27
TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza A Virus influenza merupakan virus RNA untai negatif dengan genom tersegmentasi berisi tujuh sampai delapan segmen gen yang termasuk kedalam famili Orthomyxoviridae. Berdasarkan perbedaan sifat antigenik protein matriks dan nukleoprotein, virus influenza dikelompokkan kedalam tiga tipe yaitu A, B, dan C yang masing-masing memiliki kecenderungan inang dan patogenisitas berbeda. Virus influenza A dan B memiliki struktur yang tidak dapat dibedakan dibawah mikroskop elektron (Bouvier dan Palese 2008) berbeda dengan virus influenza C. Virus influenza A dan B memiliki delapan segmen gen RNA untai tunggal, sedangkan virus influenza C memiliki tujuh segmen dan masing-masing menyandi setidaknya satu protein (Murphy et al. 1999). Gambar 1. Diagram skematis struktur virus influenza A (Lee dan Saif 2009) Virus influenza A memiliki selubung yang berasal dari membran lipid sel inang. Kedelapan segmen gen menyandi setidaknya 11 open reading frame (ORF) (Bouvier dan Palese 2008). Permukaan virus diselubungi oleh penonjolan tiga protein: hemaglutinin (HA), neuraminidase (NA) dan matriks 2 (M2) (Gambar 1). Protein matriks 1 (M1) terdapat di bawah membran, berinteraksi dengan bagian sitoplasmik glikoprotein permukaan dan dengan kompleks ribonukleoprotein

Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

TINJAUAN PUSTAKA

Virus Influenza A

Virus influenza merupakan virus RNA untai negatif dengan genom

tersegmentasi berisi tujuh sampai delapan segmen gen yang termasuk kedalam

famili Orthomyxoviridae. Berdasarkan perbedaan sifat antigenik protein matriks

dan nukleoprotein, virus influenza dikelompokkan kedalam tiga tipe yaitu A, B,

dan C yang masing-masing memiliki kecenderungan inang dan patogenisitas

berbeda. Virus influenza A dan B memiliki struktur yang tidak dapat dibedakan

dibawah mikroskop elektron (Bouvier dan Palese 2008) berbeda dengan virus

influenza C. Virus influenza A dan B memiliki delapan segmen gen RNA untai

tunggal, sedangkan virus influenza C memiliki tujuh segmen dan masing-masing

menyandi setidaknya satu protein (Murphy et al. 1999).

Gambar 1. Diagram skematis struktur virus influenza A (Lee dan Saif 2009)

Virus influenza A memiliki selubung yang berasal dari membran lipid sel

inang. Kedelapan segmen gen menyandi setidaknya 11 open reading frame (ORF)

(Bouvier dan Palese 2008). Permukaan virus diselubungi oleh penonjolan tiga

protein: hemaglutinin (HA), neuraminidase (NA) dan matriks 2 (M2) (Gambar 1).

Protein matriks 1 (M1) terdapat di bawah membran, berinteraksi dengan bagian

sitoplasmik glikoprotein permukaan dan dengan kompleks ribonukleoprotein

Page 2: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

5

(RNP) virus. Protein M1 juga berikatan dengan protein pengeluaran dari inti

(nuclear export protein NEP) yang memperantarai pengeluaran M1-RNP melalui

nukleoporin ke dalam sitoplasma (Bouvier dan Palese 2008). Protein M2 yang

berukuran kecil merupakan ion channel transmembran dan hanya ditemukan pada

virus influenza A. Protein M2 memiliki bagian luar yang berada di permukaan

selubung virus bersama dengan HA dan NA. Protein M2 merupakan target obat

anti influenza dari kelas amantadine yang memblokir aktivitas ion channel dan

mencegah pelepasan selubung virus (Pinto et al. 1992; Wharton et al. 1994; Sheu

et al. 2011). Selain itu, M2 merupakan protein permukaan sehingga dijadikan

sebagai komponen vaksin (Slepushkin et al. 1995; Neirynck et al. 1999).

Hemaglutinin merupakan protein membran integral tipe I terglikosilasi yang

berfungsi sebagai protein pengikat reseptor dan protein fusi serta merupakan

target utama netralisasi oleh antibodi inang (Cross et al. 2001; Hulse et al. 2004;

Hoffmann et al. 2005; Gambaryan et al. 2006). Protein ini dapat mengenali asam

sialat (N-acetyl neuraminic acid) yang terikat pada gula di ujung glikoprotein sel

inang. Virus influenza A memiliki berbagai HA spesifik dengan isomerisasi

ikatan glikosidik berbeda untuk disakarida yang terdiri atas sialic acid (SA) dan

galaktosa atau N-asetilgalaktosamin (GalNAc). Reseptor HA pada unggas

memiliki spesifisitas ikatan terhadap SA 2,3 sel bersilia, sementara HA pada

manusia memiliki spesifisitas ikatan yang lebih tinggi terhadap SA 2,6 sel tidak

bersilia (Matrosovich et al. 2004). Struktur kristal molekul HA berbentuk trimer

dengan dua regio struktural berbeda yaitu bagian batang dan kepala (Wilson et al.

1981). Bagian kepala mengandung reseptor situs pengikatan SA yang dikelilingi

oleh determinan antigenik variabel yang disebut A, B, C, dan D pada subtipe H3

(Shortridge et al. 1990) dan Sa, Sb, CA1, Ca2, dan Cb pada subtipe H1 (Palese

dan Shaw 2007). Protein HA memiliki bentuk trimer yang masing-masing

monomernya mengalami pembelahan proteolitik untuk menghasilkan rantai

polipeptida HA1 dan HA2 dengan ikatan disulfida sebelum aktivasi. Polipeptida

HA2 memperantarai fusi selubung virus dengan membran sel, sedangkan HA1

mengandung situs antigenik dan pengikatan reseptor (Steinhauer 1999).

Pembelahan HA memerlukan protease serin eksogen (enzim yang menyerupai

tripsin) yang mengenali motif Q/E-X-R lestari di situs pembelahan HA untuk

Page 3: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

6

aktivasi (Chen et al. 1998). Pada manusia dan mamalia lain, enzim ini berupa

triptase Clara yang diproduksi oleh sel epitel bronkiolus (Murakami et al. 2001).

Aktivasi pembelahan HA dalam sel usus dan/atau pernafasan unggas

kemungkinan juga memerlukan protease serupa. Situs pengenalan protease dapat

berubah menjadi urutan menyerupai furin R-X-R/K-R pada subtipe H5 dan H7

bila mengalami mutasi insersional pada situs pembelahan HA. Perubahan situs

pembelahan HA menjadi polibasa ini memperluas spesifisitas protease sehingga

memungkinkan aktivasi pembelahan intraseluler dan replikasi virus secara

sistemik pada unggas yang mengakibatkan influenza unggas sangat patogen

(highly pathogenic avian influenza, HPAI) (Werner 2006). Akumulasi perubahan

yang relatif kecil pada situs antigenik HA yang dikenali oleh antibodi disebut

antigenic drift yang menghasilkan strain virus yang tidak lagi dapat dinetralisir

oleh antibodi sehingga inang menjadi rentan terhadap infeksi kembali oleh strain

yang mengalami drift.

Neuraminidase (NA) merupakan tetramer berbentuk seperti jamur yang

menancap pada selubung virus melalui domain transmembran (Colman et al.

1983; Varghese et al. 1983). Sebagai glikoprotein membran integral tipe II dengan

aktivitas enzimatik sialidase (neuraminidase), NA diperlukan untuk pembelahan

SA sel inang yang memungkinkan pelepasan virion baru dan melepaskan SA dari

glikoprotein virus untuk mencegah agregasi partikel progeni virus (Palese et al.

1974). Hemaglutinin dan NA merupakan target antigenik utama respon imun

humoral terhadap virus influenza A dengan NA menjadi target obat antivirus

oseltamivir dan zanamivir (De Clercq 2006).

Setiap segmen RNA virus influenza A diselubungi oleh nukleoprotein (NP).

Pada virion, RNA virus melilit monomer NP dan membentuk RNP bersama-sama

dengan tiga protein polimerase yaitu: polymerase acidic protein (PA), polymerase

basic protein 1 (PB1) dan polymerase basic protein 2 (PB2) (Coloma et al. 2009).

NP berperan terutama sebagai protein pengikat RNA untai tunggal dan berfungsi

sebagai protein struktural pada RNP. Selain itu, NP berperan penting dalam

transkripsi dan perpindahan RNP antara sitoplasma dan nukleus. Transkripsi RNA

virus influenza A dan replikasi terjadi di dalam inti inang karena virus ini

bergantung pada sistem pengolahan RNA sel inang (Palese dan Shaw 2007).

