334
KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DISERTASI Oleh ERNAWATI BR SURBAKTI NIM: 158107002 PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

1

KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG-UNDANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DISERTASI

Oleh

ERNAWATI BR SURBAKTI

NIM: 158107002 PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG-UNDANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor dalam Program Doktor Linguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum. untuk dipertahankan di hadapan

sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh ERNAWATI BR SURBAKTI

NIM: 158107002 PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka Tanggal: 17 Januari 2019

PANITIA PENGUJI DISERTASI Pemimpin Sidang:

Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. (Rektor USU)

Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. (USU Medan)

Anggota : Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP (USU Medan)

Dr. Suriyadi, M.Hum. (Polmed Medan)

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. (USU Medan)

Dr. Mulyadi, M.Hum. (USU Medan)

Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. (USU Medan)

Dr. Sawirman, M.Hum. (UNAND Padang)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

i

ABSTRAK

KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Penelitian ini menganalisis pola bahasa dan aspek linguistik forensik

dalam gugatan UU ITE perspektif apraisal, makna semiotik forensik, dan mendeskripsikan faktor penyebab pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE. Metode penelitian yang digunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan dan analisis data model interaktif.

Pola bahasa teks UU ITE Sikap ^ Pemosisian ^ Graduasi, sidang pengadilan Graduasi ^ Sikap ^ Pemosisian, dan teks putusan dengan pola Pemosisian ^ Graduasi ^ Sikap. Aspek linguistik forensik terkait dengan rekaman percakapan terdapat bukti linguistik yang menyatakan percakapan tersebut berisi permufakatan. Dari hubungan ontologis dan epistemik pola bahasa dan aspek linguistik forensik pada pasal 5 ayat (1), (2), dan pasal 44 huruf b, alat bukti tidak sah karena tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Makna semiotik forensik pasal 5 dan pasal 44 huruf b merujuk kepada alat bukti dan perluasan alat bukti.

Faktor penyebab pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam UU ITE (1) sikap sebagai payung hukum bagi masyarakat, materi muatan UU ITE, dan bentuk-bentuk pelanggaran yang terdapat dalam regulasi pemanfaatan teknologi informasi (2) modalitas merupakan sikap penulis terhadap sesuatu yang dijelaskan mengenai materi muatan dan bentuk-bentuk pelanggaran hukum dan menunjukkan pendirian, menjelaskan nilai, dan norma aturan hukum yang berlaku di Indonesia (3) waktu digunakan sebagai pengukuran ketentuan pidana.

Faktor penyebab sidang pengadilan karena (1) graduasi digunakan sebagai pengukuran ketentuan pidana dan rujukan terhadap undang-undang (2) sikap sebagai penilaian keadaan emosi pemohon yang merasa terancam (3) apresiasi merupakan sarana untuk menjadikan fakta yang membisu menjadi berbicara kepada hakim di sidang pengadilan melalui argumentasi yang disampaikan pemohon, ahli, dan saksi (4) afek sarana pemohon menyampaikan dasar hukum dan meminta perlindungan dari ketidakamanan dan ketidaksenangan dari masalah yang sedang terjadi (5) penyangkalan menggambarkan penutur di sidang pengadilan memposiskan dirinya sebagai posisi berlawanan atau penolakan terhadap beberapa pasal.

Faktor penyebab pola bahasa dalam putusan (1) pemosisian, karena majelis hakim MK memposisikan, menyesuaikan, dan menegosiasikan kekuatan proposisi dan pernyataan masing-masing dalam memutuskan gugatan sebagai lembaga konstitusi yang menjalankan fungsinya untuk mewujudkan negara hukum yang demokratis (2) waktu menguraikan ketentuan pidana dan pengukuran (3) teks berisi usul, permintaan, sanggahan, protes terhadap beberapa pasal. Faktor makna semiotik forensik karena bentuk fisik rekaman suara percakapan pemohon dihasilkan atau diperoleh dari proses penyadapan yang tidak sah atau tidak dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Kata kunci: apraisal, linguistik forensik, semiotik, UU ITE.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

ii

ABSTRACT

THE STUDY OF FORENSIC LINGUISTICS ON THE LAWSUIT

OF THE INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTIONS LAW

This study analyzed the language patterns and forensic linguistic aspects in the lawsuit of ITE Law on an appraisal perspective, the meanings of forensic semiotics, and to describes the causing factors of the language patterns and the meaning of forensic semiotics on the lawsuit of the ITE Law. The research used qualitative method with interactive model of data analyze and collecting techniques.

Language pattern of the text of the ITE Law Attitude ^ Engagement ^ Graduation, in the court Graduation ^ Attitude ^ Engagement and the decision texts with patterns Engagement ^ Graduation ^ Attitude. The aspects of forensic linguistics related to conversation recordings have linguistic evidences that state the conversation contains consensus. From the ontological and epistemic relationships of language patterns and forensic linguistics aspects in article 5 section (1), (2), and article 44 letter b, the evidence is invalid because it is not applicable with the procedure of law in Indonesia. The meaning of forensic semiotics in article 5 and article 44 letter b refers to evidence and the expansion of evidence.

Factors that cause language patterns and forensic semiotic meanings in ITE Law are (1) attitude as a legal protection for society, material content of the ITE Law, and forms of violations contained in the regulation of information technology utilization (2) modality is the author's attitude towards something explained content material and forms of violation of law and showing establishment, explaining the value, and norms of the applicable law in Indonesia (3) time is used as a measure of criminal provisions.

Factors that cause the court because of (1) graduation is used as a measure of criminal provisions and references to laws (2) attitude as an assessment of the emotional state of the applicant who feels threatened (3) appreciation is a means to make silent facts to be able to speak to the judge in court through arguments submitted by the applicant, expert, and witness (4) affect as means of the applicant to convey the cause of action and to request protection from insecurity and displeasure of the problem (5) denial is to describe speakers in the court that position as opposing positions or against several articles.

Factors that cause language patterns in text decisions are (1) engagement, because the Constitutional Court judges position, adjust, and negotiate the power of propositions and their respective statements in deciding a claim as a constitutional institution that carries out its functions to realize a democratic legal state (2) time outlining criminal provisions and measurement (3) text containing suggestions, requests, objections, protests against several articles. The meaning factors of forensic semiotic because of the physical form of voice recordings of the applicant's conversation had been produced or obtained from the illegal tapping process or not with the applicable legal procedures in Indonesia. Keywords: appraisal, forensic linguistics, semiotics, ITE Law.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah

SWT berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan

disertasi dengan judul “Kajian Linguistik Forensik terhadap Gugatan Undang-

Undang Informasi dan Transaksi Elektronik” sebagai syarat dalam menyelesaikan

studi S3 di Program Doktor Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

Banyak dukungan dan perhatian yang penulis dapatkan selama pendidikan

dan penelitian disertasi ini berlangsung, sehingga hambatan yang ada dapat dilalui

dan dihadapi dengan penuh rasa sabar. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan

hati, penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada pihak-pihak yang terkait.

Pertama, penulis berterima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera

Utara, Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum. yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor

Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Budi

Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera

Utara. Bapak Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP., sebagai Ketua Program Studi

Linguistik dan Bapak Dr. Mulyadi, M. Hum. sebagai Sekretaris Program Studi S3

Linguistik yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan dukungan

yang luar biasa kepada penulis agar disertasi ini segera diselesaikan.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-

tingginya kepada Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., Bapak Dr. Eddy Setia,

M.Ed. TESP dan Bapak Dr. Suriyadi, M. Hum. sebagai promotor dan ko-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

iv

promotor yang senantiasa meluangkan waktu dan pikirannya yang sangat berharga

untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi dalam

menyelesaikan disertasi ini. Semoga jasa ibu dan bapak dibalas oleh Allah SWT

sebagai amal ibadah yang tidak akan pernah pupus.

Ungkapan terima kasih dan rasa hormat disampaikan kepada Bapak Prof.

Dr. Robert Sibarani, M.S., Bapak Dr. Mulyadi, M. Hum., Ibu Dr. T. Thyrhaya

Zein, M.A. dan Bapak Dr. Sawirman, M. Hum., sebagai dewan penguji yang telah

banyak memberikan sumbangan pemikiran, saran, dan arahan sehingga telah

menginspirasi dan menambah wawasan saya untuk menyempurnakan disertasi ini.

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Bapak Sekretaris Jenderal,

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang telah memberi kesempatan

kepada penulis dalam pengumpulan data gugatan UU ITE. Terima kasih kepada

bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H. M.Si. DFM., sebagai salah satu hakim MKRI,

Bapak Dr. Wiryanto, S.H., M. Hum., sebagai Plt. Kepala Pusat P4TIK dan Bapak

Dr. Fajar yang telah membantu penulis melakukan pengumpulan data untuk

penyusunan disertasi ini.

Terima kasih kepada dosen pengajar di Program Studi S3 Linguistik,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Amrin Saragih,

Ph.D., Bapak Prof. Dr. Syahron Lubis, M.A., Bapak Rustam Effendi, M.A.,

Ph.D., Bapak Prof. Dr. Bahren Umar Siregar, Bapak Prof. Dr. Aron Meko Mbete,

Ibu Dr. Dwi Widayati, M. Hum., Ibu Dr. Nurlela, M. Hum., Bapak Dr. Muhizar

Muchtar, Dr. Gustianingsih, M. Hum. serta dosen pengajar lainnya yang

memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, serta membuka wawasan dan

cakrawala berpikir ilmiah. Terima kasih Bapak Susanto, Ph.D. yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

v

memperkenalkan kajian linguistik forensik sehingga memberikan motivasi dan

stimulus untuk mengambil kajian linguistik forensik sebagai objek penulisan

disertasi.

Penulis berterima kasih kepada Bapak Direktur Politeknik Negeri

Lhokseumawe, Bapak Wadir I, Bapak Wadir II, Bapak Wadir III, Bapak Wadir

IV, dan Bapak Ketua Jurusan Teknik Sipil PNL yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan di Program Studi

Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih yang tidak

terhingga penulis persembahkan kepada ketiga orangtua tercinta Alm. Bapak K.

Surbakti, Almh. Mamak B. Br. Sembiring dan Bunda Dra. Rohana BY, S.H. yang

telah membesarkan, mendidik, dan mendoakan dengan segala kasih sayangnya

bersama kedelapan orang saudaraku Ngarihken Surbakti, Ngaturi Surbakti,

Ngakurken Surbakti, Rosmena Surbakti, Baik Surbakti, Sedia Surbakti, Nuraini

Surbakti, dan Majuh Surbakti. Penyemangat kakak ipar Fitriani dan ponakan

tersayang Serlina Tarigan, S.Pd., Surabina Tarigan, Sri Indahna Tarigan, Aditya

Surbakti, dan Armansyah Surbakti terima kasih untuk semua cinta dan kasih

sayang.

Terima kasih sahabat terbaik Lia Khalisa, M. Si, Iting Rasmita Dewi

Ginting, S.Pd., dan Mastopan, S.Pt., terima kasih untuk semua waktu, bantuan,

semangat, dan motivasinya selama ini. Teman-teman angkatan 2015, 2014, dan

administrasi Prodi Linguistik Kakak Nila Sakura, Kakak Karyani, dan Adinda

Tirta Arizka Nasution terima kasih telah banyak membantu dan melancarkan

administrasi penulis selama mengikuti studi di Prodi Lingustik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

vi

Akhir kata penulis berharap semoga semua kebaikan yang diberikan

kepada penulis oleh berbagai pihak, mendapat balasan yang berlipat ganda dari

Allah SWT. Aamiin ya rabbal alamin.

Medan, 17 Januari 2019 Penulis,

Ernawati Br Surbakti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ernawati Br Surbakti Tempat/Tanggal Lahir : Langkat, 06 Januari 1980 NIP : 198001062006042001 Agama : Islam Jabatan Fungsional : Lektor Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Lhokseumawe Alamat Kantor : Jalan Banda Aceh-Medan Km. 280,3

Buketrata, Mesjid Punteut, Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Aceh 24301.

Telepon Kantor : (0645) 42670 Alamat Rumah : Jalan Sei. Bangkatan/Gg. Patok No. 196

Kelurahan Tanah Seribu, Kecamatan Binjai Selatan,

Sumatera Utara 20726 Alamat email : [email protected]

Pendidikan:

Tahun Pendidikan

1986 s.d.1992 : SD Negeri No. 057198, Kab. Langkat. 1992 s.d. 1995 : SMP Swasta Nasional, Kab. Langkat. 1995 s.d.1998 : SMU Negeri 2 Binjai 1998 s.d.2002 : S1 Sastra Indonesia, Universitas Negeri Medan 2011 s.d. 2013 : S2 Linguistik, Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara 2015 s.d. 2019 : S3 Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

viii

Seminar:

Tahun Makalah

2018 2017 2016 2015

: : :

:

Engagement and Graduation in Text of the Law on Electronic Information and Transaction Visual Metafuction of Multimodal Text Nabelken Gelar of Karonese Culture Ekoleksikal dalam Tradisi Rembah ku Lau Budaya Karo Sebagai Salah Satu Pemeliharaan Ekosistem Tindak Tutur Permintaan Maaf dalam Bahasa Karo

Karya Ilmiah:

Jurnal

Tahun Jurnal

2018 2014 2014 2014

:

:

:

:

The Appraisal Attitude in Decision Text No. 20/PUU-XIV/2016 on Information and Electronic Transactions Laws: Study of Forensic Linguistics

Nilai Budaya dalam Leksikon Erpangir ku Lau Tradisi Suku Karo: Kajian Antropolinguistik

Kekerabatan Bahasa Karo, Minang, dan Melayu: Kajian Linguistik Historis Komparatif

Genre dan Metafungsi Bahasa pada Khutbah Idul Adha Oleh Dr. Tgk. H. Rusli Hasbi, Lc. MA di Lapangan Hiraq, Lhokseumawe

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

ix

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK………………………………………………………………... ABSTRACT……………………………………………………………….. UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………….. DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………... DAFTAR ISI……………………………………………............................ DAFTAR TABEL………………………………………………...……… DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN……………………………. DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... BAB I PENDAHULUAN………………………………............................ 1.1 Latar Belakang…………………………………………...................... 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………. 1.3 Batasan Masalah.………………………………………...................... 1.4 Tujuan Penelitian………………………………….............................. 1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………… 1.5.1 Manfaat Teoretis……………………………………………….. 1.5.2 Manfaat Praktis………………………………………………… BAB II KONSEP, KAJIAN PUSTAKA, DAN LANDASAN

TEORI.......................................……………………...................... 2.1 Konsep……...…………………………………………………............. 2.2 Kajian Pustaka......................................................................................... 2.3 Landasan Teori........................................................................................ 2.3.1 Linguistik Forensik…………………...…………………………. 2.3.2 Linguistik Sistemik Fungsional…………………………………. 2.3.3 Apraisal.……..…………………………………………………... 2.3.3.1 Sikap.…………….………................................................. 2.3.3.2 Pemosisian………………………………………………. 2.3.3.3 Graduasi…………………………………………………. 2.3.3 Semiotik ……...................................................................................... BAB III METODE PENELITIAN…….………………………………... 3.1 Pendekatan Penelitian……………...…….............................................. 3.2 Lokasi Penelitian………………………………………………………. 3.3 Data dan Sumber Data……………………………………………….... 3.4 Metode Penelitian………...…………………………………………… 3.4.1 Pengumpulan Data………………………………………………. 3.4.2 Analisis Data…….………………………………………………. 3.4.3 Penyajian Hasil Analisis Data…………………………………… 3.5 Pengecekan Keabsahan Penelitian…………...………………………... BAB IV PAPARAN DATA………………………………….................... 4.1 Pengantar................................................................................................. 4.2 Paparan Data...........................................................................................

i ii

iii

1 1 7 7 7 8 8 8

10 10 13 24 24 32 37 40 53 56 59

64 64 67 67 71 71 74 78 80

84 84 84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

x

4.2.1 Data Pola Bahasa dan Aspek Linguistik Forensik dalam Gugatan UU ITE…………………………………………………………..

4.2.1.1 Data Teks UU ITE……………………………………… 4.2.1.2 Data Sidang Pengadilan………………………………… 4.2.1.3 Data Putusan No. 20/PUU-XIV/2016…………………... 4.2.2 Data Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan UU ITE……….. BAB V POLA BAHASA DAN ASPEK LINGUISTIK FORENSIK

DALAM GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

5.1 Pengantar................................................................................................. 5.2 Pola Bahasa dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik………………………………...……………………………. 5.2.1 Pola Bahasa dalam Teks UU ITE……………………………….. 5.2.1.1 Sikap dalam Teks UU ITE…………………………......... 5.2.1.2 Pemosisian dalam Teks UU ITE………………………… 5.2.1.3 Graduasi dalam Teks UU ITE………………………….... 5.2.2 Pola Bahasa dalam Proses Sidang Pengadilan Perkara

No.20/PUU-XIV/2016…………………………………………... 5.2.2.1 Pola Bahasa dalam Sidang Panel Perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP I).…………………………… 5.2.2.2 Pola Bahasa dalam Sidang Panel Perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP II).………………………….. 5.2.2.3 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP III).…………………………. 5.2.2.4 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP IV).………………………… 5.2.2.5 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP V).………………………….. 5.2.2.6 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP VI).………………………… 5.2.2.7 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP VII).………………………... 5.2.2.8 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP VIII).……………………….. 5.2.3 Pola Bahasa dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016………. 5.2.3.1 Pola Sikap Bahasa dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016…………………………………... 5.2.3.2 Pola Pemosisian Bahasa dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016…………………………………... 5.2.3.3 Pola Graduasi Bahasa dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016………………………………….. 5.3 Aspek Linguistik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi

dan Transaksi Elektronik……………………………………………… 5.4 Hubungan Ontologis dan Epistemik Pola Bahasa dan Aspek

Linguistik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik…………………………………………………...

84 84 88

111 115

118 118

118 123 124 137 140

143

148

162

169

179

186

195

202

209 218

219

227

229

233

239

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xi

BAB VI MAKNA SEMIOTIK FORENSIK DALAM GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK...........................................................................

6.1 Pengantar................................................................................................. 6.2 Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi

dan Transaksi Elektronik………………………….…………………. 6.2.1 Identifikasi dan Interpretasi Makna Forensik pada Pasal 5 Ayat

(1), (2), dan Pasal 44 Huruf (b)………………………………….. 6.2.2 Deskripsi dalam Sidang Pegadilan………………………………. 6.2.3 Deskripsi dalam Rekaman Percakapan “Papa Minta Saham”…... 6.3 Hubungan Ontologis dan Epistemik Semiotik Forensik dalam

Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektroik………… BAB VII FAKTOR PENYEBAB POLA BAHASA DAN MAKNA

SEMIOTIK FORENSIK DALAM GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK .........................................................................

7.1 Pengantar................................................................................................. 7.2 Faktor Penyebab Pola Bahasa dalam Teks UU ITE, Sidang

Pengadilan, Putusan No.20/PUU-XIV/2016........................................... 7.2.1 Faktor Penyebab Pola Bahasa dalam Teks UU ITE...................... 7.2.2 Faktor Penyebab Pola Bahasa dalam Proses Sidang Pengadilan... 7.2.3 Faktor Penyebab Pola Bahasa dalam Putusan No.20/PUU-XIV/2016…………………………………………... 7.3 Perbandingan Bahasa dalam Teks UU ITE, Proses Sidang

Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016……………………… 7.3.1 Perbandingan Sikap dalam Teks UU ITE, Proses Sidang

Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016……………….. 7.3.2 Perbandingan Pemosisian dalam Teks UU ITE, Proses Sidang

Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016……………….. 7.3.3 Perbandingan Graduasi dalam Teks UU ITE, Proses Sidang

Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016……………….. 7.3.4 Perbandingan Polaritas Sikap Polaritas Sikap Teks UU ITE dan

Putusan No.20/PUU-XIV/2016…………………………………. 7.3.5 Perbandingan Polaritas Sikap Proses Sidang Pengadilan………. 7.3.6 Perbandingan Putusan No.20/PUU-XIV/2016 dan Pembacaan

Putusan pada SP VIII……………………………………………. 7.4 Faktor Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan UU ITE …………... BAB VIII TEMUAN PENELITIAN……………………………………. 8.1 Pengantar…………..………………………………………………….. 8.2 Temuan Penelitian….………………………………………………..... 8.2.1 Temuan Teoretis………………………………………………… 8.2.1.1 Pola Bahasa Teks UU ITE……………………………… 8.2.1.2 Pola Bahasa Proses Sidang Pengadilan…………………. 8.2.1.3 Pola Bahasa Putusan Perkara No.20/PUU-XIV/2016....... 8.2.1.4 Aspek Linguistik Forensik dalam Gugatan UU ITE……. 8.2.1.5 Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan UU ITE……..

243 243

243

243 253 258

259

263 263

264 264 266

269

271

271

272

273

274 276

279 280

282 282 282 282 283 284 285 287 288

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xii

8.2.1.6 Faktor Penyebab Pola Bahasa dan Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan UU ITE………………………

8.2.2 Temuan Metodologis…………………………………………... 4.2.3 Temuan Empiris………………………………………………... BAB IX SIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 9.1 Simpulan................................................................................................. 9.2 Saran....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. LAMPIRAN ………………………………………………………………

289 291 291

293 293 297 299 306

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xiii

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal. 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22 4.23 4.24 4.25 4.26 4.27 4.28 4.29 4.30 4.31

Afek-Irealis (hasrat) (Martin dan White, 2005)………………. Afek-Kebahagiaan/Ketidakbahagiaan (Martin dan White, 2005).. Afek-Keamanan/Ketidakamanan (Martin dan White, 2005)….. Afek-Kepuasan/Ketidakpuasan (Martin dan White, 2005)……. Afek-Jenis Ketidakbahagiaan (Martin dan White, 2005)……… Penilaian-Penghargaan Sosial (Martin dan White, 2005)…….. Penilaian-Sanksi Sosial (Martin dan White, 2005)…………… Jenis-jenis Apresiasi (Martin dan White, 2005)………………. Sub-tipe Apresiasi (Martin dan White, 2005)…………………. Model Pemosisian …………………………………………….. Aspek Forsa dalam Subgraduasi (Martin dan White, 2005)….. Model Graduasi ………………...……………………………... Pembagian Tanda……………………………………………… Sikap dalam Teks UU ITE…………………………………….. Sumber Penilaian dalam Teks UU ITE………………………... Sumber Afek dalam Teks UU ITE ……………………………. Sumber Apresiasi dalam Teks UU ITE ………………………. Sumber Pemosisian dalam Teks UU ITE ……………………... Sumber Graduasi dalam teks UU ITE ………………………... Tema Sidang Pengadilan Perkara No.20/PUU-XIV/2016…….. Distribusi Data Sikap Sidang Pengdilan……………………… Distribusi Data Pemosisian Sidang Pengdilan………………… Distribusi Data Graduasi Sidang Pengdilan…………………… Sumber Penilaian SP I ………………………………………… Sumber Apresiasi dalam SP I …………………………………. Sumber Afek SP I …………………………………………… Sumber Pemosisian SP I ……………………………………… Sumber Graduasi SP I ………………………………………… Sumber Penilaian SP II ………………………………………... Sumber Apresiasi SP II …………………………………….…. Sumber Afek SP II ……………………………………………. Sumber Pemosisian SP II ……………………………………. Sumber Graduasi SP II ……………………………………....... Sumber Apresiasi SP III ……………………………………… Sumber Penilaian SP III ………………………………………. Sumber Afek SP III …………………………………………… Sumber Pemosisian SP III …………………………….………. Sumber Graduasi SP III ……………………………………….. Sumber Penilaian SP IV ………………………………………. Sumber Apresiasi SP IV ………………………………………. Sumber Afek SP IV …………………………………………… Sumber Pemosisian SP IV ……………………………………. Sumber Graduasi SP IV ………………………………………. Sumber Penilaian SP V ………………………………………..

44 45 46 46 47 48 49 52 53 55 57 59 62 85 86 86 87 87 88 90 91 91 92 93 94 94 95 95 96 96 96 97 97 98 98 99 99 99

101 101 101 102 102 103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xiv

4.32 4.33 4.34 4.35 4.36 4.37 4.38 4.39 4.40 4.41 4.42 4.43 4.44 4.45 4.46 4.47 4.48 4.49 4.50 4.51 4.52 4.53 4.54 4.55 4.56 4.57 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 5.12 5.13 5.14 5.15 5.16 5.17 5.18 5.19 5.20

Sumber Apresiasi SP V ………………………………………. Sumber Afek SP V …………………………………………… Sumber Pemosisian SP V …………………………………….. Sumber Graduasi SP V ……………………………………….. Sumber Penilaian SP VI ………………………………………. Sumber Apresiasi SP VI ………………………………….…… Sumber Afek SP VI …………………………………………… Sumber Pemosisian SP VI ………………………………….…. Sumber Graduasi SP VI……………………………………….. Sumber Penilaian SP VII ……………………………………... Sumber Apresiasi SP VII ……………………………………... Sumber Afek SP VII ………………………………………….. Sumber Pemosisian SP VII …………………………………… Sumber Graduasi SP VII ……………………………………… Sumber Penilaian SP VIII …………………………………….. Sumber Apresiasi SP VIII …………………………………….. Sumber Afek SP VIII …………………………………………. Sumber Pemosisian SP VIII …………………………………... Sumber Graduasi SP VIII …………………………………….. Sumber Sikap dalam putusan No.20/PUU-XIV/2016 ………… Sumber Afek dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016…… Sumber Penilaian dalam teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016... Sumber Apresiasi dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016.. Sumber Pemosisian dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016… Sumber Graduasi pada Putusan No.20/PUU-XIV/2016………. Pasal yang digugat dalam Perkara No.20/PUU-XIV/2016……. Penilaian dalam Teks UU ITE…………………………………. Afek dalam Teks UU ITE …………………………………….. Apresiasi dalam Teks UU ITE ………………………………... Model Pemosisian dalam Teks UU ITE………………………. Model Graduasi dalam Teks UU ITE…………………………. Sikap Bahasa Forensik Sidang Pengadilan Perkara No.20/PUU-XIV/2016………………………………………… Pemosisian dalam Sidang Pengadilan Perkara No.20/PUU-XIV/2016………………………………………… Graduasi Sidang Pengadilan Perkara No.20/PUU-XIV/2016… Penilaian dalam SP I …………………………………………... Apresiasi dalam SP I ………………………………………….. Afek dalam SP I ………………………………………………. Model Pemosisian SP I ………………………………………... Model Graduasi SP I ………………………………………….. Penilaian dalam SP II ………………………………………… Apresiasi dalam SP II ………………………………………… Afek dalam SP II ……………………………………………… Model Pemosisian SP II ………………………………………. Model Graduasi teks SP II …………………………………….. Penilaian dalam SP III ………………………………………… Apresiasi dalam SP III …………………………………………

103 104 104 105 105 106 106 106 107 107 108 108 108 109 110 110 110 111 111 113 113 113 114 114 115 116 129 132 136 139 141

145

146 147 150 153 154 157 159 162 163 164 166 167 170 171

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xv

5.21 5.22 5.23 5.24 5.25 5.26 5.27 5.28 5.29 5.30 5.31 5.32 5.33 5.34 5.35 5.36 5.37 5.38 5.39 5.40 5.41 5.42 5.43 5.44 5.45 5.46 5.47 5.48 5.49 5.50 5.51 5.52 5.53 6.1

Afek dalam SP III ……………………………………………... Model Pemosisian SP III ……………………………………… Model Graduasi dalam SP III …………………………………. Penilaian dalam SP IV…………………………........................ Apresiasi dalam SP IV ……………………………………….. Afek dalam SP IV ……………………………………………. Model Pemosisian SP IV ……………………………………… Model Graduasi SP IV ………………………………………... Penilaian dalam SP V …………………………………………. Apresiasi dalam SP V …………………………………………. Afek dalam SP V ……………………………………………… Model Pemosisian SP V ………………………………………. Model Graduasi SP V …………………………………………. Penilaian dalam SP VI …………………………....................... Apresiasi dalam SP VI ……………………………………….. Afek dalam SP VI …………………………………………….. Model Pemosisian SP VI ……………………………………… Model Graduasi SP VI ………………………………………... Penilaian dalam SP VII ……………………………………….. Apresiasi dalam SP VII …………………………………......... Afek dalam SP VII …………………………………………… Model Pemosisian dalam SP VII ……………………………… Model Graduasi SP VII ………………………………………. Penilaian dalam SP VIII ………………………………………. Apresiasi dalam SP VIII ………………………………………. Afek dalam SP VIII …………………………………………… Model Pemosisian SP VIII ……………………………………. Model Graduasi SP VIII ………………………………………. Afek dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016…………….. Penilaian dalam Teks Putusan No.20/PUU- XIV/2016 ………. Apresiasi Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016 ……………… Model Pemosisian dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016 Model Graduasi pada Putusan No.20/PUU-XIV/2016………... Makna Semiotik dalam Pasal 5 ayat (1), (2), dan 44 huruf b…..

173 175 177 179 180 181 183 185 187 188 189 191 193 196 197 198 199 200 203 204 205 206 207 209 210 211 213 214 219 223 225 227 230 246

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xvi

7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6

Perbandingan Sikap dalam Teks UU ITE, Proses Sidang Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016……… Perbandingan Pemosisian dalam Teks UU ITE, Proses Sidang Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016……………… Perbandingan Graduasi dalam Teks UU ITE, Proses Sidang Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016……………… Polaritas Sikap UU ITE dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016…. Perbandingan Polaritas Sikap Sidang Pengadilan……………... Polaritas Sikap Putusan No.20/PUU-XIV/2016 dan SP VIII…..

270

271

272 273 276 277

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xvii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal. 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 3.1 3.2 4.1 4.2 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 5.12 5.13 5.14 5.15 5.16 5.17 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7

Ruang Lingkup Cakupan Kajian Linguistik Forensik…………. Stratifikasi Pemakaian Bahasa (Adaptasi dari Halliday dan Matthiessen, 2004)…………………..………………………… Tipologi Sikap (Martin dan White, 2005)...…………………… Afek dalam Subkategori Sikap (Martin dan White, 2005)……. Penilaian dalam Subkategori Sikap (Martin dan White, 2005).. Apresiasi dalam Subkategori Sikap (Martin dan White, 2005).. Graduasi dalam Apraisal (Martin dan White, 2005)………….. Aspek Fokus dalam Subgraduasi (Martin dan White 2005)…... Tipologi Tanda………………………………………………… Komponen Analisis Data Model Interaktif……………………. Alur Pikir………………………………………………………. Majelis Hakim MKRI …………………………………………. Keterangan Sidang Pengadilan………………………………… Jaringan Sistem (Network Sistem) Gugatan UU ITE………….. Sikap dalam Gugatan UU ITE…………………………………. Pemosisisian dalam Gugatan UU ITE…………………………. Graduasi dalam Gugatan UU ITE……………………………... Jaringan Sistem (Network Sistem) UU ITE…………...……….. Tipologi Sikap dalam teks UU ITE …………………………… Jaringan Sistem (Network Sistem) Sidang Pengadilan………… Tipologi Sikap Panel (SP I) ………............................................ Tipologi Sikap Sidang Panel (SP II) ………………………….. Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP III) …………………………. Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP IV) …………………………. Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP V) ………………………….. Tipolog Sidang Pleno (SP VI)…………………………………. Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP VII) ....................................... Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP VIII) ……………………….. Jaringan Sistem (Network Sistem) Putusan No.20/PUU-XIV/2016………………………………………… Tipologi Sikap Dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016…. Triadik pasal 5 ayat (1) ………………………………………... Triadik pasal 5 ayat (2) ………………………………………... Triadik pasal 44 huruf b ………………………………………. Hakim MKRI…………………………………………………... Kuasa Hukum Pemohon……………………………….………. Kesaksian Ahli………………………………………………… Saksi dari Pemerintah…………………………………………..

27

35 41 42 48 51 56 59 61 65 82 89 93

119 120 121 122 123 126 144 148 161 169 178 186 195 202 209

216 218 243 244 245 251 253 254 254

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xviii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

1. Lambang ^ = (1) diikuti oleh

(2) dikodekan oleh > = sumber/inti/superior = hubungan/mengacu pada ՙ ՚ = makna/terjemahan “ ” = penegasan bentuk atau bermakna khusus / = konstituen opsional = = sama dengan ( ) = (1) pengapit nomor data/klausa

(2) pengapit keterangan tambahan/keterangan sistem appraisal

[ ] = pengapit pasal R = Representament O = Objek I = Interpretant 2. Singkatan 2.1 Data DT = Data Teks DL = Data Lapangan SP = Sidang Pengadilan DRP = Data Rekaman Percakapan 2.2 Teks APH = Aparat Penegak Hukum CCTV = Closed Circuit Television (Televisi signal yang bersifat

tertutup) DPR RI = Dewan Permusawaratan Rakyat Republik Indonesia HAM = Hak Azasi Manusia ICCPR = International Covenant on Civil and Political Rights

Sebuah perjanjian multilateral yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB berdasarkan resolusi 2200A (XXI ) pada tanggal 16 Desember 1966

KUHAP = Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana MKRI = Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia MK = Mahkamah Konstitusi MEM = Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral PTPK = Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi P = Putusan P-1 = Alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda P-1 s.d. P-15 PP = Putusan Perkara PAN = Pendayagunaan Aparatur Negara PUU = Peraturan Undang-Undang PBB = Perserikatan Bangsa-Bangsa regels = rules and procedures

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xix

SK = Surat Kuasa SHP = Syamsu Hamid&Partners UU ITE = Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU HAP = Undang-Undang Hukum Acara Pidana UU KPK = Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi UU Tipikor

= Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi

2.3 Teori dan konsep LSF = Linguistik Sistemik Fungsional LF = Linguistik Forensik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

xx

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

Hal.

Lampiran 1 Izin Penelitian dari Program Studi Linguistik………….. 304 Lampiran 2

Izin Penelitian dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Kepaniteraan dan Sekretaris Jenderal)………

305

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa sebagai salah satu alat mendeskripsikan dan mendokumentasikan

hukum mengatur hak dan kewajiban kita sebagai warga negara. Nilai penting

bahasa dalam penegakan hukum, setidaknya, dapat dilihat melalui dua alasan

berikut: (1) hukum atau norma-norma hukum tidak mungkin dapat hidup tanpa

adanya upaya untuk mengartikulasikan atau mendeskripsikannya dengan

menggunakan bahasa, dan (2) bahasa adalah alat utama yang digunakan untuk

mendokumentasikan hukum (Bachari, 2017).

Dokumen hukum salah satunya adalah Undang-Undang Republik

Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU

ITE). UU ITE dalam penerapannya menjadi dinamika pro dan kontra terhadap

beberapa pasal. Beberapa pasal dalam teks UU ITE Nomor 11 tersebut dianggap

krusial, misalnya pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik. Terlihat jelas

bahwa pasal tentang penghinaan, pencemaran nama baik, berita kebencian,

permusuhan, ancaman menakut-nakuti ini cukup mendominasi pada daftar

perbuatan yang dilarang menurut UU ITE diperbaharui1.

Pemahaman dan sosialisasi undang-undang nomor 11 tahun 2008 kepada

masyarakat yang diakibatkan adanya perubahan sosial, belum cukup efektif.

Sebagaimana terlihat dari masih maraknya pelanggaran-pelanggaran dalam

penggunaan teknologi informasi (Sidik, 2013).

Dalam konsiderans fungsi UU ITE terdiri atas (a) bahwa pembangunan

nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

2

terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat; (b) bahwa globalisasi

informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi

dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan

informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan

teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke

seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa; (c) bahwa

perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah

menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang

yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan

hukum baru; (d) bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus

terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan

dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demi

kepentingan nasional; (e) bahwa pemanfaatan teknologi informasi berperan

penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat; (f) bahwa pemerintah perlu mendukung

pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan

pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman

untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan

sosial budaya masyarakat Indonesia; (g) bahwa berdasarkan pertimbangan

sebagaimana, dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan

huruf f, perlu membentuk undang-undang tentang informasi dan transaksi

elektronik2.

Sekaitan dengan fungsi UU ITE di atas, UU ITE mengandung

„pemanfaatan teknologi informasi‟ dan „hubungan sosial‟ dengan masyarakat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

3

untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara

elektronik. Namun, dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai sistem elektronik.

Masalah dalam penelitian ini mengenai linguistik forensik bahasa evaluatif

gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016 yang memiliki polaritas dalam

menyampaikan informasi kepada masyarakat. Penggunaan bahasa dalam gugatan

UU ITE terdiri atas teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No.

20/PUU-XIV/2016 memiliki makna leksis positif dan negatif. Penggunaan bahasa

sebagai wujud isi dalam gugatan UU ITE dan sebagai wujud hubungan sosial

dengan masyarakat.

Dari pengorganisasian isi dan hubungan sosial terwujud realisasi tekstual

yang memiliki makna positif dan negatif dari pilihan leksis yang ditulis pada teks

UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016. Sebagai

contoh pada teks UU ITE Bab II bagian asas dan tujuan, pasal 4 antara lain:

(1) Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk: a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat

informasi dunia; b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk

memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi Informasi.

(DT UU ITE 2008)

Dari teks UU ITE tersebut terdapat leksis positif mencerdaskan kehidupan

bangsa, mengembangkan perdagangan, meningkatkan efektivitas, membuka

kesempatan, memajukan pemikiran, pemanfaatan teknologi informasi, dan rasa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

4

aman. Leksis tersebut merupakan leksis positif. Jika ditinjau dari segi apraisal

leksis positif di atas merupakan apresiasi dan metafora.

Dalam penelitian ini dibahas pola bahasa dalam teks UU ITE, proses

sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 dari perspektif apraisal.

Aspek linguistik forensik dari rekaman percakapan “papa minta saham” dan

gugatan UU ITE. Dari cakupan struktur teks UU ITE, proses sidang pengadilan,

putusan No. 20/PUU-XIV/2016, dan rekaman percakapan diperoleh pola bahasa,

aspek linguistik forensik, makna semiotik forensik, dan faktor penyebab yang

mempengaruhi pola bahasa dan makna semiotik forensik gugatan UU ITE perkara

No. 20/PUU-XIV/2016.

Sekaitan dengan kasus timbulnya dugaan terjadinya permufakatan jahat

dan pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak PT

Freeport Indonesia yang melibatkan pemohon. Maka, pemohon menggugat

beberapa pasal dalam UU ITE kepada MKRI. Secara linguistik forensik beberapa

pasal tersebut merupakan bahasa evaluatif seperti analisis berikut ini.

Pasal 5

(2) [1] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. (DT UU ITE 2008)

(graduasi>fokus>tajam) Leksis sah pada pasal 5 ayat (1) memiliki sumber untuk mempertajam.

secara apraisal sah merupakan sumber graduasi yang berfungsi untuk menguatkan

frasa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil

cetakannya. Sah secara hukum tidak melanggar hukum acara yang berlaku di

Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

5

Untuk mengungkap pola bahasa dalam teks UU ITE, proses sidang

pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 dibutuhkan suatu alat untuk

menentukan makna kata-kata tersebut. Apraisal digunakan dalam penelitian ini

untuk mengevaluasi apakah bahasa forensik teks UU ITE, proses sidang

pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 mengungkap sikap negatif atau

positif 3.

Bahasa merupakan keberagaman yang menarik dikaji dengan

menggunakan linguistik forensik dalam perspektif apraisal sehingga dengan

struktur teks UU ITE, tema proses sidang pengadilan, putusan No. 20/PUU-

XIV/2016, dan rekaman percakapan akan memiliki ciri khas dan pola sikap,

pemosisian, dan graduasi. Apraisal dapat digunakan untuk mengekplorasi,

memerikan, dan menjelaskan cara bahasa digunakan untuk mengevaluasi,

menggunakan pendirian, membangun personal tekstual, dan mengatur pemosisian

dan hubungan antarpribadi (Martin and White 2005).

Dari hasil penelitian ini diketahui pola bahasa, aspek linguistik forensik,

dan makna semiotik forensik. Penelitian ini tidak hanya sekedar mengungkapkan

sistem fungsi bahasa dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, putusan No.

20/PUU-XIV/2016, dan rekaman percakapan tetapi juga secara tidak langsung

mengungkapkan sistem sosial dan budaya yang terugkap dari gugatan UU ITE.

Dalam penerapannya, seharusnya UU ITE sudah diuji dan disosialisasi

berulangkali dari semua aspek khususnya bahasa agar tidak multitafsir.

Masyarakat kecil akan terkena sanksi dan masyarakat yang memiliki kekuasaan

dapat menggugatnya. Hal ini juga dapat mengakibatkan supremasi hukum yang

tidak jelas. Dari proses sidang pengadilan gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

6

XIV/2016 sebagian pasal digugat dan dikabulkan. Sehingga data ini menarik

untuk diteliti dengan linguistik forensik. Selain itu, ada yang perlu dipahami

bahwa salah satu bentuk kejahatan yang paling berbahaya adalah kejahatan yang

dilegalkan dalam kebijakan-kebijakan resmi. Pada umumnya modus lingual yang

dikembangkan untuk memenuhi objektif kejahatan level ini adalah menggunakan

kata-kata kunci tertentu yang sengaja dibiaskan sehingga bersifat multi-

interpretasi (Sawirman dkk, 2015: 71).

Linguistik forensik membahas penggunaan bahasa dalam bidang hukum,

yang mencakup identifikasi penutur atau penulis asli sebuah dokumen, interpretasi

produk hukum, kesaksian ahli bahasa, bagaimana bahasa dipergunakan dalam

proses hukum (peradilan) sejak polisi memeriksa terdakwa dan saksi sampai

bahasa oleh hakim, jaksa, dan penasehat hukum dalam ruang sidang pengadilan

(Purnomo, 2011).

Setiap orang memiliki interpretasi yang berbeda terhadap produk hukum

sehingga muncullah proses hukum (peradilan). Selain interpretasi dalam proses

sidang pengadilan, penelitian ini juga dapat mengungkap nilai dan makna yang

terkandung dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, putusan No. 20/PUU-

XIV/2016, dan rekaman percakapan. Dengan dikabulkannya gugatan UU ITE

perkara No. 20/PUU-XIV/2016, menandakan bahwa UU ITE menjadi layak untuk

dievaluasi bahasanya dengan menggunakan linguistik forensik perspektif apraisal

dan makna semiotik seperti rumusan penelitian berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pola bahasa dan aspek linguistik forensik dalam gugatan

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dari perspektif apraisal?;

2. Bagaimanakah makna semiotik forensik dalam gugatan Undang-Undang

Informasi dan Transaksi Elektronik?;

3. Mengapa terbentuk pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam gugatan

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik?.

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini fokus dan tidak meluas, penelitian ini dibatasi pada

gugatan UU ITE. Gugatan UU ITE dalam penelitian ini terkait dengan kasus

timbulnya dugaan terjadinya permufakatan jahat dan pencatutan nama presiden dan

wakil presiden dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang

melibatkan pemohon (SN).

1.4 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah

1. Menganalisis pola bahasa dan aspek linguistik forensik dalam gugatan

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik perspektif apraisal;

2. Menganalisis makna semiotik forensik dalam gugatan Undang-Undang

Informasi dan Transaksi Elektronik;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

8

3. Mendeskripsikan faktor penyebab terbentuknya pola bahasa dan makna

semiotik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1.5.1 Manfaat Teoretis

Temuan penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan informasi.

Bahan masukan yang relevan dalam hal penelitian tentang pola bahasa, aspek

linguistik forensik perspektif apraisal, makna semiotik forensik, dan faktor

penyebabnya. Berdasarkan tujuan penelitian di atas, sebuah interpretasi tentang

sosial, budaya, dan realisasi linguistik forensik dapat diketahui. Secara khusus,

penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber untuk analisis linguistik forensik

perspektif apraisal serta nilai dan makna terhadap teks undang-undang di

Indonesia. Analisis linguistik forensik perspektif apraisal ini direalisasikan dalam

penggunaan linguistik forensik dan sebagai pedoman untuk mengevaluasi

penggunaan bahasa dalam teks perundang-undangan di Indonesia.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini memberikan kontribusi terhadap UU ITE. Temuan

jaringan sistem dan pola bahasa dapat digunakan sebagai evaluasi bahasa dalam

teks UU ITE. Pemilihan leksis dalam teks UU ITE diharapkan lebih tegas dan

jelas. Hasil penelitian ini juga bermanfaat dalam pemahaman linguistik forensik

perspektif apraisal sikap, pemosisian, dan graduasi dalam teks UU ITE, proses

sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016. Makna semiotik dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

9

gugatan UU ITE bermanfaat menghindarkan pemahaman multitafsir bahasa

terhadap undang-undang.

Catatan Akhir: 1 Pasal ini telah dipermasalahkan juga oleh Dewan pers bahkan mengajukan judicial

review ke Mahkamah Konstitusi (Sidik, Suyanto. 2013). 2 Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 3 Kerangka kerja apraisal merupakan suatu sistem yang menunjukkan hubungan

semantik wacana yang diperoleh dari suatu konteks media, baik media lisan maupun media tulis. Sumber interpersonal berhubungan dengan sikap otorisasi, evaluasi sosial, dan posisi, baik pada pembaca maupun pada ragam otorisasinya (White 2002).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

10

BAB II

KONSEP, KAJIAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Konsep

Konsep dasar yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini

perlu diuraikan. Konsep dasar itu kemudian dijadikan sebagai definisi operasional

yang merepresentasikan cakupan pembahasan. Penelitian ini dirancang berupa

abstraksi dan sintesis antara teori dan permasalahan penelitian. Penelitian ini

bertumpu pada pola bahasa perspektif apraisal, aspek linguistik forensik, makna

semiotik forensik, dan faktor penyebab terbentuknya pola bahasa dan makna

semiotik forensik dalam gugatan UU ITE.

2.1.1 Teks, konteks, dan wacana

Istilah teks dan konteks erat kaitannya dengan kajian wacana. Teks sebagai

bahasa yang fungsional, bahasa yang melakukan tugas tertentu dalam konteks

tertentu, yang berbeda dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang berdiri sendiri

(Halliday dan Hasan, 1985: 10). Teks juga adalah unit dari pengguna bahasa

(Halliday dan Hasan 1976: 1). Teks itu dibatasi sebagai unit bahasa yang

fungsional dalam konteks sosial (Halliday, 1994). Semua teks merupakan

penggunaan bahasa yang dihasilkan dengan maksud untuk menunjukkan sesuatu

untuk beberapa tujuan. Teks merupakan suatu proses yang dapat dimengeri, tidak

terbuka bagi persepsi yang langsung, dari menegosiasikan sebuah pesan. Teks

kemudian akan menjadi penanda maknanya sendiri, apapun konteks atau tujuan

dari produknya (Widdowson, 2007: 6-8).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

11

Bahasa, khususnya, bahasa evaluatif di dalam teks sangat tergantung pada

konteks. Jalan menuju pemahaman tentang bahasa terletak dalam kajian teks.

Teks terdiri atas makna-makna walaupun teks terdiri atas kata-kata dan kalimat.

Teks pada dasarnya merupakan satuan makna. Teks harus dipandang dari dua

sudut yang bersamaan yaitu sebagai produk dan sebagai proses karena sifatnya

sebagai satuan makna. Sebagai produk, teks merupakan luaran, sesuatu yang dapat

direkam dan dipelajari karena mempunyai susunan tertentu teks dan dapat

dideskripsikan dengan peristilahan yang sistematik. Teks juga merupakan suatu

proses dalam pengertian bahwa teks terbentuk melalui proses pemilihan makna

terus menerus (Halliday dan Hasan, 1985: 5).

Konteks merupakan teks yang menyertai teks tersebut (Halliday dan

Hasan, 1985: 5). Konteks juga merupakan faktor kunci di dalam pemilihan bahasa

(Fowler dan Kress, 1979: 30). Bahasa hanya dapat dipahami dengan melihat cara

bahasa itu digunakan dalam konteks tertentu, baik budaya maupun situasionalnya

(Halliday dan Hasan, 1985: 5). Penulis atau penutur bahasa menggunakan

konfigurasi sumber-sumber linguistik di dalam konteks tertentu. Sebagai dimensi

yang berpengaruh kuat dari konteks situasi langsung dari suatu peristiwa bahasa

pada cara bahasa itu digunakan (Eggins, 1994, 2004). Dengan demikian, konteks

afek pilihan bahasa yang dibuat oleh seorang penutur atau penulis tergantung pada

setting yang diberikan. Penelitian Iedema (1997) menunjukkan bahwa dalam

setting institusional, partisipan masih memiliki pilihan bahasa yang dapat mereka

buat yang akan berhubungan dengan afek yang mereka miliki dengan partisipan

lainnya di dalam setting tersebut. Dengan kata lain, partisipan menggunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

12

bahasa dengan cara yang hampir ditentukan, namun mereka memiliki fleksibilitas

ketika membangun hubungan interpersonal dengan partisipan lainnya.

Istilah wacana, menurut Kress membahas hal-hal yang berorientasi sosial,

sedangkan istilah teks digunakan apabila orientasi pembahasan terhadap materi

bentuk dan struktur bahasa. Dari konteks tempat teks digunakan, istilah teks

mengacu pada bahasa yang digunakan daripada bahasa sebagai sistem yang belum

diterapkan. Wacana merupakan fenomena sosial. Wacana bukan saja laras bahasa

tetapi lebih luas lagi jangkauannya sampai kepada bentuk-bentuk interpretasi,

interaksi, dll. Wacana terdiri atas partispan-partisipan yang terlibat jenis situasi-

situasi di dalamnya teks berperan, sistem-sistem sosial, dan struktur-struktur yang

merangkul mengapa teks bermakna demikian (Sinar, 2003:7).

2.1.2 Pola bahasa, aspek linguistik forensik, dan semiotik forensik

Pola (pattern) adalah (1) pengaturan atau susunan unsur-unsur bahasa

yang sistematis menurut keteraturan dalam bahasa; (2) sistem bahasa secara

keseluruhan; (3) subsistem dalam bahasa (Kridalaksana, 2008: 196-197). Pola

bahasa dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

perkara No. 20/PUU-XIV/2016 adalah susunan unsur-unsur yang berkaitan

dengan sistem apraisal.

Aspek lingustik forensik adalah pemunculan atau penginterpretasian

gagasan, masalah, situasi, dan sebagai pertimbangan yang dilihat dari sudut

pandang linguistik forensik. Sudut pandang linguistik forensik mengacu kepada

apraisal. Kerangka apraisal terdiri dari tiga subsistem yang beroperasi secara

paralel (Martin dan White, 2005: 35).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

13

Kevelson memberikan suatu definisi tentang semiotik “semiotik, suatu

metode tentang penelitian ke dalam proses penelitian….” Kevelson menganggap

bahwa penelitian selalu dialogik, yaitu proses komunikasi atau pertukaran pesan

dengan melalui tanda atau sistem tanda. Hukum adalah salah satu sistem tanda itu,

seperti institusi sosial lain seperti bahasa, ekonomi, politik, keluarga dan lain-lain

(Kevelson, 1988:3). Pandangan Kevelson sejalan dengan Charles S. Peirce

“Hukum berfungsi sebagai sistem, prototipe untuk keseluruhan teori tentang

tanda” (Peirce,1991: 3).

2.2 Kajian Pustaka

Penelitian ini merujuk beberapa artikel penelitian dan disertasi yang

berhubungan dengan linguistik forensik, apraisal, semiotik, dan undang-undang.

Beberapa kajian pustaka yang relevan dengan penelitian ini memberikan

kontribusi kepada penelitian ini.

Udina (2016) menyimpulkan perkembangan linguistik hukum atau

linguistik forensik, sebagaimana diketahui, adalah contoh nyata perkembangan

integratif sains modern. Linguistik menjadi terlibat dalam berbagai penelitian

aktivitas manusia, hukum menjadi bidang penggunaan bahasa tertentu. Linguistik

hukum melacak hubungan erat antara bahasa dan hukum yang baik oleh para ahli

bahasa dan ahli hukum.

Institusionalisasi linguistik forensik yang ditandai dengan pembentukan

International Forensic Linguists Association menghasilkan interaksi yang lebih

erat antara ahli bahasa dan pengacara dan telah membangkitkan minat yang besar

dalam pendidikan. Banyak universitas di dunia beralih ke masalah bahasa dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

14

hukum, memperkenalkan program dan kursus yang berbeda. Spesialis hukum dan

ahli bahasa di banyak negara bekerja sama dalam isu-isu yang sangat penting

untuk pengembangan sistem hukum dan komunikasi dalam lingkup hukum.

Pendidik bahasa asing di sekolah hukum, merancang kursus LSP dengan

mempertimbangkan bahasa dan hubungan hukum. Pendekatan interdisipliner

untuk belajar memberikan cara belajar bahasa yang lebih efektif, memperkenalkan

siswa dengan masalah nyata pengembangan bahasa hukum dan komunikasi dalam

pengaturan profesional.

Bahasa dan hukum adalah bidang studi interdisipliner yang menarik bagi

ahli bahasa, spesialis hukum dan pendidik. Mengajar LSP membutuhkan konteks

khusus yang mengungkap berbagai fitur penggunaan bahasa profesional. Dari

sudut pandang ini bahasa dan hukum memberikan wawasan tentang

perkembangan bahasa hukum dan fungsi dan kekuatan spesifiknya.

Perkembangan teknologi komputer memberikan pendekatan baru dalam

metodologi pembelajaran bahasa. Penggunaan e-textbook Forensic English telah

digunakan untuk mengembangkan kemampuan berbicara yang reseptif dan

produktif, kemampuan berbicara argumentatif, membaca dan menulis,

meningkatkan kompetensi multimedia dan semiotik.

Kontribusi artikel adalah mengenai pemahaman perkembangan linguistik

hukum atau linguistik forensik. Linguistik hukum melacak hubungan erat antara

bahasa dan hukum yang baik oleh para ahli bahasa dan ahli hukum. Perbedaan

artikel dengan penelitian ini adalah pada objek kajian dan teori yang digunakan.

Persamaannya adalah sama-sama menganalisis linguistik forensik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

15

Breeze (2016) memaparkan dalam tulisannya bahwa semua komunitas

profesional terlibat dalam praktik diskursif menarik pengetahuan ke bentuk

komunikasi sesuai dengan jenis tindakan profesional tertentu (Bhatia, 2004).

Seorang profesional yang handal mampu mengoperasikan secara terlatih,

mengelola wilayah sumber daya linguistik untuk memperoleh ujung komunikatif

yang khusus. Pilihan bahasa yang tersedia dalam situasi tertentu terpaksa secara

sosial yang dikenal dengan kecocokan, pada level wacana yang berhubungan dan

register, dan dari konsensus profesional apa yang berterima, pada level nilai dan

sikap.

Dalam kasus ketetapan internasional yang bertentangan, para analis

wacana fokus pada material di wilayah publik, seperti penghargaan (Giner, 2009;

Martinez, 2009) tetapi sedikit riset yang terpublikasi pada bahasa yang digunakan

dibalik pintu tertutup pengadilan arbitrasi. Opini sepakat dan tidak setuju

merupakan teks yang muncul dari konflik seorang arbitrator dengan mayoritas,

untuk mempertahankan jejak wacana dari proses arbiterasi.

Artikel ini menyimpulkan analisis apraisal yang dilakukan di sini

membawa sejumlah rangkaian nilai yang membentuk kemungkinan diskursif

arbiterasi. Ekspresi affect jarang dan sering, tetapi kadang-kadang digunakan

untuk efek retoris tertentu. Judgement cenderung menjadi pusat nili-nilai kunci

normalitas, verasitas, dan proprietas. Dua yang disebut terakhir menjadi indexed

baik dalam sense negatif maupun positif. Apresiasi fokus pada valuasi penting

atau signifikan, tetapi juga terpusat pada aspek komposisi, seperti kejelasan serta

argumen logis yang muncul menjadi nilai-nilai kunci dalam wacana arbitrasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

16

Ekstrapolasi dari studi adjectiva dan adverbia, menegaskan bahwa sistem

nilai arbitrasi yang mendasarinya adalah suatu argumen kualitas yang jelas dan

konsistensinya juga kemampuannya untuk membujuk. Normalitas atau kewajaran

sebuah nilai, sejauh ini artinya mengikuti standar cara memahami legislasi atau

melaksanakan prosedur. Proprietas penting dalam artian melakukan hal dengan

wajar, mengikuti proses yang tepat, bertindak dan berdebat dengan cara yang

dianggap benar, dalam profesi tersebut. Verasitas dianggap sebagai sebuah nilai

kunci, karena kebanyakan proses legal penting membangun sebuah kebenaran dan

meragukan tentang masalah fakta akan merusak keseluruhan kasus.

Dipandang dari sudut wewenang, jelas bahwa para arbitrator berharap

memposisikan diri mereka sebagai perwakilan kejujuran, kebenaran, dan

kewajaran. Sebagai perlawanan ketidakpastian, kebohongan, dan praktik yang

sesat dan tidak wajar. Terlebih lagi, para arbitrator juga menempati suatu posisi

wacana yang kuat sebagai arbiter kepentingan. Memberikan peringkat pada isu

yang berkenaan dengan signifikan ataupun kekurangannya.

Kontribusi artikel ini terhadap penelitian ini pada analisis apraisal yang

dilakukan berfungsi sebagai contoh investigasi perselisihan di sidang pengadilan

UU ITE. Perbedaan artikel dengan penelitian ini terletak pada penyajian data.

Artikel menyajikan bukti studi kontrastif yang didesain untuk mengukur

kesamaan dan kontras antara bahasa arbitrasi dan juga litigasi. Penelitian ini

menyajikan bukti gugatan UU ITE dari rekaman percakapan dan seluruh proses

sidang pengadilan. Kajian ini sama-sama menggunakan apraisal sebagai kerangka

kerja. Analisis ini menerapkan linguistik forensik pada kasus gugatan UU ITE

sedangkan Breeze menerapkan analisis wacana dalam arbitrasi internasional.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

17

Suriyadi (2015) mengkaji apraisal bahasa evaluatif dari teks editorial surat

kabar di Medan dengan menerapkan teori LSF. Penelitian tersebut bertujuan untuk

(1) mendeskripsikan pola apraisal sikap dalam teks editorial surat kabar di Medan,

(2) mendeskripsikan pola apraisal pemosisian dalam teks editorial surat kabar di

Medan, (3) mendeskripsikan pola apraisal graduasi dalam teks editorial surat

kabar di Medan, dan (4) mendeskripsikan mengapa apraisal dipolakan dengan

cara seperti itu dalam teks editorial surat kabar di Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut metode deskriptif

analitis. Data dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak program

konkordansi Simple Concordance Program (SCP). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa (1) kecenderungan pola penggunaan leksis apraisal sikap negatif

ditunjukkan dalam unsur afek, unsur penilaian, dan unsur apresiasi yang negatif

oleh para penulis teks editorial surat kabar di Medan. Ini menunjukkan bahwa

para penulis teks editorial surat kabar di Medan cenderung menceritakan peristiwa

sensitif atau masalah yang menimbulkan keprihatinan terhadap peristiwa yang

terjadi pada masyarakat, (2) kecenderungan pola penggunaan leksis apraisal

pemosisian negatif oleh para penulis teks editorial surat kabar dengan mewartakan

cerita tentang peristiwa negatif atau pengingkaran terhadap peristiwa yang

diwartakan kepada masyarakat atau para pembaca setia surat kabar tersebut, (3)

kecenderungan pola penggunaan leksis apraisal graduasi yang negatif oleh para

penulis teks editorial surat kabar dengan mewartakan dominasi penggunaan leksis

metafora dalam peristiwa yang terjadi di masyarakat, dan (4) kecenderungan

penggunaan pola apraisal dalam teks editorial surat kabar di Medan adalah

Graduasi ^ Pemosisian ^ Sikap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

18

Penelitian Suriyadi memberi kontribusi kepada penelitian ini dari segi

teori dan analisis. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu (1)

data yang akan dianalisis adalah data linguistik forensik teks perundang-undangan

yaitu gugatan UU ITE, (2) pendekatan yang digunakan linguistik forensik.

Metode pengumpulan data penelitian dengan rekaman suara dan proses sidang

pengadilan di lapangan.

Correa (2013) menyimpulkan hukum tidak dapat dibayangkan tanpa

bahasa: tanpa bahasa tidak akan ada hukum, tidak ada persidangan, dan dalam

beberapa kasus, tidak ada bukti. Meskipun bidang linguistik forensik masih dalam

tahap awal, kontribusinya pada sistem peradilan pidana tetap signifikan.

Dari beberapa kasus hukum yang paling terkenal dan dibahas menguraikan

perpotongan antara linguistik terapan (terutama pragmatik, analisis wacana, dan

sosiolinguistik) dan bidang yang muncul dalam tiga bidang yang saling terkait: (1)

bahasa sebagai media komunikasi antara penegak hukum dan tersangka/saksi atau

sebagai media argumentasi hukum di ruang sidang, (2) bahasa hukum (isu

kejelasan, interpretasi dan konstruksi bahasa hukum), dan (3) kejahatan bahasa

dan bukti linguistik (penggunaan, validitas, dan reliabilitas di ruang sidang).

Dari kajian tersebut menunjukkan bagaimana linguistik terapan dapat

berkontribusi, tidak hanya untuk kodifikasi hukum yang lebih dimengerti, tetapi

juga untuk pemeliharaan hak-hak dari populasi yang rentan bahasa. Seperti

disiplin yang muncul lainnya, linguistik forensik menghadirkan banyak

keterbatasan yang tidak boleh diabaikan.

Pertama, bukti linguistik saja sering tidak cukup untuk menghukum atau

membebaskan seseorang, meskipun itu mungkin berkontribusi pada bukti yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

19

lebih besar. Kedua, sementara analisis linguistik menjadi semakin akurat dengan

bantuan teknologi, ini masih belum 100% sempurna dan masih tunduk pada

interpretasi. Akhirnya, ketidakmungkinan manipulasi eksperimental di ruang

sidang membuat beberapa asumsi tentang apa yang terjadi di sana sulit untuk

ditunjukkan. Meskipun hal ini mungkin terjadi, yang perlu jelas bahwa ketika para

ahli bahasa berfungsi sebagai saksi ahli, tujuan mereka adalah untuk membantu

hakim dalam memahami bukti dengan menyoroti isu-isu yang mungkin tidak jelas

sebaliknya.

Kontribusi artikel Correa bagi penelitian ini memberi gambaran umum

persimpangan antara linguistik forensik dan bidang linguistik terapan lainnya

(terutama sosiolinguistik, pragmatik, dan analisis wacana) di tiga bidang yang

saling terkait: bukti linguistik, bahasa dan hukum, dan bahasa selama prosedur

hukum dan diskursus ruang sidang. Perbedaan kajian ini adalah pada objek

undang-undang. Objek kajian Correa interaksi prosedur hukum dan diskursus

ruang sidang. Persamaan kajian ini pada subbab rumusan masalah kedua

membahas interaksi dalam ruang sidang.

