94
KAJIAN MORFOMETRI, KUALITAS AIR DAN NILAI SIMPANAN/STOK KARBON TANAMAN SEROJA (Nelumbo nucifera) DI SITU BURUNG KABUPATEN BOGOR. DIAN ISKANDAR SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

KAJIAN MORFOMETRI, KUALITAS AIR DAN NILAI … · karbon totalnya adalah 23.927,76 gr C atau 23,93 kgC (atau setara dengan 87,74 kgCO 2eq). ... Jawab kelas untuk Mata Kuliah Limnologi(2007/2008)

Embed Size (px)

Citation preview

KAJIAN MORFOMETRI, KUALITAS AIR

DAN NILAI SIMPANAN/STOK KARBON TANAMAN SEROJA

(Nelumbo nucifera) DI SITU BURUNG

KABUPATEN BOGOR.

DIAN ISKANDAR

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Kajian Morfometri, Kualitas Air dan Nilai Simpanan/Stok Karbon Tanaman

Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung Kabupaten Bogor adalah benar

merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, September 2010

Dian Iskandar

C24053486

KAJIAN MORFOMETRI, KUALITAS AIR

DAN NILAI SIMPANAN/STOK KARBON TANAMAN

SEROJA (Nelumbo nucifera) DI SITU BURUNG

KABUPATEN BOGOR

DIAN ISKANDAR

C24050384

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

i

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Kajian Morfometri, Kualitas Air dan Nilai

Simpanan/Stok Karbon Tanaman Seroja (Nelumbo

nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : Dian Iskandar

NRP : C24050384

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing,

Ir. I Nyoman N. Suryadiputra

NIP 19561121 198111 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

NIP 19660728 199103 1 002

Tanggal Ujian: 5 Oktober 2010

ii

RINGKASAN

Dian Iskandar. C24050384. Kajian Morfometri, Kualitas air dan Nilai

Simpanan/Stok Karbon Tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung,

Kabupaten Bogor. Makalah Riset. Dibawah bimbingan I Nyoman N. Suryadiputra

Penelitian ini yang berlangsung di Situ Burung bertujuan untuk : (a)

mengkaji kondisi morfometri dan kualitas perairan (b) mengkaji persentase

penutupan tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) (c) dan membuat persamaan

allometrik untuk tanaman Seroja terkait dengan simpanan/stok karbon. Penelitian ini

dilaksanakan di Situ Burung pada akhir Bulan November 2009 – awal Bulan Januari

2010. Metode pengambilan contoh dalam penelitian ini mengacu pada 3 aspek yaitu

(1) morfometri : dimensi permukaan (Surface dimensions) dan dimensi bawah

permukaan (Sub surface dimensions) (2) kualitas perairan : enam parameter fiska

dan empat parameter kimia dan (3) biomassa tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) :

pengukuran berat basah, berat kering, kandungan % C-organik dan pendugaan stok

karbon melalui pendekatan persamaan allometrik.

Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa Situ Burung telah mengalami

proses sedimentasi (sekitar0,34 ha) pada bagian yang tertutup oleh tanaman Seroja,.

Pada musim hujan luas permukaan air Situ Burung mencapai ± 4,05 ha dan

keberadaan Seroja seluas 0,46 ha cukup berpengaruh terhadap beberapa paremeter

morfometri yakni panjang maksimum, Shore line, kedalaman rata-rata, volume total

air dan perkembangan volume situ dll.

Dari sudut pandang penilaian kualitas air, dan telah ditetapkan oleh

Peraturan Pemerintah (PP) No 82 tahun 2001, perairan Situ Burung relatif cocok

untuk kedua keperluan yaitu perikanan dan pertanian.

Ditinjau dari keberadaan Seroja, diperoleh hasil sebagai berikut: sekitar 12,5

% dari permukaan air Situ Burung (atau 0,46 Ha) telah ditutupi oleh 3006 individu

Seroja, kadar air dari tanaman Seroja berkisar antara 77,25-88,25% dengan rata-rata

82,65%, dan kadar karbon organik berkisar antara 36% - 50% dan sedikit bervariasi

di bagian daun dan batang. Untuk menentukan berat kering batang dan daun

tanaman Seroja, telah ditetapkan persamaan alometrik sebagai berikut:

a) untuk batang; Log Y = 0,840Log [X] - 1,039 (dengan R2 = 0,755),

dimana Y adalah berat kering batang (gram) dan X adalah panjang

batang (cm).

b) untuk daun; Y = 0,451X - 11,79 (dengan R2 = 0,957), dimana Y adalah

berat kering daun ( gram) dan X adalah diameter daun (cm).

Dari berat kering kedua komponen (batang dan daun) diatas, didapatkan

nilai simpanan stok karbon dengan mengalikan berat kering (batang dan daun)

dengan kadar % karbon organik. Dari perhitungan ini terungkap bahwa dari 3006

tanaman Seroja yang ditemukan di Situ Burung selama penelitian, jumlah stok

karbon totalnya adalah 23.927,76 gr C atau 23,93 kgC (atau setara dengan 87,74

kgCO2eq).

Kata Kunci: Morfometri, kualitas air berat basah dan berat kering, persamaan

allometri, stok karbon Nelumbo nucifera.

iii

SUMARRY

Dian Iskandar. C24050384. Study of Morphometry, Water Quality and Carbon

Stock of Nelumbo nucifera in Situ Burung Lake, Bogor Regency. Student

Research paper, supervised by I Nyoman N. Suryadiputra

This study aims to assess: (a) The morphometry and water quality conditions

in Situ Burung (b) assess the Situ Burung’s surface water cover by aquatic plant

(Nelumbo nucifera) (c) Establish allometric equation in order to determine carbon

stock in the plant. This research was carried out at the end of November 2009 –

until the beginning of January 2010. Sampling methods in this study is related to

three aspects, namely: (1) morphometry, Which covers surface and sub-surface

dimension (2) water quality, which cover six physic and four chemical parameters

and (3) plant biomass, which include wet and dry weight, its organic carbon

contents, and its carbon stock calculating using allometric equation.

The results of this study showed that in Situ Burung has undergone a process

of sedimentation in the (0,46 ha) area where aquatic plant was found,. In the rainy

season the water surface area of Situ Burung was ± 4,05 ha, and the presence of

aquatic plants have been suspected to change its morphometry (e.g. maximum

length, Shore line length, average and maximum depth, volume and total water

volume, etc.)

From the water quality assessment’s point of view, and as it was stipulated

by the Government Regulation (PP) No. 82/2001, the water of Situ Burung was

relatively suitable for both fishery and agriculture purposes. The research has

revealed the followings: about 12,5% of the lake surface water (or 0,46 Ha) was

covered by 3006 individuals of Nelumbo, the water content of the individual plant

was ranging between 77,25 – 88,25% with an average of 82,65%, and its organic

carbon content between 36% - 50% and slightly varied in the plant’s leave and stem.

In order to determine the dry of weigth of the individual plant’s stem and leave, the

following allometric equations have been established:

a) For the stem; Log Y= 0,840Log[X] – 1,039 (with R2 = 0,755), where Y

is dry weight of the individual plant (in gram) and X is the length of stem

(in cm).

b) For the leave; Y = 0,451X – 11.79 (with R2 = 0,957), where Y is dry

weight of the individual leave (in gram) and X is the diameter of the

leave (in cm).

From the dry weigth of both components, the carbon content of the

individual plant is then calculated by multiplying the dry weight of stem and leave

with its % organic carbon content. From this calculation it was revealed that from

3006 Nelumbo plants found in the lake during the study, the amount of total carbon

stock was 23927.76 grC or 23.93kgC (or 87.74 kgCO2eq, were preserved within

plant).

Keywords: Morphometry, water quality, dry and wet weight, allometric

equation and Carbon stock Nelumbo nucifera.

iv

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

limpahn rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi

yang berjudul Kajian Morfometri, Kualitas air dan Nilai simpanan/stok karbon

tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor.

Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat menjadi alternatif informasi pemanfaatan Seroja dalam

upaya mitigasi iklim global dan memberi sumbangsih bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2010

Penulis

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. I Nyoman N. Suryadiputra selaku dosen pembimbing I sekaligus

Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan serta

masukan selama perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan

skripsi.

2. Dr. Ir. Achmad Fachrudin, M.S selaku penguji dari komisi pendidikan dan

Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku penguji tamu.

3. Keluarga tercinta; Bapak (Hanafi Hafidz), Mama (Asnal Kiromah), adikku yang

tercinta Fathur Rahman dan Najwa Amini Hafidz, dan pamanku (M Iqbal dan

M Irfan) atas kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya.

4. Seluruh staf Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Perairan Departemen

Manajemen Sumberdaya Perairan Seluruh staff Tata Usaha dan civitas

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

5. Teman-teman MSP 42 (Diana Sumolang, Priyasmoro K. Y, Bonit N, Daniyal H,

Novita Suryani, Mulyani), Agus M dan Erliyani atas kesetiannya dalam

membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

6. Teman-teman dari Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet yang tidak

bisa disebutkan satu-persatu.

7. Teman-teman dari Wisma Saung Kuring yang selalu siap direpotkan dan selalu

setia memberikan semangat dan inspirasi yang tak pernah berhenti kepada

penulis

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 23 Febuari 1988,

merupakan anak pertama dari dari pasangan Bapak Hanafi

Hafidz dan Ibu Asnal Kiromah. Pendidikan formal pertama

diawali dari TK Jamiat Kheir (1993), SDN Cempaka Baru 05

pagi (1999), Mts Jamiat Kheir Jakarta (2002), dan SMAN 5

Jakarta (2005). Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui

jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Setelah setahun melewati tahap

Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Penanggung

Jawab kelas untuk Mata Kuliah Limnologi(2007/2008). Penulis aktif di berbagai

organisasi seperti HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya

Perairan) 2007/2008 dan Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet

2008/sekarang. Penulis juga aktif mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam

berbagai kepanitiaan seminar di lingkungan kampus IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi

dengan judul Kajian Morfometri, Kualitas air dan Nilai simpanan/stok karbon

tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor.

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi

1. PENDAHULUAN ................................................................................. 2

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 2

1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4

1.3. Tujuan ........................................................................................... 5

1.4. Manfaat .......................................................................................... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6

2.1. Situ................................................................................................. 6

2.2. Morfometri Danau ......................................................................... 6

2.3. Sedimentasi Danau ........................................................................ 7

2.4. Siklus Karbon ................................................................................ 8

2.5. Biomassa ....................................................................................... 9

2.6. Kualitas Air yang Mendukung Tanaman Air ................................ 10

2.7. Tanaman Air .................................................................................. 14

2.8. Cara Tumbuh Tanaman Air ........................................................... 15

2.9. Pertumbuhan dan Reproduksi Tanaman Air ................................. 16

2.10. Jenis-jenis Tanaman Air ................................................................ 17

2.11. Botani dan Ekologi Tanaman Air .................................................. 17

2.11.1 Klasifikasi Seroja .................................................................... 17

2.11.2 Manfaat Seroja ........................................................................ 19

3. METODOLOGI .................................................................................... 22

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 22

3.2. Alat dan Bahan .............................................................................. 23

3.3. Metode Pengambilan Contoh ........................................................ 24

3.3.1 Morfometri Danau ............................................................... 24

3.3.2 Pertumbuhan Tanaman Air ................................................. 24

3.3.3 Kualitas Air ......................................................................... 23

3.4. Analisis Data ................................................................................. 27

3.4.1 Perhitungan Morfometri Danau.......................................... 27

3.4.2 Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometrik

Seroja (Nelumbo nucifera) ................................................ 30

viii

4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................... 32

4.1 Perairan Situ Burung ....................................................................... 32

4.2 Vegetasi tanaman air Situ Burung .................................................. 33

4.3 Organisasi yang dapat ditemukan di Situ Burung .......................... 34

5. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 35

5.1 Morfometri Situ Burung ................................................................ 35

5.2. Kualitas Perairan ........................................................................... 38

5.3.1 Parameter Fisika Perairan ..................................................... 39

5.3.2 Parameter Kimia Perairan .................................................... 42

5.3. Situ Burung dan Luas Penutupan Seroja ....................................... 46

5.4. Biomassa Gabungan Batang dan Daun Seroja .............................. 48

5.4.1Biomassa dan Kandungan Karbon Organik pada

Masing-masing batang dan daun Seroja ............................... 49

5.4.2 Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometri Seroja 51

5.4.3 Hubungan panjang batang dan daun Seroja dengan

dengan berat kering (batang dan daun)

Seroja (Nelumbo nucifera) ................................................... 53

5.5. Estimasi Nilai Simpanan/Stok Karbon Total dari Seroja

Pada Perairan Situ Burung ............................................................ 55

5.6. Perbandingan Nilai simpanan/ Stok Karbon dari

beberapa vegetasi .......................................................................... 56

5.7. Pengelolaan Seroja di Situ Burung ................................................ 57

6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 61

6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 61

6.2. Saran ................................................................................................ 62

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 63

LAMPIRAN.................................................................................................. 67

DAFTAR ISTILAH ..................................................................................... 78

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Manfaat dari bagian tanaman Seroja ...................................................... 20

2. Alat dan Bahan dalam Penelitian di Situ Burung ................................... 23

3. Dimensi morfometri Situ Burung ........................................................... 36

4. Parameter Fisika Kimia Perairan ............................................................ 38

5 Hasil pengukuran diameter sampel daun Seroja ..................................... 47

6. Jumlah total individu seroja .................................................................... 47

7. Data masing-masing dari bagian tanaman Seroja ................................... 48

8. Perbandingan Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) per bagian ............ 49

9. Hubungan Simpanan/stok karbon dengan panjang batang,

diamenter daun dan berat kering seroja .................................................. 52

10. Data berat kering dan Panjang Batang yang digunakan dalam

penentuan persamaan allometrik Seroja ................................................. 53

11. Data berat kering dan diameter daun yang digunakan dalam penentuan

Persamaan allometri Seroja ..................................................................... 54

12. Estimasi berat karbon total dari Seroja pada Perairan Situ Burung ........ 55

13. Perbandingan nilai berat karbon dari beberapa vegetasi......................... 56

14. Estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja........................................... 58

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema sederhana aliran karbon pada tumbuhan air di

diperairan tawar .................................................................................. 3

2. Diagram alir perumusan masalah ........................................................ 5

3. Siklus karbon di alam .......................................................................... 8

4. Biomassa tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) diatas permukaan tanah

(above ground biomass) dan dibawah permukaan tanah

(below ground biomass) ..................................................................... 10

5. Berbagai macam habitat tanaman air .................................................. 16

6. Seroja (Nelumbo nucifera) .................................................................. 18

7. Situ Burung dan Lokasi stasiun pengamatan ...................................... 22

8. Bagian tanaman air Seroja untuk analaisi Biomassa total .................. 26

9. Peta Situ Burung pada Musim Hujan.................................................. 35

10. Nilai DO (Dissolved Oxygen) ............................................................. 43

11. Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) ........................................ 44

12. Situ Burung dan luas persentase penutupan tanaman Seroja .............. 46

13. Grafik hubungan antara panjang dan berat kering batang seroja ........ 53

14. Grafik hubungan antara diameter dan berat kering daun seroja ........ 54

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Contoh Perhitungan ....................................................................... 68

2. Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 ..................................... 70

3. Hasil analisis C-organik contoh daun dan batang Seroja .............. 72

4. Data biomassa Seroja .................................................................... 73

5. Keadaan lokasi dan alat yang digunakan selama penelitian ......... 74

6. Pemanfaatan Seroja ....................................................................... 77

1.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya perkembangan perekonomian Indonesia dalam beberapa

dekade belakangan ini dapat dilihat dari pesatnya perkembangan infrastruktur,

industri dan pemukiman penduduk. Konsekuensi yang ditimbulkan dari keadaan ini

adalah semakin berkurangnya tutupan lahan oleh vegetasi/tanaman dan terjadinya

degradasi lahan. Kondisi demikian tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di berbagai

belahan bumi lainnya.

Degradasi dan berkurangnya tutupan lahan hijau selanjutnya mengakibatkan

berkurangnya jumlah vegetasi yang melakukan fotosintesa (sebagai penyerap salah

satu gas rumah kaca, seperti CO2) dan akhirnya akumulasi gas ini di atmosfer

menimbulkan pemanasan bumi yang kini dikenal sebagai global warming.

Sementara ini banyak pihak diberbagai negara beranggapan bahwa hutan/vegetasi

daratan (pepohonan) merupakan satu-satunya ‘pemain’ yang dianggap mampu

meredam (mitigate) perubahan iklim melalui kemampuannya menyerap CO2. Hal

demikian tidak sepenuhnya benar, karena selain pohon di daratan, ‘mahluk berhijau

daun’ perairan (terutama fitoplankton dan tanaman air) juga memiliki kemampuan

dalam menyerap CO2 dan bahkan diduga dalam laju yang lebih cepat dan jumlah

lebih besar untuk kurun waktu singkat. Waktu yang dibutuhkan untuk

menggandakan diri oleh kedua kelompok mahluk ini jauh lebih cepat dibandingkan

tanaman/pepohonan di darat.

Ekosistem perairan merupakan media untuk tumbuh kembangnya berbagai

jenis organisme, baik hewan maupun tanaman air (termasuk plankton). Berdasarkan

aliran airnya, ekosistem perairan tawar dapat dibedakan menjadi lotik (mengalir)

seperti sungai dan lentik (tergenang) seperti danau, waduk, dan Situ. Pada perairan

tergenang terdapat organisme-organisme akuatik yang hidup, mulai dari organisme

autotroph, heterotroph sampai pada tingkat dekomposer.

Situ adalah suatu ekosistem perairan tergenang berukuran relatif kecil,

terbentuk secara alami maupun buatan. Sumber airnya berasal dari mata air, air

hujan dan atau limpasan air permukaan (Suryadiputra 2005). Salah satu contoh dari

ekosistem Situ adalah Situ Burung yang terletak di Desa Cikarawang, Kecamatan

2

Dramaga, Kabupaten Bogor. Situ ini telah mengalami pendangkalan yang

diakibatkan oleh tumbuhnya berbagai tanaman air termasuk kayu apu (Pistia

stratiotes), Seroja atau lotus (Nelumbo nucifera Gaertn.), eceng gondok (Eicchornia

crassipes) dan rumput-rumput akuatik yang tumbuh mencuat. Untuk mengatasi

pendangkalan ini, pada tahun 2002-2003 telah dilakukan pengerukan dasar Situ dan

pembersihan Situ dari tanaman air.

Pada saat ini Seroja tumbuh dominan dan membentuk vegetasi litoral di Situ

Burung, akan tetapi ada juga beberapa vegetasi/tanaman air lainnya yang tumbuh di

perairan ini. Keberadaan vegetasi air secara berlebihan di Situ Burung sangatlah

merugikan karena dapat menyebabkan kembali terjadinya pendangkalan Situ.

Namun jika ditinjau dari sisi kemampuannya menyerap CO2 (berfotosintesa), maka

keberadaan vegetasi ini justru menguntungkan, karena ia ikut meredam laju

perubahan iklim global, terutama jika produk ini dipanen lalu dijadikan bahan baku

kerajinan (handy craft) atau furniture (seperti eceng gondok yang kini banyak

dijumpai di pasaran). Dengan tersimpannya biomasa tanaman ini dalam bentuk lain

(handy craft), atau dalam bentuk produk yang diawetkan/tahan lama maka ia akan

akan menahan (preserve) CO2 untuk tidak lepas ke atmosfer; seperti halnya produk

furniture yang terbuat dari bahan baku kayu. Terkait dengan hal di atas, maka perlu

dikaji besarnya simpanan/stok karbon dalam Tanaman Air di Situ Burung termasuk

kajian terhadap faktor pendukung (kualitas air dan morfometri Situ) sebagai media

tumbuhnya. Berikut ini adalah skema sederhana aliran karbon pada tumbuhan air di

perairan tawar.

