Upload
ida-hidayati
View
185
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pasar modal merupakan suatu sarana yang dapat
mempertemukan pihak Perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas
(selanjutya disebut PT) yang mem-butuhkan tambahan modal dengan
menjual sahamnya berhadapan dengan para pemilik uang (pemodal)
sebagai pembelinya. Bagi PT, Pasar Modal dapat dimanfaatkan sebagai
suatu sarana untuk menarik modal dari masyarakat yang masih
tersebar dan kurang produktif, setidak-tidaknya sebagai sumber per-
modalan alternatif bilamana sumber-sumber permodalan lain sulit
diperoleh atau kurang menguntungkan. Sedangkan bagi pemodal
(calon pemodal potensial) adanya Pasar Modal dapat dimanfaatkan
sebagai alternatif investasi (alokasi dana) dengan kemungkinan
memperoleh keuntungan PT yang dibagikan dalam bentuk deviden dan
atau keuntungan dari adanya kenaikan nilai saham yang dimilikinya
(capital gain).
Pasar modal juga merupakan salah satu alternatif pembiayaan
pem-bangunan ekonomi nasional. Pembiayaan embangunan ekonomi
nasinal tidak cukup hanya dari pemerintah tapi juga dari masyarakat.
Dalam hal ini, sektor swasta di dorong untuk menjadi motor dalam
kegiatan ekonomi (private sector leads growth economy), dengan cara
pemerintah ikut campur tangan ke dalam kegiatan pasar. Pemerintah
membuat aturan-aturan sekaligus menegakkan aturan tersebut untuk
menciptakan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien.1
Kehadiran negara (pemerintah) dalam kegiatan ekonomi
masyarakat merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, diatur pada Bab
XIV UUD 1945 yang berjudul “Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan Sosial”. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak
terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal
33 UUD 1945 di bawah judul Bab “Kesejahteraan Sosial” itu, berarti
1Robert Pardy, Institutional Reform in Emerging Securities Markets, The World bank, Washington DC-USA, 1992, dalam Jusuf Anwar, “Kajian Tentang Kepastian Hukum Kinerja Lembaga Pasar Modal Di Indonesia Dalam Upaya Menunjang Pembangunan Nasional”, Disertasi Program Doktor Imu Hukum Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 2001, hlm. 2.
1
2
pembangunan ekonomi nasional harus bermuara pada peningkatan
kesejahtera-an sosial. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal restrukturisasi
ekonomi, pasal untuk mengatasi ketimpangan struktural ekonomi.2
Upaya pemerintah Indonesia untuk membangun sistem ekonomi
Indonesia dapat di simak di dalam Lampiran Peraturan Presiden
Republik Indonesia No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 (selanjutnya disebut
RPJMN Tahun 2010-2014), Buku II, Bab III tentang Ekonomi yakni suatu
sistem yang mampu mendorong “pertumbuhan ekonomi” yang
berkelanjutan di satu sisi, pada sisi lain juga harus mampu
meningkatkan “pemerataan pendapatan” masyarakat, sehingga tujuan
akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, namun prakondisi
yang harus dipenuhi sebelumnya adalah adanya stabilitas ekonomi.
di dalam RPJMN Tahun 2010-2014, Buku I tentang Prioritas
Nasional, Bab V RPJMN Tahun 2010-2014, dalam sub mengenai
Kebutuhan Investasi dan Ke-bijakan Pendanaan Pembangunan Nasional
serta Pemanfaatannya disebutkan :
.....”Di samping perbankan, dana masyarakat dapat disalurkan melalui lembaga keuangan bukan bank antara lain terdiri dari lembaga pembiayaan termasuk lembaga pembiayaan infrastruktur dan lembaga pembiayaan ekspor, lembaga asuransi, lembaga dana pensiun, lembaga pegadaian, “lembaga pasar modal” dan sebagainya. Potensi lembaga-lembaga keuangan ini perlu lebih diarahkan pada pembiayaan di sektor riil untuk mendorong investasi.Untuk itu terus dilakukan upaya penyem-purnaan peraturan dan kebijakan untuk mendukung peran perbankan, non-perbankan, dan “pasar modal” sebagai sumber pendanaan jangka menengah dan jangka panjang”.3
Salah satu sub sistem dari sistem ekonomi yang akan
diprioritaskan bagi pendanaan pembangunan nasional serta
pemanfaatannya RPJMN Tahun 2010-2014 adalah mendorong investasi
melalui Pasar Modal.
2Sri-Edi Swasono, “Pasal 33: Konsep Sistem Ekonomi Indonesia”, http://frenndw. wordpress.com/ 2010/01/30/ pasal-33-konsep-sistem-ekonomi-indonesia/ diakses 31 Maret 2011
3Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, Buku I tentang Prioritas Nasional, Bab V sub bab. 5.2.4. Kebutuhan Investasi dan Kebijakan Pendanaan Pembangunan Nasional serta Pemanfaatannya, hal.89, aline 4.
2
3
..... “Sementara pasar modal sebagai penggerak dana jangka panjang bagi sektor swasta masih perlu ditingkatkan. Untuk itu beberapa hal yang perlu dikembangkan, antara lain adalah peningkatan peran pasar modal syariah, peningkatan efisiensi pelaku pasar melalui restrukturasi perusahaan efek, serta transparansi informasi dan penerapan prinsip kehati-hatian untuk meningkatkan keamanan berinvestasi di pasar modal dalam negeri”.4
Dapat disimpulkan bahwa, kebijakan pemerintah untuk pasar
modal menurut RPJMN Tahun 2010-2014 di atas ada tiga yaitu : (1)
meningkatkan peran pasar modal syariah; (2) merestrukturasi
perusahaan efek; (3) me-ningkatkan keamanan berinvestasi di pasar
modal dalam negeri melalui transparansi informasi dan penerapan
prinsip kehati-hatian. Hal ini sejalan dengan permasalahan yang timbul
dalam praktek dimana pasar modal Indonesia sekalipun telah
mempunyai perangkat hukum yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya, dalam
kenyataanya masih belum cukup memadai, karena masih terdapat
praktek-praktek yang merugikan hak-hak pemodal. Artinya bisa jadi
ada masalah-masalah yang belum mendapatkan pengaturan secara
proporsional, bisa juga karena adanya konflik norma baik dalam
peraturan yang sama ataupun peraturan yang berbeda, namun bisa
juga sudah ada pengaturannya namun perlu penjelasan lebih lanjut.
Hal ini sangat penting untuk diteliti, terutama dalam kaitannya dengan
per-lindungan hukum terhadap pemodal (publik).
Perlindungan terhadap hak-hak pemodal merupakan hal yang
krusial karena pada banyak negara ditemukan bukti adanya praktek
penyalahgunaan (expropriation) atas sumber-sumber daya perusahaan
yang berlangsung secara ekstensif. Tindakan expropriation yang
dilakukan oleh pengelola perusahaan berupa manipulasi laba,
penjualan asset yang tidak fair, praktek transper pricing tidak
semestinya, penyertaan anggota keluarga tidak berkualitas dalam
4Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, Buku II, Bab III tentang Ekonomi, Sub bab 3.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan khusunya 3.2.7. Sektor Keuangan, permasalahan keempat, hal. 55.
3
4
jajaran perusahaan, pembayaran gaji atau kompensasi yang berlebihan
pada eksekutif5 dan lain-lainnya.
Banyak kasus pasar modal yang muncul seperti kasus saham
hilang, kasus short selling, kasus laporan palsu, kasus IPO dan right
issue, serta insider trading. Kasus-kasus tersebut merugikan
kepentingan Pemodal yang seharusnya dilindungi.
Pasar modal Indonesia bisa mengalami kemunduran bila kasus-
kasus ter-sebut tidak segera diselesaikan. Para investor akan
memindahkan portofolionya ke luar pasar modal dan memilih
instrumen investasi lain yang lebih mengun-tungkan. Wacana yang
berkembang mengarah pada pernyataan bahwa Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dinilai kurang relevan
dengan perkembangan zaman sehingga perlu direvisi. Saat ini Pasar
Modal Indonesia memerlukan sebuah Undang-Undang Pasar Modal
yang dapat dijadikan rujukan, serta harus ada upaya untuk menjamin
efektivitas pelaksanaannya.Tujuannya agar ada jaminan perlindungan
hukum terhadap hak-hak pemodal di pasar modal yang dimuat di
dalam suatu Undang-Undang yang komprehensif. Oleh sebab itu revisi
Undang Undang Pasar Modal sangat penting untuk mencegah
terulangnya hal-hal yang merugikan pemodal yang selama ini terjadi.