Wolcher (2006) menyimpulkan apa yg dimaksud dengan objek hukum

adalah identitasnya atau esensi yang ditentukan oleh modus eksistensinya atau

cara memanifestasikan dirinya dalam waktu sebagai fenomena hidup. Dengan

demikian, setiap upaya yang serius berpikir tentang lembaga manusia yang kita

sebut "hukum" memerlukan filosofi bagaimana hukum bahasa (statuta, preseden,

kontrak, dll) yg terkait dengan peristiwa hukum seperti interpretasi dan

penegakan hukum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

20

Artikel ini dimulai dengan menggambarkan filosofi filsafat; kemudian

mengembangkan enam ide yang jelas membangun perbedaan antara aturan

implisit yang membentuk sistem bahasa (sebuah "permainan bahasa" tertanam

dalam "bentuk kehidupan") dan pernyataan yang dibuat, dengan cara aturan dalam

sistem. Wolcher kemudian menyatakan bahwa fenomena terakhir sebenarnya hal

utama dari bentuk hukum kehidupan. Dua bagian yang mengikuti diskusi ini

membongkar perbedaan yang ditemukan dalam filsafat bahasa antara magis dan

pandangan logis dari bahasa. Pandangan ajaib membayangkan bahwa bahasa

hukum harus selalu "berarti" sesuatu. Pandangan ini mengarah ke dalam

pemikiran ketidakjelasan, kebingungan, dan kadang-kadang bahkan ke absurditas.

Sebaliknya, pandangan logis dari bahasa mencoba untuk mengidentifikasi teknik

deskriptif yang berbeda (metode perbandingan dan metode aplikasi) bahwa orang-

orang menggunakan berbagai bentuk kehidupan dan berusaha kejelasan filosofis

tentang "teori" atau "penjelasan" dari banyak cara bahasa hukum benar-benar

digunakan oleh pengacara dan hakim.

Akhirnya, artikel ini berusaha untuk menunjukkan bahwa kejelasan

bukanlah milik tanda-tanda linguistik seperti itu, melainkan merupakan fungsi

dari perbedaan antara bentuk kehidupan yang konstitusi dan kontinuitas

diproduksi oleh sejarah dalam arti terbesar dari kata. Hal ini juga menyampaikan

bahwa permintaan untuk kejelasan dalam bahasa hukum pada akhirnya

permintaan untuk masuk ke dalam bentuk yang kuat secara politik kehidupan

yang dihuni oleh pengacara, hakim, dan anggota legislatif.

Kontribusi artikel ini dalam hal gambaran bagaimana bahasa hukum

bekerja. Perbedaan artikel ini dengan kajian yang akan dilakukan adalah dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

21

hal teori yang digunakan dan persamaannya adalah sama-sama menginterpretasi

bagaimana bahasa hukum bekerja.

Susanto (2005) menjelaskan semiotika hukum berada dalam proses

menentukan bentuk kajiannya, yaitu banyak istilah baru dan kompleks yang

diperkenalkan dengan kegunaan dan definisi yang berbeda. Sementara sudut

pandang lainnya mencoba menyatukan elemen-elemen analisis semiotik dalam

analisis hukum.

Pada bagian keempat tentang semiotika hukum sebagai pendekatan kritis

menyimpulkan hasil kajiannya suatu pendekatan semiotik kritis hanya awal untuk

memberikan pengaruh dalam sosiologi hukum. Beberapa konsep penting mulai

muncul. Telah dijelaskan bahwa beberapa sistem koordinat linguistik benar-benar

eksis. Untuk berkomunikasi secara bermakna seseorang harus menempatkan

dirinya dalam wacana yang relevan. Kata-kata menyampaikan ideologi yang

dikandungnya. Jadi penggunaan wacana tertentu terikat oleh sifat-sifat bentuk

linguistik.

Kajian tersebut juga secara singkat telah menyatakan bahwa untuk

memahami proses linguistik yang lebih baik, seseorang harus dapat

mengkonseptualisasi suatu domain dimana proses itu dihasilkan, bidang produk

linguistik dan suatu domain dimana proses itu bersirkulasi disebut dengan bidang

sirkulasi linguistik. Telah dijelaskan adanya ketegangan antara wacana-wacana

pluralis di satu sisi dan sistem koordinat linguistik yuridis disisi lain. Dapat

diindikasikan bahwa, hegemoni dan reifikasi dapat terjadi oleh penggunaan terus

menerus wacana sistem koordinasi linguistik yuridis. Pendekatan semiotik kritis

menyatakan bahwa formalitas represif merupakan sifat hukum dalam mode

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

22

produksi kapitalis pengadilan lebih tinggi secara aktif mengembangkan suatu

ideologi yang mendukung sistem ekonomi tertentu.

Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian yang dilakukan adalah dalam

hal pemaknaan semiotik hukum. Perbedaan penelitian susanto dengan penelitian

yang dilakukan adalah pada objek penelitian dan teori semiotik yang digunakan.

Persamaannya adalah sama-sama menggunakan semiotik.

Tiersma (1999) mengatakan sistem hukum secara keseluruhan juga

memiliki tujuan yang dapat bertentangan dengan tujuan komunikasi yang jelas.

Sebagai contoh, ia berusaha untuk menyatakan hukum sebagai otoritatif mungkin.

Bahasa formal, kuno, dan ritualistis membantu mencapai tujuan ini dengan

menyampaikan aura tanpa batas waktu yang membuat hukum tampak hampir

abadi dan dengan demikian lebih kredibel dan layak dihargai.

Pengadilan meningkatkan rasa legitimasi mereka dengan menggambarkan

diri mereka sebagai institusi yang hampir tidak berubah dari garis keturunan kuno.

Bahasa ritualistik memisahkan proses hukum dari kehidupan biasa, menandai

mereka sebagai istimewa dan penting. Lebih jauh lagi, sistem hukum ingin agar

undang-undang itu muncul secara maksimal obyektif. Perintah pengadilan

biasanya dalam bentuk pasif, menciptakan kesan bahwa tindakan semacam itu

dilakukan tanpa campur tangan agen manusia yang bisa salah. Objektivitas hukum

diperkuat oleh penggunaan orang ketiga yaitu hakim.

Pernyataan aturan hukum yang luas dan impersonal (Siapa pun yang

melakukan X akan bersalah karena pelanggaran) membuat undang-undang

tampak tidak memihak. Tentu saja, pernyataan impersonal seperti itu sekali lagi

mengurangi komunikasi yang jelas. Generalisasi yang luas dan luas jauh kurang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

23

efektif daripada peringatan bahwa jika Anda melakukan hal-hal berikut, saya akan

melemparkan Anda ke penjara.

Dalam artikel ini disebutkan bahwa pengacara juga termasuk pelanggar

bahasa terburuk. Renungkanlah sifat berbelit-belit dan berlebihan, sebuah

dokumen yang sangat penting sehingga hanya efektif jika ditandatangani di

hadapan saksi. Mengapa pengacara tidak bisa menulis dengan lebih jelas, ringkas,

dan komprehensif? Kami tahu mereka dapat berkomunikasi dengan baik ketika

mereka menginginkannya. Jadi mengapa harus begitu banyak dokumen hukum

yang penting-dokumen yang mengatur hak dan kewajiban kita sebagai warga

negara, memungkinkan bank untuk mengambil kembali rumah kita, atau yang

menentukan siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan pada mobil sewaan-

berada dalam hukum yang benar-benar tidak dapat dimengerti? Mungkin bahasa

pengacara begitu berbelit-belit hanya karena konservatisme profesi dan pemujaan

sejarah dan tradisinya. Sampai taraf tertentu, bahasa Inggris hukum memang

merupakan produk dari sejarahnya. Dalam undang-undang mengharuskan bahwa

untuk selanjutnya semua permohonan harus dimohon, dibuktikan, dibela, dijawab,

diperdebatkan, dan dihakimi dalam Bahasa Inggris.

Bahwa pengacara benar-benar menciptakan bahasa Inggris hukum, atau

berpegang teguh pada kebiasaan lama, untuk menjaga publik dalam kegelapan dan

melindungi monopoli mereka atas layanan hukum tentu saja dibesar-besarkan.

Namun, para pengacara tampaknya mencoba mengeluarkan frase mereka yang

paling kuno, berlebihan, dan berbelit-belit ketika menulis dokumen langsung

untuk klien, terutama surat wasiat. Namun para pengacara bisa mengenakan biaya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

24

ratusan dolar untuk menyusunnya. Seringkali, kerumitan bahasa menutupi

kesederhanaan konten.

Kontribusi kajian Tiersma terhadap penelitian ini adalah membuka

cakrawala, sejarah, dan bagaimana sifat bahasa hukum baik dalam proses hukum

dan dokumen hukum. Perbedaan kajian Tiersma dengan kajian ini yaitu pada

objek yang diteliti dan persamaan kajian ini adalah sama-sama membahas tentang

bahasa hukum dalam dokumen hukum dan proses hukum.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menerapkan pendekatan Linguistik Forensik yang digunakan

untuk mendeskripsikan bahasa forensik dalam gugatan UU ITE. Rumusan

masalah pertama menggunakan teori Linguistik Sistemik Fungional dalam

menganalisis penggunaan bahasa dengan perspektif apraisal. Rumusam masalah

kedua dianalisis dengan menerapkan teori semiotik. Apraisal digunakan untuk

mendeskripsikan sikap, pemosisian, dan graduasi dalam teks UU ITE, proses

sidang pengadilan, putusan gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016, dan

rekaman percakapan. Dari leksis apraisal dan interpretasi makna semiotk terhadap

gugatan UU ITE terungkaplah pola bahasa, aspek linguistik forensik, dan makna

semiotik forensik yang terkandung dalam gugatan UU ITE.

2.3.1 Linguistik forensik

Linguistik forensik adalah ilmu yang berkaitan dengan penerapan

pengetahuan dan teknik linguistik terhadap fakta-fakta bahasa yang terkandung

dalam kasus-kasus hukum, perseteruan pribadi antara pihak-pihak tertentu yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

25

kemudian hari berujung pada pengambilan tindakan hukum tertentu (Olsson,

2008:4). Fakta bahasa adalah setiap „teks‟ (text) dalam arti luas-baik oral atau

tulisan yang terkandung dalam kasus hukum: surat, buku, esei, diari, kontrak,

surat dokter, artikel, tesis, bahkan kertas parkir (Olsson, 2008:1).

Maschi dan kawan-kawan menyebut cara kerja forensik interdisipliner,

multidisipliner dan multikultural ini sebagai “kerja sosial forensik kolaboratif”

(collaborative forensic social work) yaitu pendekatan terintegrasi yang melibatkan

para generalis, spesialis, dan “kolektivis”. Cara kerja ini tak hanya melingkupi

kelompok sempit para korban dan pelaku yang terlibat di dalam peristiwa

kejahatan, tetapi semua pihak yang relevan: antropolog, sosiolog, ahli linguistik,

dan lain-lain (Maschi, dkk., 2009: xiii). Ini karena pekerjaan forensik akan

berhadapan dengan individu berbeda, atau komunitas yang dipengaruhi oleh

lingkungan sosial dan isyu-isyu hukum yang berbeda pula.

Dalam linguistik forensik pengetahuan dan teknik-teknik linguistik

diterapkan untuk mengkaji fenomena kebahasaan yang terkait dengan kasus

hukum atau pemeriksaan perkara; atau sengketa pribadi antara beberapa pihak

yang pada tahap berikutnya berdampak pada pengambilan tindakan secara hukum

(Olsson, 2008). Linguistik forensik didefinisikan sebagai penerapan ilmu

linguistik dalam suatu ranah sosial khusus, yakni ranah hukum (Olsson, 2008;

Coulthard, 2014; Kusharyadi, 2005; Santoso, 2014).

Linguistik forensik berhadapan dengan variabel kejahatan dan peradilan

disamping variabel konsep-konsep linguistik. Hal ini menjadikan linguistik

forensik secara induktif dan deduktif memiliki proses analisis yang lebih

kompleks dan terkadang membutuhkan intuisi (Sawirman dkk, 2014: 52). Dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

26

kajian ini linguistik forensik berhadapan dengan sidang pengadilan gugatan UU

ITE yang digugat oleh pemohon SN terkait dengan dugaan pemufakatan jahat.

Perhatian utama dari linguistik forensik adalah (1) bahasa dari dokumen

legal, (2) bahasa dari polisi dan penegak hukum, (3) interview dengan anak-anak

dan saksi-saksi yang rentan dalam sistem hukum, (4) interaksi dalam ruang

sidang, (5) bukti-bukti linguistik dan kesaksian ahli dalam persidangan, (6)

kepengarangan dan plagiarisme, serta (7) fonetik forensik dan identifikasi penutur

(Coulthard dan Johnson, 2007:5).

Linguistik forensik juga mengkaji bahasa yang digunakan di penjara,

pengembangan penerjemahan bahasa yang digunakan dalam konteks peristiwa

hukum, penyediaan bukti forensik linguistik berbasis pada kepakaran dan

penyediaan kepakaran linguistik dalam penyusunan dokumen legal serta upaya

penyederhanaan bahasa hukum (Gibbons, 2007:12). Dari paparan diatas, dapat

disimpulkan bahwa ada tiga bidang utama yang menjadi fokus kajian linguistik

forensik, yaitu (1) bahasa sebagai produk hukum; (2) bahasa dalam proses

peradilan; dan (3) bahasa sebagai alat bukti.

Kajian linguistik forensik juga terkait dengan permasalahan kebinekaan,

khususnya di Indonesia, baik kebinekaan bahasa maupun kebinekaan budaya. Hal

ini disebabkan interaksi budaya dan bahasa yang berbeda dalam masyarakat

Indonesia bukan tidak mungkin menimbulkan kesalahpahaman yang berakibat

pada friksi horisontal. Dalam hal ini, kajian linguistik forensik sangat dibutuhkan

untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang disebabkan oleh situasi

multibahasa dan multibudaya (Pedoman Kajian Linguistik Forensik; Pusat

Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan: 2016). Aspek dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

27

kebinekaan yang dapat dikaji linguistik forensik meliputi: (a) permasalahan dialek

geografis dan dialek sosial; (b) interpretasi kelas sosial terhadap teks; (c) persepsi

kesukuan, dan (d) sikap masyarakat terhadap hukum (Musfiroh, 2014, Eades,

2010 dalam Coulthard dan Johnson, 2010). Ruang lingkup linguistik forensik baik

secara praktis maupun teoretis adalah sebagai berikut.

Gambar 2.1 Ruang lingkup cakupan kajian linguistik forensik (Sumber: Pedoman Kajian Linguistik Forensik; Pusat Pengembangan Strategi dan

Diplomasi Kebahasaan: 2016)

Aspek-aspek linguistik yang digunakan dalam kajian linguistik forensik

antara lain (1) Fonetik dan fonologi; penerapan fonetik dan fonologi forensik

salah satunya adalah dalam pembuatan transkripsi fonetis dan fonologis dari suatu

tuturan dalam sebuah kasus hukum yang tengah dianalisis secara linguistik

forensik (Olsson, 2008).

Fokus Kajian

Linguistik Forensik

Bahasa dalam Proses Peradilan

Bahasa Sebagai Barang Bukti

Lisan

Linguistik Profisiensi

Kejujuran Berbahasa

Gaya Bahasa Forensik

Fonetik Forensik

Dialektologi

Tulisan

Kepengarangan

Bahasa dalam Produk Hukum

Analisis Wacana

Analisis Struktur Bahasa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

28

(2) Morfologi digunakan dalam beberapa analisis, yakni: (a) menelaah

kesesuaian proses-proses morfologis kata-kata dalam produk hukum dengan

kaidah-kaidah gramatikal sehingga tidak menimbulkan ketaksaan atau

kesalahpahaman makna; dan (b) menelaah gaya bahasa perorangan, yakni dengan

meneliti kecenderungan penggunaan morfem tertentu dalam gaya bahasa

seseorang yang membedakannya dengan gaya bahasa orang lain sehingga dapat

digunakan dalam proses analisis identifikasi pengarang.

(3) Sintaksis menganalisis beberapa hal, yakni: (a) kesesuaian susunan

kalimat dalam bahasa produk hukum dengan kaidah gramatikal sehingga tidak

menimbulkan ketaksaan dan kesalahpahaman; (b) mengidentifikasi pengarang asli

sebuah karya; (c) analisis transitivitas dalam analisis wacana kritis; dan (d)

menyederhanakan kalimat-kalimat kompleks dalam produk hukum sehingga

mudah dipahami.

(4) Semantik digunakan dalam: (a) analisis makna dalam bahasa produk

hukum untuk menyelidiki ketaksaan makna yang dapat menimbulkan multitafsir

dan produk hukum tersebut; dan (b) analisis wacana, dalam hal ini penyelidikan

mengenai pemilihan kata yang memiliki makna tertentu baik makna literal

maupun makna kiasan yang menyiratkan maksud-maksud tertentu dari

penuturnya.

(5) Pragmatik dan Sosio-pragmatik dalam analisis wacana, baik wacana

lisan seperti percakapan antarpelaku sebuah kasus, percakapan dalam proses

penyidikan, atau percakapan dalam proses persidangan, maupun wacana tertulis

seperti teks-teks sosial media yang berpotensi menimbulkan tindakan hukum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

29

(6) Gaya bahasa forensik stilistika digunakan untuk analisis suara,

terjemahan dan interpretasi, identifikasi dialek, serta analisis wacana

(McMenamin, 2010 dalam Coulthard dan Johnson, 2010). Selain itu stilistika

forensik juga digunakan untuk mengidentifikasi penulis sebenarnya dari suatu

tulisan tanpa nama, misalnya dalam surat kaleng, surat ancaman, surat teror, dan

sebagainya (Tiersma dan Solon, 2005 dalam Musfiroh, 2014).

(7) Analisis Wacana merupakan kajian mengenai penggunaan bahasa

dalam ruang lingkup penggunaan atau konteksnya (Brown dan yule, 1983).

Analisis wacana mencoba menelaah: (a) penggunaan bahasa yang mempengaruhi

sistem kognisi dan interaksi sosial; atau sebaliknya, (b) interaksi sosial

mempengaruhi penggunaan bahasa; dan (c) sistem kognisi yang mempengaruhi

penggunan bahasa dan interaksi sosial (Van Dijk, 1997). Analisis wacana

menganalisis struktur wacana, baik lisan maupun tertulis, dengan

mengaplikasikan kriteria linguistik seperti morfologi, sintaksis, semantik,

pragmatik, dan sebagainya, termasuk dengan memanfaatkan penanda wacana

untuk mendapatkan kesatuan dan kebermaknaan wacana (Crystal, 2008).

(8) Kecakapan berbahasa (linguistic proficiency) membantu

mengidentifikasi apakah tersangka sengaja diam atau karena tidak memiliki

kecakapan berbahasa sehingga tidak mampu menangkap maksud pertanyaan

penyidik atau tidak mampu berbahasa dengan baik untuk mengungkapkan

maksudnya. Proses penyidikan selanjutnya dapat dibantu oleh penerjemah, ahli

bahasa isyarat (jika tersangka/korban/sanksi tunarungu atau tunawicara), atau ahli

bahasa degan kompetensi tertentu untuk membantu tersangka yang tidak

mempunyai kecakapan berbahasa agar dapat mengungkapkan maksudnya dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

30

baik sehingga penyidikan dapat berlangsung dengan lancar (Tiersma dan solon,

2005 dalaam Musfiroh, 2014).

(9) Dialektologi dimanfaatkan untuk menganalisis data bahasa, terutama

berupa ujaran, dalam rangka mengenali dialek penutur yang belum diketahui dan

untuk menentukan aksen sosialnya (Tiersma dan solon dalam Musfiroh, 2014).

Selain itu, melalui dialektologi forensik dapat juga ditelusuri dan diidentifikasi

asal muasal dan keaslian bahasa dari penutur yang belum diketahui identitasnya.

(10) Kejujuran berbahasa dapat diidentifikasi apakah tersangka berkata

yang sebenarnya, mengada-ada atau menutupi kejadian yang sebenarnya melalui

penelitian struktur kalimat atau pemilihan kata dari keterangan tersangka (Tiersma

dan Solan, 2005 dalam Musfiroh, 2014). Selain itu, dalam rangka mendeteksi

kebohongan tersangka/sanksi, penggunaan strategi bertanya yang investigatif

yang dipadukan dengan bantuan alat pendeteksi kebohongan merupakan cara yang

efektif untuk menunjang keberhasilan penyidikan.

(11) Analisis struktur berbahasa berkaitan dengan bahasa dalam produk

hukum, analisis struktur bahasa ini menelaah struktur bahasa dalam produk

hukum terebut, apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan sehingga

tidak menimbulkan ketaksaan makna yang berdampak pada penyalahgunaan

bahasa hukum dalam proses pengadilan. Selain itu, analisis struktur bahasa dalam

kajian produk hukum juga dapat sampai pada rekomendasi penyederhanaan

kalimat-kalimat kompleks dalam produk hukum sehingga lebih mudah dipahami.

(12) Kepengarangan (authorship) digunakan dalam kasus plagiarisme atau

penyelidikan sebuah teks yang tidak diketahui pengarang sebenarnya

(Olsson,2008). Melalui penggunaan gaya bahasa tertentu, dapat diidentifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

31

asal-usul atau ciri-ciri gaya bahasa seseorang yang kemudian dapat menjadi

petunjuk untuk mengungkap pelaku sebenarnya dalam penyelidikan sebuah kasus

(Olsson, 2008).

Dari aspek linguistik yang digunakan dalam kajian linguistik forensik di

atas penelitian ini menggunakan aspek semantik wacana dan semiotik hukum

dalam menganalisis produk hukum. Tataran leksikal merupakan aspek penting

untuk mengungkap makna dalam berkomunikasi. Tataran ini melibatkan leksis

penggunaan leksis dan frekuensinya yang terikat konteks. Salah satu kasus yang

berkenaan dengan aspek leksikal pernah didokumentasi oleh McMenamin

(Gibbons, 2007:288).

Isu yang dibahas adalah perbedaan makna antara syndrome, accident dan

disease di sebuah polis asuransi. Seorang anak dari sebuah keluarga meninggal

karena sudden infant death syndrome (SIDS) pada usia 18 bulan. Kehidupan anak

tersebut dilindungi oleh asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan ayahnya. Pihak

asuransi menolak untuk membayarkan asuransi karena polis tersebut tidak

mencakup kematian karena penyakit (ilness atau disease). McMenamin kemudian

melakukan penelusuran ke literatur medis dan kamus. Ia akhirnya bisa

membuktikan bahwa kata syndrome dari sisi makna lebih dekat kepada accident

dibandingkan dengan makna kata disease.

Pada tataran wacana, kehadiran ahli linguistik juga diperlukan terutama

untuk menguraikan kode-kode dari ungkapan linguistik atau tulisan yang tidak

dikenal guna mengidentifikasikan makna berdasarkan konteksnya. Hal ini terjadi

pada Gibbons (2007) ketika ia diminta untuk menguraikan pembicaraan yang

direkam antara seorang laki-laki dan perempuan, karena polisi tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

32

memahaminya. Dengan mengacu pada konteks, Gibbons berhasil menemukan

bahwa pembicaraan tersebut merupakan bahasa rahasia yang merupakan hasil

modifikasi dari bahasa Inggris sehari-hari. Demikian pula ketika ia diminta untuk

mendeskripsikan catatan akhir dari seorang yang melakukan bunuh diri. Makna

dalam catatan terakhir pelaku bunuh diri tersebut dapat diungkap dengan melihat

konteks situasi yang ada pada pelaku (latar belakang keluarga, kondisi kejiwaan

dll).

Dalam penelitian ini penggunaan pola bahasa dan aspek linguistik forensik

dalam gugatan UU ITE dalam ruang lingkup penggunaan atau konteksnya. Dalam

hal ini teori yang digunakan adalah LSF dengan perspektif apraisal.

2.3.2 Linguistik Sistemik Fungsional

Halliday pada era 60-an mengemukakan pendekatan kajian sosial melalui

kajian bahasa yang dikenal dengan Linguistik Sistemik Fungsional (LSF).

Suriyadi (2015) menjelaskan dalam disertainya terdapat beberapa pandangan

penting dalam teori LSF sebagai alasan mengapa teori ini digunakan sebagai

kerangka apraisal dalam kajian ini.

Pertama, bahasa dalam konteks pendekatan LSF direalisasikan dalam tiga

unsur yaitu (wacana) semantik, leksikogramatika, dan fonologi/grafologi. Makna

dalam wacana semantik direalisasikan oleh leksikogramatika sebagai bentuk.

Selanjutnya, leksikogramatika dikodekan oleh fonologi (bahasa lisan), grafologi

(bahasa tulis), dan bahasa isyarat. Dalam klausa Ririn belajar, misalnya, leksis

belajarbermakna berusaha mengetahui sesuatu; berusaha memperoleh ilmu

pengetahuan. Wacana semantic belajar ini kemudian direalisasikan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

33

leksikogrammar yang merupakan kaidah bahasa. Dalam klausa Ririnbelajar,

mereka belajar, kita belajar, verba belajar tidak mengalami perubahan bentuk,

seperti halnya dalam bahasa Inggris verbanya berubah sesuai dengan subjek.

Dengan demikian, verba study mengalami infleksi disebabkan subjek yang

menyertainya, seperti Ririn studies, they study, we study. Selanjutnya, leksis

belajar dikodekan dengan fonologi jika leksis itu diujarkan dan grafologi jika

leksis itu dituliskan.

Kedua, pada konteks pemakaian bahasa, bahasa difungsikan dalam

konteks sosial, bahasa kemudian memiliki sifat fungsional dalam konteks sosial

yaitu pada tataran konteks situasi, konteks budaya dan ideologi.

Dalam tataran konteks situasi, keberhasilan orang-orang dalam

berkomunikasi berkaitan dengan situasi terjadinya interaksi kebahasaan memberi

para pelibat banyak sekali keterangan tentang makna yang sedang dipertukarkan

dan makna-makna yang kemungkinan besar akan dipertukarkan (Haliday dan

Hasan, 1985). Jenis pemerian atau penafsiran konteks situasi yang paling

memadai bagi seorang linguis adalah jenis pemerian yang berciri hubungan-

hubungan makna yang dimaksud, yaitu hubungan-hubungan yang dapat membuat

orang mampu melakukan perkiraan tentang makna-makna jenis tertentu yang akan

membantu menjelaskan cara orang berinteraksi.

Membagi konteks situasi menjadi tiga pokok bahasan yaitu medan wacana

(field), pelibat (tenor), dan sarana (mode) (Haliday dan Hasan,1985). Pertama,

medan wacana menunjukkan pada hal yang sedang terjadi, pada sikap tindakan

sosial yang sedang berlangsung: apa sesungguhnya yang sedang disibukkan oleh

para pelibat, yang di dalamnya bahasa ikut serta sebagai unsur pokok tertentu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

34

Kedua, pelibat wacana menunjukkan pada orang-orang yag ikut ambil bagian,

pada sifat para pelibat, kedudukan dan peranan mereka: jenis-jenis hubungan

peranan apa yang terdapat di antara para pelibat, termasuk hubungan-hubungan

tetap dan sementara, baik jenis peranan tuturan yang mereka lakukan dalam

percakapan maupun rangkaian keseluruhan hubungan yang secara kelompok

mempunyai arti penting yang melibatkan mereka. Ketiga, sarana wacana

menunjukkan pada bagian yang diperankan oleh bahasa dalam situasi itu.

Organisasi simbolik teks, kedudukan yang dimilikinya, dan fungsinya dalam

konteks, termasuk salurannya (apakah dituturkan atau dituliskan atau semacam

gabungan keduanya?) dan juga mode retoriknya, yaitu apa yang akan dicapai teks

berkenaan dengan pokok pengertian seperti bersifat membujuk, menjelaskan,

mendidik, dan semacamnya.

Konteks budaya merupakan aktivitas bertahap untuk mencapai suatu

tujuan. Konteks ideologi mengacu kepada konstruksi atau konsep sosial yang

menetapkan apa seharusnya dilakukan dan seharusnya tidak dilakukan oleh

seseorang dalam suatu interaksi sosial. Martin (1985: 34) menyatakan:

Ideology is pervasive in every culture, but like most other types of meaning it is largely unconsciou….ideology has primarily to do with power. Whenever ideology is chalenged, the way in which power is shared by a community come under attack. As this happens, groups whose share in power is implicated by the cricis align themselves. All of this has the effect of making the ideological basis of power much moreclear.

Konteks sosial dengan demikian dapat dikaji dan direalisasikan oleh bahasa.

Sebaliknya, bahasa selalu merujuk konteks. Dengan demikian, bahasa dapat

dimengerti dengan merujuk pada konteks sosial (situasi, budaya, ideologi).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

35

Gambar 2.2 Stratifikasi Pemakaian Bahasa (Adaptasi dari Halliday dan Matthiessen, 2004)

Sementara itu, tatabahasa formal belum mampu mengkaji sampai pada

tataran konteks sosial karena keterbatasan tata bahasa formal dalam analisis

bahasa pada tataran konteks sosial. Tatabahasa tradisional, tatabahasa struktural,

ataupun tatabahasa transformasional dalam sistem analisisnya hanya mampu

mengkaji bahasa pada tata bahasa dan semantik tidak sampai pada aspek konteks

sosial. Padahal faktor bahasa perlu dikaji dari berbagai perspektif termasuk

konteks sosial dan semantik wacana.

Ketiga, dalam tataran konteks bahasa, bahasa juga merupakan struktur

semiotik (Halliday 1978: 110). Lebih lanjut Halliday menyatakan bahwa the

(Wacana)Semantik

Lexikogramar

Medan Pelibat

Sarana

Ideasi/ konjungsi

Negosiasi/Apraisal Interfacing melalui reseptor

Identifikasi

Transitivitas/ Ergativitas/ Taksis

Modus Organisasi Internal

Theme/ Rheme Ekspresi Fonologi/ Fonetik

Grafologi/ Isyarat

IDEOLOGI

BUDAYA SITUATION

Teme/ Reme Kohesi

KONTEKS BAHASA

KONTEKS SOSIAL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

36

semiotic structure of a situation type can be represented as a complex of three

dimensions: the ungoing social activity, the role relationships involved, and the

symbolic or rethorical channel. Dengan demikian, bahasa terjadi dari dua unsur

yaitu arti dan ekspresi. Semiotik lainnya memiliki unsur lain yaitu bentuk. Arti

dalam wacana semantik direalisasikan oleh leksikogramatika sebagai bentuk.

Selanjutnya, leksikogramatika diekspresikan oleh fonologi (bahasa lisan),

grafologi (bahasa tulis), dan isyarat (Kress dan Leuwen, 2006).

Pemahaman tentang bahasa semiotik dapat dilihat dalam memahami

rambu lampu lalulintas. Ada tiga warna lampu lalulintas, yaitu merah, kuning, dan

hijau. Ketiga lampu lalulintas ini memiliki tanda makna. Makna semiotik lampu

merah berarti tanda berhenti sekarang. Makna semiotik lampu kuning berarti

tanda perlahan dan bersiap untuk melaju. Makna semiotik lampu hijau berarti

tanda dipersilahkan melaju sekarang. Kegiatan berbahasa merupakan aktivitas

yang mengungkapkan makna melalui bahasa lisan, bahasa tulis, atau bahasa

isyarat. Dengan demikian, realisasi ekspresi (expression) lampu merah berarti

tanda bahasa berhenti.

Keempat, bahasa merupakan gambaran sikap dari penutur/penulis.

Gambaran sikap ini sejalan dengan teori LSF yang secara sederhana memiliki

empat pikiran bahasa, yaitu bahwa penggunaan bahasa adalah fungsional,

fungsinya adalah untuk membuat makna, makna-makna tersebut dipengaruhi oleh

konteks sosial dan kultural di mana makna-makna tersebut dipertukarkan, dan

proses penggunaan bahasa tersebut adalah proses semiotik, proses pembuatan

makna dengan memilih (Eggins, 2004: 3).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

37

2.3.3 Apraisal

Dalam LSF, bahasa dipandang sebagai satu sistem yang mengandung

makna dan mengungkapkan makna (Haliday 1994: xvii). Oleh sebab itu,

bahasa berfungsi memberikan makna dan mengungkapkan makna. Selain itu,

bahasa juga membentuk sistem semiotik melalui konteks yang terbagi atas

konteks situasi dan konteks budaya. Konteks budaya meliputi sistem sosial

dan nilai sosial, termasuk ideologi. Sementara itu, konteks situasi berkaitan

dengan intansiasi konteks budaya (Halliday dan Hasan, 1985: 4). Bahasa

secara sentral memiliki kekuatan dan merupakan sarana untuk pencapaian suatu

kekuasaan, dan juga memiliki suatu ideologi (Fairclough, 1989: 19). Bahasa

ditentukan oleh kondisi sosial. Bahasa juga merupakan bagian dari hubungan

tersebut (Fairclough, 1989: 21). Lebih lanjut, Fairclough menyatakan bahwa

bahasa sebagai bentuk praktik sosial1. Oleh karena itu, penelitian linguistik

forensik ini ditinjau dari persfektif sistem evaluasi bahasa.

Melalui sistem evaluasi bahasa, teori evaluasi bahasa dikembangkan

melalui tiga kerangka yaitu apraisal, stansial, dan evaluasi2. Rumusan masalah

pertama memilih pola bahasa forensik perspektif apraisal dalam menganalisis data

teks gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016 karena apraisal lebih

lengkap cakupannya dibandingkan dengan kedua kerangka kerja evaluasi bahasa

lainnya.

Apraisal awal dimulai sejak akhir 1990an. Awalnya sistem ini terdiri atas

lima kategori pokok, yaitu modalitas, apresiasi, afek, pertimbangan, dan

amplifikasi. Modalitas terdiri atas modalisasi dan modulasi. Apresiasi terdiri atas

reaksi, komposisi, dan evaluasi. Afek meliputi kebahagian, keamanan, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

38

kepuasan. Pertimbangan mempunyai subkategori sanksi sosial dan penghargaan

sosial. Sementara itu, amplifikasi memiliki subkategori pengayaan dan penguatan

yang masing-masing terdiri atas beberapa subkategori lagi.

Perkembangan terakhirnya, sistem apraisal dibagi tiga, yaitu pemoisian

(engagement), sikap (attitude), dan graduasi (graduation). Sikap berkaitan dengan

nilai yang digunakan penutur/penulis mengevaluasi prilaku manusia dan objek

dan mengaitkan tanggpan emosional/afektual terhadap peserta dan proses. “Sikap

berkaitan dengan pengevaluasian sesuatu, sifat seseorang dan perasaan” (Martin

dan Rose, 2003: 22). Evaluasi bisa dipertegas (yang berhubungan dengan

graduasi) dan bisa tersurat didalam teks atau bahasa atau tersirat (yang disebut

juga dengan apraisal tersurat dan tersirat). Sikap bisa bersifat positif atau negatif.

Apraisal merupakan suatu kerangka (framework) untuk menganalisis

bahasa evaluatif (White, 2011). Apraisal merupakan suatu pendekatan untuk

mengekplorasi, memerikan, dan menjelaskan cara bahasa digunakan untuk

mengevaluasi, menggunakan pendirian, membangun personal tekstual, dan

mengatur pemosisian dan hubungan antarpribadi (Martin dan White, 2005).

Apraisal berhubungan dengan sumber-sumber linguistik dimana teks

sebagai wadah untuk mengungkapkan, menegosiasikan, dan membangun inter-

subjektivitas yang khusus dan akhirnya memosisikan ideologi. Dalam cakupan

yang luas, kerangka ini lebih khusus berhubungan dengan bahasa evaluatif, sikap

dan emosi, dan dengan seperangkat sumber-sumber yang secara eksplisit

memposisikan proposal dan proposisi sebuah teks secara interpersonal. Yakni

yang berhubungan dengan makna-makna yang bervariasi dalam istilah

persetujuan dengan ujaran-ujaran mereka yang bervariasi dalam suatu kesempatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

39

secara interpersonal baik dalam ujaran individu maupun sebagai teks terbentang

secara kumulatif (White, 2001). Apraisal merupakan pengembangan kerja dalam

LSF yang dikembangkan Halliday (1985, 1994), berhubungan dengan makna

interpersonal dalam teks negosiasi hubungan sosial dengan mengkomunikasikan

emosi, penilaian, dan apresiasi (Halliday dan Mattheissen, 2004).

Apraisal merupakan pendekatan yang menjajaki, memerikan dan

menjelaskan bagaimana bahasa digunakan untuk mengevaluasi, menunjukkan

sikap mental, menyusun persona tekstual dan mengelola sikap dan hubungan

antarpribadi. Apraisal menjajaki bagaimana penutur dan penulis menyampaikan

penilaian tentang orang pada umumnya, penulis/penutur lainnya, dan ucapan-

ucapannya, objek material, peristiwa dan keadaan, sehingga membentuk aliansi

dengan orang-orang yang sama-sama memiliki pandangan ini dan memasang

jarak dengan orang-orang yang berpandangan berbeda.

Apraisal menelaah bagaimana sikap, penilaian, dan tanggapan emotif

secara jelas tergambar dalam teks dan bagaimana hal ihwal ini mungkin tersirat

secara tidak langsung, dipraduga, atau dibayangkan (Siregar, 2005). Sementara

itu, Sinar (2008) menyatakan bahwa kerangka apraisal adalah konsep evaluasi

untuk mengungkapkan penilaian penutur, baik tersirat maupun tersurat, terhadap

pokok pembicaraan, lawan bicara, ataupun dunia yang mungkin berhubungan

dengan parameter evaluatif, seperti sikap, pemosisian, yang meliputi di antaranya

epistemik, reabilitas, evidensialitas, dan graduasi.

Evaluasi mencakup aspek-aspek stansial atau ungkapan pendirian yang

disampaikan oleh penutur tentang sikap, perasaan, penilaian atau tanggung jawab

penutur terhadap isi pesan, termasuk hal-ihwal yang ditunjukkan penutur tentang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

40

tanggung jawabnya terhadap kebenaran isi pesan. Sikap melihat bagaimana

seseorang mengekspresikan keadaan. Pemosisian mempertimbangkan tentang

posisi seseorang. Graduasi menyelidiki bagaimana penggunaan fungsi bahasa

menguatkan atau melemahkan sikap dan keterbabitan/pemosisian yang

dihubungkan oleh teks.

2.3.3.1 Sikap

Sikap melihat bagaimana seseorang mengekpresikan keadaan. Aspek ini

terbagi atas tiga bagian yaitu afek, penilaian, dan apresiasi. gambar 2.3

menggambarkan uraian kajian apraisal sikap sebagai suatu alat yang digunakan

dalam menganalisis bahasa evaluatif. Tiga subbagian apraisal sikap yaitu afek,

penilaian dan apresiasi memiliki turunan kajian yang bervariasi. Ketiga subbagian

ini menunjukkan bagaimanakah sikap penutur atau penulis dalam menyampaikan

pesannya kepada para pendengar dan pembaca baik melalui media lisan maupun

tulisan. Dari analisis ketiga subsistem akan ditemukan sikap sesungguhnya dari

penutur dan penulis pesan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

41

Gambar 2.3 Tipologi Sikap (Martin dan White, 2005)

a. Afek dalam subkategori sikap

Istilah afek pada umumnya digunakan untuk membicarakan ungkapan

emosi dan perasaan.Istilah afek ini lebih umum digunakan dalam

pembahasan bahasa emotif. Afek berhubungan dengan sumber daya yang

menunjukkan perasaan negatif atau positif: apakah kita merasa senang atau sedih,

yakin atau cemas, tertarik atau bosan3.

Apresiasi

komposisi

valuasi

dampak

keseimbangan

kompleksitas

kepuasan

keamanan

kecendrungann

kebahagian

kualitas

Sikap

Penilaian Afek

sanksi sosial

penghargaan sosial

reaksi

verasitas

proprietas

tenasitas

kapasitas

normalitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

42

Afek dalam perkembangan sistem apraisal dianggap berperan penting pada

subtipe apraisal lainnya seperti penilaian dan apresiasi. Afek merupakan sumber

daya untuk mengungkapkan perasaan. Penilaian atau pertimbangan merupakan

sumber daya untuk menilai karakter atau watak. Apresiasi merupakan sumber

daya untuk menghargai nilai suatu benda.

Gambar 2.4 Afek dalam subkategori Sikap (Martin dan White, 2005)

Dari segi polaritasnya, afek memiliki dua subkategori lagi yaitu positif dan

negatif:

1) Kecenderungan dan ketidakcenderungan. Yang termasuk dalam aspek

kecenderungan adalah rasa takut sedangkan yang termasuk aspek

ketidakcenderungan adalah keinginan;

2) Kebahagian dan ketidakbahagian. Yang termasuk dalam aspek

kebahagiaan adalah ceria dan kasih, sedangkan yang termasuk dalam

aspek ketidakbahagiaan adalah sengsara dan antipati atau tidak peduli;

3) Keamanan dan kegelisahan. Yang termasuk dalam aspek keamanan adalah

keyakinan dan kepercayaan, sedangkan yang termasuk aspek kegelisahan

adalah keresahan dan keheranan;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

43

4) Kepuasan dan ketidakpuasan. Yang termasuk dalam aspek kepuasan

adalah minat dan perasaan kagum, sedangkan yang termasuk dalam aspek

ketidakpuasan adalah kehampaan dan kejengkelan.

Martin dan White (2005) mengajukan enam pertanyaan sehubungan

dengan tipologi afek.

Pertama, apakah perasaan dirujuk oleh budaya sebagai nilai yang positif atau

negatif?

Contoh: (3) Afek positif: Pemohon memiliki hak atas rasa aman

Afek negatif: Pemohon merasa resah Kedua, apakah perasaan direalisasikan sebagai suatu gelora emosi yang termasuk

dalam manifestasi paralinguistik dan ekstralinguistik atau semata-mata hanya

pengalaman internal sebagai suatu kedaan emotif atau proses mental yang terus

menerus?

Contoh: (4) Gelora perilaku: Pemohon meminta keadilan

Proses mental: Pemohon merasa terancam Keadaan mental: Pemohon merasa resah Ketiga, apakah perasaan dirujuk seperti yang diarahkan atau reaksi pada orang

yang mengalami gejala emosi yang spesifik atau sebagai suasana hati yang biasa?

Contoh: reaksi kepada yang lain: (5) Pemohon merasa resah

Keresahan itu tidak menyenangkan pemohon. Keempat, bagaimana perasaan digolongkan dari nilai yang lebih rendah sampai

dengan skala yang lebih tinggi atau diantara keduanya?

Contoh: (6) Rendah: Pemohon merasa terancam

Sedang: Pemohon tidak nyaman Tinggi: Pemohon merasa tidak adil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

44

Kelima, apakah perasaaan meliputi maksud/tujuan (daripada reaksi) yang

berhubungan dengan stimulus yang irialis (daripada realis)? Nilai realis

merupakan reaksi terhadap stimulus yang ada atau yang lampau sedangkan irealis

berhubungan dengan maksud atau keinginan dalam kaitannya dengan stimulus

yang mungkin terjadi.

Contoh: (7) Realis: Pemohon merasa terancam

Irealis: Pemohon tidak nyaman diancam

Tabel 2.1 Afek–irealis (hasrat) (Martin dan White, 2005)

Kecendrungan / Ketidakcenderungan

Arus (Perilaku) Watak

takut hati-hati gemetar ketakutan meringkuk

waspada malu-malu gentar

hasrat/keinginan menyarankan meminta menuntut

merindukan menghendaki/ingin mendambakan

Keenam, variabel terakhir dari tipologi afek mengelompokkan emosi ke dalam

tiga perangkat utama yang berhubungan dengan realis yaitu kebahagiaan/

ketidakbahagian, keamanan/ketidakamanan, dan kepuasan/ketidakpuasan.

Variabel kebahagian/ketidakbahagiaan meliputi emosi yang berhubungan dengan

masalah suasana hati-kesedihan, kebencian, kebahagiaan, dan cinta. Variabel

keamanan/ketidakamanan meliputi emosi yang berhubungan dengan masalah

kesejakteraan ekososial-kecemasan, ketakutan, percaya diri dan kepercayaan.

Variabel kepuasan dan ketidakpuasan meliputi emosi yang berhubungan dengan

masalah pengejaran tujuan-ennui, ketidaknyamanan, keingintahuan, hormat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

45

Contoh: (8) kebahagiaan/ketidakbahagian: Pemohonmerasa bahagia/sedih keamanan/ketidakamanan : Pemohon merasa yakin/cemas kepuasan/ketidakpuasan : Pemohon merasa asyik/jemu

Tabel 2.2 Afek-kebahagian/ketidakbahagiaan (Martin dan White, 2005)

Kebahagiaan/ Ketidakbahagiaan

Arus (Perilaku) Watak

ketidakbahagiaan penderitaan tidak peduli

merengek menangis meratap menegur mengatai mencerca

rendah sedih murung perasaan tidak suka benci najis

kebahagiaan ceria kasih

senyum tertawa girang bersalaman memeluk merangkul

riang ceria bergembira suka/gemar kasih sayang memuja/mengagumi

Keamanan meliputi perasaan damai dan kecemasan yang berhubungan dengan

lingkungan kita, termasuk orang-orang yang berbagi dengan kita. Perasaan di sini

berhubungan dengan keibuan di rumah–perasaan terlindungi atau tidak terlindungi

dari dunia luar (lihat tabel 2.3).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

46

Tabel 2.3 Afek–keamanan/ketidakamanan (Martin dan White, 2005)

Keamanan/ Ketidakamanan

Arus (Perilaku) Watak

ketidakamanan kegelisahan kejutan

resah/gelisah tersentak gemetar heran berteriak takjub

tidak tenang cemas panik terpana melongo bingung

Keamanan amanah kepercayaan

menyatakan menegaskan memproklamirkan menyerahkan mengerjakan mempercayakan

kebersamaan percaya amanah nyaman percaya diri penuh kepercayaan

Kepuasaan berhubungan dengan perasaan kita terhadap pencapaian dan frustrasi

berkaitan dengan aktivitas yang kita lakukan, termasuk peran kita baik sebagai

partisipan maupun penonton (lihat tabel 2.4).

Tabel 2.4 Afek–kepuasan/ketidakpuasan (Martin dan White, 2005)

Kepuasan/ Ketidakpuasan

Arus (Perilaku) Watak

ketidakpuasan kebosanan ketidaksenangan

ceroboh menguap berceloteh tidak bergairah memarahi menghukum

hampa bosan patah semangat jengkel gusar geram

kepuasan keuntungan kesenangan

penuh perhatian sibuk rajin/getol menepuk punggung melengkapi memberikan penghargaan

tertarik terserap asyik hormat kagum senang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

47

Pada kanyataannya pemilihan satu leksikal atau leksikal lainnya selalu terkait

dengan pemberian tingkatan dari perasaan yang paling dalam (lihat Tabel 2.5)

Tabel 2.5 Afek–jenis ketidakbahagiaan (Martin & White, 2005)

Afek Positif Negatif

kecendrungan/ ketidakcendrungan kebahagiaan/ ketidakbahagiaan keamanan/ ketidakamanan kepuasan/ ketidakpuasan

kehilangan, menginginkan, riang, meluap, bergembira, menyukai, mencintai orang kepercayaan, percaya diri, penuh kepercayaan terlibat, terserap, asyik, terkesan, puas, terpesona, senang

waspada, takut, terhantui sedih, melankolis, patah hati, sakit hati, sendu, suram, putus asa, lemah, gundah, terharu, menangis gelisah, cemas, panik, tidak tenang datar, bosan, jengkel, payah, gusar, geram

b. Penilaian dalam subkategori Sikap

Istilah penilaian merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap kita

terhadap orang lain dan bagaimana mereka berperilaku–karakter mereka.

Penilaian secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yaitu yang berhubungan

dengan penghargaan sosial dan yang berorientasi kepada sanksi sosial (Martin

dan White 2005)4. Berikut ini merupakan gambaran kerangka apraisal dalam

parameter sikap dengan subkategori penilaian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

48

Gambar 2.5 Penilaian dalam subkategori Sikap (Martin dan White, 2005)

Penilaian terbagi lagi atas dua bagian yaitu penghargaan sosial dan sanksi sosial.

Uraian lebih rinci dari gambar 2.5 dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 di

bawah ini.

Tabel 2.6 Penilaian-penghargaan sosial (Martin dan White, 2005) Penghargaan Sosial Positif Negatif

kebiasaan kapasitas tenasitas/kegigihan

beruntung, sukses, bahagia, keren, alami, stabil, menonjol, terkenal, mapan kuasa, kuat, beradab, sehat, dewasa, berpengalaman, jenaka, lucu, lawak, berbakat, berwawasan, pintar, bijaksana, ahli, cerdas, lihai, terpelajar, berkompeten, sukses, produktif gagah, berani, sabar, cermat, berhati-hati, teliti, tak tahu letih, tekun, tetap pendirian, dapat diandalkan, loyal, mudah beradaptasi

sial, malang aneh, ganjil, kuno, tak terduga, kabur, melarikan diri, nisbi lemah, tidak kukuh, gagal, belum dewasa, kekanakan, lambat, tebal, tolol, tidak kompeten, tidak produktif, jahil, pemurung, biadab, sakit malu-malu, pengecut, penakut, gegabah, sembrono, lemah, plin-plan, kacau, putus asa, tidak teguh pendirian, keras kepala, degil, tidak mudah diatasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

49

Penilaian penghargaan sosial bermakna positif dan negatif. Penghargaan sosial

terdiri atas kebiasaan, kapasitas, dan tenasitas/kegigihan.

Tabel 2.7 Penilaian–sanksi sosial (Martin dan White, 2005)

Sanksi Sosial Positif Negatif

verasitas/kebenaran proprietas/etika

jujur, terpercaya, asli, jelas, masuk akal, benar alim, adil, penyayang, benar, baik, setia, loyal, rendah hati

palsu, tidak masuk akal, tidak terpercaya, tiruan, samaran bejat, zalim, bengis, nakal, khianat, lobak, congkak, kikir,

Sistem modalisasi digunakan untuk melihat paramater penilaian (Halliday

1985, 1994, Halliday dan Matthiessen, 2004). Normalitas untuk kebiasaan,

kapasitas untuk kemampuan, tenasitas untuk kecendrungan/keinginan, verasitas

untuk kemungkinan, dan proprietas untuk kewajiban.

Menurut Martin dan White (2005: 54) berawal dari proposisi, urutan

realisasi dapat disusun untuk menyatakan kemungkinan, kebiasaan, dan kapasitas

yang dimulai dengan hubungan yang kongruen dan meneruskan pada bentuk

metaforis menuju pada leksis yang dengan jelas terpilah secara alami.

Martin dan White 2005 lebih lanjut memberikan penjelasan bahwa

modalisasi kemungkinan dalam modus dapat dihubungkan dengan leksikalisasi

penilaian verasitas.

Contoh: (9) Hakim jujur.

Hakim tentu jujur. Hakim benar-benar jujur. Benar hakim jujur. [penilaian: verasitas]

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

50

Demikian juga dengan modalitas kebiasaan dapat dihubungkan dengan penilaian

normalitas.

Contoh: (10) Hakim adil.

Hakim sering adil. biasanya Hakim adil. Adil itu biasa bagi Hakim. [penilaian: normalitas] Sama halnya juga dengan kemampuan dan kapasitas Contoh:

(11) Hakim dapat memutuskan gugatan Hakim mampu memutuskan gugatan. Hakim cukup kuat memutuskan gugatan. Hakim cukup sehat, cukup jujur, cukup adil dll. (penilaian>kapasistas)

Modulasi kecendrungan dapat dihubungkan dengan tenasitas yang

dileksikalisasi.

Contoh: (12) Hakim akan memutuskan gugatan.

Hakim bermaksud memutuskan gugatan. (penilaian>tenasitas)

Modulasi obligasi dapat dihubungkan dengan penilaian proprietas yang

dileksikalisasi.

Contoh: (13) memutuskan Hakim harus memutuskan.

Hakim semestinya memutuskan. Diharap Hakim akan memutuskan. Dari contoh klausa-klausa di atas terlihat bahwa interpersonal gramatika (modus

dan modalitas) dan apraisal dapat terjadi realisasi gramatikal di satu pihak dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

51

realisasi leksikal di lain pihak. Dengan demikian, ini merupakan gambaran pola

kalimat dalam bahasa evaluatif.

c. Apresiasi dalam subkategori sikap

Istilah apresiasi merupakan wilayah makna yang merujuk pada evaluasi

kita terhadap benda atau sesuatu, khususnya benda-benda yang kita buat dan

penampilan-penampilan yang kita lakukan, termasuk juga fenomena alam. Martin

dan White (2005: 56) menyatakan bahwa istilah apresiasi pada umumnya dapat

dibagi ke dalam reaksi kita terhadap benda-benda (apakah benda-benda itu

menarik perhatian kita, apakah benda-benda itu menyenangkan kita?), komposisi

benda-benda tersebut (seimbang atau kompleks), dan nilai benda-benda tersebut

(inovatif, otentik, terjadi tepat pada waktu yang tepat, dll). Berikut ini merupakan

gambaran parameter apresiasi dalam subkategori sikap.

Gambar 2.6 Apresiasi dalam subkategori sikap (Martin dan White, 2005)

Parameter apresiasi terbagi lagi atas:

(1) Dampak. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu reaksi yang berdampak

positif dan reaksi yang berdampak negatif;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

52

(2) Kualitas. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu reaksi kualitas positif dan

reaksi kualitas negatif;

(3) Keseimbangan. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu keseimbangan positif

dan keseimbangan negatif;

(4) Kompleksitas. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu kompleksitas positif dan

kompleksitas negatif;

(5) Evaluasi. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu evaluasi positif dan evaluasi

negatif. Uraian lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2.8 di bawah ini.

Tabel 2.8 Jenis-jenis apresiasi (Martin dan White, 2005) APRESIASI Positif Negatif

dampak kualitas keseimbangan kompleksitas valuasi

menawan, memikat, mempesona, menarik, mengharukan, lincah, dramatis, luar biasa, terkemuka, sensasional beres, baik, bagus, jelita, cantik, menarik, menggembirakan seimbang, harmonis, simetris, proporsional, konsisten, logis, rupawan, montok, ramping sederhana, mewah, jelas, murni, jernih, tepat, kaya, detail tajam, mendalam, inovatif, asli, kreatif, luar biasa, unik, berharga, tak ternilai, sesuai, efektif

kusam, bosan, menjemukan, kering, tidak menarik, datar, biasa saja, kurang menarik kotor, jelek, aneh, menjijikkan, memuakkan, buruk tidak seimbang, berselisih, tidak rata, bertentangan, berantakan, kacau, tak berbentuk, menyimpang boros, berlebihan, tidak jernih, tidak jelas dangkal, sepele, biasa, tidak berlaku, gadungan, tidak berharga, tidak berguna, tidak efektif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

53

Secara gramatikal, reaksi, komposisi, dan evaluasi berhubungan dengan

proses mental-cara kita memandang sesuatu (Martin dan White, 2005 dan Eggins,

2004). Reaksi berhubungan dengan afeksi (emotif-’it’s grabs me’, desiratif-’I

want it’). Komposisi berhubungan persepsi (pandangan kita pada urutan); dan

valuasi berhubungan dengan kognitif (pendapat yang kita pertimbangkan)5.

Dengan demikian, jelaslah bahwa adanya hubungan yang kuat antara variabel

apresiasi, reaksi dan afek, termasuk di dalamnya hubungan leksis secara

derivasional. Uraian di atas secara sederhana dapat dipetakan sebagai berikut.

Tabel 2.9 Subtipe apresiasi (Martin dan White, 2005)

Apresiasi Tipe proses mental Metafungsi reaksi afeksi interpersonal komposisi percepsi tekstual valuasi kognisi ideasional

2.3.3.2 Pemosisian

Istilah pemosisian berkaitan dengan pemosisian penutur/penulis dalam

bahasanya. Pemosisian menggunakan sumber daya bahasa untuk memposisikan

suara penutur penutur/penulis berkaitan dengan proposisi dan proposal yang

dibawakan bahasa atau teks (Martin dan White, 2005: 92). Sistem ini berkaitan

dengan siapa yang membuat evaluasi di dalam teks. Di dalam teks mungkin

terdapat sejumlah suara atau suara tunggal saja, yaitu suara penutur/penulis.

Keterlibatan terdiri atas monoglos dan heteroglos. Monoglos berarti tidak

menggunakan atau merujuk pada suara orang lain. Klausa Adnan Buyung adalah

pengacara tidak menggunakan atau merujuk pada suara orang lain. Berbeda

dengan itu, heteroglos berarti menggunakan atau merujuk pada beberapa suara

lain. Klausa Mereka mengatakan bahwa Adnan Buyung pengacara merupakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

54

contoh heteroglos. Klausa Mereka mengatakan menggunakan atau merujuk pada

suara orang lain.

Istilah pemosisian secara tradisional diberi label modalitas, polaritas,

evidensialitas, intensitifikasi, atribusi, konsesi, konsekuensitas (White, 2003;

Martin dan White, 2005). Kerangka orientasi dari pemosisian ini lebih mengacu

pada makna dalam konteks dialog dan juga mengacu pada efek retorik daripada

bentuk-bentuk gramatika. Konsekuensinya, hal itu akan membawa suatu

perbedaan pilihan lokusi secara leksikal maupun secara gramatikal terhadap teks

yang diacu. Peran yang terdapat dalam teks akan membuat suatu proses

pembuatan makna di mana si penutur/penulis menegosiasikan hubungan yang

terdapat dalam teks.

Martin dan White (2005: 97-8) menjelaskan rambu-rambu dalam penilaian

terhadap pemosisian dalam teks sebagai berikut.

Menyangkal: suara tekstual memosisikan dirinya sebagai sesuatu yang ganjil atau

penolakan, beberapa posisi yang berlawanan:

Contoh: (14) Penyangkalan negasi (Kamu tidak perlu melakukan hal itu) Berlawanan konsesi/pengharapan berlawanan (Meskipun dia makan nasi seharian badannya masih kurus).

Menyatakan: dengan menyajikan proposisi, suara tekstual; menentukan

pertentangan, menekan, atau mengatur posisi alternatif:

(concur) naturally…., of course…, obiously, …, admittedly…, etc; beberapa jenis „retorikal‟ atau pertanyaan yang „utama‟. (pronounce) I contend…, the truth of the matter is …, there can be no doubt that …etc. (mengabsahkan) X has demonstrated that …,; As X has shown….etc.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

55

Menerima: penyajian proposisi secara eksplisit sebagai dasar dalam kesatuannya

sendiri, subjektivitas individu, suara otoritas yang menggambarkan proposisi.

Contoh: (15) It seems, the evidence suggests, apparently, I hear. Perhaps, probably, maybe, it’s possible, in my view, I suspect that, I believe that, it’s almost certain that…, may/will/must; beberapa jenis „retorikal‟ atau pertanyaan „eksplanatori‟. Merujuk: dengan merepresentasikan proposisi sebagai dasar dalam subjektivitas

suara eksternal, suara tekstual menggambarkan proposisi.

Membenarkan: X berkata …, X percaya…, menurut X, dalam pandangan X. Menjauhi X menegaskan/menekankan bahwa…, didesas-desuskan bahwa…

Tabel 2.10 Model pemosisian (Sumarsih, 2009)

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan berkata, berseru Asimilasi mengatakan, menjelaskan,

menyerukan, berkata (bahwa), mengemukakan, mengeluh, menambahkan, menggambarkan; menurut …, berdasarkan …

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan tidak, bukan, belum.

Proklamasi menyatakan, memutuskan, menetapkan

Terbuka

Modalitas pasti, harus, selalu, wajib, ditetapkan, tentu, mungkin, akan, biasanya, diharapkan, mau, gemar, barangkali, agaknya, kadang-kadang, boleh, diizinkan, ingin, rela, ridho, bisa, dapat;

Indrawi kelihatannya, kedengarannya, rasanya;

Desas-desus katanya, kata orang, disebutkan, dilaporkan;

MONOGLOS Representasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

56

2.3.3.3 Graduasi

Graduasi berkaitan dengan penggunaan fungsi bahasa menguatkan atau

melemahkan sikap dan pemosisian yang dihubungkan oleh teks (Martin dan

White, 2005: 136). Sikap sering berkaitan dengan tingkatan. Oleh karena itu,

sikap dapat diperkuat dan diperlemah. Gradabilitas juga umumnya merupakan ciri

sistem pemosisian. Dalam pemosisian ini makna yang diberi skala akan bervariasi

dari sub-sistem ke sub-sistem lainnya. Pemosisian menilai skala untuk tingkat

intensitas penutur/penulis (Martin dan White, 2005: 135).

Graduasi terdiri atas forsa dan fokus. Forsa atau daya digunakan untuk

memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi. Fokus digunakan untuk

mempertajam atau memperlunak kualitas sesuatu yang dibicarakan.

Gambar 2.7 Graduasi dalam apraisal (Martin dan White, 2005)

a. Forsa

Forsa atau daya memiliki dua subkategori yaitu intensifikasi dan

kuantifikasi. Forsa meliputi penilaian pada tingkat intensitas dan jumlah (Martin

dan White, 2004: 140). Penilaian terhadap intensitas dapat digunakan terhadap

kualitas (sedikit bodoh, sangat bodoh), terhadap proses (keributan itu sedikit

mengganggu kita, keributan itu sangat mengganggu kita), terhadap modalitas

kemungkinan, usualitas, inklinasi dan obligasi (sangat mungkin bahwa).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

57

Istilah intensifikasi digunakan untuk merujuk skala kualitas dan proses.

Sementara itu, istilah kuantifikasi memberikan gambaran pengukuran yang kurang

tepat (beberapa meter) dan pengukuran yang kurang tepat terhadap keberadaan

atau mas-entitas menurut ciri-ciri seperti ukuran, berat, distribusi atau perkiraan

(jumlah yang kecil, jumlah yang besar, gunung yang terdekat, gunung yang jauh).

Tabel 2.11 Aspek forsa dalam subgraduasi (Martin dan White, 2005)

Force Number jumlah/ Size ukuran

Mass/ Size ukuran

Proximity (space) (ruang)

Proximity (time)

Distribution distribusi (space)

Distribution distribusi (time)(waktu)

Degree tingkat

Vigour

Lebih lanjut, Martin dan White (2004: 141) membagi intensifikasi ke

dalam dua kelas gramatikal yaitu isolasi dan infusi. Isolasi berkaitan dengan

penilaian dengan menggunakan realisasi skala tinggi/rendah terhadap suatu

kualitas. Infusi berkaitan dengan penilaian dengan menggunakan realisasi skala

tinggi/rendah terhadap satu aspek makna dalam istilah tunggal.

Pembagian skala dalam isolasi.

Kualitas skala tinggi/rendah:

[pramodifikasi adjektiva]

A bit miserable, somewhat miserable, relatively miserable, fairly miserable, rather miserable, very miserable, extremely miserable, utterly miserable.

[pramodifikasi adverbia]

Slightly abruptly, somewhat abruptly, fairly abruptly, quite abruptly, rather abruptly, very abruptly.

Skala tinggi/rendah proses verba

[kelompok verba adverbial termodifikasi]

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

58

Ini agak membingungkan saya, Ini sedikit membingungkan saya, Ini sangat membingungkan saya.

