18
Nama : Kamelia NPM : 54412020 Kelas : 1IA01 UNIVERSITAS GUNADARMA

KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Karya Tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.Semoga dapat bermanfaat.:)

Citation preview

Page 1: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

Nama : Kamelia

NPM : 54412020

Kelas : 1IA01

UNIVERSITAS GUNADARMA

Page 2: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

2

Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-

Nya saya dapat menyelesaikan karya ilmiah yang membahas topik utama mengenai

“Kemiskinan”. Karya Ilmiah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang telah memberikan

kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini memberikan informasi bagi pembaca dan dapat bermanfaat.

Depok, 27 Januari 2013

Penyusun

Kamelia

Page 3: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

3

Daftar Isi

Kata Pengantar ....................................................................................................................................... 2

Daftar Isi ................................................................................................................................................. 3

Abstrak .................................................................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 5

I.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................................................5

I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 6

I.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................................6

I.4 Metode Penulisan..........................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................7

II.1 Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan..........................................................................7

II.2 Solusi Untuk Menanggulangi Rendahnya Mutu Pendidikan.....................................................10

BAB III PENUTUP..................................................................................................................................16

III.1 Kesimpulan................................................................................................................................16

III.2 Kritik dan Saran.........................................................................................................................17

BAB IV DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................18

Page 4: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

4

Abstrak

Penulisan karya tulis tentang masalah sosial ini sendiri memiliki tujuan untuk memenuhi

tugas mata kuliah ilmu sosial dasar.Selain itu semoga karya tulis ini memiliki manfaat untuk

memberi pengetahuan terhadap pembaca.

Pengerjaan karya tulis tentang masalah sosial yang mengambil pokok utama yaitu

rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia, saya sendiri mengambil beberapa materi untuk

pengerjaan karya tulis ini dari berbagai sumber.

Melalui karya tulis ini dapat diharapkan bahwa pembaca dapat mengerti penyebab

rendahnya mutu pendidikan di Indonesia serta solusi untuk mengatasi hall tersebut.

Kata kunci : penyebab rendahnya mutu pendidikan, solusi untuk menanggulangi rendahnya

mutu pendidikan

Page 5: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

5

BAB I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang Masalah

Seperti yang kita ketahui pendidikan di Indonesia masih sangat perlu mendapatkan

perhatian khusus dari Pemerintah. Pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan.

Masih banyak anak-anak di Indonesia yang tidak bisa mengenyam pendidikan bangku

sekolah, dikarenakan keluarga mereka tergolong keluarga tidak mampu. Hal ini sangat

disayangkan karena mereka sangat membutuhkan ilmu pengetahuan untuk bekal masa

depan mereka nanti.

Bila dibandingkan dengan negara lain tentunya mutu pendidikan di Indonesia masih jauh

sekali. Seperti yang diungkapkan Gamawan Fauzi, saat meresmikan pencanangan Program

Wajib Belajar Gratis 12 Tahun untuk Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) di GOR Zaini Zein,

Painan, Rabu. Dia mengatakan, di Indonesia, secara umum masyarakat menghabiskan waktu

mengisi ilmu (pendidikan) sekitar tujuh tahun, sedang di luar negeri mencapai 18,5 Tahun.

“Artinya, mereka (luar negeri) sudah benar-benar menganggap pendidikan sebagai

kebutuhan yang wajib dimiliki”. Setidaknya, memberikan pemahaman kalau pendidikan

minimal dimiliki idealnya sampai SLTA.

Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain

dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human

Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan

penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia

Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-

102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di

Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di

bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia

memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang

disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya

berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003)

bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat

pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di

Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam

kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah

saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Page 6: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

6

Penduduk yang banyak bisa menjadi modal yang berharga seandainya tingkat

pendidikannya cukup tinggi dan kesehatan yang baik. Walaupun sudah lebih dari 90 persen

anak-anak Indonesia mengenyam tingkat pendidikan dasar 6 tahun tapi yang bisa

melanjutkan pendidikannya ke sekolah lanjutan pertama, sekolah menengah atas dan

perguruan tinggi sangat sedikit.

Hal ini tentunya harus mendapatkan perhatian yang sangat lebih dari Pemerintah

Indonesia dan mencari solusi untuk mengatasi masalah sosial ini. Karena hal ini sangat

berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh Indonesia. Oleh

karena itu upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan menjadi modal untuk

menjadikan negara ini lebih baik lagi.

I.2 Rumusan Masalah

I.2.1. Apakah penyebab rendahnya mutu pendidikan?

I.2.2. Bagaimana solusi untuk menanggulangi rendahnya mutu pendidikan?

I.3 Tujuan penulisan

I.3.1. Untuk mengetahui lebih lanjut penyebab rendahnya mutu pendidikan di

Indonesia

I.3.2. Untuk mengetahui solusi untuk menanggulangi rendahnya mutu pendidikan

I.3.3.Untuk menambah pengetahuan penulis mengenai masalah – masalah sosial di

Indonesia khususnya masalah rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

I.4 Metode Penulisan

Penulis menggunakan metode studi pustaka dan browsing internet dalam penulisan karya tulis.

Page 7: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

7

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah

rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya

pendidikan dasar dan menengah.

Berikut beberapa penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia:

1. Pembelajaran hanya pada buku paket

Di indonesia telah berganti beberapa kurikulum dari KBK menjadi KTSP. Hampir setiap

menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang baru. Namun adakah yang

berbeda dari kondisi pembelajaran di sekolah-sekolah? Tidak, karena pembelajaran di

sekolah sejak zaman dulu masih memakai kurikulum buku paket. Sejak era 60-70an,

pembelajaran di kelas tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Apapun kurikulumnya, guru

hanya mengenal buku paket. Materi dalam buku paketlah yang menjadi acuan dan guru

tidak mencari sumber referensi lain.

2.Metode Mengajar Satu Arah

Metode pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode

berceramah satu arah. Karena berceramah itu mudah dan ringan, tanpa modal, tanpa

tenaga, tanpa persiapan yang rumit. Metode ceramah menjadi metode terbanyak yang

dipakai guru karena memang hanya itulah metode yang benar-benar dikuasai sebagain

besar guru. Pernahkah guru mengajak anak berkeliling sekolahnya untuk belajar ?

Pernahkah guru membawa siswanya melakukan percobaan di alam lingkungan sekitar ?

Atau pernahkah guru membawa seorang ilmuwan langsung datang di kelas untuk

menjelaskan profesinya?

Page 8: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

8

3. Kurangnya Sarana Belajar

Sebenarnya, perhatian pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang cukup. Masih

banyak sarana belajar di beberapa sekolah khususnya daerah, tertinggal jauh dibandingkan

sarana belajar di sekolah-sekolah yang berada di kota.

4. Aturan yang Mengikat

Ini tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah seharusnya memiliki

kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya.

5. Guru tak Menanamkan Diskusi Dua Arah

Lihatlah pembelajaran di ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan. Anak duduk rapi,

tangan dilipat di meja, mendengarkan guru menjelaskan. seolah-olah Anak “Dipaksa”

mendengar dan mendapatkan informasi sejak pagi sampai siang, belum lagi ada sekolah

yang menerapkan Full Days. Anak diajarkan cara menyimak dan mendengarkan penjelasan

guru, sementara kompetensi bertanya tak disentuh. Anak-anak dilatih sejak TK untuk diam

saat guru menerangkan, untuk mendengarkan guru. Akibatnya Siswa tidak dilatih untuk

bertanya. Siswa tidak dibiasakan bertanya, akibatnya siswa tidak berani bertanya. Selesai

mengajar, guru meminta anak untuk bertanya. Heninglah suasana kelas. Yang bertanya

biasanya anak-anak itu saja.

6. Metode Pertanyaan Terbuka tak Dipakai

Contoh negara yang menggunakan pertanyaan terbuka adalah Finlandia. Dalam setiap ujian,

siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Guru Indonesia belum siap menerapkan

ini karena masih kesulitan membuat soal terbuka.

7. Budaya Mencontek

Siswa menyontek itu biasa terjadi. Tapi apakah kita tahu kalau "guru juga menyontek" ? Ini

lebih parah. Lihatlah tes-tes yang diikuti guru, tes pegawai negeri yang diikuti guru,

menyontek telah menjadi budaya sendiri.

8. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas

pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada

Page 9: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

9

pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta

rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu

Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan

pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.

Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek,

pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya

(Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak

lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu

disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara

lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau

tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang

diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul.

Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal.

Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat

dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat

UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

9. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996)

yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi

oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%,

sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk

masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data

Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak

memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.

Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan

kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika

peserta didik memasuki dunia kerja.

Page 10: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

10

10. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya

biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya

biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat

masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak

boleh sekolah.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang

menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih

dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite

Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur

pengusaha.