3

Gambar 1. Skema sederhana aliran karbon pada tumbuhan air di perairan tawar.

Gambar 1 memperlihatkan aliran karbon yang disederhanakan, mulai dari

sumbernya hingga pemanfaatannya oleh organisme fotosintesis (misal oleh tanaman

air dan fitoplankton). Fotosintesa yang lebih besar dari respirasi akan menjadikan

pertambahan biomassa fitoplankton dan tanaman air, selanjutnya nasib biomassa ini

akan terurai atau tidak terurai tergantung kondisi perairan dan atau pemanfaatannya

oleh manusia atau makhluk lainnya. Pada kondisi terurai dengan adanya oksigen di

air (dekomposisi aerobik), akan dilepaskan unsur N, P (sebagai hara) dan senyawa

CO2 yang mendukung proses pembentukkan biomassa baru melalui fotosintesa.

Pada kondisi tanpa oksigen (anaerobik), bahan organik (dari biomassa tanaman air

dan plankton yang mati) akan sulit terurai dan tertimbun di dasar perairan sebagai

karbon tanah (soil carbon). Tapi jika biomassa dipanen, baik oleh manusia dan/atau

makhluk lain (misal ikan) maka karbon akan berpindah menjadi bentuk lain.

Pemanenan oleh manusia (misal tanaman air dijadikan produk handy craft, furniture

atau lainnya), akan menyebabkan tertahannya karbon dalam bentuk handy craft.

Semakin lama karbon tersimpan dalam handy craft atau furniture maka selama

itulah ia tidak akan terlepas ke atmosfer. Suatu ekosistem Situ bisa saja menjadi

carbon sink, jika jumlah CO2 yang tersimpan (terakumulasi) pada reservoir

melampaui jumlah yang dilepaskan oleh proses dekomposisi maupun panen. Tapi

jika yang terjadi adalah sebaliknya, misal CO2 yang tersimpan dalam vegetasi terurai

Disimpan di

dasar perairan

Dipanen

Sumber karbon

alami lainnya (dari

luar perairan)

Pembakaran

Pelapukan

Aktivitas

vulkanik dll

Fotosintesis

tanam

Tanaman air

Fitoplankton

Reservoir karbon

(biomassa tumbuhan

air dan fitoplankton)

Terurai Tidak Terurai

Lepasnya N, P,

CO2 dsb

4

atau terbakar/dibakar, maka Situ tersebut dapat dikatakan menjadi sumber karbon

(carbon sources).

Karbondioksida di atmosfer diserap oleh tumbuhan (baik yang berada di

darat maupun di perairan) melalui proses fotosintesis lalu diubah menjadi

karbohidrat (karbon yang berikatan dengan unsur lain) dan membentuk biomassa

tumbuhan. Karbon yang terikat dalam biomassa dapat kembali ke atmosfer melalui

proses dekomposisi, terakumulasi di tanah berupa karbon organik (misal tanah

gambut), termakan oleh mahluk herbivora atau omnivora atau terbawa ke perairan

berupa karbon organik terlarut ataupun partikulat. Penghitungan

perubahan/perpindahan nilai kandungan karbon dari satu tempat ke tempat lain

disebut bujet karbon (carbon budget) yaitu menghitung lamanya karbon tersimpan

dalam suatu tempat, dan jumlah yang diterima ke tempat lain serta jumlah yang

dilepaskan. Jika suatu tempat menampung/menyerap lebih banyak daripada

melepaskan karbon maka biasa disebut karbon rosot (carbon sink) dan sebaliknya

disebut sumber karbon (carbon sources).

1.2. Perumusan Masalah

Situ Burung merupakan Situ yang dimanfaatkan oleh masyarakat di desa

Cikarawang untuk irigasi pertanian dan kegiatan perikanan. Namun didalam Situ ini

(di bagian selatan) terdapat suatu tanaman air yaitu Seroja (Nelumbo nucifera) yang

tumbuh dominan dan membentuk vegetasi litoral. Keberadaan Seroja dapat

memberikan dampak negatif dan positif pada Situ Burung. Dampak negatif yang

diberikan tanaman Seroja adalah kemungkinan mengakibatkan terjadinya perubahan

morfometri Situ Burung (misalnya berupa pendangkalan /sedimentasi pada bagian

selatan Situ ini). Adapun dampak positif yang diberikan adalah mampu

memperbaiki kualitas air siru, yaitu mengurangi tingkat kekeruhan air, tempat

bersembunyinya larva ikan dari predator, terserapnya bahan-bahan toksik di air, dll.

Selain itu dampak positif lainnya adalah dapat menyerap karbon dioksida di dalam

air dan di atmosfer melalui proses fotosintesis. Kemampuan Seroja dalam menyerap

CO2 terlihat dari jumlah nilai simpanan stok/karbon didalam bagian-bagian tanaman

Seroja (batang dan daun). Dengan mengetahui kondisi morfometri, kualitas air dan

keberadaan tanaman Seroja di Situ Burung, diharapkan pengelolaan terhadap Situ ini

5

ke depan dapat ditingkatkan sesuai prioritas peruntukkannya. Berikut ini adalah

diagram alir dalam perumusan masalah dari penelitian ini.

Gambar 2. Diagram alir perumusan masalah kajian morfometri, kualitas air dan nilai

simpanan/stok karbon di Situ Burung.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kondisi morfometri dan kualitas perairan Situ Burung.

2. Mengkaji persentase luas penutupan area tanaman Seroja (Nelumbo

nucifera) di perairan Situ Burung.

3. Membuat persamaan allometrik untuk Seroja (Nelumbo nucifera) yang

terdapat di perairan Situ Burung untuk dugaan stok karbon.

1.4. Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan :

1. Gambaran umum tentang kondisi fisik (morfometri) dan kualitas air Situ

Burung dalam mendukung keberadaan tanaman air di dalamnya.

2. Informasi tentang persamaan allometrik yang dapat digunakan untuk

menduga nilai stok/simpanan karbon Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ

Burung.

3. Masukkan tentang pengelolaan Situ terkait dengan kondisi fisik saat ini dan

peran/kontribusinya dalam meredam perubahan iklim global.

Situ Burung

Berat Kering

batang dan

daun

Kondisi

morfometri

Morfometri

Situ, Kualitas

air Situ dan

Seroja

tanam

Kondisi

Kualitas Air

Situ

Terjadi

sedimentasi

atau tidak

Sesuai

dengan baku

mutu

Nilai

simpanan

stok/karbon

Pengelolaan

Situ Burung

6

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Situ

Menurut Suryadiputra (2005), Situ dikategorikan sebagai salah satu jenis

lahan basah (umumnya berair tawar) berukuran relatif kecil, dengan sistem perairan

yang tergenang. Situ dapat terbentuk secara alami dan secara buatan. Situ yang

terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya suatu cekungan sedangkan

Situ alami terbentuk karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya

sejumlah air.

Wilayah Jabotabek merupakan kawasan yang memiliki banyak Situ baik

yang terbentuk secara alami maupun buatan. Keberadaan Situ sangat penting dalam

menjaga kelestarian sumberdaya air dan keseimbangan ekosistem. Situ-Situ

memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting diantaranya adalah sebagai daerah

resapan air tanah, peredam banjir, mencegah intrusi air laut, irigasi, kegiatan

perikanan, dan tandon air/ reseirvoir (Suryadiputra 2005). Ekosistem Situ memiliki

berbagai fungsi dan manfaat bagi makhluk hidup. Fungsi dan manfaat tersebut

antara lain: fungsi ekologis (habitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan,

pengatur fungsi hidrologis, menjaga sistem, dan proses-proses alami) dan manfaat

ekonomis (penghasil berbagai jenis sumber daya alam bernilai ekonomis, penghasil

energi, sarana wisata, dan olah raga serta sumber air) serta manfaat sosial budaya.

2.2. Morfometri Danau

Morfometri adalah suatu metoda pengukuran dan analisa secara kuantitatif

dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan misalnya danau. Analisa-analisa

limnologi suatu danau sering memerlukan pengetahuan atau data-data morfometri

secara detail seperti data kedalaman, luasan atau area permukaan bentuk kontur

dasar, dan volume air pada masing-masing strata. Sedangkan kondisi sempadan

danau dapat juga digunakan dalam menganalisa sifat-sifat kimia, fisika dan biologi

suatu perairan tawar. Parameter-parameter morfometri biasanya diperlukan untuk

menilai atau mengetahui ada tidaknya erosi pada danau, menghitung beban atau total

kandungan unsur hara, massa bahan-bahan kimia, kandungan panas, stabilitas panas,

7

dan berbagai indeks tingkat kesuburan perairan. Aspek morfometri dapat dibedakan

menjadi dimensi permukaan (surface dimension), dan dimensi bawah permukaan

(subsurface dimension). Dimensi permukaan terdiri dari panjang maksimum,

panjang maksimum efektif, lebar maksimum, lebar maksimum efektif, lebar rata-

rata, shore line, shore line development index, luas permukaan, insolusity. Dimensi

bawah permukaan terdiri dari kedalaman maksimum, kedalaman relatif, kedalaman

rata-rata, kedalaman median, kedalaman kuartil, volume, dan perkembangan volume

danau (Hakanson 1981 in Hoerunnisa 2004). Nilai-nilai parameter morfometri yang

akurat/tetap dari sebuah danau jarang ditemukan karena kedalaman maupun luas

permukaan suatu perairan selalu berubah. Perubahan ini diantaranya dapat

disebabkan oleh perubahan iklim, peristiwa vulkanis, peristiwa geologis, erosi dan

sedimentasi (Wetzel 1983).

2.3. Sedimentasi Danau

Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh aliran, dan

diendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya melambat atau terhenti. Proses

ini dikenal dengan sedimentasi atau pengendapan. Sedimen hasil erosi terjadi

sebagai akibat proses pengolahan tanah yang tidak memenuhi kaidah-kaidah

konservasi pada daerah tangkapan air di bagian hulu. Kandungan sedimen pada

hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian,

kehutanan, konstruksi, dan pertambangan.

Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari

erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang dapat diukur pada periode waktu

dan tempat tertentu. Hal ini biasanya diperoleh dari pengukuran padatan

tersuspensi di dalam perairan danau. Berdasarkan pada jenis dan ukuran partikel-

partikel tanah serta komposisi bahan, sedimen dapat dibagi atas beberapa

klasifikasi yaitu gravels (kerikil), medium sand (pasir), silt (lumpur), clay

(liat), dan dissolved material (bahan terlarut). Ukuran partikel memiliki

hubungan dengan kandungan bahan organik sedimen. Sedimen dengan ukuran

partikel halus memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi

dibandingkan dengan sedimen dengan ukuran partikel yang lebih kasar.

8

Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga

memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan

organik ke dasar perairan. Pada sedimen kasar, kandungan bahan organik biasanya

rendah karena partikel yang halus tidak mengendap. Selain itu, tingginya kadar

bahan organik pada sedimen dengan ukuran butir lebih halus disebabkan oleh

adanya gaya kohesi (tarik menarik) antara partikel sedimen dengan partikel

mineral, pengikatan oleh partikel organik, dan pengikatan oleh sekresi lendir

organisme (Scribd 2010).

2.4. Siklus karbon

Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara

biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi. Dalam siklus ini terdapat empat

reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran (lihat Gambar 3).

Reservoir-reservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk

pula freshwater system, dan material non-hayati organik seperti karbon tanah),

lautan termasuk karbon anorganik terlarut, biota laut hayati dan non-hayati, serta

sedimen termasuk bahan bakar fosil (Wikipedia 2009).

Gambar 3. Siklus karbon di alam. (www.wikipedia.com).

9

Siklus karbon ditunjukkan dalam gambar diatas. Sumber utama karbon di bumi

adalah atmosfer dan perairan, terutama lautan. Laut mengandung karbon lima puluh

kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke

laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di laut cenderung mengatur

karbondioksida di atmosfer. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah

menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis kemudian masuk kembali ke

atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis

makhluk hidup (Effendi 2003). Umumnya karbon menyusun 45 – 50 % dari

biomassa berat kering tumbuhan sehingga karbon dapat diduga dari setengah jumlah

biomassa (Brown & Gatot 1996 in Irawan 2009). Karbondioksida yang terdapat di

perairan berasal dari berbagai sumber yaitu:

a. Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami

difusi secara langsung ke dalam air.

b. Air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi secara teoritis memiliki

kandungan karbondioksida sebesar 0,55 – 0,60 mg/l, berasal dari

karbondioksida yang terdapat di atmosfer.

c. Air yang melewati tanah organik. Tanah organik (misal gambut) yang

mengalami dekomposisi mengandung relatif banyak karbondioksida sebagai

hasil proses dekomposisi. Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut

ke dalam air dan akhirnya (sebagian) keluar dari sistem perairan.

d. Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun anaerob. Respirasi

tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida. Dekomposisi bahan

organik pada kondisi aerob menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu

produk akhir. Demikian juga, dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian

dasar perairan akan menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir.

2.5. Biomassa

Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik yang dinyatakan dalam

berat kering oven dalam satuan ton per unit area (Brown 1997). Menurut Whitten et

al., (1984) in Irawan (2009) menyatakan bahwa biomassa adalah jumlah ton bobot

kering semua bagian tumbuhan hidup baik untuk seluruh atau sebagian tubuh

organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan

10

luas (ton/ha). Biomassa dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu biomassa

tumbuhan di atas permukaan tanah (above ground biomass), missal batang, ranting

daun dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass) terdiri dari

perakaran (lihat Gambar 4).

Gambar 4. Bagian tanaman Seroja (Nelumbo nucifera): diatas permukaan tanah (above

ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass).

2.6. Kualitas Air yang mendukung kehidupan tanaman air

Suatu organisme untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik memerlukan

kondisi lingkungan yang sesuai. Berikut ini beberapa parameter fisika dan kimia

yang mempengaruhi kondisi lingkungan hidup dan kehidupan berbagai organisme

perairan termasuk tanaman air.

1. Temperatur air

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian

dari permukaan laut (altitude), waktu dalam suatu hari, penutupan awan, aliran serta

kedalaman dari badan air. Suhu yang terukur di perairan merupakan fungsi dari

intensitas energi panas yang merambat dalam air. Danau-danau di daerah tropis

jarang sekali mengalami stratifikasi karena keseimbangan antara pancaran sinar

matahari dan hujan berlangsung sepanjang tahun. Peningkatan suhu mengakibatkan

peningkatan reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu

menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti gas-gas O2, CO2, N2, CH4

Di atas permukaan

tanah (above ground

biomass)

Di bawah permukaan

tanah (below ground

biomass)

Batang

Daun

akar

Bunga

Penampang

melintang batang

11

dan sebagainya (Goldman & Horne 1983). Suhu yang sangat rendah menyebabkan

proses biologi sangat lambat, dan jika sebaliknya akan menjadi hal yang sangat fatal

bagi kebanyakan organisme (Saeni 1989).

Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu merupakan faktor pembatas utama

karena organisme akuatik sering kali memiliki toleransi suhu yang sempit

(McNaughton 1990). Menurut Slocum & Robinson (1996) in Naibaho (2004)

mengatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan Seroja adalah 24o – 29

o C.

Kisaran rata-rata suhu di perairan tropis berkisar antara 21o – 35

o C sepanjang

tahunnya (Wetzel 1983). Boyd (1990) menyatakan bahwa di perairan tropis ikan

akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25o – 32

o C.

2. Kecerahan, kekeruhan dan warna air

Kecerahan air merupakan bagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan

dinyatakan dalam persen. Pengukuran dengan keping Secchi adalah cara yang

paling sederhana. Kedalaman yang dicapai dengan keping Secchi disebut sebagai

kedalaman Secchi. Pada kedalaman tersebut, intensitas cahaya matahari yang

sampai adalah sekitar sepuluh persen. Oleh karena itu dikatakan bahwa kedalaman

Secchi menunjukkan kecerahan sebesar sepuluh persen. Nilai kecerahan sangat

dipengaruhi oleh padatan tersuspensi, kekeruhan, partikel koloid, kepadatan

plankton, waktu pengukuran dan ketelitian orang yang melakukan penelitian

(Goldman & Horne 1983). Batas terbawah dari rata-rata kesetimbangan fotosintesis

yang positif terjadi pada kedalaman 1 % dari permukaan. Kedalaman 1 % ini dapat

diduga dengan rumus (Frey 1975 in Hoerunnisa 2004).

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di

dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang

tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik berupa plankton dan

mikroorganisme lain (APHA 1976 in Watironna 2005).

Warna air mengacu pada warna yang terpaut dalam air yang dihasilkan oleh

zat dan bahan koloid dalam air. Warna air mempengaruhi penembusan cahaya

sehingga secara tak langsung menghambat pertumbuhan tumbuhan (Michael 1994).

Tingkat kesuburan perairan dapat dipengaruhi oleh nilai kecerahan. Menurut

12

Henderson & Markland (1986) tingkat kesuburan perairan dapat diklasifikasikan

yaitu : perairan dengan kecerahan > 6 m tergolong perairan oligotrofik, kecerahan 3

– 6 m tergolong perairan mesotrofik dan kecerahan < 3 m tergolong perairan

eutrofik.

3.Padatan tersuspensi total (TSS)

Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1

µmeter) yang tertahan pada saringan Milliophore dengan pori-pori 0,45 mikrometer

(Effendi 2003). Padatan ini terdiri atas bahan organik dan anorganik. Bahan-bahan

tersuspensi tidak harus bersifat toksik akan tetapi jika berlebihan dapat

menyebabkan kekeruhan air kemudian pendangkalan pada badan air serta penurunan

kualitas air akibat penguraian (dekomposisi) jika yang terendapkan adalah mahluk

hidup seperti plankton atau organisme lainnya.

4.Daya Hantar Listrik

Daya hantar listrik menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan arus

listrik (APHA 2005). Kemampuan ini tergantung adanya ion-ion, total konsentrasi

ion-ion, bilangan valensi serta suhu pada saat pengukuran (APHA 2005). Pada

umumnya nilai DHL diatas 50 µmhos/cm akan mengakibatkan ikan air tawar mulai

mengalami tekanan fisiologis dan bila nilai DHL mencapai 1000 µmhos/cm atau

lebih maka ikan air tawar tidak dapat bertahan lagi (Wardoyo 1981 in Hoerunnisa

2004).

5.Derajat Keasaman (pH)

Tebutt (1992) menyatakan bahwa derajat keasaman menggambarkan

kosentrasi ion hidrogen yang terkandung dalam perairan. Nilai pH air akan

berpengaruh pada reaksi biokimia dalam air. pH mempunyai pengaruh yang besar

terhadap kehidupan organisme akuatik sehingga seringkali pH suatu perairan

digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kualitas suatu perairan, nilai pH perairan

tawar berkisar antara 5-9 (Saeni 1989). pH air dapat mempengaruhi tersedianya

nutrien serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Perairan yang bersifat asam lebih

banyak dibandingkan dengan perairan alkalis. Menurut Islami & Utomo in

13

Widaryanti (2002), pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ada pada kisaran pH

netral, akan menurun pada pH 4 ke bawah dan pH 9 ke atas.

6. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari hasil proses fotosintesa oleh

fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara (Hariyadi et al., 1992).

Menurut Fardiaz (1992) oksigen yang tersedia di dalam air dimanfaatkan oleh

bakteri yang aktif menguraikan/dekomposisi bahan organik secara aerobik dan

akibatnya semakin tinggi kandungan bahan organik di air maka semakin berkurang

kosentrasi oksigen terlarut.

Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung

pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan air

limbah yang masuk ke badan air (Effendi 2003). Pada perairan tawar, nilai

kejenuhan (saturation) kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0o

C

dan 8 mg/l pada suhu 25o

C (McNeely et al., 1979 in Effendi 2003).

7. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD)

Kebutuhan Oksigen Biokimiawi adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan

bakteri untuk menguraikan zat-zat organik yang ada dalam limbah selama waktu

tertentu pada suhu 20o

C (Alerts & Santika 1987). Prinsip penetapan BOD adalah

oksidasi zat organik dengan memanfaatkan oksigen terlarut dalam air oleh bakteri

aerob dalam waktu lima hari pada suhu inkubasi 20o

C tanpa cahaya (Boyd 1988 in

Effendi 2003).

Oksigen yang digunakan mikroorganisme ditentukan dengan mengukur

selisih oksigen terlarut dalam blanko dan contoh yang telah diinkubasi. BOD hanya

menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis. Bahan

organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji, glukosa, aldehida, ester, dsb. Kondisi

yang harus dipenuhi dalam penetapan BOD adalah bebas bahan beracun sehingga

tidak mengganggu pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme, pH yang sesuai,

cukup hara yang diperlukan oleh mikroorganisme, suhu standar (20o

C), ada

mikroorganisme dalam jumlah yang cukup (Saeni 1989).

14

8. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)

Menurut Effendi (2003) COD atau Kebutuhan Oksigen Kimia merupakan

jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara

kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi

menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD

dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik baik yang

dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak.

2.7. Tanaman Air

Tanaman air adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap keberadaan air

secara kontinyu atau toleran terhadap kondisi tanah berair untuk selama periode

waktu hidupnya (Yakup 1991). Dalam beberapa hal, tanaman air dianggap sebagai

pengganggu atau gulma karena dapat menimbulkan kerugian. Keberadaan gulma

yang berlimpah pada suatu waduk atau Situ, dapat menimbulkan dampak negatif

berupa gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal misalnya

mempercepat pendangkalan, menyumbat saluran irigasi, memperbesar kehilangan

air melalui proses evapotranspirasi (proses hilangnya air melalui permukaan air dan

tumbuhan), mempersulit transportasi perairan, dan menurunkan hasil perikanan

(Dhahiyat 1989).

Tanaman air biasanya disebut tanaman hydrophytic atau hydrophyte,

merupakan tanaman yang telah disesuaikan untuk tinggal di atau pada lingkungan

perairan. Berikut ini adalah karakteristik hydrophytes (www.wikipedia.com):

a. Kutikula tipis. Kutikula berfungsi untuk mengurangi kehilangan air.

Kebanyakan hidrofita tidak membutuhkan kutikula.

b. Stomata selalu membuka setiap saat karena jumlah air yang begitu banyak

dilingkungannya sehingga air tidak harus disimpan pada bagian/tubuh dari

tanaman air. Ini berarti sel pelindung dalam stomata tidak aktif.

c. Peningkatan jumlah stomata yang bisa ditemukan di kedua sisi daun.

d. Struktur tumbuhan yang tidak kaku yang disebabkan oleh tekanan air.

e. Daun yang datar berfungsi untuk mengapung di atas permukaan air.

f. Akar lebih kecil karena air dapat didifusikan secara langsung ke daun.

g. Akar berbulu, tidak dibutuhkan untuk mendukung tanaman air.

15

h. Mempunyai akar khusus yang dapat mengambil oksigen dari dalam kolom

perairan.

Adaptasi dari hidrofita antara lain (www.wikipedia.com) :

a. Tanaman air yang bersifat mengapung mempunyai rongga udara yang ada

diakar atau rongga udara yang lebih besar. Rongga udara itu biasanya

disebut dengan Aerenchyma yang berfungsi untuk membantu hidrofita

mengapung dan melakukan pertukaran gas serta mendapatkan cahaya

matahari. Dalam komunits kolam, tanaman air mengapung menerima sinar

matahari yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman air yang bersifat

tenggelam/sub-merged. Akan tetapi tanaman air mengapung juga harus

berkompetisi dengan tanaman yang sejenisnya dalam hal mendapatkan

cahaya matahari.

b. Tanaman air yang bersifat tenggelam sub-merged plant mempunyai

ruang/rongga udara dan jaringan untuk menjaga keseimbangan daun yang

akan selalu berada diatas permukaan kolom, untuk memaksimalkan jumlah

cahaya matahari yang diterima. Daunnya akan menerima kadar cahaya

matahari yang lebih rendah karena semakin dalam suatu perairan maka

tingkat penetrasi cahaya matahari juga akan semakin berkurang.

2.8. Cara tumbuh Tanaman air

Odum (1971) membagi cara hidup produsen (tanaman air) di zona litoral

menjadi 3 (tiga) zona:

a. Zona vegetasi tersembul, emerged plants, yaitu seluruh bagian tumbuhan

terapung dan daunnya muncul di permukaan. Contohnya Typha sp.

b. Zona vegetasi dengan akar menempel di dasar dan daunnya mengapung

(floating plants). Contohnya teratai (Nymphaea).

c. Zona vegetasi terendam, tumbuhan berakar yang seluruh atau sebagian besar

bagian tubuhnya terendam di dalam air (submerged plants). Contohnya

Ceratophylum, Hydrilla.

Untuk lebih jelasnya akan telihat pada Gambar 5 (www.epa.gov).

16

Gambar 5. Berbagai macam habitat tanaman air.

2.9. Pertumbuhan dan Reproduksi Tanaman air

Pertumbuhan tanaman merupakan suatu proses pertambahan jumlah dan

ukuran daun atau batang melalui fotosintesa. Fotosintesa adalah proses penyerapan

energi matahari oleh zat hijau daun dan digunakan secara bersama-sama dengan air

dan CO2 untuk pembentukkan gula sederhana dan oksigen. Gula tersebut kemudian

digunakan untuk proses pertumbuhan, pembentukkan selulosa dan hemiselulosa,

sedangkan sebagian lainnya disimpan sebagai cadangan energi bagi tumbuhan itu

sendiri (Rayburn 1993 in Naibaho 2004). Tanaman air mempunyai sifat

pertumbuhan dan regenerasi yang cepat. Berkembang biak dengan vegetatif.

Potongan-potongan vegetatif yang terbawa air akan terus berkembang, serta dapat

juga berkembang biak secara generatif yaitu perkawinan bunga jantan dan betina

(Dhahiyat 1989). Keberadaan makrofita di perairan terutama yang memiliki

produktivitas tinggi dapat memberikan permasalahan yang tidak diinginkan.

Pertumbuhan tanaman air yang lajunya pesat akan menjadi gulma dan

akhirnya dapat menimbulkan masalah terhadap ekosistem tersebut. Jika kecepatan

laju pertumbuhan tanaman air tersebut telah menutupi luas permukaan area

ekosistem tergenang lebih dari 25 %, maka tanaman air ini dapat dikategorikan

sebagai tanaman pengganggu (gulma air). Hal ini perlu segera ditanggulangi karena

berbagai kepentingan bertumpu pada keberadaan perairan tersebut (Helfrich 2000 in

Naibaho 2004).

17

2.10. Jenis-jenis Tanaman air

Soerjani et al., (1984) in Dhahiyat (1989) menyatakan bahwa terdapat 9

jenis tanaman air terpenting di Indonesia dan juga di Asia Tenggara, yaitu Eichornia

crassipes/eceng gondok, Salvinia molesta/kiambang, Scirpus grossus/bundung,

Najas indica/lumut siarang, Ceratophylum demersum, Nelumbo nucifera/ Seroja,

Panicum repens/lampuyangan, Potamogeton malaianus dan Mimosa pigra/kayu

duri. Uraian di bawah ini hanya akan membahas sifat botani dan ekologi Seroja,

karena hanya jenis ini yang dijumpai lokasi penelitian.

2.11. Botani dan Ekologi Seroja (Nelumbo nucifera)

Berdasarkan siklus hidupnya Seroja merupakan tanaman air yang bersifat

emerged plant yaitu mencuat ke permukaan, akarnya berada pada bagian dasar,

batang menopang daun dan bunga untuk sampai ke bagian permukaan perairan.

Tanaman Seroja tumbuh di bagian zona litoral danau. Zona litoral merupakan daerah

yang berada di tepi danau memiliki produktivitas yang tinggi karena daerah ini

mempunyai kedalaman yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai ke dasar

(Naibaho 2004).

Seroja merupakan salah satu organisme yang bersifat autotrof sehingga

memiliki peranan yang penting dalam ekosistem perairan tergenang. Fungsi Seroja

terhadap perairan tergenang (seperti Situ) yaitu menyumbangkan nilai produktivitas

perairan dan tempat tinggalnya organisme-organisme akuatik di perairan Situ untuk

berpijah dan mencari makan, selain itu fungsi Seroja lainnya adalah sebagai bahan

detritus. Ketika daun Seroja terurai maka daun Seroja akan menjadi serasah yang

akan dimanfaatkan oleh detritivor sebagai bahan makanan (Widaryanti 2001).

2.11.1. Klasifikasi Seroja

Nelumbo nucifera ( di Indonesia dikenal dengan nama Seroja) merupakan

suatu jenis tanaman air tahunan yang indah. Seroja tumbuh liar di perairan danau,

rawa, atau dapat ditanam sebagai tanaman hias di kolam (lihat Gambar 6). Menurut

Pancho & Soerjani (1978), klasifikasi tumbuhan Seroja yaitu:

18

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Proteales

Famili : Nelumbonaceae

Genus : Nelumbo

Spesies : Nelumbo nucifera

Gambar 6. Seroja. www.id.wikipedia.org.(2/12/2009).

Seroja atau lotus (Nelumbo nucifera Gaertn.) adalah spesies tanaman air

tahunan dari genus Nelumbo yang berasal dari India. Di Indonesia tanaman ini

sering kali disebut teratai (Nymphaea) walaupun sebenarnya keduanya tidak

berkerabat. Seroja memiliki tangkai bunga tegak dan bunganya tidak mengapung di

permukaan air, sebagaimana pada teratai. Seroja pernah dikenal dengan nama

binomial Nelumbium speciosum (Willd.) atau Nymphaea nelumbo. Tangkai

berbentuk tabung yang kosong di tengahnya untuk jalan lewat udara. Daun terdapat

di permukaan air, keluar dari tangkai yang berasal dari rimpang yang berada di

dalam lumpur pada dasar kolam, sungai, atau rawa. Daun Seroja ada dua macam,

yaitu berbentuk datar, mengapung tepat di permukaan dan yang berbentuk cekungan

tidak dalam, muncul keluar mencuat dari air di atas tangkai yang kaku serta berbintil

tegas jika airnya cukup dangkal. Tangkai daun Seroja memiliki panjang 75 – 150

cm dan bergetah putih susu. Helaian daun berbentuk bulat dan berukuran besar

dengan garis tengah sampai 60 cm. Bagian sisi atas daun dilapisi oleh zat lilin yang

19

berfungsi sebagai pelindung dari kekeringan saat kondisi cuaca yang buruk. Sisi

atas berwarna hijau kebiruan dan sisi bawahnya berwarna ungu. Daun Seroja

didukung oleh tangkai daun yang muncul dari akar rimpangnya. Tiap tangkai daun

menempel pada bagian daun tepat di bagian tengah, dan akan mendukung satu daun

Seroja saja (van Steins 1975 in Naibaho 2004; Sastrapradja & Bimantoro 1981).

Tinggi tanaman sekitar satu meter hingga satu setengah meter. Daun tumbuh

ke atas, tinggi di atas permukaan air. Daun berbentuk bundaran penuh tanpa

potongan, bergelombang di bagian tepi, dengan urat daun berkumpul ke tengah

daun. Bunga dengan diameter sampai 20 cm, berwarna putih bersih, kuning atau

merah jambu, keluar dari tangkai yang kuat menjulang di atas permukaan air.

Bunga mekar di bulan Juli hingga Agustus. Seroja ditanam di genangan atau di

kolam dan dapat menjadi liar di dataran rendah. Seroja dapat tumbuh dengan baik

pada temperatur perairan yang hangat (23,9o – 29,4

o C) dengan substrat yang

berlumpur. Dalam kondisi cahaya matahari yang sedikit, Seroja tidak akan

berbunga dan tangkai daun memanjang secara cepat mencapai beberapa cm per hari

(El-hamdani & Francko 1992 in Naibaho 2004). Menurut La-Ongsri (2008)

menyatakan bahwa laju pertumbuhan tanaman Seroja mulai dari benih/biji menjadi

tanaman dewasa membutuhkan waktu sekitar 2 bulan dengan ciri tanaman dewasa

yaitu mempunyai bunga yang sudah mekar.

2.11.2. Manfaat Seroja (Nelumbo nucifera)

Menurut La-Ongsri (2008) menyatakan bahwa ada 20 manfaat dari Seroja.

Pada pemanfaatan ini dibagi dalam 4 kategori (upacara keagamaan, makanan dan

minuman, obat-obatan, dan bermacam-macam lainnya), berikut ini adalah manfaat

dari tanaman Seroja yaitu (lihat Lampiran 6):

a. Ritual keagamaan

Bunga digunakan dalam upacara keagamaan dengan tujuan untuk penyembahan

sang Budha, bunga untuk pemujaan dipilih dengan tunas bunga memiliki panjang

berkisar antara 40—50 cm pada saat musim berbunga, sedangkan daun digunakan

untuk membungkus rambut yang telah di gunting sebelum upacara berlangsung

yakni ketika sang imam membacakan doa-doa untuk sang Budha, tujuan dari

pembungkusan rambut dengan daun Seroja karena daun Seroja merupakan lambang

20

dari kekuatan, kemurnian dan kebaikan, menurut ajaran Budha daun dan bunga

Seroja merupakan simbol dari kemakmuran dan kebaikan.

b. Makanan dan minuman

Akar rizoma dari Seroja biasanya digunakan sebagai sayuran dan biasa disebut

dengan pong bua, akar rizoma biasanya dimasak dengan cara disup sebagai bahan

sayuran untuk percampuran dengan daging dan tulang-tulang babi. Daun biasanya

digunakan sebagai sayuran, biasanya dimakan dengan cara langsung dimakan,

direbus terlebih dahulu atau dicampur dengan kari ikan dan minyak kelapa di dalam

sup. Daun bunga juga biasanya digunakan sebagai sayuran dan dimakan dengan

cara langsung dimakan dengan pasta saus udang dan sambal. Buah digunakan juga

sebagai sayuran sedangkan biji Seroja digunakan sebagai makanan penutup.

c. Obat-obatan

Sehelai daun biasanya digunakan sebagai rokok untuk menyembuhkan sinusitis

dan rhinitis sedangkan ekstrak dari daun digunakan sebagai teh untuk

menyembuhkan sakit tenggorokan. Kadang-kadang ramuan ini juga bisa dipakai

untuk menyembuhkan penyakit diabetes sedangkan benang sari dipakai untuk

penyembuhan alergi.

d. Bermacam-macam lainnya

Bubuk biji biasanya digunakan sebagai media tumbuh dari budidaya jamur.

Berikut ini adalah manfaat dari bagian-bagian tanaman Seroja yang dapat dilihat

pada Tabel 1:

Tabel 1. Manfaat dari bagian-bagian tanaman Seroja (La-Ongsri 2008).

Kategori Bagian yang digunakan Manfaat

Ritual keagamaaan Bunga dan daun Ritual keagamaan

(Upacara) dan melindungi

rumah dari bencana

Makanan Akar rizoma, stolon, buah,

biji, benih, bunga daun dan

daun

Makanan (sebagai sayuran

dan dessert)

21

Tabel 1 (Lanjutan).

Obat-obatan Stolon, benih, biji, benang

sari, daun, batang, Alergi, demam, sinusitis

dan rhinitis

Bermacam-macam lainnya Daun, biji, daun bunga Pembungkus makanan,

pembungkus rokok,

dekorasi, media tumbuh

jamur

Ganesapillai et al., (2007) in Ramesh dan Srikumar (2008) menyatakan

bahwa ekstraksi senyawa alkohol dalam tanaman Seroja terutama bagian daunnya

dapat dijadikan sebagai bahan campuran untuk biodiesel. Hasil penelitiannya

mengemukakan bahwa dari bagian daun Seroja mengandung senyawa Trigliserida.

Hasil ini dipilih untuk produksi biodiesel dan studi optimisasi dimana asam lemak

dari golongan metil dan ester dihasilkan dari proses transesterification. Dari 40 gr

berat trigliserida dari sampel daun Seroja telah ditemukan 24,15 gr (60,37 %)

senyawa asam lemak dari golongan methyl ester. Kadar maksimum dari proses

transesterification ini adalah sebesar 26,34 gr (65,85 %). Proses transesterification

ini membutuhkan 3 mol alkohol untuk setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 1

mol gliserol dan mol metil ester. Tanaman air (Seroja) termasuk jenis sumberdaya

alam yang dapat menjanjikan dalam hal produksi biodiesel karena ketersediaannya

di alam sangat melimpah dan mudah dalam hal ekstraksi lemak dan asam lemak.

22

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Situ Burung pada musim hujan, yaitu pada akhir

bulan November 2009 hingga awal bulan Januari 2010. Peta lokasi penelitian dapat

dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Situ burung dan Lokasi stasiun pengamatan. Sumber peta

(www.maps.google.com ; Surfer 8.0).

Penelitian di Situ Burung mencakup tiga aspek yaitu: (a) morfometri Situ (b)

kualitas fisika dan kimia air Situ, serta (c) biomassa tanaman air berikut estimasi

kandungan karbon di dalamnya.

23

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian morfometri Situ,

kualitas air dan biomassa tanaman air tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat-alat dan bahan dalam penelitian di Situ burung.

No Parameter Alat Bahan

I. Morfometri

Pemetaan dimesni

permukaan

GPS

Peta dasar, citra landsat,

Kertas grafik

Pengukuran dimensi

bawah permukaan

Tali dengan pemberat untuk mengukur

kedalaman

II. Kualitas Air Pengambilan contoh air menggunakan Van

dorn water sampler

Fisika *)

1 Warna Visual

2 Kecerahan (m) Secchi disk

3 Temperatur (ºC) thermometer

4 TSS (mg/l) vacuum pump, dessikator, timbangan Kertas filter millipore,

5 TDS (mg/l) Spektofotometri

6 DHL (µmhos/cm) SCT meter

Kimia *)

1 DO (mg/l) Botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, pipet dan

syringe (sebagai pengganti buret)

Sulfamic acid, MnSO4,

NaOH+KI, H2SO4 pekat,

Na2S2O3, amylum

2 BOD (mg/l) Botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, buret,

plastik hitam, inkubator

s.d.a

3 COD (mg/l) Titrasi/“Heat of dilution Procedure” HCl, K2Cr2O7, H2SO4, FAS

4 pH pH Stick

III.Biomasa &

Kandungan Karbon

Seroja (Nelumbo

nucifera)

1 Berat basah Alat timbang

2 Berat Kering Oven dan alat timbang

3 Nilai % karbon organik Potassium dichromate

(K2Cr2O7), dan HCL.

