Author
others
View
22
Download
3
Embed Size (px)
Diterbitkan oleh Pusat Litbang Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
2009
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-produk
Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal di
Pasar Internasional
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal
keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah
diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka,
yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat,
makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun tanaman.
Nilai ekonomi jamu pada akhir tahun 2008 akan menembus angka Rp 7,2
triliun, termasuk pada produk kosmetik, makanan dan minuman suplemen. Jumlah
ini meningkat dibanding tahun 2007 yang nilainya hanya mencapai Rp 3 triliun.
Ekspor produk pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal sangat
berpotensial untuk dikembangkan. Permintaan pasar impor dunia terhadap produk
obat dan kosmetika tumbuh pesat, rata-rata 17% dan 15% per tahun. Indonesia
berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat
tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang
pasarnya pun cukup besar.
Peta Perdagangan Herbal Dunia
Indonesia merupakan pemasok utama bahan baku kosmetik berbasis
herbal di pasar dunia dengan pangsa 13% tahun 2007, sementara untuk bahan baku
farmasi Indonesia memasok 2% (peringkat 16 dunia). Sebagai pemasok produk
farmasi herbal, Indonesia berada di urutan ke-54 dunia, sedangkan untuk produk
kosmetik herbal Indonesia menduduki posisi ke-28 di dunia. Komoditas berbasis
herbal yang perlu diprioritaskan untuk dikembangkan ekspornya adalah produk
yang berkluster kecantikan:
ii
Produk obat : Insulin in dosage
Produk kosmetik : Toilet soap&preparation dan soap nes
Bahan Baku Obat : Pepper of the genus, Gum arabic
Bahan Kosmetik : Palm kernel or babassu
Indonesia merupakan negara tujuan impor kosmetik berbasis herbal yang
ke-37 dunia, sementara sebagai importir bahan baku kosmetik herbal di pasar
dunia Indonesia juga menduduki posisi ke-37 dunia. Sebagai importir produk
farmasi herbal, Indonesia berada di urutan ke-68 dunia, sedangkan untuk importir
bahan baku farmasi berbasis herbal Indonesia di posisi-32 dunia.
Aspek Produksi Herbal Dunia
Persebaran industri lebih tergantung pada persebaran bahan baku. Industri
herbal cenderung berkembang di daerah yang menghasilkan bahan baku herbal.
Kenyataan ini banyak terjadi di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Mutu dan keberlanjutan bahan baku herbal selalu menjadi kendala
pengembangan industri hilir herbal Indonesia. Penerapan kebijakan on farm yang
komprehensif akan meningkatkan mutu barang dan produktivitas petani sehingga
sustainabilitasnya terjaga.
Integrasi vertikal dengan industri di negara-negara pengimpor bahan baku
kosmetik akan menunjang kegiatan ekspor. Kerjasama dengan pengusaha pada
negara pengimpor bahan baku herbal akan sangat menguntungkan kedua negara
terutama pengembangan mutu produk bahan baku herbal Indonesia dan
memberikan knowledge spillover ke pengusaha dalam negeri dalam meningkatkan
mutu untuk menembus standar negara tujuan ekspor.
Aspek Pemasaran Produk Herbal
Produk prioritas pengembangan ekspor herbal adalah produk yang
berbasis kecantikan (suplemen kecantikan, sabun berbasis kecantikan). Industri jadi
herbal masih domestic oriented industry. Penyediaan informasi dan promosi ekspor
yang berkesinambungan akan meningkatkan akses pasar produk Pharmaceutical
iii
dan kosmetik berbasis herbal. Persebaran ekspor produk jadi banyak terkait dengan
keterikatan historis dan demografis. Tingkat tarif yang dihadapi bahan baku dan
produk herbal masih relatif rendah. Hambatan peraturan standardisasi pada produk
jadi menjadi inti permasalahan.
REKOMENDASI
1. Untuk meningkatkan ekspor produk Herbal, Indonesia perlu fokus pada produk
memiliki cluster “Natural Beauty”
2. Peningkatan Ekspor Bahan Baku dengan Integrasi Vertical dengan pola sebagai
berikut:
a. Pengadopsian dari sistem Madagaskar. Sistem Madagaskar merupakan sistem
kontrak dengan kompensasi pentahapan pengembangan produk dalam negeri.
b. Melakukan hubungan kontrak dengan menggunakan sedikit demi sedikit by-
product Indonesia
c. Peningkatan value added dalam negeri.
d. Peningkatan knowledge spill over.
e. Peralihan teknologi pengolahan bahan baku dalam negeri.
f. Penerapan standard CPOTB perlu dilakukan dengan program pendampingan.
g. Integrasi vertikal dengan industri di negara-negara pengimpor bahan baku
kosmetik akan menunjang kegiatan ekspor.
h. Penyediaan informasi dan promosi ekspor yang berkesinambungan akan
meningkatkan akses pasar produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis
herbal.
iv
KATA PENGANTAR
Penyusunan laporan akhir dengan judul “Kajian Pengembangan Ekspor
Produk-Produk Pharmaceutical dan kosmetik Berbasis Herbal di Pasar
Internasional” merupakan salah satu kajian di Puslitbang Perdagangan Luar Negeri
pada tahun anggaran 2009.
Adapun tujuan penyusunan kajian ini untuk mengetahui gambaran perdagangan
produk-produk pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia;
menentukan produk-produk prioritas ekspor di pasar internasional serta merumuskan
strategi agar Indonesia menjadi salah satu eksportir utama produk pharmaceutical
dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia.
Dengan selesainya penyusunan kajian ini, tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung proses pengumpulan data,
informasi dan pemikiran yang berkaitan dengan kajian ini.
Demi sempurnanya kajian ini, kami sangat terbuka menerima masukan-
masukan dan saran-saran karena kami menyadari bahwa laporan ini masih perlu
penyempurnaan.
Akhir kata semoga laporan “Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk
Pharmaceutical dan kosmetik Berbasis Herbal di Pasar Internasional” ini
bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, Desember 2009
Tim Penyusun
v
DAFTAR ISI Halaman
RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. iv
DAFTAR ISI .................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian................................................................................ 6
1.3. Output ................................................................................................ 6
1.4. Dampak ............................................................................................. 6
1.5. Metode Penelitian .............................................................................. 7
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ................................. 9
2.1. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 9
2.2. Landasan Teori .................................................................................... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................................... 14
3.1. Analisis Potensi ................................................................................... 15
3.2. Stochastic Frontier Gravity Model ..................................................... 19
3.3. Analisis Eksternal Benchmarking ....................................................... 21
3.4. Analisis Incentive ................................................................................ 21
vi
BAB IV STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI PHARMACEUTICAL DAN
KOSMETIK BERBASIS HERBAL ............................................................
23
4.1. Kinerja Perdagangan Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal
Dunia ................................................................................................. 24
4.2. Struktur Industri Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal
Indonesia ............................................................................................ 32
4.3. Perkembangan Ekspor Indonesia, Pasar Dunia, dan Peta Perdagangan
Dunia untuk Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis
Herbal.................................................................................................. 35
4.4. Hasil Survey Dalam Negeri, FGD, dan Survey Luar Negeri .............. 42
BAB V STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKSPOR
PRODUK PHARMACEUTICAL DAN KOSMETIK BERBASIS
HERBAL INDONESIA DI PASAR DUNIA .............................................. 48
5.1. Analisis Produk Prioritas Indonesia untuk Pharmaceutical dan
Kosmetik Berbasis Herbal................................................................... 48
5.2. Analisis Potensi Pasar .......................................................................... 53
5.3. Analisis Benchmarking ........................................................................ 62
5.4. Analisis Pasar Impor Bahan Baku dan Produk Herbal Dunia ............. 73
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................... 87
6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 87
6.2. Rekomendasi ...................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 92
Lampiran ........................................................................................................................ 96
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1. Pemasok Produk Farmasi di Pasar Dunia ...................................................... 25
Tabel 4.2. Pemasok Bahan Herbal Produk Farmasi di Pasar Dunia ............................... 26
Tabel 4.3. Pemasok Bahan Herbal Produk Kosmetik di Pasar Dunia ............................ 27
Tabel 4.4. Pemasok Produk Kosmetik di Pasar Dunia ................................................... 28
Tabel 4.5. Pasar Impor Kosmetik Dunia ........................................................................ 29
Tabel 4.6. Pasar Impor Bahan Herbal Kosmetik Dunia .................................................. 30
Tabel 4.7. Pasar Impor Produk Farmasi Dunia ............................................................... 31
Tabel 4.8. Pasar Impor Bahan Herbal Farmasi Dunia .................................................... 32
Tabel 4.9. Ekspor Bahan dan Produk Obat dan Kosmetik Berbahan Baku Herbal.. ...... 36
Tabel 4.10. Ekspor Bahan Obat Herbal ............................................................................ 37
Tabel 4.11. Ekspor Produk Obat Herbal ........................................................................... 37
Tabel 4.12. Ekspor Produk Kosmetik ............................................................................... 38
Tabel 4.13. Ekspor Bahan Kosmetik ................................................................................ 39
Tabel 4.14. Impor Produk Obat Herbal............................................................................. 39
Tabel 4.15. Impor Bahan Obat Herbal .............................................................................. 40
Tabel 4.16. Impor Bahan Kosmetik .................................................................................. 41
Tabel 4.17. Impor Produk Kosmetik ................................................................................. 41
Tabel 5.1. Indeks Kinerja Spices .................................................................................... 50
Tabel 5.2. Indeks Kinerja Medicinal Plants .................................................................. 51
