22
KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA JURNAL Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : Nama : Vina Adenia Nasution NIM : 150200168 Program Studi/PK : Hukum Pidana Email : [email protected] Dosen Pembimbing : Prof.Dr. Madiasa Ablisar, S.H, M.H Dr. M Eka Putra, S.H, M.Hum DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK

PIDANA PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA

JURNAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Nama : Vina Adenia Nasution

NIM : 150200168

Program Studi/PK : Hukum Pidana

Email : [email protected]

Dosen Pembimbing : Prof.Dr. Madiasa Ablisar, S.H, M.H

Dr. M Eka Putra, S.H, M.Hum

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Page 2: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …
Page 3: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

ABSTRAK

*Vina Adenia Nasution

** Madiasa Ablisar

*** M. Ekaputra

Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran,

sekarang pencangkokan organ tubuh bukanlah menjadi sesuatu yang hal

mustahil dilakukan. Orang-orang yang mengalami kerusakan kesehatan pada

organ tubuhnya dapat melakukan transplantasi daripada melakukan

terapi kesehatan, contohnya seperti kerusakan ginjal, daripada melakukan

cuci darah darah sekali dalam seminggu maka lebih baik melakukan operasi

transplantasi ginjal karena lebih efektif. Praktek perdagangan organ tubuh ini

menjadi suatu prospek yang menguntungkan dan menjanjikan mengingat

keuntungan yang bisa didapat dari suatu organ yang diperjualbelikan

Adapun Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan jurnal ini

adalah Bagimana Pengaturan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana

Perdagangan Organ Tubuh Manusia, Bagaimana Pengaturan Hukum Islam

Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia dan Bagaimana

Pengaturan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh

Manusia Menurut Hukum Pidana Dan Hukum Islam.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah

menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normative) yang

dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan

hukum primer seperti menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan judul jurnal ini. Dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku, serta

berbagai majalah, literatur, artikel, dan internet yang berkaitan dengan

permasalahan yang diangkat dalam jurnal ini.

Ketentuan pidana mengenai perdagangan organ tubuh manusia untuk

tujuan transplantasi tertera dalam Pasal 7 Undang-Undang TPPO yang dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara

seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.00,- (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.00,- (lima milyar rupiah) serta Pasal 192

Undang-Undang Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah). Menurut syariat Islam kerelaan dan persetujuan korban untuk menjadi

obyek jarimah tidak dapat mengubah sifat jarimah itu dan juga tidak

mempengaruhi pertanggungjawaban pidana, kecuali apabila kerelaan itu dapat

menghapuskan salah satu unsur jarimah tersebut.

Kata Kunci : Perlindungan hukum, Anak, Tindak Pidana Perdagangan Orang

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**Dosen Pembimbing I/ Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Dosen Pembimbing II / Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Page 4: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

ABSTRACT

*Vina Adenia Nasution

** Madiasa Ablisar

*** M. Ekaputra

With the development of technology in the field of medicine, now organ

transplants are not something that is impossible to do. People who have health

damage to their organs can do transplants rather than doing health therapy, for

example kidney damage, rather than blood dialysis once a week, it is better to do

kidney transplant surgery because it is more effective. The practice of trading

organs is a profitable and promising prospect given the benefits that can be

obtained from an organ being traded

The problems that will be discussed in the writing of this journal are How

the Criminal Law Arrangement Against the Crime of Trafficking in Human

Organs, How the Regulation of Islamic Law Against the Crime of Trafficking in

Human Organs and How to Arrange Criminal Sanctions Against the Crime of

Trafficking in Human Organ According to Criminal Law and Law Islam.

The research method used in writing this journal is to use normative legal

research methods (normative juridical) conducted by library research (library

research). This research was conducted using secondary data obtained from

primary legal materials such as analyzing legislation relating to the title of this

journal. And secondary legal materials such as books, as well as various

magazines, literature, articles, and internet related to the issues raised in this

journal.

The criminal provisions concerning the trafficking of human organs for the

purpose of transplantation are stated in Article 7 of the TPPO Act which is

punishable by imprisonment for a minimum of 5 (five) years and the maximum

length of life in prison and a fine of at least Rp. 200,000.00, - (two hundred

million rupiah) and at most Rp. 5,000,000.00 (five billion rupiah) and Article 192

of the Health Law shall be punished with a maximum imprisonment of 10 (ten)

years and a fine of a maximum of Rp1,000,000,000.00 (one billion rupiah).

According to Islamic law, the willingness and consent of the victim to be the

object of jarimah cannot change the nature of the finger and also does not affect

criminal liability, except if that willingness can eliminate one of the elements of

the jarimah.

Keywords: Legal protection, children, criminal trafficking in persons

Student of Faculty of Law University of North Sumatra.

