Upload
nguyentuyen
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017
TRP-163
KAJIAN TRANSPORTASI UMUM PRA DAN PASCA PENGOPERASIAN
NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA)
Ibnu Fauzi
1 dan Okkie Putriani
2
1Program Studi Magister Teknik Sipil Bidang Transportasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Email: [email protected] 2 Program Studi Magister Teknik Sipil Bidang Transportasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan interaksi dinamis dan komplek dalam perencanaan
pembangunan yang melibatkan infrastruktur dan masyarakat. New Yogyakarta International Airport
(NYIA) dibangun dalam rangka pembangunan sarana transportasi yang memadai setelah
pertimbangan Bandar Udara Adisutjipto sudah mengalami penurunan kualitas layanan. Konsep
NYIA adalah Airport City dengan kapasitas rencana adalah 20 juta penumpang/tahun serta dapat
menampung hingga 20 pesawat hal ini tentunya akan berdampak langsung dengan tarikan
pergerakan yang cukup besar dan perlu sebuah perencanaan transportasi dan kebijakan dalam
menangani permasalahan transportasi perkotaan baik dari sisi penyediaan (supply) maupun dari sisi
kebutuhan (demand). Penelitian ini bersifat komparatif yang membandingkan data sekunder kondisi
transportasi angkutan umum antara sebelum pengoperasian dan perencanaan saat NYIA beroperasi.
Data sekunder diperoleh yang menunjang data primer diperoleh dari pihak PT. Angkasa Pura
(Persero), BAPPEDA DIY, Dinas Perhubungan DIY dan Pemda Kulon Progo Serta DIY. Hasil
analisis kondisi eksisting transportasi lokasi NYIA yang terletak di Kecamatan Temon Kabupaten
Kulon Progro berjarak ± 5 km dari Kota Wates (Ibukota Kabupaten Kulon Progo) dan ± 40 km dari
pusat Kota Yogyakarta, saat ini rute Yogyakarta-Wates maupun sebaliknya telah dilayani yaitu 2
moda angkutan umum yaitu bus AKDP dengan 44 armada aktif dan kereta api dengan 4 kali
keberangkatan. Berdasarkan kondisi kewilayahan dan transportasi serta RTRW DIY
direkomendsikan keterpaduan intramoda dan multimoda dalam jaringan prasarana dan pelayanan,
baik dalam pembangunan, pembinaan maupun penyelenggaraannya di dalam penyusunan sistem
transportasi akses New Yogyakarta International Airport (NYIA) guna menjawab kebutuhan
transportasi demand yang efektif, efesien dan berkesalamatan.
Kata kunci: interaksi guna lahan, airport city, NYIA, multimoda
1. PENDAHULUAN
Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan interaksi dinamis dan komplek dalam perencanaan pembangunan
yang melibatkan infrastruktur dan masyarakat. Interaksi ini melibatkan berbagai aspek kegiatan serta berbagai
kepentingan. Perubahan guna lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan transportasi dan sebaliknya. Sesuai
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 - 2019, ditargetkan pada tahun 2019 akan
berdiri Bandar Udara baru NYIA (New Yogyakarta International Airport) di Kabupaten Kulon Progo. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 - 2019 Surat Keputusan Menteri Perhubungan KP. 1163 / Tahun
2003 11 November 2013 tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dinyatakan lokasi bandar udara berada di Kecamatan Temon meliputi sebagian dari 5 (lima)
wilayah desa yaitu Desa Glagah, Desa Palihan, Desa Sindutan, Desa Jangkaran, dan Desa Kebonrejo. Akhir Januari
2017 telah dimulai pembangunan groundbreaking peletakan batu pertama oleh Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo. Rencana Pelayanan Kawasan Wilayah (PKW) pengembangan Kota Wates, Kulon Progo menjadi kawasan
pendukung keberadaan bandara serta pengembangan airport city, green city, dan aerotropolis. NYIA direncanakan
yang dapat menampung hingga 20 juta penumpang/tahun serta dapat menampung hingga 20 pesawat hal ini
tentunya akan berdampak langsung dengan tarikan pergerakan yang cukup besar dan perlu sebuah perencanaan
transportasi intermoda-multimoda yang berkelanjutan yang mampu menjawab kebutuhan transportasi demand yang
berkesalamatan. Sehingga dilakukanlah kajian terhadap kondisi transportasi umum sebelum adanya NYIA dan
perencanaan untuk tahap pengoperasin NYIA untuk memperoleh sebuah rekomendasi dalam sistem jaringan jalan
moda transportasi yang akan digunakan sebagai akses mendatang.
