Upload
dhia-ramadhani-satoto
View
262
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
...
Citation preview
LAPORAN KASUS RGB
WANITA 58 TAHUN DENGAN POST TROMBEKTOMI ATAS INDIKASI
PHERIPHERAL ARTERY DISEASE
Oleh:
Dokter Muda Stase Bedah
Periode 20 April 2015 – 14 Juni 2015
Pembimbing:
dr. Dharmawan Ismail Sp. BTKV
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. P
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Pekerjaan : Wiraswasta (buruh pedagang)
Agama : Islam
Alamat : Gambiran 03/02, Cemani, Grogol, Sukoharjo
Tanggal masuk : 20 Mei 2015
Tanggal pemeriksaan : 23 Mei 2015
No. RM : 01301558
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Kedua kaki teraba dingin
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh kedua kaki teraba dingin sejak 1 hari SMRS.
Keluhan tersebut terjadi saat pasien masih dirawat di RS Kasih Ibu, pada
hari kedua perawatan di rumah sakit tersebut. Pasien datang ke RS Kasih
Ibu dengan keluhan sesak napas dan tensi rendah. Pada saat perawatan hari
kedua di RS Kasih Ibu, sekitar jam 11.00 pasien mengeluh kedua kaki
teraba dingin, disertai bercak-bercak kebiruan pada punggung kaki, dan kaki
tidak bisa digerakkan serta terasa nyeri saat digerakkan secara pasif.
Keluhan sesak napas (+), keluhan nyeri dada (+). Kemudian pasien dirujuk
ke RSDM pada hari ketiga perawatan di RS Kasih Ibu karena keterbatasan
sarana.
Keluhan sesak napas dirasakan 2 hari SMRS. Sesak napas timbul
mendadak, tidak dipengaruhi cuaca, tidak ada mengi, dada terasa ampek.
Sesak napas dirasakan lebih berat dengan aktivitas dan berkurang dengan
1
istirahat. Pasien juga mengeluh nyeri dada di dada tengah, menjalar, dan
tidak berkurang dengan istirahat. Keluhan batuk (+) sejak 4 bulan, dahak (-),
darah (-). Keluhan demam (-). Riwayat sesak napas sebelumnya (+), riwayat
terbangun karena sesak saat tidur malam (+).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma : (-)
Riwayat alergi : (-)
Riwayat sakit jantung : (-)
Riwayat mondok : (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
Riwayat sakit serupa : (-)
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)
Riwayat asma : (-)
Riwayat alergi : (-)
Riwayat sakit jantung : (-)
Riwayat sakit gangguan pembekuan darah : (-)
E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum alkohol : (-)
Riwayat minum jamu : (-)
Riwayat sering berdiri lama : (-)
F. Riwayat Obstetri
Riwayat melahirkan : 3 kali
Riwayat kontrasepsi : riwayat pemakaian kontrasepsi suntik
selama 3 tahun
2
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal dengan suami dan 3 anak di rumah. Pasien bekerja sebagai
buruh pedagang. Pasien merupakan pasien umum.
H. Riwayat Nutrisi
Pasien makan 3x sehari, biasanya makan dengan nasi, sayur, dan lauk
pauk tempe, tahu, dan ikan.
I. Anamnesis Sistemik
1. Kepala : Sakit kepala (-), nggliyer (-), pusing (-)
2. Mata : Penglihatan kabur (-/-),berkunang-kunang (-/-),
pandangan dobel (-/-)
3. Hidung : Mimisan (-), tersumbat (-)
4. Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-).
5. Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir
pecah-pecah (-), gusi berdarah (-)
6. Leher : Benjolan kaku (-), cengeng (-)
7. Tenggorok : Nyeri (-), sakit menelan (-), serak (-), gatal (-)
8. Sistem respirasi : Sesak nafas (+), batuk (-), mengi (-)
9. Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat / setelah beraktivitas (+),
nyeri dada (+), berdebar-debar (-)
10. Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), kembung (-), nyeri (-), sulit
BAB (-), BAB darah (-)
11. Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-),
badan lemas (-)
12. Sistem genitourinaria : BAK nyeri (-), keluar darah (-), sulit memulai
kencing (-), anyang-anyangan (-), sering BAK
(-)
13. Extremitas: Atas : Luka (-/-), kesemutan (-/-), bengkak(-/-), sakit
sendi (-/-), nyeri (-/-)
3
Bawah : Luka (-/-), bengkak (-/-), sakit sendi (-/-), nyeri
(+/+) bila digerakkan secara pasif
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : compos mentis, GCS E4V5M6
b. Vital Sign :
Tekanan darah : 180/90 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Frekuensi napas : 25 x/menit
Suhu : 36,7 C per aksilar
c. Kepala : mesocephal
d. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
e. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri
tragus (-/-)
f. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar
darah (-)
g. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-)
h. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-)
i. Thoraks : bentuk normochest, simetris
j. Jantung :
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan melebar caudolateral
Auskultasi : HR: 100 kali/menit, BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
k. Pulmo
Inspeksi Statis : Normochest, simetris
Inspeksi Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, retraksi
interkostal (-)
Palpasi : Simetris, pergerakan dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri
4
Perkusi : Redup SIC VI ↓ / Redup SIC VI ↓
Auskultasi : Suara dasar vesikuler ↓ SIC VI ↓ / suara dasar
vesikuler ↓ SIC VI ↓, RBH +/+
l. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut // dinding thorax, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, frekuensi 10 x/menit
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
m. Genitourinaria :Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
k. Ekstremitas
Superior : deformitas (-/-), clubbing finger (-/-), udem (-/-),
CRT <2’’ (+/+), akral dingin (-/-)
Inferior : (Status lokalis)
l. Status Lokalis
- Regio Cruris
Inspeksi : udem (-/-), pucat (+/+), eritem (+/+), kering
(+/+), mengkilat (+/+), luka (-/-), clubbing finger
(-/-)
Palpasi : nyeri tekan (+/+), teraba dingin (+/+), CRT>2’’,
pulsasi a. dorsalis pedis (-/-), parestesi (+/+)
- Regio Pedis
Inspeksi : udem (-/-), pucat (+/+), eritem (+/+), kering
(+/+), mengkilat (+/+), luka (-/-), clubbing finger
(-/-)
Palpasi : nyeri tekan (+/+), teraba dingin (+/+), CRT>2’’,
pulsasi a. dorsalis pedis (-/-), parestesi (+/+)
IV. ASSESSMENT I
Suspek peripheral artery disease DD deep vein thrombosis
5
V. PLANNING I
- O2 3 lpm
- Infus NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj ketorolac 30mg /8 jam (kp)
- Laboratorium darah
- Rontgen thorax
- Konsul jantung
- Konsul paru
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG I
- Laboratorium darah (20 Mei 2015 jam 01.15)
Hemoglobin : 17,5 g/dl (12,0-15,6)
Hematokrit : 54 % (33-45)
Leukosit : 23,0 ribu/ul (4,5-11,0)
Trombosit : 145 ribu /ul (150-450)
Eritrosit : 6,27 juta/ul (4,10-5,10)
GDS : 117 mg/dl (60-140)
Albumin : 2,9 g/dl (3,5-5,2)
Na darah : 135 mmol/L (136-145)
K darah : 3,7 mmol/L (3,3-5,1)
Cl darah : 105 mmol/L (98-106)
PT : 14,8 detik (10,0-15,0)
APTT : 31,7 detik (20,0-40,0)
6
- Laboratorium darah (20 Mei 2015 jam 22.15)
Hemoglobin : 14,7 g/dl (12,0-15,6)
Hematokrit : 46 % (33-45)
Leukosit : 19,4 ribu/ul (4,5-11,0)
Trombosit : 142 ribu /ul (150-450)
Eritrosit : 5,42 juta/ul (4,10-5,10)
Creatinin : 1,7 mg/dl (0,6-1,1)
Ureum : 90 mg/dl (<50)
PT : 14,6 detik (10,0-15,0)
APTT : 24,4 detik (20,0-40,0)
HbsAg : nonreactive
- Analisa Gas Darah
pH : 7,490 (7,350-7,450)
BE : -4,1 mmol/L (-2 - +3)
PCO2 : 21,9 mmHg (27,0-41,0)
PO2 : 64,0 mmHg (83,0-108,0)
Hematokrit : 52 % (37-50)
HCO3 :20,9 mmol/L (21,0-28,0)
Total CO2 : 13,4 mmol/L (19,0-24,0)
O2 saturasi : 93,2 % (94,0-98,0)
7
- Rontgen Thorax AP (18 Mei 2015 dari RS Kasih Ibu)
Cor : membesar, kalsifikasi arcus
(-), pinggang jantung bulging, apex
grounded
Pulmo : tak tampak infiltrat,
cephalisasi (+), perihiler hazzines (+)
Sinus costophrenicus kanan kiri
tertutup perselubungan
Sistema tulang baik dan soft tissue
tak tampak kelainan
Kesimpulan : cardiomegaly disertai
edema pulmonum; efusi pleura
bilateral
- EKG (20 Mei 2015)
8
Sinus ritmis, HR 100 bpm, normoaxis, CRBBB, T inverted V1-V3, II, III, aVF, U wave V1-V3.