II.2 Solusi Untuk Menanggulangi Rendahnya Mutu Pendidikan

1. Input Proses dan Output

Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa

yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau

yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan

output pendidikan.

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk

berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak

serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya

meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa)

dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat

lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas,

rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-

sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat

berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari

Page 11: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

11

tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input

tersebut.

Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang

berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil

proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang

dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses

pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program,

proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses

belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya.

Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan

input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dsb) dilakukan secara harmonis,

sehingganya mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable

learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu

memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik

tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi

pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan

dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar

secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).

Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi

sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari

kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan

kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat

dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah,

khusunya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam : (1) prestasi

akademik, berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik, dan

(2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga,

kesnian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu

sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti

misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Page 12: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

12

2. MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH

Secara umum, pergeseran dimensi pendidikan dari manajemen berbasis pusat menjadi

manajemen berbasis sekolah. Secara lebih spesifik, pertanyaannya adalah: “Fungsi-fungsi

apa sajakah yang perlu didesentralisasikan ke sekolah?” Pada dasarnya Undang-undang

Nomor 22 tentang Pemerintah Daerah (Otonomi Daerah) tahun 1999 beserta sejumlah

Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pedoman pelaksanan terutama PP. No. 25 tahun 2000

tentang kewenangan Pemerintah, Propinsi dan Kabupaten/Kota, harus digunakan sebagai

referensi /patokan. Dengan demikian , pendesentralisasian fungsi-fungsi pendidikan tidak

akan merubah peraturan perundang-undangan yang ada. Namun demikian, sampai saat ini

belum ada resep yang pasti tentang hal ini, karena seperti kita ketahui, otonomi pendidikan

sedang bergulir dan sedang mencari formatnya, sehingga secara peraturan perundang-

undangan (legal aspect) belum dimiliki, tugas dan fungsi sekolah dalam era otonomi saat ini.

Sementara. Menunggu “legal aspect” yang akan diberlakukan kelak, fungsi-fungsi sekolah

yang semula dikerjakan oleh Pemerintah Pusat/Dinas Pendidikan Propinsi /Dinas Pendidikan

Kota/Kabupaten, sebagian dari fungsi dapat dilakukan oleh sekolah secara professional.

Artinya, suatu fungsi tidak dapat dilimpahkan sepenuhnya ke sekolah, sebagian masih

merupakan porsi kewenangan Pemerintah Pusat, sebagian porsi kewenangan Dinas Propinsi,

sebagian porsi kewenangan Dinas Kabupaten/Kota, dan sebagian porsi lainnya yang

dilimpahkan ke sekolah. Adapun fungsi-fungsi yang sebagian porsinya dapat digarap oleh

sekolah dalam kerangka MPMBS ini meliputi: (1) proses belajar menagajar, (2) perencanaan

dan evaluasi program sekolah, (3) pengelolaan kurikulum, (4) pengelolaan ketenagaan, (5)

pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keuangan, (7) pelayanan siswa, (8)

hubungan sekolah-masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah.

1. Pengelolaan Proses belajar Mengajar

Proses belajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih

strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai

dengan karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumberdaya yang tersedia

di sekolah. Secara umum, strategi/metode/teknik pembelajaran dan pengajaran yang

berpusat pada siwa (student centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran yang

menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh

Page 13: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

13

karena itu cara-cara belajar siswa aktif seperti misalnya active learning, cooperative learning,

dan quantum learning perlu diterapkan.

2. Perencanaan dan Evaluasi

Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya

(school-based plan). Kebutuhan yang dimaksud misalnya, kebutuhan untuk meningkatkan

mutu sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan

berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah membuat rencana

peningkatan mutu.

Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan

secara internal. Evalusi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau proses

pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah dilaksanakan.

Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur dan transparan

agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya.

3. Pengelolaan Kurikulum

Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar yang berlaku

secara nasionl. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu,

dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan

memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional.

Sekolah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya, apa yang diajarkan boleh dipertajam

dengan aplikasi yang bervariasi. Sekolah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan,

artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, dan seharusnya, dan yang dapat

diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang

diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik

peserta didik. Selain itu, sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum

muatan lokal.

Page 14: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

14

4. Pengelolaan Ketenagaan

Pengelolaan ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanan, rekrutmen,

pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai

evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru, tenaga administrasi, laboran, dsb) dapat

dilakukan oleh sekolah kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa dan rekrutmen

guru pegawai negeri, yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi diatasnya.