Skala tinggi/rendah modalitas

agak mungkin, sangat mungkin agak sering, sangat sering

Pembagian skala dalam infusi.

Kualitas

puas, senang, bahagia, gembira

(Wanita itu melakukannya) dengan tangkas, cekatan, pandai.

hangat, panas, mengelupas

Proses

Ini menggelisahkan saya, ini mengejutkan saya, Ini menakutkan saya.

Modalitas

Mungkin, kemungkinan, pasti, jarang, adakalanya, kadang-kadang, sekali-sekali, terkadang, kadang kala, sering, selalu. Kedua, kuantifikasi merupakan pemberian skala yang berkaitan dengan

jumlah (ukuran, berat, kekuatan, jumlah) yang meliputi waktu dan ruang

(seberapa luas yang didistribusikan, seberapa lama berakhirnya) dan perkiraan

dalam waktu dan ruang (seberapa dekat, seberapa barunya). Menurut Martin dan

White (2004), semantik dari subsistem ini rumit karena pada kenyataannya

entitas kuantitas dapat berupa konkrit (ikan besar, banyak ikan, dekat ikan) atau

abstrak (masalah besar, banyak masalah, sedikit takut, sukses besar).

b. Fokus

Fokus merupakan bagian graduasi yang berfungsi untuk menguatkan dan

melunakkan proposisi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

59

Contoh:

(16) Menguatkan: ayah sesungguhnya, teman sebenarnya Melunakkan: They sort of play jazz, they are kind of crazy.

Gambar 2.8 Aspek fokus dalam subgraduasi (Martin dan White, 2005)

Secara ringkas, model graduasi dapat dilihat pada Tabel 2.12

Tabel 2.12 Model graduasi (Sumarsih, 2009)

GRADUASI

FOKUS Tajam sesungguhnya, benar-benar Lunak seperti, seolah-olah

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi Metafora menegaskan, menganak

sungai, meroket Tingkatan Termegah Repetisi terbahak-bahak

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu ketika, segera Ruang di sekeliling, di dekat Jumlah banyak, sedikit

2.3.4 Semiotik

Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia.

Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni

sesuatu yang harus kita beri makna (Hoed, 2011:3). Dalam terminologi semiotika,

terdapat jurang yang dalam antara sebuah tanda dan referensinya pada realitas

(referent). Konsep, isi, atau makna dari apa yang dibicarakan atau ditulis tidak

sesuai dengan realitas yang dilukiskan. Seseorang mengatakan [A] sementara

realitas yang sesungguhnya adalah [B]. Sebaliknya, seorang dikatakan tengah

mengungkapkan kebenaran ketika tanda yag digunakannya mempunyai hubungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

60

yang relatif simetris dengan referensi realitasnya. Dalam pengertian, tanda [A]

menceritakan realitas [A] (Piliang, 2012:45).

Semiotika hukum mendasari dirinya pada salah satu dua aliran (aras)

utama pemikiran semiotik; Eropa atau Amerika (Jackson, 1985; Corrington, 1993:

117). Tradisi Eropa sebagaimana dikatakan Dragan Milovanovic, lebih

memberikan perhatian pada (1) analisis struktural dan semantik (beberapa level

struktural di dalam [tersembunyi] dianggap eksis yang dikordinasikan poros

paradigmatik dan sintagmatik [poros paradigmatik merupakan totalitas arti kata

dalam kamus, poros sintagmatik adalah metode untuk merangkai kata-kata dalam

bentuk linier agar bermakna] sipil biner tanda [signifier dan signified]- sifat tanda

yang signifier adalah kesan-aksotik, impprent psikis). Sedangkan sifat tanda yang

signified mengacu pada konsep atau kesan mental, misalnya kata „pohon‟ dan

kesan pohon muncul. (2) non-referensial (arti sifatnya internal terhadap sistem

linguistik satu kata mengacu pada yang lain; contohnya dengan melihat kata

dalam kamus).

Dalam tradisi semiotik ini, dapat dilihat uraiannya (karya) Ferdinand de

Saussure dan Jackson. Sedangkan aplikasi terhadap hukum telah diawali oleh

Algirdas Greimas, Bernard Jackson dan Eric Landowski (Susanto, 2005: 45-46).

Semiotik hukum dapat mengungkap kejahatan yaitu dari cara pandang terhadap

kejahatan melalui proses interaksi atau komunikasi tanda dan simbol-simbol

tertentu (Susanto, 2005).

Menurut Peirce, tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat

ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk

(merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Bagi Peirce, semiosis dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

61

menggunakan tanda apa saja (linguistis, visual. ruang, prilaku) sepanjang

memenuhi syarat untuk sebuah tanda. Umberto Eco berseloroh bahwa sesuatu

menjadi tanda kalau bisa dipakai untuk berbohong. Menurut Peirce seperti dikutip

Noth (1995: 42) “Nothing is a sign unless it is interpreted as a sign”. Dengan

demikian, sebuah tanda melibatkan proses kognitif di dalam kepala seseorang dan

proses itu dapat terjadi kalau ada representamen, acuan, dan interpretan. Peirce

mengatakan sebagai berikut,

By ‘semiosis’ on the contrary (to diadic relations), an action, or influence, which is, or involves, a cooperation of three subjects such as a sign, its object, and its interpretant, this tri-relative influence not being in any way resolvable into actions between pairs.

Dengan kata lain, semua unsur yakni tanda (representament atau ground), objek,

dan interpretant dapat ditelaah secara trikotomi. Ground ada tiga macam yaitu

qualisign, sinsign, dan legisign; objek ada tiga macam yaitu ikon, indeks, dan

simbol; interpretant juga ada tiga macam yaitu rheme, dicent sign, dan argument

(Noth, 1995:44-45; Susanto, 2005: 230-231; Sibarani, 2012: 255).

Gambar 2.9 Tipologi tanda

Menurut Peirce pemahaman akan struktur semiosis menjadi dasar yang

tidak dapat ditiadakan bagi penafsir dalam upaya mengembangkan pragmatisme.

Interpretant

Tanda/representament Objek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

62

Seorang penafsir adalah yang berkedudukan sebagai peneliti, pengamat, dan

pengkaji objek yang dipahaminya. Dalam mengkaji objek yang dipahaminya,

seorang penafsir yang jeli dan cermat, segala sesuatunya akan dilihat dari tiga

jalur logika, yaitu (a) hubungan penalaran dengan jenis penandanya, (b) hubungan

kenyataan dengan jenis dasarnya, dan (c) hubungan pikiran dengan jenis

petandanya (Santosa, 1993:10).

Tabel 2.13 Pembagian tanda (Peirce dalam Santosa, 1993)

Ground/representamen: tanda itu sendiri sebagai perwujudan gejala umum.

Objek/referent: yaitu apa yang diacu

Interpretant: tanda-tanda baru yang terjadi dalam batin penerima

Qalisign: terbentuk oleh suatu kualitas yang merupakan suatu tanda, misalnya: “keras” suara sebagai tanda. Warna hijau.

Ikon: tanda yang penanda dan petandanya ada kemiripan. Misalnya: foto, peta.

Rheme: tanda suatu kemungkinan/konsep, yaitu yang memungkinkan menafsirkan berdasarkan pilihan, misalnya:”mata merah” bisa baru menangis, tapi bisa juga yang lain.

Sinsign/tokens: terbentuk melalui realitas fisik. Misalnya: rambu lalu lintas.

Index: hubungan tanda dan objek karena sebab akibat, misalnya asap dan api.

Dicent sign: tanda sebagai fakta/pernyataan deskriptif eksistensi aktual suatu objek, misalnya: tanda larangan parkir adalah kenyataan tidak boleh parkir.

Lesign: hukum atau kaidah yang berupa tanda. Setiap tanda konvensional adalah lesign, misalnya: suara wasit dalam pelanggaran

Symbol: hubungan tanda dan objek karena kesepakatan/suatu tanda yang penanda atau petandanya arbitrer konvensional, misalnya: bendera, kata-kata.

Argument: tanda suatu aturan yang langsung memberikan alasan, misalnya: gelang akar bahar dengan alasan kesehatan.

Semiotik Peirce dapat diletakkan dalam hubungan terhadap tiga kategori

utama: firstness, secondness dan thirdness. Firsness berhubungan dengan sense

data primordial; ia disusun dan tidak ada struktur yang dibutuhkan, hanya murni

momentum heterogen (Corrington, 1993:127). Secondness akan berpengaruh jika

dua elemen berinteraksi. Merupakan bidang “things and facts”. Menurut Peirce

“keberadaan mereka terdiri dari reaksi terhadap kekuatan-kekuatan kasar

(Corrington, 1993: 69). Thirdness adalah bidang dimana hubungan aktif dan

sadar ditetapkan antara objek-objek yang berbeda. Hanya dengan thirdness suatu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

63

tanda dapat menjadi suatu simbol (Susanto, 2005: 50). Alasan pemilihan teori ini

karena data dan permasalahan dalam gugatan UU ITE melibatkan proses kognitif

di dalam kepala seseorang (pemohon, hakim, dan saksi) dan proses itu dapat

terjadi kalau ada representament, objek, dan interpretant.

Catatan Akhir:

1 Praktik sosial adalah (1) bahasa merupakan bagian dari sebuah komunitas sosial. (2) bahasa adalah praktik sosial, dan (3) bahasa adalah proses sosial yang terkondisi, terkondisikan oleh bagian dari masyarakat di luar masalah kebahasaan (Fairclough 1989: 25).

2 Persamaan dasar dari ketiga teori ini adalah bahwa evaluasi, stansial, ataupun apraisal termasuk ke dalam fungsi interpersonal bahasa. Perbedaan ketiganya umumnya terletak pada bagaimanakah evaluasi atau bahasa evaluatif didefenisikan, unsur-unsur apa saja yang termasuk ke dalam evaluasi, dan bagaimana unsur-unsur ini dikategorisasikan dan ditentukan indikatornya.

3 Dari segi tipenya, afek memiliki empat subkategori yaitu kecenderungan,

kebahagiaan, keamanan, dan kepuasan (bandingkan dengan Sumarsih 2009). Dari segi polaritasnya, afek memiliki dua subkategori yaitu positif dan negatif. Selain itu, afek juga dibagi lagi dari segi cara dan nilai.

4 Penilaian penghargaan berkaitan dengan normalitas (bagaimanakah ketidaklaziman

seseorang itu), kapasitas (bagaimanakah mampunya mereka) dan tenasitas (bagaimanakah tegasnya mereka). Penilaian sanksi berkaitan dengan verasitas (bagaimanakah jujurnya seseorang itu) dan proprietas (bagaimanakah etisnya seseorang itu) (Martin dan White 2005).

5 Menurut Martin dan White (2005), kerangka kerja apresiasi bisa saja

diinterpretasikan secara metafungsi bahasa dengan beorientasi pada reaksi kepada signifikansi interpersonal, komposisi pada organisasi tekstual dan valuasi pada nilai ideasional.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

64

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan

memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap

berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell, 2014: 4). Proses

penelitian kualitatif dalam kajian ini melibatkan upaya-upaya penting seperti

mengajukan prosedur-prosedur, mengumpulkan data, menganalisis data, dan

menafsirkan makna data gugatan UU ITE.

Pendekatan kualitatif memiliki sifat dan karakteristik yang dianggap sesuai

digunakan dalam pembahasan pola bahasa, aspek linguistik forensik perspektif

apraisal, dan interpretasi makna semiotik forensik. Pemerian kategori gramatik

dan semantik bahasa evaluatif dilakukan melalui pengujian pola, makna, dan

hubungannya dengan unsur-unsur bahasa yang diperoleh khususnya dari data

penggunaan bahasa gugatan UU ITE.

Rancangan penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini

adalah studi kasus. Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang ditemukan

dibanyak bidang, khususnya evaluasi, dimana peneliti mengembangkan analisis

mendalam atas suatu kasus, sering kali program, peristiwa, aktivitas, proses, atau

satu individu atau lebih (Creswell 2014: 19).

Studi kasus dalam penelitian ini merupakan rancangan khususnya evaluasi

dalam gugatan UU ITE menggunakan kerangka kerja apraisal. Penelitian ini

mengembangkan analisis mendalam atas kasus rekaman percakapan ”papa minta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

65

saham” dan proses sidang pengadilan gugatan UU ITE. Kasus-kasus dibatasi oleh

waktu dan aktivitas dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan

menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah

ditentukan (Stake, 1995; Yin, 2009, 2012; Creswell, 2014).

Prosedur pengumpulan data dan analisis data menggunakan model analisis

model interaktif (Miles, Huberman, dan Saldana, 2014).

Gambar 3.1 Komponen analisis data model interaktif Sumber: Miles, Huberman, dan Saldana (2014)

Dari gambar komponen analisis data model interaktif di atas, proses sidang

pengadilan gugatan UU ITE terdiri atas sembilan kali, akan tetapi, karena satu

sidang merupakan putusan UU tipikor maka data proses sidang pengadilan hanya

diambil delapan proses sidang.

Metode dalam linguistik forensik melibatkan empat aspek. Pertama,

analisis terhadap rangkaian kata yang digunakan dalam berkomunikasi. Analisis

ini melibatkan suara, kata, tatabahasa, dan wacana serta interaksinya dalam

konteks sosial tertentu. Kedua, analisis terhadap makna yang mungkin ada dalam

Pengumpulan

data Penyajian data

Kondensasi data Simpulan penarikan/ verifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

66

bentuk-bentuk linguistik tersebut. Aspek ketiga, adalah pengukuran kemampuan

berbahasa dari para partisipan. Keempat, adalah aspek konteks dimana peristiwa

komunikasi itu terjadi. Beberapa aspek yang berhubungan erat dengan penyajian

bukti-bukti linguistik antara lain meliputi: grafofonologi, transkripsi, leksikal,

morfologi, sintaksis, wacana, dan sosiolinguistik (Gibbons, 2007:285). Metode

bahasa forensik dalam gugatan UU ITE melibatkan aspek:

(1) Analisis terhadap rangkaian leksis yang digunakan mengungkap pola

dan aspek linguistik forensik dalam teks UU ITE, proses sidang

pengadilan, dan putusan gugatan UU ITE;

(2) Analisis terhadap makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE

yang ada dalam bentuk-bentuk linguistik tersebut;

(3) Faktor penyebab terbentuk pola bahasa dan makna semiotik forensik

yang melibatkan konteks proses sidang pengadilan gugatan UU ITE

terkait perpanjngan PT Freeport Indonesia;

(4) Aspek yang berhubungan erat dengan penyajian bukti-bukti linguistik

dalam gugatan UU ITE antara lain meliputi transkripsi data leksis dan

klausa yang memiliki makna semiotik forensik.

Melalui metode ini dijaring data penelitian yang dapat digunakan untuk

memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan penelitian yang telah

ditetapkan. Unsur-unsur yang mengandung kategori semantik evaluasi dan

pendirian dijaring melalui pengamatan dan unsur-unsurnya. Oleh karena

itu, setiap konteks yang diperoleh dari data diperiksa secara teliti untuk

menentukan pola bahasa forensik yang secara semantik berhubungan dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

67

parameter evaluatif dan interpretasi makna semiotik yang terdapat dalam gugatan

UU ITE.

3.2 Lokasi Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, data penelitian terdiri atas teks UU ITE,

teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016, dan sidang pengadilan. Data UU ITE dan

putusan diperoleh dari situs resmi MKRI (www.mahkamahkonstitusi.go.id). Data

sidang pengadilan tidak terdapat di situs resmi MKRI, data sidang pengadilan di

peroleh dari MKRI, Kepaniteraan dan Sekretaris Jenderal. Lokasi MKRI berada di

Jalan Medan Merdeka Barat, No. 6 Jakarta. Hal ini sesuai dengan gugatan UU

ITE yang diajukan oleh SN kepada MKRI. Gugatan UU ITE diproses melalui

sidang pengadilan di ruang sidang MKRI.

3.3 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini terdiri atas (1) teks UU ITE tahun 2008, (2) proses

sidang pengadilan, (3) teks putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016 dan (4)

rekaman percakaan “papa minta saham”. Data pertama, transkripsi teks UU RI

nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Teks UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 terdiri

atas 25 halaman dan penjelasan tiga belas halaman. Teks UU ITE nomor 11

Tahun 2008 memiliki struktur yang terdiri dari (1) Pendahuluan, (2) Bab I

Ketentuan Umum, (3) Bab II Asas dan Tujuan, (4) Bab III Informasi,

Dokumentasi, dan Tanda Tangan Elektronik, (5) Bab IV Penyelenggara Sertifikasi

Elektronik dan Sistem Elektronik, (6) Bab V Transaksi Elektonik, (7) Bab VI

Nama Domain, HAKI, dan Perlindungan Hak Pribadi, (8) Bab VII Perbuatan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

68

Dilarang, (9) Bab VIII Penyelesaian Sengketa, (10) Bab IX Peran Pemerintah dan

Peran Masyarakat, (11) Bab X Penyidikan, (12) Bab XI Ketentuan Pidana, (13)

Bab XII Ketentuan Peralihan, dan (14) Bab XIII Ketentuan Penutup.

Teks UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 disahkan di Jakarta pada tanggal 21

April 2008 oleh Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. UU ITE

diundangkan di Jakarta pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Andi Mattalata.

Data kedua, rekaman proses sidang pengadilan gugatan UU ITE. Proses

sidang pengadilan dilaksanakan di ruang sidang MKRI. Proses sidang pengadilan

dilakukan sebanyak sembilan kali. Akan tetapi, objek kajian ini hanya dibatasi

delapan kali sidang karena satu sidang merupakan putusan gugatan UU Tipikor.

Proses sidang pengadilan yang diteliti dengan rincian dua sidang panel dan enam

sidang pleno. Kedelapan sidang tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Sidang panel perkara No.20/PUU-XIV/2016 pengujian UU No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat

(1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf b (hari Rabu, tanggal 24 Pebruari

tahun 2016);

(2) Sidang panel perkara No.20/PUU-XIV/2016 pengujian UU No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat

(1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf b (hari Selasa, tanggal 08 Maret

tahun 2016);

(3) Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 pengujian UU No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

69

(1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf b (hari Senin, tanggal 11 April

tahun 2016);

(4) Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 pengujian UU No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat

(1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf b ((bagian satu) hari Rabu,

tanggal 20 April tahun 2016);

(5) Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 pengujian UU No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat

(1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf b ((bagian dua) hari Rabu, tanggal

20 April tahun 2016);

(6) Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 pengujian UU No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat

(1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf b (hari Selasa, tanggal 03 Mei

tahun 2016);

(7) Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 pengujian UU No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat

(1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf b (hari Kamis, tanggal 19 Mei

tahun 2016);

(8) Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 pengujian UU No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat

(1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf b (hari Rabu, 07 September

2016).

Data ketiga, transkripsi teks putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016

tentang informasi dan transaksi elektronik yang diajukan oleh SN anggota DPR-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

70

RI. putusan No. 20/PUU-XIV/2016 secara keseluruhan terdiri atas 105 halaman.

Struktur teks putusan tersebut terdiri dari (1) Pendahuluan; Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia (MKRI) yang mengadili perkara dan pemohon SN, (2) Duduk

Perkara, (3) Pertimbangan Hukum, (4) Konklusi, (5) Amar Putusan, (6) Pendapat

Berbeda (Dissenting Opinions), dan (7) Pengesahan.

Data dalam penelitian ini berupa leksis dari klausa. Klausa dalam LSF

merupakan unit tata bahasa yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: (1)

proses, (2) partisipan, dan (3) sirkumstan. Klausa merupakan satuan tata bahasa

dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu klausa, grup atau frasa, kata, dan

morfem (Halliday, 2004:9). Klausa dalam penelitian ini merujuk pada pendapat

Halliday. Klausa diklasifikasi menjadi:

(1) Produk bahasa sumber sikap yaitu afek, apresiasi dan penilaian. Setelah

itu data dibagi menjadi unsur afek, penilaian, dan apresiasi. Afek terdiri

atas unsur kebahagiaan/ketidakbahagiaan, kepuasan/ketidakpuasan,

keamanan/ketidakamanan, dan irealis/irealis. Unsur penilaian, mencakup

penghargaan sosial dan sanksi sosial. Unsur apresiasi terdiri atas reaksi,

komposisi, dan valuasi;

(2) Unsur pemosisian yaitu monoglos dan heteroglos;

(3) Unsur graduasi yaitu forsa dan fokus.

Data berupa leksis, frasa, dan klausa digunakan menganalisis penggunaan

pola bahasa dan aspek linguistik forensik. Transkripsi data pasal dan pihak-pihak

yang hadir dalam sidang pengadilan diidentifikasi digunakan untuk

menginterpretasi makna semiotik forensik. Hasil pola bahasa, aspek forensik, dan

makna forensik berdasarkan konteksnya digunkan untuk menganalisis faktor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

71

penyebab terbentuknya pola bahasa dan makna semiotik forensik yang terkandung

dalam gugatan UU ITE.

Sumber data penelitian ini yaitu (1) teks UU ITE tahun 2008, (2) rekaman

proses sidang pengadilan diperoleh dari rekaman sidang di MKRI, dan (3) teks

putusan No. 20/PUU-XIV/2016 diperoleh dari situs resmi MKRI

(www.mahkamahkonstitusi.go.id). Untuk menganalisis pola bahasa dan aspek

linguistik forensik perspektif apraisal, makna semiotik forensik, dan faktor

penyebab yang mempengaruhinya, sumber data penelitian menggunakan

transkripsi teks rekaman suara SN terkait perpanjangan PT Freeport sebagai

referensi dalam memahami masalah gugatan UU ITE.

Alasan pemilihan objek penelitian teks UU ITE, proses sidang pengadilan,

dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 adalah (1) sebagian leksis dalam teks UU ITE

mengandung makna yang tidak jelas (2) pernah digugat oleh SN dan dikabulkan

sehingga gugatan UU ITE menjadi layak dievaluasi secara apraisal dan makna

semiotik (3) UU ITE dalam pelaksanaannya menelan banyak korban akibat

ketidakpahaman pengguna internet atau kurangnya sosialisasi UU ITE.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Pengumpulan data

Metode pengumpulan data mengacu kepada pendapat Miles, Huberman,

dan Saldana, (2014). Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari

rekaman proses sidang pengadilan di MKRI. Dokumen tertulis terkait dengan teks

UU ITE dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016. Data rekaman proses sidang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

72

pengadilan terdiri dari delapan kali sidang dikumpulkan dalam bentuk video dan

data rekaman percakapan “papa minta saham”.

Dokumen teks gugatan UU ITE ditranskripsi kembali kemudian dilakukan

langkah-langkah selanjutnya seperti berikut ini:

(1) Membuat kode dan tema dari dokumen. Pada langkah ini data

transkripsi rekaman proses sidang pengadilan diberi tema berdasarkan

tanggal sidang pengadilan. Contoh sidang panel perkara No.20/PUU-

XIV/2016 pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf

b (hari Rabu, tanggal 24 Pebruari tahun 2016) dengan tema

pemerikasaan pendahuluan diberi kode SP I dan seterusnya sampai SP

VIII. Teks UU ITE dan putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016

ditranskripsi masing-masing berdasarkan struktur tubuh teks;

(2) Memilah dan menempatkan data yang telah diberi kode pada kategori

yang sama. Pada langkah ini data transkripsi rekaman proses sidang

pengadilan mulai dari SP I sampai dengan SP VIII diklasifikasi sesuai

dengan bahasa forensik sumber sikap, pemosisian, dan graduasi. Teks

UU ITE, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 juga diklasifikasi

berdasarkan sumber sikap, pemosisian, dan graduasi. Masalah kedua,

transkripsi pasal 5 ayat (1), (2), (3), (4), dan pasal 44 huruf b

diidentifikasi tanda berdasarkan analisis triadik Peirce dan makna

semiotik forensik;

(3) Memisahkan atau mengasingkan kategori-kategori tersebut dari data

yang akan dikumpulkan. Mengasingkan dan menandai transkripsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

73

proses sidang pengadilan, teks UU ITE, dan putusan No. 20/PUU-

XIV/2016 yang sudah diklasifikasi atau dikategorisasi sebagai

persiapan pengumpulan data secara menyeluruh. Sebagai contoh

bahasa forensik subsistem sikap akan dipisah dengan pemosisan dan

graduasi. Sikap terdiri atas unsur afek, penilaian, dan apresiasi. Afek

terdiri atas unsur keamanan, keamanan-amanah, kepuasan-

kesenangan, dst. Penilaian terdiri atas unsur penghargaan sosial dan

sanksi sosial. Apresiasi terdiri atas unsur kualitas, keseimbangan,

kompleksitas, dan valuasi. Data semiotik forensik pada tahap ini

ditandai dengan memilah ikon, indeks, dan simbol untuk memperoleh

interpretasi makna semiotik forensik;

(4) Memberi keterangan singkat pada data temuan pola bahasa dan aspek

linguistik forensik sumber sikap, pemosisian, dan graduasi. Pada tahap

ini ditemukan pola bahasa dan aspek linguistik forensik dengan

sumber sikap, pemosisian, dan graduasi. Pola bahasa dan aspek

linguistik forensik ditemukan dari dominasi apraisal. Dari pola bahasa

dan diinterpretasi kecenderungan atau faktor penyebab terbentuknya

pola bahasa dalam gugatan UU ITE. Dari pasal yang digugat oleh SN

ditemukan tanda semiotik forensik. Temuan identifikasi tanda menjadi

semiosis interpretasi makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

74

3.4.2 Analisis data

Proses analisis data dimulai sejak pengumpulan data dilakukan. Proses

analisis data ditelaah dari seluruh data yang tersedia yaitu dari transkripsi teks UU

ITE, rekaman proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016.

Untuk menjawab rumusan masalah, analisis data penelitian ini mengacu kepada

pendapat Miles, Huberman, dan Saldana (2014). Analisis data (data analysis)

terdiri atas tiga subproses yang saling terkait berikut ini.

a. Memilah data (data condensation)

Memilah data (data condensation) merupakan tahap seleksi, fokus,

penyederhanaan, abstraksi dan proses transformasi data. Kondensasi data adalah

suatu bentuk analisis yang mempertajam, menyederhanakan, fokus, seleksi data,

dan pengaturan data sedemikian rupa sehingga dapat diverifikasi dan disimpulkan

(Miles, Huberman, dan Saldana, 2014:8).

Data dalam penelitian ini terdiri atas data lisan dan data tulis. Data teks

UU ITE, rekaman proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

dianalisis dengan memilah data (data condensation) dengan tahapan berikut ini.

(1) Seleksi yaitu proses menyeleksi data seluruh teks UU ITE, seluruh

rekaman proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-

XIV/2016. Teks dibaca secara cermat dan hati-hati kemudian

dianalisis. Dari hasil seleksi tersebut, temuan pola bahasa dan aspek

linguistik forensik baik leksis, frasa, dan klausa teks UU ITE, proses

sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 dikumpulkan

dan ditandai atau diklasifikasi untuk proses selanjutnya;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

75

(2) Fokus yaitu proses memfokuskan analisis data pada teks UU ITE,

proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 yang

mengandung pola bahasa dan aspek linguistik forensik perspektif

apraisal dan makna semiotik forensik;

(3) Penyederhanaan yaitu menyederhanakan data bahasa forensik. Dalam

proses menyederhanakan data temuan, data forensik diklasifikasi

berdasarkan sumber sikap, pemosisin, dan graduasi. Kemudian

penyederhanaan data semiotik berdasarkan pasal;

(4) Abstraksi dan transformasi yaitu mencatat seluruh hasil temuan pola

bahasa, aspek linguistik forensik, dan interpretasi makna semiotik

forensik dari transkripsi teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan

putusan No. 20/PUU-XIV/2016 secara cermat dan mengorganisasikan

(menata) semua hasil temuan pola bahasa, aspek linguistik forensik,

makna semiotik forensik, dan faktor penyebab terbentuk pola bahasa

dan makna forensik teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan

putusan No. 20/PUU-XIV/2016.

Sebelum menampilkan hasil temuan, terlebih dahulu diberikan contoh-

contoh analisis di setiap bagian. Kemudian, setiap hasil temuan ditampilkan dalam

tabel yang menunjukkan jumlah dan persentase termasuk jumlah totalnya.

Kemudian besar kecilnya dijadikan dominasi bahasa sumber sikap, pemosisian,

dan graduasi.

b. Penyajian data (data display)

Penyajian data merupakan data yang sudah diverifikasi, kondensasi, dan

disimpulkan. Penyajian data dilakukan untuk memudahkan peneliti menarik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

76

simpulan tentang data yang sudah dianalisis. Data display dalam penelitian ini

adalah tampilan data tentang pola bahasa perspektif apraisal, aspek linguistik

forensik, semiotik forensik, dan faktor penyebab pola bahasa dan semiotik

forensik.

c. Menarik simpulan atau verifikasi (conclusion drawing and verification)

Simpulan analisis data pada penelitian ini adalah menganalisis pola

bahasa, aspek linguistik forensik, semiotik forensik, dan faktor penyebab pola

bahasa dan semiotik forensik. Analisis data juga didasarkan pada teori yang

mengemukakan bahwa analisis data dengan ciri kualitatif dilakukan melalui

proses sintesis, pencarian pola-pola, dan penemuan makna (Bogdan dan Biklen,

1998).

Dominasi perolehan sumber apraisal digunakan untuk menjajaki,

memerikan dan menjelaskan bagaimana bahasa digunakan untuk mengevaluasi,

menunjukkan sikap mental, menyusun persona tekstual dan mengelola sikap dan

hubungan antarpribadi. Hasil dominasi juga menjajaki bagaimana penutur dan

penulis menyampaikan penilaian tentang orang pada umumnya, penulis/penutur

lainnya, dan ucapan-ucapannya, objek material, peristiwa dan keadaan, sehingga

membentuk aliansi dengan orang-orang yang sama-sama memiliki pandangan ini

dan memasang jarak dengan orang-orang yang berpandangan berbeda.

Hasil temuan makna semiotik forensik diuraikan dari setiap pasal 5 ayat

(1), (2), dan pasal 44 huruf b serta deskripsi pihak-pihak yang hadir dalam proses

sidang pengadilan. Hasil temuan makna semiotik forensik dianalisis secara

semiotik Pierce.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

77

Hal ini juga sejalan dengan pendapat Seiddel (1998) dalam Moleong

(2006: 248), proses penganalisisan data berjalan sebagai berikut: (1) mencatat

yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal diberi kode agar sumber datanya

tetap dapat ditelusuri, (2) mengumpulkan, memilah-milah mengklasifikasikan,

mensintesiskan, dan membuat indeksnya, (3) berpikir dengan jalan membuat agar

kategori data itu mempunyai makna, mencari, dan menemukan bentuk pola

bahasa dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Bahasa forensik gugatan UU ITE dengan parameter kategori apraisal, data

yang dianalisis dan didistribusikan dan dinterpretasikan untuk melihat status dan

tipe kategori semantik dan gramatikal yang muncul sesuai dengan konteks

berdasarkan sistem apraisal. Konteks berpengaruh pada makna evaluatif karena

kajian evaluatif berkaitan dengan ruang yang melibatkan makna harfiah,

figuratif, dan fungsional. Analisis makna semiotik forensik setiap data gugatan

UU ITE diperoleh dari pasal yang disidangkan, teks pasal UU ITE diidentifikasi

dan diinterpretasi dari perspektif semiotik.

Berikut contoh analisis yang digunakan dalam penelitian ini terkait dengan

pola bahasa perspektif apraisal.

(17) Tafsir Mahkamah Konstitusi terhadap konstitusionalitas yang terdapat dalam ayat atau pasal merupakan tafsir satu-satunya yang mempuyai kekuatan hukum sehingga terdapat dalam ayat pasal atau bagian UU yang memiliki makna ambigu tidak jelas atau multitafsir dapat pula dimintakan penafsirannya kepada mahkamah konstitusi. (DL SP I 21) (sikap>penilaian>sanksi sosial>kapasitas>positif) (sikap>apresiasi>kompleksitas>negatif) (sikap>apresiasi>kompleksitas>negatif) (sikap>apresiasi>kompleksitas>negatif) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 105: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

78

Berdasarkan contoh di atas, secara apraisal dapat dijelaskan bahwa dalam

klausa tersebut terdapat leksis kekuatan, ambigu, tidak jelas, multitafsir, dan

dapat dicetak tebal dengan keterangan bahwa leksis yang bercetak tebal adalah

bahasa evaluatif dan diberi penomoran dalam analisis sumber apraisal.

Contoh analisis semiotik forensik dengan triadik dalam pasal 5 ayat (1)

gugatan UU ITE berikut ini.

Pasal 5

(18) [1] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Segitiga makna atau triadik memiliki tiga titik inti yaitu Representamen (R),

Objek (O), dan Interpretan (I). Dari segitiga makna atau triadik di atas

diinterpretasi makna semiotik forensik.

3.4.3 Penyajian hasil analisis data

Validitas analisis harus didukung sepenuhnya dengan penyajian data yang

cukup terfokus sehingga seluruh data dapat diamati di satu lokasi tertentu dan

secara sistematis disusun untuk menjawab pertanyaan penelitian yang sedang

dihadapi. Penyajian hasil analisis data menggunakan dua metode, yaitu metode

yang bersifat informal dan metode formal (Sudaryanto, 1993:145; Mahsun, 2005:

116).

Metode jenis pertama dilakukan dengan leksis dan klausa, termasuk

penggunaan terminologi yang bersifat teknis. Metode kedua perumusan dengan

menggunakan tanda-tanda atau lambang. Tanda-tanda yang dimaksud yaitu tanda

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 106: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

79

tambah (+), tanda kurang (-), tanda kurung biasa (( )), tanda diikuti oleh (>),

tanda inti/superior (^), tanda kurung siku [ ] dan seterusnya.

Dalam penyajian data ditetapkan teori dan metode penganalisisan data

sebagaimana ditetapkan dalam subbab landasan teori. Cara yang dirancang dalam

penyajian hasil analisis data adalah sebagi berikut:

(1) Dengan menyeleksi hasil analisis ke dalam klausa dan leksis

kemudian dilakukan seleksi sumber sikap, pemosisian, dan graduasi.

Berdasarkan hasil analisis sumber apraisal data bahasa dan aspek

linguistik forensik dipolakan dan diinterpretasi kecenderungan bahasa

evaluatif dalam bahasa forensik gugatan UU ITE;

(2) Mengidentifikasi tanda yang muncul dari pasal 5 ayat (1), (2), dan

pasal 44 huruf b dan menginterpretasi makna semiotik forensik;

(3) Dari hasil pola bahasa dan aspek linguistik forensik serta dominasi

perolehan sumber apraisal sikap, pemosisian, dan graduasi dideskripsi

faktor penyebab terbentuknya pola bahasa gugatan UU ITE.

Selanjutnya dalam bab yang sama dideskripsi faktor penyebab

interpretasi makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE.

Saat penyajian hasil analisis nomor dihilangkan dan diberi lambang yang

digunakan untuk mengapit keterangan sumber sikap, pemosisian, dan graduasi.

Hasil analisis direkapitulasi berdasarkan sumber dan disajikan dalam bentuk tabel

dan model. Hasil rekapitulasi menjadi dominasi untuk menemukan pola bahasa

produk dan menginterpretasi kecenderungan-kecenderungan pesan dan makna

yang terdapat dalam gugatan UU ITE.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 107: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

80

3.5 Pengecekan Keabsahan Penelitian

Agar hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya,

perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan data berdasarkan strategi-strategi validitas

(validity strategies) Creswell (2014:269) yang telah disesuaikan dengan tujuan

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mentriangulasi (triangulate) sumber data menggali kebenaran informasi

melalui dokumen tertulis. Dokumen tertulis tersebut naskah akademik

rancangan UU ITE1, Laporan akhir penelitian hukum tentang efektivitas UU

No. 11 tahun 2008 tentang ITE2, dan Revisi UU ITE tahun 2006.

2. Menerapkan member cheking untuk mengetahui akurasi hasil penelitian.

Membawa kembali laporan akhir apraisal dan semiotik untuk mengecek

apakah sudah akurat atau belum.

3. Membuat deskripsi yang kaya dan padat tentang hasil penelitian

menggambarkan ranah UU ITE.

4. Mengklarifikasi bias yang mugkin dibawa peneliti ke dalam penelitian.

Melakukan refleksi diri terhadap kemungkinan munculnya bias, peneliti

membuat narasi yang terbuka dan jujur sesuai dengan bukti-bukti linguistik.

5. Menyajikan informasi ‟yang berbeda‟ atau ‟naratif‟ dari gugatan UU ITE.

6. Memafaatkan waktu yang relatif lama untuk memahami kasus yang diteliti.

7. Melakukan tanya jawab dengan sesama rekan peneliti

8. Mengajak seorang auditur untuk meriview keseluruhan hasil penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 108: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

81

Dari uraian di atas dapat disimpulkan gugatan UU ITE dianalisis

menggunakan metode kualitatif dengan model analisis data model interaktif.

Kajian ini menggunakan pendekatan linguistik forensik yang berkolaborasi

dengan teori LSF kerangka kerja apraisal.

Apraisal digunakan untuk menganalisis sikap, pemosisian, dan graduasi

dalam penggunaan bahasa forensik. Apraisal digunakan untuk menemukan pola

bahasa dan aspek linguistik forensik dalam gugatan UU ITE. Makna semiotik

forensik ditemukan dari pasal yang digugat, dianalisis dengan semiotik.

Penggunaan bahasa forensik dalam gugatan UU ITE juga mengungkap faktor

penyebab terbentuknya pola bahasa dan makna semiotik dalam gugatan UU ITE

seperti alur berpikir berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 109: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

82

Gambar 3.2 Alur pikir

Sumber Data Kondensasi Data

Penyajian data bahasa forensik

perspektif Apraisal; Makna

Semiotik

Rumusan masalah: 1. Pola bahasa dan aspek

linguistik forensik gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

2. Interpretasi makna semiotik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

3. Faktor penyebab pola bahasa dan makna semiotik forensik gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Penarikan/ Verifikasi

Konsep dan Teori Kolaborasi Linguistik

Forensik dengan Semantik Wacana (Halliday, 2004)

Perspektif Apraisal (Martin dan White, 2005)

dan Semiotik Hukum

Pendekatan Linguistik Forensik

(Gibbons, 2007) (Olsson, 2008)

Analisis Data

Temuan dan Simpulan

Metode Penelitian

Kajian Linguistik Forensik terhadap gugatan Undang-Undang Informasi

dan Transaksi Elektronik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 110: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

83

Catatan Akhir: 1 Naskah akademik rancangan undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik

terdiri atas (1) pendahuluan, (2) prinsip-prinsip hukum regulasi informasi dan transaksi elektronik, (3) model pengaturan informasi dan transaksi elektronik, (4) instrumen internasional di bidang informasi dan transaksi elektronik pengaturan informasi dan transaksi elektronik (UNCITRAL, Word Trade Organization (WTO), Uni Eropa (EU), ASEAN, APEC, OECD), (5) Materi muatan regulasi informasi dan transaksi elektronik (materi muatan rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan bentuk-bentuk pelanggaran yang perlu diatur dalam regulasi pemanfaatan teknologi informasi khususnya informasi dan transaksi elektronik) (6) kesimpulan dan saran. Berdasarkan karakterstik khusus yang terdapat dalam ruang siber, pengaturan dan penegakan hukum tidak dapat menggunakan prinsip-prinsip tradional, kegiatan siber meskipun bersifat virtal tetapi dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata, terdapat beberapa alternatif model pengaturan terkait pemanfaatan teknologi informasi, diperlukan regulasi dibidang teknologi informasi model pengaturan yang bersifat komprehensif, untuk kepastian hukum perlu segera diundangkan UU ITE, masing-masing organisasi mengeluarkan peraturan atau model law yang mengisi satu sama lain (Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia: Naskah akademik rancangan undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik).

2 Laporan akhir penelitian hukum tentang efektivitas UU No. 11 tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik. Laporan ini berisi pendahuuan, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan ITE, tanggapan responden terhadap daftar pertanyaan, efektivitas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dilihat dari aspek pidananya, dan penutup (Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI: Laporan akhir penelitian hukum tentang efektivitas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 111: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

84

BAB IV

PAPARAN DATA

4.1 Pengantar

Bab ini berisi paparan data penelitian terdiri atas tiga bagian yaitu (1) teks

UU ITE, (2) proses sidang pengadilan, dan (3) putusan No. 20/PUU-XIV/2016.

Paparan data dihubungkan berdasarkan masalah penelitian yaitu (1) pola bahasa

dan aspek linguistik forensik perspektif apraisal (2) interpretasi makna semiotik

forensik (3) faktor penyebab terbentuknya pola bahasa, aspek linguistik forensik

dan makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE.

4.2 Paparan Data

4.2.1 Data pola bahasa dan aspek linguistik forensik dalam gugatan UU ITE

Analisis pola bahasa dan aspek linguistik forensik dalam gugatan UU ITE

terdiri atas tiga data yang saling terhubung yaitu (1) data teks UU ITE, (2) data

proses sidang pengadilan, dan (3) data putusan No. 20/PUU-XIV/2016 yang akan

diuraikan satu persatu berikut ini:

4.2.1.1 Data teks UU ITE

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki

dasar hukum Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. UU ITE dianggap perlu untuk diterapkan

mengingat Indonesia saat ini adalah salah satu negara yang menggunakan

teknologi informasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 112: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

85

Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan transaksi elektronik

adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan

komputer, dan/atau media elektronik lainnya (Tobing, 2010).

UU ITE disahkan di Jakarta pada tanggal 21 April 2008 oleh Presiden

Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. UU ITE diundangkan di

Jakarta pada tanggal 21 April 2008 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indoesia Andi Mattalata.

Teks UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 secara keseluruhan terdiri atas 4964

leksis. Teks UU ITE terdiri atas 25 halaman dan penjelasan 13 halaman.

Berdasarkan analisis apraisal jumlah kemunculan apraisal sikap 164 leksis,

pemosisian 160 leksis, dan graduasi 124 leksis. Pola bahasa dalam UU ITE

berasal dari sumber sikap, pemosisian, dan graduasi seperti dalam table sikap

berikut ini.

Tabel 4.1 Sikap dalam teks UU ITE

Sikap teks UU ITE

Penilaian Afek Apresiasi 51,80% 25,60% 22,60%

Sumber sikap terdiri atas unsur afek 42 leksis, penilaian 85 leksis,

apresiasi 37 leksis. Sumber penilaian dalam UU ITE terangkum pada tabel

berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 113: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

86

Tabel 4.2 Sumber penilaian dalam teks UU ITE

No Sumber Penilaian Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/etika>positif 8,20% 2 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/etika>negatif 71,80% 3 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif 5,90% 4 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 7,00% 5 sikap>penilaian>sanksi sosial> verasitas/kebenaran>negatif 2,40% 6 sikap>penilaian>penghargaan sosial>tenasitas>positif 4,70%

Total 100%

Sumber penilaian dalam teks UU ITE terdiri atas sanksi sosial dan

penghargaan sosial. Sanksi sosial terdiri atas proprietas/etika, verasitas/kebenaran

bermakna positif dan negatif. Penghargaan sosial terdiri dari kapasitan bermakna

positif dan tenasitas bermakna positif. Teks UU ITE juga memiliki sumber afek

dengan rekapitulasi persentase pilihan unsur afek pada teks UU ITE dapat dilihat

berikut pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Sumber afek dalam teks UU ITE

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>keamanan>yakin/aman 9,50% 2 sikap>afek>keamanan>positif 14,30% 3 sikap>afek>keamanan>kepercayaan 30,96% 4 sikap>afek>ketidakamanan>kegelisahan 2,38% 5 sikap>afek>ketidakpuasan>ketidaksenangan 9,52% 6 sikap>afek>irealis>kecenderungan>hasrat/keingian 2,40% 7 sikap>afek>irealis>kecenderungan>takut 16,66% 8 sikap>afek>ketidakamanan>negative 14,28% Total 100%

Sumber afek terdiri atas unsur keamanan 6 leksis, unsur keamanan-yakin 4

leksis, keamanan-kepercayaan 13 leksis, ketidakamanan-kegelisahan 1 leksis,

ketidakpuasan-ketidaksenangan 4 leksis, irealis (hasrat) kecenderungan-ingin 1

leksis, dan irealis (hasrat) kecenderungan-takut 7 leksis. Unsur penilaian terdiri

atas (1) sanksi sosial proprietas/etika positif 7 leksis, proprietas negatif 61 leksis,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 114: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

87

verasitas/kebenaran positif 6 leksis, dan verasitas/kebenaran negatif 2 leksis (2)

penghargaan sosial kapasitas positif 5 leksis dan tenasitas positif 4 leksis.

Tabel 4.4 Sumber apresiasi dalam teks UU ITE

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>kualitas>positif 8,10% 2 sikap>apresiasi>keseimbangan>positif 13,52% 3 sikap>apresiasi>keseimbangan>negative 2,70% 4 sikap>apresiasi>valuasi>positif 35,14% 5 sikap>apresiasi>dampak>negative 37,84% 6 sikap>apresiasi>kompleksitas>negative 2,70% Total 100%

Sumber apresiasi terdiri atas kualitas bermakna positif, keseimbangan bermakna

positif dan negatif, valuasi bermakna positif, dampak bermakna negatif, dan

kompleksitas bermakna negatif.

Tabel 4.5 Sumber pemosisian dalam teks UU ITE

No Sumber Pemosisian Jumlah 1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 20,00% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 5,60% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 41,20% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 31,30% 5 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi 1,90% Total 100%

Sumber pemosisian berasal dari heteroglos. Heteroglos terdiri dari

ekstravokalisasi dan intravokalisasi. Sumber ekstravokalisasi terdiri atas satu

unsur asimilasi 32 leksis. Sumber intravokalisasi terdiri atas proklamasi 9 leksis,

modalitas 66 leksis, penyangkalan 50 leksis, dan indrawi 3 leksis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 115: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

88

Tabel 4.6 Sumber graduasi dalam teks UU ITE

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 8,10% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 17,70% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 17,70% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 10,50% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 35,50% 6 graduasi>fokus>tajam 10,50% Total 100%

Sumber graduasi terdiri atas forsa dan fokus. Sumber forsa terdiri atas

unsur tingkatan 10 leksis, metafora 22 leksis, ruang 13 leksis, waktu 44 leksis, dan

sumber fokus hanya terdapat satu unsur tajam 13 leksis.

Teks UU ITE memiliki struktur yang terdiri atas Pendahuluan

(Konsiderans), Bab I Ketentuan Umum, Bab II Asas dan Tujuan, Bab III

Informasi, Dokumentasi, dan Tanda Tangan Elektronik, Bab IV Penyelenggara

Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik, Bab V Transaksi Elektonik, Bab VI

Nama Domain, HAKI, dan Perlindungan Hak Pribadi, Bab VII Perbuatan yang

Dilarang, Bab VIII Penyelesaian Sengketa, Bab IX Peran Pemerintah dan Peran

Masyarakat, Bab X Penyidikan, Bab XI Ketentuan Pidana, Bab XII Ketentuan

Peralihan, dan Bab XIII Ketentuan Penutup.

4.2.1.2 Data sidang pengadilan

Proses sidang pengadilan (sidang panel dan pleno) perkara No. 20/PUU-

XIV/2016 terdiri atas sembilan kali sidang. Dari sembilan sidang tersebut

penelitian ini hanya membahas delapan sidang karena satu sidang berisi tentang

putusan No. 21/PUU-XIV/2016. Sidang perkara No. 20/PUU-XIV/2016 digabung

dengan sidang undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 116: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

89

pidana korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945. Namun, dalam penelitian ini putusan perkara No. 21/PUU-XIV/2016 tentang

undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

tidak dibahas. Penelitian ini membahas sidang perkara No. 20/PUU-XIV/2016

tentang pengujian undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan

transaksi elektronik.

Sidang pengadilan perkara No. 20/PUU-XIV/2016 diadakan di ruang

sidang MKRI. MKRI memiliki sembilan hakim yang diketuai oleh AH. Anggota

majelis hakim MKRI antara lain AU, MMPS, ST, WA, IDGP, PA, AW, dan MFI

dengan Panitera Pengganti CN.

Gambar 4.1 Majelis Hakim MKRI Sumber: Sidang pengadilan MKRI

Data penelitian sidang pengadilan gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-

XIV/2016 terdiri atas delapan kali sidang. Sidang Pengadilan (SP) terdiri atas dua

sidang panel dan enam sidang pleno. Sidang pengadilan terdiri atas delapan tema.

Sidang pengadilan perkara No. 20/PUU-XIV/2016 berdasarkan tema lebih rinci

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 117: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

90

Tabel 4.7 Tema sidang pengadilan perkara No. 20/PUU-XIV/2016

Sidang Pengadilan Perkara

No. 20/PUU-XIV/2016

Tema

SP I pemeriksaan pendahuluan SP II perbaikan permohonan SP III mendengarkan keterangan presiden dan DPR SP IV bagian (1) mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon SP V bagian (2) mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon SP VI mendengarkan keterangan ahli presiden SP VII mendengarkan keterangan ahli/saksi presiden SP VIII pengucapan putusan

Proses sidang pengadilan gugatan UU ITE No. 20/PUU-XIV/2016 terdiri

atas: (1) sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 hari Rabu, tanggal 24

Pebruari tahun 2016 berisi pemeriksaan pendahuluan (2) sidang panel perkara No.

20/PUU-XIV/2016 hari Selasa, tanggal 08 Maret tahun 2016 berisi tentang

perbaikan permohonan (3) sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 dan No.

21/PUU-XIV/2016 hari Senin, tanggal 11 April tahun 2016 bertema

mendengarkan keterangan presiden dan DPR (4) sidang pleno perkara No.

20/PUU-XIV/2016 dan No. 21/PUU-XIV/2016 (bagian satu) hari Rabu, tanggal

20 April tahun 2016 bertema mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon

(5) sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 dan No. 21/PUU-XIV/2016

(bagian dua) hari Rabu, tanggal 20 April tahun 2016 masih mengenai tema

mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon (6) sidang pleno perkara No.

20/PUU-XIV/2016 dan No. 21/PUU-XIV/2016 hari Selasa, tanggal 03 Mei tahun

2016 tentang mendengarkan keterangan ahli presiden (7) sidang pleno perkara No.

20/PUU-XIV/2016 dan No. 21/PUU-XIV/2016 hari Kamis, tanggal 19 Mei tahun

2016 bertema mendengarkan keterangan ahli/saksi presiden (8) sidang pleno

perkara No. 20/PUU-XIV/2016 hari Rabu, 07 September 2016 tentang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 118: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

91

pengucapan putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016. Distribusi data sidang

pengadilan terangkum dalam tabel sikap, pemosisian, dan graduasi berikut ini.

Tabel 4.8 Distribusi data sikap sidang pengadilan

Sidang Pengadilan

(SP) Sikap

Total Penilaian Apresiasi Afek SP I 17 33 32 82 SP II 11 9 4 24 SP III 67 34 18 119 SP IV bagian (1) 144 33 36 213 SP V bagian (2) 186 62 46 294 SP VI 52 22 15 89 SP VII 150 45 20 215 SP VIII 7 25 6 38 Jumlah 634 263 177 1074

Total jumlah data sikap dalam sidang pengadilan diperoleh dari SP I s.d

SP VIII. Kemunculan leksis sumber sikap berjumlah 1074 leksis. Sumber sikap

didominasi oleh SP V bagian 2 dengan jumlah 294 leksis. Sumber sikap terdiri

atas unsur penilaian 634 leksis, apresiasi 263 leksis, dan afek 177 leksis. Berikut

distribusi data pemosisian sidang pengadilan.

Tabel 4.9 Distribusi data pemosisian sidang pengadilan

Sidang Pengadilan

(SP)

Pemosisian

Total Heteroglos

Ekstra vokalisasi

Intravokalisasi Tertutup Terbuka

Asimilasi Penyangkalan Proklamasi Modalitas Indrawi SP I 73 80 5 65 9 232 SP II 15 18 7 7 0 47 SP III 131 130 29 119 13 422 SP IV 164 186 13 141 15 519 SP V 134 286 5 211 12 648 SP VI 100 285 7 186 35 613 SP VII 112 427 15 317 20 891 SP VIII 63 60 39 42 7 211

Jumlah 792 1472 120 1088 111 3583

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 119: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

92

Distribusi data pemosisian terdiri atas unsur heteroglos. Unsur heteroglos

terdiri atas unsur ekstravokalisasi dan intravokalisasi. Sumber pemosisian SP

dengan total jumlah kemunculan 3583 leksis. Sumber pemosisian didominasi oleh

SP VII dengan jumlah kemunculan 891 leksis. Ekstravokalisasi terdiri atas unsur

asimilasi dengan jumlah 792 leksis. Intravokalisasi terdiri atas unsur

penyangkalan 1472 leksis dan proklamasi 120 leksis. Unsur modalitas dengan

jumlah 1088 leksis dan indrawi 111 leksis.

Tabel 4.10 Distribusi data graduasi sidang pengadilan

Sidang

Pengadilan (SP)

Graduasi

Total Fokus Forsa

Intensifikasi Kuantifikasi Tajam Lunak Metafora Tingkatan Waktu Ruang Jumlah

SP I 23 5 8 13 102 28 27 206 SP II 0 0 2 7 47 3 12 71 SP III 10 9 23 38 84 31 30 225 SP IV 11 15 8 43 140 34 50 301 SP V 32 19 26 82 182 4 115 460 SP VI 9 29 21 24 106 20 133 342 SP VII 51 48 57 40 139 19 100 454 SP VIII 7 6 39 9 65 5 19 150 Jumlah 143 131 184 256 865 144 486 2209

Secara keseluruhan data sumber graduasi sidang pengadilan terdiri atas

unsur fokus dan forsa dengan jumlah 2209 leksis. Sumber graduasi didominasi

oleh SP V dengan jumlah 460 leksis. Fokus pada SP terdiri atas unsur tajam 143

leksis dan unsur lunak 131 leksis. Unsur forsa SP terdiri atas Intensitifikasi dan

kuantifikasi. Unsur Intensitifikasi terdiri atas unsur metafora 184 leksis dan

tingkatan 256 leksis. Unsur kuantifikasi terdiri atas unsur ruang 144 leksis, waktu

865 leksis, dan jumlah 486 leksis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 120: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

93

a. Sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP I)

Jumlah kosa kata dalam teks SP I berisi pemeriksaan pendahuluan terdiri atas

4.118 leksis. Berdasarkan analisis apraisal jumlah kemunculan apraisal sikap 82

leksis, pemosisian 232 leksis, dan graduasi 206 leksis. SP I merupakan jenis

sidang panel. Sidang panel memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan

pendahuluan (lihat pasal 10 ayat (1) PMK 6/2005), melaporkan hasil pemeriksaan

dan memberikan rekomendasi kepada rapat pleno permusyawaratan hakim serta

memberikan usulan penggabungan pemeriksaan persidangan dalam keadaan

tertentu (lihat pasal 12 ayat (2) PMK 6/2005).

Gambar 4.2 Keterangan sidang pengadian Sumber: sidang pengadilan MKRI

Sidang panel dihadiri oleh Hakim Ketua AH dan Hakim Anggota IDGP

dan MMPS. Pemohon yang hadir SH, TMA, MAS dan HAN. Sumber sikap unsur

penilaian hakim dan pemohon dalam SP I dapat dilihat pada tabel penilaian

berikut ini.

Tabel 4.11 Sumber penilaian SP I

No Sumber Penilaian Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/etika>positif 21,20% 2 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/etika>negatif 9,10% 3 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif 24,20% 4 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 24,20% 5 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran> negatif 6,10% 6 sikap>penilaian>penghargaan sosial>tenasitas>positif 15,20% Total 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 121: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

94

Sumber penilaian SP I terdiri atas sanksi sosial dan penghargaan sosial.

Sanksi sosial terdiri atas proprietas dan verasitas bermakna positif dan negatif.

Penghargaan sosial terdiri atas kapasitas dan tenasitas bermakna negatif.

Tabel 4.12 Sumber apresiasi SP I

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>kualitas>positif 15,60% 2 sikap>apresiasi>keseimbangan>positif 3,10% 3 sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif 21,90% 4 sikap>apresiasi>valuasi>positif 28,10% 5 sikap>apresiasi>kompleksitas>negatif 31,30% Total 100%

Sumber apresiasi SP I berdasarkan polaritas positif dan negatif terdiri atas

kualitas, keseimbangan, valuasi, dan kompleksitas. Leksis dalam SP I merupakan

sumber daya yang menunjukkan perasaan.

Tabel 4.13 Sumber afek SP I

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>keamanan 11,76% 2 sikap>afek>keamanan>amanah 82,36% 3 sikap>afek>kepuasan-kesenangan 5,88% Total 100%

Sumber afek SP I terdiri atas keamanan, keamanan-amanah, dan kepuasan-

kesenangan. Selain sumber sikap unsur penilaian, apresiasi, dan afek terdapat

sumber pemosisian teks SP I terangkum dalam persentase pemosisian sebagai

berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 122: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

95

Tabel 4.14 Sumber pemosisian SP I

No Sumber Pemosisian Jumlah 1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 31,50% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 2,10% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 28,00% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 34,50% 5 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi 3,90% Total 100%

Pemosisian SP I terdiri atas heteroglos. Heteroglos terdiri atas

ekstravokalisasi dan intravokalisasi. Sumber ekstravokalisasi terdiri atas asimilasi.

Intravokalisasi terdiri atas proklamasi, modalitas, penyangkalan dan indrawi.

Tabel 4.15 Sumber graduasi SP I

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 6,30% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 3,90% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 13,10% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 13,60% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 49,50% 6 graduasi>fokus>tajam 11,20% 7 graduasi>fokus>lunak 2,40% Total 100%

Sumber graduasi terdiri atas forsa dan fokus. Forsa terdiri atas

intensitifikasi dan kuantifikasi. Sumber intensitifikasi terdiri atas unsur tingkatan

dan metafora. Sumber kuantifikasi memiliki unsur jumlah, ruang, dan waktu.

Fokus dalam SP I terdiri atas tajam dan lunak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

persentase graduasi pada SP I di bawah ini.

b. Sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP II)

Jumlah kosa kata dalam teks SP II berisi perbaikan permohonan terdiri

atas 1.568 leksis. Kemunculan apraisal sikap 24 leksis, pemosisian 47 leksis, dan

graduasi 71 leksis. SP II dihadiri hakim ketua hakim Arief Hidayat dan pemohon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 123: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

96

SH. Sumber sikap terdiri atas penilaian, apresiasi, dan afek. Penilaian pada SP II

memiliki bahasa evaluasi yang terangkum dalam tabel apresiasi berikut ini.

Tabel 4.16 Sumber penilaian SP II

No Sumber Sikap Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>positif 9,10% 2 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>negatif 18,20% 3 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 72,70% Total 100%

Penilaian dalam SP II terdiri atas saksi sosial unsur proprietas bermakna

positif dan verasitas bermakna positif. Penghargaan sosial memiliki unsur

kapasitas bermakna negatif. Sumber apresiasi SP II terdiri atas kualitas,

keseimbangan, dan valuasi seperti tabel berikut.

Tabel 4.17 Sumber apresiasi SP II

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>kualitas>positif 22,20% 2 sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif 66,70% 3 sikap>apresiasi>valuasi>positif 11,10% Total 100%

Sumber apresiasi SP II terdiri dari unsur kualitas bermakna positif, keseimbangan

bermakna negtif, dan valuasi bermakna positif.

Tabel 4.18 Sumber afek SP II

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>keamanan>amanah 25,00% 2 sikap>afek>kepuasan>kesenangan 75,00% Total 100%

Sumber afek pada SP II memiliki unsur kepuasan-kesenangan dengan jumlah dan

keamanan-amanah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 124: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

97

Tabel 4.19 Sumber pemosisian SP II

No Sumber Pemosisian Jumlah 1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 31,90% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 14,90% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 14,90% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 38,30% Total 100%

Dari tabel pemosisian SP II di atas terdapat sumber pemosisian yang terdiri atas

intravokalisasi dengan unsur proklamasi, modalitas, dan penyangkalan. Sumber

ekstravokalisasi dengan unsur asimilasi.

Tabel 4.20 Sumber graduasi SP II

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 9,90% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 2,80% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 16,90% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 4,20% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 66,20% Total 100%

Sumber graduasi pada SP II terdiri atas forsa dan fokus. Sumber forsa terdiri atas

intensitifikasi unsur tingkatan, dan metafora. Sumber forsa kuantifikasi unsur

jumlah, ruang, dan waktu.

c. Sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP III)

Jumlah kosa kata dalam teks SP III berisi sidang pleno bertema

mendengarkan keterangan presiden dan DPR terdiri atas 7.866 leksis.

Kemunculan apraisal sikap 119 leksis, pemosisian 422 leksis, dan graduasi 225

leksis. Apraisal sikap dalam SP III dipaparkan dari sumber apresiasi, penilaian,

dan afek dengan persentase berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 125: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

98

Tabel 4.21 Sumber apresiasi SP III

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>kualitas>positif 2,94% 2 sikap>apresiasi>kualitas>negatif 2,94% 3 sikap>apresiasi>keseimbangan>positif 2,94% 4 sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif 23,50% 5 sikap>apresiasi>valuasi>positif 55,90% 6 sikap>apresiasi>dampak>negatif 2,94% 7 sikap>apresiasi>dampak>positif 5,90% 8 sikap>apresiasi>kompleksitas>negatif 2,94% Total 100%

Jenis apresiasi yang muncul dari analisis SP III adalah kualitas bermakna

positif dan negatif, keseimbangan bermakna positif dan negatif, valuasi bermakna

positif, dampak bermakna positif dan negatif, dan kompleksitas bermakna negatif.

Tabel 4.22 Sumber penilaian SP III

No Sumber penilaian Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>positif 4,50% 2 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif 61,20% 3 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif 10,40% 4 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 22,40% 5 sikap>penilaian>penghargaan sosial>tenasitas>positif 1,50% Total 100%

Sumber penilaian SP III terdiri atas sanksi sosial dan penghargaan sosial.

Sumber sanksi sosial terdiri atas proprietas/etika bernilai positif dan negatif dan

verasitas/kebenaran bernilai positif. Sumber penghargaan sosial terdiri atas

kapasitas bermakna positif dan tenasitas bermakna positif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 126: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

99

Tabel 4.23 Sumber afek SP III

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>keamanan 22,20% 2 sikap>afek>keamanan>kepercayaan 5,60% 3 sikap>afek>ketidakamanan>kegelisahan 5,60% 4 sikap>afek>kepuasan>kesenangan 22,20% 5 sikap>afek>ketidakamanan 11,10% 6 sikap>afek>irealis>kecenderungan>takut 33,30% Total 100%

Sumber afek SP III terdiri atas unsur keamanan, keamanan-kepercayaan,

ketidakamanan-kegelisahan, kepuasan-kesenangan, ketidakamanan, dan irealis

kecenderungan merasa takut.

