64
J J Ja a antra ntra ntra ntra ntra Vol. I, No. 1 Juni 2006 Jurnal Sejarah dan Budaya Jurnal Sejarah dan Budaya Jurnal Sejarah dan Budaya Jurnal Sejarah dan Budaya Jurnal Sejarah dan Budaya ISSN 1907-9605 Sejarah dan Budaya Jawa Sejarah dan Budaya Jawa Sejarah dan Budaya Jawa Sejarah dan Budaya Jawa Sejarah dan Budaya Jawa ANALISA - Pascagempa, Intensitas Gotong Royong Semakin Tinggi - Mengembangkan Budaya Lokal (Jawa) Dalam Meredam Konflik Sosial TOPIK - Sekilas Tentang Pathok Nagara - Pawon Dalam Budaya Jawa - Nilai-Nilai Kesatuan Dalam Keragaman Sukubangsa - Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia ULASAN - Permainan Tradisional Anak, Salah Satu Khasanah Budaya yang Perlu Dilestarikan - Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan dan Tatanan Jantra Vol. I Yogyakarta Juni 2006 ISSN 1907 - 9605 No. 1 Hal. 1 - 60 DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA

Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

  • Upload
    buimien

  • View
    240

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

JJJJJaaaaantrantrantrantrantraVol. I, No. 1Juni 2006

Jurnal Sejarah dan BudayaJurnal Sejarah dan BudayaJurnal Sejarah dan BudayaJurnal Sejarah dan BudayaJurnal Sejarah dan Budaya

ISSN 1907-9605

Sejarah dan Budaya JawaSejarah dan Budaya JawaSejarah dan Budaya JawaSejarah dan Budaya JawaSejarah dan Budaya Jawa

ANALISA- Pascagempa, Intensitas Gotong Royong Semakin Tinggi- Mengembangkan Budaya Lokal (Jawa) Dalam Meredam Konflik Sosial

TOPIK- Sekilas Tentang Pathok Nagara- Pawon Dalam Budaya Jawa- Nilai-Nilai Kesatuan Dalam Keragaman Sukubangsa- Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia

ULASAN- Permainan Tradisional Anak, Salah Satu Khasanah Budaya yang Perlu Dilestarikan- Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan dan Tatanan

Jantra Vol. IYogyakartaJuni 2006

ISSN1907 - 9605No. 1 Hal. 1 - 60

DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATABALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL

YOGYAKARTA

Page 2: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra dapat diartikan sebagai roda berputar, yang bersifat dinamis, seperti halnya kehidupanmanusia yang selalu bergerak menuju ke arah kemajuan. Jurnal Jantra merupakan wadahpenyebarluasan tentang dinamika kehidupan manusia dari aspek sejarah dan budaya. Artikeldalam Jurnal Jantra bisa berupa hasil penelitian, tanggapan, opini, maupun ide atau pemikiranpenulis. Artikel dalam Jantra maksimal 20 halaman kuarto, dengan huruf Times New Romans,font 12, spasi 2, disertai catatan kaki dan menggunakan bahasa populer namun tidakmengabaikan segi keilmiahan. Dewan Redaksi Jantra berhak mengubah kalimat dan formatpenulisan, tanpa mengurangi maksud dan isi artikel. Tulisan artikel disampaikan dalam bentukfile Microsoft Word (disket, CD), dialamatkan kepada: Dewan Redaksi Jantra, Balai KajianSejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Jalan Brigjen Katamso 139, Yogyakarta 55152,Telp. (0274) 373241 Fax. (0274) 381555 E-mail: [email protected]

Alamat Redaksi :

BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTAJalan Brigjen Katamso 139, Yogyakarta 55152

Telp. (0274) 373241 Fax. (0274) 381555E-mail : [email protected] : www.bksnt-jogja.com

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

Pelindung

Penanggung Jawab

Penyunting Ahli

Pemimpin Redaksi

Sekretaris Redaksi

Dewan Redaksi

Distribusi

Dokumentasi/Perwajahan

Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni dan FilmDepartemen Kebudayaan dan Pariwisata

Kepala Balai Kajian Sejarah dan NilaiTradisional Yogyakarta

Prof. Dr. Djoko SuryoProf. Dr. Soegijanto Padmo, M.Sc.Prof. Dr. Irwan AbdullahDr. Heddy Shri Ahimsa Putra, MA.

Dra. Christriyati Ariani, M.Hum.

Dra. Sri Retna Astuti

Drs. SalamunSuhatno, BA.Samrotul Ilmi Albiladiyah, S.S.Dra. Endah Susilantini

Drs. Sumardi

Drs. Wahjudi Pantja Sunjata

Page 3: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

PENGANTAR REDAKSI

Puji syukur dipanjatkan kepada Yang Maha Kuasa, karena atas perkenan-Nya, EdisiPerdana Jurnal Jantra dapat hadir di tengah para pembaca. Melalui proses panjang, Jantramencoba menyajikan berbagai peristiwa serta topik kesejarahan dan kebudayaan Jawayang sedang berkembang saat ini.

Tulisan Siti Munawaroh dan Christriyati Ariani, menganalisa gotong royong, gugurgunung, kerukunan serta kebersamaan yang semakin tumbuh subur di kalangan wargamasyarakat DIY pascagempa. Adanya rasa senasib sepenanggungan sesama korban gempa,secara spontanitas warga menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Jawa seperti kerukunan,kegotongroyongan, keselarasan dan keharmonisan yang di era globalisasi saat ini menjadinilai yang sangat “berharga”.

Topik lain yang juga cukup menarik dalam edisi kali ini, adalah tulisan Sumintarsihserta Samrotul Ilmi Albiladiyah. Kedua penulis ini masing-masing menelaah salah satubangunan Jawa yang cukup penting. Sumintarsih mengkaji bagaimana peran pawon dalambudaya Jawa, sedangkan Ilmi Albiladiyah mengkaji peran Pathok Nagara, salah satumasjid milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Walaupun seringkali pawon ditempatkandalam kategori bangunan rumah orang Jawa yang “diremehkan”, karena letaknya yangselalu di bagian belakang, namun filosofi pawon bisa menggambarkan bagaimana struktursosial yang terjadi di masyarakat Jawa. Sementara tulisan Samrotul Ilmi Albiladiyah mengulastentang Pathok Nagara berserta seluk beluk bangunan masjid milik Sultan yang terletak diempat penjuru, serta hubungannya dengan fungsinya sebagai pengadilan surambi. Kiniperan dan fungsi masjid Pathok Nagara telah berubah.

Kajian kesejarahan, tulisan Tashadi mencoba melihat kembali bagaimana semangatnasionalisme tumbuh di kalangan pemuda tahun 1928, dalam rangka Sumpah Pemuda.Semangat nasionalisme yang dibangun saat itu kemungkinan bisa ditumbuhkembangkankembali terutama untuk membangun persatuan dan kesatuan di masa sekarang. TulisanDwi Ratna Nurhajarini berbicara tentang Oeang Repoeblik Indonesia (ORI), yangmenunjukkan bahwa krisis moneter pernah terjadi di masa lalu. Dengan demikian peristiwasejarah selalu mengikuti pola tertentu dan berulang, benar adanya.

Topik lain yang juga berhubungan dengan nilai budaya Jawa, adalah tulisan Suyamiserta Ernawati. Suyami mengulas bagaimana peran seni pertunjukkan wayang bagikehidupan masyarakat Jawa. Hingga saat ini, wayang masih bisa eksis di tengah masyarakatJawa, sebagai tontonan, tuntunan, serta tatanan tersendiri. Banyak nilai filosofis yangdapat diserap dari seni tradisi wayang ini. Sementara Ernawati Purwaningsih mengulastentang permainan tradisional anak, menunjukkan bahwa dalam permainan tradisional anaksarat dengan nilai budaya yang dibutuhkan bagi perkembangan mental anak, melalui nilaikebersamaan, kepemimpinan, kerukunan, pendidikan, yang merupakan nilai-nilai budayayang mungkin tidak ada di dalam permainan modern.

Kedelapan tulisan dalam Jantra, edisi perdana ini, semoga bisa menambah wawasanpembaca terutama berkaitan dengan khasanah kesejarahan dan kebudayaan. Namundemikian, Dewan Redaksi Jantra sangat mengharapkan saran, kritik, serta masukan daripara pembaca, dalam upaya kesempurnaan Jantra di masa mendatang.

Redaksi

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

ii

Page 4: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Halaman

Pengantar Redaksi ii

Daftar Isi iii

Pascagempa Intensitas Gotong Royong Semakin Tinggi 1Siti Munawaroh

Mengembangkan Budaya Lokal (Jawa) Dalam Meredam Konflik Sosial 6Christriyati Ariani

Sekilas Tentang Pathok Nagara 13Samrotul Ilmi Albiladiyah

Pawon Dalam Budaya Jawa 17Sumintarsih

Nilai-Nilai Kesatuan Dalam Keragaman Sukubangsa 24Tashadi

Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia 32Dwi Ratna Nurhajarini

Permainan Tradisional Anak: Salah Satu Khasanah Budaya yang Perlu Dilestarikan 40Ernawati Purwaningsih

Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan dan Tatanan 47Suyami

Biodata Penulis 58

DAFTAR ISI

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

iii

Page 5: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

1

PendahuluanSetiap manusia mempunyai keinginan

untuk mempertahankan hidup dan mengejarkehidupan yang lebih baik, hal ini merupakannaluri yang paling kuat dalam diri manusia.Sehingga kita harus selalu berusaha untukmeningkatkan corak dan kualitas baik sebagaimakhluk pribadi, individu maupun sebagaimakhluk sosial yang harus dikembangkansecara selaras, seimbang dan serasi agardapat menjadi seorang manusia yang utuh.

Kekuatan manusia pada hakekatnyatidak terletak pada kemampuan fisiknya ataukemampuan psikisnya semata-mata, tetapikekuatan manusia terletak pada kemam-puannya untuk bekerja sama dengan manusialainnya. Disadari, bahwa sebagai manusiaakan mempunyai arti dalam kaitannyadengan manusia lain apabila hidup dimasyarakat. Manusia hanya mempunyai artidan dapat hidup di antara manusia lainnya,tanpa ada manusia lain dalam hidupbermasyarakat seseorang tidak akan dapatberbuat banyak, dalam mempertahankanhidup dan usaha mengejar kehidupan yanglebih baik.

Oleh karena itu, manusia harus salingbergotongroyong, tolong menolong danbekerja sama dengan orang lain dalam hidupbermasyarakat, berbangsa maupunbernegara. Manusia sangat memerlukanpengertian, kasih sayang, harga diri,pengakuan dan tanggapan emosional, yangsangat penting artinya dalam pergaulan dankesejahteraan hidup yang sehat. Tanggapanemosional tersebut hanya dapat diperolehdalam hubungannya dengan manusia lain dandalam hidup bermasyarakat. Dengandemikian gotong royong, tolong menolong danbekerja sama merupakan nilai atau adatistiadat dari keadaan tata laku kelompokmasyarakat.

Departemen Pendidikan danKebudayaan, Direktorat Sejarah dan NilaiTradisional (1981) menjelaskan adat istiadatadalah merupakan sistem nilai dari suatupranata sosial yang tumbuh dan berkembangdalam masyarakat. Dijelaskan lebih lanjut,bahwa salah satu unsur adat istiadat yangpenting ialah gotong royong. Di samping itugotong royong dapat juga dimanfaatkan

PASCAGEMPA INTENSITAS GOTONG ROYONG SEMAKIN TINGGI

Siti Munawaroh

1 Kusumabrata, Nilai Tolong Menolong, Musyawarah dan Manfaat Sebagai Faktor Penunjang KerekatanBerbangsa dan Bernegara. Yogyakarta: Proyek P2NB, Tahun 2001, hal. 2

Abstrak

Kekuatan manusia pada hakekatnya tidak hanya kemampuan fisiknya semataatau kemampuan psikisnya, akan tetapi kekuatan manusia yang terletak padakemampuan bekerja sama dengan orang lain yang disebut gotong royong. Gotongroyong adalah salah satu manifestasi dan budaya kolektif yang saat ini masihdipertahankan dan dilestarikan, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Gotongroyong pada saat sekarang masih menjadi tumpuan harapan masyarakat pedesaandalam mencapai suatu tujuan yang dikehendaki masyarakat, terutama tujuan itu untukmeringankan beban bagi anggota masyarakat di wilayahnya.

Pascagempa Intensitas Gotong Royong Semakin Tinggi (Siti Munawaroh)

Page 6: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

2

sebagai faktor penunjang kerekatan untukberbangsa dan bernegara.

Ada beberapa nilai yang terkandungdalam hakekat gotong royong, tolongmenolong, dan kerja sama antara lain1:1. Menciptakan suasana kekeluargaan dan

kegotongroyongan.2. Suka memberi pertolongan kepada orang

lain dengan sikap tanpa pamrih.3. Saling hormat menghormati dan dapat

bekerja sama dengan orang lain.4. Saling bantu membantu dalam hidup

bermasyarakat.5. Mengembangkan sikap tenggang rasa,

saling mencintai sesama dan tidaksemena-mena terhadap orang lain.

6. Rela berkorban untuk kepentinganbersama demi kesatuan dan persatuandalam bermasyarakat.

7. Merasa ikut memiliki, ikut bertanggung-jawab dan tidak memaksakan kehendakdalam hidup bermasyarakat.

8. Menjaga keseimbangan antara hak dankewajiban serta menghormati hak-hakorang lain.

PembahasanKodrat manusia adalah sebagai

makhluk pribadi dan sekaligus sebagaimakhluk sosial. Sebagai makhluk pribadimanusia memiliki ciri dan sifat yang khususuntuk mengembangkan dirinya sesuai denganpotensi yang dimiliki, sedangkan sebagaimakhuk sosial, manusia tidak dapat hidup,tidak dapat berkembang tanpa bantuan oranglain.

Kekuatan manusia pada hakekatnyatidak terletak pada kemampuan jasmani ataukemampuan jiwanya semata namundipengaruhi pula pada kemampuan untukbekerja sama dengan manusia lainnya dalamhidup bermasyarakat. Manusia tidak dapat

hidup sendiri, perlu gotong royong, tolongmenolong, perlu bantuan orang lain, perlumengadakan kerja sama dalam hidupbermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Menurut Dep. P&K, Direktorat Sejarah danNilai Tradisional (1981) menyatakan bahwagotong royong, tolong menolong adalah suatubentuk kerja sama untuk mencapai tujuantertentu dengan asas timbal balik yangmewujudkan adanya keterikatan sosial dalammasyarakat.

Gotong royong atau tolong menolongadalah bentuk kerja sama yang spontan yangsudah membudaya, serta mengundang unsur-unsur timbal balik yang bersifat sukarelauntuk memenuhui kebutuhan insidentilmaupun yang berkelangsungan dalam rangkameningkatkan kesejahteraan bersama, baikmaterial maupun spiritual2. Dalam difinisitersebut di atas tampak bahwa gotong royongtolong menolong merupakan suatu kegiatanyang dilakukan bersama-sama oleh beberapaorang dalam suatu kelompok masyarakat.Hal ini sesuai dengan yang dikembangkanoleh Bintarto (1980) bahwa dalam artian yangsebenarnya gotong royong dilaksanakan olehsekelompok penduduk di suatu daerah yangdatang membantu atau menawarkan tenagatanpa pamrih, atau dengan lain perkataansecara sukarela menolong secara bersama.3

Kegiatan gotong royong atau tolongmenolong semacam itu sebetulnya sudahmelembaga dalam masyarakat Indonesiasejak jaman kejayaan kerajaan Hindu di Jawaseperti kerajaan Mataram Kuno dan jugaKerajaan Majapahit. Kegiatan gotong royongatau tolong menolong yang terjadi diKarangtengah, Imogiri, Bantul, DIY, ternyatatelah mengalami perubahan. Perubahan saatini ditunjukkan dengan terkikisnya sifat-sifatgotong royong yang terjadi di beberapa desa.Masuknya pengaruh budaya materialisme

2 Ibnu Syamsi. 1986. Studi Tentang Gotong Royong dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi di Desa

Sinduadi, Mlati, Sleman. Yogyakarta: Fakultas Geografi, UGM3 Bintarto. Gotong Royong Suatu Karakteristik Bangsa Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, 1980, hal. 13

Page 7: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

3

yang kini menguasai pola dan cara berpikirmasyarakat desa mengakibatkan lunturnyagotong royong itu. Oleh karena sistem gotongroyong itu merupakan salah satu darimanifestasi kebudayaan yang sejak nenekmoyang telah dikenal, maka dalamkesempatan ini dilakukan pengamatanbagaimana gotong royong, tolong menolong,dan kebersamaan warga setelah adanyagempa pada tanggal 27 Mei 2006 lalu yangmelanda Daerah Istimewa Yogyakarta danJawa Tengah.

Sebagian besar mata pencaharianmasyarakat Desa Karangtengah dominan dibidang pertanian baik sebagai pemilik maupunburuh. Kemudian diikuti kegiatan bidangperdagangan dan jasa, sehingga kehidupangotong royong masih nampak. Kegiatanmasyarakat tentang gotong royong atautolong menolong lebih terlihat nyata dansemakin tinggi intensitasnya semenjakadanya gempa. Gempa bumi yang menimpaDaerah Istimewa Yogyakarta dan JawaTengah pada tanggal 27 Mei 2006 telahmemporakporandakan berbagai bangunanseperti rumah, sekolah, perkantoran danbangunan lainnya.

Kabupaten Bantul keadaan per tanggal6 Juni 2006 jam 11.00 WIB, rumah kondisirusak total sebanyak 71.763 bangunan, rusakberat 71.372 bangunan, dan rusak ringansebanyak 66.359 bangunan. Sementara untukDesa Karangtengah menurut data kelurahan,dari sebanyak 1.306 rumah, teperinci rumahrusak total 749 bangunan (57,36%), rusakberat 308 bangunan (23,57%), dan rusakringan 249 bangunan (19,07%). Dengankerusakan sedemikian parahnya tersebut,warga masyarakat Karangtengah berinisiatifmelakukan kegiatan gotong royong atautolong menolong dan bekerja sama di antara

warga dan ternyata warga masyarakatantusias dan bersemangat sekali.4

Meningkatnya intensitas sistem gotongroyong, tolong menolong dan kebersamaandi Desa Karangtengah, hal ini di sampingmasyarakatnya telah memiliki jiwa gotongroyong yang cukup kental dan tinggi jugakarena memiliki kondisi dan situasi yang samadalam beberapa hal bidang kehidupan danjuga saling membutuhkan. Contoh adamasyarakat yang keset (malas) dan hampirtidak pernah terlihat dalam perkumpulan ataukegiatan apa saja yang dilakukan warga,setelah adanya gempa bumi mereka malahansangat aktif dan selalu tergabung bersama.Selain itu, ada kegiatan yang biasanya tidakpernah dilakukan gotong royong sekaranglebih diintensifkan. Yang lebih bagus danbersifat positif lagi, sebelum gempa bumiterjadi bahkan ada beberapa masyarakatyang neng-nengan atau jothakan setelahadanya gempa bumi semakin baikinteraksinya sehingga terlihat suasanakehidupan masyarakat yang rukun, guyup,adem ayem dan tentrem.

Dengan demikian dibalik peristiwabencana alam yakni gempa bumi yang telahdialami oleh masyarakat Karangtengah adahikmah yang mereka ambil. Hal ini karenamereka terus merenungkan, dan kemudiandijadikan suatu pelajaran. Selain itu, adanyamusibah bencana alam juga mengakibatkanadanya perubahan yang terjadi dalam dirimanusia maupun masyarakat, baikmenyangkut sistem pengetahuan, perilakumaupun tindakan. Di dalam budaya Jawa,dengan terjadinya bencana lebih dimaknaisebagai suatu “peringatan”, teguran atausapaan terhadap perilaku dan perbuatan, yangselama ini mungkin tidak lagi sesuai denganbudayanya.5

4 Situs www. Rekap Data Korban Jiwa dan Rumah Bencana Alam Gempa Bumi di Kabupaten Bantul.

Bantul: 7 Juni, 2006, hal. 25 Christriyati Ariani. Mengembangkan Budaya Lokal Dalam Meredam Konflik Sosial. Makalah Seminar

“Sosialisasi Penanganan Korban Bencana” Dinas Sosial Propinsi DIY, September 2006

Pascagempa Intensitas Gotong Royong Semakin Tinggi (Siti Munawaroh)

Page 8: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

4

Kebersamaan yang lainnya adalahdahulu warga selalu mengatas namakanmasyarakat Karangtengah Timur (wetan)maupun Karangtengah Barat (kulon)sekarang tidak. Sekarang setiap kegiatan-kegiatan sosial maupun yang sifatnyainstruksional dari pemerintah setempat selalumengatas namakan Karangtengah. Misalnyabantuan-bantuan dari luar untuk lembaga-lembaga atau yang akan diberikan olehindividu-individu masyarakat itu sendirimelalui instansi pemerintah dan barudidistribusikan.

Selain hal tersebut di atas, dari hasilpengamatan dan wawancara dengan tokohmasyarakat masih banyak hal yang dilakukanoleh masyarakat Desa Karangtengah.Setelah adanya gempa bumi untukkepentingan dan kebersamaan antar wargayang dilakukan secara gotong royong, yaknimulai masalah makanan, membuat tempatuntuk berlindung (rumah tenda), menurunkangenteng sampai membersihkan puing-puingreruntuhan rumah yang berserakan dan lainsebagainya. Bahkan yang membersihkanpuing-puing ternyata yang terlibat tidak hanyaorang-orang tua tetapi juga para pemuda(generasi muda).

Menurut informasi salah satu wargasetempat, bahwa tanpa bantuan dari wargamasyarakat secara gotong royong dalammembersihkan puing-puing rumah maka bisamemakan waktu berminggu-minggu.Sehingga diperlukan waktu untuk memilikitempat tinggal yang layak walau hanyasederhana (rumah tenda) warga harusmenunggu sampai selesai dibersihkan.Bentuk-bentuk aktifitas gotong royong dankebersamaan semacam itu menunjukkanadanya penghargaan dari anggotamasyarakat terhadap nilai-nilai gotong royongitu sendiri.

Sementara gotong royong yangdiwujudkan dengan didirikannya dapurumum, yang mereka lakukan adalah denganmengumpulkan apa yang dimiliki, mulai beras,pisang, telur, gandum dan lain sebagainya.Semua warga berinisiatif merelakan bahan-

bahan makanan untuk dikumpulkan.Kemudian dari berbagai macam bahanmakanan ini dimasak bersama.

Itulah beberapa perwujudan dari bentukkerja sama, berupa gotong royong, dan tolongmenolong yang dilakukan oleh masyarakatDesa Karangtengah yang terkena musibahgempa. Setelah terjadinya gempa bumiintensitas kebersamaan dan gotong royongyang merupakan kearifan hidup dari paraleluhur serta para sesepuh kita yang selamaini semakin mengendor menjadi tergugah lagi.Dapat dikatakan dibalik peristiwa bencanaalam gempa bumi yang dialami oleh sebagianbesar masyarakat, kesadaran kolektifmanusia muncul kembali karena merekasadar bahwa perilaku manusia sangatberhubungan kuat dengan perilaku alam,antara manusia dengan manusia, dan manusiadengan Tuhan-Nya.

PenutupDengan terjadinya bencana alam

gempa bumi ternyata telah menunjukkanbahwa di antara warga masyarakatKarangtengah memiliki modal sosial yangsangat besar dan kuat. Terjadinya bencanatelah membangkitkan kesadaran kolektifwarga, untuk merajut kembali modal sosialyang luntur baik dalam keluarga maupunwarga masyarakat. Sekarang saatnyatumbuh rasa solidaritas sosial yang selamaini sempat terkikis, serta tenggelam akibatsikap ego individu. Dengan tumbuhnyakembali sifat tolong menolong, kegotong-royongan, dan bekerjasama dalamkebersamaan, maka perlu dilestarikan sifatgotong royong sebagai modal dasarpembangunan masyarakat yang madani.

Gotong royong yang merupakan nilaibudaya dalam masyarakat terutamamasyarakat pedesaan kenyataannya masihdianggap sebagai milik budaya yang masihdipertahankan dan dilestarikan. Penerimaananggota masyarakat terhadapnya, bukansekedar karena gotong royong, tolongmenolong yang dianjurkan atau yang

Page 9: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

5

dilakukan secara insaf, akan tetapi memangtelah berakar dalam khasanah budaya leluhurmereka. Gotong royong, tolong menolong dankebersamaan merupakan perwujudansolidaritas, kesetiakawanan sosial, danpancaran kekeluargaan.

Pascagempa Intensitas Gotong Royong Semakin Tinggi (Siti Munawaroh)

Bintarto. 1980. Gotong Royong Suatu Karakteristik Bangsa Indonesia. Surabaya, BinaIlmu.

Christriyati Ariani. 2006. “Mengembangkan Budaya Lokal Dalam Meredam Konflik Sosial”.Yogyakarta, Makalah Seminar. Dinas Sosial Pemerintah DIY.

Depdikbud, Direktur Sejarah dan Nilai Tradisional. 1981. Sistem Gotong Royong DalamMasyarakat Desa Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Depdikbud.

Ibnu Samsi. 1986. Studi Tentang Gotong Royong dan Faktor-faktor yang MempengaruhiDesa Sinduadi Mlati Sleman. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Kusumabrata. 2001.“Nilai Tolong Menolong, Musyawarah dan Mufakat Sebagai FaktorPenunjang Kerekatan Berbangsa dan Bernegara”. Yogyakarta, DepartemenPendidikan Nasional, Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Daerah.Dialog Kebudayaan 4 – 5 Juli 2001.

Daftar Pustaka

Mengingat nilai-nilai sikap gotongroyong dan tolong menolong tersebut bisadijadikan sebagai faktor penunjang kerekatandi antara warga masyarakat dan merupakansenjata ampuh guna menanggulangi berbagaipermasalahan yang sedang dihadapi ini.

Page 10: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

6

PengantarSekitar dua bulan yang lalu di dalam

tajuk rencana Kedaulatan Rakyat1

diberitakan tentang bagaimana kondisi wargamasyarakat Bantul yang tertimpa musibahgempa bumi dan memporakporandakanwilayahnya. Saat itu warga merasakankesedihan, keguncangan batin, bahkan masihmenyisakan rasa trauma. Namun setelahhampir 20 hari dari peristiwa gempa bumi 27Mei 2006, warga mulai bangkit. Merekabegitu bersemangat melihat para relawan dariberbagai daerah maupun negara yangberdatangan membantunya. Tanpa adahalangan perbedaan kulit, ras, golongan,agama maupun suku, bersatu padu membantu“saudara-saudaranya” yang sedang ditimpa

musibah. Mereka saling tolong menolong,bahu membahu, dukung mendukung,bergotong royong mengedepankankebersamaan, keluhuran budi, sertamengesampingkan kepentingan diri dankelompok untuk mementingkan kepentinganmasyarakat. Indah nian kehidupanmasyarakat Bantul khususnya dalam suasanaduka dan derita, masih tersisa ceria anakmanusia yang masih mau berbagi kasih, setiadalam aksi solidaritas antar sesama negara,tanpa mementingkan diri sendiri.

