126
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2007 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

  • Upload
    vophuc

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

TRIWULAN IV-2007

KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Page 2: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326

Page 3: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka panjang negara Indonesia yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Mewujudkan Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya melalui peningkatan perannya sebagai economic intelligence dan unit penelitian. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Berperan aktif dalam pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pelaksanaan kegiatan operasional di bidang ekonomi, moneter, perbankan, sistem pembayaran secara efektif dan efisien dan peningkatan kajian ekonomi regional serta koordinasi dengan pemerintah daerah serta lembaga terkait. Sasaran Strategis Bank Indonesia Bandung 1. Informasi yang berkualitas dalam rangka mendukung kebijakan Kantor Pusat dan Pengembangan

ekonomi di wilayah kerja. 2. Peningkatan sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi

daerah. 3. Kelancaran dan keamanan sistem pembayaran di wilayah kerja. 4. Pengeleloaan keuangan satker secara efektif dan efisien. 5. Mengoptimalkan hasil kajian penyediaan informasi ekonomi di wilayah kerja. 6. Meningkatkan pengawasan bank yang efektif yang mendukung pengembangan ekonomi di

wilayah kerja. 7. Meningkatkan pelayanan dan prasarana sistem pembayaran. 8. Meningkatkan kemitraan strategis dengan stakeholders. 9. Meningkatkan efektifitas pelaksanaan Good Governance. 10. Memperkuat organisasi dan mengembangkan SDM yang berkompetensi tinggi dengan dukungan

budaya kerja yang berbasis pengetahuan.

Page 4: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 5: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas perkenan dan karunia-Nya,

penyusunan buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2007” ini akhirnya dapat

diselesaikan. Hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat pada triwulan

tersebut memberi gambaran bahwa kondisi ekonomi regional di Jawa Barat menunjukkan

perkembangan yang cukup baik.

Meskipun pada akhir 2007 tekanan ekonomi global semakin meningkat, perekonomian Jawa

Barat selama triwulan IV-2007 menunjukkan perkembangan yang relatif baik dibandingkan triwulan

III-2007. Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan sekitar 6,52%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III-2007 yang sebesar 6,42% (yoy).

Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2007 diperkirakan tumbuh

sekitar 6,22% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2006.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan terakhir 2007 masih

didorong oleh konsumsi. Di sisi penawaran, pertumbuhan terutama didorong oleh sektor industri

pengolahan. Meskipun pertumbuhan sektor ini lebih rendah dibandingkan dua sektor ekonomi

dominan lainnya, yakni sebesar 5,15%, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi

pertumbuhan terbesar, yaitu 2,32% (qtq). Sementara itu, berdasaran angka pertumbuhannya, sektor

yang tumbuh paling tinggi adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), yang tumbuh

9,32%. Adapun sektor pertanian, yang selama ini memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDRB

Jawa Barat, tumbuh 7,79%.

Perkembangan ekonomi Jawa Barat di atas, khususnya respon sisi penawaran yang cukup baik

terhadap sisi permintaan, berdampak positif terhadap laju inflasi di Jawa Barat. Tingkat inflasi

gabungan tujuh kota di Jawa Barat (meliputi Kota Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor,

Sukabumi, dan Banjar) selama triwulan IV-2007 tercatat 1,44% (qtq), lebih rendah daripada inflasi

pada triwulan sebelumnya dan inflasi nasional. Secara keseluruhan, inflasi di Jawa Barat pada tahun

2007 sebesar 5,10% (yoy), lebih rendah daripada inflasi pada tahun 2006 dan inflasi nasional 2007.

Perlambatan laju inflasi triwulanan selama triwulan IV-2007 terutama disebabkan oleh relatif

lebih rendahnya kenaikan harga beberapa komoditas bahan makanan yang harganya berfluktuasi

(volatile food) dibandingkan triwulan sebelumnya serta deflasi kelompok administered prices. Namun

demikian, inflasi inti meningkat dan memberikan sumbangan inflasi yang lebih besar dibandingkan

volatile food. Komoditas inti penyumbang terbesar inflasi adalah emas perhiasan, yang kenaikannya

lebih dipengaruhi faktor eksternal, yaitu kenaikan harga emas dunia.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat juga didukung oleh perkembangan fungsi intermediasi

perbankan. Dana pihak ketiga yang dihimpun bank umum tumbuh 10,08% (qtq) atau 12,60% (yoy)

Page 6: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

ii

menjadi Rp105,57 triliun, sementara kredit yang disalurkan tumbuh 5,61% (qtq) atau 20,73% (yoy)

menjadi Rp69,74 triliun.

Perekonomian Jawa Barat juga tidak terlepas dari sumber pembiayaan yang berasal dari APBD.

Berdasarkan data APBD Perubahan Tahun 2007, secara keseluruhan pendapatan daerah Provinsi Jawa

Barat mengalami kenaikan sebesar 1,82% dibandingkan APBD Murni tahun 2007. Sementara itu,

belanja daerah yang terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung, naik 9,43%.

Sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Jawa Barat, kondisi ketenagakerjaan di

Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Jumlah penduduk yang bekerja naik 5,7%

(yoy) menjadi 15,85 juta pada Agustus 2007. Angka pengangguran turun 7% (yoy) menjadi 2,38 juta

jiwa (13,05% dari total angkatan kerja) pada Agustus 2007. Namun demikian, indikator kesejahteraan

masyarakat lainnya relatif tidak banyak mengalami perubahan. Hal ini diindikasikan antara lain oleh

nilai tukar petani yang menurun serta persentase penduduk miskin yang meningkat. Di sisi lain,

distribusi pendapatan di Jawa Barat juga masih belum menunjukkan perbaikan.

Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain

berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei

yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dinas-dinas terkait, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat,

Badan Pusat Statistik, Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat. Sehubungan

dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankan kiranya kami mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini.

Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku

ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran

membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat

baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan

Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.

Bandung, 5 Februari 2008

M.D. Soegiarto

Pemimpin

Page 7: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

iii

DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................................................... i Daftar Isi .............................................................................................................................. iii Daftar Tabel ......................................................................................................................... v Daftar Grafik........................................................................................................................ vii Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat ..................................................................................... xi RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ............................................................................. 7

1. Sisi Permintaan..................................................................................................................... 9 1.1. Konsumsi.................................................................................................................... 10 1.2. Investasi...................................................................................................................... 13 1.3. Ekspor-Impor.............................................................................................................. 15

2. Sisi Penawaran............ ......................................................................................................... 16 2.1. Sektor Pertanian ........................................................................................................... 17 2.2. Sektor Industri Pengolahan ........................................................................................... 19 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran..................................................................... 20 2.4. Sektor Keuangan .......................................................................................................... 21 2.5. Sektor Bangunan .......................................................................................................... 22 2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.......................................................................... 23 2.7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih ................................................................................. 25 2.8. Sektor Jasa-jasa............................................................................................................. 25

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH.......................................................................... 27

1. Inflasi Triwulanan ................................................................................................................ 29 1.1. Disagregasi Inflasi ....................................................................................................... 30

a. Inflasi Inti............................................................................................................. 30 b. Inflasi Volatile Food ............................................................................................. 33 c. Inflasi Administered Prices ................................................................................... 33

1.2. Inflasi Menurut Kelompok Barang Dan Jasa................................................................ 34 a. Kelompok Bahan Makanan ................................................................................. 35 b. Kelompok Sandang............................................................................................. 36 c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau............................... 37 d. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .................................... 38 e. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan......................................... 38 f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga.................................................. 39 g. Kelompok Kesehatan .......................................................................................... 40

1.3. Inflasi Menurut Kota................................................................................................... 40 2. Inflasi Tahunan .................................................................................................................... 41

2.1. Disagregasi Inflasi ....................................................................................................... 42 a. Inflasi Inti............................................................................................................. 43 b. Inflasi Volatile Food ............................................................................................. 44 c. Inflasi Administered Prices .................................................................................. 45

2.2. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................................................ 45 a. Kelompok Bahan Makanan ................................................................................. 46 b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau............................... 47 c. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar ................................... 48 d. Kelompok Sandang............................................................................................. 49 e. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga ................................................. 49 f. Kelompok Transpor, Komunikasi,dan Jasa Keuangan ......................................... 50 g. Kelompok Kesehatan .......................................................................................... 51

2.3. Inflasi Menurut Kota................................................................................................... 51

Page 8: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

iv

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH ................................................................. 53 1. Bank Umum Konvensional .................................................................................................. 55

1.1. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Konvensional...................................... 56 1.2. Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional .............................................................. 57

1.2.1. Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Bank Pelapor ............................. 57 1.2.2. Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Lokasi Proyek ............................. 59 1.2.3. Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional .................................... 60 1.2.4. NPL/Risiko Kredit ................................................................................................ 61 1.2.5. Perkembangan Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) ............................... 61

2. Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung ................................. 64 3. Bank Umum Syariah ............................................................................................................ 65 4. Bank Perkreditan Rakyat ..................................................................................................... 66 Boks 1. Kajian Peran Pemerintah Daerah dalam Pengembangan UMKM melalui Penjaminan Kredit Daerah di Jawa Barat...................................................................................................... 67

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH ............................................................ 69

1. Pendapatan Daerah ......................................................................................................... 70 2. Belanja Daerah .................................................................................................................... 70 3. APBD Tahun 2008................................................................................................................ 72 Boks 2. Gambaran Umum Rencana Kerja Pemerintah Daerah Jawa Barat Tahun 2008............. 74

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ................................................................ 79 1. Pengedaran Uang Kartal.................................................................................................... 80

1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow).................................................... 80 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar........................................................................... 81 1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil ................................................................................. 82 1.4. Uang Palsu ................................................................................................................ 83

2. Lalu Lintas Pembayaran Giral ............................................................................................. 83 2.1. Kliring Lokal .............................................................................................................. 83 2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) ........................................................................... 84

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH ......... 87

1. Ketenagakerjaan................................................................................................................ 88 2. Kesejahteraan.................................................................................................................... 89

Kesejahteraan Petani ......................................................................................................... 89 Indeks Pembangunan Manusia .......................................................................................... 92 Kemiskinan........................................................................................................................ 94 Gini Rasio .......................................................................................................................... 95

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH......................................................................................... 97

1. Prospek Ekonomi Makro.................................................................................................... 98 2. Perkiraan Inflasi ................................................................................................................. 99

LAMPIRAN............................................................................................................................................... 101 DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................................................... 107

Page 9: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (%)................... 10 Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi

Jawa Barat (%) .................................................................................................................. 10 Tabel 1.3. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%) ....................................... 17 Tabel 1.4. Kontribusi Sektor Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat

(%) .................................................................................................................................... 17 Tabel 1.5. Produksi dan Luas Panen Padi di Jawa Barat ...................................................................... 17 Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat............................................................... 18 Tabel 1.7. Produktivitas Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat ........................................................ 18 Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat ............................................................... 18 Tabel 1.9. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat............................................................... 18 Tabel 1.10. Penggunaan Kapasitas Produksi Sektor Tertentu (%)......................................................... 19 Tabel 1.11. Indikator Perhotelan di Jawa Barat..................................................................................... 20 Tabel 1.12. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara ............. 24 Tabel 1.13. Jumlah Angkutan Barang (Kargo) Domestik di Bandara Husein Sastranegara .................... 24 Tabel 1.14. Penjualan Listrik (Juta Kwh) ............................................................................................... 25 Tabel 2.1. Komoditas dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan IV-2007................ 29 Tabel 2.2. Komoditas dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007 ....... 29 Tabel 2.3. Komoditas Inti dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan IV-2007.......... 31 Tabel 2.4. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007 . 31 Tabel 2.5. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan IV-

2007.................................................................................................................................. 33 Tabel 2.6. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan

IV-2007.............................................................................................................................. 33 Tabel 2.7. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi dan Deflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa

Barat Triwulan IV-2007...................................................................................................... 34 Tabel 2.8. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi dan Deflasi Triwulanan Terbesar di

Jawa Barat Triwulan IV-2007 ............................................................................................. 34 Tabel 2.9. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)......................... 34 Tabel 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) .......................................................... 41 Tabel 2.11. Komoditas dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007 ...................................... 42 Tabel 2.12. Komoditas dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat 2007.............................. 42 Tabel 2.13. Komoditas Inti dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007 ................................ 44 Tabel 2.14. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat 2007........................ 44 Tabel 2.15. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007................. 44 Tabel 2.16. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat 2007 ........ 44 Tabel 2.17. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007....... 45 Tabel 2.18. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat

2007.................................................................................................................................. 45 Tabel 2.19. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ................................ 46 Tabel 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) .............................................................. 52 Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi......................... ................................ 61 Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah......................................................... 61 Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan Perubahannya (Rp Miliar)................................ 70 Tabel 4.2. Proyeksi Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2008 (RP Miliar) 73 Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui Bank Indonesia Bandung 81 Tabel 5.2. Perkembangan Penukaran Uang Pecahan Kecil melalui PPUPK Triwulan IV-2007 .............. 82 Tabel 5.3. Perkembangan Penyelesaian Transaksi Pembayaran Non-Tunai Melalui Kliring Lokal KBI

dan RTGS di Jawa Barat (Rata-Rata Per-Bulan) ................................................................... 83

Page 10: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

vi

Tabel 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun) ........ 84 Tabel 5.5. Perkembangan Transaksi RTGS Rata-rata Per Bulan di Jawa Barat ..................................... 84 Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat ......................................................................................... 90 Tabel 6.2. Ranking Nilai Tukar Petani di 23 Provinsi ........................................................................... 91 Tabel 6.3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat Tahun 2003-2007.................................. 92 Tabel 6.4. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah, Periode

Juli 2005 – Maret 2007 ..................................................................................................... 94 Tabel 6.5. Gini Rasio, dan Persentase Pendapatan 40% Bawah yang Diterima Kelompok

Masyarakat di Jawa Barat .................................................................................................. 96

Page 11: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

vii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Situasi Bisnis ...................................................................................................................... 8 Grafik 1.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha.......................................................................................... 8 Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen ............................................................................................. 10 Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini ................................................................................ 10 Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi............................................................................................. 11 Grafik 1.6. Pendaftaran Mobil Baru di Jawa Barat (Tidak Termasuk Bekasi) ......................................... 11 Grafik 1.7. Konsumsi BBM (Premium).................................................................................................. 12 Grafik 1.8. Penjualan Makanan dan Tembakau ................................................................................... 12 Grafik 1.9. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga ............................................................................ 12 Grafik 1.10. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya ........................................................................... 12 Grafik 1.11. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ................................... 13 Grafik 1.12. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ...... 13 Grafik 1.13. Penjualan Semen di Jawa Barat.......................................................................................... 13 Grafik 1.14. Penjualan Perlengkapan Konstruksi ................................................................................... 13 Grafik 1.15. Impor Barang Modal.......................................................................................................... 14 Grafik 1.16. Impor Barang Modal Utama .............................................................................................. 14 Grafik 1.17. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat ..................................... 14 Grafik 1.18. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat.......... 14 Grafik 1.19. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat .................................................................................. 15 Grafik 1.20. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat ................................................................................... 16 Grafik 1.21. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian ............................. 19 Grafik 1.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan ............. 20 Grafik 1.23. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan

Restoran ............................................................................................................................ 21 Grafik 1.24. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat............................................................................ 22 Grafik 1.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Bangunan dan Konstruksi .... 22 Grafik 1.26. Jumlah Kendaraan yang Masuk dan Keluar dari Gerbang Tol Pasteur................................ 23 Grafik 1.27. Jumlah Penumpang Kereta Api DAOP Jawa Barat (Bandung dan Cirebon) (Juta

Penumpang) ...................................................................................................................... 23 Grafik 1.28. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan

Komunikasi ........................................................................................................................ 24 Grafik 1.29. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih ... 25 Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa-jasa............................... 26 Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional........................................................................ 28 Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional ........................................................................... 28 Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional ............................................................................ 29 Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food

di Jawa Barat Triwulan IV-2007 ......................................................................................... 30 Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat..... 30 Grafik 2.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ..................................................................................... 31 Grafik 2.7. Harga Barang dan Jasa Menurut Dunia Usaha ................................................................... 32 Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa .......................................... 32 Grafik 2.9. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa..................................................... 33 Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2007 ... 35 Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat.............................................. 36 Grafik 2.12. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di

Jawa Barat Triwulan IV-2007 ............................................................................................. 36 Grafik 2.13. Inflasi Beras di Jawa Barat 2007......................................................................................... 36 Grafik 2.14. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Jawa Barat ......................................................... 37 Grafik 2.15. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok di Jawa

Barat Triwulan IV-2007...................................................................................................... 37

Page 12: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

viii

Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Jawa Barat.................................................................................................................................. 37

Grafik 2.17. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007................................................................... 37

Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar di Jawa Barat 38 Grafik 2.19. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Menurut

Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007................................................................... 38 Grafik 2.20. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat ...... 39 Grafik 2.21. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007 .................................................... 39 Grafik 2.22. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga di Jawa Barat................. 39 Grafik 2.23. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut Subkelompok

di Jawa Barat Triwulan IV-2007 ......................................................................................... 39 Grafik 2.24. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat....................................................... 40 Grafik 2.25. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok di Jawa

Barat Triwulan IV-2007...................................................................................................... 40 Grafik 2.26. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota Triwulan IV-2007............ 41 Grafik 2.27. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di

Jawa Barat 2007................................................................................................................ 43 Grafik 2.28. Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat ........ 43 Grafik 2.29. Perkiraan Pelaku Usaha terhadap Tingkat Inflasi ................................................................ 43 Grafik 2.30. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa 2007.......................... 46 Grafik 2.31. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat ................................................. 47 Grafik 2.32. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007 ... 47 Grafik 2.33. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Jawa Barat 48 Grafik 2.34. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Menurut

Subkelompok di Jawa Barat 2007 ..................................................................................... 48 Grafik 2.35. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar di Jawa Barat ... 48 Grafik 2.36. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Menurut

Subkelompok di Jawa Barat 2007 ..................................................................................... 48 Grafik 2.37. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat ............................................................. 49 Grafik 2.38. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007............... 49 Grafik 2.39. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga di Jawa Barat .................... 50 Grafik 2.40. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut Subkelompok di

Jawa Barat 2007................................................................................................................ 50 Grafik 2.41. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat.......... 50 Grafik 2.42. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Menurut

Subkelompok di Jawa Barat 2007 ..................................................................................... 50 Grafik 2.43. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat .......................................................... 51 Grafik 2.44. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007 ............ 51 Grafik 2.45. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota 2007 .................................. 52 Grafik 3.1. Perkembangan DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional ............................................... 55 Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional ................................................... 55 Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis

Simpanan .......................................................................................................................... 56 Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok Bank

Triwulan IV-2007............................................................................................................... 56 Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik Triwulan IV-2007. 57 Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik ................ 57 Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat .............................. .............................. 57 Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank...................................... 57 Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan

Triwulan IV-2007 ......................................................................................... 58 Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan. ............ 58 Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan Sektor

Ekonomi Triwulan IV-2007 ................................................................................................ 59

Page 13: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

ix

Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan Sektor Ekonomi ................................................................................................................. 59

Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Bank Pelapor dan Lokasi Proyek ...................................................... 59 Grafik 3.14. Pangsa Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan Triwulan IV-2007.................. 59 Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek .............................. 60 Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota Triwulan

IV-2007 ............................................................................................................... 60 Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional ........................... 60 Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank ............ 62 Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis

Penggunaan..................................................................................................................... 62 Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon .......................... 62 Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan

IV-2007.............................................................................................................................. 62 Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan

IV-2007.............................................................................................................................. 63 Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit Bank Umum

Konvensional...................................................... .............................................................. 63 Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Lokasi Proyek di Jawa Barat ................. ............ 63 Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung........ 64 Grafik 3.26. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah ...................................................................... 65 Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat.......................................... 80 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Bank Indonesia Bandung Tahun 2007............................................... 82 Grafik 6.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja dan Menganggur di Jawa Barat ....................................... 88 Grafik 6.2. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan ........................ 89 Grafik 6.3. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan .............................. 89 Grafik 7.1. Ekspektasi Situasi Bisnis ..................................................................................................... 98 Grafik 7.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha.......................................................................................... 98 Grafik 7.3. Ekspektasi Pelaku Usaha terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa ........................ 100 Grafik 7.4. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga..................................................................... 100 Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa ............................ 100

Page 14: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 15: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

xi

TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO

2007 INDIKATOR 2006

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV*

PDRB - harga konstan (Rp Miliar)* 257,535.98 65,561.59 68,159.54 69,633.52 70,194.71

- Pertanian 34,461.32 7,713.54 9,553.28 9,181.74 7,236.60

- Pertambangan & Penggalian 7,017.18 1,692.94 1,652.36 1,651.36 1,729.28

- Industri Pengolahan 114,299.63 29,115.73 29,592.55 30,289.27 31,173.29

- Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,755.52 1,492.53 1,478.04 1,521.32 1,598.00

- Bangunan 8,112.53 2,139.49 2,184.42 2,249.30 2,290.69

- Perdagangan, Hotel, dan Restoran 50,609.68 13,678.50 13,876.64 14,807.26 15,750.47

- Pengangkutan dan Komunikasi 11,186.24 3,021.01 3,015.66 3,048.01 3,234.50

- Keuangan, Persewaan, dan Jasa 7,672.32 2,069.30 2,121.46 2,174.84 2,215.53

- Jasa 18,421.56 4,638.55 4,685.14 4,710.44 4,966.35

Pertumbuhan PDRB (yoy %) 6.01 5.72 6.19 6.42 6.52

Ekspor-Impor** 8,532.32 2,590.81 2,181.47 1,618.57 1,768.92

Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 17,137.51 4,385.68 4,397.07 3,130.51 3,077.29

Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 9,953.91 2,454.91 2,301.76 1,333.44 1,568.05

Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 8,605.19 1,794.87 2,215.60 1,511.94 1,308.37

Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 1,797.10 647.60 693.45 466.09 377.79

Indeks Harga Konsumen: 148.15 150.29 149.97 153.48 155.69

- Kota Bandung 150.08 151.77 151.38 155.13 157.96

- Kota Bekasi 145.84 147.88 147.48 151.39 152.62

- Kota Bogor 149.65 152.43 152.48 154.98 156.38

- Kota Sukabumi 145.50 145.65 144.37 147.09 151.81

- Kota Cirebon 138.37 142.85 143.07 146.25 149.62

- Kota Tasikmalaya 153.26 158.98 158.92 161.54 165.09

- Kota Banjar 148.08 152.85 153.11 157.19 160.26

Laju Inflasi Tahunan (yoy %): 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10

- Kota Bandung 5.33 4.91 4.06 5.30 5.25

- Kota Bekasi 6.53 5.47 4.49 6.47 4.65

- Kota Bogor 6.62 6.77 5.84 6.19 4.50

- Kota Sukabumi 7.30 5.31 4.05 4.16 4.34

- Kota Cirebon 6.31 8.15 8.44 10.16 7.87

- Kota Tasikmalaya 8.44 10.88 9.75 9.13 7.72

- Kota Banjar 7.66 8.45 7.72 9.66 8.23

Keterangan: * Data PDRB triwulan IV-2007 adalah hasil proyeksi KBI Bandung ** Data Ekspor-Impor triwulan IV-2007 adalah data ekspor-impor Oktober-November 2007

Page 16: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

xii

II. PERBANKAN

2007 Indikator 2006

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

Bank Umum Total Aset (Rp Triliun) 118.19 118.82 122.65 124.99 136.39 DPK (Rp Triliun) 93.76 92.24 95.80 95.91 105.57 - Tabungan (Rp Triliun) 30.14 30.10 31.81 33.56 37.78 - Giro (Rp Triliun) 17.93 18.19 20.15 21.32 22.03 - Deposito (Rp Triliun) 45.69 43.94 43.84 41.03 45.77

Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek *) 100.70 102.05 109.46 113.82 119.13 - Modal Kerja 46.10 46.52 50.19 51.98 54.34 - Investasi 15.98 16.03 17.06 18.12 18.67 - Konsumsi 38.62 39.50 42.20 43.73 46.12

Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 57.77 58.67 62.39 66.03 69.74 - Modal Kerja 24.51 24.47 26.15 27.73 29.98 - Investasi 5.62 5.63 6.12 6.75 7.30 - Konsumsi 27.64 28.56 30.12 31.55 32.46 - LDR 61.61 63.60 65.13 68.85 66.06

Rasio NPL Gross (%) 4.01 4.31 4.13 3.81 3.44

Rasio NPL Net (%) 2.38 2.36 2.08 1.82 1.66

Kredit MKM (triliun Rp) 46.53 47.43 50.18 52.84 54.76

Kredit Mikro (< Rp50 juta) (triliun Rp) 23.02 22.82 23.21 23.97 24.16 - Kredit Modal Kerja 2.71 2.68 2.88 2.99 2.99 - Kredit Investasi 0.48 0.52 0.47 0.62 0.59 - Kredit Konsumsi 19.82 19.63 19.86 20.36 20.58

Kredit Kecil (Rp50 juta s.d. Rp 500 juta) (triliun Rp) 11.67 12.57 14.05 15.13 15.56 - Kredit Modal Kerja 4.53 4.56 4.81 5.15 5.17 - Kredit Investasi 0.74 0.77 0.81 0.85 0.87 - Kredit Konsumsi 6.40 7.24 8.43 9.13 9.52

Kredit Menengah (Rp500 juta s.d.Rp5 miliar) (triliun Rp) 11.84 12.04 12.92 13.74 15.04

- Kredit Modal Kerja 8.69 8.64 9.29 9.79 10.78 - Kredit Investasi 1.79 1.84 1.95 2.06 2.16 - Kredit Konsumsi 1.36 1.57 1.68 1.88 2.10

Total Kredit MKM (triliun Rp) 46.53 47.43 50.18 52.84 54.76

Rasio NPL MKM gross (%) 3.59 3.94 3.91 3.65 3.41

Rasio NPL MKM net (%) 1.96 2.09 1.87 1.82

Bank Umum Syariah

Total Aset (Rp Triliun) 3.30 3.32 3.41 3.55 4.07

DPK (Rp Triliun) 2.43 2.46 2.50 2.59 3.14 - Tabungan (Rp Triliun) 0.95 1.09 1.09 1.25 1.52 - Giro (Rp Triliun) 0.25 0.21 0.19 0.26 0.28 - Deposito (Rp Triliun) 1.23 1.16 1.22 1.08 1.35

Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 2.34 2.39 2.56 2.76 2.84

- Modal Kerja 1.27 1.20 1.38 1.56 1.65 - Konsumsi 0.51 0.56 0.60 0.56 0.56 - Investasi 0.56 0.62 0.58 0.64 0.63 - FDR 96.08 96.97 102.21 106.77 90.34

BPR *)

Total Aset (Rp Triliun) 4.16 3.91 4.27 4.34 4.45

DPK (Rp Triliun) 2.53 2.42 2.54 2.69 2.74 - Tabungan (Rp Triliun) 0.51 0.52 0.53 0.60 0.63 - Deposito (Rp Triliun) 1.95 1.92 1.99 2.09 2.11

Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 2.46 2.41 2.62 2.72 2.81 - Modal Kerja 1.44 1.43 1.51 1.56 1.60 - Investasi 0.17 0.13 0.15 0.15 0.15 - Konsumsi 0.85 0.84 0.96 1.01 1.06

Kredit MKM (triliun Rp) 2.46 2.41 2.62 2.72 2.81

Page 17: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

xiii

III. SISTEM PEMBAYARAN

2006 2007 Indikator Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

Transaksi Tunai

Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 5.54 4.70 3.18 4.51 4.74

Inflow (Rp Triliun) 10.02 4.28 1.92 2.68 5.85

Outflow (Rp Triliun) 6.01 3.22 0.60 0.76 3.75

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 179.88 162.39 104.03 91.67 114.93

Transaksi Non Tunai BI-RTGS

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 96.79 83.70 92.14 118.39 104.68

Volume Transaksi BI-RTGS 89,178 81,428 86,529 101,273 132,209

Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 1.51 1.31 1.44 1.85 1.77

Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 1,393 1,272 1,352 1,582 2,241 Kliring

Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 20.94 20.34 20.77 22.35 22.41

Volume Perputaran Kliring 1,068,777 1,100,628 1,092,647 1,159,654 1,096,667

Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0.33 0.32 0.32 0.35 0.38

Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring 16,700 17,197 17,073 18,120 18,588

Page 18: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 19: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 20: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

RINGKASAN EKSEKUTIF

2

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2007 tumbuh 6,52% (yoy).

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh sekitar 6,52% (yoy) . Secara keseluruhan, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2007 diperkirakan tumbuh sekitar 6,22% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh

peningkatan kegiatan konsumsi.

Dari sisi permintaan, terutama didorong oleh meningkatnya konsumsi (swasta dan pemerintah). Sementara itu, kegiatan investasi masih tetap tumbuh walaupun sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya. Stimulus fiskal mengalami peningkatan yang didorong oleh peningkatan belanja pemerintah terutama yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan telekomunikasi serta peningkatan sarana dan prasarana aparatur. Kinerja ekspor Jawa Barat diperkirakan masih mengalami peningkatan. Di sisi lain, pertumbuhan impor diperkirakan mengalami perlambatan khususnya untuk impor barang-barang modal.

Pertumbuhan ekonomi di sisi penawaran terutama

ditopang olehsektor Industri Pengolaha dan

sektor PHR.

Respon di sisi penawaran ditandai oleh tumbuh positifnya sebagian besar sektor ekonomi di Jawa Barat. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) serta sektor industri pengolahan, mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Sementara itu, kinerja sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan mengalami perbaikan. Pencapaian kinerja yang cukup mengesankan terjadi pada beberapa sektor ekonomi non dominan di Jawa Barat, terutama sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi di Jawa Barat, baik secara triwulanan maupun tahunan, pada triwulan IV-

2007 lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Inflasi gabungan tujuh kota IHK di Jawa Barat pada triwulan IV-2007, baik secara triwulanan maupun tahunan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi mencapai 1,44% (qtq). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 2,09% (qtq) dan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2006 yang mencapai 2,40% (qtq).

Perlambatan inflasi triwulanan disebabkan

oleh terkendalinya inflasi volatile food.

Perlambatan laju inflasi triwulanan terutama disebabkan oleh lebih relatif rendahnya kenaikan harga beberapa komoditas bahan makanan yang harganya berfluktuasi (volatile food) dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, inflasi inti meningkat dan memberikan sumbangan inflasi yang lebih besar dibandingkan volatile food. Komoditas inti penyumbang terbesar inflasi adalah emas perhiasan, yang kenaikannya lebih dipengaruhi faktor eksternal, yaitu kenaikan harga emas dunia.

Inflasi tahun Jawa Barat pada 2007 sebesar 5,10%

(yoy).

Secara tahunan, inflasi Jawa Barat melambat dari 6,08% (yoy) pada September 2007 menjadi 5,10% (yoy) pada Desember 2007. Inflasi tersebut juga lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan nasional yang mencapai 6,59% (yoy).

Faktor utama inflasi 2007 berasal dari sisi

penawaran.

Faktor utama inflasi sepanjang tahun 2007 terutama diwarnai oleh sisi penawaran. Permasalahan sisi penawaran bahan makanan terjadi akibat kendala pasokan, faktor alam (musim) dan distribusi. Di samping faktor-faktor tersebut, imported inflation juga memberikan kontribusi cukup besar terhadap kenaikan harga bahan makanan dan makanan jadi. Kenaikan harga komoditas dunia juga mendorong kenaikan harga emas perhiasan dan bahan bakar, khususnya minyak tanah, gas elpiji dan pertamax.

Page 21: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

RINGKASAN EKSEKUTIF

3

PERKEMBANGAN PERBANKAN

Kegiatan intermediasi perbankan di Jawa Barat

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Secara umum kegiatan intermediasi perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2007 menunjukkan peningkatan baik secara triwulanan maupun tahunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi pada bank umum konvensional, bank umum syariah, bank yang berkantor pusat di Bandung serta BPR/S.

DPK tumbuh signifikan, penyaluran kredit tetap

tumbuh walaupun melambat.