**) Supervisor I, Lecturer Faculty of Law University of North Sumatra.

***) Supervisor II, Lecturer Faculty of Law University of North Sumatra.

Page 5: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

D Ilmu dan tehnologi kedokteran adalah produk budaya manusia yang

dikembangkan secara berkesinmbungan dari masa ke masa. Pada abad 20 ini,

perkembangan ilmu dan tehnologi kedokteran sedemikian pesat seolah terjadii

loncatan perkembangan, dan percepatan laju perkembangan ini diramalkan akan

berlanjut terus memasuki abad ke-21. Beberapa loncatan perkembangan yang

menonjol antara lain dibidang tehnologi diagnostic, perekayasaan genetik,

perekayasaan dan innovasi reproduksi, transplantasi dan bedah rekonstruksi,

komputerisasi medis disegala bidang.1

Kesehatan memiliki makna dan dimensi yang luas sebagaimana definisi

menurut WHO maupun Undang-Undang Kesehatan, yaitu keadaan sehat yang

meliputi aspek fisik, mental, spiritual, sosial dan dapat produktif secara sosial

maupun ekonomis. Hal ini menunjukkan bahwa status kesehatan seseorang tidak

hanya diukur dari aspek fisik dan mental semata, namun juga dinilai berdasarkan

produktivitas sosial atau ekonomi. Kesehatan mental (jiwa) mencakup komponen

pikiran emosional dan spiritual. Secara spiritual, sehat tercermin dari praktek

keagamaan, kepercayaan dan perbuatan yang baik sesuai norma dalam

masyarakat.2

Kesehatan merupakan hak asasi dari setiap individu. Di dalam Undang-

Undang Kesehatan RI Nomor 23 tahun 1992 pasal 1 ayat (1), kesehatan diartikan

sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap

orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. hal ini berarti bahwa kesehatan

itu tidak saja terkait dengan faktor fisik, mental, dan sosial semata, namun terkait

juga denga produktifitas yang mampu dilakukan dan dihasilkannya.Seiring

berkembangnya teknologi dan kemajuan zaman, dunia kesehatan juga mulai

mengalami banyak kemajuan terutama untuk beberapa penyakit yang telah

ditemukan metode baru dalam pengobatannya. Misalnya dengan ditemukan

metode pengobatan baru dengan cara pengcangkokan organ tubuh (transplantasi)

untuk beberapa organ tubuh misalnya ginjal, hati, paru-paru, dan tulang. Akan

tetapi pengadaan donor untuk organ tubuh tersebut masih sangat jarang sehingga

pasien masih merasakan sulit untuk melakukan transplantasi di samping biaya

untukmelakukan transplantasi yang cukup mahal juga. Tingginya angka

keberhasilan dari transplantasi maka menyebabkan semakin banyak permintaan

akan organ tubuh untuk tujuan transplantasi maka keterbatasan donor yang

1 Ahmad Watik Pratiknya dan Abdul Salam M. Sofron, Islam Etika dan Kesehatan,

(Jakarta : Rajawali,1986), h. 47 2 Muhammad Sabir, Pandangan Kesehatan Dalam Islam, (Makassar : Allauddin

University Press, 2014), h. 10

Page 6: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

tersedia menjadi salah satu permasalahan dan hal tersebut semakin membuka

kemungkinan untuk terjadinya perdagangan organ tubuh secara ilegal.3

Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda mengenai

pentingnya kesehatan, yaitu:

Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya

Allah tidak meletakkan suatu penyakit,kecuali Dia juga meletakkan

obat penyembuhannya, selain satu penyakit yaitu penyakit tua.

Hadits ini menunjukkan bahwa umat Islam wajib berobat

jika menderita sakit, apapun macam penyakitnya, sebab

setiap penyakit merupakan berkah kasih sayang Allah, pasti ada obat

penyembuhnya, meski penyakit itu membutuhkan penyembuhan

berupa pencangkokan organ tubuh, yang secara medis memberikan harapan

kepada yang bersangkutan untuk bisa bertahan hidup, kecuali sakit tua.

Praktek perdagangan organ tubuh ini menjadi suatu prospek yang

menguntungkan dan menjanjikan mengingat keuntungan yang bisa didapat dari

suatu organ yang diperjualbelikan. Ditengah himpitan ekonomi yang dirasakan

masyarakat, maka perdagangan organ tubuh ini menjadi lahan untuk mencari

penghasilan dan keuntungan. Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat

Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Organ dan atau Jaringan

Tubuh Manusia, tidak melarang digunakannya donor jenazah untuk melakukan

transplantasi organ. Sehingga seseorang yang memanfaatkan organ tubuhnya

melalui wasiat, yang pelaksanaan wasiatnya dilakukan setelah pewasiat

meninggal dunia agar dapat berguna bagi orang yang mengalami kegagalan fungsi

organ, maka hukum wasiatnya mubah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam

Q.S. Al-Baqarah ayat 188, yaitu:

Dan janganlah kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu

dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta

itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta

benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu

mengetahui.4

Perkembangan Transplantasi organ tubuh manusia saat ini semakin

berkembang, tidak hanya organ Jantung manusia, namun berkembang ke cangkok

Ginjal, Hati, dan beberapa organ lain termasuk jaringan tubuh manusia seperti

jaringan otot ligamen maupun syaraf. Untuk kepentingan Transplantasi organ dan

3 Ibid, h.11

4 Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung : PT Sygma

Examedia Arkanleema, 2007), h. 30

Page 7: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

jaringan tubuh manusia, umumnya diperoleh dari penerima dari keluarga dekat.