*) pengukuran parameter Fisika dan Kimia mengacu pada Haryadi et al., (1992)

24

3.3 Metode Pengambilan Contoh

3.3.1. Morfometri

Pemetaan Situ Burung dilakukan dengan mengelilingi garis pantai Situ

tersebut (dengan berjalan kaki) disertai dengan pengukuran bentuk garis pantai

menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Setelah bentuk garis pantai

Situ Burung diukur, selanjutnya dilakukan pengukuran kontur kedalaman dengan

menggunakan alat berupa tali berskala dan dilakukan secara sistematis/ dengan

sistem grid kotak-kotak di atas sampan. Pengambilan data dimensi permukaan yaitu

pada tanggal 25 November 2009 dan pengambilan data dimensi bawah permukaan

yaitu pada tanggal 5 Desember 2009.

3.3.2. Kualitas air

Lokasi/stasiun pengukuran kualitas air berada di inlet, tengah dan outlet dari

aliran Situ Burung. Air contoh diambil pada tanggal 12 Desember 2009 antara pukul

09.00 WIB hingga pukul 11.30 WIB, di empat buah stasiun (lihat Gambar 7).

Pengambilan air contoh dilakukan pada masing-masing stasiun pengamatan secara

vertikal yaitu pada bagian permukaan dan dekat dasar perairan. Titik koordinat

stasiun pengamatan air contoh (stasiun 1 ditengah, stasiun 2 dekat dengan outlet,

stasiun 3 di tengah dan stasiun 4 dekat dengan inlet) sebagai berikut:

Stasiun 1: 106o43’55.90” BT dan 6

o32’46” LS.

Stasiun 2: 106o44’2.40” BT dan 6

o32’50.60” LS.

Stasiun 3: 106o43’59.50” BT dan 6

o32’51.18” LS.

Stasiun 4: 106o43’57” BT dan 6

o32’49.63” LS.

3.3.3. Tanaman air

Pada pengamatan tanggal 5 Januari 2010, diambil sampel Seroja sebanyak 12

sampel dari 2 stasiun pengamatan. Pengukuran Seroja meliputi panjang batang,

diameter daun (lihat Gambar 8), dan berat basah setiap sampel. Setelah itu, sampel

dianalisis untuk mengetahui berat kering dan kadar C- organiknya. Pada analisis

berat kering dan kadar air, sampel dikeringkan dengan menggunakan oven. Proses

pengovenan dilakukan selama satu hari dengan suhu 75oC dan setiap 4 jam diukur

25

berat keringnya, untuk melihat kestabilan dari berat kering dari setiap sampel Seroja.

setelah berat sampel itu stabil pada 4 jam berikutnya, maka dapat dinyatakan hasil

itu sebagai data berat kering. Setelah mendapatkan data berat kering dan kadar air,

sampel tersebut kemudian dibawa ke pusat laboratorium tanah untuk mengetahui

kandungan C-organiknya.

Pengukuran berat basah

Pengukuran biomassa berat basah tanaman air pada setiap stasiun dilakukan

dengan menimbang berat basah seluruh tanaman tersebut. Sebelum penimbangan

berat basah, setiap perakaran tanaman air dibilas air bersih sampai tanah yang

melekat diperakaran hilang. Selanjutnya tanaman dengan perakaran yang sudah

bersih ini ditiriskan di udara terbuka hingga air di bagian luar tubuhnya (external

water) hilang. Penirisan ini dilakukan selama 3-5 menit sampai air tidak menetes

lagi. Selain mengukur berat basah keseluruhan tubuh tanaman air tersebut,

pengukuran berat basah terhadap bagian-bagian tanaman (akar, batang dan daun)

juga dilakukan:

Pengukuran berat kering

Selanjutnya masing-masing bagian tanaman yang telah diukur berat basahnya,

ditentukan berat keringnya dengan cara di oven pada suhu 70oC (Losidan Sicama

2002) selama 18 jam (hingga tercapai berat kering yang stabil).

Kandungan karbon pada Seroja dan di Situ Burung

Untuk mengetahui kandungan karbon organik pada tanaman air Seroja

digunakan nilai karbon organik antara 36,53 % – 50,12 % atau dengan rata-rata

sebesar 45,06%, sehingga untuk menentukkan nilai simpanan karbon dalam satu

tanaman Seroja dapat ditentukkan sebagai berikut:

Keterangan

Gr C/sampel : berat C yang terkandung pada bagian batang atau daun Seroja.

% C organik : 43,79 % untuk batang dan 46,33 % untuk daun.

BK : berat kering yang ada pada bagian batang atau daun Seroja.

26

Sedangkan untuk menghitung stok karbon di Situ Burung dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

Keterangan:

C :Total karbon yang terkandung pada seluruh tanaman air Seroja (grC)

di Situ Burung.

% C-organik : 45,06 %.

Yn : Total berat kering seluruh tanaman air Seroja (gr) di Situ Burung.

Kuantifikasi penyimpanan CO2 di dalam tubuh Seroja diperoleh dengan

mengkonversi nilai karbon yang terkandung dalam tanaman menjadi setara karbon

dioksida (CO2 equivalent) yaitu dengan rumus sebagai berikut (Basuki 2004):

CO2 = 44/12 X C

Dimana:

44 adalah berat molekul CO2 (grCO2).

12 adalah berat atom C (grC).

Gambar 8. Bagian tanaman air Seroja (Nelumbo nucifera) untuk analisis biomasa

total.

Daun

Bunga

Batang

27

Kandungan Air

Menurut Haygreen & Bowyer (1989) in Irawan (2009), kadar air dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

%KA : persentase kadar air.

BBc : berat basah contoh (gr).

BKc : berat kering contoh (gr).

3.4. Analisis Data

3.4.1. Perhitungan Morfometri Danau

Analisa-analisa limnologi suatu danau sering memerlukan pengetahuan atau

data-data morfometri secara detail. Parameter-parameter morfometri biasanya

diperlukan untuk menilai ada tidaknya erosi danau, menghitung beban atau total

kandungan unsur hara, massa bahan-bahan kimia, kandungan panas, stabilitas panas

dan beberapa indeks tingkat kesuburan perairan. Morfometri yaitu suatu metoda

pengukuran dan analisa secara kuantitatif dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan

misalnya danau. Untuk menggambar peta permukaan dan dibawah permukaan

menggunakan software surfer 8.0. Aspek morfometri danau dibedakan atas

dimensi-dimensi permukaan (surface dimensions) dan dimensi-dimensi bawah

permukaan (subsurface dimensions) (Haryadi et al., 1997). Ukuran-ukuran yang

termasuk dimensi permukaan antara lain:

1. Panjang maksimum (Maximum length=Lmax) merupakan jarak antara dua

titik terjauh pada tepi suatu danau.

2. Panjang maksimum efektif (Maximum effective length = Le) merupakan

panjang permukaan danau maksimum tanpa melintasi suatu pulau atau

daratan yang mungkin teradapat di danau.

3. Lebar maksimum (Maximum width = Wmax) merupakan jarak maksimum dua

titik terjauh pada permukaan tepi danau yang ditarik secara tegak lurus

terhadap panjang maksimum (Lmax).

28

4. Lebar rata-rata (Mean Width = W) merupakan rasio antara luas permukaan

danau (Ao) dengan panjang maksimum (Lmax) yang dinyatakan dalam rumus.

5. Lebar maksimum efektif (Maximum effective width = We) merupakan lebar

maksimum danau tanpa melintasi pulau atau daratan yang mungkin terdapat

di danau dan ditarik tegak lurus terhadap Le.

6. Luas permukaan (Surface area = Ao) merupakan luas wilayah permukaan

danau yang tertutup oleh air. Nilainya bervariasi tergantung musim.

7. Panjang garis keliling pantai (Shore line =SL) pengukuran dimensi ini dapat

dilakukan dari peta yang telah tersedia dengan memperhatikan skalanya.

8. Indeks perkembangan garis pantai (Shore line development index = SDI)

dimensi ini digunakan untuk mencerminkan bentuk keteraturan danau. Nilai

SDI dirumuskan sebagai berikut:

Kriteria:

a) SDI mendekati 1 : Danau berbentuk lingkaran teratur.

b) 1<SDI<2 : Danau berbentuk subsircular atau elips.

c) SDI>2 : Danau berbentuk tidak beraturan.

9. Insolusity (In) merupakan luas total dari pulau-pulau daratan yang ada di

tengah danau terhadap luas total permukaan danau.

10. Ketinggian dari permukaan laut dan kedalaman kriptodesi.

Sedangkan untuk ukuran-ukuran yang termasuk dimensi bawah permukaan antara

lain:

1. Kedalaman Maksimum (Zm) merupakan kedalaman suatu danau pada titik

terdalam.

2. Kedalaman relatif (Zr) penentuan kedalaman relatif untuk menggambarkan

tingkat stabilitas stratifikasi atau kemantapan pelapisan massa air danau,

dinyatakan dalam rumus:

29

3. Kedalaman rata-rata (z) lebih bersifat informatif daripada kedalaman

maksimum.

4. Kemiringan rata-rata (s) dapat menggambarkan luas atau tidaknya daerah

yang berair dangkal, yang akhirnya mempengaruhi nilai kekeruhan,

kedalaman penetrasi cahaya, kelimpahan biota. Perhitungannya adalah

sebagai berikut:

Keterangan:

S: Kemiringan rata-rata (%).

L: Panjang garis keliling dari masing-masing kontur (m).

n : Jumlah kontur pada peta batimetri.

Zm : Kedalaman maksimum (m).

Ao : Luas permukaan air (m2).

5. Volume total air danau (V) didasarkan pada asumsi bahwa umumnya danau

berbentuk sebagai kerucut terpancung dan volume totalnya merupakan dari

volume air pada masing-masing strata.

Keterangan:

V1, V2 : Volume total air pada strata 1, 2, …dst (m3).

h1 : Kedalaman atau interval atau kontur (m).

A1, A2 : Luas kumulatif strata 1, 2, … dst (m).

n : Jumlah kontur.

6. Perkembangan volume danau (VD) merupakan ukuran atau nilai yang

digunakan untuk menggambarkan bentuk dasar danau secara umum.

30

Perairan yang landai biasanya memiliki luasan daerah litoral yang lebih besar

yang biasanya memiliki produktivitas yang tinggi.

Keterangan:

Ao : luas permukaan air danau (m2).

Z : Kedalaman rata-rata (m).

Zm

: Kedalaman maksimum (m).

3.4.2. Penentuan biomassa tanaman Seroja melalui pendekatan persamaan

alometrik

Allometrik dapat didefinisikan sebagai suatu studi yang mengindikasikan

adanya hubunganantara salah satu atau lebih dimensi bagian-bagian tubuh

organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Dalam

studi biomassa Seroja persamaan allometrik digunakan untuk mengetahui hubungan

antara diameter, daun dan panjang batang dengan berat kering Seroja secara

keseluruhan. Persamaan allometrik ini dibuat untuk mengestimasi berat kering

Seroja. Berikut ini adalah penyajian dari persamaan allometrik dinyatakan dengan

persamaan umum (Sutaryo 2009):

Y = a + bX

Dalam hal ini, Y mewakili ukuran yang diprediksi (yaitu biomassa berat kering

tanaman Seroja), X adalah bagian yang diukur (daun dan batang), b merupakan

slope/kemiringan atau koefisien regresi dan a merupakan nilai perpotongan dengan

sumbu vertikal (Y). Untuk mencari nilai a dan b dalam persamaan liner di atas

digunakan metode kuadrat terkecil (least square). Rumus yang digunakan adalah

sebagai berikut :

31

Bentuk persamaan Y = a + bX, kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk

logaritma menjadi log(Y) = log(a) + b[log(X)]. Jika diperhatikan, persamaan log(Y)

= log(a) + b[log(X)] adalah identik dengan persamaan Y = a + bX. Dengan

demikian setelah melalui transformasi, untuk mencari nilai log (a) dan b juga dapat

dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Berikut ini

adalah tahapan yang dilakukan untuk menentukan persamaan alometrik yaitu :

1. Memilih sampel tanaman air yang akan diukur diameter daun dan

panjang batang sebagai data (X), dalam penelitian ini diambil unit sampel

berjumlah n ≥ 10.

2. Kemudian mengukur berat kering dari sampel tanaman air (Y) yang

sebelumnya telah diukur panjang batang dan diameter daun.

3. Setelah itu dicari nilai a dan b dari rumusan metode kuadrat terkecil atau

dapat dilakukan regresi terhadap nilai X dan Y yang telah didefinisikan

diatas. Sebagai catatan jika data belum menyebar normal harus

dilakukan konversi data dalam bentuk logaritmik.

4. Setelah diperoleh nilai a dan b tersebut, maka dapat dibentuk persamaan

allometrik secara umum Y = a + bX atau dapat juga dituliskan dalam

bentuk pangkat Y = a X b

.

32

4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Perairan Situ Burung

Situ merupakan suatu wadah genangan air di atas permukaan seperti danau

yang terbentuk secara alami atau buatan yang airnya berasal dari air tanah atau

permukaan. Situ merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Jawa Barat

untuk menyebut danau yang berukuran relatif kecil dan dangkal. Secara

adminisratif, Situ Burung terletak di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor. Secara geografis Situ ini terletak di koordinat 106o44

’3.3

” BT dan

06o32

’55.8

” LS. Adapun batas-batas wilayah dari Situ Burung adalah

Utara : Kawasan pertanian dan pemukiman penduduk.

Barat : Kawasan pertanian, pemukiman penduduk dan ICDF (Indonesia China

Development Farm).

Timur : Kawasan pemukiman penduduk.

Selatan : Kawasan pemukiman dan Kampus IPB Dramaga.

Situ ini dikelilingi oleh jalan beraspal di sebelah selatan dan areal pertanian

serta pepohonan di sisi lainnya. Lokasi pemukiman penduduk cukup jauh dari Situ

dan dibatasi oleh areal pertanian. Situ Burung merupakan Situ buatan yang terletak

± 8 km dari kota Bogor ke arah barat, dengan ketinggian 210 m dari pemukaan laut.

Pengelolaannya di bawah Dinas Pekerjaan Umum (PU) ranting Ciampea. Situ

Burung saat ini tengah mengalami penurunan fungsi yang disebabkan oleh:

a) Berkurangnya volume air dalam Situ karena kurangnya suplai air atau

sumber air.

b) Kurangnya pemeliharaan terhadap Situ, akibatnya populasi tanaman air

seperti Seroja (Nelumbo nucifera) tidak terkendali.

c) Status pemilikan yang tidak jelas merangsang penggunaan tanah pada areal

tepi Situ yang dikonversi menjadi lahan pertanian.

d) Batas-batas Situ yang tidak jelas sehingga sulit dalam pengendalian dan

pengelolaannya jika terjadi perambahan oleh masyarakat.

e) Perubahan catchment area di sekitar Situ (Bapeda Provinsi Jawa Barat

1986).

33

Luas Situ burung adalah 4,05 Ha, dengan Kedalaman rata-rata 2,38 m dan

memiliki kedalaman maksimum 4,98 m. Bentuk garis tepi yang tidak beraturan dan

cukup berbelok-belok. Sumber air Situ Burung adalah air buangan dari Situ

panjang, air hujan dan mata air. Di sekitar Situ tidak dijumpai adanya sungai yang

dapat menyuplai air ke dalam Situ. Kegunaan utama dari Situ ini adalah untuk

pengairan sistem irigasi pertanian, areal pertanian tersebut mencakup luasan 40 ha,

kegunaan lain dari Situ Burung adalah untuk area pemancingan, rekreasi oleh

masyarakat sekitar, penangkapan ikan dengan menggunakan jala.

Situ Burung saat ini tidak/ belum dijadikan lokasi tempat pembuangan

limbah domestik karena letak Situ yang cukup jauh dari pemukiman. Situ ini telah

mengalami perkembangan kondisi melalui beberapa kali perbaikan. Kegiatan

perbaikan tersebut dilakukan oleh Kimpraswil Pusat pada tahun 2002 dan

Perlengkapan PSDA pada tahun 2003. Bentuk perbaikan yang dilakukan antara lain

pengerukan dasar Situ dan pembersihan Situ dari tanaman air seperti Seroja

(Nelumbo nucifera). Untuk menekan laju pertumbuhan dari vegetasi air ini maka

untuk beberapa bulan sekali vegetasi ini dipanen oleh pihak PSDA Bogor.

4.2. Vegetasi Tanaman Air Situ Burung

Situ Burung telah mengalami perkembangan kondisi melalui beberapa kali

perbaikan. Kegiatan perbaikan tersebut dilakukan oleh Kimpraswil pusat pada tahun

2002 dan bagian perlengkapan PSDA pada tahun 2003. Seroja merupakan salah

satu vegetasi litoral yang tumbuh diperairan tawar yang tergenang seperti danau,

kolam dan Situ. Pada perairan Situ Burung, Seroja tumbuh dan tersebar hampir di

seluruh tepian Situ. Seroja yang ditemukan di Situ Burung adalah jenis Seroja

berbunga merah jambu dengan pangkal berwarna putih dan merupakan Seroja

berbunga tunggal. Seroja dengan daun yang mencuat berada di zona litoral yang

lebih dangkal sedangkan pada kolom air yang makin dalam, Seroja yang ditemukan

adalah berdaun terapung. Kepadatannya juga semakin menurun sesuai dengan

kedalaman Situ.

34

4.3. Organisme yang dapat Ditemukan di Situ Burung

Jenis ikan yang ada dalam Situ adalah jenisi ikan nila (Oreochromis niloticus),

ikan mujair (Oreochromis mosambicus), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan paray

(Rasbora sp), ikan tawes (Puntius javanicus), dan ikan lele (Clarias batracus). Ikan

lele merupakan ikan hasil introduksi yang ditebar oleh pihak ICDF, pada bulan juli

tahun 2009 pihak ICDF telah menebar beberapa spesies ikan dengan padat tebar

sekitar 2 kuintal, tidak hanya itu pihak ICDF juga telah melepaskan beberapa spesies

reptil (kuya/kura-kura), dan amphibi (Rana sp/kodok) (Komunikasi pribadi 2010).

35

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Morfometri Situ Burung

Pada Tabel 3 diperlihatkan hasil pengukuran dimensi permukaan (surface

dimension) dan bawah permukaan (subsurface dimension) dari Situ Burung pada

musim hujan, sedangkan Gambar 9 memperlihatkan peta batimetri Situ Burung pada

musim hujan. Pada bagian selatan situ ini (lihat Gambar 12) dijumpai tanaman air

Seroja yang berlimpah, hingga menutupi sekitar 0,46 Ha permukaan air Situ.

Keberadaan tanaman air di bagian ini, dari pengamatan secara visual, cenderung

menyebabkan terjadinya pendangkalan Situ.

Gambar 9. Peta Situ Burung pada musim hujan (www.map.google.com ; surfer 8.0)

36

Tabel 3. Dimensi Morfometri Situ Burung pada musim Hujan

Parameter Nilai

A. Dimensi Permukaan

*Luas Permukaan (Ao) 4,05 ha

Panjang garis tepi pantai (SL) 1291,75 m

SDI 1,81

Panjang maksimum (Lmax) 247,85 m

Panjang maksimum efektif (Le) Idem

Lebar maksimum (Wmax) 203,74 m

Lebar maksimum efektif (We) Idem

Lebar rata-rata (w) 163,41 m

B. Dimensi bawah Permukaan

Kedalaman Maksimum (Zmax) 4,98 m

Kedalaman rata-rata (Z) 2,38 m

Kedalaman relative (Zr) 2,19 %

Kemiringan rata-rata (s) 9,33 %

*Volume total air (Vtotal) 96427,86 m3

Perkembangan volume Situ (VD) 1,43

*) Untuk mendapatkan nilai dari dua parameter ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berdasarkan analisis peta bathimetri, diketahui nilai-nilai dimensi permukaan

dan bawah permukaan perairan Situ Burung yang bisa dilihat pada Tabel 3. Situ

burung memiliki luas permukaan air (Ao) ± 4,05 ha dengan panjang garis tepi (SL)

sebesar 1.291,75 meter. Nilai garis tepi ini akan terus mengalami perubahan yang

disebabkan oleh erosi karena air hujan, masuknya air yang membawa partikel

lumpur dan terakumulasinya limbah pertanian seperti pupuk dapat berpengaruh

terhadap proses pendangkalan. Welch (1952) in Hoerunnisa (2004) menyatakan

semakin panjang garis pantai maka kesempatan untuk berhubungan dengan daratan

akan semakin besar dan hal ini akan berpotensi meningkatkan produktivitas

perairan.

Nilai indeks perkembangan garis tepi (SDI) Situ burung sebesar 1,81 meter.

Menurut Wetzel (1983), nilai ini menunjukkan bentuk Situ adalah lonjong (subcircle

atau elipsc). Semakin besar nilainya maka bentuk danau semakin tidak beraturan dan

diduga perairannya memiliki potensi produktivitas yang tinggi karena hubungan

antara daratan semakin besar sehingga masuknya bahan organik ke dalam perairan

semakin tinggi.

37

Panjang maksimum merupakan jarak antara dua titik terjauh pada permukaan

tepi suatu danau (Hakanson 1981 in Hoerunnisa, 2004 ). Pada perairan Situ Burung

panjang maksimumnya (Lm) sebesar 247,85 meter, karena di dalam Situ Burung

tidak terdapat pulau maka panjang maksimum efektif (Le) sama dengan panjang

maksimumnya (Lm) yaitu sebesar 247,85 meter. Lebar maksimum (Wm) pada Situ

Burung sebesar 203,74 meter, karena di dalam Situ Burung tidak terdapat pulau

maka lebar maksimum efektif (We) sama dengan lebar maksimumnya (Wm) yaitu

sebesar 203,74 meter. Sedangkan untuk lebar rata-rata perairan (W) Situ Burung

sebesar 163,41 meter. Panjang maksimum dan lebar maksimum suatu danau dapat

mempengaruhi besar kecilnya wilayah perairan yang dapat berhubungan dengan

udara atau angin. Hal ini berpengaruh pada peningkatan difusi oksigen dari udara

serta sebaran organisme di permukaan perairan. Sehingga pengadukan massa air di

Situ Burung diduga besar karena pergerakan angin tidak terhambat oleh pulau atau

daratan yang ada di tengah perairan.

Berdasarkan tabel diatas perairan Situ Burung memiliki kedalaman

maksimum (Zm) sebesar 4,98 meter dengan kedalaman rata-rata (Z) sebesar 2,38

meter. Untuk kedalaman relatifnya (Zr) perairan Situ burung memilki nilai sebesar

2,19 %. Dengan menggunakan kriteria Zr menurut Hakanson (1981) in Hoerunnisa

(2004), nilai ini akan menggambarkan tingkat stabilitas stratifikasinya tinggi (Zr > 2

%). Hal ini menunjukkan bahwa perairan ini tidak mudah mengalami proses

pengadukan massa air oleh angin sehingga lapisan permukaan perairan sampai ke

dasar perairan cenderung heterogen dan nutrien dari hasil dekomposisi hanya ada

pada lapisan dasar (profundal) dan hanya dapat dimanfaatkan oleh organisme yang

berada di dasar perairan saja seperti dekomposer. Untuk nilai volume total air

perairan Situ Burung diperoleh sebesar 96.427,86 m3, volume ini akan mengalami

perubahan akibat pengaruh musim, evaporasi, presipitasi, run-off dan sedimentasi.

Nilai perkembangan volume danau (VD) Situ Burung adalah 1,43. Menurut Cole

(1983) nilai VD > 1 menunjukkan bahwa bentuk dasar Situ memiliki bentuk seperti

kaldera. Perkembangan volume danau dapat menggambarkan kelandaian tepi

perairan, perairan yang landai biasanya memiliki luasan daerah litoral yang besar

yang biasanya memiliki produktivitas yang tinggi (Hakanson 1981 in Hoerunnisa

2004).

38

5.2. Kualitas Perairan

Tabel 4. Parameter Fisika Kimia Perairan: Sumber PP No.82 tahun 2001 kelas 2 dan Data primer, 2010 (diolah)

No

Parameter

Satuan

Baku mutu

Kelas 2, 3,

4

Stasiun

1 2 3 4

Permukaan

(40 cm)

Kolom

(150 cm)

Permukaan

(40 cm)

Kolom

(150 cm)

Permukaan

(40 cm)

Kolom

(100 cm)

Permukaan

(40 cm)

Kolom

(120 cm)

I Fisika

1 Warna (Visual) Tidak

tercantum

Hijau Hijau Hijau Hijau

2 Kekeruhan NTU Tidak

tercantum

7,50 10 8,30 8.50 9 13 11 16

3 Suhu ºC ±3 29 28 29,50 28 29,50 28,50 29,50 28

4 TSS mg/l 400 4 8 2 2 2 18 2 20

5 TDS mg/l 1000 40,60 42,40 39,80 43,50 40,30 42,70 41,60 41,70

6 DHL µmhos/cm Tidak

tercantum

81 85,50 79,70 85,30 80,60 85,20 83,10 83,30

7 Kecerahan Persen (%) 23,08 25 11,76 25

II Kimia

1 DO mg/l 4 7,35 5,37 7,35 5,47 7,16 5,28 7,54 5,37

2 BOD mg/l 3 – 12 3,64 4,52 2,07 3,77 2,64 5,09 2,26 3,96

3 pH 6 s/d 9 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00

4 COD mg/l 25 – 100 44,88 87,72 83,64 73,44 65,28 75,48 73,44 69,36

1 Kedalaman Cm 280

300

160

210

*catatan: nilai pH yang seragam diduga karena pada waktu pengukuran menggunakan pH stick karena pH stick memiliki sensitivitas yang rendah.

39

5.2.1. Parameter Fisika Perairan

1. Suhu

Berdasarkan pengukuran di delapan titik pengamatan yaitu di stasiun satu, dua, tiga

dan empat yang terdiri dari dua titik pengamatan, yakni bagian permukaan dan kolom

perairan, maka diketahui suhu perairan Situ burung berkisar antara 29o – 29.5

o C untuk

bagian permukaan dan 28o

– 28.5o C untuk bagian kolom perairan Situ Burung. Pengukuran

suhu dilakukan pada pukul 09.30 – 11.30 WIB pada tanggal 12 Desember 2009. Berdasarkan

PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), suhu perairan Situ Burung masih

dalam kisaran yang layak untuk kepentingan pemeliharaan ikan air tawar, irigasi pertanian

dan kegiatan pertanian (deviasinya masih dalam kisaran ±3oC), sedangkan menurut Boyd

(1990); Slocum & Robinson, 1996 in Naibaho (2004) kisaran suhu tersebut, selain masih

layak bagi kehidupan ikan juga layak bagi pertumbuhan Seroja di Situ Burung.

2. Warna

Berdasarkan pengamatan pada tanggal 12 Desember 2009, perairan Situ burung

memiliki warna perairan hijau kecoklatan. Warna perairan disebabkan oleh bahan organik

dan bahan anorganik, keberadaan plankton, humus dan ion-ion logam seperti besi dan

mangan serta bahan-bahan lain yang dapat menimbulkan warna pada perairan (Effendi,

2003). Pengamatan warna perairan Situ burung dilakukan secara visual melalui indra

penglihatan. Menurut Peavy et al., (1985) in Effendi (2003) oksida mangan menyebabkan air

berwarna kecoklatan atau kehitaman, serta bahan-bahan organik misalnya tannin, lignin dan

asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna

perairan menjadi kecoklatan. Berdasarkan data tersebut, dapat dinyatakan bahwa perairan

Situ Burung memiliki warna perairan hijau kecoklatan.

40

3. Kecerahan, Kekeruhan dan Kedalaman

Nilai kecerahan hasil pengukuran di empat stasiun pengamatan (I, II, III dan IV) Situ

Burung berkisar antara 0,18 m – 0,25 m dengan rata-rata sebesar 0.18 m. Nilai kecerahan

tertinggi terdapat pada stasiun III, sedangkan nilai kecerahan terendah terdapat pada stasiun I.

Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan,

padatan tersuspensi dan ketelitian orang yang mengukurnya. Pengukuran kecerahan

sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi 2003).

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai pengamatan pada setiap

stasiun berkisar antara 7,5 NTU – 11 NTU untuk bagian permukaan dan 8,5 NTU – 16 NTU

untuk bagian kolom Situ Burung. Untuk bagian permukaan, kekeruhan tertinggi terdapat

pada stasiun IV dengan nilai 11 NTU, sedangkan kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I

dengan nilai 7,5 NTU. Selanjutnya untuk bagian kolom perairan, kekeruhan tertinggi

terdapat pada stasiun IV dengan nilai 16 NTU, sedangkan kekeruhan terendah terdapat pada

stasiun II dengan nilai 8,5 NTU.

Kekeruhan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya limpasan (run off)

yang terbawa oleh air hujan dalam Situ, selain karena faktor run off peningkatan kekeruhan

juga disebabkan oleh faktor biologi seperti plankton dan serasah. Tingginya nilai kekeruhan

di stasiun IV disebabkan adanya tanaman air karena letak stasiun IV dekat dengan tanaman

air, semakin banyak tanaman air yang menjadi serasah (daun), serasah tersebut akan

didekomposisi oleh dekomposer menjadi bahan organik (padatan tersuspensi dan terlarut)

sebagai bahan makanan dari organisme akuatik. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan

organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik

berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1976 in Watironna 2005).

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kedalaman pada setiap

stasiun pengamatan (Stasiun I, II, III, dan IV) berkisar antara 1,6 m – 3 m. Kedalaman

tertinggi terletak di stasiun II yaitu sebesar 3 meter, sedangkan terendah terletak di stasiun III

yaitu sebesar 1,6 meter.

41

4. Padatan Tersuspensi, Padatan Terlarut dan Daya Hantar Listrik (DHL)

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai TSS (Total suspended

solids) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 2 mg/l – 4 mg/l untuk bagian

permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 4 mg/l – 20 mg/l. Untuk bagian

permukaan nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 4 mg/l. Sedangkan untuk bagian

kolom nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 20 mg/l dan terendah terdapat

pada stasiun IV sebesar 4 mg/l. Tingginya nilai TSS di stasiun IV pada bagian kolom

disebabkan oleh terakumulasinya padatan tersuspensi yang berasal dari serasah dari tanaman

air dan sisa metabolisme dari organisme akuatik seperti ikan dan plankton. Hal ini

berhubungan dengan lokasi stasiun IV yang mewakili bagian dekat dengan keberadaan dari

tanaman air di Situ Burung. Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan.

Semakin tinggi nilai TSS, nilai kekeruhan juga semakin tinggi.

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai TDS (Total Disolved

solids) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 39,8 mg/l – 41,6 mg/l untuk

bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 41,7 mg/l – 43,5 mg/l. Untuk

bagian permukaan nilai TDS tertinggi terdapat pada stasiun IV yaitu 41,6 mg/l dan terendah

pada stasiun II dengan nilai sebesar 39,8 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom nilai TDS

tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 43,5 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun IV

sebesar 41,7 mg/l. TDS adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6

mm) dan koloid (10-6

mm ≤ diameter ≤ 10-3

mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan yang tidak

tersaring pada kertas saring miliophore (Rao 1992 in Effendi 2003). TDS biasanya

disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan.

Menurut Effendi (2003) nilai TDS di perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan,

limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (limbah domestik dan limbah industri).

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai DHL (Daya Hantar Listrik)

pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 79,7 µmhos/cm – 83,1 µmhos/cm

untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 83,3 µmhos/cm – 85,5

µmhos/cm. Untuk bagian permukaan, nilai DHL tertinggi terdapat pada stasiun IV yaitu 83.1

µmhos/cm dan terendah pada stasiun II dengan nilai sebesar 79,7 µmhos/cm. Sedangkan

untuk bagian kolom nilai DHL tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 85,5 µmhos/cm dan

terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 83,3 µmhos/cm. Nilai DHL pada kisaran 79,7

µmhos/cm – 83,1 µmhos/cm untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar

antara 83,3 µmhos/cm – 85,5 µmhos/cm. Menurut Wardoyo (1981) in Hoerunnisa (2004)

42

nilai tersebut akan mempengaruhi tekanan fisiologi pada ikan namun ikan masih dapat

bertahan hidup. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2),

kisaran nilai TSS dan TDS di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak

untuk kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.

5.2.2. Parameter Kimia Perairan

1. pH

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai pH (power of Hidrogen)

pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) bernilai 6 baik untuk bagian permukaan maupun

kolom perairan Situ Burung. Nilai pH air akan berpengaruh pada reaksi biokimia dalam air.

pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme akuatik sehingga

seringkali pH suatu perairan digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kualitas suatu

perairan, nilai pH perairan tawar berkisar antara 5-9 (Saeni, 1989). Menurut Islami dan

Utomo in Widaryanti (2002), pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ada pada kisaran

pH netral, akan menurun pada pH 4 ke bawah dan pH 9 ke atas. Berdasarkan PP No. 82

Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), nilai pH di perairan Situ Burung masih berada

pada kisaran yang layak untuk kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.

2. Dissolved Oxygen (DO) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Pada Gambar 10 diperlihatkan data hasil pengukuran nilai DO di 8 pengamatan yaitu

4 stasiun pengamatan dan setiap stasiun terdiri dari 2 titik pengamatan yaitu bagian

permukaan dan kolom perairan. Untuk bagian permukaan perairan, nilai DO tertinggi

terdapat pada stasiun 4 sebesar 7,54 mg/l sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3

sebesar 7,16 mg/l. Untuk bagian kolom perairan, nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun 2

sebesar 5.47 mg/l, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 5.28 mg/l.

43

Gambar 10. Nilai DO (Dissolved Oxygen) di setiap stasiun pengamatan pada bagian

permukaan dan kolom perairan.

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai oksigen terlarut (Dissolved

Oxygen) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 7,35 mg/l – 7,54 mg/l untuk

bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 5,37 mg/l – 5,47 mg/l. Besarnya

nilai oksigen terlarut pada bagian permukaan disebabkan oleh proses fotosintesis, karena

menurut Effendi (2003) sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis. Akan tetapi

Jumlah oksigen terlarut sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, difusi udara, respirasi organisme,

kandungan bahan organik, fotosintesis plankton dan tanaman air. Kadar oksigen berfluktuasi

secara harian dan musim tergantung pada percampuran, pergerakan massa air, limbah yang

masuk ke badan air.

Selain kedalaman, faktor yang juga dapat mempengaruhi nilai oksigen terlarut adalah

waktu pengukuran. Pada tanggal 12 Desember 2009, dilakukan pengambilan sampel untuk

analisis kualitas air. Waktu untuk pengambilan sampel dan mengukur kualitas air secara ex-

Situ dimulai dari pukul 09.30 – 11.00 WIB. Menurut Boyd (1988) in Effendi (2003) kadar

oksigen maksimum terjadi pada sore hari sedangkan kadar minimum terjadi pada pagi hari.

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai oksigen

terlarut di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak bagi perikanan.

44

Gambar 11. Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) di setiap stasiun pengamatan pada

bagian permukaan dan kolom perairan.

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kebutuhan oksigen

biokimiawi (BOD) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 2.07 mg/l – 3.64

mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 5.09 mg/l – 3.77 mg/l.

Untuk bagian permukaan, nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 4.52 mg/l dan

terendah pada stasiun I dan II dengan nilai sebesar 7.35 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom

nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 5.47 mg/l dan terendah terdapat

pada stasiun I dan IV sebesar 5.37 mg/l. Prinsip penetapan BOD adalah oksidasi zat organik

dengan oksigen terlarut dalam air dengan adanya bakteri aerob dalam waktu lima hari

inkubasi pada suhu 200C tanpa cahaya (Boyd, 1988 in Effendi, 2003).

Pada Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa nilai DO (Dissolved oxygen) akan

cenderung menurun seiring dengan peningkatan kedalaman dari Situ Burung. Sedangkan

nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) akan cenderung meningkat seiring dengan

peningkatan kedalaman (Lihat Gambar 11). Hal ini dikarenakan adanya proses respirasi dari

organisme akuatik (ikan, zooplankton dan tanaman air) dan dekomposisi dari organisme

akuatik lainnya (dekomposer).

Pada dasarnya proses dekomposisi bahan organik terjadi melalui dua tahap yaitu

pertama, bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Proses ini berlangsung secara

aerob karena ketersediaan oksigen masih ada sehingga mikroba menggunakan oksigen

tersebut untuk mendekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik. Kedua, bahan

anorganik yang tidak stabil diuraikan menjadi bahan anorganik yang lebih stabil. Proses ini

45

berlangsung secara anaerob karena ketersediaan oksigen sedikit sehingga mikroba

menggunakan oksigen berasal dari senyawa yang mempunyai ikatan dengan oksigen seperti

nitrat, nitrit, CO2, SO2, PO4, dsb. Ketika proses tersebut berlangsung, produk dari proses

tersebut terdiri dari energi dan bahan atau senyawa yang beracun. Dengan demikian, hanya

dekomposisi pada tahap pertama yang berperan dalam menentukan nilai BOD. Besarnya

nilai BOD di bagian kolom perairan menggambarkan bahwa bahan-bahan organik yang ada

di lapisan tersebut hanya mampu didekomposisi secara biologis melalui proses katabolisme

dan anabolisme. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2),

kisaran nilai BOD di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak bagi

kehidupan ikan di dalamnya maupun bagi irigasi.

3. Chemical Oxygen Demand (COD)

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kebutuhan oksigen

kimiawi (COD) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 83,64 mg/l – 44,88

mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 87,72 mg/l – 69,36

mg/l. Besarnya nilai COD pada stasiun pengamatan II di bagian permukaan diduga

disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang terdapat di bagian permukaan stasiun

pengamatan II.

Besarnya nilai COD dapat menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan

untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang dapat didegradasi secara biologi

(biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologi (non biodegradable). Pada

prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang

diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd 1988 in Effendi 2003). Berdasarkan PP

No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai COD di perairan Situ

Burung masih berada pada kisaran yang masih layak untuk digunakan bagi kepentingan

perikanan dan irigasi pertanian.

46

5.3. Situ Burung dan Luas Penutupan Seroja

Pengamatan jumlah Seroja yang di jumpai di perairan Situ Burung menggunakan

metode sensus yaitu dengan cara menghitung jumlah Seroja yang dijumpai/ditemukan

didalam perairan Situ Burung, sedangkan untuk pengukuran diameter daun Seroja dibagi

dalam 5 blok dimana setiap wilayah dibuat garis khayal dan sampel yang diambil untuk

setiap blok berjumlah 10 sampel (lihat Gambar 12).

Gambar 12. Situ Burung dan Persentase Luas penutupan permukaan air oleh tanaman air

Seroja (Nelumbo nucifera).

Pada Tabel 5 diperlihatkan data hasil pengukuran Diameter sampel Seroja di setiap

Blok. Penentuan blok dilakukan dengan cara melihat tanaman Seroja yang tumbuh didalam

perairan Situ Burung. Sampel daun Seroja yang diukur berjumlah 10 untuk setiap blok.

Pengukuran diameter daun Seroja diambil secara seragam karena dapat diasumsikan bahwa

sampel daun Seroja yang diukur berada dalam kelompok umur yang sama. Berdasarkan

Tabel 5 didapatkan nilai diameter pada blok 1 berkisar antara 40 – 43 cm, blok 2 berkisar

antara 40 – 54 cm, blok 3 berkisar antara 42 – 54 cm, blok 4 berkisar antara 48 – 57,6 cm dan

blok 5 berkisar antara 49 – 56 cm. Diameter daun rata-rata tertinggi terdapat pada blok 4

sebesar 52,45 cm, sedangkan terendah terdapat pada blok 1 sebesar 42 cm.

47

Tabel 5. Hasil pengukuran Diameter sampel daun Seroja di setiap Blok.

No

sampel

Blok 1

(cm)

Blok 2

(cm)

Blok 3

(cm)

Blok 4

(cm)

Blok 5

(cm)

1 43 45 50 52 51

2 41 43 51 53 53

3 43 45 53 51 50

4 42 43 52 50 51

5 43 42 54 57,6 55

6 42 41 45 53,4 52

7 43 42 44 55,5 50

8 42 45 42 52 49

9 41 40 43 48 52

10 40 41 44 52 56

rata-rata 42 42,7 47,8 52,45 51,9

Tabel 6. Jumlah total individu Seroja per Lokasi Pengamatan.

Blok tanaman Seroja Jumlah (Individu) Diameter

rata2 daun

(cm)

1 145 42

2 301 42,7

3 553 47,8

4 1665 52,45

5 342 51,9

Jumlah 3006

Pada pengamatan tanggal 5 Januari 2010, tanaman air yang dijumpai di Situ Burung

hanya Seroja (Nelumbo nucifera). Tanaman air ini paling banyak dijumpai dibagian selatan

Situ Burung. Untuk bagian utara Situ Burung Seroja tidak terlalu banyak jumlahnya, karena

sebelum datang ke lokasi, tanaman Seroja telah dipanen seminggu sebelum peneliti

melakukan pengamatan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan dari

tanaman Seroja. Secara keseluruhan jumlah Seroja yang ada di perairan Situ burung

mencapai 3006 individu dan menutupi permukaan Situ seluas ±0,46 ha (atau sekitar 11,35%

dari luas permukaan air Situ Burung yaitu sebesar 4,05 ha). Menurut Naibaho (2004) jika

persentase penutupan permukaan air oleh tanaman air mencapai lebih dari 25%, maka

keberadaan vegetasi Seroja telah menjadi gulma perairan. Jumlah Seroja yang terbanyak

terdapat di stasiun 4, sebesar 1665 individu, sedangkan jumlah Seroja yang tersedikit terdapat

di stasiun 1 sebesar 145 individu (lihat Tabel 6). Dengan demikian didapatkan hasil untuk

48

Diameter rata-rata daun Seroja yang ada di dalam perairan Situ Burung berkisar antara 42 –

52,45 cm.

5.4. Biomassa gabungan batang dan daun Seroja (Nelumbo nucifera)

Pada Tabel 7 diperlihatkan data hasil pengukuran panjang batang, diameter daun,

berat basah dan berat kering, serta kandungan air yang ada pada setiap masing-masing contoh

tanaman air Seroja. Berat basah dan berat kering yang diukur merupakan berat gabungan

antara batang dan daun tanaman akan tetapi pada bagian akar tidak diukur berat basah dan

berat keringnya yang dikarenakan berat basah dari akar kurang dari 1 gr.

Tabel 7. Data masing-masing dari bagian tanaman Seroja (panjang batang, lebar daun, berat

kering, berat basah dan kandungan air) (lihat Lampiran 4).

Nomor

contoh Seroja

Panjang

batang (cm)

Diameter

daun (cm)

Berat masing-masing

contoh tanaman Seroja

(gr), gabungan batang dan

daun (akar tidak termasuk)

Kadar air

(%)

berat basah berat kering

1 76,70 31,90 31,00 6,30 79,68

2 125,50 35,60 56,00 12,20 78,21

3 82,30 36,80 41,00 8,30 79,76

4 93,30 40,80 51,00 11,60 77,25

5 155,00 39,10 67,00 10,20 84,78

6 76,50 32,90 31,00 6,00 80,65

7 134,50 46,20 91,00 19,10 79,01

8 334,00 60,00 249,00 31,20 87,47

9 321,00 54,30 171,00 20,10 88,25

10 274,00 65,50 187,00 26,10 86,04

11 373,00 71,50 316,00 41,80 86,77

12 362,00 58,50 126,00 20,30 83,89

Rata-rata 200,65 47,76 118,08 17,77 82,65

Total Seroja

di Situ (ind)

3006 53416,62

(gr)

Dari Tabel 7 terlihat bahwa dari 12 contoh tanaman yang diukur, panjang batang

Seroja berkisar antara 76,5 – 373 cm dengan panjang rata-rata sebesar 200,65 cm, sedangkan

diameter daunnya berkisar antara 31,9 – 71,5 cm dengan diameter rata-rata sebesar 47,76

cm. Sedangkan nilai berat basah (batang dan daun) individu tanaman berkisar antara 31 –

316 gr dengan rata-rata sebesar 118,08 gr/ind dan berat kering (batang dan daun) individu

tanaman berkisar antara 6 – 41,8 gr dengan rata-rata sebesar 17,77 gr/ind. Kandungan air

berkisar antara 77,25 – 88,25% dengan rata-rata sebesar 82,65%. Jika di Situ Burung

49

terdapat 3006 individu tanaman Seroja, maka berat kering untuk seluruh tanaman Seroja

berkisar antara 18036 – 125.650,8 gr atau 18,03 – 125,65 kg sehingga berat kering rata-rata

untuk 3006 tanaman Seroja sebesar 53.416,62 gr atau 53,42 kg.

5.4.1. Biomassa dan kandungan karbon organik pada masing-masing batang dan daun

Seroja (Nelumbo nucifera)

Pada Tabel 8 diperlihatkan data perbandingan biomassa Seroja per bagian (batang dan

daun). Nilai simpanan stok karbon didapatkan dari hasil perkalian antara berat kering dengan

persentase kandungan C-organik di dalam setiap bagian (batang dan daun), sedangkan total

simpanan stok karbon didapatkan dari hasil penjumlahan antara nilai simpanan stok karbon

pada batang dengan nila simpanan stok karbon pada daun. Sedangkan untuk mendapatkan

total simpanan stok CO2 melalui perkalian antara total simpanan stok karbon dengan berat

molekul CO2 yang kemudian dibagi dengan berat atom C.

Tabel 8. Perbandingan Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) per Bagian.

Sampel Bagian

Seroja

Bb Bk KA C

Organik

Nilai

simpanan

stok

Karbon

total

simpanan

stok

karbon

Total

simpanan

stok CO2

I II III IV V= II x

IV

VI=

Batang +

daun

VII=

44/12x VI

Seroja (gr) (gr) (% ) (% ) (gr C) (gr C) (grCO2)

1 Batang 16 2,80 82,50 36,49 1,02 2,44 8,94

Daun 12 3,50 70,83 40,50 1,42

2 Batang 36 7,40 79,44 36,71 2,72 4,40 16,36

Daun 14 4,80 65,71 36,35 1,74

3 Batang 19 3,40 82,10 48,37 1,64 4,09 15,02

Daun 18 4,90 72,78 50,05 2,45

4 Batang 29 4,90 83,10 41,64 2,04 5,41 19,87

Daun 20 6,70 66,50 50,42 3,37

5 Batang 47 5,20 88,94 44,42 2,30 4,92 18,07

Daun 19 5,00 73,68 52,40 2,62

6 Batang 14 2,70 80,71 50,26 1,36 3,01 11,02

Daun 10 3,30 67,00 49,99 1,65

7 Batang 56 9,50 83,03 44,43 4,22 8,54 31,32

Daun 30 9,60 68,00 45,00 4,32

8 Batang 170 15,00 91,17 40,30 6,05 12,61 46,22

Daun 76 16,20 78,68 40,49 6,56

9 Batang 94 9,20 90,21 46,32 4,26 10,12 37,12

Daun 73 10,90 85,06 53,78 5,86

50

Tabel 8 (Lanjutan). 10 Batang 75 9,20 87,73 51,45 4,73 12,26 44,95

Daun 85 16,90 80,12 44,53 7,53

11 Batang 203 18,80 90,74 40,44 7,60 18,46 67,71

Daun 109 23,00 78,89 47,23 10,86

12 Batang 68 8,00 44,63 44,63 3,57 9,14 33,50

Daun 53 12,30 45,25 45,25 5,57

Rata-rata 7,96 29,17

Keterangan : bagian Seroja dibagi menjadi dua: batang dan daun; bk = berat kering, bb =

berat basah, gr = gram, KA = kadar air, 44/12 adalah berat molekul CO2 dibagi berat atom

karbon (untuk mengkonversi nilai C ke dalam CO2), untuk mendapatkan nilai c-organik bisa

dilihat pada Lampiran 3.

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai simpanan stok karbon pada daun lebih

besar dari nilai simpanan stok karbon pada batang. Nilai ini memberikan gambaran bahwa

daun Seroja merupakan bagian penting dalam menyerap CO2 dari atmosfer karena di dalam

daun terdapat organ klorofil yang berfungsi untuk melakukan proses fotosintesis. Hal ini bisa

dilihat pada Tabel 8 dibagian kolom persentase kandungan C-organik. Terlihat bahwa nilai

C-oganik pada daun lebih besar dibandingkan dengan nilai C-organik pada batang. Nilai C-

organik yang ada pada bagian batang Seroja (Nelumbo nucifera) memiliki kisaran nilai

sebesar 36,49 – 51,45% dari berat keringnya. Sedangkan untuk bagian daun Seroja (Nelumbo

nucifera) memiliki kisaran nilai C-organik sebesar 36,35 – 52,4% dari berat keringnya.

Untuk nilai simpanan karbon pada bagian batang nilainya berkisar antara 1,02 – 7,60

gr. Sedangkan untuk nilai simpanan karbon pada bagian daun nilainya berkisar antara 1,42 –

10,86 gr. Untuk total simpanan karbon (batang dan daun) nilainya berkisar antara 2,44 –

18,46 gr dengan rata-rata sebesar 7,96 gr/individu tanaman Seroja. Sedangkan untuk nilai

simpanan setara CO2 pada masing-masing tanaman Seroja berkisar antara 8,94 – 67,71 gr

CO2eq dengan rata-rata sebesar 29,18 gr CO2eq. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa berat

kering berkorelasi positif dengan nilai nilai simpanan/ stok karbon dari Seroja. Semakin

besar berat keringnya maka semakin besar pula nilai simpanan/ stok karbon dari Seroja.

51

5.4.2. Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometrik Seroja (Nelumbo

nucifera).

Allometrik dapat didefinisikan sebagai studi yang memperlihatkan adanya suatu

hubungan antara parameter pertumbuhan dengan ukuran (morfometri) dari salah satu atau

lebih bagian-bagian tubuh organisme. Hubungan antara kedua (atau lebih) parameter tersebut

dapat disajikan dalam persamaan alometrik, misalnya menduga berat individu suatu mahluk

dapat diduga dengan mengetahui satu atau lebih parameter terukur lainnya (misal tinggi

badan). Pada penentuan persamaan alometrik antara dua parameter, harus berdasarkan pada

kedua atau lebih parameter yang memiliki hubungan atau korelasi satu sama lain. Hal

tersebut menentukan akurasi persamaan alometrik yang dibentuk dalam menduga nilai suatu

parameter.

Pada penelitian ini, telah dikembangkan suatu persamaan allometrik yang

menggambarkan hubungan antara panjang dan berat kering batang, hubungan antara diameter

dan berat kering daun Seroja. Selanjutnya setelah nilai berat kering telah diketahui, maka

kandungan karbon pada batang Seroja dapat juga dihitung dengan cara sebagai berikut :

1. Nilai stok karbon per batang Seroja (gr C) = berat kering batang Seroja per sampel

(gr) x % C organik batang Seroja.

2. Stok karbon per daun Seroja (gr C) = berat kering daun Seroja per sampel (gr) x % C

organik daun Seroja.

(catatan: karena nilai % C organik di atas dalam bentuk kisaran, maka dalam perhitungan

nilai stok karbon dapat saja menggunakan nilai rata-ratanya; yaitu 43,78 % untuk batang

dan 46,33 % untuk daun).

Pada tahap diatas diharapkan, untuk peneliti selanjutnya dapat memakai nilai % C organik

sebagai nilai acuan untuk mengukur nilai simpanan/ stok karbon Seroja di suatu ekosistem

perairan tergenang. Pendugaan nilai simpanan/ stok karbon untuk bagian batang dan daun

dapat dilakukan melalui pendekatan parameter panjang batang dan diameter daun Seroja.

Berikut ini adalah data mengenai hubungan nilai simpanan/ stok karbon dengan panjang

batang, diameter daun dan berat kering Seroja yang disajikan dalam Tabel 9:

52

Tabel 9. Hubungan simpanan/stok karbon dengan panjang batang, diameter daun dan berat

kering Seroja (lihat Lampiran 4).

Sampel Panjang

batang

(cm)

Diameter

daun (cm)

Batang Daun

Seroja

Berat

kering

(gr)

Simpanan

stok

karbon (gr)

Berat

kering

(gr)

Simpanan

stok karbon

(gr)

1 76,70 31,90 2,80 1,02 3,50 1,42

2 125,50 35,60 7,40 2,72 4,80 1,74

3 82,30 36,80 3,40 1,64 4,90 2,45

4 93,30 40,80 4,90 2,04 6,70 3,37

5 155,00 39,10 5,20 2,31 5,00 2,62

6 76,50 32,90 2,70 1,36 3,30 1,65

7 134,50 46,20 9,50 4,22 9,60 4,32

8 334,00 60,00 15,00 6,05 16,20 6,56

9 321,00 54,30 9,20 4,26 10,90 5,86

10 274,00 65,50 9,20 4,73 16,90 7,53

11 373,00 71,50 18,80 7,60 23,00 10,86

12 362,00 58,50 8,00 3,58 12,30 5,57

5.4.3. Hubungan Panjang batang dan Diameter daun Seroja dengan Berat Kering

(batang dan daun) Seroja (Nelumbo nucifera)

Pada Tabel 10 diperlihatkan data berat kering dan panjang batang yang digunakan

dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Nilai x didapatkan dari konversi nilai panjang

batang (cm) ke dalam bentuk logaritma sedangkan nilai y didapatkan dari konversi nilai berat

kering batang (gr) ke dalam bentuk logaritma. Data ini dikonversi dalam bentuk fungsi

persamaan logaritma dengan tujuan agar sebaran data memiliki sebaran normal.

53

Tabel 10. Data berat kering dan Panjang Batang yang digunakan dalam penentuan

persamaan allometrik Seroja.

Sampel Panjang Batang (cm) Berat Kering Batang (gr)

Seroja Log (X) Berat Kering (Log); (Y)

1 1,88 0,45

2 2,10 0,87

3 1,92 0,53

4 1,97 0,69

5 2,19 0,72

6 1,88 0,43

7 2,13 0,98

8 2,52 1,18

9 2,51 0,96

10 2,44 0,96

11 2,57 1,27

12 2,56 0,90

Gambar 13. Grafik Hubungan antara panjang dan berat kering batang Seroja (Nelumbo

nucifera).

Berdasarkan Tabel 10 dapat diperoleh informasi bahwa pendugaan nilai simpanan/

stok karbon dengan berat kering batang Seroja melalui persamaan Log[Y]= 0,840Log[X] –

1,039 dengan a = 0,091 dan b = 0,804 (lihat Gambar 13). Hubungan antara berat kering dan

nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,755.

Ini menggambarkan bahwa penggambaran model di alam sangat sesuai (R2

> 0,75). Untuk

koefisien korelasi hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang

Seroja memiliki nilai sebesar 0,868. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara berat

54

kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja sangat erat dan mempengaruhi satu

sama lain.

Pada Tabel 11 diperlihatkan data berat kering dan diameter daun yang digunakan

dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Persamaan allometrik pada bagian daun

menggunakan persamaan regresi linear dengan diameter daun sebagai x dan berat kering

sebagai y.

Tabel 11. Data Berat Kering dan diameter Daun yang digunakan dalam penentuan persamaan

allometrik Seroja. Sampel

Seroja

Diameter daun

(cm)

Berat kering

daun (gr)

1 31,90 3,50

2 35,60 4,80

3 36,80 4,90

4 40,80 6,70

5 39,10 5,00

6 32,90 3,30

7 46,20 9,60

8 60,00 16,20

9 54,30 10,90

10 65,50 16,90

11 71,50 23,00

12 58,50 12,30

Gambar 14. Grafik Hubungan antara diameter dan berat kering daun Seroja (Nelumbo

nucifera).

55

Untuk pendugaan nilai simpanan/ stok karbon dengan berat kering daun Seroja dapat

dilihat melalui persamaan Y = 0,415X – 11,79 dengan a = 11,79 dan b = 0,415 (lihat Gambar

14). Hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon daun Seroja memiliki

koefisisen determinasi (R2) sebesar 0,957. Ini menunjukkan bahwa penggambaran model di

alam sangat sesuai (R2 > 0,75). Untuk koefisien korelasi hubungan antara berat kering dan

berat batang Seroja memiliki nilai sebesar 0,978. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan

antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon daun Seroja sangat erat dan

mempengaruhi satu sama lain.

5.5. Estimasi Nilai simpanan/ Stok karbon Total dari Seroja (Nelumbo nucifera) pada

perairan Situ Burung

Pada Tabel 12 diperlihatkan data estimasi nilai simpanan/stok karbon total dari Seroja

pada perairan Situ Burung pada tanggal 5 januari 2010. Jumlah total individu Seroja dalam

perairan Situ Burung sebesar 3006 ind dengan luas persentase penutupan permukaannya

sebesar ± 0.46 ha.

Tabel 12. Estimasi nilai simpanan/ stok karbon total dari Seroja pada Perairan Situ Burung pada

tanggal 5 Januari 2010. No. Jumlah

Seroja (ind)

C organik

(%)

BK rata-rata

(grC)

BK Total (grC)

Nilai

Simpanan/stok

Karbon dari Seroja

Pada perairan Situ

Burung (grCO2eq)

1. 3006 45,06 7,96 23.927,76 87.735,12

Keterangan: BK: Berat Karbon.

Berdasarkan Tabel 12, jumlah tanaman Seroja yang ada di Situ Burung sebesar 3006

individu dengan berat kering rata-ratanya sebesar 7,96 grC, sehingga didapatkan nilai Berat

karbon total tanaman Seroja di perairan Situ Burung sebesar 23.927,76 grC atau 23,93 kgC,

nilai ini didapatkan dari perkalian antara nilai berat kering rata-rata dengan jumlah Seroja

yang dijumpai di perairan Situ Burung pada tanggal 5 Januari 2010. Sehingga nilai

simpanan/stok karbon dari Seroja pada perairan Situ Burung sebesar 87,74 kgCO2eq.

Menurut La-Ongsri (2008), waktu yang dibutuhkan/Doubling time (DT) benih

tanaman Seroja menjadi tanaman dewasa adalah 2 bulan, artinya bahwa pemanenan tanaman

dewasa untuk Seroja dapat di panen sebanyak enam kali dalam kurun waktu satu tahun,

56

sehingga jumlah tanaman Seroja pada 5 januari 2011 sebesar 18036 individu/tahun. Dengan

asumsi bahwa rata-rata berat karbon dalam tanaman Seroja sebesar 7,96 grC, maka nilai berat

karbon total tanaman Seroja di perairan Situ Burung pada tahun berikutnya sebesar 143,57

kgC/tahun. Jadi estimasi nilai simpanan/stok karbon dari Seroja untuk tahun berikutnya

adalah sebesar 526.42 KgCO2eq per tahun.

Jika dalam pemaparan sebelumnya telah disebutkan bahwa luas penutupan Seroja di

Situ burung adalah ± 0,46 ha, maka nilai simpanan/ stok karbon tanaman Seroja untuk satu ha

adalah 1.144,39 KgCO2eq/ha/tahun atau 1,14 TonCO2eq/ha/tahun, dengan begitu dapat

disimpulkan bahwa tanaman Seroja di perairan Situ Burung berpotensi untuk mengurangi

kandungan karbondioksida di atmosfer khususnya di wilayah desa Cikarawang.

5.6. Perbandingan Nilai simpanan/ stok karbon dari Beberapa Vegetasi

Pada Tabel 13 diperlihatkan data perbandingan nilai simpanan/stok karbon dari

beberapa vegetasi. Data tersebut membandingkan nilai simpanan/stok karbon dari vegetasi

darat terutama vegetasi hutan hujan tropis dengan vegetasi yang hidup di dalam perairan atau

makrofita akuatik.

Tabel 13. Perbandingan nilai simpanan/ stok karbon dari beberapa vegetasi. Jenis Berat Karbon

(TonC/ha/tahun)

Nilai Simpanan/Stok

Karbon

(TonCO2eq/ha/tahun)

Sumber

Pinus (Pinus merkusii) 7,93 29,6 (Basuki

2004)

Damar (Agathis loranthifolia) 2,4 8,8 (Basuki

2004)

Eceng gondok (Eichornia

crassipes)

4,12 15,11 (Sumolang

2009)

Seroja (Nelumbo nucifera) 0,312 1,14 Penulis

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai simpanan karbon untuk setiap jenis

tanaman berbeda, hal ini dapat dilihat dari habitat dari ekosistem ditiap tanaman. Untuk

vegetasi yang berada pada ekosistem perairan tergenang dapat dilihat bahwa nilai nilai

simpanan/ stok karbon dari tanaman Seroja lebih kecil daripada tanaman Eceng gondok.

57

Nilai simpanan/ stok karbon Seroja sebesar 0,312 TonC/ha/tahun atau setara dengan 1,14

TonCO2eq/ha/tahun, sedangkan nilai simpanan/stok karbon eceng gondok sebesar 4,12

TonC/ha/tahun atau setara dengan 15,11 TonCO2eq/ha/tahun. Dapat disimpulkan bahwa

perbedaan nilai nilai simpanan/stok karbon dari kedua jenis vegetasi tersebut bergantung

pada cara hidup dan tumbuh dari tanaman air.

Selanjutnya untuk vegetasi yang berada pada ekosistem terestial, nilai berat karbon

dan nilai simpanan/stok karbon tertinggi terdapat pada jenis vegetasi pinus sebesar 7,93

TonC/ha/tahun dan 29,6 TonCO2eq/ha/tahun. Sedangkan nilai berat karbon dan nilai

simpanan/stok karbon terendah terdapat pada jenis vegetasi Agathis loranthifolia sebesar 2,4

TonC/ha/tahun dan 8,8 TonCO2eq/ha/tahun. Dari data perbandingan tersebut dapat

disimpulkan bahwa penyerapan karbon oleh jenis tanaman air bisa dimanfaatkan untuk

menjadi pertimbangan solusi dalam mitigasi perubahan iklim global.

5.7. Pengelolaan Seroja di Situ Burung

Keberadaan vegetasi air/Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung memberikan

pengaruh yang besar terhadap keberadaan Situ Burung, karena keberadaan tanaman ini dapat

mempengaruhi fungsi dan peranan dari Situ Burung. Seroja (Nelumbo nucifera) merupakan

vegetasi air yang dominan di Situ Burung. Keberadaan Seroja mempunyai pengaruh positif

dan juga pengaruh negatif. Pengaruh positif yang diberikan Seroja terhadap Situ burung

adalah dapat meningkatkan kualitas perairan Situ burung. Hasil ini mengacu kepada PP No.

81 tahun 2001 karena seluruh nilai parameter fisika dan kimia masuk ke dalam batas normal

yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Meningkatnya kualitas (kejernihan) perairan Situ burung karena Seroja dapat pula

berfungsi sebagai penjebak sedimen atau sediment trap. Hal disebabkan oleh kemampuan

Seroja dalam menghilangkan beban pencemaran yang ada di dalam perairan Situ burung

melalui mekanisme koagulasi dan flokulasi (Khiatuddin 2003). Di samping itu, vegetasi

Seroja memberikan tempat tinggal bagi organisme akuatik untuk mencari makan dan tempat

berpijah bagi ikan. Dampak positif lainnya yang diberikan tanaman Seroja adalah mampu

menyerap karbondioksida secara langsung dari atmosfer. Hal ini dikarenakan secara umum

tanaman merupakan organisme autotroph yaitu mampu menghasilkan makanannya sendiri

melalui proses fotosintesis. Kegiatan fotosintesis dalam tanaman Seroja dilakukan di dalam

daun karena daun Seroja mempunyai organ chlorenchyme (Vogel 2004). Chlorenchyme

merupakan rongga di dalam daun Seroja yang mempunyai pigmen zat hijau daun

58

(chlorophyl), pigmen inilah yang bertugas dalam melakukan proses fotosintesis di dalam

tanaman Seroja.

Pada urairan sebelumnya dijelaskan bahwa Seroja berpotensi sebagai agen penyerap

karbondioksida dari atmosfer, karena bagian Seroja yang berkontribusi besar dalam

menyerap karbon dari atmosfer adalah daun. Hal ini didasarkan pada ukuran diameter daun

yang berkorelasi positif dengan berat kering daun Seroja. Semakin lebar ukuran diameter

daunnya maka nilai berat kering daun Seroja juga semakin besar sehingga nantinya nilai berat

kering daun Seroja dapat digunakan dalam menentukkan nilai simpanan/stok karbon. Hal ini

berbeda dengan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes). Menurut Sumolang (2009)

organ pada eceng gondok yang berkontribusi besar dalam menyerap karbondioksida dari

atmosfer adalah bagian batang. Semakin panjang batang/petiole dalam tanaman eceng

gondok maka nilai berat keringnya akan semakin besar sehingga nantinya nilai berat kering

batang/petiole dapat digunakan dalam menentukkan nilai simpanan/stok karbon.

Dampak positif yang lainnya yang diberikan tanaman Seroja yaitu bisa dimanfaatkan

untuk bidang kesehatan dan dapat dikonsumsi sebagai makanan. Menurut (La-ongsri 2008)

semua bagian dari tanaman Seroja bisa dikonsumsi terutama di negara Thailand. Hal ini

dikarenakan tanaman Seroja sudah dianggap sebagai komoditi yang memiliki aspek nilai

ekonomis penting. Berikut ini adalah estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja (La-Ongsri

2008):

Tabel 14. Estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja

Bagian yang

dijual

Unit Harga per unit (US

dollars)

Stolon Kg 0,6-0,9

Rhizoma Kg 0,3

Dedaunan Kg 0,45

Bunga 1 bunga 0,3

Benang sari Kg 7,5-9,00

Benih Kg 6,00

Catatan: asumsi kurs 1 US dollar=Rp. 10.000,-

59

Dampak negatif yang diberikan tanaman Seroja kepada Situ Burung yaitu dapat

mengakibatkan peristiwa sedimentasi. Keberadaan vegetasi Seroja memberikan pengaruh

langsung terhadap keadaan substrat dasar perairan karena bertipe tanaman air yang mencuat

ke atas permukaan. Hal ini berdasarkan atas bentuk morfologi akarnya yang bersifat akar

rimpang. Ketika Seroja mengalami siklus hidup biologi yaitu menjadi serasah, maka serasah-

serasah ini akan terdekomposisi menjadi bahan organik melalui proses aerob oleh mikroba,

sehingga akan meningkatkan kosentrasi bahan organik yang ada di Situ Burung. Tingginya

bahan organik ini akan berdampak pada kondisi fisik dari Situ yaitu adanya sedimentasi.

Faktor yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di Situ burung bukan hanya dari

adanya tanaman Seroja yang dominan melainkan juga adanya proses erosi tanah di bagian

tepi Situ. Dilihat dari bentuk Situ, pada bagian utara Situ, tepiannya sudah dilakukan upaya

betonisasi, tetapi pada bagian Selatan belum dilakukan upaya tersebut. Sehingga pada saat

hujan, limpasan (run off) bahan organik yang masuk dari daratan menuju badan/kolom Situ

akan lebih cepat pada bagian Selatan. Hal ini akan berdampak pada kelimpahan bahan

organik meningkat dan secara langsung akan mempercepat proses sedimentasi di Situ

Burung.

Keberadaan Seroja juga dapat mempengaruhi volume total air yang ada di danau,

karena Seroja memiliki diameter daun yang cukup besar sehingga akan memperbesar jumlah

air yang lepas ke udara melalui proses evapotranspirasi. Evapotranspirasi adalah gabungan

dari dua istilah, yakni evaporasi dan transpirasi. Peristiwa evaporasi air dari permukaan tanah

ke atmosfer dan transpirasi tanaman (proses kehilangan air dalam bentuk uap dalam jaringan

tanaman melalui organ yang ada di bagian daun). Proses ini berlangsung secara bersama-

sama.

Organ yang berkontribusi dalam peristiwa evapotranspirasi pada tanaman seroja yaitu

aerenchyme dan stomata daun. Penguapan air diakibatkan oleh pergerakan massa air dari

sumbernya seperti tanah dan badan air sedangkan transpirasi diakibatkan oleh peristiwa

pertukaran gas dan uap air yang hilang di dalam tubuh tanaman menuju atmosfer akibat

adanya uap air yang hilang di dalam bagian stomata pada daun tanaman (Wikipedia 2010).

Organ tanaman Seroja yang mampu menjaga ketersedian air didalam tubuh seroja adalah

aerencyme. Aerenchyme bertugas sebagai rongga udara di bagian batang sebagai jalur

penghubung antara akar dan daun untuk jalur transportasi gas dan air, sedangkan stomata

berfungsi sebagai tempat keluar masuknya gas dan uap air yang ada di dalam tanaman seroja

(Vogel 2004).

60

Ketika tanaman seroja menjadi dominan di perairan Situ Burung, maka laju

evapotranspirasi di dalam perairan Situ Burung akan semakin besar. Hal ini akan

menyebabkan berkurangnya volume air di dalam perairan Situ Burung karena tanaman Seroja

merupakan tanaman yang berumur pendek. Menurut Chang (1974) in Usman (2004)

tanaman yang berumur pendek mempunyai evapotranspirasi potensial (ETp) yang tinggi yang

akan mengakibatkan laju dari evapotranspirasi dari tanaman tersebut menjadi maksimum.

Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya volume air yang ada di perairan danau atau situ.

Berkurangnya volume air di Situ burung tidak hanya disebabkan oleh efek evapotranspirasi

melainkan juga disebabkan oleh intensitas sinar matahari, karena letak Situ burung berada

dekat dengan garis ekuator sehingga intensitas sinar matahari tersedia sepanjang tahun.

Efek negatif yang diberikan oleh tanaman Seroja adalah seroja dapat menjadi gulma

perairan. Menurut Naibaho (2004) tanaman Seroja dapat menjadi gulma perairan jika

memiliki luas persentase penutupa lebih dari 25 % dari luas permukaan perairan danau.

Ketika Seroja menjadi gulma perairan maka cara yang dipakai adalah dengan pemanenan

secara berkala. Pemanenan itu bertujuan untuk menghindari tanaman Seroja menjadi gulma.

Pemanenan itu dilakukan sesuai dengan siklus hidup tanaman Seroja. Hal ini bertujuan untuk

menjaga status keberadaan tanaman Seroja sehingga dapat terjaga dalam jangka panjang.

Akan tetapi, hasil pemanenan dari tanaman Seroja belum bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Hal

tersebut dikarenakan keterbatasan informasi mengenai manfaat dari tanaman Seroja, karena

sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya warga desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

yang masih menganggap bahwa seroja merupakan tanaman yang bersifat pengganggu/gulma

perairan. Dengan demikian diperlukan adanya suatu strategi pengelolaan Situ Burung yang

tepat untuk menjaga keberadaan Situ Burung dan Tanaman Seroja dalam jangka waktu yang

lama.

61

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Luas Situ Burung sebesar ± 4,05 ha, dengan kedalaman rata-rata sebesar 2,71 m, dan

memiliki kedalaman maksimum sebesar 4,98 m. Keberadaan tanaman air Seroja dibagian

selatan Situ (seluas 0,46 ha) diduga telah menyebabkan pendangkalan Situ. Kualitas

perairan, Situ Burung, relatif masih baik atau tidak mengalami pencemaran sehingga layak

digunakan untuk perikanan dan kegiatan irigasi pertanian. Berdasarkan hasil uji analisis

kualitas air baik parameter Fisika perairan maupun Kimia perairan, Situ Burung masuk ke

dalam kelas tiga yaitu cocok bagi kegiatan perikanan. Hasil ini mengacu Peraturan

Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2001 (lihat Lampiran 2).

Jumlah total tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung pada pengamatan

tanggal 5 Januari 2009 adalah sebanyak 3006 individu dengan luas penutupan 0,46 ha (atau

sekitar 11,35 % dari total luas permukaan air Situ Burung). Kadar air tanaman Seroja berkisar

antara 77,25 – 88,25% dengan rata-rata sebesar 82,65%. Sedangkan nilai persentase C-

Organiknya (36 % – 50 %) hampir sama dengan yang terkandung pada tanaman darat yang

berkisar antara (45 % – 50 %). Untuk menentukan berat kering batang dan daun tanaman

Seroja, telah dihasilkan persamaan alometrik sebagai berikut:

a) untuk batang; Log Y = 0,840Log[X] – 1,039 (dengan R2=0.755), dimana Y adalah

berat kering batang (gram) dan X adalah panjang batang (cm).

b) untuk daun; Y = 0.451X – 11,79 (dengan R2=0,957), dimana Y adalah berat kering

daun (gram) dan X adalah diameter daun (cm).

Dari berat kering kedua komponen (batang dan daun) diatas, didapatkan nilai simpanan stok

karbon dengan menglikan berat kering (batang dan daun) dengan kadar % C-organik. Dari

perhitungan ini terungkap bahwa dari 3006 individu tanaman Seroja yang ditemui di Situ

Burung selama penelitian, jumlah stok karbon totalnya adalah 23.927,76 grC atau 23,93 kgC

(atau setara dengan 87,74 kgCO2eq).

62

6.2. Saran

a. Keberadaan tanaman air Seroja, diduga telah menyebabkan pendangkalan disisi

selatan Situ Burung, oleh karena itu keberadaannya perlu dikendalikan agar tidak

meluas ke bagian lain dari Situ dengan cara di panen secara rutin, tetapi tidak perlu

dimusnahkan semuanya karena tanaman ini juga berperan secara ekologis maupun

klimatoligis.

b. Perlu dicari/ditelusuri tentang pemanfaatan alternatif dari tanaman Seroja sehingga

kandungan karbonnya dapat disimpan pada beberapa waktu dan berguna untuk

mitigasi perubahan iklim.

63

DAFTAR PUSTAKA

Alerts G, dan SS Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.

[APHA]. 2005. Standard Methods for Exemination of Water and Wastewater. 21 st ed.

APHA (American Public Health Association), AWWA (American Water Works

Association), and WPCF (Water Pollution Control Federation): Washington D.C.

Association Official Agriculture Chemist. 2002. Official Methods of Analysis AOAC

International. Volume I. p. 2.5 – 2.37. In Horwitz, W. (Ed). Agricultural Chemicals,

Contaminants, Drugs. AOAC International, Maryland, USA. 17th

edition.

Basuki TM, RN Adi dan Sukresno. 2004. Informasi Teknis Stok Karbon Organik Dalam

Tegakkan Pinus merkusii, Agathis loranthifolia dan Tanah. Prosiding Ekspos.

Kebumen 3 Agustus 2004. BP2TPDAS Surakarta. (Abstract).

Boyd CE. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Birmingham Publishing Company.

Birmingham, Alabama.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer.

FAO. Forestry Paper. USA.

Cole GA. 1988. Text Book of Limnology. 3rd

edition. Waveland Press, Inc. Illinois, USA.

Dhahiyat Y. 1989. Masalah Gulma air dan Pengendalian Pertumbuhannya. Makalah dalam

Kursus Pengelolaan Kualitas Air Situ 19 April – 5 Mei 1989. Pusat Penelitian Sumber

Daya Alam dan Lingkungan. Unpad Bandung.

Effendi H. 2003. Telaah Kualita Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

EPA. Limnology. 2009. www.epa.gov/watertrain/pdf/limnology.pdf. (2 September 2009).

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Goldman CR, AJ Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill International Book Company.

Tokyo.

Google. Peta Situ Burung. 2009. http://www.maps.google.com. (4 Agustus 2009)

. Peta Situ Burung Terbaru.2010. http://www.googleearth.com. (2 Januari 2010)

Hariyadi S, I NN Suryadiputra, dan B Widigdo. 1992. Limnologi: metoda kualitas air . Lab

Limnologi FPIK IPB. Bogor.

Henderson SB, Markland. 1986. Decaying lakes the origin and control cultural

eutrophication. Jhon Willeys and Sons. Chisester. New York.

64

Hidayat R. 2005. Seri Panduan Pemetaan Partisipatif: No 4-Geografi dan Koordinat Peta.

Garis Pergerakan. Bandung.

Hoerunnisa I. 2004. Kajian Morfometri dan Karakteristik Kualitas Air Perairan Situ

Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi].

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Indiamart. Kerajinan Tangan dari Seroja. 2010. http://handicraft.indiamart.com/products/

decorative-items/dry-flowers/lotus-pods.html. (12 Juni 2010).

. Manfaat Seroja. 2010. http://handicraft.indiamart.com/products/decorative-

items/dry-flowers/lotus-petals.html. (12Juni 2010).

Irawan DJ. 2009. Pendugaan Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak

Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Malang, Perum Perhutami Unit II

Jawa Timur. [Skripsi]. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

(Tidak dipublikasikan).

Khiatuddin M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa Buatan.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

La-ongsri W, C Trisonthi dan H Bolslev. 2009. Management and Use of Nelumbo nucifera

Gaertn. in Thai Wetlands. Wetland Ecol Manage. (Abstract).

http://www.springerlink.com/content/q80373316287n667/fulltext.pdf. (2 Januari

2010).

Losi CJ, GT Sicama. 2002. Analysis of alternative methods for estimating carbon stock in

Young tropical plantations. Yale School of Forestry and Environmental Studies, 205

Prospect St., New Haven, CT 06511, USA Smithsonian Tropical Research Institute,

Unit 0948, APO AA, 34002-0948, USA .

McNaughton SJ, L Wolf. 1990. Ekologi Umum. UGM Press. Yogyakarta.

Michael P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium.

Diterjemahkan oleh Yanti R. Koester. UIPress. Jakarta.

Naibaho SD. 2004. Studi Keberadaan Seroja (Nelumbo nucifera Gaertn.) dan Faktor Fisika –

Kimia di Perairan Situ Burung, Dramaga, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Departeman

Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Odum 1971. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Pancho JV, M Soerjani. 1978. Aquatic Weeds of Southeast Asia. BIOTROP – SEAMEO.

Bogor.

65

Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu

Air pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa Barat. Sekertaris Daerah

Provinsi Jawa Barat.

[PP-RI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan

kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Sekretaris Negara Republik Indonesia

Jakarta.

Prahasta E. 2008. Model Permukaan Dijital. Informatika. Bandung.

Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor. IPB-Press.

Sastrapradja S, R. Bimantoro. 1981. Tumbuhan Air. Lembaga Biologi Nasional – LIPI.

Bogor.

Scribd. Manfaat Seroja. 2010. http://www.scribd.com/nelumbo-nucifera. (15 Januari 2010).

. Sedimentasi Perairan. 2010. http://www.scribd.com/doc/27063850/Dampak-

Sedimentasi-Terhadap-Kualitas-Perairan. (15 Juni 2010).

Srikumar M & Ramesh B. Direct Transesterification of Nelumbo nucifera Gaertn

Triglycerides For Biodiesel Studies: Optimisation Studies. International Seminar and

Workshop Suistanable Utilization of Tropical Plant Biomass (Thirruvanantaphuram,

15-16 Desember 2008) Center for Bioinformatics, Kerala University Campus. India.

p135. (Abstract)

Suharsono. 2009. Terumbu Karang dan Perubahan Iklim. Dalam Laut Sebagai Pengendali

Perubahan Iklim: Peran Laut Indonesia dalam Mereduksi Percepatan Proses

Pemanasan Global. Workshop Ocean and Climate Change. Bogor, 4 Agustus 2009.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor.

Sumolang D. 2009. Peranan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dalam Menyimpan Karbon

dan Meningkatkan Kualitas Air Irigasi di Lahan Pertanian Ranca Bungur, Bogor.

[Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Suryadiputra I N.N. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Wetlands International –

Indonesia Programme. Bogor.

Sutaryo D. 2009. Penghitungan Biomassa, Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan

Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.

Tebutt THY. 1992. Principles of Water Quality Control. 4th

edition. Pergamon Press. Oxford.

251 hal.

Usman. 2004. Analisis Kepekaan Beberapa Metode Penggunaan Evapotranspirasi Potensial

Terhadap Perubahan Iklim. Universitas Riau. Pekanbaru. Jurnal Natur Indonesia.

(Abstrak).

66

Vogel S. 2004. Contribution to The Functional Anatomy and Biology of Nelumbo nucifera.

Plant Systematic and Evolution. Springer – Verlag. Institute of Botany. University of

Vienna. Austria. (Abstract).

Watironna RS. 2005. Pengaruh Musim Terhadap Kuantitas, Kontinuitas dan Kualitas Air di

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Sukabumi Periode 2002-2004.

[Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Widaryanti. 2001. Studi Pertumbuhan Lotus (Nelumbo nucifera Gaertner) Pada Beberapa

Jenis Media Tanam. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Wikipedia. Pemanasan global. 2009. http://id.wikipedia.org. (4 Agustus 2009)

. Seroja. 2009. http://id.wikipedia.org. (4 Agustus 2009)

. Tanaman air. 2009. http://id.wikipedia.org. (4 Agustus 2009)

Yakup YS. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo. Jakarta.

67

68

Lampiran 1. Contoh perhitungan

1. Perhitungan Morfometri Danau

a. Luas Situ Burung

106.732 106.7325 106.733 106.7335 106.734

-6.549

-6.5485

-6.548

-6.5475

-6.547

-6.5465

-6.546

-6.5455

0 m 55.64 m 111.28 m 166.92 m 222.56 m

Missal 1 kotak kecil= 0.5 cm x 0.5cm = 0,25 cm2.

Luas persegi besar = 13,5 cm x 21cm = 287,7 cm2.

Jumlah kotak yang diluar garis keliling pantai Situ = 195,9 cm2.

Luas Situ Burug di Peta = 91,8 cm

2.

Misalkan panjang garis koordinat ab (106,732oBT – 106,7325

oBT) = 2,65 cm.

Misalkan luas persegi abcd di dalam peta:

= (2,65 cm)2 = 7,0225 cm

2.

Misalkan 1o sebenarnya = 11,32 km.

Maka panjang garis koordinat ab yang sebenarnya

= (106,7325o – 106,732

o) x 11,32 km.

= 5.566,1 cm.

Sehingga luas persegi abcd yang sebenarnya= (5.566,1 cm)2

= 30.981.469,21 cm2.

Jadi skala perbandingan untuk peta Situ Burung = 1 : 4.411.743,569.

Jadi Luas Situ Burung yang sebenarnya

= 91,8 cm2 x 4.411.743,569.

= 404.998.059,6 cm2.

= 4,05 ha.

= ± 4,05 ha.

Kotak

kecil

69

b. Volume Danau

Keterangan:

V1, V2 : Volume total air pada strata 1, 2, …dst (m3).

h1 : Kedalaman atau interval atau kontur (m).

A1, A2 : Luas kumulatif strata 1, 2, … dst (m).

n : Jumlah kontur.

Strata

Kedalaman

(m)

Luas tiap

Strata

Kedalaman Ai-1+Ai Ai-1xAi (Ai-1xAi)^0.5

Vn

(0)

40.499,81

(Ao) 62.728,38 900.252.771 30.004,21 15.455,43

1(0.5) 22.228,57 37.232,91 333.525.019 18.262,67 27.747,79

2(1.5) 15.004,34 22.676,36 115.113.627 10.729,10 27.837,89

3(2.5) 7.672.02 10.519,80 21.848.234,60 4.674,21 17.726,35

4(3.5) 2.847,78 3.622,04 2.204.925,35 1.484,89 7.660,41

5(4.5) 774,26

Jumlah 96.427,86

2. Perhitungan Biomassa

Perhitungan Kadar Air dan Berat Karbon

Misalkan diketahui:

Bb = 16 gr.

Bk = 2,8 gr.

% C-organik = 36,49.

Kadar air ? BK ?

Jawab:

KA= (16 ­ 2,8)/16* 100 % = 82,50 %.

BK = 2,8 gr * 36,49 % = 1,02 grC. Keterangan : BK (Berat Karbon); Bk (Berat kering); Bb (Berat basah); KA (Kadar Air).

3. Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon

Misalkan jumlah tanaman Seroja di dalam Situ Burung = 3006 Ind.

Misalkan berat Karbon rata-rata = 7,96 grC/ind dari Berat Kering rata-rata (8,83 gr/ind)

dengan %C-organik rata-rata = 45,06 %.

Misalkan Luas persentase penutupan tanaman Seroja di Situ Burung = 0,46 ha.

Maka Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon

= 3006 Ind*7,96 grC/ind* 44 grCO2eq÷ 12 grC.

= 87.735,12 grCO2eq atau 87,73 kgCO2eq.

Sehingga Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon per ha adalah

= 87,73 kgCO2eq ÷ 0,46 * 1 ha.

= 190,72 kgCO2eq/ha.

Menurut La-ongsri (2009) Doubling Time untuk tanaman Seroja adalah 2 bulan

Sehingga Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon dalam satu tahun adalah

= 190,72 kgCOeq/ha* 6 kali pemanenan selama satu tahun.

= 1.144,30 kgCO2eq/ha/tahun atau 1.14 TonCO2eq/ha/tahun.

70

Lampiran 2. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air

PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV

FISIKA

Temperatur °C

Dev

3 dev 3 dev 3 dev 3 Deviasi temperatur dari kondisi alamiahnya

Residu terlarut mg/L 1000 1000 1000 1000

Residu

tersusupensi mg/L 50 50 400 400

Bagi pengolahan air minum secara

konvensional, residu tersuspensi ≤5000

mg/L

KIMIA ANORGANIK

Ph mg/L 6-9 6-9 6-9 5-9

Apabila secara alamiah dan rentang waktu

tersebut, maka ditentukan berdasarkan

kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

Total fosfat

sebagai P mg/L 0,2 0,2 1 5

NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20

NH3 mg/L 0,5 (-) (-) (-)

Bagi perikanan, kandungan amonia bebas

untuk ikan peka ≤ 0,02 mg/L

Arsen mg/L 0,05 1 1 1

Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

Boron mg/L 1 1 1 1

Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01

Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01

Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,02

Bagi pengolahan air minum konvensional,

Cu ≤ 1 mg/L

Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)

Bagi pengolahan air minum konvensional,

Fe ≤ 5 mg/L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 (-)

Bagi pengolahan air minum konvensional,

Pb ≤ 0,1 mg/L

Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)

Air raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2

Bagi pengolahan air minum konvensional,

Zn≤5 mg/L

Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

Nitrit sebagai

N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-)

Bagi pengolahan air minum secara

konvensional, NO2N≤1 mg/L

Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan

Belerang

sebagai H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)

Bagi pengolahan air minum secara

konvensional, S sebagai H2S <0,1 mg/L

Keterangan:

Mg : milligram

µg/L : microgram

mL : milliliter

L : liter

Bq : bequerel

MBAS : Methylene Blue Activa Sunstance

71

ABAM : Air Baku Untuk Air Minum

Logam berat merupakan logam terlarut, kecuali untuk pH dan DO

Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum

Nilai DO merupakan batas minimum

Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan

Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan

Tanda < adalah lebih kecil

Presiden Republik Indonesia

Ttd

Megawati Soekarno Putri

Kelas I :air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kelas II :air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kelas III :air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,

peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kelas IV :air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

tersebut.

72

Lampiran 3. Hasil Analisis Kandungan C-organik didalam contoh daun dan batang

Seroja.

Sampel

Seroja

Batang

(%) Daun (%)

C Organik

(%)

1 36,49 40,50 38,49

2 36,71 36,35 36,53

3 48,37 50,05 49,21

4 41,64 50,42 46,03

5 44,42 52,40 48,41

6 50,26 49,99 50,12

7 44,43 45,00 44,71

8 40,30 40,49 40,39

9 46,32 53,78 50,05

10 51,45 44,53 47,99

11 40,44 47,23 43,83

12 44,63 45,25 44,94

Rata-rata 45,06

73

Lampiran 4. Data Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) sumber: data primer

Sampel

Batang

Daun

Panjang

batang

(cm)

Diameter

daun (cm)

Berat

basah

total

(gr)

Berat

kering

total

(gr)

Kadar

air

total

(%) Seroja

Berat

basah

(gr)

Berat

kering

(gr)

%

Corganik

Kadar

air (%)

Berat

karbon

(grC)

Berat

basah

(gr)

Berat

kering

(gr)

% C

organik

Kadar

air (gr)

Berat

karbon

(grC)

1 16 2,80 36,49 82,50 1,02 12 3,50 40,50 70,83 1,42 76,70 31,90 31 6,30 79,68

2 36 7,40 36,71 79,44 2,72 14 4,80 36,35 65,71 1,74 125,50 35,60 56 12,20 78,21

3 19 3,40 48,37 82,11 1,64 18 4,90 50,05 72,78 2,45 82,30 36,80 41 8,30 79,76

4 29 4,90 41,64 83,10 2,04 20 6,70 50,42 66,50 3,38 93,30 40,80 51 11,60 77,25

5 47 5,20 44,42 88,94 2,31 19 5,00 52,40 73,68 2,62 155 39,10 67 10,20 84,78

6 14 2,70 50,26 80,71 1,36 10 3,30 49,99 67,00 1,65 76,50 32,90 31 6,00 80,65

7 56 9,50 44,43 83,04 4,22 30 9,60 45,00 68,00 4,32 134,50 46,20 91 19,10 79,01

8 170 15,00 40,30 91,18 6,05 76 16,20 40,49 78,68 6,56 334 60,00 249 31,20 87,47

9 94 9,20 46,32 90,21 4,26 73 10,90 53,78 85,07 5,86 321 54,30 171 20,10 88,25

10 75 9,20 51,45 87,73 4,73 85 16,90 44,53 80,12 7,53 274 65,50 187 26,10 86,04

11 203 18,80 40,44 90,74 7,60 109 23,00 47,23 78,90 10,86 373 71,50 316 41,80 86,77

12 68 8,00 44,63 88,24 3,57 53 12,3 45,25 76,79 5,57 362 58,50 126 20,30 83,89

Jumlah 827 96,10 41,52 519 117,1 53,96

74

Lampiran 5. Keadaan lokasi dan alat yang digunakan selama penelitan

Gambar 15. Lokasi Situ Burung. Gambar 16. Saluran

pembuangan air Situ Burung.

Gambar 17. Saluran pembuangan air Gambar 18. Bagian tengah

Situ Burung. Situ Burung.

Gambar 19. Vegetasi Seroja di Situ Burung. Gambar 20. Seroja di Situ

Burung.

75

Gambar 21. Pengambilan sampel Kualitas Air. Gambar 22. Pengukuran

diameter daun dan

pengambilan Sampel Seroja.

Gambar 23. Penimbangan Sampel Seroja. Gambar 24. Sampel Seroja.

Gambar 25. Pengambilan data Morfometri. Gambar 26. Alat dan bahan

pada pengamatan data

morfometri.

76

Gambar 27. Sampel Seroja dalam amplop Gambar 28. Sampel Seroja

sebelum Pengovenan. dalam pengovenan.

77

Lampiran 6. Pemanfaatan Seroja

No Nama Tumbuhan Herbal Berat (mg)

1 Daun Seroja (Nelumbo Nucifera) 525

2 Biji Casia (Casia obSitufolia) 300

3 Teh Oolong (Camelia sinesis) 255

4 Batang Alisma (Alisma orientalis) 180

5 Chinese Holy (Ilex cornuta) 105

6 Rhubarb (Rheum parmatrum) 90

7 Tangerine (Citrus reticulate) 45 Catatan: satu box teh mempunyai berat sebesar 60 gr dimana didalamnya berisi 40 kantong

teh yang mempunyai berat sebesar 1,5 gr per kantong teh (gambar 23).

(www.scribd.com/nelumbo-nucifera).

Gambar 28. Teh Seroja. Gambar 29. Garnish Seroja.

Gambar 30. Hiasan Seroja. Gambar 31. Daun Bunga

Seroja untuk bahan makanan.

78

DAFTAR ISTILAH

Above Ground Biomass :Bagian dari biomassa tanaman yang berada diatas

permukaan tanah.

Aerenchyma :Bagian rongga udara yang terdapat pada bagian petiole

(batang) dan akar di dalam tanaman Seroja.

Allometri :Suatu fungsi atau persamaan matematika yang

menunjukkan hubungan antara bagian tertentu dari

makhluk hidup dengan bagian lain atau fungsi tertentu

dari makhluk hidup tersebut. Persamaan tersebut

digunakan untuk menduga parameter tertentu dengan

menggunakan parameter lainnya yang lebih mudah

diukur.

Autotroph :Organisme yang memiliki klorofil dapat berfotosintesis

dapat menghasilkan makanannya sendiri.

Biomassa :Total berat / massa atau volume organisme dalam area

atau volume tertentu. (IPCC glossary)

Below Ground Biomass :Bagian dari biomassa tanaman yang berada dibawah

permukaan tanah.

BOD :(Biochemical Oxygen Demand) Jumlah oksigen yang

dipakai/dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk

mendekomposisi bahan organik yang bersifat

biodegradable.

C :Inisial dari unsur Karbon di dalam sistem periodik

unsur kimia

Carbon Sink :Bahan/materi yang dapat menyerap karbon.

Carbon Source :Bahan/materi yang dapat menghasilkan karbon.

Chlorenchyma :Suatu rongga yang terdapat pada daun seroja yang

didalamnya terdapat pigmen zat hijau daun/chlorophyll.

CO2 :Suatu senyawa kimia yang dihasilkan melalui proses

respirasi, vulkanik, pembakaran dll.

COD :(Chemical Oxygen Demand) Jumlah oksigen yang

dipakai/dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik

yang bersifat biodegradable ataupun nonbiodegradable

menjadi CO2 dan H2O.

79

Dekomposer :Organisme yang dapat menguraikan bahan organik

menjadi bahan anorganik melalui proses fisika, kimia

atau biologi.

Dekomposisi :Penguraian. Dalam hal ini penguraian bahan organik

menjadi bahan anorganik melalui proses fisika, kimia

atau biologi. Pembusukan bahan organic diamati.

DHL :(Daya Hantar Listrik) Gambaran numerik dari

kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik, dilihat

dari banyaknya garam-garam terlarut yang dapat

terionisasi.

Dimensi Permukaan :Bagian fisik dari morfometri danau yang bersifat dua

dimensi.

Dimensi Bawah Permukaan :Bagian fisik dari morfometri danau yang bersifat tiga

dimensi.

DO :(Dissolved Oxygen) Jumlah oksigen terlarut yang

terkandung didalam perairan.

Eceng Gondok :Suatu jenis tanaman air yang siklus hidupnya

mengapung diatas permukaan perairan.

Evapotranspirasi :Penguapan air melalui evaporasi langsung dan

transpirasi melalui daun tumbuh-tumbuhan secara

bersama.

Fotosintesa :Suatu proses biokimia yang dilakukan organisme

Autotroph dalam hal memproduksi makanan yang

berasal dari karbondioksida dan air dengan bantuan

cahaya matahari dengan menggunakan zat hijau daun

(Chlorophyl).

Global Warming :Meningkatnya suhu bumi akibat adanya GRK (Gas

Rumah Kaca).

GPS :Suatu alat yang digunakan dalam menentukkan

koordinat di suatu wilayah yang ada di bumi melalui

model lintang-bujur.

Heterotroph :Organisme yang tidak mengahsilkan makanannya

sendiri.

Kayu Apu :Suatu jenis tanaman air yang hidupnya mengapung

diatas permukaan perairan.

Limbah Domestik :Limbah yang berasal dari rumah-rumah.

80

Limbah Industri :Limbah yang berasal dari Industri.

Mitigasi :Upaya untuk penanggulangan/meredam kerusakan

lingkungan.

Morfometri Danau :Suatu metode pengukuran dan analisa secara kuantitatif

dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan.

pH :Derajat keasaman. Gambaran konsentrasi ion hidrogen

suatu perairan.

Pong bua :Nama lokal untuk masakan yang bahan utamanya

berasal tanaman Seroja di Negara Thailand.

Sedimentasi :Proses pendangkalan suatu perairan yang biasanya

disebabkan oleh erosi tanah yang ada di bagian tepi

perairan.

Seroja :Suatu jenis tanaman air yang siklus hidupnya mencuat

ke atas permukaan perairan.

Siklus Karbon :Siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan

antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi.

Tanaman Air :Tumbuhan yang beradaptasi terhadap keberadaan air

secara kontinyu atau toleran terhadap kondisi tanah

berair untuk selama periode waktu hidupnya.

TDS :(Total Dissolved Solid) Jumlah partikel terlarut

berukuran lebih dari 1 m yang lolos pada kertas saring

dengan diameter pori 0,45 µm.

TSS :(Total Suspended Solid) Jumlah partikel tersuspensi

berukuran lebih dari 1 m yang tertahan pada kertas

saring dengan diameter pori 0,45 µm.

Transesterification :Proses perubahan senyawa trigliserida untuk

menghasilkan senyawa gliserol dan metil ester.

Transpirasi :Proses kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan

tumbuhan melalui stomata.