Upload
taufiq-nur
View
409
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kajian teori bruner dan teori psikomotorik
Citation preview
KAJIAN TORI PERKEMBANGAN KOGNITIF
MENURUT BRUNER
DAN TEORI PERKEMBANGAN PSIKOMOTORIK
Oleh :
Taufiq Nur
PROGRAM
PENDIDIKAN PROFESI GURU TERINTEGRASI (PPGT)
KOLABORATIF SMK
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
1
BAB I
KAJIAN PERKEMBANGAN KOGNITIF
MENURUT BRUNER
A. Pendahuluan
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Yang menjadi ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, untuk itu menurut Bruner, murid
mengorganisir bahan yang dipelajari dalam suatu bentuk akhir. Teori ini disebutnya dengan
discovery learning, atau dengan kata lain bagaimana cara orang memilih mempertahankan
dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut Bruner inti dari berajar.
Menurut Bruner dalam proses belajar ada tiga tahap, yaitu:
a. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru
dimana dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi sebagai
penambahan pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam dan kemungkinan
informasi yang baru bertentangan dengan informasi yang lama.
b. Tahap tansformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan
baru serta ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin bermanfaat untuk
hal-hal yang lain, yaitu informasi harus dianalisis dan ditransformasikan ke dalam bentuk
yang lebih abstrak atau konsetual agar dapat digunakan dalam hal lebih luas.
c. Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap ke dua
benar atau tidak. Evaluasi kemudian dinilai sehingga diketahui mana-mana pengetahuan
yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
B. Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1. Empat Tema tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu
karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana
fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri
atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan
seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi,
teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui
2
langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan
kesimpulan yang benar atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara
yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama
adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan
penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan
lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri
orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh
sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali
struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi
berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang
mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan
antara hal-hal yang diketahui.
Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
a. Perkembangan intelektul ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu
rangsangan.
b. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi
secara realis
c. Perkembangan intelekual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri
atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan
apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak
diperlukan bagi perkembangan kognitifnya
e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa merupakan alat komunikasi
antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa
diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep ke pada oraag lain.
f. Perkembaagan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa
alternatif secara simultan. memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi
3
3. Belajar sebagai Proses Kognitif
Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Ia menekankan cara-cara manusia
berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut
Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan cara melihat
lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun), dan simbolik (5-7 tahun).
a. Tahap enaktif (0-2 tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk
memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya, anak
menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan
sebagainya.
b. Tahap ikonik (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya,
anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komperasi)
c. Tahap simbolik (5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-
gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,
matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak
sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses pemikirannya, semakin dominan
sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi sistem enaktif dan ikonik.
Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih
diperlukannya sistem enaktif dan ekonik dalam proses belajar.
C. Penerapan Teori Kognitif Bruner dalam Dunia Pendidikan
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan
belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sepenuhnya ialah
untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual
siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah
yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Bruner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction yang diambil
dari buku Teori-Teori Belajar tulisan Ratna Wilis Dahar, Bruner mengatakan:
We teach a subject not to produce litle living libraries on the subject, but rather to get a student to think mathematically for him self, to consider matters as an historian does, to take part in the process of knowledge-getting. Knowing is a process, not aproduct.
4
Jadi kalau kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-
perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berfikir
secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan.
Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-
masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian
terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan
yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang
para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba
menemukan konsep atau prinsip yang mendasari masalah itu.
c. Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif adalah melaui
tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning by doing). Ikonik
adalah didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar
yang mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-
bahasa.
d. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya
berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi
hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru
hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis
besar belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan
sendiri konsep-konsep itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi
pemahaman tentang konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke
dalam situsi baru dan situasi kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran.
Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian
hasil belajar meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.
5
3. Langkah-langkah pembelajaran discovery learning menurut Bruner
Bruner mengajukan beberapa langkah-langkah pembelajaran, yaitu:
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar dan
sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran
d. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
kegeneralisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan
sebagainya untuk dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang
konkrit kepada yang abstrak, atau dari tahap enaktik, ikonik sampai kepada tahap
simbolik melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
6
BAB II
TEORI PERKEMBANGAN PSIKOMOTORIK
Psikomotor secara harfiah berarti sesuatu yang berkenaan dengan gerak fisik yang
berkaitan dengan proses mental (kamus besar bahasa Indonesia).