Tabel 4.24 Sumber pemosisian SP III

No

Sumber Pemosisian Jumlah

1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 31,00% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 6,90% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 28,20% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 30,80% 5 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi 3,10% Total 100%

Sumber pemosisian terdiri atas heteroglos. Heteroglos terdiri atas

ekstravokalisasi dan intravokalisasi. Ekstravokalisasi dalam SP III terdiri atas

asimilasi. Intravokalisasi terdiri atas unsur proklamasi, modalitas, penyangkalan,

dan indrawi.

Tabel 4.25 Sumber graduasi SP III

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 16,89% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 10,22% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 13,33% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 13,78% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 37,33% 6 graduasi>fokus>tajam 4,45% 7 graduasi>fokus>lunak 4,00% Total 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 127: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

100

Sumber graduasi SP III terdiri atas forsa dengan unsur intensitifikasi dan

kuantifikasi. Intensitifikasi terdiri atas unsur tingkatan dan metafora. Kuantifikasi

terdisi atas unsur jumlah, ruang, dan waktu. SP III merupakan jenis sidang pleno.

Sidang pleno memiliki wewenang diantaranya untuk melakukan pemeriksaan

pendahuluan, pemeriksaan persidangan (pasal 12 ayat (1) (2) PMK 6/2005), dan

pengucapan putusan Mahkamah Konstitusi (pasal 31 jo pasal 39 PMK 6/2005).

SP III dihadiri oleh hakim ketua AH dan hakim anggota PA (pasal 10 ayat (1) dan

(2) PMK 6/2005).

Pihak pemohon dihadiri oleh MAS, SH, HSN, dan TMR. Sementara dari

DPR tidak hadir. Dari pemerintah dihadiri oleh Mu dari Kumham, YH Direktur

3C Kemenkumham, MD koodinator pada Jamdatun Jagung, Ari dari kejaksaan

dan Su dari Kumham.

MD pembaca keterangan presiden atas permohonan pengujian UU No. 31

tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang pemeriksaan

tindak pidana korupsi terhadap UUD Republik Indonesia tahun 1945. Meriam

Barata Dirjen Seketaris Kominfo pembaca keterangan presiden atas permohonan

pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transkasi elektronik dan

UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi terhadap UUD RI 1945.

d. Sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP IV)

Jumlah kosa kata dalam teks SP IV berisi sidang pleno bagian satu tentang

mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon terdiri atas 10.230 leksis.

Kemunculan apraisal sikap 199 leksis, pemosisian 519 leksis, dan graduasi 301

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 128: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

101

leksis. Leksis sikap terdiri atas unsur penilaian, apresiasi, dan afek seperti tabel

berikut.

Tabel 4.26 Sumber penilaian SP IV

No Sumber Penilaian Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>positif 4,20% 2 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif 77,10% 3 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif 9,00% 4 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 9,70% Total 100%

Sumber penilaian terdiri atas sumber penghargaan sosial terdiri atas kapasitas

bermakna positif. Sanksi sosial terdiri atas proprietas dan verasitas.

Tabel 4.27 Sumber Apresiasi SP IV

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif 27,30% 2 sikap>apresiasi>valuasi>positif 69,70% 3 sikap>apresiasi>valuasi>negatif 3,00% Total 100%

Apresiasi SP IV terdiri atas keseimbangan negatif dan valuasi positif dan negatif.

Tabel 5.28 Sumber afek SP IV

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>keamanan 41,70% 2 sikap>afek>keamanan>amanah 8,30% 3 sikap>afek>keamanan>kepercayaan 11,10% 4 sikap>afek>kepuasan>kesenangan 11,10% 5 sikap>afek>irealis>kecenderungan>takut 27,80% Total 100%

Sumber afek SP IV terdiri atas keamanan, keamanan-amanah, keamanan-

kepercayaan, kepuasan-kesenangan, irealis unsur kecenderungan merasa takut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 129: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

102

Tabel 4.29 Sumber pemosisian SP IV

No

Sumber Pemosisian Jumlah

1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 31,60% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 2,50% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 27,20% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 35,80% 5 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi 2,90% Total 100%

Sumber pemosisian SP IV terdiri atas ekstravokalisasi dan intravokalisasi.

Ekstravokalisasi pada SP IV hanya memiliki unsur asimilasi. Intravokalisasi

dalam SP IV terdiri atas proklamasi, modalitas, penyangkalan, dan indrawi.

Tabel 4.30 Sumber graduasiSP IV

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 14,29% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 2,66% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 16,60% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 11,30% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 46,50% 6 graduasi>fokus>tajam 3,66% 7 graduasi>fokus>lunak 4,99% Total 100%

Sumber graduasi SP IV terdiri atas forsa dengan unsur intensitifikasi dan

kuantifikasi. Intensitifikasi terdiri atas unsur tingkatan dan metafora. Kuantifikasi

terdisi atas unsur jumlah, ruang, dan waktu. Fokus terdiri atas unsur tajam dan

lunak.

SP IV dihadiri oleh hakim Anwar Usman. Pemohon dihadiri oleh M. AS,

SH, HSAN, dan TRMA. Dari DPR RI dihadiri oleh SDA. Pemerintah dihadiri

Mu, AS, YH Direktur D3C Kemenkumham, DE, SH dari kejaksaan, BS dari

Kepala Biro Hukum Kominfo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 130: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

103

Dihadirkan juga ahli pemohon CH, AH, H.A.S. NB, M. SK. Wahiduddin Adams

pemimpin pengambilan sumpah dari ahli pemerintah.

e. Sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP V)

Jumlah kosa kata dalam teks SP V berisi sidang pleno bagian dua masih

mengenai tema mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon terdiri atas

10.802 leksis. kemunculan apraisal sikap 294 leksis, pemosisian 648 leksis, dan

graduasi 460 leksis. Sumber sikap terdiri atas penilaian berikut ini.

Tabel 4.31 Sumber penilaian SP V

No Sumber Penilaian Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>positif 3,76% 2 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif 69,90% 3 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif 13,97% 4 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>negatif 1,07% 5 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 11,30% Total 100%

Sumber penilaian SP V memiliki proprietas/etika bermakna positif dan negatif,

kapasitas bermakna negatif dan positif, dan verasitas/kebenaran bermakna positif.

Sumber apresiasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.32 Sumber apresiasi SP V

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>kualitas>positif 3,22% 2 sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif 17,75 % 3 sikap>apresiasi>valuasi>positif 46,78% 4 sikap>apresiasi>valuasi>negatif 1,61% 5 sikap>apresiasi>dampak>positif 1,61% 6 sikap>apresiasi>kompleksitas>negatif 29,03% Total 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 131: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

104

Sumber apresiasi SP V terdiri atas kualitas bermakna positif, keseimbangan

bermakna negatif, valuasi bermakna negatif dan positif, dampak bermakna positif,

dan kompleksitas bermakna negatif. Sumber afek berikut ini.

Tabel 4.33 Sumber afek SP V

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>keamanan>amanah 2,17% 2 sikap>afek>keamanan>kepercayaan 2,17% 3 sikap>afek>kepuasan>kesenangan 8,70% 4 sikap>afek>ketidakbahagiaan>keamanan positif 36,96% 5 sikap>afek>ketidakbahagiaan>ketidakamanan>negatif 2,18 % 6 sikap>afek>irealis>kecenderungan>takut 47,82% Total 100%

SP V juga memiliki Afek yang terdiri atas keamanan amanah dan

kepercayaan. Afek unsur kepuasan dan kesenangan, unsur

ketidakbahagiaan/keamanan bermakna positif dan negatif, serta irealis

kecenderungan merasa takut.

Tabel 4.34 Sumber pemosisian SP V

No

Sumber Pemosisian Jumlah

1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 20,68% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 0,78% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 32,56% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 44,13% 5 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi 1,85% Total 100%

Sumber pemosisian SP V terdiri atas ekstravokalisasi unsur asimilasi.

Intravokalisasi SP V terdiri atas unsur proklamasi, modalitas, penyangkalan, dan

indrawi. Sumber graduasi terdiri atas tingkatan, metafora, jumlah, ruang, waktu,

tajam, dan lunak seperti tabel berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 132: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

105

Tabel 4.35 Sumber graduasi SP V

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 17,82% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 5,65% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 25,00% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 0,87% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 39,57% 6 graduasi>fokus>tajam 6,96% 7 graduasi>fokus>lunak 4,13 % Total 100%

SP V bagian (2) dihadiri oleh Hakim Anwar Usman bertugas sebagai

ketua sidang, sebagai anggota hakim hadir I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo,

Patrialis Akbar, dan Maria Farida Indrati. Ahli Pemohon dihadirkan EOSH, SB,

dan DADT.

f. Sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VI)

Jumlah kosa kata dalam teks SP VI berisi mendengarkan keterangan ahli

presiden terdiri atas 10.000 leksis. Kemunculan apraisal sikap 89 leksis,

pemosisian 613 leksis, dan graduasi 342 leksis.

Tabel 4.36 Sumber penilaian SP VI

No Sumber Penilaian Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>positif 23,10% 2 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif 17,30% 3 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif 23,10% 4 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 36,50% Total 100%

Sumber penilaian SP VI memiliki proprietas/etika bermakna positif dan negatif,

kapasitas bermakna positif, dan verasitas/kebenaran bermakna positif. Sumber

apresiasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 133: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

106

Tabel 4.37 Sumber apresiasi SP VI

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>kualitas>positif 9,10% 2 sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif 13,60% 3 sikap>apresiasi>valuasi>positif 40,90% 4 sikap>apresiasi>dampak>positif 36,40% Total 100%

Sumber apresiasi SP VI terdiri atas kualitas bermakna positif, keseimbangan

bermakna negatif, valuasi bermakna positif, dampak bermakna positif seperti tabel

berikut ini.

Tabel 4.38 Sumber afek SP VI

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>keamanan>positif 46,70% 2 sikap>afek>keamanan>kepercayaan 33,30% 3 sikap>afek>kepuasan>kesenangan 20,00% Total 100%

Sumber afek SP VI terdiri atas keamanan bermakna positif, keamanan-

kepercayaan, kepuasan-kesenangan lihat persentase pemosisian berikut ini.

Tabel 4.39 Sumber pemosisian SP VI

No Sumber Pemosisian Jumlah 1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 16,30% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 1,15% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 30,35% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 46,50% 5 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi 5,70% Total 100%

Sumber pemosisian SP VI terdiri atas ekstravokalisasi unsur asimilasi.

Intravokalisasi SP VI terdiri atas unsur proklamasi, modalitas, penyangkalan, dan

indrawi. Sumber graduasi terdiri atas tingkatan, metafora, jumlah, ruang, waktu,

tajam, dan lunak seperti tabel berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 134: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

107

Tabel 4.40 Sumber graduasi SP VI

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 7,00% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 6,15% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 38,90% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 5,85% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 31,00% 6 graduasi>fokus>tajam 2,60% 7 graduasi>fokus>lunak 8,50% Total 100%

SP VI dihadiri oleh ketua majelis Hakim Arief Hidayat dengan anggota

majelis Hakim I Dewa Gede Palguna, Patrialis Akbar, dan Maria Farida Indrati.

Pemohon dihadiri oleh MAS, SH, HSAN, TMA. Dari pihak pemerintah dihadiri

oleh Mu, YH direktur 3C Kemenkumham, AJ, DE, SH dari Kejaksaan Agung,

AS. Malau dari Kominfo. Ahli Pemerintah yang dihadirkan Dr. EK pengajar

hukum telematika Universitas Indonesia, Dr SS berhalangan hadir diganti dengan

Prof. HS staf pengajar hukum media Universitas Erlangga.

g. Sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VII)

Jumlah kosa kata dalam teks SP VII berisi mendengarkan keterangan

ahli/saksi presiden terdiri atas 12.282 leksis. Kemunculan apraisal sikap 215

leksis, pemosisian 891 leksis, dan graduasi 454 leksis.

Tabel 4.41 Sumber penilaian SP VII

No Sumber Penilaian Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>positif 6,00% 2 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif 61,30% 3 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif 16,00% 4 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 16,70% Total 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 135: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

108

Sumber penilaian SP VII memiliki proprietas/etika bermakna positif dan negatif,

kapasitas bermakna positif, dan verasitas/kebenaran bermakna positif. Sumber

apresiasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.42 Sumber apresiasi SP VII

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>kualitas>positif 6,70% 2 sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif 8,90% 3 sikap>apresiasi>valuasi>positif 75,60% 4 sikap>apresiasi>valuasi>negatif 2,20% 5 sikap>apresiasi>dampak>positif 4,40% 6 sikap>apresiasi>kompleksitas>negatif 2,20% Total 100%

Sumber apresiasi SP VII terdiri atas kualitas bermakna positif, keseimbangan

bermakna negatif, valuasi bermakna negatif dan positif, dampak bermakna positif,

dan kompleksitas bermakna negatif. Lihat juga sumber afek berikut ini.

Tabel 4.43 Sumber afek SP VII

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>keamanan>positif 30,00% 2 sikap>afek>keamanan>amanah>positif 15,00% 3 sikap>afek>irealis>kecenderungan>takut 55,00% Total 100%

Sumber afek SP VII terdiri atas keamanan bermakna positif, keamanan-amanah

bermakna positif, dan irealis unsur kecenderungan merasa takut.

Tabel 4.44 Sumber pemosisian SP VII

No Sumber Pemosisian Jumlah 1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 12,57% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 1,68% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 35,60% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 47,90% 5 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi 2,25% Total 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 136: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

109

Sumber pemosisian SP VII terdiri atas ekstravokalisasi unsur asimilasi.

Intravokalisasi SP VII terdiri atas unsur proklamasi, modalitas, penyangkalan, dan

indrawi. Sumber graduasi terdiri atas tingkatan, metafora, jumlah, ruang, waktu,

tajam, dan lunak seperti persentase sumber graduasi berikut ini.

Tabel 4.45 Sumber graduasi SP VII

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 8,80% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 12,60% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 22,00% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 4,20% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 30,60% 6 graduasi>fokus>tajam 11,20% 7 graduasi>fokus>lunak 10,60% Total 100%

SP VII dihadiri oleh Arief Hidayat sebagai ketua majelis hakim. Hakim

anggota Manahan MP Sitompul, Suhartoyo dan Patrialis Akbar. Pemohon dihadiri

oleh M. AS dan SH. Dari pemerintah dihadiri oleh M, MB Sekretaris Dirjen

Kominfo, BS Kepala Biro Hukum Kominfo, AM, DE dari Kejagung, dan SF. Dari

ahli pemerintah dihadirkan Dr. M.

h. Sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VIII)

Jumlah kosa kata dalam teks SP VIII berisi pengucapan putusan perkara

No. 20/PUU-XIV/2016 terdiri atas 3.284 leksis. Kemunculan apraisal sikap 38

leksis, pemosisian 211 leksis, dan graduasi 150 leksis dapat dilihat pada

rangkuman tabel sumber skap, pemosisian, dan graduasi berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 137: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

110

Tabel 4.46 Sumber penilaian SP VIII

No Sumber Penilaian Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>positif 28,57% 2 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif 14,29% 3 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif 28,57% 4 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 28,57% Total 100%

Leksis sumber penilaian pada tabel di atas terdiri atas proprietas/etika bernilai

positif dan negatif, kapasitas bermakna positif, dan verasitas/kebenaran bernilai

positif.

Tabel 4.47 Sumber apresiasi SP VIII

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif 24,00% 2 sikap>apresiasi>valuasi>positif 76,00% Total 100%

Sumber apresiasi SP VIII terdiri atas keseimbangan bermakna negatif, valuasi

bermakna positif.

Tabel 4.48 Sumber afek SP VIII

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>kepuasan>kesenangan 16,70% 2 sikap>afek>irealis>kecenderungan>takut 83,30% Total 100%

Sumber afek SP VIII hanya terdiri atas kepuasan-kesenangan dan irealis unsur

kecenderungan merasa takut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 138: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

111

Tabel 4.49 Sumber pemosisian SP VIII

No Sumber Pemosisian Jumlah 1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 29,90% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 18,50% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 19,90% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 28,40% 5 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi 3,30% Total 100%

Sumber pemosisian SP VIII terdiri atas ekstravokalisasi unsur asimilasi.

Intravokalisasi SP VIII terdiri atas unsur proklamasi, modalitas, penyangkalan,

dan indrawi.

Tabel 4.50 Sumber graduasi SP VIII

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 6,00% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 26,00% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 12,70% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 3,30% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 43,30% 6 graduasi>fokus>tajam 4,70% 7 graduasi>fokus>lunak 4,00% Total 100%

Sumber graduasi terdiri atas tingkatan, metafora, jumlah, ruang, waktu,

tajam, dan lunak. SP VIII dihadiri oleh Ketu Hakim Arief Hidayat dan anggota

majelis hakim Manahan MP Sitompul, I Dewa Gede Palguna dan Suhartoyo.

4.2.1.3 Data putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016

Struktur teks putusan tersebut terdiri atas (1) pendahuluan; Mahkamah

Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) yang mengadili perkara dan pemohon SN

(2) duduk perkara, (3) pertimbangan hukum, (4) konklusi, (5) amar putusan, (6)

pendapat berbeda (dissenting opinions), dan (7) pengesahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 139: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

112

MKRI yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945, diajukan oleh SN sebagai pemohon.

Berdasarkan surat kuasa khusus nomor 28/SK-SHP/I/2016 bertanggal 28 Januari

2016 memberi kuasa kepada advokat di kantor hukum SYAMSU

HAMID&PARTNERS, beralamat di Gedung Graha Samali, Lantai 2, R. 2001, Jalan

H. Samali nomor 31 B, Pancoran, Kalibatan-Pasar Minggu, Jakarta Selatan12740.

Amar putusan menyatakan (1) mengabulkan permohonan pemohon untuk

sebagian; (2) menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya; (3)

memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia

sebagaimana mestinya.

Dalam rapat permusyawaratan hakim oleh sembilan hakim konstitusi pada

hari Rabu, tanggal dua puluh dua, bulan Juni, tahun dua ribu enam belas dan hari

Selasa, tanggal tiga puluh, bulan Agustus, tahun dua ribu enam belas, yang

diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada

hari Rabu, tanggal tujuh, bulan September, tahun dua ribu enam belas, selesai

diucapkan pukul 12.42 WIB, oleh sembilan hakim konstitusi dan anggota, dengan

didampingi oleh panitera pengganti, serta dihadiri oleh pemohon/kuasanya,

presiden atau yang mewakili, dan dewan perwakilan rakyat atau yang mewakili.

Teks putusan gugatan UU ITE Nomor 20/PUU-XIV/2016 terdiri atas

33.398 leksis dan 105 halaman. Berdasarkan analisis apraisal jumlah kemunculan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 140: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

113

apraisal sikap 531 leksis, pemosisian 1535 leksis, dan graduasi 1036 leksis.

Sumber sikap terdiri atas unsur afek 193 leksis, penilaian 182 leksis, apresiasi 156

leksis. Persentase sumber sikap dalam putusan terangkum dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.51 Sikap dalam putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Sikap Putusan No. 20/PUU-XIV/2016 Afek Penilaian Apresiasi

36,30% 34,30% 29,40%

Sumber sikap putusan No. 20/PUU-XIV/2016 terdiri dari unsur afek 36,34%,

penilaian 34,27%, dan apresiasi 29,37% yang akan diuraikan satu persatu pada

tabel berikut ini.

Tabel 4.52 Sumber afek dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

No Sumber Afek Jumlah 1 sikap>afek>keamanan>amanah 9,85% 2 sikap>afek>keamanan>kepercayaan 3,63% 3 sikap>afek>keamanan>positif 52,85% 4 sikap>afek>kepuasan>kesenangan 0,50% 5 sikap>afek>irealis>kecenderungan>takut 17,62% 6 sikap>afek>irealis>kecenderungan>hasrat/keingian 15,55% Total 100%

Unsur afek terdiri atas sistem sikap keamanan 102 leksis, keamanan-amanah 19

leksis, keamanan-kepercayaan 7 leksis, irealis (hasrat) kecenderungan-ingin 30

leksis, kepuasan-kesenangan 1 leksis dan irealis (hasrat) kecenderungan-takut 34

leksis.

Tabel 4.53 Sumber penilaian dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

No Sumber Penilaian Jumlah 1 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>positif 18,10% 2 sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif 27,50% 3 sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif 31,30% 4 sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif 23,10% Total 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 141: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

114

Unsur penilaian terdiri atas (1) sanksi sosial proprietas/etika positif 33 leksis,

proprietas negatif 50 leksis, verasitas/kebenaran positif 42 leksis, (2) penghargaan

sosial kapasitas positif 57 leksis.

Tabel 4.54 Sumber apresiasi pada putusan No. 20/PUU-XIV/2016

No Sumber Apresiasi Jumlah 1 sikap>apresiasi>kualitas>positif 0,64% 2 sikap>apresiasi>kualitas>negatif 0,64% 3 sikap>apresiasi>keseimbangan>positif 0,64% 4 sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif 19,88% 5 sikap>apresiasi>valuasi>positif 62,82% 6 sikap>apresiasi>valuasi>negatif 0,64% 7 sikap>apresiasi>kompleksitas>negatif 14,74% Total 100%

Unsur apresiasi terdiri atas (1) reaksi kualitas positif 1 leksis dan kualitas negatif 1

leksis (2) komposisi keseimbangan positif 1 leksis, keseimbangan negatif 31

leksis, dan kompleksitas negatif 23 leksis (3) valuasi positif 98 leksis dan valuasi

negatif 1 leksis.

Tabel 4.55 Sumber pemosisian dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

No Sumber Pemosisian Jumlah 1 pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi 29,10% 2 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi 7,20% 3 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas 27,70% 4 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan 33,20% 5 pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi 2,80% Total 100%

Sumber pemosisian terdiri atas unsur asimilasi 447 leksis, proklamasi 110 leksis,

modalitas 425 leksis, penyangkalan 510 leksis, dan indrawi 43 leksis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 142: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

115

Tabel 4.56 Sumber graduasi putusan No. 20/PUU-XIV/2016

No Sumber Graduasi Jumlah 1 graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan 5,39% 2 graduasi>forsa>intensifikasi>metafora 22,16% 3 graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah 8,48% 4 graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang 5,88% 5 graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu 42,96% 6 graduasi>fokus>tajam 11,67% 7 graduasi>fokus>lunak 3,46% Total 100%

Sumber graduasi terdiri atas unsur tingkatan 56 leksis, metafora 230 leksis, ruang

61 leksis, waktu 446 leksis, lunak 36 leksis dan tajam 121 leksis.

4.2.2 Data makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE

Gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016 diajukan oleh SN

(pemohon yang diwakili oleh kuasa hukum Syamsu Hamid dan Partners)

memohon agar Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian materil pasal 5 ayat (1)

dan ayat (2) dan pasal 44 huruf b undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang

informasi dan transaksi elektronik lembaran negara Republik Indonesia tahun 2008

nomor 58 dan tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 4843, UU

ITE dan pasal 26 a undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas

undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi (lembaran negara Republik Indonesia tahun 2001 nomor 134 dan

tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 4150) terhadap UUD 1945.

Data pasal yang digugat adalah sebagai berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 143: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

116

Tabel 4.57 Pasal yang digugat dalam perkara No.20/PUU-XIV/2016

Pasal Uraian Pasal 5 ayat 1 Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Pasal 5 ayat 2 Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Pasal 44 huruf (b) Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

Makna secara semiotik forensik dilakukan dengan mengidentifikasi dan

interpretasi tanda. Identifikasi makna forensik dianalisis pada pasal 5 ayat (1),

ayat (2), dan pasal 44 huruf b.

Tipologi makna semiotik forensik dalam pasal 5 ayat (1), (2), dan pasal 44

huruf b memiliki tiga titik inti yaitu Representamen (R), Objek (O), dan

Interpretan (I). Tipologi tanda Pasal 5 ayat (1) terdiri atas ® informasi elektronik

dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya dengan makna informasi

elektronik (pemufakatan jahat)/dokumen elektronik (rekaman suara), (O) pasal 31

ayat (3) dengan makna tidak diperoleh dengan cara yang sah, (I) tidak sah dengan

makna tidak sesuai dengan HA yang berlaku di Indonesia.

Pasal 5 ayat (2) terdiri atas ® informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan

makna informasi elektronik (pemufakatan jahat)/dokumen elektronik (rekaman

suara), (O) pasal 31 ayat (3) dan (4) dengan makna perluasan alat bukti tidak

sesuai. (I) tidak sah dengan makna tidak sesuai dengan HA yang berlaku di

Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 144: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

117

Pasal 44 huruf b terdiri atas ® informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik dengan makna informasi elektronik (pemufakatan jahat)/dokumen

elektronik (rekaman suara) alat bukti lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 1

angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) (O) pasal 31 ayat

(3) dan (4) dengan makna alat bukti lain tidak sesuai (tidak diperoleh berdasarkan

tata cara intersepsi) dengan pasal 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan

ayat (3), (I) tidak sah dengan makna tidak sesuai dengan HA yang berlaku di

Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 145: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

118

BAB V

POLA BAHASA DAN ASPEK LINGUISTIK FORENSIK DALAM GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI

DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

5.1 Pengantar

Pembahasan dalam bab ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama tentang

pola bahasa dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

perkara No. 20/PUU-XIV/2016 yang terdiri atas tiga data yaitu (1) teks UU ITE

tahun 2008 (2) sidang pengadilan (3) putusan No. 20/PUU-XIV/2016. Bagian

kedua tentang aspek linguistik forensik dalam gugatan UU ITE. Bagian ketiga

hubungan ontologis dan epistemik pola bahasa dan aspek linguistik forensik

perspektif apraisal dalam gugatan UU ITE.

Dari hasil analisis ditemukan pola bahasa teks UU ITE Sikap ^ Pemosisian

^ Graduasi. Pola bahasa proses sidang pengadilan Graduasi ^ Sikap ^ Pemosisian.

Pola bahasa teks putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016 adalah Pemosisian ^

Graduasi ^ Sikap. Dari aspek linguistik forensik terdapat bukti-bukti linguistik

yang menyatakan bahwa percakapan tersebut berisi lobi atau pemufakatan jahat

tetapi alat bukti tidak sah karena tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di

Indonesia.

5.2 Pola Bahasa dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Sistem dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik berkenaan dengan wilayah makna yang merujuk pada sikap,

pemosisian, dan graduasi. Kerangka apraisal terdiri dari tiga subsistem yang

beroperasi secara paralel seperti jaringan sistem gugatan UU ITE berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 146: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

119

Gambar 5.1 Jaringan sistem (network system) gugatan UU ITE

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 147: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

120

Sistem sikap menunjukkan bagaimanakah sikap penutur atau penulis

dalam menyampaikan pesannya kepada para pendengar dan pembaca baik melalui

teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016.

Subsistem apraisal sikap terdiri atas afek, penilaian, dan apresiasi memiliki

turunan kajian yang bervariasi. Secara keseluruhan teks UU ITE, proses sidang

pengadilan, dan putusan gugatan perkara No. 20/PUU-XIV/2016 terangkum

dalam diagram sistem dan subsistem apraisal sikap berikut ini.

Gambar 5.2 Sikap dalam Gugatan UU ITE

Dari diagram di atas sikap dalam gugatan UU ITE didominasi oleh

unsur penilaian dari ketiga teks. Hal tersebut menggambarkan gugatan UU

ITE merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap pembuat, perumus,

dan pihak-pihak yang hadir dalam proses sidang pengadilan gugatan UU ITE

berorientasi pada penghargaan sosial dan sanksi sosial.

Sistem pemosisian berkaitan dengan siapa yang membuat evaluasi di

dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan gugatan. Kerangka

orientasi dari pemosisian ini lebih mengacu pada makna dalam konteks dialog dan

51,8

25,622,6

59

16,5

24,5

34,3 36,329,4

010203040506070

Penilaian Afek Apresiasi

Sikap dalam Gugatan UU ITE Perkara No. 20/PUU-XIV/2016

UU ITE SP Putusan No.20/PUU-XIV/2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 148: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

121

juga mengacu pada efek retorik dalam gugatan UU ITE. Secara keseluruhan teks

UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

terangkum dalam diagram sistem dan subsistem apraisal pemosisian berikut ini.

Gambar 5.3 Pemosisian dalam Gugatan UU ITE

Pemosisian dalam gugatan UU ITE didominasi oleh unsur penyangkalan

dan modalitas. Hal ini menggambarkan bahwa ketiga teks menggunakan sumber

daya bahasa untuk memposisikan suara pembuat, perumus, dan pihak-pihak yang

hadir dalam proses sidang pengadilan sebagai sesuatu yang ganjil atau penolakan,

beberapa posisi yang berlawanan berkaitan dengan proposisi dan proposal yang

terdapat dalam bahasa teks UU ITE, putusan, dan proses sidang pengadilan.

Modalitas menggambarkan pembuat, perumus, dan pihak-pihak yang hadir dalam

proses sidang pengadilan menggunakan bahasa untuk merealisasikan dan

menyatakan sikap, pandangan, pertimbangan, dan keinginan.

Sistem graduasi berkaitan dengan penggunaan fungsi bahasa menguatkan

atau melemahkan sikap dan pemosisian yang dihubungkan oleh teks gugatan UU

ITE. Secara keseluruhan teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 149: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

122

20/PUU-XIV/2016 terangkum dalam diagram sistem dan subsistem apraisal

graduasi berikut ini.

Gambar 5.4 Graduasi dalam Gugatan UU ITE

Secara keseluruhan graduasi dalam gugatan UU ITE didominasi oleh

unsur waktu. Unsur metafora didominasi oleh putusan No. 20/PUU-XIV/2016.

Hal ini menggambarkan bahwa dalam gugatan UU ITE, waktu digunakan sebagai

pengukuran ketentuan pidana dan rujukan terhadap undang-undang. Metafora

dalam putusan menggambarkan atau melibatkan perubahan UU ITE berdasarkan

keadaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 150: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

123

5.2.1 Pola bahasa dalam UU ITE

Dari hasil analisis ditemukan pola bahasa teks UU ITE Sikap ^ Pemosisian ^

Graduasi seperti jaringan sistem berikut ini.

Gambar 5.5 Jaringan sistem (network system) UU ITE

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 151: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

124

5.2.1.1 Sikap dalam UU ITE

Dari hasil analisis sikap dalam teks UU ITE terbentuk pola Penilaian ^

Afek ^ Apresiasi. Dari sistem tersebut menunjukkan teks UU ITE memiliki

wilayah makna yang merujuk pada sikap pemerintah yang menggambarkan

bagaimana masyarakat harus mematuhi norma yang berlaku dalam UU ITE dan

sanksi yang akan muncul jika terbukti melanggar UU ITE.

Sikap dalam teks UU ITE dapat dilihat dari contoh berikut ini.

(19) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA menimbang bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat. (DT UU ITE 2008 1)

(sikap> penilaian>sanksi sosial>proprietas>positif) (sikap>afek>ketidakamanan>kegelisahan>negatif)

(20) Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai

bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa. (DT UU ITE 2008 3)

(sikap>afek>irealis>keinginan>positif) (sikap>afresiasi>kualitas>positif) (sikap>afresiasi>keseimbangan>positif) (sikap>afresiasi>keseimbangan>positif)

Secara apraisal leksis Esa, dinamika, mengharuskan, optimal, merata, dan

menyebar adalah leksis bahasa evaluatif yang merupakan sumber daya

mengungkapkan keadaan. Leksis Esa memiliki makna „satu‟ merupakan sumber

sikap unsur proprietas/etika bermakna positif. Frasa DENGAN RAHMAT TUHAN

YANG MAHA ESA ditulis dengan menggunakan huruf kapital memiliki makna

untuk menegaskan bahwa UU ITE mencerminkan Indonesia dengan keberagaman

menjadi „satu‟ di mata hukum dalam menegakkan keadilan sebagai wujud

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 152: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

125

perdamaian. Leksis dinamika merupakan sumber daya yang menunjukkan

perasaan ketidakamanan atau kegelisahan bermakna negatif. Kegelisahan

pemerintah akan perkembangan teknologi sehingga mengharuskan untuk

diterbitkannya UU ITE sebagai salah satu norma hukum dalam masyarakat.

Leksis mengharuskan merupakan unsur irealis atau keinginan bermakna

positif. Leksis mengharuskan merupakan keadaan meliputi maksud dan tujuan

atau reaksi yang berhubungan dengan stimulus yang irialis. Ketiga leksis optimal,

merata, dan menyebar adalah sumber apraisal sikap yang merupakan unsur

apresiasi. Leksis optimal, merata, dan menyebar merupakan wilayah makna yang

merujuk evaluasi terhadap pengelolaan teknologi informasi. Leksis optimal

merupakan reaksi kualitas bermakna positif. Leksis merata dan menyebar

merupakan komposisi keseimbagan yang bermakna positif.

Dari tabel sikap UU ITE tahun 2008 terbentuk sumber sikap Penilaian ^

Afek ^ Apresiasi. Penilaian mendominasi sumber sikap dalam teks UU ITE

dengan jumlah 51,80%, diikuti afek dengan jumlah 25,60%, dan terkecil diperoleh

apresiasi dengan jumlah 22,60%. Dari hasil analisis ketiga komponen di atas

ditemukan bahwa teks UU ITE memiliki tipologi sikap dari penulis UU ITE yang

sesungguhnya seperti gambar berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 153: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

126

Gambar 5.6 Tipologi sikap dalam teks UU ITE

Dari gambar di atas dapat disimpulkan sikap dalam teks UU ITE

didominasi unsur penilaian yang terdiri atas dua kategori yang berorientasi pada

penghargaan sosial dan sanksi sosial. Kerangka kerja apraisal dalam parameter

sikap unsur penilaian dalam teks UU ITE terdiri atas unsur penilaian penghargaan

sosial bermakna kapasitas dan tenasitas. Penilaian saksi sosial bermakna verasitas

dan proprietas.

Afek terdiri atas dua subkategori makna positif dan negatif. Afek teks UU

ITE tersebut terdiri dari afek unsur irialis (hasrat)-keinginan, ketidakamanan-

kegelisahan, kepercayaan, dan ketidakpuasan-ketidaksenangan. Apresiasi dalam

teks UU ITE dibagi kedalam reaksi, komposisi, dan valuasi. Reaksi dalam teks

bermakna dampak dan kualitas, komposisi bermakna keseimbangan, dan valuasi.

Ketiga unsur teks UU ITE di atas akan diuraikan secara rinci berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 154: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

127

a. Penilaian dalam teks UU ITE

Penilaian dalam teks UU ITE merupakan wilayah makna yang merujuk

pada sikap unsur proprietas/etika bermakna negatif dengan jumlah 71,80%. Dari

persentase penilaian pada UU ITE tergambar sumber sikap didominasi oleh

proprietas/etika bermakna negatif sebanyak 71,80%. Hal ini menggambarkan UU

ITE merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap dan norma yang

mengatur bagaimana pengguna teknologi informasi harus berprilaku. Penilaian

dalam UU ITE terbagi atas dua kategori yaitu yang berhubungan dengan

penghargaan sosial dan sanksi sosial. Akan tetapi, penilaian yang didominasi UU

ITE adalah penilaian dalam kategori sanksi sosial.

Persentase perolehan penilaian berikutnya diikuti oleh proprietas/etika

bermakna positif dengan jumlah 8,20%. Hal ini menggambarkan penilaian sanksi

sosial bagaimana etika dalam menggunakan teknologi informasi dan penilaian

penghargaan sosial bagaimana tegasnya hukum dalam menjalankan keadilan demi

perdamaian. Ketiga verasitas/kebenaran bernilai positif dengan jumlah 7,00%.

Dari ketiga sumber tersebut penilaian dalam teks UU ITE memiliki wilayah

makna yang merujuk pada sikap penulis terhadap sesuatu yang dibutuhkan

masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi. Lebih jelasnya lihat contoh

sumber daya penilaian dalam teks UU ITE sebagai berikut.

(21) Bahwa pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. (DT UU ITE 2008 6) (sikap>penilaian>penghargaan sosial>tenasitas>positif)

(22) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. (DT UU ITE 2008 128) (sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 155: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

128

Leksis penting merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap

terhadap pentingnya pemanfaatan teknologi informasi. Leksis penting merupakan

penghargaan sosial bermakna tenasitas bernilai positif akan tegasnya kemanfaatan

teknologi informasi dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional.

Contoh di atas merupakan pasal 27 ayat 4 yang terdapat pada Bab VII mengenai

perbuatan yang dilarang. Leksis pemerasan dan pengancaman bermakna negatif.

Kedua leksis merupakan sanksi sosial bermakna proprietas/etika yang akan

dikenakan jika melanggar hukum sesuai dengan yang tertera pada pasal 27 ayat 4.

Leksis penilaian bermakna positif antara lain kekuatan, memberikan,

mengaudit, mengeluarkan, andal, berkewajiban, penting, mengambil alih, akurat,

benar, dipercaya, jelas, kebenaran, baik, esa, keadilan, terlibat dan melakukan.

Makna negatif apraisal sikap penilaian antara lain bohong, menyesatkan,

bobolnya, dibobol, eksploitasi, intersepsi, kesalahan, kelalaian, kebencian,

kesusilaan, perjudian, penghinaan, pencemaran nama baik, permusuhan,

perbuatan, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan,

penyalahgunaan, menyebarkan, memaksa, melanggar, menerobos, melampaui,

menjebol, mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,

menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan, memfasilitasi, manipulasi,

mengganggu, melakukan, dan menyimpang. Unsur penilaian UU ITE secara

umum dapat dibagi dalam dua kategori yaitu yang berhubungan dengan

penghargaan sosial dan yang berorientasi kepada sanksi sosial yang terdapat

dalam tabel berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 156: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

129

Tabel 5.1 Penilaian dalam teks UU ITE

Penghargaan Sosial Positif Negatif kapasitas kekuatan,

memberikan, mengaudit, mengeluarkan

-

tenasitas/kegigihan andal, berkewajiban, penting, mengambil alih.

-

Sanksi Sosial verasitas/kebenaran akurat, benar,

dipercaya, jelas, kebenaran

bohong, menyesatkan

proprietas/etika baik, esa, keadilan, terlibat melakukan

bobolnya, dibobol, eksploitasi, intersepsi, kesalahan, kelalaian, kebencian, kesusilaan, perjudian, penghinaan, pencemaran nama baik, permusuhan, perbuatan, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan, penyalahgunaan, menyebarkan, memaksa, melanggar, menerobos, melampaui, menjebol, mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan, memfasilitasi, manipulasi, mengganggu, melakukan, menyimpang.

Dari tabel penilaian-penghargaan sosial dalam teks UU ITE di atas

penghargaan sosial kapasitas atau kemampuan bernilai positif memiliki leksis

kekuatan, memberikan, mengaudit, dan mengeluarkan. Keempat leksis kapasitas

tersebut menggambarkan kapasitas UU ITE sebagai payung hukum bagi

masyarakat pengguna teknologi informasi. Unsur berikutnya tenasitas/kegigihan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 157: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

130

dalam UU ITE memiliki leksis andal, berkewajiban, penting, dan mengambil alih

bernilai positif. Leksis tenasitas/kegigihan tersebut merupakan penilaian sikap

terhadap ketegasan isi teks UU ITE.

Dari tabel penilaian-sanksi sosial dalam teks UU ITE di atas dapat

digambarkan teks UU ITE memiliki verasitas/kebenaran dengan leksis akurat,

benar, dipercaya, kebenaran, dan jelas bermakna positif. Unsur verasitas

bermakna negatif bohong dan menyesatkan. Unsur proprietas dengan leksis baik,

esa, keadilan, terlibat, dan melakukan bermakna positif dan proprietas bermakna

negatif dengan leksis bobolnya, dibobol, eksploitasi, intersepsi, kesalahan,

kelalaian, kebencian, kesusilaan, perjudian, penghinaan, pencemaran nama baik,

permusuhan, perbuatan, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan,

penyalahgunaan, menyebarkan, memaksa, melanggar, menerobos, melampaui,

menjebol, mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,

menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan, memfasilitasi, manipulasi,

mengganggu, melakukan, dan menyimpang.

b. Afek dalam teks UU ITE

Dari hasil analisis unsur afek dalam UU ITE didominasi oleh unsur

kepercayaan sebanyak 30,96%. Dari persentase tersebut menyimpulkan harapan

pemerintah untuk memberi pelindungan hukum kepada masyarakat sebagai nilai

yang positif. Dari persentase afek dapat digambarkan secara umum sumber sikap

paling dominan adalah kepercayaan dengan jumlah 30,96%. Kedua diikuti oleh

sumber sikap dengan unsur kecenderungan merasa takut dengan jumlah 16,66%.

Ketiga unsur keamanan dan ketidakamanan dengan jumlah 14,28%. Dari jumlah

tersebut dapat dinyatakan bahwa UU ITE diciptakan sebagai payung hukum untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 158: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

131

melidungi hak-hak masyarakat. Sebagai contoh kalimat yang menggambarkan

unsur afek teks UU ITE adalah sebagai berikut.

(23) Bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat. (DT UU ITE 2008 2) (sikap>afek>ketidakamanan>kegelisahan>negatif)

(24) Bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang

demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. (DT UU ITE 2008 4) (sikap>afek>keamanan>kepercayaan>positif)

(25) Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (DT UU ITE 2008 36) (sikap>afek>keamanan>yakin>positif) (sikap>afek>ketidakamanan>kegelisahan>positif)

Dari contoh di atas, leksis dinamika merupakan leksis afek yang bermakna

negatif. Leksis dinamika merupakan jenis ketidakamanan unsur gelisah. Kategori

ini sesuai dengan makna dinamika yaitu kegelisahan pemerintah akan gerak

masyarakat yang menimbulkan perubahan atau dampak dari teknologi yang terus

berkembang dapat menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat.

Pemerintah harus tanggap atas segala kejadian yang terjadi. Sebagai salah satu

upaya pembangunan nasional yang harus terus berkelanjutan dan berkembang

sehingga UU ITE diterapkan sebagai salah satu norma untuk mengatur

penggunaan teknologi informasi dan elektronik secara benar.

Leksis menyebabkan merupakan leksis afek unsur kepercayaan

berdasarkan konteksnya bermakna positif. Leksis menyebabkan dalam kalimat

tersebut bermakna kearah dampak dari perkembangan teknologi yang

mengakibatkan perubahan kehidupan manusia dalam berbagai bidang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 159: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

132

Leksis memengaruhi merupakan unsur kepercayaan yang bermakna

positif. Leksis memengaruhi secara langsung membutuhkan bentuk-bentuk

perbuatan hukum baru sebagai perlindungan hukum dan norma bagi pengguna

media teknologi informasi. Untuk mengembangkan, melindungi, dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat UU ITE dibutuhkan sebagai payung

hukum perlindungan masyarakat dalam menggunakan teknologi.

Dari segi polaritasnya, afek memiliki dua subkategori yaitu positif dan

negatif. Afek digunakan untuk mengekspresikan emosi dan perasaan. Leksis yang

bermakna positif dalam kategori sumber afek teks UU ITE antara lain aman,

dibuat, dikuasakan, diberi wewenang, kuasa, memercayai, memberikan,

membuka, meningkatkan, menyebabkan, menangani, mengembangkan, meminta

bantuan ahli, pengamanan, penyidikan, mewujudkan, melindungi, kebasan dan

perlindungan. Dalam menyampaikan perasaan dapat diekspresikan secara

langsung maupun tidak langsung. Dalam UU ITE unsur irealis

kecenderungan/ketidakcenderungan direalisasikan oleh arus (prilaku).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 160: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

133

Tabel 5.2 Afek dalam teks UU ITE

Kecendrungan/ Ketidakcenderungan

Arus (Perilaku) Watak

hasrat/keinginan mengharuskan, menawarkan - takut ancaman, diancam kehati-

hatian, menakut-nakuti, pengancaman.

Keamanan/Ketidakamanan ketidakamanan kegelisahan

dinamika

-

keamanan kebebasan, perlindungan - kepercayaan aman, dibuat, dikuasakan,

diberi wewenang, kuasa, memercayai, memberikan, membuka, meningkatkan menyebabkan, menangani mengembangkan, meminta bantuan ahli, pengamanan, penyidikan, mewujudkan, melindungi.

-

Kepuasan/Ketidakpuasan ketidakpuasan ketidaksenangan

perselisihan, diperselisihkan

-

Unsur realis kecenderungan/ketidakcenderungan bermakna hasrat

keinginan merupakan arus (prilaku) terdapat pada leksis mengharuskan dan

menawarkan merupakan reaksi terhadap stimulus yang ada atau yang lampau.

Kecenderungan/ketidakcenderungan bermakna takut merupakan arus (prilaku)

terdapat pada leksis ancaman, diancam kehati-hatian, menakut-nakuti, dan

pengancaman. Agar lebih jelas mengenai irealis lihat contoh berikut.

(26) Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa. (DT UU ITE 2008 3) (sikap>afek>realis>keinginan>positif)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 161: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

134

Dari contoh teks konsiderans di atas terdapat leksis mengharuskan yang

merupakan leksis realis. Leksis tersebut memiliki makna hasrat atau keinginan

untuk dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan transaksi

elektronik karena reaksi terhadap stimulus yang sedang berlangsung atau yang

sudah terjadi. Hal ini sekaitan dengan variabel keamanan/ketidakamanan meliputi

keadaan yang berhubungan dengan masalah kesejahteraan ekososial-kecemasan,

ketakutan percaya diri dan kepercayaan.

Unsur keamanan/ketidakamanan dalam teks UU ITE memiliki tiga unsur

yang merupakan arus (prilaku). Unsur tersebut antara lain (1) ketidakamanan-

kegelisahan yang memiliki leksis dinamika. Leksis tersebut berhubungan dengan

masalah keadaan ekososial pengguna teknologi informasi meliputi kegelisahan,

kecemasan, ketakutan akan masalah yang akan muncul sehingga perlu adanya

meningkatkan perlindungan terhadap pengguna teknologi informasi. (2)

keamanan dengan leksis kebebasan dan perlindungan. Leksis keamanan tersebut

meliputi perasaan damai dan kecemasan yang berhubungan dengan lingkungan

(masyarakat) pengguna teknologi informasi. (3) kepercayaan dengan leksis

aman, dibuat, dikuasakan, diberi wewenang, kuasa, memercayai, memberikan,

membuka, meningkatkan, menyebabkan, menangani, mengembangkan, meminta

bantuan ahli, pengamanan, penyidikan, mewujudkan, melindungi. Leksis

keamanan-kepercayaan merupakan leksis yang meliputi keadaan damai dan

kecemasan yang berhubungan dengan UU ITE.

Unsur kepuasan dalam teks UU ITE terdiri atas makna ketidakpuasan dan

ketidaksenagan. Leksis perselisihan dan diperselisihkan merupakan dua leksis

yang sama namun memiliki dua makna yang berbeda dari segi nosi imbuhan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 162: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

135

Pengulangan leksis tersebut menunjukkan bahwa pada leksis selisih merupakan

penegasan. Perselisihan dan diperselisihkan merupakan arus (prilaku) bermakna

ketidaksenagan. Ketidaksenangan akan menimbulkan perselisishan. Untuk

menghindarkan perselisihan maka dibutuhkan payung hukum UU ITE, akan tetapi

terkadang pemahaman makna yang berbeda di masyarakat menimbulkan

perselisihan baru dari realisasi UU ITE.

c. Apresiasi dalam teks UU ITE

Unsur apresiasi dalam teks UU ITE didominasi oleh ungkapan dengan

sistem sikap jenis apresiasi berdampak negatif dengan jumlah 37,84%. Leksis atau

ungkapan dampak yang bermakna negatif merupakan wilayah makna yang

merujuk pada evaluasi terhadap sesuatu yang dibuat dan penampilan yang

dilakukan jika melanggar pasal dalam UU ITE.

Dari persentase pilihan sumber apresiasi terlihat jelas bahwa dampak

bermakna negatif mendominasi teks. Hal ini karena isi butir pasal dalam UU ITE

merupakan dampak dari pelanggaran UU ITE. Lebih jelasnya lihat contoh yang

menggambarkan unsur apresiasi teks UU ITE bermakna positif dan negatif

berikut ini.

(27) Nama domain adalah alamat internet penyelenggara negara, orang,

badan usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet. (DT UU ITE 2008 29) (sikap>apresiasi>kualitas>positif)

(28) Undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan

perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang berada di wilayah hukum indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hokum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. (DT UU ITE 2008 33)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 163: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

136

(sikap>apresiasi>dampak>negatif)

Dari contoh di atas terdapat leksis apresiasi unik dengan makna kualitas

bermakna positif. Leksis unik merupakan wilayah makna yang merujuk pada

bahasa evaluasi terhadap benda atau sesuatu, khususnya kode atau susunan

karakter untuk menunjukkan lokasi tertentu di dunia maya. Leksis unik adalah

reaksi yang menarik perhatian terhadap sesuatu.

Leksis akibat merupakan wilayah makna yang merujuk pada dampak

negatif dari orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam

UU ITE. Leksis akibat merupakan merupakan dampak negatif dari tindakan

perbuatan pelanggaran hukum yang merugikan kepentingan Indonesia.

Dari contoh di atas terdapat juga leksis apresiasi bermakna positif dalam

teks UU ITE yang terdiri atas efektivitas, efisiensi, meningkatkan,optimal,

strategis, dan unik. Makna negatif antara lain akibat, konsekuensi, kesalahan,

kelalaian, dan memaksa.

Tabel 5.3 Apresiasi dalam teks UU ITE

Apresiasi Positif Negatif dampak

- akibat, konsekuensi,

kesalahan kelalaian, memaksa

kualitas optimal, layak, meningkatkan

-

keseimbangan

merata, menyebar, strategis, mempertahankan

bertentangan

valuasi efektivitas, efisiensi, unik, sesuai

-

Dari segi parameter apresiasi terdapat sumber sikap antara lain (1)

apresiasi memiliki polaritas reaksi yang berdampak positif dan negatif. Dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 164: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

137

teks UU ITE terdapat dampak negatif dengan leksis akibat, konsekuensi,

kesalahan, kelalaian, memaksa. Dalam teks UU ITE tidak terdapat dampak

positif. (2) apresiasi bermakna kualitas memiliki polaritas reaksi kualitas positif.

Reaksi kualitas positif memiliki leksis optimal, layak, dan meningkatkan. (3)

apresiasi bermakna keseimbangan memiliki polaritas komposisi keseimbagan

positif. Komposisi keseimbangan positif memiliki leksis merata, menyebar,

mempertahankan dan strategis. (4) apresiasi bermakna valuasi memiliki polaritas

valuasi positif. Leksis yang memiliki polaritas valuasi positif antara lain

efektivitas, efisiensi, sesuai dan unik.

5.2.1.2 Pemosisian dalam teks UU ITE

Dari hasil penelitian ungkapan pemosisian dalam teks UU ITE didominasi

oleh sistem pemosisian unsur modalitas dengan persentase 41,20%. Ditemukan

bahwa unsur heteroglos digunakan untuk menyatakan suara penulis. Hal ini

menunjukkan bagaimana penulis menggunakan sumber daya bahasa untuk

memosisikan suara penulis berkaitan dengan proposisi dan proposal yang

dibawakan bahasa dalam teks UU ITE.

Dari perolehan dominasi modalitas menggambarkan bahwa penulis UU

ITE menggunakan bahasa untuk merealisasikan dan menyatakan sikap,

pandangan, pertimbangan, dan keinginan. Dari persentase pilihan sumber

pemosisian di atas dominasi kedua diperoleh pemosisian unsur penyangkalan

dengan jumlah 31,30%. Ketiga sumber pemosisian bermakna asimilasi sebanyak

20,00%. Keempat sistem pemosisian bermakna proklamasi dengan jumlah 5,60%

dan jumlah terkecil diperoleh sumber pemosisian bermakna indrawi sebanyak

1,90%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 165: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

138

Penulis UU ITE menggunakan bahasa untuk mempertimbangkan posisi

penulis untuk menyatakan penyangkalan, pernyataan, penerimaan, dan perujukan.

Sebagai contoh kalimat yang menggambarkan sumber pemosisian teks UU ITE

sebagai berikut.

(29) Setiap orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak orang lain berdasarkan adanya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik harus memastikan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang ada padanya berasal dari sistem elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan. (DT UU ITE 2008 48) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi)

(30) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. (DT UU ITE 2008 125) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas)

(31) Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. (DT UU ITE 2008 13) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi)

(pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan)

Contoh pasal 7 Bab III tentang informasi, dokumen, dan tanda tangan

elektronik. Leksis menyatakan, berdasarkan, harus, dan bahwa merupakan

sumber daya untuk memosisikan suara penulis. Kalimat pasal 7 terdapat leksis

berdasarkan dengan makna yang berbeda. Leksis berdasarkan yang pertama

mengandung makna menurut adanya informasi elektronik dan/atau dokumen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 166: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

139

elektronik. Leksis berdasarkan yang kedua memakai peraturan perundang-

undangan sebagai dasar dalam menentukan keputusan. Leksis menyatakan

memiliki makna mengatakan dan mengemukakan haknya. Leksis harus memiliki

makna wajib dan mesti sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Leksis

bahwa memiliki makna penguatan isi dan uraian tentang pernyataan hak,

memperkuat hak, atau menolak hak wajib sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Leksis tanpa merupakan leksis penyangkalan yang memiliki makna secara

hukum tidak memiliki hak atau perbuatan melanggar hukum. Leksis dapat

menunjukkan modalitas yang bermakna perbuatan melanggar hukum atau

perbuatan yang membuat masyarakat menerima Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Model pemosisian teks UU ITE tahun 2008 yang ditemukan pemosisian

heteroglos. Heteroglos dalam teks UU ITE menggunakan atau merujuk pada

beberapa suara lain. Teks UU ITE merujuk kepada UUD 1945, Pancasila, dan

hukum acara yang berlaku di Indonesia. Teks UU ITE memiliki leksis pemosisian

yang unik seperti tabel model pemosisian berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 167: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

140

Tabel 5.4 Model pemosisian dalam teks UU ITE

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan - Asimilasi bahwa, berdasarkan,

didasarkan, berhubungan, menurut

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan tetapi, tidak, tanpa, kecuali, bukan.

Proklamasi menimbang, mendukung, membentuk, memutuskan, menetapkan, dinyatakan, menyatakan.

Terbuka

Modalitas harus, dapat, ditetapkan, mungkin, wajib, pasti, izin.

Indrawi dilihat, didengar

Desas-desus - MONOGLOS Representasi -

Heteroglos ekstravokalisasi yang ditemukan adalah leksis asimilasi dengan

leksis bahwa, berdasarkan, didasarkan, berhubungan, dan menurut. Heteroglos

intravokalisasi penyangkalan terdiri atas leksis tetapi, tidak, tanpa, dan kecuali

dan bukan. Leksis proklamasi menimbang, mendukung, membentuk, memutuskan,

menetapkan, dinyatakan, dan menyatakan. Modalitas dengan leksis harus, dapat,

izin, mungkin, ditetapkan, wajib dan indrawi dengan leksis dilihat dan didengar.

5.2.1.3 Graduasi dalam teks UU ITE

Graduasi memberi gambaran penggunaan fungsi bahasa menguatkan atau

melemahkan sikap dan keterbabitan/pemosisian yang dihubungkan dengan teks

UU ITE. Dari hasil penelitian teks UU ITE ditemukan bahwa forsa atau daya yang

merupakan sumber daya untuk memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 168: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

141

paling dominan daripada fokus yang merupakan sumber daya untuk mempertajam

atau memperlunak kualitas UU ITE.

Berdasarkan rekapitulasi pilihan sumber graduasi pada UU ITE ungkapan

graduasi paling banyak muncul sistem graduasi dengan sistem graduasi unsur

kuantifikasi waktu dengan jumlah 35,50%. sumber kedua graduasi bermakna

metafora dan graduasi unsur jumlah dengan jumlah 17,70%. Ketiga sumber

graduasi bermakna ruang dan graduasi bermakna mempertajam dengan jumlah

yang sama 10,50%. Jumlah terkecil sumber graduasi bermakna tingkatan dengan

jumlah 8,10%. Sebagai contoh yang menggambarkan sumber graduasi UU ITE

tahun 2008 jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(32) Peraturan pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya undang-undang ini. (DT UU ITE 2008 203) (graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu)

(33) Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik

dilaksanakan dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia. (DT UU ITE 2008 35) (graduasi>forsa>intensifikasi>metafora)

(34) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang (1) sah. (DT UU ITE 2008 40) (graduasi>fokus>tajam)

Leksis 2 (dua) tahun dan setelah merupakan leksis waktu. Kedua leksis

tersebut sama-sama kuantifikasi pemberian skala waktu untuk memperkuat dan

memperlemah tingkat evaluasi teks UU ITE. Leksis mencerdaskan kehidupan

bangsa merupakan leksis metafora dengan makna cerdas dalam menyelesaikan

persoalan. Leksis sah merupakan leksis mempertajam atau menguatkan proposisi

dengan makna alat bukti hukum yang sesuai dengan kebenarannya. Sumber

graduasi dari leksis di atas berbeda-beda maknanya menurut konteksnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 169: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

142

Model graduasi dalam teks UU ITE terdiri atas fokus dan forsa. Unsur

fokus mempertajam dan memperlunak teks UU ITE. Unsur forsa terdiri atas dua

unsur yaitu intensitifikasi untuk merujuk skala kualitas dan proses pada teks UU

ITE. Pemberian skala yang berkaitan dengan jumlah, ruang, dan waktu seperti

leksis graduasi berikut ini.

Tabel 5.5 Model graduasi dalam teks UU ITE

GRADUASI

FOKUS Tajam memperhatikan, diakui, disahkan,

diawasi, sah, sehingga Lunak -

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi Metafora

mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga, pertumbuhan, perbuatan hukum, pelanggaran, melanggar, dilanggar, melawan

Tingkatan Maha, pesat, lebih Repetisi -

Ukuran/ Jumlah/ Kuantifikasi

Waktu waktu, saat, ketika, pertama, terakhir, setelah, selama, waktu satu kali dua puluh empat jam, paling lama...tahun, telah, tanggal, mulai berlaku, tahun.

Ruang lokasi, di Indonesia, wilayah, ke pusat data, di lingkungan, setempat, di sidang pengadilan

Jumlah satu, sekumpulan, dua, lebih, paling banyak..., sepertiga, dua per tiga.

Aspek forsa dalam unsur mempertajam dengan leksis memperhatikan,

diakui, disahkan, diawasi, sah, dan sehingga. Aspek forsa unsur intensitifikasi

yang merujuk pada metafora dengan leksis mencerdaskan kehidupan bangsa,

menjaga, pertumbuhan, perbuatan hukum, pelanggaran, melanggar, dilanggar,

melawan dan tingkatan dengan leksis maha, pesat, lebih. Unsur kuantifikasi

memberikan gambaran pengukuran waktu dengan leksis waktu, saat, ketika,

pertama, terakhir, setelah, waktu satu kali dua puluh empat jam, paling

lama...tahun, mulai berlaku, dua tahun. Pengukuran ruang dengan leksis lokasi, di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 170: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

143

Indonesia, wilayah, ke pusat data, di lingkungan, setempat, di sidang pengadilan.

Pengukuran jumlah dengan leksis satu, sekumpulan, dua, paling banyak...,

sepertiga, dua per tiga.

5.2.2 Pola bahasa dalam proses sidang pengadilan perkara No.20/PUU-XIV/2016

Sidang pengadilan adalah proses memeriksa dan mengadili perkara pidana

di dalam ruang sidang pengadilan di bawah pimpinan hakim tunggal atau majelis

hakim. Sidang pengadilan dalam gugatan UU ITE terdiri atas (1) sidang pleno

yaitu alat kelengkapan mahkamah dengan sembilan orang hakim konstitusi,

kecuali dalam keadaan luar biasa dengan tujuh orang hakim konstitusi konstitusi

sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat (1), (2), dan (3) undang-undang No. 24

tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan (2) sidang panel yaitu alat

kelengkapan mahkamah dengan beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang

hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat (4) undang-undang No. 24

tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Pasal 1 angka 10,11 PMK 6/2005).

Pemohon menggugat pasal 5 ayat (1) dan (2) terkait pemufakatan jahat.

Data sidang pengadilan merupakan bahasa evaluatif yang dikaji dengan apraisal.

Perspektif ini lebih khusus berhubungan dengan bahasa evaluatif, sikap, dan

emosi dengan seperangkat sumber-sumber yang secara eksplisit memosisikan

proposal dan proposisi teks yang terdapat dalam pasal UU ITE pada perkara No.

20/PUU-XIV/2016 secara interpersonal.

Dari hasil analisis bahasa apraisal menjajaki, memerikan, dan menjelaskan

bagaimana bahasa dalam sidang panel dan pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016

digunakan untuk mengevaluasi, menunjukkan sikap mental, menyusun persona

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 171: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

144

tekstual dan mengelola sikap dan hubungan antarpribadi. apraisal menjajaki

bagaimana penutur (hakim, DPR, ahli pemohon, ahli presiden, dan ahli saksi

presiden) menyampaikan penilaian dalam proses sidang panel dan pleno perkara

No. 20/PUU-XIV/2016 ucapan-ucapannya, objek material, peristiwa, dan keadaan

sehingga membentuk aliansi dengan orang-orang yang sama-sama memiliki

pandangan dan memasang jarak dengan orang-orang yang berpandangan berbeda.

Dari hasil analisis bahasa secara keseluruhan proses sidang pengadilan

ditemukan pola bahasa yaitu Graduasi ^ Sikap ^ Pemosisian. Pola bahasa dengan

cara kerja apraisal tersebut memiliki perolehan leksis yang tidak menjauhi antara

ketiga sumber. Hal ini menggambarkan bahwa proses sidang pengadilan memiliki

wilayah makna bahasa menguatkan dan melemahkan sikap dan pemosisian yang

dihubungkan oleh teks proses sidang pengadilan seperti jaringan sistem SP berikut

ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 172: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

145

Gambar 5.7 Jaringan sistem (network system) Sidang Pengadilan

Sikap bahasa yang terbentuk sumber Penilaian ^ Apresiasi ^ Afek. Dari

sistem sidang pengadilan tergambar bagaimana sikap, penilaian, dan tanggapan

emotif secara jelas dan bagaimana hal ihwal ini tersirat secara tidak langsung,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 173: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

146

dipraduga, atau dibayangkan. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam rincian tabel

berikut ini.