TRP-164
2. TINJAUAN PUSTAKA
Moda transportasi
Menurut Morlok (1991), pengertian transportasi adalah pergerakan orang dan barang dari satu lokasi ke lokasi lain.
Transportasi dilakukan dengan menggunakan moda transportasi seperti udara, kereta api, jalan, air, kabel, pipa dan
ruang. Dalam pembicaran secara umum transportasi sering diartikan dengan angkutan. Secara khusus dalam UU
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pengertian Angkutan adalah perpindahan orang
dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.
Sedangkan Moda Transportasi adalah jenis atau bentuk (angkutan) yang digunakan untuk memindahkan orang dan
atau barang dari tempat asal ketempat lain (tujuan). Moda transportasi darat terdiri dari seluruh bentuk alat
transportasi yang beroperasi di darat. Moda transportasi darat sering dianggap identik dengan moda transportasi
jalan raya (Warpani, 1990).
Pergerakan
Menurut Bourne (1971), menyatakan bahwa pola guna lahan di daerah perkotaan mempunyai hubungan yang erat
dengan pola pergerakan penduduk. Setiap bidang tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu akan menunjukkan
potensinya sebagai pembangkit atau penarik pergerakan. Dapat disimpulkan bahwa pola guna lahan akan
mempengaruhi pola pergerakan dan jarak. Semakin rumit pola perkembangan kota maka akan semakin besar beban
yang dimiliki kota tersebut, hal ini mengakibatkan sistem kota menjadi tidak efisien karena pola guna lahan dan
pergerakan tidak terkendali serta jarak tempuh antar lokasi kegiatan tidak terukur.
Pengaruh guna lahan terhadap pergerakan
Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas yang berlangsung di atas sebidang tanah dengan tata
guna lahan yang berbeda. Untuk memenuhi kebutuhannya manusia melakukan perjalanan diantara dua tata guna
lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia,
kendaraan dan barang yang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Hampir semua interaksi memerlukan
perjalanan dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalu lintas (Tamin, 2000).
Karakteristik dan intensitas penggunaan lahan akan mempengaruhi karakteristik pergerakan penduduk. Pembentuk
pergerakan ini dibedakan atas pembangkit pergerakan dan penarik pergerakan. Perubahan guna lahan akan
berpengaruh pada peningkatan bangkitan perjalanan yang akhirnya akan menimbulkan peningkatan kebutuhan
prasarana dan sarana transportasi. Sedangkan besarnya tarikan pergerakan ditentukan oleh tujuan atau maksud
perjalanan (Black, 1981).
Besaran dan distribusi pergerakan
Besaran perjalanan bergantung pada kegiatan kota, sedang penyebab perjalanan adalah adanya keinginan manusia
untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak diperoleh di tempat asalnya. Bangkitan dan tarikan perjalanan bervariasi
untuk setiap tipe tata guna lahan. Semakin tinggi tingkat penggunaan lahan akan semakin tinggi pergerakan yang
dihasilkan(Tamin,2000).
Sebaran pergerakan ini menunjukkan ke mana dan dari mana arus lalu lintas bergerak dalam suatu wilayah. Pola
sebaran arus lalu lintas antara zona asal ke zona tujuan adalah hasil dari dua hal yang terjadi secara bersamaan, yaitu
lokasi dan intensitas tata guna lahan yang akan menghasilkan arus lalu lintas dan pemisah ruang, serta interaksi
antara dua buah tata guna lahan yang akan mengkasilkan pergerakan manusia dan/atau barang (Tamin, 2000).
Semakin tinggi intensitas suatu tata guna lahan, akan semakin tinggi pula tingkat kemampuannya dalam menarik
lalu lintas, namun apabila jarak yang harus ditempuh semakin besar maka daya tarik suatu tata guna lahan akan
berkurang. Siatem transportasi hanya dapat mengurangi hambatan pergerakan dalam ruang, tetapi tidak dapat
mengurangi jarak. Oleh karena itu, jumlah pergerakan lalu lintas antara dua buah tata guna lahan bergantung dari
intensitas kedua tata guna lahan dan pemisahan ruang (jarak, waktu, dan biaya) antara kedua zonanya. Sehingga arus
lalu lintas antara dua buah tata guna lahan mempunyai korelasi positif dengan intensitas guna lahan dan korelasi
negatif dengan jarak (Tamin, 2000).
