25
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Media Audio Visual (VCD Pembelajaran) 2.1.1.1 Media Dalam Hamdani (2011:243) Kata Media berasal dari bahasa Latin, yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Selain itu kata media juga berasal dari bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dari pengertian diatas adalah perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Menurut Briggs dan Leslie (1979) dalam Hamdani (2011:243) media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide (gambar),foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Menurut Gerlach dan Ely (1971) dalam Hamdani (2011:243) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar, media adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi agara siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Menurut Wijaya dan Rusyan (1992:137), ”media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna-pesan yang disampaikan sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan sempurna”. Menurut Sudjana (1990: 2), penggunaan media pembelajaran dalam setiap proses belajar mengajar mempunyai manfaat antara lain: a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian bagi siswa b. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga mudah dipahami oleh siswa. c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Media Audio Visual …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/829/3/T1_292008069_BAB II.pdf2.1.2 Teori Pembelajaran Bruner 2.1.2.1 Definisi Teori Bruner

  • Upload
    lamthu

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Media Audio Visual (VCD Pembelajaran)

2.1.1.1 Media

Dalam Hamdani (2011:243) Kata Media berasal dari bahasa Latin, yaitu

medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Selain itu

kata media juga berasal dari bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah

berarti perantara atau pengantar. Dari pengertian diatas adalah perantara atau

pengantar sumber pesan dengan penerima pesan.

Menurut Briggs dan Leslie (1979) dalam Hamdani (2011:243) media

pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi

materi pengajaran yang terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video kamera, video

recorder, film, slide (gambar),foto, gambar, grafik, televisi dan komputer.

Menurut Gerlach dan Ely (1971) dalam Hamdani (2011:243) mengatakan

bahwa media apabila dipahami secara garis besar, media adalah manusia, materi

atau kejadian yang membangun kondisi agara siswa mampu memperoleh

pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dengan kata lain media adalah komponen

sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi di lingkungan siswa

yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Menurut Wijaya dan Rusyan (1992:137), ”media adalah alat yang dapat

membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna-pesan

yang disampaikan sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan sempurna”.

Menurut Sudjana (1990: 2), penggunaan media pembelajaran dalam setiap proses

belajar mengajar mempunyai manfaat antara lain:

a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian bagi siswa

b. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga mudah dipahami oleh

siswa.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi

verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru.

8

d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar seperti mengamati,

melakukan dan mendemonstrasikan.

Menurut Sudjana (1990:4), dalam memilih media sebaiknya

memperhatikan kriteria- kriteria sebagai berikut:

a. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran. b. Dukungannya terhadap isi bahan pelajaran. c. Kemudahan memperoleh media. d. Keterampilan guru dalam menggunakannya. e. Tersedia waktu untuk menggunakannya. f. Sesuai dengan taraf berfikir siswa.

Menurut Margareth (1992:215) dalam Hamdani (2011:254) ada tiga ciri

media yang merupakan petunjuk penggunaan media, yaitu :

a. Ciri fiksatif, yaitu menggambarkan kemampuan media dalam merekam,

menyimpan, melestarikan suatu peristiwa atau objek tanpa mengenal

waktu ( dapat di putar kapanpun sesuai kebutuhan).

b. Ciri manipulasi, media harus mampu memanipulasi atau mengubah suatu

objek yakni kejadian dapat di percepat dan di perlambat dengan cara

mengedit hasil rekaman sehingga dapat menghemat waktu saat

pembelajaran di kelas.

c. Ciri distributif, media dapat ditransformasikan melalui ruang dan secara

bersamaan dan kejadian tersebut di sajikan kepada sejumlah besar siswa.

Dari beberapa definisi para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

media merupakan perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan

terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide

(gambar),foto, gambar, grafik, televisi dan komputer yang berisi kejadian yang

membangun kondisi agar siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan

atau sikap sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan sempurna.

Agar pemilihan media pembelajaran tersebut tepat, maka perlu

dipertimbangkan faktor/kriteria-kriteria dan langkah-langkah pemilihan media.

Kriteria yang perlu dipertimbangkan guru atau tenaga pendidik dalam memilih

media pembelajaran menurut Nana Sudjana (1990: 4) yakni 1) ketepatan media

dengan tujuan pengajaran; 2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran; 3)

kemudahan memperoleh media; 4) keterrampilan guru dalam menggunakannya;

9

5) tersedia waktu untuk menggunakannya; dan 6) sesuai dengan taraf berfikir

anak.

2.1.1.2 Media Audio

Dalam Hamdani (2011: 248) media audio adalah media yang mengandung

pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat di dengar) yang dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan para siswa untuk mempelajari bahan

ajar.