VII. ASSESMENT II
Assesment BTKV :
- PAD
Plan BTKV :
- Pro trombektomi
Assesment Jantung:
- Ax : HHF, acute limb iskemik (PAD), OMI anteroseptal
- Fx : Decomp NYHA IV
- Ex : Hipertensi
9
Plan Jantung :
- Injeksi heparin bolus 4000 IU, maintenance 21600 IU kec 1cc / jam (6 jam
post op)
- Cilostazol 2100mg
- Captopril 3x25mg
- Injeksi furosemide 20mg/8jam
- ISDN 3x5mg
- Echocardiografi post op
- Cek PT/APTT/hari jika sudah on heparin
- Toleransi tindakan risiko berat
Assesment Paru :
- Efusi pleura bilateral ec CHF
- Edema paru
Plan Paru :
- O2 2 lpm
- Injeksi furosemid ~ TS jantung
- Ro torak post kondisi akut teratasi
VIII. LAPORAN OPERASI
Tanggal dilakukan operasi: 20 Mei 2015
Leader Tim Operasi : dr. Soebandrijo, Sp.B, Sp.BTKV
Asisten Operator : dr. Syaiful, dr. Zul Fadly
Diagnosa Pre Operatif : Perifer Arterial Disease
Diagnosa Post Operatif : Post thrombo embolectomy a/i Perifer Arterial
Disease
Nama Tindakan : Thrombectomy + Embolectomy
Jumlah Perdarahan : 200cc
Penyulit operasi : _
10
Laporan operasi:
1. Pasien supine dalam GA, toilet medan operasi, tutup dengan duk steril
berlubang
2. Insisi vertikal memanjang dari proximal ke distal R. Inguinal D, perdalam
lapis demi lapis sampai fascia, kontrol perdarahan
3. Klem dan fiksasi A. Femoralis tegel
4. Insisi A. Femoralis vertikal ± 0,5 cm identifikasi blood clot
5. Lakukan thrombectomydistal dan proximal diperoleh blood clot 30 cc
6. Infiltrasi dengan heparin encer back flow dari distal ke proximal lancar
7. Jahit luka operasi
8. Simultan dilakukan thrombectomy R. Inguinalis (S)
9. Insisi vertikal memanjang dari proximal ke distal R.inguinal (S) perdalam
lapis demi lapis sampai fascia
10. Identifikasi A. Femoralis diikat
11. Insisi A. Femoralis identifikasi blood clot
12. Lakukan thrombectomy distal dan proximal didapat blood clot ± 30 cc
13. Dilakukan infiltrasi heparin encer distal dan proximal back flow dari
distal ke proximal lancar
14. Jahit pembuluh darah dengan benang absorbable 2.0
15. Jahit luka operasi
16. Operasi selesai
11
Echocardiografi (20 Mei 2015)POSTOP
Dimensi LV dilatasi, IVS & PW menebal, massa meningkat
Kontraktilitas LV menurun EF 26% f
Wall motion : akinetik apical luas. Hipokinetik segmen lainnya
Dimensi LA, RA & RV : normal
Kontraktilitas RV menurun (TAPSE 1,3 cm)
Katup-katup jantung :
Aorta : 3 kuspis, dalam batas normal
Mitral : MR mild dengan peak Pg 57,79 mmHg
Trikuspid: TR mild dengan peak Pg 43,62 mmHg
Pulmonal: dalam batas normal
Kesimpulan : - Abnormalitas segmental wall motion (EF 26 %)
- Thrombus (+) di apikal LV
- MR dan TR mild
12
IX. ASSESMENT III
Post embolectomy (D/S) a.i PAD
X. PLANING III
- IUVD RL 20 tpm
- Ciprofloxacin 500 mg/12 jam
- Metamizol 1g/8 jam
- Ranitidine 50 mg/12 jam
- Terapi sesuai TS jantung dan TS paru
- Evaluasi neurovaskuler
- Instruksi Post Op
13
Follow Up Pasien
Tangga l B a g i a n F o l l o w U p20-05-2015 B T K V S : -
O: KU: sedangTD: 190/1120 mmHgN: 100x/menitSpO2 : 100O:Extremitas inferior D/S:I : Kehitaman sampai daerah proximal tibiaP : Teraba dingin sampai daerah proksimal tibia 3 jari di bawah genuA: post embolectomy (D/S) a.i PADP:IUVD RL 20 tpmCiprofloxacin 500 mg/12 jamMetamizol 1g/8 jamRanitidine 50 mg/12 jamTerapi sesuai TS jantung dan TS paruInstruksi post OP:
1. Ketorolac 30 mg/8 jam2. Levofloxacin 500 mg/24 jam3. Ranitidine 50 mg/12 jam4. Inf RL 1500 cc/24 jam5. Pertahankan heparinisasi6. Imobilisasi extremitas inferior
Cardiologi S : s e s a k ( - ) , n y e r i ( - ) , b e r d e b a r ( - )O: TD: 180/90 mmHgHR: 100x/menitRR: 22x/menitN: 100x/menitCor: I: ictus cordis tidak tampakP: ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistraP: batas jantung melebar caudolateralA: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)Pulmo: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-), wheezing (+/-), ronki basah
14
kasar (+/-) 1/3 lapang paruA:Ax: HHF, Acute Limb Ischemic (PAD), OMI anteroseptalFx: decomp NYHA III, TASC IIIEx: HTP: HT stage IIP:Inj Heparin bolus 4000, maintenance 21.600IU kecepatan 2,1cc/jam (6 jam post OP)Cilostazol 2x100 mgCaptopril 3x25 mgInj furosemid 20 mg/24 jamISDN 3x5 mgPlan:Echocardiografi post OPArteriografi sesuai TS BTKVToleransi tindakan resiko beratCek PT/APTT/hari jika sudah on heparin
Post OPS : Post OPO:TD: 100/90 mmHgHR: 90x/menitRR: 20x/menitN: 90x/menitCor: I: ictus cordis tidak tampakP: ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistraP: batas jantung melebar caudolateralA: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)Pulmo: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-), wheezing (+/-), ronki basah kasar (+/-) 1/3 lapang paruA:Ax: HHF, Acute Limb Ischemic (PAD), OMI anteroseptalFx: decomp NYHA III, TASC IIIEx: HTP: HT stage IIP:Inj heparin bolus 4000 IU(pukul 03.00 21/5/2015)
15
lanjut manitenance 21.600 IU kecepatan 2,1cc/jam
P a r u S : s e s a k ( + )O: KU: sedang, compos mentisVS:TD: 150/90 mmHgN: 84x/menitRR: 30x/menitSpO2: 90 % dengan O2 ruanganPulmo:I: pengembangan dada kanan=kiriP: Fremitus raba kanan=kiriP: redup dari SIC VI/redup dari SIC VIA: suara dasar vesikuler menurun dari SIC VI/ menurun dar i SIC VI , f r ic t ion rub (+/+ )A: Efusi pleura bilateral e.c CHFedema paru perbaikanP:O2 2 lpmInj furosemid sesuai TS cardioPlan: Ro Thorax post kondisi akut teratasi
21-05-2015 B T K V S : -O: KU: sedang, compos mentisExtremitas inferior D/S:I : Kehitaman sampai daerah proximal tibiaP : Teraba dingin sampai daerah proksimal tibia 3 jari di bawah genua.Femoralis D/S (-)a. poplitea D/S (-)a. dorsalis pedis D/S (-)A: post embolectomy (D/S) a.i PADP:IUVD NaCl 20 tpmInj Metamizol 1g/8 jamInj Ranitidine 50 mg/12 jamTerapi sesuai TS jantung dan TS paru
Cardiologi S : s e s a k ( - ) , n y e r i ( - ) , b e r d e b a r ( - )O: TD: 170/110 mmHgHR: 90x/menitRR: 21x/menit
16
N: 90x/menitCor: I: ictus cordis tidak tampakP: ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistraP: batas jantung melebar caudolateralA: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (+) PSM 3/6 di apex, 3/6 di LLBSPulmo: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-), wheezing (+/-)A:Ax: Thombus LV, MR, TR miq, OMI anteroseptal AL IFx: decomp NYHA III ef 26% (perbaikan)Ex: PJR, PADP:Inj Heparin 21.600 IU kecepatan 2,1cc/jam (II)Cilostazol 2x100 mgSimvastatin 20 mg 0-1-0Aspilet 50 mg 0-1-0 (tunda)Bisoprolol 1x2,5 mgCaptopril 3x25 mgInj furosemid 20 mg/24 jamISDN 3x5 mgPlan:Cek PT/APTT/ hariTerapi anti platelet di stop 7 hari sebelum OP berikutnya