Aerotropolis
Kasarda dan Lindsay (2011) menyebutnya Aerotropolis sebagai bentuk penjelmaan internet dalam bentuk fisik,
menekankan pengembangan bisnis global tidak lagi semata-mata lokasi, lokasi, dan lokasi, tetapi sudah berubah
menjadi aksesibilitas, aksesibilitas dan aksesibiltas, seperti ungkapan mereka berdua sebagai berikut: The
Aerotropolis is the urban incarnation of this physical internet; the primacy of air transport makes airports and their
hinterlands the places to see how it function–and to observe the consequences. (Kasarda dan Lindsay, 2011) The
TRP-165
three rules of real estate have changed from location, location,location to accesibility, accesibility, accesibility.
(Kasarda dan Lindsay, 2011)
Hal ini yang mengubah posisi bandara yang biasanya direncanakan terpisah dari pengembangan kota menjadi satu
paket perencanaan antara bandara dan wilayah sekitarnya sebagai kota bandara atau aerotropolis dengan
memanfaatkan akses global mengubah Jet Age menjadi Net Age dari abad jet menjadi abad jejaring (Kasarda dan
Lindsay, 2011).
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat komparatif yang membandingkan data sekunder kondisi transportasi
angkutan umum antara sebelum pengoperasian dan perencanaan saat New Yogyakarta International Airport (NYIA)
beroperasi. Data sekunder diperoleh yang menunjang data primer diperoleh dari pihak PT. Angkasa Pura (Persero),
BAPPEDA DIY, Dinas Perhubungan DIY dan Pemda Kulon Progo Serta DIY. Secara garis besar prosedur
penelitian yang dilakukan disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alur Penelitian
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kondisi Adisutjipto International Airport
Bandar Udara Adisutjipto merupakan bandara kelas I B di bawah otoritas PT. Angkasa Pura I (Persero) dengan
runway sepanjang 2.200 m x 45 m. Terminal eksisting Bandar Udara Adisutjipto pada awalnya dirancang untuk
menampung kapasitas penumpang maksimal 1,5 juta pax/tahun, namun pada perkembangannya jumlah penumpang
jauh melebihi kapasitas rencana sesuai dengan data PT. Angkasa Pura I (Persero) yang disajikan pada Tabel 1.
berikut ini
Tabel 1. Kapasitas Bandara Angkasa Pura I 2015
Sumber : PT. Angkasa Pura I (Persero)
TRP-166
hingga akhir tahun 2015 jumlah penumpang telah mencapai 6,38 juta pax/tahun. Pengembangan bandar udara
eksisting tidak dimungkinkan lagi karena keterbatasan lahan dan keberadaan obstacle alam (gunung dan sungai),
sehingga dibutuhkan lahan yang lebih luas atas pertimbangan kapasitas pesawat dan penumpang pada bandara udara
eksisting serta memeperhitungkan pertumbuhan lalu lintas pesawat udara serta penumpang di tahun mendatang hal
tersebutlah yang menjadi beberapa faktor yang melatarbelakangi perlunya pembangunan bandar udara baru.
Kondisi eksisting akses transportasi NYIA
Lokasi New Yogyakarta International Airport terletak di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progro yang berjarak
± 5 km dari Kota Wates (Ibukota Kabupaten Kulon Progo) dan ± 40 km dari pusat Kota Yogyakarta. Kota Wates
menjadikota terdekat dengan NYIA yang merupakan pusat kegiatan ekonomi di Kulon Progo. Saat ini angkutan
umum yang melayani rute Yogyakarta - Wates maupun sebaliknya hanya ada 2 (dua) moda yaitu bus dan kereta api.
Untuk jumlah armada yang melayani rute Yogyakarta - Wates berjumlah 44 armada aktif, hal ini disampaikan pada
Tabel.3 berikut
Tabel 3. Rekapitulasi Bus Aktif Rute Yogyakarta - Wates 2016
Dan berikut adalah data kereta api lokal yang melayani relasi stasiun Lempuyangan (Yogyakarta) - Stasiun Wates
yang diperoleh dari DAOP 6 Yogyakarata PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Tabel 4. Kereta Api Relasi Yogyakarta - Wates
Konsep Airport City NYIA
Transportasi memiliki pengaruh besar pada perancangan daerah dan kota. Transport Oriented Development (TOD)
harus memastikan sistem transportasi saling menguntungkan kota dan wilayah. Berinvestasi dalam koneksi dan
aktivitas yang terkonsentrasi pada tempat mudah diakses dengan memberikan keuntungan besar baik bagi ekonomi
lokal maupun kualitas hidup masyarakat.
