.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II tahun 2019 defisit sebesar USD2,0 miliar,
turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami surplus. Defisit yang terjadi
disebabkan oleh meningkatnya defisit transaksi berjalan yang diiringi oleh berkurangnya
surplus transaksi modal dan finansial. Sementara itu, surplus neraca perdagangan nonmigas
meningkat sedangangkan defisit perdagangan migas semakin lebar.
Perlambatan ekonomi global diperkirakan terus berlanjut seiring dengan perang dagang yang
belum menunjukkan tanda akan mencapai kesepakatan. Perdagangan global diprediksi
semakin turun seiring dengan semakin banyaknya negara yang memperketat proteksi
perdagangan. Sementara perekonomian Indonesia diprediksi tumbuh 5,2 persen pada
keseluruhan tahun 2019, lebih rendah dari target. Prediksi tersebut dapat tercapai
bergantung pada tiga sektor utama yaitu pertanian, pertambangan dan penggalian, serta
industri pengolahan. Apabila kinerja sektor tersebut tidak mengalami perbaikan pada
semester II, realisasi pertumbuhan pada tahun 2019 dapat lebih rendah.
Meski diperkirakan menguat, perekonomian domestik dibayangi beberapa risiko negatif yang
dapat membuat pertumbuhan ekonomi lebih lambat. Pertama, tensi perang dagang antara
Amerika dan Tiongkok masih tinggi yang dapat berdampak pada turunnya ekspor serta
pertumbuhan investasi. Kedua, pergerakan harga komoditas internasional yang cenderung
turun. Ketiga, realisasi pendapatan negara yang lebih rendah dari target. Keempat, kinerja
industri pengolahan yang belum pulih.
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
Daftar Tabel .................................................................................................................. iv
Daftar Gambar.............................................................................................................. vi
Policy Brief: Digital Divide di Indonesia .............................................................................. 1
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ................................................................................... 5
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA ................................................................. 9
2.1 Sektor Riil ......................................................................................................................... 9
Ekonomi Nasional ............................................................................................................ 9
Investasi ........................................................................................................................... 12
Industri dan Pariwisata .................................................................................................... 17
Ekonomi Regional ............................................................................................................ 22
2.2 Fiskal ................................................................................................................................ 25
2.3 Moneter dan Jasa Keuangan .......................................................................................... 29
Moneter ........................................................................................................................... 29
Jasa Keuangan .................................................................................................................. 33
2.4 Neraca Pembayaran ........................................................................................................ 41
Perdagangan .................................................................................................................... 43
Kerjasama Ekonomi Internasional .................................................................................. 47
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI .............................................................................. 51
3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global ....................................................................... 51
3.2 Proyeksi Perekonomian Indonesia ................................................................................. 52
iv
Daftar Tabel
Tabel 1. Indeks Pembangunan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (IP-TIK)
Tahun 2015-2017 ........................................................................................................... 1 Tabel 2. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara ....................................................................... 6 Tabel 3. Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran ............................................................................ 11 Tabel 4. Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto ..................................................... 13 Tabel 5. Realisasi PMA dan PMDN ............................................................................................. 13 Tabel 6. Realisasi PMA dan PMDN Berdasarkan Kategori Utama Sektor Ekonomi ................. 14 Tabel 7. Lima Sektor Realisasi PMA Terbesar ............................................................................ 14 Tabel 8. Lima Sektor Realisasi PMDN Terbesar ......................................................................... 14 Tabel 9. Realisasi dan Target Realisasi PMA dan PMDN (Triliun Rupiah) ................................. 15 Tabel 10. Proporsi PMA dan PMDN terhadap Realisasi Investasi dalam Persen ..................... 15 Tabel 11. Realisasi PMA Berdasarkan Negara Asal Investasi .................................................... 15 Tabel 12. Realisasi PMA Berdasarkan Lokasi (Triliun Rupiah) .................................................. 15 Tabel 13. Realisasi PMDN Berdasarkan Lokasi (Triliun Rupiah) ............................................... 16 Tabel 14. Lima Provinsi dengan Realisasi PMA dan PMDN Terbesar ....................................... 16 Tabel 15. Pertumbuhan Ekonomi di Maluku dan Papua ........................................................... 23 Tabel 16. Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi ........................................................................... 23 Tabel 17. Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan ....................................................................... 23 Tabel 18. Pertumbuhan Ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara ................................................... 24 Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi di Jawa .................................................................................. 24 Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera .......................................................................... 25 Tabel 21. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (triliun Rp) ....................................... 28 Tabel 22. Perkembangan Komponen Pembiayaan (triliun Rp) ................................................. 29 Tabel 23. Suku Bunga Operasi Moneter BI 7 Day Reverse Repo Rate Triwulan II,
Tahun 2019 (persen) .................................................................................................. 30 Tabel 24. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan II Tahun 2019 ...................................................... 32 Tabel 25. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ..................................................... 32 Tabel 26. Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM), April– Juni 2019 ........................................... 33 Tabel 27. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional tahun 2018-2019 (Rp Miliar) .... 35 Tabel 28. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah 2018 – 2019 (Rp Miliar) ............... 38 Tabel 29. Penyaluran Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Tahun 2018 – 2019 ............ 39 Tabel 30. Pertumbuhan Aset IKNB Syariah 2018 – 2019 (Rp Miliar) ........................................ 40 Tabel 31. Neraca Perdagangan dan Tingkat Pertumbuhan Ekspor Impor .............................. 43 Tabel 32. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Ekspor ..................................................................... 44 Tabel 33. Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Tujuan
Ekspor Utama ............................................................................................................. 44 Tabel 34. Perkembangan Nilai Ekspor Berdasarkan 10 Golongan Barang HS 2 Dijit Terbesar 45 Tabel 35. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Impor ...................................................................... 46 Tabel 36. Nilai Impor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Asal Impor Utama .......................... 46 Tabel 37. Perkembangan Nilai Ekspor Berdasarkan 10 Golongan Barang HS 2 Dijit Terbesar 47 Tabel 38. Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia .................................................. 48 Tabel 39. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Preferensi .......................... 49 Tabel 40. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Nonpreferensi ................... 49
v
Tabel 41. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA dalam Juta USD ........... 50 Tabel 42. Proyeksi Pertumbuhan Beberapa Negara ................................................................. 51 Tabel 43. Proyeksi Harga Komoditas Global .............................................................................. 52 Tabel 44. Konsensus Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ............................................ 52 Tabel 45. PDB Berdasarkan Pengeluaran ................................................................................... 53 Tabel 46. PDB Berdasarkan Lapangan Usaha ............................................................................ 53
vi
Daftar Gambar
Gambar 1. Indeks Pembangunan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Per Provinsi
Tahun 2017 .................................................................................................................. 2 Gambar 2. Pencapaian Indikator IP-TIK Tahun 2015-2017 ......................................................... 3 Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara................................................................. 6 Gambar 4. Perkembangan Harga Minyak Mentah ...................................................................... 7 Gambar 5. Perkembangan Harga Gas Alam ................................................................................ 8 Gambar 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ............................................................................. 9 Gambar 7. Pertumbuhan PDB Sisi Produksi Triwulan II Tahun 2019 ......................................... 9 Gambar 8. Perkembangan Konsumsi RT dan Investasi terhadap PDB ..................................... 11 Gambar 9. Indeks Tendensi Bisnis Tahun 2018-2019 ............................................................... 12 Gambar 10. Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Secara Spasial ......................................... 22 Gambar 11. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas ..................................................... 17 Gambar 12. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Semester I 2019 ....... 17 Gambar 13. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Semester I
Tahun 2019 ............................................................................................................. 18 Gambar 14. Ekspor Produk Industri ........................................................................................... 18 Gambar 15. Investasi Domestik (PMDN) Sektor Industri .......................................................... 19 Gambar 16. Investasi Asing (PMA) Sektor Industri .................................................................... 19 Gambar 17. Produksi Mobil ........................................................................................................ 19 Gambar 18. Penjualan Mobil ...................................................................................................... 20 Gambar 19. Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Semen............................................... 20 Gambar 20. Purchasing Manager Index (PMI) Sektor Manufaktur .......................................... 21 Gambar 21. Jumlah Wisatawan Mancanegara .......................................................................... 21 Gambar 22. Nilai Ekspor Jasa Perjalanan ................................................................................... 22 Gambar 23. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan (triliun Rp) .................................... 25 Gambar 24. Perkembangan Komponen Belanja Negara .......................................................... 26 Gambar 25. Perkembangan Realisasi Defisit APBN ................................................................... 29 Gambar 26. Perkembangan Utang Pemerintah Pusat .............................................................. 29 Gambar 27. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD ................................................ 30 Gambar 28. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, Juni 2012 – Juni 2019 (2010=100)...... 31 Gambar 29. Perkembangan Uang Beredar Triwulan II Tahun 2019 ......................................... 31 Gambar 30. Perkembangan Indeks Harga Pangan Strategis Nasional April– Juni 2019,
(2019=100) ............................................................................................................. 33 Gambar 31. Kinerja Perbankan Konvensional ........................................................................... 34 Gambar 32. Pertumbuhan Kredit Bank Konvensional ............................................................... 34 Gambar 33. Pertumbuhan DPK Bank Konvensional .................................................................. 34 Gambar 34. Capaian Penyaluran KUR ........................................................................................ 36 Gambar 35. Pertumbuhan Total Aset Industri Asuransi 2018-2019 ........................................ 36 Gambar 36. Perkembangan Jumlah Aset Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun ............ 36 Gambar 37. Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi ............................................................ 37 Gambar 38. Perkembangan Obligasi Korporasi 2018-2019 (Triliun Rp) .................................. 37 Gambar 39. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah ........................................................... 37 Gambar 40. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perbankan Syariah 2018 – 2019 ... 38
vii
Gambar 41. Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI, JII dan JII 70 2018-2019
(Ratus Ribu Rp) ....................................................................................................... 39 Gambar 42. Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi 2018-2019 (Rp Triliun) ................ 40 Gambar 43. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (Miliar USD) ............................... 41 Gambar 44. Neraca Jasa Perjalanan dan Transportasi .............................................................. 42 Gambar 45. Neraca Pendapatan Primer dan Sekunder ............................................................ 42 Gambar 46. Neraca Transaksi Finansial ..................................................................................... 43
1
Policy Brief: Digital Divide di Indonesia
Era globalisasi telah membawa Indonesia
ke dalam proses pertumbuhan dengan
akses informasi dan komunikasi yang
sangat cepat melalui internet. Masyarakat
menjadikan internet sebagai salah satu
kebutuhan primer, terutama di perkotaan.
Hampir seluruh aspek bisnis dan ekonomi
ditopang melalui pemanfaatan teknologi
internet.
Di dunia bisnis, internet mempermudah
perusahaan antara lain untuk melakukan
analisis pasar melalui pemanfaatan data
dari para konsumen, serta dalam hal
transaksi jual-beli (e-commerce).
Salah satu tantangannya adalah disparitas
yang cukup tinggi antara daerah pusat
kota dengan pinggiran, terutama di
daerah perdesaan khususnya di kawasan
timur Indonesia. Isu kesenjangan di bidang
Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK)
lebih sering disebut sebagai digital divide.
Sesuai dengan instruksi Presiden No. 3
Tahun 2003, digital divide adalah
keterisolasian dari perkembangan global
karena tidak mampu memanfaatkan
informasi. Saat ini terjadi pergeseran
definisi yaitu digital divide tidak lagi
membahas perbedaan antara siapa yang
memiliki akses dan tidak memiliki akses
terhadap TIK, namun digital divide lebih
kepada perbedaan kemampuan
menggunakan dan memanfaatkan TIK.
Berdasarkan hal tersebut, Badan Pusat
Statistik (BPS) merilis data terkait digital
divide yang terjadi di Indonesia dan
membaginya ke dalam tiga kategori
subindeks.
Tabel 1. Indeks Pembangunan Teknologi,
Informasi, dan Komunikasi (IP-TIK) Tahun 2015-
2017
Subindeks 2015 2016 2017
Akses dan Infrastruktur
4,81 4,88 5,16
Penggunaan 2,21 3,19 4,44
Keahlian 5,38 5,54 5,75
IP-TIK 3,88 4,34 4,99
Sumber: BPS (diolah)
*Skala indeks: 0 – 10
Berdasarkan data terakhir yang dirilis oleh
BPS, secara umum terjadi peningkatan
indeks dari tahun ke tahun. Semakin tinggi
nilai indeks menunjukkan progres
pembangunan TIK yang semakin baik.
Namun demikian, kenaikannya terjadi
secara perlahan. Hanya subindeks
penggunaan yang kenaikannya cukup
tinggi dibandingkan dua subindeks yang
lain. Ini didorong oleh kondisi di
masyarakat yang semakin banyak memiliki
smartphone. Bahkan, ada kecenderungan
masyarakat memiliki lebih dari satu
smartphone. Perkembangan subindeks
penggunaan berbanding terbalik dengan
subindeks akses dan infrastruktur serta
keahlian yang kenaikannya sangat kecil. Ini
menggambarkan kondisi perluasan akses
TIK cukup sulit diimplementasikan secara
masif. Terlebih di kawasan timur
Indonesia yang memiliki topografi
perbukitan dan pegunungan. Kenaikan
subindeks keahlian bahkan lebih kecil dari
subindeks lainnya. Artinya, meningkatnya
jumlah pengguna internet masih belum
dibarengi dengan kemampuan dalam
memanfaatkan TIK secara baik dan bijak.
Pemerintah selaku fasilitator dan
regulator tidak hanya fokus dalam
memperluas akses dan infrastruktur TIK
secara masif tetapi juga harus diimbangi
dengan literasi digital bagi masyarakat
2
yang nantinya akan menerima manfaat
dari TIK. Keberhasilan pemerintah dalam
meningkatkan IP-TIK ke indeks 4,99 harus
diapresiasi dan terus didorong agar
pembangunan TIK di Indonesia semakin
inklusif dan meningkat dari tahun ke
tahun.
Digital divide yang saat ini terjadi di
Indonesia disebabkan oleh beberapa
faktor. Luasnya bentang alam Indonesia
merupakan faktor utama dalam
melakukan pemerataan pembangunan.
Penyediaan infrastruktur TIK terutama di
kawasan timur Indonesia bukan hal yang
mudah karena medan dan topografi yang
sulit. Hal ini terlihat melalui data di bawah
ini.
Gambar 1. Indeks Pembangunan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Per Provinsi Tahun 2017
Sumber: BPS
Gambar di atas menjelaskan kesenjangan
TIK atau digital divide yang terjadi di
Indonesia. DKI Jakarta memiliki IP-TIK
tertinggi dan diikuti oleh provinsi yang
sebagian besar berada di kawasan barat
Indonesia. Uniknya, Jawa Tengah dan
2,95
3,48
3,683,79
3,92
3,933,94
4,00
4,34
4,40
4,45
4,45
4,45
4,474,49
4,49
4,544,64
4,72
4,79
4,83
4,864,88
4,90
4,99
5,12
5,13
5,225,50
5,795,81
5,92
6,09
7,61
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0
PapuaNTT
Sulawesi Barat
Maluku UtaraNTB
Aceh
Lampung
Kalimantan Barat
MalukuSumatera Selatan
Sumatera Utara
JambiGorontalo
Papua Barat
Sulawes Tenggara
Kep. Bangka Belitung
BengkuluKalimantan Tengah
Jawa Tengah
Sumatera Barat
Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan
Jawa TimurRiau
INDONESIA
Jawa BaratSulawesi Utara
Banten
Kalimantan Utara
Kep. Riau
BaliKalimantan Timur
DI Yogyakarta
DKI Jakarta
3
Jawa Timur berada di area pertengahan.
Hal ini menjelaskan bahwa dalam skala
provinsi sekalipun, daerah yang memiliki
area luas masih cukup sulit untuk
melakukan penetrasi pembangunan TIK ke
masyarakat. Kawasan timur seperti Nusa
Tenggara Timur dan Papua berada pada
posisi akhir. Kedaulatan sebuah negara
tercermin dari keadilan pembangunan
yang dilakukan pemerintah dalam rangka
mengangkat harkat dan martabat
rakyatnya. Sudah menjadi tugas
pemerintah sebagai fasilitator untuk
menyediakan infrastruktur teknologi,
informasi, dan komunikasi.
Dampak dari sulitnya pembangunan
infrastruktur kemudian menyebabkan
akses terhadap literasi digital tidak
berkembang. Selain itu, daerah yang
pembangunan infrastrukturnya belum
mapan cenderung memiliki kondisi
masyarakat dengan aspek sosioekonomi
yang rendah juga. Implikasi dari
sosioekonomi yang rendah menyebabkan
sulitnya menjangkau perangkat TIK.
Kondisi topografi dan sosioekonomi yang
saling terkait menyebabkan paradigma di
masyarakat menganggap TIK belum
menjadi kebutuhan utama. Apabila
kondisi ini tidak ditangani dengan serius
dan segera, keberadaan masyarakat di
kawasan pinggiran terutama di daerah
timur akan tertinggal dari berbagai aspek,
terutama informasi dan pembangunan.
Gambar 2. Pencapaian Indikator IP-TIK Tahun 2015-2017
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar di atas memperkuat bahwa
kesenjangan TIK masih tinggi di Indonesia.
Dari 11 indikator, hanya 3 indikator yang
menunjukkan pencapaian mendekati nilai
10. Indikator yang mendekati dan
mencapai nilai 10 menunjukkan
pencapaian yang ideal dalam menopang
pembangunan indeks TIK di Indonesia.
Meskipun demikian, masih terdapat 8
indikator yang berada di bawah nilai yang
diharapkan. Bahkan indikator penting
seperti persentase rumah tangga yang
menggunakan internet dan persentase
penduduk yang menggunakan internet
berada di bawah 5. Dengan demikian, tiga
faktor utama yang telah dijelaskan
4
sebelumnya yaitu luasnya geografis dan
kondisi topografi Indonesia menyebabkan
sulitnya penetrasi pembangunan
infrastruktur TIK; sosioekonomi
masyarakat yang rendah karena
ketertinggalan informasi dan
pembangunan; serta paradigma
masyarakat yang menganggap TIK belum
terlalu penting, menyebabkan
meningkatnya digital divide di Indonesia.
Upaya pemerintah untuk mengurangi
kesenjangan pembangunan TIK saat ini
dilakukan melalui proyek Palapa Ring.
Proyek ambisius ini dijalankan dalam
rangka mengimplementasikan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Melalui proyek Palapa Ring ini diharapkan
kecepatan internet Indonesia akan
merata. Pengerjaan proyek ini melalui
pembangunan serat optik di seluruh
Indonesia sepanjang 36.000 kilometer.
Proyek ini dibagi menjadi tiga kawasan
yaitu barat, tengah, dan timur. Selain
mendorong ketersediaan infrastruktur
teknologi dan informasi bagi seluruh
masyarakat, output lain yang diharapkan
dari proyek Palapa Ring adalah sebagai
stimulus untuk mendorong masyarakat
lebih aktif dalam melakukan kegiatan
melalui pemanfaatan TIK seperti start up
dan sekaligus menjadi sarana pemerintah
untuk meningkatkan kinerja
akuntanbilitas melalui implementasi e-
Government. Proyek Palapa Ring bisa
menjadi proyek penting dan strategis bagi
pemerintah untuk memperkecil
kesenjangan infrastruktur TIK di
Indonesia. Selanjutnya, harus diupayakan
untuk meningkatkan literasi digital di
masyarakat guna meningkatkan keahlian
masyarakat dalam memanfaatkan TIK
secara proporsional, baik, dan bijak.
5
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Pertumbuhan ekonomi dunia pada triwulan
II tahun 2019 masih melambat.
Pada triwulan II tahun 2019, perlambatan
pertumbuhan ekonomi terjadi di sebagian
besar negara di dunia. Beberapa negara
yaitu Korea Selatan, Jepang, dan Perancis
mampu tumbuh lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya. Namun, bila dibandingkan
dengan triwulan II tahun 2018, tidak ada
negara yang tumbuh lebih tinggi. Hal ini
merupakan dampak dari perang dagang
yang terus berlanjut.
Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh 2,1
persen (YoY) pada triwulan II tahun 2019,
melambat dibandingkan dengan triwulan II
tahun 2018 yang tumbuh sebesar 3,5
persen. Pertumbuhan tersebut juga lebih
lambat dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya (3,1 persen). Adapun
pendorong pertumbuhan Amerika Serikat
adalah konsumsi masyarakat, sebesar 4,3
persen, terutama konsumsi barang tahan
lama (12,9 persen). Sementara
pertumbuhan ekspor terhambat oleh
perang dagang yang sedang dihadapi
Amerika Serikat. Ekspor Amerika Serikat
terkontraksi sebesar -5,2 persen. Di sisi lain,
kinerja impor meningkat sebesar 0,1 persen
seiring dengan peningkatan permintaan
domestik. Sejalan dengan perlambatan
ekonomi tersebut, laju inflasi di Amerika
Serikat sebesar 1,6 persen pada triwulan II
tahun 2019, lebih rendah dari inflasi
triwulan sebelumya (1,9 persen).
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga
melambat dari 6,4 persen menjadi 6,2
persen pada triwulan II tahun 2019,
dibandingkan triwulan sebelumnya. Meski
masih tumbuh diatas 6 persen,
pertumbuhan pada triwulan ini merupakan
yang terendah selama 27 tahun terakhir.
Sepanjang semester I tahun 2019,
pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar
6,3 persen. Laju inflasi Tiongkok sebesar 2,7
persen (YoY), lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya.
Meskipun tekanan eksternal dan volatilitas
meningkat, perekonomian Tiongkok relatif
stabil. Tiongkok memperketat impornya
untuk menjaga kestabilan ekonomi
domestik. Cadangan devisa Tiongkok
meningkat dari USD3,11 triliun pada
triwulan II tahun 2018 menjadi USD3,12
triliun pada triwulan ini. Kenaikan cadangan
devisa tersebut salah satunya ditopang oleh
kebijakan nilai tukar.
Perang dagang Amerika Serikat dan
Tiongkok terus menekan perekonomian
negara-negara lain. Di Asia Tenggara,
Singapura terancam kemungkinan
terjadinya resesi. Hal tersebut terlihat dari
pertumbuhan Singapura yang hanya
mampu tumbuh sebesar 0,1 persen pada
triwulan II tahun 2019. Pertumbuhan
tersebut jauh lebih lambat dari triwulan II
tahun 2019 yang mencapai 4,2 persen
maupun triwulan I tahun 2019 (1,1 persen).
Ekspor yang merupakan tumpuan
perekonomian Singapura, turun sebesar 2,4
persen (YoY). Ekspor komoditas utamanya
seperti mesin dan peralatan, bahan kimia
organik, dan plastik masing-masing turun
sebesar 0,7 persen, 14,5 persen, dan 1,7
persen.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Jepang
naik sebesar 1,1 persen, lebih tinggi dari
pertumbuhan triwulan sebelumnya.
Namun, tetap lebih rendah dari triwulan II
tahun 2018 yang mencapai 1,4 persen.
Melambatnya perekonomian Jepang
6
terutama dipengaruhi penurunan kinerja
sektor eksternal serta permintaan
domestik.
Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Sumber: CEIC
Sebagian besar negara mulai menurunkan
suku bunga kebijakan.
Perlambatan ekonomi dan isu pemotongan
suku bunga oleh The Fed menjadi pemicu
perdebatan antara pemerintah dan bank
sentral di beberapa negara. Beberapa
kepala negara menginginkan pemotongan
suku bunga yang agresif untuk mendorong
perekonomian domestik. Sementara, bank
sentral menginginkan tindakan yang lebih
hati-hati dengan pemotongan suku bunga
yang bertahap. Sebagai antisipasi adanya
kemungkinan pemotongan suku bunga oleh
The Fed, beberapa negara akhirnya mulai
menurunkan suku bunga kebijakannya pada
triwulan ini. Malaysia dan Filipina
memotong suku bunga pada bulan Mei
sebanyak 25 bps. Selain itu, Australia dan
India memangkas suku bunga sebesar 25
bps pada bulan Juni. Bank Indonesia sendiri
telah mendapat desakan dari berbagai
pihak untuk segera menurunkan suku
bunga acuan. Akan tetapi, Bank Indonesia
memutuskan mempertahankan suku bunga
hingga akhir triwulan II tahun 2019.
Sementara, negara maju rata-rata memilih
untuk menahan suku bunga kebijakannya.
The Fed menahan suku bunga sebesar 2,25-
2,5 persen sepanjang triwulan II tahun
2019. Hal tersebut dilakukan dengan
pertimbangan inflasi dan pengangguran
yang cukup rendah. The Fed akan terus
menyesuaikan dengan kondisi ekonomi
domestik maupun perkembangan kebijakan
perdagangan Amerika Serikat.
The People Bank of China (PboC) juga
memutuskan untuk mempertahankan suku
bunga kebijakannya sepanjang triwulan ini
pada level 2,25 persen. Keputusan tersebut
diambil sebagai upaya untuk menjaga
perekonomian domestik. PBoC menilai
pemotongan suku bunga merupakan
langkah terakhir untuk mendorong aktivitas
perekonomiannya.
Tabel 2. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara
Apr Mei Jun
ASEAN-5
Indonesia 6,00 6,00 6,00
Thailand 1,75 1,75 1,75
Filipina 4,75 4,50 4,50
Malaysia 3,25 3,00 3,00
Vietnam 4,25 4,25 4,25
Negara Maju
Kawasan Eropa
0,00 0,00 0,00
Amerika Serikat
2,25-2,5 2,25-2,5 2,25-2,5
Tiongkok 2,25 2,25 2,25
Jepang -0,1 -0,1 -0,1
Sumber: CEIC
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019
Tiongkok Japan
Korea Singapore
Amerika Serikat
7
Harga sebagian besar komoditas kembali
turun.
Harga komoditas pertanian pada triwulan II
tahun 2019 cenderung turun, seperti
gandum (dari USD211,5/MT menjadi
USD201,7/MT) dan kopi (dari USD2,8
cent/kg menjadi USD2,7 cent/kg). Harga
minyak sawit juga terus turun dari
USD587/MT pada triwulan sebelumnya
menjadi USD568/MT. Hal yang sama juga
terjadi pada harga kedelai dengan rata-rata
USD378/MT pada triwulan I tahun 2019
USD353/MT pada triwulan II tahun 2019.
Harga komoditas logam dan mineral,
mayoritas melemah sepanjang triwulan II
tahun 2019. Harga komoditas aluminium,
nikel, dan timah semuanya turun
dibandingkan harga pada triwulan
sebelumnya. Sementara itu, harga seng
meningkat dari USD2.709cent/kg pada
triwulan sebelumnya menjadi
USD2.759cent/kg pada triwulan ini.
Demikian juga dengan harga emas yang
meningkat seiring dengan ketidakpastian
global yang semakin meningkat, sehingga
pelaku ekonomi memilih untuk
mengalihkan asetnya ke komoditas yang
lebih aman yaitu emas. Harga emas pada
triwulan ini mencapai USD1.310 troy per
ons.
Harga komoditas energi juga turun
sepanjang triwulan ini. Harga batubara
sepanjang April-Juni terus menunjukkan
tren yang menurun. Batubara turun dari
USD95,7/MT pada triwulan I tahun 2019
menjadi USD80,5/MT pada triwulan ini.
Turunnya harga batubara didorong oleh
kondisi perekonomian global yang masih
lesu serta berkurangnya permintaan dari
Tiongkok. Sebagai konsumen batubara
terbesar, kebijakan Tiongkok yang
meningkatkan produksi batubara untuk
memenuhi kebutuhan domestik, memukul
harga batubara di pasar internasional.
Harga minyak mentah menunjukkan tren
meningkat sepanjang triwulan II tahun
2019.
Pada triwulan ini, harga rata-rata minyak
mentah mencapai USD65,1 per barel, lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya
sebesar USD60,5 per barel. Peningkatan ini
disebabkan oleh berlanjutnya
pemangkasan produksi oleh negara-negara
OPEC dan sekutu. Harga minyak acuan
Brent pada triwulan ini sebesar USD68,3 per
barel, meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar USD63,3 per
barel.
Gambar 4. Perkembangan Harga Minyak Mentah
Sumber: World Bank
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019
Crude Oil; Brent Crude Oil; Dubai
Crude Oil; WTI
8
Gambar 5. Perkembangan Harga Gas Alam
Sumber: World Bank
Sementara itu, harga gas alam
menunjukkan tren menurun sepanjang
triwulan II tahun 2019, dengan harga rata-
rata USD4,3 per mmbtu (gas alam Eropa).
Harga gas alam yang berasal dari Eropa dan
Amerika Serikat lebih rendah dari triwulan
sebelumnya maupun triwulan II tahun
2019. Turunnya harga gas alam disebabkan
menurunnya permintaan setelah musim
dingin berakhir.
0123456789
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019
Natural Gas, Europe
Natural Gas, US
9
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
2.1 Sektor Riil
Ekonomi Nasional
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
triwulan II melambat.
Momentum lebaran dan libur bersama
umumnya memacu pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Namun, kali ini momentum
tersebut tidak mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Selain itu, pergeseran masa panen pada
triwulan II tahun 2019 juga tidak dapat
mendorong perekonomian. Ekonomi
Indonesia justru tumbuh lebih lambat
dibandingkan triwulan sebelumnya dari
5,07 persen pada triwulan I tahun 2019
menjadi 5,05 persen (YoY) pada triwulan ini.
Gambar 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
Produk Domestik Bruto dari sisi lapangan
usaha menunjukkan pertumbuhan positif
hampir di semua sektor. Jasa Lainnya, Jasa
Perusahaan, dan Informasi dan Komunikasi
merupakan sektor dengan pertumbuhan
tertinggi. Sementara itu, sektor
Pertambangan dan Penggalian terkontraksi.
Sebagian besar lapangan usaha tumbuh
lebih lambat dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Gambar 7. Pertumbuhan PDB Sisi Produksi Triwulan II Tahun 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik
Industri Pengolahan kembali tumbuh
melambat.
Secara komposisi terhadap PDB, industri
Pengolahan merupakan sektor
penyumbang PDB terbesar, yaitu 19,8
persen.Pertumbuhan Industri Pengolahan
pada triwulan II tahun 2019 sebesar 3,5
persen, lebih rendah dibandingkan triwulan
I tahun 2018 maupun triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan sektor ini didorong oleh
pertumbuhan subsektor Industri Tekstil dan
Pakaian Jadi (20,7 persen, YoY) serta
Industri Kertas dan Barang dari Kertas;
Percetakan dan Reproduksi Media
Rekaman (12,5 persen, YoY), ditopang
5,0
5,3
5,15,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
10,7
9,1
6,3
8,8
9,9
5,7
4,5
9,6
5,5
5,8
4,6
5,7
8,4
2,2
3,5
-0,7
5,3
Jasa lainnya
Jasa Kesehatan & Keg. Sosial
Jasa Pendidikan
Adm. Pemerintahan
Jasa Perusahaan
Real Estat
Jasa Keuangan & Asuransi
Informasi dan Komunikasi
Akomodasi & Makan Minum
Transportasi & Pergudangan
Perdagangan
Konstruksi
Pengadaan Air
Pengadaan Listrik & Gas
Industri
Pertambangan
Pertanian
10
antara lain oleh agenda Pemilihan Umum
pada bulan April. Selain itu, Industri
Makanan dan Minuman juga tumbuh lebih
cepat sebesar 8,0 persen.
Di sisi lain, beberapa subsektor pengolahan
mengalami kontraksi. Industri Karet dan
Industri Kulit terkontraksi lebih dalam pada
triwulan II tahun 2019 dibandingkan
triwulan I sebelumnya. Subsektor industri
karet terkontraksi sebesar -7,2 persen, lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang
sebesar 6,5 persen. Subsektor industri kulit
terkontraksi sebesar -6,4 persen, lebih
dalam dari triwulan sebelumnya sebesar
-1,1 persen.
Dampak pergeseran masa panen raya,
sektor Pertanian tumbuh lebih tinggi.
Sektor Pertanian, Kehutanan, Perkebunan
dan Perikanan tumbuh sebesar 5,3 persen
(YoY), lebih tinggi dari triwulan II tahun
2018 (4,7 persen) maupun triwulan
sebelumnya (1,8 persen). Pergeseran masa
panen raya mendorong pertumbuhan di
sektor ini. Pertumbuhan Tanaman Pangan
(5,1 persen) dan Jasa Pertanian dan
Perburuan (5,4 persen) tumbuh lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya dan triwulan II
tahun 2018. Peternakan tumbuh 7,8
persen, lebih tinggi dari triwulan II tahun
2018 (5,9 persen), namun lebih rendah dari
triwulan sebelumnya (8,0 persen).
Subsektor Kehutanan dan Penebangan
Kayu kembali tumbuh positif sebesar 0,6
persen setelah terkontraksi -2,9 pada
triwulan sebelumnya. Meski kembali
tumbuh positif, namun pertumbuhannya
menunjukkan tren menurun sejak triwulan I
tahun 2018. Di sisi lain, subsektor Perikanan
tumbuh 6,2 persen, lebih tinggi dari
triwulan II tahun 2018 (4,8 persen) maupun
triwulan sebelumnya sebesar 5,7 persen.
Sektor Perdagangan tumbuh lebih lambat.
Sektor perdagangan biasanya tumbuh lebih
tinggi seiring dengan kegiatan mudik saat
lebaran. Pada triwulan II tahun 2019, sektor
perdagangan tumbuh sebesar 4,6 persen.
Pertumbuhan tersebut lebih lambat dari
triwulan I tahun 2019 sebesar 5,3 persen
maupun dibandingkan triwulan II tahun
2018 sebesar 5,2 persen. Perlambatan
pertumbuhan terjadi terutama pada
Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 4,9
persen, turun dibandingkan triwulan II
tahun 2018 (5,5 persen).
Pertambangan dan Penggalian terkontraksi.
Sektor Pertambangan dan Penggalian
terkontraksi sebesar -0,7 persen pada
triwulan II tahun 2019. Kontraksi sektor
Pertambangan dan Penggalian terutama
disebabkan oleh Pertambangan Bijih Logam
yang terkontraksi hingga -25,9 persen.
Pertambangan Bijih Logam telah
terkontraksi sejak triwulan IV tahun 2018
dan menunjukkan tren yang semakin
menurun. Selain itu, subsektor
Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi
juga terkontraksi sebesar -4,1 persen.
Dari sisi pengeluaran, LNPRT tumbuh paling
tinggi, ekspor dan impor terkontraksi.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
ekonomi triwulan II tahun 2019 didorong
oleh Konsumsi LNPRT yang tumbuh
mencapai 15,3 persen (YoY). Pertumbuhan
tersebut lebih rendah dari triwulan
sebelumnya sebesar 17,0 persen, namun
lebih tinggi dari triwulan II tahun 2018 yang
sebesar 8,8 persen. Pertumbuhan tersebut
didorong oleh kegiatan kampanye partai
politik dan agenda pemilihan umum pada
17 April 2019.
11
Tabel 3. Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran
Komponen 2018 2019
Q2 Q1 Q2
Konsumsi RT 5,2 5,0 5,2
Konsumsi LNPRT 8,8 17,0 15,3
Konsumsi Pemerintah
5,2 5,2 8,2
PMTB 5,9 5,0 5,0
Ekspor 7,7 -1,9 -1,8
Impor 15,2 -7,4 -6,7
PDB 5,3 5,1 5,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar
5,2 persen pada triwulan II tahun 2019,
cenderung sama dengan triwulan II tahun
2018. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya,
didorong oleh semua subkomponen yang
tumbuh lebih tinggi kecuali transportasi dan
komunikasi. Subkomponen transportasi
dan komunikasi tumbuh sebesar 4,7
persen, lebih rendah dibandingkan triwulan
II tahun 2018 yang sebesar 5,4 persen.
Melambatnya pertumbuhan transportasi
terkait dengan harga tiket angkutan udara
yang masih tinggi.
Gambar 8. Perkembangan Konsumsi RT dan
Investasi terhadap PDB
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pertumbuhan Investasi sebesar 5,01 persen
mengalami perlambatan dari triwulan
sebelumnya (5,03 persen) maupun triwulan
II tahun 2018 yang mencapai 5,9 persen.
Hal tersebut disebabkan oleh barang modal
selain bangunan dan mesin yang
terkontraksi. Mesin dan perlengkapan
tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya, dipengaruhi oleh
meningkatnya nilai impor dan produksi
domestik.
Ekspor dan impor kembali terkontraksi.
Ekspor kembali terkontraksi meskipun
kinerjanya sudah lebih baik dari triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan ekspor pada
triwulan II terkontraksi sebesar -1,8 persen,
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
sebesar -1,9 persen. Hal ini disebabkan oleh
ekspor barang migas yang terkontraksi
hingga -30,9 persen. Terkontraksinya
pertumbuhan ekspor tertahan oleh kinerja
ekspor barang non migas dan jasa yang
tumbuh positif setelah terkontraksi pada
triwulan sebelumnya. Ekspor nonmigas
didorong oleh komoditas utama yang
tumbuh cukup kuat terutama kendaraan
dan bagiannya. Di sisi lain, volume ekspor
migas turun disertai dengan penurunan
harga komoditas migas yang menyebabkan
kontraksi semakin dalam.
Laju pertumbuhan impor sedikit lebih baik
dari triwulan sebelumnya meskipun masih
terkontraksi. Pertumbuhan impor pada
triwulan II tahun 2019 sebesar -6,7 persen,
meningkat dibanding triwulan I tahun 2019
(-7,4 persen). Kontraksi terjadi baik pada
impor barang maupun jasa. Berkurangnya
laju impor tertahan oleh pertumbuhan
impor barang migas yang sebesar -10,7
persen, lebih baik dari pertumbuhan
triwulan sebelumnya yang terkontraksi
hingga -23,3 persen. Impor jasa terkontraksi
sejalan dengan menurunnya impor jasa
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
PRODUK DOMESTIK BRUTO
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pembentukan Modal Tetap Bruto
12
angkutan untuk kegiatan ekspor impor
barang.
Indeks Tendensi Bisnis menunjukkan
optimisme yang lebih tinggi.
Gambar 9. Indeks Tendensi Bisnis Tahun 2018-2019
Catatan:
ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan
indikasi sebagai berikut:
a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada
triwulan berjalan menurun dibanding
triwulan sebelumnya
b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada
triwulan berjalan tidak mengalami
perubahan (stagnan) dibanding triwulan
sebellumnya
c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis
pada triwulan berjalan lebih baik
(meningkat)dibanding triwulan sebelumnya
d. * = Angka perkiraan
Sumber: BPS, diolah
Indeks Tendensi Bisnis (ITB) triwulan II
sebesar 108,8 melampaui perkiraan yang
dikeluarkan sebelumnya. Kondisi bisnis dan
optimisme pelaku bisnis pada triwulan ini
meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Komponen pembentuk ITB
meningkat kecuali rata-rata jumlah jam
kerja.
Kondisi bisnis yang membaik dan optimisme
pelaku bisnis tertinggi pada sektor
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib. Sementara itu,
kondisi bisnis pada sektor Pertambangan
dan Penggalian masih belum pulih,
ditunjukkan dengan indeks sebesar 91,72.
Perkiraan ITB untuk triwulan III tahun 2019
sebesar 105,46. Kondisi bisnis diperkirakan
terus membaik namun dengan optimisme
yang lebih rendah dari triwulan ini. Kondisi
Jasa kesehatan diperkirakan menjadi yang
terbaik sementara kondisi bisnis
Pertambangan dan Penggalian menurun.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan II
tahun 2019 sebesar 125,68, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
104,35. Kondisi ekonomi konsumen pada
triwulan ini membaik dan tingkat optimisme
meningkat. Komponen pembentuk ITK
semuanya meningkat pada triwulan II tahun
2019. Perkiraan ITK triwulan III tahun 2019
sebesar 100,03 dengan perkiraan
komponen pendapatan sebesar 101,61.
Pendapatan diperkirakan naik namun
dengan optimisme yang menurun.
Investasi
Pembentukan Modal Tetap Bruto pada
triwulan II tahun 2019 tumbuh sebesar 5,01
persen (YoY)
Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran,
komponen Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) triwulan II tahun 2019
tumbuh sebesar 5,01 persen (YoY) dan
-0,94 persen (QtQ). Pertumbuhan triwulan
II tahun 2019 didorong oleh pertumbuhan
Mesin dan Kendaraan sebesar 9,87 persen
dan Bangunan 5,46 persen, komponen
lainnya mengalami kontraksi yaitu
Kendaraan sebesar -0,04 persen; Peralatan
Lainnya sebesar -0,63 persen; CBR sebesar -
0,13 persen; ddan Produk Kekayaan
Intelektual sebesar -0.23 persen.