Fuad Rahmany mengemukakan bahwa Undang Undang Pasar
Modal perlu direvisi, karena selama ini Bapepam selalu menemui
hambatan dalam pe-laksanaan tugasnya. Sehingga, penyelidikan yang
dilakukannya tidak seluruhnya tuntas. Ada keterbatasan hukum,
sehingga manipulasinya sulit untuk diusut. Dengan adanya revisi
Undang Undang Pasar Modal tersebut, Bapepam akan lebih mudah
mengusut kasus, seperi insider trading. Selain itu dengan revisi
Undang Undang Pasar Modal, Bapepam akan dapat mengikuti MoU
dengan asosiasi regulator pasar modal sedunia (International of
Security Organiza-tion/IOSO). Di mana penyelidikan yang harus
membuat pihaknya bertukar data dengan pihak negara lain akan
menjadi lebih mudah.6
5Akhmad Syakhroza, “Best Practice Corporate Governance dalam Kontek Lokal Perbankan Indonesia, Usahawan No.06 Th.XXXII Juni 2003.6 Pernyataan mantan Ketua Bapepam, Fuad Rahmany, di Gedung BEI, Jakarta, Rabu
4
5
Dari uraian di atas, tentang sasaran diberlakukannya Undang-
Undang Pa-sar Modal, maka yang perlu di dorong adalah pembentukan
norma-norma yang melindungi kepentingan pemodal publik agar
mempunyai hak-hak yang seimbang dengan emiten dan pentingnya
konsistensi dalam penegakan hukum (Law Enforcement) yang diatur
dalam ketentuan-ketentuan Undang-Undang Pasar Modal.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dalam
peneliti-an ini dirumuskan masalahnya, sebagai berikut :
1. Mengapa pemodal di pasar modal perlu mendapatkan
perlindungan hukum ?
2. Mengapa pengaturan mengenai perlindungan hak-hak pemodal
di Pasar Modal tidak diatur secara eksplisit di dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ?
3. Bagaimanakah konsep hukum yang dapat dikembangkan dalam
pengaturan perlindungan hukum bagi hak-hak pemodal di
pasar modal kedepan yang merupakan sumbangan
pembangunan hukum nasional Indonesia ?
1.3. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian hukum normatif
artinya penelitian ini menggunakan bahan hukum sebagai sumber
utamanya.7 Pendekatan yang digunakan adalah (1) Pendekatan
perundang-undangan (statute approach) (2) Pendekatan filsafat hukum
(legal philosophy approach), dan (3) Pendekatan sejarah hukum (legal
historical approach).
Bahan-bahan hukum dianalisis dengan menggunakan metode
normatif-preskriptif untuk menemukan kaedah hukum yang
menentukan apa yang menjadi kewajiban dan hak yuridis subjek
hukum berdasarkan dan dalam kerangka tatanan hukum yang berlaku
(12/8/2009)http://economy.okezone.com/read/2009/08/12/278/247492/draf-aman demen-uu-pasar-modal-masih-disempurnakan , diakses 21 Agustus 2010.
7Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, 1985, hlm. 14.
5
6
dengan selalu mengacu kepada positivitas, koherensi, dan keadilan.
Dari hasil analisis, selanjutnya dilakukan penafsiran dengan
menggunakan teori-teori, serta konsep-konsep penelitian dengan
tujuan tujuan menghasilkan, menstrukturkan dan mensistematisasi
temuan-temuan hukum baru, sehingga tujuan akhir penelitian hukum
ini dapat tercapai.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1. Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Pemodal
2.1.1. Kedudukan Pemodal dan Emiten
Salah satu unsur penting dalam aktivitas Pasal Modal adalah
pemodal. Pemodal menempati posisi penting dalam mengembangkan
Pasar Modal. Mengingat peranannya itu pemodal termasuk pihak yang
perlu dibina, sekaligus mendapat perlindungan. Pembinaan dalam arti
mengetahui hak-haknya, mengetahui mekanisme Pasar Modal,
mengetahui keuntungan dan resiko investasi, dan lain-lain.8
Perlindungan pemodal adalah salah satu pilar yang sangat penting,
karena jika pemodal tidak mendapat perlindungan yang cukup
memadai, maka mereka, terutama pemodal kecil, enggan untuk
melakukan transaksi di bursa. Tanpa adanya jumlah pemodal yang
cukup banyak maka kegiatan pasar akan lesu dan fungsi dari pasar
modal tidak akan berkembang.
Perlindungan hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah
perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada pemodal atas hak-
haknya dari suatu tindakan sewenang-wenang. Bagi pemodal,
kepentingan yang paling mendasar selain mendapat keuntungan
adalah mendapat perlindungan atas perlakuan yang adil dan seimbang
antara dirinya dengan emiten. Perlindungan dan perlakuan yang adil ini
8Fuad Rahmany, “Sambutan Ketua Bapepam Pada Silaturahmi Nasional Masyara-katPemodal Pasar Modal Indonesia”, http://www.bapepam.go.id/old/old/publikasi/pidato/ silaturahmi_pemodal, hlm, 26 Februari 1999.
6
7
terutama diperlukan oleh pemodal, mengingat kenyataan bahwa ke-
dudukan pemodal seringkali berada dalam posisi yang tidak setara.9
Pemodal merupakan salah satu stakeholders disamping
stakeholders yang lainnya, yaitu emiten, direksi, komisaris, pegawai
dan kreditor. Lebih dari itu, bersama-sama dengan emiten, pemodal
juga merupakan pihak yang membawa modal berupa dana segar bagi
perusahaan yang go-public, sehingga tidak boleh tidak, pemodal
sampai batas-batas tertentu patut dilindungi oleh hukum.
Pentingnya perlindungan bagi pemodal itu dapat disimak dalam
Pasal 4 Undang Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Undang-Undang
Pasar Modal yang secara khusus menyebutkan bahwa:
….”Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat”.
Maksud dari Pasal di atas bahwa perlindungan pemodal terhadap
potensi praktek-praktek curang Perusahaan Efek maupun Emiten perlu
diintervensi oleh pemerintah dengan menghadirkan suatu badan yakni
Bapepam. Bapepam merupakan regulatory body yang menjalankan
regular function, karena kalau teratur pasti efisien.10 Sedangkan wajar,
maksudnya pasar modal yang berjalan proffer, tidak dipaksakan, tidak
dibikin-bikin, tidak dipolitisasi.11Muaranya selalu berorientasi
perlindungan terhadap pemodal, meskipun tanpa disadari oleh
pemodal sendiri.12 Perlindungan pemodal jangan disalahartikan untuk
mendapat perlakuan khusus bagi pemodal-pemodal tertentu. Perlu
dipahami di Pasar Modal tidak dikenal perlakuan yang berbeda bagi
golongan pemodal kecil atau besar. Semua pemodal mempunyai hak
yang sama secara proporsional.13
Dalam Rapat Panitia Khusus DPR RI tentang RUUPM, S.G.B
Tampubolon mengatakan :
9Indra Surya dan lvan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governanance Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 71.
10Penjelasan Pemerintah Pada Rapat Panitia Khusus DPR RI ke 7 tentang RUUPM Nomor 8 Tahun 1995, Kamis, 24 Agustus 1995, “Risalah Rapat Panitia Khusus DPR RI”, hlm. 326.
11Ibid.12Fuad Rahmany, loc. cit.13Fuad Rahmany, Ibid.
7
8
…..”Bahwa pemodal di pasar modal harus mendapat perlindungan maksimum kita setuju, yang menjadi masalah sebenarnya mengenai perlindungan pemodal sudah diatur di dalam UUPT, tapi itu belum cukup, kita sama-sama sependapat perlu ada extra security, security major yang harus diambil”.
Dengan demikian ada keterkaitan yang sangat erat antara UUPM
dengan UUPT, UUPM merupakan lex specialis dari UUPT sebagai lex
generalisnya.14UUPM dibuat dengan tujuan memaksimalkan
perlindungan terhadap pemodal yang menanamkan dananya dalam
bentuk saham di pasar modal.
Dalam kaitan hubungan hukum antara pemodal dan emiten,
Pasal 1 ayat (1) UUPerseroan Terbatas 2007 yang menyatakan sebagai
berikut:
…“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya".