Berdirinya sebuah bandar udara menjadi jenis khusus TOD. Transportasi udara terus berkembang di seluruh dunia
dan bisnis berkembang pesat, berkat pengaruh bandara terhadap perdagangan, logistik, industri dan pariwisata.
Pemerintah memanfaatkan tren baru ini dengan merencanakan infrastruktur baru dan zona bisnis NYIA (New
Yogyakarta International Airport) yang berlokasi di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta berkonsep Airport
City.
Mengutip dari Humasnyia, NYIA dibangun dengan konsep Airport City yaitu pembangunan bandara yang
terintegrasi dengan kota mandiri yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh komunitas dan
pengguna jasa bandara, sehingga secara sistematik terbangun sinergi dan simbiose ,utualisyis antara bandara dengan
kota mandiri pendukung bandara, radius Airport City mencakup wilayah seluas 5 KM persegi dari bandara yang
dirancang bangunanya dipersiapkan sedimikian rupa agar tercapai sinergi dengan bandara serta perkembangan
kotanya akan lebih terkendali
TRP-167
Konsep airport city di NYIA kedepan akan dikembangkn menjadi sebuah Aerotropolis baru di kawasan selatan
pulau Jawa, hal ini seperti tersampaikan pada diagram distrik yang telah di rencanakan oleh PT. Angkasa Pura I
(Persero) pada Gambar 2. berikut ini.
Sumber : PT. Angkasa Pura I (Persero)
Gambar 2. Diagram Distrik New Yogyakarta International Airport
Kasarda (2008) menyebutkan evolusi “bandara kota” menjadi “kota bandara” didorong oleh apa yang dia sebut
sebagai airport city drivers. Dia menyatakan Kota Bandara telah berevolusi dengan bentuk spasial yang berbeda
didasarkan pada lahan yang tersedia dan prasarana transportasi darat, namun hampir semua muncul sebagai
tanggapan terhadap empat pendorong pembangunan yang menjadi pertimbangan utama. Keempat airport city driver
tersebut menury Kasarda adalah:
1. Bandara-bandara perlu menciptakan sumber daya dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan penerbangan,
untuk bersaing dan juga memberikan pelayanan yang lebih baik dari fungsi bandara.
2. Usaha sector komersial untuk mendapatkan lahan yang aksesibel
3. Bandara mampu meningkatkan penumpang dan barang
4. Pelayanan bandara sebagai katalis dan magnet untuk pembangunan kegiatan bisnis.
Tiga pendekatan yang dapat diterapkan untuk Aerotropolis, pertama yaitu transportasi multimoda yang mendukung
aktivitas bandara dan menghubungkan pusat aktivitas. Kedua peningkatan daya saing daerah melalui peningkatan
sektor industri, perdagangan dan jasa dalam mendukung aktivitas perpindahan barang. Ketiga integrasi regional,
konsep pengembangan aerotropolis menggunakan konsep integrasi-zoning melalui susunan pusat pertumbuhan yang
tersebar.
Prediksi bangkitan / tarikan NYIA
New Yogyakarta International Airport (NYIA) direncanakan dalam 3 tahap oleh pemerintah, didalam putusan
Menteri Perhubungan No. KP. 1164 Tahun 2013 tentang penetapan lokasi bandar udara baru disebutkan bahwa
NYIA akan dibangun dalam 3 tahapan seperti dijelaskan pada Tabel 5. pada pengoperasian tahap III (2031-2041)
diperkirakan akan mampu menopang hingga 20 juta penumpang pertahun dan pada jam sibuk mampu melayani
hingga 39 pesawat perjam. Dengan pergerakan 20 juta pax/tahun atau hampir mendekati 55 ribu/hari maka
diperlukannya sebuah konsep perencanaan transportasi yang mampu melayani pergerakan penumpang angkutan
udara baik dari pusat Kota Yogyakarta maupun akses meninggalkan NYIA.