Peningkatan pada bank umum konvesional didorong oleh peningkatan yang cukup signifikan dari penghimpunan dana pihak ketiga. Pada triwulan IV-2007 DPK tumbuh 10,08% (qtq) atau 12,60% (yoy) menjadi Rp105,57 triliun. Sementara itu penyaluran kredit tumbuh 5,61% (qtq) atau 20,73% (yoy) menjadi Rp69,74 triliun, sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perkembangan penyaluran kredit yang melambat disertai dengan peningkatan penghimpunan DPK yang tinggi menyebabkan rasio kredit terhadap DPK (loan to deposit ratio atau LDR) bank umum konvensional di Jawa Barat turun dari 68,85% menjadi 66,06%. Di lain pihak, rasio kredit bermasalah kotor (gross non performing loan atau gross NPL) terus menunjukkan perbaikan, dari 4,13% pada triwulan sebelumnya menjadi 3,81% pada triwulan laporan.

Kinerja tujuh bank umum yang berkantor pusat di

Bandung terus menunjukkan peningkatan.

Perkembangan tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat di Bandung terus menunjukkan peningkatan. Penyaluran kredit tumbuh 8,14% (qtq) atau 30,86% (yoy) menjadi Rp39,91 triliun, sementara DPK tumbuh 2,11% (qtq) atau 24,91% (yoy) menjadi Rp30,40 triliun. Demikian pula, beberapa indikator kinerja bank BOPO, NII dan ROA untuk bank-bank tersebut menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Kinerja bank umum syariah di Jawa Barat tetap

meningkat

Perkembangan positif juga ditunjukkan oleh bank umum syariah di wilayah Jawa Barat. Total aset, dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang disalurkan (PYD) tetap meningkat, walaupun peningkatannya belum sesuai dengan yang diharapkan. Kualitas pembiayaan mengalami perbaikan yang cukup signifikan, hal ini tercermin dari rasio pembiayaan bermasalah kotor (gross non performing financing atau gross NPF) yang turun dari 7,87% menjadi 5,83%.

Perkembangan BPR/S di Jawa Barat tetap tumbuh walaupun belum seperti

yang diharapkan.

Sementara itu, kinerja bank perkreditan rakyat/syariah (BPR/S) belum seperti yang diharapkan walaupun pada triwulan laporan tetap mengalami peningkatan. Total aset, penghimpunan DPK dan penyaluran kredit/pembiayaan, secara triwulanan masing-masing tumbuh 2,66%, 1,97% dan 3,07%, sementara secara tahunan (yoy) masing-masing tumbuh 7,17%, 8,12% dan 14,18. Kondisi tersebut menyebabkan LDR menjadi 102,51%. Di lain pihak risiko kredit/pembiayaan BPR/S masih cukup tingi. Hal ini terlihat dari gross NPL/F pada November 2007 yang mencapai 11,15%

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Transaksi pembayaran tunai meningkat signifikan

Pada triwulan IV-2007, kegiatan transaksi pembayaran tunai menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah aliran uang masuk (inflow) maupun aliran uang keluar (outflow) di KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan tingginya kebutuhan masyarakat terhadap uang tunai terkait dengan hari Raya Idul Fitri pada awal triwulan. Sementara itu untuk sistem pembayaran non tunai, transaksi pembayaran melalui BI RTGS dan kliring di Jawa Barat masih menunjukkan peningkatan walaupun tidak signifikan. Hal ini menunjukkan masih tingginya aktivitas ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Page 22: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

RINGKASAN EKSEKUTIF

4

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Pendapatan daerah Prov. Jabar naik 1,82%

dibandingkan APBD Murni tahun 2007, sedangkan

belanja daerah naik 9,43%.

Berdasarkan data APBD Perubahan Tahun 2007, secara keseluruhan pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat mengalami kenaikan sebesar 1,82% dibandingkan APBD Murni tahun 2007. Sementara itu belanja daerah, yang terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung, naik 9,43%. Perubahan tersebut antara lain dimaksudkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang memiliki sifat penting, serta untuk merespon dampak perubahan asumsi dan untuk kegiatan yang berorientasi sebagai landasan pencapaian 8 common goals tahun 2008.

RAPBD Prov. Jabar tahun 2008 sebesar Rp5,5 triliun.

RAPBD tahun 2008 tidak jauh berbeda dibandingkan APBD Murni tahun 2007, yaitu sebesar Rp5,5 triliun. Angka tersebut masih dirasakan kurang, karena diperkirakan kebutuhan belanja daerah tahun 2008 lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sejumlah pembiayaan yang akan dikeluarkan pada tahun 2008 diantaranya belanja untuk pilkada sebesar Rp600 miliar, belanja pendidikan 15% dari nilai APBD, biaya pembebasan lahan untuk proyek pembangunan Tol Soroja dan Cisumdawu sebesar Rp66 miliar, serta biaya pembebasan lahan proyek pembangunan sarana Olah Raga Gedebage senilai Rp350 miliar.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan

perkembangan yang cukup baik.

Sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Jawa Barat, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Jumlah penduduk yang bekerja naik dari 14,99 juta pada Agustus 2006 menjadi 15,85 juta pada Agustus 2007. Demikian pula dengan angka pengangguran di Jawa Barat yang sedikit menunjukkan perbaikan. Angka pengangguran pada Agustus 2007 turun 7% dibandingkan angka pada Agustus 2006, yaitu dari 2,56 juta orang (14,58% dari total angkatan kerja) menjadi 2,38 juta jiwa (13,05%).

Namun demikian, indikator kesejahteraan

masyarakat lainnya relatif tidak banyak mengalami

perubahan.

Namun demikian, indikator kesejahteraan masyarakat lainnya relatif tidak banyak mengalami perubahan. Kesejahteraan petani tidak menunjukkan perbaikan, bahkan cenderung mengalami penurunan. Begitu pula dengan jumlah penduduk miskin, dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2005, kondisi pada tahun 2007 tidak lebih baik. Ketimpangan pendapatan masih belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, Indeks Pembangunan Manusia, yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat relatif tidak banyak berubah. Peningkatan IPM yang terjadi masih jauh dari target yang ditetapkan oleh Pemerintah Jawa Barat. Dengan hanya tersisa tiga tahun, sulit bagi Jawa Barat untuk mencapai target IPM sebesar 80 pada tahun 2010.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Jawa Barat triwulan I-2008

diperkirakan tumbuh 6,62% (yoy).

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh sekitar 6,62% (yoy), terutama didorong oleh sektor pertanian (tanaman pangan), yaitu sejalan dengan dimulainya panen raya yang diperkirakan terjadi pada akhir triwulan I-2008.

Pada tahun 2008, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,4%-6,8% (yoy).

Sementara itu, pada tahun 2008, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,4%-6,8% (yoy). Di sisi permintaan, sektor konsumsi rumah tangga diperkirakan masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga ditopang oleh perbaikan daya beli yang bersumber dari kenaikan gaji dan upah minimum provinsi (UMP), serta penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan. Realisasi investasi diperkirakan semakin meningkat

Page 23: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

RINGKASAN EKSEKUTIF

5

didukung oleh semakin luasnya implementasi program pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) di berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat. Sementara itu, stimulus fiskal pemerintah daerah diperkirakan semakin meningkat.

Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi

Jawa Barat diperkirakan masih didorong oleh

sektor PHR.

Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan masih didorong oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR). Pencanangan program “West Java Tourism Board 2008” diharapkan dapat meningkatkan kinerja sektor tersebut. Sementara itu, program restrukturisasi mesin TPT yang telah berjalan sejak 2007 yang lalu, diharapkan dapat mendorong kinerja industri TPT Jawa Barat.

Tekanan inflasi pada triwulan I-2008

diperkirakan akan meningkat.

Meskipun tekanan inflasi pada triwulan I-2008 mendatang berpotensi meningkat, namun inflasi Jawa Barat diperkirakan masih berada dalam kisaran target inflasi 2008 sebesar 5±1%.

Sumber utama tekanan inflasi berasal dari faktor

eksternal.

Sumber utama tekanan inflasi berasal dari faktor eksternal, yaitu kenaikan harga energi dan pangan dunia Namun demikian, kebijakan pemerintah untuk meminimalisir dampak faktor eksternal, menjaga pasokan serta menjamin kelancaran distribusi barang, diharapkan dapat optimal meredam kenaikan harga.

Page 24: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 25: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Page 26: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

8

Di tengah-tengah kelesuan perekonomian global dan meningkatnya tekanan eksternal

terhadap nilai Rupiah, berbagai indikator ekonomi makro dan sistem keuangan nasional

pada triwulan IV-2007 tetap menunjukkan kinerja yang lebih baik. Gejolak perekonomian

global yang didorong oleh tingginya harga minyak dunia dan melambatnya pertumbuhan ekonomi

Amerika Serikat tidak berdampak signifikan terhadap kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional.

Fundamental ekonomi nasional yang semakin membaik, dan didukung oleh kebijakan-kebijakan yang

diambil oleh pemerintah dalam mengantisipasi tingginya harga minyak dunia, serta pelaksanaan

kebijakan moneter oleh Bank Indonesia yang terukur dan tepat waktu diperkirakan mampu meredam

dampak gejolak perekonomian global.

Perkembangan tersebut mendorong perekonomian Jawa Barat berada dalam tren yang

meningkat, khususnya yang terjadi sejak paruh kedua tahun 2007 (lihat Grafik 1.1. -1.2.).

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh sekitar 6,52% (yoy)1. Secara

keseluruhan, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2007 diperkirakan tumbuh sekitar 6,22% (yoy)1.

Grafik 1.1. Situasi Bisnis

0

10

20

30

Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV

2006 2007

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung

Grafik 1.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha

-20

-10

0

10

20

30

40

Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV

2006 2007

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2007 masih

didorong oleh meningkatnya konsumsi (swasta dan pemerintah). Kegiatan konsumsi khususnya

konsumsi swasta tumbuh cukup tinggi seiring dengan membaiknya ekspektasi konsumen,

peningkatan daya beli, dan tingginya penyaluran kredit perbankan. Sementara itu, kegiatan investasi

masih tetap tumbuh walaupun sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya. Kegiatan investasi

mengalami peningkatan sejalan dengan masih positifnya persepsi dunia usaha terhadap kondisi

perekonomian dan semakin turunnya suku bunga di Jawa Barat. Selain itu, peningkatan kegiatan

investasi juga didorong oleh semakin efektifnya implementasi program pelayanan terpadu satu pintu

(PPTSP) di Jawa Barat. Stimulus fiskal mengalami peningkatan yang didorong oleh peningkatan belanja

pemerintah terutama yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan telekomunikasi serta

peningkatan sarana dan prasarana aparatur. Sementara itu, walaupun terjadi kelesuan perekonomian

global, kinerja ekspor Jawa Barat diperkirakan masih mengalami peningkatan, terutama bersumber

1 Proyeksi Bank Indonesia Bandung.

Page 27: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

9

dari pertumbuhan ekspor tekstil dan produk tekstil serta ekspor plastik, karet, dan barang dari plastik

dan karet. Di sisi lain, pertumbuhan impor diperkirakan mengalami perlambatan khususnya untuk

impor barang-barang modal. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan kegiatan konsumsi dan

investasi pada triwulan IV-2007 masih dapat dipenuhi oleh impor yang dilakukan pada triwulan

sebelumnya.

Respon di sisi penawaran ditandai oleh tumbuh positifnya sebagian besar sektor ekonomi di

Jawa Barat. Seiring dengan tingginya konsumsi swasta dan meningkatnya kegiatan ekspor, kinerja

dua sektor ekonomi dominan di Jawa Barat, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) serta

sektor industri pengolahan, mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dan menjadi pendorong

utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Berbagai indikator di sektor PHR dan industri pengolahan

menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan kinerja di sektor PHR terutama

didorong oleh pertumbuhan subsektor perdagangan khususnya untuk komoditas bahan makanan,

sedangkan peningkatan kinerja di sektor industri pengolahan didorong oleh pertumbuhan industri

mesin dan alat angkut serta industri TPT. Sementara itu, kinerja sektor pertanian khususnya subsektor

tanaman pangan mengalami perbaikan. Produksi sektor pertanian pada triwulan ini relatif tidak

berbeda dengan triwulan sebelumnya, namun produksi tersebut lebih baik dibandingkan produksi

pada periode yang sama tahun lalu. Produksi sektor pertanian pada triwulan IV-2006 relatif rendah

karena terjadi pergeseran pola tanam yang disebabkan adanya kemarau panjang di Jawa Barat.

Pencapaian kinerja yang cukup mengesankan terjadi pada beberapa sektor ekonomi non dominan di

Jawa Barat. Peningkatan kinerja sektor ekonomi non dominan antara lain terjadi pada sektor

keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, yang didorong oleh semakin membaiknya kinerja

subsektor keuangan di Jawa Barat. Subsektor keuangan mencatatkan pencapaian profitabilitas yang

cukup tinggi dan mengalami perbaikan efisiensi biaya.

1. SISI PERMINTAAN

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 6,52% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,42% (yoy)

(Tabel 1.1-1.2). Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat masih didorong oleh meningkatnya kegiatan

konsumsi khususnya konsumsi swasta. Konsumsi swasta diperkirakan masih tetap tinggi seiring

dengan perbaikan daya beli masyarakat dan meningkatnya optmisme masyarakat Jawa Barat.

Peningkatan konsumsi tersebut didukung pula oleh semakin meningkatnya penyaluran kredit oleh

perbankan. Sementara itu, membaiknya kinerja ekspor yang diikuti oleh melambatnya pertumbuhan

impor, mendorong perbaikan nilai tambah net ekspor-impor Jawa Barat. Di sisi lain, kegiatan investasi

diperkirakan masih tetap tumbuh seiring dengan membaiknya persepsi dunia usaha, turunnya suku

bunga, dan semakin efektifnya implementasi PPTSP di Jawa Barat.

Page 28: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

10

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Permintaan (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)

Konsumsi 5,64 3,67 7,92 8,39 9,62 6,17PMTB 4,47 5,96 4,86 7,36 4,88 5,77Ekspor -5,01 8,22 3,02 2,72 4,50 2,64Impor -10,76 -5,99 3,35 9,31 2,20 -0.56

PDRB 6,01 5,72 6,19 6,42 6,52 6,22Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

*) Proyeksi KBI Bandung

JENIS PENGGUNAAN 2006 2007*)2007

Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)

Konsumsi 4.04 2.58 5.67 6.11 7.00 5.34PMTB 0.77 1.02 0.82 1.28 0.85 0.99Net Ekspor-Impor 0.52 1.88 -0.03 -1.49 1.52 1.53Perubahan Inventori 0.68 0.24 -0.26 0.52 -2.85 -1.64

PDRB 6.01 5.72 6.19 6.42 6.52 6.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

*) Proyeksi KBI Bandung

2007*)2007

JENIS PENGGUNAAN 2006

1.1. Konsumsi

Konsumsi pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 9,62% (yoy), dan mencatatkan

pertumbuhan yang tertinggi sepanjang tahun 2007. Sebagaimana triwulan-triwulan sebelumnya,

pertumbuhan konsumsi masih didorong oleh kinerja konsumsi swasta. Berbagai indikator

memperlihatkan bahwa konsumsi swasta pada akhir tahun 2007 masih tetap tinggi dan tumbuh

signifikan dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, stimulus fiskal terus menunjukkan peningkatan

terutama sejak paruh kedua tahun 2007. Pada akhir tahun 2007, realisasi anggaran pemerintah Jawa

Barat diperkirakan mencapai 70% dari total anggaran.

Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen

0

50

100

150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat ini

0

50

100

150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

Penghasilan saat ini Pembelian durable goods

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Page 29: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

11

Konsumsi swasta pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 10,52% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tumbuh 9,84% (yoy). Konsumsi swasta

mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan daya beli, membaiknya ekspektasi konsumen,

dan tingginya penyaluran kredit perbankan. Daya beli masyarakat yang tercermin dari komponen

indeks daya beli dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat, mengalami peningkatan

menjadi sebesar Rp560.190,00 pada tahun 2007 (Tabel 6.3.). Sementara itu, rata-rata indeks

keyakinan konsumen (IKK) selama tahun 2007 meningkat menjadi 88,79% (Grafik 1.3). Dari sisi

pembiayaan, penyaluran kredit konsumsi bank umum di Jawa Barat tumbuh 20,39% (yoy) (Grafik

1.11.-1.12.).

Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi

0

50

100

150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

Ekspektasi penghasilan Ekspektasi kondisi perekonomian

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Grafik 1.6. Pendaftaran Mobil Baru di Jawa Barat (tidak termasuk Bekasi)

-

2,000

4,000

6,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2006 2007

Pendaftaran mobil baru

Unit

Beberapa prompt indikator konsumsi mengindikasikan pengeluaran masyarakat Jawa Barat

untuk pembelian barang-barang konsumsi masih cukup tinggi (Grafik 1.6-1.10). Konsumsi

durable dan non durable goods pada triwulan IV-2007 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

yang sama tahun lalu. Konsumsi durable goods yang tercermin dari penjualan mobil di Jawa Barat

(hingga bulan November 2007) yang tumbuh 17,30% (yoy), dengan total penjualan mencapai 47.379

unit. Sementara itu, indikator barang konsumsi lainnya seperti konsumsi BBM, penjualan makanan dan

minuman, penjualan perlengkapan rumah tangga, serta penjualan pakaian dan perlengkapannya,

mengalami peningkatan yang signifikan selama tahun 2007.

Page 30: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

12

Grafik 1.7. Konsumsi BBM (Premium)

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2006 2007

(Rp/Miliar)

Konsumsi BBM (Premium)

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.8. Penjualan Makanan dan Tembakau

0

5

10

15

20

3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007

(Rp/Miliar)

Penjualan Makanan dan Tembakau

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.9. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga

-

1

2

3

4

5

3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007

(Rp/Miliar)

Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.10. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya

-

5

10

15

20

25

30

3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007

(Rp/Miliar)

Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Pertumbuhan konsumsi masyarakat antara lain ditopang oleh penyaluran kredit konsumsi

bank umum di Jawa Barat. Penyaluran kredit baru untuk jenis penggunaan konsumsi selama tahun

2007 mencapai Rp23,89 triliun, atau tumbuh 20,09% (yoy). Dengan tambahan penyaluran kredit baru

tersebut, outstanding penyaluran kredit konsumsi bank umum di Jawa Barat mencapai Rp18,89 triliun.

Page 31: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

13

Grafik 1.11. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsioleh Bank Umum di Jawa Barat

-

5

10

15

20

25

30

35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp/Triliun)

Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.12. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di

Jawa Barat

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp/Triliun)

Penyaluran Kredit Baru Konsumsi

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).

1.2. Investasi

Kegiatan investasi pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 4,88% (yoy), lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang sebesar 7,36% (yoy). Pertumbuhan

investasi terutama didorong oleh meningkatnya kegiatan investasi sektor bangunan. Indikator investasi

khususnya investasi sektor bangunan masih menunjukkan peningkatan walaupun tidak setinggi

periode sebelumnya (Grafik 1.13.-1.14.). Di sisi lain, investasi non bangunan pada triwulan ini

diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Grafik 1.15.-1.16.).

Peningkatan investasi sektor bangunan dikonfirmasi oleh meningkatnya penjualan

perlengkapan konstruksi dan penjualan semen. Penjualan perlengkapan konstruksi dan semen

mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan sektor

swasta dan pemerintah khususnya terkait dengan pembangungan infrastruktur. Nilai penjualan

perlengkapan konstruksi pada triwulan ini mencapai Rp1,49 miliar, atau tumbuh 44% (yoy),

sedangkan penjualan semen mencapai 1,25 juta ton, atau tumbuh sekitar 2% (yoy).

Grafik 1.13. Penjualan Semen di Jawa Barat

Konsumsi Semen di Jawa Barat

-

300

600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007

(Ribu Ton)

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia.

Grafik 1.14. Penjualan Perlengkapan Konstruksi

Penjualan Perlengkapan Konstruksi

-

250

500

750

1,000

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp Juta)

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Page 32: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

14

Penurunan investasi non bangunan terindikasi dari menurunnya impor barang modal, impor

mesin industri dan perlengkapannya, serta impor mesin industri tertentu. Peningkatan tekanan

terhadap nilai tukar diduga menjadi salah satu faktor penyebab penurunan impor komoditas-

komoditas tersebut. Nilai impor barang modal pada triwulan IV-2007 mencapai USD316 juta, atau

turun 30% (yoy). Sementara itu, impor mesin industri dan perlengkapannya, serta impor mesin industri

tertentu masing-masing mencapai USD32 juta (turun 44% (yoy)) dan USD38 juta (turun 3% (yoy)).

Grafik 1.15. Impor Barang Modal

Impor Barang Modal

0

100

200

300

400

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2006 2007

(Juta USD)

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Grafik 1.16. Impor Barang Modal Utama

-

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2006 2007

(Juta USD)

General Industrial Mach. & Eqp. Machine Special For Partic. Inds.

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Dari sisi pembiayaan, ekspansi kredit investasi bank umum di Jawa Barat menunjukkan

perkembangan yang menggembirakan. Realisasi kredit investasi selama tahun 2007 mencatatkan

pertumbuhan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Pencapaian tersebut mengindikasikan semakin

membaiknya kondisi dunia usaha di Jawa Barat. Total penyaluran kredit baru untuk jenis penggunaan

investasi mencapai Rp5 triliun. Sementara itu, outstanding kredit investasi bank umum mencapai

Rp7,30 triliun, atau tumbuh 30,80% (yoy).

Grafik 1.17. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat

-

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp/Triliun)

Posisi Penyaluran Kredit Investasi

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.18. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di

Jawa Barat

-

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp/Triliun)

Penyaluran Kredit Baru Investasi

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).

Page 33: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

15

1.3. Ekspor-Impor

Kinerja ekspor Jawa Barat pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh 4,5% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,72% (yoy).

Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi global diperkirakan tidak berdampak signifikan terhadap

kinerja ekspor Jawa Barat. (Grafik1.19). Nilai ekspor pada triwulan ini (Oktober-November 2007)

mencapai USD3,07 miliar, atau tumbuh 23,81% (yoy). Sementara itu, ekspor Jawa Barat ke Amerika

Serikat mencapai USD457 juta, atau hanya turun 0,27% (yoy).

Grafik 1.19. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat

-

500

1,000

1,500

2,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2006 2007

(Juta USD)

-

250

500

750

1,000

Ton

Nilai Ekspor Volume Ekpor Sumber: SEKDA KBI Bandung

Secara keseluruhan nilai ekspor Jawa Barat selama tahun 2007 menunjukkan perkembangan

yang positif. Nilai ekspor Jawa Barat hingga November 2007 mencapai USD16,60 milyar, atau

tumbuh 5,93% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan ekspor

terhadap produk kulit dan barang dari kulit serta produk pulp, kertas, dan barang dari kertas. Nilai

ekspor produk kulit dan barang dari kulit mencapai USD157,82 juta (tumbuh 49,25% (yoy)),

sedangkan nilai ekspor pulp, kertas, dan barang dari kertas mencapai USD899,86 juta (tumbuh

16,32% (yoy)). Sementara itu, dilihat dari kontribusinya, ekspor Jawa Barat didominasi oleh komoditas

tekstil dan produk tekstil (26,01%) serta komoditas mesin dan perlengkapan elektronik (32,24%).

Page 34: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

16

Grafik 1.20. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2006 2007

(Juta USD)

-

50

100

150

200

250

300

(Ribu Ton)

Nilai Impor Volume Impor

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Kinerja impor Jawa Barat diperkirakan tumbuh 2,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan peridoe sebelumnya yang sebesar 9,31% (yoy) (Grafik 1.20.). Perlambatan

kinerja impor ini antara lain dipengaruhi oleh peningkatan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah yang

terjadi selama semester kedua tahun 2007. Volatilitas nilai tukar yang semakin besar mendorong

importir untuk cenderung menahan impor dari negara lain. Nilai impor pada triwulan ini (Oktober-

November 2007) terkoreksi cukup tajam sebesar 21,52% (yoy). Komoditas impor yang mengalami

penurunan terbesar antara lain adalah produk mesin listrik dan alat-alatnya, serta produk

telekomunikasi.

2. SISI PENAWARAN

Respon di sisi penawaran ditandai oleh tumbuh positifnya sebagian besar sektor ekonomi di

Jawa Barat. Dua sektor ekonomi dominan di Jawa Barat, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor

PHR, menjadi pendorong utama pertumbuhan di Jawa Barat. Kinerja kedua sektor tersebut mengalami

peningkatan seiring dengan tingginya konsumsi swasta dan meningkatnya kegiatan ekspor Jawa

Barat. Peningkatan kinerja di sektor PHR terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor

perdagangan khususnya untuk komoditas bahan makanan, sedangkan peningkatan kinerja di sektor

industri pengolahan didorong oleh pertumbuhan industri mesin dan alat angkut serta industri TPT.

Sementara itu, pertumbuhan yang cukup tinggi juga dialami oleh sektor keuangan, persewaan, dan

jasa perusahaan ( Tabel 1.3.-1.4.).

.

Page 35: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

17

Tabel 1.3. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)

Pertanian -0.66 -16.01 -0.45 2.40 7.79 -2.25Pertambangan & Penggalian -2.46 -2.34 -6.21 -5.54 -2.50 -4.15Industri Pengolahan 8.51 7.08 4.79 3.64 5.15 5.14Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.87 7.15 4.87 2.66 8.62 5.81Bangunan/Konstruksi 4.26 8.57 10.08 10.53 7.92 9.26Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7.09 17.13 15.81 18.06 9.32 14.83Pengangkutan dan Komunikasi 7.89 14.93 12.06 8.59 5.71 10.13Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.04 15.56 12.87 10.10 9.31 11.85Jasa-Jasa 7.96 4.31 0.89 1.20 6.20 3.14

PDRB 6.01 5.72 6.19 6.42 6.52 6.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

*) Proyeksi KBI Bandung.

2007*)SEKTOR EKONOMI 20062007

Selama tahun 2007, perekonomian Jawa Barat didorong oleh pertumbuhan dua sektor

ekonomi dominan, yaitu sektor PHR dan sektor industri pengolahan. Kedua sektor ini

memberikan sumbangan sekitar 80% dari total pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Di sisi lain,

walaupun kinerja sektor pertanian pada triwulan ini tumbuh signifikan, secara keseluruhan kinerja

sektor pertanian diperkirakan mengalami penurunan.

Tabel 1.4. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)

Pertanian -0.09 -1.88 -0.06 0.32 0.79 -0.30Pertambangan & Penggalian -0.07 -0.06 -0.15 -0.13 -0.07 -0.11Industri Pengolahan 3.65 2.66 2.08 1.58 2.32 2.28Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.04 0.16 0.11 0.06 0.19 0.13Bangunan/Konstruksi 0.13 0.28 0.32 0.34 0.26 0.29Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.39 3.08 2.90 3.51 2.04 2.91Pengangkutan dan Komunikasi 0.34 0.69 0.53 0.35 0.27 0.44Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0.03 0.49 0.40 0.32 0.29 0.35Jasa-Jasa 0.57 0.30 0.06 0.08 0.44 0.22

PDRB 6.01 5.72 6.19 6.42 6.52 6.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

*) Proyeksi KBI Bandung.

2007*)SEKTOR EKONOMI 20062007

2.1. Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV-2007 mengalami perkembangan yang positif dan

diperkirakan tumbuh 7,79% (yoy). Perbaikan kinerja tersebut terutama didorong oleh

pertumbuhan subsektor tanaman pangan. Produksi sektor pertanian pada triwulan ini lebih baik

dibandingkan produksi pada periode yang sama tahun lalu (Tabel 1.5.-1.8.). Sementara itu, produksi

dan luas panen kedelai di Jawa Barat diperkirakan mengalami penurunan (Tabel 1.9.).

Tabel 1.5. Produksi dan Luas Panen Padi di Jawa Barat

Produksi Luas Panen Produksi Luas Panen Produksi Luas Panen

September-Desember 1,632,180 303,222 2,399,945 424,918 47.04 40.13

Januari-Desember 9,418,572 1,798,260 9,900,660 1,829,546 5.12 1.74

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.

2007*) Pertumbuhan (%)Periode Tanam

2006

Page 36: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

18

Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat

Gabah Beras Gabah Beras Gabah BerasPadi Sawah 9,103,490 5,753,406 9,551,805 6,036,741 4.92 4.92 Padi Ladang 315,082 199,132 348,855 220,476 10.72 10.72

Total 9,418,572 5,952,538 9,900,660 6,257,217 5.12 5.12 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.

2007*) Pertumbuhan (%)Produksi

2006

Tabel 1.7. Produktivitas Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat

Padi Sawah 53.94 55.45 Padi Ladang 28.53 30.71

Total 52.38 53.93 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.

Produktivitas 2006 2007*)

Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat

Produksi (Ton) 573,263 583,821 1.84 Luas Panen (Ha) 115,797 114,771 -0.89Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.

Komoditas Jagung 2006 2007*)Pertumbuhan

(%)

Tabel 1.9. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat

Produksi (Ton) 24,495 17,302 -29.37Luas Panen (Ha) 17,878 12,335 -31.00Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan III.

Komoditas Kedelai 2006 2007*)Pertumbuhan

(%)

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit bank umum ke sektor pertanian tumbuh 17,85%

(yoy). Nilai kredit ke sektor pertanian mencapai Rp1,42 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang

sama tahun lalu sebesar Rp1,20 triliun ( Grafik 1.21). Penyaluran kredit sektor pertanian didominasi

oleh penyaluran kredit ke subsektor perburuan dan sarana pertanian, serta subsektor tanaman

pangan.

Page 37: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

19

Grafik 1.21. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian

-

0.40

0.80

1.20

1.60

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp Triliun)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

2.2. Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh sekitar 5,15% (yoy), dan memberikan

kontribusi yang terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Sebagaimana pola

periode sebelumnya, kinerja sektor industri pengolahan masih didorong oleh pertumbuhan sektor non

migas, sedangkan kinerja sektor migas masih menunjukkan tren yang menurun. Pertumbuhan sektor

non migas terutama didorong oleh meningkatnya kinerja subsektor alat angkutan, mesin, dan

peralatannya. Kinerja subsektor tersebut tumbuh sejalan dengan meningkatnya permintaan produk

mesin dan alat angkut untuk pasar dalam negeri. Total penjualan mobil di Jawa Barat mencapai

47.379 unit, atau tumbuh 17,30% (yoy) (lihat Grafik 1.6.) . Selain itu, penggunaan kapasitas produksi

subsektor tersebut pada triwulan IV-2007 (60%) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun

lalu (10%) ( Tabel 1.10).

Tabel 1.10. Penggunaan Kapasitas Produksi Sektor Tertentu (%).

Tw.1 Tw.2 Tw.3) Tw.4 Tw.1 Tw.2 Tw.3) Tw.4Kimia dan barang dari karet 75.00 100.00 71.67 60.00 75.00 90.00 83.33 65.83Alat angkutan, mesin dan peralatannya 60.00 87.50 30.00 10.00 65.00 60.00 70.00 60.00Barang Lainnya 67.50 61.43 53.57 63.33 78.63 72.50 72.50 55.71Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

2006SEKTOR

2007

Kinerja subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki diperkirakan mengalami penurunan.

Program peremajaan mesin TPT yang dilaksanakan pada akhir tahun 2007, belum berdampak

signifikan terhadap peningkatan produksi TPT. Indikator kinerja ekspor TPT Jawa Barat

mengindikasikan bahwa produksi subsektor TPT relatif stagnan.

Page 38: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

20

Grafik 1.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp Triliun)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit bank umum ke sektor industri pengolahan tumbuh

23,99% (yoy). Nilai kredit ke sektor industri pengolahan mencapai Rp13,81 triliun, lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp11,14 triliun ( Grafik 1.22.). Penyaluran kredit

sektor industri pengolahan didominasi oleh penyaluran kredit ke industri tekstil, sandang, dan kulit,

yaitu mencapai sekitar 70% dari total kredit yang disalurkan ke sektor industri pengolahan.