Sebagai seorang calon donor organ, kedekatan sifat dasar kondisi kesehatan fisik

dan kelayakan secara kesehatan menjadi pertimbangan mengapa donor organ

umumnya dilakukan antar keluarga yang memiliki pertalian kekerabatan dengan

harapan memiliki kesamaan golongan darah dan kesamaan dalam sifat dan

karakter antibodi/kekebalan tubuh serta terkait masalah etika dan kemanusiaan.5

Transplantasi organ boleh dilakukan hanya untuk tujuan penyembuhan dan

tidak diperbolehkan untuk tujuan komersialisasi. Komersialisasi yang dimaksud

dari pasal tersebut adalah mempergunakan kesempatan untuk mencari

keuntungan sebanyak­banyaknya yang dilakukan oleh dokter atas tindakan

medisnya yang mengakibatkan biaya yang dibutuhkan terlampau tinggi

sehingga tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat. Selain itu, dalam

pengadaan organ donor hanya diperbolehkan mendapatkan organ tersebut dari

pendonor organ yang rela organnya diambil secara sukarela. Dan tidak

diperbolehkan mendapatkan organ tersebut dengan cara­cara ilegal seperti

mencuri dari orang yang telah mati ataupun membeli dari orang yang

menginginkan organnya atau organ orang lain dijual demi mendapatkan

keuntungan.

UU No. 36 tahun 2009 memberikan sanksi pidana bagi siapa saja yang

melanggarnya. Ini telah diatur dalam pasal 192 yang berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau

jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal

64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Pemerintah mencamtumkan Pasal 64 dan 192 dalam UU No. 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan dengan tujuan untuk melindungi resipien dari

praktek­praktek ilegal dan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi penderita

atau resipien untuk mendapatkan organ yang dibutuhkannya demi kesembuhan

penyakitnya.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk menulis jurnal

dengan judul “Kajian Hukum Pidana Dan Hukum Islam Tentang Tindak Pidana

Perdagangan Organ Tubuh Manusia”.

5 M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, (Jakarta :

Buku Kedokteran EGC, 2016), h. 93

Page 8: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan jurnal ini

adalah :

1. Bagimana Pengaturan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana

Perdagangan Organ Tubuh Manusia ?

2. Bagaimana Pengaturan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana

Perdagangan Organ Tubuh Manusia ?

3. Bagaimana Pengaturan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana

Perdagangan Organ Tubuh Manusia Menurut Hukum Pidana Dan Hukum

Islam ?

C. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan jurnal ini adalah

metode hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum. Penelitian hukum

normatif meneliti kaidah atau aturaan hukum sebagai suatu bangunansistem yang

terkait dengan suatu peristiwa hukum. Penelitian ini dilakukan dengan maksud

untuk memberikan argumentasi hukum sebagai dasar penentuapakah sesuatu

peristiwa sudah benar atau salah serta bagaimana sebaiknya peristiwa itu menurut

hukum.6

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah

Deskriptif. Sifat penelitian deskriptif adalah bahwa peneliti dalam menganalisis

berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek

6 Dr. Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

& Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009,) h.36

Page 9: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan. Disini peneliti tidak

melakukan justifikasi terhadap hasil penelitiannya tersebut.7

3. Bahan Hukum/Sumber data

Dalam penelitian hukum normatif data yang dipakai adalah data

sekunder, yang terdiri dari :8

a. Bahan hukum primer

Yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau

keputusan pengadilan dan perjanjian internasional (traktat). Bahan hukum

primer ini bersifat otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan

hasil dari tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang

berwenang untuk itu. Bahan hukum primer dalam jurnal ini terdiri dari

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Tindak Pidana

Perdagangan Orang, Hukum Islam dan Undang-Undang HAM yang

berkaitan dengan tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia.

b. Bahan hukum sekunder

Yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan

hukum primer, yang dapat berupa perancangan perundang-undangan, hasil

penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar (koran, pamflet,

lefleat, brosur dan berita internet.

c. Bahan hukum tersier

Yakni bahan hukum yang dapat menjelaskan baik hukum primer maupun

bahan hukum sekunder, seperti Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Inggris-

Indonesia, ensiklopedia, dan Kamus Hukum.

7 Ibid, h.183

8 Ibid, h.157-158

Page 10: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

4. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian hukum normatif atau kepustakaan dilakukan dengan

studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik hukum primer, bahan hukum

sekunder, maupun bahan hukum tersier. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut

dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan, maupun sekarang

banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut denganmelalui media

internet.9

5. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan penulis dalam penulisan jurnal ini dengan cara

kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau

tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian

dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam

jurnal ini.

9 Ibid, h.160

Page 11: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

II.PEMBAHASAN

A. Pengaturan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Organ

Tubuh Manusia

Pengaturan mengenai larangan perdagangan organ tubuh untuk tujuan

transplantasi telah ada di dalam beberapa peraturan perundangundangan di

Indonesia. Guna mengantisipasi tindak pidana perdagangan manusia yang

memprihatinkan dan kerap kali terjadi, pemerintah Indonesia menyusun,

membuat, mensahkan dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Peraturan

perundang-undangan yang mengatur hal larangan perdagangan organ tubuh

adalah Undang-Undang TPPO. Ketentuan pelarangan tersebut ada dalam rumusan

Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 dalam undang-undang ini.