106,28
112,82
108,05
104,71
102,1
108,81
105,46
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3*
2018 2019
13
Tabel 4. Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto
Kategori PDB Pengeluaran
Nilai (Miliar Rupiah) Pertumbuhan
(%) Proporsi thd Total PDB (%) Q2
2018 Q1
2019 Q2
2019 QtQ YoY
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
828,43 861,83 869,9 0,94 5,01 31,25
a. Bangunan 615,15 645,47 648,72 0,50 5,46 23,43
b. Mesin dan Kendaraan
82,3 91,46 90,42 -1,14 9,87 3,20
c. Kendaraan 48,34 47,35 48,32 2,05 -0,04 1,59
d. Peralatan lainnya 14,30 14,03 14,21 1,28 -0,63 0,52
e. CBR 46,98 43,50 46,92 7,86 -0,13 1,74
f. Produk Kekayaan Intelektual
21,36 20,02 21,31 6,44 -0,23 0,77
Total PDB Pengeluaran 2.603,7 2.625,0 2.735,2 4,2 5,05 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai realisasi investasi triwulan II tahun
2019 mencapai Rp200,5 triliun, meningkat
sebesar 2,8 persen dari triwulan I tahun
2019 (Rp195,1 triliun) dan meningkat 13,7
persen dari triwulan II tahun 2018 (Rp176,3
triliun). Sektor Primer dan Sekunder
mengalami penurunan nilai masing-masing
11,68 persen dan 4,04 persen (YoY),
sedangkan sektor Tersier mengalami
peningkatan 24,29 persen (QtQ).
Tabel 5. Realisasi PMA dan PMDN
Periode PMA dan PMDN (Triliun Rupiah)
Primer Sekunder Tersier Total
Q2 2018 41,62 62,93 83,17 187,7
Q1 2019 30,82 44,19 120,1 195,1
Q2 2019 36,76 60,39 103,4 200,5
Pertumbuhan (QtQ)
19,27 36,66 -13,92 2,78
Pertumbuhan (YoY)
-11,7 -4,04 24,29 6,84
Proporsi (%)
18,33 30,12 51,55 100
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah catatan: Kurs 2018: Rp13.400,00/USD
Kurs Q1 2019: Rp15.000,00/USD
Realisasi PMA mencapai USD6.992,31
sedangkan realisasi PMDN mencapai
Rp95,63 triliun
Realisasi PMA pada triwulan II tahun 2019
adalah sebesar USD6.992,31 juta. Nilai ini
menurun sebesar 2,09 persen dibandingkan
dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Berdasarkan komposisi
antarsektor, realisasi PMA didominasi oleh
sektor tersier yakni sebesar 51,71 persen.
Realisasi PMDN pada triwulan II tahun 2019
adalah sebesar Rp95,63 triliun. Nilai ini
mengalami kenaikan sebesar 18,69 persen
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Kenaikan PMDN terjadi
pada sektor tersier sebesar 45,93 persen
dan sektor primer sebesar 6,72 persen.
Sedangkan pada sektor sekunder, realisasi
PMDN mengalami penurunan sebesar
10,48 persen (YoY). Berdasarkan komposisi
antarsektor, realisasi PMDN pada triwulan II
tahun 2019 juga didominasi oleh sektor
tersier yakni sebesar 51,66 persen.
14
Tabel 6. Realisasi PMA dan PMDN Berdasarkan Kategori Utama Sektor Ekonomi
Periode PMA (Triliun Rupiah) PMDN (Triliun Rupiah)
Primer Sekunder Tersier Total Primer Sekunder Tersier Total
Q2 2018 21,22 38,13 47,77 107,12 20,4 24,8 35,4 80,57
Q1 2019 12,54 28,10 67,28 107,92 18,28 16,09 52,81 87,19
Q2 2019 14,99 38,19 51,71 104,88 21,77 22,20 51,66 95,63
Pertumbuhan (QtQ)
19,54 35,91 -23,14 -2,82 19,09 37,97 -2,18 9,68
Pertumbuhan (YoY)
-29,36 0,16 8,25 -2,09 6,72 -10,48 45,93 18,69
Proporsi (%) 14,29 36,41 49,30 100 22,76 23,21 54,02 100
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Catatan: Kurs 2018: Rp13.400,00/USD
Kurs Q1 2019: Rp15.000,00/USD
Lima sektor dengan kontribusi terbesar
pada realisasi PMA adalah: (1) Transportasi,
Gudang, dan Telekomunikasi; (2) Listrik, Gas
dan Air; (3) Perumahan, Kawasan Industri
dan Perkantoran; (4) Pertambangan; dan
(5) Industri Logam Dasar, Barang Logam,
Bukan Mesin dan Peralatannya. Lima sektor
tersebut berkontribusi sebesar 74,28
persen terhadap total realisasi PMA pada
triwulan II tahun 2019.
Tabel 7. Lima Sektor Realisasi PMA Terbesar
Sektor Nilai
(Triliun Rupiah)
Proporsi (%)
Pertumbuhan YoY (%)
Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi
24.63 22.82 400.66
Listrik, Gas dan Air
22.90 21.22 77.58
Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran
14.24 13.20 -49.79
Pertambangan 9.22 8.55 -4.01
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya
9.17 8.50 -0.63
Gabungan Sektor Lainnya
27.76 25.72 23.29
Total 107.92 100.00 -11.51
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Catatan: Kurs 2018: Rp13.400,00/USD
Kurs Q1 2019: Rp15.000,00/USD
Realisasi PMDN terbesar berdasarkan
sektor terdapat pada sektor Konstruksi,
berkontribusi sebesar 22,08 persen
terhadap total Realisasi PMDN.
Lima sektor dengan kontribusi terbesar
pada realisasi PMDN adalah: (1) Konstruksi;
(2) Transportasi, Gudang, dan
Telekomunikasi; (3) Listrik, Gas, dan Air; (4)
Industri Makanan; dan (5) Tanaman
Pangan, Perkebunan, dan Peternakan. Lima
sektor di atas berkontribusi sebesar 68,74
persen terhadap total realisasi PMDN pada
triwulan II tahun 2019.
Tabel 8. Lima Sektor Realisasi PMDN Terbesar
Sektor Nilai
(Triliun Rupiah)
Proporsi (%)
Pertumbuhan YoY (%)
Konstruksi 19.25 22.08 47.59
Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi
12.71 14.58 23.82
Listrik, Gas dan Air
10.29 11.80 32.45
Industri Makanan
8.93 10.24 -6.61
Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Peternakan
8.76 10.04 -17.53
Gabungan Sektor Lainnya
59.94 68.74 16.93
Total 87.20 100 14.2
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
15
Total Realisasi PMA dan PMDN sebesar
Rp200,52 triliun.
Total realisasi PMA dan PMDN pada
triwulan II tahun 2019 adalah sebesar
Rp200,52 triliun, mencapai 23,6 persen dari
target realisasi investasi tahun 2019 yakni
Rp850 triliun. Realisasi PMA dan PMDN
pada periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp176,3 triliun, jika dibandingkan
dengan periode saat ini, realiasi PMA dan
PMDN tumbuh sebesar 13,74 persen.
Tabel 9. Realisasi dan Target Realisasi PMA dan PMDN (Triliun Rupiah)
Kategori Q2
2018 Q1
2019 Q2
2019 PMA 95,7 107,9 104,9
PMDN 80,6 87,2 95,6
Total 176,3 195,1 200,5
Target RKP 765,0 850,0 850,0
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Kontribusi PMDN terhadap Total Realisasi
Investasi sebesar 47,7 persen.
Realisasi PMDN pada triwulan II tahun 2019
berkontribusi sebesar 47,69 persen
terhadap total Realisasi Investasi. Angka ini
masih mencapai target dalam Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2019 yakni
38,9 persen.
Tabel 10. Proporsi PMA dan PMDN terhadap Realisasi Investasi dalam Persen
Periode PMA PMDN Target
RKP (Tahunan)
Target RPJMN
(Tahunan)
Q2 2018 54.3 45.7 37.6 37.6
Q1 2019 55.3 44.7 38.9 38.9
Q2 2019 52.3 47.7 38.9 38.9
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 11. Realisasi PMA Berdasarkan Negara Asal Investasi
Negara Asal
Realisasi PMA (Triliun Rupiah)
Proporsi thd
Total (%)
Q2 2018
Q1 2019
Q2 2019
Singapura 35,94 25,85 25,63 24,44
Jepang 15,41 17,00 18,38 17,52
R.R. Tiongkok
10,02 17,39 16,96 16,17
Hong Kong
8,74 8,74 10,95 10,44
Belanda 4,25 5,48 5,60 5,34 Negara Lainnya
32,76 33,46 27,36 26,09
Total 107,1 107,9 104,9 100
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Catatan: Kurs Q2 2018: Rp13.400,00/USD Kurs Q1 2019: Rp13.400,00/USD Kurs Q2 2019: Rp15.000,00/USD
Berdasarkan negara asal investasi, lima
negara asal investasi yang berkontribusi
terbesar pada realisasi PMA triwulan II
tahun 2019 adalah Singapura sebesar 24,44
persen; Jepang sebesar 17,52 persen;
Tiongkok sebesar 16,17 persen; Hong Kong
sebesar 10,44 persen; dan Belanda sebesar
5,34 persen. Lima negara asal investasi
tersebut berkontribusi sebesar 73,91
persen terhadap total realisasi PMA pada
triwulan II tahun 2019.
Tabel 12. Realisasi PMA Berdasarkan Lokasi (Triliun Rupiah)
Periode Q2
2018
Q1 2019
Q2 2019
Proporsi thd
Total (%)
Jawa 55,69 62,48 58,7 55.97
Sumatera 22,22 14,58 14,08 13.42
Sulawesi 7,65 10,53 11,47 10.94
Kalimantan 9,71 8,48 7,39 7.05
Papua
5.49
Maluku 4,38 5,31 5,76 4.16
Bali dan Nusa Tenggara
1,27 3,54 4,36 2.97
Luar Jawa 6,21 3,00 3,11 44.03
Total 51,43 45,44 46,18 100
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
16
Realisasi PMA di Pulau Jawa berkontribusi
sebesar 56,0 persen terhadap total realisasi
PMA pada triwulan II tahun 2019.
Realisasi PMA di Jawa pada triwulan II tahun
2019 mencapai USD3.913,49 juta,
memberikan kontribusi terbesar terhadap
total realisasi PMA yakni 55,97 persen.
Sementara itu berdasarkan tingkat
pertumbuhan (YoY), daerah yang
mengalami pertumbuhan realisasi PMA
terbesar adalah Maluku yakni 243,74
persen (YoY).
Realisasi PMDN di Jawa pada triwulan II
tahun 2019 mencapai Rp50,08 triliun,
memberikan kontribusi terbesar terhadap
total realisasi PMDN yakni 52,37 persen.
Sementara itu, daerah yang mengalami
pertumbuhan realisasi PMDN terbesar
adalah Bali dan Nusa Tenggara yakni 212,04
persen (YoY). Jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, realisasi PMDN di Bali
dan Nusa Tenggara mengalami
pertumbuhan sebesar 51,8 persen.
Tabel 13. Realisasi PMDN Berdasarkan Lokasi (Triliun Rupiah)
Periode Q2
2018
Q1
2019
Q2
2019
Propor
si thd
Total
(%)
Jawa 44,62 46,81 50,08 52,37
Kalimantan 19,71 12,91 13,54 14,16
Sulawesi 3,81 3,50 6,15 6,43
Bali dan
Nusa
Tenggara
1,08 2,22 3,37 3,52
Sumatera 10,78 21,08 22,21 23,22
Papua 0,05 0,05 0,14 0,15
Maluku 0,52 0,62 0,14 0,15
Luar Jawa 35,95 40,39 45,55 47,63
Total 80,57 87,19 95,63 100
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Tabel 14. Lima Provinsi dengan Realisasi PMA
dan PMDN Terbesar
PMA PMDN
Provinsi
Nilai (Triliun
Rupiah)
Proporsi thd
Total (%)
Provinsi Nilai (Triliun
Rupiah)
Proporsi thd
Total (%)
Jawa Barat
22,47
21,42 DKI Jakarta
16,24
16,98
DKI Jakarta
13,54
12,91 Jawa Timur
15,5 16,21
Jawa Tengah
10,99
10,48 Riau 9,1 9,52
Banten 7,67 7,31 Jawa Barat
8,89 9,3
Kep. Riau
6,76 6,45 Kalimantan Timur
5,98 6,25
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Catatan: Kurs Q2 2018: Rp13.400,00/USD Kurs Q1 2019: Rp13.400,00/USD Kurs Q2 2019: Rp15.000,00/USD
Lima provinsi yang berkontribusi terbesar
pada realisasi PMA triwulan II tahun 2019
adalah Jawa Barat sebesar 21,42 persen;
Provinsi DKI Jakarta sebesar 12,91 persen;
Provinsi Jawa Tengah sebesar 10,48 persen;
Provinsi Banten sebesar 7,31 persen; dan
Provinsi Kepulauan Riau sebesar 6,45
persen. Sedangkan pada realisasi PMDN,
lima provinsi yang berkontribusi terbesar
pada triwulan II tahun 2019 adalah Provinsi
DKI Jakarta sebesar 16,98 persen; Provinsi
Jawa Timur sebesar 16,21 persen; Provinsi
Riau sebesar 9,52 persen; Provinsi Jawa
Barat sebesar 9,3 persen; dan Provinsi
Kalimantan Timur sebesar 6,25 persen.
17
Industri dan Pariwisata
Gambar 10. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas
Sumber: BPS, 2019
Nilai tambah sektor industri pengolahan
nonmigas pada triwulan II tahun 2019
sebesar Rp687 triliun atau tumbuh sebesar
3,98 persen dari triwulan II tahun 2018
(YoY). Secara kumulatif, nilai tambah sektor
industri pengolahan pada semester I tahun
2019 mencapai Rp1.363 triliun atau
tumbuh sebesar 4,38 persen. Pertumbuhan
tersebut lebih rendah dibandingkan
semester I tahun 2018, sehingga kontribusi
industri pengolahan nonmigas pada
semester I tahun 2019 menjadi 17,60
persen menurun dibandingkan semester I
tahun 2018 (17,73 persen).
Pada triwulan II tahun 2019, subsektor
tekstil dan pakaian jadi, kertas, barang dari
kertas, percetakan, dan reproduksi media
rekaman, dan industri lainnya mengalami
pertumbuhan tertinggi, yakni masing-
masing 20,71 persen, 12,49 persen, dan
8,31 persen. Sementara itu secara
kumulatif, subsektor tekstil dan pakaian
jadi, industri kertas, dan furnitur mengalami
pertumbuhan tertinggi pada semester I
tahun 2019, yaitu masing-masing 19,86
persen, 10,87 persen, dan 9,35 persen.
Pertumbuhan subsektor tersebut didorong
oleh peningkatan permintaan domestik
untuk memenuhi kebutuhan pemilu dan
hari raya, terutama subsektor tekstil dan
pakaian jadi dan kertas dan percetakan.
Gambar 11. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Semester I 2019
Sumber: BPS, 2019
Faktor permintaan domestik juga menjadi
pendorong beberapa subsektor industri
seperti industri makanan dan minuman.
Industri makanan minuman tetap menjadi
kontributor pertumbuhan nilai tambah
terbesar dalam industri pengolahan non
4,885,03
5,075,17
5,06
5,05
4,434,85
4,77
4,38
2015 2016 2017 2018 HY-2019
Pertumbuhan PDB Nasional
SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTURNONMIGAS
-8,21
-6,87
-5,20
-3,86
-3,64
-1,30
-1,07
6,02
6,82
7,40
8,01
8,19
9,35
10,87
19,86
4,38
Industri Kayu dll
Industri Karet, Barang dariKaret dan Plastik
Industri Alat Angkutan
Industri Kulit, Barang dari Kulitdan Alas Kaki
Industri Barang Galian bukanLogam
Industri Mesin danPerlengkapan
Industri Barang Logam dll
Industri Logam Dasar
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan danMinuman
Industri Pengolahan Tembakau
Industri Kimia, Farmasi danObat Tradisional
Industri Furnitur
Industri Kertas dll
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
SEKTOR INDUSTRIMANUFAKTUR NONMIGAS
18
migas (2,59 persen) pada semester I tahun
2019.
Di sisi lain, penurunan produksi alat
angkutan masih terjadi pada triwulan II
tahun 2019, sehingga subsektor tersebut
mengalami pertumbuhan negatif. Selain
industri alat angkutan, penurunan produksi
industri semen pada triwulan II juga
menyebabkan penurunan industri barang
galian non logam pada semester I ini.
Gambar 12. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Semester I Tahun 2019
Sumber: BPS,2019
Ekspor industri pengolahan pada triwulan II
tahun 2019 masih melanjutkan tren
penurunan sejak triwulan IV tahun 2018.
Nilai ekspor produk industri pengolahan
pada triwulan II tahun 2019 mencapai
USD30,2 miliar atau menurun 2,51 persen
dibandingkan triwulan II tahun 2018.
Penurunan harga komoditas dunia,
termasuk CPO, serta eskalasi perang dagang
yang terjadi antara Tiongkok dan Amerika
Serikat membuat permintaan produk
ekspor Indonesia, yang merupakan bahan
baku dari produk industri lainnya,
berkurang. Solusi bagi kondisi ini yaitu
dalam jangka pendek, peningkatan ekspor
akan dilakukan melalui pembukaan akses ke
pasar baru. Dalam jangka menengah,
peningkatan ekspor produk industri
pengolahan Indonesia akan dilakukan
dengan mengundang perusahaan
manufaktur yang berorientasi ekspor untuk
berinvestasi di Indonesia.
Gambar 13. Ekspor Produk Industri
Sumber: BPS,2019
Realisasi investasi sektor industri
pengolahan sejak tahun 2017 berada dalam
tren penurunan. Nilai PMDN sektor industri
pengolahan pada triwulan II tahun 2019
mencapai USD22,20 miliar atau menurun
sebesar 10,33 persen (YoY). Subsektor
dengan nilai PMDN terbesar adalah industri
makanan sebesar USD 12,3 miliar, yang
diikuti dengan industri kimia dan farmasi,
serta industri logam dasar, barang dari
logam, bukan mesin dan perlengkapannya,
dengan nilai masing-masing USD3,60 miliar
dan USD2,07 miliar. Sementara itu, realisasi
PMDN pada subsektor industri kayu,
industri lainnya, serta industri kimia dan
farmasi tumbuh positif jika dibandingkan
dengan realisasi investasi pada triwulan II
tahun 2018.
2,59
1,26
0,750,40
0,35
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
Makanan &Minum
Kimia Farmasi Tembakau MANUFAKTURNon-MIGAS
30.221
-2,51
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri)
Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb.kanan, y-on-y)
4,80
19
Gambar 14. Investasi Domestik (PMDN) Sektor
Industri
Sumber: BKPM,2019
Setelah tren penurunan yang terjadi sejak
tahun 2017, pada triwulan II tahun 2019,
nilai PMA sektor industri pengolahan
mencapai USD2,54 miliar atau meningkat
sebesar 0,16 persen (YoY). Subsektor
industri alat angkut, industri mineral non
logam, dan industri tekstil menjadi
subsektor penyumbang pertumbuhan nilai
PMA pada triwulan II ini yang masing-
masing nilai tumbuh sebesar 173,5 persen,
69,1 persen, dan 63,8 persen dibandingkan
dengan Triwulan II 2018.
Inkonsistensi regulasi antara pusat dan
daerah, dan antar lembaga pemerintah,
ditengarai sebagai penyebab tren
penurunan investasi di Indonesia, termasuk
di sektor industri pengolahan. Sinkronisasi
kebijakan pusat dan daerah, serta antara
kebijakan industri dan perdagangan
diharapkan nantinya dapat meningkatkan
kepastian investasi dan usaha di sektor
industri pengolahan.
Gambar 15. Investasi Asing (PMA) Sektor Industri
Sumber: BKPM, 2019
Data penjualan mobil dan motor
merupakan indikator yang digunakan untuk
mengetahui kondisi daya beli masyarakat
kelas menengah atas dan kelas menengah
bawah. Data penjualan semen merupakan
indikator yang menunjukkan kondisi
pembangunan di Indonesia.
Gambar 16. Produksi Mobil
Sumber: BPS, 2019
Produksi mobil pada triwulan II tahun 2019
mencapai 276 ribu unit, atau mengalami
penurunan sebesar 9,00 persen
dibandingkan dengan triwulan II tahun
22.201
-10,33
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
PMDN (Juta USD, sb. kiri)
Pertumbuhan PMDN (%,sb. kanan,y-o-y)
2545,9
0,16
-45
-40
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
PMA (juta USD,sb. kiri)
Pertumbuhan PMA (%, sb. kanan, y-on-y)
276.505
-9,00
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
Produksi mobil (unit, sb.kiri)
Pertumbuhan (y-o-y,%,sb.kanan)
20
2018. Penurunan produksi tersebut
utamanya disebabkan oleh penurunan
produksi truk dengan ukuran lebih dari 24
ton (-45,19 persen) dan truk ukuran 5-24
ton (-34,45 persen).