Tabel 5.3. Indeks Kinerja Alkaloids ............................................................................... 52
Tabel 5.4. Indeks Kinerja Obat Herbal ........................................................................... 53
Tabel 5.5. Indeks Kinerja Produk Kosmetik .................................................................. 53
Tabel 5.6. Impor Bahan dan Produk Herbal Perancis ..................................................... 63
Tabel 5.7. Negara Pemasok Alkaloid di Perancis ........................................................... 63
Tabel 5.8. Negara Pemasok Spices di Perancis .............................................................. 64
Tabel 5.9. Negara Pemasok Medicinal Plant di Perancis .............................................. 65
Tabel 5.10. Negara Pemasok Obat Herbal di Perancis .................................................... 66
Tabel 5.11. Negara Pemasok Produk Kosmetik di Perancis ............................................ 67
Tabel 5.12. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Perancis ............................................. 67
viii
Tabel 5.13. Negara Tujuan Ekspor Alkaloid di India ....................................................... 68
Tabel 5.14. Negara Tujuan Ekspor Spices di India ........................................................... 69
Tabel 5.15. Negara Tujuan Ekspor Medicinal Plant di India ........................................... 69
Tabel 5.16. Negara Tujuan Ekspor Obat Herbal di India ................................................. 70
Tabel 5.17. Negara Tujuan Ekspor Produk Kosmetik di India ......................................... 71
Tabel 5.18. Negara Tujuan Ekspor Bahan Kosmetik di India .......................................... 72
Tabel 5.19. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Amerika Serikat ................................. 73
Tabel 5.20. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Belanda ............................................... 73
Tabel 5.21. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Jerman ................................................ 74
Tabel 5.22. Negara Pemasok Kosmetik Herbal di Amerika Serikat ................................. 75
Tabel 5.23. Negara Pemasok Kosmetik Herbal di Jerman ............................................... 76
Tabel 5.24. Negara Pemasok Kosmetik Herbal di Inggris ................................................ 77
Tabel 5.25. Negara Pemasok Bahan Obat Herbal di Singapura ....................................... 78
Tabel 5.26. Negara Pemasok Bahan Obat Herbal di Amerika Serikat ............................. 78
Tabel 5.27. Negara Pemasok Bahan Obat Herbal di Vietnam .......................................... 79
Tabel 5.28. Negara Pemasok Produk Obat Herbal di Filipina ......................................... 80
Tabel 5.29. Negara Pemasok Produk Obat Herbal di Thailand ........................................ 80
Tabel 5.30. Negara Pemasok Produk Obat Herbal di Jepang ........................................... 81
Tabel 5.31. Impor Bahan dan Produk Herbal India .......................................................... 82
Tabel 5.32. Negara Pemasok Alkaloid di India ................................................................ 83
Tabel 5.33. Negara Pemasok Spices di India .................................................................... 83
Tabel 5.34. Negara Pemasok Medicinal Plant di India .................................................... 84
Tabel 5.35. Negara Pemasok Obat Herbal di India ........................................................... 85
Tabel 5.36. Negara Pemasok Produk Kosmetik di India .................................................. 85
Tabel 5.37. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di India ................................................... 86
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Skema Kerangka Pemikiran ........................................................... 15
Gambar 3.2. Komponen Indeks Produk Prioritas ............................................... 17
Gambar 4.1. Persebaran Industri Obat Tradisional ............................................ 33
Gambar 4.2. Klasifikasi Industri Jamu Menurut Aset yang Dimiliki ................. 34
Gambar 4.3. Distribusi Industri Jamu menurut Skala Industri ........................... 35
Gambar 5.1. Distribusi Analisis ITC Bahan Baku dan Produk Herbal .............. 49
Gambar 5.2. Trade Efficiency Bahan Baku dan Produk Herbal ......................... 57
Gambar 6.1. Cluster Natural Beauty Herbal ...................................................... 90
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan barang strategis yang berperan penting dalam menjaga kesehatan dan
keselamatan manusia. Oleh karena itu, usaha farmasi sarat dengan dimensi sosial
karena dituntut agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjaga kesehatan.
Keharusan memproduksi obat berkualitas dan aman merupakan konsekwensi logis dari
dimensi sosial itu. Selain itu, sejalan dengan semakin meningkatnya biaya kesehatan,
tuntutan politis untuk meningkatkan keterjangkauan (affordability) obat semakin
mengemuka. Kosmetika juga termasuk barang yang sangat strategis dalam menjaga
kecantikan manusia baik wanita maupun laki-laki.
Sebagai “benda ekonomi”, produksi obat kosmetik tidak terlepas dari hukum-hukum
ekonomi. Seperti di sektor lain, harga bahan baku dan input-input lain yang digunakan
dalam produksi obat dan kosmetik dipengaruhi oleh tingkat kelangkaannya. Keputusan
pelaku usaha dalam menentukan produksi dan memasok obat dan kosmetik tidak dapat
dipaksakan untuk mengingkari hukum-hukum ekonomi tersebut. Investasi di sektor
farmasi dan kosmetika dengan sendirinya dipengaruhi oleh perkiraan tingkat hasil
(expected rate of return) yang akan diperoleh investor.
Sebagai “produk industri”, produksi obat dan kosmetik dipengaruhi oleh perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kualitas produksi dan daya saing industri tergantung
pada penggunaan teknologi. Karena itu industri farmasi dan kosmetika senantiasa
dituntut untuk terus beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan
teknologi.
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati.
Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies
diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, maupun
mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals, baik
untuk manusia, hewan maupun tanaman. Dengan kekayaan tersebut Indonesia
berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat
tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 2
pasarnya pun cukup besar. Nilai ekonomi jamu pada akhir tahun 2008 akan menembus
angka Rp 7,2 triliun, termasuk pada produk kosmetik, makanan dan minuman
suplemen. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2007 yang nilainya hanya mencapai
Rp 3 triliun (Saerang, 2008).
Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmaka atau lebih dikenal dengan
tanaman obat, industri obat tradisional dan kosmetika sangat potensial untuk
dikembangkan di Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan
memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit
yang telah dibudidayakan petani. Bila adapun, teknik budidaya dan pengolahan bahan
baku biasanya belum menerapkan persyaratan bahan baku yang diinginkan industri,
yaitu bebas bahan kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya.
Hampir semua jenis biofarmaka dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan obat dan
kosmetik tradisional/jamu oleh berbagai industri obat tradisional Indonesia. Namun
demikian, ada beberapa jenis biofarmaka budidaya yang dibutuhkan industri obat
tradisional dalam jumlah besar, antara lain jahe (Zingiber officinale Roxb.) sebesar 5
000 ton/tahun, kapulogo (Ammomum cardamomum Auct.) 3 000 ton/tahun, temulawak
(Curcuma aeruginosa Roxb.) 3 000 ton/tahun, adas (Foeniculum vulgare Mill.) 2 000
ton/tahun, kencur (Kaempferia galanga L.) 2 000 ton kering/tahun, kunyit (Curcuma
domestica Val.) 3 000 ton kering/tahun dan 1 500 ton basah/tahun.
Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa agribisnis biofarmaka tidak berkembang
dengan baik dan merata di seluruh Indonesia, karena petani dan pelaku usaha kurang
memahami kebutuhan pasar domestik dan ekspor yang menginginkan produk siap
pakai yang telah diolah. Sebagai dampak dari kondisi diatas adalah belum/tidak
terpenuhinya jumlah pasokan yang diminta oleh industri obat tradisional akan beberapa
komoditas biofarmaka yang diperlukan, baik yang tumbuh liar maupun tanaman yang
telah dibudidayakan. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah dan belum
dimanfaatkan secara optimal, mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan sebagai
lahan pengembangan industri herbal medicine dan health food yang berorientasi ekspor.
(Pusat Studi Biofarmaka, IPB-Bogor, 2006).
Dalam memacu pengembangan agribisnis berbasis fitofarmaka di tingkat petani,
sangatlah penting peningkatan kemampuan petani dalam hal budidaya tanaman obat.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 3
Disamping hal budidaya, segi pasca panen dan pemasaran juga perlu ditingkatkan
dalam upaya memacu pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia.
Obat bahan alam (produk herbal) yang semula banyak dimanfaatkan oleh negara-
negara di Asia, Amerika Selatan dan Afrika, sekarang meluas sampai ke negara-negara
maju di Australia dan Amerika Utara. Awalnya obat bahan alami digunakan sebagai
tradisi turun-temurun. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan berkembangnya
teknologi, baik produksi maupun informasi, uji praklinik dan klinik dilakukan untuk
memperoleh keyakinan khasiat obat bahan alam.
Produk herbal yang ada di pasar internasional antara lain Pharmaceuticals dan
kosmetik digolongkan menjadi Medicinal and Aromatic Plants (MAP), Medicinal and
Vegetable Saps and Extract, dan alkaloid tanaman, bernilai 26,4 miliar US$ kemudian
spices and culinary herbs yang bernilai 2,6 miliar US$ tahun 2005. Sedangkan negara
konsumen herbal meliputi Uni Eropa (UE), Jepang, China, Amerika, Perancis,
Denmark dan United Kingdom (Inggris).
Produk herbal di pasar dunia, khususnya perdagangan medicinal plant dari Uni Eropa,
ditujukan ke negara-negara seperti Jerman (42%), Perancis (25%), Italia (9%) dan UK
(8%). Sedangkan negara yang potensial sebagai produsen emerging markets antara lain
Brazil, Argentina, Mexico, India, China dan Indonesia.
Peluang dan tantangan ekspor produk Pharmaceutical dan kosmetik yang berbasis
herbal Indonesia tidak terlepas dari adanya pertumbuhan impor dunia yang relatif tinggi
untuk produk ini. Tantangan lain yang dihadapi adalah isu global seperti isu
lingkungan, food safety, sanitary dan phytosanitary (SPS) sebagai hambatan teknis
(technical barrier).
Berdasarkan data WITS 2009 yang diolah menunjukkan bahwa permintaan pasar impor
dunia terhadap produk obat dan kosmetika tumbuh pesat, rata-rata 17% dan 15% per
tahun. Pada tahun 2002, impor obat dunia hanya senilai US$ 128,5 miliar, naik menjadi
US$ 236,9 miliar pada tahun 2006. Sementara nilai impor produk kosmetik meningkat
US$ 18 miliar selama kurun waktu 4 tahun yaitu dari US$ 25,2 miliar pada tahun 2002
menjadi US$ 43,3 miliar pada tahun 2006.