2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan tumbuh 9,32% (yoy), lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya. Kinerja sektor ini terutama terutama didorong

oleh pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran. Indikator kinerja subsektor perdagangan

khususnya perdagangan bahan makanan pada triwulan ini tumbuh signifikan mencapai 39,08% (yoy)

(lihat Grafik 1.8.). Sementara itu, nilai perdagangan di pasar lelang agro Jawa Barat selama tahun

2007 mencapai Rp112,8 miliar, atau tumbuh 7,4% (yoy).

Kinerja subsektor perhotelan diperkirakan mengalami perbaikan dibandingkan periode

sebelumnya (tabel 1.11.). Rata-rata tingkat hunian kamar hotel berbintang pada bulan Juli s.d.

September 2007 meningkat dibandingkan rata-rata tingkat hunian pada periode yang sama tahun

lalu. Sementara itu, rata-rata tingkat hunian kamar hotel non bintang justru menunjukkan penurunan.

Tabel 1.11. Indikator Perhotelan di Jawa Barat

Juli Agustus September Juli Agustus September

Hotel Berbintang (%) 44.64 34.89 34.64 41.09 37.87 38.95

Hotel Non Bintang (%) 25.70 23.33 23.73 22.27 20.87 16.62Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Tingkat Hunian Kamar2006 2007

Page 39: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

21

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh

24,66% (yoy). Nilai kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencapai Rp14,62 triliun, lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar Rp11,72 triliun (Grafik 1.23.). Kredit

di sektor perdagangan, hotel, dan restoran didominasi oleh kredit ke sektor perdagangan eceran.

Grafik 1.23. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

-

2

4

6

8

10

12

14

16

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp Triliun)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

2.4. Sektor Keuangan

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa dunia usaha diperkirakan tumbuh 9,31% (yoy),

terutama didorong oleh peningkatan kinerja bank umum di Jawa Barat. Seiring dengan

terkendalinya stabilitas sistem keuangan dan tren penurunan BI Rate, kinerja bank umum di Jawa

Barat menunjukkan kinerja yang semakin membaik. Indikator profitabilitas bank umum yang tecermin

dari nilai net interest income (NII) dan return on asset (ROA) mengalami peningkatan masing-masing

menjadi Rp2,57 triliun dan 3,15%. Di sisi lain, peningkatan profitabilitas diikuti dengan semakin

efisiennya kinerja bank umum yang tercermin dari penurunan nilai perbandingan antara beban

operasional terhadap pendapatan operasional, yaitu menjadi sebesar 77,04%. Hal tersebut

mendorong nilai tambah bank umum di Jawa Barat meningkat signifikan sebesar 66,83% (yoy) (

Grafik 1.24.).

Page 40: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

22

Grafik 1.24. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat

2,072.50

976.0117.63

2,997.84

1,872.31

153.20

-

3,000

6,000

(Rp Miliar)

Des-06 Des-07

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum Bank Indonesia Bandung

Bank Umum Pemerintah Bank Sw asta Nasional Bank Asing dan Campuran

2.5. Sektor Bangunan

Sektor bangunan dan konstruksi diperkirakan tumbuh 7,92% (yoy), terutama didorong oleh

kegiatan sektor bangunan dan konstruksi yang dilakukan oleh sektor swasta. Kegiatan di

sektor bangunan dan konstruksi selama triwulan IV-2007 masih cukup tinggi. Total penjualan

perlengkapan konstruksi mencapai Rp1,49 miliar, atau tumbuh 43,99% (yoy) ( Grafik 1.14.).

Grafik 1.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Bangunan dan Konstruksi

-

1

2

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp Triliun)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Sejalan dengan perkembangan tersebut, pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum di

Jawa Barat ke sektor bangunan dan konstruksi tumbuh 0,32% (yoy)). Penyaluran kredit sektor

ini mencapai Rp1,56 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,55

triliun ( Grafik 1.25). Sebagian besar kredit diberikan ke subsektor konstruksi lainnnya, dan subsektor

perumahan sederhana.

Page 41: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

23

2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh 5,71% (yoy), terutama didorong

oleh peningkatan kinerja subsektor komunikasi. Subsektor komunikasi diperkirakan tumbuh

sekitar 16%. Sementara itu, subsektor pengangkutan diperkirakan mengalami penurunan. Jumlah

penumpang pesawat udara dan penumpang kereta api khususnya kelas eksekutif dan bisnis

mengalami penurunan ( Grafik 1.26-1.27. dan Tabel 1.12.-1.13.).

Grafik 1.26. Jumlah Kendaraan yang Masuk dan Keluar dari Gerbang Tol Pasteur

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8

2006 2007

(Ribu Kendaraan)

Kendaraan Masuk Kendaraan Keluar

Grafik 1.27. Jumlah Penumpang Kereta Api DAOP Jawa Barat (Bandung dan Cirebon) (Juta Penumpang)

1.080.93

1.41

1.09

6.56

0.910.76

1.43

1.21

6.77

0

2

4

6

8

10

12

2006 2007

Eksekutif Bisnis Ekonomi Lokal Bisnis Lokal Ekonomi

`

Sumber: PT. Kereta Api DAOP Jawa Barat

Page 42: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

24

Tabel 1.12. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara

Keberangkatan (orang) 145,806 136,536 -6.36Kedatangan (orang) 135,289 127,835 -5.51

Keberangkatan (orang) 47,588 45,850 -3.65Kedatangan (orang) 52,892 49,380 -6.64Sumber: PT. Persero Angkasa Pura II.

Pertumbuhan (%)

Internasional 2006 2007

Domestik 2006 2007Pertumbuhan

(%)

Tabel 1.13. Jumlah Angkutan Barang (Kargo) Domestik di Bandara Husein Sastranegara

Keberangkatan (kg) 188,398 413,457 119.46Kedatangan (kg) 76,838 157,281 104.69Sumber: PT. Persero Angkasa Pura II.

Domestik 2006 2007Pertumbuhan

(%)

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh

11,29% (yoy). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp806,33 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun lalu sebesar Rp724,55 miliar (Grafik 1.28.). Penyaluran kredit ke subsektor

komunikasi tumbuh signifikan, sedangkan penyaluran kredit ke subsektor pengangkutan umum relatif

stagnan.

Grafik 1.28. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

-

250

500

750

1,000

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp Miliar)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Page 43: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

25

2.7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Sektor listrik, gas, dan air bersih diperkirakan tumbuh 8,62% (yoy), terutama didorong oleh

peningkatan kinerja subsektor gas kota dan subsektor listrik. Subsektor gas kota diperkirakan

tumbuh sekitar 20% (yoy), sedangkan subsektor listrik diperkirakan tumbuh sekitar 7% (yoy).

Sementara itu, subsektor air bersih diperkirakan mengalami penurunan. Khusus untuk subsektor listrik,

jumlah pemakaian listrik di Jawa Barat pada tahun 2007 mencapai 23.458 juta kwh, atau tumbuh

8,35% (yoy). Dilihat berdasarkan area pelayanan, wilayah Bekasi merupakan daerah dengan jumlah

pemakaian listrik terbesar, yaitu mencapai 4.161 juta kwh (17,73% dari total pemakaian listrik di Jawa

Barat).

Tabel 1.14. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (tidak termasuk Banten) (Juta Kwh)

Rumah Tangga 8,632 9,346 8.28 Industri 13,018 14,112 8.40

Total 21,650 23,458 8.35 Sumber: PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten

Pertumbuhan (%)

Pengguna 2006 2007

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor listrik, gas, dan air bersih meningkat tajam

(161% (yoy)). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp62,50 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang

sama tahun lalu sebesar Rp23,86 miliar (Grafik 1.29). Sebagian besar kredit merupakan penyaluran

kredit ke subsektor listrik.

Grafik 1.29. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

-

10

20

30

40

50

60

70

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp Miliar)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Page 44: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

26

2.8. Sektor Jasa-Jasa

Sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh 6,20% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan

triwulan III-2007 sebesar 1,20% (yoy). Kontribusi sektor jasa-jasa terhadap total pertumbuhan

ekonomi Jawa Barat mengalami peningkatan, yaitu menjadi 0,44%.

Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa-Jasa

-

1,000

1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2006 2007

(Rp Miliar)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung

Penyaluran kredit ke sektor jasa-jasa meningkat 17,62% dibandingkan periode yang sama

tahun lalu. Nilai kredit sektor ini mencapai Rp1.110 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang

sama tahun lalu sebesar Rp944 miliar (Grafik 1.30.). Dilihat dari penyaluran kredit per subsektor,

pertumbuhan kredit sektor ini terutama didominasi oleh penyaluran kredit ke subsektor hiburan dan

kebudayaan serta subsektor kesehatan.

Page 45: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Page 46: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

28

Tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat didukung pula oleh terkendalinya inflasi. Inflasi

gabungan tujuh kota IHK di Jawa Barat1 pada triwulan IV-2007, baik secara triwulanan maupun

tahunan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Di samping itu, inflasi Jawa Barat juga lebih

rendah dibandingkan inflasi nasional (Grafik 2.1. dan Grafik 2.2).

Secara triwulanan, inflasi mencapai 1,44% (qtq) (Grafik 2.1). Angka tersebut lebih rendah

dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 2,09% dan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2006

yang mencapai 2,40%.

Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

% (qtq)

Jabar 1.86 0.64 1.13 2.40 1.44 -0.21 2.34 1.44

Nasional 1.98 0.87 1.16 2.44 1.91 0.17 2.28 2.09

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV

2006 2007

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional

4

5

6

7

8% (yoy)

Jabar 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10

Nasional 6.60 6.52 5.77 6.95 6.59

2006 Mar Jun Sep Des

2007

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Perlambatan laju inflasi triwulanan terutama disebabkan oleh lebih rendahnya kenaikan

harga beberapa komoditas bahan makanan yang harganya berfluktuasi (volatile food)

dibandingkan triwulan sebelumnya dan deflasi kelompok administered prices. Namun

demikian, inflasi inti meningkat dan memberikan sumbangan inflasi yang lebih besar dibandingkan

volatile food. Komoditas inti penyumbang terbesar inflasi adalah emas perhiasan, yang kenaikannya

lebih dipengaruhi faktor eksternal, yaitu kenaikan harga emas dunia.

Secara tahunan, inflasi Jawa Barat melambat dari 6,08% (yoy) pada September 2007 menjadi

5,10% pada Desember 2007 (Grafik 2.2). Inflasi tersebut juga lebih rendah dibandingkan inflasi

tahunan nasional yang mencapai 6,59%. Selama dua tahun terakhir, inflasi tahunan Jawa Barat selalu

lebih rendah dibandingkan inflasi nasional.

Faktor determinan inflasi sepanjang tahun 2007 terutama diwarnai oleh sisi penawaran.

Permasalahan sisi penawaran bahan makanan terjadi akibat kendala pasokan, faktor alam (musim) dan

distribusi. Di samping faktor-faktor tersebut, imported inflation juga memberikan kontribusi cukup

besar terhadap kenaikan harga bahan makanan dan makanan jadi, melalui kenaikan harga komoditas

di pasar dunia, seperti CPO (mendorong kenaikan harga minyak goreng), susu, gandum (mendorong

kenaikan harga tepung terigu dan produk olahannya), dan kedelai (mendorong kenaikan harga

tempe, tahu, dan produk olahan lainnya). Kenaikan harga komoditas dunia juga mendorong kenaikan

harga emas perhiasan dan bahan bakar, khususnya minyak tanah, gas elpiji dan pertamax.

5 Gabungan tujuh kota: Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor, Sukabumi, dan Banjar.

Page 47: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

29

1. INFLASI TRIWULANAN

Secara triwulanan, laju inflasi di Jawa Barat selama triwulan IV-2007 mencapai 1,44% (qtq),

lebih kecil dibandingkan inflasi triwulan III-2007 dan triwulan IV-2006. Pendorong utama inflasi

selama periode tersebut adalah peningkatan harga emas perhiasan dan bahan makanan. Kenaikan

harga emas perhiasan dipengaruhi perkembangan harga emas di pasar internasional, sementara

kenaikan harga bahan makanan disebabkan faktor pasokan.

Secara bulanan, laju inflasi pada bulan

Oktober dan November 2007 menunjukkan

tren melambat, namun kembali meningkat

pada Desember 2007 (Grafik 2.3).

Perkembangan harga bahan makanan berperan

besar terhadap pergerakan inflasi dari bulan ke

bulan. Pada bulan Oktober 2007, inflasi mencapai

0,72% (mtm), terutama akibat kenaikan harga

bahan makanan sehubungan Idul Fitri.

Selanjutnya, pada bulan November 2007, inflasi

lebih rendah daripada bulan sebelumnya, yaitu

0,13% (mtm). Berbeda dengan bulan Oktober, pasca Idul Fitri harga bahan makanan justru

mengalami penurunan dan menjadi penyebab utama perlambatan inflasi bulan November 2007.

Selanjutnya, pada bulan Desember 2007 menjelang Idul Adha, Natal, dan Tahun Baru, tekanan inflasi

kembali meningkat, yakni mencapai 0,58% (mtm). Bahan makanan, khususnya beras, kembali

menjadi penyebab utama inflasi.

Tabel 2.1. Komoditas dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat

Triwulan IV-2007

No. Komoditas Inflasi

(%, qtq) 1 Bawang Merah 119,83 2 Daun Seledri 70,75

3 Kol Putih/Kubis 50,71

4 Tomat Sayur 43,56 5 Tomat Buah 29,17

6 Emas Perhiasan 27,18

7 Petai 27,13

8 Cabe Rawit 24,88

9 Ketumbar 24,82

10 Tepung Terigu 20,05

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.2. Komoditas dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, qtq) 1 Emas Perhiasan 0,32 2 Bawang Merah 0,26 3 Beras 0,17 4 Tukang Bukan Mandor 0,11 5 Tomat Sayur 0,08 6 Kol Putih/Kubis 0,04 7 Bensin 0,04 8 Kue Kering Berminyak 0,03 9 Cabe Merah 0,03

10 Besi Beton 0,03

Total 1,12 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Berdasarkan komoditas, komoditas dengan inflasi tertinggi dan penyumbang inflasi terbesar

selama triwulan IV-2007 adalah bahan makanan dan emas perhiasan (Tabel 2.1 dan 2.2).

Sepuluh komoditas penyumbang terbesar inflasi memberikan andil yang cukup signifikan, yakni

sebesar 1,12% terhadap inflasi Jawa Barat, sehingga membentuk 78% inflasi Jawa Barat pada

Grafik 2.3. Inflasi BulananJawa Barat dan Nasional

-0.8

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0% (mtm)

Nasional 1.04 0.62 0.24 -0.1 0.10 0.23 0.72 0.75 0.80 0.790.18 1.10

Jabar 0.56 0.36 0.51 -0.3 -0.1 0.27 0.57 0.90 0.85 0.720.13 0.58

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2007

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 48: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

30

triwulan IV-2007. Bahkan, tiga komoditas penyumbang terbesar inflasi, yakni emas perhiasan, bawang

merah, dan beras, membentuk 52% inflasi pada triwulan terakhir 2007

1.1. DISAGREGASI INFLASI

Inflasi di Jawa Barat pada triwulan IV-2007 terutama didominasi oleh inflasi inti (Grafik 2.4).

Inflasi inti meningkat dibandingkan triwulan III-2007, sementara inflasi volatile food dan komoditas

administered prices masing-masing mengalami perlambatan dan deflasi(Grafik 2.5)..

Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat

Triwulan IV-2007

0.93

1.69

2.54

-0.03

0.55

1.44

-0.14

1.44

-1 0 1 2 3

TOTAL

Inti

Administeredprices

Volatile food

Jen

is in

flas

i

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan

Volatile Food di Jawa Barat

-4

-2

0

2

4

6

8

10% (qtq)

Inti 1.21 0.91 1.10 1.17 1.39 0.43 1.46 1.69

Adm. Prices 0.84 0.24 0.35 0.33 0.09 0.56 1.85 -0.14

Volatile food 5.06 0.35 2.16 8.35 3.09 -2.72 5.22 2.54

Total 1.86 0.64 1.13 2.40 1.44 -0.21 2.34 1.44

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV

2006 2007

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

a. Inflasi Inti

Inflasi inti2 pada triwulan IV-2007 mencapai 1,69%, lebih tinggi dibandingkan triwulan III-

207 yang sebesar 1,69% (qtq) (Grafik 2.5). Dengan andilnya terhadap inflasi Jawa Barat

sebesar 0,93%, inflasi inti membentuk 64% inflasi di Jawa Barat pada triwulan IV-2007 (Grafik

2.5). Komoditas inti dengan inflasi tertinggi adalah daun seledri, sedangkan penyumbang terbesar

inflasi adalah emas perhiasan (Tabel 2.3 dan Tabel 2.4). Di antara berbagai komoditas, emas

perhiasan adalah komoditas inti dengan inflasi kedua tertinggi dan penyumbang inflasi terbesar.

Kenaikan harga komoditas inti disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain imported inflation

pada emas perhiasan, masalah pasokan pada bahan makanan, serta kenaikan harga bahan baku

(tepung terigu) pada kue kering dan mie telor.

6 Inflasi inti adalah inflasi IHK yang telah mengeluarkan komoditas administered (harganya ditetapkan oleh pemerintah) dan volatile foods (komoditas bahan makanan yang pergerakan harganya sangat berfluktuasi) (lihat buku PEKDA Provinsi Jabar Tw III-2005).

Page 49: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

31

Tabel 2.3. Komoditas Inti dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat

Triwulan IV-2007

No. Komoditas Inflasi (%, qtq)

1 Daun Seledri 70.75 2 Emas Perhiasan 27.18 3 Ketumbar 24.82 4 Tepung Terigu 20.05 5 Besi Beton 13.00 6 Ayam Hidup 12.77 7 Mie Telor 12.48 8 Rekreasi 11.62 9 Ikan Asin Belah 11.46

10 Yakult 10.65 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.4. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat

Triwulan IV-2007

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, qtq)

1 Emas Perhiasan 0.32 2 Tukang Bukan Mandor 0.11 3 Kue Kering Berminyak 0.03 4 Besi Beton 0.03 5 Ayam Hidup 0.03 6 Tepung Terigu 0.03 7 Baju Muslim 0.02 8 Akademi/Perg.Tinggi 0.02 9 Rekreasi 0.02

10 Ice Cream 0.01

Total 0.62 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Perkembangan nilai tukar Rupiah dan

ekspektasi publik terhadap inflasi juga

turut mempengaruhi inflasi inti. Nilai

tukar Rupiah rata-rata secara bulanan

selama triwulan IV-2007 menunjukkan tren

melemah, namun secara rata-rata tiga

bulan Rupiah masih menguat tipis

dibandingkan triwulan III-2007 (Grafik 2.6.).

Tren pelemahan di bulan November dan

Desember 2007 memberikan tekanan

terhadap inflasi inti melalui kenaikan harga

barang-barang impor dalam nilai Rupiah. Sementara itu di sisi ekspektasi, para pengusaha,

pedagang eceran, dan konsumen juga telah memperkirakan akan terjadinya peningkatan harga

barang dan jasa pada akhir tahun 2007 ini. Hal tersebut diindikasikan oleh hasil beberapa survei

yang dilakukan oleh KBI Bandung, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Penjualan

Eceran (SPE), dan Survei Konsumen (SK).

Hasil SKDU triwulan IV-2007 menunjukkan telah terjadinya peningkatan harga jual/tarif

komoditas di tingkat pengusaha dibandingkan triwulan sebelumnya, namun tidak

sebesar kenaikan pada triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari kenaikan indeks saldo

bersih tertimbang (SBT)3 harga/tarif barang dan jasa dari 25,08 pada SKDU triwulan III-2007

8 Saldo bersih tertimbang (SBT) adalah hasil perkalian saldo bersih (SB) sektor yang bersangkutan dengan bobot sektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo bersih (net balance) adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”. SBT positif menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang menyatakan bahwa harga jual meningkat dibandingkan yang menyatakan turun. Bobot masing - masing sektor/subsektor berdasarkan pada distribusi PDB tahun 2000.

Grafik 2.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

8,750

9,000

9,250

9,500

9,750

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007

Rp/USD

rata2 bulanan rata-rata triwulanan

Sumber: Bank Indonesia.

Page 50: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

32

menjadi 25,89 pada SKDU triwulan IV-2007 (Grafik 2.7). Kenaikan SBT tersebut lebih rendah

dibandingkan kenaikan SBT dari triwulan II-2007 ke triwulan III-2007.

Kenaikan harga jual/tarif oleh pengusaha

terutama terjadi pada sektor pertanian

(khususnya tanaman pangan); sektor

industri pengolahan; serta sektor

perdagangan, hotel, dan restoran

(khususnya perdagangan). Faktor utama

pendorong kenaikan harga tersebut adalah

kenaikan biaya bahan baku/material.

Grafik 2.7. Harga Barang dan Jasa Menurut Dunia Usaha

-1

0

1

2

3

4

T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV

2006 2007

% (inflasi)

0

10

20

30SBT (SKDU)

SBT hasil SKDU inflasi gab 7 kota (qtq)

Sumber: SKDU-KBI Bandung;BPS Provinsi Jawa Barat.

Sebagian besar para pedagang eceran

responden SPE memperkirakan bahwa

kenaikan harga eceran pada triwulan IV-

2007 lebih tinggi dibandingkan kenaikan

pada triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin

dari nilai indeks SB yang lebih besar dari 100,

dengan tren yang meningkat (Grafik 2.8).

Sementara itu, ekspektasi pedagang eceran

terhadap perkembangan harga barang dan

jasa untuk tahun 2007 searah dengan

perkembangan inflasi bulanan di Jawa Barat.

Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Ags

Sep

Okt

Nov Des

2006 2007

% (inflasi)

90

95

100

105

110

115

120

125

130SB

SPE* SPE** SPE*** Inflasi Gab.7 kota (mtm)

Sumber: SPE-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada bulan tsb, hasil SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada bulan tsb, pada SPE 6 bulan sebelumnya; SPE***= Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada tahun berjalan.

Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga barang dan jasa masih bersifat backward

looking, atau dipengaruhi oleh perkembangan harga pada periode sebelumnya. Hal ini

secara grafis, terlihat dari pola perkembangan ekspektasi pedagang eceran terhadap harga barang

dan jasa di periode yang akan datang, pergerakannya selalu mengikuti perkembangan harga-

harga yang terjadi saat ini.

Page 51: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

33

Hasil Survei Konsumen mengindikasikan

bahwa sebagian besar responden

konsumen/rumah tangga memperkirakan

bahwa pada triwulan IV-2007 harga

barang dan jasa cenderung meningkat,

khususnya pada bulan Desember 2007

(Grafik 2.9). Dibandingkan kelompok barang

dan jasa lainnya, harga bahan makanan

diperkirakan berpeluang paling besar

mengalami kenaikan.

Grafik 2.9. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa

-0.50.00.51.01.52.02.53.0

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Ags

Sep

Okt

Nov Des

2006 2007

% (inflasi)

100

120

140

160

180

200SB

SB hasil SK *SB hasil SK **Inflasi Gab.7 kota (mtm)

Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, hasil SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, hasil SK 6 bulan sebelumnya.

b. Inflasi Volatile Food

Inflasi volatile food melambat dari 5,22% pada triwulan III-2007 menjadi 2,54% pada

triwulan IV-2007 (Grafik 2.5). Kenaikan harga volatile food menyumbang 0,55%, atau

membentuk 38% inflasi Jawa Barat. Di antara berbagai volatile food, kenaikan harga bawang

merah adalah yang tertinggi dan penyumbang terbesar inflasi (Tabel 2.5 dan Tabel 2.6). Penyebab

kenaikan harga bawang merah adalah kurangnya pasokan bawang merah di Jawa Barat dari

sentra bawang merah di Brebes, Jawa Tengah. Musim penghujan pada akhir tahun, telah

menyebabkan kurang baiknya produksi bawang merah akibat gagal panen. Hal ini biasa terjadi

setiap akhir tahun, namun kenaikan pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya.

Tabel 2.5. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat

Triwulan IV-2007

No. Komoditas Inflasi

(%, qtq)

1 Bawang Merah 119.83 2 Kol Putih/Kubis 50.71 3 Tomat Sayur 43.56 4 Tomat Buah 29.17 5 Petai 27.13 6 Cabe Rawit 24.88 7 Kelapa 14.31 8 Kemiri 13.40 9 Kacang Merah/Joglo 11.47

10 Kembang Kol 10.07 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.6. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, qtq)

1 Bawang Merah 0.26 2 Beras 0.17 3 Tomat Sayur 0.08 4 Kol Putih/Kubis 0.04 5 Cabe Merah 0.03 6 Kelapa 0.03 7 Pisang 0.02 8 Jeruk 0.02 9 Mie Kering Instan 0.02

10 Kacang Merah/Joglo 0.02

Total 0.69 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Page 52: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

34

c. Inflasi Administered Prices

Komoditas administered prices yang pada triwulan III-2007 mengalami kenaikan 1,85% ,

pada triwulan IV-2007 mengalami deflasi (Grafik 2.5). Penurunan harga berbagai komoditas

yang harganya diatur pemerintah ini memberikan sumbangan -0,03% terhadap total inflasi Jawa

Barat relatif kecil. Sumbangan deflasi terbesar berasal dari penurunan harga minyak tanah sebesar

4,56% dengan andil deflasi 0,12% (Tabel 2.7 dan 2.8). Penurunan harga minyak tanah yang

signifikan terjadi di Bekasi, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan.

Tabel 2.7. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi dan Deflasi Triwulanan

Tertinggi di Jawa Barat Triwulan IV-2007

No. Komoditas Inflasi

(%, qtq)

1 Gas Elpiji 1.88 2 Tarip Kereta Api 1.54 3 Bensin 1.52 4 Rokok Kretek 1.09 5 Rokok Kretek Filter 1.01 6 Rokok Putih 0.55 7 Minyak Tanah -4.56

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.8. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi dan Deflasi Triwulanan

Terbesar di Jawa Barat Triwulan IV-2007

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, qtq)

1 Bensin 0.04 2 Rokok Kretek Filter 0.02 3 Rokok Kretek 0.02 4 Gas Elpiji 0.01 5 Rokok Putih 0.0015 6 Tarip Kereta Api 0.0004 7 Minyak Tanah -0.12

Total -0,02 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

1.2. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Berdasarkan kelompok barang dan jasa, pada triwulan IV-2007 seluruh kelompok barang dan

jasa mengalami inflasi. Tiga kelompok barang dan jasa dengan inflasi tertinggi adalah kelompok

sandang (8,14%), kelompok bahan makanan (2,65%), dan kelompok kesehatan (1,20%) (Tabel 2.9).

Tabel 2.9. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2007 No. Kelompok 2005 2006

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 7,91 7,66 3,00 -2,41 4,74 2.65 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 11,87 0,88 2,23 0,70 0,85 0.62 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 9,67 0,39 0,34 0,28 2,19 0.45 4 Sandang 2,22 1,84 1,42 0,72 1,07 8.14 5 Kesehatan 2,61 2,80 1,65 1,13 0,64 1.20 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,39 2,14 0,24 0,13 6,20 0.67 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 27,10 0,07 0,19 0,53 0,06 0.32

Umum 10,97 2,40 1,44 -0,21 2,34 1.44

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 53: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

35

Kelompok bahan makanan merupakan

penyumbang terbesar inflasi di Jawa Barat.

Meskipun inflasi kelompok bahan makanan

lebih rendah daripada kelompok sandang,

sumbangannya terhadap inflasi adalah yang

terbesar, yakni mencapai 0,65% (Grafik 2.10).

Adapun kelompok sandang menyumbang

0,41% . Sementara itu kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, dan tembakau adalag

penyumbang inflasi ketiga terbesar, dengan

andil inflasi 0,13% . Ketiga kelompok tersebut

menyumbang 1,20% , atau sebesar 83% dari

inflasi triwulan IV-2007 di Jawa Barat yang

mencapai 1,14% .

Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa

Triwulan IV-2007

0.13

0.11

0.41

0.04

0.05

0.05

2.65

0.62

0.45

8.14

1.20

0.67

0.32

1.44

0.65

1.44

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

TOTAL

Bahanmakanan

Makananjadi,dsb

Perumahan,dsb

Sandang

Kesehatan

Pendidikan,dsb

Transpor,dsb

Kel

om

po

k

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: nama kelompok disingkat.

Penjelasan lebih lanjut mengenai inflasi di Jawa Barat menurut kelompok barang dan jasa ada pada

uraian di bawah ini, secara berurutan mulai dari kelompok yang memberikan andil inflasi terbesar.

a. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan IV-2007 mencapai 2,65%, lebih kecil

daripada inflasi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 4,74% (Grafik 2.11). Kelompok ini

menyumbang inflasi 0,65% atau 45% dari angka inflasi Jawa Barat yang sebesar 1,44% .

Peningkatan harga bahan makanan selama tiga bulan terakhir 2007 terutama disebabkan

oleh berkurangnya pasokan dan kenaikan harga bahan baku. Musim penghujan pada akhir

tahun cukup besar pengaruhnya terhadap produksi tanaman pangan, seperti bawang merah, cabe

merah, cabe rawit, beras, dan sayuran. Sementara itu kenaikan harga gandum di pasar dunia

mendorong kenaikan harga tepung terigu dan mie instan.

Ada pula beberapa bahan makanan yang pada triwulan sebelumnya mengalami

kenaikan harga, tetapi triwulan ini mengalami penurunan, khususnya daging ayam,

daging sapi, dan telur ayam. Namun demikian, persentase penurunan harga masih lebih kecil

dibandingkan kenaikan harga yang terjadi sebelumnya. Hal ini berarti harga bahan makanan

tersebut belum kembali ke harga awal.

Page 54: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

36

Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat

2.65

7.66

2.04

4.74

-2.41

3.00

0.51

4.48

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.12. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di Jawa Barat

Triwulan IV-2007

0.01

0.00

-0.04

0.15

0.06

0.04

0.03

-0.002

2.65

3.24

0.60

0.29

7.50

3.80

1.93

1.59

0.31

0.65

0.22

-0.13

-2.06

-3.10

-0.51

17.81

-4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

KEL.BAHAN MAKANAN

Padi-padian

Daging & hasilnya

Ikan segar

Ikan diawetkan

Telur,susu & hasilnya

Sayuran

Kacang-kacangan

Buah-buahan

Bumbu-bumbuan

Lemak & minyak

Lainnya

Sub

kelo

mpo

k%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan subkelompok, delapan dari sebelas subkelompok dalam kelompok bahan

makanan mengalami inflasi (Grafik 2.12). Inflasi subkelompok bumbu-bumbuan yang

mencapai 17,81% memberikan sumbangan inflasi terbesar, yaitu sebesar 0,31%. Pada

subkelompok tersebut kenaikan harga bawang merah, cabe merah, dan cabe rawit memberikan

sumbangan inflasi terbesar.

Khusus beras, pada akhir tahun 2007

harga bahan makanan pokok ini mulai

kembali mengalami kenaikan. Pada

triwulan III-2007 inflasi beras sebesar 1,14%,

pada triwulan IV-2007 sebesar 2,87%.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada akhir

tahun harga beras cenderung meningkat

karena stok menipis pada musim tanam

(Grafik 2.13).

Grafik 2.13. Inflasi Beras di Jawa Barat 2007

-15

-10

-5

0

5

10

Jan

Feb

Mar

Apr

May Jun Jul

Ags

Sep

Oct

Nov

Dec

2007

% (mtm)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

b. Kelompok Sandang

Inflasi kelompok sandang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari

1,07% menjadi 8,14% (Grafik 2.14). Kelompok ini memberikan andil inflasi sebesar 0,41%

terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.15).

Page 55: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

37

Grafik 2.14. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Jawa Barat

8.14

1.07

0.721.42

1.84

-0.43

4.88

2.31

-10123456789

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.15. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang

Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007

0.41

0.03

0.04

0.01

0.33

8.14

2.42

2.57

1.45

22.80

0 6 12 18 24

KEL.SANDANG

Sandang laki-laki

Sandang wanita

Sandang anak-anak

Barang pribadi &sandang lainnya

Subk

elom

pok

% (qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Seperti triwulan sebelumnya, subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya

merupakan pendorong utama inflasi kelompok sandang. Inflasi subkelompok ini mencapai

22,80% dengan andil inflasi sebesar 0,33% (Grafik 2.11). Kenaikan harga emas perhiasan

kembali menjadi penyumbang terbesar inflasi. Harga emas perhiasan meningkat signifikan

dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 27,18% dan menyumbang 0,32% terhadap

inflasi Jawa Barat.

c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan IV-2007

mencapai 0,62% , lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yanng sebesar 0,85%

(Grafik 2.16). Kelompok ini memberikan andil inflasi sebesar 0,13% terhadap inflasi Jawa Barat

(Grafik 2.17).

Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan

Tembakau di Jawa Barat

0.62

0.85

0.70

2.23

0.88

1.08

0.68

1.93

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

Grafik 2.17. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007

0.13

0.07

0.02

0.04

0.62

0.50

0.61

1.02

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

KEL.MAKANANJADI,DSB

Makanan jadi

Min. tdkberalkohol

Tembakau &min. beralkohol

Subk

elom

pok

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 56: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

38

Subkelompok makanan jadi adalah penyumbang terbesar inflasi pada kelompok

makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (Grafik 2.17). Meskipun inflasi subkelompok

ini, sebesar 0,50% , lebih rendah dibandingkan inflasi subkelompok tembakau dan minuman

beralkohol, sumbangan subkelompok makanan jadi lebih besar. Kenaikan harga makanan jadi,

khususnya kue kering berminyak (gorengan), donat, dan mie, disebabkan oleh kenaikan harga

bahan bakunya, seperti tepung terigu, telur, dan minyak goreng.

d. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar jauh lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya, yang semula 2,19% menjadi 0,45% (Grafik 2.18).

Kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,11% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.19).

Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar di Jawa Barat

1.06

0.45

2.19

0.280.34

0.390.310.25

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.19. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007

0.11

0.20

-0.11

0.00

0.01

0.45

1.50

0.36

0.38

-1.46

-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

KEL.PERUMAHAN,DSB

Biaya tempat tinggal

Bhn bkr, penerangan& air

Perlengkapan RT

Penyelenggaraan RTSu

bkel

ompo

k

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Sumber utama pendorong inflasi kelompok perumahan adalah kenaikan pada

subkelompok biaya tempat tinggal (Grafik 2.19). Pada subkelompok tersebut kenaikan terjadi

pada upah tukang bukan mandor, biaya kontrak rumah dan harga berbagai bahan bangunan,

seperti besi beton, kayu balok, pasir, semen. Di sisi lain, perlambatan inflasi kelompok perumahan

(termasuk ke dalam subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air) disebabkan oleh penurunan

harga eceran minyak tanah, khususnya di Kota Bekasi, yang sempat mengalami kenaikan

signifikan pada triwulan III-2007.

e. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mengalami inflasi 0,32% , lebih

tinggi dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 0,06% (Grafik 2.20).

Inflasi kelompok tersebut menyumbang 0,05% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.21).

Page 57: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

39

Grafik 2.20. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan

di Jawa Barat

0.32

0.06

0.53

0.190.07

-0.05

0.30

0.26

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.21. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor,

Komunikasi, dan Jasa Keuangan Menurut Subkelompok di Jawa Barat

Triwulan IV-2007

0.05

0.01

0.00

0.32

1.04

0.00

0.04

0.00

0.34

0.0 0.5 1.0 1.5

KEL.TRANSPOR,DSB

Transpor

Komunikasi &Pengiriman

Sarana &PenunjangTranspor

Jasa Keuangan

Subk

elom

pok

% (qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Inflasi subkelompok transpor merupakan penyumbang terbesar inflasi, dengan andilnya

yang sebesar 0,04% (Grafik 2.21). Penyebab utama inflasi subkelompok ini adalah kenaikan

harga pertamax pada bulan Oktober, November, dan Desember 2007. PT Pertamina menaikkan

harga BBM jenis Pertamax (tidak disubsidi pemerintah) mengikuti kecenderungan kenaikan harga

minyak dunia.

f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Sebagaimana pola triwulanannya, inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga

pada triwulan IV-2007 jauh lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan III-2007

(Grafik 2.22). Inflasi kelompok ini hanya 0,67% dan menyumbang 0,05% terhadap inflasi Jawa

Barat (Grafik 2.23).

Grafik 2.22. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan

Olahraga di Jawa Barat

0.67

6.20

0.130.24

2.14

5.70

0.10

0.160

1

2

3

4

5

6

7

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.23. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007

0.05

0.02

0.00

0.00

0.02

0.00

0.67

0.22

0.60

2.22

0.30

0.41

0 1 2 3

KEL.PENDIDIKAN,DSB

Jasa pendidikan

Kursus/Pelatihan

PerlengkapanPendidikan

Rekreasi

Olahraga

Sub

kelo

mpo

k

% (qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 58: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

40

Pendorong utama inflasi kelompok ini selama triwulan IV-2007 adalah peningkatan biaya

rekreasi pada subkelompok rekreasi, serta pendidikan tingkat perguruan tinggi pada

subeklompok jasa pendidikan (Grafik 2.23). Kenaikan biaya rekreasi yang dilakukan

bersamaan dengan liburan akhir tahun diperkirakan akibat semakin meningkatnya tekanan biaya

operasional pengelolaan tempat rekreasi. Pada Desember 2007, kenaikan biaya rekreasi mencapai

11,62% (mtm).

g. Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari

0,64% menjadi 1,20% (Grafik 2.24). Sumbangan inflasi kelompok ini sebesar 0,04% terhadap

inflasi Jawa Barat (Grafik 2.25).

Grafik 2.24. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat

1.20

0.64

1.131.65

2.80

0.880.56

0.500.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007

% (qtq)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.25. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan

Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan IV-2007

0.04

0.02

0.01

0.00

0.02

1.20

1.67

1.50

0.12

0.98

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

KEL.KESEHATAN

Jasa kesehatan

Obat-obatan

Jasa prwtnjasmani

Prwtn jasmani &kosmetik

sub

kelo

mp

ok

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

Subkelompok jasa kesehatan serta subkelompok perawatan jasmani dan kosmetik

adalah penyumbang terbesar inflasi kelompok kesehatan (Grafik 2.25). Pada kedua

subkelompok tersebut, kenaikan terjadi pada dokter umum, dokter spesialis, tarif rumah sakit,

serta sabun mandi, pasta gigi dan lipstik.

1.3. INFLASI MENURUT KOTA

Inflasi triwulanan di tujuh kota menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Berdasarkan besarnya tingkat inflasi, tiga kota dengan inflasi tertinggi adalah Kota

Sukabumi (3,21%), Kota Tasikmalaya (2,20%), dan Kota Banjar (1,31%) (Tabel 2.10). Secara umum,

inflasi di seluruh kota terutama berasal dari kenaikan harga bahan makanan.

Page 59: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

41

Tabel 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (%) 2007

No. Kota Bobot 2005 2006 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

1 Bandung 39,82 12,56 1,87 1,13 -0,26 2,48 1.82 2 Bekasi 29,23 9,00 2,57 1,40 -0,27 2,65 0.81 3 Bogor 15,33 10,98 2,54 1,86 0,03 1,64 0.90 4 Sukabumi 5,40 10,94 3,04 0,10 -0,88 1,88 3.21 5 Cirebon 4,60 10,35 4,23 3,24 0,15 2,22 2.06 6 Tasikmalaya 3,71 10,39 3,53 3,73 -0,04 1,65 2.20 7 Banjar 1,92 10,78 3,31 3,22 0,17 2,66 1.95 Gabungan 100 10,97 2,40 1,44 -0,21 2,34 1.44

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Dari tujuh kota, inflasi di lima kota mengalami perlambatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Dua kota yang mengalami kenaikan laju inflasi adalah Kota Sukabumi dan Kota

Tasikmalaya. Peningkatan inflasi di kedua kota tersebut terutama karena kenaikan inflasi pada

kelompok bahan makanan dan kelompok sandang.

Berdasarkan sumbangannya (andil4) terhadap

inflasi Jawa Barat, tiga kota penyumbang

terbesar inflasi di Jawa Barat pada triwulan

IV-2007 adalah Bandung (dengan andil inflasi

0,73%), Bekasi (0,24%), dan Sukabumi

(0,17%) (Grafik 2.26). Ketiga kota tersebut

menyumbang inflasi sebesar 1,14% terhadap

inflasi di Jawa Barat atau membentuk 79% total

inflasi triwulanan Jawa Barat pada triwulan IV-

2007.

Grafik 2.26. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat

Menurut Kota Triwulan IV-2007

0.17

0.08

3.21

2.20

1.44

0.04

1.44

0.09

0.14

0.24

0.73

1.95

2.06

0.90

0.81

1.82

0 1 2 3 4

Bd

Bks

Bgr

Skbm

Cn

Tsm

Bjr

Gab.

Kot

a

%(qtq)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

2. INFLASI TAHUNAN

Secara tahunan, inflasi Jawa Barat pada Desember 2007 mengalami perlambatan

dibandingkan tiga bulan sebelumnya, yaitu dari 6,08% (yoy) pada September 2007 menjadi

5,10% (yoy) pada Desember 2007. Inflasi Jawa Barat 2006 tersebut juga lebih rendah dibandingkan

inflasi 2006 (6,15%) dan inflasi nasional 2007 yang mencapai 5,10% (yoy).

10 Andil inflasi=bobot x laju inflasi

Page 60: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

42

Tabel 2.11. Komoditas dengan Inflasi Tahunan Tertinggi

di Jawa Barat 2007

No. Komoditas Inflasi

(%,yoy) 1 Bawang Merah 90.26 2 Daun Seledri 51.71

3 Telur Ayam Kampung 51.08

4 Minyak Goreng 47.01 5 Tomat Sayur 46.20

6 Emas Perhiasan 41.91

7 Kelapa 36.88

8 Kemiri 36.43

9 Kol Putih/Kubis 35.92

10 Jasa Pembuatan SIM 34.72

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.12. Komoditas dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar

di Jawa Barat 2007

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, yoy) 1 Minyak Goreng 0.59 2 Emas Perhiasan 0.45 3 Beras 0.36 4 Bawang Merah 0.23 5 Telur Ayam Ras 0.17 6 Tukang Bukan Mandor 0.14 7 Rokok Kretek Filter 0.14 8 Tarip Air Minum PAM 0.13 9 SLTA 0.13

10 Rokok Kretek 0.12

Total 2.48 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Inflasi Jawa Barat selama 2007 didominasi oleh kenaikan harga bahan makanan dan emas

perhiasan. Dalam keranjang komoditas IHK, barang-barang tersebut termasuk ke dalam sepuluh

komoditas dengan inflasi tertinggi dan komoditas penyumbang terbesar inflasi selama 2007 (Tabel

2.11 dan Tabel 2.12). Kesepuluh komoditas penyumbang terbesar inflasi tersebut menyumbang

2,48% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat, atau membentuk 20% inflasi tahunan Jawa Barat 2007

(5,10%). Empat komoditas bahan makanan (minyak goreng,beras, bawang merah, telur ayam ras) dan

emas perhiasan menempati ranking teratas penyumbang inflasi tahunan di Jawa Barat. Kenaikan

harga beras yang sebesar 90,26% (yoy) memberikan sumbangan inflasi terbesar, yaitu 0,59% (yoy).

Tekanan inflasi dari sisi penawaran cukup dominan sepanjang tahun 2007. Misalnya, kenaikan

harga berbagai bahan makanan, terutama beras, pada umumnya terjadi akibat kendala pasokan,

faktor alam (musim) dan distribusi. Selain masalah-masalah tersebut, imported inflation juga

memberikan kontribusi cukup besar terhadap inflasi 2007, melalui kenaikan harga komoditas di pasar

dunia, seperti CPO (mendorong kenaikan harga minyak goreng), susu, gandum (mendorong kenaikan

harga tepung terigu dan produk olahannya), kedelai (mendorong kenaikan harga tempe, tahu, dan

produk olahan lainnya), emas (mendorong harga emas perhiasan). Adapun kenaikan harga komoditas

administered terjadi antara lain pada rokok, pertamax (mengikuti kenaikan harga minyak dunia), tarif

tol, dan tarif air PDAM.

2.1. DISAGREGASI INFLASI

Inflasi inti mendominasi inflasi di Jawa Barat pada tahun 2007, berbeda dengan tahun 2006

yang didominasi inflasi volatile food (Grafik 2.27). Di antara ketiga inflasi tersebut, inflasi volatile

food mendominasi pembentukan inflasi (Grafik 2.28). Meningkatnya inflasi volatile food terutama

terjadi pada beras dan minyak goreng. Inflasi administered prices meningkat karena kenaikan harga

minyak tanah dan tarif jalan tol. Sementara itu, inflasi inti meningkat terutama disebabkan oleh

kenaikan biaya pendidikan, emas perhiasan, dan beberapa makanan jadi.

Page 61: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

43

Grafik 2.27. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan

Volatile Food di Jawa Barat 2007

5.10

2.79

0.56

1.73

5.10

5.06

2.37

8.21

0 3 6 9

TOTAL

Inti

Administeredprices

Volatile foodJe

nis

infl

asi

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.28. Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di

Jawa Barat

0

5

10

15

20% (yoy)

Inti 4.47 4.65 4.15 4.52 5.06

Adm. Prices 1.77 1.02 1.34 2.85 2.37

Volatile food 16.70 14.52 11.02 14.35 8.21

Total 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10

2006 Mar Jun Sep Des

2007

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

a. Inflasi Inti

Inflasi inti pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan tahun 2006, yakni dari 4,47% (yoy)

menjadi 5,06% (yoy). Dengan andil inflasi sebesar 2,79% (yoy), inflasi inti membentuk 55%

inflasi di Jawa Barat 2007. Meningkatnya inflasi inti,terkait tekanan imported inflation, akibat

kenaikan harga berbagai komoditas strategis internasional. Kenaikan harga komoditas dunia

tersebut diperkirakan sebagian telah

ditransmisikan kepada harga output.

Di sisi lain, ekspektasi inflasi justru relatif

membaik. Hasil SKDU menunjukkan bahwa

perkiraan pengusaha terhadap inflasi 2007

menunjukkan adanya optimisme semakin

terkendalinya laju inflasi (Grafik 2.29).

Ekspektasi dari sisi pengusaha ini diharapkan

dapat membawa dampak positif terhadap

pengendalian inflasi di Jawa Barat.

Grafik 2.29. Perkiraan Pelaku Usaha terhadap Tingkat Inflasi

02468

1012141618

T. I T. II T. III T. IV T. I T. II T. III T. IV

2006 2007

% (yoy)

Inflasi gab. 7 kota (yoy) Perkiraan inflasi (SKDU) Sumber: SKDU-KBI Bandung;BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 62: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

44

Tabel 2.13. Komoditas Inti dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat 2007

No. Komoditas Inflasi (%, yoy)

1 Daun Seledri 51.71 2 Telur Ayam Kampung 51.08 3 Emas Perhiasan 41.91 4 Jasa Pembuatan SIM 34.72 5 Ketumbar 31.94 6 Batu Bateray 31.50 7 Mentega (Butter) 30.11 8 Tepung Terigu 29.05 9 Papan 26.53

10 Terong Bulat 25.65 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.14. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar

di Jawa Barat 2007

No. Komoditas Andil Inflasi

(%, yoy)

1 Emas Perhiasan 0.45 2 Tukang Non Mandor 0.14 3 SLTA 0.13 4 SLTP 0.11 5 Nasi 0.11 6 Sekolah Dasar 0.11 7 Ayam Goreng 0.10 8 Kontrak Rumah 0.09 9 Akademi/Perg.Tinggi 0.07

10 Semen 0.07

Total 1.39 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Bila dilihat berdasarkan komoditasnya, sebagian besar komoditas inti dengan inflasi

tertinggi adalah bahan makanan, sedangkan sumbangan inflasi terbesar berasal dari

emas perhiasan (Tabel 2.13 dan Tabel 2.14). Kenaikan harga emas perhiasan sebesar 41,91%

(yoy) terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga emas dunia (imported inflation).

b. Inflasi Volatile Food

Inflasi volatile food mencapai 8,21% (yoy), lebih kecil dibandingkan inflasi pada tahun

2006 yang sebesar 16,70% (yoy). Inflasi volatile food menyumbang 1,73% (yoy) terhadap

inflasi Jawa Barat, atau membentuk 34% inflasi Jawa Barat 2007.

Tabel 2.15. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Tahunan Tertinggi

di Jawa Barat 2007

No. Barang Inflasi

(%, yoy)

1 Bawang Merah 90.26 2 Minyak Goreng 47.01 3 Tomat Sayur 46.20 4 Kelapa 36.88 5 Kemiri 36.43 6 Kol Putih/Kubis 35.92 7 Tomat Buah 31.49 8 Petai 22.34 9 Kacang Tanah 21.64

10 Telur Ayam Ras 18.87 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.16. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar

di Jawa Barat 2007

No. Barang Andil Inflasi

(%, yoy)

1 Minyak Goreng 0.59 2 Beras 0.36 3 Bawang Merah 0.23 4 Telur Ayam Ras 0.17 5 Daging Ayam Ras 0.11 6 Tomat Sayur 0.08 7 Tahu Mentah 0.08 8 Kelapa 0.07 9 Pisang 0.05

10 Kacang Tanah 0.04

Total 1.79 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Komoditas volatile food dengan inflasi tertinggi adalah bawang merah, mencapai

90,26% (yoy) (Tabel 2.15). Sementara itu, volatile food penyumbang terbesar inflasi adalah

minyak goreng (Tabel 2.16). Kenaikan harga minyak goreng yang mencapai 47,01% (yoy)

Page 63: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

45

memberi andil inflasi sebesar 0,59% (yoy). Tingginya harga CPO dunia telah mengakibatkan

naiknya harga minyak goreng domestik sepanjang 2007. Harga minyak goreng curah curah di

Jawa Barat sempat mencapai Rp10.000/kg pada Agustus 2007. Selain minyak goreng, jenis

volatile food yang memberikan sumbangan inflasi cukup besar adalah beras, bawang merah,

daging ayam ras, dan telur ayam ras.

c. Inflasi Administered Prices

Inflasi administered prices pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan 2006. Jika pada

tahun 2006 inflasi administered prices sebesar 1,77% (yoy), pada 2007 mencapai 2,37%. Namun

demikian, kontribusi kelompok administered prices terhadap inflasi Jawa Barat relatif kecil, yaitu

hanya 0,56% (yoy), atau 11% dari total inflasi tahunan Jawa Barat 2007.

Tabel 2.17. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi Tahunan Tertinggi

di Jawa Barat 2007

No. Komoditas Inflasi (%, yoy)

1 Tarip Jalan Tol 23.58 2 Tarip Air Minum PAM 20.92 3 Rokok Kretek 6.86 4 Rokok Kretek Filter 6.28 5 Bensin 4.21 6 Rokok Putih 4.14 7 Tarip Kereta Api 2.31 8 Gas Elpiji 1.55

Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Tabel 2.18. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar

di Jawa Barat 2007

No. Komoditas Andil Inflasi (%, yoy)

1 Rokok Kretek Filter 0.14 2 Tarip Air Minum PAM 0.13 3 Rokok Kretek 0.12 4 Bensin 0.12 5 Minyak Tanah 0.02 6 Gas Elpiji 0.01 7 Tarip Jalan Tol 0.01 8 Rokok Putih 0.01

Total 0,57 Sumber: BPS Provinsi Jabar.

Kecenderungan peningkatan inflasi administered prices terutama berasal dari kenaikan

harga rokok, tarif air PAM, harga minyak tanah, dan tarif jalan tol (Tabel 2.17 dan 2.18).

Kenaikan harga rokok (rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih) menyumbang inflasi

sebesar 0,27% (yoy) atau 48% dari sumbangan inflasi administered prices terhadap Jawa Barat.

Kenaikan tarif air PAM yang sebesar 20,92% menyumbang 0,13% (yoy) terhadap inflasi Jawa

Barat. Sementara itu kenaikan tarif jalan tol di Jawa Barat yang sebesar 23,58% (yoy) hanya

memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,01% (yoy). Tarif baru jalan tol berlaku sejak tanggal 4

September 2007, sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 370 tanggal 31

Agustus 2007.

2.2. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Selama 2007, seluruh kelompok barang dan jasa mengalami inflasi. Tiga kelompok barang dan

jasa dengan inflasi tahunan tertinggi di Jawa Barat adalah kelompok sandang (11,63%), kelompok

bahan makanan (8,07%, yoy), kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga (7,31%), dan kelompok

Page 64: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

46

kesehatan (6,35%) (Tabel 2.19). Dibandingkan September 2007, peningkatan inflasi yang signifikan

terjadi pada kelompok sandang karena tingginya kenaikan harga emas perhiasan.

Tabel 2.19. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2007 No. Kelompok 2006

Mar Jun Sep Des 1 Bahan makanan 15.36 13.72 10.42 13.34 8.07 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4.66 4.96 4.98 4.73 4.46 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 2.02 1.29 1.32 3.22 3.35 4 Sandang 8.80 7.85 3.57 5.13 11.63 5 Kesehatan 4.80 6.00 6.60 6.35 4.70 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 8.23 8.32 8.36 8.88 7.31 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0.59 0.51 0.75 0.86 1.10

Umum 6.15 5.72 4.82 6.08 5.10

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi

Jawa Barat, kelompok barang dan jasa

penyumbang terbesar inflasi di Jawa Barat

adalah kelompok bahan makanan (1,96%,

yoy). Dua kelompok lainnya yang juga

penyumbang terbesar inflasi adalah kelompok

makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau

(0,91%, yoy) serta kelompok perumahan, listrik,

gas, dan air bersih (0,82%, yoy) (Grafik 2.30).

Ketiga kelompok tersebut membentuk 72%

inflasi tahunan di Jawa Barat.

Grafik 2.30. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa 2007

5.10

1.96

0.91

0.82

0.59

0.17

0.48

0.17

5.10

8.07

4.46

3.35

11.63

4.70

7.31

1.10

0 3 6 9 12

TOTAL

Bahanmakanan

Makananjadi,dsb

Perumahan,dsb

Sandang

Kesehatan

Pendidikan,dsb

Transpor,dsbK

elo

mp

ok

%(yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah Keterangan: nama kelompok disingkat.

Pembahasan lebih lanjut tentang inflasi per kelompok barang dan jasa diuraikan di bawah ini, secara

berurutan dari kelompok penyumbang terbesar inflasi:

a. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi tahunan kelompok bahan makanan lebih rendah dibandingkan September 2007

dan tahun 2006 (Grafik 2.31). Inflasi bahan makanan pada 2007 sebesar 8,07%, sedangkan

pada September 2007 dan 2006 jauh lebih tinggi masing-masing mencapai 13,34% dan 13,72%

(yoy). Seperti telah disebutkan sebelumnya, kelompok ini pun merupakan penyumbang terbesar

inflasi di Jawa Barat, yaitu sebesar 1,96% atau 38% dari angka inflasi Jawa Barat yang sebesar

5,10% (yoy).

Page 65: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

47

Grafik 2.31. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat

8.07

13.3413.72

15.36

10.42

6789

10111213141516

2006 Mar Jun Sep Des

2007

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.32. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di

Jawa Barat 2007

1.96

0.43

0.03

0.00

0.28

0.07

0.17

0.12

0.02

0.67

0.00

8.07

6.47

2.77

3.24

11.06

5.14

0.77

0.18

44.94

-0.39

15.48

-0.29

4.59

-5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

KEL.BAHAN MAKANAN

Padi-padian

Daging &hasilnya

Ikan segar

Ikan diawetkan

Telur,susu & hasilnya

Sayuran

Kacang-kacangan

Buah-buahan

Bumbu-bumbuan

Lemak & minyak

Lainnya

Sub

kelo

mp

ok

%(yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Di antara sebelas subkelompok, subkelompok padi-padian adalah penyumbang inflasi

terbesar, yaitu sebesar 0,43% (yoy) (Grafik 2.32). Jenis bahan makanan pada subkelompok

padi-padian yang mengalami kenaikan harga antara lain beras, tepung terigu, mie instan, dan

singkong. Persentase kenaikan harga tertinggi dialami oleh tepung terigu, yakni sebesar 29,05%

(yoy). Kenaikan harga tepung terigu disebabkan oleh kenaikan harga gandum dunia. Indonesia,

sebagai negara importir gandum, sangat terpengaruh oleh perkembangan harga komoditas

tersebut. Kenaikan harga gandum dunia mulai melonjak sejak Juni 2007, akibat meningkatnya

permintaan dunia dan berkurangnya produksi di negara produsen utama gandum, yaitu Amerika

Serikat dan Australia, sehubungan musim kering yang panjang. Pada pertengahan tahun 2007

harga gandum sebesar US$219,2 per ton, dan melonjak pada akhir tahun menyentuh level

US$349,1 per ton.

b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada 2007 mencapai

4,46% (yoy) (Grafik 2.33). Sumbangan inflasi kelompok makanan sebesar 0,91% (yoy) terhadap

inflasi Jawa Barat atau membentuk 18% inflasi Jawa Barat (Grafik 2.34). Sejak 2006, inflasi

kelompok makanan jadi berkisar antara 4,4%-5%.

Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi, subkelompok makanan jadi adalah

penyumbang terbesar (Grafik 2.34). Beberapa makanan jadi yang mengalami kenaikan harga

adalah kue kering berminyak (gorengan), mie siap makan (mie bakso), nasi rames, bubur, biskuit,

dan ayam goreng. Kenaikan harga makanan tersebut disebabkan oleh kenaikan harga bahan

bakunya, terutama tepung terigu, minyak goreng, telur, dan daging ayam.

Page 66: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

48

Grafik 2.33. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan

Tembakau di Jawa Barat

4.98

4.73

4.46

4.96

4.66

4.4

4.6

4.8

5.0

2006 Mar Jun Sep Des

2007

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

Grafik 2.34. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007

0.91

0.53

0.11

0.27

4.46

3.92

4.06

6.38

0 2 4 6 8

KEL.MAKANANJADI,DSB

Makanan jadi

Min. tdkberalkohol

Tembakau &min.

beralkohol

Sub

kelo

mp

ok

%(yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan persentase inflasi, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok tembakau dan

minuman beralkohol. Pada subkelompok ini, kenaikan harga terjadi pada rokok (jenis rokok

kretek, kretek filter, dan putih) dan bir. Kenaikan harga eceran rokok disebabkan oleh adanya

kebijakan pemerintah, yaitu kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 7% sejak 1 Maret

2007, serta kenaikan tarif cukai spesifik rokok sejak 1 Juli 2007.

c. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan bakar

Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami peningkatan

dibandingkan tahun 2006, yaitu dari 2,02% (yoy) menjadi 3,35% (yoy) (Grafik 2.35).

Kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,82% (yoy) atau 16% inflasi Jawa Barat (Grafik 2.36).

Grafik 2.35. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,

dan Bahan Bakar di Jawa Barat

2.02

3.353.22

1.321.29

0

1

2

3

4

2006 Mar Jun Sep Des

2007

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.36. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007

0.82

0.52

0.17

0.05

0.07

3.35

3.75

2.38

4.38

3.37

0 1 2 3 4 5

KEL.PERUMAHAN,DSB

Biaya tempat tinggal

Bhn bkr, penerangan& air

Perlengkapan RT

Penyelenggaraan RT

Sub

kelo

mp

ok

%(yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Subkelompok biaya tempat tinggal memberikan sumbangan inflasi terbesar sekaligus

mengalami inflasi tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya (Grafik 2.36). Pada

subkelompok ini kenaikan harga terjadi pada sebagian besar bahan bangunan. Kenaikan harga

Page 67: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

49

bahan konstruksi dipicu oleh lonjakan harga minyak dunia yang ikut mendorong harga-harga

produk industri tambang.

Di samping bahan bangunan, inflasi kelompok perumahan juga diorong oleh kenaikan

harga beberapa komoditas administered prices, yaitu minyak tanah dan elpiji. Kenaikan

harga minyak tanah terjadi di Bekasi, sebagai dampak pembatasan pasokan oleh Pertamina di

daerah yang dikenai program konversi minyak tanah ke elpiji. Sementara itu, kenaikan harga elpiji

terutama terjadi di Kota Bandung disebabkan oleh sempat terjadinya kekosongan stok di para

agen. Kelangkaan tersebut disebabkan oleh hambatan distribusi dan ulah spekulan karena adanya

ekspektasi kenaikan harga elpiji mengikuti kenaikan harga minyak dunia.

d. Kelompok Sandang

Inflasi kelompok sandang pada 2007 meningkat signifikan dibandingkan 2006, dari

8,80% (yoy) menjadi 11,63% (yoy) (Grafik 2.37). Kelompok ini menyumbang 0,59% (yoy)

terhadap inflasi Jawa Barat.

Peningkatan inflasi kelompok sandang disebabkan oleh inflasi subkelompok barang

pribadi dan sandang lainnya (Grafik 2.38). Pada subkelompok tersebut, kenaikan harga emas

perhiasan merupakan yang paling tinggi dan penyumbang terbesar inflasi. Kenaikan harga emas

sepanjang 2007 mencapai 41,91% (yoy) dan menyumbang 0,45% terhadap inflasi Jawa Barat.

Grafik 2.37. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat

11.63

5.133.57

7.858.80

02

468

10

1214

2006 Mar Jun Sep Des

2007

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.38. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok

di Jawa Barat 2007

0.59

0.04

0.06

0.02

0.47

11.63

2.96

3.68

2.65

34.54

0 5 10 15 20 25 30 35

KEL.SANDANG

Sandang laki-laki

Sandangwanita

Sandanganak-anak

Barang pribadi& sandang

lainnya

Sub

kelo

mp

ok

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

e. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga pada tahun 2007 lebih rendah

dibandingkan 2006, yakni dari 8,23% pada 2006 menjadi 7,31% (yoy) pada 2007 (Grafik

2.39). Kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,43% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat (grafik

2.40).

Page 68: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

50

Seperti tahun-tahun sebelumnya, inflasi kelompok pendidikan terutama didorong oleh

peningkatan biaya jasa pendidikan (Grafik 2.40). Di antara berbagai tingkat pendidikan,

inflasi tertinggi terjadi pada biaya pendidikan di tingkat SD yang sebesar 21,14% (yoy).

Grafik 2.39. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

di Jawa Barat

7.31

8.88

8.368.328.23

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0

2006 Mar Jun Sep Des

2007

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.40. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut

Subkelompok di Jawa Barat 2007

0.48

0.43

0.00

0.02

0.03

0.00

7.31

0.61

2.36

2.72

1.79

9.66

0 2 4 6 8 10

KEL.PENDIDIKAN,DSB

Jasa pendidikan

Kursus/Pelatihan

PerlengkapanPendidikan

Rekreasi

Olahraga

Subk

elom

pok

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

f. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mencapai 1,10% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan inflasi pada 2006 yang sebesar 0,59% (yoy) (Grafik 2.41). Andil inflasi

kelompok ini terhadap inflasi Jawa Barat hanya sebesar 0,17% (yoy) (Grafik 2.42).

Grafik 2.41. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa

Keuangan di Jawa Barat

1.10

0.860.75

0.51

0.59

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

2006 Mar Jun Sep Des

2007

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.42. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Menurut Subkelompok di Jawa Barat 2007

0.17

0.13

0.00

0.04

0.00

1.10

-0.02

4.74

0.00

1.09

-1 0 1 2 3 4 5

KEL.TRANSPOR,DSB

Transpor

Komunikasi &Pengiriman

Sarana &Penunjang Transpor

Jasa Keuangan

Sub

kelo

mp

ok

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

Dibandingkan dengan tiga subkelompok lainnya, subkelompok yang memberikan andil

inflasi terbesar adalah subkelompok transpor, yaitu dengan sumbangan sebesar 0,13%

(yoy) (Grafik 2.42). Meskipun inflasi subkelompok lainnya, yaitu sarana dan penunjang transpor

Page 69: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

51

lebih tinggi, mencapai 4,74%, sumbangannya terhadap inflasi lebih kecil. Faktor utama penyebab

inflasi subkelompok ini adalah kenaikan harga pertamax dan oli.

g. Kelompok Kesehatan

Besarnya inflasi kelompok kesehatan pada tahun 2007 hampir sama dengan tahun 2006.