Pengaturan dalam hal pelarangan tertera pada pengaturan Pasal 2 Undang-

Undang TPPO yang berbunyi :

(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,

pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman

kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,

penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan

utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh

persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk

tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik

Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun

dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Peraturan mengenai perdagangan organ tubuh manusia dalam undang-

undang ini terdapat pada defenisi eksploitasi, menurut Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2007 Pasal 1 angka 7 menjelaskan definisi eksploitasi, yaitu:

Eksploitasi adalah Tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang

meliputi pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau, praktik,

semacam, perbudakan, penindasan, pemerasan,pemanf atan fisik, seksual,

organ reproduksi atau secara hukum memindahkan atau mentransplantasi

organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau

kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan

baik materiil maupun immateriil.

Page 12: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

Pada definisi eksploitasi terdapat rumusan perbuatan yang dapat di pidana

berupa pemindahan atau mentransplantasikan organ/jaringan tubuh untuk

mendapat keuntungan baik materiil maupun immateriil. Ketentuan pelarangan

lainnya tertera pada rumusan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007,

yang berbunyi:

Setiap orang yang memasukan orang ke wilayah negara Republik

Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilyah negara Republik

Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta

rupiah).

Anak sangat rentan terhadap tindakan eksploitasi dalam rangka

pengambilan organ tubuh. Maka sebagai upaya menghindari hal tersebut telah

diatur dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 47

berbunyi :

(1) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak

dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain.

(2) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak

dari perbuatan :

a. Pengambilan organ tubuh anak dan atau jaringan tubuh anak tanpa

memperhatikan kesehatan anak.

b. Jual beli organ dan atau jaringan tubuh anak; dan

b. Penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek

penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan

kepentingan yang terbaik untuk anak.

Pada Pasal 47 UU No 23 Tahun 2002 ini menjelaskan bahwa kewajiban

negara, pemerintah, keluarga maupun orang tua dalam melindungi anak dari

perbuatan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa

memperhatikan kesehatan anak, jual beli organ tubuh atau jaringan tubuh anak

serta penelitian kesehatan dengan objek penelitiannya menggunakan anak.10

Sanksi pidana terhadap pelanggaran Pasal 47 disebutkan dalam Pasal 85

yang berbunyi:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi organ

dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain, di pidana dengan pidana

10

Trini Handayani, Fungsionalisasi Hukum Pidana terhadap perbuatan perdagangan

Organ Tubuh Manusia, (Bandung : Mandar Maju, 2012), h. 16

Page 13: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp 200.000.000 ( dua ratus juta rupiah ).”

Dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan (pasal 4). Kesehatan

merupakan hal yang penting dalam hidup manusia. Kesejahteraan manusia juga

dapat dicapai apabila mempunyai tubuh yang sehat. Untuk mencapai kesehatan

tersebut banyak orang menggunakan berbagai cara untuk dapat mencapainya

bahkan sampai mengorbankan kesehatan orang lain.

Perdagangan organ tubuh diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 yang tertuang dalam Pasal 64 , dan Pasal 192. Sedangkan ketentuan sanksi

pidana diatur dalam ketentuan Pasal 192 pada undang-undang ini. Pasal 64

Undang-Undang ini berbunyi :

1. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan

melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau

alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel

punca.

2. Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk

dikomersilkan.

3. Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih

apapun.

Pada Pasal 64 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ini

mengatur tentang penyembuhan penyakit maupun pemulihan penyakit melalui

transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implant obat dan/atau alat kesehatan

serta bedah plastik dan rekonstruksi maupun penggunaan sel punca (stem cell).

Selain itu juga ada tujuan kemanusiaan. Pada ayat (3) merupakan

penjelasan tentang perbuatan jual beli organ dan/atau jaringan tubuh yang dilarang

dan dijelaskan sanksi pidananya pada Pasal 192 Pasal 64 ayat (2) dan (3)

dijelaskan bahwa, organ tubuh yang digunakan guna keperluan medis tidak

diperbolehkan untuk tujuan komersialisasi.

B. Pengaturan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Organ

Tubuh Manusia

Transplantasi organ tubuh manusia merupakan salah satu bentuk terapi

kedokteran modern yang terpenting. Namun demikian, kriteria penggunaannya

dan sumber organ tubuh tersebut, merupakan masalah-masalah etis dan agama

yang perlu dipecahkan. Ditambah lagi saat ini terdapat jenis terapi transplantasi

stem cell, yang merupakan sel multipoten, sehingga menambah lagi agenda

pembahasan para ulama tentangnya. Islam, sebagai satu-satunya agama bersifat

Page 14: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

universal dan sistemik, tentunya harus bisa memberikan panduan dalam persoalan

ini. Bahkan para ulama pada periode klasik telah berpikir futuristik tentang

kemungkinan adanya terapi berupa transpantasi sel, jaringan, maupun oragan

tubuh manusia.

Dalam pandangan islam, transplantasi organ diperbolehkan apabila dalam

keadaan darurat dan merupakan kebutuhan medis untuk menyelamatkan hidup

seseorang. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran sebagai berikut:

“barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka

bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan

barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-

olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”

Dalam islam, diperbolehkan donor organ dari orang yang telah meninggal

apabila sewaktu ia hidup telah menginginkan untuk mendonorkan organnya jika ia

meninggal dan pihak keluarga juga menyetujui. Berikut beberapa fatwa tentang

donor organ :

1. Islamic Fiqh Academy

Diperbolehkan untuk transplantasi organ dari orang yang telah meninggal

apabila kehidupan penerima bergantung pada transplantasi atau kelanjutan

fungsi dasar jasmaninya bergantung pada transplantasi organ. Tapi donor

organ tetap bergantung pada persetujuan orang yang telah meninggal

sebelum ia meninggal, persetujuan keluarga terdekat, atau keputusan

pemimpin komunitas islam jika orang yang meninggal itu tidak

teridentifikasi dan tidak memiliki keluarga terdekat.

