126
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan” Mei 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,25% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,50% (yoy), di bawah

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SUMATERA UTARA

"Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang

Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan” Mei 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

VISI DAN MISI

i

VISI DAN MISI

Visi Bank Indonesia:

“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan

nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang

stabil”

Misi Bank Indonesia:

1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan

moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu

bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber

pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas

perekonomian nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi

terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan

memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung

tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola

(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

Nilai-nilai Strategis:

Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and

Teamwork

Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:

“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan

kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”

Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:

Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas

sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran

untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang

inklusif dan berkesinambungan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

VISI DAN MISI

ii

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KATA PENGANTAR

iii

KATA PENGANTAR

Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumatera Utara pada Triwulan I 2017 yang meliputi perkembangan makroekonomi, inflasi, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah. Analisis dilakukan berdasarkan data dari instansi/lembaga terkait serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,25% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,50% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,01% (yoy), bahkan terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja ekspor, khususnya perdagangan ekspor antar daerah sementara ekspor luar negeri membaik. Ekspor luar negeri relatif membaik karena masih cukup baiknya harga terutama karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai yang disertai giatnya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang. Sementara itu, kinerja permintaan domestik lebih tinggi dari perkiraaan semula seiring dengan masih terjaganya daya beli masyarakat dan kembali normalnya konsumsi pemerintah.

Ke depan, konsumsi masyarakat diperkirakan semakin kuat seiring dengan peningkatan konsumsi memasuki bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri. Selain itu, realisasi belanja Pemerintah juga diharapkan meningkat. Dengan demikian, pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4% (yoy). Namun, perbaikan perekonomian pada triwulan II juga diperkirakan akan diikuti dengan peningkatan tekanan inflasi seiring dengan pola seasonal saat bulan Ramadhan.

Potensi perbaikan ekonomi masih terbuka lebar. Perkembangan harga komoditas yang diperkirakan masih tinggi dan perbaikan ekonomi dunia yang terus berlanjut diperkirakan menjadi penopang kinerja sektor eksternal. Dampak dari kondisi eksternal yang positif tersebut diharapkan dapat mendorong permintaan domestik yang semakin kuat. Dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Berkenaan dengan hal tersebut, kami mengambil tema "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan " sebagai tema buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional edisi Mei 2017.

Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa mendatang.

Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Mei 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA

Arief Budi Santoso Direktur Eksekutif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KATA PENGANTAR

iv

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR ISI

v

DAFTAR ISI

VISI DAN MISI ............................................................................................................................... I

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... III

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... V

DAFTAR GRAFIK ......................................................................................................................... VII

DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ XI

TABEL INDIKATOR ...................................................................................................................... XII

RINGKASAN UMUM .................................................................................................................. XIV

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH .................................................................. 1

1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ......................................................... 2

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ............................................................................... 3

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA ....................................................................... 12

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH .............................................................................................. 25

2.1 GAMBARAN UMUM ............................................................................................................... 26

2.2 APBD PROVINSI SUMATERA UTARA ............................................................................................. 28

2.2.1 ANGGARAN PENDAPATAN APBD PROVINSI SUMATERA UTARA ........................................................ 28

2.2.2 REALISASI PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA .................................................................... 29

2.2.3 ANGGARAN BELANJA APBD PROVINSI SUMATERA UTARA .............................................................. 32

2.3 APBN PROVINSI SUMATERA UTARA ............................................................................................. 34

BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ................................................................................ 37

3.1 KONDISI UMUM .................................................................................................................... 38

3.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL ............................................................................. 41

3.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL .................................................................................... 43

3.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA......................................................................... 44

3.4.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN ................................................................................................. 44

3.4.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ................................................. 46

3.4.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR ................................................... 46

3.4.4 KELOMPOK SANDANG .......................................................................................................... 47

3.4.5 KELOMPOK KESEHATAN ........................................................................................................ 47

3.4.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA .................................................................. 48

3.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA ....................................................... 49

3.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI ................................................................................................. 49

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM ...... 53

4.1 PERKEMBANGAN PERBANKAN SUMATERA UTARA .......................................................................... 54

4.2 STABILITAS KEUANGAN DAERAH DI SUMATERA UTARA ................................................................... 59

4.2.1 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI ............................................................................................... 59

4.2.2 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA ....................................................................................... 63

4.3 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM ........................................................................ 68

4.3.1 PENYALURAN KREDIT UMKM .................................................................................................. 68

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ............ 71

5.1 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN ..................................................................................... 72

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR ISI

vi

5.1.1 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI ............................................................................................. 72

5.1.2 ELEKTRONIFIKASI SISTEM PEMBAYARAN. ..................................................................................... 74

UANG ELEKTRONIK ......................................................................................................................... 74

5.1.3 KEGIATAN PENGAWASAN DAN PERIZINAN KEGIATAN LAYANAN UANG (KLU) ....................................... 75

5.2 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH .............................................................................. 76

2.2.1 OUTFLOW-INFLOW.............................................................................................................. 77

5.2.2 DISTRIBUSI RUPIAH ............................................................................................................. 77

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN .................................................................... 83

6.1 KETENAGAKERJAAN ................................................................................................................ 84

6.2 KESEJAHTERAAN .................................................................................................................... 88

6.3 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ...................................................................... 89

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN ............................................................................................ 95

7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI ........................................................................................... 96

7.2 PROSPEK INFLASI ................................................................................................................... 99

7.3 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH ............................................................................ 100

LAMPIRAN ............................................................................................................................... 102

DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................................... 104

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR GRAFIK

vii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha.................................................................................................. 2

Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal ........................................................................ 3

Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan ............................................................................ 4

Grafik 1.4 Survei Konsumen ................................................................................................................... 4

Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar .................................................................................................... 4

Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi ............................................................................................ 5

Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran ........................................................................................................ 5

Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi ......................................................................................................... 5

Grafik 1.9 Konsumsi Listrik ...................................................................................................................... 5

Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja ................................................... 6

Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan I 2016 dan 2017 di Sumatera Utara ........................... 6

Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda ......................................................................................... 6

Grafik 1.13 Kredit Investasi ..................................................................................................................... 7

Grafik 1.14 Penjualan Semen .................................................................................................................. 7

Grafik 1.15 Impor Barang Modal ............................................................................................................ 7

Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama ............................................................................................ 8

Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ........................................................... 9

Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ........................................................... 9

Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama .................................................................................. 9

Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet ................................................................................. 10

Grafik 1.21 Ekspor Karet ....................................................................................................................... 10

Grafik 1.22 Ekspor CPO ......................................................................................................................... 10

Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama ...................................................................................... 10

Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia ........................................................................................... 10

Grafik 1.25 Pertumbuhan Volume Impor Luar Negeri .......................................................................... 11

Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Impor Luar Negeri Sumut .................................................................... 11

Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengolahan ............................................................... 12

Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2017 .......................................................................... 13

Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari 2017 ........................................................................ 13

Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Maret 2017 ............................................................................ 13

Grafik 1.31 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ............................................................................................. 13

Grafik 1.32 Realisasi NTP Sumatera Utara ............................................................................................ 14

Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Pertanian .............................................................................................. 14

Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara ................................................................ 14

Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan .......................................................................................... 15

Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017 ........................................................................... 15

Grafik 1.37 Perkiraan Supply Daya Listrik ............................................................................................. 16

Grafik 1.38 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I 2017 ........................................................................ 16

Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ............................................................... 16

Grafik 1.40 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................................... 16

Grafik 1.41 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE .......................................................................... 17

Grafik 1.42 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi ............................................................................... 17

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR GRAFIK

viii

Grafik 1.43 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate .................................. 18

Grafik 1.44 Penyaluran Kredit Kategori PBE ......................................................................................... 19

Grafik 1.45 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara ................................................................. 19

Grafik 1.46 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ..................................................................... 19

Grafik 1.47 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan .............................................. 19

Grafik 1.48. Anomali Curah Hujan Saat El Nino 2015-2016 ................................................................. 22

Grafik 1.49 Anomali Curah Hujan saat La-Nina 2016 ............................................................................ 22

Grafik 1.50. Ilustrasi Event Analisis Pegeseran Masa Tanam dan Panen .............................................. 23

Grafik 2.1 Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sumatera Utara Tahun 2017 ............ 26

Grafik 2.2 Pertumbuhan PAD dan Kemandirian Fiskal Keuangan Daerah ............................................ 26

Grafik 2.3. Kemandirian Fiskal Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota 2017 ........................... 27

Grafik 2.4 Porsi Anggaran Belanja Keuangan Daerah 2017 .................................................................. 27

Grafik 2.5 Porsi Pagu Belanja Tidak Langsung Keuangan Daerah 2017 ................................................ 28

Grafik 2.6 Porsi Pagu Belanja Langsung Keuangan Daerah 2017 ......................................................... 28

Grafik 2.7 Porsi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara 2016-2017 .......................... 29

Grafik 2.8 Pangsa PAD APBD Provinsi Sumatera Utara 2017 ................................................................ 30

Grafik 2.9 Pangsa Dana Perimbangan APBD Provinsi Sumatera Utara 2016-2017 .............................. 31

Grafik 2.10 Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung terhadap Anggaran Belanja 2016-2017 .... 33

Grafik 2.11 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara 2016-2017 ........................................................ 33

Grafik 2.12 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung Sumatera Utara 2015-2016 ..................... 33

Grafik 2.13 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Sumatera Utara 2016-2017 ............ 34

Grafik 2.14 Pagu APBN di Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi ........................................................... 36

Grafik 2.15 Persentase Perbandingan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi ......................................... 36

Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional ................................................................................................... 38

Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara ........................................................................................ 38

Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan ...................................................................................... 41

Grafik 3.4 Stok Beras Bulog ................................................................................................................... 42

Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi .................................................................................................................. 44

Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika ......................................................................... 44

Grafik 3.7 Inflasi Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran .................................................................... 51

Grafik 3.8 IKK Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran ......................................................................... 51

Grafik 3.9 Ekspektasi Inflasi Konsumen ................................................................................................ 51

Grafik 3.10 Perkembangan Harga Mingguan ........................................................................................ 51

Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan I 2017 ................................................................ 55

Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara .......................................... 56

Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial ............................................................................................................. 56

Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial ............................................................................................................. 56

Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan ........................................................... 57

Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................... 57

Grafik 4.7 Perkembangan Kualitas Kredit ............................................................................................. 57

Grafik 4.8 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial .................................................................................... 58

Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit spasial ................................................................................................. 58

Grafik 4.10 Perkembangan DPK Syariah ............................................................................................... 58

Grafik 4.11 Perkembangan Pembiayaan Syariah .................................................................................. 58

Grafik 4.12 Indeks Kegiatan Dunia Usaha ............................................................................................. 60

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR GRAFIK

ix

Grafik 4.13 ROA ROE Sumatera Utara................................................................................................... 60

Grafik 4.14 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual ................................................................... 60

Grafik 4.15 Akses Kredit ....................................................................................................................... 62

Grafik 4.16 Penyaluran Kredit Korporasi.............................................................................................. 62

Grafik 4.17 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan .............................................................. 62

Grafik 4.18 Kredit Korporasi Berdasarkan Sektor Utama .................................................................... 62

Grafik 4.19 Proporsi Kredit Sektor Korporasi ....................................................................................... 62

Grafik 4.20 Perkembangan Persentase Pengeluaran per Kapita Menurut Kelompok Barang ............. 63

Grafik 4.21 Perkembangan Kontribusi Konsumsi RT dan LNPRT terhadap PDRB Sumatera Utara ...... 63

Grafik 4.22 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga ....................................................................................... 64

Grafik 4.23 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen .................................................................... 64

Grafik 4.24 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga .................................................................................. 65

Grafik 4.25 Komposisi DPK Perseorangan ............................................................................................. 66

Grafik 4.26 Komposisi Jenis DPK Perseorangan .................................................................................... 66

Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Penggunaan Utama..................... 67

Grafik 4.28 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga ............................................................. 68

Grafik 4.29 Perkembangan Kredit UMKM ............................................................................................ 69

Grafik 4.30 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan I 2017 ........................................................ 69

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS ............................................... Error! Bookmark not defined.

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi SKNBI .............................................. Error! Bookmark not defined.

Grafik 5.3 Skema Penyaluran BLNT .......................................................... Error! Bookmark not defined.

Grafik 5.4 Transaksi Pembelian dan Penjualan Valas melalui KUPVA ..... Error! Bookmark not defined.

Grafik 5.5 Share Pembelian Valas berdasarkan Mata Uang .................... Error! Bookmark not defined.

Grafik 5.6 Share Penjualan Valas berdasarkan Mata Uang ..................... Error! Bookmark not defined.

Grafik 5.7 Inflow/Outflow Sumatera Utara .............................................. Error! Bookmark not defined.

Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ....................................................................................... 84

Grafik 6.2 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi ......................................................................... 85

Grafik 6.3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal-Informal ......................................................................... 85

Grafik 6.4 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Utama .............................................................................. 87

Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi terhadap Penambahan Tenaga Kerja ....................................................... 87

Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja ..................................................................................... 87

Grafik 6.7 SKDU Ekspektasi Penghasilan ............................................................................................... 87

Grafik 6.8 Survei Konsumen .................................................................................................................. 87

Grafik 6.9 Nilai Tukar Petani ................................................................................................................. 88

Grafik 6.10 Nilai Tukar Petani berdasarkan Sub Sektor ........................................................................ 88

Grafik 6.11 Perkembangan IPM Sumatera Utara.................................................................................. 90

Grafik 6.12 Sebaran IPM di Sumatera Utara ......................................................................................... 90

Grafik 6.13 Sebaran IPM per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ...................................................... 91

Grafik 6.14 Pertumbuhan sektor formal dan non formal ..................................................................... 92

Grafik 6.15 Struktur Demografi Sumatera Utara .................................................................................. 92

Grafik 6.16 Jumlah Demografi Sumatera Utara .................................................................................... 92

Grafik 6.17 Rata-rata Lama Sekolah ...................................................................................................... 93

Grafik 6.18 Struktur Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja ......................................................................... 93

Grafik 7.1 Survei Konsumen .................................................................................................................. 96

Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen ............................................................................. 96

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR GRAFIK

x

Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan .................................................................................................. 96

Grafik 7.4 Purchasing Manager Index ................................................................................................... 98

Grafik 7.5 Stock Beras BULOG .............................................................................................................. 99

Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga ................................... 100

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan .................................................................... 3

Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ............................................................................. 8

Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama ............................................................................................ 9

Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ................................................................... 12

Tabel 1.5. Indeks El Nino 2010-2017 ..................................................................................................... 22

Tabel 1.6. Periodesasi musim tanam dan panen Padi .......................................................................... 22

Tabel 1.7. Potensi Tanam Padi dan Risiko Bencana Sumatera Utara 2017 .......................................... 23

Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2017 ....................... 39

Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .......................................................................... 44

Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ......................................................................................... 45

Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau ...................................... 46

Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .......................................... 47

Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang ..................................................................................................... 47

Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan .................................................................................................. 47

Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga ........................................................... 48

Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ........................................... 48

Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera ....................................................................................................... 49

Tabel 3.11 Komoditas Penyumbang Inflasi Ramadhan dan Lebaran di Sumut ................................... 52

Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara ..................................................................... 54

Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan Tabungan Berdasarkan Pendapatan per Bulan 65

Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan ................................................ 65

Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan ....................................... 66

Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017.............. 69

Tabel 5.1 Transaksi Outgoing Provinsi Sumatera Utara .......................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 5.2 Transaksi Transfer Dana Triwulan I Tahun 2017 ...................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 5.3. Rekapitulasi Transaksi Pengelolaan Uang Rupiah ................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi ......................................................... 84

Tabel 6.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan ................................................................ 86

Tabel 6.3 SKDU Penyerapan Tenaga Kerja per Sektor Ekonomi ........................................................... 86

Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani Berdasarkan Subsektor ............................................................................ 89

Tabel 6.5 Nilai Tukar Nelayan Perikanan Berdasarkan Kelompok ........................................................ 91

Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan .................................................................................. 97

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

TABEL INDIKATOR

xii

TABEL INDIKATOR

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

TABEL INDIKATOR

xiii

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

RINGKASAN UMUM

xiv

RINGKASAN UMUM

ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,2% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,5% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,0% (yoy), bahkan terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor eksternal (terutama ekspor antar daerah) di tengah peningkatan harga komoditas dunia. Kinerja ekspor menurun terutama terjadi pada ekspor antar daerah. Ekspor luar negeri relatif membaik karena masih cukup baiknya harga terutama karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai yang disertai dengan adanya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang. Namun demikian, kinerja permintaan domestik lebih tinggi dari perkiraan semula seiring dengan masih terjaganya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan akan bangkit dan tumbuh pada kisaran 5,0-5,4% (yoy) seiring dengan peningkatan konsumsi karena masuknya bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri serta realisasi belanja Pemerintah yang diharapkan meningkat.

ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Provinsi Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun APBN triwulan I 2017 masih relatif rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota hanya mencapai 5,7% dari Pagu 2017, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 14,1% dari Pagu 2016. Namun demikian, realisasi APBN pada triwulan laporan mencatat realisasi yang meningkat, yaitu sebesar 13,5% dari Pagu 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang tercatat 11,6% dari Pagu 2016. Kondisi tersebut diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan konsumsi Pemerintah pada triwulan laporan, yang pada triwulan sebelumnya tumbuh negatif terkait dengan adanya penundaan penyaluran DAU. ASESMEN INFLASI Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 juga turut disertai dengan tajamnya penurunan tekanan inflasi, dari 6,3% menjadi 3,9% (yoy). Meskipun demikian, capaian ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang mencapai 3,6% (yoy). Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan sehingga mendorong penurunan harga pangan yang sempat meningkat cukup tinggi pada tahun 2016. Ketersediaan pasokan yang memadai juga tercermin pada perkembangan harga di April 2016 yang masih mengalami deflasi cukup dalam. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga relatif menurun ditopang oleh relatif terjaganya permintaan masyarakat pasca perayaan Natal dan akhir tahun yang selanjutnya mendorong penurunan tekanan inflasi kelompok makanan jadi, kelompok minuman tidak beralkohol serta kelompok sandang. Namun, adanya kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan beberapa komoditas yang harganya diatur pemerintah telah meningkatkan tekanan inflasi administered prices. Dengan kondisi tersebut, inflasi kalender Sumatera Utara sampai dengan Triwulan I 2017 baru mencapai -0,32% (ytd). Hal tersebut mendorong optimisme capaian inflasi tahunan 2017 yang diperkirakan berada pada sasaran inflasi nasional, yaitu sebesar 4±1%. Meski demikian, tetap patut diwaspadai risiko inflasi terkait dengan peningkatan tekanan inflasi dari sisi administered prices.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

RINGKASAN UMUM

xv

Sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas inflasi, program pengendalian inflasi terus dilaksanakan secara intensif. TPID se-Provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkah-langkah pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi. Kerjasama dengan satgas pangan juga dilakukan untuk menjaga ketersediaan komoditas dan kestabilan harga terutama komoditas yang HET-nya telah ditetapkan. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Di tengah perlambatan kinerja perekonomian pada triwulan I 2017, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga. Intermediasi perbankan di Sumatera Utara masih cukup baik dengan risiko kredit yang masih di bawah target indikatif. Pertumbuhan DPK dan Kredit pada triwulan I 2017 meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni masing-masing mencapai 11,5% dan 12,4% (sebelumnya 9,5% dan 6,0%). Peningkatan tersebut diikuti oleh penurunan LDR perbankan Sumatera Utara dari 93,3% menjadi 92,5%, serta diikuti oleh Non Performing Loan (NPL) yang relatif rendah, yakni sebesar 2,7% di triwulan I 2017. Terjaganya stabilitas keuangan didukung oleh ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga yang masih kuat. Di sisi korporasi, kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara masih terjaga. Hal tersebut tercermin dari Indeks Kondisi Dunia Usaha yang cenderung stabil pada triwulan I 2017. Stabilnya kinerja korporasi pada triwulan I 2017 didorong oleh membaiknya kinerja korporasi yang bergerak pada komoditas karet, sementara perbaikan kinerja korporasi yang bergerak di komoditas CPO membaik secara terbatas. Di sektor rumah tangga, kondisi ketahanannya masih baik yang didukung oleh daya beli yang masih kuat seiring dengan peningkatan penghasilan karena kenaikan gaji dan penerimaan hasil ekspor yang relatif meningkat. Hal tersebut tercermin pada pertumbuhan konsumsi swasta yang membaik dan meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen.

ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Transaksi pembayaran tunai Provinsi Sumatera Utara mengalami net inflow. Sejalan dengan pola seasonal-nya, transaksi uang kartal1 di Sumatera Utara mencatat net inflow2 sebesar Rp5,18 Triliun, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami net outflow sebesar Rp3,07 triliun. Volume penyetoran meningkat 24,3% dibandingkan triwulan sebelumnya, pasca Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, transaksi non tunai Sumatera Utara justru menunjukkan kegiatan yang meningkat. Secara nominal, transaksi RTGS meningkat 4,3% (qtq) pada triwulan I 2017, sedangkan volumenya tumbuh melambat 1,2% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, transaksi RTGS meningkat cukup tinggi, dimana secara nominal dan volume masing-masing tumbuh 54,5% dan 16,1%. Pada transaksi nominal SKNBI hanya tumbuh 0,3% (qtq) sementara volume transaksi melambat 0,1% (qtq).

1 Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam 2 Net outflow mencerminkan arus masuk/penyetoran (outflow) dari Bank Indonesia lebih tinggi dibanding jumlah arus keluar/penarikan (inflow) ke Bank Indonesia. Perhitungan inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

RINGKASAN UMUM

xvi

ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Ditengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara pada triwulan laporan relatif membaik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Berdasarkan survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) terdapat perbaikan pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Utara yang meningkat sebesar 0,2% dari 68,8% pada Februari 2016 menjadi 69,1 % pada Februari 2017. Peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran. Sejalan dengan hal tersebut, sejak 1 Januari 2017 terdapat peningkatan pendapatan masyarakat seiring dengan ditetapkannya UMP Provinsi Sumatera Utara menjadi Rp1.961.354,-. UMP tersebut naik sebesar 8,2% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp1.811.815,-.

PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan akan cenderung stabil dibandingkan Triwulan II 2017 yang ditopang oleh baiknya permintaan domestik seiring dengan realisasi anggaran pemerintah yang semakin meningkat. Sementara itu, konsumsi masyarakat diperkirakan akan lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya puncak aktivitas konsumsi masyarakat saat bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri. Di sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan akan sedikit terhambat akibat mulai melambatnya kenaikan harga komoditas. Meredanya permintaan masyarakat juga turut mendorong redanya tekanan inflasi pada triwulan III 2017. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan cenderung stabil, berada dalam kisaran 5,0% (yoy) - 5,4% (yoy). Perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan masih ditopang oleh perekonomian domestik dan perbaikan dari sisi sektor eksternal. Dari eksternal meningkatnya aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama dan lebih tingginya harga komoditas khususnya karet dan CPO telah mendorong produktivitas industri pengolahan. Sementara itu, dari domestik, perbaikan juga didorong oleh aktivitas belanja pemerintah yang lebih baik dari tahun sebelumnya dimana terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan DAK. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal tahun 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

1

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI

MAKRO DAERAH

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,2% (yoy) pada triwulan

lalu menjadi 4,5% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,0% (yoy), bahkan

terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya

kinerja sektor eksternal (terutama ekspor antar daerah) di tengah peningkatan harga komoditas dunia.

Kinerja permintaan domestik lebih tinggi dari perkiraan semula seiring dengan masih terjaganya daya

beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara, kinerja ekspor menurun terutama

terjadi pada ekspor antar daerah. Ekspor luar negeri relatif membaik di tengah masih cukup baiknya

harga terutama karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai yang

disertai dengan kembali giatnya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang. Namun demikian,

perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan akan bangkit dan tumbuh pada

kisaran 5,0-5,4% (yoy) seiring dengan peningkatan konsumsi karena masuknya bulan Ramadhan dan

perayaan hari raya Idul Fitri serta realisasi belanja Pemerintah yang diharapkan meningkat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

2

1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara melambat dari 5,2%

(yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,5% (yoy), di bawah

pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,0% (yoy).

Ditengah tren perbaikan pertumbuhan ekonomi yang terlihat

sejak awal tahun 2016, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017

tersebut justru tercatat yang terendah dalam 5 tahun terakhir.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja ekspor,

khususnya antar daerah sementara ekspor luar negeri membaik. Perlambatan ekspor tersebut

dibarengi oleh meningkatnya impor terutama impor luar negeri. Peningkatan impor tersebut

mengindikasikan perbaikan ekonomi sejalan dengan permintaan domestik yang masih kuat.

Kegiatan ekonomi domestik tersebut didukung oleh menguatnya aktivitas konsumsi ditengah

kinerja investasi yang relatif stabil.

Penurunan kinerja ekspor antar daerah terjadi sejalan dengan menurunnya produksi tanaman

pangan dan hortikultura di Sumatera Utara seiring dengan pergeseran masa panen raya menjadi

triwulan II 2017. Sementara itu, permintaan domestik akan produk makanan dan minuman juga

belum kuat yang tercermin dari hasil liaison kepada industri pengolahan yang menyatakan bahwa

permintaan domestik cenderung menurun yang disertai dengan menurunnya aktivitas manufaktur

domestik. Sementara peningkatan impor luar negeri terjadi untuk komponen barang modal dan

bahan baku yang dibutuhkan bagi perbaikan perekonomian ke depan.

Dari sisi penawaran, melambatnya perekonomian Sumut terutama didorong oleh penurunan kinerja

kategori/sektor pertanian dan kategori perdagangan, sementara kategori industri pengolahan relatif

membaik. Penurunan kinerja sektor pertanian terutama didorong oleh produksi tanaman pangan,

hortikultura dan perkebunan yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Penurunan produksi

tanaman pangan dan hortikultura terjadi seiring dengan bergesernya periode tanam akibat anomali

cuaca pada tahun 2016. Bahkan pada bulan November 2016 Gunung Sinabung yang berdekatan

dengan sentra hortikultura dan sayur mayur kembali mengalami erupsi sehingga mengganggu

aktivitas tanam untuk kedua komoditas tersebut. Meskipun demikian, tingkat produksi masih

memadai untuk memenuhi kebutuhan intra Sumut yang tercermin dari harga beras yang relatif

stabil maupun harga cabai yang mengalami deflasi. Kondisi tersebut menyebabkan deflasi yang

terjadi di awal tahun dimana ytd mencapai -0,76%.

Memasuki awal Triwulan II 2017, harga komoditas

perkebunan terutama CPO dan karet menurun

dibandingkan bulan sebelumnya. Harga CPO

bulan April menurun -4,2% (mtm) atau turun

sekitar -13,5% dibandingkan dengan awal tahun

2017 dimana harga CPO mencapai puncak

tertingginya. Sementara itu, untuk karet, harga

juga mengalami penurunan sebesar -5,9% (mtm)

dibandingkan bulan Maret 2017. Namun

demikian, harga karet masih termasuk tinggi Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

3

dibandingkan tahun sebelumnya dimana pada bulan April 2017 masih mengalami kenaikan sebesar

22,1% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Harga komoditas yang masih menarik tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekspor yang

selanjutnya akan mendorong daya beli masyarakat sehingga mampu mendorong perekonomian

lebih lanjut. Selain itu, masuknya bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri juga akan

meningkatkan realisasi konsumsi masyarakat. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan positifnya perkiraan kegiatan dunia usaha ke depan.

Mulai meningkatnya konsumsi pemerintah juga turut diasumsikan turut berkontribusi dalam

perbaikan perekonomian pada periode mendatang. Dengan demikian, perekonomian Sumatera

Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4% (yoy). Membaiknya prospek

ekonomi ke depan juga tercermin dari peningkatan kredit perbankan. Peningkatan tersebut terjadi

di seluruh komponen kredit baik kredit konsumsi yang naik dari 6,5% (yoy) menjadi 7,6% (yoy),

kredit investasi dari 7,8% (yoy) menjadi 19,5% (yoy), dan kredit modal kerja dari 6,0% (yoy) menjadi

11,2% (yoy).

Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian ke depan yang

perlu diwaspadai diantaranya peningkatan inflasi dari komoditas VF karena memasuki Ramadhan

dan Inflasi AP dari kenaikan tarif listrik dan LPG yang dapat mengurangi daya beli masyarakat. Selain

itu, peningkatan harga komoditas perkebunan yang bersifat temporer seiring dengan membaiknya

kondisi pasokan di pasar internasional dapat menjadi downside risk pertumbuhan PDRB di Triwulan

II 2017.

Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi

Penggunaan

Perlambatan ekonomi Sumatera Utara

terutama disebabkan oleh melambatnya

kinerja sektor eksternal (terutama ekspor antar

daerah) di tengah peningkatan harga

komoditas dunia. Kinerja ekspor menurun

terutama terjadi pada ekspor antar daerah

sedangkan ekspor luar negeri relatif membaik

ditengah masih cukup baiknya harga terutama

karet meski aktivitas manufaktur negara mitra

dagang cenderung melandai yang disertai

dengan kembali giatnya aktivitas proteksionisme

negara mitra dagang.

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

I II III IV I II III IV I II III IV IP II III IV I

2013 2014 2015 2016 2017

Permintaan domestik

Permintaan eksternal

%, yoy

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

4

Sementara itu, ekonomi domestik relatif stabil

seiring dengan masih terjaganya daya beli

masyarakat dan meningkatnya konsumsi

pemerintah. Meningkatnya konsumsi

pemerintah pada triwulan I 2017 terkait dengan

kembali normalnya penyaluran dana transfer

berupa Dana Alokasi Umum (DAU)/Dana Alokasi

Khusus (DAK). Meskipun demikian, realisasi

belanja APBD secara akumulasi sampai dengan

bulan Maret 2017 relatif masih terbatas yaitu

hanya mencapai 5,7% dibanding tahun

sebelumnya yang mencapai 14,1% terhadap

pagu. Di sisi lain konsumsi rumah tangga masih

stabil didorong oleh masih terjaganya daya beli

masyarakat.

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan

Di sisi permintaan domestik, daya beli

masyarakat masih terjaga tercermin dari

stabilnya konsumsi rumah tangga yang

mencapai 5,5% (yoy) sebagaimana triwulan

sebelumnya. Stabilnya konsumsi rumah tangga

juga turut didukung oleh meningkatnya daya

beli masyarakat seiring dengan peningkatan gaji

di 2017 dan pendapatan dari kinerja ekspor luar

negeri yang membaik yang terkait dengan

peningkatan harga komoditas global.

Meski demikian, kinerja konsumsi makanan dan

minuman sedikit melambat dari triwulan

sebelumnya dari 6,5% (yoy) menjadi 6,2% (yoy)

di triwulan I 2017. Hal tersebut terjadi karena

berakhirnya perayaan Natal dan tahun baru.

Menurunnya perilaku konsumen dalam

melakukan aktivitas konsumsinya pada awal

tahun 2017 juga tercermin dari hasil Survei

Konsumen yang menunjukkan penurunan pada

triwulan I 2017.

Namun demikian, permintaan akan jasa-jasa

transportasi dan akomodasi di Sumatera Utara

mengalami peningkatan. Konsumsi transportasi

dan komunikasi meningkat dari 4,7% (yoy)

menjadi 5,4% (yoy). Meningkatnya frekuensi

terbang beberapa maskapai penerbangan turut

menyumbang kenaikan konsumsi penggunaan

jasa transportasi dan komunikasi. Hal tersebut

juga terkonfirmasi dari jumlah penumpang

pesawat terbang yang lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya.

Grafik 1.4 Survei Konsumen

Tingkat konsumsi restoran dan hotel juga turut

menunjang perbaikan kinerja konsumsi yang

meningkat dari 4,7% (yoy) menjadi 4,8% (yoy).

Masih tingginya konsumsi restoran dan hotel

tersebut didorong oleh pertumbuhan wisman

yang masih tumbuh positif pada bulan Maret

2017 yang mencapai 25,5% (yoy).

Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

-

2,000.0

4,000.0

6,000.0

8,000.0

10,000.0

12,000.0

14,000.0

16,000.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Rp/USD yoyRupiah %

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

5

Terjaganya konsumsi masyarakat didukung pula

oleh penguatan nilai tukar Rupiah. Nilai tukar

Rupiah secara konsisten mengalami penguatan

sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut

memasuki triwulan I 2017. Stabilitas nilai tukar

yang terus diupayakan oleh Bank Indonesia

diperkirakan dapat menjaga level psikologis

masyarakat dalam melakukan aktivitas

konsumsinya.

Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi

Masih optimisnya tingkat konsumsi juga

tercermin dari pertumbuhan kredit konsumsi

yang meningkat dari triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan kredit konsumsi pada triwulan I

2017 tercatat meningkat dari 6,5% (yoy) menjadi

7,6% (yoy).

Meskipun demikian, kinerja konsumsi

diindikasikan masih belum optimal dalam

mendorong perekonomian. Indeks Penjualan

Eceran pada triwulan I menunjukkan penurunan.

Tertahannya kinerja konsumsi terutama

disebabkan oleh peningkatan biaya hidup akibat

kenaikan tarif listrik dan cukai rokok di awal

tahun 2017. Begitu juga dengan kinerja impor

barang konsumsi yang turut melambat pada

triwulan I 2017. Penurunan kinerja impor barang

konsumsi terutama terjadi pada kelompok

makanan pokok seiring dengan program

swasembada pangan oleh pemerintah.

Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran

Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi

Selain itu, konsumsi listrik rumah tangga pada

triwulan I 2017 mengalami penurunan. Hal

tersebut disinyalir karena kenaikan tarif listrik

yang berdampak pada penghematan listrik oleh

pelanggan khususnya rumah tangga. Dapat

ditambahkan bahwa memasuki tahun 2017,

pasokan listrik di Sumatera Utara sudah relatif

memadai seiring dengan pembangunan

beberapa pembangkit baru. Hal tersebut

tercermin dari konsumsi listrik industri yang

mengalami peningkatan.

Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah

Grafik 1.9 Konsumsi Listrik

Memasuki awal triwulan II 2017, potensi

semakin membaiknya tingkat konsumsi rumah

tangga menghadapi tantangan. Perbaikan harga

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016 2017

Jumlah Kredit % yoytriliun rupiah %

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks SPE

Growth % yoy (RHS)

Indeks %

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

50

100

150

200

250

300

350

400

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Volume (Ton) Growth %(yoy)Ton

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Mili

ar K

wh

Industri Rumah Tangga Bisnis

G Rumah Tangga G Bisnis G Industri

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

6

komoditas perkebunan yang diperkirakan

temporer dapat mengganggu optimisme tingkat

pendapatan masyarakat maupun ketersediaan

lapangan pekerjaan ke depan. Hal tersebut

tercermin dari survei konsumen terhadap

penghasilan dan ketersediaan lapangan pada

triwulan I dan II 2017 yang cenderung menurun.

Meskipun demikian, daya beli masyarakat di

triwulan II 2017 diperkirakan masih cukup baik

dalam mendorong aktivitas konsumsi seiring

dengan pemberian THR untuk pegawai

perusahaan dan gaji ke 13 untuk Aparatur Sipil

Negara (ASN) serta tingkat inflasi yang relatif

terjaga.

Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan

Lapangan Kerja

Di triwulan I 2017 konsumsi pemerintah

meningkat dari -4,8% (yoy) dari triwulan IV

2016 menjadi 4,6% (yoy). Peningkatan tersebut

terkait dengan kembali normalnya realisasi

APBD dibandingkan dengan triwulan IV 2016

yang mengalami penundaan penyaluran DAU

dan DAK. Namun, realisasi belanja Pemerintah di

triwulan I 2017 juga masih terhitung rendah.

Selain itu, baru 18 kab/kota yang melaksanakan

pengesahan angaran pada tahun berjalan.

Masih rendahnya konsumsi pemerintah tersebut

disebabkan oleh realisasi belanja APBD yang

lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016.

Realisasi belanja APBD pada triwulan I 2017

hanya mencapai 5,7% dari pagunya, lebih

rendah dibandingkan dengan realisasi pada

periode yang sama tahun lalu yang mencapai

14,1% dari pagunya. Rendahnya realisasi belanja

APBD di Sumatera Utara ini terutama didorong

oleh terhambatnya proses pengesahan APBD

2017 di 15 Kab/Kota.

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara,

diolah

Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan I 2016 dan

2017 di Sumatera Utara

Berbeda dengan APBD, realisasi APBN di

Sumatera Utara pada Triwulan I 2017 mencapai

13,5% atau meningkat dibandingkan dengan

periode yang sama tahun 2016 yang mencapai

11,6%. Meningkatnya belanja APBN terutama

terjadi pada belanja modal sejalan dengan

komitmen pemerintah untuk mempercepat

proyek-proyek infrastruktur strategis di

Sumatera Utara.

Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda

Memasuki triwulan II 2017, kinerja konsumsi

pemerintah diperkirakan akan meningkat.

Akselerasi belanja pemerintah tersebut

didorong oleh penyaluran DAU dan DAK oleh

pemerintah pusat, pengeluaran belanja barang

dan modal, pembangunan proyek-proyek

infrastruktur dan pencairan gaji ke 13 untuk

ASN.

14%

4%

15%

10%

5%

3%3%

1%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017

Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

7

Kinerja investasi di triwulan I 2017 masih relatif

stabil jika dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan investasi pada triwulan I 2017

sebesar 4,0% (yoy) atau stabil dibandingkan

triwulan sebelumnya. Stabilnya kinerja investasi

terutama didukung oleh kinerja investasi non

bangunan yang meningkat dari 1,0% (yoy) di

triwulan IV 2016 menjadi 1,8% (yoy) di triwulan I

2017. Peningkatan tersebut ditopang oleh

penjualan mesin dan perlengkapan, serta suku

cadang kendaraan untuk angkutan perkebunan

yang meningkat merespon peningkatan produksi

perkebunan. Sementara itu, investasi bangunan

cenderung melambat dari 4,8% (yoy) di triwulan

IV 2016 menjadi 4,5% (yoy) di triwulan I 2017.

Perlambatan tersebut seiring dengan masih

rendahnya belanja modal pemerintah daerah.

Grafik 1.13 Kredit Investasi

Peningkatan kinerja investasi non bangunan

tercermin juga dari peningkatan kredit investasi.

Di triwulan I 2017, kredit investasi meningkat

signifikan menjadi 19,5% (yoy) dari triwulan IV

2016 yang hanya mencapai 7,8% (yoy).

Akselerasi pertumbuhan kredit tersebut seiring

peningkatan kebutuhan sektor swasta untuk

meningkatkan kinerja produksi perkebunan

merespon peningkatan harga komoditas.

Perlambatan kinerja investasi bangunan juga

diperkuat dengan penurunan kinerja penjualan

semen. Penjualan semen mengalami kontraksi

dari sebelumnya tumbuh 11,4% (yoy) menjadi

-11,8% (yoy). Masih belum maksimalnya realisasi

belanja modal pemerintah menyebabkan kinerja

investasi bangunan sedikit terhambat di triwulan

I 2017.

Grafik 1.14 Penjualan Semen

Menurunnya kinerja investasi bangunan masih

mampu diimbangi oleh stabilnya investasi non

bangunan sehingga mampu menahan

penurunan kinerja investasi lebih lanjut.

Sementara di sisi investasi non bangunan,

perbaikan faktor eksternal menjadi salah satu

faktor penopang. Berlanjutnya perbaikan harga

komoditas dan pertumbuhan ekonomi global

menjadi salah satu faktor pendorong positifnya

investasi yang tercermin pada volume impor

barang modal yang membaik secara signifikan

meski masih teritori negatif, yaitu dari kontraksi

-39,0% (yoy) menjadi -17,8% (yoy). Hal tersebut

juga turut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada

pelaku usaha di sektor industri yang menyatakan

adanya aktivitas investasi terkait dengan

peningkatan kapasitas produksi seperti

pembangunan galangan kapal, pembangunan

pabrik pengolahan biodiesel, oleochemical

maupun kernell pressing plant maupun

pemeliharaan mesin.