Pada tahun 2006 inflasi kelompok ini mencapai 4,80% (yoy), pada tahun berikutnya mencapai

4,70% (Grafik 2.43). Kelompok tersebut menyumbang 0,17% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat

(Grafik 2.44).

Grafik 2.43. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat

4.70

6.356.60

6.00

4.80

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

2006 Mar Jun Sep Des

2007

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.44. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok

di Jawa Barat 2007

0.17

0.09

0.02

0.01

0.05

4.70

8.78

3.22

2.95

2.85

0 2 4 6 8 10

KEL.KESEHATAN

Jasa kesehatan

Obat-obatan

Jasa prwtnjasmani

Prwtn jasmani &kosmetik

sub

kelo

mp

ok

% (yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Penyumbang terbesar inflasi kelompok kesehatan adalah subkelompok jasa kesehatan

(Grafik 2.44). Dengan inflasi sebesar 8,78% (yoy), subkelompok ini menyumbang 0,09%

terhadap inflasi kelompok kesehatan. Inflasi terbesar pada subkelompok jasa kesehatan terjadi

pada tarif dokter, baik dokter umum, dokter gigi, maupun dokter spesaialis. Kenaikannya masing-

masing berkisar antara 10% hingga 17% (yoy).

2.3. INFLASI MENURUT KOTA

Dari tujuh kota di Jawa Barat, inflasi tahun 2007 di lima kota lebih rendah dibandingkan

tahun 2006 (Tabel 2.20). Dua kota yang mengalami kenaikan inflasi adalah Kota Banjar (dari 7,66%

menjadi 8,23%) dan Kota Cirebon (dari 6,31% menjadi 7,87%). Inflasi di Banjar dan Cirebon tersebut

adalah inflasi tertinggi dan kedua tertinggi di Jawa Barat, serta di atas inflasi nasional. Satu kota lagi

yang mengalami inflasi lebih tinggi daripada inflasi nasional adalah Kota Tasikmalaya, yakni mencapai

7,72% (yoy).

Page 70: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

52

Tabel 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) 2007

No. Kota Bobot 2005 2006 Mar Jun Sep Des

1 Bandung 39,82 19,56 5,33 4,91 4,06 5,30 5,25 2 Bekasi 29,23 16,88 6,53 5,47 4,49 6,47 4,65 3 Bogor 15,33 18,47 6,62 6,77 5,84 6,19 4,50 4 Sukabumi 5,4 19,11 7,30 5,31 4,05 4,16 4,34 5 Cirebon 4,6 16,82 6,31 8,15 8,44 10,16 7,87 6 Tasikmalaya 3,71 20,83 8,44 10,88 9,75 9,13 7,72 7 Banjar 1,92 22,04 7,66 8,45 7,72 9,66 8,23 Gabungan 100 18,51 6,15 5,72 4,82 6,08 5,10 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi

Jawa Barat, tiga kota penyumbang terbesar

inflasi di Jawa Barat pada 2007 adalah

Bandung (dengan andil inflasi 2,09%),

Bekasi (1,36%), dan Bogor (0,69%) (Grafik

2.45). Ketiga kota tersebut menyumbang inflasi

sebesar 4,14% terhadap inflasi di Jawa Barat

atau membentuk 81% total inflasi Jawa Barat

pada tahun 2007.

Grafik 2.45. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota

2007

0.23

0.29

4.16

9.13

6.08

2.09

1.36

0.69

0.36

5.10

0.16

5.30

6.47

6.19

10.16

9.66

0 2 4 6 8 10 12

Bd

Bks

Bgr

Skbm

Cn

Tsm

Bjr

Gab.

Kot

a

%(yoy)

Inflasi

Andil

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 71: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Page 72: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

54

Secara umum kinerja perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2007 terus menunjukkan

peningkatan, baik secara triwulanan maupun secara tahunan. Hal ini tercermin dari

meningkatnya total aset, dana masyarakat yang dihimpun, outstanding kredit berdasarkan bank

pelapor maupun lokasi proyek, serta membaiknya kualitas kredit (non performing loan/NPL), hanya

loan to deposit ratio (LDR) yang mengalami penurunan akibat tingginya pertumbuhan DPK serta

melambatnya pertumbuhan kredit.

Secara triwulanan, kinerja bank umum konvensional di Jawa Barat, bank umum syariah,

bank umum yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung dan BPR/S di Jawa Barat

menunjukkan pertumbuhan yang positif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulan sebelumnya. Kondisi serupa terjadi juga pada perkembangan tahunan. Perkembangan

perbankan di Jawa Barat secara tahunan (yoy) menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan III-2007. Kondisi perekonomian yang relatif stabil

sepanjang tahun 2007 merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan.

Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum di Jawa Barat tumbuh cukup signifikan

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi

sepanjang tahun 2007. Faktor yang mempengaruhi tingginya pertumbuhan tersebut diperkirakan

adalah semakin gencarnya perbankan melakukan promosi untuk menggaet nasabah.

Sementara itu, kredit yang disalurkan tetap tumbuh walaupun lebih rendah dibandingkan

dengan pertumbuhan DPK. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut adalah kondisi

perekonomian yang relatif stabil sehingga kebutuhan dunia usaha dan pembiayaan konsumsi

masyarakat meningkat. Selain itu, di awal triwulan merupakan hari Raya Idul Fitri dimana seperti

biasanya kebutuhan konsumsi masyarakat mengalami peningkatan, sedangkan di akhir triwulan,

perbankan biasanya lebih ekspansif untuk mencapai target penyaluran kreditnya di akhir tahun.

Kenaikan DPK yang tinggi serta melambat pertumbuhan kredit menyebabkan LDR bank

umum di Jawa Barat mengalami penurunan dari 68,85% pada triwulan III-2007 menjadi

66,06% pada triwulan laporan. Sementara itu, kualitas kredit baik secara nominal maupun

persentasenya membaik. Hal ini diindikasikan oleh penurunan persentase gross NPL mengalami

penurunan dari 3,81% menjadi 3,44%.

Walaupun belum seperti yang diharapkan, kinerja bank perkreditan rakyat/syariah (BPR/S) di

Jawa Barat tetap mengalami peningkatan, baik secara tahunan maupun triwulanan. Hal ini

dicerminkan oleh meningkatnya total aset, DPK maupun penyaluran kredit/pembiayaan. Kegiatan

intermediasi yang tercermin dari rasio LDR masih cukup baik dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Di lain pihak, risiko kredit/pembiayaan BPR/S di Jawa Barat masih cukup tinggi.

Page 73: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

55

1. BANK UMUM KONVENSIONAL

Kinerja bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan laporan menunjukkan kinerja

yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh membaiknya beberapa indikator seperti meningkatnya total aset,

kredit yang disalurkan, penghimpunan DPK maupun turunnya persentase kredit bermasalah. Total aset

bank umum konvensional pada triwulan IV-2007 tumbuh 9,12% (qtq) atau 15,40% (yoy) mencapai

Rp136,39 triliun. Peningkatan ini terutama didorong oleh peningkatan total aset pada bank umum

pemerintah dan bank swasta.

Penghimpunan dana masyarakat (DPK) oleh bank umum konvensional pada triwulan laporan

mencapai Rp105,57 triliun. Secara triwulanan DPK tumbuh 10,08% (qtq) jauh lebih tinggi daripada

peningkatan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,12%. Secara tahunan DPK tumbuh cukup

baik yakni 12,60%(yoy). Peningkatan terjadi pada semua jenis simpanan baik deposito, giro dan

tabungan. Peningkatan tersebut dialami oleh semua jenis bank, dimana peningkatan terbesar dialami

oleh bank swasta, naik sebesar Rp2,08 triliun atau tumbuh 7,14% (qtq). Sementara itu, pada bank

pemerintah dan bank asing serta campuran, kenaikan DPK masing-masing sebesar Rp1,40 triliun dan

Rp228,27 miliar.

Sementara itu, kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di Jawa Barat posisi

triwulan IV-2007 mencapai Rp69,74 triliun. Secara triwulanan kredit tumbuh 5,61%(qtq) lebih

rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 5,83%. Secara tahunan kredit tumbuh 20,73% (yoy).

Seperti triwulan sebelumnya, pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan penyerapan kredit hampir

seluruh sektor ekonomi terutama sektor PHR dan sektor industri. Outstanding kredit pada triwulan IV-

2007 yang diserap sektor PHR adalah Rp14,62 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan

kredit didorong oleh seluruh jenis penggunaan terutama kredit konsumsi dan kredit modal kerja.

Melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit dibarengi oleh peningkatan penghimpunan

DPK yang tinggi, mengakibatkan loan to deposit ratio (LDR) turun dari 68,85% menjadi

66,06% pada triwulan IV-2007 (Grafik 3.2). Kredit bermasalah kotor (Gross NPL) pada triwulan

laporan menunjukkan perbaikan baik secara nominal maupun persentasenya. Nominal kredit

bermasalah turun dari Rp2,52 miliar menjadi Rp2,40 miliar, begitu pula dengan persentasenya

menurun dari 3,81% menjadi 3,44%.

Grafik 3.1. Perkembangan DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional

Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional

93,76 92,2495,80 95,91

105,57

57,77 58,6762,39

66,0369,74

40

50

60

70

80

90

100

110

TW IV TW I TW II TW III TW IV

2006 2007

Trili

un R

p

Total DPK Kredit yang diberikan

61,61

63,60

65,13

68,85

66,06

4,014,31 4,13

3,81

3,44

56,00

58,00

60,00

62,00

64,00

66,00

68,00

70,00

TW IV TW I TW II TW III TW IV

2006 2007

-

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

LDR (%) NPL Kredit(%) Gross

Sumber : LBU KBI Bandung

Page 74: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

56

1.1. PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA BANK UMUM KONVENSIONAL

Penghimpunan dana masyarakat pada bank

umum konvensional di Jawa Barat secara

triwulanan tumbuh 10,08%. Pertumbuhan

ini merupakan pertumbuhan tertinggi

selama tahun 2007. DPK tumbuh 10,08% (qtq)

atau 12,60% (yoy) menjadi Rp105,57 triliun.

Berdasarkan jenis simpanan, kenaikan terjadi

pada semua jenis simpanan. Jenis simpanan

tabungan tumbuh sebesar 12,57% (qtq) atau

Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional

Berdasarkan Jenis Simpanan

17,93 18,1920,15 21,32 22,03

30,14 30,10 31,81 33,5637,78

45,69 43,94 43,8441,03

45,77

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

TW IV TW I TW II TW III TW IV

2006 2007

Trili

un R

p

Giro Tabungan Deposito

Sumber: LBU KBI Bandung

25,35% (yoy), giro tumbuh 3,31% (qtq) atau 22,83% (yoy) dan deposito tumbuh 11,55% (qtq) atau

0,17% (yoy) (Grafik 3.3).

Jenis simpanan deposito dan tabungan masih mendominasi pangsa DPK bank umum

konvensional. Peningkatan deposito yang cukup signifikan menyebabkan pangsa deposito

mengalami kenaikan dari 42,78% menjadi 43,35% terhadap total DPK. Begitu juga, pangsa tabungan

meningkat dari 34,99% menjadi 35,78%, sedangkan pangsa giro sedikit turun dari 22,23% menjadi

20,86% dari total DPK. Peningkatan deposito pada periode laporan merupakan peningkatan

terbesar setelah pada tiga triwulan sebelumnya mengalami penurunan. Dengan peningkatan

ini, jumlah deposito yang ada di bank umum telah mencapai jumlah yang hampir sama dengan jumlah

posisi tahun 2006. Jumlah deposito pada akhir tahun 2007 mencapai Rp45,77 triliun atau hanya

tumbuh 0,17% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Adapun peningkatan tabungan terjadi

merupakan pengaruh dari semakin meningkatnya pelayanan perbankan dan gencarnya promosi

tabungan berhadiah.

Berdasarkan kelompok bank, 96,37% DPK

dihimpun oleh kelompok bank

pemerintah dan bank swasta. Adapun

pangsa DPK kelompok bank asing dan

campuran hanya 3,63% dari total DPK (Grafik

3.4). Nominal penghimpunan DPK di semua

kelompok bank meningkat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan

DPK terbesar dialami oleh kelompok bank

pemerintah, yaitu sebesar Rp5,04 triliun, ter-

Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok

Bank Triwulan IV-2007

49.01%

47.36%

3.63%

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing

Sumber: LBU KBI Bandung

utama pada simpanan deposito dan tabungan. Di kelompok bank swasta, DPK naik Rp4,25 triliun,

terutama kenaikan pada simpanan deposito dan tabungan. Begitu juga, di kelompok bank bank asing

dan campuran mengalami peningkatan sebesar Rp367,18 miliar, terutama pada simpanan deposito..

Page 75: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

57

Berdasarkan golongan pemilik, 67,92% DPK yang dihimpun oleh bank umum konvensional

di Jawa Barat berasal dari nasabah perorangan, yaitu mencapai Rp71,71 triliun. DPK yang

berasal dari Badan Usaha Milik Negara mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni 105%

(qtq) dari Rp5,86 triliun menjadi Rp12,04 triliun. Hal ini menyebabkan DPK yang berasal dari BUMN

naik ke urutan kedua terbesar (triwulan sebelumnya urutan keempat) setelah nasabah perseorangan.

Urutan ketiga dan keempat adalah DPK milik pemerintah swasta dan milik perusahaan daerah masing-

masing mencapai Rp9,93 triliun dan Rp4,91 triliun. (Grafik 3.5).

Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan

Pemilik Triwulan IV-2007

Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik

4.65%

67.92%

9.41%

11.40%

2.70% 3.92%

Perorangan Badan Usaha Milik Negara

Perusahaan Swasta Pemerintah Daerah

Yayasan dan Badan Sosial Lainnya

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Tw.IV-06 Tw.I-07 Tw.II-07 Tw.III-07 Tw.IV-07M

iliar

RpPerorangan Badan Usaha Milik Negara Perusahaan Swasta

Pemerintah Daerah Yayasan dan Badan Sosial Lainnya

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

1.2. PENYALURAN KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL

1.2.1. KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL BERDASARKAN BANK PELAPOR 1

Pada triwulan IV-2007, kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di Jawa Barat

mencapai Rp69,74 triliun. Secara triwulanan kredit tumbuh 5,61%, sedangkan secara tahunan

kredit tumbuh 20,73% (Grafik 3.7).

Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat

57.77 58.6762.39

66.0369.74

4.84%

1.55%

6.36% 5.83%

14.34%

17.77%

19.84%20.73%

5.61%

15.22%

-

10

20

30

40

50

60

70

80

Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV

2006 2007

Tril

iun

Rp

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Total Kredit qtq yoy

Sumber LBU KBI Bandung

Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank

29.90 30.4632.69

34.3235.72

25.49 25.7927.32

29.1531.23

2.37 2.42 2.39 2.56 2.79

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV

2006 2007

Trili

un R

p

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing/Campuran

Sumber LBU KBI Bandung

Berdasarkan kelompok bank, pangsa penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh

kelompok bank umum milik pemerintah dengan pangsa mencapai 51,22% turun dari

1 Kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional yang berada di Jawa Barat

Page 76: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

58

triwulan sebelumnya yang mencapai 51,98. Sementara itu, pangsa kredit yang disalurkan

kelompok BUSN dan kelompok BAC naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya masing-masing

menjadi 44,79% dan 3,99% (Grafik 3.8).

Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit bank umum konvensional di Jawa

Barat disalurkan untuk kegiatan produktif (modal kerja dan investasi). Posisi kredit modal kerja

(KMK) tercatat sebesar Rp29,98 triliun (42,99% dari total kredit), sementara posisi kredit investasi (KI)

mencapai Rp7,30 trililun (10,47% dari total kredit) dan kredit konsumsi (KK) mencapai Rp32,46 triliun

(46,54% dari total kredit) (Grafik 3.9). Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, kredit modal kerja,

kredit investasi dan kredit konsumsi tumbuh masing-masing sebesar Rp2,25 triliun (8,12%), Rp546,68

miliar (8,10%) dan Rp0,91 triliun (2,88%).

Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional

Berdasarkan Jenis Penggunaan Triwulan IV-2007

Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis

Penggunaan

42.99%

10.47%46.54%

Modal Kerja Investasi Konsumsi

5.62 5.63 6.12 6.75 7.30

24.51 24.4726.15

27.7329.98

27.64 28.5630.12

31.55 32.46

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

TW IV TW I TW II TW III TW IV

2006 2007

Trili

un R

p

- Investasi - Modal Kerja - Konsumsi

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

Berdasarkan sektor ekonomi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran paling besar

menyerap kredit, yakni mencapai Rp14,62 triliun, atau tumbuh 9,36% (qtq) atau 24,66%

(yoy). Penyaluran kredit pada sektor ini terutama diserap oleh subsektor perdagangan eceran yang

mencapai Rp8,45 triliun, atau sekitar 57% dari total kredit sektor PHR. Besarnya penyerapan pada

subsektor ini sejalan dengan tingginya kegiatan perdagangan eceran triwulan ini terkait dengan

meningkatnya kebutuhan masyarakat karena Hari Raya Idul Fitri pada awal triwulan.

Sementara itu, penyaluran kredit terbesar lainnya adalah ke sektor industri pengolahan yang

mencapai Rp13,81 triliun atau tumbuh 7,97% (qtq) atau 23,99% (yoy). Sekitar 56% dari kredit

industri pengolahan diserap oleh subsektor industri tekstil, sandang dan kulit.

Page 77: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

59

Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan

Sektor Ekonomi Triwulan IV-2007

Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar

Berdasarkan Sektor Ekonomi

19.81%

20.97%

46.82%

2.04%0.12%

0.09%

2.23%

1.16%5.18% 1.59%

Pertanian Pertambangan PerindustrianListrik, Gas & Air Konstruksi Perdag., Rest & HotelPengktn, Gudg& Kmnks Jasa Dunia Usaha Jasa SosialLain-lain

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV

2006 2007

Trili

un R

p

Perdag., Rest & Hotel Perindustrian Jasa Dunia Usaha Konstruksi Pertanian

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

1.2.2. KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL BERDASARKAN LOKASI PROYEK2

Sejalan dengan peningkatan penyaluran

kredit oleh bank yang berlokasi di Jawa

Barat, peningkatan juga terjadi pada kredit

yang diserap di wilayah Jawa Barat baik

yang disalurkan oleh dari perbankan Jawa

Barat maupun perbankan di luar Jawa Barat.

Kredit yang disalurkan ke Jawa Barat sampai

dengan bulan November 2007 mencapai

Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Bank Pelapor dan Lokasi Proyek

57.77 58.67 62.39 66.03 69.74

100.70 102.05109.46 113.82

119.12

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

Tw 4-06 Tw 1-07 Tw 2-07 Tw 3-07 Tw 4-07

Trili

un R

p

Kredit bank pelapor Kredit lokasi proyek

Sumber: LBU dan SEKDA KBI Bandung

Rp119,12 triliun. Secara triwulanan kredit

tumbuh sebesar 4,66% (qtq) atau selama tahun

2007 (Jan – Nov) tumbuh 18,30% (ytd). Dari

total kredit tersebut, 58% dibiayai dari bank

umum konvensional di Jawa Barat, sedangkan

42% dibiayai dari bank umum konvensional

yang beroperasi di luar Jawa Barat (Grafik 3.13).

Lebih dari 61% kredit yang diserap Jawa

Barat merupakan kredit produktif, meliputi

Grafik 3.14. Pangsa Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan

Triwulan IV-2007

45.61%

15.67%

38.72%

Modal Kerja Investasi Konsumsi

Sumber: SEKDA KBI Bandung

kredit modal kerja sebesar Rp54,34 triliun dan kredit investasi sebesar Rp18,67 triliun. Adapun

kredit konsumsi mencapai Rp46,12 triliun (Grafik 3.14). Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit

ke Jawa Barat terkonsentrasi pada sektor industri dan sektor PHR, dengan pangsa 31,98% dari total

kredit. Penyaluran kredit ke sektor industri dan sektor PHR masing-masing mencapai Rp38,09 triliun

2 Kredit berdasarkan lokasi proyek adalah kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Jawa Barat yang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kredit di Jawa Barat

Page 78: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

60

dan Rp18,28 triliun. Sementara itu, sektor yang

mengalami pertumbuhan kredit terbesar adalah

sektor pertanian yang tumbuh 15,47% (qtq)

atau meningkat menjadi sebesar Rp227,35 miliar

(Grafik 3.15).

Berdasarkan kabupaten/kota penerima

kredit, Kota Bandung sebagai ibukota

Provinsi Jawa Barat merupakan daerah

penyerap kredit terbesar, yakni sekitar

Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

05

10152025

3035404550

TW III-06 TW IV-06 TW I-07 TW II-07 TW III-07 TW IV-07

Triliu

n Rp

Pertambangan Pertanian Jasa-jasa Perdagangan Perindustrian Lain-lain

Sumber: SEKDA KBI Bandung

20,87% dari total kredit yang tersalur di

Jawa Barat. Daerah lainnya yang menyerap

kredit cukup besar adalah daerah perkotaan atau

daerah yang terdapat kawasan industri seperti

Kabupaten Bekasi 13,00%, Kabupaten Bogor

8,48%, Kabupaten Bandung 8,07%, Kota

Depok 4,96% dan Kota Bekasi 4,77% (Grafik

3.16).

Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota

Triwulan IV-2007

20.87%

13.00%

8.48%

8.07%4.96%4.77%

39.85%

Kota Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Bandung Kota Depok Kota Bekasi 19 Kab& Kota Lainnya

Sumber: SEKDA KBI Bandung

1.2.3. PERSETUJUAN KREDIT BARU OLEH BANK UMUM KONVENSIONAL

Penyaluran kredit baru oleh bank umum

konvensional di Jawa Barat pada

triwulan IV-2007 mencapai Rp14,10

triliun. Dibandingkan dengan triwulan III-

2007, kredit baru meningkat Rp1,91 triliun.

Penyaluran realisasi kredit baru menunjukkan

tren yang meningkat seiring dengan semakin

turunnya suku bunga kredit.

Sekitar 68,65% dari total kredit baru me-

Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru Oleh Bank Umum Konvensional

6.28

8.39 8.869.81 9.68

11.88 12.1914.10

-6.18%

33.57%

5.54%10.81%

-1.35%2.61%

15.63%22.76%

-

2

4

68

10

12

14

16

Tw. I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV

2006 2007

Trirl

iun

Rp

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

Realisasi qtq

Sumber: LBU KBI Bandung

rupakan kredit produktif, yaitu kredit modal kerja Rp8,27 triliun dan kredit investasi Rp1,41

triliun. Adapun sisanya sebesar 31,36% merupakan kredit konsumsi, yaitu mencapai Rp4,42 triliun.

Peningkatan realisasi kredit baru pada triwulan IV-2007 merupakan jumlah terbesar selama

dua tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa dengan dukungan kondisi ekonomi yang relatif

stabil, sektor riil sudah mulai bergerak dengan memperoleh pembiayaan dari perbankan.

Page 79: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

61

1.2.4. NPL/RISIKO KREDIT

Jumlah kredit bermasalah kotor (Gross NPL) bank umum konvensional di Jawa Barat pada

triwulan laporan baik secara nominal maupun persentasenya mengalami penurunan. Gross

NPL turun dari Rp2,52 triliun sehingga menjadi Rp2,40 triliun. Demikian juga dengan persentase Gross

NPL mengalami penurunan dari 3,81% pada triwulan III-2007 menjadi 3,44% pada triwulan IV-2007

atau masih di bawah target indikatif Bank Indonesia sebesar 5%. Seiring dengan Gross NPL, jumlah

kredit bermasalah bersih (Net NPL) mengalami penurunan dari 1,82% menjadi 1,66%.

Berdasarkan sektor ekonomi, pada triwulan IV-2007, jumlah kredit bermasalah terbesar

terjadi di sektor PHR sebesar Rp716,87 miliar (1,04%), disusul oleh sektor lain-lain yakni sebesar

Rp713,81 miliar (1,04%) dan sektor industri sebesar Rp513,54 miliar (0,74%).

Berdasarkan wilayah kabupaten/ kota,

sebagian besar rasio Gross NPL di

kabupaten/kota di Jawa Barat berada

dibawah target indikatif Bank Indonesia

yang sebesar 5%, dan hanya satu daerah

dengan Gross NPL di atas target indikatif,

yaitu Kota Bogor (5,12%) (Tabel 3.1.).

Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi

Rasio NPL (%) Wilayah

Tw. III-2007 Tw.IV-2007 Kab. Bandung 2.58 4.41 Kota Bogor 5.62 5.12 Kota Tasikmalaya 4.72 4.55 Kab. Purwakarta 4.43 3.84

Sumber: LBU KBI Bandung

Sembilan belas dari dua puluh lima kabupaten/kota di Jawa Barat mengalami penurunan

jumlah kredit bermasalah. Penurunan kredit bermasalah terbesar dialami oleh Kota Bandung yaitu

mencapai Rp86,66 miliar, dan Kota Sukabumi mengalami penurunan kredit bermasalah sebesar

Rp16,44 miliar.

Rasio NPL di Kabupaten Majalengka

(0,14%) merupakan yang terendah

dibandingkan dengan kabupaten/kota

lainnya (Tabel 3.2). Tiga terendah

selanjutnya adalah Kabupaten Kuningan

(0,71%), Kota Cimahi (0,95%) dan kota

Depok (1,38%).

Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah

Rasio NPL (%) Wilayah Tw.III-2007 Tw.IV-2007

Kab. Majalengka 0.14 0.14 Kab. Kuningan 1.40 0.71 Kota Cimahi 1.42 0.95 Kota Depok 1.85 1.38

Sumber : LBU KBI Bandung

1.2.5. PERKEMBANGAN KREDIT MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (MKM)

Penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) oleh bank umum konvensional di Jawa

Barat pada triwulan IV-2007, tumbuh 3,62% (qtq) atau tumbuh 17,68%(yoy) menjadi

Rp54,76 triliun. Peningkatan ini lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan total penyaluran

kredit bank umum konvensional, sehingga porsi kredit MKM terhadap total kredit mengalami

penurunan dari 80,03% pada triwulan III-2007 menjadi 78,52% pada triwulan IV-2007.

Page 80: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

62

Bank pemerintah di Jawa Barat

menyalurkan lebih dari setengah total

kredit MKM (54%), sedangkan bank

swasta dan bank asing campuran

menyalurkan masing-masing sebesar

44% dan 2% (grafik 3.18). Sekitar 41%

dari posisi kredit MKM tersebut

merupakan kredit modal kerja (35%) dan

investasi (7%), sedangkan 58% dari posisi

Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank

29.0125.85

27.7529.09 29.75

22.9220.77 21.60 22.87 24.04

0.88 0.81 0.83 0.88 0.97

0

5

10

15

20

25

30

35

Tw.IV-06 Tw. I-07 Tw. II-07 Tw. III-07 Tw.IV-07

Trili

un R

p

Bank Umum Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran

Sumber : LBU KBI Bandung

kredit MKM merupakan kredit konsumsi (Grafik 3.19). Menurut skala kreditnya, 44% kredit MKM

disalurkan dalam bentuk kredit mikro tumbuh 3,28% (qtq) atau 3,79% (yoy) mencapai Rp24,16

triliun, sedangkan untuk kredit kecil dengan pangsa 28%, tumbuh 7,70% (qtq) atau 41,05% (yoy)

menjadi Rp15,56 triliun dan kredit menengah dengan pangsa 28%, tumbuh 6,31% (qtq) atau

24,15% (yoy) menjadi Rp13,74 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa bank umum konvensional

sepanjang tahun 2007 lebih banyak menyalurkan kredit dengan plafon lebih besar dari Rp50 juta s.d.

Rp500 juta.

Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis

Penggunaan

Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon

15.93 15.87 16.98 17.93 18.94

3.01 3.13 3.23 3.54 3.62

27.58 28.4429.98

31.37 32.20

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

TW IV TW I TW II TW III TW IV

2006 2007

Trili

un

Rp

- Modal Kerja - Investasi - Konsumsi

23.02 22.83 23.21 23.97 24.16

11.67 12.5614.05 15.13 15.56 15.04

13.7412.9212.0411.84

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

TW IV TW I TW II TW III TW IV

2006 2007

Trili

un

Rp

- Mikro - Kecil - Menengah

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

Sektor PHR adalah penyerap kredit MKM

terbesar, yakni mencapai Rp12,13 triliun

atau 22,15% kredit MKM (Grafik 3.21).

Subsektor yang merupakan penyerap kredit

MKM terbesar pada sektor ini adalah

subsektor perdagangan eceran. Selanjutnya,

sektor industri pengolahan adalah penyerap

kredit MKM terbesar kedua, mencapai Rp5,23

triliun (9,55 %), yang sebagian besar diserap

oleh subsektor industri tekstil, sandang, dan

kulit.

Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor Ekonomi

Triwulan IV-2007

59.17%22.15%

9.55%

1.50% 1.25% 0.88%0.12%

0.05%

1.69%3.63%

Lain-lain Perdag., Rest & HotelPerindustrian Jasa Dunia UsahaKonstruksi PertanianJasa Sosial Pengktn, Gudg& KmnksPertambangan Listrik, Gas & Air

Sumber : LBU KBI Bandung

Page 81: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

63

Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan IV-2007

43.86%

8.98%7.88%

7.24%

4.71%

27.33%

Kota Bandung Kota Bekasi

Kota Bogor Kota Cirebon

Kota Tasikmalaya Kab & Kota Lainnya

Sumber : LBU KBI Bandung

Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit Bank Umum

Konvensional

4.014.31 4.13

3.813.59

3.94 3.91 3.793.44 3.41

-0.501.001.502.002.503.003.504.004.505.00

TW IV TW I TW II TW III TW IV

2006 2007

%

NPL Kredit(%) Gross NPLs UMKM(%)

Sumber : LBU KBI Bandung

Rasio kredit MKM bermasalah masih di bawah batas toleransi Bank Indonesia yakni dengan

rasio Gross NPL sebesar 3,41%. Rasio ini lebih rendah dibandingkan rasio gross NPL total kredit

yang sebesar 3,44%(Grafik 3.23).

Berbeda dengan penyaluran kredit MKM berdasarkan lokasi bank, outstanding kredit MKM

posisi November 2007 berdasarkan lokasi proyek menunjukkan angka penyaluran yang

lebih tinggi. Berdasarkan kabupaten/ kota, penyaluran kredit MKM terbesar terjadi di Kota Bandung,

yaitu lebih dari 40% total kredit MKM bank umum konvensional di Jawa Barat (Grafik 3.22). Empat

kota/kabupaten terbesar lainnya adalah kota Bekasi (8,98%), kota Bogor (7,88%), kota Cirebon

(7,24%) dan kota Tasikmalaya (4,71%).

Hal ini berarti sebagian Kredit MKM di Jawa

Barat dibiayai oleh perbankan diluar Jawa

Barat. Kredit MKM berdasarkan lokasi proyek

di Jawa Barat pada posisi akhir bulan

November 2007 mencapai Rp75,64 triliun,

sehingga jumlah kredit MKM yang disalurkan

perbankan di luar Jawa Barat sebesar Rp20,88

triliun.

Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM berdasarkan lokasi Proyek di Jawa Barat

Des 2002 s.d. Des 2006 termasuk Provinsi BantenSumber: Statistik Perbankan Indonesia

0102030405060708090

Des

2002

Des

2003

Des

2004

Des

2005 Ags

Sep

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Ags

Sept

Okt

Nov

2006 2007

Trili

un

Rp

Secara nasional, porsi kredit MKM berdasarkan lokasi proyek di Jawa Barat menempati

urutan kedua setelah Jakarta, dengan porsi sebesar 15,45% terhadap total kredit MKM

Nasional yang berjumlah Rp489,46 triliun. Hal ini cukup beralasan mengingat Jawa Barat memang

termasuk daerah yang mempunyai jumlah UMKM terbesar selain lokasinya sangat dekat dengan pusat

kegiatan ekonomi nasional, Jakarta.