Page 4: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

7

Sintesis RNA virus influenza A memerlukan polimerase yang terdiri atas

tiga subunit PA, PB1, dan PB2. Kompleks heterotrimer polimerase terbentuk

melalui interaksi PA dengan PB1 dan PB1 dengan PB2. Protein PA berperan

penting dalam penempelan, katalisis, dan lokalisasi inti oleh polimerase (Guu et

al. 2008). Protein PB1 berfungsi sebagai RNA polimerase sedangkan PB2

berperan dalam sintesis mRNA melalui pengikatan bagian kepala mRNA inang.

Protein non struktural kecil lainnya yaitu PB1-F2 secara bervariasi disandi oleh

gen PB1 melalui bingkai bacaan (reading frame) alternatif. Protein ini menjadikan

membran dalam mitokondria sebagai target dan mungkin berperan dalam

apoptosis selama infeksi virus influenza A selain memiliki aktivitas antagosnisme

interferon (Dudek et al. 2011). Gen PB1 juga menyandi polipeptida ketiga yang

diekspresikan melalui penggunaan kodon AUG diferensial yang disebut N40

(Wise et al. 2009).

Protein non-struktural 1 (NS1) memiliki beberapa domain fungsional antara

lain: domain N-terminal pengikat RNA (residu 1-73) yang pada in vitro mengikat

beberapa spesies RNA dengan afinitas rendah dan memiliki sinyal lokalisasi inti

(nuclear localization signal, NLS) (Hatada dan Fukuda 1992; Qian et al. 1995;

Chien et al. 2004), dan domain C-terminal 'efektor' (residu 74-230) yang

memperantarai interaksi dengan protein sel inang dan secara fungsional

menstabilkan domain pengikat RNA (Wang et al. 2002). Keseluruhan NS1

merupakan homodimer dengan domain pengikat RNA dan domain efektor

berkontribusi terhadap multimerisasi (Nemeroff et al. 1995). NS1 memiliki fungsi

pleiotropik, antara lain pengikatan dsRNA, peningkatan translasi mRNA virus,

penghambatan proses mRNA inang dan antagonisme interferon tipe I (Palese dan

Shaw 2007). Protein NS2 (disebut juga protein ekspor inti, NEP) ditemukan

dalam virion dan memfasilitasi pengeluaran kompleks RNP virus dari dalam inti

(O'Neill et al. 1998).

Berdasarkan karakterisasi antigen glikoprotein permukaan HA dan NA virus

influenza A dikelompokkan kedalam 16 subtipe HA dan 9 NA (Fouchier et al.

2005). Secara teoritis kombinasi HA-NA dapat membentuk 144 subtipe, dan

setidaknya 116 kombinasi subtipe ini telah diisolasi dari unggas (Krauss et al.

2007; Munster et al. 2007). Pedoman Organisasi Kesehatan Dunia untuk

Page 5: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

8

nomenklatur virus influenza adalah sebagai berikut: pertama, tipe virus (A, B,

atau C), kemudian inang (jika bukan manusia), tempat isolasi, nomor isolasi dan

tahun isolasi (dipisahkan dengan garis miring). Untuk virus influenza A, subtipe

HA (H1-H16) dan NA (N1-9) ditulis dalam tanda kurung. Sebagai contoh, strain

yang termasuk dalam vaksin trivalen influenza manusia untuk musim 2010-2011

di Amerika Serikat adalah: A/California/7/2009 (H1N1), A/Perth/16/2009 (H3N2)

dan B/Brisbane/60/2008.

Virus influenza tipe B dan C menginfeksi dan hampir selalu diisolasi dari

manusia meskipun virus influenza B pernah diisolasi dari anjing laut dan virus

influenza C pernah diisolasi dari babi dan anjing (Wright et al. 2007). Sebaliknya,

virus influenza A dapat menginfeksi berbagai hewan berdarah panas seperti

unggas, babi, kuda dan manusia. Virus AI yang menjadi penyebab flu burung/AI

termasuk kedalam virus influenza A dengan unggas air sebagai reservoir alami

untuk semua subtipenya (Webster et al. 1992). Tiga sifat penting yang membuat

virus influenza mudah beradaptasi, mampu menghindari respon kekebalan inang,

dan mampu menginfeksi spesies inang baru (Webster et al. 1992; Bahl et al.

2009) yaitu: pertama, enzim polimerase yang mengkatalisis replikasi RNA dari

cetakan RNA mudah melakukan kesalahan; kedua, kurangnya koreksi kesalahan

selama replikasi; dan ketiga, struktur genom virus influenza memungkinkan untuk

pertukaran segmen antar virus-virus yang menginfeksi sel di waktu bersamaan

melalui proses yang disebut reassortment.

Siklus replikasi virus

Virus influenza mengenali SA (N-asetilneuraminik) pada permukaan sel

inang. Monosakarida asam sembilan karbon yang dapat ditemukan pada ujung

berbagai glikokonjugat ini terdapat di banyak tempat pada berbagai tipe sel dan

spesies hewan. Karbon 2 SA dapat mengikat karbon 3 atau 6 galaktosa

membentuk ikatan 2,3 atau 2,6. Perbedaan ikatan ini menghasilkan konfigurasi

sterik yang unik pada SA. Bagian SA dapat dikenali oleh dan berikatan dengan

HA pada permukaan virus influenza yang memiliki spesifisitas ikatan 2,3 atau

2,6. Pada sel epitel trakea manusia lebih dominan reseptor 2,6 sedangkan

reseptor 2,3 lebih umum ditemukan pada epitel usus bebek. Reseptor 2,3 SA

Page 6: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

9

juga terdapat pada epitel saluran pernafasan manusia meskipun jumlahnya lebih

sedikit dibandingkan 2,6 (Couceiro et al. 1993; Matrosovich et al. 2004)

sehingga manusia dan primata lain juga dapat terinfeksi oleh VAI meskipun

dengan efisiensi yang lebih rendah dibandingkan infeksi oleh strain manusia (Tian

et al. 1985; Beare dan Webster 1991). Perbedaan ekspresi SA pada saluran

pernafasan mamalia membantu menjelaskan infektivitas rendah tetapi

patogenisitas tinggi pada beberapa strain VAI. Pada manusia protein SA dengan

ikatan 2 ,3 dalam jumlah sedikit terdapat di saluran pernafasan bawah seperti

bronkiolus dan alveoli. Akses partikel virus dari udara ke paru-paru tidak

semudah virus mencapai saluran pernafasan bagian atas seperti nasofaring, sinus

paranasal, trakea, dan bronkus, sehingga infeksi VAI relatif jarang terjadi pada

manusia. Namun ketika strain VAI menginfeksi paru-paru manusia, pneumonia

berat dan progresif dapat terjadi dengan angka kematian melebihi 60% (Gambotto

et al. 2008).

Gambar 2. Endositosis virus influenza diadaptasi dari Lakadamyali et al. (2004)

Setelah protein HA virus influenza (atau protein HEF virus influenza C)

menempel pada SA, virus mengalami endositosis. Keasaman kompartemen

endosomal sangat penting untuk pelepasan selubung virus influenza (Gambar 2).

Rendahnya pH memicu perubahan konformasi HA, memaparkan peptida fusi

yang menjadi mediator penggabungan selubung virus dengan membran

endosomal sehingga membuka ruang untuk RNP virus terlepas ke sitoplasma sel

Page 7: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

10

inang (Stegmann 2000; Sieczkarski dan Whittaker 2005). Ion hidrogen dari

endosom dipompa ke dalam partikel virus melalui ion channel M2. Pengasaman

internal virion influenza melalui channel M2 mengganggu interaksi protein-

protein internal sehingga RNP dapat dilepaskan keluar dari matriks virus ke dalam

sitoplasma sel (Martin dan Helenius 1991).

Setelah keluar dari virion, RNP masuk kedalam inti sel inang dengan

memanfaatkan sinyal lokalisasi inti (NLS) oleh protein virus (NS1) yang

memerintahkan protein sel untuk memasukkan RNP dan protein virus lainnya ke

dalam inti sel inang (Cros dan Palese 2003). Inti merupakan tempat dimana semua

sintesis RNA virus terjadi, tempat RNA poliadenilasi (mRNA) yang bertindak

sebagai cetakan bagi sel inang untuk translasi, dan tempat segmen RNA virus

yang membentuk genom progeni virus. Polimerase RNA yang merupakan

komponen RNP juga masuk kedalam inti dan menggunakan RNA virus untai

negatif sebagai cetakan untuk mensintesis dua RNA untai positif, yaitu cetakan

mRNA untuk sintesis protein virus, dan RNA komplementer (cRNA) untuk

membentuk lebih banyak RNA virus untai negatif penyusun genom (Bouvier dan

Palese 2008).

Berbeda dengan mRNA sel inang yang terpoliadenilasi oleh poli (A)

polimerase spesifik, ujung penutup poli (A) mRNA virus influenza disandi dalam

bentuk RNA virus untai negatif dengan lima sampai tujuh residu urasil yang

ditranskripsikan oleh polimerase virus menjadi untai positif dengan adenosin

membentuk ekor poli (A) (Robertson et al. 1981; Li dan Palese 1994).

