Upload
vothuy
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KA
JIAN
STABILITA
S KEU
AN
GA
NN
o. 32, M
aret 2019
Penguatan Intermediasi di Tengah Ketidakpastian
Ekonomi Global
KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
InformasI dan order:
KSK ini terbit pada bulan Maret 2019 dan didasarkan pada data dan informasi per Desember 2018, kecuali dinyatakan lain.
dokumen ksk lengkap dalam format pdf tersedIa pada web sIte bank IndonesIa:
http://www.bi.go.id
Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain.
permIntaan, komentar dan saran harap dItujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Kebijakan Makroprudensial
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia
Email : [email protected]
kajIan stabIlItas keuangan no.32, maret 2019
pengarah
Erwin Rijanto - Linda Maulidina – Retno Ponco Windarti – Yanti Setiawan
koordInator dan edItor umum
Ndari Surjaningsih - Nur M. Adhi Purwanto – Sagita Rachmanira – Anita – Hero Wonida – Mestika Widantri
tIm penyusun
Agus Fadjar Setiawan, Rozidyanti, Ita Rulina, Kurniawan Agung, Sri Noerhidajati, Hesti Werdaningtyas, Risa Fadila,
Khairani Syafitri, Bayu Adi Gunawan, Faried Caesar Nugroho, Heny Sulistyaningsih, Darmo Wicaksono, Lisa Rienellda,
Vienella Zharmida, Agni Alam Arwira, M. Nuryazidi, Abidin Abdul Haris, Andhi Wahyu, Jodhi Satyagraha, Ibrahim
Adrian Nugroho, Revol Ulung Bisara Tamba, Anindhita Kemala D, Apsari Anindita N.P, Rani Wijayanti, Andi M. Raihan,
Adhi Nugroho, Haris Dwi Putra, Arif Waluyo Birowo, Jardine A. Husman, Siti Nurfalinda, Aski Catranti, Lisa Khulasoh,
Natalia Susan, Tira Nitria, Yunni Angela Yustisia, Arief Noor Rachman, Eskanto Adi Nugroho, Veny Tamarind, Rakhma
Fatmaningrum, Gemala Srihati, Donny Ananta
kontrIbutor
Departemen Pengembangan UMKM (DPUM)
Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP)
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP)
Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK)
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM)
Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK)
Departemen Ekonomi Keuangan Syariah (DEKS)
Departemen Statistika (DSta)
pengolah data, layout, dan produksI
Risanthy Uli Napitupulu, Syaista Nur, Saprudin, Muhammad Risaldy, Nia Nirmala Sari
Bank IndonesIaBank IndonesIa
DEPARTEMEN KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
ISSN 2620-9241
“Penguatan IntermedIasI dI tengah KetIdaKPastIan
eKonomI global”
Bank IndonesIa
II KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
daFtar IsI
04
08
10
XIII
IX
1621
25
32
37
40
50
54
60
61
62
1.1 Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga dan Intermediasi Tumbuh Meningkat
1.2 Peran Sektor Luar Negeri Masih Cukup Besar Sebagai Sumber Pendanaan Bagi Perekonomian Domestik
1.3 Kondisi Ekonomi Global Memengaruhi Kapasitas Intermediasi Sistem Keuangan Domestik
2.1 Kebutuhan External Funding Korporasi Meningkat2.2 Retail Funding Sebagai Sumber Dana Utama Bank Tumbuh
Melambat2.3 Saving-Investment Gap yang Negatif dan Pasar Keuangan
yang Belum Dalam
3.1 Kenaikan Penggunaan Pembiayaan dari Luar Negeri Tidak Mengganggu Kinerja Korporasi
3.2 Ketahanan Likuiditas Perbankan Terjaga di Tengah Berlanjutnya Ekspansi Kredit
3.3 Volatilitas Pasar Keuangan Meningkat, Ketahanan Sektor Keuangan Terjaga
4.1 Kebijakan Makroprudensial Akomodatif Untuk Mendorong Intermediasi
4.2 Sinergi dan Koordinasi Dalam Memperkuat Ketahanan Sistem Keuangan
5.1 Tantangan Perekonomian Global Berlanjut, Perekonomian
Domestik Tetap Kuat
5.2 Sistem Keuangan Ke Depan Tetap Terjaga
5.3 Kebijakan Makroprudensial Akomodatif Berlanjut
KondIsI maKroFInansIal
PraKata
rIngKasan eKseKutIF
Kerentanan utama
rIsIKo dan Ketahanan sIstem Keuangan
resPons KebIJaKan maKroPrudensIal
ProsPeK dan arah KebIJaKan
I
II
III
IV
V
Bank IndonesIa
IIIKAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
daFtar tabel
04050810
3333353609
20
60
Tabel 1.1.1 Pertumbuhan Pembiayaan Swasta Non-KeuanganTabel 1.1.2 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Sektor PerekonomianTabel 1.1.3 Rasio NPL berdasarkan SektorTabel 1.3.1 Posisi Neto Aset/Kewajiban Keuangan Domestik terhadap Eksternal pada Akhir Periode (% PDB)
Tabel 3.1.1 Posisi ULN Restrukturisasi Korporasi Nonkeuangan Berdasarkan KelompokTabel 3.1.2 Kemampuan Bayar Korporasi Berdasarkan sektoralTabel 3.1.3 Indikator Kinerja Keuangan Korporasi NonkeuanganTabel 3.1.4 Indikator Kinerja dan Kemampuan Membayar Sektor VulnerableTabel 31.5 Keterkaitan Perbankan dengan Perusahaan Pembiayaan (% Liabilitas PP)
Tabel 2.1.1 Persentase Tujuan Penggunaan ULN Bank Jangka Panjang Berdasarkan Persetujuan Bank Indonesia
Tabel 5.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
I. KondIsI maKroFInansIal
III. rIsIKo dan Ketahanan sIstem Keuangan
II. Kerentanan utama
V. ProsPeK dan arah KebIJaKan
Bank IndonesIa
IV KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
04
05
06
06
07
07
08
09
09
11
11
11
11
12
13
13
16
16
16
16
17
17
18
18
18
19
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
23
23
24
24
24
25
25
25
25
26
27
27
28
28
Grafik 1.1.1 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
Grafik 1.1.2 Siklus Keuangan
Grafik 1.1.3 Rasio BOPO per BUKU (%)
Grafik 1.1.4 Perkembangan NIM, NPL dan ROA
Grafik 1.1.5 Perkembangan CAR Industri
Grafik 1.1.6 Perkembangan NPL
Grafik 1.1.7 Perkembangan Indikator Likuiditas Perbankan
(AL/DPK)
Grafik 1.2.1 Analisis Network Total Posisi Keuangan Tw III
dan Tw IV 2018 (Rp. Triliun)
Grafik 1.2.2 Analisis Network Transaksi Neto Keuangan Tw
III dan Tw IV 2018 (Rp. Triliun)
Grafik 1.3.1 Perkembangan Total Kewajiban Keuangan
Sektor Korporasi (Rp Ribu Triliun)
Grafik 2.1.1 Perkembangan Pembiayaan Eksternal
Korporasi
Grafik 2.1.2 Pangsa Pembiayaan Eksternal Korporasi
Grafik 2.1.3 Rasio Utang (Pembiayaan) Korporasi terhadap
PDB
Grafik 2.1.4 Peningkatan ULN Korporasi
Grafik 2.1.5 Pertumbuhan Sumber Pembiayaan Korporasi
(yoy)
Grafik 2.1.6 Perkembangan Spread Suku Bunga dan
Pertumbuhan ULN Swasta
Grafik 2.1.7 Perkembangan ULN Swasta
Grafik 2.1.8 Perkembangan ULN Korporasi di Sektor
Manufaktur
Grafik 2.1.9 Perkembangan ULN Korporasi di Sektor
Batubara
Grafik 2.1.10 Pertumbuhan ULN Bank
Grafik 2.1.11 Jangka Waktu ULN Bank
Grafik 2.1.12 Pemberi ULN Bank Jangka Panjang
Grafik 2.1.13 Pertumbuhan Pedanaan Perusahaan
Pembiayaan
Grafik 2.1.14 Komposisi Pedanaan Perusahaan Pembiayaan
Grafik 2.2.1 Jenis Retail Funding Perbankan
Grafik 2.2.2 Komposisi DPK
Grafik 2.2.3 Pangsa Deposito Rupiah Berdasarkan Jangka
Waktu
Grafik 2.2.4 Growth DPK vs Neraca Perdagangan dan
Portfolio Investment
Grafik 2.2.5 Pertumbuhan DPK Perorangan dan Korporasi
Swasta (yoy)
I. KondIsI maKroFInansIal
II. Kerentanan utama
Grafik 2.2.6 Pangsa DPK Perorangan dan Korporasi
Swasta
Grafik 2.2.7 Pertumbuhan DPK dan Net Foreign Assets
(NFA)
Grafik 2.2.8 Peningkatan Floating Fund Uang Elektronik
Grafik 2.2.9 Pertumbuhan DPK berdasarkan kepemilikan
(yoy)
Grafik 2.2.10 Pertumbuhan Retail dan Wholesale Funding
(yoy)
Grafik 2.2.11 Sumber Dana Perbankan
Grafik 2.2.12 Sumber Dana BUKU 3
Grafik 2.2.13 Sumber Dana BUKU 4
Grafik 2.3.1 Transaksi Modal dan Finansial
Grafik 2.3.2 Kepemilikan Asing di SBN dan Saham
Grafik 2.3.3 Perbandingan Kedalaman Pasar Keuangan di
Beberapa Negara, Tahun 2017
Grafik 2.3.4 Perbandingan Rasio Turnover Harian Pasar
Uang terhadap PDB
Grafik 2.3.5 Perbandingan RRH Volume Transaksi Spot
dan Derivatif Valas
Grafik 2.3.6 Perkembangan Struktur Pasar Uang
Grafik 2.3.7 Perkembangan Pasar Uang
Grafik 1.3.2 Posisi Neto Keuangan Rumah Tangga dan
Sektor Korporasi (% terhadap PDB)
Grafik 1.3.3 Posisi Neto Kewajiban Sektor Korporasi,
Sektor Pemerintah Pusat dan Nasional
(% PDB)
Grafik 1.3.4 Network Transaksi Luar Negeri Triwulan III
dan IV 2018
Grafik 1.3.5 Perkembangan Aset Keuangan dan
Kewajiban Keuangan Rumah Tangga
Grafik 1.3.6 Network Transaksi Perbankan Triwulan III dan
IV 2018
Grafik 1.3.7 Perbandingan Matriks Posisi Keuangan
Sektoral (Rp. Triliun)
daFtar graFIK
Bank IndonesIa
VKAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
50
50
32
32
32
33
34
36
36
37
37
37
38
38
13
38
39
39
39
39
52
54
40
40
40
41
41
41
41
42
42
42
43
43
43
44
44
45
45
45
46
46
46
47
Grafik 4.1.1 Indeks Harga Properti Residensial
Grafik 4.1.2 Pertumbuhan KPR dan NPL
Grafik 3.1.1 Perkembangan Posisi ULN Korporasi
Nonkeuangan Berdasarkan Remaining
Maturity
Grafik 3.1.2 Perkembangan ULN Restrukturisasi Korporasi
Nonkeuangan
Grafik 3.1.3 Pangsa ULN Restrukturisasi dan
Nonrestrukturisasi Korporasi Nonkeuangan
Grafik 3.1.4 Perkembangan Kemampuan Membayar
Korporasi Nonkeuangan
Grafik 3.1.5 Perkembangan Kinerja Keuangan Korporasi
Publik Nonkeuangan
Grafik 3.1.6 ULN Perusahaan Pembiayaan dalam Valas
Grafik 3.1.7 DER Perusahaan Pembiayaan
Grafik 3.2.1 Perkembangan Funding Gap
Grafik 3.2.2 Rasio Modal dan Sumber Dana Pembiayaan
Kredit terhadap Total Aset
Grafik 3.2.3 Rasio Pertumbuhan Modal dan Sumber Dana
Pemenuhan Funding Gap terhadap Total Aset
(yoy)
Grafik 3.2.4 Run-Off Rate DPK (Presentil 10%)
Grafik 3.2.5 Alat Likuid dan Ketahanan Likuiditas
Perbankan
Grafik 3.2.6 Ketahanan Likuiditas Jangka Pendek dan
Jangka Panjang (Bank Wajib LCR dan NSFR)
Grafik 3.2.7 Sumber dan Penggunaan Dana BUKU 4 (Ytd)
Grafik 3.2.8 Sumber dan Penggunaan Dana BUKU 3 (Ytd)
Grafik 3.2.9 Pangsa Pinjaman Dalam dan Luar Negeri
Berdasarkan Jenis Peminjam
Grafik 3.2.10 Pertumbuhan Pinjaman Dalam dan Luar
IV. resPons KebIJaKan maKroPrudensIal
III. rIsIKo dan Ketahanan sIstem Keuangan
Grafik 4.1.3 Kesenjangan Kredit terhadap PDB
Grafik 4.1.4 Pencapaian Target Kredit UMKM
Negeri berdasarkan Jenis Peminjam (yoy)
Grafik 3.2.11 Pangsa Pinjaman DN/LN dan Jangka Panjang/
Jangka Pendek
Grafik 3.2.12 YTD Pinjaman DN/LN dan Jangka Panjang/
Jangka Pendek
Grafik 3.2.13 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga DPK
per BUKU
Grafik 3.3.1 Neraca Pembayaran Indonesia
Grafik 3.3.2 Nilai Tukar Rupiah
Grafik 3.3.3 Beli Neto Asing di SUN dan Yield SUN 10 Tahun
Grafik 3.3.4 Beli Neto Asing di Obligasi Korporasi dan Yield
Obligasi Korporasi 10 Tahun
Grafik 3.3.5 Beli Neto Asing di Saham dan IHSG
Grafik 3.3.6 Kepemilikan SBN Bank Berdasarkan BUKU
Grafik 3.3.7 IDMA Index dan Kepemilikan SBN Perbankan
Grafik 3.3.8 Komposisi SBN terhadap Aset Perbankan
Grafik 3.3.9 Rasio PDN
Grafik 3.3.10 Total PDN per BUKU Semester II 2018
Grafik 3.3.11 Komposisi Aset Investasi Perusahaan
Asuransi
Grafik 3.3.12 Hasil Investasi Perusahaan Asuransi
Grafik 3.3.13 Perkembangan Aset Asuransi
Grafik 3.3.14 Suku Bunga Kebijakan dan PUAB Rupiah O/N
Grafik 3.3.15 Volatilitas Suku Bunga PUAB
Grafik 3.3.16 Bid Ask Spread Transaksi Spot Rupiah/dollar
Grafik 3.3.17 Volume Transaksi Spot
Grafik 3.3.18 Volume Transaksi Derivatif
Grafik 3.3.19 Suku Bunga Perbankan dan Kupon Obligasi
Bank IndonesIa
VI KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
daFtar sIngKatan
AE : Advanced EconomiesAFS : Available for SalesAL : Alat LikuidAS : Amerika SerikatATMR : Aktiva Tertimbang Menurut RisikoBI-RTGS : Bank Indonesia Real Time Gross
SettlementBI-SSSS : Bank Indonesia Scripless Securities
Settlement SystemBI-7DRR : BI-7 Day Reverse Repo RateBIS : Bank for International SettlementsBOPO : Rasio Biaya Operasional terhadap
Pendapatan OperasionalBPD : Bank Pembangunan DaerahBPMK : Batas Maksimum Pemberian KreditBPR : Bank Perkreditan Rakyatbps : Basis pointBUK : Bank Umum KonvensionalBUKU : Bank Umum berdasarkan Kegiatan
UsahaBUS : Bank Umum SyariahCAR : Capital Adequacy RatioCASA : Current Account Saving AccountCCB : Countercyclical Capital BufferCMS : Cash Management SystemCKPN : Cadangan Kerugian Penurunan NilaiCPO : Crude Palm OilCPMI : Committee on Payment and Market
InfrastructuresCSO : Call Spread OptionCCS : Cross Current SwapDER : Debt to Equity RatioDNDF : Domestic Non-Deliverable ForwardDPK : Dana Pihak KetigaD-SIB : Domestic SystemicallyImportant BanksDSR : Debt Service RatioDSIBs : Domestic Systemically Important BanksDP : Down PaymentDNDF : Domestic Non-Deliverable ForwardEM : Emerging Market EconomiesEMEAP : Executives’ Meeting of East Asia Pacific
Central BankESDM : Energi dan Sumber Daya ManusiaFA : Financial AccountFABSI : Financial Account dan Balance Sheet
IndonesiaFDI : Foreign Direct InvestmentFDR : Financing to Deposit RatioFG : Funding GapFFR : Fed Funds RateFedRes : Federal ReverseFK-PPPK : Forum Koordinasi Pembiayaan
Pembangunan melalui Pasar Keuangan
FSB : Financial Stability BoardFTV : Financing to ValueGDP : Gross Domestic ProductGPN : Gerbang Pembayaran NasionalGWM : Giro Wajib MinimumHLM : High Level MeetingHTM : Hold to MaturityICR : Interest Coverage RatioIDMA : Inter-dealer Market AssociationIFSB : Islamic Financial Service BoardIIFM : International Islamic Financial MarketIILM : International Islamic Liquidity
ManagementIG : Investment GradeIHK : Indeks Harga KonsumenIHSG : Indeks Harga Saham GabunganIHPR : Indeks Harga Properti ResidensialIKNB : Institusi Keuangan Non BankIMF : International Monetary FundindONIA : Indonesia Overnight Index AverageIPO : Initial Public OfferingISSK : Indeks Stabilitas Sistem KeuanganJIBOR : Jakarta Interbank Offered RateJST : Joint Stress TestKI : Kredit InvestasiKK : Kredit KonsumsiKMK : Kredit Modal KerjaKPR : Kredit Pemilikan RumahKPwDN : Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam NegeriKPPK : Kepatuhan Pelaporan Prinsip Kehati-
hatianKSEI : Kustodian Sentral Efek IndonesiaKTA : Kredit Tanpa AngunanKSSK : Komite Stabilitas Sistem KeuanganKUR : Kredit Usaha RakyatLAR : Loan at RiskLAKU PANDAI : Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam
Rangka Keuangan InklusifLCR : Liquidity Coverage RatioLBU : Laporan Bulanan Bank UmumLCS : Local Currency SettlementLDR : Loan to Deposit RatioLFR : Loan to Funding RatioLKD : Layanan Keuangan DigitalLKNB : Lembaga Keuangan Non BankLKBB : Lembaga Keuangan Bukan BankLN : Luar NegeriLTV : Loan to ValueLPS : Lembaga Penjamin SimpananLPEI : Lembaga Pembiayaan Ekspor IndonesiaL/R : Laba RugiMPC : Marginal Propensity to Consume
Bank IndonesIa
VIIKAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
MTN : Medium Term Notes NAB : Nilai Aktiva BersihNCD : Non-Core DepositNFA : Net Foreign AssetNFL : Net Foreign LiabilitiesNII : Net Interest IncomeNIM : Net Interest MarginNPF : Non Performing FinancingNPI : Neraca Pembayaran IndonesiaNPL : Non Performing LoanNSFR : Net Stable Funding RatioOJK : Otoritas Jasa KeuanganOM : Operasi MoneterOPEC : Organization of the Petroleum Exporting
CountriesORI : Obligasi Ritel IndonesiaOTC : Over the CounterOHC : Overhead CostPADG : Peraturan Angota Dewan GubernurPD : Probability of DefaultPDB : Produk Domestik BrutoPDN : Posisi Devisa NetoPIN : Personal Identification NumberPLN : Pinjaman Luar NegeriPMK : Protokol Manajemen KrisisPMS : Penanaman Modal SementaraPP : Perusahaan PembiayaanPPKSK : Pencegahan dan Penanganan Krisis
Sistem KeuanganPPOB : Payment Point Online BankPPTBU : Pelayanan Perijinan Terpadu Bank
UmumPKH : Program Keluarga HarapanPLM : Penyangga Likuiditas MakroprudensialPSP : Pemegang Saham PengendaliPSG : Prolonged Slow GrowthPUAB : Pasar Uang Antar BankPUAS : Pasar Uang Antar Bank Syariah
PYD : Pembiayaan yang DIberikanQAB : Qualified ASEAN BanksO/N : OvernightRBB : Rencana Bisnis Bank (RBB)RIM : Rasio Intermediasi MakroprudensialRRT : Rata Rata TertimbangRRH : Rata Rata HarianROA : Return on AssetROE : Return on EquityRT : Rumah TanggaSAPIT : Sarana Petukaran Informasi TerintegrasiSAL : Sisa Anggaran LebihSBDK : Suku Bunga Dasar KreditSBI : Sertifikat Bank IndonesiaSB : Surat BerhargaSBN : Surat Berharga NegaraSCAV : Standing Committee on Assessment of
VulnerabilitiesSKNBI : Sistem Kliring Nasional Bank IndonesiaSN-PPPK : Strategi Nasional Pembiayaan
Pembangunan melalui Pasar KeuanganSNRT : Survei Neraca Rumah TanggaSULNI : Statistik Utang Luar NegeriSUN : Surat Utang NegaraSukBI : Sukuk Bank IndonesiaSSB : Surat – Surat BerhargaTBTF : Too Big To FailTMF : Transaksi Modal dan Finansial TR : Trade ReportingUL : Undisbursed LoanULN : Utang Luar NegeriUKM : Usaha Kecil dan MenengahUMK : Usaha Mikro dan KecilUMKM : Usaha Mikro, Kecil dan MenengahWEO : World Economic OutlookYOY : Year On YearYtd : Year to dates
Bank IndonesIa
X KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.32. KSK merupakan
salah satu kontribusi Bank Indonesia dalam menyajikan
hasil asesmen dan riset yang telah dilakukan Bank
Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya sebagai otoritas
pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Layaknya
best practices negara lain yang memiliki pemisahan otoritas
makro dan mikroprudensial, Bank Indonesia secara berkala
menerbitkan KSK bagi stakeholders.
Sebagai upaya penguatan dan pengayaan KSK, edisi ini
mengedepankan macro-financial linkages antara kondisi
makroekonomi global dan domestik dengan sistem
keuangan di Indonesia. Melalui asesmen tersebut, Bank
Indonesia memaparkan dinamika tekanan global dan
domestik serta kerentanan utama yang menimbulkan risiko
pada sistem keuangan Indonesia. Selain itu, analisa risiko
dan ketahanan sistem keuangan juga dilakukan dengan
cakupan dimensi time series dan cross section, sehingga
diperoleh hasil asesmen yang lebih menyeluruh.
Ketidakpastian perekonomian global yang terus meningkat
memberikan tekanan bagi stabilitas sistem keuangan
Indonesia. Sentimen negatif perang dagang, kuatnya
indikasi perlambatan ekonomi global, serta berlanjutnya
normalisasi kebijakan moneter AS mengurangi risk
appetite investor global terhadap aset keuangan negara-
negara emerging market, termasuk Indonesia. Dampak
ketidakpastian perekonomian global tersebut berpotensi
meningkatkan risiko sistem keuangan Indonesia akibat
adanya tiga kerentanan utama, yaitu perlambatan
pertumbuhan retail funding yang masih menjadi sumber
dana utama bank, kondisi saving investment gap yang
negatif di tengah pasar keuangan yang belum dalam, dan
peningkatan kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi
yang berpotensi meningkatkan dampak dari volatilitas nilai
tukar dan suku bunga global.
Dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan
Indonesia serta merespons masih terdapatnya ruang akselerasi
pertumbuhan intermediasi, Bank Indonesia telah menempuh
kebijakan makroprudensial akomodatif. Penerapan kebijakan
makroprudensial ini tidak terlepas dari koordinasi dan sinergi
yang erat antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan termasuk dalam
pencegahan dan penanganan krisis keuangan.
Kebijakan makroprudensial menunjukkan hasil yang
positif tercermin dari kinerja sistem keuangan, baik dari sisi
intermediasi, efisiensi, maupun ketahanan, yang terjaga
dengan baik. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
domestik yang tetap kuat dan siklus keuangan di akhir
semester II 2018 yang masih menunjukkan ruang untuk
melakukan ekspansi, intermediasi yang dilakukan oleh sistem
keuangan Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan
yang terutama ditopang oleh sektor perbankan.
Ke depan, tantangan perekonomian global dan domestik
yang terjadi sepanjang tahun 2018 diperkirakan masih
akan berlanjut dan mewarnai kinerja dan ketahanan
sistem keuangan Indonesia. Merespons perkembangan
tersebut, Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan
makroprudensial yang akomodatif diimbangi dengan
upaya mitigasi risiko yang memadai. Bank Indonesia juga
memandang penting upaya mewujudkan sinergi dalam
rangka mempertahankan stabilitas sistem keuangan. Untuk
itu, Bank Indonesia senantiasa berupaya memperkuat
koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas keuangan lain.
Akhir kata, semoga buku ini menjadi referensi yang
bermanfaat dan memperkuat optimisme akan terjaganya
stabilitas sistem keuangan kita. Kiranya Tuhan Yang
Maha Kuasa senantiasa memberikan perlindungan dan
keberkahan bagi setiap ikhtiar dan doa kita dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Jakarta, mei 2019
gubernur bank Indonesia
Perry Warjiyo
Bank IndonesIa
XIV KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
RINGKASAN EKSEKUTIF
Stabilitas sistem keuangan selama semester II 2018 tetap
terjaga walaupun sempat mengalami tekanan akibat
meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Tingginya
sentimen negatif perang dagang AS-Tiongkok, kuatnya
indikasi perlambatan ekonomi global, serta berlanjutnya
normalisasi kebijakan moneter AS mengurangi risk
appetite investor global terhadap aset keuangan negara
emerging market, termasuk Indonesia. Untuk menjaga
daya tarik aset pasar keuangan domestik, Bank Indonesia
kembali menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps
selama semester II 2018 ke level 6%.
Kinerja sistem keuangan, baik dari sisi intermediasi,
efisiensi, maupun ketahanan, terjaga dengan baik. Sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi domestik yang tetap
kuat dan siklus keuangan di akhir semester I 2018 yang
masih menunjukkan ruang untuk melakukan ekspansi,
intermediasi yang dilakukan oleh sistem keuangan
Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan.
Peningkatan pertumbuhan intermediasi ini terutama
didorong oleh sektor perbankan yang mampu
meningkatkan efisiensi di tengah peningkatan suku
bunga kebijakan. Selain itu, pertumbuhan penyaluran
kredit perbankan juga didukung oleh permodalan yang
memadai, sehingga mampu menyerap risiko pasar, kredit,
dan likuiditas.
Hasil analisis posisi keuangan selama Semester II 2018
menunjukkan bahwa terdapat tiga sektor dengan total
aset dan kewajiban keuangan terbesar di Indonesia, yaitu
sektor korporasi, perbankan dan luar negeri. Sementara
itu, analisis transaksi keuangan menunjukkan bahwa
sektor yang melakukan transaksi terbesar adalah sektor
korporasi. Hal ini menunjukkan pentingnya sektor
korporasi dalam menggerakkan perekonomian Indonesia.
Namun, sejak akhir 2015, rasio kewajiban sektor korporasi
terhadap PDB cenderung mengalami penurunan. Hal ini
mengindikasikan terjadinya deleveraging yang disebabkan
oleh terbatasnya ekspansi usaha di sektor tersebut. Di
tengah tingginya ketidakpastian global, peran sektor luar
negeri masih cukup besar sebagai sumber pendanaan
bagi perekonomian domestik, termasuk sektor korporasi.
Namun, sejalan dengan tren penurunan kewajiban sektor
korporasi, kewajiban keuangan domestik terhadap
eksternal (sektor luar negeri) juga mengalami tren
penurunan sejak akhir 2015.
Pada semester II 2018, tren deleveraging sektor korporasi
sedikit mereda yang mengindikasikan bahwa sektor
korporasi mulai melakukan ekspansi usaha. Namun,
peningkatan ketidakpastian global berdampak pada
masih belum optimalnya kinerja sektor usaha yang
selanjutnya mempengaruhi kinerja sektor rumah tangga
dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan.
Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dana selain
DPK, untuk mendorong peningkatan kredit, sektor
perbankan memperluas sumber pendanaan termasuk dari
sektor luar negeri. Menimbang pentingnya peran sektor
luar negeri terhadap dinamika pembiayaan domestik, ke
depan perlu diwaspadai sumber-sumber kerentanan pada
sistem keuangan domestik yang dapat meningkatkan
dampak shock yang berasal dari kondisi perekonomian
dan keuangan global.
Dampak ketidakpastian perekonomian global berpotensi
meningkatkan risiko sistem keuangan Indonesia akibat
adanya tiga kerentanan utama. Pertama, peningkatan
kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi berpotensi
meningkatkan dampak dari volatilitas nilai tukar dan suku
bunga global terhadap korporasi. Kedua, perlambatan
pertumbuhan retail funding yang masih menjadi sumber
dana utama bank, berpotensi membatasi ekspansi
penyaluran kredit dan menimbulkan tekanan likuiditas.
Ketiga, kondisi saving investment gap yang negatif di
tengah pasar keuangan yang belum dalam berpotensi
meningkatkan dampak dari volatilitas aliran dana asing ke
sistem keuangan Indonesia.