Sementara itu, dalam rangka meningkatkan akses kredit kepada UMKM, serta sesuai dengan

Inpres No. 6 tahun 2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan

pembedayaan usaha mikro, kecil dan menengah, Bank Indonesia berupaya memfasilitasi

pembentukan skim penjaminan kredit daerah. Untuk Provinsi Jawa Barat, Kantor Bank Indonesia

Page 82: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

64

Bandung bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung melakukan kajian

mengenai skim penjaminan kredit daerah di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat. Kajian ini

bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai skim penjaminan kredit kepada UMKM yang sesuai

dengan kondisi daerah (lihat Boks 1. Kajian Peran Pemerintah Daerah dalam Pengembangan UMKM

melalui Penjaminan Kredit Daerah di Jawa Barat).

2. KINERJA BANK UMUM KONVENSIONAL YANG BERKANTOR PUSAT DI BANDUNG

Perkembangan kinerja tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat di Bandung

juga menunjukkan perkembangan positif. Beberapa indikator seperti total aset, DPK yang

dihimpun maupun kredit yang disalurkan terus mengalami peningkatan (Grafik 3.25). Total

aset tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat

di Bandung pada triwulan IV-2007, secara

triwulanan tumbuh 8,14% (qtq) atau

secara tahunan 30,86% (yoy) mencapai

Rp39,91 triliun. Kenaikan tersebut

didorong oleh DPK yang secara triwulanan

tumbuh 2,11% (qtq) dan secara tahunan

tumbuh 24,91% (yoy) menjadi Rp30,40

triliun.

Sebagian besar DPK (62%) berupa

Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung

32.8835.76 36.91

39.37 39.91

19.42 20.5222.37

24.08 24.1624.9927.91

29.7831.58 30.40

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Tw 4-06 Tw 1-07 Tw 2-07 TW 3-07 Tw 4-07

Trili

un R

p

Aset Kredit Yang Diberikan Dana Pihak Ketiga Sumber : LBU-KBI Bandung

deposito Rp19,00 triliun, sementara porsi giro dan tabungan masing-masing sebesar 25%

(Rp7,36 triliun) dan 13% (Rp4,02 triliun). Nilai DPK yang dihimpun ketujuh bank tersebut mencapai

28,80% dari total DPK di Jawa Barat.

Begitu pula dengan outstanding kredit sampai dengan triwulan IV-2007 tercatat sebesar

Rp24,16 triliun atau secara triwulanan tumbuh 8,01% (qtq) dan secara tahunan tumbuh

31,64% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit untuk konsumsi mempunyai porsi terbesar

yakni 85,21%, disusul kemudian oleh kredit untuk modal kerja dengan porsi 11,99% dan kredit untuk

investasi dengan porsi 2,81%. Sementara itu, bila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran

kredit terbesar selain adalah kepada sektor konsumsi (porsinya 85,21%), sektor perdagangan, hotel

dan restoran (porsinya 6,67%), sektor perindustrian (porsinya 2,70%), sektor jasa dunia usaha

(porsinya 2,10%) dan sektor lima lainnya (3,31%). Pertumbuhan DPK yang lebih kecil dibandingkan

pertumbuhan kredit menyebabkan LDR bank umum konvensional yang berkantor pusat di Jawa Barat

naik dari 75,84 pada triwulan III-2007 menjadi 79,45 % pada triwulan IV-2007.

Meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibanding peningkatan kredit bermasalah

mendorong peningkatan profitabilitas perbankan. Sampai dengan bulan Desember 2007 Net

Interest Income (NII) mengalami kenaikan dari Rp1,85 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp2,57 triliun.

Peningkatan profitabilitas tersebut mengakibatkan rasio Return on Asset (ROA) membaik dari 2,76%

Page 83: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

65

menjadi 3,15%, sedangkan rasio efisiensi antara Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional

(BOPO) semakin membaik dari 82,63% menjadi 77,04%.

Sementara itu, terkait dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/15/PBI/2005 tanggal 1 Juli

2005 serta Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/48/DPNP tanggal 25 Oktober 2005 perihal

Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, yang mewajibkan bank umum memenuhi modal

inti paling sedikit Rp80 miliar pada akhir tahun 2007, seluruh bank umum yang berkantor

pusat di wilayah kerja KBI Bandung sudah memenuhi ketentuan tersebut. Dengan demikian,

ketujuh bank tersebut diperkirakan tidak ada yang turun status maupun menjadi bank fokus. Untuk

selanjutnya, bank umum harus berusaha memenuhi ketentuan modal inti minimum paling sedikit

Rp100 miliar pada akhir tahun 2010.

3. BANK UMUM SYARIAH

Sejalan dengan perkembangan bank umum

konvensional, perkembangan bank umum

syariah pada triwulan IV-2007 menunjukkan

perkembangan yang positip baik secara

triwulanan maupun secara tahunan. Hal ini

terlihat dari meningkatnya indikator seperti

meningkatnya aset, DPK dan pem biayaan yang

diberikan (PYD) (Grafik 3.26)

Grafik 3.26. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah

3.3 3.3 3.4 3.6

4.1

2.4 2.5 2.5 2.6

3.1

2.3 2.4 2.62.8 2.8

-

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

Tw.IV-06 TW I-07 TW II-07 TW III-07 TW IV-07

Triliu

n Rp

Total Asset Dana Pihak Ketiga Pembiayaan

Sumber: LBU KBI Bandung

Secara triwulanan, total aset tumbuh 15,59% (qtq) sedangkan secara tahunan aset tumbuh

23,04% (yoy) menjadi Rp4,07 triliun. Kenaikan aset tersebut didorong oleh meningkatnya DPK

yang tumbuh 21,42% (qtq) dan secara tahunan tumbuh 29,24% (yoy) triliun menjadi Rp3,14 triliun,

serta pihak pembiayaan yang diberikan (PYD) tumbuh 2,72% atau secara tahunan tumbuh 21,52%

menjadi Rp2,84 triliun. PYD yang tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan DPK,

mengakibatkan rasio PYD terhadap DPK atau FDR bank umum syariah pada triwulan IV-2007 turun,

dari 106,77% pada triwulan sebelumnya menjadi 90,34%.

Sementara itu, kualitas pembiayaan bank umum syariah di Jawa Barat pada triwulan IV-2007

menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh rasio non performing

financing (NPF) yang semakin menurun. Persentase Gross NPF pada triwulan IV-2007 tercatat sebesar

5,83% atau lebih rendah dibandingkan dengan gross NPF triwulan sebelumnya yang sebesar 7,87%.

Hal ini merupakan salah satu hasil dari upaya perbankan syariah dalam rangka menurunkan NPF

dengan cara penyelesaian pembiayaan bermasalah lebih intensif serta tetap menerapkan prinsip

kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.

Page 84: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

66

4. BANK PERKREDITAN RAKYAT

Perkembangan kegiatan intermediasi baik oleh BPR konvensional maupun syariah (BPR/S) di

Jawa Barat pada triwulan IV-2007 (November 2007) belum seperti yang diharapkan

walaupun masih tetap mengalami peningkatan. Membaiknya kondisi usaha terutama usaha

mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan target BPR/S serta berbagai program kerjasama

seperti lingkage program dengan bank umum dan BPR, masih belum mampu menjadi pendorong

utama meningkatnya intermediasi BPR/S di Jawa Barat.

Total aset, secara triwulanan tumbuh 2,66% (qtq) dan secara tahunan tumbuh 7,17%

menjadi Rp4,45 triliun. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan DPK sebesar 1,97% (qtq)

dan 8,12% (yoy) menjadi Rp2,74 triliun serta peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan yang

tumbuh 3,07% (qtq) dan 14,18% (yoy) menjadi Rp2,81 triliun. Sebagian besar kredit/pembiayaan

yang disalurkan merupakan kredit produktif, mencapai sekitar 62% dari total kredit/pembiayaan

BPR/S, sedangkan sisanya merupakan kredit konsumsi. Lebih dari 57% kredit/pembiayaan BPR/S

disalurkan untuk penggunaan modal kerja, yaitu mencapai Rp1,60 triliun atau tumbuh 2,60% (qtq).

Adapun untuk penggunaan konsumsi mencapai Rp1,06 triliun atau tumbuh 4,71% (qtq), sedangkan

kredit investasi turun 3,07% (qtq) menjadi Rp0,15 triliun.

Penghimpunan DPK oleh BPR/S mencapai Rp2,74 triliun atau tumbuh 1,97% (qtq) dan 8,12%

(yoy). Pada triwulan laporan, jenis simpanan tabungan tumbuh 5,91% (qtq) dan simpanan deposito

tumbuh 0,85% (qtq). Dari dua jenis simpanan di BPR/S, 77% diantaranya berupa simpanan deposito,

sedangkan sisanya berupa tabungan.

Rasio antara kredit/pembiayaan dengan DPK (LDR) pada triwulan ini sebesar 102,51%, lebih

tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 101,41%. Penurunan ini terutama

karena adanya peningkatan jumlah kredit/pembiayaan yang disalurkan lebih tinggi dibandingkan

dengan DPK yang dihimpun. Sementara itu, risiko kredit BPR/S di Jawa Barat masih cukup tinggi. Hal

ini terlihat dari jumlah kredit/pembiayaan bermasalah (Gross NPL/F) yang sebesar 11,15% atau jauh

dari target indikatif BI yang hanya sebesar 5%.

Page 85: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

67

Boks 1.

Kajian Peran Pemerintah Daerah dalam Pengembangan UMKM

melalui Penjaminan Kredit Daerah di Jawa Barat

Penjaminan kredit saat ini telah menjadi wacana penting diantara para pembuat kebijakan di daerah setelah Presiden Yudhoyono meluncurkan program Penjaminan Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sekaligus mengucurkan dana Rp 1,4 triliun sebagai penyertaan modal negara pada dua perusahaan penjamin kredit yang terlibat dalam program tersebut, yakni Askrindo dan Perum SPU. Program tersebut merupakan langkah konkrit dari Inpres No 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM.

Penjaminan kredit adalah kegiatan pemberian penjaminan kepada usaha mikro, kecil, menengah yang memiliki kriteria usaha feasible namun tidak bankable, yakni tidak memiliki agunan atau agunannya tidak mencukupi agar dapat memperoleh kredit dari perbankan. Tentu saja ini merupakan terobosan untuk meningkatkan produktivitas UMKM dan menstimulasi lembaga perbankan memberikan kredit kepada UMKM yang akan menimbulkan efek positif berantai yakni memperluas skala usaha UMKM, menambah lapangan pekerjaan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan PAD.

Mencermati dampak positif yang diharapkan banyak pihak, maka seyogianya implementasi program penjaminan kredit tersebut didukung oleh pemerintah daerah. Keterlibatan pemda dalam program penjaminan kredit berada dalam konstelasi regulasi, kebijakan pemberdayaan UMKM dan kebijakan anggaran. Karenanya, perlu pemahaman yang mendasar dan holistik diantara pihak eksekutif dan legislatif tentang urgensitas dan mekanisme dari program penjaminan kredit.

Dalam rangka memetakan potensi keterlibatan pemda di Jawa Barat dalam program penjaminan kredit, Kantor Bank Indonesia Bandung bekerjasama dengan Tim Peneliti Fakultas Ekonomi UNISBA melakukan kajian tentang preferensi pemda di Jawa Barat terhadap program penjaminan kredit UMKM di 5 kabupaten/kota yakni Kota Bandung, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Banjar dan Kota Cirebon.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa komitmen setiap daerah dalam pemberdayaan UMKM cukup tinggi. Diantara program yang sudah berjalan, terdapat program yang terkait langsung dengan upaya bantuan modal untuk UMKM yang berasal dari dana APBD. Sifat bantuan tersebut ada yang merupakan dana bergulir, pinjaman lunak dengan subsidi bunga rendah dan tanpa agunan asset apa pun. Fakta ini mengisyaratkan bahwa terdapat peluang bagi pemda untuk terlibat dalam program penjaminan kredit.

Hasil survey tentang preferensi pemda terhadap program penjaminan menunjukan bahwa dari total responden yakni para pembuat kebijakan sebanyak 36 di lima kabupaten/kota, 17% sama sekali tidak tahu, 11% baru berada dalam tahap mengetahui dan ada perhatian, 31% tertarik, 36% berkeinginan, dan hanya 5% yang sudah mengambil langkah melalui MoU dengan Askrindo. Tingkat preferensi responden terhadap program penjaminan kredit UMKM masih relatif rendah, tercermin pada tingginya persentase responden yakni 69% yang belum berminat atau masih mempertimbangkan kemungkinan menetapkan program tersebut sebagai bagian dari kebijakannya

Hasil perhitungan Model Regresi Logistik menunjukan bahwa variabel kemampuan daerah membiayai sendiri kegiatan dan programnya, adanya sosialisasi program penjaminan kredit, serta adanya pihak yang memfasilitasi terwujudnya implementasi program sangat mempengaruhi preferensi pemerintah dalam memutuskan untuk melakukan penjajakan atau mengimplementasikan program penjaminan kredit. Sebesar 46,4 % variasi perubahan preferensi responden dapat dijelaskan oleh variasi perubahan ketiga variabel bebas tersebut, dan 53,6% ditentukan oleh variabel lain diluar model, yakni kepastian hukum, komitmen, kejelasan konsep, aturan main, dan sebagainya. Secara umum, upaya lebih lanjut untuk implementasi program terkendala oleh aspek hukum yang belum jelas, masih rendahnya pemahaman teknis pelaksanaan program, dan kapasitas APBD.

Berdasarkan temuan empiris di atas, model penjaminan kredit UMKM yang ditawarkan terdiri dari model yang paling feasible untuk segera dilaksanakan dan model yang memungkinkan untuk dilaksanakan dengan syarat pembenahan kelembagaan di berbagai aspek. Model yang feasible

Page 86: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

68

dapat diterapkan di tingkat propinsi yakni kerjasama antara KPK Jawa Barat dengan Askrindo yang dtindaklanjuti oleh Model Kolaborasi Pemda dengan KPK Jawa Barat. Alternatif model lain untuk mengantisipasi kemandengan kerjasama KPK Jabar-Askrindo adalah kerjasama pemda kabupaten/kota dengan Askrindo, terutama untuk daerah yang memiliki preferensi tinggi terhadap program penjaminan kredit seperti Kota Bandung dan Kota Banjar, sedangkan model yang memungkinkan untuk dijajaki adalah Model Three-Parties Perusahaan, Pemda, Askrindo yang mencoba mengoptimalkan kemitraan yang selama ini sudah terjadi.

Kerjasama antara KPK Jawa Barat dengan Askrindo sangat tepat karena akan menghidupkan kembali peran KPK Jawa Barat yang pernah melakukan penjaminan kredit UKMK. Namun dengan kepemilikan modal hanya 5 milyar rupiah, nilai kredit dan jumlah UMKM yang bisa difasilitasi akan sangat terbatas. Dalam rangka memperluas jangkauan peserta penjaminan dan melibatkan seluruh pemda kabupaten/kota sudah seyogianya KPK Jabar merangkul seluruh pemda untuk menyertakan modalnya. Selain itu, KPK Jabar perlu lebih gencar mempromosikan diri untuk menarik keanggotaan sehingga modal yang terkumpul semakin besar. Dengan demikian model kerjasama KPK Jabar dengan Askrindo merupakan langkah awal untuk tahapan berikutnya yakni Model Kolaborasi Pemda dengan KPK Jabar.

Terdapat beberapa alasan yang terkait dengan kemungkinan kolaborasi tersebut, yakni: mengoptimalkan lembaga yang ada, kewajiban modal yang disetor pemda kabupaten/kota akan proporsional sesuai jumlah pelaku UMKM, skala usaha, kapasitas APBD masing-masing daerah, pemda kabupaten/kota tidak perlu menyiapkan infrastruktur baik SDM, sistem pelaksanaan maupun pola manajemen, penjaminan yang dilakukan secara kelompok melalui koperasi anggotanya dapat menurunkan biaya transaksi, meningkatkan modal sosial (kebersamaan dan kepercayaan) antara pemerintah propinsi dengan kabupaten/kota, memperkuat jejaring.

Sebagai antisipasi kemandegan dua model di atas, sementara terdapat daerah yang antusias untuk segera implementasi program penjaminan maka model kerjasama pemda dengan Askrindo termasuk model yang feasibel untuk dilakukan dalam waktu dekat yakni bagi daerah yang sudah memiliki preferensi tinggi dan kesiapan anggaran, seperti Kota Bandung

Model Three-Parties Perusahaan sangat potensial untuk dilaksanakan karena di beberapa daerah terdapat UMKM yang mengikuti Program Kemitraan dengan BUMD, BUMN, ataupun perusahaan PMDN dan PMA. Tawaran alternatif model ini diakui relatif ‘dini’ dan cukup pelik karena menyangkut kebijakan perusahaan dalam mengalokasikan profit sebagai bentuk implementasi progam CSR (Corporate Social Responsibility), seberapa besar kemungkinan mereka dapat terlibat dalam program penjaminan kredit.

Untuk mendorong implementasi program penjaminan kredit yang melibatkan pemda, perlu kebijakan sebagai berikut. Pertama, Bank Indonesia segera memfasilitasi proses kerjasama KPK Jabar dengan Askrindo. Kedua, KPK Jawa Barat segera mempersiapkan design upaya kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota baik secara teknis maupun aturan mainnya untuk memanfaatkan peluang adanya keinginan pemerintah kabupaten/kota untuk bergabung. Ketiga, pemerintah pusat, propinsi, Askrindo dan Bank Indonesia seyogianya meningkatkan intensitas sosialisasi dan fasilitasi. Sosialisasi untuk daerah yang preferensinya rendah sebaiknya diberikan secara menyeluruh dan detail terkait dengan benefit dan tataran praktis dari program ini. Adapun khalayak sasaran strategisnya adalah pemangku kebijakan utama yakni bupati, wakil bupati, setda, Ketua DPRD, Kabag ekonomi, Kabag hukum, Kabag anggaran dan Kepala dinas UMKM beserta staf-stafnya. Waktu sosialisasi bisa dilakukan kapan saja. Untuk daerah yang preferensinya tinggi perlu difasilitasi untuk mempertemukan pihak-pihak yang akan terlibat seperti Pemda, PT Askrindo, Bank, dan KPK Jawa Barat, sehingga terjadi kesepakatan risk sharing, gearing ratio, dan lain-lainnya. Waktu fasilitasi sebaiknya dilakukan pada saat tahap awal penyampaian rencana kegiatan agar bisa ditindaklanjuti pada tahun anggaran berikutnya. Keempat, pemerintah pusat mengeluarkan peraturan yang jelas untuk mendukung implementasi program penjaminan kredit di daerah. Kelima, pemerintah seyogianya mempertimbangkan dan memfasilitasi peluang keterlibatan BUMN/PMA/PMDN dalam program penjaminan kredit.

Page 87: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Page 88: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

70

Realisasi APBD Provinsi Jawa Barat pada akhir tahun 2007 diperkirakan melebihi angka

yang terdapat pada APBD murni tahun 2007, baik untuk pos pendapatan maupun pos

belanja daerah. Sebagaimana tercantum dalam APBD Perubahan tahun 2007 yang telah

disahkan oleh DPRD Prov Jabar pada akhir November 2007, secara keseluruhan pendapatan

daerah mengalami kenaikan sebesar 1,82% dibandingkan APBD Murni tahun 2007. Sementara itu

belanja daerah, yang terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung, naik 9,43%. Perubahan

tersebut antara lain dimaksudkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang memiliki sifat penting

dan genting untuk merespon dampak perubahan asumsi dan untuk kegiatan yang berorientasi

sebagai landasan pencapaian 8 common goals tahun 2008 (lihat Boks 2. Gambaran Umum

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Jawa Barat Tahun 2008).

Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan Perubahannya (Rp Miliar)

No. Uraian APBD Murni

APBD Perubahan

% Perubahan

1 Pendapatan 5,150 5,244 1.82

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3,622 3,721 2.74

b. Dana Perimbangan 1,522 1,515 -0.44

c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 6 6 0.00

2 Belanja Daerah 5,272 5,769 9.43

a. Belanja Tidak Langsung 3,661 4,205 14.86

b. Belanja Langsung 1,611 1,564 -2.92

Surplus/Defisit (122) (525)

Sumber: www.jabarprov.go.id

1. PENDAPATAN DAERAH

Pendapatan daerah dalam APBD Perubahan Tahun 2007 tercatat sebesar Rp5.244 miliar,

meningkat sebesar Rp94 miliar dibandingkan APBD murni tahun 2007 Rp5.150 miliar,

atau meningkat 1,82%. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD murni dianggarkan sebesar

Rp3.622 miliar mengalami peningkatan sebesar Rp99 miliar menjadi Rp3.721 miliar, atau naik

2,74%. Sementara itu, Dana Perimbangan yang semula Rp1.522 miliar turun sebesar Rp7 miliar

menjadi Rp1.515 miliar atau turun 0,44%. Sementara itu, komponen Lain-lain Pendapatan yang

sah tidak mengalami perubahan, tetap Rp6 miliar.

2. BELANJA DAERAH

Pada APBD Perubahan Tahun 2007, pos Belanja Daerah Jawa Barat, yang terdiri dari

Belanja Langsung dan Tidak Langsung, meningkat sebesar Rp497,09 miliar atau 9,43%

menjadi sebesar Rp5.769 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan pada

komponen Belanja Tidak Langsung, yaitu sebesar Rp544 miliar atau 14,86%, menjadi sebesar

Page 89: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

71

Rp4.205 miliar. Sementara itu, untuk komponen Belanja Langsung justru mengalami penurunan

menjadi Rp1.563 miliar, atau turun Rp47 miliar dibandingkan angka pada APBD murni yang

tercatat sebesar Rp1.611 miliar.

Penurunan pada pos Belanja Langsung disebabkan oleh rendahnya tingkat realisasi

anggaran. Sampai dengan akhir November 2007, anggaran untuk pos Belanja Langsung hanya

terserap sebesar Rp1.045 miliar, atau sekitar 65% dari total anggaran belanja langsung yang

sebesar Rp1.611 miliar. Dari total 49 program dan 905 kegiatan pembangunan yang direncanakan

oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007, sampai dengan akhir November 2007,

secara fisik baru terealisasi kurang dari 70%. Bahkan, sampai dengan pertengahan triwulan IV-

2007, ada 2 program yang belum terlaksana sama sekali, yaitu Program Peningkatan Kerukunan

Hidup Intern dan Antar Umat Beragama dan Program Peningkatan Kesadaran Politik, dengan

total nilai kedua proyek tersebut sekitar Rp2,6 miliar.

Berdasarkan jumlah anggaran yang telah terealisasi, sebagian besar digunakan untuk

pelaksanaan Program Pengembangan Infrastruktur Transportasi dan Telekomunikasi,

yaitu sebesar Rp270,54 miliar. Diikuti oleh pelaksanaan Program Peningkatan Sarana dan

Prasarana Aparatur, yaitu sebesar Rp226,35 miliar, serta Program Pengembangan dan Pengelolaan

Infrastruktur Sumber Daya Air dan Irigasi yang terealisasi sebesar Rp101,08 miliar.

Rendahnya tingkat realisasi anggaran Belanja Langsung selama tahun 2007 ini, antara

lain disebabkan oleh masih banyaknya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang

belum sepenuhnya memahami teknis pelaksanaan Permendagri No. 13/2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu, tertundanya beberapa proyek

pembangunan infrastruktur, seperti proyek pembangunan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan

(Cisumdawu) dan Soreang-Pasirkoja (Soroja), menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran.

Namun demikian, pada tahun 2008 diharapkan proyek pembangunan tersebut dapat segera

dimulai. Pada tanggal 27 Desember 2007, telah ditandatangani kesepakatan bersama

pembebasan lahan untuk proyek jalan tol Cisumdawu (antara Pemerintah Kabupaten Sumedang,

Majalengka, Kabupaten Bandung, serta Pemprov Jabar) dan tol Soroja (Pemerintah Kabupaten

Bandung, Kota Bandung dan Pemprov Jabar). Dengan kesepakatan itu, lahan tanah yang akan

digunakan nantinya ditanggung oleh masing-masing pemerintah daerah.

Perubahan APBD tahun 2007 diarahkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang

memiliki sifat penting, serta kegiatan yang berorientasi sebagai landasan pencapaian

delapan common goals tahun 2008. Kegiatan yang dikategorikan penting meliputi 4 kegiatan

strategis sebesar Rp13,3 miliar dan 9 kegiatan prioritas sebesar Rp427,58 miliar. Beberapa

kegiatan strategis diantaranya adalah pembebasan tanah Lingkar Nagreg (Rp2,5 miliar), role

sharing tahap II untuk pembebasan tanah dan bangunan lanjutan TPA Leuwigajah (Rp3,8 miliar),

persiapan pembebasan tanah untuk pembangunan Waduk Jatigede dan persiapan peresmian

satgas (Rp500 juta), serta pembebasan tanah seluas 4.575 meter persegi untuk pembangunan

Jalan Cileunyi-Jatinangor sebesar Rp6,5 miliar.

Page 90: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

72

Kegiatan prioritas yang menyerap anggaran terbesar adalah kegiatan pemilihan kepala

daerah (pilkada) gubernur Jawa Barat, yaitu sebesar Rp450 miliar. Kegiatan lainnya adalah

pengadaan kelengkapan penunjang PPTSP (Rp600,7 juta), penggantian lahan SMA 22 Kota

Bandung (Rp5 miliar), bantuan pilkada Purwakarta, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Sukabumi,

Sumedang dan Kabupaten Bandung Barat (Rp15 miliar), tambahan untuk Satlak PPK-IPM tim

pemantauan dan pendampingan intensif Provinsi Jabar (Rp300 juta), serta bintek Keppres 80

Tahun 2003 dan sertifikasi penyedia barang dan jasa (Rp425 juta). Kegiatan prioritas berikutnya

adalah penyusunan naskah akademis Raperda pembangunan Bandara Internasional (Rp50 juta),

kajian penataan organisasi perangkat daerah (Rp350 juta), operasionalisasi komite perencana

Provinsi Jabar (Rp851,65 juta), bantuan kepada KONI Jabar (Rp10 miliar), bantuan keuangan

untuk sarana olahraga Gede Bage Kota Bandung (Rp10 miliar), serta pembebasan lahan Cipatik

Soreang Kabupaten Bandung (Rp1,5 miliar).

3. APBD TAHUN 2008

APBD Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2008 diperkirakan terlambat ditetapkan,

diperkirakan baru akan ditetapkan paling cepat pada pertengahan Januari 2008, dari

yang seharusnya ditetapkan sebelum tahun 2008. Keterlambatan ini antara lain karena baru

selesainya pemeriksaan APBD oleh BPK pada bulan Agustus 2007, Sementara itu, sesuai ketentuan

dari Depdagri, Pemprov Jabar seharusnya sudah menyerahkan RAPBD 2008 pada pertengahan

tahun 2007. Selain itu, berubahnya Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah menjadi Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan

peraturan dimaksud, menyebabkan diperlukannya waktu tambahan untuk proses penyesuaian

terhadap rancangan yang telah dibuat. Keterlambatan ini, diperkirakan akan berdampak kepada

tertundanya berbagai belanja pemerintah dan kegiatan pembangunan pada triwulan I-2008, yang

akan berpengaruh terhadap rendahnya laju pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut.

RAPBD tahun 2008 yang diajukan oleh Pemprov Jabar tidak jauh berbeda dibandingkan

APBD Murni tahun 2007, yaitu sebesar Rp5,5 triliun. Padahal, diperkirakan kebutuhan belanja

daerah tahun 2008 lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sejumlah pembiayaan yang akan

dikeluarkan pada tahun 2008 diantaranya belanja untuk pilkada sebesar Rp600 miliar, belanja

pendidikan 15% dari nilai APBD, biaya pembebasan lahan untuk proyek pembangunan Tol Soroja

dan Cisumdawu sebesar Rp66 miliar, serta biaya pembebasan lahan proyek pembangunan sarana

Olah Raga Gedebage senilai Rp350 miliar.

Page 91: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

73

Tabel 4.2. Proyeksi Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2008 (Rp Miliar)

Jumlah Perubahan

No.

Uraian (Rp Miliar) Anggaran 2007

Proyeksi Tahun 2008 Rp %

1 Pendapatan 5,149.87 5,315.51 165.65 3.22

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3,621.80 3,710.27 88.47 2.44

Pajak Daerah 3,425.19 3,452.99 27.80 0.81

Retribusi Daerah 28.51 28.28 (0.23) (0.79)

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

115.49 125.32 9.84 8.52

Lain-lain PAD yang Sah 52.62 103.67 51.05 97.02

b. Dana Perimbangan 1,522.07 1,598.61 76.54 5.03

Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 588.63 665.18 76.54 13.00

Dana Alokasi Umum 933.44 933.44 - -

c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 6.00 6.64 0.64 10.60

2 Belanja Daerah 5,272.08 5,295.00 22.92 0.43

a. Belanja Tidak Langsung 3,661.40 3,250.00 (411.40) (11.24)

b. Belanja Langsung 1,610.68 2,045.00 434.32 26.96

Surplus/Defisit (122.21) 20.51 142.73

3 Pembiayaan Daerah

a. Penerimaan Pembiayaan 419.18

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA)

419.18

b. Pengeluaran Pembiayaan 296.97 0.47 (296.50) (99.84)

Pembentukan Dana Cadangan 100.00

Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 186.50

Pembayaran Pokok Utang 0.47 0.47

Pemberian Pinjaman Daerah 10.00

Pembiayaan Neto 122.21 (0.47)

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA)

0.00 20.05 20.05

Sumber: Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

Page 92: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

74

BOKS 2.

GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH JAWA BARAT TAHUN 2008

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2008 dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 disusun dengan tujuan untuk mewujudkan sinergitas pada tataran perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan antar wilayah, antar sektor pembangunan, dan antar tingkat pemerintahan serta mewujudkan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan daerah.

Berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2007, ditetapkan delapan tujuan bersama (common goals) sebagai berikut:

1. Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Sumberdaya Manusia, yang diarahkan untuk menciptakan sumberdaya manusia Jawa Barat yang unggul dan terpercaya. Sasarannya adalah:

a. Meningkatnya kualitas pendidikan masyarakat Jawa Barat b. Meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat Jawa Barat c. Meningkatnya aksesibilitas terhadap pelayanan dasar d. Meningkatnya pemahaman dan pengamalan agama serta nilai-nilai budaya daerah

2. Ketahanan Pangan, yang difokuskan pada komoditas beras.

Sasarannya adalah:

a. Meningkatnya produksi b. Terpenuhinya stok beras regional Jawa Barat c. Tertatanya distribusi dan perdagangan beras d. Menurunnya tingkat kehilangan pasca panen

3. Peningkatan Daya Beli Masyarakat, yang dititikberatkan pada penciptaan lapangan kerja serta menyiapkan tenaga kerja trampil dan berjiwa entrepreneur untuk kebutuhan dalam negeri dan luar negeri.

Sasarannya adalah:

a. Meningkatnya kualitas dan kuantitas SDM tenaga kerja Jawa Barat b. Meningkatnya kesempatan kerja melalui peningkatan investasi dan padat karya c. Meningkatnya kesejahteraan petani, nelayan dan buruh d. Penyediaan kemudahan akses permodalan e. Berjalannya kemitraan strategis antara UMKM, BUMD dan pengusaha besar f. Tumbuhnya semangat dan jiwa kewirausahaan masyarakat

4. Peningkatan Kinerja Aparatur, melalui insentif berbasis kinerja dan penataan organisasi.

Sasarannya adalah:

a. Meningkatnya fungsi kelembagaan b. Meningkatnya profesionalisme dan kinerja aparatur c. Menurunnya tingkat korupsi, Kolusi dan Nepotisme untuk menciptakan good governance

dan clean goverment d. Terlaksananya Reformasi birokrasi

5. Pengelolaan Bencana, yang difokuskan pada Sistem Kelola Penanganan Bencana.

Sasarannya adalah : a. Berkurangnya resiko kejadian bencana di Jawa Barat b. Tertanganinya bencana/wabah secara cepat dan akurat c. Meningkatnya kesiapan dini (early warning system) dan mitigasi bencana d. Meningkatnya pemahaman dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana

6. Pengendalian dan Pemulihan Kualitas Lingkungan, yang dititikberatkan pada pelestarian dan peningkatan luas dan fungsi kawasan lindung di Jawa Barat. Sasarannya adalah :

a. Meningkatan pengelolaan Kawasan Lindung b. Berkurangnya luas lahan kritis di Kawasan Lindung

Page 93: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

75

7. Pengelolaan, Pengembangan dan Pengendalian Infrastruktur, yang dititikberatkan pada jaringan irigasi, jaringan jalan, Bandara Internasional Jawa Barat, serta Waduk Jatigede.

