If you can't read please download the document
Upload
dinhtu
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN I
MANAJEMEN KONFLIK
A. Pengertian
Istilah konflik berasal dari kata kerja Latin, confligere, yang berarti saling
berbenturan atau semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian,
ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang
antagonistis atau saling bertentangan (Kartono, 2012: 245). Kata tersebut diserap
ke dalam bahasa Inggris menjadi conflict, yang berarti a fight, a collision, a
struggle, a controversy, an opposition of interest, opinions of purposes (Umam,
2012: 261). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwodarminto,1976:519),
kata konflik berarti pertentangan atau percecokan. Sedangkan dalam organisasi
istilah konflik menjadi konflik organisasi. (Umam, 2012: 261).
Para pakar telah mengemukakan berbagai definisi mengenai konflik dengan
perspektif yang berbeda. Stoner (dalam Sujito, 2012) mendefinisikan konflik
sebagai:"Organizational conflict is a desagrement between two or more
organization members or groups arising the fact that they must share scare
resources or work activities and / or from the fact that they hove defferent statuses,
goals, values, or perceptions". Senada dengan pendapat tersebut DiGirolamo
(dalam Wirawan, 2010: 5), mendefinisikan konflik sebagai:Conflict is a process
that begins when an individual or group perceives differences and oposition
between itself and another individual or group about interest and resources,
beliefs, values, or practice that matter to them.
Selanjutnya Deutsch (1973), Gaski (1984), Stern, El-Ansary, and
Coughlan (1996) in Bradford (2003) merumuskan konflik: Conflict is defined as
the behaviors or feelings of interdependent parties in response to potential or
actual obstructions that impede one or more osf the parties achieving their goals.
Luthans (1985) dalam Umam (2012: 262) mendefinisikan konflik: the
condition of objective compatibility between values or goals, as the behavior or
deliberately interfering with anothers goal achievement, and emotional in terms
of hostility. Swamstrom and Weismann,(2005)mengemukakan: Conflict is the
result of opposing interests involving scarce resources, goal divergence and
frustration.
Menurut Soetopo (2012: 267) Konflik adalah suatu pertentangan dan
ketidaksesuaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, social,
dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen dan emosional.
Winardi (2012: 384) merumuskan konflik sebagai situasi dimana terdapat
adanya tujuan-tujuan, kognisi-kognisi atau emosi-emosi yang tidak sesuai satu
sama lain, pada diri individu-individu atau antara individu-individu yang
kemungkinan menyebabkan timbulnya pertentangan atau interaksi yang bersifat
antogonistik. Sejalan dengan itu Kurniadin dan Machali (2012: 263)
mengemukakan konflik dapat diartikan sebagai suasana batin yang berisi
kegelisahan karena pertentangan dua kepentingan atau lebih, yang mendorong
seseorang berbuat suatu kegiatan yang saling bertentangan atau antagonistic
antara dua pihak atau lebih.
Hardjana dalam Wahyudi (2011:18) konflik adalah perselisishan,
pertentangan antara dua orang/dua kelompok dimana perbuatan yang satu
berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau kedunya saling
terganggu. Sedangkan Aldag dalam Wahyudi (2011:18) mengartikan konflik
adalah ketidak sepahaman antara dua atau lebih individu/kelompok sebagai akibat
dari usaha kelompok lainnya mengganggu pencapaian tujuan.
International Encyclopaedia of The Social Sciences Vol. 3 dalam
Unwanullah (2012) diuraikan mengenai pengertian konflik dari aspek antropologi,
yakni ditimbulkan sebagai akibat dari persaingan antara paling tidak dua pihak; di
mana tiap-tiap pihak dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok kekerabatan,
satu komunitas, atau mungkin satu lapisan kelas sosial pendukung ideologi
tertentu, satu organisasi politik, satu suku bangsa, atau satupemeluk agama
tertentu.
Selanjutnya, Rahim (2002, p. 208) dalam Wikipedia mendefinisikan
manajemen konflik sebagai: Conflict management is the process of limiting the
negative aspects of conflict while increasing the positive aspects of conflict, dan
Azem, (2005) merumuskan Conflict management covers every action taken by the
parties to the conflict to handle the situation.
Khayati (2013) mengemukakan bahwa manjemen konflik merupakan
serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.
Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada
proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari
pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak
ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.
Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada
kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) dalam William (2001: 247), manajemen konflik
merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam
rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama
dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk
perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan
penafsiran terhadap konflik.
Wirawan (2010: 129) mendefinisikan manajemen konflik sebagai proses
pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan
menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang di
inginkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
manajemen konflik adalah penerapan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang terlibat konflik maupun pihak lain yang tidak terlibat, dalam
menghadapi/mengendalikan suatu konflik yang timbul dalam suatu organisasi
dalam rangka mengarahkan perselisihan untuk menghasilkan resolusi yang
diinginkan sehingga tercapai tujuan organisasi.
Selanjutnya dari definisi-definisi tersebut, terdapat sejumlah kata kunci
dalam manajemen konflik yang perlu digarisbawahi, yaitu: a) Pihak yang terlibat
konflik. Manajemen konflik dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik atau pihak
lain, b) Strategi konflik. Manajemen konflik merupakan proses penyususnan
strategi konflik sebagai rencana untuk memanajemi konflik, c)
Menghadapi/mengendalikan konflik. Pihak yang menghadapi konflik, manajemen
konflik merupakan aktivitas mengendalikan konflik, demi menciptakan keluaran
konflik yang menguntungkan, d) Resolusi konflik, jika manajemen konflik
bertujuan untuk mencari solusi yang diterima oleh masing-masing pihak. e)
Kemampuan beradaptasi. Organisasi yang sehat mampu beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di lingkunagn eksternal maupun lingkungan internalnya,
dan f) Memfokuskan pada tujuan. Aktivitas dan anggota organisasi yang sehat
akan memfokuskan diri pada pencapaian tujuan.
Persepsi seseorang terhadap konflik dilatarbelakangi oleh pengalaman
dalam mengelola organisasi, tingkat pendidikan, dan pengaruh lingkungan social.
Stoner dan Freeman(1989:392) dalam Umam (2012:264) membagi pandangan
konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan
pandangan modern (Current View). Perbedaan pandangan tersebut disajikan
dalam table di bawah ini.
Table pandangan tradisional dan modern tentang konflik
Pandangan tradisional Pandangan Modern
Konflik dapat dihindari Konflik tidak dapat dihindari
Konflik disebabkan oleh kesalahan
manajemen dalam merancang dan
memimpin organisasi
Konflik disebakan oleh banyak
factor,seperti struktur organisasi,
perbedaan tujuan, persepsi, dan nilai-
nilai
Konflik mengacaukan organisasi Konflik mengurangi kinerja organisasi
dalam pelbagai tingkatan
Manajemen bertugas mengeliminasi
konflik
Manajemen bertugas mengelola dan
mengatasi konflik sehingga tercapai
kinerja yang optimal
Untuk mencapai kinerja yang optimal
konflik harus dihilangkan
Untuk mencapai kinerja yang optimal
membutuhkan tingkat konflik yang
moderat
Robbin (1996: 431) dalam Wahyudi (2011:15) membagi transisi pemikiran
tentang konflik ke dalam tiga fase, yaitu: 1)Pandangan tradisional (The
Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk,
sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan
dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu
hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan,
keterbukaan di antara orang orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap
terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan; 2)Pandangan hubungan manusia (The
Human Relation View). Pandangan