Pembentukan ujung penutup RNA messenger juga terjadi dengan cara unik yang

sama, di mana protein PB1 dan PB2 "mencuri" primer berujung penutup 5' dari

transkrip pre-mRNA inang untuk memulai sintesis mRNA virus, proses ini

disebut "cap snatching" (Krug 1981). Setelah terpoliadenilasi dan ujungnya

ditutup, mRNA asal virus dapat keluar dan diterjemahkan seperti mRNA inang.

Pengeluaran segmen RNA virus dari inti diperantarai oleh protein M1 dan

NEP/NS2 virus (Cros dan Palese 2003).

Protein selubung HA, NA, dan M2 disintesis dari mRNA asal virus di

ribosom yang terikat pada membran retikulum endoplasma kemudian masuk

Page 8: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

11

kedalam aparatus Golgi untuk modifikasi pasca-translasi. Ketiga protein tersebut

memiliki sinyal penyusun apikal yang kemudian mengarahkan mereka ke

membran sel untuk perakitan virion. Meskipun relatif sedikit yang diketahui

tentang translasi dan penyortiran protein yang bukan bagian dari selubung, M1

diperkirakan berperan dalam membawa kompleks RNP-NEP berkontak dengan

protein selubung HA, NA, dan M2 untuk dikemas di membran sel inang (Palese

dan Shaw 2007).

Virus influenza tidak sepenuhnya menular kecuali virion yang lengkap

berisi genom delapan segmen, atau tujuh segmen untuk virus influenza C.

Sebelumnya pengemasan RNA virus dianggap sebagai sebuah proses yang

sepenuhnya acak, di mana segmen RNA virus secara tidak beraturan dimasukkan

ke dalam tunas partikel virus dan hanya yang memiliki genom lengkap yang dapat

menular. Namun bukti baru menunjukkan bahwa pengemasan merupakan proses

selektif di mana sinyal pengemasan pada semua segmen RNA virus memastikan

bahwa genom lengkap dimasukkan ke dalam setiap partikel virus (Bancroft dan

Parslow 2002; Fujii et al. 2003).

Pertunasan (budding) virus influenza terjadi di membran sel yang dimulai

dengan akumulasi protein matriks M1 di sisi sitoplasma dari lipid bilayer. Ketika

budding selesai, tonjolan HA tetap menempelkan virion pada SA di permukaan

sel hingga partikel virus secara aktif dilepaskan oleh aktivitas sialidase protein NA

(Colman et al. 1983; Varghese et al. 1983).

Antigenic drift

Virus influenza A terus berevolusi dengan tingkat mutasi tinggi yang

berkisar antara 1×10-3

sampai 8×10-3

substitusi/situs/tahun (Chen dan Holmes

2006). Mutasi selektif pada domain antigenik yang terjadi secara bertahap dalam

satu strain dan menghindarkan virus dari sistem kekebalan disebut antigenic drift

(Rambaut et al. 2008). Bagian HA1 dari gen HA mengalami evolusi dengan

tingkat mutasi 5,7 substitusi nukleotida/tahun atau 5,7×103 substitusi/situs/tahun

(Fitch et al. 1997). Dengan antibodi terhadap protein HA mencegah pengikatan

reseptor, menetralisir, dan mencegah infeksi ulang oleh subtipe yang sama

(Suarez dan Schultz-Cherry 2000) maka mutasi yang mengubah asam amino pada

Page 9: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

12

glikoprotein permukaan seperti HA dapat menguntungkan virus karena

memungkinkan virus menghindar dari sistem kekebalan. Proses replikasi virus

sangat rawan mutasi karena enzim polimerase yang mengkatalisis replikasi RNA

dari cetakan RNA mudah melakukan kesalahan disertai kurangnya koreksi

kesalahan selama replikasi. Hal ini menjadi penyebab terjadinya antigenic drift.

Antigenic drift merupakan salah satu strategi virus influenza untuk

menghindar dari sistem kekebalan inang yang meningkat karena vaksinasi.

Perubahan antigenik yang terjadi di daerah epitop merupakan hambatan untuk

pengembangan vaksin karena vaksinasi yang efektif hanya dapat terjadi bila strain

epidemik sesuai dengan strain vaksin (Stohr 2002). Gen HA sebagai target

netralisasi antibodi menjadi contoh klasik protein antigen yang mengalami mutasi

titik yang menumpuk pada epitop atau daerah yang dikenali antibodi (Webster et

al. 1982; Wilson dan Cox 1990). Antigenic drift pada gen HA dapat dipercepat

oleh vaksinasi (Lee et al. 2004) yang suboptimal karena tekanan oleh kekebalan

hasil imunisasi terhadap virus yang sebelumnya bereplikasi dan beredar antar dan

intra spesies (Abdelwhab dan Hafez 2011) memaksa virus untuk beradaptasi.

Virus H5N1 dapat bermutasi secara intensif pada unggas yang divaksinasi

sehingga berpotensi menimbulkan pandemi. Gen HA dari 4 strain H5N1 yang

beredar di Mesir mengalami perubahan asam amino pada epitop HA sehingga

berbeda dengan VAI H5N1 awal yang ditemukan sejak program vaksinasi dimulai

pada tahun 2006 yang berdampak pada virulensi H5N1 pada mamalia (Abdel-

Moneim et al. 2011). Contoh lain virus influenza A yang mengalami antigenic

drift adalah virus pandemi H1N1 2009 (pH1N1 2009) yang berasal dari babi.

Residu 227 HA pada H1N1 babi yang berupa asam amino alanin mengalami

perubahan menjadi asam glutamat sehingga mampu menular dan menimbulkan

pandemi pada manusia (van Doremalen et al. 2011).

Antigenic shift

Genom virus influenza A terdiri dari 8 segmen RNA sehingga ko-infeksi

satu sel inang dengan dua virus influenza A berbeda dapat menghasilkan progeni

virus yang berisi segmen gen dari kedua virus. Proses penyusunan (reassortment)

genetik ini disebut antigenic shift (Webster et al. 1977). Reassortment berperan

Page 10: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

13

penting dalam evolusi virus influenza A (Holmes et al. 2005; Dugan et al. 2008)

dan adaptasi inang (Garten et al. 2009, Scholtissek et al. 1978). Secara teori dapat

terjadi 256 (28) kombinasi 8 segmen gen hasil reassortment antara dua virus

dalam satu inang. Rekombinasi homolog jarang terjadi pada virus RNA negatif

seperti virus influenza A (Boni et al. 2008) tetapi rekombinasi dengan pertukaran

segmen gen diketahui berperan dalam perubahan virulensi dan adaptasi inang

(Wright et al. 2007).

Influenza A pada Unggas Liar

Virus influenza A memiliki keragaman genetik dan antigenik yang tinggi

dan tersebar pada berbagai spesies unggas liar di seluruh dunia. Penularan virus

influenza A pada unggas air liar terjadi melalui rute fekal-oral dan menginfeksi

sel-sel epitel saluran pencernaan dengan sedikit atau tanpa gejala penyakit. Virus

bertahan melalui infeksi asimtomatik (low pathogenic, LPAI) pada unggas air dari

ordo Anseriformes seperti itik dan angsa, ordo Charadriiformes seperti camar dan

burung laut, serta ordo Passeriformes dan setidaknya 105 spesies unggas liar telah

teridentifikasi membawa virus influenza A (Munster et al. 2007). Distribusi

subtipe HA dan NA virus pada isolat unggas liar tidak merata. Sebagian besar

subtipe HA dapat ditemukan pada Anseriformes sedangkan subtipe H13 dan H16

ditemukan pada Charadriiformes (Munster et al. 2007).

Pola umum keragaman VAI pada unggas liar dapat dijelaskan dengan dua

model evolusi yaitu spesiasi alopatrik (cekaman geografis) dan simpatrik

(cekaman selektif) (Dugan et al. 2008). Analisis filogenetik menunjukkan bahwa

semua subtipe HA VAI memiliki nenek moyang yang sama namun subtipe HA

tidak berasal dari radiasi tunggal. Hal ini dapat dilihat dari tingginya keragaman

genetik antar subtipe HA sedangkan dalam subtipe HA yang sama keragaman

genetik cukup rendah. Pola ini juga terjadi pada evolusi kesembilan subtipe NA.

Analisis menunjukkan keragaman yang mencerminkan bahwa nenek moyang

bersama terdekat (the most recent common ancestors TMRCA) subtipe HA yang

berbeda pernah ada dalam rentang waktu beberapa ratus tahun yang lalu (Chen

dan Holmes 2010). Segmen gen NS VAI pada unggas memiliki perbedaan jelas

antara alel A dan B yang menunjukkan bahwa kedua alel mengalami seleksi

Page 11: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

14

keseimbangan (Dugan et al. 2008). Keragaman genetik yang lebih rendah dimiliki

oleh lima segmen gen VAI lainnya (PB2, PB1, PA, NP dan M). Analisis

filogenetik juga menunjukkan perbedaan urutan asam inti yang jelas antara VAI

yang berasal dari unggas di belahan dunia timur dan barat, sesuai dengan evolusi

cekaman alopatrik (Dugan et al. 2008; Munster dan Fouchier 2009).

