188
Polik Reformasi Birokrasi Anton Minardi PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN Komarudin Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional Prof. Dr. H. Wirman Syafri Sailiwa, MSi SINGLE SALARY SYSTEM: PERBAIKAN GAJI PNS DARI GAJI PEGAWAI MENJADI GAJI JABATAN Drs. Made Ardita, M.Si. PATOLOGI BIROKRASI DAN PROFESIONALISASI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE MELALUI E-PROCUREMENT PADA PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT DI KABUPATEN SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH Dwiyanto Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani Sudjana PELAYANAN TERPADU SATU PINTU JAWABAN TEPAT PENYEDERHANAAN PERIZINAN Tugiyono MEMBANGUN PELAYANAN PUBLIK SEBAGAI PELAYANAN PRIMA SESUAI KEBUTUHAN DAN HARAPAN MASYARAKAT Oleh : Arief Hidayat & Sri Nur Hari Susanto Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani II 2012 Tahun II JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA ISSN : 2089 - 3612

JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Politik Reformasi BirokrasiAnton Minardi

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIANKomarudin

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing NasionalProf. Dr. H. Wirman Syafri Sailiwa, MSi

SINGLE SALARY SYSTEM: PERBAIKAN GAJI PNS DARI GAJI PEGAWAI MENJADI GAJI JABATANDrs. Made Ardita, M.Si.

PATOLOGI BIROKRASI DAN PROFESIONALISASI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)Suwarni, S. Sos, M. Si

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE MELALUI E-PROCUREMENT PADA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H

IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT DI KABUPATEN SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAHDwiyanto

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan MelayaniSudjana

PELAYANAN TERPADU SATU PINTU JAWABAN TEPAT PENYEDERHANAAN PERIZINANTugiyono

MEMBANGUN PELAYANAN PUBLIK SEBAGAI PELAYANAN PRIMA SESUAI KEBUTUHAN DAN HARAPAN MASYARAKATOleh : Arief Hidayat & Sri Nur Hari Susanto

Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani

II2012

Tahun II

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

ISSN : 2089 - 3612

Page 2: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

DAFTAR ISIBirokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani 1

Politik Reformasi BirokrasiAnton Minardi

4

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: Kementerian Dan Lembaga Pemerintah Non KementerianKomarudin

10

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing NasionalProf. Dr. H. Wirman Syafri Sailiwa, MSi

34

SINGLE SALARY SYSTEM: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji JabatanDrs. Made Ardita, M.Si.

50

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)Suwarni, S. Sos, M. Si

74

Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H

83

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa TengahDwiyanto

107

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan MelayaniSudjana

124

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jawaban Tepat Penyederhanaan PerizinanTugiyono

150

Membangun Pelayanan Publik Sebagai Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan Dan Harapan MasyarakatArief Hidayat & Sri Nur Hari Susanto

164

BIODATA PENULIS JURNAL PAN 180

Page 3: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 1

Pengantar

Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani

Setelah grand design reformasi birokrasi 2010 – 2025 ditetapkan dengan Perpres No. 81 Tahun 2010, langkah yang ditempuh adalah percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi itu sendiri. Dalam hal ini, Kementerian PAN dan RB menetapkan Sembi-

lan program (langkah) percepatan reformasi birokrasi. Program dimaksud meliputi (1) Penataan Struktur Birokrasi; (2) Penataan Jumlah dan Distribusi PNS; (3) Sistem Seleksi CPNS dan Promosi PNS secara terbuka; (4) Profesionalisasi PNS; (5) Pengembangan Sistem Elektronik Pemerintah (E-Government); (6) Penyederhanaan Perijinan Usaha; (7) Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Aparatur; (8) Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri; (9) Efisiensi Penggunaan Fasilitas, Sarana dan Prasarana Kerja PNS.

Kesembilan langkah itu, pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari grand design reformasi birokrasi yang menetapkan delapan area perubahan. Namun, secara lebih sederhana, apa yang hendak dicapai dari reformasi birokrasi itu adalah mewujudkan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani. Secara singkat, birokrasi harus bersih dari KKN, dan bersih dari politisasi. Birokrasi juga harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan, sehingga harus terus menerus dididik dan dilatih. Birokrasi, yang pada hakekatnya merupakan pelayan rakyat, sudah semestinya berkarya untuk memberikan pelayanan, baik pelayanan dasar maupun pelayanan yang mendukung teriptanya iklim investasi yang kondusif.

Dalam paruh waktu pertama tahun 2012 ini, Kementerian PAN dan RB telah melakukan sejumlah langkah yang cukup signifikan, terkait dengan percepatan re-formasi birokrasi.

Sebagai upaya untuk mewujudkan birokrasi bersih, pada bulan April 2012 dilaku-kan pencanangan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi. Langkah itu diikuti oleh sejumlah kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah. Tidak hanya Kementerian PAN dan RB yang berperan di sana, tetapi keijakan itu juga dikawal oleh KPK, Ombudsman RI serta BPKP.

Page 4: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

2 | Edisi 2, Tahun II

Diklat analisa jabatan untuk mencetak 4.125 analis jabatan bahkan dilaksanakan sejak ahir 2011. Hal itu sebagai jawaban atas kebijakan moratorium penerimaan CPNS, yang mewajibkan setiap instani pemerintah melakukan penghitungan jumlah dan kebutuhan pegawai berdasarkan analisis jabatan, analisis beban kerja, serta memiliki peta jabatan. Hal itu harus dilampirkan ketika suatu instansi mengajukan permintaan tambahan formasi CPNS ke Kementerian PAN dan RB.

Dampak dari kebijakan yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri PAN dan RB, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri itu, pada tahun 2011 tidak terjadi rekruitmen CPNS, meskipun moratorium itu sebenarnya dilakukan secara selektif. Kelompok yang dikecualikan itu antara lain tenaga honorer kategori 1, tenaga medis, guru, tenaga dari sekolah kedinasan, serta jabatan tertentu yang mendesak. Namun, karena banyak instansi yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka tidak banyak instansi yang mendapatkan formasi pada tahun 2012. Untuk instansi pusat hanya ada 23 instansi, sementara pemda hanya 25. Dari target yang dialkoasikan dalam APBN 2012 sebanyak 61.560 CPNS, ternyata hanya terserap 14.560 orang.

Namun terkait dengan penataan manajemen SDM itu, tahun 2012 ini juga men-jadi tonggak sejarah dalam mewujudkan rekruitmen CPNS yang bersih, transparan, akuntabel, dan berbasis kompetensi. Pelaksanaan test kemampuan dasar (TKD), juga dilaksanakan serentak, yakni tanggal 8 September 2012. Pembuatan soal dilakukan oleh konsorsium 10 perguruan tinggi negeri (PTN) yang direkomendasikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan, Ombudsman RI, ICW serta LSM lain dilibatkan dalam mengawasi proses pelaksanaan rekruitmen ini.

Pada bulan Juni 2012, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 56/2012 tentang pengangkatan tenaga honorer sebagai CPNS, yang merupakan perubahan kedua atas PP No. 48/2005. PP yang ditunggu-tunggu oleh tenaga honorer ini menjadi payung hukum dalam pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS.

Kebijakan lain yang gaungnya cukup kencang belakangan ini adalah penetapan pilot project reformasi birokrasi pemerintah daerah, yang meliputi 33 pemerintah provinsi, 33 kota (Ibukota Provinsi), dan 33 kabupaten. Selain itu sekitar 40 kementerian/lembaga yang belum melaksanakan reformasi birokrasi, didorong untuk merealisasi-kannya tahun 2012 ini.

Page 5: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 3

Pengantar

Untuk mewujudkan halite tentu tidak mudah, mengingat berbagai karakteristik dan kondisi yang berbeda antara satu instansi dengan instansi lain, antara daerah yang satu dengan yang lain. Guna memudahkan proses tersebut, Kementerian PAN dan RB telah melaunching program penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi (PM-PRB) secara online. Dengan demikian, kebiasaan lama yang harus melakukan konsultasi secara konvensional, harus ketemu langsung, bisa diminimalisir. Singkatnya, dengan menerapkan teknologi informasi (TI), maka reformasi birokrasi bisa dipercepat. Me-minjam istilah Menteri PAN dan RB Azwar Abubakar : “Untuk mengajak orang shalat subuh, tidak perlu membangunkan orang dengan mengetuk pintu satu per satu. Cukup dengan adzan, maka semua orang akan melakukan shalat subuh,”.

Tentu saja, semua langkah-langkah yang sudah dilakukan itu belum cukup, dan masih banyak kebijakan lain yang harus secepatnya direalisasikan. Selain itu, diperlukan berbagai masukan pemikiran dari berbagai elemen bangsa, termasuk dari akademisi, praktisi, pemerhati, pakar untuk menuangkan tulisannya dalam Jurnal Pendayagunaan Aparatur Negara edisi kedua ini.

Penerbitan jurnal “Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi” ini untuk mengupas lebih dalam, dengan tinjauan dari berbagai sudut pandang, serta berbagai aspek terkait dengan delapan (8) area perubahan yang disederhanakan ke dalam sembilan (9) program percepatan reformasi birokrasi, secara tidak langsung diharapkan berisi pemikiran analitik dari para pakar, akademisi, praktisi, legislatif, pemerhati, serta pihak lain yang berkenan.

Informasi yang ingin didapat berisi kerangka pemikiran solutif dari analisis, kajian, pengamatan, studi kasus, untuk terkait dengan tema utama “Menciptakan Birokrasi bersih, Kompeten dan Melayani”.

Meski belum sesuai harapan, namun jurnal edisi kedua ini diharapkan dapat lebih memberi manfaat, dan membuka cakrawala baru dalam mewujudkan birokrasi yang bersih, kompeten dan melayani. Semoga !!

Dari Redaksi.

Page 6: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

4 | Edisi 2, Tahun II

Politik Reformasi BirokrasiOleh. Anton Minardi*

Performance Birokrasi tidak hanya membawa pada administrasi negara dan pelayanan masyarakat saja, tetapi ia akan membawa dampak pada arah dan kondisi negara seperti apa yang akan terwujud. Selama ini birokrasi dipahami sebagai suatu ”procedure” atau “service”.

Dikatakan prosedur karena birokrasi adalah suatu sistem pengadministras-ian dalam melahirkan dan melaksanakan suatu kebijakan. Service karena birokrasi pada intinya adalah pelayanan terhadap seluruh kepentingan.

Penekanan pada aspek administrasi melahirkan suatu jalur atau lingkaran birokrasi permanen yang mengikat. Sementara penekanan pada aspek pelayanan menghasilkan arah birokrasi sesuai dengan kebutuhan yang dilayani, walaupun tidak menutup kemungkinan administratif akan ada yang terabaikan. Penekanan pada satu aspek di atas menyebabkan birokrasi hari ini berjalan kurang terarah. Sejumlah pertanyaan muncul antara lain adalah prosedur seperti apa? dan service bagi siapa?

Pertanyaan itu muncul pada setiap sistem pemerintahan apa pun. Betapa tidak pemerintah yang memegang kendali sangat menentukan arah dan model birokrasi. Apalagi bagi birokrasi yang tidak punya “ideologi”. Model birokrasi tanpa Ideologi itu artinya birokrasi yang diisi dan dijalankan sesuai dengan ideologi penguasa. Di hampir setiap negara birokrasi diarahkan sesuai dengan orientasi pemerintahannya. Misalnya, di negara-negara liberal birokrasi sangat berorientasi pada “market”, di negara komunis birokrasi sangat kental dengan orientasi “negara” dalam pengertian penguasa. Begitu juga di negara kita Indonesia yang berlandaskan Pancasila, di mana praktek birokrasi merupakan perpaduan antara kepentingan masyarakat dan pemerintah (penguasa) sering diwarnai oleh pihak yang dominan. Hal demikian seringkali terjadi karena dikotomi posisi antara pemerintah sebagai penguasa dengan rakyat yang dianggap sebagai yang dikuasai.

Page 7: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 5

Politik Reformasi Birokrasi

Selama 32 tahun birokrasi di negeri kita telah “diseragamkan” dan “diarahkan” dengan kepentingan Dominan yaitu Orde Baru yang didominasi oleh Golongan Karya. Dari mulai rekruitmen aparatur birokrasi, peraturan dan etos kerja birokrasi ditentukan oleh yang berkuasa. Sistem yang berjalan selama kurun waktu tersebut tentu telah melahirkan suatu kultur birokrasi yang berorientasi kepada kepentin-gan Orde Baru. Sehingga tidak mengherankan ketika tampuk kekuasaan berganti, birokrasi tidak terlalu mengalami kemajuan. Selain karena para aparaturnya masih yang lama juga karena kultur yang berjalan masih yang lama, malah berusaha membantu mengembalikan kepada penguasa lama. Secara sederhana bahwa hal demikian terjadi karena para aparatur tersebut merasa bahwa dengan kultur yang lama lebih terasa “manisnya” hidup di tengah-tengah birokrasi.

Politisasi Birokrasi Kondisi birokrasi yang diisi oleh ideologi penguasa yang telah menyebab-

kan kultur birokrasi yang kental dengan kepentingan include di dalamnya politik dan bisnis, selanjutnya tidak mengherankan menimbulkan berbagai “multiplier effect”. Birokrasi dibuat untuk menunjang kelanggengan kekuasaan, itu artinya bahwa berbagai aturan dan prosedur bisa dibuat untuk memaintenance sumber pendanaan politik. Akhirnya lahirlah “politik birokrasi”, yang tersistematisasi oleh “bisnis birokrasi”. Politik birokrasi tersebut selain untuk kepentingan penguasa pusat maupun daerah, tetapi juga akhirnya menjadi etos individu para birokrat. Tidak mengherankan jika di negeri ini birokrasi memiliki ciri-ciri negatif yaitu me-lekat predikat birokrasi yang lama, berbelit, dan mahal. Sudah dapat dipastikan di dalamnya terjadi berbagai macam “abuse” dan manipulasi.

Semestinya birokrasi itu menjadi pelaksana dari tujuan mulia rakyat yang dijabarkan ke dalam tujuan negara. Tujuan negara itulah yang seharusnya menjadi ideologi bagi birokrasi yang dijalankan. Di antara sejumlah ahli tata negara sebut saja Al Farabi (8M) menyebut bahwa tujuan negara itu adalah “complete happiness” atau “as-salamah al-kamilah” yaitu kesejahteraan yang komplete (jasmani dan ruhani). Kemudian Charles E. Merriam dalam buku Zainal Abidin Ahmad berjudul “Negara Utama” menyebutkan tujuan negara itu adalah: 1. External security. 2. Internal order. 3. Justice. 4. General welfare. 5. Freedom (hal.41).

Page 8: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

6 | Edisi 2, Tahun II

Birokrasi yang berideologi kepentingan negara tidak akan rela memenang-kan kelompok tertentu dengan mempermudah satu golongan dan mempersulit golongan yang lain. Birokrasi model ini akan memiliki daya tahan yang kuat dan sifat yang fleksibel . Selain memiliki standar prosedur yang jelas, otomatis juga akan cenderung berorientasi kepada pelayanan masyarakat dan berbasis kinerja apara-tur yang profesional. Tidak seperti birokrasi hari ini dimana, pertama, umumnya birokrasi telah menjadi struktur kekuasaan yang melembaga, jadi dalam sistem pemerintahan kita di Indonesia tidak hanya ada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tetapi bertambah dengan adanya “lembaga birokrasi”. Birokrasi seolah menjadi lembaga baru dalam sistem pemerintahan demokratis, karena brokrasi memiliki orientasinya tersendiri. Padahal seharusnya semua lembaga negara itu berjalan menuju tujuan negara yang telah ditetapkan. Itu berarti bahwa birokrasi seharusnya menjadi penunjang untuk mempermudah dan memperindah tugas-tugas dalam pencapaian tujuan negara. Kedua, rekruitmen aparat birokrasi yang sangat rentan kepentingan. Rekruitmen aparatur dilakukan untuk memperkuat dan memperlemah lawan politiknya. Ketiga, kebanyakan aparatur sudah lama mengi-dap orientasi bisnis dibandingkan orientasi kepada pelayanan. Hal itu disebabkan karena sistem rekruitmen yang manipulatif, juga karena “multiplier effect” politik birokrasi tadi yang melembaga pada personal birokrat.

Akar Masalah Persoalan mendasar yang diidap oleh birokrasi di negeri kita ini adalah

pertama, mental aparatur yang telah terdidik oleh kultur politisasi birokrasi selama puluhan tahun. Aparat masih banyak yang bersikap politis dan bisnis dibanding-kan sebagai negarawan. Kedua, posisioning antara pemerintah dengan rakyat yang masih bersifat kolonial. A. Pemerintah menempatkan diri sebagai produsen, sedan-gkan rakyat sebagai konsumen. Sebagai produsen yang menguasai suatu produk, dengan seenaknya mengendalikan harga dan distribusi produk tersebut kepada konsumen. Sementara rakyat yang sebagai konsumen diposiskan merasa butuh akan produk tersebut dapat didikte oleh si produsen tadi. B. Pemerintah sebagai penguasa dan rakyat sebagai yang dikuasai. Sebagai pihak yang berkuasa tentu leluasa untuk menentukan tindakan apakah yang akan dilakukannya terhadap pihak yang dikuasainya. Sementara pihak yang dikuasai akan lebih cenderung ikut

Page 9: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 7

Politik Reformasi Birokrasi

kepada pilihan yang ditawarkan dan apa yang diperbuat oleh pihak yang berkuasa. Ketiga, aparatur birokrasi lebih cenderung hanya sekedar menjalankan tugasnya sebagai pegawai negeri sipil. Sikap tersebut melahirkan kinerja yang lambat, sulit dan tidak profesional. Hanya akan cepat, mudah, dan profesional apabila diberi-kan “insentif khusus” dari pihak yang berkepentingan. Keempat, orientasi kepada materi. Sikap tersebut menyebabkan birokrasi menjadi sangat mahal. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh karena sistem kepegawaian dan kepangkatan yang butuh “insentif” tidak hanya prestatif. Atau mungkin juga karena penggajian dan tunjangan yang tidak memadai. Kelima, “vested interest”. Hal tersebut dikarenakan sistem rekruitmen yang berdasarkan kepentingan atau like and dis like, atau juga karena orientasi kepentingan kelompoknya berbeda dengan kelompok yang lain-nya. Akibatnnya birokrasi menjadi terasa sulit ditembus bagi satu golongan, dan sangat mudah bagi golongan lainnya. Ini menyebabkan “unfairness”, padahal inti dari keadilanyang merupakan salah tujuan negara adalah “fairness”.

Agenda Reformasi Kondisi seperti itu tidak bisa dipertahankan, karena selain akan mengham-

bat pembangunan juga akan menyebarkan virus budaya birokrasi buruk kepada seluruh rakyat pada level rendah. Untuk itu perlu segera dilakukan reformasi pada beberapa aspek atau secara menyeluruh. Beberapa alternatif bagi perbaikan birokrasi di negara kita adalah:

pertama, reorientasi kebijakan secara menyeluruh. Dua dinasty kepemimpinan Muawiyah dan Abbasiah dalam sistem khilafah Islam yang mencoreng kebaikan sistem khulafa’ ar-Rasyidin berhasil dikembalikan kepada sistem Khilafah ar-Ra-syidin oleh seorang Kholifah pembaharu yang dikenal dengan sistem birokrasi Umarian (Umar Abdul Aziz). Perbaikan sistem pemerintahan pada masanya itu diawali dengan keberhasilan Umar dalam merubah sikap para birokrat termasuk beliau di dalamnya. Langkah-langkah yang dilakukan beliau berdasarkan buku Rohadi Abdul Fatah yang berjudul “Meniti Jalan Kearifan Politik Umar Bin Abdul Aziz” yaitu: 1. kesederhanaan dan kebersahajaan. 2. kejujuran. 3. menegakkan keadilan dan kebenaran. 4. pembasmian feodalisme. 5.pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. 6. perbaikan kehidupan rakyat untuk kemakmuran. 7. kebijakan politik persuasif dan tanpa kekerasan (hal.7-9 dan 18-21).

Page 10: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

8 | Edisi 2, Tahun II

Kedua, orientasi materialis menjadi orientasi “ibadah profesional” atau “amal profesional”. Artinya niatan melayani rakyat sebagai suatu ibadah berdasarkan prinsip profesionalisme. Bukan karena keterpaksaan ataupun sekedar menjalankan tugas atau mencari keuntungan pribadi, tetapi profesionalisme dan beramal secara profesional itulah yang akan membawa seorang birokrat mendapatkan nilai lebih dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Ketiga, reposisioning antara pemerintah dengan rakyat. A. Hubungan Pemer-intah dan rakyat bukan lagi sebagai produsen dan konsumen, tetapi sama-sama sebagai pemilik, pemanfaat dan penanggungjawab. B. hubungan pemerintah dan rakyat bukan lagi sebagai penguasa dan yang dikuasasi, tetapi pemerintah yang melayani dan rakyat yang dilayani. Baik pemerintah maupun rakyat sama-sama akan mempertanggungjwabkan posisinya akan hak dan kewajibannya masing-masing.

Keempat, jabatan tidak lagi berbasis pada kepentingan dan kedekatan, tetapi berbasis pada profesionalisme. Begitu yang diajarkan Muhammad SAW.: “Setiap perkara yang diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.

Kelima, perbaikan sistem penggajian. Selama ini terjadi diskriminasi, dimana sebagian departemen menerapkan penggajian yang lebih tinggi daripada departe-men lainnya, padahal sama-sama pegawai negara dan mengelola amanat rakyat. Contohnya aparatur di departemen keuangan lebih tinggi gajinya dengan alasan supaya tidak korupsi karena tiap hari berhubungan dengan uang. Logika seder-hananya, kalau departemen yang lain yang tidak langsung berhubungan dengan uang gajinya kecil seperti guru dan dosen. Itu berarti bahwa mereka boleh korupsi.

Keenam, birokrasi diarahkan untuk menghasilkan sebesar-besarnya kese-jahteraan rakyat bukan aparat. Tetapi hal tersebut akan otomatis membawa kepada kesejahteraan aparat juga, ketika rakyat sudah sejahtera. Muhammad SAW.men-gajarkan: “Kasihilah semua yang ada di bumi, maka yang ada di langit (Tuhan) akan mengasihi kalian”. Feed back dari kesejahteraan rakyat tentu akan kembali kepada negara dengan perolehan negara yang terus bertambah bahkan berlimpah baik melalui zakat, infaq, shodaqohnya, pajak, retribusi, sumbangan, dan lain-lain.

Ketujuh, percepat pergantian aparatur yang tidak dapat merubah sikap dan budaya lama dengan para aparatur yang lebih terdidik dan komitmen akan refor-masi. Percepatan pada pola pergantian personil aparatur akan mempercepat kondisi

Page 11: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 9

Politik Reformasi Birokrasi

perbaikan birokrasi yang dapat membawa respon positif bagi warga masyarakat atau pihak asing yang mau berbisnis di negeri kita.

Kedelapan, peningkatan fungsi kontrol terhadap birokrasi. Kontrol dilakukan oleh lembaga negara yang menjalankan fungsi kontrol seperti DPR, Komisi Pem-berantasan Korupsi,atau khusus diadakan lembaga kontrol birokrasi. Hal tersebut sangat penting untuk menstimulasi kenerja birokrasi yang lebih bersih, transparan, dan akuntabel. Juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi birokrasi.

Rekomendasi Jika semua langkah itu menemui kebuntuan atau sulit untuk diperbaiki, maka

perlu dilakukan hal berikut yaitu: pertama, tetapkan aturan untuk mengganti semua birokrat yang tidak bersih dan bermental politikus atau pebisnis. Kedua, jauhkan birokrasi dari politik dengan menetapkan untuk sementara waktu PNS tidak ikut memilih dalam Pemilihan Umum. Dengan demikian diharapkan bahwa birokrasi dapat kembali untuk berkonsentrasi mengamankan kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan negara jauh dari kepentingan politik dan bisnis kalangan tertentu. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan para birokrat yang komitmen untuk melayani rakyat. Ketiga, terapkan sistem Pemilu yang murah dan sistem kenaikan pangkat dan jabatan yang murah. Pengeluaran pada kampanye Pemilu dan jenjang karier yang harus dilalui dengan sejumlah proses yang mahal akan menyebabkan birokrasi menjadi mahal. Keempat, terapkan pelarangan bagi para birokrat untuk berbisnis, dan cukupilah kebutuhan mereka. Kelima, tegakkan aturan yang tegas bahwa birokrat baik di instansi sipil maupun militer dilarang untuk menerima hadiah atau pemberian apapun dari masyarakat atau pihak yang sedang berurusan birokrasi dengannya.

Benarlah ajaran yang mengatakan bahwa “Ulama (ilmuwan) adalah pewaris para nabi, dan Umara’ (pemerintah) adalah pelayan umat (rakyat)”. Berikanlah tugas kepada ahlinya agar urusan lebih baik dan lebih mashlahat, jika urusan diberi-kan kepada bukan ahlinya (tidak ahli dan tidak amanah) maka akan rusak binasa seluruh umat. Tidak heran jika Allah SWT. Berfirman: “Tanyakanlah kepada Ahli dzikir (Ilmuwan bertakwa), jika kalian tidak mengetahui” (QS. An-nahl(16):43). Wallahu A’lamu.

***

Page 12: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

10 | Edisi 2, Tahun II

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON

KEMENTERIANOleh: Komarudin *

Penataan struktur birokrasi atau kelembagaan merupakan salah satu kegiatan dalam delapan area perubahan reformasi birokrasi. Penataan kelembagaan harus bisa membentuk, mengubah dan/atau membubarkan kelembagaan yang saat ini meliputi 34 Kementerian, 28 Lembaga Pemerintah Non Kementerian, 90 Lembaga Non Struktural, dan 524 pemerintah daerah (33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota). Pembentukan, perubahan, dan/atau pembubaran Kementerian, LPNK, dan LNS akan berdampak positif terhadap penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah.

I. PENDAHULUAN

Kajian dan diskusi di kementerian pendayagunaan aparatur negara pada tahun 2003-2004 telah menghasilkan kesimpulan tentang penataan kelembagaan/organisasi. Pertama, visi, misi, dan strategi yang jelas (tidak terjadi duplikasi,

tumpang tindih, dan tarik menarik tugas, wewenang dan tanggungjawab dengan instansi lain). Kedua, organisasi disusun berdasarkan atas hemat struktur dan kaya fungsi, lebih banyak unit/pemegang jabatan profesi/fungsional daripada jabatan struktural. Ketiga, kewenangan terdesentralisasi/delegasi ke pejabat unit terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Keempat, lembaga-lembaga ekstra struktural pemerintah, seperi Komisi, Dewan, Badan, dan lain-lain harus dibatasi hanya pada lembaga yang benar-benar diperlukan dan bersifat ad hoc/task force. Sejak 2006, dilakukan diskusi tentang reformasi birokrasi yang kemudian difokuskan pada 8 (delapan) area perubahan, yaitu organisasi, tatalaksana, peraturan perundang-undangan, sumber daya maanusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set).

Page 13: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 11

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

Jumlah organisasi/lembaga pemerintah pusat dan pemerintah daerah saat ini sebagai berikut: 34 kementerian, 4 lembaga setingkat kementerian, 28 lembaga pemerintah non struktural, 7 kesekretariatan lembaga negara, 90 lembaga non struktural, 2 lembaga penyiaran publik, dan 524 pemerintah daerah (33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota). Pemekaran pemerintah daerah sulit ditahan, karena berbagai pertimbangan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pe-nataan yang dapat atau mudah dilakukan adalah penataan kelembagaan pemer-intah pusat. Penataan struktur birokrasi atau penataan kelembagaan pemerintah pusat yang selama ini dilakukan masih bersifat parsial, antara lain terbatas pada perampingan eselon kelembagaan dan penghapusan eselon bawah. Penataan ini belum menyentuh perubahan organisasi secara mendasar dan signifikan karena organisasi atau lembaga tetap gemuk dan besar seperti semula.

Kedeputian Kelembagaan Kementerian PANRB telah menetapkan agenda reformasi kelembagaan, yaitu (1) penyusunan Grand Design Kelembagaan Pemer-intah; (2) penataan organisasi Kementerian Negara; (3) penataan organisasi LPNK; (4) Evaluasi dan penataan organisasi UPT; (5) evaluasi dan penataan Satuan Kerja PPK-BLU; (6) penataan organisasi - organisasi Sekretariat Lembaga Negara; (7) penataan organisasi Lembaga Non Struktural; dan (8) evaluasi dan penataan Kelem-bagaan Pemerintah Daerah.

Tulisan ini merupakan pemikiran awal yang difokuskan pada penataan kelem-bagaan pemerintah pusat berupa pembentukan, perubahan, dan/atau penggabungan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Penataan (tanpa memper-hitungkan pertimbangan politik) ini akan berdampak besar terhadap kelembagaan pemerintah, karena akan meningkatkan penghematan, efisiensi dan efektivitas, dan bukan hanya perubahan unit kerja yang hanya akan berpengaruh pada skala kecil.

II. PENATAAN ORGANISASI/KELEMBAGAAN Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Kementerian Negara diatur

dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Beberapa ketentuan UU 39/2008 tentang Kementerian Negara sebagai berikut:a. Pembentukan Kementerian adalah pembentukan Kementerian dengan nomen-

klatur tertentu setelah Presiden mengucapkan sumpah/janji.

Page 14: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

12 | Edisi 2, Tahun II

b. Pengubahan Kementerian adalah pengubahan nomenklatur Kementerian dengan cara menggabungkan, memisahkan, dan/atau mengganti nomenklatur Kemen-terian yang sudah terbentuk.

c. Pembubaran Kementerian adalah menghapus Kementerian yang sudah terbentuk.d. Pasal 4: (1) Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan; dan

(2) Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: (a) urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (b) urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan (c) urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

e. Pasal 5: (1) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan; (2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertam-bangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komuni-kasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan; (3) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, ke-sekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, pe-rumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.

f. Pasal 6: Setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu Kementerian tersendiri.

g. Pasal 10: Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu.

h. Pasal 14: Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementerian, Presiden dapat membentuk Kementerian koordinasi.

i. Pasal 15: Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat).

Reformasi Birokrasi diatur dengan Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi dan Permen PANRB Nomor 20 Tahun 2012 tentang Road Map Reformasi Birokrasi. Dari grand design ini dikenal 8 (delapan) area perubahan reformasi birokrasi, yaitu organisasi, tatalaksana, peraturan perundang-undangan,

Page 15: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 13

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set).

Beberapa ketentuan tentang penataan kelembagaan dalam Perpres 81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi dan Permen PANRB 20/2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi: a. Hasil yang diharapkan dari area perubahan organisasi adalah organisasi yang

tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing) dan dari area perubahan peraturan perundang-undangan adalah regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif.

b. Pada tingkat mikro, program penataan dan penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah secara proporsional sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas-tugas masing-masing, sehingga organisasi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing). Target yang ingin dicapai: a) menurunnya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi internal kementerian/lembaga dan pemerintah daerah; dan b) meningkatnya kapasitas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.

c. Program dan Kegiatan serta Hasil yang diharapkan dari area perubahan penataan peraturan perundang-undangan dan penataan dan penguatan organisasi adalah:1. Penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diter-

bitkan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah: Identifikasi per-aturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda sebagai dasar untuk melakukan regulasi dan deregulasi.

2. Restrukturisasi/penataan tugas dan fungsi unit kerja pada K/L dan Pemda: Peta tugas dan fungsi unit kerja pada K/L dan Pemda yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing) yang dapat mendorong percepatan reformasi birokrasi.

3. Penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tatalaksana, pelayanan publik, kepegawaian, dan diklat: Unit kerja organisasi, tatalaksana, kepega-waian dan diklat yang mampu mendorong percepatan reformasi birokrasi. 1

Melalui penataan kelembagaan, diharapkan ke depan terlahir organisasi pemer-intah yang poporsional-efektif-efisien dalam rangka mempercepat terwujudnya

1 Permen PANRB Nomor 20 Tahun 2012 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.

Page 16: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

14 | Edisi 2, Tahun II

tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah yang bersih (clean government), dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 2

Menyadari bahwa selama ini proses pengusulan, persetujuan, dan pelaksanaan reformasi birokrasi berjalan lamban atau tidak sesuai harapan, maka Men PANRB menyederhanakan program pendayagunaan aparatur negara dan reformasi bi-rokrasi dalam bentuk Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi, yaitu 1) penataan struktur birokrasi, 2) penataan jumlah dan distribusi PNS, 3) sistem seleksi CPNS dan promosi PNS secara terbuka, 4) profesionalisasi PNS, 5) peningkatan kesejahteraan pegawai negeri, 6) pengembangan sistem elektronik pemerintah (e-government), 9) efisiensi penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana kerja PNS, 8) peningkatan pelayanan publik, dan 7) peningkatan transparansi dan akuntabilitas aparatur; yang digambarkan sebagai berikut3

Tabel 1. Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi

No Program Deskripsi Kegiatan

1 Penataan struktur birokrasi

a. Evaluasi dan penataan organisasi K/L dan Pemda b. Evaluasi dan Penataan Jabatan Struktural Eselon III, IV, dan V pada unsur

pelaksana dan penunjangc. Evaluasi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)d. Evaluasi Lembaga Non Struktural (LNS) lanjutane. Evaluasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Eselon II

2 Ismadi Ananda, Deputi Men PANRB Bidang Kelembagaan, dalam tulisannya berjudul “Penataan Kelembagaan Pemerintah Sebuah Keniscayaan”, mengatakan bahwa oleh sebagian pihak, performa kelembagaaan pemerintah dipandang masih belum ideal, bahkan pada titik tetentu cenderung dinilai gembrot dan tidak lincah. Pandangan dimaksud dapat dipahami mengingat pada tataran paling ideal, organisasi pemerintah harus berkinerja tinggi ditandai dengan tepat ukuran dan tepat guna (right sizing), sementara di sisi lain, tergambar seperti sedang ada trend atau kecenderun-gan pembentukan organisasi baru dalam rangka mempercepat capaian penyelenggaraan urusan pemerintahan. Ismadi menambahkan, memasuki tahun 2012 Kementerian PANRB telah meng-gariskan 2 (dua) kebijakan mendasar di bidang kelembagaan. Pertama, penghapusan unit eselon IV dan eselon III pada unsur pelaksana tertentu. Sebagai penggantinya akan mengoptimalkan para pegawai yang menduduki jabatan tersebut ke dalam jabatan fungsional karena pada giliran-nya pada unsur pelaksana tertentu yang lebih utama adalah para profesional, bukan manajerial sebagaimana melekat pada jabatan struktural. Kebijakan ini akan dilakukan dengan sangat hati-hati dan terencana. Kedua, evaluasi terhadap keberadaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) terutama yang sudah ditetapkan sebagai unit eselon II.

3 Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi, Majalah Layanan Publik, Edisi XL Tahun VIII 2011, Biro Umum dan Humas Kem PANRB, 2012.

Page 17: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 15

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

No Program Deskripsi Kegiatan

2 Penataan jumlah dan distribusi PNS

a. Analisis dan pemetaan jabatan di K/L dan Pemdab. Kebijakan minus growth (penerimaan CPNS lebih kecil dari jumlah PNS yang

pensiun setiap tahun)c. Kebijakan Pembatasan dan/atau Pengurangan Belanja Pegawaid. Monitoring dan Evaluasi Redistribusi/Realokasi PNSe. Kebijakan Pemberian Pensiun Dini secara Sukarela

3 Sistem seleksi CPNS dan promosi PNS secara terbuka

a. Kebijakan Seleksi CPNS melalui:1. Kerjasama dengan Konsorsium PTN (Perguruan Tinggi Negeri) untuk

seleksi CPNS2. Penggunaan Computer Assisted Test (CAT) untuk seleksi CPNS.

b. Kebijakan Promosi PNS:Penguatan Assessment Center untuk promosi jabatan dan diklat penjenjangan dan/atau fungsional

c. Kebijakan Pengisian Lowongan Jabatan secara terbuka antar instansi baik tingkat nasional maupun regional

4 Profesionalisasi PNS

a. Penetapan Standar Kompetensi Jabatanb. Peningkatan Kemampuan PNS berbasis kompetensic. Sistem Nasional Diklat PNS berbasis kompetensid. Penegakan Etika dan Disiplin Pegawai Negerie. Sertifikasi Kompetensi Profesif. Mutasi dan Rotasi sesuai kompetensi secara periodikg. Pengukuran Kinerja Individuh. Penguatan Jabatan Fungsional:i. Penambahan Jumlah Jabatan Fungsionalj. Penetapan Pola Karier Jabatan Fungsional k. Peningkatan Kemampuan Jabatan Fungsional l. Peningkatan Tunjangan Jabatan Fungsional

5 Peningkatan kesejahteraan pegawai negeri

a. Perbaikan Struktur Penggajianb. Pemberian Tunjangan Berbasis Kinerja secara bertahapc. Penyempurnaan Sistem Pensiund. Peningkatan Jaminan Kesehatan bagi Aparatur dan Pensiunan

6 Pengembangan sistem elektronik pemerintah

(e-government)

a. Kebijakan E-Office {Pengembangan Website, E-Administrasi Umum, manaje-men dokumen elektronik (E-Arsip), administrasi keuangan elektronik (Sistem Pengelolaan Keuangan Elektronik), dan administrasi kepegawaian elektronik (Simpeg)}

b. Kebijakan E-Planningc. Kebijakan E-Budgetingd. Kebijakan E-Procuremente. Kebijakan E-Performance (SAKIP)(semua kebijakan ini dikenal sebagai Sistem Pengelolaan Sumber Daya Pemerintah (SMSDP)/Government Resources Management System, GRMS).

Page 18: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

16 | Edisi 2, Tahun II

No Program Deskripsi Kegiatan

9 Efisiensi penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana kerja PNS

a. Kebijakan Efisiensi Penggunaan Fasilitas Kedinasan

b. Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja

8 Peningkatan Pelayanan Publik

a. Peningkatan Pelayanan Perizinan: 1. Deregulasi Perizinan 2. Penguatan Pelayanan Terpadu Satu Pintu 3. Pembatasan waktu pengurusan izin 4. Kejelasan Biaya dan Persyaratan Perizinan

b. Penguatan Budaya Pelayanan Prima melalui: 1. Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan Publik dan Maklumat Pelayanan 2. Pemeringkatan Pelayanan Publik seluruh K/L dan Pemda 3. Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) 4. Pengelolaan Pengaduan Masyarakat

7 Peningkatan transparansi dan akuntabilitas aparatur

a. Kebijakan tentang Pengaturan dan Kewajiban seluruh Pegawai Negeri/ PNS melaporkan Harta Kekayaan:

1. Pelaporan dan Pengumuman Harta Kekayaan PNS 2. Perluasan Kewajiban Melaporkan Harta Kekayaan 3. Pelaporan Harta Kekayaan sebagai dasar dalam persyaratan kenaikan pangkat dan

promosi jabatan 4. Penguatan PPATK

b. Larangan pemindahan keuangan rekening pemerintah/pejabat ke rekening pribadi

c. Penertiban pembuatan rekening untuk penampungan sementara (Escrow Account)

d. Kebijakan Pekerjaan yang kemungkinn Tidak Selesai dalam Satu Tahun Anggaran diusulkan penganggaran dan pelaksanaan secara bertahap (Multi Years)

e. Penguatan Pengawasan:

1. Implementasi sistem whistle blower (perlindungan pelapor dugaan penyimpangan) 2. Penegakan disiplin PNS (penegasan sanksi yang tegas sesuai dengan PP 53/2011

terhadap pelanggaran disiplin PNS terkait dengan transaksi keuangan yang tidak wajar)

3. Penguatan Peranan APIP dalam pengawasan dan pencegahan korupsi f. Peningkatan akuntabilitas kinerja (aparatur K/L dan Pemda) dan keuangan instansi

pemerintah (SAKIP)

g. Evaluasi kebijakan tentang permintaan dan penerbitan anggaran Perubahan (APBN/APBD Perubahan)

Untuk mengetahui gemuk tidaknya Kabinet Republik Indonesia, dapat diband-ingkan total Menteri pada setiap Kabinet sejak Kabinet Ampera 1 (25 Juli 1966 – 11

Page 19: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 17

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

Oktober 1967) sampai dengan Kabinet Indonesia Bersatu II tahun 2010-2014 yang ditunjukkan pada tabel berikut.4

Tabel 2. Tabel Perbandingan Susunan Kabinet Sejak Orde Baru Sampai Dengan Kabinet Indonesia Bersatu II

No Nama Kabinet Jumlah-Menko

Jumlah Meneg

Jumlah Menmud

Jumlah Men-teri Dep

Total Menteri

1 Ampera I 5 - - 24 29

2 Ampera I yang Disempurnakan - 2 - 21 23 3 Pembangunan I - 5 - 18 23 4 Pembangunan II - 5 - 17 22 5 Pembangunana III 3 2 6 19 30 6 PembangunanIV 3 8 5 21 37 7 Pembangunana V 3 8 6 21 38 8 PembangunanVI 4 13 - 21 38 9 PembangunanVII 4 10 - 20 34 10 Reformasi Pembangunan 4 12 - 20 36 11 Persatuan Nasional 3 14 3 15 35 12 Gotong Royong 3 10 - 17 30 13 Indonesia Bersatu I 3 11 - 20 34 14 Indonesia Bersatu II 3 11 - 20 34

Catatan: Tampak jelas perbedaan total jumlah Menteri pada masing-masing Kabinet. Yang menarik untuk dikaji adalah keberadaan Jumlah Menteri, Menteri Muda, Wakil Menteri, dan Pejabat setingkat Menteri. Pada Kabinet Indonesia Bersatu II terdapat 20 Wakil Menteri.

Jumlah Kementerian (34), LPNK (28), LNS (90), dan beberapa kelembagaan pemerintah pusat dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 3. Kementerian pada Kabinet Indonesia Bersatu II Kementerian Kementerian

1. Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

18. Pekerjaan Umum

2. Koordinator Bidang Perekonomian 19. Kesehatan

3. Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 20. Pendidikan dan Kebudayaan

4 Diolah dari Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Buku II Jilid 1 dan Jilid 2, Lembaga Administrasi Negara (LAN, 2002).

