Upload
christopher-hoffman
View
24
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kasus mall prakrek
Citation preview
Makalah Kasus Malpraktek
Hukum dan Undang-Undang
Bayi M di sebuah Rumah Sakit di Tangerang
Pembimbing:
dr. Wawan Sp.BS
Disusun Oleh:
Coass Obsgyn Universitas Kristen Krida Wacana
Marcella
Vicilia
Maria
Mario
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
HALIM PERDANA KUSUMA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Banyaknya kasus dugaan malpraktek yang dilakukan oleh dokter yang diberitakan di
berbagai media cetak maupun media elektronik tidak akan pernah terlepas dari pembuktian
pidana kasus malpraktek itu sendiri. Dapat kita lihat bahwa dari banyaknya kasus malpraktek
yang terjadi hanya beberapa saja yang sampai di pengadilan. Apabila terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan dalam pelaksanaan pelayanan medik, yaitu terdapat kerugian yang harus diderita
pasien, seringkali pasien berpendapat bahwa kerugian yang diderita disebabkan karena kesalahan
yang diperbuat dokter, padahal untuk membuktikan kerugian itu disebabkan oleh kesalahan
dokter bukanlah pekerjaan yang mudah. Adanya ketidakseragaman definisi malpraktek, belum
adanya undang-undang yang mengatur dan kurangnya pengetahuan, keahlian dan pengalaman
aparat penegak hukum dalam menangani kasus malpraktek berpengaruh pada proses
pembuktiannya. Permasalahan utama yang kemudian muncul adalah bagaimana pembuktian
pidana kasus malpraktek medik dan apa yang menjadi hambatan aparat penegak hukum (Polisi
dan Jaksa) dalam menangani kasus malpraktek medik. Pada dasarnya kasus malpraktek
tergolong delik pidana biasa yang dapat dikenai Pasal 359, 360, 361 KUHP, sehingga ada atau
tidak aduan dari masyarakat, kepolisian harus memeriksa kasus malpraktek sesuai dengan hukum
acara pidana yang tercantum dalam KUHAP. Pada dasarnya kasus malpraktek dapat dibawa
langsung ke pengadilan untuk diproses hanya saja pada prakteknya terdapat perbedaan prosedur
penanganan dugaan kasus malpraktek. Untuk pembuktiannya, menyangkut malpraktek memang
cukup sulit dikarenakan menyangkut disiplin ilmu yang berbeda, padahal terdapat keterbatasan
dari aparat penegak hukum untuk menggolongkan apakah suatu kasus tergolong malpraktek atau
bukan. Selain itu, untuk mendapatkan barang bukti dan alat-alat bukti yang sah juga cukup sulit,
padahal untuk membawa suatu kasus ke pengadilan maka setidaknya terpenuhi minimum standar
alat bukti yang dianut dalam sistem pembuktian menurut KUHAP. Untuk menyelesaikan kasus
malpraktek perlu adanya aturan yang mengatur secara tegas dan rinci mengenai malpraktek,
perlu adanya seminar-seminar atau pendidikan khusus di bidang kedokteran khususnya
malpraktek bagi para aparat penegak hukum, pelaksanaan beban pembuktian terbalik, selain
dokter memang harus manjalankan profesi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
2
BAB II
ISI
II. 1. Kronologis
Ny. LK, 34, Ibu Rumah Tangga, melaporkan kasus dugaan malpraktek oleh salah satu
rumah sakit di Tangerang atas anaknya M, 7 bulan. Pada tanggal 15 November 2010
Peristiwa itu berawal saat Ny LK membawa anaknya ke salah satu rumah sakit di
Tangerang, karena diare, demam, batuk dan muntah-muntah. Sesampainya di sana ia
langsung ditangani oleh dokter jaga yang kemudian memberi tiga jenis obat yaitu obat anti
muntah, penurun panas dan batuk. Tapi setelah diminum, kondisi M tidak semakin
membaik, melainkan suhu badannya meninggi.