Banyaknya kombinasi HA-NA yang ditemukan pada unggas liar

menunjukkan bahwa infeksi campuran dan reassortment VAI sering terjadi pada

unggas liar (Wang et al. 2008) dan bahwa subtipe HA-NA memiliki kombinasi

spesifik yang rendah. Keragaman genetik yang tinggi pada HA, NA dan NS

bertolak belakang dengan 5 segmen gen penyandi protein internal yang memiliki

stabilitas tinggi di tingkat asam amino. Hal ini menandakan bahwa kelima segmen

gen tersebut telah melalui alur seleksi pemurnian. Kecocokan kelima gen tersebut

untuk saling terkait dalam genom ditentukan oleh viabilitas fungsional, dengan

sedikit cekaman selektif untuk mempertahankan mutasi yang menguntungkan.

Urutan asam amino yang sangat stabil menunjukkan bahwa reassortment terjadi

antara segmen-segmen yang secara fungsional setara. Dugan et al. berhipotesis

bahwa VAI pada unggas liar berperan sebagai kolam (pool) besar yang berisi

segmen-segmen gen yang memiliki kesetaraan fungsional sehingga dapat saling

tukar membentuk konstelasi genom sementara tanpa ada cekaman selektif yang

kuat agar tetap bertahan sebagai genom (Dugan et al. 2008).

Virus influenza A pada unggas liar dapat berpindah ke inang yang baru

seperti ayam, kuda, babi, bahkan manusia dan tetap stabil sehingga dapat menjadi

virus menular di kelompok inang yang baru. Virus influenza A sering beradaptasi

terhadap inang yang berasal dari spesies unggas domestik (Wright et al. 2007).

Kemampuan virus untuk tetap stabil setelah berganti inang memerlukan akuisisi

sejumlah mutasi, tergantung pada virus dan spesies inang yang memisahkan

individu virus dari pool gen virus influenza A di unggas liar. Adaptasi terhadap

inang baru ini dapat mengurangi kemampuan virus untuk kembali ke pool gen

virus influenza A pada unggas liar (Swayne 2007) sehingga ia harus membangun

konstelasi genom delapan segmen yang berbeda dari klonnya di unggas liar

(Dugan et al. 2008; Taubenberger dan Morens 2009).

Page 12: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

15

Influenza A pada Unggas Domestik

Unggas domestik dari ordo Galliformes seperti kalkun, ayam, dan burung

puyuh bukan merupakan reservoir virus influenza A unggas namun rentan

terhadap infeksi oleh virus influenza A dari unggas liar yang telah beradaptasi.

Virus influenza A yang telah beradaptasi pada Galliformes jarang kembali dan

beredar di unggas liar (Swayne 2007) kecuali virus HPAI H5N1 Eurasia yang

baru-baru ini diisolasi dari populasi unggas liar di Eropa dan Asia. Virus

panzootik HPAI H5N1 galur Asia memiliki keunikan (Webster et al. 2007) yang

dapat mengakibatkan kematian jutaan unggas di 64 negara di tiga benua. Adaptasi

virus influenza A pada inang Galliformes secara molekuler belum sepenuhnya

dapat dijelaskan namun diketahui melibatkan seleksi positif mutasi HA, NA

(Perez et al. 2003; Campitelli et al. 2004), dan protein RNP (Wasilenko et al.

2008).

Virus influenza A yang diisolasi dari unggas domestik umumnya

mempertahankan spesifisitas pengikatan reseptor HA 2,3-SA (Wright et al.

2007). Ciri lainnya yaitu penghapusan in-frame sekitar 20 asam amino di daerah

batang NA yang mengurangi aktivitas enzimatik NA (Baigent dan McCauley

2001) sebagai kompensasi terhadap penurunan aktivitas pengikatan reseptor HA

virus influenza A dari unggas liar yang beradaptasi untuk bereplikasi di saluran

pernafasan unggas domestik (Matrosovich et al. 1999). Strain virus influenza A

H5 atau H7 yang beradaptasi pada unggas domestik berkembang menjadi HPAI

melalui akuisisi mutasi insersi yang mengakibatkan situs pembelahan asam amino

polibasa pada HA (Wright et al. 2007).

Ekologi Itik dan Perannya dalam Penyebaran Influenza A

Itik adalah anggota subfamili Anatinae yang menaungi spesies unggas air

Anseriformes. Subfamili ini tersebar di seluruh dunia dan menempati hampir

semua habitat perairan. Ekologi unggas ini memungkinkan pemeliharaan dan

penyebaran VAI.

Replikasi VAI terjadi di saluran pernafasan (Webster et al. 1978) tetapi

situs utama infeksi VAI pada itik adalah usus (Webster et al. 1978) meskipun

virus influenza A isolat manusia dan HPAI H5N1 yang saat ini beredar lebih

Page 13: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

16

sering menginfeksi saluran pernafasan bagian atas. Virus LPAI dalam populasi

itik ditularkan melalui rute fekal-oral (Webster et al. 1992) yang dicirikan oleh

tingginya jumlah usap kloaka positif dibandingkan trakea dan titer virus yang

tinggi pada kotoran serta didukung oleh stabilitas virion dalam air meskipun

penularan melalui aerosol tidak dapat diabaikan. Itik yang diinfeksi secara

eksperimental mengeluarkan virion H4N7, H7N3, dan H11N9 dalam waktu lebih

lama dan titer lebih tinggi melalui feses dibandingkan melalui trakea (Webster et

al. 1978). Virus AI memasuki lingkungan ketika inang defekasi atau

mengeluarkan leleran kemudian menginfeksi inang yang rentan melaui proses

makan dan minum. Ketika segerombolan itik berenang di kolam kecil,

diperkirakan sebanyak 1010

EID50/g/hari virion ditularkan ke lingkungan melalui

kotoran masing-masing itik yang terinfeksi (Webster et al. 1978) dan VAI relatif

stabil dalam air (Stallknecht et al. 1990; Webster et al. 1992). Keadaan ini

menjelaskan mengapa prevalensi infeksi pada itik yang makan di permukaan lebih

tinggi dibandingkan itik yang mencari makan di air yang lebih dalam (Olsen et al.

2006).

Data surveilans menunjukkan bahwa penularan VAI dalam populasi itik

terjadi sepanjang tahun. Prevalensi infeksi menunjukkan pola siklus tahunan pada

populasi itik di Amerika Utara (Olsen et al. 2006) (Krauss et al. 2004) dan

Eurasia (Munster et al. 2007) yang memuncak sebelum dan selama migrasi

musim gugur sebagai akibat dari masuknya itik remaja yang secara imunologis

naif kedalam populasi (Hinshaw et al. 1985; Webster et al. 1992; Olsen et al.

2006). Itik Pekin putih yang diinfeksi secara ekperimental mengeluarkan virus

selama lebih dari tiga minggu setelah inokulasi (Kida et al. 1980). Itik yang

terinfeksi mengeluarkan virus selama beberapa minggu pertama migrasi musim

gugur, menebarkan virus di sepanjang koridor migrasi dengan morbiditas dan

respon antibodi serum yang rendah (Kida et al. 1980). Meskipun demikian,

prevalensi infeksi jauh lebih rendah di sepanjang rute migrasi dan di lokasi

migrasi musim dingin dibandingkan di tempat itik istirahat dan mencari makan

(Okazaki et al. 2000; Munster et al. 2007; Wallensten et al. 2007). Perbedaan ini

mungkin mencerminkan perkembangan kekebalan terhadap subtipe virus yang

Page 14: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

17

beredar dalam populasi itik atau penurunan transmisi karena penyebaran populasi

(Hinshaw et al. 1985).

Secara umum prevalensi infeksi di tempat migrasi musim dingin dan di

tempat bersarang musim semi lebih tinggi pada populasi itik Eropa dibandingkan

populasi itik Amerika Utara. Penjelasan yang paling mungkin untuk perbedaan ini

adalah variasi acak, karena penelitian surveilans pada populasi itik di beberapa

daerah di Amerika Utara dan Eropa sering memperoleh nilai prevalensi yang

sedikit berbeda. Banyak faktor dapat mempengaruhi prevalensi termasuk ukuran

populasi itik, lokasi pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel, dan lain-

lain.

Prevalensi infeksi paling rendah terjadi selama migrasi musim semi namun

kembali meningkat setelah musim kawin ketika itik pindah ke tempat bersarang

musim panas (Hinshaw et al. 1985; Krauss et al. 2004; Wallensten et al. 2007).

Tidak jelas bagaimana populasi itik memperoleh virus AI selama musim semi

setiap tahun. Ada dua kemungkinan bahwa itik mungkin membawa virus terus

menerus selama migrasi yang ditunjukkan oleh prevalensi pada itik yang terus ada

sepanjang tahun, meskipun daya tahan virus di habitat beku juga dapat berperan

dalam kelangsungan hidup virus (Olsen et al. 2006) karena virion infektif

mungkin dapat bertahan di dalam air beku melewati musin dingin di tempat itik

berkembang biak dan menginfeksi saat itik tersebut kembali pada musim semi

(Webster et al. 1978; Webster et al. 1992).

Beberapa subtipe virus lebih sering ditemukan daripada yang lain (Krauss et

al. 2004; Olsen et al. 2006). Tiga subtipe HA yaitu H3, H4, dan H6 paling sering

ditemukan pada itik di Amerika Utara dan Eropa (Krauss et al. 2004; Munster et

al. 2007) dengan kombinasi subtipe yang paling umum yaitu H4N6 dan H6N2

(Wallensten et al. 2007). Banyak penjelasan mengapa subtipe HA dan NA tertentu

dan kombinasi keduanya sering atau jarang ditemukan pada unggas liar. Hipotesis

umum adalah bahwa subtipe tertentu memiliki kecocokan tertinggi, dengan

tingkat replikasi dan virulensi seimbang yang cukup untuk meningkatkan

kemungkinan keberhasilan transmisi. Hal ini diyakini sangat dipengaruhi oleh

keseimbangan fungsional antara afinitas ikatan HA dan aktivitas enzimatik NA

Page 15: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

18

(Wagner et al. 2002). Meskipun gen H6 berasal dari Eurasia dan secara luas

tersebar pada itik di Amerika Utara, analisis genom virus menunjukkan bahwa

pertukaran gen antar benua antara Eurasia dan Amerika sangat terbatas (Krauss et

al. 2007). Oleh karena itu kemunculan genotipe virus baru harus melalui mutasi

dan reassortment genom-genom yang bersirkulasi dalam wilayah geografis

tertentu. Kesempatan untuk mutasi dan reassortment ini terbuka lebar di daerah

tempat itik istirahat dan mencari makan karena populasi itik dari berbagai tempat

dan koridor migrasi berbeda datang dengan membawa kombinasi subtipe masing-

masing (Wallensten et al. 2007). Koinfeksi itik dengan dua atau lebih subtipe

virus sering terjadi (Sharp et al. 1997) sama seperti reassortment memunculkan

virus yang sangat virulen pada unggas Galliformes namun memiliki patogenisitas

rendah pada inang itik (Sturm-Ramirez et al. 2005).

Peran itik dalam pemeliharaan dan penyebaran virus influenza, dan terutama

dalam pemunculan genotipe baru tergantung pada perilaku migrasi. Itik yang

bermigrasi setiap tahun cenderung menyebarkan virus influenza di sepanjang rute

migrasi terutama pada populasi itik domestik dan peliharaan di berbagai lokasi

persinggahan (Olsen et al. 2006; Wallensten et al. 2007). Selanjutnya itik

domestik membawa virus berdekatan dengan spesies lain dan berperan dalam

penyebaran LPAI dan HPAI pada unggas domestik dan unggas darat lainnya

(Hulse-Post et al. 2005; Sturm-Ramirez et al. 2005; Gilbert et al. 2006).

Bebek domestik dan itik angon telah dikaitkan dengan penyebaran virus

HPAI H5N1 di Asia Tenggara (Gilbert et al. 2006). Itik sebagai salah satu unggas

air domestik dianggap sebagai sumber penularan virus H5N1 pada wabah di Cina

tahun 1999-2002 (Chen et al. 2004; Li et al. 2004) dan Hongkong tahun 2001

(Sturm-Ramirez et al. 2005). Penelitian seroprevalensi AI pada unggas air (itik,

entog, dan angsa) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan seroprevalensi pada

ayam kampung. Hal ini terlihat pada pemeriksaan serologis itik di daerah Jawa

Barat (BALITVET 2006). Pemeriksaan serologis yang dilakukan oleh Balitvet

pada bulan Oktober 2006 menunjukkan sejumlah unggas yang seropositif

terhadap H5 VAI dengan prevalensi pada ayam 22,96% (n=591), itik 41,74%

(n=43), entog 27,04% (n=43), dan angsa 75,0% (n=12). Hasil pemeriksaan

serologis pada bulan November 2006 memperlihatkan prevalensi unggas

Page 16: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

19

seropositif terhadap H5 VAI masing-masing pada ayam 33,37% (n=1.038), itik

43,44% (n=63), entog 28,21% (n=68), dan angsa 42,3% (n=11) (BALITVET

2006).

Patobiologi Avian Influenza pada Itik

Wabah AI pertama kali dilaporkan tahun 1878 terjadi pada ayam dan

burung di Italia yang saat itu disebut penyakit Lombardia kemudian pada tahun

1901 Centanini dan Savonucci dapat mengidentifikasi organisme berukuran mikro

yang menyebabkan wabah tersebut namun baru pada tahun 1955 Schafer dapat

menunjukkan ciri-ciri organisme itu sebagai virus influenza A (Werner 2006).

Virus influenza A biasanya tidak patogenik terhadap reservoir alaminya yaitu itik

dan unggas air lain. Namun virus HPAI telah berevolusi dari yang tidak

mengakibatkan atau sedikit menimbulkan gejala infeksi pada saluran pernafasan

itik menjadi virus yang menyebabkan penyakit sistemik parah dan kematian

(Pantin-Jackwood dan Swayne 2007). Wabah virus highly pathogenic avian

influenza (HPAI) H5N1 pertama kali dilaporkan di Cina Selatan pada tahun 1996-

1997, kemudian menyebar dan menyebabkan kematian unggas di Vietnam,

Thailand, Indonesia dan Negara Asia Timur sejak awal tahun 2004 (Smith et al.

2006).

Gejala HPAI H5N1 sebelum tahun 2002 tidak terlihat pada itik. Penelitian

eksperimental yang dilakukan oleh (Perkins dan Swayne 2002) yang

menginfeksikan A/chicken/HK/220/97 pada itik tidak menemukan gejala klinis.

Sedangkan infeksi virus HPAI H5N1 pada itik menggunakan isolat yang

diperoleh pada tahun 2002 sampai 2004 menimbulkan gejala klinis seperti

penurunan berat, lesu, diare, mata berkabut, dan ataksia kemudian mati meskipun

beberapa strain yang diisolasi selama tahun 2002-2004 juga menunjukkan gejala

yang ringan atau tidak ada sama sekali (Gambar 3) (Sturm-Ramirez et al. 2004).

Itik yang diinfeksi virus A/duck/Thailand/71.1/2004 menunjukkan gejala panas

tinggi, kesulitan bernafas, depresi, diare, gejala syaraf (ataksia, konvulsi, dan

inkoordinasi), dan konjungtivitis dengan mortalitas 20-100% (Songserm et al.

2006). Saat nekropsi ditemukan pendarahan titik dan terlokalisir pada kaki dan

telapak, ascites, dan kebiruan pada kepala. Secara histologis perubahan yang

Page 17: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

20

paling menonjol ditemukan pada paru-paru seperti pneumonia, edema, kongesti,

dan peradangan perivaskuler (Songserm et al. 2006). Pada itik yang menunjukkan

gejala syaraf ditemukan kumpulan sel radang di sekitar pembuluh darah dan

peradangan neuroglia. Pada itik ras pedaging ditemukan degenerasi otot jantung

dengan perubahan patologis lain yang dapat terlihat antara lain hepatitis,

tubulonefritis, pengecilan kelenjar limfoid dan enteritis (Songserm et al. 2006).

Gambar 3. Grafik tingkat kelangsungan hidup itik yang diinfeksi berbagai isolat

VAI H5N1 diadaptasi dari Sturm-Ramirez et al. (2005). Kelompok

virus LPAI: A/Thai/1(Kan-1)/04 dan A/Ck/PP/BPPV3/04, HPAI:

A/Dk/VN/40D/04, A/Ck/VN/48C/04, A/Dk/Thai/71.1/04, dan

A/VN/1203/04.

AI Patogenitas Rendah (low-pathogenic avian influenza, LPAI)

Sasaran utama infeksi virus LPAI pada itik tidak hanya saluran pernafasan

dan jaringan paru-paru. Itik yang diinokulasi intranasal dengan virus LPAI

menunjukkan gejala paru-paru pneumonia ringan dan infiltrasi limfosit dan

makrofag dalam waktu 2 hari. Pewarnaan imunohistokimia nukleoprotein

menunjukkan perubahan pada sel epitel saluran pernafasan namun tidak ada

replikasi virus pada jaringan paru-paru (Cooley et al. 1989). Virus LPAI dapat

melewati saluran pencernaan atas itik dan bereplikasi dalam usus tanpa

menyebabkan manifestasi klinis penyakit (Webster et al. 1978; Kida et al. 1980).

Hasil penelitian yang menginokulasikan virus secara langsung pada tembolok dan

kloaka (Webster et al. 1978) serta ditemukannya titer virus yang tinggi pada feses

setelah inokulasi intravena (Kida et al. 1980) membuktikan bahwa usus

Page 18: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

21

merupakan organ target virus LPAI pada itik sebagai tempat replikasi virus tanpa

infeksi pada paru-paru. Lebih spesifik, replikasi virus LPAI diyakini terjadi di

kriptus Lieberkühn usus besar (Kida et al. 1980).

Keragaman jenis itik juga berperan penting dalam patogenisitas virus

influenza. Embrio itik Mallard yang diinokulasi dengan virus LPAI memiliki

tingkat kematian lebih rendah daripada embrio entog. Antigen virus dapat

ditemukan di organ-organ internal seperti sinus hidung, faring, trakea, bronkus,

paru-paru, dan kantung hawa embrio itik Mallard tetapi tidak ditemukan pada

embrio entog. Alasan mortalitas dan replikasi virus pada itik Mallard ini tidak

jelas tetapi mendukung bukti bahwa itik Mallard berperan sebagai reservoir utama

virus LPAI di alam (Mutinelli et al. 2003).

Pemahaman mengenai respon imun itik terhadap VAI masih terbatas

meskipun beberapa penelitian mengenai respon antibodi serum itik yang terinfeksi

secara alami maupun eksperimental telah dilakukan (Suarez dan Schultz-Cherry

2000). Itik Pekin putih yang diinokulasi virus LPAI H7N2 memberikan hasil titer

antibodi HI yang sangat rendah tetapi virus tetap dikeluarkan hingga 7 hari pasca

inokulasi. Inokulasi ulang setelah 46 hari dengan strain virus yang sama memberi

respon antibodi yang lebih tinggi tetapi virus tidak ditemukan pada organ. Hasil

ini disertai rendahnya respon imun sekunder setelah inokulasi menggunakan virus

yang dilemahkan dalam formalin menunjukkan bahwa respon cepat imun pada

itik yang diinfeksi ulang dapat membatasi infeksi influenza untuk rentang waktu

tertentu (Kida et al. 1980). Infeksi yang pernah terjadi tidak dapat melindungi itik

terhadap infeksi berikutnya oleh subtipe virus lain. Sebagai contoh, itik yang

diinfeksi subtipe H4N6 terlindungi dari infeksi ulang dengan virus yang sama

tetapi mengeluarkan virion selama 8 hari setelah ditantang dengan isolat H11N3

(Austin dan Hinshaw 1984).

AI Patogenitas Tinggi (highly pathogenic avian influenza, HPAI)

Beberapa penelitian eksperimental telah dilakukan untuk memahami

patogenisitas virus HPAI H5N1 yang diisolasi sejak 2002 pada itik. Itik Pekin

Cherry Valley yang diinokulasi strain HPAI H5N1 isolat daging itik 2003 dari

stasiun inspeksi karantina Cina menunjukkan gejala neurologis seperti kebutaan

Page 19: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

22

dan kepala gemetar meskipun tidak mati. Titer virus yang tinggi ditemukan pada

organ pernafasan (paru-paru dan trakea), otak, hati, ginjal, dan usus besar disertai

perubahan mikroskopik pada otak (ensefalitis), jantung (miokarditis dengan

degenerasi dan nekrosis miosit), dan bursa (hiperplasia ringan pada folikel

limfoid) (Kishida et al. 2005).

Neurotropisme dan pankreatotropisme virus terlihat pada penelitian lain

yang menggunakan isolat virus HPAI. Itik yang ditantang dengan virus HPAI

H5N1 pada dosis letal menunjukkan gejala neurologis berat, seperti tortikolis,

inkoordinasi, tremor, dan kejang (Sturm-Ramirez et al. 2004; Vascellari et al.

2007). Imunohistokimia positif yang ditemukan pada otak dan batang otak serta

hibridisasi in situ virus yang terlihat pada neuron dan sel glia materi abu-abu otak

menunjukkan neurotropisme isolat setelah tahun 2002 (Sturm-Ramirez et al.

2004; Vascellari et al. 2007).

Meskipun rute masuknya virus ke dalam sistem saraf pusat belum dapat

dipastikan, setidaknya dua hipotesis dapat menjelaskan. Hipotesis pertama yaitu

transmisi virus dapat menjalar melalui serabut saraf vagus, olfaktorius, dan

trigeminus, dan hipotesis kedua yaitu virus dapat melakukan penetrasi melewati

blood-brain barrier (Silvano et al. 1997; Park et al. 2002).

Ciri-ciri lain virus HPAI H5N1 pada itik adalah titer virus yang sering lebih

tinggi pada usap orofaringeal dibandingkan usap kloaka (Sturm-Ramirez et al.

2004; Keawcharoen et al. 2008). Ekskresi virus HPAI H5N1 pada faring diduga

berasal dari paru-paru dan/atau kantung hawa karena hanya kedua jaringan ini

yang menunjukkan bukti replikasi virus secara imunohistokimia. Kecenderungan

ekskresi pada faring ini menunjukkan bahwa usap faring juga harus diambil ketika

melakukan surveilans VAI pada bebek liar selain usap kloaka yang selalu

dilakukan (Keawcharoen et al. 2008). Jika tidak, prevalensi HPAI H5N1 dapat

disalahperhitungkan.

Hasil penelitian FKH-IPB tahun 2006 menujukkan bahwa bebek yang tidak

dikandangkan memiliki resiko terinfeksi HPAI lebih tinggi (OR = 6,87; SK 95%;

1.29-36.54) dibandingkan dengan bebek yang dipelihara dalam kandang tertutup.

Sistem pemeliharaan yang dicampur antara ayam dan bebek juga memiliki

Page 20: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

23

kecenderungan risiko positif AI yang lebih tinggi (OR = 4,05) dibandingkan

dengan yang tidak dicampur. Isolat virus HPAI H5N1 FKH/IPB/Duck/NG29 yang

ditemukan pada bebek sehat dapat menginfeksi ayam yang berkontak sehingga

pemeliharaan yang dicampur antara bebek dan ayam berpotensi meningkatkan

shedding virus dimana bebek berperan sebagai bank virus dan ayam sebagai

media propagasi (FKH-IPB 2006).

Teknik Diagnostik Avian Influenza

Diagnosa AI dilakukan dengan isolasi virus atau melalui deteksi dan

karakterisasi segmen genom virus karena gejala klinis yang ditimbulkan sangat

beragam menurut spesies inang, strain virus, status kekebalan inang, keberadaan

infeksi lain dan kondisi lingkungan (OIE 2009). Identifikasi VAI diawali dengan

isolasi virus pada ruang alantois telur ayam berembrio (TAB) specific pathogen

free (SPF). Selanjutnya cairan alantois diuji tapis dengan hemagglunation test

(HA) untuk mendeteksi keberadaan virus yang mampu mengaglutinasi sel darah

merah, kemudian diuji dengan agar gel immunodiffusion test (AGID) atau enzyme

linked immunosorbent assay (ELISA) yang masing-masing untuk mendeteksi tipe

dan subtipe virus. Pengujian subtipe virus juga dapat dilakukan dengan

hemagglutination inhibition test (HI) dan neuraminidase inhibition test (NI).

Alternatif lain untuk mendeteksi keberadaan VAI adalah dengan reverse-

transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) atau real time RT-PCR (RRT-

PCR) menggunakan primer spesifik matriks atau nukleoprotein. Selanjutnya

subtipe virus ditentukan dengan menggunakan primer spesifik hemaglutinin dan

neuraminidase. Uji serologis seperti AGID, HI, dan ELISA juga digunakan untuk

mendeteksi antibodi dalam serum inang.

RRT-PCR untuk Deteksi Avian Influenza

Perkembangan teknologi yang pesat memberikan berbagai pilihan teknik

dan produk yang dapat digunakan untuk mendukung pengujian diagnostik yang

telah ada atau menjadi landasan untuk pengujian diagnostik yang baru. Teknik

reverse transcriptase PCR (RT-PCR) secara konvensional telah dikembangkan

untuk mendeteksi VAI namun sejak awal tahun 2000-an mulai banyak digunakan

Page 21: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

24

real-time RT-PCR (RRT-PCR) dalam rangka pengawasan rutin, selama wabah,

dan untuk penelitian karena lebih menguntungkan dari segi sensitivitas dan

spesifisitas yang lebih tinggi, memerlukan waktu yang lebih singkat, bersifat

kuantitatif, lebih ramah lingkungan, dan meskipun biaya yang diperlukan untuk

investasi peralatan lebih tinggi namun untuk operasional dan pengamanan

lingkungan teknik ini memerlukan biaya yang lebih sedikit.

Pembacaan hasil RRT-PCR tidak memerlukan elektroforesis gel melainkan

dapat dilihat secara langsung berupa grafik intensitas pendaran zat warna

floresens yang meningkat secara eksponensial, linier, kemudian mendatar seiring

siklus amplifikasi (Gambar 4). Hasil RRT-PCR berupa nilai Ct (cycle threshold)

yang merupakan perpotongan antara kurva amplifikasi dengan garis threshold

yang menggambarkan konsentrasi relatif target PCR.Aktivitas nuklease ujung 5'-

polimerase yang terdapat dalam polymerase chain reaction (PCR) memecah

probe hidrolisis saat ekstensi amplikon sehingga memisahkan reporter (R)

florofor dari quencher (Q). Sinyal floresens yang dihasilkan ketika tereksitasi oleh

cahaya dari luar di setiap siklus PCR sebanding dengan jumlah produk yang

dihasilkan (Koch 2004).

Beberapa peningkatan yang penting demi perbaikan pengujian RRT-PCR

telah tersedia untuk VAI, antara lain: pengembangan dan penggunaan kontrol

internal untuk mengurangi negatif palsu reaksi dan pengembangan reagen kering

beku (lyophilized) untuk meningkatkan kualitas kontrol (Das et al. 2006; Di Trani

et al. 2006); penggunaan robot untuk meningkatkan keluaran laboratorium agar

mampu menangani peningkatan jumlah sampel selama wabah meskipun mungkin

tidak memberikan sensitivitas yang lebih baik (Spackman et al. 2002; Spackman

dan Suarez 2005); dan protokol baru untuk pengolahan sampel sulit seperti

sampel kloaka atau jaringan (Das et al. 2006).

Semua uji diagnostik molekuler bertujuan untuk memperoleh hasil yang

cepat dengan sensitifitas yang sebanding dengan isolasi virus, dan

mempertahankan tingkat spesifisitas yang tinggi. Oleh karena itu tiga titik kritis

penting untuk diperhatikan, yaitu tahapan ekstraksi RNA, tahapan amplifikasi RT-

Page 22: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

25

PCR, dan urutan basa primer dan probe. Ketiga faktor tersebut harus diperhatikan

agar pengujian menjadi sensitif dan spesifik.

Gambar 4. Prinsip probe hidrolisis TaqMan diadaptasi dari Koch (2004) (a)

proses hidrolisis probe saat ekstensi memisahkan reporter floresensi

dari quencher (b) sinyal floresensi meningkat secara eksponensial,

linier, kemudian mendatar seiring siklus amplifikasi.

Ekstraksi RNA merupakan tahap yang penting dalam setiap uji diagnostik

molekuler karena kualitas RNA akan mempengaruhi efisiensi amplifikasi.

Berbagai teknologi ekstraksi RNA yang ada seperti ekstraksi organik, ekstraksi

kolom silika, dan ekstraksi manik (beads) magnetik (Hale et al. 1996; Petrich et al.

2006) memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Page 23: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

26

Metode ekstraksi organik yang menggunakan fenol dan guanidinium

memberikan efisiensi ekstraksi yang baik untuk sampel kompleks tetapi metode

ini memungkinkan inhibitor PCR juga ikut terekstraksi sehingga dapat

menyebabkan hasil negatif palsu (Das et al. 2006). Metode ekstraksi juga

bervariasi dalam hal kemudahan penggunaan dan skalabilitas. Metode ekstraksi

organik relatif memerlukan tenaga intensif dan sulit untuk pengerjaan sampel

skala besar.

Beberapa metode ekstraksi berbasis kolom atau beads magnetik dapat

digunakan untuk keluaran besar misalnya dengan pemrosesan pada plat 96

sumuran atau menggunakan robot. Banyak sistem robotik yang tersedia secara

komersial dengan format reagen dan perlengkapan sendiri atau terbuka. Platform

kerja robotik juga sangat bervariasi dalam hal biaya tergantung pada kerumitan

dan fitur mesin. Platform kerja robotik cukup menjanjikan untuk meningkatkan

efisiensi laboratorium diagnostik, tetapi setiap robot dengan teknologi ekstraksi

RNA masih memerlukan validasi sebelum dapat digunakan secara rutin pada

sampel diagnostik. Kecil kemungkinan bagi sebuah mesin atau kit ekstraksi untuk

dapat memiliki fleksibilitas dalam menangani berbagai jenis sampel yang dibawa

ke laboratorium diagnostik dengan efisiensi ekstraksi RNA dan kemurnian yang

diperlukan untuk memperoleh hasil yang konsisten (Aguero et al. 2007; Tewari et

al. 2007). Diagnosis AI untuk ayam dan kalkun sebaiknya menggunakan sampel

usap trakea atau orofaringeal karena tropisme virus pada kedua spesies tersebut

adalah saluran pernafasan. Namun untuk spesies lain seperti itik

direkomendasikan sampel usap kloaka karena pada spesies tersebut virus LPAI

memiliki tropisme enterik. Sampel usap trakea/orofaringeal relatif mudah

digunakan untuk ekstraksi RNA karena mengandung sedikit sekali sel. Sampel

RNA lebih sulit diekstraksi dari usap kloaka dan jaringan karena keduanya

mengandung bahan organik lebih tinggi, komposisi kimia yang kompleks, dan

berpotensi mengandung inhibitor PCR (Cone et al. 1992; Buonagurio et al. 1999;

Petrich et al. 2006).

Reagen amplifikasi RT-PCR merupakan area kritis lain yang dapat

mempengaruhi hasil pengujian. Berbagai macam kit komersial dengan enzim dan

reagen berbeda banyak tersedia untuk amplifikasi RNA virus. Semua prosedur

Page 24: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

27

dilengkapi dengan tahap reverse transkripsi dan amplifikasi PCR, biasanya

dengan enzim yang berbeda untuk setiap tahapan. Kedua tahap tersebut sangat

penting untuk pengujian diagnostik yang sensitif. Secara umum RT-PCR dapat

dijalankan dengan prosedur dua tahap atau satu tahap (onestep). Pada prosedur

dua tahap, reverse transkripsi RNA dan amplifikasi DNA dijalankan secara

terpisah sehingga optimasi dilakukan di kedua reaksi. Sedangkan pada RT-PCR

onestep, semua reagen untuk tahapan reverse transkripsi RNA dan amplifikasi

DNA dimasukkan kedalam tabung yang sama sehingga pengujian dapat selesai

tanpa membuka tabung untuk memasukkan reagen tambahan. Prosedur dua tahap

dianggap lebih sensitif daripada metode onestep karena kedua tahapan dilakukan

pada kondisi yang optimal namun amplifikasi onestep menyederhanakan prosedur

dan mengurangi kemungkinan kontaminasi silang sampel sehingga prosedur

onestep ini lebih baik untuk berbagai situasi (OIE 2008b).

Enzim-enzim untuk RT-PCR onestep dapat dibeli secara terpisah atau dalam

bentuk kit yang mencakup hampir semua reagen yang perlukan untuk pengujian.

Keuntungan penggunaan kit adalah peningkatan kontrol kualitas yang didapatkan

dari produk komersial selain lebih mudah untuk dipesan dan digunakan

dibandingkan dengan penggabungan reagen dari berbagai sumber. Meskipun

banyak kit diagnostik yang tersedia secara komersial, tidak semua memiliki

kinerja yang sama di setiap aplikasi. Prosedur diagnostik resmi RRT-PCR AI

yang diterapkan oleh jaringan laboratorium kesehatan hewan nasional (National

Animal Health Laboratory Network, NAHLN) Amerika Serikat yang dikelola

oleh layanan inspeksi kesehatan hewan dan tumbuhan (Animal and Plant Health

Inspection Service, APHIS) Departemen Pertanian Amerika Serikat (United States

Department of Agriculture, USDA) menggunakan kit untuk ekstraksi RNA dan

amplifikasi RT-PCR (Suarez et al. 2007). Kit alternatif kadang dapat bekerja

dengan baik sehingga ketentuan yang dibuat dalam protokol resmi NAHLN

memberi ruang bagi penggunaan metode alternatif untuk ekstraksi RNA atau

reagen amplifikasi RT-PCR (selain primer atau probe) namun pengguna harus

memiliki data yang cukup untuk menunjukkan bahwa protokol modifikasi sama

sensitifnya dengan protokol resmi. Perubahan protokol dapat terjadi bila prosedur

alternatif memberikan nilai tambah yang signifikan seperti biaya yang lebih

Page 25: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

28

rendah, sensitivitas yang lebih tinggi, lebih mudah digunakan, meningkatkan

keluaran, dan nilai tambah lain. APHIS telah menyetujui beberapa perubahan atau

alternatif sejak protokol resmi disetujui pada tahun 2002 (Suarez et al. 2007).

Elemen kunci ketiga untuk pengujian diagnostik molekuler adalah desain

primer dan probe yang menjadi landasan sensitivitas dan spesifisitas uji.

Meskipun program-program untuk desain primer terus berkembang, sensitivitas

pasangan primer tetap harus ditentukan secara empiris melalui optimasi

konsentrasi primer dan probe, konsentrasi magnesium, dan kondisi siklus agar

didapatkan sensitivitas tertinggi (OIE 2008b). Spesifisitas uji juga dapat

dievaluasi secara in silico (menggunakan komputer) (Boutros dan Okey 2004)

namun pengujian empiris tetap diperlukan untuk konfirmasi spesifisitas. Telah

banyak pasangan primer AI untuk RT-PCR konvensional, namun baru beberapa

yang telah dipublikasikan (Tabel 1). Variabilitas gen HA yang tinggi menyulitkan

pengembangan primer dan probe yang dapat mendeteksi isolat beragam dalam

satu subtipe HA, terutama untuk mengidentifikasi isolat dari garis keturunan

Amerika dan Eurasia sehingga untuk wilayah geografis yang berbeda diperlukan

pasangan primer dan probe berbeda (Spackman et al. 2002). Urutan basa primer

dan probe menentukan spesifisitas dan sensitivitas uji diagnostik sehingga

perubahan urutan basa memerlukan pengujian yang luas untuk validasi (OIE

2008b; OIE 2008a).

Pengujian RRT-PCR telah dikembangkan sebagai uji spesifik untuk

influenza A dengan target regio lestari (conserved) pada matriks, nukleoprotein,

atau gen nonstruktural lain yang informasi urutan basanya banyak tersedia.

Beberapa pengujian spesifik untuk subtipe juga telah dipublikasikan dengan target

gen HA untuk mendeteksi HPAI yang terbatas pada subtipe H5 atau H7 (Starick

et al. 2000; Munch et al. 2001; Collins et al. 2002; Spackman et al. 2002; Collins

et al. 2003; Dybkaer et al. 2004). Penggunaan RRT-PCR untuk mendeteksi asam

nukleat spesifik influenza A, H5 dan H7 pertama kali dijelaskan oleh Spackman et

al. (2002). Pengujiannya memerlukan primer dan probe yang dirancang untuk

mendeteksi regio lestari ujung 5’ segmen gen 7 (gen M1) dengan panjang 100

nukleotida dan pasangan primer/probe spesifik H5 dan H7 yang dirancang untuk

mendeteksi regio lestari subunit HA2 urutan basa virus AI Amerika Utara

Page 26: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

29

(Spackman et al. 2002). Variabilitas HA menjadi salah satu alasan mengapa uji

spesifik terhadap tipe A dengan target protein internal yang lebih lestari

diperlukan sebagai uji tapis dalam pengujian molekuler AI dan pengujian subtipe

HA berperan sebagai penyedia informasi tambahan dan konfirmasi sampel positif

(Suarez et al. 2007).

Tabel 1. Pasangan primer dan probe untuk deteksi gen tertentu.

Target Primer/ probe Urutan basa(5 -3 )

Amerika Utara dan Eurasia (Spackman et al. 2002)

Gen M1 M +25 AGATGAGTCTTCTAACCGAGGTCG

M 124 TGCAAAAACATCTTCAAGTCTCTG

M +64 TCAGGCCCCCTCAAAGCCGA

Gen H5 (HA2) H5 +1456 ACGTATGACTAYCCRCARTAYTCA

H5 1685 AGACCAGCTACCATGATTGC

H5 +1637 TCAACAGTGGCGAGTTCCCTAGCA

Gen H7 (HA2) H7 +1244 ATTGGACACGAGACGCAATG

H7 1342 TTCTGAGTCCGCAAGATCTATTG

H7 +1281 TAATGCTGAGCTGTTGGTGGCA

Asia (Heine et al. 2005)

Gen M1 IVA-D161M AGATGAGYCTTCTAACCGAGGTCG

IVA-D162M TGCAAANACATCYTCAAGTCTCTG

IVA-Ma TCAGGCCCCCTCAAAGCCGA

Gen H5 IVA-D148H5 AAACAGAGAGGAAATAAGTGGAGTAAAATT

IVA-D149H5 AAAGATAGACCAGCTACCATGATTGC

IVA-H5a TCAACAGTGGCGAGTTCCCTAGCA

Asia (Payungporn et al. 2006)

Gen M1 MF3 TGATCTTCTTGAAAATTTGCAG

MR1+ CCGTAGMAGGCCCTCTTTTCA

M-probe TTGTGGATTCTTGATCG

Gen H5 (HA2) H5F4 GACTCAAATGTCAAGAACCTTTA

H5R3 CCACTTATTTCCTCTCTGTTTAG

H5-probe ACGGAACGTATGACTAC

Gen N1 N1F2 GTTTGAGTCTGTTGCTTGGTC

N1R1 TGATAGTGTCTGTTATTATGCC

N1-probe TTGTATTTCAATACAGCCAC

Qinghai (Hoffmann et al. 2007)

Gen H5 (situs

pembelahan

HA1 dan HA0)

FliH5-1028F GGGGAATGCCCCAAATATCT

FliH5-1190R TCTACCATTCCCTGCCATCC

FliH5-CS-FAM AGAGAGAAGAAGAAAAAAGAGAGGACTA

FliH5-1148-

HEX

TTGGAGCTATAGCAGGTTTTATAGAGG

Eurasia dan Afrika (Monne et al. 2008)

AI virus

subtipe H5

H5-For TTATTCAACAGTGGCGAG

H5NE-Rev CCAG(T)AAAGATAGACCAGC

H5 probe CCCTAGCACTGGCAATCATG

1. M = A, C; R = A, G; Y = C, T

2. Cetak tebal mengindikasikan warna reporter dan quencher probe

Page 27: Kajian Persistensi Dan Penularan Virus Avian Influenza Di ... file... dan galaktosa atau N ... manusia memiliki spesifisitas ikatan yang ... oleh determinan antigenik variabel yang

30

Pengujian gen matriks (M1) memiliki limit deteksi 10 fg atau sekitar 103

salinan gen dan dapat mendeteksi virus hingga 0,1 EID50 (50% egg infective dose).

Penelitian (Lee dan Suarez 2004) selanjutnya menunjukkan bahwa kuantitas RNA

yang ditentukan dengan metode RRT-PCR berkorelasi erat dengan dan EID50

yang ditentukan dengan metode konvensional isolasi virus pada embrio ayam.

Namun demikian, tingkat kesepakatan antara pengujian RRT-PCR matriks (MA

RRT-PCR) dan isolasi virus (virus isolation, VI) pada embrio ayam tidak 100%.

Positif RRT-PCR / negatif VI dan negatif RRT-PCR / positif VI pada sampel usap

dapat terjadi (Spackman et al. 2002; Cattoli et al. 2004) sehingga hasil RRT-PCR

sebaiknya diinterpretasikan pada tingkat kandang daripada tingkat individu.

Berdasarkan analisis data wabah H7N2 LPAI di Virginia tahun 2002, sensitivitas

diagnostik relatif RRT-PCR terhadap VI adalah 85,1% (probabilitas 95% interval:

71,9-95,7%), sedangkan spesifisitas diagnostik relatif terhadap VI mencapai

98,9% (probabilitas 95% interval: 98,0-99,5%) (Elvinger et al. 2007).

Pasangan primer dan probe spesifik untuk H5 dan H7 memiliki limit deteksi

100 fg target RNA atau sekitar 103-10

4 salinan gen dan dapat mendeteksi virus 10

EID50. Meskipun uji H5 yang telah ada terbukti mampu mendeteksi virus subtipe

H5 Amerika Utara dan Eurasia, modifikasi untuk pengujian ini telah dilakukan

untuk mengoptimalkan deteksi H5N1 Eurasia (Slomka et al. 2007b). Modifikasi

primer forward dan reverse dilaporkan dapat meningkatkan sensitivitas analitik

untuk virus H5N1 Eurasia hingga 1000 kali lipat (Heine et al. 2007).

Sensitivitas dan spesifisitas RRT-PCR yang spesifik untuk virus influenza

hampir sebanding dengan VI dan HI sehingga teknik ini disukai, selain karena

lebih cepat, mengurangi resiko kontaminasi silang, dapat memproses sampel

dalam jumlah besar, dapat menentukan tipe dan subtipe virus, dan tidak

memerlukan virus hidup (Spackman et al. 2002). Pengujian MA RRT-PCR telah

dianjurkan sebagai metode deteksi virus AI oleh ring trial Uni Eropa (Slomka et

al. 2007a) dan versi modifikasi yang memiliki sensitivitas analitik tinggi untuk

virus H5N1 galur Eurasia (Heine et al. 2007) telah digunakan oleh laboratorium

rujukan AI regional OIE untuk Asia Tenggara.