Pasal di atas dengan tegas menyebutkan bahwa perseroan
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang di bagi
ke dalam saham-saham dan dimiliki oleh para pemegangnya
(shareholders/ stockholders) berdasarkan suatu perjanjian. Dalam
kegiatan pasar modal, para pemegang saham dari perseroan yang
listed di bursa efek dapat dibedakan menjadi dua, pertama, pemegang
saham mayoritas yakni para pemegang saham yang telah ada sebelum
perseroan go-public (founders) dan merupakan pemrakarsa
perusahaan untuk melakukan emisi saham oleh karenanya kelompok
ini termasuk kategori emiten (perseroan yang menerbitkan saham dan
menjual sebagian saham yang diterbitkannya di pasar modal); kedua,
pemegang saham minoritas yakni kelompok yang memperoleh saham
melalui pembelian saham yang diemisikan emiten melalui pasar
modal, baik pada saat penawaran umum maupun melalui Bursa Efek,
kelompok ini disebut dengan pemodal. Namun demikian, meskipun
jumlah saham yang dilepas emiten kepada pemodal di pasar modal
14Disarikan dari uraian S.G.B Tampubolon, Juru Bicara Fraksi Partai Demokrasi Indonesia, disampaikan pada Pengantar Musyawarah Fraksi-Fraksi di DPR pada Rapat Panitia Khusus DPR RI ke 7 tentang RUUPM Nomor 8 Tahun 1995, Selasa 11 Juli 1995, “Risalah Rapat Panitia Khusus DPR RI”, hlm. 49.
8
9
adalah minoritas,15 akan tetapi dari segi pendanaan terhadap
perseroan sangat signifikan, karena pada umumnya emiten (bersama
penjamin emisi saham) menetapkan agio saham yang sangat tinggi
pada saat penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO).16
2.1.2. Hak-Hak Pemodal yang Perlu Mendapat Mendapat
Perlindungan
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 dan angka 15 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), emiten
yang menerbitkan sahamnya di pasar modal harus berbentuk
Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas merupakan persekutuan yang
berbadan hukum, dimana bentuk asal dari Perseroan Terbatas ini
adalah Perseroan (istilah lain yang sering dipakai
Persekutuan/Perserikatan) Perdata. Menurut Pasal 1618 KUHPerdata,
yang disebut dengan “perseroan perdata adalah persetujuan antara
dua orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu
(inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang didapat karena usaha persekutuan itu”. Sehingga
Perseroan Terbatas itu juga berarti suatu perseroan perdata yang
mengandung unsur-unsur kehendak bersama, kerja sama, tujuan
bersama, dan pembagian keuntungan untuk bersama.
Hak-Hak Pemegang Saham menurut UUPT:
1. Pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham
yang dimilikinya; (Pasal 51 UUPT)
2. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; (Pasal 52 (1)
huruf a. UUPT)
3. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil
likuidasi; (Pasal 52 (1) huruf b. UUPT)
15Jumlah saham yang dilepas emiten ke pasar modal pada umumnya antara 10-30 %, ini merupakan porsi pemodal (pemegang saham minoritas).
16Sebagai contoh PT UIC (pada tahun 1989) melakukan penawaran umum untuk 9.000.000 saham biasa atas nama (dari 70.000.000 jumlah saham yang menjadi modal dasarnya) dengan Nilai Nominal Rp. 1.000,- setiap saham dengan Harga Penawaran Rp. 17.250,- setiap saham, berarti PT UIC sebagai emiten telah mendapatkan Agio Saham senilai Rp. 16.250,- untuk setiap sahamnya. Bandingkan dana yang diperoleh dari hasil penjualan 12,8% sahamnya diperoleh dana dari pemodal pasar modal senilai Rp. 155.250.000.000,-, sementara modal ditempatkan dan disetor penuh oleh founders senilai Rp. 56.400.000.000,- (yang mewakili 87,2% saham-hak suara) (Sumber: Prospektus PT UIC).
9
10
4. Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak
dapat dibagi. (Pasal 52 (4) UUPT)
5. Saham dapat diagunkan dengan gadai atau
jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran
dasar. (Pasal 60 (2) UUPT)
6. Setiappemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap
Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena
tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan
wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan
Komisaris. (Pasal 60 ayat (1) UUPT)
7. Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan
agar saham-nya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang
bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang
merugikan pemegang saham atau Perseroan, (Pasal 62 ayat (1)
UUPT)
8. Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili
berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan
menggunakan haksuaranya sesuai dengan jumlah saham yang
dimilikinya. (Pasal 85 ayat (1) UUPT)
Fitzgerald menjelaskan bahwa hukum melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan kekuasaan kepadanya secara
terukur untuk bertin-dak dalam rangka kepentingannya, yang disebut
sebagai hak.17 Hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan
kepentingan, melainkan juga kehendak.18 Keperluan hukum adalah
mengurusi kepentingan manusia, oleh karena itu hukum mewakili
otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu
dilindungi dan diatur.19
Berdasarkan teori Fitzgerald di atas, maka dapat dipahami
bahwa hukum harus diciptakan untuk tujuan melindungi kepentingan
berupa hak Pemodal dalam memperoleh fairplay dan informasi yang
dibutuhkan dalam hubungan perdagangan saham diantara para pelaku
17Ibid.18G.W. Paton, A Text-book of Yurisprudence, London, Oxford University
Press, 1964, p. 250, sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 54.
19Ibid. h. 69.
10
11
pasar modal, dengan cara mengatur dan membatasi kepentingan
pihak-pihak lain (para pelaku pasar modal yang lain) berupa hak untuk
memperoleh keuntungan komersial secara tidak wajar dan
mengalokasikan kekuasan kepada pemodal untuk bertindak, misalnya
menuntut melalui institusi hukum.
2.1.3. Jenis Perlindungan Terhadap Hak-Hak Pemodal
Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai segala bentuk
norma mau-pun tindakan yang bertujuan memberikan kondisi aman,
nyaman dan kepastian hukum bagi subyek hukum baik orang
perorangan (natuurlijkepersoon) maupun badan hukum (rechtpersoon).
Dengan adanya perlindungan hukum diharapkan dapat menghidarkan
terjadinya persengketaan, seandainyapun terjadi sengketa, sudah
terdapat norma hukum untuk penyelesaiannya.20
Tujuan dari perlindungan hukum adalah untuk mencapai suatu
keadilan, sebab fungsi hukum tidak hanya dalam upaya mewujudkan
kepastian hukum, tetapi juga agar tercapainya jaminan dan
keseimbangan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, akan
tetapi berfungsi juga untuk menciptakan keseimbangan antara
kepentingan pengusaha dengan konsumen, penguasa/ pemerintah
dengan rakyat. Bahkan hukum sangat dibutuhkan untuk melindungi
mereka yang lemah atau belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik
untuk memperoleh keadilan sosial.21
UUPM lahir dimaksudkan untuk memberikan maximum security
terhadap pemegang saham yang menanamkan dananya melalui
pembelian saham di pasar modal. UUPM juga dimaksudkan untuk
memperkuat hak-hak pemegang saham yang telah diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Prinsip-prinsip pokok yang diatur UUPM adalah perlindungan kepada
pemodal khususnya masyarakat umum serta memperjelas dan
menjamin berjalannya prinsip transparansi perusahaan emiten baik
dari segi keuangan, manajemen, produksi dan lain-lain yang erat
20Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm. 1.
21Lili Rasyidi dan l.B. Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Cet. 2, Bandung. 2003, hlm. 118.
11
12
dengan pertanggungjawabannya sebagai perusahaan publik kepada
masyarakat. Jaminan berjalannya prinsip transparansi ini sangat
penting bagi masyarakat atau pemodal potensial sebagai bahan
pertimbangan dalam menginvestasikan dananya.
Oleh sebab itu, materi dari UUPM seharusnya memperhatikan
aspek-aspek fundamental di dalam pembuatan suatu Undang-Undang
yaitu dimuatnya ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut :
Pertama, secara filosofis UUPM harus mencerminkan jiwa dan
semangat fiolosofi bangsa Indonesia yaitu Pancasila serta konstitusi
Negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua, secara yuridis UUPM harus mengandung aspek kepastian
hukum, keadilan, dan kebenaran serta tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-an-undangan yang lain.
Ketiga, secara sosiologis UUPM harus menyerap dan
menampung aspirasi masyarakat serta mendorong timbulnya dinamika
di masyarakat luas.
Keempat, secara politis UUPM harus dilaksanakan dan
merupakan upaya untuk lebih memantapkan proses-proses
pembangunan nasional dengan mem-perhatikan secara cermat
motivasi, konstatasi, dan antisipasi ke depan di dalam mewujudkan
cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil makmur berdasar-kan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.2. Pengaturan Mengenai Perlindungan Hak-Hak Pemodal Di Dalam UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
2.2.1. Perlindungan Hukum Bagi Pemodal Dan Kepentingan
Nasional
Pendekatan yang ditempuh oleh UUPM di dalam mengatur Pasar
Modal, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
“Pendekatan Kelembaga-an dan Pendekatan Aktititas”. Pendekatan
Kelembagaan di dalam pasal-pasal UUPM terasa sangat kuat, sebagai
contoh: Bapepam adalah lembaga pengawas Pasar Modal, Bursa Efek
(BEI) sebagai lembaga penyelenggara pasar sekunder, Lembaga Kliring
dan Penjaminan (LKP) serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
(LPP) bertindak sebagai lembaga yang menyelesaikan transaksi bursa,
12
13
serta keberadaan lembaga-lembaga lainnya seperti Lembaga
penunjang pasar Modal, dan profesi penunjang pasar Modal.