Page 20: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

18 | Edisi 2, Tahun II

Kementerian Kementerian

4. Sekretariat Negara 21. Sosial

5. Dalam Negeri 22. Agama

6. Luar Negeri 23. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

7. Pertahanan 24. Komunikasi dan Informatka

8. Hukum dan Hak Asasi Manusia 25. Riset dan Teknologi

9. Keuangan 26. Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

10. Energi dan Sumber Daya Mineral 27. Lingkungan Hidup

11. Perindustrian 28. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

12. Perdagangan 29. Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

13. Pertanian 30. Pembangunan Daerah Tertinggal

14. Kehutanan 31. Perencanaan Pembangunan Nasional

15. Perhubungan 32. Badan Usaha Milik Negara

16. Kelautan dan Perikanan 33. Perumahan Rakyat

17. Tenaga Kerja dan Transmigrasi 34. Pemuda dan Olah Raga

Tabel 4. Lembaga Pemerintah Non Kementerian pada Kabinet Indonesia Bersatu II

LPNK LPNK

1. Lembaga Administrasi Negara 15. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

2. Arsip Nasional Republik Indonesia 16. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

3. Badan Kepegawaian Negara 17. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

4. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 18. Badan Koordinsi Penanaman Modal

5. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 19. Badan Pertanahan Nasional

6. Badan Pusat Statistik 20. Badan Pengawas Obat dan Makanan

7. Badan Staandardisasi Nasional 21. Lembaga Ketahanan Nasional

8. Badan Pengawas Tenaga Nuklir 22. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofifika

9. Badan Tenaga Nuklir Nasional 23. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Page 21: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 19

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

LPNK LPNK

10. Badan Intelijen Negara 24. Badan Nasional Penanggulangan Bencana

11. Lembaga Sandi Negara 25. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

12. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

26. Badan SAR Nasional

13. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 27. Badan Narkotika Nasional

14. Badan Informasi Geospasial 28. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

Tabel 5. Kesekretariatan Lembaga Negara pada Kabinet Indonesia Bersatu II

Kesekretariatan Lembaga Negara Kesekretariatan Lembaga Negara

1. Mahkamah Agung 5. Badan Pemeriksa Keuangan2. Majelis Permusyawaratan Rakyat 6. Mahkamah Konstitusi3. Dewan Perwakilan Rakyat 7. Komisi Yudisial4. Dewan Perwakilan Daerah

Tabel 6. Lembaga Setingkat Kementerian pada Kabinet Indonesia Bersatu II

Lembaga Setingkat Kementerian Lembaga Setingkat Kementerian

1. Kejaksaan Agung 3. Tentara Nasional Republik Indonesia

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia 4. Sekretariat Kabinet

Tabel 7. Lembaga Penyiaran Publik pada Kabinet Indonesia Bersatu II

Lembaga Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik

1. Radio Republik Indonesia 2. Televisi Republik Indonesia

Tabel 8. Lembaga Non Struktural pada Kabinet Indonesia Bersatu IILembaga Non Struktural Lembaga Non Struktural

1. Komisi Hukum Nasional 46. Badan Nasional Sertifikasi Profesi2. Komisi Kepolisian Nasional 47. Badan Perlindungan Konsumen Nasional

3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha 48. Badan Pengawas Pemilihan Umum4. Komisi Perlindungan Anak Indonesia 49. Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura5. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 50. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

Page 22: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

20 | Edisi 2, Tahun II

Lembaga Non Struktural Lembaga Non Struktural6. Komisi Kejaksaan 51. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo7. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional 52. Badan Amil Zakat Nasional8. Komisi Nasional Lanjut Usia 53. Badan Koordinasi Keamanan Laut9. Komisi Penyiaran Indonesia 54. Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik10. Komisi Banding Merek 55. Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional

Keolahragaan11. Komisi Banding Paten 56. Badan Olah Raga Profesional12. Komisi Informasi Pusat 57. Badan Nasional Pengelola Perbatasan13. Komisi Pengawas Haji Indonesia 58. Badan Pertimbangan Film Nasional14. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 59. Badan Pertimbangan Kepegawaian15. Komisi Pemberantasan Korupsi 60. Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal 16. Komisi Pemilihan Umum 61. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan Sabang17. Dewan Buku Nasional 62. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan Bebas Batam18. Dewan Gula Nasional 63. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan Bebas Karimun19. Dewan Riset Nasional 64. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan Bebas Bintan20. Dewan Koperasi Indonesia 65. Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional21. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah 66. Komite Nasional Keselamatan Transportasi22. Dewan Kelautan Indonesia 67. Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk- Bentuk

Pekerjaan Terburuk Untuk Anak23. Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional 68. Komite Akreditasi Nasional24. Dewan Pengupahan Nasional 69. Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan25. Dewan Ketahanan Pangan 70. Komite Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran26. Dewan Energi Nasional 71. Komite Standar Akuntansi Pemerintah27. Dewan Pers 72. Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan28. Dewan Pertimbangan Presiden 73. Komite Kebijakan Percepatan Penyiapan

Infrastruktur29. Dewan Sumber Daya Air Nasional 74. Komite Nasional Penanggulangan Flu Burung

(Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza

30. Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

75. Komite Pengarah Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Pulau Batam, Pulau Bintan, dan Pulau Karimun

31. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam

76. Komite Olah Raga Nasional Indonesia

Page 23: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 21

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

Lembaga Non Struktural Lembaga Non Struktural32. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas Bintan77. Komite Ekonomi Nasional

33. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun

78. Komite Inovasi Nasional

34. Dewan Ketahanan Nasional 79. Lembaga Produktivitas Nasional35. Dewan Nasional Perubahan Iklim 80. Lembaga Sensor Film36. Dewan Jaminan Sosial Nasional 81. Lembaga Kerjasama Tripartit37. Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia 82. Lembaga Koordinasi dan Pengendalian

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat

38. Dewan Penerbangan Antariksa Nasional 83. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban39. Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus 84. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 40. Badan Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu 85. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

41. Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Perumahan dan Permukiman Nasional

86. Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

42. Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

87. Ombudsman Republik Indonesia

43. Badan Pengelola Dana Abadi Umat 88. Konsil Kedokteran Indonesia44. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas

Bumi (BP Migas) 89. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

45. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) 90. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan

III. ANALISIS PENATAAN KELEMBAGAAN Reformasi Birokrasi mulai menggema pada tahun 2003/2004, antara lain

dengan dihasilkannya pokok-pokok pikiran tentang reformasi birokrasi aparatur negara (Kementerian PAN, 2004) seperti digambarkan sebagai berikut.5

Tabel 9. Kebijakan dan Arah Reformasi Birokrasi (2004)

No Kebijakan dan Arah Reformasi Birokrasi

1 KELEMBAGAAN: Organisasi ”ramping struktur dan banyak/kaya fungsi, efisien, dan efektif”, organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas (structure follows strategy), organisasi efisien dan efektif, rasional, dan proporsional (right sizing), flat atau datar, ramping, pembidangan sesuai beban dan sifat tugas, span of control yang ideal, bersifat jejaring (small organization but large networking), banyak diisi jabatan-jabatan fungsional (mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugasnya), dan menerapkan strategi organisasi pembelajaran (learning organization) yang cepat beradaptasi terhadap perubahan.

5 “Kebijakan dan Arah Reformasi Birokrasi Aparatur Negara”, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Oktober 2004.

Page 24: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

22 | Edisi 2, Tahun II

No Kebijakan dan Arah Reformasi Birokrasi

2 SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR: SDM yang ingin dibangun adalah “PNS yang profesional, netral, dan sejahtera”, manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional, netral, berdayaguna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk melayani dan memberdayakan masyarakat, jumlah dan komposisi pegawai yang ideal: sesuai dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing instansi pemerintah, penera-pan sistem merit dalam manajemen PNS, klasifikasi jabatan, standar kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja, penyusunan pola karier PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa, membangun sistem manajemen kepegawaian unified berbasis kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem informasi manajemen kepegawaian, dan sistem remunerasi yang layak dan adil menuju manajemen modern.

3 TATA LAKSANA ATAU MANAJEMEN: Ketatalaksanaan aparatur pemerintah diharapkan ditandai oleh ”mekanisme, sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif”, melalui pengaturan ketatalaksanaan yang sederhana: standar operasi, sistem, prosedur, mekanisme, tatakerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan pemanfaatan e-government, dan apresiasi kearsipan. Juga penataan birokrasi yang efisien, efektif, transparan, akuntabel, hemat, disiplin, dan penerapan pola hidup sederhana. Efisiensi kinerja aparatur dan peningkatan budaya kerja, terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien (dalam administrasi pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat), sistem kearsipan yang andal: tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan efisien, otomatisasi administrasi perkantoran, dan sistem manajemen yang efisien dan efektif. Unit organisasi pemer-intah yang mempunyai potensi penerimaan keuangan negara, statusnya didorong menjadi unit korporatisasi dalam bentuk BHMN, BUMD, Perum, Persero, UPT, UPTD, atau bentuk lainnya.

4 AKUNTABILITAS KINERJA APARATUR: Pemahaman tentang akuntabilitas terus ditingkatkan dan diupayakan agar diciptakan ”kinerja instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas KKN”, ditandai oleh sistem akuntabilitas kinerja, Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang efektif, laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) yang berkualitas, sistem dan lingkungan kerja yang kondusif: berdasarkan peraturan dan tertib administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh pemangku kepentingan (stakeholders) - atasan, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan yang didukung sistem informasi dan pengolahan data elektronik yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua departemen/lembaga di bidang perencanaan dan pengang-garan, organisasi dan ketalaksanaan, kepegawaian, sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan dengan indikator kinerja dan pelayanan masyarakat, dan aparatur negara yang bebas KKN (kondisi yang terkendali dari praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan serta pelanggaran disiplin, tingginya kinerja sumber daya aparatur dan kinerja pelayanan publik).

5 PENGAWASAN: Diharapkan terbangun “sistem pengawaan nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional, pengawasan internal, pengawasan eksternal, pengawasan masyarakat,” yang ditandai sistem pengendalian dan pengawasan yang tertib, sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi aparat pengawasan, terbentuknya sistem informasi pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan penegakan hukum secara adil dan konsisten.

Page 25: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 23

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

No Kebijakan dan Arah Reformasi Birokrasi

6 PELAYANAN PUBLIK: Pelayanan publik sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas, diharapkan dapat didorong upaya mewujudkan ”pelayanan publik yang prima dalam arti pelayanan yang cepat, tepat, adil, dan akuntabel”, ditandai oleh pelayanan tidak berbelit-belit, informatif, akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efisien, transparan dan akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib, kepastian (waktu-biaya-hukum), dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi. Kondisi kelembagaan, SDM aparatur, ketatalaksanaan, dan pengawasan, mampu mendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas dan mendorong munculnya praktik-praktik pelayanan yang lebih menghargai para pengguna jasa; perubahan paradigma aparatur yang terarah dalam upaya revitalisasi manajemen pembangunan ke arah penyelenggaraan Good Governance: menjadi entrepreneurial-competitive government (pemerintahan yang kompetitif), customer-driven dan accountable government (pemerintahan tanggap/responsive, berorientasi pelanggan dan akuntabel), serta global-cosmo-politan orientation government (pemerintahan yang berorientasi global); penerapan prinsip pelayanan prima: metode dan prosedur pelayanan, produk dan jasa pelayanan, mantapnya peraturan perundangan, penetapan standar pelayanan, indeks kepuasan masyarakat, pengembangan model dan penanganan keluhan masyarakat/pengguna jasa secara terorganisasi, serta partisipasi masyarakat; proses kerja serta modernisasi administrasi melalui otomatisasi administrasi perkantoran: elektronis di setiap instansi pemerintah serta penerapan dan pengembangan e-government; publikasi secara terbuka prosedur, biaya dan waktu pelayanan; dan peran serta masyarakat dengan adanya kejelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

7 BUDAYA KERJA PRODUKTIF, EFISIEN, DAN EFEKTIF: Penumbuhkembangan budaya kerja produktif, efisien dan efektif harus didorong agar ”terbangun kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien, dan efektif”, terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi, melalui Pengembangan Budaya Kerja yang mengubah mind-set, sikap dan perilaku serta motivasi kerja; membangun biorkrat berjiwa entrepreneur, dengan pengembangan budaya kerja (culture-set) yang tinggi: terbentuk pola pikir (mind-set), sikap dan perilaku dan budaya kerja pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan masyarakat.

8 KOORDINASI, INTEGRASI, DAN SINKRONISASI: Perlu ditingkatkan “koordinasi program dan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program pendayagunaan aparatur negara.” Koor-dinasi, integrasi dan sinkronisasi, perlu diwujudkan antara lain melalui “keterkaitan institusional (koordinatif) yaitu keterkaitan Kementerian PAN dengan Instansi/Lembaga terkait yang bersifat koordinasi dalam rancangan, integrasi dalam program, sinkronisai dalam kegiatan dan simplifikasi dalam prosedur”, ditandai oleh kesatuan bahasa dan kerjasama yang dikembangkan melalui Rakor, Fortek dan Forkom, Raker, dan rapat berkala; koordinasi dilakukan sejak penyusunan program kerja dan anggaran; jelasnya instansi/unit kerja yang secara fungsional berwenang dan bertanggungjawab atas sesuatu masalah atau tugas; dan program kerja instansi/organisasi yang jelas (memperlihatkan keserasian kegiatan unit-unit kerja).

Organisasi/kelembagaan pemerintah merupakan salah satu aspek pent-ing dalam penyelenggaraan pemerintahan dan reformasi birokrasi. Pada tahun 2005, Sofyan Effendi mengemukakan bahwa reformasi birokrasi perlu dimulai dari kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur, kemudian disusul aspek-aspek lainnya seperti ketatakaksanaan, pelayanan publik, akuntablitas, dan pengawasan dalam upaya membangun pemerintahan yang amanah. Sofyan Effendi menegas-kan pentingnya pemahaman terhadap pemerintah (government: peran pemerintah

Page 26: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

24 | Edisi 2, Tahun II

lebih dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan), tata pemerintahan, peny-elenggaraan pemerintahan, pengelolaan pemerintahan (governance), tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), penyelenggaraan pemerintahan yang amanah, tata pemerintahan yang balance, pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggungjawab, pemerintahan yang bersih, dan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Reformasi membangun pemerintahan yang amanah dilakukan sebagai berikut:a. Sampai dengan saat ini Indonesia belum mampu mengembangkan good gover-

nance: pemberantasan KKN, dan clean government. Banyak kebijakan yang tidak jelas, penempatan personil yang tidak kredibel, enforcement menggunakan sentra kehidupan politik yang kurang berorientasi pada kepentingan bangsa.

b. Penyelenggaraan pemerintahan harus hati-hati, harus sesuai dengan praktik internasional, memperhatikan budaya dan kondisi bangsa, tidak terjebak dan terjerumus pada jebakan asing atau lembaga internasional dalam penyeleng-garaan negara, hubungan pusat dan daerah, dan dalam pengelolaan keuangan negara.

c. Budaya organisasi penting, contoh budaya pemerintahan (public culture) dan budaya perusahaan (corpotrate culture), harus menyesuaikan dengan bentuk organisasi yang cocok untuk lingkungan yang stabil, menjalankan tugas yang bersifat massif tetapi redundant. Budaya organisasi berubah jika tugas organisasi dan lingkungannya berubah.

d. Peter Bijur (2001): syarat paling utama yag menjadi keberhasilan upaya peruba-han budaya organisasi adalah kepemimpinan yang kuat (strong leadership) baik dalam kemampuan memimpin maupun dalam ketajaman visinya. Ini kendala utama bangsa Indonesia. Lima faktor penting untuk menyukseskan perubahan budaya organisasi adalah nilai-nilai, motivasi, ide dan strategi, tujuan yang jelas, dan etika kinerja didukung remunerasi dan penghargaan yang tepat.

e. Organisasi yang mengubah budaya harus berani menempuh jalan yang tidak selalu lurus, dari kondisi stabil, melalui turbulence atau bahkan chaos, untuk mencapai penyesuaian dengan nilai-nilai, norma-norma, perilaku dan simbol-simbol budaya baru. Organisasi harus disiapkan untuk selalu adaptif terhadap perubahan, harus berani berekspserimen, harus berani gagal dan harus dapat menyesuaikan diri dengan unsur-unsur budaya baru yang diletakkan oleh pimpinan organisasi.

f. Walaupun sudah dilakukan dengan komitmen yang tinggi serta program yang benar, selalu ada risiko perubahan budaya organisasi tidak berjalan seperti di-harapkan atau dalam kasus ekstrim bertentangan dengan arah yang diinginkan.

Page 27: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 25

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

Perubahan budaya organisasi adalah proses panjang dan mahal yang tidak dijamin akan sukses. Minimal diperlukan waktu 5-10 tahun untuk mengubah budaya organisasi dengan skala seperti pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Karena itu strategi yang dianjurkan oeh para ahli (Morgan, 1996 dan Toolpack, 2001) adalah perubahan secara ber-tahap dan gradual. Memang kurang revolusioner dan kurang radikal, tetapi lebih aman.

Analisis penataan struktur birokrasi dilakukan mengacu pada Sembilan Pro-gram Percepatan Reformasi Birokrasi, yaitu (1) Evaluasi dan penataan organisasi K/L dan Pemda; (2) Evaluasi dan Penataan Jabatan Struktural Eselon III, IV, dan V pada unsur pelaksana dan penunjang; (3) Evaluasi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK); (4) Evaluasi Lembaga Non Struktural (LNS) lanjutan; dan (5) Evaluasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Eselon II. Tulisan ini difokuskan pada penataan organisasi K/L dan LPNK serta LNS. Kementerian yang saat ini jumlahnya 34, jika mau dan berani, bisa ditekan menjadi jumlahnya sekitar 20. LPNK yang saat ini mencapai 28 bisa ditekan jumlahnya menjadi di bawah 10. Jumlah LNS yang hampir mencapai angka 90 bisa dikurangi kecuali lembaga yang pembentukannya diamanatkan undang-undang. Penataan kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian dilakukan sebagai berikut.

Tabel 10. Penataan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian

Penataan Kementerian Penataan Lembaga Pemerintah Non Kementerian

a. Jumlah maksimum Kementerian dipertahankan pada angka 20.

b. Ada sejumlah Kementerian yang disatukan/digabung, dengan alasan tugas dan fungsi yang hampir sama atau serumpun.

c. Kementerian dan Hasil gabungan beberapa Kementerian, masing-masing digabung dengan LPNK yang selama ini dikoordinasikan, menjadi Kementerian Baru.

d. Pemikiran ini tidak mempertimbangkan aspek politik.e. Acuannya adalah UU 39/2008 tentang Kementerian

Negara dan Perpres 47/2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.

a. Jumlah LPNK dibatasi, hanya pada LPNK yang sulit dimasukkan ke dalam Kementerian, diupayakan dari 28 menjadi di bawah 10.

b. Ada satu atau sejumlah LPNK yang disatukan dengan Kementerian, dengan alasan tugas dan fungsi yang hampir sama atau serumpun.

c. Ada LPNK yang dianggap sangat strategis sehingga harus berdiri sendiri dan sulit dimasukkan ke dalam Kementerian.

d. Pemikiran ini tidak mempertimbangkan aspek politik.

e. Acuannya adalah Keppres 103/2001 dan Keppres 110/2001 yang mengatur LPND.

Page 28: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

26 | Edisi 2, Tahun II

Gambar berikut memperlihatkan kelembagaan hasil pembentukan, peruba-han, dan penggabungan Kementerian dan LPNK, sehingga terbentuk Kementerian baru yang lebih kuat dan mantap.

Tabel 11. Pemikiran Usulan Penggabungan Kementerian dan LPNK No Kementerian (penggabungan) LPNK (dibubarkan, masuk ke Kementerian)1 Kemenko Politik, Hukum, dan HAM

2 Kemenko Perekonomian

3 Kemenko Kesejahteraan Sosial4 Kemen Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet5 Kemen Dalam Negeri dan PANRB BPN, LAN, BKN, ANRI, dan BNPB6 Kemen Luar Negeri7 Kemen Pertahanan Lemsanneg, BIN, Lemhannas, Basarnas, BNN,

dan BNPT8 Kemen Hukum dan HAM9 Kemen Keuangan dan Perencanaan Pembangunan

NasionalBappenas, BPS, LKPP, dan BPKP

10 Kemen Perindustrian, Perdagangan, dan KUKM BKPM11 Kemen Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan12 Kemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial BNP2 TKI13 Kemen Perhubungan, Pekerjaan Umum, dan

Pengurangan Daerah TertinggalBMKG

14 Kemen Kesehatan dan Kependudukan BKKBN, BPOM15 Kemen Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan16 Kemen Komunikasi, Informatika, Pariwisata, dan

Ekonomi KreatifPerpusnas

17 Kemen Litbang Iptek BSN, Bapeten, Batan, Lapan, BIG, LIPI, BPPT 18 Kemen Lingkungan Hidup dan Perumahan Rakyat19 Kemen Perempuan, Pemuda, dan Olahraga20 Kemen BUMN

Catatan: Singkatan/Akronim LPNK: BPN (Badan Pertanahan Nasional), LAN (Lembaga Administrasi

Negara), BKN (Badan Kepegawaian Negara), ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Lemsanneg Lembaga Sandi Negara), BIN (Badan Intelijen Nasional), Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional), Basarnas (Badan SAR Nasional), BNN (Badan Narkotika Nasional), BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), BPS (Badan Pusat Statistik), LKPP (Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), BNP2TKI

Page 29: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 27

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

(Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Beren-cana Nasional), BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), Perpusnas (Perpustakaan Nasional), BSN (Badan Standardisasi Nasional), Bapeten (Badan Pengawasan Tenaga Nuklir), Batan (Badan Tenaga Nuklir), Lapan (Lembaga Penerbangaan dan Antariksa Na-sional), BIG (Badan Informasi Geospasial) perubahan dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi dan Survei Pemetaan Nasional), LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).

Penataan kelembagaan melalui penggabungan Kementerian dan LPNK sehingga jumlah Kementerian menjadi 20 (atau di bawah 34) diyakini akan dapat mening-katkan penghematan, efisiensi, dan efektivitas. Keberadaan 3 (tiga) Kementerian Koordinator dapat dievaluasi dan masih dimungkinkan untuk penghapusan.

Saat ditetapkannya Undang-Undang 39/2008 tentang Kementerian Negara, timbul pertanyaan “apakah jabatan Staf Ahli Menteri/Kementerian masih ada”? Dalam undang-undang ini tidak diatur tentang adanya jabatan Staf Ahli Kementerian, sehingga banyak pendapat bahwa jabatan Staf Ahli ditiadakan. Kenyataannya, ja-batan Staf Ahli Kementerian yang jumlahnya di atas 150 masih tetap ada. Sebenarnya dapat dipertimbangkan penghapusan jabatan staf ahli dimaksud. Sebagai catatan, keberadaan Staf Ahli ditetapkan dalam Perpres Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementerian Negara, seharusnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang tidak menetapkan adanya Staf Ahli.

Jumlah Wakil Menteri saat ini mencapai 20. Dihapuskannya Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang tentang Kementerian Negara, mengakibatkan polemik jabatan Wakil Menteri apakah merupakan jabatan karier atau jabatan politik. Jabatan Wakil Menteri ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, dengan beberapa ketentuan antara lain:a. Pasal 1: Wakil Menteri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. b. Pasal 2: Wakil Menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin

pelaksanaan tugas Kementerian; dan (2) Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan Kementerian; dan b. mem-bantu Menteri dalam mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I di lingkungan Kementerian.

Page 30: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

28 | Edisi 2, Tahun II

c. Pasal 3: Rincian tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi: a. mem-bantu Menteri dalam proses pengambilan keputusan Kementerian; b. membantu Menteri dalam melaksanakan program kerja dan kontrak kinerja; c. memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian; d. melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian; e. membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan di lingkungan Kementerian; f. melaksanakan pengendalian reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian; g. mewakili Men-teri pada acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan penugasan Menteri; h. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan i. dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.

d. Pasal 4: (1) Wakil Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden; (2) Masa jabatan Wakil Menteri paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden yang bersangkutan.

e. Pasal 5: (1) Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan di bawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan di atas jabatan struktural eselon I.a; dan (2) Ketentuan mengenai besaran hak keuangan dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

f. Pasal 6: Wakil Menteri dapat berasal dari Pegawai Negeri atau bukan Pegawai Negeri.

Jumlah LNS juga dikurangi dari jumlahnya yang mencapai 90, dibatasi hanya pada lembaga yang dibentuk berdasarkan atau diamanatkan undang-undang. LPNK yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden/Peraturan Presiden sebaiknya ditinjau kembali dan dinilai kembali kelayakannya sebagai LNS. Pembentukan LNS baru hanya disetujui untuk lembaga yang pembentukannya diamanatkan oleh undang-undang.

Setelah dilakukan penggabungan beberapa Kementerian dan beberapa LPNK menjadi satu Kementerian, dilakukan penataan eselon I, eselon II, dan eselon-eselon di bawahnya. Dengan demikian terjadi penggabungan dan/atau penghapusan eselon (jabatan). Dengan cara ini akan terjadi pengurangan secara signifikan: (1) jumlah Kementerian; (2) jumlah LPNK; (3) jumlah eselon, yaitu (a) eselon I di Kementerian/LPNK lama; (b) penggabungan beberapa eselon I yang bersesuaian; dan (c) pengu-rangan jumlah eselon II dan di bawahnya sebagai akibat penggabungan lembaga.

Page 31: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 29

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

Pada tahun 1999, di Indonesia terdapat 319 pemerintah daerah (26 provinsi, 234 kabupaten, dan 59 kota). Sejak pemekaran dibuka, hanya dalam waktu sepuluh tahun (1999-2009) jumlah pemerintah daerah bertambah 205 daerah oto-nom baru (DOB), yaitu 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Dengan demikian total pemerintah daerah saat ini adalah 524, yaitu 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota, tidak termasuk 6 daerah administratif di DKI Jakarta. Usulan DOB masih terus mengalir dan saat ini telah mencapai 170 (usulan pembentukan: 33 provinsi, 123 kabupaten, dan 14 kota).

Kebijakan penataan daerah mengacu pada Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) dengan tiga misi utama, yaitu menjaga integrasi NKRI sebagai amanat konstitusi, akselerasi peningkatan kualitas pelayanan publik, dan pengukuhan kapa-sitas Indonesia dalam konteks persaingan global (Djohermansyah, 2011). Pencapaian misi tersebut didasarkan atas empat pertimbangan, yaitu pengutamaan kepentingan strategis nasional, penataan daerah yang berwawasan global, integrasi seluruh aspek perubahan lingkungan, dan keterpaduan pembangunan pusat dan daerah.

Djohermansyah menjelaskan empat pokok desartada, yaitu 1) pembentu-kan daerah persiapan sebagai prosedur baru dalam pembentukan daerah otonom; 2) penghapusan, penggabungan, dan penyesuaian daerah otonom; 3) pengaturan daerah otonom yang memiliki karakteristik khusus; dan 4) penetapan estimasi jumlah maksimal daerah otonom hingga tahun 2025. Implementasi desartada harus mengacu pada lima langkah. Pertama, memasukkan desartada ke dalam revisi UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (pengertian, penataan daerah, pembentu-kan, penyesuaian, penghapusan, dan penggabungan daerah). Kedua, penyusunan detail parameter penataan ulang daerah otonom. Ketiga, pengkajian ulang usulan pembentukan daerah otonom berdasarkan parameter baru. Keempat, implementasi seluruh substansi desartada. Kelima, evaluasi terhadap pelaksanaan desartada. Hal penting lainnya, desartada harus disosialisasikan kepada seluruh pemerintah daerah.

Pemekaran daerah seolah tidak terbendung lagi padahal penataan dae-rah sedang diupayakan. Aspek potensi berupa sumber potensi provinsi untuk berkembangnya ekonomi regional, potensi untuk berkembangnya ekonomi berba-sis sumber daya alam di kabupaten, dan potensi untuk berkembangnya kegiatan industri, perdagangan, dan jasa di kota kurang diperhatikan. Terlepas dari masih

Page 32: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

30 | Edisi 2, Tahun II

banyaknya keinginan masyarakat untuk bisa memperoleh pemekaran baru, Siti Zuhro (2011) telah menganalisis perlu tidaknya pemekaran daerah dan upaya pencegahan pemekaran daerah. 6

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KesimpulanKebijakan penataan kelembagaan yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right

sizing) dalam reformasi birokrasi harus dilakukan agar terjadi perubahan mendasar dan signifikan, tidak hanya merupakan perubahan parsial yang dampaknya kecil. Penggabungan kementerian yang tugas pokok dan fungsinya hampir berdekatan mutlak diperlukan. Penggabungan LPNK ke dalam Kementerian sangat besar manfaatnya, seperti Bapedal yang semula merupakan LPND dilebur ke dalam Kementerian Lingkungan Hidup, BPKP dahulu merupakan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, dan BPN semula merupakan Direktorat Jenderal Agraria.

Pembentukan, perubahan, dan penggabungan Kementerian dan LPNK yang “radikal” ini merupakan pemikiran awal, belum didukung penelitian atau kajian mendalam, dan tanpa pertimbangan politik. Jika penggabungan ini bisa dilakukan, diperkirakan akan terjadi penghematan yang cukup besar.

Jumlah LNS dapat dikurangi dengan melihat dasar pembentukan kelembagaan. Dikecualikan bagi lembaga yang dibentuk berdasarkan amanat undang-undang,

6 Dalam tulisannya berjudul “Realitas Pemekaran Daerah di Indonesia: Masalah, Implikasi, dan Solusinya”, Siti Zuhro (LIPI, 2011) menegaskan bahwa sudah saatnya Indonesia mengendalikan pemekaran dan mengawasi prosesnya dengan mengubah kerangka kebijakan dan menetapkan langkah alternatif untuk menyediakan pelayanan terhadap daerah-daerah kurang beruntung. Salah satu akternatif adalah menggunakan insentif fiscal untuk mendorong restrukturisasi administrasi, menginformasikan kepada semua daerah tentang dampak pemekaran, melakukan kajian secara lebih cermat, memperke-nalkaan kriteria initial threshold bagi daerah yang ingin memekarkan, menginformasikan kebutuhan waktu yang panjang dalam membangun daerah baru, konsultasi publik dan pelibatan publik, bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan masyarakat madani (civil society), moratorium pemekaran daerah, penguatan kerjasama antardaerah, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik pada daerah terpencil dan terisolasi.

Page 33: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 31

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

maka terbuka kemungkinan adanya pembubaran atau penggabungan LNS. Pena-taan pemerintahan daerah, khususnya pemekaran DOB dilakukan secara selektif mengacu pada desartada. Keberadaan Staf Ahli Kementerian ditetapkan dalam Peraturan Presiden tetapi tidak ada ketentuan acuannya dalam Undang-Undang tentang Kementerian Negara.

Pemikiran awal tentang penggabungan Kementerian dan LPNK ini dapat dijadikan masukan dalam pembentukan Kabinet RI 2014-2018 sehingga terbentuk Kementerian yang jumlahnya di bawah 34 seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Kementerian Negara. Dibutuhkan pimpinan yang tidak hanya berpikir biasa-biasa saja (business as usual), tetapi diperlukan pimpinan yang men-gubah paradigma (paradigm shift) dan berpikir luar biasa (out of the box thinking).

4.2 SaranBeberapa saran terhadap penataan kelembagaan atau penataan struktur bi-

rokrasi adalaha. Pelaksanaan Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi, khususnya

penataaan kelembagaan, harus dipantau dan dievaluasi terus menerus agar terjadi perampingan kelembagaan dan peningkatan penghematan, efisiensi, dan efektivitas.

b. Pemerintah harus meningkatkan komitmen, kesungguhan, dan keseriusan untuk melakukan penataan kelembagaan dalam bentuk penggabungan Kementerian dan LPNK, pengurangan jumlah LNS, dan pemekaran daerah baru yang sele-ktif, diarahkan agar memberikan pengaruh signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

c. Perlu dilakukan kajian intensif tentang pembentukan, perubahan, dan peng-gabungan Kementerian dan LPNK, LNS, keberadaan Kementerian Koordinator, keberadaan Staf Ahli Kementerian, dan pemekaran daerah.

d. Keberadaan LPNK seharusnya dilebur ke dalam Kementerian terkait dan/atau jumlahnya dibatasi. Yang dipertahankan adalah terbatas hanya pada LPNK yang benar-benar tidak dapat dimasukkan ke dalam Kementerian.

e. Penggabungan Kementerian dan LPNK harus dibarengi dengan penataan eselon 1, eselon 2, dan eselon di bawahnya serta perubahan pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) aparat negara sehingga dapat mengurangi tumpang tindih pelaksanaan tugas dan fungsi antar jabatan.

Page 34: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

32 | Edisi 2, Tahun II

f. Pimpinan Nasional pada Kabinet RI 2014-2018 sebaiknya memperhatikan pe-mikiran penggabungan Kementerian dan LPNK sehingga terbentuk birokrasi yang baik, profesional, efisien, dan efektif.

Referensi

1. Biro Hukum dan Humas Kemen PANRB, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara”, Jilid I dan II, Jakarta, 2011.

2. Biro Hukum dan Humas Kementerian PANRB, “Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi”, Jurnal Layanan Publik Edisi XL Tahun VIII 2012.

3. Djohermansyah Djohan, Dirjen Otda Kemendagri, “Kebijakan Penataan Daerah”, Jurnal Kenegaraan Sekretariat Negara RI, Nomor 21 Tahun 2011.

4. Ismadi Ananda, Deputi Kelembagaan Kemen PANRB, “Penataan Kelembagaan Pemerinah Sebuah Keniscayaan”, Jurnal Kenegaraan Sekretariat Negara RI, Nomor 21 Tahun 2011.

5. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, “Kebijakan dan Arah Reformasi Birokrasi Aparatur Negara”, Oktober 2004.

6. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, “Dasawarsa Reformasi Birokrasi 1999-2009”, Jakarta, Oktober 2009.

7. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organaisasi, dan Tata Kerja LPND beserta perubahannya.

8. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I LPND beserta perubahannya.

9. Komarudin, “Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik”, Jurnal Kenegaraan Sekretariat Negara RI, Nomor 20 Tahun 2011.

10. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan daan Organisasi Kementerian Negara.

11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara beserta perubahannya.

12. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

13. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.

14. Siti Zuhro, LIPI, “Realitas Kemekaran Daerah di Indonesia: Masalah, Implikasi, dan Solusinya”, Jurnal Kenegaraan Sekretariat Negara RI, Nomor 22 Tahun 2011.

Page 35: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 33

PENATAAN STRUKTUR BIROKRASI: KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

15. Sofyan Effendi, “Membangun Pemerintahan Yang Amanah”, Workshop reformasi birokrasi diselenggarakan oleh Kemenpan di Yogyakarta, 22 September 2005.

16. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Page 36: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

34 | Edisi 2, Tahun II

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional

Prof. Dr. H. Wirman Syafri Sailiwa, MSi

1. Pendahuluan

Maju mundurnya sebuah bangsa atau negara amat bergantung pada baik buruknya administrasi (Wilson), baik buruknya administrasi amat ber-gantung pada kinerja aparatur negara; dan tidak ada satu hal untuk abad

modern sekarang ini yang lebih penting dari administrasi. Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab dan malahan kelangsungan hidup dari peradaban itu sendiri akan sangat bergantung atas kemampuan kita untuk membina dan mengem-bangkan suatu filsafat administrasi yang mampu memecahkan masalah-masalah masyarakat modern (Charles A Beard, dalam Lepawsky, 1960).

Pernyatan yang telah berusia puluhan tahun di atas hingga saat ini masih diakui kebenarannya terutama dari perspektif administrasi publik yang berupaya mencapai tujuan negara dengan melakukan kolaborasi antara sektor pemerin-tah, swasta dan masyarakat sipil melalui berbagai kebijakan yang manusiawi dan berkeadilan.

Kolaborasi ketiga sektor (unsur) administrasi publik itu sendiri hingga saat ini masih tidak sesuai harapan, aparatur negara yang dalam hal ini diwakili oleh pegawai negeri sipil (PNS) yang diharapkan menjadi inisiator, motivator dan dinamisator dalam kolaborasi tersebut berkinerja buruk sehingga belum mampu mengemban amanah yang dipikulkan dan belum mampu memenuhi sebagian besar tuntutan kebutuhan pelayanan masyarakat.

Untuk dapat melakukan kolaborasi dengan sektor swasta dan masyarakat sipil, pegawai negeri sipil dituntut untuk bertindak profesional dengan bekerja berdasarkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan disiplin serta nilai keadilan dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan publik.

Page 37: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 35

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional

2. MasalahKetidakhadiran nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan disiplin serta keadilan

tersebut di atas pada setiap individu PNS diduga kuat sebagai penyebab antara dari sekian banyak penyebab buruknya kinerja PNS, sedangkan penyebab utamanya adalah buruknya sistem manajemen sumber daya aparatur sehingga secara signifi-kan berdampak pada lemahnya daya saing nasional. Reformasi birokrasi bidang penataan organisasi, penataan tata laksana, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja, serta peningkatan kualitas pelayanan publik kemungkinan akan tidak optimal atau bahkan mengalami kegagalan jika tidak dimulai dari pe-nataan sistem manajemen sumber daya manusia aparatur secara baik dan benar.

3. TantanganBerbagai tantangan dihadapi baik oleh sektor publik (pemerintah), swasta

maupun masyarakat sipil antara lain terkait dengan: (a) kriminal dan teroris (crime and terrorist); (b) penyebaran penyakit menular (deases) baik yang dialami manusia maupun binatang; (c) kesenjangan ekonomi (economic disparity) baik antarspasial maupun antarstrata; (d) kerusakan lingkungan hidup akibat perkembangan pem-bangunan dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali (the emergence of the development and demografic boom); (e) teknologi dan dunia cyber (technology and cyber world); (f) keuangan dan perdagangan global (global trade and finance); dan (g) dunia politik dan militer (political world and military).

Kesemua tantangan tersebut berpengaruh dan memiliki andil dengan skala besaran tertentu dalam upaya pemenuhan kebutuhan hajat hidup masyarakat dan kebutuhan pelayanan masyarakat bagi terwujudnya masyarakat adil makmur yang kita cita-citakan.

4. Kondisi PNS saat ini

4.1. Jumlah PNSJumlah PNS hingga bulan Oktober 2011 adalah sebesar 4.646.351 dengan dis-

tribusi menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin seperti tabel berikut:

Page 38: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

36 | Edisi 2, Tahun II

Tabel 1 : Distribusi Jumlah PNS dirinci Menurut Pendidikan dan Jenis KelaminPer 1 Oktober 2011

Sumber: http://bkn.go.id/in/profil/unit-kerja/inka/direktorat-pengolahan data/profil-statistik-pns/stribusi-jumlah-pns-dirinci-menurut-tingkat-pendidikan-dan-jenis-kelamin-1-oktober-2011.html (diunduh 11 April 2012)

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 1.630.898 (35,1 %) orang PNS ber-pendidikan Strata1 (S1) hingga Strata 3 (S3), dan jika diasumsikan bahwa Diploma 1 (D1) sampai Strata 3 (S3) masuk kategori pendidikan tinggi, maka terdapat 2.870.634 (62 %) PNS yang telah menempuh pendidikan tinggi, dan terdapat keseimbangan antara jenis kelamin pria dan wanita yaitu 58,8 % pria dan 47, 2 %. Jika digambarkan secara diagramatis tampak seperti di bawah ini:

Diagram 1: Distribusi jumlah PNS menurut Tingkat pendidikan dan Jenis Kelamin

Sumber: http://bkn.go.id/in/profil/unit-kerja/inka/direktorat-pengolahan-data/profil-statistik-pns/stribusi-jumlah-pns-dirinci-menurut-tingkat-pendidikan-dan-jenis-kelamin-1-oktober-2011.html (diunduh 11 April 2012)

Page 39: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 37

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional

Selanjutnya dilihat dari jenis jabatan dan jenis kelamin distribusi PNS akan tampak seperti tabel berikut:

Tabel 2 : Distribusi Jumlah PNS dirinci Menurut Jenis Jabatan dan Kelamin Per 1 Oktober 2011

Sumber : http://bkn.go.id/in/profil/unit-kerja/inka/direktorat-pengolahan-data/profil-statistik-pns/distribusi-pns-berdasarkan-kelompok-jenis-jabatan-dan-jenis-kelamin-1-oktober-2011.html (diunduh pada 11 April 2012)

Tabel di atas memperlihatkan bagian kecil PNS (229.141 atau sekitar 5 %) memegang jabatan struktural dari eselon IV hingga eselon 1 sedangkan sebanyak 1.994.559 atau sekitar 43 % adalah fungsional tertentu terdiri dari guru, dosen, perawat, dan lain-lain dan fungsional umum atau staf sebanyak 52%. Selanjutnya secara diagramatis tampak seperti di bawah ini:

Diagram 2: Distribusi PNS berdasarkan Kelompok jabatan dan Jenis Kelamin

Sumber : http://bkn.go.id/in/profil/unit-kerja/inka/direktorat-pengolahan-data/profil-statistik-pns/distribusi-pns-berdasarkan-kelompok-jenis-jabatan-dan-jenis-kelamin-1-oktober-2011.html (diunduh 12 April 2012)

Page 40: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

38 | Edisi 2, Tahun II

Jumlah PNS seperti di atas adalah untuk melayani seluruh rakyat Indonesia yang saat ini berjumlah kurang lebih 237 juta jiwa tersebar dari Sabang sampai Merauke dan bagian terbesar dari PNS tersebut adalah Guru. Jika dibandingkan dengan Malaysia misalnya, dengan jumlah penduduk sekitar 28 juta jiwa dengan jumlah pegawai Kerajaan (pegawai negeri) 1,3 juta orang atau dibandingkan dengan Yunani dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa dengan jumlah pegawai negeri 1 juta orang, maka postur PNS di Indonesia tidaklah terlalu gemuk.

4.2. Kinerja PNSProduk PNS adalah berupa jasa pelayanan sehingga memungkinkan unit-unit

ekonomi negara dan rakyat seperti pada bidang: industri, industri rumah tangga, pertambangan, perkebunan, kehutanan, perhubungan dan lain-lain dapat ber-produksi, dan unit sosial budaya seperti: pendidikan, kesehatan, dan hubungan sosial antar masyarakat dapat berjalan sesuai kaidah atau norma tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku dalam masyarakat.

Capaian hasil kerja dari produk tersebut secara makro dapat dilihat dari tingkat kemajuan melalui indikator ranking nasional pada daya saing global. Menurut The Global Competitiveness Report 2011-2012 terbitan World Economic Forum bahwa per-ingkat daya saing global (global competitiveness ranking) Indonesia pada 2011-2012 turun dua level menjadi 46 dari 44 pada tahun 2010-2012. (http://bp2t.magelang-kota.go.id/component).

Penurunan tingkat daya saing global Indonesia tersebut sebagian disebabkan oleh inefisiensi birokrasi pemerintah dan masih merajalelanya korupsi di lingkun-gan aparatur negara. Kedua hal tersebut juga menjadi pertimbangan utama dan berpengaruh besar bagi masuknya investor asing ke Indonesia.

Inefisiensi birokrasi pemerintah dan korupsi akan berlanjut jika aparatur pemer-intah tidak menjadikan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, keadilan dan disiplin sebagai landasan utama dalam bekerja dan berperilaku.

Kejujuran aparat pemerintah (PNS) merupakan prasyarat bagi tumbuhnya kepercayaan masyarakat, pelaku bisnis, wisatawan dan masyarakat internasional. Ketiadaan kejujuran akan mengurangi dukungan masyarakat terhadap pemerin-tahan, menghilangkan kesempatan masuknya investor asing maupun dalam negeri dan melambatnya roda perekonomian serta terkucilnya bangsa ini dari pergaulan internasional.

Page 41: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 39

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional

Nilai-nilai kebenaran yang dijunjung tinggi akan meminimalisir penyimpan-gan, mengurangi pemborosan atau menghindari terjadinya inefisiensi anggaran pemerintah.

Nilai-nilai keadilan akan menumbuhkan kebersamaan, persatuan dan kerjasama dan semangat korp di kalangan PNS, sedang nilai-nilai disiplin akan mendorong kemajuan dan ketaatan terhadap aturan berlaku.

5. Perbaikan Manajemen Sumber Daya Aparatur

5.1. Siklus Manajemen Sumber Daya AparaturSecara umum sumber daya aparatur dimulai dari perencanaan kebutuhan

pegawai, pengangkatan (recruitment), penempatan, penggajian, pengembangan, dan pemensiunan.

Gambar 1: Siklus Manajemen Sumber Daya Aparatur

8    

masyarakat terhadap pemerintahan, menghilangkan kesempatan masuknya

investor asing maupun dalam negeri dan melambatnya roda perekonomian

serta terkucilnya bangsa ini dari pergaulan internasional.

Nilai-nilai kebenaran yang dijunjung tinggi akan meminimalisir

penyimpangan, mengurangi pemborosan atau menghindari terjadinya

inefisiensi anggaran pemerintah.

Nilai-nilai keadilan akan menumbuhkan kebersamaan, persatuan dan

kerjasama dan semangat korp dikalangan di kalangan PNS, sedang nilai-nilai

disiplin akan mendorong kemajuan dan ketaatan terhadap aturan berlaku.

5. Perbaikan Manajemen Sumber Daya Aparatur

5.1. Siklus Manajemen Sumber Daya Aparatur

Secara umum sumber daya aparatur dimulai dari perencanaan

kebutuhan pegawai, pengangkatan (recruitment), penempatan, penggajian,

pengembangan, dan pemensiunan.

Gambar 1: Siklus Manajemen Sumber Daya Aparatur

Perencanaan  Kebutuhan  Pegawai  

Kewenangan    level  Pem-­‐an    

Kebutuhan  akan  layanan  

Jenis    pekerjaan  

Persyaratan  pekerjaan  

Rekruitmen  

Penempatan  

Penggajian  

Pengembangan   Pemensiunan  

Uraian singkat dari gambar 1 tersebut di atas adalah sebagaimana di bawah ini:

5.2. Perencanaan Kebutuhan PNSKebutuhan akan PNS harus didasari alasan-alasan rasional yang dimulai

dengan: (1) memperhatikan dan memetakan kewenangan yang dimiliki oleh tiap level pemerintahan. Kita pahami dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah tiap level pemerintahan (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan) memiliki kewenangan masing-masing. Perbedaan kewenangan ini berdampak pada jenis dan sifat serta cakupan pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat; (2) kebutuhan masyarakat akan pelayanan; kebutuhan pelayanan

Page 42: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

40 | Edisi 2, Tahun II

masyarakat berbeda pada tiap level pemerintahan dan bahkan berbeda pada level pemerintahan yang sama atau dalam satu level pemerintahan. Bisa jadi tingkat pemerintahan tertentu memiliki kewenangan menangani satu urusan namun tidak perlu menyediakan jasa layanan karena masyarakat tidak membutuhkan layanan di bidang tersebut atau bahkan bisa terjadi masyarakat membutuhkan pelayanan tertentu namun pemerintahan di mana dia berada tidak memiliki kewenangan di bidang itu; (3) menentukan jenis pekerjaan yang harus ditangani oleh pemerintah. Inventarisasi jenis pekerjaan yang harus ditangani oleh pemerintah penting dilaku-kan agar pemerintah hanya menerima pegawai sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditangani pemerintah. Kita pahami bahwa tidak semua jenis kebutuhan pelayanan masyarakat harus dipenuhi atau didapat melalui pelayanan langsung dari pemer-intah. Sebagian kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi oleh pihak swasta atau oleh masyarakat itu sendiri tanpa perlu bantuan pemerintah.

Penentuan atau inventarisasi jenis pekerjaan yang harus ditangani pemerintah juga penting karena akan berpengaruh dan berdampak sistemik pada kompetensi/syarat pekerjaan dan besaran jumlah PNS yang akan diterima, struktur organisasi pemerintah serta anggaran belanja negara. Berbagai literatur mengajarkan kepada kita bahwa tiap jenis pekerjaan memerlukan persyaratan pekerjaan tertentu pula. Syarat pekerjaan untuk menjadi supir bus berbeda dengan syarat pekerjaan untuk menjadi supir pribadi atau syarat untuk menjadi pilot pesawat tempur berbeda dengan untuk pilot pesawat komersil.

Contoh sederhana dikemukakan sebagai berikut: Jika kita ingin membangun sebuah rumah, maka jenis pekerjaan yang akan ditangani antara lain adalah (a) pasang pondasi; (b) pasang tembok; (c) pasang kayu/kusen; (d) instalasi listrik; (e) pasang plafon; (f) instalasi ledeng/air; (g) pembuatan WC; (h) pengecetan; (i) pasang genteng; dan (j) pertamanan.