Kerentanan pertama terkait dengan peningkatan
kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi yang berasal
dari luar negeri yang berpotensi meningkatkan risiko
yang dihadapi korporasi akibat perubahan nilai tukar dan
kenaikan suku bunga global. Namun, dari sisi korporasi
nonkeuangan, risiko ULN cukup terjaga didukung oleh
pertumbuhan Utang Luar Negeri (ULN) yang mayoritas
berjangka panjang sehingga risiko repricing menjadi lebih
rendah. Rendahnya risiko ULN korporasi nonkeuangan
juga tercermin dari ULN yang mengalami restrukturisasi
karena pemburukan kinerja, yang mengalami penurunan.
Dari sisi perbankan, risiko ULN juga cukup terjaga karena
repricing risk terhadap perbankan relatif minimal. Hal ini
didukung oleh eksposur ULN jangka pendek yang berada
jauh di bawah threshold ketentuan Bank Indonesia dan
peningkatan ULN yang mayoritas jangka panjang.
Bank IndonesIa
XVKAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Pada kerentanan kedua, meski retail funding masih
menjadi sumber dana utama perbankan untuk membiayai
ekspansi kredit, pertumbuhannya cenderung melambat.
Hal ini berdampak pada meningkatnya funding gap
yang menyebabkan tekanan likuiditas ketika perbankan
menggunakan alat likuid sebagai sumber dana alternatif.
Dengan demikian, ruang ekspansi penyaluran kredit
perbankan menjadi terbatas. Selain itu, penurunan
pangsa komponen retail funding yang sifatnya lebih
stabil (core retail funding) turut meningkatkan potensi
risiko likuiditas. Merespon tekanan likuiditas tersebut,
perbankan meningkatkan wholesale funding sehingga
rasio ketahanan likuiditas masih terjaga di atas threshold.
Di sisi lain, pergeseran pada wholesale funding berpotensi
meningkatkan risiko repricing sejalan dengan kenaikan
suku bunga.
Kerentanan ketiga terkait dengan kondisi saving
investment gap yang negatif dan pasar keuangan domestik
yang belum dalam yang berpotensi meningkatkan risiko
pasar akibat volatilitas aliran dana asing. Meningkatnya
ketidakpastian ekonomi global pada semester II 2018
mendorong pembalikan aliran modal asing dari sistem
keuangan Indonesia yang pada gilirannya mempengaruhi
kinerja transaksi modal dan finansial serta berkontribusi
terhadap tekanan nilai tukar. Pembalikan aliran modal
asing terutama terjadi pada triwulan III 2018 mendorong
penurunan kinerja pasar keuangan dan meningkatkan
risiko pasar pada perbankan dan asuransi. Namun,
peningkatan risiko pasar tersebut tertahan pada triwulan
IV 2018 seiring dengan mulai masuknya aliran dana asing
ke pasar keuangan domestik. Di tengah penurunan kinerja
pasar keuangan, ketahanan perbankan dan asuransi
tetap terjaga. Kondisi perbankan Indonesia masih cukup
kuat dalam menghadapi risiko kredit dan risiko pasar
didukung oleh ketahanan permodalan yang memadai. Dari
sisi asuransi, kinerja asuransi masih mencatatkan kinerja
yang relatif terjaga, meskipun hasil investasi asuransi
mengalami penurunan.
Merespons kerentanan dan potensi risiko dalam sistem
keuangan, serta dengan mempertimbangkan siklus
keuangan Indonesia yang masih memberikan ruang
akselerasi pertumbuhan intermediasi, Bank Indonesia
menempuh kebijakan makroprudensial akomodatif
dengan tetap mempertahankan stabilitas sistem
keuangan. Pada 2018, rasio Loan to Value/Financing
to Value (LTV/FTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah
(KPR) kembali dilonggarkan. Melalui instrumen Rasio
Intermediasi Makroprudensial (RIM), fungsi intermediasi
perbankan diperluas dengan memperhitungkan komponen
wholesale sebagai pembiayaan. Upaya penguatan
intermediasi tersebut perlu didukung dengan kecukupan
likuiditas dan permodalan yang memadai. Fleksibilitas
pengelolaan likuiditas ditingkatkan dengan instrumen
Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Sejalan
dengan kebijakan akomodatif, besaran Countercyclical
Capital Buffer (CCB) kembali ditetapkan sebesar 0%.
Kebijakan makroprudensial menunjukkan hasil yang
positif, tercermin dari intermediasi yang meningkat dan
indikator ketahanan sistem keuangan yang berada pada
level aman. Selama 2018, intermediasi perbankan berhasil
tumbuh 11,75% atau tertinggi dalam empat tahun terakhir.
Pencapaian tersebut menopang pembiayaan domestik
di tengah penurunan pembiayaan dari pasar modal.
Meskipun sistem keuangan Indonesia sempat mengalami
tekanan, indikator kinerja lembaga dan pasar keuangan
menunjukkan risiko yang terkendali. Keberhasilan Bank
Indonesia dalam mengawal stabilitas sistem keuangan
melalui kewenangan di bidang makroprudensial, tidak
terlepas dari upaya penguatan pengawasan serta sinergi
dan koordinasi dengan otoritas keuangan lain yang
semakin kuat.
Ke depan, tantangan perekonomian global dan domestik
yang terjadi sepanjang tahun 2018 diperkirakan masih
akan berlanjut dan mewarnai kinerja dan ketahan sistem
keuangan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi global
diperkirakan cenderung melambat, dengan ketidakpastian
yang tetap tinggi. Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh
peningkatan tensi perang dagang antara AS dan Tiongkok,
adanya sinyal The Fed untuk menahan laju peningkatan
Fed Fund Rate, serta permasalahan geopolitik seperti
no-deal Brexit. Sementara itu, pada 2019 pertumbuhan
ekonomi domestik diproyeksikan akan berada pada
kisaran 5,0% – 5,4%. Hal ini ditopang oleh masih kuatnya
permintaan domestik seiring dengan terjaganya daya beli
dan keyakinan konsumen, serta investasi yang tetap kuat.
Sejalan dengan pertumbuhan tersebut, siklus keuangan
Indonesia diperkirakan masih memberikan ruang bagi
peningkatan intermediasi perbankan.
Bank IndonesIa
XVI KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sejalan dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia
akan melanjutkan kebijakan makroprudensial yang
akomodatif. Namun, dengan mempertimbangkan
tantangan perekonomian global dan domestik, serta
kerentanan dalam sistem keuangan, maka kebijakan
akomodatif Bank Indonesia akan diimbangi dengan upaya
mitigasi risiko. Penguatan intermediasi ke depan akan
diarahkan untuk mendukung pengembangan sektor
prioritas dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Kebijakan RIM akan ditinjau dari waktu ke waktu untuk
mendorong penyaluran kredit perbankan dan pembiayaan
ekonomi melalui penerbitan surat-surat berharga,
termasuk pada perbankan syariah. Ketentuan PLM akan
terus dipantau agar dapat memberikan fleksibilitas
pengelolaan likuiditas yang lebih tinggi bagi bank,
termasuk pada perbankan syariah. Instrumen CCB juga
terus dioptimalkan untuk menyeimbangkan antara upaya
mendorong intermediasi dan upaya memitigasi risiko.
Serangkaian kebijakan tersebut, akan dilengkapi dengan
upaya memperkuat surveilans, khususnya terhadap
bank-bank besar dan korporasi yang memiliki pengaruh
signifikan dalam sistem keuangan dan perekonomian.
Di samping itu, untuk mencapai sinergi dalam rangka
mempertahankan stabilitas sistem keuangan, Bank
Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan
Pemerintah dan otoritas keuangan lain.
Bank IndonesIa
3KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kondisi Makrofinansial
kondisi makrofinansial
Bank IndonesIa
BAB I
Stabilitas sistem keuangan selama semester II 2018 tetap terjaga walaupun sempat mengalami tekanan akibat meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik yang tetap kuat dan siklus keuangan di akhir semester I 2018 yang masih menunjukkan ruang untuk melakukan ekspansi, intermediasi yang dilakukan oleh sistem keuangan Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan intermediasi ini terutama didorong oleh sektor perbankan yang mampu meningkatkan efisiensi di tengah peningkatan suku bunga kebijakan. Selain itu, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan juga didukung oleh tingginya permodalan bank dan terjaganya risiko likuiditas.
Di tengah tingginya ketidakpastian global, peran sektor luar negeri masih cukup besar sebagai sumber pendanaan bagi sektor perekonomian domestik. Namun, sejak akhir 2015, kewajiban domestik terhadap eksternal (sektor luar negeri) cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh terus menurunnya kewajiban sektor korporasi yang mengindikasikan terjadinya deleveraging pada sektor tersebut. Pada semester II 2018, tren deleveraging sektor korporasi sedikit mereda yang mengindikasikan bahwa sektor korporasi mulai melakukan ekspansi usaha. Namun, peningkatan ketidakpastian global berdampak pada masih belum optimalnya kinerja sektor usaha yang selanjutnya memengaruhi kinerja sektor rumah tangga dan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Dalam rangka untuk mendorong peningkatan kredit, sektor perbankan memperluas sumber pendanaan selain DPK termasuk dari luar negeri. Menimbang pentingnya peran sektor luar negeri terhadap dinamika pembiayaan domestik, ke depan perlu diwaspadai sumber-sumber kerentanan pada sistem keuangan domestik yang dapat meningkatkan dampak shock yang berasal dari kondisi perekonomian dan keuangan global.
Bank IndonesIa
4 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
1.1. Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga, Intermediasi Tumbuh Meningkat
Sepanjang semester II 2018, tekanan terhadap stabilitas
sistem keuangan sempat mengalami tren peningkatan
namun mulai mereda di akhir tahun (Grafik 1.1.1).
Peningkatan tekanan terutama terjadi di pasar keuangan
yang tercermin dari peningkatan volatilitas nilai tukar
rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian
perekonomian global akibat masih tingginya sentimen
negatif perang dagang, kuatnya indikasi perlambatan
ekonomi global, serta berlanjutnya normalisasi kebijakan
moneter AS yang mengurangi risk appetite investor
global terhadap aset keuangan negara emerging
market, termasuk Indonesia. Sejalan dengan tingginya
ketidakpastian di pasar keuangan global di tengah
berlanjutnya defisit transaksi berjalan, nilai tukar rupiah
mengalami depresiasi dengan volatilitas yang meningkat.
Untuk menjaga daya saing aset pasar keuangan domestik,
Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga kebijakan
sebesar 75 bps selama semester II 2018 ke level 6%. Selain
itu, Bank Indonesia juga menempuh kebijakan stabilisasi
melalui strategi intervensi ganda yang didukung strategi
operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas.
Sejak akhir Oktober 2018, tekanan terhadap rupiah sedikit
mereda dan cenderung terapresiasi.
Intermediasi yang dilakukan oleh sistem keuangan Indonesia
mengalami peningkatan pertumbuhan pada semester II
2018, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik
yang tetap terjaga. Intermediasi perbankan melanjutkan
momentum pertumbuhan, sementara intermediasi melalui
pasar keuangan cenderung tertahan seiring meningkatnya
biaya penerbitan surat-surat berharga akibat meningkatnya
suku bunga domestik (Tabel 1.1.1).
Penyaluran kredit perbankan terus meningkat sejalan
dengan siklus keuangan di akhir semester I 2018 yang
masih menunjukkan ruang untuk melakukan ekspansi
(Grafik 1.1.2). Kegiatan intermediasi perbankan selama
semester II 2018 menunjukkan keberlanjutan momentum
pertumbuhan, ditopang oleh tingginya permintaan
domestik. Pada Desember 2018, pertumbuhan kredit
perbankan terus meningkat dari level terendahnya pada
triwulan III 2016, menjadi 11,75% (yoy).
Grafik 1.1.1 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
I II III IV
2003I II III IV
2002
Ditengarai Krisis Normal ISSK
Jun’18 1.10
Sep’18 1.17
Des’18 1.06
Nov’18 1.23
I II III IV
2004I II III IV
2005I II III IV
2006I II III IV
2007I II III IV
2008I II III IV
2009I II III IV
2010I II III IV
2011I II III IV
2012I II III IV
2013I II III IV
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2017I II III IV
2018
Sumber: Bank Indonesia
Instrumen (Pertumbuhan % yoy) Des-17 Mar-18 Jun-18 Sep-18 Des-18
Kredit 8,21 8,61 10,84 12,75 11,60
Utang Luar Negeri (ULN) 7,89 6,11 5,18 10,02 8,94
Pasar Modal 20,67 20,75 15,65 13,61 8,49
Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 6,93 5,56 5,60 7,97 6,94
Total 9,33 9,09 9,60 11,92 10,42
Sumber: OJK, KSEI, Bank Indonesia, diolah
Tabel 1.1.1 Pertumbuhan Pembiayaan Swasta Non-Keuangan
Bank IndonesIa
5KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kondisi Makrofinansial
Penyaluran kredit perbankan masih terkonsentrasi pada
tiga sektor utama yaitu perdagangan, industri pengolahan
dan kredit konsumsi (Tabel 1.1.2). Dominasi kredit
perbankan pada tiga sektor utama ini sejalan dengan
masih terjaganya pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) dan perbaikan kualitas kredit di sektor tersebut.
Kredit sektor perdagangan tumbuh meningkat ditopang
oleh subsektor perdagangan hasil pertanian di dalam
negeri dan perdagangan ekspor minyak kelapa sawit
mentah. Industri pengolahan juga tumbuh meningkat
dipicu oleh industri rokok dan industri pengolahan minyak
dan gas bumi, seiring dengan kenaikan harga minyak
hingga triwulan III 2018. Sementara itu, rasio undisbursed
loan (UL) tertinggi yang tercatat pada sektor industri
pengolahan yaitu sebesar 32,57%, mengindikasikan
potensi penyaluran kredit yang lebih tinggi ke depan
seiring menguatnya perekonomian Indonesia. Pada
semester II 2018, pangsa kredit konsumsi sedikit turun
dipicu oleh penurunan pertumbuhan kredit non-kredit
pemilikan rumah (KPR). Sementara itu, kredit konsumsi
berupa KPR khususnya kepemilikan rumah tinggal tipe
22 s.d 70m2 terus meningkat, sejalan dengan pelonggaran
kebijakan sektor perumahan.
Pada semester II 2018, akselerasi penyaluran kredit juga
terjadi di sektor pertambangan dan konstruksi. Hal ini
sejalan dengan membaiknya kinerja dan peningkatan
kegiatan produksi di sektor tersebut. Peningkatan kredit
sektor pertambangan utamanya terjadi dipicu oleh
subsektor pertambangan minyak dan gas bumi serta batu
bara yang didukung tingginya permintaan frontloading
batubara oleh Tiongkok menjelang kenaikan tarif di
2019. Sektor konstruksi mencatat pertumbuhan paling
pesat kedua setelah pertambangan. Pertumbuhan di
sektor tersebut dipicu oleh gencarnya realisasi proyek
infrastruktur pemerintah yang dinilai berisiko rendah oleh
perbankan, sebagaimana dikonfirmasi oleh perbaikan
kualitas kredit di sektor tersebut.
Grafik 1.1.2 Siklus Keuangan
Sumber: Bank Indonesia
1993
1994
1995
1998
1996
1999
1997
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
0.02
-0.02
-
0.04
-0.04
0.06
-0.06
0.08
-0.08
0.10
-0.10
Tabel 1.1.2 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Sektor Perekonomian
Sektor
Pertumbuhan Kredit (% yoy)
Sem II 2016 Sem I 2017 Sem II 2017 Tw I 2018 Tw II 2018 Tw III 2018 Tw IV 2018
Perdagangan 6,40 3,43 5,20 5,56 9,12 11,28 9,40
Lain-lain 8,55 9,01 10,29 11,57 10,61 11,59 10,30
Industri 2,85 5,29 5,42 4,86 7,51 9,73 9,10
Pengangkutan -3,24 -2,03 6,31 12,29 23,12 20,37 19,00
Konstruksi 24,18 21,58 20,57 18,32 18,36 17,24 22,08
Pertanian 11,18 11,42 12,05 12,23 12,69 11,32 11,67
Jasa Dunia Usaha 15,59 12,05 7,96 8,39 8,81 9,42 12,98
Jasa Sosial -1,49 14,86 24,05 14,71 13,97 16,52 13,15
Pertambangan -6,61 2,07 -10,07 -16,07 -7,29 24,58 21,39
Listrik 36,21 14,36 7,88 11,58 29,58 33,34 16,46
Total 7,86 7,75 8,24 8,54 10,75 12,69 11,75
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Bank IndonesIa
6 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Efisiensi sektor perbankan semakin baik, sebagaimana
tercermin pada turunnya rasio Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO) yang didukung oleh
pesatnya penyaluran kredit dan perbaikan kualitas kredit.
Di tengah berlanjutnya ekspansi kredit dan keterbatasan
sumber dana DPK, rasio BOPO turun dari 79,86% pada
semester I 2018 menjadi 78,32% di semester II 2018
(Grafik 1.1.3). Perbaikan efisiensi perbankan terutama
bersumber dari kenaikan pendapatan operasional bunga
dan penurunan beban operasional, utamanya Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Dari sisi pendapatan
operasional selain bunga, kenaikan pendapatan neto
transaksi spot dan derivatif turut mendorong efisiensi
perbankan. Selama semester II 2018, suku bunga DPK
naik 47 bps, sementara suku bunga kredit turun 21 bps.
Dengan intermediation spread yang semakin mengecil,
kenaikan pendapatan operasional hanya lebih dipengaruhi
oleh tingginya kenaikan volume kredit. Strategi perbankan
menahan kenaikan suku bunga kredit merupakan upaya
mempertahankan ekspansi kredit di tengah meningkatnya
persaingan untuk mendapatkan debitur berkualitas dan
turut serta memberikan kontribusi untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional.
Semakin efisiennya sektor perbankan berkontribusi pada
peningkatan profitabilitas, sebagaimana tercermin pada
return of assets (ROA) yang berada di level tertinggi dalam
tiga tahun terakhir (Grafik 1.1.4). Tingginya profitabilitas
didukung oleh ekspansi kegiatan intermediasi yang
diikuti perbaikan kualitas kredit. Untuk merespons masih
terdapatnya potensi kenaikan suku bunga ke depan,
khususnya di tengah persaingan DPK yang semakin ketat,
perbankan telah melakukan langkah-langkah antisipatif,
termasuk penggunaan sumber pendanaan alternatif non-
DPK di samping buffer alat likuid. Ke depan, perbankan
diperkirakan akan tetap menjaga profitabilitas dengan
mengupayakan peningkatan efisien dan mengoptimalkan
sumber pendapatan selain bunga.
Ketahanan perbankan tetap terjaga didukung oleh
tingginya permodalan bank, membaiknya kualitas kredit
dan terjaganya risiko likuiditas. Ketahanan permodalan
bank terus menguat, tercermin dari capital adequacy ratio
(CAR) yang terus meningkat hingga mencapai 22,89% di
akhir 2018 (Grafik 1.1.5). Tingginya pertumbuhan modal
perbankan terutama bersumber dari kenaikan profitabilitas
bank, disamping adanya tambahan modal yang bersumber
dari right issue, modal pinjaman, dan dana setoran modal.
Secara komposisi, permodalan bank masih didominasi oleh
Tier 1. Ke depannya, penguatan permodalan perbankan
diperkirakan masih dimotori oleh laba, right issue dan modal
pinjaman.
Grafik 1.1.3 Rasio BOPO per BUKU (%)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah
40
0
20
2016SM-1
2016SM-2
2017SM-1
2017SM-2
2018Q1
2018Q2
2018Q3
2018Q4
78,83
60
80
100
120(%)
BUKU 1
INDUSTRI
BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4
2,5
2,1
2,3
2,7
2,9
3,1
3,3
Grafik 1.1.4 Perkembangan NIM, NPL dan ROA
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah
2016 2017 2018
5,6
5,5
5,4
4,8
4,9
5,0
5,1
5,2
5,3
1 1 13 3 35 5 57 7 79 9 911 11 11
(%)
NIM (skala kanan) NPL ROA
Bank IndonesIa
7KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kondisi Makrofinansial
Grafik 1.1.5 Perkembangan CAR Industri
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
%Rp (T)22,89
21,20
Q1 Q1 Q1 Q1 Q1 Q1 Q1Q2 Q2 Q2 Q2 Q2 Q2 Q2Q3 Q3 Q3 Q3 Q3 Q3 Q3Q4 Q4 Q4 Q4 Q4 Q4 Q4
2.000
0 14
1.000 16
17
18
19
20
21
22
23
15
3.000
4.000
5.000
6.000 24
ATMR CAR (skala kanan) Tier 1 Ratio (skala kanan)
1 Berdasarkan ekspektasi Indeks Lending Standard pada semester II 2018 .
Risiko kredit perbankan pada semester II 2018 berada di
level terendah selama tiga tahun terakhir dengan rasio
NPL sebesar 2,37%, (Grafik 1.1.6). Penurunan rasio NPL
gross perbankan konvensional terjadi pada seluruh jenis
kredit (kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi)
dan pada seluruh kelompok BUKU. Pada semester II 2018,
seluruh sektor ekonomi mencatat NPL dibawah threshold
5% dan menurun dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya, kecuali di sektor Listrik, Gas dan Air
dengan porsi yang hanya sebesar 1,55% dari total nominal
NPL (Tabel 1.1.3). Sektor-sektor utama yang menopang
pertumbuhan kredit perbankan yaitu konsumsi (perumahan
dan multiguna), sektor perdagangan dan sektor industri
pengolahan seluruhnya mencatat penurunan nominal
gross NPL. Upaya mitigasi risiko kredit akan terus dilakukan
dan perbankan masih akan menerapkan lending standard
yang prudent1 serta mengutamakan pertumbuhan kredit
yang berkualitas.
Grafik 1.1.6 Perkembangan NPL
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018Sem I Sem I Sem I Sem I Sem I Sem I Sem I Sem I Sem ISem II Sem II Sem II Sem II Sem II Sem II Sem II Sem II Sem II
2,37
1,041,0
0,0
0,5
2,0
1,5
3,0
2,5
4,0
3,5
5,0
4,5
NPL Gross NPL Net
Bank IndonesIa
8 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Rasio likuiditas perbankan tetap terjaga, meski di pasar
keuangan dan kebutuhan pencairan alat likuid sempat
meningkat. Indikator likuiditas perbankan dengan
menggunakan rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK)
pada akhir 2018 tetap terjaga di atas threshold (Grafik
1.1.7), walaupun cenderung menurun akibat perbankan
mencairkan alat likuidnya untuk mendanai ekspansi
kredit yang semakin tinggi di tengah pertumbuhan
DPK yang melambat. Likuiditas yang terjaga didukung
oleh serangkaian kebijakan BI yang ditunjukan untuk
meningkatkan fleksibilitas manajemen likuiditas
perbankan. Hingga akhir semester II 2018, sejumlah
risiko likuiditas perbankan masih tercatat pada level
yang terjaga, meski mengalami penurunan dibandingkan
semester sebelumnya. Serangkaian kebijakan BI melalui
peningkatan frekuensi term repo, pelonggaran GWM
1.2. Peran Sektor Luar Negeri Masih Cukup Besar Sebagai Sumber Pendanaan Bagi Perekonomian Domestik
Hasil analisis posisi keuangan selama semester II 2018
menunjukkan bahwa terdapat tiga sektor dengan total
aset dan kewajiban keuangan terbesar di Indonesia, yaitu
sektor korporasi, perbankan dan luar negeri (Grafik 1.2.1)2
Tabel 1.1.3 Rasio NPL berdasarkan Sektor
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sektor EkonomiNPL Kredit (Rp T) NPL Kredit (%)
Sem II 2017 Sem I 2018 Sem II 2018 Sem II 2017 Sem I 2018 Sem II 2018
Perdagangan 40,36 42,28 40,80 4,10 4,11 3,79
Lain-lain 21,30 24,90 22,93 1,59 1,78 1,55
Industri 22,29 24,03 22,72 2,70 2,85 2,53
Pengangkutan 6,84 6,41 5,83 3,74 2,99 2,68
Konstruksi 9,49 12,0 9,92 3,67 4,36 3,14
Pertanian 4,63 4,82 4,89 1,41 1,39 1,33
Jasa Dunia Usaha 7,11 8,86 7,47 1,63 1,92 1,52
Jasa Sosial 2,35 2,88 2,02 1,86 2,26 1,41
Pertambangan 7,02 4,93 6,42 6,18 4,34 4,66
Listrik 1,57 1,83 2,26 1,08 1,11 1,33
Total 122,922 133,02 125,26 2,59 2,67 2,37
Grafik 1.1.7 Perkembangan Indikator Likuiditas Perbankan (AL/DPK)
DPK = Dana Pihak Ketiga
Sumber: Bank Indonesia, diolah
averaging valas dan GWM averaging syariah serta
pelonggaran threshold fleksibilitas repo PLM dari 2%
menjadi 4% ikut menopang ketahanan likuiditas dalam
mencapai target intermediasi.
24%
26%
12%
14%
16%
18%
20%
22%
Mar
-13
Mar
-14
Mar
-15
Mar
-16
Mar
-17
Mar
-18
Jun
-13
Jun
-14
Jun
-15
Jun
-16
Jun
-17
Jun
-18
Sep
-13
Sep
-14
Sep
-15
Sep
-16
Sep
-17
Sep
-18
Des
-13
Des
-14
Des
-15
Des
-16
Des
-17
Des
-18
Des’ 1722,4%
Jun’ 1819,4%
Des’ 1819,3%
Bank IndonesIa
9KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kondisi Makrofinansial
2 Dinamika transaksi keuangan antar sektor ekonomi domestik serta keterkaitannya dengan sektor luar negeri tergambar dalam analisis Financial Account dan Balance Sheet Indonesia (FABSI) yang menggabungkan analisis transaksi keuangan dalam perekonomian baik stock (posisi) maupun flows (transaksi).
Interkoneksi sektor korporasi terutama berkaitan dengan
pemenuhan pembiayaan, baik dengan sektor luar negeri,
perbankan maupun rumah tangga. Sementara itu, sektor
perbankan yang berfungsi sebagai financial intermediaries
dalam perekonomian menghimpun pendanaan yang
berasal dari simpanan rumah tangga, sektor korporasi
non keuangan maupun luar negeri. Keterkaitan sektor
luar negeri dengan perekonomian domestik relatif tinggi
sebagai sumber pendanaan maupun penempatan dana
bagi hampir seluruh sektor.
Selama semester II 2018, sektor yang melakukan
transaksi dalam jumlah besar adalah sektor korporasi
dengan kontribusi lebih dari 24% dari total transaksi.
Hal ini menunjukkan pentingnya sektor korporasi dalam
menggerakkan perekonomian Indonesia. Salah satu
sumber dana yang relatif besar bagi sektor korporasi
berasal dari sektor luar negeri (Grafik 1.2.2). Pada triwulan III
Grafik 1.2.1 Analisis Network Total Posisi Keuangan Tw III dan Tw IV 2018 (Rp. Triliun)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
BankRp11500
RTRp8875
IKNBRp2896
BIRp4174
PempusRp6786
PemdaRp474
LNRp14645
KorpRp17741
BankRp11106
RTRp8709
IKNBRp2823
BIRp4190
PempusRp6769
PemdaRp562
LNRp14530
KorpRp17407
dan IV 2018, aliran dana dari sektor luar negeri ke korporasi
nonkeuangan adalah masing-masing sebesar Rp94,71 triliun
dan Rp172,70 triliun. Pada triwulan IV-2018, sumber dana
tersebut terutama menggunakan instrumen ekuitas dan
debt securities masing-masing sebesar 21,8% dan 53,7%.
Peningkatan aliran dana dari sektor luar negeri ke sekitar
korporasi tersebut mengindikasikan adanya kebutuhan
pembiayaan yang meningkat. Aliran dana ini berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan pembiayaan yang tidak
sepenuhnya dapat dipenuhi oleh pembiayaan domestik.
Selain dari sektor luar negeri, pembiayaan kepada sektor
korporasi juga bersumber dari kredit perbankan, sektor
rumah tangga dan sektor pemerintah, khususnya untuk
perusahaan milik negara. Hasil analisis FABSI menunjukkan
adanya penurunan penempatan dana rumah tangga pada
sektor korporasi pada awal semester II 2018. Hal ini sejalan
dengan penurunan intermediasi melalui pasar keuangan
akibat meningkatnya suku bunga domestik.
Grafik 1.2.2 Analisis Network Transaksi Neto Keuangan Tw III dan Tw IV 2018 (Rp. Triliun)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Biru menunjukkan net lending dan merah menunjukkan net borrowing keuangan
Keterangan: Nodes mempresentasikan total aset keuangan ditambah kewajiban suatu sektor
Keterangan: Nodes merepresentasikan posisi neto keuangan, sementara edges merupakan bilateral exposure antar sektor (dalam triliun rupiah)
IKNBRp10,82
BankRp40,96
RTRp108,88
BIRp4,09
PempusRp50,99
PemdaRp89,85
LNRp151,69
KorpRp175,61
IKNBRp3,04
BankRp34,02
RTRp12,97
BIRp4,97
PempusRp84,42
PemdaRp22,09
LNRp120,89
KorpRp45,41
Tw. III
Tw. III
Tw. IV
Tw. IV
Bank IndonesIa
10 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
terbatasnya pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan
mengingat sebagian aset keuangan rumah tangga
merupakan penempatan dana pada sektor perbankan.