Tabel 5.6 Sikap bahasa sidang pengadilan perkara No. 20/PUU-XIV/2016

Sidang Pengadilan

(SP) Sikap

Penilaian Apresiasi Afek SP I 2,68% 12,54% 18,07% SP II 1,73% 3,42% 2,26% SP III 10,60% 12,92% 10,16% SP IV bagian (1) 22,71% 12,54% 20,33% SP V bagian (2) 29,33% 23,57% 25,98% SP VI 8,20% 8,40% 8,50% SP VII 23,65% 17,11% 11,30% SP VIII 1,10% 9,50% 3,40% Jumlah 100% 100% 100%

Dari tabel sikap bahasa sidang pengadilan perkara No. 20/PUU-XIV/2016

di atas, persentase kemunculan leksis apraisal sikap yang paling dominan adalah

apraisal sikap penilaian dengan jumlah 59,0%, perolehan kedua apresiasi dengan

jumlah 24,50%, ketiga afek dengan jumlah 16,50%. Dari pola tersebut tergambar

bahwa sidang pengadilan perkara No. 20/PUU-XIV/2016 mengekspresikan

keadaan atau menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui proses sidang

pengadilan terbuka di MKRI. Pesan yang tergambar merujuk pada sikap penilaian

yang merujuk pada sikap dan karakter pemohon. Pesan yang sebenarnya

disampaikan dalam proses sidang pengadilan ini adalah bagaimana keadaan emosi

pemohon yang merasa terancam. Pemosisian sidang pengadilan perkara No.

20/PUU-XIV/2016 tergambar pada tabel berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 174: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

147

Tabel 5.7 Pemosisian bahasa sidang pengadilan perkara No. 20/PUU-XIV/2016

Sidang

Pengadilan

(SP)

Pemosisian Heteroglos

Ekstra vokalisasi

Intravokalisasi Tertutup Terbuka

Asimilasi Penyangkalan Proklamasi Modalitas Indrawi SP I 9,20% 5,43% 4,20% 6,0% 8,10% SP II 1,90% 1,22% 5,80% 0,60% 0% SP III 16,54% 8,83% 24,20% 10,90% 11,72% SP IV 20,70% 12,63% 10,80% 13,0% 13,52% SP V 16,90% 19,42% 4,20% 19,40% 10,81% SP VI 12,62% 19,40% 5,80% 17,10% 31,54% SP VII 14,14% 29,00% 12,5% 29,10% 18,01% SP VIII 8,0% 4,07% 32,5% 3,90% 6,30%

Jumlah 100% 100% 100% 100% 100%

Dari hasil rekapitulasi pemosisian bahasa di atas tergambar kecenderungan

leksis pemosisian dalam proses sidang pengadilan didominasi unsur heteroglos.

Bahasa proses sidang pengadilan didominasi oleh penyangkalan dengan jumlah

41,10%. Jumlah dominasi ini menggambarkan bahwa proses sidang pengadilan

menjelaskan suara tekstual memosisikan sebagai sesuatu yang ganjil, penolakan,

dan berlawanan. Tingginya persentase penyangkalan dibandingkan dengan

pemosisian yang lainnya menggambarkan penutur di sidang pengadilan

memposiskan dirinya sebagai posisi berlawanan atau penolakan terhadap

beberapa pasal dalam UU ITE. Hal ini karena pemohon merasa haknya dirugikan

dan secara tidak langsung tergambar bahwa dari proses sidang pengadilan bahwa

gugatan UU ITE diterima sebagian pasal. Graduasi bahasa proses sidang

pengadilan lebih jelasnya digambarkan pada tabel berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 175: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

148

Tabel 5.8 Graduasi bahasa sidang pengadilan perkara No. 20/PUU-XIV/2016

Sidang

Pengadilan (SP)

Graduasi Fokus Forsa

Intensifikasi Kuantifikasi Tajam Lunak Metafora Tingkatan Waktu Ruang Jumlah

SP I 16,08% 3,81% 4,34% 5,07% 11,80% 19,40% 5,55% SP II 0% 0% 1,08% 2,73% 5,43% 2,10% 2,46% SP III 7,0% 6,87% 12,5% 14,84% 9,71% 21,50% 6,17% SP IV 7,70% 11,45% 4,34% 16,80% 16,20% 23,60% 10,30% SP V 22,37% 14,50% 14,13% 32,03% 21,04% 2,80% 23,66% SP VI 6,29% 22,13% 11,41% 9,40% 12,25% 13,90% 27,36% SP VII 35,66% 36,64% 31,0% 15,62% 16,06% 13,20% 20,60% SP VIII 4,90% 4,60% 21,20% 3,51% 7,51% 3,50% 3,90% Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Dari hasil rekapitulasi graduasi bahasa sidang pengadilan perkara No.

20/PUU-XIV/2016 ditemukan sumber graduasi bahasa unsur waktu dengan

jumlah 39,20%. Hal ini menggambarkan bahwa bahasa dalam proses sidang

pengadilan menyampaikan pesannya menggunakan fungsi bahasa memperkuat

dan memperlemah tingkat evaluasi dengan pengukuran waktu.

Dominasi kedua terbentuk unsur jumlah dengan jumlah 22,00%. Hal ini

menggambarkan bahwa pengukuran jumlah juga menjadi pertimbangan dalam

proses sidang pengadilan dalam memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi

terhadap gugatan UU ITE. Hasil analisis apraisal bahasa sidang pengadilan

perkara No. 20/PUU-XIV/2016 akan dibahas secara rinci di bawah ini setiap

proses sidang pengadilan.

5.2.2.1 Pola bahasa dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP I)

Sidang pengadilan pertama (SP I) berjenis sidang panel diadakan hari

Rabu, tanggal 24 Pebruari tahun 2016. Sidang panel mengenai pengujian undang-

undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik [pasal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 176: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

149

5 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 44 huruf (b)]. Tema sidang panel pertama

„pemeriksaan pendahuluan‟.

a. Sikap dalam sidang panel perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP I) Apraisal sikap digunakan sebagai suatu alat untuk menganalisis bahasa

evaluatif sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP I). Sikap dalam SP I

terbentuk pola bahasa forensik Penilaian ^ Apresiasi ^ Afek. Dari pola tersebut

terlihat bagaimana hakim dan pemohon mengekspresikan keadaan. Aspek sikap

dalam SP ITE terdiri atas tiga sumber yaitu apresiasi, penilaian, dan afek. Lebih

jelasnya dapat dilihat dari simpulan tipologi apraisal sikap SP I gambar 5.4

berikut ini!

Gambar 5.8 Tipologi sikap sidang panel (SP I)

Dari gambar tipologi sikap SP I di atas, tiga sumber sikap yaitu apresiasi,

penilaian, dan afek memiliki turunan yang bervariasi. Ketiga sumber

menunjukkan sikap hakim dan pemohon dalam menyampaikan pesannya dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 177: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

150

SP I yang bertema „pemeriksaan pendahuluan‟. Dari analisis ketiga sumber

ditemukan sikap sesungguhnya penutur SP I. Sikap dan pesan dalam SP I akan

diuraikan secara rinci di bawah ini.

1. Penilaian dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP I)

Penilaian merupakan sumber daya yang menilai karakter atau watak.

Penilaian dalam SP I merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap hakim

dan pemohon. Selain hakim pada SP I hadir pemohon SH, TMA, MAS, dan HAN.

Pemohon adalah kuasa hukum SN berasal dari Advokat di kantor hukum SH dan

Partners.

Sikap yang paling dominan adalah verasitas/kebenaran bermakna positif

dengan jumlah 24,20% kemudian diikuti kapasitas bermakna positif dengan

jumlah 24,20%. Ketiga proprietas/ etika bermakna positif dengan jumlah 21,20%.

Perolehan terendah verasitas/kebenaran bermakna negatif dengan jumlah 6,10%.

Sistem sikap ini terbentuk dari leksis dan konteks ujaran dalam SP I dengan tema

„pemeriksaan pendahuluan‟. Sikap hakim dan pemohon dalam SP I

menggambarkan bahwa hakim memiliki sumber daya verasitas/kebenaran

bermakna positif. Selain itu penilaian yang muncul dari SP I tergambar penilaian

proprietas bermakna positif dan kapasitas bermakna positif. Hal ini tergambar

sikap hakim dalam SP I memiliki sumber daya yang mengungkapkan kejujuran,

etika, dan kemampuan hakim dalam memeriksa permohonan yang diajukan

pemohon kepada MK. Dalam SP I Penilaian dibagi dalam dua kategori yaitu yang

berhubungan dengan penghargaan sosial dan yang berorientasi kepada sanksi

sosial seperti tabel berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 178: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

151

Tabel 5.9 Penilaian dalam SP I

Penghargaan Sosial Positif Negatif kapasitas kekuatan - tenasitas/kegigihan cermat, cermati, dicermati,

kecermatan, mencermati -

Sanksi Sosial verasitas/kebenaran benar, jelas, jelaslah - proprietas/etika adil, fair, seadil-adilnya -

Dari tabel penilaian penghargaan sosial di atas terdapat dua makna

penghargaan sosial dalam teks SP I yaitu kapasitas dan tenasitas. Leksis kapasitas

kekuatan merupakan leksis yang menggambarkan kemampuan. Leksis kekuatan

bermakna positif. Leksis cermat, cermati, dicermati, kecermatan, dan mencermati

adalah leksis yang menggambarkan tenasitas hakim. Dengan pengulangan leksis

menggambarkan ketegasan atau penegasan yang sangat jelas dari hakim untuk

memeriksa kembali permohonan yang disampaikan agar lebih jelas. Untuk lebih

jelasnya diuraikan pada contoh berikut ini.

(35) Perkara saudara permohonannya sudah diterima di kepanitraan yang secara tertulis dengan bukti. Oleh karna itu, majelis sudah membaca dan mencermati permohonan anda secara tertulis. (DL SP I 11) (sikap>penilaian>penghargaan sosial>tenasitas/kegigihan>positif)

(36) Tafsir mahkamah konstitusi terhadap konstitusionalitas yang

terdapat dalam ayat atau pasal merupakan tafsir satu-satunya yang mempuyai kekuatan hukum sehingga terdapat dalam ayat pasal atau bagian UU yang memiliki makna ambigu tidak jelas atau multitafsir dapat pula dimintakan penafsirannya kepada mahkamah konstitusi. (DL SP I 21) (sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif).

Dari di atas terdapat leksis mencermati. Leksis mencermati merupakan

leksis bahasa evaluatif yang menggambarkan penilaian. Leksis mencermati

merupakan leksis tenasitas/kegigihan bermakna positif. Dari leksis tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 179: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

152

tergambar kegigihan hakim membaca dan mencermati permohonan yang

disampaikan pemohon secara tertulis.

Leksis kekuatan yang merupakan bahasa evaluatif bermakna positif.

Leksis kekuatan pada contoh ini merupakan wilayah makna yang merujuk pada

karakter hakim. Leksis kekuatan adalah leksis penilaian kapasitas majelis hakim

yang memiliki kekuatan hukum.

Dari tabel sanksi sosial di atas didapat leksis sanksi sosial verasitas benar,

jelas, dan jelaslah. Sanksi sosial kedua yaitu proprietas dengan leksis adil, fair,

dan seadil-adilnya. Keenam leksis tersebut merupakan bahasa evaluatif bermakna

positif. Penilaian sanksi sosial SP I juga terdapat penilaian sanksi sosial proprietas

bermakna negatif yaitu leksis dilanggar, melanggar, dan dilarang seperti contoh

berikut ini.

(37) Pemohon: “Ok. Sebagai negara salah satu esensi negara hukum adalah adanya jo proses of law penekanan terhadap proses of law sebagai salah satu ciri negara hukum membawa konsekuensi membawa tindakan aparatur tindakan penyelengara negara bukan saja harus didasarkan atas norma-norma hukum materil yang adil tapi juga harus didasarkan pada hukum formil yang mengatur prosedur untuk menegakkan ketentuan-ketentuan hukum materil yang memenuhi syarat keadilan norma-norma hukum prosedur itu haruslah bersifat fair ...” (DL SP I 64) (sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/etika>positif)

Leksis adil dan keadilan yang memiliki kata dasar sama bermakna positif.

Leksis adil, keadilan, dan fair merupakan leksis penilaian proprietas. Leksis adil,

keadilan, dan fair menggambarkan sikap pemohon berusaha mendapatkan

keadilan melalui sidang pengadilan dengan cara menggugat sebagian pasal yang

terdapat pada teks UU ITE. Leksis fair merupakan leksis propritas bermakna

positif. Leksis fair merupakan bahasa evaluatif yang memiliki arti adil dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 180: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

153

berimbang. Di depan leksis fair terdapat frasa haruslah bersifat fair. Pemohon

menyampaikan permohonan kepada hakim dan memberi penegasan bahwa

prosedur penegakan hukum harus memenuhi syarat keadilan.

2. Apresiasi dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP I)

Apresiasi dalam SP I merupakan wilayah makna yang merujuk pada

bahasa evaluasi terhadap sesuatu dengan tema pemeriksaan pendahuluan. Wilayah

makna apresiasi pada teks SP I memiliki makna yang bervariasi antara polaritas

positif dan negatif. Apresiasi polaritas positif antara lain leksis bagus, rapi,

potensial,cukup,bertentangan, wajar, dipastikan, sesuai, berkesesuaian, spesifik,

dan khusus. Apresiasi polaritas bermakna negatif antara lain arbitrer, sewenang-

wenang,ambigu, multitafsir, ketidakjelasan, kekaburan, rancu, tidak jelas, dan

tidak pasti.

Apresiasi SP I memiliki sumber bahasa yang paling dominan kompleksitas

negatif dengan jumlah 31,30%. Kedua valuasi positif dengan jumlah 28,10%.

Ketiga keseimbangan negatif dengan jumlah 21,90%. Perolehan terendah

keseimbangan bermakna positif dengan jumlah 3,10%. Dari dominasi tersebut

menggambarkan apresiasi SP I memiliki kompleksitas bermakna negatif.

Kompleksitas negatif diiringi valuasi bernilai positif yaitu evaluasi terhadap

permohonan. SP I memiliki bentuk bahasa evaluasi dengan wilayah makna yang

berhubungan dengan proses mental-cara memandang sesuatu perkara dengan tema

pendahuluan permohonan yang bernilai positif. SP I juga terbentuk keseimbangan

negatif bahasa evaluasi dengan wilayah makna yang berhubungan dengan

komposisi dari pemeriksaan pendahuluan pemohon seperti jenis apresiasi berikut

ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 181: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

154

Tabel 5.10 Apresiasi dalam SP I

Apresiasi Positif Negatif kualitas bagus, rapi,potensial,

cukup, -

keseimbangan bertentangan, wajar, dipastikan,

arbitrer, sewenang-wenang,

kompleksitas ambigu, multitafsir ketidakjelasan, kekaburan, rancu, tidak jelas, tidak pasti

valuasi sesuai,berkesesuaian, spesifik, khusus

-

Dari tabel jenis apresiasi SP I di atas terdapat leksis bagus, rapi, potensial,

dan cukup dengan makna kualitas memiliki polaritas kualitas positif. Leksis

bertentangan, wajar, dan dipastikan dengan makna keseimbangan yaitu polaritas

keseimbangan positif. Leksis arbitrer dan sewenang-wenang merupakan makna

Apresiasi keseimbangan yaitu polaritas keseimbangan negatif. Leksis ambigu,

multitafsir, ketidakjelasan, kekaburan, rancu,tidak jelas, dan tidak pasti

merupakan makna kompleksitas yaitu polaritas negatif. Leksis sesuai,

berkesesuaian, spesifik, dan khusus merupakan valuasi yaitu polaritas positif

seperti contoh berikut ini.

(38) Tiga kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial. (DL SP I 29) (sikap>apresiasi>valuasi>positif)

(39) Ketentuan-ketentuan tentang prosedur tidak boleh bersifat arbitrer

menurut selera penyelengara kekuasaan negara. (DL SP I63) (sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif).

Leksis spesifik merupakan wilayah makna yang berhubungan dengan

proses mental cara pemohon memandang tiga kerugian konstitusional secara

khusus. Leksis spesifik merupakan valuasi positif. Contoh di atas terdapat leksis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 182: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

155

arbitrer yang merupakan wilayah makna berhubungan dengan persepsi atau

pandangan kita pada sebuah urutan atau prosedur hukum. Prosedur hukum tidak

boleh bersifat arbitrer yang bermakna sewenang-wenang atau bersifat mana suka.

Leksis arbitrer dalam konteks ini adalah polaritas dengan komposisi

keseimbangan negatif.

3. Afek dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016(SP I)

Afek pada SP I membicarakan ungkapan emosi dan perasaan dengan tema

pendahuluan permohonan yang dihadiri oleh hakim dan pemohon. Dari

rekapitulasi afek maka ditemukan dominasi leksis afek pada SP I memiliki sistem

bahasa forensik keamanan/amanah dengan jumlah 82,36%. Urutan kedua pola

keamanan dengan jumlah 11,76% dan kepuasan-kesenangan dengan jumlah

terkecil 5,88%. Dari dominasi tersebut tergambar bahwa SP I merupakan sumber

daya yang menunjukkan perasaan keamanan yang amanah cukup tinggi seperti

uraian leksis dan tabel berikut ini.

Tabel 5.11 Afek dalam SP I

Keamanan/ Ketidakamanan

Arus (Perilaku) Watak

keamanan amanah

ditegaskan, menegaskan

-

Kepuasan/Ketidakpuasan kepuasan kesenangan

- hormati

Kecendrungan/Ketidakcenderungan takut hati-hati - Afek Positif Negatif keamanan/ ketidakamanan

jaminan, keamanan, kepastian, perlindungan.

-

Leksis ditegaskan dan menegaskan merupakan leksis keamanan-amanah yang

merupakan arus (prilaku) lebih jelas diikuti contoh berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 183: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

156

(40) Ketentuan serupa juga ditegaskan dalam pasal 10 ayat 1 a UU No.24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8tahun 2011 tentang perubahan atas UU No.24tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi yang menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. (DL SP I 18) (sikap>afek>keamanan>amanah)

Leksis menegaskan pada konteks kalimat di atas merupakan wilayah makna yang

menyatakan keyakinan dan kepercayaan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang

untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

Variabel lain dari afek dikelompokkan pada kepuasan/ketidakpuasan. Dari tabel di

atas terdapat satu leksis hormati yang bermakna kepuasan atau kesenangan seperti

contoh berikut.

(41) Hadirin yang kami hormati demikianlah persidangan hari Rabu 24 Pebruari 2016 untuk perkara No. 20/PUU-XIV/2016 telah selesai. (DL SP I 159). (sikap>afek>kepuasan>kesenangan).

Leksis hormati merupakan sumber daya yang menunjukkan watak untuk

mengungkapkan perasaan. Dari tabel jenis afek di atas, terdapat beberapa leksis

keamanan yaitu jaminan, keamanan, kepastian, dan perlindungan seperi contoh

berikut.

(42) Proses penyelidikan dan pemanggilan yang didasarkan atas bukti yang tidak sah jelas melanggar prinsip jo process of law yang merupakan refleksi dari prinsip negara hukum yang dianut negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 dan juga melanggar prinsip pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana yang diatur dalam pasal 28 D ayat 1 serta melanggar hak privasi yang wajar pemohon yang dijamin dalam pasal 28 G ayat 1 UUD 1945. (DL SP I 55). (sikap>afek>keamanan)

Leksis jaminan dan perlindungan pada konteks contoh di atas merupakan

sumber daya yang menunjukkan sesuatu yang bernilai positif. Leksis jaminan dan

perlindungan adalah leksis keyakinan dan kepercayaan yang menunjukkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 184: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

157

kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam pasal 28 D ayat 1. Dari

tabel di atas terdapat leksis hati-hati yang merupakan arus (prilaku)

kecenderungan merasa takut seperti contoh berikut.

(43) Jadi sesuai dengan yang disarankan oleh yang mulia Pak Palguna tadi ini harus hati-hati karna inikan masih dalam proses untuk memperoleh bukti-bukti lainya. (DL SP I 121) (sikap>afek>kecendrungan/irialis).

Leksis hati-hati berhubungan dengan masalah ekososial dengan masalah maksud

atau keinginan pengejaran tujuan. Leksis hati-hati merupakan stimulus yang

mungkin terjadi.

2. Pemosisian dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP I)

Pemosisian dalam SP I menggunakan sumber daya bahasa untuk

memposisikan suara hakim dan pemohon yang berkaitan dengan proposisi dan

proposal yang dibawakan bahasa dalam teks SP I. Orientasi dari pemosisian teks

SP I mengacu pada makna dalam dialoq antara hakim dan pemohon serta paparan

dari pembacaan permohonan dari pemohon.

Sumber pemosisian SP I dengan dominasi sumber pemosisian bermakna

penyangkalan dengan jumlah 34,50%. Dari dominasi tersebut menjelaskan suara

tekstual memosisikan pemohon sebagai sesuatu yang ganjil atau penolakan.

Beberapa posisi berlawanan terhadap UU ITE sehingga diajukan permohonan

sesuai dengan tema SP I yaitu pengajuan permohonan. Posisi kedua adalah

pemosisian bermakna asimilasi dengan jumlah 31,50%. Dominasi ketiga bentuk

pemosisian bermakna modalitas dengan jumlah 28,00%. Lebih jelasnya

dirangkum pada tabel model pemosisian SP I berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 185: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

158

Tabel 5.12 Model pemosisian SP I

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan - Asimilasi Bahwa, berdasarkan, jelaskan,

menambahkan, mengatakan, menjelaskan, menurut

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan Belum, bukan, enggak, ngak, tidak, tanpa, tapi,

Proklamasi menyatakan

Terbuka

Modalitas Akan, bisa, boleh, dapat, harus, ingin, pasti

Indrawi Didengar, dilihat kedengarannya, kelihatannya, melihat, mendengarkan

Desas-desus - MONOGLOS Representasi -

Dari tabel model pemosisian SP I terdapat makna asimilasi dengan leksis

bahwa, berdasarkan, jelaskan, menambahkan, mengatakan, menjelaskan dan

menurut. Leksis penyangkalan belum, bukan, enggak, ngak, tidak, tanpa,tapi.

Leksis proklamasi menyatakan, leksis modalitas akan, bisa, boleh, dapat, harus,

ingin, pasti. Leksis indrawi didengar, dilihat, kedengarannya, kelihatannya,

melihat, dan mendengarkan. Untuk lebih jelasnya leksis-leksis tersebut dapat

dilihat pada contoh berikut ini.

(44) Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir tentang yang putusannya bersifat final menguji UU terhadap UUD 1945. (DL SP I 17) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi)

(45) Menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi

adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dimaksud dengan berlakunya UU yang dimohonkan pengujian adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak akan terjadi lagi. (DL SP I 30)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 186: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

159

(pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas)

Dari contoh di atas terdapat leksis bahwa dan berdasarkan yang

merupakan sumber daya bahasa untuk memposisikan pemohon berkaitan dengan

proposisi dan proposal yang dibawakan dalam tema pemeriksaan pendahuluan.

Leksis bahwa dan berdasarkan sama-sama bermakna asimilasi. Leksis bahwa

merupakan sumber daya yang memposisikan pemohon dengan membenarkan

bahwa MK berwenang dan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir tentang

putusannya yang bersifat final menguji UU terhadap UUD 1945. Leksis

berdasarkan merupakan leksis merujuk dengan merepresentasikan proposisi

sebagai dasar.

Leksis menurut, dapat, akan, dan tidak. Leksis dari contoh tersebut

memiliki makna yang bervariasi. Leksis menurut bermakna asimilasi. Leksis

menurut merupakan leksis merujuk yang merepresentasikan proposisi penalaran

dalam subjektivitas suara eksternal. Leksis dapat dan akan bermakna modalitas.

Leksis dapat dan akan merupakan opini pemohon dalam memposisikan dirinya

untuk dimohonkan pengujian terhadap UU ITE. Leksis tidak bermakna

penyangkalan. Leksis tidak merupakan suara tekstual memosisikan pemohon

sebagai suatu yang mengadakan penolakan atas sebagian pasal dalam UU ITE.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 187: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

160

3. Graduasi dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP I) Graduasi dalam SP I berkaitan dengan penggunaan fungsi bahasa

menguatkan atau melemahkan sikap dan pemosisian yang dihubungkan oleh teks

proses sidang pengadilan. Sikap dalam SP I diperkuat dan diperlemah yang

berkaitan dengan graduasi. Pemosisian juga menilai skala untuk tingkat intensitas

yang terhubung dengan graduasi.

Sumber graduasi yang paling dominan adalah unsur waktu dengan jumlah

49,50%. Hasil sumber graduasi pada unsur waktu sangat mendominasi

dibandingkan bentuk yang lainnya yaitu unsur ruang dengan jumlah 13,60% dan

urutan ketiga unsur jumlah 13,10%. Hasil dari analisis graduasi teks SP I

didominasi oleh forsa. Hal ini menggambarkan SP I memiliki fungsi bahasa untuk

memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi. SP I diperkuat dan diperlemah

dengan kemunculan leksis kuantifikasi waktu. Agar lebih jelas dapat dilihat pada

model graduasi bahasa forensik SP I di bawah ini berdasarkan contoh dari SP I.

Tabel 5.13 Model graduasi bahasa forensik SP I

GRADUASI

FOKUS Tajam jelas-jelas, sah Lunak seperti

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi Metafora mengawal,

menegakkan,berwenang Tingkatan mulia Repetisi -

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu hari.., kapan, kesempatan, ketika, pertama, sebelum, tahun, tanggal, terakhir, terlebih dahulu, setelah, nantikan, permulaan, tadi, selanjutnya,sekarang

Ruang di samping, disebelah, di atas, di dalam, ke alamat, disini, kesana, disitu

Jumlah banyak, sedikit, semua, sering, seluruhnya, selebihnya, setelah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 188: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

161

Leksis graduasi SP I terdiri dari fokus dan forsa. Fokus memiliki unsur

mempertajam dan memperlunak. Leksis mempertajam antara lain leksis jelas-

jelas, sah dan leksis memperlunak seperti. Forsa memiliki dua unsur yaitu

intensifikasi dan kuantifikasi. Forsa meliputi penilaian pada tingkat intensitas dan

kuantifikasi. Intensitifikasi yang terdapat pada SP I adalah metafora dengan leksis

mengawal, menegakkan, dan berwenang. Intensitifikasi tingkatan memiliki leksis

mulia. Kuantifikasi waktu dengan leksis ketika, pertama, sebelum, tahun..,

tanggal.., terakhir, terlebih dahulu, setelah, nantikan, permulaan, tadi,

selanjutnya, dan sekarang. Kuantifikasi ruang dengan leksis di samping,

disebelah, di atas, di dalam, ke alamat, di sini, ke sana, dan di situ. Kuantifikasi

jumlah dengan leksis banyak, sedikit, semua, sering, seluruhnya, selebihnya, dan

setelah. Leksis-leksis tersebut lebih jelas jika dikaitkan dengan konteksnya seperti

contoh berikut.

(46) Hadirin dimohon berdiri yang mulia Majelis Hakim Konstitusi memasuki ruang persidangan. (DL SP I 1) (graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan) (graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang)

(47) Arief Hidayat: “Baik. Saudara kuasa pemohon perlu saya

sampaikan, ini sidang pendahuluan yang pertama”. (DL SP I 10) (graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu).

Leksis mulia pada contoh di atas merupakan penilaian pada tingkat

intensitas memuliakan ketua sidang pengadilan. Leksis ruang merujuk pada

tempat persidangan. Leksis pertama merupakan leksis pemberian skala yang

berkaitan dengan waktu karena sidang pengadilan dilakukan sebanyak delapan

kali.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 189: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

162

5.2.2.2 Pola bahasa dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP II)

1. Sikap dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 SP II)

Sidang pengadilan (SP II) dengan jenis sidang panel diadakan hari Selasa,

tanggal 8 Maret 2016. Tema sidang panel ini adalah „perbaikan permohonan‟.

Sikap dalam SP II yang terbentuk pola bahasa forensik Penilaian ^ Apresiasi ^

Afek. Pola Sikap dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 ini

menggambarkan bahwa SP II menggambarkan penilaian hakim terhadap

permohonan pemohon.

Gambar 5.9 Tipologi sikap sidang panel (SP II)

a. Penilaian dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP II)

Penilaian merupakan sumber daya yang menilai karakter atau watak.

Penilaian dalam SP II merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap hakim

dan pemohon dalam sidang dengan tema perbaikan permohonan. Penilaian dalam

SP II penilaian didominasi oleh verasitas/kebenaran positif dengan jumlah

72,70%. Dominasi kedua dengan kapasitas negatif dengan jumlah 18.20% dan

ketiga unsur proprietas/etika positif dengan jumlah 9,10%. Dari persentase di atas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 190: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

163

SP II merupakan wilayah makna yang merujuk karakter hakim dan pemohon.

Pada SP II terbentuk penilaian verasitas bermakna positif. Hal ini karena pada

sidang panel dengan tema „perbaikan permohonan‟ untuk memohon kebenaran

dengan kapasitas pemohon. Penilaian dalam SP II terdiri atas penghargaan sosial

dan sanksi sosial berikut ini.

Tabel 5.14 Penilaian dalam SP II

Penghargaan Sosial Positif Negatif kapasitas - kekuatan Sanksi Sosial verasitas/kebenaran betul - proprietas/etika seadil-adilnya -

Dari tabel penilaian-penghargaan sosial SP II terdapat leksis penghargaan sosial

kekuatan dengan makna kapasitas bernilai positif. Lebih jelasnya lihat contoh

berikut ini.

(48) Arief Hidayat: “Jadi ini bertentangan sehingga gak usah dibacakan, sehingga nomor lima tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ya sekarang nomor enam”. (DL SP II 47) (sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>negatif)

Leksis kekuatan dalam konteks di atas merupakan leksis penilaian bernilai negatif

dengan kapasitas tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Penilaian-saksi

sosial SP II dengan leksis betul merupakan verasitas bernilai positif. Leksis

Penilaian adil, baik, dan seadil-adilnya merupakan saksi sosial bermakna

proprietas bernilai positif.

(49) Arief Hidayat: “Itu yang betul menurut saudara pasal berapa? 4 atau 44.” (DL SPII 52)

(sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 191: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

164

(50) Memerintah pemuatan putusan dalam perkara ini dalam berita negara RI sebagaimana mestinya atau apabila mahkamah berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono). (DL SP II 64) (sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/etika>positif)

Leksis betul pada contoh wilayah makna verasitas yang bernilai positif

bagaimana seorang hakim mengoreksi permohonan sebelum sidang pleno dimulai.

Leksis seadil-adilnya merupakan leksis penilaian proprietas bernilai positif. Dari

Parameter penilaian leksis seadil-adilnya adalah proprietas yang disampaikan

pemohon untuk kewajiban hakim memutuskan putusan yang seadil-adilnya.

b. Apresiasi dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP II)

Apresiasi merupakan wilayah makna yang merujuk pada evaluasi terhadap

sesuatu atau keadaan yang terbentuk pada teks SP II. Leksis evaluasi dalam SP II

yang paling dominan dengan bahasa forensik keseimbangan negatif dengan

jumlah 66,70%. Dominasi kedua dengan kualitas positif dengan jumlah 22,20%

dan ketiga valuasi positif dengan jumlah 11,10%. Dari parameter apresiasi

tergambar reaksi antara hakim dan pemohon terhadap perbaikan permohonan

dengan komposisi keseimbangan bernilai negatif.

Tabel 5.15 Jenis-jenis Apresiasi SP II

APRESIASI Positif Negatif keseimbangan - bertentangan, valuasi Sesuai, -

Dari tabel jenis-jenis apresiasi di atas, SP II memiliki leksis bertentangan

dan sesuai. Leksis bertentangan merupakan wilayah makna apresiasi dengan

komposisi keseimbangan negatif dan leksis sesuai merupakan wilayah makna

apresiasi dengan jenis valuasi bernilai positif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 192: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

165

c. Afek dalam sidang panel perkara No.20/PUU-XIV/2016 (SP II)

Afek digunakan untuk membicarakan ungkapan emosi dan perasaan pada

teks SP II. Afek pada SP II berhubungan dengan sumber daya yang menunjukkan

perasaan negatif dan positif.

Sumber sikap yang dominan pada SP II memiliki unsur kepuasan-

kesenangan dengan jumlah 75,00%. Kedua keamanan-amanah dengan jumlah

25,00%. Dari unsur tersebut tergambar bahwa teks SP II memiliki bahasa evaluasi

yang bermakna minat dan perasaan pemohon yang ingin menggugat UU ITE

sangat tinggi.

Tabel 5.16 Afek dalam SP II

Keamanan/ Ketidakamanan

Arus (Perilaku) Watak

keamanan amanah

menegaskan

-

Kepuasan/Ketidakpuasan kepuasan kesenangan

- terhormat, hormat

Leksis menegaskan merupakan afek-keamanan bermakna amanah seperti contoh

berikut ini.

(51) Pemohon: “Kami mulai dengan legal standing bahwa dalam permohonan a quo pemohonakan menegaskan bahwa kualifikasi pemohon dalam permohonannya ini adalah selaku perorangan warga negara Indonesia kalaupun saat ini pemohon merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia namun dalam a quo pemohon tidak bertindak dalam kedudukan pemohon sebagai anggota DPR RI yang memiliki hak konstitusional yang berbeda dengan perorangan dengan warga negara yang bukan anggota DPR RI. (DL SP II 25) (sikap>afek>keamanan>amanah).

Dari contoh di atas leksis menegaskan merupakan ungkapan emosi dan

perasaan pada keadaan. Leksis menegaskan merupakan sumber daya apraisal

sikap keamanan yang mengandung arus (prilaku) pemohon dalam menyampaikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 193: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

166

permohonan pada sidang panel dengan tema perbaikan permohonan terkait status

legal standing pemohon. Leksis hormat dan terhormat merupakan afek-kepuasan

bermakna kesenangan seperti contoh berikut.

(52) Pemohon: “Ya berdasarkan posita maka kami mengajukan majelis hakim yang terhormat berkenan memberikan putusan sebagai berikut mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.” (DL SP II 36). (sikap>afek>kepuasan>kesenangan)

Leksis terhormat pada contoh di atas merupakan sumber daya yang menunjukkan

perasaan hormat yang dirujuk oleh budaya sebagai nilai yang positif menghormati

majelis hakim sebagai perangkat hukum dalam menegakkan keadilan.

2. Pemosisian dalam sidang panel Perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP II)

Pemosisian SP II berkaitan dengan pemosisian hakim dan pemohon dalam

bahasanya. Pemosisian SP II menggunakan sumber daya bahasa untuk

memposisikan hakim dan pemohon berkaitan dengan proposisi dan proposal yang

dibawakan SP II.

Dari tabel pemosisian SP II di atas terdapat sistem bahasa yang dominan

yaitu intravokalisasi tertutup unsur penyangkalan dengan jumlah 38,30%. Dari

persentase tersebut SP II merupakan wilayah makna yang memposisikan

pemohon. Pemohon pada SP II memposisikan dirinya sebagai suara tekstual yang

berlawanan atau melakukan penolakan terhadap UU ITE dan menggugatnya ke

MKRI melalui sidang pengadilan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 194: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

167

Tabel 5.17 Model pemosisian SP II

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan Asimilasi Bahwa, berdasarkan,

menambahkan, mengatakan, menjelaskan, menurut

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan baik, bukan, namun, ngak tapi, tidak,

Proklamasi Menyatakan

Terbuka

Modalitas Akan, bisa dapat, harus, mungkin,

Indrawi - Desas-desus -

MONOGLOS Representasi

Dari model pemosisian di atas, terdapat leksis asimilasi bahwa,

berdasarkan, menambahkan, mengatakan, menjelaskan, dan menurut dengan

merujuk suara lain. Leksis penyangkalan yaitu baik, bukan, namun, ngak, tapi,

dan tidak. Leksis proklamasi menyatakan. Leksis modalitas akan, bisa, dapat,

harus, dan mungkin. Lebih jelasnya leksis-leksis tersebut dapat diuraikan dari

contoh berikut.

(53) Pemohon: “Kami mulai dengan legal standing bahwa dalam permohonan a quo pemohon akan menegaskan bahwa kualifikasi pemohon dalam permohonannya ini adalah selaku perorangan warga negara Indonesia kalaupun saat ini pemohon merupakan anggota dewan perwakilan rakyat Indonesia namun dalam a quo pemohon tidak bertindak dalam kedudukan pemohon sebagai anggota DPR RI yang memiliki hak konstitusional yang berbeda dengan perorangan dengan warga negara yang bukan anggota DPR RI. (DL SP II 25) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 195: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

168

Leksis bahwa dalam contoh di atas merupakan sumber daya bahasa untuk

memposisikan suara penutur. Leksis akan merupakan modalitas yang memiliki

makna yang direalisasikan untuk menyatakan sikap pemohon sebagai kualifikasi

perorangan sebagai WNI. Leksis namun, tidak, bukan merupakan leksis

penyangkalan. Pemohon memosisikan dirinya sebagai sesuatu yang melakukan

penolakan atau berlawanan bahwa pemohon memiliki legal standing sebagai WNI

bukan sebagai anggota DPR RI.

3. Graduasi dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP II) Graduasi dalam SP II merupakan gambaran penggunaan fungsi bahasa

menguatkan dan melemahkan sikap keterbabitan/pemosisian yang dihubungkan

dengan teks. Dari pola graduasi SP II didominasi unsur waktu dengan jumlah

66,20%. Dari unsur tersebut tergambar bahwa SP II merupakan sumber daya

untuk memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi perbaikan permohonan.

Tabel 5.18 Model graduasi bahasa forensik teks SP II

GRADUASI

FOKUS Tajam - Lunak -

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi Metafora - Tingkatan Kualifikasi, Mulia Repetisi -

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu Hari, saat, sebelum, pertama, tahun, tanggal, terakhir, …yang lalu

Ruang Jumlah

- Minoritas, …sampai…, terdiri

Dari model graduasi tabel 5.32 terdapat leksis tingkatan kualifikasi dan

mulia. Leksis waktu hari.., saat, sebelum, pertama, tahun..., tanggal..., terakhir,

dan …yang lalu. Leksis jumlah minoritas, ...sampai..., dan terdiri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 196: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

169

(54) Arief Hidayat: “Baik, perbaikan permohonan saudara sudah diterima di mahkamah pada hari senin 7 maret 2016 pukul 10.52 sehingga hakim sudah membaca perbaikan permohonan ini. (DL SP II 11) (graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu)

(55) Arief Hidayat: “P1 sampai dengan P15 yayang di perbaikan ini karna yang pertama ada P12 A1”. (DL SP II 77) (graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah) (graduasi>forsa>kuantifikasi>waktu)

Dari contoh di atas secara apraisal terdapat leksis pada hari..., sampai

dengan, dan pertama yang merupakan leksis graduasi. Leksis tersebut merupakan

sumber daya untuk memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi perbaikan

permohonan yang diperiksa oleh ketua majelis.

5.2.2.3 Pola bahasa dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP III)

1. Sikap dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP III)

Sidang pengadilan ketiga (SP III) dengan jenis sidang pleno diadakan hari

Senin, tanggal 11 April 2016. Tema sidang pleno „mendengarkan keterangan

Presiden dan DPR‟. Sikap dalam SP III yang terbentuk pola Penilaian ^ Apresiasi

^ Afek. Sumber sikap melihat bagaimana hakim mendengarkan keterangan

presiden dan DPR dalam mengekspresikan keadaan. Dalam SP III terdapat tiga

aspek afek, penilaian, dan apresiasi. Ketiga sumber tersebut memiliki turunan

kajian yang bervariasi seperti tergambar pada gambar berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 197: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

170

Gambar 5.10 Tipologi sikap sidang pleno (SP III)

Dari gambar Sikap SP III di atas tergambar ketiga subbagian yang

bervariasi dalam menyampaikan pesannya kepada masyarakat. Dari ketiga bagian

ditemukan sikap pesan yanng sesungguhnya. Untuk lebih jelasnya dijelaskan

ketiga aspek apraisal sikap secara rinci di bawah ini.

a. Penilaian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP III)

Penilaian dalam SP III merupakan wilayah makna yang merujuk pada

sikap bagaimana mereka berprilaku. Penilaian dalam SP III terdiri dari proprietas

positif dan negatif, kapasitas positif, verasitas positif, dan tenasitas negatif dengan

jumlah berikut ini.

Dari tabel persentase penilaian SP III terdapat sumber sikap yang dominan

yaitu unsur proprietas/etika bernilai negatif dengan jumlah 61,20% dan diikuti

bentuk dengan verasitas/kebenaran bernilai positif dengan jumlah 22,40%. Hal ini

menggambarkan penilaian dalam SP III merupakan bagaimana penilaian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 198: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

171

proprietas sebagai kewajiban menyampaikan keterangan presiden dan DPR dan

verasitas positif untuk kemungkinan yang akan diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 5.19 Penilaian dalam SP III

Penghargaan Sosial Positif Negatif kapasitas aktual, kuat, tegas, nyata,

kekuatan -

tenasitas/kegigihan cermat - Sanksi Sosial verasitas/kebenaran betul, jelas, nyata,

sebenarnya, sebetulnya -

proprietas/etika baik, adil jahat, kejahatan

Dari tabel penilaian di atas terdapat leksis penghargaan sosial bermakna kapasitas

dengan leksis kuat dan tegas. Makna tenasitas dengan leksis cermat. Lebih

jelasnya leksis tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(56) Setelah membaca dengan cermat permohonan pemohon, pemerintah berpendapat bahwa yang dipermasalahkan pemohon adalah penerapan norma suatu UU sesuai dengan yang diamanatkan di dalam UU PTPK pengaduan konstitusi namun oleh pemohon permasaalahan tersebut sebagai permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945 dengan dalil bahwa ketentun pasal 15 PTPK yang dimohonkan fungsianya itu bertentangan dengan pasal-pasal UUD 1945. (DL SP III 38) (sikap>penilaian>penghargaan sosial>tenasitas>positif)

Leksis cermat merupakan penilaian-penghargaan sosial yang bernilai positif.

Leksis cermat merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap Pemerintah

terhadap pemohon bagaimana pemohon berprilaku dalam keadaan menggugat UU

ITE. Secara cermat pemerintah telah membaca uraian dari permohonan pemohon.

Leksis sanksi sosial dengan makna verasitas betul, jelas, dan nyata bermakna

positif. Leksis proprietas dengan leksis baik bermakna positif dan interpretasi dan

kejahatan.

(57) Pemohon dalam permohonanya mengajukan dalam kapasitasnya sebagai perorangan warga negara Indonesia maka tidak tepat jika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 199: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

172

pemohon berdalil bahwa kerugian konstitusional secara nyata dirasakan kedudukannya sebagai perorangan warga negara Indonesiakarna kerugian secara nyata dirasakan oleh pemohon dalam kapasitanya sebagai anggota DPR RI dengan diberlakukannya pasal 15 UU PTPK. (DL SP III 60) (sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif)

Secara apraisal leksis nyata pada contoh di atas merupakan penilaian untuk

kemungkinan secara nyata sebagai perorangan WNI pemohon tidak dirugikan

karena kebenarannya dirasakan oleh pemohon sebagai anggota DPR RI.

b. Apresiasi dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP III)

Apresiasi dalam SP III merupakan wilayah makna yang merujuk pada

evaluasi terhadap paparan keterangan dari pemerintah dan DPR. Akan tetapi pada

SP III keterangan dari pemerintahlah yang akan dievaluasi karena DPR tidak

hadir.

Dari persentase apresiasi di atas dominasi leksis apresiasi terbentuk unsur

valuasi positif dengan jumlah 55,90%. Dari jumlah dominasi tersebut tergambar

bahwa wilayah makna bahasa evaluatif SP III merujuk pada evaluasi dan

penampilan yang dilakukan keterangan pihak pemerintah dan DPR yang

berhubungan dengan proses mental-cara memandang kasus gugatan UU ITE.

Tabel 5.20 Apresiasi dalam SP III

Apresiasi Positif Negatif dampak menarik kompleks,rumit kualitas buruk keseimbangan wajar bertentangan kompleksitas - multitafsir valuasi luar biasa, sesuai, khusus,

potensial -

Dari tabel jenis-jenis apresiasi di atas terdapat apresiasi berdampak positif

dan negatif dengan leksis menarik berdampak positif dan leksis kompleks dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 200: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

173

rumit berdampak negatif. Apresiasi kualitas dengan leksis buruk kualitas

bermakna negatif. Leksis wajar dengan keseimbangan bermakna positif. Leksis

bertentangan dengan keseimbangan negatif. Apresiasi dengan leksis multitafsir

bermakna kompleksitas negatif. Apresiasi valuasi dengan leksis luar biasa,

sesuai, khusus, dan potensial dengan makna valuasi positif. Agar lebih jelas

bagaimana makna tersebut dalam konteks maka dicontohkan berikut ini.

(58) Setelah membaca dengan cermat permohonan pemohon, pemerintah

berpendapat bahwa yang dipermasalahkan pemohon adalah penerapan norma suatu UU sesuai dengan yang diamanatkan di dalam UU PTPK pengaduan konstitusi namun oleh pemohon permasaalahan tersebut sebagai permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945 dengan dalil bahwa ketentun pasal 15 PTPK yang dimohonkan fungsianya itu bertentangan dengan pasal-pasal UUD 1945. (DL SP II 38) (sikap>apresiasi>valuasi>positif) (sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif)

Leksis sesuai merupakan apresiasi dengan makna valuasi positif. Leksis

sesuai merujuk pada evaluasi terhadap penerapan norma suatu undang-undang.

Leksis pada konteks ini pemerintah menentang pengaduan konstitusi oleh

pemohon. Leksis bertentangan merupakan apresiasi dengan makna keseimbangan

negatif. Menurut pemohon bahwa fungsi undang-undang yang digugat tidak

sesuai dengan UUD 1945.

c. Afek dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP III)

Afek dalam SP III mengungkap emosi dan perasaan. Afek merupakan

sumber daya yang menunjukkan perasaan negatif dan positif. Dari hasil analisis

SP III terbentuk sistem sikap keamanan, kepercayaan, ketidakamanan,

kesenangan, kegelisahan, kecenderungan rasa takut, dan keinginan pemohon.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 201: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

174

Dari persentase afek di atas dominasi perolehan hasil analisis SP III

ditemukan unsur irealis-kecenderungan merasa takut dengan jumlah 33,30%.

Hasil ini menggambarkan bahwa sumber daya yang menunjukkan perasaan pada

SP III merupakan aspek yang bermakna ketidakamanan pemohon. Kecenderungan

merasa takut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada jenis afek berikut.

Tabel 5.21 Afek dalam SP III

Kecendrungan/ Ketidakcenderungan

Arus (Perilaku) Watak

takut diancam - hasrat/keinginan melawan - Keamanan/Ketidakamanan ketidakamanan kegelisahan

kegelisahan

-

keamanan kepercayaan

menyerahkan, -

Kepuasan/Ketidakpuasan kepuasan kesenangan

- hormat, terhormat

Afek Positif Negatif keamanan/ ketidakamanan dilindungi, mengamankan,

menyelamatkan,melindungi ancaman, diancam, dicurigai

Dari tabel afek-irealis terdapat leksis diancam dengan makna kecenderungan

merasa takut. Pemohon merasa takut dan terancam posisinya di DPR karena

penyadapan yang disebarluaskan. Afek jenis keamanan/ketidakamanan SP III

mengandung leksis kegelisahan yang bermakna ketidakamanan-kegelisahan dan

leksis menyerahkan dengan leksis keamanan-kepercayaan. Lihat contoh berikut.

(59) Namun demikian pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada yang mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya. (DL SP III 78) (sikap>afek>keamanan>kepercayaan)

Leksis menyerahkan pada contoh tersebut merupakan sumber daya bahasa

evaluasi yang mempercayakan segala keputusan kepada yang berwenang yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 202: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

175

kepada Majelis Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya. Unsur

kepuasan/ketidakpuasan memiliki leksis hormat dan hormati yang merupakan

watak kesopanan dari WNI kepada mahkamah sebagai majelis yang berwenang

dalam mengadili dan memutuskan sidang pengadilan.

Dari tabel di atas terdapat leksis afek jenis keamanan dilindungi,

mengamankan, menyelamatkan, dan melindungi dengan makna

keamanan/ketidakamanan bermakna positif. Afek jenis ini juga terdapat leksis

ancaman, diancam, dan dicurigai yang merupakan keamanan/ketidakamanan

bermakna negatif. Lihat contoh berikut.

(60) Dari uraian di atas penyelidik memiliki kewenangan berdasarkan UU antara lain menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana mencari keterangan dan barang bukti menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri mengatakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 1 KUHP. (DL SP III 74) (sikap>afek>ketidakamanan).

(61) Selain daripada itu ketentuan pasal 15 UU PTPK tidak semata-mata

hanya ditujukan kepada pemohon saja tetapi ditujukan juga atau berlaku pada yang dimintai keterangan terhadap setiap orang atau saksi dalam setiap proses penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung dengan dipanggilnya pemohon dalam perkara tindak pidana korupsi bukan berarti menghilangkan hak pemohon karena hak pemohon masih dilindungi oleh undang-undang dengan membela diri sepenuhnya sebagaimana penerapan asas praduga tidak bersalah serta asas persamaan di hadapan hukum. (DL SP III 76). (sikap>afek>keamanan).

Leksis dicurigai merupakan afek ketidamanan yang merupakan sumber

daya penilaian bermakna negatif. Leksis dilindungi merupakan afek keamana

bermakna positif karena pemohon dilindungi oleh UU dalam penerapan asas

praduga tidak bersalah dan persamaan di hadapan hukum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 203: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

176

2. Pemosisian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP III) Pemosisian SP III ditemukan pemosisian asimilasi, proklamasi, modalitas,

penyangkalan, dan indrawi. Dari hasil analisis ditemukan dominasi SP III hingga

terbentuk unsur bahasa forensik asimilasi dengan jumlah 31,00%. Dari hasil teks

SP III tergambar keterlibatan penutur yaitu pemerintah dan DPR dalam proposisi

yang dibicarakan atau dikodekan dalam teks. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam

model pemosisian SP III dan contoh berikut.

Tabel 5.22 Model pemosisian SP III

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan - Asimilasi bahwa,

berdasarkan,ditambahkan, menambahkan, mengatakan, menjelaskan, menurut,

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan

belum, bukan, kecuali, namun, ngak, tanpa, tapi, tetapi, tidak

Proklamasi menyatakan,

Terbuka

Modalitas akan, bisa, dapat, harus,izin,izinkan,mungkin,

Indrawi dengar, dengarkan, kelihatannya, mendengarkan, melihat

Desas-desus

-

MONOGLOS Represensi

Dari model pemosisian SP III ditemukan asimilasi dengan leksis berdasarkan,

bahwa, ditambahkan, menambahkan, mengatakan, menjelaskan, dan menurut.

Lihat contoh berikut.

(62) Berdasarkan hal tersebut di atas pemerintah berpendapat permohonan pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kududukan hukum dan adalah tepat jika mahkamah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 204: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

177

konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. (DL SP III 77)

(pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas) (63) Bahwa pemerintah tidak sependapat dengan alasan pemohon yang

menyatakan surat perintah direktur penyelidikan Jaksa Agung Muda tindak pidana khusus No.prin-133/f2.2fd.1/11/2015 tanggal 30 November 2015, No.prints-134/f;/fd1/12/2015 tanggal 2 Desember 2015 No.prints 135/f:/fd.1/01/2016 tanggal 4 Januari 2016. (DL SP III 157)

(pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan)

(pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi)

Leksis berdasarkan, menyatakan, tidak, bahwa dan dapat merupakan

sumber daya untuk menyatakan keterlibatan pemerintah dalam gugatan UU ITE.

Pemerintah memiliki suara tekstual untuk memposisikan dirinya sebagai suatu

yang berlawanan atau mengadakan penolakan terhadap kedudukan hukum

pemohon. Pemerintah tidak sependapat dengan alasan pemohon dalam

menyatakan surat perintah direktur penyelidikan.

3. Graduasi dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP III)

Graduasi dalam SP III merupakan penggunaan fungsi bahasa menguatkan

atau melemahkan sikap dan pemosisian yang dihubungkan teks yang bertema

mendengarkan keterangan presiden dan DPR. Graduasi dalam SP III terdapat

sistem tingkatan, metafora, jumlah, ruang, waktu, fokus mempertajam dan

memperlemah seperti terangkum pada persentase sistem graduasi berikut ini.

Dari hasil analisis SP III diperoleh persentase graduasi yang dominan

antara lain sumber bahasa forensik unsur waktu dengan jumlah 37,33%. Hasil ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 205: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

178

menggambarkan teks SP III memiliki fungsi bahasa evaluasi dengan unsur waktu

untuk memperlemah atau menguatkan keterangan presiden.

Tabel 5.23 Model graduasi dalam SP III

GRADUASI

FOKUS Tajam Sah Lunak Seperti

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi

Metafora -

Tingkatan dikualifikasikan, kualifikasi, mulia

Repetisi -

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu Hari, kapan, ketika, kesempatan pertama, sejak, tahun, tanggal, terakhir, terlebih dahulu

Ruang Jumlah

Bertempat, sebelah, , sebelahnya Di sejumlah, sebanyak, semua

Graduasi dalam SP III terdiri dari leksis sah dan seperti yang digunakan

untuk memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi. Graduasi unsur tingkatan

dengan leksis dikualifikasikan, kualifikasi, dan mulia. Leksis hari, kapan, ketika,

kesempatan pertama, sejak, tahun, tanggal, terakhir, terlebih dahulu merupakan

graduasi unsur waktu. Leksis bertempat, sebelah dan sebelahnya merupakan

graduasi unsur ruang. Graduasi unsur ruang dengan leksis disejumlah, sebanyak,

dan semua. Lebih jelasnya lihat contoh berikut ini.

(64) Kegiatan dalam ruang cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. (DL SP III 179)

(graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang) (graduasi>forsa>intensifikasi>tingkatan)

Leksis ruang cyber dan sangat merupakan sumber daya bahasa evaluasi

yang berfungsi untuk menguatkan atau melemahkan sikap dan pemosisian yang

dihubungkan oleh teks SP III yang bertema mendengarkan keterangan presiden

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 206: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

179

dan DPR. Leksis sangat merupakan tingkatan yang digunakan terhadap kualitas

alat bukti meskipun kegiatan dalam ruang cyber.

5.2.2.4 Pola bahasa dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP IV)

Sidang pengadilan (SP IV) dengan jenis sidang plenobagian satu (1)

diadakan hari Rabu, tanggal 20 April 2016. Tema sidang pleno „mendengarkan

keterangan DPR dan ahli pemohon‟.

1. Sikap dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP IV) Sikap yang terbentuk dari SP IV yaitu Penilaian^Afek^Apresiasi. Dari

bentuk tersebut teks SP IV merupakan sumber daya untuk menilai keadaan.

Keadaan yang terdapat pada SP IV tergambar pada gambar berikut ini.

Gambar 5.11 Tipologi sikap sidang pleno (SP IV)

a. Penilaian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP IV)

Penilaian SP IV merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap dan

bagaimana DPR, pemerintah, dan ahli pemohon berprilaku dalam menyampaikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 207: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

180

keterangannya. Penilaian dalam SP IV terdiri atas proprietas, kapasitas, dan

verasitas seperti persentase berikut ini.

Dari tabel persentase penilaian terdapat sumber sikap penilaian yang

mendominasi SP IV yaitu sumber proprietas/etika bermakna negatif dengan

jumlah 77,10%. Hasil ini menggambarkan bahwa keterangan DPR dan ahli dari

pemohon mengajukan bukti-bukti kebenaran yang berhubungan dengan

kewajiban.

Tabel 5.24 Penilaian SP IV

Penghargaan Sosial Positif Negatif kapasitas kekuatan,tegas,kekuatannya,

cukup,sistematis,kreatif,cermat, cermati

-

Sanksi Sosial Positif Negatif verasitas/kebenaran benar, jelas, otentik,

sebenarnya

proprietas/etika adil, curang, jahat, kejahatan

Penilaian-penghargaan sosial dalam SP IV memiliki leksis kekuatan, tegas,

kekuatannya, cukup, sistematis, kreatif, cermat, dan cermati. Seperti contoh

berikut.

(65) Tegasnya perbuatan persiapan adalah mengumpulkan kekuatan sedangkan perbuatan permulaan pelaksanaan mulai melepaskan kekuatanya yang telah dikumpulkan masih dalam teori hukum pidana baik permufakatan jahat maupun percobaan atau dasarmemperluas dapat dipidanakan perbuatan berkaitan dengan hal tersebut tentang perbuatan permufakatan jahat berkaitan dengan unsur kesepakatan terdapat beragam pendapat. (DL SP IV 103) (sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif)

(66) Ada pendapat yang menyatakan harus ada kesepakatan yang jelas dan ada pendapat lain yang menyatakan bahwa kesepakatan tersebut tidaklah diperlukan. (DL SP IV 104) (sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>positif)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 208: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

181

b. Apresiasi dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP IV)

Apresiasi dalam SP IV merupakan wilayah makna yang merujuk pada

evaluasi terhadap keterangan DPR dan ahli pemohon. Dari rekapitulasi persentase

apresiasi dalam sp IV ditemukan dominasi sumber sikap sehingga terbentuk sikap

apresiasi dalam teks SP IV terhadap keterangan DPR dan ahli pemohon. Sistem

SP IV didominasi oleh valuasi bernilai positif adalah dengan jumlah 69,70%. Dari

dominasi tersebut tergambar bahwa keterangan DPR dan ahli pemohon

merupakan wilayah makna yang merujuk pada valuasi yang berhubungan dengan

kognitif.

Tabel 5.25 Apresiasi dalam SP IV

Apresiasi Positif Negatif keseimbangan - bertentangan kompleksitas - tidak jelas valuasi luar biasa, sesuai, khusus,

khususnya biasa

Jenis-jenis apresiasi SP IV berdasarkan parameter apresiasi yaitu

keseimbangan dengan leksis bertentangan merupakan polaritas reaksi yang

berdampak negatif. Kompleksitas dengan leksis tidak jelas merupakan polaritas

kompleksitas negatif. Valuasi dengan leksis luar biasa, sesuai, khusus, dan

khususnya merupakan valuasi positif.

c. Afek dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP IV)

Afek dalam SP IV digunakan dalam pembahasan bahasa emotif yang

digunakan oleh DPR dan ahli pemohon. Afek yang mucul dari teks tersebut

adalah keamanan/ketidakamanan, amanah, kepercayaan, kesenagan, dan

kecenderungan rasa takut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 209: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

182

Dari persentase afek terdapat sumber sikap yang mendominasi unsur

keamanan dengan jumlah 41,70%. Dari dominasi tersebut tergambar bahwa

keterangan yang disampaikan DPR dan ahli pemohon merupakan sumber daya

yang menunjukkan perasaan aman DPR dan kecenderungan rasa takut perwakilan

ahli pemohon.

Tabel 5.26 Afek dalam SP IV

Kecendrungan / Ketidakcenderungan

Arus (Perilaku) Watak

takut ancaman, ketakutan, diancam, hati-hati

-

Keamanan/Ketidakamanan keamanan amanah kepercayaan

menegaskan menyerahkan, percaya

- -

Kepuasan/Ketidakpuasan kesenangan hormat, terhormat Afek Positif Negatif keamanan/ ketidakamanan

aman, jaminan, perlindungan,

-

Afek irealis dengan leksis ancaman, diancam, ketakutan, dan hati-hati merupakan

leksis bermakna kecenderungan merasa takut seperti contoh berikut.

(67) Bahwa selain itu setiap warga negara juga mempunyai hak memproleh perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesutu sebagaimana yang diatur dalam pasal 28 g ayat 1 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas perlidungan diri pribadi. (DL SP IV 56)

(sikap>Afek>irealis>kecenderungan>takut)

Leksis ancaman dan ketakuatan pada contoh di atas merupakan sumber daya yang

mengungkapkan perasaan pemohon. Nilai irealis yang dirasakan pemohon

berhubungan dengan maksud dan keinginan dalam kaitannya dengan stimulus

yang mungkin terjadi. Leksis afek-keamanan/ketidakamanan dalam SP IV dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 210: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

183

leksis menegaskan merupakan makna keamanan amanah. Leksis menyerahkan

dan percaya merupakan makna kepercayaan seperti contoh berikut.

(68) Bahwa pasal 1 ayat 3 UUD tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. (DL SP IV 46)

(sikap>Afek>keamanan>amanah)

Leksis menegaskan merupakan sumber daya untuk mengungkapkan arus

prilaku. Leksis menegaskan memberikan penegasan bahwa pasal 1 ayat 3 UUD

tahun 1945 memberikan keamanan bermakna amanah kepada pemohon sebagai

WNI. Leksis afek-kepuasan/ketidakpuasan dalam SP IV dengan leksis hormat dan

terhormat bermakna kepuasan kesenangan. Afek-jenis ketidakbahagiaan dalam

SP IV dengan leksis aman, jaminan, dan perlindungan bermakna

keamanan/ketidakamanan seperti contoh berikut.

(69) Bahwa pasal 28 d ayat 1 UUD 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan jaminan dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama dihadapan hukum (DL SP IV 54). (sikap>Afek>keamanan)

Leksis jaminan dan perlindungan merupakan sumber daya bermakna keamanan

bernilai positif bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan dan jaminan

yang adil dihadapan hukum.

2. Pola Pemosisian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP IV)

Pemosisian SP IV berkaitan dengan pemosisian DPR dan ahli pemohon.

Pemosisian dalam SP IV merupakan sumber daya untuk memposisikan DPR dan

ahli pemohon yang berkaitan dengan proposisi dan proposal yang dibawakan

dalam tema mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon. Pemosisian dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 211: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

184

SP IV terdiri atas asimilasi, proklamasi, modalitas, penyangkalan, dan indrawi

dengan persentase yang tertera pada tabel berikut.

Persentase pemosisian dalam SP IV terdiri atas unur penyangkalan dengan

jumlah 35,80%. Kedua asimilasi dengan jumlah 31,60%. Dari dominasi di atas

menjelaskan penilaian terhadap SP IV memosisikan dirinya sebagai sesuatu yang

berlawanan atau melakukan penolakan terhadap gugatan UU ITE yang diajukan

oleh pemohon.

Tabel 5.27 Model pemosisian sidang pengadilan SP IV

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan - Asimilasi bahwa, berdasarkan,

mengatakan, menggambarkan, menjelaskan, menurut,

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan bukan, belum, kecuali, namun, ngak, tanpa, tapi, tetapi, tidak,

Proklamasi Menyatakan

Terbuka

Modalitas akan, bisa, boleh dapat, harus, ingin, mungkin, pasti

Indrawi dengarkan, didengar, dilihat, lihat, mendengarkan, melihat,

Desas-desus - MONOGLOS Representasi

Model pemosisian dalam SP IV terdiri atas asimilasi dengan leksis bahwa,

berdasarkan, mengatakan, menggambarkan, menjelaskan, dan menurut.

Penyangkalan dengan leksis bukan, belum, kecuali, namun, ngak, tanpa, tapi,

tetapi, dan tidak. Proklamasi dengan leksis menyatakan. Modalitas dengan leksis

akan, bisa, boleh dapat, harus, ingin,mungkin,dan pasti. Indrawi dengan leksis

dengarkan, didengar, dilihat, lihat, mendengarkan, dan melihat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 212: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

185

(70) Anwar Usman: “Agenda persidangan hari ini adalah untuk mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon”. (DL SP IV 15)

(pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>indrawi)

(71) Bahwa UU ITE tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan perbuatan alat bukti yang sah tetapi pasal 5 ayat 2 UU ITE memberikan petunjuk penting mengenai perluasan ini yaitu perluasan tersebut harus sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. (DL SP IV 76)

(pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas)

Leksis mendengarkan pada contoh di atas merupakan sumber daya bahasa

untuk memposisikan suara hakim, DPR, dan ahli pemohon. Hakim memposisikan

dirinya sebagai suara tekstual yang menggambarkan proposisi. Leksis bahwa dan

menjelaskan memposisikan suara DPR yang merepresentasikan proposisi sebagai

dasar dalam subjektivitas suara eksternal. Leksis tidak dan tetapi memmosisikan

DPR sebagai suatu yang melakukan penolakan beberapa posisi yang berlawanan

terhadap UU ITE. Leksis harus memposisikan pendapat DPR pada tingkat yang

tinggi (keharusan) agar sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

3. Pola Graduasi dalam sidang panel perkara

No. 20/PUU-XIV/2016 (SP IV) Graduasi dalam SP IV menggunakan fungsi bahasa untuk menguatkan

atau melemahkan sikap dan pemosisian yang dihubungkan oleh teks yang bertema

mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon. Graduasi dalam SP IV terdiri

dari tingkatan, metafora, jumlah, ruang, waktu dan fokus mempertajam dan

memperlunak isi SP IV.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 213: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

186

Dari persentase graduasi terdapat sumber graduasi yang mendominasi

yaitu unsur waktu dengan jumlah 46,50%. Kedua unsur jumlah dengan jumlah

16,60%. Dari perolehan tersebut graduasi waktu secara umum mendominasi untuk

menguatkan dan melemahkan keterangan dari DPR dan ahli pemohon.

Tabel 5.28 Model graduasi bahasa forensik SP IV

GRADUASI

FOKUS Tajam Sah Lunak Seperti

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi Metafora - Tingkatan Kualifikasi, mulia Repetisi -

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu hari, jam, ketika, nanti, pertama, sebelum, seumur, selama, tahun, tanggal

Ruang Jumlah

beralamat, paling ujung, sebelah, tempat, ke depan, ruang .. sampai…, sebuah, sekitar

Graduasi dalam SP IV terdapat leksis sah dan seperti dengan fungsi

bahasa mempertajam dan memperlunak teks keterangan DPR dan ahli pemohon.

Leksis kualitas dan mulia yang merujuk pada tingkatan. Leksis hari, jam, ketika,

nanti, pertama, sebelum, seumur, selama, tahun, tanggalmerujuk pada waktu.

Leksis beralamat, paling ujung, sebelah, tempat, ke depan, ruang merujuk pada

ruang. Leksis ... sampai…, sebuah, sekitar merujuk pada jumlah.

5.2.2.5 Pola bahasa dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP V)

Sidang pengadilan (SP V) dengan jenis sidang pleno bagian dua (2)

diadakan hari yang sama Rabu, tanggal 20 April 2016. Tema sidang pleno

„mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon‟.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 214: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

187

1. Pola Sikap dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP V)

Sikap pada SP V bagian (2) merupakan kelanjutan dari SP IV dengan tema

yang sama. Sikap dalam SP IV memiliki pola yang berbeda dengan SP V

meskipun dengan tema yang sama. Dari hasil analisis terbentuk

Penilaian^Apresiasi^Afek dari SP V. Pola tersebut memiliki beberapa aspek

seperti gambar berikut.

Gambar 5.12 Tipologi sikap sidang pleno (SP V)

a. Penilaian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP V)

Penilaian pada SP V terdiri atas proprietas, verasitas, dan kapasitas. Jenis

penilaian pada SP V bermakna positif dan negatif seperti rekapitulasi persentase

yang terdapat pada tabel di bawah ini.

Dari tabel persentase di atas penilaian SP V didominasi oleh jenis sanksi

sosial unsur proprieta/etika bermakna negatif dengan jumlah 69,90%, kedua jenis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 215: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

188

penilaian penghargaan sosial unsur kapasitas bermakna positif dengan jumlah

13,97%, ketiga jenis sanksi sosial unsur verasitas/kebenaran bermakna positif

dengan jumlah 11,30%, dan yang terkecil penghargaan sosial unsur kapasitas

bermakna negatif dengan jumlah 1,07%. Dominasi penilaian proprietas/etika

bermakna negatif pada SP V menggambarkan keterangan DPR dan ahli pemohon

merupakan wilayah makna merujuk pada kewajiban. Lebih jelas dapat dilihat

bersama uraian contoh klausa berdasarkan konteksnya di bawah ini.

Tabel 5.29 Penilaian dalam SP V

Penghargaan Sosial Positif Negatif kapasitas tegas, sistematis, otentik,

cermat ketidaktegasan, ketidakcermatan

Sanksi Sosial Positif Negatif verasitas/kebenaran benar, jelas, jelas-jelas proprietas/etika Adil, baik, keadilan

Penilaian-penghargaan sosial SP V terdapat leksis tegas, sistematis, otentik, dan

cermat bermakna kapasitas positif. Leksis ketidaktegasan, ketidakcermatan

bermakna kapasitas negatif seperti contoh berikut.

(72) Ketidaktegasan dan ketidakcermatan dalam urusan delik dalam norma a quo jelas menghilangkan kepastian hukum jaminan dan perlindungan dan hak asasi setiap orang yang terlibat dalam proses hukum dengan dugaan tindak pidana korupsi. (DL SP V 156) (sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>negatif)

Dari parameter penilaian leksis ketidakjelasan dan ketidakcermatan masuk

dalam kategori kapasitas bermakna negatif. Leksis ketidakjelasan merupakan

makna yang tidak jelas dan tidak cermat dalam frasa yang terdapat dalam undang-

undang dapat menghilangkan kepastian hukum. Penilaian-sanksi sosial memiliki

leksis benar, jelas dan jelas-jelas dengan makna verasitas/kebenaran. Makna

proprietas dalam SP V terdiri atas leksis adil, baik, keadilan yang bernilai positif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 216: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

189

b. Apresiasi dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP V)

Apresiasi dalam SP V merupakan wilayah makna yang merujuk pada

evaluasi terhadap keterangan DPR dan ahli pemohon bagian ke (2). Dari SP V

ditemukan apresiasi kualitas, keseimbangan, valuasi, dampak dan kompleksitas

yang bermakna positif dan negatif seperti tabel berikut.

Dari hasil persentase apresiasi ditemukan bahwa sumber sikap yang

dominan adalah valuasi bermakna positif dengan jumlah 46,78%. Dari dominasi

tersebut tergambar bahwa apresiasi yang muncul dari SP V adalah wilayah makna

yang merujuk pada DPR dan ahli pemohon yang bermakna valuasi. DPR dan ahli

pemohon berhubungan dengan kognitif memaparkan pertimbangan-pertimbangan

sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan masing-masing.

Tabel 5.30 Apresiasi dalam SP V

Apresiasi Positif Negatif dampak menarik kualitas bagus - keseimbangan - bertentangan kompleksitas - multitafsir, tidak jelas valuasi khusus, khususnya, luar

biasa, sesuai

Jenis apresiasi yang terdapat dalam SP V adalah apresiasi jenis dampak

dengan leksis menarik bermakna positif. Kualitas dengan leksis bagus bermakna

positif. Keseimbanagan dengan leksis bertentangan dengan keseimbanagan

negatif. Leksis multitafsir, tidak jelas dengan kompleksitas negatif. Leksis khusus,

khususnya, luar biasa, sesuai dengan valuasi positif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 217: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

190

(73) Berdasarkan hal itu maka frasa permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana yang dimaksud pasal, 2, pasal 3, pasal 5 sampai dengan pasal 14 adalah rumusan delik yang tidak jelas dan multitafsir karna tidak memuat untuk berbuat secara cermat. (DL SP V 52) (sikap>apresiasi>kompleksitas>negatif)

Leksis tidak jelas dan multitafsir merupakan makna apresiasi dengan

polaritas kompleksitas negatif. Leksis multitafsir dan tidak jelas memiliki

kecenderungan negatif sehingga sulit ditafsirkan dalam hukum. Hal ini menjadi

kelemahan dan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan masyarakat.

c. Afek dalam sidang panel perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP V)

Afek dalam SP V terdiri atas keamanan-amanah, kepuasan-kesenangan,

keamanan-kepercayaan, keamanan/ketidakamanan, irealis-kecenderuangan-takut.

Afek dalam SP V bermakna positif dan negatif. Persentase Afek pada SP V

memiliki sumber yang dominan irealis-kecenderungan merasa takut yaitu dengan

persentase 47,82%. Hal ini menggambarkan bahwa ahli pemohon dalam

memaparkan keterangan pada bagian kedua menjelaskan pembuktian dengan

lebih cenderung merasa takut.

Tabel 5.31 Afek dalam SP V

Kecendrungan / Ketidakcenderungan

Arus (Perilaku) Watak

takut diancam, ancaman,ketakutan - Keamanan/Ketidakamanan Keamanan amanah kepercayaan

menegaskan menyerahkan

- -

Kepuasan/Ketidakpuasan kesenangan hormati,

terhormat Afek Positif Negatif keamanan/ ketidakamanan

aman, dilindungi, jaminan, keamanan, kerahasiaan, mengamankan, perlindungan, pertahanan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 218: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

191

Dari tabel afek-irealis (hasrat) terdapat leksis diancam, ancaman, dan ketakutan

dengan makna kecenderungan merasa takut.

(74) Sebagaimana diatur dalam pasal 28 g ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaanya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidakberbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (DL SP V 229) (sikap>afek>irealis>kecenderungan>takut)

Dari leksis ancaman dan ketakutan pada contoh di atas ahli pemohon

berulang kali menyampaikan pasal 28 ayat 1 sebagai bentuk kecenderungan rasa

takut. Afek-keamanan/ketidakamanan dalam SP V terdapat leksis menegaskan

dan menyerahkan yang bermakna keamanan amanah. Afek-

kepuasan/ketidakpuasan dalam SP V terdapat leksis hormat dan hormati

bermakna kepuasan-kesenangan. Afek ketidakbahagiaan dalam SP V terdapat

leksis aman, dilindungi, jaminan, keamanan, kerahasiaan, mengamankan,

perlindungan, dan pertahanan yang bermakna keamanan.

(75) Bahwa jaminan kerahasiaan pribadi seseorang merupakan hak asasi yang bersifat universal telah diakui secara internasional sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17 kovenan Internasional tentang hak sipil dan politik yaitu dalam ICCPR. (DL SP V 203) (sikap>afek>keamanan)

Leksis jaminan dan kerahasiaan sumber daya afek bermakna keamanan.

Pemilihan kedua leksis oleh pemohon terkait dengan tingkat perasaan yang paling

dalam. Perasaan tidak nyaman atau merasa terancam haknya sehingga

menggunakan ICCPR sebagai jaminan perlindungan hak asasi yang bersifat

universal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 219: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

192

2. Pola pemosisian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP V) Kerangka orientasi pemosisian ini mengacu pada makna dalam konteks

dialoq dan pada efek retorik dari keterangan lanjutan sidang yaitu mendengarkan

keterangan DPR dan ahli pemohon. Pemosisian dalam SP IV terdiri atas asimilasi,

proklamasi, modalitas, penyangkalan, dan indrawi. Sistem Pemosisian yang

terbentuk dari SP V adalah unsur penyangkalan dengan jumlah 44,13%. Dari

unsur tersebut tergambar bahwa dialoq dan paparan pendapat dari DPR dan ahli

pemohon memposisikan dirinya sebagai perlawanan atau penolakan dari sebagian

pasal yang digugat. Perolehan kedua yaitu modalitas dengan jumlah 32,56%. Hal

ini menggambarkan penyangkalan yang disampaikan pemohon menjadi keharusan

demi kepastian hukum di Indonesia.

Tabel 5.32 Model pemosisian SP V

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan - Asimilasi Bahwa, berdasarkan,

menambahkan, mengambarkan, mengatakan, menjelaskan, menurut,

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan

belum, bukan, kecuali, namun, ngak, tanpa, tapi, tetapi, tidak, tidaklah

Proklamasi Menyatakan,

Terbuka

Modalitas akan, bisa, boleh, dapat, dibolehkan, ingin, mungkin, wajib

Indrawi Dilihat, lihat, melihat

Desas-desus

-

MONOGLOS Representasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 220: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

193

Model pemosisian dalam SP V terdiri atas asimilasi dengan leksis bahwa,

berdasarkan, menambahkan, mengambarkan, mengatakan, menjelaskan, menurut

untuk merealisasikan rujukan sebagai dasar. Penyangkalan dengan leksis belum,

bukan, kecuali, namun, ngak, tanpa, tapi, tetapi, tidak, tidaklah untuk

merealisasikan penolakan dan perlawanan dari pemohon. Proklamasi leksis

menyatakan untuk menyajikan proposisi, menentukan pertentangan terhadap

keadaan, atau mengatur posisi alternatif. Modalitas dengan leksis akan, bisa,

boleh, dapat, dibolehkan, ingin, mungkin, wajib untuk merealisasikan sikap,

pandangan, pertimbangan, opini pemohon terhadap pengalamannya. Indrawi

dengan leksis dilihat, lihat, melihat merealisasikan dasar dan pandangan.

(76) Oleh karena itu, general principle of law maupun Mulyatno menyatakan dengan tegas didalam bukunya bahwa sebetulnnya tidak ada perbedaan asasi antara perbuatan persiapan atau forbereading dan of puringhandeling atau permulaan pelaksanaan. (DL SP V 23) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi)

Leksis menyatakan pada contoh di atas menyajikan proposisi, menentukan

pertentangan terhadap keadaan, atau mengatur posisi alternatif untuk

menyampaikan keterangan dalam menyampaikan hak asasi pemohon dan definisi

pemufakatan jahat yang dituduhkan pada pemohon.

3. Pola graduasi dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP V) Graduasi SP V berkaitan dengan penggunaan fungsi bahasa menguatkan

dan melemahkan sikap dan pemosisian yang dihubungkan oleh teks dengan tema

mendengarkan keterangan lanjutan DPR dan Ahli pemohon. Graduasi dalam SP V

terdiri atas tingkatan, metafora, jumlah, ruang, waktu, tajam dan lunak. Dari

persentase di atas terbentuk sistem graduasi unsur waktu dengan jumlah 39,57%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 221: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

194

Dari dominasi hasil sumber tersebut tergambar bahwa fungsi bahasa DPR dan ahli

pemohon menguatkan dan melemahkan sikap dan pemosisian yang dihubungkan

oleh SP V.

Tabel 5.33 Model graduasi SP V

GRADUASI

FOKUS Tajam jelas-jelas, sah Lunak Seolah-olah, seperti

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi

Metafora penegakan hukum, menegakkan hukum,mengaburkan,melanggar, membunuh atau merampas

Tingkatan dikualifikasi, kualifikasi, mengkualifikasikan, mulia

Repetisi -

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu dikemudian hari, hari, kapan, kesempatan, ketika, nanti, paling lama, pertama, sementara, selama, seumur, tahun tanggal, terakhir

Ruang Jumlah

- minimum, sebagian, sebanyak, sejumlah, seluruh, semua

Model graduasi pada SP V terdiri atas leksis mempertajam yaitu jelas-

jelas dan sah. Leksis memperlunak yaitu seolah-olah dan seperti. Metafora

dengan leksis penegakan hukum, menegakkan hukum, mengaburkan, melanggar,

membunuh atau merampas. Tingkatan dengan leksis dikualifikasi, kualifikasi,

mengkualifikasikan, mulia. Unsur waktu dengan leksis dikemudian hari, hari...,

kapan, kesempatan, ketika, nanti, paling lama, pertama, sementara, selama,

seumur, tahun... tanggal..., terakhir. Jumlah dengan leksis minimum, sebagian,

sebanyak, sejumlah, seluruh,dan semua. Leksis tersebut dapat dilihat dalam

beberapa contoh di bawah ini.

(77) Majelis hakim yang mulia masalah yang tidak kalah pentingnya dalam konteks penegakan hukum pidana yang merupakatan wujud dalam upaya menjalankan hak atas kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. (DL SP V 204) (graduasi>forsa>intensifikasi>metafora)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 222: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

195

(78) Pasal 104 KUHP menentukan bahwa makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan atau meniadakan kemampuan presiden dan wakil presiden diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup. (DL SP V 122) (graduasi>forsa>intensifikasi>metafora)

Leksis penegakan hukum, membunuh, dan merampas merupakan leksis

bermakna metafora. Leksis penegakan hukum, membunuh, dan merampas

merupakan penggunaan bahasa untuk membandingkan yang berhubungan dengan

objek yang disandingkan untuk menghasilkan proses konsep kepastian hukum.

Dengan demikian, leksis metafora pada contoh berfungsi untuk menjelaskan,

mengekspresikan, dan mengevaluasi kepastian hukum yang harus ditegaskan.

5.2.2.6 Pola bahasa forensik dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VI)

Sidang pengadilan (SP VI) dengan jenis sidang pleno diadakan hari Selasa,

tanggal 3 Mei 2016. Tema sidang pleno „mendengarkan keterangan ahli presiden‟.

1. Pola sikap dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VI) Sikap yang terbentuk dari SP VI yaitu pola Penilaian ^ Apresiasi ^ Afek.

Dari bentuk tersebut ditemukan Sikap dalam SP VI menggambarkan Penilaian

yang terdiri atas penghargaan sosial dan saksi sosial.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 223: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

196

Gambar 5.13 Tipologi sikap sidang pleno (SP VI)

a. Penilaian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VI)

Penilaian sumber daya bahasa teks SP VI terdiri atas proprietas, kapasitas,

dan verasitas. Ketiga penilaian tersebut bermakna positif dan negatif. Dari hasil

penelitian persentase penilaian SP VI memiliki dominasi pertama jenis sanksi

sosial unsur verasitas/kebenaran bermakna positif dengan jumlah 36,50%, kedua

jenis penghargaan sosial unsur kapasitas bermakna positif dan sanksi sosial unsur

proprietas/etika bermakna positif dengan jumlah 23,10%, dan yang terkecil adalah

jenis sanksi sosial unsur proprietas/etika bermakna negatif dengan jumlah

17,30%.

Dari dominasi tersebut SP VI menggambarkan sumber daya bahasa yang

berorietasi kepada saksi sosial unsur verasitas/kebenaran bermakna positif. Dari

parameter penilaian keterangan ahli pada SP VI merupakan bahasa evaluasi

bermakna verasitas yang bersifat kemungkinan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 224: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

197

Tabel 5.34 Penilaian dalam SP VI

Penghargaan Sosial Positif Negatif kapasitas kuat, kekuatan, otentik,

otentiknya -

Sanksi Sosial Positif Negatif verasitas/kebenaran benar, betul, jelas - proprietas/etika baik, amal baik, amal buruk

Penilaian-penghargaan sosial dalam SP VI memiliki leksis kuat, kekuatan,

otentik, dan otentiknya dengan makna kapasitas. Leksis ini merupakan leksis

bermakna positif. Leksis kuat, kekuatan, otentik dan otentiknya merupakan leksis

yang menyatakan kualitas teks yang disampaikan seperti contoh berikut.

(79) Lalu dikatakan otentik atau original manakala informasi yang disimpan dan dibaca kembali yakni tidak berubah. (DL SP VI 50) (sikap>penilaian>penghargaan sosial>kapasitas>positif)

Leksis otentik pada contoh di atas merupakan leksis kapasitas bernilai positif yang

menyatakan keoriginalan informasi yang disimpan dan dibaca kembali yakni tidak

berubah. Penilaian-sanksi sosial dalam SP VI terdiri atas makna verasitas dengan

leksis benar, betul, dan jelas. Ketiga leksis tersebut bermakna positif. penilaian

proprietas dengan leksis baik, amal baik bermakna positif dan leksis amal buruk,

jahat bermakna negatif. Pada teks SP VI terdapat leksis proprietas positif dan

negatif yang seimbang.

b. Apresiasi dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VI)

Apresiasi dalam SP VI terdiri atas apresiasi bermakna kualitas,

keseimbangan, valuasi, dan dampak. Keempat makna ini memiliki makna positif

dan negatif. Persentase apresiasi SP VI didominasi sumber apresiasi unsur valuasi

positif dengan jumlah 40,90%. Kedua sumber sikap berdampak positif dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 225: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

198

jumlah 36,40%. Dan yang terkecil unsur kualitas bermakna positif dengan jumlah

9,10%.

Dari perolehan dominasi tersebut tergambar kecenderungan apresiasi SP

VI bahwa keterangan ahli presiden merupakan evaluasi yang berhubungan dengan

kognitif atau pendapat yang dipertimbangkan oleh ahli presiden dan reaksi yang

berdampak positif.

Tabel 5.35 Apresiasi dalam SP VI

Apresiasi Positif Negatif dampak menarik kualitas bagus, cantik, - keseimbangan - bertentangan valuasi khusus, sesuai -

Jenis-jenis apresiasi dalam SP VI terdiri atas apresiasi dampak dengan

leksis menarik yang memilliki polaritas reaksi berdampak positif. Apresiasi

kualitas dengan leksis bagus dan cantik memiliki polaritas reaksi berkualitas

positif. Apresiasi keseimbangan dengan leksis bertentangan memiliki polaritas

reaksi keseimbagan negatif. Apresiasi valuasi dengan leksis khusus dan sesuai

memiliki polaritas reaksi positif.

c. Afek dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VI)

Afek dalam SP VI berhubungan dengan sumber daya bahasa yang

menunjukkan perasaan negatif dan positif. Afek pada SP VI merupakan

pertimbangan ahli presiden untuk menilai gugatan perkara No. 20/PUU-

XIV/2016. Dari hasil analisis afek dalam SP VI terdiri atas afek ketidakbahagiaan

bermakna keamanan, keamanan-kepercayaan, dan kepuasan-kesenangan.

Dari hasil persentase afek pada SP VI didominasi oleh sumber afek jenis

keamanan bernilai positif dengan jumlah 46,70%, kedua sumber afek berjenis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 226: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

199

keamanan bermakna kepercayaan dengan jumlah 33,30% dan yang terkecil

sumber afek berjenis kepuasan bermakna kesenangan dengan jumlah 20,00%.

Tabel 5.36 Afek dalam SP VI

Keamanan/ Ketidakamanan

Arus (Perilaku) Watak

keamanan kepercayaan

dipercaya, dipercayakan, keterpercayaan,

-

Kepuasan/Ketidakpuasan kesenangan hormati Afek Positif Negatif keamanan/ ketidakamanan

dilindungngi, keselamatan, menyelamatkan, melindungi, melindunginya, perlindungan

-

Dari tabel di atas afek-keamanan/ketidakamanan dalam teks SP VI dengan

leksis dipercaya, dipercayakan, keterpercayaan merupakan makna keamanan-

kepercayaan. Afek-kepuasan/ketidakpuasan dalam SP VI dengan leksis hormati

merupakan makna kesenangan. Afek-jenis ketidakbahagiaan dalam SP VI dengan

leksis dilindungi, keselamatan, menyelamatkan, melindungi, melindunginya, dan

perlindungan. Keenam leksis ini merupakan makna keamanan bernilai positif.

2. Pola pemosisian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016(SP VI) Pemosisian pada SP VI berkaitan dengan pemosisian ahli presiden dalam

menyampaikan keterangannya mewakili pemerintah. Pemosisian dalam SP VI

menggunakan sumber daya bahasa asimilasi, proklamasi, modalitas,

penyangkalan, dan indrawi. Dalam SP VI hanya terdapat heteroglos. Merujuk

pada suara lain berkaitan dengan proposisi dan proposal yang dibawakan dalam

memaparkan pendapatnya di sidang pengadilan. Dari hasil analisis SP VI

terbentuk sumber pemosisian sesuai dengan persentase pemosisian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 227: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

200

Dari persentase pemosisian pada SP VI terdapat sumber pemosisian

dengan dominasi unsur penyangkalan dengan jumlah 46,50%. Kedua unsur

modalitas dengan jumlah 30,35%. dan yang terkecil unsur proklamasi dengan

jumlah 1,15%. Dari hasil tersebut menggambarkan bahwa ahli presiden

memposisikan dirinya sebagai susuatu yang melakukan penolakan dan

berlawanan.

Tabel 5.37 Model pemosisian bahasa forensik SP VI

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan - Asimilasi bahwa, berdasarkan,

mengatakan, mengambarkan, menjelaskan, menurut

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan bukan, belum, ngak, menampik, tapi, tanpa, tidak

Proklamasi menyatakan

Terbuka

Modalitas Akan, bisa, boleh, dapat, harus, mungkin, pasti

Indrawi dilihat, kelihatan, lihat, lihat-ihat, mendengarkan, melihat, terlihat

Desas-desus - MONOGLOS Representasi

Model pemosisian SP VI terdiri atas asimilasi dengan leksis bahwa,

berdasarkan, mengatakan, mengambarkan, menjelaskan, menurut. Leksis ini

merepresentasikan rujukan yang digunakan sebagai dasar dalam menngambarkan

proposisi. Penyangkalan dengan leksis bukan, belum, ngak, menampik,tapi, tanpa,

tidak. Leksis ini memosisikan dirinya sebagai sesuatu yang ganjil atau melakukan

penolakan. Proklamasi dengan leksis menyatakan. Leksis menyatakan menyajikan

proposisi, suara tekstual, dan mengatur posisi alternatif. Modalitas dengan leksis

akan, bisa, boleh, dapat, harus, mungkin, dan pasti. Leksis modalitas pada teks

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 228: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

201

SP VI ini merupakan pernyataan, sikap, pendapat, dan opini yang dibangun dalam

menyampaikan perasaan dan harapan.Indrawi dengan leksis dilihat, kelihatan,

lihat, lihat-lihat, mendengarkan, melihat, terlihat. Leksis indrawi digunakan

untuk menyampaikan perasaan indrawi.

3. Pola graduasi dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VI) Graduasi pada SP VI terdiri atas forsa atau daya yang digunakan untuk

memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi pada teks bertema mendengarkan

keterangan ahli presiden. Forsa memperkuat dan memperlemah pada tingkatan,

metafora, jumlah, ruang, dan waktu. Selain forsa juga terdapat fokus yang

digunakan untuk mempertajam dan memperlunak sesuatu pandangan yang

disampaikan oleh ahli presiden atau pihak pemerintah.

Persentase graduasi pada SP VI didominasi oleh sumber graduasi unsur

jumlah dengan jumlah 38,90%. Kedua bentuk unsur waktu dengan jumlah

31,00%. Hasil terkecil diperoleh oleh unsur mempertajam dengan jumlah 2,60%.

Dari hasil analisis graduasi menggambarkan bahwa unsur jumlah digunakan untuk

memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi teks SP VI dengan tema

keterangan ahli presiden.

Tabel 5.38 Model graduasi bahasa forensik SP VI

GRADUASI

FOKUS Tajam Sah Lunak Seperti, seakan-akan, seolah-olah

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi Metafora - Tingkatan Mulia, Repetisi -

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu

Hari, jam, kapan, kemarin, kemudian, ketika, nanti, pertama, pukul, sebelumnya, sejak, selama, tahun, tanggal, terakhir, yang akan datang,

Ruang Jumlah

kedepan, sebelah banyak, berapa, berdua, besar, kurang, lebih…, sekian, semua, sering, jumlahnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 229: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

202

Model graduasi dalam SP VI digunakan untuk mempertajam dan

memperlunak kualitas teks SP VI. Leksis sah digunakan untuk mempertajam teks.

Leksis seperti, seakan-akan, seolah-olah digunakan untuk memperlunak teks SP

VI. Leksis mulia digunakan untuk memperkuat tingkatan pada teks. Leksis unsur

waktu hari, jam, kapan, kemarin, kemudian, ketika, nanti, pertama, pukul,

sebelumnya, sejak, selama, tahun, tanggal, terakhir, yang akan dating digunakan

untuk memperkuat dan memperlemah teks. Leksis unsur ruang kedepan, sebelah

dan jumlah banyak, berapa, berdua, besar, kurang, lebih…, sekian, semua,

sering, jumlahnya digunakan untuk memperkuat dan memperlemah tingkat

evaluasi pada teks SP VI.

5.2.2.7 Pola bahasa dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VII) Sidang pengadilan ketujuh (SP VII) dengan jenis sidang pleno diadakan hari

Kamis, tanggal 19 Mei 2016. Sidang ini bertema „mendengarkan keterangan

ahli/saksi presiden‟.

1. Pola sikap dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VII)

Sikap dalam SP VII memiliki pola Penilaian ^ Apresiasi ^ Afek. Pola

bahasa forensik ini mengekspresikan keadaan keterangan ahli saksi presiden

sesuai dengan gambar 5 yang digunakan dalam menganalisis bahasa evaluatif.

Ketiga sumber tersebut memiliki turunan yan bervariasi seperti gambar berikut

ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 230: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

203

Gambar 5.14 Tipologi Sikap sidang pleno (SP VII)

a. Penilaian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VII)

Penilaian dalam SP VII merupakan wilayah makna yang merujuk pada

sikap keterangan saksi presiden. Penilaian SP VII terdiri atas proprietas, kapasitas,

dan verasitas yang memiliki persentase yang bervariasi. Persentase penilaian

dalam SP VII didominasi oleh pola sumber sikap dengan jenis sanksi sosial

bermakna proprietas dengan jumlah 61,30%.

Perolehan ini menggambarkan bahwa SP VII merupakan wilayah makna

yang merujuk pada sikap penutur atau pihak yang hadir pada SP VII berprilaku

sebagai kewajiban yang bernilai positif. Hasil terkecil diperoleh oleh sistem

penilaian proprietas bernilai negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 231: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

204

Tabel 5.39 Penilaian dalam SP VII

Penghargaan Sosial Positif Negatif Kapasitas cerdas, cermat, kekuatan,

kekuatannya, produktif, tegas -

Sanksi Sosial verasitas/kebenaran actual, benar, jelas, kebenaran,

objektif, proposional -

proprietas/etika adil, baik, keadilan

Penilaian-penghargaan sosial dalam teks SP VIII memiliki leksis cerdas,

cermat, kekuatan, kekuatannya, produktif, tegas dengan makna kapasitas.

Penilaian-sanksi sosial memiliki leksis aktual, benar, jelas, kebenaran, objektif,

proposional unsur verasitas bermakna positif. Leksis adil, baik, keadilan unsur

proprietas bermakna positif.

b. Apresiasi dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VII)

Apresiasi SP VII merupakan wilayah makna yang merujuk pada evaluasi

terhadap keterangan ahli presiden. Apresiasi dalam SP VII terdiri atas kualitas,

keseimbangan, valuasi, dampak, dan kompleksitas reaksi positif dan negatif. Dari

hasil analisis apresiasi ditemukan persentase apresiasi dalam SP VII berikut ini.

Persentase apresiasi dalam SP VII didominasi oleh sumber apresiasi

bermakna valuasi yang berhubungan dengan kognitif dengan jumlah 75,60%. Dari

dominasi jumlah apresiasi pada teks SP VII tergambar bahwa keterangan saksi

presiden berhubungan dengan proses mental-cara saksi memandang isi gugatan

UU ITE. Pendapat saksi presiden dipaparkan dengan pertimbangan dan dasar

keilmuan yang bermakna positif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 232: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

205

Tabel 5.40 Apresiasi dalam SP VII

Apresiasi Positif Negatif dampak menarik, luar biasa kualitas bagus - keseimbangan - bertentangan kompleksitas - tidak jelas valuasi luar biasa, sesuai,

khusus, khususnya, kekhususan

biasa

Berdasarkan parameter apresiasi SP VIII memiliki jenis-jenis apresiasi

dampak dengan leksis menarik dan luar biasa. Kedua leksis tersebut merupakan

polaritas dengan reaksi yang berdampak positif. Apresiasi kualitas terdapat leksis

bagus yang merupakan reaksi kualitas positif. Apresiasi keseimbangan dengan

leksis bertentangan yang merupakan reaksi keseimbangan negatif. Apresiasi

kompleksitas dengan leksis tidak jelas merupakan reaksi kompleksitas negatif.

Apresiasi valuasi luar biasa, sesuai, khusus, khususnya, kekhususan merupakan

reaksi valuasi positif dan leksis biasa yang merupakan reaksi valuasi negatif.

c. Afek dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VII)

Afek dalam SP VII bermakna ketidakbahagiaan-keamanan, keamanan-

amanah, dan kecenderungan-takut. Afek dalam teks SP VII berhubungan dengan

sumber daya bahasa yang menunjukkan perasaan negatif dan positif yang

memiliki persentase bervariasi. Dari persentase di atas terdapat dominasi sistem

afek bermakna irealis kecenderungan merasa takut dengan jumlah 55,00%.

Dari hasil dominasi tersebut tergambar bahwa afek SP VII merupakan

sumber daya bahasa yang memiliki kecenderungan dari rasa takut. Dan perolehan

terkecil pada SP VII adalah keamanan unsur amanah bermakna positif dengan

jumlah 15,00%. Hal ini menggambarkan pada sidang pleno VII keterangan ahli

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 233: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

206

presiden masih menggunakan leksis unsur keamanan yang merupakan amanah

undang-undang.

Tabel 5.41 Afek dalam SP VII

Kecendrungan / Ketidakcenderungan

Arus (Perilaku) Watak

Takut diancam,ancaman, menakut-nakuti

-

Keamanan/Ketidakamanan keamanan amanah

menegaskan

-

Afek Positif Negatif keamanan/ ketidakamanan jaminan, keamanan,

perlindungan

Dari hasil persentase di atas maka SP VII cenderung memiliki leksis

irealis. Leksis diancam, ancaman, menakut-nakuti dalam SP VIII merupakan

leksis kecenderungan takut. Lebih jelasnya dijelaskan dalam contoh berikut.

(80) Dalam perakteknya pihak yang bersepakat kecendrungannya mempunyai kualitas atau potensi kualitas untuk melakukan tersebut dalam perspektif pidana bahwa pidana harus mempunyai dasar legistimasi antara lain dalam rangka pencegahan kejahatan dengan tujuan antara lain menakut-nakuti menanamkan norma pengamanan, sosialisasi, pencegahan main hakim sendiri, penyelesaian konflik, dan pengurangan rasa dendam. (DL SP VII 168). (sikap>afek>irealis>kecendrungan>takut)

Leksis menakut-nakuti pada contoh di atas merupakan sumber daya bahasa

evaluatif yang membicarakan ungkapan perasaan Irealis-takut. Leksis menakut-

nakuti berhubungan dengan maksud atau keinginan dalam kaitannya dengan

stimulus yang mungkin akan terjadi. Afek-keamanan/ketidakamanan dalam SP

VII dengan leksis menegaskan memiliki unsur keamanan amanah bermakna

positif. Afek-jenis ketidakbahagiaan dalam SP VII terdiri atas leksis jaminan,

keamanan, perlindungan unsur keamanan bermakna positif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 234: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

207

2. Pola pemosisian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VII)

Pemosisian dalam SP VII menggunakan sumber daya bahasa untuk

memposisikan keterangan ahli saksi presiden. Pemosisian dalam SP VII merujuk

pada suara orang lain atau heteroglos. Pemosisian dalam SP VII terdiri atas

asimilasi, proklamasi, modalitas, penyangkalan, dan indrawi. Dari persentase

Pemosisian SP VII ditemukan dominasi unsur penyangkalan dengan jumlah

47,90%. Dari dominasi tersebut SP VII menggambarkan suara tekstual yang

memosisikan dirinya sebagai sesuatu yang ganjil atau penolakan terhadap gugatan

UU ITE. Tidak jauh dari sistem penyangkalan, SP VII juga memiliki bahasa

evaluasi berupa unsur modalitas dengan hasil 35,60%.

Tabel 5.42 Model pemosisian bahasa forensik dalam SP VII

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan - Asimilasi Bahwa, berdasarkan,

mengatakan menjelaskan, menurut,

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan bukan, enggak, gak, tanpa, tapi, tetapi, tidak

Proklamasi Menyatakan

Terbuka

Modalitas akan, bisa, boleh, dapat harus, ingin, mungkin, pasti, wajib

Indrawi didengar dengar, dilihat, lihat, mendengarkan, melihat,

Desas-desus - MONOGLOS Representasi

Model pemosisian SP VII terdiri atas suara heteroglos. Suara tekstual

pemosisian pada teks SP VII mengacu pada makna asimilasi dengan leksis bahwa,

berdasarkan, mengatakan menjelaskan, menurut. Unsur penyangkalan dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 235: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

208

leksis bukan, enggak, gak, tanpa, tapi, tetapi, tidak. Proklamasi dengan leksis

menyatakan. Modalitas dengan leksis akan, bisa, boleh, dapat harus, ingin,

mungkin, pasti, wajib. Indrawi dengan leksis didengar dengar, dilihat, lihat,

mendengarkan, melihat.

3. Pola graduasi dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VII)

Graduasi pada SP VII terdiri atas forsa atau daya yang digunakan untuk

memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi pada teks bertema mendengarkan

saksi presiden. Forsa memperkuat dan memperlemah pada tingkatan, metafora,

jumlah, ruang, dan waktu. Selain forsa juga terdapat fokus yang digunakan untuk

mempertajam dan memperlunak sesuatu pandangan yang disampaikan oleh saksi

presiden atau pihak pemerintah.

Persentase graduasi pada SP VII didominasi oleh sumber graduasi dengan

unsur waktu dengan jumlah 30,60%. Kedua sumber graduasi unsur jumlah dengan

jumlah 22,00%. Terkecil diperoleh oleh unsur ruang dengan jumlah 4,20%. Dari

hasil analisis Graduasi menggambarkan bahwa unsur waktu digunakan untuk

memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi SP VII dengan tema keterangan

saksi presiden.

Tabel 5.43 Model graduasi bahasa forensik SP VII

GRADUASI

FOKUS Tajam Sah Lunak Seperti

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi Metafora - Tingkatan Mulia Repetisi -

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu

Hari, ketika, lama, nanti, pertama, pukul, sebelum, tahun, tanggal, terakhir, waktu, waktunya

Ruang Jumlah

Banyak, didepan, diruangan, ketempat, Sebelah…, sebuah, semua, maksimal, sebagian, setengah,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 236: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

209

Model graduasi dalam SP VII digunakan untuk mempertajam dan

memperlunak kualitas SP VII. Leksis sah digunakan untuk mempertajam

pernyataan. Leksis seperti digunakan untuk memperlunak SP VII. Leksis mulia

digunakan untuk memperkuat tingkatan pada pernyataan. Leksis unsur waktu

hari, ketika, lama, nanti, pertama, pukul, sebelum, tahun..., terakhir, waktu,

waktunya digunakan untuk memperkuat dan memperlemah. Leksis ruang banyak,

didepan, diruangan, sebelah..., dan jumlah sebuah, semua, maksimal, sebagian,

setengah digunakan untuk memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi pada

SP VII.

5.2.2.8 Pola bahasa dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016(SP VIII)

Sidang pengadilan (SP VIII) dengan jenis sidang pleno diadakan hari rabu,

tanggal 7 September 2016. Tema sidang pleno „pengucapan putusan‟.

1. Pola sikap dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VIII)

Sikap dalam SP VIII mengekspresikan keadaan pada saat pengucapan

putusan. Dari hasil analisis SP VIII terbentuk sikap Apresiasi ^ Afek ^ penilaian.

Pola sikap tersebut menggambarkan penutur mengekspresikan pesannya kepada

masyarakat melalui pengucapan putusan dari sidang pleno. Sikap atau pesan

sidang secara langsung menyampaikan apresiasi. Evaluasi terhadap perkara No.

20/PUU-XIV/2016. Evaluasi tersebut akan diuraikan satu persatu pada aspek

sikap di bawah ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 237: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

210

Gambar 5.15 Tipologi Sikap sidang pleno (SP VIII)

a. Penilaian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VIII)

Penilaian SP VIII merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap

majelis hakim dalam pengucapan putusan. Penilaian dibagi dalam dua subkategori

yaitu penghargaan sosial dan yang berorientasi pada sanksi sosial. Persentase

penilaian SP VIII di atas terdapat unsur penilaian berjenis sanksi sosial unsur

proprietas/etika bermakna positif dan verasitas/kebenaran bermakna positif

dengan jumlah 28,57%. Hal ini menggambarkan hasil proprietas dan verasitas

suatu bahasa evaluasi yang seimbang antara kewajiban dan kemungkinan.

Tabel 5.44 Penilaian dalam SP VIII

Penghargaan Sosial Positif Negatif kapasitas kekuatan, - Sanksi Sosial verasitas/kebenaran benar, - proprietas/etika keadilan

Penilaian-penghargaan sosial dalam SP VIII terdapat leksis kekuatan yang

bermakna kapasitas bermakna positif. Penilaian-sanksi sosial dalam SP VIII

terdiri atas saksi sosial verasitas dengan leksis benar. Sanksi sosial proprietas

dengan leksis keadilan seperti contoh berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 238: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

211

(81) Arief Hidayat: “Putusan perkara nomor 20/PUU-XIV/2016 demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir.” (DL SP VIII 12) (sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/etika>positif)

Leksis keadilan pada pengucapan putusan oleh ketua hakim merupakan leksis

proprietas bernilai positif menggambarkan etisnya majelis hakim berdasarkan

Ketuhanan yang Maha Esa.

b. Apresiasi dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VIII)

apresiasi dalam SP VIII. Dari tabel di atas dominasi valuasi bernilai positif dengan

jumlah 76,00%. Kedua keseimbangan bernilai negatif dengan jumlah 24,00%.

Dari hasil tersebut tergambar bahwa apresiasi SP VIII secara umum merupakan

wilayah makna yang merujuk pada evaluasi dan reaksi terhadap putusan UU ITE.

Dari parameter apresiasi SP VIII terbagi atas dua aspek valuasi dan keseimbangan

dengan polaritas bervaluasi positif dan keseimbangan negatif.

Tabel 5.45 Apresiasi dalam SP VIII

Apresiasi Positif Negatif Keseimbangan - beretentangan,

pertentangan Valuasi khusus, khususnya,

sesuai -

(82) Menimbang bahwa selain itu mahkamah perlu juga mempertimbangkan mengenai bukti penyadapan berupa rekaman pembicaraan sesuai hukum pembuktian. (DL SP VIII 75) (sikap>apresiasi>valuasi>positif)

Leksis sesuai pada contoh di atas merupakan apresiasi yang berhubungan

dengan kognitif. Leksis sesuai adalah pendapat yang dipertimbangkan mengenai

bukti penyadapan berupa rekaman pembicaraan harus sesuai dengan hukum

pembuktian yang berlaku di Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 239: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

212

c. Afek dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VIII)

Afek dalam SP VIII merupakan sumber daya bahasa yang terdiri atas afek

keamanan, amanah, kesenagan, dan kecenderungan dari rasa takut. Afek dalam SP

VIII memiliki makna positif dan negatif yang bervariasi. Dari persentase afek SP

VIII dominasi sumber afek unsur kecenderungan merasa takut dengan jumlah

83,30%.

Dari persentase dominasi afek tersebut tergambar bahwa sumber daya

bahasa evaluatif dalam SP VIII meliputi perasaan takut atau tidak aman. Didalam

SP VIII juga terdapat sumber afek unsur kesenangan dengan jumlah 16,70% yang

berhubungan dengan sidang karena sebagian pasal dikabulkan dan direvisi. Lebih

jelasnya lihat contoh SP VIII berikut ini.

Tabel 5.46 Afek dalam SP VIII

Kecendrungan/ Ketidakcenderungan

Arus (Perilaku) Watak

Takut ancaman,mengancam, ketakutan.

-

Keamanan/Ketidakamanan keamanan amanah

menegaskan

-

Kepuasan/Ketidakpuasan kesenangan hormat Afek Positif Negatif keamanan/ ketidakamanan

aman, keamanan, keselamatan, melindungi, perlindungan

(83) Pasal 31UU No.17 tahun 2011 tentang intelegent negara menyatakan

selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 badan intelegent negara memiliki wewenang melakukan penyadapan pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi idiologi politik ekonomi sosial budaya pertahanan dan keamanan dan sektor kehidupan masyarakat lainya termasuk pangan, energi, sumber daya alam dan lingkungan hidup dan atau....” (DL SP VIII 35) (sikap>afek>irealis>kecendrungan>takut)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 240: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

213

Secara apraisal leksis mengancam merupakan irealis berhubungan dengan

maksud atau keinginan dalam kaitannya dengan stimulus yang mungkin terjadi.

Leksis mengancam merupakan kecenderungan dari rasa takut yang akan

mengancam keamanan nasional maka pasal 31 UU No.17 tahun 2011 tentang

intelegent negara memberikan wewenang untuk melakukan penyadapan sebagai

antisipasi. Leksis menegaskan merupakan afek-keamanan bermakna amanah.

Leksis hormat merupakan watak dari peserta sidang pengadilan merupakan suatu

kesenangan dan kebiasan memberi hormat kepada majelis hakim.

(84) Manahan MP Sitompul :‟‟...menyatakan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungandari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi” (DL SP VIII 22) (sikap>afek>keamanan)

Leksis perlindungan dan aman pada contoh di atas merupakan leksis afek

bermakna keamanan. Leksis perlindungan dan aman meliputi peryataan bahwa

setiap orang berhak atas rasa damai dan terlindung dari ancaman ketakutan.

2. Pola Pemosisian dalam sidang pleno perkara No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VIII)

Pemosisian dalam SP VIII merupakan sumber daya bahasa yang berfungsi

untuk memposisikan majelis hakim dan yang hadir pada pengucapan putusan

gugatan. Pemosisian dalam teks SP VIII terdiri atas asimilasi, proklamasi,

modalitas, penyangkalan, dan indrawi.

Persentase sumber pemosisian yaitu asimilasi dengan jumlah 29,90%. Hal

ini menggambarkan bahwa majelis hakim merepresentasikan proposisi sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 241: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

214

dasar dalam memutuskan gugatan. Menggunakan undang-undang sebagai dasar

pertimbangan dalam memutuskan perkara.

Tabel 5.47 Model pemosisian SP VIII

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan - Asimilasi Bahwa, Berdasarkan, menurut,

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan kecuali, namun, tanpa, tetapi, tidak

Proklamasi Menyatakan

Terbuka

Modalitas Akan, bisa, boleh, dapat, harus

Indrawi Didengar, dilihat, Mendengar, mendengarkan,

Desas-desus - MONOGLOS Representasi

Leksis Asimilasi dalam SP VIII terdiri atas bahwa, berdasarkan, dan

menurut. Leksis penyangkalan kecuali, namun,tanpa, tetapi, tidak. Leksis

proklamasi menyatakan. Leksis modalitas akan, bisa, boleh, dapat, harus. Leksis

indrawi didengar, dilihat, dan mendengar.

(85) Pokok permohonan menimbang bahwa pada dasarnya tindakan penyadapan atau interseption termasuk didalamya perekaman adalah perbuatan melawan hukum karna penyadapan merupakan sebuah tidakan yang melanggar privasi orang lain sehingga melanggar hak asasi manusia pasal 28 g ayat 1 UUD 1945.” (DL SP VIII 20) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi)

(86) Berdasarkan beberapa UU tersebut diatas ternyata telah terang

bahwa penyadapan untuk kepentingan hukumpun harus dilaksanakan berdasarkan prosedur hukum yang telah ditentukan oleh undang-undang. (DL SP VIII 43)

(pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi)

(pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>terbuka>modalitas) (pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 242: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

215

Leksis berdasarkan, bahwa, dan harus merupakan sumber daya bahasa

yang memposisikan majelis hakim dalam pengucapan putusan gugatan. Leksis

berdasarkan dan bahwa memposisikan majelis hakim merepresentasikan

proposisi sebagai dasar dalam memutuskan gugatan. Dari contoh di atas hakim

memposisikan dirinya dengan proposisi sebagai dasar pertimbangan bahwa

penyadapan untuk kepentingan hukum harus dilaksanakn dengan prosedur hukum

yang telah ditentukan oleh undang-undang. Leksis harus memposisikan pendapat

majelis hakim pada tingkat yang tinggi (keharusan) sesuai dengan prosedur

hukum yang ditentukan undang-undang.

3. Pola graduasi dalam sidang pleno perkara

No. 20/PUU-XIV/2016 (SP VIII)

Graduasi SP VIII terdiri atas penilaian pada tingkat intensitas yang

digunakan terhadap tingkatan dan metafora. SP VIII memiliki unsur jumlah,

ruang, dan waktu jumlah, ruang, waktu, dan fokus yang digunakan untuk

mempertajam dan memperlunak teks yang bertema pengucapan putusan.

Graduasi SP VIII terbentuk sumber graduasi unsur waktu dengan jumlah

43,30%. Hasil dominasi menggambarkan SP VIII dalam membacakan putusan

sidang lebih banyak menggunakan bahasa evaluasi dengan makna merujuk pada

waktu untuk menguatkan putusan gugatan UU ITE.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 243: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

216

Tabel 5.48 Model graduasi SP VIII

GRADUASI

FOKUS Tajam Sah Lunak Seperti

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi Metafora melawan,melanggar Tingkatan Esa, kualifikasi, mulia, Repetisi -

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu

bertanggal, hari, jangka,ketika, paling lama,pertama,tahun,tanggal, terakhir

Ruang Jumlah

lingkungan, ruang, sebelah… banyak, minoritas, sebagian, semua,

Model graduasi SP VIII terdiri atas mempertajam dengan leksis sah.

Memperlunak dengan leksis seperti. Tingkatan dengan leksis Esa, kualifikasi, dan

mulia. Kuantifikasi waktu dengan leksis bertanggal, hari, jangka, ketika, paling

lama, pertama, tahun, tanggal, terakhir. Unsur ruang dengan leksis lingkungan,

ruang, sebelah dan unsur jumlah dengan leksis banyak, minoritas, sebagian,

semua agar lebih jelas dapat dilihat pada contoh berikut.

(87) Pemerintah: “Terima kasih yang mulia dari pemerintah hadir masing-masing saya sendiri dari Kementerian Hukum dan HAM dan kemudian sebelah kanan saya masing-masing dari Kementrian Kominfo.” (DL SP VIII 9) (graduasi>forsa> intensifikasi>tingkatan)

(graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang)

(88) Pokok permohonan menimbang bahwa pada dasarnya tindakan penyadapan atau interseption termasuk didalamya perekaman adalah perbuatan melawan hukum karna penyadapan merupakan sebuah tindakan yang melanggar privasi orang lain sehingga melanggar hak asasi manusia pasal 28 G ayat 1 UUD 1945.” (DL SP VIII 21) (graduasi>forsa>intensitifikasi>metafora) (graduasi>forsa>intensitifikasi>jumlah) (graduasi>forsa>intensitifikasi>metafora)

Leksis mulia merupakan fugsi bahasa untuk menguatkan pada tingkatan.

Leksis sebelah kanan merupakan fungsi bahasa untuk menguatkan pada ruang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 244: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

217

Leksis sebuah merupakan fungsi bahasa untuk menguatkan pada jumlah. Leksis

melawan dan melanggar merupakan fungsi bahasa untuk menyandingkan fungsi

bahasa dengan objek yang dipertentangkan untuk menghasilkan konsep hukum

dan hak asasi manusia sesuai dengan pasal 28 g ayat 1 UUD 1945.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 245: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

218

5.2.3 Pola Bahasa dalam Teks Putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Pola bahasa teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 adalah Pemosisian ^ Graduasi ^

Sikap tergambar seperti jaringan sistem berikut ini.

Gambar 5.16 Jaringan sistem (network system) putusan No. 20/PUU-XIV/2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 246: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

219

5.2.3.1 Pola sikap bahasa dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Sikap bahasa dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 mengekspresikan

keadaan. Keadaan hakim MKRI, pemohon yang diwakilkan kepada kuasa hukum,

ahli dari pemohon, ahli dari pemerintah, dan perwakilan dari DPR. Aspek sikap

dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 terdiri atas tiga bagian yaitu afek,

penilaian, dan apresiasi yang bervariasi. Ketiga aspek ini menggambarkan

bagaimana sikap pemohon yang diwakilkan kepada kuasa hukum, ahli dari

pemohon, ahli dari pemerintah, dan perwakilan DPR dalam menyampaikan

pesannya kepada hakim MKRI. Pesan yang disampaikan pemohon kepada hakim

MKRI disampaikan secara tulis dan lisan dalam sidang pengadilan gugatan UU

ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016.

Sikap dalam putusan No. 20/PUU-XIV/2016 terbentuk pola sikap bahasa

Afek ^ Penilaian ^ Apresiasi. Dominasi tiga sumber yaitu afek dengan jumlah

36,30%, penilaian dengan jumlah 34,30%, dan apresiasi dengan jumlah 29,40%.

Dari dominasi tersebut menggambarkan sikap putusan No. 20/PUU-XIV/2016

digunakan untuk memutuskan ungkapan emosi dan perasaan atau keinginan

pemohon untuk menggugat UU ITE. UU ITE berhasil digugat dan direvisi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 247: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

220

Gambar 5.17 Tipologi sikap dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

a. Afek dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Afek dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 berhubungan dengan

sumber daya yang menunjukkan perasaan negatif dan positif. Leksis afek dalam

teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 bermakna positif antara lain perlindungan,

melindungi, keamanan, aman, perdamean, pengakuan, kerahasiaan, kepastian,

menjaga, ketertiban dan menyelamatkan.

Sumber afek dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 terbentuk

sumber afek yang dominan yaitu keamanan bernilai positif dengan jumlah

52,85%. Kedua irealis usur kecenderungan merasa takut dengan jumlah 17,62%.

Ketiga irealis unsur kecenderungan bermakna hasrat/keingian dengan jumlah

15,55% dan yang terkecil kepuasan bermakna kesenangan dengan jumlah 0,50%.

Hasil ini menggambarkan teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 berhubungan

dengan sumber daya yang menunjukkan perasaan aman. Dari segi polaritas, afek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 248: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

221

teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 memiliki makna afek-irealis (hasrat) dan

afek-keamanan/ketidakamanan. Lihat tabel afek berikut ini.

Tabel 5.49 Afek dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Kecendrungan/ Ketidakcenderungan

Arus (Perilaku) Watak

hasrat/keinginan mengajukan - Takut ancaman,ketakutan,mengancam,

kekhawatiran,ketakutan,takut, diancam,mengancam, membahayakan,

-

Keamanan/Ketidakamanan keamanan amanah

menegaskan,penegasan,ditegaskan -

kepercayaan memberikan, menyerahkan,dipercaya,kepercayaan

-

Kepuasan/Ketidakpuasan kepuasan kesenangan

terhormat

Afek Positif Negatif keamanan perlindungan,melindungi,

keamanan,aman,perdamean, pengakuan,kerahasiaan,kepastian, menjaga,ketertiban,menyelamatkan

Dari hasil analisis sikap afek-irealis dalam teks putusan ditemukan leksis

mengajukan. Leksis mengajukan merupakan leksis afek-irealis yang bermakna

usul, permintaan, sanggahan, protes terhadap beberapa pasal pada UU ITE tahun

2008. Dalam hal ini yang mengajukan adalah pemohon SN yang diwakili oleh

kuasa hukumnya. Pemohon memiliki kecenderungan memiliki hasrat/keinginan

mengajukan gugatan UU ITE karena merasa terancam. Sikap pemohon atau

perasaan pemohon meliputi maksud dan tujuan yang tergambar dari leksis

mengajukan. Dari deskripsi tersebut berhubungan dengan sumber daya yang

menunjukkan rasa takut dengan leksis ancaman, ketakutan, mengancam,

kekhawatiran, ketakutan, takut, diancam, mengancam, dan membahayakan. Hal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 249: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

222

ini sekaitan dengan penemuan leksis sikap afek-keamanan/ketidakamanan. Leksis

menegaskan, penegasan, dan ditegaskan merupakan sumber daya evaluasi unsur

keamanan amanah.

Dalam putusan leksis memberikan, menyerahkan, dipercaya, dan

kepercayaan merupakan unsur afek bermaknan keamanan-kepercayaan. Leksis

terhormat merupakan leksis kepuasan yang diucapkan oleh pemohon, ahli, saksi

pemerintah kepada hakim yang dianggap sebagai simbol keadilan dan kebenaran

dalam mengambil keputusan.

Dalam teks putusan terdapat juga sumber daya bahasa evaluasi yang

berhubungan dengan perasaan aman atau keamanan bermakna positif dengan

leksis perlindungan, melindungi, keamanan, aman, perdamean, pengakuan,

kerahasiaan, kepastian, menjaga, ketertiban dan menyelamatkan. Sebagai contoh

kalimat yang menggambarkan unsur afek teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

adalah sebagai berikut.

(89) Proses penyelidikan dan pemanggilan yang didasarkan atas alat bukti yang tidak sah (illegal) jelas melanggar prinsip due process of law yang merupakan refleksi dari prinsip negara hukum yang dianut oleh Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dan juga melanggar prinsip pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat (1) serta melanggar hak privasi (a reasonable expectation of privacy) pemohon yang dijamin dalam pasal 28G ayat (1) UUD 1945. (DT PP 2016 111) (sikap>afek>keamanan>positif)

Secara apraisal leksis pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum, dan

adil adalah leksis afek bermakna keamanan yang bernilai positif.

(90) Tindakan pembenaran ini dapat mengakibatkan negara dianggap telah lalai dalam melindungi warga negaranya dari tindakan perekaman yang dilakukan secara illegal yang mengancam hak privasi warga negaranya. (DT PP 2016 117) (sikap>afek>keamanan>positif)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 250: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

223

(91) Pasal 31 undang-undang nomor 17 tahun 2011 tentang intelijen

negara menyatakan, “Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 badan intelijen negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan: a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; dan/atau b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum”. (DT PP 2016) (sikap>afek>keamanan>positif)

b. Penilaian dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Penilaian dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 merupakan wilayah

makna yang merujuk sikap terhadap putusan gugatan UU ITE. Penilaian dalam

putusan perkara dibagi atas dua kategori yaitu yang berhubungan dengan

penghargaan sosial dan sanksi sosial. Dari parameter sikap unsur penilaian dalam

teks putusan perkara terdiri atas subkategori proprietas, kapasitas, dan verasitas

yang bermakna positif dan negatif.

Teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 memiliki sumber penilaian yang

didominasi oleh sanksi sosial unsur kapasitas bermakna positif dengan jumlah

31,30%. Kedua sanksi sosial unsur proprietas/etika bermakna negatif dengan

jumlah 27,50%. Ketiga verasitas/kebenaran bermakna positif dengan jumlah

23,10%. Terkecil unsur proprietas/etika bermakna positif dengan jumlah 18,10%.

Dari dominasi tersebut tergambar penilaian terhadap putusan gugatan berdasarkan

hasil sidang. Penilaian dalam putusan didominasi oleh kategori yang berhubungan

dengan penghargaan sosial dengan subkategori kapasitas. Kapasitas

menggambarkan teks putusan merupakan sumber daya penilaian bermakna positif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 251: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

224

Berikut contoh yang menggambarkan unsur penilaian teks putusan No. 20/PUU-

XIV/2016.

(92) Proses penyelidikan dan pemanggilan yang didasarkan atas alat bukti yang tidak sah (illegal) jelas melanggar prinsip due process of law yang merupakan refleksi dari prinsip negara hukum yang dianut oleh Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dan juga melanggar prinsip pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat (1) serta melanggar hak privasi (a reasonable expectation of privacy) pemohon yang dijamin dalam pasal 28G ayat (1) UUD 1945. (DT PP 2016)

(sikap>penilaian>sanksi sosial>verasitas/kebenaran>negatif) (sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif)

(sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>positif)

Secara apraisal contoh di atas terdiri atas leksis penilaian jelas, melanggar,

dan adil. Leksis jelas merupakan penilaian berjenis sanksi sosial unsur kebenaran

bermakna negatif. Leksis jelas merupakan unsur kebenaran dalam proses

penyelidikan dan pemanggilan yang didasarkan atas alat bukti yang tidak sah

(illegal) melanggar prinsip due process of law yang merupakan refleksi dari prinsip

negara hukum yang dianut oleh Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur

dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Leksis melanggar merupakan penilaian etika

bermakna negatif. Perolehan bukti rekaman suara melanggar prinsip pengakuan,

jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam

pasal 28D ayat (1) serta melanggar hak privasi (a reasonable expectation of

privacy) pemohon yang dijamin dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.

(93) Ketidakfairan, ketidakpastian dan ketidakadilan hukum prosedural dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia yang serius, karena seseorang dapat dipidana kehilangan kemerdekaan, bahkan kehilangan nyawa akibat penerapan hukum materil yang secara prosedural tidak memenuhi standard due process of law, kepastian hukum dan keadilan. (DT PP 2016)

(sikap>penilaian>sanksi sosial>proprietas/ etika>negatif)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 252: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

225

Leksis penilaian bermakna positif antara lain adil, benar, baik, Esa,

kekuatan, keadilan, kebenaran, kuat, seadil-adilnya, dan semangat. Leksis

Penilaian bermakna negatif antara lain dilanggar, intersepsi, jelas, ketidakarifan,

ketidakpastian, ketidakadilan, membocorkan, pelanggaran, terlanggar, dan

terlanggarnya. Leksis penilaian tersebut lebih rinci dapat dilihat pada uraian tabel

berikut ini.

Tabel 5.50 Penilaian dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Penghargaan Sosial Positif Negatif Kapasitas kekuatan, kuat,

semangat,aktual,potensial, berpotensi,tegas,mencermati

-

Sanksi Sosial verasitas/kebenaran benar, jelas, jelas-jelas, nyata,

kebenaran, dibenarkan, benar-benar

-

proprietas/etika adil, baik, Esa, keadilan, seadil-adilnya, fair.

intersepsi, ketidakarifan, ketidakadilan, pemufakatan jahat, menyadap,penyadapan,kejahatan, kejahatan-kejahatan

Penilaian berjenis penghargaan sosial unsur kapasitas dalam putusan

gugatan adalah leksis kekuatan, kuat, aktual, potensial, berpotensi, tegas,

mencermati dan semangat bermakna positif. Penilaian berjenis sanksi sosial

bermakna verasitas dalam putusan gugatan adalah leksis benar, jelas, jelas-jelas,

nyata, dibenarkan, benar-benar dan kebenaran bermakna positif. Leksis adil,

baik, Esa, fair, keadilan, seadil-adilnya merupakan penilan berjenis sanksi sosial

proprietas/etika bermakna positif. Leksis intersepsi, ketidakarifan, ketidakadilan,

pemufakatan jahat, menyadap, penyadapan, dan kejahatan merupakan jenis

sanksi sosial unsur proprietas bermakna negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 253: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

226

c. Apresiasi dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Apresiasi merupakan wilayah makna yang merujuk pada evaluasi terhadap

gugatan UU ITE. Apresiasi dalam putusan dibagi dalam reaksi, komposisi, dan

valuasi. Pilihan sumber apresiasi pada putusan No. 20/PUU-XIV/2016 didominasi

oleh valuasi bermakna positif dengan jumlah 62,82%, kedua keseimbangan

bermakna negatif 19,88%, ketiga kompleksitas bermakna negatif 14,74%, dan

yang terkecil kualitas bermakna positif dan negatif dengan jumlah 0,64%,

keseimbangan bermakna positif 0,64%, dan valuasi bermakna negatif 0,64%. Dari

dominasi tersebut tergambar bahwa teks putusan gugatan merupakan sumber daya

bahasa yang merujuk pada evaluasi terhadap pasal 5 ayat (1), (2), dan pasal 44

huruf b. Lebih jelasnya lihat paparan contoh yang menggambarkan unsur apresiasi

teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 berikut ini.

