109
KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II website : www.bi.go.id email : [email protected] KAJIAN EKONOMI REGIONAL 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

  • Upload
    vanhanh

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

TRIWULAN II

website : www.bi.go.id email : [email protected]

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

2014

Page 2: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

VISI BANK INDONESIA :

kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

MISI BANK INDONESIA :

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

yang berkualitas;

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien

serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk

mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi

pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional;

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional;

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka

NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :

-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai

untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity,

Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

Page 3: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kata Pengantar

iii

BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin

triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi

Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan

perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II-2014 dengan penekanan kajian pada

kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Perbankan

dan Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi

Daerah pada triwulan III-2014. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan

bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia,

data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau,

serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.

Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada

stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,

dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak

lain yang membutuhkan.

Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan

buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi

sangat diharapkan.

Pekanbaru, 15 Agustus 2014

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

ttd

Mahdi Muhammad Direktur

KATA PENGANTAR

Page 4: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kata Pengantar

iv

duduk di rumah memegang amanah

duduk di tanah memegang petuah

duduk di kampung menjadi payung

duduk di banjar bertunjuk ajar

duduk di ladang tenggang menenggang

duduk di negeri tahukan diri

duduk di dusun ia penyantun

duduk beramai elok perangai

apa tanda Melayu bertuah,

tahu berguru pada yang sudah

tahu berbuat pada yang ada

tahu memandang jauh ke muka

apa tanda Melayu terbilang,

dada lapang pandangan panjang

Page 5: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Daftar Isi

iv

HALAMAN

Kata Pengantar ..................................................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................................................... iv

Daftar Tabel ......................................................................................................... viii

Daftar Grafik ........................................................................................................ x

Daftar Gambar...................................................................................................... xiii

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih............................................................................ xiv

RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................ 1

BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL .............................................. 8

1.

2.

Kondisi Umum...........................................................................

PDRB Sisi Penggunaan...............................................................

8

9

2.1. Konsumsi ..................................................................... 10

2.2 Investasi ....................................................................... 12

2.3 Ekspor dan Impor ......................................................... 13

2.3.1. Ekspor ................................................................

2.3.2. Impor .................................................................

13

16

3. PDRB Sektoral ........................................................................... 17

3.1. Sektor Pertanian ........................................................... 18

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian .......................... 19

3.3. Sektor Industri Pengolahan ........................................... 20

3.4. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ...................... 22

3.5. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi .......................... 23

DAFTAR ISI

Page 6: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Daftar Isi

v

HALAMAN

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ................................................... 25

1. Kondisi Umum........................................................................... 25

2. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy)

2.1. Inflasi Kota.........................................................................

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru..............................................

2.1.2. Inflasi Kota Dumai....................................................

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan............................................

2.2. Disagregasi Inflasi...............................................................

2.2.1.Inflasi Inti (Core)........................................................

2.2.2. Inflasi Volatile Foods.................................................

2.2.3. Inflasi Administered Price..........................................

26

28

28

29

30

31

32

33

34

3. Perkembangan Inflasi Triwulanan (qtq) .... ..............................

3.1. Perkembangan Inflasi Setiap Bulan .....................................

35

34

4. 37

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 42

1. Kondisi Umum........................................................................... 42

2. Perkembangan Bank Umum ...................................................... 43

2.1. Perkembangan Jaringan Kantor .................................... 43

2.2. Perkembangan Aset ..................................................... 43

2.3. Kredit............................................................................ 44

2.3.1. Perkembangan Penyaluran Kredit ...................... 44

2.3.2. Konsentrasi Kredit ............................................. 44

2.3.3. Penyaluran Kredit UMKM.................................... 48

2.3.4. Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan)................. 51

2.3.5. Risiko Kredit ....................................................... 51

2.4. Kondisi Likuiditas .......................................................... 53

2.4.1. Dana Pihak Ketiga .............................................. 53

2.4.2. Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) ....... 56

2.5. Profitabilitas ................................................................. 57

2.5.1. Spread Bunga.................................................... 57

Page 7: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Daftar Isi

vi

HALAMAN

2.6.

2.5.2. Pendapatan dan Beban Bunga ............................

Perbankan Syariah.........................................................

57

59

3. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)................................. 60

4. Perkembangan Transaksi Pembayaran........................................ 62

4.1. Kondisi Umum.................................................................... 62

4.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai.......................

4.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow-Outflow).......

4.2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar..........................

4.2.3. Uang Rupiah Tidak Asli............................................

62

62

63

64

4.3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai...........

4.3.1. Transaksi Kliring...................................................

4.3.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)......................

65

65

66

BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH ........................................................... 68

1. Kondisi Umum .......................................................................... 68

2. Realisasi APBD 2013.................................................................. 69

2.1. Realisasi Pendapatan..................................................... 69

2.2. Realisasi Belanja............................................................. 71

BAB 5 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

DAERAH............................................................................................

72

1. ....... 72

2. .. ....... 73

73

2.2 74

2.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan

75

Boks 1 MENJAGA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEBUNAN

BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN 77

1. ....... 77

Page 8: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Daftar Isi

vii

HALAMAN

2. Perkiraan Inflasi...... ................ 79

Daftar Istilah

Page 9: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Tabel

viii

HALAMAN

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy) 10

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy) 10

Tabel 1.3. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Riau (Juta USD) .............. 15

Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu ton) ......... 15

Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) 17

Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Tanpa Migas (yoy, %) 18

Tabel 1.7. Perkembangan Produksi Padi Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) di Riau.... 19

Tabel 3.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan II-2014 43

Tabel 3.2. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) 44

Tabel 3.3. Kredit Menurut Sektor Ekonomi Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) 45

Tabel 3.4. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Riau (RpJuta) 47

Tabel 3.5. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp Juta) 48

Tabel 3.6. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Menurut Sektor Ekonomi 49

Tabel 3.7. Sebaran Kredit UMKM Menurut Sektor Ekonomi (dalam Rp juta) 49

Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50

Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52

Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau 53

Tabel 3.11. Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar) 54

Tabel 3.12. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp Juta) 54

Tabel 3.13. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau 56

Tabel 3.14. Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (Rp Juta) 59

Tabel 3.15. Perkembangan Penyaluran KUR di Riau 61

DAFTAR TABEL

Page 10: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Tabel

ix

Tabel 3.16. Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau

Triwulan II-2014 (Rp miliar) 67

Tabel 3.17. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan II-2014 67

Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2013 dan 2014 ............... 69

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau

Triwulan II-2013 dan Triwulan II-2014 (Rp miliar) .. 70

Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau

Triwulan II-2013 dan Triwulan II-2014 (Rp miliar)........................................... 71

Tabel 6.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2014 ......... 78

Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Tahun 2013 dan Tahun

2014 .............................................................................................. 79

Page 11: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Grafik

x

HALAMAN

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%) 9

Grafik 1.2. Pertumbuhan Komponen Konsumsi Riau Tahun 2011-2014 (yoy) ................. 11

Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau 2011-2014.................................11

Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Multiguna.......................................................................11

Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor.......................................................11

Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Perumahan..................................................................... 12

Grafik 1.7. Perkembangan Konsumsi Semen di Provinsi Riau..............................................12

Grafik 1.8. Perkembangan Jumlah Proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau ...................... 12

Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau ......................... 13

Grafik 1.10. Perkembangan Pertumbuhan Ekspor Migas Provinsi Riau.......................... 13

Grafik 1.11. Perkembangan Permintaan Ekspor Perusahaan Non-Migas dan Pertumbuhan

Ekspor Non-Migas di Riau................................................................................ 13

Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Non-Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan........ 14

Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau ................................... 16

Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau ........................................ 16

Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau .................................................16

Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau ........................................... 16

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau .......................... 17

Grafik 1.18. Perkembangan Volume Impor Barang Konsumsi.............................................. 17

Grafik 1.19. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier........................................... 17

Grafik 1.20. Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan.............. 18

Grafik 1.21. Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau ........................... 20

Grafik 1.22. Perkembangan Volume Produksi CPO dan Kernel PT. Wilmar International... 20

Grafik 1.23. Perkembangan Kapasitas Terpakai Indutri Pengolahan ........... 20

Grafik 1.24. Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global 21

Grafik 1.25. Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau 21

DAFTAR GRAFIK

Page 12: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Grafik

xi

Grafik 1.26. Perkembangan Konsumsi CPO Dunia . 21

Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Hotel Bintang di Riau .... 22

Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit......................... 22

Grafik 1.29. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan

Tembakau di Riau............................................................................................ 22

Grafik 1.30. Perkembangan Kegiatan Usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran di Riau....... 23

Grafik 1.31. Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Bintang 3,4,5 di Riau............................. 23

Grafik 1.32. Pertumbuhan Arus Kedatangan Penumpang di Bandara Internasional Sultan

Syarif Kasim..................................................................................................... 24

Grafik 1.33. Pertumbuhan Arus Kedatangan Pesawat di Bandara Internasional Sultan Syarif

Kasim.............................................................................................................. 24

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) ....................................... 27

Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survey (yoy) 27

Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw II (2009-2013). 29

Grafik 2.4. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw II -2014... 29

Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-Rata Historis Tw II (2009-2013) 30

Grafik 2.6. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw II -2014 30

Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw II-2014 30

Grafik 2.8. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) 31

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) 32

Grafik 2.10. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD 32

Grafik 2.11. Perkembangan Harga Emas Dunia 33

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non-Tradables Goods (yoy) 33

Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) 33

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) 35

Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Riau dan Nasional secara Triwulanan (qtq) 35

Grafik 2.16. Historis Inflasi Selama Tw II di Provinsi Riau (qtq) ... 36

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Bulanan di Provinsi Riau selama Triwulan II - 2014 ...... 37

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau .... 43

Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok .... 43

Grafik 3.3. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) ....... 46

Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) 46

Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) 46

Grafik 3.6. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan 47

Page 13: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Grafik

xii

Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit UMKM dan Jumlah Rekening Kredit

Perbankan ............................ 50

Grafik 3.8. Perkembangan Undisbursed Loan Bank Umum di Riau 51

Grafik 3.9. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau 52

Grafik 3.10. Perkembangan Jumlah Rekening Dana ... 55

Grafik 3.11. Perkembangan LDR di Provinsi Riau 56

Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Rata-Rata Tertimbang Kredit dan Deposito 3

Bulan............................................................................................................... 57

Grafik 3.13. Komposisi Pendapatan Bunga (Rp miliar) .. 58

Grafik 3.14. Komposisi Beban Bunga (Rp miliar) 58

Grafik 3.15. Perkembangan Pendapatan, Beban Bunga serta Pendapatan Bungan Bersih

Bank Umum di Provinsi Riau .......................................................................... 59

Grafik 3.16. KUR Menurut Sektor Ekonomi ....................................................................... 61

Grafik 3.17. KUR Menurut Jenis Penggunaan..................................................................... 61

Grafik 3.18. Perkembangan Inflow dan Outflow .............. 63

Grafik 3.19. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap

Inflow di Provinsi Riau .. 64

Grafik 3.20. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau 65

Grafik 3.21. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau ... 65

Grafik 5.1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin...... 75

Grafik 5.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin ............................................. 76

Grafik 5.3. Perkembangan Garis Kemiskinan (GK) Riau ................................... 77

Grafik 5.4. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau ............................. 78

Grafik 5.5. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau ............................. 78

Page 14: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Grafik

xiii

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 15: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Gambar

xiii

HALAMAN

Gambar 2.1. Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional

dibandingkan dengan Historisnya (yoy).....................................

26

DAFTAR GAMBAR

Page 16: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Gambar

xiv

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 17: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Tabel Indikator

xiv

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II

Indeks Harga Konsumen*) :

- Kota Pekanbaru 137.18 138.96 143.15 145.49 111.13 111.89

- Kota Dumai 140.61 143.38 147.48 150.17 111.27 112.62

- Kota Tembilahan - - - - 116.05 117.61

Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :

- Kota Pekanbaru 5.36 5.56 7.79 8.83 7.38 6.17

- Kota Dumai 5.56 6.28 7.53 8.60 7.26 6.78

- Kota Tembilahan - - - - 12.59 10.64

Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 1.82 2.62 2.20 3.77 4.34 2.48

Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 8.04 6.74 3.93 6.01 6.98 7.13

Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2,889.77 2,750.91 2,717.58 3,278.42 2,991.09 2,827.50

Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4,838.19 4,554.44 4,515.89 5,246.62 4,446.98 4,112.36

Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 375.60 392.69 372.88 462.05 411.98 349.16

Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 460.84 648.51 419.97 546.35 555.04 582.53

INDIKATOR

(dalam Rp juta) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II

Bank Umum

Total Aset 73,223,820 78,286,527 80,675,676 76,861,876 73,201,701 82,036,875

DPK 52,753,768 55,990,071 56,878,350 55,523,886 54,466,287 60,795,211

- Giro 15,784,036 16,721,201 15,832,861 13,298,066 12,556,764 16,863,613

- Tabungan 23,838,197 23,861,366 25,713,538 28,588,150 27,363,917 26,936,859

- Deposito 13,131,535 15,407,504 15,331,951 13,637,670 14,545,606 16,994,736

Kredit - berdasarkan lokasi proyek 60,296,662 62,761,261 64,359,544 66,696,948 67,020,254 72,391,925

LDR - Lokasi Proyek (%) 114.30 112.09 111.77 118.63 123.05 119.08

Kredit 44,090,792 44,090,792 47,548,033 48,745,468 48,487,679 50,668,252

- Modal Kerja 15,423,020 14,593,372 14,789,614 15,413,714 14,871,302 15,620,041

- Investasi 12,326,636 14,941,919 15,313,208 15,383,108 15,482,142 16,292,777

- Konsumsi 16,341,136 17,014,991 17,445,211 17,948,646 18,134,236 18,755,434

- LDR (%) 83.58 83.14 83,89 88.04 89.02 83.34

- NPL (%) 3.21 3.19 3.67 3.25 3.32 3.54

Kredit UMKM 15,730,406 17,122,417 17,344,493 17,614,783 18,094,921 19,753,458

- Mikro 3,973,181 4,239,979 4,287,628 4,317,958 4,424,699 5,210,241

- Kecil 6,070,237 6,271,690 6,566,675 6,912,290 7,030,433 7,279,402

- Menengah 5,686,988 6,610,748 6,490,190 6,384,535 6,639,789 7,263,815

NPL MKM (%) 4.57 4.64 5.38 4.83 5.12 5.82

*) SBH 2007

2014

2014

A. INFLASI DAN PDRB

INDIKATOR2013

2013

B. PERBANKAN

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 18: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Tabel Indikator

xv

C. SISTEM PEMBAYARAN

Tw I Tw II Tw III Tw IV I II

(98,037) 2,011,793 2,243,321 4,850,976 247,524 2,250,641

1,640,158 1,147,027 2,456,580 744,382 1,884,781 1,135,202

1,542,121 3,158,820 4,699,901 5,595,358 2,132,305 3,385,843

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 171,690 322,720 264,841 265,924 380,769 317,520

Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 90,785 96,628 82,740 91,492 73,538 97,703

Volume Transaksi RTGS (lembar) 51,596 53,531 52,745 71,150 47,244 48,670

Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,513 1,534 1,293 1,500 1,226 1,656

Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 860 850 824 1,166 787 825

Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 165,983 246,978 187,273 198,697 199,841 251,359

Volume Tolakan Cek/BG Kosong 5,703 6,254 6,749 5,869 5,522 6,931

Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong 2,766 3,920 2,926 3,257 3,331 4,260

Rata-rata Harian Cek/BG Kosong 60 63 64 61 60 59

20142013

Inflow

Outflow

Posisi Kas Gabungan

INDIKATOR

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 19: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

1

I. GAMBARAN UMUM

Kinerja ekonomi Riau pada triwulan II-2014 kembali mengalami perlambatan.

Dengan memperhitungkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh

2,48% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I-2014 yang mencapai 4,34%

(yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi

Riau tercatat sebesar 7,13% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2014 dan

tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi non migas nasional

yaitu masing-masing mencapai 7,00% (yoy) dan 5,47% (yoy).

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 20: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

2

Perlambatan ekonomi Riau pada triwulan II-2014 utamanya didorong oleh

melambatnya kinerja sektor tradables dan sektor non-tradables.

Perlambatan sektor tradables utamanya didorong oleh kontraksi pada sektor

pertambangan yang cukup signifikan. Sementara perlambatan pada sektor

non-tradables didorong oleh perlambatan sektor jasa-jasa dan sektor

bangunan.

Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi utamanya didorong oleh

kontraksi yang terjadi pada komponen ekspor. Penurunan utamanya terjadi

pada ekspor migas yang dipengaruhi oleh kinerja lifting minyak bumi yang

terus mengalami kontraksi. Sementara itu, perlambatan ekspor non-migas

pada triwulan laporan disebabkan oleh penurunan ekspor komoditas utama

Riau yaitu CPO, akibat masih lemahnya kinerja ekonomi di negara mitra

dagang utama khususnya Cina dan India. Selain itu, pemberlakuan

hambatan tarif dan non-tarif terhadap produk Crude Palm Oil (CPO) di pasar

internasional juga turut memberikan tekanan, meskipun penguatan nilai

tukar rupiah yang masih terbatas dapat memberikan insentif bagi eksportir.

II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL

Pada triwulan II-2014, motor penggerak ekonomi Riau masih berasal dari

permintaan domestik yaitu konsumsi dan investasi non migas yang

tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Faktor yang berperan penting dalam mendukung pertumbuhan

konsumsi Riau diindikasikan masih kuatnya optimisme konsumen

terhadap kondisi ekonomi saat ini. Selain itu, tingkat inflasi yang

cenderung menurun sejak awal tahun 2014 sedikit banyaknya mampu

mendorong daya beli masyarakat. Namun demikian, kontraksi yang

terjadi pada ekspor Riau pada triwulan laporan merupakan faktor yang

mendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-

2014.

Dari sisi sektoral, kondisi perekonomian Provinsi Riau pada triwulan II-

2014 secara sektoral menunjukkan perkembangan yang kurang

menggembirakan dimana pertumbuhan sektor tradables maupun sektor

non-tradables tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Secara tahunan, pertumbuhan sektor tradables Riau melambat menjadi

Pertumbuhan ekonomi Riau di triwulan II-2014 kembali mengalami perlambatan.

Motor penggerak ekonomi Riau pada triwulan II-2014 masih berasal dari konsumsi dan investasi non

migas

Secara sektoral, perlambatan ekonomi utamanya disumbang oleh sektor tradables, khususnya sektor pertambangan.

Penurunan pertumbuhan ekonomi didorong oleh penurunan pertumbuhan sektor tradables dan kontraksi pada ekspor.

Page 21: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

3

dari 3,58% (yoy) menjadi 1,22% (yoy). Perlambatan sektor tradables

berasal dari kontraksi sektor pertambangan khususnya migas. Sementara

dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor tradables

tercatat meningkat yaitu dari 7,54% (yoy) menjadi 8,35% (yoy).

III. ASSESMEN INFLASI

Inflasi Riau pada triwulan II-2014 (yoy) tercatat sebesar 6,59%, menurun

cukup berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai

7,75%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang

juga menunjukkan penurunan dari 7,32% pada triwulan I-2014 menjadi

6,70% pada triwulan II-2014. Namun demikian, bila dibandingkan

dengan rata-rata historisnya sejak 2009-2013, inflasi Riau pada triwulan

II-2014 mengalami peningkatan yang berarti. Menurunnya tekanan

inflasi Riau pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya

utamanya didorong oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok volatile

foods dan administered price. Pasokan pangan yang terjaga selama

periode laporan dan minimnya kebijakan pemerintah terkait harga

menjadi penyebab relatif terjaganya tekanan inflasi dari kelompok

volatile foods dan administered price. Di sisi lain, inflasi dari kelompok

inti (core) sedikit meningkat, karena masih berlanjutnya tekanan

eksternal seiring dengan pelemahan nilai tukar Rupiah.

Berdasarkan kota yang disurvey di Provinsi Riau, maka pada triwulan II-

2014 inflasi tertinggi terjadi di Kota Tembilahan yaitu sebesar 10,64%,

diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Pekanbaru masing-masing-masing

sebesar 6,78% dan 6,17%. Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut

menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Masih berlanjutnya penurunan tekanan inflasi pada

kelompok bahan makanan terutama bumbu-bumbuan merupakan

faktor utama menurunnya tekanan inflasi di tiga kota yang disurvei.

Faktor utama penyebab menurunnya inflasi Riau pada triwulan II-2014 didominasi oleh penurunan tekanan inflasi dari volatile

food.

Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi sebesar 6,17% (yoy), Kota Dumai sebesar 6,78% (yoy), dan Kota Tembilahan sebesar 10,64%

(yoy).

Page 22: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

4

IV. ASSESMEN KEUANGAN

Perbankan

Kondisi perbankan Provinsi Riau pada triwulan II-2014 cenderung

membaik, dimana pertumbuhan aset dan dana masih terus positif.

Kenaikan angka penghimpunan DPK dan penyaluran kredit menjadi

indikasi pergerakan positif dari sektor perbankan Provinsi Riau. Namun

demikian, risiko penurunan kualitas kredit masih membayangi

pertumbuhan sektor perbankan Provinsi Riau, terlihat dari kenaikan NPLs

yang mengiringi kenaikan penyaluran kredit pada triwulan II-2014.

Terlepas dari bayangan resiko dari kualitas kredit, sektor Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah (UMKM) terus menunjukkan potensi bagi dunia

perbankan Provinsi Riau. Peningkatan jumlah UMKM yang menerima

kredit dari bank umum di Provinsi Riau memperlihatkan sinyal yang baik

bagi pengembangan akses perbankan dan pertumbuhan usaha UMKM

di Provinsi Riau.

Posisi LDR bank umum di Provinsi Riau tercatat mengalami penurunan

pada triwulan II-2014. LDR yaitu tercatat sebesar 83,34. Penurunan ini

disebabkan lebih tingginya pertumbuhan dana dibandingkan

pertumbuhan kredit secara triwulanan. Sementara itu, LDR berdasarkan

lokasi proyek tercatat lebih tinggi yaitu 119%, namun lebih rendah jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,75 triliun,

tumbuh 15,37% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan

penyaluran kredit UMKM tersebut tercatat relatif stabil dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya. Porsi kredit yang diserap UMKM

mencapai 38,99% dari total kredit yang diberikan bank umum di

Provinsi Riau, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat 37,32%. Pertumbuhan penyerapan kredit paling tinggi tercatat

pada sektor Usaha Mikro, yaitu mencapai 22,88% (yoy).Namun

demikian, pangsa kredit kepada Usaha Kecil dan Menengah masih

mendominasi yaitu masing-masing sebesar Rp7,27 triliun dan Rp7,26

triliun meskipun pertumbuhannya relatif lebih kecil dibandingkan kredit

Penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh stabil dengan pangsa yang meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya

Kegiatan usaha perbankan Riau mulai membaik tercermin dari peningkatan pertumbuhan aset, DPK dan Kredit

Page 23: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

5

mikro. Namun, kualitas kredit UMKM yang terus memburuk perlu

menjadi perhatian perbankan.

Kondisi bank umum syariah untuk triwulan II-2014 di Provinsi Riau

menunjukkan perkembangan yang relatif stagnan. Jika dilihat secara

tahunan (yoy), pada triwulan II-2014 indikator utama yaitu aset, dana, dan

pembiayaan tumbuh lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Aset bank

umum syariah hanya tumbuh sebesar 1,95% (yoy) menjadi Rp5,12 triliun.

Total aset bank umum syariah terhadap aset bank umum secara

keseluruhan pada triwulan II-2014 di Provinsi Riau adalah sebesar 6,25%,

turun jika dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang

mencapai 6,99%. Jumlah bank syariah maupun kantor cabang bank

syariah di Provinsi Riau tidak berubah dibandingkan dengan periode yang

lalu, tercatat beroperasi 11 bank syariah.