2. Highest Council of Scholars, Riyadh

Diperbolehkan untuk transplantasi seluruh atau sebagian organ dari orang

yang telah meninggal apabila kebutuhan transplantasi organ sangat genting.

Donor organ hidup juga diperbolehkan jika penerima benar” membutuhkan.

3. Fatwa Commitee of Kuwait

Apabila transplantasi organ menggunakan organ dari orang yang telah

meninggal itu diperbolehkan dengan permintaan orang yang meninggal itu

sebelum ia meninggal. Namun donor organ dari orang yang masih hidup

tidak diperbolehkan jika itu akan merusak hidupnya, baik pendonor

mengijinkan atau tidak.

4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, hukum transplantasi atau

cangkok organ tubuh diperbolehkan selama sesuai dengan ketentuan syariat.

Sebaliknya, jika tidak memenuhi ketentuan syariat, cangkok organ tak boleh

dilakukan.Ketentuan hukum mengenai cangkok organ tersebut tertuang

dalam fatwa yang dikeluarkan MUI pada 2010. Fatwa tersebut menegaskan,

pencangkokan yang diperbolehkan jika melalui hibah, wasiat dengan

meminta, tanpa imbalan, atau melalui bank organ tubuh. Donor organ tubuh

Page 15: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

dari orang meninggal juga diperbolehkan dengan syarat kematiannya

disaksikan dua dokter ahli.11

Pada periode klasik, para ulama berbeda pendapat mengenai status hukum

tindakan transplantasi organ manusia, baik yang berasal dari diri sendiri,orang

lain, binatang, benda-benda artifisial, maupun yang berasal dari mayat. Dari sisi

tindakannya, maka transplantasi organ dapat diqiyaskan dengan sejumlah perilaku

pada masa jahiliyah, yaitu menyambung rambut, menyambung kuku, dsb.

Tindakan-tindakan tersebut disumsikan memiliki motivasi kosmetik, termasuk

pada era modern ini dengan metode yang lebih canggih, seperti transplantasi

rambut pada alopecia ataupun pemasangan kawat gigi.12

Apabila transplantasi tersebut semata bertujuan kosmetika atau estetika,

maka Al-Qur‟an mengingatkan umat Islam tentang ucapan setan kepada manusia:

“… dan aku benar-benar akan menyuruh mereka (memotong telinga

binatang ternak) , lalu mereka benar-benar memotongnya, dan aku akan

suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu mereka pun benar-benar

mengubahnya. Siapa saja yang menjadikan setan menjadi pelindung

selain Allah, maka sungguh dia menderita kerugian yang nyata”(An-

Nisa’:119)

Ayat ini di samping menerangkan perbuatan manusia sebagaimana

tekstualnya, juga berarti tindakan pencangkokan, seperti transplantasi kornea,

transplantasi hidung dan sebagainya. Bahkan tindakan haram itu juga mencakup

apabila orang yang eksplantasikan organnya tersebut tidak menimbulkan

kesusahan (la yadhurr) baginya, seperti memotong rambut untuk kemudian

disambungkan di kepala orang lain. Sedangkan Imam Al-Qurthubi

menafsirkannya sebagai keharaman sterilisasi pada manusia. Ibnu Abdul Barr

berpendapat bahwa para Fuqaha wilayah Hijaz dan Fuqaha Kufah tidak berbeda

pendapat bahwa sterilisasi manusia tidak diperbolehkan, karena itu (perbuatan

yang harus) dikenai sanksi, dan merupakan perbuatan mengubah-ubah ciptaan

Allah.13

Rasulullah bersabda,”Allah melaknat (para wanita) pembuat tato dan

yang minta dibuatkan tato,dan yang minta dicabut alisnya, dan yang minta

diratakan agar Nampak indah, dan (siapa saja) yang mengubah-ubah ciptaan

Allah. (Kemudian Ibnu Mas‟ud berkata): “Maka bagaimana mungkin saya tidak

(turut) melaknat apa-apa yang dilaknat oleh Rasulullah yang (bahkan) itu

terdapat dalam kitab Allah”.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakar yang

berkata :”Seorang wanita menemui Nabi lalu berkata,‟Wahai Rasulullah,

11

https://amandaseviana.wordpress.com/2013/05/28/transplantasi-organ-dan-donor-organ-ditinjau-dari-hukum-islam/ yang diakses pada tanggal 10 Januari 2009

12 Endy M Astiwara, Fikih Kedokteran Kontemporer, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,

2018), h. 394 13

Ibid, h.395

Page 16: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

sesungguhnya putri saya akan menjadi mempelai, namun dia pernah menderita

campak sehingga rambutnya rontok, maka apakah saya boleh menyambung

rambutnya (dengan rambut orang lain)?‟ Beliau menjawab, „Allah melaknat

orang yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambutnya‟.”