Grafik 1.15 Impor Barang Modal

-10

0

10

20

30

40

50

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016 2017

Jumlah Kredit % yoytriliun rupiah %

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

8

Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama

Ke depan, optimisme perbaikan ekonomi dan

berlanjutnya perbaikan iklim investasi

mendorong pulihnya tingkat kepercayaan

investor untuk terus berinvestasi di wilayah

Sumatera Utara. Selain itu, dengan dukungan

Pemerintah untuk terus menciptakan iklim

investasi yang kondusif melalui percepatan

reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan

ekonomi domestik yang berkelanjutan.

Memasuki awal tahun 2017 investasi di

Sumatera Utara meningkat tajam. Nilai investasi

PMDN pada triwulan I 2017 mencapai Rp4.311,2

miliar, meningkat dari realisasi pada triwulan

sebelumnya yang hanya mencapai Rp2.685,2

miliar. Peningkatan PMDN terutama terjadi pada

kategori industri pengolahan (97% terhadap

total PMDN) khususnya industri makanan terkait

dengan meningkatkatnya kinerja industri

pengolahan merespon kenaikan harga global.

Dalam kaitan itu, investasi pada kategori industri

pertanian khususnya tanaman pangan dan

perkebunan juga meningkat. Perkembangan

harga komoditas yang diperkirakan masih tinggi

dan perbaikan ekonomi dunia yang terus

berlanjut diperkirakan menjadi penopang kinerja

investasi. Dampak dari kondisi eksternal yang

positif tersebut diharapkan dapat mendorong

penanaman modal ke depan semakin kuat.

Sementara itu, penyaluran PMA pada triwulan I

2017 menurun dari USD393,5 juta di triwulan

sebelumnya menjadi USD195,3 juta. Sama

halnya dengan PMDN, realisasi PMA tersebut

didominasi oleh industri pengolahan terutama

industri makanan. Selain itu, PMA untuk sektor

Industri Listrik, Gas dan Air mengalami

peningkatan seiring dengan rencana PLN untuk

pembangunan beberapa pembangkit listrik di

awal tahun 2017.

Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara

Periode

PMA PMDN

Proyek I (juta USD) Proyek I (Rp miliar)

2014 I 65 122,4 15 559,5

II 117 156,3 49 2.985,8

III 74 200,3 20 428,5

IV 180 71,8 73 250,1

2015 I 123 308,1 53 905,1

II 107 323,6 59 2.110,1

III 101 308,2 24 82,8

IV 107 306,1 33 1.189,5

2016 I 39 18,1 12 161,3

II 223 320,0 87 888,2

III 179 283,1 39 1.129,5

IV 254 393,5 91 2.685,2

2017 I 152 195,3 64 4311,5

P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi

Sumber: BKPM, diolah

Sesuai dengan polanya kegiatan investasi pada

triwulan II 2017 diperkirakan akan kembali

meningkat. Meningkatnya kinerja industri

pengolahan dalam merespon peningkatan harga

komoditas diperkirakan akan menjadi daya tarik

terhadap investor. Selain itu, peningkatan

belanja pemerintah seiring dengan selesainya

pengesahan APBD 2017 dan proses pengadaan

yang diperkirakan sudah dalam tahap

penyelesaian diharapkan juga mampu

mendorong perbaikan iklim investasi di

Sumatera Utara. Namun demikian, berakhirnya

puncak harga CPO di triwulan I 2017 dapat

menjadi risiko penghambat investasi di triwulan

II 2017.

Sejalan dengan membaiknya permintaan

maupun harga komoditas global, ekspor

mengalami peningkatan. Pertumbuhan eskpor

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

9

luar negeri (LN) meningkat cukup signifikan

menjadi 6,5% (yoy) dari triwulan sebelumnya

yang kontraksi sebesar -5,6% (yoy). Namun,

kinerja ekspor antar daerah turun signifikan dari

13,8% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi

kontraksi -2,6% (yoy). Kontraksi ekspor antar

daerah tersebut telah menyebabkan kinerja

ekspor Sumatera Utara secara keseluruhan

mengalami perlambatan dari 3,8% (yoy) di

triwulan IV 2016 menjadi 1,4% (yoy) di triwulan I

2017. Dapat ditambahkan bahwa dalam struktur

ekspor Provinsi Sumatera Utara, 54% adalah

ekspor antar daerah.

Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera

Utara

Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera

Utara3

Pada triwulan I 2017, ekspor luar negeri

Sumatera Utara masih didominasi oleh ekspor

kelapa sawit dengan pangsa sebesar 46,8% dari

total nilai ekspor, disusul oleh komoditas karet

dengan pangsa 6,5% dan kopi 0,9%. Pangsa

komoditas kelapa sawit dan karet cenderung

meningkat sedangkan kopi menurun

Data Cognos Bank Indonesia, terdapat perbedaaan pencatatan ekspor luar negeri oleh BPS dan Bank Indonesia

dibandingkan dengan triwulan IV 2016.

Tingginya dominasi produk ekstraktif dalam

komoditas ekspor menyebabkan kinerja ekspor

Sumatera Utara relatif sangat sensitif terhadap

perubahan harga komoditas.

Harga komoditas yang masih membaik di

triwulan I 2017 mendorong melonjaknya kinerja

ekspor luar negeri Sumatera Utara, terutama

untuk komoditas karet maupun CPO. Perbaikan

harga komoditas tersebut disertai dengan

meningkatnya permintaan kendaraan bermotor

di Amerika dan Tiongkok. Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama

Komoditas Pangsa

Kelapa Sawit 46,8% Karet 6,5% Kopi 0,9% Lainnya 45,8%

Kinerja ekspor Sumatera Utara masih

bergantung pada kinerja perekonomian

beberapa mitra dagang utama seperti Amerika

Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Ekspor ke

empat negara tersebut mencapai sekitar 43,1%,

meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang

sebesar 39,2% terhadap total ekspor Sumatera

Utara.

Harga karet mencapai level tertingginya di

triwulan I 2017 yang mencapai 253 USD cents/kg

atau naik 38,6% (yoy). Sementara itu, harga CPO

juga mencapai level harga tertinggi di triwulan I

2017 yang mencapai 708 USD/metric ton atau

naik 8,8% (yoy).

Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

10

Sumber: Bloomberg, diolah

Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet

Perbaikan ekspor luar negeri karet sejalan

dengan meningkatnya permintaan kendaraan

bermotor di Amerika dan Tiongkok. Sebagian

besar karet di Sumut masih berbentuk SIR 20

yang mayoritas digunakan sebagai bahan baku

ban kendaraan.

Grafik 1.21 Ekspor Karet

Sementara itu, peningkatan kinerja ekspor luar

negeri sawit terjadi seiring dengan tingginya

tingkat konsumsi makanan dan minuman di

Tiongkok dan Amerika seiring dengan perayaan

Tahun Baru, Imlek dan Golden Week Holiday

yang tercermin dari tingginya aktivitas

manufaktur makanan di kedua negara tersebut.

Sementara itu, konsumsi makanan di India

cenderung menurun yang tercermin dari

Industrial Production Index (IPI) produk makanan

yang menurun. Aktivitas konsumsi di India masih

mengalami penyesuaian akibat shock

penghapusan uang denominasi tinggi pada

bulan November 2016.

Memasuki awal triwulan II 2017, harga

komoditas kembali menurun dan ke depan

pergerakan harganya diperkirakan tidak akan

setinggi pada triwulan sebelumnya. Hal tersebut

menjadi downside risk yang perlu mendapatkan

perhatian terhadap kinerja ekspor ke depan.

Selain itu, risiko penurunan permintaan CPO dari

India dan Eropa karena kebijakan

proteksionisme juga dapat menjadi hambatan

bagi peningkatan ekspor di triwulan II. Namun

demikian, peningkatan permintaan komoditas

karet khususnya dari AS dan Tiongkok serta

masih tingginya level harga akan menjadi

pendorong untuk menggerakan sektor eksternal

dan sektor industri. Sehingga ke depan kinerja

ekspor Sumatera Utara diperkirakan akan

membaik dibandingkan triwulan sebelumnya.

Grafik 1.22 Ekspor CPO

Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah

Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama

Dari sisi perdagangan antar daerah, penurunan

ekspor terjadi seiring dengan harga komoditas

pangan di Sumatera Utara yang relatif lebih

tinggi dibandingkan dengan daerah Sumatera

lainnya. Harga pada periode sebelumnya

mendorong ekspektasi pedagang dalam menjual

hasil panennya.

Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

11

Penurunan ekspor antar daerah diduga

terutama terjadi menuju Sumatera Barat yang

selama ini menjadi salah satu tujuan

perdagangan antar daerah Provinsi Sumatera

Utara. Hal tersebut ditengarai karena produksi

yang ada di Sumatera Utara digunakan untuk

kebutuhan domestik Sumatera Utara. Selain itu,

hal ini juga disebabkan adanya pergeseran

periode panen raya tanaman pangan dan

hortikultura yang seharusnya terjadi pada

triwulan I 2017 menjadi triwulan II 2017.

Permintaan dari daerah lain juga cenderung

minimal yang tercermin dari indeks produksi

yang cenderung menurun.

Pada triwulan I 2017, impor juga tumbuh

meningkat. Tercatat impor pada triwulan

laporan tumbuh sebesar 2,2% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar

1,5% (yoy). Meningkatnya impor pada triwulan I

2017 dipengaruhi terutama oleh peningkatan

impor luar negeri berupa bahan baku. Namun

disisi lain, impor antar daerah cenderung

menurun dari 0,8% (yoy) di triwulan IV 2016,

menjadi kontraksi -0,6% (yoy) pada triwulan I

2017.

Grafik 1.25 Pertumbuhan Volume Impor Luar Negeri

Dari sisi volume, pertumbuhan impor luar negeri

Sumatera Utara pada triwulan I 2017 mencapai

41,9% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya

yang mengalami kontraksi sebesar -8,8% (yoy).

Peningkatan tersebut terutama didorong oleh

peningkatan impor bahan baku dimana pada

triwulan I 2017 mengalami peningkatan

mencapai 47,8% (yoy) dari triwulan sebelumnya

yang mengalami kontraksi sebesar -13,1% (yoy).

Sementara itu, impor barang konsumsi juga

mengalami perbaikan meskipun masih kontraksi

sebesar -8,8% yoy (-25,0% di triwulan IV 2016).

Di sisi lain, pertumbuhan impor barang modal

masih cukup tinggi yaitu berada pada level

44,9% (yoy).

Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Impor Luar Negeri Sumut

Tingginya pertumbuhan impor bahan baku dan

barang modal terjadi seiring dengan

melimpahnya produksi kelapa sawit sehingga

membutuhkan barang intermediate untuk bisa

menghasilkan produk lanjutannya. Signifikannya

volume impor barang modal ini juga

mengindikasikan masih adanya kepercayaan

pelaku usaha terhadap iklim usaha di Sumatera

Utara.

Memasuki awal triwulan II tahun 2017, kinerja

impor diperkirakan akan terus meningkat.

Masuknya bulan Ramadhan dan perayaan Idul

Fitri diperkirakan akan meningkatkan impor

khususnya barang konsumsi. Selain itu, mulai

terealisasinya belanja pemerintah khususnya

belanja modal dan infrastruktur akan

meningkatkan impor khususnya impor barang

modal. Selain itu, masih baiknya kinerja harga

komoditas perkebunan diperkirakan

meningkatkan kebutuhan akan barang modal

dan bahan baku dalam mendukung aktivitas

industri pada triwulan mendatang.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

12

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi

Lapangan Usaha

Dari sisi Lapangan Usaha (LU), perlambatan

perekonomian pada triwulan I 2017 disebabkan

oleh menurunnya kinerja sektor pertanian,

sektor perdagangan dan sektor konstruksi.

Penurunan tersebut terutama terkait dengan

pergeseran musim panen, menurunnya

perdagangan antar daerah dan masih rendahnya

belanja modal pemerintah. Sementara itu,

pebaikan kinerja industri pengolahan,

transportasi pergudangan dan real estate

menahan laju perlambatan PDRB pada triwulan I

2017. Keenam kategori tersebut menyumbang

lebih dari 77% PDRB Sumatera Utara.

Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

Menurunnya produksi tanaman pangan dan

hortikultura dipengaruhi oleh bergesernya

periode panen tanaman pangan dan

hortikultura terkait dengan anomali cuaca pada

tahun 2016 (curah hujan pada musim tanam

kurang memadai). Pertumbuhan kategori

pertanian hanya mencapai 2,0% (yoy), jauh lebih

rendah dibandingkan dengan rataan historisnya

dalam 4 tahun terakhir yang mencapai 4,7%

(yoy).

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan

Pengolahan

Periode panen raya pada umumnya terjadi pada

triwulan I setiap tahunnya. Namun pada

triwulan I 2017 terjadi pergeseran masa panen

raya yang diakibatkan oleh terjadinya

pergeseran periode tanam padi yang terjadi di

akhir tahun 2016, dikarenakan terlalu keringnya

cuaca akibat kondisi sawah di Sumut yang masih

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Industri Pengolahan

%, yoy

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

13

didominasi oleh sawah tadah hujan. Dengan

demikian, capaian produksi padi pada triwulan I

2017 hanya mencapai 1,9% (yoy), jauh lebih

rendah dibandingkan dengan capaian triwulan

lalu yang mencapai 42,2% (yoy).

Produksi hasil pertanian di triwulan I 2017

tersebut terkait dengan berbagai gangguan yang

terjadi tahun 2016 yang berdampak pada

pergeseran masa tanam di akhir 2016 dan

akhirnya berdampak pada masa panen di awal

2017. Beberapa kendala yang dihadapi di 2016

diantaranya curah hujan yang cukup tinggi

sehingga menyebabkan puso di lahan pertanian,

adanya serangan virus kuning dan keriting serta

gangguan Organisme Pengganggu Tanaman

(OPT). Sehingga pada triwulan I 2017 produksi

cabai merah di Sumatera Utara masih

mengalami kontraksi sebesar -36,0% (yoy).

Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan

Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2017

Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan

Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari 2017

Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan

Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Maret 2017

Di awal tahun 2017 kondisi tanam produk

pertanian dinilai cukup kondusif. Mulai

membaiknya curah hujan memberikan dampak

positif terhadap panen yang diperkirakan akan

mencapai puncaknya di triwulan II 2017. BMKG

memperkirakan tidak akan terjadi El Nino

sampai dengan triwulan III 2017, yang tercermin

dari rendahnya nilai probabilitas El-Nino.

Sehingga diharapkan kinerja sektor pertanian

tersebut akan meningkat di triwulan

mendatang.

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 1.31 Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Penurunan kinerja pertanian juga berimbas pada

daya beli masyarakat petani. Rataan Nilai Tukar

Petani (NTP) pada triwulan I cenderung

menurun dari 101,2 pada triwulan lalu menjadi

100,0. Penurunan NTP ini terutama didorong

oleh kembali menurunnya NTP tanaman pangan

dan NTP hortikultura. Sementara itu, NTP

peternakan, perikanan maupun perikanan

tangkap relatif membaik.

Tingginya risiko usaha yang dimiliki oleh kategori

pertanian tercermin dari NPL yang cenderung

meningkat. NPL sektor pertanian meningkat dari

1,5% pada triwulan IV 2016 menjadi 1,7% di

Padi

0 Cabai Besar

-42 Bawang Merah

-6

Produksi Triwulan III 2016 (%, yoy)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

14

triwulan I 2017. Namun demikian, pertumbuhan

kredit pertanian cenderung stabil dengan

pertumbuhan sebesar 19% (yoy) atau sama

dengan triwulan sebelumnya.

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 1.32 Realisasi NTP Sumatera Utara

Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Pertanian

Dari sisi pemerintah, dengan menerapkan

prinsip kebijakan counter cyclical policy, pada

triwulan I 2017, Pemerintah Daerah Sumatera

Utara melalui Dinas Pertanian menyalurkan

pupuk dengan volume dan frekuensi yang lebih

besar dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga

penyaluran pupuk bersubsidi pada triwulan I

2017 mencapai 23,1% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

5,4% (yoy), atau lebih tinggi dari rata-rata 5

tahun terakhir yang mencapai 8,7% (yoy). Hal

tersebut sejalan dengan komitmen Pemda

Sumatera Utara yang menjadikan sektor

pertanian sebagai sektor prioritas. Pemenuhan

kebutuhan pupuk juga diindikasikan membaik

tercermin pada volume impor pupuk yang

meningkat dari 3,1% (yoy) menjadi 44,9% (yoy).

Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera

Utara

Pada triwulan I 2017, melambatnya kinerja

sektor pertanian sedikit tertahan karena

membaiknya kinerja kategori perkebunan.

Perbaikan tersebut terutama ditopang oleh

komoditas karet yang mengalami kenaikan

harga yang signifikan. Di triwulan I 2017 harga

karet melonjak sekitar 38,6% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan CPO yang hanya meningkat 8,8%

(yoy). Perbaikan harga komoditas ini juga turut

ditunjang oleh mulai membaiknya permintaan

mitra dagang utama yang ditunjukkan dengan

Purchasing Manager Index (PMI) yang

cenderung meningkat. Selain itu, peningkatan

kinerja sektor automobile di AS dan Tiongkok

turut meningkatkan permintaan Karet di awal

tahun 2017. Namun demikian, kenaikan harga

diperkirakan temporer seiring dengan

ketidakpastian kesepakatan pembatasan ekspor

oleh International Tripartite Rubber Council

(ITRC) di tahun 2017.

Sementara itu, peningkatan produksi CPO di

awal tahun 2017 belum signifikan, walaupun

harga sempat membaik dari akhir tahun 2016

dan awal tahun 2017. Hal tersebut disinyalir

disebabkan oleh tertahannya ekspor CPO

terutama ke India karena melambatnya industri

makanan dan minuman di India. Selain itu,

perbaikan harga juga diperkirakan temporer

karena penurunan permintaan India tersebut

dan meningkatnya produksi CPO Malaysia. Pun

kebijakan dagang Malaysia yang memberikan

discount price untuk CPO juga menurunkan daya

saing CPO Indonesia di Pakistan. Hal tersebut

tercermin dari harga CPO pada bulan April yang

sudah mengalami kontraksi sebesar -6,4% (yoy).

92

94

96

98

100

102

104

106

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016 2017

Indeks NTP NTPR NTPH NTPP

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

15

Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan

Masih tingginya risiko di sektor perkebunan

tercermin dari masih tingginya NPL untuk

kategori kredit perkebunan karet dan kelapa

sawit yang pada triwulan I 2017 mencapai 6,54%

dan 1,25% meningkat dari triwulan sebelumnya

yang mencapai 5,22% dan 0,97%. Dari

pertumbuhan kredit juga masih belum terlihat

perbaikan yang signifikan. Pertumbuhan kredit

perkebunan karet dan kelapa sawit pada

triwulan I 2017 hanya mencapai -18,3% (yoy)

dan 19,5% (yoy) meningkat dari triwulan

sebelumnya yang mencapai -17,8% (yoy) dan

19,5% (yoy).

Memasuki awal triwulan II 2017, indikasi

perbaikan kinerja pertanian masih moderat.

Perbaikan tersebut terutama didorong oleh

produksi karet yang meningkat karena

merespon tingkat harga yang masih menarik.

Selain itu, perbaikan kondisi cuaca juga

menopang perbaikan produksi pertanian dan

perkebunan. Namun demikian, ke depan risiko

penurunan harga diperkirakan cukup besar. Tren

jangka panjang harga karet dan CPO

diperkirakan masih dalam fase downward

sejalan dengan pelemahan ekonomi Tiongkok.

Sehingga perbaikan harga saat ini diperkirakan

akan temporer dan akan berdampak negatif

terhadap kinerja sektor perkebunan.

Dari hasil simulasi yang dilakukan Bank

Indonesia, sensitivitas harga CPO dan Karet

terhadap pertumbuhan PDRB Sumatera Utara

yaitu masing-masing sebesar 1,2% untuk CPO

dan 0,2% untuk karet. Sehingga 1% peningkatan

harga CPO atau karet dapat meningkatkan

pertumbuhan PDRB sebesar 1,2% atau 0,2%

begitu pula sebaliknya (ceteris paribus).

Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan

Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017

Industri pengolahan pada triwulan I 2017

mengalami peningkatan dari sebelumnya

sebesar 4,9% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi

5,6% pada triwulan I 2017. Perbaikan kinerja

kategori industri pengolahan pada triwulan I

2017 didukung oleh adanya peningkatan

produksi yang ditengarai terkait dengan

ekspektasi terhadap permintaan yang lebih kuat

dan perbaikan harga komoditas. Membaiknya

kinerja industri pengolahan pada triwulan I 2017

dibandingkan periode yang sama tahun 2016

tercermin dari meningkatnya volume produksi

meski diperkirakan belum optimal. Peningkatan

volume total pesanan termasuk barang pesanan

input dipenuhi dari barang inventori sehingga

berpengaruh pada menurunnya volume

persediaan barang jadi (inventori).

Perkembangan industri juga ditopang oleh

peningkatan pengadaan listrik di Sumatera

Utara. Pembangunan beberapa pembangkit

telah meningkatkan kapasitas listrik sehingga di

tahun 2017 Sumatera Utara surplus daya listrik.

Peningkatan kinerja industri juga tercermin dari

peningkatan pemakaian listrik industri yang

meningkat dari 6% (yoy) di triwulan IV 2016

menjadi 10% (yoy) di triwulan I 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

16

Sumber: PLN Wilayah Sumatera Utara (data diolah)

Grafik 1.37 Perkiraan Supply Daya Listrik

Perbaikan kinerja industri pengolahan ini juga

disertai dengan penyaluran kredit ke kategori

dimaksud yang meningkat signifikan, yaitu dari

-2,4% (yoy) menjadi 17,8% (yoy). Perbaikan

harga komoditas meningkatkan minat

perbankan dalam menyalurkan kredit pada

sektor ini. Selain itu, beberapa faktor lain yang

mendorong industri pengolahan adalah masih

tingginya konsumsi CPO dari domestik seiring

dengan diperpanjangnya implementasi program

mandatori biodiesel B20 (pencampuran solar

dengan 20% sawit untuk konsumsi domestik)

hingga bulan April 2017 serta persiapan produksi

untuk merespon peningkatan permintaan

menjelang bulan Ramadhan.

Sumber: PLN Wilayah Sumatera Utara (data diolah)

Grafik 1.38 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I 2017

Peningkatan kinerja industri pengolahan juga

tidak lepas dari membaiknya ekspor seiring

dengan peningkatan permintaan khususnya dari

AS dan Tiongkok. Ekspor manufaktur di triwulan

I 2017 meningkat sebesar 48,9% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang

sebesar -1,2% (yoy). Selain itu, ekspor ke AS dan

Tiongkok juga meningkat signifikan yaitu

masing-masing sebesar 71,8% (yoy) dan 102,6%

(yoy).

Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Industri

Pengolahan

Grafik 1.40 Perkembangan Ekspor Manufaktur

Ke depan, berbagai risiko masih membayangi

kinerja industri pengolahan. Keterbatasan

pasokan bahan baku masih belum mampu

mengimbangi laju produksi sehingga harga

komoditas yang sedang membaik tidak dapat

dimanfaatkan secara optimal. Selain itu,

infrastruktur pendukung juga belum optimal.

Harga gas di Sumatera Utara yang masih tinggi

dinilai dapat menyebabkan capaian kinerja

industri tidak maksimal. Harga gas Industri di

Sumatera Utara masih mencapai

US$12,2/MMBTU. Surat Keputusan Kementerian

ESDM yang mulai berlaku per Februari 2017

belum diikuti oleh penurunan harga gas yang

direncanakan menjadi sekitar US$9/MMBTU.

Tentu saja sebagai faktor input produksi, harga

gas sangat menentukan kinerja industri untuk

bekerja lebih efisien sehingga dapat bersaing

dengan kompetitor dari daerah lainnya.

Sementara itu, kondisi jalan dan konektivitas di

Sumatera Utara juga masih belum optimal.

Secara umum, perbaikan kondisi dan

peningkatan konektivitas jalan terkendala

anggaran yang terbatas. Jalan dengan kondisi

mantap di Kabupaten/kota hanya mencapai

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

2016 2017 2018 2019

DMP (MW)

BEBAN PUNCAK (MW)

Reserve Margin (%)

25,9

42

26,8

99

29,8

67

31,8

83

31,2

11

33,2

07

33,3

80

33,0

30

35,0

73

37,8

03

38,8

46

36,3

69

35,4

25

36,7

31

38,2

12.8

1

37,2

41.9

9

-1.6%2.4%

-5.0%

0.0%

5.0%

10.0%

15.0%

20.0%

25.0%

30.0%

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

yoyRp Miliar

Nominal Growth (yoy)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

17

58,0% lebih rendah dibandingkan jalan kondisi

mantap provinsi sebesar 80,8% dan nasional

sebesar 81,4%.

Berbagai kendala yang dihadapi Dinas Bina

Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera

Utara adalah kemampuan APBD yang terbatas,

kondisi topografi jalan yang sulit untuk

dikembangkan atau diperbaiki, proses

pembebasan lahan dan kelangkaan material

aspal. Namun demikian, dengan segala kendala

yang ada, perbaikan kondisi dan peningkatan

konektivitas jalan tetap sangat diperlukan guna

mendukung peningkatan produktivitas dari

semua sektor baik pertanian, pariwisata maupun

industri, yang selanjutnya akan menunjang

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan

inklusif.

Memasuki awal triwulan II 2017, sektor industri

diperkirakan akan terus membaik didukung oleh

perbaikan penjualan di triwulan I 2017. Investasi

juga diharapkan akan terus meningkat seiring

dengan membaiknya permintaan global serta

masih tingginya level harga komoditas terutama

karet. Namun beberapa faktor risiko harus

segera dimitigasi termasuk perbaikan iklim

investasi yang lebih bersahabat bagi investor.

Perbaikan birokrasi perijinan dan insentif bagi

investor mutlak diperlukan untuk menarik minat

investor untuk menanamkan modalnya di

Sumatera Utara.

Berbeda dengan kondisi di nasional,

pertumbuhan kategori konstruksi Sumatera

Utara di triwulan I 2017 mengalami

perlambatan dimana hanya tumbuh sebesar

5,2% (yoy) dari sebelumnya tumbuh sebesar

7,3% (yoy). Perlambatan tersebut sejalan

dengan investasi bangunan yang melambat.

Masih rendahnya belanja modal Pemerintah

Daerah menahan perbaikan kategori ini lebih

lanjut.

Sumber: BPS Sumatera Utara (data diolah)

Grafik 1.41 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE

Grafik 1.42 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi

Meski kinerjanya masih tertahan, penyaluran

kredit oleh perbankan masih cukup baik bahkan

meningkat. Hal tersebut tercermin dari

pertumbuhan kredit konstruksi yang tercatat

meningkat dari 11,1% (yoy) menjadi 21,0% (yoy).

Sehingga, perlambatan kinerja kategori

konstruksi diyakini hanya bersifat sementara

dan didasari juga dengan keyakinan fokus

pemerintah yang tetap memprioritaskan

percepatan pembangunan infrastruktur strategis

ke depan.

Kendala yang dihadapi dalam perkembangan

lapangan usaha konstruksi adalah lambatnya

realisasi belanja modal pemerintah daerah.

Sesuai dengan siklusnya, proses pengadaan akan

rampung pada awal triwulan II, sehingga pada

akhir triwulan II realisasi belanja infrastruktur

diperkirakan akan semakin meningkat. Di sisi

lain, terdapat potensi peningkatan dari sektor

pembangunan properti yang tercermin dari

peningkatan pertumbuhan sektor real estate

sebesar 9,9% (yoy) dari 6,9% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Meningkatnya permintaan akan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

18

hunian seiring dengan kebijakan relaksasi LTV

juga diharapkan mendorong konsumsi properti.

Memasuki triwulan II 2017 pertumbuhan

lapangan usaha konstruksi diperkirakan akan

terus membaik. Disamping percepatan

pembangunan infrastruktur yang sudah ada

seperti pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung,

penambahan kapasitas Pelabuhan Belawan,

serta jalan tol Medan-Tebing Tinggi, Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara juga telah menyiapkan

beberapa proyek yang siap untuk

dikerjasamakan. Dengan demikian, geliat

pembangunan diperkirakan akan kembali

membaik pada triwulan mendatang.

Tabel 1.6 Proyek-proyek yang Siap Untuk di Kerjasamakan

Kategori perdagangan melambat di tengah

masih tingginya konsumsi domestik. Di

triwulan I 2017 sektor perdagangan melambat

dari 7,7% (yoy) pada triwulan sebelumnya

menjadi 4,8% (yoy). Perlambatan tersebut

terutama disebabkan oleh menurunnya

perdagangan antar daerah. Selain itu,

menurunnya aktivitas perdagangan tersebut

juga disebabkan oleh berkurangnya aktivitas

konsumsi seiring dengan berakhirnya masa

perayaan Natal dan tahun baru.

Penurunan sektor perdagangan juga tercermin

dari menurunnya sektor pariwisata.

Melambatnya kinerja pariwisata tercermin dari

occupancy rate hotel/penginapan dan

kunjungan wisatawan mancanegara (wisman)

yang menurun. Telah berlalunya perayaan Natal

dan tahun baru menyebabkan kunjungan wisata

menurun. Namun demikian, pertumbuhan

wisman yang berkunjung ke Sumatera Utara

masih diatas historisnya sehingga potensi

peningkatan kinerja kategori tersebut masih

dapat ditingkatkan.

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 1.43 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara

dan Occupancy Rate

Sementara itu, dari sisi pemerintah, masih

rendahnya realisasi belanja khususnya belanja

barang juga telah menahan laju pertumbuhan

sektor perdagangan. Realisasi belanja barang

APBD Sumatera Utara secara akumulasi pada

triwulan I 2017 hanya mencapai 3,0% dari pagu

belanja APBD 2017 dibandingkan pada tahun

sebelumnya yang mencapai 5,0%. Masih belum

rampungnya penetapan APBD 2017 di beberapa

kabupaten/kota dan masih berlangsungnya

proses pengadaan disinyalir menyebabkan

rendahnya realisasi belanja pada triwulan I 2017

tersebut sehingga turut menyebabkan capaian

kinerja sektor perdagangan tidak optimal.

Meskipun kinerja sektor perdagangan relatif

melambat namun capaian pertumbuhan kredit

perdagangan justru meningkat. Di triwulan I

2017 kredit perdagangan tumbuh sebesar 6,5%

(yoy) dari 4,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Hal tersebut menunjukkan optimisme pelaku

usaha bahwa ke depan sektor perdagangan

masih akan terus berkembang.

Memasuki triwulan II 2017, aktivitas

perdagangan diperkirakan akan terus meningkat

seiring dengan masuknya bulan Ramadhan dan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

19

perayaan Idul Fitri. Sesuai dengan pola

musimannya aktivitas konsumsi masyarakat

pada bulan Ramadhan akan meningkat

signifikan sehingga diharapkan akan

meningkatnya kinerja sektor perdagangan.

Grafik 1.44 Penyaluran Kredit Kategori PBE

Peningkatan kinerja industri pengolahan dan

perbaikan harga komoditas mendorong

peningkatan kinerja transportasi dan

pergudangan yang tumbuh mencapai 7,4%.

Adanya perbaikan harga komoditas juga

mendorong tingginya arus transportasi dan

pergudangan barang sehingga membutuhkan

kapasitas pergudangan yang memadai.

Meningkatnya aktivitas impor meningkatkan

kebutuhan akan pergudangan. Aktivitas bongkar

di Sumatera Utara meningkat dari 0,7% (yoy)

menjadi 27,1% (yoy).

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 1.45 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara

Selain itu, peningkatan sektor transportasi juga

didorong oleh peningkatan penumpang udara

maupun laut dimana pada triwulan I 2017

masing-masing tumbuh sebesar 38,2% (yoy) dan

4,5% (yoy) dari -8,9% (yoy) dan 1,6% (yoy) di

triwulan IV 2016. Tingginya jumlah penumpang

tersebut terkait dengan masih tingginya aktivitas

bisnis di Sumatera Utara karena peningkatan

kinerja industri pengolahan dan peningkatan

harga komoditas. Berdasarkan informasi dari

Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)

bahwa 75% orang datang ke Sumatera Utara

adalah untuk kegiatan bisnis.

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 1.46 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara

Memasuki awal triwulan II 2017, kinerja

transportasi dan pergudangan diperkirakan

masih tinggi. Perkiraan akan kembali

membaiknya aktivitas konsumsi masyarakat

terkait Ramadhan dan perayaan Idul Fitri

diperkirakan mampu meningkatkan kinerja

subkategori transportasi. Sebagaimana pola

musimannya, baik jumlah penumpang maupun

frekuensi datang dan pergi seluruh moda

transportasi akan meningkat terkait dengan

aktifitas tradisi mudik Idul Fitri. Di sisi lain,

masuknya periode puncak produksi yang disertai

dengan aktivitas manufaktur negara mitra

dagang utama yang mulai membaik akan

mendorong produktivitas industri. Dengan

demikian, kebutuhan akan pergudangan juga

diekspektasikan akan meningkat sehingga

mendorong kinerja subkategori pergudangan.

Hal tersebut juga semakin didorong oleh masih

tingginya harga komoditas khususnya karet.

Grafik 1.47 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan

Pergudangan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

20

Meskipun demikian, perbankan masih

cenderung berhati-hati dalam memberikan

pembiayaan kepada sektor ini. Kinerja yang

diperkirakan masih akan terus membaik

tersebut belum direspon oleh penyaluran kredit

yang lebih agresif. Hal tersebut tercermin dari

penyaluran kredit yang kembali menurun pada

triwulan I 2017. Kredit kategori transportasi dan

pergudangan masih terkontraksi sebesar -4,4%

(yoy) meskipun membaik dari triwulan

sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar

-6,1% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

21

Pola Musim Tanam Komoditas Pangan di Sumatera Utara

Salah satu penentu tidak optimalnya kinerja produksi tanaman pangan saat ini adalah terjadinya

perubahan iklim yang cukup sulit diantisipasi. Perubahan iklim merupakan salah satu fenomena alam

dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun yang dipercepat

akibat aktivitas manusia di muka bumi ini. Sejak revolusi industri dimulai hingga sekarang telah

menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara global. Selain meningkatkan suhu, perubahan iklim

juga menyebabkan anomali iklim seperti fenomena Enso (El-Nino dan La-Nina), IOD (Indian Ocean

Dipole), penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrem, curah hujan dan musim bergeser

dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air laut meningkat dan terjadinya rob di

beberapa daerah.

El-Nino adalah kejadian iklim dimana terjadi penurunan jumlah dan intensitas curah hujan akibat

naiknya suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik yang mendorong mengalirnya massa uap

air di wilayah Indonesia ke arah timur. Sebaliknya, La-Nina adalah kejadian iklim dimana terjadinya

peningkatan jumlah dan intensitas curah hujan hingga memasuki musim kemarau akibat penurunan

suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik Selatan yang memperkaya massa uap air di wilayah

Indonesia. Sehingga El-Nino akan menyebabkan bencana kekeringan sedangkan La-Nina akan

menyebabkan bencana banjir.

Di Indonesia sendiri, fenomena El Nino yang terjadi sejak akhir tahun 2014 sampai dengan

pertengahan 2016. Adanya El Nino berdampak pada penurunan produksi padi di semester I 2016.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, luas tanam padi periode Oktober 2015-Maret 2016

diperkirakan hanya mencapai 7.973.869 hektar. Jumlah tersebut menurun 4,38% jika dibandingkan

dengan masa tanam Oktober 2014-Maret 2015 yang mencapai 8.339.020 hektar. Jumlah tersebut

juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis lima tahun sebelumnya yang mampu

mencapai 8.143.262 hektar. Di Sumatera Utara, sama halnya dengan nasional, panen padi pada

triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 6% (yoy). Hal tersebut merupakan dampak

kekeringan yang diakibatkan oleh El-Nino. Terjadinya anomali curah hujan di bawah normal

menyebabkan terjadinya kekeringan di sejumlah wilayah.

Secara umum, perubahan iklim akan berdampak pada degradasi (penurunan fungsi) sumber daya

lahan, air dan infrastruktur terutama irigasi, yang menyebabkan terjadinya ancaman kekeringan atau

banjir. Selain itu, pergeseran pola hujan sangat mempengaruhi sumber daya dan infrastruktur

pertanian yang menyebabkan bergesernya waktu tanam, musim dan pola tanam, serta degradasi

lahan. Terlepas dari keadaan cuaca, pola musim tanam padi dan palawija pada dasarnya dapat

ditanam sepanjang tahun, namun petani menanam padi berdasarkan ketersediaan air yang dapat

dikelompokkan menjadi tiga periode tanam, yaitu:

1. Musim tanam utama, pada bulan November-Maret;

2. Musim tanam gadu, pada bulan April-Juli;

3. Musim tanam kemarau, pada bulan Agustus-Oktober.

Suplemen 1

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

22

Grafik 1.48. Anomali Curah

Hujan Saat El Nino 2015-2016

Grafik 1.49 Anomali Curah Hujan saat La-Nina 2016

Tabel 1.5. Indeks El Nino 2010-2017

Sumber: BMKG Sumatera Utara

Tabel 1.6. Periodesasi musim tanam dan panen Padi

Panen akan terjadi rata-rata empat bulan setelah tanam, dan karena tanamnya pada periode satu

bulan, panen juga dalam periode satu bulanan. Musim tanam utama menghasilkan panen raya

(panen besar), musim tanam gadu menghasilkan panen gadu, dan musim tanam kemarau

menghasilkan panen kecil.

Di Sumatera Utara, terjadinya El-Nino dan La-Nina pada tahun 2016 berdampak terhadap

pergeseran musim dan pola tanam pertanian pangan. Pada triwulan IV 2016, seharusnya petani

sudah dapat menanam tanamannya sesuai dengan pola tanam utama di bulan November-Desember

sehingga panen pada bulan Februari-Maret. Namun demikian, diperkirakan petani di Sumatera Utara

baru dapat menanam padinya pada awal 2017 diakibatkan oleh bencana banjir karena curah hujan

yang berlebihan dan dampak erupsi Gunung Sinabung serta gangguan dari organisme pengganggu

tanaman (OPT). Sehingga, akibat pergeseran masa tanam tersebut maka masa panen raya juga

diperkirakan bergeser dan baru akan terjadi pada triwulan II 2017.

Di tahun 2017, berdasarkan data Kementerian Pertanian, luas lahan tanam pertanian diperkirakan

mencapai 433.043 (ha) atau meningkat sekitar 8,3% dari tahun 2016 yang mencapai 400.000 (ha).

Potensi lahan tanam tersebut terdiri dari: (i) potensi tanam pada Oktober 2016-Maret 2017 sebesar

275.687 (ha) dan (ii) potensi tanam pada April-September 2017 sebesar 310.148 (ha). Lebih

tingginya potensi tanam padi pada periode April-September 2017 mendatang didukung oleh

rendahnya probabilitas terjadinya El-Nino dan La-Nina pada tahun ini, sehingga kondisi cuaca

diperkirakan akan cukup kondusif. Selain itu, risiko terjadinya bencana di beberapa daerah di

Sumatera Utara terbilang cukup moderat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

23

Grafik 1.50. Ilustrasi Event Analisis Pegeseran Masa Tanam dan Panen

Tabel 1.7. Potensi Tanam Padi dan Risiko Bencana Sumatera Utara 2017

Sumber: (Kementerian Pertanian)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

24

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

25

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD

Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun APBN triwulan I 2017 masih relatif rendah.

Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota hanya mencapai

5,7%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai

14,1%. Namun demikian, realisasi APBN pada triwulan laporan mencatat realisasi yang

meningkat, yaitu sebesar 13,5% dari target, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat 11,0%, sehingga diperkirakan mendorong pertumbuhan konsumsi Pemerintah

pada triwulan laporan dengan kapasitas terbatas.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

26

2.1 Gambaran Umum

Pada periode 2017, pagu anggaran belanja

keuangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah

Pusat di Sumatera Utara4 mencapai Rp74,3

triliun yang meliputi APBD Provinsi 18,4% (Rp13

triliun), APBD Kabupaten/Kota 59,1% (Rp41,8

triliun), dan APBN 27,6% (19,5 triliun). Nilai

pagu tersebut meningkat 9,3% dibandingkan

tahun sebelumnya senilai Rp68,3 triliun.

Meningkatnya nilai pagu diharapkan dapat

memberikan efek multiplier positif terhadap

perekonomian Sumatera Utara.

Grafik 2.1 Struktur Anggaran Belanja Keuangan

Pemerintah di Sumatera Utara Tahun 2017

Sampai dengan triwulan I 2017, realisasi

belanja APBN memiliki porsi terbesar

dibandingkan kelompok belanja lainnya.

Realisasi APBN di Sumatera Utara pada periode

laporan mencapai Rp2,6 miliar atau sekitar

13,5%, lebih tinggi dibandingkan tahun

sebelumnya yang mencapai 11%. Sementara

realisasi belanja Provinsi dan Kabupaten /Kota

mencapai Rp2.342 miliar atau 5,7%5. Sedangkan

APBD provinsi hanya mencapai Rp410 miliar

atau sekitar 3,2%. Rendahnya serapan belanja

APBD kabupaten/kota dan provinsi disinyalir

karena terlambatnya pengesahan anggaran

2017 di 18 kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Keuangan Pemerintah Daerah (APBD Provinsi

dan Kabupaten/Kota) masih sangat tergantung

Pemerintah Pusat. Fenomena flypaper effect

hampir terjadi di seluruh daerah di Sumatera

Utara6. Dari sisi pendapatan, keuangan

pemerintah daerah masih sangat tergantung

dari transfer dana perimbangan, sehingga

kemandirian fiskal masih sangat kurang. Dalam

kurun waktu 15 tahun terakhir, rasio PAD

terhadap pendapatan cenderung menurun,

bahkan pada tahun 2017 kemandirian fiskal

pemerintah provinsi dan kabupaten/kota

tercatat 18,7% (kategori kurang).

Grafik 2.2 Pertumbuhan PAD dan Kemandirian Fiskal

Keuangan Daerah

Fenomena ini menjelaskan bagaimana daerah

merespon kebutuhan pembiayaan yang terus

meningkat dari tahun ke tahun tanpa diikuti

dengan peningkatan PAD nya. Dalam konteks

ideal, peningkatan anggaran pendapatan

seharusnya sejalan dengan peningkatan

pertumbuhan ekonomi, yang berujung pada

potensi peningkatan pajak daerah. Namun

realitanya, dana perimbangan yang seharusnya

digunakan untuk meningkatkan penyediaan

layanan kepada masyarakat, justru lebih banyak

digunakan untuk membiayai belanja pegawai

pemerintah provinsi dan kabupaten/kota

sehingga terjadi inefisiensi penggunaan dana

2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

27

transfer dan terjadi asimetri yang dikenal

dengan flypaper effect.

Hampir seluruh wilayah di Sumatera Utara

memiliki rasio kemandirian fiskal dengan

kategori sangat kurang, dibawah 10%7. Kota

Medan sebagai pusat aktivitas ekonomi

Sumatera Utara memiliki rasio kemandirian

fiskal yang jauh lebih baik (37,5%) dibandingkan

kabupaten Nias Selatan (1,2%). Selain itu, hanya

ada beberapa kabupaten/kota yang memiliki

rasio kemandiran fiskal diatas 10%, yaitu Deli

Serdang, Labuhan Batu, Binjai, Medan,

Pematang Siantar, Sibolga, Tanjung Balai,

Tebing Tinggi, dan Padang Sidempuan. Dengan

demikian, peranan PAD masih perlu

ditingkatkan. Tidak hanya bersumber dari pajak

dan retribusi daerah, Pemerintah

Kabupaten/Kota juga diharapkan dapat

menciptakan sumber pendapatan baru salah

satu diantaranya melalui pengelolaan BUMD

dan pemberdayaan dana desa.

Nilai pagu pendapatan APBD Provinsi dan

Kabupaten/Kota mencapai Rp52,5 triliun, yang

didukung oleh subkomponen utama dana

perimbangan (69,4%; Rp36,5T), disusul dengan

pendapatan asli daerah (18,7%; Rp9,8T), dan

lain-lain PAD yang sah (11,9%; Rp6,2T).

Dari sisi belanja, pagu anggaran keuangan

daerah (APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota)

2017 mayoritas masih digunakan untuk belanja

tidak langsung dengan porsi 58% (Rp31,5

triliun) dan belanja langsung 42% (Rp23,2

triliun).

Ukuran kemandirian fiskal : 1) 0 – 10 : sangat kurang; 2) 10,01 –

20 : kurang; 3) 20,1 – 30 : sedang; 4) 30,1 – 40 : Cukup; 5) 40,1 –

50 : baik; 6) >50 : sangat baik

Grafik 2.3. Kemandirian Fiskal Provinsi Sumatera Utara

dan Kabupaten/Kota 2017

Anggaran belanja daerah Provinsi Sumatera

Utara terdiri dari anggaran belanja tidak

langsung dan belanja langsung. Anggaran

belanja tidak langsung terdiri atas komponen

belanja pegawai tidak langsung dan belanja

lainnya (belanja hibah, bantuan sosial, bagi hasil

dan bantuan keuangan ke kabupaten/kota,

serta belanja tak terduga). Sementara belanja

langsung meliputi komponen belanja pegawai

langsung, belanja barang dan jasa, serta belanja

modal. Belanja pegawai pada komponen

belanja langsung merupakan honor dan insentif.

Grafik 2.4 Porsi Anggaran Belanja Keuangan Daerah 2017

Rp54,8 T

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

28

Pagu Belanja Tidak Langsung Keuangan Daerah

mencapai Rp31,5 triliun (pangsa 58%),

sementara Belanja Langsung mencapai Rp23,2

triliun (pangsa 42%). Sub komponen belanja

tidak langsung didominasi oleh belanja pegawai

(61,9%; Rp19,5 triliun) disusul dengan bantuan

keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/kota

(17,2%; Rp5,4 triliun), belanja hibah (13,2%;

Rp4,1 triliun) dan Bagi hasil kepada

pemprov/kabupaten/kota (6,9%; Rp2,1 triliun).

Sementara biaya langsung didominasi oleh

belanja barang dan jasa (46%; Rp10,7 triliun),

belanja modal (44%; Rp10,3 triliun) dan belanja

pegawai langsung (9%; Rp2,1 triliun).

Grafik 2.5 Porsi Pagu Belanja Tidak Langsung Keuangan

Daerah 2017

Grafik 2.6 Porsi Pagu Belanja Langsung Keuangan Daerah

2017

2.2 APBD Provinsi Sumatera Utara

2.2.1 Anggaran Pendapatan APBD Provinsi

Sumatera Utara

APBD Provinsi Sumatera Utara 2017

merupakan bagian dari pencapaian visi tahun

keempat Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera

Utara 2013-2018. Pada tahun 2017 arah dan

kebijakan ditujukan untuk memantapkan

capaian pembangunan yang telah dilaksanakan

pada tahun-tahun sebelumnya dengan terus

melakukan perbaikan dan penyempurnaan,

sinergitas kebijakan, program dan kebijakan

antar bidang dalam rangka mewujudkan

Provinsi Sumatera Utara yang berdaya saing.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan 9

(sembilan) prioritas pembangunan sebagai

berikut:

1) Peningkatan Kehidupan Beragama,

Penegakan Hukum, Penguatan Tata Kelola

Pemerintahan yang Baik (Good Governance)

dan Partisipasi Masyarakat dalam

Pembangunan.

2) Peningkatan Aksessibilitas dan Kualitas

Pendidikan.

3) Peningkatan Aksessibilitas dan Pelayanan

Kesehatan.

4) Peningkatan Infrastruktur dan

Pengembangan Wilayah Mendukung Daya

Saing Perekonomian.

5) Peningkatan produksi, produktifitas dan

Daya Saing Produk Pertanian, Kelautan dan

Perikanan.

6) Peningkatan Penguasaan Ilmu Pengetahuan

dan Penerapan Teknologi, Inovasi dan

Kreatifitas daerah.

7) Peningkatan Ekonomi Kerakyatan.

8) Perluasan Kesempatan kerja dan

Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Miskin.

9) Mendukung dan Mendorong Kebijakan

Nasional di daerah.

Komitmen Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

untuk mewujudkan prioritas pembangunan

tersebut itu tercermin pada target anggaran

pendapatan maupun belanja Provinsi Sumatera

Utara tahun 2017 meningkat tajam

dibandingkan tahun 2016.

Sejalan dengan perkembangan asumsi

makroekonomi regional, khususnya

pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan

tumbuh lebih baik, nilai APBD Provinsi

Sumatera Utara tercatat meningkat pada

tahun 2017. Anggaran pendapatan provinsi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

29

ditargetkan sebesar Rp12,1 triliun pada tahun

2017, meningkat 21% dibandingkan tahun

sebelumnya. Peningkatan pagu anggaran

pendapatan utamanya bersumber pada

peningkatan Dana Perimbangan menjadi Rp7,2

triliun (pangsa 59%) dari sebelumnya Rp 5,1

triliun (pangsa 51%). Sementara itu, pangsa sub

komponen PAD dan Lain-Lain Pendapatan yang

sah cenderung menurun masing-masing

menjadi Rp4,9 triliun (pangsa 40,5%) dan Rp10

miliar (pangsa 0,1%).

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.7 Porsi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi

Sumatera Utara 2016-2017

Dibandingkan tahun 2016, pangsa PAD

menunjukkan penurunan (Grafik 2.2) sementara

pangsa dana perimbangan meningkat. Hal ini

menunjukkan rasio kemandirian fiskal Sumatera

Utara menurun dari 46,7% tahun 2016 menjadi

40,5% tahun 2017, namun masih dikategorikan

baik.8 Di sisi lain, porsi dana perimbangan yang

besar dan cenderung meningkat tersebut

diperkirakan sesuai dengan komitmen

Pemerintah Pusat terkait penguatan

desentralisasi fiskal keuangan daerah yang

bertujuan meningkatkan perbaikan kuantitas

dan kualitas pelayanan publik serta perbaikan

tingkat kesejahteraan masyarakat.

2.2.2 Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera

Utara

Realisasi pendapatan lebih rendah

dibandingkan triwulan yang sama tahun

sebelumnya. Realisasi pendapatan Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara secara keseluruhan

mencapai Rp859 miliar atau sekitar 7,1% dari

target, jauh lebih rendah dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya (23,1%). Dari

aspek persentase realisasi, subkomponen lain-

lain pendapatan memiliki pencapaian yang

tertinggi dengan realisasi sebesar Rp1,1 miliar

atau 11,6% dari total target Rp10 miliar.

Dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi

pendapatan tercatat menurun signifikan,

sehingga berdampak pada ketatnya ruang

fiskal9 pemerintah untuk menggerakkan

perekonomian.

Rendahnya realisasi PAD dan Pendapatan

Transfer menjadi pendorong menurunnya

realisasi total pendapatan APBD Sumatera

Utara 2017. Penurunan realisasi pendapatan

pada periode triwulan laporan disebabkan oleh

penurunan realisasi pada 2 komponen utama

pendapatan, yaitu realisasi pendapatan asli

daerah dan realisasi pendapatan transfer.

Sementara realisasi lain-lain pendapatan yang

sah tercatat meningkat.

Ruang Fiskal (Fiscal Space) merupakan ruang gerak

pemerintah mengalokasikan dana untuk investasi dan

pembangunan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

30

Tabel 2.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara 2016-2017

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara

Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Komponen PAD masih didominasi oleh Pajak

daerah dengan pangsa sebesar 91,1% dari PAD,

disusul dengan Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang dipisahkan (5,6%), Lain-Lain PAD

yang sah (2,6%), dan Retribusi Daerah (0,7%).

Membaiknya kinerja konsumsi di Sumatera

Utara dan tingginya capaian tahun 2016

mendorong Pemerintah untuk menaikkan target

penerimaan pajak daerah menjadi Rp4,9 triliun.

Rendahnya realisasi PAD mengindikasikan

bahwa pertumbuhan ekonomi pada awal 2017

masih belum memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap PAD Sumatera Utara.

Sampai dengan triwulan I 2017, PAD hanya

terealisasi sebesar Rp359 miliar atau 7,3% dari

targetnya, mengalami penurunan signifikan

dibandingkan tahun sebelumnya (21,7%). Hal ini

didorong oleh penurunan realisasi ketiga sub-

komponen pembentuk PAD, diantaranya pajak

daerah yang tercatat hanya terealisasi sebesar

7,6%, disusul dengan realisasi penerimaan dari

retribusi daerah (10,3%) dan Lain-Lain PAD yang

sah (11,4%). Pencapaian tersebut, bahkan, jauh

lebih rendah dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya (Tabel 2.1).

Grafik 2.8 Pangsa PAD APBD Provinsi Sumatera Utara

2017

Rendahnya realisasi pajak daerah10 disinyalir

terkait dengan menurunnya aktivitas pembelian

kendaraan bermotor yang menjadi sumber

Sesuai UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, disebutkan pajak daerah dibagi menjadi 2

jenis, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Yang

termasuk pajak daerah untuk provinsi adalah (a) Pajak

Kendaraan Bermotor; (b) Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor; (c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (d)

Pajak Air Permukaan; (e) Pajak Rokok. Sedangkan yang

termasuk pajak daerah untuk kabupaten/kota terdiri atas

Pajak Hotel; (b) Pajak Restoran; (c) Pajak Hiburan; (d) Pajak

Reklame; (e) Pajak Penerangan Jalan; (f) Pajak Mineral

Bukan Logam dan Batuan; (g) Pajak Parkir; (h) Pajak Air

Tanah; (i) Pajak Sarang Burung Walet; (j) Pajak Bumi dan

Bangunan; (k) BPHTB

NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI

I. PENDAPATAN 10,056 2,322 23.1% 12,161 859.0 7.1% -63.0%

1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 4,691 942 20.1% 4,926 359.5 7.3% -61.8%

1.1.1 Pajak daerah 4,132 896 21.7% 4,487 341.4 7.6% -61.9%

1.1.2 Retribusi daerah 34 8 22.6% 34 3.5 10.3% -55.1%

1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 338 0 0.0% 278 0.0 0.0% -62.1%

1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 187 38 20.2% 127 14.5 11.4% -61.6%

1.2 DANA TRANSFER 5,142 625 12.2% 7,235 498.5 6.9% -20.2%

1.2.1 DANA PERIMBANGAN 5,102 625 12.2% 7,235 498.5 6.9% -20.2%

1.2.1.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 527.32 103 19.6% 568 105.9 18.7% 2.5%

1.2.1.2 Dana Alokasi Umum 1,386.62 521 37.6% 2,639 207.8 7.9% -60.2%

1.2.1.3 Dana Alokasi Khusus 3,188.53 - 0.0% 4,029 184.7 4.6% 100.0%

1.2.2 DANA PENYESUAIAN DAN OTSUS 39.67 - 0.0% - - 0.0% 0.0%

1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 261.87 - 0.0% 10 1.1 11.6% 100.0%

1.3.1 Transfer antar Pemda/Pusat 39.67 748 1886.7% - - 0.0% -100.0%

1.3.2 Dana Darurat - - 0.0% - - 0.0% 0.0%

1.3.3 Hibah - 2 0.0% 10 0.4 4.5% -81.7%

1.3.4 Pendapatan Lain-Lain - 5 0.0% - 0.7 0.0% -86.1%

REALISASI TW I PAGU 2016 PAGU

2017

REALISASI TW I % Growth

Realisasi

(YoY)

(Dlm Miliar Rp)

URAIAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

31

utama pajak daerah. Selain itu, kecenderungan

masyarakat untuk membeli mobil Low Cost

Green Car (LCGC) yang memiliki nilai pajak lebih

rendah menjadi faktor penyebab serapan pajak

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

menjadi rendah. Sejalan dengan hal tersebut,

pencapaian realisasi retribusi daerah dan Lain-

Lain PAD yang sah juga mengalami penurunan.

Realisasi Dana Perimbangan

Peningkatan porsi DAU mengindikasikan upaya

pemerataan kapasitas fiskal (fiscal gap) yang

semakin meningkat. Pendapatan dana

perimbangan merupakan semua pengeluaran

negara yang dialokasikan kepada daerah untuk

membiayai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi baik di tingkat

provinsi maupun kabupaten/kota. Sama dengan

periode sebelumnya, subkomponen Dana

Alokasi Khusus menjadi sumber utama dana

perimbangan dengan porsi 55,7%, disusul

dengan DAU (36,5%) dan DBH (7,8%) pada 2017.

Meningkatnya porsi DAU yang cukup signifikan,

yaitu dari 27,2% menjadi 36,5%, sejalan dengan

komitmen pemerintah untuk terus

meningkatkan layanan publik di daerah. Di sisi

lain, masih besarnya porsi Dana Alokasi Khusus

mengindikasikan besarnya alokasi dana

Pemerintah Pusat yang digunakan untuk

mendanai kegiatan khusus urusan daerah

maupun prioritas nasional.11

DAK dapat digunakan untuk membiayai 11 Bidang,

meliputi 1. Pendidikan; 2. Kesehatan; 3. Prasarana Jalan; 4.

Prasarana Irigasi; 5. Prasarana Air Minum; 6. Kelautan dan

Perikanan; 7. Prasarana Pertanian; 8. Prasarana

Pemerintahan; 9. Lingkungan Hidup; 10. Kependudukan;

11. Kehutanan. Di bidang pendidikan misalnya, DAK dapat

digunakan untuk Rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas,

pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana, serta

pembangunan fisik lainnya.

Grafik 2.9 Pangsa Dana Perimbangan APBD Provinsi

Sumatera Utara 2016-2017

Perubahan mekanisme transfer ke daerah yang

baru diputuskan pada April 2017, ditengarai

menjadi penyebab rendahnya realisasi dana

perimbangan. Sampai dengan triwulan I 2017,

realisasi pendapatan transfer tercatat

mengalami penurunan. Secara nominal, realisasi

dana perimbangan turun menjadi Rp498,5 miliar

(6,9% dari pagu) dari sebelumnya Rp625 miliar

(12,2% dari pagu). Penurunan tersebut

utamanya didorong oleh rendahnya realisasi

Dana Alokasi Umum, yaitu hanya mencapai 7,9%

dari pagu anggaran, disusul dengan realisasi DBH

yang sedikit menurun menjadi Rp105,9 miliar

atau 18,7% dari pagu. Rendahnya realisasi

transfer dana alokasi umum disinyalir

disebabkan oleh perubahan mekanisme transfer

ke daerah yang baru diputuskan April 2017.

Revisi kebijakan ini dilakukan guna memperbaiki

kinerja penerimaan agar penggunaannya lebih

efektif.

Terdapat 6 poin utama yang tertuang dalam

PMK Transformasi Mekanisme Transfer Dana

Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Pertama,

pengalokasian DAU besaran nilai per daerah

akan bersifat dinamis dan tergantung pada

perkembangan Penerimaan Dalam Negeri (PDN)

Neto. Kedua, penyaluran TKDD akan

mempertimbangkan kinerja penyerapan dan

capaian output atas penggunaan TKDD pada

triwulan atau tahun sebelumnya. Kebijakan ini

berlaku untuk DAU, DAK Fisik dan Non Fisik,

Dana Insentif Daerah (DID), Dana Otonomi

Khusus (Otsus) dan tambahan infrastruktur

Ketiga, terdapat perubahan proses penyaluran

DAK fisik dan dana desa dari yang sebelumnya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

32

dikelola Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK)

bergeser kepada KPPN di seluruh Indonesia.

Keempat, PMK.50/2017 memberikan wewenang

yang lebih besar kepada gubernur untuk

memberikan rekomendasi atas usulan DAK fisik

level Kabupaten/Kota dengan alasan sinkronisasi

dan harmonisasi perencanaan pendanaan.

Kelima, penyempuranaan kriteria dalam

pengalokasian DID berdasarkan beberapa

indikator tertentu seperti pengelolaan keuangan

daerah (e-budgeting, e-planning, dan e-

procurement), pelayanan dasar publik dengan

menganggarkan persentase tertentu dari data

tranfer.

Di tengah rendahnya realisasi DAU dan DBH,

realisasi DAK justru menunjukkan peningkatan.

Realisasi DAK pada triwulan laporan tercatat

sebesar Rp184,7 miliar. Peningkatan realisasi

diperkirakan akibat perubahan kebijakan

pengelolaan dana BOS (Bantuan Operasional

Sekolah) SMA/SMK yang sebelumnya dikelola

oleh Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi

Pemerintah Daerah Provinsi sejak tahun 2016.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah, pengelolaan

SMA/SMK saat ini berada dalam kewenangan

pemerintah provinsi. Selain itu, tingginya

realisasi DAK disinyalir bersumber dari

pengembalian DAU dan DAK pasca penundaan

yang direalisasikan kembali ke daerah akhir

tahun lalu.

Realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah

Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan

Daerah yang sah justru tercatat meningkat.

Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat

Rp1,1 miliar atau sekitar sebesar 11,6% dari

target, meningkat dibandingkan triwulan yang

sama pada tahun 2016 yang mencapai 1,1%.

Realisasi tersebut didorong oleh realisasi pos

pendapatan hibah dan pendapatan lain-lain.

Selain itu, kenaikan persentasi yang cukup

signifikan utamanya didorong oleh perubahan

pagu anggaran Lain-Lain Pendapatan yang sah,

dimana tahun sebelumnya ditargetkan sebesar

Rp222,2 miliar, sementara tahun 2017 hanya

Rp9,5 miliar.

2.2.3 Anggaran Belanja APBD Provinsi

Sumatera Utara

Secara nominal, pagu anggaran Belanja Daerah

Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017

tercatat meningkat. Nilai pagu belanja APBD

Provinsi Sumatera Utara tercatat sebesar Rp13,1

triliun, meningkat 28,0% dibandingkan tahun

2016 yang tercatat sebesar Rp10,1 triliun.

Peningkatan pagu anggaran belanja di tahun

2017 utamanya didorong oleh peningkatan pada

pos pagu belanja langsung maupun tidak

langsung. Pada sub komponen belanja tidak

langsung, peningkatan tertinggi terjadi pada

belanja pegawai yang menunjukkan peningkatan

signifikan sebesar 110,3% atau menjadi Rp3,1

triliun. Selain itu, belanja hibah juga turut

meningkatkan pagu anggaran belanja tidak

langsung dengan peningkatan sebesar 18,9%.

Sementara itu, pagu anggaran belanja bagi hasil

kepada Provinsi/Kabupaten/Kota lain

mengalami penurunan sebesar -28,6% (yoy).

Dengan demikian, porsi belanja pegawai masih

mendominasi struktur anggaran belanja tidak

langsung, yaitu mencapai 35,3%.

Peningkatan belanja daerah 2017 juga

diharapkan dapat lebih optimal seiring dengan

peningkatan pagu belanja langsung.

Peningkatan sub komponen belanja langsung

utamanya didorong oleh adanya peningkatan

pagu anggaran belanja modal serta barang dan

jasa yang masing-masing meningkat lebih dari

50%. Anggaran belanja modal meningkat dari

Rp1,1 triliun menjadi Rp1,9 triliun. Sementara

anggaran barang dan jasa meningkat dari Rp1,5

triliun (2016) menjadi Rp2,3 triliun (2017).

Semakin besarnya porsi belanja langsung pada

tahun 2017 mengindikasikan semakin baiknya

kualitas keuangan pemerintah yang diharapkan

semakin produktif.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

33

Grafik 2.10 Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung

terhadap Anggaran Belanja 2016-2017

2.2.4 Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera

Utara

Realisasi belanja APBD Provinsi Sumatera Utara

di triwulan I-2017 tercatat hanya mencapai 3%,

lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya

yang mencapai 10% dari total pagu anggaran.

Realisasi tersebut bahkan lebih rendah dari

historisnya 3 tahun terakhir. Lambatnya serapan

anggaran utamanya disebabkan oleh rendahnya

serapan belanja langsung yang tercatat hanya

0,4% dari pagu anggaran, atau lebih rendah dari

tahun sebelumnya yang tercatat 2,8%. Selain itu,

serapan belanja tidak langsung juga turut

memberikan tekanan pada kinerja belanja

daerah, yang hanya menyerap 4,5% dari pagu

anggaran, jauh lebih rendah dari tahun

sebelumnya yang mencapai 13,5%.

Grafik 2.11 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara 2016-

2017

Pada komponen belanja langsung, terjadi

penurunan penyerapan dibandingkan triwulan I

pada tahun sebelumnya. Penyerapan belanja

langsung menurun dari 2,8% menjadi 0,4%.

Penurunan tersebut utamanya berasal dari pos

belanja modal yang belum terealisasi. Namun

demikian, adanya realisasi belanja barang dan

jasa sebesar Rp13,5 triliun menahan deviasi

realisasi yang lebih dalam.

Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara

Grafik 2.12 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung

Sumatera Utara 2015-2016

Potensi back-loaded expenditure atau

pengeluaran yang meningkat menjelang akhir

tahun relatif tinggi seiring dengan rendahnya

serapan belanja pada awal tahun. Rendahnya

serapan belanja langsung, yang terdiri dari

belanja pegawai, belanja modal, belanja barang

dan jasa, menunjukkan pola-pola yang sama

dengan tahun-tahun sebelumnya dimana

persentase realisasi meningkat menjelang akhir

tahun. Sementara realisasi triwulan I, umumnya

cenderung kecil seiring dengan masih

dilakukannya pemenuhan administrasi dan

pelelangan pengadaan infrastruktur, barang dan

jasa. Hal ini tercermin pada kinerja investasi

PDRB Sumatera Utara yang pada triwulan

laporan tumbuh lebih rendah (4,05% yoy)

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya (5,23% yoy).

Lebih lanjut, realisasi belanja tidak langsung

(pangsa 67,1%) sampai triwulan I 2017 juga

hanya mencapai 4,5%, lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya. Serapan

belanja pegawai yang rendah menjadi salah satu

faktor pendorong rendahnya kinerja belanja

tidak langsung. Realisasi belanja pegawai hanya

mencapai 5,6% dari total pagu anggaran, lebih

rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang

sebesar 15%. Hal ini ditengarai karena masih

belum berlangsungnya aktivitas kegiatan

kedinasan dan rapat serta acara yang terkait

dengan meeting, incentive, convention, dan

exhibition (MICE), akibat adanya perbaikan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

34

formulasi transfer yang menyesuaikan dengan

kondisi penerimaan Pemerintah Pusat. Namun

demikian, penurunan tersebut dapat diimbangi

dengan tingginya realisasi pos Pemerintahan

Desa yang meningkat menjadi 11,2%. Hal

tersebut didorong oleh tingginya penyaluran

dana desa kepada provinsi yang selanjutnya

akan disampaikan pada Pemerintahan Desa.

Grafik 2.13 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak

Langsung Sumatera Utara 2016-2017

Pada 1 April 2017, Pemerintah menerbitkan

Peraturan Menteri Keuangan

No.50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) guna

memperbaiki pengalokasian dan optimalisasi

penggunaan TKDD agar lebih tepat sasaran.

Nantinya, Pemerintah akan melakukan

reformasi sistem penyaluran TKDD, antara lain

melalui perubahan pengajuan proposal yang

sebelumnya diajukan ke Pemerintah Pusat

menjadi melalui kantor KPPN di masing-masing

Kabupaten/Kota. Selanjutnya, kantor KPPN

tersebut akan melakukan pengecekan langsung

ke lokasi proposal. Mekanisme transformasi

inilah yang diperkirakan menjadi terlambatnya

transfer ke daerah dan berakibat pada

rendahnya serapan belanja di daerah.

Tabel 2.2 Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 - 2017

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara

2.3 APBN Provinsi Sumatera Utara

Tabel 2.3 Realisasi APBN Triwulan I 2017

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Kantor Wilayah Sumatera Utara

NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI

II. BELANJA DAN TRANSFER 10,180.8 1,058 10.4% 13,034.7 396.8 3.0% 28.0% -62.5%

BELANJA TIDAK LANGSUNG 7,510.6 984 13.1% 8,752.1 394.3 4.5% 16.5% -59.9%

2.1 Belanja Pegawai 1,469.8 221 15.0% 3,090.3 171.9 5.6% 110.3% -22.2%

2.2 Belanja Bunga - - - - - - - -

2.3 Belanja Subsidi - - - - - - - -

2.4 Belanja Hibah 3,075.4 727 23.6% 3,658.1 - - 18.9% -100%

2.5 Belanja Bantuan Sosial - - - - - - - -

2.6 Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa 2,775.3 36 1.3% 1,982.5 222.3 11.2% -28.6% 515% 2.7 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinci/Kabupaten/Kota dan

Pemerintahan Desa 179.3 - - 2.4 - - 0% 0%

2.8 Belanja Tidak Terduga 10.8 - - 18.8 - - 73% 0%

2.9 Belanja Lain-Lain - - - - - - 0% 0%

BELANJA LANGSUNG 2,670.1 75 2.8% 4,282.6 16.1 0% 60% -78%

2.1 Belanja Pegawai - - - 186.3 2.6 1.4% 0% 0%

2.2 Belanja Barang & Jasa 1,504.4 75 5.0% 2,305.4 13.5 0.6% 53% -82%

REALISASI TW I PAGU 2016 PAGU 2017

REALISASI TW I % Growth

Realisasi

(YoY)

% Growth

Pagu Anggaran URAIAN

PAGU PAGU

(Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu

BERDASARKAN JENIS BELANJA 19,330

Belanja Pegawai 7,523 1,399 18.6% 7,640 1,416.16 18.5% 1.6%

Belanja Barang 6,009 548 9.1% 5,717 648.44 11.3% -4.9%

Belanja Modal 5,734 302 5.3% 6,098 579.31 9.5% 6.3%

Belanja Bantuan Sosial 64 2 2.5% 68 0.53 0.8% 5.7%

BERDASARKAN FUNGSI

Agama 343 48 14.0% 439 53 12.1% 28.0%

Ekonomi 6,421 421 6.5% 7,022 723 10.3% 9.4%

Kesehatan 1,226 146 11.9% 1,093 54 4.9% -10.8%

Ketertiban dan Keamanan 3,196 591 18.5% 2,825 594 21.0% -11.6%

Lingkungan Hidup 344 30 8.8% 352 35 10.0% 2.3%

Pariwisata dan Budaya 4 - 0.0% 13 0.74 5.8% 227.5%

Pelayanan Umum 1,074 144 13.4% 857 150 17.5% -20.2%

Pendidikan 3,817 443 11.6% 4,023 569 14.2% 5.4%

Perlindungan Sosial 47 2 5.3% 45 3 5.8% -3.1%

Pertahanan 2,255 420 18.6% 2,428 453 18.7% 7.7%

Perumahan dan Fasilitas Umum 605 5 0.8% 422 9 2.2% -30.2%

TOTAL 19,330 2,250 11.6% 19,519 2,644 13.5% 1.0%

% Perubahan

2017REALISASI TW IREALISASI TW IURAIAN

2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

35

Target realisasi APBN12 Provinsi Sumatera

Utara pada tahun 2017 meningkat tipis dari

19,3T menjadi Rp19,5 triliun (1,1%).

Berdasarkan jenisnya, peningkatan alokasi

anggaran APBN utamanya didorong oleh

peningkatan pagu anggaran belanja modal

(6,3%), belanja bantuan sosial (5,7%), dan

belanja pegawai (1,6%). Sementara alokasi pagu

anggaran untuk belanja barang menurun -4,9%

dibandingkan tahun 2016. Stagnasi alokasi pagu

APBN ke daerah berkaitan tantangan dan

strategi APBN ke depan ditengah ruang fiskal

yang terbatas, mandatory dan non-discretionary

spending13 yang masih cukup besar sehingga

perlu melakukan perbaikan kualitas belanja

dengan pembiayaan anggaran yang lebih efisien.

Program prioritas dan kebijakan nasional yang

diejawantahkan melalui beberapa

Kementerian/Lembaga menentukan besaran

pagu anggaran APBN di Sumatera Utara.

Berdasarkan fungsinya, belanja APBN di

Sumatera Utara terpusat pada fungsi ekonomi

(pangsa 36%), fungsi pendidikan (pangsa 20,6%)

dan fungsi ketertiban dan keamanan (pangsa

14,5%). Tingginya porsi anggaran ekonomi

didorong oleh komitmen Pemerintah Pusat

untuk mengakselerasi pembangunan

infrastruktur dan konektivitas antar wilayah,

pembangunan sarana dan prasarana

ketenagalistrikan, perumahan, sanitasi dan air

bersih. Selain itu, pelaksanaan program prioritas

di bidang pendidikan serta upaya stabilisasi

12 Pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah anggaran

APBN untuk dibelanjakan di Sumatera Utara. Belanja

digunakan untuk membiayai gaji pegawai kementerian

atau instansi Pemerintah Paerah yang berada di Sumatera

Utara dan proyek-proyek infrastruktur strategis yang

dicanangkan oleh Pemerintah Paerah. 13 Mandatory spending merupakan pengeluaran

pemerintah dalam rangka pemenuhan hak setiap warga

negaranya yaitu kebutuhan akan pendidikan, kesehatan

dan layanan dasar umum.

pertanahan dan keamanan, melalui

pemberantasan dan penegakan hukum

terhadap peredaran gelap narkoba, tindak

terorisme serta pengadaan alutsista, turut

mendorong peningkatan alokasi anggaran

pendidikan dan ketertiban dan keamanan.

Realisasi belanja APBN di Sumatera Utara hingga

triwulan I 2017 sebesar 13,5%14, lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai

sebesar 11,6% dari pagunya (Tabel 2.3).

Peningkatan ini sejalan dengan upaya

percepatan realisasi belanja pemerintah di awal

tahun. Berdasarkan jenisnya, dana APBN ini

terutama digunakan untuk belanja pegawai yang

merupakan belanja rutin yang mencatat realisasi

terbesar, yaitu 18,5%15 dari pagunya, atau

hampir sama dengan tahun sebelumnya.

Serapan belanja barang dan belanja modal juga

tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun

sebelumnya dengan realisasi masing-masing

sebesar 11,3% dan 9,5%. Nilai realisasi tersebut

diperkirakan menjadi faktor pendorong

pertumbuhan konsumsi pemerintah pada

triwulan laporan di tengah rendahnya realisasi

keuangan daerah (APBD Provinsi dan

Kabupaten/Kota). Selain itu, realisasi belanja

modal yang lebih tinggi sejalan dengan

komitmen Pemerintah untuk mempercepat

proyek-proyek infrastruktur strategis.

Sementara itu, belanja bantuan sosial

merupakan belanja dengan realisasi terendah

yakni 0,8%, lebih rendah dibandingkan tahun

sebelumnya yang terealisasi 2,5%.

Realisasi belanja barang (11,3%) didorong oleh

belanja perjalanan dinas biasa dan dalam kota,

belanja keperluan perkantoran, serta honor

Analisis yang digunakan adalah persentase realisasi

anggaran terhadap total anggaran belanja APBN

Analisis per jenis belanja maupun fungsi menggunakan

persentase realisasi dari anggaran masing-masing per jenis

belanja maupun fungsi, bukan dari total belanja APBN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

36

kegiatan dan operasional satuan kerja.

Sementara realisasi barang modal (9,5%)

didorong oleh belanja modal peralatan dan

mesin dan belanja penambahan nilai jaringan.

Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN

terbesar dicapai oleh fungsi ketertiban dan

keamanan (21% dari pagunya) yang merupakan

pengeluaran rutin untuk menjaga ketertiban dan

keamanan di masyarakat. Pengeluaran tertinggi

berikutnya adalah belanja fungsi pertahanan

(18,7% dari pagunya), belanja fungsi pelayanan

umum (17,5%) dan belanja fungsi pendidikan

(14,2%)

Apabila dibandingkan dengan triwulan yang

sama tahun sebelumnya, realisasi belanja pada

mayoritas fungsi tercatat meningkat.

Peningkatan tertinggi terjadi pada fungsi belanja

pariwisata dan budaya (5,8%), fungsi pelayanan

umum (4,1%), fungsi pendidikan (2,6%) dan

fungsi ketertiban dan keamanan (2,5%).

Peningkatan realisasi beberapa fungsi tersebut

diperkirakan sejalan dengan program

pemerintah untuk meningkatkan

pengembangan pariwisata, peningkatan kualitas

pelayanan umum dan pendidikan di Sumatera

Utara.

Grafik 2.14 Pagu APBN di Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Kantor Wilayah Sumatera Utara

Grafik 2.15 Persentase Perbandingan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

37

BAB 3 PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 juga turut disertai

dengan tajamnya penurunan tekanan inflasi, dari 6,3% menjadi 3,9% (yoy). Meskipun demikian,

capaian ini lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Nasional yang mencapai 3,6% (yoy).

Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan di pasaran

sehingga mendorong normalisasi harga pangan yang cukup tinggi pada tahun 2016. Tekanan

inflasi inti juga relatif menurun yang akomodatif dalam meredanya tekanan inflasi sepanjang

triwulan I 2017. Namun, adanya kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan beberapa komoditas

yang diatur pemerintah meningkatkan tekanan inflasi administered prices. Meskipun demikian,

inflasi tahun kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,32% (ytd). Hal tersebut mendorong

optimisme capaian inflasi tahunan 2017 yang akan kembali terjangkar pada sasaran inflasi

nasional, yaitu sebesar 4±1%, meski masih diwarnai risiko peningkatan tekanan inflasi dari sisi

administered prices.

Sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas inflasi, program pengendalian inflasi terus

dilaksanakan secara intensif. TPID se-Provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkah-langkah

pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya

menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga

ekspektasi inflasi.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

38

3.1 Kondisi Umum

Melambatnya pertumbuhan ekonomi

Sumatera Utara pada triwulan I 2017 juga turut

disertai dengan penurunan tajam tekanan

inflasi, dari 6,3% menjadi 3,9% (yoy). Meskipun

demikian, inflasi pada triwulan laporan tersebut

lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Nasional

yang mencapai 3,6% (yoy). Rendahnya capaian

inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya

pasokan pangan di pasaran sehingga mendorong

penurunan harga pangan yang cukup tinggi pada

tahun 2016. Dengan demikian, inflasi tahun

kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,32%

(ytd). Dengan perkembangan tersebut dan

inflasi April 2017 yang masih tercatat mengalami

deflasi, inflasi 2017 diperkirakan berada pada

kisaran sasaran inflasi 4±1%.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional

Berdasarkan disagregasinya, meredanya

tekanan inflasi Sumut pada triwulan I 2017

terjadi pada semua kelompok yang terutama

didorong oleh penurunan tekanan inflasi inti.

Kontribusi tekanan inflasi inti turun tajam 3,5%

(yoy) menjadi 2,2% (yoy) yang diikuti oleh

penurunan kontribusi kelompok inflasi volatile

food dari 1,4% (yoy) menjadi 0,9% (yoy) dan

kontribusi administered prices dari 1,4% (yoy)

menjadi 0,9% (yoy).

Masih terbatasnya peningkatan permintaan

masyarakat terkait dengan perbaikan harga

komoditas perkebunan yang berjalan lambat

mendorong rendahnya demand pull inflation16

sehingga berkontribusi bagi menurunnya

tekanan inflasi inti pada triwulan I 2017.

Sementara itu, ekspektasi inflasi yang terkelola

dengan baik juga akomodatif dalam mendorong

menurunnya kontribusi tekanan inflasi inti.

Pasokan pangan di pasaran yang membaik turut

mendorong penurunan tekanan inflasi volatile

foods. Dengan produksi yang cenderung lebih

baik dari tahun sebelumnya, pasokan yang ada

masih cukup memenuhi tingkat konsumsi

masyarakat di Sumatera Utara. Dengan

demikian, harga pangan disepanjang triwulan I

2017 bergerak normal.

Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah

untuk melakukan penyesuaian terhadap

komoditas-komoditas yang harganya diatur oleh

pemerintah mendorong memberikan

sumbangan inflasi Administered Prices. Adanya

atensi pemerintah untuk melakukan penyaluran

subsidi tepat sasaran melalui penyesuaian

penyaluran subsidi untuk pelanggan listrik

rumah tangga menjadi penyebab utama

meningkatnya tekanan inflasi kelompok

administered prices pada triwulan I 2017.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara

Secara spasial, penurunan tekanan inflasi

terjadi pada seluruh kota Survei Biaya Hidup

(SBH). Kota dengan penurunan tekanan inflasi

tertajam adalah Kota Sibolga, yaitu dari 7,4%

(yoy) menjadi 3,2% (yoy), disusul Kota Medan

4.0

4.5

4.3

4.3

5.9

5.9

8.4

8.4

7.3

6.7

4.5

8.4

6.4

7.3

6.8

3.4

4.5

3.5

3.1

3.0

3.6

4.2

3.9

5.5

2.9

3.9

5.8

6.6

9.410.2

7.7

6.2

4.4

8.2

6.1

7.8

6.6

3.2

7.2

4.3

6.06.3

3.94.7

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 4

2012 2013 2014 2015 2016 2017

(% yoy)NasionalSumut

2.1

3.1

1.6

2.1

3.2

3.7

5.2

5.6

4.2

3.6

2.6

4.5

3.4

4.3

3.7

1.8

4.0

2.4

3.3

3.5

2.2

0.9

1.2

0.7 0.

9

1.3 1.

5

2.1 2.

3

1.7

1.4

1.1

1.8

1.4

1.7

1.5

0.7

1.6

1.0

1.3 1.4

0.90.

9

1.2

0.6 0.

9

1.3 1.

5

2.1 2.

3

1.7

1.4

1.0

1.8

1.4

1.7

1.5

0.7

1.6

1.0

1.3 1.4

0.9

3.9

5.5

2.9 3.

9

5.8 6.

6

9.3 10

.2

7.6

6.5

4.7

8.2

6.1

7.8

6.6

3.2

7.2

4.3

6.0 6.3

3.9

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, YoYInti VF AP Umum

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

39

dari 6,6% (yoy) menjadi 3,9% (yoy), Kota

Padangsidimpuan yang turut menurun dari 4,3%

(yoy) menjadi 3,8% (yoy) serta Kota

Pematangsiantar yang menurun dari 4,8% (yoy)

menjadi 4,7% (yoy).

INFLASI BULANAN (% mtm) Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017

0,5% -0,6% -0,2%

Tingkat Inflasi bulanan Sumatera Utara

sepanjang triwulan I 2017 lebih rendah

dibandingkan dengan rataan historisnya dalam

beberapa tahun terakhir. Pada bulan Januari

2017 realisasi inflasi Sumatera Utara mencapai

0,5% (mtm), sementara bulan Februari dan

Maret 2017 justru tercatat deflasi -0,6% (mtm)

dan -0,2% (mtm).

Inflasi pada bulan Januari 2017 terutama

didorong oleh inflasi administered prices dan

inflasi inti, sementara inflasi volatile foods

cenderung menurun. Peningkatan tekanan

inflasi adminitered prices terutama terjadi

seiring dengan penyesuaian tarif komoditas yang

diatur oleh pemerintah seperti STNK, SIM, dan

tarif listrik.

Inflasi inti juga cenderung meningkat pada bulan

Januari 2017 seiring dengan membaiknya daya

beli masyarakat terkait dengan perbaikan harga

komoditas perkebunan internasional.

Membaiknya daya beli tercermin pada tingginya

intensitas penggunaan pulsa ponsel yang juga

turut mendorong peningkatan inflasi.

Sementara itu, penurunan harga komoditas

pangan mulai terjadi memasuki tahun 2017 yang

ditandai dengan tekanan inflasi kelompok

volatile foods yang mereda. Pasokan di pasaran

relatif membaik, terutama untuk komoditas

bumbu-bumbuan. Cabai merah menjadi

kontributor utama rendahnya inflasi Volatile

Foods pada triwulan I 2017. Beberapa sentra

produksi mulai melakukan aktivitas panen pasca

terjangkit virus kuning sepanjang 2016.

Sementara itu, mulai dipanennya bawang merah

di kawasan Jawa juga berkontribusi dalam

penurunan tekanan inflasi kelompok ini. Sekitar

27% kebutuhan bawang merah di Kota Medan

dipasok dari Brebes, Jawa Tengah17.

Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2017

Sumber BPS

Memasuki bulan Februari, penurunan inflasi

terus berlanjut, bahkan tercatat deflasi -0,6%

(mtm). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada

seluruh kelompok disagregasi, terutama volatile

foods. Penurunan tekanan inflasi kelompok

Volatile Foods terus berlanjut seiring dengan

masih tingginya pasokan pangan di pasaran.

Begitu juga dengan tekanan inflasi administered

prices yang turut mereda pasca penyesuaian

tarif listrik pada triwulan lalu. Sementara itu,

tekanan inflasi inti turut mereda.

Penurunan tekanan inflasi kelompok volatile

foods terutama didorong oleh berlanjutnya

penurunan harga cabai merah serta daging

ayam ras. Periode panen tahap I cabai merah

yang biasanya mulai terjadi pada bulan Februari

mendorong baiknya pasokan di pasaran.

Pasokan secara umum diperoleh dari daerah

dataran tinggi seperti Kabupaten Batu Bara.

Sementara itu, adanya panen jagung di

beberapa sentra produksi menekan harga pakan

Riset Perdagangan Antar Wilayah (2015), Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

No. Komoditas (%, yoy)Kontribusi

(%, yoy)No. Komoditas (%, yoy)

Kontribusi

(%, yoy)

1 Biaya Perpanjangan STNK 103.82 0.22 1 Cabai Merah 113.15 1.71

2 Tarip Listrik 4.16 0.13 2 Bawang Merah -26.16 -0.25

3 Daging Ayam Ras 9.55 0.11 3 Cabe Hijau 23.49 0.02

No. Komoditas (%, yoy)Kontribusi

(%, yoy)No. Komoditas (%, yoy)

Kontribusi

(%, yoy)

1 Tarip Listrik 13.62 0.42 1 Cabai Merah 47.66 0.75

2 Tarip Pulsa Ponsel 10.17 0.19 2 Daging Ayam Ras -5.53 -0.07

3Kembung/Gembung/Bany

ar/Gembolo/Aso-Aso10.32 0.08 3 Angkutan Udara 0.23 0.00

No. Komoditas (%, yoy)Kontribusi

(%, yoy)No. Komoditas (%, yoy)

Kontribusi

(%, yoy)

1 Bawang Merah -21.77 -0.22 1 Cabai Merah -9.88 -0.26

2 Sabun Cuci Batangan 25.30 0.10 2Tarip Pulsa

Ponsel7.01 0.13

3 Daging Ayam Ras 5.47 0.06 3 Cabai Rawit 33.31 0.04

Mar-17

Jan-17

Feb-17

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

40

ternak sehingga mendorong rendahnya harga

daging ayam ras. Penurunan ini juga turut

ditopang oleh permintaan masyarakat pasca

perayaan tahun baru dan Imlek pada bulan

Januari lalu.

Penurunan tekanan inflasi juga ditopang oleh

penurunan tekanan inflasi kelompok

administered prices. Menurunnya permintaan

masyarakat akan angkutan udara seiring dengan

selesainya perayaan tahun baru dan Imlek

menjadi pemicu utama rendahnya capaian

inflasi kelompok ini. Inflasi pada kelompok ini

didorong oleh relatif rendahnya dampak

lanjutan dari penyesuaian tarif listrik serta

penerimaan bukan pajak terkait kendaraan

bermotor pada periode lalu. Skema penyesuaian

tarif listrik18 dari pelanggan subsidi menjadi

pelanggan non subsidi tidak terjadi di bulan

Februari, sehingga mendorong meredanya

tekanan inflasi komoditas tarif listrik. Sementara

itu, tekanan inflasi inti juga cenderung mereda

terkait dengan meredanya permintaan yang

ditunjang oleh stabilisasi nilai tukar rupiah serta

ekspektasi masyarakat yang terkelola dengan

baik.

Pada akhir triwulan I 2017, inflasi Sumatera

Utara kembali rendah, yaitu -0,2% (mtm).

Kembali rendahnya tekanan inflasi pada bulan

Maret terutama didorong oleh deflasi kelompok

volatile foods, sementara tekanan inflasi inti dan

administered prices relatif terjaga.

Aktivitas panen raya tanaman pangan dan

hortikultura yang berjalan baik mendorong

masih primanya pasokan pangan di pasaran

sehingga mendorong kelompok volatile foods

tercatat deflasi. Deflasi volatile food tidak

terlepas dari penurunan harga cabai merah yang

Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga

Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara

(Persero)

terus berlanjut. Cuaca sepanjang bulan Januari-

Maret dilaporkan cukup kondusif dalam

mendorong aktivitas tanam. Meskipun

demikian, capaian panen ini ditengarai belum

optimal terkait dengan penyaluran pupuk

subsidi yang masih belum optimal serta

ketersediaan pupuk impor yang masih terbatas.

Dengan demikian, hampir seluruh subkelompok

mengalami deflasi kecuali untuk subkelompok

daging-dagingan, subkelompok ikan serta

subkelompok buah-buahan.

Deflasi yang kembali terjadi dalam bulan Maret

2017 juga turut didukung oleh penurunan

tekanan inflasi administered prices (AP) ditengah

masih berlangsungnya program migrasi

pelanggan listrik dalam mendorong alokasi

subsidi tepat sasaran. Penurunan tekanan inflasi

utamanya disumbang oleh deflasi komoditas

angkutan udara berkaitan dengan masih relatif

rendahnya permintaan masyarakat seiring

dengan tidak adanya perayaan HBKN.

Meredanya siklus kenaikan cukai rokok juga

mendorong penurunan tekanan inflasi

administered prices.

Menurunnya permintaan masyarakat untuk tarif

pulsa ponsel serta gaun seiring dengan

menurunnya permintaan masyarakat

mendorong rendahnya tekanan inflasi inti.

Ekspektasi inflasi juga terjaga, baik di level

pedagang maupun konsumen. Stabilisasi nilai

tukar juga mampu menunjang kembali

rendahnya tekanan inflasi inti.

Primanya pasokan pangan di pasaran masih

terus berlangsung hingga bulan April 2017

hingga kembali mencatatkan deflasi hingga

-0,4% (mtm). Penurunan tekanan inflasi ini

terutama didorong oleh kembali rendahnya

tekanan inflasi kelompok volatile foods dan

inflasi inti. Sementara itu, tekanan inflasi

kelompok administered prices menahan

penurunan tekanan inflasi lebih dalam. Terus

berlangsungnya penurunan harga pangan pasca

shock anomali produksi sepanjang tahun 2016

lalu mendorong koreksi harga pangan sehingga

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

41

mendorong masih rendahnya capaian inflasi

tahun kalender Sumatera Utara yang hanya

mencapai -0,76% (ytd).

Meski tekanan inflasi pada awal triwulan II

masih cukup rendah, lonjakan permintaan

masyarakat diperkirakan meningkat hingga akhir

triwulan II 2017 seiring dengan masuknya bulan

Ramadhan dan Idul Fitri. Kondisi tersebut

diperkirakan mendorong peningkatan tekanan

inflasi, terutama pada kelompok volatile foods.

Lebih lanjut, seiring dengan momen puasa dan

Idul Fitri, tekanan inflasi diperkirakan bertambah

didorong oleh kenaikan tarif angkutan umum.

Selanjutnya, kenaikan harga pada kedua

kelompok tersebut meningkatkan ekspektasi

inflasi yang akan mendorong peningkatan inflasi

inti.

Dengan kondisi tersebut, TPID se-Provinsi

Sumatera Utara melakukan berbagai langkah

antisipatif melalui peningkatan koordinasi

pengendalian inflasi. Dalam kaitan tersebut,

TPID se-Sumatera telah melaksanakan rapat

koordinasi pada awal Mei 2017. TPID se-Provinsi

Sumatera Utara terus melakukan langkah-

langkah pengendalian sesuai roadmap jangka

pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada

upaya menjamin pasokan dan distribusi,

khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok,

dan menjaga ekspektasi inflasi.

3.2 Perkembangan Inflasi Non

Fundamental

Tekanan inflasi dari faktor non fundamental

menurun. Penurunan tersebut pada triwulan I

2017 terutama didorong oleh penurunan

tekanan inflasi volatile foods, sementara

tekanan inflasi administered prices cenderung

meningkat. Membaiknya pasokan pangan di

pasaran mendorong penurunan harga pangan,

sementara penyesuaian harga beberapa

komoditas yang diatur oleh pemerintah

mendorong peningkatan tekanan inflasi

administered prices.

Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)

Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan

Penurunan tekanan inflasi volatile foods masih

menjadi pendorong utama penurunan tekanan

inflasi pada triwulan I 2017. Inflasi volatile foods

turun tajam dari 13,2% (yoy) menjadi 2,9% (yoy).

Meredanya tekanan inflasi kelompok ini terjadi

pada subkelompok bumbu-bumbuan, sayur-

sayuran, kacang-kacangan serta telur, susu dan

hasil-hasilnya.

Harga bumbu-bumbuan terpantau mulai

kembali ke level yang relatif rendah sehingga

mendorong tajamnya penurunan tekanan inflasi

subkelompok bumbu-bumbuan dari 88,5% (yoy)

menjadi -8,0% (yoy). Hal ini terutama didorong

oleh penurunan harga cabai merah yang

menurun signifikan dari 169,5% (yoy) menjadi

-9,9% (yoy), disusul oleh cabai rawit yang turun

dari 90,8% (yoy) menjadi 33,3% (yoy), diikuti

oleh bawang putih yang turun dari 53,4% (yoy)

menjadi 22,5% (yoy) serta bawang merah yang

turun dari -4,4% (yoy) menjadi -21,8% (yoy).

Membaiknya pasokan cabai merah di pasaran

mendorong penurunan harga cabai merah yang

tinggi sepanjang tahun 2016 akibat gangguan

produksi. Meski belum optimal, tanaman cabai

di beberapa sentra produksi sudah mulai bisa

dipanen, seperti di daerah dataran tinggi

terutama Kabupaten Karo yang mulai panen

pada Februari 2107. Adapun tingkat produksi

cabai yang ada masih cukup memenuhi

konsumsi masyarakat dimana produksi cabai

merah masih akan berlangsung akibat

pergeseran periode panen raya yang baru akan

terjadi pada triwulan II mendatang.

-5

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 4

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

% (yoy)

Inflasi IHKCoreVolatile FoodsAdministered Prices

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

42

Penurunan harga bawang merah seiring dengan

mulai masuknya periode panen di kawasan Jawa

juga mendorong rendahnya tekanan inflasi

volatile foods. Sementara aktivitas produksi

bawang merah di Sumatera Utara cenderung

menurun seiring dengan gagal panennya

bawang merah di Silalahi selain akibat

rendahnya kualitas bibit yang digunakan.

Pasokan bawang merah ditunjang oleh impor

bawang merah yang meningkat tajam dari 9,5

juta ton pada triwulan lalu menjadi 14,14 juta

ton pada triwulan I 2017.

Sementara itu, penurunan harga cabai rawit

terutama didorong oleh kembali baiknya

pasokan di pasaran seiring dengan masuknya

periode panen. Jalur Medan-Berastagi yang

sempat terputus pada awal tahun 2017 mulai

membaik memasuki akhir triwulan I 2017

sehingga menunjang lancarnya distribusi cabe

rawit. Fenomena serupa juga terjadi pada

komoditas bawang putih, dimana pasokan di

pasaran dipenuhi oleh barang impor yang

meningkat dari -10% (yoy) pada triwulan lalu

menjadi 3% (yoy).

Memasuki triwulan II 2017, tekanan inflasi

kelompok volatile foods diperkirakan masih

menurun dari 3,8% (yoy) menjadi 2,6% (yoy).

Kembali menurunnya tekanan inflasi ini masih

didorong oleh masih mencukupinya pasokan

pangan di pasaran sehingga harga pangan terus

terkoreksi. Kondisi tersebut tercermin pada

inflasi volatile foods yang mengalami deflasi

pada bulan April. Meskipun demikian, hal ini

diperkirakan tidak berlangsung lama.

Masuknya bulan Ramadhan dan Idul Fitri

diperkirakan mendorong permintaan

masyarakat akan bahan pangan. Dengan

demikian, tekanan inflasi kelompok ini

diperkirakan meningkat. Namun, masih terus

berlangsungnya panen tanaman pangan dan

hortikultura seiring dengan pergeseran periode

panen diperkirakan mampu menahan lonjakan

tekanan inflasi ini lebih jauh sehingga mampu

berkontribusi pada stabilitas harga pangan. TPID

Provinsi Sumatera Utara melalui BULOG juga

telah bersiap meredam lonjakan tekanan inflasi

yang biasanya terjadi pada periode Ramadhan

dan Lebaran yang tercermin dari meningkatnya

stok beras yang dimiliki oleh BULOG.

Sumber: BULOG

Grafik 3.4 Stok Beras Bulog

Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi

administered prices (AP) cenderung menahan

lebih dalamnya penurunan tekanan inflasi.

Tekanan inflasi administered prices cenderung

meningkat dari 1,1% (yoy) menjadi 4,0% (yoy).

Peningkatan tekanan inflasi terutama terjadi

pada subkelompok Bahan Bakar, Penerangan

dan Air serta subkelompok Transportasi,

Sementara itu, tekanan inflasi subkelompok

Tembakau dan Minuman Beralkohol relatif

menurun.

Tekanan inflasi subkelompok Bahan Bakar,

Penerangan dan Air meningkat signifikan dari

-0,6% (yoy) menjadi 8,3% (yoy). Peningkatan ini

terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik

secara signifikan dari 1,7% (yoy) menjadi 16,0%

(yoy). Adanya kebijakan pemerintah untuk

menerapkan kebijakan subsidi tepat sasaran

untuk pelanggan listrik rumah tangga daya 900

VA mendorong peningkatan tarif listrik19. Tren

perbaikan harga minyak dunia yang terus

berlanjut di tengah nilai tukar yang terkendali

Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga

Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara

(Persero)

48

1

04

6

6

42

3

4

18

1

7

13

3

5

26

2

2

31

5

0

24

2

2

30

2

8

16

3

1

17

2

9

24

2

0

75

1

44

355.7%

402.4%

-200.0%

-100.0%

0.0%

100.0%

200.0%

300.0%

400.0%

500.0%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

yoyjuta ton

Volume Growth

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

43

juga mendorong kembali meningkatnya tarif

listrik.

Selain itu, pada awal tahun 2017 juga

pemerintah melakukan kebijakan untuk

melakukan penyesuaian tarif atas penerimaan

negara bukan pajak yang bersumber dari

perpanjangan STNK dan SIM. Sejak 6 Januari

2017 terjadi kenaikan biaya perpanjangan STNK

sebesar 107% (weighted average) berdasarkan

PP No. 60 Th 2016 yg menggantikan PP No. 50

Th 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan

Negara Bukan Pajak/PNBP sehingga

menyumbang inflasi cukup signifikan, yaitu

sebesar 0,2%.

Memasuki triwulan II, tekanan inflasi kelompok

ini kembali meningkat dari 4,0% (yoy) menjadi

6,5% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada

kelompok ini kembali didorong oleh

penyesuaian tarif secara bertahap untuk

pelanggan rumah tangga 900 VA serta kenaikan

harga komoditas rokok terkait dengan

penyesuaian tarif cukai rokok pada akhir tahun

2016 lalu. Peningkatan tekanan inflasi kelompok

ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir

triwulan II terkait dengan belum selesainya

tahapan penyesuaian tarif listrik untuk

kelompok non subsidi. Sementara itu, tren

perbaikan harga minyak dunia yang terus

berlanjut juga turut menimbulkan risiko

penyesuaian lebih lanjut terhadap tarif listrik

untuk kelompok non subsidi.

3.3 Perkembangan Inflasi

Fundamental

Seiring dengan perlambatan pertumbuhan

ekonomi, tekanan inflasi inti turut melandai

dari 5,4% (yoy) menjadi 4,6% (yoy). Penurunan

tekanan inflasi inti ditopang oleh relatif

terjaganya permintaan masyarakat yang masih

dapat direspon dengan baik oleh sisi penawaran.

Hal tersebut juga turut diiringi oleh stabilitas

nilai tukar yang relatif terjaga serta ekspektasi

inflasi yang terkelola dengan baik.

Berdasarkan komoditasnya, penurunan tekanan

inflasi inti terutama didorong oleh penurunan

tekanan inflasi kelompok makanan jadi,

kelompok minuman tidak beralkohol serta

kelompok sandang. Menurunnya tekanan inflasi

makanan jadi terutama didorong oleh

terlewatinya puncak permintaan konsumen

yang pada umumnya memuncak pada triwulan

IV seiring dengan perayaan Natal, tahun baru

serta libur sekolah.

Permintaan konsumen yang relatif terjaga juga

mendorong meredanya tekanan inflasi

kelompok sandang. Berakhirnya year end sale

juga turut menunjang rendahnya capaian inflasi

kelompok sandang. Hal tersebut sesuai dengan

hasil liaison kepada perusahaan ritel yang

menyatakan bahwa permintaan masyarakat

menurun pasca puncak permintaan yang pada

umumnya terjadi ketika akhir tahun.

Sementara itu, masih cukup memadainya

pasokan gula pasir di pasaran juga turut

mendorong rendahnya capaian inflasi inti.

Tekanan inflasi gula pasir kembali turun dari

19,4% (yoy) menjadi 12,7% (yoy). Turut

ditunjang oleh permintaan masyarakat yang

masih terkendali, impor gula maupun pemanis

turun dari 40,7 juta ton pada triwulan lalu

menjadi 36,9 juta ton.

Realisasi proyek yang biasanya digencarkan pada

akhir tahun juga menekan permintaan akan

semen sehingga bisa mendorong rendahnya

tekanan inflasi pada komoditas ini. Hal tersebut

terkonfirmasi dari konsumsi semen yang

cenderung menurun pada triwulan I 2017.

Sementara itu, ekspektasi inflasi relatif terjaga

tercermin pada ekspektasi inflasi di level

pedagang yang cenderung meningkat dan

ekspektasi inflasi pada level konsumen yang

relatif tertahan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

44

Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi

Sementara itu, subkelompok komunikasi dan

pengiriman serta sarana dan penunjang transpor

menahan penurunan tekanan inflasi inti lebih

lanjut. Tingginya konsumsi paket data seiring

dengan semakin banyaknya masyarakat yang

melek teknologi mendorong meningkatnya

tekanan inflasi pada subkelompok komunikasi.

Tarif pulsa ponsel relatif meningkat dari 3,7%

(yoy) menjadi 7,0% (yoy) yang diikuti oleh

peningkatan tekanan inflasi pada kelompok

telepon seluler yang meningkat dari 1,1% (yoy)

menjadi 1,7% (yoy).

Dalam mempersiapkan aktivitas mudik yang

akan dilaksanakan pada triwulan II 2017

mendatang, permintaan akan sparepart

cenderung meningkat. Dengan demikian, impor

sparepart untuk kendaraan bermotor naik dari

887 ribu ton menjadi 1,2 juta ton yang terutama

didominasi oleh komponen brakes dan

gearboxes. Hal tersebut mendorong penjualan

eceran suku cadang yang meningkat dari 63,7%

(yoy) menjadi 67,1% (yoy).

Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika

Memasuki triwulan II, tekanan inflasi inti relatif

stabil dari 4,6% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Daya

beli masyarakat relatif stabil ditengah

menurunnya harga komoditas perkebunan.

Sementara itu, tingkat permintaan masyarakat

masih cukup baik yang tercermin dari Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK) yang cenderung

meningkat. Begitu juga dengan ekspektasi inflasi

yang masih terkelola dengan baik. Namun

demikian, nilai tukar yang cenderung apresiatif

menahan penurunan tekanan inflasi inti lebih

lanjut. Meskipun demikian, potensi lonjakan

permintaan masih cukup kuat sejalan dengan

majunya bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Dengan

kondisi tersebut, tekanan inflasi inti diperkirakan

masih meningkat namun masih dalam level yang

terkendali.

3.4 Inflasi Menurut Kelompok

Barang dan Jasa

Berdasarkan kelompok barang dan jasa,

penurunan tekanan inflasi pada triwulan I 2017

didorong oleh meredanya tekanan inflasi

kelompok bahan makanan, makanan jadi dan

sandang. Ketiga kelompok tersebut

berkontribusi dalam inflasi umum Sumatera

Utara dengan pangsa mencapai 47%. Sementara

itu, kelompok barang dan jasa lainnya

cenderung stabil bahkan meningkat.

Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa

3.4.1 Kelompok Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan merupakan

kelompok dengan penurunan tekanan inflasi

tertinggi pada triwulan I 2017, yaitu dari 14,9%

(yoy) menjadi 3,5% (yoy). Penurunan tekanan

inflasi tertajam terjadi pada subkelompok

bumbu-bumbuan yang turun signifikan dari

88,5% (yoy) menjadi -8,0% (yoy) disusul oleh

9,6

94

9,7

89

10

,66

4

11

,68

9

11

,84

7

11

,61

8

11

,76

2

12

,24

7

12

,79

9

13

,13

4

13

,63

9

13

,57

8

13

,53

3

13

,31

8

13

,13

4

13

,24

8

13

,34

8

13

,30

6

-2.1%

0.2%

1.3%

-5.0%

0.0%

5.0%

10.0%

15.0%

20.0%

25.0%

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyUSD/Rp

RptoUS Growth

2017

IV I II III IV I Arah

Bahan Makanan 4.4 14.8 5.4 12.5 14.9 3.5

Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 6.2 10.8 11.9 13.5 11.9 6.9

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 4.0 3.0 1.6 1.9 2.5 4.4

Sandang 4.0 4.8 6.3 7.2 2.8 1.2

Kesehatan 6.0 4.9 4.7 4.5 4.8 5.0

Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 5.9 6.0 6.5 4.5 4.1 4.1

Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -2.8 1.8 -1.1 -2.0 -1.8 1.9

Umum 3.3 7.2 4.3 6.0 6.3 3.9

Sumber : BPS, diolah

Kelompok2015 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

45

sayur-sayuran yang turun dari 16,0% (yoy)

menjadi 5,6% (yoy).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

penurunan tekanan inflasi kelompok bumbu-

bumbuan, terutama oleh komoditas cabai

merah dan bawang merah, terjadi seiring

dengan masih terpenuhinya permintaan

masyarakat oleh kondisi pasokan yang ada.

Beberapa sentra cabai merah di Sumatera Utara

juga telah melakukan aktivitas panen di dataran

tinggi, terutama Kabupaten Karo. Penurunan

tekanan inflasi juga ditopang oleh penurunan

harga bawang merah dan bawang putih seiring

dengan baiknya pasokan, yang dipenuhi baik

oleh impor antar daerah maupun impor luar

negeri.

Penurunan tekanan inflasi juga terlihat pada

subkelompok sayur-sayuran yang turun dari

16,0% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Penurunan

subkelompok ini terutama didorong oleh

penurunan tekanan inflasi pada komoditas cabe

hijau yang turun dari 85,3% (yoy) menjadi -1,1%

(yoy) serta kentang yang turun dari 43,1% (yoy)

menjadi 23,0% (yoy). Seiring dengan baiknya

pasokan cabe merah di pasaran, permintaan

cabe hijau sebagai substitusi cabe merah juga

cenderung menurun. Sementara itu, pasokan

kentang terus membaik pasca erupsi Gunung

Sinabung pada beberapa periode lalu.

Sementara itu, tingkat permintaan masyarakat

juga masih terjaga dengan baik.

Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan

Sumber: BPS, diolah

Sementara itu, berlanjutnya kenaikan inflasi

komoditas ikan segar menahan penurunan

tekanan inflasi kelompok bahan makanan lebih

lanjut. Subkelompok ini meningkat dari 4,3%

(yoy) menjadi 12,8% (yoy). Hal ini didorong oleh

kondisi pasokan yang semakin menipis seiring

dengan menurunnya aktivitas melaut nelayan.

Menurunnya pasokan bahan baku juga turut

mengerek kenaikan tekanan inflasi kelompok

ikan yang diawetkan, dari 9,7% (yoy) ke 24,5%

(yoy). Kenaikan tekanan inflasi terutama terjadi

pada komoditas teri, udah kering (ebi) dan ikan

asin.

Begitu juga dengan subkelompok lemak dan

minyak yang cenderung meningkat dari 6,2%

(yoy) menjadi 6,4% (yoy). Hal ini terutama

didorong oleh meningkatnya harga minyak

goreng dari 5,5% (yoy) menjadi 5,7% (yoy). Tren

harga CPO yang cenderung meningkat pada

triwulan I mendorong kenaikan harga minyak

goreng. Selain itu, adanya rencana kebijakan

untuk menghapuskan minyak goreng curah juga

turut mendorong spekulasi pasar sehingga

mendorong kenaikan harga minyak goreng

meski tingkat permintaan masyarakat masih

terjaga.

Memasuki triwulan II 2017, tekanan inflasi

kelompok bahan makanan mulai meningkat ke

4,7% (yoy). Hal ini didorong oleh kenaikan

tekanan inflasi pada subkelompok ikan segar,

daging dan hasil-hasilnya serta subkelompok

padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya. Hal ini

diperkirakan terus berlanjut hingga akhir

triwulan II 2017 seiring dengan meningkatnya

kebutuhan masyarakat menyambut Ramadhan

dan Idul Fitri.

Peningkatan tekanan inflasi subkelompok ikan

segar masih didorong oleh belum normalnya

aktivitas melaut nelayan sehingga menyebabkan

kembali rendahnya pasokan ikan di pasaran.

Komoditas yang mendorong kenaikan tekanan

inflasi pada kelompok ini diantaranya adalah

ikan dencis dan ikan kembung.

Kenaikan tekanan inflasi subkelompok daging

dan hasil-hasilnya juga mendorong kenaikan

tekanan inflasi bahan makanan, terutama yang

2017

I II III IV I

BAHAN MAKANAN 14.8 5.4 12.5 14.9 3.5 3.4

Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 7.7 6.3 1.7 -1.5 -0.1 0.4

Daging dan Hasil-hasilnya 12.4 9.8 -0.5 4.6 4.6 0.3

Ikan Segar 0.3 -0.9 3.0 4.3 12.8 0.0

Ikan Diawetkan 2.5 0.6 0.7 10.1 24.6 0.0

Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 7.9 4.6 3.1 3.7 2.6 0.2

Sayur-sayuran 10.6 15.0 17.6 16.0 5.6 0.2

Kacang-kacangan 8.3 11.2 8.9 8.2 2.2 0.0

Buah-buahan 4.9 1.8 -0.8 -1.1 1.8 0.1

Bumbu-bumbuan 101.2 8.8 83.5 88.5 -8.0 2.2

Lemak dan Minyak -2.3 -1.5 5.0 6.2 6.4 0.0

Bahan Makanan Lainnya 6.5 9.5 9.9 10.1 11.2 0.0

Arah Andil

(yoy)Kelompok

2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

46

bersumber dari komoditas daging ayam ras.

Ongkos produksi daging ayam ras yang disertai

dengan relatif menurunnya pasokan daging

ayam mendorong kenaikan tekanan inflasi.

Harga bibit ayam ras (days old chicken (DOC))

cenderung meningkat yang disertai dengan

kenaikan pakan yang diduga didorong oleh

persiapan pelaku usaha menyambut rencana

ditutupnya keran impor jagung sebagai bahan

baku utama pakan ternak. Kondisi cuaca yang

kurang baik juga mengundang tingginya hama

penyakit sehingga pasokan relatif terganggu.

Subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan

hasilnya juga cenderung meningkat dari dari

-0,1% (yoy) menjadi 0,3% (yoy). Peningkatan

tekanan inflasi kelompok ini terutama terjadi

pada komoditas beras dan tepung beras.

Kenaikan tekanan inflasi diduga didorong oleh

meningkatnya harga beras kualitas rendah yang

tercermin dari harga gabah kualitas rendah baik

di tingkat petani maupun penggilingan.

Bergesernya periode panen raya mendorong

belum optimalnya pasokan beras di pasaran

sehingga mendorong kenaikan tekanan inflasi.

3.4.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman,

Rokok dan Tembakau

Penurunan harga bahan baku juga mendorong

rendahnya capaian inflasi kelompok makanan

jadi, minuman, rokok dan tembakau dari 11,9%

(yoy) menjadi 6,9% (yoy). Hampir seluruh

subkelompok menunjukkan penurunan tekanan

inflasi, terutama subkelompok tembakau dan

minuman beralkohol.

Rendahnya capaian inflasi subkelompok

tembakau dan minuman beralkohol terutama

didorong oleh turunnya tekanan inflasi seluruh

komoditas rokok. Dampak lanjutan dari

kenaikan cukai rokok pada akhir 2016 lalu relatif

minim sehingga mendorong melandainya

tekanan inflasi subkelompok tembakau dan

minuman beralkohol.

Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman,

Rokok, dan Tembakau

Memasuki triwulan II 2017, tekanan inflasi

kelompok ini kembali menurun dari 6,9% (yoy)

menjadi 6,4% (yoy). Penurunan tekanan inflasi

terutama didorong oleh penurunan tekanan

inflasi subkelompok makanan jadi dan minuman

yang tidak beralkohol. Komoditas gula pasir

tercatat turun dari 19,4% (yoy) menjadi 12,7%

(yoy). Kembali melimpahnya pasokan gula pasir

di pasaran mendorong menurunnya tekanan

inflasi komoditas ini. Impor gula pasir cenderung

meningkat pada triwulan I juga semakin

menguatkan pasokan. Namun, seiring dengan

tingginya permintaan masyarakat menyambut

lebaran, tekanan inflasi kelompok ini

diperkirakan meningkat.

3.4.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas

dan Bahan Bakar

Tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik,

gas dan bahan bakar relatif meningkat dari 2,5%

(yoy) menjadi 4,4% (yoy). Hal ini terutama

didorong oleh peningkatan tekanan inflasi

subkelompok bahan bakar, penerangan dan air

sementara tekanan inflasi subkelompok lain

cenderung stabil bahkan menurun.

Melonjaknya tekanan inflasi subkelompok bahan

bakar, penerangan dan air dari -0,6% (yoy)

menjadi 8,3% (yoy) terutama didorong oleh

kenaikan tarif listrik akibat adanya proses

migrasi pelanggan subsidi untuk golongan 900

Va, yang disertai dengan kenaikan tarif listrik

untuk pelanggan listrik non subsidi seiring

dengan perkembangan harga minyak WTI yang

meningkat serta nilai tukar yang cenderung

depresiatif.

2017

I II III IV I

MAKANAN JADI 10.7 11.9 13.5 11.9 6.9 1.7

Makanan Jadi 7.1 7.9 9.4 9.5 5.0 0.6

Minuman yang Tidak Beralkohol 8.8 12.8 12.1 12.2 9.3 0.2

Tembakau dan Minuman Beralkohol 18.7 18.6 21.5 15.3 8.4 0.8

Kelompok Arah Andil

(yoy)

2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

47

Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas

dan Bahan Bakar

Pada bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

kembali meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 5,8%

(yoy). Peningkatan tekanan inflasi terutama

didorong oleh peningkatan tekanan inflasi

subkelompok bahan bakar, penerangan dan air,

sementara tekanan inflasi subkelompok lain

cenderung stabil bahkan menurun.

Meningkatnya tekanan inflasi subkelompok

bahan bakar, penerangan dan air dari 8,3% (yoy)

menjadi 13,7% (yoy) terutama didorong oleh

kembali meningkatnya tekanan inflasi kelompok

tarif listrik. Hal ini masih didorong oleh

berlanjutnya kebijakan pemerintah untuk

menyalurkan subsidi tepat guna. Peningkatan

tekanan inflasi pada kelompok perumahan, air,

listrik, gas dan bahan bakar diperkirakan masih

terus berlangsung hingga akhir triwulan II seiring

dengan berlanjutnya kebijakan pemerintah

tersebut.

3.4.4 Kelompok Sandang

Penurunan tekanan inflasi kelompok sandang

dari 2,8% (yoy) menjadi 1,3% (yoy) juga turut

mendorong penurunan tekanan inflasi pada

triwulan I 2017. Penurunan tekanan inflasi

kelompok ini terutama didorong oleh

berakhirnya puncak permintaan masyarakat

akan komoditas sandang yang biasanya

memuncak pada akhir tahun.

Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang

Memasuki bulan April 2017, tekanan inflasi

kelompok sandang relatif stabil. Kebiasaan

masyarakat untuk bersolek di hari raya Idul Fitri

belum mendorong permintaan yang signifikan

untuk kelompok ini. Permintaan diperkirakan

melonjak mendekati Ramadhan dan Idul Fitri

yang terjadi menjelang akhir triwulan II 2017.

Dengan demikian, tekanan inflasi diperkirakan

meningkat.

3.4.5 Kelompok Kesehatan

Kelompok kesehatan pada triwulan I 2017 turut

meningkat dari 4,8% (yoy) menjadi 5,0% (yoy).

Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada

subkelompok jasa perawatan jasmani,

sementara subkelompok lain relatif menurun.

Kenaikan tarif listrik yang terjadi pada triwulan I

mendorong kenaikan biaya operasional

penyelenggara jasa perawatan jasmani. Dengan

demikian, tarif gunting rambut relatif

meningkat.

Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan

Pada bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok

kesehatan kembali meningkat dari 5,0% (yoy)

menjadi 5,5% (yoy). Hal ini terutama masih

didorong oleh peningkatan tekanan inflasi

subkelompok jasa perawatan jasmani, diikuti

dengan jasa kesehatan dan obat-obatan,

sementara perawatan jasmani dan kosmetika

relatif stabil. Kenaikan harga minyak dunia yang

diiringi dengan nilai tukar yang cenderung

depresiatif masih mendorong kenaikan tarif

listrik sehingga menambah tekanan harga pada

subkelompok jasa perawatan jasmani dan

kesehatan. Selain itu, obat-obatan yang masih

dipenuhi dengan impor juga terkendala

depresiasi nilai tukar. Dengan demikian, potensi

kenaikan tekanan inflasi pada kelompok

kesehatan masih cukup tinggi pada triwulan II

2017.

2017

I II III IV I

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB 3.0 1.6 1.9 2.5 4.4 0.7

Biaya Tempat Tinggal 4.3 3.5 3.2 3.0 2.6 0.5

Bahan Bakar, Penerangan dan Air -0.6 -3.7 -2.1 -0.6 8.3 0.0

Perlengkapan Rumah Tangga 6.3 8.4 8.7 7.0 4.9 0.1

Penyelenggaraan Rumah Tangga 3.9 2.3 2.4 3.8 4.0 0.2

Kelompok Arah Andil

(yoy)

2016

2017

I II III IV I

SANDANG 4.8 6.3 7.2 2.8 1.2 0.3

Sandang Laki-Laki 2.7 2.4 4.3 -2.0 -1.3 0.1

Sandang Wanita 10.1 11.0 8.8 5.1 -0.1 0.1

Sandang Anak-Anak 3.5 5.1 5.5 1.9 2.1 0.1

Barang Pribadi dan Sandang Lain 3.4 7.3 10.4 6.5 5.0 0.1

Kelompok Arah Andil

(yoy)

2016

2017

I II III IV I

KESEHATAN 4.9 4.7 4.5 4.8 5.0 0.2

Jasa Kesehatan 0.9 3.1 5.4 5.3 5.2 0.0

Obat-obatan 2.1 2.8 2.6 3.1 2.7 0.0

Jasa Perawatan Jasmani 2.4 6.0 6.2 6.3 8.9 0.0

Perawatan Jasmani dan Kosmetika 9.4 6.1 4.1 4.7 5.0 0.2

Kelompok Arah Andil

(yoy)

2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

48

3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan

Olah Raga

Stabilisasi tekanan inflasi pada kelompok

pendidikan, rekreasi dan olahraga mampu

menahan penurunan tekanan inflasi lebih jauh.

Hal ini terutama didorong oleh kenaikan tekanan

inflasi pada subkelompok rekreasi yang mampu

diimbangi dengan penurunan tekanan inflasi

pada subkelompok perlengkapan dan peralatan

pendidikan.

Masih didorong oleh biaya operasional yang

cenderung meningkat pasca kenaikan tarif

listrik, tekanan inflasi subkelompok rekreasi

cenderung meningkat dari -0,1% (yoy) menjadi

0,6% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada

subkelompok ini terutama didorong oleh

peningkatan tekanan inflasi pada komoditas

VCD/DVD player serta sepeda anak. Sementara

itu, penurunan tekanan inflasi pada

subkelompok perlengkapan/peralatan

pendidikan didorong oleh semakin rendahnya

permintaan masyarakat akibat terlaluinya

pelaksanaan tahun ajaran baru yang telah

dilaksanakan pada triwulan III 2016 lalu.

Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan

Olahraga

Menjelang paruh kedua semester I 2017,

tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi

dan olahraga masih relatif stabil di level 4,2%

(yoy). Stabilisasi kelompok ini tidak terlepas dari

masih rendahnya permintaan masyarakat seiring

dengan belum masuknya tahun ajaran baru.

Stabilisasi ini diperkirakan terus berlanjut hingga

akhir triwulan II 2017.

3.4.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan

Jasa Keuangan

Naiknya tekanan inflasi kelompok transpor,

komunikasi dan jasa keuangan dari -1,8% (yoy)

menjadi 1,9% (yoy) menahan penurunan

tekanan inflasi umum lebih lanjut. Peningkatan

tekanan inflasi terutama didorong oleh

peningkatan tekanan inflasi subkelompok

transpor, komunikasi dan pengiriman serta

sarana dan penunjang transpor. Sementara itu,

tekanan inflasi jasa keuangan relatif minimal.

Peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok

transpor terutama didorong oleh peningkatan

harga komoditas bensin, terutama untuk bensin

non subsidi seiring dengan tren perbaikan harga

minyak dunia yang masih cukup kuat yang turut

ditunjang oleh nilai tukar yang cenderung

apresiatif. Sementara itu, kenaikan tekanan

inflasi subkelompok komunikasi dan pengiriman

terutama didorong oleh kenaikan tekanan inflasi

pada komoditas tarif pulsa ponsel dan telepon

seluler seiring dengan meningkatnya permintaan

masyarakat akan paket data dan semakin

meleknya masyarakat akan teknologi

komunikasi. Adapun kenaikan subkelompok

sarana dan penunjang transpor didorong oleh

peningkatan biaya perpanjangan STNK yang

dilakukan oleh pemerintah pada awal tahun

2017 lalu.

Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan

Jasa Keuangan

Pada bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok

transpor, komunikasi dan jasa keuangan kembali

meningkat dari 1,9% (yoy) menjadi 3,3% (yoy).

Peningkatan ini terutama didorong oleh

kenaikan tekanan inflasi transpor akibat

penyesuaian harga bahan bakar non subsidi

seiring dengan perbaikan harga komoditas

minyak dunia ke depan. Kondisi ini diperkirakan

terus berlanjut hingga akhir triwulan II 2017,

yang semakin diperkuat dengan tingginya

permintaan akan angkutan udara dalam

menyemarakkan budaya mudik Idul Fitri.

2017

I II III IV I

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 6.0 6.5 4.5 4.1 4.1 0.4

Pendidikan 9.2 10.1 7.0 6.9 6.9 0.4

Kursus-Kursus / Pelatihan 0.6 0.7 0.4 0.3 0.4 0.0

Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 4.3 4.2 1.6 1.2 0.0 0.0

Rekreasi 1.6 2.1 1.4 -0.1 0.5 0.0

Olahraga 0.7 0.8 0.9 0.5 0.3 0.0

Kelompok Arah Andil

(yoy)

2016

2017

I II III IV I

TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 1.8 -1.1 -2.0 -1.8 1.9 0.4

Transpor 2.0 -2.0 -3.4 -3.3 -0.3 0.3

Komunikasi dan Pengiriman 0.1 0.1 0.6 2.1 4.2 0.0

Sarana dan Penunjang Transpor 3.5 3.8 4.1 3.4 18.7 0.1

Jasa Keuangan 1.5 1.6 1.6 1.6 0.0 0.0

Kelompok Arah Andil

(yoy)

2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

49

3.5 Perbandingan Inflasi Antar

Provinsi/Kota di Sumatera

Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau

Sumatera pada triwulan I 2017 tercatat sebesar

3,9% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar

3,6% (yoy). Tekanan inflasi ini lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan lalu yang

mencapai 4,5% (yoy). Hampir seluruh provinsi

mencapai tekanan inflasi dibawah 5%, kecuali

Provinsi Bengkulu dan Provinsi Bangka Belitung.

Penurunan tekanan inflasi terjadi terutama pada

kelompok volatile foods, sementara tekanan

inflasi inti cenderung stabil dan tekanan inflasi

administered prices cenderung meningkat.

Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera

PROVINSI Tw IV-16 Tw I-17

ACEH 4,0 3,5

SUMUT 6,3 3,9

SUMBAR 4,9 3,8

RIAU 4,0 5,0

JAMBI 4,4 2,9

KEPRI 3,5 3,1

SUMSEL 3,6 3,7

BENGKULU 4,6 6,0

BABEL 6,8 6,4

LAMPUNG 2,8 3,7

3.6 Upaya Pengendalian Inflasi

Meski tekanan inflasi pada triwulan I 2017 relatif

rendah, namun koordinasi TPID se-Sumatera

Utara masih terus dieratkan untuk menjangkar

capaian inflasi tahun 2017 kembali ke

sasarannya, yaitu 4±1%. Adapun program

pengendalian harga telah disusun secara

sistematis dan berkesinambungan sesuai dengan

roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun

sebelumnya. Beberapa program diantaranya

meliputi:

1. Pembentukan BUMD pangan untuk stabilisasi

harga, menjamin ketersediaan pasokan dan

memangkas jalur distribusi. Dengan

keberadaan BUMD pangan, Pemerintah

dapat secara aktif melakukan pemenuhan

pasokan, pembelian dan penyaluran ke

pedagang eceran yang langsung

berhubungan ke konsumen sehingga beban

yang harus dibayarkan oleh konsumen

berkurang. Apabila dibutuhkan, BUMD

pangan juga bisa melakukan sourcing ke

provinsi lain untuk menambah pasokan di

dalam provinsi serta membantu melakukan

penjualan ke provinsi lain. Terdapat 2 BUMD

pangan yang saat ini sedang dalam proses

pembentukan, yaitu BUMD pangan Provinsi

Sumut dan BUMD pangan Kabupaten Deli

Serdang.

2. Pembuatan pasar induk provinsi dan

pembenahan PD Pasar Kota Medan. Saat ini

Pemerintah Provinsi Sumut sedang dalam

tahap perencanaan pembuatan pasar induk

provinsi sekaligus sebagai tempat pemasaran

yang bersinergi dengan BUMD pangan

bentukan. Sementara pembenahan PD Pasar

Kota Medan akan terus dilakukan.

3. Penguatan peran Toko Tani. Toko Tani di

Sumatera Utara telah menjadi lokasi belanja

beras murah bagi para masyarakat.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

berencana untuk menambah cabang Toko

Tani, serta melakukan perluasan wewenang

dengan menambah komoditas lainnya.Toko

Tani disini sekaligus berfungsi sebagai sarana

pemasaran, yang menjembatani antara

penjual dan konsumen akhir.

4. Perluasan area tanam dan peningkatan

indeks tanam padi. Dinas Pertanian Sumatera

Utara akan berkoordinasi untuk melakukan

perluasan area tanam, khususnya untuk

komoditas pangan strategis seperti cabai

merah. Salah satunya, Deli Serdang, bekerja

sama dengan Bank Indonesia, akan

mendirikan klaster cabai merah dengan

harapan dapat berfungsi sebagai buffer

pasokan bagi Kota Medan. Selain itu,

peningkatan indeks tanam melalui

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

50

modernisasi dan penggunaan bibit unggul,

juga terus diupayakan Dinas Tanaman

Pangan dan Holtikulturauntuk peningkatan

produksi padi Sumatera Utara.

5. Penguatan peran para penyuluh. Terjadinya

serangan virus kuning pada paruh kedua

tahun 2016 menjadi pelajaran berharga atas

pentingnya peran para penyuluh dalam

memberikan arahan bagi para petani

sehingga kejadian serupa tidak terjadi

kembali.

6. Perencanaan tanam dan kalender tanam

yang terintegrasi dan akurat. Untuk

menanggulangi kejadian overproduksi atau

kurangnya volume panen, perencanaan

tanam dan kalender tanam yang lebih akurat

dan terintegrasi di level provinsi menjadi

fokus utama TPID Provinsi Sumut.

7. Penjajakan kerjasama dengan distributor

besar komoditas pangan. Melihat besarnya

kemampuan para distributor pangan dalam

menentukan harga, TPID Provinsi Sumut

berencana melakukan pendekatan dan

penyelarasan visi dengan distributor utama

komoditas pangan, agar mereka menjadi

bagian dalam pengendalian harga.

8. Melakukan penguatan basis data dalam

menunjang pengambilan keputusan maupun

perumusan program pengendalian inflasi

daerah.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

51

Pola Inflasi Menyambut Ramadhan

Menyambut Ramadhan hingga Idul Fitri, tekanan inflasi Sumatera Utara pada umumnya

cukup tinggi dengan total inflasi diatas 1% (mtm) dalam kedua periode tersebut. Berdasarkan

historisnya, inflasi Ramadhan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Lebaran. Rata-rata

inflasi Ramadhan dalam 5 tahun terakhir mencapai 0,78% (mtm), sementara inflasi Lebaran memiliki

rataan 0,60% (mtm). Secara mingguan, lonjakan inflasi lebaran mulai terasa 1 minggu menjelang Idul

Fitri. Lonjakan inflasi mingguan tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan kenaikan mencapai 0,32%.

Kenaikan harga barang mulai mereda 1 minggu pasca Idul Fitri.

Lebih tingginya inflasi Ramadhan diperkirakan didorong oleh tingginya cost push inflation,

sementara itu demand pull inflation diperkirakan relatif menurun yang tercermin dari IKK yang pada

umumnya menurun pada periode Ramadhan dan baru kembali meningkat pada periode lebaran.

Tingginya capaian inflasi pada periode Ramadhan dan Lebaran juga disebabkan oleh meningkatnya

ekspektasi inflasi pada tingkat konsumen. Hal tersebut tercermin dari indeks persepsi perubahan

harga umum dalam 3 bulan ke depan pada level konsumen yang cenderung meningkat.

Grafik 3.7 Inflasi Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran Grafik 3.8 IKK Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran

Sumber: Departemen Regional I Grafik 3.9 Ekspektasi Inflasi Konsumen Grafik 3.10 Perkembangan Harga Mingguan

Secara bulanan, komoditas yang pada umumnya menjadi penyumbang inflasi pada periode

Ramadhan dan Lebaran dalam 3 tahun terakhir diantaranya adalah daging ayam ras, cabai merah

dan angkutan udara. Kenaikan harga cabai merah pada umumnya mulai terjadi pada H-1 bulan

sebelum Ramadhan, namun cenderung mereda memasuki bulan Ramadhan dan periode lebaran itu

sendiri. Perilaku konsumen untuk meningkatkan stok sebelum lebaran mendorong tingginya

permintaan akan cabai merah. Sementara itu, peningkatan harga daging ayam ras pada umumnya

terjadi pada periode Ramadhan dengan rata-rata sumbangan mencapai 0,09% (mtm). Tingginya

kebutuhan akan daging-dagingan juga turut mendorong tingginya permintaan akan bumbu-

bumbuan seperti bawang merah dan cabai merah.

1.1

2

0.6

8

2.7

3

0.5

1

0.8

4

0.7

7

1.1

2

0.1

4

0.5

2

0.7

8

0.7

8

0.1

8

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Ramadhan Idul Fitri

t-1 Ramadhan Lebaran t+1

2011 2012 2013 2014 2015 2016

t-1 Ramadhan Lebaran t+1

2012 2013 2014 2015 2016

0.04

0.25

0.10

-0.050.03

0.32

0.00-0.04

-0.11

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

t-4 t-3 t-2 t-1 t t+1 t+2 t+3 t+4

2014 2015 2016 Rata-Rata (2014-2016)

%, wbw

t = minggu pertengahan puasa

Suplemen 3

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH

52

Semarak perayaan mudik seiring dengan perayaan Lebaran mendorong tingginya permintaan akan

angkutan udara. Komoditas angkutan udara pada umumnya memberikan andil inflasi yang tinggi

pada periode lebaran. Komoditas ini secara konsisten menyumbang inflasi lebaran dalam 3 tahun

terakhir dengan rata-rata sumbangan mencapai 0,08% (mtm). Sementara itu, sumbangan harga

komoditas pangan cenderung mereda dibandingkan dengan periode Ramadhan.

Tabel 3.11 Komoditas Penyumbang Inflasi Ramadhan dan Lebaran di Sumut

Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil

Cabai Merah 0.19 Cabai Merah 0.72 Daging Ayam Ras 0.12

Tomat Buah 0.16 Daging Ayam Ras 0.10 Gula Pasir 0.07

Bawang Merah 0.14 Kontrak Rumah 0.04 Cabai Merah 0.05

Rokok Putih 0.09 Cabe Hijau 0.03 Daging Sapi 0.03

Wortel 0.08 Gula Pasir 0.03 Emas Perhiasan 0.03

Daging Ayam Ras 0.14 Cabai Merah 0.30 Gula Pasir 0.10

Bawang Merah 0.11 Bawang Merah 0.06 Daging Ayam Ras 0.09

Wortel 0.07 Pasta Gigi 0.05 Wortel 0.07

Bayam 0.06 Tomat Buah 0.05 Dencis 0.07

Sepeda Motor 0.04 Daging Ayam Ras 0.05 Kentang 0.05

Dencis 0.11 Cabai Merah 0.14 Angkutan Udara 0.12

Angkutan Udara 0.05 Dencis 0.07 Kontrak Rumah 0.08

Mobil 0.05 Angkutan Udara 0.06 Gula Pasir 0.07

Bayam 0.05 SD 0.04 Daging Ayam Ras 0.06

Kontrak Rumah 0.04 Tongkol/Ambu-ambu0.04 Kentang 0.04

Tarip Listrik 0.13 Angkutan Udara 0.31 Cabai Merah 0.24

SMP 0.11 Daging Ayam Ras 0.15 SMP 0.10

Angkutan Udara 0.11 Beras 0.09 Dencis 0.07

Kacang Panjang 0.05 SMA 0.05 Tarip Listrik 0.06

Kontrak Rumah 0.05 SD 0.04 SMA 0.04

t+1

Periode2014 2015 2016

t-1

Ramadhan

Lebaran

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

53

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

DAN UMKM

Di tengah perlambatan kinerja perekonomian pada triwulan I 2017, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang masih cukup baik dengan risiko kredit yang masih di bawah target indikatif. Pertumbuhan DPK dan kredit pada triwulan I 2017 meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan indikator tersebut diikuti oleh Non Performing Loan (NPL) yang relatif rendah.

Terjaganya stabilitas keuangan juga didukung oleh ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga yang masih kuat. Stabilnya kinerja korporasi pada triwulan I 2017 didorong oleh membaiknya kinerja korporasi yang bergerak di industri karet. Di sektor rumah tangga, kondisi ketahanannya masih baik yang didukung oleh daya beli yang masih kuat seiring dengan peningkatan penghasilan karena kenaikan gaji dan penerimaan hasil ekspor yang relatif meningkat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

54

Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara

Di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan I

2017, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera

Utara masih terjaga dengan baik. Kinerja

perbankan di Sumatera Utara menunjukkan

intermediasi perbankan yang cukup baik yang

tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang

telah mencapai 92,5% disertai dengan risiko

kredit yang masih di bawah level indikatif (2,7%).

Ketahanan sektor rumah tangga (RT) masih

cukup kuat yang didukung oleh daya beli yang

terjaga. Kondisi tersebut sejalan dengan

menurunnya harga-harga yang bahkan tercatat

deflasi selama 3 bulan berturut-turut (Februari

s.d April), sementara pendapatan RT

diperkirakan membaik sejalan dengan perbaikan

harga komoditas. Peningkatan penghasilan ini

mendorong peningkatan konsumsi RT di

Sumatera Utara di triwulan I 2017, tercatat

konsumsi tumbuh 5,6% relatif dibandingkan

sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) gross

kredit sektor RT juga tercatat masih rendah dan

berada dalam batas aman.

Stabilitas keuangan juga didukung oleh

ketahanan sektor korporasi seiring dengan

membaiknya penjualan dan rentabilitas sektor

korporasi. Perbaikan ini mendorong

meningkatnya penyaluran kredit kepada sektor

korporasi dengan risiko kredit yang terjaga pula.

Kinerja sektor UMKM secara keseluruhan

mengalami peningkatan signifikan pada triwulan

I 2017. Kredit kepada sektor UMKM tumbuh

signifikan menjadi 18,2% (yoy) dari sebelumnya

sebesar 2,5% (yoy). Kondisi tersebut mendorong

porsi kredit UMKM terhadap total kredit

perbankan meningkat menjadi 30,0% dari

sebelumnya sebesar 27,1%, jauh di atas

persyaratan minimum yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia (15%). Namun tekanan finansial di

sektor UMKM patut dicermati dengan NPL yang

mencapai 5,3%, sedikit di atas target indikatif

5%.

Mengingat peran UMKM yang cukup penting

dalam perekonomian, Bank Indonesia terus

melakukan berbagai program kerja untuk

pengembangan UMKM. Di sisi lain, Bank

Indonesia juga terus melakukan sinergi dan

kolaborasi untuk mendukung tercapainya

ketahanan dan kemandirian pangan dengan

melakukan pengembangan klaster.

Perkembangan perbankan

Sumatera Utara

Kondisi Umum

Pada triwulan I 2017 kinerja perbankan terjaga

baik. Di tengah pertumbuhan ekonomi Sumatera

Utara yang tumbuh melambat, kinerja

perbankan pada triwulan I 2017 menunjukkan

peningkatan pertumbuhan baik dari sisi Aset,

Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun Kredit

Secara keseluruhan fungsi intermediasi

perbankan sampai dengan triwulan I 2017 relatif

baik dengan risiko kredit yang terjaga. Hal ini

terlihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang

cukup baik (sedikit menurun dari 93,3% ke

92,5%). Selain itu, rasio kredit bermasalah

2017

I II III IV I II III IV I

Aset (Rp T) 233,1 239,9 254,3 245,2 242,4 256,9 262,6 266,2 279,3

Pertumbuhan Aset (yoy) 8,4% 8,2% 11,3% 5,7% 4,0% 7,1% 3,3% 8,6% 15,2%

DPK (Rp T) 177,7 182,6 190,1 184,5 186,0 194,6 197,3 201,1 207,5

Pertumbuhan DPK (yoy) 12,8% 9,6% 9,3% 3,2% 4,7% 6,5% 3,8% 9,0% 11,5%

Kredit (Lokasi Proyek, Rp T) 163,6 168,4 172,3 173,6 169,1 177,4 182,4 184,9 190,0

Pertumbuhan Kredit (LP, yoy) 10,4% 8,7% 9,7% 6,6% 3,3% 5,4% 5,8% 6,5% 12,4%

Non Performing Loan (gross) 2,8% 3,1% 3,3% 2,9% 3,2% 3,2% 3,1% 2,5% 2,7%

Loan to Deposit Ratio 93,6% 93,8% 94,2% 96,6% 92,4% 92,4% 93,0% 93,3% 92,5%

Sumber : Bank Indonesia

2015 2016Indikator Perbankan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

55

berada di bawah batas target indikatif NPL,

sedikit meningkat dari 2,5% menjadi 2,7% (Tabel

4.1). Namun demikian, terdapat beberapa sektor

yang NPL-nya patut dicermati, yaitu sektor

informasi dan komunikasi, sektor konstruksi,

sektor perkebunan karet dan sektor akomodasi

dan makan minum. Sementara dari sisi

penggunaan, NPL kredit konsumsi, modal kerja

maupun investasi masih dalam batas aman.

Pertumbuhan aset, kredit dan DPK menunjukkan

perkembangan yang menggembirakan, jauh di

atas realisasi triwulan lalu maupun triwulan yang

sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan,

aset dan DPK masing-masing tercatat tumbuh

sebesar 15,2% (yoy) dan 11,5% (yoy), jauh lebih

tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 8,6% (yoy) dan 9,0% (yoy)

maupun triwulan I 2016 yang hanya mencapai

4,0% (yoy) dan 4,7% (yoy). Sejalan dengan

pertumbuhan aset dan DPK, kredit juga tumbuh

sebesar 12,4% (yoy), jauh lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

6,5% (yoy). Pertumbuhan DPK dan kredit yang

double digit ini pertama kali sejak triwulan II

2015.

Sementara itu, risiko kredit di triwulan I 2017

sedikit meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu dari 2,5% menjadi 2,7%. Hal ini

diperkirakan disebabkan oleh kondisi

perekonomian yang masih dalam proses

pemulihan yang terkait dengan perbaikan harga

komoditas utama karet yang belum konsisten.

Aset Perbankan

Pada triwulan I 2017 aset perbankan di Sumatera

Utara tercatat sebesar Rp279,3 triliun, atau

tumbuh 15,2% (yoy) (Tabel 4.1). Pertumbuhan

ini lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 8,6% (yoy) maupun

nasional yang mencapai 10,4% (yoy).

Peningkatan pertumbuhan aset perbankan di

Sumatera Utara merupakan dampak dari

meningkatnya pertumbuhan DPK dan kredit,

sejalan dengan masih stabilnya kinerja konsumsi

domestik di tengah perlambatan ekonomi

Sumatera Utara secara umum.

Bila dilihat dari kelompok banknya, bank swasta

nasional masih memiliki aset terbesar di antara

bank lainnya, dengan pangsa sebesar 42,0%,

diikuti bank persero 38,4% dan bank asing dan

campuran sebesar 7,9%.

Penghimpunan Dana Pihak Ketiga

Penghimpunan DPK meningkat signifikan di

triwulan I 2017 mencapai double digit untuk

pertama kalinya sejak triwulan II 2015 (Tabel

4.1). Penghimpunan DPK pada triwulan I 2017

tercatat sebesar Rp207,5 triliun atau tumbuh

sebesar 11,5% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,0% (yoy)

maupun triwulan sama tahun sebelumnya yang

tumbuh 4,7% (yoy). Pertumbuhan DPK Sumatera

Utara lebih tinggi dibandingkan DPK nasional

(tumbuh 10,0%, yoy), dengan pangsa terhadap

DPK perbankan nasional mencapai 4,2%.

Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan I 2017

Berdasarkan kelompok bank, sebesar 49,4%

proporsi Dana Pihak Ketiga (DPK) di Sumatera

Utara berasal dari kelompok Bank Swasta

Campuran, kemudian disusul oleh Bank Persero

(BUMN) sebesar 34,1%. Perbaikan pertumbuhan

DPK terjadi pada bank persero (dari 12,2%

menjadi 17,9%) dan bank swasta nasional (dari

9,3% menjadi 11,0%), sementara Bank Asing

Campuran terkontraksi lebih dalam (-8,8% dari

sebelumnya -5,1%). Meningkatnya DPK di bank

persero sejalan dengan masih belum

terealisasikannya belanja modal pemerintah

sebagaimana polanya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

56

Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di

Sumatera Utara

Berdasarkan komponennya, deposito

mendominasi DPK sebesar 44,6%, diikuti oleh

tabungan dan giro masing-masing sebesar 37,2%

dan 18,2% (Grafik 4.1). Komposisi DPK di

Sumatera Utara relatif tidak berubah selama

kurun waktu enam tahun terakhir. Dengan

tingginya komposisi deposito tersebut, biaya

dana menjadi mahal, namun relatif bersifat

jangka panjang. Pada triwulan I 2017,

pertumbuhan DPK didukung oleh pertumbuhan

deposito (dari 6,8% menjadi 8,4%), giro (dari

13,6% menjadi 22,9%) dan tabungan (dari 9,7%

menjadi 10,4%). Meningkatnya pertumbuhan

DPK tersebut sejalan dengan membaiknya harga

komoditas di tengah efisiensi operasional sektor

korporasi (Grafik 4.2).

Berdasarkan golongan nasabah, proporsi sektor

swasta pada perbankan Sumatera Utara

menunjukkan angka 91,0%, sementara sektor

Pemerintah menunjukkan proporsi 9,0%.

Pertumbuhan DPK didukung terutama oleh

pertumbuhan DPK sektor swasta yang

menunjukkan angka sebesar 12,0% (yoy) pada

periode berjalan tumbuh meningkat dari 9,6%

(yoy) pada triwulan IV-2016. DPK sektor

pemerintah juga menunjukkan perbaikan yaitu

dari 1% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi

2,7% (yoy) pada triwulan berjalan. Kondisi ini

diperkirakan sejalan dengan membaiknya harga

komoditas karet meski masih terbatas. Di sisi

lain, pengeluaran pemerintah masih berupa

belanja rutin sesuai polanya karena belum

terlaksananya proses pengadaan untuk belanja

modal.

Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial

Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial

Pada triwulan I 2017, DPK perbankan di

Sumatera Utara sebagian besar masih berasal

dari Kota Medan dengan proporsi 73,1% dengan

pertumbuhan sebesar 12,1% (yoy), Kabupaten

Asahan dengan proporsi 5% dengan

pertumbuhan sebesar 7,0% (yoy) dan Kota

Pematangsiantar sebesar 4,8% dengan

pertumbuhan sebesar 13,2% (yoy). Tingginya

aktivitas ekonomi dan jumlah penduduk

mempengaruhi penghimpunan dana yang jauh

lebih besar dari kota/kabupaten lainnya di

Sumatera Utara. Kondisi ini juga mencerminkan

masih belum meratanya akses terhadap

perbankan terkait keterbatasan jaringan

perbankan. Hal ini perlu dicermati agar seluruh

masyarakat di Sumatera Utara dapat menikmati

akses keuangan, diantaranya melalui branchless

banking dan layanan keuangan digital (Grafik 4.3

dan 4.4).

Penyaluran Kredit

Kredit yang disalurkan oleh perbankan di

Sumatera Utara berdasarkan lokasi proyek pada

triwulan I 2017 mencapai Rp190,0 triliun,

tumbuh meningkat dari 6,5% (yoy) menjadi

12,4% (yoy) (Tabel 4.1). Pertumbuhan kredit di

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

57

Sumatera Utara pada triwulan laporan juga lebih

tinggi dari nasional yang mencapai 9,3% (yoy)

dan merupakan yang tertinggi sejak triwulan II

2015. Penyaluran kredit di Sumatera Utara

mencapai 4,3% dari total kredit perbankan

nasional.

Berdasarkan tujuan penggunaan, kredit terbesar

digunakan untuk modal kerja dengan proporsi

48,9%, diikuti oleh kredit investasi 26,8% dan

kredit konsumsi 24,3%. Proporsi ini relatif sama

dengan triwulan sebelumnya. Kredit modal kerja,

kredit investasi dan kredit konsumsi seluruhnya

tumbuh meningkat dari masing-masing 6,0%,

7,8%, dan 6,5% (yoy) menjadi 11,2%, 19,5% dan

7,6% (yoy) (Grafik 4.6). Peningkatan ini sejalan

dengan masih kuatnya kinerja konsumsi

domestik dan aktivitas perdagangan.

Meningkatnya kinerja kredit diharapkan mampu

mendorong perekonomian Sumatera Utara

untuk tumbuh lebih baik. Namun demikian,

pelaku usaha sebagian besar masih cenderung

menggunakan dana sendiri yang berasal dari laba

ditahan untuk pembiayaan investasinya (hasil

liaison) ditengah masih terbatasnya pemulihan

ekonomi global.

Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan

Penggunaan

Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi,

pertumbuhan kredit ke sektor utama ekonomi

Sumatera Utara menunjukkan perkembangan

yang menggembirakan. Pertumbuhan kredit

pada triwulan I 2017 ditopang oleh pertumbuhan

kredit di sektor industri pengolahan dengan

pangsa 22,0% yang tumbuh meningkat sebesar

17,8% (yoy) dari sebelumnya 2,4% (yoy) dan

sektor perdagangan besar dan eceran dengan

pangsa 23,6% yang juga tumbuh meningkat

sebesar 9,4% (yoy) dari 2,6% (yoy) pada periode

sebelumnya. Kredit sektor pertanian dengan

pangsa 18,5% mencatat pertumbuhan stabil

sebesar 19,0% (Grafik 4.6). Kondisi ini

diperkirakan sejalan dengan kinerja industri

pengolahan yang membaik, sementara untuk

sektor pertanian dan sektor perdagangan pada

triwulan I 2017 mengalami perlambatan.

Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor

Ekonomi

Membaiknya pertumbuhan kredit di Sumatera

Utara tersebut diperkirakan ditopang oleh

ekspektasi membaiknya harga komoditas meski

di tahun 2017 kenaikannya tidak setinggi tahun

sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan kredit

didukung oleh tren penurunan suku bunga

sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter.

Grafik 4.7 Perkembangan Kualitas Kredit

Membaiknya penyaluran kredit disertai dengan

meningkatnya risiko kredit perbankan Sumatera

Utara pada triwulan I 2017, meski masih di

bawah batas target indikatif (5%). Hal ini

tercermin dari Non Performing Loan (NPL) gross

sebesar 2,7%, meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar 2,5% (Grafik 4.7).

Meningkatnya risiko kredit terjadi pada seluruh

jenis kredit baik kredit konsumsi, kredit investasi,

maupun kredit modal kerja yang ketiganya masih

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

0.0%

5.0%

10.0%

15.0%

20.0%

25.0%

30.0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Pertumbuhan Kredit, yoy

NPL (RHS)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

58

di bawah 5%. Secara sektoral, risiko kredit ketiga

sektor utama (sektor pertanian, industri

pengolahan dan perdagangan besar dan ecerah)

masih di bawah batas indikatif. Adapun risiko

kredit yang perlu mendapat perhatian adalah

kredit kepada sektor informasi dan komunikasi,

akomodasi makan minum, dan perkebunan

karet.

Grafik 4.8 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial

Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit spasial

Sejalan dengan penghimpunan DPK, penyaluran

kredit terbesar di Sumatera Utara juga terdapat

di kota Medan dengan proporsi sebesar 55,8%,

disusul oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar

15,4% dan Kabupaten Asahan sebesar 3,2%.

Kredit di ketiga daerah tersebut tumbuh

meningkat masing-masing sebesar 11,8%, 24,3%

dan 6,1% (yoy). Sebagaimana halnya DPK,

sebaran kredit di Sumatera Utara juga masih

belum merata sehingga turut berdampak pada

tidak meratanya pertumbuhan perekonomian di

berbagai daerah (Grafik 4.8 dan 4.9).

Perbankan Syariah

Pertumbuhan DPK Syariah pada triwulan I-2017

sebesar 20,5% (yoy), menurun dibandingkan

triwulan IV-2016 yang tumbuh sebesar 22,6%

(yoy). Sejalan dengan pertumbuhannya yang

menurun, pangsa DPK syariah terhadap total

DPK mengalami penurunan dari 5,1% menjadi

4,7%.

Grafik 4.10 Perkembangan DPK Syariah

Grafik 4.11 Perkembangan Pembiayaan Syariah

Pada triwulan I-2017 pembiayaan syariah

berdasarkan lokasi bank di Sumatera Utara

mencapai Rp9,1 triliun atau tumbuh sebesar

9,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

sebelumnya (9,3%, yoy). Kondisi ini diperkirakan

sejalan dengan maraknya kegiatan usaha syariah.

Peningkatan kredit tersebut diikuti oleh kualitas

kredit yang membaik meski masih di atas level

indikatif 5% (Grafik 4.10).

Intermediasi Perbankan

Intermediasi perbankan pada triwulan I 2017

masih tetap terjaga meskipun melambat

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to

Deposit Ratio) yang tercatat menurun sebesar

0,8% atau dari 93,3% menjadi sebesar 92,5%

(Tabel 4.1). Penurunan LDR sejalan dengan

pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibanding

pertumbuhan DPK, tertinggi sejak triwulan II

2015.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

59

Sementara itu, dari sisi perbankan syariah

Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan

berjalan mengalami peningkatan dibandingkan

dengan posisi Triwulan IV-2016 yaitu dari 90,4%

menjadi 92,1%. Peningkatan FDR tersebut

disebabkan oleh pembiayaan tumbuh lebih

melambat dibandingkan dengan DPK dan diikuti

oleh meningkatnya risiko pembiayaan (Non

Performing Financing atau NPF) seiring dengan

pemulihan ekonomi yang belum kuat. Namun

masih tingginya FDR menunjukkan masih

tingginya minat masyarakat untuk melakukan

transaksi perbankan syariah.

4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi

Sumber-sumber Kerentanan Sektor Korporasi

Faktor-faktor yang dapat memberikan tekanan

terhadap kinerja sektor korporasi di Sumatera

Utara diantaranya tingkat permintaan domestik

maupun mitra dagang. Korporasi atau industri

pengolahan yang ada di Sumatera Utara

didominasi oleh industri makanan dan minuman

akibat melimpahnya sumber daya kelapa sawit

sebagai bahan baku. Adapun kinerja permintaan

luar negeri untuk komoditas CPO masih relatif

baik seiring dengan baiknya permintaan di

Tiongkok dan Amerika Serikat, sementara

permintaan dari India relatif menurun.

Permintaan domestik diperkirakan masih belum

optimal. Sementara itu, seiring dengan telah

lewatnya puncak permintaan domestik di akhir

tahun, mendorong rendahnya kinerja ekspor

antar daerah (lebih lanjut baca Bab 1.2

Perkembangan Ekonomi Sisi Permintaan bagian

Ekspor).

Tingkat konsumsi domestik juga masih

menunjang baiknya kinerja korporasi pada

triwulan I 2017. Konsumsi swasta masih cukup

baik ditengah mulai menurunnya harga

komoditas perkebunan internasional, yang

terkait erat dengan mata pencaharian sebagian

besar tenaga kerja di Sumatera Utara. Stabilnya

konsumsi swasta terjadi seiring dengan masih

cukup baiknya perayaan event tahun baru dan

Imlek, rendahnya tekanan inflasi yang menopang

daya beli, serta kenaikan upah terkait dengan

penyesuaian UMP tahun 2017 (lebih lanjut baca

Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Permintaan

bagian Konsumsi Rumah Tangga).

Kinerja Korporasi

Di tengah pemulihan ekonomi yang masih

lambat, kondisi ketahanan korporasi di Sumatera

Utara masih terjaga. Hal tersebut tercermin dari

Indeks Kondisi Dunia Usaha yang cenderung

stabil pada triwulan I 201720. Stabilnya kinerja

korporasi pada triwulan I 2017 diperkirakan

didorong oleh membaiknya kinerja korporasi

yang bergerak pada komoditas karet, sementara

perbaikan kinerja korporasi yang bergerak di

komoditas CPO membaik secara terbatas.

Pasokan bahan baku karet cenderung meningkat

seiring dengan mulai kembali digarapnya

tanaman karet oleh petani akibat perbaikan

harga karet yang terus berlanjut. Tingkat

permintaan karet juga cenderung meningkat

seiring dengan adanya supply shock di pasar

internasional. Sementara itu, kinerja produksi

CPO cenderung tertahan seiring dengan kondisi

cuaca yang kurang kondusif (lebih lanjut baca

Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran

bagian Pertanian).

Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang

tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang. Saldo Bersih

Tertimbang (SBT) adalah hasil perkalian saldo bersih

sektor/sub sektor yang bersangkutan dengan bobot

sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai

penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara

persentase jumlah responden yang memberikan jawaban

“meningkat” dengan persentase jumlah responden yang

memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan

jawaban “sama”

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

60

Grafik 4.12 Indeks Kegiatan Dunia Usaha

Realisasi kinerja sektor korporasi ini lebih rendah

dibandingkan dengan ekspektasi pelaku usaha

yang tercermin dari indeks perkiraan kegiatan

dunia usaha yang justru meningkat. Hal ini

diduga disebabkan oleh kinerja faktor input yang

tidak sebaik perkiraan semula sehingga belum

cukup optimal dalam mendorong baiknya kinerja

korporasi yang turut dibayangi dengan mulai

menurunnya harga komoditas internasional

terutama CPO.

Grafik 4.13 ROA ROE Sumatera Utara

Meski tren perekonomian Sumatera Utara dalam

3 triwulan terakhir terus menunjukkan

perlambatan, namun kinerja korporasi masih

cukup solid21. Risiko rentabilitas, likuiditas,

solvabilitas, interest service coverage ratio yang

meningkat, sementara tingkat turn over aset dan

persediaan relatif stabil.

Risiko rentabilitas masih dapat diatasi dengan

baik oleh korporasi yang tercermin dari

beberapa indikator yang justru menunjukkan

perbaikan. Kondisi ini mengindikasikan baiknya

korporasi di Sumatera Utara dalam

ata terakhir per triwulan IV 2016.

menggunakan modal yang dimiliki untuk

menghasilkan laba. Hal tersebut tercermin dari

terus membaiknya indikator Return on Asset

(ROA) dan Return on Equity (ROE) sejak akhir

2015.

Tingginya kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba perusahaan terutama

didorong oleh perbaikan harga komoditas

perkebunan yang terjadi sepanjang tahun 2016

lalu. Hal tersebut tercermin dari tingginya

perbaikan ROA dan ROE untuk sektor industri

pengolahan, pertanian dan perdagangan pada

triwulan IV 2016. Ketiga sektor ini memiliki

kaitan yang sangat erat dengan dinamika

perdagangan komoditas perkebunan, sehingga

perbaikan harga komoditas tersebut mampu

memberikan dampak yang signifikan dalam

perbaikan kinerja keuangan korporasi. Baiknya

permintaan akibat shock produksi di beberapa

negara produsen utama CPO juga mendorong

rendahnya risiko rentabilitas korporasi pada

triwulan IV 2016.

Baiknya harga komoditas perkebunan pada

triwulan IV 2016 juga turut mendorong

membaiknya profit margin korporasi di Sumatera

Utara. Profit margin korporasi di Sumatera Utara

pada triwulan IV 2016 relatif meningkat dari

5,5% pada triwulan III 2016 menjadi 8,8%.

Peningkatan profit margin terjadi seiring dengan

peningkatan harga jual produk yang memuncak

pada triwulan IV 2016.

Grafik 4.14 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual

Meningkatnya performa keuangan perusahaan

diduga didorong oleh langkah efisiensi yang

dilakukan oleh perusahaan seiring dengan

menurunnya Debt to Equity Ratio (DER).

-20.0%

-10.0%

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Perkembangan Kegiatan Usaha Perkiraan Kegiatan Usaha

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

ROA ROE

-5.0%

0.0%

5.0%

10.0%

15.0%

20.0%

25.0%

30.0%

35.0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Harga Jual Perkiraan Harga Jual

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

61

Penurunan DER ditengah membaiknya capaian

ROA maupun ROE mengindikasikan preferensi

korporasi untuk menggunakan modal maupun

aset internalnya dalam operasional perusahaan

dibandingkan dengan meningkatkan hutang

untuk modal kerjanya.

Aset dan modal yang dimiliki dinilai cukup

memadai untuk membiayai aktivitas produksi

saat ini. Hal tersebut diduga akibat utilitas

produksi saat ini masih belum optimal yang

tercermin dari kapasitas produksi yang justru

cenderung menurun berdasarkan hasil liaison

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Sumatera Utara. Hal tersebut juga terkonfirmasi

dari penyaluran kredit investasi yang cenderung

melambat pada triwulan IV 2016, sementara

kredit modal kerja cenderung membaik.

Meski DER korporasi di Sumatera Utara

cenderung menurun, namun kemampuan

korporasi dalam membayar utang jangka pendek

masih perlu diperhatikan. Pasalnya, secara

agregat nilai DER korporasi di Sumatera Utara

masih berada di atas 1 yang terutama didorong

oleh sektor properti. Kebijakan kepatuhan pajak

sejak 2016 lalu berdampak pada lesunya

permintaan akan properti. Pasar hunian

premium cenderung menurun sementara

permintaan rumah masyarakat berpenghasilan

rendah (MBR) masih relatif tinggi. Oleh karena

itu, kinerja korporasi pada sektor properti masih

perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut.

Namun demikian, kemampuan membayar total

utang baik jangka pendek maupun jangka

panjang justru cenderung membaik.

Semakin efisiennya korporasi dalam mengelola

modal yang dimiliki yang disertai dengan

peningkatan profit margin perusahaan juga turut

mendorong membaiknya kapasitas korporasi

dalam memenuhi kewajibannya. Risiko likuiditas

korporasi masih dapat terkelola dengan baik

yang tercermin dari current ratio yang relatif

meningkat dari 1,2 menjadi 1,5.

Membaiknya kinerja perusahaan diperkirakan

lebih banyak didorong oleh faktor harga,

sementara perbaikan permintaan masih

terbatas. Kondisi ini tercermin dari tingginya

return yang dihasilkan oleh perusahaan

sementara tingkat pengembalian aset maupun

persediaan relatif stagnan. Dengan demikian,

produktivitas korporasi cenderung stagnan.

Peningkatan penjualan yang ada masih bisa

direspon oleh kapasitas produksi perusahaan

seiring dengan belum optimalnya kapasitas

utilisasi perusahaan. Meningkatnya harga jual

juga terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan

Dunia Usaha yang cenderung meningkat pada

triwulan IV 2016.

Seiring dengan meningkatnya kinerja keuangan

korporasi, kemampuan membayar utang yang

tercermin dari Debt to Service Ratio (DSR)

cenderung membaik. DSR korporasi di Sumatera

Utara cenderung menurun dari 83,7% menjadi

65,0%. Membaiknya kemampuan membayar

utang juga didorong oleh menurunnya kewajiban

pembayaran bunga korporasi sementara utang

jangka pendek cenderung meningkat. Hal ini

turut mengindikasikan optimisme pelaku usaha

terhadap perekonomian ke depan relatif belum

terbangun secara kuat.

Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Stabilitas kinerja korporasi mendukung

peningkatan akses kredit korporasi. Hal tersebut

tercermin dari SBT akses kredit yang meningkat

tajam pada triwulan I 2017. Kualitas kredit yang

terus terjaga ditengah masih baiknya harga

komoditas perkebunan mendorong baiknya

akses kredit kepada korporasi.

Baiknya akses kredit kepada pelaku usaha juga

tercermin dari penyaluran kredit korporasi yang

cenderung meningkat signifikan dari 6,5% (yoy)

pada triwulan sebelumnya menjadi 14,0% (yoy).

Peningkatan penyaluran kredit korporasi juga

masih diiringi dengan kualitas kredit yang masih

cukup baik, yang tercermin dari nilai NPL yang

jauh lebih rendah dari level indikatifnya, yaitu

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

62

baru mencapai 2,8% atau meningkat dari periode

sebelumnya sebesar 2,5%.

Grafik 4.15 Akses Kredit

Grafik 4.16 Penyaluran Kredit Korporasi

Penyaluran kredit korporasi pada umumnya

masih didominasi oleh penyaluran kredit modal

kerja dengan pangsa 67% dari total kredit yang

diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa

sebesar 33% dari total kredit. Penyaluran kredit

korporasi terutama didorong oleh meningkatnya

penyaluran kredit investasi yang meningkat

signifikan dari 7,8% (yoy) menjadi 19,5% (yoy).

Peningkatan penyaluran kredit investasi

mengindikasikan kembali optimisnya pelaku

usaha terhadap perbaikan perekonomian ke

depan. Hal tersebut turut ditunjang oleh hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan

optimisme pelaku usaha akan kegiatan usaha ke

depan.

Grafik 4.17 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis

Penggunaan

Begitu juga dengan kredit modal kerja yang turut

meningkat dari 6,0% (yoy) menjadi 11,2% (yoy).

Peningkatan kredit modal kerja ini terjadi seiring

dengan persiapan menghadapi lonjakan

permintaan masyarakat yang pada umumnya

tinggi pada periode Ramadhan hingga Lebaran.

Hal tersebut turut diperkuat dengan Indeks

Keyakinan Konsumen yang meningkat pada

bulan April 2017.

Grafik 4.18 Kredit Korporasi Berdasarkan Sektor Utama

Berdasarkan kategori lapangan usahanya,

penyaluran kredit korporasi masih didominasi

oleh penyaluran pada kategori Perdagangan

Besar dan Eceran (PBE) (33% dari total kredit),

kategori Industri Pengolahan (29% dari total

kredit) serta kategori Pertanian (24% dari total

kredit). Dengan demikian, dinamika penyaluran

kredit korporasi berkaitan erat dengan kinerja

sektor tersebut.

Grafik 4.19 Proporsi Kredit Sektor Korporasi

Seiring dengan masih baiknya harga komoditas

perkebunan dan permintaan luar negeri, kinerja

kredit industri pengolahan naik tajam dari 2,4%

(yoy) menjadi 17,8% (yoy). Sistem kontrak yang

dilakukan pada industri pengolahan juga

mendorong kepastian pendapatan sehingga

masih menunjang baiknya tingkat kepercayaan

-20.0%

-10.0%

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

I II III IV I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016 2017

93,4

07

100,

033

103,

976

110,

911

110,

426

116,

295

117,

334

121,

886

122,

669

126,

618

129,

932

130,

803

126,

156

133,

840

138,

072.

90

139,

363.

51

143,

808.

22

0.0%

5.0%

10.0%

15.0%

20.0%

25.0%

30.0%

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

yoyRp Miliar

Nominal Growth (yoy)

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Rp Triliun Modal Kerja Investasi

G. Modal Kerja G. Investasi

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

-

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Rp TriliunKonstruksi PertanianIndustri Pengolahan PBEG. Pertanian G. Industri PengolahanG. Konstruksi G. PBE

Pertanian24%

Industri Pengolahan

29%

PBE31%

Lainnya16%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

63

perbankan untuk kembali menyalurkan kredit

pada sektor ini. Selain itu, kualitas kredit yang

disalurkan juga semakin baik seiring dengan

masih tingginya kemampuan bayar industri

pengolahan yang dipengaruhi oleh tingginya

penjualan, terutama yang bersumber dari luar

negeri. Non Performing Loan (NPL) industri

pengolahan tercatat membaik, yaitu dari 1,6%

menjadi 1,4%, jauh lebih rendah dari level

indikatifnya (5%).

Persepsi akan membaiknya perekonomian ke

depan juga tercermin dari penyaluran kredit

pada sektor PBE yang turut membaik dari 2,6%

(yoy) menjadi 9,4% (yoy). Masih baiknya aktivitas

ekspor luar negeri diduga mendorong masih

baiknya penyaluran kredit pada sektor ini.

Lonjakan aktivitas konsumsi yang biasanya

terjadi pada periode Ramadhan dan Idul Fitri

juga mendorong positifnya persepsi kinerja

sektor perdagangan kedepan.

Sementara itu, iklim produksi pertanian yang

belum sepenuhnya pulih mendorong relatif

stabilnya penyaluran kredit pada sektor

pertanian yang berada di kisaran 19% (yoy).

Produktivitas tanaman pangan dan hortikultura

yang turun tajam pada triwulan I 2017

mendorong turunnya daya bayar masyarakat

pertanian yang tercermin dari nilai NTP yang

cenderung menurun. NPL pada sektor ini juga

cenderung meningkat dari 1,5% menjadi 1,7%.

Meningkatnya risiko pada kategori ini juga

cenderung menahan perbankan dalam

menyalurkan kredit pada kategori ini.

Profil Sektor Rumah Tangga

Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan

jumlah penduduk Sumatera Utara pada 2015

sebanyak 13,9 juta jiwa dengan komposisi

penduduk laki-laki sebesar 6,95 juta jiwa (49,9%)

dan perempuan sebesar 6,98 juta jiwa (50,1%).

Pada tahun 2014 sebanyak 49,2% penduduk

tinggal di perkotaan dan sisanya 50,8% tinggal di

perdesaan.

Pengeluaran penduduk masih didominasi oleh

kelompok barang makanan dengan

kecenderungan menurun. Pada tahun 2015,

persentase pengeluaran per kapita untuk

kelompok barang makanan tercatat sebesar

53,5% dan untuk kelompok barang bukan

makanan sebesar 46,5%. Komponen

pengeluaran kelompok barang bukan makanan

didominasi oleh pengeluaran untuk perumahan

dan fasilitas rumah tangga sebesar 23,35% dan

aneka barang dan jasa sebesar 13,1%.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 4.20 Perkembangan Persentase Pengeluaran per

Kapita Menurut Kelompok Barang

Grafik 4.21 Perkembangan Kontribusi Konsumsi RT dan

LNPRT terhadap PDRB Sumatera Utara

Konsumsi swasta, terdiri atas konsumsi Rumah

Tangga (RT) dan konsumsi Lembaga Non Profit

(LNPRT), merupakan komponen utama

penopang perekonomian Sumatera Utara

dengan kontribusi mencapai Rp89,3 triliun atau

sebesar 54,3% dari PDRB Sumatera Utara pada

triwulan I 2017. Kontribusi konsumsi swasta

cenderung menurun dibanding triwulan IV 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

64

sebesar 54,0%. Konsumsi RT mendominasi

konsumsi swasta dengan komposisi mencapai

98,3% atau senilai Rp87,8 triliun. Sementara

pangsa LNPRT dalam struktur PDRB Sumatera

Utara pada triwulan I 2017 sebesar 1,7% dengan

nominal Rp1,48 triliun (grafik 4.22).

Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah

Tangga

Pada triwulan I 2017, konsumsi rumah tangga

tumbuh 5,6% (yoy), dengan pangsa terhadap

perekonomian sebesar 53,4% (Grafik 4.19).

Kondisi ini sejalan dengan optimisme masyarakat

yang tetap terjaga. Indeks Ekspektasi Konsumen

(IKK) hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada

triwulan I 2017 sedikit dibawah level optimis

100, yaitu mencapai 99,3 atau menurun dari

sebelumnya sebesar 105,1. Hal ini diperkirakan

terkait dengan menurunnya tekanan inflasi dan

adanya perbaikan penghasilan masyarakat

seiring dengan peningkatan harga komoditas.

Dengan harga yang menurun, konsumsi

masyarakat terjaga dengan daya beli yang masih

kuat seiring harga komoditas utama yang masih

relatif tinggi.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 4.22 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga

Ke depan, sektor RT masih optimis yang

tercermin pada meningkatnya Indeks Ekspektasi

Konsumen (IEK) dari 111,4 ke level 112,0 (Grafik

4.23). Optimisme masyarakat ini terlihat pada

ketiga aspek yang disurvei, yaitu ekspektasi

penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan

ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan yang akan

datang. Hal ini diperkirakan seiring dengan

ekspektasi akan adanya pendapatan tambahan

antara lain THR dan gaji ke 13 serta

meningkatnya aktivitas ekonomi selama bulan

puasa dan Lebaran sebagaimana polanya.

Grafik 4.23 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

Kinerja Keuangan Rumah Tangga

Sejalan dengan kinerja konsumsi RT yang masih

kuat pada triwulan I 2017, hasil Survei

Konsumen Bank Indonesia mengindikasikan

alokasi pengeluaran masyarakat untuk konsumsi

yang masih dominan meski menurun dari 70,5%

pada triwulan IV 2016 menjadi 64,7%. Indikasi

masih kuatnya konsumsi juga tercermin pada

alokasi pengeluaran untuk tabungan yang

menurun dari 21,9% menjadi 20,6%. Selain itu,

penghimpunan dana perbankan di sektor RT

pada periode laporan mengalami penurunan

(-0,9%, qtq). Alokasi untuk pembayaran

pinjaman meningkat yang diindikasikan pada

peningkatan pertumbuhan kredit RT dari 6,5%

(yoy) menjadi 7,6% (yoy).

Hasil survei juga menggambarkan perilaku RT

dalam berutang, dimana RT dengan pendapatan

yang semakin besar cenderung memiliki

komposisi pinjaman yang lebih besar dengan

alokasi pengeluaran untuk konsumsi yang lebih

rendah. Sebaliknya, RT dengan pendapatan

rendah memiliki porsi pengeluaran yang lebih

besar untuk konsumsi dan lebih sedikit untuk

pinjaman. Pada triwulan I 2017, peningkatan

alokasi pengeluaran untuk angsuran pinjaman

terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.

Meningkatnya alokasi pengeluaran untuk

angsuran pinjaman diikuti dengan penurunan

alokasi pengeluaran untuk tabungan pada RT

kelompok pengeluaran di atas Rp3 juta rupiah

per bulannya (Grafik 4.25 dan Tabel 4.2).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

65

Jika dilihat dari perilaku berhutang, terdapat

peningkatan risiko kredit, tercermin melalui

peningkatan jumlah RT dengan Debt Service

Ratio (DSR)22 diatas 30% yang sebesar 8,57%.

Peningkatan risiko kredit terjadi pada seluruh

kelompok pengeluaran kecuali kelompok

pengeluaran Rp4-5 juta, dengan peningkatan

tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran

Rp3-4 juta. Perlu diperhatikan adanya

peningkatan perilaku berhutang pada seluruh

kelompok pengeluaran yang tercermin dari

menurunnya persentase RT yang tidak

melakukan pinjaman (TMP) dari 61,59% pada

triwulan sebelumnya menjadi 39,89% (Tabel

4.3). Peningkatan risiko kredit ini tercermin pada

kenaikan NPL perbankan sektor RT menjadi

sebesar 2,5% (dari sebelumnya 2,4%) meskipun

masih di bawah batas level indikatif (5%).

Pada triwulan I 2017 kemampuan masyarakat

untuk menabung masih baik. Hal ini tercermin

melalui penurunan kelompok RT yang tidak bisa

menabung (TBM23) menjadi sebesar 11,01% dan

peningkatan komposisi tabungan 0-10% dan 20-

30% (Tabel 4.4). Penurunan perilaku menabung

terutama terjadi pada kelompok pengeluaran

Rp3-4 juta dan di atas Rp5 juta. Kondisi ini

diperkirakan sejalan dengan alokasi pengeluaran

untuk pinjaman yang meningkat signifikan pada

kedua kelompok tersebut. Sebaliknya, perbaikan

perilaku menabung terutama terjadi pada RT

kelompok pengeluaran Rp2-3 juta. Hal ini

tercermin dari penurunan komposisi TBM,

kenaikan komposisi tabungan 0-10%, 20-30%

dan di atas 30%. Perbaikan tersebut diperkirakan

sejalan dengan penurunan alokasi pengeluaran

untuk konsumsi akibat menurunnya tekanan

Umumnya bank menetapkan DSR bagi rumah tangga

maksimal sebesar 30% bagi calon debitur

Merupakan persentase orang yang tabungannya 0%,

merupakan bagian dari data survei konsumen Bank

Indonesia

inflasi di tengah perbaikan harga komoditas

karet yang dirasakan RT pada kelompok

pengeluaran tersebut.

Grafik 4.24 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga

Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan

Tabungan Berdasarkan Pendapatan per Bulan

Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan

per Bulan

RP 1 - 2 JUTA RP 2 - 3 JUTA RP 3 - 4 JUTA RP 4 - 5 JUTA > RP 5 JUTA RATA-RATA

KONSUMSI (%) 83,60 76,27 67,90 55,46 52,78 70,5

CICILAN PINJAMAN (%) 4,33 7,62 9,13 8,08 8,64 7,6

TABUNGAN (%) 12,07 16,10 22,92 36,46 38,58 21,9

RP 1 - 2 JUTA RP 2 - 3 JUTA RP 3 - 4 JUTA RP 4 - 5 JUTA > RP 5 JUTA RATA-RATA

KONSUMSI (%) 71,88 68,85 64,32 60,90 51,76 64,7

CICILAN PINJAMAN (%) 9,72 13,69 15,04 15,72 17,31 14,3

TABUNGAN (%) 18,40 17,46 20,65 23,38 30,93 21,0

TW I 2017PENGELUARAN / BULAN

PENGELUARAN / BULANTW IV 2016

TMP 0-10% >10-20% >20-30% >30% TMP 0-10% >10-20% >20-30% >30%

>Rp1 juta s.d Rp 2 juta 15,87% 12,28% 1,38% 1,38% 0,53% 0,32% >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 13,23% 8,04% 0,95% 2,22% 0,85% 1,16%

>Rp2 juta s.d Rp 3 juta 37,35% 21,80% 5,93% 5,93% 2,96% 0,74% >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 31,96% 13,76% 1,80% 7,94% 6,24% 2,22%

>Rp3 juta s.d Rp 4 juta 24,44% 13,23% 3,28% 4,66% 2,65% 0,63% >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 30,16% 10,05% 4,97% 7,41% 4,66% 3,07%

>Rp4 juta s.d Rp 5 juta 13,76% 8,99% 0,74% 2,22% 1,27% 0,53% >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 11,75% 3,07% 2,33% 3,17% 2,65% 0,53%

>Rp5 juta 8,57% 5,29% 0,63% 1,06% 1,59% 0,00% >Rp5 juta 12,91% 4,97% 0,85% 2,96% 2,54% 1,59%

Total 100,00% 61,59% 11,96% 15,24% 8,99% 2,22% Total 100,00% 39,89% 10,90% 23,70% 16,93% 8,57%

PENGELUARAN/BULANTW IV 2016 TW I 2017

PENGELUARAN/BULAN TOTALTOTAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

66

Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat

Pendapatan per Bulan

Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perseorangan di

Perbankan

Secara umum, RT berperan sebagai surplus unit

(net saving) yaitu secara agregat jumlah

simpanan lebih besar dibanding kredit. Pada

triwulan I 2017, dana pihak ketiga (DPK)

perseorangan di perbankan Sumatera Utara

mencapai Rp145,6 triliun. Sementara kredit

perseorangan di perbankan tercatat sebesar

Rp46,1 triliun. Dengan demikian, perseorangan

di Sumatera Utara memiliki net saving di

perbankan sebesar Rp99,4 triliun.

Grafik 4.25 Komposisi DPK Perseorangan

Grafik 4.26 Komposisi Jenis DPK Perseorangan

Sektor rumah tangga masih mendominasi dana

pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan

Sumatera Utara (Grafik 4.23). Pangsa DPK rumah

tangga pada perbankan Sumatera Utara pada

triwulan I 2017 tercatat 70,2% atau sebesar

Rp145,6 triliun, menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar 73,7% atau Rp148,5

triliun. Penurunan pangsa DPK perseorangan

didorong oleh menurunnya komponen tabungan

dan giro meskipun komponen deposito sedikit

meningkat.

Sejalan dengan penurunan pangsa DPK

perseorangan, DPK rumah tangga tercatat

tumbuh 8,7% (yoy), menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 9,5% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan komponen DPK

perseorangan terutama terjadi pada komponen

deposito dan tabungan yang tumbuh melambat

masing-masing sebesar 6,5% (yoy) dan 10,2%

(yoy) dari sebelumnya sebesar 7,3% (yoy) dan

11,1% (yoy).

Penurunan DPK perseorangan diperkirakan

sejalan dengan menurunnya alokasi tabungan

masyarakat karena dialihkan untuk konsumsi dan

membayar cicilan pinjaman. Meskipun demikian,

indeks pendapatan rumah tangga menurun

menjadi 99,03 dari sebelumnya sebesar 103,95.24

Komponen Pembentuk Indeks Tendensi Konsumen, BPS

Sumatera Utara, 5 Mei 2017

TMP 0-10% >10-20% >20-30% >30% TMP 0-10% >10-20% >20-30% >30%

>Rp1 juta s.d Rp 2 juta 15,87% 12,28% 1,38% 1,38% 0,53% 0,32% >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 13,23% 8,04% 0,95% 2,22% 0,85% 1,16%

>Rp2 juta s.d Rp 3 juta 37,35% 21,80% 5,93% 5,93% 2,96% 0,74% >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 31,96% 13,76% 1,80% 7,94% 6,24% 2,22%

>Rp3 juta s.d Rp 4 juta 24,44% 13,23% 3,28% 4,66% 2,65% 0,63% >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 30,16% 10,05% 4,97% 7,41% 4,66% 3,07%

>Rp4 juta s.d Rp 5 juta 13,76% 8,99% 0,74% 2,22% 1,27% 0,53% >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 11,75% 3,07% 2,33% 3,17% 2,65% 0,53%

>Rp5 juta 8,57% 5,29% 0,63% 1,06% 1,59% 0,00% >Rp5 juta 12,91% 4,97% 0,85% 2,96% 2,54% 1,59%

Total 100,00% 61,59% 11,96% 15,24% 8,99% 2,22% Total 100,00% 39,89% 10,90% 23,70% 16,93% 8,57%

PENGELUARAN/BULANTW IV 2016 TW I 2017

PENGELUARAN/BULAN TOTALTOTAL

TBM 0-10% >10-20% >20-30% >30% TBM 0-10% >10-20% >20-30% >30%

>Rp1 juta s.d Rp 2 juta 15,87% 6,77% 2,86% 4,23% 0,95% 1,06% >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 13,23% 3,92% 2,12% 2,86% 1,80% 2,54%

>Rp2 juta s.d Rp 3 juta 37,35% 7,09% 8,57% 15,77% 3,17% 2,75% >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 31,96% 4,23% 9,31% 11,43% 4,02% 2,96%

>Rp3 juta s.d Rp 4 juta 24,44% 1,59% 6,14% 9,74% 1,48% 5,50% >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 30,16% 2,01% 10,05% 10,05% 3,17% 4,87%

>Rp4 juta s.d Rp 5 juta 13,76% 0,32% 2,33% 2,33% 0,53% 8,25% >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 11,75% 0,11% 4,02% 3,70% 1,59% 2,33%

>Rp5 juta 8,57% 0,53% 1,06% 0,95% 0,42% 5,61% >Rp5 juta 12,91% 0,74% 3,07% 2,43% 1,27% 5,40%

Total 100,00% 16,30% 20,95% 33,02% 6,56% 23,17% Total 100,00% 11,01% 28,57% 30,48% 11,85% 18,10%

PENGELUARAN/BULAN TOTAL PENGELUARAN/BULAN TOTALTABUNGAN TW I 2017TW IV 2016

TBM 0-10% >10-20% >20-30% >30% TBM 0-10% >10-20% >20-30% >30%

>Rp1 juta s.d Rp 2 juta 15,87% 6,77% 2,86% 4,23% 0,95% 1,06% >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 13,23% 3,92% 2,12% 2,86% 1,80% 2,54%

>Rp2 juta s.d Rp 3 juta 37,35% 7,09% 8,57% 15,77% 3,17% 2,75% >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 31,96% 4,23% 9,31% 11,43% 4,02% 2,96%

>Rp3 juta s.d Rp 4 juta 24,44% 1,59% 6,14% 9,74% 1,48% 5,50% >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 30,16% 2,01% 10,05% 10,05% 3,17% 4,87%

>Rp4 juta s.d Rp 5 juta 13,76% 0,32% 2,33% 2,33% 0,53% 8,25% >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 11,75% 0,11% 4,02% 3,70% 1,59% 2,33%

>Rp5 juta 8,57% 0,53% 1,06% 0,95% 0,42% 5,61% >Rp5 juta 12,91% 0,74% 3,07% 2,43% 1,27% 5,40%

Total 100,00% 16,30% 20,95% 33,02% 6,56% 23,17% Total 100,00% 11,01% 28,57% 30,48% 11,85% 18,10%

PENGELUARAN/BULAN TOTAL PENGELUARAN/BULAN TOTALTABUNGAN TW I 2017TW IV 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

67

Kredit Perseorangan di Perbankan

Pada triwulan I 2017, pangsa kredit yang

disalurkan ke sektor rumah tangga tercatat

sebesar Rp46,1 triliun atau 24,3% dari total

kredit perbankan di Sumatera Utara, dengan

tren yang menurun dibandingkan beberapa

tahun sebelumnya. Kredit RT terutama

digunakan untuk Multiguna (46,8%) dan

pemilikan perumahan (27,6%), diikuti oleh kredit

kendaraan bermotor (13,9%) dan perlengkapan

RT (1,5%).

Pada triwulan I 2017, kredit kepada sektor

rumah tangga tumbuh sebesar 7,6% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 6,5% (yoy). Namun

pertumbuhan kredit RT masih lebih rendah dari

pertumbuhan total kredit industri perbankan

yang mencapai 14,0% (yoy). Peningkatan

pertumbuhan kredit RT terutama didorong oleh

kredit perlengkapan rumah tangga yang tumbuh

sebesar 39,1%, meningkat dibandingkan triwulan

lalu sebesar 35,9%. Namun peningkatan kredit

perlengkapan rumah tangga ini masih belum

sebaik puncaknya pada triwulan II 2016 yang

tumbuh hingga mencapai 167,3%. Selain itu,

peningkatan kredit juga terjadi pada ketiga jenis

kredit rumah tangga (RT) lainnya, yaitu kredit

kepemilikan perumahan (KPR) dan kredit

multiguna. Untuk kredit kendaraan bermotor

(KKB) juga tumbuh membaik meski masih dalam

level negatif (-2,81%, yoy) dari sebelumnya -4,9%

(yoy).

Pada triwulan I 2017 kredit perumahan (KPR)

menunjukkan peningkatan, dari 3,3% (yoy) pada

triwulan sebelumnya menjadi 5,0% (yoy).

Meningkatnya kredit KPR disebabkan oleh

kenaikan kredit rumah tinggal seluruh tipe,

kredit apartemen tipe di atas 70, dan kredit ruko

atau rukan. Peningkatan KPR tertinggi terjadi

pada pemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 70 dan

apartemen tipe di atas 70. Kondisi ini sejalan

dengan meningkatnya masyarakat kelas

menengah, penurunan suku bunga kredit,

kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia

seperti pelonggaran Loan to Value (LTV),

program 1 juta rumah, pemberian Fasilitas

Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk

MBR (masyarakat berpenghasilan rendah); serta

paket kebijakan XII yang bertujuan untuk

mempercepat penyediaan rumah bagi MBR.

Kredit multiguna tumbuh stabil sebesar 8,5%

(yoy), dengan pangsa sebesar 46,8% dari total

kredit RT, terbesar di antara kredit perseorangan

lainnya. Dominasi kredit multiguna turut

meningkatkan resiliensi perbankan Sumatera

Utara, karena kualitas kreditnya merupakan yang

terbaik di antara kredit perseorangan lainnya.

NPL kredit multiguna tercatat hanya sebesar

1,02%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya (0,94%), jauh di bawah target

indikatif 5%.

Kredit Kendaraan Bermotor juga tumbuh lebih

baik (-2,8% (yoy) dibandingkan triwulan lalu yang

terkontraksi sebesar -4,9% (yoy). Hal tersebut

disebabkan oleh kredit kendaraan mobil beroda

empat dan kredit sepeda motor yang tercatat

meningkat masing-masing -2,7% (yoy) dan 1,4%

(yoy), membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya yang masing-masing terkontraksi

sebesar -4,4% (yoy) dan -2,8% (yoy). Perbaikan

NPL kredit mobil beroda empat dan sepeda

motor, serta penurunan suku bunga kredit

kendaraan mobil beroda empat di tengah

menurunnya pendapatan dan kenaikan tarif

STNK, turut mendukung perbaikan kinerja KKB.

Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Penggunaan Utama

Risiko kredit sektor RT masih terjaga, meskipun

menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

68

tren penurunan rasio NPL gross pada akhir

triwulan I 2017 menjadi sebesar 2,5%, sedikit

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 2,4%. Peningkatan risiko kredit RT

terjadi pada kredit perumahan dan kredit

multiguna, sementara kredit kendaraan

bermotor relatif menurun. Peningkatan NPL

sejalan dengan menurunnya pendapatan yang

didorong oleh perbaikan ekonomi Sumatera

Utara yang belum stabil. Hal ini juga

terkonfirmasi dari memburuknya Debt Service

Ratio dari 7,6% menjadi 14,3% pada triwulan

laporan. Peningkatan risiko kredit ke depan perlu

tetap dicermati, mengingat pemulihan ekonomi

global dan perbaikan harga komoditas yang

masih terbatas, serta kenaikan Tarif Dasar Listrik

yang dapat mempengaruhi kemampuan bayar

sektor RT atas semua kewajibannya, terutama

kepada perbankan.

Grafik 4.28 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga

4.3.1 Penyaluran Kredit UMKM

Pengembangan sektor UMKM (Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah) perlu dilakukan agar dapat

dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi,

mengingat sektor tersebut relatif kuat dalam

menghadapi ancaman krisis. UMKM terbukti

sebagai sektor penyelamat ekonomi dari krisis

dan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi

rumah tangga, sekaligus menciptakan lapangan

kerja di Indonesia mengingat sektor tersebut

menyerap tenaga kerja. Untuk itu Bank

Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang

mewajibkan perbankan menyalurkan kredit

kepada UMKM minimal 20%. Pemberlakuan

ketentuan tersebut dilakukan secara bertahap,

yaitu tahun 2015 sebesar 5%, 2016 sebesar 10%,

tahun 2017 sebesar 15% dan tahun 2018 sebesar

20%.25 Kebijakan ini diperkuat pula dengan

kebijakan pelonggaran LFR (Loan to Funding

Ratio) menjadi 94% per 1 Agustus 2015 bagi

bank tertentu yang telah memenuhi pencapaian

tertentu kredit UMKM dengan kualitas yang

baik.26

Menyadari pemberlakuan batas minimum kredit

UMKM dari 10% menjadi 15% pada akhir tahun

2017, perbankan Sumatera Utara tampak

menggenjot penyaluran kredit kepada UMKM

sejak awal tahun. Hal itu tercermin dari

pertumbuhan kredit UMKM pada Triwulan I

2017 yang meningkat tajam sebesar 18,2% (yoy),

dibandingkan triwulan lalu yang tercatat hanya

tumbuh sebesar 2,5% (yoy). Dengan demikian,

pangsa kredit UMKM di Sumatera Utara

meningkat menjadi 30,0% atau Rp56,9 triliun

dari sebelumnya sebesar 27,1%. Peningkatan

kredit UMKM terutama didorong oleh

peningkatan kredit menengah sedangkan secara

penggunaan, didorong oleh kredit investasi dan

kredit modal kerja.

Dari keseluruhan kredit UMKM, porsi terbesar

digunakan untuk modal kerja sebesar 65,6%, dan

kredit investasi sebesar 34,4%, sementara tidak

ada yang dialokasikan untuk kredit konsumsi.

Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada

Peraturan Bank Indonesia No. 17/12/PBI/2015 tentang

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.

14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan

oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka

Pengembangan UMKM

Peraturan Bank Indonesia No.17/11/2015 tentang Giro

Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan valuta

Asing yang telah disempurnakan dengan PBI

No.18/14/PBI/2016 tgl. 18 Agustus 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

69

triwulan I 2017 didorong oleh kredit investasi

dan kredit modal kerja yang masing-masing

tumbuh 35,4% (yoy) dan 10,8% (yoy), meningkat

signifikan dibandingkan periode sebelumnya

yang tumbuh sebesar 4,9% (yoy) dan 1,5% (yoy).

Grafik 4.29 Perkembangan Kredit UMKM

Perkembangan perekonomian yang terjadi

belum mendorong keyakinan pelaku usaha untuk

melakukan ekspansi usahanya lebih lanjut. Akses

pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan

dari perbankan masih terbatas. Keterbatasan

akses tersebut antara lain disebabkan kurangnya

keahlian SDM yang menangani UMKM terkait

dengan beragamnya jenis usaha UMKM. Di sisi

lain pelaku UMKM banyak yang tidak memiliki

jaminan yang memadai untuk meningkatkan

keyakinan perbankan tersebut.

Grafik 4.30 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan I

2017

Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan,

pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan I 2017

terutama ditopang oleh kredit menengah yang

meningkat signifikan dari -2,7% (yoy) menjadi

38,9% (yoy), dengan pangsa mencapai 50,5%

dari total kredit UMKM. Sementara kredit usaha

kecil dan kredit mikro tumbuh masing-masing

dari melambat menjadi 1,5% (yoy) dan 4,1%

(yoy).

Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017

Berdasarkan lapangan usaha, pada triwulan I

2017 pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar

terdapat pada Perdagangan Besar dan Eceran

(46,2%), Pertanian (26,2%) dan Industri

Pengolahan (9,5%). Pertumbuhan kredit UMKM

lapangan usaha PBE tercatat sebesar 3,4%

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 2,2%. Kredit UMKM pertanian dan

industri pengolahan juga tumbuh signifikan

masing-masing sebesar 60,4% dan 44,8% dari

sebelumnya sebesar 4,3% (yoy) dan 10,7% (yoy).

Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan

kredit UMKM, risiko kredit UMKM kembali

Kredit (Rp M) Growth Pangsa Kredit (Rp M) Growth Pangsa Kredit (Rp M) Growth Pangsa

Pertanian 4.278 2,5% 34,6% 3.359 -1,8% 21,2% 7.313 323,0% 25,4%

Pertambangan 9 -19,9% 0,1% 25 -4,1% 0,2% 32 35,9% 0,1%

Industri Pengolahan 266 -1,2% 2,1% 589 -15,2% 3,7% 4.571 64,3% 15,9%

Pengadaan Listrik Gas 10 49,2% 0,1% 16 37,5% 0,1% 51 13,8% 0,2%

Pengadaan Air 7 -1,8% 0,1% 3 51,2% 0,0% 7 107,5% 0,0%

Konstruksi 92 15,3% 0,7% 460 0,7% 2,9% 2.746 26,7% 9,5%

PBE 6.275 4,8% 50,8% 9.152 3,4% 57,8% 10.871 2,7% 37,8%

Transportasi 139 5,0% 1,1% 277 -0,6% 1,7% 969 9,1% 3,4%

Akomodasi dan Mamin 235 6,8% 1,9% 516 -6,7% 3,3% 554 41,9% 1,9%

Informasi dan Komunikasi 6 0,2% 0,0% 14 -16,1% 0,1% 14 20,5% 0,0%

Perantara Keuangan 4 -69,6% 0,0% 90 9,3% 0,6% 205 -23,8% 0,7%

Real Estate 25 -11,3% 0,2% 93 28,1% 0,6% 287 -49,0% 1,0%

Jasa Perusahaan 87 -24,3% 0,7% 335 -10,8% 2,1% 369 -15,8% 1,3%

Adm Pemerintahan 1 -40,4% 0,0% 3 -41,7% 0,0% 5 2642,8% 0,0%

Jasa Pendidikan 43 25,7% 0,3% 100 7,5% 0,6% 109 -11,6% 0,4%

Jasa Kesehatan 95 5,3% 0,8% 163 -10,3% 1,0% 361 -3,4% 1,3%

Jasa Lainnya 789 13,2% 6,4% 651 32,0% 4,1% 293 -5,8% 1,0%

Total 12.359 4,1% 100% 15.847 1,5% 100% 28.758 38,9% 100%

Mikro Kecil MenengahSektor Ekonomi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

70

meningkat di atas level indikatif. Pada triwulan I

2017, tingkat NPL kredit UMKM meningkat

menjadi 5,3% dari triwulan sebelumnya sebesar

4,9%. Meningkatnya risiko kredit UMKM

tersebut didorong oleh kenaikan NPL kredit kecil

yang mencapai 7,4%, sementara NPL kredit

mikro dan menengah sudah berada di bawah

level indikatif masing-masing sebesar 3,6% dan

4,9%. Secara sektoral, risiko kredit terbesar

terdapat pada sektor kredit informasi dan

komunikasi disusul oleh sektor real estate dan

konstruksi. Sektor utama yaitu sektor pertanian

dan industri pengolahan masih mencatat risiko

kredit di bawah level indikatif (2,8% dan 5,0%)

sementara sektor perdagangan besar dan eceran

mencatat risiko kredit sedikit di atas target

indikatif (5,8%).

Program Kerja Bank Indonesia dalam

Pengembangan UMKM

Guna memperkuat ketahanan pangan dan

kemandirian pangan di Sumatera Utara untuk

mendukung pencapaian tugas Bank Indonesia di

bidang pengendalian inflasi, sejak tahun 2014

Bank Indonesia telah melaksanakan program

kerja inisiatif pengembangan klaster ketahanan

pangan. Isu ketahanan pangan dan kemandirian

pangan di Sumatera Utara penting untuk

dikembangkan mengingat berdasarkan data

historis komoditas pangan menjadi salah satu

sumber tekanan inflasi Volatile Food. Beberapa

komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan

inflasi di Sumatera Utara adalah beras, bawang

merah, dan cabe merah. Akibat dari

ketidakseimbangan antara permintaan dan

penawaran menyebabkan terjadinya gejolak

harga pada beberapa komoditas dimaksud.

Untuk itu pada triwulan I 2017 Bank Indonesia

melaksanakan berbagai kegiatan untuk membina

klaster pangan di berbagai daerah, diantaranya:

Selain itu Bank Indonesia juga melakukan

peningkatan akses keuangan UMKM dalam

berbagai bentuk local economy development

seperti bantuan teknis, pengembangan bisnis,

pendampingan, capacity building, pembentukan

Wira Usaha Bank Indonesia (WUBI), dan

elektronifikasi (Layanan Keuangan Digital).

No. Wilayah Kerja Klaster Lokasi

1 Bawang merah Dairi

2 Bawang merah Karo

3 Bawang merah Medan-Marelan

4 Padi Organik Serdang Bedagai

5 Padi Pulau Kampai

6 Desa Pesisir Serdang Bedagai

7 Kopi Karo

8 Integrasi padi sapi Langkat

9 Sapi Potong Labuhan Batu

10 Bawang merah Simalungun

11 Batubara

12 Asahan

13 Cabai merah Pematangsiantar

14 Cabai merah Tapanuli Utara

15 Pertanian terintegrasi Mandailing Natal

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sumatera Utara

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Pematangsiantar

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Sibolga

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

71

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM

PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN

UANG RUPIAH

Transaksi pembayaran tunai Provinsi Sumatera Utara mengalami net inflow. Volume penyetoran

yang meningkat 24,3% pada triwulan berjalan dibandingkan triwulan sebelumnya masih sesuai

dengan pola historisnya. Peningkatan bersumber dari dampak pasca Natal dan Tahun Baru.

Sedangkan volume penyetoran terkontraksi mencapai 70,6%. Angka ini jauh lebih rendah dari

triwulan lalu dan triwulan satu tahun 2016. Penurunan ini sejalan dengan aktivitas perekonomian

Sumut yang melambat pada Triwulan I 2017.

Berbeda dengan transaksi tunai, transaksi non tunai Sumatera Utara relatif stabil dengan

kecenderungan nominal yang meningkat dan volume yang melambat. Secara nominal, transaksi

RTGS meningkat 4,3% pada triwulan berjalan sedangkan volumenya tumbuh melambat 1,2%

dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi nominal SKNBI juga tumbuh 0,3% dengan volume

transaksi yang melambat 0,1%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

72

5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

Transaksi pembayaran tunai Provinsi Sumatera

Utara mengalami net inflow. Volume penyetoran

yang meningkat 24,3% pada triwulan berjalan

dibandingkan triwulan sebelumnya masih sesuai

dengan pola historisnya. Peningkatan bersumber

dari dampak pasca Natal dan Tahun Baru.

Sedangkan volume penyetoran terkontraksi

mencapai 70,6%. Angka ini jauh lebih rendah

dari triwulan lalu dan triwulan satu tahun 2016.

Penurunan ini sejalan dengan aktivitas

perekonomian Sumut yang melambat pada

Triwulan I 2017.

Berbeda dengan transaksi tunai, transaksi non

tunai Sumatera Utara relatif meningkat baik dari

sisi nominal maupun volume. Secara nominal,

transaksi RTGS meningkat 54,5% (yoy) pada

triwulan berjalan sementara volumenya tumbuh

16,1% dibandingkan triwulan sebelumnya.

Sejalan dengan hal tersebut, nominal transaksi

menggunakan SKNBI juga tumbuh 2,8% (yoy).

Masih meningkatnya transaksi non tunai

mengindikasikan masih baiknya daya beli

masyarakat ditengah perlambatan ekonomi

Sumut pada triwulan laporan.

5.1.1 Sistem Pembayaran Non Tunai

Sistem pembayaran non tunai di Indonesia

dikategorikan menjadi dua kategori. Sistem

pembayaran bernilai besar (high value) yang

diselenggarakan langsung oleh Bank Indonesia

dan sistem pembayaran bernilai ritel (retail

value). Infrastruktur sistem pembayaran non

tunai nilai besar terdiri dari BI-RTGS (Bank

Indonesia Real Time Gross Settlement), BI-SSSS

(Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement

System) dan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia). Untuk sistem pembayaran non tunai

bernilai ritel diselenggarakan oleh Bank

Indonesia dan industri keuangan.

Infrastrukturnya terdiri dari APMK (Alat

Pembayaran Menggunakan Kartu), Uang

Elektronik dan Penyelenggara Transfer Dana

atau yang populer disebut sebagai money

changer.

5.1.1.1 Transaksi Bank Indonesia Real Time

Gross Settlement (BI-RTGS)

BI-RTGS merupakan sistem yang digunakan

untuk transaksi, penatausahaan surat berharga

dan setelmen dana yang dilakukan secara

seketika per transaksi secara individual. BI-RTGS

merupakan muara dari keseluruhan transaksi

keuangan yang dilakukan di Indonesia.

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS

Transaksi RTGS-BI Sumatera Utara meliputi

keseluruhan transaksi dana masuk (incoming)

dan dana keluar (outgoing) di wilayah Sumatera

Utara. Secara nilai, transaksi RTGS Sumatera

Utara pada triwulan I 2017 mencapai Rp314,3

triliun atau tumbuh 54,5% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

39,1% (yoy). Tren peningkatan ini mulai terjadi

sejak triwulan I Tahun 2016. Sejalan dengan hal

tersebut, jumlah warkat yang ditransaksikan

juga meningkat 16,1% (yoy), lebih tinggi dari

triwulan sebelumnya yang justru terkontraksi (-

30,2%,yoy).

Rata-rata harian outgoing transaksi BI-RTGS

Sumatera Utara mencapai Rp4,9 triliun atau

1,2% dari rata-rata harian transaksi BI-RTGS

nasional yang mencapai Rp473,9 triliun. Pasca

penerapan RTGS Gen II pada Desember 2015,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

73

Transaksi incoming daerah disentralisasikan di

Jakarta. (Tabel 5.1)

Tabel 5.1. Transaksi Outgoing Provinsi Sumatera Utara

Saat ini terdapat 5 wilayah yang menggunakan

fasilitas RTGS di Sumatera Utara. Peserta27 di

wilayah tersebut adalah kantor cabang bank

umum. Pertimbangan fasilitas RTGS di kelima

wilayah tersebut adalah kebutuhan transaksi

nilai besar nasabah di wilayah tersebut. Dari

keseluruhan transaksi yang dilakukan, 98,6%

transaksi outgoing dilakukan di Kota Medan dan

hanya 0,8% transaksi yang berasal dari Tebing

Tinggi dan 0,6% dari Kisaran. Dominasi transaksi

di kota Medan diperkirakan berkaitan dengan

masih terpusatnya aktivitas ekonomi Sumatera

Utara di kota tersebut.

5.1.1.2 Perkembangan Transaksi SKNBI

Selain BI-RTGS, transaksi non tunai yang

diselenggarakan Bank Indonesia adalah Sistem

Kliring Nasional Bank Indonesia. Transaksi kliring

mencakup kliring kredit dan kliring debet di Kota

Medan, Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Transaksi

yang diproses oleh SKNBI meliputi kumulasi data

keuangan elektronik transaksi card based

melalui mesin EDC (kartu kredit dan kartu

debet) dan transaski paper based (cek, bilyet

giro dan nota debet).

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi SKNBI

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi

dari 3 provinsi di Indonesia yang memiliki mesin

sortasi cek dan bilyet giro. Hal ini dikarenakan

transaksi yang dilakukan melalui cek dan bilyet

giro yang relatif tinggi. Rata-rata jumlah warkat

kliring yang diproses untuk triwulan I tahun

2017 mencapai 18.994 lembar warkat per hari,

lebih tinggi dari rata-rata transaksi triwulanan

selama 3 tahun terakhir yang mencapai 17.140

lembar warkat per hari. Dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, transaksi menggunakan

kliring mencatatkan peningkatan baik dari sisi

nominal (2,84%,yoy) maupun volume warkat

(2,3%,yoy). (Grafik 5.2).

Secara spasial, mayoritas transaksi kliring di

Sumatera Utara dilakukan di Kota Medan

dengan share mencapai 94,2% dari total

transaksi Sumatera Utara. Sedangkan transaksi

kliring di Tebing Tinggi dan Kabanjahe masing-

masing hanya mencapai 4,5% dan 1,2%.

Meskipun tertinggi, secara rata-rata nominal,

Tebing Tinggi menjadi wilayah dengan nominal

transaksi rata-rata tertinggi yang mencapai

Rp51.165.784,-/warkat lebih tinggi

dibandingkan Medan yang mencapai

Rp50.206.114/warkat.

Sistem Kliring Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sumatera Utara melayani kebutuhan

kliring 61 Bank. Selain itu, untuk mendukung

kemudahan bertransaksi dan tetap menjaga

kehandalan dan keamanan, mulai akhir tahun

2016, Bank Indonesia melakukan pengawasan

dan pemantauan terhadap Koordinator

Pertukaran Warkat Debit (KPWD) di wilayah

Kabupaten/Kota Volume Nilai

Kab. Deli Serdang 24 9.375.389.125Rp

Kab. Karo 20 7.186.625.813Rp

Kab. Kisaran 248 169.223.098.712Rp

Kota Medan 8.045 29.577.751.299.496Rp

Kota Tebing Tinggi 142 228.739.213.060Rp

Sumatera Utara 8.479 29.992.275.626.206Rp

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

74

kerja Sumatera Utara. Pengawasan dilakukan

pada 23 kantor cabang KPWD yang tersebar di

Kota Tebing Tinggi sebanyak 16 kantor cabang

dan Kabanjahe sebanyak 7 kantor cabang Bank

anggota KPWD. Fokus pemantauan kepada

KPWD adalah aspek tata kelola, operasional dan

Bussiness Continuity Plan (BCP).

Pada November 2016, Bank Indonesia

mengeluarkan 2 regulasi baru terkait

infrastruktur pembayaran melalui SKNBI, yaitu

Peraturan Bank Indonesia No.18/41/PBI tahun

2016 tentang Bilyet Giro dan

No.18/43/PBI/2016 tentang Perubahan

Peraturan Daftar Hitam Nasional Penarik Cek

dan/atau Bilyet Giro Kosong. Ketentuan ini

diperbaharui untuk menjaga aspek keamanan

dari bilyet giro sebagai alat pembayaran.

Perubahan tersebut bersifat minor seperti

kesesuaian tanda tangan dan tinta yang

digunakan untuk menandatangani warkat.

Perubahan tersebut bertujuan untuk menjaga

otentifikasi warkat, juga untuk memudahkan

pendataan perputaran warkat. Kedua regulasi

tersebut diimplementasikan mulai 1 April 2017

5.1.2 Elektronifikasi Sistem Pembayaran.

Di samping memperkuat infrastruktur

pembayaran, mulai tahun 2014, Bank Indonesia

menggiatkan elektronifikasi sistem pembayaran.

Salah satunya melalui Gerakan Nasional Non

Tunai (GNNT). Gerakan ini meliputi transaksi

menggunakan uang elektronik maupun Layanan

Keuangan Digital.

Uang Elektronik

Uang elektronik merupakan salah satu

infrastruktur pembayaran non tunai ritel yang

diperkenalkan mulai tahun 2013. Sebelumnya

pada tahun 2014, Bank Indonesia bekerja sama

dengan perbankan membentuk kawasan non

tunai di lingkungan kampus Universitas

Sumatera Utara. Uang elektronik merupakan

alat pembayaran yang digunakan untuk nominal

kecil, cepat dan tidak harus memiliki tabungan di

bank tertentu untuk dapat menggunakannya.

Berdasarkan medianya, uang elektronik ada

yang bersifat chip based (nilai uang disimpan

dalam chip dan digunakan secara offline)

maupun server based (nilai uang disimpan dalam

server dan digunakan secara online).

Sebagai bentuk dukungan terhadap GNNT, pada

tahun 2017, Pemerintah melakukan reformasi

penyaluran bantuan pangan. Penyaluran

bantuan pangan yang lebih dikenal dengan

istilah Bantuan Langsung Tunai (BLT)

sebelumnya diberikan melalui kantor pos dalam

bentuk uang tunai dengan jumlah tertentu

setiap bulannya. Dewasa ini, penyaluran

bantuan tidak diberikan langsung dalam bentuk

uang tunai, tetapi menggunakan uang elektronik

dan dikenal dengan istilah BPNP (Bantuan

Pangan Non Tunai).

Skema penyaluran bantuan dimulai dari

Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menerima

uang elektronik yang akan di top up setiap

bulannya. Uang elektronik tersebut terintegrasi

dengan beberapa jenis bantuan lain dalam

bentuk wallet dan dapat juga menjadi media

penyimpanan dana. Setelah dana cukup

tersedia, KPM datang ke agen LKD terdekat yang

ditunjuk sesuai dengan kecamatannya. Agen LKD

akan mencocokkan data yang diterima dari

Kementeran Sosial melalui Bank yang ditunjuk.

Dalam penyalurannya, Agen LKD juga

didampingi oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial

Kecamatan dari Dinas Sosial. Transaksi

kemudian dilakukan menggunakan mesin EDC

(Electronic Data Captured). Agen penyedia

bantuan disebut juga e-waroeng menyalurkan

paket bantuan komoditas pangan berupa beras

dan gula seharga Rp.110.000,-. Di sisi lain,

BULOG akan menyampaikan paket bantuan

tersebut berdasarkan purchase order yang

disampaikan Bank setiap bulannya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

75

Tabel 5.2 Skema Penyaluran BLNT

Jumlah bantuan yang akan disalurkan secara

nasional adalah sebesar Rp. 141,5 Milyar yang

akan disalurkan untuk 16 provinsi, termasuk

Sumatera Utara.

Target penyaluran BPNP Sumatera Utara adalah

sebesar Rp.8,85 Milyar untuk didistribusikan

kepada 80.421 KPM yang tersebar di 21

kecamatan Kota Medan. Sampai dengan

triwulan laporan, 66,4% atau sekitar 9.451 KPM

dari target 14.227 KPM di triwulan I tahun 2017

telah menerima BLNT.

5.1.3 Kegiatan Pengawasan dan Perizinan

Kegiatan Layanan Uang (KLU)

Sebagai satu-satunya lembaga otorisas sistem

pembayaran, Bank Indonesia memegang

peranan strategis dalam menjaga kelancaran

sistem pembayaran, antara lain kebijakan,

perizinan dan pengawasan. Ruang lingkup

penerbitan izin dan pengawasan yang dilakukan

oleh Bank Indonesia antara lain :

- Perusahaan Transfer Dana (PTD)

- Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing

(KUPVA)

- Pembukaan Kas Titipan

- Penyelenggaraan Koordinator Warkat Debit

- Kewajiban Penggunaan Mata Uang Rupiah

di Wilayah NKRI

- Fintech

Mekanisme pengawasan meliputi pengawasan

tidak langsung (offsite) dan pengawasan

langsung (onsite). Pengawasan langsung

dilakukan melalui monitoring, analisis dan

evaluasi dokumen, data, informasi, laporan dan

keterangan yang disampaikan secara rutin oleh

penyelenggara. Sedangkan pengawasan

langsung dilakukan secara rutin maupun tematik

sesuai dengan kebutuhan.

Khusus untuk kewajiban penggunaan uang

rupiah, Bank Indonesia telah menandatangani

MoU (Memorandum of Understanding) dengan

Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Kewajiban

penggunaan rupiah tidak hanya untuk transaksi,

tetapi juga kuotasi pada invoice maupun harga

yang tercantum pada barang dan jasa yang

ditawarkan

Provinsi Sumatera Utara memiliki 7 PTD berizin

yang dan 55 KUPVA berizin yang berlokasi di

Kota Medan. Selain itu terdapat 3 KUPVA lainnya

di Kota Pematang Siantar dan 1 KUPVA di Kota

Binjai. Saat ini, Bank Indonesia bergiat

melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada

PTD dan KUPVA yang belum berizin untuk segera

mendaftarkan perusahaannya.

Tabel 5.3 Transaksi Transfer Dana Triwulan I Tahun 2017

Sumber : Bank Indonesia

Transaksi Transfer Dana di Sumatera Utara

tercatat sebesar Rp585,7 miliar, terdiri dari

transaksi incoming28 sebesar Rp538,7 miliar dan

transaksi outgoing sebesar Rp47,1 miliar. Meski

secara nominal transaksi incoming lebih jauh

lebih besar dibandingkan outgoing, namun

secara rata-rata transaksi incoming hanya

tercatat Rp2,1 juta/transaksi. Sementara

Komponen Incoming Outgoing

Nilai 538.736.277.718Rp 47.040.109.371Rp

Volume 249.778 792

Rata-rata per Transaksi 2.156.860Rp 59.394.077Rp

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

76

transaksi outgoing mencapai Rp59,3 juta per

transaksi. Sesuai informasi yang diperoleh dari

PTD, transaksi incoming pada umumnya

merupakan pengiriman uang dari Tenaga Kerja

Indonesia (TKI) di luar negeri untuk keluarganya

di Indonesia. Sedangkan transaksi outgoing

biasanya merupakan pengiriman uang sekolah

bagi yang berkuliah di Luar Negeri.

Grafik 5.3 Transaksi Pembelian dan Penjualan Rupiah melalui KUPVA

Total transaksi Uang Kertas Asing pada KUPVA

sampai triwulan I tercatat sebesar Rp575,2

miliar, terdiri dari transaksi pembelian sebesar

Rp286,5 miliar dan transaksi penjualan

mencapai Rp288,6 miliar.

Secara tren, transaksi valuta asing tertinggi biasa

terjadi pada periode libur anak sekolah (mid

semester) yang umumnya terjadi pada

pertengahan tahun dan periode akhir tahun.

Selain mengikuti pola liburan panjang, mayoritas

transaksi di Sumatera Utara juga diperuntukkan

untuk keperluan berobat ke Malaysia dan

Penang. Kualitas pengobatan di negeri jiran yang

dikenal sangat baik, harga yang relatif

terjangkau serta kemudahan moda transportasi

dari Medan menjadi faktor pendorong

banyaknya masyarakat yang memilih berobat ke

negara tetangga. Sejalan dengan hal tersebut,

Malaysia Ringgit (MYR) menjadi mata uang yang

paling diminati. Hal ini terkonfirmasi dari

besaran proporsi penjualan dan pembelian valas

MYR yang mencapai 34,5% dari pembelian valas,

diikuti dengan USD sebesar 32,2%. (Grafik 5.3)

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.4 Share Pembelian Valas berdasarkan Mata Uang

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.5 Share Penjualan Valas berdasarkan Mata Uang

Tabel 5.4. Rekapitulasi Transaksi Pengelolaan Uang Rupiah

Sumber : Bank Indonesia

5.2 Perkembangan Pengelolaan

Uang Rupiah

Pengelolaan sistem pembayaran tunai meliputi

rencana pencetakan, distribusi sampai dengan

pemusnahan. Tujuan akhirnya adalah

2017

Tw I Tw I I Tw I I I Tw IV Tw I Tw I I Tw I I I Tw IV Tw I

Penarikan (Triliyun Rp) 3,73 7,05 8,09 9,01 4,49 12,16 5,83 9,48 2,79

Penyetoran (Triliyun Rp) 8,31 6,38 9,59 5,97 9,62 7,05 11,36 6,41 7,97

Net Penarikan (Triliyun Rp) -4,59 0,67 -1,5 3,04 -5,12 5,11 -5,53 3,07 -5,18

Pemusnahan 3,24 2,63 3,84 3,21 2,93 4,6 4,06 4,05 4,05

% Pemusnahan 39% 41% 40% 54% 30% 65% 36% 63% 54%

UPAL (lembar) 1227 944 1066 1446 1357 825 1170 551 760

Uraian 2015 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

77

memenuhi kebutuhan uang Rupiah dalam

nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai

dan kondisi yang layak edar.

2.2.1 Outflow-Inflow

Sejalan dengan melambatnya perekonomian

Sumatera Utara, transaksi uang kartal di

Sumatera Utara mencatat net inflow sebesar

Rp5,18 triliun dari Rp3,07 triliun pada triwulan

seblumnya. Pola aliran uang masuk dan keluar

pada umumnya mengikuti kebutuhan

masyarakat.

Penarikan rupiah pada triwulan I tahun 2017

menurun menjadi Rp2,8 triliun dari Rp9,48

triliun, sedangkan, nominal penyetoran

meningkat dari Rp6,41 triliun di triwulan

sebelumnyamenjadi Rp7,97 triliun pada

triwulan laporan. Kondisi tersebut terutama

disebabkan oleh pola seasonalnya karena

berakhirnya puncak konsumsi masyarakat pada

saat perayaan Natal dan tahun baru.

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.6 Inflow/Outflow Sumatera Utara

Sejalan dengan Sumatera Utara yang

mencatatkan net inflow, Kota Medan juga

mencatatkan net inflow sebesar Rp2.715 miliar

Kota Pematang Siantar dan Sibolga mengalami

net outflow dengan besaran masing-masing

Rp1.703 miliar dan Rp1.425 miliar.

Meskipun secara umum kota besar memiliki

perputaran uang lebih tinggi dari kota satelit di

bawahnya, pola net inflow yang terjadi di kota

Medan juga terjadi karena terdapat

keterbatasan pengelolaan uang oleh kantor

cabang Bank Umum di Pematang Siantar dan

Sibolga. Perbankan umumnya menggunakan

jasa CiT (Cash in Transit) yang umumnya

berkantor di Kota Medan. Untuk efisiensi, uang

yang telah diproses kemudian disetorkan di

KpwBI Provinsi Sumut. Hal ini terlihat dari rata-

rata posisi kas minimum Sibolga dan Siantar

yang mencapai 125% dan selalu mengalami net

outflow.

5.2.2 Distribusi Rupiah

Sebagai bentuk komitmen dalam memenuhi

kebutuhan masyarakat akan rupiah dalam jenis,

jumlah pecahan dan kualitas yang baik Bank

Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain

pembukaan kas titipan dan kas keliling.

Kas titipan bertujuan untuk memperluas

jaringan distribusi uang untuk suatu daerah

tertentu yang memiliki kapasitas ekonomi yang

cukup besar dengan bekerjasama dengan

perbankan. Kas titipan mengantisipasi tingginya

perputaran Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan

menggantinya dengan Uang Layak Edar (ULE).

Mekanisme Kas Titipan adalah dengan

menitipkan sejulah besar ULE kepada bank pada

daerah tertentu yang telah diases terlebih

dahulu kemampuan kapasitas dan keamanan

khasanahnya untuk titipan uang tersebut.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Sumatera Utara telah membuka 2 kantor Kas

Titipan di Tebing Tinggi dan Kabanjahe.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Sumatera Utara telah melakukan 11 kali kas

keliling selama triwulan I tahun 2017. Kas

keliling tersebut ada yang dilakukan di dalam

kota Medan yaitu di Pasar Marelan, Pasar

Patumbak, Pasar Melati dan Pasar Tembung

dengan serapan Rp420 Juta Rupiah. Selain itu

dilakukan juga kas keliling berkala di luar Kota

Medan yaitu di Kabupaten Langkat, Kabupaten

Deli Serdang dan Kabupaten Dairi dengan total

serapan sebesar Rp2,7 Milyar.

Selain itu, Bank Indonesia juga berupaya

mengoptimalkan jumlah setoran Uang Hasil

Cetak Sempurna (HCS) kepada Perbankan. Pada

periode laporan, keluaran uang HCS tercatat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

78

sebesar Rp1,4 triliun, atau mencapai 48,2% dari

penarikan uang kartal oleh perbankan. Distribusi

HCS cenderung stabil meskipun tidak setinggi

triwulan sebelumnya sejalan dengan

menurunnya penarikan rupiah. Distribusi HCS

tersebut terutama untuk mata uang tahun emisi

2016. Pembatasan distribusi HCS ini juga

dilakukan untuk menjaga ketersediaan HCS

pada perayaan HBKN lebaran pada triwulan

mendatang.

5.2.3. Uang yang Diragukan Keasliannya

Bank Indonesia merupakan satu-satunya

lembaga yang memiliki kewenangan untuk

mengklarifikasi keaslian rupiah. Sampai dengan

triwulan laporan, terdapat 760 lembar rupiah

yang diragukan keasliannya. Jumlah tersebut

mencapai 22% dari keseluruhan temuan pada

tahun 2016 sejumlah 3.453 lembar. Temuan

tersebut didapat dari masyarakat maupun

setoran Bank. (Grafik 5.7).

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.7 Grafik Laporan Klarifikasi UPAL 2010 s/d 2017

Jumlah temuan didominasi oleh Uang Pecahan

Besar (UPB) yang mencapai 94,7%. Kontribusi

temuan uang yang diragukan keasliannya di

Sumatera Utara mencapai 1,2% dibandingkan

temuan Nasional. Angka ini terendah

dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir.

Bank Indonesia senantiasa melakukan sosialisasi

ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat

baik dalam kota maupun luar kota. Pada tahun

2017 sampai dengan triwulan laporan, Bank

Indonesia telah 12 kali melakukan sosialisasi ciri-

ciri keaslian rupiah.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

79

PERLINDUNGAN KONSUMEN SISTEM PEMBAYARAN

Sistem Pembayaran Aman, Handal dan Efisien

Semakin tingginya aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat mendorong peningkatan kebutuhan

sistem pembayaran yang handal, cepat dan aman. Hal ini terlihat dari transformasi alat pembayaran

dalam 10 tahun terakhir yang berkembang sangat cepat. Beragam alat pembayaran yang kita kenal

mulai dari uang kartal sampai dengan digital currency. Perubahan yang semankin cepat dan tidak

hanya dari otoritas tetapi juga diinisiasi oleh industri. Kondisi ini membutuhkan otoritas yang

dinamis dan tanggap terhadap perubahan.

Untuk menjaga “kepercayaan”masyarakat terhadap sistem keuangan yang resilen, langkah strategis

yang dilakukan antara lain melalui pembangunan infrastruktur yang handal, perizinan, pengawasan

dan fungsi perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen merupakan mekanisme feedback dari

pengguna kepada penyelenggara yang bertujuan untuk memberikan keseimbangan hak dan

kewajiban antara konsumen dan penyedia jasa sistem pembayaran. Perlindungan konsumen harus

memenuhi prinsip keadilan dan keandalan, transparansi, perlindungan data/atau informasi

konsumen serta penyelesaian pengaduan secara efektif.

Bank Indonesia mewajibkan industri penyelenggara sistem pembayaran untuk memiliki sistem

perlindungan konsumen yang dibakukan dalam bentuk Standard Operating Procedure-nya.

Kewajiban ini dituangkan melalui PBI No.16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Sistem

Pembayaran dan Surat Edaran No.16/16/DKSP tentang Jasa Sistem Pembayaran. Bank Indonesia

mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran memiliki mekanisme perlindungan konsumen yang

sesuai dengan standar yang ditetapkan, antara lain : call center, mekanisme penerimaan pengaduan

dan jangka waktu tindak lanjut yang cepat. Selain itu, setiap jaringan kantor Bank Indonesia,

termasuk Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara memiliki unit Perlindungan

Konsumen. Unit ini menjalankan fungsi edukasi, konsultasi dan fasilitasi.

Edukasi Memberikan pemahaman produk sistem pembayaran melalui berbagai media

Konsultasi Memberikan pemahaman apabila terdapat permasalahan dalam penggunaan

jasa SP melalui tatap muka, telepon, email surat atau media lain

Fasilitasi Upaya penyelesaian pengaduan konsumen yang mengandung unsur sengketa

keperdataan dengan cara memanggil, mempertemukan, mendengar dan

memotivasi

Cakupan perlindungan konsumen sistem pembayaran Bank Indonesia meliputi Instrumen

pemindahan dana dan/atau penarikan dana (cek dan bilyet giro), transfer dana termasuk RTGS dan

SKNBI, Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (Kart ATM/Debet/Kredit), uang elektronik, penyediaan

dan/penyetoran Rupiah, dan penyelenggaraan sistem pembayaran lain yang ditetapkan dalam

ketentuan Bank Indonesia.

Suplemen 3

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

80

Saat ini terdapat 56 KUPVA dan 7 Perusahaan Transfer Dana berizin, 63 Bank Peserta Kliring dan di

wilayah kerja Kantor Perwakilan Bnak Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, Sumatera Utara

memiliki 2 Kantor Pusat Bank, 112 Kantor Cabang Bank, 469 Kantor Cabang Pembantu dan 162

Kantor Kas. Keseluruhan penyelenggara keuangan tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

transaksional 33 Kabupaten/Kota dan 8,2 Juta Penduduk Sumatera Utara. Keseluruhan transaksi

yang terjadi antara penyelenggara dan masyarakat ini yang menjadi objek perlindungan konsumen

Bank Indonesia.

Pengaduan sistem pembayaran didominasi oleh permasalahan kredit macet nasabah yang mencapai

48,6%, APMK (terutama kartu kredit) mencapai 20% dan SID mencapai 11,4%. Untuk permasalahan

kredit macet surat akan diteruskan ke otoritas perbankan, sedangkan untuk permasalahan yang

berkaitan dengan alat pembayaran akan diselesaikan melalui mekanisme fasilitasi dan/atau

konsultasi.

Skema pengaduan dimulai melalui surat pengaduan yang

disampaikan kepada Bank Indonesia. Setelah itu Bank Indonesia

akan memastikan bahwa nasabah telah melalui mekanisme

pengaduan yang telah disediakan penyelenggara sistem

pembayaran. Jika mekanisme telah dilakukan dan tidak

menemukan titik temu, Bank Indonesia kemudian akan

mengundang para pihak untuk duduk bersama dan

membicarakan permasalahan tersebut dan mencari jalan keluar

terbaik dari permasalahan tersebut.

Selain itu, Nasabah juga perlu berhati-hati dalam melakukan transaksi. Berikut beberapa contoh

kasus dan modus operandi yang sering terjadi :

Contoh Kasus Modus Operandi

Pelaku menawarkan upgrade kartu kredit atas nama bank

Pelaku mengaku sebagai pihak bank dan mengambil kartu kredit nasabah

Saat nasabah melakukan akses melalui laman internet banking muncul

tampilan agar nasabah melakukan sinkronisasi token

Pada saat Nasabah melakukan pengecekan data kemudian diketahui bahwa

dana Nasabah telah berkurang

Kartu kredit hilang maupun dicuri dan tidak segera dilakukan blokir

Merchant tidak mengecek keaslian identitas nasabah

PTD menolak mencairkan dana dengan alasan penerima tidak memenuhi

syarat

Penerima dana mendatangi PTD cabang lain namun dana telah diambil oleh

pihak lain

Nasabah menerima email dari bank untuk pengkinian data dan diminta

melengkapi data pribadi

Call center palsu menghubungi nasabah dan memandu nasabah untuk

bertransaksi melalui internet banking

Kartu ATM Nasabah tersangkut di mesin ATM

Pelaku memasang nomor call center palsu/kamera untuk mendapatkan PIN

Pelaku menarik dana nasabah dengan kartu ATM dan PIN yang didapatkan

Pemalsuan Penawaran

upgrade Kartu Kredit

Penipuan Internet Banking

Kartu hilang atau dicuri

Kasus Transfer Dana

Email Phising

Card Trapping

Surat Pengaduan yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Sumatera Utara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

81

FD Apabila terjadi kondisi seperti tersebut di atas, langkah pertama yang dilakukan antara lain

menghubungi call center penyelenggara sistem pembayaran tersebut. Sebagai contoh kartu hilang,

dicuri atau card tapping segera lakukan pemblokiran dengan menghubungi call centre terpercaya.

Nasabah harap meminta nomor call center yang benar ketika pertama mendaftar untuk layanan

pembayaran. Selain itu, nasabah juga perlu hati-hati dan ingat bahwa sekalipun tidak

memberitahukan nomor pin maupun identitas pribadi kepada orang terdekat termasuk petugas

penyelenggara sistem pembayaran.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

82

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

83

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN

KESEJAHTERAAN

Ditengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara, kondisi ketenagakerjaan Sumatera

Utara pada triwulan laporan relatif membaik dibandingkan dengan periode yang sama

pada sebelumnya. Pada Februari 2017 terdapat perbaikan pada Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja di Sumatera Utara yang meningkat sebesar 0,2% dari 68,8% pada

Februari 2016 menjadi 69,1 %. Peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi

pada sektor pertanian dan perdagangan, hotel & restoran. Sejalan dengan hal tersebut,

sejak 1 Januari 2017 terdapat peningkatan pendapatan masyarakat seiring dengan

diditetapkannya UMP Provinsi Sumatera Utara menjadi Rp1.961.354,-. UMP tersebut

naik sebesar 8,2% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp1.811.815,-.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

84

Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber : BPS Sumatera Utara

Di tengah perlambatan ekonomi Sumatera

Utara, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara

pada triwulan laporan relatif membaik

dibandingkan dengan periode yang sama pada

sebelumnya. Berdasarkan survei Angkatan Kerja

Nasional (Sakernas) terdapat perbaikan pada

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera

Utara yang meningkat sebesar 0,2% dari 68,8%

pada Februari 2016 menjadi 69,1 % pada

Februari 2017. Peningkatan penyerapan tenaga

kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian

serta perdagangan, hotel & restoran. Sejalan

dengan hal tersebut, sejak 1 Januari 2017

terdapat peningkatan pendapatan masyarakat

seiring dengan ditetapkannya UMP Provinsi

Sumatera Utara menjadi Rp1.961.354,-. UMP

tersebut naik sebesar 8,2% dibanding tahun

sebelumnya sebesar Rp1.811.815,-.

Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan

ekonomi sektor pertanian di triwulan I 2017,

kesejahteraan masyarakat pedesaan yang diukur

dengan Nilai Tukar Petani (NTP) juga mengalami

penurunan yaitu dari 101,6 di triwulan IV 2016

menjadi 99,8 di triwulan I 2017. Penurunan NTP

dimaksud didorong oleh penurunan NTP di

hampir seluruh sub sektor pertanian, kecuali

subsektor tanaman perkebunan yang sedikit

meningkat akibat adanya perbaikan harga

komoditas karet dan CPO di awal tahun.

Sementara itu pada triwulan I 2017 Nilai Tukar

Nelayan Perikanan (NTNP) di Sumatera Utara

sedikit meningkat menjadi 102,5. Hal ini terjadi

terkait dampak kebijakan Pemerintah yang

membatasi penangkapan ikan oleh kapal asing di

wilayah Sumatera Utara. Kondisi tersebut

menyebabkan pasokan ikan terbatas sehingga

mendorong kenaikan harga ikan. Hal ini

terkonfirmasi dari sumbangan inflasi dari

subkelompok ikan-ikanan pada April 2017.

6.1 Ketenagakerjaan

Ditengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara

di triwulan I 2017, kondisi ketenagakerjaan di

Sumatera Utara per Februari 2017 mengalami

perbaikan dibandingkan Februari 2016. Jumlah

angkatan kerja mengalami peningkatan

sebanyak 122 ribu. Sementara itu, jumlah

penduduk yang bekerja mengalami peningkatan

sebanyak 120 ribu (1,9%), yaitu dari 6,1 juta

orang pada Februari 2016 menjadi 6,3 juta orang

Februari 2017. Hal ini berarti sebanyak 98% dari

peningkatan jumlah angkatan kerja telah

mendapatkan pekerjaan. Sementara itu, di sisi

lain jumlah penduduk yang menganggur juga

mengalami peningkatan sebanyak 3 ribu orang

yaitu dari 427 ribu orang per Februari 2016

menjadi 430 ribu orang per Februari 2017.

Perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Sumatera

Utara tersebut menunjukkan terdapat harapan

perbaikan kondisi ekonomi Sumatera Utara.

Sumber: BPS Sumatera Utara

Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Jumlah

(ribu)%

Jumlah

(ribu)%

Jumlah

(ribu)%

Jumlah

(ribu)Persen

Jumlah

(ribu)%

Jumlah

(ribu)%

Pertanian 2.501 42,5% 2.483 40,2% 2.462 41,3% 2.497 40,5% 2.666 44,5% 2.676 42,6%Perdagangan, rumah makan dan

akomodasi1.181 20,1% 1.352 21,9% 1.271 21,3% 1.264 20,5% 1.152 19,2% 1.318 21,0%

Jasa kemasyarakatan, sosial, dan

perorangan905 15,4% 897 14,5% 922 15,5% 1.037 16,8% 906 15,1% 1.081 17,2%

Industri 461 7,8% 528 8,6% 450 7,5% 516 8,4% 456 7,6% 460 7,3%

Lainnya 833 14,2% 912 14,8% 857 14,4% 852 13,8% 811 13,5% 751 11,9%

JUMLAH 5.881 100,0% 6.171 100,0% 5.962 100,0% 6.166 100,0% 5.991 100,0% 6.286 100,0%

LAPANGAN PEKERJAAN UTAMAAgustus 2014 Februari 2015 Agustus 2016Februari 2016Agustus 2015 Februari 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

85

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada

Februari 2017 sebesar 6,4%, atau lebih rendah

dibandingkan dengan posisi Februari 2016

sebesar 6,5%. Jika dibandingkan dengan angka

Nasional yaitu 5,3%, angka TPT Sumatera Utara

berada di posisi ke-27 terendah dari 34 provinsi,

setelah Provinsi Sulawesi Utara dengan TPT

6,1%.

Sumber : BPS Sumatera Utara

Grafik 6.2 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi

Secara sektoral, komposisi tenaga kerja di

Sumatera Utara pada Februari 2017 tidak jauh

berubah dibandingkan tahun sebelumnya.

Sektor Pertanian masih menjadi kontributor

terbesar dalam penyerapan tenaga kerja dengan

dominasi sebesar 42,6%, diikuti dengan sektor

perdagangan 21,0%, serta sektor jasa

kemasyarakatan sebesar 17,2%. Sementara itu,

proporsi penyerapan tenaga kerja di industri

pengolahan dan sektor lainnya cenderung

sedikit menurun. Secara umum, tidak terdapat

pergeseran komposisi tenaga kerja pada sektor

utama di Sumatera Utara (Tabel 6.1).

Berdasarkan status pekerjaan utama, jumlah

tenaga kerja di sektor formal per Februari 2017

menurun sebanyak 120 ribu dibandingkan

Februari 2016. Meskipun menurun, namun

proporsi tenaga kerja di sektor formal menurun

dari 40,0% di Agustus 2016 menjadi 39,1% di

Februari 2017. Peningkatan tenaga kerja formal

terjadi pada kelompok “berusaha dibantu buruh

tetap” yang tumbuh 10,1% (yoy) atau

bertambah 21 ribu orang. Sementara kelompok

“buruh/karyawan/pegawai” mengalami

kontraksi sebesar -5,9% (yoy) atau berkurang

sebesar 141 ribu orang.

Sumber: BPS Sumatera Utara

Grafik 6.3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal-Informal

Sementara itu, sektor informal mengalami

peningkatan jumlah tenaga kerja sebanyak 240

ribu, yaitu 3,6 juta orang di Februari 2016

menjadi 3,8 juta orang pada Februari 2017 atau

meningkat sebesar 6,7%. Peningkatan jumlah

tenaga kerja informal tersebut didorong oleh

peningkatan kelompok “pekerja keluarga/tak

dibayar” sebesar 23,8% (yoy) dan kelompok

pekerja “berusaha sendiri” sebesar 4,2% (yoy)

dan “berusaha dibantu buruh tidak tetap”

sebesar 5,3% (yoy). Sedangkan komponen yang

lain yaitu “pekerja bebas” mengalami

penurunan sebesar 16,6% (yoy).

Kondisi tersebut menunjukkan telah terjadi

pergeseran jumlah tenaga kerja di sektor formal

ke sektor informal, yang diindikasikan terjadi

pada kelompok buruh/karyawan ke kelompok

berusaha sendiri atau pekerja keluarga. Selaras

dengan data tenaga kerja per sektor ekonomi,

pergeseran tenaga kerja formal ke informal

terindikasi terjadi pada sektor pertanian dan

sektor perdagangan yang dipicu oleh pergeseran

musim panen dan persiapan puasa dan Lebaran

yang pada umumnya konsumsi masyarakat

meningkat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

86

Tabel 6.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan

Sumber : BPS Sumatera Utara

Tabel 6.3 SKDU Penyerapan Tenaga Kerja per Sektor Ekonomi

Sumber: BPS Sumatera Utara

Kondisi ketenagakerjaan dilihat dari latar

belakang pendidikan menunjukkan adanya

pergeseran yang diindikasikan oleh peningkatan

tenaga kerja kelompok “Sekolah Dasar” dan

“Diploma dan Universitas”, serta penurunan

jumlah tenaga kerja kelompok “Sekolah

Menengah Pertama” dan “Sekolah Menengah

Atas” pada Februari 2017. Jumlah tenaga kerja

dengan pendidikan SD ke bawah masih di posisi

teratas (share 32,4%) dan mengalami

peningkatan sebesar 9,9% (yoy) yaitu dari 1,8

juta orang pada Februari 2016 menjadi 2 juta

orang pada Februari 2017. Tenaga kerja dengan

pendidikan SMA berada di posisi kedua dengan

share sebesar 22,5%, mengalami penurunan

sebesar -8,2% dari 1,5 juta orang menjadi 1,4

juta orang. Sebaliknya tenaga kerja kerja dengan

pendidikan SMP dan universitas yang masing-

masing berada di posisi ketiga dan keempat

dengan share sebesar 20,9% dan 12,3% yaitu

masing-masing dari 1,38 juta orang menjadi 1,31

juta orang dan 641 ribu orang menjadi 771 ribu

orang.

Sementara itu, tenaga kerja dengan pendidikan

SMK dengan share 11,9% mengalami perubahan

yang tidak terlalu signifikan yaitu dari 747 ribu

orang menjadi 749 ribu orang pada periode yang

sama tahun sebelumnya. Kondisi tersebut secara

umum menunjukkan perbaikan kualitas

pendidikan tenaga kerja di Sumatera Utara.

Sementara itu, peningkatan jumlah tenaga kerja

dengan pendidikan sekolah dasar diindikasikan

bekerja secara informal di sektor pertanian dan

sektor perdagangan yang juga mengalami

peningkatan di Februari 2017.

Penyerapan Tenaga Kerja berdasarkan SKDU

Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara periode

triwulan I 2017, secara triwulanan (qtq) terjadi

peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja

sebesar 12,3 SBT dibandingkan triwulan IV 2016

yaitu dari -1,3 SBT menjadi 11,1 SBT. Pendorong

peningkatan terbesar penyerapan tenaga kerja

di Sumatera Utara diindikasikan berasal dari

sektor industri pengolahan yang meningkat

sebesar 8,2 SBT dari -1,6 SBT pada triwulan IV

2016 menjadi 6,6 SBT pada triwulan berjalan

seiring dengan meningkatnya pertumbuhan

pada sektor tersebut secara year on year yang

utamanya didorong oleh membaiknya harga

komoditas CPO di awal triwulan I 2017.

dalam ribuan

2017

Feb Agst Feb Agst Feb

SD ke bawah 2.069 1.831 1.856 1.922 2.040

SMP 1.362 1.339 1.382 1.282 1.314

SMA 1.437 1.458 1.539 1.352 1.413

SMK 728 700 747 769 749

Diploma I/II/III dan universitas 576 634 641 667 771

JUMLAH 6.171 5.962 6.166 5.991 6.287

LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA2015 2016

2017

I II III IV I II III IV I

Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan5,16 -0,51 -0,19 -3,95 -1,04 1,31 -1,15 -1,57 -0,94

Industri Pengolahan 1,90 1,47 0,69 -0,05 1,26 -1,01 0,65 -1,55 6,63

Bangunan 0,71 -1,15 0,38 0,77 1,41 0,97 1,72 0,72 0,92

Perdagangan, hotel, restoran 0,76 0,00 1,38 0,64 2,81 1,56 0,32 1,22 0,81

Pengangkutan dan Komunikasi 0,63 -1,04 0,47 1,73 3,06 3,90 2,83 0,91 1,27

Keuangan,persewaan dan jasa perusahaan 0,74 1,21 0,66 0,83 0,12 2,27 -0,52 -1,56 2,37

Jasa-jasa 0,95 0,06 0,34 0,29 4,22 0,48 0,98 0,57 0,00

Total 10,20 0,04 3,72 0,24 11,85 11,95 4,83 -1,25 11,05

Keterangan2015 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

87

Sumber: BPS Sumatera Utara

Grafik 6.4 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Utama

Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi terhadap Penambahan Tenaga

Kerja

Sementara itu berdasarkan hasil SKDU tingkat

kesejahteraan masyarakat Provinsi Sumatera

Utara relatif membaik. Hal ini tercermin dari

ekspektasi masyarakat terhadap penambahan

tenaga kerja yang positif yaitu 11,1 SBT

dibandingkan dengan angka realisasinya 3,2 SBT.

Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja

Grafik 6.7 SKDU Ekspektasi Penghasilan

Sejalan dengan hal tersebut, ekspektasi pelaku

usaha terhadap ketersediaan lapangan

pekerjaan saat ini dan 6 bulan yang akan datang

serta keyakinan masyarakat terhadap kondisi

penghasilan saat ini maupun 6 bulan yang akan

datang juga positif. Hal ini menggambarkan

masyarakat pelaku usaha optimis perekonomian

akan semakin membaik sehingga diharapkan

terdapat penambahan jumlah tenaga kerja serta

peningkatan penghasilan.

Berdasarkan Survei Konsumen, keyakinan

masyarakat terhadap penghasilan saat ini pada

level 126,0 meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat pada level 118,4.

Membaiknya keyakinan masyarakat tersebut

didorong oleh membaiknya harga komoditas

terutama CPO dan karet yang merupakan

komoditas unggulan di awal triwulan I 2017,

serta terdapat kenaikan upah minimum sebesar

8,25% menjadi Rp1.961.354,- yang

diimplementasikan sejak tanggal 1 Januari 2017.

Grafik 6.8 Survei Konsumen

Persepsi penghasilan yang meningkat pada

triwulan I 2017 ikut mendorong aktivitas

konsumsi masyarakat yang antara lain tercermin

dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang

meningkat dari 111,4 pada triwulan IV 2016

menjadi 119,1 pada triwulan I 2017. Dilihat

komponennya, IEK didorong oleh peningkatan

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan Indeks

Kondisi Ekonomi (IKE) yang seluruhnya

meningkat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 114,4

dan 109,7 (Grafik 6.7).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

88

6.2 Kesejahteraan

Seiring dengan perlambatan ekonomi di sektor

pertanian yaitu dari 4,9% (yoy) di triwulan IV

2016 menjadi 2,0% (yoy) di triwulan I 2017,

terdapat penurunan NTP pada triwulan I 2017

dari 101,6 ditriwulan IV 2016 menjadi 99,8 di

triwulan I 2017. Penurunan tersebut disebabkan

oleh penurunan pada Indeks yang diterima

petani (IT) sebesar 1,46 yaitu dari 129,7 pada

triwulan IV 2016 menjadi 128,2 pada triwulan I

2017 dan peningkatan indeks yang dibayar (IB)

sebesar 0,82. NTP masih berada di bawah

ambang batas 100, hal ini menunjukkan bahwa

petani masih mengalami defisit yaitu

pendapatan petani masih lebih kecil

dibandingkan dengan pengeluarannya. Sehingga

untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan

petani diperlukan peningkatan daya saing

produk pertanian dengan peningkatan kualitas

dan spesialisasi produk terutama pada produk

tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.

Sementara itu, Indeks Kesejahteraan Nelayan

Perikanan (NTPN) Sumatera Utara meningkat

sebesar 0,27 dari 102,3 pada triwulan IV 2016

menjadi 102,6 di triwulan I 2017. Peningkatan

tersebut didorong oleh peningkatan IT dari

126,5 pada triwulan IV 2016 menjadi 127,8 di

triwulan I 2017. Peningkatan NTPN didorong

sebagai dampak kebijakan pemerintah dalam

membatasi jumlah penangkapan ikan oleh kapal

asing di wilayah perairan Indonesia, khususnya

di Sumatera Utara di daerah perairan Sibolga,

Tanjung Balai dan Belawan.

Kesejahteraan Petani

Dibandingkan triwulan IV 2016, NTP provinsi-

provinsi di kawasan Pulau Sumatera menurun,

dengan penurunan terbesar terjadi di provinsi

Sumatera Utara sebesar -1,8. Penurunan NTP

terjadi di semua sub sektor kecuali perkebunan

yang meningkat dari 99,5 pada triwulan IV 2016

menjadi 99,7 pada periode berjalan. Sementara

itu, penurunan NTP tertinggi terjadi di subsektor

tanaman hortikultura dari 98,9 pada triwulan IV

2016 menjadi 94,9 pada triwulan I 2017. Seluruh

komponen NTP masih di bawah level memadai

(di bawah 100) menunjukkan pendapatan yang

diterima petani masih lebih rendah

dibandingkan biaya produksi yang dikeluarkan

petani (Grafik 6.8). Kondisi ini patut diwaspadai

agar daya beli petani tidak tergerus.

Sumber: BPS Pusat

Grafik 6.9 Nilai Tukar Petani

Sumber: BPS Sumatera Utara

Grafik 6.10 Nilai Tukar Petani berdasarkan Sub Sektor

Indeks harga yang diterima (IT) petani

menggambarkan fluktuasi harga komoditas

pertanian yang dihasilkan oleh petani. Nilai IT

petani di Sumatera Utara pada triwulan ini

sebesar 128,2, atau lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencapai 129,6.

Sementara itu penurunan terbesar IT petani

terjadi pada sub sektor tanaman hortikultura

sebesar -4,04 yaitu dari 126,6 pada triwulan IV

2016 menjadi 122,6 pada triwulan I 2017 yang

disebabkan oleh penurunan indeks tanaman

sayuran sebesar -1,6 dan tanaman obat sebesar

-2,0. Hal ini sejalan dengan penurunan indeks

harga sayuran pada level konsumen yang

mengalami deflasi sebesar -1,4. Rendahnya IT

Petani juga disebabkan oleh melimpahnya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

89

pasokan komoditas pangan yang menyebabkan

penurunan harga.

Sementara itu, Indeks Harga yang dibayar (IB)

petani menggambarkan fluktuasi harga barang

dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakan

pedesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa

yang diperlukan untuk memproduksi hasil

pertanian. Pada triwulan I 2017 IB petani

mengalami peningkatan dari 127,7 pada per

triwulan IV 2016 menjadi 128,5 per triwulan I

2017 yang didorong oleh peningkatan pada

indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang

Modal (BPPBM). Peningkatan indeks tersebut

terjadi pada seluruh subsektor pertanian,

dengan peningkatan IB terbesar pada subsektor

tanaman pangan yang meningkat dari 129,01

pada triwulan IV 2016 menjadi 130,21 pada

triwulan I 2017. Peningkatan pada IB inilah yang

ikut mendorong penurunan NTP.

Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani Berdasarkan Subsektor

Sumber: BPS Sumatera Utara

Kesejahteraan Nelayan

Nilai tukar nelayan perikanan (NTNP)

merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur

indeks kesejahteraan nelayan. Pada triwulan I

2017 tercatat indeks NTNP Sumatera Utara

sebesar 102,6 atau meningkat sebesar 0,3

dibandingkan dengan posisi triwulan IV 2016.

Peningkatan tersebut didorong oleh

peningkatan indeks harga yang diterima (IT)

nelayan sebesar 1,3 yaitu dari 126,5 pada

triwulan IV 2016 menjadi 127,78. Sementara itu,

peningkatan NTNP didukung oleh peningkatan

pada nilai tukar kelompok penangkapan ikan

(NTN) sebesar 0,6 dari 107,8 pada triwulan IV

2016 menjadi 108,35. Sementara itu indeks nilai

tukar nelayan kelompok budidaya ikan relatif

stabil.

Peningkatan IT nelayan terjadi terbesar terjadi

pada kelompok penangkapan ikan yaitu dari

133,2 pada triwulan IV 2016 menjadi 135,0 pada

triwulan I 2017 yang disebabkan oleh

peningkatan IT pada penangkapan ikan perairan

umum yang meningkat sebesar 2,6

dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini

sejalan dengan peningkatan indeks ikan segar

pada level konsumen yang mengalami inflasi

sebesar 0,4. Peningkatan pada IT inilah yang ikut

mendorong penurunan NTNP.

Sementara itu, triwulan I 2017 IB nelayan juga

mengalami peningkatan dari 123,6 pada

triwulan IV 2016 menjadi 124,6 pada triwulan I

2017 yang didorong oleh peningkatan pada

indeks konsumsi rumah tangga sebesar 1,1 dan

peningkatan indeks BPPBM sebesar 0,8 dari

periode sebelumnya. Peningkatan indeks

tersebut terjadi pada seluruh kelompok

perikanan yaitu perikanan tangkap dan

perikanan budidaya.

6.3 Perkembangan Indeks

Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia di Provinsi Sumatera

Utara yang diproksikan dengan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) mengalami

peningkatan yaitu dari status “sedang” menjadi

status “tinggi” atau mencapai angka 70,0. Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah

satu indikator untuk mengukur keberhasilan

dalam membangun kualitas hidup manusia.

Ukuran keberhasilan tersebut antara lain diukur

melalui keberhasilan dalam memperoleh dan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

90

mengakses pendapatan, kesehatan, pendidikan,

dan sebagainya dalam jangka panjang. Selama

kurun waktu tujuh tahun terakhir IPM Sumatera

Utara terus mengalami peningkatan

sebagaimana disajikan dalam grafik berikut.

Grafik 6.11 Perkembangan IPM Sumatera Utara

Secara nasional, IPM Provinsi Sumatera Utara

tahun 2016 menduduki peringkat ke 11 setelah

Provinsi Jawa Barat dengan angka 70,0. IPM

Sumatera Utara tersebut masih berada di bawah

rata-rata Nasional dengan angka 70,9.

Perhitungan IPM didasarkan pada tiga dimensi

dasar perhitungan yaitu i)umur panjang dan

hidup sehat; ii) pengetahuan; serta iii) standar

harapan hidup layak.

Secara nasional dimensi umur panjang dan

hidup sehat yang diproksikan melalui Angka

Harapan Hidup (AHH), Sumatera Utara

menduduki peringkat ke-24 dengan angka 68,3

atau lebih rendah dibandingkan rata-rata

Nasional yang mencapai angka 70,9. Sementara

dimensi pengetahuan yang diproksikan dengan

Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata

Lama Sekolah (RLS), secara nasional Sumatera

Utara menduduki peringkat ke-12 dan ke-5

dengan angka masing-masing 13,0 dan 9,1.

Dimensi standar harapan hidup layak yang

dinilai melalui pengeluaran per kapita per tahun,

Sumatera Utara berada di peringkat ke 19 secara

Nasional dengan pengeluaran sebesar 9,4 juta

per tahun, atau masih berada di bawah rata-rata

Nasional yang mencapai Rp10,4 juta per tahun.

Sementara itu, dari 33 Kabupaten/Kota di

Sumatera Utara, yang menyandang IPM status

“tinggi” sebanyak 14 kabupaten/kota atau

sebesar 42,4%, dengan 3 kabupaten/kota

dengan IPM tertinggi adalah Kota Medan (79,3);

Kota Pematangsiantar (76,9) dan Kota Binjai

(74,1). Sementara itu IPM status “sedang”

sebanyak 16 kabupaten/kota atau sebesar

48,5%. Sementara itu, masih terdapat 3

kabupaten yaitu Nias, Nias Selatan dan Nias

Barat yang masih berstatus “rendah” dengan

angka IPM masing-masing sebesar 59,8; 59,1;

dan 59,0. Selaras dengan pembangunan yang

lebih banyak dilakukan di Pantai Timur, sehingga

tingkat kesejahteraan dan pembangunan

manusia di Sumatera Utara juga relatif lebih baik

di wilayah Pantai Timur (Grafik 6.11).

Sumber: BPS Sumatera Utara

Grafik 6.12 Sebaran IPM di Sumatera Utara

Sejak tahun 2004, IPM digunakan sebagai salah

satu indikator dalam menghitung kebutuhan

fiskal daerah dalam hal ini DAU. Implikasinya

semakin tinggi IPM semakin tinggi DAU yang

diterima daerah. Sementara itu, DAU yang

dikelola dalam APBD berfungsi sebagai sirkulasi

dalam perekonomian daerah terutama bagi

stimulus pembangunan, dengan demikian dapat

mempengaruhi PDRB atau kesejahteraan

masyarakat suatu daerah. Berdasarkan hal

tersebut, peningkatan IPM di suatu daerah

menjadi suatu keharusan. Adapun hal-hal yang

dapat dilakukan oleh pemerintah Sumatera

Utara untuk meningkatkan IPM di Sumatera

Utara antara lain dengan meningkatkan akses

masyarakat Sumatera terhadap hasil

pembangunan seperti akses terhadap fasilitas

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

91

kesehatan baik dari sisi ketersediaan maupun

keterjangkauan biaya, kemudahan memperoleh

pendidikan melalui ketersediaan sekolah dengan

disertai fasilitas yang memadai, serta

ketersediaan lapangan pekerjaan dengan

mengoptimalkan potensi sektor unggulan di

masing-masing kabupaten/kota.

Sumber: BPS Sumatera Utara

Grafik 6.13 Sebaran IPM per Kabupaten/Kota di Sumatera

Utara

Tabel 6.5 Nilai Tukar Nelayan Perikanan Berdasarkan Kelompok

Sumber: BPS Sumatera Utara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

92

Pergeseran Profil Tenaga Kerja di Sumatera Utara

Berdasarkan klasifikasi pekerjaan formal dan informal, per posisi Februari 2017 lapangan usaha

informal masih mendominasi penyediaan pekerjaan di Sumatera Utara dengan pangsa pasar sebesar

61% (3,8 juta orang), sedangkan sisanya bekerja di sektor formal. Dalam perkembangannya, sektor

formal cenderung mengalami peningkatan yang terlihat dari perkembangan pangsa dari 34% pada

Februari 2012 menjadi 39% pada Februari 2017. Sementara itu, pertumbuhan sektor formal dan non

formal cenderung fluktuatif. Pada sektor informal hal ini terutama terjadi pada kelompok “buruh

tidak tetap”, “pekerja bebas”, sementara pada sektor formal hal ini terjadi pada kelompok

“berusaha dibantu buruh tetap”.

Grafik 6.14 Pertumbuhan sektor formal dan non formal

Komposisi demografi penduduk Sumatera Utara juga mengalami pergeseran. Komposisi penduduk

usia kerja usia di atas 15 tahun meningkat dari 57,9% (7,6 juta orang) pada tahun 2012 menjadi

57,2% (7,9 juta orang) pada tahun 2015. Sementara komposisi usia di bawah 15 tahun mengalami

penurunan yaitu 32,4% pada 2012 menjadi 32,0 pada 2015. Di sisi lain, komposisi penduduk pada

usia kurang produktif cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 9,8% pada 2012 menjadi 10,7%

pada 2015. Hal tersebut berimplikasi pada perubahan komposisi tenaga kerja di lapangan pekerjaan

utama. Komposisi tenaga kerja di sektor pertanian, dimana mayoritas merupakan sektor informal

mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari data BPS Sumatera Utara pada Februari 2012 dimana

jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 3,1 juta orang atau 51% dari total tenaga kerja

menurun menjadi 2,6 juta orang atau 43% dari total tenaga kerja pada Feb 2017. Hal tersebut terjadi

karena adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan dan infrastruktur lainnya dan

menurunnya minat bekerja di sektor pertanian.

Grafik 6.15 Struktur Demografi Sumatera Utara

Grafik 6.16 Jumlah Demografi Sumatera Utara

Suplemen 4

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

93

Secara umum kualitas pendidikan di Sumatera Utara mulai membaik, yang tercermin dari Rata-rata

Lama Sekolah (RLS) yang mengalami peningkatan yaitu 8,52 pada 2010 meningkat menjadi 9,12 pada

2016. Selain itu, dibandingkan data Nasional RLS di Sumatera Utara juga lebih tinggi. Sementara itu

kualitas pendidikan tenaga kerja di Sumatera Utara relatif membaik yang tercermin dari penurunan

jumlah proporsi tenaga kerja lulusan SD, SMP serta peningkatan tenaga kerja lulusan SMA/SMK dan

peningkatan jumlah tenaga kerja lulusan Diploma/Universitas. Sementara itu, dilihat dari alokasi

anggaran pendidikan baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah di tahun 2016 dan 2017 juga relatif

meningkat.

Grafik 6.17 Rata-rata Lama Sekolah

Grafik 6.18 Struktur Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja

Tren pergeseran tenaga kerja di Sumatera Utara terjadi karena perkembangan ekonomi yang mulai

relatif merata terutama di daerah-daerah yang dalam lima tahun terakhir mengalami i) peningkatan

perekonomian terutama dari sisi infrastruktur; ii) peningkatan kualitas pendidikan dan akses

masyarakat terhadap sekolah; iii) teknologi informasi yang semakin mempermudah komunikasi; iv)

beralihnya lahan pertanian menjadi lahan perumahan, serta v) pergeseran angkatan kerja dari sisi

usia.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

94

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PROSPEK PEREKONOMIAN

95

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan akan cenderung stabil

dibandingkan Triwulan II 2017. Pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2017 diperkirakan kisaran

5,1-5,5% (yoy) didorong oleh permintaan domestik seiring dengan realisasi anggaran pemerintah

yang semakin meningkat. Sementara itu, konsumsi masyarakat diperkirakan akan lebih rendah

dari triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya puncak aktivitas konsumsi masyarakat

saat bulan ramadhan dan perayaan hari raya idul fitri. Di sisi eksternal, kinerja ekspor

diperkirakan akan sedikit terhambat akibat mulai melambatnya kenaikan harga komoditas.

Sementara itu, secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun

2017 diperkirakan cenderung stabil, berada dalam kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Perekonomian

Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan masih ditopang oleh perekonomian domestik dan

perbaikan dari sisi sektor eksternal. Dari sisi eksternal meningkatnya aktivitas manufaktur

negara mitra dagang utama dan lebih tingginya harga komoditas khususnya karet dan CPO

telah mendorong produktivitas industri pengolahan. Sementara itu, dari domestik, perbaikan

juga didorong oleh aktivitas belanja pemerintah yang lebih baik dari tahun sebelumnya dimana

terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan DAK. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017

disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada

pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan

inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal

tahun 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PROSPEK PEREKONOMIAN

96

7.1 Prospek Pertumbuhan

Ekonomi

Mencermati perkembangan

indikator terkini,

perekonomian Sumatera

Utara pada triwulan III 2017

diperkirakan akan stabil

dibandingkan triwulan II

2017 dengan magnitude

yang sama dengan

perkiraan semula29. Perekonomian Sumatera

Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan berada

pada rentang 5,1-5,5% (yoy). Hal ini terutama

didorong oleh meningkatnya performa konsumsi

pemerintah setelah rampungnya proses

pengadaan dan berlanjutnya pembangunan

infrastruktur strategis. Sementara itu, kinerja

sektor swasta diperkirakan masih positif seiring

dengan masih kondusifnya sektor eksternal yang

menopang akselerasi perekonomian.

Kinerja ekspor pada tahun triwulan III 2017 juga

diperkirakan masih tumbuh positif, seiring

dengan perbaikan permintaan dari negara

tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat

dan Tiongkok serta peningkatan harga

komoditas perkebunan baik di pasar domestik

maupun internasional. Dengan demikian, kinerja

impor juga turut meningkat.

Grafik 7.1 Survei Konsumen

Perkiraan pada edisi Februari 2017 adalah 5,1%-5,5%.

Di sisi konsumsi, optimisme konsumen

diperkirakan terjaga namun tidak setinggi pada

triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya

puncak aktivitas konsumsi

masyarakat pada perayaan

Idul Fitri. Selain itu, terdapat

beberapa faktor yang dapat

menghambat perbaikan

konsumsi rumah tangga

diantaranya kenaikan tarif

listrik dan gas yang

mendorong adanya penurunan konsumsi listrik

oleh masyarakat.

Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen

Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan

Pesimisme penurunan tingkat konsumsi

masyarakat tersebut juga tercermin dari hasil

Survei Konsumen Bank Indonesia. Dimana,

ekspektasi terhadap penghasilan, lapangan kerja

dan kondisi ekonomi pada triwulan III 2017 akan

Menurun. Namun demikian, pedagang lebih

optimis dalam melihat ekspektasi peningkatan

kinerja konsumsi masyarakat ke depan.

Berdasarkan hasil Survei Perdagangan Eceran

(SPE) ekspektasi penjualan dalam 6 bulan ke

depan dipekirakan akan meningkat.

Dari sisi pemerintah, konsumsi pemerintah di

triwulan III 2017 juga diperkirakan akan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PROSPEK PEREKONOMIAN

97

membaik dari triwulan sebelumnya seiring

dengan rampungnya proses pengadaan dan

lelang sehingga belanja terutama modal dan

infrastuktur dapat terealisir secara optimal.

Selain itu, prioritas pemerintah dalam

penyelesaian pembangunan infrastruktur

strategis juga akan mendorong pertumbuhan

konsumsi pemerintah. Namun, risiko rendahnya

realisasi anggaran pemerintah daerah

kabupaten/kota masih tinggi terkait

terlambatnya pengesahan APBD di beberapa

kabupaten/kota yang akan berimplikasi

terhadap keterlambatan proses lelang dan

pengadaan.

Investasi diperkirakan akan membaik seiring

dengan siklus anggaran pemerintah yang akan

terealisasi lebih optimal di triwulan III 2017.

Investasi Pemerintah pada triwulan III 2017

diperkirakan akan lebih tinggi dari periode

sebelumnya. Pertumbuhan investasi tersebut

didorong oleh gencarnya realisasi proyek

infrastruktur strategis nasional seperti

pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera dan

Pelabuhan Kuala Tanjung. Disamping itu,

investasi swasta juga diperkirakan meningkat

meski masih terbatas. Ekspektasi peningkatan

investasi dari sisi swasta tersebut masih cukup

kuat, tercermin dari beberapa kontak liaison

yang menyatakan rencananya untuk

merealisasikan investasi berupa barang modal

pada periode mendatang. Selain itu,

peningkatan investasi swasta pada triwulan I

dan II 2017 terkait dengan peningkatan produksi

yang merespon peningkatan harga komoditas

menjadi modal utama optimisme perbaikan

investasi ke depan.

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan

stabil atau sama dengan triwulan sebelumnya.

Masih baiknya kinerja ekspor luar negeri ini

tidak terlepas dari perbaikan harga komoditas

perkebunan yang mencapai kinerja tertingginya

di awal tahun 2017 yang disertai dengan mulai

menggeliatnya industri manufaktur negara

tujuan ekspor utama Sumatera Utara.

Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan

Komoditas Harga Tw II 2017 (%, yoy, proyeksi)

Harga Tw III 2017 (%, yoy, proyeksi)

Kelapa Sawit -4.1 -7.4

Karet 46.6 44.3

Kopi 1.3 -5.2

Sumber: IMF Edisi Februari 2017, diolah

Ke depan, harga CPO diperkirakan akan kembali

menurun seiring dengan kembali normalnya

pasokan dari negara-negara produsen pasca

adanya gangguan cuaca El-Nino pada tahun

2017. Selain itu, dari sisi permintaan akan ada

hambatan ekspor karena kembali giatnya

aktivitas proteksionisme negara mitra dagang

diantaranya:

1. Peningkatan tarif bea masuk impor minyak

sawit di India dari 2,5% menjadi 7,5% untuk

CPO, sementara untuk refined oil

ditingkatkan dari 10% menjadi 15% serta

kebijakan peningkatan penyerapan kopra.

2. Penerapan tarif impor CPO di Tiongkok

sebesar 9% serta pemberian kredit murah

dan subsidi harga untuk komoditas canola

dan kedelai.

3. Pemberian Subsidi pertanian dan biodiesel

dan resolusi sawit di Eropa.

4. Peningkatan produksi CPO dan pemberian

discount price bagi pembelian CPO di

beberapa negara mitra dagang di Malaysia.

Sementara itu, untuk harga karet diperkirakan

akan stabil dan tetap pada level yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tahun 2016 yang didorong

oleh peningkatan permintaan dari AS dan

Tiongkok serta rencana pembatasan kembali

oleh International Tripartite Rubber Council

(ITRC).

Momentum membaiknya aktivitas industri

manufaktur negara mitra dagang utama juga

diperkirakan memberikan dampak yang baik

bagi perekonomian. Perkembangan nilai

Purchasing Manager Index (PMI) pada awal

triwulan II menunjukkan pergerakan yang cukup

menggembirakan. Meskipun sedikit menurun

PMI negara mitra dagang utama Sumatera Utara

masih dalam fase ekspansi, sehingga cukup

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PROSPEK PEREKONOMIAN

98

menambah optimisme kinerja sektor eksternal

ke depan.

Grafik 7.4 Purchasing Manager Index

Dari sisi penawaran, membaiknya perekonomian

Sumatera Utara terutama ditopang oleh

peningkatan kinerja sektor/kategori pertanian,

kategori industry pengolahan, kategori

perdagangan, dan kategori konstruksi. Kinerja

kategori pertanian, kategori perdagangan dan

kategori industri pengolahan tidak terlepas dari

membaiknya harga komoditas perkebunan.

Gencarnya realisasi proyek infrastruktur

strategis seperti Tol Trans Sumatera dan

Pelabuhan Kuala Tanjung turut mendorong

kinerja kategori konstruksi.

Bergesernya periode puncak panen raya

tanaman pangan dan hortikultura diperkirakan

akan mendorong kinerja kategori pertanian di

triwulan II 2017. Tingginya intensi pemerintah

untuk meningkatkan kapasitas produksi ditandai

dengan tingginya penyaluran bantuan dalam

bentuk alat atau benih diharapkan mampu

meningkatkan produksi pangan. Sementara itu,

kinerja subkategori perkebunan diperkirakan

masih akan meningkat seiring dengan puncak

produksi karet dan kopi serta masih tingginya

harga komoditas di pasar internasional.

Kinerja kategori industri pengolahan

diperkirakan masih akan bergerak positif seiring

dengan ekspektasi akan meningkatnya

permintaan masyarakat memasuki bulan

Ramadhan. Meningkatnya kapabilitas industri

pendukung seperti listrik dan gas mampu

menunjang aktivitas industri.

Meningkatnya realisasi belanja infrastruktur

pemerintah akan meningkatkan kinerja kategori

konstruksi. Disamping percepatan

pembangunan infrastruktur existing seperti

pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung,

penambahan kapasitas Pelabuhan Belawan,

serta jalan tol Medan-Tebing tinggi, Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara juga telah menyiapkan

beberapa proyek yang siap untuk

dikerjasamakan. Dengan demikian, geliat

pembangunan diperkirakan akan kembali

membaik pada triwulan mendatang.

Sementara itu, peningkatan aktivitas konsumsi

seiring dengan masuknya bulan Ramadhan dan

perayaan idul fitri juga turut meningkatkan

kinerja kategori Perdagangan Besar dan Eceran

(PBE). Selain itu, perbaikan kategori

perdagangan juga akan didorong oleh perbaikan

perdagangan antar daerah seiring dengan

masuknya musim panen komoditas pangan.

Untuk keseluruhan tahun, kinerja perekonomian

Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan

cenderung stabil dibandingkan tahun

sebelumnya. Perekonomian Sumatera Utara

pada tahun 2017 diperkirakan masih ditopang

oleh perekonomian domestik dan perbaikan dari

sisi sektor eksternal. Perbaikan tersebut

didorong oleh aktivitas belanja pemerintah yang

lebih baik dari tahun sebelumnya dimana

terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan

DAK. Selain itu, dari eksternal meningkatnya

aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama

dan lebih tingginya harga komoditas khususnya

karet dan CPO telah mendorong produktivitas

industri pengolahan.

Sementara itu, kinerja investasi non-bangunan

tetap ditopang oleh penjualan mesin dan

perlengkapan, serta kendaraan. Selain itu,

dengan dukungan Pemerintah untuk terus

menciptakan iklim investasi yang kondusif

melalui percepatan reformasi struktural, dapat

tercipta perbaikan ekonomi domestik yang

berkelanjutan. Sementara itu kinerja sektor

eksternal juga diperkirakan mengalami

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PROSPEK PEREKONOMIAN

99

perbaikan seiring dengan kinerja net ekspor

yang semakin membaik dengan memanfaatkan

momentum perbaikan permintaan global dan

harga komoditas.

Dari sisi lapangan usaha, membaiknya kinerja

kategori atau lapangan usaha industri

pengolahan, kategori pertanian, dan kategori

perdagangan, hotel dan restoran (PHR) menjadi

pendorong utama perekonomian domestik.

Membaiknya permintaan global menjadi salah

satu faktor utama perbaikan sektoral khususnya

pada industri. Di sisi nontradable, perbaikan

kinerja sektor PHR dipengaruhi oleh peningkatan

transaksi ekspor-impor, sementara kinerja

sektor konstruksi didukung oleh semakin

membaiknya investasi bangunan.

7.2 Prospek Inflasi

Berlangsungnya aktivitas panen raya ke II yang

pada umumnya terjadi pada triwulan III dan

menurunnya permintaan masyarakat

mendorong meredanya tekanan inflasi pada

triwulan III 2017. Tekanan inflasi diperkirakan

berada pada sasaran nasional yang telah

ditetapkan, yaitu 4±1%. Penurunan tekanan

inflasi terutama didorong oleh penurunan inflasi

volatile foods, sementara inflasi administered

prices cenderung stabil.

Menurunnya tekanan inflasi pada triwulan III

pada kelompok inflasi volatile foods diperkirakan

terkait dengan aktivitas panen komoditas

tanaman pangan maupun hortikultura yang

diperkirkan berlangsung normal. Kondisi ini

merupakan perkembangan yang positif setelah

terjadi gagal panen pada triwulan III tahun lalu

seiring dengan adanya gangguan Organisme

Penganggu Tanaman (OPT) yang diiringi dengan

anomali cuaca yang menggeser periode tanam

tanaman pangan maupun hortikultura. Baiknya

aktivitas tanam pada triwulan III juga ditopang

oleh kondisi cuaca yang cukup kondusif serta

baiknya penyaluran pupuk subsidi. Kondisi cuaca

terebut juga diharapkan mendukung kelancaran

kegiatan distribusi bahan pangan.

Meski risiko tekanan inflasi kelompok Volatile

Foods pada triwulan III diperkirakan masih

rendah, namun koordinasi TPID Provinsi

Sumatera Utara masih terus diintensifkan dalam

merealisasikan program yang telah disusun

dalam roadmap pengendalian inflasi. Persediaan

beras BULOG diperkirakan sangat cukup untuk

meredam tekanan inflasi.

Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah

Grafik 7.5 Stock Beras BULOG

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat

mendorong tekanan inflasi volatile foods yang

lebih tinggi dari perkiraan. Menurunnya

penyaluran bantuan benih yang disertai dengan

stabilisasi kondisi akibat erupsi Gunung

Sinabung yang tidak berjalan cukup cepat dapat

mengganggu produksi tanaman pangan,

hortikultura dan sayur-mayur kedepan.

Sementara itu, lonjakan inflasi pendidikan yang

pada umumnya terjadi pada triwulan III

diperkirakan mendorong tekanan inflasi inti.

Secara historis, dampak inflasi pendidikan

diperkirakan masih dalam level yang masih

terkendali. Stabilisasi nilai tukar yang terus

diupayakan yang disertai dengan demand pull

yang diperkirakan mereda diperkirakan mampu

F (%,yoy)

Adm Prices (%, yoy)

4± 0,5% Tw-III 2017

PROYEKSI INFLASI

48

1

04

6

6

42

3

4

18

1

7

13

3

5

26

2

2

31

5

0

24

2

2

30

2

8

16

3

1

17

2

9

24

2

0

75

1

44

355.7%

402.4%

-200.0%

-100.0%

0.0%

100.0%

200.0%

300.0%

400.0%

500.0%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

yoyjuta ton

Volume Growth

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PROSPEK PEREKONOMIAN

100

menahan peningkatan tekanan inflasi inti.

Sementara itu, ekspektasi inflasi diperkirakan

masih cukup terkendali.

Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap

Perubahan Harga

Pada kelompok administered prices, selesainya

program migrasi pelanggan listrik bersubsidi

diperkirakan akan menjaga stabilisasi tekanan

inflasi administered prices. Meredanya

permintaan akan angkutan udara seiring dengan

terlaluinya kemeriahan budaya mudik dalam

menyambut Lebaran juga mampu menopang

stabilisasi harga pada kelompok ini. Meskipun

demikian, risiko tekanan inflasi pada kelompok

ini masih cukup tinggi terkait dengan masih

berlanjutnya tren perbaikan harga minyak dunia

yang dapat mendorong kenaikan harga BBM

maupun tarif listrik ke depannya.

Risiko penyesuaian harga BBM terkait dengan

diskrepansi harga minyak mentah dunia yang

sudah cukup lebar bila dibandingkan dengan

April 2016 (periode terakhir pemerintah

melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi).

Selain itu, potensi kenaikan tekanan inflasi juga

didorong oleh rencana skema BBM satu harga

juga dapat mendorong peningkatan tekanan

inflasi ke depan.

Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi

Sumatera Utara tahun 2017 masih diperkirakan

berada pada kisaran 4,0% ± 1% (yoy), lebih

rendah dibandingkan tahun 2016. Rendahnya

tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh

membaiknya pasokan pangan yang terutama

tersedia secara lebih merata pada awal tahun

2017. Dengan demikian, tekanan inflasi

kelompok Volatile Foods diperkirakan tidak

setinggi tahun sebelumnya. Sementara itu,

tekanan inflasi dua kelompok disagregasi lainnya

diperkirakan meningkat.

Risiko peningkatan tekanan inflasi kelompok

Administered Prices pada tahun 2017 masih

cukup tinggi. Pergerakan harga minyak dunia

yang kembali merangkak direspon pemerintah

dengan adanya penyesuaian tarif listrik dalam

beberapa periode. Hal tersebut juga

meningkatkan risiko kenaikan harga BBM subsidi

maupun non subsidi. Selain itu, adanya

beberapa kebijakan pemerintah untuk

melakukan penyesuaian harga komoditas yang

diatur oleh pemerintah seperti biaya

perpanjangan STNK pada awal tahun 2017 juga

mendorong peningkatan tekanan inflasi

kelompok administered prices. Kebijakan

pemerintah untuk melakukan migrasi pelanggan

rumah tangga subsidi yang tidak layak

mendapatkan subsidi untuk menempuh

penyaluran subsidi tepat sasaran juga turut

mendorong peningkatan tekanan inflasi

administered prices sepanjang semester I 2017.

Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi inti

terjadi seiring dengan relatif membaiknya daya

beli masyarakat pada tahun 2017 terkait dengan

prakiraan perbaikan harga komoditas

perkebunan. Situasi global yang masih

dirundung ketidakpastian juga masih

memberikan tekanan terhadap satabilitas nilai

tukar. Meskipun demikian, peningkatan tekanan

inflasi inti ini diperkirakan masih berada dalam

level yang terkendali sehingga inflasi secara

umum masih mampu terjangkar pada sasaran

yang telah ditetapkan sebelumnya.

7.3 Rekomendasi kepada

Pemerintah Daerah

Pertumbuhan Ekonomi

Ke depan, perbaikan ekonomi diprakirakan

masih akan terus berlanjut. Perkembangan

harga komoditas yang diperkirakan masih tinggi

dan perbaikan ekonomi dunia yang terus

90.0

100.0

110.0

120.0

130.0

140.0

150.0

160.0

170.0

180.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017

SK (Perub Hrg 6 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

PROSPEK PEREKONOMIAN

101

berlanjut menjadi penopang kinerja sektor

eksternal. Dampak dari kondisi eksternal yang

positif tersebut diharapkan dapat mendorong

permintaan domestik yang semakin kuat.

Dengan dukungan Pemerintah untuk terus

menciptakan iklim investasi yang kondusif

melalui percepatan reformasi struktural, dapat

tercipta perbaikan ekonomi domestik yang

berkelanjutan.

Namun, indikasi perbaikan perekonomian yang

terus berlanjut tersebut masih dibayangi oleh

beberapa faktor risiko terutama dari sisi

eksternal yang belum menunjukkan perbaikan

secara fundamental. Dengan demikian,

diperlukan penguatan perekonomian dari sisi

domestik yang dapat didorong oleh Pemerintah

Daerah. Beberapa langkah dan rekomendasi di

antaranya adalah:

1. Mendorong dan mengintensifkan

monitoring realisasi APBD agar realisasi

dana APBD dapat optimal dan tepat guna.

2. Memperkuat infrastruktur dalam rangka

mendorong pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi yang baru

3. Meningkatkan pemanfaatan elektronifikasi

untuk mendukung efisiensi perekonomian.

4. Mengintensifkan koordinasi di daerah dan

pusat untuk pengembangan pariwisata dan

sektor jasa pendukungnya.

5. Memastikan perbaikan iklim investasi dapat

berjalan dengan baik dan dirasakan oleh

dunia usaha terutama terkait dengan

perizinan satu pintu dan aspek keamanan.

6. Memberikan insentif terhadap

pengembangan riset dan teknologi yang

mendukung pengembangan industri yang

bernilai tambah tinggi (hilirisasi produk

perkebunan).

Pengendalian Inflasi

Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk

pengendalian inflasi dapat terjaga pada kisaran

sasaran inflasi 4±1%, diantaranya:

1. Meningkatkan produksi pangan melalui

perluasan atau diversifikasi areal pertanaman

maupun sentra produksi baru di daerah yang

tidak rentan bencana

2. Meningkatkan dan mempercepat riset

terapan yang menghasilkan benih yang tahan

penyakit, cuaca, dan menghasilkan

produktivitas yang tinggi, disamping

penggunaan teknologi tepat guna.

3. Meningkatkan program pendampingan dan

pembinaan kelompok petani dalam

mengantisipasi gangguan OPT yang meluas

pada tahun 2016 lalu serta memperluas

kesempatan petani dalam memperoleh

permodalan dari perbankan.

4. Memperkuat kerja sama antar daerah

melalui identifikasi pola perdagangan antar

wilayah, yang dibarengi dengan

pengembangan Kab/Kota sebagai penyangga

pangan.

5. Mempercepat pembentukan BUMD dan

BUMDes untuk memperkuat sinergi dengan

Toko Tani sebagai bagian dari jaringan

pangan Bulog.

6. Memperkuat basis data yang terintegrasi

dalam mendukung kebijakan yang terarah

dan tepat sasaran.

7. Mengintensifkan komunikasi dan kerjasama

dengan distributor maupun pelaku usaha

untuk membangun komitmen bersama

terhadap pengendalian inflasi.

8. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas

UMKM untuk mengembangkan industri

kreatif pangan dan non-pangan.

9. Menggiatkan program diversifikasi

konsumsi pangan untuk mengurangi

ketergantungan konsumsi masyarakat

terhadap komoditas tertentu.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

LAMPIRAN

102

LAMPIRAN

INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

LAMPIRAN

103

INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR ISTILAH

104

DAFTAR ISTILAH

Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)

pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time

(electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai

dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR ISTILAH

105

Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional. Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet. Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR ISTILAH

106

Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis. Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR ISTILAH

107

Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian. Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017

DAFTAR ISTILAH

108

Editor

Departemen Regional 1

Divisi Asesmen dan Advisory: Budi Trisnanto

Kontributor

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans: Demina R. Sitepu

Citra Agustina

Rukmi Gayatri

Rangga Pratama

Nur Fikriyah Dzakiyah

Fika Habbina

Tim Data dan SEKDA: Rizky Satya Pradhana

Fadli Putra

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

Divisi Asesmen dan Advisory

Telp. 061-4150500

Fax. 061-4534760