Terbatasnya pertumbuhan aset disebabkan relatif rendahnya

pertumbuhan dana yaitu sebesar 2,05% (yoy). Sementara pembiayaan

tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 4,09% (yoy). Risiko pembiayaan juga

perlu menjadi perhatian bank umum syariah karena telah berada pada

level yang cukup tinggi.

Keuangan Daerah

Realisasi alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi

Riau hingga triwulan II-2014 secara umum mengalami penurunan

dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi

anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan II-2014 mencapai

34,84% atau sebesar Rp2,48 triliun. Sementara, realisasi anggaran

belanjanya tercatat lebih tinggi, yaitu sebesar Rp1,06 triliun atau sekitar

12,76% dari total anggaran yang dialokasikan.

Realisasi alokasi APBD daerah hingga triwulan II-2014 menurun dibandingkan relaisasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya.

Page 24: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

6

V. PROSPEK

Perekonomian Daerah

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III-2014 secara umum

diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan II-2014. Dengan

memasukkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan

secara tahunan berada pada kisaran 2,13%-2,99% (yoy). Sementara itu,

dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan

juga relatif stabil yakni berada pada kisaran 5,99-6,54% (yoy).

Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan

diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama

konsumsi rumah tangga. Hal ini diperkirakan sedikit banyak dipengaruhi

oleh trend penurunan tekanan inflasi pada semester II-2014. Selain itu,

masuknya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 1435H diperkirakan

mampu mendorong pertumbuhan pada konsumsi rumah tangga Riau.

Sementara itu, dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor perdagangan

diperkirakan masih menjadi pendorong tumbuhnya perekonomian Riau

pada triwulan III-2014.

Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa

pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside

risks). Kondisi ini utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang

tidak produktif sehingga diperkirakan berpotensi mengakibatkan

pertumbuhan sektor pertambangan migas masih mengalami kontraksi.

Tingkat curah hujan pada triwulan III-2014 yang masih minim

diperkirakan akan menahan laju pertumbuhan pada sektor pertanian.

Sementara itu, salah satu faktor yang berpotensi membawa

pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi

pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama Riau dan negara

berkembang (emerging market) di kawasan Asia yang diperkirakan akan

memberikan spill over positif bagi kinerja ekspor utama Riau. Selain itu,

kepastian penandatanganan RTRW Riau diperkirakan secara jangka

panjang akan berdampak pada peningkatan produksi pertanian karena

legalisasi lahan sudah semakin jelas.

Prospek perekonomian Riau pada triwulan III-2014 diperkirakan tumbuh relatif stabil yakni berada pada kisaran 2,13%-

2,99% (yoy).

Page 25: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

7

Inflasi

Perkembangan inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan berada

pada kisaran 5,1% - 6,0% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi

diperkirakan berkisar 1,5% - 2,0% (qtq). Terjadinya inflasi pada tiga kota

yang disurvei pada kisaran tersebut utamanya diperkirakan

berasal dari inflasi volatile foods dan inflasi administered price.

Meningkatnya harga bahan pangan karena telah berakhirnya masa panen

beras di daerah sentra produksi merupakan faktor yang mendorong inflasi

volatile foods. Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah yang mulai

diberlakukan pada triwulan III-2014 dan diperkirakan akan mendorong

inflasi administered price, antara lain (i) kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL)

untuk enam golongan pelanggan PLN (1330 VA-5500 VA) yang mulai

diberlakukan sejak Juli 2014, (ii) pembatasan BBM bersubsidi, yaitu solar,

sejak Agustus 2014, (iii) adanya kebijakan terkait kenaikan harga elpiji

nonsubsidi (12 kg).

Namun terdapat, beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa

inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (upside risks) antara lain, (i) nilai

tukar rupiah yang kembali terdepresiasi mengingat kondisi perekonomian

global yang belum membaik diperkirakan akan mendorong peningkatan

inflasi pada barang-barang impor, (ii) second round effect dampak

pembatasan BBM bersubsidi, (iii) rencana pemerintah menyesuaikan tarif

batas atas angkutan udara pasca lebaran, dan (iv) risiko el-nino yang

berpotensi menghambat produksi tanaman pangan di sentra produksi

utama.

Proyeksi inflasi pada triwulan III-2014 diperkirakan mencapai 5,1%-

6,0%

Page 26: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

8

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 27: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

8

1. KONDISI UMUM

Kinerja ekonomi Riau pada triwulan II-2014 kembali mengalami perlambatan.

Dengan memperhitungkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh

2,48% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I-2014 yang mencapai 4,34% (yoy).

Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau

tercatat sebesar 7,13% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2014 dan tercatat

lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi non migas nasional yaitu masing-

masing mencapai 7,00% (yoy) dan 5,47% (yoy).

Bab 1 KONDISI EKONOMI

MAKRO REGIONAL

Page 28: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

9

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%)

Sumber : BPS

Perlambatan ekonomi Riau pada triwulan II-2014 utamanya didorong oleh

melambatnya kinerja sektor tradables dan sektor non-tradables. Perlambatan sektor

tradables utamanya didorong oleh kontraksi sektor pertambangan yang cukup

signifikan. Sementara perlambatan pada sektor non-tradables didorong oleh

perlambatan sektor jasa-jasa dan sektor bangunan.

Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi utamanya didorong oleh kontraksi

yang terjadi pada komponen ekspor. Penurunan utamanya terjadi pada ekspor

migas yang dipengaruhi oleh kinerja lifting minyak bumi yang terus mengalami

penurunan. Sementara itu, perlambatan ekspor non-migas pada triwulan laporan

disebabkan oleh penurunan ekspor komoditas utama Riau yaitu CPO, akibat masih

lemahnya kinerja ekonomi di negara mitra dagang utama khususnya Cina dan

India. Selain itu, pemberlakuan hambatan tarif dan non-tarif terhadap produk

Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional juga turut memberikan tekanan,

meskipun penguatan nilai tukar rupiah yang masih terbatas dapat memberikan

insentif bagi eksportir.

2. PDRB SISI PENGGUNAAN

Pada triwulan II-2014, motor penggerak ekonomi Riau masih berasal dari

permintaan domestik yaitu konsumsi yang tercatat mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor yang berperan penting dalam

mendukung pertumbuhan konsumsi Riau diindikasikan masih kuatnya optimisme

konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Selain itu, tingkat inflasi yang

cenderung menurun sejak awal tahun 2014 sedikit banyaknya mampu mendorong

daya beli masyarakat. Namun demikian, kontraksi yang terjadi pada ekspor Riau

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Riau 5.10 2.10 1.60 3.00 2.80 3.50 4.80 5.50 5.20 5.20 5.10 4.50 4.50 3.50 3.70 2.40 1.82 2.62 2.20 3.77 4.34 2.48

Nasional 4.50 4.00 4.10 5.40 5.60 6.10 5.80 6.90 6.50 6.50 6.50 6.50 6.33 6.34 6.21 6.18 6.03 5.76 5.63 5.72 5.22 5.12

Riau (Tanpa Migas) 6.60 6.50 5.70 7.30 5.90 6.80 7.90 7.80 7.90 7.70 7.80 7.50 7.10 7.80 9.00 7.30 8.03 6.74 3.93 6.01 6.98 7.13

Nasional (Tanpa Migas) 4.90 4.40 4.50 5.80 6.20 6.50 6.20 7.40 6.90 7.00 6.90 6.90 6.78 6.85 6.97 6.80 6.67 6.31 6.07 5.98 5.58 5.47

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

10.00 y

oy

,%

Page 29: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

10

pada triwulan laporan merupakan faktor yang mendorong perlambatan

pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-2014.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy)

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy)

2.1. Konsumsi

Pertumbuhan konsumsi Riau pada triwulan II-2014 tercatat mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan I-2014, yakni dari 6,94% (yoy) menjadi 7,35%

(yoy). Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah

tangga yang memiliki kontribusi terbesar terhadap total konsumsi dari 7,96% (yoy)

pada triwulan I-2014 menjadi 8,45% (yoy) pada triwulan II-2014. Kondisi ini

didorong oleh meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat karena faktor musiman

seperti liburan sekolah, menyambut bulan Ramadhan, dan Idul Fitri 1435 H.

Konsumsi swasta nirlaba pada triwulan laporan tumbuh meningkat dari 16,81%

(yoy) pada triwulan I-2014 menjadi 20,06% (yoy) pada triwulan II-2014.

Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan peningkatan pertumbuhan

swasta nirlaba diperkirakan tidak terlepas dari masih kuatnya optimisme konsumen

sebagaimana terlihat dari perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Riau

pada triwulan II-2014. Sementara itu, konsumsi pemerintah masih mengalami

kontraksi sebesar 1,85% (yoy). Kondisi ini diperkirakan akibat masih minimnya

realisasi belanja pemerintah hingga semester I-2014. Hal ini tercermin dari turunnya

realisasi anggaran belanja pemerintah sebesar Rp537,08 miliar sampai dengan

I II III IV I*** II*** I-13 II-13 III-13 IV-13 2013 I-14 II-14

1 Konsumsi 6.87 7.25 6.63 7.36 6.94 7.35 2.99 3.19 2.93 3.36 3.12 3.17 3.38

2 PMTB 6.11 4.99 4.82 5.39 3.39 3.15 1.78 1.46 1.41 1.60 1.56 1.03 0.94

3 Ekspor 0.41 1.79 (0.06) 4.83 0.57 (5.60) 0.23 1.02 (0.03) 2.72 0.99 0.32 (3.18)

4 Impor 6.01 3.62 2.62 4.25 3.41 1.81 1.92 1.19 0.86 1.39 1.33 1.13 0.60

1.82 2.62 2.20 3.77 4.34 2.48 1.82 2.62 2.20 3.77 2.61 4.34 2.48

Sumber : BPS Provinsi Riau

Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS

Total

2013 (r) Sumbangan (%)Komponen

2014

I II III IV I II I-13 II-13 III-13 IV-13 I-14 II-14

1 Konsumsi 6.87 7.25 6.63 7.36 6.94 7.35 5.82 6.06 5.41 6.16 5.82 6.17

2 PMTB Non Migas 13.22 9.88 5.28 4.70 2.13 2.88 3.93 2.93 1.56 1.44 0.66 0.88

3 Ekspor 2.36 2.51 0.02 2.44 2.32 0.34 1.09 1.14 0.01 1.05 1.02 0.15

4 Impor 6.03 2.89 4.37 5.01 3.54 1.17 3.58 1.73 2.48 2.88 2.06 0.67

8.03 6.74 3.93 6.01 6.98 7.13 8.03 6.74 3.93 6.01 6.98 7.13

Sumber : BPS Provinsi Riau

Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS

Total Non Migas

2013 (r) Sumbangan (%)Komponen

2014

Page 30: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

11

triwulan laporan dibandingkan realisasi belanja di triwulan yang sama pada tahun

sebelumnya.

Selain itu, masih kuatnya pertumbuhan konsumsi juga tercermin dari kegiatan

konsumsi yang dibiayai melalui kredit perbankan, khususnya untuk kredit

multiguna, dan kredit perumahan. Peningkatan pada kredit multiguna diperkirakan

sebagai dampak dari faktor musiman yaitu persiapan Ramadhan, libur sekolah dan

Idul Fitri 1435 H. Sementara itu, peningkatan pada kredit perumahan, khususnya

kredit konstruksi seiring dengan meningkatnya animo masyarakat untuk renovasi

rumah dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri 1435 H. Animo masyarakat

menyambut liburan sekolah juga tercermin dari meningkatnya jumlah penumpang

angkutan udara. Namun demikian, masih kontraksinya pertumbuhan penyaluran

kredit kendaraan bermotor menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan

konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga.

Grafik 1.2. Pertumbuhan Komponen

Konsumsi Riau Tahun 2011-2014 (yoy)

Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Keyakinan

Konsumen Riau 2011-2014

Sumber : BPS Provinsi Riau

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Multiguna

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Kendaraan

Bermotor

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

-5.0

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014

%, y

oy

Rumah Tangga Swasta Pemerintah

50

70

90

110

130

150

170

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014

Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Baseline Indeks Ekspektasi Konsumen

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014

%

Rp

mil

iar

Multiguna gyoy (kanan)

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014

%

Rpm

iliar

Kendaraan bermotor gyoy (kanan)

Page 31: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

12

2.2. Investasi

Perkembangan investasi di Riau pada triwulan II-2014 mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,39% (yoy) menjadi 3,15% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan investasi didorong oleh perlambatan pertumbuhan

investasi pada sektor migas. Pertumbuhan investasi di sektor migas tercatat sebesar

3,48% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

4,99% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena minimnya penemuan sumur minyak

baru dan berkurangnya lahan pertambangan yang produktif di Riau.

Dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan investasi Riau tercatat lebih

rendah yaitu sebesar 2,88% (yoy), namun meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 2,13% (yoy). Meningkatnya investasi di

sektor non-migas diindikasikan melalui tumbuhnya investasi infrastruktur di Riau

meskipun masih terbatas. Kondisi ini tercermin dari peningkatan konsumsi semen

yang tercatat tumbuh sebesar 6,69% dengan nilai mencapai 432 ribu ton pada

triwulan laporan. Indikator lain yang mendukung peningkatan investasi non-migas

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu meningkatnya jumlah proyek dan nilai

investasi PMA dan PMDN pada triwulan II-2014 dibandingkan triwulan I-2014.

Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Perumahan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.7. Perkembangan Konsumsi Semen di Provinsi Riau

Grafik 1.8. Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014

%

Rp

mil

iar

Perumahan (kiri) gyoy (kanan)

-20.00

-10.00

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2010 2011 2012 2013 2014

%

rib

u T

on

Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan)

-20

0

20

40

60

80

100

120

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014

yoy,

%

Uni

t

PMDN PMA Proyek g. Jml Proyek (rhs)

Page 32: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

13

2.3. Ekspor dan Impor

2.3.1. Ekspor

Perkembangan ekspor Riau pada triwulan laporan mengalami kontraksi yaitu dari

tumbuh 0,57% (yoy) pada triwulan I-2014 menjadi kontraksi 5,60% (yoy). Khusus

untuk ekspor migas Riau pada triwulan I-2014 menunjukkan kontraksi yang lebih

besar yaitu dari kontraksi 0,72% (yoy) pada triwulan I-2014 menjadi kontraksi

sebesar 9,88% (yoy). Penurunan yang cukup dalam pada lifting minyak Riau

menjadi penyebab utama ekspor migas Riau belum membaik. Selain itu, kondisi ini

diperkirakan juga disebabkan oleh menurunnya permintaan minyak mentah pada

triwulan laporan yang disebabkan oleh pelemahan ekonomi negara kawasan Asia,

seperti China, dan Jepang.

Grafik 1.10. Perkembangan Pertumbuhan

Ekspor Migas Provinsi Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau

Grafik 1.11. Perkembangan Permintaan Ekspor Perusahaan Non-Migas dan

Pertumbuhan Ekspor Non-Migas di Riau

Sumber : Liaison Bank Indonesia, BPS Provinsi Riau, diolah

Sementara itu, pertumbuhan ekspor di luar migas pada triwulan II-2014 tercatat

lebih tinggi yaitu 0,34% (yoy), namun melambat signifikan dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 2,32% (yoy). Perlambatan ekspor non migas

disebabkan oleh pelemahan ekonomi di negara mitra dagang utama (India, Cina

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

(12.00)

(10.00)

(8.00)

(6.00)

(4.00)

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014

yoy,

%

yoy,

%

g. Ekspor Migas (PDRB,LHS) g. Ekspor Migas (BRS,RHS)

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

(2.50)

(2.00)

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

0.50

1.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 yo

y,%

LS Ekspor Non Migas (LHS)

g. Ekspor Non Migas (RHS)

Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014

yo

y,%

Rp

Tri

liu

nNilai PMA Nilai PMDN Nilai (kiri) g. Nilai (RHS)

Page 33: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

14

dan Eropa) yang sedikit banyak mengakibatkan volume ekspor ke wilayah tersebut

tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Depresiasi nilai tukar Rupiah saat ini juga

belum dapat mendorong ekspor tumbuh lebih tinggi. Penurunan ekspor pada

triwulan laporan juga terkonfirmasi oleh hasil liaison Bank Indonesia ke beberapa

perusahaan besar di Riau.

Dilihat dari negara tujuan

ekspornya, volume ekspor non

migas Riau secara umum

mengalami penurunan. Kondisi

ini utamanya didorong oleh

penurunan volume ekspor ke

negara India, ASEAN, dan MEE

yang masing-masing tercatat

mengalami kontraksi sebesar

34,20% (yoy), 0,15%(yoy) dan

26,12% (yoy). Pada triwulan II-

2014, volume ekspor ke India dan MEE masing-masing tercatat sebesar 538 ton

dan 432 ton. Sementara ekspor ke China masih tetap tumbuh meskipun

menunjukkan perlambatan.

Menurunnya pertumbuhan ekspor Riau pada triwulan laporan didorong oleh

penurunan ekspor komoditas unggulan Riau, yaitu CPO dari kontraksi 10,59%

(yoy) menjadi kontraksi 14,52% (yoy). Penurunan ekspor dimaksud menyebabkan

pangsa ekspor CPO terhadap total ekspor Riau menurun dari 52,31% menjadi

51,41%. Di sisi lain, pertumbuhan ekspor turunan CPO juga menunjukkan

perlambatan. Berdasarkan informasi dari contact liaison, permintaan terhadap CPO

dan produk turunannya pada triwulan laporan menurun disebabkan karena

meningkatnya produksi bahan baku minyak nabati global lainnya seperti soya bean,

kedelai, rapeseed dan biji bunga matahari di Amerika dan Uni Eropa.

Selain itu, pemberlakuan hambatan tarif dan non-tarif produk CPO dan turunannya

oleh sejumlah negara maju dan mitra dagang juga berdampak cukup signifikan

terhadap terbatasnya permintaan ekspor CPO dan turunannya. Meskipun demikian,

perkembangan ekspor produk turunan CPO masih mendominasi ekspor CPO secara

Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

629 756 931 910 786 762 1,078 1,034

678 759 766 1,024 967 780

485

1,101 713 884

511 481

787 675

835 818 635

920 598

538

784

534 648

638

783 733

842 922

851 662 814

920

691

651

510

844 856 730

734 563

600 901

644 585 658

609

573

432

1,019

1,465 1,396 1,477

1,343

1,257

1,433 1,457

1,830

1,657 1,558 1,525

1,710

(900)

100

1,100

2,100

3,100

4,100

5,100

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014

Lainnya

MEE

ASEAN

India

Cina

1.667

Page 34: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

15

total. Penurunan ekspor CPO yang diikuti dengan peningkatan ekspor turunan CPO

diindikasikan terkait dengan bea keluar CPO yang ditetapkan pemerintah, sehingga

pelaku usaha menjadi terdorong untuk meningkatkan produksi produk turunan

CPO.

Tabel 1.3. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Riau (Juta USD)

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton)

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Selain CPO, penurunan ekspor non-migas Riau pada triwulan laporan didorong

oleh penurunan ekspor komoditas utama lainnya, yaitu pulp and paper, batubara

dan karet. Penurunan (kontraksi) pertumbuhan ekspor karet dan batubara tidak

terlepas dari rendahnya harga jual produk tersebut di pasar internasional.

Berdasarkan hasil survei kepada pelaku industri, diketahui bahwa rendahnya harga

jual internasional mengakibatkan beberapa industri terpaksa mengoreksi dan

mengurangi target penjualan (kuota produksi) untuk mempertahankan tingkat

margin keuntungan, terlebih ditengah meningkatnya tekanan biaya produksi yang

terutama energi.

I II III IV I II I-14 II-14 I-14 II-14

Makanan dan Hewan Bernyawa 73.5 68.4 71.4 87.7 85.4 88.0 2.85 3.11 16.15 28.63

Tembakau dan Minuman 27.7 31.7 24.8 32.8 27.6 34.3 0.92 1.21 (0.39) 8.34

Barang Mentah 331.6 367.3 385.8 399.2 317.8 308.8 10.63 10.92 (4.15) (15.94)

Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 35.7 38.0 22.2 27.0 16.2 22.1 0.54 0.78 (54.50) (41.88)

Minyak dan Lemak Nabati 1,894.5 1,792.1 1,687.0 2,153.1 1,939.8 1,843.1 64.85 65.18 2.39 2.85

Bahan Kimia 237.5 163.0 247.1 279.1 288.5 207.9 9.64 7.35 21.44 27.54

Barang Manufaktur 289.1 291.9 279.1 299.2 313.2 321.7 10.47 11.38 8.36 10.21

Mesin dan Peralatan 0.3 0.0 - 0.3 2.5 1.7 0.08 0.06 644.03 9,595.19

Hasil Olahan Manufaktur 0.0 0.0 0.0 - 0.0 0.0 0.00 0.00 (90.63) (95.40)

Koin, bukan mata uang - - - - - - 0.00 0.00 - -

2,890.0 2,752.4 2,717.6 3,278.4 2,991.1 2,827.5 3.50 2.73

2014

100

Pangsa (%) yoy (%)2013Jenis

Total

I II III IV I II I-14 II-14 I-14 II-14

Makanan dan Hewan Bernyawa 419.64 338.48 388.31 454.83 453.5 360.5 10.20 8.77 8.07 6.52

Tembakau dan Minuman 6.02 7.22 4.57 6.64 5.6 9.8 0.13 0.24 (6.15) 35.62

Barang Mentah 697.11 762.74 846.27 861.70 641.6 652.0 14.43 15.86 (7.96) (14.51)

Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 467.36 463.70 316.73 362.14 238.0 287.8 5.35 7.00 (49.08) (37.93)

Minyak dan Lemak Nabati 2568.62 2375.58 2246.22 2779.74 2,326.2 2,114.2 52.31 51.41 (9.44) (11.00)

Bahan Kimia 318.75 235.53 335.32 372.82 370.3 279.4 8.33 6.80 16.18 18.64

Barang Manufaktur 367.26 373.23 378.30 408.87 411.3 408.4 9.25 9.93 11.99 9.42

Mesin dan Peralatan 0.02 0.00 0.00 0.02 0.4 0.1 0.01 0.00 2,081.22 16,637.81

Hasil Olahan Manufaktur 0.01 0.01 0.01 0.00 0.0 0.0 0.00 0.00 (90.01) (92.72)

Koin, bukan mata uang 0.00 0.00 0.00 0.00 - - - - - -

4,844.81 4,556.48 4,515.74 5,246.77 4,447.0 4,112.4 (8.21) (9.75) 100

2014 Pangsa (%) yoy (%)2013

Total

Jenis

Page 35: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

16

Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau

Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau

Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau

Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau

2.3.2. Impor

Di sisi lain, impor Riau pada triwulan II-2014 juga menunjukkan perlambatan yakni

dari 3,41% (yoy) pada triwulan I-2014 menjadi 1,81% (yoy). Sementara, dengan

mengeluarkan unsur migas, impor non migas juga mengalami perlambatan

pertumbuhan yakni dari 3,54% (yoy) pada triwulan I-2014 menjadi 1,17% (yoy).

Kondisi ini utamanya didorong oleh kontraksinya pertumbuhan impor barang

intermedier (10,78%, yoy) yang sebagian besar didominasi untuk pasokan industri

seperti bahan makanan setengah jadi, dan bahan baku industri.

Selain itu, masih menurunnya pertumbuhan impor barang konsumsi juga turut

menekan pertumbuhan impor secara umum. Peningkatan impor barang modal

merupakan faktor yang menahan laju perlambatan impor pada triwulan laporan.

Masih kontraksinya volume impor barang intermedier dan barang konsumsi

diperkirakan karena nilai tukar rupiah yang masih terdepresiasi.

(100.0)

(50.0)

-

50.0

100.0

150.0

200.0

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I II

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 20132014

%

rib

u t

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

(100.0)

(50.0)

-

50.0

100.0

150.0

200.0

-

100.0

200.0

300.0

400.0

500.0

600.0

700.0

800.0

900.0

I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI II

200620072008200920102011201220132014

%

ribu

ton

Vol (kiri) yoy (kanan)

(200.0)

(100.0)

-

100.0

200.0

300.0

400.0

500.0

600.0

700.0

-

200.0

400.0

600.0

800.0

1,000.0

1,200.0

1,400.0

1,600.0

I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI II

200620072008200920102011201220132014

%

ribu

ton

Vol (kiri) yoy (kanan)

(500.0)

-

500.0

1,000.0

1,500.0

2,000.0

2,500.0

-

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

10.0

I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI II

200620072008200920102011201220132014

%

ribu

ton

Vol (kiri) yoy (kanan)

Page 36: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

17

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau

Grafik 1.18. Perkembangan Impor Barang Konsumsi

Grafik 1.19. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier

3. PDRB SEKTORAL

Kondisi perekonomian Provinsi Riau pada triwulan II-2014 secara sektoral

menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan dimana pertumbuhan

sektor tradables maupun sektor non-tradables tercatat melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Secara tahunan, pertumbuhan sektor tradables Riau

melambat dari 3,58% (yoy) menjadi 1,22% (yoy). Perlambatan sektor tradables

berasal dari kontraksi sektor pertambangan khususnya migas. Sementara dengan

mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor tradables tercatat meningkat yaitu

dari 7,54% (yoy) menjadi 8,35% (yoy).

Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2009 2010 2011 2012 2013 2014

rib

u T

on

Barang Modal(lhs) yoy (rhs)

(100)

(80)

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

120

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2009 2010 2011 2012 2013 2014

rib

u T

on

Barang Konsumsi (lhs) yoy (rhs)

(100)

(50)

-

50

100

150

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2009 2010 2011 2012 2013 2014

rib

u T

on

Barang intermedier (lhs) yoy (rhs)

I II III IV I*** II*** I-13 II-13 III-13 IV-13 2013 I-14 II-14

A. Sektor Tradables (1.16) 0.65 1.95 3.36 1.20 3.58 1.22 -0.87 0.49 1.42 2.44 0.89 2.62 0.891 Pertanian 3.79 4.35 4.05 5.70 4.48 6.44 7.20 0.64 0.73 0.68 0.96 0.75 1.10 1.232 Pertambangan (4.89) (2.17) 0.13 1.14 (1.47) 1.27 (3.15) -2.31 (1.00) 0.06 0.50 -0.67 0.56 -1.383 Industri Pengolahan 7.00 6.56 5.86 8.46 6.97 8.02 8.73 0.80 0.76 0.68 0.98 0.80 0.96 1.04B. Sektor Non Tradables 10.97 8.33 2.88 4.84 6.57 6.39 5.89 2.70 2.13 0.78 1.33 1.72 1.72 1.594 Listrik, Gas dan Air 4.88 5.17 2.01 3.28 3.82 1.59 1.13 0.01 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.005 Bangunan 9.44 5.86 3.68 7.97 6.68 7.01 6.45 0.38 0.25 0.16 0.36 0.28 0.30 0.286 Perdagangan, Hotel & Restoran 13.07 8.63 0.11 2.23 5.62 8.53 8.53 1.29 0.90 0.01 0.26 0.61 0.94 0.947 Pengangkutan dan Komunikasi 13.54 9.78 3.99 4.94 7.84 5.36 6.15 0.45 0.34 0.15 0.18 0.28 0.20 0.238 Keuangan dan Jasa Perusahaan 14.39 9.22 5.31 4.76 8.21 6.34 5.18 0.22 0.15 0.09 0.08 0.13 0.11 0.099 Jasa-jasa 6.08 8.64 6.33 7.58 7.16 2.85 0.80 0.34 0.49 0.37 0.45 0.41 0.17 0.05

1.82 2.62 2.20 3.77 2.61 4.34 2.48 1.82 2.62 2.20 3.77 2.61 4.34 2.48 Sumber : BPS Provinsi Riau

Keterangan : ***(data sangat sementara)

Sumbangan (%)Keterangan

2014

Total

20132013

Page 37: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

18

Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Tanpa Migas (yoy,%)

3.1. Sektor Pertanian

Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan

yaitu dari 6,44% (yoy) menjadi 7,20% (yoy). Peningkatan diperkirakan bersumber

dari meningkatnya produksi sub sektor tanaman perkebunan yang berasal dari

panen tanaman kelapa sawit yang berlangsung selama triwulan laporan. Kondisi ini

diperkirakan karena berakhirnya musim trek tanaman sawit pada pertengahan

triwulan laporan. Survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank

Indonesia mengkonfirmasi adanya peningkatan pada sektor pertanian, perkebunan

dan peternakan sebesar 0,02% dibandingkan triwulan sebelumnya.

Grafik 1.20. Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

Sementara itu, produksi sub sektor tanaman bahan makanan diperkirakan relatif

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari perkembangan

produksi padi periode Mei hingga Agustus 2014 hanya mencapai 137.136 ton atau

turun sebesar 17,01% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan penurunan yang

terjadi pada periode sebelumnya. Namun, mengingat peranan sub sektor ini relatif

kecil bila dibandingkan dengan sub sektor tanaman perkebunan khususnya kelapa

I II III IV I*** II*** I-13 II-13 III-13 IV-13 2013 I-14 II-14

A. Sektor Tradables Non Migas 5.33 5.23 4.98 7.20 5.69 7.54 8.35 2.78 2.69 2.49 3.57 2.89 3.83 4.231 Pertanian 3.79 4.35 4.05 5.70 4.48 6.44 7.20 1.24 1.39 1.26 1.76 1.42 2.02 2.252 Pertambangan 7.33 4.66 3.34 2.90 4.50 5.23 6.91 0.15 0.10 0.07 0.06 0.09 0.11 0.143 Industri Pengolahan 8.01 6.94 6.87 10.49 8.08 9.79 10.60 1.39 1.20 1.17 1.76 1.38 1.70 1.83B. Sektor Non Tradables 10.97 8.33 2.88 4.84 6.57 6.39 5.89 5.25 4.06 1.44 2.44 3.24 3.15 2.914 Listrik, Gas dan Air 4.88 5.17 2.01 3.28 3.82 1.59 1.13 0.02 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01 0.005 Bangunan 9.44 5.86 3.68 7.97 6.68 7.01 6.45 0.73 0.47 0.29 0.65 0.53 0.55 0.526 Perdagangan, Hotel & Restoran 13.07 8.63 0.11 2.23 5.62 8.53 8.53 2.52 1.72 0.02 0.47 1.14 1.72 1.737 Pengangkutan dan Komunikasi 13.54 9.78 3.99 4.94 7.84 5.36 6.15 0.88 0.64 0.27 0.33 0.52 0.36 0.418 Keuangan dan Jasa Perusahaan 14.39 9.22 5.31 4.76 8.21 6.34 5.18 0.43 0.28 0.16 0.15 0.25 0.20 0.169 Jasa-jasa 6.08 8.64 6.33 7.58 7.16 2.85 0.80 0.66 0.93 0.68 0.82 0.77 0.31 0.09

8.04 6.74 3.93 6.01 6.13 6.97 7.13 8.03 6.74 3.93 6.01 6.13 6.98 7.13 Sumber : BPS Provinsi Riau

Keterangan : ***(data sangat sementara)

Sumbangan (%)Keterangan

2014

Non Migas

20132013

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

Tw-I

Tw-I

I

Tw-I

II

Tw-I

V

Tw-I

Tw-I

I

Tw-I

II

Tw-I

V

Tw-I

Tw-I

I

Tw-I

II

Tw-I

V

Tw-I

Tw-I

I

2011 2012 2013 2014

%

Page 38: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

19

sawit, sehingga penurunan subsektor ini belum memberikan pengaruh yang besar

terhadap pertumbuhan sektor pertanian secara umum.

Tabel 1.7. Perkembangan Produksi Padi Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) di Riau

Sumber : BPS Riau

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan laporan mengalami kontraksi yang

cukup dalam yakni dari tumbuh 1,27% (yoy) pada triwulan I-2014 menjadi -3,15%

(yoy) pada triwulan II-2014. Kontraksi pada sektor pertambangan utamanya

didorong oleh kontraksi pada subsektor migas. Kondisi ini disebabkan karena

kinerja lifting minyak bumi di Riau yang semakin menurun disebabkan produktivitas

sumur tua yang terus menurun dan minimnya penemuan sumur baru yang

produktif di Provinsi Riau.

Namun, dengan mengeluarkan unsur migas, laju pertumbuhan sektor

pertambangan tercatat meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan

sebelumnya yaitu dari 5,23% (yoy) menjadi 6,91% (yoy). Meningkatnya

pertumbuhan pertambangan tanpa migas diperkirakan karena meningkatnya

produksi batu bara Riau yang diindikasikan dengan meningkatnya volume ekspor

batu bara Riau pada triwulan II-2014.

2014ARAM I Absolut % Absolut %

a Luas Panen (ha)- Januari - April 69,255 55,658 55,697 (13,597) (19.63) 39 0.07 - Mei - Agustus 42,466 41,211 33,825 (1,255) (2.96) (7,386) (17.92) - September - Desember 32,294 21,649 17,095 (10,645) (32.96) (4,554) (21.04) - Januari - Desember 144,015 118,518 106,617 (25,497) (17.70) (11,901) (10.04)

b Produkstivitas (ku/ha)- Januari - April 31.49 33.39 33.15 1.90 6.04 (0.25) (0.74) - Mei - Agustus 41.45 40.10 40.54 (1.35) (3.27) 0.44 1.11 - September - Desember 36.55 38.35 39.40 1.80 4.94 1.04 2.72 - Januari - Desember 35.56 36.63 36.49 1.07 3.01 (0.14) (0.37)

c Produksi (ton)- Januari - April 218,088 185,862 184,612 (32,226) (14.78) (1,250) (0.67) - Mei - Agustus 176,036 165,253 137,136 (10,783) (6.13) (28,117) (17.01) - September - Desember 118,028 83,029 67,346 (34,999) (29.65) (15,683) (18.89) - Januari - Desember 512,152 434,144 389,094 (78,008) (15.23) (45,050) (10.38)

Keterangan : Bentuk Produksi Padi adalah Gabah Kering Giling (GKG)

2012

Periode2013-2014

PerkembanganKeterangan

20132012-2013

Page 39: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

20

Grafik 1.21. Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau

Sumber : http://lifting.migas.esdm.go.id

3. 3. Sektor Industri Pengolahan

Pertumbuhan sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan laporan

tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu menjadi 8,73% (yoy),

sementara dengan mengeluarkan unsur migas tumbuh lebih tinggi yaitu menjadi

10,60% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena bahan baku yang meningkat seiring

dengan meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian serta perkembangan industri

turunan CPO yang masih sangat prospektif.

(25.00)

(20.00)

(15.00)

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2009 2010 2011 2012 2013 2014

yoy,

%

ribu

bare

l/ha

ri

Lifting (LHS) Pert. Lifting (RHS)

Grafik 1.22. Perkembangan Volume Produksi CPO dan Kernel PT. Wilmar

International

Sumber : www.wilmar-international.com

Grafik 1.23. Perkembangan Kapasitas Terpakai Indutri Pengolahan

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

%, y

oy

Ton

CPO Kernel Total (kiri) yoy (kanan)

60.0065.0070.0075.0080.0085.0090.0095.00

100.00

Tw

-I

Tw

-II

Tw

-III

Tw

-IV

Tw

-I

Tw

-II

Tw

-III

Tw

-IV

Tw

-I

Tw

-II

Tw

-III

Tw

-IV

Tw

-I

Tw

-II

2011 2012 2013 2014

%

Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan

Page 40: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

21

Meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan terkonfirmasi oleh

peningkatan kapasitas terpakai sektor industri pengolahan hasil Survei Kegiatan

Dunia Usaha yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Sebagaimana diketahui,

konsumsi CPO Indonesia terus menunjukkan kecenderungan peningkatan yang

cukup signifikan khususnya sejak awal tahun 2012. Bahkan, sejak awal tahun 2012

lalu, tingkat konsumsi domestik Indonesia telah melewati China dengan angka

mencapai 7,8 juta ton. Hal ini diperkirakan turut mendorong peningkatan

kebutuhan minyak sawit mentah dalam negeri yang selanjutnya akan diproses

menjadi produk turunan.

Masih kuatnya pertumbuhan industri pengolahan Riau pada triwulan laporan tidak

terlepas dari meningkatnya permintaan produk turunan CPO di pasar domestik

maupun internasional yang juga didukung oleh melimpahnya bahan baku.

Meningkatnya produk turunan CPO memberikan value added lebih tinggi terhadap

pertumbuhan khususnya untuk sektor industri pengolahan di tengah turunnya

ekspor CPO Riau.

Grafik 1.24. Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global

Sumber : Bloomberg, Dinas Perkebunan Riau

Grafik 1.25. Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.26. Perkembangan Konsumsi CPO Dunia

Sumber : USDA

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,000

1,100

1,200

1,300

1,400

1,500

1,600

1,700

1,800

1,900

2,000

23456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456

2011 2012 2013 2014

USD

/MT

Rp

/Kg

TBS Domestik (lh) CPO Dunia (rhs)

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014

US

D J

uta

Turunan CPO CPO

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6

2011 2012 2013 2014

India China EU-27 Indonesia Total (kanan)

Page 41: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

22

3.4. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

Sektor PHR Riau pada triwulan laporan tumbuh stabil dibandingkan triwulan

sebelumnya yakni 8,53% (yoy). Sumber pertumbuhan pada sektor perdagangan ini

diperkirakan tidak terlepas dari faktor musiman yakni liburan sekolah dan

persiapan menyambut bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1435 H, sehingga mendorong

peningkatan permintaan. Peningkatan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari

hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha oleh Bank Indonesia pada triwulan yang tercatat

mengalami peningkatan.

Dilihat secara subsektor, masih kuatnya pertumbuhan subsektor perdagangan

didukung oleh penyaluran kredit yang masih terus tumbuh kepada pedagang besar

dan eceran, terutama untuk jenis perdagangan kelapa dan kelapa sawit (share

terhadap kredit sektor perdagangan pada triwulan II-2014 sebesar 5,25%).

Sementara kredit kepada hotel bintang (share terhadap kredit sektor perdagangan

pada triwulan II-2014 sebesar 7,09%) masih tumbuh positif sehingga diperkirakan

mendorong pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan laporan.

Grafik.1.27. Perkembangan Kredit Hotel Bintang di Riau

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi

Grafik.1.28. Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi

Grafik.1.29. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi

13.69 13.61

8.13

16.15

29.87

35.37

(30.00)

(20.00)

(10.00)

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

I II III IV I II

2013 2014

yoy,

%

yoy Total yoy KMK yoy KI

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

I II III IV I II

2013 2014

yo

y,%

yoy Total yoy KMK yoy KI

(50.00)

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

I II III IV I II

2013 2014

yoy,

%

yoy Total yoy KMK yoy KI

Page 42: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

23

Peningkatan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran juga didorong

peningkatan pada subsektor hotel yang diindikasikan dengan pertumbuhan yang

cukup signifikan pada penyaluran kredit kepada hotel bintang yaitu tumbuh

sebesar 35,37% (yoy). Kondisi ini diperkirakan berkaitan dengan kegiatan investasi

pelaku usaha dalam pengembangan hotel Provinsi Riau. Di sisi lain, tingkat hunian

hotel di Kota Pekanbaru juga tumbuh meningkat pasca bencana asap yang

melanda Provinsi Riau pada triwulan I-2014 lalu. Namun demikian, melambatnya

penyaluran kredit kepada sektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit serta

kontraksi pada penyaluran kredit perdagangan besar dan eceran makanan,

minuman, dan tembakau telah menahan laju pertumbuhan sektor perdagangan.

3.5. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Secara umum kegiatan perkembangan sektor pengangkutan dalam triwulan

laporan menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan

komunikasi di Riau mencapai 6,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,36% (yoy). Namun

relatif melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang

mencapai 9,78% (yoy) yang didorong faktor PON tahun 2012.

Subsektor pengangkutan darat yang memiliki andil terbesar terhadap sektor

pengangkutan dan komunikasi diperkirakan merupakan motor pendorong utama

meningkatnya pertumbuhan sektor ini. Hal ini diperkirakan seiring dengan musim

liburan anak sekolah yang terjadi pada akhir triwulan laporan. Selain itu,

penggunaan alat komunikasi juga diperkirakan meningkat sehingga turut

mendorong peningkatan sektor ini.

Grafik.1.30. Perkembangan Kegiatan Usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran di Riau

Grafik.1.31. Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Bintang 3,4,5 di Riau

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Sumber : Survei BI kepada Hotel-Hotel Di Pekanbaru

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

Tw

-I

Tw

-II

Tw

-III

Tw

-IV

Tw

-I

Tw

-II

Tw

-III

Tw

-IV

Tw

-I

Tw

-II

Tw

-III

Tw

-IV

Tw

-I

Tw

-II

2011 2012 2013 2014

%

Perkembangan Kegiatan Usaha PHR47%

54%

48%

56%

46%

51%

44%

52%

49%

52%52%

61%

41%

56%

42%

52%

35%

41%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

55%

60%

65%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2010 2011 2012 2013 2014

Page 43: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

24

Di sisi lain, meningkatnya pertumbuhan angkatan udara diperkirakan menjadi

faktor yang mendorong peningkatan laju pertumbuhan sektor transportasi dan

komunikasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2014 jumlah

penumpang yang datang ke bandara SSK II Pekanbaru berjumlah 387.139 jiwa,

lebih banyak dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 370.886

jiwa. Sementara jumlah penumpang yang berangkat dari bandara SSK II Pekanbaru

berjumlah 423.593 jiwa, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 370.812 jiwa. Begitu juga jumlah penerbangan yang datang dan

berangkat dari SSK II Pekanbaru meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kondisi ini diperkirakan terkait faktor musiman liburan sekolah sehingga

permintaan terhadap angkutan udara pada triwulan laporan mengalami

peningkatan yang berarti. Selain itu, arus penerbangan dari dan ke luar Kota

Pekanbaru kembali normal pasca bencana asap yang melanda Provinsi Riau pada

triwulan I-2014 lalu.

Grafik 1.32. Pertumbuhan Arus Kedatangan Penumpang di Bandara

Internasional Sultan Syarif Kasim

Grafik 1.33. Pertumbuhan Arus Kedatangan Pesawat di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim

Sumber : PT. Angkasa Pura II Sumber : PT. Angkasa Pura II

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

450,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2009 2010 2011 2012 2013 2014

datang berangkat

2,000

2,200

2,400

2,600

2,800

3,000

3,200

3,400

3,600

3,800

4,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2009 2010 2011 2012 2013 2014

datang berangkat

Page 44: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

25

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 45: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

25

1. KONDISI UMUM

Sejalan dengan perkiraan sebelumnya, tekanan inflasi Riau pada triwulan II-2014

(yoy)1 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Menurunnya tekanan inflasi bersumber dari kelompok volatile foods (kelompok

bahan makanan bergejolak) akibat melimpahnya pasokan bahan pangan karena

mundurnya masa panen disentra produksi menjadi periode laporan. Namun,

meskipun inflasi Riau pada triwulan laporan telah menurun, inflasi Riau masih

berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2014 yang ditetapkan sebesar

4,5%±1%.

1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan

laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya

PERKEMBANGAN

INFLASI DAERAH

Bab 2

Page 46: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

26

2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY)

Inflasi Riau pada triwulan II-2014 (yoy) tercatat sebesar 6,59%, menurun cukup

berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,75%. Kondisi

ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan

penurunan dari 7,32% pada triwulan I-2014 menjadi 6,70% pada triwulan II-2014.

Namun demikian, bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya sejak 2009-2013,

inflasi Riau pada triwulan II-2014 mengalami peningkatan yang berarti. Dengan

perkembangan tersebut, inflasi Riau pada triwulan II-2014 masih berada di luar

sasaran inflasi nasional tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 4,5% ± 1%.

Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw II-2014 dibandingkan dengan Historisnya (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Secara tahunan, masih berlanjutnya trend penurunan inflasi Riau disebabkan oleh

faktor non fundamental, yaitu menurunnya tekanan inflasi dari kelompok volatile

foods dan administered price. Penurunan tekanan inflasi pada kelompok bahan

makanan memberikan kontribusi tertinggi terhadap menurunnya inflasi Riau secara

umum. Terjaganya pasokan bahan makanan seperti cabe merah, beras, bawang

merah, sayur-sayuran dan beberapa jenis ikan merupakan faktor utama

menurunnya tekanan pada kelompok bahan makanan.

Sementara, inflasi inti (core) Provinsi Riau pada triwulan laporan sedikit meningkat

karena masih berlanjutnya tekanan eksternal seiring dengan pelemahan nilai tukar

rupiah. Namun demikian, tindakan preventif TPID yang ada di Provinsi Riau selama

triwulan II-2014, turut memberikan kontribusi yang berarti. Langkah-langkah yang

ditempuh TPID di Provinsi Riau antara lain dilakukan dengan pengelolaan

7,75

6,59 4,98

Tw I-14 (yoy)

Tw Ii-14 (yoy)

Rata-rata Tw I '09-'13 (yoy)

7,32 6,704,93

Riau

Nasional

Page 47: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

27

Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survey (yoy)

Sumber : BPS, diolah

(3,00)

(2,00)

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

12,00

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi

Inflasi Andil Inflasi Riau

ekspektasi harga, antisipasi kecukupan stok serta sinergi antar lembaga sedikit

banyak juga turut mengurangi tekanan inflasi pada triwulan laporan.

Bila dilihat dari kota yang disurvey di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota

Tembilahan yaitu sebesar 10,64%, diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Pekanbaru

masing-masing-masing sebesar 6,78% dan 6,17%. Tekanan inflasi pada ketiga

kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Jika dilihat berdasarkan kelompok

barang dan jasa yang disurvey di

Provinsi Riau, tekanan inflasi

mengalami penurunan pada

kelompok bahan makanan,

kelompok perumahan, kelompok

pendidikan, dan kelompok

transportasi. Kelompok

perumahan tercatat mengalami

inflasi terendah (3,53%), juga

menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kelompok

makanan jadi tercatat mengalami inflasi tertinggi (9,21%) dan meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sumbangan inflasi kelompok makanan

jadi merupakan yang tertinggi pada triwulan laporan. Kondisi ini dipicu oleh adanya

penyesuaian harga tepung terigu ditingkat produsen karena kenaikan harga

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

2009 2010 2011 2012 2013 2014

P.baru 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00 7,76 5,61 6,10 5,09 4,20 5,67 4,21 3,35 5,36 5,56 7,79 8,83 7,38 6,17

Dumai 10,16 2,74 3,22 0,80 1,81 5,27 3,94 9,05 8,49 5,42 5,78 3,10 2,75 4,38 3,47 3,20 5,56 6,28 7,53 8,60 7,26 6,78

Tembilahan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 12,59 10,64

Nasional 7,92 3,65 2,83 2,78 3,43 5,05 5,80 6,96 6,65 5,54 4,61 3,79 3,97 4,53 4,31 4,30 5,90 5,90 8,40 8,38 7,32 6,70

Riau 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37 7,90 5,57 6,04 4,72 3,94 5,44 4,08 3,32 5,39 5,69 7,74 8,79 7,75 6,59

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

% ,

yoy

Page 48: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

28

gandum akibat depresiasi Rupiah. Hal ini kemudian memicu kenaikan harga

beberapa makanan jadi yang berbahan baku tepung terigu seperti kue kering, roti

tawar, biskuit dan lain-lain.

2.1. Inflasi Kota

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru

Pada triwulan II-2014, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 6,17%, menurun

cukup berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,38%.

Masih berlanjutnya penurunan tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan

terutama bumbu-bumbuan (cabe merah dan bawang merah) dan beras merupakan

faktor utama menurunnya tekanan inflasi Kota Pekanbaru. Panen raya beras di

daerah sentra utama akibat mundurnya masa panen menjadi triwulan laporan

menyebabkan melimpahnya pasokan beras di Pekanbaru. Selain itu, masih

berlanjutnya penurunan harga emas juga memberikan peranan yang besar

terhadap terjaganya tekanan inflasi Kota Pekanbaru pada periode laporan. Namun

demikian, tingkat inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan laporan masih lebih tinggi

bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya (2009-2013) yang tercatat hanya

sebesar 5,02%.

Sebaliknya, masih berlanjutnya tekanan eksternal seiring dengan pelemahan nilai

tukar Rupiah sejak paruh waktu 2013 yang lalu menjadi sumber inflasi Kota

Pekanbaru pada periode laporan. Pelemahan nilai tukar Rupiah mendorong

kenaikan harga beberapa produk elektronik, otomotif dan beberapa jenis makanan

jadi. Pelemahan nilai tukar telah menyebabkan peningkatan harga tepung terigu

akibat penyesuaian harga gandum impor yang merupakan bahan baku tepung

terigu. Kenaikan harga tepung terigu menjadi pemicu peningkatan harga beberapa

jenis makanan jadi berbahan baku tepung terigu seperti kue kering, roti tawar,

biskuit, dan lain-lain. Kondisi ini merupakan pemicu masih tingginya tingkat inflasi

kelompok makanan jadi (9,49%) dan sedikit meningkat dibandingkan dengan

triwulan I-2014 (9,35%).

Selanjutnya, inflasi tertinggi juga dialami oleh kelompok transport (9,35%), namun

masih tetap menunjukkan trend menurun. Sumber inflasi pada kelompok transpor

juga masih didorong oleh pelemahan nilai tukar Rupiah sehingga menyebabkan

Page 49: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

29

kenaikan harga mobil, sepeda motor dan tarif angkutan udara. Kenaikan harga

mobil dan sepeda motor terjadi karena masih besarnya impor content untuk

barang tersebut. Sementara penyesuaian harga bahan bakar angkutan udara (40%

dari biaya operasional) akibat pelemahan nilai tukar juga memberikan tekanan yang

berarti. Pelemahan nilai tukar juga menjadi pemicu kenaikan harga beberapa

produk elektronik antara lain telepon selular, kulkas, mesin cuci, dll.

Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw II (2009-

2013)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.4. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw II-2014

Sumber : BPS, diolah

2.1.2. Inflasi Kota Dumai

Searah dengan perkembangan inflasi Kota Pekanbaru, maka inflasi Kota Dumai

pada periode laporan juga mengalami penurunan dari 7,26% menjadi 6,78%.

Inflasi yang terjadi pada triwulan laporan juga tercatat masih jauh lebih tinggi bila

dibandingkan dengan rata-rata historisnya (2009-2013) yang tercatat hanya

sebesar 4,82%. Berlanjutnya penurunan harga komoditas bumbu-bumbuan akibat

melimpahnya pasokan antara lain cabe merah dan cabe rawit menjadi faktor utama

menurunnya tekanan inflasi Kota Dumai pada triwulan laporan. Selain itu,

penurunan harga telepon selular di Kota Dumai juga turut menekan laju inflasi di

Kota Dumai.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

2009 2010 2011 2012 2013 2014

yoy Pekanbaru Rata-rata Historis Tw I (2009-2013)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor

Inflasi Andil Inflasi Pbr

Page 50: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

30

Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw II-2014

Sumber : BPS, diolah

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

Bahan

Makanan

Makanan

Jadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor

Inflasi Andil Inflasi Tembilahan

Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw II (2009-2013)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.6. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw II-2014

Sumber : BPS, diolah

Sebaliknya, sumber inflasi Kota Dumai pada periode laporan secara umum masih

didominasi oleh inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan (7,48%) dan

kelompok transpor (8,54%). Inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan

oleh meningkatnya harga beras, mie kering instan dan telur ayam ras. Sementara

itu, inflasi pada kelompok transpor didorong oleh meningkatnya harga bensin,

sepeda, sepeda motor, tarif travel dan tarif parkir. Komoditas lain yang juga

menjadi sumber inflasi Kota Dumai adalah peningkatan harga rokok, bahan bakar

rumah tangga, bimbingan belajar, air kemasan, obat dengan resep serta beberapa

jenis barang sandang (sandal kulit, celana/celana jeans, ongkos jahit).

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan

Pada periode laporan, inflasi

tertinggi di Provinsi Riau masih

dialami oleh Kota Tembilahan

yaitu mencapai 10,64%. Namun

demikian, tingkat inflasi di Kota

Tembilahan telah menunjukkan

kecenderungan menurun

dibandingkan dengan periode

sebelumnya. Berdasarkan

kelompok barang/jasa yang

disurvey maka kelompok bahan makanan tercatat mengalami inflasi tertinggi yaitu

sebesar 20,10%, namun menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

mencapai 23,42%. Meskipun telah menunjukkan penurunan, kelompok bahan

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

2009 2010 2011 2012 2013 2014

yoy Dumai Rata-rata Historis Tw I (2009-2013)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

Bahan MakananMakanan JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor

Inflasi Andil Inflasi Dumai

Page 51: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

31

Grafik 2.8. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy)

Sumber : BPS, diolah

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Core Volatile Foods Administered Price IHK

makanan masih tetap memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Kota

Tembilahan.

Penurunan harga pada subkelompok bumbu-bumbuan (cabe merah dan cabe

rawit) dan subkelompok buah-buahan (pisang, jeruk dan apel) menjadi pendorong

utama menurunnya tekanan inflasi Kota Tembilahan. Komoditas lain yang juga

memberikan sumbangan penurunan yang berarti adalah penurunan harga daging

ayam ras, beras, beberapa jenis ikan dan syuran serta bahan bakar rumah tangga.

Sebaliknya sumber inflasi Kota Tembilahan didorong oleh pelemahan nilai tukar

Rupiah sehingga menyebabkan kenaikan makanan jadi berbahan baku tepung (roti

manis/tawar), elektronik (laptop) dan beberapa jenis sandang (sandal kulit dan

baju). Selain itu, penurunan inflasi juga tertahan oleh kenaikan harga rokok karena

terbatasnya pasokan cengkeh serta harga margarin dan minyak goreng karena

tingkat harga CPO yang masih tinggi. Kenaikan harga udang basah, semen, teh/teh

manis juga turut menahan laju inflasi Kota Tembilahan pada periode laporan.

2.2. Disagregasi Inflasi2 (yoy)

Menurunnya tekanan inflasi Riau

pada triwulan II-2014, utamanya

berasal dari faktor non

fundamental yaitu menurunnya

tekanan inflasi kelompok volatile

foods dan administered price.

Pasokan pangan yang terjaga

selama periode laporan dan

minimnya kebijakan pemerintah

terkait harga menjadi penyebab relatif terjagannya tekanan inflasi dari kelompok

volatile foods dan administered price. Di sisi lain, inflasi dari kelompok inti (core)

sedikit meningkat, karena masih berlanjutnya tekanan eksternal seiring dengan

pelemahan nilai tukar Rupiah.

2 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok

Page 52: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

32

2.2.1. Inflasi Inti (Core)

Laju inflasi inti (core) Riau pada triwulan II-2014, sedikit meningkat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya, kondisi ini didorong oleh meningkatnya tekanan

eksternal sejalan dengan pelemahan nilai tukar Rupiah. Pelemahan nilai tukar

Rupiah sejak semester II-2013 diindikasikan belum sepenuhnya ditransmisikan oleh

pelaku usaha ke harga konsumen pada tahun 2013. Pelaku usaha diindikasikan

mentransmisikan pelemahan nilai tukar Rupiah tersebut mulai awal tahun 2014.

Hal ini tercermin dari meningkatnya inflasi tradable goods sejak awal tahun 2014.

Selanjutnya, penyesuaian harga juga terjadi pada sewa rumah yang dipicu oleh

penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan dengan daya diatas 6600 VA3.

Namun demikian, peningkatan harga tradable goods tersebut belum dapat

mendorong peningkatan inflasi inti pada level yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan

karena tekanan dari sisi domestik relatif melambat yang tercermin dari masih

menurunnya inflasi non tradables khususnya karena penurunan harga kelompok

pangan. Selain itu, masih terus negatifnya pertumbuhan emas dunia sampai

dengan akhir triwulan laporan juga telah menahan laju peningkatan inflasi inti

Riau.

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.10. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD

Sumber : Bank Indonesia

3 Penyesuaian tarif listrik (TTL) rumah tangga dengan daya 6.600 VA ke atas (R-3) berdasarkan Permen EDSM No. 9/2014 dan berlaku 1 Mei 2014

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau

Page 53: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

33

Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau

Grafik 2.11. Perkembangan Harga Emas Dunia

Sumber : Bloomberg, diolah

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey, maka inflasi inti tertinggi terjadi di Kota

Tembilahan. Inflasi inti yang terjadi di kota ini tercatat cukup tinggi dibandingkan

dengan 2 (dua) kota lainnya yang disurvey di Provinsi Riau. Inflasi inti yang terjadi di

Kota Pekanbaru dan Kota Dumai tercatat berada pada level yang hampir sama.

Secara umum, sumber inflasi kelompok core berasal dari peningkatan harga sepeda

motor, nasi dengan lauk, berbagai jenis susu serta kue yang menggunakan tepung

sebagai bahan bakunya. Selain itu, memasuki liburan dan tahun ajaran baru juga

mendorong peningkatan harga pada biaya bimbingan belajar. Trend pelemahan

nilai tukar juga mendorong peningkatan tarif angkutan udara dan laptop yang

merupakan barang impor. Peningkatan tarif angkutan udara sejalan dengan

kebijakan untuk meningkatkan surcharge dan adanya penyesuaian biaya

operasional akibat kenaikan harga avtur.

2.2.2. Inflasi Volatile Foods

Tekanan inflasi yang berasal dari

kelompok volatile food pada periode

laporan mengalami penurunan yang

berarti dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Menurunnya tekanan

inflasi volatile food didorong oleh

deflasi yang terjadi pada

subkelompok bumbu-bumbuan,

setelah pada tahun 2013 mengalami

gejolak beberapa kali terutama cabe merah. Selain itu, penurunan harga pada

(40,00)

(30,00)

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

-

200,00

400,00

600,00

800,00

1.000,00

1.200,00

1.400,00

1.600,00

1.800,00

2.000,00

1 6 11 4 9 2 7 12 5 10 3 8 1 6 11 4 9 2 7 12 5 10 3 8 1 6 11 4 9 2 7 12 5

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 20132014

Harga ($/Oz)

(g,yoy)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6

2010 2011 2012 2013 2014

Tradables Non tradables

Page 54: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

34

komoditas beras dan beberapa jenis sayuran juga mendorong deflasi pada

kelompok volatile food. Pergeseran masa panen menjadi April-Juni menjadi

penyebab melimpahnya stok beras selama triwulan II-2014.

Namun demikian, penurunan inflasi kelompok volatile food tertahan oleh inflasi

yang terjadi pada daging ayam ras. Kenaikan harga disebabkan karena kenaikan

harga DOC, kondisi cuaca yang tidak menentu, dan respon terhadap kebijakan

pemerintah terkait pembatasan produksi yang diatur secara periodik4. Penurunan

tekanan inflasi volatile food terjadi pada semua kota yang disurvey di Provinsi Riau,

dengan konstribusi tertinggi berasal dari penurunan yang berarti pada Kota

Pekanbaru. Inflasi volatile food pada kota Pekanbaru juga tercatat yang terendah di

Provinsi Riau. Sebaliknya, inflasi volatile food di Kota Tembilahan masih merupakan

yang tertinggi dari seluruh kota yang disurvey di Provinsi Riau, meskipun

menunjukkan trend yang menurun.

2.2.3. Inflasi Administered Prices

Inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan menurun bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika dilihat dari kota yang disurvey,

maka penurunan inflasi administered price terjadi pada semua kota yang disurvey

di Provinsi Riau. Inflasi administered price tertinggi dialami oleh Kota Pekanbaru,

diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Tembilahan.

Minimnya kebijakan pemerintah yang strategis menjadi faktor pendorong

menurunnya tekanan inflasi pada kelompok ini. Namun demikian, kenaikan harga

rokok akibat terbatasnya pasokan cengkeh karena tingginya curah hujan di daerah

penghasil menjadi faktor yang menahan penurunan inflasi kelompok administered

prices. Selain itu, kenaikan LPG 12 kg5 diawal tahun dan, kenaikan tarif listrik6

4 Surat Mendag No.644/M-DAG/SD/4/2014 tanggal 15 April kepada ketua dan anggota Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU Indonesia) dan para pengusaha pembibitan unggas, untuk menjaga pendapatan yang wajar dari peternak unggas, untuk menjaga ketersediaan pasokan agar tidak terjadi lonjakan harga eceranditingkat konsumen pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) 5 Kenaikan harga LPG diawal Januari 2014 sebesar Rp4.000/Kg dan dikereksi menjadi Rp1.000/Kg pada akhir

Januari 2014 6 Kenaikan TTL rumah Tangga (R-3) dan Industri (I-3 dan I-4) berdasarkan Permen ESDM No.9/2014 direncanakan bertahap setiap 2 bulan mulai 1 Mei 2014 dengan total kenaikan sampai akhir 2014 masing-masing 38,9% dan 64,7%

Page 55: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

35

secara bertahap juga turut menjadi pendorong terjadinya inflasi administered price

pada periode laporan.

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy)

Sumber : BPS, diolah

3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN (QTQ)

Searah dengan kondisi tahunannya, inflasi Riau secara triwulanan juga

menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari

1,05% menjadi 0,81%. Namun demikian, angka inflasi Riau pada triwulanan

laporan sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam

kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,71%.

Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq)

Sumber : BPS, diolah

-8,00

-3,00

2,00

7,00

12,00

17,00

22,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

2009 2010 2011 2012 2013 2014

P.baru 0,48 -0,54 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83 2,48 1,51 -0,30 2,30 1,50 0,66 1,10 0,89 0,66 2,62 1,29 3,02 1,63 0,88 0,68

Dumai -0,74 -0,77 3,52 -1,14 0,26 2,60 2,21 3,71 -0,25 -0,31 2,56 1,08 -0,58 1,28 1,66 0,82 1,68 1,97 2,86 1,82 0,97 1,21

Tembilahan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 2,95 1,34

Riau 0,25 -0,58 2,04 0,03 0,69 1,89 1,90 2,71 1,18 -0,31 2,35 1,43 0,43 1,13 1,03 0,68 2,45 1,42 2,99 1,67 1,05 0,81

-2,00

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

% ,

qtq

Page 56: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

36

Menurunnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan tidak terlepas dari

menurunnya harga-harga pada sub kelompok bumbu-bumbuan, sub kelompok

padi, umbi dan hasil-hasilnya serta sub kelompok barang pribadi & sandang

lainnya. Dilihat dari komoditasnya, maka penurunan utama bersumber dari

penurunan harga cabe merah dan beras. Penurunan harga beras disebabkan

mundurnya masa tanam padi sehingga mendorong mundurnya masa panen raya

padi seharusnya Maret-April menjadi April-Juni 2014. Kondisi ini disebabkan oleh

adanya replanting lahan yang terkena banjir di daerah sentra produksi. Selain itu,

masih berlanjutnya trend penurunan harga emas dunia juga telah mengurangi

tekanan inflasi pada triwulan II-2014.

Grafik 2.16. Historis Inflasi selama Tw II di Provinsi Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

Selain itu, langkah-langkah yang ditempuh TPID di Riau dalam melakukan

pengelolaan ekspektasi harga, sedikit banyak juga mampu meredam inflasi Riau

meningkat pada level yang lebih tinggi lagi. Sinergi antar lembaga/instansi untuk

menjaga kecukupan stok menjadi salah satu kunci utama terjaganya ekspektasi

masyarakat di Provinsi Riau.

Berdasarkan kota yang disurvey di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota

Tembilahan yaitu mencapai 1,34%, menurun cukup signifikan dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencapai 2,95%. Selanjutnya diikuti oleh Kota Dumai

yang mengalami inflasi sebesar 1,21%, namun meningkat dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 0,97%, juga lebih tinggi bila dibandingkan

dengan rata-rata historisnya (2009-2013). Sementara itu, pada triwulan laporan

Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi terendah dibandingkan 2 (dua) kota

lainnya yaitu sebesar 0,68%. Angka inflasi di Kota Pekanbaru pada triwulan

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

2,00

P.baru Dumai Tembilahan Riau

Inflasi Rata2 historis tw I (2009-2012)

Page 57: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

37

laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun

rata-rata historisnya ( 2009-2013).

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvey, maka kelompok

bahan makanan dan kelompok makanan jadi tercatat mengalami inflasi tertinggi

yaitu masing-masing mencapai 1,24%. Kedua kelompok barang tersebut juga

tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Riau pada triwulan

laporan. Selanjutnya, diikuti oleh inflasi pada kelompok kesehatan dan kelompok

transportasi yaitu masing-masing sebesar 1,03% dan 0,59%. Namun demikian,

peningkatan harga daging ayam ras, rokok, telepon selular dan telur ayam ras

selama triwulan laporan telah menahan laju penurunan inflasi Riau pada triwulan II-

2014.

Grafik 2.17. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survei Tw II-2014 di Riau

Sumber : BPS, diolah

4. PERKEMBANGAN INFLASI BULANAN (MTM)

Secara triwulanan, tekanan inflasi diseluruh kota yang disurvey di Provinsi Riau

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya kecuali

inflasi yang terjadi di Kota Dumai. Menurunnya tekanan inflasi pada triwulan

laporan didorong oleh penurunan harga cabe merah dan beras akibat stok yang

melimpah selama triwulan laporan.

Pada bulan April 2014, Kota Dumai dan Kota Tembilahan mengalami inflasi

masing-masing sebesar 0,40% dan 0,77% dan tercatat meningkat dibandingkan

dengan bulan sebelumnya. Sebaliknya, Kota Pekanbaru mengalami deflasi sebesar

1,24 1,24

0,35

0,27

1,03

0,36

0,59

0,310,24

0,080,02

0,04 0,020,09

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi

Inflasi Kontribusi Riau

Page 58: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

38

0,05% setelah pada bulan sebelumnya mengalami inflasi. Peningkatan inflasi di

Kota Dumai dan Kota Tembilahan didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi

pada kelompok volatile food yang berasal dari peningkatan harga bawang merah.

Selain itu kenaikan tarif parkir, harga rokok dan beras di Kota Dumai serta kenaikan

berbagai jenis ikan dan minyak goreng di Kota Tembilahan juga turut memberikan

tekanan yang berarti.

Sebaliknya, masih berlanjutnya deflasi pada kelompok volatile food akibat

penurunan harga cabe merah, beras dan beberapa jenis ikan menjadi penyebab

deflasi yang terjadi di Kota Pekanbaru. Penurunan harga cabe merah terjadi karena

melimpahnya pasokan dari daerah tetangga, sementara penurunan harga beras

terjadi karena mundurnya periode panen raya beras di daerah sentra produksi

menjadi April-Juni. Namun, meningkatnya harga bawang merah setelah mengalami

deflasi pada bulan sebelumnya merupakan faktor yang menahan laju deflasi

kelompok volatile food di Kota Pekanbaru.

Tekanan inflasi inti (core) Kota Pekanbaru relatif terjaganya karena minimalnya

tekanan eksternal yang tercermin dari nilai tukar Rupiah yang terkendali7 dan

penurunan harga emas. Sejalan dengan hal tersebut kelompok administered price

juga relatif terjaga karena minimalnya kebijakan pemerintah terkait harga. Sumber

inflasi dari kelompok administered price antara lain berasal dari peningkatan tarif

angkutan udara di Kota Pekanbaru dan peningkatan tarif parkir serta harga rokok

di Kota Dumai. Dengan perkembangan tersebut diatas, maka pada bulan April

2014 Provinsi Riau tercatat mengalami inflasi sebesar 0,07%, menurun

dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Selanjutnya, pada bulan Mei 2014 terjadi inflasi pada Kota Pekanbaru dan Kota

Dumai, sementara Kota Tembilahan tercatat mengalami deflasi. Kota Pekanbaru

mengalami inflasi sebesar 0,20% setelah pada bulan sebelumnya mengalami

deflasi. Meningkatnya tekanan inflasi Kota Pekanbaru didorong oleh terbatasnya

pasokan tembakau sehingga mendorong kenaikan harga jual berbagai jenis rokok.

Selain itu, kenaikan harga beberapa jenis sayuran (jengkol, tomat, wortel), telur

ayam ras dan daging ayam ras juga memberikan tekanan terhadap inflasi Kota

Pekanbaru.

7 Depresiasi nilai tukar April sebesar 0,17% (mtm)

Page 59: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

39

Namun, masih berlanjutnya penurunan harga cabe merah dan beras serta relatif

stabilnya inflasi kelompok inti (core) karena terkendalinya nilai tukar Rupiah8 dan

menurunnya harga komoditas global9 telah menahan laju inflasi pada bulan Mei di

Kota Pekanbaru. Pasokan cabe merah dan beras yang cukup besar seiring dengan

panen didaerah sentra produksi menjadi penyebab menurunnya harga komoditas

tersebut. Selain itu, harga beberapa jenis ikan dan angkutan udara yang pada

bulan sebelumnya mengalami peningkatan telah menunjukan penurunan pada

bulan Mei 2014.

Tekanan inflasi di Kota Dumai pada bulan Mei menurun hingga menjadi 0,14%.

Menurunnya tekanan inflasi tersebut disebabkan karena menurunnya harga

beberapa jenis ikan (serai, udang basah, tongkol, dll) dan sayuran (kangkung,

bayam, kacang panjang, dll) di Kota Dumai. Selain itu, penurunan harga telepon

selular serta cabe merah dan cabe rawit juga memberikan kontribusi terhadap

penurunan inflasi Kota Dumai pada triwulan laporan. Sebaliknya, sumber inflasi

Kota Dumai pada bulan Mei berasal dari kenaikan harga bawang merah, tomat,

beras, daging ayam ras dan telur ayam ras. Selain itu, kenaikan biaya untuk

bimbingan belajar untuk mempersiapkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi

juga turut menahan laju penurunan inflasi Kota Dumai.

Berbeda dengan kondisi kedua kota lainnya, Kota Tembilahan pada bulan Mei

tercatat mengalami deflasi sebesar 0,23% setelah mengalami inflasi pada bulan

sebelumnya. Deflasi yang terjadi pada Kota Tembilahan didorong oleh penurunan

harga pada buah-buahan (pisang, pepaya, jeruk, apel, dll), sayur-sayuran

(kangkung, kacang panjang, buncis, ketimun, bayam, dll), cabe merah dan cabe

rawit. Namun, kenaikan harga udang basah, rokok, minyak goreng, bawang merah

dan emas perhiasan menjadi faktor yang menahan laju deflasi di Kota Tembilahan.

Sejalan dengan perkembangan tersebut diatas, pada bulan Mei 2014 tekanan

inflasi Provinsi Riau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu menjadi

0,16%.

8 Secara rata-rata bulanan nilai tukar Rupiah melemah sebesar 0,8% (mtm) dari Rp11.439,- (April) menjadi

Rp11.532,- (Mei) 9 Indeks komposit harga global dengan weighted average (berdasarkan prosentase impor dan bobot IHK secara

nasional) komoditas pangan (CPO, gandum, gula, jagung dan kedelai), minyak dunia (WTI), emas, kapas dan besi

Page 60: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

40

Pada akhir triwulan laporan yaitu Juni 2014, seluruh kota yang disurvey di Provinsi

Riau menunjukkan peningkatan tekanan inflasi yaitu masing-masing menjadi

0,54% (Pekanbaru), 0,66% (Dumai), dan 0,81% (Tembilahan). Peningkatan inflasi

pada bulan Juni 2014 ini masih sesuai dengan polanya menjelang perayaan hari

besar keagamaan nasional. Secara umum, kenaikan harga disebabkan

meningkatnya permintaan secara umum.

Meningkatnya tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut didorong oleh peningkatan

harga pada daging ayam ras, beberapa jenis sayuran (tomat, jengkol, petai, dll),

telur ayam ras, buah-buahan (pepaya, jeruk, dll) dan telepon selular. Meningkatnya

harga daging ayam ras dan telur ayam ras terjadi karena pembatasan produksi.

Selain itu, kebijakan untuk menaikkan tarif listrik pada 1 Mei 2014 menjadi

penyebab kenaikan tarif listrik pada bulan Juni. Sementara itu, penurunan harga

bawang merah, cabe merah dan beras merupakan faktor yang menahan laju inflasi

pada bulan Juni 2014.

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Bulanan di Provinsi Riau selama Triwulan II-2014

Sumber : BPS, diolah

Inflasi volatile food dan inflasi inti (core) Riau pada bulan Juni mengalami

peningkatan sementara kelompok administered price sedikit menurun.

Meningkatnya tekanan inflasi inti sejalan dengan kegiatan ekonomi ekonomi yang

cenderung melambat serta ekspektasi inflasi dalam jangka pendek yang meningkat

terkait perayaan hari besar keagamaan. Dari sisi eksternal tekanan inflasi

(0,40)

(0,20)

-

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

April Mei Juni Tw II-14

Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau

Page 61: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

41

meningkat sejalan dengan berlanjutnya depresiasi nilai tukar Rupiah10 meskipun

tertahan oleh masih berlanjutnya penurunan harga komoditas global. Sejalan

dengan perkembangan tersebut, maka inflasi Provinsi Riau pada bulan Juni 2014

juga meningkat yaitu mencapai 0,58%.

10 Dari Rp11.532,- (Mei) menjadi Rp11.600,- (Juni)

Page 62: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

42

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 63: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

42

1. Kondisi Umum

Kondisi bank umum Provinsi Riau pada triwulan II-2014 cenderung membaik,

dimana pertumbuhan aset dan dana masih terus positif. Kenaikan angka

penghimpunan DPK dan penyaluran kredit menjadi indikasi pergerakan positif dari

perbankan Provinsi Riau. Namun demikian, risiko penurunan kualitas kredit masih

membayangi pertumbuhan bank umum Provinsi Riau, terlihat dari kenaikan NPLs

yang mengiringi kenaikan penyaluran kredit pada triwulan II-2014. Terlepas dari

bayangan resiko dari kualitas kredit, sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) terus menunjukkan potensi bagi dunia perbankan Provinsi Riau.

Peningkatan jumlah UMKM yang menerima kredit dari bank umum di Provinsi Riau

memperlihatkan sinyal yang baik bagi pengembangan akses perbankan dan

pertumbuhan usaha UMKM di Provinsi Riau.

Bab 3 PERKEMBANGAN BANK UMUM

DAN SISTEM PEMBAYARAN

DAERAH

Page 64: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

43

Tabel 3.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan II-2014

Tw I Tw II

1. Jumlah Bank 48 48

- Pemerintah 9 9

- Swasta 28 28

- Asing 0 0

- Syariah 5 5

- Unit Usaha Syariah 6 6

2. Kantor Pusat 1 1

3. Kantor Cabang 89 89

- Pemerintah 51 51

- Swasta 38 38

- Asing 0 0

4. Kantor Cab.Pembantu 454 454

5. Kantor Kas 147 147

Keterangan2014

2. Perkembangan Bank Umum

2.1. Perkembangan Jaringan Kantor

Jumlah Bank Umum yang beroperasi di

Provinsi Riau pada triwulan II-2014 tercatat

sebanyak 48 Bank, tidak mengalami

perubahan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Jumlah jaringan kantor bank

umum yang ada di Provinsi Riau baik

Kantor Kas, Kantor Cabang, Kantor

Cabang Pembantu maupun yang setingkat

tidak mengalami perubahan dibandingkan

triwulan sebelumnya.

2.2. Perkembangan Aset

Aset bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp82,03 triliun pada triwulan II-

2014, tumbuh 4,79%(yoy) meningkat dibandingkan triwulan I 2014 yang tercatat

mengalami konstraksi 3,02% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum didorong oleh

relatif stabilnya pertumbuhan dana pada triwulan laporan.

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau

Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan kepemilikannya, maka pertumbuhan aset bank umum pada triwulan

laporan utamanya didorong oleh pertumbuhan aset bank milik swasta yaitu sebesar

9,8% (yoy) sehingga menjadi Rp24,53 triliun. Namun pertumbuhan aset bank milik

swasta melambat signifikan dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

(15.00)

5.00

25.00

45.00

65.00

85.00

105.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Rp

tri

liun

Aset (kiri) Pertumbuhan (yoy,%) Pertumbuhan (qtq,%)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Aset Pemerintah Aset Swasta

Page 65: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

44

mencapai 16,10% (yoy). Sementara itu, aset bank milik pemerintah tumbuh 2,77%

(yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (1,84% yoy) sehingga jumlahnya

mencapai Rp 57,5 triliun. Pangsa aset bank umum pemerintah masih tetap

mendominasi dengan share 70%, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.

2.3. Kredit

2.3.1. Perkembangan Penyaluran Kredit

Kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2014

mencapai Rp50,67 triliun, meningkat sebesar 8,85% (yoy), namun relatif melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya (9,97% yoy). Relatif melambatnya pertumbuhan

kredit sejalan dengan melambatnya perekonomian Provinsi Riau pada triwulan

laporan.

Tabel 3.2. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta)

Perlambatan penyaluran kredit pada triwulan II-2014 terjadi pada bank milik

pemerintah maupun swasta, masing-masing sebesar 9,21% (yoy) dan 8,20% (yoy)

dari 10,34% (yoy) dan 9,33% (yoy). Berdasarkan valutanya penyaluran kredit masih

didominasi oleh mata uang rupiah yaitu mencapai Rp49,42 triliun, tumbuh 9,02%

(yoy) namun melambat dari triwulan sebelumnya (10,37% yoy). Disisi lain,

penyaluran kredit dalam mata uang asing meningkat 2,33% (yoy) setelah pada

periode sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 3,05% (yoy). Pelemahan nilai

tukar Rupiah sejak akhir semester I-2013 yang lalu hingga saat ini diperkirakan

mendorong masyarakat melihat prospek dari kredit dengan valas.

2.3.2. Konsentrasi Kredit

Penyaluran kredit di Provinsi Riau pada triwulan II-2014 sebagian besar diserap oleh

sektor Perdagangan, diikuti oleh sektor Pertanian yaitu masing-masing sebesar

Rp11,30 triliun dan Rp10,82 triliun. Penyaluran kredit kepada sektor Perdagangan

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,47% (yoy).

I II III IV I II yoy (%) qtq (%) yoy (%) qtq (%)

A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah 27,930,196 29,785,182 30,251,882 31,241,365 30,819,077 32,527,892 10.34 -1.35 9.21 5.54 2. Bank Swasta 16,160,596 16,765,100 17,296,151 17,504,103 17,668,602 18,140,360 9.33 0.94 8.20 2.67

B. V a l u t a 1. Rupiah 42,796,794 45,331,645 46,165,562 47,378,560 47,233,118 49,421,211 10.37 -0.31 9.02 4.63 2. Valas 1,293,998 1,218,637 1,382,471 1,366,907 1,254,562 1,247,042 -3.05 -8.22 2.33 -0.60

T o t a l 44,090,792 46,550,282 47,548,033 48,745,468 48,487,679 50,668,252 9.97 -0.53 8.85 4.50

Pertumbuhan Tw II-2014Pertumbuhan Tw I-20142013 2014Keterangan

Page 66: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

45

Relatif masih tingginya penyaluran kredit kepada subsektor ini tak terlepas dari

masih prospektifnya sektor ini. Selanjutnya, penyaluran kredit kepada sektor

perdagangan didominasi oleh subsektor Perdagangan Eceran Makanan, Minuman

dan Tembakau sebesar Rp2,53 triliun. Sektor lain yang juga menyerap kredit cukup

besar adalah sektor jasa-jasa yaitu mencapai Rp4,19 triliun namun hanya tumbuh

0,4% (yoy), melambat sangat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 27,63% (yoy). Sementara itu, sektor Pertanian mencatatkan kenaikan

14,65% (yoy) dari 7,28% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit kepada

perkebunan kelapa sawit yang merupakan sub-sektor penyerap terbesar untuk porsi

kredit di sektor Pertanian yaitu mencapai Rp9,8 triliun.

Sektor Perindustrian juga tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai

19% (yoy) dari 4,30% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Penyerapan kredit pada

sektor ini sebagian besar terkonsentrasi pada sub-sektor Industri Minyak Mentah

(Minyak Makan) dari Nabati dan Hewan, yaitu mencapai Rp 521 miliar, yang

mengolah hasil dari perkebunan kelapa sawit yang banyak tersebar di Provinsi Riau.

Disisi lain, penyaluran kredit kepada sektor konstruksi dan sektor Listrik masih

menunjukkan kontraksi yaitu masing-masing menjadi 14,53% (yoy) dan 9,75% (yoy)

dari 10,97% (yoy) dan 3,98% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Penurunan

penyerapan kredit yang cukup signifikan terjadi pada sub-sektor Konstruksi

Perumahan Sederhana Lainnya dan Pencetakan Lahan Sawah.

Tabel 3.3. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta)

Berdasarkan jenis pengunaannya, penyaluran kredit pada triwulan II-2014 sebagian

besar disalurkan kepada sektor produktif yaitu mencapai Rp31,91 triliun. Sementara

kepada kredit konsumsi mencapai Rp18,75 triliun. Penyaluran kredit produktif yang

terdiri dari kredit modal kerja dan kredit investasi masing-masing sebesar 30,8% dan

32,2%. Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi tumbuh sebesar 7,04% (yoy) dan

I II III IV I II yoy (%) qtq (%) yoy (%) qtq (%)

1 Pertanian 9,153,652 9,440,498 9,520,693 9,946,378 9,820,296 10,823,881 7.28 (1.27) 14.65 10.22

2 Pertambangan 215,283 205,891 268,013 293,861 270,954 256,616 25.86 (7.80) 24.64 (5.29)

3 Perindustrian 1,591,183 1,643,832 1,658,223 1,737,672 1,659,574 1,956,207 4.30 (4.49) 19.00 17.87

4 Listrik, Gas dan Air 112,538 114,842 102,563 100,038 100,188 103,645 (10.97) 0.15 (9.75) 3.45

5 Konstruksi 1,481,652 1,809,479 1,973,820 1,821,410 1,423,983 1,546,524 (3.89) (21.82) (14.53) 8.61

6 Perdag., Resto. & Hotel 9,491,944 10,536,723 10,619,352 10,839,273 10,865,881 11,303,853 14.47 0.25 7.28 4.03

7 Pengangkutan, Pergud. 1,468,215 1,609,385 1,608,940 1,565,072 1,486,913 1,595,725 1.27 (4.99) (0.85) 7.32

8 Jasa-jasa 3,698,263 4,174,261 4,350,222 4,490,917 4,720,005 4,191,082 27.63 5.10 0.40 (11.21)

9 Lain-lain 16,878,061 17,015,372 17,445,048 17,948,041 18,139,884 18,890,718 7.48 1.07 11.02 4.14

44,090,792 46,550,282 47,546,874 48,742,664 48,487,679 50,668,252 9.97 (0.52) 8.85 4.50

No. Sektor Ekonomi2013

Jumlah

2014 Pertumbuhan Tw II-2014Pertumbuhan Tw I-2014

Page 67: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

46

10,23% (yoy). Pertumbuhan kredit modal kerja mengalami peningkatan, sementara

pertumbuhan kredit investasi menunjukkan perlambatan yang signifikan dari sebesar

3,58% (yoy) dan 25,60% (yoy). Disisi lain, Kredit Konsumsi tumbuh sebesar 10,23%

(yoy). Pertumbuhan kredit konsumsi sedikit melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai Rp10,97 triliun.

Grafik 3.3.Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%)

Pertumbuhan Kredit Modal Kerja sebagian besar diserap oleh sektor Perdagangan

Besar dan Eceran, mencapai Rp7,9 triliun, dimana sub-sektor Perdagangan

Makanan, Minuman dan Tembakau mengambil porsi cukup besar yaitu mencapai

Rp2,53 triliun. Sementara untuk Kredit Investasi, sebagian besar diserap oleh sektor

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan yang mencapai Rp7,9 triliun. Sub-sektor

Perkebunan Kelapa Sawit merupakan penyerap kredit paling besar, mencapai

Rp7,43 triliun.

Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq)

Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy)

Realisasi kredit berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau pada triwulan II-2104

tumbuh13,73% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya

yang tercatat sebesar 11,39% (yoy). Penyerapan kredit paling besar masih terpusat

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Modal Kerja Investasi Konsumsi

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

qtq

,%

Modal Kerja (qtq) Investasi (qtq) Konsumsi (qtq) Total

-

5

10

15

20

25

30

35

-

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

yoy,

%

Modal Kerja (yoy) Investasi (yoy) Konsumsi (yoy) Total

Page 68: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

47

di Kota Pekanbaru yaitu mencapai Rp27,74 triliun, diikuti oleh Kabupaten Kampar

yang mencatatkan serapan kredit hingga Rp8,45 triliun. Penyaluran kredit di Kota

Pekanbaru tumbuh 9,61% (yoy), mengalami sedikit kenaikan dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh 9,28% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit di

Kabupaten Kampar tumbuh 9,36% (yoy), namun melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 10,89% (yoy). Penyaluran kredit di Kabupaten Indragiri

Hilir mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai 158,81% (yoy) dan

148,78% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit di Kota Dumai dan Kabupaten

Meranti menunjukkan kontraksi, masing-masing sebesar 11,90% (yoy) dan 19,58%

(yoy).

Tabel 3.4. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta)

Total rekening kredit pada bank umum di triwulan II-2014 berjumlah 496.531

rekening, naik 9.918 rekening dibandingkan periode sebelumnya. Kenaikan berasal

dari kategori debitur UMKM, yaitu tumbuh sebesar 5,49% dibandingkan periode

sebelumnya sehingga menjadi 239.835 rekening. Sementara rekening non-UMKM

mengalami penurunan sebesar 1%.

Grafik 3.6.Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan

I II III IV I II yoy (%) qtq (%) yoy (%) qtq (%)

1 Pekanbaru 24,268,444 25,310,208 25,883,351 26,757,453 26,520,104 27,742,506 9.28 (0.89) 9.61 4.61

2 Bengkalis 3,265,827 3,510,557 3,704,041 3,785,837 3,771,437 3,947,862 15.48 (0.38) 12.46 4.68

3 Dumai 7,164,080 7,615,096 7,706,860 8,300,244 8,359,329 6,708,876 16.68 0.71 (11.90) (19.74)

4 Indragiri Hilir 2,280,874 2,388,376 2,479,999 2,436,017 2,484,726 6,181,447 8.94 2.00 158.81 148.78

5 Indragiri Hulu 3,671,187 3,627,943 3,684,657 3,775,862 3,702,339 3,904,106 0.85 (1.95) 7.61 5.45

6 Rokan Hulu 2,830,263 3,165,769 3,348,695 3,559,387 3,487,928 3,648,069 23.24 (2.01) 15.23 4.59

7 Rokan Hilir 2,055,920 2,152,888 2,202,530 2,281,114 2,566,084 2,615,149 24.81 12.49 21.47 1.91

8 Kampar 7,259,855 7,724,199 7,906,799 8,072,888 8,050,638 8,447,262 10.89 (0.28) 9.36 4.93

9 Pelalawan 2,815,089 2,865,547 3,226,227 3,328,846 3,253,929 3,531,341 15.59 (2.25) 23.23 8.53

10 Siak 2,874,157 2,960,739 2,967,320 3,094,771 3,051,732 3,226,964 6.18 (1.39) 8.99 5.74

11 Meranti 388,941 422,200 339,134 347,921 303,975 339,516 21.85- (12.63) (19.58) 11.69

12 Kuantan Singingi 1,800,976 1,907,094 1,952,164 2,020,429 2,034,995 2,098,826 12.99 0.72 10.05 3.14

60,675,613 63,650,616 65,401,776 67,760,769 67,587,218 72,391,925 11.39 (0.26) 13.73 7.11

No Kab./KotaPertumbuhan Tw II-20142013 2014 Pertumbuhan Tw I-2014

Jumlah

256,696

239,835

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw I-2010 Tw II-2010 Tw III-2010

Tw IV-2010

Tw I-2011 Tw II-2011 Tw III-2011

Tw IV-2011

Tw I-2012 Tw II-2012 Tw III-2012

Tw IV-2012

Tw I-2013 Tw II-2013 Tw III-2013

Tw IV-2013

Tw I-2014 Tw II-2014

Bukan UMKM UMKM

Page 69: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

48

2.3.3. Penyaluran Kredit UMKM

Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh

bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,75 triliun, tumbuh 15,37% (yoy)

dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan penyaluran kredit UMKM tersebut

tercatat relatif stabil dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Porsi kredit

yang diserap UMKM mencapai 38,99% dari total kredit yang diberikan bank umum

di Provinsi Riau, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

37,32%. Pertumbuhan penyerapan kredit paling tinggi tercatat pada sektor Usaha

Mikro, yaitu mencapai 22,88% (yoy).

Namun demikian, pangsa kredit kepada Usaha Kecil dan Menengah masih

mendominasi yaitu masing-masing sebesar Rp7,27 triliun dan Rp7,26 triliun

meskipun pertumbuhannya relatif lebih kecil dibandingkan kredit mikro. Kota

Pekanbaru dan kabupaten Kampar merupakan daerah utama untuk pertumbuhan

UMKM. Tercatat penyerapan kredit UMKM di Pekanbaru mencapai Rp6,73 triliun,

diikuti Kabupaten Kampar sebesar Rp2,19 triliun. Namun demikian, NPL kredit

UMKM perlu mendapat perhatian karena masih terus menunjukkan peningkatan,

bahkan sudah berada di atas batas wajar yang ditentukan BI yaitu sebesar 5%.

Tabel 3.5. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta)

Ket : Kriteria UMKM mengikuti UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Jika dilihat secara sektoral, NPL tertinggi dialami oleh sub-sektor Konstruksi (7,75%)

diikuti oleh sub-sektor Administrasi Pemerintahan (7,41%) dan sub-sektor Real

Estate (7,19%). Subsektor yang memiliki pangsa terbesar yaitu sub-sektor

Perdagangan Eceran membukukan NPL sebesar 6,78% dan sub-sektor Pertanian

sebesar 4,49%. Melihat besarnya pangsa kedua sub-sektor tersebut, maka perlu

menjadi perhatian bagi pihak perbankan.

I II III IV I II yoy (%) qtq (%) yoy (%) qtq (%)

Mikro 3,973,181 4,239,979 4,287,628 4,317,958 4,424,699 5,210,241 11.36 2.47 22.88 17.75

Kecil 6,070,237 6,271,690 6,566,675 6,912,290 7,030,433 7,279,402 15.82 1.71 16.07 3.54

Menengah 5,686,988 6,610,748 6,490,190 6,384,535 6,639,789 7,263,815 16.75 4.00 9.88 9.40

Kredit MKM 15,730,406 17,122,417 17,344,493 17,614,783 18,094,921 19,753,458 15.03 2.73 15.37 9.17

NPL MKM 4.57% 4.64% 5.38% 4.83% 5.13% 5.82%

Total Kredit 44,090,792 46,550,282 47,548,033 48,745,468 48,487,679 50,668,252

(% terhadap Total Kredit) 35.68% 36.78% 36.48% 36.14% 37.32% 38.99%

2013 Pertumbuhan Tw I-2014 Pertumbuhan Tw II-20142014Skala Usaha

Page 70: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

49

Tabel 3.6. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Menurut Sektor Ekonomi

Sektor Perdagangan masih mendominasi serapan kredit secara sektoral di Provinsi

Riau yaitu mencapai 44,24% dari total kredit UMKM. Subsektor yang memiliki porsi

kredit terbesar adalah subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang

didominasi makanan, minuman dan tembakau, mencapai Rp2,41 triliun. Sektor

terbesar berikutnya adalah sektor pertanian. Sektor pertanian mencatatkan

penyerapan kredit sebesar 31,1% pada triwulan II-2014, dengan porsi terbesar

adalah subsektor perkebunan kelapa sawit yaitu sebesar Rp5,34 triliun.

Tabel 3.7. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta)

Porsi kredit yang diberikan kepada UMKM paling besar diserap dalam bentuk Kredit

Modal Kerja yaitu mencapai Rp11,45 triliun (58%). Sementara kredit UMKM dalam

bentuk Kredit Investasi sebesar Rp8,3 triliun (42%). Penyerapan Kredit Investasi

maupun Modal Kerja tumbuh relatif naik, yaitu masing-masing sebesar 16,79%

No Sektor Ekonomi UMKM Kredit UMKM NPL (%)

1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 6,086,055 4.49%

2 Perikanan 51,232 2.22%

3 Pertambangan dan Penggalian 95,482 4.50%

4 Industri Pengolahan 330,424 4.32%

5 Listrik, Gas dan Air 103,551 1.54%

6 Konstruksi 1,076,985 7.75%

7 Perdagangan Besar dan Eceran 8,342,967 6.78%

8 Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 397,143 4.18%

9 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 954,817 4.32%

10 Perantara Keuangan 423,929 3.40%

11 Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,048,405 7.19%

12 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib

3,401 7.41%

13 Jasa Pendidikan 65,293 1.94%

14 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 130,292 4.66%

15 Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan

Perorangan Lainnya

495,369 6.32%

16 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 22,608 7.03%

17 Kegiatan yang Belum Jelas Batasannya 125,506 13.71%

I Pangsa II III IV I Pangsa II Pangsa

1 Pertanian 4,876,794 4,843,595 5,123,883 5,347,401 5,538,770 30.6% 6,137,287 31.1%

2 Pertambangan 69,746 91,895 92,032 102,510 102,663 0.6% 95,482 0.5%

3 Perindustrian 305,411 312,208 294,894 290,038 306,847 1.7% 330,424 1.7%

4 Listrik, Gas dan Air 7,842 9,883 11,898 11,587 99,833 0.6% 103,551 0.5%

5 Konstruksi 694,863 864,505 909,977 915,573 862,249 4.8% 1,076,985 5.5%

6 Perdag., Resto. & Hotel 7,205,272 8,264,093 8,248,008 8,291,906 8,381,922 46.3% 8,740,109 44.2%

7 Pengangkutan, Pergud. 530,389 802,162 753,635 778,492 862,778 4.8% 954,817 4.8%

8 Jasa-jasa 1,503,164 1,932,342 1,909,171 1,875,077 1,934,210 10.7% 2,189,297 11.1%

9 Lain-lain 536,925 1,733 996 2,200 5,649 0.0% 125,506 0.6%

15,730,406 17,122,417 17,344,493 17,614,783 18,094,921 100% 19,753,458 100%

2013 2014 2014

Jumlah

No. Sektor Ekonomi

Page 71: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

50

(yoy) dan 14,35% (yoy), meskipun kredit investasi melambat sangat signifikan

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Secara umum, pertumbuhan

kredit UMKM jauh lebih tinggi dari pertumbuhan kredit perbankan secara umum.

Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan (Rp juta)

Jumlah rekening kredit UMKM pada bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-

2014 mengalami kenaikan sebesar 12.476 rekening sehingga jumlahnya menjadi

239.835 rekening dari total 496.531 rekening kredit bank umum (48,30%).

Peningkatan rekening kredit UMKM tersebut memperlihatkan perluasan askes

keuangan dan layanan perbankan terhadap UMKM di Provinsi Riau semakin

membaik.

Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit UMKM dan Jumlah Rekening Kredit Perbankan

2.3.4. Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan)

Jumlah kredit yang belum dicairkan atau Undisbursed Loan triwulan II-2014

mencapai Rp4,60 triliun meningkat 14,74% (yoy). Porsi Undisbursed Loan di Provinsi

Riau mencapai 8,9% dari total kredit yang diberikan bank umum Provinsi Riau.

Kenaikan Undisbursed Loan hanya terjadi pada bank milik swasta. Pangsa terbesar

Undisbursed Loan masih berada di bank milik swasta.

I II III IV I II yoy qtq yoy qtq

Investasi 4,914,484 7,113,488 7,224,688 7,305,573 7,631,556 8,307,849 55.29 4.46 16.79 8.86

Modal Kerja 10,815,922 10,008,929 10,119,805 10,309,210 10,463,366 11,445,609 (3.26) 1.50 14.35 9.39

Kredit UMKM 15,730,406 17,122,417 17,344,493 17,614,783 18,094,921 19,753,458 15.03 2.73 15.37 9.17

Total Kredit Perbankan 44,090,792 46,550,282 47,548,033 48,745,468 48,487,679 50,668,252 9.97 (0.53) 8.85 4.50

Pertumbuhan Tw II-2014Keterangan Pertumbuhan Tw I-20142013 2014

Tw I-2010

Tw II-2010

Tw III-2010

Tw IV-2010

Tw I-2011

Tw II-2011

Tw III-2011

Tw IV-2011

Tw I-2012

Tw II-2012

Tw III-2012

Tw IV-2012

Tw I-2013

Tw II-2013

Tw III-2013

Tw IV-2013

Tw I-2014

Tw II-2014

Jumlah Rekening Kredit (total) 343,370 361,965 371,421 380,818 387,036 395,022 404,203 416,091 423,530 436,209 454,094 457,535 466,168 477,357 484,145 483,294 486,613 496,531

Jumlah rekening Kredit UMKM 153,071 154,177 147,615 154,395 159,154 163,991 178,270 177,551 184,600 190,759 197,599 201,155 207,579 216,102 221,728 222,092 227,359 239,835

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

450,000

500,000

Page 72: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

51

Grafik 3.8. Perkembangan Undisbursed Loan Bank Umumdi Riau

Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Modal Kerja mendominasi porsi Undisbursed

Loan pada bank umum milik Swasta. Total Undisbursed Loan dalam bentuk kredit

modal kerja mencapai Rp2,27 triliun, atau 49,52% dari total Undisbursed Loan di

bank umum. Secara sektoral, undisbursed loan terbesar berada di sektor

Perdagangan Besar dan Eceran mencapai Rp1,47 triliun. Tingginya angka

Undisbursed Loan tersebut diperkirakan akibat dari pencairan kredit yang dilakukan

secara bertahap, sehingga kredit yang diberikan bank belum digunakan seluruhnya

oleh para pelaku usaha.

2.3.5. Risiko Kredit

NPLs kredit bank umum periode pelaporan mengalami kenaikan jika dibandingkan

dengan posisi periode sebelumnya yaitu dari 3,32% (yoy) menjadi 3,54% (yoy).

Kenaikan NPLs tersebut terjadi seiring dengan kenaikan penyaluran kredit pada

periode laporan. Peningkatan NPL kredit bank umum menunjukkan meningkatnya

resiko yang dialami oleh bank umum yang ada di Provinsi Riau.

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

Tw II09

Tw III09

Tw IV09

Tw I10

Tw II10

Tw III10

Tw IV10

Tw I11

Tw II11

Tw III11

Tw IV11

Tw I12

Tw II12

Tw III12

Tw IV12

Tw I13

Tw II-13

TwIII-13

TwIV-13

Tw I-14

Tw II-14

Pemerintah 0.85 0.94 1.15 1.14 1.34 1.39 1.94 1.72 1.50 1.57 1.83 1.88 1.67 1.62 1.41 1.32 1.31 1.62 1.38 1.64 1.52

Swasta 1.15 0.95 0.96 1.42 1.72 1.90 1.44 1.65 1.97 2.19 2.00 2.01 1.96 2.24 2.34 2.44 2.69 3.12 2.94 2.85 3.07

Total 1.99 1.89 2.11 2.56 3.07 3.29 3.38 3.36 3.47 3.77 3.83 3.89 3.63 3.86 3.75 3.76 4.01 4.74 4.32 4.49 4.60

Rp T

riliu

n

Page 73: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

52

Grafik 3.9. Perkembangan NPL Grossdi Provinsi Riau

Berdasarkan sektor ekonomi, NPL paling tinggi dialami sektor konstruksi yaitu

sebesar 7,94%,dan meningkat dibandingkan NPL triwulan sebelumnya. Tingginya

NPL pada sektor konstruksi utamanya didorong oleh kredit bermasalah di Kota

Pekanbaru. Subsektor penyiapan lahan lainnya tercatat memberikan porsi kredit

bermasalah tertinggi dari total NPL di Sektor Konstruksi Kota Pekanbaru.

Beberapa sektor lain yang mencatatkan NPL cukup tinggi pada periode laporan ini

adalah sektor Perdagangan sebesar 5,47% dan Jasa Sosial Masyarakat sebesar

4,47%. Angka NPL yang cukup tinggi pada subsektor tersebut juga tercatat

mengalami trend peningkatan sehingga perlu mendapat perhatian dari perbankan

Riau.

Tabel 3.9. NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau

3.54

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

Tw I09

Tw II09

TwIII 09

TwIV09

Tw I10

Tw II10

TwIII 10

TwIV10

Tw I11

Tw II11

TwIII 11

TwIV11

Tw I12

Tw II12

TwIII 12

TwIV12

Tw I13

Tw II13

TwIII 13

TwIV13

Tw I14

Tw II14

Rp miliar

Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan)

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II

1 Pertanian 2.73% 2.78% 3.08% 2.66% 2.82% 2.65%

2 Pertambangan 0.60% 0.42% 0.32% 0.36% 1.71% 1.68%

3 Perindustrian 1.09% 1.10% 1.09% 0.64% 0.74% 0.76%

4 Listrik 0.54% 0.20% 0.26% 0.16% 0.17% 1.54%

5 Konstruksi 7.91% 6.61% 6.00% 5.95% 6.54% 7.94%

6 Perdagangan 4.33% 4.31% 4.78% 4.33% 4.90% 5.47%

7 Pengangkutan 0.52% 1.87% 2.48% 2.97% 3.21% 2.83%

8 Jasa Dunia Usaha 2.51% 2.59% 3.91% 3.66% 4.85% 4.46%

9 Jasa Sosial Masy. 4.65% 4.80% 5.48% 4.44% 3.94% 4.47%

10 Lain-lain 2.94% 2.75% 2.80% 2.32% 2.57% 2.70%

3.21% 3.19% 3.48% 3.06% 3.32% 3.54%

20142013Sektor Ekonomi

Total

No.

Page 74: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

53

Bila dilihat berdasarkan Kab/Kota, maka Kabupaten Indragiri Hilir mencatatkan NPL

tertinggi yaitu 8,93%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyumbang

terbesar NPL di Kabupaten tersebut adalah sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan

Usaha, selanjutnya diikuti oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran.

Tabel 3.10. NPLsBerdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau

Selanjutnya, NPL yang cukup tinggi dialami Kabupaten Rokan Hilir, yaitu mencapai

6,59%, juga meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor Perdagangan

besar dan Eceran juga merupakan penyumbang terbesar terjadinya NPLs di

kabupaten tersebut, diikuti sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan.

2.4. Kondisi Likuiditas

2.4.1. Dana Pihak Ketiga

Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2014 tercatat

sebesar Rp60,79 triliun, tumbuh sebesar 8,58% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,25% (yoy). Komponen tabungan

memiliki pangsa terbesar, yaitu 44,31% diikuti oleh deposito dan giro masing-

masing sebesar 27,95% dan 27,74%.

Komponen giro, tabungan maupun deposito pada periode pelaporan tercatat

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu masing-masing

sebesar 0,85% (yoy), 12,89% (yoy) dan 10,30% (yoy)

I II III IV I II

Kota Pekanbaru 3.17% 3.11% 3.40% 2.95% 3.22% 3.35%

Kota Dumai 3.07% 2.57% 2.88% 2.95% 3.10% 4.06%

Kab. Bengkalis 3.70% 3.81% 3.88% 3.04% 3.47% 4.26%

Kab. Indragiri Hulu 3.68% 4.51% 5.46% 5.49% 5.64% 5.41%

Kab. Indragiri Hilir 7.83% 8.36% 8.69% 7.86% 8.54% 8.93%

Kab. Kampar 1.87% 1.65% 1.92% 1.40% 2.06% 2.25%

Kab. Rokan Hulu 2.44% 2.37% 2.18% 1.81% 2.35% 3.16%

Kab. Rokan Hilir 7.02% 6.49% 6.63% 5.94% 6.38% 6.59%

Kab. Pelalawan 0.76% 1.42% 1.56% 1.27% 1.28% 1.52%

Kab. Siak 1.69% 1.72% 1.80% 1.38% 1.39% 1.60%

Kab. Kuantan Singingi 1.61% 1.36% 2.37% 2.58% 2.27% 2.05%

Kab. Kep. Meranti 1.75% 2.04% 1.79% 1.63% 1.68% 2.44%

JUMLAH 3.21% 3,19% 3,48% 3,06% 3,32% 3.54%

Lokasi20142013

Page 75: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

54

Tabel 3.11. Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar)

Secara triwulanan, komponen Giro tumbuh 34,30% (qtq), Deposito tumbuh

16,84% (qtq) dan Tabungan turun sebesar 1,56% (qtq). Jika dilihat secara

triwulanan, peningkatan dana didorong oleh meningkatnya dana milik pemerintah,

terutama dana milik pemerintah daerah. Peningkatan ini diperkirakan berasal dari

APBD Riau sampai dengan semester I 2014. Disisi lain, dana milik sektor swasta

mengalami penurunan sebesar 0,50% (qtq), meskipun secara tahunan masih

menunjukkan peningkatan. Dana milik sektor swasta masih didominasi oleh

perusahaan swasta dengan pangsa 10,66% terhadap total DPK dan tercatat

meningkat 13,73% (yoy) dan 0,85% (qtq).

Dana milik perusahaan swasta namun jumlahnya relatif stabil dibandingkan triwulan

sebelumnya. Hal ini mengindikasikan kurangnya aktifitas pelaku usah sampai

dengan triwulan II 2014, yang diperkirakan karena berkurangnya aktifitas ekspor

akibat melemahnya permintaan. Namun demikian, selain kepemilikan dana milik

pemerintah dan swasta, dana milik pangsa perseorangan memiliki pangsa terbesar

pada triwulan sebelumnya yaitu mencapai Rp39,12 triliun dan jumlahnya relatif

stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.

Tabel 3.12. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta)

Total rekening dana di bank umum Provinsi Riau mencapai 3.570.141 rekening,

namun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat berjumlah

3.578.308 rekening. Penurunan tersebut berasal dari penutupan sebanyak 1.296

rekening giro, 6.040 rekening tabungan dan 558 rekening deposito. Namun

I II III IV I II yoy qtq yoy qtq

1 Giro 15,784 16,721 15,833 13,298 12,557 16,864 (20.45) (5.57) 0.85 34.30

2 Tabungan 23,838 23,861 25,714 28,588 27,364 26,937 14.79 (4.28) 12.89 (1.56)

3 Deposito 13,132 15,408 15,332 13,638 14,546 16,995 10.77 6.66 10.30 16.84

a. s.d 3 bln 9,902 12,562 12,572 10,749 11,081 13,519 11.91 3.09 7.62 22.00

b. > 3-6 bln 1,745 1,667 1,470 1,610 1,925 1,552 10.36 19.62 (6.90) (19.40)

c. > 6-12 bln 1,201 994 1,085 935 1,139 1,692 (5.16) 21.83 70.14 48.55

d. > 12 bln 284 184 205 344 400 232 40.79 16.20 25.62 (42.08)

52,754 55,990 56,878 55,524 54,466 60,795 3.25 (1.90) 8.58 11.62 Total DPK

No Komponen DPK2013 2014 Pertumbuhan (%) Tw I 2014 Pertumbuhan (%) Tw II 2014

I II III IV I II yoy qtq

9,105,668 12,097,948 14,771,641 13,204,736 7,345,905 8,093,251 14,316,253 -3.08 76.89

1 Pemerintah Pusat 388,934 290,664 319,332 366,284 272,111 389,211 362,380 13.48 -6.89

2 Pemerintah Daerah 7,794,785 11,039,724 13,378,775 11,975,709 6,115,631 6,655,970 12,084,807 -9.67 81.56

3 Badan/ Lembaga Pemerintah 119,414 121,786 69,206 107,994 58,409 109,858 96,784 39.85 -11.90

4 Badan Usaha Milik Negara 704,665 558,352 860,861 569,608 780,138 780,654 1,723,426 100.20 120.77

5 Badan Usaha Milik Daerah 97,870 87,421 143,467 185,141 119,616 157,558 48,857 -65.95 -68.99

8,557,573 6,642,410 6,475,975 7,186,205 8,863,838 7,398,097 7,361,210 13.67 -0.50

6 Perusahaan Asuransi 109,135 102,124 111,889 110,889 112,587 114,652 100,800 -9.91 -12.08

7 Perusahaan Swasta 7,504,515 5,799,531 5,700,130 6,290,914 7,797,562 6,428,695 6,483,030 13.73 0.85

8 Yayasan dan Badan Sosial 771,308 595,281 516,549 627,435 769,038 671,376 606,358 17.39 -9.68

9 Koperasi 159,213 141,409 136,908 145,290 172,191 169,698 166,776 21.82 -1.72

10 Lainnya 13,402 4,066 10,500 11,678 12,459 13,676 4,246 -59.56 -68.95

34,579,298 34,013,409 34,742,455 36,487,409 39,314,143 38,974,939 39,117,748 12.59 0.37

52,242,540 52,753,768 55,990,071 56,878,350 55,523,886 54,466,287 60,795,211 8.58 11.62

Pertumbuhan (%)2013 20142012

Jumlah

Sektor Swasta

Sektor Pemerintah

Perorangan

No Kepemilikan

Page 76: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

55

demikian, penutupan rekening dana tersebut tidak mempengaruhi besaran DPK

secara keseluruhan.

Grafik 3.10. Perkembangan Jumlah Rekening Dana

Berdasarkan Kota/Kabupaten, Kota Pekanbaru masih menjadi penyumbang DPK

terbesar, mencapai Rp37,83 triliun (62,24%), tumbuh 13,71% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,45 (yoy). Daerah lain yang juga

memiliki pangsa terbesar adalah Kabupaten Bengkalis sebesar Rp4,87 triliun, namun

menurun 7,80% (yoy) setelah juga menurun sebesar 16,82% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Secara tahunan, Kabupaten Rokan Hulu mencatat pertumbuhan

tertinggi, yaitu mencapai 40,62% (yoy), namun pangsa dana pada daerah ini

merupakan yang terendah setelah Kabupaten Meranti.

Sumber likuiditas perbankan di Provinsi Riau sebagian besar berasal dari Kota

Pekanbaru, dengan porsi terhadap DPK sebesar 48,60%, diikuti Kabupaten Rokan

Hilir sebesar 9,05% dan Kabupaten Siak sebesar 7,40%. Sebagian besar rekening

dana umum yang tercatat pada periode pelaporan dibuka di Kota Pekanbaru.

Kondisi ini diperkirakan karena Kota Pekanbaru masih menjadi pusat kegiatan

perekonomian di Provinsi Riau.

I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014

Giro 56,973 57,747 58,671 59,227 60,831 60,944 61,917 62,101 63,878 62,582

Tabungan 2,411,871 2,526,522 2,668,867 2,688,790 2,849,175 2,881,768 3,046,484 3,346,947 3,467,061 3,461,021

Deposito 43,568 42,853 43,054 44,051 244,664 43,458 43,886 45,413 47,369 46,811

Total 2,512,412 2,627,122 2,770,592 2,792,068 3,154,670 2,986,170 3,152,287 3,454,461 3,578,308 3,570,414

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

Page 77: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

56

Tabel 3.13. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau

2.4.2. Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)

LDR bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 83,34%,

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan dana secara triwulanan

yang lebih tinggi dari peningkatan kredit merupakan faktor penyebab menurunnya

LDR bank umum di Riau. Sementara itu, LDR berdasarkan lokasi proyek turut

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu dari

123,05% menjadi 119,08%. LDR berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau lebih

tinggi dibanding angka LDR nasional yang tercatat sebesar 91,13%.

Grafik 3.11. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau

Ket : LDR1 = LDR berdasarkan kredit lokasi proyek *) Data s.d. Mei 2014

I II III IV I II yoy qtq yoy qtq

1 Pekanbaru 31,914,153 33,275,692 34,538,207 34,589,115 34,593,620 37,838,302 8.40 9.38 13.71 9.38

2 Bengkalis 4,808,789 5,283,058 5,275,732 4,286,310 3,999,920 4,871,172 (16.82) 21.78 (7.80) 21.78

3 Dumai 4,273,823 4,318,030 4,653,006 4,905,930 4,650,967 4,732,253 8.82 1.75 9.59 1.75

4 Indragiri Hilir 1,976,805 2,121,300 2,085,913 1,993,557 2,171,498 2,202,073 9.85 8.93 3.81 1.41

5 Indragiri Hulu 2,174,236 2,310,321 2,208,729 2,153,659 2,033,563 2,210,084 (6.47) (5.58) (4.34) 8.68

6 Kampar 1,138,308 1,170,466 1,216,432 1,393,224 1,086,369 1,427,954 (4.56) (22.02) 22.00 31.44

7 Rokan Hulu 611,784 643,119 584,694 664,798 744,830 904,385 21.75 12.04 40.62 21.42

8 Rokan Hilir 1,633,183 1,972,962 1,673,537 1,308,436 1,206,136 1,649,956 (26.15) (7.82) (16.37) 36.80

9 Kuantan Singingi 907,579 992,020 970,529 915,030 897,188 1,088,802 (1.14) (1.95) 9.76 21.36

10 Meranti 671,168 790,035 687,035 743,045 640,059 747,813 (4.64) (13.86) (5.34) 16.84

11 Siak 1,598,446 1,946,899 1,769,969 1,505,950 1,399,299 1,892,753 (12.46) (7.08) (2.78) 35.26

12 Pelalawan 1,045,494 1,166,168 1,214,567 1,064,832 1,042,836 1,229,665 (0.25) (2.07) 5.44 17.92

52,753,768 55,990,071 56,878,350 55,523,886 54,466,285 60,795,211 3.25 (1.90) 8.58 11.62 Jumlah

Pertumbuhan Tw I 2014 (%) Pertumbuhan Tw II 2014 (%)No. Kab./Kota

2013 2014

Tw I 09 Tw II 09Tw III

09Tw IV

09Tw I 10 Tw II 10

Tw III10

Tw IV10

Tw I-11 Tw II-11Tw III-

11Tw IV-

11Tw I-12 Tw II-12

Tw III-12

Tw IV12

Tw I 13 Tw II 13Tw III

13Tw IV

13Tw I 14 Tw II 14

LDR 65.2% 66.0% 73.2% 78.0% 73.4% 77.4% 78.5% 78.8% 75.2% 75.9% 76.5% 80.3% 77.2% 80.1% 78.3% 83.2% 83.60% 83.14% 83.60% 87.79% 89.02% 83.34%

LDR1*) 98.2% 95.9% 106.2% 114.5% 104.1% 111.2% 117.4% 114.4% 114.0% 112.1% 113.7% 113.7% 108.5% 111.0% 111.4% 114.9% 115.00%113.68%114.99%120.12%123.05%119.08%

Nasional* 88.4% 87.1% 73.6% 72.9% 75.7% 75.7% 77.4% 75.5% 77.2% 80.0% 81.7% 79.0% 80.8% 83.4% 84.36% 84.53% 85.94% 88.38% 89.92% 90.61% 91.39% 91.13%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

120.0%

Page 78: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

57

2.5. Profitabilitas

2.5.1. Spread Bunga

Suku bunga rata-rata tertimbang bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2014

tercatat mengalami peningkatan. Suku bunga dana yang tercermin dari suku bunga

rata-rata tertimbang deposito 3 bulan mengalami peningkatan sebesar 91 bps

menjadi 8,40% dari 7,49%. Sementara itu, suku bunga kredit tertimbang bank

umum bergerak mengikuti kenaikan suku bunga dana tertimbang ke posisi 13,14%,

naik 38 bps dari 12,76%. Kenaikan suku bunga dana yang lebih tinggi dari suku

bunga kredit tersebut menggerus margin yang diterima oleh perbankan hingga

berada di level 4,74% dari 5,27%.

Peningkatan suku bunga dana yang cukup tinggi tersebut diperkirakan didorong

oleh suku bunga non-perbankan yang saat ini sudah kompetitif, sehingga

mendorong perbankan menaikkan suku bunga dananya. Sementara kenaikan suku

bunga kredit yang terbatas tidak terlepas dari kondisi ekonomi yang relatif

melambat pada triwulan laporan.

Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Rata-Rata Tertimbang Kredit dan Deposito3 Bulan

2.5.2. Pendapatan dan Beban Bunga

Pertumbuhan total pendapatan bunga yang diterima bank umum di Provinsi Riau

pada triwulan II-2014 tercatat sebesar 4,04% (yoy) melambat dibandingkan triwulan

lalu yang mencapai 21,02%. Pangsa pendapatan tertinggi berasal dari pendapatan

kredit dengan pangsa 81% dan meningkat 11,34% (yoy) serta 0,31% (qtq).

2.00

3.50

5.00

6.50

8.00

9.50

11.00

12.50

14.00

15.50

17.00

18.50

20.00

%

Margin Kredit Deposito 3 bulan BI rate

Page 79: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

58

Terbatasnya kenaikan pendapatan bunga dari kredit disebabkan terbatasnya

peningkatan suku bunga kredit.

Grafik 3.13. Komposisi Pendapatan Bunga (Rp miliar)

Sebaliknya, beban bunga mengalami peningkatan sebesar 10,63% (yoy) dan

13,47% (qtq). Pangsa beban bunga tersebut berasal dari beban bunga dana yaitu

sebesar 68% dan meningkat 39,61% (yoy) dan 30,93% (qtq) dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pangsa beban bunga dari komponen dana terbesar berasal

dari komponen deposito. Kenaikan beban bunga dana khususnya deposito dipicu

oleh peningkatan suku bunga dana khususnya deposito, yang juga diikuti dengan

peningkatan penyerapan dana yang cukup tinggi.

Grafik 3.14. Komposisi Beban Bunga (Rp miliar)

Pertumbuhan beban bunga yang lebih tinggi dari pertumbuhan pendapatan bunga

menyebabkan penurunan pendapatan bunga bersih bank umum pada triwulan

laporan. Pendapatan bunga bersih bank umum pada triwulan II 2014 tercatat

sebesar Rp1,15 triliun dari Rp1,20 triliun pada triwulan sebelumnya.

Tw II10

Tw III10

Tw IV10

Tw I11

Tw II11

Tw III11

Tw IV11

Tw I12

Tw II12

Tw III12

Tw IV12

Tw I13

Tw II13

Tw III13

Tw IV13

Tw I14

TW II14

Lainnya 85.7 81.9 86.0 100.4 103.3 110.3 140.4 89.8 84.8 86.0 123.7 99.9 554.7 372.6 351.1 279.9 305.7

Antar Bank 45.3 47.4 42.3 28.0 40.6 43.5 34.9 21.3 43.2 47.6 51.9 51.8 63.7 77.1 80.19 33.20 67.13

Kredit 994.0 1,048 1,072 1,103 1,115 1,223 1,257 1,243 1,361 1,432 1,464 1,471 1,488 1,572 1,654 1,652 1,657

SBI dan surat berharga 30.7 25.1 25.8 36.1 42.7 50.4 55.1 40.5 39.9 42.5 34.6 15.9 30.6 15.6 19.88 17.49 21.04

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw I 10 Tw II 10Tw III

10Tw IV

10Tw I-11 Tw II-11

Tw III-11

Tw IV-11

Tw I-12 Tw II-12Tw III-

12Tw IV-

12Tw I-13 Tw II-13

Tw III-13

Tw IV-13

Tw I-14 Tw II-14

Lainnya 72.72 77.42 88.34 83.19 113.12 110.30 114.08 125.60 101.94 110.29 92.97 102.67 151.36 551.54 336.16 319.02 292.79 225.56

Antar Bank 38.02 43.71 44.76 39.83 23.51 16.62 23.25 11.79 7.04 6.13 8.03 8.66 10.29 12.55 29.69 36.68 30.12 59.83

Tabungan 107.94 102.89 109.30 116.56 125.09 128.97 133.59 129.02 124.37 110.32 111.42 114.27 115.23 114.32 116.64 125.22 125.77 167.44

Deposito 144.73 174.19 160.19 165.39 157.17 193.29 211.72 222.59 206.03 220.20 207.23 207.95 193.60 209.33 254.10 300.14 262.97 348.41

Giro 45.32 55.64 57.04 56.06 61.65 63.20 68.20 69.17 66.35 79.24 94.41 98.37 86.81 111.77 98.51 90.98 75.53 92.00

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Page 80: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

59

Grafik 3.15. Perkembangan Pendapatan, Beban Bunga serta Pendapatan Bunga Bersih

Bank Umum di Riau

2.6. Perbankan Syariah

Kondisi bank umum syariah untuk triwulan II-2014 di Provinsi Riau menunjukkan

kondisi yang relatif stagnan. Pertumbuhan aset, dana maupun pembiayaan lebih

rendah dari pertumbuhan bank umum secara umum. Pada triwulan II-2014 bank

umum syariah hanya meningkat sebesar 2,36% (yoy) sehingga menjadi Rp5,13 triliun.

Share asset bank umum syariah terhadap aset perbankan secara keseluruhan pada

triwulan II-2014 di Provinsi Riau adalah sebesar 6,25%, turun jika dibandingkan

dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 6,99%. Jumlah bank syariah

maupun kantor cabang bank syariah di Provinsi Riau tidak berubah dibandingkan

dengan periode yang lalu, tercatat beroperasi 11 bank syariah di lingkup wilayah

Provinsi Riau.

Tabel 3.14. Indikator Kinerja Utama PerbankanSyariah di Provinsi Riau (Rp juta)

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

1,100

1,200

1,300

1,400

1,500

1,600

1,700

1,800

1,900

2,000

2,100

2,200

2,300

2,400

2,500

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

2,200

Tw I09

Tw II09

Tw III09

Tw IV09

Tw I10

Tw II10

Tw III10

Tw IV10

Tw I-11

Tw II-11

Tw III-11

Tw IV-11

Tw I-12

Tw II-12

Tw III-12

Tw IV-12

Tw I-13

Tw II-13

Tw III-13

Tw IV-13

Tw I-14

Tw II-14

Juta

Rp

Beban Bunga

Pendapatan Bunga

Pendapatan Bunga Bersih

I II III IV I II yoy qtq

Jumlah Bank 10 10 11 11 11 11

Aset 4,618,384 5,007,223 5,401,534 5,086,442 5,118,667 5,125,278 2.36 0.13

DPK 3,552,166 3,661,390 3,922,848 3,683,402 3,819,088 3,751,095 2.45 -1.78

Pembiayaan 3,033,093 3,243,886 3,346,129 3,330,678 3,323,758 3,393,855 4.62 2.11

NPF 4.30% 3.80% 4.29% 3.93% 2.34% 5.21%FDR 85.39% 88.60% 85.30% 90.42% 87.03% 90.48%

2014Keterangan

2013

Page 81: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

60

Terbatasnya pertumbuhan aset didorong oleh terbatasnya pertumbuhan dana yang

hanya tercatat sebesar 2,45% (yoy) sehingga jumlahnya menjadi Rp3,75 triliun.

Sementara itu, pembiayaan syariah tumbuh lebih tinggi yaitu mencapai 4,62% (yoy)

Peningkatan pembiayaan yang lebih tinggi dari dana yang dihimpun menyebabkan

FDR mencapai 90,48% meningkat dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar

87,03%. Namun demikian, risiko di bank umum syariah perlu mendapat perhatian

yang serius karena terjadi peningkatan yang cukup signifikan hingga berada pada

level 5,21%.

Berdasarkan penggunaan, penyaluran pembiayaan konsumsi pada triwulan II-2014

mencapai Rp1,71 triliun atau 50,5% dari total kredit yang diberikan bank umum

syariah, sementara sektor produktif yang terdiri dari Modal Kerja dan Investasi

memiliki sebesar 49,5% dari total pembiayaan. Pembiayaan Modal Kerja tercatat

turun sebesar 11,45% (qtq) sehingga pada periode triwulan II-2014 tercatat sebesar

Rp789,16 miliar. Sementara itu, posisi pembiayaan Investasi tercatat sebesar Rp890,90

miliar pada triwulan II-2014, turun 7,26% (qtq) dari posisi di periode sebelumnya.

Berdasarkan sektoral, sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan merupakan salah

satu sektor yang cukup besar menyerap pembiayaan dari bank umum syariah. Sektor

tersebut menyerap pembiayaan sebesar Rp441,38 miliar di triwulan II-2014, atau

sebesar 13% dari total pembiayaan bank umum syariah. Selanjutnya diikuti oleh

sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan penyerapan pembiayaan sebesar

Rp332,25 miliar di triwulan II-2014.

3. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Provinsi Riau pada triwulan II-2014 oleh

delapan bank pelaksana KUR mencapai Rp 4,4 triliun, tumbuh 5,48% dibandingkan

triwulan sebelumnya. Penyaluran KUR secara tahunan tumbuh sebesar 20,42%,

diikuti dengan pertumbuhan jumlah debitur secara tahunan sebesar 22,66% hingga

mencapai 184.443 debitur di Provinsi Riau. Peningkatan tersebut telah mendorong

peningkatan rata-rata KUR menjadi Rp24,04 juta/jiwa pada triwulan II-2014.

Page 82: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

61

Tabel 3.15. Perkembangan Penyaluran KUR di Riau

Sumber: Kantor Menko Perekonomian

Sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan masih merupakan sektor penerima KUR

terbesar di Provinsi Riau. Tercatat pada triwulan II-2014, sektor tersebut menerima

55,06% dari keseluruhan kredit yang dikucurkan. Sub-sektor Perkebunan Kelapa

Sawit dan Perkebunan karet merupakan jenis perkebunan yang menerima kredit

dalam jumlah yang terbesar. Selanjutnya diikuti oleh subsektor Perdagangan Besar

dan Eceran sebesar 36,47%. Sub-sektor Perdagangan Eceran Komoditi Makanan,

Minuman dan Tembakau menerima porsi kredit yang cukup besar dari KUR. Kondisi

ini tidak terlepas dari besarnya peranan sektor Pertanian dan sektor dalam

perekonomian Provinsi Riau disamping migas. Berdasarkan penggunaannya, alokasi

KUR di Provinsi Riau lebih banyak digunakan untuk Modal Kerja, yaitu sebesar

54,33% dari total alokasi KUR di Provinsi Riau. Penggunaan KUR untuk investasi

pada periode triwulan II-2014 tercatat sebesar 45,67%.

Grafik 3.16. KUR menurut

Sektor Ekonomi

Grafik 3.17. KUR menurut Jenis

Penggunaan

I II III IV I II

Realisasi KUR 3,411,057 3,680,401 3,818,987 4,025,871 4,201,771 4,432,110

Outstanding KUR 1,734,093 1,768,752 1,765,922 1,684,014 1,634,289 1,619,406

Jumlah Debitur 138,403 150,366 159,282 168,059 175,735 184,443

Rata-Rata (RpJuta/Jiwa) 24.65 24.48 23.98 23.96 23.91 24.03

Indikator2013 2014

64.11%

0.02%0.93%

0.14%

0.06%

28.11%

0.41% 5.16% 1.06%Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Listrik, Gas dan Air

Konstruksi

Perdag., Resto. & Hotel

Pengangkutan, Pergud.

Jasa-jasa

Lain-lain

54.33%45.67%

ModalKerja

Investasi

Page 83: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

62

4. Perkembangan Transaksi Pembayaran

4.1. Kondisi Umum

Transaksi pembayarn di Riau menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya, baik transaksi tunai maupun non tunai. Peningkatan transaksi tunai

didorong oleh masa liburan sekolah dan persiapan menyambut hari besar

keagamaan. Sementara, peningkatan transaksi non tunai utamanya terjadi pada

transaksi RTGS di Kota Pekanbaru.

4.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

4.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)

Pergerakan uang kartal di Provinsi Riau pada triwulan II-2014 menunjukkan

pergerakan yang cukup siginifikan baik dari arus uang masuk (inflow) maupun arus

uang keluar (outflow). Arus uang masuk uang ke Provinsi Riau pada triwulan II-

2014 mengalami penurunan yang cukup signifikan, menurun 39,77%

dibandingkan dengan periode lalu. Arus uang masuk pada triwulan II-2014 tercatat

sebesar Rp1,13 triliun, sedangkan pada periode sebelumnya tercatat arus uang

masuk mencapai Rp1,88 triliun. Penurunan tersebut merupakan kondisi musiman,

dimana pada tahun-tahun sebelumnya arus pergerakan uang masuk mengalami

siklus penurunan pada periode triwulan II. Penurunan arus uang masuk tersebut

diperkirakan akibat kenaikan konsumsi masyarakat, dimana liburan sekolah,

persiapan memasuki bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri terjadi pada periode

triwulan II-2014.

Sebagaimana kondisi inflow, maka kondisi outflow juga merupakan kondisi

musiman dimana jumlah uang keluar mengalami peningkatan, dan diperkirakan

akan berlanjut hingga awal triwulan III-2014. Masa liburan sekolah dan persiapan

menjelang bulan Ramadhan serta hari raya Idul Fitri menjadi momen yang

mendorong kenaikan arus uang keluar. Pada triwulan II-2014 tercatat kenaikan

arus uang keluar mencapai 58,79% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya,

mencapai Rp3,38 triliun. Kebutuhan akan uang kartal cenderung naik dari tahun ke

tahun. Tercatat pertumbuhan arus keluar uang kartal pada periode ini secara

tahunan sebesar 7,19% (yoy), sementara jika dilihat pada periode yang sama di

Page 84: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

63

tahun lalu arus uang keluar mencatatkan perlambatan hingga 2,74% (yoy). Hal ini

mengindikasikan bahwa penyelesaian transaksi secara tunai masih tinggi di Provinsi

Riau dan fasilitas pembayaran elektronik cenderung belum berkembang atau belum

populer di masyarakat.

Grafik 3.18. Perkembangan Inflow dan Outflow

4.2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Penyediaan uang kartal layak edar merupakan tugas Bank Indonesia, dalam hal ini

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Riau secara berkala melakukan kegiatan penghimpunan dan pemusnahan

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari masyarakat dan setoran bank di Provinsi Riau.

Upaya ini dilakukan Bank Indonesia untuk memastikan ketersediaan uang layak

edar di tengah-tengah masyarakat.

Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada triwulan II-2104 menurun

dibandingkan periode sebelumnya. Uang Tidak Layak Edar yang dimusnahkan pada

periode tersebut sebanyak Rp317,52 miliar, tidak sebesar periode lalu yang tercatat

sebesar Rp380,77 miliar. Rasio UTLE terhadap arus uang masuk cenderung naik,

hal ini dikarenakan arus uang masuk pada triwulan II-2014 lebih kecil dibandingkan

arus uang masuk pada triwulan I-2014. Penurunan UTLE juga mengindikaskan

semakin menurunnya tingkat kerusakan uang di masyarakat, karena semakin

meningkatnya pemahaman masyarakat dalam memperlakukan uang.

(900)

(300)

300

900

1,500

2,100

2,700

3,300

3,900

4,500

5,100

5,700

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Rp

. mili

ar

Net Outflow (Rpmiliar) Inflow (Rpmiliar) Outflow (Rpmiliar)

Page 85: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

64

Grafik 3.19. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan

Terhadap Inflow di Provinsi Riau

4.2.3. Uang Rupiah Tidak Asli

Dalam upaya meningkatkan awareness masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian

uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin

melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat

termasuk kalangan perbankan melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba,

Diterawang). Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat

diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli.

Penemuan uang rupiah tidak asli di Provinsi Riau pada periode pelaporan menurun

dibandingkan periode lalu. Tercatat penurunan dari 125 lembar temuan di triwulan

I 2014 menjadi 101 lembar di triwulan pelaporan. Penemuan uang rupiah tidak asli

yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau sepanjang

periode triwulan II-2014 terdiri dari 55 lembar pecahan Rp100.000, 43 lembar

pecahan Rp50.000 dan 3 lembar pecahan Rp20.000. Penemuan tersebut

berdasarkan atas permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat serta

setoran dari bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.

0

20

40

60

80

100

120

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Pe

rse

n (%

)Rp

.mili

ar

UTLE Inflow Ratio

Page 86: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

65

Grafik 3.20. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau

4.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

Transaksi pembayaran non-tunai di Provinsi Riau pada triwulan II-2104 bergerak

naik dibandingkan periode sebelumnya. Masih prospektifnya perekonomian Riau

diperkirakan menjadi pemicu masih terus meningkatnya transaksi keuangan non

tunai di triwulan II-2014.

4.3.1. Transaksi Kliring

Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan II-2014 menunjukkan

peningkatan sebesar 3,21% (qtq) dari sisi warkat dan 3,28% (qtq) dari sisi nominal.

Dengan perkembangan tersebut, volume transaksi menjadi 270.297 lembar dan

nilai transaksi mencapai Rp7,80 triliun. Rata-rata transaksi per warkat tercatat stabil

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp29,58 miliar per transaksi.

Peningkatan transaksi non tunai melalui kliring mengindikasikan meningkatnya

aktivitas masyarakat yang menggunakan transaksi non tunai dengan nilai transaksi

sampai dengan Rp100 juta selama triwulan laporan.

Grafik 3.21. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014

Lem

bar

-

50

100

150

200

250

300

350

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Ribu

Lem

bar

Rp m

iliar

Nominal (LHS) Warkat (RHS)

Page 87: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

66

4.3.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)

Transaksi RTGS pada triwulan II-2014 di Provinsi Riau mencapai Rp97,70 triliun,

meningkat sebesar 32,86% (qtq) dibandingkan periode yang lalu. Total transaksi

RTGS pada periode triwulan I-2014 tercatat sebesar Rp73,54 triliun seiring dengan

peningkatan nilai transaksi, penggunaan warkat untuk transaksi RTGS juga

meningkat sebesar 3,02% (qtq). Kenaikan nilai transaksi RTGS yang lebih tinggi

dari volume transaksi RTGS menyebabkan rasio transaksi per warkat pun

meningkat menjadi sebesar Rp 2 miliar per warkat.

Kota Pekanbaru masih merupakan kota dengan transaksi RTGS tertinggi di Provinsi

Riau yaitu sebesar Rp94,2 triliun, 97% dari keseluruhan transaksi RTGS di Provinsi

Riau. Tingginya aktifitas RTGS di Kota Pekanbaru mengindikasikan bahwa pusat

kegiatan bisnis di Provinsi Riau belum bergeser dari Kota Pekanbaru. Selain menjadi

pusat kegiatan bisnis, geliat perekonomian di Kota Pekanbaru masih cukup

menarik, terutama bagi sektor Perdagangan. Selain itu, jumlah transaksi RTGS di

Kota Dumai juga relatif tinggi. Hal ini sejalan dengan banyaknya perusahaan

berskala besar di kota tersebut yang dalam transaksinya sudah menggunakan

transaksi non tunai.

Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hilir merupakan dua daerah dengan

aktifitas RTGS terendah di Provinsi Riau. Daerah Kuantan Singingi tidak

mencatatkan transaksi RTGS dari maupun ke daerah tersebut, sementara

Kabupaten Rokan Hilir hanya mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp3 miliar

sepanjang triwulan II-2014. Keterbatasan akses perbankan di daerah tersebut

merupakan penyebab utama tidak berkembangnya penggunaan media transaksi

RTGS bagi masyarakat dan pelaku usaha di kedua daerah tersebut.

Page 88: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

67

Tabel 3.16. Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan II-2014

(dalam Rp miliar)

Tabel 3.17. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan II-2014

FROM TO FROM -TOKumulatif

Nilai FROM TO FROM -TO

Kumulati

f Nilai

BENGKALIS 1,076 766 685 1,157 419 217 153 483

DUMAI 1,285 1,457 385 2,357 1,272 1,455 358 2,369

INDRAGIRI HULU 9 0 - 9 27 2 - 29

INDRAGIRI HILIR 12 3 - 15 11 1 - 12

KAMPAR 8 104 0.19 112 11 22 0.35 33

KUANTAN SINGINGI - 0 - 0 - 0 - 0

PEKANBARU 47,435 32,961 10,821 69,575 59,805 62,074 27,591 94,289

PELALAWAN 0 49 0 49 0 48 0 48

ROKAN HILIR - 1 - 1 - 3 - 3

ROKAN HULU 43 1 0 44 35 1 0 36

SIAK 127 100 10 217 156 251 5 402

RIAU 49,995 35,444 11,901 73,538 61,736 64,073 28,106 97,703

TW II-2014

Kabupaten/Kota

TW I-2014

FROM TO FROM- TOKumulatif

VolumeFROM TO FROM- TO

Kumulati

f Volume

BENGKALIS 1,021 408 185 1,244 902 307 107 1,102

DUMAI 3,018 2,452 894 4,576 3,035 2,287 766 4,556

INDRAGIRI HULU 48 1 - 49 202 14 - 216

INDRAGIRI HILIR 153 33 - 186 45 2 - 47

KAMPAR 119 81 5 195 157 56 4 209

KUANTAN SINGINGI - 3 - 3 - 2 - 2

PEKANBARU 21,063 25,723 7,090 39,696 22,443 26,740 7,848 41,335

PELALAWAN 5 80 1 84 6 60 1 65

ROKAN HILIR - 10 - 10 - 26 - 26

ROKAN HULU 535 19 3 551 498 16 1 513

SIAK 457 210 17 650 378 235 14 599

RIAU 26,419 29,020 8,195 47,244 27,666 29,745 8,741 48,670

TW II-2014

Kabupaten/Kota

TW I-2014

Page 89: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

68

1. Kondisi Umum

Realisasi alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau

hingga triwulan II-2014 secara umum mengalami penurunan dibandingkan periode

yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau

pada triwulan II-2014 mencapai 34,84% atau sebesar Rp2,48 triliun. Sementara,

realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih tinggi, yaitu sebesar Rp1,06 triliun atau

sekitar 12,76% dari total anggaran yang dialokasikan.

Bab 4 KONDISI KEUANGAN

DAERAH

Page 90: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

69

2. Realisasi APBD 2013

Realisasi pendapatan Provinsi Riau hingga triwulan II-2014 mencapai Rp2,48 triliun

atau sebesar 34,84% dari total anggaran pendapatan yang dialokasikan. Jumlah

realisasi ini lebih rendah dibandingkan realisasi pendapatan hingga triwulan II-

2013. Kondisi serupa juga terjadi pada realisasi belanja pemerintah daerah yang

hingga triwulan II-2014 hanya mencapai 12,76% dari total anggaran belanja yang

dialokasikan. Realisasi belanja hingga triwulan II-2014 tercatat sebesar Rp1,06

triliun, lebih rendah dari triwulan II-2013 yang mencapai Rp1,59 triliun.

Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2013 dan 2014

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Jumlah realisasi pendapatan yang lebih besar dibandingkan jumlah realisasi belanja

hingga triwulan II-2014 menyebabkan anggaran pemerintah Provinsi Riau tercatat

mengalami surplus sebesar Rp1,43 triliun. Namun, untuk keseluruhan tahun 2014

pemerintah daerah memperkirakan (target) Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) Provinsi Riau akan mengalami defisit sebesar Rp1,15 triliun.

2.1. Realisasi Pendapatan

Pada tahun 2014 anggaran pendapatan untuk APBD 2014 tercatat sebesar Rp7,13

triliun. Namun, sampai dengan triwulan II-2014 baru terealisasi sebesar 34,84%

dari target (Rp2,48 triliun). Realisasi anggaran pendapatan tersebut tercatat lebih

rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 42,57%. Menurunnya

realisasi anggaran pendapatan disebabkan oleh penurunan realisasi pada seluruh

komponen pendapatan.

Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencapai 39,46% (Rp1,12 triliun),

lebih rendah dibandingkan realisasi tahun sebelumnya yang mencapai 42,22%

(Rp1,01 triliun). Rendahnya realisasi anggaran PAD Provinsi Riau pada triwulan

laporan disebabkan minimnya realisasi yang berasal dari pendapatan pajak daerah

Alokasi

Anggaran

Nilai

Realisasi

Realisasi

Tw II (%)

Alokasi

Anggaran

Nilai

Realisasi

Realisasi

Tw II (%)Pendapatan 6,597 2,808 42.57 7,127 2,483.11 34.84Belanja 8,432 1,593 18.90 8,277 1,056.18 12.76

Surplus / Defisit (1,835) 1,215 (1,150) 1,427

Uraian

2013 2014

Page 91: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

70

(39,94%). Sementara PAD yang berasal dari retribusi daerah terealisasi lebih besar

yaitu mencapai 41,67%, namun jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun

sebelumnya yang mencapai 87,68%. Pendapatan yang berasal dari lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah telah mencapai 56,08%, relatif sama dengan

tahun sebelumnya. Namun, sampai dengan akhir triwulan II-2014 pendapatan yang

berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah belum teralisasi.

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan II-2013 dan Triwulan II-2014 (Rp miliar)

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Selanjutnya, rendahnya realisasi pendapatan sampai dengan triwulan II-2014 juga

disebabkan minimnya realisasi pendapatan yang berasal dari komponen

pendapatan transfer. Realisasi pendapatan transfer sampai dengan triwulan II-2014

hanya sebesar 31,78%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang

mencapai 42,76%. Masih minimnya realisasi pendapatan transfer disebabkan oleh

masih minimnya realisasi dari dana perimbangan hingga triwulan II-2014, yaitu

hanya mencapai 28,53%.

Dilihat dari komponen dana perimbangan, maka minimnya realisasi Dana Bagi Hasil

(DBH) bukan pajak menjadi faktor pendorong utama, yaitu hanya terealisasi sebesar

22,66%. Sementara realisasi dana bagi hasil pajak hingga triwulan laporan juga

hanya mencapai 22,47% dari total anggaran yang dialokasikan. Dana alokasi

umum telah terealisasi 50% dari target dan relatif stabil dibandingkan tahun

sebelumnya. Sementara Dana Alokasi Khusus (DAK) yang ditargetkan sebesar

Rp43,74 miliar belum terealisasi sama sekali. Sumber pendapatan transfer lainnya

berasal dari transfer pemerintah pusat lainnya, namun sudah terealisasi sebesar

50,06% yang berasal dari dana penyesuaian.

Alokasi

Anggaran

Nilai

Realisasi

Realisasi

Tw II (%)

Alokasi

Anggaran

Nilai

Realisasi

Realisasi

Tw II (%)Pendapatan Asli Daerah 2,401 1,014 42.22 2,840 1,121 39.46Dana Perimbangan 4,196 1,794 42.76 4,287 1,362 31.78Lain-Lain Pendapatan Yang Sah - - - - - -

Pendapatan 6,597 2,808 42.57 7,127 2,483 34.84

Uraian

2013 2014

Page 92: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

71

2.2. Realisasi Belanja

Anggaran belanja Provinsi Riau tahun 2014 mencapai Rp8,28 triliun, namun sampai

dengan triwulan II-2014 baru terealisasi sebesar 12,76%. Realisasi belanja tahun

2014 tersebut lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun 2013 yang

mencapai 18,90%. Rendahnya realisasi anggaran belanja Provinsi Riau hingga

triwulan II-2014 utamanya bersumber dari masih minimnya realisasi belanja modal

yang baru mencapai 1,07% dari total anggaran. Minimnya realisasi belanja modal

hingga triwulan laporan didorong oleh rendahnya realisasi belanja jalan, irigasi dan

bangunan yang hanya mencapai 0,38% dari total anggaran, lebih rendah dari

realisasi pada semester I-2013 yang mencapai 17,45%. Sementara, realisasi belanja

modal tertinggi berasal dari belanja peralatan mesin hingga triwulan II-2014 juga

baru mencapai 7%.

Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan II-2013 dan Triwulan II-2014 (Rp miliar)

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Selanjutnya, rendahnya realisasi belanja juga disebabkan oleh minimnya realisasi

belanja operasi yang hingga triwulan II-2014 baru mencapai Rp1,04 triliun atau

sebesar 18,82%, menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu

mencapai 22,88%. Rendahnya realisasi belanja operasi disebabkan oleh rendahnya

realisasi belanja barang yang baru mencapai 8,84%. Di sisi lain, komponen utama

yang mendorong realisasi belanja operasi adalah belanja pegawai dan belanja

hibah yang masing-masing telah terealisasi sebesar 34,44% dan 32,50% dari total

anggaran yang dialokasikan. Realisasi komponen tersebut tercatat lebih rendah

dibandingkan periode sebelumnya. Dengan kondisi tersebut diatas, sampai dengan

triwulan II-2014 Provinsi Riau mengalami surplus sebesar Rp1,43 triliun.

Alokasi

Anggaran

Nilai

Realisasi

Realisasi

Tw II (%)

Alokasi

Anggaran

Nilai

Realisasi

Realisasi

Tw II (%)Belanja Operasi 5,180 1,185 22.87 5,515 1,038 18.82Belanja Modal 2,688 408 15.19 1,730 18 1.07Belanja Tidak Terduga 11 - - 8 - -Transfer 554 - - 1,023 - -

Belanja 8,432 1,593 18.90 8,277 1,056 12.76

Uraian

2013 2014

Page 93: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah

72

Bab 5

1. KONDISI UMUM

Perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Riau menunjukkan

perkembangan yang kurang begitu menggembirakan pada tahun 2014, setelah

menunjukkan tren membaik dalam kurun waktu 12 tahun terakhir. Kondisi ini

diperkirakan tidak terlepas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi yang diikuti

dengan meningkatnya tekanan inflasi pada tahun 2013 hingga pertengahan tahun

2014 akibat kenaikan harga BBM bersubsidi.

PERKEMBANGAN

KESEJAHTERAAN DAERAH

MONETER, PERBANKAN

Page 94: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah

73

2. KEMISKINAN

2.1 Penduduk Miskin Riau

Persentase penduduk miskin di Riau dalam kurun waktu 12 (dua belas) tahun

terakhir yang telah menunjukkan kecenderungan yang membaik, namun sedikit

memburuk pada tahun 2014. Jumlah penduduk miskin di Riau pada tahun 20141

mencapai 500 ribu jiwa sehingga tingkat kemiskinan meningkat dari 7,72% menjadi

8,12%. Peningkatan jumlah penduduk miskin ini diperkirakan karena masih

lemahnya pertumbuhan ekonomi Riau dan tingkat inflasi yang masih cukup tinggi

sejak pertengahan tahun 2013 hingga triwulan laporan akibat kebijakan kenaikan

BBM di akhir semester I-2013.

Grafik 5.1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Sebaran penduduk miskin di Riau selama beberapa tahun terakhir tidak mengalami

perubahan signifikan. Penduduk miskin di Provinsi Riau sebagian besar masih berada

di daerah pedesaan, dimana pada tahun 2014 jumlahnya mencapai 336 ribu jiwa.

Jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan ini meningkat dibandingkan dengan

tahun 2013 yang tercatat sebesar 313 ribu jiwa. Jika dilihat dari presentasenya,

tingkat penduduk miskin di daerah pedesaan pada tahun 2014 mencapai 8,92%

atau lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 8,73 %.

1 per Maret

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah (kiri) 567 528 500 482 483 469 500

% (kanan) 10.63 9.48 8.65 8.47 8.22 7.72 8.12

0

2

4

6

8

10

12

-

100

200

300

400

500

600

%jiw

a

Page 95: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah

74

Sementara itu, jumlah penduduk miskin Riau di daerah perkotaan relatif lebih

rendah yakni mencapai 166 ribu jiwa atau sekitar 6,90% terhadap total penduduk

di perkotaan. Angka jumlah penduduk miskin di perkotaan juga meningkat

dibandingkan tahun 2013 lalu yang tercatat sebesar 146 ribu jiwa (6,15%).

Meningkatnya jumlah penduduk miskin Riau baik di Kota maupun di Desa

diperkirakan sangat terkait dengan meningkatnya biaya hidup akibat kenaikan harga

BBM bersubsidi pada bulan Juni 2013 lalu. Selain itu, tren perlambatan ekonomi

yang masih berlanjut hingga triwulan II-2014 juga diperkirakan turut memberikan

pengaruh terhadap berkurangnya lapangan kerja baru.

Grafik 5.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

2.2 Garis Kemiskinan Riau

Garis Kemiskinan (GK) Riau selama delapan tahun terakhir terus menunjukkan

kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2014, Garis Kemiskinan (GK) Riau

mengalami peningkatan sebesar 11,72% (yoy) menjadi Rp364.176,-

perkapita/bulan. Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, maka GK di kota lebih tinggi

dari GK di desa. Pada tahun 2013, GK di Kota telah mencapai Rp375.286,-

perkapita/bulan meningkat 8,22% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sementara, GK di desa tercatat sebesar Rp357.009,- perkapita/bulan, meningkat

14,21% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan GK Riau pada tahun

2014 secara umum melambat dibandingkan dengan peningkatan GK Riau tahun

9.12

8.04 7.17

6.37 6.43 6.15 6.90

12.16

10.93 10.15 9.83

9.36 8.73 8.92

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

-

100

200

300

400

500

600

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

%jiwa

Kota

Desa

% Kota (kanan)

% Desa (kanan)

Page 96: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah

75

2013 yang lalu, namun peningkatan GK di Kota masih mengalami peningkatan yang

signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Meningkatnya GK Riau pada tahun 2014 utamanya didorong oleh meningkatnya

GK makanan yaitu dari Rp241.395,- menjadi Rp268.742 atau naik 11,33%.

Sementara GK bukan makanan meningkat dari Rp84.584,- menjadi Rp95.434 atau

naik 12,83%. Meningkatnya GK diperkirakan secara tidak langsung dipengaruhi

akibat dampak penyesuaian harga BBM bersubsidi pada tahun 2013 yang sedikit

banyak mendorong terbentuknya keseimbangan harga baru baik pada bahan

makanan maupun makanan jadi hingga awal tahun 2014.

Grafik 5.3. Perkembangan Garis Kemiskinan (GK) Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

2.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan

Kemiskinan (P2) Riau

Secara umum, dapat dilihat bahwa tingkat kedalaman dan keparahan berada pada

tren yang menurun, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Kondisi ini seiring

dengan penurunan tren inflasi Riau sejak awal tahun 2014 pasca kebijakan kenaikan

BBM pada pertengahan tahun 2013 lalu.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau pada tahun 2014 secara keseluruhan

menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun 2013 yang lalu, yaitu dari

1,18 menjadi 1,01 atau turun 14,41% (yoy). Dilihat dari aspek spasial, peningkatan

Indeks P1 terjadi baik di desa maupun kota. Secara spesifik, indeks P1 di desa

2007 2008 2009 2010** 2011 2012 2013 2014

GK Kota 233,73 247,92 265,70 276,62 306,50 326,72 346,79 375,28

GK Desa 194,09 210,51 227,00 235,25 267,00 284,08 312,59 357,00

GK Riau 214,03 229,37 246,48 256,11 282,47 300,79 325,97 364,17

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

Page 97: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah

76

menurun sebesar 9,17% (yoy) menjadi 1,09 pada tahun 2014. Sementara, Indeks P1

di kota menurun sebesar 22,61% (yoy) menjadi 0,89. Dengan demikian, rata-rata

pengeluaran penduduk miskin di daerah perkotaan masih lebih menjauh dari garis

kemiskinan dibandingkan dengan penduduk miskin di daerah pedesaan.

Di sisi lain, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau pada tahun 2014 menunjukkan

penurunan yaitu dari 0,30 menjadi 0,21. Berdasarkan aspek kewilayahan, diketahui

bahwa Indeks P2 di desa mengalami penurunan dari 0,29 menjadi 0,23 pada tahun

2014. Sementara, Indeks P2 di kota juga menunjukkan penurunan yakni dari 0,33

menjadi 0,18. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk

miskin di desa maupun di kota lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Grafik 5.4. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau

Grafik 5.5. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

0

0.5

1

1.5

2

2.5

%

Kota

Desa

Riau

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

%

Kota

Desa

Riau

Page 98: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah

77

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 99: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

Menjaga Kesejahteraan Masyarakat Perkebunan

Aktifitas ekonomi memiliki tujuan untuk memberikan peran bagi pelaku ekonomi

memperoleh manfaat. Manusia sebagai pelaku utama harus mendapatkan manfaat

terbesar dimana pemakaian tenaga kerja harus menimbulkan imbalan berupa

pendapatan. Melalui pendapatan inilah diharapkan tercipta kesejahteraan materi yang

juga dinikmati oleh pihak yang terafiliasi dengan tenaga kerja tersebut. Sayangnya, kue

ekonomi di Riau belum sepenuhnya terdistribusi secara merata ke seluruh lapisan

masyarakat dari yang berpenghasilan tinggi ke rendah sebagaimana ditunjukkan oleh

angka gini ratio yang mencapai 0,37 (BPS, 2013).

Penyerapan tenaga kerja di Riau semenjak dikembangkannya perkebunan terus

meningkat. Dengan tingkat serapan mendekati separuh dari angkatan kerja,

perkebunan mampu membawa Riau keluar dari tingginya angka pengangguran.

Bahkan tingkat penganggguran di Riau saat ini jauh lebih rendah dibandingkan tingkat

pengangguran nasional. Kebutuhan tenaga kerja pada perkebunan telah menciptakan

hampir setengah juta rumah tangga pekebun yang dikategorikan sebagai pekebun

plasma dan pekebun mandiri. Wilayah kabupaten yang menyandarkan dirinya pada

perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet, memperoleh hasil berupa rendahnya

tingkat pengangguran yang umumnya berada di bawah tingkat pengangguran Riau.

Bagai jamur di musim hujan, bertumbuhan sentra-sentra ekonomi yang sebagian besar

aktifitasnya berhubungan dan bersinggungan dengan sektor perkebunan.

Elemen penting dalam kesejahteraan rumah tangga pekebun adalah pendapatan dan

pengeluaran. Pendapatan berkorelasi dengan harga jual hasil kebun dan tingkat

produktifitas, sedangkan pengeluaran dalam bentuk biaya hidup dan biaya menggarap

kebun lebih erat hubungannya dengan inflasi. Harga jual merupakan titik temu

keseimbangan antara tarikan permintaan dan dorongan penawaran. Dengan

produktifitas kebun kelapa sawit dan karet yang terbatas serta adanya barang substitusi

mengakibatkan komoditas perkebunan sangat rentan terhadap perubahan permintaan.

Pengalaman menunjukkan, rumah tangga pekebun pernah mengalami masa kejayaan

bermandikan uang manakala harga kelapa sawit dan karet melejit naik akibat besarnya

permintaan luar negeri.

Boks 1

Page 100: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

Membaiknya kesejahteraan keluarga pekebun lebih mendorong penguatan konsumsi

daripada menabung. Dengan besarnya pendapatan, pekebun mampu memperbaiki

taraf kesejahteraan keluarganya dan lingkungan tempat tinggal mereka. Sudah tidak

asing lagi kita menyaksikan desa di daerah perkebunan dihiasi dengan rumah megah

berisi kendaraan roda empat dan antena parabola serta kemulusan jalan desa. Pekebun

menyekolahkan putra-putrinya di kota besar, naik haji, dan kegiatan mudik bepergian

menggunakan pesawat terbang. Masyarakat pekebun merupakan salah satu

penyumbang atas semakin membesarnya masyarakat middle income khususnya di

provinsi Riau dengan tingkat pendapatan lebih dari USD3000 perkapita pertahun.

Ironisnya, pemanfaatan jasa keuangan guna menampung pendapatan ataupun

memperbesar skala usaha masih relatif minim. Rasio kepemilikan rekening simpanan

oleh pekebun pada bank di wilayah sentra perkebunan masih dibawah 300, artinya dari

1000 penduduk hanya terdapat 200 pemilik rekening. Bahkan yang lebih

memprihatinkan, akses pekebun terhadap kredit dari 1000 penduduk hanya kurang

dari 80 penduduk yang dapat menikmati kredit bank. Keterbatasan jaringan lembaga

perbankan mengakibatkan terhambat akses pekebun dalam menikmati produk

keuangan. Meskipun demikian, hal yang menggembirakan adalah tetap eksisnya

lembaga keuangan mikro dalam menjembatani keterbatasan jaringan perbankan.

Sehingga sinergi keduanya menjadi solusi mengembangkan financial inclusion.

Ibarat roller-coaster, perlambatan ekonomi dunia telah berimbas pada anjloknya harga

kelapa sawit dan karet yang memukul pendapatan pekebun. Lemahnya daya tawar

pekebun semakin memperburuk harga yang diterima oleh mereka. Pukulan semakin

telak terjadi pada tahun 2013 seiring dengan dengan kenaikan inflasi. Harga barang

dan jasa meningkat sebagai konsekuensi dari efek rambatan kenaikan harga bahan

bakar minyak guna mengurangi beban subsidi energi. Pekebun yang belum siap

dengan penurunan harga jual produk mereka harus mendapatkan tekanan dari

meningkatnya biaya belanja konsumsi. Serangan dari sisi pendapatan dan biaya

tersebut mengakibatkan nilai tukar pekebun menurun meskipun secara riil pendapatan

masih positif. Dampak nyata yang terjadi adalah meningkatnya kredit macet (non-

performing loan) pada sektor perkebunan dan konsumsi.

Rendahnya akses yang dimiliki oleh pekebun menjadi faktor ketidakberdayaan dan

langkanya inovasi dalam mengatasi problem yang dihadapi pekebun. Pekebun tidak

mampu menyusun strategi jitu menghadapi adanya siklus perubahan harga komoditas

perkebunan sehingga bargaining position lemah. Padahal siklus harga memastikan

Page 101: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

adanya kondisi dimana harga pada suatu waktu meningkat (increase) yang secara

alamiah kemudian menurun (decline). Langkanya inovasi dalam mengelola produk oleh

pekebun dan rentannya produk perkebunan untuk disimpan dalam durasi yang lama

serta penentuan harga oleh pedagang pengumpul dan pabrik memperparah terjadinya

tekanan harga jual yang diterima oleh pekebun. Peranan pemerintah daerah dalam

menjaga harga jual komoditas perkebunan masih minim, dimana belum nampak

kebijakan daerah yang bersifat subsidi atau insentif dalam rangka mempertahankan

pendapatan pekebun akibat turunnya harga.

Meskipun demikian, pekebun yang kreatif telah membekali dirinya dengan melakukan

diversifikasi optimalisasi kebun dan usaha lainnya. Integrasi kebun dan hewan ternak

sapi menjadi program favorit pekebun dengan saling memanfaatkan limbah keduanya.

Pekebun di daerah tertentu juga telah merelakan sebagian lahannya untuk

dikembangkan tambak ikan air darat mengingat hasil yang lebih menguntungkan.

Yang spektakuler adalah kelompok pekebun yang mengembangkan usaha mengolah

limbah kebun dan ternak dengan pertimbangan tingginya nilai tambah.

Dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sosial wilayah upaya menjaga tingkat

kesejahteraan rumah tangga pekebun merupakan suatu keharusan. Secara naluriah

pekebun akan berjuang untuk tetap menjaga tingkat kesejahteraan meskipun

tantangannya adalah keterbatasan aksesibilitas. Pemerintah daerah dapat mendukung

pekebun melalui pola perlindungan dan kesetaraan dalam mengakses pasar dengan

mengikutsertakan pabrik kelapa sawit. Format perlindungan (hedging) dengan sistim

forward (beli sekarang untuk masa depan) dapat diterapkan terhadap produk pekebun

dengan guarantor lembaga usaha yang dijamin oleh pemerintah daerah. Dengan

demikian, pekebun diharapkan akan mendapatkan kepastian dan ketenangan harga.

Pemerintah berkewajiban pula mendorong pekebun menjadi seorang agribisnis dengan

konsep peningkatan nilai tambah komoditas berbasis teknologi informasi. Pekebun

diperkenalkan dengan media online untuk dapat memperoleh informasi harga, produk

serta akses pasar. Melalui media online, pekebun akan mampu berinteraksi menggali

inovasi teknologi perkebunan dan membentuk aliansi strategis antar pekebun.

Page 102: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

77

1. PROSPEK MAKROREGIONAL

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III-2014 secara umum diperkirakan

relatif stabil dibandingkan triwulan II-2014. Dengan memasukkan unsur migas,

pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan secara tahunan berada pada kisaran

2,13%-2,99% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas,

pertumbuhan ekonomi diperkirakan juga relatif stabil yakni berada pada kisaran

5,99-6,54% (yoy).

PROSPEK PEREKONOMIAN

DAERAH

Bab 6

Page 103: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

78

Tabel 6.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III-2014

Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih

ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. Hal ini

diperkirakan sedikit banyak dipengaruhi oleh trend penurunan tekanan inflasi pada

semester II-2014. Selain itu, masuknya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri

1435H diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan pada konsumsi rumah

tangga Riau.

Namun demikian, belum membaiknya kondisi ekspor diperkirakan akan menahan

laju pertumbuhan Riau pada triwulan laporan. Sementara itu, dari sisi sektoral,

pertumbuhan sektor perdagangan diperkirakan masih menjadi pendorong

tumbuhnya perekonomian Riau pada triwulan III-2014. Meskipun demikian,

terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh

batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini utamanya terkait dengan kondisi

sumur minyak yang tidak produktif yang diperkirakan berpotensi mengakibatkan

pertumbuhan sektor pertambangan migas masih mengalami kontraksi. Tingkat

curah hujan pada triwulan III-2014 yang masih minim diperkirakan akan menahan

laju pertumbuhan pada sektor pertanian.

Sementara itu, salah satu faktor yang berpotensi membawa pertumbuhan

menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan ekonomi negara mitra

dagang utama Riau dan negara berkembang (emerging market) di kawasan Asia

yang diperkirakan akan memberikan spill over positif bagi kinerja ekspor utama Riau.

Selain itu, tren penguatan nilai tukar Rupiah juga akan memberikan kontribusi yang

berarti bagi perekonomian Riau. Selain itu, adanya kepastian akan

penandatanganan RTRW Riau diperkirakan secara jangka panjang akan berdampak

pada peningkatan produksi pertanian karena legalisasi lahan sudah semakin jelas.

I II III IV I II III (p)

1.82 2.62 2.20 3.77 2.61 4.34 2.48 2.1-2.9

8.03 6.74 3.93 6.01 6.13 6.97 7.13 5.9-6.5

Sumber : BPS Provinsi Riau

Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS, (p) proyeksi

Komponen

Total

Total Non Migas

20132013

2014

Page 104: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

79

2. PERKIRAAN INFLASI

Perkembangan inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan berada pada

kisaran 5,1% - 6,0% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan

berkisar 1,5% - 2,0% (qtq). Terjadinya inflasi pada tiga kota yang disurvei pada

kisaran tersebut utamanya diperkirakan berasal dari inflasi volatile foods dan inflasi

administered price. Meningkatnya harga bahan pangan karena telah berakhirnya

masa panen beras di daerah sentra produksi merupakan faktor yang mendorong

inflasi volatile foods. Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah yang mulai

diberlakukan pada triwulan III-2014 dan diperkirakan akan mendorong inflasi

administered price, antara lain (i) kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk enam

golongan pelanggan PLN (1330 VA-5500 VA) yang mulai diberlakukan sejak Juli

2014, (ii) pembatasan BBM bersubsidi, yaitu solar, sejak Agustus 2014, (iii) adanya

kebijakan terkait kenaikan harga elpiji nonsubsidi (12 kg).

Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Tahun 2013 dan Tahun 2014

Namun terdapat, beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi

melewati batas atas kisaran proyeksi (upside risks) antara lain, (i) nilai tukar rupiah

yang kembali terdepresiasi mengingat kondisi perekonomian global yang belum

membaik diperkirakan akan mendorong peningkatan inflasi pada barang-barang

impor, (ii) second round effect dampak pembatasan BBM bersubsidi, (Iii) rencana

pemerintah menyesuaikan tarif batas atas angkutan udara pasca lebaran, dan (iv)

risiko el-nino yang berpotensi menghambat produksi tanaman pangan di sentra

produksi utama.

I II III IV I II III

yoy,% 5,40 5,69 7,74 8,79 7,76 6,60 5,1-6,0

qtq,% 2,45 1,42 2,99 1,67 1,05 0,81 1,5-2,0

Sumber : BPS Provinsi Riau

Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS, (p) proyeksi Bank Indonesia

2013Inflasi

2014

Page 105: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

80

Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas

bawah (downside risks) proyeksi. Pada tingkat regional, solusi dini (pre-emptive

solution) TPID yang dihasilkan melalui koordinasi dengan berbagai instansi terkait

melalui penguatan strategi komunikasi dalam menjaga ekspektasi diperkirakan

dapat mengurangi permasalahan informasi pasokan yang asimetris terutama di

tingkat konsumen sehingga pada akhirnya dapat berdampak pada inflasi yang

stabil. Kemudian, pada tingkat nasional, masih berlanjutnya koordinasi kebijakan

yang bersifat counter cyclical dalam menstabilkan tekanan terhadap nilai Rupiah

diperkirakan dapat sedikit banyak membantu mengurangi inflasi barang impor.

Page 106: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xv

Aktiva Produktif

Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan

tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran

kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank

Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan

risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin

kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah

mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang

diberikan kepada perorangan.

Kualitas Kredit

Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan

kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5

kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva

Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,

tabungan atau deposito.

DAFTAR ISTILAH

Page 107: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xvi

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap

dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum

konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Inflasi Administered Price

Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam

kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan

bakar).

Inflasi Inti

Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan

agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan

ekspektasi masyarakat.

Inflasi Volatile Food

Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk

dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya

beras).

Kliring

Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta

kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang

perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan

penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada

penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang

memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)

Page 108: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xvii

dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit

kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan

secara nasional.

Kliring Kredit

Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung

oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa

menyampaikan fisik warkat (paperless).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang

diterima (giro, tabungan dan deposito).

Net Interest Income (NII)

Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Non Core Deposit (NCD)

Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan

10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan.

Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)

Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin

timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP

ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar

PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang

Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi

agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah

100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan).

Page 109: KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 50 Tabel 3.9. NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 52 Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xviii

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total

kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin

rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net

Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)

Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan

seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta

pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan

pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)

Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring

kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.