Struktur produk farmasi serta kosmetika dan bahan herbalnya yang diekspor Indonesia
ke pasar dunia tidak sejalan dengan struktur permintaan produk di pasar dunia. Ekspor
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 4
Indonesia lebih banyak berupa bahan herbalnya ketimbang produk jadi
(obat/kosmetika), sementara permintaan pasar dunia terlihat sebaliknya.
Dari data tersebut di atas terlihat bahwa produk obat dan kosmetik berbahan baku
herbal yang diekspor/dipasok Indonesia ke pasar dunia nilainya lebih kecil
dibandingkan nilai ekspor Indonesia untuk bahan bakunya sehingga perlu mendorong
peningkatan budidaya tanaman obat dan kosmetik berbahan baku herbal yang
dibutuhkan untuk meningkatkan produksi obat-obatan dan kosmetik yang memenuhi
standar agar pada gilirannya nanti dapat meningkatkan ekspornya di pasar dunia.
Pasar impor produk kosmetik dunia terkonsentrasi pada 15 negara yang menyerap 64%
dari total impor dunia. Indonesia sebagai negara importir produk kosmetik menempati
urutan ke-51. Permintaan Indonesia terhadap produk kosmetik impor tumbuh pesat,
rata-rata 33% per tahun.
Pasar impor bahan herbal kosmetik dunia tumbuh 12% per tahun, terkonsentrasi pada
15 negara yang menyerap 72% dari total impor dunia. Indonesia sebagai negara
importir bahan herbal kosmetik menempati urutan ke-37. Impor bahan herbal kosmetik
Indonesia tumbuh rata-rata 13% per tahun
Impor produk farmasi dunia sebagian besar (73%) terkonsentrasi pada 12 pasar negara-
negara : AS, Belgia, Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Swiss, Belanda, Kanada, Spanyol,
Jepang dan Rusia. Indonesia sebagai negara importir produk farmasi menduduki urutan
ke-66. Permintaan Indonesia terhadap produk farmasi impor tumbuh pesat, rata-rata
26% per tahun.
Pasar impor bahan herbal farmasi dunia lebih tersebar ke banyak negara dimana
konsentrasi pasar terjadi pada 20 negara yang menyerap 70% dari total impor.
Indonesia menduduki urutan ke-36 sebagai negara yang mengimpor bahan herbal
farmasi. Permintaan Indonesia terhadap bahan herbal farmasi impor tumbuh pesat, rata-
rata 22% per tahun.
Pasokan produk farmasi di pasar dunia didominasi oleh negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat. Sepuluh negara memasok hampir 80% dari total permintaan dunia.
Indonesia hanya menguasai kurang dari 0,1% pangsa pasar dunia, dengan adanya
kecenderungan menurun rata-rata 4% per tahun.
Indonesia termasuk dalam 16 besar negara pemasok bahan baku herbal untuk produk
farmasi di pasar dunia. Pangsa pasar Indonesia sekitar 2% di dunia, dengan
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 5
pertumbuhan yang lebih rendah dari pertumbuhan dunia. Indonesia termasuk dalam 20
besar negara pemasok bahan baku herbal untuk produk kosmetik di pasar dunia.
Namun, pangsa pasar Indonesia di dunia masih relatif kecil, kurang dari 1%. Demikian
pula dengan produk kosmetik yang berbahan baku herbal, Indonesia menduduki urutan
ke 31 sebagai pemasok dunia dengan rata-rata pertumbuhan 18,7% per tahun dengan
share yang masih dibawah 1% (0,4%).
Sepuluh negara utama pemasok produk kosmetik dunia selama tahun 2002-2006 adalah
Perancis dengan rata-rata pertumbuhan 14,1% per tahun dengan share sebesar 24,9%;
Amerika Serikat rata-rata pertumbuhan (10,3%) dan share (11,1%); Jerman (12,5%)
dan share (10,4%); Inggris (11,2%) dan share (8,3%); Italia (17,4%) share (6,6%);
Spanyol (14,5%) share (3,6%); Belgia (13,4%) share (3,3%); China (23,7%) share
(3,3%); Kanada (13,4%) share (2,3%); dan Jepang (12,7%) share (2,3%)
Dengan memperhatikan potensi pasar produk-produk herbal khususnya produk
Pharmaceutical dan kosmetik di pasar dunia serta potensi bahan baku di dalam negeri,
maka terdapat beberapa pertanyaan pokok yaitu: bagaimana gambaran perdagangan
produk-produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia?; produk-
produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal apa yang menjadi prioritas eskpor
Indonesia di pasar Internasional?; bagaimana daya saing produk-produk
Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal Indonesia dalam peta persaingan pasar
internasional?; bagaimana merumuskan strategi agar Indonesia menjadi salah satu
eksportir utama produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia?.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu dilakukan kajian Pengembangan
Ekspor Produk-produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal di Pasar
Internasional.
• Ruang Lingkup
Kegiatan dibatasi pada aspek-aspek sebagai berikut :
Data yang digunakan adalah selama periode 2003-2008;
Variabel negara mencakup negara tujuan utama dan sekaligus pesaing utama
ekspor Indonesia;
Aspek pemasaran baik di dalam negeri maupun pasar ekspor;
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 6
Variabel komoditi utama ekspor pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal
yang dipilih adalah berdasakan HS 9 digit untuk BPS dan HS 6 digit untuk WITS,
dengan pangsa nilai ekspor terbesar pada tahun 2008;
Kondisi industri pharmaceutical dan kosmetik di dalam negeri (supply side).
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan kajian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran perdagangan produk-produk Pharmaceutical dan kosmetik
berbasis herbal di pasar dunia;
2. Menentukan produk-produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal prioritas
ekspor Indonesia di pasar internasional;
3. Merumuskan strategi agar Indonesia menjadi salah satu eksportir utama produk
Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia.
1.3 Output Tersusunnya laporan tentang peta perdagangan produk-produk herbal di pasar dunia,
potensi, peluang dan tantangan pengembangan ekspor produk-produk herbal Indonesia
di pasar Internasional, kondisi dan potensi industri di dalam negeri serta rumusan
strategi agar Indonesia menjadi salah satu eksportir utama produk herbal di pasar dunia.
1.4 Dampak Hasil penelitian ini diperkirakan akan memberikan dampak sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, hasil kajian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam
perumusan kebijakan pengembangan ekspor produk-produk Pharmaceutical dan
kosmetik berbasis herbal di pasar internasional;
2. Bagi industri dan pelaku ekspor, stakeholder memperoleh gambaran dan informasi
tentang peta perdagangan, daya saing, dan peluang pasar ekspor produk-produk
Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar internasional.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 7
1.5 Metode Penelitian Dalam rangka menghasilkan kajian yang komprehensif, maka jenis dan sumber data
yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Kemudian tehnik pengumpulan
datanya adalah secara purposive sampling. Dari data dan informasi yang diperoleh akan
dilakukan analisis baik kualitatif maupun kuantitatif. Sedangkan metode yang
digunakan untuk menganalisisnya adalah dengan menggunakan:
• Indeksasi: Trade Performance, Market Attractiveness Index
• FGD analysis
• Frontier Estimation: Gravity Model
1.6 Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan mengikuti sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Penelitian
1.3. Output
1.4. Dampak
1.5. Metode Penelitian
1.6 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.2 Landasan Teori
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Analisis Potensi
3.2 Stochastic Frontier Gravity Model
3.3 Analisis Eksternal Benchmarking
3.4 Analisis Incentive
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 8
BAB IV STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI PHARMACEUTICAL DAN KOSMETIK
BERBASIS HERBAL
4.1 Kinerja Perdagangan Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Dunia
4.2 Struktur Industri Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia
4.3 Perkembangan Ekspor Indonesia, Pasar Dunia, dan Peta Perdagangan Dunia
untuk Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal
BAB V STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKSPOR PRODUK
PHARMACEUTICAL DAN KOSMETIK BERBASIS HERBAL INDONESIA DI
PASAR DUNIA
5.1 Analisis Produk Prioritas Indonesia untuk Pharmaceutical dan Kosmetik
Berbasis Herbal
5.2 Analisis Potensi Pasar
5.3 Analisis Benchmarking
5.4 Analisis Pasar Impor Bahan Baku dan Produk Herbal Dunia
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan
6.2 Rekomendasi
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Studi tentang produk herbal terpecah-pecah dalam berbagai kekhususan peneliti. Studi
tentang perdagangan tanaman obat Indonesia telah dilakukan oleh Biofarmaka IPB
secara komprehensif. Berdasarkan data Pusat Studi Biofarmaka IPB kebutuhan
tanaman obat Indonesia masih sangat besar. Jahe dan temulawak dibutuhkan berbagai
obat jamu di Indonesia, tetapi penggalakan penanaman jahe dan temulawak belum
berkembang dengan baik (Biofarmaka, 2006). Produk substitusi sayur-sayuran ternyata
lebih menarik dibandingkan produk biofarmaka atau tanaman obat disebabkan
rendahnya permintaan dan permintaan belum bersifat berkelanjutan sebagaimana
produk pertanian lainnya (Biofarmaka IPB, 2006).
Suryawati (2007) menjelaskan bahwa obat tradisional dulunya melalui penelitian sakral
dan magis. Bahan yang dipakai dalam pembentukan obat tradisional lebih ditekankan
dari alam daripada sintetis kimia (Suryawati 2007). Metode pendekatan penelitian obat
lebih bersifat kepercayaan (Suryawati 2007). Suryawati (2007) menerangkan bahwa
tahapan untuk penelitian obat tradisional telah berubah orientasi dengan metode analitis
metodis yang lebih jelas dan runtut. Suryawati (2007) mengidentifikasi adanya
beberapa langkah yang harus ditempuh. Langkah pertama adalah melakukan
identifikasi senyawa baru. Langkah kedua adalah melakukan uji praklinis dan terakhir
adalah uji klinis. Uji Pra klinis maupun klinis sangat diperlukan untuk mengajukan
suatu obat tradisional menjadi kategori phytofarmaka (Saerang, 2008).