Media audio menurut Rinanto (1982:43) yaitu ”segala jenis media yang

hanya bisa dinikmati oleh indra pendengar, dan yang mampu menggugah

imajinasi bagi para pendengarnya”. Media audio merupakan media bantu yang

digunakan dengan hanya bisa mendengar saja. Sehingga menarik dan memotivasi

siswa untuk mempelajari materi lebih banyak. Jadi media audio adalah media

yang mengandung pesan dalam bentuk auditif yang hanya bisa didengar yang

mampu menciptakan imajinasi bagi para pendengarnya. Contoh media audio

antara lain : program kaset suara dan program radio.

2.1.1.3 Media Visual

Dalam Hamdani (2011:248) “media visual adalah media yang hanya dapat

dilihat dengan menggunakan indra penglihatan”. Jenis media inilah yang sering

digunakan oleh para guru untuk membantu menyampaikan isi atau materi

pelajaran. Media visual terdiri atas media yang dapat di proyeksikan (project

visual) dan media yang tidak diproyeksikan (non-projected visual). Media yang

dapat diproyeksikan bisa berupa gambar diam (still pictures) dan gambar bergerak

( motion picture).

Menurut Rinanto (1982:2) yang dimaksud dengan media visual adalah

semua media yang bisa dinikmati oleh indra mata dan mampu menumbulkan

rangsangan untuk berefleksi. Misalkan: gambar/lukisan, foto-foto, slide, poster,

cergam, dan sebagainya. Arsyad (2008:91) berpendapat bahwa : Media visual

memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat

memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi),

memperkuat ingatan, dan juga dapat menumbuhkan minat siswa serta dapat

memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.

10

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa media visual

adalah media yang dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan yang

mampu menumbuhkan rangsangan untuk berefleksi, memperlancar pemahaman,

memperkuat ingatan, dan menumbuhkan minat siswa, serta dapat memberikan

hubungan antara isi materi dengan dunia nyata. Bentuk media visual misalnya

gambar representasi, foto-foto, slide, poster, diagram, peta, cergram, dan

sebagainya.

2.1.1.4 Media Audio Visual

Dalam Hamdani (2011: 249) “Media Audio visual merupakan kombinasi

audio dan visual atau bisa disebut media pandang dan dengar”. Penyajian materi

bisa di ganti oleh media dan guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu

memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar. Contoh media audio

visual, diantaranya program video atau televisi, dan program slide suara

(soundslide).

Menurut Rinanto (1982 : 21) “audio visual adalah suatu media yang terdiri

dari media visual yang disingkronkan dengan media audio yang sangat

memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara guru dan anak didik di

dalam proses PBM”.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa media audio visual

merupakan kombinasi audio dan visual atau bisa disebut media pandang dan

dengar yang memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar sehingga

sangat memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara guru dan anak didik

di dalam proses PBM. Contoh media audio visual, diantaranya program video

atau televisi, dan program slide suara (soundslide).

Menurut Syaiful dan Azwan (2002:141) Media ini dibagi lagi ke dalam

dua kategori, yaitu:

1. Audio-visual diam yaitu: media yang menampilkan suara dan gambar

diam seperti: film bingkai suara, film rangkai suara, dan cetak suara.

2. Audio-visual gerak yaitu: media yang dapat menampilkan unsur suara dan

gambar yang bergerak seperti: film suara dan video-cassette, televisi,

OHP, dan komputer.

11

Menurut Suprijanto (2007:173) Ada beberapa manfaat alat bantu audio-

visual dalam pengajaran, antara lain:

1. Membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar. 2. Mendorong minat. 3. Meningkatkan pengertian yang lebih baik. 4. Melengkapi sumber belajar yang lain. 5. Menambah variasi metode mengajar. 6. Meningkatkan keingintahuan intelektual. 7. Cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak

perlu. 8. Membuat ingatan terhadap pelajaran lebih lama. 9. Dapat memberikan konsep baru dari sesuatu di luar

pengalaman biasa.

Menurut Syaiful dan Aswan (2002:154) Adapun langkah-langkah

penggunaan audio-visual adalah:

1. Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media audio-

visual sebagai media pembelajaran. Dimaksudkan bahwa penggunaan media

audio visual ditulis dalam tujuan pembelajaran yang akan disampaikan oleh

guru kepada siswa.

2. Persiapan guru. Pada fase ini guru memilih dan menetapkan media yang

akan dipakai guna mencapai tujuan. Media yang dipilih harus patut

diperhatikan dan sesuai dengan materi atau konsep mata pelajaran yang akan

disampaikan.

3. Persiapan kelas. Pada fase ini siswa atau kelas harus mempunyai

persiapan sebelum mereka menerima pelajaran dengan menggunakan

media ini. Persiapan tersebut meliputi kondisi fisik dan psikis siswa serta

segala sesuatu yang akan di butuhkan oleh siswa misalnya alat- alat tulis.

4. Langkah penyajian pelajaran dan pemanfaatan media. Penyajian bahan

pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran akan berjalan lancar

apabila guru telah memiliki keahlian dalam menggunakan media

pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai tanpa ada

hambatan dari guru.

5. Langkah kegiatan belajar siswa. Pada fase ini siswa belajar dengan

memanfaatkan media pengajaran yang ada. Sebagai contoh siswa

12

mempraktekkan mengenai isi dari media sesuai dengan kegiatan pengajaran

atau siswa dilatih cara mengerjakan soal latihan dengan media yang ada

dengan bimbingan guru.

6. Langkah evaluasi pengajaran. Pada langkah ini siswa dievaluasi oleh guru

mengenai sampai sejauh mana tujuan pengajaran yang dicapai, sekaligus

dapat dinilai sejauh mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat

menunjang keberhasilan proses belajar siswa.

2.1.1.5 VCD Pembelajaran.

Penggunaan komputer sebagai media pengajaran dikenal dengan nama

pengajaran dengan bantuan komputer (Computer Assisted Instruction/CAI). Salah

satu aplikasi CAI dalam dunia pendidikan adalah VCD pembelajaran. Bentuk

VCD (Video Compact Disk) pembelajaran tersebut berbentuk VCD pembelajaran

interaktif. Kata Video berasal dari bahasa latin” I See” yang artinya saya lihat.

Menurut Hermana (2007:20) dikutip dari Karmila (2011:37) Video adalah

penampilan gambar (visual) dengan bantuan alat elektronik. Lagi menurut

Hermana (2007:20) dikutip dari Karmila (2011:37) Video adalah tehnologi

pemrosesan sinyal elektronik menjadi gambar bergerak.

Sependapat dengan pendapat diatas, Listiawati (2007) dalam Karmila

(2011:37) media VCD merupakan media yang menyajikan pesan audio visual dan

karakteristik gerak. Sehingga program tersebut memungkinkan peserta didik

mencerna materi pelajaran secara lebih mudah dan menarik.

Media Video Compact Disk (VCD) adalah media dengan sistem

penyimpanan dan perekaman video dimana signal audio visual direkam pada disk

plastik bukan pada pita magnetik yang dikemukakan oleh Arsyad (2004:36).

Menurut Supriyadi dalam Listiawati (2007) yang dikutip dalam Karmila

(2011:40) VCD pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari

media VCD yaitu memberikan pesan yang dapat diterima secara lebih merata oleh

siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sangat bagus untuk menerangkan

suatu proses misalnya proses terbentuknya bangun ruang, mengatasi keterbatasan

ruang dan waktu, lebih realistis maksudnya dapat diulang dan dihentikan sesuai

13

dengan kebutuhan, memberikan kesan mendalam yang mempengaruhi sikap

siswa.

Selain itu VCD pembelajaran juga mempunyai kelemahan sebagaimana

yang diungkapkan Arsyad (2000:49) yang dikutip dalam Karmila (2011:42)

antara lain: pengadaan film atau video umumnya memerlukan biaya yang mahal

dan waktu yang cukup lama, pada saat film atau video ditayangkan gambar

bergerak terus sehingga tidak semua siswa dapat mengikuti informasi yang

disampaikan, film atau video tidak selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan dan

tujuan belajar yang diinginkan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa VCD

pembelajaran merupakan media yang menampilan gambar (visual) dengan

bantuan alat elektronik yang menyajikan pesan audio visual dan karakteristik

gerak. Hal tersebut memungkinkan peserta didik mencerna materi pelajaran secara

lebih mudah dan menarik dimana direkam pada disk plastik bukan pada pita

magnetik.

Dalam pembuatan atau mengembangkan video kedalam bentuk VCD

pembelajaran akan efektif apabila sudah memenuhi kriteria-kriteria VCD/ Video

pembelajaran. Menurut Cheppy Riyana (2007:11) pengembangan media video

pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Tipe materi (tidak semua materi pelajaran cocok menggunakan video. Media

video cocok untuk menggambarkan sebuah proses tertentu misalnya proses

terbentuknya bangun ruang).

2. Durasi waktu (pada umumnya durasi lebih singkat antara 20-40 menit. Hal ini

dikaitkan dengan kemampuan daya ingat manusia terutama usia SD dan

konsentrasi cukup terbatas).

3. Format sajian (format sajian lebih mengutamakan kejelasan dan penguasaan

materi diantaranya naratif, wawancara, presenter, gabungan).

4. Ketentuan teknis yaitu efek kamera, tehnik pengambilan gambar (angel),

tehnik pencahayaan, editing dan suara (sound). Pembelajaran lebih

menekankan pada kejelasan pesan, dengan demikian sajian-sajian yang

14

komunikatif perlu dukungan tehnis. Misalnya: penggunaan tulisan/ text dibuat

dengan ukuran proposional.

5. Penggunaan musik dan sound efect (video pembelajaran akan lebih menarik

dan bermakna jika sajian sound mendukung dan tepat. Musik dan sound efect

disesuaikan dengan perkembangan anak usia SD).

2.1.2 Teori Pembelajaran Bruner

2.1.2.1 Definisi Teori Bruner

Dalam Sagala (2010:34) “Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome

S.Bruner (1960) seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar

kognitif”. Beliau merupakan ahli psikologi dari Universitas Harvard, Amerika

Serikat, yang mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar

pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir.

“Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, yang penting

baginya ialah cara- cara bagaiman orang memilih, mempertahankan, dan

mentransformasi informasi secara efektif, inilah menurut Bruner inti dari belajar”

dalam Sagala (2010:35). Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia

sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar

merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan

hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.

Menurut Bruner (1960) dalam Sagala (2010:35) dalam proses belajar

kognitif dapat dibedakan pada tiga fase, yaitu:

1) Proses informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada

yang menambah pengetahuan, adapula yang memperdalam pengetahuan.

2) Proses transformasi, informasi tersebut harus di analisis,diubah atau

ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar

dapat digunakan untuk hal- hal yang lebih luas.

3) Proses evaluasi, proses ini kita menilai sampai manakah pengetahuan yang

kita proleh dan transformasi itu dapat di manfaatkan untuk memahami

gejala- gejala lain.

Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca,

mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau

15

mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat

penghalusan dari informasi sebelumnya yang telah dimiliki. Sedangkan proses

transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita

memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.

Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang

lebih abstrak, kemudian kita menilai sampai manakah pengetahuan yang kita

peroleh dan transformasi itu dapat di manfaatkan untuk memahami gejala- gejala

lain atau penemuan informasi baru yang lain.

Menurut Bruner dalam Hudoyo (1990:48) yang dikutip dari Siti Hawa

(2012) mengemukakan bahwa “belajar matematika adalah belajar mengenai

konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi

yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-

struktur matematika itu”. Dari pernyatan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa

harus dapat menemukan bahan-bahan yang berhubungan dengan permasalahan

yang diberikan kepada siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah

terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup

dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus

dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau

struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Dalam setiap

kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan

masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan

masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai

konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah

diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer,

alat peraga, atau media lainnya.

Dengan demikian agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan

intelektual anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep

matematika), maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap

perkembangan kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diproses

dalam pikiran (struktur kognitif) anak tersebut. Proses mengolah pengetahuan

akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara

16

optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan

yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik yang disajikan

ke dalam bentuk VCD Pembelajaran.

Bruner (1960) dalam Sagala (2010:36) melalui teorinya itu,

mengungkapkan bahwa “belajar merupakan pengembangan kategori- kategori dan

pengembangan suatu sistem pengkodean”. Sistem kategori kita dapat mengenal

dan menemukan objek- objek baru. Oleh karena itu dengan sistem kode kita dapat

memberikan ciri- ciri tertentu pada benda dan gagasan baru. Dalam teori Jerome

Bruner Siswa sebagai sosok yang mampu memecahkan masalah sendiri secara

aktif dan harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Maka dari itu Bruner

memakai cara dengan apa yang disebut Discovery Learning.

2.1.2.2 Teorema atau Dalil Teori Bruner

Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan pengajaran

matematika. Yang dikutip dalam Siti Hawa (2012), berdasarkan hasil-hasil

eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney, pada tahun

1963 kedua pakar tersebut mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan

dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai

”teorema atau dalil”. Ke empat Dalil tersebut antara lain :

a. Dalil Penyusunan (Contruction Theorem)

Cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau

prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan

penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut.

Pada langkah-langkah permulaan belajar konsep pengertian akan lebih

melekat apabila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi konsep

itu dilakukan oleh siswa sendiri.

b. Dalil Notasi (Notation Theorem)

Pada permualan sesuatu materi matematika sebaiknya digunakan notasi

yang sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa.

c. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)

Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu

konsep Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep

17

itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain dan disajikan dengan

berbagai contoh.

d. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)

Di dalam setiap konsep berhubungan dengan konsep-konsep yang lain.

Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-

ketrampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika

menjadi jelas. Oleh karena itu agar siswa berhasil dalam belajar

matematika siswa harus diberi banyak kesempatan dalam memahami

hubungan antara konsep tersebut.

Berdasarkan dalil-dalil tersebut Bruner terkenal dengan metode

penemuannya karena dia lebih peduli terhadap proses belajar dari pada hasil

belajar. Menemukan disini diartikan sebagai penemuan kembali ( Discovery)

bukan menemukan sesuatu yang baru (invention). Oleh karena itu, materi yang

disajikan kepada siswa tidak diberitahukan bentuk akhirnya ataupun proses

solusinya karena bentuk akhir tersebut akan ditemukan oleh siswa itu sendiri

dalam proses pembelajaran.

2.1.2.3 Tahap -Tahap Pembelajaran Teori Bruner.

Menurut Bruner (1960) dalam Sagala (2010:35) proses belajar dapat

dibedakan menjadi tiga fase. Ketiga fase tersebut dikenal dengan teori Belajar

Bruner, dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Tahap Enaktif

Dalam tahap ini anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi

(mengotak-atik) objek. Maksudnya pada tahap ini anak belajar sesuatu

pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan

menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata,

pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata

sehingga mudah memahami sesuatu.

b. Tahap Ikonik

Dalam tahap pembelajaran ikonik ini menjelaskan pengetahuan di mana

pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan

visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan

18

kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif

tersebut di atas (butir a). Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu

media berpikir. Penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan ke

penyajian simbolik yang didasarkan pada berpikir abstrak.

c. Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi

simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik

ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak

(abstract symbols), yaitu simbol-simbol yang dipakai berdasarkan

kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-

simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat),

lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang

lain.

2.1.2.4 Discovery Learning

Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner yang dikutip dari

Siti Hawa (2012) adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan

pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum. Untuk itu dalam

proses belajar discovery memiliki prinsip-prinsip menurut Abdul hamid (2007)

dalam Zulfikar Ali (2010) sebagai berikut:

1. Semakain tinggi tingkat perkembangan intelektual seseorang, makin

meningkat pula ketidak tergantungan individu terhadap stimulus yang

diberikan.

2. Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan

internal untuk menyimpan dan memproses informasi. Data yang diterima

orang dari luar perlu diolah secara mental.

3. Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk

mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol.

4. Untuk mengembangkan kognitif seseorang diperlukan interaksi yang

sistematik antara pengajar dan yang peserta didik.

19

5. Perkembangan kognitif meningkatkan kemampuan seseorang untuk

memikirkan beberapa alternative secara serentak, memberikan perhatian

kepada beberapa stimulus dan situasi serta melakukan kegiatan-kegiatan.

Prinsip-prinsip di atas dapat terlihat jelas bahwa teori discovery atau

belajar penemuan sangat memberi perhatian tinggi terhadap perkembangan

kognitif peserta didik. Baik secara teori mupun apilikasi yang hendak dikerjakan

di dalam kelas atau lingkungan.

Dalam Hamdani (2011: 267) Discovery learning memiliki kelebihan dan

kekurangan antara lain:

1. Kelebihan discovery learning

a. Membangkitkan kegairahan belajar pada diri siswa.

b. Memberikan kesempatan pada diri siswa untuk berkembang dan

maju sesuai dengan kemampuan masing- masing.

c. Membantu siswa mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta

penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif atau pengarahan

siswa.

d. Siswa memperoleh pengetahuan yang sangat pribadi atau

individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam

jiwa siswa tersebut.

2. Kekurangan discovery learning

1. Proses mental ini terlalu meningkatkan proses pengertian saja.

2. Tidak memberikan kesempatan berfikir secara kreatif.

3. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental.

4. Apabila kelas terlalu besar, penggunaan tehnik ini kurang berhasil.

5. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan

pengajaran tradisional akan kecewa apabila diganti dengan tehnik

penemuan.

Solusi untuk mengatasi kekurangan dari metode discovery learning maka

perlu dilakukan beberapa hal antara lain :

1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah

sendiri agar materi pembelajaran mudah dipahami dan lebih tahan lama.

20

2. Guru dan siswa perlu melakukan latihan dalam mengimplementasikan

tehnik penemuan agar memiliki kesiapan dan kematangan mental.

3. Untuk mengatasi jumlah siswa yang terlalu banyak perlu dibagi menjadi

beberapa kelompok sehingga guru lebih mudah mengontrol dan

mengawasi jalannya proses penemuan.

Adapun langkah- langkah Penerapan Belajar dengan Discovery learning

atau Penemuan sebagai berikut :

1. Stimulus ( pemberian perangsang/simuli) yaitu kegiatan belajar di mulai

dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa,

menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas

belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah) yaitu memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin

masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan

merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah

tersebut).

3. Data collecton ( pengumpulan data) yaitu memberikan kesempatan

kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan

sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis

tersebut.

4. Data Prosessing (pengolahan data) yaitu mengolah data yang telah

diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian

data tersebut ditafsirkan.

5. Verifikasi, yaitu mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan

dengan hasil dan processing.

6. Generalisasi, yaitu mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan

prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang

sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. (Muhibbin Syah(1995))

dalam Paulina Panen (2003: 3.16) dikutip dari Siti Hawa (2012).

21

2.1.3 Pembelajaran Matematika

2.1.3.1 Pengertian Belajar

Menurut Santrock dan Yussen (1994) dalam Sugiharto (2007:74)

mendefinisikan “belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya

pengalaman”. Sedangkan menurut Reber (1988) dalam Sugiharto (2007:74)

mendefinisikan “belajar dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai proses

memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan

bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat”.

Menurut Sudjana (1989:5), Belajar adalah proses perubahan tingkah laku

seseorang berkat adanya pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang ditandai

adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar

ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, penalaran,

sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-

aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

Belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif permanen karena adanya

pengalaman memperoleh pengetahuan, kemampuan bereaksi, penalaran, sikap dan

tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain

yang ada pada diri individu yang belajar.

Menurut Sugiharto (2007:74) belajar memiliki ciri- ciri sebagai berikut:

1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar. Misalnya menyadari pengetahuannya bertambah.

2. Perubahan bersifat kontinyu dan fungsional yakni berlangsung secara berkesinambungan.

3. Perubahan bersifat positif dan aktif yaitu perilaku bertambah dan untuk sesuatu yang lebih baik.

4. Perubahan bersifat permanen, belajar bersifat menetap atau tidak akan hilang apabila trus dilatih.

5. Perubahan bersifat terarah, adanya tujuan yang akan di capai dan terarah kepada perubahan tingkah laku.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, belajar akan menghasilkan perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dsb.

Seperti yang dikemukakan oleh Muhibbinsyah (1997) dalam Sugiharto

(2007:77)) , Faktor- faktor yang mempengaruhi belajar ada tiga, antara lain:

22

1. Faktor Internal, meliputi keadaan jasmani dan rohani siswa. 2. Faktor Eksternal, meliputi kondisi lingkungan siswa. 3. Faktor pendekatan belajar, meliputi strategi dan metode yang

digunakan siswa.

2.1.3.2 Hakekat Pembelajaran

Pembelajaran menurut Sudjana (2000) dalam Sugiharto (2007:80)

merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat

menyababkan peserta didik melakukan kegiatan belajar.

Menurut Sagala (2010:61) pembelajaran ialah membelajarkan siswa

menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama

keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah,

yakni mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar

dilakukan oleh peserta didik atau murid.

Konsep pembelajaran menurut Corey (1986: 195) dalam Sagala (2010: 61)

adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk

memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi

khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran

merupakan subset khusus dari pendidikan. Pembelajaran menurut Dimyati dan

Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain

instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada

penyediaan sumber belajar.

Menurut Biggs (1985) dalam Sugiharto (2007:80) membagi konsep

pembelajaran dalam tiga pengertian, yaitu:

a. Pembelajaran dalam pengertian kuantitatif, berarti penularan pengetahuan

dari guru kepada murid.

b. Pembelajaran dalam pengertian institusional, berarti penataan segala

kemampuan mengajar sehingga dapat berjalan efisien.

c. Pembelajaran dalam pengertian kualitatif, berarti upaya guru untuk

memudahkan kegiatan belajar siswa.

Dalam UUSPN No.20 tahun 2003 yang dikutip dari Sugiharto (2007:80)

menyatakan “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik

dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Yang di maksudkan

23

adalah pembelajaran tersebut sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru

untuk menegmbangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan

berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan

baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terdapat materi

pelajaran. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner (1960) dalam Siti hawa

(2012) mengemukakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan

menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas.

Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa

setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk membelajarkan

siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar dimana lingkungan

seseorang secara sengaja dikelola menghasilkan respon membuat siswa belajar

secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu pertama dalam proses

pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya

menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktifitas

siswa dalam proses berfikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana

dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki

dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan

berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka

konstruksi sendiri.

2.1.3.3 Hakekat Matematika

Menurut Ruseffendi (1991) dalam Heruman (2008:1) mengemukakan

bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima

pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang

terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang

didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.Sedangkan hakikat

matematika menurut Soedjadi (2000) dalam Heruman (2008:1) yaitu memiliki

objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif.

Konsep yang abstrak dalam pembelajaran matematika yang baru dipahami

siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam

memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya.

24

Untuk keperluan inilah, maka diperluan adanya pembelajaran melalui perbuatan

dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal

ini akan mudah dilupakan siswa. Pepatah Cina mengatakan, “Saya mendengar

maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya mengerti”.

Adapun tujuan matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar (SD) atau

Madrasah Ibtidiyah (MI) dikutip dari Permendiknas (2006) agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien,

dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.3.4 Pembelajaran Matematika

Heruman (2007:4) menyatakan bahwa pada pembelajaran matematika

harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan

konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan pembelajaran spiral sebagai

dalil teori bruner. Dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep lain.

Oleh karena itu siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan

keterkaitan tersebut. Berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori

belajar Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi. Pertama,

berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang disajikan pada

siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut cara bagaimana

25

siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada (telah

dimiliki dan diingat siswa tersebut). Berikut merupakan langkah-langkah

pembelajaran matematika yang ditekankan pada konsep matematika:

1. Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep) yaitu pembelajaran suatu

konsep baru matematika. Hal ini merupakan jembatan yang harus dapat

menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkretdengan konsep baru

matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran ini, media atau alat

peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir

siswa.

2. Pemahaman Konsep yaitu agar siswa lebih memahami suatu konsep

matematika. Pemahaman konsep terdiri dari dua pengertian. Pertama,

kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan.

Kedua, pembelajaran penanaman konsep dilakukan pada pertemuan yang

berbeda. Penanaman konsep dianggap sudah disampaikan di pertemuan

sebelumnya, di semester atau di kelas sebelumnya.

3. Pembinaan keterampilan yaitu agar siswa lebih terampil dalam menggunakan

berbagai konsep matematika.

Pembelajaran Matematika dikatakan efektif apabila adanya peningkatan

mengenai hasil belajar siswa. Hasil belajar tersebut merupakan hasil setelah

mengikuti kegiatan belajar mengenai suatu materi tertentu.

2.1.3.5 Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (2004:14) “hasil belajar adalah suatu akibat dari

proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang

disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan”. Hasil

belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu

dari mata pelajaran. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian

terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai

suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang

dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin

tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil

26

nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan

nilai ulangan semester (sumatif).

Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah

yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan psikomotor. Menurut Benyamin

Bloom dalam Sudjana (2010) yang secara garis besar membaginya menjadi

tiga ranah, yakni :

1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, amplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internasional.

3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Hasil belajar menurut Sudjana (2004: 22) dibagi menjadi tiga macam hasil

belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian;

(c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan

yang ada pada kurikulum sekolah.

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu

berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes

perbuatan yang meliputi ranah kognitif (keterampilan), ranah afektif

(pengetahuan), dan psikomotor (sikap) yang masing-masing golongan dapat diisi

dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.

2.1.3.6 Hasil Belajar Matematika

Istilah Hasil belajar menunjuk pada akibat atau keberhasilan dalam

upaya mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya melalui suatu proses

belajar yang diikutinya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan siswa akan

menghasilkan perubahan-perubahan pada dirinya. Hasil-hasil yang diperoleh

siswa dapat diukur atau diketahui berdasarkan perbedaan perilaku sebelum

dan sesudah dilakukan kegiatan belajar mengajar. Jadi hasil belajar matematika

27

merupakan keberhasilan siswa dalam mengoptimalkan kemampuannya dalam

rangka mencapai hasil belajar pada matematika.

2.1.4 Efektivitas Pembelajaran Matematika

Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Fauzi:2002) yang dikutip dari

(http://tips-belajar-internet.blogspot.com) mengemukakan bahwa:

”Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru.hasil belajar ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa.”

Keefektifan pembelajaran matematika yang dimaksud di sini adalah sejauh

mana pembelajaran matematika berhasil menjadikan siswa mencapai tujuan

pembelajaran yang dapat dilihat dari ketuntasan belajar.

2.1.5 Media Gambar

Dalam pembelajaran Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses

belajar mengajar perlu direncanakan dan dirancang secara sistematik agar media

pembelajaran itu efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Salah

satunya adalah media gambar atau foto. Media gambar adalah segala sesuatu

yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan

perasaan atau pikiran menurut Oemar Hamalik dalam Iwan (2011:11). Media

gambar dalam Hamdani (2011:250) berfungsi “menyalurkan pesan dari sumber ke

penerima pesan”. Saluran yang dimaksud adalah indra penglihatan. Pemanfaatan

media ini disebabkan karena media ini relatif mudah dalam penyampaiannya.

media ini kadang membosankan, maka dalam pelaksanaanya memerlukan

ketrampilan tertentu agar penyajiannya tidak membosankan. Secara khusus

gambar berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian yang

mengilustrasikan fakta yang mungkin akan cepat dilupakan.

Diantara Media pendidikan, dalam Hamdani (2011: 250) media gambar

atau foto adalah media yang paling umum di pakai. Dalam menerapkan media

gambar memiliki kelebihan yakni sebagai berikut :

1. Sifat konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah

dibandingkan dengan media verbal semata.

28

2. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek

atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan para siswa tidak selalu bisa dibawa

ke objek atau peristiwa tersebut. Gambar atau foto dapat mengatasi hal

tersebut.

3. Media gambar atau foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel

atau penampang daun yang tidak mungkun kita lihat dengan mata telanjang

dapat di sajikan dengan jelas dalam bentuk gambar atau foto.

Selain kelebihan- kelebihan tersebut gambar atau foto memiliki beberapa

kelemahan, yaitu :

1. Gambar atau foto hanya menekankan pada persepsi pada indra mata.

2. Gambar atau foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan

pembelajaran.

3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

Untuk memilih media gambar perlu memperhatikan kriteria atau syarat

agar dapat digunakan dengan baik dan efektif. Menurut Hamdani (2011: 251) ada

enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar atau foto sebagai media pendidikan

antara lain sebagai berikut:

1. Autentik yaitu gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti benda sebenarnya.

2. Sederhana, yaitu komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin dalam gambar.

3. Ukuran relatif, yaitu dapat memperbesarkan atau memperkecil objek atau benda sebenarnya.

4. Gambar atau foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. 5. Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang gambar atau foto karya siswa sering lebih baik.

6. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, guru hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dicapai.

2.2 Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang model pembelajaran dengan vcd pembelajaran dan teori

Bruner, telah dilakukan peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang

dilakukan oleh:

29

Iwan Setiyono, FKIP UKSW (2011) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan

CD Pembelajaran Matematika Terhadap Hasil Belajar Pokok Bahasan Bangun

Ruang Kelas IV Semester II Tahun 2010/ 2011 SD Sidorejo Lor 01 Salatiga”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan CD

pembelajaran Matematika terhadap hasil belajar pokok bahasan bangun ruang

kelas IV semester II tahun 2010/2011 SD Sidorejo Lor 1 Salatiga. Dari hasil

analisis data yang dilakukan dengan Independent sample T-Test dari penelitian ini

menunjukkan nilai t sebesar 6,956 dengan probabilitas sig. ( 2-tailed ) 0,000 <

0,05 yang berarti sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan CD

pembelajaran matematika berpengaruh terhadap hasil belajar di SD Sidorejo lor 1

Salatiga.

Jumanto, FKIP UKSW (2011) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Alat

Peraga Berdasarkan Tahap-Tahap Bruner Terhadap hasil Evaluasi Pada

Pembelajaran Matematika Bangun Datar Kelas V SD N 03 Kalimanggis

Temanggung Semester II Tahun Ajaran 2010/ 2011”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetaahui pengaruh penggunaan alat peraga berdasarkan tahap-tahap

teori Bruner terhadap hasil evaluasi siswa pada mata pelajaran matematika kelas

V di SD N 03 Kalimanggis Temanggung. Dari hasil observasi yaitu siswa sulit

memahami materi yang disampaikan karena dalam penyampaiannya

menggunakan metode ceramah. Oleh karena itu hal tersebut diikuti dengan

meningkatnya hasil eksperimen secara signifikan setelah di lakukan pembelajaran

dengan menggunakan tahap-tahap teori Bruner dibandingkan kelas kontrol dengan

pembelajaran konvensional. Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat

diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan alat peraga berdasarkan tahap-tahap

teori Bruner dapat berpengaruh terhadap hasil evaluasi siswa kelas V di SD N 03

Kalimanggis. Hasil t-tes sig. ( 2-tailed ) 0,000 yang berarti sangat signifikan hal

ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh dalam penggunaan alat peraga

berdasarkan tahap-tahap teori Bruner.

30

2.3 Kerangka Berfikir

Untuk meningkatkan ketrampilan dan ilmu pengetahuan dapat dilakukan

dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu melalui pembelajaran, dimana

pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditunjuk untuk

membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran yang efektif dapat

dilihat dari hasil belajarnya. Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal

diperlukan berbagai faktor yang mendukung. Diantaranya kurikulum, ketrampilan

guru dalam menyampaikan materi belajar, media belajar yang digunakan, serta

sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar di sekolah.

Pembelajaran yang menggunakan media akan mengurangi kondisi yang

monoton dan pembelajaran ini menarik bagi siswa. Salah satu media yang dapat

digunakan oleh guru dalam pembelajaran matematika adalah dengan media audio

visual (VCD pembelajaran). Pembelajaran akan lebih efektif apabila teori Bruner

diaplikasikan ke dalam media audio visual tersebut, karena teori Bruner

merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu dalam mengkonkritkan

konsep dalam matematika.

Dengan menggunakan media gambar juga diharapkan dapat meningkatkan

minat serta gairah belajar pada siswa. Sehingga dalam kegiatan belajar tidak

hanya monoton di dalam kelas saja, tetapi siswa yang dengan di bimbing guru

dapat belajar langsung pada obyek/benda nyatanya. Dengan demikian pemahaman

terhadap materi pelajaran dapat secara optimal, sehingga hasil belajar siswa pun

menjadi optimal.

Berikut bagan kerangka berfikir efektivitas penggunaan media audio

visual (VCD pembelajaran) berdasarkan teori Bruner dalam pembelajaran

matematika Siswa SD N 1 Mojowetan

31

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka, kajian hasil penelitian yang relevan, dan

kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis:

OX1 = OX2 maka Ho diterima dan Ha ditolak

OX1 ≠ OX2 maka Ho ditolak dan Ha diterima

Dimana:

Ho adalah tidak ada perbedaan efektivitas antara penggunaan media audio visual

(VCD Pembelajaran) berdasarkan teori Bruner dengan penggunaan media gambar

dalam pembelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri 1 Mojowetan

Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Ha adalah ada perbedaan efektivitas antara penggunaan media audio visual (VCD

Pembelajaran) berdasarkan teori Bruner dengan penggunaan media gambar dalam

pembelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri 1 Mojowetan Kecamatan

Banjarejo Kabupaten Blora Semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Populasi Siswa Kelas IV

SD Negeri 1 Mojowetan Kelas

Kontrol

MEDIA

GAMBAR

TES HOMOGENITAS

MEDIA AUDIO VISUAL

VCD Bruner

Kelas

Eksperimen

UJI HIPOTESIS

Kesimpulan

ANALISIS DATA

Uji Normalitas, Analisis Deskriptif dan Uji Beda

TES HOMOGENITAS

TES TES

Uji Normalitas dan

Uji Homogenitas