(94) Menimbang bahwa pemohon telah mengajukan permohonan bertanggal 10 Februari 2016 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal 10 Februari 2016 berdasarkan akta penerimaan berkas permohonan nomor 6.4 /PAN.MK/2016 dan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi pada tanggal 17 Februari 2016 dengan nomor 20/PUU-XIV/2016, yang telah diperbaiki dan diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal (8) 7 Maret 2016. (DT PP 2016 6). (sikap>apresiasi>keseimbangan>positif)

(95) Oleh karena itu, setiap ketentuan undang-undang tidak boleh

bertentangan dengan UUD 1945 (constitutie is de hoogste wet). (DT PP 2016 13). (sikap>apresiasi>keseimbangan>negatif)

Leksis apresiasi bermakna positif antara lain menimbang dan bertentangan

dengan unsur keseimbangan bermakna positif dan negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 254: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

227

Tabel 5.51 Apresiasi dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Apresiasi Positif Negatif kualitas Baik buruk keseimbangan pertentangan bertentangan kompleksitas - ambigu,multitafsir,tidak

jelas,ketidakjelasan, kekaburan,ketidakpastian, kabur.

valuasi sesuai,khusus,spesifik, khususnya,kesesuaian.

biasa

Leksis baik merupakan apresiasi teks putusan dengan unsur kualitas

bermakna positif dan leksis buruk bermakna negatif. Leksis pertentangan

merupakan unsur keseimbangan bermakna positif dan leksis bertentangan

bermakna negatif. Leksis ambigu, multitafsir, tidak jelas, ketidakjelasan,

kekaburan, ketidakpastian, dan kabur bermakna negatif. Leksis sesuai, khusus,

spesifik, khususnya, dan kesesuaian.

5.2.3.2 Pola pemosisian bahasa dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Pemosisian bahasa forensik dalam putusan No. 20/PUU-XIV/2016

berkaitan dengan pemosisian penulis putusan dalam bahasanya. Pemosisian

bahasa forensik dalam putusan menggunakan sumber daya bahasa forensik untuk

memposisikan suara penulis yang berkaitan dengan proposisi dan proposal yang

dibawakan teks putusan. Sistem pemosisian berkaitan dengan MK yang membuat

evaluasi dalam putusan gugatan.

Di dalam putusan gugatan terdapat sejumlah suara heteroglos. Heteroglos

dalam putusan gugatan menggunakan atau merujuk pada ketentuan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia atau sesuai dengan hukum acara yang berlaku

di Indonesia. Pemosisian dalam putusan gugatan terdiri atas asimilasi, proklamasi,

modalitas, penyangkalan, dan indrawi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 255: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

228

Pemosisian putusan gugatan di atas persentase tertinggi diperoleh oleh

unsur penyangkalan dengan jumlah 33,20%, kedua asimilasi dengan jumlah

29,10%, modalitas dengan jumlah 27,70%, ke empat proklamasi 7,20%, dan

terkecil indrawi dengan jumlah 2,80%. Persentase ini memiliki dominasi pada

label penyangkalan. Dari dominasi tersebut tergambar jelas bahwa bahasa

forensik putusan gugatan berlawanan konsensi terhadap UU ITE. Suara tekstual

memosisikan dirinya sebagai sesuatu yang melakukan penolakan atau beberapa

posisi berlawanan. Lebih jelasnya lihat contoh berikut ini.

(96) DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. (DT PP 2016)

(pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi)

(97) Bahwa merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU- V/2007 yang menyatakan: “Bahwa pengertian perorangan warga Negara Indonesia” dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK tidak sama dengan “perorangan warga negara Indonesia dalam kedudukannya sebagai Anggota DPR” sebagaimana didalilkan Pemohon. (DT PP 2016)

(pemosisian>heteroglos>ekstravokalisasi>asimilasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>proklamasi) (pemosisian>heteroglos>intravokalisasi>tertutup>penyangkalan)

Leksis berdasarkan, bahwa, menyatakan, dan tidak memiliki konteks

masing-masing dengan pemosisian. Orientasi dari pemosisian contoh di atas lebih

mengacu pada makna dalam konteks retorik. Peran yang terdapat dalam teks

putusan membuat suatu pembuatan makna penulis menegosiasikan hubungan

yang terdapat dalam putusan gugatan UU ITE. Leksis berdasarkan merupakan

leksis yang bermakna merujuk. Dengan merepresentasikan proposisi sebagai dasar

dalam suara eksternal, suara tekstual menggambarkan proposisi. Leksis bahwa

dan menyatakan merupakan asimilasi. Leksis menyatakan merupakan menyajikan

proposisi, suara tekstual; menentukan pertentangan atau mengatur posisi alternatif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 256: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

229

dalam menyampaikan pernyataan dan putusan terhadap pemohon. Leksis tidak

merupakan penyangkalan yaitu suara tekstual memosisikan dirinya sebagai

sesuatu yang ganjil atau penolakan, beberapa posisi berlawanan terhadap

pemohon dalam hal legal standing.

Pemosisian dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016 terdiri atas

heteroglos ekstravokalisasi dengan unsur asimilasi. Unsur intravokalisasi tertutup

penyangkalan dan proklamasi. Unsur intravokalisasi terbuka modalitas dan

indrawi dengan leksis pada tabel berikut ini.

Tabel 5.52 Model pemosisian dalam teks putusan No. 20/PUU-XIV/2016

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Ekstra-vokalisasi

Penyisipan - Asimilasi bahwa, menurut, berdasarkan,

didasarkan, menjelaskan,

Intra-vokalisasi

Tertutup

Penyangkalan bukan, tetapi, tidak, tanpa, namun

Proklamasi menimbang, menyatakan.

Terbuka

Modalitas boleh, harus, dapat, kepentingan, pasti, wajib

Indrawi dilihat, dibaca, melihat, didengar, mendengar, mendengarkan,

Desas-desus - MONOGLOS Representasi -

Dari deskripsi tabel model pemosisian dalam teks putusan No. 20/PUU-

XIV/2016 di atas tidak ditemukan leksis heteroglos ekstravokalisasi penyisipan.

heteroglos ekstravokalisasi ditemukan pada asimilasi dengan leksis bahwa,

menurut, berdasarkan, didasarkan, dan menjelaskan.

5.2.3.3 Pola graduasi bahasa dalam teks Putusan No. 20/PUU-XIV/2016 Graduasi memberi gambaran penggunaan fungsi bahasa menguatkan atau

melemahkan sikap dan keterbabitan/pemosisian yang dihubungkan dengan teks

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 257: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

230

putusan. Dari hasil penelitian teks putusan ditemukan bahwa forsa atau daya yang

merupakan sumber daya untuk memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi

paling dominan dari pada fokus yang merupakan sumber daya untuk

mempertajam atau memperlunak kualitas teks salinan putusan gugatan UU ITE.

Daya putusan gugatan memperkuat dan memperlemah terdiri atas

subkategori yaitu intensitifikasi dan kuantifikasi. Intensitifikasi ditandai oleh

penilaian terhadap tingkatan dan metafora. Kuantifikasi ditandai oleh penilaian

terhadap jumlah, ruang, dan waktu. Selain itu teks putusan juga dipertajam dan

diperlunak proposisi seperti jumlah persentase sistem graduasi putusan berikut ini.

Dominasi sistem graduasi pertama adalah unsur waktu dengan jumlah

42,96%, kedua metafora dengan jumlah 22,16%, ketiga unsur mempertajam

dengan jumlah 11,67%, dan yang terkecil adalah unsur memperlunak dengan

jumlah 3,46%. Dari dominasi tersebut tergambar bahwa unsur waktu merupakan

pengukuran terhadap keberadaan atau ciri-ciri gugatan UU ITE.

Dominasi kedua adalah metafora. Metafora dalam teks putusan gugatan

menggambarkan bahwa graduasi dalam teks putusan merupakan bahasa forensik

yang digunakan berhubungan dengan perbandingan untuk menghasilkan proses

konseptualisasi yang terstruktur. Lebih jelasnya lihat contoh berikut ini.

(98) DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. (DT PP 2016) (graduasi>forsa> intensitifikasi>tingkatan)

(99) Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan,

maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; (DT PP 2016) (graduasi>fokus>lunak)

(100) Pengaturan mengenai alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam

Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE ini menimbulkan multitafsir karena rumusan tersebut terlalu luas. (DT PP 2016)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 258: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

231

(graduasi>fokus>tajam)

Secara apraisal leksis MAHA merupakan unsur tingkatan. Leksis MAHA

merupakan leksis yang menyatakan paling atau tingkatan yang paling tinggi.

Sesuai dengan konteksnya DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA, MKRI melaksanakan tugasnya sebagai institusi yang memberi keadilan.

Adil dalam hal ini sebagai penyelenggara atau institusi menjalankan tugas negara

seperti memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial.

Dari contoh di atas terdapat leksis seperti. Leksis seperti merupakan leksis

fokus untuk memperlunak penilaian terhadap teks putusan. Sesuai dengan konteks

klausa Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka

kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi

leksis seperti pada konteks tersebut melunakkan proposisi. Pernyataan kerugian

konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak terjadi lagi merupakan

pernyataan yang dinilai benar.

Leksis sah merupakan leksis yang berfungsi mempertajam proposisi.

Konteks klausa dalam pengaturan mengenai alat bukti yang sah menimbulkan

multitafsir karena rumusan tersebut terlalu luas. Leksis sah dalam klausa tersebut

harus sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Lihat model graduasi

putusan No. 20/PUU-XIV/2016 berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 259: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

232

Tabel 5.53 Model graduasi dalam teks Putusan No. 20/PUU-XIV/2016

GRADUASI

FOKUS Tajam sah, disahkan Lunak seperti, seolah-olah

FORSA (INTENSITAS) Daya

Intensifikasi

Metafora

melanggar,terlanggar,penegak hukum,melawan,menegakkan, pelanggaran,melarang, membocorkan,dilanggar, terlanggarnya

Tingkatan Maha, lebih tinggi, sangat tinggi, lebih besar, lebih jauh, tertinggi, kualifikasi

Repetisi -

Ukuran/jumlah/ Kuantifikasi

Waktu ketika, pertama, terakhir, bertanggal, pada tanggal/ hari..., saat ini, saat itu, jadwal, selang waktu, setiap waktu, tahun..., kelima, keempat, kedua, ketiga, keenam, ketujuh, kesembilan, sebelum, sejak lama, sejak, waktu hitungan detik, sesudah, hari akhir, waktunya, sebelumnya, enam bulan, enam tahun, lama....

Ruang di Indonesia, di gedung..., ruang, di Amerika Serikat, di pusat, di daerah, ruangan, di luar ruangan

Jumlah satu, kedua, bersama-sama, sendiri-sendiri, sebuah, sejumlah, beberapa kali, lima, minoritas, tiga kali, kedua puluh tiga, semua orang, empat, satu dari dua, semua, tiga, jumlahnya, berdua, banyak..., minoritas, mayoritas, angka satu s.d angka empat, sembilan.

Unsur forsa dalam subgraduasi mempertajam dengan leksis disahkan, sah,.

Aspek forsa subgraduasi intensitifikasi tidak terdapat yang merujuk pada metafora

dan tingkatan dengan leksis maha, lebih tinggi, sangat tinggi, lebih besar, lebih

jauh, tertinggi, kualifikasi. Subgraduasi kuantifikasi memberikan gambaran

pengukuran waktu dengan leksis ketika, pertama, terakhir, bertanggal, pada

tanggal/ hari, saat ini, saat itu, jadwal, selang waktu, setiap waktu, tahun, kelima,

keempat, kedua, ketiga, keenam, ketujuh, kesembilan, sebelum, sejak lama, sejak,

waktu hitungan detik, sesudah, hari akhir, waktunya, sebelumnya, enam bulan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 260: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

233

enam tahun, lama....Pengukuran ruang dengan leksis di Indonesia, di gedung...,

ruang, di Amerika Serikat, di pusat, di daerah, ruangan, di luar ruangan.

Pengukuran jumlah dengan leksis satu, kedua, bersama-sama, sendiri-sendiri,

sebuah, sejumlah, beberapa kali, lima, minoritas, tiga kali, kedua puluh tiga,

semua orang, empat, satu dari dua, semua, tiga, jumlahnya, berdua, banyak,

minoritas, mayoritas, angka satu s.d. angka empat, sembilan.

5.3 Aspek Linguistik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Perhatian utama dari linguistik forensik adalah (1) bahasa dari dokumen

legal, (2) bahasa dari polisi dan penegak hukum, (3) interview dengan anak-anak

dan saksi-saksi yang rentan dalam sistem hukum, (4) interaksi dalam ruang

sidang, (5) bukti-bukti linguistik dan kesaksian ahli dalam persidangan, (6)

kepengarangan dan plagiarisme, serta (7) fonetik forensik dan identifikasi penutur

(Coulthard dan Johnson, 2007:5). Dari pendapat di atas penelitian gugatan UU ITE

pada Bab ini mengkaji dua aspek perhatian utama dari linguistik forensik yaitu (1)

bahasa dari dokumen legal yaitu teks UU ITE tahun 2008 dan salinan putusan

perkara No. 20/PUU-XIV/2016. (2) interaksi dalam ruang sidang yaitu proses

sidang pengadilan gugatan UU ITE yang dikaitkan dengan rekaman percakapan

120 menit “papa minta saham”.

Dalam ujaran gugatan UU ITE memiliki makna yang harus dilihat dari

konteks forensik. Setiap ujaran dan teks dari pelaku memiliki makna yang harus

dilihat dari berbagai lapis konteks secara forensik (Sawirman dkk, 2014: 50).

Pelaku dalam hal ini adalah pemohon dan pihak-pihak yang hadir dalam proses

sidang pengadilan dan yang terlibat dalam rekamam pembicaraan. Apapun bentuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 261: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

234

bukti linguistik yang sedang dianalisis, selalu ada kata kunci tertentu yang

merupakan inti dari struktur lingual (McMenamin, 2001:170).

Aspek linguistik forensik dihubungkan dengan data rekaman percakapan

pembicaraan sepanjang 120 menit antara MS, MR, dan SN. MKD memutuskan

untuk membuka rekaman percakapan yang diserahkan SS. Keputusan diambil

melalui mekanisme voting antara MKD dan anggota fraksi partai politik. Data

rekaman yang mengandung aspek linguistik forensik seperti berikut ini.

(101) SN: Mempercantik. Tapi kalau pengalaman kita, artinya saya dengan pak Lh, pengalaman-pengalaman dengan presiden, itu rata-rata 99 % itu goal semua Pak. Ada keputusan-keputusan penting kayak Arab itu, bermain kita. Makanya saya tahu. Makanya Bung Rz begitu tahu Dn, dimaintenance, dibiayai terus itu Dn habis-habisan supaya belok. Pinter itu.

MS: Anu The lobbies (MS, SN, MRC ketawa). (DRP 105,106) (graduasi>forsa>metafora) (pemosisian>heteroglos>tertutup>penyangkalan) (graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah) (sikap>penilaian-sanksi sosial>proprietas) (sikap>penilaian-penghargaan sosial>kapasitas)

Leksis mempercantik dan bermain merupakan leksis graduasi, SN

mengatakan bahwa pengalamannya melakukan usaha untuk memuluskan lobi.

Leksis tapi merupakan leksis penyangkalan, pengalaman Lh dan SN dalam melobi

presiden rata-rata 90% goal semua. Rata-rata 90% adalah leksis sumber graduasi

dengan unsur jumlah untuk menguatkan sikap yang dihubungkan oleh SN. Dn

dalam percakapan di atas digambarkan sebagai sosok kesayangan presiden karena

kecerdasannya. Dn adalah Ph.D dari kampus luar negeri. SN berkata kepada MR

agar Dn dimaintenance, dibiayai terus hingga habis-habisan supaya belok. Belok

merupakan leksis sikap proprietas/etika bermakna negatif agar dapat membantu

lobi mereka. Agar dapat memuluskan lobi Dn digambarkan sebagai sosok yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 262: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

235

pintar juga dipengaruhi. Lebih jelasnya percakapan MR, MS, dan SN mengenai

pemufakatan pembagian saham pada percakapan berikut ini.

(102) MR: Bapak itu sudah jalan divestasi sudah berapa persen? MS: 30 % yang sudah jalan MR: Yang sudah jalan 9% dong MS: 9,3 %. Dipegang BUMN SN: Kalau gak salah itu Pak Lh sudah bicara. MR: Pak Lh sudah bicara SN: Pak Lh bicara dengan JB. Pak Lh udah ada unek-unek Pak MR: Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Lh janganlah ambil

20%, ambillah 11% kasihlah Pak JK 9%. Harus adil, kalau enggak ribut. (DRP 114-121)

(graduasi>forsa>kuantifikasi>jumlah) (pemosisian>heteroglos>terbuka>modalitas) (sikap>penilaian-sanksi sosial>proprietas)

Pada bagian percakapan ini MR menyebut harus ada pembagian saham

antara Lh dan JK karena jika tidak adil akan terjadi keributan. Dari percakapan di

atas terdapat sumber graduasi leksis persen (30%, 9%, 9,3%, 20%, dan 11%)

dengan unsur jumlah untuk menguatkan dan memuluskan lobi. Dalam

pernyataannya MR mengucapkan leksis harus adil, enggak ribut. Leksis harus

merupakan modalitas. Leksis adil merupakan wilayah makna penilaian-sanksi

sosial unsur proprietas/etika dalam lobi. Lekis enggak merupkan penyangkalan

dan leksis ribut merupakan proprietas/etika bermakna negatif. Lihat percakapan

berikutnya.

(103) MR: Why not. Pak Lh oke. Kita ketemu sama Pak Mr, hari minggu malam. Kita ngumpetlah. Seeeeeeeet dia action minggu depan. Nggak lama Pak. Next week two week. Bisa kau angkat akhir Juni selesai urusan. Begitu ini selesai ini saham bisa.

SN: Saya sih yakin itu karena presiden sendiri kasih kode begitu dan itu berkali-kali. Yang urusan kita di DPR, itu kita ketemu segitiga, Pak Lh, saya dan presiden. Akhirnya setuju. Ngomongnya gini presiden. Saya sudah ketemu presiden cocok itu. Pengalaman ya, artinya ini demi keberhasilan semua. Ini belum tentu bisa dikuasai menteri-menteri, yang gini-gini. Enggak ngerti malah bapak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 263: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

236

MS: Ada lobbiesnya. SN: Strategi. MS: Ini HK SN: HKnya Hahahaa (DRP 202-207) (pemosisian>heteroglos>tertutup>penyangkalan) (sikap>penilaian-penghargaan sosial>tenasitas)

HK adalah mantan menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan pemenang

nobel perdamaian. Dalam percakapan ini MS mengakui kemampuan lobi SN

seperti HK. SN berpendapat bahwa lobi kepada presiden tidak akan berhasil jika

menteri-menteri yang melobinya. Urusan di DPR pak Lh, SN, dan presiden

ketemu segitiga akhirnya setuju. Hal ini menggambarkan SN sangat mumpuni dan

memiliki strategi dalam melobi.

Dari contoh percakapan selama 120 “papa minta saham” yang melibatkan

pemohon, terdapat bukti-bukti linguistik yang menyatakan bahwa percakapan

tersebut berisi lobi atau pemufakatan. Keberhasilan lobi menguntungkan pihak

pelobi dan merugikan pihak lain. Pemohon kemudian menggugat pasal 5 ayat (1)

berikut ini.

Pasal 5

(104) [1] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. (DT UU ITE 2008)

(graduasi>fokus>tajam) Leksis sah pada pasal 5 ayat (1) memiliki sumber untuk mempertajam.

secara apraisal sah merupakan sumber graduasi yang berfungsi untuk menguatkan

frasa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil

cetakannya. Sah secara hukum tidak melanggar hukum acara yang berlaku di

Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 264: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

237

(105) [2] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di indonesia. (DT UU ITE 2008) (graduasi>fokus>tajam) (sikap>apresiasi>valuasi>positif) (graduasi>forsa>kuantifikasi>ruang)

Pada pasal 5 ayat (2) selain leksis sah, juga terdapat leksis sesuai yang

merupakan wilayah makna yang merujuk pada evaluasi terhadap sesuatu,

khususnya frasa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil

cetakannya. Leksis sesuai adalah leksis apresiasi yang merupakan sumber daya

untuk menghargai nilai hukum acara yang berlaku di Indonesia. Secara parameter

apresiasi dalam sumber sikap leksis sesuai bermakna valuasi bernilai positif.

Secara gramatikal leksis sesuai bermakna valuasi berhubungan dengan proses

kognitif yang dapat diinterpretasikan secara metafungsi bahasa dengan

berorientasi pada nilai ideasional. Leksis di Indonesia merupakan leksis graduasi

yang berfungsi menilai kuantifikasi sebagai ruang berlakunnya hukum acara.

Leksis di Indonesia digunakan untuk memperkuat evaluasi terhadap sikap yang

dihubungkan oleh isi pasal.

Dari kedua pasal di atas yang menjadi penekanan adalah frasa alat bukti.

Alat bukti terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan

keterangan terdakwa. Perkembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi,

kejahatan, dan modus operandinya, serta masyarakat akan selalu mempengaruhi

perkembangan alat bukti pada hukum acara pidana di Indonesia, baik yang diatur

dalam KUHAP maupun dalam perundang-undangan khusus (Soetanto, 2008).

Masalah dalam kasus ini adalah pada makna frasa alat bukti dan perluasannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 265: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

238

Alat bukti dalam pasal tersebut dapat melemahkan dan/atau memperkuat proses

hukum untuk menyatakan kebenaran.

Aspek linguistik forensik dari analisis pola bahasa gugatan UU ITE

perkara No. 20/PUU-XIV/2016 perspektif apraisal ditemukan aspek modalitas

dalam UU ITE, perolehan dominasi modalitas menggambarkan bahwa penulis UU

ITE menggunakan bahasa untuk merealisasikan dan menyatakan sikap,

pandangan, pertimbangan, dan keinginan. Temuan ini menggambarkan

kecenderungan sebagian pasal dalam UU ITE dapat dimanfaatkan oleh orang-

orang yang tidak bertanggung jawab menjadi peluang melakukan kejahatan.

Leksis modalitas dalam UU ITE antara lain harus, dapat, ditetapkan, mungkin,

wajib, pasti, dan izin.

Beberapa pasal dalam UU ITE memiliki peluang dapat merugikan

masyarakat atau mengancam kebebasan berekspresi dan dapat dimanfaatkan

pihak-pihak tertentu menjadi peluang kejahatan. Misal pasal 27 ayat 3 di bawah

ini.

Pasal 27

(106) [3] Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. (DT UU ITE )

Definisi pencemaran nama baik tidak memiliki batasan antara kritik,

pendapat, atau sengaja dicemarkan sehingga jika ada pengguna teknologi

informasi yang terjerat UU ITE membutuhkan pakar hukum dan pengacara untuk

melakukan pembelaan terkait dengan masalah atau kasus yang menjerat. UU ITE

diharapkan menjadi payung hukum demi keadilan dan kebenaran bukan menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 266: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

239

masalah dalam berekspresi. UU ITE juga menjadi batasan dalam berekspresi

bukan menjadi alat untuk melegalkan dan menjadikan sarana untuk terbebas dari

kejahatan.

Pasal 28

(107) [1] Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. (DT UU ITE)

Inti pasal 28 ayat (1) berada pada leksis bohong dan kerugian. Secara

apraisal bohong adalah leksis sikap. Leksis tanpa merupakan makna

penyangkalan. Leksis menyebarkan, bohong, dan menyesatkan adalah leksis sikap

dengan unsur proprietas/etika bermakna negatif. Leksis kerugian merupakan

dampak bermakna negatif. Sejauh mana konsumen merasa dirugikan belum ada

batasan sehingga sulit menyatakan bahwa seseorang telah mengakibatkan

kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Belum terlihat akibat kerugian

yang disebabkan berita bohong tersebut. Leksis kerugian merupakan leksis yang

bersifat multitafsir yang dapat menjadikan peluang masalah hukum dan dapat

disusupi niat jahat.

5.4 Hubungan Ontologis dan Epistemik Pola Bahasa dan Aspek Linguistik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Linguistik forensik dalam gugatan UU ITE dianalisis dengan apraisal.

Kerangka ini lebih khusus berhubungan dengan bahasa evaluatif, sikap, dan emosi

dengan seperangkat sumber-sumber yang secara eksplisit memposisikan proposal

dan proposisi sebuah teks secara interpersonal. Ditemukan hubungan ontologis

dan epistemik pola bahasa dan aspek linguistik forensik perspektif apraisal dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 267: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

240

gugatan UU ITE khususnya pada pasal 5 ayat (1), (2), (3), (4), dan pasal 44 huruf

b sebagai berikut.

Hubungan ontologis pola bahasa dan aspek linguistik forensik pada pasal 5 ayat

(1)

Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. sah Sistem graduasi yang berfungsi

untuk menguatkan frasa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya.

Hubungan epistemik pola bahasa dan aspek linguistik forensik pada pasal 5 ayat (1) Ketika alat bukti dikaitkan dengan cara perolehan alat bukti terkait dengan rekaman suara pemohon

Tidak sah karena tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

. Hubungan ontologis pola bahasa dan aspek linguistik forensik pada pasal 5 ayat

(2)

Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. sah Sistem graduasi yang berfungsi

untuk menguatkan frasa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya.

sesuai Sumber sikap unsur valuasi positif; secara gramatikal leksis sesuai bermakna valuasi berhubungan dengan proses kognitif yang dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 268: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

241

diinterpretasikan secara metafungsi bahasa dengan berorientasi pada nilai ideasional.

di Indonesia Graduasi yang berfungsi menilai kuantifikasi sebagai ruang berlakunnya hukum acara.

Hubungan epistemik pola bahasa dan aspek linguistik forensik pada pasal 5 ayat (2) Ketika alat bukti dikaitkan dengan cara perolehan alat bukti terkait dengan rekaman suara pemohon

Tidak sah karena tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia

Hubungan ontologis pola bahasa dan aspek linguistik forensik pada pasal 44

huruf b

Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). alat bukti Informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

Hubungan epistemik pola bahasa dan aspek linguistik forensik pada pasal 5 ayat (1) Ketika alat bukti dikaitkan dengan cara perolehan alat bukti terkait dengan rekaman suara pemohon

Tidak sah karena tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Dari temuan hubungan ontologis dan epistemik pola bahasa dan aspek

linguistik forensik perspektif apraisal dalam gugatan UU ITE khususnya pada

pasal 5 ayat (1), (2), (3), (4), dan pasal 44 huruf b, alat bukti tidak sah karena tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 269: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

242

sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Jika dikaitkan dengan

bukti percakapan selama 120 menit terdapat lobi atau pemufakatan dalam

memuluskan proyek-proyek pemerintah selama ini dan pembagian saham

perusahaan akan tetapi tidak dapat dibuktikan karena tidak sesuai dengan hukum

acara yang berlaku di Indonesia. Simpulannya rumusan UU ITE masih dapat

disusupi celah kejahatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 270: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

243

BAB VI

MAKNA SEMIOTIK FORENSIK DALAM GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

6.1 Pengantar

Makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-

XIV/2016 pasal 5 ayat (1) dan (2) serta pasal 44 huruf b dikaitkan dengan kasus

pemohon mengenai rekaman suara terkait perpanjangan izin/kontrak PT Freeport

Indonesia dengan penafsiran permufakatan jahat dan rekaman pencatutan nama

presiden dan wakil presiden. Makna semiotik forensik diidentifikasi dari pasal

yang digugat, rekaman percakapan „papa minta saham‟, dan deskripsi pihak-pihak

yang hadir dalam sidang pengadilan.

6.2 Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

6.2.1 Identifikasi dan interpretasi makna forensik pada pasal 5 ayat (1), (2), dan pasal 44 huruf (b)

Wajah pengadilan harus dinilai berdasarkan tiga kriteria; efektivitas,

efisiensi, dan tentu saja kejujuran (Susanto, 2005: 144). Kriteria pengadilan akan

berjalan apabila persoalan atau menyangkut ketidaksepahaman makna dalam

pengadilan tidak berkepanjangan. Interaksi atau proses dalam sidang pengadilan

melibatkan hakim, pemohon, ahli dari pemohon dan pemerintah, pemerintah dan

DPR. Pasal UU ITE yang digugat dalam perkara No. 20/PUU-XIV/2016 pasal 5

ayat (1), (2), dan pasal 44 huruf b.

Dari uraian beberapa pasal yang digugat dalam perkara No. 20/PUU-

XIV/2016, pasal 5 ayat (1) dan (2), pasal 44 huruf b terkait dengan penyadapan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 271: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

244

yang dilakukan MS terhadap SN dan dilaporkan kepada SS. Gugatan terhadap UU

ITE yang dijadikan alat bukti adalah mengenai penafsiran permufakatan jahat dan

rekaman pencatutan nama presiden dan wakil presiden terkait permintaan saham

PT Freeport.

Berdasarkan tipologi tanda semua unsur yakni tanda (representament atau

ground), objek, dan interpretant dapat ditelaah secara trikotomi. Ground ada tiga

macam yaitu qualisign, sinsign, dan legisign; objek ada tiga macam yaitu ikon,

indeks, dan simbol; interpretant juga ada tiga macam yaitu rheme, dicent sign, dan

argument (Noth, 1995:44-45; Susanto, 2005: 230-231; Sibarani, 2012: 255).

Proses semiosis yang muncul dari teks pasal UU ITE terkait dengan kasus tersebut

adalah seperti pasal berikut.

Pasal 5

(108) [1] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Tanda (representamen) yang muncul pada pasal 5 ayat (1) informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat

bukti merupakan tanda, ada tanda yang mendukung dan/atau merupakan

penghubung yang berfungsi untuk merangkai frasa. Penghubung dan

menghasilkan rangkaian yang menyatakan jumlah (kumulatif), atau menghasilkan

pilihan (alternatif) (Matanggui 2013:46).

Simpulannya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau

hasil cetaknya merupakan alat bukti merujuk kepada pasal 31 ayat (3).

Berdasarkan hal tersebut objek muncul dari representamen. Objek merupakan

tanda yang diwakili oleh representamen atau acuan dari tanda. Objek adalah pasal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 272: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

245

31 ayat (3) menjadi reperensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Acuan

tanda atau objek berada dalam ketetapan pasal 31 ayat (3). Acuan informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya atau alat bukti

berada dalam ketetapan hukum yang sah atau tidak sah. Dikatakan sah jika sesuai

dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dari interpretasi tanda pasal 5

ayat (1) terbentuk segitiga makna atau triadik dikaitkan dengan perolehan bukti

suara percakapan pemohon berikut ini.

Gambar 6.1 Triadik pasal 5 ayat (1)

Segitiga makna atau triadik memiliki tiga titik inti yaitu representamen

(R), Objek (O), dan Interpretan (I). Dari segitiga makna atau triadik di atas pasal

31 ayat (3) (O), informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil

cetaknya merupakan alat bukti (R) informasi elektronik berupa „permufakatan

jahat‟ dan dokumen elektronik berupa bukti rekaman suara percakapan yang

dihasilkan atau diperoleh dari proses penyadapan yang tidak sah. Pasal 31 ayat (3)

menyatakan “Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

Tidak sah

Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya (rekaman suara; permufakatan jahat)

Pasal 31 ayat (3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 273: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

246

intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan

kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan undang-undang”. Frasa tidak sah (I) tidak sesuai dengan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia.

Pasal 5

(109) [2] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Interpretasi dari pasal 5 ayat (2) tidak jauh berbeda dari pasal 5 ayat (1)

perbedaannya hanya penambahan atau perluasan representament yaitu perluasan

dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Pasal 31 ayat (3) dan (4) (O). Segitiga makna atau triadik pasal 5 ayat (2) seperti

gambar berikut ini.

Gambar 6.2 Triadik pasal 5 ayat (2)

Tidak sah

Informasi elektronik (permufakatan jahat) dokumen elektronik (rekaman suara) hasil cetaknya merupakan perluasan alat bukti

Pasal 31 ayat (3) dan (4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 274: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

247

Pasal 44

(110) b. Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

Data berupa tanda (representamen) yang muncul pada pasal 44 huruf b

Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3). Segitiga makna atau triadik pasal 5 ayat (2) seperti pada

gambar berikut ini.

Gambar 6.3 Triadik pasal 44 huruf b

Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3) terkait kasus pemohon dan perolehan bukti rekaman suara

Tidak sah

Informasi elektronik (permufakatan jahat) dokumen elektronik (rekaman suara) sebagaimana dalam pasal 1 angka1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

Pasal 31 ayat (3) dan (4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 275: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

248

dari cara dan alat buktinya tidak sah secara hukum. Jelasnya lihat rangkuman

makna semiotik pada tabel berikut ini.

Tabel 6.1 Makna semiotik forensik dalam pasal 5 ayat (1), (2), dan pasal 44 huruf b

Pasal Tipologi Tanda Makna pasal 5 ayat (1)

R informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya

informasi elektronik (pemufakatan jahat) /dokumen elektronik (rekaman suara).

O Pasal 31 ayat (3) tidak diperoleh dengan tata cara intersepsi

I tidak sah tidak sesuai dengan HA yang berlaku di Indonesia.

pasal 5 ayat (2)

R informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

informasi elektronik (pemufakatan jahat) /dokumen elektronik (rekaman suara).

O Pasal 31 ayat (3) (4) Tidak diperoleh dengan tata cara intersepsi

I tidak sah tidak sesuai dengan HA yang berlaku di Indonesia.

pasal 44 huruf b

R informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik alat bukti lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

informasi elektronik (pemufakatan jahat) /dokumen elektronik (rekaman suara).

O Pasal 31 (3) (4) Alat bukti tidak sesuai dengan tata cara intersepsi. alat bukti lain tidak sesuai dengan pasal 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).

I tidak sah tidak sesuai dengan HA yang berlaku di Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 276: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

249

Dari rangkuman makna semiotik forensik dalam pasal 5 ayat (1), (2), dan

pasal 44 huruf b tanda dan makna memiliki tiga titik inti yaitu Representamen (R),

Objek (O), dan Interpretan (I). Terkait dengan kasus permufakatan jahat dan

pencatutan nama presiden dan wakil presiden atas perpanjangan PT Freeport

Indonesia. Jelasnya lihat pasal 5 ayat (3) dan (4) di bawah ini.

Pasal 5

(111) [3] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya yang diperoleh menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan/atau dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, komisi pemberantasan korupsi dan/atau institusi penegak hukum lainnya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Dari uraian pasal 5 ayat (3) di atas alat bukti lain berupa informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik diperoleh menurut ketentuan perundang-

undangan yang berlaku dan/atau dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas

permintaan kepolisian, kejaksaan, komisi pemberantasan korupsi dan/atau

institusi penegak hukum lainnya merupakan representamen (R) dengan bentuk

fisik rekaman suara pemohon yang direkam diam-diam melanggar ketentuan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Lihat juga pasal 5 ayat (4) berikut.

Pasal 5

(112) [4] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya yang diperoleh menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan/atau dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, komisi pemberantasan korupsi dan/atau institusi penegak hukum lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 277: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

250

Berkaitan dengan kasus pemohon maka interpretasi makna semiotik

forensik pasal 5 ayat (1) dan (2) adalah informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik dan/atau hasil cetaknya merujuk kepada pasal 31 ayat (3) dan (4).

Bukti rekaman suara percakapan pemohon dihasilkan atau diperoleh dari proses

penyadapan yang tidak sah. Pasal 44 huruf b mengandung makna forensik dengan

bentuk fisik rekaman suara pemohon yang direkam diam-diam melanggar

ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Jika R dan O tidak sesuai dengan I maka analisis dari segitiga semiosis di

atas yaitu pasal 5 ayat (1) dan (2) secara semiosis tidak sesuai dengan hukum yang

berlaku di Indonesia dan alat bukti dalam proses hukum tidak dapat dilanjutkan

(dihentikan dan diputuskan). Sebaliknya jika R dan O sesuai dengan I maka

analisa semiosis di atas sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan

proses hukum dapat dilanjutkan. Semiosis dalam gugatan UU ITE yang

dipergunakan sebagai dasar kombinasi satu dengan yang lainnya dapat

dirumuskan seperti berikut ini:

1. Tipologi tanda (pasal 5 ayat (1) (2) dan pasal 44 huruf b) berdasarkan ground/representament

Pasal 5

(113) [1] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(114) [2] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 278: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

251

(115) b. Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

Qualisign (1) MS: Kepastian hukumnya tidak ada. Ada kebon sawit besar

bagus cantik udah jadi Pak. Tiba-tiba ditutup sama gubernur katanya merusak alam. Kasihan Pak buat investor. Itu orang nggak jadi males menginvestasi

MR: Provinsinya Dajjal MS: Betul Pak zamannya Dajjal MR: Sama Pak. Gila itu. Itu waktu Rz mengondisikan ngurusi

gula, sudahlah begini begini, dia sudah kuasai lahan Pak, pada waktu itu. Beda kongsi. Gua ketawa aja. Makan dulu, kalau udah jalan 5 tahun baru saya ambil.

(2) MR: Kita ini orang kerja, strateginya. Jadi Freeport jalan, bapak itu bisa terus happy, kita ikut-ikutan bikin apa. Kumpul-kumpul. Gua gak ada bos, nggak usah gedek-gedek. Ngapain gak happy. Kumpul-kumpul. Kita golf. Gitu, Kita beli private jet yang bagus, representative. Apalagi

SN: Iya

MR: Buat kita itu tak ada yang rakus. Ini mutual benefit, konsepnya mutual benefit. Barangnya kita semua. Kita semua kerja. Freeport 51 kasih kita lokal, support financing. Ya Pak

SN: Kalau Freeport menjamin, semua juga gampang. Semua bank langsung kasih.

Sinsign Permufakatan jahat dan pencatutan nama presiden guna meminta saham PT Freeport Indonesia

Legisign Pasal 15 jo. Pasal 3 UU No.31 tahun 1999 berupa permufakatan jahat untuk melakukan korupsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 279: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

252

2. Tipologi tanda pasal 5 berdasarkan objek (Pasal 31(3) (4))

Ikon Pasal 31 ayat (1) (2)

Index Jika intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dan diperoleh berdasarkan ketentuan hukum acara di Indonesia maka alat bukti/perluasan alat bukti tidak sah

Simbol Tata cara (hukum acara yang berlaku di Indonesia)

3. Tipologi tanda pasal 5 berdasarkan interpretant (Tidak sah)

Rheme Sah diperoleh berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia

Dicentsign Tidak sah karena tidak diperoleh berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia

Argument Tidak sesuai dengan pasal 31 ayat (3) dan (4); pasal 5 ayat (1), (2), (3), dan (4) / ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Dari rumusan kombinasi hubungan tanda di atas, terlihat jelas hubungan

antara tanda yang satu dengan tanda lainnya. Tanda-tanda tersebut saling

berhubungan sehingga menghasilkan makna “rekaman percakapan berisi

permufakatan jahat namun perolehan alat bukti tidak sesuai dengan pasal 31 ayat

(3) (4) sebagaimana pasal 5 ayat (1), (2), dan pasal 44 huruf b” sesuai dengan

konsep triadik. Sebagai rujukan alat bukti dan perluasan alat bukti dapat dilihat

pasal 5 ayat (3) dan (4) berikut.

Pasal 5

(116) [3] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya yang diperoleh menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan/atau dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, komisi pemberantasan korupsi dan/atau institusi penegak hukum lainnya merupakan alat bukti hukum yang sah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 280: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

253

(117) [4] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya yang diperoleh menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan/atau dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, komisi pemberantasan korupsi dan/atau institusi penegak hukum lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

6.2.2 Deskripsi dalam sidang pengadilan

Dalam proses sidang pengadilan gugatan UU ITE menjelaskan tentang

pihak-pihak yang hadir dalam sidang. Interaksi dalam persidangan melibatkan

hakim, pemohon, ahli dari pemohon dan pemerintah, pemerintah dan DPR.

Linguistik forensik tidak lain merupakan penerapan teori linguistik dalam

membantu penyelesaian sengketa kebahasaan di pengadilan (Suhandono, 2017:

29). Sengketa kebahasaan dalam penelitian ini adalah mengenai multitafsir

penggunaan pasal penyadapan dalam UU ITE. Pihak-pihak yang hadir adalah:

1. Hakim

Hakim dalam proses sidang pengadilan merupakan simbol keadilan. Makna

semiotik hakim adalah simbol keadilan dalam mengungkap kebenaran.

a. hakim b. ketua hakim AH

Gambar 6.4 Hakim MKRI Sumber: Sidang pengadilan MKRI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 281: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

254

Dalam proses sidang tersebut tidak semua hakim setuju dengan putusan

tersebut. Terdapat dua orang hakim MK yang memiliki pendapat berbeda. Hakim

memiliki argumentasi bahwa pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia

yang berstatus sebagai anggota DPR sedangkan mahkamah telah berkali-kali

menyatakan pendiriannya bahwa seseorang dalam kualifikasi demikian tidak

memiliki kedudukan hukum. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-

undang sehingga janggal jika undang-undang yang dibuat oleh DPR dan menjadi

kekuasaan DPR untuk membentukknya masih dapat dipersoalkan

konstitusionalitasnya oleh DPR sendiri. Konflik dalam proses sidang pengadilan

menyisakan tanda yang mengandung makna. Sebagaimana yang dikatakan oleh

Arthur Asa Berger, “...bila tanda dapat digunakan untuk menampilkan kebenaran,

maka tanda juga dapat digunakan untuk berbohong atau menipu (Piliang 2012:

291).

Sementara DPR RI menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim

Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah pemohon memiliki

kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat

(1) undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah

Konstitusi nomor 006/PUU-III/2005 dan putusan nomor 011/PUU-V/2007

mengenai parameter kerugian konstitusional.

2. Pemohon

Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan pemohon adalah pihak yang

menganggap hak dan/atau konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-

undang yaitu (1) perorangan warga negara Indonesia, (2) kesatuan masyarakat

hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 282: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

255

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-

undang, (3) badan hukum publik atau privat, (4) lembaga negara. Berdasarkan

pasal 51 ayat (1) UU MK, maka pemohon adalah perorangan warga negara

Indonesia yang pada saat rekaman suara diperoleh berkedudukan sebagai ketua

DPR.

Gambar 6.5 Kuasa hukum pemohon Sumber: Sidang pengadilan MKRI

Pemohon diwakilkan oleh kuasa hukum pemohon yaitu SH, TMA, MAS,

dan HAN. Kuasa hukum SN berasal dari Advokat di kantor hukum SH dan

Partners. Kasus gugatan UU ITE bermula dari rekaman pembicaraan atau

rekaman suara MS Presdir PT Freeport Indonesia, MR pengusaha minyak, dan SN

Ketua DPR dengan durasi sepanjang 120 menit. Rekaman suara tersebut

kemudian dijadikan alat bukti permufakatan jahat dan pencatutan nama presiden

dan wakil presiden.

3. Ahli dan saksi dari pemerintah

Menurut pemerintah, motivasi pemohon mengajukan permohonan ini

semata-mata hanya karena adanya kepentingan pribadi pemohon yaitu agar alat

bukti elektronik yang menjadikan dasar pemanggilan pemohon tidak dapat menjadi

alat bukti yang sah dalam dugaan permufakatan jahat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 283: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

256

a. Pengambilan sumpah b. Ahli pemerintah (EM dan HS)

Gambar 6.6 Kesaksian ahli Sumber: Sidang pengadilan MKRI

Gambar 6.7 Saksi dari pemerintah Sumber: Sidang pengadilan MKRI

Presiden mengajukan tiga orang pada persidagan tanggal 3 Mei 2016 dan

19 Mei 2016. Ahli tersebut adalah (1) EM mengatakan menurut ahli

pengungkapan informasi dengan dalih kebebasan cenderung merupakan

penyalahgunaan terhadap penguasaan yang lebih terhadap informasi. Hal Itu lebih

jahat dari penjahatnya sehingga untuk ahli, informasi yang sifatnya privasi adalah

tetap privasi. Pengungkapan informasi privat menjadi publik tidak boleh secara

sembarangan. Bahwa dalam rezim intellectual property right dengan tegas

menyatakan sesuatu yang direkam oleh orang lain tetap milik dari orang yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 284: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

257

direkam atau dengan kata lain hak cipta tetap ada pada orang yang direkam. Begitu

pula dengan data, sesuatu yang melekat secara pribadi seperti foto yang difoto

orang lain adalah tetap foto milik dari orang yang difoto tersebut bukan milik dari

tukang foto. Sehingga apabila pengungkapan foto tersebut dilakukan secara

sembarangan, hal itu dapat digugat karena telah melanggar privasi. Dari uraian

pendapat ahli di atas terdapat frasa lebih jahat dari penjahatnya menjadi tanda

yang mengandung makna.

(2) HS mengatakan bahwa semua transaksi digital dengan sendirinya dapat

digunakan sebagai alat bukti, oleh karena itu jika ada orang berkomunikasi dengan

orang lain secara privat, kemudian salah satu membuka pembicaraannya, apakah

ini pidana atau tidak? Hal itu tergantung apakah sudah diatur dalam Undang-

Undang atau tidak? UU ITE sudah melarang membocorkan pembicaraan privat,

apabila dilakukan maka dipidana.

(3) MZ berpendapat terkait dengan rekaman, hasil dari perekaman dapat

dijadikan alat bukti tergantung pada orisinalitas hasil rekaman yang dikuatkan oleh

ahli, tetapi mengenai bagaimana cara rekaman tersebut didapatkan baik secara

diam-diam atau tidak, itu adalah masalah etika. Permasalahan yang kemudian

terjadi adalah bagaimana jika hasil kegiatan merekam (rekaman) tersebut adalah

berisi dugaan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana? Menurut ahli,

pertama tindakan tersebut melanggar etika. Tapi kemudian, rekaman tersebut

merupakan bukti dari dugaan tindak pidana tertentu maka tentunya orang yang

merekam berkewajiban untuk melaporkannya kepada kepolisian. Polisi dalam hal

ini wajib untuk merahasiakan rekaman tersebut baik dari segi isinya maupun siapa

yang memberikan rekaman tersebut, hal tersebut karena data tersebut merupakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 285: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

258

data awal dari sebuah proses penyelidikan. Terkait dengan permohonan pemohon,

dimana rekaman pembicaraannya yang menjadi masalah keberatannya, maka ahli

dapat katakan bahwa harus dilihat dahulu terdapat unsur permufakatan jahat atau

tidak (Putusan No. 20/PUU-XIV/2016).

6.2.3 Deskripsi dalam rekaman percakapan “papa minta saham”

Saling terkait dengan aspek linguistik forensik pada Bab V (bagian

percakapan “papa minta saham‟). Dalam bagian percakapan “papa minta saham‟

di bawah ini.

(118) MR: Iyalah itu kira-kira. Harga perlu dikendalikan yang wajar. Atau kalau terbalik, kalau pure itu, itu kan satu deal. Misalnya JB bilang Freeport gak usah ikut. Silahkan yang lain, murni. Investor banyak yang mau, gak susah kalau Freeport. Marubeni ngotot mau masuk situ, Cuma harga tinggi. Itu maksud saya Pak. Justru kita sebagai lokal, merasa nyaman kalau itu opsinya sama Freeport. Dibandingkan kalau sama orang luar. China pun ada yang mau Pak.

MS: Ini yang Pak Riza sampaikan yang lalu sama Dh itu kan MR: Iya. Itu harganya yang wajar. Bukan harga yang tidak

ketinggian tidak kerendahan. Kan PTnya milik bapak juga, 51 %. Nanti bapak juga jangan sampai menekan ke induk usaha Freeport, pertambangan.

MS: Kuncinya kan itu lagi, surat perpanjangan itu. Tidak mungkin keluar purchasing guarantee kalau tidak. PLTA mau dibangun itu kan untuk underground mining. Underground mining baru bisa dipastikan mau dilanjutkan kalau ada perpanjangan. (DRP 84-87)

Dari cuplikan percakapan di atas secara verbal terdapat frasa jangan

sampai menekan yang disampaikan oleh MR. Frasa tersebut mengandug makna

bahwa terjadi kesepakatan di awal bahwa MS juga tidak boleh menekan ke induk

usaha Freeport pertambangan. MS juga mengatakan bahwa inti dari semuanya

adalah surat perpanjangan. Dari cuplikan pernyataan di atas jelas memang terjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 286: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

259

lobi atau pemufakatan dan pembagian saham dalam proses perpanjangan PT

Freeport yang akan direncanakan. Namun alat bukti rekaman percakapann

diperoleh tidak berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia maka proses

hukum tidak dapat dilanjutkan.

6.3 Hubungan Ontologis dan Epistemik Semiotik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Hubungan ontologis dan epistemik semiotik forensik dalam gugatan UU

ITE khususnya pada pasal 5 ayat (1), (2), (3), (4), dan pasal 44 huruf b sebagai

berikut.

Hubungan ontologis semiotik forensik pada pasal 5 ayat (1) dan (2)

(1) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya

Rekamanan suara percakapan pemohon terkait perpanjangan PT Freeport Indonesia.

Pasal 31 ayat (3)

Tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Hubungan epistemik semiotik forensik pada pasal 5 ayat (1) Informasi elektronik berupa „permufakatan jahat‟ dan dokumen elektronik berupa bukti suara percakapan.

Alat bukti hukum diperoleh dari proses penyadapan yang tidak sah. Pasal 31 ayat (3) menyatakan “kecuali intersepsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 287: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

260

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang”.

Dari segitiga semiosis pasal 5 ayat (1) dan (2) secara jelas tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan proses hukum tidak dapat dilanjutkan (dihentikan dan diputuskan).

Hubungan ontologis semiotik forensik pada pasal 44 huruf b

Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

Pasal 31 ayat (3) dan (4)

sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

Sah jika diperoleh menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan/atau dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, komisi pemberantasan korupsi dan/atau institusi penegak hukum lainnya.

Hubungan epistemik semiotik forensik pada pasal 5 ayat (1) Informasi elektronik berupa „pemufakatan jahat‟ dan dokumen elektronik berupa bukti suara percakapan

tidak sah

Makna frasa alat bukti lain atau perluasan alat bukti berupa informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik terdiri dari keterangan saksi, keterangan

ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Perkembangan dari ilmu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 288: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

261

pengetahuan dan teknologi, kejahatan, dan modus operandinya, serta masyarakat

akan selalu mempengaruhi perkembangan alat bukti pada hukum acara pidana di

Indonesia, baik yang diatur dalam KUHAP maupun dalam perundang-undangan.

Dikaitkan dengan rekaman percakapan, alat bukti yang digunakan melemahkan

proses hukum untuk menyatakan kebenaran.

Gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016 mengungkap sikap dan

nilai-nilai yaitu nilai kepatuhan-ketidakpatuhan, nilai sosial, nilai keadilan-

ketidakadilan, nilai ketentraman-ketidaktentraman, dan kenyamanan-

ketidaknyamanan. Teks UU ITE tahun 2008 digugat oleh pemohon dan berhasil

dikabulkan gugatannya.

UU ITE tahun 2008 kemudian direvisi di tahun 2016. Hasil revisi UU ITE

tahun 2016 adalah sebagai berikut:

(1) Menambahkan sejumlah penjelasan untuk menghindari multitafsir terhadap

ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik pada pasal 27 ayat 3. (a)

Menambahkan penjelasan atas istilah mendistribusikan, mentransmisikan,

dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik; (b) Menegaskan

bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum; (c)

Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada

ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.

(2) Menurunkan ancaman pidana pencemaran nama baik dari paling lama 6 tahun

menjadi 4 tahun. Denda Rp.1.000.000.000 menjadi Rp750.000.000

menurunkan ancaman pidana ancaman kekerasan pada pasal 29 dari paling

lama 12 tahun penjara menjadi 4 tahun dan denda Rp2.000.000.000 menjadi

Rp750.000.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 289: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

262

(3) Melaksanakan putusan MK atas pasal 31 ayat (4) yang mengamanatkan

pengaturan tata cara intersepsi ke dalam undang-undang yang menambahkan

penjelasan pasal 5 terkait keberadaan informasi elektronik sebagai alat bukti

hukum. (a) Mengubah ketentuan pasal 31 ayat (4) yang semula

mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam

peraturan pemerintah menjadi dalam undang-undang; (b) Menambahkan

penjelasan pada ketentuan pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan

informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum

yang sah.

(4) Sinkronisasi hukum acara penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan

penahaman dengan hukum acara KUHAP

(5) Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE

pada ketentuan pasal 43 ayat (5).

(6) Menambahkan ketentuan right to be forgotten kewajiban menghapus konten

yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik. Pelaksanaan right to

be forgotten dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan

penetapan pengadilan.

(7) Memperkuat peran pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten

negatif di internet.

Setelah revisi UU ITE tahun 2016, dalam penerapannya UU ITE tetap

menelan korban. Hal ini terjadi karena celah-celah multitafsir tetap dapat

digunakan oleh oknum untuk melakukan kejahatan. Lemahnya definisi-definisi

unsur penting dalam UU ITE menyebabkan peluang ketidakadilan dan

menghambat masyarakat dalam penggunaan internet berintegrasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 290: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

263

BAB VII

FAKTOR PENYEBAB POLA BAHASA DAN MAKNA SEMIOTIK FORENSIK DALAM GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI

DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK 7.1 Pengantar

Bab ini akan menguraikan faktor penyebab pola bahasa dan makna

semiotik forensik dalam gugatan UU ITE. Faktor penyebab pola bahasa dalam

teks UU ITE tahun 2008 karena (1) dari segi sikap, pertama faktor tujuan UU ITE

sebagai payung hukum bagi masyarakat, faktor kedua karena materi muatan UU

ITE dan bentuk-bentuk pelanggaran yang terdapat dalam regulasi pemanfaatan

teknologi informasi (2) faktor modalitas merupakan sikap penulis terhadap

sesuatu yang dijelaskan yaitu mengenai materi muatan dan bentuk-bentuk

pelanggaran hukum dan menunjukkan pendirian UU ITE sebagai payung hukum

yang menjelaskan nilai dan norma aturan hukum yang berlaku di Indonesia (3)

faktor unsur waktu dalam teks digunakan sebagai pengukuran ketentuan pidana.

Faktor penyebab pola bahasa proses sidang pengadilan karena (1) graduasi

digunakan sebagai pengukuran ketentuan pidana dan rujukan terhadap undang-

undang (2) sikap sebagai penilaian keadaan emosi pemohon yang merasa

terancam (3) apresiasi merupakan sarana untuk menjadikan fakta yang membisu

menjadi berbicara kepada hakim di sidang pengadilan melalui argumentasi yang

disampaikan pemohon, ahli, dan saksi. Secara ideologis, teks peradilan

didominasi oleh kemampuan berbicara. Artinya, siapa yang pandai berbicara

dialah yang menguasai peradilan, dan tidak tertutup kemungkinan

memenangkannya (Setia, 2008: 275). (4) afek merupakan sarana pemohon

menyampaikan dasar hukum dan meminta perlindungan dari ketidakamanan dan

ketidaksenangan dari masalah yang sedang terjadi (5) unsur penyangkalan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 291: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

264

menggambarkan penutur di sidang pengadilan memposiskan dirinya sebagai

posisi berlawanan atau penolakan terhadap beberapa pasal dalam UU ITE.

Faktor penyebab pola bahasa dalam putusan No. 20/PUU-XIV/2016 (1)

mengapa pemosisian, karena majelis hakim MK memposisikan, menyesuaikan,

dan menegosiasikan kekuatan proposisi dan pernyataan masing-masing dalam

memutuskan gugatan sebagai lembaga konstitusi yang menjalankan fungsinya

untuk mewujudkan negara hukum yang demokratis (2) unsur waktu digunakan

untuk menguraikan ketentuan pidana dan pengukuran putusan gugatan UU ITE

(3) teks berisi usul, permintaan, sanggahan, protes terhadap beberapa pasal pada

UU ITE.

7.2 Faktor Penyebab Pola Bahasa dalam Teks UU ITE, Sidang Pengadilan, dan Putusan No. 20/PUU-XIV/2016

7.2.1 Faktor penyebab pola bahasa dalam teks UU ITE

Dari hasil analisis ditemukan pola bahasa teks UU ITE tahun 2008 yaitu

Sikap ^ Pemosisian ^ Graduasi. Sikap dalam teks didominasi oleh unsur penilaian,

kedua afek, dan ketiga apresiasi. Pemosisian didominasi modalitas, dan graduasi

didominasi unsur waktu.

Faktor penyebab terbentuknya pola bahasa sumber sikap dalam teks UU

ITE tahun 2008 pertama, sikap yang dominan dalam teks UU ITE adalah

penilaian. Penilaian yang berhubungan dengan penghargaan sosial dan sanksi

sosial. Mengapa penilaian dominan dalam teks UU ITE, karena faktor tujuan

teknologi informasi dan komunikasi sebagai payung hukum bagi masyarakat.

Faktor kedua karena materi muatan UU ITE dan bentuk-bentuk pelanggaran yang

terdapat dalam regulasi pemanfaatan teknologi informasi seperti contoh berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 292: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

265

(119) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan nama domain oleh masyarakat, pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan nama domain yang diperselisihkan. (DT UU ITE 2008 120)

Leksis mengambil alih pada contoh di atas merupakan sanksi yang

diberikan pemerintah kepada masyarakat yang melakukan pelanggaran. Reaksi

tersebut mengggambarkan ketegasan pemerintah dalam memberi sanksi kepada

pelanggaran yang dilakukan.

Posisi kedua yaitu pemosisian. Pemosisian dalam teks UU ITE didominasi

oleh modalitas. Modalitas terbentuk dalam teks karena faktor modalitas

merupakan leksis yang menunjukkan sikap penulis terhadap sesuatu yang

dijelaskan yaitu mengenai materi muatan dan bentuk-bentuk pelanggaran hukum.

Sikap ini dapat berupa sanksi hukum, kepastian ancaman hukuman yang diterima

jika melanggar pasal UU ITE tahun 2008. Berdasarkan nilai (value) tingkat

kepastian terjadi terhadap keharusan dan kecenderungan dikelompokkan dalam

tingkatan tinggi, menegah, dan sedang. Sebagai contoh berikut.

(120) Para pihak yang melakukan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung. (DT UU ITE 2008 96)

Leksis wajib termasuk kedalam nilai probabilitas tingkat tinggi dalam

tataran modalitas yang memiliki makna menunjukkan keharusan. Begitu juga

pada leksis harus dan dapat yang menunjukkan kepastian dan keharusan dari

suatu yang dilakukan. Penggunaan modalitas secara interpretatif dapat dijelaskan

bahwa tujuan penulisan UU ITE adalah untuk menunjukkan pendirian UU ITE

sebagai payung hukum yang menjelaskan nilai dan norma aturan hukum yang

berlaku di Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 293: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

266

Posisi ketiga graduasi dengan unsur waktu, karena waktu dalam teks

digunakan sebagai pengukuran ketentuan pidana. Waktu digunakan untuk

menguatkan dan melemahkan penilaian dalam teks.

7.2.2 Faktor penyebab pola bahasa dalam proses sidang pengadilan

Dari hasil penelitian linguistik forensik dalam proses sidang pengadilan

gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016 diperoleh pola bahasa

Graduasi^Sikap^Pemosisian yang akan dikaitkan dengan faktor-faktor penyebab

terbentuknya sumber apraisal proses sidang pengadilan gugatan UU ITE. Sekaitan

dengan fitur yang mendominasi proses sidang pengadilan dicirikan oleh apraisal

sikap, pemosisian, dan graduasi. Pola bahasa dalam proses sidang pengadilan

didominasi oleh sumber graduasi, kedua diikuti oleh sikap, dan ketiga pemosisian.

Dari dominasi sumber graduasi proses sidang pengadilan gugatan UU ITE

berkaitan dengan faktor waktu yang menyebar pada setiap teks. Interpretasi dapat

dibuktikan pada setiap proses sidang pengadilan karena pemohon, saksi, dan ahli

memberikan gambaran pengukuran yang kurang tepat dan rujukan terhadap

undang-undang. Sebagai contoh di bawah ini.

(121) Pemufakatan jahat ini bukan saja dijadikan delik selesai melainkan ancaman pidana juga disamakan dengan perbuatan yang telah dilaksanakan sepenuhnya ini berarti bahwa karna delik pasal 104 diancam dengan pidana mati, penjara seumur hidup atau penjara sementara dengan paling lama 20 tahun maka pemufakatan jahat untuk melakukan perbuatan-perbuatan ini juga diancam dengan pidana yang sama. (DL SP V 125)

Dalam konteks ini unsur waktu digunakan untuk menyatakan pengukuran

ketentuan pidana. Bahasa hukum khususnya bahasa perundang-undangan

menggunakan ketentuan pidana dengan unsur waktu dan jumlah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 294: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

267

Posisi kedua apraisal sikap dengan unsur penilaian dengan posisi pertama,

apresiasi posisi kedua, dan diikuti oleh afek. Kehadiran penilaian sebagai posisi

pertama berkaitan dengan faktor penilaian dan tanggapan emotif secara jelas baik

tersirat secara tidak langsung dan dipraduga menyebar pada kedelapan proses

sidang pengadilan. Pesan yang tergambar merujuk pada sikap penilaian yang

merujuk pada sikap dan karakter pemohon, ahli, dan saksi. Pesan yang sebenarnya

disampaikan dalam proses sidang pengadilan ini adalah bagaimana keadaan emosi

pemohon yang merasa terancam. Keterlibatan emosi dan perasaan pemohon dapat

dilihat pada contoh berikut.

(122) Keberadaan norma pasal 5 ayat 1 dan 2 dan pasal 44 huruf b UU ITE dan pasal 26 tidak mengatur secara tegas bahwa alat bukti yang sah adalah berkaitan dengan kewenagan yang diberikan oleh UU untuk melakukan perekaman seperti yang terjadi dalam kasus yang dialami oleh pemohon. (DL SP I 67)

Interpretasi dapat dibuat berkaitan dengan kehadiran leksis tegas pada

konteks kalimat di atas. Leksis tegas yang diucapkan pemohon menggambarkan

penilaian atau pertimbangan hakim terhadap proses pengadilan gugatan UU ITE

agar dalam penegakan hukum sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh

undang-undang. Sifat pemohon dan saksi dapat ditandai dengan adanya leksis

tegas, seadil-adilnya, cermat, kekuatan terhadap penilaian keadaan berdasarkan

kutipan langsung ataupun rangkuman fakta yang didapatnya.