Studi tentang peraturan-peraturan yaitu pengaturan perdagangan dan peredaran herbal
dunia telah dilakukan oleh WHO. WHO (2004) ini mengidentifikasi bahwa banyak
negara di dunia ini belum memiliki peraturan yang jelas atau pengaturan yang jelas
tentang produk herbal. Maraknya peraturan tentang Traditional Chinese Medicine ini
dilakukan pada tahun 1985 terutama di negara-negara Uni Eropa. WHO (2004) telah
mengidentifikasi bahwa negara-negara di dunia telah memulai memiliki konsep
pengembangan herbal rata-rata sejak tahun 1985. Munculnya kepercayaan back to
nature dan pengurangan akan efek negatif produk medikasi kimia menyebabkan
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 10
pendorong utama peningkatan konsumsi herbal yang menuntut suatu kebijakan tata
niaga produk herbal di negara-negara di dunia (WHO, 2004).
Herbal sangat banyak diproduksi di India sehingga study di India pun marak dilakukan
oleh ekonom India (Dubey et al 2006). India sudah mulai mengembangkan sayap di
sektor pertanian herbal (Dubey et al 2006). Dubey et al. (2006) menjelaskan bahwa
pemanfaatan tanaman obat bermula pada pengembangan bumbu-bumbuan yang
terekstraksi (Dubey et al 2006).
Hamilton (2008) melakukan studi tentang tanaman yang dianggap terancam punah
(endangered species) yang juga menjadi incaran masyarakat dunia untuk obat-obatan.
Hamilton (2008) memberikan gambaran konflik antara konservasi lingkungan dengan
pengembangan budidaya tanaman obat pada tanaman obat tertentu. Perhatian utama
adalah pada tanaman obat yang tumbuh liar di hutan yang dapat mengakibatkan kondisi
lingkungan tidak berkesinambungan (Hamilton 2008). Hamilton (2008) melihat perlu
adanya satu leverage dan keseimbangan tertentu yang harus diatur agar pengembangan
herbal tidak mengurangi atau bahkan mengakibatkan rusaknya ekosistem dan
keanekaragaman hayati di suatu negara. Solusi utama konflik yang terjadi diusulkan
adalah pembentukan kebun botanika yang terpadu (Hamilton 2008).
Lewington (1992) melakukan studi tentang perdagangan herbal di dunia. Lewington
(1992) indikasi bahwa impor Uni Eropa untuk produk herbal berskala besar. Lewington
(1992) menjelaskan bahwa tidak ada kejelasan dalam pencatatan oleh pihak Bea Cukai
Uni Eropa tentang kategori produk herbal sehingga kadang tercampur aduk dalam data
obat-obatan, makanan, bumbu-bumbuan, dan tanaman aromatik. Lewington (1992)
mengemukakan data bahwa hampir 500 – 600 jenis tanaman obat telah diimpor oleh
Uni Eropa dalam setiap tahunnya yang dipergunakan untuk obat-obatan. Negara utama
yang mensuplai tanaman obat tersebut adalah India dengan mensuplai 10.055 ton dari
80.738 ton yang diimpor Uni Eropa dari dunia (Lewington 1992).
Tanaman yang diminati oleh masyarakat Uni Eropa adalah bahan obat untuk ayurvedic
(Lewington 1992). Sementara Akerele et al. (1991) dan Lewington (1992)
mengemukakan bahwa tanaman obat yang diperdagangkan itu masih sedikit yang
dibudidayakan dan kebanyakan diambil dari hutan dan memiliki kecenderungan
pemanenan secara berlebihan (over-harvested).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 11
India melakukan studi tentang perdagangan herbal secara intensif (Dubey et al., 2007).
India berhasil mengembangkan perdagangan herbal dari 15.000 hingga 18.000 tanaman
herbal di dunia dari 45.000 jenis spesies yang ada (Dubey et al. 2007). Studi kualitatif
tentang herbal oleh Dubey et al. (2007) ini lebih bersifat deskriptif terhadap upaya
promosi global India untuk meningkatkan penetrasi pasar ke pasar dunia. Dubey et al
(2007) menemukan bahwa pengembangan produk herbal akan mudah memasuki pasar
obat-obatan negara maju apabila produk herbal tersebut dapat menjadi obat alternatif
terhadap penyakit-penyakit yang populer tetapi belum ada obatnya.
Dubey et al. (2007) mengungkapkan bahwa kelemahan produk herbal di negara
berkembang terutama Cina dan India adalah pemanenan yang kurang tepat guna,
keberpihakan penelitian dan universitas terhadap produk herbal yang relatif masih
kurang, penilaian keamanan konsumsi, identifikasi dan standarisasi yang tidak jelas,
kurang bersahabatnya pemanenan terhadap konservasi lingkungan, dan kekurang
sinergisan antara pytofarmaka dengan obat-obatan kimia.
Pasar Uni Eropa sebenarnya merupakan pasar terbesar dunia untuk produk herbal
terutama Jerman (Hamilton, 2008; Dubey et al., 2007, Leweington 1992). Studi
tentang Uni Eropa yang terbungkus dalam pengembangan produk kimia juga
menyinggung tentang pengembangan obat tradisional (Hamilton 2008). World Health
Organization (2006) menerangkan bahwa perdagangan obat herbal di Uni Eropa lebih
banyak terjadi antara sesama negara Eropa (over the counter trading).
Perdagangan lewat toko obat kecil di Uni Eropa ternyata mencapai 47.3 persen
sehingga mengisyaratkan bahwa masyarakat Uni Eropa menyukai pergi ke toko obat
daripada ke dokter untuk berobat secara langsung (EFTPA, 2007). Pengembangan
penelitian di Uni Eropa mulai menurun dan lebih banyak berpindah ke Asia (EFTPA,
2007). Hal ini disebabkan karena potensi di Asia masih luas dan belum tereksplorasi
secara optimal (EFTPA, 2007).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 12
2.2 Landasan Teori 2.2.1. Comparative Advantage
David Ricardo (1823) menjelaskan tentang konsep comparative advantage. Suatu
negara akan saling mendapatkan keuntungan dalam berdagang (gains on trade) apabila
kedua negara melakukan spesialisasi di sektor yang negara tersebut memiliki
comparative advantage dengan negara partner dagangnya.
Dalam model Ricardian diasumsikan bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunya
faktor produksi. Teori nilai kerja ini menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu
komoditas sama dengan curahan waktu kerja yang dipakai memproduksi komoditas.
Hal ini secara tidak langsung mengasumsikan bahwa: (1) tenaga kerja merupakan satu-
satunya faktor produksi yang dipakai untuk memproduksi komoditas, dan (2) kualitas
tenaga kerja semua pekerja homogen. Asumsi-asumsi yang terdapat dalam teori nilai
kerja tersebut merupakan kelemahan dari model Ricardian.
Konsep perdagangan diatas mengimplikasikan keunggulan komparatif (comparative
advantage) suatu negara. Oleh karena itu dengan melakukan perdagangan, suatu negara
dapat membeli dengan harga yang lebih rendah dibandingkan apabila memproduksi
sendiri dan mungkin dapat menjual ke luar negeri pada tingkat harga yang relatif tinggi
(Salvatore, 1997).
2.2.2. Pendekatan Frontier, Competitive Advantage dan Hambatan Perdagangan
Persaingan merupakan kekuatan sosial yang paling dahsyat dalam membuat usaha
manusia lebih baik di semua aspek kehidupan (Porter 2008). Porter menjelaskan bahwa
kompetisi itu merupakan inti kekuatan dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Persaingan semakin hari semakin besar dalam kehidupan manusia dan membuat
kemajuan dunia semakin pesat (Porter 2008). Persaingan akan menghasilkan
peningkatan nilai (value) output yang dihasilkan oleh suatu entitas dalam masyarakat
dunia. Pemahaman tentang persaingan dan value creation (pembentukan nilai) harus
didasarkan pada pemahaman persaingan dan strategi bersaing. Konsep persaingan dan
strategi bersaing inilah yang mendasari suatu perusahaan, negara, atau entitas
kehidupan masyarakat bertindak dalam suatu industri, pasar, ataupun dalam suatu
lingkungan. Penelitian ini akan lebih menekankan pada eksplorasi teori Porter dan
aplikasi teori tersebut dalam perdagangan.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 13
Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter dengan bertitik
tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan nasional yang ada. Menurut Porter (1990),
ada empat faktor utama yang menentukan daya saing yaitu kondisi faktor (factor
condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri
pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur,
persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor
yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (goverment).
Porter juga menyoroti tentang perbedaan antara production frontier dan competitive
advantage. Teori ekonomi mikro selalu menjelaskan bahwa manusia akan melakukan
optimisasi tujuan dengan kendala yang ada (Lihat Nicholson 2008, Variant 2008).
Konsep ini menghasilkan suatu konsep Ricardian yang menjelaskan bahwa suatu
negara akan mendapatkan gain from trade apabila kedua negara memiliki keunggulan
komparatif (lihat subbab sebelumnya). Konsep Ricardian ini berlandaskan pada satu
asumsi dasar bahwa kedua negara telah melakukan best practice methods dalam
berdagang dan berproduksi.
Tinjauan ini mendapatkan sorotan dari Porter. Best practice methods itu ternyata tidak
pernah terjadi dalam kehidupan sehari-hari manusia. Perdagangan internasional selalu
diwarnai dengan kebijakan-kebijakan perdagangan yang menimbulkan inefisiensi
perdagangan seperti penerapan hambatan tarif dan non tarif (Kalirajan 2007).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 14
BAB III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan analisis potensi (potential analysis) dan analisis insentif
(analysis of incentive). Analisis potensi lebih mengeksplorasi deskripsi peta potensi
produk ekspor Indonesia di pasar dunia untuk produk pharmacetical dan kosmetik
berbasis herbal. Analisis insentif lebih ditekankan pada pertanyaan mengapa suatu
produk dapat diekspor ke pasar dunia dan berusaha memberikan gambaran interaksi
antar aktor pada pasar produk tertentu di dunia.
Analisis potensi akan mencoba memberikan gambaran umum tentang potensi suatu
produk untuk dikembangkan menjadi produk prioritas ekspor. Analisis potensi dapat
dilakukan dengan pendekatan pemetaan produk prioritas dan benchmarking. Pemetaan
produk prioritas lebih menekankan pada kinerja suatu produk dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional dan potensi pasar yang ada. Sedangkan analisis
benchmarking suatu produk dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu analisis
internal benchmarking dan external benchmarking (Kalirajan 1999). Analisis internal
benchmarking adalah membandingkan kinerja aktual suatu produk dengan kinerja
potensialnya (Kalirajan 1999).
Analisis external benchmarking merupakan analisis kinerja suatu produk ekspor yang
membandingkan antara kinerja ekspor suatu produk pada negara tertentu dengan negara
pesaingnya. Analisis ini berangkat dari sebuah pemikiran bahwa antar negara memiliki
perbedaan institusi yang membuat kedua negara tersebut memiliki potensial perbedaan
pada kinerja.
Analisis insentif merupakan analisis yang menggambarkan skema interaksi antar agen
ekonomi pada suatu pasar dan insentif yang mendasari aktor-aktor tersebut berinteraksi.
Analisis ini lebih didasarkan pada study primer melalui penelitian lapangan dan study
sekunder melalui study literatur sebelumnya. Analisis ini diharapkan dapat
menghasilkan suatu model yang menggambarkan perilaku antar aktor didasarkan pada
insentif yang ada.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 15
Gambar 3.1 Skema Kerangka Pemikiran
3.1 Analisis Potensi
Analisis potensi produk ekspor digunakan metode Trade Performance Index (TPI) dan
Stochastic Frontier Gravity Model Analysis. Metode TPI lebih ditekankan pada
pemetaan suatu produk. Frontier Analysis adalah metode analisis ekonometrika yang
menjelaskan tentang benchmarking internal dan eksternal kinerja suatu produk ekspor
di negara tertentu.
3.1.1 Indikator Kinerja Ekspor: Trade Performance Index (TPI)
Porter Diamond merupakan inspirasi awal pembentukan indeks TPI oleh UNCTAD.
Metode TPI atau yang juga biasa disebut metode International Trade Centre (ITC)
ditujukan untuk mengidentifikasi produk-produk yang potensial untuk dikembangkan
dengan meninjau competitive advantage setiap produk yang ada. Porter menyatakan
bahwa suatu negara akan lebih kompetitif apabila negara tersebut dapat melakukan
positioning yang tepat (Porter 2008). Positioning yang diambil oleh suatu negara sangat
bergantung pada pembobotan seorang pengambil kebijakan. Apabila seorang
pengambil kebijakan merupakan stakeholder supply maka dia akan memberikan
kebijakan yang cenderung mengadopsi variety based positioning. Variety based
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 16
positioning adalah pengambilan posisi oleh pengambil kebijakan dengan menekankan
pada kemampuan suatu industri untuk mengadakan barang atau jasa (supply-oriented).
Apabila seorang pengambil kebijakan menekankan pada pengambilan posisi
berdasarkan kemauan pasar yang ada (demand oriented), maka pengambilan posisi
seperti ini disebut needs based positioning. Tetapi, apabila dia mengambil posisi
berdasarkan kemampuan suatu entitas untuk masuk atau berpartisipasi di dalam pasar,
maka pengambilan posisi ini disebut access-based positioning.
UNCTAD memberikan inisiasi pembobotan pada setiap kriteria dalam variabel yang
menjadi acuan dasar pengambilan posisi. Pembobotan masih bersifat sangat subjektif
pada pengambil kebijakan. Studi ini akan menekankan pada pengembangan ekspor
sehingga pembobotan terbesar adalah pada kinerja ekspor suatu industri. Pembobotan
kedua akan ditekankan pada keberadaan permintaan dunia dan kemudahan suatu
produk mengakses pasar dunia. Besarnya pembobotan masih bersifat arbitrary oleh
peneliti berdasarkan pertimbangan keberadaan data, validasi data, dan data yang paling
terkini.
Pengambilan tindakan positioning harus dilandaskan pada penghitungan potensi setiap
komponen dalam Porter Piramyd. UNCTAD mengembangkan metode Trade
Performance Index untuk mengidentifikasi potensi suatu produk (UNCTAD,2006) dan
menyusun prioritas produk yang perlu dikembangkan oleh pemerintah
(UNCTAD,2006). Trade Performance Index memberikan indeksasi pada setiap nilai
kuantitatif terbesar dengan memberikan indeks tertinggi dengan memberikan
probabilistik yang berkorelasi dengan pembobotan secara arbitrary yang diset oleh
pembuat kebijakan atau peneliti.
Trade performance index menghitung indeks terhadap kinerja perdagangan berdasarkan
kinerja ekspor terkini, kondisi suplai domestik, tren permintaan dunia, dan dampak
sosial dari pengembangan produk tersebut (UNCTAD 2006).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 17
Gambar 3.2. Komponen Indeks Produk Prioritas
Analisis indeks diukur dengan metode komposit menggunakan empat (4) indeks, yaitu
indeks kinerja ekspor (I1), kinerja pasar dunia (I2), kinerja suplai domestik (I3) dan
kinerja dampak sosial ekonomi (I4). Indeks produk prioritas merupakan rataan dari
keempat indeks tersebut.
1. Indeks kinerja ekspor.
Indeks kinerja ekspor adalah untuk mengukur kinerja ekspor produk tahun tertentu
analisis yang mencakup nilai ekspor, pangsa pasar dunia, neraca perdagangan relatif, dan
pertumbuhan ekspor.
2. Indeks kinerja pasar dunia.
Indeks kinerja pasar dunia adalah menyajikan permintaan produk di pasar dunia.
Pertumbuhan permintaan dunia merupakan sesuatu yang menjadi indikator utama.
Indikator akses pasar internasional dilihat dengan menyajikan tarif.
Indeks Potensi Ekspor Produk –produk Pharmaceutical dan Kosmetik
Berbasis Herbal
Potensi Ekspor
Kinerja Ekspor - Ekspor - Pertumbuhan Ekspor - Neraca Perdagangan Relatif - Share Perdagangan
Dampak Sosial Ekonomi
- Penyerapan Tenaga Kerja
Kinerja Perdagangan
Pasar dunia - Pertumbuhan Impor Dunia - Akses Pasar
Kondisi Suplai Domestik:
- Nilai tambah
- Efisiensi asset
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 18
3. Indeks kinerja suplai domestik.
Indeks kinerja supply domestik akan melihat nilai tambah dan efisiensi penggunaan
asset Asset di sini adalah segala sesuatu yang menjadi klaim perusahaan berdasarkan data
internal perusahaan yang disajikan untuk kepentingan pendataan di BPS.
4. Indeks kinerja dampak sosial ekonomi.
Indeks kinerja dampak sosial ekonomi menilai kemampuan suatu sektor menyerap
tenaga kerja.
Penghitungan indeks ini dilakukan dengan menggunakan composite index. Indikator
yang memiliki nilai terendah diberi indeks 1 dan indikator yang nilainya tertinggi diberi
indeks 5. Indikator yang nilainya berada diantara nilai terendah dan nilai tertinggi
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
NrNtIrItNjNtItIIj
−−×−
−=)()(
dimana:
IIj = Indeks indikator ke-j (yang dicari indeksnya)
It = indeks tertinggi (yaitu 5)
Ir = indeks terendah (yaitu 1)
Nt = nilai indikator tertinggi
Nr = nilai indikator terendah
Nj = nilai indikator ke-j (yang dicari indeksnya)
Nilai indeks kinerja ke-i merupakan rataan dari j indeks indikatornya. rumus yang
digunakan adalah:
jIIj
IP ∑=
dimana:
IP = indeks kinerja
Iij = indeks indikator
j = jumlah indikator kinerja
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 19
Indeks komposit Ik dihitung dengan menggunakan rumus:
( )pippiIPiIPpIk
++++
=..1...11
dimana:
Ik = indeks komposit
IPi = indeks kinerja ke-i
pi = pembobot indeks kinerja ke-ia
i = jumlah kinerja yang dipertimbangkan
Prioritas tertinggi adalah produk yang memiliki composite index tertinggi. Sebaliknya
industri yang memiliki composite index terendah, prioritas pengembangannya juga
paling rendah.
Dalam kajian ini, indeks kinerja suplai domestik dan indeks kinerja dampak sosial
ekonomi tidak dilakukan penghitungan disebabkan keterbatasan data dan mengambil
asumsi bahwa semua produk herbal berada pada suatu industri yang sama dengan
dampak sosial yang tidak jauh berbeda.
3.2 Stochastic Frontier Gravity Model
3.2.1 Gravity Model sebagai nilai perdagangan potensial
Gravity model merupakan model yang sangat lazim digunakan untuk menggambarkan
arus perdagangan dunia. Model ekonometrika ini mulai diperkenalkan oleh Tinbergen
(1962) dan memberikan hasil yang cukup sukses untuk menggambarkan arus
perdagangan. Dukungan teori terhadap gravity model masih sangat eksploratif dan
berkembang dari tahun ke tahun.
Anderson (1979) berusaha menggunakan pendekatan pengeluaran untuk menerangkan
justifikasi model gravity ini. Pendekatan pengeluaran masih dipandang sangat
eksploratif dan kurang memberikan kepuasan ilmiah kepada ekonom. Anderson (1979)
memulai dengan memberikan penjelasan dengan menggunakan sistem pengeluaran
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 20
Cobb Douglas. Penjelasan ini berawal dari asumsi bahwa ongkos transportasi dianggap
nol dan tidak ada tarif. Model ini merupakan Keynesian-type trade model. Pendekatan
ini masih dipandang terlalu sederhana tetapi memberikan pengertian dasar
pengembangan analisis model gravity.
Bergstrand (1985) mulai menerangkan keberadaan model ini dengan pendekatan
General Equilibrium. Variabel penerang dalam model gravity adalah pendapatan,
populasi, dan jarak antara kedua negara. Harga produk tidak begitu menjadi faktor
penjelas dalam model gravity ini karena model ini lebih merupakan suatu sistem yang
membentuk harga secara general equilibrium bukan akibat dari perubahan harga
sehingga harga adalah faktor endogen dalam sistem (Bergstrand 1985, Kalirajan 1999).
Pendekatan Bergstrand (1985) ini dimulai dengan menerangkan fungsi kepuasan
konsumen yang terkonstruksi dari constant elasticity of substitution (CES) utility
function. Manusia akan cenderung mencapai kepuasan optimal dengan dihadapkan
pada kendala pendapatan yang dimiliki. Ekspresi secara matematis adalah sebagai
berikut:
3.2.2 Stochastic Frontier sebagai Estimasi Internal Benchmarking
Metode stochastic frontier adalah metode untuk mengestimasi frontier production
function. Metode ini disampaikan oleh Aigner, Lovell, and Schimdt (1977) sebagai
suatu upaya untuk mengestimasi produktifitas suatu industri. Aigner, Lovell, and
Schmidt (1977) meneruskan karya Farrel (1957) yang mencoba untuk mengestimasi
fungsi produksi frontier tersebut. Aigner, Lovell, and Schmidt (1977) telah berhasil
melakukan estimasi pengembangan model ini.
Analisis frontier menggunakan asumsi bahwa suatu agen perekonomian selalu pada
titik di bawah kondisi optimal (disequilibrium assumption). Asumsi ini sangat rasional
karena setiap manusia dihadapkan pada kendala sehingga sulit bagi dia untuk mencapai
titik optimal. Pendekatan metode estimasi frontier sangat sensitive pada kondisi data
outlier.
Timmer (1971) mengungkapkan bahwa solusi terhadap outlier data dapat diatasi
dengan membangun probabilistic frontier. Dugger (1974) berusaha mengestimasi
dengan teknik mathematical programming yang sama tetapi dia masih tetap
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 21
membiarkan estimasi beberapa data berada di atas garis frontier. Estimasi ini tidak
didukung dengan teori ekonomi yang kuat sehingga dianggap tidak sahih.
Cara mengestimasi stochastic frontier model adalah dengan menggunakan metode
M.A. Weinstein (1964). Weinstein (1964) menggunakan pendekatan satu error
berdistribusi normal dan satu error berdistribusi half normal dan truncated.
Penghitungan matematis stochastic frontier akan dicantumkan pada Lampiran laporan
ini.
3.3 Analisis Eksternal Benchmarking
Analisis benchmarking adalah membandingkan kinerja efisiensi perdagangan apabila
suatu negara menggunakan parameter institusional negara lain. Negara yang akan
dipakai untuk benchmark di penelitian ini adalah India. India dipandang cocok sebagai
benchmark karena India sama-sama merupakan negara agraris tetapi memiliki
kemampuan akses pasar di pasar besar dunia seperti pasar Uni Eropa dan Amerika
Serikat secara lebih baik dan berhasil dibandingkan Indonesia. Keterbatasan analisis
benchmarking kuantitatif akan diperkuat dengan analisis kualitatif yang ada melalui
studi literatur yang mendalam.
3.4 Analisis Incentive
Analisis incentive ini berintikan suatu upaya mengidentifikasi model interaksi pelaku
pasar herbal dunia terutama eksporter dan insentif yang mendasari perilaku setiap
stakeholder dalam system pasar herbal. Fokus penelitian ini adalah pengembangan
ekspor produk Pharmaceutical berbasis herbal dan kosmetik berbasis herbal sehingga
obyek eksplorasi akan ditujukan pada perilaku eksporter dan incentives ekspor di
masyarakat.
Studi ini akan menggunakan pendekatan purposive sampling terutama pelaku pasar dan
pengambil kebijakan. Penelitian akan dilakukan dengan wawancara, kuesioner, dan
focus group discussion.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 22
3.4.1 Focus Group Discussion
Focus group discussion lebih ditekankan pada proses diskusi intensif oleh semua
stakeholder yang berkaitan dengan pengembangan ekspor. Stakeholder yang
teridentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Petani penghasil bahan baku
2. Produsen produk Pharmaceutical herbal dan kosmetik herbal
3. Asosiasi penghasil bahan baku herbal
4. Asosiasi eksporter penghasil bahan baku herbal.
5. Asosiasi Produsen produk Pharmaceutical herbal dan kosmetik herbal
6. Pemerintah Daerah
7. Pemerintah Pusat
Focus Group Discussion ini akan menghasilkan identifikasi permasalahan, tujuan, dan
alternatif solusi dalam rangka pengembangan ekspor produk herbal. Pembangunan
model kualitatif akan dilakukan untuk menjadi dasar estimasi dalam análisis
pengembangan ekspor.
3.4.2 Kuesioner
Kuesioner ditujukan kepada perusahaan-perusahaan produk herbal di 4 propinsi
(Surabaya, Semarang, Solo, dan Padang) di Indonesia. Metode purposive sampling ini
diharapkan memberikan informasi tentang interaksi pelaku di pasar. (Kuesioner yang
digunakan dalam kajian sebagaimana terlampir).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 23
BAB IV. STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI
PHARMACEUTICAL DAN KOSMETIK BERBASIS HERBAL
Jamu merupakan salah satu bentuk obat tradisional yang telah ada sejak jaman nenek
moyang bangsa Indonesia. Produk ini telah dimanfaatkan sejak lama sebagai penyegar,
kosmetik maupun sebagai pencegah (preventif) , pemeliharaan (promotif) dan pengobat
(kuratif) penyakit. Industri jamu merupakan salah satu aset nasional yang penting.
Selain meraup keuntungan dari sisi ekonomi ternyata jamu sudah menjadi ciri di bidang
sosial dan budaya Indonesia. Berbagai usaha jamu, baik dalam industri berskala kecil
atau rumahan hingga besar dapat menambah penghasilan negara melalui pajak dan
devisa ekspor.
Pada dasarnya jamu terbagi atas tiga jenis yaitu jamu tradisional warisan nenek
moyang, jamu yang dikembangkan berdasarkan referensi, formula diperoleh berdasar
empiris (sudah turun temurun dan sudah dillakukan ijin praklinis yaitu uji khasiat dan
uji keamanan, dan Jamu Herbal terstandar yaitu produk yang telah dilakukan uji
praklinis) dan fitofarmaka. Khususnya fitofarmaka, konsepnya tidak berbeda dengan
obat modern karena merupakan obat yang berasal dari tanaman yang telah melalui
proses Uji Praklinis (Uji khasiat/manfaat dan Uji keamanan), dan telah dilakukan uji
klinis (dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit ) sebagai persyaratan formal produk
pengobatan. Beberapa Industri jamu Indonesia telah menerapkan sistem uji klinis dan
fitofarmaka, sehingga mutu jamu lebih teruji dan terbukti khasiatnya. Selain itu,
industri jamu telah menerapkan standar untuk produk jamu berupa Cara Pembuatan
Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB). Namun, fitofarmaka dan CPOTB tersebut
belum diakui negara-negara lain.
Industri jamu nasional diperkirakan mencapai 650 perusahaan besar dan kecil. Pada
tahun 2005, industri jamu nasional diperkirakan mencapai omzet penjualan sebesar Rp.
2,5 triliun atau naik 20% dari tahun 2004. Omzet tersebut cukup kecil jika
dibandingkan dengan omzet industri farmasi yang mencapai Rp. 19 triliun dengan
jumlah perusahaan sebayak 250 perusahaan besar dan kecil.
Industri jamu nasional saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat, baik dari dalam
negeri maupun dari luar negeri terutama kompetitor seperti China dan Malaysia yang
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 24
mampu memproduksi dengan harga lebih murah. Tantangan dari dalam negeri adalah
sikap dunia medis yang belum sepenuhnya menerima jamu dan obat tradisional.
Disamping itu, merebaknya jamu palsu maupun jamu yang bercampur bahan kimia
beberapa waktu yang lalu semakin menambah keraguan masyarakat akan khasiat dan
keamanan mengkonsumsi jamu.
Dalam hal bahan baku, industri jamu hampir tidak memiliki ketergantungan impor,
mengingat hasil penelitian LIPI bahwa Indonesia memiliki 30.000 spesies tumbuhan
obat dari total 40.000 spesies yang ada di seluruh dunia dan yang dimanfaatkan dalam
industri jamu berkisar 300 jenis tanaman/tumbuhan obat.
4.1 Kinerja Perdagangan Pharmaceutical Dan Kosmetik Berbasis Herbal Dunia
4.1.1 Kinerja Ekspor Herbal Dunia
Pasokan produk farmasi di pasar dunia didominasi oleh negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat. Sepuluh negara memasok hampir 80% dari total permintaan dunia
pada tahun 2007. Indonesia hanya menguasai kurang dari 0,1% pangsa pasar dunia, dan
adanya kecenderungan penurunan pangsa rata-rata 4% per tahun (selama periode 2003-
2007) serta berada pada peringkat 54 dunia tahun 2007.
Penelitian dan Pengembangan di sektor ini mengakibatkan suatu negara dapat
mengembangkan penetrasi pasarnya. Kenyataan inilah yang mendorong negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat menjadi negara pemasok utama produk farmasi berbasis
herbal.
Tren yang positif pada masing-masing negara pemasok utama ini lebih diakibatkan oleh
adanya indikasi beralihnya beberapa produk menjadi pendekatan alternatif. Munculnya
Body Shop dan berbagai retail obat homethapy serta maraknya kampanye anti-kimia
medis maka meningkatlah permintaan walaupun tidak didukung oleh media kesehatan.
Pasokan utama di Uni Eropa terjadi peningkatan karena perdagangan antar Eropa
terjadi pesat sehingga peningkatan perekonomian Eropa berdampak besar pada
peningkatan pada permintaan produk farmasi berbasis herbal ini.
Kemampuan melakukan penetrasi pasar didukung oleh kemampuan menyajikan dan
mengikuti kepatuhan peraturan dalam pasar tersebut. Standardisasi produk di Uni Eropa
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 25
dan Amerika Serikat cukup tinggi dan memberikan tambahan biaya yang tidak sedikit.
Uni Eropa sudah memiliki like standards dengan Amerika Serikat sehingga Uni Eropa
dapat mengembangkan pasarnya dengan pesat di antar Uni Eropa sendiri dan di pasar
Amerika Serikat.
Tabel 4.1 Pemasok Produk Farmasi di Pasar Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Eksporter 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 157.36 190.80 214.19 237.95 274.86 14.3 100.0
1 Jerman 23.15 29.29 33.22 37.41 48.76 18.9 17.7 2 Irlandia 25.23 29.74 31.48 30.42 33.14 5.8 12.1 3 Perancis 15.25 18.71 21.61 23.18 25.45 13.2 9.3 4 Inggris 16.84 19.51 19.80 21.16 24.15 8.4 8.8 5 Amerika Serikat 15.01 18.60 19.33 22.73 23.48 11.6 8.5 6 Swiss 8.88 11.30 13.22 15.21 17.65 18.2 6.4 7 Italia 6.47 8.41 10.42 12.53 14.98 23.1 5.5 8 Belgia 6.61 8.54 9.51 10.52 11.64 14.4 4.2 9 Belanda 4.93 5.88 6.80 7.62 9.03 15.8 3.3 10 Spanyol 4.65 5.68 6.55 7.12 8.51 15.4 3.1
Subtotal 127.02 155.67 171.94 187.92 216.79 13.4 78.9
54 Indonesia 0.12 0.11 0.10 0.12 0.14 3.9 0.1 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Peningkatan penjualan farmasi dunia juga diakui oleh IMS (Intercontinental Marketing
Services Health). Data IMS Health (Intercontinental Marketing Services Health), yang
meliputi 90% dari total penjualan farmasi global menunjukkan bahwa penjualan
farmasi dunia meningkat sebesar 5% pada tahun 2006, yakni mencapai sekitar € 281,0
miliar (1 € = US$ 1,382).
Peningkatan penjualan farmasi ini lebih disebabkan oleh berbagai macam permintaan
akan kesehatan dunia. Peningkatan kelayakan hidup di dunia mengakibatkan
permintaan akan produk farmasi berbasis herbal meningkat tajam. Penjualan produk
farmasi di Kanada dan Amerika Serikat meningkat 7% menjadi sekitar € 153.1 miliar.
Pasar Jepang sebesar € 41,0 miliar, menurun sedikit sebesar 1%. Menurut IMS,
keseluruhan penjualan farmasi di 5 negara utama Eropa (Jerman, Inggris, Perancis,
Spanyol dan Italia) menunjukkan pertumbuhan konstan 3%, atau mencapai sekitar €
75,0 miliar. Organisasi ini menghitung total penjualan produk farmasi di Eropa sebesar
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 26
€ 168.9 miliar pada tahun 2006, dimana Jerman, Perancis dan Inggris mengambil
pangsa terbesar (sekitar 55%). (http:www//cbi.ue.com)
Berdasarkan data yang diolah dari WITS, diketahui bahwa Amerika Serikat ternyata
memasok bahan herbal farmasi terbesar di dunia selama kurun waktu lima tahun
terakhir (2003-2007). Negara ini memasok lebih dari 10 persen bahan herbal farmasi
dunia tahun 2007. Indonesia termasuk dalam 16 besar negara pemasok bahan baku
herbal untuk produk farmasi di pasar dunia. Pangsa pasar Indonesia sekitar 2% di
dunia, dengan pertumbuhan rata-rata lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata dunia.
Tabel 4.2 Pemasok Bahan Herbal Produk Farmasi di Pasar Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Eksportir 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 26.0 30.2 32.5 34.9 40.5 10.9 100.0
1 Amerika Serikat 3.0 3.3 3.7 3.8 4.2 9.3 10.52 Jerman 2.7 3.0 2.9 3.4 4.0 9.4 9.83 China 1.9 2.3 2.5 2.8 3.2 13.0 7.94 Irlandia 2.0 2.3 2.5 2.7 3.0 9.8 7.55 Perancis 1.2 1.5 1.5 1.6 1.9 10.0 4.66 Belanda 1.0 1.3 1.4 1.6 1.9 15.1 4.67 India 1.0 1.1 1.3 1.4 1.7 13.9 4.28 Denmark 0.7 0.7 0.8 0.8 1.2 14.1 3.09 Inggris 0.8 0.9 0.9 1.0 1.2 7.8 2.910 Kanada 0.7 0.9 1.0 1.0 1.1 11.1 2.8
Subtotal 15.0 17.4 18.5 20.2 23.4 10.9 57.8
16 Indonesia 0.6 0.5 0.6 0.6 0.7 6.8 1.8Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Indonesia merupakan negara pemasok bahan baku herbal untuk produk kosmetik
terbesar di pasar dunia, dengan pangsa pasar Indonesia di dunia mencapai sekitar 13%
atau nilainya mencapai US$ 2,0 miliar pada tahun 2007. Belanda dan Malaysia berada
di posisi kedua dan ketiga masing-masing dengan nilai ekspor bahan ksometik herbal
sebesar US$ 1,6 miliar dan US$ 1,3 miliar.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 27
Tabel 4.3 Pemasok Bahan Herbal Produk Kosmetik di Pasar Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Eksporter 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 9.8 11.3 12.8 13.0 15.8 11.6 100.0
1 Indonesia 0.8 1.2 1.4 1.4 2.0 21.4 12.82 Belanda 0.9 1.0 1.2 1.3 1.6 15.5 10.43 Malaysia 0.6 0.8 1.0 1.0 1.3 17.5 8.54 Amerka Serikat 1.0 1.1 1.2 1.1 1.2 4.6 7.95 India 0.5 0.8 0.8 0.9 1.0 16.0 6.46 Perancis 0.7 0.8 0.8 0.9 1.0 6.2 6.07 Philipina 0.6 0.7 0.7 0.8 0.9 8.6 5.58 Jerman 0.5 0.6 0.6 0.7 0.8 10.5 4.99 China 0.4 0.5 0.6 0.7 0.7 16.8 4.510 Brazil 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 10.3 2.9
Subtotal 6.5 7.6 8.7 9.0 11.0 13.0 69.8Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Pasar kosmetik Uni Eropa adalah pasar kosmetik terbesar di dunia. Pasar utamanya
seperti Italia, Jerman, Inggris dan Perancis menunjukkan pertumbuhan konsumsi yang
kecil dengan rata-rata pertumbuhan 3,8% per tahun selama periode 2005 - 2007.
Perkembangan fashion dan inovasi dalam negeri terhadap produk kosmetik merupakan
permintaan yang komplementer.
Pasar Eropa terlihat lebih baik pada tahun 2003-2004 terutama pasar Eropa Timur,
seperti negara Finlandia dan Denmark yang tumbuh lebih cepat dibandingkan Yunani,
Portugal, dan Belgia yang tidak menunjukkan pertumbuhan. Menurut Colipa dari
Asosiasi Bahan Kosmetika dan Parfum Toilet Eropa, pasar kosmetika UE27 pada tahun
2007 sebesar €67,8 miliar.(http://www.cbi.ue)
Sementara berdasarkan data WITS, Perancis merupakan negara pemasok produk
kosmetik terbesar di pasar dunia dengan pangsa sebesar 25 persen dari total dunia pada
tahun 2007. Sepuluh negara memasok hampir 75% dari total permintaan dunia.
Sedangkan Indonesia sendiri berada pada peringkat 28 dengan pangsa pasar di dunia
mencapai sekitar 0,5%.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 28
Tabel 4.4 Pemasok Produk Kosmetik di Pasar Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Eksporter 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 30.4 35.6 40.0 43.5 51.7 13.4 100.0
1 Perancis 7.8 9.1 10.3 10.8 12.7 12.3 24.6 2 Jerman 3.4 3.9 4.1 4.5 5.5 11.5 10.6 3 Amerika Serikat 3.5 3.9 4.4 4.8 5.5 11.8 10.6 4 Inggris 2.7 2.9 3.3 3.6 4.1 11.0 8.0 5 Italia 1.9 2.4 2.6 2.9 3.3 14.1 6.4 6 Spanyol 1.1 1.3 1.4 1.5 1.9 12.6 3.6 7 China 0.8 1.0 1.3 1.4 1.8 21.2 3.6 8 Belgia 1.1 1.2 1.3 1.4 1.6 10.4 3.2 9 Polandia 0.6 0.7 0.8 1.0 1.2 20.6 2.4 10 Swiss 0.7 0.8 0.8 0.9 1.2 14.1 2.3
Subtotal 23.6 27.3 30.3 32.9 39.0 12.7 75.3
28 Indonesia 0.1 0.2 0.2 0.2 0.3 13.5 0.5 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
4.1.2 Kinerja Impor Herbal Dunia
Pasar kosmetik alami Uni Eropa tumbuh sekitar 20% tiap tahun dalam beberapa tahun
terakhir dan diharapkan melebihi € 1 milyar di tahun 2007 dengan pangsa 2,0% dari
total pasar kosmetika. Pasar yang paling cepat mengalami perkembangan adalah
Jerman dan Perancis, sedangkan Italia dan Jerman merupakan pasar terbesar. Jerman
dan Skandinavia memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi untuk kosmetika berbahan
alami dan organik, sementara pasar Inggris sedang berkembang pesat terfokus pada
peningkatan produk tertentu yang berbahan organik dan dikembangkan melalui
pameran dagang. Pameran dagang juga sangat penting bagi Perancis, pasar yang produk
kosmetikanya tumbuh sangat baik dan diharapkan pada tahun 2009 pertumbuhannya
mencapai €3,6 milyar di pasar Eropa.
Pasar impor produk kosmetik dunia pada tahun 2007 terkonsentrasi pada 15 negara
yang menyerap 59% dari total impor dunia. Indonesia sebagai negara importir produk
kosmetik menempati urutan ke-37. Permintaan Indonesia terhadap produk kosmetik
impor tumbuh pesat, rata-rata 14,6% per tahun selama periode 2003-2007.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 29
Tabel 4.5 Pasar Impor Kosmetik Dunia Nilai : US$. M iliar
No. Pasar Impor 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 32.1 37.5 41.2 45.5 53.9 13.1 100.0
1 Amerika Serikat 3.1 3.4 3.7 3.9 4.4 9.0 8.2 2 Jerman 2.7 3.0 3.2 3.5 4.0 10.3 7.5 3 Inggris 2.5 3.0 3.2 3.4 3.8 10.5 7.1 4 Rusia 1.0 1.3 1.5 1.8 2.5 23.6 4.7 5 Perancis 1.5 1.7 2.0 2.1 2.4 12.5 4.5 6 Spanyol 1.3 1.6 1.6 1.7 2.0 9.9 3.7 7 Italia 1.2 1.4 1.5 1.7 1.9 11.0 3.5 8 Belanda 1.1 1.2 1.3 1.5 1.8 12.1 3.3 9 Kanada 1.1 1.3 1.4 1.6 1.7 10.3 3.1 10 Belgia 0.9 0.9 1.0 1.1 1.4 11.4 2.6 11 Jepang 1.0 1.1 1.2 1.2 1.4 7.6 2.5 12 United Arab Emirates 0.7 0.7 0.8 1.0 1.2 15.6 2.2 13 Swiss 0.8 0.9 1.0 0.9 1.1 8.5 2.1 14 Hong Kong, China 0.6 0.8 0.8 0.9 1.0 12.9 1.9 15 Polandia 0.4 0.5 0.5 0.7 1.0 21.4 1.8
Subtotal 19.8 22.9 24.8 27.0 31.7 11.6 58.7
37 Indonesia 0.2 0.2 0.2 0.2 0.3 14.6 0.5 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Inovasi produk dan pemasaran menghasilkan suatu produk yang menjadi suatu
"kebutuhan" yang baru. Sementara itu di satu sisi, pasar bahan alami dipicu oleh
meningkatnya permintaan konsumen, sedangkan di sisi lain nilai tambah dari bahan
alami tersebut membantu meningkatkan penjualan perusahaan kosmetik dan penggerak
inovasi dalam menghasilkan produk utama. Hal ini juga dapat meningkatkan sebagian
permintaan untuk sektor bahan kosmetik terutama untuk bahan yang bermanfaat.
Pasar impor bahan herbal kosmetik dunia tumbuh 13% per tahun, terkonsentrasi pada
15 negara yang menyerap 71% dari total impor dunia. Indonesia sebagai negara
importir bahan herbal kosmetik menempati urutan ke-37. Impor bahan herbal kosmetik
Indonesia tumbuh rata-rata 6% per tahun, masih di bawah pertumbuhan rata-rata dunia.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 30
Tabel 4.6 Pasar Impor Bahan Herbal Kosmetik Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Pasar Impor 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 8.4 10.1 11.6 11.6 14.4 12.8 100.0
1 Amerika Serikat 1.2 1.4 1.7 1.7 1.9 12.2 13.3 2 Belanda 0.8 1.1 1.3 1.1 1.5 14.9 10.3 3 Jerman 0.7 0.8 1.0 1.0 1.2 12.4 8.0 4 Perancis 0.5 0.6 0.6 0.7 0.9 15.3 6.5 5 China 0.2 0.3 0.4 0.5 0.7 30.9 5.0 6 Jepang 0.4 0.5 0.6 0.6 0.7 13.1 4.5 7 Inggris 0.3 0.4 0.5 0.5 0.6 12.7 3.9 8 Belgia 0.3 0.4 0.4 0.5 0.6 16.3 3.9 9 Malaysia 0.2 0.2 0.3 0.3 0.4 23.8 3.0 10 Italia 0.3 0.3 0.3 0.3 0.4 7.9 2.6 11 Swiss 0.2 0.2 0.3 0.3 0.4 16.4 2.6 12 Spanyol 0.1 0.2 0.2 0.2 0.3 15.2 2.0 13 Rusia 0.1 0.2 0.2 0.2 0.3 15.3 1.9 14 Kanada 0.2 0.2 0.2 0.2 0.3 8.7 1.8 15 Meksiko 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 7.8 1.7
Subtotal 5.6 7.0 8.2 8.1 10.2 14.4 71.0
37 Indonesia 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 6.0 0.6 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Menurut Centre for the Promotion of Imports from Developing Countries (CBI) survey
total produksi farmasi di Uni Eropa pada tahun 2006 sebesar € 180 miliar. Perancis,
Inggris, Jerman dan Italia adalah produsen terbesar di UE, dengan pangsa masing-
masing 20%, 13%, 13% dan 13% dari total produksi Uni Eropa. Pada tiga dekade
terakhir telah terlihat pertumbuhan yang substansial dalam pasar produk jamu di
seluruh dunia.
Saat ini, 80% dari populasi di negara berkembang sebagian besar bergantung pada
tanaman obat berbasis herbal untuk kebutuhan kesehatan mereka, karena obat ini lebih
banyak tersedia dan karena lebih terjangkau. Selain itu, penggunaan obat herbal karena
percaya terhadap ajaran nenek moyang yang percaya kepada khasiat alam. Di negara
maju, penggunaan obat herbal ini populer tidak hanya dipicu oleh kekhawatiran
mengenai efek samping obat-obatan kimia, tetapi juga oleh peningkatan akses publik
terhadap informasi kesehatan (WHO, 2005).
Impor produk farmasi dunia tahun 2007 sebagian besar (75%) terkonsentrasi pada 15
pasar negara-negara: AS, Belgia, Jerman, Perancis, Inggris, Swiss, Italia, Belanda,
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 31
Spanyol, Kanada, Jepang dan Rusia, Australia, Polandia dan Yunani (Greece).
Indonesia sebagai negara importir produk farmasi menduduki urutan ke-68. Permintaan
Indonesia terhadap produk farmasi impor tumbuh 8% per tahun selama periode 2003-
2007.
Tabel 4.7 Pasar Impor Produk Farmasi Dunia Nilai : US$. M iliar
No. Pasar Impor 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 147.9 183.1 202.6 232.6 269.5 15.5 100.0 1 Amerika Serikat 22.4 24.9 27.6 34.3 38.7 15.2 14.3 2 Belgia 16.5 24.7 25.6 27.7 31.0 14.7 11.5 3 Jerman 15.6 19.4 21.3 23.9 27.9 14.7 10.3 4 Perancis 8.9 11.0 12.1 13.5 15.3 13.9 5.7 5 Inggris 9.7 11.7 12.0 13.9 14.9 10.8 5.5 6 Swiss 6.0 7.5 8.6 10.9 12.8 21.0 4.8 7 Italia 6.6 7.6 8.0 9.0 11.2 13.0 4.1 8 Belanda 4.8 6.6 7.5 9.1 10.4 20.8 3.9 9 Spanyol 5.5 6.7 7.0 7.8 10.0 14.8 3.7 10 Kanada 4.6 5.1 5.6 6.9 8.0 15.2 3.0 11 Jepang 3.3 4.1 4.6 5.4 5.8 15.2 2.1 12 Rusia 1.7 2.4 3.4 4.9 5.4 35.2 2.0 13 Australia 2.5 3.3 3.6 3.7 4.3 12.6 1.6 14 Polandia 1.8 2.0 2.3 3.0 3.8 20.8 1.4 15 Greece 1.7 2.3 2.6 2.8 3.4 17.4 1.2
Subtotal 111.6 139.0 151.9 176.8 202.9 15.5 75.3
68 Indonesia 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 8.0 0.1 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Perkiraan nilai keseluruhan obat-obatan alami sangat bervariasi, karena penggunaan
definisi yang berbeda, seperti dapat dilihat pada contoh di bawah ini. Secara umum,
pasar Uni Eropa untuk obat-obatan herbal dapat diperkirakan di sekitar € 5 milyar
setiap tahun.
Pembangunan Pusat Bioteknologi (Development Center for Biotechnology-DCB)
memperkirakan nilai pasar global untuk obat-obatan herbal lebih dari € 19 milyar (€ 1 =
US $ 1,37) pada tahun 2011, jauh meningkat dibandingkan dengan total pasar sebesar €
13.8 miliar pada tahun 2006.
Sementara menurut informasi yang diperoleh dari WITS, pasar impor bahan herbal
farmasi dunia tersebar ke banyak negara dimana konsentrasi pasar terjadi pada 20
negara yang menyerap 63% dari total impor tahun 2007. Indonesia sendiri menduduki
urutan ke-32 sebagai negara yang mengimpor bahan herbal farmasi. Selama periode
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 32
2003-2007 permintaan Indonesia terhadap bahan herbal farmasi impor tumbuh rata-rata
7% per tahun.
Tabel 4.8 Pasar Impor Bahan Herbal Farmasi Dunia Nilai : US$. M iliar
No. Pasar Impor 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 23.4 26.9 29.4 31.7 36.4 11.1 100
1 Amerika Serikat 2.9 3.1 3.4 4.0 4.3 11.0 11.72 Jerman 1.6 1.8 2.0 2.0 2.5 10.9 6.83 Inggris 1.1 1.3 1.4 1.6 1.9 14.6 5.14 Jepang 1.6 1.8 1.9 1.8 1.9 3.3 5.15 Perancis 1.0 1.0 1.1 1.3 1.4 10.6 4.06 Kanada 0.7 0.8 1.0 1.1 1.2 14.6 3.37 Belanda 0.8 0.9 0.9 0.9 1.1 8.7 3.08 Rusia 0.6 0.8 0.8 0.9 1.1 13.5 2.99 Spanyol 0.5 0.7 0.7 0.8 0.9 12.9 2.4
10 Italia 0.6 0.7 0.7 0.8 0.9 9.0 2.411 Belgia 0.6 0.6 0.7 0.7 0.8 9.8 2.212 Hong Kong, China 0.4 0.5 0.6 0.6 0.7 10.7 1.913 Meksiko 0.3 0.4 0.6 0.8 0.7 22.1 1.814 Korea, Rep. 0.4 0.4 0.5 0.6 0.6 13.8 1.715 Saudi Arabia 0.3 0.4 0.4 0.5 0.6 13.4 1.616 Poland 0.2 0.3 0.3 0.4 0.5 20.9 1.517 Malaysia 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 16.3 1.418 China 0.3 0.4 0.3 0.4 0.5 8.1 1.319 Australia 0.3 0.4 0.4 0.4 0.5 12.7 1.320 Austria 0.3 0.3 0.3 0.4 0.5 15.0 1