Dari dalil-dalil di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Sesungguhnya berobat dengan cara transplantasi organ tubuh adalah tidak

diperbolehkan, berdasarkan ancaman-ancaman dari Allah dan Nabi-Nya.

Kalimat “ancaman” secara implisit menunjukkan bahwa perbuatan itu

dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

b. Siapa saja yang menderita sakit, maka tidak boleh berobat dengan

menggantinya dari tubuh manusia lain, karena ini termasuk mengubah

ciptaan Allah.14

Sependapat dengan Ibni Hazm, Imam An-Nawawi berpendapat

berdasarkan dalil-dalil di atas :

“Sesungguhnya menyambung rambut dengan rambut orang lain adalah

diharamkan dan tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam hal itu, baik

dilakukan oleh pria maupun wanita, serta apakah berasal dari rambut

mahram,suami/istri, maupun dari yang bukan mahwam…Dan demikian

diharamkan memnfaatkan rambut seseorang maupun organ tubuh

lainnya. Hal itu karena kemuliaan derajat manusia. Bahkan rambut, kuku

dan anggota tubuh potongan nya harus dikuburkan”.15

Adapun dalam kaitan dengan transplantasi organ tubuh manusia,

Abdussalam Dawud Al-Abbadi menyebutkan tentang keharamannya. Ini

merupakan hukum asal bagi transplantasi berdasarkan kepada dalil-dalil yang ada.

Nabi telah menegaskan tentang haramnya menumpahkan darah manusia,

mengganggu harta mereka, ataupun menodai kehormatan mereka. Beliau

bersabda:

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah

harus dihormati, sebagai kehormatan hari kalian ini, di bulan kalian ini,

di negeri kalian ini.

“Seorang muslim bagi muslim yang lain harus saling menghormati dan

memuliakan, dalam perkara darah,harta, dan kehormatan.”

Menqiyaskan haramnya memotong anggota tubuh, lengan dan kaki secara

bersilangan dengan haramnya transplantasi dan mengganti organ tubuh, adalah

tidak tepat. Berdasarkan kaidah al-umur bi maqashidiha, maka tamtsil yang

diharamkan adalah tamtsil yang dilakukan karena iri dan dendam. Berbeda

dengan qishash terhadap jiwa atau bentuk yang lainnya, atau otopsi (bedah mayat)

untuk menemukan alat bukti kejahatan tertentu, atau transplantasi organ tubuh.

Ketiga bentuk ini bukan termasuk tamtsil, melainkan ihsan dan itsar. Contoh

kasus mengambil mata itu bisa memberikan akibat hukum yang berbeda-beda.

14

Ibid, h. 397 15

Ibid

Page 17: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

Mencabut bola mata itu termasuk tamtsil yang diharamkan. Sedangkan

mengambil kornea untuk kemaslahatan orang hidup, bukanlah termasuk tamtsil

yang diharamkan, akan tetapi termasuk ihsan. Demikian pula mencabut mata

sebagai qishash itu adalah keadilan. 16

Keputusan majma’ berisi pengantar serta definisi-definisi tentang organ

tubuh manusia, orang hidup, orang mati, dan janin. Organ yang dimaksud dalam

keputusan ini ialah anggota tubuh, organ tubuh, jaringan tubuh, sel, darah,dan

lain-lain.

C. Pengaturan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Organ

Tubuh Manusia Menurut Hukum Pidana Dan Hukum Islam

Pada dasarnya hukum nasional Indonesia memperbolehkan dilakukannya

transplantasi organ tubuh dalam hal upaya pengobatan, hal ini jelas diatur dalam

Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Sanksi Pidana bagi pelaku

Tindak Pidana Perdagangan organ di dalam KUHP sendiri belum secara jelas

melarang adanya perbuatan perdagangan organ tubuh manusia akan tetapi ddalam

pasal 204 KUHPidana membahas tentang sanksi pidana bagi yang

memperjualbelikan barang yang diketahui membahayakan nyawa atau kesehatan

orang.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur hal larangan perdagangan

organ tubuh adalah Undang-Undang TPPO. Ketentuan pelarangan tersebut ada

dalam rumusan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 dalam

undang-undang ini yang dimana sanksinya dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda

paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pengaturan yang mengatur tentang ketentuan pidana mengenai

perdagangan organ tubuh manusia untuk tujuan transplantasi dimuat juga dalam

Pasal 7 Undang-Undang TPPO yang apabila mengakibatkan matinya korban,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama

penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.00,- (dua ratus

juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.00,- (lima milyar rupiah).

Selain adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ada pula UndangUndang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur tentang perdagangan

organ tubuh manusia untuk tujuan transplantasi.

16

Ibid, h.398

Page 18: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

Undang-Undang Kesehatan ini mengatur ketentuan pidana mengenai

pelanggaran menyangkut perdagangan organ tubuh manusia ini. Pasal 192

Undang-Undang ini berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja

memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).”

Dalam Hukum Islam Suatu perbuatan baru dianggap sebagai tindak pidana

apabila unsur-unsurunya telah terpenuhi. Unsur-unsur ini ada yang umum dan ada

yang khusus unsur umum berlaku pada semua jarimah, sedangkan unsur khusus

hanya berlaku untuk masing-masing jarimah dan jarimah ini berbeda antara yang

satu dengan jarimah yang lain.