TRP-168
Tabel 5. Perkiraan Permintan Jasa Angkutan Udara
TAHAP I TAHAP II TAHAP III
(2016 – 2021) (2021 – 2031) (2031 – 2041)
I
1 Domestik 9,132,000 12,251,600 16,475,200
2 Internasional 868,000 1,748,400 3,524,800
Total 10,000,000 14,000,000 20,000,000
II
1 Domestik 67,200 87,000 112,100
2 Internasional 5,460 10,350 19,730
Total 72,660 97,350 131,830
III
1 Domestik 3,222 3,842 5,006
2 Internasional 632 910 1,345
Total 3,547 4,332 6,010
IV
1 Domestik 21 26 32
2 Internasional 4 5 7
Total 25 31 39
JAM SIBUK PESAWAT (per - jam)
NO URAIAN
PENUMPANG (per - tahun)
PERGERAKAN PESAWAT (per - tahun)
JAM SIBUK PENUMPANG (per - jam)
Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KP.1164 Tahun 2013
Perencanaan transportasi NYIA
Dengan prediksi permintaan jasa angkutan udara mencapai 20 juta pax/tahun maka pemerintah DIY membuat
Rancangan Sistem Jaringan Jalan: akses penghubung Bandara - KSPN Borobudur (Sentolo - Dekso - Klangon),
Pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan (JJLS), Akses Jalan Nasional Menuju Bandara sesuai Integrasi
Pembangunan NYIA dalam dokumen perencanaan RPJMD DIY 2017 - 2020 dan dokumen RTRW DIY dan
Kabupaten Kulon Progo. Termasuk pembangunan rel kereta api dan revitalisasi stasiun PT. Kereta Api Indonesia
(Persero). Rencana Tata Ruang Kabupaten Kulon Progo Perda 1/2012, Sistem jaringan transportasi dalam pasal 10,
11, dan 18 terdiri atas: jaringan transportasi darat, perkeretaapian, dan udara berada di Kecamatan Temon,
Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Galur dan Konsep transportasi darat yang diusulkan
Organda DIY meliputi taksi, bus airport, angkutan lintas, dan angkutan khusus dalam bandara. Keempat transportasi
ini diharapkan mampu menjadi pelengkap bandara dari travel glamour, flash-packer, maupun backpacker, serta
masyarakat sekitar. Rancangan sistem jaringan jalan oleh pemerintah DIY dijabarkan pada Gambar 3 berikut
Sumber : BAPPEDA DIY & PT. Angkasa Pura I (Persero)
Gambar 3. Rencanan Sistem Jaringan Jalan Akses NYIA
TRP-169
Perhitungan biaya tarif pada angkutan umum pra dan pasca NYIA dipaparkan melalui Tabel 6 dengan komparasi
moda angkutan antara Bandara Adisutjipto dengan NYIA yaitu tiga moda transportasi Bus Damri, Kereta Api
Bandara, dan Taksi. Dalam perhitungan ini dapat diprediksi biaya tarif dengan perbandingan travel time. Bus Damri
menjadi alternatif pilihan dengan biaya terendah yakni Rp 50.000,00, dan kereta api menjadi pilihan dengan waktu
tersingkat dengan 27 menit.
Tabel 6 . Komparasi Moda Angkutan Bandara Yogyakarta
Moda
Sta. Tugu YK
Jarak
(km)
Travel
Time
(menit)
Tarif (Rp)Jarak
(km)
Travel
Time
(menit)
Tarif (Rp)Jarak
(km)
Travel
Time
(menit)
Tarif (Rp)
Adisutjipto Airport 9.2 30 3,600 8 17 8,000 9.2 24 75,000
NYIA - Temon KP 39.44 75 50,000 42.3 27 75,000 39.44 60 150,000
Bus Damri Kereta Api Bandara Taksi
Sumber : PT. Angkasa Pura I (Persero), Setiawan (2017) diolah
Indikator perencanaan transportasi
Keterbatasan pengembangan dan kendala teknis maupun operasional di Bandara Adisutjipto, mempertahankan
pertumbuhan demand dan keselamatan, kondisi overload ketidakmampuan dikembangkan dalam menampung
penumpang. Pengembangan kawasan pendukung keberadaaan bandara baru New Yogyakarta International Airport
(NYIA). Dukungan konektivitas utama sebagai backbone aksesbilitas antara bandara, destinasi wisata maupun
bandara kota Yogyakarta sebagai Pelayanan Kawasan Nasional (PKN) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Perlu
sebuah parameter yang menjadi indikator kinerja di dalam sebuah sistem transportasi guna mendukung
peningkatkan pelayanan penumpang angkutan udara dan pelayanan PKN.
Menurut Morlok (1978) indikator kinerja adalah besaran kuantitatif yang menggambarkan kondisi objektif dari
sistem yang ditinjau dari suatu aspek tertentu. Suatu sistem transportasi pada dasarnya dapat dipilah menjadi
beberapa komponen prasarana/sarana transportasi, sistem operasi, pola dan intensitas pergerakan, pola dan distribusi
aktifitas dan organisasi dan kelembagaan sesuai Tabel 7. Satu komponen akan terkait dengan komponen lainnya
secara langsung. Interaksi tersebut pada gilirannya akan menghsilkan kondisi tertentu dari sistem secara
keseluruhan. Di lain pihak, masing-masing komponen dapat ditinjau kondisinya secara individual. Dengan
pendekatan ini kita dapat merumuskan indikator kinerja ditinjau dari dua tinjauan, yaitu indikator kinerja yang
menggambarkan kondisi objektif dari sistem transportasi secara keseluruhan dan indikator kinerja yang
menggambarkan kondisi objektif dari masing-masing komponen.
Indikator kinerja dari kondisi sistem transportasi secara keseluruhan pada dasarnya menggambarkan interaksi yang
terjadi antar komponen sistem secara efektif dan efisien. Sedangkan indikator kinerja dari masing-masing komponen
sistem transportasi pada dasarnya harus dapat menggambarkan masing-masing komponen. Dan berikut adalah
indikator yang direkomendasikan.
Tabel 7. Parameter Indikator Kinerja Komponen Sistem Transportasi
Prasarana dan
SaranaSistem Operasi
Pola dan Interaksi
Pergerakan
Pola dan Distribusi
Aktifitas
Organisasi dan
Kelembagaan
Kecepatan tempuh Kapasitas Jarak-tempuh Produksi industriJumlahperusahaan
transportasi
Kecepatan
pelayananJam operasi Waktu-tempuh Produksi pertanian Jumlah pegawai
Jam operasi Tarif Volume Konsumsi Jumlah peraturan
Panjang Kapasitas operasi Frekuensi Jumlah populasiJumlah lembaga
terkait
Lebar Kecepatan operasi Luas wilayah Jumlah perundangan
Tingkat kerusakan Kerapatan wilayah
PDRB
Luas daerah industri
Luas daerah pertanian
Luas daerah
pemukiman
Komponen Sistem Transportasi
Ind
ika
tor K
inerja
TRP-170
Konsep multimoda NYIA
Sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien merupakan sasaran Sistem Transportasi Nasional (Sistranas)
yang diukur dengan beberapa indikator, yaitu selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur,
lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi, beban publik
rendah dan utilitas tinggi.
Dari beberapa indikator tersebut, terpadu merupakan indikator kunci dalam penyelenggaraan transportasi
multimoda, dalam arti terwujudnya keterpaduan intramoda dan multimoda dalam jaringan prasarana dan pelayanan,
baik dalam pembangunan, pembinaan maupun penyelenggaraannya. Hal tersebut pula yang menjadi rekomendasi di
dalam penyusunan sistem transportasi akses New Yogyakarta International Airport (NYIA). Dan berikut adalah dua
contoh Intermodal/Multimodal koneksi untuk penumpang maskapai penerbangan
Gambar 4. Two Example of Intermodal/Multimodal Connections for an Airline Passenger
Sesuai dengan studi yang dilakukan oleh tim dari European Commission (2004) transportasi antarmoda penumpang
didefinisikan sebagai: “Passenger intermodality is a policy and planning principle that aims to provide a passenger
using different modes of transport in a combined trip chain with a seamless journey”.
Menurut Buchari (2008) konsep angkutan umum multimoda harus memenuhi 6 kriteria komponen:
1. Connecting Modes sebagai moda penghubung sebelum dan sesudah moda utama yang sedang digunakan.
Moda sebelum atau ”access mode” merupakan moda yang digunakan dari rumah ke tempat perhentian
angkutan umum (halte/ stasiun/ terminal) bisa dengan jalan kaki, bersepeda, naik mobil atau motor, dan
menggunakan taksi. Sedangkan moda sesudah atau ”egress mode” adalah moda yang digunakan dari tempat
perhentian (halte/ stasiun/ terminal) ke tempat tujuan.
2. Main Modes, biasanya digunakan dalam perjalanan paling panjang dan paling lama dari moda lainnya. Sudah
banyak penelitian dan pengembangan moda utama ini, tentang pengembangan alat angkutan umum,
sinkronisasi jadwal antara moda satu dengan lainnya. Salah satu yang disoroti dalam hal ini adalah sistem
pembayaran. Sampai saat ini diyakini, pembayaran dengan kartu cerdas (smart card) paling efektif untuk
memendekkan waktu perjalanan.
3. Multimodal Network. Hal yang paling mendasar dari komponen multimoda adalah tersedianya jaringan yang
terpadu antara moda-moda (multimodal network). Karakteristik utama dari jaringan multimoda adalah
memiliki jaringan yang tersambung antarjenis (moda) dan mengenal adanya perbedaan level atau jenjang dari
jaringan. Jaringan level tertinggi untuk moda kecepatan tinggi dan akses terbatas, sedangkan tingkatan yang
terendah adalah untuk moda jarak pendek, memiliki akses ke jaringan yang lebih tinggi, berkecepatan rendah,
dan kepadatan jaringan yang lebih tinggi.
4. Transfer Point. Komponen ini sangat penting untuk menarik penumpang angkutan pribadi yang dapat
berintegrasi dengan angkutan umum. Fasilitas parkir yang cukup untuk menampung kebutuhan akan dapat
menarik penumpang angkutan pribadi untuk meninggalkan mobil pribadinya dan selanjutnya menyambung
dengan angkutan umum. Terlebih lagi jika ongkos parkir di pusat kota dibuat mahal.
5. Intermodal Transfer Point. Fasilitas ini sangat penting karena merupakan titik sambung antara dua jenis moda
dari dua jenis jaringan yang berbeda. Contohnya antara jaringan sungai dan jaringan jalan, atau kereta api.
6. Peraturan. Peraturan sebagai alat pengontrol kinerja angkutan umum juga sebaiknya berubah ke arah
multimodality. Peraturan tentang moda utama, moda pengumpan, moda sebelum dan sesudah, ketersambungan
dengan moda lain melalui Transfer Point dan Intermodal Transfer Point belum ada.
Dalam beberapa dekade terakhir, sistem terpadu multimodal telah berevolusi dari sistem dengan hanya infrastruktur
integrasi sistem yang menggabungkan berbagai aspek integrasi, termasuk layanan, informasi, dan integrasi
pembayaran. Tabel di bawah ini menyoroti beberapa kota utama di negara maju yang telah mencapai integrasi di
berbagai moda transportasi massal.
TRP-171
Tabel 8. Examples of Multimodal Integration
CityInstitutional
Framework
Multimodal infrastructure
elements
Info-structure
elements
Integrated payment
solutions
LondonTrans for London
(TFL)
Metro; bus; light rail; trams;
taxis
iBus; Web and mobile
information systemOyster smart card
Paris STIF Metro; tram; busIMAGE project (real
time traffic information)Navigo pass
SingaporeLand Transport
Authority (LTA)
Metro (MRT); bus; light rail;
taxis
Web-based and mobile
(How2Go) information
systems
EZ-Link; NETS
FlashPay
Hong Kong
Transport
Departement,
Government of Hong
Kong
Metro; bus; light rail; trams;
taxis
Next Train mobile app;
passenger information
display systems
Octopus smart card
New York City
New York
Metropolitan
Transportation
Authority (MTA)
Metro; BRT; local and
express busMTA Bus Time MetroCard
Source: EMBARQ http://thecityfix.com/blog/on-the-move-future-multimodal-integration-akshay-mani/
Transportation Network NYIA terdiri dari Stasiun Wojo, Terminal A, Stasiun Kendungdang, Pelabuhan & Industri
Perikanan Adikarlo serta Bandar Udara itu sendiri seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Transportation Network New Yogyakarta International Airport
Pemadu moda diharapkan dapat melayani masyarakat sekitar untuk bisa berada di Bandara. Angkutan internal
lingkungan dalam bandara seperti angkutan milik maskapai dan terakhir akan ada angkutan antar kota antar propinsi
(AKAP).
TRP-172
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Saat ini angkutan umum yang melayani rute Yogyakarta - Wates maupun sebaliknya hanya ada 2 (dua) moda
yaitu bus dan kereta api. Untuk jumlah armada yang melayani rute Yogyakarta - Wates berjumlah 44 armada
aktif. NYIA dibangun dengan konsep Airport City mencakup wilayah seluas 5 KM persegi dari bandara, pada
pengoperasian tahap III (2031-2041) diperkirakan akan mampu menopang hingga 20 juta penumpang pertahun
dan pada jam sibuk mampu melayani hingga 39 pesawat perjam. Dengan pergerakan 20 juta pax/tahun atau
hampir mendekati 55 ribu/hari.
2. Pemerintah DIY membuat Rancangan Sistem Jaringan Jalan: akses penghubung Bandara - KSPN Borobudur
(Sentolo - Dekso - Klangon), Pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan (JJLS), Akses Jalan Nasional
Menuju Bandara sesuai Integrasi Pembangunan NYIA dalam dokumen perencanaan RPJMD DIY 2017 - 2020
dan dokumen RTRW DIY dan Kabupaten Kulon Progo. Termasuk pembangunan rel kereta api dan revitalisasi
stasiun PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
3. Perhitungan biaya tarif pada angkutan umum pra dan pasca NYIA dipaparkan dengan komparasi moda
angkutan antara Bandara Adisutjipto dengan NYIA yaitu tiga moda transportasi Bus Damri, Kereta Api
Bandara, dan Taksi. Dalam perhitungan ini dapat diprediksi biaya tarif dengan perbandingan travel time. Bus
Damri menjadi alternatif pilihan dengan biaya terendah yakni Rp 50.000,00, dan kereta api menjadi pilihan
dengan waktu tersingkat dengan 27 menit.
4. Berdasarkan hasil analisis diperlukannya sebuah parameter yang menjadi indikator kinerja di dalam sebuah
sistem transportasi guna mendukung peningkatkan pelayanan penumpang angkutan udara dan pelayanan PKN
yang ditinjau dari dua tinjauan, yaitu indikator kinerja yang menggambarkan kondisi objektif dari sistem
transportasi secara keseluruhan dan indikator kinerja yang menggambarkan kondisi objektif dari masing-
masing komponen.
5. Sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien merupakan sasaran Sistem Transportasi Nasional
(Sistranas) yang diukur dengan beberapa indikator salah satunya, keterpaduan yang merupakan indikator kunci
dalam penyelenggaraan transportasi multimoda, dalam arti terwujudnya keterpaduan intramoda dan multimoda
dalam jaringan prasarana dan pelayanan, baik dalam pembangunan, pembinaan maupun penyelenggaraannya.
Hal tersebut pula yang menjadi rekomendasi di dalam penyusunan sistem transportasi akses New Yogyakarta
International Airport (NYIA).
Saran
Penelitian ini merupakan kajian awal dari perencanaan sistem transportasi New Yogyakarta International Airport
(NYIA) sehingga diperlukannya penelitian lebih lanjut dan mendalam berkaitan dengan faktor terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.A., (1981). Urban Transport Planning: Theory and Practise. London: Cromm Helm.
Bourne, Larry. S (ed). (1971). Internal Stucture of The City. New York : Oxford University Press.
Buchari, E. (2008). “Angkutan Umum Multimoda, Alternatif Perencanaan Transportasi Yang Sustainable”. Jurnal
........Transportasi FSTPT, Volume 8 Edisi Khusus No 3.
European Commission (2004). “Toward Passenger Intermodality in The EU”. Dortmund.
Kasarda, Appold (2014) . Planning competitive aerotropolis. West Yorkshire: Emerald Group Publishing.
Kasarda, Appold (2008). The Piedmont Triad Aerotropolis Plan: From Guidelines to Implementation. North
…….Carolina : Kenan Institute of Private Enterprise.
Kasarda, John (2008). The Evolution of Airport Cities and the Aerotropolis. London: Insight Media.
Morlok. (1978). Introduction To Transportation Engineering And Planning, US:McGraw-Hill College.
Setiawan D. (2011). “Analisis Pemilihan Moda Transportasi Dengan Mempertimbangkan Ability To Pay (Atp) Dan
…….Willingness To Pay (Wtp) Penumpang Menuju New Yogyakarta International Airport “. Tesis.
Pascasarjana …….Universitas Gadjah Mada.
Tamin, O. Z. (2000). Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Edisi ke-2. Bandung: Penerbit ITB, Bandung.
Warpani, Suwardjoko P, (2002). Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Penerbit ITB, Bandung.