Kemudian pada tanggal 16 November 2010, Ny LK kembali membawa putrinya ke
rumah sakit tersebut. Setelah diperiksa, dokter mengatakan agar anaknya dimasukkan ke
UGD yang kemudian dipindahkan ke ruang ICU. Ny LK mengatakan bahwa saat di ruang
ICU ia melihat ada yang tidak beres, ia heran mengapa lengan kanan anaknya di perban dan
ketika ia meminta dokter jaga untuk membukanya, ternyata lengan kanan anaknya sudah
bengkak dan berwarna merah keungu-unguan. Menurut dokter jaga saat itu, kondisi M akan
kembali normal setelah tujuh hari dirawat. Ternyata penyebab bengkak di lengan bayi
tersebut akibat pengaruh suntikan infus Bicnat yang dilakukan oleh dokter di UGD. Infus
tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan Ny M.
• Pada tanggal 24 November 2010, setelah 7 hari di ICU, tangan M semakin parah. Seluruh
tangan kanan melepuh, bernanah dan bengkak sekali, dari ujung jari sampai pergelangan
tangan. Ujung jari telunjuk menghitam dan jarikelingking kian mengecil. Kemudian pada
tanggal 3 Desember 2010, bersama suaminya, Ny LK, mencoba berkali-kali menemui
pihak manajemen RS, dan akhirnya bisa bertemu dengan salah seorang manajemen
rumah sakit. Ia bersikeras bahwa semua sudah sesuai dengan Standard Operation
Prosedure (SOP). Tanggal 20 Desember 2010 kuku jari M lepas. Kemudian pada
tanggal 27 Desember 2010, keadaan semakin memburuk ditandai dengan jari kelingking M
3
putus sebanyak dua ruas dan menyisakan tulang yang menonjol di bekas putusan jarinya.
Telapak dan punggung tangan masih luka dan keempat jarinya tak berfungsi dengan
normal. Pada 13 Januari 2011 Rumah sakit tersebut mengirim surat yang ditandatangani
Direktur Rumah sakit yang menyatakan bahwa permasalahan jari M adalah resiko dalam
proses tindakan pertolongan pemulihan. Yang saat itu pemberian Bicnat merupakan live
saving, dikarenakan kondisi M saat dibawa ke RS sudah buruk, tidak sadar, nafas
tersengal-sengal, demam tinggi dan kekurangan cairan yang berat. Proses pengobatan
yang menyebabkan jari bayi tersebut putus disebabkan merembesnya cairan Bicnat yang
dimasukkan melalui cairan infus. Setelah kondisi pasien berangsur-angsur membaik
terjadilah gerakan-gerakan tangan, kemudian akibat gerakan-gerakan itu membuat
rembesan cairan Bicnat dari infuse itu yang yang merusak jaringan otot tangan
4
II. 2. Analisa Kasus
1. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana)
Pasal 360
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-
luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.
Pasal 304
Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi
kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Pasal 306
(1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan Pasal 304 dan Pasal 305 mengakibatkan luka-luka
berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan.
Pasal 90 , Luka berat berarti:
• Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut;
• Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
• Kehilangan salah satu pancaindera;
• Mendapat cacat berat;
• Menderita sakit lumpuh;
5
• Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
• Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Pembahasan :
Dokter yang menangani anak M tersebut karena kealpaannya telah membuat anak
mendapatkan luka berat, yang seharusnya luka berat tersebut dapat dihindari atau
diminimalkan dengan pemeriksaan yang lengkap, cermat, sedini mungkin serta
penanganan yang tepat.
Serta perlu adanya komunikasi yang mendalam antara kedua orang tua dan dokter tentang
efek samping yang bisa saja terjadi pada saat terapi
Hal tersebut mengenai ketelitian dan kehati-hatian dokter dalam bertindak yang dapat
mengakibatkan luka berat pada pasiennya.
2. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Pasal 1366
Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-
perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.
Pembahasan:
Pasal 1366
Pada kasus ini seharusnya dokter memberitahukan kepada orang tua pasien agar menjaga
anaknya supaya tidak menggerakkan jari-jari tangannya sehingga cairan Bicnat tidak
merembes dan menyebabkan kecacatan pada anak tersebut. Karena kelalaian dalam
pengawasan pasien, menyebabkan terputusnya dua ruas kelingking pasien.
Berdasarkan UU No. 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
Pasal 45
6
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter
gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
• diagnosis dan tata cara tindakan medis;
• tujuan tindakan medis yang dilakukan;
• alternative tindakan laindari risikonya;
• risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
• prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun
lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
(1) Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
serta kebutuhan medis pasien.
(2) Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan
yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
(5) Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran
gigi.
7
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak :
(1) Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat(3).
(3) Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
Pembahasan:
Dokter perlu menjelaskan kepada pasien dan keluarganya. Mengenai diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan
risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan.
Dokter tidak memberikan penjelasan yang rinci terhadap orang tua M dalam tindakannya
terhadap M
Pasien tidak mendapatkan haknya tentang penjelasan yang lengkap dan pelayanan medis
yang sesuai kebutuhan.
Ketidaktelitian dokter karena kurangnya kompetensi dokter tersebut, yang seharusnya
dokter harus terus meningkatkan mutu dan kompetensinya dalam bidang ilmu
kedokteran.
3. Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Pasal 13
(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi
menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
Pasal 46
8
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
Pembahasan:
• Pada kasus ini, tenaga medis melakukan kelalaian yaitu, tidak memberikan informasi
sejelas-jelasnya terhadap keluarga pasien, sehingga menimbulkan kecacatan pada pasien
tersebut.
• Ditujukan untuk Rumah Sakit tempat M dirawat, dimana Rumah sakit dipandang sebagai
lembaga yang bertanggung jawab atas kealpaan dokter yang merawat M hingga
menimbulkan kecacatan pada M tersebut.
Berdasarkan UU No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 4
- Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
- Konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
Pasal 7
Pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan.
9
Pasal 62
Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pembahasan:
Pada kasus ini dokter jaga selaku pelaku usaha dianggap kurang memberikan penjelasan
secara terinci kepada pihak konsumen yaitu ibu dari pasien, yang mengakibatkan
kecacatan tetap pada pasien.
Rumah Sakit dan dokter yang merawat M tersebut seharusnya memenuhi kewajiban
memberikan informasi yang sejelas-jelasnya yang dibutuhkan oleh keluarga pasien yang
dalam hal ini disebut sebagai konsumen yang berhak atas informasi tersebut.
.Rumah Sakit dan dokter juga bertanggung jawab atas kecacatan yang terjadi pada M
yang dalam hal ini merupakan konsumen.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Atas dasar beberapa uraian yang telah disebutkan di muka kiranya dapat diambil suatu
kesimpulan sehubungan dengan masalah malapraktek, adalah sebagai berikut:
1. Kasus malapraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering dialami oleh
masyarakat, dan yang sekaligus merupa¬kan manifestasi dari kemajuan teknologi
kesehatan dengan berbagai peralatannya yang canggih. Sementara itu dengan semakin
banyaknya kasus malapraktek yang disidangkan di Pengadilan dan bermunculannya
berita-berita tentang malapraktek bidan di mass media karena kegagalannya dalam
berpraktek sehingga mengakibatkan cidera-nya atau meninggalkan pasien, menunjukkan
bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat mulai meningkat, sehingga perpaduan antara
kedua hal tersebut di atas akan menimbulkan suatu perbenturan atau sengketa.
2. Sedangkan altematif untuk menyelesaikan sengketa itu sendiri, untuk sementara waktu
ini belum memadai, sehingga kasus-kasus malapraktek dijuimpai kandas di pemeriksaan
sidang pengadilan. Oleh sebab sanksi diperlukan adanya suatu pemikiran-pemikiran yang
jernih dari para arsitek hukum untuk menemukan altematif apa yang dapat dipakai dalam
menghadapi kasus-kasus malapraktek tersebut, sebab kasus ini sangat banyak berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, khususnya bagi yang merasa dirugikannya.
3. Malpraktek ini pernah terjadi di sebuah Rumah Sakit di kawasan Tangerang, Bantenl.
Rumah Sakit ini diduga telah melakukan Malpraktik yang menyebabkan kebutaan
terhadap bayi umur 7 bulan pasangan Ny. LK dan suami yang bernama M mengalami
cacat yaitu putusnya dua ruas jari M. Proses pengobatan yang menyebabkan jari bayi
tersebut putus disebabkan merembesnya cairan Bicnat yang dimasukkan melalui cairan
11
infus.Setelah kondisi pasien berangsur-angsur membaik terjadilah gerakan-gerakan
tangan, kemudian akibat gerakan-gerakan itu membuat rembesan cairan Bicnat dari
infuse itu yang yang merusak jaringan otot tangan
4. Malpraktek, karena dapat membahayakan bagi para pasien dan perbuatan mereka telah
melanggar etika profesi. Dan bagi mereka yang melakukan Malpraktek atau melanggar
etika profesi akan menerima hukuman yaitu sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
12