Sasarannya adalah: a. Meningkatnya kondisi jaringan irigasi b. Meningkatnya kondisi jaringan jalan dan jembatan di Metropolitan Cirebon, Metropolitan

Bandung, Metropolitan Bogor/Depok dan Jabar Selatan c. Terlaksananya persiapan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat d. Terlaksananya pembangunan Waduk Jatigede e. Meningkatnya pengelolaan persampahan di Metro Bandung dan Bodebek f. Terlaksananya pembangunan jalan tol

8. Kemandirian Energi dan Kecukupan Air Baku, yang dititikberatkan pada listrik dan energi perdesaan serta ketersediaan air baku dan pemenuhan kebutuhan air untuk kawasan pantai.

Sasarannya adalah :

a. Meningkatnya cakupan elektrifikasi perdesaan b. Berkembangnya penciptaan dan pemanfaatan energi alternatif c. Meningkat ketersediaan air baku untuk pertanian dan air bersih untuk rumah tangga d. Meningkatnya pemenuhan kebutuhan air baku dan air bersih untuk masyarakat Pesisir

Untuk mewujudkan tujuan bersama tersebut dilaksanakan prioritas pembangunan daerah tahun 2008 beserta fokus-fokus yang harus dilaksanakan pada masing-masing prioritas adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan Aksesibilitas, Kualitas, Daya Saing dan Tata Kelola Pendidikan Fokus :

a. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan b. Peningkatan ketersediaan dan kualitas guru c. Peningkatan mutu dan relevansi lulusan pendidikan d. Pengembangan pendidikan alternatif dan pendidikan non formal e. Peningkatan tata kelola pendidikan dan pencitraan publik f. Beasiswa bagi siswa yang tidak mampu dan siswa yang berprestasi

2. Peningkatan Pemahaman dan Pengamalan Nilai-Nilai Agama dan Budaya Daerah Fokus : a. Pelestarian dan pengembangan budaya daerah b. Peningkatan budaya hidup bersih dan lingkungan sehat c. Peningkatan implementasi nilai-nilai agama d. Pelestarian dan pengembangan desa budaya e. Peningkatan pendidikan budipekerti f. Pendidikan lingkungan hidup berbasis sekolah

3. Peningkatan Aksesibilitas dan Kualitas Kesehatan Masyarakat Fokus :

a. Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan dasar b. Penyediaan sumber daya kesehatan terutama untuk daerah perbatasan dan desa tertinggal c. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular terutama daerah perbatasan dan desa

tertinggal d. Peningkatan cakupan pelayanan kesehatan dasar e. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana perumahan dan permukiman di kota pusat

pertumbuhan f. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan

4. Pemberdayaan Penduduk Miskin Fokus : a. Peningkatan akses pendidikan bagi siswa miskin b. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin c. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana perumahan dan permukiman bagi penduduk

miskin terutama di desa tertinggal d. Peningkatan peluang berusaha bagi penduduk miskin

Page 94: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

76

5. Peningkatan Kompetensi dan Perlindungan Ketenagakerjaan Fokus :

a. Peningkatan keterampilan ketenagakerjaan b. Peningkatan akses peluang kerja dan pasar kerja c. Peningkatan peran dan fungsi kelembagaan hubungan industrial

6. Peningkatan Peran Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) dan Industri Kecil dan Menengah (IKM) Fokus :

a. Peningkatan SDM KUKM b. Pengembangan KUKM dan IKM terutama di pedesaan c. Peningkatan wirausaha baru d. Pengembangan Lembaga Keuangan Alternatif di Pedesaan

7. Peningkatan Peluang Investasi Untuk Perluasan Kesempatan Kerja Fokus:

a. Penyederhanaan prosedur dan kelembagaan perizinan investasi di daerah b. Optimalisasi perencanaan, pengembangan dan pengendalian promosi untuk menarik

investasi baru c. Pemberian insentif bagi kegiatan investasi di daerah

8. Revitalisasi Agribisnis, Agroindustri dan Pariwisata Fokus:

a. Peningkatan produktifitas, produksi, distribusi serta cadangan pangan beras b. Peningkatan produktifitas, produksi, distribusi, serta diversifikasi pangan c. Peningkatan peran dan fungsi penyuluh pertanian d. Peningkatan upaya pengendalian hama dan penyakit tanaman, ternak, dan ikan e. Pengembangan pariwisata di kawasan wisata unggulan f. Peningkatan daya saing Agroindustri g. Peningkatan perlindungan pengembangan dan pelestarian lahan h. Peningkatan sarana dan prasarana agribisnis

9. Peningkatan Pelayanan dan Pengendalian Infrastruktur Wilayah Fokus:

a. Pengelolaan persampahan di Metropolitan Bandung dan Bodebek b. Pembangunan jalan dan jembatan di Jabar Selatan, Metropolitan Bandung, Metropolitan

Cirebon dan PKW Sukabumi c. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke pusat-pusat akses pendidikan d. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke pusat-pusat kesehatan e. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke daerah sentra produksi pertanian f. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke desa pusat pertumbuhan, desa

tertinggal, pusat-pusat kegiatan agribisnis, agroindustri, pariwisata, dan pusat-pusat kegiatan ekonomi masyarakat

g. Peningkatan infrastruktur transportasi dari dan ke daerah rawan bencana h. Persiapan pembangunan Bandara Internasional Kertajati i. Peningkatan infrastruktur pengendali daya rusak di Metropolitan Bandung Bodebek dan

Pantura j. Peningkatan infrastruktur penyedia air baku di Metropolitan Bandung, Bodebek, dan

Pantura k. Peningkatan infrastruktur irigasi di Pantura l. Peningkatan infrastruktur irigisasi di wilayah Utara Jawa Barat dan daerah sentra produksi

pertanian m. Peningkatan infrastruktur irigasi di desa tertinggal n. Pembangunan Waduk Jatigede o. Pembangunan jalan Tol p. Perluasan Jaringan listrik pedesaan

Page 95: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

77

10. Peningkatan Ketahanan Energi dan Ketersediaan Air Baku Fokus:

a. Pengembangan dan pendayagunaan energi alternatif b. Pengembangan energi panas bumi sebagai sumber energi c. Peningkatan upaya konservasi dan penghematan energi d. Peningkatan akses terhadap air bersih

11. Optimalisasi Penanganan Bencana, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Fokus: a. Peningkatan upaya Pengurangan Resiko Bencana Banjir, kekeringan, longsor b. Peningkatan sarana dan prasarana pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan c. Peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan d. Peningkatan upaya konservasi kawasan lindung

12. Pengendalian laju Pertumbuhan Penduduk Fokus: a. Pengendalian laju pertumbuhan alamiah b. Pemberdayaan sistem administrasi kependudukan

13. Peningkatan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Fokus:

a. Pengendalian pemanfaatan ruang di lokasi rawan bencana banjir b. Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung c. Peningkatan pengendalian pemanfaatan ruang di lahan sawah d. Peningkatan koordinasi penataan ruang

14. Pemantapan Manajemen Pemerintahan Daerah Fokus:

a. Penataan urusan kelembagaan dan ketatalaksanaan b. Peningkatan kualitas pelayanan publik c. Penataan kapasitas dan penegakan hukum daerah, HAM serta bantuan hukum d. Peningkatan kapasitas pemerintahan daerah e. Peningkatan kinerja pemerintahan desa

15. Pemantapan Stabilitas Politik Fokus:

a. Pelaksanaan pilkada dan persiapan Pemilu b. Stabilitas keamanan dan ketertiban umum dalam mendukung Pilkada dan Pemilu

Dari sisi kewilayahan, program-program dalam pencapaian tujuan bersama (common goals)

pembangunan tersebut akan dilaksanakan pada wilayah sasaran yang terdiri dari: a. Desa tertinggal b. Desa pusat pertumbuhan c. Desa Budaya Jawa Barat d. Kota pusat pertumbuhan e. Daerah Perbatasan dengan Provinsi lain f. Kawasan Andalan g. Daerah rawan bencana

Berdasarkan isu strategis., tujuan bersama (commond goals) pembangunan tahun 2008, prioritas pembangunan, serta fokus yang dilaksanakan, maka target pencapaian kinerja tahun 2008 sebagaimana pasal 84/Permendagri nomor 13 tahun 2006 yang memuat pencapaian kinerja yang terukur dari program yang akan dilaksanakan.

Sumber: Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun

2008

Page 96: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 97: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Page 98: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

80

Salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran. Kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran tunai adalah senantiasa berupaya

untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis

pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu

kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem

pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan memperhatikan aspek perlindungan

konsumen.

Pada triwulan laporan, perkembangan sistem pembayaran tunai menunjukkan peningkatan

yang signifikan. Jumlah aliran uang masuk (inflow) maupun aliran uang keluar (outflow) di KBI

Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini

disebabkan pada bulan Oktober 2007 merupakan puncak tertinggi inflow terkait dengan

meningkatnya kebutuhan uang kartal sehubungan dengan hari Raya Idul Fitri serta dua bulan terakhir

merupakan dampak dari banyaknya uang yang beredar pada Oktober. Sementara itu, sistem

pembayaran non tunai, transaksi pembayaran melalui BI RTGS dan kliring di Jawa Barat menunjukkan

penurunan, seiring menurunnya aktivitas ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya.

1. PENGEDARAN UANG KARTAL

1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)

Aliran uang kartal masuk (inflow) maupun aliran uang keluar (outflow) di Jawa Barat (KBI

Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon) pada triwulan IV-2007 mengalami peningkatan

cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya kebutuhan masyarakat

terhadap uang tunai pada bulan Oktober 2007 terkait dengan hari raya Lebaran merupakan salah satu

faktor penyebab terjadinya peningkatan.

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat

11.62

10.02

4.28

1.922.68

6.786.01

3.22

0.60 0.76

4.854.01

1.07 1.321.93 2.11

5.85

3.75

-

2

4

6

8

10

12

14

TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV

2006 2007

(Rp

Tril

iun

)

Inflow Outflow Net Inflow

Sumber: KBI Bandung, KBI Tasikmalaya & KBI Cirebon

Page 99: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

81

Selama triwulan IV-2007, inflow ke Bank Indonesia tercatat Rp5,86 triliun, atau meningkat 118,03%

dibandingkan dengan inflow triwulan sebelumnya. Begitu juga dengan outflow dari Bank Indonesia

sebesar Rp3,75 triliun, atau naik 393,50% dibandingkan dengan outflow triwulan lalu.

Pada triwulan laporan, uang kertas yang keluar dari Bank Indonesia Bandung tercatat 71,46

juta bilyet dengan nominal Rp2,84 triliun, dan uang logam 2,88 juta keping dengan nominal

Rp608,76 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, uang kertas yang keluar dari Bank

Indonesia Bandung pada triwulan IV-2007 meningkat cukup signifikan, baik secara nominal (tumbuh

334,60%) maupun dari jumlah bilyetnya (tumbuh 63,14%). Berbeda dengan uang kertas, outflow

uang logam, justru mengalami penurunan baik secara nominal (24,10%) maupun jumlah kepingnya

(51,11%).

Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam

melalui Bank Indonesia Bandung

Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping(Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta)

Uang Kertas100,000 257,017.50 2.57 1,661,415.10 16.61 546.42% 546.42%

50,000 193,536.00 3.87 1,017,213.75 20.34 425.59% 425.59%20,000 52,174.24 2.61 41,586.62 2.08 -20.29% -20.29%10,000 79,421.16 7.94 52,460.43 5.25 -33.95% -33.95%

5,000 55,496.14 11.10 49,573.11 9.91 -10.67% -10.67%1,000 15,713.48 15.71 17,265.86 17.27 9.88% 9.88%

Total 653,358.52 43.80 2,839,514.87 71.46 334.60% 63.14% Uang Logam

1,000 0.07 0.00 100.00 0.10 142757.14% 142757.14%500 22.43 0.04 13.50 0.03 -39.81% -39.81%200 396.60 1.98 477.00 2.39 20.27% 20.27%100 380.86 3.81 12.19 0.12 -96.80% -96.80%

50 1.96 0.04 0.04 0.00 -97.96% -97.96%25 0.18 0.01 6.03 0.24 3250.00% 3250.00%

Total 802.10 5.88 608.76 2.88 -24.10% -51.11%

Jenis Pecahan

Pertumbuhan (qtq)Tw. III-2007 Tw. IV-2007

Sumber: KBI Bandung

1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Sebagai upaya untuk menjaga agar uang yang diedarkan dalam kondisi yang layak edar,

Bank Indonesia melakukan pemusnahan terhadap uang yang tidak layak edar. Selama

triwulan IV-2007, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 73,77 juta lembar

atau meningkat sebesar 62,40% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan

nominalnya, sebagian besar uang yang dimusnahkan adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000,

masing-masing sebesar 45,39% dan 26,23% dari total nominal pemusnahan uang. Sementara itu,

berdasarkan lembar pemusnahan, yang paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp1.000,

Rp5.000, dan Rp10.000 masing-masing sebesar 18,49%, 15,62%, dan 13,35%.

Page 100: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

82

Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Bank Indonesia Bandung Tahun 2007

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

Janu

ari

Febru

ari

Mare

tApr

ilM

eiJu

ni Juli

Agustu

s

Sept

embe

r

Oktob

er

Novem

ber

Desem

ber

Ribu

Bily

et

Sumber: Bank Indonesia

1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil

Dalam manajemen pengedaran uang, salah satu misi yang diemban oleh Bank Indonesia

adalah menjamin tersedianya uang kartal dalam jumlah nominal yang cukup dan jenis

pecahan yang sesuai. Dalam rangka memenuhi misi tersebut, selain menyediakan loket penukaran

uang, Bank Indonesia Bandung juga melakukan kerjasama dengan empat Perusahaan Penukaran Uang

Pecahan Kecil (PPUPK) untuk menyalurkan uang kartal pecahan kecil kepada masyarakat, tanpa

dipungut biaya.

Pada triwulan IV-2007, nilai uang yang telah ditukarkan melalui PPUPK tumbuh signifikan

yakni 81,60% dibandingkan dengan triwulan III-2007 menjadi Rp120,00 miliar. Peningkatan

yang cukup signifikan disebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat sehubungan dengan hari

Raya Idul Fitri pada bulan Oktober 2007. Pecahan uang kertas yang banyak ditukar adalah pecahan

Rp5.000,- senilai Rp56,75 miliar.

Tabel 5.2. Perkembangan Penukaran Uang Pecahan Kecil melalui PPUPK Triwulan IV-2007

Periode

10.000 5.000 1.000 1.000 500 200 100 50

Oktober 21,20 16,40 4,20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 41,80

November 17,80 19,18 2,45 0,00 0,00 0,37 0,00 0,00 39,80

Desember 14,40 21,17 2,39 0,00 0,26 0,16 0,02 0,00 38,40

Tw IV- 2007 53,40 56,75 9,04 0,00 0,26 0,53 0,02 0,00 120,00

(%) 44,50% 47,29% 7,54% 0,00% 0,22% 0,44% 0,02% 0,00%

Nominal (Rp Miliar)

Uang Kertas Uang Logam

Total

Sumber: KBI Bandung

Page 101: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

83

1.4. Uang Palsu

Selama triwulan IV-2007, jumlah temuan uang rupiah palsu di wilayah KBI Bandung

sebanyak 891 lembar atau naik 29 lembar dibandingkan dengan triwulan III-2007. Jumlah

temuan uang palsu yang paling banyak ditemukan adalah uang kertas pecahan Rp50.000 dan

pecahan Rp100.000 masing-masing 53,54% dan 18,41% dari total lembar uang palsu yang

ditemukan. Sementara itu, selama tahun 2007 uang palsu yang ditemukan sebanyak 3.407 lembar

dengan nominal Rp162,87 juta atau hanya 0,000499% dari jumlah uang yang layak edar. Untuk

menekan perkembangan peredaran uang palsu tersebut, KBI Bandung terus melakukan berbagai

upaya, diantaranya melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan, serta

menyediakan sarana informasi hotline service kepada masyarakat serta iklan layanan masyarakat.

2. LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL

Selama triwulan IV-2007 jumlah nominal maupun jumlah transaksi pembayaran non tunai

melalui kliring dan BI-RTGS mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Penurunan terjadi pada volume transaksi kliring dan nilai transaksi RTGS, sedangkan

nilai transaksi kliring dan volume transaksi BI-RTGS tetap tumbuh. Penurunan tersebut disebabkan

banyaknya hari libur pada triwulan laporan sehingga jumlah transaksi ekonomi semakin berkurang.

Tabel 5.3. Perkembangan Penyelesaian Transaksi Pembayaran Non-Tunai Melalui Kliring Lokal KBI dan RTGS di Jawa Barat (Rata-Rata Per-Bulan)

SetelmenTW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy

Kliring LokalNominal (Rp Triliun) 6,98 6,78 6,92 7,45 7,47 0,29% 7,02%

Volume 356.259 366.876 364.216 386.551 365.556 -5,43% 2,61%RTGS

Nominal (Rp Triliun) 32,26 27,90 30,71 39,46 34,89 -11,57% 8,16%Volume 29.726 27.143 28.843 33.758 44.070 30,55% 48,25%

TotalNominal (Rp Triliun) 39,24 34,68 37,64 46,91 42,36 -9,69% 7,95%

Volume 414.732 394.019 393.059 420.309 409.625 -2,54% -1,23%

Pertumbuhan2006 2007

Sumber: KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya

2.1 Kliring lokal

Rata-rata nilai transaksi pembayaran antarbank melalui sistem kliring di Jawa Barat pada

triwulan IV-2007 sebesar Rp7,47 triliun per bulan, naik 0,29% (qtq) atau 7,02% (yoy).

Sementara rata-rata volume transaksi kliring mencapai 365.556 warkat per bulan, turun 5,43% (qtq)

atau naik 2,61% (yoy). Berdasarkan wilayah kerja, total nilai transaksi kliring rata-rata per-bulan di

wilayah kerja KBI Bandung pada triwulan IV-2007 naik 0,70% (qtq) atau 6,72% (yoy) menjadi Rp6,14

triliun, sedangkan jumlah transaksi, turun 4,87% (qtq) atau naik 3,76% (yoy) menjadi 295.709

Page 102: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

84

warkat. Di wilayah kerja KBI Cirebon secara triwulanan baik nilai maupun transaksi turun masing-

masing 4,83% dan 8,28%, sedangkan secara tahunan masing-masing tumbuh 10,46% dan 0,84%.

Sementara itu di KBI Tasikmalaya, nilai transaksi naik 5,04% (qtq) atau 4,84% (yoy) sedangkan jumlah

transaksi kliring turun 6,75% (qtq) atau 6,59% (yoy).

Tabel 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun)

Wilayah 2006TW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy

Jawa BaratNominal (Rp Triliun) 6,98 6,78 6,92 7,45 7,47 0,29% 7,02%

Volume (Lembar) 356.259 366.876 364.216 386.551 365.556 -5,43% 2,61%Bandung

Nominal (Rp Triliun) 5,75 5,53 5,67 6,09 6,14 0,70% 6,72%Volume (Lembar) 284.982 294.879 293.469 310.854 295.709 -4,87% 3,76%

CirebonNominal (Rp Triliun) 0,78 0,82 0,85 0,91 0,86 -4,83% 10,46%

Volume (Lembar) 43.960 46.252 46.239 48.333 44.330 -8,28% 0,84%Tasikmalaya

Nominal (Rp Triliun) 0,45 0,43 0,40 0,45 0,47 5,04% 4,84%Volume (Lembar) 27.317 25.745 24.508 27.364 25.517 -6,75% -6,59%

2007 Pertumbuhan

Sumber: KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya

2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)

RTGS sebagai salah satu sarana penyelesaian transaksi non tunai, menunjukkan

perkembangan yang cukup pesat sejak pertama kali diperkenalkan. Hal ini disebabkan BI RTGS

mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan resiko settlement-nya

dapat diperkecil. Selama triwulan IV-2007, perkembangan penyelesaian rata-rata volume transaksi

RTGS per bulan (dari dan ke Jawa Barat) mengalami peningkatan 30,55% (qtq) atau tumbuh 48,25%

(yoy). Namun demikian, rata-rata nominal transaksi RTGS, secara triwulanan mengalami penurunan

8,16%, sedangkan secara tahunan tetap tumbuh 8,16%.

Tabel 5.5. Perkembangan Transaksi RTGS Rata-rata Per Bulan di Jawa Barat

KBITW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy

KBI BandungNominal (Rp Triliun) 27,08 24,88 27,19 35,45 30,42 -14,18% 12,32%

Volume 24.008 22.040 23.479 27.631 37.240 34,78% 55,11%KBI Tasikmalaya

Nominal (Rp Triliun) 2,00 1,06 1,16 1,33 1,65 24,05% -17,79%Volume 1.956 1.598 1.722 1.952 2.290 17,28% 17,04%

KBI CirebonNominal (Rp Triliun) 3,18 1,96 2,36 2,69 2,83 5,25% -10,98%

Volume 3.761 3.505 3.642 4.175 4.540 8,74% 20,69%Jawa Barat

Nominal (Rp Triliun) 32,26 27,90 30,71 39,46 34,89 -11,57% 8,16%Volume 29.726 27.143 28.843 33.758 44.070 30,55% 48,25%

2006 Pertumbuhan2007

Sumber: KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya

Page 103: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

85

Secara triwulanan, rata-rata nominal transaksi RTGS per bulan di KBI Tasikmalaya dan KBI

Cirebon masing-masing meningkat 24,05%, dan 5,25%, sedangkan di KBI Bandung

mengalami penurunan 14,18%. Volume transaksi di KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon

meningkat masing-masing 34,78%, 17,28% dan 8,74%. Secara tahunan, nominal transaksi RTGS di

KBI Bandung meningkat 12,32%, sebaliknya dengan KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon masing-masing

turun 17,79% dan 10,98%. Sementara itu volumenya tetap meningkat masing-masing 55,11%,

17,04% dan 20,69%.

Page 104: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 105: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Page 106: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

88

Membaiknya kinerja perekonomian Jawa Barat memiliki dampak positif terhadap kondisi

ketenagakerjaan di Jawa Barat. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang

bekerja, dari 14,99 juta pada Agustus 2006 menjadi 15,85 juta pada Agustus 2007. Demikian pula

dengan angka pengangguran di Jawa Barat yang sedikit menunjukkan perbaikan. Angka

pengangguran pada Agustus 2007 turun 7% dibandingkan angka pada Agustus 2006, yaitu dari 2,56

juta orang (14,58% dari total angkatan kerja) menjadi 2,38 juta jiwa (13,05%).

Namun demikian, indikator kesejahteraan masyarakat lainnya relatif tidak banyak

mengalami perubahan. Kesejahteraan petani tidak menunjukkan perbaikan, bahkan cenderung

mengalami penurunan. Begitu pula dengan jumlah penduduk miskin, dibandingkan dengan kondisi

pada tahun 2005, kondisi pada tahun 2007 tidak lebih baik. Ketimpangan pendapatan masih belum

menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, Indeks Pembangunan Manusia, yang

merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat relatif tidak banyak berubah. Peningkatan

IPM yang terjadi masih jauh dari target yang ditetapkan oleh Pemerintah Jawa Barat. Dengan hanya

tersisa tiga tahun, sulit bagi Jawa Barat untuk mencapai target IPM sebesar 80 pada tahun 2010.

1. KETENAGAKERJAAN

Berdasarkan hasil sakernas tahun 2005 –

2007, jumlah angkatan kerja1 di Jawa Barat

pada tahun 2007 menunjukkan peningkatan

dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai

dengan bulan Agustus 2007, angkatan kerja di

Jawa Barat tercatat 18,24 juta orang (62,51%

dari total penduduk usia kerja), meningkat

3,87% dibandingkan angkatan kerja pada bulan

Agustus 2006 yang sebesar 17,56 juta orang

(61,41% dari total penduduk usia kerja).

Grafik 6.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja dan Menganggur di Jawa Barat

Bekerja

Pengangguran

0

3

6

9

12

15

18

21

Feb '05 Nov '05 Feb '06 Ags '06 Feb '07 Ags '07

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Penduduk yang dimaksud adalah yang berusia 15 tahun ke atas.

Meningkatnya jumlah angkatan kerja tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah

penduduk bekerja2, yaitu dari 14,99 juta pada Agustus 2006 menjadi 15,85 juta pada Agustus

2007. Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan

penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan, pertanian dan angkutan, yang masing-masing

1 Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. 2 Bekerja artinya melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu,termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.

Page 107: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

89

bertambah sebanyak 0,38 juta orang, 0,3 juta orang, dan 0,23 juta orang. Sementara itu, sektor

angkutan menunjukkan penurunan, yaitu dari 1,53 juta orang pada Agustus 2006 menjadi 1,46 juta

orang pada Agustus 2007, atau turun 4,58%. Namun demikian, sektor pertanian masih merupakan

mata pencaharian utama bagi 27% penduduk bekerja di Jawa Barat. Lapangan pekerjaan dengan

jumlah tenaga kerja kedua terbesar adalah sektor perdagangan (26%) diikuti oleh sektor industri

(17,5%), sektor jasa kemasyarakatan (12%) dan sektor angkutan (9%). Selain itu, komposisi status

pekerjaan utama masyarakat Jawa Barat tidak mengalami perubahan. Sebagian besar bekerja sebagai

karyawan/buruh (32%), dan melakukan usaha sendiri (24%).

Grafik 6.2. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Feb '05 Nov '05 Feb '06 Ags '06 Feb '07 Ags '07

Pertanian Industri Perdagangan

Angkutan Jasa Kemasyarakatan Lainnya

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 6.3. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

Feb '05 Nov '05 Feb '06 Ags '06 Feb '07 Ags '07

Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap

Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/ Karyawan

Pekerja bebas pertanian Pekerja bebas non pertanian

Pekerja tak dibayar Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Sementara itu, di sisi lain, jumlah penduduk yang menganggur di Jawa Barat menunjukkan

perkembangan yang cukup baik. Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada Agustus 2007

turun 7% dibandingkan angka pada Agustus 2006, yaitu dari 2,56 juta orang menjadi 2,38 juta jiwa.

Sementara itu, apabila dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja, maka persentase pengangguran

di Jawa Barat mengalami penurunan dari 14,58% menjadi 13,05%. Berdasarkan status daerah,

pengangguran di Jawa Barat lebih banyak terdapat di wilayah perkotaan, yaitu berjumlah 1,48 juta

jiwa (62,18%), sedangkan sisanya berada di pedesaan (37,82%).

2. KESEJAHTERAAN

Kesejahteraan Petani

Membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat ternyata tidak diikuti oleh peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Nilai tukar petani (NTP)3, yang merupakan salah satu indikator

3 NTP, yang merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, menunjukkan daya tukar (term of trade) produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani.

Page 108: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

90

kesejahteraan petani, menunjukkan penurunan dibandingkan kondisi pada tahun sebelumnya, yaitu

dari 116,98 pada bulan Oktober 2006 menjadi 115,63 pada bulan Oktober 2007, atau turun 1,16%

(yoy). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kehidupan petani saat ini tidak lebih sejahtera dibandingkan

tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan pada sub kelompok buah-buahan

sebesar 0,64%.

Namun demikian, secara bulanan, NTP naik 0,18% (mtm) dibandingkan September 2007.

Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang diterima petani (IT) yang relatif lebih

tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani (IB).

Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat

No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Okt '06 Sep '07 Okt '07 Pertumbuhan NTP

Okt '07

mtm yoy

1 Indeks harga yang diterima petani 633,47 678,33 684,86 0,96% 8,11%

1.1. Indeks tanaman bahan makanan 650,98 697,50 703,61 0,88% 8,09%

- Padi 624,94 662,14 666,03 0,59% 6,58%

- Palawija 556,22 660,45 674,02 2,05% 21,18%

- Sayuran 484,92 566,88 576,69 1,73% 18,93%

- Buah-buahan 916,65 908,80 910,81 0,22% -0,64%

1.2. Indeks tanaman perkebunan rakyat 390,60 412,39 424,59 2,96% 8,70%

2 Indeks harga yang dibayar petani 541,52 587,70 592,30 0,78% 9,38%

2.1. Indeks konsumsi rumah tangga 496,64 543,38 551,23 1,45% 10,99%

- Makanan 510,95 578,71 590,13 1,97% 15,50%

- Perumahan 514,96 543,83 548,98 0,95% 6,61%

- Pakaian 449,81 461,04 466,66 1,22% 3,74%

- Aneka barang & jasa 448,26 478,83 481,49 0,55% 7,41%

2.2. Indeks biaya produksi & penambahan barang modal 661,19 705,89 701,78 -0,58% 6,14%

- Non faktor produksi 517,55 545,98 546,26 0,05% 5,55%

- Upah 787,26 839,64 832,09 -0,90% 5,69%

- Lainnya 304,00 382,32 385,62 0,86% 26,85%

- Penambahan barang modal 418,93 427,29 427,17 -0,03% 1,97%

3 Nilai tukar petani 116,98 115,42 115,63 0,18% -1,16%

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

IT tumbuh 0,96% (mtm), sedangkan IB tumbuh 0,78% (mtm). Pertumbuhan IT terjadi baik pada

indeks tanaman bahan makanan maupun perkebunan rakyat. Sementara itu, pertumbuhan IB

terutama terjadi pada indeks konsumsi rumah tangga, sebesar 1,45% (mtm). Indeks harga konsumsi

rumah tangga merupakan indikator inflasi di daerah pedesaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa di

Perkembangan harga produk pertanian, harga komoditas yang dikonsumsi rumah tangga, biaya produksi, dan penambahan barang modal mempengaruhi pergerakan NTP. Penurunan NTP biasanya terjadi pada musim panen, dimana harga produk pertanian relatif turun.

Page 109: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

91

pedesaan Jawa Barat terjadi inflasi sebesar 1,45% (mtm). Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok

makanan, yang mencapai 1,97% (mtm).

Secara nasional, dari total 23 provinsi yang dipantau oleh BPS, NTP Jawa Barat pada bulan

Oktober 2007 (115,63) berada di ranking ke-10, turun dibandingkan ranking pada bulan

Oktober 2006 (116,98) yang berada di posisi 9. Posisi tertinggi diduduki oleh Provinsi Kalimantan

Barat, dengan NTP sebesar 173,48. Diikuti oleh Provinsi Sulawesi Tenggara (151,04), Provinsi Bali

(142,42) dan Provinsi Sumatera Selatan (141,55). Sementara itu, tiga posisi terendah diduduki oleh

Provinsi Nusa Tenggara Barat (53,18), Provinsi Sumatera Barat (69,36), dan Provinsi Kalimantan Timur

(77,40). Jika diperbandingkan dengan empat provinsi di pulau Jawa, posisi Jawa Barat berada di atas

Provinsi Jawa Tengah (102,40) dan Provinsi Jawa Timur (101,18), tetapi masih di bawah Provinsi

D.I.Yogyakarta (126,82).