Penurunan produksi juga diikuti dengan
penurunan penjualan mobil sebesar 12,96
persen pada triwulan II tahun 2019.
Penurunan ini utamanya disebabkan oleh
penurunan penjualan mobil jenis MPV lebih
dari 3000 cc (-54,00 persen) dan truk lebih
dari 24 ton (-46,96 persen).
Gambar 17. Penjualan Mobil
Sumber: BPS, 2019
Penurunan produksi dan penjualan
kendaraan bermotor pada awal tahun 2019
disebabkan oleh produsen dan konsumen
masih menahan produksi dan konsumsi.
Selain itu turunnya harga komoditas juga
menjadi salah satu faktor penurunan
penjualan mobil, terutama di luar jawa.
Sementara itu dari produksi semen,
volumenya menurun 5,90 persen pada
triwulan II tahun 2019 (YoY). Penurunan
produksi tersebut juga diikuti dengan
penurunan penjualan domestik (-3,81
persen) dan ekspor semen (21,21 persen) .
Sikap wait and see pada tahun politik,
selesainya beberapa proyek infrastruktur
nasional, serta momen bulan puasa dan
libur lebaran menjadi faktor yang
mempengaruhi penurunan produksi dan
penjualan semen pada triwulan II tahun
2019.
Gambar 18. Produksi, Penjualan Domestik, dan
Ekspor Semen
Sumber: CEIC,2019
227.714
-12,96
-25,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri)
Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb.kanan, y-on-y) 1,54
13,77
15,1514,98
19,32 19,83
16,4216,27
21,10 21,35
16,9515,31
,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri) Ekspor (Juta Ton, sb. kiri) Produksi Semen (Juta Ton, sb. kiri)
21
Gambar 19. Purchasing Manager Index (PMI) Sektor Manufaktur
Sumber: CEIC, 2019
Nilai PMI Indonesia pada bulan April, Mei,
dan Juni 2019 adalah 50,4; 51,6; dan 50,6
dengan rata-rata 50,90 selama triwulan II
tahun 2019. Meskipun masih
menunjukkan ekspansi, namun nilai
indeks pada triwulan ini lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan II tahun
2018. Laporan Nikkei Market
menyebutkan pelemahan permintaan
terhadap produk manufaktur Indonesia
yang menyebabkan produsen
menurunkan jumlah produksinya.
Meskipun demikian, penurunan tersebut
dapat bersifat sementara karena
ekspektasi bisnis di Indonesia masih
terjaga.
Sektor Pariwisata Indonesia
Pada triwulan II tahun 2019, wisatawan
mancanegara (wisman) yang berkunjung
ke Indonesia mencapai 4,01 juta orang,
atau meningkat 3,89 persen dibandingkan
dengan triwulan II tahun 2018.
Perlambatan pertumbuhan salah satunya
disebabkan oleh penurunan wisatawan
mancanegara yang datang ke Bali.
Gambar 20. Jumlah Wisatawan Mancanegara
Sumber: BPS,2019
Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan
tidak diriingi dengan peningkatan devisa
yang signifikan. Nilai ekspor jasa
perjalanan Indonesia pada triwulan II
tahun 2019 mencapai USD 3,02 miliar
atau menurun 0,99 persen dibandingkan
dengan triwulan II tahun 2018.
Penyebabnya adalah stagnansi rata-rata
4.011
21,91
29,55
30,69
6,79
14,85
11,4610,17
14,44
4,103,89 0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
Jumlah Wisman (ribu orang)
Pertumbuhan (%, y-o-y, sb. kanan)
22
pengeluaran wisatawan mancanegara
yang berada pada level USD1.100 per
orang per kunjungan. Kondisi ini dapat
menjadi indikasi kurangnya diversifikasi
destinasi dan produk wisata di Indonesia
yang menyebabkan wisatawan kurang
tertarik untuk tinggal lebih lama dan
membelanjakan uangnya.
Gambar 21. Nilai Ekspor Jasa Perjalanan
Sumber: Bank Indonesia,2019
Ekonomi Regional
Lima kawasan tumbuh lebih cepat.
Sementara Papua terkontraksi semakin
dalam.
Perekonomian Indonesia secara spasial
masih didominasi oleh Pulau Jawa sebesar
59,1 persen dari total PDB Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi kawasan
Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara,
Kalimantan, dan Sulawesi lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi
lain, perekonomian kawasan Maluku dan
Papua masih terkontraksi bahkan lebih
dalam dari triwulan sebelumnya terutama
oleh turunnya perekonomian Papua.
Gambar 22. Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Secara Spasial
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perekonomian kawasan Maluku dan
Papua terkontraksi selama tiga triwulan
berturut-turut. Bahkan trennya
menunjukkan kontraksi yang semakin
dalam. Pada triwulan ini Maluku dan
Papua terkontraksi hingga -13,1 persen
(YoY). Hal tersebut terjadi karena transisi
penambangan dari penambangan terbuka
(open pit mine) menjadi tambang bawah
tanah (Grasberg Block Cave). Kondisi ini
berdampak pada turunnya produksi biji
logam PT Freeport Indonesia. Sehingga
secara kumulatif, pertumbuhan Maluku
dan Papua pada semester I tahun 2019
terkontraksi sebesar -11,42 persen.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua
tanpa pertambangan pada triwulan ini
masih meningkat sebesar 5,72 persen
(YoY). Sementara pertumbuhan Provinsi
Papua Barat tanpa minyak dan gas bumi
tumbuh sebesar 6,2 persen (YoY).
Sementara Provinsi Maluku dan Maluku
Utara tumbuh lebih lambat dari triwulan
sebelumnya, masing-masing sebesar 6,1
dan 7,5 persen (YoY).
3.02414,67
17,9317,19
-0,90
7,73
9,81
13,05
19,94
1,07
-0,99
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2017 2018 2019
Nilai Ekspor Perjalanan (Juta USD)
Pertumbuhan (%, y-o-y)
21,3
59,1
3,18,0
6,3 2,24,6 5,7 5,15,6
6,8
-13,1
Sumatera Jawa Bali danNusa
Tenggara
Kalimantan Sulawesi Maluku danPapua
Kontribusi Pertumbuhan
23
Tabel 15. Pertumbuhan Ekonomi di Maluku dan Papua
Provinsi 2018 2019
Q2 Q1 Q2
Maluku 5,53 6,32 6,09
Maluku Utara 7,31 7,70 7,49
Papua Barat 12,83 -0,26 -0,50
Papua 23,58 -18,73
-23,98
Rata-rata 17,56 -9,63 -13,12
Sumber: Badan Pusat Statistik
Hampir seluruh provinsi di Sulawesi
tumbuh lebih lambat dari triwulan
sebelumnya, kecuali Sulawesi Selatan.
Pulau Sulawesi secara keseluruhan
tumbuh sebesar 6,8 persen, lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya yang sebesar
6,5 persen. Pertumbuhan tersebut
didorong oleh pertumbuhan Sulawesi
Selatan yang mencapai 7,5 persen, jauh
lebih tinggi triwulan sebelumnya sebesar
6,5 persen. Hal itu didorong oleh
pertumbuhan lapangan usaha Industri
Pengolahan sebesar 11,3 persen.
Beberapa subsektor dengan
pertumbuhan tertinggi adalah Industri
alat angkutan (41,9 persen), Industri
Logam Dasar (40,5 persen), dan Industri
Makanan dan Minuman (28,6 persen).
Pertumbuhan Industri Makanan dan
Minuman terutama terkait dengan
aktivitas lebaran yang membuat
permintaan makanan dan minuman
tinggi.
Tabel 16. Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi
Provinsi 2018 2019 Q2 Q1 Q2
Sulawesi Utara 5,77 6,59 5,48
Sulawesi Tengah 6,20 6,98 6,62
Sulawesi Selatan 7,33 6,54 7,46
Sulawesi Tenggara
6,13 6,37 6,30
Gorontalo 7,44 6,74 6,69
Sulawesi Barat 6,52 5,24 4,91
Rata-rata 6,74 6,54 6,76
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perekonomian Pulau Kalimantan pada
triwulan II tahun 2019 tumbuh 5,6 persen,
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
sebesar 5,4 persen. Pertumbuhan
tersebut juga lebih tinggi dari triwulan II
tahun 2018 sebesar 3,4 persen. Berbeda
dengan Sulawesi, sebagian besar provinsi
di Kalimantan tumbuh lebih cepat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Hanya Kalimantan Barat dan Kalimantan
Timur yang pertumbuhannya sedikit lebih
lambat dari triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan Kalimantan didorong oleh
meningkatnya pertumbuhan sektor
Pertambangan dan Penggalian. Produksi
sektor Pertambangan dan Penggalian di
Kalimantan Tengah tumbuh sebesar 16,1
persen setelah terkontraksi pada triwulan
II tahun 2018. Selain itu, produksi dan
harga kelapa sawit meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tabel 17. Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan
Provinsi 2018 2019
Q2 Q1 Q2
Kalimantan Barat
5,15 5,09 5,08
Kalimantan Tengah
5,57 6,03 7,67
Kalimantan Selatan
4,60 4,11 4,24
Kalimantan Timur
1,92 5,46 5,43
Kalimantan Utara
5,00 7,18 7,87
Rata-rata 3,35 5,39 5,60
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kawasan Bali Nusra tumbuh sebesar 5,1
persen pada triwulan II tahun 2019, lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya dan
triwulan II tahun 2018. Kontribusi Bali
terhadap kawasan masih paling dominan
meskipun menurun. Provinsi Bali tumbuh
positif (5,6 persen) namun melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya (6,0
24
persen) dan triwulan II tahun 2018 (6,1
persen). Hal sebaliknya terjadi pada
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pertumbuhan NTT menunjukkan tren
yang terus tumbuh lebih cepat dari
triwulan sebelumnya sejak triwulan I
tahun 2018. Pada triwulan II tahun 2019,
pertumbuhan NTT sebesar 6,4 persen,
lebih tinggi dari Bali. Hal tersebut
didorong oleh pertumbuhan subsektor
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi (17,3
persen) dan subsektor Tanaman Pangan
(16,8 persen).
Sementara perekonomian Nusa Tenggara
Barat mulai stabil setelah terkontraksi
tahun lalu akibat gempa bumi.
Pertumbuhan NTB pada triwulan II tahun
2019 sebesar 3,1 persen, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya sebesar 2,2 persen.
Sektor konstruksi merupakan sektor yang
tumbuh paling tinggi sebesar 11,1 persen.
Selain itu, Administrasi Pemerintahan
tumbuh sebesar 8,2 persen.
Tabel 18. Pertumbuhan Ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara
Provinsi 2018 2019
Q2 Q1 Q2
Bali 6,05 5,96 5,64
Nusa Tenggara Barat
-1,26 2,20 3,14
Nusa Tenggara Timur
5,03 5,45 6,36
Rata-rata 3,56 4,74 5,05
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa
cenderung stagnan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Namun, pertumbuhan antar
provinsi di Pulau Jawa lebih merata. Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur
tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan
II tahun 2018, masing masing sebesar 5,7
persen, 5,6 persen, dan 5,7 persen.
Sementara DKI Jakarta dan Banten
tumbuh lebih lambat dibandingkan
triwulan sebelumnya dan triwulan II tahun
2018.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi
Banten disebabkan oleh terkontraksinya
sektor Pengadaan Listrik dan Gas (-4,5
persen) serta Transportasi dan
Pergudangan (-2,3 persen). Sektor
Transportasi terkontraksi terutama
disebabkan terkontraksinya Angkutan
Udara hingga -14,8 persen. Sementara itu,
pertumbuhan DKI Jakarta tertahan karena
kontraksi pada sektor Industri
Pengolahan, Pertambangan dan
Penggalian, dan Kostruksi.
Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi di Jawa
Provinsi 2018 2019
Q2 Q1 Q2
DKI Jakarta 5,92 6,25 5,71
Jawa Barat 5,61 5,40 5,68
Jawa Tengah 5,43 5,12 5,62
DI Yogyakarta 5,92 7,51 6,80
Jawa Timur 5,55 5,55 5,72
Banten 5,54 5,44 5,35
Rata-rata 5,65 5,67 5,68
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumatera tumbuh sebesar 4,6 persen,
sedikit lebih tinggi dari triwulan I tahun
2019. Struktur ekonomi di Pulau Sumatera
didominasi oleh Sumatera Utara dan Riau,
dengan distribusi sebesar 23,2 persen dan
22,3 persen. Pada triwulan II tahun 2019
Riau tumbuh sebesar 2,8 persen. Sektor
Pertambangan dan Penggalian yang
berkontribusi sebesar 25,2 persen dari
PDRB Riau terkontraksi sebesar -7,0
persen (YoY). Di sisi lain, Industri
Pengolahan yang berkontribusi sebanyak
25,3 persen, tumbuh 6,3 persen didorong
oleh momen lebaran dan libur bersama.
Sementara itu, ekonomi Sumatera Utara
triwulan II tahun 2019 meningkat 5,3
persen, lebih tinggi dari triwulan II tahun
2018. Pertumbuhan tertinggi adalah
25
sektor Informasi dan Komunikasi sebesar
9,8 persen.
Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera
Provinsi 2018 2019
Q2 Q1 Q2
Aceh 5,68 3,88 3,71
Sumatra Utara 5,27 5,31 5,25
Sumatra Barat 5,09 4,80 5,02
Riau 2,34 2,87 2,80
Jambi 4,70 4,57 4,82
Sumatra Selatan 6,07 5,69 5,80
Bengkulu 5,11 5,02 5,05
Lampung 5,35 5,21 5,62
Kep. Bangka Belitung
4,50 2,80 3,49
Kepulauan Riau 4,52 4,79 4,66
Rata-rata 4,64 4,55 4,62
Sumber: Badan Pusat Statistik
2.2 Fiskal
Hingga Juni 2019, realisasi APBN tumbuh
7,8 persen dan belanja negara meningkat
9,6 persen, serta defisit anggaran sebesar
0,8 persen terhadap PDB.
Hingga akhir Juni 2019, Pendapatan
Negara dan Hibah telah mencapai
Rp898,76 triliun, atau meningkat 7,84
persen dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Meskipun mengalami
peningkatan, namun realisasinya
terhadap target APBN relatif menurun.
Hingga akhir Juni 2019, Pendapatan
Negara dan Hibah mencapai 41,51 persen
dari target APBN, lebih rendah
dibandingkan realisasi pada periode yang
sama tahun 2018 yang mencapai 44,00
persen. Pendapatan negara meliputi
realisasi penerimaan perpajakan,
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
dan hibah.
Sampai dengan akhir Juni 2019,
penerimaan perpajakan tumbuh sebesar
5,42 persen, sebesar Rp688,94 atau
mencapai 38,57 persen dari target APBN
2019. Pajak penghasilan (PPh) sebagai
kontributor utama dari Penerimaan
Perpajakan, hingga akhir Juni 2019
mencapai Rp376,32 triliun atau tumbuh
4,71 persen dibanding periode yang sama
tahun 2018. Kondisi perekonomian yang
relatif stabil menjadi salah satu pendorong
kenaikan pajak penghasilan. Sementara
itu, penerimaan dari PPN/PPnBM tumbuh
negatif 2,66 persen dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun demikian, nilai tersebut membaik
jika dibandingkan pertumbuhan periode
Januari-Mei 2019 yang mencapai negatif
4,41 persen.
Perbaikan kinerja PPN/PPnBM akibat
pertumbuhan restitusi yang lebih rendah
daripada periode Januari-Mei 2019. Lebih
lanjut, pertumbuhan positif penerimaan
perpajakan didorong oleh pertumbuhan
signifikan dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan penerimaan cukai.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan
penerimaan perpajakan masih didorong
oleh kinerja sektor usaha jasa keuangan
dan transportasi & pergudangan.
Gambar 23. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan (triliun Rp)
Sumber: Kementerian Keuangan
359,40
218,12
4,02
50,96
20,99
376,32
212,32
14,70
66,70
18,90
Pajak Penghasilan
PajakPertambahan Nilai
PBB dan PajakLainnya
Cukai
Pajak PerdaganganInternasional
Juni 2019 Juni 2018
26
Sampai dengan akhir Juni 2019, PNBP
tumbuh sebesar 18,24 persen, sebesar
Rp209,08 triliun, atau 55,27 persen dari
target APBN 2019. Meskipun kinerja PNBP
hingga akhir Juni 2019 menunjukkan
kinerja positif, pemerintah terus
mewaspadai pergerakan harga komoditas
internasional dan nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar Amerika Serikat yang
menjadi faktor utama perkembangan
PNBP.
Selanjutnya adalah Belanja Negara.
Hingga akhir Juni 2019, realisasi Belanja
Negara telah mencapai Rp1.034,51 miliar,
meningkat 9,59 persen dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2018.
Hal tersebut sejalan dengan komitmen
Pemerintah untuk terus meningkatkan
kualitas pengelolaan APBN melalui
perbaikan pola penyerapan belanja.
Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi
Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Hingga akhir Juni 2019, realisasi BPP
mencapai Rp630,57 triliun atau 38,58
persen dari target APBN. Realisasi
tersebut meningkat 12,92 persen
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2018 yang mencapai Rp558,44
triliun atau 38,40 persen dari target APBN.
Hingga akhir Juni 2019, BPP masih menjadi
komponen utama dari Belanja Negara
dengan proporsi 60,90 persen. Akselerasi
penyerapan anggaran pada BPP mampu
mendorong sektor konsumsi melalui
kombinasi penyerapan belanja pegawai,
barang dan bantuan sosial.
Kinerja penyerapan BPP ditopang oleh
meningkatnya realisasi Belanja K/L
terhadap APBN yang mencapai 40,02
persen hingga akhir Juni 2019. Capaian
tersebut lebih tinggi dari realisasi tahun
2018 yang hanya mencapai 34,93 persen
dari APBN. Tingginya capaian pada tahun
2019 disebabkan oleh meningkatnya
realisasi belanja bantuan sosial yang
mencapai Rp70,49 triliun atau meningkat
sebesar 56,37 persen jika dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2018.
Gambar 24. Perkembangan Komponen Belanja Negara
Akselerasi penyerapan anggaran pada
belanja bantuan sosial mencerminkan
komitmen Pemerintah dalam menjaga
daya beli masyarakat miskin dan rentan
untuk mencukupi kebutuhan pokok.
Selanjutnya, hingga akhir Juni 2019,
pertumbuhan realisasi BPP juga
disumbang oleh Belanja Pegawai yang
tumbuh sebesar 13,61 persen dan Belanja
Barang yang tumbuh sebesar 12,12
persen. Pertumbuhan penyerapan Belanja
Bantuan Sosial, Belanja Pegawai, dan
Belanja Barang mendorong pertumbuhan
konsumsi, baik konsumsi rumah tangga
maupun konsumsi pemerintah.
Hingga akhir Juni 2019, realisasi Belanja
Modal mencapai Rp34,66 triliun atau
sebesar 18,31 persen dari target APBN
2019. Proporsi belanja modal terbesar
antara lain: (1) belanja modal
pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan;
dan (2) belanja modal peralatan dan
mesin. Dengan proporsi tersebut, belanja
modal diharapkan dapat menjadi daya
Transfer Ke Daerah dan
Dana Desa
Juni 2018
Belanja Pemerintah
Pusat
Juni 2019
Sumber: Kementerian Keuangan
38,40 %APBN
38, 60 %APBN
50,30 %APBN
48,90 %APBN
27
pengungkit pada sektor investasi dan
mendorong percepatan pembangunan di
daerah.
Selanjutnya adalah Belanja Non K/L.
Sampai dengan akhir Juni 2019, realisasi
Belanja Non K/L mencapai Rp288,23
triliun, lebih tinggi secara nominal
dibandingkan dengan tahun 2018 yang
mencapai Rp262,45 triliun. Namun
demikian, secara persentase terhadap
APBN, belanja Non K/L mengalami
penurunan dari 43,23 persen terhadap
APBN 2018 menjadi 37,01 persen
terhadap APBN 2019. Penurunan tersebut
terutama disebabkan oleh menurunnya
realisasi pembayaran bunga utang dan
belanja subsidi.