Uraian di atas ini sebenarnyamenggambarkan bagaimana hubungan antarmanusia, antar sukubangsa, bahkan antarnegara sekalipun yang tercermin dalam

MENGEMBANGKAN BUDAYA LOKAL (JAWA)DALAM MEREDAM KONFLIK SOSIAL

Christriyati Ariani

Abstrak

Banyak norma dalam kehidupan orang Jawa dalam pergaulannya di masyarakat.Istilah-istilah yang akrab melekat dalam sehari-hari merupakan acuan hidup dalamkebersamaan di samping tradisi yang berlaku, misalnya guyub rukun, gugur gunung,gotong royong, tulung-tinulung dan istilah lain yang sarat dengan nilai pekerti luhur.Perkembangan teknologi dalam era global memberi efek positif maupun negatif bagikehidupan masyarakat termasuk orang Jawa. Nilai positif akan sangat bermanfaatbagi kemajuan bangsa, namun efek negatif akan mengikis nilai norma yang sudahada. Ada sesuatu yang hilang. Dalam pertemuan-pertemuan yang membicarakanbudaya Jawa banyak lontaran keprihatinan dari para budayawan atau pemerhatibudaya. Pada umunya mereka menyatakan bahwa pada masa kini budaya Jawa yangadi luhung itu telah terkikis. Pada awalnya kita percaya hal itu. Namun ketika kitadikejutkan dengan hantaman gempa di Jogja dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei2006 yang meluluhlantakkan sebagian hunian, merobek hati masyarakat, kita melihatsuatu kenyataan. Saat kesedihan mendera, datang kembali kebersamaan dalammenghadapi musibah itu. Semangat gotong royong, tulung tinulung, guyub rukun,gugur gunung kembali hinggap di hati. Namun ketika terdengar berita akan adabantuan dari pemerintah bagi korban gempa, apa yang terjadi? Jawaban itu akandapat diperoleh dalam uraian ini.

1 Dalam Harian Kedaulatan Rakyat, 20 Juni 2006, hal. 10

Page 11: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

7

kegiatan kemanusiaan yang sangat luhur.Barangkali di saat ini yang seringkalidikonotasikan dengan zaman “modern”, nilai-nilai seperti itu mungkin merupakan sebuahnilai yang mahal harganya. Gaya modernitasyang selalu ditandai dengan individualitas,egoisme serta kehidupan yang penuhdengan”kepura-puraan”, semuanya selalumengandung pamrih yang diharapkan.Apalagi tidak sedikit dari Lembaga SwadayaMasyarakat (LSM), yayasan sosial, instansipemerintah dengan berbagai atribut serta“pakaian” nya seakan-akan turut sertaberlomba-lomba ingin berpartisapasi dalampenanganan korban gempa, baik selamamasa tanggap darurat hingga masarekonstruksi maupun rehabilitasi.

Di sisi lain, warga korban gempa pundengan kerendahan hati dan ketulus-ihklasannya menerima dengan senang hatiberbagai bantuan baik moril maupun materiilyang diberikan dari para dermawan maupunrelawan. Bahkan hal yang sangat menarik,di masa rekonstruksi masih ada sekelompokmanusia yang dengan tulus ikhlasmemberikan sumbangan berupa tenaga.Mereka adalah kaum pekerja yang berasaldari daerah sekitar Sawangan, Kaliangkrik(Magelang), serta daerah-daerah lainnyayang secara rutin setiap hari minggu, turutserta membantu warga Bantul dalammembongkar, serta membersihkan puing-puing bangunan rumah mereka yang robohakibat gempa. Mereka berdatangan denganmenggunakan truk-truk terbuka, di pagi haridan akan kembali di sore hari. Selamamengerjakan pembersihan puing-puingbangunan yang hancur karena gempa,mereka tidak mau merepotkan si pemilikrumah, karena mereka membawa bekal sertakebutuhannya sendiri.

Akan tetapi, kerukunan, kebersamaan,rasa senasib sepenanggungan, serta sikapkegotongroyongan, tiba-tiba mulai terusik

manakala pemerintah mulai mengumumkanadanya bantuan jaminan hidup (jadup)maupun dana rekonstruksi yang akandiberikan kepada para korban gempa. Jalinankeharmonisan yang sempat terjalin beberapawaktu mulai mengendur. Apalagi banyakdisinyalir bahwa penyaluran bantuan tersebutbanyak mengalami kendala, ketidakadilanserta penerimaan yang tidak serentak danmerata. Dari situlah mulai tumbuh konflik-konflik sosial di antara sesama korban, diantara sesama tetangga korban, bahkan diantara sesama dusun maupun desa yangmenjadi korban gempa. Bantuan materiil(baca uang) ternyata telah mampumenghapuskan nilai-nilai budaya lokal yangselama ini sebenarnya masih mereka miliki.

Batasan Konsep: Budaya Lokal,Konflik Sosial

Di dalam dunia ilmu antropologi, budayaatau kebudayaan mempunyai batasan yangsangat kompleks dan tidak terhingga,tergantung dari perspektif mana yang akankita gunakan. Sejalan dengan permasalahanserta topik dari judul artikel ini, maka sayamenempatkan budaya (baca kebudayaan)dalam dua hal. Pertama, kebudayaanmerupakan suatu sistem ideasional, suatukonsep gagasan yang dimiliki oleh setiapindividu yang menjadi pedoman dalamhidupnya. Kebudayaan sebagai sistemideasional ini berada di dalam sistem kognitifsetiap individu, berada di dalam alam pikiran(mind) individu yang dimiliki secara bersamadalam suatu komunitas.2 Di sini, budayadigunakan untuk mengacu pada polakehidupan suatu masyarakat - kegiatan danpengaturan materiil dan sosial yang berulangsecara teratur.

Dengan demikian, budaya dalampengertian tersebut, dapat dilihat sebagaisistem pengetahuan yang akan memberikanpatokan guna menentukan apa…; guna

2 Keesing, Roger dan Godenough, Antropologi Budaya, Suatu Perspekstif Kontemporer, Penerbit Erlangga,1999, hal. 68

Mengembangkan Budaya Lokal Dalam Meredam Konflik Sosial (Christriyati Ariani)

Page 12: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

8

menentukan bisa jadi apa…; gunamenentukan bagaimana kita merasakannya;guna menentukan apa yang harus diperbuattentang hal itu, dan…..guna menentukanbagaimana cara melakukannya. Atau, dengankata lain kebudayaan merupakan suatu “alat”yang digunakan dalam pemenuhankehidupannya. Di dalam sistem gagasanbudaya Jawa, hal-hal seperti itu dapat ditemuidi dalam berbagai adat-istiadat, tradisi,ungkapan-ungkapan tradisional, norma,aturan, pandangan hidup (ways of life),kearifan lokal, dan sebagainya.

Kedua, kebudayaan atau budayamerupakan suatu sistem makna, yaitu hal-hal yang selalu berhubungan dengan simbol-simbol tertentu, dikenal dan diketahui dandisebarkan oleh masyarakat yangbersangkutan. Mengingat budaya(kebudayaan) dianggap sebagai simbol, yangmengandung makna-makna tertentu, berartiada sesuatu di dalam kebudayaan yang perludibaca, kemudian ditangkap dan ditafsirmaknanya, sehingga pada gilirannya hasilpemaknaan dan penafsiran tersebut akandiketahui dan dibagikan oleh dan kepadamasyarakat, serta diwariskan kepadagenerasi berikutnya.3 Dengan demikiankebudayaan dapat diartikan sebagai hasilpemaknaan dari sebuah masyarakat yangbersangkutan dalam melihat peristiwa-peristiwa atau gejala sosial budaya yangsedang terjadi.

Sejalan dengan konsep tersebut, makadi dalam budaya Jawa secara luas telahdikenal dengan berbagai makna dansimbolisasi budaya yang hampir melingkupiseluruh aspek kehidupan masyarakatnya.Segala perilaku, tindakan, perbuatan maupunperistiwa-peristiwa tertentu yang melingkupihidup manusia Jawa, selalu dikaitkan dengansimbol serta makna tertentu, yang seringkalidihubungkan dengan kondisi masyarakatnya.

Bahkan seperti tanda-tanda alam sekali pun,sering dihubung-hubungkan dengan sesuatuperistiwa yang akan terjadi. Kepiawaianmanusia Jawa dalam niteni suatu fenomenaalam yang terjadi dalam hidupnya memangtidak perlu diragukan.

Sementara itu, Kuper dan Kuper4

mendefinisikan konflik sosial dalam dua hal.Pertama, konflik sosial merupakan suatuperspektif atau sudut pandang tertentu, dimana konflik dianggap selalu ada dalamsetiap bentuk interaksi manusia di dalamstruktur sosialnya. Kedua, konflik sosial dapatdiartikan secara eksplisit sebagai suatubentuk pertikaian terbuka seperti perang,revolusi, pemogokan dan gerakanperlawanan. Asal mula terjadinya konfliksebenarnya dapat ditelusuri dari tingkatkejadiannya. Pihak-pihak yang berkonflikdapat dibedakan atas dasar tingkat organisasiserta kekompakannya. Konflik sosial jugadapat terjadi akibat adanya pertentangantujuan, mulai dari pertikaian yang bersifatsederhana yang dianggap bernilai tinggi,hingga kasus-kasus tertentu yang bersifatkompleks seperti penguasaan tanah,perebutan harta benda dan sebagainya.Konflik sosial juga bisa terjadi atas dasarcara yang digunakan, misalnya melaluipemaksaan secara terang-terangan;ancaman, hingga berupa bujukan yangbersifat halus.

Di dalam kehidupan sosial masyarakatJawa, pada intinya mereka sangatmenghindari terjadinya konflik. Walaupun bilaterpaksa konflik itu harus terjadi, makadiupayakan untuk tidak dilakukan secaraterang-terangan dan eksplisit. Pedoman hidupmanusia Jawa yang selalu mengutamakankerukunan, keharmonisan serta keselarasan,berusaha selalu tetap menjaga kondisi damai,harmoni dan selaras di dalam tatanan sosial,sampai kapan pun dan dimana pun. Oleh

3 Geertz, Clifford, Tafsir Kebudayaan (terjemahan), Kanisius, 1992, hal. 154 Adam Kuper and Jesica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, Rajawali Press, 2000, hal. 155

Page 13: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

9

karenanya, bagi manusia Jawa istilah-istilahseperti padu, kerengan, neng-nengandiusahakan untuk dihindari, dijauhi bahkansedapat mungkin dicegah.

Akan tetapi, konflik seringkali muncul,terutama dalam kehidupan masyarakat Jawa,manakala harga diri dan martabat merekamulai diusik. Konflik bisa juga muncul akibatperseteruan yang dipicu oleh hadirnya pihaklain, terutama yang berkaitan dengan ketidak-adilan dalam pembagian materi. Walaupundalam sistem budaya Jawa kondisi seperti itumerupakan hal yang “tabu” dan “saru” untukdiperbincangkan dan dipermasalahkan,namun realitas yang terjadi saat ini seringterjadi. Sejalan dengan banyaknyapermasalahan sosial yang muncul pascabencana saat ini, maka seakan-akanmasyarakat Jawa mulai meninggalkan nilai-nilai budayanya yang telah melekat dalamdirinya. Mereka mulai menjauhi prinsip hidupyang berpijak kepada hubungan keselarasan,keharmonisan, serta kerukunan, yang selamaini telah menjadi ciri khasnya. MasyarakatJawa mulai meninggalkan nilai-nilaibudayanya, mulai menjauhi nilai-nilai kearifanlokal yang mereka miliki.

Keberadaan Budaya Lokal (Jawa):Perlukah Dikembangkan danDilestarikan?

Semenjak berbagai bencana yangmelanda negeri ini secara bertubi-tubi(tsunami Aceh dan Nias 2004, gempa bumiNias 2005, banjir bandang Jatim dan Sumut2005 serta gempa bumi DIY, Jateng, bencanaMerapi dan tsunami Jabar 2006) perludisadari atau tidak bahwa negeri inimerupakan negeri yang rawan akanbencana. Selain secara geologis Indonesiasebagian besar berada di daerah yang rawangempa karena berada di atas pertemuan tigalempeng benua, berbagai bencana yangterjadi pun tidak luput akibat ulah manusia.Mulai dari pembabatan hutan yang ditandaidengan penebangan liar (pembalakan) hinggaeksploitasi alam secara besar-besaran yang

dilakukannya. Perilaku tersebut mencermin-kan bagaimana ulah manusia yang tidakmemperhatikan kelestarian alam. Nafsu sertakeinginan sesaat untuk mewujudkankepentingan pribadi jauh lebih menonjol, tanpamempedulikan kepentingan bersama, sertakelangsungan kehidupan lingkungan.

Sebenarnya, di balik semua peristiwabencana yang kita alami ada hikmahtersendiri yang sangat perlu untukdirenungkan, ada sesuatu yang perludimaknai, kemudian dijadikan pelajaranberharga. Hikmah dari peristiwa inilahkemudian dapat dijadikan pedoman dalammenapaki hidup yang lebih baik. Selainmengakibatkan traumatis serta membentukmemori kolektif yang mungkin sulit untukdihilangkan dalam beberapa waktu, di sisi lainmusibah bencana alam juga menimbulkanadanya perubahan yang terjadi dalam dirimanusia maupun masyarakat, baikmenyangkut sistem pengetahuan, perilakumaupun tindakan. Di dalam budaya Jawa,dengan terjadinya bencana lebih dimaknaisebagai suatu “peringatan”, teguran atausapaan terhadap perilaku dan perbuatanmanusia Jawa, yang selama ini mungkin tidaklagi sesuai dengan nilai-nilai budayanya.

Sejalan dengan hal itu, maka hikmah lainyang saat ini mulai muncul dalam kehidupanmasyarakat Jawa khususnya (terutama bagidaerah bencana), adalah tumbuhnya kembalibentuk-bentuk budaya lokal. Ketakutanwarga masyarakat akan terjadinya bencanaalam secara tidak langsung sebagai mediauntuk berintrospeksi diri, menggugah sertamenanyakan kembali, kesalahan apa yangtelah diperbuat, perilaku apa yang harusdiubah dan ditinggalkan. Adanya benturan-benturan batin yang mereka rasakan itulah,pada akhirnya manusia Jawa mulai mencarisemua jawaban dalam budaya yangmelingkupi hidupnya. Mereka mulai maumengenali kembali berbagai nilai-nilai budayalokal, yang saat ini cenderung ditinggalkan,yang justru nilai-nilai budaya tersebutsebenarnya telah mengakar di dalam dirinya.

Mengembangkan Budaya Lokal Dalam Meredam Konflik Sosial (Christriyati Ariani)

Page 14: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

10

Dibalik kehidupan yang serba“modern” yang ditandai dengan kecanggihanmedia informasi, serta telah menghilangkanbatas-batas identitas seseorang, ternyata nilaibudaya lokal masih “mampu” bertahan,bahkan masih bisa menuntun perilakumanusia. Melalui berbagai bencana yangseringkali mendera mereka, paling tidak bisadijadikan perenungan tersendiri, kesalahanapa yang telah diperbuatnya, sehingga alammemberikan bencana kepadanya. Semenjakterjadinya bencana, saat ini wargamasyarakat cenderung lebih giatmelaksanakan tradisi-tradisi, adat istiadattertentu yang mungkin mereka anggap“kuno”, tidak realistis, serta irasional.Sebagai contoh, berbagai ritual tradisi (wiwit,merti dusun, rasulan, labuhan) untukmemohon keselamatan, mulai aktif dilakukankembali oleh warga tani; doa keselamatanmulai digelar, nilai-nilai kegotongroyonganmulai bersemi kembali, serta mulai tumbuhnyabudaya sambatan, gugur gunung dikalangan masyarakat Jawa. Kesemuanyaitu merupakan bentuk-bentuk budaya lokalJawa yang sebenarnya telah dimiliki dandiajarkan dari leluhur kita. Merawat,memelihara serta menjaga kelestarianlingkungan alam, menjaga keharmonisanhubungan antara manusia-manusia, menjagakeselarasan hubungan antara manusia-alam,bahkan menjaga hubungan manusia-Tuhan,sebenarnya telah dimiliki oleh masyarakatJawa sejak dahulu.

Namun, selama ini budaya lokal yangsarat dengan nilai-nilai kultural yang sangattinggi tersebut mulai ditinggalkan, karenadianggap kuno, tradisional, serta tidakrasional. Budaya modern yang cenderung“dianggap” lebih mengutamakan kepadasikap-sikap rasionalitas-logika justru lebihdiutamakan dan dianggap mampumemecahkan semua permasalahan. Akantetapi, dengan terjadinya berbagai bencanaalam yang membuat situasi dan kondisiwarga masyarakat menjadi serba tidak pasti(chaos), menjadikan warga masyarakat

korban bencana berusaha untuk mencariketenangan batin melalui ritus-ritus budayatersebut. Mereka berusaha mencariperlindungan, ketenangan, sertaketenteraman batin melalui ritual-ritualbudaya. Kekuatan spiritual dan mental mulaiditumbuhkan melalui bentuk-bentuk budayalokal yang sarat dengan nilai-nilai kearifan.Bagi manusia Jawa, fenomena alam yangbersifat periodik dan berpotensimemunculkan bencana, berusaha dicegahmelalui ritus budaya. Selain itu, denganadanya ritus-ritus budaya tersebut tidak lainbertujuan untuk menyegarkan kembaliingatan manusia Jawa akan tuntutan hidupyang lebih arif dan bijaksana lagi dalammemperlakukan alam lingkungannya.Selanjutnya, ritus budaya tersebut dilakukanwarga masyarakat sebagai usaha untukberintrospeksi diri. Manusia Jawa bisa melihatke “belakang” sebelum bencana terjadi, untukmemperbaiki kehidupan “yang lebih baik” dimasa depan. Budaya eling lan waspadamulai dihidupkan kembali.

Instrospeksi diri tersebut kemudianmendorong manusia Jawa untuk hidup lebihseimbang dan selaras dalam hubungannyadengan sesamanya, dengan alamlingkungannya, serta dengan Tuhan atauPencipta-Nya. Inilah sebenarnya tujuan hakikiyang ingin dicari oleh manusia Jawa dalammenjalani kehidupannya.

Kesadaran akan ketiga hal hubungandalam diri manusia Jawa itulah yangseharusnya dicari dalam ritus-ritus budaya.Situasi pascabencana yang menyebabkanperasaan setiap orang menjadi lebih sensitif,lebih peka, serta cenderung emosional, sangatmudah memicu timbulnya konflik sosial diantara sesama korban bencana. Kiranyakonflik-konflik tersebut dapat diendapkan dandihindarkan serta dijauhi oleh manusia Jawa,apabila mereka menyadari akan peran dankedudukannya di alam ini, antara lain bilamanusia Jawa memahami dan menyadaridalam melihat ketiga hubungan manusiatersebut. Ritus budaya Jawa yang selama ini

Page 15: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

11

telah menjadi tuntunan kehidupannya, kiranyajangan berhenti sebatas ekspresi budayasemata, hanya sebatas seremonial belaka.Namun, semangat atau spirit yangterkandung di dalam ritus budaya Jawahendaknya harus dipegang dan diterjemahkanuntuk selanjutnya diaplikasikan dandiimplementasikan di dalam kehidupansehari-hari. Oleh karenanya, kegiatan nyatapemulihan pascabencana harus didasaridalam kerangka kearifan dalammelaksanakan sebuah ritual. Hubunganmanusia dengan alam harus diselaraskan,hubungan manusia dengan Tuhan (Pencipta)harus diseimbangkan, serta hubunganmanusia dengan manusia harus diperbaikikembali. Kesemuanya itu, tidak lain bertujuanmembangun suatu tatanan kehidupan yangseimbang, rukun, selaras serta harmoni.

Melalui ritual budaya lokal, manusiaJawa diajak kembali untuk berpijak kepadatradisi, melihat kembali kearifan lokal yangpernah hidup dan diwarisi dari para leluhur,nenek moyang serta para sesepuh mereka.Kesadaran kolektif manusia Jawa munculkembali, sehingga mereka sadar bahwaperilaku manusia Jawa, sesungguhnya sangatberkaitan erat dengan perilaku alamlingkungan yang telah memberikanpenghidupan baginya. Pada dasarnya, ritusbudaya Jawa merupakan penyatuan antaraharapan, doa, dan niat mulia manusia untukmencapai kebaikan bersama. Kondisi korbanpascabencana yang cenderung menjadi lebihsensitif karena kondisi yang dialami, kiranyasemangat kebersamaan harus terusditumbuhkan, dipupuk dan dilestarikan untukmencegah terjadinya konflik sosial.

Dengan terjadinya berbagai bencanayang melanda negeri ini ternyata telahmenunjukkan bahwa di antara wargamasyarakat maupun bangsa Indonesiasecara umum sebenarnya memiliki modalsosial yang sangat besar dan kuat. Dalamskala nasional, dengan terjadinya bencanaternyata telah membangkitkan kesadarankolektif warga bangsa, untuk mengenyam

kembali modal sosial yang pernah tersimpanselama ini. Mungkin di antara kita bisamengenali kembali modal sosial yang ada didalam keluarga kita, di dalam kehidupanwarga masyarakat, yayasan/lembaga, hinggakepada hal yang paling besar dan kompleksseperti institusi negara. Di sinilah saatnyamulai tumbuh rasa solidaritas sosial yangselama ini mungkin sempat hilang dantenggelam akibat sikap egosentrismekelompok, pertikaian politik maupun konfliksosial yang marak terjadi selama ini. Kinisaatnya kita memiliki peluang emas untukmerajut kembali ikatan persaudaraan yangsempat mengendur, dengan menumbuhkankembali kegotongroyongan, kebersamaan,kerukunan serta kejujuran.

Setelah melihat realita yang terjadi dimasyarakat saat ini dengan munculnyaberbagai ritus budaya Jawa pascabencana,pertanyaan yang muncul kemudian adalahapakah semangat tradisi budaya itu benar-benar telah merasuk dalam kehidupanmasyarakat Jawa. Atau, apakah ritual budayatersebut hanya sekedar ‘etalase’ budayayang marak dalam waktu sesaat dan akanhilang dalam waktu sekejap saja? Kiranyajawaban pertanyaan ini berpulang kepada dirikita masing-masing sebagai penyangga sertapemilik identitas sebagai manusia Jawa,sehingga apakah nilai-nilai budaya Jawa perluuntuk tetap dilestarikan dan diwariskankepada pewarisnya?.

PenutupDengan maraknya berbagai ekspresi

budaya lokal yang tercermin dalam beberaparitual yang dilakukan warga masyarakat Jawapascagempa, sedikitnya telah mengingatkankita kepada bentuk-bentuk nilai-nilai luhurbudaya Jawa, ternyata sangat penting bagikehidupan kita. Rasa kebersamaan,kegotongroyongan, saling bantu membantu,kerukunan, serta tolong menolong, kiranyamerupakan “senjata ampuh” gunamenanggulangi berbagai permasalahan yangsedang dihadapi saat ini.

Mengembangkan Budaya Lokal Dalam Meredam Konflik Sosial (Christriyati Ariani)

Page 16: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

12

Di tengah mencuatnya berbagai ujianpersatuan dan kesatuan bangsa, sehinggamengakibatkan perseteruan, konflik sosial,bahkan disintegrasi bangsa sekalipunsemenjak pascabencana, maka nilai-nilaiperadaban budaya Jawa yangmengedepankan budaya dan etika kiranyamemang sangat diperlukan. Di saat nilai-nilaibudaya Jawa mulai terkikis oleh derasnyaombak modernitas, ternyata ia masih mampubertahan. Oleh karenanya, aspek budayalokal pada dasarnya mempunyai potensisebagai perekat bagi terciptanya keutuhansebuah bangsa. Keanekaragaman budayalokal yang tercermin dalam berbagai ritual,tradisi, serta semboyan maupun pandanganhidup, selain menjadi identitas dan jati diribagi suatu sukubangsa, ternyata mempunyaiperan yang cukup kuat dalam menciptakankerukunan, kebersamaan serta keselarasan,di antara sesama warga.

Perubahan paradigma pembangunansaat ini yang menekankan kepada otonomidaerah kiranya sangat memberi peluangterhadap tumbuh berkembangnya budayalokal termasuk budaya Jawa, sebagai salahsatu pedoman bagi kehidupan masyarakat.

Nilai-nilai dalam budaya lokal diharapkandapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukurkeberhasilan dalam pembangunan. Disamping itu, dengan memelihara,meningkatkan, serta mengembangkan budayalokal yang bersumber pada nilai-nilai adattradisi, yang selanjutnya akan membentuk danmemperkuat jati diri daerah, sertamendukung berkembangnya kemandiriandaerah, kiranya perlu dilestarikan dandiaplikasikan. Akhirnya, nilai-nilai yangterkandung dalam kekayaan budaya lokal bisamenjadi identitas dan jati diri bagi seseorang,sukubangsa serta bangsa (nation). Olehsebab itu, kehidupan yang selalu menekankankepada aspek kekerabatan (peseduluran)dengan mengedepankan sikap kebersamaan,kerukunan, kegotongroyongan, tentu akanmenghasilkan kehidupan masyarakat yangrukun, adem ayem, serta tentrem, jauh dariterjadinya konflik sosial.

Akan tetapi pertanyaan penting yangmasih perlu direnungkan dan dicarijawabannya adalah apakah sikap-sikapseperti rukun, guyub, adem ayem, tentremtersebut, harus muncul setelah bencanaterjadi?

Geertz, Clifford. 1992. Tafsir Kebudayaan. (terjemahan). Yogyakarta: Kanisius.

Keesing, Roger M. 1999. Antropologi Budaya, Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta:Erlangga.

Kuper, Adam dan Jessica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: RajawaliPress.

Kedaulatan Rakyat. 2006. “Kebangkitan Yogyakarta, Kebangkitan Indonesia”, dalam TajukRencana,Yogyakarta, 20 Juni 2006.

Daftar Pustaka

Page 17: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

13

Keberadaan Propinsi Daerah IstimewaYogyakarta sekarang ini tak lepas dariperistiwa penting di tahun 1755 adanyapembagian negara (palihan negari)Mataram Islam menjadi dua bagian,Surakarta dan Yogyakarta. Sebagai penerusMataram yang bersifat Islam, rajaYogyakarta mendapat gelar Sultan, makaPangeran Mangkubumi raja pertamamempunyai sebutan Sri Sultan HamengkuBuwana I (HB I), Sebutan tersebutmerupakan kependekan gelar yang panjangsesuai dengan amanah seorang pemimpinnegara dan keagamaan, yang sarat dengansimbol dan makna yaitu Sultan HamengkuBuwana Senapati Ingalaga AbdurrahmanSayyidin Panatagama Khalifatullah.Sebelum menjadi Sultan, HB I telahmempunyai pengetahuan tentang bagaimanamengelola suatu ‘negara’. Pengalamannyasebagai seorang pangeran Mataram (putraSunan Amangkurat IV), mau tidak mau harusmempelajari ilmu pengetahuan apa saja yangberguna, termasuk belajar agama, mengaji,dan sebagainya. Ini dilakukannya baik ketika

di Kartasura maupun kemudian pindah keSurakarta. Pengetahuan keagamaandemikian paling tidak telah memberi bekalketika harus menjadi Sultan di Yogyakarta.

Pada awal Kasultanan Yogyakarta, HBI masih melestarikan kebijakan dan aturanyang dipandang sesuai dengan pemerin-tahannya, termasuk adanya lembagaperadilan. Pada masa itu berlaku adanyalembaga-lembaga peradilan dengan namaJawa yaitu Pengadilan Pradata(menyelesaikan perkara perdata dan pidana),Surambi (agama) dan Bale Mangu (pidana,administratif, agraria). Dalam kaitan dengantopik kali ini yang akan dikemukakan adalahPengadilan Surambi atau dalam catatan-catatan yang ada di kraton disebut jugaHukum Dalem Ing Surambi dan biasadisingkat Hukum Dalem. Disebut demikiankarena lembaga ini menempati SerambiMasjid Agung, juga disebut al mahkamah alkabirah, yang menangani masalah-masalahperkawinan, kemelut rumah tangga,perceraian, gugatan cerai dari pihak istriterhadap suaminya, perolehan nafkah,

Abstrak

Pada awal berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta, dikenal adanya lembaga-lembaga peradilan, misalnya pengadilan perdata, pengadilan surambi serta BaleMangu. Pengadilan Surambi atau Hukum Dalem Surambi, merupakan pengadilanyang berhubungan dengan agama yang diketuai oleh seorang penghulu hakim.

Seorang penghulu hakim dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh empatorang anggota yang disebut dengan pathok nagara. Di kalangan Reh KawedananPangulon Kraton Ngayogyakarta sebutan pathok nagara semacam abdi dalem yangmembuat tugas penghulu hakim di Pengadilan Surambi.

Saat ini, kedudukan pathok nagara mengalami perubahan. Abdi dalem pathoknagara tidak ubahnya sebagai seorang yang dijadikan panutan oleh masyarakatsekitar, di mana ia bertugas di masjid-masjid yang menjadi milik Kraton Yogyakarta.

SEKILAS TENTANG PATHOK NAGARA

Samrotul Ilmi Albiladiyah

Sekilas Tentang Pathok Nagara (Samrotul Ilmi Albiladiyah)

Page 18: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

14

warisan, wasiat, hibah, dan sebagainya,menurut tata cara Islam.1 Sebagai catatan disini bahwa segala sesuatu yang dimiliki rajadan kerajaan disebut milik raja ataukagungan dalem. Demikian pula semuapegawai dan pembantu raja disebut abdidalem.

Pengadilan Surambi atau HukumDalem Ing Surambi di Yogyakarta diketuaioleh seorang penghulu yang disebutpenghulu hakim. Sebagai ketua iamemperoleh gelar dari Sultan: Kyai Pengulu.Kemungkinan yang menjadi penghulupertama di Yogyakarta yang diserahitanggungjawab masjid adalah Kyai PenghuluSeh Abodin.2 Dalam melaksanakan tugasnyamenangani masalah-masalah yang ada dimasyarakat, penghulu hakim dibantu olehempat orang anggota disebut pathok nagaraatau dalam bahasa halus pathok nagari.Baik penghulu hakim maupun pathoknagara termasuk abdi dalem. Dalamperkembangan selanjutnya susunankeanggotaan ini ditambah adanya beberapakhotib yang bertugas memberi khotbah dibeberapa masjid pada hari Jumat. Adapunkitab hukum yang dipakai sebagai acuan disamping Al Quran dan Hadits adalah kitab-kitab fiqih yaitu Kitab Muharrar, Mahali,Tuhpah (baca: Tuhfah), Patakulmungin (Fat-hulmu’in) dan Patakulwahab (Fat-hulwahab).Apabila benar demikian, maka tugaspenghulu hakim dan anggota-anggotanyayaitu pathok nagara dengan abdi dalem dibidang hukum, keagamaan, di masyarakatsungguh tidak ringan.

Sebutan pathok nagara di kalanganReh Kawedanan Pangulon KaratonNgayogyakarta (semacam DepartemenAgama) merupakan jabatan abdi dalem dilembaga tersebut, dan tepatnya pembantu

penghulu hakim di Pengadilan Surambi.Istilah tersebut dalam bahasa Jawa terdiridari dua kata; pathok dan nagara. Dalamkamus Baoesastra Djawa oleh W.J.S.Poerwodarminta,3 pathok (patok) artinyayaitu 1) sesuatu benda yang dapatditancapkan baik berupa kayu, bambu danlain-lain, dengan maksud untuk batas, tanda,dan sebagainya. 2) bersifat tetap tidak dapatditawar-tawar lagi, 3) tempat para perondaberkumpul, 4) sawah yang pokok, 5) –anartinya angger-angger, paugeran atauaturan, 6) dasar hukum. Sedangkan nagaraberarti negara, kerajaan, atau pemerintahan.Pathok nagara atau dalam bahasa Jawahalus pathok nagari, secara harafiah dapatberarti batas negara, namun juga dapatberarti ‘aturan (yang dianut oleh) negara’,dasar hukum negara. Suatu contoh kataangger berkaitan dengan hukum, pada masaitu ada kitab Angger Sepuluh atau AnggerSedasa merupakan undang-undang yangmengatur tentang adminstrasi dan agraria,demikian juga serat angger-angger yanglain.

Berkaitan dengan lembaga hukumtersebut, pada awal berdirinya KaratonNgayogyakarta Hadiningrat tahun 1755,mempunyai lembaga hukum bernamaPengadilan Surambi (Hukum Dalem IngSurambi) yang juga dipunyai oleh Surakarta.Di Yogyakarta lembaga ini diketuai penghuluhakim, dibantu oleh empat orang anggotabernama pathok nagara yang di Surakartabernama Ngulama. Pada perkembanganselanjutnya, susunan keanggotaanPengadilan Surambi tersebut kemudianditambah adanya ketib-ketib (baca: khotib),sebagai pembantu yang akhirnya menjadianggota pula sehingga menjadi 10 orang.

1 KRT. Nitipradja, Pengabdian Ing Pradja Ngayogjakarta’, dalam majalah Hoedyana Wara, Th.1, No.2,bln. Agustus, 1941. Dwara Warta (Krapid), Jogjakarta. hal. 66

2 G.P. Rouffaer. Vorstenlanden. Overdruk Uit Adatrechbundel XXXV, serie D, 1931 hlm 1053 W.J.S. Poerwodarminta. Baoesastra Djawa. J.B. Wolters, Uitgevers Maatschappij NV, Groningen-

Batavia, 1939, hal. 479

Page 19: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

15

Menurut catatan arsip KawedananReh Pangulon, pathok nagara merupakanjabataan (abdi dalem) rendah di suatulembaga peradilan yang diberikan oleh raja(Sultan) kepada seseorang yang dipercayamampu menguasai bidang hukum agamaIslam atau syariah. Tidak diketahui secarapasti kenapa sebutan jabatan tersebutdemikian. Penulis hanya dapat mendugabahwa hal itu berkaitan dengankeberadaannya di lembaga hukum (agama)yang berlaku di saat itu. Keberadaannya dimasyarakat sebagai tokoh panutan, sebagaikepanjangan aturan raja yang memerintahnegari (keprajan) Yogyakarta. Walaupunjabatan rendah, namun abdi dalem pathoknagara mempunyai peranan penting dalampemerintahan saat itu, karena langsungberhadapan dengan masyarakat yang penuhdengan berbagai macam permasalahan.Sesuai dengan peranan dan tugasnya yangmenyangkut kehidupan masyarakatkasultanan berdasarkan agama pada masaitu, maka sebagai abdi dalem pathoknagara pembantu penghulu hakim, harusmembekali dirinya dengan pengetahuanagama. Ia mempunyai kewajibanmencerdaskan masyarakat di bidangkehidupan beragama dan bermasyarakat.Perlu diketahui bahwa pada masa itu masapenjajahan Belanda, sehingga raja perlumembentengi rakyatnya secara jiwani,supaya berkepribadian kuat. Untuk syiaragama Islam ini maka di berbagai daerah diwilayah didirikanlah masjid-masjid yangkemudian disebut masjid kagungan dalemyang berarti masjid milik raja atau seringdisebut Masjid Sulthoni. Menurut catatanKawedanan Pangulon Keraton Yogyakarta(1981), masjid kagungan dalem di DaerahIstimewa Yogyakarta ada 78 buah, baik didalam kota maupun yang tersebar di daerah-daerah Kabupaten Sleman, Gunungkidul,Kulonprogo dan Bantul.

Dalam arsip kraton yang tersimpan diPerpustakaan Widyabudaya, pathok nagaraabdi dalem Kawedanan Pangulon

Kasultanan Yogyakarta oleh Sultanditempatkan di Mlangi Kabupaten Sleman(barat), Plosokuning Kabupaten Sleman(utara), Dongkelan Kabupaten Bantul(selatan) dan Babadan Yogyakarta (timur).Pada masa pendudukan Balatentara Jepang(1942 – 1945), Babadan ini pernahdirencanakan akan dijadikan tempat amunisiuntuk keperluan perang Jepang, sehinggabanyak penduduk yang pindah ke arah utara,kampung Kentungan, demikian jugamasjidnya. Akan tetapi rencana tersebut tidakjadi dan penduduk kembali ke Babadansemula, masjidnya pun dibangun lagi. Ditempat-tempat ini pathok nagara yangtermasuk abdi dalem Reh KawedananPangulon bertanggung jawab ataskehidupan keagamaan dalam masyarakat dankemakmuran masjid ‘milik raja’ (masjidkagungan dalem) yang ditanganinya.Walaupun jumlah masjid kagungan dalembanyak, namun hanya empat masjid itulahyang ditangani oleh pathok nagara. Dalammemakmurkan masjid, ia dibantu olehkhotib, muadzin, merbot, barjama’ah danulu-ulu. Tidak ada keterangan-keteranganyang pasti kenapa keempat abdi dalempathok nagara itu ditempatkan di Mlangi,Plosokuning, Dongkelan dan Babadan.Apabila dilihat dari pusat kerajaan keempatdesa itu berada di barat, utara, selatan dantimur. Di pusat kerajaan sendiri ada MasjidAgung sebagai masjid kerajaan yangberdekatan dengan bangunan kraton.

Ada kebiasaan orang Jawa, menurutimajinasinya bahwa jumlah 4 (empat)letaknya di dalam sebuah ruang, masing-masing menempati mata angin utama yangmengelilingi suatu titik pusat. Hal ini jugaterungkap dalam susunan lembagapemerintahan, satu ada di tengah-tengahsebagai kepala ditambah 4 (empat) beradadi sekelilingnya sebagai pembantu utama.Sebagai contohnya pemerintahan pada masakerajaan Mataram-Islam, apabila raja dudukdi singgasana, dihadap para pegawainya(abdi dalem) duduk membentuk lingkaran-

Sekilas Tentang Pathok Nagara (Samrotul Ilmi Albiladiyah)

Page 20: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

16

lingkaran konsentris.4 Menilik kebiasaaanorang Jawa yang ‘suka’ serba empatmengelilingi satu pusat, ada kemiripan denganletak-letak masjid milik raja yang menjaditanggungjawab pathok nagara. Bukankahmereka itu abdi yang bertugas membantupenghulu hakim sebagai ketua PengadilanSurambi. Pertanyaan mengenai jumlah abdidalem pathok nagara yang membantupenghulu hakim di Pengadilan Surambihanyalah empat, kemungkinan ada kaitannyadengan konsep konsentris seperti yang adadi kerajaan-kerajaan Jawa masa lalu.

Telah disebutkan bahwa abdi dalempathok nagara bertanggungjawab terhadapmasjid yang ditanganinya. Begitu eratnyaantara masjid pathok nagara ini sehinggaterucap oleh masyarakat masjid-masjid tadisebagai masjid pathok nagara. Ucapantersebut tidaklah salah, karena sebenarnyamengandung maksud masjid kagungandalem yang menjadi tanggungjawab pathoknagara. Oleh karena itu tidaklahmengherankan di sekitar tempat tersebutsampai kini masih ada pesantren, tempatbelajar agama Islam.

Setelah kemerdekaan keadaan menjadiberubah. Kerajaan-kerajaan yang semulamempunyai ‘kekuasaan’ (walaupun masihjuga di bawah kekuasaan penjajah) dengansendirinya masuk ke satu wadah karena telahterbentuk Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Kasultanan Yogyakarta jugaKadipaten Pakualaman meleburkandaerahnya ke wilayah Republik Indonesia.Walaupun Republik Indonesia baru berdirinamun sebagai negara harus mempunyaidasar negara, Undang-Undang Dasar jugakebijakan-kebijakan lainnya. Peraturan atauundang-undang pemerintah pendudukansedikit demi sedikit dirubah, termasuk dibidang peradilan.

Selanjutnya pada tanggal 29 agustus1947 Pemerintah Republik Indonesiamengeluartkan UU No 23 Tahun 1947tentang Penghapusan Pengadilan Raja(Zelfbestuursrecht-spraak) di Jawa danSumatera. Di dalamnya menyebutkan bahwasemua pengadilan raja diserahkan kepadapengadilan yang berwenang (RepublikIndonesia). Dengan demikian sejakdiberlakukan UU tersebut maka secarayuridis Pengadilan Surambi telah hapus.Walaupun tidak mempunyai kewenangan dilembaga peradilan, namun penghulu hakimdan pathok nagara secara adat masih tetapsebagai abdi dalem di Reh KawedananPangulon. Di sini kawedanan semacamdepartemen dan Kawedanan Pangulonmengurusi masalah keagamaan, masalahukhrawi. Semenjak itu pula tidak ada lagipengangkatan abdi dalem pathok nagara,namun demikian masjidnya masih ada dandimanfaatkan sampai sekarang.

4 Robert Heine Gelderen, Konsepsi Tentang Negara dan Kedudukan Raja Di Asia Tenggara(Terjemahan Deliar Noer), CV. Rajawali, 1972, hal. 11-12

Daftar Pustaka

Heine Gelderen, Robert. 1972. Konsepsi Tentang Negara dan Kedudukan Raja Di AsiaTenggara (terjemahan Deliar Noer). CV. Rajawali.

Nitipradja, KRT. 1941. Pengabdian Ing Pradja Ngayogjakarta’, dalam majalah HoedyanaWara, Th.1, No.2, bln. Agustus, 1941. Jogjakarta: Dwara Warta (Krapid).

Rouffaer, G.P. 1931. Vorstenlanden. Overdruk Uit Adatrechbundel XXXV, serie D.

Poerwodarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa. Groningen-Batavia: J.B. Wolters,Uitgevers Maatschappij NV.

Page 21: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

17

PendahuluanDalam hidup orang Jawa dikenal

adanya tiga ungkapan yang sangat pentingyaitu sandang, pangan, dan papan. Artinya,dalam hidup manusia Jawa memerlukan tigahal yang sangat penting yaitu: sandang(pakaian) untuk membalut tubuh supayaterlindung dari kedinginan, kepanasan, danuntuk estetika; pangan (makan) adalahmakanan yang harus ada untuk dimakansebagai syarat untuk bertahan hidup; danpapan (rumah atau omah) sebagai tempatberteduh atau tempat tinggal. Ketiga unsurbudaya tersebut (sandang, pangan, danpapan) merupakan simbol penting dalamkehidupan orang Jawa.

Di dalam budaya Jawa terdapatanggapan bahwa antara rumah, tanah, danpenghuninya merupakan satu kesatuan yangtak terpisahkan. Orang merasa bersatudengan rumah dan tanah tempat tinggalnya,sekaligus merasa bersatu dengan desa tempatmenetapnya. Perasaan bersatu yang demikianitu menyebabkan rasa aman dan tenteram bagiorang yang menghuni rumah tersebut.Dengan adanya perasaan demikian itu, makarumah merupakan bagian penting bagikehidupan manusia1. Karena dapur adalahbagian dari rumah, dengan sendirinya jugamemiliki hubungan yang tak terpisahkandengan penghuni rumah tersebut.

Bagi orang Jawa, karena rumahdianggap sangat penting, maka ruang-ruangdi dalam rumah ditata sedemikian rupa,sehingga ada bagian-bagian yang terbuka bagiorang luar atau tamu-tamu, dan ada pulabagian-bagian yang tabu atau harusdisembunyikan dari orang luar.

Berkenaan dengan hal tersebut, tulisanberikut ini akan memokuskan diri pada salahsatu unsur budaya Jawa, yaitu bagian daripapan, atau omah (rumah) yang disebutpawon atau dapur. Dapur, atau pawon inimempunyai arti dan fungsi yang sangatpenting dalam penyelenggaraan penyiapankebutuhan makanan, maupun penyimpanan-nya, serta kegiatan lainnya. Masalah yangmuncul adalah sampai sejauh mana manusiaJawa memaknai dan memperlakukan dapur,atau pawon guna memenuhi kebutuhan akanmakan, minum, dan kebutuhan lainnya.

Seiring dengan perkembangankehidupan manusia, berubahnya lingkunganalam, dan kemajuan teknologi, dapur ataupawon juga mengalami perkembanganbentuk, arti dan fungsi.

Arti Pawon atau Dapur dan TataLetaknya

Kata pawon merupakan sebutan untukdapur dalam masyarakat Jawa pada

PAWON DALAM BUDAYA JAWA

Sumintarsih

Abstrak

Pawon atau dapur tradisional dalam budaya Jawa merupakan representasi daritata kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, baik dari tata letaknya, fungsinya, danisinya. Pawon atau dapur tradisional juga menegaskan adanya deskriminasi seksdalam pembagian kerja.

1 Djoko Surjo, Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan: Pola Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya.Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi), 1985.

Pawon Dalam Budaya Jawa (Sumintarsih)

Page 22: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

18

umumnya. Dapur, dalam bahasa Jawadisebut pawon, mengandung dua pengertian:pertama, bangunan rumah yang khususdisediakan untuk kegiatan masak-memasakdan; kedua, dapat diartikan tungku. Katapawon berasal dari kata dasar awu yangberarti abu, mendapat awalan pa dan akhiranan, yang berarti tempat. Dengan demikian,pawon (pa+awu+an) yang berarti tempatawu atau abu. Kenyataannya memanglahdemikian, dapur atau pawon memang tempatabu (bekas pembakaran kayu/arang ditungku), sehingga dianggap sebagai tempatyang kotor. Dapur dalam kehidupan tradisionalorang Jawa, memang tempat abu, di sana-sini nampak bergelantungan sawang (jelaga)yang hitam oleh asap api. Demikian jugaperalatan memasak berwarna kehitamankarena jelaga. Kemungkinan disebabkan olehkeadaan seperti itulah (penampilan yang sebahitam dan kotor), maka di dalam susunanrumah tradisional Jawa, dapur pada umumnyaterletak di bagian belakang.

Dalam budaya Jawa menurut ParsudiSuparlan, konsep tentang sistem klasifikasimengenai alam semesta dan isinya terdapatkonsep dikotomi antara yang baik dan buruk,bersih dan kotor2. Oleh karena itu dalamsistem klasifikasi itu maka kakus (jambanatau kamar kecil) maupun dapur letaknyaselalu di belakang. Oleh karena dapurdianggap tempat kotor, maka dalam halmembuat bangunan dapur tidak begitudiperhatikan seperti halnya kalau membuatrumah induk. Menurut Daldjoeni (1985) padaumumnya bangunan dapur adalah bangunantambahan, dan biasanya bangunan dapurdibuat sesudah bangunan rumah selesai.

Dapur atau pawon sebagai bangunantambahan, tidak dianggap sebagai bangunan

pokok atau penting, dan konstruksi bangunandapur sangat sederhana. Oleh karena ituuntuk membuat dapur tidak diperlukanpersyaratan yang rumit seperti akan membuatrumah induk yang memerlukan perhitunganwaktu (primbon).

Dalam kehidupan tradisional Jawa,makan tidaklah mendapatkan perhatianpenting. Dalam Kitab Wulangreh karya PakuBuwana IV mengatakan ‘aja pijer mangannendra’ (jangan selalu makan dan tidur), dan‘sudanen dhahar lan guling” (kurangilahmakan dan tidur) menduduki tempat utamadi dalam kepustakaan orang Jawa3.Pandangan hidup orang Jawa menandaskanbahwa kekuatan seseorang bukanlahtergantung pada banyaknya makanan yangmasuk ke dalam tubuh, melainkan kepadatekat dan batin. Orang tidak akan menjadilemah tubuhnya hanya karena sedikit makan,bahkan sebaliknya, orang akan memperoleh‘kekuatan’ karena sering melaksanakan‘ngurang-ngurangi makan dan tidur(tirakat atau asketis).

Karena terpengaruh oleh pandanganhidup demikian itulah, maka dalam susunanarsitektur rumah Jawa, dapur atau pawonserta kegiatan memasak tidak mendapatperhatian khusus. Namun demikian di dalampola pikir orang Jawa, makan diartikanmenerima berkah dari Dewi Sri yang dianggapsebagai sumber rejeki4. Penghormatanterhadap Dewi Sri oleh orang Jawa semata-mata bukan diwujudkan dalam makan dankegiatan memasak, tetapi penanganan secaraserius dalam pengolahan lahan pertanian sejakawal sampai pascapanen.

Perempuan dan DapurDi dalam kehidupan tradisional Jawa,

3 Pakubuwono IV, Wulangreh Winardi. R.M Sutarto Hardjowahono, Surakarta, 1953.

2 Parsudi Suparlan, “Kebudayaan dan Tata Ruang: Struktur Kehidupan Manusia, Tradisi, dan Perubahan”.Seminar Arsitektur Tradisional di Surabaya. Jakarta: Proyek IDKD, 1986.

4 Soepanto, “Peranan Ngantenan Dalam Upacara Wiwit di Kalangan Masyarakat Petani Jawa” BungaRampai Adat Istiadat. Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, 1977.

Page 23: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

19

dapur merupakan ranah dan wewenang kaumperempuan. Oleh sebab itulah maka isteridalam kehidupan budaya Jawa disebutsebagai kanca wingking (teman yangberada dan/atau bekerja di belakang).Belakang di sini berarti di dapur. Istilah inidinilai merendahkan martabat perempuan,seakan-akan wewenang perempuan hanya didapur saja, tidak ada kemampuan untuktampil di depan.

Bahwa dapur identik dengan perempuandan menjadi ranah dan wewenangperempuan, juga tercermin misalnya kalauseorang suami yang sering ke dapur adaanggapan dalam budaya Jawa bahwa suamitersebut dinilai kurang mempercayai istri didalam mengelola dapur atau ekonomi rumahtangga. Laki-Laki atau suami seperti itudisebut dengan istilah kethuk atau cupar.Jadi dapur merupakan dunia perempuan, dansebagai ciri pengenal khusus, dapur dalamkehidupan tradisional Jawa ditekankan padakendhil dan asap. Hal ini dikuatkan denganadanya cerita rakyat Jaka Tarub5. Cerita inimelambangkan bagaimana perananperempuan di dapur, dan dapat dimaknaisuami harus percaya terhadap apapun yangdilakukan istri dalam kaitannya dengan dapur.

Sesuai dengan kedudukan perempuandi dapur dan hubungan perempuan dengandapur, maka dalam pembuatan dapur punsecara tradisional ada perhitungan-perhitungan yang berkaitan denganperempuan. Menurut Koentjaraningrat6,terdapat kepercayaan pada orang Jawabahwa dapur adalah bagian rumah yang pal-ing lemah disebabkan dapur merupakantempat perempuan, dan perempuan dianggapmahkluk yang paling lemah atau disebut liyu.

Arti kata liyu, dalam Bausastra Jawa-Indonesia (1980), dapat diartikan capai ataulelah. Dari arti kata ini dapat dimaknaibahwa bekerja di dapur akan capai/lelah.

Dalam membuat dapur atau pawon adayang masih menggunakan perhitungan-perhitungan Jawa. Misalnya, oleh karenadapur dianggap sebagai tempat perempuanmaka untuk membangun dapur harus dimulaisaat neptune nyaine (hari pasarankelahiran istri), misalnya Senin Pon, SelasaWage dan sebagainya. Supaya dalammenggunakan dapur diberi keselamatan, adajuga yang menggunakan perhitungan yaitujatuh tiba lara ( tiba = jatuh, lara = mati),jadi dapur atau pawon diartikan sebagaitempat barang mati, atau tempat buangan.

Di dalam studi perumahan tradisional,pembuatan dapur Jawa ada yang dimulaidengan perhitungan yang jatuh pada urutanliyu yang berarti lumbung. Seperti diketahuibahwa lumbung adalah tempat persediaanmakan, sedangkan pawon atau dapur adalahtempat mengolah atau memasak. Jadidiharapkan dengan perhitungan jatuh padaurutan liyu, supaya pawon atau dapur tidakpernah berhenti atau kehabisan bahanmasakan. Namun pada umumnya yang dianutadalah menghindari hari geblag (harimeninggalnya) keluarga dekat misalnya or-ang tua, suami/istri, atau anak.

Pawon dan Peralatan DapurDapur tradisional atau pawon tidak

terlepas dengan peralatan yang digunakandalam dapur tersebut, yaitu tungku tradisionalyang memiliki berbagai sebutan lokal diantaranya pawon, keren, dhingkel, luweng,atau anglo. Tungku yang disebut dhingkel

6 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa. Jakarta: P.N Balai Pustaka, 1984.

5 Dalam cerita Jaka Tarub dikisahkan Jaka Tarub memperistri seorang bidadari bernama Dewi Nawangwulan.Jaka Tarub heran kenapa beras yang ada di dalam lumbung tidak habis-habisnya. Didorong karena keingintahuannyamaka Jaka Tarub melanggar pesan istrinya agar tidak masuk ke dapur. Tetapi keingintahuan Jaka Tarub tersebutharus dibayar mahal. Karena sesudah itu beras atau padinya menjadi cepat habis dan isterinya dapat menemukanselendang yang disembunyikan di dalam lumbung ditimbuni padi. Isterinya kemudian pulang ke kayanganmeninggalkan Jaka Tarub dan anaknya.

Pawon Dalam Budaya Jawa (Sumintarsih)

Page 24: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

20

terbuat dari susunan batu bata yang berlubangsatu atau sama sekali terbuka. Bentuk lainseperti dhingkel adalah yang disebutluweng, tetapi luweng lebih panjang danmemiliki lubang tiga sampai empat danterdapat sebutan untuk masing-masing bagianyang berfungsi misal yang disebut cangkemluweng tempat untuk memasukkan kayubakar, bolongan luweng atau slowonganuntuk tempat meletakkan peralatan masak,tumang atau bibir dhingkel, dan lawihsebagai penopang (ganjel) yang diletakkanpada bibir. Peralatan tungku lainnya yangpada umumnya digunakan oleh sebagianpenduduk di daerah pedesaan adalah keren.Alat tungku yang disebut keren juga memilikibagian-bagian yang berfungsi yaitu cangkemkeren untuk meletakkan bahan bakar, danpada bagian atas bolongan keren untukmeletakkan peralatan memasak. Baikdhingkel, luweng, maupun kerenmenggunakan bahan bakar kayu, sepet,bambu, atau sampah-sampah kering.

Tungku lainnya yang juga masihdigunakan adalah anglo, yang bahanbakarnya menggunakan arang. Anglo jugamempunyai bagian-bagian yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda yaitusarangan anglo untuk tempat arang,cangkem anglo (mulut anglo) adalah tempatkita mengipaskan kipas agar api menyalalebih besar. Alat lain yang sekarang sudahmulai banyak digunakan adalah kompor.

Di dalam dapur tradisional peralatan

memasak yang pada umumnya digunakanadalah peralatan yang terbuat dari tanah liatdan anyaman bambu. Peralatan memasak daritanah liat misalnya kuali7, pengaron8,kendhil atau jemblukan9, cowek10, kekep11,genthong12. Selain peralatan dari tanah liatjuga banyak yang mengunakan peralatan daritembaga, besi, aluminium, seng, misalnyadandang, kenceng, wajan, ketel, ceret,panci. Peralatan lainnya terbuat darianyaman bambu seperti kukusan13,salang14, kalo, cething, tenggok trinil,tampah, selon15 dan dari tempurung kelapamisalnya irus, enthong, siwur; peralatan darikayu misalnya munthu, parut, enthong,gledheg atau grobog. Tempat untukmenyimpan peralatan dapur tersebut padaumumnya diletakkan pada sebuah rak kayu,atau rak bambu, atau ada yang disebut paga,bethekan atau pranjen.

Dilihat dari peralatan tungku yaitudhingkel, luweng, keren, serta perabotpawon yang sebagian besar terbuat dari tanahliat, anyaman bambu, maupun tempatmenyimpan peralatan tersebut, hampirsemuanya dengan memanfaatkan bahan-bahan yang terdapat di lingkungannya.

Dapur Tradisional dan LingkunganHidup

Dapur mempunyai peranan yangpenting, yaitu menjadi pusat kegiatan sehari-hari untuk penyediakan makan-minumkeluarga. Meskipun dapur atau pawon

9 Kendhil atau jemblukan untuk memasak air, atau merebus jamu.

11 Kekep kecil untuk tutup kendhil atau kuali, kekep besar untuk tutup adang (menanak nasi).12 Genthong tempat untuk tandhon air bersih (menyimpan air).

7 Kuali biasanya untuk memasak sayur.8 Pengaron untuk tempat air, atau untuk ngaru nasi (memasak nasi sebelum di dang).

13 Kukusan untuk adang nasi (memasak nasi dengan cara dikukus).14 Salang adalah gantungan terbuat dari siratan kulit bambu atau dari tampar untuk tempat menyimpan

makanan.

15 Selon terbuat dari bambu untuk tempat menyimpan munthu, irus.

10 Cowek peralatan untuk membuat sambal atau menghaluskan bumbu.

Page 25: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

21

menjadi pusat kegiatan, tetapi masalahkebersihan lingkungan kurang diperhatikan.Tempat pembuangan limbah air dapurbiasanya berada di samping atau di belakangdapur, dan itu biasanya tidak secara khususdibuat untuk itu. Jadi limbah dapur yangdialirkan ke belakang rumah langsung kekebun atau tegalan di belakang rumah ataudialirkan ke tempat kolam ikan. Namun adajuga yang dialirkan ke sebuah lubang(jugangan) yang dibuat secara khusus dibelakang rumah. Pembuangan air limbah didaerah pedesaan kebanyakan berpola sepertiitu. Memang terkesan tidak ada perhatianterhadap kebersihan lingkungan akan tetapidari tindakan-tindakan mereka tersembunyikearifan-kearifan lingkungan. Sepertimisalnya di daerah tertentu ada yang airlimbah dapur ditampung ke dalam ember dandimanfaatkan untuk menyiram tanamankebun atau tegalan yang ada di belakang dansamping rumah. Bahkan ada yang sebagianditampung untuk minum ternaknya. Polaseperti ini pada umumnya terdapat di daerahyang tidak tersedia cukup air atau di daerahkering16. Sedangkan dalam hal pembuangansampah ada yang dibuatkan lubang untukmenampung kemudian dibakar, apabila sudahpenuh kemudian diaduk dengan tanah yangada untuk dijadikan sebagai pupuk17, atau adayang dibiarkan sampai kering untuk bahanbakar18, ada pula yang dikumpulkan sebagianuntuk pupuk pohon pisang.

Pemanfaatan limbah dapur maupunsampah yang ada di sekitarnya menunjukkanbahwa sebenarnya ada praktik-praktik daurulang, dalam arti bahwa limbah tersebutdiproses dan dimanfaatkan untuk kebutuhanlainnya baik untuk kelestarian lingkunganmaupun kebutuhan manusia itu sendiri.

Rumah, pekarangan, serta pawon atau

dapur merupakan satu kesatuan yangmempunyai fungsi sosial. Pekaranganbiasanya digunakan untuk menanam tanamanproduktif yang dapat dimanfaatkan untukkebutuhan jangka panjang maupun jangkapendek. Untuk kebutuhan jangka panjangmisalnya tanaman keras, sedangkan tanamanjangka pendek untuk kebutuhan sehari-hari,misalnya tanaman yang disebut cepakanyaitu tanaman sayuran, atau dedaunanlainnya yang langsung dapat dimanfaatkan.Pawon atau dapur menjadi tempatmenyimpan makanan mentah dan masak(mentah mateng), dan bumbu-bumbu dapurlainnya.

Dalam hubungan ketetanggaan, masukke pekarangan, atau dapur untuk sekedarbertandang atau untuk meminta sayuran ataubumbu, merupakan hal yang biasa. Bahkandi daerah pegunungan yang berhawa dingin,masih ada kebiasaan (walaupun sekarangsudah jarang dilakukan) untuk bertandang ketetangga pada malam hari, sambil membakarketela atau jagung di dapur sambil mengobrolbersama.

Dengan berkembangnya teknologi(terutama di kota) tata ruang dapur sekarangdibangun sedemikian rupa dan menggunakanperalatan yang bukan dari tanah liat atauanyaman bambu, tetapi peralatan modernserba elektronik. Demikian juga pawon ataudapur (khusus di kota) letaknya tidak dibelakang tetapi menjadi satu sebagai bagiandari tata ruang rumah. Apabila ini dikaitkandengan kata pawon, maka konotasi dari katapawon dengan dapur menjadi tidak tepat,karena pada dapur yang modern tersebuttidak akan dijumpai timbunan abu seperti yangdijumpai pada dapur tradisional. Bergesernyapengertian pawon tersebut, tentunya akanmemberikan gambaran pula kepada kita

16 Pola seperti itu terdapat di daerah Gunung Kidul dan Kulon Progo.17 Terutama di daerah tandus Gunung Kidul.18 Terdapat di daerah Bantul, sampah ada yang digunakan untuk penyubur pohon pisang , dan sampah

kering digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak gula Jawa.

Pawon Dalam Budaya Jawa (Sumintarsih)

Page 26: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

22

mengenai tata ruang dapur di masa akandatang, dan tidak akan ada lagi diskriminasiseks yang berperan di dapur.

Ungkapan-UngkapanDi dalam kehidupan sehari-hari orang

Jawa, banyak kejadian-kejadian, atauperistiwa yang dinyatakan dengan ungkapan-ungkapan yang sebagian menggunakan dapurdan peralatannya. Pawon atau dapur dankegiatannya, ternyata menduduki tempat yangpenting. Ungkapan ‘aja nganti nggolingkendhile‘ (kendhil jangan sampai terguling)mengandung maksud agar bersikap hati-hati,hemat, cermat di dalam mengelola ekonomirumah tangga; di samping itu untukmenyatakan kondisi perekonomiannya yangsedang mengalami kemunduran. Di sinikendhil dimaknai sebagai simbol ekonomirumah tangga. Kehidupan perekonomiansuatu rumah tangga bisa dihubungkan dengankendhil. Misalnya, seorang istri yang bekerjanencari nafkah dikatakan kanggo jejegkekendhil, maksudnya untuk menambahpenghasilan supaya dapat memasak untukkeluarga. Orang yang bekerja apapun untukmendapatkan uang atau bekerja kerasdinyatakan dengan kata ‘demi kendhil’.

Kecuali dengan istilah kendhil,kesatuan perekonomian rumah tangga jugadinyatakan dengan istilah pawon. Suatukeluarga yang terpisah karena pekerjaan,yang masing-masing memerlukan pengelolaanperekonomian sendiri-sendiri, seringdikatakan mikir pawon loro. Dengandemikian istilah pawon bukan hanyamengandung pengertian bangunan khususuntuk melaksanakan kegiatan memasak,melainkan juga merupakan lambang rumahtangga 19

Peralatan dapur juga digunakan untukmenyampaikan ungkapan-ungkapan yang

maknanya sangat mengena dalam kehidupanmasyarakat sehari-hari. Ungkapan oramambu enthong irus, artinya untukmenyatakan bahwa orang lain yang tidak adahubungan keluarga, demikian juga ungkapanora mambu sega jangan20.

Sebaliknya ada ungkapan yangdinyatakan dengan hasil masakan yaitumambu-mambu yen sega mengibaratkanorang yang masih memiliki pertalian keluarga;ungkapan lain bacin-bacin yen iwak, untukmengungkapkan bahwa pada umumnyaorang itu mengutamakan keluarga sendiri .

Ungkapan adang-ngliwet, me-ngandung makna melaksanakan kerjasamauntuk mendapatkan imbalan, dan dalampembagiannya disesuaikan dengankedudukan masing-masing dalam pekerjaantersebut. Ungkapan ini juga mengandungmakna kecaman terhadap ketidakadilan, mis-sal sama-sama melakukan tugas yang samatetapi masing-masing imbalan berbeda.

Ungkapan yang ada hubungannyadengan tungku adalah lambe satumang karisemerang, artinya bibir setebal tumangtinggal setebal merang. Maksudnya adalahnasehat yang tidak dihiraukan sama sekali,ibarat bibir sampai tipis karena banyaknyamemberi nasehat, namun tak ada hasilnya.

Ungkapan tumbu oleh tutup, artinyamendapat jodoh yang sesuai, atau mendapatsahabat yang mempunyai persamaan watak.Ungkapan yang ada hubungan dengan alatdapur yaitu jenang sak layah, artinya buahpemikiran yang sudah bulat.

Dalam percakapan sehari-hari,hubungan saudara yang diperoleh karenaperkawinan disebut munthu katutan sambel.Demikian juga hubungan saudara sekerabatdari keturunan enam dan tujuh disebut udheg-udheg gantung siwur. Seseorang yangpantatnya besar dinyatakan dengan ungkapan

19 Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat, 1981.

20 Dalil Prawirodihardjo, Paribasan. Yogyakarta: Spring, tt.

Page 27: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

23

bokonge sak tampah; seseorang yang tidakbisa duduk, jalan ke sana ke mari dinyatakanbokong kukusan.

PenutupDalam budaya Jawa pawon atau dapur

selain berfungsi untuk tempat menye-lenggarakan makan minum bagi keluarga jugaberfungsi sebagai arena untuk mempererathubungan keluarga, dan tempat pertemuanbagi tetangga

Ciri-ciri pawon atau dapur tradisionaladalah pemakaian tungku tradisional danmenggunakan bahan bakar kayu, serta peralatan memasak dari tanah liat atau gerabah, darianyaman bambu, dan kayu.

Pembuangan limbah dapur, dan sampahdi sekitar lingkungan rumah pada umumnyadialirkan begitu saja atau dibuatkan lubang

Pawon Dalam Budaya Jawa (Sumintarsih)

pembuangan, dan sebagainya, ternyata adayang bersifat daur ulang, dan tersembunyikearifan-kearifan di dalam memanfaatkanlimbah dapur dan sampah di lingkungannya.

Pawon atau dapur beserta peralatan-nya mewarnai dalam tatacara kehidupansehari-hari, yang tercermin dari ungkapan-ungkapan yang terkait dengan dapur danisinya.

Oleh berjalannya waktu, serta ber-kembangnya teknologi, pawon atau dapurmungkin akan mengalami perubahan fisikmaupun isinya seperti di kota. Dengandemikian pengertian pawon, arti danfungsinya juga akan mengalami pergeseran.Bila itu terjadi maka fungsi dan makna filosofipawon akan lepas dari tata kehidupan orangJawa.

Daftar Pustaka

.Dalil Prawirodihardjo, tt. Paribasan. Yogyakarta: Spring.

Djoko Suryo, 1985. Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan: Pola Kehidupan SosialEkonomi dan Budaya. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian KebudayaanNusantara (Javanologi).

Koentjaraningrat, 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat

Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: P.N Balai Pustaka.

Parsudi Suparlan, 1986. “Kebudayaan dan Tata Ruang: Struktur Kehidupan Manusia, Tradisi,dan Perubahan”. Seminar Arsitektur Tradisional di Surabaya. Jakarta: ProyekIDKD.

Soepanto, 1977. “Peranan Ngantenan Dalam Upacara Wiwit di Kalangan MasyarakatPetani Jawa” Bunga Rampai Adat Istiadat. Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah danBudaya.

Sutarto Hardjowahono, R.M. 1953. Pakubuwono IV Wulangreh Winardi. Surakarta.

Page 28: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

24

Latar BelakangKutipan Putusan Kongres Pemuda

Pemudi Indonesian pada tanggal 28 Oktober1928 tersebut di atas, pada hakekatnya

merupakan pernyataan integrasi bangsa yangdilakukan oleh berbagai organisasi pemudapada masa lalu. Adapun organisasi pemuda

Abstrak

Berdirinya organisasi-organisasi pemuda yang bersifat kedaerahanmemperlihatkan adanya kesadaran untuk bersatu, walaupun masih bersifat terbataspada daerah masing-masing. Pada dasawarsa ke-2 abad 20, rasa kedaerahan mulaimemudar digantikan oleh keinginan untuk membentuk persatuan yang bersifatnasional. Sebagai puncak keinginan pemuda untuk membentuk persatuan yangbersifat nasional yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

Sumpah Pemuda yang diputuskan dalam Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928,mempunyai arti yang penting dalam perkembangan bangsa Indonesia. Semangatpersatuan yang dikumandangkan bersama berhasil mengatasi prasangka suku,golongan, dan budaya. Sumpah Pemuda menjiwai perjuangan nasional selanjutnyadan kehidupan bangsa Indonesia sesudah mencapai kemerdekaan.

Nilai-nilai budaya tentang persatuan dan kesatuan sebenarnya telah dimiliki dandijunjung tinggi oleh masing-masing sukubangsa di Indonesia. Nilai-nilai tersebutantara lain: 1) Nilai yang terkait pada ajaran desa mawa cara negara mawa tata; 2)Nilai yang terkait pada ajaran kiwa tengen mula matunggalan; 3) Nilai toleransi; 4)Nilai menjunjung tinggi masyarakat dan kegotongroyongan; 5) Nilai kesetiakawanandan 6) nilai tenggang rasa. Apabila nilai-nilai tersebut betul-betul bisa dilaksanakanmaka kedamaian dan ketenteraman akan terwujud di Indonesia. ‘Bhinneka TunggalIka’ bukan hanya sebagai semboyan saja, tetapi merupakan pengikat negara RepublikIndonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta dihuni beratus-ratus suku bangsa.

Putusan Kongres Pemuda Pemudi Indonesia28 Oktober 19281

Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu,Tanah Air Indonesia.

Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu,Bangsa Indonesia.

Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan,Bahasa Indonesia.

(45 tahun Sumpah Pemuda, Yayasan Gedung Bersejarah Jakarta, 1974)

1 Sudiro, 45 Tahun Sumpah Pemuda. Jakarta: Penerbit Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah, 1974, hal. 69

NILAI–NILAI KESATUAN DALAM KERAGAMAN SUKUBANGSA

Tashadi

Page 29: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

25

tersebut yakni Jong Java, Jong SumatranenBond (Pemuda Sumatera), PemudaIndonesia, Sekar Rukun, Jong IslamietenBond (Pemuda Islam), Jong Celebes, JongBatak, Pemuda Betawi, dan PerhimpunanPelajar-Pelajar Indonesia.2

Keputusan Kongres Pemuda Tahun1928 tersbut merupakan tonggak sejarahyang sangat penting dan telah mengajarkanpada kita, bahwa mendahulukan kesukuandan kedaerahan dari pada kepentingannasional dan persatuan adalah suatu tindakanyang sia-sia. Terbukti bahwa dalam berbagaiperjuangan yang dilakukan oleh bangsa kitasecara kedaerahan tanpa persatuansenantiasa gagal dan mendatangkankesengsaraan. Sehingga kita dijajah olehbangsa Belanda, Portugal, Inggris dan bangsaJepang. Sungguh suatu penderitaan yangsangat pahit dan menyedihkan.

Oleh karena itu ‘ikrar’ atau ‘SumpahPemuda’ yang diputuskan dalam KongresPemuda, 28 Oktober 1928 oleh organisasi-organisasi pemuda adalah sangat tepat danstrategis dalam memperkokoh persatuan dankesatuan untuk melawan penjajah. Akhirnyadengan mengkristalnya persatuan dankesatuan bangsa, kemerdekaan dapat direbutdari penjajah Jepang dan berkumandanglahProklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17Agustus 1945 yang diproklamasikan olehSoekarno - Hatta.

Sementara itu dalam rangkamemelihara persatuan dan kesatuan bangsapembukaan Undang Undang Dasar 1945telah menegaskan bahwa melindungi segenapbangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia dengan berdasar atas persatuandengan mewujudkan keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia. Pernyataantersebut menegaskan bahwa negara telahmenghindari segala paham golongan danmenghindari segala paham perseoranganyang dapat memecah belah negara. Prinsip

persatuan adalah di atas segalanya. Kondisiini adalah merupakan suatu nilai dasar yangtelah disepakati oleh bangsa Indonesia sejakdari awal. Kebangsaan yang kita bangun tidaktegak di atas landasan dan kepentingan sukubangsa, agama, ras, dan ikatan-ikatanprimordial, melainkan persatuan nasional itukita bangun dan tegakkan justru di ataslandasan sukubangsa berangkat darikesadaran untuk memperbaiki nasib sebagaisatu bangsa.

Selanjutnya kedudukan Warga NegaraIndonesia telah diatur sesuai hak dankewajiban yang tercantum dalam pasal-pasalUUD 1945 seperti Pasal 27, Ayat 1 yangberbunyi: ‘Segala warga negara bersamaankedudukannya di dalam hukum danpemerintahan dengan tidak ada kecualinya’3

Di samping itu hak warga negara dalammendapat pekerjaan telah dijelaskan dengantegas tanpa membedakan dari golonganmana, seperti tercakup dalam pasal 27 Ayat2 yang berbunyi: ‘ Tiap warga negara berhakatas pekerjaan dan penghidupan yang layak’.Sedang hak memeluk agama sesuaikeyakinan tercakup dalam Pasal 29, Ayat 2,dan hak memperoleh pendidikan tercakupdalam Pasal 31, Ayat 2.

Dari kenyataan tersebut, jelaslah bahwanegara sama sekali tidak membedakan antarasatu warga dengan warga lainnya. Semuawarga negara mempunyai hak yang sama.Akan tetapi di samping hak tersebut tentunyakita mempunyai tanggung jawab terhadapkewajiban, yaitu untuk mempertahankannegara seperti tercantum pada UUD 1945Pasal 30, Ayat 1. Pembelaan di sini bukanberarti dalam pengertian sempit hanyasemata-mata terhadap serangan musuh,tetapi dalam pengertian yang lebih luas yaitumemelihara negara dengan menjagakeserasian dan keselarasan hidup dimasyarakat dengan aneka ragam sukubangsa, agama, ras dan budaya.

3 UUD Tahun 1945.

Nilai-Nilai Kesatuan Dalam Keragaman Sukubangsa (Tashadi)

2 Ibid.

Page 30: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

26

Keragaman EtnikIndonesia adalah sebuah negara yang

memiliki letak strategis karena berada diantara dua benua, yakni Asia dan Ausralia,dan dua samudera yakni Samudera Hindia(Indonesia) dan Samudra Pasifik. Kondisiletak demikian sangat menguntungkan disamping juga banyak menyimpan potensiyang dapat dieksploitir untuk mengancampersatuan dan kesatuan. Potensi itu antaralain adalah faktor geografi, heteroginitas sukubangsa, agama dan kultur, kesenjanganekonomi dan sosial yang relatif lebar sertapertikaian politik ideologis.

Potensi geografis yang kaya raya,terdiri atas ribuan pulau-pulau besar dan kecil(16.000 pulau) yang membujur dari barat ketimur; dari Sabang sampai Merauke dengankekayaan alamnya yang melimpah, indah dansubur. Jumlah Sukubangsa di Indonesiaadalah 4854 dan berdasarkan propinsi,tercatat: 1. Propinsi Bali 4 sukubangsa; 2.Propinsi Bengkulu 9 sukubangsa; 3. PropinsiD.I. Aceh 11 sukubangsa; 4. Propinsi D.I.Yogyakarta 1 sukubangsa; 5. PropinsiDaerah Khusus Ibukota Jakarta 1sukubangsa; 6 Propinsi Irian Jaya5 116sukubangsa; 7. Propinsi Jambi 6 sukubangsa;8. Propinsi Jawa Barat 56 sukubangsa; 9.Propinsi Jawa Tengah 5 sukubangsa; 10.Propinsi Jawa Timur 6 sukubangsa; 11.Propinsi Kalimantan Barat 71 sukubangsa;12. Propinsi Kalimantan Selatan 10sukubangsa; 13. Propinsi Kalimantan Tengah10 sukubangsa; 14. Propinsi KalimantanTimur 29 sukubangsa; 15. Propinsi Lampung10 sukubangsa; 16. Propinsi Nusa TenggaraBarat 9 sukubangsa; 17. Propinsi Maluku7

43 sukubangsa; 18. Propinsi Nusa TenggaraTimur 46 sukubangsa; 19. Propinsi Riau8 9sukubangsa; 20. Propinsi Sulawesi Selatan

13 sukubangsa; 21. Propinsi Sulawesi Tengah13 sukubangsa; 22. Propinsi Sulawesi Utara9

20 sukubangsa; 23. Propinsi Sumatera Barat2 sukubangsa; 24. Propinsi Sumatera Selatan29 suku angsa; 25. Propinsi Sumatera Utara4 sukubangsa. Sedang Propinsi SulawesiTenggara tidak/belum terdata. Masing-masing sukubangsa tersebut memiliki adatistiadat dan budaya, serta cara hidup yangberbeda. Dengan adat istiadat dan budayatersebut mereka hidup dengan ciri khasnyamasing-masing. Mereka menata hidup untukberadaptasi dengan lingkungannya. Berbagairagam seni muncul sesuai dengan ciri khaslingkungan masing-masing yang memberikanwarna kehidupan masyarakat Indonesia.Belum lagi adanya perbedaan agama dankepercayaan yang dianut oleh masing-masingsukubangsa menambah beragamnyakehidupan di Indonesia. Adanya tingkatperkembangan masing-masing suku yangberbeda, menyebabkan ada sukubangsa yangtelah berada di kota-kota besar dan kotametropolitan. Hal ini merupakan sebuahkenyataan akan beragamnya kehidupansukubangsa negara kita Indonesia.Penggambaran ini kemudian tercermin dalamsemboyan bangsa Indonesia yakni ‘BhinekaTunggal Ika’. Semboyan ini adalah sangattepat dan merupakan tali pengikat agarmasing-masing warga atau sukubangsa ataugolongan tidak melihat dari sudut pandangsukubangsanya, golongannya ataupundaerahnya sendiri, akan tetapi hendaknyamampu melihat dengan pandangan yang lebihluas, yaitu lingkungan nasional atau bangsasehingga persatuan dan kesatuan bangsaterus tercipta.

Kebhinekaan yang ada di Indonesiatidak hanya yang menyangkut masyarakat-nya. Namun dari segi daerah pun terdapat

4 M. Yunus Melalatoa. Ensiklopedi Sukubangsa, dua jilid (Jakarta: Penerbit Depdikbud, 1995)5 Sekarang bernama Propinsi Papua dan dibagi menjadi tiga propinsi yakni Papua Barat, Tengah dan Timur.6 Sekarang terjadi pemekaran dan lahir Propinsi Banten.7 Sekarang terjadi pemekaran dan lahir Propinsi Maluku Utara.8 Sekarang terjadi pemekaran dan lahir Propinsi Bangka Belitung9 Sekarang terjadi pemekaran dan lahir Propinsi Gorontalo

Page 31: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

27

suatu perbedaan yang sangat berarti yakniantara kondisi daerah Indonesia bagian timurdan bagian barat. Untuk Indonesia bagiantimur tanahnya berawa dan kurang subur.Sedangkan untuk Indonesia bagian baratkeadaan tanahnya relatif subur dengan tanahhumus yang tebal. Hal ini mengharuskanpersatuan dan kesatuan bangsa tetap terusmenerus dibina agar dapat saling mengisisehingga pemerataan hasil pembangunan diIndonesia dapat diwujudkan. Dengan latarbelakang tersebut, maka memancingtimbulnya berbagai kerawanan danpermasalahan yang dapat menghambatpersatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karenaitu dalam naskah ini akan disajikan berbagaicontoh permasalahan yang seringmenghambat integrasi nasional yangdisebabkan ketertutupan sukubangsa baiklokasi, politik maupun kurangnya pergaulanantar sukubangsa:1. Adanya perbedaan persepsi yang

disebabkan perbedaan suku bangsa.Dalam pergaulan antar sukubangsa diIndonesia, kita masih sering memakaisudut pandang stereotipe sukubangsayang sebenarnya merupakan produkpenjajah, guna memecah belah bangsakita. Penilaian subyektif antara wargasatu sukubangsa terhadap sukubangsayang lain, misalnya orang Batak kasar,orang Madura suka berkelahi, orangJawa itu lamban, ternyata masih seringmengemuka dalam pergaulan antar sukubangsa. Sehingga berbagai pemikiransubyektif tersebut akan sangatmenghambat persatuan, kesatuan danintegrasi bangsa.

2. Perbedaan persepsi yang disebabkanperbedaan ekonomi.Perbedaan ini biasanya akan sangattajam antara sukubangsa asli dangolongan suku bangsa keturunan sepertiCina, Arab dan lain-lain. Pada umumnyagolongan sukubangsa keturunan terutamasukubangsa Cina yang tinggal di kota-kota besar adalah orang-orang yang

sukses dalam dunia bisnis. Kesuksesantersebut menyebabkan timbulnya suatukesenjangan yang tajam denganpenduduk asli. Lebih menyakitkan apabilawarga sukubangsa Cina atau sukubangsa keturunan yang sukses dalamekonomi sangat egois, sombong dan tidakmampu beradaptasi dengan lingkungan-nya. Akibatnya akan terjadikecemburuan sosial, perbuatan anarkidan sebagainya terhadap suku bangsaketurunan.

3. Perbedaan persepsi yang disebabkanperbedaan agama.Indonesia secara resmi mengakuikeberadaan dan kehidupan agama-agama resmi, dan hak kemerdekaanmemeluk agama sesuai keyakinannyatelah diatur dalam Undang UndangDasar 1945 Pasal 29, Ayat 2. Namun bagimasyarakat majemuk seperti Indonesiahubungan antar umat beragama seringmenyulut timbulnya konflik. Timbulnyaistilah seperti Kristenisasi dan Islamisasi,misalnya mewujudkan adanyakecurigaan antara umat beragama.Akibatnya hubungan antar umatberagama cenderung tidak harmonisbahkan kadang-kadang dapat terjaditindakan-tindakan kriminal yangbertentangan dengan hukum danPancasila, seperti pengrusakan rumahibadah agama lain, peculikan ataupembunuhan terhadap penganut agamalain, perbuatan anarkisme, dan isu-isuyang mendiskreditkan penganut agamalain dan seterusnya.

4. Adanya perbedaan persepsi yangdisebabkan letak geografis.Wilayah Indonesia yang terdiri dariberibu-ribu pulau dengan kekayaannyayang melimpah ruah dari Sabang sampaiMerauke, dalam kenyataannya seringterjadi konflik. Hal ini disebabkankesuburan tanah antara daerah satudengan lainnya berbeda, seperti tanah diIndonesia bagian timur keadaannya

Nilai-Nilai Kesatuan Dalam Keragaman Sukubangsa (Tashadi)

Page 32: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

28

relatif tidak subur, dan bahkan ada yangberawa-rawa, misalnya di Irian Jaya(sekarang Papua). Sedangkan keadaantanah di Indonesia bagian baratmempunyai potensi yang lebih baik dansubur. Keadaan yang demikian itu akanmenimbulkan kesulitan dalampembangunan. Sehingga pembangunan diIndonesia bagian barat akan relatifmudah dan lebih murah, sedangkan diIndonesia bagian timur relatif lebih sulitdan lebih mahal. Akibatnya pembangunandi Indonesia bagian timur belum dapatdilaksanakan secara maksimal.Kenyataan yang demikian ini telahmenimbulkan kesenjangan di antarapenduduk di dua daerah tersebut.Kesenjangan ini makin bertambah tajamdengan adanya anggapan dan persepsiyang salah seperti pembangunan hanyadiprioritaskan di Jawa. Keadaan iniakhirnya akan dapat menghambatpersatuan dan kesatuan bangsa sertapelaksanaan integrasi nasional.

Segala permasalahan yang terkaitdengan kebhinekaan atau keragaman sukubangsa tersebut di samping mempunyaipotensi-poteni yang negatif, juga mengandungpotensi-potensi yang positif. Oleh karena itumasing-masing sukubangsa yang merupakanbagian dari masyarakat Indonesia akanberusaha menyadari dan memahami latarbelakang timbulnya konflik-konflik tersebut.Selanjutnya kita tidak boleh terlena dalammasalah-masalah yang dapat mengganggupersatuan dan kesatuan bangsa. Untuk ituperlu kita perhatikan dan kita lihat berbagaihal yang dapat mewujudkan persatuan dankesaatuan serta integrasi bangsa.

Nilai-Nilai Persatuan dan KesatuanNilai-nilai budaya asli tentang persatuan

dan kesatuan sebenarnya telah dimiliki dandijunjung tinggi oleh masing-masing suku

bangsa di Indonesia. Kondisi seperti inidibuktikan dengan keadaan yang damai,tenteram dan hubungan yang harmonis diantara sukubangsa pada masa lalu. Keadaanbaru berubah, ketika penjajah datang di buminusantara ini. Nilai-nilai kerukunan, persatuandan kesatuan cenderung dikaburkan agarbangsa Indonesia terpecah belah, lemah danmudah dijajah. Politik yang sangat terkenalyang digunakan penjajah adalah ‘Politik DeVide et Impera’10. Akibatnya berbagai ajaranyang mengandung nilai-nilai persatuan dankesatuan yang dimiliki oleh sukubangsa yangada di Indonesia merupakan barang langkadan kurang dikenal oleh generasi mudakhususnya dan masyarakat pada umumnya.Oleh karena itu nilai-nilai persatuan dankesatuan perlu terus digali, dikembangkan,dan disosialisasikan agar integrasi nasionaldapat diwujudkan. Adapun nilai-nilai ituantara lain:1. Nilai yang terkait pada ajaran ‘Desa

mawa cara negara mawa tata’.11

Ajaran ini terdapat pada sukubangsaJawa yang mengandung petunjuk bagikearifan pola hubungan antara sukubangsa maupun antar wilayah ataunegara, dengan kesadaran bahwa orangdari daerah masing-masing mempunyaiadat kebiasaan dan kebudayaan yangberbeda. Kesadaran akan adanya nilaiyang berbeda tersebut menyebabkansetiap orang Jawa telah mempunyaipedoman dalam berinteraksi denganorang di luar sukubangsa untuk tidaksaling menyinggung perasaan atau salingmenyakiti. Oleh sebab itu hubungandibuat agar harmonis dengan melaluiunggah-ungguh atau subasita atau tatakrama dalam berhadapan dengan oranglain baik sesama sukubangsa, maupunantara atasan dengan bawahan atauorang tua dengan yang lebih muda.Semua itu diarahkan pada suasana

10 Politik pecah belah atau politik adu domba.11 N.N. Mengungkap Budaya Kerja Bangsa Kita. Jakarta: Depdikbud, 1994/1995

Page 33: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

29

selaras dan serasi yang digambarkanpada semboyan ‘ Leladi sesamengdumadi memayu hayuning sesami’yang berarti mengabdikan diri kepadamasyarakat guna mencapai kebahagiaansesama hidup.

2. Pada suku bangsa Bali terdapatsebuah ungkapan yang mengandungnilai persatuan yakni ‘kiwa tengenmula matunggalan’ (kiri kananmemang bersatu)12.‘Kiwa’ dikiaskan dengan golongan lemah,dan dimaksudkan kaum wanitasedangkan kata ‘tengen’ adalahgolongan kuat, maksudnya adalah kaumpria. Oleh karena itu untuk mencapaisuatu hasil yang baik atau yang dicita-citakan maka kaum yang lemah dan kuatharus dipersatukan atau yang dicita-citakan maka kaum yang lemah dan kuatharus dipersatukan atau dapat bekerja-sama. Dalam ungkapan tersebutterkandung nilai pentingnya persatuanantar kelompok mayoritas dan minoritasatau antar kelompok lemah dan kelompokkuat, meliputi antar sukubangsa, antaragama, kaya dan miskin dan lainsebagainya, agar dapat mencapai suatukondisi yang ideal dalam masyarakat.Adanya nilai-nilai persatuan ini jugadidasari akan pengetahuan bahwa setiapdaerah itu mempunyai adat istiadatsendiri. Hal ini terdapat dalam ungkapanyakni ’len tongosno len suksesmanne’.Maksudnya adanya pengakuan terhadapbudaya orang lain, sehinggamenyebabkan masyarakat Bali cepatberadaptasi dengan orang lain, yang tidaksatu suku ataupun satu paham demiintegrasinya hubungan yang baik.Bervariasinya segala kekuatan yang adadidasari bahwa bila dipersatukan akan

mendapatkan kekuatan yang tinggi gunapembangunan bangsa.

3. Nilai menjunjung persatuan denganmengembangkan sikap toleransi.Bangsa Indonesia yang terdiri daribanyak sukubangsa, dapat bersatu dalamsatu wadah kesatuan berbangsa danbernegara. Ini adalah berkat sikap darimasyarakat bangsa Indonesia sendiriyang menjunjung persatuan dankesatuan. Kendatipun mereka berasaldari latar belakang sukubangsa yangmemiliki kebudayaan berbeda-beda, akantetapi mereka sepakat untuk bersatumembentuk bangsa yang besar yaknibangsa Indonesia. Keadaan ini menjadiciri kepribadian bangsa Indonesia yangmemberikan citra pada perwujudankebudayaan Indonesia dengan budayapersatuannya.Nilai-nilai persatuan dankesatuan ini ditunjang denganmengembangkan sikap toleransi. Hal initelah dibuktikan dalam sejarah yaknidengan dikumandangkan-nya SumpahPemuda pada 28 Oktober 1928 yangmengikrarkan Satu Nusa, Satu Bangsadan satu Bahasa, yaitu Indonesia.

4. Nilai menjunjung tinggi masyarakatdan kegotongroyongan.Perbedaan-perbedaan pendapat adalahbiasa, akan tetapi perbedaan pendapat itubukan untuk dipertentangkan, melainkanuntuk dicapai suatu kesepakatan. Itulaharti musyawarah yang sesuai dengankepribadian bangsa. Dalam menghadapimasalah-masalah yang menyangkutkehidupan bersama, kita senantiasamenyelesaikan secara bersama-samapula. Hal ini tercermin dalam ungkapanyang berbunyi ‘berat sama dipikulringan sama dijinjing’. Ungkapam inimencerminkan nilai-nilai kegotong-

12 Sigit Widiyanto, Anto Akhadiyat, Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh. Jakarta: Depdikbud,1994/1995.

Nilai-Nilai Kesatuan Dalam Keragaman Sukubangsa (Tashadi)

Page 34: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

30

royongan bangsa kita yang menjiwaipersatuan dan kesatuan. Gotong royongdan musyawarah tidak mengenalkeistimewaan atau pengecualian bagiorang besar, orang berpangkat maupunorang kaya.

5. Nilai kesetiakawanan.Kesetiakawanan merupakan modaldasar dalam persatuan dan kesatuan.Kesetiakawanan yang dimaksud adalahkesetiakawanan antar sukubangsa, antaragama maupun antar kelompok ataugolongan. Bagi masyarakat yang hidupdengan beraneka ragam sukubangsa, danagama tindakan kesetiakawananmerupakan kunci bagi selaras danserasinya hubungan. Kesetiakawananperlu ditegakkan dalam rangkamewujudkan integrasi nasional. Untukmencapai integrasi nasional kita harusmampu melepaskan diri dari kepentingansukubangsa, agama, dan kelompok.Semboyan ‘ sepi ing pamrih rame inggawe’ yang berarti suka menolongdengan tidak menuntut balas harus kitalaksanakan pada seluruh wargamasyarakat di sekitar kita.

6. Nilai tenggang rasa.Nilai tenggang rasa yang dimaksudadalah sikap menempatkan diri padalingkungan sosial dan kesatuan sosial.Sikap ini sangat berguna padamasyarakat yang heterogen sepertiIndonesia. Sikap tenggang rasa sangatdiperlukan dalam kehidupan dimasyarakat, karena adanya berbagaiagama, sukubangsa dan latar belakangbudaya di Indonesia. Dengan sikaptenggang rasa tersebut segala kehidupanbermasyarakat dijamin dapat selaras danserasi. Perwujudan sikap tenggang rasadalam kehidupan masyarakat denganbudaya yang beragam akan sangatmembentuk keharmonisan. Perwujudansikap tenggang rasa tersebut seperti

menahan diri, menghormati pendapatorang lain dan sebagainya. Dengan katalain segala tindakan kita harusberorientasi pada orang di sekitar kita dantidak mementingkan diri kita sendiri.Dalam ungkapan Jawa yang berbunyi‘aja njiwit nek ora gelem dijiwit’ yangberarti jangan mencubit kalau tidak ingindicubit. Nilai yang terkandung didalamnya adalah menjaga keselarasansosial dengan tidak mendahului membuatkeributan dengan orang di sekitar kita.Nilai tenggang rasa ini merupakan saranabagi persatuan dan kesatuan bangsa sertaintegrasi nasional.

KesimpulanNegara Indonesia yang terdiri dari

beribu-ribu pulau besar dan kecil, dan dihuniberatus-ratus sukubangsa diikat oleh satusemboyan yang mampu mempersatukanbangsa. Semboyan itu tidak lain adalah‘BHINNEKA TUNGGAL IKA’.Memantapkan persatuan dan kesatuanbangsa serta mempertahankan integrasinasional merupakan agenda yang tidakkunjung usai, dalam bentangan waktu yangpanjang. Komitmen dan perjuangan untukmembangun Indonesia yang merdeka bersatuberdaulat, adil dan makmur bukan hanyamenjadi tugas generasi sekarang, tetapi jauhhari telah dilakukan oleh generasi-generasiterdahulu, dan selanjutnya menjadi tugasgenerasi-generasi yang akan datang.

Kita percaya bahwa tiada hasil karyadan warisan nilai yang lebih indah danmembahagiakan jika kelak di kemudian hariIndonesia benar-benar menjadi bangsa dannegara yang besar dan maju, di atas lahannilai dan jati diri kebangsaannya. Marilah kitasemua menjadi bagian dan upaya besarbangsa Indonesia untuk membangunkeutuhan negerinya, melawan berbagaikekuatan yang hendak memecah belahpersatuan dan kesatuan bangsa yang

Page 35: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

31

didambakan bersama. Akhirnya dalamkesempatan ini pula akan kami kutibkanpemikiran Jenderal Wiranto13 tentang ‘limalangkah strategis’ yang dapat memper-kukuh persatuan dan kesatuan, sebagaiberikut:Pertama : Membangun dan menghidupkan

terus komitmen dan kehendakuntuk bersatu. Upaya ini antaralain bisa diintensifkan melaluijalur-jalur pendidikan dan forum-forum sosialisasi.

Kedua : Menciptakan mekanismepenyelesaian konflik danmembangun berbagai kese-pakatan nilai yang akanmemudahkan pencapaiankonsensus. Kompromi dankesepakatan adalah jiwamusyawarah dan sesungguhnyajuga merupakan napasdemokrasi.

Ketiga : Membangun kelembagaan(pranata) yang berakarkan pada

Nilai-Nilai Kesatuan Dalam Keragaman Sukubangsa (Tashadi)

nilai dan norma yang menyubur-kan persatuan dan kesatuanbangsa secara struktural dankultural.

Keempat : Merumuskan kebijakan danregulasi yang konkrit, tegas dantepat dalam segala aspekkehidupan dan pembangunanbangsa, yang menjaminterwujudnya keadilan bagi semuawilayah dan kelompok-kelompokmasyarakat.

Kelima : Pengembangan karakter danperilaku kepemimpinan padasemua level interaksi dan bidangkehidupan yang mengedepankankearifan, keterbukaan, sensitifterhadap aspirasi masyarakat danresponsif terhadap segalapermasalahan yang dihadapi.

Semoga dengan dilandasi persatuan dankesatuan yang kokoh, Negara KesatuanRepublik Indonesia tetap jaya, eksis dan lestarisepanjang masa. Amin.

Jenderal Wiranto. 1999. Memantapkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Era Reformasidalam Makalah Sarasehan Kebudayaan Taman Siswa XI.

N.N.,1994/1995. Mengungkap Budaya Kerja Bangsa Kita. Jakarta: Depdikbud.

Sigit Widiyanto, Anto Akhadiyat.1994/1995. Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh.Jakarta: Depdikbud.

Sudiro, 1974. 45 Tahun Sumpah Pemuda. Jakarta: Penerbit Yayasan Gedung-GedungBersejarah.

Undang-Undang Dasar 1945.

Yunus Melalatoa, M. 1995. Ensiklopedi Suku Bangsa, dua jilid. Jakarta: Depdikbud.

Daftar Pustaka

13 Jenderal Wiranto. Memantapkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Era Reformasi dalam MakalahSarasehan Kebudayaan Taman Siswa XI , Tahun 1999.

Page 36: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

32

PengantarSudah sejak lama uang dikenal orang

sebagai alat pembayaran yang sah. Uangmempunyai arti penting dalam setiap rodaperekonomian suatu bangsa. Rasanya tidakmungkin membicarakan perkembanganperekonomian suatu negara tanpamemasukkan kata atau besaran uang,Walaupun dalam kenyataannya sampai saatini barter dan media lain juga digunakansebagai media transaksi atau sebagaisubstitusi uang. Berbicara mengenai definisiuang, ternyata sampai saat ini definisi yangpaling banyak diterima adalah uangberdasarkan fungsinya yakni sebagai alatpembayaran. Jika kita mendasarkan fungsiuang sebagai alat bayar, kenyataannyasampai saat ini banyak sekali media yangdapat digunakan sebagai alat bayar, antaralain kartu kredit, rekening giro, cek, transferdana dengan alat elektronik dan lainnya, yangsemuanya dapat digunakan sebagai alatpembayaran. Oleh karena itu, sejarah uangmempunyai kaitan yang erat dengan sejarahsuatu bangsa, termasuk sejarah uangRepublik Indonesia dan bangsa Indonesia.

Diawali dengan barang-barang yangdigunakan sebagai alat tukar (untuk barter)sampai digunakannya lembaran, kepinganataupun alat elektronik yang berfungsisebagai alat tukar ataupun alat pembayaran.Mengingat panjangnya rentang sejarah uangdi Indonesia, salah satu fenomena menariktentang uang adalah saat Indonesia mampumengeluarkan mata uang sendiri yakniOeang Repoeblik Indonesia (ORI) padabulan Oktober tahun 1946.

Mata Uang Pada Awal KemerdekaanPada hari-hari pertama sesudah

proklamasi, ekonomi Indonesia sangat kacau.Inflasi yang cukup tinggi menimpa republikyang baru berdiri. Mata uang Jepang yangberedar di masyarakat sangat banyak,diperkirakan mata uang pendudukan Jepangyang beredar mencapai lebih dari 4 milyarrupiah.1 Sampai bulan Agustus 1945 didugadi Pulau Jawa saja beredar sekitar 1,6 milyarrupiah. Jumlah itu makin bertambah setelahpasukan Sekutu menduduki beberapa kotabesar dan menguasai bank-bank. Dari bank-

Abstrak

Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia dilanda krisis ekonomi yang cukupparah. Jumlah uang Jepang yang beredar di masyarakat sangat banyak, ditambahlagi dengan uang NICA. Untuk mengatasi masalah inflasi dan juga untuk melengkapiatribut negara yang merdeka, Indonesia pada tahun 1946 tanggal 30 Oktobermengeluarkan uang sendiri yakni Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Sejak tanggalitu pula ORI dinyatakan sebagai alat pembayaran yang sah dengan dasar hukumUndang Undang No. 17 Tahun 1946 dan Undang Undang No. 19 tahun 1946. secarapolitis keluarnya ORI adalah merupakan tanda kemerdekaan dan secara ekonomissebagai usaha pemerintah untuk menyehatkan perekonomian negara.

Beredar sekitar 4 tahun saja karena keberadaan ORI berakhir tatkala pemerintahRIS mengeluarkan mata uang yang baru.

1 Intisari. No. 210, 9 Januari 1981, hal. 8

SEJARAH OEANG REPOEBLIK INDONESIA

Dwi Ratna Nurhajarini

Page 37: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

33

bank dikeluarkan lagi uang cadangansebanyak 2,3 milyar untuk biaya operasionaldan membayar pegawai. Kas pemerintah RIboleh dikatakan kosong sedang penerimaandari pajak dan bea lain masih belum berjalan.Sebaliknya pengeluaran semakin bertambah.

Pada saat Proklamasi KemerdekaanRepublik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945,di Indonesia beredar beberapa jenis matauang, yakni:1. Mata uang pemerintah Hindia Belanda2. Mata uang De Javasche Bank3. Mata uang Pendudukan Jepang.

Mata uang Pendudukan Jepang, adatiga macam, yakni:

Pertama mata uang yang sudahdipersiapkan sebelum menguasai Indonesia.Uang ini menggunakan Bahasa Belanda, DeJapansche Regeering, dengan satuanGulden, emisi tahun 1942 berkode “S”.2

Kedua, yang menggunakan bahasa Indonesia,Pemerintah Dai Nippon, emisi tahun 1943dengan satuan rupiah, dalam pecahan bernilai100 rupiah, bergambar pohon palem dandisebaliknya gambar petani dua ekor kerbau.Ketiga menggunakan Bahasa Jepang, DaiNippon Teikoku Seibu, emisi tahun 1943,satuannya pun menggunakan rupiah. Seriyang keluar kebanyakan bergambarlingkungan alam di Indonesia dan juga budayaIndonesia, seperti pada pecahan 5 rupiahbergambar rumah adat Minangkabau yakniRumah Gadang dan disebaliknyabergambar Wanita Minang yang memakaibaju adat daerahnya. Juga pada pecahan 100rupiah bergambar tokoh wayang orangArjuna dan ukiran Bali di gambar sebaliknya,sedang tokoh Gatutkaca tertera padapecahan 5 rupiah dengan gambar stupa danBudha di sisi satunya.3

Dengan masuknya tentara Sekutudalam rangka melucuti balatentara Jepang,pada tanggal 6 Maret 1946, Letnan JenderalSir Philip Christison, panglima AFNEI (AlliedForces in Netherlands Indie) menyatakanberlakunya Uang NICA (NetherlandsIndies Civil Administration). Uang yangbergambar Ratu Wilhelmina tersebut dipakaisebagai alat pembayaran yang sah bagisemua pihak (Indonesia, Belanda, dan jugaSekutu). keluarnya mata uang ini cukupmenyulitkan perekonomian Indonesia saat itu.Akibatnya adalah naiknya harga barang-barang sehingga semakin meningkatkanterjadinya inflasi di Indonesia. Kurspenukaran ditetapkan 3%, artinya setiaprupiah Jepang dapat ditukar dengan 3 senuang Nica.4

Sutan Sahrir selaku perdana menteri,memprotes tindakan Sekutu, karenapengeluaran uang tersebut berarti melanggarhak kedaulatan RI, dan juga melanggarpersetujuan yang telah disepakati.Persetujuan tersebut adalah selama situasipolitik belum mantap, tidak akan dikeluarkanmata uang baru untuk menghindarkankekacauan di bidang ekonomi dan keuangan.Pemerintah menganjurkan pada seluruhrakyatnya agar menolak uang NICA sebagaialat pembayaran.

Persiapan Menjelang Keluarnya ORIPerjuangan bangsa Indonesia pada

masa perang kemerdekaan tidak sajamembutuhkan tenaga, taktik dan strategiperjuangan, melainkan juga membutuhkandana untuk mendukung perjuangan itu. Olehkarena itu, uang menjadi salah satu kuncidalam perjuangan.

2 Uang pendudukan Jepang di Semenanjung Malaya berkode “M” dengan satuan dollar; di Pilipinaberkode “P” dengan satuan pesos; di Birma atau Myanmar berkode “B” dengan satuan rupee, dan di Oceaniaberkode “O” dengan satuan sbilling. Semua bentuk dan ukurannya relatif sama.

3 Wiratsongko (ed). Bank Notes and Coins From Indonesia. Jakarta: Perum Peruri dan Yayasan SeranganUmum 1 Maret 1949, 1991. hal. 2 dan 254 - 260

4 Intisari, No. 210, 9 Januari 1981, hal. 6

Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia (Dwi Ratna Nurhajarini)

Page 38: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

34

Pemerintah Indonesia mulai merintisdan menjajaki kemungkinan untuk membuatuang sendiri dengan membentuk sebuah timyang bertugas mencari dan meninjaubeberapa percetakan yang paling memadaiuntuk mencetak uang. Tim terdiri atasbeberapa pegawai dari percetakan G. Kolf& Co Jakarta dan wakil dari percetakan diSurabaya.

Pada tanggal 7 November 1945 dengansurat keputusan Menteri Keuangan RepublikIndonesia No. 3/RD, dibentuk “PanitiaPenyelenggara Percetakan Uang KertasRepublik Indonesia”. Tim itu diketuai olehTRB Sabarudin, adapun anggotanya adalahH.A. Pandelaki (Kementerian Keuangan),M. Tabrani (Kementerian Penerangan), S.Soegiono, E. Kusnadi (Kas Negara), S.E.Oesman dan Aoes Soeriatna (keduanya dariSerikat Buruh Percetakan G. Kolf & Co).5

Panitia itu bertugas menyelenggarakansegala sesuatu yang berkaitan denganpercetakan uang. Selain itu dibentuk pulasebuah panitia yang bertugas untukmempertimbangkan cara-cara menerima,menyimpan dan mengedarkan uang. Panitiaitu dipimpin oleh Enang Kusnadi dari KasNegara Jakarta.

Berdasarkan hasil temuan tim yangpertama, maka percetakaan uang akandilaksanakan di Surabaya. Namun belumsempat dimulai, di Surabaya terjadipertempuran yang cukup hebat (kemudianterkenal dengan sebutan pertempuran 10November 1945). Tempat percetakanakhirnya dipindahkan ke Jakarta. Di sampingmempersiapkan tempat untuk mencetak uangyang juga dikerjakan oleh panitia itu adalahmembuat klise uang dan juga membuatdesain uang. Para pelukis yang membuatdesain uang ORI yang pertama, sempatdikarantina di gedung keuangan Lapangan

Banteng selama 3 bulan.6 Uang yangdipersiapkan untuk dicetak bernilai 100rupiah, 10 rupiah, 5 rupiah, 0,5 rupiah, 10 sen,5 sen, dan 1 sen.

Ketika panitia penyelenggarapencetakan uang republik mulai bekerja,muncul permasalahan baru yakni tentangjaminan uang yang akan diedarkan. Padaumumnya pengeluaran uang memakaijaminan emas atau barang berharga lainnya,sedangkan bank di Indonesia belum sangatmemenuhi syarat-syarat tersebut. Hal itudisebabkan modal yang belum tersedia,situasi negara yang masih dalam kondisikacau karena peperangan, dan jugakurangnya tenaga ahli dalam bidangperbankan. Menghadapi permasalahan itu,Wakil Presiden Mohammad Hattamenyatakan bahwa uang baru yang akandiedarkan tidak perlu dikeluarkan oleh banktetapi oleh pemerintah. Dasar terpentingdalam peredaran uang adalah kepercayaanrakyat kepada pemerintahnya. Dengan katalain, ORI adalah uang kertas pemerintahbukan uang kertas bank. Selain itu juga tidakdidasarkan pada emas atau a-metalisme.

Menjelang akhir Desember 1945 segalasesuatu yang berkaitan dengan percetakanuang terpaksa dihentikan karena situasiJakarta yang mulai panas. Ketikapemerintahan berpindah ke Yogyakarta,beberapa ratus rim uang kertas pecahan 100rupiah yang belum diberi seri ikut pula danbeberapa karyawan yang menanganinyapindah juga ke Yogyakarta. Percetakankemudian dilanjutkan di Yogyakarta, Solo danMalang. Di Yogyakarta, percetakan uangdilanjutkan di Percetakan Yaker (Jalan LojiKecil sekarang jalan Suryotomo) dan dipercetakan Kanisius (Jalan Secodiningratansekarang Jalan Senopati). Kemudian saatYogyakarta kembali diduduki Belanda pada

5 Wiratsongko, Ibid. hal. 46 Wawancara dengan Surono tahun 19967 Dwi Ratna Nurhajarini. Oeang Repoeblik Indonesia Peranannya Dalam Perjuangan Bangsa 1946 –

1950. Yogyakarta: BKSNT, Depdikbud, 1999, hal. 38-42

Page 39: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

35

tahun 1948 – 1949, percetakan ORI dilakukandi daerah pengungsian, yakni di daerahSelopamioro, Imogiri, Bantul.7

Persiapan lain dalam rangkapenyehatan keuangan nasional juga dilakukan,yakni dengan Pinjaman Nasional yangberlangsung dari tanggal 15 Mei – 15 Juni1946. Pinjaman nasional mempunyai dua artipenting, pertama untuk menarik sebagianuang pendudukan Jepang yang ada dimasyarakat dan kedua untuk membuktikanpada dunia luar bahwa pemerintah Indonesiadipercaya dan didukung oleh rakyatnya.8

Usaha menyehatkan keuangan setelahdiadakan pinjaman nasional kemudian diikutioleh kegiatan yang lebih tegas, yakni“kewajiban menyimpan uang dalam bank”.Tindakan ini sebagai persiapan langsung daripengeluaran uang republik. Kegiatan inidilakukan beberapa kali, sampai beberapa harimenjelang keluarnya uang republik. Dansampai batas akhir kewajiban menyimpanuang dalam bank, setiap orang hanyadiperbolehkan memiliki uang tunai sebesar 50rupiah uang Jepang.

Oeang Repoeblik IndonesiaUang adalah tanda kemerdekaan

negara. Dengan ada pencetakan danmempunyai uang sendiri merupakan tindakanpolitis guna memantapkan identitas bangsadan negara. Suatu negara merdeka tidakhanya cukup dengan proklamasi, punyapemerintahan, tanah air, dan rakyat. akantetapi, juga harus mempunyai mata uangsendiri. Pernyataan Mohammad Hatta itukemudian menjadi dasar pemikiran bagipencetakan uang republik.9

Pemerintah Indonesia baru bisamengeluarkan mata uang sendiri pada tahun1946 melalui Undang-Undang No. 17/1946tanggal 1 Oktober 1946. Walaupun Undang-

Undang itu dikeluarkan tanggal 1 Oktober1946, namun pengeluaran ORI dan jugaberlakunya ORI sebagai alat pembayaranyang sah tergantung keputusan MenteriKeuangan. Lewat Surat Keputusan MenteriKeuangan No. SS/1/35 tanggal 29 Oktober1946 pukul 24.00, ORI dinyatakan berlakusebagai alat tukar yang sah pada tanggal 30Oktober 1946. Pengeluaran ORI ditandaidengan pidato radio Wakil PresidenMohammad Hatta pada tanggal 29 Oktober1946. pidato tersebut antara lain berbunyi.

“.... besok pada tanggal 30 Oktober1946, suatu hari yang mengandoeng sedjarahbagi tanah air kita. Rakjat kita menghadapipenghidoepan baroe. Besok moelai beredarOeang Repoeblik Indonesia sebagai satoe-satoenya alat pembajaran yang sah...”.10

Penerbitan atau pengeluaran ORIdimaksudkan untuk mengganti uangPendudukan Jepang dan uang HindiaBelanda. Dasar hukum penerbitan ORI selainUndang-Undang No. 17/ 1946 jugadipertegas dengan Undang-Undang no. 19/1946 tentang pengeluaran uang RepublikIndonesia. Dalam Undang-Undang No. 19/1946 antara lain ditetapkan tentang nilai tukarORI dengan uang Pendudukan Jepang danjuga dengan standar emas yang digunakanuntuk penukaran dengan mata uang asing.Sepuluh rupiah ORI ditetapkan sama denganemas murni seberat 5 gram. Penetapan itudimaksudkan untuk memberi dasar hargayang tetap atas ORI, dan sekaligus digunakansebagai dasar perhitungan yang pastiterhadap mata uang asing.11 Terhadap uangJepang, dasar penukaran ORI ditetapkansebesar 50 rupiah uang Jepang sama dengan1 rupiah ORI, untuk wilayah Jawa danMadura. Sedangkan untuk wilayah Sumatra,100 rupiah Jepang sama dengan 1 rupiahORI.

8 Revue Indonesia, No. 15, 9 Mei 19969 Kedaulatan Rakyat, 22 Maret 194610 Kedaulatan Rakyat 30 Oktober 194611 Biro Hukum dan Humas Depkeu dan PT. Asuransi Jasa Raharja, 1986

Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia (Dwi Ratna Nurhajarini)

Page 40: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

36

Perbedaan nilai tukar tersebutdidasarkan atas pertimbangan dari BPKNIPyang menduga bahwa jumlah peredaran uangyang beredar di Sumatra lebih besardibanding uang Pendudukan Jepang yangberedar di Jawa dan Madura. Di samping itutingkat penghidupan di Sumatra juga lebihtinggi dibanding dengan di Jawa.

Undang-Undang No. 19/1946 jugamemuat tentang pembagian uang sebesar 1rupiah ORI pada setiap orang, dan ditambah3 sen untuk tiap kepala keluarga.12 Uang itudimaksudkan sebagai modal untuk setiaporang. Adapun pertimbangan pemerintahmengenai jumlah uang 1 rupiah tersebutadalah dengan dasar bahwa pada saat itusetiap orang mempunyai uang tunai sebesar50 rupiah uang Pendudukan Jepang.Pembagian itu juga dimaksudkan agarmasyarakat tidak dirugikan. Sebelum tanggal25 Oktober 1946, masyarakat tidakmengetahui akan adanya pembagian ORIsebesar 1 rupiah bagi setiap jiwa itu.

ORI sejak pertama kali diedarkansampai ditarik lagi peredaran, telah terbitsebanyak lima kali. Emisi pertama ORIdicetak di Jakarta, yang ditandatangani olehMenteri Keuangan AA Maramis. Emisikedua sampai kelima dicetak di Yogyakarta(di percetakan Kanisius dan percetakanYaker), dan tatkala percetakan dikuasaimusuh terpaksa percetakan ORI dilanjutkandi daerah pengungsian, yakni di daerah KajorImogiri, Bantul. Emisi kedua ORIditandatangani oleh Menteri Keuangan Mr.Sjafruddin Prawiranegara, Yogyakarta 1Januari 1947. Mr. AA Maramis selakuMenteri Keuangan kembali membubuhkantanda tangannya pada ORI emisi yang ketiga,Yogyakarta 26 Juli 1947. Emisi ORI yangkeempat ditandatangani oleh MenteriKeuangan ad interim Mohammad Hatta,Yogyakarta 23 Agustus 1948. Dan emisikelima ORI atau emisi terakhir ditandatangani

oleh Menteri Keuangan Lukman Harun,Yogyakarta 17 Agustus 1949.

ORI menurut rencana akan diedarkandi Jawa, Madura, dan Sumatra sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah yangdikuasai oleh republik. Akan tetapi, akibatberbagai kesulitan karena terbatasnyakomunikasi dan transportasi serta adanyapertempuran di daerah, menyebabkan ORItidak bisa diedarkan secara merata di setiaptempat. Untuk mengatasi masalah itu, didaerah-daerah yang sulit dijangkau ORI,pemerintah tetap memberlakukan mata uangyang sah sebelum ORI yakni uang Jepang,Uang Pemerintah Hindia Belanda dan UangDe Javasche Bank yang dicetak sebelumtahun 1942. Oleh karena itu, di daerahSumatra tetap berlaku Uang PendudukanJepang. Untuk mengatasi kekurangan uangtunai di daerah-daerah, pemerintah pusatkemudian mengeluarkan PeraturanPemerintah No. 19/1947 tanggal 26 Agustus1947. Peraturan Pemerintah itu mengaturwewenang Pemerintah Daerah untukmenerbitkan tanda pembayaran yang sah,yang berlaku di daerah setempat. Uang yangditerbitkan pemerintah daerah ini kemudiandikenal dengan nama ORIDA (OeangRepoeblik Indonesia Daerah).

Pada awal peredarannya ORImempunyai nilai yang cukup tinggi, namunhal itu tidak lama. Karena beberapa bulansetelah ORI diedarkan, harga barang-barangmulai naik. Hal itu antara lain karena barang-barang terutama barang impor tidak ada dipasaran akibat adanya blokade ekonomi yangdilakukan oleh Belanda. Di samping itu jugamunculnya uang kertas palsu atau ORIpalsu.13 Di masyarakat. ORI palsu itudiedarkan oleh NICA, agar kedudukan ORIdi mata rakyat Indonesia menjadi jatuh.

ORI yang lahir ditengah berkobarnyaapi perjuangan mempertahankan kemer-dekaan itu disambut oleh rakyat Indonesia

12 Kementerian Penerangan. Republik Indonesia Daerah Istimewa Jogyakarta. Jogyakarta: Kempen,1955, hal. 408

13 Kedaulatan Rakyat, 14 Februari 1947

Page 41: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

37

dengan antusias. Oleh sebab itu, ketika ORIpertama kali beredar, di berbagai tempat,pembagian uang sebesar satu rupiahdilakukan dengan upacara yang khidmad.Bahkan ada juga uang republik itu yangdibungkus dengan kain merah putih dandengan selamatan. Di pusat-pusatperjuangan, uang republik disambut olehsegenap rakyat sebagai alat tukar yangmembawa pesan persatuan danperjuangan.14

Apabila dilihat dari jumlah nilainya,pembagian ORI sebesar 1 rupiah pada setiaporang itu tidak mempunyai nilai material yangbesar. Namun uang tersebut mempunyaipesan dan nilai moral yang sangat besar bagipemerintah, hal ini dapat dijadikan simbolyang bisa memperkuat kedudukanpemerintah, baik di dalam maupun di luarnegeri.

Sjafruddin Prawiranegara menegaskanbahwa ORI semula dimaksudkan sebagaisalah satu atribut negara yang merdeka danberdaulat, namun dalam kenyataannya ORItelah menjadi alat perjuangan revolusi. ORImenjadi alat yang mempersatukan tekadseluruh bangsa Indonesia untuk berjuangmenegakkan kemerdekaan. Dalam fungsinyasebagai alat mampu membiayai tegaknyakedaulatan sebuah negara, ORI dapatdisamakan dengan continental money yangdikeluarkan oleh negara-negara koloni diAmerika Serikat dalam rangka PerangKemerdekaan tahun 1776 – 1783.15

Dalam hal ini ORI telah membiayaikebutuhan negara yang baru berdiri. ORItelah ikut mendukung, mengatur administrasi,mengorganisir dan memperkuat tentara,memelihara keamanan dan ketertiban sertamengurus kesejahteraan rakyat dalamberperang melawan Belanda. Perjuangan

ORI melawan uang NICA tidak bisadipisahkan dengan perjuangan rakyatmelawan Belanda. Walaupun urusan uangtelah ada kesepakatan bersama bahwaantara kedua belah pihak tidak akanmengganggu penduduk yang menyimpanuang musuh, namun pihak Belandamelanggar kesepakatan tersebut. Daerah-daerah yang dikuasai oleh Belanda, dipaksauntuk memakai uang NICA sebagai alatpembayaran.

Dengan beredarnya dua macam matauang yakni ORI dan uang NICA, pendudukyang berada di daerah perbatasan maupundi daerah yang dikuasai oleh Belandamengalami kesulitan. Kurs yang berlaku didaerah pendudukan adalah kurs pasarterbuka, artinya nilai tukar antara ORI danuang NICA dengan cara tawar menawarmengikuti harga pasar. Nilai tukar ORIterhadap uang NICA di daerah Yogyakartapada awal tahun 1949 sangat rendah, namunkeberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949mendongkrak nilai ORI, dari 130:1 menjadi90:1. Menurut George Mc. T. Kahin16, ORIyang sederhana buatannya dengan gambarPresiden Sukarno ternyata mampumembangkitkan kekuatan besar, jauh melebihiperkiraan yang dibayangkan oleh militerBelanda. Hal itu membuktikan betapa nilaiintrinsik ORI berkaitan langsung dengankeberhasilan perjuangan bangsa sertamenjadi kekuatan riil dari Republik Indonesia.

Sadar akan arti pentingnya alatpembayaran dalam masa perjuangan,kemudian menimbulkan tindakan-tindakanperampasan yang dilakukan oleh pihakBelanda terhadap pihak Republik Indonesia.Mereka melakukan tindakan perampasanbaik di dalam kota, maupun di jalur-jalur yangada di luar kota. Tindakan lainnya adalah

14 Muhammad Hatta. Kumpulan Pidato. Jakarta: Yayasan Idayu, 1981, hal. 10515 Wiratsongko, Op.cit. hal. 1016 George Mc, Kahin. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Jakarta: UNS Press bekerjasama

dengan Sinar Harapan, 1995, hal. 501

Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia (Dwi Ratna Nurhajarini)

Page 42: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

38

apabila tentara Belanda mengetahui rakyatmempunyai ORI, maka uang tersebutdirampas dan disobek-sobek.

Adanya berbagai tekanan dan paksaanyang dilakukan oleh pihak Belanda,menyebabkan rakyat terutama parapedagang secara diam-diam mau jugamenerima uang NICA, di samping tetapmenggunakan ORI. Para pedagangumumnya mencari amannya saja, biladiketahui ada tentara Republik Indonesiadatang maka yang memiliki uang NICAsegera menyebunyikan. Sedangkan bila adapatroli dari Belanda, mereka segeramenyimpan uang ORI. Kenyataannya uangNICA hanya beredar di dalam kota, untukluar kota rakyat tetap menggunakan uangRepublk (ORI). Namun para pedagang yangada di kota terutama golongan Tionghoa, lebihsenang menerima ORI daripada menerimauang NICA. Sebab dengan ORI mereka bisamembeli beras dari petani.

Berkaitan dengan politik perjuangan diYogyakarta yang ada kaitannya dengan ORI,Sultan Hamengkubuwana IX menegaskansebagai berikut:

“... agar rakjat dan semua instansiperdjoengan menolak beredarnja wangFederal dan ambil tindakan dimana perlu.Sebaliknja Wang ORI harus dipakai sebagaisuatu mata wang jang berlaku dan harusdihargai.17.

Dengan adanya instruksi tersebut rakyatYogyakarta baik yang ada di desa maupun dikota banyak mentaatinya. Bahkan di PasarNgasem rakyat dengan gigih memper-tahankan uang ORI. Sultan juga berhasilmempengaruhi pedagang Thionghoa,sehingga golongan tersebut tidak ragu-ragumenerima ORI.18

Pihak Belanda dalam usahanya untukmenyebarkan uang NICA antara lain dengancara menggaji para pegawai yang ada didaerah pendudukan dengan uang NICA.Sebagian besar kebutuhan hidup sehari-harihanya dapat dibeli dengan ORI, maka parapegawai di daerah pendudukan harusmenukarkan uang NICA dengan ORI. UangNICA hanya dapat dibelanjakan untukmembeli benda-benda atau barang-barangseperti sabun, teh, makanan kalengan ataubenda-benda pos.19

Keberadaan ORI yang lahir dalamsuasana revolusi harus berakhir tatkalaPemerintah RIS mengeluarkan mata uangbaru. Walaupun ORI mempunyai masa edaryang relatif pendek namun keberadaannyatelah menandai sebuah era baru dalam sistemmoneter di Indonesia. Di samping itu ORIjuga berperan dalam perjuangan melawanBelanda, dan fungsi utama sebagai alatpembayaran dan alat tukar tentunya tetapmelekat pada ORI.

Ajip Rosidi, Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut Kepada Allah SWT. Jakarta: IntiIdayu Press.

Arsip Daerah No. 89.

Dwi Ratna Nurhajarini, 1999. Oeang Repoeblik Indonesia Peranannya dalamPerjuangan Bangsa 1946 – 1950. Yogyakarta: BKSNT, Depdikbud.

17 Arsip Daerah No. 8918 P.J. Suwarno. Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta 1942 – 1974:

Sebuah Tinjauan Historie. Yogyakarta: Kanisius, 1994, hal. 250 -2519 Intisari. Loc.cit

Daftar Pustaka

Page 43: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

39

Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia (Dwi Ratna Nurhajarini)

Iswardono Sp, 1981. Uang dan Bank. Yogyakarta: BPFE.

Kahin, George Mc.T., 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Jakarta: UNS Pressbekerja sama dengan Sinar Harapan.

Kementerian Penerangan, 1953. Republik Indonesia Daerah Istimewa Jogjakarta.

Mohammad Hatta, 1947. Sepoetar Pengeloearan ORI. Djakarta.

Mohammad Hatta, 1981. Kumpulan Pidato, Jakarta: Yayasan Idayu.

P.J. Suwarno, 1994. Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi PemerintahanYogyakarta 1942 – 1974: Sebuah Tinjauan Historis . Yogyakarta: Kanisius.

Wiratsongko (ed). Bank Notes and Coins from Indonesia. Jakarta: Perum Peruri danYayasan Serangan Umum 1 Maret 1949.

Surat Kabar dan MajalahKedaulatan Rakyat, 22 Maret 1946Kedaulatan Rakyat, 30 Oktober 1946Kedaulatan Rakyat, 14 Februari 1947Intisari, No. 210, 9 Januari 1981Revue Indonesia, No. 15, 9 Mei 1946

Page 44: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

40

PengantarDunia anak yang sering diidentifi-

kasikan dengan dunia bermain merupakansuatu masa yang sangat membahagiakanbagi anak. Dari bermain terbentuk prosessosialisasi secara dini. Sebab dalam bermainanak belajar mengenal nilai-nilai budaya dannorma-norma sosial yang diperlukan sebagaipedoman untuk pergaulan sosial danmemainkan peran-peran sesuai dengankedudukan sosial yang nantinya merekalakukan. Kehidupan anak identik dengan duniabermain, sehingga secara tidak langsungpermainan anak dapat digunakan sebagaipenentu jalan hidupnya serta pembentukkepribadiannya.1

Permainan tradisional anak atau yangdisebut dengan dolanan anak-anakmerupakan salah satu aset budaya bangsayang harus tetap dilestarikan. Maksud daripelestarian adalah menjaga agar permainantradisional anak tetap ada, dan akan lebih

baik lagi jika permainan tradisonal anak dapatberkembang. Artinya selain permainantradisional anak tetap hidup di masyarakatpendukungnya, juga adanya upaya agarpermainan tersebut tidak statis, namun dapatberkembang sesusai dengan perkembanganjaman. Hilangnya permainan tradisional anakselain akibat pengaruh globalisasi jugadiakibatkan oleh beberapa faktor yaitu faktorhistoris, faktor kebijaksanaan dalampendidikan formal, faktor hilangnyaprasarana, serta terdesaknya permainantradisional dengan permainan impor yang lebihmodern.

Melihat kendala yang dihadapi di atas,perlu kiranya adanya upaya agar permainananak tradisional tetap diakui, terutama olehmasyarakat pendukungnya. Permainantradisional anak mempunyai arti yang sangatpenting dalam pendidikan budaya bangsa,terutama untuk menanamkan nilai-nilai

PERMAINAN TRADISIONAL ANAK: SALAH SATUKHASANAH BUDAYA YANG PERLU DILESTARIKAN

Ernawati Purwaningsih

Abstrak

Saat ini keberadaan permainan tradisional semakin sulit diketemukan dalamkehidupan anak-anak. Anak jaman sekarang cenderung lebih suka memainkan jenis-jenis permainan ‘modern’ yang lebih memfokuskan kepada pola berfikir ataukecerdasan otak. Di sisi lain, karena keterbatasan lahan menjadikan anak semakinjarang melakukan permainan tradisional, sehingga jenis permainan tradisional punsemakin tidak dikenal dan asing baginya.

Padahal disatu sisi di dalam permainan tradisional sangat sarat dengan nilai-nilai budaya yang sangat dibutuhkan bagi perkembangan dan pendidikan anak.Nilai kebersamaan, saling tolong menolong, nilai kepemimpinan, sebenarnyamerupakan nilai budaya yang sangat penting untuk menghadapi kondisi saat ini.Oleh sebab itu, keberadaan permainan tradisional anak perlu untuk dilestarikandan disosialisasikan kepada anak sampai kapan pun.

1 Christriyati Ariani dkk. Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat DIY. Yogyakarta:Proyek P3NB, 1977

Page 45: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

41

budaya, norma sosial serta pandangan hidupdalam masyarakat dalam arti luas.

Sejarah Permainan TradisionalKata “permainan” berasal dari kata

dasar “main” yang antara lain berartimelakukan perbuatan untuk bersenang-senang.2 Berdasarkan pengertian tersebutberarti suatu permainan harus bisamenciptakan atau menimbulkan rasa senangbagi pelakunya. Apabila suatu permainantidak bisa memberikan rasa senang bagipemainnya, tidak lagi disebut sebagaipermainan.

Ki Hajar Dewantara dalam bukunyayang berjudul Tentang Frobel danMethodenya, beliau menganjurkan adanyasyarat-syarat yang diperlukan dalampermainan, khususnya permainan anak yangbertujuan untuk pendidikan. Adapun syarat-syarat untuk permainan anak adalah:1. Permainan harus menggembirakan anak

karena kegembiraan adalah pupuk bagitumbuhnya jiwa;

2. Permainan harus memberi kesempatanpada anak untuk berfantasi;. Permainanharus mengandung semacam tantangansehingga merangsang daya kreativitasanak;

3. Permainan hendaknya mengandungunsur keindahan atau nilai seni; dan

4. Permainan anak harus mengandung isiyang dapat mendidik anak ke arahketertiban, kedisplinan, sportifitas,kebersamaan.

Adapun yang dimaksud dengan“tradisional” menurut Kamus Besar BahasaIndonesia3 berasal dari kata dasar “tradisi”yang artinya antara lain “adat kebiasaan turuntemurun yang masih dijalankan”. Sedangkankata “tradisional” sendiri berarti “sikap dancara berpikir serta bertindak yang selalu

berpegang teguh pada norma dan adatkebiasaan yang ada secara turun temurun”.

Sehubungan dengan pengertian di atas,maka yang dimaksud dengan “permainantradisional” adalah segala bentuk permainanyang sudah ada sejak jaman dahulu dandiwariskan secara turun temurun darigenerasi ke generasi.

Orang tidak dapat mengetahui denganpasti bilamana mulai tumbuh danberkembangnya permainan tradisional anakdi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabiladipertanyakan lebih lanjut tentang siapapenciptanya, juga tidak dapat diketahui.Demikian juga tentang macam, jumlah,maksud semula dari permainan, semuanyatidak dapat diketahui secara pasti. Akan tetapidari cerita-cerita, data-data, serta sisa-sisaberbagai macam jenis permainan tradisionalanak yang dapat diketahui pada akhir abad19 dan permulaan abad 20 dapatlah ditelusuritentang macam, jenis, cara, peraturan, laguyang dipergunakan untuk mengiringi dan lainsebagainya.4

Dari jaman Mataram misalnya, dikenalcerita atau dongeng Raden Rangga yangsuka bermain gatheng dengan menggunakanbatu yang berukuran agak besar. Peninggalanbatu gatheng sebagai alat bermain RadenRangga hingga sekarang masih tersimpandi Kotagede. Soal kebenaran bahwa batu itubetul-betul alat bermain gatheng tidak dapatdipastikan.

Selain itu dikenal juga cerita permainanwatangan jaman Mataram seperti yangdikisahkan oleh pengarang Yasawidagdadalam bukunya yang berjudul SangkanParan. Dalam buku tersebut ditulis bahwasetiap hari Sabtu para pemuda jamanMataram suka bermain watang denganmengendarai kuda dan mengambil tempat dialun-alun. Permainan ini berunsur latihan

2 Tim Penyusun Kamus PPPB. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II. Jakarta: Balai Pustaka, 1995,hal. 614

3 Ibid. hal. 10694 Sukirman Dharma Mulya. Transformasi Nilai Budaya Melalui Permainan Anak DIY. Yogyakarta:

Proyek P3NB, 1992.

Permainan Tradisional Anak (Ernawati Purwaningsih)

Page 46: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

42

ketrampilan mengendarai kuda sambilmenyerang musuh.

Macam dan Jenis-jenis PermainanTradisional Anak

Permainan tradisional anak sebenarnyabanyak macam dan jenisnya, baik yangberwujud permainan sederhana maupun yangkompleks seperti ada gerak, lagu maupunperalatannya. Dalam buku JavaanscheMeisjespelen en Kindertiedjes karangan HOverbeck disebutkan bahwa jumlahpermainan anak dari seluruh tanah Jawasebanyak 697 permainan. Dalam SeratSaraja karangan KPA Koesoemadiningrattahun 1913 disebutkan bahwa jumlahpermainan tradisional anak sebanyak 60permainan. Selain itu ada juga berbagaisumber yang menyebutkan jumlah permainantradisional anak seperti dalam SeratTatacara dan beberapa kitab lain. Dariberbagai sumber tersebut Dharmamulyamendokumentasikan permainan tradisionalanak sebanyak 241 permainan.5

Dari sejumlah permainan tradisionalanak di atas, maka dapat digolongkan menjadi10 yaitu:1. Permainan yang pelakunya hanya anak

perempuan saja atau anak laki-laki saja,atau dapat dilakukan oleh anak laki-lakimaupun perempuan, atau dapat dilakukanoleh anak laki-laki dan perempuan secarabersama-sama;- Permaian yang pelakunya anak

perempuan saja misalnya dhakon,sumbar dulit, sumbar manik;

- Permainan yang pelakunya anaklaki-laki saja misalnya: bengkat,gobag gerit, adu kecik;

- Permainan yang pelakukan bisa anaklaki-laki maupun perempuan,misalnya: angklek, kauman, gobagsodor;

- Permainan yang pelakunya bisadilakukan bersamaan antara anak

perempuan dan laki-laki, misalnya:gulaganthi, soyung, dham-dhaman.;

2. Permainan yang pelakunya berpasangansatu lawan satu misalnya, dhakon, mul-mulan, dham-dhaman;- Permainan yang pelakunya

berkelompok seperti gobag sodor,jeg-jegan, kauman;

- Permainan yang pelakunyaperorangan seperti sobyung,layangan, pathon;

- Permainan yang pelakunya satulawan satu atau juga dapat dilakukankelompok, misalnya bengkat;

- Permainan yang pelakunyaberpasangan seperti gamparan,obrog, tembung;

3. Permainan yang memerlukan peralatan,misalnya benthik alatnya janakbenthong, sumbar alatnya kecik dansuru, layangan alat yang dibutuhkanlayang-layang;- Permainan yang memerlukan

prasarana arena tertentu sepertigobag sodor, gobag bunder,tikusan;

- Permainan yang memerlukan arenadan alat bermain seperti mul-mulan,dham-dhaman, bas-basan;

4. Permainan yang disertai dengannyanyian, misalnya jamuran, ancak-ancak alis, soyang;

5. Permainan yang diakhiri denganpemberian hukuman pada yang kalahseperti kauman, tikusan, gendiran;

6. Permainan yang menggunakan udhusehingga berakhir dengan untung danrugi, misalnya sumbar suru, sumbargarit, cithit;

7. Permainan yang dapat berakibat rusakatau hilangnya alat bermain, misalnyalayangan, pathon, adu jengkerik;

8. Permainan yang menggunakan kekuatangaib seperti nini thowong, wedhusprucul, oncit;

5 Ibid.

Page 47: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

43

9. Untuk menentukan urutan yang bermainterlebih dahulu misalnya dengan sut,kacen, hompimpah;

10. Tempat bermain bermacam-macamtergantung jenis permainannya.

Selain penggolongan permainan anaktradisional di atas, ada juga yang berpendapatbahwa aneka ragam dan bentuk permainandapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitupermainan strategi, permainan yang lebihmengutamakan kemampuan fisik, dan yangketiga permainan yang dilakukan secarabermain sambil belajar.

Menurut Ki Hadisukatno, permainantradisional anak dapat dikelompokkan dalamlima macam, yaitu:1. Permainan yang bersifat menirukan

perbuatan orang dewasa, misalnyapasaran, manten-mantenan, dhayoh-dhayohan;

2. Permainan untuk mencoba kekuatan dankecakapan, misalnya gobag sodor,gobag bunder, benthik uncal,genukan, bengkat;

3. Permainan untuk melatih panca indera,misalnya gatheng, dakon, macanan,sumbar suru, pathon, dhekepan;

4. Permainan dengan latihan bahasa,misalnya permainan anak denganpercakapan/cerita, permainan tebak-tebakan; dan

5. Permainan dengan lagu dan irama,misalnya: jamuran, cublak-cublaksuweng, ancak-ancak alis, tokung-tokung, blarak-blarak sempal;

Nilai-nilai Budaya dan ManfaatPermainan Tradisional Anak

Pada dasarnya permainan tradisionallebih banyak bersifat mengelompok yangdimainkan minimal dua orang anak,menggunakan alat permainan yang relatifsederhana serta mudah dicari, sertamencerminkan kepribadian bangsa sendiri.

Permainan tradisional merupakan hasilpenggalian dari budaya kita sendiri.6

Apabila dikaji lebih mendalam lagi,sebenarnya dalam permainan tradisionalterdapat atau mengandung unsur-unsur nilaibudaya. Kadang unsur-unsur nilai budaya itutidak terpikirkan oleh kita. Namunsebenarnya apabila kita amati dan rasakan,ternyata dalam permainan tradisional banyakunsur-unsur nilai budaya yang umumnyabersifat positif, sehingga dapat untukmembentuk kepribadian anak untuk menjadigenerasi bangsa yang berbudi luhur.

Menurut Dharmamulya7, unsur-unsurnilai budaya yang terkandung dalampermainan tradional yaitu:- Nilai kesenangan atau kegembiraan,

dunia anak adalah dunia bermain dananak akan merasakan senang apabiladiajak bermain. Rasa senang yang adapada si anak mewujudkan pula suatu fasemenuju pada kemajuan.

- Nilai kebebasan, seseorang yangmempunyai kesempatan untuk bermaintentunya merasa bebas dari tekanan,sehingga ia akan merasa senang dangembira. Dalam keadaan yang gembiradan hati yang senang, tentunya lebihmudah untuk memasukkan hal-hal baruyang positif dan bersifat mendidik.

- Rasa berteman, seorang anak yangmempunyai teman bermain tentunyaakan merasa senang, bebas, tidak bosandan dapat saling bertukar pikiran dengansesama teman. Selain itu, denganmempunyai teman berarti anak akanbelajar untuk saling mengerti pribadimasing-masing teman, menghargai temandan belajar bersosialisasi.

- Nilai demokrasi, artinya dalam suatupermainan setiap pemain mempunyaikedudukan yang sama, tidak memandangapakah anak orang kaya atau anak orangmiskin, tidak memandang anak pandai

6 Loc.cit.7 Ibid.

Permainan Tradisional Anak (Ernawati Purwaningsih)

Page 48: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

44

atau bodoh. Jadi, apabila dalam suatupermainan undiannya dengan cara sut,hompimpah atau yang lain untukmenentukan siapa yang menang dansiapa yang kalah, maka semua pemainharus mematuhi peraturan itu.

- Nilai kepemimpinan, biasanya terdapatpada permainan yang sifatnyaberkelompok. Setiap kelompok memilihpemimpin kelompok mereka masing-masing. Anggota kelompok tentunyaakan mematuhi pimpinannya.

- Rasa tanggung jawab, dalampermainan yang bertujuan untukmemperoleh kemenangan, biasanyapelaku memiliki rasa tanggung jawabpenuh, sebab mereka akan berusahauntuk memperoleh kemenangan. Apabilamenang berarti suatu prestasi yangtentunya menimbulkan rasa bangga yangpada akhirnya berpengaruh juga padapertumbuhan dan perkembangan jiwaanak.

- Nilai kebersamaan dan salingmembantu. Dalam permainan yangbersifat kelompok, nilai kebersamaan dansaling membantu nampak sekali.Kelompok akan bekerjasama dan salingmembantu untuk meraih kemenangan.Apabila antaranggota kelompok tidaksaling membantu, maka kekalahanlahyang akan diperoleh.

- Nilai kepatuhan . Dalam setiappermainan tentunya ada syarat atauperaturan permainan di mana peraturanitu ada yang umum atau yang disepakatibersama. Setiap pemain harus mematuhiperaturan itu. Jadi dengan bermain makasecara tidak langsung anak dilatih untukmematuhi suatu peraturan yang berlaku.

- Melatih cakap dalam berhitung, yaitupada permainan dhakon. Setiap pemainharus cakap menghitung.

- Melatih kecakapan berpikir, sepertidalam permainan mul-mulan, macanan,

bas-basan, para pelaku secara terusmenerus dilatih untuk berpikir pada skalaluas atau sempit, gerak langkah sekarangdan selanjutnya baik diri sendiri ataulawannya dan untuk mendapatkan suatukemenangan maka harus cermat dan jeli.

- Nilai kejujuran dan sportivitas. Dalambermain dituntut kejujuran dan sportivitas.Pemain yang tidak jujur akanmendapatkan sangsi, seperti dikucilkanteman-temannya, atau mendapathukuman kekalahan.

Permainan tradisional anak selainmempunyai unsur-unsur nilai budaya yangsedemikian banyak, juga mempunyai manfaatatau guna. Seperti apa yang dikatakan KiHajar Dewantara dalam tulisannya di majalahPusara bahwa:

Mudahlah bagi kita untuk menetapkanguna dan faedah permainan kanak-kanak itubagi kemajuan jasmani dan rohani kanak-kanak. Tubuh badannya menjadi sehat dankuat, serta hilanglah kekakuan bagian-bagiantubuh, hingga gampang dan lancar anak-anakmelakukan segala sepak terjang atau langkahlaku dengan segala tubuh badannya. Seluruhpancainderanya dapat dipergunakannyadengan sebaik-baiknya, lancar, lembut dancekatan. Selain itu permainan anak jugaberpengaruh pada timbulnya ketajamanberpikir, kehalusan rasa serta kekuatankemauan.8

Permainan anak melatih anak-anakuntuk bisa menguasai diri sendiri, menghargaiatau mengakui kekuatan orang lain, berlatihuntuk bersiasat atau bersikap yang tepat danbijaksana. Dengan demikian, permainananak sungguh bermanfaat untuk mendidikperasaan diri dan sosial, berdisiplin, tertib,bersikap awas dan waspada serta siapmenghadapi semua keadaan.

Permainan anak yang secara langsungakan diterima dengan senang hati bagi anakitu sendiri. Mereka dapat bermain,berekspresi dan bebas merdeka. Jadi anak-

8 Majalah Pusara. Mei 1941 Jilid XI No. 5

Page 49: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

45

anak bermain dengan rasa kemerdekaantanpa ada paksaan dan ini akan menjadikananak-anak mempunyai rasa percaya diri.

Permainan Tradisional Anak di EraGlobal

Kalau kita bicara tentang permainanmaka tidak bisa lepas dari anak-anak.Bermain adalah dunia anak-anak. Anak-anakdari lahir pun sudah menunjukkan bahwadunia yang paling mereka senangi adalahbermain. Sebagai contoh, ketika anak yangbaru berumur 3 bulan, maka ia sudah bisatertawa apabila diajak bermain cilukba.Permainan bermacam-macam jenisnya,tergantung usia sang anak. Dengan bermainanak akan merasa senang dan gembira.

Pada era globalisasi ini ketika teknologitumbuh pesat, permainan tradisional semakintersingkir. Permainan anak-anak sekarang(terutama yang hidup di ibukota negara,propinsi, dan bahkan kabupaten) padaumumnya cenderung bersifat individual danditinjau dari aspek finansial juga relatif mahaldibandingkan dengan permainan tradisional.Sebagai contoh, permainan yang banyakdigemari anak-anak sekarang adalah PS(Play Station). Permainan ini menggunakanteknologi tinggi, anak-anak dapat bermainsendiri atau juga dengan teman, tetapibiasanya mereka bermain sendiri. Kalausudah menghadap Play Station, anak-anaksudah asyik sekali. Bahkan, sampai malasuntuk melakukan aktivitas lainnya sepertimakan, mandi, dan apalagi belajar. Permainanmobil remote, barbie, dan permainan‘modern’ lainnya selain harganya relatif lebihmahal juga lebih bersifat individual.

Tidak dikenalnya permainan tradisionaloleh anak-anak jaman sekarang ini bukankarena kesalahan dari anak itu, akan tetapikarena dipengaruhi oleh berbagai hal antaralain, penyampaian materi. Karena permainantradisional tidak dikenalkan oleh generasisebelumnya, maka anak pun tidakmengenalnya. Seperti kata pepatah, tak kenal

maka tak sayang. Demikian juga denganpermainan tradisional, karena anak-anaksekarang tidak dikenalkan dengan permainantradisional, maka mereka pun tidak sayang.Apalagi sarana dan prasarana dari beberapapermainan tradisonal tersebut sulit didapatatau dikenali. Misalnya permainan gobagsodor yang memerlukan arena yang agakluas, dan untuk masa sekarang agak sulitdiperoleh, Demikian juga dengan permainanegrang yang membutuhkan sarana bambuuntuk bermainnya, juga sulit diperoleh.

Tersisihnya permainan tradisionalsebenarnya tidak bisa ditolak. Kemajuanteknologi di era global yang cukup pesatmembawa konsekuensi pada kemajuan diberbagai hal, termasuk jenis dan macampermainan anak. Oleh karena itu, masyarakatpendukung kebudayaan perlu menjaga ataumelestarikan serta mengembangkannya.Artinya, meski banyak permainan ‘modern’yang ditawarkan, hal ini menjadi tantanganbagi kita, terutama masyarakat pendukungkebudayaan tersebut. Paling tidak, permainantradisional yang sarat dengan nilai-nilai luhurperlu dikenali, selanjutnya permainan tersebutdapat diimprovisasi dengan keadaansekarang, sehingga permainan tradisionalakan diminati anak-anak dan tidak kalahdengan permainan ‘modern’.

Guna mengembangkan permainantradisional sebagai salah satu aset budayabangsa, maka perlu kiranya mendapatkanpehatian dari berbagai pihak. Tanpa adanyaperhatian dan campur tangan pemerintahuntuk terus melestarikan dan mengembang-kan permainan traadisional, maka permainantradisional tersebut akan hilang ditelan waktu.Demikian juga apabila pelestarian danpengembangan permainan tradisional tidakdidukung oleh masyarakat, juga akan hilangdengan sendirinya. Sebagai contoh usahapelestarian permainan tradisional yaitudengan memperkenalkan kepada siswa disekolah. Cara ini cukup efektif karena selainanak dalam kegiatan belajar, pendukung atau

Permainan Tradisional Anak (Ernawati Purwaningsih)

Page 50: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

46

pemain juga banyak, bila permainanmembutuhkan arena yang agak luas jugamemungkinkan.

Permainan tradisional yang merupakansalah salah khasanah budaya bangsa danmenjadi aset bangsa, perlu terus dilestarikan

dan dikembangkan. Tentunya ini semua tidaklepas dari usaha untuk membentukkepribadian anak-anak yang nantinya akanmenjadi penerus perjuangan bangsa, menjadimanusia yang berbudi luhur dan bisamembawa bangsa ini pada kemakmuran.

Ariani, Christriyati dkk. 1997. Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan RakyatDaerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Proyek P2NB.

Dharmamulya, Soekirman dkk. 1992. Transformasi Nilai Budaya Melalui PermainanAnak DIY. Yogyakarta: Proyek P2NB.

Majalah Pusara. Mei 1941 Jilid XI No. 5.

Tim Penyusun Kamus PPPB. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi II. Jakarta:Balai Pustaka.

Daftar Pustaka

Page 51: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

47

Wayang Sebagai Seni PertunjukanWayang adalah salah satu jenis seni

pertunjukan yang di dalamnya terkandungberbagai unsur seni, seperti seni tari, senimusik, seni drama, dan seni suara.Berdasarkan jenis peraganya, senipertunjukan wayang dapat dibedakan dalamempat macam, yaitu pertunjukan wayangdengan peraga manusia (wayang orang),pertunjukan wayang dengan peraga boneka(wayang kulit, wayang golek, wayangklithik, wayang thengul, dll.), pertunjukanwayang yang menggunakan alat peragaberupa gambar (wayang beber), danpertunjukan wayang yang tanpamenggunakan alat peraga (wayangjemblung, wayang kentrung). Unsur senitari dalam pertunjukan wayang dapat dilihatpada aktifitas sang dalang dalam menarikanwayang-wayangnya, khususnya untukpertunjukan wayang yang menggunakan alatperaga boneka, maupun aktifitas para peraga

dalam memainkan karakter tokoh yangdibawakannya, khususnya untuk pertunjukanwayang yang diperagakan oleh manusia(wayang orang). Unsur seni musik dimainkanoleh para penabuh gamelan yang mengiringijalannya pertunjukan. Unsur seni drama adadalam cerita yang dibawakan oleh sangdalang lewat karakter-karakter wayangnya.Unsur seni suara (resitasi) tampak dalamucapan sang dalang pada saat mengucapkanjanturan, dan sebagainya.1

Banyak pendapat yang menyatakanbahwa pertunjukan wayang banyakmengandung nilai-nilai luhur yang sangatbermanfaat bagi kehidupan manusia. Melaluipertunjukan wayang dapat dilihat gambarankehidupan manusia di alam semesta, sehinggasering dikatakan bahwa pertunjukan wayangmerupakan hiburan berwujud tontonan yangmengandung tuntunan untuk memahamitatanan.

WAYANG SEBAGAI TONTONAN, TUNTUNAN DAN TATANAN

Suyami

1 Djoko Surjo.Gaya Hidup Masyarakat Jawa Di Pedesaan: Pola Kehidupan Sosial, Ekonomi danBudaya. Yogyakarta: Proyek P3KN, Depdikbud, 1983, hal. 53

Abstrak

Seni pertunjukan atau teater tradisional yang berupa pertunjukan wayangmerupakan salah satu bentuk tradisi lisan yang sudah sangat tua usianya. Pertunjukanwayang kulit mempunyai banyak fungsi, yaitu sebagai penerangan dan pendidikan,sebagai refleksi nilai estetis, sebagai sarana mencari nafkah dan sebagai hiburansosial. Sebagai sarana pendidikan, wayang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan kepada masyarakat luas dan sesuatu yang disampaikan dalampesan dapat memperkaya nilai kemanusiaan dan lingkungan hidup, baik dalamdimensi kultural dan spiritual. Sekarang pertunjukan wayang cenderung lebihmemenuhi keinginan penonton dalam pemenuhan unsur hiburan (tontonan semata).Masyarakat mengharapkan dalam pementasan wayang dapat mencerminkan fungsinyasebagai tontonan, tuntunan dan tatanan.

Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan dan Tatanan (Suyami)

Page 52: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

48

Berkaitan dengan banyaknya jenis senipertunjukan wayang, maka dalampembicaraan ini dibatasi, khususnya akanmengupas mengenai seni pertunjukanwayang kulit.

Berbicara tentang seni pertunjukanwayang, khususnya wayang kulit tentunyatidak bisa lepas dari jenis-jenis wayang yangsudah ada sebelumnya.Wayang sudahmengalami perjalanan sejarah yang cukuppanjang. Dalam dunia wayang, dikenaladanya wayang purwa, wayang madya,wayang gedhog, wayang menak, wayangbabad, wayang modern, dan wayangtopeng.

Wayang purwa adalah pertunjukanwayang yang pementasan ceritanyabersumber pada kitab Mahabarata atauRamayana. Wayang tersebut dapat berupawayang kulit, wayang golek, ataupunwayang orang. Ada yang berpendapat bahwakata purwa berasal dari kata parwa yangberarti bagian dari cerita Mahabarata atauRamayana. Namun ada pula yangberpendapat bahwa kata purwa samadengan kata ‘purba’ yang berarti zamandahulu, sehingga wayang purwa diartikansebagai pertunjukan wayang yangmenyajikan cerita-cerita pada zaman dahulu.Menurut KGPAA Mangkunegara IV, yangtermasuk dalam cerita wayang purwa adalahcerita pada masa kedatangan Prabu Isaka(Ajisaka) sampai wafatnya MaharajaYudayana di Kerajaan Astina, yaitu dari tahun1-785 çaka (tahun 78-863 M). Yang termasukdalam wayang purwa meliputi wayangrontal, wayang kertas, wayang beber purwa,wayang Demak, wayang keling, wayangjengglong, wayang kidang kencana,wayang purwa gedhog, wayang kulitpurwa, wayang golek, wayang krucil atau

wayang klithik, wayang Rama, wayangkaper, wayang tasripin, wayang tambun,wayang golek purwa, wayang ukur, wayangbatu atau wayang candi, wayang sandosa,dan wayang orang.2

Wayang madya adalah kombinasiperwujudan wayang purwa dengan wayanggedhog yang ceritanya menyambungkanantara cerita zaman purwa (Ramayana danMahabarata) dengan zaman Jenggala yangmenceritakan cerita-cerita Panji. MenurutKGPAA Mangkunegara IV, wayang madyamenceritakan kisah pada masa PrabuJayalengkara, yaitu pada tahu 785-1052 çaka(tahun 863-1130 M), yang pada umumnyabersumber pada Serat Anglingdarma.3

Wayang gedhog adalah pertunjukanwayang yang ceritanya bersumber dari ceritaPanji, maupun kisah kepahlawanan padamasa kerajaan Kediri, Singasari, danMajapahit. Wayang gedhog juga seringdisebut dengan wayang Panji. Bentukwayang yang dipergunakan dalampertunjukan wayang gedhog ada yangterbuat dari kulit seperti halnya wayang kulitpurwa, ada yang berupa wayang beber, danada pula yang badannya terbuat dari kayupipih yang diukir dan disungging sepertihalnya wayang kulit purwa namun tangannyaterbuat dari kulit, yang disebut wayangklithik.4

Wayang menak adalah pertunjukanwayang yang ceritanya bersumber padacerita menak, dan wujud wayangnya terbuatdari kulit yang ditatah dan disunggingseperti halnya wayang kulit purwa. Ceritamenak yang ditampilkan dengan wayangyang terbuat dari kayu dan merupakanwayang golek disebut wayang thengul.5

Wayang babad adalah pertunjukanwayang yang ceritanya bersumber pada

2 Haryanto, S, Patiwimba Adiluhung. Sejarah dan Perkembangan Wayang. Jakarta: Jambatan, 1988, hal

41 - 953 Ibid. hal. 95 - 974 Ibid. hal. 97 - 1005 Ibid, hal. 107

Page 53: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

49

cerita-cerita babad (sejarah) setelahmasuknya agama Islam di Indonesia, antaralain kisah-kisah kepahlawanan dalam masakerajaan Demak dan Pajang. Yang termasukdalam wayang babad adalah wayangkuluk, yaitu wayang yang ceritanya khususmengambil cerita-cerita sejarah KratonYogyakarta (Mataram); wayang dupara,yang ceritanya mengambil dari babadDemak, Pajang, Mataram, hingga Kartasura;dan wayang Jawa, yang keseluruhanwayangnya memakai baju lurik.6 .

Wayang modern adalah pertunjukanwayang yang dimaksudkan dengan tujuan-tujuan tertentu. Yang termasuk dalam wayangini adalah wayang wahana, yaitupertunjukan wayang yang ceritanyabersumber pada cerita-cerita jaman sekarang,sehingga juga disebut wayang sandiwara;wayang suluh, yaitu pertunjukan wayangyang dimanfaatkan sebagai saranapenerangan; wayang kancil, yaitupertunjukan wayang yang ceritanyabersumber pada cerita kancil atau ceritabinatang, sehingga wujud wayangnya jugaberupa gambar binatang; wayang wahyu,yaitu pertunjukan wayang yang ceritanyabersumber dari kitab Injil; wayang dobel,yaitu pertunjukan wayang yang ceritanyabersumber dari kitab suci Al Qur’an; wayangPancasila, yaitu pertunjukan wayang yangbertujuan untuk memberi peneranganmengenai falsafah Pancasila, UUD’45, danGBHN dengan mempergelarkan cerita-ceritayang berhubungan dengan perjuangan bangsaIndonesia melawan penjajah Belanda sertaperistiwa-peristiwa Kemerdekaan RI;wayang sejati, yaitu pertunjukan wayangdengan semangat kebangsaan yangpenyampaiannya dengan menggunakanBahasa Indonesia; wayang Budha, adalahpertunjukan wayang yang berkaitan dengan

cerita dalam agama Budha; wayangjemblung, yaitu penyajian cerita wayangdengan Bahasa Jawa tapi tanpamenggunakan alat peraga; dhalangjemblung, yaitu penyajian cerita dengantanpa alat peraga, yang dilakukan olehsekelompok orang (4-5 orang) yang sekaligussebagai pemain dan pengiring, yangdisampaikan dalam Bahasa Jawa-Banyumas; dalang kentrung, yaitu penyajiancerita wayang (biasanya cerita babad ataucerita Panji) dengan tanpa alat peraga, dansang dalang sekaligus sebagai pengiring. Jadibercerita dan menembang sambil tangannnyaasyik memukul kentrung dan terbangsebagai pengiringnya; dan wayang sadat,yaitu pertujukan wayang yang ditampilkandalam warna Islam, dengan cerita padazaman Kerajaan Demak hingga Pajang.Bentuk wayangnya seperti halnya dalamwayang wahyu maupun dalam wayangsuluh , namun dengan busana Islam.7

Wayang topeng, adalah pertunjukan wayangyang para peraganya mengenakan topeng.8

Menurut Rasser (dalam Soedarsonodan Bakdi Sumanto), pertunjukan wayangkulit Jawa sebelumnya merupakan suatupertunjukan ritual untuk mengundang rohnenek moyang turun ke bumi agar menolongketurunannya yang masih hidup di dunia.

Sebagaimana diungkapkan olehHaryono (1999), pertunjukan wayang sudahada sejak abad VIII M, yang dalam prasastiKuti (840 M.) disebut dengan kata haringgit.Ketika itu pertunjukan wayang masih bersifatsakral, yaitu disebutkan mawayang buatthyang. Hal itu sebagaimana terungkap dalamprasasti Wukajaya dari masa Balitung, dimana tertulis si galigî mawayang buatthyang (si Galigi memainkan wayang untukHyang). Dari ungkapan tersebut dapatditafsirkan bahwa orang memainkan wayang

6 Ibid. hal. 114 - 1167 Ibid. hal. 117 - 1298 Ibid. hal. 129 - 143

Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan dan Tatanan (Suyami)

Page 54: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

50

bukan untuk dinikmati sesama manusia,melainkan semata-mata buat Hyang (rohleluhur). Hal ini sebagaimana yang masihberlaku di Bali,9 yang disebut wayang lemah,dan khusus dimainkan pada siang hari,berhubungan dengan kegiatan keagamaantertentu. Dalam kegiatan tersebut dalangtidak peduli jika tidak ada seorang pun yangmenonton, dia akan tetap mendalang denganpenuh semangat, karena baginya mendalanguntuk para leluhur. Hal itu sebagaimanadiungkapkan oleh A. A. M. Djelantik ketikaditanya oleh seorang pengunjung dari luarnegeri yang sangat terkesan oleh semangatyang meluap dari sang dalang padahal tidakada orang yang menontonnya “Mengapatidak ada yang menonton?” yang dijawaboleh A. A. M. Djelantik “sebenarnya sangdalang memainkan wayang di hadapan paraleluhur kita yang berada di sini, tetapi kitatidak bisa melihatnya”.

Pada masa itu belum jelas benar mediaapa yang dipergunakan untuk pertunjukanwayang. Informasi yang mengungkapkanbahwa pertunjukan wayang menggunakanmedia kulit baru diperjelas pada sekitar abadXI-XII sebagaimana dinyatakan di dalamkitab Arjunawiwaha, di mana tertulis“hanonton ringgit manangis asêkêl mudahidêpn huwus wruh towin yan walulanginukir molah mangucap...”. Kalimattersebut menjelaskan bahwa wayang dibuatdari kulit (lulang) yang diukir dapat bergerak(digerakkan) dan berucap.10 Dalam hal itubelum jelas benar mengenai bagaimanabentuk pengukiran wayang kulit tersebut.Namun menurut Haryanto, sebelum zamanDemak, bentuk wayang kulit seperti wujudgambaran tubuh manusia.11

Dengan masuknya agama Islam,menurut ajaran Islam, penggambaran yangbersifat wujud manusia itu bertentangandengan agama dan ajaran Islam, karenadinilai menyamai atau setidaknya mendekatikekuasaan Tuhan. Hal itu termasuk dosabesar, kemudian para wali mengubah bentukwayang agar tidak begitu menyerupai bentukwujud manusia, sehingga akhirnyaterbentuklah wujud wayang seperti yangtampak sekarang ini.12

Makna Filosofis Dalam TradisiPergelaran Wayang

Secara tradisi, pergelaran wayang kulitdilakukan semalam suntuk, yaitu dari pukul21.00-06.00, yang dibagi menjadi tigatahapan, yaitu 1) pathet nem yangberlangsung dari pukul 21.00 hingga pukul24.00; 2) pathet sanga berlangsung daripukul 24.00 hingga pukul 03.00 ; dan pathetmanyura yang berlangsung dari pukul 03.00hingga pukul 06.00. Menurut dalang mudaKi R.T. Ir. Warsena, M. Si. (Slank),pembagian tahapan dalam pergelaranwayang kulit yang menjadi tiga bagian (patetnem, patet sanga, dan patet manyura) itumelambangkan tiga tahapan dalamkehidupan manusia yaitu masa lahir (patetnem), masa dewasa (patet sanga), danmasa kematian (patet manyura).

Dalam pergelaran wayang kulit, tahapanpatet nem ditandai dengan penancapangunungan yang condong ke kiri, tahapanpatet sanga ditandai dengan penancapangunungan tegak lurus, dan patet manyuraditandai dengan penancapan gunungancondong ke kanan.

9 Djelantik, A.A.M. Seni Pertunjukan Ritual dan Politik dalam Gelar: Jurnal Ilmu dan Seni. Surakarta:STSI, 1999, hal. 12

10 Timbul Haryono. Sekilas Tentang Seni Pertunjukan Masa Jawa Kuna: Refleksi dari Sumber-Sumber

Arkeologis dalam JAWA Majalah Ilmiah Kebudayaan Vol. I. Yogyakarta: Yayasan Studi Jawa, 1999, hal 10511 Opcit. Haryanto. Hal 2912 Ibid. hal. 31 dan 49

Page 55: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

51

Sesuai dengan adegan-adegannya,tahapan patet nem melambangkan kehidupanmanusia pada masa kanak-kanak. Padaadegan kedhaton, di mana raja yang selesaibersidang diterima oleh permaisuri untukbersantap bersama diartikan sebagailambang bayi yang baru lahir untuk disambutdi pangkuan sang ibu. Adegan paseban jawidiartikan melambangkan kehidupan seoranganak yang mulai mengenal dunia luar. Adeganjaranan yang ditampilkan dengan pasukanbinatang diartikan melambangkan watakanak, bahwa anak yang belum dewasamemiliki sifat-sifat seperti binatang. Adeganperang ampyak diartikan melambangkanperjalanan kehidupan seorang anak yangsudah beranjak dewasa, mulai menghadapibanyak kesulitan dan hambatan. Akhir dariperang ampyak menunjukkan semuakesulitan dan hambatan dapat diatasi denganbaik. Adegan sabrangan (adegan raksasa)diartikan melambangkan seorang anak yangsudah dewasa namun masih mempunyaiwatak-watak yang dominan dalamkeangkaramurkaan, emosional, dan nafsu.Adegan terakhir dalam patet nem adalahperang gagal, yaitu suatu perang yangbelum berakhir dengan suatu kemenangan.Adegan ini melambangkan suatu tataranhidup yang belum mantap, karena belummempunyai tujuan yang pasti.13

Adegan pada patet sanga terdiri dariadegan goro-goro, adegan pertapaan ataupandhita, adegan perang kembang, danadegan sintren. Adegan goro-goro adalahadegan yang paling meriah danmenyenangkan. Adegan ini diartikan bahwaketika manusia menginjak dewasa, hidup initerasa sangat indah dan menyenangkan.Adegan pandhita adalah adegan pertemuanantara seorang pendeta di pertapaan denganseorang ksatriya. Adegan ini melambangkan

suatu masa di mana manusia sudah mulaimencari guru untuk belajar ilmu pengetahuan.Adegan perang kembang adalah perangantara raksasa melawan seorang ksatria yangdiiringi punakawan. Adegan perangkembang melambangkan suatu tataran dimana manusia sudah mulai mampu danberani memenangkan atau mengalahkannafsu-nafsu angkaramurka. Adegan sintrenadalah adegan yang menggambarkan seorangksatria sudah menetapkan pilihannya dalammenempuh hidupnya. Adegan tersebutmelambangkan tataran di mana manusiasudah mampu menentukan pilihan dalamhidupnya.14

Adegan pada patet manyura terdiri darijejer manyura, perang brubuh, dan tancepkayon. Dalam jejer manyura diceritakanbahwa tokoh utama di dalam lakon sudahberhasil dan mengetahui dengan jelas tentangtujuan hidupnya. Adegan ini melambangkantataran kehidupan manusia, di mana manusiasetelah berhasil menentukan pilihan dalamhidupnya, lalu bertekat untuk menggapaitujuan hidupnya tersebut. Adegan perangbrubuh disebut pula adegan perang ageng(perang besar) karena merupakan perangyang paling besar, dengan banyak korbanyang berjatuhan. Perang ini diakhiri dengankemenangan di pihak ksatria. Adegan inimelambangkan bahwa di sini manusia sudahdapat menyingkirkan segala rintangan danberhasil menumpas segala hambatan gunamencapai tujuan yang diinginkan. Setelahadegan ini kemudian dilanjutkan dengantancep kayon sebagai penutup bagipergelaran wayang tersebut, yaitu kayonditancapkan di tengah-tengah kelir lagisebagaimana halnya ketika pergelaranwayang belum dimulai. Adegan tancepkayon ini melambangkan proses maut, yaitumanusia sudah meninggalkan alam fana,

13 Kanti Waluya, Dunia Wayang: Nilai Estetis, Sakralitas dan Ajaran Hidup. Yogyakarta; Pustaka

Pelajar, 2000, hal. 37 - 4114 Ibid. hal 41 - 4415 Ibid. hal 45 - 46

Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan dan Tatanan (Suyami)

Page 56: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

52

menuju ke alam baka yang kekal dan abadi.15

Pada akhir pertunjukan wayang kulit purwasering kali dimainkan tarian wayang golekwanita (wayang boneka dari kayu yangdalam Bahasa Jawa disebut ‘golek’) yangmenyiratkan suatu anjuran agar parapenonton nggoleki (mencari) makna atauajaran dari pergelaran wayang tersebut. Adapula yang tidak memainkan boneka kayu,melainkan menarikan tokoh ksatriapemenang, biasanya tokoh Werkudara, yangdisebut tayungan.

Tontonan, Tuntunan dan TatananWayang adalah refleksi dari budaya

Jawa, dalam arti pencerminan dari kenyataankehidupan, nilai dan tujuan kehidupan,moralitas, harapan, dan cita-cita kehidupanorang Jawa. Melalui cerita wayangmasyarakat Jawa memberi gambarankehidupan mengenai bagaimana hidupsesungguhnya dan bagaimana hidup ituseharusnya. Cerita wayang dan karaktertokoh-tokoh wayang mencerminkan sebagiandari situasi konkret dalam kenyataan hidupmasyarakat Jawa.16

Berdasarkan uraian seperti tersebut diatas, di sini dapat dikatakan bahwa senipertunjukan wayang merupakan tontonanyang sekaligus juga berfungsi sebagaituntunan. Wayang mengandung tuntunanyang sangat tinggi, yang bisa menuntun danmembentuk jiwa manusia untuk menjadi arifdan berakhlak mulia. Misalnya dari lakonnya,apapun lakon wayang yang dimainkan, pihakyang baik dan benar pasti akan bisamengalahkan pihak yang jahat. Hal itu bisamendorong manusia untuk menghindari niatdan sifat jahat, karena akhirnya kejahatanakan dikalahkan oleh kebenaran dankebaikan. Berbagai tokoh wayangmenggambarkan sifat dan perwatakanmanusia tertentu, yang bisa menjadi cerminbagi sifat dan perwatakan manusia. Tahapan

penceritaannya menggambarkan cerminkehidupan rohani manusia. Perangkatpergelarannya merupakan cermin gambarankehidupan di alam semesta. Harmonisasibunyi gamelan dan pengiringnya merupakangambaran keharmonisan kehidupan manusiadi alam semesta, walaupun berbeda-bedabentuk dan sifat bunyinya, jika dibunyikansesuai dengan aturan akan terdengarkombinasi bunyi yang sangat harmonis dandamai. Begitu halnya dengan manusia, bahwadengan perbedaan dan keanekaragamannya,jika semuanya menjalankan hidup sesuaidengan aturan yang berlaku, pasti kehidupanini akan terasa damai dan menyenangkan.Suara dalang dalam pocapan maupunperlakuannya terhadap para tokoh wayangmerupakan gambaran takdir kehidupanmanusia, sehingga dalam budaya Jawadikenal pepatah “urip mung sadermanglakoni, manungsa mung kinarya ringgitkang winayangake dening Hyang kangmurbeng dumadi” (hidup hanya sekedarmenjalani, manusia hanya sebagai wayangyang dimainkan oleh Tuhan sang pencipta),yang mengandung makna ajaran religiusbahwa manusia harus senantiasa berserahdiri pada kekuasaan Tuhan. Di samping itu,dalam pergelaran pertunjukan wayang jugaterkandung ajaran bagi hidup manusia untukbersikap santun terhadap sesama,menghormati kepada yang pantas dihormati,dan bertindak serta bersikap sebagaimanamestinya.

Nilai-Nilai Yang Terkandung DalamSeni Pertunjukan Wayang

Pada dasarnya, kehidupan di alamsemesta ini berkembang dari daya tarik duakutub yang saling bertentangan namun jugasaling tarik menarik, yaitu kutub kebaikanatau kebenaran dan kutub keburukan ataukejahatan. Hal ini sebagaimana kita ketahui,bahwa manusia tercipta sebagai makhluk

16 Ibid. hal. 6 - 7

Page 57: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

53

yang paling sempurna di antara semuamakhluk ciptaan Tuhan karena dilengkapidengan akal pikiran sekaligus nafsu.

Oleh karena itu, dalam diri manusiaterjadi saling tarik menarik antara keinginanakal pikiran dan keinginan nafsu, sehinggamembentuk dorongan yang saling bertolakbelakang. Dorongan tersebut mengakibatkanterjadinya benturan-benturan di dalam dirimanusia, yaitu di satu sisi ingin memenuhikeinginan akal pikiran, di sisi lain keinginannafsunya juga ingin dipenuhi. Benturan-benturan tersebut menghasilkan sebuah sikapyang terwujud dalam bentuk perilaku. Orangyang mengutamakan keinginan nafsuperilakunya akan berbeda dengan orang yangmengutamakan keinginan akal pikiran danhati nurani.

Hal tersebut tampak jelas dalamwayang, di mana dalam lakon apapun yangdimainkan dalam pertunjukan wayang selalumengkonfrontasikan antara kelompokkarakter yang mengutamakan akal pikiran danhati nurani (golongan ksatria) melawankelompok karakter yang mengutamakankeinginan nafsu (golongan angkaramurka).Golongan ksatria berjuang untuk menegakkankebajikan dan kebenaran sedangkan golonganangkaramurka memperjuangkan kekuasaandan kepuasan. Pada akhir cerita pihak yangbenar pasti menang sedangkan pihak yangsalah pasti kalah.

Gambaran lakon dalam wayangtersebut bisa dimaknai sebagai gambarankonfrontasi antara kebaikan melawankeburukan, atau kebenaran melawankejahatan, dalam kehidupan antarmanusiadengan manusia yang lain sebagai makhluksosial, maupun peperangan dalam diri/batinmanusia antara dorongan hati nurani dan akalpikiran melawan dorongan nafsu.

Oleh karena itu, dalam pertunjukanwayang terkandung nilai-nilai yang sangatbermanfaat untuk mengasah jiwa manusia

agar bisa menjadi manusia yang manusiawi,yaitu bisa mewujudkan keberadaannyasebagai makhluk Tuhan yang palingsempurna, yang antara akal, pikiran, dannafsunya bisa berkembang dan terkendalisecara seimbang.

Nilai-nilai yang terkandung dalam senipertunjukan wayang meliputi nilai kerohanianatau nilai religius, etika, moral, mental,maupun sosial.

ReligiusKata “religius” berarti ‘bersifat religi;

bersifat keagamaan; yang bersangkut pautdengan religi’. Sedangkan “religi” adalah‘kepercayaan akan adanya kekuatanadikodrati di atas manusia; kepercayaan(animisme, dinamisme, dan agama).17 Nilaireligius yang terkandung dalam wayangtampak pada peran dalang dalam memainkanwayang. Dalam pertunjukan wayang, dalangakan memainkan tokoh wayang sesuaidengan perannya. Misalnya dalam lakon“Petruk dadi Ratu”, dalang pasti akanmemainkan tokoh Petruk sebagai raja,walaupun tokoh Petruk itu sebenarnya hanyaabdi dari golongan ksatria. Dalam hal ini, paratokoh ksatria tidak boleh protes walaupunPetruk hanyalah abdi mereka. Sehubungandengan hal tersebut maka dalam budayaJawa sering ada ungkapan “E, ya karanglagi dadi lakon” (E, dasar memang sedangmenjadi pelaku cerita) atau “urip mungsaderma nglakoni, manungsa mungkinarya ringgit kang winayangakedening Hyang kang murbeng dumadi”(hidup hanya sekedar menjalani, manusiahanya sebagai wayang yang dimainkan olehTuhan Sang Pencipta). Ungkapan tersebutbiasanya muncul apabila seseorang sedangmengalami nasib yang kurang beruntung.Dengan ungkapan tersebut manusiaberusaha menetralisir dan menenangkan jiwauntuk menerima dan menghadapi dengan

17 Tim Penyusun Kamus PPPB, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Balai Pustaka, 1995,hal. 830

Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan dan Tatanan (Suyami)

Page 58: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

54

tabah dan lapang dada, atas segala nasibyang sedang menimpa dirinya, denganmengakui bahwa di atas kekuatan dankekuasaan manusia ada kekuatan dankekuasaan adikodrati yang berkuasamenentukan nasib manusia. Dengan begitumanusia akan menghindari sifat takabur dansombong sebab betapa pun hebat, kuat danberkuasa, niscaya di atas manusia adakekuatan yang lebih hebat, lebih kuat, danlebih berkuasa, yaitu kekuatan Tuhan YangMaha Kuasa.

Di samping itu, tahap-tahap penceritaandalam pertunjukan wayang mengajarkanfase-fase perjalanan hidup manusia, yaitu darikeduniawian menuju kerokhanian. Dalampertunjukan wayang yang mula-muladigambarkan adalah keadaan keduniawian,seperti kekuasaan, kemewahan, kepuasan,dan lain sebagainya. Tahap berikutnya terjadipeperangan antara golongan angkaramurka(keserakahan dan kejahatan) melawangolongan ksatria (kebenaran dan kebajikan).Tahap akhir, golongan ksatria berhasilmelenyapkan golongan angkaramurkasehingga keadaan menjadi damai dansejahtera.

Tahapan penceritaan dalam per-tunjukan wayang tersebut akan menuntunmanusia agar dapat mencapai kebahagiaan,kesejahteraan dan kedamaian yang abadi,yaitu harus meninggalkan nafsu keduniawiandan mengenyahkan dorongan keangkara-murkaan, yang dalam istilah Jawa disebut“mungkur kadonyan”.

Etika dan Moral“Etika” adalah ‘ilmu tentang apa yang

baik dan apa yang buruk dan tentang hak dankewajiban moral (akhlak).18 Sedangkan“moral” adalah ‘ajaran tentang baik burukyang diterima umum mengenai perbuatan,

sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak;budi pekerti; susila’.19

Dalam wayang, nilai etika dan moraldapat dipetik dalam unsur cerita, bahwapertunjukan wayang selalu dikonfrontasikanantara kebaikan melawan keburukan ataukebenaran melawan kejahatan. Dalampertunjukan wayang berbagai karakter baikdan karakter buruk atau perbuatan baik danperbuatan jahat selalu dimunculkan untukdipertentangkan, dan dalam akhir cerita/pertunjukan, pihak yang benar atau baik pastimenang, sedangkan pihak yang salah atauburuk pasti kalah.

Gambaran tersebut dapat menyadarkanmanusia untuk selalu berusaha berbuat baikdan benar, menghindari perbuatan buruk danjahat, karena pada akhirnya perbuatan baikdan benar pasti akan keluar sebagaipemenang, sebaliknya perbuatan yang burukatau jahat pasti akan berada pada pihak yangkalah.

MentalMental manusia akan mempengaruhi

mentalitasnya, yang selanjutnya akanterwujud dalam perilakunya. “Mental” adalah‘batin dan watak; bersangkutan dengan batindan watak manusia, yang bukan bersifatbadan atau tenaga’. Adapun “mentalitas”adalah ‘keadaan dan aktifitas jiwa (batin),cara berfikir, dan berperasaan’.20

Ajaran mental dalam wayang dapatdipetik dari gambaran karakter tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh dalam wayangmenggambarkan karakter dari berbagai sifatmanusia, yaitu sifat serakah, licik, pengecut,bijaksana, pemberani, dan lain sebagainya.Pendek kata, segala sifat dan karaktermanusia tergambar dalam karakter tokoh-tokoh wayang.

18 Ibid. hal. 27119 Ibid. hal. 66520 Ibid. hal. 646

Page 59: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

55

Dalam pertunjukan wayang, karaktermasing-masing tokoh digambarkan dalamwujud cara bicara, cara berfikir, dan caraberperilaku beserta hasilnya, yaitu berupanasib yang dialami pada akhir cerita. Orangyang berkarakter baik akan mendapatkanhasil berupa kebaikan. Sebaliknya orang yangberkarakter buruk akan mendapatkan hasilberupa kehancuran.

Orang yang mengenal wayang biasanyaakan mengidolakan diri pada karakter tokoh-tokoh wayang tertentu yang sesuai denganpandangan dan idaman hatinya. Selanjutnya,karakter tokoh tersebut akan direfleksikandalam bersikap dan berperilaku, baik dalamcara bicara, cara berfikir, maupun dalambertutur kata..

Dalam hal ini, mentalitas dan carapandang seseorang terhadap karakter atautokoh wayang tertentu akan berbeda antarasatu orang dengan orang lain.

Sosial“Sosial” artinya ‘berkenaan dengan

masyarakat atau kepentingan umum’.21 Nilaisosial yang terkandung dalam wayang dapatdipetik dari beberapa unsur, baik dari unsurcerita maupun dari unsur sarana danprasarana dalam pertunjukan wayang.

Nilai sosial dalam unsur cerita antaralain dapat dipetik dari isi cerita maupun darikeharmonisan seluruh unsur pembentukcerita yang mendukung keberhasilanpenceritaan lakon yang dipergelarkan. Nilaisosial dari unsur isi cerita misalnya berupapenggambaran kerja sama, kegotong-royongan, tolong menolong dan persatuantekad, terutama dari golongan ksatria, untukmewujudkan kesejahteraan dan kedamaian.Hal tersebut dapat menjadi teladan bagi siapasaja yang menginginkan terwujudnyakesejahteraan dan kedamaian demikepentingan bersama.

Sedangkan nilai sosial dari kehar-monisan seluruh unsur pembentuk cerita

adalah bahwa penceritaan sebuah lakondalam pergelaran wayang tidak akan berhasiljika unsur-unsur pembentuk cerita tidak salingmendukung dan saling menunjang.Maksudnya, dalam sebuah lakon pasti adaunsur tokoh dari karakter baik, karakterburuk, karakter lucu, ada unsur perusak,pembangun, pemelihara, pembantu,pengganggu, dan lain sebagainya. Semuaunsur tersebut harus memerankanperanannya sebagaimana mestinya. Jikatidak, lakon tersebut tidak akan berhasildengan baik. Hal tersebut mengisyaratkanbahwa di alam semesta ini terdapat berbagaimacam unsur yang masing-masing memilikiperan dan fungsinya sendiri. Agar kehidupandi alam semesta bisa berjalan dengan baikdan lancar, masing-masing unsur harusberlaku dan bertindak sesuai dengan perandan fungsinya.

Nilai sosial dari unsur sarana danprasarana dari pertunjukan wayang antaralain dapat dilihat dari gamelan yang mengiringipertunjukan wayang. Gamelan menggambar-kan keanekaragaman elemen dan komponendalam kehidupan di alam semesta, yang terdiridari berbagai macam wujud dan sifatnya.Keharmonisan bunyi gamelan menggambar-kan idealisme keharmonisan kehidupanmanusia, yaitu walau perangkat gamelanberbeda-beda bentuk dan sifat bunyinya,namun jika dibunyikan sesuai dengan aturanakan terdengar kombinasi bunyi yang sangatharmonis dan damai. Begitu pula halnyadengan manusia. Keanekaragaman manusiajika semua menjalankan hidup sesuai denganirama kehidupan manusia akan senantiasadamai dan tenteram.

Wayang Pada Masa Kini.Namun dalam perkembangannya,

tampaknya seni pertunjukan wayang semakinkehilangan jati-diri sebagai tuntunan,melainkan lebih ditonjolkan sebagaitontonan. Terutama dalam perkembangan-

21 Ibid. hal. 958

Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan dan Tatanan (Suyami)

Page 60: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

56

nya, banyak dalang yang sengaja meng-komersialkan nilai-nilai yang terkandungdalam filosofi wayang. Namun ironisnyajustru dengan begitu dalang bisamendapatkan keuntungan dari pertunjukanyang bernilai tinggi. Ada dalang yang merasalaku karena keberaniannya untuk misuh(berkata jorok). Ada dalang yang merasa lakukarena keberaniannya nyebal pakem(menyimpang dari aturan). Ada dalang yangmerasa laku karena bisa membuat suasanameriah dalam pergelaran, misalnyamenyertakan campur sari, pelawak, bintangtamu, atau orkes melayu untuk ikut aktifberperan dalam pergelaran, dan sebagainya.Bahayanya, jika kondisi seperti itu dibiarkanterus berkembang, kelak generasi peneruskita tidak akan lagi mengenal wayang sebagaitontonan yang penuh tuntunan, melainkantuntunan yang ‘begitulah’ yang merekadapatkan dari wayang.

Kondisi seperti ini cukup membuatbanyak pihak merasa prihatin. Hal itusebagaimana diungkapkan Ki WarsinoGunasukasno bahwa seni pedalangansekarang dalam kondisi memprihatinkan.Para dalang dhoyong adeg-adege (hampirkehilangan dasar etika dan estetikanya) danmengesampingkan tata krama atau tatasusila.22. Ungkapan yang hampir samadisampaikan oleh Ki Darman Ganda Darsana(almarhum) dengan menyatakan “saiki wisangel golek dhalang, sing ana wongburuh mayang” (sekarang sulit menemukandalang sebab yang ada hanyalah tukangmayang).23 Karena dalang bukanlah hanyasekedar orang yang bisa memainkan wayang,di samping sebagai seniman, dalang jugaberfungsi sebagai juru didik, sebagai ahlifalsafah dan kerohanian, sebagai juru

penerang, sebagai juru dakwah, sebagai juruhibur, sebagai komunikator sosial, di sampingjuga sebagai pelestari budaya.24 MenurutEmha Ainun Najib dalang sebaiknyamemerankan dirinya sebagai pemimpin moralatau guru moral, yang melalui garappakelirannya menyampaikan nilai-nilaimoral dan kebenaran sebagaimana“begawan”.25

Sebenarnya ‘kemerosotan’ senipedalangan ini bukan baru terjadi pada masasekarang. Hal ini sebagaimana diungkapkanRustopo, bahwa dalam “KonggresPedalangan Indonesia” pada tahun 1958sudah terjadi sorotan negatif terhadap praktik-praktik dalang yang mengutamakan pasar.Kemudian dalam “Seminar Kesenian” tahun1972 Humardani menyatakan bahwapakeliran sapunika saweg gawat kawon-tenanipun (keadaan seni pedalangan sedangdalam keadaan gawat). Dalang yang palinglaku dengan honorarium tinggi adalah dalangyang merubah pergelaran wayang kulitmenjadi gubahan dagelan yang membuatpenonton gaduh, ger-geran, sejak jejersampai tancep kayon. Pakeliran yangdiminati masyarakat adalah yang berupaadegan-adegan seru, adegan lucu yangdisajikan, serta alunan irama gamelan yangdapat diperdengarkan. Dalang-dalang mudayang berbakat dan mulai mendapatkanperhatian sewajarnya dari penggemar danpublik mencoba mengukuhkan kedudukan-nya di pasaran dengan meniru dan menge-trapkan resep mendagel. Humardanimenganggap model tersebut sebagai peloporgaya “murah” sehingga muncul pencipta darimasyarakat lebih baik mendengar iramamusik gamelan yang berkualitas seperti yangselama ini dilakukan oleh Ki Nartosabda26.

22 Rustopo. Peran Dalang di Era Reformasi. Surakarta: Gelar No.I, Th. 1998, hal. 4523 Ibid.24 Haryanto. Pratiwimba Adiluhung: Sejarah dan Perkembangan Wayang. Jakarta: Djambatan, 1998,

hal. 9 - 1825 Rustopo. Ibid. hal. 50 - 5126 Ibid. hal. 48 - 49

Page 61: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

57

Ungkapan tersebut membuktikan bahwakondisi kehidupan seni pedalangan sejak 30tahun yang lalu hingga sekarang tetap sajamemprihatinkan. Yang lebih menyedihkan,konon kondisinya sekarang lebih parah dari30 tahun yang lalu. Hal ini sebagaimanadiungkapkan banyak pengamat dan paradalang sendiri yang menyatakan bahwapakeliran gaya Ki Nartasabda masih lebihbaik ketimbang gaya pakeliran dalang-dalang “laris” sekarang.27

PenutupDemikian uraian sekilas mengenai

makna estetik dari seni pertunjukan wayangsebagai tontonan yang mengandungtuntunan untuk mengerti tatanan(kehidupan). Sebagaimana kita ketahui,wayang adalah hasil budaya bangsa yang adi

luhung dan banyak mengandung nilai luhuryang sangat bermanfaat dalam kehidupanmanusia. Oleh karena itu, keberadaanwayang perlu terus dilestarikan dandikembangkan untuk diwariskan dari generasike generasi, agar tetap eksis sepanjangzaman.

Dewasa ini, keberadaan seni per-tunjukan wayang tampak kurang dikenal olehgenerasi muda. Untuk itu, melalui media inidiharapkan semoga ada usaha dan tindakannyata untuk memperkenalkan dan memasya-rakatkan wayang kepada generasi penerus.Ibarat pepatah “tak kenal maka tak sayang”,bagaimana mungkin generasi mudadiharapkan untuk mencintai dan melestarikanwayang jika mereka tidak mengenalnyadengan baik.

27 Ibid. hal. 50

Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan dan Tatanan (Suyami)

Djelantik, A.A.M., 1999 “Seni Pertunjukan Ritual dan Politik” dalam Gelar: Jurnal Ilmudan Seni STSI Surakarta. Volume 2 No. 1 Oktober 1999.

Gelar,1999. “Pengantar Redaksi Seni Pertunjukan, Ritual, dan Politik” dalam Gelar Vol.2No.1 Oktober.

Harjowirogo, 1949. Sejarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka

Haryanto, S. 1988. Pratiwimba Adiluhung: Sejarah dan Perkembangan Wayang.Jakarta: Penerbit Djambatan.

Haryono, Timbul, 1999. “Sekilas tentang Seni Pertunjukan Masa Jawa Kuno: Refleksi dariSumber-sumber Arkeologis” dalam JAWA: Majalah Ilmiah Kebudayaan. Volume 1tahun 1999. Halaman 92-110. Yogyakarta: Yayasan Studi Jawa.

Kanti-Waluya, 2000. Dunia Wayang: Nilai Estetis, Sakralitas, dan Ajaran Hidup.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kayam, Umar, 1999. “Seni Pertunjukan dan Sistem Kekuasaan” dalam Gelar Vol.2 No.1Oktober 1999.

Mulyono, Sri, 1982. Wayang dan Filsafat Nusantara. Jakarta: Gunung Agung.

Rustopo, 1998. “Peran Dalang di Era Reformasi” dalam Gelar Nomor 1 tahun 1/1998.

Tim Penysun Kamus PPPB, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Daftar Pustaka

Page 62: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

58

BIODATA PENULIS

SITI MUNAWAROH, lahir di Bantul 26 April 1961. Sarjana Geografi manusia, UGM tahun1991. Sejak tahun 1992 berstatus sebagai PNS, di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional– Yogyakarta. Sebagai peneliti sering melakukan penelitian yang berkaitan dengan bidangkeilmuannya. Aktif mengikuti berbagai seminar kebudayaan. Beberapa hasil penelitian yangtelah dipublikasikan antara lain: Kehidupan Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat PembuatGula Jawa di Desa Karangtengah Imogiri (1993/1004); Pergeseran Tatanan TradisionalSebagai Akibat Modernisasi di Desa Palbapang Bantul (1994/1995); Pengaruh ProgramIDT Terhadap Kehidupan Rumah Tangga di Desa Girirejo, Imogiri (1996/1997);Manifestasi Gotongroyong Pada Masyarakat Tengger (2000); Masyarakat Using diBanyuwangi Studi Tentang Kehidupan Sosial Budaya (2001); Masyarakat Cina: StudiTentang Interaksi Sosial Budaya di Surabaya (2002).

CHRISTRIYATI ARIANI, kelahiran Yogyakarta 8 Januari 1964, memperoleh pendidikanbidang Antropologi, Fakultas Sastra UGM (1989), gelar M.Hum dalam bidang Antropologiditempuh di Antropologi, Program Pascasarjana – UGM (2005). Sejak 1991 bekerja di BalaiKajian Sejarah dan Nilai Tradisional - Yogyakarta sebagai tenaga fungsional peneliti.Melaksanakan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti penelitian, seminar, serta penyuluhan di bidangbudaya. Hasil-hasil penelitian yang telah dihasilkan antara lain: Permainan Anak Tradisionaldi DIY (1995); Pandangan Peziarah Terhadap Makam Imogiri (1996); Etos KerjaWanita Jawa di Perkebunan (2000); Pola Pengasuhan Anak di Kalangan KeluargaTKI (2002) dan sebagainya.

SAMROTUL ILMI ALBILADIYAH (59 tahun), sarjana jurusan Arkeologi pada FakultasSastra (FIB, sekarang) UGM. Bekerja sebagai tenaga fungsional peneliti, kelompok sejarah,di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional - Yogyakarta, dengan jabatan sekarang PenelitiMuda Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional. Melaksanakan kegiatan-kegiatan ilmiah, penelitian,pengkajian di bidang sejarah dan budaya. Hasil-hasil penelitian antara lain Puro PakualamanSelayang Pandang, Ragam Hias Pendapa Mangkunegaran, dan sebagainya.

SUMINTARSIH, memperoleh gelar sarjana Antropologi, dari UGM tahun 1983, dan magisterAntropologi UGM pada tahun 1998. Pernah bekerja sebagai peneliti di Pusat PenelitianKependudukan (PPK) UGM pada tahun 1974 – 1982. Sejak tahun 1983 menjadi PNS diBalai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional - Yogyakarta, hingga sekarang. Hasil-hasil penelitianyang telah dipublikasikan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional antara lain: StrategiAdaptasi Penduduk Rawapening; Perajin Batik Wukirsari, Imogiri; Wanita PerajinTenun Gedog, Tuban; Eksistensi Perajin Tenun Kulon Progo; Sumbang Menyumbangdi Lingkungan Masyarakat Perajin Akik Pacitan; Sistem Pengetahuan AktifitasNelayan Bonang; Strategi Adaptasi Masyarakat di Daerah Rawan Penggenangan diDaerah Demak; Aspirasi di Lingkungan Generasi Muda Pedesaan. Selain itu beberapahasil penelitian yang telah diterbitkan oleh penerbit profesional antara lain: Khasanah BudayaLokal (Adicita, 2000) dan Ekonomi Moral, Rasional dan Politik Dalam Industri Kecildi Jawa: Esai-Esai Antropologi Ekonomi (Keppel Press, 2003).

Page 63: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

59

TASHADI, kelahiran Rembang 12 Januari 1944. Memperoleh pendidikan di bidang sejarahantropologi IKIP Negeri Malang (1969). Pernah mengikuti Pelatihan Calon Penata TenagaKebudayaan di Bogor, 1984; SEPADYA (Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya)di Jakarta, 1992. Sejak tahun 2004 berhak menyandang Ahli Peneliti Utama (APU) dariLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sebagai Ketua Dewan Redaksi Patra-Widya,Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional – Yogyakarta (2000 – 2002). Sebagai peneliti,seringkali melakukan penelitian terutama yang berhubungan dengan kesejarahan, jugamengikuti seminar baik sebagai pemakalah maupun peserta. Buku-buku yang dihasilkanantara lain: Biografi RA.Kartini (1980); Biografi Dr. Setiabudhi (1981); Biografi WahidinSudirohusodo (1992); serta berbagai hasil tulisan yang dilakukan atas kerjasama denganinstansi atau lembaga-lembaga profesi. Di samping melakukan penelitian, dan penulisan,juga aktif di berbagai organisasi antara lain sebagai Dewan Ahli Lembaga JavanologiYogyakarta (1994 – 1999); sebagai Wakil Ketua II MSI (Masyarakat Sejarahwan Indonesia)(1997 – 2000); serta sebagai anggota Dewan Kebudayaan Propinsi DIY (2003 -2008).

DWI RATNA NURHAJARINI, lahir di Yogyakarta 1966, sarjana Sejarah UGM, memperolehgelar Magister Humaniora Ilmu Sejarah UGM tahun 2003. Sebagai Staf Peneliti di BalaiKajian Jarahnitra Yogyakarta, aktif melakukan penelitian kesejarahan serta duduk sebagaisekretaris I di dalam organisasi profesi kesejarahan Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI)cabang Yogyakarta tahun 2006 – 2010. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain: ORI,Peranannya Dalam Perjuangan Bangsa (1946 – 1950); Sanering Uang Tahun 1950:Studi Kasus “Gunting Syafrudin” Akibatnya dalam Bidang Sosial Ekonomi diIndonesia (1997/1998); Peranan Masyarakat Sumbertirto Pada Masa PerjuanganKemerdekaan 1948 – 1949 (1998/1999); Pertanian dan Ekonomi Petani: Studi EkonomiPedesaan di Yogyakarta 1920 -1935 (1999/2000); Dinamika Industri Batik Pekalongan1930 -1970 (2001); Diversifikasi Pakaian Perempuan: Studi Tentang Perubahan Sosialdi Yogyakarta 1940 – 1950 (2002); Batik Belanda: Wanita Indo Belanda dan Bisnis“Malam” di Pekalongan 1900 – 1942 (2003); Petani Versus Perkebunan Pada MasaReorganisasi Agraria: Studi Kasus di Klaten (2004).

ERNAWATI PURWANINGSIH, kelahiran Yogyakarta 21 Agustus 1971. memperoleh gelarS.Si jurusan Geografi Manusia, Fakultas Geografi, UGM (1996). Sejak tahun 1997 sebagaipeneliti di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional – Yogyakarta, sebagai Asisten PenelitiMadya, bidang Sejarah dan Nilai Tradisional. Seringkali mengikuti kegiatan seminar, penelitian,diskusi. Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain: Strategi Adaptasi Petani diKulon Progo (2004); Aktivitas Penambangan Breksi Batu Apung di Desa Sambirejo,Prambanan (2005); Aktivitas Budidaya Udang di Tambak: Sebagai Alternatif BagiPetani Desa Karanganyar (2005); Budaya Spiritual Petilasan Parangkusuma danSekitarnya (2003), dan sebagainya.

SUYAMI, kelahiran Magelang 1 Januari 1965. Lulusan Jurusan Sastra Jawa UNS –Surakarta (1988). Magister Humaniora – UGM (1999). Sejak tahun 1990 hingga kini aktifmelakukan penelitian kebudayaan, terutama mengkaji naskah kuna. Sebagai Peneliti Madya,aktif menulis dan mengisi artikel pada berbagai jurnal dan terbitan ilmiah, serta aktif sebagaipemrasaran dalam berbagai pertemuan ilmiah. Sejak tahun 1990 mengabdi sebagai PNS diBalai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. Hasil-hasil penelitian yang telah

Biodata Penulis

Page 64: Jurnal Sejarah dan Budaya - kebudayaan.kemdikbud.go.id · DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTA. Jantra dapat diartikan sebagai

Jantra Vol. I, No. 1, Juni 2006 ISSN 1907 - 9605

60

diterbitkan antara lain: Serat Cariyos Dewi Sri Dalam Perbandingan (Keppel-Press-2000); Tinjauan Historis Serat Babad Kediri (Direktorat Jarahnitra, Jakarta); KajianMitos Dalam Kitab Tantu Panggelaran; Makna Filosof Dalam Aksara Jawa; MistikIslam Dalam Kitab Kanjeng Kyai Suryorojo (YKII – Yogyakarta); Mistik Islam DalamPrimbon (YKII – Yogyakarta); Pembinaan Budi Pekerti Melalui Permainan AnakTradisional, dalam Jurnal TONIL (ISI – Yogyakarta).