Tabel 6.2. Ranking Nilai Tukar Petani di 23 Provinsi

Provinsi Okt '06 Okt '07

NTP Ranking NTP Ranking Pertumbuhan NTP

(%)

Kalimantan Barat 187,74 1 173,48 1 -7.60

Sulawesi Tenggara 145,27 3 151,04 2 3.97

Bali 126,80 6 142,42 3 12.32

Sumatera Selatan 146,52 2 141,55 4 -3.51

Nusa Tenggara Timur 107,64 10 138,27 5 28.46

D.I Yogyakarta 124,70 7 126,82 6 1.70

Sulawesi Utara 132,98 4 122,28 7 -8.05

Jambi 127,40 5 120,89 8 -5.11

Sulawesi Selatan 102,10 12 118,10 9 15.67

Jawa Barat 116,98 9 115,63 10 -1.15

Nasional 103,27 106,67 3.29

Bengkulu 118,16 8 106,21 11 -10.11

Lampung 106,82 11 104,31 12 -2.35

Jawa Tengah 95,82 15 102,40 13 6.87

Jawa Timur 93,76 17 101,18 14 7.91

Nanggroe Aceh 101,01 13 99,59 15 -1.41

Sulawesi Tengah 97,31 14 98,29 16 1.01

Kalimantan Selatan 91,46 18 97,22 17 6.30

Sumatera Utara 94,74 16 93,62 18 -1.18

Riau 82,95 20 88,02 19 6.11

Kalimantan Tengah 82,97 19 78,10 20 -5.87

Kalimantan Timur 79,34 21 77,40 21 -2.45

Sumatera Barat 74,89 22 69,36 22 -7.38

Nusa Tenggara Barat 45,87 23 53,18 23 15.94

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 110: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

92

Indeks Pembangunan Manusia4

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat tahun 2007 adalah sebesar 70,765,

meningkat 0,71 poin dari angka IPM 2006 yang sebesar 70,05. Peningkatan ini ditopang oleh

kenaikan angka rata-rata lama sekolah dari 7,74 tahun menjadi 7,82 tahun, angka melek huruf dari

95,12% menjadi 95,63%, angka harapan hidup dari 67,08 tahun menjadi 67,62 tahun, serta daya

beli dari Rp557.110,00 menjadi Rp560.190,00.

Tabel 6.3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat Tahun 2003-2007

No. Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007

Komponen IPM

1 Angka harapan hidup (tahun) 64,94 65,35 66,57 67,08 67,62 2 Angka melek huruf (%) 93,60 3,96 94,52 95,12 95,63 3 Rata-rata lama sekolah (tahun) 7,20 7,37 7,46 7,74 7,82 4 Paritas daya beli (Rp ribu) 553,70 554,57 556,10 557,11 560,19 Indeks komponen

1 Indeks kesehatan 66,57 67,23 69,28 70,13 - 2 Indeks pendidikan 78,40 79,02 79,59 80,61 - 3 Indeks daya beli 58,63 58,83 59,18 59,42 - IPM 67,87 68,36 69,35 70,05 70,76

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Namun demikian, pencapaian tersebut masih di bawah target IPM tahun 2007 yang sebesar

76,58. Dengan pencapaian IPM tahun 2007 yang sebesar 70,76, maka sulit rasanya mencapai target

IPM sebesar 80 pada tahun 2010. Untuk bisa mencapai target tersebut, maka selama tiga tahun

kedepan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus mampu meningkatkan IPM sebesar 9,24 poin, atau

setiap tahunnya Jawa Barat harus memperoleh kenaikan IPM minimal sebesar 3,08. Hal itu bukan

persoalan mudah karena selama ini rata-rata pencapaian IPM Jawa Barat hanya 0,72 poin.

Untuk bisa mengejar target tersebut, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah

Provinsi Jawa Barat, diantaranya dengan memfokuskan peningkatan standar pada tiga

komponen IPM, yaitu kesehatan, pendidikan, dan daya beli masyarakat. Peningkatan standar

kesehatan masyarakat dilakukan dengan menaikkan angka harapan hidup, melalui penyediaan

layanan Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin), pemberian insentif bagi ibu melahirkan

4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran keberhasilan pembangunan manusia dalam suatu wilayah tertentu. Standar IPM ditentukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNDP (United Nation of Development Program). IPM adalah indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari (1) Indeks kesehatan (2) Indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dan (3) Indeks daya beli. Adapun komponen IPM adalah: (1) Kesehatan (usia hidup), yang diukur dengan angka harapan hidup, (2) Pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, (3) Standar hidup layak (pendapatan) yang diukur dengan rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. 5 Perhitungan sementara BPS Prov. Jabar (Sumber: Pidato Akhir Tahun 2007 Gubernur Prov. Jabar).

Page 111: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

93

rata-rata sebesar Rp100.000,00, serta mengadakan pemberdayaan potensi masyarakat untuk hidup

sehat.

Peningkatan indeks pendidikan dilakukan dengan meningkatkan rata-rata lama sekolah dan

pemberantasan buta huruf. Melalui program wajib belajar sembilan tahun, diharapkan rata-rata

lama sekolah masyarakat di Jawa Barat dapat mencapai angka 9 tahun. Pemberian beasiswa di tingkat

SMP dan penyaluran dana BOS (bantuan operasional sekolah) untuk tingkat SD diharapkan dapat

meniadakan jumlah murid yang putus sekolah. Selain itu, untuk pemberantasan buta huruf yang

masuh tersisa 4,37%, bagi masyarakat yang berada di luar usia didik dapat memperoleh pendidikan

melalui kejar Paket A dan B di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Khusus untuk tahun 2008,

Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah sepakat dengan DPRD Provinsi Jawa Barat untuk mengalokasikan

anggaran pendidikan sebesar 15% dari APBD tahun 2008, atau sebesar Rp927 miliar. Alokasi tersebut

akan meningkat menjadi 17,5% pada tahun anggaran 2009.

Indeks daya beli merupakan komponen IPM yang paling lambat perkembangannya. Sampai

dengan tahun 2006 angka indeks daya beli Jawa Barat masih berada dibawah angka 60. Tingginya

laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat ternyata belum mampu mendongkrak akselerasi peningkatan

daya beli masyarakat seperti yang diharapkan. Hal ini antara lain karena peningkatan pendapatan

masyarakat diimbangi oleh peningkatan harga berbagai barang kebutuhan pokok, sehingga secara riil

pendapatan masyarakat tidak terlalu banyak mengalami perubahan.

Untuk meningkatkan pencapaian indeks daya beli masyarakat, pada tahun 2008, Pemerintah

Provinsi Jawa Barat akan melakukan berbagai terobosan dan kebijakan. Diantaranya dengan

memfokuskan anggaran APBD kepada peningkatan daya beli, melalui perumusan 8 common goals

(tujuan bersama). Delapan common goals tersebut meliputi peningkatan kualitas dan produktivitas

SDM, ketahanan pangan, peningkatan daya beli masyarakat, peningkatan kinerja aparatur,

penanganan pengelolaan bencana, pengendalian dan pemulihan kualitas lingkungan, pengelolaan

pengembangan dan pengendalian infrastruktur, serta kemandirian energi dan kecukupan air baku.

Delapan common goals tersebut diturunkan dalam bentuk 49 program yang lebih fokus.

Dimana, lebih dari 13 program diantaranya erat kaitannya dengan pengurangan angka kemiskinan,

pengangguran, dan peningkatan daya beli. Misalnya, program pengembangan agribisnis, ketahanan

pangan, pengembangan usaha dan pemanfaatan sumber daya kelautan, pengembangan industri

manufaktur, pengembangan perdagangan dalam dan luar negeri, dan sebagainya. Upaya lainnya

adalah dengan diluncurkan gagasan IPM generasi ketiga, yaitu dengan melibatkan stakeholder seperti

organisasi kemasyarakatan (ormas), perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai

leading sector dalam pelaksanaan pencapaian IPM dengan fokus daya beli.

Page 112: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

94

Kemiskinan6

Sejalan dengan penurunan kesejahteraan petani, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat

juga menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Berdasarkan data BPS

Provinsi Jawa Barat, jumlah penduduk miskin pada Maret 2007 mencapai angka 5,46 juta orang,

meningkat 0,32 juta orang dibandingkan angka pada Juli 2005 yang berjumlah 5,14 juta orang.

Begitu pula bila dibandingkan dengan total penduduk, persentase penduduk miskin pada Maret 2007

juga mengalami peningkatan dibandingkan posisi pada Juli 2005, yaitu dari 13,06% menjadi 13,55%.

Peningkatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh naiknya garis kemiskinan7 sebesar

18,61%, yaitu dari Rp133.701,00 per kapita per bulan pada Juli 2005 menjadi Rp158.579,00

per kapita per bulan pada Maret 2007. Peranan komoditi makanan (padi-padian, umbi-umbian,

ikan, daging, dll.) terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan

makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2007, sumbangan

komoditi makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,68%.

Tabel 6.4. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah, Periode Juli 2005 – Maret 2007

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Wilayah/Tahun

Makanan Bukan Makanan Total

Jumlah Penduduk

Miskin

Persentase Penduduk

Miskin Perkotaan

Juli 2005 Maret 2007

105.149 126.953

46.086 53.868

151.235 180.821

2.444,4 2.654,5

10,57 11,21

Pedesaan

Juli 2005 Maret 2007

80.928 112.234

33.036 31.970

113.964 144.204

2.693,1 2.800,7

16,62 16,88

Kota+Desa

Juli 2005 Maret 2007

93.735 116.835

39.966 41743

133.701 158.579

5.137,5 5.455,2

13,06 13,55

Sumber: BPS Provinsi Jabar

Berdasarkan wilayah, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat banyak terdapat di wilayah

pedesaan. Pada bulan Maret 2007, jumlah penduduk di pedesaan berjumlah 2,8 juta orang

(51,34%), sedangkan sisanya (2,65 juta atau 48,66%) terdapat di perkotaan. Sementara itu,

6 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dapat pula dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. 7 Garis Kemiskinan terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll.). sedangkan GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Page 113: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

95

berdasarkan lapangan pekerjaan (data tahun 2005), sebagian besar penduduk miskin di Jawa Barat

memiliki mata pencaharian sebagai petani (padi, palawija, perkebunan, peternakan, dan perikanan),

yaitu sebesar 34,13%. Sisanya berasal dari sektor jasa, perdagangan, dan angkutan, yaitu masing-

masing sebesar 12,4%, 7%, dan 3%. Sementara itu, yang tidak memiliki pekerjaan sebesar 24,8%.

Hal ini sesuai dengan karakteristik masyarakat pedesaan yang lebih banyak mengandalkan sektor

pertanian sebagai mata pencahariannya.

Berbagai program penanggulangan kemiskinan telah dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi

Jawa Barat, diantaranya adalah Program Dakabalarea (program pemberian kredit dengan pola bagi

hasil kepada pengusaha mikro dan usaha kecil), Gerakan Rereongan Sarupi, Gerakan Jumat Bersih,

Gerakan Sarasa, Program Raksa Desa, serta Program Pendanaan Kompetisi IPM (PPK-IPM)

Rasio Gini 8

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang terus tumbuh setiap tahunnya ternyata tidak

diimbangi oleh distribusi pendapatan yang merata di masyarakat. Hal ini tercermin dari

semakin memburuknya angka gini rasio Jawa Barat, dari 0,185 pada tahun 2004 menjadi 0,190 pada

tahun 2006. Sementara itu, angka gini rasio untuk tahun 2007 diperkirakan tidak mengalami

perubahan dibandingkan tahun sebelumnya. Dari 25 kota/kabupaten di Jawa Barat, daerah yang

memiliki tingkat ketimpangan tertinggi adalah Kabupaten Cirebon dengan gini rasio sebesar 0,247,

diikuti oleh Kabupaten Subang (0,233) dan Kabupaten Majalengka (0,232). Daerah yang memiliki

tingkat ketimpangan terendah adalah Kabupaten Kuningan (0,154), diikuti oleh Kabupaten Ciamis

(0,165) dan Kabupaten Bandung (0,171).

Selain gini rasio, indikator ketimpangan lainnya, yaitu persentase kelompok masyarakat

dengan pendapatan terendah, juga menunjukkan perkembangan yang kurang

menggembirakan. Pada tahun 2006, persentase 40% pendapatan kelompok bawah adalah sebesar

20,05%, meningkat dibandingkan persentasi pada tahun 2004 yang sebesar 17,25%.

8 Rasio Gini adalah indikator utama yang biasa digunakan untuk menggambarkan tingkat ketimpangan pembagian (distribusi) pendapatan. Nilai Rasio Gini atau Gini Ratio (GR) terletak antara 0-1. Bila nilai GR mendekati 0 maka tingkat ketimpangan sangat rendah artinya distribusi pendapatan merata, dan bila nilainya mendekati 1 maka tingkat ketimpangan pendapatan sangat tinggi.

Page 114: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

96

Tabel 6.5. Gini Rasio, dan Persentase Pendapatan 40% Bawah Yang diterima Kelompok Masyarakat di Jawa Barat

Gini Rasio 40% Pendapatan

Kelompok Bawah Kota/Kabupaten 2004 2005 2006 2004 2005 2006

1. Kab. Bogor 0.655 0.185 0.187 12.82 10.99 20.68

2. Kab. Sukabumi 0.217 0.213 0.217 15.61 15.72 23.07

3. Kab. Cianjur 0.186 0.192 0.203 18.03 12.31 24.44

4. Kab. Bandung 0.155 0.155 0.171 14.15 11.73 22.43

5. Kab. Garut 0.240 0.219 0.229 17.10 16.91 24.20

6. Kab. Tasikmalaya 0.186 0.207 0.221 17.55 16.61 24.98

7. Kab. Ciamis 0.168 0.165 0.165 16.23 17.85 24.86

8. Kab. Kuningan 0.181 0.146 0.154 17.26 15.46 24.96

9. Kab. Cirebon 0.281 0.261 0.247 15.40 16.00 24.40

10. Kab. Majalengka 0.326 0.255 0.232 14.14 16.41 25.44

11. Kab. Sumedang 0.179 0.169 0.172 10.17 11.40 22.65

12. Kab. Indramayu 0.230 0.204 0.203 12.55 13.39 25.69

13. Kab. Subang 0.242 0.219 0.233 13.03 14.09 25.06

14. Kab. Purwakarta 0.242 0.215 0.211 11.54 15.24 22.44

15. Kab. Karawang 0.236 0.228 0.225 12.92 13.36 23.62

16. Kab. Bekasi 0.130 0.194 0202 10.21 10.16 22.53

17. Kota Bogor 0.168 0.158 0.175 8.34 9.04 19.65

18. Kota Sukabumi 0.223 0.191 0.200 12.91 13.04 25.69

19. Kota Bandung 0.094 0.159 0.178 6.56 6.48 20.26

20. Kota Cirebon 0.228 0.198 0.205 7.96 7.65 19.13

21. Kota Bekasi 0.088 0.184 0.196 8.12 7.64 21.22

22. Kota Depok 0.121 0.199 0.192 6.04 7.01 23.33

23. Kota Cimahi 0.185 0.195 0.200 9.09 8.65 22.27

24. kota Tasikmalaya 0.210 0.199 0.206 13.25 13.71 21.81

25. Kota Banjar 0.165 0.213 0.226 16.85 13.55 21.91

Provinsi Jawa Barat 0.185 0.191 0.190 17.25 12.63 20.50

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 115: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Page 116: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

98

1. PROSPEK EKONOMI MAKRO

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I-2008 diperkirakan masih tumbuh tinggi, yaitu

sekitar 6,62% (yoy). Pertumbuhan pada triwulan I-2008 terutama didorong oleh sektor pertanian

(tanaman pangan), yaitu sejalan dengan dimulainya panen raya yang diperkirakan terjadi pada akhir

triwulan I-2008.

Grafik 7.1. Ekspektasi Situasi Bisnis

0

10

20

30

40

50

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)

2006 2007 2008

(%)

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung

Grafik 7.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha

0

10

20

30

40

Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I*)

2006 2007 2008

(%)

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung

Sementara itu, pada tahun 2008, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh pada

kisaran 6,4%-6,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2007 yang

diperkirakan mencapai 6,22% (yoy). Di sisi permintaan, sektor konsumsi rumah tangga

diperkirakan masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Pertumbuhan

sektor konsumsi rumah tangga ditopang oleh perbaikan daya beli yang bersumber dari kenaikan gaji

dan upah minimum provinsi (UMP), serta penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan. Realisasi

investasi diperkirakan semakin meningkat didukung oleh semakin luasnya implementasi program

pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) di berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat. Sementara itu,

stimulus fiskal pemerintah daerah diperkirakan semakin meningkat.

Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan didorong oleh sektor

perdagangan, hotel, dan restoran (PHR). Dalam rangka mendorong sektor pariwisata, Pemerintah

Provinsi Jawa Barat telah mencanangkan program “West Java Tourism Board 2008”. Pada tahun

2008, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jawa Barat ditargetkan sebanyak 700 ribu

orang, dan wisatawan domestik ditargetkan sebanyak 37,5 juta orang. Di sisi lain, sektor industri

pengolahan khususnya subsektor mesin dan alat angkut diperkirakan masih tumbuh tinggi sejalan

dengan masih cerahnya prospek penjualan kendaraan bermotor pada tahun 2008. Sementara itu,

program restrukturisasi mesin TPT yang telah berjalan sejak 2007 yang lalu, diharapkan dapat

mendorong kinerja industri TPT Jawa Barat.

Page 117: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

99

2. PERKIRAAN INFLASI

Dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi, pemerintah melalui Keputusan Menteri

Keuangan No.12/2008 tentang Target Inflasi menetapkan sasaran inflasi sebesar 5±1% untuk

tahun 2008, 4,5±1% untuk tahun 2009, dan 4±1% pada 2010. Kisaran inflasi pada 3 tahun ke

depan merupakan sasaran yang harus dicapai melalui koordinasi yang baik antara pemerintah sebagai

otoritas fiskal dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Konsistensi kebijakan makroekonomi dan

koordinasi fiskal moneter merupakan prasyarat yang harus tetap ada dalam upaya menjaga stabilitas

makroekonomi pada jalur yang tepat dan kuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Pengendalian

inflasi nasional tidak hanya memerlukan peran aktif pemerintah pusat, namun juga pengendalian

inflasi di berbagai daerah, mengingat inflasi daerah membentuk lebih dari 70% inflasi nasional.

Berdasarkan data dan perkembangan terkini, tekanan inflasi di Jawa Barat pada triwulan I-

2008 mendatang diperkirakan akan meningkat, namun laju inflasi masih berada dalam

kisaran target inflasi sebesar 5±1%. Seperti tahun 2007, faktor fundamental inflasi berasal dari

imported inflation, sementara sisi ekpektasi masih cukup terkendali. Adapun dari faktor non

fundamental, tekanan inflasi yang berasal dari komoditas administered prices dan volatile food

diperkirakan relatif minim, dengan adanya komitmen pemerintah untuk tidak menaikkaan harga

komoditas adminsitered yang bersifat strategis. Stabilitas volatile food juga akan didukung oleh

kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menjaga pasokan dan kelancaran distribusi bahan makanan.

Tekanan dari sisi eksternal diperkirakan masih dapat dikendalikan, meski ada potensi

meningkat. Faktor eksternal berasal dari kenaikan harga energi dan pangan dunia yang terjadi sejak

2007 diperkirakan masih akan berpengaruh terhadap perkembangan harga barang dan jasa di Jawa

Barat pada 2008 mendatang. Kenaikan harga minyak bumi sejak 2007 telah mendorong masyarakat,

khususnya di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat untuk mengembangkan bahan bakar

nabati. Akibatnya permintaan dunia terhadap beberapa produk pangan bahan baku minyak nabati,

seperti kelapa sawit, kedelai, jagung, dan tebu, terus meningkat, sehingga mendorong kenaikan harga

komoditas tersebut di pasar internasional. Selain itu, harga komoditas pangan dan komoditas strategis

pertanian lainnya seperti gandum, beras, daging, dan susu, juga ikut meningkat karena kenaikan biaya

transportasi.

Ekspektasi masyarakat terhadap inflasi pada 2008 diperkirakan akan mengalami sedikit

peningkatan, namun masih cukup terkendali. Hal ini diindikasikan oleh hasil survei kepada

pengusaha (produsen), pedagang eceran, dan konsumen di Jawa Barat di bawah ini.

Page 118: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

100

Para pengusaha responden SKDU di wilayah

Jawa Barat memperkirakan harga jual/tarif

barang dan jasa yang mereka tawarkan pada

triwulan I-2008 akan lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV-2007, namun

dengan kenaikan yang tidak setinggi pada

triwulan IV-2007. Hal tersebut tercermin dari

angka saldo bersih tertimbang (SBT) ekspektasi

harga yang semula 21,9 8 menjadi 20,33. Dari

sembilan sektor ekonomi yang disurvei, sektor

yang memperkirakan akan mengalami kenaikan

harga jual/tarif adalah sektor pertanian (khususnya

tanaman pangan), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (khususnya perdagangan), serta sektor

industri pengolahan (khususnya alat angkutan, mesin, dan peralatannya).

Sebagian besar responden Survei Pedagang Eceran dan Survei Konsumen juga

memperkirakan harga barang secara umum pada awal 2008 akan mengalami kenaikan.

Menurut konsumen, kenaikan harga akan terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa.

Grafik 7.4. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Ags

Sep

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar

2007 2008

% (inflasi)

90

95

100

105

110

115

120

125

130

SB

SPE* SPE**

SPE*** Inflasi Gab.7 kota (mtm)

Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang eceran pada SPE 3 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SPE**= Ekspektasi pedagang eceran pada SPE 6 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SPE***= Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada tahun berjalan.

Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa

-0.5

0.0

0.5

1.01.5

2.0

2.5

3.0

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Ags

Sep

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar

2007 2008

% (inflasi)

100

120

140

160

180

200SB

SB hasil SK *SB hasil SK **Inflasi Gab.7 kota (mtm)

Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung, diolah. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen pada SK 3 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SK**= Ekspektasi konsumen pada SK 6 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs.

Grafik 7.3. Ekspektasi Pelaku Usaha terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa

-1

0

1

2

3

4

5

T. I T. II T. III T. IV T. I

2007 2008

% (inflasi)

0

5

10

15

20

25SBT

SBT hasil SKDU Inflasi gab. 7 kota (qtq)

Sumber: hasil SKDU-KBI Bandung, BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.

Page 119: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

LAMPIRAN

Page 120: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

LAMPIRAN

102

1. EKONOMI MAKRO

Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi (Milyar Rupiah)

2007 SEKTOR EKONOMI 2006

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*) 2007*)

Pertanian 34,461.32 7,713.54 9,553.28 9,181.74 7,236.60 33,685.16

Pertambangan & Penggalian 7,017.18 1,692.94 1,652.36 1,651.36 1,729.28 6,725.94

Industri Pengolahan 114,299.63 29,115.73 29,592.55 30,289.27 31,173.29 120,170.84

Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,755.52 1,492.53 1,478.04 1,521.32 1,598.00 6,089.89

Bangunan/Konstruksi 8,112.53 2,139.49 2,184.42 2,249.30 2,290.69 8,863.90

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 50,609.68 13,678.50 13,876.64 14,807.26 15,750.47 58,112.86

Pengangkutan dan Komunikasi 11,186.24 3,021.01 3,015.66 3,048.01 3,234.50 12,319.17

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

7,672.32 2,069.30 2,121.46 2,174.84 2,215.53 8,581.13

Jasa-Jasa 18,421.56 4,638.55 4,685.14 4,710.44 4,966.35 19,000.47

PDRB 257,535.98 65,561.59 68,159.54 69,633.52 70,194.71 273,549.36

Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Penggunaan (Milyar Rupiah)

2007 JENIS PENGGUNAAN

2006 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)

2007*)

Konsumsi 184,590.91 46,094.36 48,756.03 50,720.00 52,573.44 198,143.83

PMTB 44,229.38 11,233.21 11,501.33 12,030.00 12,016.88 46,781.42

Ekspor 140,005.96 35,864.39 35,829.48 35,220.00 39,492.85 146,406.72

Impor 116,595.86 27,189.39 29,331.11 29,990.00 32,550.46 119,060.96

Perubahan Inventori 5,305.59 (440.99) 1,403.81 1,960.00 632.23 3,555.05

PDRB 257,535.97 65,561.59 68,159.54 69,630.00 70,194.71 273,545.84

Page 121: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

LAMPIRAN

103

2. INFLASI

Tabel 2.A. Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Oktober 2007 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan 1,58 1,31 1,35 1,73 3,31 2,48 2,92 1.58

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,24 0,17 0,60 0,04 0,11 0,01 0,45 0.25

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

0,27 -0,27 0,00 0,33 0,34 0,02 -0,02 0.05

4 Sandang 1,66 4,90 4,11 0,53 1,73 1,71 5,98 3.14

5 Kesehatan 0,02 0,00 1,39 0,66 1,81 0,00 1,60 0.35

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

0,63 0,00 0,02 0,34 0,03 0,54 0,42 0.31

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

0,16 0,99 0,29 1,40 0,32 0,10 2,60 0.49

Umum 0.63 0,71 0,74 0,86 1,26 0,79 1,67 0,72 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.B. Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa November 2007 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan -0,34 0,43 -1,51 2,79 -1,70 0,53 -2,40 -0.18

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

0,21 0,26 -0,10 -0,01 1,01 0,18 0,84 0.21

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

0,44 -1,01 0,03 0,43 0,57 0,16 1,54 -0.05

4 Sandang 6,64 1,75 2,36 1,61 1,01 2,03 2,69 3.71 5 Kesehatan 0,24 0,23 0,00 0,26 0,36 0,03 0,56 0.20

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

0,00 0,10 0,00 0,01 0,01 -0,02 0,74 0.04

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

0,05 -1,16 -0,11 -0,70 -0,10 0,26 -2,21 -0.38

Umum 0.41 -0,13 -0,28 0,98 -0,11 0,37 -0,14 0,13 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.C Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Desember 2007 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan 1,32 0,63 1,33 2,93 2,83 0,94 0,89 1.23

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

-0,03 -0,01 0,23 1,56 -0,06 2,02 0,32 0.16

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

1,19 -0,29 0,00 0,18 0,16 0,60 0,14 0.45

4 Sandang 2,20 0,52 0,25 0,04 0,57 -0,04 0,11 1.10 5 Kesehatan 0,12 0,65 1,62 0,70 0,02 2,83 0,17 0.64

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

0,45 0,42 0,00 0,00 -0,08 0,17 0,00 0.33

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,15 0,36 0,12 0,10 0,14 0,33 0,35 0.21

Umum 0.77 0,23 0,45 1,34 0,89 1,03 0,41 0,58 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 122: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

LAMPIRAN

104

Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi Triwulanan (qtq) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2007 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan 2,57 2,38 1,14 7,63 4,43 3,98 1,35 2.65

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,42 0,41 0,74 1,59 1,06 2,21 1,62 0.62

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,91 -1,56 0,03 0,95 1,07 0,78 1,66 0.45

4 Sandang 10,79 7,29 6,82 2,20 3,34 3,73 8,95 8.14 5 Kesehatan 0,38 0,88 3,03 1,62 2,19 2,85 2,34 1.20

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

1,08 0,52 0,02 0,35 -0,04 0,68 1,17 0.67

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

0,36 0,17 0,30 0,78 0,36 0,69 0,68 0.32

Umum 1.82 0,81 0,90 3,21 2,06 2,20 1,95 1,44 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa 2007 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.

1 Bahan makanan 8,18 7,90 7,84 4,43 13,14 11,36 6,08 8.07

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 3,00 4,26 5,55 6,20 7,18 9,58 12,36 4.46

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 4,85 2,43 0,56 2,78 4,63 6,50 3,95 3.35

4 Sandang 14,35 10,84 9,96 4,42 6,23 5,72 19,93 11.63 5 Kesehatan 1,67 4,79 8,84 7,05 10,36 6,98 13,91 4.70

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga

9,28 4,41 8,16 5,82 12,50 3,04 6,01 7.31

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

1,03 1,01 0,94 1,99 1,83 2,21 2,37 1.10

Umum 5.25 4,65 4,50 4,34 7,87 7,72 8,23 5,10

Page 123: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

LAMPIRAN

105

3. DATA PERBANKAN

Tabel 3.A. Indikator Kinerja Bank Umum di Jawa Barat (Rp Triliun)

Bank Umum

Tw. 2 Tw. 3 Tw. 4 Tw. 1 Tw. 2 Tw. 3 Tw. 4 qtq yoy

Total Aset 109.5 112.14 118.19 118.82 122.65 124.99 136.39 9.12 15.40

DPK 87.27 89.68 93.76 92.24 95.8 95.91 105.57 10.07 12.60

Kredit bank pelapor 52.98 55.1 57.77 58.67 62.39 66.03 69.74 5.62 20.72

Kredit lokasi proyek 94.17 97.6 100.7 102.05 109.46 113.82 119.12* 4.66 18.30

LDR (%) 60.71 61.44 61.61 63.6 65.13 68.85 66.06

Rasio Gross NPL (%) 4.92 5 4.01 4.31 4.13 3.81 3.44

Pos tertentu

2006 (%)2007

Keterangan: * data s.d. November 2007 Sumber: LBU KBI Bandung

Bank Umum Syariah

Tw. 2 Tw. 3 Tw. 4 Tw. 1 Tw. 2 Tw. 3 Tw. 4 qtq yoyAset 2.72 2.97 3.3 3.32 3.41 3.55 4.07 14.74 23.43 Pembiayaan 2.22 2.32 2.34 2.39 2.56 2.76 2.84 2.85 21.32 DPK 1.8 2.06 2.43 2.46 2.5 2.59 3.14 21.33 29.32 FDR (%) 123.3 112.3 96.1 97 102.2 106.8 90.34

Rasio NPF (%) 4.99 5.04 4.96 6.6 8.2 7.87 5.83

Pertumbuhan (%)Pos tertentu

2006 2007

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 124: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

LAMPIRAN

106

Tabel 3.B. DPK, Kredit, dan NPL Kabupaten/Kota di Jawa Barat (Rp Juta) Desember 2007.

NOMINAL %Kota Bogor 10,464,921 5,018,848 47.9587758 257,078 5.12 Kota Tasikmalaya 2,494,445 2,781,994 111.5275743 126,677 4.55 Kab. Bandung 1,497,041 1,229,713 82.14290724 54,173 4.41 Kab. Purwakarta 1,013,094 1,375,377 135.7600578 52,765 3.84 Kab. Tasikmalaya 120,953 248,619 205.5500897 9,155 3.68 Kota Cirebon 5,491,645 4,279,620 77.92965496 157,534 3.68 Kota Bandung 59,230,947 34,021,614 57.43891618 1,252,329 3.68 Kab. Cianjur 1,266,690 1,140,973 90.07515651 40,995 3.59 Kab. Indramayu 693,526 916,147 132.099878 31,682 3.46 Kota Sukabumi 2,462,190 1,712,818 69.56481831 52,519 3.07 Kota Bekasi 4,485,997 4,888,138 108.9643618 143,248 2.93 Kab. Sukabumi 269,751 491,941 182.3685547 12,939 2.63 Kab. Karawang 2,654,124 1,735,309 65.3816099 45,170 2.60 Kota Banjar 461,972 591,714 128.0843861 14,529 2.46 Kab. Garut 890,883 1,303,554 146.3215708 31,548 2.42 Kab. Sumedang 635,800 960,911 151.1341617 18,585 1.93 Kab. Ciamis 341,250 455,543 133.4924542 8,800 1.93 Kab. Bekasi 2,957,251 1,101,914 37.26142962 19,847 1.80 Kab. Subang 790,726 1,181,659 149.4397554 19,929 1.69 Kab. Bogor 1,705,328 1,296,060 76.00062862 20,154 1.56 Kota Depok 3,967,204 1,031,888 26.01045976 14,278 1.38 Kota Cimahi 1,270,445 1,097,813 86.41169039 10,482 0.95 Kab. Kuningan 265,651 466,655 175.6646879 3,327 0.71 Kab. Majalengka 140,164 410,776 293.0681202 580 0.14 Jawa Barat 105,571,998 69,739,598 66.05880283 2,398,323 3.44

NPLKABUPATEN/KOTA DPK KREDIT LDR

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 125: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

DAFTAR ISTILAH

Page 126: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan dan perusahaan-perusahaan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

DAFTAR ISTILAH

108

DAFTAR ISTILAH

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.

Share of Growth Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Sektor ekonomi dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

Share effect Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Dana Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

Administered Price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.