Jenis hukuman yang menyangkut tindak pidana kriminal dalam hukum

pidana islam terbagi atas dua bagian, yaitu :

a. Ketentuan hukum yang pasti mengenai berat ringannya hukuman

termasuk qishash dan diyat yang tercantum didalam Al-Qur„an dan

hadist yang biasa disebut hudud;

b. Ketentuan hukuaman yang dibuat oleh hakim melalui putusan yang biasa

disebut hukuman ta‟zir.

Mendonorkan Organ tubuh dapat menjadi haram hukumya apabila

Transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan

hidup sehat, dengan alasan Firman Allah dalam Alqur‟an S. Al-Baqarah ayat 195,

bahwa ayat tersebut mengingatkan, agar jangan gegabah dan ceroboh dalam

melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan

bisa berakibat fatal bagi diri donor, meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan

kemanusiaan yang baik dan luhur. Melakukan transplantasi dalam keadaan dalam

keadaan koma.Walaupun menurut dokter bahwa si donor itu akan segera

meninggal maka transplantasi tetap haram hukumnya karena hal itu

dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah.

Pada dasarnya menurut syariat Islam kerelaan dan persetujuan korban untuk

menjadi obyek jarimah tidak dapat mengubah sifat jarimah itu dan juga tidak

mempengaruhi pertanggungjawaban pidana, kecuali apabila kerelaan itu dapat

menghapuskan salah satu unsur jarimah tersebut. Ketentuan tentang tidak

berlakunya kerelaan tersebut berlaku untuk semua jarimah, dengan adanya dua

ketentuan tersebut yaitu tidak berpengaruhnya kerelaan dan adanya hak maaf dari

korban atau walinya maka dalam penerapannya timbul perbedaan pendapat dalam

dua jarimah tersebut.

Para fuqaha telah sepakat bahwa rela dibunuh tidak menyebabkan

dibolehkannya pembunuhan, karena jaminan atas keselamatan jiwa tidak bisa

Page 19: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

dihapuskan kecuali dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh syara sedangkan

rela dibunuh tidak termasuk dalam batas-batas tersebut. Apabila proses

transplantasi organ tubuh mengakibatkan kematian bagi si korban maka si pelaku

tetap harus dihukum meskipun dengan persetujuan si korban. Dengan demikian,

pembunuhan yang dilakukan atas persetujuan korban tetap dianggap sebagai

jarimah pembunuhan sengaja.

Apabila korban rela dianiaya atau dipotong anggota badannya maka para

fuqaha terbagi kepada dua golongan. Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-

muridnya, beberapa ulama Syafi‟iyah dan Imam Ahmad rela dianiaya dapat

menghapuskan hukuman. Alasannya adalah bahwa sesuatu yang bukan nyawa

disamakan dengan harta benda. Dengan demikian, apabila seseorang telah

merelakan anggota badannya untuk dipotong oleh orang lain untuk kepentingan

transplantasi organ tubuh maka itu adalah haknya sehingga pelaku bisa

dibebaskan dari hukuman. Akan tetapi, Imam Syafi’I memberikan tambahan

persyaratan untuk pembebasan ini yaitu selama pelaku tidak dijatuhi hukuman

ta‟zir oleh pengadilan. Menurut Imam Malik rela dianiaya tidak dapat

menghapuskan hukuman, kecuali apabila korban tetap dalam kerelaannya setelah

terjadinya transplantasi organ apabila setelah terjadi transplantasi korban

mencabut kerelaannya maka perlu tetap dikenakan hukuman qisash.

Page 20: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

III.PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan Hukum Pidana Indonesia tentang perdagangan organ tubuh

manusia dapat kita lihat pengaturannya dalam :

a. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang. Ketentuan pelarangan tersebut ada dalam

rumusan Pasal 2 smapai Pasal 7 dalam undang-undang ini.

b. Pada Pasal 47 UU No 23 Tahun 2002 menjelaskan bahwa kewajiban negara,

pemerintah, keluarga maupun orang tua dalam melindungi anak dari

perbuatan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa

memperhatikan kesehatan anak, jual beli organ tubuh atau jaringan tubuh

anak serta penelitian kesehatan dengan objek penelitiannya menggunakan

anak.

c. Pengaturan Perdagangan organ tubuh dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 64, dan Pasal 192. Sedangkan

ketentuan sanksi pidana diatur dalam ketentuan Pasal 192 pada undang-

undang ini.

2. Dalam pandangan islam, transplantasi organ diperbolehkan apabila dalam

keadaan darurat dan merupakan kebutuhan medis untuk menyelamatkan hidup

seseorang. Dalam islam, diperbolehkan donor organ dari orang yang telah

meninggal apabila sewaktu ia hidup telah menginginkan untuk mendonorkan

organnya jika ia meninggal dan pihak keluarga juga menyetujui. Para ulama

menyepakati tentang dibolehkannya transplantasi ialah pada kondisi-kondisi

yang telah nyata (keperluannya). Juga disyaratkan bahwa tidak boleh

mendapatkan organ tubuh dengan cara jual beli, karena jual beli organ tubuh

manusia adalah dilarang dalam kondisi bagaimanapun juga. Adapun jika pihak

resipien memberikan imbalan atas kesungguhan pendonor (atau keluarganya)

dengan harapan memperoleh organ tubuh ketika darurat atau imbalan tersebut

sebagai pengganti jerih payah dan penghormatan, maka ini menjadi

pertimbangan dan ijtihad para ulama.