Apresiasi menempati urutan kedua berkaitan dengan faktor penilaian

terhadap UU ITE atau keadaan yang menyebar pada setiap proses sidang

pengadilan. Baik hakim, pemohon, saksi, dan ahli ikut mengapresiasi keadaan,

situasi, dan hal yang menyangkut kualitas, dampak, valuasi, kompleksitas, dan

keseimbangan UU ITE. Dengan demikian, teks UU ITE diupayakan sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 295: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

268

payung hukum agar penggunaan informasi dan transaksi elektronik berjalan sesuai

dengan UUD 1945.

Faktor mengapa apresiasi digunakan dalam proses sidang pengadilan

adalah karena penyampaian pesan yang berkenaan dengan UU ITE yang digugat

oleh pemohon berkaitan dengan keadaan atau situasi sehingga penilaian atas

keadaan tersebut menjadi lebih banyak setelah sikap penilaian. Apresiasi

merupakan sarana untuk menjadikan fakta yang membisu menjadi berbicara

kepada hakim di sidang pengadilan melalui argumentasi yang disampaikan

pemohon, ahli, dan saksi.

Dominasi sikap proses sidang pengadilan yang ketiga adalah afek. Sifat

pemohon, ahli, dan saksi ditandai dengan adanya leksis yang mengekpresikan

keadaan. Dengan subkategori afek ditemukan bahwa adanya emosi dan perasaan

pemohon, saksi, dan ahli dalam menyampaikan pesannya kepada majelis hakim

MKRI.

Faktor penyebab afek dalam sidang pengadilan berkaitan dengan tema dari

setiap sidang. Dengan demikian afek yang digunakan dalam proses sidang

pengadilan agar pesan dan maksud pemohon, saksi, dan ahli sampai kepada

majelis hakim dan menjadi pertimbangan dan sesuai dengan harapan masing-

masing.

Afek pada proses sidang pengadilan ini dominan terdapat pada SP I

dengan tema pemeriksaan pendahuluan. Hasil ini menunjukkan bahwa dari

kedelapan sidang ungkapan emosi dan perasaan lebih banyak disampaikan oleh

pemohon. Leksis afek yang dominan adalah keamanan bermakna amanah yang

membuktikan bahwa pemohon menyampaikan dasar hukum dan meminta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 296: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

269

perlindungan dari ketidakamanan dan ketidaksenangan dari masalah yang sedang

terjadi. Dengan demikian dominasi tersebut merupakan keinginan yang

diharapkan akan terealisasi.

Posisi ketiga dari apraisal proses sidang pengadilan adalah pemosisian.

pemosisian didominasi oleh penyangkalan. Penyangkalan menggambarkan

penutur di sidang pengadilan memposiskan dirinya sebagai posisi berlawanan atau

penolakan terhadap beberapa pasal dalam UU ITE. Dalam hal ini penyangkalan

umumnya dilakukan oleh pemohon.

7.2.3 Faktor penyebab pola bahasa dalam putusan gugatan UU ITE perkara No.

20/PUU-XIV/2016

Pola bahasa teks putusan gugatan perkara No. 20/PUU-XIV/2016 adalah

Pemosisian ^ Graduasi ^ Sikap. Sikap didominasi oleh afek, kedua penilaian, dan

ketiga apresiasi. Pemosisian dalam teks yang dominan adalah penyangkalan dan

graduasi putusan gugatan didominasi oleh kuantifikasi waktu.

Faktor penyebab terbentuknya sumber apraisal dalam teks putusan gugatan

perkara No. 20/PUU-XIV/2016 pertama, mengapa pemosisian, karena MK

memposisikan dirinya sebagai lembaga konstitusi menjalankan fungsinya untuk

mewujudkan negara hukum di Indonesia yang demokratis. Putusan pengujian

undang-undang yang dilakukan dalam kasus perkara pengujian undang-undang,

pada intinya membuktikan unsur negara hukum yang menjamin pengakuan dan

perlindungan HAM (persamaan di muka hukum) yang tidak boleh bertentangan

dengan UUD 1945 (Latif, 2007). Jelasnya seperti contoh berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 297: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

270

(123) Bahwa Mahkamah Konstitusi dalam putusan nomor 20/PUU- XIV/2016 dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa “oleh karena penyadapan dan perekaman pembicaraan merupakan pembatasan hak asasi manusia, di mana pembatasan demikian hanya dapat dilakukan dengan undang-undang, sebagaimana ditentukan oleh Pasal 28J ayat (2) UUD 1945”. (DT PP 2016 155)

Dalam konteks ini interpretasi dapat disimpulkan berkaitan dengan kehadiran

leksis bahwa, menyatakan, dan dapat. Majelis hakim MKRI memposisikan,

menyesuaikan, dan menegosiasikan kekuatan proposisi dan pernyataan masing-

masing dalam memutuskan gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016.

Faktor kedua, pemosisian didominasi oleh penyangkalan. Putusan gugatan

perkara No. 20/PUU-XIV/2016 memposiskan dirinya sebagai posisi berlawanan

atau penolakan terhadap beberapa pasal dalam UU ITE dan berhasil dikabulkan

sebagian.

Posisi kedua adalah graduasi, mengapa graduasi terbentuk pada teks

putusan gugatan, karena graduasi menguatkan dan melemahkan teks putusan

gugatan UU ITE. Graduasi yang mendominasi adalah kuantifikasi waktu.

Kuantifikasi waktu digunakan untuk menguraikan ketentuan pidana dan

pengukuran putusan gugatan UU ITE.

Posisi ketiga adalah sikap. Sikap dalam teks putusan UU ITE didominasi

oleh afek. Afek mendominasi teks putusan gugatan karena teks berisi usul,

permintaan, sanggahan, protes terhadap beberapa pasal pada UU ITE tahun 2008.

Sikap (attitude) dan nilai-nilai (value) sebagai subsistem ideologi

merupakan faktor penting dalam menentukan pikiran, tindakan, prilaku, dan karya

manusia (Piliang, 2013:370). Sejalan dengan pendapat Piliang pikiran, tindakan

prilaku, dan karya manusia dalam sidang pengadilan mengungkap sikap dan nilai-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 298: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

271

nilai dalam gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016 yaitu nilai

kepatuhan, nilai sosial, nilai keadilan, nilai ketentraman dan kenyamanan.

7.3 Perbandingan Bahasa dalam Teks UU ITE, Proses Sidang Pengadilan, dan Putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Perbandingan bahasa perspektif apraisal melihat persamaan dan perbedaan

yang terdapat dalam sumber apraisal teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan

putusan No. 20/PUU-XIV/2016. Dari hasil analisis ditemukan pola bahasa teks

UU ITE Sikap ^ Pemosisian ^ Graduasi, pola bahasa proses sidang pengadilan

Graduasi ^ Sikap ^ Pemosisian, dan pola bahasa putusan No. 20/PUU-XIV/2016

adalah Pemosisian ^ Graduasi ^ Sikap.

Dari hasil tersebut perlu dianalisis perbandingan antara ketiga data yang

berasal dari dua data tulis dan satu data lisan. Data tulis berasal dari salinan teks

UU ITE dan salinan putusan No. 20/PUU-XIV/2016. Data lisan berasal dari data

rekaman proses sidang pengadilan. Dari perbandingan bahasa berdasarkan sistem

apraisal tersebut ditemukan sebab-sebab faktor pola bahasa dalam gugatan UU

ITE berikut ini.

7.3.1 Perbandingan sikap dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Perbandingan tiga data teks yaitu data lisan proses sidang pengadilan dan

data tulis yaitu UU ITE dan salinan putusan No. 20/PUU-XIV/2016. Sikap dalam

perbandingan tiga teks membandingkan tiga unsur dalam sikap yaitu afek,

penilaian, dan apresiasi seperti tabel berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 299: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

272

Tabel 7.1 Perbandingan sikap dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan,

dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

No. Sikap Teks UU ITE

Sidang Pengadilan

Putusan No. 20/PUU/XIV/2016

1 Afek 25,60% 16,50% 36,30% 2 Penilaian 51,80% 59,0% 34,30% 3 Apresiasi 22,60% 24,50% 29,40%

Perbandingan ketiga teks dengan unsur penilaian didominasi oleh teks

sidang pengadilan dengan jumlah 59,0%. Penilaian didominasi oleh sidang

pengadilan karena dialoq dalam sidang pengadilan merupakan realisasi bahasa

menyatakan kemungkinan, dasar hukum sebagai rujukan, dan meneruskan pada

bentuk metaforis menuju leksis. Kedua UU ITE dengan jumlah 51,80%. Afek

didominasi oleh putusan karena bahasa dalam putusan berisi norma, mencegah

kemungkinan yang akan terjadi, dan kewajiban pengguna teknologi dan informasi.

Apresiasi didominasi oleh putusan dengan jumlah 29,40% karena teks putusan

merupakan wilayah makna merujuk pada evaluasi UU ITE.

7.3.2 Perbandingan pemosisian dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan,

dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Pemosisian pada ketiga teks akan mengungkap sebab-sebab posisi penutur

dan penulis dalam memposisikan suara yang berkaitan dengan proposisi dan

proposal. Sistem ini berkaitan dengan hakim, pemohon, ahli dari pemohon dan

dari pemerintah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 300: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

273

Tabel 7.2 Perbandingan pemosisian dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan,

dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

No. Pemosisian Teks UU ITE

Sidang Pengadilan

Putusan No. 20/PUU-XIV/2016

1 ekstravokalisasi asimilasi 20,00% 22,10% 29,10% 2 intravokalisasi:

tertutup

penyangkalan 31,30% 41,10% 33,20% proklamasi 5,60% 3,30% 7,20% 3 intravokalisasi:

tertutup

modalitas 41,20% 30,40% 27,70% indrawi 1,90% 3,10% 2,80%

Dominasi pemosisian dari ketiga teks diperoleh teks UU ITE dengan unsur

modalitas 41,20%. Modalitas pada teks UU ITE merupakan heteroglos

menggunakan pernyataan atau merujuk dengan merepresentasikan proposisi

sebagai dasar yaitu UU 1945, pancasila, ahli, dan hukum acara yang berlaku di

Indonesia.

7.3.3 Perbandingan graduasi dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan

putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Perbandingan pada graduasi ketiga teks dengan unsur fokus dan forsa.

Fokus berfungsi untuk mempertajam dan memperlunak ketiga teks. Forsa terdiri

atas dua subkategori yaitu intensitifikasi dan kuantifikasi berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 301: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

274

Tabel 7.3 Perbandingan graduasi dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan,

dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

No. Graduasi Teks UU ITE

Sidang Pengadilan

Putusan No. 20/PUU-XIV/2016

1 fokus tajam 10,50% 5,50% 11,67% lunak 0% 5,90% 3,46% 2 forsa: intensitifikasi metafora 17,70% 8,30% 22,16% tingkatan 8,10% 11,60% 5,39% 3 forsa: kuantifikasi waktu 35,50% 39,20% 42,96% ruang 10,50% 6,50% 5,88% jumlah 17,70% 22,00% 8,48%

Perbandingan graduasi dari ketiga teks didominasi oleh teks sidang

pengadilan dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 dengan unsur waktu. Teks

putusan 42,96% dan sidang pengadilan 39,20%. Unsur waktu didominasi oleh

kedua teks karena unsur waktu digunakan sebagai ukuran yang berkaitan dengan

perkiraan waktu.

7.3.4 Perbandingan polaritas sikap teks UU ITE dan putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016 Perbandingan bahasa teks UU ITE dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

berdasarkan polaritas sikap dengan sistem afek, penilaian, dan apresiasi. Teks UU

ITE dan putusan memiliki persamaan yaitu sama-sama teks tulis. Dari

perbandingan dan dominasi polaritas tersebut ditemukan sebab-sebab faktor

bahasa dalam teks UU ITE berdasarkan polaritasnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 302: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

275

Tabel 7.4 Polaritas sikap UU ITE dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

No

Sistem Sikap Teks UU ITE Putusan No. 20/PUU-XIV/2016

Positif Negatif Positif Negatif 1 Afek keamanan-yakin/amanah 9,50% 0% 9,85% 0% keamanan-kepercayaan 14,30% 0% 3,63% 0% ketidakamanan-kegelisahan 0% 2,38% - - ketidakpuasan-ketidaksenangan 0% 9,52% - - irealis/kecenderungan

hasrat/keinginan 2,40% 0% 15,55% 0%

irealis/kecenderungan hasrat/takut

0% 16,66% 0% 17,62%

keamanan/ketidakamanan 0% 14,28% 52,85% 0% kepuasan-kesenangan - - 0.50% 0% 2 Penilaian Kapasitas 5,90% 0% 31,30% 0% Tenasitas 4,70% 0% - - Verasitas 7,00% 2,35% 23,10% 0% Proprietas 8,20% 71,80% 18,10% 27,50% 3 Apresiasi Dampak 0% 37,84% - - Kualitas 8,10% 0% 0,64% 0,64% Kompleksitas 0% 2,70% 0% 14,74% Keseimbangan 13,52% 2,70% 0,64% 19,88% Valuasi 35,14% 0% 63,82% 0,64%

Dari uraian perbandingan teks UU ITE dan putusan persentase polaritas

sikap di atas sistem afek didominasi oleh teks putusan dengan unsur keamanan

bermakna positif. Unsur keamanan positif diperoleh dengan jumlah 52,85%.

Unsur penilaian didominasi oleh teks UU ITE unsur proprietas/etika bermakna

negatif dengan jumlah 71,80%. Apresiasi didominasi oleh teks putusan dengan

unsur valuasi bermakna positif 63,82%.

Dari perbandingan tersebut sumber afek didominasi unsur keamanan

bermakna positif karena teks putusan merupakan jawaban dari gugatan pemohon

yang merasa terancam. Sumber penilaian didominasi unsur proprietas negatif

karena teks UU ITE merupakan payung hukum untuk melindungi pengguna

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 303: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

276

teknologi informasi. Sumber Apresiasi didominasi unsur valuasi bermakna positif

karena teks putusan berhubungan dengan kognitif (pendapat yang

dipertimbangkan hakim, pemohon, DPR, ahli pemohon, ahli dari pemerintah).

7.3.5 Perbandingan polaritas sikap proses sidang pengadilan

Perbandingan polaritas sikap proses sidang pengadilan terdiri atas delapan

kali sidang. Sidang tersebut memiliki tema (1) pemeriksaan pendahuluan (2)

perbaikan permohonan (3) mendengarkan keterangan presiden dan DPR (4)

mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon (5) mendengarkan keterangan

DPR dan ahli pemohon (6) mendengarkan keterangan ahli presiden (7)

mendengarkan keterangan ahli/saksi presiden (8) pengucapan putusan. Sikap

dalam sidang pengadilan terdiri atas tiga sistem yaitu afek, penilaian, dan

apresiasi. Lebih jelasnya lihat tabel 7.5 (perbandingan polaritas sikap sidang

pengadilan).

Dari tabel tersebut tergambar polaritas positif dan negatif antara kedelapan

sidang pengadilan. Perbandingan sumber penilaian didominasi oleh SP IV dengan

unsur proprietas bermakna negatif sejumlah 77,10% dan kedua SP V dengan

unsur proprietas bermakna negatif sejumlah 69,90% dan ketiga unsur yang sama

diperoleh SP VII dengan jumlah 61,30%. Ketiga SP ini memiliki proprietas

bermakna negatif dengan nilai yang tidak jauh berbeda hal ini karena tema

keduanya sama yaitu mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon. SP IV

sidang bagian 1 dan dilanjutkan lagi kesidang V bagian 2. Faktor lain perolehan

unsur propritas bermakna negatif pada SP IV dan V karena munculnya frasa

pemufakatan jahat yang bermakna negatif dan kewajiban.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 304: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

277

Perbandingan sumber apresiasi pada sidang pengadilan di atas didominasi

oleh valuasi yaitu polaritas valuasi positif. Dominasi pertama diperoleh SP VIII

dengan jumlah 75,60%, kedua SP VII dengan jumlah 75,55%, ketiga SP IV

dengan jumlah 69,69%. Faktor penyebab dominasi valuasi pada sumber apresiasi

sidang pengadilan karena pendapat berhubungan dengan kognitif atau

pertimbangan yang merujuk kepada proposisi sebagai dasar pertimbangan yaitu

UU 1945 dan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Perbandingan sumber afek didominasi oleh SP VIII dengan unsur

irealis/kecenderungan merasa takut sejumlah 83,30%, perolehan ini sangat tinggi.

Hal ini karena pada SP VIII pengucapan atau pembacaan putusan oleh hakim.

Unsur irealis/kecenderungan merasa takut mendominasi pada sidang ini karena

permohonan pemohon yang merasa terancam atau takut. Kemunculan unsur ini

menggambarkan hasrat atau keinginan pemohon terkabul. Dominasi kedua

diperoleh SP I dengan unsur keamanan sejumlah 82,36%. Faktor penyebab

kemunculan unsur keamanan ini karena pada SP I bertema pemeriksaan

pendahuluan dan pemohon menyampaikan permohonannya dengan merujuk hak

asasi pemohon sebagai warga negara yang meminta perlindungan. Hal ini

berhubungan dengan SP VIII yaitu unsur irealis yang merasa takut dan terancam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 305: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

278

Tabel 7.5 Perbandingan polaritas sikap proses sidang pengadilan

N o

Sistem Sikap

Sidang Pengadilan SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII

(+) %

(-) %

(+) %

(-) %

(+) %

(-) %

(+) %

(-) %

(+) %

(-) %

(+) %

(-) %

(+) %

(-) %

(+) %

(-) %

1 Penilaian kapasitas 24,20 0 18,20 0 10,40 0 9,00 0 13,97 1,07 23,10 0 16,00 0 28,57 0 tenasitas 15,20 0 - - 1,50 0 - - - - - - - - - - verasitas 24,20 6,10 72,70 0 22,40 0 9,70 0 11,30 0 36,50 0 16,70 0 28,57 0 proprietas 21,20 9,10 9,10 0 4,50 61,19 4,20 77,10 3,76 69,90 23,10 17,3 6,00 61,30 28,57 14,29

2 Apresiasi dampak - - - - 5,90 2,94 - - 1,61 0 36,40 0 4,40 0 - - kualitas 15,60 0 22,20 0 2,94 2,94 - - 3,22 0 9,10 0 6,70 0 - - kompleksitas 0 31,30 - - 0 2,94 - - 0 29,03 - - 0 2,20 - - keseimbangan 3,10 21,90 0 66,70 2,94 23,50 0 27,30 0 17,75 0 13,60 0 8,90 0 24,0 valuasi 28,0 0 11,10 0 55,90 0 69,69 3,00 46,77 1,61 40,90 0 75,55 2,20 75,60 0

3 Afek keamanan-

yakin/amanah 82,36 0 25,00 0 - - 8,30 0 2,17 0 - - 15,00 0 - -

keamanan/ ketidakamanan

11,76 0 - - 22,20 11,10 41,70 0 36,96 0 46,70 0 30,00 0 - -

keamanan-kepercayaan

- - - - 5,60 0 11,10 0 2,17 0 33,30 0 - - - -

ketidakamanan-kegelisahan

- - - - 0 5,55 - - 0 2,17 - - - - - -

kepuasan-kesenangan

5,88 0 75,00 0 22,20 0 11,10 0 8,70 0 20,00 0 - - 16,70 0

ketidakpuasan-ketidaksenangan

- - - - - - - - - - - - - - - -

irealis/ kecenderungan/ingin

- - - - - - - - - - - - - - - -

irealis/ kecenderungan /takut

- - - - - 33,30 0 27,80 0 47,82 - - 0 55,00 0 83,30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 306: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

279

7.3.6 Perbandingan salinan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 dan pembacaan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 pada SP VIII

Salinan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 dan pembacaan putusan No.

20/PUU-XIV/2016 pada SP VIII (sidang pleno kedelapan) karena memiliki

persamaan berisi putusan. Perbedaannya salinan putusan teks tulis sedangkan SP

VIII merupakan sidang pleno berisi putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016.

Berdasarkan polaritasnya kedua teks ini dibandingkan seperti tabel berikut.

Tabel 7.6 Polaritas Sikap Putusan No. 20/PUU-XIV/2016 dan SP VIII

No

Sistem Sikap Putusan No. 20/PUU-XIV/2016

SP VIII

Positif Negatif Positif Negatif 1 Afek keamanan-yakin/aman 9,85% 0% - - keamanan-kepercayaan 3,63% 0% - - ketidakamanan-kegelisahan - - - - kepuasan-kesenangan - - 16,70% 0% ketidakpuasan-

ketidaksenangan 15,55% 0% - -

irealis/kecenderungan hasrat/keinginan

0% 17,62% - -

irealis/kecenderungan hasrat/takut

52,85% 0% 0% 83,30%

Ketidakamanan 0.50% 0% - - 2 Penilaian Kapasitas 31,30% 0% 28,57% 0% Tenasitas - - - - Verasitas 23,10% 0% 28,57% 0% Proprietas 18,10% 27,50% 28,57% 14,29% 3 Apresiasi Dampak - - - - Kualitas 0,64% 0,64% - - Kompleksitas 0% 14,74% - - Keseimbangan 0,64% 19,88% 0% 24,00% Valuasi 63,82% 0,64% 76,00% 0%

Perbandingan teks putusan dan pembacaan putusan SP VIII memiliki

persentase polaritas sikap sumber afek didominasi oleh teks SP VIII dengan unsur

irealis/kecenderungan hasrat/takut bermakna negatif 83,30%. Sumber penilaian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 307: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

280

didominasi oleh teks putusan unsur kapasitas bermakna positif dengan jumlah

31,30%. Apresiasi didominasi oleh SP VIII dengan unsur valuasi bermakna

positif 76,00%.

Dominasi Afek diperoleh teks SP VIII karena teks lisan putusan

merupakan gambaran keadaan pemohon. Penilaian didominasi teks putusan

dengan unsur irealis kecenderungan merasa takut karena teks putusan berisi syarat

dikabulkannya gugatan UU ITE sebagian. Apresiasi didominasi unsur valuasi

bernilai positif karena teks SP VIII berhubungan dengan kognitif (pendapat yang

dipertimbangkan hakim, pemohon, DPR, ahli pemohon, ahli dari pemerintah).

7.4 Faktor Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Dari uraian makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE perkara No.

20/PUU-XIV/2016 pada Bab VI berkaitan dengan kasus pemohon maka faktor

penyebab makna semiotik forensik pasal 5 ayat (1) dan (2) karena proses

perolehan alat bukti tidak sah atau tidak dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

dan/atau hasil cetaknya merujuk kepada pasal 31 ayat (3) dan (4).

Pasal 44 huruf b mengandung makna dengan bentuk fisik rekaman suara

percakapan pemohon dihasilkan atau diperoleh dari proses penyadapan yang tidak

sah atau tidak dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Jika R dan O tidak sesuai dengan I maka analisis dari semiosis yaitu pasal 5 ayat

(1) dan (2) secara jelas tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan

proses hukum tidak dapat dilanjutkan (dihentikan dan diputuskan). Sebaliknya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 308: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

281

jika R dan O sesuai dengan I maka analisa semiosis secara jelas sesuai dengan

hukum yang berlaku di Indonesia dan proses hukum dapat dilanjutkan.

Faktor penyebab dari deskripsi pihak-pihak yang hadir dalam sidang yaitu

hakim, pemohon, ahli pemohon, dan ahli dari pemerintah. Faktor penyebab (1)

karena legal standing pemohon. Terdapat dua orang hakim MK yang memiliki

pendapat berbeda. Hakim memiliki argumentasi bahwa pemohon adalah

perorangan warga negara Indonesia yang berstatus sebagai anggota DPR

sedangkan MK telah berkali-kali menyatakan pendiriannya bahwa seseorang

dalam kualifikasi demikian tidak memiliki kedudukan hukum. DPR memegang

kekuasaan membentuk undang-undang sehingga janggal jika undang-undang yang

dibuat oleh DPR dan menjadi kekuasaan DPR untuk membentukknya masih dapat

dipersoalkan konstitusionalitasnya oleh DPR sendiri. Konflik dalam proses sidang

pengadilan menyisakan tanda yang mengandung makna. (2) karena pemohon

merasa terancam (3) karena perolehan alat bukti tidak sesuai dengan hukum acara

yang berlaku di Indonesia.

Faktor penyebab jika dikaitkan dengan dominasi bahasa forensik dalam

UU ITE, sumber graduasi didominasi oleh unsur waktu. Dalam sidang pengadilan

dominasi menggambarkan bahwa bahasa yang muncul dalam proses sidang

pengadilan (1) waktu menjadi pengukur dalam gugatan, (2) waktu adalah urutan

dalam gugatan, dan (3) waktu adalah petunjuk dalam gugatan. Faktor

penyebabnya karena dalam gugatan UU ITE waktu digunakan sebagai urutan dan

rujukan beberapa aturan hukum acara. Waktu digunakan sebagai petunjuk hukum-

hukum yang pernah digunakan dengan masalah yang sama sebagai petunjuk

perbandingan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 309: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

282

BAB VIII

TEMUAN PENELITIAN

8.1 Pengantar

Temuan penelitian meliputi temuan teoretis, temuan metodologis, dan

temuan empiris. Temuan teoretis merujuk pada hasil penerapan pendekatan

linguistik forensik dengan teori LSF kerangka kerja apraisal serta semiotik pada

data teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016

gugatan UU ITE, dan rekaman percakapan “papa minta saham”. Temuan

metodologis bersumber dari praktik pengkajian data. Temuan empiris bersumber

dari data penelitian yang menyajikan suatu fakta hukum dan kebahasaan dalam

gugatan UU ITE.

8.2 Temuan Penelitian

Temuan penelitian didapat dari analisis data dan merupakan jawaban dari

rumusan masalah pada Bab I yaitu (1) pola bahasa dan aspek linguistik forensik

dalam gugatan UU ITE perspektif apraisal, (2) makna semiotik forensik dalam

gugatan UU ITE, dan (3) faktor penyebab terbentuknya pola bahasa dan makna

semiotik forensik dalam gugatan UU ITE.

8.2.1 Temuan teoretis

Penelitian ini menghasilkan temuan teoretis tentang (1) jaringan sistem

(network system) gugatan UU ITE, UU ITE, sidang pengadilan, dan putusan No

20/PUU-XIV/2016. (2) pola bahasa dan aspek linguistik forensik gugatan UU

ITE, (2) makna semiotik forensik, dan (3) faktor penyebab terbentuknya pola

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 310: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

283

bahasa dan makna semiotik forensik. Pola bahasa gugatan UU ITE berasal dari

pola bahasa teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-

XIV/2016 berikut ini.

8.2.1.1 Pola bahasa teks UU ITE

Pola bahasa teks UU ITE Sikap ^ Pemosisian ^ Graduasi. Dari pola

tersebut menemukan jaringan sistem UU ITE yang menunjukkan teks UU ITE

memiliki wilayah makna yang merujuk pada sikap pemerintah yang

menggambarkan bagaimana masyarakat harus mematuhi norma yang berlaku

dalam UU ITE dan sanksi yang akan muncul jika terbukti melanggar UU ITE.

Unsur penilaian didominasi sumber sikap dalam teks UU ITE dengan jumlah

51,80%, diikuti unsur afek dengan jumlah 25,60% dan terkecil diperoleh unsur

apresiasi dengan jumlah 22,60%.

Sumber sikap dalam teks UU ITE memiliki pola Penilaian ^ Afek ^

Apresiasi. Unsur penilaian terdiri atas dua kategori yang berorientasi pada

penghargaan sosial dan sanksi sosial. Kerangka kerja apraisal dalam parameter

sikap subkategori penilaian dalam teks UU ITE terdiri atas penilaian penghargaan

sosial unsur kapasitas dan tenasitas. Penilaian saksi sosial unsur verasitas dan

proprietas. Unsur afek terdiri atas dua subkategori irialis (hasrat)-keinginan,

ketidakamanan-kegelisahan, kepercayaan, dan ketidakpuasan-ketidaksenangan.

Apresiasi dalam teks UU ITE dibagi dalam reaksi, komposisi, dan valuasi. Unsur

reaksi dalam teks terdiri atas dampak dan kualitas, unsur komposisi terdiri atas

keseimbangan, dan valuasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 311: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

284

Sumber pemosisian pada teks UU ITE secara menyeluruh ditemukan

unsur modalitas dengan jumlah 41,20%. Penulis UU ITE menggunakan bahasa

untuk merealisasikan dan menyatakan sikap, pandangan, pertimbangan, dan

keinginan. Penulis UU ITE menggunakan bahasa untuk mempertimbangkan

posisi penulis untuk menyatakan penyangkalan, pernyataan, penerimaan, dan

perujukan.

Sumber graduasi dalam teks UU ITE paling banyak muncul sumber

graduasi dengan unsur waktu dengan jumlah 35,50%. Kedua metafora dan jumlah

dengan jumlah 17,70%. Ketiga unsur ruang dan unsur mempertajam dengan

jumlah yang sama 10,50%. Jumlah terkecil unsur tingkatan dengan jumlah 8,10%.

8.2.1.2 Pola bahasa proses sidang pengadilan

Dari hasil analisis bahasa proses sidang pengadilan gugatan UU ITE

menghasilkan temuan teoretis tentang jaringan sistem dan pola bahasa sidang

pengadilan yaitu Graduasi ^ Sikap ^ Pemosisian. Hal ini menggambarkan bahwa

bahasa proses sidang pengadilan memiliki wilayah makna menguatkan dan

melemahkan sumber sikap dan pemosisian yang dihubungkan oleh teks proses

sidang pengadilan.

Dari hasil rekapitulasi graduasi bahasa proses sidang pengadilan

ditemukan unsur waktu dengan jumlah 39,20%. Hal ini menggambarkan bahwa

dalam teks proses sidang pengadilan menyampaikan pesannya menggunakan

fungsi bahasa memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi dengan pengukuran

waktu. Dominasi kedua unsur jumlah dengan jumlah 22,00%. Hal ini

menggambarkan bahwa pengukuran jumlah juga menjadi pertimbangan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 312: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

285

proses sidang pengadilan dalam memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi

terhadap gugatan teks UU ITE.

Sumber sikap bahasa yang terbentuk pola Penilaian ^ Apresiasi ^ Afek.

Dari pola bahasa sidang pengadilan tergambar bagaimana sikap, penilaian, dan

tanggapan emotif secara jelas dan bagaimana hal ihwal ini tersirat secara tidak

langsung, dipraduga, atau dibayangkan. Proses sidang pengadilan gugatan UU ITE

mengekspresikan keadaan atau menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui

proses sidang pengadilan terbuka di MKRI. Pesan yang tergambar merujuk pada

sikap penilaian yang merujuk pada sikap dan karakter pemohon yang merasa

terancam.

Pemosisian dalam proses sidang pengadilan didominasi unsur heteroglos.

Teks proses sidang pengadilan didominasi oleh unsur penyangkalan dengan

jumlah 41,10%. Hal ini menggambarkan bahwa proses sidang pengadilan

menjelaskan suara tekstual memosisikan sebagai sesuatu yang ganjil, penolakan,

dan berlawanan. Tingginya persentase penyangkalan dibandingkan dengan

pemosisian yang lainnya menggambarkan penutur di sidang pengadilan

memposisikan dirinya sebagai posisi berlawanan atau penolakan terhadap

beberapa pasal dalam UU ITE. Hal ini karena pemohon merasa hak nya dirugikan

dan secara tidak langsung tergambar proses sidang pengadilan bahwa gugatan UU

ITE diterima sebagian pasal.

8.2.1.3 Pola bahasa putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016

Pola bahasa putusan No. 20/PUU-XIV/2016 Pemosisian ^ Graduasi ^

Sikap. Pemosisian dalam putusan menggunakan sumber daya bahasa untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 313: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

286

memposisikan suara penulis yang berkaitan dengan proposisi dan proposal yang

dibawakan teks putusan. Sistem pemosisian berkaitan dengan MK yang membuat

evaluasi dalam putusan gugatan.

Pemosisian putusan gugatan diperoleh oleh pemosisian penyangkalan

dengan jumlah 33, 20%, kedua asimilasi dengan jumlah 29,10%, modalitas

dengan jumlah 27,70%, ke empat proklamasi 7,20%, dan terkecil indrawi dengan

jumlah 2,80%. Persentase ini memiliki dominasi pada label penyangkalan. Dari

dominasi tersebut tergambar jelas bahwa bahasa putusan gugatan berlawanan

konsensi terhadap teks UU ITE. Suara tekstual memosisikan dirinya sebagai

sesuatu yang melakukan penolakan atau beberapa posisi berlawanan.

Graduasi dalam putusan ditemukan bahwa unsur forsa atau daya yang

merupakan sumber daya untuk memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi

paling dominan daripada fokus yang merupakan sumber daya untuk mempertajam

atau memperlunak kualitas teks salinan putusan gugatan UU ITE. Daya putusan

gugatan memperkuat dan memperlemah intensitifikasi yang ditandai oleh unsur

penilaian terhadap tingkatan dan metafora. Unsur kuantifikasi ditandai oleh unsur

penilaian terhadap jumlah, ruang, dan waktu. Selain itu teks putusan juga

dipertajam dan diperlunak proposisi.

Dominasi sumber graduasi pertama adalah unsur waktu dengan jumlah

42,96%, kedua metafora dengan jumlah 22,16%, ketiga mempertajam dengan

jumlah 11,67%, dan yang terkecil adalah memperlunak dengan jumlah 3,46%.

Dari dominasi tersebut tergambar bahwa unsur waktu merupakan pengukuran

terhadap keberadaan atau ciri-ciri gugatan UU ITE. Dominasi kedua adalah

metafora. Metafora dalam teks putusan gugatan menggambarkan bahwa graduasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 314: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

287

dalam teks putusan merupakan bahasa yang digunakan berhubungan dengan

perbandingan untuk menghasilkan proses konseptualisasi yang terstruktur.

Apraisal sikap berpola Afek ^ Penilaian ^ Apresiasi. Dominasi tiga bagian

yaitu afek dengan jumlah 36,30%, penilaian dengan jumlah 34,30%, dan apresiasi

dengan jumlah 29,40%. Sikap putusan No. 20/PUU-XIV/2016 digunakan untuk

memutuskan ungkapan emosi dan perasaan atau keinginan pemohon untuk

menggugat teks UU ITE. Ketiga aspek dalam putusan menggambarkan sikap

pemohon yang diwakilkan kepada kuasa hukum, ahli dari pemohon, ahli dari

pemerintah, dan perwakilan DPR dalam menyampaikan pesannya kepada hakim

MKRI. Pesan yang disampaikan pemohon kepada hakim MKRI disampaikan

secara tulis dan lisan dalam sidang pengadilan gugatan UU ITE.

8.2.1.4 Aspek linguistik forensik dalam gugatan UU ITE

Dari percakapan selama 120 menit kasus “papa minta saham” yang

melibatkan pemohon, terdapat bukti-bukti linguistik yang menyatakan bahwa

percakapan tersebut berisi lobi atau permufakatan jahat. Keberhasilan lobi

menguntungkan pihak pelobi dan merugikan pihak lain. Dari percakapan MR, SN,

dan MS memiliki sumber graduasi, sikap, dan pemosisian. Sumber graduasi

dengan leksis persen (30%, 9%, 9,3%, 20%, dan 11%) unsur jumlah dan strategi

untuk menguatkan dan memuluskan lobi menjadi leksis penanda bagi-bagi saham

dalam percakapan tersebut.

Sekaitan dengan kasus timbulnya dugaan terjadinya permufakatan jahat

dan pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak PT

Freeport Indonesia yang melibatkan pemohon. Maka, pemohon menggugat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 315: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

288

beberapa pasal dalam UU ITE kepada MKRI. Pasal tersebut memiliki celah

menguatkan dan memperlemah UU ITE karena tidak memiliki definisi, rumusan,

dan proses yang tepat.

Secara apraisal pada pasal 5 ayat (1) dan (2) leksis sah dan sesuai yang

merupakan wilayah makna yang merujuk pada evaluasi terhadap sesuatu,

khususnya frasa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil

cetakannya. Secara parameter apresiasi dalam sumber sikap leksis sesuai

bermakna valuasi bernilai positif. Secara gramatikal leksis sesuai bermakna

valuasi berhubungan dengan proses kognitif yang dapat diinterpretasikan secara

metafungsi bahasa dengan berorientasi pada nilai ideasional. Leksis di Indonesia

merupakan leksis graduasi yang berfungsi menilai ruang berlakunnya hukum

acara. Leksis di Indonesia digunakan untuk memperkuat evaluasi terhadap sikap

yang dihubungkan oleh isi pasal. Masalah dalam kasus adalah makna frasa alat

bukti dan perluasannya. Alat bukti dalam pasal tersebut dapat melemahkan

dan/atau memperkuat proses hukum untuk menyatakan kebenaran.

8.2.1.5 Makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE

Temuan makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE pasal 5 ayat (1)

(2) dan pasal 44 huruf b yang dikaitkan dengan pasal (3) dan (4) secara

ground/representament rekaman suara kasus “papa minta saham‟ terdapat tanda

semiotik permufakatan jahat. Bentuk fisik rekaman suara percakapan pemohon

dihasilkan atau diperoleh dari proses penyadapan yang tidak sah atau tidak dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dari hasil analisis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 316: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

289

semiosis dirumuskan jika R dan O tidak sesuai dengan I maka alat bukti tidak

sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Pihak-pihak yang hadir dalam sidang pengadilan yaitu hakim, pemohon,

ahli pemohon, dan ahli dari pemerintah. Konflik atau perbedaan pendapat

antarhakim dalam memutuskan putusan dari proses sidang pengadilan menyisakan

tanda yang mengandung makna. Dari sidang pengadilan mengungkap makna

bahwa bahasa yang muncul dalam proses sidang pengadilan (1) waktu menjadi

pengukur dalam gugatan, (2) waktu adalah urutan dalam gugatan, dan (3) waktu

adalah petunjuk dalam gugatan.

8.2.1.6 Faktor penyebab pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE

a. Faktor pola bahasa gugatan UU ITE

Faktor penyebab pola bahasa dalam UU ITE karena (1) dari segi sikap,

pertama faktor tujuan UU ITE sebagai payung hukum bagi masyarakat, faktor

kedua karena materi muatan UU ITE dan bentuk-bentuk pelanggaran yang

terdapat dalam regulasi pemanfaatan teknologi informasi (2) faktor modalitas

merupakan sikap penulis terhadap sesuatu yang dijelaskan yaitu mengenai materi

muatan dan bentuk-bentuk pelanggaran hukum dan menunjukkan pendirian UU

ITE sebagai payung hukum yang menjelaskan nilai dan norma aturan hukum yang

berlaku di Indonesia (3) waktu dalam teks digunakan sebagai pengukuran

ketentuan pidana.

Faktor penyebab pola bahasa dalam proses sidang pengadilan karena (1)

graduasi digunakan sebagai pengukuran ketentuan pidana dan rujukan terhadap

undang-undang (2) sikap sebagai penilaian keadaan emosi pemohon yang merasa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 317: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

290

terancam (3) apresiasi merupakan sarana untuk menjadikan fakta yang membisu

menjadi berbicara kepada hakim di sidang pengadilan melalui argumentasi yang

disampaikan pemohon, ahli, dan saksi (4) afek merupakan sarana pemohon

menyampaikan dasar hukum dan meminta perlindungan dari ketidakamanan dan

ketidaksenangan dari masalah yang sedang terjadi (5) penyangkalan

menggambarkan penutur di sidang pengadilan memposiskan dirinya sebagai

posisi berlawanan atau penolakan terhadap beberapa pasal dalam UU ITE.

Faktor penyebab pola bahasa dalam putusan No. 20/PUU-XIV/2016 (1)

mengapa pemosisian, karena majelis hakim MK memposisikan, menyesuaikan,

dan menegosiasikan kekuatan proposisi dan pernyataan masing-masing dalam

memutuskan gugatan sebagai lembaga konstitusi yang menjalankan fungsinya

untuk mewujudkan negara hukum yang demokratis (2) unsur waktu digunakan

untuk menguraikan ketentuan pidana dan pengukuran putusan gugatan UU ITE

(3) teks berisi usul, permintaan, sanggahan, protes terhadap beberapa pasal pada

UU ITE.

b. Faktor makna semiotik forensik gugatan UU ITE

Faktor makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE perkara No.

20/PUU-XIV/2016 karena (1) bentuk fisik rekaman suara percakapan pemohon

dihasilkan atau diperoleh dari proses penyadapan yang tidak sah atau tidak dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia (2) karena legal

standing pemohon (3) karena pemohon merasa terancam (4) jika dikaitkan dengan

dominasi sidang pengadilan maka faktor penyebabnya karena dalam gugatan UU

ITE waktu digunakan sebagai urutan dan rujukan beberapa aturan hukum acara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 318: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

291

Waktu digunakan sebagai petunjuk hukum-hukum yang pernah digunakan dengan

masalah yang sama sebagai petunjuk perbandingan.

8.2.2 Temuan metodologis

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis data

model interaktif. Keterbaruan dari metode analisis ini melibatkan aspek (1)

analisis terhadap rangkaian leksis yang digunakan mengungkap pola bahasa dan

aspek linguistik forensik dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan

putusan perkara No. 20/PUU-XIV/2016, (2) analisis makna semiotik forensik

dalam gugatan UU ITE yang ada dalam bentuk-bentuk linguistik tersebut, (3)

pembentukan pola bahasa dan makna semiotik forensik yang melibatkan konteks

proses sidang pengadilan gugatan UU ITE terkait perpanjangan PT Freeport

Indonesia, (4) aspek yang berhubungan erat dengan penyajian bukti-bukti

linguistik dalam gugatan UU ITE antara lain meliputi transkripsi data leksis dan

klausa yang memiliki makna semiotik forensik. Melalui kondensasi data gugatan

UU ITE proses analisis lebih terakomodir menyeluruh tanpa harus mengurangi

temuan data di lapangan.

8.2.3 Temuan empiris

Temuan empiris dalam gugatan UU ITE khususnya pada pasal 5 ayat (1),

(2), (3), (4), dan pasal 44 huruf b, jika dikaitkan dengan bukti percakapan kasus

“papa minta saham” terdapat permufakatan jahat akan tetapi tidak dapat

dibuktikan karena perolehan alat bukti tidak sesuai dengan hukum acara yang

berlaku di Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 319: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

292

Dari hubungan ontologis dan epistemik pola bahasa dan aspek linguistik

forensik perspektif apraisal dalam gugatan UU ITE khususnya pada pasal 5 ayat

(1), (2), (3), (4), dan pasal 44 huruf b, alat bukti tidak sah karena tidak sesuai

dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Jika dikaitkan dengan bukti

percakapan selama 120 menit terdapat lobi atau permufakatan dalam memuluskan

proyek-proyek selama ini dan pembagian saham perusahaan akan tetapi tidak

dapat dibuktikan karena tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di

Indonesia. Simpulannya rumusan undang-undang di Indonesia masih dapat

disusupi celah kejahatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 320: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

293

BAB IX

SIMPULAN DAN SARAN

9.1 Simpulan

Analisis linguistik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik terdiri atas teks UU ITE, proses sidang pengadilan, putusan

No. 20/PUU-XIV/2016 yang dihubugkan dengan teks rekaman percakapan selama

120 menit kasus “papa minta saham”. Analisis pertama mengenai pola bahasa dan

aspek linguistik forensik dalam gugatan UU ITE menggunakan perspektif

apraisal. Apraisal dalam gugatan UU ITE dianalisis dengan tiga sumber yaitu

sikap, pemosisian, dan graduasi.

Analisis kedua makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE. Dari

analisis pola bahasa perspektif apraisal dan semiotik forensik diperoleh faktor-

faktor terbentuknya pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam gugatan UU

ITE. Dari analisis kajian linguistik forensik terhadap gugatan UU ITE dapat

ditarik simpulan sebagai berikut:

(1) Pola bahasa dan aspek linguistik forensik sebagai berikut:

a. Pola bahasa dalam gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016

persfektif apraisal ditemukan (a) jarigan sistem dan pola bahasa teks UU

ITE Sikap ^ Pemosisian ^ Graduasi. Teks UU ITE merupakan wilayah

makna yang merujuk pada sikap pembuat atau perumus yang berorientasi

pada penghargaan sosial dan sanksi sosial. Unsur modalitas dalam UU

ITE menggunakan bahasa untuk merealisasikan dan menyatakan sikap,

pandangan, pertimbangan, dan keinginan. (b) jaringan sistem dan pola

bahasa proses sidang pengadilan yaitu Graduasi ^ Sikap ^ Pemosisian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 321: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

294

Teks SP menggunakan unsur waktu dan metafora untuk menguatkan dan

memperlemah proposisi. Unsur waktu digunakan sebagai pengukuran

ketentuan pidana dan rujukan terhadap undang-undang. Unsur metafora

menggambarkan atau melibatkan perubahan UU ITE berdasarkan

keadaan. (c) jaringan sistem dan pola bahasa putusan No. 20/PUU-

XIV/2016 Pemosisian ^ Graduasi ^ Sikap. Dari teks putusan tergambar

pemosisian atau memposisikan suara pembuat atau perumus dan pihak-

pihak yang hadir dalam sidang sebagai suatu yang ganjil atau penolokan

beberapa posisi berlawanan berkaitan dengan proposisi dan proposal yang

terdapat dalam UU ITE.

b. Aspek linguistik forensik dalam gugatan UU ITE terkait dengan rekaman

percakapan yang melibatkan pemohon, terdapat bukti-bukti linguistik

yang menyatakan bahwa percakapan tersebut berisi lobi atau

permufakatan jahat. Dari percakapan MR, SN, dan MS memiliki sumber

graduasi, sikap, dan pemosisian. Sumber graduasi dengan leksis persen

(30%, 9%, 9,3%, 20%, dan 11%) unsur jumlah dan strategi untuk

menguatkan dan memuluskan lobi menjadi leksis penanda bagi-bagi

saham dalam percakapan tersebut. Dari hubungan ontologis dan epistemik

pola bahasa dan aspek linguistik forensik perspektif apraisal dalam

gugatan UU ITE khususnya pada pasal 5 ayat (1), (2), (3), (4), dan pasal

44 huruf b, alat bukti tidak sah karena tidak sesuai dengan hukum acara

yang berlaku di Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 322: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

295

(2) Makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE berkaitan dengan proses

sidang pengadilan dan kasus pemohon sebagai berikut:

a. Makna semiotik forensik pasal 5 (1), (2), pasal 44 huruf b adalah informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti „rekaman suara percakapan „papa minta saham‟

merupakan ground/representament. Objek „Pasal 31 ayat (3) dan (4)‟ dan

interpretant „tidak sah‟. Berdasarkan ground/representament rekaman

suara “papa minta saham‟ terdapat tanda semiotik permufakatan jahat.

Bentuk fisik rekaman suara percakapan pemohon dihasilkan atau

diperoleh dari proses penyadapan yang tidak sah atau tidak dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Jika R dan O

tidak sesuai dengan I maka alat bukti secara analisis segitiga semiosis

pasal 5 ayat (1) dan (2) tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di

Indonesia.

b. Dari deskripsi pihak-pihak yang hadir dalam sidang yaitu hakim, pemohon,

ahli pemohon, dan ahli dari pemerintah terjadi perbedaan pendapat antar

hakim dalam memutuskan putusan dari proses sidang pengadilan

menyisakan tanda yang mengandung makna.

c. Dalam sidang pengadilan mengungkap makna bahwa bahasa yang muncul

dalam proses sidang pengadilan (1) waktu menjadi pengukur dalam

gugatan, (2) waktu adalah urutan dalam gugatan, dan (3) waktu adalah

petunjuk dalam gugatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 323: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

296

(3) Faktor penyebab pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam gugatan UU

ITE disimpulkan sebagai berikut:

a. Faktor penyebab pola bahasa dalam teks UU ITE tahun 2008 karena (1)

dari segi sikap, pertama faktor tujuan UU ITE sebagai payung hukum

bagi masyarakat, faktor kedua karena materi muatan UU ITE dan bentuk-

bentuk pelanggaran yang terdapat dalam regulasi pemanfaatan teknologi

informasi (2) faktor modalitas merupakan sikap penulis terhadap sesuatu

yang dijelaskan yaitu mengenai materi muatan dan bentuk-bentuk

pelanggaran hukum dan menunjukkan pendirian UU ITE sebagai payung

hukum yang menjelaskan nilai dan norma aturan hukum yang berlaku di

Indonesia (3) unsur waktu dalam teks digunakan sebagai pengukuran

ketentuan pidana.

b. Faktor penyebab pola bahasa dalam proses sidang pengadilan karena (1)

graduasi digunakan sebagai pengukuran ketentuan pidana dan rujukan

terhadap undang-undang (2) sikap sebagai penilaian keadaan emosi

pemohon yang merasa terancam (3) apresiasi merupakan sarana untuk

menjadikan fakta yang membisu menjadi berbicara kepada hakim di

sidang pengadilan melalui argumentasi yang disampaikan pemohon, ahli,

dan saksi (4) afek merupakan sarana pemohon menyampaikan dasar

hukum dan meminta perlindungan dari ketidakamanan dan

ketidaksenangan dari masalah yang sedang terjadi (5) penyangkalan

menggambarkan penutur di sidang pengadilan memposiskan dirinya

sebagai posisi berlawanan atau penolakan terhadap beberapa pasal dalam

UU ITE.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 324: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

297

c. Faktor penyebab pola bahasa dalam putusan No. 20/PUU-XIV/2016 (1)

mengapa pemosisian, karena majelis hakim MK memposisikan,

menyesuaikan, dan menegosiasikan kekuatan proposisi dan pernyataan

masing-masing dalam memutuskan gugatan sebagai lembaga konstitusi

yang menjalankan fungsinya untuk mewujudkan negara hukum yang

demokratis (2) unsur waktu digunakan untuk menguraikan ketentuan

pidana dan pengukuran putusan gugatan UU ITE (3) teks berisi usul,

permintaan, sanggahan, protes terhadap beberapa pasal pada UU ITE.

d. Faktor makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE karena bentuk

fisik rekaman suara percakapan pemohon dihasilkan atau diperoleh dari

proses penyadapan yang tidak sah atau tidak dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia.

9.2 Saran

Analisis linguistik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik perlu memberi saran sebagai penelitian lanjutan. Dari hasil

analisis tersebut perlu disarankan kepada penelitian lanjutan sebagai berikut:

(1) Disarankan kepada peneliti lanjutan untuk menganalisis pola bahasa

persfektif apraisal dari data sidang pengadilan dengan tema yang berbeda

seperti persidangan korupsi, terorisme, dan pemilu. Diasumsikan penelitian

tersebut kaya akan temuan.

(2) Disarankan analisis pola bahasa dan makna semiotik forensik perlu

dikembangkan dengan membandingkan jenis kasus yang sama dengan data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 325: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

298

yang berbeda. Hal ini juga akan mengungkap temuan yang menarik dalam

linguistik forensik.

(3) Perlu dilakukan penelitian pola bahasa dengan data teks undang-undang yang

berbeda agar memperoleh gambaran yang baik dalam memilih leksis yang

sesuai dengan fungsi dan peran kata untuk menjelaskan makna dalam

perundang-undangan serta menghindarkan multitafsir.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 326: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

299

DAFTAR PUSTAKA

Bachari, A. D. 2017. “Kebijakan Bahasa untuk Penyidikan Perkara Pidana di

Indonesia”. Prosiding Seminar Tahunan Linguistik (Setali 2017). Universitas Pendidikan Indonesia.

Bhatia, V. K. 2004. Worlds of Written Discourse. London: Continuum. Breeze, R. 2016. “Appraisal Analysis of Dissenting and Concurring Opinions”.

Discourse and Practice in International Commercial Arbitration (Issues, Challenges, and Prospects). London: Routledge.

Brown, G. dan G. Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge

University Press. Coulthard, M dan A. Johnson. 2007. An Introduction to Forensic Linguistics:

Language and Evidence. London: Routledge. Coulthard, M dan A. Johnson. 2010. The Routledge Handbook of Forensic

Linguistics. London: Routledge. Correa. M. 2013. “Forensic Linguistics: An Overview of the Intersection and

Interaction of Language and Law” Studies About Languages 2013 No. 23. USA: Colorado State University.

Corrinton, R. 1993. An Introduction to Charles S. Peirce. Lanham, Maryland:

Rowman and Littlefield Publishers. Crystal, D. 2008. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. 6th Edition. Oxford:

Blackwell Publishing. Creswell, J. W. 2014. Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed

Methods Approaches. Fourth Edition: Sage. Giner, D. 2009. “A Contribution to the Contrastive Analysis of Persuasion

through Interactional Elements in International Commercial Awards and Judgements”. Paper presented at First International Seminar on Langguages for Business. Avila.

Eggins, S. 1994. An Introductions to Systemic Fuctional Linguistics. London:

Pinter Eggins, S. 2004. An Introductions to Systemic Fuctional Linguistics. Edisi 2.

London: Continuum. Fairclough, N. 1989. Language and Power. Longman: Longman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 327: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

300

Fairclough, N. 1995. Discourse and Social Change. Cambridge: Blackwell

Publishers.

Fowler, R. dan G. Kress. 1979. “Rules and Regulation” dalam Roger Fowler et

all, Langguage and Control, 26-45. London: Routledge and Kegan Paul.

Gibbons, J. dan M. T. Turell. 2008. Dimensions of Forensic Linguistics. Philadelphia: John Benjamins Publishing Company.

Gibbons, J. 2007. Forensic Linguistics, an Introduction to Langguage In the Justice System. Oxford: Blackwell Publishing.

Halliday, M. A. K dan R. Hasan. 1985. Language, Context, and Text: Aspect of Language in A Social-Semiotic Perspectives. Geelong, Victoria: Deakin University Press.

Halliday, M. A. K. 1985. Introduction to Functional Grammar. London: Arnold. Halliday, M. A. K. 1994. An Introduction to Functional Grammar. Second

Edition. London: Arnold. Halliday, M. A. K dan C.M.I.M. Matthiessen. 2004. Introduction to Functional

Grammar. Third edition. London: Arnold. Halliday, M. A. K. 2004. The Langguage of Early Childhood. London.

Continuum. Hoed, B. H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas

Bambu. Iedema, R. 1997. “The Langguage of Administration: Organizing human activity

in formal Institutions” in Frances Christie dan J.R. Martin. Genre and Institutions: Social Processes in the Workplace and school. London: Continuum.

Kevelson, R. 1988. The Law as a System of Sign. New York: Plenum Publishers. Kress, G. dan T. Leeuwen. 2006. Reading Images: The Grammar of Visual

Design. London: Routledge. Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik [Edisi Keempat]. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. Latif, A. 2007. Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam Upaya Mewujudkan Negara

Hukum Demokratis. Yogyakarta: CV Kreasi Total Media.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 328: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

301

Larsen, S. E. 1994. Semiotics. Terjemahan Sudaryanto [Cetakan Ketiga 2012]. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Widya Dharma Klaten Bekerjasama dengan Yayasan Ekalawya.

Martin, J. R.1992. English Text, System and Structure. Philadelphia/Amsterdam:

John Benjamins Publishing Company. Martin, J. R. 1985. Factual Writing: Exploring and Challengin Social Reality.

Geelong: Deakin University Press. Martin. J. R. 2000. ‟Beyond exchange: Appraisal systems in English.‟ dalamS.

Hunston and G. Thompson, ed, Evaluation in text: Authorial stance and the construction of discourse. Oxford: Oxford University Press. pp. 142–175.

Martin, J. R. 2004. „Mourning: How we get aligned.‟ Discourse and Society 15.2-

3; 321-344. Martin, J. R. dan D. Rose. 2003. Working with Discourse: Meaning beyond the

Clause. London: Continuum. Martin, J. R. dan White. 2005. Language of Evaluation: Appraisal in English.

London: UK: Palgrave. Martinez, L. 2009. Analysing Generic Integrity in Professional Discourses: The

Case of Intellectual Property Arbitration. In Perez-Lantada, Carmen and Watson, Martha (Eds) Language for Business: A Global Approach. Zaragoza, Prensas Universitarias de Zaragoza.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Maschi, Tina, Carolyne Bradley, Kelly Ward (eds). 2009. Forensic Social Work: Psycho-social and Legal Issues in Diverse Practice Settings. New York: Springer Publication Company.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 2005. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor: 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Jakarta.

McMenamin, G. R. 2001. Forensic Linguistics: Advances in Forensik Stylistics.

Miles, B. M., A. M., Huberman, dan J. Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook. Edition 3. United States of America. SAGE Publications, Inc.

Moleong, L. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif [Edisi Revisi]. Bandung: Rosdakarya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 329: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

302

Musfiroh, T. 2014. Linguistik Forensik dalam Masyarakat Multikultural. Bahasa dan Sastra dalam Persfektif Ekologi dan Multikulturalisme. Yogyakarta: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNY.

Matanggui, J. H. 2013. Bahasa Indonesia untuk Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta: Grasindo.

Noth, W. 1995. Handbook of Semiotics. USA: American University Press. Olsson, J., 2008. Forensic Linguistics. Second Edition. London: Continuum.

Piliang, Y. A. 2012. Semiotika dan Hipersemiotika: Gaya, Kode, dan Matinya Makna. Bandung: Matahari.

Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementeriaan Pendidikan dan Kebudayaan Republik. 2016. Pedoman Kajian Linguistik Forensik. Jakarta.

Purnomo, M. E. 2011 “AWK untuk Menemukan Ideologi yang Tersembunyi”. Diunduh tanggal 10 Maret 2012 www.unsri.ac.id/?act=info_detil&id=263

Santoso, R. 2003. Semiotika Sosial: Pandangan Terhadap Bahasa. Surabaya: JP

Press. Santosa, P. 1993. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung.

Angkasa. Santoso, I. 2014. “Mengenal Linguistik Forensik: Linguis Sebagai Saksi Ahli

dalam Kaitannya dengan Pendidikan Karakter” (Makalah dalam memantapkan pendidikan karakter untuk melahirkan insan bermoral, humanis dan profesional). Yogyakarta: UNY Press.

Sawirman, Hadi, dan Yusdi. 2014. Liguistik Forensik (Volume 1). Padang:

Andalas University Press. Sawirman, Hadi, dan Yusdi. 2015. Liguistik Forensik (Volume 2). Padang: Pusat

Studi Ketahanan Nasional Universitas Andalas. Setia, E. 2008. “Klausa Kompleks dan Realisasi Pengalaman dalam Teks

Peradilan (Kasus Bom Bali I): Sebuah Analisis Linguistik Fungsional Sistemik”. Disertasi. Denpasar: Universitas Udayana.

Sinar, T. S. 2008. Phrasal and Experiential Realizations in Lecture Discourse: A

Systemic Functional Analysis. Medan: Kopertis Wilayah I Sumut-NAD. Sinar, T. S. 2003. Teori dan Analisis Wacana: Pendekatan Linguistik Sistemik-

Fungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 330: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

303

Sibarani, R. 2012. Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).

Siregar, B. U. 2005. ”Menjajaki Bahasa Evaluatif: Evaluasi, Sikap Mental, dan

Apraisal”. Medan: Kumpulan Makalah PLU-3. Sidik, S. 2013. “Dampak Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

(UU ITE) terhadap Perubahan Hukum dan Sosial dalam Masyarakat”. Jurnal Ilmiah Widya. Volume. 1 No. 1 Mei-Juni 2013 hal. 7.

Stake, R. E. 1995. The Art of Case Study Research. Thousand Oaks. CA: Sage. Susanto, A. F. 2005. Semiotika Hukum: dari Dekonstruksi Teks Menuju

Progresivitas Makna. Bandung: Refika Aditama. Sumarsih. 2009. “Penggambaran Sikap, Pendirian, dan Penilaian dalam Teks dan

Konteks melalui Bahasa Evaluatif”. Disertasi tidak dipublikasikan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Suriyadi. 2015. “Apraisal dalam Teks Editorial di Medan”. Disertasi. Medan:

Universitas Sumatera Utara. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Suhandono. 2017. “Ilmu Forensik Kesaksian Ilmu Bahasa dalam Sidang

Pengadilan”. UGM. Prosiding Seminar Nasional bahasa, sastra, dan budaya. Implementasi Gerakan Literasi menuju masyarakat mandiri berkemajuan.

Soetanto, S. D. P. 2008. “Perkembangan Alat Bukti dalam Pembuktian Tindak

Pidana pada KUHAP dan UU Khusus di Indonesia”. Skripsi. Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret.

Tiersma, P. 2016. ”What is Forensic Linguistics?” Artikel pada

http://www.languageandlaw.org/FORENSIC.HTM. Tanggal pengunduhan 11 Januari 2016.

Tiersma, P. 1999. ”The Nature of Legal Language, Artikel pada

http://www.languageandlaw.org/NATURE.HTM]. Tanggal pengunduhan 15 Agustus 2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 331: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

304

Tobing, R. L, dkk. 2010. “Laporan Akhir Penelitian Hukum tentang Efektivitas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Kementerian Hukum dan Ham RI.

Udina, N. 2016. “Forensic Linguistics Implications for Legal Education: Creating

The Etextbook on Language and Law”. 7th International Conference on Intercultural Education “Education, Health, and ICT for a Transcultural World”. Almeria, Spain: EDUHEM 2016, 15-17 June 2016.

Van Dijk, T. A. 1997. Discourse as Structure and Process Discourse Studies a

Multidisciplinary Introduction Volume I. London: Sage Publication. Widdowson, H. G. 2007. Discourse Analysis. Oxford: Oxford University Press. Wolcher, L. E. 2006. “How Legal Language Works” UNBOUND Vol. 2: 91,

2006. Yin, R. K. 2009. Case Srudy Research: Design and Methods (edisi ke 4).

Thousand Oaks, CA: Sage. Yin, R. K. 2012. Amplications of Case Study Research (edisi ke 3). Thousand

Oaks, CA: Sage.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 332: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

305

Daftar Sumber Data

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tanggal 21 April 2008.

2. Sidang panel perkara No.20/PUU-XIV/2016 Pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik hari Rabu, tanggal 24 Pebruari tahun 2016.

3. Sidang panel perkara No.20/PUU-XIV/2016 Pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik hari Selasa, tanggal 08 Maret tahun 2016.

4. Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 Pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik hari Senin, tanggal 11 April tahun 2016.

5. Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 Pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (bagian satu) hari Rabu, tanggal 20 April tahun 2016.

6. Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 Pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (bagian dua) hari Rabu, tanggal 20 April tahun 2016.

7. Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 Pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik hari Selasa, tanggal 03 Mei tahun 2016.

8. Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 Pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik hari Kamis, tanggal 19 Mei tahun 2016.

9. Sidang pleno perkara No.20/PUU-XIV/2016 Pengujian UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik hari Rabu, 07 September 2016.

10. Salinan PutusanNo.20/PUU-XIV/2016 (perkara pengujian undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik).

11. Transkrip lengkap percakapan 120 menit “Papa Minta Saham” tribun-timur.com, http://makassar.tribunnews.com/2015/12/03/transkrip-lengkap-percakapan-120-menit-papa-minta-saham?page=all.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 333: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

306

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi Linguistik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 334: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG …

307

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA