26
1 KAPITAL DAN ‘KAWITAN: Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus Keturunan Arya Wiraraja di Bali I Nyoman Wijaya Sejarawan Alumni UGM, S-1, S-2, S-3, staf pengajar Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Denpasar Bali, Peneliti senior TSP Art and Science Writing Penulis koresponden: [email protected] Abstrak Studi ini mengambil topik sebuah fenomena masa kini berupa budaya-politik klan Arya Wang Bang Pinatih, keturunan Arya Wiraraja di Bali. Arya Wiraraja adalah seorang ahli perang yang membantu Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit awal abad XIII. Ada tiga pertanyaan penelitian yang diajukan dalam studi ini: (i) bagaimana proses terbentuknya diskursus klan Arya Wang Bang Pinatih selaku keturunan Arya Wiraraja di Bali?; (ii) Dari sekian banyak pilihan leluhur yang tersedia, mengapa klan Arya Wang Bang Pinatih menyebut diri sebagai keturunan Arya Wiraraja di Bali, bukan leluhur yang lebih tua darinya; (iii) Apa wujud kepatuhan dan kedisiplinan tubuh klan Arya Wang Bang Pinatih selaku keturunan Arya Wiraraja di Bali di masa kini? Topik ini dikaji dengan menggunakan metodologi Genealogi Foucault yang dibantu Metodologi Sejarah Mentalitas. Dirajut dengan teori relasi Kuasa-Pengetahuan dari Michel Foucault dan Struktural Generatif dari Pierre Bouddieu. Pemaparannya memakai pendekatan sejarah parscastrukturalisme, berangkat dari fenomena masa kini, lalu meluncur ke masa lampau untuk mencari patahan, retakan, dan titik temunya dengan fenomena masa kini. Hasil penelitian ini menunjukkan sekalipun dari pendekatan sejarah kritis amat Artikel ini tidak untuk melecehkan pengetahuan masyarakat yang sudah mapan mengenai tokoh Arya Wiraraja dan para keturunan di seluruh Indonesia, terutama klan Arya Wang Bang Pinatih. Hasil rekonstruksinya, tidak juga dimaksudkan sebagai suatu kebenaran yang tak terbantah. Analisisnya yang tampak berbeda dari pola umum penulisan sejarah hanyalah hasil dari usaha mempraktikkan cara kerja pendekatan sejarah pascastrukturalisme dengan perangkat metode/metodologi/teori yang ada di dalamnya, sesuatu yang belum lumrah dilakukan oleh para sejarawan Indonesia asal Bali pada umumnya. Hasil rekonstruksinya pasti akan berbeda jika topik penelitian ini dikaji dengan menggunakan pendekatan sejarah struktural yang positivistik. Oleh karena itu kiranya tulisan ini hanya pantas disebut sebagai hasil latihan intelektual yang dibacakan dalam Seminar National: Menyambung Tali Sejarah Arya Wirarajayang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Sejarah di Pendopo Kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada hari Sabtu tanggal 24 Maret 2018.

KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

  • Upload
    others

  • View
    28

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

1

KAPITAL DAN ‘KAWITAN:Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus Keturunan Arya Wiraraja di Bali

I Nyoman WijayaSejarawan Alumni UGM, S-1, S-2, S-3,staf pengajar Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Udayana, Denpasar Bali,Peneliti senior TSP Art and Science Writing

Penulis koresponden: [email protected]

Studi ini mengambil topik sebuah fenomena masa kini berupa budaya-politikklan Arya Wang Bang Pinatih, keturunan Arya Wiraraja di Bali. Arya Wirarajaadalah seorang ahli perang yang membantu Raden Wijaya mendirikan KerajaanMajapahit awal abad XIII. Ada tiga pertanyaan penelitian yang diajukan dalam studiini: (i) bagaimana proses terbentuknya diskursus klan Arya Wang Bang Pinatihselaku keturunan Arya Wiraraja di Bali?; (ii) Dari sekian banyak pilihan leluhur yangtersedia, mengapa klan Arya Wang Bang Pinatih menyebut diri sebagai keturunanArya Wiraraja di Bali, bukan leluhur yang lebih tua darinya; (iii) Apa wujudkepatuhan dan kedisiplinan tubuh klan Arya Wang Bang Pinatih selaku keturunanArya Wiraraja di Bali di masa kini? Topik ini dikaji dengan menggunakanmetodologi Genealogi Foucault yang dibantu Metodologi Sejarah Mentalitas. Dirajutdengan teori relasi Kuasa-Pengetahuan dari Michel Foucault dan Struktural Generatifdari Pierre Bouddieu. Pemaparannya memakai pendekatan sejarahparscastrukturalisme, berangkat dari fenomena masa kini, lalu meluncur ke masalampau untuk mencari patahan, retakan, dan titik temunya dengan fenomena masakini. Hasil penelitian ini menunjukkan sekalipun dari pendekatan sejarah kritis amat

Artikel ini tidak untuk melecehkan pengetahuan masyarakat yang sudah mapan mengenaitokoh Arya Wiraraja dan para keturunan di seluruh Indonesia, terutama klan Arya Wang Bang Pinatih.Hasil rekonstruksinya, tidak juga dimaksudkan sebagai suatu kebenaran yang tak terbantah.Analisisnya yang tampak berbeda dari pola umum penulisan sejarah hanyalah hasil dari usahamempraktikkan cara kerja pendekatan sejarah pascastrukturalisme dengan perangkatmetode/metodologi/teori yang ada di dalamnya, sesuatu yang belum lumrah dilakukan oleh parasejarawan Indonesia asal Bali pada umumnya. Hasil rekonstruksinya pasti akan berbeda jika topikpenelitian ini dikaji dengan menggunakan pendekatan sejarah struktural yang positivistik. Oleh karenaitu kiranya tulisan ini hanya pantas disebut sebagai hasil latihan intelektual yang dibacakan dalam“Seminar National: Menyambung Tali Sejarah Arya Wiraraja” yang diselenggarakan oleh Prodi IlmuSejarah di Pendopo Kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada hari Sabtu tanggal 24 Maret 2018.

Page 2: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

2

sulit ditemukan bukti-bukti sejarah yang otentik dan kredibel mengenai adanya kaitangenetik antara klan Arya Wang Bang Pinatih dengan Arya Wiraraja, mengingatterlibatnya unsur-unsur mitis dan mistis kelahiran leluhur mereka, namun dari sudutpandang Sejarah Mentalits, sampai sekarang ini di Bali ditemukan sebuah fakta sosialbahwa klan Arya Wang Bang Pinatih adalah pihak-pihak yang menyetujui danmenyesuaikan diri berdasarkan keharusan-keharusan sosial sebagai keturunan AryaWiraraja. Sementara hasil penelusuran Genealogi memperlihatkan adanya relasikuasa antara kuasa-pengetahuan dalam diskursus ketokohan Arya Wiraraja sebagaisalah seorang bangsawan Jawa Timur Kuno dengan kepentingan budaya-politik klanArya Wang Bang Pinatih di masa kini.

Kata kunci: keturunan, Arya, Pinatih, Bali, relasi kuasa

I. PengantarKeturunan Arya Wiraraja di Bali menyebut diri sebagai klan Arya Wang Bang

Pinatih. Pada tanggal 21 Mei 2011 mereka melaksanakan Pergelaran Budaya di SitusBenteng Biting Lumajang, Jawa Timur selama empat jam. Pergelaran ini mengawaliacara Napak Tilas jejak leluhur mereka yang berlangsung keesokan harinya.Pergelaran Budaya ini juga dikaitkan dengan pembukaan Museum Mini di Kota RajaLamajang Center Situs Benteng Biting Lumajang. Dipergelarkan pula kesenianmasyarakat sekitar yang dimainkan oleh kelompok Al- Banjari dan teaterikalpembacaan Puisi dari Dewan kesenian. Puncaknya adalah pergelaran Topeng AryaWiraraja yang dimainkan oleh klan, Paiketan Arya Wang Bang Pinatih.1

Pada periode itu, saat pergelaran budaya berlangsung, salah seorang anggotaklan Arya Wang Bang Pinatih, I Ketut Sudikerta kembali terpilih menjabat sebagaiWakil Bupati Badung periode 2010-2015 melanjutkan jabatan sebelumnya periode2005-2010.2 Secara hampir bersamaan anggota klan Arya Wang Bang Pinatihlainnya, I Gusti Ngurah Jaya Negara terpilih sebagai Wakil Wali Kota Denpasaruntuk masa jabatan 2010-2015.3 Dia terpilih kembali untuk masa jabatan yang sama,periode 2016-2021.4 Di sisi lain, I Ketut Sudikerta kemudian terpilih sebagai WakilGubernur Bali periode 2013-2018.5

1 https://www.kompasiana.com/ariespurwantiny/kemeriahan-pagelaran-budaya-di-kotaraja-lamajang-situs-biting_5500d2c7a333114e75512009 / diakses 7 Maret 2018.

2 https://news.okezone.com/read/2017/05/17/340/1692913/inilah-sudikerta-si-anak-petani-yang-bertekad-menyejahterakan-masyarakat-bali / diakses 7 Maret 2018.

3 https://www.denpasarkota.go.id/index.php/baca-berita/6210/ diakses 7 Maret 2018.4 http://denpostnews.com/2016/02/18/rai-mantra-jaya-negara-resmi-dilantik/ diaksen 7 Maret

2018.5 http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/05/26/mnek4i-kpu-bali-tetapkan-

pastikerta-pasangan-terpilih / diakses 7 Maret 2018.

Page 3: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

3

II. Masalah

Latar belakang tersebut di atas memperlihatkan, ada semacam korelasi sebabakibat antara kesetiaan klan Arya Wang Bang Pinatih terhadap kawitan, leluhurmereka dengan kepentingan budaya-politik masa kini. Jika memang benar korelasisebab-akibatnya seperti itu, mengapa mereka tidak melacak leluhurnya lebih kebawah lagi? Padahal sama halnya dengan keturunan Danghyang Nirartha –klanbrahmana dengan nama keturunan Ida Bagus/Ida Ayu– anak cucu Arya Wang BangPinatih juga melacak leluhurnya dari Mpu Tantular. Keturunan Danghyang Nirarthamencarinya dari putra ketiga Mpu Tantular, sedangkan Arya Wang Bang Pinatih dariputra keduanya yang bernama Ida Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra, yangmemiliki seorang putra bernama Ida Bang Manik Angkeran, yang lahir secara gaib.6

III. Jurang LiteraturSesuai dengan topiknya masing-masing, tidak semua penulis sejarah Kerajaan

Majapahit membicarakan Banyak Wide alias Arya Wiraraja, seperti Irawan DjokoNugroho;7 Agus Aris Munandar;8 Irawan Djoko Nugroho;9 Hadi Sidomulyo;10 LydiaKeven;11 Catrini Kubontubuh and Peter Carey.12

Arti penting Arya Wiraraja dalam sejarah Majapahit ditemukan dalam karyaRiboet Darmasoetopo yang menceritakan perannya dalam membantu Raden Wijayamendirikan karya Kerajaan Majapahit.13 Cerita serupa, namun sedikit lebih lengkapdijumpai dalam Slamet Muljana. Dia memulai ceritanya ketika Arya Wirarajamenjabat sebagai Demung dalam pemerintahan Kertanegara yang kemudiandipindahkan ke Sumenep, Madura. Sampai kemudian dia menjadi Raja di Lumajang.Akan tetapi Slamet Muljana tidak ada menyebutkan asal-muasal Arya Wiraraja.14

6 http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran1.htm / diakses 6 Maret 2017.7 Irawan Djoko Nugroho, Meluruskan Sejarah Majapahit (Yogyakarta: Ragam Media, 2009).8 Agus Aris Munandar, Catuspatha Arkeologi Majapahit (Jakarta Selatan: Wedatama Widya

Sastra, 2011).9 Irawan Djoko Nugroho, Majapahit Peradaban Maritim: Ketika Nusantara Menjadi

Pengendali Pelabuha Dunia (Jakarta: Suluh Nusantara Bakti, 2011).10 Hadi Sidomulyo, Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca (Jakarta Selatan: Wedatama

Widya Sastra, 2007).11 Lydia Keven, Menelusuri Figur Bertopi dalam Relief Candi Zaman Majapahit: Pandangan

Baru Terhadap Fungsu Religius Candi-Candi Periode Jawa Timur Abad ke-14 dan Ke-15, terj. ArifBagus Prasetyo (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014).

12 Catrini Kubontubuh and Peter Carey (ed.), Majapahit Inspiration for the World (Jakarta:Yayasan Arsari Djojohadikusumo, 2014).

13 Riboet Darmasoetopo, “Sejarah Perkembangan Majapajit,” 700 Tahun Majapahit (1293-1993) Suatu Bunga Rampai, Sartano Kartodirdjo, et al., ed. (Surabaya: Dinas Pariwisata DaerahPropinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, 1992), p. 52.

14Slemet Muljana, Menuju Puncak Kemagahan: Sejarah Kerajaan Majapahit (Yogyakarta:LKiS, 2005).

Page 4: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

4

Sementara penulis sejarah Majapahit lainnya, Mansur Hidayat jugamenceritakan Arya Wiraraja, namun berbeda dengan Slamet Muljana, dia merasaperlu menyebut asal muasalnya. Selain dengan dua tempat yang dibesarkan olehnya,Sumenep dan Lumajang, Hidayat mengatakan Arya Wiraraja memiliki cerita ikatanbatin dengan Bali. Ikatan itu diabadikan dalam Babad Manik Angkeran yangmerupakan pedoman bagi klan Arya Wang Pinatih, keturunan Arya Wiraraja di Bali.Akan tetapi ini bukan ‘fakta keras,’ karena ada juga versi Madura yang menyatakandia dilahirkan di Desa Karang Nangka, Kecamatan Ruberu, Kabupaten Sumenep.Sedangkan dalam versi Lumajang, asal-usul Arya Wiraraja masih kabur, apakah dariJawa ataukah Madura. Akan tetapi sama halnya dengan peneliti terdahulu yangdisebutkan di atas, Hidayat juga menulis peran Arya Wiraraja dalam membantuRaden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit, namun uraiannya jauh lebihmendalam, karena yang dia hasilkan adalah sebuah buku sejarah Majapahit Timursecara utuh, sedangkan tiga lainnya dalam cukilan artikel dan buku.

Karya-karya tersebut di atas, terutama Riboet Darmasoetopo, Slamet Muljana,Mansur Hidayat, ada gunanya dalam studi ini, terutama untuk menunjukkan buktiketokohan Arya Wiraraja dalam sejarah Majapahit. Namun sesuai dengan topiknya,studi ini lebih memerlukan pustaka yang mengkaji hubungan antara kepercayaanterhadap leluhur, kawitan dengan budaya-politik, seperti yang ditulis oleh HenkSchulte Nordhol ketika dia membicarakan awal mula orang-orang Bali mencarileluhur ke bangsawan Jawa Timur Kuno, terutama Majapahit seperti yang dilakukanoleh Raja Mengwi di tahun 1730 untuk melegitimasi dirinya sebagai bagian dariRezim Gelgel.15 Akan tetapi belum ada peneliti terdahulu yang mau mencermati klandalam kaitannya dengan politik, kecuali dalam bentuk cukilan yang seperti yangdilakukan oleh Ari Dwipayana.16

I Gde Pitana sempat juga menyinggung soal kawitan, khususnya klan Pasek.Dia membicarakan langkah-langkah perjuangan klan Pasek dalam membentukorganisasi sosial kultural kelompoknya untuk menunjukkan identitas diri merekasebagai salah satu kelompok bangsawan Bali Kuno. Namun tidak menyinggung relasiantara kawitan dengan keris (kekuasaan) seperti yang dilakukan oleh Henk.17 Disisilain ada pula studi mengenai mobilitas kelas, konflik, dan penafsiran kembalisimbolisme masyarakat Hindu di Bali oleh Ida Bagus Gde Yudha Triguna. Akantetapi dia tidak melihat adanya hubungan antara perebutan kawitan dan keris

15 Henk Schulte Nordholt, The Spell of Power, Sejarah Politik Bali 1650-1940, terjemahanPutra Adnyana (Denpasar: Pustaka Larasan, 2006), p. 39.

16 A.A GN Dwipayana, Bangsawan dan Kuasa: Kembalinya Para Ningrat di Dua Kota,(Yogyakarta: IRE Press Yogyakarta, 2004)

17 I Gde Pitana, “In Search of Difference: Origin Group, Status and Identity in ContemporaryBali,” a thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy of The Australian Nasional University,1997.

Page 5: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

5

(kekuasaan) sebagai sumber dari munculnya konflik, melainkan lebih banyakmemaparkan cara-cara masyarakat Bali menafsirkan kembali kebudayaannya.18

Atas dasar kesenjangan literatur seperti tersebut di atas, maka studi ini sangatpenting dilakukan karena berusaha membicarakan hubungan antara kawitan dan kerisyang dibahasakan menjadi kapital di tengah-tengah situasi politik menjelang Pilkadaserentak di Indonesia, untuk memahami, selain partai politik, perebutan kekuasaan,khususnya di Bali terjadi juga di antara para kelompok pemuja kawitan.

IV. Hipotesa, pertanyaan, tujuan, jangkauan yang ingin dicapai atau ‘argumen’

Hipotesa studi ini adalah tanpa mengecilkan arti kepada mereka yang secaratulus ikhlas memuja leluhurnya, banyak juga di antara anggota klan Arya Wang BangPinatih yang hanya berkompromi dengan diskursus rutin di masyarakat, terutamayang terkait dengan ritus pemilu setiap lima tahun sekali. Orang-orang yang memilikikuasa berbicara pada klan ini menangkap pengetahuan yang tersembunyi dalamsejarah masa lampau leluhur mereka sebagai keturunan Arya Wiraraja di Bali untukdijadikan kekuasaan, dengan cara menciptakan berbagai diskursus yang dianggapsebagai kebenaran, agar anggota-anggota yang lainnya patuh dan disiplin terhadappengetahuan yang tersembunyi di dalamnya.

Berdasarkan hipotesa tersebut, setidaknya ada tiga pertanyaan penelitian yangdiajukan dalam studi ini, yakni i) bagaimana proses terbentuknya diskursus klan AryaWang Bang Pinatih selaku keturunan Arya Wiraraja di Bali?; (ii) dari sekian banyakpilihan leluhur yang tersedia, mengapa klan Arya Wang Bang Pinatih menyebut dirisebagai keturunan Arya Wiraraja di Bali; (iii) apa wujud kepatuhan dan kedisiplinantubuh klan Arya Wang Bang Pinatih selaku keturunan Arya Wiraraja di Bali. Ketigapertanyaan penelitian itu menunjukkan, bahwa tujuan penulisan ini bukan untukkepentingan masa lampau, baik menolak atau membenarkan pengakuan klan AryaWang Bang Pinatih sebagai keturunan Arya Wiraraja di Bali, melainkan demikepentingan masa kini, terutama untuk memahami bagaimana cara menjelaskanadanya kelompok masyarakat yang mencari garis leluhurnya hingga ke bangsawanJawa Timur Kuno, khususnya Majapahit.

Dengan lain kata, studi ini hanya sebagai sebuah bentuk latihan intelektualdan memperkenalkan cara penulisan sejarah model baru yang disebut sebagaipendekatan Pascastrukturalisme. Oleh karena itu jangkauan yang dicapai dalam studiini, bukan untuk menulis kebenaran faktual di masa lampau, melainkan mengangkatsebuah realitas sosial di masa kini, bahwa di awal abad XXI masih ada wargamasyarakat Bali yang mau berpikir, berkata, dan berbuat atas kepercayaan merekaterhadap Arya Wiraraja sebagai leluhur, kawitan.

18 Lihat, Ida Bagus Gde Yuda Triguna, “Mobilitas Kelas, Konflik, dan Penafsiran KembaliSimbolisme Masyarakat Hindu di Bali,” disertasi belum dipublikasikan, Universitas Padjadjaran,Bandung, 1997.

Page 6: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

6

V. Metode/Metodologi

Melalui penggunaan metodologi Sejarah Mentalitas, studi ini menempatkankeyakinan klan Arya Wang Bang Pinatih sebagai keturunan Arya Wiraraja di Balihanya sebagai fakta sosial. Fakta sosial berada di luar fakta individual, namun didalamnya ada para individu yang menyetujui dan menyesuaikan diri berdasarkeharusan-keharusan sosial. Oleh karena itu, fakta sosial dalam diskursus klan AryaWang Bang Pinatih sebagai keturunan Arya Wirajara di Bali bisa dikatakanmempunyai kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap individu. Cara-carabertindak individu-individu dipengaruhi oleh kisah cerita ini. Lebih dari itu, diskususitu juga sanggup pula membatasi perilaku individualnya sesuai dengan kemauannyasendiri. Jadi, sebagai fakta sosial pengakuan klan Arya Wang Bang Pinatih itumempunyai kehidupannya sendiri merdeka atau tidak tergantung dari kehidupanindividual.19

Adanya kehidupan tersendiri itulah yang menjadikan generasi sekarang,melalui diskursus Arya Wang Bang Pinatih sebagai keturunan Arya Wiraraja di Balimampu membayangkan kehidupan emosional manusia masa lalu, sehingga bisamengenal ‘sejarah’ mengenai cinta, kesedihan, ampunan, berkah, kematian, balaskasihan, kekejaman, ketakutan, kebencian, dan sebagainya. Lebih dari itu melaluistudi ini akan didapatkan pula gambaran sebuah sejarah ketaksadaran kolektif yangtersembunyi rapi dalam diskursus tersebut. Penggambarannya dilakukan dengan caramemahami bukan menerangkan diskursus tersebut. Hal ini memungkinkan dilakukan,karena di dalamnya ada aktor, ada pula manusia yang berpikir dan merasa. Akantetapi untuk melakukannya harus dipahami terlebih perilaku aktor atau manusiadalam diskurus itu berlangsung sebagaimana dia sendiri memberi maknaperbuatannya. Jadi, harus ditemukan makna dan tafsir subjektif diskursus tersebut,sehingga diperlukan kemampuan untuk hidup dalam makna subjektifnya.20

Kemampuan itu dapat dibentuk melalui penerapan metode Genealogi MichaelFoucault, karena di dalamnya sekaligus mengandung metodologi dan epistemologi,dua hal yang sangat penting di dalam perbincangan tentang produksi pengetahuan.21

Sekalipun kelabu, namun metode ini cermat sekaligus telaten, karena dia mampumemberi jalan untuk mencari sesuatu yang tersembunyi di dalam diskursus AryaWang Bang Pinatih sebagai keturunan Arya Wiraraja di Bali. Kemampuan itu bisadiperoleh karena Genealogi beroperasi pada bidang yang menjerat danmembingungkan perkamen-perkamen, pada dokumen-dokumen yang sudah terkikis,tergores dan direproduksi berulangkali. Di dalamnya ada kenyataan, bahwa dunia

19 Dikembangkan dari Kuntowidjojo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua (Yogyakarta: TiaraWacana, 2003), p. 237

20 Ibid., p. 24621 Paul Rabinow, Pengetahuan dan Metode Karya-karya Penting Foucault, terjemahan Arief dari

judul asli Aesthetic, Method, and Epistemology Essential Works of Foucault 1954-1984, Series Ed.Volume 2 ( Yogyakarta: Adipura, 2002), p. 17

Page 7: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

7

pengucapan (lisan) dan keinginan telah mengenal invasi, perjuangan, penyamaran,perampasan, dan pementasan kesenangan. Dia harus merekam ketunggalan peristiwadi luar setiap titik akhir yang monoton, mencarinya di tempat-tempat yang tidak pastiseperti dalam sentimentalitas, cinta, rasa kasihan, dan kata hati.22

Genealogi menolak penyebaran metahistoris dari kebenaran yang ideal danteleologis tak terbatas. Dia memusatkan perhatian pada pencarian asal-usul, namunbukan dalam pengertiannya sebagai ursprung (pengujian asal muasal dari suatuperistiwa), melainkan entstechung dan herkunft. Oleh karena itu Foucault tidakmenggunakan ursprung karena kata ini memiliki banyak kelemahan. Kelemahan ituantara lain karena dia mencari esensi yang tepat pada suatu persoalan. Lebih dari itudia juga ingin mencari kemungkinan yang paling murni sekaligus pula bisamengetahui identitas yang ditutupi secara cermat. Pencarian ini mengharuskanadanya pemindahan semua topeng untuk menutupi suatu identitas sesungguhnyasecara total. Sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan karena sama hal denganmengajukan pertanyaan kapan Tuhan harus memikul prihal asal muasal kejahatan.23

Sebaliknya, sekalipun entstechung dan herkunft yang telah terbiasa puladiterjemahkan sebagai asal-muasal, namun ada perbedaannya dengan ursprung.Dalam herkunft misalnya, Genealogi tidak berhasrat kembali pada waktu, untukmengisi suatu keberlanjutan yang tiada henti, yang beroperasi di atas penyebarankelalaian. Tugasnya bukan untuk membuktikan bahwa masa lalu secara aktif tetapeksis di masa kini. Bukan pula untuk menunjukkan masa lalu secara diam-diam terus-menerus menghidupkan masa kini, membuat bentuk yang dapat dibuktikan padasemua perubahannya.24

Genealogi dalam pengertiannya sebagai herkunft mengikuti jalan yangkompleks atas turunan suatu peristiwa yang berarti juga melihat keberlanjutannyadalam penyebarannya sebagaimana mestinya. Akan tetapi langkah ini bukandimaksudkan untuk mencari kesinambungan suatu peristiwa, melainkanmengidentifikasi adanya suatu musibah, penyimpangan waktu, kekeliruan, penilaianyang salah, serta perhitungan yang gagal, yang dibiarkan muncul pada semua halyang terus eksis dan bernilai bagi manusia. Langkah ini juga dilakukan untukmenemukan adanya kebenaran atau kebohongan dari munculnya kecelakaan ataukebetulan dalam suatu peristiwa. Inilah sebabnya herkunft bernilai sebagai sebuahkritik.25

Sementara jika dilihat sebagai entstechung, Genealogi perlu menyusunkembali sistem yang beragam tentang subjek, bukan kekuatan makna yang bersifatantisipatoris, melainkan permainan yang penuh dengan dominasi-dominasi.Analisisnya harus mampu menunjukkan interaksi ini, mencari pola perjuangan yangmenjadi tempat bagi kekuatan-kekuatan ini untuk saling bertentangan satu sama lain.

22 Ibid., p. 270.23 Ibid., p. 274.24 Ibid., p. 279.25 Ibid., pp. 279-280.

Page 8: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

8

Atau bertentangan dengan lingkungan yang tidak sesuai dan upaya yang harusdilakukan untuk menghindari kemerosotan dan meraih kembali kekuatannya, ialahdengan membagi semua kekuatan ini untuk bisa menentang diri mereka sendiri.Pendeknya, entstechung meminta Genealogi mampu mengungkap kekuatantersembunyi dalam suatu peristiwa yang cukup untuk berbelok melawan dirinyasendiri, membuat malu sejarah dan tubuhnya sendiri.26

Kedua pengertian Genealogi itu digunakan dalam studi ini. Sekalipun yangakan lebih ditonjolkan adalah entstechung, karena ada keinginan untuk mencari tahumengapa sampai masa kini, pada abad XXI klan Arya Wang Bang Pinatih masihmengakui dirinya sebagai keturunan Arya Wiraraja di Bali? Melalui pertanyaan iniada keinginan untuk mengungkap kekuatan-kekuatan tersembunyi dalam kisah ceritaini, yang mampu membuatnya menelanjangi dirinya sendiri, sehingga tanpa dipaksa-paksa dia mengungkap sendiri relasi-relasi kuasa yang tersembunyi di dalamkepolosannya itu dan akan jelas pula bagaimana relasi-relasi kuasa itu membentukdirinya sendiri dalam diskursus ini.27

Tujuan ini dapat dikejar dengan memakai bantuan teori kuasa-pengetahuandari Michel Foucault. Menurut Foucault manusia tidak digerakkan oleh nilai dannorma yang dianut, sedangka hanya berkompromi dengan diskursus yangdikembangkan oleh orang yang memiliki kuasa.28 Dalam pemahaman Piliang padasetiap diskursus terdapat relasi yang saling terkait antara ungkapan diskursus,pengetahuan (knowledge) yang melandasinya, dan relasi kekuasaan yang beroperasidi baliknya. Setiap diskursus menyatu dengan kekuasaan yang beroperasi di baliknya;dan juga tidak bisa dipisahkan dari relasi kekuasaan yang tersembunyi di baliknya,yang merupakan produk dari praktik kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud Foucaultbersifat plural tidak sentralistik, yang tumbuh dari berbagai ruang periferal, dan adadi mana-mana29

Rekasi Pengetahuan-Kekuasan menghasilkan mesin kebenaran. Mesinkebenaran yang diciptakan oleh seseorang berbeda satu sama lain, karena dia antaralain ditentukan oleh latar belakang keilmuan dan penalarannya. Perbedaan itumemungkinkan seseorang menafsirkan suatu wacana yang sama dengan caranyasendiri-sendiri. Jadi, cara manusia mengalami kenyataan menentukan bagaimanamereka melihat kenyataan, struktur mana yang diterapkan pada kenyataan, sertabenda-benda mana yang mereka lihat dalam kenyataan. Penalaran dan epistèmemengatur dan mengontrol pengetahuan manusia mengenai kenyataan, juga mengaturdan mengawasi barang-barang yang tidak ada di dalam kenyataan (yang tidak bisa

26 Ibid., p. 28427 Ibid., p. 24.28 Behan C McCullagh, The Logic Of History: Putting Postmodernismin Perspective

(London: Routledge,2004), p. 9529 Yasraf Amir Piliang, Dunia Yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan

(Yogyakarta: Jalasutra, 2004), p. 223.

Page 9: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

9

dilihat dan dirasakan) yang terdapat dalam larangan-larangan seperti tabu, kegilaan,dan ketidakbenaran.30

Jadi, menurut Foucault, pengetahuan selalu bertautan dengan kekuasaan, tapipertautannya tidak saling meniadakan, melainkan saling menguatkan. Berbekalpengetahuan psikologi misalnya, seseorang mempunyai kekuasaan untukmenghakimi kondisi mental orang lain. Selain itu pengetahuan juga memiliki dampaksosial. Pengetahuan bisa mengakibatkan rekonfigurasi sosial, misalnya pendapatseorang ahli yang mengatakan homoseksual adalah kelainan seksual melahirkankebijakan yang melarang perkawinan sejenis. Padahal larangan itu adalah sebuahpermainan kuasa-pengetahuan dengan tujuan menghasilkan tubuh-tubuh yang taat.Sebuah permainan yang mematri perilaku badani yang sehat, normal, dan baik.31

Namun, mengingat studi ini, bukan semurni-murninya analisis CulturalStudies, melainkan sebuah karya sejarah yang mencoba ‘bercengkrama’ dengan teoripascastrukturalisme, maka diperlukan pula pendekatan sejarah pascastrukturalisme,terutama untuk mencari sebab-sebab dari suatu peristiwa. Demi menjauhkan diri darituduhan kaum dekonstruksime yang menyebutkan sejarah sebagai khayalan parasejarawan,32 maka sebab-sebab munculnya pengakuan klan Arya Wang Bang Pinatihsebagai keturunan Arya Wiraraja di Bali, dicari pada sebab-sebab yang terdekat33 dimasa lampau yang diungkapkan sendiri oleh teks cerita rakyat mengenai serangansekerumun semut yang menghancurkan Kerajaan Kerthalangu.

Mengingat ada pula keinginan untuk mengetahui bagaimana diskursus itudimanfaatkan untuk kepentingan masa kini, maka diperlukan pula alat analisis dariPierre Bourdieu, terutama pada sisi-sisi adanya konversi modal untuk mendukungsebuah praktik sosial. Selain modal ekonomi, ada pula modal simbolik, budaya, dansosial. Salah satu bentuk modal simbolik itu adalah petunjuk-petunjuk yang tidakmencolok mata yang menunjukkan status tinggi pemiliknya. Termasuk modal budayaadalah kode-kode budaya yang berperan di dalam penentuan dan reproduksikedudukan-kedudukan sosial. Modal sosial merupakan hubungan-hubungan dan

30 Penjelasan lebih jauh mengenai epistème dapat dilihat dalam F.R. Ankersmit, RefleksiTentang Sejarah : Pendapat-Pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah, terj. Dick Hartoko (Jakarta:PT. Gramedia, 1987), pp. 310-312.

31 Paul Rabinow, op. cit., p. 24.32 Seperti dikemukakan oleh sejarawan radikal Robert Samuel, pencetus History Workshop,

seorang pengikut postmodernisme, setiap orang hendaknya memandang sejarah bukan sebagairekaman masa lalu, terkait dengan fakta namun hanya penemuan atau fiksi dari sejarawannya sendiriRichard J. Evans, In Defence of History (London: Granta Book, 1977), p. 7.

33 Demi menghadapi serangan yang meragukan kebenaran sebuah karya sejarah tersebut,maka C. Behan McCullagh menganjurkan para sejarawan supaya mencari sebab-sebab yang terdekatdari suatu peristiwa, karena konsep tentang sebab mencakup ide tentang sesuatu yang menciptakanpengaruhnya. “Sambutan yang diberikan kepada seorang rekan di pintu masuk membuatnyatersenyum, bukan big bang, ledakan yang mengawali alam semesta.” Lihat C. Behan McCullagh, TheTruth of History (London: Routledge, 1998), p. 177.

Page 10: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

10

jaringan hubungan-hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalampenentuan dan reproduksi kedudukan-kedudukan sosial.34

Kecuali modal simbolik,35 tiga modal lainnya dibentuk melalui habitus.Habitus adalah pusat dari tindakan manusia. Habitus meliputi sistem yang dapatbertahan lama, disposisi-disposisi (watak-watak) yang dapat berubah-ubah, struktur-struktur yang terstruktur yang cenderung berfungsi sebagai struktur-struktur yangmenstruktur, yaitu prinsip-prinsip generalisasi dan membentuk praktek-praktek.Habitus meliputi enam aspek, antara lain, satu, kecenderungan empiris untukbertindak (gaya hidup). Dua, motivasi, prefrensi, cita rasa, dan perasaan (emosi).Tiga, perilaku yang mendarah daging. Empat, pandangan tentang dunia (kosmologi).Lima, keterampilan dan kemampuan sosial praktis.36

Demi meraih kesuksesan dalam bidang, arena (field) kehidupan yangdipilihnya, yakni memperoleh kekuasaan dan status melalui persaingan satu samalain, maka modal tersebut bisa dikoversi. Persaingan untuk meraih kekuasaan terjadiantara individu yang memperebutkan legitimasi dan dominasi. Persaingan tentangproduk-produk budaya mengharuskan adanya batas-batas dan hierarki. Persainganterjadi dalam bentuk sesuatu yang simbolik dan retorik, tetapi menghasilkanpenghargaan ekonomis, seperti terlihat dari kemampuan artis atau penulis mengubahmodal budaya menjadi modal ekonomis.37

VI. Hasil dan Kejadian

Pembahasan studi ini dibagi menjadi tiga bagian, sesuai dengan jumlah pertanyaanpenelitiannya.

6.1. Proses Terbentuknya Diskursus klan Arya Wang Bang PinatihAda sebuah cerita mengenai keruntuhan Kerajaan Kerthalangu, seperti dapat

dilihat dalam karya Putra Darmanuraga,38 “Babad Arya Wang Bang Pinatih,39 danBabad Manik Angkeran.40

34 Haryatmoko, “Landasan Teoretis Gerakan Sosial Menurut Pierre Boerdieu: MenyingkapKepalsuan Budaya Penguasa,” Basis No. 11-12 Tahun ke-52, November-Desember 2003, p. 12.

35 Bourdieu menganggap modal budaya sebagai dimensi yang lebih luas dari habitus, karenasekaligus menunjukkan lingkungan sosial pemiliknya. Artinya, modal budaya dibentuk olehlingkungan sosial. Salah satu lingkungan sosial yang membentuk modal budaya adalah kelompok elite.Merekalah yang menentukan apa yang dapat diterima sebagai modal budaya, yaitu apa yang berhargadan tidak berharga, Mudji Sutrisno & Hendar Putranto (ed.), Teori –Teori Kebudayaan (Yogyakarta:Kanisius, 2005), p. 182

36 Ibid., pp 181-182,37 Ibid., p. 184.38 Cerita rakyat ini juga dapat dibaca dalam A.A.N. Putra Darmanuraga, Perjalanan Arya

damar dan Arya Kenceng (Denpasar: Pustaka Larasan, 2011), p. 93.39 “Siddhimantra Tatwa Babad Arya Wang Bang Pinatih” (Departemen Pendidikan Propinsi

Bali, 2008), p. 12.

Page 11: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

11

Diceritakan, masa kejayaan Kerajaan Kerthalangu berakhir karena adanyaserangan sekawanan semut. Peristiwa itu terjadi setelah Kiyai Anglurah AgungPinatih bertemu dengan seorang warganya bernama Dukuh Sakti Pahang. Dia dikenalsebagai ahli dalam ilmu sastra yang mahautama dan paham tentang Catur Kamoksanatau empat jalan moksa dan falsafah menuju kematian atau tattwa pati. Tujuankedatangannya ke istana Kerthalangu untuk berpamitan kepada raja, karena akansegera pulang ke sorga melalui jalan moksa, yang dipahami oleh masyarakat Balisebagai mati tanpa meninggalkan jasad.41

Kiyai Anglurah Agung Pinatih tidak percaya ada orang yang bisa mati denganmoksa. Ia membandingkan Dukuh Sakti dengan dirinya sendiri. Sebagai penguasayang banyak memiliki rakyat dan kokoh membangun kebaikan ternyata tak bisamelakukan moksa. Dia pun menantang Dukuh Sakti. Jika dia benar-benar bisa moksa,maka dirinya akan berhenti menjadi penguasa negara Badung. Dukuh Sakti memintadengan sangat hormat supaya Raja Kerthalangu mencabut sumpahnya itu, karenadirinya memang benar memiliki kemampuan melakukan moksa. Akan tetapipermintaan itu tak diindahkan oleh Kiyai Anglurah Agung Pinatih. Dia tetapmenantang Dukuh Sakti untuk melakukan moksa yang akan disaksikan olehrakyatnya.

Kiyai Anglurah Agung Pinatih kalah dalam ‘pertaruhan’ ini. Dukuh Sakti ituterbukti mampu moksa. Sesudah satu bulan tujuh hari berlalu, dia didatangi olehsemut yang muncul dari atas dan bawah tempat tinggalnya. Dengan adanya peristiwaitu, dia mengajak para istri, putra, dan cucunya pergi meninggalkan istanaKerthalangu menuju Pura Dalem Paninjoan. Kemana pun dia pindah tempat tinggal,semut-semut selalu datang menyerangnya. Terakhir, dia mengajak keluarganyapindah ke Huruk Mangandang yang juga disebut Pucung Bolong. Di sini merekamembangun tempat pemujaan yang sekarang disebut Pura Penataran Agung Pinatih,di Puri Tulikup. Sekarang dikenal dengan nama Desa Tulikup. Generasi penerusKiyai Anglurah Agung Pinatih menyebut diri sebagai Arya Wang Bang Pinatih danwarganya tersebar hampir di seluruh Bali.

Cerita rakyat tersebut di atas dapat dijadikan sebagai pintu masuk untukmenjelaskan leluhur Kiyai Anglurah Agung Pinatih dengan cara menjelajahi masalampaunya. Dikisahkan, leluhur Klan Arya Wang Wang Pinatih dimulai dari zamanKerajaan Airlangga di Jawa Timur. Disebutkan, dari hasil perkawinan Mpu Bahuladengan Dyah Ratna Manggali –tokoh utama dalam cerita Calonarang– lahir enamorang yakni Mpu Tantular, Mpu Siwa Bardu, Dewi Amerta Jiwa, Dewi AmertaManggali, Dewi Adnyani, dan Dewi Dwararika.42

Pelacakan leluhur Arya Wang Bang Pinatih dimulai dari Mpu Tantular. Diamemiliki lima orang anak, yakni Danghyang Panawasikan tinggal di Pasuruan,Danghyang Siddhimantra, Danghyang Smaranatha, Danghyang Kepakisan, dan Mpu

40 http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran4.htm/ diakses 12 Maret 201841 Sama dengan di atas.42“Siddhimantratatwa, op. cit., pp. 1-3.

Page 12: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

12

Jiwa Raga.43 Danghyang Smaranatha hidup pada masa pemerintahan Raja Çri HayamWuruk di Kerajaan Majapahit. Karena sangat mahir dalam soal kependetaan, makadia diangkat sebagai penasehat Kerajaan Majapahit.

Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293 setelahberhasil menaklukan Kerajaan Kediri. Sesuai dengan aturan politik kekuasan saat itu,semua wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri, di antaranya Bali harus tunduk kepadaRaja Majapahit, Raden Wijaya yang bergelar Krtarajājasa Jayawardhana.44 Tahun1434 pada masa pemerintahan Raja Tribhuawanatunggadewi dan Gajah Madasebagai patih kerajaan, Majapahit dapat mengalahkan Raja Bali Çri Astasura RatnaBhûmi Banten.

Setelah itu, tahun 1352 Gajah Mada mengangkat salah seorang putra gurunya,Soma Kepakisan bernama Çri Kresna Kepakisan sebagai adhipati (wakil Raja)Majapahit di Bali dan beristana di Samprangan.45 Dalam menjalankan rodapemerintahannya, menurut sejarawan Ida Bagus Sidemen, Çri Kresna Kepakisandibantu oleh seorang patih yang dijabat oleh Arya Kepakisan. Patih membawahidemung yang dijabat oleh Arya Wang Bang yang memperoleh wilayah meliputiPinatih, Penatahan, Tojhiwa, Sukahet, Pring, dan Cagahan. Demung membawahitumenggung yang dijabat oleh Arya Kuta Waringin, yang memperoleh kekuasaan diKubon Kelapa dan sekitarnya. Tumenggung membawahi anglurah yang dijabat olehpara arya lainnya yang berjasa membantu patih Gajah Mada menaklukkan Bali.46

Jadi sudah jelas, Arya Wang Bang –belum berisikan nama Pinatih– punyakedudukan yang strategis dalam sejarah politik di Bali. Dia menjabat sebagaidemung, bukan raja. Inilah bentuk relasi kuasa pertama yang dapat ditemukan dalamstudi ini. Siapakah Arya Wang Bang dan apa hubungan dengan Arya Wiraraja?Jawaban pertanyaan ini akan dimulai dari seorang tokoh bernama Ida Bang ManikAngkeran.

Manik Angkeran adalah putra Mpu Siddhimantra, cucunya Mpu Tantularyang lahir secara gaib. Dia memiliki empat orang istri, sebagian darinya bidadari.Setiap istri memberikannya seorang anak. Istri pertamanya, Ni Luh Warsiki, seorangputri Dukuh Sakti Belatung, melahirkan anak bernama Ida Bang Banyak Wide. Anakdari istri kedua, seorang bidadari, bernama Ida Bang Tulus Dewa. Anak dari istriketiga Ni Luh Murdani (putri Ki Pasek Wayabiya) bernama Ida Wang BangWayabiya alias Ida Wang Bang Kajakauh. Anak dari istri keempat putri Ki DukuhMurthi bernama Sira Agra Manik.47

43 Ida Bagus Anom Buana, “Lalintih Wangsa Wetan,” (manuskrip)44 Sartono Kartodirdjo, et al., Sejarah Nasional Indonesia, Jilid II, (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1975) pp. 261-262.45 Ida Bagus Sidemen, “Seribu Tahun Petanu-Pakerisan: Lembah Budaya yang Menyejarah

914-1899 (manuskrip), p. 147.46 Ibid.47 Kisah perkawinan Manik Angkeran yang penuh dengan kisah mitis-mistis dapat dibaca

dalam http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran2.htm/ diakses 9 Maret 2018; lihatjuga “Babad Manik Angkeran,” op. cit., pp. 15-19.

Page 13: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

13

Manik Angkeran tinggal di Bukcabe (Besakih) bersama dengan anak-anaknya, kecuali yang paling bungsu.48 Sebelum meninggal dunia, ia sempatmemberitahu anak-anaknya bahwa mereka memiliki seorang kakek di Jawa bernamaSidhimantra. Suatu hari Banyak Wide berbincang-bincang dengan dua orang adiknya,Tulus Dewa dan Wayabiya untuk mendiskusikan rencana bepergian ke Jawa untukbertemu dengan kakek mereka. Akan tetapi Tulus Dewa menolak ajakan itu secarahalus, karena ingin melanjutkan kewajiban ayahnya sebagai abdi di Pura Besakih.Wayabiya juga menolak karena berat hati meninggalkan Bali. Banyak Wide akhirnyapergi ke Jawa sendirian.49

Setiba di Jawa, tanpa sengaja Banyak Wide beristirahat di luar rumah MpuSedah pada sebuah batu ceper, yang sebelumnya tak seorang pun beranimendekatinya apalagi sampai mendudukinya. Dari Mpu Sedah akhirnya BanyakWide mengetahui bahwa kakeknya, Siddhimantra telah mangkat. Mpu Sedah punmenjadikannya sebagai anak angkatnya. Ia kemudian menikah dengan I Gusti AyuPinatih putri Ki Arya Buleteng, seorang patih di Kerajaan Daha. Sejak itu ia berubahnama menjadi Arya Wang Bang Pinatih, sebagai konsekuensi dari kesediaannyamenjadi pratisentana Ki Arya Buleteng. Arya Wang Bang Pinatih memiliki seoranganak bernama Arya Bang Bagus Pinatih alias Sira Ranggalawe.

Banyak Wide yang di Jawa dikenal dengan nama Arya Wiraraja ikutmembantu Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. Setelah Majapahit berdiri,Ranggalawe yang menjabat sebagai Menteri Amanca Negara, memerintah kawasanTuban, memberontak dan tewas. Tidak berapa lama, Raja Majapahit memberikananugerah berupa sebagian kawasan timur sampai ke pesisir selatan kepada AryaWiraraja, sesuai dengan perjanjiannya dahulu. Sejak saat itu Arya Wiraraja menjabatsebagai penguasa di kawasan yang bernama Lumajang, diiringi oleh cucunya yangbernama Arya Bang Bagus Pinatih atau Anglurah Pinatih atau juga disebut Sira AryaBang Kuda Anjampyani pada tahun 1295 Masehi.

Sira Bang Kuda Anjampyani lalu diangkat sebagai pejabat di kerajaanMajapahit menggantikan kedudukan Arya Wiraraja, bergelar Kyayi Agung PinatihMantra. Peristiwa itu terjadi tahun 1350 setelah Çri Kresna Kepakisan berhasilmendirikan istana di Samprangan. Kyayi Agung Pinatih Mantra ditugaskan diKerthalangu dengan gelar Kyai Anglurah Pinatih Mantra. Dengan demikian,Kerthalangu bukanlah sebuah kerajaan melainkan kademungan. Penguasanya bukanpula raja, melainkan demung, seperti sudah disebutkan di atas. Demung KerthalanguI, dengan demikian adalah Kyayi Agung Pinatih Mantra. Dia juga diberikan bala,pasukan perang sebanyak 35.000 orang, yang diambil dari rakyat dan Senapati AryaBuleteng.

48Kehadiran Manik Angkeran di Bukcabe, dikisahkan secara mitis-mistis setelahmengalahkan Dukuh Sakti, lihat http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran2.htm/diakses 9 Maret 2018; lihat juga Babad Manik Angkeran,” op. cit., p. 14.

49 http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran3.htm

Page 14: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

14

Kyai Anglurah Pinatih Mantra digantikan oleh anaknya, Kyai AnglurahAgung Pinatih Kertha alias I Gusti Anglurah Agung Pinatih Kejot alias Pinatih Tinjikatau I Gusti Agung Pinatih Perot sebagai Demung Kerthalangu II. Tokoh ini sejamandengan Dalem Ketut Ngulesir yang berkuasa di Kerajaan Gelgel dari tahun 1380 -1460. Kyai Anglurah Pinatih Kertha Kejot digantikan oleh anaknya bernama Ki GustiAnglurah Pinatih Resi sebagai Demung Kerthalangu III. Dia digantikan olehanaknya, Kyai Anglurah Agung Gde Pinatih sebagai Demung Kerthalangu IV.50

Demi menjalin tali persahabatan dengan Anglurah Badung, Kyai AnglurahAgung Gde Pinatih menjodohkan anak gadisnya, I Gusti Ayu Nilawati denganketurunan Arya Kenceng bernama I Gusti Ngurah Pemecutan yang menjadi penguasadi Keanglurahan Badung.51 Nilawati diboyong ke Puri Pemecutan, namun belumdiupacarai menurut tata cara upacara perkawinan dengan I Gusti Ngurah Pemecutan.Pada saat malam tiba, secara kebetulan Nilawati berjumpa dengan I Dewa ManggisKuning, yang merupakan anak angkat Raja Pemecutan dari keturunan Raja Gelgel.52

Menurut Putra Dharmanuraga, Kyai Anglurah Tegeh Kori IV pernah meminta putraDalem Segening (1580-1620) bernama Dewa Manggis Kuning/Dewa Anom Kuninguntuk dijadikan tokoh panutan dalam memperkuat pertahanan di Kerajaan TegehKori.53

Mereka saling jatuh cinta pada pandangan pertama sampai akhirnya dapatberadu asmara. Lalu terjadi perselisihan antara Dewa Manggis Kuning denganNgurah Pemecutan. Raja Pemecutan berpihak pada anak kandungnya sendiri. Dia puningin membunuh Dewa Manggis Kuning. Sebelum peristiwa itu terjadi, KyaiAnglurah Agung Gde Pinatih segera bertindak, karena khawatir rencana pembunuhanitu akan membahayakan keselamatan putrinya. Dia lalu menyamar sebagai seorangperempuan, sehingga dengan mudah menyelinap ke rumah Dewa Manggis. DewaManggis dan Nilawati akhirnya bisa dibawa ke istana Kerthalangu.54

Keberadaan I Dewa Manggis dapat dilacak Anglurah Pemecutan. IstanaKerthalangu dikepung oleh pasukan Anglurah Badung, Dewa Manggis dapatdiselamatkan dengan cara menyembunyikannya di rumah I Gusti Putu Pahang, salahseorang keponakan Kyai Anglurah Agung Gde Pinatih anak dari adiknya sendiri,Kiyai Anglurah Made Bija. Dewa Manggis akhirnya menikah dengan Nilawati danuntuk menjalin tali persaudaraan, Dewa Manggis juga dinikahkan dengan putri IGusti Putu Pahang bernama I Gusti Ayu Pahang. I Gusti Anglurah Agung Gde

50 http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran3.htm/ diakses 9 Maret 2018.51 Arya Kenceng adalah seorang panglima perang Majapahit yang diangkat oleh Çri Kresna

Kepakisan sebagai anglurah dengan wilayah kekuasaan, meliputi Buringkit (sekarang Beringkit),Kaba-Kaba, dan daerah sekitarnya. Lihat A.A.N. Putra Darmanuraga, op. cit., p. 41. Jadi, AryaKenceng hidup sezaman dengan Demung Kerthalangu I yakni Kiyai Agung Pinatih Mantra sekitarawal tahun 1350-an. Hanya jabatannya yang berbeda, sebab seorang demung bertanggungjawabkepada patih dan ia membawahi tumenggung dan anglurah.

52 http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran3.htm / diakses 12 Maret 2018.53Lihat, A.A.N. Putra Darmanuraga, Ibid., p, 100.54 http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran4.htm/ diakses 12 Maret 2018.

Page 15: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

15

Pinatih digantikan oleh anaknya dengan nama yang sama dengan dirinya I GustiAnglurah Agung Gde Pinatih Rsi sebagai Demung Kerthalangu V.55

Berikutnya, tidak ada catatan siapa yang menjadi Demung Kerthalangu V.Mereka hanya penguasa di Kerthalangu begitu banyak, tidak bisa dihitung jumlahnya.Sampai kemudian masa pemerintahan Kyai Anglurah Agung Pinatih KademunganKerthalangu mengalami kehancuran, bermula dari kedatangan Dukuh Sakti yangberlanjut dengan serangan kerumuman semut seperti sudah diceritakan di atas.

Dengan demikian semut-semut yang menyerang Kerthalangu adalah maknametafora yang dari penyerang yang sesungguhnya adalah pasukan Anglurah Badung.Serangan itu hanya mungkin terjadi setelah runtuhnya Kerajaan Gelgel tahun 1664dan bangkitnya keanglurahan Badung menjadi sebuah kerajaan. Inilah relasi kuasabagian kedua yang bisa ditemukan dalam studi ini.

6.2 Pengetahuan Tersembunyi dalam pengakuan klan Arya Wang Bang Pinatih

Mengapa klan Arya Wang Bang Pinatih menyebut dirinya sebagai keturunanArya Wiraraja di Bali, bukan Manik Angkeran atau Mpu Siddhimantra? Dari sudutpandang Antropologi, jawabannya dapat dicari melalui sistem pengelompokan sosialdi Bali.

Sistem pengelompokan sosial di Bali memiliki tiga konsep dasar, sepertidikatakan oleh Antropolog I Gusti Ngurah Bagus (i) persekutuan hidup setempatyang disebut desa; (ii) persekutuan hidup kelompok-kelompok kekerabatanconsanguineal (lineage atau clan) yang disebut tunggal sanggah, tunggal kawitan,tunggal dadia, dan sebagainya, disebut tunggal silsilah; (iii) Ketiga, Siwa, suatupengelompokan sosial berdasarkan ketergantungan seseorang kepada pendeta dalammenyelesaikan suatu upacara. Kelompok sosial ini biasanya disebut sisia atauperanakan.

Dari ketiga model itu, yang dapat dipakai untuk menjawab pertanyaantersebut di atas adalah kekerabatan consanguineal. Pengelompokan sosial model inidisebut sebagai kelompok kekerabatan berdasarkan atas prinsip patrilineal (purusa),yang disebut ketunggalan silsilah. Dengan mengutip Djojodogono, Ngurah Bagusmengatakan ada empat cara pelacakan ketunggalan silsilah: (i) hanya dari satu orangleluhur saja; (ii) mulai dari seorang tetunggal, seorang founding ancestor; (iii) mulaidari seorang tetunggal tanpa batasan berapa jauh generasinya; (iv) melalui suaturantai keturunan sangat istimewa.56

Dari keempat cara itu, yang dipakai oleh klan Arya Wang Bang Pinatihmelacak leluhurnya adalah model kedua. Pelacakannya dimulai dari seorang

55 Sama dengan di atas.56 Nyoman Wijaya, Menerobos Badai Biografi Intelektual I Gusti Ngurah Bagus (Denpasar:

Larasan, 2012), p. 293.

Page 16: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

16

tetunggal, founding ancestor, bukan dari leluhur semata-mata, melainkan leluhuryang menunjukkan sifat-sifat istimewa. Oleh karena keistimewaannya itu, maka diapatut dipuja selaku seorang dewa. Dengan kata lain, dia adalah leluhur yang mampumenciptakan eponym bagi para keturunannya, yang memuliakan namanya dalamnama kesatuan keluarga itu.57

Lalu di mana letak keistimewaan Arya Wiraraja? Kata Kuncinya ada padaKerajaan Majapahit, tempat orang Bali-Hindu melacak sejarah leluhurnya hinggasekarang. Inilah relasi kuasa berikutnya yang bisa ditemukan dalam studi ini.

Kegemaran orang Bali melacak leluhurnya hingga ke Majapahit dimulai darizaman Raja Mengwi Agung Alangkajeng alias Cokorda Bima Sakti Blambanganyang mempunyai pengaruh besar di Bali, namun tidak mengetahui asal-usulleluhurnya. Dia lalu meminta bantuan kepada seorang Brahmana untuk menceritakanasal-usul leluhurnya. Brahmana itu menjelaskan bahwa leluhur kerajaan Mengwiberasal dari Majapahit.58

Selanjutnya, Raja Mengwi berambisi untuk menghidupkan kembali KerajaanMajapahit dengan cara melakukan ekspedisi ke Jawa Timur. Rencananya, ekspedisiakan dilakukan tahun 1714, namun batal.59 Ekspedisi akhirnya terwujud tahun 1729,dipimpin oleh Raja Mengwi dan Raja Klungkung. Ekspedisi ini gagal karenagangguan alam dan terpecahnya konsentrasi Agung Alangkajeng sebagai akibat dariserangan yang dilakukan oleh Buleleng dan Sukawati terhadap Mengwi dan Tabanan.Gagal secara politis, tetapi berhasil secara ideologis. Sejak itu banyak cerita babadyang ditulis sesudah tahun 1730, berisi upaya mencari asal-usul keturunan keMajapahit. Selain itu, dalam perjalanan menuju Majapahit, Agung Alangkajengsinggah menuju sebuah gunung suci yang diungkapkan Nurdholt sebagai berikut:

“perjalanan tersebut adalah perjalanan suci ke gunung Semeru di JawaTimur… ketika agama Hindu masuk ke Jawa, gunung suci umat Hindu,Mahameru telah pindah ke Jawa dengan nama gunung S(u)meru. Setelahitu sebagian gunung Semeru dipindahkan oleh Dewa Pasupati ke Bali(gunung Agung) dan Lombok (Rinjani). Pada tahun 1729 tiga acaradiselenggarakan dekat pura itu, yakni acara perkawinan Raja Mengwi,Agung Alangkajeng dengan anak perempuan penguasa Blambangan.”60

Melalui informasi yang disampaikan oleh Nordholt tersebut bisa dikatakanBlambangan yang dahulunya merupakan bagian wilayahnya Lumajang mempunyaiketerikatan dalam politik dengan Bali. Tidak hanya dalam segi politik, antara Balidan Blambangan juga mempunyai keterikatan langsung berupa kawitan (leluhur).Oleh sebab itu hingga saat ini orang-orang Bali sering melakukan Tirta Yatra,

57 Ibid.58 Henk Schulte Nordholt, The Spell of Power....op. cit., , p. 43.59 Ibid., p. 39.60 Ibid., p. 41.

Page 17: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

17

perjalanan suci ke pura-pura di Jawa Timur yang dianggap tempat para leluhurmereka berada.

Tujuan pelacakan leluhur itu seperti dikatakan oleh Henk Schulte Nordholtbukan semata-mata untuk ritual, tetapi sangat erat kaitannya dengan kepentinganpolitik, sebab sejarah Bali saat itu digerakkan oleh kawitan dan keris.61 Barang siapayang telah menemukan kawitan-nya akan menerima haknya. Apalagi sampai bisamenunjukkan dirinya punya hubungan kekerabatan bangsawan Jawa Timur Kuno,yang diraih melalui rezim Gelgel.62

Secara umum, jika orang Bali tidak mengetahui kawitannya, otomatis diatidak tahu siapa nenek moyangnya. Oleh karena itu ia juga tidak tahu siapa dirinya.Dengan demikian posisinya dalam hirarki sosial menjadi kurang jelas dan merasakehilangan orientasi (paling) dan bahkan menjadi sakit keras. Demi memperjelashirarki sosial, maka kawitan menjadi titik rujukannya.63 Akan tetapi pada umumnya,seperti dikatakan James Dananjaya, orang Bali tidak mau begitu saja melacaknya,karena mereka percaya leluhurnya datang dari langit atau keturunan orang-orangyang mempunyai sifat keperwiraan.64

Oleh karena itu cukup banyak orang Bali yang mencoba mencari danmenemukan jejak leluhurnya hingga ke Majapahit dan Airlangga. Kedua kelompokinilah yang mengusai kerajaan-kerajaan di Bali selama berabad-abad. Sampaikemudian secara keseluruhan mereka ditaklukkan oleh pemerintah kolonial Belandapada tahun 1908.65 Akan tetapi demi mencapai kepentingan politik dan ekonomi, taklama kemudian pemerintah kolonial Belanda menghidupkan kewibawaan bangsawanJawa Timur Kuno yang punya relasi dengan Rezim Gelgel. Mereka diberikanjabatan-jabatan strategis dalam sistem pemerintah tidak langsung, mulai dariprabekel, kepala desa hingga regent, wakil pemerintah kolonial.66

Di sisi lain melalui Raad van Kerta Badung, pada tahun 1910, pemerintahkolonial melakukan praktik peninjauan derajat kasta golongan sudra. Orang-orangyang memperoleh derajat kasta tinggi dikenal dengan sebutan Gusti Ponnis ataukedudukan Gusti (orang terhormat) yang diperoleh melalui keputusan pengadilan.67

Gelar Gusti menunjukkan mereka sudah punya relasi kekeluargaan dengan RezimGelgel. Akan tetapi sekarang, gelar Gusti tidak begitu dipentingkan, karena orang

61 Ibid., p. 27.62 Ibid.63 Henk Schulte Nordholt, Kriminalitas, Modernitas, dan Identitas dalm Sejarah Indonesia

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), p. 78.64 James Danandjaja, Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,

1980), p. 3.65 Lihat Ide Anak Agung Gde Agung, Bali Pada Abad XIX: Perjuangan Rakyat dan Raja-

Raka Menentang Kolonialisme Belanda 1808 – 1908 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1989), pp. 642-654.

66 Lihat Nyoman Wijaya, “Mencintai Diri Sendiri: Gerakan Ajeg Bali dalam SejarahKebudayaan Bali,” disertasi Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, 2009, pp. 209-234.

67 Lihat Adrian Vickers, Bali A Paradise Created (Australia: Penguin Books, 1989), p. 147

Page 18: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

18

Jaba, masyarakat kebanyakan sudah bisa menyebut diri punya hubungan kekerabatandengan bangsawan Jawa Timur Kuno baik Kerajaan Airlangga maupun Majapahitdengan bertanya kepada orang ‘pinter.’ Dengan demikian, kini keturunan AryaWiraraja di Bali yang menyebut diri sebagai klan Arya Wang Bang Pinatih tidak lagisemuanya bergelar I Gusti Ngurah/I Gusti Ayu, namun juga yang hanya memakaigelar orang kebanyakan. Salah satunya adalah I Ketut Sudikerta seperti sudah disebutdibagian awal tulisan ini.

6.3.Wujud Kepatuhan dan Kedisiplinan trah Arya Wang Bang PinatihBagian ini untuk menjawab pertanyaan ketiga guna mencari wujud kepatuhan

dan kedisiplinan klan Arya Wang Bang Pinatih terhadap diskursus sebagai keturunanArya Wiraraja di Bali.

Klan Arya Wang Bang Pinatih masih eksis hingga sekarang dan bahkansampai memiliki komunitas online.68 Banyak kegiatan yang mereka lakukan secarabersama-sama antara lain sembahyang di pura leluhur,69 menulis sejarah keluarga dimedia sosial,70 pelantikan pengurus,71 pembangunan pura dengan mempertahankannilai historis dan arkeologisnya.72 Mereka juga melakukan acara jogging, bersantap,dan bersantai di Desa Kertalangu, tempat yang diyakini sebagai pusat dari kekuasaanleluhur mereka.73

Kebersamaan anggota klan Arya Wang Bang Pinatih menjadi begitu pentingartinya terutama jika dikaitkan dengan Pilkada 2018. Sudikerta yang sebelumnyamenjabat sebagai Wakil Gubernur Bali seperti sudah disebutkan di atas kembalimencalonkan diri untuk meraih jabatan yang sama. Kali ini dia berpasangan denganIda Bagus Dharma Wijaya Mantra, dari klan Brahmana. Dengan jargon Mantra-Kerta.

Pilkada Bali sedikit berbeda dengan yang terjadi di daerah-daerah lainnya diIndonesia, sebab bukan hanya menampilkan ‘pertarungan’ partai politik, tetapi jugakawitan. Mantra mewakili kawitan Brahmana yang sejak abad XVI menjadi elite

68 https://web.facebook.com/A.Wang.Bang.Pinatih/?_rdc=1&_rdr;https://web.facebook.com/bali.awbp/ diakses 12 Maret 2018.

69 https://www.youtube.com/watch?v=TGZUbdr5KI0 / diakses 12 Maret 208;https://madepuji.blogspot.co.id/2015/05/karya-pemelaspas-caru-rsi-gana-mendem.htmlhttps /diakses 12 Maret 2018; https://madepuji.blogspot.co.id/2015/03/pujawali-aci-nadiang-linggih-ida.html / diakses 12 Maret 2018.

70 http://kb.alitmd.com/sejarah-kawitan-arya-wang-bang-pinatih/ ; http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.co.id/2010/01/babad-arya-wang-bang.html / diakses 12 Maret 2018.

71 https://www.musicjinni.com/O5tooRGZ3qR/Pelantikan-dan-Pengukuhan-Pengurus-Paiketan-Arya-Wang-Bang-Pinatih-lan-Yowana-Kab-Karangasem-masa-b.html / diakses 12 Maret2018.

72 https://madepuji.blogspot.co.id/2015/03/pembangunan-pura-manik-gumawang-besakih.html / diakses 13 Maret 2018.

73 https://madepuji.blogspot.co.id/2015/03/joging-bersantap-dan-bersantai-di-desa.html /diakses 13 Maret 2018.

Page 19: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

19

strategis di Bali, bahkan di Era Orde Baru, dua orang anggotanya, yakni Ida BagusMantra (ayahnya Dharma Wijaya Mantra) dan Ida Bagus Oka pernah menjabatsebagai Gubernur Bali. Sementara Sudikerta, seperti sudah disebutkan di atas,melacak leluhurnya dari garis yang sama, yakni Mpu Tantular.

Dharma Wijaya Mantra dan Sudikerta berhadapan dengan I Wayan Kosterdan Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace). Koster mewakili bangsawandan rakyat kekuasaan pra Hindu yang biasa disebut sebagai wong Bali Age. Merekatinggal di beberapa wilayah desa Kuno, antara lain ke desa-desa tradisional sepertiTenganan Pegringsingan (Kabupaten Karangasem), Sembiran, Cempaga, Sidetapa,Pedawa, dan Tigawasa (Kabupaten Buleleng ), dan Dausa (KabupatenBangli).74

Sementara Cok Ace, keturunan Punggawa Ubud, Gianyar, seorang keturunanbangsawan Jawa Timur Kuno. Sekalipun berasal dari sebuah desa kecil, namun diamewakili klan Dalem Sukawati yang leluhurnya berasal dari Rezim Gelgel, yanganggotanya tersebar di seluruh Bali.

Dalam memenangkan pasangan Mantra-Kerta, klan Arya Wang Bang Pinatihse-Bali bersepakat memberikan dukungan. Hal itu terungkap dalam acara simakrama,anjangsana ratusan orang perwakilan klan Arya Wang Bang Pinatih se-Bali denganCalon Wakil Gubernur (Cawagub) Ketut Sudikerta di Rumah Apresiasi Mantra–Kerta di Denpasar, pada hari Sabtu tanggal 3 Februari 2018. Mantan Wakil BupatiBuleleng, Made Arga Pynatih, sebagai juru bicara klan ini menyatakan pihaknyabangga sekali dengan majunya Sudikerta yang merupakan salah satu putra terbaikBali, sebagai Cawagub di Pemilihan Gubernur 2018. Oleh karena itu mereka akanberjuang sekuat tenaga untuk memenangkan Mantra–Kerta di Pilgub pada 27 Juni2018 dan akan meminta restu kepada kawitan, leluhur dan Tuhan untuk mencapaitujuan tersebut.75

6.4. RingkasanDari jawaban pertanyaan penelitian pertama, dapat dibuat sebuah ringkasan,

bahwa secara Genealogi, terutama dalam pengertiannya sebagai herkunft, pelacakanorang Bali atas leluhurnya ke bangsawan Jawa Timur Kuno baru dimulai tahun 1729.Tidak ada catatan tertulis, baik dalam “Babad Manik Angkeran” maupun “BabadArya Wang Wang Pinatih,” prihal kapan klan Arya Wang Bang Pinatih melacakleluhurnya hingga ke Arya Wiraraja. Suatu hal yang bisa diketahui hanyalahprosesnya pada kasus klan Arya Wang Bang Pinatih yang setelah ditelusuri ke bawahternyata dimulai dari Zaman Kerajaan Airlangga. Akan tetapi tidak semua pendahulumereka di zaman itu tidak secara langsung dinyatakan sebagai leluhur, melainkanmemilih salah satu darinya, yakni Arya Wiraraja.

Salah seorang cucu Arya Wiraraja diangkat menjadi Demung di wilayahKerthalangu yang merupakan bawahan dari Kerajaan Samprangan dan berlanjut terus

74 Nyoman Wijaya, Menebos Badai, op. cit., p. 265.75 https://www.nusabali.com/berita/24876/pasametonan-awbp-bulat-dukung-mantra-

kerta/halaman/1 diakses 15 Maret 2018.

Page 20: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

20

ke zaman Gelgel. Sekalipun menduduki jabatan seperti itu, namun klan Arya WangBang Pinatih sebagai keturunan Arya Wiraraja di Bali hanya menyebut jabatanleluhurnya sebagai Anglurah. Padahal Anglurah merupakan jabatan terendah dalamstruktur birokrasi tradisional di zaman Kerajaan Samprangan dan Gelgel. Anglurahbertanggungjawab kepada Tumenggung yang merupakan bawahan Demung. AtasanDemung adalah patih yang merupakan bawahan langsung dari Raja Sampranganmaupun Gelgel. Dengan demikian, tidak ada kesinambungan antara diskursus klanArya Wang Bang Pinatih, yang menyebut dirinya keturunan Anglurah dengan gelarkelahiran I Gusti Ngurah/I Gusti Ayu dengan realitas masa lampau leluhur merekasebagai seorang Demung. Itu berarti ada penilaian yang salah dan perhitungan yanggagal, yang dibiarkan tetap muncul pada klan Arya Wang Bang Pinatih, yang teruseksis dan bernilai bagi kelompok mereka.

Melalui penggunaan metodologi Sejarah Mentalitas, dapat diketahui bahwakelahiran diskursus klan Arya Wang Bang Pinatih sebagai keturunan Arya Wirarajadi Bali dipenuhi oleh cerita-cerita mitis dan mistis sesuai dengan kisah kelahiranManik Angkeran selaku ayahnya, sehingga peristiwa itu hanya bisa disebut sebagaifakta sosial, bukan fakta individual. Sekalipun hanya sebuah fakta sosial, namun didalamnya diskursus itu ada para individu yang menyetujui dan menyesuaikan diriberdasar keharusan-keharusan sosial. Fakta sosial tersebut mempunyai kemampuanuntuk melakukan kontrol terhadap warga klan Arya Wang Bang Pinatih. Cara-carabertindak klan ini sangat dipengaruhi oleh kisah cerita para leluhurnya, mulai dariDanghyang Siddhimantra, Manik Angkeran, dan Banyak Wide. Diskursus itu jugasanggup membatasi perilaku individual anggota klan Arya Wang Bang Pinatih sesuaidengan kemauannya sendiri.

Berikutnya dari pertanyaan penelitian kedua, ringkasan penting yang dapatdiambil darinya, bahwa melalui Genealogi dalam pengertiannya sebagai entstechung,menunjukkan studi ini mampu menyusun kembali pemahaman klan Arya Wang BangPinatih tentang Arya Wiraraja sebagai leluhurnya, memperlihatkan adanya permainanyang penuh dengan dominasi-dominasi. Analisisnya mampu menunjukkan interaksiini, mencari pola perjuangan yang menjadi tempat bagi kekuatan-kekuatan ini untuksaling bertentangan satu sama lain, bahwa semestinya mereka boleh saja melacakleluhurnya melalui Manik Angkeran atau Danghyang Siddhimantra, namun tidakdilakukan karena kedua tokoh ini lebih mengarah kepada alam mitis dan mistis. Jadi,melalui entstechung, studi ini mampu mengungkap kekuatan tersembunyi dalamketerpilihan Arya Wiraraja sebagai tokoh yang menurunkan klan Arya Wiraraja diBali cukup untuk berbelok melawan dirinya sendiri, sehingga terungkap ada relasikuasa-pengetahuan yang tersembunyi rapi di dalamnya.

Relasi kuasa-pengetahuan tersebut adalah Arya Wiraraja adalah tokoh sejarahyang hidup di zaman Kerajaan Majapahit, sehingga pantas dipandang sebagai seorangtetunggal, founding ancestor oleh klan Arya Wang Bang Pinatih. Kepantasannya,bukan semata-mata karena Arya Wiraraja adalah leluhur mereka, melainkan leluhuryang mampu menunjukkan sifat-sifat istimewa pada dirinya. Keistimewaan seorangArya Wiraraja adalah dia pernah berkuasa di Kerajaan Majapahit Timur. Apalagi

Page 21: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

21

kemudian salah seorang cucunya diangkat oleh Raja Majapahit sebagai Demung diKerthalangu, yang merupakan pejabat penting di Kerajaan Samprangan dan Gelgel.‘Teori’ politik praktis di Bali berbunyi, barang siapa yang mampu menunjukkandirinya punya hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Gelgel, maka wibawanya akanmeningkat, sehingga fungsi keris, senjata yang dimilikinya akan menjadi semakinkuat.

Di zaman kerajaan di Bali, seorang penguasa tidak bisa merebut ataumempertahankan kekuasaan jika hanya mengandalkan keris, melainkan harus disertaidengan kawitan, leluhur. Keris kini digantikan oleh kapital, terutama modal ekonomi.Daya hujam modal ekonomi tidak berbeda jauh dengan fungsi keris dalammengalahkan lawan-lawan politik di zaman dulu. Dengan mengkonversi modalekonomi menjadi modal sosial, dengan mudahnya seseorang dapat mengalahkanlawan-lawannya memakai metode makan bubur panas, yang barus dimakan daribagian pinggir. Jika modal ekonomi dipadukan dengan modal simbolik berupahubungan kekerabatan dengan bangsawan Jawa Timur Kuno, maka akan semakinkuat daya hujamnya dalam mengalahkan lawan-lawan politik. Jadi pada dasarnya,selain yang semurni-murninya memuja leluhur banyak pula warga Arya Wang BangPinatih berkompromi dengan orang-orang punya kuasa bicara politik dalamlingkungan mereka.

Bagian terakhir, yang merupakan jawaban pertanyaan penelitian ketiga, dapatpula diambil sebuah simpulan penting, yakni begitu banyak warga klan Arya WangPinatih yang patuh dan disiplin terhadap pengetahuan yang tersembunyi di dalamdiskursus yang dilontarkan oleh orang-orang yang punya kuasa berbicara di dalamlingkungan internal mereka. Diskursus yang mereka ciptakan itu sangat beragam,yang mampu menggugah kebersamaan mereka sebagai keturunan Arya Wiraraja diBali. Diskursus-diskursus itu dilontarkan dalam berbagai situasi, salah satunya rituspemilu yang selalu datang setiap lima tahun sekali. Mereka yang punya kuasaberbicara di dalam lingkungan mereka menangkap pengetahuan yang tersembunyidalam sejarah masa lampau klan Arya Wang Bang Pinatih sebagai keturunan AryaWiraraja di Bali untuk dijadikan kekuasaan, dengan cara menciptakan berbagaidiskursus yang dianggap sebagai kebenaran, agar warga lainnya patuh dan disiplinterhadap pengetahuan yang tersembunyi di dalamnya. Salah satunya terlihat dalamdiskursus model ini dilontarkan oleh Made Arga Pynatih, bahwa klan Arya WangBang Pinatih seluruh Bali “bangga sekali dengan majunya Sudikerta yang merupakansalah satu putra terbaik Bali, sebagai Cawagub di Pemilihan Gubernur 2018.”

6.5. Saran

Metodologi Sejarah Mentalitas yang dipadukan dengan Genealogi Foucaultdan teori relasi kuasa-pengetahuan Foucault dan Struktural Generatif Bourdieu yangdigunakan dalam studi ini menunjukkan bahwa sebuah penelitian sejarah memangtidak semestinya hanya untuk kepentingan masa lampau, melainkan masa kini. Salah

Page 22: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

22

satu cara untuk mencapai tujuan itu adalah dengan cara meminjam konsep-konsepdari ilmu lain. Jika sebuah diskursus masa kini dikaji dengan cara sedemikian rupa,akan banyak sekali manfaatnya yang dapat diperoleh generasi sekarang, setidaknyamereka tidak akan terjebak pada sebuah perdebatan ‘kosong’ untuk menentukansejarah asal-usul atau asal muasal sebuah diskursus, apalagi yang dibangun dari tekskabur penuh dengan kabut mitis-mistis. Generasi sekarang akan menjadi sadar bahwapada dasarnya manusia tidak digerakkan oleh nilai dan norma, melainkan hanyaberkompromi dengan wacana dengan diskursus yang diluncurkan oleh orang-orangyang punya kuasa berbicara. Dengan demikian mereka akan bisa berhati-hati dalammenentukan sikap saat berhadapan dengan sebuah diskursus, yang mengharuskanmereka menunjukkan keberpihakan.

Atas dasar itu, bagi penulis sejarah yang belum akrab dengan pendekatanmodel ini sebaiknya mau bersama-sama mencoba mempelajarinya, karena banyaksekali manfaat yang dipetik darinya untuk memajukan bidang keilmuan sejarah,terutama untuk memberikan sumbangsih dalam penataan kehidupan menjelang tahun-tahun politik.

Page 23: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

23

Daftar Pustaka

Manuskrip

Anom Buana, Ida Bagus. “Lalintih Wangsa Wetan.” (manuskrip).

Sidemen, Ida Bagus. “Seribu Tahun Petanu-Pakerisan: Lembah Budaya yangMenyejarah 914-1899 (manuskrip).

Buku dn Makalah

Agus Aris Munandar. 2011. Catuspatha Arkeologi Majapahit. Jakarta Selatan:Wedatama Widya Sastra.

Ankersmit, F.R.. 1987. Refleksi Tentang Sejarah : Pendapat-Pendapat Moderntentang Filsafat Sejarah. Terj. Dic Hartoko. Jakarta : PT. Gramedia.

Ari Dwipayana, A.A GN. 2004. Bangsawan dan Kuasa: Kembalinya Para Ningratdi Dua Kota. Yogyakarta: IRE Press Yogyakarta.

Catrini Kubontubuh and Peter Carey (ed.), 2014. Majapahit Inspiration for theWorld. Jakarta: Yayasan Arsari Djojohadikusumo.

Evans, Richard J. 2007. In Defence of History. London : Granta Book.

Gde Agung, Ide Anak Agung. 1989. Bali Pada Abad XIX: Perjuangan Rakyat danRaja-Raka Menentang Kolonialisme Belanda 1808 – 1908. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Hadi Sidomulyo. 2007. Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca. Jakarta Selatan:Wedatama Widya Sastra, 2007.

Haryatmoko. 2003. “Landasan Teoretis Gerakan Sosial Menurut Pierre Boerdieu:Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa,” Basis No. 11-12 Tahun ke-52,November-Desember.

Irawan Djoko Nugroho. 2009. Meluruskan Sejarah Majapahit. Yogyakarta: RagamMedia.

_______. 2011. Majapahit Peradaban Maritim: Ketika Nusantara MenjadiPengendali Pelabuha Dunia. Jakarta: Suluh Nusantara Bakti.

Page 24: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

24

James Danandjaja. 1980. Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali. Jakarta: DuniaPustaka Jaya.

Kuntowidjojo. 2003. Metodologi Sejarah Edisi Kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Keven, Lydia. 2014. Menelusuri Figur Bertopi dalam Relief Candi ZamanMajapahit: Pandangan Baru Terhadap Fungsu Religius Candi-Candi PeriodeJawa Timur Abad ke-14 dan Ke-15, terj. Arif Bagus Prasetyo. Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia.

McCullagh, C. Behan. 1988. The Truth of History. London: Routledge.

McCullagh, C Behan. 2004. The Logic Of History: Putting PostmodernisminPerspective. London: Routledge.

Mudji Sutrisno & Hendar Putranto (ed.). 2005. Teori –Teori Kebudayaan.Yogyakarta: Kanisius.

Nordholt, Henk Schulte. 2006. The Spell of Power, Sejarah Politik Bali 1650-1940,terjemahan Putra Adnyana. Denpasar: Pustaka Larasan.

_______. 2002. Kriminalitas, Modernitas, dan Identitas dalm Sejarah Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pitana, I Gde. 1997. “In Search of Difference: Origin Group, Status and Identity inContemporary Bali,” a thesis submitted for the degree of Doctor ofPhilosophy of The Australian Nasional University.

Putra Darmanuraga, A.A.N. 2011. Perjalanan Arya damar dan Arya Kenceng.Denpasar: Pustaka Larasan.

Rabinow, Paul. 2002. Pengetahuan dan Metode Karya-karya Penting Foucault,terjemahan Arief dari judul asli Aesthetic, Method, and EpistemologyEssential Works of Foucault 1954-1984, Series Ed. Volume 2 . Yogyakarta:Adipura.

Riboet Darmasoetopo. 1992. “Sejarah Perkembangan Majapajit,” 700 TahunMajapahit (1293-1993) Suatu Bunga Rampai, Sartano Kartodirdjo, et al., ed.Surabaya: Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Sartono Kartodirdjo, et al. 1975. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid II. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 25: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

25

“Siddhimantratatwa: Arya Wang Bang Pinatih.” 2008. Departemen PendidikanPropinsi Bali.

Slemet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemagahan: Sejarah Kerajaan Majapahit.Yogyakarta: LKiS.

Vickers, Adrian. 1989. Bali A Paradise Created. Australia: Penguin Books.

Wijaya, Nyoman. 2009. “Mencintai Diri Sendiri: Gerakan Ajeg Bali dalam SejarahKebudayaan Bali.” Disertasi Program Pascasarjana Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

_______. 2012. Menerobos Badai Biografi Intelektual I Gusti Ngurah Bagus.Denpasar: Larasan.

Yasraf Amir Piliang. 2004. Dunia Yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-BatasKebudayaan.Yogyakarta: Jalasutra.

Yuda Triguna, Ida Bagus Gde. 1997. “Mobilitas Kelas, Konflik, dan PenafsiranKembali Simbolisme Masyarakat Hindu di Bali.” Disertasi belumdipublikasikan, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Internet

http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran4.htm/

https://news.okezone.com/read/2017/05/17/340/1692913/inilah-sudikerta-si-anak-petani-yang-bertekad-menyejahterakan-masyarakat-bali

https://www.denpasarkota.go.id/index.php/baca-berita/6210/

http://denpostnews.com/2016/02/18/rai-mantra-jaya-negara-resmi-dilantik/

http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/05/26/mnek4i-kpu-bali-tetapkan-pastikerta-pasangan-terpilih /diakseb 7 Maret 2018.

http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran2.htm/ diakses 9 Maret2018.

Page 26: KAPITAL DAN ‘KAWITAN Genealogi Kekuasaan dalam Diskursus

26

http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran2.htm/ diakses 9 Maret2018; lihat juga

http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran3.htm

https://web.facebook.com/A.Wang.Bang.Pinatih/?_rdc=1&_rdr;https://web.facebook.com/bali.awbp/ diakses 12 Maret 2018.

https://www.youtube.com/watch?v=TGZUbdr5KI0 / diakses 12 Maret 208;

https://madepuji.blogspot.co.id/2015/05/karya-pemelaspas-caru-rsi-gana-mendem.htmlhttps / diakses 12 Maret 2018

https://madepuji.blogspot.co.id/2015/03/pujawali-aci-nadiang-linggih-ida.html/

http://kb.alitmd.com/sejarah-kawitan-arya-wang-bang-pinatih/ ; http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.co.id/2010/01/babad-arya-wang-bang.html /

https://www.musicjinni.com/O5tooRGZ3qR/Pelantikan-dan-Pengukuhan-Pengurus-Paiketan-Arya-Wang-Bang-Pinatih-lan-Yowana-Kab-Karangasem-masa-b.html /

https://madepuji.blogspot.co.id/2015/03/pembangunan-pura-manik-gumawang-besakih.html /

https://madepuji.blogspot.co.id/2015/03/joging-bersantap-dan-bersantai-di-desa.html/

https://www.nusabali.com/berita/24876/pasametonan-awbp-bulat-dukung-mantra-kerta/halaman/

http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran1.htm/

http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran2.htm/

http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran3.htm/

http://www.babadbali.com/pustaka/babad/manikangkeran4.htm/

[]