Dengan demikian syarat pekerjaan atau kompetensi tukang yang dibutuhkan adalah: (a) ahli pasang pondasi ; (b) ahli pasang tembok; (c) ahli pasang kayu/kusen; (d) ahli listrik; (e) ahli pasang plafon; (f) ahli instalasi ledeng/ air; (g) ahli WC; (h) ahli pengecetan; (i) ahli pasang genteng; dan (j) ahli pertamanan.

Page 43: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 41

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional

11    

Gambar 2: Jenis pekerjaan dan syarat pekerjaan/kompetensi yang dibutuhkan dalam pembangunan sebuah rumah

Setelah diketahui jenis pekerjaan dan syarat pekerjaan selanjutnya perlu

dibuat uraian pekerjaan/uraian tugas dari masing masing jenis pekerjaan atau

uraian pekerjaan/uraian tugas dilakukan setelah jenis pekerjaan diketahui

sebelum kompetensi pegawai yang dibutuhkan. Contoh uraian

pekerjaan/uraian tugas pada pembangunan sebuah rumah sebagai berikut:

Gambar 3: Contoh jenis pekerjaan dan uraian pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Uraian Pekerajan/Tugas

1 2 3 - Gali tanah sesuai ukuran - Mencampur semen dengan pasir (adukan) - Pasang batu belah - Pasang besi pondasi - Mencampur semen dengan pasir & batu kerikil - Mengecor

1 Pasang Pondasi

- dll - Pemasangan profil (utk menarik benang) - Mencampur semen dan pasir (adukan) - Pasang bata - Memelester - Menghaluskan tembok pelesteran (mengaci)

2 Pasang Tembok

- dll

BANGUN  RUMAH  

Jenis  Pekerjaan  

-­‐ Pasang  pondasi;  -­‐ Pasang  tembok;  -­‐ Pasang  kayu  (pintu/jendela/  wuwungan);  

-­‐ Instalasi  listrik;  -­‐ Pasang  plafon;  -­‐ Instalasi  air  -­‐ Pembuatan  WC;  -­‐ Pengecatan;  -­‐ Pasang  genteng;  -­‐ Pembuatan  taman;  -­‐ Dll.  

Syarat  Pekerjaan/  Kompetensi  

 -­‐ Ahli  pondasi;  -­‐ Ahli  pasang  tembok;  -­‐ Ahli  kayu;  -­‐ Ahli  Instalasi  listrik;  -­‐ Ahli  pasang  plafon  -­‐ Ahli  Instalasi  Air  -­‐ Ahli  Pembuatan  WC;  -­‐ Ahli  Pengecatan;  -­‐ Ahli  pasang  genteng;  -­‐ Ahli  pertamanan;  -­‐ Dll.  

Setelah diketahui jenis pekerjaan dan syarat pekerjaan selanjutnya perlu dibuat uraian pekerjaan/uraian tugas dari masing masing jenis pekerjaan atau uraian pekerjaan/uraian tugas dilakukan setelah jenis pekerjaan diketahui sebelum kom-petensi pegawai yang dibutuhkan. Contoh uraian pekerjaan/uraian tugas pada pembangunan sebuah rumah sebagai berikut:

Gambar 3: Contoh jenis pekerjaan dan uraian pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Uraian Pekerajan/Tugas1 2 31 Pasang Pondasi - Gali tanah sesuai ukuran

- Mencampur semen dengan pasir (adukan)- Pasang batu belah- Pasang besi pondasi- Mencampur semen dengan pasir & batu kerikil- Mengecor- dll

2 Pasang Tembok - Pemasangan profil (utk menarik benang)- Mencampur semen dan pasir (adukan)- Pasang bata- Memelester- Menghaluskan tembok pelesteran (mengaci)- dll

Page 44: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

42 | Edisi 2, Tahun II

No Jenis Pekerjaan Uraian Pekerajan/Tugas1 2 33 Pasang kayu (Kusen, Jendela,

Wuwungan/Atap)- Menyiapkan kayu yang akan digunakan- Menghaluskan/menyerut kayu- Merangkai kayu sesuai ukuran yg akan dibuat- Mencocokan ukuran daun jendela & daun pintu- Memasang kusen- Pemasangan kayu balok, kaso, reng (Wuwungan)- dll

4 Instalasi listrik - Menyediakan bahan yang diperlukan- Membuat dudukan saklar- Membuat dudukan lampu- Memasang instalasi kabel - Memasang saklar- Memasang lampu- Pasangkan kabel nol dengan masa ke induk- dll

5 Pasang Plafon - Menyiapkan kayu kaso dan paku - Menyerut kaso (Menghaluskan)- Memotong kayu sesuai ukuran- Pemasangan kaso - Pasang plafon- dll

6 Instalasi Air - Menyediakan bahan yang diperlukan- Membuat saluran air sesuai kebutuhan- Memasang kran air- Menghubungkan saluran air dengan bak penampungan air (toren)- dll

7 Pembuatan WC - Membuat galian untuk spiteng- Membuat saluran dari kamar mandi ke spiteng- Membuat adukan cor utk menutup spiteng- Pemberian lubang udara pada spiteng- Pasang kloset- dll

8 Pengecatan - Membersihkan permukaan tembok- Mendempul permukaan tembok- Meratakan & menghaluskan permukaan tembok- Mencampur cat dengan air- Pengecatan - dll

Page 45: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 43

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional

No Jenis Pekerjaan Uraian Pekerajan/Tugas1 2 39 Pembuatan Taman - Menyediakan bahan yang dibutuhkan

- Merancang taman sesuai kondisi halaman - Memilih jenis bunga/ tanaman - dll

Diketahuinya jenis pekerjaan dan syarat pekerjaan tersebut, memudahkan kita dalam menentukan besaran tenaga kerja yang diperlukan. Besaran tenaga kerja akan sangat bergantung pada besar kecilnya rumah yang akan dibangun. Dalam kaitan-nya dengan kebutuhan PNS sebaiknya pemerintah mulai menginventarisir secara nasional jenis pekerjaan yang memang harus ditangani/dikerjakan pemerintah.

5.3. Rekruitmen PNSRekruitmen (penerimaan) PNS harus dilakukan secara benar dengan berdasarkan

pada kompetensi/syarat pekerjaan yang diperlukan oleh tiap jenis pekerjaan yang menjadi tanggungjawab pemerintah. Dengan cara demikian maka pola penerimaan pegawai yang tidak jelas dasarnya tidak perlu lagi untuk dilanjutkan. Selama ini penerimaan PNS didasarkan pada kemampuan anggaran pemerintah dalam mem-bayar gaji dan pada uraian tugas yang sering dibuat-buat tidak berdasarkan jenis pekerjaan yang seharusnya ditangani pemerintah. Akibatnya terjadi perdebatan panjang tentang ratio PNS dengan jumlah penduduk, pegawai yang tidak sesuai kompetensi, pengangguran tidak kentara (disguise unemployment) dalam tubuh PNS, dan lain-lain. Penetapan jenis pekerjaan dan kompetensi yang diperlukan untuk menjalankan jenis pekerjaan tersebut pada gilirannya sampai pada peta program studi yang dibutuhkan di universitas atau perguruan tinggi di seluruh Indonesia, bahkan besaran output satu program studi untuk kurun waktu tertentu dapat diperhitungkan junlahnya berdasarkan kebutuhan penanganan pekerjaan sektor pemerintah.

Seleksi penerimaan calon PNS tidak perlu dilakukan secara massal dalam suatu tempat khusus (stadion atau GOR), tapi perlu dibangun satu sistem jaringan online yang memungkinkan peserta seleksi mengerjakan soal-soal tes di rumah masing-masing atau pada suatu area yang memungkinkan akses internet atau pada suatu lab komputer tertentu sehingga dalam waktu beberapa jam kemudian hasilnya sudah dapat diketahui oleh para peserta seleksi.

Page 46: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

44 | Edisi 2, Tahun II

Pola seleksi yang dilakukan secara manual dan bersifat massal selama ini sangat rawan terjadinya penyimpangan atau manipulasi yang merugikan banyak peserta seleksi. Seleksipun tidak harus dilakukan sekali atau dua kali dalam setahun tetapi dapat dilakukan kapan saja ketika terdapat lowongan pekerjaan. Ambil contoh mis-alnya satu-satunya guru matematika pada sebuah Sekolah Dasar meninggal dunia, jika harus menunggu saat penerimaan pegawai yang boleh jadi masih memerlukan waktu berbulan-bulan, maka siapa yang akan mengajar matematika selama belum ada pengangkatan guru matematika baru pada sekolah tersebut? Dalam kasus seperti ini mestinya segera dilakukan seleksi penerimaan guru matematika tanpa harus menunggu waktu seleksi yang sekali atau dua kali setahun tersebut.

5.4. Penempatan PegawaiPenempatan pegawai yang serampangan selama ini juga berkontribusi terhadap

kekisruhan menyangkut rendahnya kinerja PNS. Banyak Kepala Dinas atau Kepala Kantor/Badan/Lembaga tertentu harus menerima pegawai dengan keahlian yang tidak sesuai permintaan sebelumnya. Manusia pada dasarnya memang penuh dengan atau memiliki banyak potensi; seseorang bisa berenang, lari, bermain catur, bulu tangkis, tenis meja, menyanyi, bermain drama dan lain-lain tetapi belum tentu yang bersangkutan dapat menjadi juara/berprestasi atau memenangkan suatu kontes yang diselenggarakan pada bidang-bidang tersebut. Prestasi tentu akan muncul pada potensi-potensi yang terpupuk dan dikembangkan secara baik sehingga akan melahirkan profesionalitas dan keunggulan.

Terkait dengan PNS, setiap PNS dengan latar belakang pendidikan dan ket-rampilan tertentu dapat saja ditempatkan pada dinas/kantor/badan/atau lembaga manapun karena memiliki banyak potensi dasar tetapi pada akhirnya belum tentu yang bersangkutan berprestasi dan berkinerja baik.

Penempatan PNS yang asal-asalan bukan saja berdampak pada kuantitas dan kualitas kinerja yang bersangkutan akan tetapi juga dapat mengacaukan sistem dan jenis pendidikan secara nasional. Seseorang yang menempuh pendidikan pada bidang keahlian atau program studi tertentu selama bertahun-tahun menjadi tidak termanfaatkan keahlian dan ilmunya ketika ditempatkan pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan ilmu dan keahlian yang dipelajari. Jika demikian untuk apa ada pembagian bidang keahlian atau program studi tertentu pada sistem pendi-dikan kita? Ajaran “the right man on the right place”, atau “the right man on the wrong

Page 47: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 45

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional

place” perlu kita cermati dan renungkan kembali secara mendalam akan makna dan konsekuensi-konsekuensi positif - negatifnya jika dipedomani atau diabaikan.

Penempatan awal PNS maupun penempatan dalam jabatan struktural tertentu berdasarkan jenis pekerjaan yang sesuai dengan persyaratan pekerjaan/keahlian yang dimilikinya bukan saja mendorong PNS untuk berkinerja baik tetapi juga menghindari inefisiensi keuangan negara dan mendukung sistem pendidikan yang “link and match”.

Untuk tujuan di atas maka diperlukan satu unit tertentu yang bertugas men-gawasi penempatan pegawai dan melakukan seleksi untuk setiap promosi jabatan di luar Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang selama ini dinilai tidak efektif.

5.5. Sistem PenggajianGaji sebagai imbalan atas pekerjaan PNS masih saja menjadi bahan diskusi yang

tetap menarik dibicarakan. Betapa tidak, kenaikan gaji PNS sebesar 10% atau 15% dari sekitar 4,6 juta orang PNS dapat berpengaruh terhadap harga barang-barang yang dibutuhkan oleh sekitar 237 juta jiwa penduduk Indonesia. Secara matematis tidak ada keluarga PNS yang dapat hidup layak dari gaji per bulan yang diterima.

Ambil contoh; seorang pegawai X, sarjana golongan III/a dengan masa kerja 0 (nol) tahun dengan seorang istri dan seorang anak akan memperoleh penghasilan/gaji per bulan sebagai berikut :

17    

Gaji pokok Rp. 2.064.100 Tunjangan istri 10 % Rp. 206.410 Tunjangan anak 2 % Rp. 41.282 Rp. 2.311.792 Tunjangan umum Rp. 180.000 Tunjangan beras (3x 59.000) Rp. 177.000 Tunjangan pajak -

Rp. 2.668.792

Potongan Iuran wajib pegawai 10 % Rp. 266.879 Pajak - Taperum Rp. 5.000 Rp. 271.879 Bersih Rp. 2.396.913

Sumber : Perhitungan berdasarkan PP No 15 tahun 2012 tentang Perubahan gaji PNS, berlaku per 1 Januari 2012

Jika gaji sebesar Rp. 2.396.913,00 tersebut dibagi 3, yaitu pegawai X,

istri, dan satu orang anaknya, maka masing-masing memperoleh sebesar

Rp. 798.971 per bulan. Bagi pegawai X uang sebesar itu mungkin hanya

cukup untuk transport ke kantor setiap bulan. Bagaimana makannya pegawai

X? numpang bagian anak istri, bagaimana anak sekolah? bagaimana kontrak

rumah? Jalan yang ditempuh adalah hutang pinjam teman, saudara, gadaikan

SK di bank atau membolos cari tambahan di luar kantor. Oleh karena itu tidak

heran jika banyak PNS yang gajinya minus dan banyak PNS yang tidak

berada di kantor ketika masih jam kerja.

Terlepas dari kontroversi tentang besar dan kecilnya gaji seorang PNS,

secara jujur harus diakui bahwa komponen-komponen dalam gaji tersebut

Sumber : Perhitungan berdasarkan PP No 15 tahun 2012 tentang Perubahan gaji PNS, berlaku per 1 Januari 2012

Page 48: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

46 | Edisi 2, Tahun II

Jika gaji sebesar Rp. 2.396.913,00 tersebut dibagi 3, yaitu pegawai X, istri, dan satu orang anaknya, maka masing-masing memperoleh sebesar Rp. 798.971 per bulan. Bagi pegawai X uang sebesar itu mungkin hanya cukup untuk transport ke kantor setiap bulan. Bagaimana makannya pegawai X? numpang bagian anak istri, bagaimana anak sekolah? bagaimana kontrak rumah? Jalan yang ditempuh adalah hutang pinjam teman, saudara, gadaikan SK di bank atau membolos cari tambahan di luar kantor. Oleh karena itu tidak heran jika banyak PNS yang gajinya minus dan banyak PNS yang tidak berada di kantor ketika masih jam kerja.

Terlepas dari kontroversi tentang besar dan kecilnya gaji seorang PNS, secara jujur harus diakui bahwa komponen-komponen dalam gaji tersebut memang san-gat tidak layak atau bahkan bertentangan dengan hak asasi manusia. Komponen tunjangan anak sebesar 2% dan istri/suami 10% dari gaji pokok sudah sangat tidak sesuai dengan perkembangan peradaban. Bayangkan seorang istri yang tidak bekerja dan bergantung dengan gaji suami hanya dihargai (diberi tunjangan ) sebesar Rp. 460.370,00 dari sebesar Rp.4.603.700,00 gaji pokok suaminya dengan golongan tertinggi PNS (IV/e) dan masa kerja selama 32 tahun atau lebih (PP No 15 tahun 2012 tentang Perubahan gaji PNS, berlaku per 1 Januari 2012).

Idealnya penghasilan PNS tiap bulan dapat menghidupi keluarganya secara layak, besarannya tentu perlu perhitungan mendalam dengan melakukan peruba-han beberapa komponen gaji PNS. Misalnya tunjangan istri dan anak tidak seperti saat ini, apalagi tunjangan anak diberikan sampai yang bersangkutan menikah atau menyelesaikan pendidikannya maksimal umur 25 tahun atau sampai usia 21 tahun jika tidak sekolah/kuliah. Struktur gaji yang lebih besar tunjangan dari gaji pokok perlu dibalik sehingga tunjangan lebih kecil dari gaji pokok. Sesuatu yang sifatnya menunjang tentu terhadap yang lebih besar, oleh karena itu gaji pokok mestinya lebih besar dari tunjangan. Sistem penambahan penghasilan melalui honor-honor dan remunerasi perlu dikaji ulang sebab menimbulkan kesenjangan karena tidak semua pegawai terlibat dalam kepanitiaan dan dapat honor. Akan lebih baik uang untuk honor-honor dan remunerasi digunakan untuk memperbesar gaji pokok sehingga sampai memasuki masa purna tugas-pun PNS dapat sejahtera karena persentasi uang pensiun dihitung dari gaji pokok.

Page 49: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 47

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional

5.6. PengembanganFredrick Winslow Taylor bapak manajemen ilmiah (scientific management)

mengajarkan perlunya (a) menyeleksi, melatih, mendidik dan mengembangkan karyawan secara benar; (b) mengembangkan ilmu bagi tiap jenis/unsur pekerjaan; dan (c) menciptakan kerjasama yang sungguh-sungguh di antara sesama karyawan dan karyawan dengan atasan.

Ajaran manajemen ilmiah tersebut nampaknya disana sini masih terabaikan atau memang sengaja diabaikan, seleksi, pelatihan dan pendidikan pegawai banyak dilakukan secara formalitas sehingga tidak banyak atau sama sekali tidak ditemukan perubahan perilaku yang mengarah pada perbaikan kinerja. PNS dapat naik pangkat setiap 4 tahun sekali terlepas dari berprestasi atau tidak, PNS dapat menduduki ja-batan struktural tertentu berdasarkan selera pimpinan atau intervensi pihak tertentu meskipun Badan Pertimbangan Kepangkatan dan Jabatan tidak merekomendasikan.

Pengembangan PNS baik untuk keikutsertaan dalam kursus-kursus penjenjan-gan, menduduki jabatan maupun untuk kenaikan pangkat seyogyanya dilakukan melalui seleksi secara terbuka oleh suatu tim yang tidak memihak (independent). Jadi setiap akan mengikuti kursus dilakukan seleksi, setiap akan promosi jabatan dilakukan seleksi, dan setiap akan naik pangkat dilakukan seleksi. Kenaikan pan-gkat PNS tidak harus 4 (empat) tahun sekali, dapat saja seorang PNS naik pangkat 2 (dua) atau 3 (tiga) tahun sekali sesuai prestasinya, dan sebaliknya seorang PNS dapat tidak naik pangkat lebih dari 4 (empat) atau 5 (lima) tahun jika memang yang bersangkutan tidak berkinerja baik.

5.7. PemensiunanPensiun bagi sebagian PNS menjadi sebuah momok, bukan saja bagi mereka

yang pernah mengenyam manisnya jabatan tetapi juga bagi pegawai biasa yang bergaji pas-pasan. Dengan sistem penggajian seperti saat ini yang lebih besar tun-jangan daripada gaji pokoknya akan terasa mengagetkan. Oleh karena itu dengan membalik sistem penggajian dengan cara memperbesar gaji pokok dan tunjangan lebih kecil dari gaji pokok akan mengurangi kekhawatiran para PNS yang akan pensiun.

Di samping itu Pemerintah harus mempersiapkan keterampilan tertentu bagi PNS yang telah memasuki masa persiapan pensiun. Perlu pula dipertimbangkan

Page 50: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

48 | Edisi 2, Tahun II

kembali pembayaran pensiun per bulan seperti saat ini atau sekaligus diterima oleh PNS pada penghujung karier dan pengabdiannya.

6. KesimpulanPeningkatan daya saing nasional pada tataran global dapat dilakukan dengan

peningkatan kinerja PNS dan untuk meningkatkan kinerja PNS perlu dilakukan perubahan pengelolaan sumber daya aparatur secara mendasar tidak tambal sulam. Selama perubahan mendasar tidak dilakukan maka selama itu pula Indonesia tidak akan memiliki aparatur negara yang berdaya saing tinggi. Perubahan manajemen sumber daya aparatur secara mendasar tersebut dimulai dari inventarisasi jenis-jenis pekerjaan yang harus ditangani pemerintah/negara, penempatan pegawai pada jenis pekerjaan sesuai keahliannya, perbaikan sistem penggajian, pengembangan pegawai melalui seleksi terbuka, kenaikan pangkat sesuai prestasi dan perlunya internalisasi nilai-nilai kejujuran, kebenaran, disiplin dan keadilan di kalangan PNS.

Page 51: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 49

Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Melalui Penataan Sistem Manajemen Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Nasional

DAFTAR PUSTAKA

Barzelay, Michael.1992. Breaking Through Bureaucracy: A New Vision for Managing in Govern-ment. Berkeley and Los Angeles: University of California Press.

Bennis, Warren G. 1994. On Becoming a Leader. With a New Introduction Reading: M A. Addison-Wesley Publishing Co.

Chandler, Ralp. C. and Jack.C. Plano. 1988. The Public Administration Dictionary. 2nd ed. Santa Barbara. CA: ABC-CLIO Inc.

Gaspersz, Vincent. 2003. Sitem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta. Gramedia.

-----------------1997. Manajemen Kualitas, Penerapan Konsep-konsep Kualitas Dalam Bisnis Total. Terjemahan Sudarsono. Jkt: PT Gramedia.

Kaplan, Robert S. and David P. Norton. 1992. “The Balanced Scorecard-Measures that Drive Performance”. Harvard Bussines Review. January – February 1992.

--------------, 1996. Balanced Scorecard. Jakarta: Erlangga.

--------------, 1997. Translating Strategy Into Action The Balanced Scorecard. Boston, MA: HBS Press.

Lepawsky, Albert, 1960. “Administration”, New York

Mahmudi 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP AMP YKPN..

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Suradinata, Ermaya.1994. Teori dan Praktek Kebijaksanaan Negara. Bandung: Ramadhan.

-------------, 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia, Suatu Tinjauan Wawasan Masa Depan. Bandung: Ramadhan.

Wirman Syafri, P Israwan. 2010. Implementasi Kebijakan Publik dan Etika Profesi Pamong Praja, cetakan ke 2, Alqaprint Jatinangor.

Wirman Syafri, 2011. Studi Tentang Administrasi Publik. IPDN Press

http://bkn.go.id/in/profil/unit-kerja/inka/direktorat-pengolahan-data/profilstatistik-pns/dis-tribusi-pns-berdasarkan-kelompok-jenis-jabatan-dan-jenis-kelamin-1-oktober-2011.html

http://bp2t.magelangkota.go.id/component

Page 52: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

50 | Edisi 2, Tahun II

SINGLE SALARY SYSTEM: PERBAIKAN GAJI PNS DARI GAJI PEGAWAI

MENJADI GAJI JABATANDrs. Made Ardita, M.Si.

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatikan Kepegawaian BKN

A. PENDAHULUAN Secara juridis - formal, sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS) diatur

dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. Pasal 7 undang-undang tersebut mengamanatkan: (1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya; (2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya; (3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimak-sud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam bab penjelasan dinyatakan: Pertama, yang dimaksud sebagai adil dan layak adalah bahwa gaji PNS harus memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga PNS dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang diper-cayakan kepadanya. Kedua, Pengaturan gaji PNS yang adil dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan baik antarPNS maupun antarPNS dengan swasta.

Rumusan normatif UU tersebut dapat dikatakan cukup ideal. Untuk menjabarkan pengaturan gaji yang layak dan ideal tersebut, undang-undang mendelegasikannya ke dalam peraturan pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir diubah dengan PP Nomor 15 Tahun 2012 tentang Perubahan Keempatbelas PP No-mor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Kendatipun sudah empat belas kali terjadi perubahan atas PP tersebut dengan kenaikan rata-rata 10 persen setiap tahunnya, namun dalam realitas kenaikan tersebut tidak membawa dampak yang signifikan pada tingkat kesejahteraan PNS. Di samping karena besa-rannya sangat kecil, hal ini juga karena tidak didasarkan pada ukuran yang kinerja

Page 53: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 51

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

jelas. Karena tidak jelasnya ukuran yang digunakan untuk kenaikan gaji tersebut, banyak orang mengatakan bahwa “sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini merupakan sistem penggajian yang tidak bersistem”.

Sistem penggajian yang berlaku saat ini adalah gaji dengan sistem gabun-gan, yaitu gaji pokok yang ditetapkan berdasarkan pangkat dan masa kerja, tanpa memperhatikan sifat pekerjaan dan tanggungjawab serta tunjangan jabatan yang ditetapkan berdasarkan jenjang jabatan. Di samping gaji pokok, PNS juga menerima tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan khusus dan honorarium. Seja-lan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah mencanangkan bahwa salah satu bagian dari reformasi birokrasi di bidang kepegawaian adalah reformasi sistem remunerasi Pegawai Negeri. Reformasi sistem remunerasi PNS pada prinsipnya adalah penataan sistem penggajian, pemberian tunjangan dan fasilitas PNS menuju pada sistem yang adil dan layak, yaitu berdasarkan tugas, tanggung jawab dan beban kerja serta kinerja.

Ada sejumlah pertanyaan yang terkandung dalam UU 43 Tahun 1999 yang perlu dijadikan wacana terhadap permasalahan gaji PNS saat ini (Muttaqin, 2008). 1. Dalam ayat 1 Pasal 7 UU 43/1999 disebutkan Pegawai Negeri mendapatkan

gaji yang adil dan layak disesuaikan dengan beban kerja dan tanggung jawab-nya. Dalam hal ini perlu kita simak pertanyaan (i) bahwa gaji yang layak dan ideal dimaksud tersebut belum terealisasi dan belum mempunyai kemampuan prediktif pada tahun keberapa amanat dalam UU tersebut bisa terealisasi? dan (ii) karena gaji dimaksud harus disesuaikan dengan beban kerja dan tanggung jawabnya, lantas rumusan seperti apa yang menjelaskan indikator beban kerja dan tanggung jawab pekerjaannya?

2. Dalam ayat 2 Pasal 7 UU 43/1999, disebutkan gaji yang diberikan kepada PNS diharapkan menjadi pemacu produktivitas, kreativitas dan menjamin kes-ejahteraan. Dalam hal ini, (i) seperti apa rumusan produktivitas dimaksud? (ii) apa yang dimaksud dengan menjamin kesejahteraan, dan standar ukuran apa yang digunakan dalam jaminan kesejahteraan? dan (iii) dalam penjelasan Pasal 7 UU 43/1999, disebutkan gaji yang adil dan layak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehingga memusatkan perhatian, pikiran dan tenaga hanya untuk tugas yang dipercayakan kepada PNS. Dalam hal ini, bagaimana rumusan terpenuhinya kebutuhan hidup keluarga sehingga konsentrasi peker-jaan tetap terjaga?

Page 54: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

52 | Edisi 2, Tahun II

3. Penjelasan Pasal 7 UU 43/1999 juga menyebutkan pengaturan gaji PNS yang adil harus mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik antarPNS maupun PNS dengan Pegawai Swasta. Atas hal ini perlu kita simak pertanyaan (i) bagaima-na dapat mengatasi kesenjangan jika rumusan gaji tidak membuat skala per-bandingan gaji yang adil antara gaji yang terendah dengan gaji yang tertinggi dalam hubungannya terhadap faktor beban kerja, tanggung jawab, serta masa pengabdian; (ii) dalam mencegah kesenjangan kesejahteraan dengan pegawai swasta, mungkinkah membuat standar yang persis sama karena antara instansi pemerintah dengan swasta memiliki perbedaan dalam (i) misi dan tujuan. (ii) output yang dicapai, (iii) outcomes yang dihasilkan, dan (iv) karakteristik/jenis pekerjaan yang didasarkan atas berbagai tipe/jenis badan usaha/lembaga swasta.

Dari sejumlah pertanyaan di atas, permasalahan pokok yang dihadapi sistem penggajian PNS saat ini dan perlu mendapat perhatian utama adalah: (1) besaran gaji kurang memenuhi kebutuhan hidup layak; (2) gaji PNS kurang kompetitif dibandingkan dengan gaji swasta, khususnya untuk tingkat manajer dan pimpinan; (3) besarnya gaji tidak memenuhi prinsip “equity” karena gaji tidak dikaitkan dengan kompetensi dan kinerja/prestasi, namun didasarkan pada pangkat dan masa kerja; (4) struktur gaji kurang mendorong motivasi kerja karena jarak antara gaji terendah dan gaji tertinggi terlalu pendek (1 : 3,65), sehingga kenaikan pangkat hanya diikuti dengan kenaikan penghasilan dalam jumlah yang tidak berarti. Dengan skala gaji PNS yang mempunyai rentang golongan/ruang tinggi (17 jenjang), sementara rasio gaji hanya sebesar itu, maka perbedaan gaji tiap jenjang tidak memberikan makna yang berarti; (5) terkait dengan variabel-variabel penggajian yang hanya mempertimbangkan masa kerja dan golongan/ruang. Variabel ini dirasakan terlalu sederhana apabila dikaitkan dengan tujuan pemberian gaji PNS; dan (6) tunjangan jabatan struktural yang besar (lebih besar dari gaji pokok) menimbulkan kompetisi yang tidak sehat, kurang transparan karena di samping gaji PNS masih menerima sejumlah honorarium dari pos non-gaji, sehingga terjadi distorsi dalam sistem peng-gajian dan jumlah anggaran untuk belanja pegawai sulit diketahui secara pasti dan sulit dipertanggungjawabkan kepada publik.

Page 55: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 53

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

B. PERKEMBANGAN DAN KONDISI EKSISTING SISTEM PENGGAJIAN PNS

1. Perkembangan Sistem Penggajian PNSSaat ini sistem penggajian PNS masih didasarkan pada pangkat dan masa

kerja, dan belum didasarkan pada bobot pekerjaan/jabatan. Pemberian tun-jangan jabatan masih belum mencerminkan keadilan internal (internal equity) maupun eksternal (external equity) serta menggunakan standar dan indikator yang jelas. Besaran Gaji PNS tidak mencerminkan penghasilan yang sesung-guhnya, karena di samping menerima gaji pokok, PNS juga menerima tunjangan (keluarga, pangan, jabatan, khusus) dan sejumlah honorarium dari berbagai sumber lainnya. Di samping itu pula dalam menentukan besarnya gaji pokok terendah belum didasarkan kepada standar kebutuhan hidup layak (KHL).

Sistem penggajian PNS telah mengalami beberapa perubahan. Hal ini seiring dengan perkembangan politik dan sistem pemerintahan. Perkemban-gan politik penggajian di Indonesia dapat dibagi dalam masa Hindia Belanda, Jepang, dan Republik Indonesia. (Ichsan, 1981).

a. Masa Hindia BelandaPolitik penggajian nampak dalam BBL 1925 (ordonansi Stbl 1925/53)

di dalamnya tersimpul dasar pikiran ”unificatie” ialah yang mengandung asas, bahwa untuk jabatan-jabatan yang sama tidak diadakan perbedaan gaji antara bangsa Eropa, Inlander dan ”Vreemde Oosterlingen”. Atas dasar kebangsaan ini disusun golongan-golongan jabatan A, B dan C. Kelompok yang termasuk Golongan A adalah pokok jabatan yang digaji menurut ukuran penghidupan bangsa Indonesia dan disediakan khusus untuk bangsa ini. Golongan B adalah pokok jabatan yang biasanya dipegang oleh lapisan masyarakat yang mempunyai ukuran penghidupan lebih tinggi dan dipegang oleh lapisan masyarakat yang jumlahnya tidak be-sar dan biasanya disediakan untuk golongan Indo. Golongan C adalah pokok jabatan yang tidak mungkin dipangku oleh golongan Inlander dan Indo, karena disediakan bagi tenaga-tenaga impor yang dianggap sebagai tenaga-tenaga ahli. Golongan C gajinya jauh lebih tinggi dari golongan A dan B.

Page 56: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

54 | Edisi 2, Tahun II

Pada masa ini, gaji pegawai lebih didasarkan pada tingkat kebutuhan hidup pegawai dan stelsel yang dipergunakan adalah stelsel ” horizon-tale overgang” atau ”masa kerja”. Selanjutnya menyempurnakan sistem penggajian dengan menambah perhitungan besaran gaji dengan sistem ”Inheemsemaatstaf”, yakni gaji didasarkan atas ukuran hidup bangsa Indo-nesia. Akibatnya, pada masa Hindia Belanda ini sistem penggajian selain menggunakan asas unifikasi juga menerapkan sistem gaji berdasarkan masa kerja dan kebutuhan hidup. Sistem penggajian tidak menggunakan evaluasi jabatan dan klasifikasi jabatan yang mendasarkan pada prestasi kerja.

b. Masa JepangPada masa pendudukan Jepang sistem penggolongan jabatan yang

berlaku pada jaman Hindia Belanda dihapuskan. Pada masa ini, jabatan dibagi menjadi lima tingkatan yang termuat dalam peraturan ”Kengpo”, yang khusus mengatur pegawai yang bukan bangsa Jepang. Di sini pun tidak dapat diharapkan adanya evaluasi dan klasifikasi jabatan.

c. Masa RI hingga SekarangPada masa pemerintahan Republik Indonesia sistem penggajian

dapat dibagi dalam beberapa periode, sebagai berikut :

1) Masa Peraturan Gaji Pegawai 1948 (PGP-1948). Pada masa ini sistem pengga-jian menggunakan stelsel horinsontale overgang ala BBL-1925, dan masih belum menggunakan evaluasi jabatan. Beberapa perubahan dalam era ini, antara lain: jumlah golongan/ruang gaji dibagi enam golongan (I-VI), diselaraskan dengan kebutuhan nyata, telah mendapat tunjangan-tunjangan, seperti: tunjangan tang-gungjawab, tunjangan perwakilan, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan jabatan yg berbahaya, dan tunjangan lain-lain yg diberikan dalam hal luar biasa atau jika ada alasan-alasan yang sah. Persoalan yang dihadapi adalah gaji diberikan hanya berdasarkan pangkat, tanpa mempertimbangkan sifat pekerjaan, prestasi kerja, maupun beratnya tanggungjawab. Begitu pula dengan evaluasi dan klasifikasi jabatan juga belum dilakukan.

2) Masa Peraturan Gaji Pegawai Negeri (PGPN-1955). Ssistem penggajian menun-jukkan beberapa ”progressifiteiten”, antara lain adanya evaluasi dalam skala yang berdasarkan pendidikan dan syarat kerja, yang menggunakan :

a) grondschaal dengan syarat pendidikan pokok.

Page 57: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 55

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

b) tusschenschaal dengan syarat pendidikan pokok ditambah 1 tahun kursus.

c) paralelschaal atas dasar syarat grondschaal dan syarat tusschenschaal untuk mengadakan evaluasi dalam jabatan yang berat dan yang ringan (faktor-faktor jabatan yang digunakan, antara lain: kerja yang lebih 7 jam, intensiteit, keahlian yang belum dihargai, waktu kerja tidak tentu, jabatan yang memberi pertanggungan jawab membahayakan kepentingan umum, upaya jasmani serta rohani, lingkungan kerja yang menjemukan atau terpencil letaknya, dan sifat pekerjaan)

3) Masa PGPN-1961, pada masa ini dikenal dengan menggunakan sistem penggajian skala tunggal dan skala ganda, yang perbedaannya terletak dalam pengangkatan pertamanya (dalam skala ganda ditambah 1 tahun kursus pendidikan)

4) Masa Peraturan Gaji Pegawai Sipil 1968 (PGPS-1968). Sistem penggajian diharap-kan dapat mendorong kegairahan kerja untuk mencapai prestasi yang optimal dengan menerapkan sistem skala tunggal dan skala ganda, yaitu pemberian gaji didasarkan pada pangkat dan beban tugasnya. Masa PGPS-1968, pada masa ini pemberian pangkat dan gaji perlu disesuaikan dengan: luasnya tugas pekerjaan, beratnya tanggungjawab, martabat jabatan, dan syarat-syarat pengangkatan dalam jabatan. Penetapan gaji masih menggunakan masa kerja/horisontal dan tidak menetapkan nama-nama jabatan, namun hanya menetapkan pangkat dan golongan ruang (paling rendah Juru Muda I/a – paling tinggi Pegawai Utama IV/e). Persoalan PGPS adalah diberikannya gaji sama pada pegawai yang ber-pangkat golongan ruang sama, dengan memperhitungkan masa kerja, namun tidak memperhitungkan sifat dan beban kerja, tanggungjawab dan prestasi kerja. Persoalan lainnya adalah belum dilakukan evaluasi dan klasifikasi jabatan.

5) Masa PGPS 1977. Merupakan tindaklanjut dari pelaksanaan UU 8/74 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 7 dinyatakan bahwa setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung-jawabnya. Masa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, pada masa ini masih menggunakan sistem yang berlaku pada masa PGPS-1968, yakni skala tunggal dan skala ganda tetapi dengan menambahkan sistem skala gabungan, yakni merupakan gabungan antara sistem skala tunggal dan skala ganda. Dalam sistem gabungan gaji pokok ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, di samping itu diberikan tunjangan kepada pegawai yang memikul tang-gung jawab yang berat, mencapai prestasi yang tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus-menerus.

6) Masa Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Undang-Undang ini mengam-anatkan seperti dalam penjelasannya antara lain bahwa sistem penggajian PNS

Page 58: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

56 | Edisi 2, Tahun II

mendasarkan pada pemberian gaji secara adil dan layak. Gaji adil dan layak yang dimaksud adalah bahwa gaji pegawai harus mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.

Dari amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 199 ini, maka sistem penggajian PNS diharapkan mencerminkan keadilan baik internal (antarjabatan di lingkun-gan Pegawai Negeri haruslah diberlakukan indikator/faktor jabatan yang sama dalam penentuan gajinya) dan keadilan eksternal (antara jabatan di lingkungan Pegawai Negeri dengan jabatan di luar Pegawai Negeri (seperti pejabat negara atau pegawai swasta haruslah mencerminkan keadilan). Selain itu gaji yang diberikan kepada pegawai diupayakan dapat menjamin dan mampu memenuhi kebutuhan hidup layak, sehingga juga harus didasarkan pada kebutuhan hidup layak seorang pegawai dan keluarganya.

2. Kondisi Eksisting Penggajian PNSDalam realitanya saat ini, Struktur Gaji PNS sangat kompleks, sehingga

sulit dijadikan barometer kinerja bagi seorang PNS. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, Struktur Gaji PNS terdiri atas Gaji Pokok, Kenaikan Gaji Berkala, Kenaikan Gaji Istimewa, dan Tunjangan serta Honorarium. Penjelasan dari masing - masing unsur struktur gaji tersebut adalah sebagai berikut:

a. Gaji PokokGaji Pokok PNS ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaima-

na yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni mulai dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1948 hingga terakhir Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2010. Penentuan gaji pokok didasarkan pada Pangkat dan Golongan/Ruang Penggajian serta Masa Kerja yang dimiliki PNS. Terdapat beberapa pengecualian dalam ketentuan penggajian, misalnya Gaji Hakim yang diatur secara khusus dengan Peraturan Pemerintah, dengan alasan: a. Agar Hakim sebagai Pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman dan sebagai salah satu aparat hukum perlu terus ditingkatkan kualitas dan kemampuan profesionalnya. b. Untuk mendu-kung kedudukan kekuasaan kehakiman dan agar melakukan tugasnya

Page 59: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 57

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

dengan baik serta bertanggung jawab, maka kepada hakim perlu diberikan jaminan hidup yang sesuai dengan kedudukan dan tanggungjawabnya.

b. Kenaikan Gaji Berkala Sistem Kenaikan Gaji Berkala (KGB) disusun dengan besaran yang

sesuai dengan golongan dan masa kerja. Sesuai dengan namanya, sistem ini dilakukan secara berkala dan diberikan setelah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan dan penilaian pelaksanaan pekerjaan rata-rata “cukup”. Dengan kata lain, PNS akan diberikan KGB apabila yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: telah mencapai Masa Kerja Golongan (MKG) yang ditentukan untuk KGB, memiliki Nilai DP - 3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan), dan sekurang - kurang-nya “cukup”. Selanjutnya, KGB diatur di dalam Keputusan Presiden dan Peraturan Pemerintah.

c. Kenaikan Gaji IstimewaKenaikan Gaji Istimewa diberikan sebagai bentuk penghargaan

kepada PNS atas hasil pelaksanaan kerja dengan kategori “amat baik”. Kenaikan Gaji Istimewa ini hanya diberikan kepada pegawai yang telah nyata - nyata menjadi teladan bagi pegawai di lingkungan kerjanya. Hal tersebut diputuskan (misalkan dengan Surat Keputusan) Pimpinan Instansi/Lembaga yang bersangkutan.

d. Tunjangan Tunjangan yang diterima oleh PNS diatur dalam Peraturan Pemer-

intah, yang terdiri atas Tunjangan Keluarga (Isteri/Suami dan Anak), Tunjangan Pangan/Beras, Tunjangan untuk Jabatan Struktural, Tunjangan untuk Jabatan Fungsional, Tunjangan Kemahalan, Tunjangan Penyesuaian Risiko Pekerjaan, Tunjangan Penyesuaian Indeks Harga, dan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (saat ini sudah tidak diberlakukan lagi). Keselu-ruhan ketentuan tentang tunjangan tersebut diatur tersendiri, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, maupun dalam bentuk peraturan perundang - undangan lainnya.

Page 60: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

58 | Edisi 2, Tahun II

e. Honorarium Honorarium biasanya diterima oleh PNS melalui pelaksanaan Pro-

gram dan Kegiatan pada masing-masing Instansi/ Lembaga, yang be-sarnya disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Prinsip Sistem Penggajian PegawaiAda konsep yang cukup populer mengenai struktur gaji, yakni Konsep 3P.

Konsep 3P mengenalkan bahwa seyogyanya gaji seorang pegawai dibayar dalam tiga hal, yakni: Pay for Position, Pay for Person, dan Pay for Performance. Ahli lain me-nambahkan dengan 1P lagi yaitu pay for living cost. Konsep ini banyak disarankan dalam manajemen kompensasi, termasuk dalam mengembangkan sistem penggajian PNS (Direktorat Gaji dan Kesejahteraan BKN, 2011).

Pay for position, bahwa seseorang dibayar berdasarkan posisinya, semakin tinggi job value dan posisi seseorang maka akan semakin besar bayaran posisinya (pay for position). Ini dilakukan dengan menyusun job grading, yaitu memberikan harga, nilai atau bobot bagi jabatan-jabatan yang ada didalam struktur kepega-waian PNS, melalui position/job evaluation (evaluasi jabatan). Pay for person untuk menghargai kemampuan atau kompetensi yang berbeda-beda dari pegawai. Pay for person bicara mengenai kompetensi seseorang, semakin tinggi kompetensi se-seorang maka sudah selayaknya ia dibayar lebih tinggi (regardless kinerjanya). Pay for performance untuk menghargai pegawai-pegawai yang mampu bekerja bagus dan membedakannya dengan pegawai-pegawai yang lain. Pay for performance ini mengatur pembayaran variabel terkait kinerja seseorang. Sementara pay for living cost supaya jumlah nominal gaji yang diterima bisa memenuhi kebutuhan hidup pegawai dan keluarganya.

Cara memelihara (penyesuaian tahunan) ketiga komponen ini juga relatif mudah. Pay for position disesuaikan manakala seseorang mengalami perubahan posisi atau job value. Peningkatan pada komponen pay for person dilakukan manakala pegawai memberikan evidence telah meningkat kompetensinya, misal dengan memi-liki sertifikat keahlian tambahan yang langka, atau peningkatan pendidikan (pada dosen dan lain-lain). Sementara pay for performance diberikan berubah-ubah sesuai

Page 61: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 59

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

dengan kinerja individu/unit atau kinerja/laba perusahaan. Dengan demikian, untuk bisa menerapkan sistem tersebut perlu didukung dengan kegiatan analisis jabatan dan evaluasi jabatan untuk menghasilkan job grading dan job pricing semua jabatan dalam struktur PNS, asesmen individu untuk memotret kompetensi yang dimiliki pegawai untuk penempatannya dalam posisi-posisi tertentu, adanya in-strumen performance appraisal yang mampu mengukur dan menilai kinerja nyata pegawai, perhitungan indek KHL yang bagus sehingga mencerminkan kebutuhan nyata manusia di Indonesia di masing-masing daerah, adanya dukungan anggaran yang memadai dan terakhir adanya perubahan paradigma, mindset, budaya dan perilaku PNS dalam bekerja.

Prinsip 3P di atas dirancang untuk memberikan kejelasan mengenai sistem penggajian dengan membuat kaitan yang jelas dan terdefinisi antara setiap elemen gaji dengan alasan pemberian gaji dengan tingkat besaran gaji. Setiap “P” disertai satu set perangkat untuk membantu mendefinisikan bagaimana kompensasi yang sudah dialokasikan untuk “P” itu didistribusikan kepada setiap individu. Namun, sesunggulmya perangkat-perangkat ini memfasilitasi manajemen keseluruhan dari “P”, bukan hanya manajemen kompensasi saja. Position/job evaluation (evaluasi jabatan) pada dasarnya merupakan alat untuk menganalisis organisasi, tetapi juga dapat menyusun dasar bagi position pay (bayaran untuk posisi/jabatan). Person assessment (evaluasi individu) pada dasarnya merupakan alat untuk pengembangan pribadi dan organisasi, tetapi juga dapat menyusun dasar bagi person pay (bayaran untuk individu pegawai). Performance review (evaluasi kinerja) pada dasarnya merupakan alat untuk memaksimalkan kinerja perorangan dan organisasi, tetapi juga dapat menyusun dasar bagi performance pay (bayaran untuk kinerja).