P a r u S : s e s a k ( - )O: KU: sedang, compos mentisVS:TD: 170/110 mmHgN: 100x/menitRR: 21x/menitSpO2: 93 %Pulmo:I: pengembangan dada kanan=kiriP: Fremitus raba kanan=kiriP: sonor/sonorA: suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), ekspirasi memanjangA:edema paru perbaikan
17
Efusi pleura bilateral e.c CHFP:O2 3 lpmInj furosemid sesuai TS cardioPlan: AGD ulang bila perburukan
22 – 5 – 2015 B T K V S : -O: KU: sedangTD: 190/1120 mmHgN: 100x/menitSpO2 : 100O :Extremitas inferior D/S:I : Kehitaman sampai daerah proximal tibiaP : Teraba dingin sampai daerah proksimal tibia 3 jari di bawah genua.Femoralis D/S (-)a. poplitea D/S (-)a. dorsalis pedis D/S (-)A: post embolectomy (D/S) a.i PADP:IUVD RL 20 tpmInj Ciprofloxacin 500 mg/12 jamInj Metamizol 1g/8 jamInj Ranitidine 50 mg/12 jamTerapi sesuai TS jantung dan TS paru
Cardiologi S : s e s a k ( - ) , n y e r i ( - ) , b e r d e b a r ( - )O: TD: 170/110 mmHgHR: 104x/menitRR: 18x/menitN: 104x/menitCor: I: ictus cordis tidak tampakP: ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistraP: batas jantung melebar caudolateralA: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (+) PSM 3/6 di apex, 3/6 di LLBSPulmo: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (+/+0, wheezing (+/+), RBK (+/+)A:Ax: Thombus LV, MR, TR miq, OMI anteroseptal
18
AL IFx: decomp NYHA III ef 26% (perbaikan)Ex: PJR, PADP:Inj Heparin 21.600 IU kecepatan 2,1cc/jam (III)Cilostazol 2x100 mg Simvastatin 20 mg 0-1-0 (tunda)Bisoprolol 1x2,5 mg Captopril 3x25 mgInj furosemid 20 mg/24 jamISDN 3x10 mgAmlodipine 10 mg 1-0-0Plan:Cek PT/APTT/ hariTerapi anti platelet di stop 7 hari sebelum OP Berikutnya
P a r u S : s e s a k ( + ) , b a t u k ( - )O: KU: sedang, compos mentisVS:TD: 180/110 mmHgN: 100x/menitRR: 22x/menitS: 36,4 CPulmo:I: pengembangan dada kanan=kiriP: Fremitus raba kanan=kiriP: sonor/sonorA: suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi memanjangA:edema paru perbaikanEfusi pleura bilateral e.c CHFP:Sesuai TS cardioPlan: pungsi bilateral
23-5-2015 B T K V S : -O : KU sedang, CM
Regio Ekstremitas Inferior (D/S) D : I: Kehitaman sampai proximal
tibia P: Hangat ± 3 jari proximal tibia S : I: Kehitaman sampai proximal
tibia P: Hangat ± 3 jari proximal
tibiaA: Post thrombo embolectomy (D/S) a/i PAD
19
P: Infus RL 20 tpm Injeksi Metamizol 1 g/8 jam Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam Injeksi Levofloxacin 500 mg/24 jam Tx lain sesuai TS jantung
Cardiologi S : s e s a k ( - ) , n y e r i ( - ) , b e r d e b a r ( - )O: TD: 160/110 mmHgHR: 104x/menitRR: 18x/menitN: 104x/menitCor: I: ictus cordis tidak tampakP: ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistraP: batas jantung melebar caudolateralA: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (+) PSM 3/6 di apex, 3/6 di LLBSPulmo: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (+/+0, wheezing (+/+), RBK (+/+)A:Ax: Thombus LV, MR, TR miq, OMI anteroseptal AL IFx: decomp NYHA III ef 26% (perbaikan)Ex: PJR, PADP:Inj Heparin 21.600 IU kecepatan 2,1cc/jam (III)Cilostazol 2x100 mg Simvastatin 20 mg 0-1-0 (tunda)Bisoprolol 1x2,5 mg Captopril 3x25 mgInj furosemid 20 mg/24 jamISDN 3x10 mgAmlodipine 10 mg 1-0-0Plan:Cek PT/APTT/ hariTerapi anti platelet di stop 7 hari sebelum OP Berikutnya
P a r u S : s e s a k ( + ) , b a t u k ( - )O: KU: sedang, compos mentisVS:TD: 190/120 mmHg
20
N: 100x/menitRR: 24x/menitS: 36,8 CPulmo:I: pengembangan dada kanan=kiriP: Fremitus raba kanan=kiriP: sonor/sonorA: suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi memanjangA:edema paru perbaikanEfusi pleura bilateral e.c CHFP:Sesuai TS cardio
24-5-2015 B T K V(bedah jaga)
S : Nyeri (+)O : KU sedang; CM; GCS 15, E4V5M6
Regio Pedis (D/S) L: Kehitaman F : Akral dingin, NVD (+) M: ROM digiti (+)
A: Post trombo embolectomy D et S a/i PAD pedis D et SP: Infus RL 20 tpm Tx lain sesuai TS pulmo dan cardio Awasi suhu dan saturasi oksigen, akral dingin
Cardiologi S : s e s a k ( - ) , n y e r i ( - ) , b e r d e b a r ( - )O: TD: 160/110 mmHgHR: 98x/menitRR: 20x/menitN: 98x/menitCor: I: ictus cordis tidak tampakP: ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistraP: batas jantung melebar caudolateralA: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (+) PSM 3/6 di apex, 3/6 di LLBSPulmo: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (+/+0, wheezing (+/+), RBK (+/+)A:Ax: Thombus LV, MR, TR miq, OMI anteroseptal AL I
21
Fx: decomp NYHA III ef 26% (perbaikan)Ex: PJR, PADP:Inj Heparin 21.600 IU kecepatan 2,1cc/jam (III)Cilostazol 2x100 mg Simvastatin 20 mg 0-1-0Bisoprolol 1x2,5 mgCaptopril 3x25 mgInj furosemid 20 mg/24 jamISDN 3x10 mgAmlodipine 10 mg 1-0-0Plan:Cek PT/APTT/ hariTerapi anti platelet di stop 7 hari sebelum OP Berikutnya
P a r u S : s e s a k ( + ) , b a t u k ( - )O: KU: sedang, compos mentisVS:TD: 170/100 mmHgN: 100x/menitRR: 24x/menitS: 36,4 CPulmo:I: pengembangan dada kanan=kiriP: Fremitus raba kanan=kiriP: sonor/sonorA: suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi memanjangA:edema paru perbaikanEfusi pleura bilateral e.c CHFP:Sesuai TS cardio
25-5-2015 B T K V S : Nyeri berkurangO : KU sedang, CM
Regio Cruris (D/S) I: Menghitam sampai daerah tibia
proximal P: Teraba dingin sampai tibia proximal
A: Post trombo embolectomy D et S a/i PAD pedis D et SP: Infus RL 20 tpm Injeksi Metamizol 1 g/8 jam Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam Injeksi Levofloxacin 500 mg/24 jam Tx lain sesuai TS jantung
22
Aff drainCardiologi S : s e s a k ( - ) , n y e r i ( - ) , b e r d e b a r ( - )
O: TD: 170/110 mmHgHR: 92x/menitRR: 18x/menitN: 92x/menitCor: I: ictus cordis tidak tampakP: ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistraP: batas jantung melebar caudolateralA: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (+) PSM 3/6 di apex, 3/6 di LLBSPulmo: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (+/+0, wheezing (+/+), RBK (+/+)A:Ax: Thombus LV, MR, TR miq, OMI anteroseptal AL IFx: decomp NYHA III ef 26% (perbaikan)Ex: PJR, PADP:Inj Heparin 21.600 IU kecepatan 2,1cc/jam (III)Cilostazol 2x100 mg Simvastatin 20 mg 0-1-0Bisoprolol 1x2,5 mgCaptopril 3x25 mgInj furosemid 20 mg/24 jamISDN 3x10 mgAmlodipine 10 mg 1-0-0Plan:Cek PT/APTT/ hariTerapi anti platelet di stop 7 hari sebelum OP Berikutnya
P a r u S : s e s a k ( + ) , b a t u k ( - )O: KU: sedang, compos mentisVS:TD: 170/100 mmHgN: 100x/menitRR: 18x/menitS: 37 CPulmo:
23
I: pengembangan dada kanan=kiriP: Fremitus raba kanan=kiriP: sonor/sonorA: suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi memanjangA:edema paru perbaikanEfusi pleura bilateral e.c CHFP:Sesuai TS cardio
26-5-2015 B T K V S : Nyeri (-)O : KU sedang, CM
VS : TD = 150/90 mmHg HR = 90 x/menit
SpO2 = 100% Regio Ekstremitas Inferior (D/S) I: Kehitaman sampai genu (D/S), bercak
kebiruan (+) P: Teraba dingin sampai genu (D/S)
A: Post thrombectomy (D/S) a/i PAD (D/S)P: IVFD RL 20 tpm Injeksi Metamizol 1 g/12 jam Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam Injeksi Levofloxacin 500 mg/12 jam Injeksi Metronidazole 1 g/12 jam Boleh pindah ruangan Tx lain sesuai TS jantung
Cardiologi S : s e s a k ( - ) , n y e r i ( - ) , b e r d e b a r ( - )O: TD: 150/90 mmHgHR: 102x/menitRR: 24x/menitN: 102x/menitCor: I: ictus cordis tidak tampakP: ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistraP: batas jantung melebar caudolateralA: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (+) PSM 3/6 di apex, 3/6 di LLBSPulmo: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (+/+0, wheezing (+/+), RBK (+/+)A:Ax: Thombus LV, MR, TR miq, OMI
24
anteroseptal AL IFx: decomp NYHA III ef 26% (perbaikan)Ex: PJR, PADP:Inj Heparin 21.600 IU kecepatan 2,1cc/jam (III)Cilostazol 2x100 mg (tunda)Simvastatin 20 mg 0-1-0Bisoprolol 1x2,5 mg (tunda)Captopril 3x25 mgInj furosemid 20 mg/24 jamISDN 3x10 mgAmlodipine 10 mg 1-0-0Plan:Cek PT/APTT/ hariTerapi anti platelet di stop 7 hari sebelum OP Berikutnya
P a r u S : s e s a k ( + ) , b a t u k ( - )O: KU: sedang, compos mentisVS:TD: 150/90 mmHgN: 100x/menitRR: 20x/menitS: 36,8 CPulmo:I: pengembangan dada kanan=kiriP: Fremitus raba kanan=kiriP: sonor/sonorA: suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi memanjangA:edema paru perbaikanEfusi pleura bilateral e.c CHFP:Sesuai TS cardio
27-5-2015 B T K V S : (-)O : KU sedang, CM
Regio Ekstremitas Inferior (D/S) I: Kehitaman sampai genu (D/S) P: Teraba dingin sampai genu (D/S)
A: Post thrombectomy (D/S) a/i PAD (D/S)P: IVFD RL 20 tpm Injeksi Metamizol 1 g/12 jam Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam Injeksi Levofloxacin 500 mg/12 jam Boleh pindah ruangan
25
Tx lain sesuai TS jantung
Cardiologi S : s e s a k ( - ) , n y e r i ( - ) , b e r d e b a r ( - )O: TD: 160/90 mmHgHR: 104x/menitRR: 24x/menitN: 104x/menitCor: I: ictus cordis tidak tampakP: ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistraP: batas jantung melebar caudolateralA: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (+) PSM 3/6 di apex, 3/6 di LLBSPulmo: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (+/+0, wheezing (+/+), RBK (+/+)A:Ax: Thombus LV, MR, TR miq, OMI anteroseptal AL IFx: decomp NYHA III ef 26% (perbaikan)Ex: PJR, PADP:Inj Heparin 21.600 IU kecepatan 2,1cc/jam (III)Cilostazol 2x100 mg Simvastatin 20 mg 0-1-0Bisoprolol 1x2,5 mg Captopril 3x25 mgInj furosemid 20 mg/24 jamISDN 3x10 mgAmlodipine 10 mg 1-0-0Plan:Cek PT/APTT/ hariTerapi anti platelet di stop 7 hari sebelum OP Berikutnya
P a r u S : s e s a k ( + ) , b a t u k ( - )O: KU: sedang, compos mentisVS:TD: 160/90 mmHgN: 100x/menitRR: 24x/menitS: 36,8 C
26
Pulmo:I: pengembangan dada kanan=kiriP: Fremitus raba kanan=kiriP: sonor/sonorA: suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi memanjangA:edema paru perbaikanEfusi pleura bilateral e.c CHFP:Sesuai TS cardio
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Vaskuler Perifer
Sirkulasi darah terjadi melalui satu lengkungan arteri dan vena yang
kontinu serta terbagi menjadi sirkuit pulmonal dan sistemik. Sirkuit pulmonal
menghantarkan darah dari jantung ke paru, di mana darah dioksigenasi dan
kemudian dikembalikan ke jantung. Sirkulasi sistemik, atau sistem vaskular
perifer, meliputi arteri, arteriol, vena, venula, dan kapiler, dimana sistem ini
membawa darah dari jantung ke seluruh organ dan jaringan lain dan kemudian
membawa darah kembali ke jantung.
27
Gambar 1. Sistem sirkulasi
Arteri
Jantung memompa darah baru yang telah teroksigenasi melalui arteri,
arteriol, danbantalan kapiler menuju seluruh organ dan jaringan. Arteri
tersusun atas otot polos yang tebal dan serat elastis. Serat yang kontraktil dan
elastis membantu menahan tekanan yang dihasilkan saat jantung mendorong
darah menuju sirkulasi sistemik. Arteri utama/mayor dari sirkulasi sistemik
meliputi aorta, karotis, subklavia dan iliaka. Aorta melengkung membentuk
seperti busur di belakang jantung dan turun ke bawah hingga pertengahan
tubuh. Arteri lain merupakan cabang dari aorta dan mengalirkan darah menuju
kepala, leher dan organ-oragan utama di dalam abdomen. Arteri karotis
bergerak naik di dalam leher dan mengalirkan darah ke organ di dalam kepala
dan leher, termasuk otak. Arteri subklavia mengalirkan darah menuju lengan,
dinding dada, bahu, punggung, dan sistem saraf pusat. Arteri iliaka
mengalirkan darah menuju pelvis dan kaki.
28
Gambar 2 Arteri‐arteri utama sistem sirkulsi
Arteri-arteri di Lengan
Setelah meluas melalui rongga dada/toraks, arteri subklavia
menjadi arteri aksilaris. Arteri aksilaris kemudian menyebrangi aksila
dan menjadi arteri brakhialis, yang terletak di dalam lekukan/sulkus
bisep-trisep pada lengan atas. Arteri brakhialis mengalirkan sebagian
besar darah menuju lengan. Pada fosa kubiti (yaitu lipatan siku), arteri
brakhialis bercabang menjadi arteri radialis dan arteri, yang meluas ke
lengan bawah dan, selanjutnya bercabang menjadi arkus palmaris yang
mengalirkan darah ke telapak tangan.
29
Gambar 3 Arteri‐arteri pada lengan
Arteri-arteri di Kaki
Setelah melewati daerah pelvis, arteri iliaka selanjutnya menjadi
arteri femoralis, yang bergerak turun di sebelah anterior paha (Gambar
13-4). Arteri femoralis mengalirkan darah ke kulit dan otot paha dalam.
Pada bagian bawah paha, arteri femoralis menyilang di posterior dan
menjadi arteri poplitea. Di bawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi
arteri tibialis anterior dan tibialis posterior. Arteri tibialis bergerak turun
di sebelah depan dari kaki bagian bawah menuju bagian dorsal/punggung
telapak kaki dan menjadi arteri dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior
bergerak turun menyusuri betis dari kaki bagian bawah dan bercabang
menjadi arteri plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.
30
Gambar 4 Arteri‐arteri pada kaki
Vena-vena
Setelah dihantarkan melalui sistem vaskular arteri dan menuju jaringan
tubuh dan organ, darah “dikosongkan” menuju jaringan vena yang tersusun
menyebar yang dan pada akhirnya mengembalikan darah ke atrium kanan
jantung. Sistem vena berjalan berdampingan dengan sistem arteri dan memiliki
nama yang sama; walaupun terdapat perbedaan mayor antara sistem arteri dan
sistem vena di leher dan ekstremitas. Arteri di daerah ini terletak dalam di
bawah kulit dan terlindung oleh tulang dan jaringan lunak. Sebaliknya, dua set
vena perifer biasanya ditemukan di leher dan ekstremitas: satu superfisial dan
satu lagi terletak lebih dalam. Vena superficial terletak dekat dengan
permukaan kulit, mudah untuk dilihat, dan membantun untuk mengatur suhu
tubuh. Saat suhu tubuh, menjadi rendah, aliran darah arteri menjadi berkurang,
31
dan vena vena superfisial dilewati. Sebaliknya, saat tubuh menjadi kelebihan
panas, aliran darah ke kulit meningkat, dan vena superfisialis berdilatasi.
Gambar 5 Vena utama pada system sirkulasi
Vena-vena mayor dari sirkulasi sistemik meliputi vena kava superior,
vena kava inferior, dan vena jugularis. Vena kava superior menerima darah
dari jaringan dan organ di kepala, leher, dada, bahu, dan ekstremitas atas. Vena
kava inferior mengumpulkan darah dari sebagian besar organ yang terletak di
bawah diafragma. Darah vena dari kepala dan wajah dialirkan menuju vena
jugularis, yang terletak di dalam leher.
Vena-vena di Lengan
Arkus vena palmaris meluas dari tangan menuju lengan bawah,
dimana vena-vena ini menjadi vena radialis dan vena ulnaris. Saat vena
ulnaris dan radialis mencapai fosa kubiti (yaitu lipatan siku), vena-vena
ini bergabung untuk membentuk vena brakhialis. Saat vena brakhialis
32
meluas melalui lengan atas, vena ini bergabung dengan vena superfisialis
lenan untuk membentuk vena aksilaris, yang berjalan melalui aksila dan
menjadi vena subklavia di dalam rongga toraks. Vena subklavia
membawa arau dari lengan dan area toraks/dada menuju vena kava
superior.
Gambar 6 Vena pada lengan
Vena-vena di Kaki
Darah yang meninggalkan kapiler-kapiler di setiap jari kaki
bergabung membentuk jaringan vena plantaris (Gambar 13-7). Jaringan
plantar mengalirkan darah menuju vena dalam kaki (yaitu vena tibialis
anterior, tibialis posterior, poplitea, dan femoralis). Vena safena magna
dan safena parva superfisial mengalirkan darah di telapak kaki dari arkus
vena dorsalis menuju vena poplitea dan femoralis.
33
Gambar 7 Vena pada kaki
B. Peripheral Arteri Disease (PAD)
1. Definisi
PAD ( Perifer Arterial Disease) adalah penyumbatan pada arteri perifer
yang dihasilkan dari proses atherosklerosis atau proses inflamasi yang
menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan
trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko yang menjadi dasar
timbulnya atherosklerosis). Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi
peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat menimbulkan
penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Studi
menunjukkan bahwa kondisi atherosklerosis kronik pada tungkai bawah
34
yang menghasilkan lesi stenosis. Mekanisme dan proses hemodinamik yng
terjadi pada PAOD sangat mirip dengan yang terjadi pada penyakit arteri
koroner.
Tempat tersering terjadinya PAOD adalah daerah tungkai bawah. Sirkulasi
pada tungkai bawah berasal dari arteri femoralis yang merupakan lanjutan
dari arteri eksternal iliaka. Pecabangan utama dari arteri femoralis adalah
arteri femoralis distal (yang biasanya dimaksudkan sebagai sreri femoralis
superfisial) yang berlanjut k bagian bawah tungkai dan menjadi arteri
popliteal tepat diatas lutut. Dua arteri utama pada akhir popliteal arteri
adalah arteri posterior dan anterior tibial yang menyuplai darah kebagian
bawah tungkai dan kaki. Berikut adalah gambar vaskularisasi tungkai
35
2. Etiologi
Penyebab dari oklusi arteri perifer adalah danya stenosis (penyempitan)
pada arteri yang dapat disebabkan oleh reaksi atherosklerosis atau reaksi
inflamasi pembuluh darah yang menyebabkan lumen menyempit.
Faktor resiko dari penyakit oklusi arteri perifer adalah
1. Merokok
2. Diet tinggi lemak atau kolesterol
3. Stress
4. Riwayat penyakit jantung, serangan jantung, atau stroke
5. Obesitas
6. Diabetes
7. Rheumatoid arthritis
3. Tanda Gejala
Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mnegalami penyempitan
pembuluh darah. Tanda gejala awal adalah nyeri (klaudikasi) dan sensasi
lelah pada otot yang terpengaruh. Karena pada umumnya penyakit ini
terjadi pada kaki maka sensasi terasa saat berjalan. Gejala mungkin
menghilang saat beristirahat. Saat penyakit bertambah buruk gejala
mungkin terjadi saat aktivitas fisik ringan bahkan setiap saat meskipun
beristirahat.
Pada tahap yang parah kaki dan tungkai akan menjadi dingin dan kebas.
Kulit akan menjadi kering dan bersisik bahkan saat terkena luka kecil
dapat terjadi ulcer karena tanpa suplai darah yang baik maka proses
penyembuhan luka tidak akan berjalan dengan baik.
Pada fase yang paling parah saat pembuluh darah tersumbat akan dapat
terbentuk gangren pada area yang kekurangan suplai darah.
36
Pada beberapa kasus penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal
ini terjadi saat ada emboli yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan
mengalami nyeri yang tajam diikuti hilangnya sensari di area yang
kekurangan suplai darah. Tungkai akan menjadi dingin dan kebas serta
terjadi perubahan warna menjadi kebiruan
4. Klasifikasi
5. Patofisiologi
Patofisiologi Penyakit Arteri Perifer Pada Diabetes
Diabetes dan Inflamasi Vaskuler Inflamasi telah menjadi petanda resiko
bahkan faktor resiko penyakit aterotrombosis termasuk PAD. Diabetes
mellitus meningkatkan proses pembentukan ateroma. Terdapat
peningkatan kadar histamin pada plasma dan sel pada pasien diabetes
dengan PAD sehingga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
37
endotel. Akibatnya, migrasi limfosit T ke dalam tunika intima serta sekresi
dan aktivasi sitokin meningkat. Monosit/makrofag menelan molekullow-
density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi yang kemudian berubah
menjadi sel busa dimana akumulasi dari sel ini akan membentuk fatty
streakyang merupakan prekursor dari ateroma. Plak ateroma akan menjadi
tidak stabil oleh karena sel endotel pada pasien diabetes ini mengeluarkan
sitokin yang menghambat produksi kolagen oleh sel otot polos pembuluh
darah. Selain itu metalloproteinase juga dikeluarkan oleh sel-sel inflamasi
ini dimana zat ini dapat menghancurkan kolagenfibrous cap plak ateroma
sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya ruptur plak dan
pembentukan trombus
Kelainan fungsi sel endotel dan otot polos pembuluh darah serta adanya
kecenderungan terjadinya trombosis memberikan dampak terhadap
kejadian aterosklerosis dan komplikasinya. Oleh karena posisi anatomis
yang strategis antara dinding pembuluh darah dengan aliran darah, sel
endotel dapat mengatur fungsi dan struktur pembuluh darah. Pada
keadaan normal, banyak zat aktif disintesis dan dilepaskan oleh sel endotel
untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah sehingga dapat
mempertahankan aliran darah serta nutrisi ke jaringan sekaligus mencegah
terjadinya trombosis dan diapedesis leukosit
6. Pemeriksaan diagnostik
1. Ankle Brachial Indeks
Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk
mendeteksi adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini.
ABI merupakan pengukuran non-invasif ABI didefinisikan sebagai
rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah
sitolik padalengan. Kriteria diagnostik PAD berdasarkan ABI
diinterpretasikan sebagai berikut:
38
2. Toe-Brachial Index (TBI)
TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan
pada pasien diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang
mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah ekstremitas bawah yang
menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan teknik
tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30) sehingga pemeriksaan ini lebih
terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan ABI. Nilai TBI yang ≥
0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.
3. Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR)
Pulse volume recording (PVR) yang juga disebut plethysmography
merupakan suatu tes yang mengukur aliran darah arteri pada
ekstremitas bawah dimana pulsasi yang mewakili aliran darah pada
arteri diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk gelombang. PVR juga
dapat digunakan pada pasien PAD yang mengalami kalsifikasi pada
arteri bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa ditemukan pada pasien
39
usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang
menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR
juga dapat memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki
cukup aliran darah atau tidak untuk bertahan atau jika akan dilakukan
amputasi pada kaki tersebut. Interpretasi dari tes ini dapat
menyediakan informasi mengenai derajat obstruksi PAD secara
spesifik. Pada arteri yang masih sehat, gelombang pulsasi akan terlihat
tinggi dengan puncak yang tajam yang menunjukkan aliran darah
mengalir dengan lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami
penyempitan atau obstruksi maka akan terlihat gelombang yang
pendek dan memiliki puncak yang kecil dan datar. Tingkat keakuratan
pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD berkisar antara 90-
95%.
4. Ultrasonografi dupleks
Ultrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam menilai
sistem arteri perifer. Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak
memerlukan bahan kontras yang nefrotoksik sehingga alat skrining ini
digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan penggunaan angiografi
dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas diagnostik ini juga dapat
digunakan sebagai alat pencitraan tunggal sebelum dilakukan
intervensi pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana sensitivitas
dan spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis
pada PAD berkisar antara 70% dan 90% (Favaretto et al, 2007)
Dupleks ultrasonografi juga dapat menggambarkan karakteristik
dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah pembuluh darah
tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu, alat
ini juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada
arteri tersebut merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi
pada bagian distal pembuluh darah pada saat dilakukan intervensi
endovascular.
40
5. Computed Tomographic Angiography (CTA)
Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah
berkembang seiring perkembangan multidetector scanner (16- atau 64-
slice).Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi suatu
stenosis 50% atau oklusi adalah sekitar 95-99%. Seperti halnya
ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan gambaran dinding
arteri dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya aneurisma
arteri perifer, karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak
yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur
stent. CTA tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada
pasien dengan insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani
dialysis.
6. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah
terhadap kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki
rekomendasi dari ACC/AHA (Class I Level of Evidence A)ini dapat
memberikan gambaran pembuluh darah yang hampir sama dengan
gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi (Hirsch et al,
2006). Modalitas pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan
media kontras yang digunakan (gadolinium-based contrast) tidak
terlalu nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada
CTA maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini
untuk mendeteksi stenosis arteri dibandingkan dengan angiografi
kontras adalah sekitar 80-90%.
7. Contrast Angiography
Walaupun MRA merupakan modalitas pemeriksaan yang cukup aman
dan merupakan teknologi yang cukup menjanjikan namun pemeriksaan
yang masih merupakan standar baku emas untuk mendiagnosis PAD
adalah angiografi kontras.Pemeriksaan ini menyediakan informasi
41
rinci mengenai anatomi arteri dan direkomendasikan oleh ACC/AHA
(Class I, Level of Evidence A) untuk pasien PAD khususnya yang akan
menjalani tindakan revaskularisasi. Seperti halnya pemeriksaan yang
menggunakan media kontras, prosedur angiografi kontras juga
memerlukan perhatian khusus mengenai resiko terjadinya nefropati
kontras. Pasien dengan insufisiensi ginjal sebaiknya mendapatkan
hidrasi yang cukup sebelum tindakan. Pemberian n-
acetylcysteinesebelum dan setelah tindakan pada pasien dengan
insufisiensi ginjal (serum kreatinin lebih dari 2,0 mg/dl) dapat
dilakukan sebagai tindakan pencegahan perburukan fungsi ginjal.
Selain itu pasien diabetes yang menggunakan obat metformin memiliki
resiko menderita asidosis laktat setelah angiografi. Metformin
sebaiknya dihentikan sehari sebelum tindakan dan 2 hari setelah
tindakan untuk menurunkan resiko asidosis laktat. Insulin dan obat
hipoglikemik oral sebaiknya dihentikan penggunaannya pada pagi hari
menjelang tindakan. Evaluasi klinis termasuk pemeriksaan fisik dan
pengukuran fungsi ginjal direkomendasikan untuk dilakukan dua
minggu setelah prosedur angiografi untuk mendeteksi adanya efek
samping lanjut seperti perburukan fungsi ginjal atau adanya cedera
pada daerah akses kateter pembuluh darah
8. Pemeriksaan laboratorium dievaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen
darah, fungsi ginjal, fungsi jantung dan kerusakan otot.
9. Diperiksa foto toraks untuk melihat kardiomegali,
10. Hematokrit untuk melihat polisitemia,
11. Analisa urine untuk melihat protein dan pigmen untuk melihat
mioglobin di urine.
12. Creatinine phosphokinase untuk menilai nekrosis.
13. Ultrasonografi abdomen untuk mencari aneurisma aorta abdominal.
42
14. Arteriografi dapat mengetahui dengan jelas tempat sumbatan dan
penyempitan.
7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan PAD adalah untuk mengurangi gejala klinis seperti
klaudikasio, meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya
komplikasi, serangan penyakit jantung , stroke dan amputasi .
pengobatan dilakukan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, faktor
resiko dan dari hasil pemeriksaan klinis dan penunjang. 3 pendekatan
utama pengobatan PAD adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi
farmakologis dan jika dibutuhkan, dilakukan terapi intervensi dengan
operasi.
43
a. Terapi Non-farmakologi
1. Perubahan pola hidup
- Berhenti merokok
- Menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet dan olahraga)
- Menurunkan tekanan darah
- Menurunkan kadar kolesterol dalam darah
- Menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes
- Olahraga teratur
2. Terapi suportif
- Perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan
memberikan krim pelembab.
- Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pasa dari bahan sintetis
yang berventilasi
- Hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran darah ke
kulit
- Latihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama 30-40
menit
b. Terapi farmakologis
Terapi Farmakologi Dapat diberikan untuk menurunkan faktor resikoyang
ada seperti menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk
mengobati diabetes. Selain itu, terapi farmakologis juga diberikan untuk
mencegah terjadinya thrombus pada arteri yang dapat menyebabkan
serangan jantung, stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien
ketika berjalan.
44
Anti cholesterol
Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala
klaudikasio intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama.
HMG-Co A reductase inhibitor (Simvastatin) secara signifikan
mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular iskemik sebesar 23%.
Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa statin juga meningkatkan
jarak berjalan bebas rasa sakit dan aktivitas rawat jalan
Anti hipertensi
Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta
blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin
receptor blocker (ARB), dan calcium channel blockers semua efektif.
Penggunaan beta blockers aman dan efektif; mengurangi kejadian
koroner baru sebesar 53% pada mereka dengan MI sebelumnya dan
gejala PAD yang bersamaan.
Anti platelet
Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI,
stroke dan kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines
telah merekomendasikan penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to
325 mg daily, or clopidogrel, 75 mg daily) pada pasien PAD dengan
aterosklerosis pada ekstrimitas bawah.
Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang
menghambat agregasi platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi
otot polos pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan meningkatkan
HDL dan menurunkan kadar TG. Pedoman ACC / AHA telah
memberikan cilostazol sebagai rekomendasi grade IA kelas untuk pasien
dengan klaudikasio intermiten dengan dosis 100 mg dua kali sehari
(diminum pada saat perut kosong setidaknya ½ jam sebelum atau 2 jam
setelah sarapan dan makan malam). Efek samping yang umum dari
45
cilostazol termasuk sakit kepala (30% pasien), diare dan gangguan
lambung (15%), dan palpitasi (9%). Efek samping hanya berjangka
pendek dan jarang dilakukan penghentian obat. Kontraindikasi obat ini
adalah pasien dengan gagal jantung.
c. Operasi
1. Angioplasti
Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka
sumbatan dengan cara mendorong plak ke dinding arteri.
2. Operasi By-pass
Bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi
dengan angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini biasanya bebas
dari gejala dan tidak mengalami komplikasi apapun sesudahnya.
46
C. Deep Vein Trhombosis (DVT)
1. Definisi
Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam sistem
kardiovaskuler termasuk arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi.(6)
Menurut Robert Virchow, terjadinya trombosis adalah sebagai akibat kelainan
dari pembuluh darah, aliran darah dan komponen pembekuan darah (Virchow
triat).
Trombus dapat terjadi pada arteri atau pada vena, trombus arteri di sebut
trombus putih karena komposisinya lebih banyak trombosit dan fibrin,
sedangkan trombus vena di sebut trombus merah karena terjadi pada aliran
daerah yang lambat yang menyebabkan sel darah merah terperangkap dalam
jaringan fibrin sehingga berwarna merah.(6)
Trombosis vena dalam adalah satu penyakit yang tidak jarang ditemukan
dan dapat menimbulkan kematian kalau tidak di kenal dan di obati secara
efektif. Kematian terjadi sebagai akibat lepasnya trimbus vena, membentuk
emboli yang dapat menimbulkan kematian mendadak apabila sumbatan terjadi
pada arteri di dalam paru-paru (emboli paru).
Insidens trombosis vena di masyarakat sangat sukar diteliti, sehingga
tidak ada dilaporkan secara pasti. Banyak laporan-laporan hanya
mengemukakan data-data penderita yang di rawat di rumah sakit dengan
berbagai diagnosis.(6) Di Amerika Serikat, dilaporkan 2 juta kasus trombosis
vena dalam yang di rawat di rumah sakit dan di perkirakan pada 600.000 kasus
terjadi emboli paru dan 60.000 kasus meninggal karena proses penyumbatan
pembuluh darah.(3) Pada kasus-kasus yang mengalami trombosis vena perlu
pengawasan dan pengobatan yang tepat terhadap trombosisnya dan
melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya trombosis dan terbentuknya
emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian.
47
2. Patogenesis
Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang berperan dalam
patogenesis terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding
pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.
Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler yang terdiri dari fibrin, sel
darah merah dan beberapa komponen trombosit dan lekosit.
Patogenesis terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut :(8.5.13)
1. Stasis vena.
2. Kerusakan pembuluh darah.
3. Aktivitas faktor pembekuan.
Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena
adalah statis aliran darah dan hiperkoagulasi.(5)
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis
terutama pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu
yang cukup lama. Statis vena merupakan predis posisi untuk terjadinya
trombosis lokal karena dapat menimbulkan gangguan mekanisme
pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah sehingga
memudahkan terbentuknya trombin.
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan
trombosis vena, melalui :(6.9.11)
a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat
kerusakan jaringan dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel.
Endotel yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel
menghasilkan beberapa substansi seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan,
aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat mencegah terbentuknya
trombin.(6) Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel
48
akan terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di
aktifkan dan trombosir akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat
kolagen, membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan
melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan merangsang
trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat.
Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan
darah.(9)
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan
darah dan sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila
aktifitas pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis
menurun.nTrombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas
pembekuan darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti
trombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan
plasminogen.(1.6)
3. Faktor Resiko
Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah
status aliran darah dan meningkatnya aktifitas pembekuan darah. Faktor
kerusakan dinding pembuluh darah adalah relatif berkurang berperan terhadap
timbulnya trombosis vena dibandingkan trombosis arteri. Sehingga setiap
keadaan yang menimbulkan statis aliran darah dan meningkatkan aktifitas
pembekuan darah dapat menimbulkan trombosis vena.
Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut :(1,5,11)
1. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan
alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif
tidak di netralisir sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
49
2. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena
adalah operasi dalam bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul
dan tungkai bawah.(5.7) Pada operasi di daerah panggul, 54% penderita
mengalami trombosis vena, sedangkan pada operasi di daerah abdomen
terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%.(2.13) Beberapa faktor yang
mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif, adalah
sebagai berikut :(5)
a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah
karena trauma pada waktu di operasi.
b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif,
operatif dan post operatif.
c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama
sesudah operasi.
d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara
langsung di daerah tersebut.
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas
fibrinolitik, statis vena karena bendungan dan peningkatan faktor
pembekuan VII, VIII dan IX.(4) Pada permulaan proses persalinan terjadi
pelepasan plasenta yang menimbulkan lepasnya plasminogen jaringan ke
dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi peningkatkan koagulasi darah.(4.11)
4. Infark miokard dan payah jantung
Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu
kerusakan jaringan yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan
proses pembekuan darah dan adanya statis aliran darah karena istirahat
total.(2.13) Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung adalah
sebagai akibat statis aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan
dan proses immobilisasi pada pengobatan payah jantung.
50
5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.
Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang
mempermudah timbulnya trombosis vena.
6. Obat-obatan konstraseptis oral
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontraseptis menimbulkan
dilatasi vena, menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik
dan meningkatnya faktor pembekuan darah. Keadaan ini akan
mempermudah terjadinya trombosis vena.
7. Obesitas dan varices
Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan
penurunan aktifitas fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis
vena.
8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue
thrombo plastin-like activity” dan “factor X activiting” yang
mengakibatkan aktifitas koagulasi meningkat. Proses keganasan juga
menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan infiltrasi ke dinding
vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi
terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali
lipat dibandingkan penderita biasa.(9)
4. Manifestasi Klinik
Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara
lain vena tungkai superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal
seperti v poplitea, v femoralis dan viliaca. Sedangkan vena-vena di bagian
tubuh yang lain relatif jarang di kenai.(5.6) Trombosis v superfisialis pada
tungkai, biasanya terjadi varikositis dan gejala klinisnya ringan dan bisa
sembuh sendiri. Kadang-kadang trombosis v tungkai superfisialis ini menyebar
ke vena dalam dan dapat menimbulkan emboli paru yang tidak jarng
menimbulkan kematian.(12.14)
51
Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang
timbul tidak selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi / tempat terjadinya
trombosis.(3.5) Trombosis di daerah betis mempunyai gejala klinis yang ringan
karena trombosis yang terbentuk umumnya kecil dan tidak menimbulkan
komplikasi yang hebat. Sebagian besar trombosis di daerah betis adalah
asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi serius apabila trombus tersebut meluas
atau menyebar ke lebih proksimal.
Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala apabila
menimbulkan :
- bendungan aliran vena.
- peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.
- emboli pada sirkulasi pulmoner.
Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :(3, 9, 13)
1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis.
Trombosis vena di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan
bisa menjalar ke bagian medial dan anterior paha. Keluhan nyeri sangat
bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan intensitasnya
mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita
istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.
2. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema
disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan
jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan
maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan
apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka bengkak timbul pada
daerah trombosis dan biasanya di sertai nyeri. Pembengkakan bertambah
kalau penderita berjalan dan akan berkurang kalau istirahat di tempat tidur
dengan posisi kaki agak ditinggikan.
52
3. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada
trombosis vena dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena
perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna
kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.(12) Perubahan
warna kaki menjadi pucat dan pada perubahan lunah dan dingin, merupakan
tanda-tanda adanya sumbatan cena yang besar yang bersamaan dengan
adanya spasme arteri, keadaan ini di sebut flegmasia alba dolens.(6)
4. Sindroma post-trombosis
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai
konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar.
Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam
di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena
dalam.(3.5)
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan
membalik ke daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi
edema, kerusakan jaringan subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus
pada daerah vena yang di kenai.
Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada
daerah betis yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous
claudicatio), nyeri berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan,
timbul pigmentasi dan indurasi pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.(3.5)
5. Diagnosis
Diagnosis trombosis vena dalam berdasarkan gejala linis saja kurang
sensitif dan kurang spesifik karena banyak kasus trombosis vena yang besar
tidak menimbulkan penyumbatan dan peradangan jaringan perivaskuler
sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.
53
Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis
trombosis vena dalam, yaitu:(3.5.7)
1. Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk
trombosis vena. Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan
bisa menimbulkan nyeri dan terbentuk trombosis baru sehingga tidak
menyenangkan penderitanya.
Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di
daerah dorsum pedis dan akan kelihatan gambaran sistem vena di betis,
paha, inguinal sampai ke proksimal ke v iliaca.
2. Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah
pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femrlis
dan iliaca dibandingkan vena di betis.(3.12.13)
3. Ultra sonografi (USG) Doppler
Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat,
sehingga adanya trombosis vena dapat di deteksi dengan USG, terutama
USG Doppler. Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 60,6% dan
spesifity 93,9%. Metode ini dilakukan terutama pada kasus-kasus
trombosis vena yang berulang, yang sukar di deteksi dengan cara objektif
lain.
6. Pengobatan
Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang
diagnosisnya sudah pasti dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif,
oleh karena obat-obatan yang diberikan mempunyai efek samping yang
kadang-kadang serius.(2.1011) Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena
dalam adalah suatu keadaan yang jarang menimbulkan kematian.
Oleh karena itu tujuan pengobatan adalah :(5.12)
1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
54
3. Mengurangi keluhan post flebitis
4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo
emboli.
Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru
Meluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat di
cegah dengan pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik. Pada
pemberian obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin dan efek
samping seminimal mungkin. Pemberian anti koagulan sangat efektif untuk
mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di pakai adalah heparin.(5.11.14) Prinsip pemberian anti koagulan adalah Save dan Efektif. Save artinya
anti koagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat
menghancurkan trombus dan mencegah timbulnya trombus baru dan
emboli. Pada pemberian heparin perlu di pantau waktu trombo plastin
parsial atau di daerah yang fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya waktu
pembekuan.
Pemberian Heparin standar
Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips
konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung
hasil APTT. 6 jam kemudian di periksa APTT untuk menentukan dosis
dengan target 1,5 – 2,5 kontrol.
1. Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.
2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.
3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.
Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6
jam, hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6
jam pertama hanya 38% yang mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1
baru 84%.
55
Heparin dapat diberikan 7–10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan
pemberian heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau
pemberian anti koagulan oral, selama minimal 3 bulan.
Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana
penghentian heparin karena anti koagulan orang efektif sesudah 48 jam.
Pemberian Low Milecular Weight Heparin (LMWH)
Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan
pemantauan yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan
heparin. Saat ini preparat yang tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin
(Lovenox) dan (Nandroparin Fraxiparin). Pada pemberian heparin standar
maupun LMWH bisa terjadi efek samping yang cukup serius yaitu Heparin
Induced Thormbocytopenia (HIT).(14)
Pemberian Oral Anti koagulan oral
Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin Cara.(1.2.5) Pemberian Warfarin di
mulai dengan dosis 6 – 8 mg (single dose) pada malam hari. Dosis dapat
dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International
Normolized Ratio). Target INR : adalah 2,0 – 3,0
Cara penyesuaian dosis
INR
Penyesuaian
1,1 – 1,4 hari 1, naikkan 10%-20% dari total dosis mingguan.
Kembali : 1 minggu
1,5 – 1,9 hari 1, naikkan 5% – 10% dari total dosis mingguan.
Kembali : 2 minggu
56
2,0 – 3,0 tidak ada perubahan.
Kembali : 1 minggu
3,1 – 3,9 hari : kurang 5% – 10% dari dosis total mingguan.
Mingguan : kurang 5 – 150 dari dosis total mingguan
Kembali : 2 minggu
4,0 – 5,0 hari 1: tidak dapat obat
mingguan : kurang 10%-20% TDM
kembali : 1 minggu
> 50 :
- Stop pemberian warfarin.
- Pantau sampai INR : 3,0
-Mulai dengan dosis kurangi 20%-50%.
- kembali tiap hari.(6)
Lama pemberian anti koagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila
trombosis vena dalam timbul disebabkan oleh faktor resiko yang reversible.
Sedangkan kalau trombosis vena adalah idiopatik di anjurkan pemberian
anti koagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan biasa lebih lama lagi apabila
ditemukan abnormal inherited mileculer.(2)
Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah :(2.5)
1. Hipertensi : sistilik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.
2. Perdarahan yang baru di otak.
3. Alkoholisme.
4. Lesi perdarahan traktus digestif.
57
Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian di ikuti dengan
heparin, akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya
pemberian heparin tunggal. Peranan terapi trombolitik berkembang dengan
pesat pada akhir abad ini, terutama sesudah dipasarkannya streptiknase,
urokinase dan tissue plasminogen activator (TPA).(11.13) TPA bekerja secara
selektif pada tempat yang ada plasminon dan fibrin, sehingga efek samping
perdarahan relatif kurang. Brenner menganjurkn pemberian TPA dengan
dosis 4 ugr/kgBB/menit, secara intra vena selama 4 jam dan Streptokinase
diberikan 1,5 x 106 unit intra vena kontiniu selama 60 menit. Kedua jenis
trombolitik ini memberikan hasil yang cukup memuaskan.(3) Efek samping
utama pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik adalah perdarahan
dan akan bersifat fatal kalau terjadi perdarahan sereral. Untuk mencegah
terjadinya efek samping perdarahan, maka diperlukan monitor yang ketat
terhadap waktu trombo plastin parsial dan waktu protombin, jangan
melebihi 2,5 kali nilai kontrol.
1. Mengurangi Morbiditas pada serangan akut.
Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis vena dilakukan.(2.13)
- Istirahat di tempat tidur.
- Posisi kaki ditinggikan.
- Pemberian heparin atau trombolitik.
- Analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.
- Pemasangan stoking yang tekananya kira-kira 40 mmHg.
Nyeri dan pembengkakan biasanya akan berkurang sesudah 24 – 48
jam serangan trombosis. Apabila nyeri sangat hebat atau timbul
flagmasia alba dolens di anjurkan tindakan embolektomi.
Pada keadaan biasa, tindakan pembedahan pengangkatan thrombus
atau emboli, biasanya tidak di anjurkan.
58
2. Pencegahan Sindroma post-flebitis.
Sindroma post flebitis disebabkan oleh inkompeten katub vena
sebagai akibat proses trombosis. Biasanya terjadi pada trombosis di
daerah proksimal yang eksistensif seperti vena-vena di daerah
poplitea, femoral dan illiaca.
Keluhan biasanya panas, edema dan nyeri terjadinya
trombosis.Sindroma ini akan berkurang derajad keganasannya kalau
terjadi lisis atau pengangkatan trombosis.
3. Pencegahan terhadap adanya hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang tidak sering dari
emboli paru. Keadaan ini terjadi pada trombosis vena yang bersamaan
dengan adanya emboli paru, akan tetapi dengan pemberian anti
koagulan dan obat-obatan trombolitik, terjadinya hipertensi pulmonal
ini dapat di cegah.
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson D.R. et al : Efficacy and Cost of LMH Compared with Standard
Heparin for Prevention of DVT After Total Hip Arthrosplasty. Ann of Intern
Med. 119: 1105 – 1112.1993.
2. Breddin HK et al. Effects of a LMH on Thrombus Regression and Recurrent
Thrombo-embolism in Patient DVT. N. Engl J of Med 344:626-631, 2001.
3. Brenner B et al : Quantiation of Venous Clot Lysis D – Dimer Immuboassay
During Fibrinolytic Theraphy Requires Correction for Sluble Fibrin Dehidra-
tion. Circulation 81(6) : 1818-1825, 1990.
4. Ginsberg J.S. et al : A Venous Thrombosis. KONAS PHTDI Semrang, Sep-
tember 2001.
5. Hirsh J and Hoak J : Management of Deep Vein Thrombosis and Pulmonary
Embolism. Circulation 93:2212-2245, 1996.
6. Karmel Tambunan : Thrombosis. KONAS PHTDI Semarang, September
2001.
7. Kerr T.M et al : Upper Extremity Venous Thrombosis Diagnosed by Duppex
Scanning, The Am J of Surgery 160:120-206, 1990.
8. Pradoni et al : Comparison os Subcuteneus LMW Heparin with intravenous
Standard Heparin in Oroximal DVT. Lancet 339:441-445, 1992.
9. Prandoni et al : DVT and the incidence of Subsequent Symptomatic cancer N.
Eng J Med. 327:1128-1133, 1992.
10. Rayu S et al : Saphenectomy in the Presende of Chornic Venous Obstruction.
Surgery 123:637-644, 1999.
11. Runge M.S et al : Prevention of Thrombosis and Rethrombosis. Circultion
82:655-657, 1990.
12. Srandness D.E. et al : Long-term Sequelae Acute Venous Thrombosis. JAMA
250:1289-1292, 1983.
60
13. Thomas J.H et al : Pathogenesis Diagnosed, and Treatment of Thrombosis.
The Am J of Surgery 160:547-551, 1990.
14. Warkentin E.E et al : Heparin Induced Thrompbocytopenia in patient with
LMW Heprin or Unfranctioned Heparin. N Eng J of Med 18:1330-1335,
1995.
15. Krenzer ME. Peripheral vascular assessment: finding your way through arter-
ies and veins. AACN Clin Issues 1995;6:631-634.
16. O'Beirne-Woods B. Clinical evaluation of the peripheral vasculature. Cardiol
Clin 1991; 9:413-427.
17. Gehring P. Vascular assessment. RN 1992;55:40-47.
18. Dallas.2011.Management of patients with perhiperal artery disease. American
Heart Association
19. Hanafi M. Penyakit pembuluh darah perifer . In: Rilantono LI, Baraas F, Karo
SK,eds. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas In-
donesia; 2003. h. 185-9
20. Kabo Peter, Prof. atherosclerosis dan atherotrombosis. In: Bagaimana meng-
gunakan obat- obat kardiovaskular secara rasional. Jakarta : Fakultas Ke-
dokteran Universitas Indonesia; 2012 h. 38-59
21. Management of peripheral arterial disease (PAD). TASC Working Group.
TransAtlantic Inter-Society Concensus (TASC). J Vasc Surg. 31: 2000.
22. National institute for health and clinical excellence. Lower limb peripheral
arterial disease : diagnosis and management. August, 2012. UK
23. Daniela C.Gey. in : management of peripheral arterial disease. Vol 69, Ger-
many.University of Heidelberg School of Medicine, Heidelberg, 2004.
24. Mahameed AA, Peripheral Arterial Disease. 2009. Available from :
http://www.clevelandclinicmeded.com/
61