Sementara Pendekatan Aktivitas dapat dilihat dari pasal-pasal di dalam
UUPM ini yang memuat aktivitas dari setiap lembaga sebagaimana di
sebutkan diatas.
Disamping hal-hal tersebut di atas, menurut Mar’ie Muhammad
pada intinya UUPM ini didasarkan pada jiwa dan semangat "persaingan
yang wajar". Hal ini dapat dicermati di dalam batang tubuh UUPM
seperti keharusan adanya transparansi, kewajiban pelaporan, larangan-
larangan seperti manipulasi pasar, insider trading, penyampaian
informasi yang tidak benar dan menyesatkan, dan pengaturan
mengenai sanksi baik yang bersifat administratif, perdata, maupun
pidana.22
2.2.2. Aspek Hukum Perjanjian Dalam Perdagangan Saham di Pasar Perdana dan Pasar Sekunder
Pasar modal merupakan suatu sistem perdagangan Efek
(Saham) yang di dalamnya terdapat sub-sub sistem seperti sub sistem
Bursa, sub sistem LKP, sub sistem LPP dan sebagainya. Artinya kalau
pasar modalnya transparan, maka sub sistem yang dibawahnya juga
harus transparan. Di dalam UUPM, Pasar Modal dirumuskan oleh Pasal
1 angka 13 sebagai berikut:
…..”Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Saham, Perusahaan Publik yang ber-kaitan dengan Saham yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Saham”.
Dari definisi di atas ada dua istilah perlu dijelaskan dalam uraian
ini yaitu “Penawaran Umum” dan “Perdagangan Saham” yang
menunjuk pada dua sub sistem perdagangan Saham di pasar modal.
Untuk “Penawaran umum” (Initial Public Offering) itu dilakukan di Pasar
Perdana, sedangkan untuk “Perdagangan Saham” dilakukan di Pasar
Sekunder atau Bursa Efek.
22Jawaban Pemerintah (diwakili Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad) pada Pengantar Musyawarah Panitia Khusus DPR RI dalam Pembahasan RUUPM, tanggal 12 Juli 1995
13
14
Pasar perdana merupakan sarana dimana saham suatu
perseroan untuk pertama kalinya ditawarkan di Pasar Modal selama
waktu tertentu sebelum sa-ham tersebut dicatatkan di bursa.23 Harga
saham pada pasar perdana ditetapkan atas dasar kesepakatan antara
emiten dan penjamin emisi, hanya saja tidak boleh ditawarkan
dibawah harga nominal.24
Pasar Sekunder merupakan pasar yang difasilitasi oleh Bursa
Efek untuk perdagangan Saham yang telah diperoleh di pasar perdana
atau setelah bera-khirnya pasar perdana. Dengan kata lain pasar
sekunder merupakan pasar dimana pemodal dapat melakukan jual beli
Saham setelah Saham tersebut di-catatkan di Bursa. Jadi Pasar
Sekunder merupakan kelanjutan dari Pasar Per-dana. Berbicara pasar
sekunder, artinya berbicara mekanisme perdagangan di Bursa Efek.25
Hal ini perlu dikemukakan untuk mencermati mekanisme terjadinya
transaksi di masing-masing pasar dalam rangka melihat aspek
perjanjian dan perlindungan hukumnya terhadap pemodal.
Perdagangan saham yang dilakukan baik di pasar perdana
melalui penawaran umum (initial public offering) maupun yang
dilakukan di Bursa Efek pada dasarnya berkaitan dengan 2 hal yakni ;
(1) jenis perjanjian atau transaksi perdagangan dan (2) objek yang
diperdagangkan, yaitu Saham.
Bentuk dan jenis transaksi perdagangan dipasar modal
berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi informasi
dan semakin beragamnya ins-trument yang diperdagangkan.
Perkembangan transaksi perdagangan ini di-mungkinkan karena sistem
23Pasal 1 huruf 1, Keputusan Menteri Keuangan nomor 859/KMK.01/1987, tentang Emisi Saham di Bursa; dan Sumantoro, Sumantoro, Aspek-Aspek Hukum dan Potensi Pasar Modal Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 27.
24Periksa Pasal 17, Keputusan Menteri Keuangan nomor 859/KMK.01/1987.
25Menurut ketentuan Pasal 9 jo Pasal 11 UUPM, Bursa efek merupakan selfregulatory body (SRO), yaitu lembaga yang diberi kewenangan untuk mengatur (membuat peraturan sendiri) untuk pelaksanaan kegiatannya yang mengikat para pihak yang berhubungan dengan perdagangan Saham di Bursa efek. Peraturan tersebut baru berlaku setelah mendapat persetujuan dari BAPEPAM. Bahkan Pasal 12 UU No. 8 Tahun 1995 menyebutkan “Bursa efek wajib membentuk satuan pemeriksa untuk menjalan-kan pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu terhadap anggota Bursa dan terhadap kegiatanBursa efek.
14
15
hukum perjanjian menganut asas kebebasan ber-kontrak sebagaimana
diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa “ semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya “.
2.2.3. Hukum Perjanjian Yang Berkembang Dalam Perdagangan Saham di Pasar Modal26
Pada dasarnya, dalam kegiatan pasar modal baik dalam
menjalankan fungsinya sebagai sarana pembiayaan (pasar perdana)
maupun sarana investasi (pasar sekunder) berbasis pada transaksi.
Perkembangan perjanjian-perjanjian yang di buat para pelaku bisnis di
pasar modal sangat pesat, sehingga muncul perjanjian-perjanjian baru
yang semula tidak dikenal dalam hukum perjanjian di Indonesia.
Perkembangan perjanjian di pasar modal ini semakin beragam karena
pengaruh Comman Law System yang berasal dari Negara-negara Anglo
Saxon, khususnya Amerika Serikat, yang merupakan negara dengan
pasar modal yang maju dan berpengaruh terhadap perkembangan
pasar modal di negara-negara berkembang tidak terkecuali di
Indonesia.
Pengaruh sistem Common Law di pasar Modal lndonesia terlihat
dalam beberapa transaksi bisnis yang berkembang sebagaimana akan
diuraikan di bawah ini:
1. Perjanjian Penjaminan
Sejak pertengahan tahun 2000, diberlakukan sistem
perdagangan saham tanpa warkat (scripless trading system) di Bursa
Efek, yaitu sistem perdagangan yang menyelesaikan perdagangannya
dilakukan dengan pemindahbukuan posisi Saham/dana (book-entry
settlement) yang tersimpan pada rekening para pihak yang terlibat
dalam perdagangan seperti layaknya rekening di bank. Dalam
pelaksanaannya, sistem perdagangan tanpa warkat ini melibatkan
Bursa Efek sebagai tempat transaksi perdagangan Saham, PT Kliring
dan Penjamin Efek Indonesia (PT KPEI) sebagai institusi yang
26Lastuti Abubakar,Transaksi Derivatif Di Indonesia (Tinjauan Hukum Tentang Transaksi Derivatif Di Indonesia), Books Terrace Library, Jakarta, 2009, hlm. 99-111.
15
16
bertanggung jawab atas kliring dan penjamin hasil perdagangan dan
PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT KSEI) sebagai pihak yang
berkewajiban untuk menyelesaikan perdagangan dengan cara
pemindahbukuan.
Berkaitan dengan perkembangan perjanjian yang terjadi di pasar
modal, salah satu perjanjian yang berkembang tersebut adalah
perjanjian penjaminan yang dilakukan oleh PT KPEI. Untuk memberikan
perlindungan bagi setiap pemodal dan keamanan bertransaksi, maka
setiap transaksi akan dijamin, dalam arti pemodal yang menjual
Sahamnya dijamin akan mendapatkan harga pen-jualannya, sedangkan
pemodal yang membeli dijamin akan mendapatkan Saham yang
dibelinya. Dengan adanya jaminan, kegagalan transaksi baik berupa
gagal serah Saham maupun gagal bayar yang berpotensi menghambat
likuiditas pasar diharapkan dapat diatasi. Jaminan terhadap
penyelesaian transaksi Bursa dapat berupa offset, penggunaan dana
jaminan yang dikelola oleh PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT
KPEI), dan penggunaan fasilitas pinjam memin-jam Saham (securities
lending and borrowing).
2. Konsep Kepemilikan Manfaat dalam penitipan Kolektif
Sistem perdagangan tanpa warkat, sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan di pasar modal, dimana secara
konseptual perjanjian ini tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia.
Lahirnya jenis perjanjian ini me-rupakan implikasi dari diterapkannya
sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading system) sebagai
salah satu persyaratan yang direkomendasikan IOSCO dan Negara-
negara G-30 agar pasar modal Indonesia dapat memenuhi standar
Internasional. Dalam sistem perdagangan tanpa warkat, seluruh Saham
yang diperdagangkan di Bursa Efek disimpan dalam bentuk elektronik
di Kustodian sentral. Pemegang Saham hanya memiliki rekening yang
menunjukkan ke-pemilikannya. Segala hak yang melekat pada
Sahamnya diwakili oleh Kustodian Sentral sebagai pemilik terdaftar
(registered owner). Sebagai perbandingan, trust yang dikenal dalam
sistem hukum Common Law ini memperkenalkan apa yang disebut
dengan dual ownership (kepemilikan ganda) yang membedakan antara
16
17
beneficial owner sebagai penerima manfaat ekonomi dan legal owner 27 sebagai pemilik secara hukum, yang dibenarkan melakukan
perbuatan-perbuatan hukum atas seluruh harta kekayaan untuk
kepentingan beneficial owner. Konsep ini diperkenalkan dalam
Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-48/PM/1997 ten-tang Rekening
Saham pada Kustodian.
3. Kesepadanan Saham (Fungibility) bagi Saham yang Menjadi
Objek Perdagangan
Dalam perdagangan tanpa warkat terdapat proses penyesuaian
Saham yang sebelumnya tidak dikenal dalam sistem perdagangan
dengan warkat yakni proses kesepadanan Saham (fungibility).
Peraturan perdagangan di Bursa dan ketentuan-ketentuan pasar modal
mensyaratkan bahwa Saham yang diperda-gangkan adalah Saham
atas nama. Dalam praktik di Indonesia, sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(selanjutnya ditulis UUPT), penerbitan surat-surat Saham atas nama
dari suatu perseroan diberi nomor yang menunjukkan seri pengeluaran
Saham tersebut dan dicatat dalam daftar pemegang Saham sebagai
pemiliknya (Pasal 50 ayat (1) UUPT). Selanjutnya pasal 56 ayat (1)
UUPT mensyaratkan pemindahan hak atas nama dilakukan dengan
akta pemindahan hak dan selanjutnya disampaikan secara tertulis
kepada perseroan agar penerima pengalihan Saham tersebut diakui
sebagai pemilik Saham baru dan dicatat oleh perseroan dalam daftar
pemegang Saham.
Prosedur pengalihan hak yang demikian sangat sulit dilakukan di
pasar modal mengingat pergerakan dan peralihan hak atas Saham
yang ditransaksikan terjadi dalam jumlah besar dan cepat.
Kesulitannya akan terlihat pada adminis-trasi pencatatan dalam Daftar
Pemegang Saham. oleh karena itu perlu diperha-tikan ketentuan pasar
56 Ayat (5) UUPT yang mengatur :
27 Di Pasar Modal Indonesia tidak secara tegas menggunakan istilah legal owner, melainkan memakai istilah registered owner bagi Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang mewakili seluruh pemegang Saham untuk mendapatkan hak-hak mereka. Selain itu, sebagai legal owner KSEI inilah yang namanya terdaftar dalam Daftar Pemegang Saham Emiten.
17
18
"Ketentuan mengenai tatacara pemindahan hak atas Saham yang diper-dagangkan di pasar Modal diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar Modal”.
Untuk mengatasi permasalahan di atas Pasal 57 UUPM
mengantisipasinya dengan cara mengatur tentang kesepadanan
Saham (fungibility of shares) atas Saham dalam Penitipan Kolektif,
yakni Saham dari jenis dan klasifikasi yang sama yang diterbitkan
Emiten tertentu dianggap sepadan dan dapat dipertukarkan satu
dengan yang lainnya.
Pasal 57 UUPM menyebutkan:
…..”Dalam Penitipan Kolektif, Saham dari jenis dan klasifikasi yang sama yang diterbitkan oleh Emiten tertentu dianggap sepadan dan dapat dipertukarkan antara satu dan yang lain”.
Kesepadanan Saham yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 57
di atas bertujuan meningkatkan efisiensi penyelesaian transaksi
Saham, Saham dalam Penitipan Kolektif dianggap sepadan.
4. Perjanjian Pemberian Kuasa Mutlak (Proxy) dalam Transaksi
Saham
Dalam Ensiklopedi Ekonomi, Keuangan dan Perbankan proxy
adalah:28
…..“Kuasa mutlak atau orang yang mendapat kuasa penuh. Secara khusus, yang bertalian dalam pemungutan suara di dalam rapat pemegang Saham perseroan ialah suatu pemberian kuasa oleh seorang pemegang Saham yang memberikan kepada manajemen atau kepada suatu golongan yang bertentangan dewan manajemen itu, hak untuk memberikan suara atas Saham-Saham yang dikuasai oleh pemegang Saham Perseorangan”.
Dengan demikian, proxy ini dapat diartikan sebagai pemberian
kuasa se-cara khusus mengenai suatu kepentingan tertentu atau lebih,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1792 KUHPerdata dan Pasal
1795 KUHPerdata ten-tang pengertian pemberian kuasa dan jenis
pemberian kuasa khusus.
28A. Abdurahman. Ensiklopedi Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, Jilid III, Prapanca, Jakarta, hlm. 800, menurut kutipan Lastuti Abubakar, op. cit., hlm. 110.
18
19
2.2.4.Perlindungan Hukum Terhadap Pemodal Dalam Transaksi Per-dagangan Saham29
Salah satu cara untuk mengatasi kendala kurang lengkapnya
norma-norma yang mengatur masalah transaksi di pasar modal karena
adanya penga-ruh sistem common law yang masuk ke sistem civil law
terutama yang berkaitan dengan perlindungan hukum pemodal, adalah
melengkapi UUPM dengan per-aturan-peraturan pelaksanaan yang
pada dasarnya memberikan jaminan bagi para pihak yang melakukan
perdagangan bahwa hak-haknya dilindungi. Keten-tuan-ketentuan di
dalam peraturan pelaksanaaan UUPM telah memberikan be-berapa
langkah perlindungan hukum bagi para pemodal yang akan
berinvestasi, sebagai berikut:
1. Perlindungan Hukum Melalui Penjaminan Penyelesaian Transaksi
Bursa
Menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-46/PM/2004
tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa bahwa Penjaminan
Penyelesaian Transaksi Bursa merupakan kewajiban Lembaga Kliring30
dan Penjaminan (LKP) untuk seketika dan langsung mengambil alih
tanggung jawab atas kegagalan anggota Kliring dalam memenuhi
kewajibannya dalam penyelesaian Transaksi Bursa.
2. Perlindungan Hukum Melalui Pengelolaan Risiko Berupa Dana
Jaminan
Di bidang pasar modal untuk istilah wanprestasi ini digunakan
istilah “gagal bayar”. Peraturan KPEI Nomor II-7 Angka 1 memberikan
definisi gagal bayar sebagai tidak dipenuhinya sebagian atau seluruh
kewajiban Anggota Kliring untuk melakukan pembayaran sejumlah
uang kepada KPEI dalam rangka pemenuhan kewajiban penyelesaian
transaksi bursa.31
Dalam kegiatan pasar modal, pada dasarnya penyelesaian
transaksi di-selesaikan oleh KPEI. Dalam hal ini tugas KPEI adalah
menyelesaikan kliring diantara para broker apabila suatu transaksi
29Lastuti Abubakar, Op. Cit., hlm. 303-319.30Kliring adalah proses penentuan hak dan kewajiban yang timbul dari
Transaksi Bursa.31Peraturan KPEI II-7 Nomor Kep-013/Dir/KPEI/07700 tentang Kegagalan
peme-nuhan Hak dan Kewajiban Anggota Kliring Secara Pemindahbukuan dan Penanganannya.
19
20
sudah mencapai kesepakatan atau disebut matched. Demikian pula
apabila terjadi suatu kegagalan pembayaran oleh anggota bursa jual
atau beli, maka pada dasarnya KPEI mempunyai tugas untuk tetap
menyelesaikan transaksi dengan menggunakan dana yang ada di KPEI
agar penyelesaian transaksi tetap terlaksana, sehingga tidak ada yang
merugikan nasabah jual maupun beli.
3. Perlindungan Hukum Melalui Mekanisme Perdagangan
Perdagangan Saham di Bursa Efek32 dilakukan secara elektronik
dengan sistem yang akurasi keamanannya dijamin. Mekanisme
perdagangan saham di Bursa Efek menggunakan sarana Jakarta
Automated Trading System (JATS) yak-ni sistem perdagangan Saham
yang berlaku di Bursa untuk perdagangan yang di-lakukan secara
otomasi dengan menggunakan sarana komputer.