Hingga akhir Juni 2019, realisasi
pembayaran bunga utang mencapai 48,85
persen terhadap APBN 2019,
atau lebih rendah dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya
yang mencapai 50,55 persen. Hal tersebut
karena kondisi yield SBN yang cenderung
menurun pada awal tahun 2019
dibandingkan kondisi pada awal tahun
2018 sehingga biaya diskon cenderung
lebih rendah. Sementara itu penurunan
realisasi belanja subsidi karena realisasi
subsidi energi yang lebih rendah yang
disebabkan oleh pembayaran sebagian
kekurangan subsidi energi tahun
sebelumnya pada tahun 2018, serta Harga
Indeks Pasar (HIP) dan formula harga
patokan LPG tahun 2019 yang lebih
rendah dari tahun 2018.
Selanjutnya adalah TKDD. Hingga akhir
Juni 2019, TKDD mencapai Rp403,95
triliun, atau meningkat 4,77 persen
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2018. Peningkatan tersebut
didorong oleh meningkatnya penyaluran
dana perimbangan utamanya DAU dan
DBH serta Dana Desa
Hingga Juni 2019, Dana Perimbangan
sebagai komponen terbesar dari TKDD
telah mencapai Rp352,28 triliun atau
meningkat 4,02 persen dibandingkan
dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Meskipun mengalami
pertumbuhan, namun realisasinya
terhadap APBN lebih rendah
dibandingkan periode yang sama pada
tahun 2018.
Selanjutnya adalah Dana Alokasi Umum
(DAU). Hingga akhir Juni 2019, DAU
sebagai komponen terbesar dari Dana
Perimbangan telah mencapai Rp243,45
triliun. Apabila dibandingkan dengan
targetnya terhadap APBN, realisasi DAU
sampai dengan akhir Juni 2019 mencapai
58,26 persen, sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan realisasi periode
yang sama pada tahun sebelumnya yang
mencapai 58,27 persen dari target APBN.
Beberapa hal yang mempengaruhi
realisasi DAU di atas antara lain: (i)
penyelesaian kewajiban Daerah Otonom
Baru (DOB) pada 1 Pemerintah Daerah
sebesar Rp2,00 miliar; (ii) penyelesaian
kewajiban tunggakan iuran jaminan
kesehatan kepada Badan Penyelengaran
Jaminan Sosial (BPJS) oleh 3 Pemerintah
Daerah sebesar Rp18,36 miliar; dan (iii)
penundaan penyaluran DAU reguler
terhadap 5 Pemerintah Daerah yang
belum menyampaikan laporan Informasi
Keuangan Daerah (IKD) sebesar Rp14,22
miliar.
Selanjutnya adalah Dana Bagi Hasil (DBH).
Sampai dengan akhir Juni 2019, realisasi
penyaluran DBH mencapai Rp42,39 triliun
atau 39,86 persen dari target APBN 2019.
Realisasi tersebut lebih tinggi 23,77
28
persen dibandingkan realisasi pada Juni
2018 yang mencapai Rp34,25 triliun.
Peningkatan DBH ini dipengaruhi oleh
penyaluran sebagian kurang bayar (KB)
DBH yang dicairkan pada bulan Mei 2019
sebesar Rp2,21 triliun.
Adapun Dana Transfer Khusus (DTK)
mengalami penurunan baik dari segi
nominal maupun realisasinya terhadap
APBN. Sampai dengan akhir Juni 2019,
DTK mencapai Rp66,4 triliun, turun 5,70
persen dari periode yang sama ditahun
sebelumnya. Selain itu, apabila
dibandingkan dengan target APBN, hingga
akhir Juni 2019 realisasi DTK mencapai
33,16 persen dari APBN 2019 atau lebih
rendah dibandingkan dengan periode
yang sama pada tahun sebelumnya yang
mencapai 37,89 persen. Rendahnya
realisasi penyaluran DAK Fisik menjadi
penyebab dari rendahnya realisasi DTK.
Sampai dengan akhir Juni 2019, realisasi
penyaluran DAK Fisik baru mencapai
sebesar Rp5,00 triliun atau 7,21 persen
dari target APBN 2019.
Hingga akhir Juni 2019, realisasi Dana
Desa telah mencapai Rp41,83 triliun atau
59,76 persen dari target APBN. Secara
nominal realisasi Dana Desa tumbuh 16,65
persen jika dibandingkan dengan realisasi
pada periode yang sama tahun 2018.
Capaian positif tersebut disebabkan Dana
Desa Tahap I dan Tahap II telah disalurkan
seluruhnya kepada 434 daerah penerima.
Tabel 21. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (triliun Rp)
Keterangan Juni 2018 Juni 2019
Nominal % APBN Nominal % APBN
Transfer Ke Daerah
349,71 49,52 362,11 47,85
Dana Perimbangan
338,64 50,05 352,28 48,62
Dana Bagi Hasil
34,25 38,39 42,39 39,86
Dana Alokasi Umum
233,95 58,27 243,45 58,26
Dana Transfer Khusus
70,43 37,89 66,43 33,16
Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
6,81 32,37 4,65 20,97
Dana Insentif Daerah
4,25 50,00 5,17 51,75
Dana Desa 35,86 59,77 41,83 59,76
Total 385,57 50,33 403,94 48,86
Sumber: Kementerian Keuangan
29
Gambar 25. Perkembangan Realisasi Defisit APBN
Sumber: Kementerian Keuangan
Berdasarkan capaian Pendapatan dan
Belanja Negara diatas, hingga akhir Juni
2019, defisit anggaran mencapai Rp135,75
triliun atau 0,84 persen terhadap PDB.
Besaran defisit ini meningkat 22,70 persen
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2018 yang mencapai Rp110,56 triliun.
Meningkatnya defisit anggaran,
menyebabkan kebutuhan pembiayaan
mengalami peningkatan, khususnya
pembiayaan utang yang telah mencapai
50,20 persen dari target APBN 2019.
Tabel 22. Perkembangan Komponen
Pembiayaan (triliun Rp)
Jenis Pembiayaan
Juni-2018 Juni-2019
Nominal %
APBN Nominal
% APBN
Utang (neto)
176,0 44,1 180,4 50,2
Investasi (0,8) 1,2 (6,5) 8,6
Pinjaman 0,9 (14,1) 1,4 (58,8)
Penjaminan - 0,0 - 0,0
Lainnya 0,1 53,7 0,0 0,1
Total (neto) 176,2 84,8 175,3 0,1
Sumber: Kementerian Keuangan
Gambar 26. Perkembangan Utang Pemerintah Pusat
Sumber: Kementerian Keuangan
Selanjutnya peningkatan defisit juga turut
berdampak pada kenaikan stok utang
Pemerintah Pusat. Hingga akhir Juni 2019,
stok utang pemerintah mencapai
Rp4.570,17 triliun. Meskipun secara
nominal stok utang mengalami peningkatan,
Pemerintah senantiasa menjaga utang
Pemerintah Pusat pada tingkat yang
berkelanjutan (sustainable). Hal ini dapat
terlihat dari rasio utang Pemerintah yang
masih terjaga pada level 29,50 persen PDB,
jauh dari ambang batas aman yang
ditetapkan oleh UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, yaitu 60,0 persen
PDB.
2.3 Moneter dan Jasa Keuangan
Moneter
BI pertahankan suku bunga kebijakan
BI7DRR sebesar 6,00 persen.
Selama triwulan II tahun 2019, Bank
Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga
kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate
(BI7DRR) sebesar 6,00 persen untuk
-110,56
-135,75
-0,75
-0,84
-1
-0,5
-300
-250
-200
-150
-100
-50
0Juni 2018 Juni 2019
Rp Triliun %PDB
3.165,13
3.515,46
4.010,26
4.418,304.570,17
27,4628,30
29,51 29,98 29,50
15
20
25
30
35
2000
3000
4000
5000
6000
2015 2016 2017 2018 Juni2019
Utang Pemerintah Pusat
Rasio Utang (%PDB)
30
menjaga daya tarik aset keuangan domestik.
Kebijakan tersebut ditempuh dalam rangka
menarik aliran modal masuk sehingga dapat
menciptakan kestabilan nilai tukar Rupiah.
Tabel 23. Suku Bunga Operasi Moneter BI 7 Day Reverse Repo Rate Triwulan II, Tahun 2019
(persen)
Tenor Bulan
Apr Mei Jun
7 hari 6,00 6,00 6,00
2 minggu 6,05 6,05 6,05
1 bulan 6,25 6,16 6,11
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kedepan, seiring dengan rendahnya
perkiraan inflasi, menurunnya
ketidakpastian ekonomi global, dan
terkendalinya stabilitas eksternal, Bank
Indonesia perlu melakukan pelonggaran
kebijakan moneter melalui penurunan suku
bunga. Penurunan ini diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi
domestik ditengah melambatnya
perekonomian global.
Rupiah kembali menguat pada akhir
triwulan II setelah mengalami pelemahan
pada bulan Mei 2019
Pergerakan Rupiah pada awal triwulan II
terpantau stabil pada kisaran Rp14.000
hingga Rp14.200. Dari sisi eksternal,
negosiasi hubungan dagang antara Amerika
dan Tiongkok bekrontibusi terhadap
sentimen positif investor dan mendorong
kenaikan aliran modal asing ke pasar
keuangan domestik. Dari sisi internal,
kondisi ini didukung oleh membaiknya
neraca perdagangan, tingkat inflasi yang
rendah, dan kecukupan cadangan devisa.
Namun, memburuknya hubungan dagang
antara Amerika Serikat dan Tiongkok
berdampak pada peningkatan
ketidakpastian di pasar keuangan global.
Peningkatan permintaan valuta asing untuk
memenuhi kebutuhan pembayaran deviden
juga turut mendorong aliran modal keluar
dari Indonesia. Pada tanggal 21 Mei 2019
Rupiah menyentuh level terendah selama
triwulan II 2019 sebesar Rp14.480.
Gambar 27. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Rupiah bergerak menguat pada akhir
triwulan II seiring dengan kembalinya
optimisme investor terhadap kondisi
perekonomian domestik. Peningkatan
sovereign rating Indonesia oleh Standard
and Poor’s (S&P) dan pelonggaran kebijakan
moneter global turut berperan mendorong
kembalinya aliran modal masuk ke
Indonesia dan penguatan Rupiah.
Pada Triwulan II tahun 2019 nilai tukar riil
Rupiah (REER) mencapai 90,85..
Hingga akhir triwulan II tahun 2019 nilai
tukar efektif riil (Real Effective Exchange
Rate/REER) terus menurun dan berada
dibawah angka wajarnya (par) yang
mencapai 90,85. Di kawasan ASEAN nilai
tukar efektif riil Indonesia berada dibawah
Thailand (111,05), Singapura (108,10), dan
Filipina (106,61). Akan tetapi REER
Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan
dengan Malaysia yang mencapai 88,25.
Kondisi ini berpotensi meningkatkan daya
12.500
13.000
13.500
14.000
14.500
15.000
15.500
Jan
-18
Feb
-18
Mar
-18
Ap
r-18
May
-18
Jun
-18
Jul-
18A
ug-
18Se
p-1
8O
ct-1
8N
ov-
18D
ec-1
8Ja
n-1
9Fe
b-1
9M
ar-1
9A
pr-
19M
ay-1
9Ju
n-1
9
USD - IDR…
Rp 14.126 30 Jun 2019
Rp 14.480 21 Mei 2019
31
saing produk Indonesia dan berdampak
pada peningkatan ekspor.
Gambar 28. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, Juni 2012 – Juni 2019 (2010=100)
Sumber: Bloomberg, diolah
Likuiditas perekonomian meningkat sebagai
akibat dari peningkatan pertumbuhan M1.
Pada awal triwulan II tahun 2019, likuiditas
perekonomian atau uang beredar dalam arti
luas (M2) tumbuh 6,19 persen lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan pada
akhir triwulan I tahun 2019 sebesar 6,49
persen. Namun demikian, likuiditas
perekonomian sempat meningkat sebesar
7,83 persen pada bulan Mei sebelum
akhirnya kembali mengalami perlambatan
pada Juni sebesar 6,95 persen, jauh lebih
tinggi dibanding pertumbuhan triwulan II
tahun 2018 yang hanya mencapai 5,91
persen.
Pertumbuhan M2 selama triwulan II
dipengaruhi pergerakan komponen uang
beredar dalam arti sempit (M1). Selama
triwulan II tahun 2019, pertumbuhan M1
adalah 5,76 persen pada April, 7,37 persen
pada Mei, dan 4,90 persen pada Juni.
Melesatnya pertumbuhan M2 pada Mei
dipengaruhi peningkatan M1, utamanya
pada komponen uang kartal untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat
menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) Idul Fitri. Selain itu, pertumbuhan
uang kuasi sebesar 7,94 persen pada Mei
ikut mendorong pertumbuhan M2.
Likuiditas perekonomian yang tumbuh
melambat pada akhir triwulan II,
dipengaruhi oleh penurunan operasi
keuangan pemerintah (akibat turunnya
tagihan kepada pemerintah pusat),
perlambatan penyaluran kredit, serta
melambatnya pertumbuhan M1 akibat
kembali normalnya kebutuhan masyarakat
terhadap uang kartal. Komponen lain yakni
uang kuasi juga tumbuh melambat sebesar
7,68 persen pada Juni 2019.
Gambar 29. Perkembangan Uang Beredar Triwulan II Tahun 2019
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Inflasi meningkat seiring dengan tingginya
konsumsi pada saat HBKN dan berakhirnya
musim panen.
Setelah sempat mencapai tingkat inflasi
terendah pada triwulan I tahun 2019, inflasi
90,85
111,05
88,25
106,61
108,1
80
85
90
95
100
105
110
115
120
Ind
eks
INDONESIA THAILANDMALAYSIA FILIPINASINGAPURA
6,19%
7,83%
6,95%
5,76%
7,37%
4,90%
6,24%
7,94%
7,68%
3%
5%
7%
9%
Apr Mei Jun
Pe
rtu
mb
uh
an Y
oY
(%
)
Pertumbuhan M2, %YoY
Pertumbuhan M1, %YoY
Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY
32
mengalami kenaikan pada triwulan II tahun
2019. Selama April-Juni 2019, inflasi
tahunan (YoY) mencapai 2,83 persen, 3,32
persen, dan 3,28 persen, masih berada
dalam rentang target yang ditetapkan
sebesar 3,5 ± 1 persen. Secara bulanan
(MtM), pergerakan inflasi April-Juni 2019
sebesar 0,44 persen, 0,68 persen, dan 0,55
persen.
Tabel 24. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan II Tahun 2019
Persentase (%)
Apr Mei Jun
Year-on-Year (YoY) 2,83 3,32 3,28
Month-to-month
(MtM) 0,44 0,68 0,55
Year-to-Date (YtD) 0,80 1,48 2,05
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kenaikan Inflasi Umum utamanya
disumbang oleh peningkatan inflasi bahan
pangan akibat peningkatan konsumsi rumah
tangga terhadap beberapa komoditas
pangan pada momen perayaan Hari HBKN
Idul fitri.
Inflasi Volatile Foods (MtM) menunjukkan
kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2018.
Inflasi Volatile Food (MtM) pada April-Juni
secara bertutut-turut mencapai 1,59
persen, 2,18 persen, dan 1,70 persen. Selain
HBKN, peningkatkan Inflasi Volatile Food
dipicu oleh berakhirnya masa panen pada
April 2019. Turunnya jumlah pasokan di
pasar berdampak terhadap peningkatan
harga komoditas pangan utama termasuk
aneka cabai. Secara tahunan (YoY), Inflasi
Volatile Foods masing-masing sebesar 2,05
persen, 4, 08 persen, dan 4,91 persen.
Komponen Inflasi Inti (MtM) mengalami
peningkatan dari April-Juni 2019, masing-
masing sebesar 0,17 persen, 0,27 persen
dan 0,38 persen. Secara tahunan (YoY),
Inflasi Inti April-Juni 2019 mengalami
peningkatan secara berturut-turut sebesar
3,05 persen, 3,12 persen, dan 3,25 persen,
menunjukkan terjaganya daya beli
masyarakat.
Komponen Inflasi Administered Price (MtM)
pada April dan Mei sebesar 0,16 persen dan
0,48 persen, disumbang oleh inflasi tarif
angkutan udara. Namun pada Juni
komponen ini mengalami deflasi sebesar
0,09 persen, dipengaruhi oleh kebijakan
penurunan tarif angkutan udara.
Berdasarkan data tahunan (YoY) inflasi
komponen Administered Price (YoY) pada
triwulan II secara berturut-turut mencapai
3,17 persen, 3,38 persen, dan 1,89 persen.
Tabel 25. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen
Komponen Apr Mei Jun
YoY (%)
Inti 3,05 3,12 3,25
Volatile Foods 2,05 4,08 4,91
Administered Prices
3,17 3,38 1,89
MtM (%)
Inti 0,17 0,27 0,38
Volatile Foods 1,59 2,18 1,70
Administered Prices
0,16 0,48 -0,09
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Berdasarkan kelompok pengeluaran,
peningkatan inflasi pada tiwulan II tahun
2019 terutama didorong oleh kelompok
bahan makanan, khususnya cabai merah
yang secara persisten memberikan andil
terhadap inflasi pada triwulan II. Naiknya
harga aneka cabai dipicu keterbatasan
pasokan dalam akibat pola tanam yang tidak
teratur serta pengelolaan pasca panen yang
belum optimal.
Inflasi kelompok sandang dipengaruhi
naiknya harga emas pada triwulan II.
33
Komoditas rokok kretek filter berkontribusi
pada inflasi makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau.
Tabel 26. Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM),
April– Juni 2019
Kelompok Pengeluaran Persentase (%)
Apr Mei Jun
UMUM (headline) 0,44 0,68 0,55
Bahan Makanan 1,45 2,02 1,63
Transpor, Komunikasi,
dan Jasa Keuangan 0,28 0,54 -0,14
Makanan Jadi,
Minuman, Rokok, dan
Tembakau
0,19 0,56 0,59
Kesehatan 0,25 0,18 0,19
Perumahan, Air,
Listrik, Gas, dan Bahan
bakar
0,12 0,06 0,17
Pendidikan, Rekreasi,
dan Olah raga 0,03 0,03 0,07
Sandang 0,15 0,45 0,81
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Secara umum, indeks harga komoditas
bahan-bahan pokok nasional mengalami
kenaikan. Komoditas yang mengalami
peningkatan harga secara persisten adalah
aneka cabai khususnya cabai merah.
Komoditas lain yang mengalami pergerakan
yang cukup fluktuatif adalah bawang putih.
Lonjakan harga bawang putih pada Mei
2019 utamanya disebabkan kekurangan
pasokan dalam negeri disertai
keterlambatan impor bawang putih. Hal
tersebut berdampak pada keterbatasan
pasokan ditengah kenaikan permintaan
bawang putih menjelang HBKN Idul Fitri.
Pada akhir triwulan II, realisasi impor
bawang putih berhasil menurunkan harga
yang ditunjukkan melalui penurunan indeks
harga komoditas bawang putih.
Gambar 30. Perkembangan Indeks Harga Pangan
Strategis Nasional April– Juni 2019, (2019=100)
Sumber: Pusat Informasi Harga Pangan
Strategis Nasional, diolah
Jasa Keuangan
Kinerja sektor jasa keuangan pada triwulan
II tahun 2019 tetap terjaga.
Perbankan Konvensional. Pada triwulan II
tahun 2019, kinerja perbankan konvensional
masih relatif terkendali, baik dari segi
permodalan, likuiditas, maupun kualitas
kredit yang disalurkan. Dari segi
permodalan, rasio kecukupan modal (CAR)
perbankan konvensional masih berada di
atas batas minimum yang ditetapkan,
meskipun mengalami sedikit penurunan
dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan II
tahun 2019, CAR tercatat sebesar 22,43
persen, sedikit menurun dari triwulan
sebelumnya sebesar 23,42 persen.
100,49
103,27
96,58
98,48
106,03
108,99
167,03
119,33
171,71
60
80
100
120
140
160
180
200
220
Apr-19 May-19 Jun-19
Ind
eks
Har
gaMinyak Goreng Daging Sapi
Daging Ayam Telur Ayam
Beras Medium Gula Pasir
Cabai Rawit Cabai Merah
Bawang Merah Bawang Putih
34
Dari segi likuiditas, likuiditas perbankan
pada triwulan II tahun 2019 semakin ketat,
dan berada di atas threshold yang
ditetapkan yaitu 94 persen. Loan to Deposit
Ratio (LDR) mengalami peningkatan dari
94,0 persen pada triwulan I tahun 2019,
menjadi 96,19 persen pada triwulan ini.
Rasio kredit bermasalah (NPL) mengalami
peningkatan yaitu dari 2,51 persen pada
triwulan I tahun 2019 menjadi 2,61 persen
pada triwulan ini, namun masih terjaga di
bawah threshold 5 persen.
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan
konvensional pada triwulan II tahun 2019
tumbuh sebesar 6,27 persen (YoY),
melambat dibandingkan pertumbuhan DPK
triwulan sebelumnya yaitu sebesar 7,18
persen (YoY). Perlambatan pertumbuhan
DPK terutama terjadi pada komponen giro
yang memiliki kontribusi cukup besar (17,60
persen) terhadap total DPK yaitu dari 7,25
persen (YoY) pada triwulan I tahun 2019
menjadi 1,76 persen (YoY) pada triwulan II
tahun 2019. Sementara deposito dan
tabungan tumbuh lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya, masing-masing
sebesar 7,92 persen (YoY) dan 9,04 persen
(YoY) pada triwulan II tahun 2019.
Pada triwulan II tahun 2019, kredit tumbuh
tinggi sebesar 11,05 persen (YoY), meskipun
sedikit melambat dibanding pertumbuhan
kredit triwulan sebelumnya (11,55 persen,
YoY). Jika ditinjau lebih lanjut, pertumbuhan
total kredit pada triwulan II tahun 2019
didorong oleh jenis kredit investasi yang
tumbuh sebesar 15,70 persen (YoY),
pencapaian tertinggi dalam tiga tahun
terakhir. Selain itu, kredit konsumsi dan
kredit modal kerja juga mengalami
pertumbuhan masing-masing sebesar 8,35
persen (YoY) dan 10,22 persen (YoY), sedikit
melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Gambar 31. Kinerja Perbankan Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)
Gambar 32. Pertumbuhan DPK
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)
Gambar 33. Pertumbuhan Kredit
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)
II I II
2018 2019
LDR (%) 91,99 94,00 96,19
CAR (%) 22,19 23,42 22,43
NPL (%) 2,79 2,51 2,61
87
90
93
96
99
0
7
14
21
28
LDR
(%
)
NP
L d
an C
AR
(%
)
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
4.500
4.800
5.100
5.400
5.700
II I II
2018 2019
Per
sen
tase
(%
)
Dal
am T
riliu
n (
Rp
)
Total Kredit (Rp Triliun)Pertumbuhan Tot. KreditPertumbuhan KIPertumbuhan KMKPertumbuhan KK
0%
5%
10%
15%
20%
4.500
4.800
5.100
5.400
5.700
II I II
2018 2019
Pe
rtu
mb
uh
an K
red
it(%
)
Kre
dit
(R
p T
riliu
n)
Total Kredit (Rp Triliun)Pertumbuhan Tot. KreditPertumbuhan KIPertumbuhan KMKPertumbuhan KK
35
Tabel 27. Perkembangan Kredit Bank Umum
Konvensional tahun 2018-2019 (Rp Miliar)
Sektor 2018 2019
Q2 Q1 Q2*
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
329,490 354,080 363,350
Perikanan 11,008 12,343 13,040
Pertambangan dan Penggalian
105,319 137,750 136,205
Industri Pengolahan 813,860 868,891 885,407
Listrik, gas dan air 160,514 186,861 206,802
Konstruksi 267,356 323,777 342,552
Perdagangan Besar dan Eceran
930,037 972,700 987,292
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum
98,019 100,369 104,180
Transportasi, pergudangan dan komunikasi
208,440 213,971 224,302
Perantara Keuangan 222,242 232,258 252,788
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan
225,117 253,836 251,480
Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
21,801 26,006 25,965
Jasa Pendidikan 10,497 12,664 13,169
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
19,273 23,117 24,896
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya
72,785 81,271 78,363
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga
2,746 2,734 3,204
Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya
127 172 173
Kegiatan yang belum jelas batasannya
2,788 1,593 2,121
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (30 Mei 2019)
*Data bulan Mei 2019
Secara sektoral, penyaluran kredit
perbankan mengalami peningkatan hampir
di semua sektor pada triwulan II tahun 2019.
Peningkatan terbesar terjadi pada sektor
Badan Internasional dan Badan Ekstra
Internasional Lainnya yaitu sebesar 36,04
persen (YoY) dan sektor Pertambangan dan
Penggalian yaitu sebesar 29,33 persen
(YoY). Dari sisi volume, sektor Perdagangan
Besar dan Eceran masih mendominasi
penyerapan kredit, dengan kontribusi
sebesar 25,22 persen atau Rp987.292
miliar, dan selanjutnya diikuti oleh sektor
Industri Pengolahan sebesar 22,61 persen
atau Rp885.407 miliar.
Kredit atau pembiayaan perbankan kepada
Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi
(UMKMK), pada triwulan II tahun 2019
mengalami peningkatan. Sampai dengan
triwulan II tahun 2019, penyaluran Kredit
Usaha Rakyat (KUR) mencapai Rp75,13
triliun atau mencapai 53,66 persen dari
target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp140
triliun.
Proporsi KUR terbesar disalurkan ke sektor
non produksi, yaitu sebesar 55,94 persen,
sementara 44,06 persen selebihnya
disalurkan ke sektor produksi. KUR telah
disalurkan kepada 2,69 juta debitur dengan
rasio tingkat kredit macet sebesar 0 persen.
Selanjutnya jika ditinjau lebih lanjut,
penyaluran KUR masih didominasi oleh
skema KUR Mikro (62 persen), lalu diikuti
dengan skema KUR Kecil (38 persen) dan
KUR TKI (1 persen).
36
33 triliun (41%)
Gambar 34. Capaian Penyaluran KUR
Sumber: Kemenko Perekonomian (30 Juni 2019)
Sementara dari segi sektor penerima KUR,
penyaluran KUR masih didominasi oleh
sektor perdagangan yaitu sebesar 55,93
persen, diikuti oleh sektor pertanian,
perburuan, dan kehutanan yaitu sebesar
24,12 persen. Berdasarkan wilayah,
penyaluran KUR masih didominasi pada
wilayah Jawa dan Sumatera dengan porsi
masing-masing sebesar 55,04 persen dan
20,21 persen.
Gambar 35. Pertumbuhan Total Aset Industri Asuransi 2018-2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Asuransi. Pada triwulan II tahun 2019,
kinerja Industri Keuangan Nonbank (IKNB)
mengalami peningkatan, salah satunya
didorong oleh peningkatan total aset
Industri Asuransi. Total aset Industri
Asuransi tercatat sebesar Rp1.282,4 triliun
pada triwulan II tahun 2019, atau tumbuh
sebesar 11,50 persen (YoY), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 8,89 persen (YoY).
Gambar 36. Perkembangan Jumlah Aset Bersih
dan Jumlah Investasi Dana Pensiun
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Dana Pensiun. Pada triwulan II tahun 2019,
industri dana pensiun menunjukkan
perkembangan yang positif. Hal tersebut
tercermin dari meningkatnya jumlah aset
neto dan jumlah investasi dana pensiun.
Jumlah investasi dana pensiun pada
triwulan II tahun 2019 tercatat sebesar
Rp272,82 miliar atau tumbuh sebesar 8,01
persen (YoY). Sejalan dengan hal tersebut,
jumlah aset neto industri dana pensiun juga
meningkat, dengan pertumbuhan sebesar
8,24 persen (YoY).
Pasar Modal. Kinerja pasar modal pada
triwulan II tahun 2019 mengalami
penguatan jika dibandingkan dengan kondisi
pada tahun 2018 yang cukup berfluktuasi.
Kinerja pasar modal yang kondusif ditandai
dengan meningkatnya aliran modal asing
yang masuk ke pasar modal domestik.
Peningkatan tersebut didorong oleh
menurunnya ketidakpastian pasar keuangan
global, imbal hasil investasi portofolio aset
keuangan domestik yang lebih atraktif, serta
0
4
8
12
16
1.080
1.140
1.200
1.260
1.320
II I II
2018 2019
Pe
rtu
mb
uh
an A
set
(%)
Tota
l Ase
t (R
p T
riliu
n)
Total Aset Asuransi
Pertumbuhan Aset Asuransi (YoY)
0
50
100
150
200
250
300
II I II
2018 2019A
Set
dan
Inve
stas
i (R
p M
iliar
)
Jumlah Aset Neto
Jumlah Investasi
Capaian Sektor
Produksi
Capaian Sektor Non
Produksi
Januari-Juni 2019
42 triliun (59%)
37
membaiknya ekspektasi perekonomian
Indonesia seiring dengan peningkatan
sovereign rating Indonesia oleh Standard
and Poors (S&P).
Kondisi pasar saham menguat pada triwulan
II tahun 2019, setelah sempat melemah
pada pertengahan tahun 2018. Penguatan
tersebut salah satunya ditunjukkan oleh
perkembangan nilai kapitalisasi pasar dan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang
positif. IHSG ditutup di level 6.358,63 pada
triwulan II tahun 2019, atau tumbuh sebesar
9,65 persen (YoY).
Sejalan dengan peningkatan IHSG, nilai
kapitalisasi pasar saham juga mengalami
pertumbuhan yang positif. Nilai kapitalisasi
pasar saham pada triwulan II tahun 2019
tercatat sebesar Rp7.243,05 triliun, atau
tumbuh sebesar 11,23 persen (YoY).
Gambar 37. Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham 2018-2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Sementara itu, kondisi pasar obligasi
korporasi kembali menguat pada
pertengahan tahun 2019, setelah sempat
mengalami perlambatan pertumbuhan
pada akhir tahun 2018 yang utamanya
disebabkan oleh kenaikkan suku bunga
acuan (BI 7-day Repo Rate). Pada triwulan II
tahun 2019, total nilai obligasi korporasi
mencapai Rp417,26 triliun, atau meningkat
dibandingkan triwulan II tahun 2018
(Rp402,55 triliun).
Gambar 38. Perkembangan Obligasi Korporasi 2018-2019 (Triliun Rp)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Gambar 39. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah 2018-2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Angka Triwulan II 2019 merupakan
angka bulan Mei
Perbankan Syariah. Kinerja Perbankan
Syariah pada triwulan II tahun 2019 secara
umum membaik. Dari sisi penyaluran
pembiayaan, Financing to Deposit Ratio
(FDR) mengalami peningkatan, baik pada
6.000
6.200
6.400
6.600
6.800
7.000
7.200
7.400
7.600
5.400
5.600
5.800
6.000
6.200
6.400
6.600
II I II
2018 2019
Nila
i Kap
ital
isas
i Pas
ar (
Rp
Tri
liun
)
IHSG
Nilai Kapitalisasi Pasar (Rp Triliun)
IHSG (Rp)
386
394
402
410
418
426
II I II
2018 2019
Ob
ligas
i Ko
rpo
rasi
(R
p T
riliu
n)
76,00
77,00
78,00
79,00
80,00
81,00
82,00
83,00
2018 II 2019 I 2019 II*
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Per
sen
tase
(%
)
Per
sen
tase
(%
)
FDR CAR NPF
38
Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit
Usaha Syariah (UUS) yaitu masing-masing
sebesar 82,01 persen (YoY) dan 100,27
persen (YoY). Selanjutnya dari sisi kualitas
pembiayaan, rasio pembiayaan bermasalah
atau Non-Performing Financing (NPF) pada
BUS tercatat sebesar 3,49 persen, sedikit
mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Penurunan
NPF diindikasikan adanya pengetatan
penyaluran kredit di beberapa bank umum
syariah. Adapun dari sisi permodalan,
Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio
kecukupan modal bank syariah masih
tergolong baik karena berada di atas
ketentuan CAR minimum (8 persen). CAR
tercatat sebesar 19,62 persen pada triwulan
II tahun 2019, sedikit menurun jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yaitu 19,85 persen.
Gambar 40. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perbankan Syariah 2018 – 2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan *bulan Mei
Kegiatan intermediasi perbankan syariah
pada triwulan II tahun 2019 tercatat baik,
terlihat dari tingginya pertumbuhan DPK
dan pembiayaan yang disalurkan, meskipun
sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Total jumlah pembiayaan yang
disalurkan tumbuh sebesar 11,79 persen
(YoY), dimana pembiayaan yang disalurkan
oleh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit
Usaha Syariah (UUS) masing-masing
tumbuh sebesar 10,97 persen (YoY) dan
13,25 persen (YoY). Sementara itu, Dana
Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah
tumbuh sebesar 10,10 persen (YoY).
Komposisi DPK perbankan syariah ditopang
oleh DPK pada Unit Usaha Syariah yang
tumbuh signifikan sebesar 18,81 persen
(YoY), sementara Bank Umum Syariah hanya
tumbuh sebesar 6,48 persen (YoY).
Tabel 28. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah 2018 – 2019 (Rp Miliar)
Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad
2018 2019
Q2 Q1 Q2*
Pembiayaan Investasi
68.031 77.950 80.193
Pembiayaan Modal Kerja
102.091 106.532 103.900
Pembiayaan Konsumsi
124.899 142.511 145.718
Total Pembiayaan
295.021 326.993 329.811
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan *bulan Mei
Dari jenis penggunaan, pembiayaan untuk
konsumsi masih mendominasi pembiayaan
bank Syariah, yaitu sekitar 44,18 persen
pada triwulan II tahun 2019. Sementara itu,
Pembiayaan Investasi masih menjadi jenis
pembiayaan dengan jumlah penyaluran
terendah, namun memiliki tingkat
pertumbuhan tertinggi yaitu 17,88 persen
(YoY). Selanjutnya, pembiayaan konsumsi
tumbuh sebesar 16,67 persen (YoY),
didorong oleh pertumbuhan kredit
pembiayaan perumahan atau KPR.
Sementara itu, Pembiayaan Modal Kerja
hanya tumbuh tipis sebesar 1,77 persen
(YoY).
0
5
10
15
2018 II 2019 I 2019 II*
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
Pe
rtu
mb
uh
an (%
)
DP
K d
an P
em
bia
yaan
DPK
Pembiayaan
Pertumbuhan DPK (YoY) %
Pertumbuhan Pembiayaan (YoY) %
39
Tabel 29. Penyaluran Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Tahun 2018 – 2019 (Rp Miliar)
Penerima Pembiayaan Lapangan Usaha 2018 2019
Q2 Q1 Q2*
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 11.924 12.168 12.175
Perikanan 1.191 1.169 1.142
Pertambangan dan Penggalian 5.555 5.306 5.944
Industri Pengolahan 22.934 25.343 24.954
Listrik, gas dan air 13.576 16.274 14.078
Konstruksi 22.033 27.180 27.826
Perdagangan Besar dan Eceran 32.935 33.462 33.998
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum 4.125 4.789 4.840
Transportasi, pergudangan dan komunikasi 9.841 9.254 9.089
Perantara Keuangan 17.769 18.352 18.471
NPF 140 252 231
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 12.217 12.903 12.856
Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4 10 23
Jasa Pendidikan 4.947 5.760 6.006
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.862 5.343 5.425
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya 6.454 6.038 6.009
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 354 374 802
Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya - 1 *) -
Kegiatan yang belum jelas batasannya 402 757 453
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan *bulan Mei
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
serta sektor Konstruksi masih
mendominasi penyerapan pembiayaan
Syariah yang disalurkan. Pada triwulan II
tahun 2019, Sektor Perdagangan Besar
dan Eceran serta sektor Konstruksi
berkontribusi masing-masing sebesar
sebesar 18,47 persen dan 15,12 persen
dari total pembiayaan dengan nilai
penyaluran masing-masing sebesar
Rp33.343 miliar dan Rp26.720 miliar.
Adapun dari sisi pertumbuhan, sektor
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib mencatat
pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar
445,77 persen (YoY). Sedangkan,
penyaluran pembiayaan pada sektor Jasa
Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan
dan Perorangan lainnya dan sektor
Transportasi, pergudangan dan
komunikasi masing-masing terkontraksi
sebesar 6,88 persen (YoY) dan 7,64 persen
(YoY).
Gambar 41. Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI, JII dan JII 70 2018-2019
(Ratus Ribu Rp)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
2018 II 2019 I 2019 II
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
4.000.000
Nila
i Kap
ital
isas
i (R
p J
uta
)
ISSI JII JII 70
40
Pasar Modal Syariah. Seiring dengan
penguatan Indeks Harga Saham
Gabungan, Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI), Jakarta Islamic Index (JII),
dan Jakarta Islamic Index 70 (JII 70) juga
turut mengalami penguatan pada triwulan
II tahun 2019. Nilai kapitalisasi ISSI, JII, dan
JII 70 meningkat seluruhnya atau masing-
masing sebesar 7,93 persen (YoY), 3,28
persen (YoY) dan 7,88 persen (YoY).
Penguatan nilai kapitalisasi ISSI, JII, dan JII
70 menunjukkan performa kinerja pasar
modal syariah yang baik di tengah
eksposur perekonomian global yang
dinamis seperti terjadinya proteksionisme
beberapa negara menyusul perang
dagang AS dan Tiongkok serta tekanan
politik dalam negeri pasca pemilu dan
pilpres.
Gambar 42. Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi 2018-2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan dan DJPPR
Kemenkeu
Sejalan dengan tren IHSG, ISSI, JII dan JII
70, nilai outstanding sukuk korporasi dan
SBSN pada triwulan II tahun 2019 juga
mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Nilai outstanding SBSN tercatat
sebesar Rp420 triliun, atau tumbuh secara
signifikan sebesar 18,57 persen (YoY).
Sukuk Korporasi tercatat sebesar Rp24,96
triliun, atau tumbuh sebesar 52,74 persen
(YoY). Kondisi pasar sukuk korporasi
cenderung tumbuh stabil, namun nilai
outstanding sukuk korporasi masih jauh
tertinggal jika dibandingkan dengan sukuk
negara, sehingga pasar sukuk korporasi
masih perlu dilakukan pendalaman agar
dapat memberikan dukungan pembiayaan
bagi pembangunan ekonomi nasional.
IKNB Syariah. Pada triwulan II tahun 2019,
secara keseluruhan Industri Keuangan
Non-Bank Syariah menunjukkan
perkembangan yang positif. Kondisi ini
tercermin dari pertumbuhan jumlah aset
Industri Keuangan Non-Bank Syariah
(IKNBS) yang tumbuh sebesar 4,00 persen
(YoY).
Tabel 30. Pertumbuhan Aset IKNB Syariah 2018 – 2019 (Rp Miliar)
Uraian 2018 2019
Q2 Q1 Q2
Asuransi Syariah 42066 43442 43537
Lembaga Jasa
Keuangan Khusus
Syariah
23803 26306 27291
Lembaga
Pembiayaan
Syariah
30856 27064 26873
Lembaga
Keuangan Mikro
Syariah
116 278 346
Dana Pensiun
Syariah 1344 4165 4061
Total Aset 98184 101255 102108
Pertumbuhan Aset
IKNBS (YoY) 0,59 1,82 4,00
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Apabila dilihat secara lebih detail, proporsi
jumlah aset IKNBS terbesar ditopang oleh
Asuransi Syariah sebesar 42,64 persen.
Sementara itu, Lembaga Pembiayaan
Syariah mengalami penurunan aset
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
2018 II 2019 I 2019 II
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Suku
k K
orp
ora
si (
Rp
Mill
iar)
SBSN
(R
p T
rilli
un
)
Sukuk korporasi SBSN
41
sebesar 12,91 persen (YoY), atau dari
Rp30,86 triliun pada triwulan II tahun
2018 menjadi Rp26,87 triliun pada
triwulan II tahun 2019.
Walaupun terdapat penurunan yang
signifikan pada aset Lembaga Pembiayaan
Syariah, namun di sisi lain, terjadi
pertumbuhan yang sangat signifikan pada
aset Dana Pensiun Syariah dan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah, yaitu masing-
masing tumbuh sebesar 202,24 persen
(YoY) dan 199,44 persen (YoY). Sementara
Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah,
total asetnya tumbuh sebesar 14,65
persen (YoY) atau menjadi Rp25,29 triliun.
2.4 Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran triwulan II tahun
2019 defisit, semester I tahun 2019
surplus.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada
triwulan II tahun 2019 defisit sebesar
USD2,0 miliar. Hal tersebut disebabkan
oleh meningkatnya defisit transaksi
berjalan yang diiringi oleh berkurangnya
surplus transaksi modal dan finansial.
Defisit ini lebih kecil dari defisit yang
terjadi pada triwulan II tahun 2018 yang
sebesar USD4,3. Dengan surplus pada
triwulan sebelumnya yang sebesar USD2,4
miliar, NPI semester I tahun 2019 surplus
USD0,4 miliar.
Defisit neraca transaksi berjalan pada
triwulan ini sebesar USD8,4 miliar atau
setara dengan 3,0 persen PDB. Defisit ini
lebih besar dari triwulan sebelumnya.
Selain masih terdampak pada
perlambatan ekonomi global dan
penurunan harga komoditas, defisit yang
melebar juga disebabkan oleh perilaku
musiman yaitu repatriasi dividen dan
pembayaran bunga utang luar negeri.
Gambar 43. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (Miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
Neraca perdagangan nonmigas
meningkat, defisit perdagangan migas
melebar.
Surplus neraca perdagangan barang turun
menjadi USD187 juta. Hal tersebut
disebabkan oleh naiknya impor migas
serta kenaikan impor barang lainnya.
Ekspor nonmigas pada triwulan II tahun
2019 sebesar USD36,4 miliar, lebih rendah
dari triwulan sebelumnya yang sebesar
USD37,4 miliar. Penurunan ini diimbangi
dengan turunnya impor nonmigas
menjadi USD33,4 miliar. Sehingga neraca
perdagangan nonmigas masih surplus
sebesar USD3,0 miliar, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, neraca perdagangan migas
defisit sebesar USD3,2 miliar, lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya. Meskipun
ekspor minyak meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya, namun
impor minyak meningkat jauh lebih tinggi.
Selain itu, ekspor gas turun disertai
dengan peningkatan impor gas.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019
Transaksi Berjalan
Transaksi Modal dan Finansial
Neraca Keseluruhan
42
Defisit transaksi berjalan jasa semakin
lebar.
Pada triwulan II tahun 2019, defisit neraca
perdagangan jasa Indonesia mencapai
USD2,0 miliar, lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya. Peningkatan defisit
neraca jasa tersebut terutama disebabkan
oleh surplus jasa perjalanan yang semakin
berkurang. Selain itu, dipengaruhi oleh
meningkatnya defisit pada jasa konstruksi,
biaya penggunaan kekayaan intelektual,
dan jasa telekomunikasi, komputer, dan
informasi.
Gambar 44. Neraca Jasa Perjalanan dan Transportasi
Sumber: Bank Indonesia
Surplus neraca jasa perjalanan sebesar
USD0,8 miliar, lebih rendah dari triwulan
sebelumya yang sebesar USD1,4 miliar.
Pembayaran jasa perjalanan meningkat
menjadi USD2,2 miliar, disebabkan oleh
lebih tingginya jumlah kunjungan
wisatawan nasional ke luar negeri. Di sisi
lain, penerimaan jasa perjalanan dari
wisatawan mancanegara turun
dibandingkan triwulan I tahun 2019.
Di sisi lain, defisit jasa transportasi
mengalami kinerja yang lebih baik. Pada
triwulan II tahun 2019, defisit jasa
transportasi sebesar USD1,8 miliar, lebih
kecil baik dibandingkan dengan defisit
pada triwulan II tahun 2018 (USD2,1
miliar) maupun defisit triwulan
sebelumnya (USD1,9 miliar). Penurunan
ini terutama disebabkan oleh
berkurangnya pembayaran jasa freight
seiring menurunnya impor barang.
Sementara itu, meningkatnya jumlah
kunjungan wisatawan ke luar negeri
meningkatkan defisit jasa transportasi
penumpang.
Gambar 45. Neraca Pendapatan Primer dan
Sekunder
Sumber: Bank Indonesia
Defisit neraca pendapatan primer
meningkat menjadi USD8,7 miliar pada
triwulan ini. Meningkatnya defisit
terutama disebabkan oleh tingginya
pembayaran dividen terkait investasi
portofolio kepada investor nonresiden.
Selain itu, defisit juga dipengaruhi oleh
pembayaran bunga pinjaman luar negeri.
Di sisi lain, defisit pendapatan primer yang
terkait investasi langsung turun
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal
tersebut didorong oleh naiknya
-5000 0 5000
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
20
182
019
Impor Perjalanan Ekspor Perjalanan
Impor Transportasi Ekspor Transportasi
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019
Penerimaan Pendapatan Primer
Pembayaran Pendapatan Primer
Penerimaan Pendapatan Sekunder
Pembayaran Pendapatan Sekunder
43
penerimaan dari aset ekuitas residen di
luar negeri.
Surplus neraca pendapatan sekunder
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya maupun triwulan II tahun
2018. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh penerimaan transfer
personal yang lebih tinggi.
Transaksi modal dan finansial terus turun.
Transaksi modal dan finansial masih
mengalami surplus pada triwulan ini
meskipun terus turun sejak triwulan IV
tahun 2018. Surplus pada triwulan II tahun
2019 sebesar USD7,1 miliar dengan
pendorong utamanya adalah
meningkatnya aliran masuk dalam bentuk
investasi langsung dan portofolio.
Sementara itu, kinerja transaksi finansial
tertahan oleh defisit investasi lainnya yang
disebabkan tingginya pembayaran
pinjaman luar negeri pemerintah dan
swasta.
Gambar 46. Neraca Transaksi Finansial
Sumber: Bank Indonesia
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan
II tahun 2019 sebesar USD123,7 miliar,
sedikit lebih rendah dari triwulan
sebelumnya. Jumlah tersebut setara
dengan 6,8 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri pemerintah. Angka
tersebut lebih tinggi dari standar
kecukupan internasional yaitu sekitar 3
bulan impor.
Perdagangan
Neraca perdagangan Indonesia pada
triwulan II tahun 2019 defisit sebesar
USD1,77 miliar.
Tabel 31. Neraca Perdagangan dan Tingkat Pertumbuhan Ekspor Impor Tahun Q2 2018 Q1 2019 Q2 2019
Neraca Perdagangan (Juta USD) Total -1.456,78 -193,40 -1.769,90 Migas -2.872,00 -1.344,00 -3.505,80 Non Migas 1.426,50 1.180,60 1.770,90
Pertumbuhan YoY (%) Total Ekspor 11,13 -8,50 -8,95 Total Impor 26,26 -7.40 -7,97 Ekspor Migas 23,61 -15,17 -41,13 Impor Migas 45,47 -28.98 -16,37 Ekspor Nonmigas 9,87 -7,73 -5,22 Impor Nonmigas 23,10 -3.50 -6,33
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia pada
triwulan II tahun 2019 mengalami defisit
perdagangan sebesar USD1,77 miliar.
Pada sektor nonmigas, Indonesia
mengalami surplus sebesar USD1,77
miliar, namun defisit yang terjadi pada
sektor migas masih lebih besar yakni
USD3,50 miiar.
Secara keseluruhan ekspor pada triwulan
II tahun 2019 mengalami penurunan
pertumbuhan yang lebih besar daripada
impor. Pada sektor nonmigas, penurunan
ekspor lebih besar daripada penurunan
impor, namun sebaliknya pada sektor
migas.
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019
Investasi Langsung
Investasi Portofolio
Investasi Lainnya
44
Total ekspor Indonesia pada triwulan II
tahun 2019 adalah sebesar USD40,5
miliar, turun sebesar 8,5 persen.
Total ekspor Indonesia pada triwulan II
tahun 2019 adalah sebesar USD39,7
miliar, turun sebesar 8,95 persen (YoY).
Ekspor nonmigas pada triwulan II tahun
2019 sebesar USD37,1 miliar, turun 5,22
persen dibandingkan periode yang sama
tahun 2018. Adapun pada ekspor migas
mencapai USD2,6 miliar, turun sebesar
41,1 persen (YoY).
Tabel 32. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Ekspor
Kategori Q2 2018 Q1 2019 Q2 2019 Nilai Ekspor (Juta USD)
43.636,32 40.510,20 39.731,50
Migas 4.458,60 3.437,80 2.624,80 Minyak Mentah 1.409,60 349,30 489,20 Hasil Minyak 481,20 249,60 350,60 Gas 35,20 2.838,90 0,00 Nonmigas 39.189,00 37.102,40 37.141,60 Pertanian 804,90 785,80 776,90 Industri 30.999,30 29.922,40 30.221,20 Pertambangan dan lainnya
7.384,80 6.394,20 6.143,50
Pertumbuhan Ekspor (YoY%)
11,13 -8,50 -8,95
Migas 23,61 -15,17 -41,13 Minyak Mentah 22,04 -71,48 -65,30 Hasil Minyak 20,36 -29,57 -27,14 Gas 25,13 14,77 -100 Nonmigas 9,87 -7,73 -5,22 Pertanian -6,15 1,53 -3,48 Industri 6,20 -6,51 -2,51 Pertambangan dan lainnya
31,23 -14,07 -16,81
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Negara tujuan ekspor nonmigas utama
pada triwulan II 2019 antara lain:
Tiongkok, Amerika Serikat (AS), Jepang,
India, dan Singapura.
Berdasarkan negara tujuan ekspor,
Tiongkok merupakan negara tujuan
ekspor terbesar dengan nilai ekspor
mencapai USD6.160,0 juta atau sebesar
16,60 persen dari total ekspor nonmigas.
Setelah itu, negara tujuan ekspor terbesar
lainnya adalah Amerika Serikat dan
Jepang, masing-masing berkontribusi
sebesar 11,23 persen dan 8,87 persen
terhadap total ekspor nonmigas.
Tabel 33. Perkembangan Nilai Ekspor
Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Tujuan
Ekspor Utama
Negara
Pertumbuhan (%) Proporsi thd Total Ekspor
Nonmigas (%)
QtQ YoY
Tiongkok 17,65 3,39 16,60 AS 0,08 0,77 11,23 Jepang -3,34 -18,16 8,87 India -11,50 -13,15 7,17 Singapura 12,12 8,54 6,09 Malaysia 14,66 6,56 5,41 Filipina 3,98 -4,25 4,49 Korea Selatan -18,87 -20,67 3,84
Thailand -4,88 -6,57 3,57
Vietnam 3,82 19,16 3,25
10 Terbesar 2,66 -3,48 70,54 Lainnya -5,94 -9,35 29,46
Total Nonmigas -0,04 -5,29 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Berdasarkan nilai ekspor, golongan barang
Bahan Bakar Mineral dan Lemak & Minyak
Hewan/Nabati berkontribusi paling besar
yakni berturut-turut sebesar 15.42 persen
dan 9,94 persen terhadap total ekspor
nonmigas. Kedua golongan tersebut
mengalami pertumbuhan negatif masing-
masing sebesar 3,38 persen dan 21,65
persen YoY. Sementara itu, golongan
Kendaraan dan Bagiannya dan golongan
Besi dan Baja justru tumbuh positif yakni
berturut-turut sebesar 4,27 persen dan
35,33 persen YoY.
45
Tabel 34. Perkembangan Nilai Ekspor Berdasarkan 10 Golongan Barang HS 2 Dijit Terbesar
Golongan Barang (HS)
Nilai Ekspor (Juta USD) Tingkat Pertumbuhan (%) Proporsi thd Total Ekspor
Nonmigas (%) Q1 2018 Q4 2018 Q1 2019 QtQ YoY
27: Bahan Bakar Mineral
5.921,70 5.656,60 5.721,30 1,14 -3,38 15,42
15: Lemak & Minyak Hewan / Nabati
4.707,61 4.322,33 3.688,45 -14,67 -21,65 9,94
85: Mesin / Peralatan Listik
2.053,25 1.815,96 1.907,65 5,05 -7,09 5,14
87: Kendaraan dan Bagiannya
1.737,57 1.858,82 1.811,81 -2,53 4,27 4,88
72: Besi dan Baja 1.280,69 1.635,63 1.733,12 5,96 35,33 4,67
40: Karet dan Barang dari Karet
1.590,98 1.404,06 1.556,78 10,88 -2,15 4,20
71: Perhiasan / Permata
1.246,58 1.710,78 1.484,43 -13,23 19,08 4,00
84: Mesin-mesin / Pesawat Mekanik
1.373,08 1.241,89 1.257,73 1,28 -8,40 3,39
38: Berbagai Produk Kimia
1.350,47 957,52 1.155,47 20,67 -14,44 3,11
48: Kertas / Karton 1.137,90 1.057,67 1.120,79 5,97 -1,50 3,02
10 Terbesar 22.399,82 21.661,27 21.437,53 -1,03 -4,30 57,77
Lainnya 16.777,78 15.459,03 15.669,17 1,36 -6,61 42,23
Total Nonmigas 39.177,60 37.120,30 37.106,70 -0,04 -5,29 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Total impor Indonesia pada triwulan II
tahun 2019 adalah sebesar USD41,5
miliar, turun 8,0 persen YoY.
Nilai total impor Indonesia pada triwulan II
tahun 2019 mencapai USD41,5 miliar,
turun 8,0 persen dibandingkan periode
yang sama tahun 2018. Sementara itu,
nilai impor nonmigas pada triwulan II
tahun 2019 mencapai USD35,4 miliar atau
turun sebesar 6,3 persen dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun pada sektor migas, nilai impor
mencapai USD6,1 miliar atau turun
sebesar 16,4 persen.
Berdasarkan golongan penggunaannya,
impor bahan baku dan penolong pada
triwulan II tahun 2019 sebesar USD31,0
miliar, kemudian impor barang modal
sebesar USD6,4 miliar, dan impor barang
konsumsi sebesar USD4,0 miliar.
Pertumbuhan negatif (YoY) terjadi pada
ketiga golongan tersebut, dengan
pertumbuhan negatif terbesar adalah
pada golongan barang bahan baku yakni
8,34 persen.
46
Tabel 35. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Impor
Kategori Q1 2018 Q4 2018 Q1 2019
Nilai Impor (USD Juta)
45.093,10 40.703,60 41.501,40
Barang Konsumsi
4.241,10 3.378,80 4.043,30
Bahan Baku 33.863,00 30.580,60 31.037,70 Barang Modal 6.989,00 6.744,20 6.420,40 Migas 7.330,60 4.781,80 6.130,60 Minyak Mentah 2.225,50 1.160,70 1.518,80 Hasil Minyak 4.365,90 3.112,30 3.797,60 Gas 739,20 508,80 814,20 Non Migas 37.762,50 35.921,80 35.370,70
Pertumbuhan Impor (YoY%)
26,26 -7.40 -7,97
Barang Konsumsi
21,32 -14.31 -4,66
Bahan Baku 25,67 -6.84 -8,34 Barang Modal 32,56 -6.21 -8,14 Migas 45,47 -28.98 -16,37 Minyak Mentah 53,91 -50.69 -31,75 Hasil Minyak 42,32 -16.24 -13,02 Gas 40,69 -23.30 10,15 Non Migas 23,10 -3.50 -6,33
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Negara asal impor nonmigas utama pada
triwulan II 2019 antara lain: Tiongkok,
Jepang, Singapura, Thailand, dan Amerika
Serikat.
Berdasarkan negara asal impor, Tiongkok
merupakan negara asal impor nonmigas
terbesar dengan nilai impor mencapai
USD10,2 miliar atau sebesar 28,98 persen
dari total impor nonmigas. Setelah itu,
negara asal impor terbesar lainnya adalah
Jepang dan Singapura, masing-masing
berkontribusi sebesar 10,44 persen dan
6,38 persen terhadap impor nonmigas.
Tabel 36. Nilai Impor Nonmigas Berdasarkan 10
Negara Asal Impor Utama
Negara
Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan
(%) Proporsi thd Total
Impor Nonmigas
(%) Q1 2018 Q4 2018 Q1 2019 QtQ YoY
Tiongkok 10.400,79 10.419,60 10.211,18 -2,00 -1,82 28,98
Jepang 4.296,18 3.967,65 3.679,95 -7,25 -14,34 10,44
Singapura 2.360,60 1.749,48 2.248,56 28,53 -4,75 6,38
Thailand 2.758,67 2.424,12 2.199,18 -9,28 -20,28 6,24
Amerika Serikat
2.303,42 1.954,72 2.014,58 3,06 -12,54 5,72
Korea Selatan
1.778,90 1.838,37 1.757,10 -4,42 -1,23 4,99
Malaysia 1.383,49 1.478,19 1.351,76 -8,55 -2,29 3,84
Australia 1.198,35 1.035,67 1.252,65 20,95 4,53 3,55
India 1.205,08 1.139,44 977,32 -
14,23 -18,90 2,77
Hong Kong
692,28 701,84 894,82 27,50 29,26 2,54
10 Terbesar
28.377,76 26.709,07 26.587,10 -0,46 -6,31 75,45
Lainnya 9.384,74 9.163,71 8.649,67 -5,61 -7,83 24,55
Total Nonmigas
37.762,50 35.872,78 35.236,77 -1,77 -6,69 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Berdasarkan nilai, impor nonmigas
terbesar adalah golongan barang Mesin-
mesin/pesawat mekanik (HS 84) dan
Mesin/Peralatan Listrik (HS 85), keduanya
berkontribusi berturut-turut sebesar
17.16 persen dan 12,77 persen terhadap
total impor nonmigas. Kedua golongan
tersebut terkontraksi sebesar 3,20 persen
dan 11,33 persen (YoY).
47
Tabel 37. Perkembangan Nilai Ekspor Berdasarkan 10 Golongan Barang HS 2 Dijit Terbesar
Golongan Barang (HS)
Nilai Ekspor (Juta USD) Tingkat Pertumbu
han (%) Proporsi thd
Total Ekspor
Nonmigas
(%) Q1 2018 Q4 2018 Q1 2019 QtQ YoY
84: Nilai: Mesin-mesin /
Pesawat Mekanik 6.248,53 6.522,62 6.048,38 -7,27 -3,20 17,16
85: Nilai: Mesin /
Peralatan Listik 5.074,30 4.402,72 4.499,32 2,19 -11,33 12,77
72: Nilai: Besi dan Baja 2.267,92 2.761,65 2.118,36 -23,29 -6,59 6,01
39: Nilai: Plastik dan
Barang dari Plastik 2.114,29 2.181,55 2.051,32 -5,97 -2,98 5,82
87: Nilai: Kendaraan dan
Bagiannya 1.877,24 1.788,29 1.738,92 -2,76 -7,37 4,93
29: Nilai: Bahan Kimia
Organik 1.558,81 1.528,95 1.442,28 -5,67 -7,48 4,09
10: Nilai: Gandum-
ganduman 986,61 930,15 843,95 -9,27 -14,46 2,40
73: Nilai: Benda-benda
dari Besi dan Baja 927,17 852,88 777,33 -8,86 -16,16 2,21
90: Nilai: Perangkat Optik 693,81 578,79 651,72 12,60 -6,07 1,85
23: Nilai: Ampas / Sisa
Industri Makanan 840,10 630,50 649,42 3,00 -22,70 1,84
10 Terbesar 22.588,78 22.178,10 20.820,99 -6,12 -7,83 59,09
Lainnya 15.173,72 13.694,68 14.415,78 5,27 -5,00 40,91
Total Nonmigas 37.762,50 35.872,78 35.236,77 -1,77 -6,69 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kerjasama Ekonomi Internasional
Bappenas sebagai focal point Pemerintah
Republik Indonesia berkoordinasi dengan
Kementerian/Lembaga terkait untuk
mempersiapkan pelaksanaan kerjasama
ekonomi IA-CEPA.
Sebagai tindaklanjut dari penandatangan
Indonesia-Australia Comprehensive
Economic Partnership Agreement (IA-
CEPA) pada Maret 2019 lalu, telah
disepakati 5 (lima) sektor prioritas di
dalam kerangka kerjasama ekonomi IA-
CEPA, yaitu: (1) inovasi makanan dan
minuman, (2) pendidikan dan pelatihan
teknik dan vokasi, (3) grain partnership,
(4) advanced manufacturing, dan (5)
kesehatan hewan ternak.
Kerjasama IA-CEPA diproyeksikan mulai
dilaksanakan pada tahun 2020. Untuk
mempersiapkan pelaksanaan kerjasama
IA-CEPA, Bappenas melakukan koordinasi
baik dengan pihak Australia maupun
dengan Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian, dan
kementerian/Lembaga terkait lainnya.
Kunjungan tim expert Australia ke
stakeholders kementerian/lembaga
dilaksanakan pada bulan Agustus 2019
guna mendiskusikan program kerja
kerjasama IA-CEPA pada tahun 2020
sebagai tahun pertama dimulainya
kerjasama ekonomi IA-CEPA.
48
Tabel 38. Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 1993
2 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 2010
3 ASEAN-Canada FTA Proposed/Under consultation and study
2017
4 ASEAN-EU Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2015
5 ASEAN-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2016
6 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017
7 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2010
8 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 2008
9 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2009
10 ASEAN-People's Republic of China Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2005
11 ASEAN-[Republic of] Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2007
12 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement
Under Ratification Process 2012
13 Comprehensive Economic Partnership for East Asia (CEPEA/ASEAN+6)
Proposed/Under consultation and study
2005
14 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under consultation and study
2004
15 Eurasian Economic Union-Indonesia Proposed/Under consultation and study
2016
16 Free Trade Area of the Asia Pacific Proposed/Under consultation and study
2014
17 India-Indonesia Comprehensive Economic Cooperation Arrangement
Negotiations launched 2011
18 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017
19 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement
Signed but not yet In Effect 2018
20 Indonesia-Gulf Cooperation Council Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2018
21 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 2008
22 Indonesia-Kenya Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2018
23 Indonesia-Morocco Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2019
24 Indonesia-Mozambique Free Trade Agreement Negotiations launched 2018
25 Indonesia-Pakistan Free Trade Agreement Signed and In Effect 2013
26 Indonesia-Peru FTA Proposed/Under consultation and study
2014
27 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched 2012
28 Indonesia-South Africa Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2018
49
No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
29 Indonesia-Taipei,China FTA Proposed/Under consultation and study
2011
30 Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2018
31 Indonesia-Turkey FTA Negotiations launched 2017
32 Indonesia-Ukraine Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2016
33 Indonesia-United States Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
1997
34 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries
Signed and In Effect 2011
35 Regional Comprehensive Economic Partnership Negotiations launched 2013
36 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference
Signed but not yet In Effect 2014
Sumber: Asia Regional Integration Center (ADB)
Tabel 39. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat
Keterangan Asal (SKA) Preferensi
Form Nilai Ekspor (Juta USD)
Q2 2018 Q4 2018 Q2 2019
Form A 5.566,44 7.465,34 5.489,16
Form AANZ 528,38 434,79 760,54
Form AI 2.608,84 3.315,89 2.601,77
Form AK 1.781,4 2.693,87 1.362,37
Form COA 7,17 2,07 5,79
Form D 10.608,40 6.758,04 8.570,74
Form E 6.464,50 7.115,03 5.358,05
Form GSTP 3,10 4,44 4,58
Form HANDICRAFT BATIK
0,00 0,00 0,00
Form HANDICRAFT GOODS
0,00 0,00 0,00
Form HANDICRAFT PRODUCT
0,42 0,35 0,31
Form ICC 0,00 0,00 0,00
Form IJEPA 2.114,26 1.896,13 1.119,76
Form IP 369,46 367,80 274,86
Sumber: Kementerian Perdagangan
Pada triwulan II tahun 2019, berdasarkan
ska preferensi, nilai ekspor secara umum
mengalami penurunan kecuali untuk
ekspor yang menggunakan form AANZ
dan form GSTP. Nilai ekspor yang
menggunakan form AANZ naik sebesar
43,94 persen, sedangkan nilai ekspor yang
menggunakan form GSTP sebesar 47,92
persen.
Tabel 40. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat
Keterangan Asal (SKA) Nonpreferensi
Form Nilai Ekspor (Juta USD)
Q2 2018 Q4 2018 Q1 2019
Form AJCEP 205,43 246,52 1.018,07
Form ANEXO III 9,68 11,06 7.02
Form B 3.925,94 3.939,50 4.591
Form ICO 245,04 241,89 286,1
Form TP 5,59 5,69 5,43
Sumber: Kementerian Perdagangan
50
Tabel 41. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA dalam Juta USD
Kawasan / Negara
Q2 2018 Q2 2019
Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca
KAWASAN ASIA TIMUR
Jepang 4.770,05 4.303,67 466,38 3.756,16 3.688,15 68,01
Korea Selatan 2.296,23 2.186,11 110,12 1.705,24 2.103,60 -398,36
R. R. Tiongkok 6.568,43 10.475,77 -3.907,34 6.475,29 10.297,20 -3.821,91
KAWASAN ASIA TENGGARA
Thailand 1.712,37 2.773,12 -1.060,75 1.553,26 2.212,47 -659,21
Singapura 3.252,69 5.172,41 -1.919,71 2.833,70 4.425,38 -1.591,68
Filipina 1.740,88 220,07 1.520,81 1.664,37 192,8 1.471,57
Malaysia 2.311,61 2.126,10 185,51 2.155,96 1.667,67 488,29
Myanmar 192,03 46,58 145,45 193,34 40,95 152,39
Kamboja 151,08 6,2 144,88 126,73 9,02 117,71
Brunei Darussalam
16,57 12,2 4,37 21,91 6,71 15,20
Laos 1,43 7,5 -6,07 1,23 5,66 -4,43
Vietnam 1026,29 943,51 82,78 1.209,04 860,3 348,74
KAWASAN ASIA SELATAN
India 3.083,81 1.213,49 1.870,32 2.747,19 1.110,75 1.636,44
Pakistan 681,38 137,61 543,77 406,31 129,79 276,52
Bangladesh 530,03 20,41 509,62 322,09 21,43 300,66
KAWASAN EROPA
Turki 355,31 150,63 204,68 301,59 75,56 226,03
KAWASAN AFRIKA
Mesir 270,01 34,65 235,36 210,56 32,63 177,93
Nigeria 100,51 423,47 -322,96 97,5 487,93 -390,43
KAWASAN OCEANIA
Australia 680,78 1,291,98 -611,20 596,25 1.447,91 -851,66
Selandia Baru 90,41 190,74 -100,33 120,5 215,53 -95,03
KAWASAN TIMUR TENGAH
Iran 68.93 229.9 -160.97 22.64 8.05 14.59
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
51
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI
3.1 Proyeksi Pertumbuhan
Ekonomi Global
Perlambatan ekonomi dunia diperkirakan
terus berlanjut.
Perundingan perang dagang antara
Amerika Serikat dan Tiongkok yang tidak
memberikan sinyal positif semakin
memperparah kondisi perekonomian
global pada sisa tahun 2019. Perdagangan
global diprediksi semakin turun seiring
dengan semakin banyaknya negara yang
memperketat proteksi perdagangan.
World Bank memproyeksikan
perdagangan global hanya tumbuh
sebesar 2,6 persen tahun 2019.
IMF maupun World Bank mengoreksi
proyeksi pertumbuhan ekonomi global
menjadi lebih rendah. Proyeksi bulan April
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi
dunia tahun 2019 sebesar 3,3 persen.
Proyeksi tersebut lebih rendah 0,2 poin
dari proyeksi yang dikeluarkan pada bulan
Januari. Sementara itu, World Bank merilis
proyeksi yang lebih rendah, dengan
pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,6
persen pada tahun 2019.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat
diproyeksiklan melambat dari tahun ke
tahun. Pertumbuhan pada tahun 2019
diprediksi sebesar 2,5 persen dan
melambat pada tahun 2020 menjadi 1,7
persen. Meningkatnya tarif impor yang
diterapkan akan menjadi beban bagi laju
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.
Perekonomian di kawasan Eropa
diproyeksikan tumbuh sebesar 1,2 persen,
lebih rendah dari proyeksi sebelumnya
sebesar 1,6 persen. Sementara itu,
pertumbuhan pada tahun 2020-2021
secara rata-rata sebesar 1,4 persen.
Perlambatan ini merupakan dampak dari
turunnya aktivitas perdagangan dan
permintaan domestik.
Stimulus fiskal dan moneter yang
dijalankan oleh Tiongkok diprediksi dapat
menahan perlambatan ekonomi Tiongkok.
Namun, pertumbuhannya tetap
diproyeksikan melambat. Berdasarkan
proyeksi World Bank bulan Juni,
pertumbuhan Tiongkok turun menjadi 6,2
persen pada tahun 2019. Pertumbuhan
tersebut dapat dicapai dengan asumsi
tidak ada eskalasi perang dagang dengan
Amerika Serikat.
Tabel 42. Proyeksi Pertumbuhan Beberapa Negara
Kawasan 2019 2020
Negara Maju Amerika Serikat 2,3 1,9 Kawasan Eropa 1,3 1,5 Jerman 0,8 1,4 Inggris 1,2 1,4 Jepang 1,0 0,5 Negara Berkembang Tiongkok 6,3 6,1 India 7,3 7,5 ASEAN-5 5,1 5,2 Amerika Latin dan Karibia Brazil 2,1 2,5 Sub Sahara Afrika 3,5 3,7 Afrika Selatan 1,2 1,5
Global 3,3 3,6
Sumber: World Economic Outlook, April 2019
Perekonomian Amerika Serikat, kawasan
Eropa, dan Tiongkok yang menyumbang
50 persen PDB dunia banyak
mempengaruhi perekonomian negara
lain. Perlambatan yang terjadi pada
negara-negara tersebut akan berdampak
besar bagi negara-negara berkembang
melalui harga komoditas dan
perdagangan. Seiring dengan turunnya
permintaan dari negara besar, harga
52
komoditas semakin turun dan
menurunkan nilai perdagangan negara
berkembang yang masih bergantung pada
ekspor komoditas.
Harga komoditas energi rata-rata tahun
2019 diproyeksikan lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya.
Turunnya harga komoditas energi akan
berlanjut hingga tahun 2020. Menurut
proyeksi World Bank, harga minyak
mentah rata-rata tahun 2019 akan lebih
rendah dari tahun sebelumnya menjadi
USD66 per barel dan USD65 per barel
pada 2020. Harga minyak kedepannya
banyak dipengaruhi oleh tensi geopolitik
di Timur Tengah dan Venezuela.
Pergerakan harga batubara diproyeksi
terus mengalami penurunan. Harga
batubara tahun 2019 diprediksi sebesar
USD94 per metrik ton dan terus menurun
hingga 2020 sekitar USD90 per metrik ton.
Di sisi lain, harga gas alam diproyeksi lebih
stabil. Meskipun harga gas alam tahun
2019 diproyeksi turun menjadi USD6,0 per
mmbtu, namun akan tetap bertahan
hingga tahun 2020.
Tabel 43. Proyeksi Harga Komoditas Global
Komoditas Unit 2019 2020
Energi Batubara USD/mt 94,0 90,0 Minyak Mentah
USD/bbl 66,0 65,0
Gas Alam, Eropa
USD/mmbtu
6,0 6,0
Non Energi Minyak Kelapa Sawit
USD/mt 600 623
Karet USD/kg 1,70 1,75 Tembaga USD/mt 6.490 6.680 Emas USD/toz 1.310 1.360
Sumber: World Bank
Harga komoditas energi pada tahun 2019
sebagian besar juga diproyeksi turun
dibandingkan tahun sebelumnya
terutama komoditas pertanian. Harga
minyak kelapa sawit sebesar USD600 per
metrik ton, lebih rendah dibanding tahun
2018. Di sisi lain, harga karet tahun 2019
lebih tinggi sebesar USD1,7 per kilogram.
Harga emas diproyeksi meningkat menjadi
USD1.310 per troy ons tahun ini dan
meningkat hingga USD1.360 per troy ons
pada tahun 2020. Peningkatan harga
emas yang signifikan terjadi seiring
dengan perkembangan kondisi ekonomi
global terutama perkembangan perang
dagang Amerika Serikat.
3.2 Proyeksi Perekonomian
Indonesia
Perekonomian Indonesia pada tahun 2019
diproyeksikan masih tumbuh positif dan
stabil.
Tabel 44. Konsensus Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Lembaga 2019
IMF1) 5,2 World Bank2) 5,1 OECD3) 5,1 ADB4) 5,2 JP Morgan5) 5,2 Market (Bloomberg)6) 5,0 Bappenas7) 5,2
Sumber: 1)World Economic Outlook (WEO)
April 2019 2)Indonesia Economic Quarterly
Reports (IEQ) Juni 2019 3)Indonesia Economic
Outlook Mei 2019 4)Asian Development
Outlook April 2019 5)Global Economic
Forecasts Juli 2019 6)Indonesia Economic
Forecast Juli 2019 7)Perhitungan Bappenas
Dengan melihat berbagai kondisi pada
semester I tahun 2019, pertumbuhan
ekonomi 2019 diproyeksikan mencapai
5,2 persen, lebih rendah dari target APBN
yaitu 5,3 persen. Proyeksi tersebut masih
sejalan dengan proyeksi beberapa
lembaga internasional seperti IMF, ADB,
dan JP Morgan. Namun, konsensus
market, World Bank, dan OECD
53
memperkirakan pertumbuhan lebih
rendah, yakni 5,0 – 5,1 persen.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,2 persen dapat dicapai
dengan syarat pertumbuhan investasi
mengalami perbaikan pada semester II.
Masih tingginya indeks PMI dan
berakhirnya ketidakpastian pasca Pemilu
Nasional diharapkan mendorong
pertumbuhan investasi di semester II.
Peningkatan pertumbuhan juga
tergantung dari dorongan di sisi fiskal.
Realisasi belanja yang tinggi, sementara
penerima perpajakan cenderung tumbuh
melambat, akan mendorong peningkatan
defisit fiskal. Sampai sejauh mana defisit
fiskal akan dilebarkan akan menjadi faktor
kunci seberapa besar dorongan dari
konsumsi dan investasi pemerintah.
Sementara itu, ekspor akan cenderung
stagnan disebabkan oleh kondisi global
yang masih penuh ketidakpastian,
perlambatan ekonomi mitra dagang
utama Indonesia, dan harga komoditas
ekspor yang stagnan.
Tabel 45. PDB Berdasarkan Pengeluaran
Komponen Pengeluaran 20181) 2019p2)
Konsumsi Rumah Tangga & LNPRT
5,1 5,2
Konsumsi Pemerintah 4,8 5,8 PMTB/Investasi 6,7 5,3 Ekspor 6,5 -1,2 Impor 12,0 -5,5
PDB 5,2 5,2
Sumber: 1) BPS, 2) Perhitungan Bappenas
Dari sisi lapangan usaha, pencapaian
outlook pertumbuhan ekonomi sebesar
5,2 persen bergantung pada tiga sektor
utama yaitu pertanian, pertambangan dan
penggalian, serta industri pengolahan.
Apabila kinerja ketiga sektor, yang total
share-nya terhadap PDB mencapai 40
persen, tidak mengalami perbaikan pada
semester II, realisasi pertumbuhan
ekonomi 2019 dapat lebih rendah.
Di sisi lain, pertumbuhan yang tinggi
diproyeksikan terjadi di sektor jasa, di
antaranya jasa informasi dan komunikasi,
jasa perusahaan, dan jasa kesehatan.
Ketiga sektor tersebut diperkirakan
mampu tumbuh lebih tinggi di atas
pertumbuhan ekonomi nasional dan
diharapkan mendorong pertumbuhan
ekonomi dari sisi lapangan usaha.
Tabel 46. PDB Berdasarkan Lapangan Usaha
Komponen Pengeluaran 20181) 2019p2)
Pertanian 3,9 3,9 Pertambangan 2,2 0,9 Industri Pengolahan 4,3 4,6 Pengadaan Listrik 5,5 5,4 Pengadaan Air 5,5 5,2 Konstruksi 6,1 6,0 Perdagangan 5,0 5,1 Transportasi 7,0 7,1 Penyediaan Akomodasi 5,7 5,5 Informasi dan Komunikasi
7,0 9,5
Jasa Keuangan dan Asuransi
4,2 6,1
Real Estat 3,6 4,7 Jasa Perusahaan 8,6 8,5 Administrasi Pemerintah
7,0 5,0
Jasa Pendidikan 5,4 5,1 Jasa Kesehatan 7,1 7,2 Jasa Lainnya 9,0 8,8
Sumber: 1) BPS, 2) Perhitungan Bappenas
Meski diperkirakan masih tumbuh
menguat, tetapi perekonomian masih
dibayangi risiko negatif yang dapat
memicu pertumbuhan ekonomi lebih
rendah dari perkiraan.
Pertama, tensi perang dagang antara
Amerika dan Tiongkok masih tinggi. Risiko
perang dagang yang lebih tinggi dapat
meningkatkan ketidakpastian global dan
mendorong pertumbuhan ekonomi dunia
yang lebih rendah dari perkiraan. Selain
berpotensi berdampak pada realisasi
54
pertumbuhan ekspor yang lebih rendah,
ketidakpastian ekonomi global yang
meningkat dapat berdampak pula pada
realisasi pertumbuhan investasi yang lebih
rendah.
Kedua, pergerakan harga komoditas
internasional. Di satu sisi, hingga
pertengahan Agustus, harga komoditas
ekspor utama Indonesia, CPO dan batu
bara, cenderung menurun dibandingkan
dengan tahun 2018. Penurunan yang lebih
tajam dapat berdampak negatif terhadap
perkiraan pertumbuhan ekspor.
Sementara itu, meskipun harga minyak
dunia sempat kembali meningkat hingga
awal Mei 2019, namun kembali turun
sejak akhir Mei hingga pertengahan
Agustus. Penurunan harga minyak ini
dipicu perlambatan produksi shale oil,
padahal OPEC masih terus melanjutkan
pembatasan produksi hingga Maret 2020.
Menurunnya harga minyak dunia dapat
menurunkan realisasi pendapatan negara
dan memicu belanja pemerintah tidak
sesuai rencana.
Ketiga, realisasi pendapatan negara yang
lebih rendah dari target. Hingga semester
I tahun 2019, realisasi pendapatan negara
tumbuh 8,2 persen, lebih rendah
dibandingkan tahun 2018 yang tumbuh
16,0 persen. Sementara realisasi belanja
negara masih sejalan dengan
pertumbuhannya tahun lalu. Dengan
realisasi tersebut, terdapat risiko
penyesuaian belanja negara ke depan.
Namun risiko tersebut diperkirakan
terbatas, seiring dengan masih
tersedianya ruang bagi peningkatan
defisit.
Keempat, kinerja industri pengolahan
yang belum pulih. Sebagai sektor dengan
kontribusi terbesar terhadap PDB,
perlambatan yang terjadi pada industri
pengolahan akan berdampak besar
terhadap realisasi pertumbuhan ekonomi
2019. Perlambatan industri pengolahan
pada semester I terjadi baik pada industri
pengolahan migas maupun non migas.
55
SUSUNAN TIM REDAKSI
Penanggungjawab
Ir. Bambang Prijambodo, MA
Pemimpin Redaksi
Eka Chandra Buana, SE, MA
Dewan Redaksi
Dr. Ir. Boediastoeti Ontowirjo, MBA
Dr. Muhammad Cholifihani, SE, MA
Dr. Ir. Yahya Rachmana Hidayat, MSc
Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D
Dr. Haryanto, SE, MA
Ir. Imarita Trihanda, MS
Drs. I Dewa Gde Sugihamretha, MPM
Redaktur Pelaksana
Cut Sawalina, SE, Msi
Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Toni Priyanto J, S.Kom, ME
Muhammad Fahlevy, SE, MA
Rosy Wediawaty, SE, MSE, MSc
Dra. Dwi Martini, ME
Yunus Gastanto, SE, PG.Dip
Tari Lestari, S.Si, SE, MS
P.N. Laksmi Kusumawati, SE, MSE, MSc, Ph.D
Ir. Sidqy Lego Pangesthi Suyitno, MA
Octal Pramudito, SE, MA
Yogi Harsudiono, SE, MPA
Istasius Angger Anindito, SE, MA
Ibnu Yahya, SE, M.Ec. Pol
Fajar Hadi Pratama, ST
Sukhad, S.IP
Drs. Muhammad Arif, Msi
56
Penulis
Filza Amalia, SE
Rakhmi Fadillah, SE
Mario Rosario Wisnu Aji, SE
Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Achmad Rifa’i, SPd, MSc
Haqiqi Masnatin, SE
Rahma Hanii Maulida, SE
Hillary Tanida Stephany Sitompul, S.HI
Indra Muhammad, SE
Richard Lorenz Hasiholan Silitonga, SE
Aris Saputra, SE
Aldi Turindra Rachman, SE
Deni Apriyanto, SE
Hilda Roseline, SE
Mutiara Maulidya, SE
Widyastuti Hardaningtyas, SE
Widath Chaerunissa Ayuningtyas, SE
Zakka Farisy, SE
Ani Utami, SE
Distributor/Sirkulasi
Imam Musadad
Tulus Sujadi
Administrasi
Dina Fitriani, SPd
Editor
Rahma Hanii Maulida, SE
Grafis dan Layout
Hamdan Hasan, S.Kom
57
Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun
dari pembaca.
Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
2
KEDEPUTIAN BIDANG EKONOMI
KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
Gedung Madiun Lt. 5, Jl. Taman Suropati No. 2,
Menteng, Jakarta Pusat, 1030
Telp. (021) 31934267