Adapun tahapan perkembangan motorik adalah sebagai berikut;
A. Tahap gerakan refleks (0- 1 tahun)
Bentuk gerakan pada tahapan ini tidak direncanakan, merupakan dasar dari
perkembangan motorik. Melalui gerak refleks bayi memperoleh informasi tentang
lingkungannya, seperti reaksi terhadap sentuhan, cahaya, suara. Gerakan ini berkaitan dengan
meningkatnya pengalaman anak untuk mengenal dunia pada bulan-bulan pertama mengenal
kehidupan setelah kelahiran. Oleh karena itu kegiatan bermain sangat penting untuk
menolong anak belajar teng dirinya dan dunia luar. Tahapan gerak refleks terbagi atas dua
bentuk yaitu;
1. Refleks sederhana (0-4 bulan)
Gerak ini dikelompokkan sebagai kumpulan informasi, mencari makanan, dan respon
melindungi. Mengumpulkan informasi membutuhkan rangsangan untuk berkembang.
Kemampuan mencari makanan dan respon melindungi merupakan bentuk alami yang dimiliki
manusia. contoh geak refleks sederhana seperti, bertumbuh dan menghisap.
2. Refleks tubuh (4 bulan – 1 tahun)
Refleks ini berkaitan dengan saraf motorik untuk keseimbangan, gerakan berpindah
(lokomotor) dan manipulative (menjalankan) yang kemudian akan terkontrol. Refleks langkah
dasar dan merangkak terkait dengan gerakan dasar untuk berjalan.
Perkembangan motorik pada tahap refleks terdiri pula dalam dua tingkatan yang saling
bertindihan, yaitu tingkat encoding (mengumpulkan) informasi dan decoding (memproses)
informasi. Pembagian ini pada dasarnya sama dengan gerak refleks sederhana dan refleks
tubuh.
B. Tahap gerakan permulaan (lahir-2 tahun)
Gerak permulaan ini merupakan bentuk gerak sukarela yang pertama. Dimulai dari
lahir sampai usia 2 tahun. Gerakan permulaan membutuhkan kematangan dan berkembang
berurutan. Urutan ini terbentuk alami. Rata-rata kemampuan ini didapat dari anak ke anak,
meskipun secara biologis, dan lingkungan sangat berperan. Gerakan ini ada sebagai
kemampuan untuk bertahan hidup dan merupakan gerakan yang mempersiapkan anak untuk
memasuki tahap gerakan dasar. Beberapa gerakan keseimbangan seperti mengontrol kepala,
7
leher, dan otot badan. Gerakan manipulative seperti menggapai, menggenggam, dan
melepaskan; dan gerakan lokomotor seperti, merayap, merangkak, dan berjalan. Gerakan ini
terbagi atas dua tahapan, yaitu;
1. Tahap refleks tertahan (lahir-1 tahun)
Tahap ini dimulai dari lahir. Peningkatan gerakan bayi ini dipengaruhi oleh
perkembangan cortex. Pada tahap ini gerakan sederhana dan gerakan tubuh digantikan dengan
gerakan sukarela, namun berbeda dan terpadu karena saraf motorik bayi masih dalam taraf
gerakan permulaan. Jika bayi ingin menggapai benda, mereka akan melakukan gerakan
menyeluruh yang dilakukan tangan, lengan, bahu, dan ketika menggenggam. Proses
bergeraknya tangan dengan penglihatan terhadap objek, meskipun sukarela, namun terkontrol.
2. Tahap prekontrol (1 – 2 tahun)
Usia 1 tahun, anak mulai lebih baik mengontrol gerakannya. Proses ini
menggabungkan antara sensori dan sistem motorik dan memadukan persepsi dan informasi
motorik kedalam kegiatan yang lebih bermakna. Pada tahap ini, anak belajar untuk dapat
menyokong equilibriumnya, untuk memanipulasi objek, dan untuk melakukan gerakan
lokomotor melalui lingkungan untuk mengontrol perkembangannya.