3. Ketentuan pidana mengenai perdagangan organ tubuh manusia untuk tujuan

transplantasi dimuat juga dalam Pasal 7 Undang-Undang TPPO yang apabila

mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat

5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling

sedikit Rp. 200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

5.000.000.00,- (lima milyar rupiah). UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan yang mengatur tentang perdagangan organ tubuh manusia

untuk tujuan transplantasi. Pasal 192 Undang-Undang ini berbunyi “Setiap

orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh

dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana

Page 21: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling

banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Mendonorkan Organ tubuh dapat menjadi haram hukumya apabila

Transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan

hidup sehat. Pada dasarnya menurut syariat Islam kerelaan dan persetujuan

korban untuk menjadi obyek jarimah tidak dapat mengubah sifat jarimah itu

dan juga tidak mempengaruhi pertanggungjawaban pidana, kecuali apabila

kerelaan itu dapat menghapuskan salah satu unsur jarimah tersebut.

Apabila korban rela dianiaya atau dipotong anggota badannya maka para

fuqaha terbagi kepada dua golongan., Imam Syafi’I memberikan tambahan

persyaratan untuk pembebasan ini yaitu selama pelaku tidak dijatuhi hukuman

ta’zir oleh pengadilan. Menurut Imam Malik rela dianiaya tidak dapat

menghapuskan hukuman, kecuali apabila korban tetap dalam kerelaannya

setelah terjadinya transplantasi organ apabila setelah terjadi transplantasi

korban mencabut kerelaannya maka perlu tetap dikenakan hukuman qisash.

B. Saran

1. Sangat dibutuhkan peran aktif penegak hukum dalam pemberantasan tindak

pidana organ tubuh manusia, karena para penegak hukum harus menyadari

tugasnya sebagai ujung tombak dalam penegakan hukum. Sehingga, aparat

penegak hukum harus mengerjakan bagiannya dengan baik dan tegas dalam hal

ini untuk melaksanakan tugasnya menegakkan hukum pidana mengatur

larangan untuk melakukan perdagangan organ tubuh manusia.

2. Perlu adanya Kesadaran dari masyarakat bahwa organ tubuh manusia itu sangat

berharga dan tidak boleh untuk diperjualbelikan untuk kepentingan komersil

karena organ tubuh manusia itu dapat mempengaruhi kehidupan kedepannya

dari manusia tersebut dan bertentangan dengan ajaran agama.

3. Penerapan sanksi dari Undang-undang yang berlaku di Indonesia terhadap

Tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia perlu lebih diterapkan lagi

dan perlu adanya koordinasi antara penegak hukum di Indonesia dengan Ulama

di Indonesia untuk lebih membahas lagi tentang penerapan sanksi pidana bagi

pelaku tindak pidana penjualan organ tubuh manusia.

Page 22: KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abu Zakariya Al-Anshari, Syekh, Asnal Mathalib Syarhu Raudlatit Thalib, juz I

Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz 4, (Beirut : Darul Fikr)

Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana bag.1, (Jakarta : Raja Grafindo)

Daud Ali, Muhammad,1996, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, Edisi 5, Cet. V)

Fajar ND, Mukti Dr. dan Achmad, Yulianto, MH, 2009, Dualisme Penelitian

Hukum Normatif & Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar)

Hamzah, Andi, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, (Jakarta :

Ghalia Indonesia)

Hanafiah, M. Jusuf dan Amir, Amri, 2016, Etika Kedokteran dan Hukum

Kesehatan, (Jakarta : Buku Kedokteran EGC)

Handayani, Trini, 2012, Fungsionalisasi Hukum Pidana terhadap perbuatan

perdagangan Organ Tubuh Manusia, (Bandung : Mandar Maju)

Lamintang, P.A.F., 1996, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : PT. Citra Adityta Bakti)

M Astiwara, Endy, 2018, Fikih Kedokteran Kontemporer, (Jakarta : Pustaka Al-

Kautsar)

Muladi dan Nawawi Arief, Barda, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,

(Bandung : Alumni)

Prasetyo, Teguh, 2010, Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Press)

: Universitas Teknologi Malaysia)

Santoso Topo, 2016, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Raja Grafindo

Persada)

Sudarto, 2000, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto)

Wardi Muslich, Ahmad, 2006, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih

Jinayah, (Jakarta : Sinar Grafika)

Watik Pratiknya, Ahmad dan Salam M. Sofron, Abdul, 1986, Islam Etika dan

Kesehatan, (Jakarta : Rajawali)

Zaidan, M. Ali, 2015, Menuju Pembaruan HUKUM PIDANA, (Jakarta : Sinar

Grafika)

Peraturan Perundangan-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Internet

https://amandaseviana.wordpress.com/2013/05/28/transplantasi-organ-dan-donor-

organ-ditinjau-dari-hukum-islam/ yang diakses pada tanggal 10 Januari

2009http://kabarwashliyah.com/2013/03/02/jual-beli-organ-tubuh-menurut-

hukum-islam/ yang diakses pada tanggal 11 Januari 2019