Masih terbatasnya ekspansi usaha sektor korporasi
berdampak pada peningkatan peran Pemerintah dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tercermin
dari posisi neto kewajiban Pemerintah Pusat terhadap
PDB yang terus meningkat sejak 2016. (Grafik 1.3.3).
Pada semester II 2018, tren deleveraging sektor korporasi
sedikit mereda yang berdampak pada mulai tertahannya
penurunan kewajiban domestik terhadap eksternal.
Selama semester II 2018, terjadi peningkatan aliran
dana dari sektor luar negeri ke perekonomian domestik
termasuk penempatan pada sektor korporasi (Grafik 1.3.4).
Walaupun tren deleveraging sektor korporasi mulai
mereda, peningkatan ketidakpastian global berdampak
pada masih belum optimalnya kinerja sektor usaha yang
kemudian juga memengaruhi kinerja sektor rumah tangga
dan pertumbuhan DPK perbankan. Kekayaan sektor rumah
tangga relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan neto aset sektor rumah tangga sejalan dengan
peningkatan kewajiban rumah tangga yang lebih tinggi
dibanding peningkatan aset (Grafik 1.3.5). Kewajiban
rumah tangga meningkat relatif lebih tinggi didorong
oleh peningkatan kewajiban dalam bentuk utang kepada
perbankan. Pelonggaran kebijakan Loan to Value (LTV)
pada awal Agustus 2016 mendorong peningkatan kredit
perumahan. Selain itu, kredit multiguna juga mengalami
peningkatan. Sementara itu, peningkatan aset rumah
tangga terutama bersumber pada penempatan aset pada
Surat Berharga Negara (SBN). Penurunan neto aset rumah
tangga berimbas pada tertahannya penempatan dana
rumah tangga ke perbankan.
Di tengah tingginya ketidakpastian global, sektor luar
negeri sangat berperan dalam interaksi antar sektor
selama semester II 2018. Pada triwulan III 2018, terdapat
aliran dana yang relatif besar dari sektor luar negeri kepada
Bank Indonesia, dan sektor Pemerintah Pusat (Grafik 1.2.2).
Besarnya aliran dana dari luar negeri ke Bank Indonesia
berkaitan dengan penarikan aset Bank Indonesia dalam
bentuk cadangan devisa guna mendukung kebijakan
stabilisasi nilai tukar Rupiah. Sementara itu, aliran dana luar
negeri menuju sektor Pemerintah Pusat terutama terkait
dengan pembelian surat berharga pemerintah. Sejalan
dengan peningkatan penempatan portofolio investasi ke
perekonomian domestik di triwulan IV 2018, peran sektor
luar negeri sebagai sumber pendanaan sektor korporasi
non keuangan dan sektor perbankan juga meningkat.
Sementara itu, aliran dana dari Bank Indonesia ke sektor
luar negeri pada triwulan IV 2018 yang berkebalikan arah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sejalan dengan
mulai menguatnya nilai tukar Rupiah.
1.3. Kondisi Ekonomi Global Memengaruhi Kapasitas Intermediasi Sistem Keuangan Domestik
Posisi kewajiban domestik terhadap eksternal cenderung
menurun sejak akhir 2015 (Tabel 1.3.1). Hal ini disebabkan
oleh terus menurunnya kewajiban sektor korporasi yang
mengindikasikan terjadinya deleveraging pada sektor
tersebut (Grafik 1.3.2). Terbatasnya ekspansi sektor
korporasi di tengah tetap kuatnya pertumbuhan konsumsi
rumah tangga menyebabkan tertahannya akumulasi aset
rumah tangga. Hal ini kemudian akan berdampak pada
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Tabel 1.3.1 Posisi Neto Aset/Kewajiban Keuangan Domestik terhadap Eksternal pada Akhir Periode (% PDB)
Sektor Tw.IV’15 Tw.IV’16 Tw.IV’17 Tw.III’18 Tw.IV*’18
Korporasi Non Finansial -29,71% -20,15% -16.05% -13,37% -13,68%
Perbankan -9,81% -9,55% -9,36% -8,93% -9.37%
IKNB -2,81% -2,22% -2,03% -2,09% -2.02%
Bank Sentral 12,00% 11,97% 12,25% 11,09% 11.08%
Pemerintah Pusat -16,23% -16,51% -17,40% -17,82% -17.62%
Total Domestik -46,56% -36,47% -32,86% -31.11% -31.61%
Bank IndonesIa
11KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kondisi Makrofinansial
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.3.2 Posisi Neto Keuangan Rumah Tangga dan Sektor Korporasi (% terhadap PDB)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.3.1 Perkembangan Total Kewajiban Keuangan Sektor Korporasi (Rp Ribu Triliun)
2016 2017 2018
I
-62,
1%20
,8%
-62,
5%22
,1%
-53,
0%21
,9%
-52,
7%21
,7%
-51,
1%21
,7%
-50,
4%21
,9%
-47,
8%21
,3%
-46,
1%20
,8%
-44,
5%19
,6%
-45,
2%19
,8%
-44,
2%19
,5%
-42,
8%19
,8%
I III II IIIII III IIIIV IV IV
Neto Aset Keuangan Rumah Tangga (% thd PDB)
Neto Kewajiban Korporasi (% thd PDB)
2015 2016 2017 2018
I I I III II II IIIII III III IIIIV IV IV IV
-9,4
3
-10,
36
-10,
86
-11,
34
-9,4
6
-10,
59
-11,
03
-11,
62
-9,6
8
-10,
78
-11,
05
-11,
88
-10,
54
-10,
90
-11,
35
-12,
04
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Biru menunjukkan neto aset keuangan dan merah menunjukkan neto kewajiban keuanganKeterangan: Nodes merepresentasikan posisi neto keuangan, sementara edges menunjukkan aliran transaksi aset dari suatu sektor ke sektor lain (dalam
triliun rupiah).
Grafik 1.3.4 Network Transaksi Luar Negeri Triwulan III dan IV 2018
Rp32,46
Rp3,87
Rp
80,2
7
Rp67,11
Rp172,69
IKNB
BI
LN
Pempus
KorpBank
Rp36,08
Rp2,96
Rp6
7,03
Rp25,43
Rp106,08
IKNB
BI
Pempus
Korp
Bank
LN
Grafik 1.3.3 Posisi Neto Kewajiban Sektor Korporasi, Sektor Pemerintah Pusat dan Nasional (% PDB)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-44,2% -42,8%
III IV*
-34,0%
-51,1%
-33,7%
-50,4%
-32,4%
-47,8%
-32,9%
-46,1%
-32,1%
-44,5%
-30,7%
-45,2%
-36,5%
-52,7%
-36,9%
-53,0%
-45,9%
-62,5%
-45,5%
-62,1%
2016 2017 2018
I I III II IIIII IIIIV IV
Korporasi Non Finansial Pemerintah Pusat Total Domestik/Nasional ( skala kanan)
-8,4
%
-8,9
%
-6,2
%
-6,6
%
-7,4
%
-7,4
%
-8,1
%
-7,7
%
-5,5
%
-5,8
%
-6,2
%
-5,7
%
-31,1% -31,6%
Tw. III Tw. IV
Bank IndonesIa
12 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Grafik 1.3.5 Perkembangan Aset Keuangan dan Kewajiban Keuangan Rumah Tangga
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Persentase Pertumbuhan Aset Keuangan Rumah Tangga
Persentase Pertumbuhan Kewajiban Rumah Tangga
Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dana untuk
mendorong peningkatan kredit, sektor perbankan
memperluas sumber pendanaan termasuk dari sektor luar
negeri. Transaksi aset luar negeri pada sektor perbankan
pada semester II 2018 mencapai Rp68,55 triliun atau
meningkat lebih dari 107% dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya. Pangsa penempatan dana
luar negeri di sektor perbankan juga meningkat dari 11,16%
menjadi 24,2%. Peningkatan pangsa sektor perbankan
seiring dengan berkurangnya pangsa di sektor lainnya
seperti Pemerintah Pusat, IKNB maupun Bank Indonesia.
Sektor perbankan masih mengandalkan sumber
pendanaan domestik. Apabila dilihat dari sumber
pendanaan sektor perbankan, pangsa sektor luar negeri
sebesar adalah 16,37% dari total dana yang masuk. Jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pangsa ini relatif
lebih kecil seiring dengan peningkatan penempatan dana
oleh sektor korporasi dan sektor rumah tangga. Sebagian
besar pendanaan yang masuk ke dalam sektor perbankan
menggunakan instrument currency dan deposit dengan
porsi lebih dari 63%. Sebagian besar sumber dana ini
berasal dari simpanan rumah tangga. Sementara itu,
pendanaan dalam bentuk lainnya seperti ekuitas maupun
debt securities memiliki porsi kurang dari 25%.
Dana yang masuk kepada sektor perbankan disalurkan
kembali kepada sektor korporasi maupun sektor rumah
tangga. Tertahannya deleveraging sektor korporasi dan
didukung juga oleh kebijakan makroprudensial yang
akomodatif menyebabkan intermediasi yang dilakukan
oleh sektor perbankan mengalami peningkatan.
Penempatan aset perbankan terutama ke sektor
korporasi selama semester II 2018 mencapai Rp215,77
triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp158,87
triliun. Sementara pembiayaan ke sektor rumah tangga
meningkat dari Rp119,34 triliun menjadi Rp133,93 triliun
(Grafik 1.3.6).
Analisis jaringan menunjukkan bahwa secara umum
kestabilan struktur keuangan antar sektor masih terjaga
di tengah peningkatan ketidakpastian ekonomi global. Hal
ini tercermin pada struktur jaringan posisi keuangan yang
relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir (Grafik 1.3.7).
Pendanaan dari sektor luar negeri dan sektor perbankan
kepada sektor korporasi terus meningkat. Demikian pula
pendanaan luar negeri kepada sektor pemerintah pusat
dan sektor perbankan. Penyaluran penempatan dana baik
kepada sektor rumah tangga maupun sektor korporasi dari
perbankan juga terus meningkat. Menimbang pentingnya
peran sektor luar negeri terhadap dinamika pembiayaan
domestik, ke depan perlu diwaspadai sumber-sumber
kerentanan pada sistem keuangan domestik yang dapat
meningkatkan dampak shock yang berasal dari kondisi
perekonomian dan keuangan global.
2016 2017 2018
I I III II IIIII III IIIIV IV IV
4,00%
0,00%
2,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
9,08%
6,90%
3,55%3,37%
4,85%
6,29%
8,88%
9,96%
8,50%8,60%
Bank IndonesIa
13KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kondisi Makrofinansial
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Biru menunjukkan net lending dan merah menunjukkan net borrowing keuangan
Keterangan: Nodes merepresentasikan posisi neto keuangan, sementara edges menunjukkan aliran transaksi aset dari suatu sektor ke sektor lain (dalam triliun rupiah).
Grafik 1.3.6 Network Transaksi Perbankan Triwulan III dan IV 2018
Rp77,54
Rp82,96
Rp1,32
Rp3
3,7
Rp21,08
Rp36,08
Rp60,52
IKNB
BI
LN
Pempus
Bank
Pemda
RTKorp
Rp133,67
Rp122,08
Rp31,85
Rp6
1,91
Rp83,46
Rp32,47Rp155,25
IKNB
BI
LNBank
Pempus
Pemda
RTKorp
Keterangan: Nodes mempresentasikan total aset keuangan ditambah kewajiban suatu sektor
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.3.7 Perbandingan Matriks Posisi Keuangan Sektoral (Rp. triliun)
BankRp11500
RTRp8875
IKNBRp2896
BIRp4174
PempusRp6786
PemdaRp474
LN
Rp14645
KorpRp17741
BankRp9509
RTRp7743
IKNBRp2399
BIRp3671
PempusRp5661
PemdaRp363
LNRp12540
KorpRp15306
BankRp10662
RTRp8260
IKNBRp2737
BIRp4032
PempusRp6370
PemdaRp390
LNRp13542
KorpRp16411
POSISI 2016Q4
Tw. III Tw. IV
POSISI 2017Q4 POSISI 2018Q4
Bank IndonesIa
15KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kerentanan Utama Bank IndonesIa
Sistem keuangan Indonesia dihadapkan pada tiga sumber kerentanan utama yang berpotensi mengganggu ketahanan sistem keuangan apabila terekspos dampak shock yang berasal dari kondisi perekonomian dan keuangan global. Kerentanan pertama dan kedua mencerminkan permintaan sumber pendanaan dari domestik, sedangkan kerentanan ketiga menggambarkan karakteristik penyediaan dana bagi domestik.
Kerentanan pertama adalah meningkatnya kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi, khususnya dari luar negeri. Seiring dengan peningkatan kegiatan perekonomian domestik dan relatif menariknya tingkat suku bunga global, pertumbuhan ULN sebagai sumber pendanaan aktivitas, baik di korporasi nonkeuangan maupun keuangan, semakin meningkat. Peningkatan ULN tersebut berpotensi meningkatkan risiko pasar, baik sebagai akibat perubahan nilai tukar maupun suku bunga. Korporasi keuangan dan nonkeuangan memitigasi risiko yang ditimbulkan dari kerentanan tersebut, antara lain melalui aktivitas lindung nilai (hedging) sejalan dengan ketentuan Bank Indonesia yang mewajibkan implementasi hedging bagi korporasi nonbank yang memiliki ULN.
Kerentanan kedua muncul akibat ketergantungan bank pada retail funding (sumber dana ritel). Sejalan dengan tingginya konsumsi masyarakat dan meningkatnya aktivitas perekonomian, DPK tumbuh melambat secara persisten. Sebagai akibatnya, retail funding atau DPK kurang memadai untuk menopang penyaluran kredit yang pertumbuhannya jauh lebih tinggi dan berpotensi menahan ekspansi kredit apabila perbankan tidak meningkatkan pemanfaatan sumber dana lain selain DPK. Merespons perkembangan tersebut, perbankan dapat mencairkan alat likuidnya yang selanjutnya berpotensi menimbulkan tekanan likuiditas. Respon lainnya adalah perbankan meningkatkan wholesale funding sebagai alternatif sumber dana untuk pembiayaan kredit dan agar risiko likuiditas tetap terjaga. Jenis wholesale funding yang meningkat cukup signifikan pada tahun 2018 terutama pembiayaan dari eksternal atau ULN.
Ketiga, kesenjangan negatif antara tabungan dan investasi membutuhkan keberlangsungan pendanaan dari modal asing. Pendanaan tersebut terutama berasal dari investasi portofolio, sehingga cukup rentan terhadap sentimen negatif dan berpotensi menimbulkan risiko pasar dan tekanan kepada perekonomian. Kurang dalamnya pasar keuangan Indonesia berpotensi mengamplifikasi sumber kerentanan tersebut. Oleh karena itu, Bank Indonesia, Pemerintah dan otoritas terkait lainnya berupaya untuk meningkatkan pasar keuangan yang dalam, likuid, efisien, inklusif, dan aman, agar pasar keuangan dapat berperan maksimal dalam mendukung pembiayaan ekonomi.
BAB II
Kerentanan Utama
Bank IndonesIa
16 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
2.1. Kebutuhan External Funding Korporasi Meningkat
Kebutuhan korporasi akan dana eksternal untuk
berekspansi meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Kebutuhan pembiayaan eksternal tersebut tercermin
dari meningkatnya kebutuhan pembiayaan korporasi,
baik yang berasal dari domestik maupun luar negeri
(Grafik 2.1.1). Secara umum, korporasi masih menjadikan
pembiayaan dari domestik sebagai sumber yang dominan
dibandingkan dengan sumber dari eksternal/luar negeri
(Grafik 2.1.2).
Peningkatan kebutuhan pembiayaan korporasi
terutama sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi domestik serta kebutuhan pemenuhan
ketentuan otoritas oleh korporasi keuangan. Aktivitas
perekonomian domestik yang meningkat, seiring
dengan pembangunan proyek infrastruktur pemerintah
1 Meliputi kredit domestik, ULN, dan obligasi.
dan investasi swasta, mendorong kenaikan total
pembiayaan1 korporasi nonkeuangan. Pada Desember
2018 korporasi nonkeuangan mencatat kebutuhan
pembiayaan eksternal sebesar Rp4.699,82 triliun,
atau tumbuh 11,66% (yoy), sehingga rasio utang atau
pembiayaan korporasi nonkeuangan terhadap PDB
meningkat dari 30,98% pada 2017, menjadi 31,68% pada
2018. Sementara itu, kebutuhan pembiayaan korporasi
keuangan juga tercatat meningkat sebesar 18,20% (yoy)
menjadi Rp774,19 triliun pada Desember 2018. Kondisi ini
menyebabkan rasio pembiayaan atau utang korporasi
keuangan terhadap PDB naik menjadi 5,22% pada
2018 dari 4,82% pada 2017 (Grafik 2.1.3). Meningkatnya
kebutuhan pembiayaan korporasi keuangan antara
lain didorong oleh kebutuhan perbankan dalam rangka
penyaluran kredit dan pemenuhan ketentuan OJK
tentang penguatan permodalan dan kewajiban rasio
pembiayaan stabil bersih (Net Stable Funding Ratio),
yang terutama berasal dari ULN.
Grafik 2.1.1 Perkembangan Pembiayaan Eksternal Korporasi
Sumber: Bank Indonesia, KSEI, diolah Sumber: Bank Indonesia, KSEI, diolah
Grafik 2.1.2 Pangsa Pembiayaan Eksternal Korporasi
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%20152014 20172016 2018
ULN Swasta Pembiayaan Domestik
59,0
9%
56,4
9%
62,1
9%
63,5
9%
61,3
1%38
,69%
36,4
4%
37,8
1%
43,5
1%
40,9
1%
Rp. Triliun
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
020152014 20172016 2018
ULN Swasta Pembiayaan Domestik
Sumber: Bank Indonesia, KSEI, diolah
Grafik 2.1.3 Rasio Utang (Pembiayaan) Korporasi terhadap PDB
2015 20172016 2018
40,00%35,00%30,00%25,00%20,00%15,00%10,00%5,00%0,00%
II IIII VI I II IIII VI II IIII VI II IIII VI
Korporasi Nonkeuangan Korporasi Keuangan
Grafik 2.1.4 Peningkatan ULN Korporasi
Sumber: Bank Indonesia
20.00040.00060.00080.000
100.000120.000140.000160.000
-2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Korporasi Nonkeuangan Korporasi Keuangan
Bank IndonesIa
17KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kerentanan Utama
Analisis FABSI mengonfirmasi penggunaan aliran dana
dari luar negeri oleh sektor korporasi. Pada triwulan IV
2018 analisis FABSI mencatat aliran dana dari sektor
luar negeri ke korporasi nonkeuangan sebesar Rp172
triliun dan ke perbankan sebesar Rp32 triliun. Aliran dana
tersebut juga tercermin pada peningkatan kepemilikan
asing dalam instrumen equity (Grafik 2.3.2) dan ULN
(Grafik 2.1.4).
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi pergeseran
sumber pembiayaan korporasi yang antara lain
dipengaruhi oleh preferensi korporasi terhadap cost of
fund dan risk appetite. Pada periode 2014, suku bunga
luar negeri yang relatif rendah mendorong korporasi
meningkatkan utang luar negeri (Grafik 2.1.5). Perbedaan
suku bunga domestik dengan luar negeri yang cukup
menarik mendorong korporasi untuk meminjam dana dari
luar negeri. Relatif murahnya dana luar negeri tercermin
dari indikator proksi spread antara PUAB Overnight/
IndONIA dan Fed Fund Effective Rate yang mencapai
lebih dari 500 bps pada periode 2014-2015 (Grafik 2.1.6).
Pada 2016, seiring dengan kenaikan suku bunga luar
negeri, pembiayaan korporasi yang bersumber dari
ULN menurun. Pada periode 2016-2017, preferensi
sumber pembiayaan korporasi bergeser ke pasar modal,
tercermin dari kenaikan pertumbuhan nilai pembiayaan
dari pasar modal yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sumber lainnya. Hal ini dipicu oleh cost of fund di pasar
modal yang lebih murah, tercermin dari nilai pembayaran
kupon sebagaimana diilustrasikan pada Grafik 3.3.19
dalam sub bab 3.3.
Pada 2018, pertumbuhan pembiayaan korporasi
yang berasal ULN dan kredit perbankan meningkat,
sedangkan dari pasar modal melambat. ULN swasta,
yang mencakup korporasi nonkeuangan dan keuangan,
pada Desember 2018 tumbuh lebih tinggi sebesar 10,92%
(yoy) dibandingkan pertumbuhan di akhir 2017 (Grafik
2.1.7). Kisaran spread antara suku bunga domestik (PUAB
Overnight/ IndONIA) dengan Fed Fund Effective Rate yang
mencapai 300 bps diperkirakan masih menjadi salah satu
penyebab kenaikan ULN korporasi, khususnya dalam
mata uang USD yang porsinya mencapai lebih dari 60%
dari total ULN. Walaupun mencatat pertumbuhan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan korporasi keuangan,
namun sebagian besar ULN korporasi nonkeuangan
(85,53%) jatuh tempo dalam jangka panjang, yaitu lebih
dari satu tahun ke depan. Sementara itu, penyaluran
kredit perbankan kepada korporasi tumbuh 14,25% (yoy)
pada semester II 2018, meningkat dibandingkan dengan
pertumbuhan pada semester I 2018 sebesar 12,19% (yoy).
Kenaikan pertumbuhan kredit kepada korporasi
terutama tertuju ke sektor industri pengolahan, sektor
konstruksi dan pertambangan. Sedangkan perlambatan
pembiayaan dari pasar modal disebabkan oleh
meningkatnya cost of fund seiring dengan peningkatan
Bank Indonesia 7 day reverse repo rate.
Grafik 2.1.5 Pertumbuhan Sumber Pembiayaan Korporasi (yoy)
Sumber: Bank Indonesia, KSEI, OJK diolah
Keterangan:Data pasar modal meliputi saham, MTN, PP, dan Obligasi
Sumber: Bank Indonesia, Bloomberg, diolah
Grafik 2.1.6 Perkembangan Spread Suku Bunga dan Pertumbuhan ULN Swasta
20,00%
15,00%
10,00%
5,00%
0,00%
-5,00%
20152014 20172016 2018
Pertumbuhan ULN Swasta (yoy)Spread PUAB ON (INDONIA)-Fed Fund Efective Rate
20,00%
15,00%
10,00%
5,00%
0,00%
-5,00%
20152014 20172016 2018
ULN Swasta Kredit Pasar Modal
Bank IndonesIa
18 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Secara sektoral, korporasi di sektor manufaktur dan
sektor pertambangan, khususnya batubara, relatif
banyak memanfaatkan ULN sebagai sumber pembiayaan
korporasi. Pangsa ULN di korporasi yang bergerak
di sektor manufaktur dan subsektor pertambangan
batubara masing-masing tercatat sebesar 36,99% dan
76,91%. Pertumbuhan ULN sektor manufaktur tumbuh
6,57% (yoy) dan sektor batubara turun 4,27% (yoy) pada
Desember 2018 (Grafik 2.1.8 dan 2.1.9). Meskipun ULN
korporasi di sektor manufaktur masih didominasi oleh
pinjaman nonafiliasi, namun pinjaman dari afiliasi tercatat
tumbuh tinggi, yakni mencapai 20,26% (yoy), berbanding
terbalik dengan pinjaman nonafiliasi yang menurun
-1,22% (yoy). Bila dilihat lebih lanjut, pertumbuhan ULN
korporasi di sektor manufaktur terutama didorong oleh
kenaikan ULN di subsektor industri kendaraan bermotor
sebesar 36,12% (yoy). Pinjaman tersebut digunakan
korporasi untuk membiayai produksi guna memenuhi
permintaan pasar, sebagaimana tercermin dari
meningkatnya pertumbuhan produksi dan penjualan,
masing-masing sebesar 10,37% (yoy) dan 6,86% (yoy).
Grafik 2.1.7 Perkembangan ULN Swasta
Sumber: Bank Indonesia, diolah
250
200
150
100
50
0
15%
13%
10%
8%
5%
3%
0%
-3%
-5%
-8%
-10%
2015
2016
2017
Jan
-18
Feb
-18
Mar
-18
Ap
r-18
Mei
-18
Jun
-18
Jul-1
8
Ags
-18
Sep
-18
Okt
-18
Nov
-18
Des
-18
11,83%
10,92%
146,
8
146,
0
139,
9
137,
9
136,
7
135,
8
134,
9
134,
9
133,
8
133,
7
133,
9
131,
9
131,
3
121,
7
125,
143
,0
40,1
40,6
42,2
41,1
40,4
40,1
41,8
41,2
41,7
42,3
42,1
41,9
43,3
43,8
8,01%
Miliar USD yoy
Keuangan
Pertumbuhan Nonkeuangan (skala kanan)Pertumbuhan Swasta (skala kanan) Pertumbuhan Keuangan (skala kanan)
Nonkeuangan
Grafik 2.1.8 Perkembangan ULN Korporasi di Sektor Manufaktur
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.1.9 Perkembangan ULN Korporasi di Sektor Batubara
Des
-16
Jan
-17
Feb
-17
Mar
-17
Ap
r-17
Mei
-17
Jun
-17
Jul-1
7A
gs-1
7S
ep-1
7O
kt-1
7N
ov-1
7D
es-1
7Ja
n-1
8Fe
b-1
8M
ar-1
8A
pr-
18M
ei-1
8Ju
n-1
8Ju
l-18
Ags
-18
Sep
-18
Okt
-18
Nov
-18
Des
-18
109876543210
10%5%0%
-5%-10%-15%-20%-25%-30%
Miliar USD %(yoy)
7,02%
-4,27%
5,94
1,99-27,22
Des
-16
Jan
-17
Feb
-17
Mar
-17
Ap
r-17
Mei
-17
Jun
-17
Jul-1
7A
gs-1
7S
ep-1
7O
kt-1
7N
ov-1
7D
es-1
7Ja
n-1
8Fe
b-1
8M
ar-1
8A
pr-
18M
ei-1
8Ju
n-1
8Ju
l-18
Ags
-18
Sep
-18
Okt
-18
Nov
-18
Des
-18
25%
20%
15%
10%
5%
0%
-5%
454035302520151050
Afiliasi Afiliasi
Miliar USD %(yoy)
Non-Afiliasi Non-Afiliasi
Pertumbuhan Total (skala kanan) Pertumbuhan Total (skala kanan)
Pertumbuhan Afiliasi (skala kanan) Pertumbuhan Afiliasi (skala kanan)Pertumbuhan Non-Afiliasi (skala kanan)
Pertumbuhan Non-Afiliasi (skala kanan)
20,26%
22,64
6,57%
15,67-1,22%
Bank IndonesIa
19KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kerentanan Utama
Sementara itu, ULN perbankan tumbuh meningkat
diiringi oleh kenaikan pangsa ULN jangka panjang.
Posisi ULN perbankan tercatat naik sebesar 11,67%
(yoy), dengan pangsa terhadap posisi total ULN
Indonesia mencapai 8,80% pada akhir 2018 (Grafik
2.1.10). ULN berjangka waktu pendek mendominasi
ULN perbankan (pangsa 52,87%), walaupun dengan
kecenderungan yang menurun (Grafik 2.1.11).
Sementara itu, pangsa ULN perbankan berjangka
panjang tumbuh 24,91% (yoy) dan mayoritas berasal
dari pihak terkait, yaitu perusahaan induk atau pihak
yang memiliki saham perusahaan minimal 10% atau
perusahaan dalam satu grup, masing-masing dengan
pangsa 40,8% dan 23,3% (Grafik 2.1.12).
Mayoritas ULN jangka panjang yang disetujui Bank
Indonesia pada 2018 ditujukan untuk pembiayaan
penyaluran kredit (Tabel 2.1.1). Penggunaan ULN untuk
memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mengalami peningkatan pangsa, khususnya untuk
penguatan permodalan2 dan kewajiban pemenuhan rasio
pembiayaan stabil bersih (Net Stable Funding Ratio). ULN
jangka panjang terutama dimanfaatkan oleh bank BUKU
3 dengan pangsa 55,34% dari total ULN bank jangka
panjang. Sedangkan untuk ULN bank jangka pendek
didominasi oleh bank BUKU 4 dengan pangsa sebesar
87,30% dari total ULN bank jangka pendek. Sementara itu,
jatuh tempo ULN bank jangka panjang mayoritas pada
2025 sebesar USD3,18 miliar (pangsa 22,25%) dan jatuh
tempo di 2019 sebesar USD2,27 juta (pangsa 15,84%).
2 Peningkatan ULN dalam rangka penguatan permodalan antara lain berkaitan dengan pemenuhan POJK No.14/POJK.03/2017 tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) Bagi Bank Sistemik. Mayoritas ULN jangka panjang tersebut berupa obligasi subordinasi yang dapat dikonversi menjadi saham biasa dan/atau write down sebagai pemenuhan opsi pemulihan (recovery options).
Grafik 2.1.10 Pertumbuhan ULN Bank
Sumber: Bank Indonesia, diolah
*Data sementara **Data sangat sementara *Data sementara **Data sangat sementara
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.1.11 Jangka Waktu ULN Bank
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
35,030,025,020,015,010,05,00,0
-5,0-10,0
20152014 20172016 2018
Bank Pertumbuhan Bank (Skala Kanan)
juta dolar AS %, yoy
Sem I Sem I Sem I Sem I* Sem I*Sem II Sem II Sem II Sem II** Sem II**
100%90%80%70%60%50%40%30%20%10%0%
20152014 20172016 2018
Pangsa ULN Bank Jangka Panjang
Pangsa ULN Bank Jangka Pendek
34,3
%
37,1
%
37,3
%
65,7
%
62,9
%
62,7
%
56,8
%
57,9
%
57,2
%
55,7
%
55,9
%
55,4
%
52,9
%
43,2
%
42,1
%
42,8
%
44,3
%
42,1
%
44,6
%
47,1
%
Sem I Sem I Sem I Sem I Sem I*Sem II Sem II Sem II Sem II Sem II*
Grafik 2.1.12 Pemberi ULN Bank Jangka Panjang
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Perusahaan induk atau pihak yg memiliki saham perusahaan minimal 10%
non-afiliasi
Perusahaan dalam satu grup (fellow subsidiaries)
40,8%
23,3%
35,8%
Bank IndonesIa
20 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Tabel 2.1.1 Persentase Tujuan Penggunaan ULN Bank Jangka Panjang Berdasarkan Persetujuan Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
No Tujuan 2017 2018
1 Penyaluran kredit 73,0% 47,4%
2 Perbaikan struktur pendanaan 25,8% 39,6%
3 Permodalan 1,3% 12,7%
4 Likuiditas 0,0% 0,3%
Dari sisi IKNB, pertumbuhan ULN Perusahaan
Pembiayaan meningkat disebabkan oleh cost of fund
dalam negeri yang dipandang lebih tinggi dibandingkan
dengan pembiayaan luar negeri. Pada semester II
2018, ULN Perusahaan Pembiayaan tumbuh sebesar
18,23% (yoy), meningkat dibandingkan dengan semester
sebelumnya sebesar 0,83% (yoy) (Grafik 2.1.13). Meskipun
suku bunga dalam negeri cenderung menurun, namun
suku bunga ULN ditambah dengan biaya lindung nilai
(hedging) masih lebih murah dibandingkan dengan
cost of fund apabila berutang di dalam negeri, sehingga
beberapa Perusahaan Pembiayaan memperbesar
porsi pembiayaan ULN dalam rangka efisiensi. Sebagai
akibatnya, pangsa ULN terhadap total pembiayaan
Perusahaan Pembiayaan meningkat menjadi 28,92%
(Grafik 2.1.14).
Mempertimbangkan kecenderungan peningkatan
ULN dalam beberapa tahun terakhir, korporasi, baik
nonkeuangan maupun keuangan, perlu mengelola risiko,
terutama yang ditimbulkan oleh perubahan nilai tukar.
Dalam rangka memitigasi berbagai risiko yang ditimbulkan
oleh ULN, antara lain risiko nilai tukar (currency risk),
risiko likuiditas (liquidity risk), dan risiko beban utang
yang berlebihan (overleverage), Bank Indonesia telah
menerbitkan PBI No.16/21/PBI/2014 tentang Penerapan
Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Nonbank.
Ketentuan tersebut dikeluarkan untuk mendorong
kehati-hatian korporasi nonbank dalam mengelola
berbagai risiko yang ditimbulkan oleh penggunaan
ULN sebagai sumber pembiayaan kegiatan. Korporasi
nonbank diwajibkan untuk memenuhi rasio lindung nilai
minimum sebesar 25% berdasarkan selisih negatif antara
aset valuta asing dan kewajiban valuta asing, yang akan
jatuh tempo sampai dengan tiga bulan ke depan dan yang
akan jatuh tempo lebih dari tiga bulan sampai dengan
enam bulan ke depan. Selain itu, korporasi nonbank juga
wajib memenuhi rasio likuiditas valas minimum tertentu,
yaitu paling rendah sebesar 70%.
Sementara untuk perbankan, aktivitas lindung nilai guna
meminimalkan risiko pasar (suku bunga dan nilai tukar)
dilakukan berdasarkan kebijakan internal masing-masing
bank. Bank Indonesia hanya mengatur eksposur ULN
jangka pendek terhadap modal perbankan yang tidak
boleh melebihi threshold sebesar 30%3. Selain hedging
3 PBI Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan PBI nomor 15/6/PBI/2013 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank.
Grafik 2.1.13 Pertumbuhan Pedanaan Perusahaan Pembiayaan
Sumber: OJK Sumber: OJK
Grafik 2.1.14 Komposisi Pedanaan Perusahaan Pembiayaan
Pinjaman Dalam Negeri
Total Pendanaan
SSB
ULN
30252015105-
(5)(10)(15)(20)(25)
Jun
-15
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun
-16
Sep
-16
Des
-16
Mar
-17
Jun
-17
Sep
-17
Des
-17
Mar
-18
Jun
-18
Sep
-18
Des
-18
18 ,23
%
1 ,78
5 ,74
(5 ,96)
Liabilitas Segera Pinjaman Dalam NegeriULNPinjaman Subordinasi
SSB
100908070605040302010
-Jun-16 Des-16 Jun-17 Des-17 Jun-18 Des-18
36 ,85
30 ,41
21 ,22
%
50 ,85
25 ,33
21 ,54
51 ,51
25 ,45
21 ,16
50 ,03
25 ,95
21 ,89
51 ,68
24 ,23
21 ,88
49 ,74
28 ,92
19 ,46
Bank IndonesIa
21KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kerentanan Utama
terhadap eksposur valasnya, bank pada umumnya
juga melakukan penempatan dana ULN sesuai dengan
jenis valuta, jangka waktu, dan suku bunga yang telah
diperhitungkan. Selain untuk meningkatkan return, hal
ini juga dilakukan untuk melindungi bank dari risiko pasar
yang mungkin timbul.
Mempertimbangkan pembiayaan korporasi yang
bersumber dari ULN rentan terhadap risiko nilai tukar,
maka sumber pembiayaan alternatif yang bersifat jangka
panjang perlu dikembangkan. Hal ini dapat diwujudkan
dengan meningkatkan sumber pembiayaan korporasi
dalam bentuk penerbitan obligasi korporasi dan
instrumen pasar modal lainnya. Untuk itu, pendalaman
pasar modal, terutama di pasar obligasi korporasi
dan pasar saham, perlu dilakukan secara terarah dan
berkelanjutan. Dalam Strategi Nasional Pengembangan
dan Pendalaman Pasar Keuangan 2018-2024 (SN-
PPPK), kebijakan pendalaman pasar obligasi korporasi
ditempuh dengan memperkuat pengembangan pada
segmen pasar pemodal profesional. Hal ini dilakukan
dengan penyederhanaan proses penawaran umum atas
penerbitan efek bersifat utang oleh OJK. Penyederhanaan
tersebut dinilai akan sangat menguntungkan bagi
perusahaan berprospek bagus yang masih dalam
tahap awal beroperasi. Dengan demikian, peluang
korporasi untuk mendapatkan alternatif pembiayaan
akan terbuka lebih luas. Selain itu, terdapat pula upaya
pendalaman pasar modal dengan meningkatkan efisiensi
penyelesaian transaksi pada transaksi bursa saham
4 Retail funding adalah dana pihak ketiga perbankan (DPK). 5 Non-core deposit (NCD) merujuk pada definisi OJK yaitu 30% giro + 30% tabungan + 10% deposito.
2.2. Retail Funding Sebagai Sumber Dana Utama Bank Tumbuh Melambat
Retail funding4 masih menjadi sumber dana utama
perbankan untuk membiayai ekspansi kredit, meski
pangsanya cenderung berkurang. Hal ini terindikasi dari
rasio retail funding terhadap total aset yang masih tinggi
yaitu sebesar 70% pada akhir tahun 2018. Berkurangnya
ketergantungan pada retail funding, selain terindikasi
dari perlambatan pertumbuhan DPK secara keseluruhan,
juga dari penurunan pangsa core retail funding terhadap
total aset yang lebih signifikan dibandingkan dengan
penurunan pangsa non-core retail funding terhadap total
aset atau yang biasa disebut non-core deposit (NCD)5
(Grafik 2.2.1). Hal tersebut sejalan dengan terjadinya
pergeseran komposisi DPK dari deposito ke DPK yang
relatif lebih murah bagi bank, yaitu giro dan tabungan.
Akibat pergeseran ini pangsa Current Account Saving
Account (CASA) mengalami kenaikan sejak tahun 2014
(Grafik 2.2.2). Pergeseran tersebut berimplikasi pada
kenaikan NCD atau dengan kata lain berkurangnya
sumber dana stabil bagi bank. Selain itu, meningkatnya
pangsa deposito yang berjangka pendek, yaitu di bawah
enam bulan, turut meningkatkan maturity mismatch jika
perbankan tetap bergantung pada sumber dana ritel
untuk membiayai kredit (Grafik 2.2.3).
melalui percepatan waktu penyelesaian transaksi. Hal
ini dinilai dapat meningkatkan likuiditas sehingga pada
gilirannya dapat mempercepat reinvestment.
Grafik 2.2.1 Jenis Retail Funding Perbankan
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 2.2.2 Komposisi DPK
100%90%80%70%60%50%40%30%20%10%0%
12
2012
42,8
3
43,7
9
47,16
45,16
44,6
7
44,5
2
44,2
332
,42
23,3
6
23,3
2
23,2
4
22,3
8
21,6
2
23,1
1
23,7
8
32,16
32,0
8
31,6
3
31,2
2
33,10
33,3
9
12
2014
12
2016
12
2013
12
2015
12
2017
12
2018
Deposito Tabungan Giro
80%
75%
70%
65%
60%
55%
50%
6%
5%
4%
3%
2%
1%
0%
5,10%
5,02%
14,76%
58,24%
3,38%
15,71%
Wholesale Funding/TA (skala kanan)Retail Funding/TA (skala kanan)
Core Retail Funding/TANon-Core Retail Funding/TA
Des
-13
Mar
-14
Jun
-14
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun
-15
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun
-16
Sep
-16
Des
-16
Mar
-17
Jun
-17
Sep
-17
Des
-17
Mar
-18
Jun
-18
Sep
-18
Des
-18
Bank IndonesIa
22 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 2.2.3 Pangsa Deposito Rupiah Berdasarkan Jangka Waktu
2012 20142013 2015 2016 2017 201812 12 12 12 12 12 126
100%98%96%94%92%90%88%86%84%82%80%
11,0
6
10,16
12,6
5
11,8
4
12,5
6
12,4
6
11,2
4
8,90
88,9
4
89,8
4
87,3
5
88,16
87,4
4
87,5
4
88,7
6
91,10
Jangka Waktu s.d. 6 bulan Jangka Waktu> 6 bulan
Dinamika perkembangan makroekonomi domestik
di tengah berbagai tekanan global, berimplikasi pada
tren perlambatan pertumbuhan DPK, termasuk pada
semester II 2018. Tekanan global dari jalur perdagangan
maupun jalur finansial mendorong terjadinya capital
outflows hingga akhir triwulan III 2018 dan pelemahan
kinerja eksternal Indonesia. Meskipun sempat terjadi
pembalikan capital flows ke Indonesia menjelang akhir
tahun 2018, penurunan kinerja neraca perdagangan
Indonesia, yang menyebabkan tingginya aliran dana
keluar dari kegiatan ekspor-impor, memberikan tekanan
lebih besar terhadap pertumbuhan DPK (Grafik 2.2.4).
Penurunan kinerja perdagangan utamanya disebabkan
oleh kenaikan impor nonmigas yang dipidicu oleh
tingginya permintaan domestik terhadap impor bahan
baku, barang modal, serta barang konsumsi, khususnya
pada triwulan IV 2018.
Dari sisi domestik, perlambatan DPK pada semester II 2018
sejalan dengan perilaku konsumsi, preferensi menabung
masyarakat, serta aktivitas ekonomi. Berdasarkan tren
jangka panjang, pertumbuhan DPK, baik perseorangan
maupun korporasi nonkeuangan cenderung melambat
(Grafik 2.2.5). Perseorangan mendominasi pangsa DPK,
namun dengan kecenderungan menurun (Grafik 2.2.6).
Perubahan pola konsumsi masyarakat, yang terindikasi
dari kenaikan marginal propensity to consume (MPC)6 dan
penurunan Net Foreign Asset (NFA) pada semester II 2018
6 MPC menunjukkan perbandingan antara tambahan konsumsi dengan tambahan disposable income yang diterima oleh swasta atau rumah tangga.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 2.2.4 Growth DPK vs Neraca Perdagangan dan Portfolio Investment
1.000
-
-1.000
-2.000
-3.000
-4.000
-5.000
50,040,030,020,010,0
--10,0-20,0-30,0-40,0-50,0
14,0%12,0%10,0%8,0%6,0%4,0%2,0%0,0%
14,0%12,0%10,0%8,0%6,0%4,0%2,0%0,0%
Jan
-17
Feb
-17
Mar
-17
Ap
r-17
Mei
-17
Jun
-17
Jul-1
7
Ags
-1 7
Sep
-17
Okt
-17
Nov
-17
Des
-17
Jan
-18
Feb
-18
Mar
-18
Ap
r-18
Ma
y-18
Jun
-18
Jul-1
8
Ags
-18
Sep
-18
Okt
-18
Nov
-18
Des
-18
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-16
Ap
r-16
Mei
-16
Jun
-16
Jul-1
6
Ags
-16
Sep
-16
Okt
-16
Nov
-16
Des
-16
Jan
-17
Feb
-17
Mar
-17
Ap
r-17
Mei
-17
Jun
-17
Jul-1
7
Ags
-17
Sep
-17
Okt
-17
Nov
-17
Des
-17
Jan
-18
Feb
-18
Mar
-18
Ap
r-18
Mei
-18
Jun
-18
Jul-1
8
Ags
-18
Sep
-18
Okt
-18
Nov
-18
Des
-18
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-16
Ap
r-16
Mei
-16
Jun
-16
Jul-1
6
Ags
-16
Sep
-16
Okt
-16
Nov
-16
Des
-16
Net Ekspor/Impor Pertumbuhan DPK
Flows SBN Flows Saham Flows Saham
Net Ekspor & Impor
Flow PasarSaham& PasarSBN
Bank IndonesIa
23KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kerentanan Utama
7 Floating Fund adalah seluruh nilai uang elektronik yang berada pada penerbit atas hasil penerbitan uang elektronik dan/atau pengisian ulang, yang masih merupakan kewajiban penerbit kepada pengguna dan penyedia barang dan/atau jasa. Dengan demikian, floating fund mencakup saldo uang elektronik konsumen dan saldo uang elektronik penyedia barang dan/atau jasa (merchant) hasil dari pembayaran konsumen yang belum dipindahkan ke tabungan merchant di bank.
dibandingkan dengan semester I 2018, ditengarai menjadi
faktor yang mendorong perlambatan DPK tersebut (Grafik
2.2.7). Berkembangnya alternatif investasi lain, seperti
SBN ritel serta akselerasi penggunaan uang elektronik,
juga ditengarai memengaruhi preferensi masyarakat
Grafik 2.2.5 Pertumbuhan DPK Perorangan dan Korporasi Swasta (yoy)
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 2.2.6 Pangsa DPK Perorangan dan Korporasi Swasta
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0% PerseoranganSektor Pemerintah
PerusahaanSwasta LKNB
BUMNBukan Penduduk
100%90%80%70%60%50%40%30%20%10%0%
2012 20142013 2015 2016 2017 201812 12 12 12 12 12 126
56,97
26,41
5,785,664,440,74
56,26
27,72
5,295,414,470,85
56,24
26,46
4,904,795,250,97
56,16
27,66
6,024,724,460,97
55,81
28,18
6,484,494,210,83
53,67
29,22
6,285,804,350,68
53,04
28,63
5,078,194,200,88
53,79
29,18
6,305,934,110,69
20122010 2011 20142013 2015 2016 2017 2018
pada penempatan DPK (Grafik 2.2.8). Sementara itu,
pertumbuhan DPK korporasi nonkeuangan kembali
melambat pada semester II 2018 dipicu masih tingginya
kebutuhan pembiayaan aktivitas usaha menggunakan
modal atau dana sendiri (Grafik 2.2.9).
Grafik 2.2.8 Peningkatan Floating Fund7 Uang Elektronik
Grafik 2.2.7 Pertumbuhan DPK dan Net Foreign Assets (NFA)
Sumber: Bank Indonesia
353025201050
-5-10-15
201203 03 03 03 03 03 0306 06 06 06 06 06 0609 09 09 09 09 09 0912 12 12 12 12 12 12
20142013 2015 2016 2017 2018
Pertumbuhan NFA Pertumbuhan DPK
%
2.500,00
2.000,00
1.500,00
1.000,00
500,00
-1197531 1197531 1197531
Bank Non Bank
2016 2017 2018
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
-
100
80
60
40
20
-1197531 1197531 1197531
2016 2017 2018
RRH Volume (juta transaksi, skala kiri) Floating Fund (Rp T, skala kiri)RRH Nominal Transaksi
(Rp M, skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Perorangan
DPK
Korporasi Non-Keuangan
Bank IndonesIa
24 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Grafik 2.2.9 Pertumbuhan DPK berdasarkan kepemilikan (yoy)
18%
16%
14%
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0%
Perorangan Korporasi Non Keuangan
Sumber: Bank Indonesia
Juni 2017 Desember 2017 Desember 2018Juni 2018
Menghadapi kondisi makroekonomi yang mengalami
kesenjangan negatif antara tabungan dan investasi,
perbankan mengurangi ketergantungan pada sumber
dana ritel dengan meningkatkan wholesale funding.
Bank tetap mempertahankan ekspansi kredit di tengah
keterbatasan sumber dana ritel melalui peningkatan
wholesale funding. Pada semester II, wholesale funding
perbankan kembali meningkat sebesar 11,75% (yoy) dari
10,75% (yoy) pada semester I dan 8,24% (yoy) pada akhir
tahun 2017 (Grafik 2.2.10). Namun, berbeda dengan pola
beberapa tahun sebelumnya, kenaikan wholesale funding
pada 2018 terutama berasal dari pinjaman, baik dalam
maupun luar negeri (Grafik 2.2.11). Kenaikan pinjaman
tersebut terutama terjadi pada bank BUKU 3 dan 4
dengan pangsa mencapai 94,2% dari total posisi pinjaman
perbankan. Dalam hal ini, bank BUKU 3 mengalami
kenaikan pinjaman yang paling signifikan (Grafik
2.2.12), dengan pangsa pinjaman BUKU 3 terhadap total
pinjaman yang mencapai 49,5%. Mayoritas pinjaman bank
BUKU 3 tersebut berupa pinjaman valas dari luar negeri
mencapai 70% dari total pinjaman BUKU 3. Sementara
itu, kenaikan pinjaman pada BUKU 4 tidak sebesar BUKU
3 dikarenakan BUKU 4 masih mengandalkan pencairan
alat likuid sebagai alternatif sumber dana non-DPK
(Grafik 2.2.13). Pada periode yang sama, upaya perbankan
memanfaatkan wholesale funding berupa penerbitan
obligasi relatif terbatas karena biaya penerbitan obligasi
yang cenderung meningkat.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 2.2.11 Sumber Dana Perbankan Grafik 2.2.10 Pertumbuhan Retail dan Wholesale Funding (yoy)
Sumber: Bank Indonesia
12%
6,45%
16%
14%
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0%
Retail Funding (yoy) Wholesale Funding (yoy)
Des
-16
Feb
-17
Ap
r-17
Jun
-17
Ags
-17
Okt
-17
Des
-17
Feb
-18
Ap
r-18
Jun
-18
Ags
-18
Okt
-18
Des
-18 2015
Rp
T
2016 2017 2018
Funding Gap (skala kanan)
YTD Kredit
Net Antar Bank (ytd)
DPK (ytd)Alat Likuid (ytd)
Net Aset lainnya (ytd)Penerbitan SSB (ytd)Pinjaman (ytd)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
800
600
400
200
0
(200)
(400)
(600)
(800)
800
600
400
200
-
(200)
(400)
(600)
(800)
Bank IndonesIa
25KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kerentanan Utama
Grafik 2.3.1 Transaksi Modal dan Finansial
Sumber: Bank Indonesia Sumber: CEIC dan KSEI
Grafik 2.3.2 Kepemilikan Asing di SBN dan Saham
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Asing Domestik Asing Domestik
Surat Berharga Negara Saham*
*)Saham yang diperdagangkan
Jun
-16
Des
-16
Jun
-17
Des
-17
Jun
-18
Des
-18
Jun
-16
Des
-16
Jun
-17
Des
-17
Jun
-18
Des
-18
20
15
10
5
-
(5)
(10)
(15)
Investasi Langsung Investasi PortofolioInvestasi Lainnya
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1*
Q2*
Q3*
Q4*
*
Transaksi Finansial
Miliar USD
2006 20082007 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 2.2.11 Sumber Dana BUKU 4
2015 2016 2017 20181 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
DPK (ytd)
Net Aset Lainnya (ytd)
Alat likuid (ytd)Net Antar Bank (ytd)
Penerbitan SSB (ytd)Pinjaman (ytd)
Grafik 2.2.12 Sumber Dana BUKU 3
2.3. Saving-Investment Gap yang Negatif dan Pasar Keuangan yang Belum Dalam
Peran investasi portofolio yang signifikan untuk menutup
kesenjangan antara tabungan dan investasi yang negatif,
meningkatkan potensi kerentanan di pasar keuangan
domestik dan mengganggu stabilitas pendanaan. Di
tengah tabungan domestik yang belum memadai untuk
memenuhi kebutuhan investasi, investasi asing sangat
diperlukan. Aliran masuk investasi asing meningkat
signifikan, baik dalam bentuk investasi portofolio
maupun investasi langsung dan investasi lainnya
terutama semenjak 2010, namun volatilitas aliran
investasi portofolio yang masuk ke Indonesia cukup
tinggi (Grafik 2.3.1). Menariknya imbal hasil yang diberikan
serta tingkat kepercayaan investor asing terhadap
perekonomian Indonesia menjadi faktor pendorong
investor asing berinvestasi, terutama pada portofolio
saham dan SBN. Perkembangan tersebut menyebabkan
tingginya kepemilikan asing di pasar saham dan SBN.
Kepemilikan asing di SBN mencapai 37,71% dan di pasar
saham (yang perdagangkan) 52,17% pada akhir semester
II 2018 (Grafik 2.3.2). Aliran dana asing dalam bentuk
investasi portofolio memiliki dampak positif sebagai
sumber pendanaan perekonomian nasional serta dapat
mendukung pengembangan dan pendalaman pasar
keuangan.
Kepemilikan asing pada investasi portofolio cukup rentan
terhadap sentimen negatif dan berpotensi memberikan
tekanan kepada perekonomian. Tekanan terutama
muncul pada saat terjadi kejutan eksternal dalam
perekonomian global (global spillover) yang mendorong
investor asing mengurangi eksposurnya pada portofolio
domestik secara bersamaan (sudden reversal). Sudden
reversal dapat mengakibatkan terjadinya tekanan jual
yang besar dan mengakibatkan turunnya harga-harga
aset domestik. Kondisi tersebut berpotensi mengurangi
nilai kekayaan korporasi serta memengaruhi preferensi
korporasi untuk memperoleh pendanaan dari pasar
modal, baik melalui initial public offering (IPO), right
issue, maupun penerbitan obligasi, karena kondisi pasar
modal kurang kondusif.
Sumber: Bank Indonesia
2015 2016 2017 2018
250 200 15010050
- (50)
(100)(150)
400300200100
- (100)(200)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
DPK (ytd)
Net Aset Lainnya (ytd)
Alat likuid (ytd)Net Antar Bank (ytd)
Penerbitan SSB (ytd)Pinjaman (ytd)
Bank IndonesIa
26 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Di sisi lain, pasar keuangan Indonesia yang belum
dalam berpotensi mengamplifikasi dampak kerentanan
tersebut. Pada 2018, kedalaman pasar keuangan
Indonesia, yang diukur dengan beberapa rasio terhadap
PDB, berada pada level yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan negara peer, yaitu 36,11% untuk
kredit, 47,34% untuk kapitalisasi pasar saham, 16,40%
untuk obligasi Negara dan 2,80% untuk obligasi korporasi
(Grafik 2.3.3). Kondisi tersebut membatasi ketersediaan
dana untuk pembiayaan investasi, termasuk proyek
infrastruktur yang saat ini menjadi fokus pembangunan
ekonomi Indonesia. Pasar keuangan yang dangkal turut
menyebabkan kerentanan pasar keuangan domestik
terhadap gejolak yang terjadi dalam perekonomian global.
Dalam rangka memperdalam pasar keuangan, Bank
Indonesia bersama OJK dan Kementerian Keuangan,
melalui Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan
melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK), berkomitmen
mempercepat pendalaman pasar keuangan melalui
berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Strategi
Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar
Keuangan 2018-2024 (SN-PPPK). Kebijakan diarahkan
pada upaya peningkatan peran pasar keuangan sebagai
sumber pembiayaan ekonomi dalam mendukung
kesinambungan pertumbuhan ekonomi8.
Searah dengan pasar modal, kedalaman pasar uang
dan valas Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan
negara peer. Berdasarkan publikasi Executives’ Meeting
of East Asia Pacific Central Bank (EMEAP) Money
Market Survey Report pada Agustus 2018, rasio turnover
harian pasar uang terhadap PDB Indonesia masih lebih
rendah dibandingkan dengan negara-negara lain (Grafik
2.3.4). Selain itu, berdasarkan publikasi yang diterbitkan
oleh Bank for International Settlements (BIS) dalam
Triennial Central Bank Survey of Foreign Exchange
and OTC Derivatives Markets in 2016, volume rata-rata
harian transaksi valas dan komposisi transaksi derivatif
valas Indonesia pada 2016 berada pada posisi lebih
rendah dibandingkan negara peer (Grafik 2.3.5). Untuk
meningkatkan kedalaman pasar uang dan pasar valas,
Bank Indonesia menempuh berbagai kebijakan yang
difokuskan pada upaya peningkatan efisiensi pasar uang
dan pasar valas guna turut mendorong pembiayaan
jangka panjang sebagai sumber pembiayaan ekonomi.
8 Informasi lebih lanjut dapat dilihat di Buku Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan 2018-2024.
Grafik 2.3.3 Perbandingan Kedalaman Pasar Keuangan di Beberapa Negara, Tahun 2017
Sumber: World Bank, Asian Development Bank
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Kredit Obligasi PemerintahKapitalisasi Pasar Saham Obligasi Korporasi
Rasio terhadap PDB, persen
Ind
on
esia
Filip
ina
Viet
nam
Mal
aysi
a
Thai
lan
d
Sin
gap
ura
Indi
a
Tio
ngk
ok
Bank IndonesIa
27KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Kerentanan Utama
Berbagai upaya pengembangan pasar keuangan secara
berkesinambungan telah mendorong peningkatan
volume transaksi dan outstanding di pasar uang dan
memperkuat tren peningkatan kedalaman pasar uang.
PUAB, sebagai instrumen utama yang digunakan
oleh bank dalam mengelola likuiditas jangka pendek,
mengalami peningkatan volume transaksi. FX Swap,
sebagai salah satu transaksi pasar uang, juga mengalami
peningkatan volume transaksi dan outstanding (Grafik
2.3.6). Peningkatan volume transaksi pasar uang secara
keseluruhan (Grafik 2.3.7) tersebut turut didukung
oleh kondisi likuiditas rupiah yang memadai, sejalan
dengan strategi operasi moneter Bank Indonesia.9
Bank Indonesia juga terus melanjutkan pengembangan
transaksi/instrumen pasar uang lainnya seperti transaksi
repo dan pengembangan instrumen surat utang jangka
pendek sektor swasta, guna mendorong peningkatan
variasi dan likuiditas transaksi instrumen pasar uang.
Tidak hanya itu, Bank Indonesia turut mendorong
pengembangan instrumen derivatif suku bunga Rupiah
guna mendorong aktivitas lindung nilai terhadap risiko
perubahan suku bunga Rupiah.10 Bank Indonesia juga
berupaya meningkatkan kredibilitas acuan suku bunga
pasar uang yaitu dengan mulai memperkenalkan
IndONIA (Indonesia Overnight Index Average) sebagai
acuan untuk transaksi di pasar uang maupun derivatif
suku bunga, menggantikan Jakarta Interbank Offered
Rate (JIBOR).
Grafik 2.3.4 Perbandingan Rasio Turnover Harian Pasar Uang terhadap PDB
Sumber: EMEAP Money Markets Survey, Agustus 2018
Sumber: Bank Indonesia, BIS Triennial Survey, April 2016
Grafik 2.3.5 Perbandingan RRH Volume Transaksi Spot dan Derivatif Valas
14%
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0%ID PH SG CN JP NZNY TH HK KR AU US UK
12
10
8
6
4
2
0
Spot Derivatif
MalaysiaIndonesia Filipina Thailand
9 Informasi lebih lanjut dapat dilihat di bab 5 - Kebijakan Moneter dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2018, yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.10 Informasi lebih lanjut dapat dilihat di bab 6 - Kebijakan Pendalaman Pasar Keuangan dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2018, yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.
Bank IndonesIa
28 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Dalam upaya pengembangan pasar valas, agar dapat turut
berkontribusi pada stabilitas pasar keuangan domestik,
Bank Indonesia terus mendorong inisiatif pendalaman
pasar keuangan melalui pengayaan instrumen valas,
termasuk instrumen derivatif valas dan penggunaan valas
non-USD. Bank Indonesia secara berkelanjutan berupaya
mendorong peningkatan aktivitas lindung nilai terhadap
nilai tukar Rupiah, melalui pengembangan pasar derivatif
nilai tukar. Pada 2018, pengayaan instrumen lindung
nilai dilakukan Bank Indonesia melalui penerbitan
instrumen baru, yaitu Domestic Non-Deliverable Forward
(DNDF), dengan tetap mengembangkan instrumen yang
telah ada seperti call spread option (CSO) dan cross
currency swap (CCS). Di samping itu, Bank Indonesia
terus mendorong penggunaan mata uang lokal untuk
penyelesaian transaksi perdagangan melalui skema local
currency settlement (LCS), yang bertujuan mendorong
stabilitas nilai tukar Rupiah, khususnya terhadap USD.
Berbagai upaya sosialisasi dilakukan secara intensif dan
berkesinambungan kepada berbagai stakeholders dan
telah berkontribusi pada peningkatan volume transaksi
derivatif di pasar valas.
Memasuki semester II 2018, sistem keuangan
Indonesia dihadapkan pada ketidakpastian global
yang menyebabkan pembalikan aliran modal dan
memengaruhi stabilitas sistem keuangan dan upaya
pendalaman pasar keuangan. Oleh karena itu, Bank
Indonesia berupaya tetap mempertahankan daya tarik
aset pasar keuangan domestik melalui kebijakan suku
bunga. Hal ini berdampak terhadap penyesuaian cost
of fund perbankan dan mempengaruhi preferensi bank
dalam mencari sumber dana dari pasar modal. Kondisi
tersebut, bersamaan dengan terbatasnya pendanaan
dari retail funding, memengaruhi ketersediaan likuiditas
perbankan, sehingga mendorong perbankan untuk
memanfaatkan sumber dana eksternal dan/atau
melakukan efisiensi guna mempertahankan kapasitas
pembiayaan. Untuk itu, Bank Indonesia secara konsisten
terus melakukan upaya untuk meningkatkan fleksibilitas
pengelolaan likuiditas perbankan dan pada saat yang
bersamaan tetap berupaya mendorong pendalaman
pasar keuangan.
Grafik 2.3.6 Perkembangan Struktur Pasar Uang
Sumber: Bank Indonesia, KSEI Sumber: Bank Indonesia, KSEI
Grafik 2.3.7 Perkembangan Pasar Uang
450
400
350
300
250
200
150
100
-
FX SwapSPNRepo
NCDPUAB
Rp. Triliun
2013 2014 2015 2016 2017 2018
40
35
30
25
20
15
10
5
0
30
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
RRH Volume Transaksi Pasar Uang (Skala Kiri)Rasio outstanding pasar uang rupiah terhadap PDB (Skala kanan)
Rp. Triliun
2013 2014 2015 2016 2017 2018
%
Bank IndonesIa
31KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Risiko dan Ketahanan Sistem KeuanganBank IndonesIa
di tengah adanya tiga kerentanan dalam sistem keuangan Indonesia, dampak shock, yang berasal dari pasar keuangan dan perekonomian global, terhadap risiko dan ketahananan sistem keuangan Indonesia relatif terkendali pada semester II 2018. risiko yang mengemuka pada periode laporan terutama adalah risiko likuiditas dan risiko pasar. Peningkatan risiko likuiditas terutama dialami oleh sektor perbankan akibat perlambatan dPK yang dibarengi oleh ekspansi kredit perbankan. sementara kenaikan risiko pasar dialami oleh sebagian besar pelaku di sistem keuangan, termasuk korporasi.
Kenaikan risiko pasar yang dihadapi korporasi akibat kenaikan sumber pembiayaan yang berasal dari uln relatif dapat dikelola dengan baik dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ketahanan korporasi. dari sisi korporasi nonkeuangan, indikator terkelolanya risiko adalah pangsa uln berjangka panjang yang lebih dominan dibandingkan dengan uln jangka pendek, menurunnya uln yang mengalami restrukturisasi, serta kemampuan membayar pokok utang dan bunga utang yang sedikit membaik. dari sisi korporasi keuangan, risiko pasar uln perbankan dan perusahaan pembiayaan masih terjaga, disertai oleh ketahanan dan kemampuan membayar utang yang cukup baik. Korporasi dapat mengelola risiko nilai tukar yang dihadapi karena menerapkan lindung nilai.
risiko likuiditas perbankan tetap terjaga meski keterbatasan retail funding menimbulkan tekanan likuiditas di tengah ekspansi kredit yang terus meningkat. Perbankan dapat mengelola risiko likuiditas dengan baik, yang tercermin dari sejumlah rasio likuiditas yang masih berada jauh di atas threshold. Perbankan mampu menahan tekanan likuiditas akibat meningkatnya kebutuhan pencairan alat likuid sebagai alternatif sumber dana pembiayaan kredit, melalui peningkatan wholesale funding. seiring dengan meningkatnya kebutuhan akses perbankan pada wholesale funding, ke depan perlu dicermati peningkatan risiko repricing dan tekanan persaingan suku bunga dPK. hal ini mempertimbangkan masih besarnya ruang ekspansi kredit, sehingga kebutuhan eksternal funding perbankan dan persaingan terhadap retail funding akan semakin meningkat.
Ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat berpotensi menimbulkan risiko pasar, namun sektor keuangan masih dapat mengelola risiko tersebut. di tengah keluarnya aliran dana asing, kinerja pasar keuangan mengalami penurunan terutama pada triwulan II dan III 2018. tekanan pada pasar keuangan memengaruhi aset perbankan dan IKnb yang terpapar dengan risiko pasar. Penurunan harga sbn meningkatkan risiko mark-to-market sbn yang dimiliki perbankan pada triwulan II dan III 2018. dampak penurunan harga sbn tersebut tertahan pada triwulan IV 2018 seiring dengan membaiknya kinerja pasar sbn. selain itu, berdasarkan hasil stress test, kondisi perbankan diperkirakan masih cukup kuat dalam menghadapi risiko kredit dan risiko pasar. dari sisi asuransi, penurunan kinerja asuransi berpotensi menurun karena komposisi investasi asuransi dalam pasar keuangan cukup tinggi. di sisi pasar uang, volatilitas suku bunga Puab rupiah o/n tetap terkendali didukung oleh kondisi likuiditas perbankan nasional yang terjaga. sementara, pasar uang valas yang efisien dan volume transaksi derivatif pasar valas yang meningkat mendukung stabilitas rupiah.
BAB III
RisiKodAn KETAhAnAnsisTEm KEuAngAn
Bank IndonesIa
32 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
3.1. Kenaikan Penggunaan Pembiayaan dari luar negeri tidak mengganggu Kinerja Korporasi
Pertumbuhan ULN yang meningkat hingga Desember 2018
berpotensi meningkatkan risiko pasar dan risiko kredit
korporasi. Risiko timbul ketika shock yang berasal dari
perekonomian global dan domestik berinteraksi dengan
kerentanan di sektor korporasi. Mempertimbangkan
pembiayaan ULN oleh korporasi, shock yang material bagi
korporasi adalah kenaikan suku bunga global, depresiasi
Rupiah, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Dua
shock pertama akan memengaruhi risiko pasar, sedangkan
shock terakhir berdampak terhadap risiko kredit. Risiko pasar
terjadi ketika beban bunga pinjaman yang harus dibayar oleh
korporasi meningkat akibat kenaikan suku bunga pinjaman,
dan ketika depresiasi Rupiah meningkatkan pembayaran
pokok ULN. Risiko kredit timbul ketika korporasi gagal dalam
memenuhi kewajibannya dalam membayar pokok pinjaman
maupun beban bunga yang telah disepakati dalam perjanjian
ULN. Kegagalan korporasi dapat disebabkan kerugian yang
dialami akibat penjualan yang menurun seiring dengan
lemahnya permintaan, baik yang berasal dari domestik
maupun global.
Dari sisi korporasi nonkeuangan, risiko akibat kenaikan ULN
masih cukup terjaga. Hal ini diindikasi oleh dominannya
pangsa ULN korporasi nonkeuangan berjangka waktu
panjang (85,53%), yaitu memiliki jatuh tempo lebih dari satu
tahun ke depan (Grafik 3.1.1). Selain itu, risiko yang relatif
terjaga juga tercermin dari menurunannya pertumbuhan ULN
korporasi nonkeuangan yang mengalami restrukturisasi1
(selanjutnya disebut ULN restrukturisasi) sebesar 0,35% (yoy)
pada akhir 2018 (Grafik 3.1.2). Perkembangan ini menurunkan
pangsa ULN restrukturisasi dalam komposisi total ULN
korporasi menjadi 24,92% pada akhir 2018 (Grafik 3.1.3).
Selanjutnya, posisi ULN yang mengalami restrukturisasi
karena memburuknya kinerja korporasi menunjukkan
perlambatan pertumbuhan sebesar 2,03% (yoy) pada
Desember 2018 dibandingkan Desember 2017 (Grafik 3.1.2).
Hal ini merupakan indikasi membaiknya kinerja korporasi
sehingga dapat menjaga pembayaran utangnya. Bentuk
restrukturisasi ULN karena pemburukan kinerja terutama
adalah reschedulling dan reconditioning (Tabel 3.1.1).
1 Secara umum alasan ULN menempuh restrukturisasi adalah untuk meningkatkan kinerja dan bisnis korporasi (atau restrukturisasi positif), seperti penambahan plafon, refinancing, roll-over, dan pengalihan kreditur, atau karena kinerja korporasi memburuk sehingga memengaruhi kemampuan membayar utangnya (restrukturisasi negatif).
Grafik 3.1.1 Perkembangan Posisi ULN Korporasi Nonkeuangan Berdasarkan Remaining Maturity
Sumber: Bank Indonesia
140.000
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
-
88,00% 86,00% 84,00% 82,00% 80,00% 78,00% 76,00% 74,00% 72,00%
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Utang jangka pendek Utang jangka panjang Porsi ULN jangka panjang (skala kanan)
125.564
108.814
22.47021.245
85,53%
82,88%
Grafik 3.1.2 Perkembangan ULN Restrukturisasi Korporasi Nonkeuangan
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
30%
20%
10%
0%
-10%
-20%
-30%
-40%Jun-15 Jun-16 Jun-17 Jun-18Des-15 Des-16 Des-17 Des-18
Total ULN RestrukturisasiRestrukturisasi Negatif
Restrukturisasi Positif
2,70%
-17,74%
-17,00%
-9,96%
-28,55%
-4,08%
10,25%17,16%
-0,35%
-15,17%
21,42%
-2,03%
Grafik 3.1.3 Pangsa ULN Restrukturisasi dan Nonrestrukturisasi Korporasi Nonkeuangan
Non RestrukturisasiRestrukturisasi
24,92%
27,97%
72,03%
75,08% Des 2017
Des 2018
Bank IndonesIa
33KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan
Terjaganya risiko akibat peningkatan ULN korporasi
nonkeuangan juga tercermin dari indikator kemampuan
membayar pokok dan bunga utang yang sedikit membaik,
masing-masing diwakili oleh debt service ratio (DSR)
dan interest coverage ratio (ICR). Rasio kemampuan
membayar utang (DSR) pada triwulan IV 2018 sebesar
60,93%, membaik dibandingkan dengan posisi yang sama
pada tahun sebelumnya yang sebesar 71,42%. Sejalan
dengan membaiknya DSR, kemampuan korporasi dalam
membayar bunga (ICR) juga menunjukkan perbaikan,
yaitu sebesar 2,85 pada triwulan IV 2018 atau meningkat
dibandingkan dengan triwulan IV 2017 (Grafik 3.1.4).
Secara sektoral, sektor industri barang konsumsi
mengalami perbaikan DSR dan ICR tertinggi sejalan
dengan menurunnya utang korporasi di sektor tersebut
selama setahun terakhir (Tabel 3.1.2). Sebaliknya, sektor
perdagangan, jasa, dan investasi mengalami perburukan
kemampuan bayar hutang dan bunga, meskipun masih
dalam batas yang tetap terjaga (DSR<100 dan ICR>1,5).
No. Alasan Restruksturisasi Jenis RestrukturisasiPosisi ULN Jumlah Fasilitas
Juta Dolar AS Pangsa Satuan Pangsa
1 Kinerja korporasi memburuk Rescheduling 12,915,90 35,30% 1,487 52,34%
Reconditioning 8.774,98 23,98% 639 22,49%
Lainnya 5.051,69 13,81% 320 11,26%
Bunga dikapitalisasi 3.692,17 10,09% 112 3,94%
Debt to Equity Swap 405,63 1,11% 28 0,99%
Debt Reduction 213,45 0,58% 8 0,28%
2 Peningkatan kinerja korporasi Refinancing 1.816,17 4,96% 51 1,80%
Pengalihan Kreditur 1.782,38 4,87% 77 2,71%
Tambah Plafond 1.520,83 4,16% 50 1,76%
Rollover 415,13 1,13% 69 2,43%
total 36.588,31 100,00% 2,841 100,00%
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 3.1.1 Posisi ULN Restrukturisasi Korporasi Nonkeuangan Berdasarkan Kelompok
Grafik 3.1.4 Perkembangan Kemampuan Membayar Korporasi Nonkeuangan
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.Sumber: BEI, Bloomberg, diolah
80
60
40
20
0
4,5 4,03,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0
I I I I I III II II II II IIIII III III III III IIIIV IV IV IV IV IV*
2013 2015 20172014 2016 2018
DSR (%) ICR (skala kanan)
2,852,46
71,55 60,93
Tabel 3.1.2 Kemampuan Bayar Korporasi Berdasarkan sektoral
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.Sumber: BEI, Bloomberg, diolah
No SektorDSR (% yoy) ICR
Des - 17 Des - 18 Des- 17 Des - 18
1 Pertanian 94,56 77,48 2,54 2,73
2 Industri Dasar & Kimia 67,09 54,43 2,49 1,51
3 Industri Barang Konsumsi 75,93 24,84 5,42 7,56
4 Infrastruktur, Utilitas & Transportasi 70,18 60,36 1,24 1,44
5 Aneka Industri 116,41 97,16 1,76 2,31
6 Pertambangan 32,51 24,62 1,63 4,16
7 Properti & Real Estate 90,54 84,02 2,92 2,93
8 Perdagangan, Jasa & Investasi 26,16 26,87 2,84 2,65
Agregat 71,42 60,93 2,46 2,85
Bank IndonesIa
34 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Korporasi nonbank relatif dapat meminimalkan risiko
utang valasnya tercermin dari jumlah korporasi nonbank
yang telah memenuhi ketentuan lindung nilai. Berdasarkan
data terkini laporan Kepatuhan Pelaporan Prinsip Kehati-
hatian (KPPK) yang dikelola Bank Indonesia menunjukkan
bahwa terdapat 3.578 korporasi nonbank yang memiliki
ULN telah melaporkan likuiditas valasnya kepada Bank
Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 84,13% (3.010
korporasi nonbank) telah memenuhi ketentuan lindung
nilai sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Risiko penggunaan external funding, khususnya ULN, yang
terjaga tidak berpengaruh negatif terhadap ketahanan
korporasi nonkeuangan. Kinerja korporasi nonkeuangan
membaik pada triwulan IV 2018, tercermin dari kenaikan
profitabilitas (ROA dan ROE) dan produktivitas (asset
turnover dan inventory turnover). Perbaikan kinerja
tersebut sejalan dengan perekonomian Indonesia yang
tumbuh cukup kuat didorong oleh permintaan domestik.
Selain itu, rasio debt to equity ratio (DER) diperkirakan
membaik pada triwulan IV 2018, sehingga indikator
likuiditas sedikit meningkat (Grafik 3.1.5). Secara sektoral,
kenaikan profitabilitas tertinggi terjadi di sektor industri
dasar dan kimia, serta sektor pertambangan (Tabel 3.1.3).
Hal ini sejalan dengan peningkatan ekspor bahan kimia,
semen dan besi baja, kenaikan penjualan kendaraan
bermotor, serta meningkatnya harga batubara dunia.
Sedangkan peningkatan profitabilitas di sektor industri
barang konsumsi, aneka industri, perdagangan, jasa dan
investasi sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah
tangga. Profitabilitas sektor manufaktur, sebagai sektor
yang rentan terhadap ULN karena penggunaannya
sebagai sumber pembiayaan cukup tinggi, menunjukkan
peningkatan kinerja dan kemampuan membayar utang.
Sementara itu, indikator ROA sektor batubara, yang
juga termasuk sektor rentan terhadap ULN, masih relatif
terjaga meski ROE mengalami penurunan. Kemampuan
membayar utang pokok sektor batubara menurun, namun
kemampuan membayar bunga masih cukup baik (Tabel
3.1.4).
Grafik 3.1.5 Perkembangan Kinerja Keuangan Korporasi Publik Nonkeuangan
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.Sumber: BEI dan Bloomberg, diolah
18% 16% 14% 12% 10%8% 6% 4% 2% 0%
2013 2015 20172014 2016 2018
I I I I I III II II II II IIIII III III III III IIIIV IV IV IV IV IV
ROA ROE
11,88%
10,64%
5,18% 5,77%
PROFITABILITAS AKTIVITAS
LEVERAGE
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
7.5
7,0
6,5
6,0
5,5
2013 2015 20172014 2016 2018
I I II I III II IIII II IIIII III IIIIII III IIIIV IV IVIV IV IV
Asset Turnover Inventory Turnover (skala kanan)
0,710,68
6,35 6,52
1.0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
2,2
2,0
1,8
1,6
1,4
1,2
1,0I I I I I III II II II II IIIII III III III III IIIIV IV IV IV IV IV*
2013 2015 20172014 2016 2018
1,44 1,45
0,600,61
1,93 1,23
DER Current Ratio TA/TL (skala kanan)
Bank IndonesIa
35KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan
Sementara itu, risiko pasar akibat peningkatan ULN
perbankan secara umum masih terkelola dengan baik.
Risiko pasar yang mungkin timbul adalah repricing risk
terhadap ULN jangka pendek akibat perubahan tingkat
suku bunga pinjaman. Hal ini dapat mengakibatkan roll-
over dan refinancing ULN di tengah tren kenaikan suku
bunga global. Meski pangsa ULN jangka pendek lebih besar
dibandingkan dengan ULN jangka panjang, eksposur ULN
jangka pendek perbankan masih relatif rendah. Rata-rata
posisi saldo harian ULN jangka pendek stabil di kisaran 5-6%
terhadap modal perbankan. Angka kisaran ini jauh di bawah
threshold sebesar 30%2, sehingga repricing risk relatif
terjaga. Adapun untuk ULN jangka panjang, bank yang
akan masuk pasar untuk memperoleh pinjaman terlebih
dahulu wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
Dalam hal suku bunga ULN jangka panjang yang diajukan
oleh bank pemohon berada di luar kisaran peers existing
contract, Bank Indonesia dapat meminta bank pemohon
untuk meninjau ulang term and condition dari kontrak ULN
jangka panjang tersebut.
Dari sisi perusahaan pembiayaan (PP), meskipun
pembiayaan dari ULN mengalami peningkatan, risiko nilai
tukar PP cukup terjaga. Pada semester II 2018, outstanding
ULN PP sebesar Rp104,78 triliun. Sebagian ULN tersebut
digunakan untuk penyaluran pembiayaan dalam valas
(natural hedging), yaitu sebesar Rp37,88 triliun pada
semester laporan atau 36,15% dari total ULN. Sisanya
sebesar 63,85% disalurkan untuk mendanai pembiayaan
Rupiah, sehingga terpapar risiko nilai tukar. Oleh karena itu,
PP yang memiliki ULN dengan mayoritas pembiayaan dalam
Rupiah melakukan lindung nilai, sehingga mengakibatkan
sedikit peningkatan pada premi swap menjadi Rp260
miliar pada akhir semester II 2018 (Grafik 3.1.6). Risiko PP
yang terjaga juga tercermin dari rasio DER pada semester
II 2018 sebesar 2,38 yang menurun dibandingkan semester
sebelumnya sebesar 2,45 (Grafik 3.1.7).
Tabel 3.1.3 Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Nonkeuangan
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.Sumber: BEI dan Bloomberg, diolah
No. SektorROA ROE DER Current Ratio TA/TL Asset TO Inventory TO
Des-17 Des-18 Des-17 Des-18 Des-17 Des-18 Des-17 Des-18 Des-17 Des-18 Des-17 Des-18 Des-17 Des-18
1 Pertanian 4,25% 2,94% 8,29% 5,73% 0,69 0,67 1,28 1,53 2,07 2,02 0,61 0,60 7,49 6,78
2 Industri Dasar & Kimia 3,31% 5,32% 6,58% 11,09% 0,70 0,76 1,52 1,78 1,99 1,97 0,72 0,67 5,66 5,65
3Industri Barang Konsumsi
12,77% 12,91% 21,08% 21,57% 0,35 0,33 2,01 1,92 2,53 2,44 1,31 1,29 4,86 5,06
4Infrastruktur, Utilitas & Transportasi
3,86% 3,04% 9,26% 7,43% 0,84 0,89 0,92 0,76 1,72 1,65 0,53 0,53 60,69 56,20
5 Aneka Industri 4,97% 5,72% 10,74% 12,24% 0,63 0,61 1,19 1,19 1,87 1,87 0,76 0,77 7,82 7,77
6 Pertambangan 6,69% 9,02% 14,69% 17,00% 0,70 0,44 1,51 1,55 1,82 2,10 0,51 0,77 13,46 20,68
7 Properti & Real Estate 4,75% 4,04% 9,82% 8,98% 0,54 0,65 1,65 1,66 1,90 1,78 0,34 0,32 2,01 2,03
8Perdagangan, Jasa & Investasi
3,59% 5,71% 6,83% 10,67% 0,46 0,38 1,52 1,64 2,06 2,11 0,95 1,04 8,00 7,82
Agregat 5,18% 5,77% 10,64% 11,88% 0,61 0,60 1,44 1,45 1,93 1,92 0,68 0,71 6,35 6,52
Tabel 3.1.4 Indikator Kinerja dan Kemampuan Membayar Sektor Vulnerable
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.Sumber: BEI dan Bloomberg, diolah
NoSektor
Ekonomi
Profitabilitas Aktivitas Kemampuan Membayar
ROA ROEAsset
TurnoverInventory Turnover
DSR ICR
Des-17 Des-18 Des-17 Des-18 Des-17 Des-18 Des-17 Des-18 Des-17 Des-18 Des-17 Des-18
1 Manufaktur 6,60% 7,33% 12,62% 14,31% 0,89 0,88 5,70 5,90 82,03 70,02 2,48 2,62
2 Properti 4,82% 3,83% 8,44% 6,90% 0,20 0,19 6,29 0,81 91,75 87,22 2,21 3,47
3 Kelapa Sawit 4,08% 2,28% 8,03% 4,48% 0,60 0,60 7,70 7,14 94,56 85,22 2,88 3,24
4 Batubara 10,62% 11,09% 21,84% 19,92% 0,71 0,83 20,66 23,39 6,32 12,77 18,11 20,97
5 Infrastruktur 4,01% 2,75% 10,20% 7,47% 0,55 0,53 29,10 22,37 77,45 73,89 1,75 1,81
2 PBI Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan PBI nomor 15/6/PBI/2013 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank.
Bank IndonesIa
36 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Grafik 3.1.6 ULN Perusahaan Pembiayaan dalam Valas
Natural Hedging
NON Natural HedgingPremi Swap (skala kanan
150 0,8
Rp.T Rp.T
0,6
0,4
0,2
0,0
100
50
-
Des
-13
Mar
-14
Jun
-14
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun
-15
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun
-16
Sep
-16
Des
-16
Mar
-17
Jun
-17
Sep
-17
Des
-17
Mar
-18
Jun
-18
Sep
-18
Des
-18
Sumber: OJK
Grafik 3.1.7 DER Perusahaan Pembiayaan
Sumber: OJK
%
50
40
30
20
10
-
(10)
(20)
%
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
-
Des
-13
Ap
r-14
Ags
-14
Des
-14
Ap
r-15
Ags
-15
Des
-15
Ap
r-16
Ags
-16
Des
-16
Ap
r-17
Ags
-17
Des
-17
Ap
r-18
Ags
-18
Des
-18
2,38
6,01
9,57
Pertumbuhan DebtPertumbuhan Equity
DER (skala kanan)
Risiko bank akibat keterkaitan (interconnectedness)
dengan PP yang memiliki ULN relatif rendah3.
Berdasarkan kepemilikan, dari 47 PP yang memiliki ULN,
terdapat 8 (delapan) PP yang dimiliki oleh bank, dengan
nilai outstanding ULN sebesar Rp26,46 triliun pada
semester laporan. Dari outstanding tersebut, nilai yang
disalurkan ke dalam pembiayaan valas (natural hedging)
hanya Rp2,01 triliun. Sedangkan sisanya digunakan
untuk mendukung pembiayaan kepada nasabah yang
mayoritas penerimaannya dalam Rupiah, sehingga PP
tersebut terekspos risiko nilai tukar yang cukup tinggi.
Oleh karena itu, upaya lindung nilai sangat diperlukan
guna mencegah efek penyebaran (contagious effect)
terhadap bank yang menjadi induknya.
Sementara itu, potensi risiko kredit yang berasal dari
kegagalan PP dalam membayar kewajibannya terhadap
bank relatif rendah. Pada semester II 2018 rasio kewajiban
PP kepada bank terhadap total aset PP sebesar 36,85%
atau tumbuh 1,64% (yoy). Peningkatan terutama didorong
oleh kenaikan utang kepada bank (pangsa 29,38% terhadap
total aset) dan kepemilikan surat-surat berharga yang
diterbitkan oleh perusahaan pembiayaan yang dimiliki bank
(pangsa 4,44% terhadap total aset) (Tabel 3.1.5). Sementara
itu, rasio non-performing loan (NPL) PP tersebut terjaga
di level 0,67% pada Desember 2018. Sementara dari sisi
perbankan, pangsa eksposur dana bank yang ditempatkan
di perusahaan pembiayaan terhadap aset bank cenderung
kecil yaitu sebesar 2,31%, sehingga dampak potensi risiko
kredit yang berasal dari kegagalan perusahaan pembiayaan
dalam membayar kewajibannya terhadap bank relatif kecil.
3 Terdapat tiga bentuk keterkaitan PP dengan bank, meliputi hubungan kepemilikan bank atas perusahaan pembiayaan (porsi kepemilikan bank > 25%), penempatan dana bank di PP yang diteruskan ke nasabah dalam bentuk channeling atau joint financing, dan utang PP ke bank dalam bentuk modal kerja untuk kegiatan operasional PP.
Tabel 3.1.5 Keterkaitan Perbankan dengan Perusahaan Pembiayaan (% Liabilitas PP)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Komponen Jun-17 Des-17 Jun-18 Des-18 ∆ Semester ∆ yoy
Dana PP dari Bank 35,70 35,20 34,79 36,85 2,06 1,64
Hutang Bank 28,13 27,82 28,50 29,38 0,88 1,56
Kewajiban Spot Derivatif 0,42 0,23 0,02 0,32 0,30 0,10
SB yang Diterbitkan PP 4,15 4,04 3,74 4,44 0,70 0,40
Reverse Repo - - - - - -
Kewajiban Akseptasi - - - - - -
Penyertaan dari Bank 3,00 3,12 2,52 2,71 0,18 (0,41)
Rupa-rupa Aset 0,01 - 0,00 - (0,00) -
Repo - - - - - -
sdffsdfsfsd
Bank IndonesIa
37KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan
4 Funding gap merupakan selisih antara delta nominal DPK dikurangi delta nominal kredit (jika positif maka disebut sebagai funding surplus).
3.2. Ketahanan likuiditas Perbankan terjaga di tengah berlanjutnya ekspansi Kredit
Di tengah ruang ekspansi kredit yang masih cukup besar,
kecenderungan perlambatan pertumbuhan retail funding,
yang merupakan sumber dana utama bank, berpotensi
menimbulkan risiko likuiditas. Ekspansi kredit yang
dipertahankan tetap tinggi di tengah keterbatasan retail
funding tersebut, menimbulkan funding gap yang signifikan
pada akhir tahun 2018 (Grafik 3.2.1).4 Upaya mengatasi
funding gap dilakukan perbankan melalui penggunaan
sumber dana alternatif non-DPK, antara lain melalui
pencairan alat likuid, sehingga menimbulkan tekanan
likuiditas, yang selanjutnya berpotensi meningkatkan risiko
likuiditas. Potensi risiko likuiditas akan semakin tinggi
seiring funding gap yang semakin membesar, terutama bagi
bank yang tidak memiliki keleluasaan atau kemampuan
untuk mendapatkan sumber dana lain.
Berdasarkan tren jangka panjang, alat likuid perbankan
terindikasi menurun, sejalan dengan meningkatnya funding
gap. Hal ini tercermin dari rasio aset likuid terhadap total
aset yang terus menurun hingga akhir 2018 (Grafik 3.2.2).
Pada semester II 2018, rasio funding gap terhadap total
aset tercatat sebesar -31,71% (ytd), menurun lebih dalam
dibandingkan dengan periode krisis global 2008. Namun
demikian, apabila dibandingkan dengan tahun 2008, kondisi
funding gap tersebut tidak menyebabkan turunnya alat
likuid secara signifikan sebagaimana terjadi pada tahun
2008. Pada waktu itu, alat likuid perbankan turun sebesar
-29,20% (ytd) (Grafik 3.2.3), yang antara lain disebabkan
oleh tingginya run-off rate DPK. Dampak funding gap
terhadap alat likuid yang relatif moderat pada tahun 2018,
didukung oleh ketersediaan sumber dana alternatif non-
DPK dalam bentuk wholesale funding yang lebih besar
dibandingkan dengan tahun 2008. Hal ini tercermin pada
rasio pertumbuhan wholesale funding terhadap total
asset, masing-masing sebesar 14,62% pada 2018 (yoy),
dibandingkan dengan -1,22% pada 2008 (yoy).
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.2.1 Perkembangan Funding Gap
150
100
50
-
-50
-100
-150
-200
-250
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
FG (yoy) Kredit (yoy) (skala kanan) DPK (yoy) (skala kanan)
Rp
T
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.2.2 Rasio Modal dan Sumber Dana Pembiayaan Kredit terhadap Total Aset
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10%0%
Kredit/TADPK/TAAL/TA
Modal/TAWholeshale Funding/TA
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.2.3 Rasio Pertumbuhan Modal dan Sumber Dana Pemenuhan Funding Gap terhadap Total Aset (yoy)
80% 60% 40% 20%
0%-20%-40%-60%-80%
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
FG/TAAL/TA (ytd)Modal/TA (ytd)
Wholesale Funding/TA (ytd)
-19,73% -31,71%-29,20%
-14,86%
-1,22%8,33%
13,54%14,62%
Bank IndonesIa
38 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Penurunan alat likuid dalam rangka pembiayaan ekspansi
kredit berdampak turunnya rasio ketahanan likuiditas,
namun masih terjaga di atas threshold. Penurunan alat
likuid perbankan terutama bersumber dari penurunan
penempatan di Bank Indonesia, sementara alat likuid
dalam bentuk penempatan di SBN yang relatif lebih
menguntungkan cenderung bertambah (Grafik 3.2.5).
Dengan tren penurunan alat likuid tersebut, rasio Alat
Likuid (AL) perbankan terhadap DPK pada semester I
dan II tetap stabil pada level 19%, jauh di atas kebutuhan
bank untuk menutupi outflow DPK pada tail risk 8,5%
(Grafik 3.2.4) Rasio tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan
level terendahnya sebesar 16,6% pada tahun 2014.
Sementara itu, pergeseran DPK pada CASA yang
berdampak meningkatnya non-core deposit (NCD), belum
menimbulkan risiko likuiditas. Beberapa rasio ketahanan
likuiditas lainnya seperti LCR dan NSFR juga terjaga di atas
threshold (Grafik 3.2.6).
Kemampuan perbankan menjaga rasio ketahanan
likuiditas cukup merata pada seluruh kelompok BUKU.
Kelompok BUKU 3 dan 4, yang mendominasi pertumbuhan
kredit, memiliki buffer alat likuid, dan akses pada
pinjaman dalam dan luar negeri yang lebih mudah untuk
mendukung ekspansi kredit ke depan (Grafik 3.2.7 dan
3.2.8). Peningkatan permodalan juga menjadi buffer untuk
mendukung ekspansi kredit. Namun demikian, perlu tetap
dicermati potensi peningkatan risiko likuiditas bank BUKU
4 yang masih mengandalkan pencairan alat likuid, selain
dari pinjaman, untuk membiayai kredit.
Grafik 3.2.4 Run-Off Rate DPK (Presentil 10%) Grafik 3.2.5 Alat Likuid dan Ketahanan Likuiditas Perbankan
Grafik 3.2.6 Ketahanan Likuiditas Jangka Pendek dan Jangka Panjang (Bank Wajib LCR dan NSFR5)
-5,0%
-5,5%
-6,0%
-6,5%
-7,0%
-7,5%
-8,0%
-8,5%
-9,0%
-6,8%
-6,3%-6,5%
-5,8%
-5.4%
-6,5%-6,7%
-6,1% -5,0%
-5.6%-5,9%
-6,5%
-5.6%
-6,4%
-5.5%
-6,3%
-8,3%
Perc. 10% Threshold
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
'
''
'
'
'
'
''
'
'
'
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%14710 14710 1471014710 14710 1471014710 14710 1471014710 14710 14710 14710 14710
OM/DPK AL/DPK SBN/DPK
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
46,08%
234,73%29,01%
6,07%
9,58%
17,16%
10,07%10,12%
8,33%
196,80%
86,70%93,44% 91,28%
38,03%
18,42%19,44% 19,31%
8,72%
6,52% 5,45%
LCR NSFR ThresholdNSFRLCR
03040506070809 10 11 12 01 02 03040506070809 10 11 12
2017 2018
250%
200%
150%
100%
50%
0%
190,53%
126,94%
5 Sesuai POJK Nomor 42/POJK.03/2015 dan Nomor 50/POJK.03/2017, bank wajib LCR dan NSFR adalah bank BUKU 4, BUKU 3, dan dengan Kepemilikan Asing.
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Sumber: OJK, diolah
Bank IndonesIa
39KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan
Di tengah risiko likuiditas perbankan yang masih
terjaga, pergeseran pada wholesale funding, berpotensi
meningkatkan risiko repricing sejalan dengan kenaikan
suku bunga. Risiko repricing terutama berasal dari
wholesale funding dalam bentuk pinjaman yang berjangka
pendek dan dari pihak tidak terkait. Sementara itu,
dampak kenaikan suku bunga juga menahan peningkatan
wholesale funding yang berupa penerbitan SSB akibat
kenaikan cost of fund. Risiko dari tren pergeseran retail
funding menjadi wholesale funding, yang utamanya
menjadi strategi kelompok bank BUKU 3 dan 4, dipandang
masih terjaga. Hal ini disebabkan pada BUKU 4, meskipun
masih didominasi pinjaman dari pihak tidak terkait,
namun mayoritas berjangka panjang. Sementara pada
BUKU 3 didominasi pihak terkait, terutama bank asing
yang mendapatkan pinjaman dari bank holding company
(Grafik 3.2.9. hingga Grafik 3.2.12.). Bank Indonesia akan
terus memonitor dampak peningkatan risiko pasar
terhadap tren pergeseran sumber dana retail funding
menjadi wholesale funding tersebut.
Grafik 3.2.7 Sumber dan Penggunaan Dana BUKU 4 (Ytd)
400300200100
- 100200300400
400300200100- 100200300400
300
200
100
-
100
200
300
300
200
100
-
100
200
300
FG (skala kanan)Delta Kredit Delta DPK Delta NABDelta ALDelta SSB Terbit
Delta NALDelta Pinjaman
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.2.8 Sumber dan Penggunaan Dana BUKU 3 (Ytd)
2015
2015
2016
2016
2017
2017
2018
2018
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber Dana
Sumber Dana
Penggunaan Dana
Penggunaan Dana
FG (skala kanan)Delta Kredit Delta DPK Delta NABDelta ALDelta SSB Terbit
Delta NALDelta Pinjaman
Grafik 3.2.9 Pangsa Pinjaman Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Jenis Peminjam
Grafik 3.2.10 Pertumbuhan Pinjaman Dalam dan Luar Negeri berdasarkan Jenis Peminjam (yoy)
2011 2018201720162015201420132012
Pinjaman DN Terkait Pinjaman DN TerkaitPinjaman LN Terkait Pinjaman DN Tidak TerkaitPinjaman DN Tidak Terkait Pinjaman LN TerkaitPinjaman LN Tidak Terkait Pinjaman LN Tidak Terkait
100%90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10%0%
201820172016201520142013
Rp. Triliun
2012
40353025201510
50
-5-10-15
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Bank IndonesIa
40 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Grafik 3.2.11 Pangsa Pinjaman DN/LN dan Jangka Panjang/Jangka Pendek
Grafik 3.2.12 YTD Pinjaman DN/LN dan Jangka Panjang/Jangka Pendek
2011 2018201720162015201420132012
Pinjaman DN Jangka PanjangPinjaman DN Jangka Panjang Pinjaman LN Jangka PanjangPinjaman DN Jangka PendekPinjaman DN Jangka Pendek
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Pinjaman LN Jangka Panjang Pinjaman LN Jangka PendekPinjaman LN Jangka Pendek
20182017201620152014
Rp. Triliun
20132012
25201510
50
-5-10-15
100%90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10%0%
Funding gap juga berpotensi meningkatkan persaingan
dalam memperoleh DPK, khususnya bagi bank yang
terkendala dalam memanfaatkan wholesale funding. Hal
ini terindikasi dari meningkatnya rata-rata suku bunga
DPK BUKU 1 sebesar 80 bps yang lebih tinggi dibandingkan
dengan BUKU lainnya pada semester II 2018 (Grafik 3.2.13).
Saat ini, tekanan peningkatan suku bunga DPK tersebut
masih tertahan oleh kebijakan capping suku bunga. Oleh
karena itu, perbankan perlu terus meningkatkan efisiensi
guna mempertahankan kapasitas pembiayaan kredit ke
depan.
Grafik 3.2.13 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga DPK per BUKU
9,00
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
-
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
06 06 06 0612 12 12 12 06 06 06 06 0612 12 12 12 12
6,04
4,81
4,682,85
BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4
3.3. Volatilitas Pasar Keuangan meningkat, Ketahanan sektor Keuangan terjaga
Ketidakpastian global memengaruhi kinerja transaksi
modal dan finansial serta berkontribusi terhadap
tekanan nilai tukar. Ketidakpastian pasar keuangan
global mendorong kenaikan premi risiko investasi ke
negara berkembang. Selain itu, kenaikan Fed Fund rate
menurunkan daya tarik aset di negara berkembang.
Perkembangan ini mendorong pembalikan aliran modal
dari negara berkembang, termasuk Indonesia, dan
pada gilirannya menurunkan kinerja transaksi modal
dan finansial (TMF). Penurunan kinerja TMF terutama
dipengaruhi oleh penurunan investasi portofolio seiring
dengan pembalikan arus modal asing. Pada triwulan III
2018, investasi portofolio tercatat defisit 1,1 miliar dolar
AS, menurun dibandingkan dengan capaian periode yang
sama tahun sebelumnya yang mencatat surplus 18,5 miliar
dolar AS. Surplus TMF yang mengecil dan defisit transaksi
berjalan yang melebar berkontribusi pada menurunnya
kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II dan
III 2018 (Grafik 3.3.1), serta berdampak pada meningkatnya
tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Secara rata-rata,
Rupiah pada triwulan II dan III 2018 tercatat depresiasi
masing-masing sebesar 2,7% dan 4,5%, dan ditutup pada
level Rp14.902 per dolar AS pada akhir triwulan III 2018
(Grafik 3.3.2).
Bank IndonesIa
41KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan
Pada triwulan IV 2018, tekanan terhadap NPI dan nilai
tukar Rupiah berkurang seiring dengan dampak positif
berbagai bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia,
Pemerintah, dan otoritas terkait lainnya. Dalam rangka
menjaga daya tarik aset pasar keuangan Indonesia dan
mengendalikan defisit transaksi berjalan agar berada
pada level yang sehat, Bank Indonesia menaikkan BI-7DRR
sebesar 175 bps sepanjang tahun 2018. Sinergi kebijakan
dapat membawa NPI triwulan IV 2018 mencatat surplus
5,4 miliar dolar AS, setelah pada tiga triwulan sebelumnya
mengalami defisit. Kenaikan surplus TMF berkontribusi
besar dalam perbaikan NPI triwulan IV 2018. Prospek
perekonomian Indonesia yang tetap baik dan imbal hasil
aset keuangan domestik yang tetap menarik bagi investor
asing mendukung kenaikan surplus TMF. Pada triwulan IV
2018, surplus TMF tercatat sebesar 15,7 miliar dolar AS, lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 3,9 milar dolar AS
dan juga lebih tinggi dari capaian periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 7,1 miliar dolar AS. Searah dengan
NPI, tekanan terhadap nilai tukar rupiah berkurang, secara
point-to-point (ptp), nilai tukar Rupiah melemah 5,65% dan
ditutup di level Rp14.380 per dolar AS pada akhir 2018.
Aliran dana asing turut memengaruhi kinerja pasar
keuangan Indonesia. Peningkatan ketidakpastian global
yang diiringi dengan pembalikan modal asing mendorong
kenaikan imbal hasil obligasi dan penurunan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) pada triwulan II dan III 2018.
Penurunan kinerja ini diikuti oleh kenaikan volatilitas di
kedua pasar tersebut. Pada triwulan IV 2018 pasar obligasi
dan saham kembali membaik sejalan dengan stabilitas
makroekonomi yang baik serta masuknya dana asing.
Pada akhir 2018, yield SUN 10 tahun turun menjadi 8,1%,
dari level 8,3% pada akhir triwulan III 2018 (Grafik 3.3.3) dan
yield obligasi korporasi 10 tahun turun menjadi 11,4% dari
11,7% (Grafik 3.3.4), sementara IHSG pada penutupan 2018
berada pada level 6.194,5, meningkat 3,6% dari level 5.976,6
pada akhir triwulan III 2018 (Grafik 3.3.5).
Grafik 3.3.1 Neraca Pembayaran Indonesia Grafik 3.3.2 Nilai Tukar Rupiah
Sumber: Bank Indonesia
Miliar dolar AS
*Angka sementara**Angka sangat sementara
I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV**
Sumber: Bank Indonesia
20
15
10
5
-
(5)
(10)
(15)
15500
15000
14000
14500
13500
130002015 2016 2017 2018
Transaksi BerjalanTransaksi Modal dan Finansial
Neraca Keseluruhan
2-ja
n-1
8
2-Fe
b-1
8
2-M
ar-1
8
2-A
pr-
18
2-M
ei-1
8
2-Ju
n-1
8
2-Ju
l-18
2-A
gs-1
8
2-S
ep-1
8
2-O
kt-1
8
2-N
ov-1
8
2-D
es-1
8
Rata-rata TriwulanRata-rata BulananIDR/USD
Grafik 3.3.3 Beli Neto Asing di SUN dan Yield SUN 10 Tahun Grafik 3.3.4 Beli Neto Asing di Obligasi Korporasi dan Yield Obligasi Korporasi 10 Tahun
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
-
(0.5)
(1.0)
(1.5)
2015 2016 2017 2018
1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1
Rp. Triliun50
40
30
20
10
-
(10)
(20)
(30)
12
10
8
6
4
2
14
12
10
8
6
4
2
-
2015 2016 2017 2018
1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1
Beli Neto Asing Yield SUN 10 tahun (skala kanan)
Rp. Triliun
Beli Neto AsingYield Obligasi Korporasi 10 Tahun (skala kanan)
Sumber: CEIC, BloombergSumber: CEIC, Bloomberg
Bank IndonesIa
42 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Grafik 3.3.5 Beli Neto Asing di Saham dan IHSG
Sumber: CEIC, Bloomberg
20
15
10
5
-
(5)
(10)
(15)
(20)
(25
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2000
1000
2015 2016 2017 2018
1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1
Beli Neto Asing IHSG (skala kanan)
Rp. Triliun
Dampak penurunan harga SBN terhadap risiko pasar
di perbankan tertahan seiring dengan membaiknya
kinerja pasar SBN. Pada akhir 2018 kepemilikan SBN
oleh perbankan sebesar Rp.569,8 triliun atau 7,1% dari
asset perbankan. Di tengah penurunan kinerja SBN, bank
BUKU 4 cenderung memanfaatkan momentum harga SBN
yang turun pada triwulan III 2018 dengan meningkatkan
kepemilikan SBN. Sementara itu, portofolio SBN yang
dimiliki bank BUKU lainnya sedikit menurun dibandingkan
dengan semester sebelumnya (Grafik 3.3.6). Pembalikan
modal asing dari pasar SBN pada pertengahan 2018
menyebabkan koreksi harga SBN sebagaimana tercermin
pada penurunan IDMA index (Grafik 3.3.7). IDMA index
mengalami penurunan sebesar 11,5% pada triwulan III 2018
dibandingkan dengan akhir 2017 dan kembali membaik
pada triwulan IV 2018 atau turun 10,0% (ytd). Porsi SBN
yang terpapar risiko mark-to-market tercatat sebesar
4,92% dari total aset perbankan yaitu 0,35% (trading) dan
4,57% (Available For Sale). Porsi kepemilikan SBN hold to
maturity (HTM) perbankan meningkat dari 2,0% menjadi
2,11% dari total aset perbankan (Grafik 3.3.8). Sementara
itu, kepemilikan obligasi korporasi oleh bank relatif kecil,
sebesar 1,1% dari asset perbankan.
Grafik 3.3.6 Kepemilikan SBN Bank Berdasarkan BUKU Grafik 3.3.7 IDMA Index dan Kepemilikan SBN Perbankan
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia dan Bloomberg
610
410
510
310
210
110
10
-90
Trading AFS HTM
Bu
ku 1
Bu
ku 2
Bu
ku 3
Bu
ku 4
Ind
ust
riB
uku
1B
uku
2B
uku
3B
uku
4In
du
stri
Bu
ku 1
Bu
ku 2
Bu
ku 3
Bu
ku 4
Ind
ust
riB
uku
1B
uku
2B
uku
3B
uku
4In
du
stri
Bu
ku 1
Bu
ku 2
Bu
ku 3
Bu
ku 4
Ind
ust
riB
uku
1B
uku
2B
uku
3B
uku
4In
du
stri
Sem I 2016 Sem II 2016 Sem I 2017 Sem II 2017 Sem I 2018 Sem II 2018
700
600
500
400
300
200
100
0
110
105
100
95
90
85
80
2015 2016 2017 2018
1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1
SBNIDMA Index (skala kanan)
Rp. Triliun
Bank IndonesIa
43KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan
Dari sisi risiko nilai tukar, penguatan Rupiah menjelang
akhir tahun telah direspon secara positif oleh
perbankan. Hal ini terindikasi dari perubahan posisi
devisa neto (PDN) perbankan dari long valas sebesar
Rp4,39 triliun, menjadi short valas sebesar Rp5,26
triliun pada semester II 2018 (Grafik 3.3.9 dan 3.3.10).
Perubahan posisi tersebut tejadi pada seluruh BUKU
yang mengindikasikan ekspektasi penguatan Rupiah
ke depan, dengan pengecualian BUKU 4 yang lebih
disebabkan oleh adanya kebutuhan pemerintah antara
lain terkait pembayaran proyek-proyek infrastruktur.6
Kondisi perbankan Indonesia, berdasarkan hasil stress
test diperkirakan masih cukup kuat dalam menghadapi
risiko kredit dan risiko pasar ke depan, meliputi
risiko suku bunga, nilai tukar, dan penurunan harga
SBN, dengan didukung ketahanan permodalan yang
memadai.
Penurunan kinerja pasar modal menyebabkan turunnya
hasil investasi asuransi, terutama asuransi yang mayoritas
komposisi investasinya dalam bentuk saham dan obligasi.
Kewajiban pembayaran klaim pada asuransi jiwa, yang
bersifat jangka panjang, serta preferensi nasabah produk
unit link untuk menempatkan dana pada instrumen
investasi yang memiliki keuntungan tinggi, menyebabkan
komposisi investasi asuransi jiwa didominasi oleh saham
dan reksadana (terutama saham dan obligasi) (Grafik 3.3.11.).
Terkoreksinya pasar saham serta penurunan harga SBN
dan obligasi korporasi pada semester II 2018 menyebabkan
hasil investasi asuransi jiwa turun Rp41,13 triliun atau
tumbuh negatif 86,13% (yoy). Sementara itu, asuransi umum
dan reasuransi, yang komposisi investasinya didominasi
deposito, tetap mencatatkan hasil investasi yang positif
meskipun lebih rendah dari semester sebelumnya. Di sisi
lain, hasil investasi reasuransi mengalami kenaikan setelah
di semester I 2018 mengalami penurunan seiring dengan
penempatan portofolio yang didominasi oleh deposito
(Grafik 3.3.12).
Grafik 3.3.8 Komposisi SBN terhadap Aset Perbankan
Sumber: Bank Indonesia
10987654321-
2015 2016 2017 2018
1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1
Trading HTMAFS
6 Dampak nilai tukar terhadap ULN korporasi keuangan dan nonkeuangan dibahas pada Bab 3.3
Grafik 3.3.9 Rasio PDN Grafik 3.3.10 Total PDN per BUKU Semester II 2018
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
6
4
2
0
-2
-4
-6
-8
-10BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 Industri
7
6
5
4
3
2
1
-
2015 2016 2017 2018
I I I II I I I I I I I
Buku I Buku 2 Buku 3 Buku 4 Industri
Bank IndonesIa
44 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Grafik 3.3.11 Komposisi Aset Investasi Perusahaan Asuransi
Sumber: OJK
Deposito
Jiwa Umum Reasuransi
Obligasi/Sukuk
SBN
Reksadana
Saham
MTN
SSB Lain
KIK/KIK-EBA
Lainnya
6%12%
0%0%
22%
0%
13% 11%5%
37%32%
8%
0%
22%
0%
16%
1%17%
4%
0%
8%
36%
0%14%
0%6%
30%
Grafik 3.3.12 Hasil Investasi Perusahaan Asuransi
Sumber: OJK
Sumber: OJK Sumber: OJK
Hasil Investasi
Hasil Investasi
Pertumbuhan (skala kanan)
Pertumbuhan (skala kanan)
60
40
20
-
(20)
60
40
20
-
(20)
300
200
100
-
(100)
(200)
10
5
-
(5)
(10)
(15)
Rp. Triliun Rp. Triliun
Jun-16 Jun-16
Jun-16
Jun-17 Jun-17
Jun-17
Jun-18 Jun-18
Jun-18
Des-16 Des-16
Des-16
Des-17 Des-17
Des-17
Des-18 Des-18
Des-18
% %
Hasil Investasi Pertumbuhan (skala kanan)
60
40
20
-
(20)
30
-
(30)
(60)
(90)
Rp. Triliun
%
%
262,05
(5,46)
(11,24)
5,54
8,18
5,51
(3,37)
183,77
6,85
103,5613,04
23,4613,93
47,76
1,90
4,07
2,00
4,40
2,12
4,25
6,62
(7,51)(153,87)
(86,13)
4,36--
22,09
(57,77)
(29,46)0,31
0,54
0,32
0,14
0,65
0,46
Kinerja asuransi cukup terjaga, meskipun hasil
investasi mengalami penurunan. Industri asuransi tetap
mencatatkan kenaikan aset. Aset industri asuransi jiwa
tumbuh 1,5% (yoy) menjadi Rp 520,6 triliun, sedang aset
asuransi umum dan reasuransi tetap tumbuh tinggi. Aset
asuransi umum dan reasuransi masing–masing tumbuh
sebesar 13,6% dan 15,9% (Grafik 3.3.13). Selain itu, tingkat
solvabilitas asuransi cukup terjaga yang tercermin dari
Risk-Based Capital industri asuransi umum dan reasunsi
sebesar 332,5% dan asuransi jiwa sebesar 440,6%, lebih
tinggi dari threshold 120%.
Bank IndonesIa
45KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan
Di tengah meningkatnya ketidakpastian global, volatilitas
suku bunga PUAB Rupiah O/N tetap terjaga didukung
oleh kondisi likuiditas perbankan nasional yang memadai.
Seiring dengan kenaikan policy rate, rata-rata tertimbang
(RRT) harian suku bunga PUAB Rupiah O/N meningkat
dari 4,62% pada Juni 2018 menjadi 5,80% pada Desember
2018 (Grafik 3.3.14). Peningkatan tersebut mendorong
penurunan rata-rata spread antara BI-7DRR dengan
suku bunga PUAB Rupiah O/N dari sebesar 46 bps pada
semester sebelumnya menjadi sebesar 27 bps. Terjaganya
volatilitas suku bunga PUAB Rupiah O/N tercermin dari
spread antara RRH suku bunga PUAB Rupiah O/N tertinggi
dengan terendah yang mengalami penurunan dari 30 bps
pada semester sebelumnya menjadi 28 bps (Grafik 3.3.15).
Sementara RRH volume PUAB Rupiah tercatat meningkat
selama semester II 2018 yakni sebesar Rp19,47 triliun,
atau 7,66% lebih besar dari semester sebelumnya. Bank
Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi
kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang
sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil
melalui pelaksanaan operasi moneter.
Struktur pasar valas yang tetap efisien turut berkontribusi
pada terkendalinya tekanan terhadap nilai tukar Rupiah.
Kondisi pasar yang efisien tercermin dari bid-ask spread
transaksi spot Rupiah terhadap dolar AS yang berada di
level yang rendah (Grafik 3.3.16). Rerata bid-ask spread
pada 2018 berada di level 7 Rupiah per dolar AS, mengalami
sedikit kenaikan dibandingkan dengan rerata spread pada
2017 yang sebesar 5 Rupiah per dolar AS. Perkembangan
ini pada gilirannya turut meningkatkan transaksi pasar
spot dari sebesar 3,36 miliar dolar AS per hari pada 2017
menjadi 3,59 miliar dolar AS per hari pada 2018 (Grafik
3.3.17).
Grafik 3.3.13 Perkembangan Aset Asuransi
Sumber: OJK
Asuransi Jiwa Asuransi Umum Reasuransi
600
500
400
300
200
100
0
2016 2017 2018
Grafik 3.3.14 Suku Bunga Kebijakan dan PUAB Rupiah O/N Grafik 3.3.15 Volatilitas Suku Bunga PUAB
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
2017
1 9 55 1 93 11 77 3 112 10 66 2 104 12 88 4 12
2018
7,00
6,50
6,00
5,50
5,00
4,50
4,00
3,50
3,00
JIBOR O/N PUAB O/N BI-7DRRLF LF
8,07,5 7,0 6,56,05,55,04,54,03,53,0
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
-
4-Ja
n-1
6
4-M
ar-1
6
4-M
ei-1
6
4-Ju
l-16
4-S
ep-1
6
4-N
ov-1
6
4-Ja
n-1
7
4-M
ar-1
7
4-M
ei-1
7
4-Ju
l-17
4-S
ep-1
7
4-N
ov-1
7
4-Ja
n-1
8
4-M
ar-1
8
4-M
ei-1
8
4-Ju
l-18
4-S
ep-1
8
4-N
ov-1
8
Spread min max (skala kanan)Suku Bunga Pinjam TerendahSuku Bunga Pinjam Tertinggi
Bank IndonesIa
46 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Grafik 3.3.16 Bid Ask Spread Transaksi Spot Rupiah/dollar Grafik 3.3.17 Volume Transaksi Spot
Sumber: Bloomberg Sumber: Bank Indonesia
16
14
12
10
8
6
4
2
02014 20162015 2017 2018
5
4
3
2
1
-
2016 2017 2018
1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1 1 3 5 7 9 1 1
Bid-Ask Spread USD/IDR Rata-rata 2014-2018 Spot Rerata Tahunan
Miliar USDRupiah per dolar AS
Risiko pasar terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah turut
terkendali seiring dengan peningkatan aktivitas hedging
nilai tukar. Volume transaksi di pasar derivatif valas
meningkat di hampir seluruh jenis instrumen derivatif,
dengan peningkatan terutama terjadi pada Juni 2018
seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah (Grafik 3.3.18).
Volume rerata harian transaksi forward tumbuh 23% ke
level 302 juta dolar AS, volume rerata harian transaksi
option tumbuh sebesar 30% ke level 27 juta dolar AS,
dan volume rerata harian transaksi Cross Currency Swap
(CCS) tumbuh 7,9% ke level 68 juta dolar AS. Peningkatan
volume transaksi forward turut didukung oleh adanya
transaksi forward jenis Domestic Non-Deliverable Forward
(DNDF) sebagai tambahan variasi instrumen lindung nilai
pada pasar derivatif valas. Disamping itu, pada instrumen
Call Spread Option (CSO), volume rerata harian transaksi
CSO meningkat signifikan dari sebesar 2 juta dolar AS per
hari pada 2017 menjadi 14 juta dolar AS per hari pada 2018.
Peningkatan tersebut dipengaruhi biaya yang lebih efisien
dibandingkan dengan biaya instrumen lainnya. Secara
keseluruhan, komposisi transaksi derivatif terhadap total
transaksi valas pada 2018 mencapai sebesar 36,4%.
Kenaikan biaya dana obligasi dan meningkatnya
ketidakpastian di pasar keuangan menyebabkan
perlambatan pembiayaan di pasar modal. Ketidakpastian
di pasar keuangan global dan domestik yang turut
mendorong kenaikan cost of fund (Grafik 3.3.19)
menyebabkan laju pembiayaan di pasar keuangan
tertahan, baik dari penerbitan saham melalui penawaran
umum perdana dan right issue, serta penerbitan obligasi
korporasi, surat utang jangka menengah, maupun
sertifikat deposito. Kenaikan suku bunga kebijakan BI-
7DRR mulai direspons melalui kenaikan suku bunga
obligasi korporasi. Perlambatan pembiayaan dari pasar
keuangan mulai terjadi sejak satu bulan setelah kenaikan
suku bunga kebijakan.
Grafik 3.3.18 Volume Transaksi Derivatif
Sumber: Bank Indonesia
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
2016 2017 2018
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
Forward Option
Miliar dolar AS
Miliar dolar AS
CCS CSO Swap (skala kanan)
Bank IndonesIa
47KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan
Grafik 3.3.19 Suku Bunga Perbankan dan Kupon Obligasi
Sumber: Bank Indonesia
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Rata2 Kupon Penerbitan
KMK
DepositoPolicy Rate
KI
Bank IndonesIa
49KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Menjaga Stabilitas Sistem KeuanganBank IndonesIa
Pada 2018, Bank Indonesia menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong kesinambungan pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan. Meskipun spillover global berpengaruh terhadap kapasitas intermediasi, namun masih terdapat ruang untuk ekspansi. Siklus keuangan Indonesia mengindikasikan masih adanya ruang akselerasi bagi pertumbuhan kredit. Untuk itu, rasio LTV/FTV untuk KPR kembali dilonggarkan. Melalui Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), fungsi intermediasi perbankan diperluas dengan komponen wholesale. Fleksibilitas pengelolaan likuiditas ditingkatkan dengan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Sejalan dengan kebijakan akomodatif, Bank Indonesia kembali menetapkan besaran Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0%. Sementara itu, upaya mengembangkan sektor UMKM juga kembali dilakukan. Melalui rasio kredit UMKM, akses keuangan diperluas.
Kebijakan makroprudensial menunjukkan hasil yang positif pada 2018. Intermediasi terus tumbuh membaik, sementara indikator ketahanan sistem keuangan menunjukkan level yang aman. Selama 2018, intermediasi perbankan berhasil tumbuh 11,8% atau tertinggi dalam empat tahun terakhir. Pencapaian tersebut menopang pembiayaan domestik. Dari sisi ketahanan, indikator kinerja sistem keuangan secara umum terjaga dengan baik. Meskipun sistem keuangan Indonesia sempat mengalami tekanan pada 2018, indikator kinerja lembaga dan pasar keuangan menunjukkan tingkat risiko yang terkendali. Keberhasilan Bank Indonesia dalam mengawal stabilitas sistem keuangan melalui kewenangan di bidang makroprudensial, tidak terlepas dari upaya penguatan pengawasan makroprudensial serta sinergi dan koordinasi dengan otoritas keuangan lain yang semakin kuat.
BAB IV
RESPONS KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
Bank IndonesIa
50 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
4.1. Kebijakan Makroprudensial Akomodatif Untuk Mendorong Intermediasi
Pelonggaran Loan to Value/Financing to Value untuk KPR
Pada 2018 Bank Indonesia kembali melonggarkan LTV/
FTV untuk KPR. Beberapa aspek menjadi pertimbangan
kebijakan ini. Pertama, karakter sektor properti sebagai
sektor yang memiliki backward and forward linkage
yang panjang terhadap perekonomian. Kedua, sektor
properti, khususnya KPR, masih memiliki ruang untuk
terus meningkat mengingat potensi permintaan yang
besar, antara lain tercermin dari permintaan rumah tangga
untuk perumahan dan perlengkapan rumah tangga
yang tetap kuat. Ketiga, risiko di sektor properti juga
masih terkendali. Perkembangan harga sektor properti
sebagaimana tercermin dari pertumbuhan tahunan Indeks
Harga Properti Residensial (IHPR), masih terjaga (Grafik
4.1.1)1. Utang rumah tangga Indonesia juga tergolong
aman tergambar pada hasil Survei Neraca Rumah Tangga
(SNRT) Bank Indonesia 2017 yang menunjukkan angka
debt service ratio (DSR) rumah tangga secara nasional
sebesar 10,95%, jauh di bawah batas aman sebesar 30%.
Pelonggaran LTV/FTV KPR mencakup tiga aspek
utama, yaitu pelonggaran besaran rasio LTV/FTV untuk
fasilitas kredit pertama, pelonggaran fasilitas inden, dan
pelonggaran termin pembayaran2. Besaran rasio LTV/
FTV untuk fasilitas kredit pertama yang sebelumnya
1 Hasil Survei Harga Properti Residensial di pasar primer pada 18 kota.2 Pelonggaran LTV/FTV KPR dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 20/8/PBI tanggal 1 Agustus 2018 tentang Rasio LTV untuk Kredit Properti, Rasio FTV
untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
ditetapkan sebesar 85-90%, berdasarkan ketentuan
yang baru diserahkan kepada kebijakan masing-masing
bank dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-
hatian. Adapun fasilitas inden yang sebelumnya hanya
diberikan maksimal untuk fasilitas kredit pertama dan
kedua, berdasarkan ketentuan baru dapat diberikan
kepada maksimal lima fasilitas kredit/pembiayaan tanpa
melihat urutan. Terkait dengan termin pembayaran,
tahapan dan besaran pencairan kredit/pembiayaan
untuk properti inden disesuaikan kembali. Secara umum,
relaksasi kebijakan LTV/FTV KPR yang dilakukan tetap
memperhatikan aspek kehati-hatian dan mitigasi risiko.
Untuk itu, pelonggaran hanya berlaku pada bank dengan
rasio total kredit bermasalah secara neto di bawah 5% dan
rasio kredit properti bermasalah secara gross di bawah 5%.
Pasca pelonggaran ketentuan LTV/FTV untuk KPR pada
Agustus 2018, kredit KPR tumbuh positif dengan kualitas
yang terjaga (Grafik 4.1.2). Selama 2018, KPR tumbuh
12,67% terutama ditopang akselerasi pertumbuhan KPR
jenis flat/apartemen tipe di atas 70m2. Keterbatasan
lahan rumah tapak dan gaya hidup praktis masyarakat,
terutama di kota besar, meningkatkan peluang KPR jenis
flat/apartemen untuk terus tumbuh tinggi. Tren kenaikan
KPR ditopang oleh kualitas kredit yang tetap terjaga.
Rasio NPL KPR pada semua tipe properti masih stabil di
bawah angka 5%. Rasio NPL terendah terdapat pada KPR
untuk properti dengan harga yang cukup tinggi, yakni flat/
apartemen di atas 70m2 (Grafik 4.3). Kualitas kredit KPR
yang tetap baik juga tergambar pada hasil pemantauan
Bank Indonesia atas implementasi kebijakan LTV/FTV
untuk KPR. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kredit properti
Grafik 4.1.1 Indeks Harga Properti Residensial
Sumber: Bank Indonesia
2014 2015 2016 2017 2018
I I I I III II II II IIIII III III III IIIIV IV IV IV IV
300
Indeks Persen
9
200 6
100 3
0 0
IHPR Perkembangan tahunan (skala kanan)
Grafik 4.1.2 Pertumbuhan KPR dan NPL
Sumber: Bank Indonesia
2014 2015 2016 2017 2018
I I I I III II II II IIIII III III III IIIIV IV IV IV IV
24
Persen Persen
6,0
16
20
12
4,0
5,0
4
8
2,0
3,0
- 1,0
Pertumbuhan KPR NPL KPR (skala kanan)
Bank IndonesIa
51KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
pada beberapa kota menunjukkan NPL tetap terjaga
pada level yang rendah, seperti Surabaya dan Bandung.
Kualitas kredit KPR yang sedikit meningkat hanya terlihat
di beberapa kota antara lain Denpasar.
Perluasan Intermediasi Melalui Rasio Intermediasi Makroprudensial
Guna mendorong intermediasi perbankan pada sektor riil,
yang sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan
ekonomi, serta dengan tetap menjaga prinsip kehati-
hatian, pada 2018 Bank Indonesia merumuskan instrumen
RIM3. RIM merupakan penyempurnaan dari kebijakan
Giro Wajib Minimum (GWM) Loan to Funding Ratio (LFR)
yang dirumuskan pada 2015 sebagai upaya mitigasi
ketergantungan perbankan pada retail funding. Melalui
GWM LFR, cakupan sumber pendanaan bank diperluas
dengan memperhitungkan wholesale funding dalam
bentuk Surat Surat Berharga (SSB) yang diterbitkan oleh
bank. Merujuk pada tujuan mendorong intermediasi,
maka perluasan sumber dana diimbangi dengan
penyempurnaan di sisi pembiayaan melalui instrumen
RIM. Perluasan dilakukan dengan menambahkan SSB
yang dimiliki bank sebagai komponen pembiayaan
selain kredit. Namun, hanya SSB dengan persyaratan
tertentu yang diperhitungkan, antara lain diterbitkan
oleh korporasi nonkeuangan dan memiliki peringkat
setara dengan peringkat investasi. Dengan demikian,
RIM memperkuat intermediasi baik dari sisi retail maupun
wholesale, sekaligus meningkatkan peran perbankan
dalam mendukung upaya pendalaman pasar keuangan.
RIM mensyaratkan bank untuk memiliki rasio intermediasi
dalam kisaran 80-92%, dan didukung oleh permodalan
yang kuat. Berdasarkan RIM, perbankan dapat memiliki
tingkat intermediasi di atas batas atas yang disyaratkan,
sepanjang didukung dengan permodalan yang memadai,
yakni rasio kecukupan modal (CAR) di atas 14%. Tingkat
permodalan tersebut diperlukan untuk menyerap
potensi kerugian yang timbul akibat peningkatan risiko
yang cenderung meningkat seiring dengan peningkatan
pemberian kredit (prosiklikal). Melalui persyaratan CAR
minimum dan kualitas SSB pada level tertentu, RIM
memastikan bahwa upaya peningkatan dan perluasan
intermediasi dilakukan dengan prinsip kehati-hatian,
3 Selengkapnya mengenai RIM dapat dilihat pada Kajian Stabilitas Keuangan No.31, September 2018.4 Selengkapnya mengenai PLM dapat dilihat pada Kajian Stabilitas Keuangan No.31, September 2018.
sehingga tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Evaluasi RIM dilakukan secara berkala dengan
mempertimbangkan risk taking behavior bank terhadap
siklus keuangan. Apabila terdapat kecenderungan
peningkatan perilaku prosiklikal, maka Bank Indonesia
akan mengevaluasi target kisaran RIM guna mencegah
peningkatan risiko sistemik yang lebih besar. Sebaliknya
pada fase kontraksi, Bank Indonesia akan mengevaluasi
target kisaran RIM, sehingga dapat memperkuat
intermediasi dan membantu pemulihan perekonomian.
Sejak diimplementasikan pada Juli 2018, perbankan secara
konsisten mampu memenuhi ketentuan RIM. Sejalan
dengan intermediasi yang membaik, perkembangan RIM
perbankan sampai dengan akhir 2018 cukup stabil pada
angka di atas 90% dan didukung oleh tingkat permodalan
yang memadai.
Peningkatan Fleksibilitas Pengelolaan Likuiditas Melalui Penyangga Likuiditas Makroprudensial
Bank Indonesia menjaga agar upaya mendorong
intermediasi diperkuat dengan likuiditas yang
memadai, terlebih di tengah ketidakpastian global
yang dapat memberikan tekanan likuiditas. Untuk itu,
pada 2018 Bank Indonesia merumuskan instrumen
kebijakan makroprudensial berbasis likuiditas yang
disebut dengan PLM4. PLM merupakan penyempurnaan
dari kebijakan GWM Sekunder, dan melengkapi rasio
kecukupan likuiditas dari sisi mikroprudensial, yakni
Liquidity Coverage Ratio (LCR). Bagi Bank Umum Syariah
(BUS), PLM merupakan instrumen baru mengingat
GWM Sekunder tidak diimplementasikan sebelumnya.
PLM dirumuskan dengan tujuan untuk meningkatkan
fleksibilitas bank dalam pengelolaan likuiditas agar
dapat mencegah build-up dan materialisasi risiko
likuiditas yang lebih dalam. PLM mensyaratkan bank
untuk memiliki buffer likuiditas dalam bentuk SSB
sebesar 4% dari (DPK) Rupiah. PLM dilengkapi dengan
opsi fleksibilitas bagi bank untuk dapat merepokan
sejumlah tertentu dari SSB yang digunakan untuk
pemenuhan PLM kepada Bank Indonesia.
Bank IndonesIa
52 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
5 CCB merupakan tambahan modal sebagai buffer yang akan digunakan untuk menyerap potensi kerugian yang timbul apabila terjadi pemberian kredit yang berlebihan. Bank Indonesia melakukan evaluasi atas besaran CCB minimal sekali dalam 6 bulan.
Sebagai instrumen countercyclical, evaluasi PLM
dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan
siklus keuangan. Pada fase siklus ekspansi, Bank
Indonesia akan mengevaluasi PLM sehingga dapat
membatasi build up risiko sistemik yang timbul dari
permasalahan likuiditas. Sebaliknya, pada fase siklus
kontraksi, evaluasi PLM dilakukan guna mencegah
materialisasi risiko likuiditas yang lebih dalam. Selain
besaran buffer, evaluasi juga dilakukan terhadap fitur
fleksibilitas, yakni besaran SSB yang dapat direpokan
kepada Bank Indonesia. Seperti halnya instrumen
kebijakan makroprudensial lain yang bersifat time
varying, maka evaluasi PLM akan dilakukan secara
berkala, minimal 1 kali dalam 6 bulan.
Pada evaluasi pertama yang dilakukan pada November
2018, Bank Indonesia melonggarkan opsi fleksibilitas
PLM dari 2% menjadi 4%, serta mempertahankan
persyaratan buffer 4%. Hal ini berarti seluruh SSB yang
digunakan untuk memenuhi PLM, dapat direpokan
kepada Bank Indonesia. Di samping itu, Bank Indonesia
juga menambahkan Sukuk Bank Indonesia (SukBI)
sebagai SSB yang dapat digunakan untuk memenuhi
kewajiban PLM, sejalan dengan penerbitan SukBI.
Sejak diimplementasikan, perbankan termasuk BUS,
secara konsisten mampu memelihara level PLM
cukup stabil di atas level yang disyaratkan, yakni di
atas 10%. Peningkatan funding gap perbankan yang
terjadi menyusul pertumbuhan DPK yang lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada
2018, tidak signifikan menurunkan likuiditas bank.
Pelonggaran fleksibilitas PLM, juga dimanfaatkan oleh
Penetapan Kembali Countercyclical Capital Buffer 0%
Pada 2018 Bank Indonesia kembali menetapkan
CCB sebesar 0%5. Keputusan tersebut dirumuskan
dengan mempertimbangkan hasil asesmen yang
menunjukkan belum adanya indikasi pertumbuhan
kredit secara berlebihan. Meskipun indikator utama
kesenjangan kredit terhadap PDB (credit to GDP
gap) meningkat, namun masih berada pada level
aman. Rasio tersebut belum melewati batas bawah
penyaluran kredit yang dianggap berlebihan (Grafik
4.1.3). Sementara itu, indikator pelengkap lain seperti
indikator makroekonomi, indikator utama risiko kredit
perbankan, dan harga aset juga mengonfirmasi kondisi
tersebut.
Keputusan mempertahankan besaran CCB pada level
0% konsisten dengan arah kebijakan makroprudensial
yang akomodatif. Hal ini sebagaimana tercermin dari
Grafik 4.1.3 Kesenjangan Kredit terhadap PDB
Sumber: Bank Indonesia
10Persen Terhadap PDB
Risiko Penyaluran Kredit sangat Berlebihan
Risiko Penyaluran Kredit Berlebihan
Penyaluran Kredit Tidak Berlebihan
8
4
6
2
0
-4
-2
2004
Q1
2005
Q1
2006
Q1
2007
Q1
2008
Q1
2009
Q1
2010
Q1
2011
Q1
2012
Q1
2013
Q1
2014
Q1
2015
Q1
2016
Q1
2017
Q1
2018
Q1
2019
Q1
2004
Q3
2005
Q3
2006
Q3
2007
Q3
2008
Q3
2009
Q3
2010
Q3
2011
Q3
2012
Q3
2013
Q3
2014
Q3
2015
Q3
2016
Q3
2017
Q3
2018
Q3
2019
Q3
Kredit Per PDB Gap Batas Atas Batas Bawah
beberapa bank dalam melakukan pengelolaan likuiditas.
Sementara itu, hasil pemeriksaan tematik likuiditas
Bank Indonesia menunjukkan keberhasilan bank dalam
menjaga ketahanan likuiditas juga didukung langkah
mitigasi oleh bank, antara lain melalui stress test
likuiditas yang dilakukan secara rutin dan penyediaan
rencana pendanaan darurat (contingency funding plan)
yang akan diaktifkan dalam kondisi terjadi keketatan
likuiditas.
Bank IndonesIa
53KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
6 Merupakan kelanjutan dari pentahapan target rasio kredit UMKM sejak 2015, yakni 5% (2015), 10% (2016), 15% (2017), dan 20% (2018) sebagaimana diatur dalam PBI No. 14/22/PBI/2012 tanggal 21 Desember 2012, diubah dengan PBI No. 17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan
Teknis dalam rangka Pengembangan UMKM.7 Insentif diberikan dalam bentuk, antara lain, pelatihan dan fasilitasi pemanfaatan pemer ingkatan kredit (credit rating) untuk usaha kecil dan menengah (UKM), dan penghargaan
kepada bank yang memiliki kinerja terbaik dalam pembiayaan UMKM.
perumusan instrumen kebijakan makroprudensial
lain, seperti pelonggaran rasio LTV/FTV untuk KPR,
perluasan RIM, dan peningkatan fleksibilitas likuiditas
dalam PLM. Besaran CCB 0% memiliki arti bahwa
tidak ada kewajiban bagi bank untuk membentuk
tambahan modal sebagai buffer. Dengan demikian,
penetapan tersebut tidak mengganggu upaya bank
dalam meningkatkan fungsi intermediasi. Sebaliknya,
memberikan ruang bagi bank untuk meningkatkan
kapasitas pemberian kredit dan berkontribusi dalam
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Hal
ini sejalan dengan siklus keuangan Indonesia yang
masih memiliki ruang untuk peningkatan pertumbuhan
kredit. Melalui CCB, upaya mendorong intermediasi
akan diimbangi dengan upaya mitigasi risiko sistemik.
Karakteristik pertumbuhan kredit yang bersifat
prosiklikal, berpotensi untuk menimbulkan build up
risiko sistemik. Untuk itu, tingkat kredit perlu dijaga
pada level yang aman dengan kualitas risiko yang baik,
antara lain melalui dukungan tingkat permodalan yang
memadai.
Perluasan Akses Keuangan Melalui Rasio Kredit UMKM
Bank Indonesia secara konsisten terus mendorong
peningkatan akses keuangan UMKM. UMKM merupakan
sektor usaha yang berkontribusi signifikan terhadap
perekonomian, dan menyerap tenaga kerja yang cukup
besar. Namun, hingga saat ini pengembangan sektor
UMKM masih terkendala dengan akses keuangan yang
terbatas. Untuk itu, Bank Indonesia terus berupaya
meningkatkan akses keuangan UMKM, antara lain
melalui penetapan target rasio kredit UMKM. Pada 2018,
rasio kredit UMKM mencapai pentahapan akhir untuk
target minimum 20%, dari tahun sebelumnya minimum
15%.6 Ketentuan diikuti dengan pemberian insentif dan
disinsentif, serta sanksi teguran tertulis7.
Dukungan Bank Indonesia terhadap sektor UMKM
juga dilakukan dengan mendukung implementasi
pemeringkatan kredit dan ketersediaan informasi
laporan keuangan UMKM. Program ini bertujuan
untuk mengatasi asimetri informasi antara perbankan
dan UMKM. Pada 2018, Bank Indonesia melanjutkan
kegiatan fasilitasi salah satu perusahaan penjaminan
dengan dua Bank Pembangunan Daerah (BPD) dalam
rangka pengembangan metodologi pemeringkatan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hasil pemeringkatan
kredit selanjutnya digunakan oleh perbankan untuk
memproses aplikasi kredit UKM. Bank Indonesia
juga memberikan fasilitasi pelatihan pencatatan
transaksi keuangan sederhana dan penggunaan
aplikasi pencatatatan keuangan bagi Usaha Mikro
dan Kecil (UMK). Pelatihan dilakukan bekerja sama
dengan perbankan, dan kementerian/lembaga terkait.
Bank Indonesia juga bekerjasama dengan salah satu
bank BUMN untuk mendorong pemanfaatan laporan
keuangan UMK yang dihasilkan aplikasi pencatatan
keuangan tersebut dalam proses analisa pemberian
kredit UMK.
Kebijakan pengembangan UMKM Bank Indonesia
memberikan hasil positif terhadap perkembangan
kredit UMKM. Tingkat pembiayaan kepada UMKM
tumbuh positif dengan risiko kredit yang terjaga.
Pada 2018, rasio kredit UMKM, termasuk pembiayaan
ekspor nonmigas bagi kantor cabang bank asing
(KCBA) dan bank campuran, mencapai sebesar 20,4%
dengan rasio NPL kredit UMKM sebesar 3,44% (Grafik
4.1.4). Pencapaian tersebut didukung oleh sebagian
bank yang secara individual telah mencapai rasio
kredit UMKM minimal 20%. Sementara bagi bank lain,
keterbatasan infrastruktur serta model bisnis bank
yang fokus pada pembiayaan korporasi atau konsumsi,
menjadi kendala. Beberapa upaya telah dilakukan
bank untuk mengatasi kendala ini antara lain dengan
menerapkan strategi pembiayaan rantai pasokan
(supply chain), mengembangkan dan meluncurkan
produk baru bekerjasama dengan lembaga penyalur,
serta mengembangkan organisasi dan sumber daya
manusia.
Melengkapi serangkaian kebijakan makroprudensial,
Bank Indonesia senantiasa memperkuat pengawasan
dengan metodologi pengukuran risiko yang
komprehensif, disertai dengan kelengkapan data dan
informasi yang akurat. Pengawasan makroprudensial
Bank IndonesIa
54 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
8 Aplikasi pencatatatan keuangan dapat diunduh di Google Play Store dan App Store dengan nama Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SI APIK), yang mencakup berbagai sektor usaha, antara lain, perdagangan, jasa, pertanian dan manufaktur.
dilakukan untuk mengidentifikasi potensi instabilitas
sistem keuangan yang dapat menimbulkan risiko
sistemik. Adanya interconnectedness menjadi
dasar perlunya pengawasan sistem keuangan yang
menyeluruh (system wide) untuk mitigasi risiko
sistemik, yang difokuskan pada bank-bank besar dan
korporasi yang memiliki peran signifikan dalam sistem
keuangan. Analisis dengan menggunakan cakupan
data yang menyeluruh dalam National dan Regional
Balance Sheet (NBS/RBS), terus dikembangkan untuk
mengidentifikasi ketidakseimbangan finansial yang
berpotensi menimbulkan risiko sistemik. Tukar menukar
data dan infomasi dengan otoritas, Pemerintah,
maupun lembaga lain terus dilakukan. Di samping itu,
pengawasan makroprudensial juga terus diperkuat
melalui upaya pencegahan dan penanganan krisis
dalam kerangka Protokol Manajemen Krisis (PMK).
Simulasi krisis (Simkris) internal kembali dilakukan
pada 2018 guna meningkatkan kesiapan teknis Bank
Indonesia, termasuk mekanisme koordinasi internal,
pada saat krisis terjadi.
4.2. Sinergi dan Koordinasi Dalam Memperkuat Ketahanan Sistem Keuangan
Keberhasilan Bank Indonesia dalam mengawal stabilitas
sistem keuangan, tidak terlepas dari koordinasi
dan kerjasama dengan otoritas keuangan lain yang
semakin kuat. Secara bilateral, penguatan koordinasi
Grafik 4.1.4 Pencapaian Target Kredit UMKM
Sumber: Bank Indonesia
21PersenPersen
20,9
4,1
3,4
20,4
194
17
15 2
2014 2015 2016 2017 2018
I I I I III II II II IIIII III III III IIIIV IV IV IV IV
Rasio Kredit UMKM NPL Kredit UMKM (skala kanan)
Koordinasi Kebijakan Makroprudensial dan Mikroprudensial
Selama 2018, koordinasi makroprudensial dan
mikroprudensial antara Bank Indonesia dan OJK
berjalan dengan baik. Arah kebijakan makroprudensial
dan mikroprudensial semakin sejalan dan tersinergi
dengan baik, menyusul upaya Bank Indonesia
dan OJK untuk selalu berkoordinasi dalam setiap
perumusan instrumen pengaturan. Sejalan dengan
kebijakan makroprudensial akomodatif, kebijakan
mikroprudensial pada 2018 juga diarahkan untuk
difokuskan pada sinergi kebijakan makroprudensial
dan mikroprudensial antara Bank Indonesia dengan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta koordinasi
bilateral Bank Indonesia dengan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) yang difokuskan pada penanganan
bank bermasalah sebagaimana diamanatkan dalam UU
No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan
Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Sementara penguatan
koordinasi multilateral sektor keuangan dilakukan
dalam kerangka Komite Stabilitas Sistem Keuangan
(KSSK) untuk pencegahan dan penanganan krisis. Di
samping itu, Bank Indonesia juga senantiasa berperan
aktif dalam fora internasional sektor keuangan, antara
lain melalui keanggotaannya dalam Financial Stability
Board (FSB) terkait dengan reformasi sektor keuangan
global.
Bank IndonesIa
55KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
9 LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. (SEBI No.18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital).
10 Laku Pandai adalah kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerjasama dengan pihak lain dan didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi.
11 Harmonisasi LKD dan Laku Pandai dilakukan dengan merumuskan visi kebijakan keuangan inklusif bersama yang akan dilaksanakan melalui kegiatan LKD dan Laku Pandai. LKD dan Laku Pandai diarahkan untuk memberikan kemudahan dan pemahaman yang baik bagi masyarakat dalam memiliki produk simpanan di Laku Pandai dan juga menggunakan alat pembayaran di LKD. Harmonisasi LKD dan Laku Pandai melalui penyesuaian ketentuan akan dilakukan dengan memperhatikan prinsip peningkatan keuangan inklusif, kelangsungan bisnis, dan keterjangkauan layanan.
mendorong peningkatan ekspor dan memacu
pertumbuhan ekonomi. Insentif diberikan bagi lembaga
jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan ke
industri yang berorientasi ekspor, industri penghasil
barang substitusi impor, industri pariwisata, dan industri
perumahan, melalui penyesuaian aspek prudensial,
seperti Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dan
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
Selain koordinasi perumusan kebijakan, Bank
Indonesia dan OJK juga terus memperkuat koordinasi
pengawasan sistem keuangan, serta tukar menukar
data dan informasi. Guna memperkuat pengawasan,
Bank Indonesia dan OJK secara berkala telah melakukan
koordinasi dalam hal penetapan dan pengkinian Bank
Sistemik sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 17 UU
PPKSK. Selain itu, sejak akhir 2017 Bank Indonesia dan
OJK telah bekerjasama dalam mengimplementasikan
pelaksanaan Joint Stress Test Perbankan. Dalam hal
tukar menukar data, Bank Indonesia, OJK dan bersama
dengan LPS telah menyepakati pengembangan integrasi
pelaporan bank yang akan mulai diimplementasikan
pada 2019. Sebagai tindak lanjut kesepakatan,
dilakukan persiapan pembangunan, pengembangan,
dan pemeliharaan sistem pelaporan terintegrasi di
sektor jasa keuangan. Integrasi pelaporan merupakan
upaya bersama untuk membangun mekanisme
pelaporan yang lebih efisien dengan mengintegrasikan
seluruh informasi yang dilaporkan oleh bank sehingga
menghilangkan informasi yang tumpang tindih,
inkonsisten dan tidak digunakan.
Koordinasi Bank Indonesia dan OJK dilakukan pada
level teknis hingga high level. Selama tahun 2018, telah
dilakukan beberapa pertemuan high level (HLM) antara
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan
anggota Dewan Komisioner OJK. Beberapa topik
bahasan HLM di 2018, antara lain koordinasi pengaturan
Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), koordinasi
keanggotaan Indonesia dalam Committee on Payment
and Market Infrastructures (CPMI), dan harmonisasi
Koordinasi Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan
Koordinasi bilateral Bank Indonesia dan LPS,
difokuskan untuk memperkuat upaya penanganan
bank bermasalah sebagaimana diamanatkan dalam UU
PPKSK. Pada 2018, Bank Indonesia dan LPS melakukan
beberapa kegiatan terkait, seperti simulasi penjualan
SBN milik LPS kepada Bank Indonesia, koordinasi
dalam penyusunan ketentuan bank perantara oleh
Bank Indonesia, serta simulasi proses perizinan bank
perantara.
Berdasarkan UU PPKSK, bank perantara merupakan
bank umum yang didirikan LPS sebagai sarana
resolusi penanganan bank dengan permasalahan
solvabilitas. Bank perantara menerima pengalihan
sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank
bermasalah yang sedang ditangani oleh LPS, untuk
kemudian menjalankan kegiatan usaha perbankan
seperti biasa. Namun, kepemilikan bank perantara
oleh LPS bersifat sementara dan LPS harus segera
menjual bank perantara kepada bank/pihak lain atau
mengalihkan seluruh aset dan/atau kewajiban bank
perantara kepada bank lain. Penjualan bank perantara
atau pengalihan seluruh aset dan/atau kewajiban bank
perantara tersebut dilakukan berdasarkan nilai wajar,
secara terbuka dan transparan, serta memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Guna
menjamin kelancaran operasional bank perantara,
Bank Indonesia menerbitkan ketentuan yang mengatur
hubungan operasional antara bank perantara dengan
Lembaga Keuangan Digital (LKD) yang diperkenalkan
oleh bank Indonesia dan Layanan Keuangan Tanpa
Kantor dalam rangka keuangan inklusif (LAKU PANDAI)
oleh OJK9 10 11. Selanjutnya, keputusan dan atau arahan
dalam HLM akan menjadi panduan dalam pelaksanaan
kerjasama dan koordinasi di antara kedua lembaga.
Bank IndonesIa
56 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
12 Koordinasi bank perantara dan Bank Indonesia diatur dalam PBI No. 20/15/PBI/2018 tanggal 21 Desember 2018 tentang Hubungan Operasional antara Bank Perantara dengan Bank Indonesia. Ketentuan tersebut mengatur proses pemberian konfirmasi pengalihan persetujuan dan/atau izin dari Bank Indonesia untuk bank perantara terkait dengan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI), Operasi Moneter (OM) dan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Hal ini termasuk juga operasional bank perantara sampai dengan dialihkan atau dijual dari LPS kepada bank atau pihak lain. Dalam ketentuan yang sama diatur pula mengenai kewajiban bank perantara untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan kewajiban implementasi instrumen kebijakan Bank Indonesia, seperti GWM, PLM, LTV/FTV, RIM dan CCB. Khusus untuk kewajiban RIM dan CCB, akan diimplementasikan pada bank perantara ketika kepemilikan bank perantara telah dialihkan atau dijual dari LPS kepada bank atau pihak lain.
13 Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.92 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat KSSK.14 FSB dibentuk oleh G20 pada April 2009 dengan mandat utama untuk mengkoordinasikan upaya reformasi sektor keuangan global. Kebijakan yang disepakati dalam FSB tidak
mengikat secara hukum, namun diekspektasikan untuk diimplementasikan oleh anggota FSB (leading by example).
Koordinasi Dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan
Menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia,
merupakan tanggung jawab bersama Bank Indonesia,
OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan. Berdasarkan
UU PPKSK, mekanisme koordinasi keempat otoritas
dilaksanakan dalam kerangka KSSK. Koordinasi dalam
KSSK mencakup tiga tugas utama. Pertama, anggota
KSSK berkoordinasi dalam rangka pemantauan dan
pemeliharaan stabilitas sistem keuangan. Kedua,
koordinasi dalam menangani krisis sistem keuangan.
Ketiga, anggota KSSK berkoordinasi ketika terjadi
permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi
normal maupun dalam kondisi krisis. Ketiga cakupan
tersebut diimplementasikan oleh anggota KSSK
sesuai peran masing-masing otoritas. Selanjutnya,
guna meningkatkan efektifitas koordinasi dibentuk
organisasi Sekretariat KSSK sebagai salah satu
ketentuan pelaksana dari UU PPKSK13. Keberadaan
Sekretariat KSSK diharapkan mampu menjembatani
serta memperkuat koordinasi dan kerjasama antar
keempat anggota KSSK demi terjaganya stabilitas
sistem keuangan di Indonesia.
KSSK secara berkala pada setiap triwulan mengadakan
pertemuan guna membahas kondisi stabilitas sistem
keuangan. Berdasarkan hasil asesmen keempat
otoritas selama tahun 2018, kondisi stabilitas sistem
keuangan Indonesia dinyatakan terjaga dengan
baik. Hal ini ditopang oleh fundamental ekonomi
yang kuat, kinerja lembaga keuangan yang baik,
serta kinerja emiten pasar modal yang stabil. KSSK
akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan fiskal,
moneter, makroprudensial, mikroprudensial, dan pasar
keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan dan
Bank Indonesia12. Ke depan, koordinasi Bank Indonesia
dan LPS akan dilanjutkan dengan penyusunan petunjuk
pelaksanaan terkait hubungan operasional bank
perantara dengan Bank Indonesia.
menjaga stabilitas sistem keuangan. Di samping itu,
KSSK senantiasa meningkatkan kesiapan teknis dan
kelengkapan landasan hukum dalam pencegahan dan
penanganan krisis melalui pelaksanaan Simulasi Krisis
Nasional yang pada 2018 kembali diselenggarakan.
Peran Aktif Bank Indonesia dalam Fora Kerjasama Internasional di Sektor Keuangan
Bank Indonesia terus berpartisipasi aktif dalam
reformasi sektor keuangan global melalui keanggotaan
dalam Financial Stability Board (FSB).14 Reformasi
bertujuan untuk memulihkan perekonomian pasca
krisis keuangan, serta memperkuat ketahanan
dan stabilitas sistem keuangan khususnya dalam
menghadapi potensi krisis di masa yang akan datang.
Terdapat empat pilar utama reformasi global dalam
FSB, yakni peningkatan ketahanan lembaga keuangan,
penanganan permasalahan too big to fail (TBTF), upaya
memperkuat pengawasan dan pengaturan lembaga
keuangan, serta reformasi pasar over the counter (OTC)
derivatif. Adapun pembahasan untuk masing-masing
pilar tersebut dilakukan melalui pengembangan desain
respons kebijakan reformasi, pemantauan reformasi,
dan evaluasi dampak.
Pada 2018, peran aktif Bank Indonesia dalam fora
internasional difokuskan pada tiga pilar, yakni
penanganan TBTF, pengaturan dan pengawasan
lembaga keuangan, serta OTC derivatif. Sementara itu,
pilar peningkatan ketahanan perbankan, sebagaimana
tertuang dalam kerangka Basel III, telah diselesaikan
pada 2017. Pada pilar TBTF, peran Bank Indonesia
difokuskan pada penguatan koordinasi dalam memenuhi
pelaksanaan thematic peer review di area perencanaan
resolusi bank dan pemantauan implementasi
rekomendasi pada 2018. Pada pilar pengaturan dan
pengawasan lembaga keuangan, Bank Indonesia
bersama dengan OJK terus berpartisipasi aktif dalam
Bank IndonesIa
57KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
Non-Bank Monitoring Expert Group untuk memantau
perkembangan intermediasi dan inovasi risiko di
sektor nonbank, termasuk merekomendasikan respons
kebijakan. Pada pilar pembahasan dan pengembangan
reformasi pasar OTC derivatif, difokuskan pada upaya
peningkatan kerjasama antarotoritas domestik terkait
potensi implementasi reformasi. Terkait dengan
pilar yang sama, pada 2018, Bank Indonesia berhasil
memperjuangkan bahwa tidak terdapat isu hambatan
hukum dalam pelaporan data transaksi derivatif
domestik ke Trade Reporting (TR) luar negeri. Selain
keempat pilar di atas, Bank Indonesia secara intensif
bekerjasama dengan otoritas lain untuk menanggapi
perkembangan fokus G20/FSB di area pemantauan
risiko baru yang berkembang seperti fintech, cyber
security dan cyber resiliensi, serta evaluasi dampak
implementasi reformasi keuangan global.
Keikutsertaan Indonesia dalam forum reformasi
sektor keuangan global didukung oleh kerjasama
dan koordinasi lintas otoritas keuangan domestik.
Hal ini sejalan dengan partisipasi seluruh otoritas
keuangan domestik di berbagai struktur keanggotaan
FSB. Sejak 2016, Bank Indonesia telah menginisiasi
terselenggaranya forum koordinasi lintas otoritas
keuangan. Forum ini kembali diselenggarakan pada
2018 dengan dua tujuan utama. Pertama, pertukaran
informasi dan diseminasi mengenai hasil pertemuan
fora internasional. Adapun materi diseminasi meliputi
perkembangan terkini pembahasan isu reformasi
sektor keuangan global selama 2018, serta rencana
program kerja 2019. Kedua, memperoleh pandangan
dan masukan dari berbagai otoritas mengenai posisi
bersama otoritas Indonesia atas beberapa isu strategis
yang berpotensi dibahas pada pertemuan fora
internasional mendatang. Koordinasi dalam forum ini
ke depan akan semakin ditingkatkan untuk menghadapi
persiapan pelaksanaan FSB country peer review untuk
Indonesia yang akan dimulai di 2019.
Peran aktif Bank Indonesia dalam fora internasional
juga dilakukan pada beberapa fora yang terkait dengan
stabilitas keuangan syariah. Setidaknya, saat ini Bank
Indonesia terlibat aktif pada tiga fora internasional
untuk keuangan syariah. Pertama, Bank Indonesia
merupakan salah satu founding fathers yang aktif
sebagai anggota Council dalam Islamic Financial Service
Board (IFSB)15. Bank Indonesia tengah aktif menyusun
beberapa pedoman bersama IFSB, yaitu antara lain
pedoman inklusi keuangan syariah khususnya pada
aspek integrasi keuangan sosial syariah dan perannya
dalam inklusi keuangan. Kedua, Bank Indonesia aktif
dalam International Islamic Financial Market (IIFM)
yang merupakan badan standarisasi internasional
untuk bentuk skema dasar akad dan produk keuangan
syariah, terutama terkait pasar modal syariah dan pasar
uang syariah. Ketiga, Bank Indonesia menjadi anggota
Governing Board pada International Islamic Liquidity
Management (IILM) yang bertujuan untuk memfasilitasi
efektivitas manajemen likuiditas keuangan syariah
secara cross-border. Keterlibatan aktif Bank Indonesia
dalam fora tersebut diharapkan dapat mendukung
upaya pengembangan keuangan syariah sekaligus
memperkuat stabilitas sistem keuangan syariah
sebagai bagian dari sistem keuangan nasional.
15 IFSB yang berdiri pada 3 November 2002 adalah sebuah badan standarisasi internasional dari berbagai otoritas yang memiliki kepentingan untuk memastikan stabilitas industri keuangan syariah, baik dari sisi mikroprudensial maupun makroprudensial.
Bank IndonesIa
59KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Prospek dan Arah Kebijakan Bank IndonesIa
Tantangan perekonomian global dan domestik yang terjadi sepanjang 2018 diperkirakan masih akan berlanjut dan mewarnai kinerja dan ketahan sistem keuangan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan cenderung melambat, dengan ketidakpastian yang tetap tinggi. Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan tensi perang dagang antara AS dan Tiongkok, adanya sinyal The Fed untuk menahan laju peningkatan Fed Fund Rate, serta permasalahan geopolitik seperti no-deal Brexit. Sementara itu, pada 2019 pertumbuhan ekonomi domestik diproyeksikan akan berada pada kisaran 5,0% – 5,4%. Hal ini ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik seiring dengan terjaganya daya beli dan keyakinan konsumen, serta investasi yang tetap kuat. Sejalan dengan pertumbuhan tersebut, siklus keuangan Indonesia diperkirakan masih memberikan ruang bagi peningkatan intermediasi perbankan.
Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif, yang diimbangi dengan upaya mitigasi risiko sistemik. Hal ini ditempuh dengan mempertimbangkan tantangan perekonomian global dan domestik, serta kerentanan dalam sistem keuangan. Penguatan intermediasi ke depan akan diarahkan untuk mendukung pengembangan sektor prioritas dan UMKM. Kebijakan RIM akan ditinjau dari waktu ke waktu untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan pembiayaan ekonomi melalui penerbitan surat-surat berharga, termasuk pada perbankan syariah. Ketentuan PLM akan terus dipantau agar dapat memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas yang lebih tinggi bagi bank, termasuk pada perbankan syariah. Instrumen CCB juga terus dioptimalkan untuk menyeimbangkan antara upaya mendorong intermediasi dan upaya memitigasi risiko. Serangkaian kebijakan tersebut, akan dilengkapi dengan upaya memperkuat surveilans, khususnya terhadap bank-bank besar dan korporasi yang memiliki pengaruh signifikan dalam sistem keuangan dan perekonomian. Di samping itu, untuk mencapai sinergi dalam rangka mempertahankan stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas keuangan lain.
BAB V
PROSPEK DAN ARAH KEBIJAKAN
Bank IndonesIa
60 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
5.1. Tantangan Perekonomian Global Berlanjut, Perekonomian Domestik Tetap Kuat
Kondisi stabilitas sistem keuangan tidak terlepas dari
pengaruh dinamika perekonomian global dan domestik.
Dari sisi global, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan
cenderung melambat, dengan ketidakpastian yang
tetap tinggi. Dalam publikasi World Economic Outlook
(WEO) Update pada Januari 2019, perekonomian dunia
pada 2018 diperkirakan tetap tumbuh sebesar 3,7%
sama dengan perkiraan sebelumnya pada Oktober 2018.
Namun, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada 2019 dan
2020 direvisi ke bawah menjadi masing-masing 3,5% dan
3,6% (tabel 5.1). Hal tersebut terutama dipengaruhi risiko
dampak peningkatan tensi perang dagang antara AS dan
Tiongkok terhadap volume perdagangan global. Meskipun
pertumbuhan ekonomi AS cukup solid, terdapat risiko dari
kondisi politik dalam negeri yang telah mengakibatkan
government shutdown pada awal tahun 2019. The Fed
telah memberikan sinyal untuk menahan laju peningkatan
Fed Fund Rate dengan adanya risiko pertumbuhan
ekonomi yang lebih lambat dan menurunnya tekanan
inflasi. Selain itu, risiko utama perekonomian global
ke depan berasal dari potensi dampak terjadinya no-
deal brexit, perlambatan perekonomian Tiongkok yang
diperkirakan hanya tumbuh sebesar 6,2% di 2019 dan
2020, serta risiko geopolitik. Risiko idiosyncratic di negara
emerging diperkirakan masih dapat menjadi sentimen
negatif yang mendorong potensi berlanjutnya capital
outflows dari negara emerging kembali flight to quality ke
AS pada 2019. Perkembangan sentimen global tersebut
turut berimplikasi pada volatilitas pasar keuangan yang
diperkirakan masih cukup tinggi.
Perkembangan positif perekonomian domestik dipercaya
mampu menahan tekanan yang bersumber dari global
pada 2019. Pertumbuhan ekonomi domestik diproyeksikan
akan berada pada kisaran 5,0%-5,4%. Hal tersebut
ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik seiring
dengan terjaganya daya beli dan keyakinan konsumen.
Selain itu, investasi diperkirakan tetap kuat seiring dengan
membaiknya keyakinan pelaku usaha dan belanja sektor
Pemerintah yang berkualitas. Ekspektasi inflasi terjaga,
sehingga inflasi diperkirakan tetap rendah dalam kisaran
3,5% ± 1%.
Tetap perlu dicermati tantangan terhadap perekonomian
domestik yang berpotensi memberikan spillover pada
sistem keuangan. Dalam jangka pendek, terdapat risiko
dari dampak pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, serta legislatif secara serentak pada 17 April 2019.
Hal tersebut berpotensi mempengaruhi persepsi investor
untuk memilih wait and see dan menahan ekspansi
karena ketidakpastian yang tinggi pada periode transisi,
hingga pada akhirnya berpotensi meningkatkan volatilitas
pasar keuangan domestik. Sementara itu dalam jangka
menengah, pertumbuhan impor yang diperkirakan masih
akan tinggi dan ekspor yang berpotensi untuk tumbuh
terbatas, dapat mempengaruhi kinerja korporasi domestik
Tabel 5.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
* Proyeksi
Sumber: WEO Update - IMF Januari 2019
2017WEO Jan’19 Deviasi dari WEO Okt’18
2018* 2019* 2020* 2018* 2019* 2020*
PDB Dunia 3,8 3,7 3,5 3,6 0,0 -0,2 -0,1
PD Advanced Economies (AE) 2,4 2,3 2,0 1,7 -0,1 -0,1 0,0
US 2,2 2,9 2,5 1,8 0,0 0,0 0,0
Euro Area 2,4 1,8 1,6 1,7 -0,2 -0,3 0,0
Jepang 1,9 0,9 1,1 0,5 -0,2 0,2 0,2
PDB Emerging Market Economies (EM) 4,7 4,6 4,5 4,9 -0,1 -0,2 0,0
Indeks Harga Konsumen
Advanced Ecomonies (AE) 1,7 2,0 1,7 2,0 0,0 -0,2 0,0
Emerging Market Economies (EM) 7,1 5,4 4,8 5,2 0,4 0 0,1
World Trade Volume 5,3 4,0 4,0 4,0 -0,2 0,0 -0,1
Bank IndonesIa
61KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
Prospek dan Arah Kebijakan
5.2. Sistem Keuangan Ke Depan Terjaga
hingga berdampak pada repayment capacity yang
memicu peningkatan risiko kredit. Permintaan atas bahan
baku dari industri domestik yang kuat dan penyelesaian
proyek infrastruktur Pemerintah menjadi faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan impor. Sementara itu,
harga komoditas ekspor Indonesia yang menurun dan
adanya dampak rambatan dari perang dagang antara AS
dan Tiongkok menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja
ekspor Indonesia. Selanjutnya, memasuki era teknologi,
perkembangan keuangan digital (financial technology)
di satu sisi memberikan manfaat melalui peningkatan
intermediasi dan akses keuangan. Namun di sisi lain, tanpa
adanya manajemen risiko yang memadai dan ditengah
meningkatnya interconnectedness antar lembaga
keuangan, financial technology dapat mengamplifikasi
risiko di sektor keuangan.
Meskipun dihadapkan pada sejumlah tantangan, Bank
Indonesia memperkirakan stabilitas sistem keuangan
Indonesia akan tetap terjaga. Sistem keuangan Indonesia
memiliki ketahanan yang cukup baik untuk mengantisipasi
potensi spillover risiko ke depan. Siklus keuangan yang
telah menunjukkan arah ekspansi, diperkirakan akan
terus menguat namun belum mengindikasikan adanya
excessive risk taking behavior. Dengan demikian, ruang
peningkatan pertumbuhan kredit ke depan masih terbuka,
sehingga dapat lebih mendorong peningkatan aktivitas
perekonomian. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan
dinamika prospek perekonomian domestik dan global
ke depan, pertumbuhan kredit dan DPK perbankan
diperkirakan mencapai level masing-masing dalam kisaran
10%-12% (yoy) dan 8%-10% (yoy). Masih tertahannya
pertumbuhan DPK didasari oleh adanya risiko crowding out
dana masyarakat dari meningkatnya penerbitan instrumen
investasi pemerintah seperti SBN dan Obligasi Ritel
Indonesia (ORI). Di sisi lain, operasi keuangan pemerintah
yang masih ekspansif diperkirakan menjadi faktor positif
yang berpotensi mendorong pertumbuhan DPK. Tekanan
penarikan DPK dalam rangka pembayaran impor juga
diperkirakan berkurang seiring mulai turunnya harga
minyak dan komoditas serta selesainya proyek-proyek
infrastruktur pemerintah pada awal 2019. Perbankan juga
terindikasi berencana meningkatkan pencapaian target
DPK antara lain melalui optimalisasi nasabah komunitas
pebisnis, peningkatan transaksi nasabah melalui solusi
keuangan terintegrasi, dan pemanfaatan layanan berbasis
teknologi.
Pada 2019, funding gap perbankan diperkirakan masih
berlanjut dan membaik, sejalan dengan dukungan
pertumbuhan kredit dan DPK pada kelompok bank besar.1
Pencapaian kredit kelompok bank besar diproyeksikan
dapat melampaui target, meskipun sedikit di bawah
realisasi 2018. Hal ini sejalan dengan pola pencapaian
pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kredit kelompok
bank besar umumnya berhasil tumbuh di atas target
yang telah ditetapkan, dengan tren selisih antara target
dan realisasi yang semakin mengecil. Kelompok bank
besar diperkirakan mendorong pertumbuhan kredit
perbankan melalui kredit konsumsi, sektor perdagangan,
dan industri. Sementara itu, dukungan kelompok bank
besar juga terlihat pada pertumbuhan DPK di 2019 yang
diperkirakan akan tumbuh lebih baik dibandingkan
dengan pertumbuhan 2018. Namun, tetap perlu dicermati
pola pencapaian target pertumbuhan DPK bank besar
yang dalam 3 tahun terakhir menunjukkan gap antara
target dan realisasi yang semakin melebar, dengan gap
tertinggi pada 2018. Bila dilihat dari komposisi, DPK bank-
bank besar ke depan diperkirakan masih akan didominasi
oleh komponen CASA yang cukup volatile, sementara
deposito diindikasikan akan sedikit menurun. Selanjutnya,
untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan
kredit di tengah funding gap, perbankan terindikasi akan
memenuhi pendanaan melalui penerbitan surat berharga,
MTN, dan pinjaman luar negeri.
Secara umum, Bank Indonesia memperkirakan ketahanan
perbankan, yang mendominasi sektor keuangan Indonesia,
akan tetap terjaga. Perkiraan tersebut ditunjang oleh
terjaganya berbagai indikator perbankan di tengah upaya
penguatan intermediasi. Dari sisi permodalan, perbankan
masih memiliki rasio kecukupan yang kuat dengan posisi
(CAR) yang berada di sekitar 22,89% pada 2018. Angka
ini mengindikasikan masih adanya ruang bagi perbankan
untuk dapat terus mendorong intermediasi yang
diimbangi dengan kemampuan menyerap risiko yang baik.
Dari sisi risiko kredit, rasio NPL masih terjaga pada level
yang rendah yaitu 2,37% dibandingkan dengan 2,59% pada
akhir 2017. Di samping itu potensi penurunan repayment
1 Mayoritas bank besar merupakan bank BUKU 4 dan BUKU 3, serta mendominasi pangsa industri perbankan.
Bank IndonesIa
62 KAJIAN STABILITAS KEUANGANNo. 32, Maret 2019
capacity akibat tren kenaikan suku bunga, hingga saat
ini masih diimbangi dengan upaya peningkatan efisiensi
oleh perbankan. BOPO perbankan turun menjadi 78,33%
dibandingkan dengan 79,28% pada akhir 2017. Dari aspek
likuiditas, likuiditas perbankan ke depan diperkirakan
masih terjaga, ditopang oleh alat likuid yang memadai.
Potensi perbaikan capital inflow yang didukung relatif
menurunnya faktor ketidakpastian global juga akan
memengaruhi pencapaian tersebut.
Pada 2019, kinerja korporasi nonkeuangan juga diprediksi
terjaga. Potensi risiko pasar akibat kecenderungan
penggunaan dana asing pada korporasi nonkeuangan,
dimitigasi melalui kewajiban lindung nilai oleh Bank
Indonesia. Lebih dari 80% dari korporasi yang memiliki
pembiayaan dana asing telah menerapkan lindung nilai
dan dilakukan dengan memperhatikan praktek umum
pengelolaan usaha agar kontinuitas kegiatan usaha dan
kegiatan investasi tetap terjaga. Peningkatan aktivitas
lindung nilai tersebut juga didukung peran perbankan
domestik untuk menawarkan produk lindung nilai kepada
korporasi.
Pada pasar keuangan domestik, konfirmasi atas status
layak investasi (Investment Grade) oleh lembaga rating
internasional mampu mempertahankan sentimen positif
untuk pasar keuangan Indonesia. Capaian tersebut
memberikan keyakinan bagi investor yang telah dan
akan menanamkan modalnya di Indonesia ditengah
ketidakpastian perekonomian global. Faktor tersebut
diharapkan menjadi penopang kinerja pasar keuangan
dan mampu menahan pelemahan harga aset pada saat
terjadinya tekanan.
5.3. Kebijakan Makroprudensial Akomodatif Berlanjut
Ke depan, Bank Indonesia kembali melanjutkan
kebijakan makroprudensial akomodatif untuk
mendorong pertumbuhan, dengan tetap menjaga
stabilitas sistem keuangan. Arah kebijakan ditempuh
dengan mempertimbangkan siklus keuangan yang
masih memberikan ruang akselerasi bagi pertumbuhan
intermediasi. Di samping itu, perilaku agen keuangan yang
bersifat prosiklikal terutama dalam hal penyaluran kredit
dan pengelolaan likuiditas, ditambah dengan sejumlah
kerentanan dari dalam sistem keuangan, serta potensi
dampak rambatan dari dinamika perekonomian global
dan domestik terhadap sistem keuangan, turut menjadi
faktor pertimbangan dalam perumusan kebijakan ke
depan. Penguatan kebijakan makroprudensial akomodatif
dilakukan dalam kerangka bauran kebijakan Bank
Indonesia dan didukung dengan penguatan koordinasi
Bank Indonesia dengan otoritas keuangan lainnya
untuk memastikan terciptanya sinergi kebijakan sektor
keuangan.
Penguatan intermediasi akan ditempuh untuk
mendukung pengembangan UMKM dan sektor prioritas.
Melalui penyempurnaan rasio pembiayaan UMKM,
Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan akses
keuangan dan pembiayaan kepada UMKM dan sektor
prioritas, antara lain ekspor dan pariwisata. Kebijakan
rasio LTV/FTV KPR secara berkala akan dievaluasi guna
melihat dampak siklikal pertumbuhan KPR dalam siklus
perekonomian. Kebijakan RIM akan ditinjau dari waktu ke
waktu untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan
pembiayaan ekonomi yang bersifat wholesale, antara lain
melalui penerbitan surat-surat berharga, termasuk pada
perbankan syariah.
Penguatan intermediasi terus didukung dengan
permodalan dan likuiditas yang memadai. Ketentuan
PLM akan terus dipantau guna memberikan fleksibilitas
pengelolaan likuiditas yang lebih tinggi bagi bank,
termasuk pada perbankan syariah. Instrumen CCB juga
terus dioptimalkan untuk menyeimbangkan antara upaya
mendorong intermediasi dan upaya memitigasi risiko
melalui upaya menjaga ketahanan permodalan perbankan
dari sejumlah risiko yang dihadapi pada saat siklus
keuangan mengalami tekanan. Kebijakan makroprudensial
juga diarahkan untuk menjaga ketahanan sistem
keuangan dengan memperkuat surveilans terhadap
bank-bank besar dan korporasi yang memiki pengaruh
signifikan dalam sistem keuangan dan perekonomian,
seperti korporasi pada sektor komoditas primer, properti,
dan yang memiliki ketergantungan pada pembiayaan luar
negeri. Di samping itu, asesmen makroprudensial akan
terus diperkuat melalui penggunaan Pendekatan National
and Regional Balance Sheet (NBS/RBS) dalam asesmen
risiko sistemik dan identifikasi ketidakseimbangan sistem
keuangan. Pemantauan risiko di luar perbankan juga
menjadi makin penting seiring dengan perkembangan
nonbank financing, seperti obligasi korporasi.
InformasI dan order:
KSK ini terbit pada bulan Maret 2019 dan didasarkan pada data dan informasi per Desember 2018, kecuali dinyatakan lain.
dokumen ksk lengkap dalam format pdf tersedIa pada web sIte bank IndonesIa:
http://www.bi.go.id
Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain.
permIntaan, komentar dan saran harap dItujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Kebijakan Makroprudensial
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia
Email : [email protected]
kajIan stabIlItas keuangan no.32, maret 2019
pengarah
Erwin Rijanto - Linda Maulidina – Retno Ponco Windarti – Yanti Setiawan
koordInator dan edItor umum
Ndari Surjaningsih - Nur M. Adhi Purwanto – Sagita Rachmanira – Anita – Hero Wonida – Mestika Widantri
tIm penyusun
Agus Fadjar Setiawan, Rozidyanti, Ita Rulina, Kurniawan Agung, Sri Noerhidajati, Hesti Werdaningtyas, Risa Fadila,
Khairani Syafitri, Bayu Adi Gunawan, Faried Caesar Nugroho, Heny Sulistyaningsih, Darmo Wicaksono, Lisa Rienellda,
Vienella Zharmida, Agni Alam Arwira, M. Nuryazidi, Abidin Abdul Haris, Andhi Wahyu, Jodhi Satyagraha, Ibrahim
Adrian Nugroho, Revol Ulung Bisara Tamba, Anindhita Kemala D, Apsari Anindita N.P, Rani Wijayanti, Andi M. Raihan,
Adhi Nugroho, Haris Dwi Putra, Arif Waluyo Birowo, Jardine A. Husman, Siti Nurfalinda, Aski Catranti, Lisa Khulasoh,
Natalia Susan, Tira Nitria, Yunni Angela Yustisia, Arief Noor Rachman, Eskanto Adi Nugroho, Veny Tamarind, Rakhma
Fatmaningrum, Gemala Srihati, Donny Ananta
kontrIbutor
Departemen Pengembangan UMKM (DPUM)
Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP)
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP)
Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK)
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM)
Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK)
Departemen Ekonomi Keuangan Syariah (DEKS)
Departemen Statistika (DSta)
pengolah data, layout, dan produksI
Risanthy Uli Napitupulu, Syaista Nur, Saprudin, Muhammad Risaldy, Nia Nirmala Sari
Bank IndonesIaBank IndonesIa