C. Tahap gerakan dasar (2-7 tahun)
Gerakan ini muncul ketika anak aktif bereksplorasi dan bereksperimen dengan potensi
gerak yang dimilikinya. Tahap ini merupakan tahap menemukan bagaimana menunjukkan
berbagai gerak keseimbangan, lokomotor dan manipulative, maupun penggabungan ketiga
gerakan tersebut. anak mengembangkan gerakan dasar ini untuk belajar bagaimana merespon
kontrol motorik dan kompetensi gerakan dari berbagai rangsangan. Gerakan dasar ini juga
digunakan sebagai dasar pengamatan tingkah laku anak. Beberapa kegiatan lokomotor seperti
melempar dan menangkap, dan kegiatan keseimbangan seperti berjalan lurus dan
keseimbangan berdiri dengan satu kaki merupakan gerakan yang dapat dikembangkan semasa
kanak-kanak. Tahap ini terbagi atas 3 tingkat, yaitu;
1. Tingkat permulaan (2-3 tahun)
Tingkatan ini menunjukkan orientasi tujuan pertama anak pada kemampuan
permulaan. Gerakan ini dicirikan dengan kesalahan dan kegagalan bagian gerakan secara
berurutan, kelihatan membatasi atau berlebihan menggunakan anggota tubuh, tidak mampu
mengikuti ritmk dan koordinasi. Gerakan keseimbangan, lokomotor, dan manipulative benar-
benar pada tingkat permulaan.
8
2. Tingkat elementary (4-5 tahun)
Tingkatan ini menunjukkan kontrol yang lebih baik dan gerakan permulaan koordinasi
ritmik yang lebih baik pula. Gerak spasial dan temporal lebih meningkat, namun secara umum
masih kelihatan membatasi atau berlebihan, meskipun koordinasi lebih baik. Intelegensi dan
fungsi fisik anak semakin meningkat melalui proses kematangan.
3. Tingkat mature (6-7 tahun)
Tingkatan ini dicirikan oleh efisiensi secara mekanik, koordinasi dan penampilan yang
terkontrol. Keahlian manipulative semakin berkembang dalam mengkoordinasi secara visual
dan motorik, seperti menangkap, menendang, bermain voli, dsb).
D. Tahap gerakan keahlian (7-14 tahun)
Tahapan ini merupakan tahap gerakan yang semakin bervariasi dan kompleks, seperti
gerakan sehari-hari, rekreaasi dan olahraga baru. Periode ini merupakan tahap dimana
keahlian keseimbangan dasar, gerak lokomotor dan manipulative meningkat, berkombinasi,
dan terelaborasi dalam berbagai situasi. Misalnya gerakan dasar melompat dan meloncat,
dikombinasikan kedalam kegiatan menari atau lompat-jongkok-berjalan dalam mngikuti jejak.
Tahapan ini terbagi atas 3 tahap, yaitu;
1. Tahap transisi (7-10 tahun)
Tahap ini indivdu mulai mengkombinasi dan mengunakan kemampuan dasarnya
dalam kegiatan olahraga. Misalnya, berjalan mengikuti garis lurus, lompat tali, bermain bola,
dll. Keahlian pada tahap ini lebih kompleks dan spesifik.
2. Tahap aplikasi (11-13 tahun)
Pada tahap ini anak memiliki keterbatasn dalam kemampuan kognitif, afektif dan
pengalaman, dikombinasikan dengan keaktifan anak secara alami mempengaruhi semua
aktivitasnya. Peningkatan kognitif dan pengalaman anak dipengaruhi oleh kemampuan
individu untuk belajar dan peran anak dalam berbagai jenis aktifitas, indivudu dan
lingkungan. Keahlian kompleks dibentuk dan digunakan dalam pertandingan, kegiatan
memimpin dan memilih olahraga.
E. Tahap lifelong utilisasi (14 tahun sampai dewasa)
Tahapan ini merupakan puncak proses perkembangan motorik dan dicirikan dengan
gerakan yang sering dilakukan sehari-hari. Minat, kompetensi, dan pilihan mempengaruhi,
selain faktor uang dan waktu, peralatan dan fasilitas, fisik dan mental, bakat, kesempatan,
kondisi fisik dan motivasi pribadi.
9
DAFTAR PUSTAKA
Nugraha, Bayu. 2009. Karakteristik Perkembangan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik. Jogjakarta: Paska Sarjana Pendidikan Olahraga Universiatas Negeri Jogjakarta. http://marthachristianti.wordpress.com/2009/05/10/karakteristik-kognitif-afektif-dan-psikomotor/ Diakses tanggal 10 Februari 2013.
Salim, Agus. 2010. Teori Belajar Menurut Jerome Bruner. http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori-belajar-menurut-jerome-bruner/ Diakses tanggal 10 Februari 2013.
Rifa’i, Ahamad & Catrarina Tri anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.