5. Pengelolan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)

Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadan,

pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasari oleh kenyataan

bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian,

maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung

dengan proses belajar mengajar.

6. Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan keuangan, terutama pengelokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya

dilakukan oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling

memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi pengalokasian/penggunaan uang sudah

seharusnya dilimpihkan ke sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan

“kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan” (income generating activities),

sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah.

7. Pelayanan Siswa

Pelayanan siswa, mulai dari peneriman siswa baru, pengembangan/pembinaan/

pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja,

hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu memang sudah

didesentralisasikan. Karene itu, yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan

ekstensitasnya.

Page 15: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

15

8. Hubungan Sekolah Masyarakat

Esensi hubungan sekolah-masyrakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan,

kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan

finasial. Dalam arti yang sebenarnya hubungan sekolah-masyarakat dari dahulu sudah

didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang dibutuhkan adalah peningkatan

intensitas dan ekstesitas hubungan sekolah-masyarakat.

9. Pengelolaan Iklim Sekolah

Iklim sekolah (fisik dan non fidik) yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi

terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan

tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah,

dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-

contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim sekolah sudah

merupakan kewengan sekolah, sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih

intensif dan ekstentif.

Page 16: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

16

BAB III

Penutup

III.1 Kesimpulan

Pendidikan di Indonesia masih menjadi masalah penting yang harus diperhatikan oleh

pemerintah. Masih banyak anak-anak yang masih belum bisa bersekolah terlebih anak-anak

yang bertempat tinggal di daerah pedalaman. Masih banyak di antara mereka yang

membutuhkan ilmu yang seharusnya mereka dapatkan untuk masa depan nanti.

Berikut beberapa penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia:

1. Pembelajaran hanya pada buku paket

2. Metode Mengajar Satu Arah

3. Kurangnya Sarana Belajar

4. Aturan yang Mengikat

5. Guru tak Menanamkan Diskusi Dua Arah

6. Metode Pertanyaan Terbuka tak Dipakai

7. Budaya Mencontek

8. Rendahnya Kesejahteraan Guru

9. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

10. Mahalnya Biaya Pendidikan

Untuk mengatasi masalah sosial ini ada beberapa cara:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang

berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan

dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini,

diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang

berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik,

termasuk pendanaan pendidikan.

Page 17: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

17

Maka, solusi untuk masalah-masalah cabang yang ada, khususnya yang menyangkut

perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan gutu, dan mahalnya

biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat

kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi

kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan

sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung

segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung

dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan

prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk

meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping

diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan

untuk meningkatkan kualitas guru.

III. 2 Kritik dan Saran

Sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem pendidikan yang

sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun

2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang

berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,

advokasi, keagaman, dan khusus.

Bahwa sepertinya dari beberapa kalangan terutama kalangan menengahke bawah masih

menganggap pendidikan tidak teramat penting. Hal ini disebabkan karena anak-anak yang

kurang beruntung itu harus ikut membantu perekonomian keluarga mereka. Hal ini terlihat

dimana di lampu merah, di kolong jembatan dan tempat-tempat umum lainnya masih

banyak terlihat anak-anak usia sekolah yang “bekerja” ,contohnya seperti mengamen,

meminta sedekah, menjadi loper koran, menjadi tukang semir sepatu dan di kala hujan

datang ada yang menjadi ojek payung. Peristiwa terebut sangat memprihatinkan bagi

negara ini, maka dari itu Pemerintah harus memperhatikan masalah ini dengan sangat baik

dan mencari jalan keluarnya agar Bangsa dan Negara ini menjadi lebih baik lagi di masa yang

akan datang.

Page 18: KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR "MASIH RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA"

18

BAB IV

Daftar Pustaka

http://sayitdirectly.blogspot.com/2012/07/tingkat-pendidikan-rendah.html

http://event.republika.co.id/berita/event/bagimu-guru/12/07/01/m6gwld-7-penyebab-

mutu-pendidikan-di-indonesia-rendah

http://blog.umy.ac.id/anadwiwahyuni/pendidikan/penyebab-rendahnya-kualitas-

pendidikan-di-indonesia/

Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era

Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang,

25-26 Juli 2001.

Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip:

Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.

Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi

Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.

Hanafiah, M. Jusuf, dkk, 1994. Pengelolaan Mutu Total Pendidikan Tinggi, Badan Kerjasama

Perguruan Tinggi Negeri

Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar,

Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara

pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.

http://cummank.blogspot.com/2009/10/faktor-faktor-penyebab-rendahnya-mutu.html