4. Perlindungan Hukum Melalui : Penerapan Cross Collateralization
Inti dari penerapan ini adalah satu rekening agunan milik
anggota kliring dapat digunakan untuk menjamin seluruh transaksi di
beberapa Bursa dan untuk seluruh produk pasar modal. Anggota kliring
tidak perlu mengelola banyak reke-ning agunan untuk bertransaksi di
berbagai Bursa maupun produk pasar modal, melainkan cukup hanya
mengelola satu rekening agunan saja Saat ini, KPEI mengelola agunan
dari 142 anggota kliring senilai lebih dari Rp. 3,8 triliun.33
5. Perlindungan Hukum Melalui Pengawasan Terhadap Perdagangan
Bursa
Bentuk perlindungan hukum lainnya berupa tindakan preventif
melalui pengawasan transaksi Bursa secara terus menerus untuk
mengahindari transaksi yang tidak wajar. Sesuai dengan pasal 3 ayat
(1) dan pasal 7 ayat (2) UUPM, Pasal 3 ayat (1) menyebutkan:
…..”Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam”.
Selanjutnya pasal 7 ayat (2) UUPM menyebutkan:
32Landasan hukum perdagangan tanpa warkat dengan penyelesaian pemindah-bukuan ini telah diatur dapal Pasal 55 Ayat (1) UUPM yang menyebutkan bahwa "penyelesaian transaksi bursa dapat dilaksanakan dengan penyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik, atau cara lain".
33Ibid., hlm. 19.
20
21
…..”Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)34, Bursa Efek wajib menyediakan sarana pendukung dan mengawasi kegiatan Anggota Bursa Efek”.
Artinya BAPEPAM mensyaratkan agar Bursa Efek berperan aktif
dalam melakukan pemantauan perdagangan di Bursa dan perusahaan
yang menjadi anggota Bursa. Saat ini Bursa Efek menerapkan Sistem
Securities Market Automated Research, Training and Survellience
Systems (SMARTS) untuk meningkatkan pengawasan pasar dan
mengurangi kegiatan lain dari biasanya. SMART dapat mengidentifikasi
kecenderungan pasar, mengawasi pola transaksi dan memperingati
manajer sistem bila ada kegiatan yang kurang transparan, misalnya
insider trading.
6. Perlindungan Hukum Terhadap Pemodal Melalui Penegakan Hukum
Pada dasarnya UUPM telah meletakkan landasan bagi
penegakan hukum untuk setiap pelanggaran terhadap kegiatan pasar
modal. Yakni:
a) Sanksi administrative (pasal 102 UUPM)
b) Sanksi pidana (pasal 103 UUPM)
c) Tuntutan ganti rugi secara perdata ( pasal 111 UUPM)
Berkaitan dengan tuntutan ganti rugi, hingga saat ini belum
pernah ter-jadi tuntutan ganti rugi yang didasarkan pada pasal 111
UUPM. Pasal 111 UUPM menyebutkan:
…..”Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut”.
Tidak mudah merealisasikan tuntutan ganti rugi sekalipun
pemodal benar-benar dirugikan oleh pihak-pihak di Pasar Modal akibat
kesalahannya. Hambatan pertama adalah dasar penuntutan
berdasarkan Pasal 111 UUPM sama dengan pasal 1365 KUHPerdata
yang menganut prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
34Pasal 7 ayat (1) UUPM: “Bursa efek didirikan dengan tujuan menyelenggarakan perdagangan Saham yang teratur, wajar, dan efisien”.
21
22
(liability based on fault), yang mewajibkan beban pem-buktian kepada
pihak yang dirugikan dan dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
timbul karena kesalahan. Dalam praktik, Pasal 1365 KUHperdata
merupakan pasal yang sering digunakan sebagai dasar penuntutan,
namun sulit dilaksanakan. Hambatan kedua adalah adanya suatu
prinsip dalam berinvestasi bahwa kerugian dianggap sebagai risiko
investasi. Berdasarkan prinsip ini, maka tuntutan ganti rugi dianggap
sebagai tindakan yang secara ekonomis tidak menguntungkan,
sehingga para pemodal justru memikirkan bagaimana cara mengelola
risiko, sehingga dalam kegiatan investasi dikenal pula manajemen
risiko (risk management).
7. Perlindungan Hukum Melalui Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Dalam Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
Perbedaan posisi pemegang Saham dengan Direksi dan
Komisaris di dalam suatu perusahaan, tidak jarang menyebabkan
terjadi suatu benturan ke-pentingan35 antara pihak pengelola dengan
para pemegang Saham. Hal ini dapat terjadi dengan dilakukannya
transaksi yang mengandung benturan kepentingan yaitu transaksi
yang dilakukan Direksi atau Komisaris demi kepentingan pribadi dan
merugikan para pemegang Saham. Oleh karena itu, UU Pasar Modal
melihat hal ini sebagai suatu permasalahan yang berpotensi merugikan
pemodal. Penye-babnya disinyalir karena pengelolaan perusahaan
dilakukan dengan tidak benar, tidak diterapkannya Good Corporate
Governance, disebabkan latar belakang perusahaan yang berasal dari
perusahaan keluarga dimana fungsi pengelolaan dan kepemilikan
perusahaan belum dipisahkan. Para pemegang Saham tidak dapat
menggunakan haknya dengan benar dan membuat potensi tindakan-
tin-dakan yang mengandung konflik kepentingan (conflict of interest)
semakin besar. Bapepam sebagai otoritas pasar modal memberikan
perlindungan ter-hadap pemodal dari adanya transaksi yang
35Benturan Kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis Per-usahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat merugikan Perusahaan dimaksud.
22
23
mengandung benturan kepentingan dengan mengeluarkan Peraturan
No.IX.E.1.36
Tujuan pengaturan mengenai benturan kepentingan (conflict of
interest) adalah untuk melindungi kepentingan pemodal dari tindakan
Direksi, komisaris, pemegang Saham utama dan pihak terafiliasi
karena tidak transparannya proses pengambilan keputusan. Untuk
menghindari kerugian akibat transaksi tersebut, maka Badan
Pengawas Pasar Modal dapat mewajibkan emiten dan perusahaan
publik untuk memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham
independen.37 Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat 2 Undang -
undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995. Keharusan persetujuan
pemegang saham independen dipertegas kembali dalam Peraturan
Badan Pengawas Pasar Modal Nomor lX.E.1 tentang Benturan
Kepentingan Transaksi Tertentu.
2.3. Konsep Perlindungan Hukum Pemodal Di Pasar Modal
Kedepan
Pasar Modal Indonesia telah mengalami perubahan fundamental
sejak lahirnya UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM). UUPM
selain memberikan legal frame work yang kokoh dengan kekuatan
hukum yang lebih tinggi dibanding peraturan sebelumnya,38 juga akan
meningkatkan transparansi yang menjamin perlindungan terhadap
pemodal. Esensi dari perlindungan terhadap pemodal adalah untuk
menciptakan Pasar Modal yang fair, teratur, seimbang dan efisien
terhindar dari praktik bisnis yang tidak sehat dan tidak jujur.
Terlepas dari resiko normal dari bisnis yang berkaitan dengan
investasi yang dilakukan pemodal, terdapat risiko-risiko lain yang
36Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor:Kep-412/Bl/2009 Tentang Transaksi Afiliasi Dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.
37Pemegang Saham Independen adalah pemegang saham yang tidak mempunyai Benturan Kepentingan sehubungan dengan suatu Transaksi tertentu dan/atau bukan merupakan Afiliasi dari anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris atau pemegang saham utama yang mempunyai Benturan Kepentingan atas Transaksi tertentu.
38UU Nomor 15 Tahun 1952 tentang Bursa; Keppres Nomor 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal berikut perubahan-perubahannya.
23
24
mengharuskan pemerin-tah untuk memiliki kewenangan khusus dalam
mengatur dan mengawasi pasar modal. Oleh sebab itu, UUPM ke depan
perlu mengatur risiko-resiko yang tidak termasuk dalam katagori resiko
normal dari bisnis investasi di pasar modal yakni:
Pertama, integritas finansial para perantara (intermediaries).
Perlin-dungan terhadap kegagalan financial intermediaries perlu diatur
dalam UUPM ke depan berupa dana jaminan bagi pemodal (pemodal
guarantee fund).
Kedua, penipuan saham (securities fraud ). Penipuan (fraud)
sudah secara jelas didefinisikan dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP). Akan tetapi dalam rangka menjalankan fungsinya untuk
melindungi pemodal, Bapepam perlu diberi wewenang untuk
investigasi dan menyeret pelaku penipu-an kepengadilan. Alasan
kewenangan tersebut, karena securities fraud menyang-kut teknik
tinggi dan memerlukan keahlian khusus untuk dapat menyeret pelaku
ke pengadilan.
Ketiga, manipulasi pasar (market manipulation). Pemodal di
Pasar Modal berhak mengetahui bahwa harga yang dibentuk di bursa
merupakan hasil proses permintaan dan penawaran yang fair, bukan
harga yang dibentuk dari hasil ko-lusi. Jika harga yang terbentuk
merupakan hasil manipulasi maka harga tersebut bukanlah parameter
investasi yang tepat.
Keempat, ketentuan yang mengatur emiten. Keterbukaan di
Pasar Modal terutama ditujukan emiten, dimana emiten dituntut untuk
mengungkapkan infor-masi mengenai keadaan bisnisnya termasuk
keadaan keuangan, aspek hukum, manajemen, dan harta kekayaan
perusahaan kepada masyarakat. Informasi yang diberikan haruslah
informasi yang dijamin kebenaranya, dibawah tanggung jawab emiten.
Apabila terdapat informasi material untuk diketahui masyarakat
pemodal, ternyata tidak diungkapkan seluruhnya atau salah dalam
mengungkap-kan sehingga menimbulkan kerugian bagi pemodal, maka
emiten wajib bertang-gungjawab atas kerugian yang diderita
masyarakat pemodal. Dalam ini terdapat mekanisme transparansi dan
adanya jaminan atas kebenaran informasi di mana secara implisit
terkandung unsur perlindungan bagi masyarakat pemodal.
24
25
Kelima, Pengembangan dan penormaan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance. Penerapan tata kelola perusahaan ini tidak
hanya diperuntukkan bagi dunia usaha secara umum tetapi juga
secara khusus sangat penting bagi pengembangan industri Pasar
Modal. Sebagai regulator Pasar Modal, Bapepam memiliki kewenangan
dalam menentukan kebijakan dan menetapkan peraturan-peraturan.
Hingga saat ini, Peraturan Bapepam secara umum telah mengakomo-
dasi prinsip-prinsip yang terkandung dalam Corporate Governance
Principles. Namun demikian, praktik internasional di bidang Corporate
Governance terus berkembang demikian pesat sehingga menuntut
dilakukannya pengkajian terhadap ketentuan dan peraturan dibidang
Pasar Modal yang ada saat ini, terutama UU No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal. Sebagai acuan praktik Corporate Governance, Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) telah
memprakarsai dan memantau perbaikan tata kelolarusahaan di
Indonesia dengan mengacu pada prinsip-prinsip yang diterbitkan oleh
Organizati-on for Economic Co-operation and Development (OECD)
yang merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan
penting dalam pengembangan Good Governance baik untuk
pemerintah maupun dunia usaha.39 Prinsip dasar Corpo-rate
Governance yang dikeluarkan OECD pada tahun 2004 mencakup:
a. Memastikan kerangka pengembanganCorporate Governance yang
efektif;
b. Hak Pemegang Saham dan Fungsi Utama Kepemilikan Saham;
c. Perlakuan yang sama terhadap Pemegang Saham;
d. PerananStakeholders dalamCorporate Governance;
e. Keterbukaan danTransparasi;
f. Tanggung Jawab Dewan (Komisaris dan Direksi).
Prinsip-prinsip tersebut harus menjadi acuan dalam pengkajian baik
kandungan teoritis maupun praktek khususnya di Pasar Modal.
Pengkajian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana ketentuan dan
peraturan di Bidang Pasar Modal dapat secara berkelanjutan
memberikan cerminan Corporate Governance.
39 Pertama kaliOECD mengeluarkan prinsip-prinsip Corporate Governance pada Mei 1999 dan telah direvisi pada bulan Desember 2004.
25
26
Keenam, Demutualisasi Bursa Efek Indonesia.40 Demutualisasi
pada intinya adalah pemisahan antara keanggotaan dan kepemilikan
suatu Bursa Efek. Struk-tur kepemilikan bursa berubah dari struktur
kepemilikan yang terbatas pada anggota bursa, menjadi struktur
kepemilikan yang lebih luas. Proses demutuali-sasi akan diikuti
perubahan orientasi organisasi dari orientasi nirlaba (nonprofit)
menjadi berorientasi laba(profit). Sebaiknya demutualisasi Bursa Efek
Indonesia dan lembaga penunjang lainnya seperti Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)
dapat segera dilaksanakan. Beberapa faktor yang mendorong
demutualisasi antara lain: kebutuhan dana pengembangan,
peningkatan Good Corporate Governance, pengembangan pro-duk,
pengembangan infrastruktur, peningkatan nilai saham, dan
pengembangan Pasar Modal yang berkelanjutan.
Ketujuh, Pengembangan pelaporan Melalui Pelaporan Elektronik
(Electro-nic Reporting). Dalam industri keuangan pada umumnya dan
Pasar Modal pada khususnya, keberadaan dan kelengkapan informasi
merupakan suatu hal yang sangat penting karena menjadi dasar dalam
pengambilan keputusan investasi. Pemodal dan calon pemodal akan
memiliki kesempatan yang luas dan rasional dalam menentukan
pilihan investasinya, jika tersedia informasi yang baik, lengkap,
benar,41 dan tepat waktu. Salah satu alternatifnya adalah
pengembang-an sistem pelaporan dan penyajian data secara
elektronik (electronic reporting system). Melalui pengembangan sistem
pelaporan elektronik tersebut diharapkan prinsip-prinsip keterbukaan
(disclosure) dan penerapan good coroporate governance dapat lebih
efektif. Salah satu hal yang harus dipertimbangkan adalah masih
jarangnya kaidah hukum yang mendasari pelaksanaan sistem
pelaporan elektronik. Untuk memastikan hal tersebut, pihak
40Irwan Adi Saputra, “Demutualisasi Bursa Efek Indonesia”, lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi UI, http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psy-ab&q=demutualisasi+ bursa+saham+oleh+dr.+irwan+adi+ekaputr diakses 24 Pebruari2012
41Tim Studi Tentang Penyajian Data Elektronik Untuk Pelaku Pasar Modal, Studi Tentang Penyajian Data Elektronik Untuk Pelaku Pasar Modal, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal, Tahun 2003, hal. 1.
26
27
penyelenggara sistem pelaporan elektronik harus memperjelas
kedudukan data elektronik di-bandingkan dokumen konvensional
(paper-based system) sebagai alat bukti di dalam masalah hukum.
Selain itu masalah yang berkaitan dengan otentifikasi dan integritas
laporan juga perlu mendapat perhatian bagi pihak penyelenggara.
27
28
BAB IIIKESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan permasalahan di
atas adalah:
1. Pemodal merupakan salah satu unsur dalam aktivitas Pasal Modal
yang sangat penting, tanpa adanya jumlah pemodal yang cukup
banyak, fungsi pasar modal tidak akan berkembang dan dunia
usaha juga akan lesu. Pemodal juga merupakan salah satu
stakeholders disamping stakeholders yang lainnya, yaitu emiten,
direksi, komisaris, pegawai dan kreditor. Lebih dari itu, bersama-
sama dengan emiten, pemodal merupakan pihak yang membawa
modal bagi perusahaan emiten. Dari sisi hukum perjanjian, pada
dasarnya hubungan antara pemodal dan emiten adalah
hubungan yang bersifat kontraktual dimana kedudukan kedua
belah pihak seimbang sebagaimana di atur di dalam Pasal 1320,
Pasal 1338 dan Pasal 1618 KUHPerdata serta Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Kedudukan pemodal dan emiten juga dapat disimak
dari anggaran dasar perseroan yang sebenarnya merupakan
cerminan dari legal contractualism, dimana kepentingan
perusahaan harus sejalan dengan kepentingan para pemegang
sahamnya. Kontruksi hukum dalam anggaran dasar juga
melegitimasi kewenangan dari direksi untuk mewakili perseroan
karena pemegang saham telah memberikan keperca-yaan
kepada direksi berdasarkan suatu perjanjian yakni RUPS. Namun
dengan adanya kesenjangan dalam komposisi kepemilikan
saham dan akses informasi terhadap sumber keuangan
perusahaan antara pemodal dan emiten (pengelola),
mengakibatkan adanya ketidakseimbangan di dalam pemenuhan
hak-hak antara pemodal dan emiten. Mengingat pen-tingnya
posisi pemodal di pasar modal, maka mereka termasuk pihak
yang perlu mendapatkan perlindungan hukum yang adil dan
seimbang antara dirinya dengan emiten mengingat kenyataan,
28
29
kedudukan pemodal sering-kali berada dalam posisi yang lemah.
2. UUPM ini merupakan Lex Specialis sedangkan UUPT sebagai Lex
Generalis, dan seperti diketahui bahwa Lex Specialis dapat
berbeda dari ketentuan umum atau Lex Generalis. Hak-hak
pemodal tidak secara eksplisit diatur di dalam UUPM karena
sebagian besar sudah di atur di dalam UUPT. Pendekatan yang
ditempuh oleh UUPM di dalam mengatur Pasar Modal, secara
garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu, “Pendekatan
Kelembagaan Dan Pendekatan Aktititas”. Pendekatan
Kelembagaan di dalam pasal-pasal UUPM terasa sangat kuat,
seperti adanya Bapepam sebagai lembaga pengawas Pasar
Modal, Bursa Efek sebagai lembaga penyelenggara pasar
sekunder, Lembaga Kliring dan penjaminan (LKP) serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) bertindak sebagai lembaga
yang menyelesaikan transaksi bursa, dimana lembaga-lembaga
ini menjalankan sebagian fungsi pemerintahan, tidak hanya
mempunyai kewenangan perdata tetapi juga mempunyai
kewenangan publik. Semen-tara Pendekatan Aktivitas dilihat dari
pasal-pasalnya, UUPM memuat pen-dekatan yang didasarkan
pada jiwa dan semangat "persaingan yang wajar", hal ini
tercermin dari keharusan adanya transparansi, kewajiban
pelaporan, larangan-larangan seperti manipulasi pasar, insider
trading, penyampaian informasi yang tidak benar dan
menyesatkan, dan pe-ngaturan mengenai sanksi baik yang
bersifat administratif, perdata, maupun pidana.
UUPM mengatur tanggungjawab emiten dan pihak terkait
terhadap pemo-dal pada dasarnya adalah ganti rugi, dan dapat
dituntut secara pidana apabila mengandung unsur penipuan dan
sejenisnya yang sedemikian merugikan kepentingan pemodal
(Pasal 89 jo. Pasal 103 UUPM). Dalam upaya memberikan
perlindungan hukum terhadap pemodal, UUPM dilengkapi dengan
peraturan-peraturan pelaksanaan yang memberikan jaminan
bagi pemodal bahwa hak-haknya dalam berinvestasi di Pasar
Modal dilindungi.
3. UUPM ke depan perlu memberikan legal frame work yang lebih
29
30
kuat dalam mengatur perlindungan terhadap hak-hak pemodal
dan transparansi infor-masi yang maksimal bagi perusahaan-
perusahaan yang akan maupun telah go-public, sebagai jaminan
adanya kepastian hukum yang dibutuh-kan oleh pemodal melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menjadikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang
mengacu pada Prinsip-Prinsip OECD 2004 sebagai rujukan
norma-norma UUPM.
b. Perlindungan hukum pemodal juga dapat dilakukan melalui
demutua-lisasi Bursa Efek, sebab demutualisasi dapat
meningkatkan transpa-ransi informasi dan sekaligus kualitas
tata kelola bursa sebagai suatu badan usaha.
c. Dalam upaya meningkatkan prinsip disclosure yang efektif,
perlu peng-aturan sistem pelaporan keuangan dari emiten
melalui pengembangan sistem pelaporan dan penyajian data
secara elektronik (electronic reporting system).
d. Penguatan kewenangan lembaga pengawas pasar modal yakni
Bapepam dalam melakukan pengawasan terhadap: pertama,
Perusaha-an-Perusahaan Efek (anggota kliring/pialang-dealer)
agar memenuhi persyaratan sehat secara finansial dan
dikelola dengan baik, dan ada-nya jaminan atas kerugian
pemodal melalui pengaturan dana jaminan bagi pemodal.
Kedua, investigasi bagi pelaku pelanggaran di pasar modal
seperti penipuan saham (securities fraud), manipulasi pasar
(market manipulation), dan perdagangan orang dalam (insider
trading). Kewenangan ini tetap diperlukan, karena kejahatan
pasar modal menyangkut teknik tinggi dan memerlukan
keahlian khusus. Ketiga, mengenai mekanisme transparansi
dan adanya jaminan atas kebenaran informasi yang diberikan.
3.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut, kepada:
1. Presiden bersama DPR sebagai pembentuk Undang-undang agar
segera melakukan perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
30
31
1995 tentang Pasar Modal terkait dengan ketentuan-ketentuan:
mengenai fungsi, peran, dan kewenangan Bapepam agar
penerapan perlindungan hukum terhadap pemodal bisa lebih
optimal.
a. Mengenai fungsi, peran, dan kewenangan Bapepam agar
penerapan perlindungan hukum terhadap pemodal bisa lebih
optimal.
b. Mengakomodir pesan-pesan yang dimuat di dalam ketentuan-
ketentu-an UUPT. UUPT sudah memberi kewenangan kepada
pembentuk Undang-Undang apabila nanti UUPM direvisi
dimungkinkan untuk me-ngatur ha-hal yang lebih khusus
menyimpang daripada yang diatur di dalam norma-norma
UUPT.
c. Melakukan perubahan terhadap ketentuan ganti rugi yang
didasarkan pada Pasal 111 UUPM, sebab tuntutan berdasarkan
Pasal 111 UUPM sama dengan pasal 1365 KUHPerdata yang
menganut prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
(liability based on fault), yang mewajibkan beban pembuktian
kepada pihak yang dirugikan dan dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut timbul karena kesalahan. Dalam praktik,
Pasal 1365 KUHperdata merupakan pasal yang sering
digunakan sebagai dasar penuntutan, namun sulit
dilaksanakan, sehingga sampai saat ini belum pernah terjadi
tuntutan ganti rugi yang didasarkan pada pasal 111 UUPM
4. Masih perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut bagi peneliti
berikutnya terhadap aspek hukum lain dari pasar modal seperti
aspek hukum pidana, aspek hukum administrasi, dan aspek-aspek
hukum yang terkandung dalam prinsip-prinsip GCG yang lain.
31
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Ensiklopedi Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, Jilid III, Prapanca, Jakarta,
Akhmad Syakhroza, “Best Practice Corporate Governance dalam Kontek Lokal Perbankan Indonesia, Usahawan No.06 Th.XXXII Juni 2003.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014.
Indra Surya dan lvan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governanance Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 71.
Irwan Adi Saputra, “Demutualisasi Bursa Efek Indonesia”, lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi UI, http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psy-ab&q=demutualisasi+bursa+saham+oleh+dr.+irwan+adi+ekaputr a, di-akses 24 Pebruari2012
Jusuf Anwar, “Kajian Tentang Kepastian Hukum Kinerja Lembaga Pasar Modal Di Indonesia Dalam Upaya Menunjang Pembangunan Nasional”, Disertasi Program Doktor Imu Hukum Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 2001.
Lastuti Abubakar,Transaksi Derivatif Di Indonesia (Tinjauan Hukum Tentang Transaksi Derivatif Di Indonesia), Books Terrace Library, Jakarta, 2009.
Lili Rasyidi dan l.B. Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Cet. 2, Bandung. 2003.
OECD 2004.
Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987.
Prospektus PT UIC (pada tahun 1989).
Risalah Rapat Pembahasan RUU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasa Modal.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, 1985, hlm. 14.
Sri-Edi Swasono, “Pasal 33: Konsep Sistem Ekonomi Indonesia”, http://frenndw. wordpress.com/ 2010/01/30/ pasal-33-konsep-sistem-ekonomi-indonesia/ diakses 31 Maret 2011
Sumantoro, Aspek-Aspek Hukum dan Potensi Pasar Modal Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.
32
Tim Studi Tentang Penyajian Data Elektronik Untuk Pelaku Pasar Modal, Studi Tentang Penyajian Data Elektronik Untuk Pelaku Pasar Modal, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal, Tahun 2003.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
UU Nomor 15 Tahun 1952 tentang Bursa.
Keppres Nomor 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-412/Bl/2009 Tentang Transaksi Afiliasi Dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.
Keputusan Menteri Keuangan nomor 859/KMK.01/1987, tentang Emisi Saham di Bursa.
Peraturan KPEI II-7 Nomor Kep-013/Dir/KPEI/07700 tentang Kegagalan pemenuhan Hak dan Kewajiban Anggota Kliring Secara Pemindahbukuan dan Penanganannya.
http://economy.okezone.com/read/2009/08/12/278/247492/draf-aman demen-uu-pasar-modal-masih-disempurnakan , diakses 21 Agustus 2010.
http://www.bapepam.go.id/old/old/publikasi/pidato/ silaturahmi_pemodal, hlm, 26 Februari 1999, diakses 21 Agustus 2010.
33