137
LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL Oleh: Mewa Ariani Hermanto Gatoet Sroe Hardono Sugiarto Tonny Sulistiyo Wahyudi PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2013

KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013

KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL

Oleh:

Mewa Ariani Hermanto

Gatoet Sroe Hardono Sugiarto

Tonny Sulistiyo Wahyudi

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PERTANIAN

2013

Page 2: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

I

KATA PENGANTAR

Mewujudkan ketahanan pangan nasional yang tertumpu pada kemandirian

dan kedaulatan pangan telah menjadi komitmen pemerintah dalam rangka

pembangunan ekonomi dan pertanian domestik. Ketahanan pangan dibangun

berdasarkan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal yang bertujuan untuk

meningkatkan keanekaragaman produksi dan konsumsi pangan lokal yang

bergizi dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Pemerintah menetapkan kebijakan Percepatan Penganekaragaman

Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal yang ditindaklanjuti dengan

Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya

Lokal oleh Kementerian Pertanian dengan target terjadi penurunan konsumsi

beras sebesar 1,5 %/tahun dan kenaikan skor Pola Pangan Harapan (PPH)

sebesar 1/tahun. Hal ini berarti pola pangan masyarakat Indonesia harus

berdiversifikasi tidak hanya pangan pokok yang bertumpu pada beras tetapi juga

diversifikasi pangan secara luas. Potensi pangan lokal sumber karbohidrat di

Indonesia telah banyak dan beragam jenisnya seperti jagung, ubikayu, ubijalar,

sagu, adung, gembili, pisang, sukun, talas dan lain-lain. Pangan ini dapat

dikembangkan sebagai upaya mempercepat diversifikasi pangan.

Pada tahun 2013, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

melaksanakan kajian “ Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan Lokal”.

Kajian ini termasuk dalam ranah kegiatan Analisis Kebijakan. Hasil kajian ini

diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan

dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak dan tim yang telah membantu dari persiapan dan sampai tersusunnya

laporan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2013

Kepala Pusat

Dr. Ir. Handewi Purwati Saliem.MS

NIP. 19570604 198103 2 001

Page 3: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

II

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… DAFTAR ISI ………………................……………………………………………..

DAFTAR TABEL ……………………..........………………………………………… DAFTAR GAMBAR …………………………….........………………………………

i ii

iii vi

I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1 1.1. Latar Belakang ………………………………………………………

Dasar Pertimbangan ……………………………………………… Tujuan Penelitian …………………………………………………... Keluaran Penelitian ……..........………………………………..

Perkiraan Manfaat dan Dampak …….............……………

1

1.2. 4 1.3. 6 1.4. 7

1.5. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….. 7 2.1. Kerangka Teoritis ……………………………………………….… 7

2.2. Hasil-Hasil Penelitian Terkait ………………………………….. 9

III. METODOLOGI ………………………………………………………….……. 12

3.1. Kerangka Pemikiran ……………………………………….……… 12 3.2. Ruang Lingkup Kegiatan ..……………………………………… 13

3.3. Lokasi Penelitian ........................…………………………… 13 3.4. Data dan Metode Analisis ……………………………………. 14

3.4.1. Jenis dan Sumber Data ……………………………. 14 3.4.2. Metode Analisis ………………………………………. 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………….............…….. 15 4.1. Potensi dan Capaian Produksi Pangan Lokal ......……….. 15

4.1.1. Potensi Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan ....................................................

15

4.1.2. Perkembangan Harga Gabah, Jagung,

Ubi Kayu dan Ubi Jalar ................................

39 4.1.3. Kebijakan, Program, Permasalahan dan

Tantangan Produksi Pangan ...........…...........

42 4.2. Pola Konsumsi Pangan Lokal ……………………………….... 44

4.2.1. Pangsa Pengeluaran Pangan ………………….….. 44 4.2.2. Konsumsi Energi dan Protein Serta

Diversifikasi Konsumsi Pangan ………………...... 45 51

4.2.3. Tingkat Konsumsi Pangan …............…………… 59 4.2.4. Kebijakan, Program, Permasalahan dan

Tantangan Pola Konsumsi Pangan …….....…….

63

4.3. Industri Pengolahan dan Produk Pangan Lokal ............ 68

Page 4: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

III

4.3.1. Industri Pengolahan Pangan Lokal ……...……... 68 4.3.2. Teknologi Pengolahan Pangan …..............…… 82

4.3.3. Produk dan Harga Pangan …......................…. 84 4.4.

4.5.

Kebijakan Program, Permasalahan dan Tantangan

Teknologi Industri Pangan ……………..................……… Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan ..............

88 91

4.5.1. Identifikasi Unsur SWOT ……………………...…… 91 4.5.2. Alternatif Kebijakan Untuk Pengembangan

Program ...................................................

101

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN …………………………. 103

5.1. Kesimpulan ………………………………………………………….. 103 5.2. Implikasi Kebijakan ………………………………………………… 107

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. LAMPIRAN ……………………………………………….................................

109 110

Page 5: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

IV

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1.

4.2.1.

4.2.2. 4.2.3.

4.2.4. 4.2.5.

4.2.6.

4.2.8. 4.2.9.

4.2.10

4.2.11

4.2.12

4.2.13

4.2.14

4.2.15

4.2.16

4.3.1.

4.3.2.

4.3.3.

4.3.4. 4.3.5.

4.3.6. 4.3.7.

Distribusi Propinsi Menurut Pola Konsumsi Makanan Pokok Tahun 1979, 1984 dan 1996 ……………………………………………. Dinamika Pangsa Pengeluaran Pangan Nasional (%) …………..

Pangsa Pengeluaran Pangan Menurut Pulau (%) ……………... Pangsa Pengeluaran Padi-padian Menurut Pulau ……………....

Pangsa Pengeluaran Umbi-umbian Menurut Pulau (%) .......... Distribusi Propinsi Menurut Tingkat Konsumsi Energi dan Protein 2012 .................................................................….

Konsumsi Energi, Protein dan Skor PPH Provinsi Banten ………….......................................................

Pencapaian Skor PPH .. …………………………………………………….. Distribusi Propinsi Berdasarkan Perubahan Skor PPH

(2005 dan 2012) .........................................................……. Pola Pangan Masyarakat, 2011 dan 2012 Gram/Kapita/Hari) ........................................................……

Perkembangan Pola Konsumsi Pangan Pokok Di Indonesia Di Indonesia ………………………………………………..

Tingkat Konsumsi Pangan: Beras, Umbi-umbian dan Terigu Menurut Wilayah (Kg/Kap/Th) ......………………………………………

Rata-rata Tingkat Konsumsi Beras dan Terigu Menurut Pulau (Kg/Kap/Th) …………..................................... Rata-rata Tingkat Konsumsi Jagung, Ubikayu dan Ubijalar

Menurut Pulau (Kg/Kap/Th) ........................................………. Rata-rata Tingkat Konsumsi Sagu dan Umbi Lainnya

Menurut Pulau (Kg/Kap/Th) ...........................................…… Perkembangan Kebijakan/Program/Kegiatan Diversifikasi

Konsumsi Pangan ................................................................

Kinerja Umum Industri Besar dan Sedang Tahun 2007 – 2011 .....................................................................

Jumlah Industri Pangan, Penyerapan Tenaga Kerja dan Nilai Tambah .....................................................................

Beberapa Produk Industri Pengolahan Padi, Palawija, Kacang- Kacangan, Umbi-umbian dan Pangan Sumber Karbohidrat Lain 2011 .........................................................................

Beberapa Produk Industri Pangan Hewan 2011 ………………….. Beberapa Produk Industri Pangan Nabati ...........………………..

Beberapa Produk Industri Sayur Buah ….........…………………… Beberapa Produk Industri Minyak, Lemak dan

Produk Turunannya ............................................................

11 46

47 50

51

55

57

58

58

58

60

61

61

62

62

67

73

75

76

77 78

78

79

Page 6: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

V

4.3.8.

4.3.9.

4.3.10 4.3.11

4.4.1.

4.4.2.

4.4.3.

4.4.4.

Beberapa Produk Industri Gula, Produk Turunan Gula,

Dan Pemanis Lain .............................................................. Beberapa Produk Industri Minuman dan Penyegar Lain ..........

Beberapa Produk Industri Pangan Lainnya ............................ Rataan Harga Produsen Beberapa Jenis Komoditas Pangan ....

Matrik Urgensi Internal Dalam Pengembangan Diversifikasi Pangan ........................................................... Matrik Urgensi Eksternal Dalam Pengembangan

Diversifikasi Pangan ........................................................... Nilai Keterkaitan Antara Faktor Internal dan Eksternal

Pengembangan Diversifikasi Pangan .................................... Formulasi Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan Berdasarkan Evaluasi Faktor Internal – Eksternal .................

80 81

81 87

97

97

99

100

Page 7: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

VI

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1.1. 4.1.2. 4.1.3.

4.1.4.

4.1.5. 4.1.6. 4.1.7.

4.1.8.

4.1.9. 4.1.10.

4.1.11.

4.1.12. 4.1.13.

4.1.14.

4.1.15.

4.1.16.

4.1.17.

4.1.18.

4.1.19.

4.1.20.

4.1.21.

4.1.22. 4.1.23.

4.1.24.

4.1.25.

4.1.26.

Perkembangan Produksi Padi Indonesia 2000 – 2012 ..……….....

Perkembangan Produksi Padi Menurut Wilayah 2000 – 2012 ..... Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Padi 2000 - 2012 ……..............................................................

Pangsa Produksi Padi 2000 – 2012 ..……………………………….....… Perkembangan Pangsa Produksi Padi 2000 – 2012 ...................

Perkembangan Produktivitas Padi 2000 – 2012 ........................ Rata-rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produksi Padi 2000 – 2012 ...................................................................

Laju Pertumbuhan Produktivitas Padi 2000 – 2012 ................... Perkembangan Produksi Jagung Indonesia 2000 – 2012 ...........

Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Jagung 2000 – 2012 ..............................................................

Perkembangan Produksi Jagung Menurut Wilayah 2000-2012 ................................................................ Pangsa Produksi Jagung 2000 – 2012 .....................................

Rata-rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Jagung 2000 – 2012 ...............................................................

Perkembangan Produksi Ubi Kayu Indonesia 2000 – 2012 ......... Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi

Ubi Kayu 2000 – 2012 ............................................................. Perkembangan Produksi Ubi Kayu Menurut Wilayah 2000 – 2012 ..............................................................

Pangsa Produksi Ubi Kayu 2000 – 2012 .................................... Rata-rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas

Ubi Kayu 2000 – 2012 ............................................................ Perkembangan Produksi Ubi Jalar Indonesia 2000 – 2012 .........

Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Ubi Jalar 2000 – 2012 ............................................................ Perkembangan Produksi Ubi Jalar Menurut

Wilayah 2000 – 2012 ............................................................. Pangsa Produksi Ubi Jalar 2000 – 2012 ...................................

Rata-rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Ubi Jalar 2000 – 2012 ........................................................... Perkembangan Luas Panen Padi Menurut

Wilayah 2000 – 2012 .............................................................. Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen Padi

Menurut Wilayah Tahun 2000 – 2012 ....................................... Pangsa Luas Panen Padi 2000 – 2012 ......................................

16 16

17 18

19 20

20 20

21

21

22

22

23 24

25

25 25

27 27

28

28

29

29

31

31

31

Page 8: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

VII

4.1.27.

4.1.28.

4.1.29.

4.1.30.

4.1.31.

4.1.32.

4.1.33.

4.1.34.

4.1.35.

4.1.36.

4.1.37.

4.2.1.

4.2.2. 4.2.3.

4.2.4. 4.2.5.

4.2.6. 4.2.7. 4.2.8.

4.3.1. 4.3.2.

4.3.3. 4.4.1.

Perkembangan Luas Panen Jagung Menurut Wilayah

Tahun 2000 – 2012................................................................. Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen

Jagug Menurut Wilayah Tahun 2000 – 2012 ............................. Pangsa Luas Panen Jagung 2000 – 2012 ..................................

Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu Menurut Wilayah 2000 – 2012 ........................................................................... Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen

Ubi Kayu Menurut Wilayah 2000 – 2012 .................................... Pangsa Luas Panen Ubi Kayu 2000 – 2012 ................................

Perkembangan Luas Panen Ubi Jalar Menurut Wilayah 2000 – 2012 ........................................................................... Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen

Ubi Jalar Menurut Wilayah 2000 – 2012 .................................... Pangsa Luas Panen Ubi Jalar 2000 – 2012 .................................

Pangsa Luas Panen Padi, Jagung, dan Ubi Kayu + Ubi Jalar 2000 – 2012 ............................................................................

Perkembangan Harga Gabah, Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar 2011 – 2013 ............................................................. Pangsa Pengeluaran Pangan (%) ..............................................

Pangsa Pengeluaran Kelompok Pangan Tingkat Nasional (%) ..... Pangsa Pengeluaran Kelompok Pangan di Perkotaan (%) ...........

Pangsa Pengeluaran Kelompok Pangan di Pedesaan (%) ............ Konsumsi Energi Menurut Wilayah ............................................

Konsumsi Protein Menurut Wilayah ........................................... Konsusmi Energi dan Protein di Kab. Gunung Kidul .................... Capaian Skor PPH ....................................................................

Peran Sektor Industri Pangan Dalam Pembentukan PDB ............. Pencapaian Kapasitas Terpasang Industri, 2006 – 2010 .............

Dinamika Harga Komoditas Pangan 2000 – 2011 ....................... Peta Kekuatan Faktor-faktor yang Dapat Menentukan Kesuksesan Pengembangan Diversifikasi Pangan

Di Indonesia ...........................................................................

32

32 33

34

34 35

36

36 37

38

40 46

49 49

50 53

53 56 58

70 72

88

100

Page 9: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

VIII

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

4.1.

4.2.

4.3.

Gambar Skema Pemanfaatan Ubi kayu Untuk Berbagai Produk Pangan ………….........………………………………........................ Gambar Skema Pemanfaatan Jagung Untuk Berbagai Produk

Pangan ...............................................................………….. Gambar Skema Pemanfaatan Sagu Untuk Berbagai Produk

Pangan ...........................................................……………...

111

112

113

Page 10: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis,

mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karenannya,

pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan di berbagai

tingkatan wilayah, mulai dari tingkat nasional sampai rumahtangga bahkan individu

sesuai konsep ketahanan pangan dalam Undang-Undang Pangan No. 7, 1996.

Terdapat 11 permasalahan mendasar di sektor pertanian diantaranya adalah masih

rawannya ketahanan pangan dan belum berjalannya diversifikasi pangan dengan

baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Pertanian (2009), yang

dituangkan dalam Renstra Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 mencanangkan

empat target sukses pertanian yang salah satunya adalah peningkatan diversifikasi

pangan.

Pencanangan target sukses ini didasari pada masih belum tercapainya

konsumsi sesuai Pola Pangan harapan (PPH). Dengan jumlah penduduk yang besar

dan akan terus bertambah maka dominasi beras dalam pola konsumsi pangan akan

memberatkan upaya pemantapan pangan secara berkelanjutan di tingkat lokalita.

Tantangan ke depan adalah bagaimana mendidik masyarakat untuk melakukan

diversifikasi produksi dan konsumsi bahan pangan sesuai skor PPH yang

dicanangkan. Dengan demikian diharapkan ketahanan pangan nasional akan dapat

dicapai secara berkelanjutan. Disamping itu, sumberdaya alam yang tersedia dapat

dikembangkan untuk mendorong komoditas pangan lain dan bahan baku industri

yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan devisa negara.

Dalam kebijakan terbaru seperti pada Masterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia atau dikenal dengan MP3EI, (Kemenko Bidang

Perekonomian, 2011), juga menyebutkan akan pentingnya diversifikasi pangan

untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Dalam MP3EI disebutkan bahwa

ketahanan pangan merupakan prasyarat penting mendukung keberhasilan

pembangunan Indonesia. Ketahanan pangan yang dibangun berdasarkan prinsip-

Page 11: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

2

prinsip sebagai berikut: 1) Ketahanan pangan memperhatikan dimensi konsumsi

dan produksi, 2) Pangan tersedia secara mencukupi dan merata bagi seluruh rakyat

Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sehat dan produktif, 3) Upaya

diversifikasi konsumsi pangan terjadi jika pendapatan masyarakat meningkat dan

produk pangan dihargai sesuai dengan nilai ekonominya, 4) Diversifikasi produksi

pangan terutama tepung-tepungan, disesuaikan dengan potensi produksi pangan

daerah, 5) Pembangunan sentra produksi pangan baru berskala ekonomi luas di

Luar Jawa dan 6) Peningkatan produktivitas melalui peningkatan kegiatan penelitan

dan pengembangan khususnya untuk bibit maupun teknologi pasca panen.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor. 68 Tahun 2002 tentang

Ketahanan Pangan, secara eksplisit dituangkan bahwa penganekaragaman pangan

diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan

sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Badan Bimas Ketahanan Pangan,

2003). Ketahanan pangan diwujudkan dengan membangun kemandirian pangan

yaitu untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dari produksi domestik. Namun

untuk mewujudkan hal tersebut tidak mudah karena jumlah penduduk terus

bertambah. Jumlah penduduk tahun 2010 sebesar 237,5 juta jiwa, dimana

53,45% berada di Pulau Jawa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49%. (BPS,

2011). Diperkirakan pada tahun 2020, penduduk Indonesia berjumlah 250 juta.

Di sisi lain, pemenuhan kebutuhan pangan nasional untuk memperkuat

ketahanan pangan tidaklah mudah. Sumaryanto (2009) mengemukakan kendala

yang dihadapi dalam peningkatan ketersediaan produksi pangan per kapita

terutama adalah: (1) pertumbuhan luas panen sangat terbatas karena (i) laju

perluasan lahan pertanian baru sangat rendah dan (ii) konversi lahan pertanian ke

non pertanian sulit dikendalikan, (iii) degradasi sumberdaya air dan kinerja irigasi

serta turunnya tingkat kesuburan fisik dan kimia lahan pertanian; dan (2) adanya

gejala kemandegan dalam pertumbuhan produktivitas.

Pola konsumsi masyarakat Indonesia masih bias pada komoditas beras

bahkan beras sudah menjadi makanan pokok tunggal. Provinsi yang semula

mengkonsumsi pangan bukan beras beralih ke beras (Ariani dan Asari, 2003). Hal

Page 12: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

3

ini yang mengakibatkan tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia relatif masih

tinggi. Makmur, M (2010) mengatakan bahwa konsumsi beras total untuk Indonesia

tahun 2009 sebesar 139 kg/kapita/tahun lebih besar dibandingkan dengan negara

tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Jepang, misalnya sudah dibawah angka

100 kg, yaitu masing-masing sebesar 90 kg, 80 kg dan 60 kg. Ke depan, ketahanan

pangan akan rapuh jika hanya bertumpu pada beras.

Konsumsi pangan secara umum merupakan pengeluaran terbesar dari rumah

tangga di wilayah perdesaan yang rata-rata mencapai 58,57% dari total

pengeluaran rumah tangga. Khususnya untuk konsumsi padi-padian, rumah tangga

di perdesaan harus menyediakan 13,25 % dari total pendapatannya untuk membeli

komoditas pangan ini. Kondisi demikian menunjukkan terjadinya ketergantungan

yang tinggi terhadap konsumsi pangan padi-padian telah menyebabkan besarnya

alokasi pendapatan rumah tangga. Pada tingkat nasionalpun negara Indonesia

sangat tergantung kepada sumber pangan karbohidrat seperti beras dan

gandum/tepung terigu. Kondisi itu dibuktikan dengan upaya melakukan impor

pangan karbohidrat beras secara berkesinambungan yang melebihi kuota yang

ditetapkan pemerintah, yakni lebih dari 62 %.

Ketergantungan negara akan pangan beras ini, merupakan cerminan dari

pola konsumsi pangan masyarakat (food habits) yang cenderung ke beras, padahal

sumber pangan non beras masih melimpah ruah, seperti ketela, ubi jalar, jagung,

kedele dan umbi-umbi lainnya. Menyikapi kondisi demikian, pemerintah berupaya

mendorong diversifikasi pangan untuk mengurangi beban konsumsi pangan

karbohidrat kepada komoditi pangan lain yang lebih murah dan terjangkau.

Beras adalah salah satu pangan kunci di dunia dan dimakan oleh sekitar 3

miliar orang setiap harinya. Di Asia, beras merupakan makanan pokok untuk sekitar

600 juta penduduk. Lebih dari 60 % penduduk dunia atau satu milyar orang yang

tinggal di Asia tergantung pada beras sebagai makanan pokok dan hidup dalam

kemiskinan serta kekurangan gizi. Oleh karena itu, jika terjadi penurunan produksi

padi, maka berarti akan lebih banyak orang tergelincir ke dalam jurang kemiskinan

dan kelaparan (Tim Peneliti Pangan IPSK-LIPI, 2011).

Page 13: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

4

Indonesia merupakan salah satu negara megadiversitas (hasil studi United

Nations Environmental Protection). Hasil studi Kementerian Lingkungan Hidup

seperti yang disitir oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan

Ketahanan Pangan (2012) bahwa Indonesia sedikitnya memiliki 100 spesies

tanaman biji-bijian, umbi-umbian, sagu, penghasil tepung dan gula sebagai sumber

karbohidrat. Namun hanya beberapa pangan sumber karbohidrat yang dikenal

secara luas dan dimanfaatkan untuk dikonsumsi secara intensif seperti padi,

jagung, ubikayu, ubijalar, sagu dan lainnya. Bahkan beberapa pangan tersebut

telah tergantikan oleh beras dan gandum.

Beragam pangan lokal seperti jagung, umbi-umbian dan sagu mempunyai

prospek yang cukup luas untuk dikembangkan sebagai substitusi beras dan untuk

diolah menjadi makanan bergengsi. Kegiatan ini memerlukan dukungan

pengembangan teknologi proses dan pengolahan serta strategi pemasaran yang

baik untuk mengubah image pangan inferior menjadi pangan normal bahkan

superior. Upaya peningkatan nilai tambah melalui agroindustri, selain meningkatkan

pendapatan juga berperan dalam penyediaan pangan yang beragam dan bermutu.

1.2. Dasar Pertimbangan

Mewujudkan ketahanan pangan nasional yang tertumpu pada kemandirian

pangan telah menjadi komitmen pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi

dan pertanian domestik. Ketahanan pangan dibangun berdasarkan sumberdaya,

kelembagaan, dan budaya lokal yang bertujuan untuk meningkatkan

keanekaragaman produksi dan konsumsi pangan lokal yang bergizi dan aman untuk

dikonsumsi oleh masyarakat.

Pemerintah menetapkan kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal yang ditindaklanjuti dengan Gerakan

Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal oleh

Kementerian Pertanian dengan target terjadi penurunan konsumsi beras sebesar

1,5 % per tahun dan kenaikan skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 1 per

tahun (Badan Ketahanan Pangan, 2009). Hal ini berarti pola pangan masyarakat

Page 14: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

5

Indonesia harus berdiversifikasi tidak hanya pangan pokok yang bertumpu pada

beras tetapi juga diversifikasi pangan secara luas seperti pangan sumber protein,

vitamin dan mineral.

Potensi pangan pokok di Indonesia telah banyak dan beragam jenisnya.

Sejak lama Indonesia mempunyai pola pangan pokok yang beragam dengan

menggunakan pangan lokal non beras seperti jagung, aneka umbi-umbian, pisang

dan sagu. Indonesia mempunyai 11 pola pangan pokok yang tersebar di berbagai

provinsi. Walaupun program diversifikasi konsumsi pangan telah digulirkan sejak

tahun 1960-an, namun justru pangan pokok telah bergeser yaitu pola pangan

pokok yang semula beragam dan berasal dari pangan lokal seperti jagung, ubikayu,

ubijalar, sagu dan lain-lain, beralih ke pola tunggal dengan komoditas beras.

Masyarakat di beberapa wilayah yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok

bukan beras beralih ke beras.

Pelaksanaan penganekaragaman konsumsi pangan menuju konsumsi

pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman akan memberikan manfaat

yang besar, apabila mampu menggali dan mengembangkan potensi sumber-sumber

pangan lokal. Namun diversifikasi pangan pokok atau pangan sumber karbohidrat

yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, masih sukar dilaksanakan

yang ditunjukkan dengan masih tingginya konsumsi beras dan pola pangan pokok

yang kearah tunggal yaitu beras.

Upaya penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan lokal

non beras serta peningkatan skor PPH dilakukan melalui diversifikasi konsumsi

pangan pokok. Diversifikasi pangan dapat diwujudkan sesuai dengan kekayaan

keanekaragaman hayati yang dimiliki. Selain beras dan terigu, ada lebih dari 30

jenis aneka pangan lokal non beras. Misalnya jagung dan umbi-umbian seperti

talas, singkong, gadung, gembili, pisang, huwi, sukun, dan lain-lain. Umbi-umbian

adalah bahan nabati yang tumbuh di dalam tanah seperti ubikayu, ubijalar,

kentang, dan sebagainya. Di Indonesia ubikayu merupakan makanan pokok ketiga

setelah beras dan jagung. Ubikayu mempunyai arti ekonomi terpenting diantara

jenis umbi-umbian lainnya, sebab selain dapat dikonsumsi langsung, dapat

Page 15: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

6

dijadikan tepung tapioka, gaplek, pelet, tape, dekstrin, lem, kerupuk, dan lain-

lainnya.

Selain ubikayu, terdapat pula ubijalar yang tingkat produksinya di negara kita

ini cukup berlimpah, tetapi penggunaannya belum seluas ubikayu (singkong). Ubi

jalar umumnya masih dikonsumsi sebagai ubijalar rebus, kolak, atau ubi bakar.

Padahal, peranan ubijalar sebagai sumber karbohidrat dan zat tenaga adalah

sangat penting, yaitu hampir menyamai singkong. Kelebihan yang dimiliki ubijalar

ini (terutama yang berwarna merah) dibandingkan ubi-ubian lainnya seperti

ganyong, kentang, singkong, suweg, talas, dan uwi adalah kandungan Vit A-nya

yang sangat tinggi.

Peningkatan peran pangan lokal non beras mampu mensubsitusi atau

komplemen dengan beras atau gandum melalui pengembangan teknologi

pengolahan produk pangan lokal non beras baik dari segi keanekaragaman produk

maupun rasa, packaging, ukuran, dan lainnya. Hal ini juga sesuai dengan

Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa

penganekaragaman pangan dilakukan dengan mengembangkan teknologi

pengolahan dan produk pangan. Oleh karena itu, kajian terkait diversifikasi pangan

non beras berbasis pangan lokal perlu dilakukan. Peran pangan non beras ini dapat

sebagai pangan pokok atau pangan selingan. Kajian mencakup potensi produksi,

konsumsi, teknologi pengolahan dan produk pangan lokal. Selain itu juga dianalisis

mengenai permasalahan, peluang dan strategi pengembangan diversifikasi

pangan lokal baik dari sisi produksi maupun sisi konsumsi pangan. Pangan lokal

yang dimaksud adalah pangan sumber karbohidrat (umbi-umbian, jagung, sagu,

dll) yang dikonsumsi dan diproduksi berbasis potensi dan kearifan lokal.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari kajian ini adalah untuk menganalisis

pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal. Adapun tujuan khusus

adalah :

1. Menganalisis potensi produksi pangan lokal

Page 16: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

7

2. Menganalisis pola konsumsi pangan lokal

3. Mengidentifikasi teknologi pengolahan dan produk pangan lokal

4. Menyusun strategi pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal

1.4. Keluaran Penelitian

Secara umum keluaran penelitian ini adalah rumusan kebijakan

pengembangan diversifikasi pangan lokal. Secara khusus seperti berikut:

1. Potensi dan perkembangan produksi pangan lokal

2. Pola konsumsi pangan lokal

3. Teknologi pengolahan dan produk pangan lokal

4. Strategi pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar rekomendasi dalam

penyempurnaan kebijakan ketahanan pangan ke depan terutama terkait dengan

kebijakan diversifikasi pangan terutama untuk pangan lokal. Selain itu juga dapat

digunakan untuk dasar kebijakan pengembangan agroindustri berbasis pangan

lokal. Dampak dari kegiatan ini adalah penguatan ketahanan pangan berbasis

kemandirian pangan dan peningkatan pendapatan petani.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

Dalam Peraturan Menteri Pertanian tentang Gerakan Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal disebutkan

bahwa pangan lokal didefinisikan sebagai pangan baik sumber karbohidrat, protein,

vitamin dan mineral yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi

sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Sementara itu, pangan olahan adalah

makanan atau minuman hasil proses dengan cara arau metode tertentu dengan

atau tanpa bahan tambahan (Badan ketahanan pangan, 2009). Dalam penelitian ini

Page 17: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

8

pangan lokal dibatasi hanya pangan sumber karbohidrat yang diproduksi dan dan

dikembangkan sesuai dengan potensi sumberdaya wilayah dan budaya setempat.

Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan

kebijakan ketahanan pangan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Konsep

diversifikasi pangan telah banyak dirumuskan dan diinterprestasikan oleh para

pakar sesuai dengan kontek tujuannya. Ada yang mengartikan diversifikasi dalam

arti sempit hanya pada pangan sumber karbohidrat yaitu pada pangan pokok, ada

pula dalam arti luas mencakup pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin dan

mineral.

Namun pada umumnya seperti ditulis oleh Cahyani, G.I (2008) bahwa

diversifikasi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu diversifikasi vertikal, horizontal

dan regional. Diversifikasi horizontal merupakan upaya penganekaragaman produk

yang dihasilkan (dari sisi penawaran) dan produk yang dikonsumsi (dari sisi

permintaan) pada tingkat individu, rumah tangga maupun perusahaan. Secara

prinsip diversifikasi horizontal adalah penganekaraman antar komoditas.

Diversifikasi vertikal merupakan upaya pengembangan produk pokok menjadi

produk baru untuk keperluan pada tingkat konsumsi. Secara prinsip diversifikasi

vertikal adalah merupakan upaya pengembangan setelah panen di dalamnya

termasuk kegiatan pengolahan hasil dan limbah pertanian. Diversifikasi vertical

dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas pangan agar lebih

berdaya guna bagi kebutuhan manusia. Sementara itu Diversifikasi regional yaitu

merupakan diversifikasi antar wilayah dan social budaya. Badan Ketahanan Pangan

(2009) dalam Peraturan Menteri Pertanian tentang Gerakan Percepatan

Penganekaragan Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal mendefinisikan

diversifikasi/ penganekaragaman konsumsi pangan adalah proses pemilihan pangan

yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis saja tetapi terhadap

bermacam-macam bahan pangan.

Page 18: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

9

2.2. Hasil-hasil Penelitian Terkait Diversifikasi Pangan Non Beras berbasis

Pangan Lokal

Meskipun konsumsi beras cenderung menurun namun kontribusinya

terhadap total energi masih diatas 60 % sedangkan umbi-umbian baru

menyumbang energi sekitar 3 %, aneka umbi-umbian mempunyai prospek yang

cukup luas untuk dikembangkan sebagai substitusi beras dan untuk diolah menjadi

makanan bergengsi. Kegiatan ini memerlukan dukungan pengembangan teknologi

proses dan pengolahan serta strategi pemasaran yang baik untuk mengubah image

pangan inferior menjadi pangan normal bahkan superior. Upaya peningkatan nilai

tambah melalui agroindustri, selain meningkatkan pendapatan juga berperan dalam

penyediaan pangan yang beragam dan bermutu (Hardinsyah dan Martianto, 2001).

Seringkali pemerintah hanya menganjurkan masyarakat untuk melakukan

keanekaragaman konsumsi pangan dan bersifat hanya menyuruh tanpa didukung

oleh ketersediaan bahannya yang dapat diperoleh secara mudah. Dalam memenuhi

permintaan konsumen, salah satu faktor yang sangat penting dalam mensukseskan

program keanekaragaman pangan adalah melaksanakan product development.

Produk ini merupakan upaya menciptakan suatu produk baru yang memiliki sifat

antara lain sangat praktis, tersedia dalam segala ukuran, kalau digunakan tidak ada

sisanya dan mudah diperoleh di mana saja. Dengan semakin sibuknya kehidupan

setiap anggota rumah tangga dan tidak cukupnya waktu untuk memasak makanan

maka bentuk makanan yang siap olah dan siap santap merupakan pilihan yang

terbaik (Baharsyah, 1994).

Hasil analisis dengan menggunakan data Susenas 1979 (Pusat Penelitian

Agro Ekonomi, 1989) dan 1996 (Rachman, 2001) di wilayah Kawasan Timur

Indonesia (KTI) menunjukkan bahwa: 1) semua propinsi di Indonesia pada tahun

1979 mempunyai pola pangan pokok utama beras. Pada tahun 1996, posisi

tersebut masih tetap, kalaupun berubah hanya terjadi pada pangan kedua yaitu

antara jagung dan umbi-umbian; 2) pola tunggal beras pada tahun 1979 hanya

terjadi di satu propinsi yaitu Kalsel, maka pada tahun 1996 terjadi di 8 propinsi

yaitu Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, NTB, Sulsel, Sulut dan Sulteng (Ariani, 2010).

Page 19: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

10

Ini berarti telah terjadi peningkatan preferensi dan jumlah konsumsi beras yang

signifikan di propinsi tersebut, sehingga mampu menggeser peran jagung dan

umbi-umbian sebagai pangan pokok seperti pada Tabel 2.1.

Peran beras sebagai pangan pokok semakin kuat, yang ditunjukkan oleh

tingkat partisipasi yang cukup tinggi di berbagai wilayah termasuk pada wilayah

yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok bukan beras. Bahkan di beberapa

propinsi, terjadi pergeseran pangan pokok dari beragam cenderung pola tunggal

yaitu beras. Di sisi lain, pangan lokal seperti jagung dan ubikayu semakin

ditinggalkan masyarakat, sebaliknya pangan global seperti mi semakin banyak

digemari oleh masyarakat yang ditunjukkan dengan kenaikan tingkat partisipasi

yang signifikan.

Banyak faktor yang menyebabkan terhambatnya diversifikasi konsumsi

pangan. Diantaranya adalah : 1) beras memang lebih enak dan mudah diolah, 2)

adanya konsep makan yang keliru, belum dikatakan makan kalau belum makan

nasi, 3) beras sebagai komoditas superior, 4) ketersediaan beras melimpah dan

harganya murah, 5) pendapatan rumah tangga, 6) terbatasnya teknologi

pengolahan dan promosi pangan non beras (pangan lokal), 7) kebijakan pangan

yang tumpang tindih dan 8) adanya kebijakan impor gandum, jenis product

development cukup banyak dan promosi yang gencar.

Sayaka dkk (2005) melaksanakan penelitian di tiga provinsi yaitu Jawa

Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua. Hasil penelitian adalah: a)

Sebagian besar penduduk di wilayah penelitian, terutama yang tinggal di pedesaan,

mengkonsumsi ubikayu, jagung, dan sagu sebagai makan pokok sesuai yang

dihasilkan oleh lahan pertanian atau sumberdaya alam setempat. Sementara itu,

sumber perolehan beras yang dikonsumsi oleh rumah tangga termasuk rumah

tangga di pedesaan berasal dari pembelian. Jenis pangan lokal yang banyak

dikonsumsi oleh rumah tangga untuk ubikayu berupa ubikayu segar, untuk jagung

berupa jagung pipilan dan sagu berupa tepung sagu. Pola konsumsi pangan rumah

tangga masih bias pada pangan sumber karbohidrat, belum beragam seperti dalam

Page 20: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

11

PPH, demikian pula untuk konsumsi pangan pokoknya. Konsumsi pangan pokok di

pedesaan lebih beragam dibandingkan di perkotaan.

Tabel 2.1. Distribusi Propinsi Menurut Pola Konsumsi Makanan Pokok Tahun 1979, 1984, dan 1996

No. Pola Makanan

Pokok 1979 1984 1996

1. Beras Kalsel, DKI, NAD,

Sumbar DKI, NAD,

Sumbar, Bengkulu

NTB, Kalbar,

Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulteng, Sulsel

2. Beras+umbi-

umbian Kaltim, NTB,

Kalteng, Kalbar, Bali, DIY, Lampung,

Bengkulu, Jambi, Riau, Sumsel,

Kaltim, Kalteng,

Kalbar, Kalsel, Sumut, Sumsel, Riau, Jambi,

Jabar

-

3. Beras+jagung+ umbi-umbian

Sumut, Jabar

Sulut, Jateng, Tim-Tim, Jatim

Sultra

4. Beras+umbi-

umbian+jagung Sulut, NTT

NTT, Lampung,

DIY, Bali -

5. Beras+umbi-umbian+sagu+ pisang

Sulsel, Jateng, Jatim

Maluku -

6. Beras+sagu+umb

i-umbian Maluku Papua -

7. Beras+umbi-umbian+sagu+ jagung

Papua - Maluku, Papua

8. Beras + sagu - NTB,Sulsel,

Sultra NTT, Tim-Tim

9. Beras + jagung Sulteng - -

10. Beras+jagung+sagu+umbi-umbian

- Sulteng -

11. Beras+sagu+umbi-umbian+ jagung

Sultra - -

b) Sebagian besar rumah tangga mengkonsumsi ubikayu dan jagung sebagai

makanan pokok dalam bentuk campuran dengan mencampur beras untuk konsumsi

ubikayu, dengan ubikayu/ubijalar untuk konsumsi jagung. Sementara itu, sagu

dikonsumsi dalam bentuk tunggal. Jenis makanan olahan yang menggunakan

bahan baku ubikayu, jagung dan sagu yang masak oleh rumah tangga sebagai

Page 21: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

12

makanan selingan relatif banyak, namun cara masaknya masih bersifat tradisional

(dikukus, direbus, digoreng) dan tidak ada jenis makanan baru yang diolah. Rumah

tangga juga jarang membeli makanan olahan yang menggunakan bahan baku

ketiga komoditas tersebut. Pada rumah tangga perkotaan telah terjadi perubahan

konsumsi pangan pokok dari pangan lokal (ubikayu, jagung dan sagu) ke beras

melalui mekanisme RASKIN dan tunjangan beras PNS.

Hasil analisis yang dilakukan oleh Ariani (2010) dengan menggunakan data

Susenas tahun 2002, 2005 dan 2008 diperoleh hasil seperti berikut: 1) Pola

konsumsi pangan pokok di Indonesia cenderung pola pangan tunggal yaitu beras.

Selain itu pola pangan pokok kedua, yang semula dari umbi-umbian dan jagung

bergeser ke terigu dan produknya seperti mi instan, 2). Tingkat konsumsi beras

langsung untuk rumahtangga masih tinggi yaitu 104,9 kg/kap/tahun. Untuk pangan

pokok lainnya relatif kecil (jagung: 2,9 kg; terigu: 11,2 kg; ubikayu: 12,9 kg;

ubijalar: 2,8 kg/kap/tahun), 3) Dari segi diversifikasi pangan dalam konsep Pola

Pangan Harapan (PPH), konsumsi beras perlu diturunkan, sebaliknya konsumsi

jagung dan umbi-umbian ditingkatkan. Oleh karena itu, diversifikasi pangan

termasuk pangan pokok yang telah dicanangkan oleh pemerintah

diimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan oleh semua elemen

masyarakat. Keberhasilan diversifikasi pangan pokok akan mengurangi konsumsi

beras, dan pada gilirannya mempermudah pencapaian swasembada beras.

III. METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Indonesia mempunyai wilayah yang beragam dengan potensi pangan lokal

non beras yang beragam pula. Pangan lokal sumber karbohidrat non beras yang

dikenal antara lain jagung, ubikayu, ubijalar, sagu, pisang. Pangan lokal non beras

ini berpotensi menjadi subsitusi atau komplemen dengan komoditas beras baik

terutama sebagai pangan pokok. Namun demikian pangan lokal non beras ini juga

berpotensi untuk menjadi makanan selingan. Oleh karena itu, identifikasi potensi

pangan lokal termasuk permasalahannya sangat diperlukan untuk mengetahui

Page 22: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

13

seberapa besar ketersediaan pangan lokal yang dapat digunakan sebagai pijakan

pengembangan produk olahannya.

Peningkatan ketersediaan pangan lokal terutama dari produksi harus seiring

dengan peningkatan konsumsinya agar pangan yang disediakan benar-benar

dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, kondisi eksisting pola konsumsi

pangan lokal baik dari sisi pengeluaran, tingkat partisipasi/tingkat konsumsi dan

tingkat diversifikasi konsumsi pangan sangat diperlukan.

Dalam upaya pengembangan diversifikasi pangan lokal juga harus dianalisis

kondisi eksisting jenis teknologi dan produknya sehingga dapat dilakukan

pengembangan teknologi pangan lokal sesuai dengan selera konsumen dan daya

jangkau masyarakat. Preferensi konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi

status ekonomi, pendidikan, kesadaran terhadap berbagai aspek (pangan dan gizi,

keamanan pangan, kesehatan lingkungan dan agama), kondisi produk olahan

(kualitas, masa simpan, ukuran, rasa, desain kemasan, kepraktisan, harga, dll) dan

promosi produk.

Dengan memperhatikan aspek produksi, konsumsi, jenis teknologi dan

produk yang dihasilkan pada saat ini serta memperhatikan permasalahannya, akan

dapat disusun suatu kebijakan pengembangan produk pangan lokal sebagai upaya

pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal.

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan meliputi penyusunan proposal, penggalian data dan

informasi terutama berasal dari data sekunder, serta penyusunan laporan akhir.

Sementara itu, ruang lingkup substansi meliputi potensi produksi, konsumsi,

teknologi pengolahan dan produk pangan lokal serta permasalahannya.

3.3. Lokasi Penelitian

Secara umum bahasan kajian akan meliputi seluruh propinsi dengan

menggunakan data sekunder, namun untuk memperdalam pembahasan dilakukan

Page 23: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

14

pendalaman substansi di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Daerah Istimewa

Yogyakarta.

3.4. Data dan Metoda Analisis

3.4.1. Jenis dan Sumber Data

Sumber data terutama berasal dari data sekunder, namun untuk

memperdalam kajian substansi dilakukan pengumpulan data primer. Dara sekunder

meliputi: a) Potensi (lahan) dan perkembangan luas panen, produksi dan

produktivitas pangan lokal; b) Pola konsumsi pangan: pangsa pengeluaran, tingkat

partisipasi dan tingkat konsumsi pangan lokal, diversifikasi konsumsi pangan dan

persepsi konsumsi pangan lokal; dan c) Jenis teknologi pengolahan pangan lokal

dan produknya. Sementara itu, data primer meliputi permasalahan produksi,

konsumsi dan agroindustri; situasi perkembangan konsumsi dan teknologi pangan.

Sumber data utama adalah data dari Badan Pusat Statistik (BPS) seperti Survey

Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Statistik Indonesia berbagai tahun; Badan

Ketahanan Pangan (BKP); Kementerian Perindustrian, Ditjen Tanaman Pangan,

Badan Ketahanan Pangan dan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,

Kementerian Pertanian; Kementerian Riset dan Teknologi; Institut Pertanian Bogor,

Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, Dinas Perindustrian tingkat Provinsi dan

Kabupaten serta lembaga/instansi lainnya.

3.4.2. Metoda Analisis

Data dan informasi yang terkumpul dilakukan analisis deskriptif kualitatif

dengan mengungkapkan keragaan, persepsi, masalah dan peluang pengembangan

dan lainnya. Pengembangan produk olahan pangan lokal non beras dianalisis

secara deskriptif dengan memperhatikan aspek kekuatan, kelemahan, kesempatan

dan ancaman seperti dalam analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,

Threat). Dengan analisis SWOT diharapkan dapat membantu mengatasi kelemahan

Page 24: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

15

dan ancaman, serta memaksimalkan kekuatan yang ada. Kekuatan yang dimiliki

akan mampu memanfaatkan peluang pasar (Bradford, Duncan, dan Tarcy, 2004).

Untuk mengembangkan strategi berdasarkan hasil analisis SWOT digunakan

Matriks SWOT. Dalam hal ini ada empat kemungkinan strategi yang dipilih, yaitu:

1. Strategi S-O : menentukan kesempatan yang sesuai dengan kekuatan

perusahaan atau industri.

2. Strategi W-O : mengatasi kelemahan untuk mendapatkan kesempatan.

3. Strategi S-T : mengidentifikasi kekuatan perusahaan untuk mengatasi

ancaman dari luar.

4. Strategi W-T : membuat perencanaan guna mengatasi kelemahan untuk

menghindari ancaman yang lebih besar.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi dan Capaian Produksi Pangan Lokal

4.1.1. Potensi Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan

Padi

Padi, yang kemudian diolah menjadi beras, merupakan sumber utama kalori

bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Oleh karena itu, produksi padi sangat

menentukan bagi ketersediaan pangan pokok bagi penduduk Indonesia yang saat

ini bejumlah lebih dari 244 juta jiwa. Perkembangan produksi padi di Indonesia

selama periode tahun 2000 - 2012 menunjukkan trend yang masih meningkat

(Gambar 4.1.1). Pada tahun 2000, produksi padi nasional masih mencapai 51,90

juta ton, meningkat menjadi 68,59 juta ton pada tahun 2012, atau tumbuh dengan

laju pertumbuhan rata-rata 2,39 % pertahun. Rata-rata laju pertumbuhan produksi

padi nasional tersebut masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju

pertumbuhan penduduk sebesar 1,43 % pertahun. Kondisi ini dipertahankan dalam

jangka panjang akan menjaga kemandirian dalam penyediaan beras nasional

secara berkelanjutan.

Page 25: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

16

Sumber data: BPS (data diolah)

Jika produksi padi dilihat per wilayah pulau atau menurut kepulauan, dapat

diketahui bahwa produksi padi di Jawa, sebagai pemasok utama produksi padi

nasional, pada akhir-akhir ini (2010 sd 2012), pertumbuhannya sudah menunjukkan

gejala leveling off (Gambar 4.1.2). Kondisi ini cukup mengkhawatirkan bagi

keberlanjutan produksi padi di Jawa, jika hal ini terjadi dalam jangka yang relatif

panjang. Gambar 4.1.2 juga menunjukkan bahwa trend pertumbuhan produksi

padi di Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi masih cenderung meningkat.

Sumber data: BPS (data diolah)

Dilihat dari rata-rata pertumbuhan produksi padi menurut wilayah, dapat

dikatakan bahwa Pulau Jawa selama periode tahun 2000 sampai dengan 2012

mengalami laju pertumbuhan produksi padi yang relatif rendah, yaitu dengan laju

pertumbuhan produksi rata-rata 1,85 %/tahun dan standard deviasi 3,39 %/tahun.

Pro

du

ksi (

ton

)

Tahun

Gambar 4.1.1. Perkembangan Produksi Padi Indonesia, 2000 - 2012 2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

Po

du

ksi (

ton

)

Tahun

Gambar 4.1.2. Perkembangan Produksi Padi Menurut

Wilayah, 2000 - 2012 Sumatera

Jawa

Bali (NTB+NTT)

Kalimantan

Sulawesi

Maluku (+Papua)

Page 26: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

17

Di wilayah Maluku+Papua (meliputi provinsi: Maluku, Maluku Utara, Papua dan

Papua Barat) selama periode tahun 2000 sd 2012, mempunyai rata-rata laju

pertumbuhan produksi pertahun yang tertinggi, yaitu 10,35 % pertahun, namun

jika dilihat stabilitas pertumbuhannya, data menunjukkan bahwa laju pertumbuhan

produksi padi di Maluku+Papua sangat tidak stabil, yaitu dengan standar deviasi

23,21 %/tahun (Gambar 4.1.3).

Dengan mengacu pada besaran laju pertumbuhan produksi dan stabilitas

pertumbuhannya, maka wilayah yang potensial sebagai sumber pertumbuhan baru

untuk produksi padi nasional adalah wilayah Pulau Kalimantan, dengan laju

pertumbuhan produksi 3,91 %/tahun dan standard deviasi 4,17, serta Pulau

Sulawesi dengan laju pertumbuhan produksi padi rata-rata 3,66 %/tahun dan

standard deviasi 5,09 %/tahun.

Dilihat dari pangsa produksi padi nasional, Pulau Jawa masih merupakan

pemasok produksi beras nasional, dengan pangsa sekitar 55 %. Pulau Sumatera

mempunyai pangsa produksi sekitar 23 %. Adapun Pulau Sulawesi dan Pulau

Kalimatan, masing-masing memasok sekitar 10 % dan 7 % (Gambar 4.1.4).

Sumber data: BPS (data diolah)

Laju

Per

tum

bu

han

(%/t

h)

Wilayah

Gambar 4.1.3. Rata-Rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Padi, 2000 -

2012

Average

STDEV

Page 27: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

18

Sumber data: BPS (data diolah)

Dengan laju pertumbuhan produksi yang relatif rendah, peran Pulau Jawa

sebagai pemasok beras nasional selama periode tahun 2000 - 2012 relatif menurun

(Gambar 4.1.5). Peran Pulau Jawa lambat laun cenderung digantikan oleh Pulau

Sumatera, Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan. Mengingat Pulau Sumatera

merupakan wilayah pengembangan komoditas perkebunan (sawit), maka

pengembangan padi ke depan akan bergeser ke Kalimantan dan Sulawesi.

Permasalahannya adalah bahwa pengembangan padi sawah memerlukan

sarana irigasi untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman padi, sedangkan di

Pulau Kalimantan ketersediaan sarana irigasi relatif terbatas. Di samping itu, ada

juga permasalahan yang terkait dengan konektivitas antara daerah sentra produksi

dan sentra konsumsi padi, sehingga perlu dilakukan pembangunan infrasrtuktur

jalan, jembatan, pelabuhan, serta sarana transportasi dan sarana logistik di pulau

Kalimantan dan Pulau Sulawesi, jika di kedua wilayah ini akan mengembangkan

tanaman padi yang kemudian akan dikirim ke Jawa.

Pangsa Produksi; Sumatera; 023; 23%

Pangsa Produksi;

Jawa; 054; 55%

Pangsa Produksi;

Bali (NTB+NTT); 005; 5%

Pangsa Produksi;

Kalimantan; 007; 7%

Pangsa Produksi; Sulawesi; 010; 10%

Pangsa Produksi; Maluku

(+Papua); 000; 0%

Gambar 4.1.4. Pangsa Produksi Padi, 2000-2012

Page 28: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

19

Sumber data: BPS (data diolah)

Dilihat dari aspek produktivitas, data menunjukkan bahwa rata-rata

produktivitas padi nasional adalah 41,95 kw per hektar, dengan laju pertumbuhan

selama periode 2000-2012 rata-rata sebesar 1,59 % per tahun. Angka produktivitas

per wilayah tertinggi masih terdapat di Jawa, yaitu 53,76 kw per ha dengan laju

pertumbuhan rata-rata 0,91 % per tahun. Produktivitas padi tertinggi ke dua

setelah Jawa adalah di Sulawesi, yaitu rata-rata sebesar 46,01 dengan laju

pertumbuhan rata-rata sebesar 1,21 %per tahun.

Wilayah yang mempunyai produktivitas padi tertinggi ketiga adalah wilayah

Bali+NTB+NTT, yaitu sebesar 44,11 kw per hektar dengan laju pertumbuhan rata-

rata 0,97 % per tahun. Wilayah dengan produktivitas tertinggi ke empat adalah

Sumatera, yaitu sebesar 41,60 kw per hektrar denga laju pertumbuhan rata-rata

1,60 % per tahun. Secara grafis perkembangan produktivitas padi menurut wilayah

tercantum pada Gambar 4.1.6, rata-rata produktivitas padi per wilayah tercantum

pada Gambar 4.1.7, serta rata-rata laju pertumbuhan produktivitas padi pada

periode 2000 – 2012 menurut wilayah tercantum pada Gambar 4.1.8.

Pan

gsa

Pro

du

ksi (

%)

Tahun

Gambar 4.1.5. Perkembangan Pangsa Produksi Padi, 2000 - 2012

Sumatera

Jawa

Bali (NTB+NTT)

Kalimantan

Sulawesi

Maluku (+Papua)

Page 29: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

20

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Jagung

Produksi jagung secara nasional dalam periode 2000 – 2012 cenderung

meningkat dengan laju rata-rata 6.40 % per tahun (Gambar 4.1.9). Pertumbuhan

produksi jagung yang tinggi dan relatif stabil terdapat di Kalimantan dengan laju

Pro

du

ktiv

itas

(kw

t/h

a)

Tahun

Gambar 4.1.6. Perkembangan Produktivitas Padi, 2000 - 2012

Sumatera

Jawa

Bali (NTB +NTT)Kalimantan

Pro

du

ktiv

itas

(kw

t/h

a)

Wilayah

Gambar 4.1.7. Rata-Rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Padi, 2000 - 2012

Produktivitas

STDEV

Laju

Per

tum

bu

han

(%/t

h)

Wilayah

Gambar 4.1.8. Laju Pertumbuhan Produktivitas Padi, 2000-2012 Sumatera

Jawa

Bali (NTB + NTT)

Kalimantan

Sulawesi

Maluku (+Papua)

Indonesia

Page 30: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

21

pertumbuhan 10,99 % per tahun (STD 13, 43 %) dan Sulawesi dengan laju

pertumbuhan 10,14 (STD 15,01 % per tahun).

Pertumbuhan produksi jagung di Jawa dan di Sumatera relatif kecil, yaitu

masing-masing 5,23 % per tahun dan 6,40 % per tahun (Gambar 4.1.10). Adapun

perkembangan produksi jagung menurut wilayah secara grafis dapat dilihat pada

Gambar 4.1.11. Walaupun demikian, pangsa produksi jagung terbesar masih

berada di Jawa dan Sumatera, yaitu masing-masing 57 % dan 22 % (Gambar

4.1.12). Dengan mengacu pada laju pertumbuhan produksinya, dapat dikatakan

bahwa wilayah Kalimantan dan Sulawesi mempunyai prospek bagi pengembangan

sentra produksi jagung, menggantikan posisi Jawa.

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Pro

du

ksi (

ton

)

Tahun

Gambar 4.1 9. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia, 2000 - 2012

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

Laju

Per

tum

bu

han

(%/t

h)

Wilayah

Gambar 4.1.10. Rata-Rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Jagung, 2000 - 2012

Average

STDEV

Page 31: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

22

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Adapun produktivitas jagung tertinggi masih ditemui di Jawa dengan

produktivitas rata-rata 39,11 kw per ha, dan diikuti oleh produktivitas jagung di

Sumatera sebesar 37,90 kw per ha. Ditinjau dari sisi produktivitasnya, produksi

jagung kedepan akan bergeser ke Sulawesi dengan produktivitas sebesar 34,77

kwt per ha dan Kalimantan dengan produktivitas 32,01 kwt per ha (Gambar

4.1.13). Mengingat bahwa sentra konsumsi jagung, yang dalam hal ini adalah

pabrik pakan ternak, sebgian besar terletak di Jawa, maka ke depan perlu difikirkan

secara matang tentang strategi pengembangan peternakan unggas di Indonesia.

Kaitannya dengan wilayah pengembangan jagung di luar Jawa ini, ada beberapa

pilihan untuk pengembangan peternakan unggas.

Pertama adalah perusahan pakan dan peternakan tetap terkonsentrasi di

Jawa, berarti jagung pipilan dari luar Jawa harus didatangkan ke Jawa. Strategi ini

kemungkinan besar yang akan terjadi, karena tidak memerlukan perubahan strategi

Po

du

ksi (

ton

)

Tahun

Gambar 4.1.11. Perkembangan Produksi Jagung Menurut Wilayah, 2000 - 2012 Sumatera

Jawa

Bali (NTB+NTT)

Kalimantan

Pangsa Produksi; Sumatera; 022; 22%

Pangsa Produksi;

Jawa; 057; 57%

Pangsa Produksi; Bali (NTB+NTT);

006; 6%

Pangsa Produksi;

Kalimantan; 001; 2%

Pangsa Produksi; Sulawesi; 013; 13%

Pangsa Produksi; Maluku

(+Papua); 000; 0%

Gambar 4.1.12. Pangsa Produksi Jagung, 2000-2012

Page 32: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

23

investasi di perusahaan pakan dan perusahaan peternakan. Namun demikian,

bukan berarti strategi ini tidak mengandung risiko. Salah satu risiko, diantaranya

adalah jika biaya transportasi jagung ke Jawa ini tidak kompetitif, maka yang terjadi

adalah kekurangan pasokan jagung bagi perusahaan pakan ternak di Jawa akan

diisi oleh jagung impor, dan inilah kelihatannya yang berjalan selama ini.

Strategi kedua adalah membangun industri pakan ternak di luar Jawa, yang

kemudian produk pakannya di angkut ke Jawa. Strategi ini memerlukan strategi

investasi baru untuk membangun perusahaan pakan di luar Jawa, tetapi hal ni

dalam jangka menengah dan panjang bukanlah tidak mungkin dilaksanakan,

mengingat bahwa harga tanah di Jawa yang semakin lama semakin tinggi bila

dibanding dengan harga tanah di luar Jawa.

Strategi ketiga, dan ini sudah mulai terjadi di dekat kota-kota besar di luar

Jawa, yaitu mengembangkan industri pakan dan peternakan di luar Jawa dengan

tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan produksi unggas di luar Jawa. Jika

industri ini berkembang bukan lah tidak mungkin surplus hasil produksi unggas di

luar Jawa dipergunakan untuk memasok kebutuhan di Jawa.

Sumber data: BPS (data diolah)

Ubi Kayu

Secara nasional produksi ubi kayu selama periode 2000 - 2012 cenderung

meningkat dengan laju pertumbuhan yang moderat, yaitu 3,36 % per tahun

(Gambar 4.1.14). Laju pertumbuhan produksi tertinggi terjadi di Sumatera dengan

laju 9,03 % per tahun dan di Sulawesi 2,84 % per tahun. Laju pertumbuhan

Pro

du

ktiv

itas

(kw

t/h

a)

Wilayah

Gambar 4.1.13. Rata-Rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Jagung, 2000 -

2012

Produktivitas

STDEV

Page 33: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

24

produksi ubi kayu di Jawa sudah relatif rendah, dan sama dengan laju pertumbuhan

produksi ubi kayu di wilayah Bali+NTB+NTT, yaitu 0,66 % per tahun. Pertumbuhan

produksi ubi kayu di Kalimantan sudah menunjukkan tren yang menurun, yaitu

dengan laju pertumbuhan – 1,79 % per tahun (Gambar 4.1.15). Secara grafis, pola

perkembangan produksi ubi kayu menurut wilayah dapat dilihat pada Gambar

4.1.16. Yang menarik adalah bahwa produksi ubi kayu di Jawa mulai digantikan

oleh produksi ubi kayu di Sumatera sejak tahun 2011.

Walaupun pada tahun 2011, produksi ubi kayu di Sumatera sudah lebih

besar dari pada di Jawa, tetapi dilihat dari pangsa produksinya, Jawa masih

merupakan sentra produksi ubi kayu, karena menyumbang rata-rata 51 % dari

produksi nasional. Sedangkan Sumatera merupakan mpenyumbang produksi ke dua

terbesar, yaitu 35 % (Gambar 4.1.17).

Sumber data: BPS (data diolah)

Pro

du

ksi (

ton

)

Tahun

Gambar 4.1.14. Perkembangan Produksi Ubi Kayu Indonesia, 2000 - 2012

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

Page 34: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

25

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Laju

Per

tum

bu

han

(%/t

h)

Wilayah

Gambar 4.1.15. Rata-Rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Ubi Kayu, 2000 - 2012

Average

STDEV

Po

du

ksi (

ton

)

Tahun

Gambar 4.1.16. Perkembangan Produksi Ubi Kayu Menurut

Wilayah, 2000 - 2012 Sumatera

Jawa

Bali (NTB+NTT)

Kalimantan

Sulawesi

Maluku (+Papua)

Pangsa Produksi; Sumatera; 035; 35%

Pangsa Produksi;

Jawa; 051; 51%

Pangsa Produksi;

Bali (NTB+NTT);

006; 6%

Pangsa Produksi;

Kalimantan; 002; 2%

Pangsa Produksi; Sulawesi; 004; 4%

Pangsa Produksi; Maluku

(+Papua); 001; 2%

Gambar 4.1.17. Pangsa Produksi Ubi Kayu, 2000-2012

Page 35: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

26

Dari sisi produktivitasnya, Sumatera mempunyai produktivitas rata-rata

terbesar, yaitu 186 kw per hektar, dan produktivitas ubi kayu di Jawa hanya

mencapai 165,51 kw per hektar (Gambar 4.1.18). Dilihat dari produktivitasnya,

potensi pengembangan ubi kayu ke depan adalah di wilayah Sulawesi, Kalimantan

dan Maluku+Papua.

Ditinjau dari sisi pertumbuhan produksi dan produktivitasnya, prospek

pengembangan sentra produksi ubi kayu adalah di wilayah Sumatera. Namun

demikian, mengingat bahwa wilayah Sumatera sudah menjadi sentra

pengembangan perkebunan, maka pengembangan ubi kayu di Sumatera akan

mengalamai kendala dalam penyediaan lahannya. Sebagai alternatifnya,

pengembangan sentra produksi ubi kayu dapat diarahkan ke wilayah timur, seperti

di wilayah Maluku+Papua. Namun wilayah ini masih memerlukan pengembangan

infrastruktur pertanian dan transportasi. Mengingat produktivitasnya yang relatif

rendah, pengembangan ubikayu di Maluku+Papua juga memerlukan

pengembangan dan adopsi teknologi produksi, yang didukung oleh sarana

pengolahan, sarana pemasaran dan sarana logistik, serta pengembangan

kelembagaan dan sumber daya petani.

Strategi pengembangan ubi kayu secara nasional ini perlu mulai

mendapatkan perhatian yang lebih serius, mengingat bahwa ubi kayu merupakan

bahan baku bagi pengembangan agro industri makanan dan industri bio energy.

Sebagai bahan baku pangan, ubi kayu dapat diolah menjadi tapioca dan modified

cassava flour (mocaf), yang dapat mensubtitusi gandum. Sebagai bahan bio

energy, ubi kayu dapat dibuat bio ethanol. Sudah barang tentu strategi

pengembangan produksi ubi kayu perlu disesuaikan dengan peruntukkannya.

Page 36: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

27

Sumber data: BPS (data diolah)

Ubi Jalar

Produksi ubi jalar selama periode tahun 2000 - 2012 secara nasional

meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,09 % per tahun (Gambar 4.1.19).

Pada tahun 2000 total produksi ubi jalar Indonesia mencapai 1,83 juta ton, dan

meningkat menjadi 2.30 juta ton pada tahun 2012. Pertumbuhan produksi terbesar

terjadi di Maluku+Papua sebesar 5,90 % per tahun, tetapi pertumbuhan tersebut

tidak stabil, karena standar deviasinya tinggi, yaitu 32,93 % per tahun.

Pertumbuhan produksi ubi jalar yang kedua adalah Sulawesi dengan laju 3,66 %

per tahun. Produksi ubi jalar di Bali+NTT+NTB dan di Kalimantan mengalami

pertumbuhan negative, masing-masing dengan laju -0,45 % per tahun dan -0,79 %

per tahun (Gambar 4.1.20). Secara grafis perkembangan produksi ubi jalar menurut

wilayah dapat dilihat pada Gambar 4.1.21.

Sumber data: BPS (data diolah)

Pro

du

ktiv

itas

(kw

t/h

a)

Wilayah

Gambar 4.1. 18. Rata-Rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Ubi Kayu, 2000

- 2012

Produktivitas

STDEVP

rod

uks

i (to

n)

Tahun

Gambar 4.1.19. Perkembangan Produksi Ubi Jalar Indonesia, 2000 - 2012 2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

Page 37: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

28

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Dilihat dari pangsa produksinya, Jawa masih merupakan penyumbang

produksi ubi jalar terbesar, dengan pangsa produksi sekitar 39 %. Sumatera dan

Maluku+Papua sama-sama merupakan pemasok ubi jalar kedua terbesar, masing-

masing dengan pangsa produksi 19 %. Selanjutnya, Bali+NTB+NTB dan Sulawesi

masing-masing menyumbang 11 dan 8 % dari produksi nasional. Adapun pangsa

produksi terkecil ada di Kalimantan dengan pangsa produksi sekitar 4 % (Gambar

4.1.22).

Laju

Per

tum

bu

han

(%/t

h)

Wilayah

Gambar 4.1.20. Rata-Rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Ubi Jalar, 2000 - 2012

Average

STDEV

Po

du

ksi (

ton

)

Tahun

Gambar 4.1.21. Perkembangan Produksi Ubi Jalar Menurut Wilayah, 2000 - 2012 Sumatera

Jawa

Bali (NTB+NTT)

Kalimantan

Page 38: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

29

Sumber data: BPS (data diolah)

Secara nasional, rata-rata produktivitas ubi jalar selama periode tahun 2000

– 2012 adalah 101 kw per hektar. Produktivitas ubi jalar secara nasional selama

periode tahun 2000 - 2012 tumbuh dengan laju yang relatif lamban, yaitu 2,27 %

per tahun. Jawa masih merupakan daerah dengan produktivitas ubi jalar yang

tinggi, yaitu 127,46 kwt/ha. Selanjutnya adalah wilayah dengan produktivitas ubi

jalar tinggi ke produktivitas rendah, yaitu Sumatera 104,23 kwt/ha, Sulawesi 97,03

kwt/ha, Maluku+Papua 96,34 kwt/ha, Bali+NTB+NTT 93,65 kwt/ha, dan

Kalimantan 88,16 kwt/ha. Dilihat dari sisi produktivitasnya maka wilayah

pengembangan produksi ubi jalar di luar Jawa adalah Sumatera, Sulawesi dan

Maluku+Papua (Gambar 4.1.23).

Sumber data: BPS (data diolah)

Mengingat bahwa sebagian besar ubi jalar dikonsumsi dalam bentuk segar

baik untuk kudapan, atau pun sebagai bahan pangan pokok terutama oleh

penduduk di Papua dan Papua Barat, maka strategi pengembangan sentra produksi

ubi jalar sudah barang tentu akan berbeda dengan strategi pengembangan

Pangsa Produksi; Sumatera; 019; 19%

Pangsa Produksi;

Jawa; 039; 39%

Pangsa Produksi;

Bali (NTB+NTT); 011; 11%

Pangsa Produksi;

Kalimantan; 004; 4%

Pangsa Produksi; Sulawesi; 008; 8%

Pangsa Produksi; Maluku

(+Papua); 019; 19%

Gambar 4.1. 22. Pangsa Produksi Ubi Jalar, 2000-2012

Pro

du

ktiv

itas

(kw

t/h

a)

Wilayah

Gambar 41.23. Rata-Rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Ubi Jalar, 2000 -

2012

Produktivitas

STDEV

Page 39: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

30

produksi ubi kayu yang dapat diproduksi secara massal. Pengembangan produksi

ubi jalar sebaiknya dalam bentuk klaster-klaster, yang luasannya disesuaikan

dengan kapasitas permintaan pasar, baik untuk dikonsumsi dalam bentuk umbi

segar, maupun untuk memenuhi permintaan bahan baku bagi industri pengolahan

pangan lokal. Dengan demikian sentra pengembangan ubi jalar hendaknya

disinergikan dengan program pengembangan diversifikasi pangan berbasis sumber

daya lokal yang memerlukan ubi jalar sebagai bahan bakunya.

4.1.2. Perkembangan Luas Panen Tanaman Pangan

Luas Panen Padi

Cenderung menurunnya peran Jawa sebagai pemasok produksi padi nasional

berkaitan erat dengan lamabannya pertumbuhan luas panen padi di Jawa. Selama

periode tahun 2000 sd 2012, luas panen padi di Jawa mencapai puncaknya pada

tahun 2010, yaitu 6,358 juta ha, kemudian menurun menjadi sekitar 6,17 juta ha

pada periode tahun 2011 sd 2012. Secara grafis dapat digambarkan laju

pertumbuhan luas panen padi di wilayah Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara,

Kalimantan, Sulawesi dan Maluku+Papua (Gambar 4.1.24).

Rata-rata pertumbuhan luas panen padi di Jawa selama periode 2000

sampai dengan 2012 adalah 0,63 % per tahun. Rata-rata pertumbuhan luas panen

padi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa dan mempunyai stabilitas

yang relatif rendah, terdapat di Bali-Nusa Tenggara (1,26 %/th), Sumatera (1,29

%/th), Kalimantan (1,68 %/th), dan di Sulawesi (2,48 %/th). Pertumbuhan luas

panen padi yang tinggi terdapat di wilayah Maluku+Papua, yaitu rata-rata 6,27 %

per tahun, tetapi stabilitas pertumbuhannya rendah (Gambar 4.1.25).

Walaupun laju pertumbuhan luas panen padi di Jawa relatif rendah, tetapi

data menunjukkan bahwa kontribusi luas panen padi di Jawa selama peride 2000-

2012 masih relatif tinggi, yaitu rata-rata sebesar 48 %. Pangsa luas panen padi tiga

wilayah terbesar selanjunya adalah Sumatera (11 %), Sulawesi (11%), dan

Kalimantan (10 %) (Gambar 4.1.26).

Page 40: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

31

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Luas Panen Jagung

Berbeda dengan luas panen padi, luas panen jagung di Indonesia masih

berkembang dari sekitar 3,5 juta hektar pada tahun 2000, menjadi sekitar 4,0 juta

Luas

Pan

en (

ha)

Tahun

Gambar 4.1.24. Perkembangan Luas Panen Padi

Menurut Wilayah, 2000-2012 Sumatera

Jawa

Bali (NTB+NTT)

Kalimantan

Sulawesi

Maluku (+Papua)

Laju

Per

tum

bu

han

(%/t

h)

Wilayah

Gambar 25. Rata-Rata dan Stadard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen Padi Menurut Wilayah, Tahun 2000-2012

Pertumbuhan

STDEV

Average; Sumatera; 3170941,0;

26%

Average; Jawa; 5827962,308;

48%

Average; Bali

(NTB+NTT); 676335,615

; 5%

Average; Kalimantan;

1204748,846; 10%

Average; Sulawesi;

1301855,615; 11%

Average; Maluku

(+Papua);

57281,0; 0%

Gambar 4.1.26. Pangsa Luas Panen Padi, 2000-2012

Page 41: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

32

hektare pada tahun 2012, atau dengan laju pertumbuhan rata-rata sekitar 1,30 %

per tahun selama perode 2000 – 2012. Pertumbuhan luas panen jagung tertinggi

terdapat di Maluku+Papua, yaitu 8,27 % per tahun, tetapi dengan stabilitas

pertumbuhan yang rendah (STD 16,43 % per tahun). Pertumbuhan luas panen

jagung yang lebih stabil terdapat di Sulawesi dan Kalimantan, masing-masing

dengan laju pertumbuhan 4,49 dan 2,70 % per tahun (Gambar 4.1.27 dan 4.1.28).

Rendahnya pertumbuhan luas panen jagung di Jawa menandakan bahwa lambat

laun peran Jawa sebagai penghasil jagung akan beralih ke Sulawesi dan

Kalimantan.

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Walaupun pada saat ini pertumbuhan luas panen jagung di Jawa sudah

melambat, namun peran Jawa sebagai penyedia lahan untuk produksi jagung pada

saat ini masih relatif tinggi, yaitu 54 %. Angka ini jauh diatas pangsa luas panen

Luas

Pan

en (

ha)

Tahun

Gambar 4.1. 27. Perkembangan Luas Panen Jagung

Menurut Wilayah, Tahun 2000-2012 Sumatera

Jawa

Bali (NTB+NTT)

Kalimantan

Sulawesi

Maluku (+Papua)

Laju

Per

tum

bu

han

(%/t

h)

Wilayah

Gambar 4.1.28. Rata-Rata dan Stadard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen Jagung Menurut

Wilayah, Tahun 2000-2012

Pertumbuhan

STDEV

Page 42: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

33

jagung di Sumatera yang hanya 21%, Sulawesi 14%, dan Bali+NTB+NTT sebesar

9% (Gambar 4.1.29).

Sumber data: BPS (data diolah)

Luas Panen Ubi Kayu

Perkembangan luas panen ubi kayu di Indonesia menunjukkan pertumbuhan

rata-rata yang negatif, yaitu rata-rata tumbuh dengan laju - 0,7 %. Pada tahun

2000 luas lahan panen ubi kayu di Indonesia masih sekitar 1,28 juta hektar, tetapi

luas panen tersebut menyusut menjadi 1,18 juta hektar pada tahun 2012.

Penyusutan luas panen ubi kayu tertinggi terjadi di Kalimantan, yaitu sebesar –

3,86 % per tahun, selanjutnya di Sulawesi - 2,15 per tahun, Jawa – 1,75 % per

tahun, dan ironisnya penurunan luas panen juga terjadi di Maluku+Papua.

Sebaliknya luas panen ubi kayu meningkat di Sumatera dengan laju 1,67 %

per tahun dan di Bali+NTB+NTT sebesar 0,66 % per tahun (Gambar 4.1.30 dan

4.1.31). Penurunan luas panen ubi kayu secara nasional ini perlu dicermati,

mengingat posisi Indonesia sebagai eksportir produk ubi kayu. Jika hal ini berjalan

secara berkelanjutan, bukanlah mustahil jika suatu saat Indonesia akan menjadi

negara net importir ubi kayu, sebagaimana telah dialami pada komoditas kedelai.

Average; Sumatera;

766681,769; 21%

Average; Jawa;

1954917,846; 54%

Average; Bali

(NTB+NTT); 331856,0;

9%

Average; Kalimantan; 63251,308;

2%

Average; Sulawesi;

511481,692; 14%

Average; Maluku

(+Papua); 16900,923;

0%

Gambar 4.1.29. Pangsa Luas Panen Jagung, 2000-2012

Page 43: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

34

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Walaupun luas panen ubi kayu di Jawa cenderung menyusut, namun

kontribusi luas panen ubi kayu di Jawa terhadap total luas panen ubi kayu nasional

masih cukup tinggi, yaitu sekitar 50 %. Posisi penyumbang luas panen kedua

adalah Sumatera, Sedangkan sumbangan luas panen ubi kayu di daerah lainnya

boleh dikatakan relatif kecil, yaitu di bawah 10 % (Gambar 4.1.32).

Luas

Pan

en (

ha)

Tahun

Gambar 4.1.30. Perkembangan Luas Panen Ubi

Kayu Menurut Wilayah, 2000-2012 Sumatera

Jawa

Bali (NTB+NTT)

Kalimantan

Sulawesi

Laju

Per

tum

bu

han

(%/t

h)

Wilayah

Gambar 4.1. 31. Rata-Rata dan Stadard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen Ubi Kayu Menurut

Wilayah, 2000-2012

Pertumbuhan

STDEV

Page 44: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

35

Sumber data: BPS (data diolah)

Luas Panen Ubi Jalar

Seperti halnya dengan luas panen ubi kayu, luas panen ubi jalar secara

nasional cenderung menyusut pada periode tahun 2000 – 2012 dengan laju

penurunan rata-rata sebesar - 0,56 % per tahun. Pada tahun 2000, luas panen

ubi jalar di Indonesia masih 194,26 ribu hektar, turun menjadi 179,28 ribu hektare

pada tahun 2012. Penurunan luas panen ubi jalar tertinggi terjadi di Kalimantan,

dengan laju penurunan rata-rata sebesar – 2,56 % per tahun.

Penurunan luas panen di Jawa adalah – 1,51 % per tahun, kemudian di

Bali+NTB+NTT sebesar – 0,54 % per tahun dan di Sumatera sebesar – 0,20 % per

tahun. Luas panen ubi jalar masih meningkat di Sulawesi dengan laju peningkatan

sebesar 1,04 % per tahun dan di Maluku+Papua sebesar 4,69 % tetapi dengan

stablitas yang rendah (STD 33,14 % per tahun) (Gambar 4.1.33 dan 4.1.34).

Average; Sumatera; 387377,0;

31%

Average; Jawa;

615217,538; 50%

Average; Bali (NTB+NTT); 106813,462;

9%

Average; Kalimantan; 34872,462;

3%

Sulawesi 5%

Average; Maluku

(+Papua); 23753,923;

2%

Gambar 4.1.32. Pangsa Luas Panen Ubi Kayu, 2000-2012

Page 45: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

36

Sumber data: BPS (data diolah)

Sumber data: BPS (data diolah)

Walaupun luas panen ubi jalar di Jawa cenderung menurun, tetapi

sumbangan luas panen di Jawa masih tinggi, yaitu sekitar 33 %. Penyumbang luas

panen tertinggi kedua adalah luas panen ubi jalar di Maluku+Papua, dengan

pangsa 22 %, yang kemudian diikuti dengan lauas panen ubi jalar di Sumatera,

Bali+NTB+NTT, Sulawesi, dan Kalimantan dengan sumbangan masing-masing

berturut-turut sebagai berikut 19 %, 12 %, 9 % dan 5 % (Gambar 4.1.35). Kondisi

semacam ini mengindikasikan bahwa ke depan penyumbang luas panen ubi jalar

dari Jawa akan cenderung beralih ke wilayah timur, yaitu Maluku+Papua dan

Sulawesi.

Luas

Pan

en (

ha)

Tahun

Gambar 4.1.33. Perkembangan Luas Panen Ubi Jalar

Menurut Wilayah, 2000-2012 Sumatera

Jawa

Bali (NTB+NTT)

Kalimantan

Sulawesi

Maluku (+Papua)

Laju

Per

tum

bu

han

(%/t

h)

Wilayah

Gambar 4.1.34. Rata-Rata dan Stadard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen Ubi Jalar Menurut Wilayah,

2000-2012

Pertumbuhan

STDEV

Page 46: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

37

Sumber data: BPS (data diolah)

Pola Luas Panen Padi, Jagung, Ubi kayu dan Ubi jalar

Data nasional dengan menggabungkan luas panen padi, jagung dan ubi

kayu+ubi jalar menunjukkan bahwa pangsa luas panen padi selama periode 2000 –

2012 naik 1,19 %, yaitu dari 70,32 % pada tahun 2000, menjadi 71,51 % pada

tahun 2012 (Gambar 4.1.36). Hal ini menunjukkan bahwa petani pada umumnya

masih memilih menanam padi dibandingkan dengan menanam jagung.

Sebagaimana data menunjukkan bahwa penambahan pangsa luas panen jagung

selama periode 2000 - 2012 relatif lebih kecil, yaitu 0, 40 %.

Sebaliknya data juga menunjukkan bahwa pangsa luas panen ubi kayu+ubi

jalar selama periode tahun 2000 – 2012 mengalami penurunan sebesar – 1,59 %,

yaitu dari 8,81 % pada tahun 2000 menjadi 7,22 % pada tahun 2012. Keadaan ini

mengindikasikan bahwa selama periode 2000 – 2012, ubi kayu dan ubi jalar tidak

memberikan insentif yang memadai bila dibandingkan dengan menanam padi atau

jagung.

Masih meningkatnya pangsa luas panen padi dibandingkan dengan pangsa

luas panen jagung, mengindikasikan bahwa kebijakan-kebijakan Pemerintah untuk

mendukung peningkatan produksi padi, baik berupa subsidi pupuk dan benih,

pengendalian harga produsen melalui kebijakan pengadaan gabah/beras dalam

negeri, serta pengendalian tataniaga impor beras, ternyata mempunyai dampak

Average; Sumatera; 35313,769;

19%

Average; Jawa;

59276,154; 33%

Average; Bali

(NTB+NTT); 22370,0;

12%

Average; Kalimantan; 8597,538;

5%

Average; Sulawesi;

17047,308; 9%

Average; Maluku

(+Papua); 39263,0;

22%

Gambar 35. Pangsa Luas Panen Ubi Jalar, 2000-2012

Page 47: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

38

positif dalam memberikan insentif bagi petani untuk memilih menanam padi,

dibandingkan menanam jagung.

Sebenarnya Pemerintah juga memberikan kebijakan mendukung

peningkatan produksi jagung, namun demikian paket kebijakan untuk peningkatan

produksi jagung tidak selengkap paket kebijakan peningkatan produksi padi.

Bahkan dapat dikatakan bahwa peningkatan produksi jagung lebih banyak didorong

oleh pemanfaatan benih unggul, baik jagung komposit maupun jagung hibrida, dan

ditarik oleh industri pengolahan pakan ternak yang menggunakan jagung sebagai

bahan baku utamanya.

Sumber data: BPS (data diolah)

Berbeda dengan padi dan jagung, pengembangan ubi kayu dan ubi jalar di

Indonesia boleh dikatakan tidak didukung oleh kebijakan dan program pemerintah.

Oleh karena itu, dampak yang terjadi adalah bahwa petani tidak atau kurang

mempunyai insentif untuk menanam ubi kayu atau ubi jalar. Bahkan data secara

tidak langsung menunjukkan adanya kecenderungan bagi petani untuk beralih dari

menanam ubi kayu dan ubi jalar, dan menggantikannya dengan dengan menanam

padi atau jagung. Jika hal ini berjalan secara berkelanjutan, maka dikhawatirkan

bahwa diversifikasi produksi pangan nasional akan berkurang, dan hal ini dalam

jangka menengah, ataupun jangka panjang akan menimbulkan kerentanan bagi

system produksi pangan nasional. Kedepan risiko kegagalan produksi akan

Per

sen

Tahun

Gambar 4.1.36. Pangsa Luas Panen Padi, Jagung dan Ubikayu+Ubijalar, 2000 - 2012

Ubikayu+Ubijalar

Jagung

Padi

Page 48: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

39

meningkat akibat perubahan iklim global yang semakin dirasakan dampak

negatifnya. Diversifikasi produksi pangan diharapkan dapat mengurangi risiko

kegagalan produksi akibat semakin meningkatnya cekaman lingkungan.

4.1.2. Perkembangan Harga Gabah, Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar

Secara umum data menunjukkan bahwa perkembangan harga gabah (GKG),

jagung (pipilan kering), ubi kayu (basah) dan ubi jalar (basah) selama periode 2011

sampai dengan bulan November 2013 dapat dikatakan stagnan, walaupun ada

gejolak harga pada minggu-minggu tertentu (Gambar 4.1.37). Mengingat bahwa

data harga dikumpulkan pada tingkat produsen, maka lonjakan-lonjakan harga

keempat komoditas tersebut diduga berkaitan erat dengan pola panen diwilayah

pengamatan. Pada saat musim tidak panen (paceklik) harga cenderung meningkat.

Sebaliknya pada musim panen harga cenderung menurun. Yang menarik dari data

harga tersebut, umumnya lonjakan harga naik hanya berjalan dalam waktu singkat,

yaitu dalam bilangan mingguan. Kemudian harga umumnya turun kembali pada

tingkat normal.

Harga gabah pada minggu pertama bulan Maret sampai dengan Mei 2011

cenderung turun yaitu menjadi sekitar Rp 3.000,-/kg, dari posisi harga Januari 2011

sekitar Rp 4.000,-/kg. Kemudian pada bulan Juli 2011 harga gabah cenderung naik

menjadi sekitar Rp 5.000,-/kg, tetapi pada bulan Agustus 2011 harga gabah sudah

turun kembali menjadi sekitar Rp 4.000,-/kg. Lonjakan-lonjakan harga gabah

dengan pola yang serupa juga terjadi selama periode pengamatan.

Page 49: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

40

Sumber data: Ditjen PPHP, Kementan (data diolah)

Dengan pola harga demikian, dapat dikatakan bahwa selama periode tahun

2011 – 2013 harga gabah cenderung stabil pada harga rata-rata Rp 4.296,40/kg

dengan koefisien variasi (CV) yang relatif rendah, yaitu 11.07 %. Harga tertinggi

gabah yang pernah dicapai adalah Rp 5.316,-/kg. Sedangkan harga terendah

berada pada posisi harga Rp 3.000,-/kg. Pola perubahan harga gabah yang relatif

stabil tersebut diduga erat kaitannya dengan program Pemerintah untuk melakukan

stabilisasi harga pada tingkat produsen, melalui kebijakan pembelian gabah/beras

dalam negeri oleh Perum Bulog pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Harga jagung pipilan selama periode pengamatan juga menunjukkan pola

harga yang serupa dengan pola harga beras, tetapi dengan frekuensi lonjakan-

lonjakan harga yang lebih sering jika dibandingkan dengan harga gabah. Harga

jagung secara umum dapat dikatakan stabil pada harga rata-rata Rp 3.340,18/kg,

dengan angka koefisien variasi sebesar 11,57 %. Harga jagung tertinggi yang

pernah dicapai selama periode pengamatan adalah Rp 4.914,-/kg. Sedangkat

tingkat harga jagung terendah yang pernah dicapai adalah Rp 2.486,-/kg. Dapat

diketahui bahwa angka koefisien variasi harga jagung tidak jauh berbeda dengan

besarnya angka koefisien variasi harga gabah.

Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa walaupun tidak ada kebijakan

stabilisasi harga jagung pada tingkat produsen, tetapi mekanisme pasar telah

mampu melakukan stabilisasi harga pada tingkat produsen. Hal ini dilakukan baik

melalui proses pengolahan, sehingga jagung dapat disimpan dalam waktu relatif

Har

ga R

p/k

g

Gambar 4.1.37. Perkembangan Harga Gabah, Jagung,

Ubi Kayu dan Ubi Jalar, 2011 - 2013

Gabah KeringGiling (GKG)

Jagung PipilanKering

Ubi Kayu Basah

Ubi Jalar Basah

Page 50: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

41

lama, maupun melalui pembelian pada saat panen oleh perusahaan pengolah pakan

ternak yang merupakan pembeli terbesar dari produksi jagung ini. Perusahaan

pengolah pakan ternak inilah yang kemudian melakukan proses

pengolahan/pengeringan dan penyimpanan.

Berbeda dengan pola harga jagung, pola harga ubi kayu relatif tidak stabil

jika dibanding dengan harga jagung. Walaupun demikian lonjakan harga pada ubi

kayu terjadi pada interval yang lebih lama jika dibandingkan dengan harga jagung.

Hal ini kemungkinan besar terkait dengan umur tanaman ubi kayu yang panjang,

yaitu mencapai 7 sampai dengan 9 bulan, dibandingkan dengan umur panen

jagung yang hanya 86 sampai dengan 96 hari. Adapun harga rata-rata ubi kayu

basah selama periode pengamatan adalah Rp 2.105,99/kg dengan koefisien variasi

sebesar 30,33 %. Harga tertinggi ubi kayu adalah Rp 4.343,-/kg, dan harga

terendahnya tercapai pada harga Rp 1.100,-/kg. Lonjakan harga yang tinggi pada

ubi kayu ini diduga karena ubi kayu di jual dalam bentuk umbi basah, sehingga

boleh dikatakan bahwa umumnya petani tidak menyimpan atau mengolah ubi kayu

hasil produksinya untuk menahan harga agar tidak terlalu turun. Memang ada di

beberapa lokasi, petani menyimpan sebagian hasil produksinya untuk konsumsi

sendiri, dan diolah menjadi gaplek. Pengolahan ubi kayu basah pada umumnya

dilakukan oleh para industri pengolahan ubi kayu.

Menurut hasil analisis data, harga tertinggi ubi jalar basah pada periode

pengamatan adalah Rp 4.071,-/kg, harga terendahnya adalah Rp 2.000,-/kg.

Adapun harga rata-rata adalah Rp 2.960,32,-/kg, dengan koefisien variasi sebesar

16,82 %. Harga ubi jalar mengalami fluktuasi harga yang mirip dengan pola harga

ubi kayu, tetapi dengan selang interval fluktuasi yang lebih pendek. Hal ini diduga

berkaitan erat dengan masa tanam ubi jalar yang berkisar antara 3 sampai dengan

4 bulan. Kemiripan pola harga antara ubi jalar dengan ubi kayu karena petani

umumnya menjual ke dua komoitas ini dalam bentuk umbi basah.

Namun demikian data menunjukkan bahwa koefisien variasi harga ubi jalar

jauh lebih kecil dari koefisien variasi harga ubi kayu. Hal ini diduga bahwa pasar

akan lebih cepat dalam menyerap hasil panen ubi jalar, keadaan ini mungkin terjadi

Page 51: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

42

karena petani sudah menyesuaikan volume produksi ubi jalar dengan kemampuan

pasar untuk menyerapnya. Di Jawa, khususnya di Jawa Barat, ubi jalar umumnya

dikonsumsi sebagai kudapan, bukan sebagai bahan makanan pokok (contonya ubi

Cilembu). Sebaliknya di Papua dan Papua Barat, ubi jalar masih menjadi bahan

makanan pokok pagi penduduk setempat.

4.1.3. Kebijakan, Program, Permasalahan dan Tantangan Produksi

Pangan

Selama ini kebijakan pangan pemerintah bias pada kebijakan komoditas padi.

Memang beras merupakan kebutuhan pangan pokok sebagian besar masyarakat

Indonesia, namun kebijakan terhadap beras dibandingkan dengan pangan jenis

lainnya sangat tidak proposional. Kebijakan tersebut berlanjut dengan

ditetapkannya program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) sejak tahun

2008. Di Kementerian Pertanian, program ini dilaksanakan oleh beberapa unit kerja

eselon I, namun Dirjen Tanaman Pangan bertindak sebagai komandonya. Program

ini bertujuan untuk peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai yang juga

menjadi target swasembada pemerintah melalui program Kementerian Pertanian

dengan kementerian lainnya. Program ini dilaksanakan sampai saat ini dengan

jumlah dana yang relatif besar. Bahkan untuk 18 propinsi yang merupakan sentra

produksi beras, alokasi dana untuk program ini lebih besar dibandingkan dengan

propinsi lainnya.

Kegiatan yang dilakukan dalam program P2BN antara lain pemberian bantuan

langsung benih unggul (BLBU) kepada petani yang dikemas dalam kegiatan Sekolah

Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Dalam kegiatan ini, setiap

petani diberikan bantuan benih padi sebesar 25 kg per hektar untuk petani yang

berada di luar Laboratorium Lapang (LL), sedangkan pada LL diberikan sarana

produksi secara lengkap.

Selain itu, juga ada program Cadangan Benih Nasional (CBN) untuk benih padi

sebagai bantuan social (bansos) yang diberikan kepada petani yang lahan

sawahnya mengalami puso karena hama/penyakit, bencana alam dan lainnya.

Bahkan pada tahun 2011, pemerintah meningkatkan target surplus 10 juta ton

Page 52: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

43

yang dicapai pada tahun 2014. Dampak dari hal ini adalah terjadi peningkatan

alokasi dana untuk peningkatan produksi beras, tidak hanya dana untuk program

P2BN tetapi juga alokasi dana untuk surplus beras.

Bagaimana dengan program peningkatan produksi umbi-umbian? Hasil diskusi

dengan institusi yang menangani program peningkatan umbi-umbian di

Kementerian Petanian diperoleh hasil bahwa alokasi dana untuk pengembangan

umbi-umbian sangat kecil, bahkan sangat jauh perbedaannya dibandingkan dengan

program peningkatan produksi beras. Program P2BN seolah-olah hanya untuk

meningkatkan produksi PJK (padi, jagung dan kedelai), sehingga kegiatan SL-PTT

pun juga hanya difokuskan untuk ketiga komoditas tersebut.

Sebagai gambaran pada program peningkatan produksi ubijalar yang juga

dilaksanakan oleh Ditjen Tanaman Panganupaya peningkatan produksi komoditas

umbi-umbian dilakukan melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal,

terfokus pada kegiatan yang bersifat stimulan yaitu berupa pengembangan model

demonstrasi area. Pada tahun 2011 pelaksanaan kegiatan tersebut mencapai luasan

yang terbatas (10.150 ha pada 22 provinsi), namun pada tahun 2012 menurun

dengan luasan ”hanya” 850 hektar di 2 provinsi mencakup 9 kabupaten. Namun

hasil data statistik kegiatan tersebut menjadi salah satu pemicu peningkatan

produksi dan produktivitas, masing-masing sebesar 11,02% untuk ubijalar dan

9,51% untuk aneka umbi-umbian (ARAM II 2012) dibandingkan tahun 2011.

Pada tahun 2013, fokus peningkatan produktivitas ubijalar dan pangan

alternatif dilanjutkan walaupun cakupan luas yang difasilitasi Pemerintah meningkat

sedikit bila dibandingkan tahun 2012 yaitu menjadi 1.225 ha untuk ubijalar (49 unit,

1 unit = 25 ha) di 10 provinsi pada 26 Kabupaten dan 110 ha untuk aneka umbi

(pangan alternatif/ lokal). Pengembangan aneka umbi pada tahun 2013 difokuskan

pada komoditas talas, talas satoimo, garut, ganyong, dan gembili. Fasilitasi

dilakukan melalui kegiatan pengembangan (dem area) seluas 110 ha dengan

rincian talas 55 ha, talas satoimo 20 ha, garut 15 ha, gembili 15 ha, ganyong 5

ha.Kegiatan tersebut bertujuan untuk lebih memasyarakatkan pangan alternatif

Page 53: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

44

atau pangan lokal untuk melestarikan budaya lokal, menambah penghasilan petani

dan ketahanan pangan melalui peningkatan produktivitas.

4.2. Pola Konsumsi Pangan Lokal

4.2.1. Pangsa Pengeluaran Pangan

Aspek yang terkait dengan tingkat pendapatan adalah tingat pengeluaran

masyarakat karena pendapatan akan mempengaruhi pola dan tingkat pengeluaran

rumahangga atau masyarakat. Menurut Pakpahan, dkk (1993) disebutkan bahwa

ada hubungan antara porsi atau pangsa pengeluaran pangan dengan ketahanan

pangan rumah tangga. Pangsa pengeluaran pangan berhubungan terbalik dengan

ketahanan pangan, semakin besar pangsa pengeluaran pangan maka semakin

rendah ketahanan rumah tangga yang bersangkutan.

Secara garis besar, kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan ke dalam

dua kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan bukan pangan. Dengan demikian

pada tingkat pendapatan tertentu, rumahtangga akan mengalokasikan

pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Secara alamiah, kebutuhan

pangan akan mencapai titik jenuh sementara kebutuhan non-pangan termasuk

kualitas pangan tidak demikian halnya.

Seperti yang diungkapkan oleh Ernest Engel, dalam Salvatore (2006), yang

dikenal sebagai Hukum Engel bahwa bila selera tidak berbeda maka prosentase

pengeluaran untuk pangan akan menurun dengan meningkatnya pendapatan. Oleh

karena itu komposisi pengeluaran rumahtangga dapat dijadikan ukuran guna

menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk, makin rendah %tase

pengeluaran untuk pangan terhadap total pengeluaran makin membaik tingkat

perekonomian penduduk. Sebaliknya, semakin besar pangsa pengeluaran pangan

semakin kurang sejahtera rumahtangga yang bersangkutan. Dalam kondisi

pendapatan terbatas maka pemenuhan kebutuhan makanan akan didahulukan,

sehingga pada kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah akan terlihat

sebagian besar pendapatan mereka digunakan untuk membeli pangan.

Page 54: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

45

Proporsi antara pengeluaran pangan dan bukan pangan juga digunakan

sebagai indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan

rumahtangga atau masyarakat. Semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan suatu

rumah tangga, rumah tangga tersebut semakin rawan pangan (Melgar-Quinonez et

al, 2006). Secara lebih detail, menurut Soekirman (2000), rumahtangga dengan

proporsi pengeluaran pangan ≥60% dapat dikategorikan rawan pangan dan

sebaliknya, rumahtangga dengan proporsi pengeluaran pangan <60%

dikategorikan tahan pangan.

Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

melalui penerapan berbagai kebijakan ekonomi. Dengan memperhatikan dinamika

pangsa pengeluaran pangan pada Tabel dan Gambar 4.2.1 dapat disimulkan

bahwa kesejahteraan masyarakat Indonesia terus membaik, yang ditunjukkan

dengan pangsa pengeluaran pangan yang semakin kecil. Dengan menggunakan

kriteria yang disampaikan oleh Sukirman (2000) seperti diatas, selain memang

kesejahteraan meningkat juga ketahanan pangan semakin membaik. Memang

kesejahteraan tahun 1999 menurun dbandingkan dengan tahun sebelumnya akibat

krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997/1998. Namun upaya pemerintah untuk terus

meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah membuahkan hasil.

Namun demikian, tingkat kesejahteraan tidaklah merata antara masyarakat

yang tinggal di pedesaan dan perkotaan. Kesejahteraan masyarakat kota lebih baik

daripada masyarakat pedesaan (Tabel 4.2.1). Ini menunjukkan bahwa

pembangunan ekonomi secara luas yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat masih bias pada masyarakat perkotaan. Kondisi ini dapat

dilihat sebagai kasus di Provinsi DKI.Jakarta. Provinsi ini sebagai pusat

pemerintahan bangsa Indonesia dan sekaligus sebagai pusat bisnis. Dampaknya

adalah bangunan berbagai infrastruktur sangat memadai, lapangan kerja sangat

terbuka dan mendorong terjadinya urbanisasi.

Page 55: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

46

Tabel 4.2.1. Dinamika Pangsa Pengeluaran Pangan Nasional (%)

Tahun Kota Desa Kota+desa

1996 48,0 63,1 55,3

1999 56,2 70,2 62,9

2002 52,8 66,6 58,5

2005 48,2 62,5 53,9

2008 45,0 58,7 50,2

2011 43,9 55,8 48,5

Pada tahun 2011, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta

mencapai 6,6 %, lebih tinggi dibandingkan PDB nasional, yang hanya mencapai 6,5

%. DKI. Jakarta sebagai penyumbang PDRB sebesar 16,5 %, kemudian diikuti oleh

Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, masing-masing 14,7 % dan 14,3 %.

Pangsa pengeluaran pangan untuk DKI Jakarta juga paling kecil yaitu 36,69 pada

tahun 2011. Tidak dipungkiri, dengan semakin baiknya sarana dan prasarana antar

wilayah, semakin sulit membedakan wilayah kota dan desa.

Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan reorientasi program dengan

memprioritaskan pada masyarakat pedesaan, yang pada umumnya adalah

masyarakat petani. Reorientasi program mencakup peningkatan sarana dan

prasarana dan pengembangan pusat bisnis di pedesaan. Dengan demikian juga

diharapkan akan mampu mengerem laju urbanisasi dan mengurangi penduduk

miskin, sekaligus upaya untuk meningkatkan pemeratan pendapatan.

Data pada Statistik Indonesia (2012) menunjukkan Indeks Kedalaman

Kemiskinan (IKdK) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (IKpK) di desa masih lebih

tinggi daripada di perkotaan, walaupun dari tahun ke tahun menunjukkan

penurunan. IkdK merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-

Per

sen

Tahun

Gambar 4.2.1. Pangsa Pengeluaran Pangan (%)

Kota

Desa

Kota+desa

Page 56: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

47

masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks,

semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. IkpK

memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk

miskin. Semakin tinggi nilai indeks, ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi

secara luas yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat masih

bias pada masyarakat perkotaan. Kondisi ini dapat dilihat sebagai kasus di Provinsi

DKI.Jakarta. Provinsi ini sebagai pusat pemerintahan bangsa Indonesia dan

sekaligus sebagai pusat bisnis. Dampaknya adalah bangunan berbagai infrastruktur

sangat memadai, lapangan kerja sangat terbuka dan mendorong terjadinya

urbanisasi.

Tingkat kesejahteraan juga agak senjang antar kepulauan. Masyarakat yang

paling sejahtera adalah masyarakat yang berada di Pulau Jawa. Sebaliknya yang

paling tidak sejahtera dibandingkan dengan pulau lain adalah masyarakat yang

tinggal di Maluku dan Papua (Tabel 4.2.2). Oleh karena itu, pemerintah melalui

program MP3EI berusaha untuk melakukan koneksitas antar pulau dengan

pengembangan ekonomi sesuai dengan potensi sumberdaya dan kearifan lokalnya.

Sebagai contoh, koridor Jawa sebagai tempat pengembangan industri jasa dan

perdangan, sedangkan koridor Maluku dan Papua akan fokus pada pembangunan

pertanian pangan.

Tabel 4.2.2. Pangsa Pengeluaran Pangan Menurut Pulau (%)

Wilayah 1996 1999 2002 2005 2008 2010

Sumatera 62,8 62,6 61,8 57,8 53,7 55,3

Jawa 49,3 42,5 55,3 47,1 44,7 47,7

Bali+Nusa T. 60,8 66,6 60,8 55,2 53,7 52,2

Kalimantan 63,4 69,1 64,3 59,2 53,6 54,1

Sulawesi 59,4 66,1 62,4 55,8 54,4 53,0

Maluku+Papua 59,1 64,8 td 61,2 56,5 57,6

Perubahan kesejahteraan masyarakat dibarengi dengan keterbukaan global

baik dalam hal informasi, perdagangan dan lainnya mengakibatkan perubahan gaya

hidup masyarakat. Perubahan gaya hidup juga berampak pada perubahan gaya

makan. Hal ini terlihat dari perubahan pangsa pengeluaran menurut kelompok

Page 57: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

48

pangan (Gambar 4.22 sampai 4.2.4). Pangsa pengeluaran untuk makanan dan

minuman jadi baik di kota maupun di desa adalah yang terbesar pada tahun-tahun

terakhir. Pada tahun 1999, pengeluaran untuk kelompok padi-padian (beras, jagung

terigu) paling besar, namun sejak tahun 2002, menunjukkan kebalikannya. Pangsa

pengeluaran untuk makanan/minuman jadi justru lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok padi-padian.

Sementara itu, pengeluaran untuk pangan sumber protein dan

vitamin/mineral masih sangat rendah dibandingkan dengan pengeluaran untuk

makanan/minuman jadi. Sebagai gambaran, pada tahun 2011, pengeluaran untuk

buah-buahan hanya 4,3 % dan untuk sayuran sebesar 7,7 %. Sementara itu, untuk

makanan/minuman jadi dan kelompok padi-padian masing-masing mencapai 24,4

% dan 17,3 %. Perubahan ini terutama signifikan terjadi pada masyarakat

perkotaan, tidak pada masyarakat pedesaan. Kecenderungan ini dimungkinkan

dengan adanya perubahan gaya hidup yang berdampak pada perubahan gaya

makan. Hal ini tentu terkait dengan partisipasi perempuan dalam lapangan kerja

dan maraknya usaha UKM yang menyediakan berbagai jenis makanan/minuman

dengan harga yang bervariasi.

BPS (2007) menyebutkan bahwa peningkatan partisipasi angkatan kerja

perempuan selama Februari 2006-Februari 2007 mencapai 2,12 juta orang, yang

dominan bekerja di sektor pertanian dan perdagangan. Pada waktu yang sama,

peningkatan partisipasi untuk laki-laki hanya 287 ribu. Tuntutan untuk memenuhi

kebutuhan rumahtangga mendorong ibu rumahtangga untuk ikut bekerja

membantu suami. Dampaknya, akan mengakibatkan berkurangnya waktu yang

tersedia untuk menyiapkan kebutuhan keluarga. Banyaknya wanita yang bekerja,

mengakibatkan pemenuhan kebutuhan pangan rumahtangga sehari-hari diperoleh

melalui pembelian dari restoran atau warung makan. Wanita sebagai ibu rumah

tangga dan juga berprofesi sebagai pekerja di luar rumah akan mencari

pramuwisma untuk membantu menyiapkan makanan bagi keluarganya. Namun

dengan sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji

menjadi menu utama sehari-hari di rumah.

Page 58: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

49

Selain itu, juga tingginya aktivitas masyarakat (laki-laki dan perempuan)

yang didorong oleh semakin tingginya kebutuhan masyarakat ini menyebabkan pola

konsumsi pangan masyarakat berubah. Perubahan pola atau gaya hidup, juga

menjadi faktor pemicu terjadinya perubahan pola konsumsi. Misalnya, orang zaman

sekarang semakin sibuk dengan jam kerja lebih panjang, mendorong mereka untuk

memilih makanan yang penyajiannya lebih praktis tapi tetap beragam. Banyak

masyarakat mengkonsumsi makanan siap saji terutama pada saat mereka bekerja

di luar rumah. Sehingga semakin banyak pula restoran, warteg yang menjual aneka

makanan cepat saji dalam berbagai bentuk, ukuran dan tingkatan harga. Menurut

Kementerian Koperasi dan UKM (2012), jumlah Usaha Kecil Menengah (UKM) di

bidang pangan di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun

2012, jumlah UKM bidang pangan berjumlah sekitar 12 juta unit.

Per

sen

Tahun

Gambar 4.2.2. Pangsa Pengeluaran Kelompok Pangan Tingkat Nasional (%)

Padi-padian

Umbi-umbian

Daging/telur/ susu

Ikan

Sayuran

Buah

Makanan jadi

Per

sen

Tahun

Gambar 4.2.3. Pangsa Pengeluaran Kelompok Pangan di Perkotaaan (%) Padi-padian

Umbi-umbian

Daging/telur/ susu

Ikan

Sayuran

Buah

Makanan jadi

Page 59: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

50

Pangan lokal sumber karbohidrat dikelompokkan menjadi dua yaitu

kelompok padi-padian an kelompok umbi-umbian. Sesuai pengelompokkan BPS,

yang termasuk dalam kelompok padi-padian adalah beras, jagung dan terigu,

sedangkan kelompok umbi-umbian adalah ubikayu, ubijalar, sagu, dan umbi

lainnya. Peran padi-padian dan umbi-umbian dalam pola makan sepertinya semakin

kecil, digantikan oleh pangan lainnya terutama yang termasuk dalam kelompok

makanan jadi (Tabel 4.2.3 dan 4.2.4). Namun perubahan pada umbi-umbian tidak

signifikan, terutama pada mayarakat yang mempunyai pola pangan pokok dari

umbi-umbian dan sagu seperti masyarakat di Pulau Maluku dan Papua. Melihat

perubahan pangsa ini juga dapat diartikan bahwa untuk mempertahankan pola

pangan pokok masyarakat, tampaknya akan lebih mudah dilakukan pada

masyarakat yang pola pangan pokoknya dari umbi-umbian dan sagu. Upaya

pemerintah untuk mengganti sebagian bantuan pangan berupa raskin menjadi

pangkin (pangan untuk orang miskin) pada wilayah tertentu juga sebagai upaya

untuk mempertahankan pola pangan pokoknya. Disamping sebagai salah satu cara

untuk mengurangi ketegantungan masyarakat pada beras.

Tabel 4.2.3. Pangsa Pengeluaran Padi-padian Menurut Pulau (%)

Wilayah 1996 1999 2002 2005 2008 2010

Sumatera 24,5 27,8 23,6 17,9 19,1 17,9

Jawa 20,1 22,8 18,5 13,7 16,6 14,9

Bali+Nusa T. 32,2 35,2 29,5 24,4 28,2 25,1

Kalimantan 21,7 27,5 18,9 15,5 17,4 15,1

Sulawesi 25,5 29,7 23,1 21,1 23,7 21,0

Maluku+Papua 18,5 21,4 16,2 16,2 14,9

Per

sen

Tahun

Gambar 4.2.4. Pangsa Pengeluaran Kelompok Pangan di Pedesaan (%)

Padi-padian

Umbi-umbian

Daging/telur/ susu

Ikan

Sayuran

Buah

Makanan jadi

Page 60: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

51

Tabel.4.2.4. Pangsa Pengeluaran Umbi-umbian Menurut Pulau (%)

Wilayah 1996 1999 2002 2005 2008 2010

Sumatera 1,3 1,4 1,4 1,1 1,0 0,9

Jawa 0,9 0,9 0,9 0,8 0,7 0,6

Bali+Nusa T. 1,4 1,2 1,4 1,4 1,1 0,8

Kalimantan 1,1 1,1 0,9 1,0 0,7 0,7

Sulawesi 1,8 2,1 2,1 1,8 1,6 1,1

Maluku+Papua 8,4 7,3 7,2 7,2 7,2

4.2.2. Konsumsi Energi dan Protein Serta Diversifikasi Konsumsi Pangan

Kecukupan gizi adalah sangat penting untuk mencapai kesehatan yang baik,

pertumbuhan fisik dan kecerdasan manusia serta mendukung pertumbuhan

ekonomi negara.Kecukupan gizi diperoleh dari makanan pokok, sayuran, buah-

buahan, pangan sumber protein hewani. Tingkat konsumsi zat gizi tidak hanya

ditentukan oleh ketersediaan dan akses pangan tetapi juga oleh kebersihan seperti

akses air minum yang aman dan penyakit. Selanjutnya juga disebutkan bahwa

pendidikan berperan penting dalam mewujudkan hal tersebut (FAO, 2012). Di

Indonesia, energi dan protein merupakan zat izi makro yang sering digunakan

untuk mengidentifikasi apakah seseorang, wilayah atau Negara termasuk tahan

pangan atau rawan pangan. Kedua zat gizi tersebut juga sering digunakan untuk

mengukur kesejahteraan masyarakat (BPS, 2010).

Oleh karena itu, pemerintah melalui BPS selalu menyediakan data mengenai

konsumsi energy dan protein. Energi pada umumnya diperoleh dari pangan sumber

karbohidrat (padi-padian, umbi-umbian) dan lemak (minyak, kacang tanah)

sedangkan protein diperoleh dari pangan sumber protein hewani (daging, telur,

susu, ikan dan nabati (tahu/tempe). Pentingnya kedua zat gizi ini, juga dapat dilihat

dari adanya aturan untuk menghitung tingkat kecukupan energi (Angka Kecukupan

Energi/AKE) dan protein (Angka Kecukupan Protein/AKP) pada tingkat konsumsi

dan ketersediaan, yang setiap lima tahun selalu dievaluasi melalui pertemuan

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) yang diselenggarakan leh LIPI.

Page 61: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

52

Rekomendasi WNPG ke VIII yang dilaksanakan tahun 2004 adalah AKE dan

AKP untuk rata-rata penduduk Indonesia, masing-masing 2000 Kalori/kapita/ hari

dan 52 gram/kapita/hari. Sementara itu, pada bulan November 2012, dilaksanakan

WNPG ke X yang menetapkan AKE dan AKP lebih besar daripada tahun sebelumnya

yaitu 2200 Kalori/kapita/hari untuk energy dan protein sebesar 57

Gram/kapita/hari. Acuan ini sebetulnya untuk agregat nasional, sehingga untuk

acuan tingkat propinsi dapat berbeda karena komposisi penduduk juga berbeda

baik antar propinsi atau propinsi dengan agregat nasional.

Secara rata-rata nasional, konsumsi energi pada tahun 2011 sebesar 1952

kalori/kapita/hari, sedangkan untuk protein sebesar 56,25 gram/kapita/hari.

Adapun perkembangan konsumsi energi dan protein di masing-masing wilayah

perkotaan dan pedesaan disajikan pada Gambar 4.2.5 dan 4.2.6. Bila dibandingkan

dengan standar kecukupan hasil WNPG VIII, capaian konsumsi energi sudah dapat

dianggap mencukupi, demikian pula untuk protein. Tingkat konsumsi energi yang

lebih dari 95 % ini masih dapat dianggap cukup dan memenuhi kebutuhan tubuh

manusia sesuai dengan klasifikasi tingkat kecukupan yang dikeluarkan oleh

Departemen Kesehatan (1996) dalam Badan Ketahanan Pangan (2006). Dalam

klasifikasi tersebut, jika tingkat kecukupan energi antara 90-119% termasuk

kategori normal.

Mengacu pada Ilmu Gizi, walaupun konsumsi protein sudah tinggi namun

karena konsumsi energinya masih rendah, protein tersebut akan dibakar dalam

tubuh menjadi energi untuk menutupi kekurangan konsumsi energi sampai

mencukupi. Dengan demikian dapat dimungkinkan secara riil protein yang

dikonsumsi masih lebih rendah dari angka kecukupan yang dianjurkanKonsumsi

energi pada tahun 2012 turun dibandingkan tahun 2011 yaitu 1853 Kalori/ kap/hari,

sedangkan untuk protein 53,14 gram/kapita/hari. Apabila menggunakan standar

hasil WNPG X, maka tingkat konsumsi energi dan protein masih perlu ditingkatkan.

Page 62: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

53

Hanya tiga propinsi yaitu Sumbar, Bali dan NTB yang tingkat konsumsi

energinya melebihi dari yang dianjurkan, sedangkan propinsi lain masih rendah.

Bahkan tingkat konsumsi energi di Propinsi Maluku Utara dan Papua Barat masih

dibawah 1700 Kalori (Tabel 4.2.5). Apalagi kalau mengacu pada hasil WNPG X,

yang menganjurkan tingkat konsumsi energi mencapai 2200 Kalori/kapita, sangat

mungkin tidak ada satu propinsi yang sudah memenuhi anjuran.

Data Neraca Bahan Makanan (NBM) menyajikan data ketersediaan energi

dan protein, dimana dari aspek ketersediaan, Indonesia sudah mampu

menyediakan energi dan protein melebihi dari yang dianjurkan, bahkan hampir dua

kali lipat kelebihannya. Namun tingkat konsumsinya masih lebih rendah

dibandingkan anjuran. Fenomena ini mengisyaratkan bahwa kebijakan yang

mengedepankan hanya pada aspek produksi pangan saja tidak menjamin

masyarakat akan tercukupi kebutuhan pangannya.

Hal ini kemungkinan permasalahan juga pada akses pangan masyarakat

yang masih rendah yang ditentukan oleh daya belinya dan kemudahan masyarakat

untuk memperoleh pangan. Ketersediaan pangan yang tidak merata, misalnya

Kal

ori

Tahun

Gambar 4.2.5. Konsumsi Energi Menurut Wilayah

Kota

Desa

Kota+Desagr

am/k

ap/h

ari

Tahun

Gambar 4.2.6. Konsumsi Protein Menurut Wilayah

Kota

Desa

Kota+Desa

Page 63: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

54

hanya ada di perkotaan atau di wilayah dengan infrastruktur yang

memadai.Padahal banyak penduduk yang bertempat tinggal di wilayah terpencil

atau kepulauan. Kasus rendahnya konsumsi energi di propinsi termuda yaitu Malut

dan Papua Barat diduga pangan yang dibutuhkan tidak cukup tersedia, terutama

untuk pangan yang harus didatangkan dari wilayah lain. Sebetulnya di propinsi ini

tersedia pangan seperti sagu, yang sudah menjadi pola pangan pokoknya, sehingga

seharusnya tidak terjadi kekurangan konsumsi energi.

Sebetulnya pemenuhan kebutuhan protein lebih sulit daripada energi

dikarenakan umumnya harga pangan sumber protein lebih mahal daripada pangan

sumber energi. Dalam Susenas tahun 2011, pengeluaran pangan masyarakat rata-

rata sebesar Rp.293.556, yang menghasilkan 1853 Kalori dan 56,25 gram protein.

Dari data tersebut dapat diperoleh harga setiap energi dan protein yaitu Rp.150,4

untuk setiap kalori dan Rp.5218,8 untuk setiap protein.

Pertanyaannya adalah mengapa Indonesia sudah mampu memenuhi

kebutuhan protein, sebaliknya untuk energi. Kemungkinan hal ini disebabkan pada

keakuratan konversi data dari kelompok makanan dan minuman jadi ke energi.

Terdapat 19 jenis makanan jadi di dalam Susenas, yang sebagian besar makanan

sumber energi seperti kue basah/kering, nasi rames/nasi goreng, lontong dan

sebagainya. Besaran volume dan ragam makanan untuk setiap nasi rames misalnya

adalah berbeda antar propinsi untuk setiap porsinya, padahal dalam mengkonversi

makanan tersebut kedalam bentuk energi menggunakan angka konversi yang

sama.

Oleh karena itu, saran kepada BPS untuk meningkatkan kualitas data

Susenas dengan melakukan peninjauan kembali komoditas yaitu dengan

memasukkan komoditas dan jenis makanan/minuman jadi yang banyak dikonsumsi

oleh masyarakat namun belum termasuk dalam daftar pertanyaan. Kementerian

Kesehatan bekerjasama dengan Persatuan Ahli Gizi (Persagi) telah menerbitkan

Daftar Komposisi Makanan sebagai penyempurnaan daftar yang lama. Dalam daftar

tersebut banyak memasukkan analisis zat gizi dari makanan jadi yang banyak

dikonsumsi di setiap wilayah termasuk makanan lokal daerah.

Page 64: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

55

Tabel 4.2.5. Distribusi Propinsi Menurut Tingkat Konsumsi Energi dan Protein, 2012

Uraian Nama Propinsi Jumlah

Propinsi

Konsumsi Energi (Kalori/kap/hari)

>2000 Sumbar, Bali, NTB 3

1950-1999 Jambi, Kalsel, Sulsel 3

1900-1950 Kalteng, Sulut, Sulbar 3

1850-1899 Aceh, Sumut, Riau, Sumsel, Bengkulu, Lampung, DKI,

Banten, Sulteng, Sultra

10

1800-1849 Kep.Riau, Babel, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, NTT, Kalbar, Gorontalo

9

1700-1800 Kaltim, Maluku, Papua 3

<1700 Malut, Papua Barat 2

Konsumsi Protein (Gram/kap/hari)

>60 Bali 1

56-60 Kep.Riau, Babel, DKI, Banten, NTB, Kalsel, Sulsel 7

52-55 Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu,

Jabar, DIY, Kalteng, Kaltim, Sulut, Sultra, Sulbar

45-51 Lampung, Jateng, Jatim, NTT, Kalbar, Sulteng, Gorontalo, Maluku, Papua Barat

9

<45 Malut, Papua 2

Selama ini standar konsumsi untuk energi dan protein hanya ada pada

tingkat nasional, belum ada tingkat wilayah baik propinsi, kabupaten maupun kota.

Oleh karena itu standar yang dilakukan oleh wilayah mengacu pada standar

nasional. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kabupaten Gunung Kidul melakukan

analisis perhitungan konsumsi energi dan protein dibedakan menurut wilayah

pertanian dan bukan pertanian (Gambar 4.2.7). Terdapat pola yang beda antara

konsumsi energi dan protein. Tingkat konsumsi energi pada masyarakat perikanan

paling besar dibandingkan dengan masyarakat lainnya, bahkan konsumsi energi

pada masyarakat peranian paling rendah. Berbeda untuk protein, konsumsi protein

pada masyarakat pertanian dalam arti luas termasuk perikanan lebih rendah

dibandingkan masyarakat non pertanian. Lagi-lagi, konsumsi protein pada

masyarakat pertanian yang paling rendah. Fenomena ini menunjukkan usaha di

sektor pertanian di Kab. Gunung Kidul belum mampu untuk memenuhi kebutuhan

pangannya. Padahal, penduduk yang bekerja di sektor pertanian cukup besar

dengan kepemilikan lahan yang sempit atau sebagai buruh tani.

Page 65: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

56

BKP Provinsi Banten menghitung tingkat konsumsi energi dan protein

seperti tingkat nasional yaitu secara rata-rata wilayah Banten seperti pada Tabel

4.2.6. Pola konsumsi juga seperti agregat nasional, yaitu konsumsi energi masih

belum memenuhi anjuran. Sebaliknya untuk protein sudah melebihi standar yang

dianjurkan. Dengan mengacu pada kedua kasus tersebut mengisyaratkan bahwa

program pembangunan pertanian dan pangan tidak dapat dilakukan secara massal.

Kalaupun program tersebut bersifat top down tetapi tetap memerlukan kreatifitas

daerah sehingga program benar-benar dapat diimplementasikan dengan baik dan

berdampak optimal bagi masyarakatnya.

Gambar 4.2.7. Konsumsi Energi dan Protein di Kab. Gunung Kidul

Keanekaragaman/diversifikasi konsumsi pangan dapat diukur dengan

menggunakan konsep PPH. FAO RAPA pada tahun 1989 dalam Ariani dan Asari

(2003) mengadakan pertemuan para pangan dan gizi di Bangkok dengan

merumuskan komposisi pangan yang ideal yang terdiri dari 57-68 % dari

karbohidrat, 10-13 % dari protein dan 20-30 % dari lemak. Dengan rumusan ini

kemudian diimplementasikan dalam bentuk energi dari sembilan kelompok pangan

yang dikenal dengan istilah PPH. Sejak diperkenalkan di Indonesia, konsep PPH ini

mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan di bidang pangan dan gizi untuk dapat

diterapkan di Indonesia disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Diversifikasi

konsumsi pangan sesuai konsep PPH harus mempunyai skor 100. Pada Gambar

Page 66: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

57

4.2.8 disajikan perkembangan pencapaian diversifikasi konsumsi pangan yang

diukur dengan PPH.

Tabel 4.2.6. Konsumsi Energi, Protein dan Skor PPH Provinsi Banten

Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Energi (Kal/kap/hari)

1927 2015 2038 1958 1957 1988

Protein (Gram/Kap/Hari)

53,7 57,7 57,4 59,2 60,0 56,3

Skor PPH 74,9 82,8 81,9 78,8 80,6 77,3

Skor PPH sebetulnya meningkat dari tahun ke tahun, bahkan pada tahun

2007 dan 2008 mencapai 80an, namun untuk tahun-tahun berikutnya, skor PPH

mengalami penurunan. Bahkan capaian skor PPH semakin jauh dari target yang

telah ditetapkan oleh pemerintah (Tabel 4.2.8). Penurunan juga terjadi di sebaian

besar propinsi. Hanya enam propinsi yaitu Jambi, Sumsel, Bengkulu, NTB, Sulsel,

dan Gorontalo yang nilai skor PPH tahun 2012 lebih besar daripada tahun 2011.

Bila dikaitkan dengan kesejahteraan, pertanyaannya adalah mengapa skor

PPH justru menurun dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Seperti telah

diungkap terdahulu, bahwa terkait dengan konsumsi pangan tidak hanya

dipengaruhi oleh pendapatan namun juga pengetahuan seseorang terkait pangan

dan gizi serta kesadaran akan makanan yang berkualitas untuk kesehatan dan

kualitas sumberdaya manusia. Dari Tabel 4.2.10, pola konsumsi pangan masyarakat

masih belum mengacu pada pedoman PPH. Konsumsi dari padi-padian sangat

tinggi, melebihi dari ketentuan, sebaliknya untuk pangan hewani, sayur dan buah

yang termasuk pangan berkualitas tinggi yang mampu meningkatkan skor PPH

secara signifikan masih belum banyak dikonsumsi sesuai dengan ketentuan. Pada

kondisi terakhir (tahun 2011), skor PPH menurun sedkit dibandingkan tahun

sebelumnya yaitu skor PPH pada tahun 2011 sebesar 77,3, sedangkan pada tahun

2010 sebesar 77,5. Penurunan ini lebih diakibatkan oleh penurunan konsumsi

sayuran dan buah-buahan.

Page 67: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

58

Tabel 4.2.8. Pencapaian Skor PPH

Tahun Target Riil Senjang

2005 77,7 79,1 +2,0

2008 82,9 81,9 -1,0

2009 85,0 75,7 -9,3

2010 86,4 77,5 -8,9

2011 88,1 77,3 -10,8

2012 89,9 75,4 -14,5

Sumber : BKP (2013)

Tabel 4.2.9. Distribusi Propinsi Berdasarkan Perubahan Skor PPH (2005 dan 2012)

Perubahan Skor PPH (2005- 2012)

Nama Propinsi Jumlah Propinsi

Meningkat Jambi, Sumsel, Bengkulu, NTB, Sulsel, Gorontalo, 6

Menurun Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Kep.Riau, Babel, Lampung, DKI, Jabar,Banten, Jateng, DIY, Jatim,

Bali, NTT, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sultra, Sulteng, Sulbar, Maluku, Malut, Papua Barat, Papua

27

Tabel 4.2.10. Pola Pangan Masyarakat, 2011 dan 2012 (Gram/kapita/hari)

Kelompok pangan Anjuran Kenyataan/Riil

2011 2012

Padi-padian 275 315,9 299,9

Umbi-umbian 100 43,2 33,1

Pangan Hewani 150 95,9 91,7

Kacang2an 35 22,7 23,7

Sayur+buah 250 197,3 199,1

Gula 30 22,2 19,2

Minyak+lemak 20 22,8 23,7

Satu

an

Tahun

Gambar 4.2.8. Capaian Skor PPH 2002

2003

2004

2005

2006

2007

Page 68: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

59

4.2.3. Tingkat Konsumsi Pangan

Dalam Undang-Undang (UU) Pangan No.18, 2012, pangan pokok adalah

Pangan yang diperuntukkan sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan

potensi sumber daya dan kearifan lokal, sedangkan pangan lokal adalah makanan

yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan

lokal. Jenis makanan pokok pada umumnya adalah beras, jagung, ubikayu, ubijalar,

sagu dan umbi lainnya.

Pada saat ini telah terjadi pergeseran pola pangan pokok yang ditunjukkan

dengan perubahan pangsa energi dari masing-masing jenis pangan pokok yang

dikonsumsi oleh masyarakat. Pada tahun 1950-an, walaupun beras sudah menjadi

pangan pokok, namun pangan lokal seperti umbi-umbian dan jagung masih

berperan juga menjadi pangan pokok.Namun, peran pangan lokal lama kelamaan

berkurang dan tergantikan dengan beras sebagai pangan pokok (Tabel 4.2.11).

Atau dengan kata lain pangan pokok telah berubah dari pangan lokal seperti jagung

dan umbi-umbian menuju ke pangan nasional yaitu beras.

Perubahan pola pangan pokok ini terkait dengan tingkat konsumsi pangan

pokoknya. Pada Tabel 4.2.12 secara agregat nasional semua pangan lokal baik

berupa beras, umbi-umbian maupun sagu menurun signifikan terutama untuk

ubikayu dan sagu. Disisi lain, konsumsi terigu dan turunannya (mie basah, mie

instan, kue) mengalami meningkatan yang tajam. Konsumsi mi instan di Indonesia

no. 2 terbesar setelah Korea Selatan yaitu rata-rata 63 kemasan mie instan per

tahun per orang. Korea selatan Selatan mengonsumsi 69 mie instan per orang,

Jepang 39,9 kemasan mie instan per orang per tahunnya dan Cina walaupun

jumlah konsumsi mie instan terbanyak (42,5 miliar paket mie instan tahun lalu),

namun konsumsi per kapitanya 32 kemasan mie instan

(http://id.berita.yahoo.com/cina-pengonsumsi-mi-instan-terbanyak-di-dunia. html,

diunduh tanggal 26 Mei 2012).

Padahal terigu hampir 100 % didatangkan dari luar negeri melalui

mekanisme impor. Fenomena yang terjadi aalah perubahan pola pangan pada

masyarakat dari dominan pangan lokal sepeti jagun, umbi-umbian dan sagu

Page 69: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

60

berubah kearah pola pangan nasional (beras), kemudian berubah kearah pola

pangan internasional (berbasis gandum). Pola pangan yang demikian tentu tidak

menyehatkan terutama dikaitkan dengan aspek kebijakan impor pangan.

Kecenderungan konsumsi terigu dan turunannya yang meningkat terus berdampak

pada peningkatan impor gandum atau terigu juga meningkat. Dampaknya, devisa

Negara dapat terkuras hanya untuk mengimpor gandum.

Oleh karena itu, perubahan pola konsumsi masyarakat perlu dilakukan,

selain mengarah pada kualitas pangan sesuai dengan acuan PPH juga diharapkan

pangan yang dikonsumsi berbasis pada potensi pangan lokal. UU Pangan yang baru

(No.18 tahun 2012) sangat mengedepankan kemandirian dan kedaulatan pangan

dalam mencapai ketahanan pangan. Untuk menuju hal ini, pemerintah beserta

legislatif harus bersunggung-sungguh melakukan reorientasi kebijakan pangan yang

mendukung hal tersebut. Perubahan pola konsumsi ini tidak hanya berdampak

positip pada kesejahteraan petani Indonesia namun juga pada peningkatan kualitas

sumberdaya manusia. Pangan yang bergizi akan berdampak positip pada tingkat

kesehatan dan kecerdasan seseorang.

Tabel 4.2.11.Perkembangan Pola Konsumsi Pangan Pokok di Indonesia

Tahun Pola Konsumsi Pangan Pokok

1954 Konsumsi beras (53,5%), ubikayu (22,6%), jagung (18,9%)

1987 Pergeseran: Konsumsi beras (81,1%), ubikayu (10,0%), jagung (7,8%)

1999 Pergeseran berlanjut, jagung hanya 3,1% dan ubikayu 8,8%

2010 Pangsa non beras (ubikayu, jagung, dll) hampir tidak ada diganti oleh

terigu (naik 500% dalam waktu 30 tahun)

Page 70: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

61

Tabel 4.2.12. Tingkat Konsumsi Pangan: Beras, Umbi-umbian dan Terigu Menurut Wilayah, (Kg/kap/th)

Kelompok Pangan

Beras Ubikayu Ubijalar Sagu Umbi lainnya

Terigu dan turunannya

Kota 1996 102,3 4,7 2,0 0,2 2,9 2,4 1999 93,5 6,2 2,1 0,1 1,6 2,1 2002 89,8 5,6 2,2 0,1 2,6 2,9 2005 86,3 4,8 2,2 0,1 2,6 3,4 2008 83,3 5,6 1,6 0,1 2,5 4,0 2011 79,1 3,0 1,1 0,1 2,0 3,4 Laju Perub. (%) (4,8) (6,4) (7,5) (12,2) (2,2) 10,5 Desa 1996 116,8 16,2 3,5 0,8 2,3 1,4 1999 111,2 17,7 3,3 0,2 6,1 1,2 2002 109,7 16,3 3,1 0,4 8,1 1,9 2005 106,8 13,5 3,1 0,9 1,1 2,8 2008 103,7 13,7 3,6 0,9 1,8 3,4 2011 96,0 8,8 3,9 0,7 1,2 3,0 Laju Perub. (%) (3,4) (10,3) 2,4 9,2 (21,1) 19,4

Kota+Desa 1996 111,6 13,3 3,0 0,6 2,5 2,0 1999 103,8 12,7 2,8 0,1 1,3 1,6 2002 100,8 11,7 2,7 0,3 1,9 2,3 2005 97,9 9,9 3,1 0,6 2,2 3,1 2008 93,9 9,9 2,7 0,5 1,7 2,3 2011 87,6 6,1 2,5 0,4 1,6 3,2 Laju Perub. (%) (4,4) (12,5) (2,4) (8,6) (4,6) 10,5

Keterangan : ( )= penurunan/negatif

Tabel.4.2.13. Rata-rata Tingkat Konsumsi Beras dan Terigu

Menurut Pulau (Kg/kap/th)

Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Beras

Sumatera 103,8 106,7 104,2 103,1 102,1 98,6

Jawa 94,5 99,7 98,1 96,7 99,7 94,8

Bali+Nusa T. 116,9 120,3 121,1 121,9 122,7 117,7

Kalimantan 100,6 103,6 100,0 99,5 99,5 94,6

Sulawesi 105,3 110,2 105,2 107,8 107,9 106,1

Maluku+Papua 46,0 52,7 69,8 73,0 72,4 74,1

Terigu

Sumatera 11,2 10,7 9,4 9,4 9,6 9,2

Jawa 12,8 12,3 11,8 11,8 12,2 11,1

Bali+Nusa T. 7,9 7,8 7,9 8,0 7,8 7,9

Kalimantan 11,8 10,8 10,0 10,4 10,8 10,1

Sulawesi 8,3 8,1 7,7 8,2 8,7 8,0

Maluku+Papua 5,3 4,9 6,4 6,2 6,5 5,9

Page 71: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

62

Tabel. 4.2.14. Rata-rata Tingkat Konsumsi Jagung, Ubikayu dan Ubijalar

Menurut Pulau (Kg/kap/th)

Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jagung Sumatera 0,6 0,3 0,3 0,3 0,4 0,3 Jawa 3,2 1,9 1,5 1,4 1,0 1,4 Bali+Nusa T. 13,6 13,0 11,2 9,1 7,3 8,0 Kalimantan 0,4 0,3 0,3 0,3 0,4 0,2 Sulawesi 9,8 6,9 4,9 5,4 3,8 3,7 Maluku+Papua 1,4 1,1 0,9 1,6 0,9 0,9 Ubikayu Sumatera 12,1 10,2 7,5 7,1 7,6 5,6 Jawa 13,5 11,9 9,2 9,2 9,1 7,3 Bali+Nusa T. 11,3 14,2 9,0 7,9 10,8 6,7 Kalimantan 12,8 11,5 9,3 9,0 10,1 6,8 Sulawesi 10,5 13,9 9,3 7,7 8,9 7,3 Maluku+Papua 30,0 27,3 26,6 27,4 27,1 17,1 Ubijalar Sumatera 1,7 1,8 1,2 1,4 1,3 0,8 Jawa 1,4 1,7 1,4 1,2 1,5 0,9 Bali+Nusa T. 2,2 2,5 1,3 1,6 1,6 1,4 Kalimantan 0,9 1,0 0,9 0,9 1,0 0,6 Sulawesi 1,9 2,3 2,2 1,9 2,8 1,8 Maluku+Papua 39,1 38,7 30,7 33,3 33,0 29,5

Tabel. 4.2.15. Rata-rata Tingkat Konsumsi Sagu dan Umbi Lainnya

Menurut Pulau (Kg/kap/th)

Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sagu Sumatera 0.2 0.4 0.2 0.2 0.3 0.2 Jawa 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Bali+Nusa T. 0.2 0.0 0.0 0.2 0.1 0.0 Kalimantan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Sulawesi 3.8 3.0 2.3 1.4 2.0 2.1 Maluku+Papua 14.6 10.3 8.4 8.6 8.6 7.0 Umbi Lainnya Sumatera 0.5 0.8 0.4 0.4 0.5 0.4 Jawa 0.1 0.1 0.1 0.1 0.3 0.1 Bali+Nusa T. 0.8 1.4 0.9 0.6 1.4 0.6 Kalimantan 0.7 0.6 0.8 0.7 0.7 0.4 Sulawesi 0.8 1.2 1.8 0.8 1.4 0.7 Maluku+Papua 4.5 6.2 9.0 5.2 6.4 5.3

Page 72: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

63

4.2.4. Kebijakan, Program, Permasalahan dan Tantangan Pola Konsumsi Pangan

Berbicara masalah konsumsi pangan tidak dapat dilepaskan dengan aspek

diversifikasi konsumsi pangan, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, program

peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan adalah sama dengan program

diversifikasi konsumsi pangan. Asil analisis yang dilakukan oleh riani (2012), bahwa

program diversifikasi pangan sebetulnya sudah dirintis sejak awal dasawarsa 60-an,

dimana pemerintah telah menyadari pentingnya dilakukan diversifikasi tersebut.

Pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahan-bahan pangan pokok selain beras

seperti anjuran untuk mengkombinasikan beras dengan jagung, sehingga pernah

populer istilah”beras-jagung”. Ada dua arti dari istilah itu, yaitu 1) campuran beras

dengan jagung, dan 2) penggantian konsumsi beras pada waktu-waktu tertentu

dengan jagung. Kebijakan ini ditempuh sebagai reaksi terhadap krisis pangan yang

terjadi saat itu (Rahardjo, 1993). Pada tahun 1974, secara eksplisit pemerintah

mencanangkan kebijaksanaan diversifikasi pangan melalui Instruksi Presiden

(INPRES) No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR).

Maksud dari instruksi tersebut adalah untuk lebih menganekaragamkan jenis

pangan dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat baik secara kualitas maupun

kuantitas sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

Kemudian INPRES No. 14 disempurnakan melalui INPRES No.20 tahun

1979. Dalam INPRES ini, Presiden mengintruksikan kepada 15 lembaga

(kementerian, Bulog, BKKBN) dengan enam instruksi antara lain melanjutkan dan

meningkatkan usaha perbaikan menu makanan rakyat secara terus menerus,

menyeluruh dan terkoordinasi dalam bidang masing-masing maupun dalam rangka

kerjasama antar Departemen/instansi peemrintah, antara instansi pemerintah dan

instansi non pemerintah. Pada tahun 1989 melalui keputusan Menteri Koordinator

Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 06/KEP/MENKO/ KESRA/VIII/1989 mengeluarkan

pedoman Pola Umum Gerakan Perbaikan Menu Makanan Rakyat untuk menyatukan

wawasan/pandangan langkah dan tindak bagi pengambil kebijakan, penyelenggara,

pelaksana baik pemerintah maupun masyarakat untuk dapat memperbaiki pola

Page 73: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

64

konsumsi pangan secara kualitas dan kuantitas sebagai usaha penting bagi

pembangunan nasional (Kantor Menko Kesra, 1989)

Pada tahun 1991/1992 pemerintah melalui Departemen Pertanian mulai

menggarap diversifikasi konsumsi melalui Program Diversifikasi Pangan dan Gizi

(DPG). Program DPG bertujuan untuk (1) mendorong meningkatnya ketahanan

pangan di tingkat rumah tangga, dan (2) mendorong meningkatnya kesadaran

masyarakat terutama di pedesaan untuk mengkonsumsi pangan yang

beranekaragam dan bermutu gizi seimbang. Fokus program DPG lebih diarahkan

pada upaya pemberdayaan kelompok rawan pangan di wilayah miskin dengan

memanfaatkan pekarangan pada jangkauan sasaran wilayah program yang

terbatas, sehingga upaya yang dilakukan adalah meningkatkan ketersediaan

keanekaragaman pangan di tingkat rumah tangga (Irawan, et al. 1999). Kemudian

pada tahun anggaran 1998/1999 dilakukan revitalisasi program DPG untuk

memberikan respon yang lebih baik dalam rangka meningkatkan diversifikasi

pangan pokok. Upaya ini dilaksanakan dengan perubahan orientasi dari

pendekatan sempit (pemanfaatan pekarangan untuk menyediakan aneka ragam

kebutuhan pangan) ke arah yang lebih luas yaitu pemanfaatan pekarangan/kebun

sekitar rumah guna pengembangan pangan lokal alternatif. Pembinaannya pun

tidak terbatas pada aspek budi daya tetapi juga meliputi aspek pengolahan dan

penanganan pasca panen agar pangan lokal alternatif ini dapat memenuhi selera

masyarakat (Program DPG Pusat, 1998).

Pada tahun-tahun ini, Kementerian Kesehatan juga mempunyai program baik

langsung maupun tidak langsung mengkaitkan dengan diversifikasi konsumsi

pangan. Pada tahun 1995/1996 telah disosialisasikan Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS) untuk menggantikan konsep makan yang dikenal dengan ”4

sehat 5 sempurna”. Dalam konsep PUGS tersebut terdapat 13 pesan dasar gizi

seimbang dengan pesan no. 1 : makanlah aneka ragam makanan.

Kebijakan/program terkait diversifikasi pangan muncul kembali pada Kabinet

Indonesia Bersatu II dengan adanya kontrak kinerja antara Presiden Republik

Indonesia dengan Menteri Pertanian tentang empat target sukses pertanian yang

Page 74: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

65

salah satunya adalah upaya peningkatan diversifikasi pangan. Namun diversifikasi

pangan yang dimaksud adalah diversifikasi atau keragaman konsumsi pangan

sebagai strategi mencapai ketahanan pangan. Diversifikasi konsumsi pangan belum

mencapai kondisi yang optimal yang dicirikan dengan skor PPH yang belum sesuai

harapan dan belum optimalnya peran pangan lokal dalam mendukung diversifikasi

konsumsi pangan.

Oleh karena itu, munculah Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 tahun 2009

tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber

Daya Lokal. Tujuan kebijakan ini adalah menfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola

konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman yang diindikasikan oleh

skor PPH 95 pada tahun 2015. Strategi yang ditempuh dalam Perpres tersebut ada dua

yaitu 1) Internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan melalui : a) Advokasi,

kampanye, promosi dan sosialisasi tentang konsumsi pangan yang beragam, bergizi

seimbang dan aman pada berbagai tingkatan aparat, masyarakat, pendidikan formal

dan non formal dan 2) Pengembangan bisnis dan industri pangan lokal melalui fasilitasi

kepada UMKM untuk pengembangan bisnis pangan segar, industri bahan baku, industri

pangan olahan dan pangan siap saji yang aman berbasis sumber daya lokal serta

advokasi, sosialisasi dan penerapan standar mutu dan keamanan pangan baki pelaku

usaha pangan terutama usaha rumah tangga dan UMKM. Untuk operasionalisasi

PERPRES tersebut, Menteri Pertanian mengeluarkan peraturan

No.43/permentan/OT.140/2009) tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman

Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.

Untuk menindaklanjuti Perpres dan Peraturan Menteri, Badan Ketahanan pangan

(BKP), Kementerian Pertanian melaksanakan kegiatan terkait diversifikasi konsumsi

pangan yang dikenal gerakan Percepatan Diversifikasi Konsumsi Pangan (P2KP) yang

dimulai sejak tahun 2010. Tujuan umum program P2KP adalah menfasilitasi dan

mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman

yang diindikasikan dengan skor PPH dengan indikator outcome adalah meningkatnya

skor PPH dari tahun ke tahun dan menurunnya konsumsi beras 1,5% per tahun (BKP,

2012).

Page 75: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

66

Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan mempunyai program Gerakan

Sadar Gizi Menuju Indonesia Prima 2011-2014 dengan tujuan menciptakan norma

sosial masyarakat Indonesia untuk menerapkan pola konsumsi makanan yang baik

dan aktivitas fisik yang teratur dan terukur. Fokus tema pesan utama gerakan

adalah perilaku pola konsumsi makanan, pola asuh dan aktifitas fisik (Kemenkes,

2011). Perkembangan kebijakan/program/kegiatan diversifikasi konsumsi pangan

secara utuh disajikan pada Tabel 4.2.16 dan untuk mengetahui sejauhmana

dampak program terhadap perubahan pola konsumsi pangan dapat dilihat dari

bahasan pencapaian kinerja diversifikasi pangan.

Hasil analisis yang dilakukan oleh Ariani (2013), Suryana (tanpa tahun)

menunjukkan masih banyak kendala dalam mewujudkan peningkatan konsumsi dan

diversifikasi konsumsi pangan, namun utamanya adalah komitmen pemerintah

termasuk pemerintah daerah untuk melaksanakan Perpres tersebut. Di pemerintah

pusat, misalnya kebijakan pangan tidak sinkron dengan upaya pencapaian yang

diamanatkan dalam Perpres.

Beberapa faktor lainnya yang mengakibatkan lambatnya pencapaian

diversifikasi konsumsi pangan adalah: 1) Kesenjangan mutu gizi pangan antara

masyarakat desa dan kota, 2) Penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis

sumberdaya lokal, (4) Lambatnya perkembangan, penyebaran, penyerapan

teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan dalam

pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra dan daya terima, (4) masih

kurangnya sinergi untuk mendorong dan memberikan insentif bagi dunia usaha dan

masyarakat dalam mengembangkan aneka produk olahan pangan lokal. Selain itu

juga masih kurangnya fasilitasi pemberdayaan ekonomi dan pengetahuan untuk

meningkatkan aksesibilitas pada pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman

(Suryana, tanpa tahun).

Tantangan ke depan dalam pemantapan ketahanan pangan tidaklah mudah.

Konversi lahan sawah yang masih terus terjadi akan berdampak negatif terhadap

ketersediaan pangan. Pengalaman selama ini walaupun terjadi pencetakan sawah

namun jumlah sawah yang dicetak mash jaur lebih rendah dibandngkan dengan

Page 76: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

67

yang dikonversi. Penduduk Indonesia sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan pada

tahun 2025 mencapai 250 juta jiwa. Jumlah penduduk yang banyak memerlukan

pangan dalam jumlah yang mencukupi untuk semua orang. Apalagi kalau mengacu

pada definisi ketahanan pangan yang baru, bahwa tersedianya pangan yang cukup

baik kuantitas, kualitas harus sampai pada tingkat individu, tidak hanya tingkat

rumahtangga.

Tabel 4.2.16. Perkembangan Kebijakan/Program/Kegiatan Diversifikasi Konsumsi Pangan

Tahun Kebijakan Tujuan/Kegiatan

1950-

an

4 Sehat 5

Sempurna

Pola makan yang sehat

1960-an

Anjuran konsumsi selain beras

Populer ”beras-jagung” ( pengertian campuran beras dengan jagung, dan penggantian konsumsi beras pada waktu-waktu tertentu dengan jagung).

1974 Inpres No. 14,

1974; 1979: UPMMR,

Tujuannnya : lebih menganekaragamkan jenis pangan dan

meningkatkan mutu gizi makanan rakyat baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

1991/

1992

Program

diversifikasi pangan dan gizi (DPG)

Tujuan mendorong meningkatnya:1) ketahanan pangan rumah

tangga, dan (2) kesadaran masyarakat terutama di pedesaan untuk mengkonsumsi pangan yang beranekaragam dan bermutu gizi seimbang. Fokus program DPG diarahkan pada upaya

pemberdayaan kelompok rawan pangan di wilayah miskin dengan memanfaatkan pekarangan

1998/ 1999

Revitalisasi program DPG

Perubahan orientasi dari hanya pemanfaatan pekarangan ke pekarangan/kebun sekitar rumah guna pengembangan pangan lokal

alternatif. Pembinaan: aspek budi daya, pengolahan dan penanganan pasca panen agar pangan lokal alternatif ini dapat memenuhi selera masyarakat

1995/ 1996

Pedoman Umum Gizi Seimbang

(PUGS)

Terdapat 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang (menggantikan 4 sehat 5 sempurna). Pesan No.1 : makanlah aneka ragam makanan

2010 Percepatan Penganekaragaman konsumsi

Pangan (P2KP)

Ada 4 kegiatan, antara lain : Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan

2010 One day no rice Himbauan untuk tidak mengkonsumsi beras satu hari per bulan/minggu

2010 M-KRPL (Model Kawasan Rumah Pangan Lestari)

Peningkatan kualitas konsumsi pangan rumahtangga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari

2011 Gerakan

Nasional Sadar

Gizi

Gerakan perilaku pola konsumsi makanan

Page 77: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

68

Era keterbukaan antar Negara menuntut adanya keterbukaan dalam hal

perdagangan, arus informasi dan lainnya. Apalagi dengan adanya oganisasi-

organisasi antar Negara yang bermunculan seperti Asean Community Economic

2015. Globalisasi ini akan berdampak pada globalisasi makanan. Jumlah franchise di

Indonesia tumbuh sangat pesat, kemudian impor pangan juga semakin meningkat.

Beberapa hal tersebut telah menyebabkan terjadinya perubahan pola makan

masyarakat baik jenis, kualitas, tempat, kemasan, dan lainnya.

Perubahan-perubahan tesebut harus disikapi dengan baik oleh pemerintah

dan stakeholder lainnya, sehingga pola konsumi pangan masyarakat terus membaik

kualitasnya sesuai dengan standar kecukupan energi, protein dan PPH. Selain itu

juga tetap masih punya pijakan untuk mengedepankan pengembanga pangan

berbasis potensi sumberdaya, budaya dan kearifan lokal.

4.3. Industri Pengolahan dan Produk Pangan Lokal

4.3.1. Industri Pengolahan Pangan Lokal

Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 pengertian diversifikasi

pangan (penganekaragaman pangan) adalah upaya peningkatan ketersediaan dan

konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan berbasis pada potensi

sumberdaya lokal. Terkait hal itu peran utama yang diharapkan dari keberadaan

industri pengolahan dalam pengembangan diversifikasi pangan selain tujuan

meningkatkan nilai tambah produk adalah meningkatkan kemampuan penyediaan

beragam pangan olahan dari sumberdaya lokal yang dapat dijadikan pilihan untuk

menggantikan (substitusi) dan atau komplemen dari pangan pokok dominan.

Selama ini pangan pokok dalam pola konsumsi pangan masyarakat secara nasional

didominasi oleh beras. Untuk itu analisis kinerja industri dalam dalam bagian ini

akan lebih difokuskan pada industri pengolahan yang menggunakan bahan baku

pangan hasil pertanian non beras sebagai bahan dasarnya.

Indonesia masih memiliki potensi sumberdaya pertanian cukup besar

sebagai penyedia bahan baku pangan. Akan tetapi disayangkan sebagian

pemasaran bahan pangan tersebut masih dilakukan dalam bentuk raw product

(Kementerian Pertanian, 2010). Artinya, peluang mendapatkan nilai tambah belum

Page 78: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

69

dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong upaya peningkatan kesejahteraan

petani dan pelaku usaha di bidang industri pangan. Banyak faktor yang turut

berpengaruh terhadap belum optimalnya pemanfaatan potensi sumberdaya pangan

lokal tersebut, diantaranya adalah faktor preferensi. Preferensi konsumsi

masyarakat terhadap pangan olahan lokal masih relatif rendah. Indikasi ini antara

lain tercermin dari pola pemasaran produk yang terbatas (pendek) dan

perkembangan industri pangan lokal olahan yang relatif lambat. Selain faktor daya

tarik produk pangan lokal yang belum memuaskan (belum tinggi), rendahnya

preferensi diduga juga terkait dengan keterbatasan daya beli masyarakat karena

faktor pendapatan yang rendah.

Dari sisi makro, gambaran dinamika sektor industri dalam perekonomian

dapat diliihat dari perubahan struktur Produk Domestik Bruto (PDB) antar waktu.

Menurut teori pembangunan, perkembangan suatu negara yang menjadikan

pertanian sebagai basis ekonomi ditandai dengan semakin berkurangnya peran

sektor pertanian dalam pembentukan PDB, digantikan oleh peran sektor industri

dan jasa yang semakin meningkat antar waktu. Data indikator perekonomian

nasional periode tahun 2007-2012 menunjukkan, kontribusi sektor pertanian dalam

pembentukan PDB pada kurun waktu tersebut lebih rendah dibandingkan kontribusi

sektor industri total (Gambar 1). Selama kurun waktu di atas, kontribusi (pangsa)

sektor pertanian hanya berkisar antara 13,7 persen sampai 15,3 persen, sedangkan

kontribusi sektor industri hampir dua kali lipatnya yaitu berkisar antara 23,9 persen

sampai 27,8 persen. Hal itu mengindikasikan terjadinya transformasi structural

dalam pembentukan PDB secara nasional. Sektor industri menggantikan peran

sektor pertanian dalam perekonomian dengan berkontribusi lebih besar pada

struktur pembentukan PDB. Akan tetapi, jika diamati pola kecenderungannya,

terlihat kontribusi sektor industri cenderung menurun sedangkan kontribusi sektor

pertanian masih relatif bertahan bahkan cenderung naik selama periode 2007-2012.

Page 79: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

70

Gambar 4.3.1. Peran Sektor Industri Pangan dalam Pembentukan PDB

Secara internal, sektor industri telah mengalami laju pertumbuhan yang

negative. Bahkan dengan laju yang lebih tajam dibanding penurunan pangsa

sektor pertanian. Sedikit lonjakan yang terjadi pada tahun 2008 tidak mengubah

kecenderungan kontribusi sektor industri selama periode 2007-2012. Merujuk pada

kondisi seperti itu sebagian analis mengatakan telah terjadi gejala “de-

industrialisasi” dalam perekonomian nasional. Gejala de-industrialisasi muncul

sebagai akibat penurunan laju pertumbuhan teknologi dan kebijakan impor produk

yang tidak memperhatikan dampak terhadap keberlanjutan kegiatan industri di

dalam negeri (berorientasi pada kepentingan jangka pendek). Gejala tersebut

terindikasi pasca krisis ekonomi tahun 1997/1998. Masuknya beberapa produk

impor yang dianggap lebih murah pengadaannya pada akhirnya berdampak pada

“keterpurukan” beberapa jenis industri domestik yang menjadi tidak mampu

bersaing. Faktor penyebab lain yang turut berperan terhadap munculnya gejala de-

industrialisasi menurut Kemenperin (2010) adalah terkait dengan keterbatasan

infrastruktur, listrik, pasokan gas, bahan baku industri, serta penggunaan bahan

tambahan pangan yang tidak diperbolehkan.

Jika ditelaah lebih dalam, fenomena de-industrialisasi ternyata tidak terjadi

pada subsektor industri pangan. Industi pangan adalah salah satu dari dua cabang

industri yang relatif dominan. Subsektor industri pangan tetap tumbuh positif

selama periode di atas meskipun dengan laju relatif lambat (landai pada Gambar

Pan

gsa

(%)

Pertanian

Industri total

Industri pangan

Page 80: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

71

4.3.1). Laju pertumbuhan yang positif mengindikasikan prospek industri pangan ke

depan yang masih cukup baik karena potensi pasar masih dapat berkembang.

Sebelumnya Kemenperin (2010) juga melaporkan indikasi yang sama pada kurun

waktu 2004-2009. Kemenperin (2010) juga mencatat bahwa penurunan

pertumbuhan industri secara agregat dipicu penurunan pertumbuhan di beberapa

cabang industri: tekstil, kertas, semen, dan barang galian logam.

Gejala de-industrialisasi juga diindikasikan oleh kecenderungan penurunan

pencapaian kapasitas pasang industri. Meskipun berjarak cukup jauh dari periode

krisis ekonomi 1997/1998, tetapi kapasitas terpasang produksi secara agregat

belum pernah mencapai full capacity. Bahkan sebaliknya, pencapaian kapasitas

produksi terpasang cenderung menurun. Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar

4.3.2, meski sempat meningkat pada tahun 2008 dan 2009, tetapi pencapaian

kapasitas terpasang pada periode 2006-2010 menunjukan pola menurun. Hal itu

dapat diartikan bahwa kegiatan usaha di sektor industri semakin banyak mengalami

kendala sehingga pencapaian kapasitas terpasang produksi semakin sulit

diupayakan. Kendala tersebut bisa saja terkait dengan kebijakan, faktor pasar,

sarana produksi atau faktor lain yang diperlukan dalam proses industri.

Jumlah penduduk yang besar di Indonesia merupakan potensi pendukung

berkembangnya berbagai usaha industri. Selain menjadi bagian dari “input” yang

menyediakan tenaga kerja, jumlah pendududk dengan potensi daya beli yang besar

juga merupakan pasar yang prospektif bagi produk-produk industri di dalam negeri.

Jumlah penduduk yang besar akan dapat dimanfaatkan menjadi pendorong

pertumbuhan industri manakala kelompok usaha industri mampu mempersempit

perbedaan preferensi dan selera penduduk sebagai konsumen dengan spesifikasi

dan karakteristik produk industri yang ditawarkan.

Page 81: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

72

Gambar 4.3.2. Pencapaian Kapasitas Terpasang Industri, 2006-2010

Selain jumlah perusahaan, potensi ekonomi usaha industri juga dapat

digambarkan dari tingkat penyerapan tenaga kerja, nilai output dan nilai tambah

yang diperoleh. Kementerian Perindustrian memilah usaha industri menjadi

kelompok industri besar, sedang, dan industri kecil. Oleh karena jumlahnya yang

sangat banyak dan variasi yang tinggi dalam jenis, sebaran, maupun kapasitas,

industri kecil tidak dimonitor secara tahunan. Untuk industri skala besar dan

sedang, hasil monitoring dikompilasi dalam publikasi khusus yaitu statistic industri

skala besar dan sedang. Menurut Kemenperin, usaha industri yang termasuk skala

sedang dan besar adalah industri yang memiliki tenaga kerja lebih dari 20 orang.

Gambaran potensi industri secara nasional dapat disimak pada Tabel 4.3.1.

Selama periode 2007-2012, jumlah unit usaha industri besar dan sedang

cenderung menurun, dari 27998 unit menjadi 23369 unit. Di sisi lain, jumlah

angkatan kerja yang terserap dalam kegiatan usaha industri cenderung meningkat

walaupun peningkatannya relatif kecil. Pada tahun 2011 tingkat penyerapan tenaga

kerja di sektor industri besar dan sedang sekitar 4629 ribu orang atau sekitar 4

persen dari total angkatan kerja nasional yang mencapai 110 juta orang pada tahun

2011. Akan tetapi, dibandingkan kondisi tahun 2007, tingkat penyerapan tenaga

kerja pada tahun tersebut bertambah meski tidak lebih dari 5000 orang. Relatif

kecilnya pertambahan penyerapan tenaga kerja industri selama periode di atas

Kap

asit

as T

erp

asan

g (%

)

Industri Besar

Industri Sedang

Page 82: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

73

diduga terkait dengan kelesuan yang melanda dunia industri seperti telah

disinggung sebelumnya. Pertumbuhan industri cenderung menurun (negative)

sehingga membuat kapasitas terpasang usaha semakin rendah pencapaiannya dan

berdampak pada semakin kurang dinamisnya pasar tenaga kerja di sektor ini. Meski

secara kuantitas jumlah tenaga kerja industri masih meningkat, tetapi dengan laju

peningkatan yang sangat rendah. Rendahnya pertumbuhan penyerapan tenaga

kerja bisa jadi juga terkait dengan persyaratan (barrier to entry) ketrampilan yang

ketat sehingga sulit dipenuhi oleh tenaga kerja yang ada.

Tabel 4.3.1. Kinerja Umum Industri Besar dan Sedang tahun 2007-2011

Uraian Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1. Jumlah perusahaan (unit) 27998 25694 24648 23345 23370

2. Banyaknya tenaga kerja (org) 4624937 4457932 4345174 4501145 4629369

3. Biaya tenaga kerja (Rp milyar) 70456 83004 83397 90320 141119

4. Jumlah output (Rp milyar) 1547002 1917312 2000944 2208330 2618050

5. Biaya antara (Rp milyar) 948602 1197819 1200554 1317243 1599860

6. Nilai tambah (Rp milyar) 598400 719493 800391 891088 1018190

Sumber: Indikator Industri Manufaktur Indonesia 2011, BPS 2012

Dilihat dari sisi output, perkembangan usaha industri selama tahun 2007-

2011 telah mendorong peningkatan nilai output sekitar 69,2 persen, yaitu dari Rp

1547002 milyar menjadi Rp 2618050 milyar. Peningkatan output industri tersebut

tidak lepas dari pengaruh peningkatan jumlah produk industri dan atau faktor harga

produk selama periode 2007-2011. Adapun nilai tambah yang diperoleh dari usaha

industri mengalami peningkatan sekitar 70 persen. Kegiatan usaha industri telah

mampu menghasilkan nilai tambah produk rata-rata sekitar Rp 83,9 ribu milyar per

tahun selama periode di atas.

Cabang industri yang masih terus tumbuh salah satunya adalah industri

pangan (makanan dan minuman). Dari total usaha industri Besar-Sedang pada

periode 2007-2011, industri yang menekuni usaha pangan mencapai 22,6 – 24,7

persen, dengan laju pertumbuhan unit usaha yang meningkat. Namun jika

dicermati per kelompok skala industri ternyata laju pertumbuhan yang meningkat

Page 83: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

74

sesungguhnya hanya pada industri pangan skala besar saja. Industri pangan skala

sedang memiliki kecenderungan sebaliknya (menurun). Selama periode di atas,

jumlah usaha industri pangan skala besar meningkat sekitar empat persen, dari

1332 unit menjadi 1445 unit. Sebaliknya, usaha industri pangan skala sedang juga

berkurang sekitar empat persen, dari 5009 unit menjadi 4348 unit (Tabel 4.3.2).

Dari pola perubahan proporsi yang relatif sama tersebut diduga penurunan jumlah

usaha industri skala sedang terjadi karena pelaku industri melakukan ekspansi

usaha yang mereka jalankan. Adanya ekspansi mengakibatkan status mereka tidak

lagi termasuk skala sedang tetapi”naik kelas” menjadi skala besar.

Meskipun kalah dalam hitungan jumlah unit, tetapi dengan kemampuan

modal lebih besar membuat usaha industri skala besar mendominasi dalam struktur

pola penyerapan tenaga kerja. Dari statistic dapat disebutkan bahwa kelompok

skala industri skala besar menampung hampir 80 persen tenaga kerja yang terlibat

di cabang usaha industri pangan. Sisa 20 persen yang lain ditampung oleh industri

pangan skala sedang. Meskipun proporsi penyerapan tenaga kerja di kelompok

industri pangan skala besar terkesan sangat dominan, tetapi hal itu tidak dapat

disimpulkan bahwa pola pengembangan pada kelompok industri pangan tersebut

cenderung menganut pola labor intensive (padat tenaga kerja). Hal ini karena jika

dihitung rata-rata penyerapan tenaga kerja ternyata hanya berkisar 418-435 orang

per unit usaha (perusahaan) selama periode 2007-2011. Jumlah tersebut bukan

angka yang terlalu besar. Boleh jadi pada kelompok industri ini upaya-upaya yang

mengarah pada efisiensi telah dilakukan melalui dukungan pengggunaan mesin dan

peralatan maju sehingga jumlah tenaga kerja yang terlibatpun menjadi semakin

terbatas dan terseleksi.

Page 84: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

75

Tabel 4.3.2. Jumlah Industri Pangan, Penyerapan Tenaga Kerja dan Nilai Tambah.

Uraian Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

Industri Besar: Jml perusahaan (unit) 1332 1313 1313 1326 1445 Jml tenaga kerja (orang) 567210 549147 549007 560651 628978 Jml TK/perusahaan (orang) 426 418 418 423 435 Nilai Tambah (Rp milyar) 84166 113741 125812 152093 183345

Industri Sedang: Jml perusahaan (unit) 5009 4750 4558 4253 4348 Jml tenaga kerja (orang) 18095 172310 165817 154997 156741 Jml TK/perusahaan

(orang) 36 36 36 36 36 Nilai Tambah (Rp milyar) 10477 10461 12339 13919 15617

Sumber: Indikator Industri Manufaktur Indonesia 2011

Globalisasi ekonomi di sektor industri tidak hanya berdampak pada

meningkatnya kompetisi produk industri tetapi juga pada meningkatnya keragaman

(variasi) permintaan produk-produk industri di pasar baik dalam jenis, mutu,

ukuran/skala maupun jumlah. Oleh karena itu pada era globalisasi seperti sekarang

ini pengelola usaha industri dituntut untuk semakin kreatif dengan ide dan gagasan

baru, tidak sekedar asal produksi. Tabel 4.3.3 sampai dengan Tabel 4.3.8 berikut

menampilkan gambaran keragaman usaha maupun produk industri pangan secara

nasional.

Dari tabel-tabel tersebut dapat disebutkan bahwa (1) industri pangan secara

nasional sudah cukup berkembang, baik dalam jenis maupun kuantitas jumlah unit

usaha per jenis, (2) produk industri juga telah cukup beragam (variatif) karena

pada setiap kelompok/jenis industri dapat dihasillkan beberapa jenis produk, (3)

preferensi konsumen produk industri pangan cukup dinamis dan variatif yang

tercermin dari relatif tingginya product differentiation dari industri pangan, dan (4)

jika melihat kecenderungan pertumbuhan yang melaju positif, diperkirakan prospek

usaha industri pangan ke depan akan lebih berkembang seiring dengan

pertumbuhan populasi penduduk dan dinamika pasar pangan dan produk pangan

olahan. Namun demikian masih diperlukan berbagai upaya agar industri pangan

yang ada saat ini dapat menggunakan dan memanfaatkan bahan baku yang

Page 85: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

76

tersedia secara lokal secara bijak dan berpegang pada prinsip-prinsip kelestarian

agar bukan hanya nilai tambah industri yang diperoleh tetapi juga kesejahteraan

masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Tabel 4.3.3.Beberapa Produk Industri Pengolahan Padi, Palawija, Kacang-kacangan, Umbi-umbian dan Pangan Sumber Karbohidrat lain,2011

Kelompok/Jenis industri Jumlah Produk

Penggilingan dan pembersihan

padi-padian dan biji-bijian

11 Jagung muda kering, beras giling,

beras sosoh, bekatul, sekam, dll

Pengupasan, pembersihan

kacang-kacangan

17 Biji mete, kacang tanah, jagung

muda kering, dll

Pengupasan dan pembersihan umbi-umbian

13 Ubi kayu/ gaplek, tape lainnya, dll

Tepung terigu 11 Dedak gandum, tepung terigu, tepung lainnya, ampas gandum, dll

Industri berbagai tepung dari

padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan, umbi-umbian dan sejenisnya

17 Tepung terigu, tepung beras,

tepung kacang kedelai, tepung gaplek, dll

Pati ubi kayu 154 Ubi kayu/gaplek, tepung gaplek,

pati/sari ubi kayu, ampas tapioca, dll

Industri berbagai tepung palma 20 Pati sagu, pati aren, tepung lainnya, dll

Industri pati lainnya 6 Tepung lainnya, pati lainnya, dll

Penggilingan padi dan penyosohan beras

352 Beras giling, beras ketan putih giling, beras biasa sosoh, menir, dedak, dll

Penggilingan dan pembersihan jagung

13 Jagung muda kering, beras jagung giling, tepung jagung, ampas

jagung, dll

Tepung beras dan tepung jagung

9 Beras jagung giling, tepung beras, tepung jagung, dll

Pati beras dan jagung 4 Beras biasa sosoh, menir, ampas jagung,dll

Produk roti dan kue 633 Roti, roti kering, roti tawar, donat,

lapis legit, biscuit manis, wafer, kue semprong, bapia, dll

Macaroni, mie, dan produk sejenisnya

292 Macaroni hijau, mie kering, kuetiau, soun, kerupuk, dll

Sumber: Statistik Industri Indonesia 2011

Page 86: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

77

Tabel 4.3.4. Beberapa Produk Industri Pangan Hewani, 2011

Kelompok/jenis Industri Jumlah Produk

Rumah potong dan pengepakan daging bukan unggas

8 Daging sapi, kambing, babi tanpa tulang, ayam buras utuh

Rumah potong dan pengepakan

daging unggas

8 Daging ayam, usus, hati, ampela, kepala,

kaki, dll

Pengolahan dan pengawetan

produk daging dan daging unggas

45 Daging ayam (utuh, potongan,

karkas,lainnya), daging/sosis sapi dalam kaleng, sosis ayam, daging/burger ayam

dalam kemasan, tanpa kedap udara, nugget, dendeng/ abon (sapi ayam), bakso (sapi, ayam), dll

Penggaraman/pengeringan ikan 82 Berbagai jenis ikan asin/kering/beku,

udang, rajungan, cumi, dll

Pengasapan/ pemanggangan 8 Cakalang, tuna, pari, lainnya, asin/kering/asap

Pembekuan ikan 150 Bandeng,tuna,cakalang,udang,lainnya (asin, kering,beku),dll

Pemindangan ikan 97 Bandeng, tongkol, layang, lemuru, dll

Pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan

120 Ikan sarden, tuna,mackerel, lainnya dalam kaleng, ikan (teri,pari,rajungan)

asin/kering, ikan/kepiting/rajungan/lainnya beku,

bakso, tepung, nugget , terasi, dll

Pengolahan dan pengawetan ikan

dan biota air (bukan udang) dalam kaleng

52 Ikan/kepiting/rajungan/lainnya dalam

kaleng, dll

Pengolahan dan pengawetan

udang dalam kaleng

10 Udang, rajungan, ikan lain dalam kaleng,

dll

Penggaraman/pengeringan biota

air lainnya

18 Ikan,udang,cumi, kerang asin/kering,

beku

Pengasapan/ pemanggangan biota air lainnya

3 Ikan cakalang, udang, lainnya asap

Pembekuan biota air lainnya 108 Ikan, kepiting, udang, kerang, cumi asin/kering/beku

Pengolahan dan pengawetan

lainnya untuk biota air

62 Kepiting, udang, rajungan, telur ikan,

tepung dan pasta ikan asap/beku

Sumber: Statistik Industri Manufaktur Indonesia 2011

Page 87: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

78

Tabel 4.3.5. Beberapa produk Industri Pangan Nabati

Kelompok/Jenis industri Jumlah Produk

Industri tempe kedele 4 Tempe kedele

Industri tahu kedele 146 Susu cair lainnya, kecap lainya, tahu dari kedele, ampas tahu,

kembang tahu,dll

Kecap 95 Kecap, kecap manis, kecap asin,

kecap lainnya, tauco, dll

Makanan dari kedelai, kacang-kacangan lainnya bukan kecap,

tempe dan tahu

71 Kacang bogor, biji mete, kacang tanah tidak berkulit ari, kacang

koro, kacang chickpeas,dll

Sumber: Statistik Industri Manufaktur Indonesia 2011

Tabel 4.3.6. Beberapa Produk Industri Sayur dan Buah

Kelompok/Jenis Industri Jumlah Produk

Pengasinan/pemanisan buah dan sayur

5 Asinan sayur, buah kering,dll

Pelumatan buah dan sayuran 34 Manisan,selai, sauce berbagai

macam buah

Pengeringan buah dan sayur 3 Bawang merah, jagung muda kering,

sayur lainnya dikeringkan

Pembekuan buah dan sayuran 8 Nanas dalam kaleng, sari pekat buah dan sayur

Pengolahan dan pengawetan buah dan sayur dalam kaleng

9 Nanas, papaya, buah campur, jamur, sayur lainnya dalam kaleng,

manisan

Pengolahan sari buah dan sayur 6 Sari pekat buah jeruk, nanas, apel, markisa lainnya, pengolahan dan pengawetan lainnya

Pengolahan dan pengawetan lainnya

buah dan sayuran

9 Sauce cabe, sari pekat apel, buah

lainnya siap dijual eceran,dll

Sumber: Statistik Industri Manufaktur Indonesia 2011

Dari data industri pangan di atas terkesan bahwa pengembangan industri

pengolahan pangan lokal, khususnya pangan pengganti beras, dalam skala sedang

dan besar relatif sedikit. Secara implisit hal ini mengindikasikan bahwa industri

pangan lokal sepertinya lebih banyak dilakukan dalam skala kecil, mikro dan

rumahtangga. Dari sisi produksi pola demikian bisa jadi karena potensi ketersediaan

bahan baku yang variatif antar wilayah sehingga menjaga kontinuitas pemenuhan

kebutuhan sarana produksi menjadi mahal biayanya. Keterbatasan modal dan

kemampuan menangani resiko produksi membatasi pilihan skala berproduksi.

Page 88: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

79

Tabel 4.3.7. Beberapa produk Industri Minyak, Lemak, dan Produk Turunannya

Kelompok/Jenis Industri Jumlah Produk

Minyak makan dan lemak nabati 32 Minyak kasar kelapa sawit, kacang tanah, bungkil kacang tanah, minyak

goreng kelapa sawit, inti kelapa sawit, kacang tanah, dll

Industri kopra 73 Minyak kasar kelapa/kopra, bungkil kelapa/kopra, kopra jemur, dll

Minyak makan kelapa 18 Minyak kasar kelapa, bungkil

kelapa,minyak goreng kelapa, ampas kelapa, dll

Minyak goreng kelapa 24 Minyak kasar kelapa, minyak goreng kelapa, bungkil kelapa, pakan ternak,

dll

Tepung dan Pelet Kelapa 15 Tepung kelapa, kelapa parut,santan pekat kelapa, dll

Minyak makan kelapa sawit 457 Minyak kasar, minyak goreng kelapa sawit, kelapa, biji kelapa sawit,

bungkil, tempurung, dll

Minyak goreng kelapa sawit 57 Minyak mentah kelapa/kopra, lena,

bungkil, margarine, minyak goring, minyak makan nabati, dll

Minyak makan dan lemak nabati dan

hewani lainnya

11 Minyak kasar biji kelapa sawit, kacang

tanah, minyak goring kelapa sawit, kacang tanah, dll

Produk masak dari kelapa 10 Bungkil kelapa/kopra, tepung kelapa, santan pekat kelapa, dll

Pengolahan susu segar dan krim 10 Susu bubuk, susu kental/yoghurt , susu cair, susu uht,dll

Pengolahan susu bubuk dan susu

kental

15 Susu bubuk, full cream, susu kental

skimmed, yoghurt, dll

Pengolahan es krim 14 Es krim susu, coklat, lainnya dari susu, dll

Sumber: Statistik Industri Indonesia 2011

Faktor lain adalah keterbatasan pengetahuan tentang pengolahan dan

ragam produk yang dapat dihasilkan dari bahan pangan lokal yang ada. Kendala

seperti ini terindikasi dari pohon industri bahan pangan lokal yang relatif pendek

dan sederhana (Lampiran Gambar 4.3.1- 4.3.3). Pohon industri pangan pada

dasarnya menggambarkan cakupan/ struktur differensiasi suatu jenis pangan

secara lengkap sehingga tingkat kemanfaatan jenis pangan tersebut dapat

diketahui.

Page 89: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

80

Tabel 4.3.8. Beberapa produk Industri Gula,Produk Turunan Gula, dan Pemanis lain

Kelompok/Jenis industri Jumlah Produk

Glukosa dan sejenisnya 10 Gula pasir lainnya, glukosa lainnya, sirop glukosa, dll

Gula pasir 69 Gula pasir, gula pasir dari tebu , tetes tebu,

ampas tebu, dll

Gula merah 59 Gula merah tebu, gula merah aren, gula

merah kelapa, dll

Sirop 19 Sirop bahan dari gula, sirop gula tebu, sirop glukosa, limun, dll

Pengolahan gula lainnya bukan sirop

6 Gula batu

Industri kembang gula

lainnya

8 Kembang gula, gula-gula, ting-ting jahe, dll

Makanan dari coklat dan kembang gula

64 Coklat olahan, pasta coklat, coklat batangan, coklat cair, kembang gula, permen karet, gula-gula, dll

Kakao 8 Lemak coklat, coklat batangan, mesis,

bubuk coklat manis, dll

Sumber: Statistik Industri Manufaktur Indonesia 2011

Dari sisi konsumsi, tingkat permintaan (pasar) produk industri pangan lokal

relatif belum berkembang karena umumnya masih diperlakukan sebagai “makanan

selingan” atau “makanan ringan” saja, sehingga kuantitas maupun frekuensi

pembeliannya juga relatif “sedikit”. Disamping itu, pola permintaan pangan lokal

relatif bervariasi antar wilayah, golongan, maupun jenis produk pangan lokal

olahan. Tidak semua produk pangan lokal mendapat respon pasar yang sama.

Dalam perspektif pengembangan diversifikasi pangan ke depan, dengan posisi

pangan lokal dalam pola pangan masyarakat yang masih seperti itu secara umum

dapat diprediksikan bahwa masih sulit untuk berharap pangan lokal akan

menggeser peran beras sebagai pangan pokok.

Page 90: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

81

Tabel 4.3.9. Beberapa produk Industri Minuman dan Penyegar lain

Kelompok/Jenis industri Jumlah Produk

Minuman keras 12 Whisky, arak, minuman beralkohol golongan c, golongan b, Malaga, anggur golongan c, dll

Minuman anggur 7 Anggur pancar, anggur golongan c ,

anggur golongan b, Malaga, dll

Minuman ringan 97 Air/sari pekat buah, sari jeruk, susu uht, teh ekstrak, limun, air soda, air dengan aroma jambu, jeruk,sirsak, anggur,

temulawak, dll

Air minum dan air mineral 196 Limun, air lainnya mengandung CO2, air mineral alami, dll

Minuman lainnya 21 Sirop gula tebu,es mambo dan sejenisnya, jamu, sari pekat apel dll

Pengolahan kopi dan teh 205 Kopi arabika oib, kopi robusta oib, the

hijau, bubuk the hijau, the hitam, the ekstrak, dll

Pengolahan herbal 4 Bubuk teh hitam, kopi bubuk, instant coffee

Sumber: Statistik Industri Manufaktur Indonesia, 2011

Tabel 4.3.10. Beberapa produk Industri Pangan Lainnya

Kelompok/Jenis industri

Jumlah Produk

Makanan dan

masakan olahan

75 Tepung udang, jelly buah-buahan, sauce cabe,

sauce tomat, ceriping ubi kayu, nata de coco, dll

Bumbu masak dan penyedap masakan

61 Bumbu masak, bumbu kari, gulai, rendang, rawon, pecel, dll

Pengolahan garam 119 Garam, garam meja, garam bata, garam lainnya, garam briket, dll

Produk masak lainnya 9 Madu tiruan, terasi udang, terasi ikan, macam-

macam produk madu, dll

Kue basah 87 Roti, roti manis, tawar, bolu, bakpia, macam-macam dodol, wingko, wajik, dll

Kerupuk, keripik, peyek dan sejenisnya

941 Keripik tempe, peyek dari kacang-kacangan, peyek kacang tanah, emping, ceriping kentang,

kerupuk, kerupuk udang, kerupuk ikan, dll

Produk makanan lainnya

56 Burger, bakso sapi, cake/tart, mie basah. pasta coklat tanpa lemak, dll

Ransum makanan hewan

69 Ransum jadi sapi potong, ransum jadi ternak kecil, unggas, starter, finisher, grower, ikan

udang, dll

Konsentrat makanan

hewan

31 Konsentrat untuk sapi, aneka ternak lain, ayam

ras pedaging, ras petelur, unggas, dll

Sumber: Statistik Industri Manufaktur Indonesia 2011, BPS.

Page 91: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

82

4.3.2. Teknologi Pengolahan Pangan

Dalam konteks proses produksi, teknologi dapat dikatakan sebagai suatu

metode atau cara yang diterapkan dalam rangka mencapai produktivitas yang lebih

tinggi. Teknologi dikembangkan guna mempermudah (fasilitasi) substitusi faktor-

faktor produksi yang ketersediaannya relatif banyak atau berharga murah

menggantikan faktor-faktor produksi yang ketersediaannya relatif terbatas atau

berharga mahal (Hayami dan Ruttan, 1983). Pengaruh teknologi dalam proses

produksi ditunjukkan oleh pertumbuhan (pergeseran) kurva Total Factor

Productivity (TFP).

Pada proses industri atau pengolahan pangan, pengertian teknologi dapat

berkonotasi pada metode atau cara proses produksi olahan atau pada pilihan

penggunaan alat atau sarana dan prasarana. Oleh sebab itu selain untuk

menggantikan atau mengurangi penggunaan faktor produksi tertentu penggunaan

teknologi juga dimaksudkan untuk mendorong efisiensi proses produksi secara

keseluruhan disamping perolehan nilai tambah produk. Dalam praktek, pilihan

penggunaan teknologi cenderung diserahkan kepada masing-masing pelaku usaha.

Pemerintah lebih berperan dalam pengaturan kebijakan dan fasilitasi terkait yang

diperlukan untuk mendorong pengembangan usaha industri.

Kecanggihan teknologi dari suatu industri pangan tidak identik dengan

(mencerminkan) indikator daya terima masyarakat terhadap produk yang

dihasilkannya. Dalam hal ini faktor konsumen/ masyarakat bisa sangat berperan

mempengaruhi pilihan mereka terhadap suatu produk. Oleh sebab itu tidak jarang

dalam praktek ditemukan kasus dimana produk dari industri berteknologi sederhana

lebih diterima masyarakat (pasar) dibanding produk dari industri berteknologi maju,

karena produk yang pertama lebih memenuhi selera pasar. Sebagai antisipasi

terhadap situasi seperti itu maka dalam upaya meningkatkan daya terima produk

pengembangan teknologi pengolahan pangan perlu mempertimbangkan beberapa

hal yang menjadi perhatian konsumen yaitu: jaminan halal, keamanan pangan,

rasa, kemudahan penyajian dan harga (Munarso, 2013). Jaminan halal pada produk

pangan saat ini semakin menjadi tuntutan konsumen mengingat sebagian besar

Page 92: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

83

penduduk beragama Islam. Sesuai Undang-Undang nomor 18 tahun 2012 tentang

Pangan, pemerintah dan pemerintah daerah bertugas mengawasi penerapan

system jaminan produk halal terhadap pangan yang dipersyaratkan.

Pada uraian sebelumnya telah diungkapkan bahwa penyerapan tenaga kerja

pada industri pangan tidak cukup besar untuk mendukung kesimpulan bahwa

pengembangan industri pangan berpola labor intensive. Tingkat penyerapan tenaga

kerja yang hanya sekitar 425 orang/unit pada usaha skala besar dan 36 orang/unit

pada usaha skala sedang terkesan bahwa pengusaha industri pangan skala besar

maupun sedang masih mengarah pada pola capital intensive, dengan memilih

teknologi yang dapat menghemat penggunaan tenaga kerja.

Pola pengembangan pada industri pangan skala besar dan sedang di atas

relatif berbeda dengan praktek penggunaan teknologi di tingkat usaha skala kecil

dan mikro (rumahtangga). Seperti kasus pada industri pengolahan pangan lokal

berbasis tepung ubikayu di Kabupaten Gunung Kidul. Meski beberapa

tahap/kegiatan dalam pengolahan ubikayu sudah memanfaatkan peralatan maju

yang menggunakan tenaga listrik tetapi pada kegiatan tertentu, seperti proses

peras (pres) masih bergantung pada alat dongkrak dengan tenaga manual, dan

pada proses pengeringan masih mengandalkan sinar matahari.

Inovasi teknologi pengolahan juga dilakukan oleh lembaga penelitian

pemerintah seperti Balai Besar Pascapanen di bawah Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (Munarso, 2013). Menurut Munarso (2013), dalam rangka

mendukung diversifikasi pangan lembaga ini telah melakukan perakitan teknologi

pengolahan pangan dengan mempertimbangkan faktor basis pengembangan

teknologi dan orientasi penerapan teknologi. Basis pengembangan teknologi

dibedakan atas: (1) teknologi lokal hasil perbaikan, (2) teknologi introduksi/baru,

(3) teknologi adaptasi, dan (4) teknologi untuk kebutuhan khusus. Adapun orientasi

penerapan teknologi pada kasus ini dibedakan antara (1) teknologi pangan sumber

karbohidrat, (2) teknologi pangan sumber kalori-protein, dan (3) teknologi pangan

sumber kalori-vitamin-mineral. Hasil identifikasi menunjukkan teknologi pengolahan

pangan sumber karbohidrat relatif lebih banyak dibanding yang lain. Hal ini wajar

Page 93: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

84

saja karena pangan sumber karbohidrat merupakan kebutuhan utama dalam

konsumsi pangan masyarakat. Selain itu, dari sumberdaya, potensi bahan pangan

tersebut juga relatif lebih besar dibanding jenis pangan lain. Pengembangan

teknologi pengolahan pangan sumber karbohidrat diarahkan untuk memanfaatkan

bahan pangan lokal (tradisional) seperti: tiwul, beras, pepeda, dan lainnya, sebagai

pengganti beras.

Kehadiran teknologi pada suatu usaha industri pangan tidak dapat

diharapkan manfaatnya jika faktor-faktor pendukung optimalisasi produksi tidak

dapat dikelola dengan baik. Salah satu faktor tersebut adalah kontinuitas

ketersediaan bahan baku. Ketersediaan bahan baku yang tidak kontinyu

mempengaruhi efektifitas penggunaan alat dan berdampak pada rendahnya

pencapaian target produksi. Ketersediaan bahan baku tidak hanya dalam arti fisik

(kuantitas) saja tetapi juga kualitas dan kriteria khusus lain sesuai persyaratan jenis

industri yang dikelola. Faktor kedua adalah sumberdaya manusia. Pengetahuan dan

penguasaan ketrampilan (skill) tentang teknologi dan karakteristik industri yang

dikelola menjadi modal utama mempertahankan keberlanjutan usaha. Dalam hal ini

tidak hanya menyangkut pengetahuan dan ketrampilan pada tahap produksi tetapi

juga pasca produksi (penyimpanan, pengemasan, distribusi). Faktor lainnya adalah

harga produk. Sebagaimana dimaklumi bahwa faktor harga sangat menentukan

dinamika produksi barang dan jasa karena tingkat harga menjadi signal bagi para

produsen untuk menambah atau mengurangi output produk yang akan dijual.

Dalam konteks industri pangan, semakin besar nilai rasio antara penerimaan

penjualan terhadap biaya produksi yang dikeluarkannya semakin nyaman para

pengusaha industri pangan menjalankan kegiatannya. Sebaliknya, jika nilai rasio

tersebut semakin kecil semakin berat bagi pengusaha tersebut bertahan pada

industri yang dikelolanya.

4.3.3. Produk dan Harga Pangan

Keragaman potensi sumberdaya pangan di Indonesia memungkinkan

pengembangan industri pengolah pangan lokal yang bervariasi dalam jenis/produk,

skala, teknologi, maupun segmen pasar. Keragaman tersebut tidak saja

Page 94: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

85

menguntungkan konsumen karena pilihan produk menjadi lebih banyak, tetapi juga

menguntungkan produsen pangan lokal karena tanpa disadari memperoleh

fleksibilitas dalam mengatur dan menentukan jenis dan pola produksi. Seperti di

Gunung Kidul (DIY) dan Pacitan (Jawa Timur) banyak industri pangan olahan

berbahan baku ubikayu. Di Nusa Tenggara Timur ada jagung bose dan pepeda

(sagu), dan di Jawa Barat terdapat industri umbi-umbian (umbi garut, umbi

cilembu).

Pada industri produk olahan pangan lokal, terdapat dua pola umum yang

dapat dilakukan untuk memasarkan produk: (1) produsen menentukan sendiri

(berkreasi) produk yang akan dihasilkan dan dipasarkan dengan harapan produk

tersebut akan laku di pasar. Pola produksi seperti ini disebut mengikuti prinsip

supply create its own demand. Kebalikan dari prinsip pertama, pola lain adalah

mengikuti kaidah demand create its own supply. Pada pola ini jika pengusaha ingin

industrinya berjalan dan mendapat respon pasar maka dia harus menghasilkan

produk sesuai atau mengikuti trend dan selera pasar. Dinamika pasar menjadi

acuan pengusaha dalam menjalankan bisnisnya. Akan tetapi pola manapun yang

dipilih, para produsen tidak tetap memperhatikan beberapa faktor atribut produk

pangan yang menjadi tuntutan konsumen seperti telah diungkap sebelumnya.

Pohon industri yang sudah disinggung pada uraian sebelumnya

menggambarkan bagaimana derajat diferensiasi produk dari komoditas pangan

utamanya. Dalam perspektif diversifikasi pangan, jenis komoditas yang terus

dikembangkan kontribusi dan perannya dalam konsumsi pangan masyarakat

diantaranya adalah: ubikayu, jagung, ubi jalar, sagu, garut, dan talas. Kelompok

pangan tersebut pengembangannya diarahkan untuk mengurangi ketergantungan

masyarakat terhadap beras yang sangat tinggi. Akan tetapi, dari sejumlah pangan

tersebut yang memiliki potensi dan peluang pasar relatif lebih besar adalah

ubikayu, jagung dan ubi jalar. Ketiga jenis pangan tersebut menjadi “bahan baku”

bagi industri berbagai produk turunan seperti: tiwul instan, mie ubikayu, gatot,

beras jagung, beras ubi, keripik ubi, tepung cassava/mocaf, dan masih banyak yang

lain. Oleh karena itu dinamika pasar ketiga komoditas, terutama dalam hal harga

Page 95: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

86

bahan baku, akan berpengaruh terhadap dinamika industri dan pasar produk-

produk pangan turunannya.

Gambaran dinamika harga ubikayu, jagung, dan ubi jalar secara dapat

disimak pada Tabel 4.3.9. Oleh karena keterbatasan data dan informasi tentang

harga pangan lokal maka data yang digunakan hanya dua titik waktu. Data tersebut

merupakan data agregasi data bulalnan tingkat provinsi. Meskipun agak kasar

tetapi data tersebut dapat memberikan gambaran dinamika yang terjadi di pasar

komoditas. Secara teori, harga suatu komoditas merefleksikan keseimbangan

antara kekuatan penawaran dan permintaan komoditas tersebut di pasar. Informasi

tentang harga komoditas/produk menjadi penting karena juga dapat

mengindikasikan kecenderungan dinamika pasar di masa yang akan datang,

sehingga dikatakan harga memberikan signal bagi para pelaku usaha di pasar.

Dari Tabel 4.3.9. terkesan bahwa harga ubikayu, jagung, dan ubi jalar pada

titik waktu tahun 2000 dan 2011 tidak mengalami gejolak yang berarti. Harga rata-

rata ubikayu relatif lebih rendah dibandingkan rataan harga ubi jalar maupun

jagung. Nilai koefisien variasi yang relatif kecil, bahkan kurang dari lima persen,

mengindikasikan bahwa rataan harga komoditas antar bulan sepanjang tahun

tersebut tidak mengalami deviasi yang cukup besar. Selang perbedaan antara harga

tertinggi dan terendah selama 12 bulan tahun tersebbut tidak terlalu jauh sehingga

dapat dikatakan harga masing-masing komoditas relatif stabil antar bulan.

Mengingat produksi komoditas berpola musiman, fluktuasi harga yang

rendah bisa terjadi karena (1) pengaturan pola tanam yang baik antar wilayah

sehingga ketersediaan produksi dapat terjaga secara kuantitas fisik maupun syarat

kualitas sesuai kebutuhan yang diinginkan, (2) tingkat permintaan komoditas

berfluktuasi selaras dengan pola produksi sehingga tidak menimbulkan gejolak,

atau (3) data tidak ter-update dengan baik, sehingga perubahan yang terjadi di

pasar tidak dapat ditangkap dalam monitoring perkembangan harga. Mengingat

pentingnya informasi tentang harga maka jika faktor ke (3) menjadi penyebab

rendahnya variasi harga maka perlu dirumuskan alternatif lain dalam cara

Page 96: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

87

memonitor perkembangan harga agar dinamika pasar dapat diantisipasi dengan

lebih baik oleh pelaku pasar.

Tabel 4.3.11. Rataan Harga Produsen Beberapa Jenis Komoditas Pangan

Jenis Tahun Harga (Rp/kg)

Pangan Rataan Maksimum Minimum CV (%) Jagung 2000 951.7 993.9 920.0 2.47 2011 3106.7 3177.3 3106.7 1.69 Ubikayu 2000 463.6 492.4 446.3 3.04 2011 2011.8 2049.9 1987.6 1.24 Ubijalar 2000 668.4 709.6 635.1 3.57 2011 2882.7 2915.9 2718.1 2.29

Perbedaan titik waktu dalam pengamatan harga komoditas memungkinkan

masuknya pengaruh inflasi pada tingkat harga yang berlaku. Oleh karena itu

perbandingan harga dalam nilai nominal dianggap lemah. Cara mensiasati hal

tersebut antara lain adalah dengan melakukan pembobotan atau membuat indeks.

Jika data dasar dari Tabel 4.3.9 dibuat indeks berdasarkan data harga tahun 2000

maka hasilnya terdapat indikasi pola perubahan harga yang menarik (Gambar

4.3.3). Komoditas pangan dengan rataan harga produk terendah mengalami

perubahan (peningkatan) peningkatan harga yang tertinggi (ubi jalar). Sebaliknya,

komoditas pangan dengan rataan harga produk tertinggi justru mengalami

peningkatan harga yang terendah (jagung).

Bagi pelaku usaha/industri, informasi dinamika harga komoditas pangan

seperti di atas, yang menjadi bahan baku industri, sangat manfaat khususnya

dalam hal penentuan harga jual produk. Hal ini karena komponen bahan baku

biasanya memiliki pangsa relatif besar dalam struktur biaya produksi. Jika harga

pasar cukup tinggi dibanding biaya produksi maka tingkat keuntungan pengusaha

akan semakin besar jika harga bahan baku relatif murah. Sebaliknya, jika harga

bahan baku mahal maka tingkat keuntungan pengusaha akan berkurang atau

menjadi semakin rendah (asumsi tidak terjadi perubahan harga jual produk pangan

di pasar).

Page 97: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

88

Gambar 4.3.3. Dinamika Harga Komoditas Pangan, 2000-2011

4.4. Kebijakan Program, Permasalahan dan Tantangan Teknologi Industri Pangan

Pengembangan diversifikasi pangan ditetapkan sebagai salah satu cara

mengatasi ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap beras yang semakin

berat. Mempertimbangkan pentingya upaya diversifikasi dalam mengatasi

ketergantungan tersebut pemerintah bahkan telah menetapkan kebijakan

percepatan diversifikasi melalui Instruksi Presiden nomor 22 tahun 2009. Penetapan

kebijakan pemerintah tersebut mestinya segera diikuti dengan serangkaian program

lintas sector yang mendukung pencapaian sasaran kebijakan. Akan tetapi

pengamatan empiris mengindikasikan program-program pendukung diversifikasi

pangan lintas sector belum terumuskan dengan jelas. Pada sector industry

misalnya, bagaimana arah kebijakan pengembangan produk pangan lokal untuk

mendukung diversifikasi pangan seharusnya dapat diakomodasi dalam Kebijakan

Industri Nasional maupun Rencana Strategis Kementerian Perindustrian. Tetapi

faktanya, kedua dokumen tersebut belum secara rinci mengulas tentang kebijakan

pendukung diversifikasi pangan dari sisi industry.

Kebijakan Industri Nasional (Peraturan Presiden nomor 28 tahun 2008)

mengatur tentang rancang bangun industry nasional, strategi pembangunan

industry nasional dan fasilitas pemerintah. Peraturan tersebut menyebutkan, (1)

menteri Perindustrian bertugas dan bertanggung jawab menyusun road map

pengembangan kluster industry prioritas. Kluster prioritas mencakup basis industry

Ind

eks

Har

ga

Jagung

Ubikayu

Ubijalar

Page 98: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

89

manufaktur, industry berbasis agro, industry alat angkut, industry elektronik dan

telematika, industry penunjang industry kreatif dan industry kreatif tertentu, serta

industry kecil dan menengah tertentu, (2) dalam rangka pengembangan

kompetensi inti industry daerah, pemerintah provinsi diwajibkan menyusun road

map pengembangan industry unggulan provinsi dan pemerintah kabupaten/kota

menyusun road map pengembangan kompetensi inti industri di kabupaten/kota.

Kedua road map ditetapkan oleh Menteri Perindustrian, dan (3) pemerintah dapat

memberikan fasilitas fiscal, non fiscal dan kemudahan lainnya kepada 10 kelompok

industry, yaitu: industry prioritas tinggi, industry pionir, industry di daerah terpencil,

tertinggal, perbatasan atau yang dianggap perlu, industry yang melakukan

penelitian, pengembangan dan inovasi, industry penunjang infrastruktur, industry

yang melakukan alih teknologi, industry yang menjaga kelestarian lingkunga,

industry yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau

koperasi, industry yang menggunakan modal barang atau mesin atau peralatan

produksi dalam negeri, dan industry yang menyerap banyak tenaga kerja.

Selain visi dan misi, Rencana strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian,

juga memuat arah kebijakan pembangunan sector industry.

Arah kebijakan sector industry sesuai Renstra adalah sebagai berikut: (1)

Merevitalisasi sektor industri dan meningkatkan peran sektor industri dalam

perekonomian nasional, (2) membangun struktur industri dalam negeri yang sesuai

prioritas nasional dan kompetensi daerah, (3) meningkatkan kemampuan industri

kecil dan menengah agar terkait dan lebih seimbang dengan kemampuan industri

skala besar, (4) mendorong pertumbuhan industri di luar pulau Jawa, dan (5)

mendorong sinergi kebijakan dari sektor-sektor pembangunan yang lain dalam

mendukung pembangunan nasional.

Selanjutnya pada tataran operasional, Renstra Kementerian Perindustrian

telah memuat sasaran strategi pembangunan sektor industri nasional sebagai

berikut: (1) tingginya nilai tambah industri, (2) tingginya penguasaan pasar dalam

dan luar negeri, (3) tingginya faktor-faktor penunjang pengembangan industri, (4)

tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri, (5) Kuat,

Page 99: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

90

lengkap, dan dalamnya struktur industri, (6) tersebarnya

pembangunan industri, dan (7) meningkatnya peran industri kecil dan menengah

terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Restrukturisasi program Kementerian Perindustrian menghasilkan sejumlah

program baru sebagai berikut: (1) revitalisasi dan penumbuhan industri unggulan

berbasis manufaktur, (2) revitalisasi dan penumbuhan industri agro, (3)

penumbuhan industri unggulan berbasis teknologi, (4) revitalisasi dan penumbuhan

industri kecil dan menengah, (5) pengembangan perwilyahan industri, (6)

kerjasama industri internasional, (7) pengkajian kebijakan, iklim dan mutu industri

(8) pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur negara, (9) dukungan

manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya, dan (10) peningkatan sarana

dan prasarana aparatur.

Meski pada program di atas telah disebut adanya tujuan revitalisasi dan

penumbuhan industri agro (program ke-2), tetapi Kemenperin (2010) menyebutkan

bahwa penjabaran dari program industri agro tersebut hanyat sebatas pada

kegiatan: (1) revitalisasi dan penumbuhan industri hasil hutan dan perkebunan, (2)

revitalisasi dan penumbuhan industri makanan, hasil laut dan perikanan, serta (3)

revitalisasi dan penumbuhan industri minuman dan tembakau. Dari fakta tersebut

dapat dipahami bahwa sebenarnya belum ada kebijakan dan program industri yang

secara khusus ditujukan untuk mendukung diversifikasi pangan. Pada studi kasus di

Provinsi Banten dan DI Yogyakarta, hasil diskusi dengan dinas terkait di kedua

lokasi juga mengarah pada kesimpulan yang hampir sama, yaitu bahwa inisiasi

kebijakan pengembangan industri pangan untuk mendukung diversifikasi masih

sangat kurang. Terlebih kebijakan spesifik yang mengarah pada aspek

pengembangan teknologi mendukung diversifikasi pangan.

Melihat potensi captive market untuk produk olahan pangan dan potensi

sumberdaya (sumberdaya alam dan sumberdaya manusia) yang relatif masih besar,

pengembangan industri pangan ke depan sebetulnya memiliki prospek cukup baik.

Masalahnya tinggal sejauhmana pelaku usaha industri mampu mengantisipasi dan

“membaca” dinamika pasar. Tantangan dari sisi produksi yang muncul adalah

Page 100: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

91

bagaimana pelaku usaha mampu melakukan inovasi sehingga menghasilkan produk

yang makin dekat dengan selera (preferensi) pasar. Pada sisi konsumsi, tantangan

utama yang perlu dijawab adalah bagaimana “menggeser” preferensi konsumen

agar mengarah pada produk pangan yang dihasillkan oleh pengusaha industri di

dalam negeri. Untuk dapat menggeser preferensi tersebut tidak cukup hanya

dengan edukasi dan penyuluhan, tetapi yang lebih berat adalah bagaimana

mendorong peningkatan daya beli (pendapatan). Sesuai kaidah hukum Engel,

perubahan atau kenaikan pendapatan rumahtangga dapat mengubah pola

permintaan pangan mereka, termasuk pada pangan lokal yang dapat berfungsi

menggantikan posisi beras sebagai pangan pokok.

4.5. Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan

4.5.1. Identifikasi Unsur SWOT

Analisis untuk menentukan strategi pengembangan diversifikasi pangan

dilakukan dengan analisi SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat).

Didalam mempelajari aspek-aspek SWOT, maka dipilah menjadi dua sisi yaitu

internal yang menyangkut kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), dan

external yang menyangkut peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Hasil

analisis dari keragaan data dan informasi baik secara sekunder maupun data primer

hasil dari diskusi dengan berbagai instansi, KWT dan stakeholder lainnya maka

diperoleh komponen SWOT sebagai berikut:

Kekuatan (Strength)

Pengembangan diversifikasi pangan sangat dimungkinkan, dari aspek

internal, kekuatan untuk melakukan al tersebut cukup banyak. Variabel ini baik

secara langsung maupun tidak langsung menjadi kekuatan pengembangan

divesifikasi pangan yaitu: a) Potensi lahan, subur masih banyak, 2) Masih tersedia

lahan kering dan marginal, 3) Produksi pangan lokal meningkat, 4) Harga pangan

cenderung meningkat, 5) Ragam jenis pangan lokal banyak dan 6). Adanya ragam

pengolahan pangan lokal spesifik wilayah. Dari keenam tersebut, yang utama

Page 101: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

92

menjadi kekuatan dipilih tiga utama yaitu: 1) Potensi lahan dan kebiasaan

mengkonsumsi pangan lokal, 2) Ragam jenis pangan lokal yang banyak dan 3)

Ragam pengolahan pangan lokal.

Seperti dalam bahasan sebelumnya, potensi lahan masih cukup banyak

dilihat dari luas panen tanaman pangan lokal yang masih meningkat. Indonesia

mempunyai ragam pangan lokal spesifik lokasi dan setiap propinsi dapat berbeda.

Hasil analisis data Susenas, tahun 1990-an terdapat delapan pola konsumsi pangan

lokal di seluruh Indonesia dengan menggunakan pangan pokok lokal seperti

ubikayu, ubijalar, sagu, pisang, umbi-umbi lainnya selain komoditas beras. Pangan

lokal tersebut dapat berbeda cara pengolahannya disetiap propinsi walaupun bahan

bakunya adalah sama. Kekayaan pengolahan ini menjadi kekuatan dalam

pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal.

Kelemahan (Weakness)

Walaupun pengembangan diversifikasi pangan dimungkinkan, namun da

beberapa kelemahan baik terkait aspek produksi, konsumsi maupun pengolahan

pangan yang harus diantisipasi. Adapun kelemahannya adalah : 1) Konversi lahan

sawah subur tinggi, 2) Infrastruktur pertanian dan pendukung terbatas, 3) Peran

Jawa sebagai produsen pangan lokal berkurang, 4) Kenaikan harga pangan tidak

memberi insentif produksi bagi petani, 5) Teknologi pengolahan pangan lokal

terbatas, 6) Preferensi pangan lokal terbatas, 7) Penerapan kebijakan

pengembangan konsumsi pangan lokal lemah, 8) Kebijakan pengembangan

produksi dan industri pangan lokal masih lemah, 9) Penguasaan ketrampilan

penerapan teknologi pengolahan pada industri RT masih rendah, 10) Adanya

persepsi inferior terhadap pangan lokal dikalangan sebagian masyarakat, 11)

Belum berkembangnya pasar pangan lokal secara nasional, 12) Budidaya sagu dan

umbi lainnya belum berkembang, 13) OTDA tidak menciptakan kreasi

pengembangan kebijakan pangan lokal dan 14) Promosi pangan lokal masih

terbatas.

Page 102: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

93

Dari kelima belas kelemahan tersebut diambil tiga variabel utama yaitu: 1)

Kebijakan pengembangan produksi dan industri pangan lokal masih terbatas, 2)

Promosi pangan lokal masih terbatas, 3) Belum berkembangnya pasar pangan lokal

secara nasional. Kebijakan yang muncul saat ini adalah kebijakan di bidang

konsumsi pangan seiring dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 tahun

2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis

Sumber Daya Lokal. Walaupun dalam Perpres juga mengharuskan diversifikasi

produksi dan konsumsi pangan, namun kenyataannya program yang dominan

terkait dengan aspek konsumsi pangan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan

Pangan (BKP).

Sementara itu, aspek produksi pangan lokal yang dilaksanakan oleh Ditjen.

Tanaman Pangan cenderung bias pada beras dan mengabaikan aspek produksi

pangan lokal. Demikian pula, pengembangan industri pangan lokal masih terbatas

pada industri rumahtangga dan UKM, yang menyediakan pangan lokal dengan

kualitas masih relatif rendah. Kalaupun ada yang industri skala menengah berbasis

pangan lokal, namun belum banyak dan masih berbasis pada produk pangan lokal

sebagai makanan camilan (bukan makan setengah pokok) dengan harga yan relatif

mahal.

Produk pangan lokal yang dihasilkan oleh industri rumah tangga dan UKM

belum dipasarkan secara nasional, masih spot-spot lokalita dan kadang-kadang

tidak kontinyu. Pemasaran produk pangan lokal seperti aneka kue lebih bersifat

pesanan, kalaupun ada yang menjual pangan tersebut terbatas di pasar-pasar

dengan jumlah yang terbatas. Selain itu, kelemahan pengembangan pangan lokal

adalah terbatasnya promosi yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga juga

berdampak pada preferensi konsumen yang terbatas.

Peluang (Oportunity)

Dari aspek eksternal yang perlu dicermati peluang untuk pengembangan

diversifikasi pangan local adalah : 1) Adanya penekanan diversifikasi pangan dalam

UU. Pangan No. 18 Tahun 2012, 2) Adanya Perpres No. 22/ Tahun 2009:

Page 103: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

94

Percepatan diversifikasi, 3) Fungsi pangan lokal untuk kesehatan (pangan lokal

menyehatkan) dan 4) Adanya peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tahun

2010 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Kosumsi Pangan, yang salah

satu implementasinya adalah One Day No Rice /ODNR (tidak mengkonsumsi beras

satu hari/minggu/bulan). Dari keempat variabel tersebut, disusun tiga variabel

utama yang menjadi peluang pengembangan diversifikasi pangan lokal adalah : 1)

Adanya penekanan diversifikasi pangan dalam UU. Pangan No. 18 Tahun 2012, 2)

Adanya Perpres No. 22/ Tahun 2009: Percepatan diversifikasi, dan 3) Fungsi

pangan lokal untuk kesehatan (pangan lokal menyehatkan).

Pada tahun 2009, terdapat Perpres yang menekankan perlunya percepatan

diversifikasi pangan berbasis pangan lokal, yang kemudian ditindak lanjuti salah

satunya dengan adanya ODNR. Pada tahun 2012, muncul U Pangan yang baru

menggantikan UU Pangan yang lama, yang menekankan pentingnya ketahanan

pangan berbasis kemandirian dan kedaulatan pangan. Dalam UU tersebut juga ada

penekanan diversifikasi pangan, tidak hanya dari aspek konsumsi pangan namun

juga produksi pangan. Berdasarkan hasil dari penelitian Kementerian Kesehatan

(Riskesdas), prevalensi masyarakat yang menderita penyakit diabetes mellitus (DM)

meningkat tajam. Penyakit ini tidak hanya diderita oleh orang dewasa namun juga

pada anak-anak. Diduga penyakit DM ini berkorelasi positip dengan peningkatan

konsumsi beras, yang mana beras mengandung indeks glikemik sebagai pencetus

DM. Sementara itu, pangan lokal mempunyai indeks glikemik relatif rendah

daripada beras, sehingga pangan lokal menyehatkan, minimal dari pengaruh

penyakit DM.

Ancaman (Threat)

Faktor eksternal yang menjadi ancaman dalam pengembangan diversifikasi

pangan lokal adalah: 1) Peningkatan import terigu dan pangan lainnya meningkat,

2) Perubahan konsumsi karbohidrat dominan beras, 3) Merebaknya rumah makan

yang menjual pangan modern/import dengan suasana nyaman dan memberi

penilaian makanan bergengsi, 4) Berkembangnya aneka produk berbasis terigu.

Page 104: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

95

Dari keempat variable tersebut dipilih tiga variabel utama yang menjadi ancaman

dalam pengembangan diversifikasi pangan lokal adalah: 1) Peningkatan import

terigu dan pangan lainnya meningkat, 2) Perubahan konsumsi karbohidrat dominan

beras dan 3) Merebaknya rumah makan yang menjual pangan modern/import

dengan suasana nyaman dan memberi penilaian makanan bergengsi.

Pada saat ini impor terigu yang merupakan bahan baku aneka kue dan mie

terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini seiring dengan permintaan mie di

masyarakat yan terus meningkat. Diakui, mie mempunyai banyak peranan, dapat

sebagai pengganti beras atau sebagai makanan pokok, dapat sebagai lauk-pauk

dan sebagai makanan tambahan yang dapat dikonsumsi dimana saja, dalam

keadaan apa saja. Kasus terjadinya bencana alam, missal kebanjiran, maka

bantuan pangan dominan berupa mie instan. Selain itu, merebaknya toko-toko kue

di berbagai wilayah termasuk pemasaran dengan cara door to door juga

mengakibatkan permintaan kue/roti meningkat. Dampaknya adalah impor terigu

juga meningkat.

Dahulu, setiap propinsi mempunyai pola konsumsi pangan pokok yang

beragam yang berbasis pangan lokal, namun saat ini terjadi perubahan pola

konsumsi pangan pokok yang cenderung tunggal yaitu beras. Konsumsi pangan

local terus menurun, sebaliknya konsumsi beras cenderung meningkat kecuali pada

pendapatan tertentu, konsumsi beras akan menurun kembali.

Ancaman pengembangan diversifikasi pangan lokal juga dengan merebaknya

rumah makan dengan aneka makanan modern dan cita rasa luar negeri, seperti

KFC, MC Donald, Kentucky, Hoka-Hoka Bento, Pizza, Papa Rons, dan lainnya yang

menyajikan aneka makanan dan minuman dengan suasana yang nyaman dan

bergengsi.

Dari beberapa faktor yang ada pada masing-masing komponen SWOT

tersebut selanjutnya ditetapkan faktor-faktor kunci mana yang diduga dapat

mempengaruhi keberhasilan pengembangan diversifikasi pangan. Diantara faktor

kunci yang ditetapkan adalah nilai urgensi (NU) dan bobot faktor (BF). NU

ditetapkan pada masing-masing faktor yaitu pada faktor internal dan eksternal

Page 105: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

96

dengan cara membandingkan antara komponen satu dengan yang lainnya dalam

dalam faktor internal dan hal yang sama dalam faktor eksternal. Karena jumlah

komponen faktor dalam faktor internal dan ekster masing-masing adalah 6, maka

nilai maksimal masing-masing NU adalah 5 dan terendah adalah 1. Jika suatu

komponen faktor memiliki nilai 5 artinya adalah bahwa komponen tersebut memiliki

urgensi sebagai faktor kunci keberhasilan pengembangan diversifikasi pangan

dibanding dengan 5 komponen faktor lainnya.

Sementara itu, BF dihitung pada masing-masing komponen faktor dalam

satu faktor (internal atau eksternal) dengan cara menghitung proporsi dari masing-

masing komponen faktor atau (NUi/∑NU)*100, dimana i=1…6, dengan demikian

dalam penentuan faktor kunci harus ditampilkan dalam bentuk matrik untuk

memudahkan dalam mengkomparasi. Hasil perhitungan faktor kunci adalah seperti

pada Tabel 4.4.1. dan 4.4.2.

Setelah dianalisis NU dan BF, selanjutkan dianalisis keterkaitan antar faktor

internal dengan faktor eksternal untuk menentukan kunci keberhasilan prioritas

artinya aksi apa yang patut diprioritas dalam rangka mencapai keberhasilan

pengembangan inovasi padi di provinsi Banten. Dalam menganalisis keterkaitan

faktor internal dan eksternal dihitung nilai dukungan (ND) dari setiap faktor, nilai

keterkaitan (NK), nilai bobot dukungan (NBD), nilai rata-rata keterkaitan (NRK),

nilai bobot keterkaitan (NBK) dan total nilai bobot (TNB).

Page 106: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

97

Tabel 4.4.1. Matrik Urgensi Internal dalam Pengembangan Diversifikasi Pangan

No Faktor Internal Faktor yang urgen Bobot

(%) a b c d e f Total

Kekuatan (S) : a Potensi lahan dan kebiasaan

mengkonsumsi pangan lokal x b a a a a 4 26,67

b Ragam jenis pangan lokal yang

banyak b x b d e b 3 20,00

c Ragam pengolahan pangan lokal a b x c e f 1 6,67

Kelemahan (W) : d Belum berkembangnya pasar

pangan lokal secara nasional a d c x e d 2 13,33

e Kebijakan pengembangan produksi dan industri pangan lokal masih terbatas

a e e e x e 4 26,67

f Promosi pangan lokal terbatas a b f d e x 1 6,67

J u m l a h 2 4 1 2 5 1 15 100,00

Tabel 4.4.2. Matrik Urgensi Eksternal dalam Pengembangan Diversifikasi Pangan

No Faktor Eksternal Faktor yang urgen Bobot

(%) a b c d e f Total

Peluang (O) :

a Adanya penekanan diversifikasi pangan

dalam UU. Pangan No. 18 Tahun 2012, x a c d a a 3

20,00

b Adanya Perpres No. 22/ Tahun 2009: Percepatan diversifikasi a x b d e f 1

6,67

c Fungsi pangan lokal untuk kesehatan (pangan lokal menyehatkan) c b x d e f 1

6,67

Ancaman (T)

d Merebaknya rumah makan (franchise) menjual pangan modern/import d d d x d d 5

33,33

e Perubahan konsumsi karbohidrat dominan

beras a e e d x f 2

13,33

f Peningkatan import terigu dan pangan

lainnya a f f d f x 3

20,00

J u m l a h 3 1 1 5 2 3 15 100,00

ND diberikan penilaian berdasarkan bobot dukungan terhadap keberhasilan

pengembangan diversifikasi pangan, kisaran skor bobot dukungan berkisar antara

1-5, dimana skor 5 adalah jika dukungannya penuh/sempurna dan skor 1 jika

sangat kecil memberikan dukungan keberhasilan terhadap program pengembangan

diversifikasi pangan. Begitu juga NK diberikan skor 1-5, dimana skor 1 berarti

Page 107: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

98

memiliki keterkaitan antar faktor yang dibandingkan sangat rendah, dan skor 5

berarti memiliki keterkaitan sangat erat antar faktor yang dibandingkan. Untuk

menghitung NBD, NRK, NBK dan NBD seperti rumus berikut :

NBD = BF * ND

NRK = Jumlah NK/(n-1)

NBK = NRK * BF

TNB = NBK + NBD

Setelah itu, dilakukan pemilihan faktor kunci sukses (FKS) yaitu dengan cara

memilih nilai TNB terbesar pada masing-masing faktor kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman. Hasil analisis faktor tersebut di atas sehingga dapat dipilih

faktor kunci keberhasilannya seperti tertera pada Tabel 4.4.3. berikut ini.

Dari tabel tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa dari faktor internal dan

eksternal yang dipandang dapat dijadikan sebagai faktor sukses dalam

pengembangan diversifikasi pangan sebagai berikut, Faktor Internal: a) Kekuatan

(S) adalah adanya potensi lahan untuk produksi pangan lokal dengan TNB sebesar

0,78 dan b) kelemahan(W) adalah kebijakan produksi dan industri pngan lokal yang

masih terbatas dengan TNB sebesar 0,67. Sementara itu, Faktor Eksternal: a)

Peluang (O) adalah adanya penekanan diversifikasi pangan dalam UU Pangan

No.18 tahun 2012 yang menjadi faktor sukses keberhasilan pengembangan

diversifikasi pangan dengan TNB 0,67 dan b) Ancaman (T) adalah merebaknya

rumah makan (franchise) menjual makanan modern/import dengan TMB sebesar

0,65.

Hasil analisis tersebut diatas dapat dipetakan kedalam suatu grafik 4 kuadran

sebagai gambaran kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam

pengembangan diversifikasi pangan di Indonesia, sehingga dapat membantu

langkah-langkah apa yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan

diversifikasi pangan. Hasil pemetaan faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada

Gambar 4.1 dengan nilai S = 0,78.

Page 108: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

99

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa peta potensi kesuksesan

berada pada kuadran I, artinya adalah bahwa dengan dengan berbagai kelemahan

dan tantangan yang ada, pengembangan diversifiksi pangan masih dapat dilakukan

dengan cara mengelola kekuatan (S) dan peluang (O) yang ada untuk menekan

sekecil mungkin tantangan (T) dan kelemahan (W) yang ada. Berdasarkan peta

kekuatan tersebut, maka diusulkan strategi pencapaian tujuan yaitu bagaimana

strategi yang dapat dilaksanakan. Strategi tersebut adalah seperti yang tertera

pada Tabel 4.4.4. berikut ini.

Tabel 4.4.3. Nilai Keterkaitan antara Faktor Internal dan Eksternal

Pengembangan Diversifikasi Pangan

Kuadran IV

0,11

Kuadran I

0,02

T=0,65

Kuadran III

O=0,67

Kuadran II

Page 109: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

100

W=0,67

Gambar 4.4.1. Peta Kekuatan Faktor-faktor yang dapat Menentukan Kesuksesan Pengembangan Diversifikasi Pangan di Indonesia

Tabel 4.4.4. Formulasi Strategi Pengembangan Diversifikai Pangan

Berdasarkan Evaluasi Faktor Internal- Eksternal

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

Potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal

Kelemahan (W)

Kebijakan produksi dan industri pangan lokal masih

terbatas

Peluang (O) Adanya penekanan diversifikasi pangan dalam

UU Pangan No.18/2012

Manfaatkan potensi lahan

dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal untuk mendukung

penekanan diversifikasi pangan dalam UU Pangan

Tingkatkan kebijakan

produksi dan industri pangan lokal dalam rangka mendukung penekanan

diversifikasi pangan dalam UU Pangan

Ancaman (T)

Merebaknya rumah makan dengan pangan

modern/import

Manfaatkan potensi lahan

dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal dalam rangka mengantisipasi

merebaknya rumah makan dengan pangan modern/

import

Tingkatkan kebijakan

produksi dan industri pangan lokal agar mampu mengantisipasi merebaknya

rumah makan dengan pangan modern/import

4.5.2. Alternatif Kebijakan Untuk Pengembangan Program

Dari Tabel 4.4.4. dilakukan disusun atau formulasi strategi kebijakan

operasional program dan kegiatan untuk mengembangkan diversifikasi pangan di

Indonesia sebagai berikut :

a). Manfaatkan potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal untuk

mendukung penekanan diversifikasi pangan dalam UU Pangan

Upaya yang dilakukan untuk pengembangan diversifikasi pangan dilakukan

dengan memanfaatkan potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal di

masyarakat, sebagai berikut:

1. Pemetaan luas lahan yang dapat digunakan untuk memproduksi pangan lokal

di setiap daerah

Page 110: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

101

2. Pemetaan produksi setiap pangan lokal di setiap daerah (kondisi eksisting)

dan Pemetaan jenis pangan lokal yang pernah diproduksi namun saat ini

sudah tidak ada lagi (musnah) di setiap daerah

3. Pemetaan jenis pangan lokal yang pernah dikonsumsi oleh masyarakat

termasuk jenis pangan lokal yang pernah diproduksi namun saat ini sudah

tidak ada lagi (musnah) di setiap daerah

4. Pemetaan industri pengolahan pangan lokal di tingkat rumahtangga, UKM,

industri kecil, menengah dan besar di setiap daerah (jumlah industri per jenis,

jenis dan jumlah bahan baku, dll)

5. Melakukan pendataan secara regular dan terstruktur berkelanjutan untuk

setiap jenis pangan lokal di setiap daerah

6. Kajian studi perubahan preferensi masyarakat terhadap pangan lokal dan

pangan modern termasuk faktor pendukung dan kendalanya di setiap daerah

b). Manfaatkan potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal dalam

rangka mengantisipasi merebaknya rumah makan dengan pangan modern/

import

Pengembangan diversifikasi pangan juga dilakukan dengan:

1. Meningkatkan kapasitas produksi setiap pangan lokal di setiap daerah

melalui peningkatan luas panen dan produktivitas

2. Promosi pangan lokal secara nasional, terstruktur dan berkelanjutan melalui

berbagai media elektronik, massa, penyuluhan, ruang publik (hotel, bandara,

stasiun kereta api, ruang publik lainnya)

3. Pangan lokal menjadi snack utama dalam beragam kegiatan kenegaraan,

keagamaan, upacara pernikahan, rapat-rapat, dan aktivitas lainnya

4. Mengembangkan outlet-outlet pangan lokal di setiap daerah termasuk di

ruang publik seperti hotel, bandara, stasiun kereta api, ruang publik lainnya

c). Tingkatkan kebijakan produksi dan industri pangan lokal dalam rangka

mendukung penekanan diversifikasi pangan dalam UU Pangan

Dalam pengembangan diversifikasi pangan perlu diperhatikan:

Page 111: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

102

1. Penyusunan road map produksi dan agroindustri khusus untuk

pengembangan pangan lokal sehingga akan diperoleh diversifikasi produksi

dan diversifikasi pangan.

2. Kebijakan diversifikasi konsumsi pangan diiringi/sejalan dengan kebijakan

produksi dan industri pengolahan

3. Penguatan penerapan kebijakan diversifikasi pangan sampai tingkat daerah

4. Pengembangan dan penguatan kebijakan produksi pangan lokal agar tersedia

aneka ragam jenis pangan lokal secara kontinyu dan sesuai dengan kebutuhan

dengan mengalokasikan pendanaan secara proposional dan menjadikan

pengembangan produksi pangan lokal juga menjadi urusan wajib selain beras,

jagung, kedelai dan lainnya

5. Pengembangan dan penguatan kebijakan industri pangan lokal di setiap

daerah untuk industri rumahtangga, UKM, dan jenis industri lainnya

6. Pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal sehingga tersedia aneka

produk pangan lokal dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang

prima. Produk pangan lokal ini juga sesuai preferensi konsumen atau menjadi

pendorong agar konsumen menyenangi produk tersebut.

d). Tingkatkan kebijakan produksi dan industri pangan lokal agar mampu

mengantisipasi merebaknya rumah makan dengan pangan modern/import

Strategi yang dilakukan untuk pengembangan diversifikasi pangan juga

melalui sebagai berikut:

1. Pengembangan dan penguatan kebijakan produksi dan industri pangan

dilakukan harus seiring dengan kebijakan konsumsi pangan, sehingga

percepatan diversifikasi pangan tidak hanya dari sisi konsumsi namun juga

ketersediaan aneka produk pangan local yang sesuai selera konsumen

dengan memperhatikan aspek harga pangan dan kualitas pangan.

2. Promosi pangan lokal yang menyehatkan secara komprehensif, dilakukan

secara terus menerus dengan memanfatkan berbagai media yang ada,

sehingga pangan lokal akan mampu berdiri di rumah sendiri.

Page 112: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

103

3. Penciptaan pasar pangan lokal baik tingka nasional maupun tingkat wilayah.

Penciptaan pasar pangan lokal disertai ketersediaan aneka produk pangan

lokal yang mampu disandingkan dengan pangan produk modern/pangan

import.

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

5.1. KESIMPULAN

Potensi Produksi Pangan Lokal

Walaupun kebijakan produksi pangan local sangat tidak proposional

dibandingkan dengan kebijakan produksi komoditas padi, namun potensi pangan

local dilihat dari produksi, produktivitas masih menunjukkan perkembangan yang

positip. Secara umum, Pulau Jawa sebagai sentra produksi tanaman pangan

seperti beras, jagung, ubikayu dan ubijalar. Namun demikian dalam beberapa tahun

terakhir perkembangan produksi, produktivitas dan luas panen di Pulau Jawa relatif

stagnan. Sebagai gambaran, perkembangan produksi padi menunjukkan trend

yang masih meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,39 % per tahun.

Pulau Jawa sebagai pemasok utama produksi padi nasional, pada tiga tahun

terakhir pertumbuhan produksi sudah menunjukkan gejala leveling off .

Produksi jagung secara nasional meningkat dengan laju rata-rata 6.40 % per

tahun. Pertumbuhan produksi jagung yang tinggi dan relatif stabil di Kalimantan

diikuti dengan Sulawesi, sebaliknya pertumbuhan yang relatif kecil di Jawa dan

Sumatera. Secara nasional produksi ubi kayu cenderung meningkat dengan laju

pertumbuhan sekitar 3,36 % per tahun. Laju pertumbuhan produksi tertinggi terjadi

di Sumatera dan Sulawesi. Produksi ubi kayu di Jawa mulai digantikan oleh

produksi ubi kayu di Sumatera sejak tahun 2011, demikian pula produktivitas

ubikayu di Sumatera lebih besar daripada di Jawa. Namun dari pangsa produksinya,

Jawa masih merupakan sentra produksi ubi kayu, karena menyumbang rata-rata 51

% dari produksi nasional diikuti dengan Sumatera.

Produksi ubi jalar secara nasional juga meningkat dengan laju pertumbuhan

rata-rata 2,09 % per tahun. Pada tahun 2000 total produksi ubi jalar Indonesia

Page 113: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

104

mencapai 1,83 juta ton, dan meningkat menjadi 2.30 juta ton pada tahun 2012.

Pertumbuhan produksi terbesar terjadi di Maluku+Papua sebesar 5,90 % per tahun,

tetapi pertumbuhan tersebut tidak stabil, karena standar deviasinya tinggi, yaitu

32,93 % per tahun. Pertumbuhan produksi ubi jalar yang kedua adalah Sulawesi

dengan laju 3,66 % per tahun.

Secara umum perkembangan harga gabah (GKG), jagung (pipilan kering),

ubi kayu (basah) dan ubi jalar (basah) selama periode 2011 sampai dengan bulan

November 2013 dapat dikatakan stagnan, walaupun ada gejolak harga pada

minggu-minggu tertentu. Mengingat bahwa data harga dikumpulkan pada tingkat

produsen, maka lonjakan-lonjakan harga keempat komoditas tersebut diduga

berkaitan erat dengan pola panennya. Umumnya lonjakan harga naik hanya

berjalan dalam waktu singkat (mingguan), kemudian harga umumnya turun

kembali pada tingkat normal.

Pola Konsumsi Pangan Lokal

Tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang diukur dengan pangsa

pengeluaran pangan baik di perkotaan maupun di pedesaan semakin membaik.

Namun kesejahteraan masyarakat kota lebih baik daripada masyarakat yang berada

di pedesaan. Upaya peningkatan kesejahteraan terutama masyarakat pedesaan

harus mendapat prioritas, sehingga kesenjangan kesejahteraan di kedua wilayah

secara bertahap dapat diperkecil.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perubahan gaya hidup

berdampak pada perubahan pola pengeluaran masyarakat. Kalau dahulu, pangsa

pengeluaran rumahtangga paling besar adalah pada kelompok padi-padian, namun

pada saat ini pangsa terbesar adalah kelompok makanan/minuman jadi. Sementara

pola pengeluaran untuk kelompok pangan yang lain relatif sama dari tahun ke

tahun. Perubahan ini menuntut pengembangan usaha di sektor makanan/minuman

disesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Usaha makanan juga

harus memperhatikan faktor keamanan pangan, sehingga perlunya pembinaan

terutama bagi usaha rumahtangga dan kecil.

Page 114: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

105

Pola konsumsi masyarakat sudah mengarah kepada pola konsumsi anjuran

baik dari segi kebutuhan energi, protein, namun untuk keragaman konsumsi masih

perlu ditingkatkan. Pangan dominan masih dari beras sebagai sumber energi dan

protein.

Sementara pangan lokal seperti umbi-umbian, sagu menurun tingkat

konsumsinya. Sebaliknya konsumsi terigu dan turunannya meningkat. Diantara

pangan sumber protein hewani, konsumsi daging sapi mengalami penurunan

selama 15 tahun terakhir. Demikian pula konsumsi gula pasir juga menurun,

sebaliknya konsumsi minyak goreng terus meningkat.

Walaupun telah ada Perpres untuk percepatan diversifikasi pangan, namun

implementasinya mengalami hambatan. Perpres ini seolah-olah menjadi mandate

dari Kementerian Pertanian, sementara institusi yang lainnya kurang mendukung

hal tersebut. Banyak kebijakan pangan yang justru paradox dengan kebijakan

diversifikasi konsumsi pangan, seperti adanya kebijakan raskin, kebijakan produksi

beras yang dominan dan mengabaikan produksi pangan local, dan lainnya.

Industri Pengolahan dan Produk Pangan Lokal

Dari sisi makro, kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDB lebih

rendah dibandingkan kontribusi sector industry total. Kontribusi sector pertanian

hanya berkisar antara 13,7 % - 15,3 %, sedangkan kontribusi sector industry

hampir dua kali lipatnya (23,9 % - 27,8%). Akan tetapi kontribusi sector industry

cenderung menurun sedangkan kontribusi sector pertanian masih relatif bertahan

bahkan cenderung naik selama periode 2007-2012.

Industi pangan merupakan salah satu dari dua cabang industry yang relatif

dominan dan subsector industry pangan tetap tumbuh positif meskipun dengan laju

relatif lambat. Namun terdapat gejala de-industrialisasi yang diindikasikan oleh

kecenderungan penurunan pencapaian kapasitas pasang industry dan jumlah unit

usaha industry besar dan sedang cenderung menurun. Salah satu cabang industry

yang masih terus tumbuh adalah industry pangan (makanan dan minuman)

terutama pada industry skala besar saja.

Page 115: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

106

Produk industry juga telah cukup beragam (variatif) karena pada setiap

kelompok/jenis industry dapat dihasillkan beberapa jenis produk. Preferensi

konsumen produk industry pangan cukup dinamis dan variatif yang tercermin dari

relatif tingginya product differentiation dari industry pangan. Namun

pengembangan industry pengolahan pangan lokal, khususnya pangan pengganti

beras, dalam skala sedang dan besar relatif sedikit. Industry pangan lokal lebih

banyak dilakukan dalam skala kecil, mikro dan rumahtangga.

Dari sisi konsumsi, permintaan (pasar) produk industry pangan lokal relatif

belum berkembang karena umumnya masih sebagai “makanan selingan” atau

“makanan ringan” saja, sehingga kuantitas maupun frekuensi pembeliannya juga

relatif “sedikit”. Pola permintaan pangan lokal relatif bervariasi antar wilayah,

golongan, maupun jenis produk pangan lokal olahan. Tidak semua produk pangan

lokal mendapat respon pasar yang sama.

Keragaman potensi sumberdaya pangan di Indonesia memungkinkan

pengembangan industry pengolah pangan lokal yang bervariasi dalam jenis/produk,

skala, teknologi, maupun segmen pasar. Keragaman tersebut tidak saja

menguntungkan konsumen karena pilihan produk menjadi lebih banyak, tetapi juga

menguntungkan produsen pangan lokal karena tanpa disadari memperoleh

fleksibilitas dalam mengatur dan menentukan jenis dan pola produksi. Seperti di

Gunung Kidul (DIY) dan Pacitan (Jatim) banyak industry pangan olahan berbahan

baku ubikayu. Di NTT ada jagung bose dan pepeda (sagu), dan di Jabar terdapat

industry umbi-umbian (umbi garut, umbi cilembu).

5.2. IMPLIKASI KEBIJAKAN

Pengembangan diversifikasi pangan local dapat dilakukan dengan strategi

ebagai berikut: a). Memanfaatkan potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi

pangan lokal untuk mendukung penekanan diversifikasi pangan dalam UU Pangan

dan dalam rangka mengantisipasi merebaknya rumah makan dengan pangan

modern/ import dan b) Meningkatkan kebijakan produksi dan industri pangan lokal

Page 116: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

107

dalam rangka mendukung penekanan diversifikasi pangan dalam UU dan agar

mampu mengantisipasi merebaknya rumah makan dengan pangan modern/import.

Upaya tersebut diatas dapat djabarkan dalam bentuk program dan kegiatan

dengan melakukan: a) Pemetaan luas lahan yang dapat digunakan untuk

memproduksi pangan lokal di setiap daerah, b) Pemetaan produksi setiap pangan

lokal di setiap daerah (kondisi eksisting) dan Pemetaan jenis pangan lokal yang

pernah diproduksi namun saat ini sudah tidak ada lagi (musnah) di setiap daerah,

c) Pemetaan jenis pangan lokal yang pernah dikonsumsi oleh masyarakat termasuk

jenis pangan lokal yang pernah diproduksi namun saat ini sudah tidak ada lagi

(musnah) di setiap daerah, d) Pemetaan industri pengolahan pangan lokal di

tingkat rumahtangga, UKM, industri kecil, menengah dan besar di setiap daerah

(jumlah industri per jenis, jenis dan jumlah bahan baku), e) Melakukan pendataan

secara regular dan terstruktur berkelanjutan untuk setiap jenis pangan lokal di

setiap daerah dan f) Kajian studi perubahan preferensi masyarakat terhadap

pangan lokal dan pangan modern termasuk faktor pendukung dan kendalanya di

setiap daerah. Selain itu upaya yang dilakukan adalah : a) Meningkatkan kapasitas

produksi setiap pangan lokal di setiap daerah melalui peningkatan luas panen dan

produktivitas, b) Promosi pangan lokal secara nasional, terstruktur dan

berkelanjutan melalui berbagai media elektronik, massa, penyuluhan, ruang publik

(hotel, bandara, stasiun kereta api, ruang publik lainnya), c) Pangan lokal menjadi

snack utama dalam beragam kegiatan kenegaraan, keagamaan, upacara

pernikahan, rapat-rapat, dan aktivitas lainnya, d) Mengembangkan outlet-outlet

pangan lokal di setiap daerah termasuk di ruang publik seperti hotel, bandara,

stasiun kereta api, ruang publik lainnya.

Upaya lainnya dilakukan dengan: 1) Penyusunan road map produksi dan

agroindustri khusus untuk pengembangan pangan lokal sehingga akan diperoleh

diversifikasi produksi dan diversifikasi pangan, 2) Kebijakan diversifikasi konsumsi

pangan diiringi/sejalan dengan kebijakan produksi dan industri pengolahan, 3)

Penguatan penerapan kebijakan diversifikasi pangan sampai tingkat daerah, 4)

Pengembangan dan penguatan kebijakan produksi pangan lokal agar tersedia

Page 117: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

108

aneka ragam jenis pangan lokal secara kontinyu dan sesuai dengan kebutuhan

dengan mengalokasikan pendanaan secara proposional dan menjadikan

pengembangan produksi pangan lokal juga menjadi urusan wajib selain beras,

jagung, kedelai dan lainnya, 5) Pengembangan dan penguatan kebijakan industri

pangan lokal di setiap daerah untuk industri rumahtangga, UKM, dan jenis industri

lainnya, 6) Pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal sehingga tersedia

aneka produk pangan lokal dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang

prima. Produk pangan lokal ini juga sesuai preferensi konsumen atau menjadi

pendorong agar konsumen menyenangi produk tersebut. Pengembangan dan

penguatan kebijakan produksi dan industri pangan dilakukan harus seiring dengan

kebijakan konsumsi pangan, sehingga percepatan diversifikasi pangan tidak hanya

dari sisi konsumsi namun juga ketersediaan aneka produk pangan local yang sesuai

selera konsumen dengan memperhatikan aspek harga pangan dan kualitas pangan.

Promosi pangan lokal yang menyehatkan secara komprehensif, dilakukan secara

terus menerus dengan memanfatkan berbagai media yang ada, sehingga pangan

lokal akan mampu berdiri di rumah sendiri. Penciptaan pasar pangan lokal baik

tingka nasional maupun tingkat wilayah. Penciptaan pasar pangan lokal disertai

ketersediaan aneka produk pangan lokal yang mampu disandingkan dengan pangan

produk modern/pangan import.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2009. Peraturan Presiden RI No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan

percepatan penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya

Lokal. Jakarta

Ariani, M dan Ashari. 2003. Arah, Kendala dan Pentignya Diversifikasi Konsumsi

Pangan di Indonesia. Forum Agro Ekonomi. Vol. 21, No. 2. Desember. Bogor.

Ariani. 2010. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok untuk Mendukung Swasembada

Beras. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian

Tanaman Serealia, 27-28 Juli 2010, di Makasar.

Baharsyah, S. 1994. Diversifikasi Pangan Melalui Product Development. Majalah

Pangan No. 18, Vol. V. Jakarta.

Page 118: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

109

Bradford, R.W., P.J. Duncan, and B. Tarcy. 2000. Simplified Strategic Planning: A

No-Nonsense Guide for Busy People Who Want Result Fast!

www.quickmba.com/strategy/swot/

Badan Bimas Ketahanan Pangan.2003. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.

Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian.

Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan. 2009. Peraturan menteri Pertanian : Gerakan percepatan

penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.

Kementerian Pertanian. Jakarta

Cahyati,G.I. 2008. Analisis Faktor Sosial Ekonomi keluarga terhadap

Keanekaragaman Konsumsi Pangan Berbasisi Agribisnisdi kab. Banyumas.

Program Magister Agribisnis. Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Semarang

Hardinsyah dan Martianto, D. 2001. Pembangunan Ketahanan Pangan yang

Berbasis Agribisnis dan Pemberdayaan Masyarakat. Makalah dalam Seminar

Nasional Pemberdayaan Masyarakat untuk Mencapai Ketahanan Pangan dan

Pemulihan Ekonomi. Diselenggarakan oleh BBKP, Deptan.; PSKPG,IPB dan

Agrindo Aneka Consult. Jakarta.

Badan Ketahanan pangan, 2009. Peraturan Menteri pertanian tentang Gerakan

Percepatan penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasisi Sumberdaya

Lokal. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2009. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2009-2014.

Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2009. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2009-2014.

Jakarta.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. Master Plan Percepatan

dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta

Kemenkes. 2011. Seribu Hari Untuk negeri. Dfat Panduan Gerakan Nasional Sadar

Gizi Menuju Indonesia Prima. (www.depkes.go.id, diunduh tanggal 10 April

2012)

Makmur, Mulyono. 2010. Kebijakan Umum Penganekaragaman Konsumsi dan

Keamanan Pangan. Bahan disampaikan pada Workshop Dewan Ketahanan

Pangan, 20-22 September. Jakarta

Pusat Penelitian Agro Ekonomi. 1989. Pola Konsumsi Pangan, Proporsi dan Ciri

Rumah Tangga Dengan Konsumsi Energi Dibawah Standar Kebutuhan.

Kerjasama Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes. dengan PAE, Deptan.

Bogor.

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan. 2012. Potensi Sumberdaya Pangan

Indonesia. BKP, kementerian Pertanian. Jakarta

Page 119: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

110

Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan

Timur Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Sadjad, S. 1996. Perubahan Struktur Pangan dalam Upaya Diversifikasi

Keanekaragaman Sumber Pangan. Majalah Pangan, No. 25, Vol.VII.

Sayaka,B; H.Supriadi; M. Ariani; M. Siregar; A. Askin; E. Ariningsih dan B.

Rahmanto. 2005. Analisis pengembangan Agroindustri Berbasis pangan Lokal

dalam Meningkatkan Keanekaragaman pangan dan Pengembangan Ekonomi

Pedesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Sumaryanto. 2009. Diversifikasi Sebagai Salah Satu Pilar Ketahanan Pangan.

Makalah disajikan dalam Seminar Memperingati Hari Pangan Sedunia,

Jakarta, 1 Oktober.

Page 120: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

110

Lampiran 1. Skema Pemanfaatan Ubikayu Untuk Berbagai Produk Pangan

Ubikayu

Ubikayu

Segar

Produk

Antara

Tepung

Gaplek

Tepung

Kasava

Tepung

Tapioka

Produk Makanan

(keripik/kerupuk, tape, lemet, dll)

Produk Makanan

(tiwul, kue kering, dll)

Produk Makanan

(roti, mie, biskuit, dll)

Produk Makanan Tradisional

(biji salak, kue lapis, kerupuk, dll)

Produk Makanan Modern (bubur susu instan, tepung bumbu,

biskuit/snack, meat product, dll)

Pati Ter- modifikasi

- Pati Pragelatinisasi - Pati Teroksidasi - Pati Posfat - dll.

Hidrolisat Pati

- Dekstrin - Maltodekstrin - Sirup Glukosa - High Fructose Syrup (HFS) - Sorbitol - dll.

Monosodium Glutamat (MSG)

(

- Roti (Bakery) - Es krim - Meat product - Permen - dll.

- Susu formula - Bubur susu instan - Minuman ringan - Saus - Permen - Jam/jelly - dll.

Tepung

Oyek

Produk Makanan

(nasi oyek, dll)

Page 121: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

111

Lampiran 2. Skema Pemanfaatan Jagung Untuk Berbagai Produk Pangan

Jagung

Baby Corn

Jagung Muda

Jagung Tua

Produk Makanan Tradisional (sayur, dll)

Baby corn dalam kaleng

Produk Makanan Tradisional (sayur, perkedel, puding, pudak, dll)

Jagung beku Jagung dalam kaleng (whole kernel corn, sweet cream corn, dll)

Produk Makanan Modern (sup instan, bubur bayi/tim instan, dll)

Biji Utuh

Pra Pengolahan

Grits (beras jagung)

Tepung Jagung

Bahan Baku Makanan (ready to cook)

Produk Ekstrusi (cheese balls, dll)

Keripik Jagung (corn flakes, dll)

Produk Makanan (cake mix, snack, sereal, bubur susu, dll)

Produk Makanan (bihun, cake mix, cracker, biskuit, roti, saus, dll)

Pati Ter- modifikasi

- Pati Pragelatinisasi - Pati Teroksidasi - Pati Posfat, dll.

Hidrolisat Pati

- Dekstrin - Maltodekstrin - Sirup Glukosa - High Fructose Syrup (HFS) - Sorbitol, dll.

Monosodium Glutamat (MSG)

- Roti (Bakery) - Es krim - Meat product = Permen, dll.

- Susu formula - Bubur susu instan - Minuman ringan - Saus - Permen - Jam/jelly, dll.

Pati Jagung

Minyak goreng

Margarin

Formulasi makanan (bakery, bubur susu instan, susu formula, dll)

Minyak

Jagung

Page 122: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

112

Lampiran 3. Skema Pemanfaatan Sagu Untuk Berbagai Produk Pangan

Sagu Pati

Sagu

Bahan

Pangan

Tepung

Komposit

Pati Ter-

modifikasi

Hidrolisat

Pati

Monosodium Glutamat

(MSG)

Papeda, sagu lempeng,

bagea, sagu mutiara, dll

Roti, pasta, biskuit/kue,

kerupuk, dll

- Pati Pragelatinisasi - Pati Teroksidasi - Pati Posfat

- dll.

- Dekstrin - Maltodekstrin - Sirup Glukosa - High Fructose Syrup (HFS) - Sorbitol - dll

- Roti (bakery) - Es krim - Instant food - Permen

- dll.

- Susu formula - Bubur susu instan - Minuman ringan - Permen - Jam/jelly - dll.

Page 123: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

99

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa peta potensi kesuksesan

berada pada kuadran I, artinya adalah bahwa dengan dengan berbagai kelemahan

dan tantangan yang ada, pengembangan diversifiksi pangan masih dapat dilakukan

dengan cara mengelola kekuatan (S) dan peluang (O) yang ada untuk menekan

sekecil mungkin tantangan (T) dan kelemahan (W) yang ada. Berdasarkan peta

kekuatan tersebut, maka diusulkan strategi pencapaian tujuan yaitu bagaimana

strategi yang dapat dilaksanakan. Strategi tersebut adalah seperti yang tertera

pada Tabel 4.4.4. berikut ini.

Tabel 4.4.4. Nilai Keterkaitan antara Faktor Internal dan Eksternal

Pengembangan Diversifikasi Pangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kekuatan (S) : 1 Potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal 26.67

5 1.33 0 2 4 5 1 1 2 2 1 2 3 1 2.18 0.58

0.78

2 Ragam jenis pangan lokal 20.00 3 0.60

2 0 5 2 2 3 5 5 1 5 5 5 3.64 0.73 0.44

3 Ragam pengolahan pangan lokal 6.67

3 0.20 4 5 0 3 1 1 3 5 1 4 5 5 3.36 0.22

0.04

Kelemahan (W) :

4 Belum berkembangnya pasar pangan local secara nasional 13.33

3 0.40 5 2 3 0 5 5 2 1 1 2 5 5 3.27 0.44

0.17

5 Kebijakan produksi dan industri pangan lokal masih terbatas 26.67 4 1.07

1 2 1 5 0 2 3 5 1 1 4 1 2.36 0.63 0.67

6 Fungsi pangan lokal untuk kesehatan 6.67

3 0.20 1 3 1 5 2 0 1 5 1 1 4 4 2.55 0.17

0.03

Peluang (O) :

7 Adanya penekanan diversifikasi dalam UU Pangan No.18/2012 20.00

5 1.00 2 5 3 2 3 1 0 5 5 2 4 5 3.36 0.67

0.67

8 Adanya Perpres No.22/2009: Percepatan Diversifikasi pangan 6.67 5 0.33

2 5 5 1 5 5 5 0 4 4 1 5 3.82 0.25 0.08

9 Permintaan beras masih tinggi sebagai makanan pokok 6.67

3 0.20 1 1 1 1 1 1 5 4 0 1 1 1 1.64 0.11

0.02

Ancaman (T)

10 Merebaknya rumah makan menjual pangan modern/import 33.33

2 0.67 2 5 4 2 1 1 2 4 1 0 5 5 2.91 0.97

0.65

11 Perubahan konsumsi karbohidrat dominan beras 13.33 3 0.40

3 5 5 5 4 4 4 1 1 5 0 3 3.64 0.48 0.19

12 Peningkatan import terigu dan pangan lainnya 20.00

3 0.60 1 5 5 5 1 4 5 5 1 5 3 0 3.64 0.73

0.44

NRK NBK TNB Nilai Keterkaitan N Faktor Eksternal dan Internal BF(%) ND NBD

Page 124: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

100

Kuadran IV

0,11

Kuadran I

0,02

T=0,65

Kuadran III

O=0,67

Kuadran II

W=0,67

Gambar 4.1. Peta Kekuatan Faktor-faktor yang dapat Menentukan Kesuksesan Pengembangan Diversifikasi Pangan di Indonesia

Tabel 4.4.5. Formulasi Strategi Pengembangan Diversifikai Pangan

Berdasarkan Evaluasi Faktor Internal- Eksternal

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

Potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal

Kelemahan (W)

Kebijakan produksi dan industri pangan lokal masih

terbatas

Peluang (O) Adanya penekanan

diversifikasi pangan dalam UU Pangan No.18/2012

Manfaatkan potensi lahan

dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal untuk mendukung

penekanan diversifikasi pangan dalam UU Pangan

Tingkatkan kebijakan

produksi dan industri pangan lokal dalam rangka mendukung penekanan

diversifikasi pangan dalam UU Pangan

Ancaman (T)

Merebaknya rumah makan

dengan pangan modern/import

Manfaatkan potensi lahan

dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal dalam rangka mengantisipasi

merebaknya rumah makan dengan pangan modern/

import

Tingkatkan kebijakan

produksi dan industri pangan lokal agar mampu mengantisipasi merebaknya

rumah makan dengan pangan modern/import

Page 125: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

101

4.5.2. Alternatif Kebijakan Untuk Pengembangan Program

Dari Tabel 4.4.4. dilakukan disusun atau formulasi strategi kebijakan

operasional program dan kegiatan untuk mengembangkan diversifikasi pangan di

Indonesia sebagai berikut :

a). Manfaatkan potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal untuk

mendukung penekanan diversifikasi pangan dalam UU Pangan

Upaya yang dilakukan untuk pengembangan diversifikasi pangan dilakukan

dengan memanfaatkan potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal di

masyarakat, sebagai berikut:

1. Pemetaan luas lahan yang dapat digunakan untuk memproduksi pangan lokal

di setiap daerah

2. Pemetaan produksi setiap pangan lokal di setiap daerah (kondisi eksisting)

dan Pemetaan jenis pangan lokal yang pernah diproduksi namun saat ini

sudah tidak ada lagi (musnah) di setiap daerah

3. Pemetaan jenis pangan lokal yang pernah dikonsumsi oleh masyarakat

termasuk jenis pangan lokal yang pernah diproduksi namun saat ini sudah

tidak ada lagi (musnah) di setiap daerah

4. Pemetaan industri pengolahan pangan lokal di tingkat rumahtangga, UKM,

industri kecil, menengah dan besar di setiap daerah (jumlah industri per jenis,

jenis dan jumlah bahan baku, dll)

5. Melakukan pendataan secara regular dan terstruktur berkelanjutan untuk

setiap jenis pangan lokal di setiap daerah

6. Kajian studi perubahan preferensi masyarakat terhadap pangan lokal dan

pangan modern termasuk faktor pendukung dan kendalanya di setiap daerah

b). Manfaatkan potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal dalam

rangka mengantisipasi merebaknya rumah makan dengan pangan modern/

import

Pengembangan diversifikasi pangan juga dilakukan dengan:

Page 126: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

102

1. Meningkatkan kapasitas produksi setiap pangan lokal di setiap daerah

melalui peningkatan luas panen dan produktivitas

2. Promosi pangan lokal secara nasional, terstruktur dan berkelanjutan melalui

berbagai media elektronik, massa, penyuluhan, ruang publik (hotel, bandara,

stasiun kereta api, ruang publik lainnya)

3. Pangan lokal menjadi snack utama dalam beragam kegiatan kenegaraan,

keagamaan, upacara pernikahan, rapat-rapat, dan aktivitas lainnya

4. Mengembangkan outlet-outlet pangan lokal di setiap daerah termasuk di

ruang publik seperti hotel, bandara, stasiun kereta api, ruang publik lainnya

c). Tingkatkan kebijakan produksi dan industri pangan lokal dalam rangka

mendukung penekanan diversifikasi pangan dalam UU Pangan

Dalam pengembangan diversifikasi pangan perlu diperhatikan:

1. Penyusunan road map produksi dan agroindustri khusus untuk

pengembangan pangan lokal sehingga akan diperoleh diversifikasi produksi

dan diversifikasi pangan.

2. Kebijakan diversifikasi konsumsi pangan diiringi/sejalan dengan kebijakan

produksi dan industri pengolahan

3. Penguatan penerapan kebijakan diversifikasi pangan sampai tingkat daerah

4. Pengembangan dan penguatan kebijakan produksi pangan lokal agar tersedia

aneka ragam jenis pangan lokal secara kontinyu dan sesuai dengan kebutuhan

dengan mengalokasikan pendanaan secara proposional dan menjadikan

pengembangan produksi pangan lokal juga menjadi urusan wajib selain beras,

jagung, kedelai dan lainnya

5. Pengembangan dan penguatan kebijakan industri pangan lokal di setiap

daerah untuk industri rumahtangga, UKM, dan jenis industri lainnya

6. Pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal sehingga tersedia aneka

produk pangan lokal dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang

prima. Produk pangan lokal ini juga sesuai preferensi konsumen atau menjadi

pendorong agar konsumen menyenangi produk tersebut.

Page 127: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

103

d). Tingkatkan kebijakan produksi dan industri pangan lokal agar mampu

mengantisipasi merebaknya rumah makan dengan pangan modern/import

Strategi yang dilakukan untuk pengembangan diversifikasi pangan juga

melalui sebagai berikut:

1. Pengembangan dan penguatan kebijakan produksi dan industri pangan

dilakukan harus seiring dengan kebijakan konsumsi pangan, sehingga

percepatan diversifikasi pangan tidak hanya dari sisi konsumsi namun juga

ketersediaan aneka produk pangan local yang sesuai selera konsumen

dengan memperhatikan aspek harga pangan dan kualitas pangan.

2. Promosi pangan lokal yang menyehatkan secara komprehensif, dilakukan

secara terus menerus dengan memanfatkan berbagai media yang ada,

sehingga pangan lokal akan mampu berdiri di rumah sendiri.

3. Penciptaan pasar pangan lokal baik tingka nasional maupun tingkat wilayah.

Penciptaan pasar pangan lokal disertai ketersediaan aneka produk pangan

lokal yang mampu disandingkan dengan pangan produk modern/pangan

import.

IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN

Potensi Produksi Pangan Lokal

Walaupun kebijakan produksi pangan local sangat tidak proposional

dibandingkan dengan kebijakan produksi komoditas padi, namun potensi pangan

local dilihat dari produksi, produktivitas masih menunjukkan perkembangan yang

positip. Secara umum, Pulau Jawa sebagai sentra produksi tanaman pangan

seperti beras, jagung, ubikayu dan ubijalar. Namun demikian dalam beberapa tahun

terakhir perkembangan produksi, produktivitas dan luas panen di Pulau Jawa relatif

stagnan. Sebagai gambaran, perkembangan produksi padi menunjukkan trend

yang masih meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,39 % per tahun.

Pulau Jawa sebagai pemasok utama produksi padi nasional, pada tiga tahun

terakhir pertumbuhan produksi sudah menunjukkan gejala leveling off .

Page 128: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

104

Produksi jagung secara nasional meningkat dengan laju rata-rata 6.40 % per

tahun. Pertumbuhan produksi jagung yang tinggi dan relatif stabil di Kalimantan

diikuti dengan Sulawesi, sebaliknya pertumbuhan yang relatif kecil di Jawa dan

Sumatera. Secara nasional produksi ubi kayu cenderung meningkat dengan laju

pertumbuhan sekitar 3,36 % per tahun. Laju pertumbuhan produksi tertinggi terjadi

di Sumatera dan Sulawesi. Produksi ubi kayu di Jawa mulai digantikan oleh

produksi ubi kayu di Sumatera sejak tahun 2011, demikian pula produktivitas

ubikayu di Sumatera lebih besar daripada di Jawa. Namun dari pangsa produksinya,

Jawa masih merupakan sentra produksi ubi kayu, karena menyumbang rata-rata 51

% dari produksi nasional diikuti dengan Sumatera.

Produksi ubi jalar secara nasional juga meningkat dengan laju pertumbuhan

rata-rata 2,09 % per tahun. Pada tahun 2000 total produksi ubi jalar Indonesia

mencapai 1,83 juta ton, dan meningkat menjadi 2.30 juta ton pada tahun 2012.

Pertumbuhan produksi terbesar terjadi di Maluku+Papua sebesar 5,90 % per tahun,

tetapi pertumbuhan tersebut tidak stabil, karena standar deviasinya tinggi, yaitu

32,93 % per tahun. Pertumbuhan produksi ubi jalar yang kedua adalah Sulawesi

dengan laju 3,66 % per tahun.

Secara umum perkembangan harga gabah (GKG), jagung (pipilan kering),

ubi kayu (basah) dan ubi jalar (basah) selama periode 2011 sampai dengan bulan

November 2013 dapat dikatakan stagnan, walaupun ada gejolak harga pada

minggu-minggu tertentu. Mengingat bahwa data harga dikumpulkan pada tingkat

produsen, maka lonjakan-lonjakan harga keempat komoditas tersebut diduga

berkaitan erat dengan pola panennya. Umumnya lonjakan harga naik hanya

berjalan dalam waktu singkat (mingguan), kemudian harga umumnya turun

kembali pada tingkat normal.

Pola Konsumsi Pangan Lokal

Tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang diukur dengan pangsa

pengeluaran pangan baik di perkotaan maupun di pedesaan semakin membaik.

Namun kesejahteraan masyarakat kota lebih baik daripada masyarakat yang berada

di pedesaan. Upaya peningkatan kesejahteraan terutama masyarakat pedesaan

Page 129: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

105

harus mendapat prioritas, sehingga kesenjangan kesejahteraan di kedua wilayah

secara bertahap dapat diperkecil.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perubahan gaya hidup

berdampak pada perubahan pola pengeluaran masyarakat. Kalau dahulu, pangsa

pengeluaran rumahtangga paling besar adalah pada kelompok padi-padian, namun

pada saat ini pangsa terbesar adalah kelompok makanan/minuman jadi. Sementara

pola pengeluaran untuk kelompok pangan yang lain relatif sama dari tahun ke

tahun. Perubahan ini menuntut pengembangan usaha di sektor makanan/minuman

disesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Usaha makanan juga

harus memperhatikan faktor keamanan pangan, sehingga perlunya pembinaan

terutama bagi usaha rumahtangga dan kecil.

Pola konsumsi masyarakat sudah mengarah kepada pola konsumsi anjuran

baik dari segi kebutuhan energi, protein, namun untuk keragaman konsumsi masih

perlu ditingkatkan. Pangan dominan masih dari beras sebagai sumber energi dan

protein.

Sementara pangan lokal seperti umbi-umbian, sagu menurun tingkat

konsumsinya. Sebaliknya konsumsi terigu dan turunannya meningkat. Diantara

pangan sumber protein hewani, konsumsi daging sapi mengalami penurunan

selama 15 tahun terakhir. Demikian pula konsumsi gula pasir juga menurun,

sebaliknya konsumsi minyak goreng terus meningkat.

Walaupun telah ada Perpres untuk percepatan diversifikasi pangan, namun

implementasinya mengalami hambatan. Perpres ini seolah-olah menjadi mandate

dari Kementerian Pertanian, sementara institusi yang lainnya kurang mendukung

hal tersebut. Banyak kebijakan pangan yang justru paradox dengan kebijakan

diversifikasi konsumsi pangan, seperti adanya kebijakan raskin, kebijakan produksi

beras yang dominan dan mengabaikan produksi pangan local, dan lainnya.

Industri Pengolahan dan Produk Pangan Lokal

Dari sisi makro, kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDB lebih

rendah dibandingkan kontribusi sector industry total. Kontribusi sector pertanian

hanya berkisar antara 13,7 % - 15,3 %, sedangkan kontribusi sector industry

Page 130: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

106

hampir dua kali lipatnya (23,9 % - 27,8%). Akan tetapi kontribusi sector industry

cenderung menurun sedangkan kontribusi sector pertanian masih relatif bertahan

bahkan cenderung naik selama periode 2007-2012.

Industi pangan merupakan salah satu dari dua cabang industry yang relatif

dominan dan subsector industry pangan tetap tumbuh positif meskipun dengan laju

relatif lambat. Namun terdapat gejala de-industrialisasi yang diindikasikan oleh

kecenderungan penurunan pencapaian kapasitas pasang industry dan jumlah unit

usaha industry besar dan sedang cenderung menurun. Salah satu cabang industry

yang masih terus tumbuh adalah industry pangan (makanan dan minuman)

terutama pada industry skala besar saja.

Produk industry juga telah cukup beragam (variatif) karena pada setiap

kelompok/jenis industry dapat dihasillkan beberapa jenis produk. Preferensi

konsumen produk industry pangan cukup dinamis dan variatif yang tercermin dari

relatif tingginya product differentiation dari industry pangan. Namun

pengembangan industry pengolahan pangan lokal, khususnya pangan pengganti

beras, dalam skala sedang dan besar relatif sedikit. Industry pangan lokal lebih

banyak dilakukan dalam skala kecil, mikro dan rumahtangga.

Dari sisi konsumsi, permintaan (pasar) produk industry pangan lokal relatif

belum berkembang karena umumnya masih sebagai “makanan selingan” atau

“makanan ringan” saja, sehingga kuantitas maupun frekuensi pembeliannya juga

relatif “sedikit”. Pola permintaan pangan lokal relatif bervariasi antar wilayah,

golongan, maupun jenis produk pangan lokal olahan. Tidak semua produk pangan

lokal mendapat respon pasar yang sama.

Keragaman potensi sumberdaya pangan di Indonesia memungkinkan

pengembangan industry pengolah pangan lokal yang bervariasi dalam jenis/produk,

skala, teknologi, maupun segmen pasar. Keragaman tersebut tidak saja

menguntungkan konsumen karena pilihan produk menjadi lebih banyak, tetapi juga

menguntungkan produsen pangan lokal karena tanpa disadari memperoleh

fleksibilitas dalam mengatur dan menentukan jenis dan pola produksi. Seperti di

Gunung Kidul (DIY) dan Pacitan (Jatim) banyak industry pangan olahan berbahan

Page 131: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

107

baku ubikayu. Di NTT ada jagung bose dan pepeda (sagu), dan di Jabar terdapat

industry umbi-umbian (umbi garut, umbi cilembu).

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Pengembangan diversifikasi pangan local dapat dilakukan dengan strategi

ebagai berikut: a). Memanfaatkan potensi lahan dan kebiasaan mengkonsumsi

pangan lokal untuk mendukung penekanan diversifikasi pangan dalam UU Pangan

dan dalam rangka mengantisipasi merebaknya rumah makan dengan pangan

modern/ import dan b) Meningkatkan kebijakan produksi dan industri pangan lokal

dalam rangka mendukung penekanan diversifikasi pangan dalam UU dan agar

mampu mengantisipasi merebaknya rumah makan dengan pangan modern/import.

Upaya tersebut diatas dapat djabarkan dalam bentuk program dan kegiatan

dengan melakukan: a) Pemetaan luas lahan yang dapat digunakan untuk

memproduksi pangan lokal di setiap daerah, b) Pemetaan produksi setiap pangan

lokal di setiap daerah (kondisi eksisting) dan Pemetaan jenis pangan lokal yang

pernah diproduksi namun saat ini sudah tidak ada lagi (musnah) di setiap daerah,

c) Pemetaan jenis pangan lokal yang pernah dikonsumsi oleh masyarakat termasuk

jenis pangan lokal yang pernah diproduksi namun saat ini sudah tidak ada lagi

(musnah) di setiap daerah, d) Pemetaan industri pengolahan pangan lokal di

tingkat rumahtangga, UKM, industri kecil, menengah dan besar di setiap daerah

(jumlah industri per jenis, jenis dan jumlah bahan baku), e) Melakukan pendataan

secara regular dan terstruktur berkelanjutan untuk setiap jenis pangan lokal di

setiap daerah dan f) Kajian studi perubahan preferensi masyarakat terhadap

pangan lokal dan pangan modern termasuk faktor pendukung dan kendalanya di

setiap daerah. Selain itu upaya yang dilakukan adalah : a) Meningkatkan kapasitas

produksi setiap pangan lokal di setiap daerah melalui peningkatan luas panen dan

produktivitas, b) Promosi pangan lokal secara nasional, terstruktur dan

berkelanjutan melalui berbagai media elektronik, massa, penyuluhan, ruang publik

(hotel, bandara, stasiun kereta api, ruang publik lainnya), c) Pangan lokal menjadi

snack utama dalam beragam kegiatan kenegaraan, keagamaan, upacara

Page 132: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

108

pernikahan, rapat-rapat, dan aktivitas lainnya, d) Mengembangkan outlet-outlet

pangan lokal di setiap daerah termasuk di ruang publik seperti hotel, bandara,

stasiun kereta api, ruang publik lainnya.

Upaya lainnya dilakukan dengan: 1) Penyusunan road map produksi dan

agroindustri khusus untuk pengembangan pangan lokal sehingga akan diperoleh

diversifikasi produksi dan diversifikasi pangan, 2) Kebijakan diversifikasi konsumsi

pangan diiringi/sejalan dengan kebijakan produksi dan industri pengolahan, 3)

Penguatan penerapan kebijakan diversifikasi pangan sampai tingkat daerah, 4)

Pengembangan dan penguatan kebijakan produksi pangan lokal agar tersedia

aneka ragam jenis pangan lokal secara kontinyu dan sesuai dengan kebutuhan

dengan mengalokasikan pendanaan secara proposional dan menjadikan

pengembangan produksi pangan lokal juga menjadi urusan wajib selain beras,

jagung, kedelai dan lainnya, 5) Pengembangan dan penguatan kebijakan industri

pangan lokal di setiap daerah untuk industri rumahtangga, UKM, dan jenis industri

lainnya, 6) Pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal sehingga tersedia

aneka produk pangan lokal dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang

prima. Produk pangan lokal ini juga sesuai preferensi konsumen atau menjadi

pendorong agar konsumen menyenangi produk tersebut. Pengembangan dan

penguatan kebijakan produksi dan industri pangan dilakukan harus seiring dengan

kebijakan konsumsi pangan, sehingga percepatan diversifikasi pangan tidak hanya

dari sisi konsumsi namun juga ketersediaan aneka produk pangan local yang sesuai

selera konsumen dengan memperhatikan aspek harga pangan dan kualitas pangan.

Promosi pangan lokal yang menyehatkan secara komprehensif, dilakukan secara

terus menerus dengan memanfatkan berbagai media yang ada, sehingga pangan

lokal akan mampu berdiri di rumah sendiri. Penciptaan pasar pangan lokal baik

tingka nasional maupun tingkat wilayah. Penciptaan pasar pangan lokal disertai

ketersediaan aneka produk pangan lokal yang mampu disandingkan dengan pangan

produk modern/pangan import.

Page 133: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

109

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2009. Peraturan Presiden RI No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan

percepatan penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya

Lokal. Jakarta

Ariani, M dan Ashari. 2003. Arah, Kendala dan Pentignya Diversifikasi Konsumsi

Pangan di Indonesia. Forum Agro Ekonomi. Vol. 21, No. 2. Desember. Bogor.

Ariani. 2010. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok untuk Mendukung Swasembada

Beras. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian

Tanaman Serealia, 27-28 Juli 2010, di Makasar.

Baharsyah, S. 1994. Diversifikasi Pangan Melalui Product Development. Majalah

Pangan No. 18, Vol. V. Jakarta.

Bradford, R.W., P.J. Duncan, and B. Tarcy. 2000. Simplified Strategic Planning: A

No-Nonsense Guide for Busy People Who Want Result Fast!

www.quickmba.com/strategy/swot/

Badan Bimas Ketahanan Pangan.2003. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.

Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian.

Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan. 2009. Peraturan menteri Pertanian : Gerakan percepatan

penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.

Kementerian Pertanian. Jakarta

Cahyati,G.I. 2008. Analisis Faktor Sosial Ekonomi keluarga terhadap

Keanekaragaman Konsumsi Pangan Berbasisi Agribisnisdi kab. Banyumas.

Program Magister Agribisnis. Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Semarang

Hardinsyah dan Martianto, D. 2001. Pembangunan Ketahanan Pangan yang

Berbasis Agribisnis dan Pemberdayaan Masyarakat. Makalah dalam Seminar

Nasional Pemberdayaan Masyarakat untuk Mencapai Ketahanan Pangan dan

Pemulihan Ekonomi. Diselenggarakan oleh BBKP, Deptan.; PSKPG,IPB dan

Agrindo Aneka Consult. Jakarta.

Badan Ketahanan pangan, 2009. Peraturan Menteri pertanian tentang Gerakan

Percepatan penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasisi Sumberdaya

Lokal. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2009. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2009-2014.

Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2009. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2009-2014.

Jakarta.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. Master Plan Percepatan

dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta

Page 134: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

110

Kemenkes. 2011. Seribu Hari Untuk negeri. Dfat Panduan Gerakan Nasional Sadar

Gizi Menuju Indonesia Prima. (www.depkes.go.id, diunduh tanggal 10 April

2012)

Makmur, Mulyono. 2010. Kebijakan Umum Penganekaragaman Konsumsi dan

Keamanan Pangan. Bahan disampaikan pada Workshop Dewan Ketahanan

Pangan, 20-22 September. Jakarta

Pusat Penelitian Agro Ekonomi. 1989. Pola Konsumsi Pangan, Proporsi dan Ciri

Rumah Tangga Dengan Konsumsi Energi Dibawah Standar Kebutuhan.

Kerjasama Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes. dengan PAE, Deptan.

Bogor.

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan. 2012. Potensi Sumberdaya Pangan

Indonesia. BKP, kementerian Pertanian. Jakarta

Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan

Timur Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Sadjad, S. 1996. Perubahan Struktur Pangan dalam Upaya Diversifikasi

Keanekaragaman Sumber Pangan. Majalah Pangan, No. 25, Vol.VII.

Sayaka,B; H.Supriadi; M. Ariani; M. Siregar; A. Askin; E. Ariningsih dan B.

Rahmanto. 2005. Analisis pengembangan Agroindustri Berbasis pangan Lokal

dalam Meningkatkan Keanekaragaman pangan dan Pengembangan Ekonomi

Pedesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Sumaryanto. 2009. Diversifikasi Sebagai Salah Satu Pilar Ketahanan Pangan.

Makalah disajikan dalam Seminar Memperingati Hari Pangan Sedunia,

Jakarta, 1 Oktober.

Page 135: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

110

Lampiran 1. Skema Pemanfaatan Ubikayu Untuk Berbagai Produk Pangan

Ubikayu

Ubikayu

Segar

Produk

Antara

Tepung

Gaplek

Tepung

Kasava

Tepung

Tapioka

Produk Makanan

(keripik/kerupuk, tape, lemet, dll)

Produk Makanan

(tiwul, kue kering, dll)

Produk Makanan

(roti, mie, biskuit, dll)

Produk Makanan Tradisional

(biji salak, kue lapis, kerupuk, dll)

Produk Makanan Modern (bubur susu instan, tepung bumbu,

biskuit/snack, meat product, dll)

Pati Ter- modifikasi

- Pati Pragelatinisasi - Pati Teroksidasi - Pati Posfat - dll.

Hidrolisat Pati

- Dekstrin - Maltodekstrin - Sirup Glukosa - High Fructose Syrup (HFS) - Sorbitol - dll.

Monosodium Glutamat (MSG)

(

- Roti (Bakery) - Es krim - Meat product - Permen - dll.

- Susu formula - Bubur susu instan - Minuman ringan - Saus - Permen - Jam/jelly - dll.

Tepung

Oyek

Produk Makanan

(nasi oyek, dll)

Page 136: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

111

Lampiran 2. Skema Pemanfaatan Jagung Untuk Berbagai Produk Pangan

Jagung

Baby Corn

Jagung Muda

Jagung Tua

Produk Makanan Tradisional (sayur, dll)

Baby corn dalam kaleng

Produk Makanan Tradisional (sayur, perkedel, puding, pudak, dll)

Jagung beku Jagung dalam kaleng (whole kernel corn, sweet cream corn, dll)

Produk Makanan Modern (sup instan, bubur bayi/tim instan, dll)

Biji

Utuh

Pra Pengolahan

Grits (beras jagung)

Tepung Jagung

Bahan Baku Makanan (ready to cook)

Produk Ekstrusi (cheese balls, dll)

Keripik Jagung (corn flakes, dll)

Produk Makanan (cake mix, snack, sereal, bubur susu, dll)

Produk Makanan (bihun, cake mix, cracker, biskuit, roti, saus, dll)

Pati Ter- modifikasi

- Pati Pragelatinisasi - Pati Teroksidasi

- Pati Posfat, dll.

Hidrolisat Pati

- Dekstrin - Maltodekstrin - Sirup Glukosa - High Fructose Syrup (HFS) - Sorbitol, dll.

Monosodium Glutamat (MSG)

- Roti (Bakery) - Es krim - Meat product = Permen, dll.

- Susu formula - Bubur susu instan - Minuman ringan - Saus - Permen - Jam/jelly, dll.

Pati

Jagung

Minyak goreng

Margarin

Formulasi makanan (bakery, bubur susu instan, susu formula, dll)

Minyak

Jagung

Page 137: KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI … · diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih

112

Lampiran 3. Skema Pemanfaatan Sagu Untuk Berbagai Produk Pangan

Sagu Pati

Sagu

Bahan

Pangan

Tepung

Komposit

Pati Ter-

modifikasi

Hidrolisat

Pati

Monosodium Glutamat

(MSG)

Papeda, sagu lempeng,

bagea, sagu mutiara, dll

Roti, pasta, biskuit/kue,

kerupuk, dll

- Pati Pragelatinisasi - Pati Teroksidasi - Pati Posfat

- dll.

- Dekstrin - Maltodekstrin - Sirup Glukosa - High Fructose Syrup (HFS) - Sorbitol - dll

- Roti (bakery) - Es krim - Instant food - Permen

- dll.

- Susu formula - Bubur susu instan - Minuman ringan - Permen - Jam/jelly - dll.