Position/job evaluation pada dasarnya merupakan alat untuk menganalisis or-ganisasi, tetapi juga dapat menyusun dasar bagi position pay (bayaran untuk posisi/jabatan). Bayaran untuk posisi ditentukan dengan menggunakan Reference Salary bagi setiap grade (golongan), yang secara seragam diterapkan bagi semua posisi di grade yang sama. Grade ditentukan melalui evaluasi jabatan/posisi. Di dalam satu grade yang sama, tidak ada perbedaan bayaran sekalipun job-size-nya berbeda. Reference Salary adalah yang mengaitkan antara internal equity (kesetaraan internal) dan external competitiveness (daya saing eksternal). Evaluasi jabatan, grading, dan

Page 62: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

60 | Edisi 2, Tahun II

tingkat kompetensi yang ideal bagi pemegang jabatan tertentu adalah dasar bagi keadilan internal.

Reference Salary adalah suatu besaran gaji yang dipercayai organsiasi perlu dibayarkan untuk dapat mempertahankan pegawai-pegawainya yang paling kom-peten. Referensi ini disusun berdasarkan kebijakan kompensasi dan survai pasar. Karena gaji berdasarkan referensi ini dibayarkan bagi individu-individu yang paling kompeten, maka nilai referensi tidak terletak pada nilai tengah suatu rentang gaji, melainkan cenderung berada di bagian atas dari rentang gaji yang dibayarkan untuk individu-individu dalam grade itu. Oleh karena itu, Reference Salary merupakan hal yang sangat penting yang mengaitkan kesetaraan internal dan daya saing eksternal. Reference Salary dapat didefinisikan sebagai bayaran yang kompetitif bagi pemegang jabatan yang berkompetensi penuh.

Gaji aktual seorang individu didasarkan pada perbandingan antara kompe-tensi yang dimiliki individu tersebut terhadap kompetensi ideal untuk posisi yang dijabatnya. Jika ia memiliki tingkat kompetensi yang penuh, maka ia akan menerima bayaran sesuai Reference Salary. Sementara jika kompensasinya di bawah tingkat ideal, ia akan menerima yang lebih rendah dari Reference Salary. Namun ada be-berapa pengecualian jika seseorang memiliki kompetensi di atas ideal posisi yang bersangkutan, ia tidak akan memperoleh bayaran ekstra, karena sesungguhnya kompetensi itu tidaklah dibutuhkan untuk menjalankan posisinya yang sekarang. Penyesuaian gaji terhadap tuntutan pasar dibayarkan melalui tunjangan-tunjangan, yang dapat naik ataupun turun tiap tahunnya, sesuai perubahan kondisi pasar. ‘Market allowance’ terkadang perlu dibayarkan karena ada kelangkaan dalam jangka waktu singkat di pasar tenaga kerja. Tunjangan seperti itu membantu organisasi untuk menarik dan mempertahankan individu-individu yang memiliki keahlian yang unik. Biasanya, hanya sedikit saja dari para pegawai yang memiliki keahlian khusus yang menerima penyesuaian gaji seperti ini.

Bayaran untuk Kinerja dialokasikan melalui skema insentif yang dirancang untuk memberi imbalan bagi kinerja korporasi, tim, dan/atau individu. Kinerja tidak menjadi faktor dalam penentuan gaji seseorang, karena kinerja bersifat fluktuatif, sedangkan gaji hanya dapat bergerak satu arah, yaitu bergerak naik. Memisahkan antara bayaran untuk kinerja dan gaji memberi fleksibilitas yang besar, dan hal ini

Page 63: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 61

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

juga akan memberi lebih banyak kebebasan bagi organsiasi dalam memberi imbalan bagi para top perfomer-nya. Suatu organisasi perlu berhati-hati dalam mengontrol kenaikan gaji karena kinerja (performance-based salary increases), karena dengan melakukan hal itu berarti organisasi telah menaikkan biaya tetapnya menjadi ti-dak terbatas hanya berdasarkan kinerja satu tahun saja. Organisasi boleh menjadi lebih royal dalam memberi imbalan bagi kinerja pegawainya dengan memberikan pembayaran sekali-bayar, karena pembayaran seperti ini tidaklah menaikkan biaya tetap pada tahun berikutnya.

Untuk dapat betul-betul melaksanakan “P” yang pertama ini secara tepat sasaran, kuncinya adalah dengan menyusun struktur grading yang sederhana, lalu menetapkan reference salary bagi setiap grade/golongan. Menyeimbangkan “3P”, “Pay for Position” adalah dasar dari kebijakan pembayaran gaji suatu organisasi yang merupakan kepanjangan dari strategi bisnis dan merefleksikan kultur kerja suatu organisasi. Strategi bisnis dan kultur kerja menentukan seberapa besar penekanan yang ingin diberikan oleh suatu perusahaan kepada P yang pertama ini dibanding-kan kedua P yang lain (Person dan Performance). Dalam kaitannya terhadap Pay for Position, fokus kebijakan kompensasi akan diterjemahkan ke dalam lebarnya suatu golongan. Lebar golongan mencerminkan perbedaan dalam ukuran pekerjaan (job size) yang memungkinkan untuk dikelompokkan ke dalam golongan yang sama. Golongan yang sangat lebar mengakibatkan kurangnya penekanan pada posisi, karena dalam golongan yang lebar tertampung banyak posisi dengan ukuran pe-kerjaan yang berbeda.

Dalam hal ini, maka faktor-faktor lain seperti kapabilitas dan kompetensi in-dividu (Pay for Person) atau pencapaian target individu (Pay for Performance) akan memiliki pengaruh yang lebih besar dalam kompensasi total dibandingkan tingkat golongan. Contoh pendekatan seperti ini biasa disebut broad-banding. Kebalikannya, golongan yang sempit memberi penekanan pada posisi, karena bertambahnya tang-gungjawab yang sedikit saja pada suatu pekerjaan akan mengakibatkan promosi dan kenaikan golongan. Lebar golongan tidak hanya menentukan pentingnya bobot posisi terhadap bayaran, tetapi juga dapat digunakan untuk memvariasikan penekanan masing-masing elemen bayaran itu – position, person, and performance – pada tingkatan yang berbeda dalam organisasi. Evaluasi jabatan dapat dilakukan

Page 64: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

62 | Edisi 2, Tahun II

melalui suatu alat ukur posisi yang memusatkan pada karakteristik universal yang ada pada tiap pekerjaan.

Hal lain yang perlu dipahami dalam pengembangan sistem penggajian adalah berkaitan dengan konsep clean wages. Clean wages bukan semata-mata diartikan sebagai Gaji Bersih (setelah pajak). Namun clean wages merupakan trend struktur gaji (salary structure) yang tidak terlalu banyak benefit/tunjangan. Mengapa terlalu banyak tunjangan tidak diinginkan? Pertama, organisasi/perusahaan yang tidak menerapkan clean wages cenderung untuk menambahkan tunjangan lain yang pada akhirnya akan menimbulkan tambah ruwetnya sistem remunerasi yang ada. Kedua, dengan terlalu banyaknya tunjangan maka akan menimbulkan kebingungan meme-liharanya, organisasi akan kesulitan melakukan penyesuaian berkala-nya karena yang pasti besaran tunjangan yang ada tidak akan tetap selama bertahun-tahun.

Hasil dari beberapa kajian tentang sistem penggajian Pegawai Negeri ber-pendapat bahwa sistem penggajian PNS hendaknya mengakomodasi beberapa hal berikut (Puslitbang BKN, 2009).

a. Menitikberatkan bobot jabatan (pekerjaan) dan prestasi kerja, yakni dengan mengubah paradigma gaji pegawai menuju gaji jabatan . Paradigma gaji pega-wai, adalah bahwa gaji yang diterimakan kepada pegawai lebih mendasarkan pada kondisi pegawai saat itu, yakni lebih mendasarkan pada golongan ruang dan kurang mendasarkan pada bobot pekerjaan atas jabatan yang dipangkunya. Sedangkan gaji jabatan, adalah gaji yang diterimakan kepada pegawai lebih didasarkan pada besarnya bobot pekerjaan atas jabatan yang dipangkunya dan prestasi kerja yang dicapai oleh pegawai yang bersangkutan. Dalam paradigma gaji jabatan, pegawai yang memangku jabatan berbeda maka gajinya berbeda. Sehingga sistem penggajian ini dapat mewujudkan pemberian gaji secara adil dan layak.

b. Memenuhi prinsip-prinsip equity, competitiveness, transparant, simple, dan legal.

c. Sistem penggajian haruslah dalam suatu kerangka besar sistem manajemen kepegawaian. Sistem penggajian PNS haruslah berorientasi pada sistem merit, yang mendasarkan pada nilai bobot pekerjaan sesuai hasil evaluasi jabatan.

d. Proporsional atau persentase gaji dan tunjangan pegawai negeri, pejabat negara, dan pejabat lainnya diatur dalam satu peraturan perundang-undangan secara sekaligus. Sehingga pada saat ada perubahan kebijakan yang terkait dengan penggajian secara langsung sudah mempertimbangkan keadilan internal dan eksternal.

Page 65: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 63

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

D. LANGKAH STRATEGIS PENATAAN SISTEM PENGGAJIAN PNS

1. Arah Penataan Sistem Penggajian PNSSistem penggajian, atau dalam Konvensi International Labor Organization

(ILO) menyebutnya sebagai remunerasi, adalah upah/gaji pokok atau upah minimum dan setiap komponen tambahan yang dibayarkan langsung atau tidak langsung, apakah dalam bentuk uang tunai atau barang, oleh pengusaha kepada pekerja dalam kegiatan kerja. Dalam Konvensi ILO Nomor 100 disebut-kan satu prinsip bahwa “remunerasi yang sama/berimbang harus dibayarkan kepada jabatan/pekerjaan yang memiliki bobot/nilai yang sama/berimbang” (equal remuneration for job of equal value”). Ini artinya bahwa perbaikan sistem penggajian Pegawai Negeri ke depan harus didasarkan pada nilai/bobot masing-masing jabatan. Instrumen yang digunakan untuk menuju ke arah tersebut adalah evaluasi jabatan. Dari proses evaluasi jabatan inilah nantinya akan diketahui nilai suatu jabatan (job value), sehingga diketahui kelas suatu jabatan (job grade), yang pada akhirnya diketahui pula harga suatu jabatan (job price).

Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah melalui Kementerian PANRB telah menyatakan bahwa untuk menyiapkan dan menerapkan sistem penggajian yang memenuhi prinsip-prinsip merit yang memenuhi asas keadilan (equity), transparan dan kompetitif, arah perbaikan sistem remunerasi dilakukan dengan:

a. Merumuskan struktur gaji berdasarkan klasifikasi dan bobot jabatan (harga jabatan).

b. Merumuskan jenis tunjangan yang dianggap layak untuk diberikan kepada Pegawai Negeri.

c. Mengaitkan sistem penggajian dengan sistem penilaian kinerja dengan tujuan untuk memacu prestasi dan motivasi kerja.

d. Menata sumber-sumber pembiyaan gaji agar tercipta transparansi dalam sistem penggajian dan mendorong pengintegrasian anggaran rutin dan pembangunan agar tersedia dana yang cukup bagi pembayaran gaji Pega-wai Negeri. Dengan penerapan struktur gaji seperti ini, maka tidak ada lagi honor-honor, dan penghasilan lain di luar gaji dan tunjangan resmi.

Page 66: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

64 | Edisi 2, Tahun II

e. Mengupayakan agar penghasilan Pegawai Negeri disesuaikan dengan tingkat inflasi, antara lain dengan membuat indeks untuk dijadikan dasar bagi penyesuaian gaji dan tunjangan.

f. Agar beban anggaran belanja pegawai tidak terlalu besar, maka perlu diru-muskan kebijakan outsourcing untuk jabatan fungsional umum, khususnya yang menyangkut masalah rekruitmen dan penggajian.

g. Menyusun Peraturan Pemerintah tentang Dana Pensiun dalam menata pen-gelolaan dana pensiun.

2. Langkah-Langkah Strategis Sistem penggajian berbasis jabatan pernah diterapkan di Indonesia, yaitu

melalui PP Nomor 200 Tahun 1961 (PGPN-1961). PGPN tahun 1961 menetap-kan gaji berdasarkan harga jabatan. Mengacu pada sistem penggajian yang pernah diterapkan di Republik Indonesia tersebut, maka struktur gaji PNS akan didesain berdasarkan jabatan. Dalam struktur gaji PNS berdasarkan ja-batan tersebut tidak ada lagi tunjangan jabatan, karena sebenarnya tunjangan jabatan sudah melekat di dalam gaji tersebut (setiap jabatan mempunyai harga jabatan). Secara garis besar, ada empat langkah strategis yang perlu dilaku-kan untuk menuju pada penerapan sistem penggajian berbasis jabatan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pemeriksaan dan tahap tindakan koreksi (Direktorat Gaji dan Kesejahteraan BKN, 2011). Penjelasan terhadap empat langkah tersebut adalah seperti uraian di bawah ini.

1. Perencanaan Gaji Jabatan Sebelum beranjak pada tahapan konkrit pelaksanaan penyusunan

gaji berbasis jabatan, memahami tujuan dari penyusunan gaji berbasis jabatan menjadi bahasan penting untuk dirumuskan. Tahapan ini meliputi beberapa kegiatan berikut.

a. Identifikasi Tujuan, adalah mengidentifikasi beberapa tujuan yang harus di-capai bahwa penerapan sistem penggajian PNS berbasis jabatan agar mampu memotivasi PNS untuk berkinerja tinggi agar tercapai produktivitas tinggi, mampu mempertahankan para PNS dan keluarganya agar tetap memiliki kemampuan fisik dan mentalyang prima, dan mampu mengendalikan biaya

Page 67: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 65

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

pegawai sehingga apa yang dikeluarkan seimbang dengan bentuk produk-tivitas yang diinginkan.

b. Pembentukan Tim Kerja, perlu dibentuk tim khusus dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) terkait.

c. Penyusunan Model, tim menyusun rencana kerja dan model penggajian (strukt ur dan skala) yang akan dibangun.

d. Benchmark dan Hasil Survei, melakukan studi banding ke beberapa negara yang telah menerapkan gaji berbasis jabatan.

e. Penyusunan Naskah Akademik, meliputi kegiatan antara lain sinkronisasi peraturan tentang gaji, termasuk mengidentifikasi beberapa komponen gaji jabatan.

f. Informasi lain yang relevan, adalah informasi lain yang relevan dengan penyusunan gaji berbasis jabatan seperti membuat database penghasilan, menghitung KHL, dan sebagainya.

2. Pengerjaan Gaji Jabatan Pada tahap sebelumnya telah dibahas bagaimana merumuskan tahap

perencanaan dan hal-hal apa yang perlu dilakukan. Setelah proses panjang pada tahap perencanaan telah selesai, saatnya pada tahap ini mengap-likasikan data yang telah dihimpun sebagai referensi dalam pelaksanaan pengerjaan gaji jabatan. Subbab berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pengerjaan tahap ini.

a. Evaluasi Jabatan, berfungsi untuk mengukur dan menilai jabatan yang ter-tulis dalam informasi jabatan dengan menggunakan metode tertentu (factor evaluation system).

b. Klasifikasi Jabatan, adalah penyusunan dan penetapan jabatan berdasarkan klasifikasi tertentu (jabatan struktural, fungsional tertentu dan jabatan fung-sional umum).

c. Penetapan Nilai/Bobot Jabatan, melakukan grading sebagai hasil evaluasi jabatan di beberapa instansi sebagai bahan untuk menerapkan gaji jabatan.

d. Menetapkan Struktur dan Skala Gaji. Menyusun struktur gaji yaitu susunan gaji terendah sampai gaji tertinggi atau sebaliknya dan skala gaji yaitu kisaran nominal gaji untuk setiap kelompok jabatan, merupakan tahap yang harus dilakukan. Dalam tahap ini dilakukan pula penetapan nilai tengah gaji (mid point), serta penetapan nilai gaji minimum dan maksimum pada setiap grade jabatan.

Page 68: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

66 | Edisi 2, Tahun II

e. Menetapkan Gaji Pokok/jabatan dan Total Penerimaan Gaji, bahwa dalam penetapan struktur dan skala gaji, nominal yang dijadikan acuan perhitungan adalah gaji pokok (basic salary). Dalam memberikan gaji tidak hanya sebesar nilai pokok saja, tetapi juga bebagai tunjangan. Keseluruhan total gaji plus tunjangan itulah yang dinamakan total penerimaan gaji.

3. Pemeriksaan Gaji Jabatan Melalui proses pengerjaan, akan diperoleh potret dari hasil evaluasi

jabatan. Seluruh jabatan telah memiliki point yang kemudian dikelompokkan dalam suatu grade tertentu. Jabatan yang sudah dikelompokkan kemudian akan menjadi pembanding yang harus setara untuk setiap jabatan dalam hal survei. Jabatan berbobot sama dengan jabatan di pasar akan memiliki harga yang sama. Seperti diketahui bahwa salah satu sasaran untuk me-nyusun struktur gaji adalah mendapatkan hasil yang sesuai dengan pasar (keadilan internal dan eksternal). Untuk langkah pemeriksaan (check) dari hasil yang diperoleh maka dilakukan langkah-langkah lebih lanjut.

a. Memeriksa Hasil yang diperoleh, yaitu menganalisis hasil yang diperoleh pada saat langkah pengerjaan sebelumnya, seperti pemeriksaan terhadap nilai minimum dan grade yang telah ditetapkan.

b. Data Survei adalah pemeriksaan yang mendalam terhadap data survei (gaji pokok dan total penerimaan gaji) akan mendapatkan gambaran dalam mene-tapkan kebijakan gaji jabatan.

c. Membandingkan Hasil dengan Data yang ada, yaitu membandingkan data gaji aktual yang telah dirumuskan dengan data hasil survei dan benchmark yang tujuannya untuk memastikan apakah sudah mencakup kebutuhan in-ternal (nilai yang adil dan kesanggupan anggaran) dan kebutuhan eksternal (nilai kompetitif di pasar).

4. Tindakan Koreksi Gaji Jabatan Sebagai tahap akhir, bagian ini memegang peranan yang sangat

penting karena di sinilah tindakan pembenahan dilakukan sebelum akh-irnya kebijakan diterapkan.

a. Perbaikan/Uji Materi, untuk memperoleh struktur gaji jabatan seperti yang diharapkan perlu dilakukan perbaikan meliputi grading, skala, progresi gaji dan struktur gaji.

Page 69: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 67

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

b. Sinkronisasi Anggaran, setelah itu perlu dilakukan sinkronisasi dengan ke-mampuan anggaran yang ada.

c. Sosialisasi, adalah tahap memberikan informasi kepada stakeholders agar mengetahui, mengerti dan memahami tentang sistem gaji berbasis jabatan.

d. Kebijakan lebih lanjut Pembuatan RUU, adalah tahap pembuatan rancangan UU untuk penerapan gaji berbasis jabatan bagi PNS.

Untuk menjaga kesinambungan dengan sistem penggajian yang berlaku saat ini, ada beberapa prakondisi yang harus dilakukan untuk melakukan penataan sistem penggajian PNS, antara lain adalah penataan jabatan dan pangkat, serta konversi jabatan dan kompetensi PNS.

a. Jabatan dan PangkatUndang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepega-waian, menyatakan antara lain dalam pasal 17 ayat 1, bahwa ” Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu ”. Selanjutnya dalam penjelasannya yang dimaksud Jabatan adalah kedudukan yang menun-jukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam satuan organisasi Negara. Sedangkan Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah Jabatan Karier. Jabatan Karier dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Pasal 17 ayat 2, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, me-nyatakan antara lain, bahwa ” Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.” Selanjutnya yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengala-man, kerjasama, dan dapat dipercaya. Dari pernyataan Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tersebut, dapat dipahami bahwa setiap PNS memangku jabatan dan diangkat sesuai prosedur dan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras,

Page 70: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

68 | Edisi 2, Tahun II

atau golongan. Di sisi lain, sebagian besar instansi pemerintah belum memberdayakan jabatan fungsional yang ada (baik fungsional tertentu/khusus maupun fungsional umum) secara maksimal sehingga kecender-ungan pegawai masih menganggap jabatan yang paling favorit adalah jabatan struktural.

Promosi, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural cenderung tidak obyektif dan tidak melalui seleksi atau evaluasi yang obyektif dan rasional. Sementara pengangkatan dalam jabatan fung-sional cenderung sebagai penampungan PNS yang tidak lagi tertampung dalam jabatan struktural atau bahkan untuk memperpanjang batas usia pensiun.(Puslitbang BKN, 2001). Hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan BKN tahun 2004 terhadap ”Pengaruh Pembinaan terhadap Perilaku PNS”, antara lain menunjukkan bahwa pengembangan karier PNS tidak adanya arah pengembangan karier pegawai yang jelas, sebagai anekdot ”seorang PNS biasanya tahu kapan masuknya dan kapan pensiunnya, tetapi tidak tahu bagaimana kariernya”.

Sebagaimana arah manajemen PNS agar tercapai PNS yang profesio-nal, maka setiap PNS diharapkan memiliki wawasan yang luas dan dapat memandang masa depan, memiliki kompetensi di bidangnya, memiliki jiwa berkompetisi/bersaing secara jujur dan sportif, serta memiliki etika profesi. Di samping itu seorang PNS diharapkan memiliki sikap yang netral dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (tidak diskrimi-nasi) dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Sebagai PNS yang profesional, setiap PNS diharapkan akuntabel, artinya berkewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban kinerjanya. Oleh karena itu dalam rangka pembinaan PNS perlu dibangun suatu sistem manajemen kinerja PNS yang dapat mengukur kinerja PNS berdasar-kan standard pengukuran kinerja yang ditetapkan, sehingga diperoleh gambaran tentang kinerja termasuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor penghambat kinerja, baik itu dari individu PNS sendiri maupun dari dalam organisasi. (Prapto Hadi, 2007).

Page 71: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 69

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

Strategi pembinaan sebagai komponen utama pembinaan pegawai negeri sipil. Strategi pembinaan pada dasarnya merupakan suatu seni menggunakan kecakapan (skill) dan sumber daya yang ada, untuk men-capai tujuan/sasaran pembinaan, melalui hubungan yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan, baik terhadap pegawai sendiri maupun terhadap organisasi atau lingkungan kerjanya masing-masing. Strategi dapat diartikan sebagai penetapan tujuan dan sasaran jangka panjang suatu organisasi serta penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. (Puslitbang BKN, 2005).

Penataan Jabatan dan pangkat dilakukan melalui:

1. Penyusunan formasi jabatan PNS, yang dilakukan melalui analisis jabatan dan analisis beban kerja tugas-tugas pekerjaan di lingkungan instansi pemerintah. Formasi jabatan PNS hendaknya disusun tidak hanya untuk kebutuhan tahu-nan tetapi lebih pada perencanaan pegawai secara strategis. Melalui metoda analisis jabatan dan analisis beban kerja, maka dapat dihasilkan informasi jabatan (yang berisi informasi tentang identitas jabatan, deskripsi jabatan, persyaratan jabatan, dan informasi lainnya) dan standar tingkat efisiensi jabatan (untuk menentukan jumlah jabatan dan pegawai serta kualifikasi yang dibutuhkan), serta sebagai dasar dalam menyusun mana jabatan-jabatan inti dan jabatan-jabatan pendukung sehingga dapat ditentukan pula mana jabatan-jabatan yang harus diisi oleh PNS dan jabatan-jabatan yang dapat diisi dari non PNS (outsourcing).

2. Optimalisasi pemanfaatan SDM, yang dilakukan melalui pengembangan PNS dalam jabatan baik jabatan structural maupun jabatan fungsional. Pada setiap permulaan kariernya sebagian PNS diarahkan untuk menjadi tenaga generalis sementara sebagian lainnya sudah diarahkan untuk menjadi tenaga spesialis. PNS yang diarahkan menjadi tenaga spesialis di kemudian hari akan menjadi tenaga spesialis yang menduduki jabatan fungsional. Sedangkan PNS yang berkembang di lingkup manajerial mengembangkan kariernya pada jalur jabatan struktural. Pengangkatan dalam jabatan struktural maupun fungsional hendaknya dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat-syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan, sehingga dimaksudkan untuk dapat men-goptimalkan kinerjanya dengan mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi yang ada pada masing-masing PNS yang bersangkutan. Kebijakan

Page 72: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

70 | Edisi 2, Tahun II

pembinaan jabatan yang dikembangkan dimaksudkan untuk menciptakan PNS yang profesional, berwawasan global, netral, berpengetahuan luas, berkemampuan tinggi, bermoral tinggi dan mampu berperan sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa;

Penataan jabatan dan pangkat berarti juga penataan kelembagaan, yang harus dilakukan mendasarkan pada tugas-tugas pokok penyeleng-garaan pemerintahan dengan mengutamakan pada pelayanan masyarakat, kejelasan tugas dan tanggung jawab (satu jabatan satu tanggung jawab dan kewenangan), dan akuntabilitas setiap jabatan (satu jabatan satu output).

Beberapa hal yang sangat urgent dalam penataan pangkat dan ja-batan, antara lain:

1) Rekrutmen pegawai, yang harus mendasarkan pada kebutuhan riil organ-isasi. Prinsip satu jabatan satu tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak haruslah mendasari setiap perumusan jabatan, sehingga tidak ada satupun tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak yang sama dilakukan oleh lebih dari satu jabatan atau tidak ada satupun jabatan yang tidak mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak. Rekrutmen pegawai sebagai langkah untuk mengisi formasi jabatan lowong dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi (tuntutan syarat jabatan), prestasi kerja (tuntutan kinerja jabatan) dan jenjang pangkat (tingkatan/level jabatan). 2) Karir, kompetensi dan kinerja pegawai sebagai dasar dalam pembinaan karir pegawai (rotasi, promosi, dan demosi). Sehingga tidak ada lagi pegawai yang mulai diangkat sampai pensiun memangku jabatan yang sama, tidak ada lagi pegawai mempunyai kompetensi dan kinerja baik tetapi demosi (mutasi memangku jabatan yang lebih rendah tingkat/level jabatan dari jabatan sebelumnya) atau tidak ada satupun pegawai yang tidak memangku jabatan (struktural, fungsional tertentu, atau fungsional umum) sehingga tidak mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak. Pola pengembangan karir “spiral piramida”, yakni pola pengembangan karir bertingkat dalam kelompok jabatan, unit kerja, unit organisasi (instansi/regional), dan nasional perlu dikembangkan dalam rangka kaderisasi dan kepastian karir.

2) Pengembangan, Pendidikan dan pelatihan pegawai lebih dikembangkan pada “competency based training(CBT)”, yakni pendidikan dan pelatihan pegawai didasarkan pada analisis kebutuhan kompetensi pegawai (gap antara tuntutan syarat jabatan dan kompetensi pegawai). Di samping itu, setiap pegawai haruslah diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan

Page 73: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 71

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

pendidikan dan pelatihan jabatan (karena saat ini, ada kecenderungan diklat hanya diperuntukan pada jabatan-jabatan tertentu, sedangkan jabatan lain (seperti: pengemudi, montir, pengadministrasi umum atau jabatan lainnya) kurang mendapat perhatian bahkan tidak pernah tersentuh pendidikan dan pelatihan.

3) Kinerja, Capaian hasil kerja sebagai wujud pertanggung jawaban setiap pegawai (pemangku jabatan) haruslah didasarkan kontrak kerja setiap tahun yang disepakati antara pimpinan dan pegawai yang secara hierarkhi merupakan satu kesatuan utuh nantinya sebagai pertanggung jawaban/kinerja organisasi. Sehingga tidak ada satupun pegawai yang tidak bisa diukur kinerjanya dan tidak mendukung capaian kinerja organisasi.

4) Remunerasi, komponen remunerasi haruslah dipahami terdiri atas 3 (tiga) komponen, yakni bersifat: fixed/tetap (gaji dan tunjangan lainnya yang ter-kait dengan gaji), variabel/tidak tetap tergantung variabel kinerja (tunjangan kinerja dan tunjangan lainnya yang pemberiannya tergantung suatu variabel tertentu), dan facility/fasilitas (tunjangan rumah dinas, mobil dinas, medical check up dan tunjangan lainnya yang terkait dengan sifat pekerjaan/ jabatan). Pemberian remunerasi harulas berdasarkan prinsip keadilan (internal dan eksternal) dan kelayakan.

Solusi yang menurut saya paling bijaksana untuk mengatasi carut-marutnya kepegawaian saat ini adalah melalui pengendalian secara kom-prehensif terhadap perencanaan, karir, dan pengembangan pegawai sesuai kebutuhan dan akuntabilitas organisasi. Perencanaan pegawai haruslah didasarkan hanya pada jabatan lowong sesuai beban kerja organisasi (satu jabatan satu tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak). Pembinaan karir pegawai yang biasanya dimanifestasikan dalam kenaikan pangkat, haruslah dipahami bahwa “pangkat adalah kedudukan yang menun-jukkan tingkatan seseorang sesuai jabatannya dalam satuan organisasi”, sehingga kenaikan pangkat seseorang haruslah berdasarkan jenjang/level dan formasi jabatannya (tidak ada lagi seseorang yang jabatan tetap tetapi naik pangkat kecuali masih dalam jenjang pangkatnya). Pengi-sian dan pengangkatan pegawai dalam jabatan berdasarkan sistem merit, yakni berdasarkan kompetensi dan kompetisi (seleksi). Pengembangan pegawai yang dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan pegawai haruslah mendasarkan pada kebutuhan untuk mengisi kompetensi yang

Page 74: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

72 | Edisi 2, Tahun II

diperlukan dalam rangka memenuhi persyaratan jabatan (mengisi gap syarat jabatan dan kompetensi pegawai), baik sebagai pemangku jabatan maupun rencana pengembangan karir.

b. Konversi Jabatan dan Kompetensi PNSKonversi jabatan dan kompetensi PNS sebagai salah satu tahapan

langkah penataan sistem penggajian PNS yang adil dan layak (berdasar-kan bobot jabatan dan kinerja).

E. PENUTUPDengan memperhatikan lingkungan strategis yang terus berkembang baik

internal dan eksternal, maka tahapan langkah strategis penataan sistem penggajian PNS berdasarkan jabatan dan kinerja seyogyanya didahului dengan beberapa hal berikut. (1) Pemetaan jabatan PNS, meliputi: analisis jabatan, penetapan jabatan PNS dan evaluasi jabatan (klasifikasi jabatan dan bobot jabatan); (2) Pemetaan kompetensi PNS, meliputi perencanaan kompetensi, pengembangan kompetensi dan pengkuran kompetensi; (3) Manajemen kinerja, meliputi perencanaan kinerja, pengembangan kinerja dan penilaian/pengukuran kinerja PNS; (4) Penataan sistem penggajian (remunerasi) PNS berdasarkan bobot jabatan dan kinerja; dan (5) Pena-taan berbagai tunjangan, yang pada prinsipnya pemberian tunjangan tidak boleh melebihi gaji pokok.

Dalam rangka mempersiapkan penerapan sistem penggajian yang baru terse-but, Pemerintah diharapkan dapat membentuk tim remunerasi nasional, yang melibatkan para stakeholders dari Kementerian PANRB, Kementerian Keuangan, BKN, dan lembaga terkait lainnya. Penerapan sistem penggajian berbasis jabatan akan terlaksana apabila didukung oleh semua komponen yang ada pada semua level pimpinan. Prakondisi untuk menuju ke arah sistem penggajian berbasis jabatan ini saat ini telah dimulai, yaitu dengan melakukan evaluasi jabatan pada semua instansi pusat, dan mulai tahun 2012 pada instansi daerah. Grading sebagai hasil evaluasi jabatan di beberapa instansi dapat dijadikan bahan untuk menyusun dan menerapkan sistem penggajian PNS berbasis jabatan.

Page 75: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 73

Single Salary System: Perbaikan Gaji PNS Dari Gaji Pegawai Menjadi Gaji Jabatan

ReferensiAffandi, M. Joko, 2000, Beberapa Pokok Pikiran tentang Peningkatan Kesejahteraan PNS, Puslitbang

BKN, Jakarta.

Ichasan, Achmad, 1981, Tata Administrasi Kekaryawanan, Djambatan, Jakarta.

Maryanti Ninik dan Salipi Basri, 1988, Perkembangan Sistem Penggajian PNS, Bina Aksara, Jakarta.

Dewan Ketahanan Nasional, 1999, Hasil Penelitian, Sekretariat Jenderal, Jakarta.

Indarto, W. B, 2004, Sistem Penggajian, Insentif PNS dan Reformasi Birokrasi, Bunga Rampai Hasil Penelitian, Badan Analisa Fiskal, Jakarta.

Simanungkalit, Janry Haposan, 2011, Redesign Sistem Penggajian PNS, BKN, Jakarta.

Direktorat Gaji dan Kesejahteraan BKN, 2011, BKN, Jakarta.

Muttaqin, Tatang, 2008, Pembaruan Birokrasi: Ikhtiar Mewujudkan PNS yang Bersih dan Profesional, Bappenas, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.

Page 76: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

74 | Edisi 2, Tahun II

PATOLOGI BIROKRASIDAN PROFESIONALISASI PEGAWAI NEGERI SIPIL

(PNS)Oleh : Suwarni, S. Sos, M. Si

Staf Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen, Jawa Tengah

A. Sejarah BirokrasiKehidupan modern mengharuskan manusia saling tergantung dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan hidup tersebut akan terlaksana kalau manusia melibatkan diri dalam organisasi. Kebutuhan modern diselenggarakan oleh organisasi yang berskala luas yang disebut birokrasi, yaitu organisasi yang direncanakan untuk menjalankan tugas yang bersakala luas dan melibatkan sejumlah orang yang berkerja secara berkoordinasi.

Sebenarnya, fenomena birokrasi sudah ada berabad-abad yang lalula. Walau-pun di zaman dahulu orang belum menamakannya birokrasi, tetapi gejala birokrasi telah mulai menampakkan diri pada 2500 SM yaitu pada negara-negara kuno yang telah mempunyai kebudayaan tinggi seperti Mesir Kuno, Romawi, Inca, Cina dan India Kuno. Ada kecenderungan bahwa birokrasi timbul di negara-negara yang peradabannya dimulai dari kehidupan di tepi sungai besar seperti Sungai Nil, Sungai Yangtse, Sungai Hoangho, Sungai Tibet, Sungai Gangga, dan lain-lain. Di sungai ini berkembang kehidupan ekonomi yang dilakukan oleh kelompok usahawan. Perkembangan ekonomi di tepi sungai ini semakin lama semakin luas dan maju sehingga menimbulkan berbagai masalah yang kadang-kadang dapat mengganggu bisnis mereka. Untuk memecahkan masalah ini, kelompok pengusaha memerlukan lembaga sentral yang dapat mengatur kehidupan bisnis di tepi sungai sehingga hambatan-hambatan dapat dihindarai. Dengan timbulnya lembaga yang sentral ini, maka dapat diangap sebagai permulaan munculnya birokrasi di negara tersebut. Sehingga dengan hal tersebut di atas Alfred Weber mengemukakan bahwa sejarah kebudayaan yang sudah tinggi dimulai dengan terbentuknya birokrasi totaliter.

Page 77: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 75

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Hal ini utamanya ditemui di negara Mesir Kuno dan Babilonia. Untuk membayar imbalan, kepada aparat birokrasi maka dipungut semacam pajak dari pengusaha yang meminta jasa birokrasi yaitu berupa gandum atau hasil pertanian lainnya (Jacoby dalam Suwarni, 2000 : 73).

Dari uraian di atas, adanya birokrasi dimaksudkan sebagai suatu sistem otorita yang ditetapkan secara rasional oleh berbagai aturan. Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisasi secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh orang banyak. Oleh karena itu, pengertian dan konsep tentang birokrasi dari Max Weber tidak dapat dipungkiri menjadi dasar telaah berbagai tesis mengenai birokrasi.

Belajar memahami birokrasi dewasa ini dirasa jauh lebih penting diband-ingkan masa-masa sebelumnya. Lagi pula, proses pembelajaran ini memiliki arti secara khusus dalam birokrasi. Apalagi pada masa sekarang ini, birokrasi sedang dan harus mengalami revolusi agar mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin maju dan modern. Di samping itu, kajian terhadap organisasi birokrasi akan memberikan kontribusi khusus terhadap kemajuan kinerja birokrasi, dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pada sisi lain, birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat yang kehadirannya tak mungin terelakkan. Birokrasi merupakan sebuah konsekuensi logis dari diterimanya hipotesis bahwa negara mempunyai tugas untuk menyejahterakan rakyatnya. Karena itu negara harus terlibat langsung dalam memproduksi barang dan jasa publik yang diperlukan oleh rakyatnya. Negara secara aktif terlibat dalam kehidupan sosial rakyatnya, bahkan jika perlu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu negara membangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyat yang disebut dengan istilah birokrasi (Sulistyani, 2004 : 1).

Birokrasi, pertama kali dicetuskan oleh Max Weber pada awal abad ke-20, tepat-nya Tahun 1911. Ide Weber pada mulanya untuk mengatasi kekacauan manajemen dan kondisi birokrasi pemerintahan yang belum teratur di negara-negara Barat pada waktu itu. Untuk mengetahui ide orisinal Bapak Birokrasi tersebut, berikut disampaikan ciri-ciri birokrasi menurut Max Weber (dalam Sulistyani, 2004 : 8 - 9):

1. Pembagian kerja

Page 78: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

76 | Edisi 2, Tahun II

2. Hirarki wewenang3. Pengaturan perilaku pemegang jabatan birokrasi4. Impersonalitas hubungan5. Kemampuan teknis6. Jenjang karier

B. Permasalahan dan Patologi BirokrasiPeran pemerintah yang strategis akan banyak ditopang oleh bagaimana bi-

rokrasi publik mampu melaksanakan tugas dan fungsinya. Salah satu tantangan besar yang dihadapi birokrasi bagaimana mereka mampu melaksanakan kegiatan secara efektif dan efisien. Karena selama ini birokrasi diidentikkan dengan kinerja yang berbelit-belit, struktur yang gemuk, penuh KKN, serta tidak ada standar yang pasti. Sejumlah patologi birokrasi tersebut menjadi hambatan luar biasa untuk dapat mewujudkan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Birokrasi Indonesia selama ini masih jauh dari apa yang disebut good governance.

Birokrasi juga dianggap sebagai necessary evil (hantu yang menakutkan yang dibutuhkan) dari era Weber, Parson, sampai pada Osborne dan Gaebler dalam re-inventing government-nya tampak masih memposisikan masyarakat sebagai objek pasif. Sehingga organisasi publik yang bernama pemerintah semakin tidak diminati. Bukan karena publik sudah jenuh karena birokrasi hanya mengurus dirinya sendiri, namun publik merasa harus menghindari hantu ini (Putra dan Arif, 2001 : 4).

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan awal bahwa masih banyak ter-dapat berbagai kelemahan dalam organisasi birokrasi, khususnya birokrasi pemer-intah. Oleh karena itu, menurut Blau dan Meyer ( 2000 ) tidak ada keraguan bahwa kadang-kadang birokrasi bekerja tidak efisien. Dengan demikian birokrasi sering dijuluki dengan istilah red tape hal ini disebabkan karena masyarakat selama ini sering merasa dirugikan oleh keputusan birokrasi.

Apabila permasalahan tersebut dikorelasikan dengan kondisi birokrasi kita, maka akan relevan dengan permasalahan birokrasi di Indonesia yang teridentifikasi menurut Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi tahun 2010 – 2025, yakni adalah sebagai berikut:

1. Organisasi pemerintahan yang belum tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing).

Page 79: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 77

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

2. Beberapa peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara masih ada yang tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas, dan multitafsir.

3. Masalah utama SDM aparatur negara adalah alokasi dalam hal kuantitas, kuali-tas, dan distribusi PNS menurut teritorial (daerah) tidak seimbang, serta tingkat produktivitas PNS masih rendah. Manajemen sumber daya manusia aparatur belum dilaksanakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai, dan organisasi.

4. Masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan belum mantapnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

5. Pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat dan belum memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk. Penyelenggaraan pelayanan publik belum sesuai dengan harapan bangsa ber-pendapatan menengah yang semakin maju dan persaingan global yang semakin ketat.

6. Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang efisien, efektif, produktif, dan profesional. Selain itu, birokrat belum benar-benar memiliki pola pikir yang melayani masyarakat, belum mencapai kinerja yang lebih baik (better performance), dan belum berori-entasi pada hasil (outcomes).

Mengingat begitu banyak permasalahan yang dihadapi birokrasi, maka ti-dak asing lagi jika kita juga sering mendengar istilan patologi birokrasi. Patologi birokrasi di sini dimaksudkan sebagai berbagai penyakit yang selama ini dimilki birokrasi. Melihat banyaknya penyakit birokrasi ini, maka Sondang P. Siagian (1994 : 187 – 188) mengklasifikasikan patologi birokrasi ke dalam beberapa jenis. Secara lengkap, penyebab dan penjabaran patologi birokrasi dapat dilihat sebagai berikut.

1. Patologi karena persepsi, perilaku dan gaya manajerial

Page 80: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

78 | Edisi 2, Tahun II

• penyalahgunaan wewenang dan jabatan

• persepsi yang didasarkan pada prasangka

• pengaburan masalah

• penerima sogok

• pertentangan kepentingan

• kecenderungan mempertahankan status quo

• “ empire building “

• Kredibilitasi yang rendah

• Kurangnya visi yang imajinatif

• Kedengkian

• Nepotisme

• Tindakan yang tidak rasional

• Bertindak di luar wewenangnya

• Paranoia / selalu curiga

• Sikap opresif / mengancam

• Patronase / Pilih kasih

• sikap bermewah-mewah

• Pilih kasih

• Ketakutan pada perubahan, inovasi dan resiko

• Penipuan

• Sikap sombong

• Ketidakpedulian pada kritik dan saran

• Jarak kekuasaan

• Tidak mau bertindak

• Takut mengambil keputusan

• Sifat menyalahkan orang lain

• Tidak adil

• Penyeliaan dengan pendekatan punitif

• Keengganan mendelelegasikan

• Keenggaan memikul tanggung jawab

• Ritualisme

• Xenophobia / penyakit ketakutan

• Intimidasi

• Kurangnya komitmen

• Kurangnya koordinasi

• Kurangnya kreativitasi dan eksperimentasi

2. Masalah pengetahuan dan keterampilan• ketidakmampuan menjabarkan kebijaksanaan pimpinan• ketidaktelitian• rasa puas diri• bertindak tanpa pikir• kebingungan

• tindakan yang “counter productive “• tidak adanya kemampuan berkembang• mutu hasil pekerjaan yang rendah• kedangkalan

Page 81: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 79

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

• ketidakmampuan belajar• ketidaktepatan tindakan• inkompetensi• ketidakcekatan• ketidakteraturan• melakukan kegiatan yang tidak relevan• sikap ragu-ragu• kurangnya imajinasi• kurangnya prakarsa• kemampuan rendah (mediocrity)• bekerja tidak produktif• ketidakrapian • stagnasi

3. Patologi birokrasi dikaitkan dengan tindakan melanggar hukum

• Penggemukan pembiayaan • Menerima sogok • Ketidakjujuran • Korupsi • Tindakan kriminal • Penipuan • Kleptokrasi / penyakit mencuri • Kontrakdiktif • Sabotase • Tata buku yang tidak benar • Pencurian

Page 82: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

80 | Edisi 2, Tahun II

4. Patologi birokrasi dikaitkan dengan keperilakuan

• Bertindak sewenang-wenang• Pura-pura sibuk• Paksaan • Konspirasi• Sikap takut• Penurunan mutu• Tidak sopan• Diskriminasi• Cara kerja yang legalistik• Dramatisasi• Sulit dijangkau• Sikap tidak acuh• Tidak disiplin• Inercia / bekerja lamban• Sikap kaku (tidak fleksibel)• Tidak berperikemanusiaan• Tidak peka• Sikap tidak sopan• Sikap lunak• Tidak peduli mutu kinerja• Salah tindak

• Melalaikan tugas• Rasa tanggung jawab yang rendah• Lesu darah• Paperasserie / penumpukan dokumen• Melaksanakan kegiatan yang tidak relevan• Cara kerja yang berbelit-belit (red tape)• Kerahasiaan• Pengutamaan kepentingan sendiri• Suboptimasi• Sycophancy / kurang elegan• Tampering / mengotak-atik barang bukti• Imperatif wilayah kekuasaan• Tokenisme / tidak sepenuh hati• Tidak profesional• Sikap tidak wajar• Melampaui wewenag• Vested interest / kepentingan pribadi• Pertentangan kepentingan• Pemborosan• Semangat yang salah tempat • Negativisme

5. Patologi birokrasi dikaitkan dengan internal

Page 83: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 81

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

• penempatan tujuan dan sasaran yang tidak tepat

• kewajiban sosial sebagai beban• eksploitasi• ekstorsi / pemerasan• tidak tanggap• pengangguran terselubung• motivasi yang tidak tepat• imbalan yang tidak memadai• kondisi kerja yang kurang memadai• pekerjaan yang tidak kontibel• inconvenience / tata ruang yang tidak

tepat

• tidak adanya indikator kinerja• kekuasaan kepemimpinan• miskomunikasi• misinformasi• beban kerja yang terlalu berat• terlalu banyak pegawai• sistem pilih kasih (spoiles system)• sasaran yang tidak jelas• kondisi kerja yang tidak aman• sarana dan prasarana yang tidak tepat• perubahan sikap yang mendadak

Uraian di atas menunjukkan bahwa birokrasi selama ini masih bergelut dengan berbagai persoalan. Bahkan karena begitu banyaknya masalah atau penyakit biro-krasi, maka istilah patologi birokrasi sudah tampak akrab dan tak asing lagi bagi birokrasi. Dengan melihat berbagai kompleksitas permasalahan birokrasi ini, maka sudah saatnya jika birokrasi segera melakukan perubahan di segala aspek untuk membenahi citra dan kinerjanya yang selama ini masih terkesan lamban, berbelit-belit, KKN, dan sebagainya. Aspek penting perubahan birokrasi ini salah satunya adalah aspek Sumber Daya Manusia (SDM ) atau PNS yang profesional.

C. Profesionalisme Birokrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

1. Pengertian dan Kedudukan PNSMenurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Pasal 1 (1), yang di-

maksud Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan menurut Pasal 3 (1), Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.

Page 84: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

82 | Edisi 2, Tahun II

2. Pengertian ProfesionalAda beberapa pengertian “profesional” menurut para ahli yang dikutip

dari http://carapedia.com/pengertian_definisi_profesional_info2140.html , antara lain :

• Korten dan Alfonso, 1981 Yang dimaksud dengan profesionalisme adalah kecocokan (fitness) an-

tara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic-competence) dengan kebutuhan tugas (ask-requireme)

• Kusnanto Profesional adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam suatu

pekerjaan tertentu

• Kamus Besar Bahasa Indonesia Profesional bersangkutan dengan profesi yang memerlukan kepandaian

khusus untuk menjalankannya

Page 85: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 83

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

• Tantri Abeng (2002) Seorang profesional harus mampu menguasai ilmu pengetahuannya

secara mendalam, mampu melakukan kerativitas dan inovasi atas bidang yang digelutinya serta harus selalu berfikir positif dengan menjunjung tinggi etika dan integritas profesi

Menurut Harefa ada tiga belas indikator sehingga seseorang dikatakan sebagai profesional yaitu:

1. bangga pada pekerjaan, dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas;

2. berusaha meraih tanggunjawab;

3. mengantisipasi, dan tidak menunggu perintah, mereka menunjukkan inisiatif;

4. mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas;

5. melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah-ditetapkan untuk mereka;

6. selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi orang-orang yang mereka layani;

7. ingin belajar sebanyak mungkin;

8. benar-benar mendengarkan kebutuhan orang-orang yang mereka layani;

9. belajar memahami dan berfikir seperti orang-orang yang mereka layani sehing-ga bisa mewakili mereka ketika orang-orang itu tidak ada di tempat;

10. mereka adalah pemain tim;

11. bisa dipercaya memegang rahasia;

12. jujur bisa dipercaya dan setia

13. terbuka terhadap kritik-kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri

( http://www.scribd.com/doc/41755206/pengertian-profesional )

Dari indikator yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa profe-sional itu adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan khusus untuk melakukan satu bidang kerja dengan hasil kualitas yang tinggi berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya tentang objek pekerjaannya tersebut.

Page 86: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

84 | Edisi 2, Tahun II

3. Pengertian PNS ProfesionalUntuk memahami pengertian PNS Profesional, mencoba merujuk be-

berapa sumber, antara lain yaitu: menurut UU Nomor 43 Tahun 1999 Pasal 1 (8), Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelengga-raan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, ke-sejahteraan, dan pemberhentian.

Sedangkan menurut Pasal 12 (2) , maka untuk mewujudkan penyeleng-garaan tugas pemerintah dan pembangunan, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pasa sistem prestasi kerja.

Lebih lanjut, untuk memahami pengertian PNS Profesional, dalam kon-teks ini penulis juga menyampaikan tentang upaya reformasi birokrasi yang juga dikenal dengan Profesionalisasi Birokrasi dan salah satu substansinya adalah untuk mewujudkan PNS yang profesional. Sebagaimana hal tersebut dapat dilihat dari pendapat Prof. Eko Prasojo berikut ini.

Reformasi birokrasi negara pada umumnya dilakukan melalui dua strategi yaitu: (1) merevitalisasi kedudukan, peran dan fungsi kelembagaan yang men-jadi motor penggerak reformasi administrasi, dan (2) menata kembali sistem administrasi negara baik dalam hal struktur, proses, sumber daya manusia (PNS) serta relasi antara negara dan masyarakat.

Strategi pertama dapat dilakukan melalui penguatan peran dan fungsi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PANRB) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai motor reformasi administrasi. Karena itu kepada kedua lembaga ini harus diberikan kewenangan yang bersifat policy agency dan juga kewenangan yang bersifat eksekusi (executing agency).

Sedangkan menyangkut penataan sistem birokrasi negara harus meru-pakan program yang terintegrasi dari hulu sampai hilir dalam bidang-bidang

Page 87: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 85

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

pembangunan administrasi. Strategi itu dapat dimulai dari proses rekruitmen pegawai, sistem promosi pegawai berdasarkan kinerja, perubahan paradigma dan spirit administrasi publik, sistem dan besar penggajian, perubahan struktur dan proses kerja, dan pengawasan disiplin pegawai negeri sipil.

Beberapa strategi yang mungkin dilakukan menurut Prof. Eko Prasojo adalah :

1. Strategi itu dapat dimulai dari proses rekrutmen pegawai, sistem promosi pegawai berdasarkan kinerja, perubahan paradigma dan spirit administrasi publik, sistem dan besar penggajian, perubahan struktur dan proses kerja, dan pengawasan disiplin pegawai negeri sipil.

2. Profesionalisasi birokrasi juga dilakukan melalui market model of government. Penerapan market model of government dimaksudkan untuk perubahan para-digma penyelenggaraan administrasi dari authority government based public services menjadi society based public services

3. Grand design reformasi birokrasi harus berasas dari problem utama yang sedang dihadapi. Birokrasi pemerintah semakin terkooptasi dan terintervensi oleh partai politik yang mempersiapkan kemenangan pemilu bagi partainya

4. Karena itu, reformasi birokrasi bukanlah sekedar perubahan struktur dan reposisi birokrasi. Lebih dari itu reformasi birokrasi harus meliputi perubahan sistem politik dan hukum secara menyeluruh perubahan sikap mental dan budaya birokrat dan masyarakat, serta perubahan pola pikir dan komitmen pemerintah serta partai politik

( Media Indonesia, 2006 )

D. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Profesional untuk Mewujudkan Good GovernanceUntuk memahami bagaimana korelasi antara PNS Profesional

untuk Mewujudkan Good Governance, maka hendaknya perlu pula dipahami tentang arah kebijakan reformasi birokrasi yang ada, yaitu : Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewu-judkan tata pemerintahan yang baik, baik di pusat maupun di daerah

Page 88: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

86 | Edisi 2, Tahun II

agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025). Sedangkan visi reformasi birokrasi adalah “Terwujudnya Pemerin-tahan Kelas Dunia”. Visi tersebut menjadi acuan dalam mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke- 21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025. (Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi).

Page 89: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 87

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

1. Pengertian Good GovernanceBAPPENAS, Team Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemer-

intahan Yang Baik mengatakan bahwa “istilah tata kepemerintahan yang baik mulai banyak dikenal di tanah air sejak tahun 1997, ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia. Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan bersih, demokratis, dan efektif sesuai dengan cita-cita terbentuknya suatu masyarakat madani. Selain sebagai suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan, tata kepemerintahan yang baik juga merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah, dunia usaha/swasta, dan masyarakat“ (Suharyo dan Ef-fendy, 2006: 11 – 12).

Untuk itu, BAPPENAS, menyatakan bahwa dalam upaya mewujud-kan tata kepemerintahan yang baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip Tata Kepemerintahan Yang Baik dengan indikator minimal sebagai berikut (dalam Suharyo dan Effendy, 2006: 12 - 20):

1. Wawasan ke depan (visionary)

2. Keterbentukan dan transparansi (openness and transparency)

3. Partisipasi masyarakat (participation)

4. Tanggung gugat (accountability)

5. Supremasi hukum (rule of law)

6. Demokrasi (democracy)

7. Profesionalisme dan kompetensi (professionalism and competency)

8. Daya tanggap (responsiveness)

9. Keefisienan dan Keefektifan (efficency and effectiveness)

10. Desentralisasi (decentralization)

11. Kemitraan dengan dunia usaha /swasta dan masyarakat ( private sektor and civil society partnership)

12. Komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality)

13. Komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental protection)

14. Komitmen pada pasar yang fair (commitment to fair market)

Page 90: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

88 | Edisi 2, Tahun II

Dalam konteks good governance, pemerintah ditempatkan sebagai fasilitator atau katalisator. Sementara tugas untuk memajukan pembangunan terletak pada semua komponen negara, meliputi dunia usaha dan masyarakat. Den-gan begitu kehadiran good governance ditandai oleh terbentuknya kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat, organisasi politik, organisasi massa, LSM, dunia usaha serta individu warga negara guna terciptanya manajemen pembangunan negara yang bertanggung jawab. Sumber daya manusia seb-agai mobilisator dan dinamisator pemerintah menempati posisi depan untuk melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah terbentuknya PNS yang profesional, yaitu pegawai/aparatur yang berkualitas serta memiliki kemampun yang meliputi pengetahuan dan kecakapan serta adanya kompe-tensi manajerial sehingga dapat mempercepat terciptanya good governance. Oleh karena itulah diperlukan pengembangan SDM birokrasi pemerintahan atau PNS yang profesional untuk menjawab/menyelesaikan segala permasalahan dan tantangan zaman, sekaligus dalam upaya mewujudkan good governance.

Untuk menjawab isu-isu good governance diperlukan infrastruktur dan suprastruktur yang akomodatif terhadap nilai-nilai good governance. Strategi pengembangan SDM merupakan infrastruktur utama yang dapat mendukung pemerintahan yang good governance. Sedangkan struktur organisasi sebagai perangkat keras yang menjadi fokus bagi berkembangnya pemerintahan yang good governance. Bertolak dari nilai strategis baik struktur maupun strategi pengembangan SDM maka perlu diperbaiki. Untuk memperoleh manfaat pengembangan SDM yang nyata maka harus ada struktur yang memungkin-kan terjadinya learning process. Strategi pengembangan SDM ditunjukkan untuk mengembangknan kemampuan pembelajaran yang kontinu (conti-nues learning), karena dinamisasi perubahan lingkungan semakin menuntut kemampuan intelektual (brain intensive) untuk menghasilkan pengetahuan (Sulistyani, 2004 : 48).

Dari pendapat ini terlihat jelas, betapa kualitas SDM (birokrasi) yang pro-fesional merupakan kunci utama dalam mewujudkan Reinventing Government dan Good Governance di Indonesia. Kualitas SDM yang dimaksud tentu tidak terlepas dari semangat entrepreneur atau wirausaha dalam konteks birokrasi

Page 91: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 89

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Indonesia dengan memperhatikan dan mengakomodasi potensi dan kearifan lokal (local wisdom) yang ada pada masyarakat Indonesia. Itulah modal sosial (social capital ) yang sangat besar, yang tidak dimiliki oleh sebagian besar negara-negara di dunia, termasuk negara- negara maju seperti Amerika dan Eropa.

2. Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk Mewujudkan Good GovernanceUntuk menjadikan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mampu mewu-

judkan Good Governance, tentu ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi, baik yang berupa pendidikan formal, pelatihan – pelatihan, sistem kenaikan pangkat dan karier pegawai, kesejahteraan, dan sebagainya. Untuk itu berikut penulis sajikan beberapa referensi sebagai legalitas maupun pendapat untuk menjadikan PNS bisa menjadi profesional.

UU Nomor 43 Tahun 1999 Penjelasan Umum (3) dan (7) menyebutkan bahwa sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri, pembinaan Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemam-puannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat. Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan harus didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan atas penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan pelati-han Pegawai Negeri Sipil. Dalam pembinaan kenaikan pangkat, di samping berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier.

Untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan Pegawai Neg-eri, dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tang-gung jawabnya. Untuk itu Negara dan Pemerintah wajib mengusahakan dan memberikan gaji yang adil sesuai standar yang layak kepada Pegawai negeri. Usaha untuk menjadikan PNS menjadi profesional antara lain dapat dilakukan sebagai berikut:

Page 92: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

90 | Edisi 2, Tahun II

1. Pengelolaan PNS sudah harus meninggalkan paradigma administrasi persona-lia/administrasi kepegawaian (personnel administration) menjadi pengelolaan sumberdaya manusia (human resource management).

2. Luasnya lingkup manajemen PNS, mulai dari perencanaan hingga pember-hentian pegawai, menunjukkan bahwa proses pengembangan menuju PNS profesional berjalan berkesinambungan sepanjang ia bekerja.

3. Pembinaan PNS dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

4. Diklat-diklat hendaknya diberikan agar PNS dapat memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing.

5. Kompetensi yang harus dikembangkan pada PNS meliputi seluruh aspek kompetensi yaitu baik pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan.

6. Pembinaan manajemen PNS daerah itu dilaksanakan pemerintah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen PNS secara nasional (Christanto, 2012).

UU Nomor 43 Tahun 1999 Pasal 32 (1) dan (2) juga menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi putra-putri Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan Pasal 7 (2) menyebutkan bahwa Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.

Hal ini mengimplikasikan bahwa apa-apa yang dipesankan dalam Un-dang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 ini juga menjadi dasar pemikiran dalam pengembangan PNS Daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah juga wajib mengembangkan profesionalisme PNS. Inisiatif-inisiatif pengembangan PNS mesti muncul di tingkat daerah guna mempercepat tercapainya PNS profesional yang pada akhirnya akan mempercepat pengembangan daerah.

Mengingat betapa pentingnya reformasi birokrasi dan profesionalisme PNS, maka Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025 begitu menekankan bagaimana reformasi birokrasi harus berhasil. Penekanan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Page 93: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 91

Patologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Reformasi birokrasi, jika gagal dilaksanakan, hanya akan menimbulkan ketidakmampuan birokrasi dalam menghadapi kompleksitas yang bergerak secara eksponensial di abad ke-21, antipati, trauma, berkurangnya kepercay-aan masyarakat terhadap pemerintah, dan ancaman kegagalan pencapaian pemerintahan yang baik (good governance), bahkan menghambat keberhasilan pembangunan nasional.

Oleh karena itu, profesionalisme SDM aparatur yang didukung oleh sistem rekruitmen dan promosi aparatur yang berbasis kompetensi, transparan, dan mampu mendorong mobilitas aparatur antardaerah, antarpusat, dan antara pusat dengan daerah, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan, tentu menjadi sebuah keniscayaan.

Page 94: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

92 | Edisi 2, Tahun II

DAFTAR PUSTAKA

Ambar Teguh Sulistyani, dkk, Memahami Good Governance, 2004, Gava Media, Yogyakarta.

Blau, Peter M dan Meyer, Marshall W., Birokarsi dalam Masyarakat Modern (terjemahan), 2000, Prestasi Pustaka Karya, Jakarta

Fadillah Putra dan Saiful Arif, Kapitalisme Birokrasi, 2001, LkiS, Yogyakarta

Moeljarto Tjokrowinoto, dkk., Birokrasi Dalam Polemik, 2001, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Osborne, David dan Plastrik, Peter., Bunishing Bureaucracy (Memangkas Birokrasi – ter-jemahan), 1996, PPM, Jakarta

Osborne, David dan Gaebler, Ted., Reinventing Government (Mewirausahakan Birokrasi – terjemahan ), 1992, PPM, Jakarta.

Salamoen dan Nasri Efffendy, Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI, 2006, LAN RI, Jakarta.

Sondang P. Siagian, Patologi Birokrasi, 1994, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Suwarni, Modul Organisasi dan Mananajemen, 2000, Universitas Islam “45” , Bekasi

Suwarni, Reinventing Government, Mungkinkah ? Kajian Tentang: Politik Kemanusiaan Negara Versus Kapital isme Birokrasi, 2008, Widya Sari, Salatiga

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok – Pokok Kepegawaian

Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010 – 2025

Surat Kabar dan Internet :

• Media Indonesia, 06 Desember 2006

• http://carapedia.com/pengertian_definisi_profesional_info2140.html

• http://www.scribd.com/doc/41755206/pengertian-profesional

Page 95: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 93

Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE MELALUI E-PROCUREMENT PADA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H *)

ABSTRACT

Electronic Procurement (E-Procurement) is the procurement of goods and services with the aid of information technology and electronic transaction. E-Procurement is ruled by president regulation number 45, year 2010 on Government goods and services procurement. One of the purpose of E-Procurement that ruled by president regulation is to en-hance transparency and accountability in government goods and services procurement. Transparency and accountability are the characteristics of good governance.

Keywords: Good Governance, E-Procurement

A. PENDAHULUAN Dalam rangka menggerakkan pembangunan nasional, salah satu komponen

yang dibiayai oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dalam bentuk pengadaan barang/jasa pemerintah. Pada pengadaan barang/jasa pemerintah, di mana sumber dana yang digunakan berasal dari rakyat dan dibelanjakan untuk kepentingan rakyat tentunya harus dipergunakan secara efisien dan efektif.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan keuangan yang dibelanjakan melalui proses pengadaan barang/jasa pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip per-saingan/kompetisi yang sehat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan

Page 96: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

94 | Edisi 2, Tahun II

berkualitas serta dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.1

Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik.2 Ketentuan dimaksud tidak lain bertujuan untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan pemerintahan.

Di samping itu Peraturan Presiden dimaksud juga telah memperkenankan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui sistem elektronik, yang dikenal den-gan Electronic Procurement (E-Procurement). Hal ini juga tidak lain bertujuan untuk mengembangkan pengelolaan pemerintahan yang baik, sehingga pemerintah dapat menjalankan tugas secara efisien dan efektif demi mewujudkan kemakmuran yang menjadi cita-cita dan harapan seluruh rakyat Indonesia.

B. TRANSPARANSI PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Transparan merupakan salah satu prinsip dalam pengadaan barang/jasa

pemerintah.3 Penjelasan atas Pasal 5 huruf c Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan: “Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan Barang/Jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh Penyedia Barang/Jasa yang berminat serta oleh masyarakat.”

1 *) Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H., Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh (Email : [email protected]) Paragraf 2 Penjelasan Umum Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

2 Ibid. Lihat juga dengan Konsideran Menimbang huruf b Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, di mana di antaranya disebutkan: “….perlu pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik, sehingga dapat menjadi pengaturan yang efektif bagi para pihak yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.”

3 Pasal 5 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan: “Pen-gadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. efisien; b. efektif; c. transparan; d. terbuka; d. terbuka; e. bersaing; f. adil/tidak diskriminatif; dan g. akuntabel.”

Page 97: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 95

Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Sebenarnya konsepsi transparansi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru, karena sebelumnya di dalam Keputu-san Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, transparansi sudah sering juga disebut-sebut dalam keputusan presiden tersebut. Setidak-tidaknya pada beberapa bagian dari Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sudah menyebut dan menggu-nakan nomenklatur transparan, di antaranya adalah:

1. Konsideran MenimbangPada konsideran menimbang huruf a disebutkan: “bahwa agar pengadaan

barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilak-sanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat, dipandang perlu menyempurnakan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah.”

Konsideran menimbang dari suatu peraturan perundang-undangan itu sendiri merupakan salah satu pertimbangan yang sangat mendasar sifatnya, bahkan lebih cenderung merupakan landasan filosofi, sosiologis, serta yuridis dari kehadiran peraturan dimaksud.

2. Tujuan Pemberlakuan Keputusan Presiden Pasal 2 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan: “Tujuan diberlakukannya Keputusan Presiden ini adalah agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.”

3. Transparan sebagai salah satu Prinsip Pasal 3 huruf d Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pen-

gadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan: “transparan, berarti semua

Page 98: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

96 | Edisi 2, Tahun II

ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya.”

4. Prinsip-Prinsip Prakualifikasi dan Pascakualifikasi Pasal 14 ayat (3) Keputusan Presiden Nomo 80 Tahun 2003 tentang Pen-

gadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan:

“Panitia/pejabat pengadaan wajib melakukan pascakualifikasi untuk pele-langan umum pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya secara adil, transparan, dan mendorong terjadinya persaingan yang sehat dengan mengi-kutsertakan sebanyak-banyaknya penyedia barang/jasa.”

5. Pakta Integritas Dalam formulir pakta integritas yang terdapat dalam Keputusan Presiden

Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, terdapat penyataan yang menyatakan:

“Dalam proses pengadaan ini, berjanji akan melaksanakan tugas secara bersih, transparan, dan profesional dalam arti akan mengerahkan segala kemam-puan dan sumber daya secara optimal untuk memberikan hasil kerja terbaik mulai dari penyiapan penawaran, pelaksanaan, dan penyelesaian pekerjaan/kegiatan ini.”

Berdasarkan pada uraian di atas menunjukkan bahwa transparansi memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, di mana transparansi telah ditempat-kan pada konsideran menimbang, tujuan pembelakuan, prinsip dalam pengadaan, prinsip pelaksanaan serta dituangkan juga dalam Pakta Integritas.

Sebenarnya sebelum berlakunya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dalam Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Intansi Pemer-intah, konsepsi transparan juga merupakan salah satu prinsip pengadaan barang/jasa, di mana dalam Pasal 3 angka 3 Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000

Page 99: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 97

Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

disebutkan: “Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pen-gadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa (peserta pelelangan, pemilihan langsung, dan penunjukan langsung) yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya.” Di samping itu terdapat juga prinsip lain, seperti efisien, efektif, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan bertanggung jawab.4

C. PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH MELALUI SISTEM E-PROCUREMENT Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui E-Procurement mulai diperkenal-

kan dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hanya saja pengaturannya dalam Keppres tersebut masih sangat sederhana dan memungkinkan terjadinya penafsiran dalam pelaksanaannya, di mana dalam Lampiran I, Bab IV, huruf D Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 menyebutkan:

“Dalam menyikapi era globalisasi, pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat menggunakan sarana elektronik (internet, Electronic Data Interchange dan e-mail).

Pelaksanaan e-procurement disesuaikan dengan kepentingan pengguna barang/jasa dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan e-Procurement adalah : a. Memudahkan sourcing, proses pengadaan, dan pembayaran;b. Komunikasi On-line antara Buyers dengan Vendors;c. Mengurangi biaya proses dan administrasi pengadaan;d. Menghemat biaya dan mempercepat proses.”

Pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.5 Pengadaan secara

4 Gunawan Widjaja, Pengelolaan Harta Kekayaan Negara, Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2002, hal. 20-21.

5 Pasal 1 angka 37 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Page 100: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

98 | Edisi 2, Tahun II

elektronik dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mendapat pengaturan secara tersendiri dalam Bab XIII tentang Pengadaan Secara Elektronik.

Pengaturan pengadaan pada Bab XIII Peraturan Presiden dimaksud terdiri atas beberapa bagian, yaitu Ketentuan Umum Pengadaan Secara Elektronik, E-Tendering,6 E-Purchasing,7 dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik.8 Adapun selengkapnya pengaturan di dalamnya adalah sebagai berikut:

1. Ketentuan Umum Pengadaan Secara Elektronik.

Ketentuan umum pengadaan secara elektronik dalam Peraturan Pre siden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terdiri atas 3 (tiga) pasal, yaitu: a. Kemungkinan Pengadaan secara Elektronik Ketentuan Pasal 106 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan:(1) Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dilakukan secara elektronik.(2) Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dilakukan dengan cara e-tendering

atau e-purchasing.

b. Tujuan Pengadaan secara Elektronik Ketentuan Pasal 107 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah menyatakan: Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik bertujuan untuk:

a. meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;b. meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;c. memperbaiki tingkat efisiensi proses Pengadaan;d. mendukung proses monitoring dan audit; dane. memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

6 Pasal 1 angka 39 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 menyebutkan: “E-Tendering adalah tata cara pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan.”

7 Pasal 1 angka 41 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 menyebutkan: “E-Purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik.”

8 Pasal 1 angka 38 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 menyebutkan: “Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut LPSE adalah unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik”

Page 101: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 99

Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

c. Pengembangan Pengadaan Elektronik Ketentuan Pasal 107 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan:(1) LKPP mengembangkan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara

elektronik.(2) LKPP menetapkan arsitektur sistem informasi yang mendukung penyeleng-

garaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik.

2. E-Tendering

Ketentuan yang terkait dengan E-Tendering terdapat dalam Pasal 109 Per-aturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dimana dinyatakan: (1) Ruang lingkup e-tendering meliputi proses pengumuman Pengadaan Barang/

Jasa sampai dengan pengumuman pemenang.(2) Para pihak yang terlibat dalam e-tendering sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah PPK, ULP/Pejabat Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa.(3) E-tendering dilaksanakan dengan menggunakan sistem pengadaan secara elek-

tronik yang diselenggarakan oleh LPSE.(4) Aplikasi e-tendering sekurang-kurangnya memenuhi unsur perlindungan Hak atas

Kekayaan Intelektual dan kerahasian dalam pertukaran dokumen, serta tersedianya sistem keamanan dan penyimpanan dokumen elektronik yang menjamin doku-men elektronik tersebut hanya dapat dibaca pada waktu yang telah ditentukan.

(5) Sistem e-tendering yang diselenggarakan oleh LPSE wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:a. mengacu pada standar yang meliputi interoperabilitas dan integrasi dengan

sistem Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik;b. mengacu pada standar proses pengadaan secara elektronik; danc. tidak terikat pada lisensi tertentu (free license).

(6) ULP/Pejabat Pengadaan dapat menggunakan sistem Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik yang diselenggarakan oleh LPSE terdekat.

3. E-Purchasing Ketentuan yang terkait dengan E-Purchasing terdapat dalam Pasal 110 Per-

aturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, di mana dinyatakan:

Page 102: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

100 | Edisi 2, Tahun II

(1) Dalam rangka E-Purchasing, sistem katalog elektronik (E-Catalogue)9 sekurang-kurangnya memuat informasi teknis dan harga Barang/Jasa.

(2) Sistem katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh LKPP.

(3) Dalam rangka pengelolaan sistem katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LKPP melaksanakan Kontrak Payung dengan Penyedia Barang/Jasa untuk Barang/Jasa tertentu.

4. Layanan Pengadaan Secara Elektronik Ketentuan yang terkait dengan Layanan Pengadaan Secara Elektronik ter-

dapat dalam Pasal 111 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dimana dinyatakan: (1) Gubernur/Bupati/Walikota membentuk LPSE untuk memfasilitasi ULP/Pejabat

Pengadaan dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.(2) K/L/I dapat membentuk LPSE untuk memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan

dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.(3) ULP/Pejabat Pengadaan pada Kementerian/Lembaga/Perguruan Tinggi/BUMN

yang tidak membentuk LPSE, dapat melaksanakan Pengadaan secara elektronik dengan menjadi pengguna dari LPSE terdekat.

(4) Fungsi pelayanan LPSE paling kurang meliputi:a. administrator sistem elektronik;b. unit registrasi dan verifikasi pengguna; danc. unit layanan pengguna.

(5) LPSE wajib menyusun dan melaksanakan standar prosedur operasional serta menandatangani kesepakatan tingkat pelayanan (Service Level Agreement) den-gan LKPP.

(6) LKPP melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.

Ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah berdasarkan pada beberapa ketentuan di atas menunjukkan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik mendapat pengaturan tersendiri dan lebih lengkap dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hal ini sangat berbeda dengan pengaturan sebelumnya dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

9 Pasal 1 angka 40 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 menyebutkan: “Katalog elektronik atau E-Catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa Pemerintah.”

Page 103: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 101

Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

D. MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE MELALUI E-PROCUREMENT PADA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerin-

tahan yang baik, bersih dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tata pemerintah yang baik, antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, supremasi hukum, dan partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian, dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.10 Bahkan di negara-negara berkembang, tugas utama birokrasi lebih dititikberatkan untuk memperlancar proses pembangunan.11

Tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini diperjuangkan secara reguler dalam ilmu politik dan adminis-trasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, Hak Asasi Manusia, dan pemban-gunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasa warsa yang lalu, konsep Good Governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik.12

Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Sementara Word Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu peny-elenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.13 United Nation Development Program (UNDP) mem-berikan beberapa karakteristik pelaksanaan good governance, yaitu: Participation, Rule of Law, Transparency, Responsiveness, Consensus orientation, Equity, Efficiency and Effectiveness, Accountability, Strategic Vision.14

10 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional (PPHN) Bidang Hukum Administrasi Negara, Jakarta, BPHN Depkumham RI, 2008, hal.1

11 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2005, hal. 107

12 Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 61.

13 Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004, Hal. 24

14 Ibid.

Page 104: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

102 | Edisi 2, Tahun II

BAPPENAS, melalui Tim Pengembangan Kebijakan Nasional menyatakan bahwa “istilah tata kepemerintahan yang baik mulai banyak dikenal di tanah air sejak tahun 1997, ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia. Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintah yang bersih, demokratis, dan efektif sesuai dengan cita-cita terbentuknya suatu masyarakat madani. Selain sebagai suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan, tata kepemerintahan yang baik juga merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah, dunia usaha/swasta, dan masyarakat.15

Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, ada baiknya menelaah penjelasan umum Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dimana disebutkan: “Tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki Pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip Good Governance and Clean Government, maka Pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta mewujud-kannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independen), serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel.16

Untuk mewujudkan Good Governance dan Clean Governance dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, sebenarnya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebenarnya telah mengembangkan prinsip efisien,17 efektif,18

15 Salamoen Soeharyo, Nasri Effendy, Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indo-nesia, Jakarta, LAN-RI, 2006, hal.13

16 Paragraf Pertama Penjelasan Umum atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

17 Penjelasan atas Pasal 5 huruf a Peraturan Presiden Nomor 54 menyebutkan: “Efisien, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.”

18 Penjelasan atas Pasal 5 huruf b Peraturan Presiden Nomor 54 menyebutkan: “Efektif, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.”

Page 105: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 103

Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

transparan,19 terbuka,20 bersaing,21 adil/tidak diskriminatif22 dan akuntable23 serta dan menerapkan etika24 pengadaan barang/jasa pemerintah.

Prinsip-prinsip pada pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut sebenarnya sangat sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dalam hubungannya dengan E-Procurement tentunya beberapa prinsip good governance dapat dijalankan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dengan sistem E-Procurement, di antaranya adalah:

19 Penjelasan atas Pasal 5 huruf c Peraturan Presiden Nomor 54 menyebutkan: “Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan Barang/Jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh Penyedia Barang/Jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.”

20 Penjelasan atas Pasal 5 huruf d Peraturan Presiden Nomor 54 menyebutkan: “Terbuka, berarti Pengadaan Barang/Jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.”

21 Penjelasan atas Pasal 5 huruf e Peraturan Presiden Nomor 54 menyebutkan: “Bersaing, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin Penyedia Barang/Jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh Barang/Jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam Pengadaan Barang/Jasa.”

22 Penjelasan atas Pasal 5 huruf f Peraturan Presiden Nomor 54 menyebutkan: “Adil/tidak diskriminatif, be-rarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk member keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.”

23 Penjelasan atas Pasal 5 huruf g Peraturan Presiden Nomor 54 menyebutkan: Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggung-jawabkan.”

24 Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan: “Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika sebagai berikut:

a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan terca-painya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;

b. bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa;

c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun

tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;f. menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan

atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; danh. tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat

dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

Page 106: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

104 | Edisi 2, Tahun II

Pertama Participation. Dengan penggunaan E-Tendering sebagai bagian dari pelaksanaan E-Procurement, maka keterlibatan para pihak untuk terlibat dan men-gambil peran serta semakin tinggi, sehingga benar-benar penyedia dasar yang kualifikasi baik saja yang akan memenangkan pengadaan barang/jasa pemerintah. Semakin banyak para pihak yang terlibat tentunya proses pengawasan dapat berjalan dengan baik.

Kedua Rule of Law. Meskipun Pasal 106 ayat (2) menyatakan bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dilakukan secara elektronik. Kata-kata “dapat” yang terdapat dalam ketentuan tersebut merupakan kata-kata yang tidak mewajibkan dan tidak melarang, tapi sebenarya belum memiliki kekuatan memaksa (imperative) terhadap penggunaan E-Procurement. Sehingga memungkinkan para pihak untuk menggunakan atau tidak menggunakan system tersebut. Hal ini bisa dipahami, mungkin karena keterbatasan sumber daya (resources) yang dimiliki oleh pemerintah. Akan tetapi dengan adanya pengaturan lebih baik berkaitan dengan E-Procurement dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentunya telah memiliki dasar berpijak yang jelas. Hanya saja pelaksa-naannya perlu lebih baik, sehingga tidak terjadi disparitas antara peraturan dengan praktek.

Ketiga Transparency and Accountability. Salah satu tujuan pemberlakuan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik berdasarkan Pasal 107 huruf a Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemer-intah adalah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Transparansi itu sendiri merupakan salah satu prinsip dari tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance). Akuntabilitas itu sendiri merupakan langkah yang ditempuh pemerintah agar pelaksanaan kegiatan pemerintahan berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab.

Keempat Efficiency and Effectiveness. E-Procurement tentunya sangat efisien dan efektif dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Efisien dan Efektif dengan E-Procurement dapat dirasakan baik oleh pemerintah selaku pengguna barang/jasa maupun oleh pelaku usaha (individu/badan usaha) selaku penyedia barang/jasa.

Page 107: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 105

Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Kelima Strategic Vision. E-Procurement merupakan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dapat dikatakan memiliki wawasan kedepan, karena era tanpa kertas (paperless) dimulai dan sesuai dengan perkembangan dunia tanpa batas (borderless).25

Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah tentunya barang/jasa yang di-hasilkan tentunya barang/jasa yang berkualitas baik, sehingga pembiayaan yang dipergunakan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Di samping itu dalam proses pengadaan barang/jasa tentunya melibatkan para pihak baik individu, badan usaha, dan pihak yang lain tentunya harus diperlakukan secara adil dan tidak dis-kriminatif. Dengan demikian pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah tidak akan mengecewakan, baik penyedia jasa maupun pengguna jasa, serta yang lebih penting masyarakat dapat merasakan manfaat dari barang/jasa yang dibelajakan pemerintah baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

E. PENUTUP Berdasarkan penjelasan pada bagian terdahulu, maka kesimpulan yang dapat

diambil bahwa pengadaan secara elektronik (E-procurement) pada pengadaan ba-rang/jasa pemerintah dapat mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance). Karena prinsip-prinsip dan tujuan pemanfaatan E-Procurement sesuai dan sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, disarankan juga pentingnya kaedah hukum yang sifatnya memaksa (imperative) un-tuk pelaksanaan E-Procurement di masa mendatang, di samping dengan dukungan sumber daya manusia dan teknologi yang memadai. Dengan cita-cita perubahan untuk kebaikan dan kemajuan terus disuarakan dan dijalankan. Semoga kemak-muran tidak hanya menjadi cita-cita, tetapi menjadi kenyataan bagi seluruh Bangsa Indonesia.

***

25 Lihat dan bandingkan dengan Paragraf Pertama Penjelasan Umum atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Sistem Informasi dan Transaksi Elektronik, dimana disebutkan: “……Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat.

Page 108: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

106 | Edisi 2, Tahun II

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasi-onal (PPHN) Bidang Hukum Administrasi Negara, BPHN Depkumham RI, Jakarta, 2008

Gunawan Widjaja, Pengelolaan Harta Kekayaan Negara, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004

Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Salamoen Soeharyo, Nasri Effendy, Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, LAN-RI, Jakarta, 2006

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4843).

________, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

________, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Page 109: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 107

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah

IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT DI KABUPATEN SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH

oleh : Dwiyanto1

A. PendahuluanSeiring dengan arus globalisasi yang berbasis Teknologi Informasi dan Komu-

nikasi (TIK), maka implementasi e-Government merupakan suatu kebutuhan setiap tingkatan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah sebagaimana diamanahkan oleh Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Na-sional Pengembangan e-Government. Adapun garis besar isi dari regulasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Panduan pembangunan infrastruktur portal pemerintah

2. Panduan manajemen sistem dokumen elektronik

3. Panduan penyusunan rencana induk pengembangan e-Government lembaga

4. Panduan penyelenggaraan situs web pemerintah daerah

5. Panduan tentang pendidikan dan pelatihan SDM e-Government

Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tersebut mendorong peran pemerintah untuk lebih transparan dalam menyelenggarakan urusan negara serta memberikan peluang yang sangat luas kepada seluruh ma-syarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Sinergi dengan ditetapkannya Instruksi Presiden tersebut pemerintah juga menetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada prinsipnya memberikan amanah untuk penyelenggaraan otonomi daerah yang seluas-luasnya. Hal tersebut tentunya mendorong setiap daerah berupaya untuk memajukan daerahnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di wilayahnya masing-masing.

1 Kepala Kantor Pengelola Data Elektronik Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah

Page 110: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

108 | Edisi 2, Tahun II

Otonomi Daerah juga memberikan kewenangan dan peluang yang sangat luas bagi daerah untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain otonomi dae-rah juga merupakan tantangan yang menuntut Pemerintah Daerah untuk selalu mengembangkan inovasi, strategi, dan ide-ide baru untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, serta Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat mengantisipasi tantangan persaingan antar daerah maupun persaingan global yang semakin meningkat.

Selain hal tersebut diatas Pemerintah Republik Indonesia juga menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjamin setiap orang untuk melakukan transaksi melalui dunia maya ini tanpa terkendala ruang, jarak dan waktu sehingga menuntut pemerintah juga men-gakomodir kepentingan ini, diantaranya melalui pemanfaatan teknologi informasi sebagai tools dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif, efisien dan demokratis sehingga akan terwujud Good Governance. Berkaitan dengan hal tersebut sudah sewajarnya kalau implementasi e-Government ini wajib dilakukan di semua lini lembaga pemer-intahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

B. Sekilas tentang E-GovermentTelah banyak jurnal, makalah seminar dan buku serta tulisan-tulisan dalam

bentuk lain yang membahas tentang e-Government yang secara garis besar dapat penulis sampaikan bahwa e-Government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya untuk memperlancar penyelenggaraan pemerintahan secara internal maupun memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga akan terwujud suatu penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien dan transparan.

Pengertian tersebut di atas penulis ambil dari kesimpulan terhadap beberapa definisi tentang e-Government yang disampaikan oleh beberapa lembaga interna-sional. Salah satu definisi mengenai e-Goverment telah ditulis oleh Word Bank 2:

2 Diakses dari www.uneca.org/aisi/scanict/Framework_eGovCoreIndicators_Final.pdf di akses pada tanggal 23 Juni 2012 jam 02:28

Page 111: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 109

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah

E-Government refers to the use by government agencies of information tech-nologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government. (e-Government merupakan suatu penggunaan teknologi informasi oleh lembaga pemerintah (seperti Wide Area Networks, Internet, dan jaringan komputer) yang digunakan untuk menjembatani hubungan antara pemer-intah dengan masyarakat, dengan sektor swasta maupun dengan instansi pemerintah lainnya.)

Sedangkan menurut United Nations Economic for Africa3 mendefinisikan e-Gov-ernment secara ringkas.

E-government is about using the tools and systems made possible by Information and Communication Technologies (ICTs) to provide better public services to citizens and businesses. (e-Government adalah sebuah sistem dan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang digunakan oleh suatu pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maupun pelayanan dalam sektor swasta).

Secara sederhana konsep e-Government diperlihatkan pada Gambar berikut ini.

Sumber : E - Government Indonesia dalam http://www.goechi.com/egovernment.html

Dari gambar di atas terlihat bahwa konsep e-Government dengan model e-Business yaitu: B to B (Business to Business), B to C (Business to Customer), C to C (Custumer to

3 Ibid

Page 112: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

110 | Edisi 2, Tahun II

Customer), dan C to B (Customer to Business). Karena banyak berhubungan dengan administratif, maka model pelayanan pemerintah dengan menggunakan e-Government merupakan suatu terobosan dimana meminimalisir biaya yang harus dikeluarkan seperti penggunaan kertas dan tinta serta menghemat waktu. Sehingga segala aspek sumber daya dan pelayanan dapat di digitalisasi dari sistem manual ke otomatis. Selain itu dengan e-Government mengurangi kebutuhan kedua belah pihak untuk bertatap muka secara fisik karena semua sudah diwakili dengan berbagai produk teknologi informasi yang canggih.

Kemudian dengan adanya implementasi e-Government seluruh birokrasi mem-berikan pelayanan yang sama kepada pelanggan karena adanya standart aturan baku yang harus dipatuhi oleh semua pihak terkait. e-Government akan memperlakukan semua pelanggannya sebagai sebuah etnisitas yang unik, dalam arti masing-masing memiliki kebutuhan yang spesifik sehingga pelayanan yang diberikan pun harus dapat di-tailor-mode sesuai kebutuhan unik masing-masing pelanggan.

C. E-Government di Negara-negara lainBeberapa negara maju dan negara berkembang hingga saat ini masih terus

melaksanakan pengembangan e-Government sesuai dengan karakteristik negara masing-masing, di antaranya bertujuan untuk memberikan pelayanan di negara tersebut. Seperti di Amerika4 yaitu pembangunan jaringan tenaga kerja nasional yang membuat American Card Kit (ACK) yang dibuat oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika . ACK berbentuk seperti kartu untuk pekerja yang berisi semua data-data dan kualifikasi dari pekerja yang bersangkutan dan sistem yang dibangun ini berbasis pada website.

Di Afrika Selatan5, membangun e-Government dengan tiga pilar yaitu melaku-kan proses efisiensi melalui e-Administrasi, e-Citizen untuk membangun hubun-gan dengan masyarakat dan membangun hubungan dengan pihak luar melalui e-Business. Dengan harapan memberikan keuntungan pada pemerintah Afrika

4 Indrajit, R, Eko, Akbar Zainudin, Dudy Rudianto, E- GOVERNMENT IN ACTION : Ragam Kasus Implementasi Sukses di Berbagai Belahan Dunia, Yokyakarta : Andi Yogyakarta, 2005,hal 75

5 Ibid hal 251

Page 113: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 111

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah

Selatan. Sedangkan di daerah Toronto6 dikembangkan e-City yang merupakan konsep bagaimana penataan pemerintahan dan layanan masyarakat di masa depan berdasarkan manajemen sistem informasi terpadu pada semua departemen dan pemerintahan kota. Memanfaatkan semua kemajuan teknologi yang ada untuk bisa mengakses semua layanan pemerintah dan masyarakat mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh layanan di mana pun ia berada selama 24 jam sehari tanpa dibatasi waktu kerja.

Sedangkan di Singapura implementasi e-Government diwujudkan dalam tiga program, yaitu penerapan e-Government yang ditujukan kepada warganya (G2C), penerapan e-Government yang diperuntukkan bagi kalangan bisnis, (G2B) dan penera-pan e-Government antar instansi pemerintah (G2G). 7

Secara garis besar tahapan e-Government yang diterapkan di beberapa negara adalah menggunakan model empat tahapan yang meliputi 8:1. Tahap pertama, yaitu komputerisasi antara lain berupa otomatisasi basis data

ke basis data yang dilakukan secara terpisah. .2. Tahap kedua, yaitu online antara lain dengan membentuk jaringan online dari

komputer satu ke komputer lainnya dan pelayanan dilakukan secara online. 3. Tahap ketiga, yaitu tahap integrasi antara lain implementasi konvergensi dari

orang ke orang serta layanan dilakukan dengan metode one stop service. 4. Tahap Keempat, yaitu tahap Ubiquitous/Seamless, artinya komunikasi dilakukan

secara embedded dalam suatu perangkat elektronik dan pelayanan dilakukan secara seamless/invisible.

D. E-Government di IndonesiaBerdasarkan penilaian e-Government Development Indeks (EGDI)9 yang di-

lakukan oleh PBB pada Tahun 2012 menempatkan Indonesia urutan ke 97 dari 193

6 Ibid hal 97

7 Diakses dari http://www.egov.gov.sg, pada tanggal 23 Juni 2012 Jam 06.57. WIB.

8 Akademi Esensi TIK untuk Pimpinan Pemerintahan, Modul 3 Penerapan e-Government, UN-APCICT 2009 hal 24.

9 Diakses dari http://www.un.org/en/development/desa/publications/connecting-governments-to-citizens.html, pada tanggal 23 Juni 2012 jam 07.08

Page 114: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

112 | Edisi 2, Tahun II

negara, dalam skala Asean Indonesia menempati urutan ke 7 di bawah Singapura, Malaysia, Brunai Darusalam, Vietnam, Philipina dan Thailand. Hal ini menunjuk-kan bahwa e-Government di Indonesia masih dalam kondisi yang sangat perlu di-perhatikan. Hal ini disebabkan antara lain bahwa Pemerintah Republik Indonesia secara normatif baru memulai merintis e-Government pada tahun 2001 yaitu dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia disusul dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government, walaupun dalam kenyataan di lapangan sudah ada beberapa lembaga pemerintahan yang sudah melakukan tahapan implementasi e-Government sejak awal, sebagai contoh di Kabupaten Sragen tahapan e-Government sudah mulai dilakukan sejak tahun 2002.

Seiring dengan instruksi presiden tersebut dari waktu ke waktu semakin ban-yak lembaga pemerintahan yang mengimplementasikan teknologi informasi dalam proses penyelenggaraan tugasnya sebagai contoh Sistem Informasi Keimigrasian, Sistem Informasi Kejaksaan, Sistem Informasi Haji, Sistem Informasi pemantauan jalan raya secara online, pengembangan beberapa sistem informasi yang diperun-tukkan bagi daerah oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi, pembangunan database kependudukan yang dikoordinir oleh Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan, Departemen Dalam Negeri. Dalam inisiatif tersebut, pemerintah menetapkan penggunaan e-KTP yang menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Dengan NIK ini, akan dijamin bahwa, setiap penduduk hanya memiliki satu dan hanya satu nomor KTP, selain hal tersebut dengan terwujudnya NIK ke depan akan terwujud Single Indentitas Number yang akan dapat digunakan untuk berb-agai kepentingan, misalnya untuk urusan keimigrasian, urusan kepolisian, urusan penanganan kesehatan, urusan pengentasan kemiskinan dan masih banyak lagi.

Adapun wujud nyata dari aplikasi-aplikasi e-Government yang telah umum dilaksanakan oleh lembaga pemerintah antara lain pembuatan situs web pemerin-tah daerah. Situs web pemerintah daerah merupakan salah satu strategi di dalam melaksanakan pengembangan e-Government secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan terukur. Situs web pemerintah daerah merupakan tingkat pertama dalam pengembangan e-Government di Indonesia yang memiliki sasaran agar masyarakat

Page 115: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 113

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah

Indonesia dapat dengan mudah memperoleh akses kepada informasi dan layanan pemerintah daerah, serta ikut berpartisipasi di dalam pengembangan demokrasi di Indonesia dengan menggunakan media internet.

Secara garis besar acuan bagi pengembangan dan pemanfaatan TIK di ling-kungan pemerintah di Indonesia mengacu kepada 5 (lima) dimensi10 , antara lain :1. Dimensi Kebijakan

1. Merupakan landasan utama bagi pengembangan dan implementasi e-Gov-ernment.

2. Evaluasi dimensi kebijakan dilakukan terhadap kebijakan dalam bentuk nyata dari dokumen-dokumen resmi yang memiliki kekuatan legal.

3. Dokumen dokumen tersebut berisi antara lain penentuan dan penetapan dari: arah/tujuan, program kerja, tata cara atau pengaturan bagi pengembangan dan implementasi e-Government di lingkungan instansi peserta.

4. Bentuk dokumen dapat berupa surat keputusan, peraturan, pedoman atau bentuk dokumen resmi lainnya.

5. Pengalokasian Pembiayaan yang cukup untuk melakukan pengembangan dan implementasi TIK secara layak termasuk salah satu aspek yang dievaluasi dalam dimensi kebijakan.

2. Dimensi Kelembagaan Dimensi kelembagaan berkaitan erat dengan keberadaan organisasi yang ber-

wewenang dan bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pemanfaatan TIK.

3. Dimensi Perencanaan Dimensi perencanaan berkaitan dengan tata kelola atau manajemen pe rencanaan

TIK yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan4. Dimensi Infrastruktur Dimensi infrastruktur berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung

pengembangan dan pemanfaatan TIK, antara lain keberadaan Data Center, sistem jaringan komunikasi, hardware dan software dan fasilitas pendukung lainnya.

5. Dimensi Aplikasi Dimensi aplikasi berkaitan dengan ketersediaan dan tingkat pemanfaatan piranti

lunak aplikasi yang mendukung layanan e-Government secara langsung (front office) atau tidak langsung (backoffice).

10 www.pegi.layanan.go.id, diakses 23 Juni 2012 Pukul 04.15

Page 116: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

114 | Edisi 2, Tahun II

1. E. Implementasi E-Government di Kabupaten SragenKabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Kabupaten

di Indonesia yang telah mengimplementasikan e-Government mulai tahun 2002, yaitu dengan dibangunnya infrastruktur jaringan di kompleks Kantor Pemerintah Daerah dan pada akhir tahun 2007 pembangunan infrastruktur jaringan tersebut sudah merata ke seluruh pelosok desa/kelurahan serta pembangunan infrastruktur tersebut diiringi dengan implementasi sistem informasi yang menunjang penyeleng-garaan pemerintahan di Kabupaten Sragen.

Implementasi e-Government tersebut dapat dilakukan berkat komitmen dari berbagai pihak akan arti pentingnya TIK, antara lain unsur pimpinan daerah dan stakeholder terkait. Adapun implementasi tersebut dilaksanakan secara sinergi antara lain melalui pembangunan jaringan, pembangunan aplikasi, rekruitmen Sumber Daya Manusia (SDM) dan pelatihan bagi para pengguna di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sampai ke tingkat desa/kelurahan serta pengang-garan untuk kepentingan TIK dimaksud.

Berkaitan dengan hal tersebut pada kesempatan ini penulis ingin menyampai-kan mengenai implementasi e-Government yang ada di Kabupaten Sragen, dengan harapan sekelumit pengalaman Kabupaten Sragen dalam mengimplementasikan e-Government sampai ke level pemerintahan yang paling rendah yaitu desa/kelurahan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah lainnya untuk mengembangkan maupun menyempurnakan implementasi e-Government.

Adapun pembahasan lebih lanjut mengenai implementasi e-Government di Ka-bupaten Sragen didasarkan kepada 5 (lima) dimensi, antara lain dimensi kebijakan, dimensi kelembagaan, dimensi perencanaan, dimensi infrastruktur dan dimensi aplikasi. Kelima dimensi tersebut dijadikan acuan dalam penulisan ini dengan pertimbangan kelima dimensi tersebut merupakan indikator yang ditetapkan oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia dalam pemeringkatan e-Government di Indonesia (PeGI). Adapun secara rinci dapat penulis sampaikan sebagai berikut :

Page 117: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 115

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah

1. Dimensi Kebijakan Implementasi e-Government di Kabupaten Sragen berawal dari komitmen yang

sangat kuat dari seorang pimpinan daerah untuk menerapkan pemerintahan yang berbasis elektronik. Komitmen ini terinspirasi dari pengalaman pribadi Bupati Sragen pada waktu itu dan diteruskan oleh bupati berikutnya bahwa pelaksanaan birokrasi yang semula terkenal lambat, berbelit belit tidak transparan dan lain sebagainya, sebagaimana stigma umum birokrasi yang melekat di mata masyarakat umum Indonesia bahwa birokrasi itu mempunyai sifat dilay-ani masyarakat bukanlah birokrasi yang melayani masyarakat, maka stigma tersebut diubah menuju birokrasi yang efektif, efisien dan transparan dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Selain komitmen yang sangat kuat dari pimpinan daerah yang didukung oleh lembaga legislatif, Pemerintah Kabupaten Sragen juga memperhatikan acuan normatif yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat maupun yang regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen, adapun regulasi yang menjadi acuan tersebut antara lain :

• Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ele-ktronik.

• Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2003 tentang Tim Koordinasi Telema-tika Indonesia.

• Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pen-dayagunaan Telematika di Indonesia.

• Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government.

• Keputusan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Nomor: 2/SK/MENEG/KI/2002 tanggal 1 Maret 2002 tentang Pembentukan Organisasi Task Force Pengembangan e-Government.

• Keputusan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Nomor: 47A/KEP/M.KOMINFO/12/2003 tanggal 19 Desember 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam menunjang e-Govenment.

• Peraturan Bupati Sragen Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pendayagunaan Teknologi Informasi di kabupaten Sragen.

• Rencana Induk Pengembangan Teknologi Informasi Kabupaten Sragen 2010-2014.

Page 118: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

116 | Edisi 2, Tahun II

2. Dimensi Kelembagaan Implementasi e-Government di Kabupaten Sragen dimulai pada tahun 2002,

secara kelembagaan bentuk organisasi pada saat itu berupa Bagian Penelitian Pengembangan dan Data Elektronik (LDE) di bawah Sekretariat Daerah. Sesuai perkembangan situasi serta adanya beban kerja yang semakin besar, maka pada tahun 2008 melalui Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 15 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah, maka dibentuk Kantor Pengelola Data Elektronik (KPDE) Kabupaten Sragen yang secara langsung berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Bupati Sragen.

Perubahan organisasi tersebut sebagai komitmen pemerintah Kabupaten Sragen bahwa dengan pembentukan KPDE, maka proses implementasi e-Government yang ada di Kabupaten Sragen bisa berjalan dengan lancar. Adapun secara garis besar lembaga KPDE tersebut mempunyai tugas dan fungsi meliputi 3 (tiga) hal, antara lain pertama yaitu mengelola jaringan komunikasi dan informasi yang ada di Kabupaten Sragen, yang meliputi jaringan di SKPD sampai jaringan ke semua desa/kelurahan termasuk juga instansi vertikal yang ada di kabupaten Sragen. Dalam hal sewaktu-waktu ada kerusakan sistem jaringan, maka personil yang ada di KPDE dapat segera melakukan perbaikan sehingga tidak tergantung kepada vendor. Fungsi kedua yaitu melakukan pengembangan sistem informasi baik sistem informasi yang digunakan untuk kepentingan intern pemerintah (back office) maupun sistem informasi yang digunakan sebagai sarana untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (front office). Pengalaman di lapangan bahwa sistem informasi manajemen elektronik tidaklah statis artinya dalam perjalanan waktu harus selalu diubah sesuai perkembangan kebutuhan, hal ini tentunya dibutuhkan personil yang menangani khusus/programmer yang setiap saat bisa membaiki mapun melakukan modifikasi terhadap suatu sistem informasi. Adapun fungsi yang ketiga adalah untuk mengelola data elektronik yang terintegrasi di data center milik Pemerintah Kabupaten Sragen, dengan demikian interoperabilitas data antar SKPD tetap terwujud.

3. Dimensi Perencanaan Rencana implementasi e-Government di Kabupaten Sragen berawal dari komit-

men Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik, hal ini dimulai dengan mendatangkan para tenaga ahli di bidang Teknologi In-formasi dan Komunikasi yang selanjutnya dilakukan brainstorming dengan Bupati dan seluruh SKPD mengenai rencana penerapan e-Government. Sebagai tindak lanjut dari brainstorming tersebut secara normatif berbagai rencana

Page 119: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 117

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah

tersebut dimasukkan dalam Renjana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2001-2006 maupun renstra untuk setiap tahunnya yang dalam perjalanannya diikuti dengan penuangan dalam RPJMD 2006-2011 dan berlanjut sampai saat ini sebagaimana dituangkan dalam RPJMD 2011-2016 yang dalam pelaksanaannya dijabarkan dalam renstra tahunan maupun juga tertuang dalam Master Plan TIK yang telah disusun. Selain dituangkan dalam RPJMD maupun renstra setiap tahunnya, hal terpenting lainnya adalah direalisasikan dalam pemenuhan anggaran untuk setiap tahunnya, baik anggaran yang dipergunakan untuk pengembangan/pengelolaan jaringan, pengembangan/pengelolaan sistem informasi maupun pendanaan yang dipergunakan untuk melakukan peningkatan pengetahuan teknis terhadap SDM yang menangani TIK baik SDM yang ada di KPDE maupun SDM yang ada di setiap SKPD maupun desa/kelurahan.

4. Dimensi Infrastruktur Jaringan komunikasi dan informasi yang ada di Kabupaten Sragen mulai dibangun pada

tahun 2002 yaitu dimulainya koneksi jaringan komputer dan integrasi sistem pada kompleks perkantoran Sekretariat Daerah (Kantor Bupati, Sekretaris Daerah, Asisten, Badan Pengelola Keuangan Daerah, Bappeda, Kesbangpolin-mas dan Kantor Pelayanan Terpadu), yang terpusat di Kantor Pengelola Data Elektronik. Selanjutnya tahun 2003-2004 dimulainya koneksi antar SKPD di luar Sekretariat Daerah dan 8 (delapan) titik Kecamatan. Tahun 2005-2006 semua SKPD dan 20 (dua puluh) kecamatan terkoneksi jaringan online. Kemudian ta-hun 2007 dibangun Jaringan Desa yang meliputi 208 (dua ratus delapan) Desa/Kelurahan se-Kabupaten Sragen. Adapun sampai saat ini terus dikembangkan ke sekolah dan lembaga-lembaga non pemerintah lainnya, sehingga performa Local Area Network (LAN) yang ada di Kabupaten Sragen semakin hari akan semakin berfungsi dengan baik.

Selain hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen juga menyediakan beberapa titik free hotspot di lokasi publik yang strategis seperti di Alun-alun Sasono Langen Putro, GOR Diponegoro, Kompleks DPRD, Perpustakaan Dae-rah, Pasar Kota, Pujamari, Technopark dan beberapa kecamatan yang strategis yang diperuntukkan masyarakat sebagai wujud pelayanan pemerintah daerah atas peran serta dan dukungan masyarakat terkait proses penyelenggaraan pemerintahan daerah serta mendorong peran aktif masyarakat dalam mengem-bangkan TIK yang ada di Kabupaten Sragen. Adapun untuk akses internet telah disediakan bandwidth yang dari tahun ketahun mengalami kenaikan, Pada Tahun 2012 alokasi bandiwith sebesar 14 Mbps.

Page 120: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

118 | Edisi 2, Tahun II

5. Dimensi Aplikasi

Aplikasi yang dikembangkan di Kabupaten Sragen meliputi aplikasi yang dipergunakan untuk keperluan internal pemerintah (Back office Management Information System) dan untuk keperluan eksternal (Front Office Management Information System).

a. Back Office Management Information System : sistem informasi/aplikasi ini dibuat/dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen untuk kepentin-gan internal Pemerintah Daerah, misalnya untuk administrasi perkantoran, kepegawaian, administrasi keuangan, administrasi pembangunan dan lain-lain meliputi :

Aplikasi Kantor Maya (Kantaya), yaitu suatu aplikasi yang digunakan oleh semua SKPD sampai dengan ke tingkat Desa/Kelurahan termasuk juga instansi vertikal untuk saling tukar menukar data dan informasi secara real time.

Aplikasi Surat Maya (Surya), yaitu suatu aplikasi yang digunakan untuk urusan surat menyurat antar SKPD termasuk juga antar SKPD dengan desa/kelurahan dan instansi vertikal yang ada di Kabupaten Sragen. Aplikasi ini merupakan aplikasi yang frekuensi penggunaannya paling tinggi, karena kebutuhan surat menyurat antar SKPD dilakukan setiap saat.

Aplikasi Disposisi Maya (Disbook), yaitu suatu aplikasi yang digunakan oleh SKPD dalam menjalankan tugas secara online sesuai heirarki birokrasi, antara lain meliputi disposisi, pesan, beranda, arsip, crew, dan lain-lain.

Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah, yaitu suatu sistem informasi manajemen keuangan daerah yang digunakan oleh semua SKPD dalam menge-lola keuangan daerah secara terintegrasi, antara lain perencanaan, pengelolaan, pencairan dan pelaporan keuangan di SKPD.

Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian, yaitu suatu sistem informasi untuk melakukan pengelolaan data-data pegawai di lingkungan Pemerintah Kabu-paten Sragen. Sistem ini dikelola oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD), pada prinsipnya semua database pegawai di Kabupaten Sragen sudah tersedia secara online, sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pimpinan dapat disediakan dan ditampilkan pada saat itu juga.

Sistem Informasi Manajemen Penggajian, yaitu suatu sistem informasi untuk melakukan pengolahan data penggajian pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sragen.

Sistem Informasi Manajemen Aset¸ yaitu suatu sistem informasi untuk melakukan pengolahan data asset milik Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.

Page 121: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 119

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah

Sstem Informasi Manajemen Perencanaan Pembangunan (Simrenbang), yaitu suatu sistem informasi untuk melakukan perencanaan pembangunan daerah.

Sistem Infirmasi Manajemen Monitoring dan Evaluasi (Simonev), yaitu suatu sistem informasi untuk melakukan monitor dan evaluasi pelaksanaan APBD di Kabupaten Sragen.

PDPI, yaitu suatu aplikasi yang dipergunakan untuk mengetahui profil daerah dan peluang investasi di Kabupaten Sragen.

PDP3D, yaitu suatu aplikasi untuk mengetahui pusat data dan pengendalian pembangunan daerah.

Aplikasi-aplikasi lain yang mendukung penyelenggaraan pemerintahan.

b. Front Office Management Information System: sistem informasi/aplikasi ini dibuat/dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen untuk kepent-ingan eksternal, yaitu dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, antara lain :

Portal Web Sragen (www.sragenkab.go.id), Situs portal Pemerintah Kabupaten Sragen yang berisi tentang berita-berita seputar Sragen, sejarah Sragen, visi misi dan kebijakan serta program kerja dan renstra Pemkab Sragen, informasi pariwisata, informasi perijinan, forum interaktif dengan warga, sebagai portal penghubung ke situs-situs instansi di Kabupaten Sragen. Di situs ini terdapat forum komunikasi interaktif dengan warga melalui email [email protected]. Di forum tersebut, masyarakat bisa mengirim segala informasi, pendapat, usulan, pertanyaan, keluhan dan lain-lain dan akan langsung ditanggapi oleh petugas yang berwenang.

Sistem Informasi Manajemen Perijinan, yaitu suatu sistem informasi untuk melakukan pelayanan perijinan skala besar yang dilakukan oleh Badan Perijinan Terpadu kepada masyarakat.

Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (SIM-PATEN), yaitu suatu sistem informasi untuk melakukan pelayanan perijinan skala kecil yang dilakukan oleh semua kecamatan di Kabupaten Sragen kepada masyarakat, sistem ini dilakukan terintergrasi dengan database yang ditempatkan di Pemerintah Kabupaten Sragen.

Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), yaitu suatu sistem in-formasi untuk melakukan pengelolaan administrasi kependudukan, baik itu pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) serta administrasi kependudukan lainnya.

Page 122: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

120 | Edisi 2, Tahun II

Sistem Informasi Manajemen untuk mencetak KTP di Kelurahan/Desa, yaitu suatu sistem informasi untuk melakukan pencetakan perpanjangan KTP, peng-gantian KTP yang rusak atau hilang yang dalam pelaksanaan dilakukan oleh Desa/Kelurahan yang ada di Kabupaten Sragen. Pelayanan sampai ke desa/kelurahan ini dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat pada tingkatan pemerintahan yang paling bawah.

Sistem Informasi Manajemen Saraswati (Simsaraswati), yaitu sebuah sistem infor-masi yang digunakan untuk menunjang pemberian pelayanan penanggulangan kemiskinan yang ada di Kabupaten Sragen. Dalam istilah jawa Saraswati mem-punyai makna “sarase wargo sukowati” yang artinya sehatnya warga masyarakat di bumi sukowati. Sukowati merupakan nama lain dari Kabupaten Sragen.

Geographic Information System, yaitu suatu sistem informasi geografi yang bisa membantu pengambil kebijakan maupun masyarakat berbasis pada peta tematik.

Sistem Jaringan Data Informasi Hukum (SJDI), yaitu sebuah sistem informasi yang memuat data regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen, baik berupa Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, Keputusan Bupati dan regulasi lainnya.

Video.sragenkab.go.id, merupakan layanan video yang dipergunakan oleh Pemerin-tah Kabupaten Sragen sebagai sarana informasi dan edukasi kepada masyarakat di Kabupaten Sragen.

Real Count, yaitu sebuah aplikasi yang digunakan untuk melakukan penghitungan hasil suara sementara, baik terhadap hasil pemilu Legislatif, Pemilihan Presiden, Pemilihan Gubernur maupun Pemilihan Bupati dan wakil Bupati.

Layanan Internet Mobile, suatu layanan internet kepada masyarakat secara mobile yang dilakukan di sekolah-sekolah dan tempat-tempat strategis lainnya.

Layanan Pengadaan Secara Elekronik (LPSE), yaitu sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan menggunakan sistem elektronik, hal ini diterapkan sebagai upaya untuk mewujudkan akuntabilitas, transparansi, efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Sistem Informasi Pasar Daerah Sistem berbasis web ini mengelola data pasar secara lengkap baik lokasi pasar, peta pasar, retribusi, jumlah los yang disewakan, data penyewa los, dan lain-lain. Dengan adanya sistem ini pengelolaan data pasar bisa lebih efektif dan efisien. PAD dari retribusi pasar juga bisa di ketahui secara cepat.

Berkaitan dengan implementasi E-Government yang ada di kabupaten Sragen, beberapa penghargaan yang diperoleh di antaranya :

Page 123: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 121

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah

1. Best Of The Best E-Government Award Se-Indonesia Tahun 2008.2. Anugerah RISTEK dari Wakil Presiden RI Tahun 2010.3. Penghargaan IOSA (Indonesia Open Service Award) dari Kemenkominfo, Ke-

menristek dan BPPT Tahun 2010.4. Indonesia Information and Communication Technologies Award (INAICTA) dari

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Tahun 2011.5. ICT Pura Utama dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)

Tahun 2011.

F. Kesimpulan Berdasarkan paparan yang penulis kemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa

strategi penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui implementasi e-Government dapat berjalan dengan lancar, dapat dilakukan melalui beberapa metode antara lain :1. Perlunya strong e-leadership, yaitu komitmen yang kuat dari para pengambil

kebijakan baik itu Kepala Daerah maupun unsur DPRD dalam menyeleng-garakan pemerintahan berbasis elektronik (e-Government).

2. Perlunya pemahaman bersama terhadap semua Satuan Kerja Perangkat Dae-rah dan stakeholder terkait akan arti pentingnya teknologi informasi untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan.

3. Perlunya dukungan masyarakat dalam penerapan pelayanan publik berbasis elektronik (awareness society).

4. Tersedianya koneksi jaringan yang menghubungkan antar lembaga pemerintah sampai ke level pemerintahan yang paling bawah yaitu desa/kelurahan dan juga tersedianya fasilitas komunikasi untuk masyarakat (free hotspot, mobile internet, dan lain-lain) termasuk di dalamnya fasilitas data center yang memadahi.

5. Tersedianya aplikasi e-Government, baik aplikasi yang digunakan untuk kepent-ingan internal pemerintah (back office) maupun aplikasi yang diperuntukkan untuk kepentingan pelayanan publik (front office).

6. Tersedia Sumber Daya Manusia yang mampu untuk mengelola e-Government, baik kemampuan tata kelola TIK maupun kemampuan teknis

7. Tersedianya Master Plan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) berkaitan dengan implementasi e-Government.

Page 124: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

122 | Edisi 2, Tahun II

DAFTAR PUSTAKA

Indrajit, R, Eko, Akbar Zainudin, Dudy Rudianto, E- GOVERNMENT IN ACTION : Ragam Kasus Implementasi Sukses di Berbagai Belahan Dunia, Yokyakarta : Andi Yogyakarta.

Akademi Esensi TIK untuk Pimpinan Pemerintahan, Modul 3 Penerapan e-Gov-ernment, UN-APCICT 2009.

http://www.uneca.org/aisi/scanict/Framework_eGovCoreIndicators_Final.pdf

http://www.egov.gov.sg

http://www.un.org/en/development/desa/publications/connecting-governments-to-citizens.html

http://www.pegi.layanan.go.id

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2003 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia.

Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendaya-gunaan Telematika di Indonesia.

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government.

Keputusan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Nomor 5/SK/MENEG/KI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Menteri Negara Komu-nikasi dan Informasi.

Keputusan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Nomor 2/SK/MENEG/KI/2002 tanggal 1 Maret 2002 tentang Pembentukan Organisasi Task Force Pengembangan e-Government.

Keputusan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Nomor :47A/KEP/M.KOMINFO/12/2003 tanggal 19 Desember 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam menunjang e-Government.

Page 125: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 123

Implementasi E-Government Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah

Peraturan Bupati Sragen Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pendayagunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Kabupaten Sragen.

Rencana Induk Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Kabupaten Sragen Tahun 2010 - 2014

Page 126: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

124 | Edisi 2, Tahun II

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

Oleh : SudjanaFakultas Hukum Universitas Padjadjaran

AbstrakKajian ini bertujuan untuk menentukan kendala dalam permohonan dan proses

penerbitan serta penggunaan izin usaha serta merumuskan pembenahan kinerja melalui penyederhanaan perizinan usaha dalam upaya menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani.

Metode pendekatan yang dilakukan adalah yuridis normatif, spesifikasi pene-litian adalah deskriptif analisis, teknik pengumpulan data melalui studi dokumen, tahap penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan dan observasi, dan analisis data dilakukan secara normatif kualitatif.

Hasil kajian menunjukkan, pada dasarnya kendala dalam perizinan usaha dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) hal yaitu kendala dalam permohonan dan proses penerbitan izin usaha dan kendala dalam penggunaan izin usaha. Selanjutnya, pembenahan melalui penyederhanaan perizinan usaha sebagai upaya menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani meliputi pembenahan birokrasi dan kelembagaan perizinan, penyediaan sarana dan prasarana, dan partisipasi warga masyarakat sebagai pemohon izin usaha.

Kata Kunci: Penyederhanaan, Perizinan usaha, Birokrasi.

A. LATAR BELAKANGDalam perspektif hukum, penyelenggaaan perizinan berbasis pada teori negara

hukum modern (negara hukum demokratis) yang merupakan perpaduan antara konsep Negara hukum (rechtsstaat) dan konsep negara kesejahteraan (welfare state). Negara hukum secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai

Page 127: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 125

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

acuan tertinggi dalam penyelenggaraan negara atau pemerintahan (supremasi hukum). 1

Negara kesejahteraan mempunyai tugas untuk mencapai tujuan nasional melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang menyebutkan bahwa arah kebijakan dan strategi nasional bidang pembangunan aparatur dilakukan melalui Reformasi Birokrasi untuk meningkatkan profesional-isme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Desain kebijakan dan strategi nasional tersebut dituangkan secara rinci dalam Grand Design Reformasi Birokrasi sebagai arah kebijakan pelaksanaan Reformasi Birokrasi na-sional, sehingga arah kebijakan dalam Grand Design pada dasarnya adalah tindak lanjut kebijakan dan strategi nasional pembangunan aparatur untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional dalam menciptakan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Namun, mengingat besarnya cakupan Grand Design ini maka dilakukan periodisasi tahapan (sasaran lima tahunan), sesuai periode RPJPN, dalam bentuk Road Map Lima Tahunan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan penjabaran kebijakan dan strategi RPJPN dalam periodisasi Lima Tahunan dan memuat berbagai arah kebijakan pembangunan yang salah satunya adalah kebijakan pembangunan di bidang hukum dan aparatur. Kebijakan tersebut diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik melalui pemantapan pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Arah kebijakan ini dan Grand Design menjadi dasar pengem-bangan Road Map untuk mewujudkan aparatur negara yang melayani, profesional, efektif, efisien dan akuntabel dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik; mem-bangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyeleng-gara pelayanan publik; mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam peny-elenggaraan pelayanan publik; meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang

1 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011,hlm 1

Page 128: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

126 | Edisi 2, Tahun II

baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.2

Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai kehidupan ber-masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ketida-ksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta berdampak pada masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, trans-portasi, investasi, dan perdagangan3.

Reformasi Birokrasi merupakan sebuah proses perubahan besar secara siste-matis, terencana, secara terus menerus dengan melibatkan semua elemen bangsa. Perubahan tersebut merupakan proses yang melelahkan, memerlukan banyak pengorbanan dan waktu yang lama. Reformasi Birokrasi harus berhasil, sehingga harus dikelola dengan baik, kalau tidak ingin mengalami kegagalan yang hanya akan menambah buruknya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.4

Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah proses penyusunan rencana perubahan, yang di dalamnya menyangkut rencana aksi, strategi perubahan, dan strategi komunikasi. Rencana perubahan akan membawa seluruh proses perubahan berjalan dengan secara hati-hati, bertahap. Konsisten dan melalui upaya perbaikan yang secara terus menerus untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN, meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, serta meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.5

Sasaran penciptaan birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi pada tahun 2025 menjadi tanggung jawab semua instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, sehingga Reformasi Birokrasi juga harus dilaksanakan pada

2 Selengkapnya, lihat Bagian menimbang UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

3 Penjelasan Umum Atas UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

4 Proposal Jurnal Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2012, hlm 1

5 Ibid

Page 129: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 127

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

Pemerintah Daerah, bukan hanya Kementerian/Lembaga. Namun mengingat be-sarnya jumlah instansi pemerintah yang harus melakukan Reformasi Birokrasi, maka pelaksanaanya dilakukan secara bertahap. Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negaraa dan Reformasi Birokrasi (Permen PANRB) Nomor 20 Tahun 2010 disebutkan bahwa mengingat keterbatasan kemampuan keuangan negara dilakukan prioritas Kementrian/Lembaga berdasarkan kepentingan strategis bagi negara dan manfaat bagi masyarakat. Sementara untuk pemerintah daerah, prioritas diberikan kepada Pemerintah Daerah yang memiliki kesiapan untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi.

Keputusan pemerintah yang berupa izin usaha pada dasarnya memberikan suatu kebolehan dari suatu perbuatan atau tindakan, sehingga tindakan atau perbuatan tersebut mendapat landasan pembenaran (hukum) yang dapat menjamin adanya kepastian hukum atau kepastian hak. Namun dalam kenyataan, tidak mudah untuk mendapatkan izin usaha dari suatu instansi karena timbulnya kendala-kendala yang menjadi faktor penghambat penyelesaian izin usaha tersebut sehingga men-gakibatkan jangka waktu lama dan biaya mahal untuk penyelesaian izin usaha, serta berpotensi terjadinya korupsi dan inefisiensi.

Untuk menangani kendala tersebut, pemerintah telah melakukan kebijakan melalui penyederhanaan perizinan, sebagai salah satu usaha dalam melakukan Reformasi Birokrasi berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Permen PANRB Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Secara teknis kedua kebijakan tersebut dilengkapi dengan berbagai pedoman yang termuat dalam PERMENPAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 s.d 15 Tahun 2011.

Keberhasilan pelaksanaan Reformasi Birokrasi tidak hanya ditentukan oleh Komisi P…. Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) beserta jajarannya (Tim Re-formasi Birokrasi Nasional, TRBN; Tim Independen, TI; Tim Quality Assurance, TQA; dan Unit Pe….. Reformasi Birokrasi Nasional, UPRBN) tetapi juga seluruh kementerian/lembaga serta pemerintah daerah. Keberadaan KPRBN dan jajarannya adalah meningkatkan efektivitas pelaksanaan Reformasi Birokrasi nasional melalui pembuatan serangkaian kebijakan/pedoman dan kegiatan fasilitasi. Namun yang paling berperan untuk berhasil tidaknya Reformasi Birokrasi adalah komitmen dan

Page 130: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

128 | Edisi 2, Tahun II

upaya masing-masing Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah6. Demikian pula halnya dengan tunjangan kinerja, tunjangan kinerja ditetapkan ketika organisasi sudah siap dan terarah dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi serta melakukan optimalisasi anggaran sebagai sumber pendanaannya (tidak sepenuhnya meng-gandalkan penambahan anggaran dari APBN). Keputusan pemberian tunjangan kinerja sepenuhnya di bawah kewenangan KPRBN setelah memperoleh pertim-bangan dari Menteri Keuangan7.

Semua instansi pemerintah, Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah me-miliki tanggung jawab yang sama dalam pencapaian sasaran dan indikator keber-hasilan Reformasi Birokrasi. Oleh karena itu Kementerian/Lembaga/Pemda harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025 dan melakukan langkah-langkah Reformasi Birokrasi sebagaimana digariskan dalam Permen PANRB Nomor 20 Tahun 2010, sesuai dengan karateristik Kementrian/ Lembaga/Pemda, dalam rangka mewujudkan sasaran reformasi birokrasi secara nasional.

Lingkup Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014 adalah penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dan meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Hal ini didasarkan atas kinerja pelayanan publik dari aparatur pemerintah yang belum maksimal, terutama berkaitan dengan tiga masalah utama, yaitu rendahnya kualitas pelayanan publik, birokrasi yang panjang, dan rendahnya pengawasan eksternal dari masyarakat (social control)8 dan kurang berperannya Ombudsman9. Namun, kendala dalam perizinan usaha, nampaknya

6 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010.

7 Ibid

8 Selengkapnya lihat Adrian Sutedi, op.cit, hlm 24.

9 Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyeleng- garaan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Lihat Pasal 1 Angka 13 UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Page 131: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 129

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

bukan hanya masalah kinerja pelayanan publik dari aparatur pemerintah saja, tetapi juga berkaitan dengan faktor-faktor yang erat dengan permohonan dan proses penerbitan serta penggunaan izin usaha. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembenahan kinerja melalui penyederhanaan izin usaha dalam upaya menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalahnya adalah:

1. Apa saja kendala dalam permohonan dan proses penerbitan serta peng-gunaan izin usaha?

2. Bagaimana pembenahan kinerja melalui penyederhanaan perizinan usaha dalam upaya menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani?

B. METODE PENELITIANMetode pendekatan yang dilakukan adalah yuridis normatif yaitu pendekatan

yang dilakukan melalui peraturan perundang-undangan dalam hal ini UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Permen PANRB Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Spesifikasi pene-litian adalah deskriptif analisis yaitu menjelaskan tentang hubungan variable das solen (upaya menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani) dengan das sein (penyederhanaan perizinan usaha) kemudian dianalisis dengan menggu-nakan prinsip-prinsip hukum. Teknik pengumpulan data melalui studi dokumen yaitu penelusuran dokumentasi hukum atau sumber hukum formal dan observasi (pengamatan). Tahap penelitian dilakukan dengan menganalisi studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer yaitu perundang-undangan terkait dengan permasalahan. Selanjutnya, bahan hukum sekunder melalui telaahan pendapat para ahli tentang hukum, dan bahan hukum tersier yaitu kamus atau ensiklopedia dan sumber lainnya, seperti internet. Analisis data dilakukan secara normatif kualita-tif yaitu analisis terhadap norma hukum yang menjadi obyek pembahasan, tidak menggunakan perhitungan atau rumus statistik.

Page 132: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

130 | Edisi 2, Tahun II

C. KAJIAN TEORI Indonesia sebagai negara kesejahteraan tidak hanya untuk menegakan ket-

ertiban saja, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat guna mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Alinea-4 Pembukaan UUD 1945. Berdasarkan tujuan tersebut, negara berperan aktif untuk melayani kepentingan umum atau kepentingan seluruh rakyat melalui pemberian pelayanan publik ber-dasarkan prosedur tertentu yang harus dilalui atau birokrasi.

Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenu-han kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.10 Sedangkan kata “birokrasi” dapat diartikan mengandung pengertian: (a) Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan; (b) Cara bekerja atau pekerjaan yang lamban, serta menurut tata aturan (adat, dan sebagainya) yang banyak liku-likunya, dan sebagainya.11 Bintoro Tjokroamidjojo mengatakan bahwa birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal. Jabatan-jabatan dalam organisasi diitegrasikan ke dalam ke-seluruhan struktur birokrasi. Dengan demikian, birokrasi disusun sebagai hirarki otoritas yang terelaborasi dan mengutamakan pembagian kerja secara terperinci dalam sistem administrasi, khususnya oleh aparatur pemerintah12.

Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB) adalah bentuk operasionalisasi Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB) yang disusun dan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali dan merupakan rencana rinci pelaksanaan reformasi birokrasi dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya selama lima tahun dengan sasaran per tahun yang jelas. Sasaran tahun pertama akan menjadi dasar bagi sasaran tahun berikutnya, be-gitupun sasaran tahun-tahun berikutnya mengacu pada sasaran tahun sebelumnya13.

10 Pasal 1 Angka 1 UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

11 Sumber:http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2024105-pengertian birokrasi/#ixzz1y8PDb6nV, diakses pada hari Senin, tanggal 18 Juni 2012, Jam 16.05

12 Ibid

13 PERMENPAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010.

Page 133: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 131

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 ditetapkan dengan Peraturan Presiden, sedangkan Road Map Reformasi Birokrasi untuk periode 2010–2014 lebih bersifat living document, ditetapkan dengan Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi14. Hal ini berarti Road Map Reformasi Birokrasi merupakan implementasi dari Grand Design Reformasi Birokrasi yang disusun sesuai dengan hasil pelaksanaan RPJMN dan RMRB periode sebelumnya, serta dinamika perubahan penyelenggaraan pemerintahan. Namun demikian, perubahan penyelenggaraan pemerintah tetap tidak boleh menyimpang dari sistem pemerintahan yang baik (good governance).

Istilah good governance, arti good dalam istilah ini mengandung dua pengertian: pertama nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksa-naan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan governance berasal dari kata governing atau pemerintahan merupakan proses interaksi antara berbagai aktor dalam pemerintahan dengan kelompok sasaran atau berbagai individu masyarakat. Oleh sebab itu, pola penyelenggaraan pemerintah dalam masyarakat dewasa ini pada intinya merupakan proses koordinasi, pengendalian, dan penyeimbangan setiap hubungan interaksi tersebut. Dengan demikian, kepemerintahan yang baik dapat melakukkan proses koordinasi, pengendalian, dan penyeimbangan antara pemerintah dengan rakyat. Pemerintah dapat menjunjung tinggi nilai keinginan atau kehendak rakyat, meningkatkan kemampuan rakyat mencapai kemandirian, melaksanakan pembangunan berkelanjutan dan menjunjung tinggi keadilan di dalam lingkungan masyarakat15.

Adapun prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik ada sepuluh16

1. Partisipasi, yaitu setiap warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, harus mempunyai hak suara yang sama dalam proses pemilihan umum dengan kebebasan berpendapat secara konstruktif.

2. Penegakan Hukum, yaitu kerangka yang dimiliki haruslah berkeadilan dan dipatuhi.

14 Ibid

15 http://congkring.blogspot.com/2008/01/sistem-pemerintahan-yang-baik.html, di akses pada hari Sabtu, tanggal 16 Juni 2012 Jam 6. 15.

16 Ibid

Page 134: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

132 | Edisi 2, Tahun II

3. Transparan, yaitu bahwa transparansi pemerintahan harus dibangun dalam kebebasan aliran informasi yang ingin dimiliki oleh mereka yang membutuhkan.

4. Daya Tanggap, yaitu bahwa setiap lembaga dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (masyarakat).

5. Berorientasi Konsensus, yaitu bahwa pemerintahan yang baik adalah yang dapat menjadi penengah bagi berbagai perbedaan dan memberikan suatu penyelesaian.

6. Berkeadilan, yaitu memberikan kesempatan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup seorang dengan adil tidak melihat dari laki-laki atau perempuan.

7. Efektivitas dan Efisiensi, yaitu bahwa setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan suatu yang benar-benar dibutuhkan.

8. Akuntabilitas, yaitu bahwa para pengambil keputusan dalam pemerintahan dapat memiliki pertanggungjawaban kepada publik.

9. Bervisi Strategis, yaitu bahwa para pimpinan dan masyarakat memiliki pandangan yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia.

10. Kesalingterikatan, yaitu bahwa keseluruhan ciri pemerintah mempunyai kesaling-terikatan yang saling memperkuat dan tidak bisa saling berdiri sendiri.

Pemerintahan yang baik erat kaitannya dengan pelayanan publik yang ruang lingkup meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan admi-nistratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dengan berasaskan:17

a. kepentingan umum;b. kepastian hukum;c. kesamaan hak;d. keseimbangan hak dan kewajiban;e. keprofesionalan;f. partisipatif;g. persamaan perlakuan/tidak

diskriminatif;

h. keterbukaan;i. akuntabilitas;j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi

kelompok rentan;k. ketepatan waktu; danl. kecepatan, kemudahan, dan

keterjangkauan.

UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan bahwa proses penyusunan RPJP harus dilaksanakan 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya RPJP sedang berjalan. Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB) bertujuan untuk memberikan arah pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (pemda) agar berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan18.

17 Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

18 PERMENPAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010, loc.cit

Page 135: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 133

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

Ruang lingkup RMRB 2010-2014 mencakup tiga hal berikut:19 a. Penguatan Birokrasi Pemerintah, terwujudnya penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dan meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. b. Tingkat Pelaksanaan, ada dua tingkat pelaksanaan, yaitu tingkat nasional dan tingkat instansional.

Pada tingkat nasional, pelaksanaan reformasi birokrasi dibagi ke dalam tingkat pelaksanaan makro dan meso. Tingkat pelaksana makro menyangkut penyempurnaan regulasi nasional dalam upaya pelaksanaan reformasi birokrasi. Sementara tingkat pelaksanaan meso, menjalankan fungsi manajerial, yaitu mendorong kebijakan-kebijakan inovatif, menerjemahkan kebijakan makro, dan mengkoordinasikan (mendorong dan mengawal) pelaksanaan reformasi birokrasi di tingkat Kementrian/Lembaga dan Pemda. Pada tingkat instansional (disebut tingkat pelaksanaan mikro) menyangkut implementasi kebijakan/program reformasi birokrasi sebagaimana digariskan secara nasional dan menjadi bagian dari upaya percepatan reformasi birokrasi pada masing-masing Kementrian/Lembaga dan Pemda; c. Program ber-orientasi hasil (outcomes oriented programs), baik pada tingkat makro, meso, maupun tingkat mikro.

Program untuk Tingkat Makro Program untuk Tingkat Meso Program untuk Tingkat Mikro

1) Penataan Organisasi2) Penataan Tatalaksana3) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur4) Penguatan Pengawasan5) Penguatan Akuntabilitas Kinerja6) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

1) Manajemen Perubahan2) Konsultasi dan Asistensi3) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan4) Knowledge Management

1) Manajemen Perubahan2) Penataan Peraturan Perundang-undangan3) Penataan dan Penguatan Organisasi4) Penataan Tatalaksana5) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur6) Penguatan Pengawasan7) Penguatan Akuntabilitas Kinerja8) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik9) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

Sumber : Permen PANRB Nomor 20 Tahun 2010.

19 Ibid

Page 136: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

134 | Edisi 2, Tahun II

Hal yang berkaitan lingkup Ruang lingkup RMRB 2010-2014, terutama Program untuk Tingkat Makro (butir 6) dan Mikro (butir 8) mengenai penguatan birokrasi pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, antara lain melalui penyederhanaan izin usaha yang diberikan oleh instansi terkait dengan permohonan yang diajukan oleh masyarakat20.

Perizinan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari pengaturan yang-bersifat pengendalaian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegaiatan yang dilakukan oleh masyarakat, dan izin untuk melakukan suatu tindakan atau kegiatan usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi peru-sahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau usaha. Dengan memberikan izin, penguasa memperkenankan orang yang dalam memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, ini menyang-kut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.21 Izin(vegunning ) adalah keputusan administrasi negara berupa peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tapi masih juga memperkenankan asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal yang kongkrit22.

Adapun bentuk-bentuk lain perizinan itu adalah :

1) Dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbuatan itu23.

2) Lisensi, yaitu izin untuk melakukan sesuatu yang bersifat komersial serta men-datangkan keuntungan atau laba24.

20 Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warganegara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lihat Pasal 1 Angka (6) UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

21 Mr. J. B. J.M Ten Berge disuting oleh Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Cetakan I, Surabaya : Penerbit Yuridika, 1993, hlm. 2

22 WE.Prins dan R.Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara , Jakarta : Pradnya Paramita,1983, hlm 71.

23 Van der Pot dalam Utrecht dan Moch Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan ke delapan, Jakarta : Penerbit Balai Buku Ichtiar, 1985, hlm 143

24 S Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hlm 94

Page 137: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 135

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

3) Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan (izin dalam arti sempit).25

4) Konsesi, merupakan suatu izin sehubungan dengan pekerjaan besar yang melibatkan kepentingan umum, sehingga sebenarnya pekerjaan itu merupakan tugas pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah.26

Pemberian izin oleh pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota kepada masyarakat berarti memberikan serta memperkenan-kan pemohon untuk melakukan tindakan tertentu, sehingga melalui pemberian izin tersebut diharapkan tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai. Motif-motif untuk menggunakan sistem izin dapat berupa keinginan untuk mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu yang dilakukan oleh masyara-kat. Sebagai contoh warga masyarakat yang akan mengajukan izin usaha perlu memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah. Di pihak lain pemerintah daerah juga mempunyai kebijakan untuk mengarahkan aktivitas usaha tersebut sesuai dengan rencana pemerintah yang telah ditetapkan. Dengan demikian aktivitas masyarakat diarahkan atau dikendalikan melalui sistem perizinan agar sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Tujuan perizinan tersebut dapat ditinjau melalui 2 sisi yaitu :27

1) Dilihat dari sisi pemerintah sebagai pemberi izin, untuk melaksanakan peraturan, apakah telah sesuai dengan kenyataan di lapangan, dan perizinan yang diberikan secara tidak langsung telah menjadi sumber pendapatan terhadap daerah.

2) Di lihat dari sisi pemohon, perizinan untuk adanya kepastian hukum, dapat terhindar dari hal-hal yang nantinya akan menimbulkan masalah di kemudian hari, dan merupakan fasilitas bagi masyarakat.

25 N.M Spelt dan J.B.J Ten Berge, disunting oleh Philipus M Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya : Penerbit Yuridika, 1993, hlm 2-3

26 Ateng Syafrudin”Perizinan untuk berbagai kegiatan”, Makalah tidak dipublikasikan, hlm 1

27 http://www.scribd.com/doc/58547868/Hukum-Perijinan, diakses pada hari Sabtu, tanggal 16 Jam 14.35

Page 138: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

136 | Edisi 2, Tahun II

Urgensi perizinan berkaitan dengan perbuatan tertentu sebagai landasan hukum (setelah diberikan izin), instrumen untuk menjamin kepastian hukum (izin pada umumnya memuat identitas, hak, perbuatan yang dapat dilakukan,waktu, lokasi,volume maupun hal-hal deskriptif lain), instrumen untuk melindungi kepent-ingan (kewajiban yang harus dipenuhi untuk kepentingan pemohon, pemerintah dan pihak lain), dan sebagai alat bukti (pemegangnya mendapat hak atau kebolehan untuk melakukan suatu tindakan).28

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Kendala dalam Perizinan Usaha Pada dasarnya kendala dalam perizinan usaha dikategorikan ke dalam 2

(dua) hal:29

a. Kendala dalam permohonan dan proses penerbitan izin usaha

1) Pengurusan izin dan sarana pendukungPermasalahan umum yang sering terjadi pada saat permohonan

dan proses penerbitan izin usaha adalah lamanya waktu penyelesaian, bahkan sering pemohon izin usaha merasakan bahwa pengurusan izin tersebut berbelit-belit. Padahal pemerintah di sebagian daerah telah mengusahakan Unit Pelayanan Perizinan Terpusat (UPPT), Unit Pelay-anan Terpadu Satu Atap (UPTSA), Unit Terpadu Satu Atap (UPSA), Unit Pelayanan Terpadu Perizinan Satu Atap (UPTPSA) dan Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPTSP). Namun ternyata pembentukan unit-unit tidak dapat menyelesaian masalah pengurusan izin yang lama dan berbelit-belit. Beberapa faktor penyebab hal itu adalah (1) sistem perizinan, yaitu pertama, pengurusan perizinan melalui UPTPSA/UPTSA memang dapat memudahkan dalam pengajuan permohonan izin usaha karena hanya memerlukan satu tempat. UPTPSA/UPTSA menerima berkas permo-honan izin usaha sedangkan pemrosesannya dilakukan oleh instansi

28 Y Sri Pudyatmoko, Perizinan: Problem dan Upaya Pembenahan, Jakarta : Grasindo, 2009, hlm 22-24

29 Bandingkan dengan Y Sri Pudyatmoko, idem, hlm 139-166.

Page 139: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 137

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

teknis. Apabila terdapat kekurangan persyaratan untuk memperoleh izin usaha, maka pemohon izin harus menghubungi instansi teknis. Dengan demikian, adanya UPTPSA/UPTSA yang diharapkan memudahkan pen-gurusan izin usaha justru menjadi lebih lama dan berbelit-belit. Kedua, sistem perizinan yang bertahap dalam arti untuk mendapatkan sebuah izin usaha tertentu mensyaratkan izin yang lain dan sebaliknya. hal ini dipersulit dengan penanganan izin yang diberikan oleh instansi yang berbeda dengan durasi waktu yang tidak pasti. (2). standard operating procedure (SOP) yang tidak pasti, dalam arti meskipun di instansi yang bersangkutan telah ada SOP, tetapi masih memerlukan rekomendasi dari instansi lain, misalnya untuk mengurus izin usaha memerlukan IMB dengan persyaratan adanya rekomendasi tertentu, misalnya harus ada dokumen lingkungan.

Dalam kenyataannya, terjadi ketidakpastian waktu dalam peny-elesaian perizinan, meskipun lamanya waktu dan besarnya biaya telah ditentukan. Namun, ternyata tidak dapat terpenuhi karena sarana pendu-kungnya bermasalah atau kendala teknis, seperti komputer error sehingga data hilang atau tidak dapat ditemukan. Hal ini sering dikeluhkan oleh aparat tentang minimnya sarana untuk mendukung penyelesaian tugas, sehingga permohonan pemberian izin usaha lebih lama dari yang telah ditetapkan. Di pihak lain, pengurusan izin yang memerlukan persetujuan pihak lain (warga masyarakat terkait) dapat menimbulkan kendala apabila pihak-pihak terkait tersebut keberatan dalam memberikan persetujuannya, misalnya izin gangguan (HO) sehingga perlu adanya negosiasi terlebih dahulu yang berakibat pengurusan izin menjadi lebih lama. Hal ini tidak sesuai prinsip pemerintahan yang baik yaitu daya tanggap, dalam arti setiap lembaga dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk me-layani berbagai pihak yang berkepentingan (masyarakat). Penyelenggara pelayanan publik perlu membenahi dan memberikan solusi terhadap kendala yang timbul berkaitan pemberian izin usaha, mengevaluasi SOP yang berlaku di instansinya, memperhatikan aspek teknis atau penun-jang administrasi perizinan usaha termasuk jangka waktu pelaksanaan

Page 140: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

138 | Edisi 2, Tahun II

dan biaya yang jelas. Kebijakan ini sesuai dengan asas pelayanan publik yaitu ketepatan waktu; dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Kendala yang timbul dalam pengurusan izin usaha hakekatnya adalah cerminan lemahnya organisasi penyelenggara, karena itu perlu dibenahi sesuai dengan Ruang lingkup RMRB 2010-2014, Program Penataan dan Penguatan Organisasi.

2) Pemohon izinPrilaku pemohon yang kadang-kadang tidak mau mengikuti prose-

dur yang ditetapkan, karena merasa waktunya sangat mendesak untuk mendapatkan izin tertentu, bahkan cenderung mengambil jalan pintas melalui kolusi dengan petugas atau melalui “calo” sehingga biaya pen-gurusan menjadi mahal. Hal lain yang kendala adalah ketika izin yang akan diberikan memerlukan pengecekan ke lapangan, ternyata pemohon izin tidak berada ditempat.

Penyelenggara pelayanan publik perlu bertindak tegas tetapi ti-dak mempersulit dalam menegakan peraturan perizinan usaha karena merupakan tuntutan profesi yang harus dijalankan berkaitan dengan job description. Hal ini sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik, yaitu akuntabilitas, dalam arti para pengambil keputusan dalam pemer-intahan dapat memiliki pertanggung jawaban kepada publik, dan asas akuntabilitas dalam pelayanan publik yaitu proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adanya pertanggungjawaban sebagai konsekue-nsi penerapan wewenang penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya, sehingga peranan pengawasan menjadi penting. Hal ini sesuai dengan Ruang lingkup RMRB 2010-2014 Program Tingkat Mikro, yaitu Penguatan Pengawasan.

3) Aparatur perizinan dan instansi terkaitHal ini dapat terjadi, aparatur yang bertugas untuk pengurusan

izin dapat menyelesaiannya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, namun instansi terkait dengan persyaratan penyesaian izin

Page 141: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 139

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

tersebut, misalnya harus memberikan dokumen tertentu lambat dalam memenuhinya sehingga pengurusan izin yang seharusnya tepat waktu menjadi lambat juga.

Aparatur perizinan seyogianya memperhatikan prinsip pemerin-tahan yang baik yaitu Bervisi Strategis dalam arti bahwa para pimpinan memiliki pandangan yang luas dan jangka panjang tentang penyeleng-garaan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia. Selain itu, perlu penerapan asas pelayanan publik yaitu keprofesionalan dalam arti Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas, dan Ruang lingkup RMRB 2010-2014 Program Tingkat Mikro, yaitu Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur.

4) Peraturan yang tidak sinkronAcuan untuk permohonan izin usaha menjadi tidak pasti karena

terdapat lebih dari satu peraturan yang bertentangan atau berpotensi terjadi perbedaan penafsiran. Hal ini berakibat pedoman bagi aparat dalam menyelesaikan permohonan izin usaha yang diajukan oleh ma-syarakat menjadi tidak jelas, sehingga, menimbulkan ketidakpastian hu-kum. Masalah peraturan yang tidak sinkron tidak sesuai dengan pinsip pemerintahan yang baik, yaitu Penegakan Hukum, yaitu kerangka yang dimiliki haruslah berkeadilan dan dipatuhi. Kepatuhan terhadap hukum tidak hanya didasarkan atas sikap dan prilaku masyarakatnya tetapi juga faktor hukum itu sendiri. Hukum harus mampu menjamin kepastian hukum, dalam arti harus ada sinkronisasi baik secara vertikal (sesuai dengan hukum yang lebih tinggi atau lebih rendah) maupun horisontal (sinkronisasi di antara hukum yang sederajat). Hal ini berkaitan juga dengan asas pelayanan publik yaitu kepastian hukum dalam arti jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan. Selanjutnya Ruang lingkup RMRB 2010-2014, yaitu Program Penataan Peraturan Perundang-undangan harus mampu menghasilkan peraturan yang serasi (harmonisasi) antara hukum yang mengatur masalah yang sama, tidak saling bertentangan (adanya sinkronisasi), tidak bermakna

Page 142: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

140 | Edisi 2, Tahun II

ganda atau multi tafsir sehingga dapat menimbulkan ketidak jelasan atau ketidakpastian hukum.

b. Kendala dalam penggunaan izin usaha

1) Penyimpangan dalam penggunaan izin usaha Izin usaha yang dimiliki oleh warga masyarakat berkaitan dengan

hak untuk melakukan perbuatan tertentu sesuai dengan izin usaha yang diberikan. Dalam praktek sering terjadi perubahan dalam melakukan perbuatan tertentu, misalnya perubahan penggunaan spesifikasi bahan dan penggunaan izin yang tidak sesuai dengan peruntukannya, serta perubahan atau pengalihan pemegang izin usaha kepada pihak lain pa-dahal dilarang, atau pengalihan pemegang izin yang tidak dilaporkan sedangkan ketentuan perizinannya menyaratkan jika terjadi perubahan pemegang izin usaha wajib dilaporkan karena berkaitan dengan pertang-gungjawaban atau pengawasannya.

Penyimpangan terhadap izin usaha yang telah diberikan mengaki-batkan kerugian bagi pihak lain dan merupakan pelanggaran terhadap prinsip pemerintahan yang baik yaitu Penegakan Hukum dalam arti kerangka yang dimiliki haruslah berkeadilan dan dipatuhi. Oleh karena itu, perlu pengawasan yang berkesinambungan dari instansi terkait sesuai dengan Ruang Lingkup RMRB 2010-2014 untuk Program Tingkat Mikro yaitu Penguatan Pengawasan.

Izin usaha sebagai ketetapan pemerintah bukan sumber kewenan-gan, melainkan keputusan yang bersifat konstitutif karena menimbulkan hak dan kewajiban hukum baru. Di dalam hukum administrasi negara, kewenangan menjadi dasar bagi subyek hukum publik dalam melakukan perbuatan hukum sedangkan hak tidak dapat menjadi landasan perbuatan hukum. Dengan demikian izin usaha yang diterima oleh pemohon yang dianggap merugikan pihak lain tidak dapat diajukan gugatan ke PTUN.

Penerbitan izin usaha yang tidak memenuhi persyaratan tetapi dika-bulkan atau kegiatan yang diberikan izin usaha tersebut tidak melanggar ketentuan tetapi menimbulkan masalah. Apabila penerbitan izin usaha

Page 143: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 141

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

tersebut tidak memenuhi persyaratan tetapi dikabulkan, maka pihak lain yang dirugikan dapat mengajukan gugatan melalui PTUN. Namun masalahnya siapa yang harus bertanggung jawab, jika izin tersebut ter-lanjur telah digunakan dan pembatalannya menimbulkan kerugian bagi pemegang izin usaha yang beritikad baik dalam arti secara wajar tidak mengetahuinya. Dalam hal ini, seyogianya pelaksana pelayanan publik bersikap arif dan bijaksana dalam arti tidak secara otomatis izin usaha tersebut batal demi hukum. Sesuai dengan asas pelayanan publik yaitu keseimbangan hak dan kewajiban ”Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemberi dan penerima pelayanan”, karena itu perlu diberikan kesempatan untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, atau pengembalian hak yang telah diberikan oleh pemohon izin usaha.

Apabila kegiatan yang diberikan izin usaha tersebut tidak melanggar ketentuan tetapi menimbulkan masalah, misalnya pemohon izin usaha telah memenuhi persyaratan untuk mendapat IMB dari pemerintah dae-rah, tetapi ternyata tanah tersebut karena kondisinya tidak dapat didiri-kan bangunan di atasnya. Masalahnya, siapa yang harus bertanggung jawab? Dalam praktek, beban tanggung jawab berada pada pemohon izin usaha, tetapi apakah dalam hal ini pemerintah daerah juga tidak dianggap bersalah?

Pelaksana pelayanan publik, seyogianya juga mengetahui tentang obyek yang berkaitan dengan permintaan izin usahanya. Dengan demikian, petugas atau instansi yang bersangkutan sebagai bentuk tanggung jawab perlu pro aktif untuk mendapatkan informasi tentang kemungkinan dapat tidaknya obyek tersebut dibebani izim usaha. Hal ini sesuai dengan prinsip kepastian hukum dalam pelayanan publik, yaitu jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan dan asas akunt-abilitas yaitu proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertang-gungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 144: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

142 | Edisi 2, Tahun II

2) Kepastian izin usahaPemohon izin usaha telah memberikan kewajibannya yaitu mem-

bayar biaya perizinan karena itu berhak atas Izin Usaha sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, namun izin tersebut ternyata tidak sesuai atau dilarang oleh peraturan lainnya. Hal ini terjadi karena penyusunan peraturan yang dibuat oleh masing-masing instansi disesuaikan den-gan kepentingannya, sehingga substansi izin usaha tersebut tidak ada kepastian karena izin usaha yang diberikan oleh lebih dari satu instansi, memuat peraturan berbeda atau tidak sinkron. Hal ini bertentangan dengan asas pelayanan publik yaitu kepastian hukum dalam arti jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan, dan asas keseimbangan hak dan kewajiban yaitu pemenuhan hak harus se-banding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan demikian, perlu adanya Penegakan Hukum, yaitu kerangka yang dimiliki harus berkeadilan dan dipatuhi sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan Ruang Lingkup RMRB 2010-2014 untuk Program Tingkat Mikro yaitu Penataan Peraturan Perundang-undangan.

2. Pembenahan melalui penyederhanaan perizinan usaha seba-gai upaya menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani30.

a. Pembenahan birokrasi dan kelembagaan perizinanBerdasarkan pengamatan, beberapa pemerintah daerah telah melakukan

peningkatan kinerja melalui pembenahan birokrasi dan kelembagaan perizinan. Beberapa pemerintah daerah telah mengubah kebijakan pemberian izin usaha, yang semula berada pada instansi teknis menjadi terpusat dalam pelayanan bersama, yaitu Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) kemudian diubah lagi menjadi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

30 Bandingkan dengan Y Sri Pudyatmoko, idem, hlm 174-185.

Page 145: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 143

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

Alasan pembenahan ini, agar pemerintah sebagai penyelenggara pelay-anan publik,31 dapat meningkatkan hak warga masyarakat dalam memperoleh standar pelayanan.32 Namun pembenahan ini tidak mudah karena kondisi kelembagaan sebagai sistem birokrasi sudah terpola sedemikian rupa, se-hingga dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi pelaksana pelayanan publik.33 Di lain pihak, masyarakat34 yaitu seluruh pihak, baik warganegara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung sudah terbiasa mendapat pelayanan seperti itu. Bahkan warga masyarakat sudah terbiasa dan menganggap sebagai suatu hal yang “wajar” memberikan “sesuatu” sebagai imbalan atas pelayan publik yang telah diterimanya, meskipun sering dikeluhkannya.

Pembenahan birokrasi berkaitan juga dengan kinerja organisasi yang juga berakibat pada besaran tunjangan kinerja, sedangkan kinerja individu berpengaruh pada penerimaan tunjangan kinerja per individu. Kinerja organ-isasi yang diukur dari perbandingan antara upaya/ kemajuan dan capaian/dampak strategis akan mempengaruhi besaran prosentase pemberian tunjangan. Sedangkan kinerja individu yang diukur dari kontribusi dan kinerja individu pada target-target yang telah disepakati akan berimbas pada penerimaan

31 Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Lihat Pasal 1 Angka (2) UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

32 Standar pelayanan adalah tolok ukur yangdipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, danterukur. Lihat Pasal 1 Angka (7) UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

33 Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnyadisebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai,petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. Lihat Pasal 1 Angka (5) UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

34 Lihat Pasal 1 Angka (6) UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Page 146: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

144 | Edisi 2, Tahun II

tunjangan kinerja individu Kinerja individu inilah yang akan menentukan kinerja organisasi dalam Reformasi Birokrasi.35

Reformasi Birokrasi dilaksanakan melalui pendekatan makro dan mikro; yaitu pendekatan kerangka regulasi nasional dan pendekatan tingkat insta-sional (agency level) Kementrian/Lembaga/Pemda hanya beroperasi pada tingkatan mikro dengan membentuk Tim Reformasi Birokrasi. Kementrian/Lembaga/Pemda yang berperan sebagai penggerak dan pelaksana Reformasi Birokrasi di instansi masing-masing. Hasil dari tingkatan mikro ini secara hirarkis akan berkontribusi pada pencapaian sasaran RB Nasional. Namun demikian, dalam kaitan dengan Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, setiap kementerian/lembaga diminta untuk melakukan sinkronisasi kebijakan yang saling berkaitan antara satu kementerian/lembaga dengan kementerian/lembaga lainnya. Demikian pula di tingkat pemerintah daerah. Dengan kata lain penataan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga bisa mencakup pelaksanaan reformasi birokrasi pada tingkatan mikro tetapi juga mencakup penataan peraturan perundang-undangan secara nasional36.

Birokrasi tersebut berkaitan erat dengan perizinan usaha yang seringkali dianggap sebagai proses yang rumit dan biaya mahal karena itu sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik yaitu Efektifitas dan Efisiensi, dan Ruang Lingkup RMRB 2010-2014 untuk Program Tingkat Mikro yaitu Perubahan Manajemen dan Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, maka perlu dilakukan pembenahan melalui penyederhanaan perizinan sehingga dapat menciptakan birokrasi yang bersih,kompeten, dan melayani.

b. Penyediaan sarana dan prasaranaSarana dan prasarana penting dalam menunjang sebelum pemberian izin,

misalnya berkaitan dengan sosialiasi ketentuan perizinan usaha, jenis izin usaha yang dapat diberikan, persyaratan yang diperlukan dan tata cara pengajuan

35 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014

36 Ibid

Page 147: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 145

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

izin usaha. Selanjutnya, penyediaan sarana dan prasarana juga diperlukan pada saat proses pemberian izin usaha, misalnya tempat pendaftaran, jangka waktu penyelesaian izin usaha, dan biaya yang diperlukan. Setelah perizinan usaha diterbitkan, sarana dan prasarana merupakan sumber informasi dan berfungsi sebagai kontrol terhadap penggunaan izin usaha.

Penyediaan sarana dan prasarana berkaitan dengan prinsip pemerintahan yang baik, yaitu Transparan, dalam arti pemerintahan harus dibangun dalam kebebasan aliran informasi yang ingin dimiliki oleh mereka yang membu-tuhkan, dan Akuntabilitas, yaitu bahwa para pengambil keputusan dalam pemerintahan dapat memiliki pertanggung jawaban kepada publik. Apabila dihubungkan dengan Ruang Lingkup RMRB 2010-2014 Program Tingkat Mikro, maka sarana dan prasarana merupakan Penguatan Pengawasan dan Penguatan Akuntabilitas Kinerja dalam menunjang penyederhanaan perizinan perizinan sehingga dapat menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani.

Penyelesaian pemberian izin usaha tidak hanya berkaitan dengan tugas satu instansi saja tetapi juga melibatkan peran instansi lainnya. Hal ini ses-uai dengan prinsip pemerintahan yang baik yaitu Kesalingterikatan, dalam arti keseluruhan ciri pemerintah mempunyai kesalingterikatan yang saling memperkuat dan tidak bisa saling berdiri sendiri serta Ruang Lingkup RMRB 2010-2014 Program Tingkat Mikro, yaitu Penataan dan Penguatan Organ-isasi. Selanjutnya, perlu penyediaan sarana Jaringan data secara on line karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu jangkauan lebih luas, kecepatan arus informasi, hemat waktu biaya dan tenaga, mudah untuk akses, menghemat tenaga kerja, mengurangi kontak antar petugas yang berpotensi kolusi, dan memudahkan pengawasan terhadap pelaksana pelayanan publik. Dengan demikian, untuk kemudahan penyampaian informasi maka penggunaan Jaringan data secara on line dan SDM yang khusus menanganinya mutlak diperlukan sebagai sarana untuk melakukan penyederhanaan perizinan sehingga dapat menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani.

c. Partisipasi warga masyarakat sebagai Pemohon izin usahaSistem manajemen yang baik dalam pemberian izin usaha adalah mem-

berikan kesempatan kepada warga masyarakat pemohon izin usaha untuk

Page 148: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

146 | Edisi 2, Tahun II

mengajukan saran dan masukan yang bersifat konstruktif. Hal ini penting untuk melakukan koreksi dan evaluasi terhadap proses pemberian izin usaha sekaligus dapat mengetahui indeks kepuasan konsumen terhadap jasa, mis-alnya melalui angket yang diisi oleh pemohon izin usaha.

Ombudsman sebagai lembaga negara perlu aktif berperan untuk men-gawasi penyelenggaraan pelayanan publik karena pada saat ini, keberadaan lembaga tersebut masih belum dikenal secara luas. Sosialisasi kewenangan Ombudsman sebagai pengawas eksternal penting bagi masyarakat pengguna pelayanan publik agar hak dan kewajiban penyelenggara pelayanan publik dan masyarakat berjalan sesuai perundang-undangan.

Apabila dikaitkan dengan prinsip pemerintahan yang baik, maka umpan balik dari pemohon izin usaha merupakan partisipasi, yaitu kebebasan ber-pendapat secara konstruktif dan Daya Tanggap, yaitu bahwa setiap lembaga dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan. Hal ini sesuai juga dengan Ruang Lingkup RMRB 2010-2014 untuk Program Tingkat Mikro yaitu Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan.

Saran dan masukan terhadap perizinan usaha penting karena pemohon izin usaha yang mengetahui dan merasakan proses pelaksanaan perizinan usaha tersebut. Kemudahan prosedur dan biaya murah merupakan harapan setiap Pemohon izin usaha, karena itu umpan balik ini intinya akan mengarah pada penyederhaan izin usaha sebagai upaya menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani.

E. PENUTUP

1. Kesimpulana. Kendala perizinan usaha dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) hal, yaitu:

1) Kendala dalam permohonan dan proses penerbitan izin usaha:a) Pengurusan izin dan sarana pendukung;b) Pemohon izin;c) Aparatur perizinan dan instansi terkait;d) Peraturan yang tidak sinkron.

Page 149: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 147

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

2) Kendala dalam penggunaan izin usaha:a) Penyimpangan dalam penggunaan izin usaha;b) Kepastian izin usaha.

b. Pembenahan melalui penyederhanaan perizinan usaha sebagai upaya men-ciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani melipui: 1) Pembenahan birokrasi dan kelembagaan perizinan; 2) Penyediaan sarana dan prasarana; dan 3) Partisipasi warga masyarakat sebagai Pemohon izin usaha.

2. Sarana. Perlu adanya Koordinasi, Integrasi, Simplikasi, dan Sinkronisasi (KISS) di

antara instansi terkait dengan permohonan dan proses penerbitan izin usaha.b. Pemohon izin usaha perlu memahami dan mempunyai komitmen untuk

menaati persyaratan dalam pengajuan izin usaha.c. Perlu perbaikan, pemeliharaan, dan peningkatkan sarana dan prasarana

pendukung administrasi perizinan usaha secara berkelanjutan.d. Perlu ketentuan perizinan usaha yang dibuat secara terpadu dan kompre-

hensif yang melibatkan seluruh instansi terkait.e. Pelaksana pelayanan publik perlu mempunyai komitmen yang tinggi dalam

menyelesaikan permohonan izin usaha dari warga masyarakat.f. Ombudsman perlu lebih pro aktif dalam melakukan pengawasan eksternal

terhadap pelaksana pelayanan publik, agar dapat mendung upaya dalam menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani.

Page 150: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

148 | Edisi 2, Tahun II

DAFTAR PUSTAKA

BukuAdrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Cetakan I, Surabaya : Penerbit Yuridika, 1993.

S Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983.

Utrecht dan Moch Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indo-nesia, cetakan ke delapan, Jakarta : Penerbit Balai Buku Ichtiar, 1985.

WE.Prins dan R.Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara , Jakarta : Pradnya Paramita,1983.

Y Sri Pudyatmoko, Perizinan: Problem dan Upaya Pembenahan, Jakarta : Grasindo, 2009,

Perundang-undangan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Presiden No 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.

Sumber LainAteng Syafrudin”Perizinan untuk berbagai kegiatan”, Makalah tidak dipublikasikan.

http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2024105-pengertian birokrasi/#ixzz1y8PDb6nV, diakses pada hari Senin, tanggal 18 Juni 2012, Jam 16.05.

Page 151: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 149

Penyederhanaan Perizinan Usaha dalam Upaya Menciptakan Birokrasi yang Bersih, Kompeten, dan Melayani

http://congkring.blogspot.com/2008/01/sistem-pemerintahan-yang-baik.html, di akses pada hari Sabtu, tanggal 16 Juni 2012 Jam 6. 15.

http://www.scribd.com/doc/58547868/Hukum-Perijinan, diakses pada hari Sabtu, tanggal 16 Jam 14.35.

Proposal Jurnal Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Curriculum Vitae Dr. Sudjana. S.H., M.Si adalah Staf Pengajar (Lektor Kepala) pada Program S1, S2,

dan Promotor pada Program S3 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Pendidikan terakhir adalah lulus Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran tahun 2006, dengan Predikat Cumlaude.

Page 152: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

150 | Edisi 2, Tahun II

PELAYANAN TERPADU SATU PINTUJAWABAN TEPAT PENYEDERHANAAN PERIZINAN

Oleh: Tugiyono

Salah satu tujuan dari kebijakan Otonomi Daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah mewujudkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik kepada ma-

syarakat. Untuk itu kualitas pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu indikator penilaian keberhasilan otonomi daerah.

Otonomi Daerah membawa impikasi pada terjadinya demokratisasi, termasuk dalam hal pelayanan publik yang dilaksanakan. Masyarakat yang sedang tumbuh ke arah masyarakat Madani (civil society) menuntut adanya peran birokrasi pemerintah yang lebih adaptif terhadap penguatan hak-hak publik dalam pemberian pelayanan secara luas dan berimbang. Masyarakat sebagai subyek layanan mengharapkan penyelenggaraan pelayanan yang tidak berbelit-belit, lama dan beresiko akibat mata rantai bikokrasi yang panjang.

Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas sangat tergantung beberapa aspek yaitu bagaimana pola penyeleng-garaannya, dukungan sumber daya manusia, kelembagaan dan konsep yang jelas.

Dilihat dari sisi pola penyelenggaraan, pelayanan publik secara umum di-pandang masih terdapat beberapa kelemahan yang memerlukan perbaikan, antara lain:

a. Kurang ResponsifKondisi ini terjadi hampir di semua tingkat pelayanan, mulai pada tingkat

petugas atau front line sampai pada tingkat penanggungjawab instansi. Respon terhadap keluhan, aspirasi dan saran dari masayarakat lambat atau bahkan diabaikan sehingga pelayanan tidak ada perbaikan dari waktu ke waktu.

Page 153: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 151

Pelayanan Terpadu Satu PintuJawaban Tepat Penyederhanaan Perizinan

b. Kurang InformatifBerbagai informasi yang seharusnya sampai ke masyarakat, lambat atau

bahkan tidak sampai sama sekali

c. Kurang AccesiblePelaksanaan pelayanan terletak pada tempat yang jauh atau terpisah-pisah

sehingga sulit dijangkau masyarakat

d. Kurang KoordinasiKurang koordinasinya penyelenggara pelayanan yang terkait mengaki-

batkan sering terjadinya tmpang tindih atau pertentangan antara instansi pe-nyelenggara pelayanan.

e. BirokratisPelayanan, khususnya pelayanan perizinan, dilaksanakan dengan melalui

proses di berbagai instansi dan tingkatan sehingga penyelenggaraan pelayanan memerlukan waktu yang lama

f. In efisienBerbagai persyaratan yang diperlukan, khususnya pelayanan perijinan

sering tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan

g. SDM Tidak ProfesionalKelemahan kelembagaan dan struktur organisasi yang tidak dirancang

dalam rangka memberikan pelayanan mengakibatkan personil melaksanakan fungsi pengaturan sekaligus fungsi pelayanan menyebabkan pelayanan publik tidak efisien. Namun kenyataannya birokrasi publik kita cenderung menjadikan peraturan dan prosedur sebagai panglima dan mengabaikan perubahan yang terjadi dalam lingkungan untuk menemukan alternatif tata cara pelayanan yang mungkin bisa mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan secara lebih mudah.

Pelayanan di bidang perijinan merupakan salah satu bentuk pelayanan publik (public services) yang diharapkan segera menata diri dalam menanggapi tuntutan masyarakat, khususnya dunia usaha yang semakin dinamis saat ini. Dalam dunia usaha, perizinan memegang peranan yang sangat penting. Bahkan dapat dikatakan

Page 154: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

152 | Edisi 2, Tahun II

bahwa perizinan dan pertumbuhan dunia usaha akan selalu saling berkaitan. Prinsip dasar yang dipegang dalam masalah perizinan dan kewajiban dunia usaha adalah bahwa setiap tindakan atau kegiatan usaha diperlukan adanya ijin. Dunia usaha tidak akan berkembang tanpa adanya izin yang jelas menurut hukum yang berlaku.Hal ini berarti bahwa salah satu penentu berkembangnya dunia usaha yaitu bila ada ijin yang memiliki suatu kekuatan yang pasti. Dan dengan adanya izin seseorang atau pelaku dunia usaha akan mempunyai serangkaian hak dan kewajiban yang dapat bermanfaat atau keuntungan bagi usahanya. Sehubungan hal tersebut di atas, masyarakat khususnya dunia usaha mengharapkan akan mendapatkan pelayanan perizinan yang prima dengan suatu tata laksana pelayanan yang mudah, efisien, responsif dan akuntabel.

Untuk mewujudkan harapan sebagaimana tersebut di atas dipandang perlu melaksanakan penyederhanaan pelayanan perijinan dengan membentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dengan penyelenggaraan pelayanan perizinan PTSP, segala urusan yang semula tersebar di beberapa satuan kerja dapat diselesaikan pada satu tempat.

Dengan penyelenggaraan PTSP ini maka kegiatan penyelenggaraan periz-inan mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat, diharapkan proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan, kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan, kejelasan prosedur pelayanan, dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses sesuai dengan urutan prosedur, mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan perizinan, pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan perizinan.

Agar penyelenggaraan PTSP berjalan sesuai harapan, terdapat beberapa faktor pendukung yang harus difungsikan antara lain :

1. Faktor peraturan yang menjadi landasan kegiatan pelayanan2. Faktor komitemen para pengambil keputusan3. Faktor sistem dan mekanisme kegiatan pelayanan4. Faktor keterampilan petugas5. Faktor sarana dan prasarana

Sesuai uraian di atas, dalam menyusun PTSP ada beberapa prosedur dan tahapan yang perlu dilaksanakan dengan mendasarkan pada peraturan yang

Page 155: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 153

Pelayanan Terpadu Satu PintuJawaban Tepat Penyederhanaan Perizinan

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan untuk selanjutnya membuat produk hukum daerah untuk mengatur pelaksanaan teknisnya. Adapun dasar pembentukan PTSP adalah Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) dan Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi Tata Kerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah utamanya pasal 47. Selain itu terdapat juga Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang PTSP Bidang Investasi.

Sebelum melangkah menyusun dan mempersiapkan PTSP, perlu dilaksanakan menyamakan persepsi dan komitemen pihak-pihak penentu kebijakan yang dalam hal ini yaitu Kepala Daerah dan DPRD. Dengan penyamaan persepsi ini diharapkan akan berlanjut terbangunnya suatu komitemen, yaitu komitemn perlu dibentuknya dan diselenggarakannya PTSP di daerah, konsep PTSP yang akan diterapkan dan proses pembentukan PTSP.

Penyamaan persepsi dan komitemen perlu dibentuknya PTSP ini sangat pent-ing mengingat hal ini terkait pelimpahan kewenangan pelayanan perizinan kepada penyelenggara PTSP dan penyusunan produk-produk hukum daerah. Tanpa komit-men penentu kebijakan, khususnya dari Kepala Daerah, maka konsep-konsep men-genai penyelenggaraan PTSP tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Setelah penyamaan persepsi dan komitmen terbangun maka tahapan yang harus dilakukan adalah menetapkan konsep dan proses pembentukan PTSP, khusunya terkait dengan pembentukan lembaga penyelenggara PTSP dan struktur organ-isasinya.

LANDASAN HUKUM PTSP Pembentukan PTSP pada dasarnya menindaklanjuti Permendagri Nomor

24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dengan Permendagri ini maka setiap daerah diwajibkan untuk mem-bentuk PTSP di bidang perizinan. Namun demikian Permendagri yang mengatur terbentuknya PTSP itu tidak seiring sejalan dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Page 156: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

154 | Edisi 2, Tahun II

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Per-angkat Daerah, pada Bagian Ketiga Perumpunan Urusan Pemerintahan Pasal 22 ayat ( 4 ) dan ( 5 ) bahwa bidang perizinan tidak terwadahi baik dalam bentuk Badan, Dinas ataupun Kantor. Dan pada Pasal 47 ayat ( 1 ) disebutkan bahwa untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas sektor, gubernur/bupati/walikota dapat membentuk Unit Pelayanan Terpadu.

Tidak terwadahinya bidang perizinan pada Perumpunan Urusan Pemerintahan dalam bentuk Badan, Dinas ataupun Kantor tetapi hanya merupakan Unit Pelayanan Terpadu dapat diintepretasikan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tidak mengindahkan apa yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang seharusnya menempatkan bidang pelayanan perizinan sebagai urusan yang perlu mendapatkan perhatian. Padahal salah satu tujuan pemberian otonomi adalah memberikan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik kepada masyarakat.

Selain itu, ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ini telah menimbulkan kebingungan bagi beberapa daerah yang telah terlanjur me-nyelenggarakan PTSP dalam bentuk Badan, Dinas atau Kantor.

Di Kabupaten Sragen misalnya, pada tahun 2002 telah mengawali menyeleng-garakan PTSP dengan membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Kemudian Tahun 2003 dengan Perda Nomor 15 Tahun 2003 dikukuhkan sebagai Kantor Pelayanan Terpadu (KPT). Dan pada tahun 2006 KPT meningkat statusnya menjadi Badan Pelayanan Terpadu (BPT) dan Tahun 2008 dengan Perda Nomor 15 Tahun 2008 dibentuk Badan Perizinan Terpadu (BPT). Terakhir tahun 2011 BPT berubah menjadi Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM). Sehubungan hal tersebut maka dapat dilihat bahwa secara historis Kabupaten Sragen telah menyelengga-rakan PTSP lebih awal dalam bentuk Badan pada tahun 2006 dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2006, sementara Peraturan Pemerintah baru ditetapkan pada tahun 2007 tersebut.

Dalam kondisi seperti ini Kabupaten Sragen bertekad tetap melanjutkan pe-nyelenggaraan PTSP dalam bentuk Badan. Demikian juga secara aktif melakukan konsultasi dan memberikan masukan ke Pemerintah Pusat mengenai berbagai hal yang berkaitan dampak ditetapkannya peraturan pemerintah tersebut, antara lain

Page 157: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 155

Pelayanan Terpadu Satu PintuJawaban Tepat Penyederhanaan Perizinan

dengan ditetapkannya Kepmendagri Nomor 20 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu. Dalam Kepmendagri tersebut pada pasal 2 disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang perijinan dibentuk unit pelayanan perijinan terpadu dengan sebutan Badan atau Kantor. Dengan demikian maka bagi daerah yang sudah terlanjur menyeleng-garakan PTSP dalam bentuk Badan atau Kantor dapat terakomodir secara regulasi.

Dengan ditetapkannya Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 pada satu sisi telah menyelesaikan permasalahan mengenai bentuk kelembagaan PTSP, namun pada sisi lain menimbulkan permasalahan baru khususnya mengenai struktur organisasi, khususnya yang berbentuk Badan. Pada pasal 8 disebutkan bahwa Organisasi Badan, terdiri dari:

a. 1 (satu) Bagian Tata Usaha dan membawahkan paling banyak 3 (tiga) Sub-bagian;

b. paling banyak 4 (empat) Bidang;c. Tim Teknis;d. Kelompok Jabatan Fungsional.

Dalam Permendagri ini, pada Lampiran I termuat Bagan Susunan Organisasi PTSP dalam bentuk Badan , dimana dibawah Kepala Badan terdapat Jabatan Sek-retaris dan Jabatan Kepala Tata Usaha. Pembentukan struktur organisasi seperti tidak lazim dilakukan dalam penyusunan organisasi, karena kedua jabatan tersebut memiliki Tugas Pokok Fungsi yang hampir sama. Apabila hal ini diaplikasikan akan terjadi overlapping dalam pelaksanaan tugas.

Dan satu hal lagi yang tidak biasa dilakukan dalam menyusun suatu organisasi yaitu di bawah Bidang tidak terdapat Jabatan Struktur eselon IV melainkan langsung Tim Teknis selaku pelaksana fungsional. Dengan demikian Kepala Bidang dalam melaksanakan tugas langsung membawai Tim Teknis, kondisi seperti ini di tataran implementasi banyak menimbulkan kendala, hal seperti ini perlu ada sinkronisasi dan harmonisasi masalah kelembagaan tentang PTSP di seluruh Indonesia.

Pada sisi yang lain, pada tahun 2009 telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang PTSP Bidang Investasi. Dengan Perpres tersebut diamanatkan agar Pemerintah Daerah menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang Investasi atau Penanaman Modal. Dalam menyikapi Perpres tersebut, masing-masing Pemerintah Daerah menindaklanjuti dengan menyelenggarakan

Page 158: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

156 | Edisi 2, Tahun II

PTSP bidang Investasi dengan bentuk kelembagaan yang berbeda-beda ada yang berbentuk Badan, Dinas atapun Kantor.

Dalam hal ini Kabupaten Sragen mengambil langkah yang berbeda, tidak membentuk Satker tersendiri di Bidang Investasi namun menggabungkan pelay-anannya di dalam PTSP perijinan. Langkah ini diambil dengan dasar pemikiran bahwa masalah seputar Investasi dan perizinan ibarat dua sisi mata uang, dimana masyarakat yang mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan investasi atau penanaman modal akan selalu berkaitan dengan masalah perijinan. Sehingga akan lebih memberi kemudahan ke masyarakat apabila pelayanan di Bidang Investasi dilayani dijadikan satu tempat dengan pelayanan PTSP Bidang Perijinan. Model seperti yang telah dilaksanakan oleh kabupaten Sragen ini ternyata mendapat apresiasi dan perhatian dari beberapa daerah.

Dengan melihat uraian di atas, agar penyelenggaraan PTSP Perizinan dapat berjalan secara optimal di seluruh daerah di Indonesia maka Pemerintah Pusat se-baiknya mengambil kebijakan menyeragamkan bentuk kelembagaan PTSP, apakah dalam bentuk Badan, Dinas atau Kantor. Dan untuk menentukan bentuk kelembagaan yang secara umum cocok diapikasikan di seluruh daerah maka perlu mengambil model PTSP yang telah terselenggara dan teruji dengan baik. Penyeragaman kelem-bagaan PTSP ini akan mempermudah pembinaan dan sekaligus meminimalisir kemungkinan terjadinya hambatan dari upaya trial and error bagi daerah yang baru mau menyelenggarakan PTSP. Selain itu juga daerah dapat melakukan studi banding ke daerah lain dan kemudian melakukan penataan sesuai situasi masing-masing daerah.

KOMITMEN “ DECISION MAKER “ Faktor pendukung keberhasilan penyelenggaraan PTSP selain landasan yang

hukum yang jelas adalah komitmen dari para pengambil keputusan, khususnya Kepala Daerah. Komitmen ini sangat penting karena berkaitan dengan pelimpahan kewenangan penandatanganan dokumen perijinan yang ada di tangan Kepala Daerah.

Pelimpahan wewenang berarti adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan guna membantu melaksanakan tugas-tugas kewa-jiban dengan bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggungjawab

Page 159: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 157

Pelayanan Terpadu Satu PintuJawaban Tepat Penyederhanaan Perizinan

dan sepanjang tidak ditentukan khusus oleh peraturan perundangan yang berlaku. Dan pelimpahan wewenang yang dapat dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang penandatanganan.

Untuk menunjang kelancaran tugas, selama ini Kepala Daerah melimpahkan kewenangan penandatanganan dokumen perizinan kepada Kepala Dinas Teknis penyelenggara perizinan. Namun dengan penyelenggaraan PTSP kewenangan tersebut diberikan kepala Kepala PTSP, dengan maksud agar pelayanan dapat di-laksanakan dengan proses yang lebih sederhana dan mata rantai yang lebih pendek sehingga pelayanan akan selesai sesuai target waktu yang ditentukan .

Pada umumnya pada awal pembentukan PTSP akan terjadi suatu hambatan yang berkaitan dengan pengalihan kewenangan, yaitu munculnya ketidakikhlasan Dinas Teknis dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Untuk mengantisipasi hal tersebut sebaiknya perlu diatur penataan kewenangan antara lain dengan tetap memposisikan Dinas Teknis sebagai pengawas, pembina penyelenggaraan perizinan dan hasil penarikan retribusi menjadi pemasukan bagi Dinas Teknis. Dengan pola seperti ini maka Dinas Teknis tidak merasa kehilangan kewenangan di bidang teknis dan hal-hal yang berkaitan dengan pemasukan PAD, khususnya upah pungut. Di sinilah komitmen Kepala Daerah terhadap penyelenggaraan PTSP sangat berperan besar.

SISTEM DAN MEKANISMEDalam setiap penyelenggaraan kegiatan agar dapat berjalan secara optimal

perlu didukung sistem administrasi yang baik. Demikian juga dalam penyeleng-garaan PTSP manajemen pengelolaan adminstrasi berupa penetapan sistem dan mekanisme menjadi sesuatu yang sangat penting. Dengan sistem dan mekanisme yang telah baku akan menjadi pedoman bagi penyelenggaraan pelayanan perizinan sehingga standart mutu akan terjamin. Untuk mewujudkan harapan tersebut yang perlu dilakukan antara lain:

a. Menyusun Peraturan Daerah Penyusunan Perda dipergunakan sebagai dasar hukum pembentukan

kelembagaan, struktur organisasi dan alokasi APBD bagi PTSP. Penyusunan Peraturan Daerah yang dilaksanakan atas inisiatif dari pihak eksekutif ini, yaitu Kepala Daerah harus mendapat persetujuan dari DPRD. Apabila sejak

Page 160: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

158 | Edisi 2, Tahun II

awal sudah ada penyamaan persepsi dan komitmen dari para penyelenggara Pemerintahan daerah maka penyusunan Peraturan Daerah akan berjalan dengan lancar. Penyusunan Peraturan daerah ini sangat penting karena akan menjadi dasar pembentukan produk-produk hukum daerah lainnya. Melalui Peraturan Daerah ini ditetapkan lembaga PTSP ini apakah dalam bentuk Badan, Dinas atau Kantor.

Sedangkan dalam menyusun Struktur Organisasi PTSP yang mungkin dapat dipertimbangkan adalah dengan mengelompokkan objek/izin atau mengelompokkan fungsi. Dengan pengelompokan objek/izin ini maka pem-bagian bidang/seksi berdasarkan pengkategorian jenis-jenis izin, misalnya Bidang/Seksi Perizinan Tertentu, Perizinan Usaha Lain dan lain-lain. Sedan-gkan pengelompokan fungsi ini maka pembagian Bidang/Seksi berdasarkan proses, seperti Bidang/Seksi Pelayanan, Pengolahan, Monitoring dan Evaluasi, Promosi dan Pengembangan.

b. Membuat Surat Keputusan Kepala Daerah Surat Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk mengatur pelimpahan

kewenangan di bidang perijinan kepada Kepala PTSP, pembentukan organisasi tata kerja PTPS, pembentukan Tim Pembina PTSP, pembentukan Tim Teknis Pelayanan Perijinan, menyusun Pedoman Pelayanan Umum PTSP, peng-gunaan pakaian seragam khusus PTSP dan pengalokasian insentif khusus personil PTSP.

c. Membuat Peraturan Kepala DaerahSurat Keputusan Kepala Daerah ditetapkan untuk mengatur penjabaran

tugas dan fungsi serta tata kerja PTSP, Mekanisme Kerja dan Standard Opera-tional Procedure ( SOP ) pada PTSP.

Pembakuan pengaturan yang bersifat teknis dalam bentuk produk hu-kum daerah, seperti Peraturan Daerah, Surat Keputusan Kepala daerah dan Peraturan Kepala Daerah diharapkan menjadi pedoman baik bagi masyarakat sebagai customer maupun bagi penyelenggara PTSP sendiri sehingga semua pelayanan bersifat pasti, transparan dan akuntabel.

Page 161: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 159

Pelayanan Terpadu Satu PintuJawaban Tepat Penyederhanaan Perizinan

SUMBER DAYA MANUSIADalam menyelenggarakan pelayanan perijinan, kualitas sumber daya manusia

yang ditempatkan pada PTSP merupakan unsur yang sangat penting. Prinsip-prinsip pelayanan prima harus dipahami dan diaksanakan dalam penyelenggaraan PTSP. Untuk itu pada ada awal pendirian, personil dapat diambil dari Dinas Teknis yang dipandang mempunyai kompetensi dan performance yang baik, menguasai teknis proses perijinan yang ditangani, memahami prinsip-prinsip dasar pelayanan yang baik. Untuk waktu selanjutnya personil dapat diambil dari satuan kerja lain dengan tetap mempertimbangkan kompetensi dan performance dan dalam rekruitmennya menggunakan tes psikologi, uji kepatutan dan mengedapankan konsep Merit System. Dengan Konsep Merit System ini maka dalam jabatan yang dipercayakan kepada seseorang disesuaikan dengan kemampuan dan kecakapan dengan mempertim-bangkan pendidikan formal dan non formal, pendidikan dan pelatihan fungsional maupun teknis, pengalaman kerja, dan tingkat penguasaan tugas.

Pada saat melaksanakan tugas pelayanan perizinan diharapkan di antara personil dengan latar belakang pengalaman kerja yang berbeda ini akan terjadi transfer of knowledge yang baik. Dan agar segera terbangun persepsi dan komitemen di antara personil ada beberapa hal yang dapat dilaksanakan antara lain :

1. Magang / on the job training Magang atau on the job training digunakan sebagai ajang latihan kerja. Lokasi

magang diharapkan dilaksanakan pada PTSP yang dipandang telah berjalan dengan baik . Dengan magang ini diharapkan personil mendapatkan pengalaman kerja yang kemudian dapat diimplementasikan pada PTSP di mana personil tersebut bertugas.

2. Penyelenggaraan Pelatihan

a. Pelatihan Komputer Pada era globalisasi ini perangkat komputer merupakan suatu kebutuhan

yang dapat membnatu pengolahan data secara cepat, mudah dan lebih akurat. Demikian juga dalam penyelenggaraan PTSP perangkat komputer diperlukan pada setiap tahapan proses perizinan maupun untuk keperluan hal yang berkaitan dengan penyampaian informasi ke masyarakat/customer. Untuk itu personil pada PTSP wajib memiliki kemampuan operasional komputer, hal ini dapat terwujud dengan menempatkan personil yang sudah memiliki

Page 162: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

160 | Edisi 2, Tahun II

kemampuan komputer atau dengan cara menyelenggarakan pelatihan opera-sional komputer ataupun pelatihan programer. Materi pelatihan komputer antara lain Program Microsoft Word, Program Microsoft Excel, Program Power Point dan lain-lain.

b. Out Bond Out Bond yang dilakukan baik in door maupun out door akan sangat mem-

bantu membangun team work di antara para personil PTSP. Apalagi untuk suatu lembaga baru dengan personil yang berasal dari berbagai satuan kerja maka sarana out bond ini dapat menciptakan kebersamaan yang hakiki dan menghilangkan ego sentris sehingga hal ini akan dapat menunjang kelancaran dalam pelaksanaan tugas.

c. Training For Success Melalui training for success ini personil PTSP akan ditempa dalam hal pende-

wasaan emosional dan perbaikan pola pikir yang berorientasi pada kepua-san pelanggan. Training for success dapat dilakukan secara rutin mingguan atau bulanan dengan menghadirkan pakar psikologi, pakar human resources development maupun para pemuka agama/ustadz.

d. Performance Untuk mewujudkan pelayanan yang ramah, luwes dan profesional serta

meminimalisir kesan birokrat yang kaku maka personil PTSP perlu mendapat pembekalan mengenai:Cara berpakaian dan berpenampilan menarik ketika melayani customer. Pemakaian

uniform yang berbeda dengan seragam yang biasa dipakai oleh PNS, diharap-kan akan menghilangkan kesan kaku yang biasa ditemukan ketika menghadap birokrat.

Bagaimana bersikap ramah, sopan dan santun dalam menghadapi customer dalam situasi apapun.

Bagaimana caranya tampil yakin dan meyakinkan dalam melayani customer.

SARANA DAN PRASARANASecara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu

proses upaya yang dilaksanakan di dalam pelayanan publik, karena apabila ked-uanya tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilaksanakan tidak dapat berjalan sesuai yang direncanakan.

Page 163: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 161

Pelayanan Terpadu Satu PintuJawaban Tepat Penyederhanaan Perizinan

Dalam penyelenggaraan PTSP terlaksana secara profesional dengan mengede-pankan kualitas, maka perlu ditunjang adanya sarana prasarana antara lain:

a. Sarana Fisik Pelayanan èGedung kantor

Front Office Gedung kantor:

- Ruang /loket informasi- Ruang/loket pendaftaran - Ruang/loket penyerahan dokumen

perizinan

- Ruang/loket pembayaran- Ruang/loket pengaduan- Ruang tunggu

Back Office:

- Ruang pemrosesan berkas- Ruang server- Ruang penanganan pengaduan

- Ruang rapat- Ruang kerja penyelenggara PTSP

dan pejabat struktural

b. Sarana Teknologi Informasi- Aplikasi SIM PPTSP- Aplikasi Informasi PPTSP (touchscreen)- SMS gateway

c. Sarana Informasi- Website- Brosur, leaflet- Buku Panduan Pelayanan

d. Prasarana Pelayanan- Personil komputer- Mobil, sepeda motor- TV

PENGEMBANGAN LANJUT1. Sertifikasi/Standarisasi Sistem Pelayanan

Setelah semua mekanisme pelayanan terbentuk dan berjalan secara mekanis, maka sudah saatnya untuk ‘mengunci’nya dalam satu standar tertentu. Standar ini merupakan standar pelayanan yang minimal sehingga mencegah layanan

Page 164: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

162 | Edisi 2, Tahun II

agar tidak terjadi penurunan standar pelayanan. Beberapa Pemda telah dan sedang mencoba untuk melakukan standarisasi pelayanan ini bahkan dengan standar internasional. Selain untuk kepentingan perbaikan sistem, sertifikasi atau standarisasi juga dapat membuat citra lembaga ini menjadi lebih baik.

2. Inovasi Pelayanan Optimalisasi pelayanan publik oleh birokrat bukan suatu pekerjaan yang

mudah, mengingat hal tersebut menyangkut berbagai aspek yang telah mem-budaya dalam lingkungan birokrat. Solusi untuk melaksanakan optimalisasi pelayanan publik, khususnya pelayanan perizinan dibutuhkan perubahan me-lalui adopsi dan inovasi program. Berbagai inovasi pelayanan perijinan dapat dilakukan dengan menerapkan Kontrak Kerja (Citizen Charter), pemanfaatan tehnologi informasi (E-Goverment) dan kemitraan dengan pihak di luar pemer-intah (Public-Private Partnership).

Demikian halnya PTSP Kabupaten Sragen sebagai salah satu PTSP percon-tohan nasional, dalam mengikuti perkembangan global senantiasa melakukan inovasi. Beberapa inovasi yang telah dilakukan antara lain memanfaatkan tehnologi informasi untuk menciptakan Program Tandatangan Jarak Jauh/Tanda Tangan secara Elektronik. Dengan program ini, penandatanganan do-kumen perijinan oleh Kepala PTSP dapat dilakukan tanpa harus berada di kantor. Inovasi program ini dapat membantu penyelesaian proses pelayanan perijinan secara tepat waktu. Inovasi yang lain yang dilakukan PTSP Kabupaten Sragen adalah membangun kerjasama dengan dunia usaha, antara lain Bank, Lembaga Konsultasi psikologi untuk memberikan pencerahan atau training for success secara berkala.

KUNCI SUKSESWalaupun beberapa PTSP memiliki kewenangan dan fasilitas yang hampir

sama, namun kinerja atau out put yang dihasilkan sangat variatif. Hal ini tergantung beberapa faktor yang berpengaruh kuat terhadap kinerja pelayanan PTSP. Faktor-faktor yang dimaksud adalah :

1. Konsistensi komitmen dari Kepala Daerah. Tanpa adanya komitmen yang konsisten dari pimpinan daerah dalam hal

ini walikota/bupati serta elit di DPRD, maka akan sulit PTSP mengembangkan

Page 165: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 163

Pelayanan Terpadu Satu PintuJawaban Tepat Penyederhanaan Perizinan

diri. Salah satu bentuk ujian bagi konsistensi komitmen Kepala Daerah terhadap penyelenggaraan PTSP adalah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Jika komitmen ter-hadap keberadaan PTSP kuat, maka dalam penataan kembali kelembagaan unit organisasi pemerintah akan memprioritaskan PTSP sebagai salah satu organisasi yang akan dipertahankan keberadaannya oleh Kepala Daerah.

2. Review terhadap kebijakan perizinan secara menyeluruh. Sebagaimana telah banyak disimpulkan dalam berbagai kajian bahwa

kebijakan di Indonesia ini masih cukup rumit. Karena itu perlu keberanian pemerintah daerah melakukan review terhadap berbagai kegiatan perizinan yang ada di wilayahnya untuk dilakukan penyesuaian dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat setempat.

3. Pertisipasi dan kontrol publik. Salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya kinerja birokrasi secara

umum karena kurangnya partisipasi dan kontrol publik terhadap kerja birokrasi. Keterlibatan masyarakat dalam memantau kinerja PTSP akan meminimalisir terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam penyelenggaraan PTSP.

4. Adanya organisasi pengawas PTSP. Kinerja PTSP akan lebih optimal dengan adanya organisasi khusus di pemer-

intahan daerah yang ditunjuk sebagai unit pengawas PTSP sebagai supervisory agency. Organisasi ini akan menjadi tempat bagi masyarakat menyampaikan keluhan, kritik maupun komentar terhadap pelayanan PTSP. Organisasi ini juga hendaknya memiliki kewenangan untuk melakukan audit terhadap PTSP dalam periode tertentu.

****

Page 166: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

164 | Edisi 2, Tahun II

MEMBANGUN PELAYANAN PUBLIK SEBAGAI PELAYANAN PRIMA SESUAI KEBUTUHAN DAN

HARAPAN MASYARAKATOleh : Arief Hidayat1 & Sri Nur Hari Susanto2

A. PendahuluanDi dalam melakukan reformasi terhadap Administrasi Negara dalam kaitan-

nya dengan membangun pelayanan publik, maka satu hal yang perlu mendapat perhatian seksama adalah menumbuh-kembangkan pemikiran-pemikiran tentang perlunya merekonseptualisasikan dan mereposisi serta merevitalisasi kedudukan hukum administrasi negara (HAN) dalam penyelenggaraan pemerintahan, khu-susnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang mampu menjadikan / menciptakan masyarakat yang sejahtera, sehingga mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat (publik) sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Oleh karena itu HAN pada dasarnya merupakan norma yang sarat dengan upaya konkritisasi hubungan antara pemerintah dan masyarakat (publik) secara selaras, serasi dan seimbang

Hukum Administrasi Negara (HAN) sebagai hukum yang mengatur dan mengikat alat Administrasi Negara dalam menjalankan wewenang yang menjadi tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (warga negara), harus senantiasa memperhatikan kepentingan masyarakat (warga negara). HAN sangat penting dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara oleh Adminis-trasi Negara. Keberadaan HAN berperan mengatur wewenang, tugas dan fungsi

1 Arief Hidayat, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

2 Sri Nur Hari Susanto, Lektor Kepala, Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, kini sedang menempuh studi S3 pada Program Doktor Ilmun Hukum UNDIP.

Page 167: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 165

Membangun Pelayanan Publik Sebagai Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan Dan Harapan Masyarakat

Administrasi Negara di samping juga membatasi kekuasaan yang diselenggarakan oleh Administrasi Negara.

Sebagaimana dikemukakan oleh Sjachran Basah 3 bahwa fungsi hukum itu sendiri yang dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat berpanca-fungsi, yaitu :1. Direktif, sebagi pengarah dalam membangun dan membentuk masyarakat yang

hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara;2. Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa;3. Stabilitatif, sebagi pemelihara (termasuk di dalamnya hasil-hasil pembangunan)

dan menjaga keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;

4. Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun sikap tindak warga dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;

5. Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi negara maupun warga apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan.

Oleh karena itu, setiap upaya yang berkaitan dengan pembaruan perencanaan hukum harus dapat membingkai Administrasi Negara dalam koridor makna, posisi, dan peran Administrasi Negara atau birokrasi, yang mampu memberikan pelayanan prima sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

Kinerja pelayan publik oleh aparatur pemerintah sampai saat ini tampak belum maksimal. Setidaknya ada tiga masalah utama yang dihadapi oleh apara-tur pemerintah kita dalam membangun Sistem Pemerintahan yang Layak dan Melakukan Reformasi Hukum Administrasi dengan cara merekonstruksi HAN dalam rangka Pelayanan Publik, yaitu: a. Rendahnya kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh sebagian aparatur

pemerintahan atau administrasi negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kondisi ini karena di dalam kerangka hukum administrasi positif Indonesia saat ini telah diatur tentang standar minimum kualitas pelayanan, namun kepatuhan terhadap standar minimum pelayanan publik tersebut masih belum termanifestasikan dalam pelaksanaan tugas aparatur pemerintahan.

3 Sjachran Basah, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), (Jakarta ; Rajawali Pers, 1992), hlm.3

Page 168: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

166 | Edisi 2, Tahun II

b. Birokrasi yang panjang (red-tape bureaucracy) dan adanya tumpang tindih tugas dan kewenangan, yang menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi panjang dan melalui proses yang berbelit-belit, sehingga besar kemungkinan timbul ekonomi biaya tinggi, terjadinya penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, dan nepotisme, perlakuan diskri-minatif, dan sebagainya.

c. Rendahnya pengawasan eksternal dari masyarakat (social control) terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, sebagai akibat dari ketidakjelasan standar dan prosedur pelayanan, serta prosedur penyampaian keluhan pengguna jasa pelayanan publik. Karena itu tidak cukup dirasakan adanya tekanan sosial (social pressure) yang memaksa penyelenggara pelayanan publik harus memperbaiki kinerja mereka.

Untuk meninggalkan paradigma administrasi klasik dan Reinventing Govern-ment atau New Public Management, dan beralih ke paradigma New Public Service, maka administrasi publik harus mampu untuk : (a) Melayani warga masyarakat bukan pelanggan (serve citizen, not customers);(b) Mengutamakan kepentingan publik (seek the public interest), (c) Lebih menghargai warga negara daripada kewirausahaan (value citizenship over

entpreneurship),(d) Berpikir strategis, dan bertindak demokratis (think strategic, act democratically), (e) Menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan suatu yang mudah (recognize

that accountability is not simple), (f) Melayani dari pada mengendalikan (serve rather than steer),(g) Menghargai orang bukannya produktivitas semata (value people, not just productivity)4

Bertolak dari uraian di muka, maka persoalan mendasar dan sentral dalam upaya membangun pelayanan publik sebagai pelayanan prima yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, setidak-tidaknya akan bermuara pada 2 (dua) persoalan utama, yaitu:1. Mereformasi dan merekonstruksi birokrasi, dan2. Mereformasi dan merekonstruksi hukum administrasi.

4 Fadel Muhammad, Reiventing Local Goverment, Pengalaman dari Daerah, (Jakarta : PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, 2008), hlm. 14.

Page 169: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 167

Membangun Pelayanan Publik Sebagai Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan Dan Harapan Masyarakat

B. Mereformasi dan Merekonstruksi Birokrasi Administrasi negara dapat dipahami baik sebagai suatu proses maupun se-

bagai suatu institusi. Sebagai suatu proses, Administrasi (negara) berkaitan dengan semua aktivitas penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Sedangkan sebagai suatu institusi, Administrasi (negara) umumnya dimaknai menurut berbagai per-spektif atau pendekatan, yang mencerminkan “tubuh doktrin, seperangkat nilai dan kumpulan prosedur”. Lazimnya berbagai perspektif tersebut adalah: manaje-men, politik dan hukum.5 Perspektif manajemen yang dipraktikkan pada cabang Administrasi Negara (bestuur) bersifat administratif, manajerial, birokratik dan menekankan pada nilai-nilai keterwakilan dan responsivitas. Sementara perspektif hukum yang dipraktikkan bersifat legal dan menekankan pada integritas konstitu-sional pada satu sisi dan pada sisi lain juga menekankan pada proteksi substansif dan prosedural bagi perorangan.

Berdasarkan perspektif di atas, maka Administrasi Negara dapat didefinisikan sebagai “penggunaan teori dan proses manajerial, politik dan hukum untuk melak-sanakan mandat pemerintahan di bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam rangka penyediaan fungsi-fungsi pengaturan dan pelayanan bagi masyarakat secara keseluruhan ataupun secara sebagian-sebagian”. 6 Sebagai bandingan, Administrasi Negara juga didefinisikan oleh Corson & Harris sebagai tindakan pemerintahan yang merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pemerintahan. Pfiffner & Presthus mendefinisikan sebagai sarana untuk mengimplementasikan nilai-nilai politik. Davis mendefinisikan sebagai cabang kekuasaan eksekutif dari pemerintahan, dan berkepentingan dengan pelaksanaan hukum yang dibuat oleh legislatif dan diinterpretasikan oleh pengadilan melalui proses organisasi dan manajemen (Waldo) serta memiliki peranan penting dalam formulasi kebijakan publik dan karenanya menjadi bagian dari proses politik (Felix & Nigro).7

5 Rosenbloom, David, Public Administration ; Understanding Management, Politics, and Law in the Public Sector, (New York : McGraw-Hill Inc, 1993), hlm.xvii.

6 Rosenbloom, ibid hlm.6.

7 Rosenbloom, ibid hlm 7

Page 170: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

168 | Edisi 2, Tahun II

Perjalanan paradigma dan implementasi administrasi negara di Indo-nesia dari periode ke periode beberapa kali mengalami perubahan dalam suatu kondisi yang dipengaruhi dan mempengaruhi sistem-sistem lainnya. Pada awal Orde Baru, reformasi administrasi negara diarahkan pada perumusan secara jelas tugas pokok dan fungsi departemen, menetapkan pola organisasi, menentukan sistem kepegawaian negara, mengembangkan ketatalaksanaan dengan kejelasan hubungan dan tata kerja, pengem-bangan sistem perencanaan, pemrograman, dan penganggaran, pengembangan manajemen keuangan dan kekayaan negara, serta pengembangan sistem pengawasan dan pemeriksaan. Tujuannya adalah “institu-tionalization” aparatur negara dan pemerintahan yang tidak akan terpengaruh oleh pergantian presiden, menteri, atau pejabat lainnya.8

Meskipun pada tahap awal upaya yang dilakukan orde baru tersebut menun-jukkan keberhasilan, namun pada akhirnya justru melahirkan pemerintahan yang over centralization, otoriter, dan militeristik, hingga pada tahun 1998 melahirkan gerakan reformasi yang meng-hendaki perbaikan di segala bidang, termasuk dalam bidang administrasi dan pemerintahan negara.

Ternyata, hingga sekarang kondisi ini tidak lebih baik, bahkan tanpa adanya kemauan semua komponen bangsa, terutama para elit politik untuk memper-baiki keadaan ini, maka kea-daan ini pun akan berlanjut hingga masa yang akan datang. Oleh karena itu, perlu segera ditegakkan kepastian dalam manajemen pemerintahan negara, karena tanpa upaya ini akan terasa berat untuk melakukan pendayagunaan aparatur pemerintah secara efektif dan efisien. Selain itu, perlu disusun pula “Pola Reformasi Aparatur dan Administrasi Pemerintahan ke-2”.9

Arah dan orientasi administrasi negara yang mengutamakan perubahan dalam sistem pelayanan publik merupakan paradigma yang sedang berkembang pada abad 21 ini. Sehubungan dengan hal tersebut, pelayanan publik sendiri dapat diartikan dari berbagai sudut pandang sebagai berikut:

8 Prajudi Atmosudirdjo, Perilaku Birokrasi Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Birokrasi Di Indonesia. Makalah, 2001, hlm.3

9 Awaloedin Djamin, Retrospek dan Prospek Pendayagunaan Aparatur Negara, Makalah, 2001, hlm.5.

Page 171: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 169

Membangun Pelayanan Publik Sebagai Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan Dan Harapan Masyarakat

1. Pandangan Lay: 10

Pelayanan umum atau pelayanan publik merupakan istilah yang menggambarkan bentuk dan jenis pelayanan pemerintah kepada rakyat atas dasar kepentingan umum.

2. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/ M.PAN/7/2003: Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh pe-nyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang- undangan.

3. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik: Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenu-

han kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh pe-nyelenggara pelayanan publik.

Dengan demikian, Pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.11 Lebih jauh dikatakan oleh Catherine DeVrye bahwa pelayanan didalamnya terdapat unsur :

S - Self-esteem---Memberi nilai pada diri sendiri E - Exceed expectations---Melampaui apa yang diharapkan R - Recover---Rebut kembali V - Vision---Visi I - Improve---Peningkatan C - Care---Perhatian E - Empower---Pemberdayaan

Zeitthaml, Parasuraman dan Berry mengemukakan mengenai mutu pelay-anan, ”The service quality can be defined as the extent of discrepancy between customers

10 Priyanto Susiloadi, Peran Pemerintah dan Partisipasi Dalam Pelayanan Publik, (Jurnal Spirit Publik Volume 2 Nomor 2, Oktober 2006), hlm. 82.

11 Soeto Catherine DeVrye, Good Service is Good Business (7 Strategi sederhana menuju Sukses), (Jakarta : PT. Gramedia, 2001), hlm. 6-9. Lihat juga Eko Supriyanto, Opera-sionalisasi Pelayanan Prima, (Jakarta : Lembaga Administrasi Negara, 2001), hlm 9.

Page 172: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

170 | Edisi 2, Tahun II

expecta-tions or desires and their perception". 12Mutu pelayanan dibentuk oleh dua elemen yaitu : pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang diterima (perceived service). Kedua elemen tersebut bila dibandingkan akan men-garah kepada penilaian mutu pelayanan yang diberikan, sebagaimana penilaian Parasuraman, et,al bahwa: Jika kenyataan (perceived) lebih baik yang diharapkan (expected), maka layanan dapat dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan.13 Dalam studinya Parasuraman menyimpulkan terdapat 5 (lima) dimensi SERVQUAL (dimensi kualitas pelayanan) sebagai berikut : 1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjuk-

kan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, dan lain sebagainya), perlengkapan dna peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

2. Reliability, atau keandalam yaitu kemampuan organisasi untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi negatif dalam kualitas pelayanan.

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain, komunikasi (communicatioon), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompeten (competence), dan sopan santun (courtesy).

12 Zeithaml, Parasuraman, dan Berry, Delivering Quality Service, (New York : The Press Adividion of Macmillan, 1990, hlm 19.

13 Parasuraman dalam Lupiyoadi, Manajemen Pemasaran Jasa, (Jakarta : Salemba Empat, 2001), hlm. 148

Page 173: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 171

Membangun Pelayanan Publik Sebagai Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan Dan Harapan Masyarakat

5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Mengacu kepada apa yang dikemukakan oleh Danhardt & Danhardt, Riyadi 14 me-ngemukakan bahwa, “Peran pemerintah dalam konteks administrasi klasik (Old Public Adminis-tration) yang lebih bersifat mengatur, mengendalikan secara langsung terpusat pada monopoli pemerintah (rowing), kemudian bergeser menjadi peran yang sifatnya pengendalian da-lam konteks pengarahan (steering) dimana peran publik mulai dilibatkan secara aktif. Pergeseran orientasi ini dibangun dalam konteks administrasi negara yang berkembang menuju perspektif New Public Management (NPM). Kemudian, perkembangan itu bergeser kembali kepada peran pemerintah yang lebih bersifat melayani publik, sehingga paradigmanya menjadi serving oriented. Paradigma ini terumuskan sebagai perspektif New Public Services (NPS) yang secara kontekstual sangat menekankan kepada pentingnya peran pemerintah untuk mengarahkan segala bentuk pelaksanaan tugas-tugas administrasi negara dalam rangka mewujudkan pelayanan publik”.

New Public Service Model merupakan bentuk anti-thesa terhadap pemikiran bahwa peranan birokrasi hendaknya diserahkan kepada mekanisme pasar. Menurut teori ini, sebagaimana dikemukakan oleh Denhardt & Denhardt, birokrasi bagaimana-pun memiliki peran dan corak kerja yang berbeda dengan sektor swasta, sehingga peranannya tidak mungkin dapat digantikan oleh pasar. Corak manajemen dan lingkungan kerja birokrasi juga tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam market mechanism sehingga memaksakan prinsip-prinsip manajemen swasta ke dalam institusi birokrasi justru dapat berakibat kontra produktif terhadap kinerja birokrasi itu sendiri.15

14 Riyadi, Manajemen Pelayanan Inklusif (Inovasi Paradigma Administrasi Negara dalam Perspektif Pelayanan Publik di Indonesia). Jurnal Wacana Kinerja Edisi 1 tahun 2010.

15 R.B Denhardt & J.V Denhardt, The New Public Service, dalam Public Administration Review, Vol. 60, No.6, 2000, hlm 320-331.

Page 174: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

172 | Edisi 2, Tahun II

Pelayanan yang seharusnya ditujukan pada masyarakat terkadang dibalik menjadi pelayanan masyarakat kepada negara, meskipun negara berdiri sesung-guhnya adalah untuk masyarakat kepada negara,16 meskipun negara berdiri sesung-guhnya adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya. Dengan kata lain birokasi sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat, karena sebagai pihak yang ingin memperoleh pelayanan yang baik dan memuaskan, maka perwujudan pelayanan yang didambakan tersebut adalah :17

1. Kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang kadangkala dibuat-buat.

2. Memperoleh pelayanan secara wajar. Artinya, pelayanan yang diberikan tanpa menggunakan kata-kata yang mengarah pada permintaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas atau alasan untuk kesejahteraan.

3. Mendapatkan pelakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentinganyang sama, tertib, dan tidak pandang bulu. Artinya, kalau memang untuk pengu-rusan suatu permohonan harus antri secara tertib, hendaknya semuanya juga diwajibkan antri, dan siapa saja yang tidak melalui antrian tidak dilayani.

4. Pelayanan yang jujur dan terus terang. Artinya, apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang tidak menentu.

Dengan pemberitahuan, orang dapat mengerti dan akan menyesuaikan diri secara ikhlas tanpa emosi. Pada dasarnya, setiap orang dapat memahami kesulitan atau masalah orang lain, kalau hal itu dikemukakan dengan terus terang. Apabila masalah yang sebenarnya sering disembunyikan, maka akan menimbulkan kekecewaan pada orang yang merasa tidak diberi penjelasan yang jujur. Tim-bulnya kekecewaan merupakan ”iklan” yang sangat merugikan terutama bagi usaha-uaha yang bergerak di bidang jasa pelayanan dan tidak memiliki hak monopoli.

C. Mereformasi dan Merekonstruksi Hukum Administrasi Negara (HAN)Perubahan yang terjadi di bidang sosial-kultural dan politik senantiasa berdam-

pak pada terjadinya pergeseran yang akan menuju ke paradigma hukum responsif,

16 Inu Kencana Syafi’i, dkk, Ilmu Administrasi Publik, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), hlm. v.

17 H.A.S Moenir,. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), hlm. 31-34.

Page 175: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 173

Membangun Pelayanan Publik Sebagai Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan Dan Harapan Masyarakat

yang diharapkan akan dapat memenuhi tututan dan kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak untuk memperoleh pelayanan yang berkeadilan sosial. Perge-seran ini berseiring dengan pergeseran paradigma administrasi publik, menuju ke New Public Service Paradigm yang diyakini lebih bersifat partisipatif, berkeadilan, transparan, berkepastian dan terjangkau.

Undang-Undang Dasar NRI 1945 sebagai landasan filosofis dalam pengaturan pelayanan publik, telah memberi amanat kepada pemerintah sebagai penyeleng-gara utama pelayanan publik untuk melakukan pelayanan atas kebutuhan publik secara lebih baik, sesuai dengan prinsip-prinsip good governance dan demokrasi, sehingga dapat tercipta kehidupan masyarakat pada taraf hidup yang lebih maju dan kualitas hidup yang lebih bermutu. Jika dicermati, amanat tersebut tercermin di dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (6), Pasal 28 B ayat (2), Pasal 28 C ayat (1), Pasal 28 D ayat (2), Pasal 28 F, Pasal 28 H ayat (1), Pasal 28 i ayat (2) Undang Undang Dasar NRI1945. Pasal-pasal tersebut merupakan amanat UUD untuk diadakannya peny-elenggaraan pelayanan publik yang memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara harus diatur, dikelola, dan diselenggarakan oleh pemerintah.

Menurut Brabanti, 18 dalam sistem politik senantiasa akan memperlihatkan suatu keadaan sebagai berikut:1. Adanya suatu struktur hukum yang berpotensi untuk mengubah pendapat-

pendapat yang adil dari rakyat banyak menjadi tindakan-tindakan yang dapat diperkirakan dan yang cocok dengan dasar-dasar sistem pemerintahannya;

2. Perluasan partisipasi rakyat banyak dalam proses-proses politik dan mening-katkan kualitas partisipasi semacam ini dalam hal pengertian, tanggung jawab dan ikhtiar yang tertib serta teratur untuk mengadakan perubahan-perubahan;

3. Kemampuan untuk mempertahankan integrasi nasional melalui akomodasi yang teratur terhadap kekuatan-kekuatan budaya, agama, dan faktor-faktor lain yang juga bisa menim-bulkan perpecahan;

4. Kemampuan untuk memadukan keterampilan, rasa tanggung jawab dan rasion-alitas administrasi dengan kemauan rakyat, sehingga menjadi suatu kombinasi yang efektif, dan membuat kombinasi itu bekerja dengan suatu cara yang teratur, yang pada tingkat akhir walaupun tidak secara langsung htunduk pada hokum dan keadilan yang ditegakkan secara tidak memihak;

18 Brabanti, Ralph, Modernisasi Adminsitrasi Negara dalam Mayton Weiner (ed), Modernisasi : Dinamika Pertumbuhan, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1981), hlm.115-116.

Page 176: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

174 | Edisi 2, Tahun II

5. Melalui penciptaan keadaan yang demikian itu dapat diharapkan pengembangan suatu sistem politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang benar-benar bermanfaat bagi perwujudan masyarakat yang sejahtera dan berdaulat.

Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa dalam rangka upaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat terdapat asas-asas yang harus dijadikan pedoman dalam pelayanan publik oleh aparat pemerintah sebagai berikut:

1. Asas Kepentingan umum: Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.

2.Asas Kepastian hukum: Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.

3. Asas Kesamaan hak: Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

4. Asas Keseimbangan hak dan kewajiban:

Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.

5. Asas Keprofesionalan: Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.

6. Asas Partisipatif: Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

7. Asas Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif:

Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.

8. Asas Keterbukaan: Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.

9. Asas Akuntabilitas: Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10. Asas Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan:

Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.

Page 177: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 175

Membangun Pelayanan Publik Sebagai Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan Dan Harapan Masyarakat

11. Asas Ketepatan waktu: Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

12. Asas Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan:

Setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.

Selain asas-asas yang dicantumkan dalam ketentuan Pasal 4 UU Nomor 25 Tahun 2009 di atas, peraturan perundang-undangan lain telah pula memberikan landasan formal penyelenggaraan pelayanan publik yang didasarkan pada Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Pasal 3 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi danNepotisme (di samp-ing UU Pelayanan Publik sendiri) menyebutkan asas-asas yang menjadi landasan penyelenggaraan Negara (termasuk di dalamnya pelayanan publik) yang terdiri dari: (a) asas kepastian hukum; (b) asas tertib penyelenggaraan negara; (c) asas kepentingan umum; (d) asas keterbukaan; (e) asas proporsionalitas; (f) asas profesionalitas; dan (g) asas akuntabilitas.

Meskipun landasan formal bagi penyelenggaraan pelayanan publik telah mendapatkan dasar legitimasi, namun kinerja pelayan publik oleh aparatur pemer-intah sampai saat ini tampak belum maksimal. Setidaknya ada tiga masalah utama yang dihadapi aparatur pemerintah dalam membangun sistem pemerintahan yang layak sehingga perlu melakukan reformasi Hukum Administrasi, yaitu dengan cara merekonstruksi HAN dalam rangka Pelayanan Publik yaitu: a. Kualitas pelayanan publik yang masih rendah. Kondisi ini terjadi karena di

dalam hukum administrasi positif (peraturan perundang-undangan) saat ini meskipun telah mengatur tentang standar minimum kualitas pelayanan, namun kepatuhan terhadap standar minimum pelayanan publik tersebut masih belum termanifestasikan dalam pelaksanaan tugas aparatur pemerintahan.

b. Masih rendah/lemahnya pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, sebagai akibat dari ketidakjelasan standar dan prosedur pelayanan, serta prosedur penyampaian keluhan pengguna jasa pelayanan publik.

Page 178: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

176 | Edisi 2, Tahun II

c. Birokrasi yang panjang dan adanya tumpang tindih dalam tugas dan kewenan-gan, yang menyebabkan proses pelayanan menjadi panjang, sehingga kemung-kinan timbulnya perlakuan yang diskriminatif, biaya tinggi, penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, dan nepotisme, semakin tinggi.

Hukum administrasi negara yang menjadi instrumen dalam rangka penyeleng-garaan pelayanan publik, dengan demikian tidak dapat difahami sekedar sebagai kesatuan normatif yang objektif an sich, tetapi perlu dikritisi sebagai variabel teri-kat (dependent variable) dari proses sosial politik yang melibatkan sejumlah aktor sebagai partisipan dalam suatu proses, ketika merumuskan kebijakan publik yang mengatur pelayanan publik. Konstruksi hukum administrasi negara dalam kaitan-nya dengan standar pelayanan publik dengan demikian akan dipahami sebagai produk politik yang karakternya antara lain ditentukan oleh dinamika sosial politik. Dengan demikian, konstruksi tersebut tidak dilihat sebagai konstruksi peraturan perundang-undangan yang dipenuhi dengan prosedur standar, tetapi dilihat seb-agai keselu-ruhan proses yang saling berkaitan antara variabel sosial, budaya dan politik. Hal ini memberi arti penting terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang responsif.

Merekonstruksi hukum administrasi negara dengan demikian akan sesuai dengan perkembangan paradigma dalam ilmu hukum, dari yang normatif-positivistik ke yang progresif-sosiologik, yang memberi kesempatan kepada pemangku kepent-ingan (stakeholders) untuk ikut langsung berparisipasi dalam proses pembentukan hukum sebagai suatu rational construct in concreto dan hal ini akan menjadi landasan dalam penerapan New Public Service Paradigm.

Philippe Nonet dan Philip Selznick telah mengenalkan dan mengembangkan hukum responsif yang bertujuan untuk memberikan teori dan penjelasan tentang pemenuhan kebutuhan-kebutuhan demikian tersebut. Menurut Nonet & Selznick terdapat tiga tipe hukum dalam masyarakat, yaitu :(1) hukum represif, yaitu hukum sebagai abdi kekuasaan represif;(2) hukum otonom, yaitu hukum sebagai institusi yang dibedakan dan mampu

untuk menjinakkan represi serta untuk melindungi integritasnya sendiri; dan

Page 179: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 177

Membangun Pelayanan Publik Sebagai Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan Dan Harapan Masyarakat

(3) hukum responsif, yaitu hukum sebagai fasilitator dari responsif terhadap kebu-tuhan-kebutuhan sosial dan aspirasi-aspirasi sosial.19

Pergeseran dalam melihat (sudut pandang) terhadap hukum administrasi negara di atas, maka terjadi pergeseran paradigma terhadap administrasi negara, yaitu dari Traditional Public administration menuju New Public Administration. Pada Traditional Public Adminstrations orientasi administrasi negara, lebih ditekankan kepada Control, Order, Prediction,, yang sangat terikat kepada political authority, tight-ening control, to be given and following the instruction. Sementara itu pada New Public Service, administrasi negara diarahkan kepada alignment creativity and empowering.

D. PenutupBerdasarkan uraian di muka, maka pokok simpulan yang dapat dikemukakan

sebagai berikut :1. Untuk mewujudkan pelayanan publik secara prima yang mampu memenuhi

kebutuhan dan harapan masyarakat, harus terlebih dahulu dilakukan pem-benahan baik terhadap norma-norma hukumnya maupun lembaga/institusi yang menyelenggarakan pelayanan publik. Oleh sebab itu langkah-langkah melakukan reformasi dan rekonstruksi birokrasi dan hukum administrasi perlu dilakukan secara terencana, terarah dan menyeluruh dan berkesinambungan.

2. Reformasi dan rekonstruksi terhadap birokrasi selaku penyelenggara pelayanan publik, harus memperhatikan perkembangan konsep birokrasi itu sendiri yang akhirnya akan dapat menciptakan birokrasi yang sesuai prinsip-prinsip new public service.

3. Reformasi dan rekonstruksi terhadap hukum administrasi senantiasa akan dii-kuti dengan perubahan paradigma dalam melihat hukum administrasi sendiri, yang tidak sekedar sebagai sekumpulan norma-norma peraturan positif, tetapi harus dilihat sebagai hasil dari suatu proses politik yang melibatkan variabel-variabel sosial, politik dan budaya.

19 Philippe Nonet & Philip Selznick, Law and Society In Transition: Toward Tanggapanise Law, London: Harper and Row Publiser, 1978; Benard L Tanya, Yoan Sinanjuntak, Markus Y Hage ,Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2010), hlm. 204

Page 180: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

178 | Edisi 2, Tahun II

DAFTAR PUSTAKA

Awaloedin Djamin, 2001, Retrospek dan Prospek Pendayagunaan Aparatur Negara, Ma-kalah.

Benard L Tanya, Yoan Sinanjuntak, Markus Y Hage, 2010 , Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta.

Catherine DeVrye, Soeto, 2001, Good Service is Good Business ( 7 Strategi sederhana menuju Sukses), PT. Gramedia, Jakarta.

Eko Supriyanto,2001, Operasionalisasi Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.

Fadel Muhammad, 2008, Reiventing Local Goverment, Pengalaman dari Daerah, PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, Jakarta.

H.A.S Moenir, 2001, . Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.

Inu Kencana Syafi’i, dkk, 1999, Ilmu Administrasi Publik, Rineka Cipta, Jakarta.

Lupiyoadi, 2001, Manajemen Pemasaran Jasa, Salemba Empat, Jakarta.

Mayton Weiner (ed), 1981, Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, Gajah Mada Univer-sity Press, Yog-yakarta .

Philippe Nonet & Philip Selznick, 1978, Law and Society In Transition: Toward Re-sponsive Law,Har-per and Row Publiser, London.

Prajudi Atmosudirdjo, 2001, Perilaku Birokrasi Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Birokrasi Di Indonesia. Makalah.

R.B Denhardt & J.V Denhardt, 2000, The New Public Service, dalam Public Admin-istration Review, Vol. 60, No.6.

Riyadi, 2010, Manajemen Pelayanan Inklusif (Inovasi Paradigma Administrasi NegaraD-alam Perspektif Pelayanan Publik di Indonesia). Jurnal Wacana Kinerja Edisi 1.

Rosenbloom, David, 1993, Public Administration ; Understanding Management, Politics,and Law in the Public Sector, McGraw-Hill Inc, New York

Page 181: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 179

Membangun Pelayanan Publik Sebagai Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan Dan Harapan Masyarakat

Sjachran Basah, 1992, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Admin-istrasi (HAPLA), Rajawali Pers, Jakarta.

Zeithaml, Parasuraman, dan Berry,1990, Delivering Quality Service, The Press Adi-vidion of Macmillan, New York.

Page 182: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

180 | Edisi 2, Tahun II

BIODATA PENULIS JURNAL PAN

1. Dr. Anton Minardi

Lahir di Cianjur, 20 April 1975. Lektor Kepala Gol. IV A, Direktur Humanity Care. Pendidikan: S1 Jurusan Hubungan Internasional Universitas Pasundan 1997, S2 Jurusan Sosiologi IAIN/UIN Bandung 2000, S3 Jurusan Ilmu Politik UI 2007. Publikasi Buku : Konsep Negara Menurut Islam, Hubungan Inter-nasional Perspektif Islam, Politik, Pendidikan sampai Masalah Obama, Kapita Selekta Hubungan Internasional, Pemikiran Politik Islam. Pengalaman; Staf Pengajar di HI UNPAS, UNIKOM, UNJANI dan UNPAR, Asesor BAN Pergu-ruan Tinggi, Asesor Sertifikasi Guru, Komisioner pada Komisi Informasi Jawa Barat, Tim Monitoring & Evaluasi Keaksaraan Fungsional DMI Jabar; Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Gubernur Jawa Barat; Peneliti Institute for Democ-racy, Economy and Auhority Studies; Biro Sosial Politik FKPPI Jawa Barat; Biro Penelitian Forum Jabar Selatan; Pimpinan Redaksi Tabloid Pembela; Pimpinan Redaksi Buletin Al Qolam; Dewan Penasehat KAHMI Cianjur; ICMI Jawa Barat; Direktur Humanity Care; Biro Hukum dan Politik Persatuan Nasional Masyara-kat Indonesia; Pemakalah Internasional:-Strategi Kebangkitan Ekonomi Korea Selatan-INAKOS-UI; Memelihara Warisan Ilmiah Islam- UM Malaysia; Resolusi Islam Terhadap Konflik Internasional-UKM-UNAND,dll; Sunda Islam-Melayu Nusantara,UNPAS-Univ,Malaya,dll. Email: [email protected]

2. Prof. Drs. Komarudin, M.A., A.P.U.,

Peneliti utama di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, mantan Deputi Kementerian Negara PAN Bidang Tatalaksana, mantan Deputi Kementerian Negara PAN Bidang Program, mantan Sahli Menpan Bidang Sistem Manajemen (2001-2008); mantan Deputi Kepala BPPT Bidang Analisis Sistem dan Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi (1994-2000); [email protected].

Page 183: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 181

3. Prof. Dr. H. Wirman Syafri Sailiwa, M.Si,

Lahir di Liwa-Lampung, 22 Juni 1958, Pembantu Rektor Bidang Akademik IPDN (2009 – sekarang), Guru Besar di bidang Administrasi Negara,IPDN. Pen-didikan : S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Administrasi Negara Universitas Sebelas Maret – Solo 1983, S2 Ilmu Sosial BKU Ilmu Administrasi Universitas Padjadjaran Bandung 1996, S3 Bidang Ilmu Sosial, Universitas Pad-jadjaran Bandung. Pendidikan Non formal, Kursus Reguler Angkatan (KRA) XXXVIII LEMHANNAS RI Tahun 2005, DIKLATPIM TK II angkatan IV Kelas D, Bandung Tahun 2002, Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya (SPAMA) Angkatan XLVI, Yogyakarta Tahun 1999. Keluarga, Diah Turniati (Istri), dan 3 anak Fadayen Gantha, SH, Bayu Fadayen Gantha, S.IP., M.AP, Widyananda Maharani. [email protected],

4. Made Ardita

Lahir si Singaraja Bali, tanggal 26 Oktpber 1956. S1 Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Parahayangan Bandung tahun 1983, Program Pascasarjana Pengembangan SDM pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia tahun 2004. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kepegawaian pada Badan Kepegawaian Negara Jakarta.

5. Suwarni

Lahir di Sragen, 3 April 1973; Dosen Luar Biasa Akbid YAPPI Sragen 2006 – sekarang. Koordinator Mulok Pendidikan Budi Pekerti, Wawasan Dinas Pen-didikan Kab. Sragen 2008 – 2009. Staf UPTPK Dinas Pendidikan Kab. Sragen. Pendidikan; S1 Universitas Diponegoro jurusan Administrasi Negara tahun 1996, S2 UNS 11 Maret jurusan Ilmu Komunikasi (2008), S3 UNS 11 Maret (se-dang menyusun proposal disertasi). Penelitian Ilmiah; Pengaruh Tingkat Ko-munikasi dan Pengembangan Pegawai Terhadap Upah Minimum Regional di

Page 184: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

182 | Edisi 2, Tahun II

Kanwil Depnaker Propinsi Jawa Tengah; Implementasi P3T di DKI Jakarta, Gaya Kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid; Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Budaya Kerja; Implementasi Otonomi Daerah di Jawa Tengah; Budaya Organisasi Kepolisian Republik Indonesia (Studi Kasus Kepolisian Resor Sragen ) Jawa Tengah. Publikasi Ilmiah; Mewirausahakan Birokrasi, Pengembangan Kehumasan.

6. Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H.

Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Pendidikan : S1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala tahun 2002, Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 2005. Pengalaman kerja : Reporter Warta Unsyiah – Banda Aceh pada tahun 2000, Legal Assistant pada Kantor Hukum Martimun Amin & Partners di Jakarta. Kantor Hukum Asfifuddin & Associates di Jakarta. Kepala Biro Hukum Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias di Banda Aceh. Sekretaris Kelompok Kerja Hukum Tim Likuidasi BRR NAD-Nias

7. Dwiyanto, S.STP, MSi

Lahir di Sragen, 10 Maret 1977, Kepala Kantor Pengelola Data Elektronik (PDE) Kabupaten Sragen (2009 – sekarang). Pendidikan : D-4 STPDN Tahun 1999, S-2 Magister Administrasi Publik (MAP) UNDIP 2002. Anggota Forum e-Government Indonesia. Asessor PeGI (Pemeringkatan e-Government Indonesia). Email: [email protected] & [email protected].

8. Dr. Sudjana. S.H., M.Si.

Staf Pengajar (Lektor Kepala) pada Program S1, S2, dan Promotor pada Program S3 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran tahun 2006, dengan Predikat Cumlaude.

Page 185: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

Edisi 2, Tahun II | 183

9. Tugiyono, SH

Lahir : Boyolali, 08 Juli 1967, Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penana-man Modal Kab. Sragen.

10. Arief Hidayat & Sri Nur Hari Susanto.

Arief Hidayat, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Sri Nur Hari Susanto, Lektor Kepala, Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, sedang menempuh studi S3 pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro

Page 186: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

184 | Edisi 2, Tahun II

Page 187: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada
Page 188: JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAPatologi Birokrasi Dan Profesionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Suwarni, S. Sos, M. Si 74 Mewujudkan Good Governance Melalui E-Procurement Pada

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA