22
PERBEDAAN PENURUNAN NYERI PERSALINAN KALA I ANTARA TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DENGAN TEKNIK PIJAT EFFLEURAGE YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI PADA IBU INPARTU DI BIDAN PRAKTEK SWASTA WENI TRI PURNANI Program Studi Bidan Pendidik (DIV) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri Jl. Selomangleng No. 1 email: RINGKASAN Rasa nyeri pada persalinan adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dan apabila tidak segera diatasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan teknik pereda nyeri yang banyak memberikan masukkan terbesar karena dapat mencegah kesalahan yang berlebihan pasca persalinan. Meningkatnya jumlah persalinan maka tanggung jawab tenaga, hal ini perlu upaya bagaimana melaksanakan metode yang dapat membantu menurunkan rasa nyeri yang berarti. Fakta di tempat pelayanan kesehatan secara efektif belum melaksanakan intervensi teknik relaksasi nafas dalam penanganan nyeri persalinan. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik pijat effleurage pada ibu inpartu. Jenis penelitian analitik dengan rancang bangun kuasi eksperimen, sampel dalam penelitian ini ibu inpartu yang melakukan pemeriksaan kehamilan serta bersalin di BPS Ny. A sejumlah 14 yang dibagi menjadi kelompok kontrol (teknik pijat effleurage) dan perlakuan (teknik relaksasi nafas dalam) dilakukan dengan teknik simple random sampling. Variabel bebas teknik penurunan nyeri, variabel terikat nyeri persalinan. Analisis data menggunakan uji t sampel tidak berpasangan dan uji mann whitney dengan nilai signifikansi α<0,05. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara kelompok kontrol dengan perlakuan yaitu terlihat bahwa nadi mempunyai nilai signifikansi 0.000 <0.05, skala VAS 0.031<0.05), sistolik 0.026 <0.05, diastolik 0.038 <0.05. Kesimpulan penelitian ini terdapat perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara yang menggunakan teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik pijat effleurage pada ibu inpartu, sehingga hasil penelitian dapat dijadikan alternatif manajemen nyeri persalinan non farmakologis kala I fase aktif persalinan. Kata kunci: nyeri persalinan, teknik relaksasi nafas dalam, teknik pijat effleurage PENDAHULUAN

Jurnal Nyeri Persalinan Weni

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal

Citation preview

Page 1: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

PERBEDAAN PENURUNAN NYERI PERSALINAN KALA I ANTARA TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DENGAN TEKNIK PIJAT EFFLEURAGE YANG DILAKUKAN OLEH

SUAMI PADA IBU INPARTU DI BIDAN PRAKTEK SWASTA

WENI TRI PURNANI

Program Studi Bidan Pendidik (DIV) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas KadiriJl. Selomangleng No. 1 email:

RINGKASANRasa nyeri pada persalinan adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan

aktivitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dan apabila tidak segera diatasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan teknik pereda nyeri yang banyak memberikan masukkan terbesar karena dapat mencegah kesalahan yang berlebihan pasca persalinan. Meningkatnya jumlah persalinan maka tanggung jawab tenaga, hal ini perlu upaya bagaimana melaksanakan metode yang dapat membantu menurunkan rasa nyeri yang berarti. Fakta di tempat pelayanan kesehatan secara efektif belum melaksanakan intervensi teknik relaksasi nafas dalam penanganan nyeri persalinan. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik pijat effleurage pada ibu inpartu.

Jenis penelitian analitik dengan rancang bangun kuasi eksperimen, sampel dalam penelitian ini ibu inpartu yang melakukan pemeriksaan kehamilan serta bersalin di BPS Ny. A sejumlah 14 yang dibagi menjadi kelompok kontrol (teknik pijat effleurage) dan perlakuan (teknik relaksasi nafas dalam) dilakukan dengan teknik simple random sampling. Variabel bebas teknik penurunan nyeri, variabel terikat nyeri persalinan. Analisis data menggunakan uji t sampel tidak berpasangan dan uji mann whitney dengan nilai signifikansi α<0,05.

Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara kelompok kontrol dengan perlakuan yaitu terlihat bahwa nadi mempunyai nilai signifikansi 0.000 <0.05, skala VAS 0.031<0.05), sistolik 0.026 <0.05, diastolik 0.038 <0.05.Kesimpulan penelitian ini terdapat perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara yang menggunakan teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik pijat effleurage pada ibu inpartu, sehingga hasil penelitian dapat dijadikan alternatif manajemen nyeri persalinan non farmakologis kala I fase aktif persalinan.

Kata kunci: nyeri persalinan, teknik relaksasi nafas dalam, teknik pijat effleurage

PENDAHULUANPersalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis serta peristiwa alamiah yang

sangat dinantikan oleh ibu dan keluarga selama sembilan bulan. Ketika proses persalinan dimulai, peran ibu adalah melahirkan bayinya, sedangkan peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi serta bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan ibu bersalin.

Rasa nyeri pada persalinan dalam hal ini adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dengan warna kulit dan apabila tidak segera diatasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress (Bobak, 2004).Nyeri pada proses persalinan diakibatkan karena peregangan segmen bawah rahim selama kontraksi servik (Farer, 2001). Kontraksi pada saat melahirkan akan menimbulkan perasaan nyeri yang timbul akibat kontraksi servik serta dilatasi (pelebaran) mulut rahim dan segmen bawah rahim banyak ditakuti oleh ibu.

Menurut Farer (2001), bahwa intensitas nyeri sebanding dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang terjadi, nyeri bertambah ketika mulut rahim dalam keadaan dilatasi penuh akibat tekanan bayi terhadap stuktur panggul diikuti regangan dan perobekan jalan lahir. Lebih dari itu, berbagai hambatan fisik dan psikologis pada ibu saat persalinan akan menambah rasa nyeri yang terjadi. Kondisi nyeri yang hebat pada proses persalinan

Page 2: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

memungkinkan para ibu cenderung memilih cara yang paling gampang dan cepat untuk menghilangkan rasa nyeri, maka berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan nyeri pada persalinan baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Pengendalian nyeri dengan farmakologi antara lain dengan pemberian analgetik non opioid, analgetik opiod, Adjuvan atau koanalgetik. Sedangkan pengendalian nyeri dengan non farmakologi dilakukan dengan cara stimulasi kutaneus (rangsangan permukaan kulit), akupunktur, dan distraksi yakni dengan cara mengalihkan perhatian melalui kegiatan membaca, mendengarkan radio serta dapat dilakukan dengan teknik relaksasi yang merupakan kombinasi dari distraksi dan terapi kognitif yang terdiri dari relaksasi otot, imajinasi terpimpin dan nafas dalam (Mander, 2003).

Nyeri non farmakologis, yang salah satunya dengan menggunakan teknik relaksasi bernafas sesuai dengan teori Dick-Read dan Lamage (Wong and Perry, 1998) bahwa nyeri persalinan yang disebabkan oleh rasa nyeri, takut dan tegang dapat dikurangi/diredakan dengan berbagai metode yaitu menaikkan pengetahuan ibu tentang hal-hal yang akan terjadi pada suatu persalinan, menaikkan kepercayaan diri dan relaksasi pernafasan (Bobak, 2004).

Penatalaksanaan yang terampil dan handal dari bidan serta dukungan yang terus-menerus dengan menghasilkan persalinan yang sehat dan memuaskan  dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan. Sebagai bidan, dalam memberikan asuhan akan mengandalkan pengetahuan, keterampilan dan pengambilan keputusan dari apa yang dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk mendukung ibu dan keluarga baik secara fisik dan emosional selama persalinan dan kelahiran. Kebutuhan dasar selama persalinan tidak terlepas dengan asuhan yang diberikan bidan. Asuhan kebidanan yang diberikan, hendaknya asuhan yang sayang ibu dan bayi. Asuhan yang sayang ibu ini akan memberikan perasaan aman dan nyaman selama persalinan dan kelahiran. Menurut Pusdiknakes (2003), salah satu upaya penerapan asuhan sayang ibu selama proses persalinan adalah membimbing suami dan keluarga tentang cara memperhatikan dan mendukung ibu selama proses persalinan dan kelahiran bayi, seperti: memberikan makan dan minum, memijit punggung ibu, membantu mengganti posisi ibu, membimbing relaksasi dan mengingatkan untuk berdoa.

Teknik relaksasi bernafas merupakan teknik pereda nyeri yang banyak memberikan masukkan terbesar karena teknik relaksasi dalam persalinan dapat mencegah kesalahan yang berlebihan pasca persalinan. Adapaun relaksasi bernafas selama proses persalinan dapat mempertahankan komponen sistem saraf simpatis (SSO) dalam keadaan homeostasis sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah, mengurangi kecemasan dan ketakutan agar ibu dapat beradaptasi demgam nyeri selama proses persalinan (Mander, 2003). Kelebihan teknik ini adalah mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat, relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja.

Berdasarkan data yang diperoleh dari survey pendahuluan pada tanggal 2 Maret 2012 dilakukan dengan wawancara pada masing-masing bidan di Kabupaten Kediri, dari 20 Bidan Praktik Swasta terdapat 9 BPS dengan prosentase 45% yang tidak menggunakan teknik relaksasi, di salah satu BPS tersebut, menunjukkan bahwa jumlah persalinan normal dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, bulan Desember 2011 sampai Pebruari 2012 sebanyak 36 Orang. Survey pendahuluan di ketahui pula bahwa yang dilakukan untuk melakukan manajemen nyeri pada proses persalinan kebanyakan dengan cara farmakologi (pemberian obat). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan efek dengan cepat dirasakan oleh ibu bersalin. Padahal penggunaan obat-obatan untuk mengurangi rasa nyeri memungkinkan timbulnya efek samping yang tidak diharapkan.

Bila melihat fenomena tersebut, semakin meningkat jumlah persalinan maka tanggung jawab tenaga kesehatan di tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin berat, selain itu menurut khususnya bagaimana melaksanakan metode yang dapat membantu merasakan nyeri yang berarti. Namun fakta yang terjadi saat ini tempat-tempat pelayanan kesehatan dalam hal ini Puskesmas dan Rumah Sakit belum secara efektif melaksanakan intervensi teknik relaksasi bernafas dalam penanganan nyeri persalinan, sehingga tidak diketahui secara pasti apakah memang benar ada pengaruh teknik relaksasi terhadap nyeri pada pasien inpartu kala I sesuai dengan referensi/teori yang ada.

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah adakah perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik

Page 3: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

pijat effleurage yang dilakukan oleh suami pada ibu inpartu di Bidan Praktek Swasta? Dengan tujuan penelitian menganalisis perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik pijat effleurage yang dilakukan oleh suami pada ibu inpartu di Bidan Praktek Swasta

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian analitik, rancangan bangun penelitian yang digunakan dalam penelitian ini kuasi eksperimen dengan menggunakan desain control group pre-post test. Lokasi penelitian ini di laksanakan di BPS Ny. A Kabupaten Kediri Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2012. Populasi pada penelitian ini adalah ibu inpartu yang melakukan pemeriksaan kehamilan serta bersalin di BPS Ny. A, besar sampel yaitu sebanyak 7 responden pada kelompok kontrol dan 7 responden pada kelompok perlakuan. Instrumen yang digunakan teknik penurunan nyeri dan nyeri persalinan yaitu lembar observasi. Selanjutnya untuk mengidentifikasi penururunan nyeri masing-masing kelompok antara kelompok perlakuan dan kontrol. Dilakukan uji normalitas data untuk data numerik yang akan di uji dengan parametrik menggunakan uji shapiro wilk sebelum dilakukan analisis untuk data berdistribusi normal menggunkan analisis parametrik yaitu dengan uji t sampel berpasangan sedangkan untuk data berdistribusi tidak normal menggunakan analisis non parametrik yaitu dengan uji wilcoxon. Kemudian untuk menganalisis perbedaan penurunan nyeri antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan menggunakan uji t sampel bebas untuk data berdistribusi normal sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal menggunakan uji Mann Whitney.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Penurunan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif dengan Menggunakan Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Ibu Inpartu di Bidan Praktek Swasta Tahun 2012

No Parameter Nyeri N Rerata SD p

1 Sistolik (mmHg) (pre)Sistolik (mmHg) (post)

77

127,14120,00

11,1211,54 0,008*

2 Diastolik (mmHg) (pre)Diastolik (mmHg) (post)

77

84,2877,14

11,339,51 0,025**

3 Nadi (kali/menit) (pre)Nadi (kali/menit) (post)

77

91,8588,42

7,127,52 0.001*

4 VAS (kali/menit) (pre)VAS (kali/menit) (post)

77

7,005,57

1,521,13 0,026**

* signifikan (p<0,05), uji t sampel berpasangan** signifikan (p<0,05), uji wilcoxon

Berdasarkan pengujian sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan sistolik dan diastolik yang signifikan antara pre test dan post test.

Penurunan tekanan darah yang terjadi pada kelompok perlakuan merupakan hasil dari

penerapan teknik relaksasi nafas dalam yang merangsang tubuh untuk rileks, sehingga

tekanan darah ibu yang sempat tinggi karena proses persalinan maupun stress akan menurun.

Menurut Alimul (2006), Burner dan Suddart (2005) tujuan teknik relaksasi napas dalam

adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihra pertukaran gas, mencegah atelektasi

Page 4: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stres fisik maupun emosional yaitu

menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan

Teknik relaksasi nafas dalam mengaktifkan sistem saraf simpatis. Percabangan sistem

saraf ini menghantarkan sensasi yang menenangkan. Fungsinya menjaga keseimbangan

sistem saraf simpatis, dimana sistem saraf simpatis ini merangsang keadaan emosi dan reaksi

fisiologis yang mendasari stress, cemas dan panik (Fraser, 2000). Ketika ibu merasa tenang

dan stres ibu berkurang maka sekresi hormon adrenalin berkurang. Hal ini menyebabkan

paparan adrenalin tidak cukup tinggi untuk merangsang simpatis sehingga tekanan darah dan

nadi yang dihasilkan oleh jantung juga menurun. Otot yang rileks karena relaksasi

membutuhkan energi yang sedikit sehingga jantung tidak dirangsang untuk bekerja lebih berat

untuk mensuplai oksigen ke otot dan jaringan (Allen, 2002). Ketika jantung tidak dirangsang

untuk bekerja lebih berat maka tekanan darah yang dihasilkan juga akan menurun. Adanya

pengaruh teknik relaksasi nafas dalam akan merespon otak melalui jalur HPAaxis sehingga

terjadi penurunan sekresi CRF (Corticotropin Releasing Factor) oleh hipotalamus yang dapat

mempengaruhi kelenjar pituitary untuk menghambat pelepasan ACTH (Adrenal Cortico

Tropic Hormon) kemudian mempengaruhi medulla adrenal untuk menurunkan sekresi

katekolamin. Katekolamin menghambat rangsangan saraf simpatis pada jantung sehingga

menurunkan tekanan darah (Guyton, 1997).

Berdasarkan pengujian terhadap nadi pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan nadi yang signifikan antara pre test dan post test. Penurunan jumlah nadi

per menit karena pengaruh teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam

mengaktifkan sistem saraf parasimpatis. Percabangan sistem saraf ini menghantarkan sensasi

yang menenangkan. Fungsinya menjaga keseimbangan sistem saraf simpatis, dimana sistem

saraf simpatis ini merangsang keadaan emosi dan reaksi fisiologis yang mendasari stres,

cemas, dan panik (Fraser, 2000).

Ketika ibu merasa tenang dan stres ibu berkurang maka sekresi hormon adrenalin

berkurang hal ini menyebabkan paparan adrenalin tidak cukup tinggi untuk merangsang

simpatis sehingga tekanan darah dan nadi yang dihasilkan oleh jantung stabil. Teknik

Page 5: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

relaksasi nafas dalam dapat menyebabkan tubuh menjadi rileks. Keadaan rileks ini

menurunkan aktivitas adrenagik yang dimanifestasikan dengan penurunan heart rate,

ketegangan otot-otot pernafasan, jumlah sekresi adrenalin, aktifitas asam lambung dan

aktifitas kelenjar keringat (Smeltzer, 2001).

Berdasarkan pengujian terlihat bahwa skala VAS pada kelompok perlakuan

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skala VAS yang signifikan antara pre test dan post

test. Penurunan tingkat nyeri dalam kelompok perlakuan disebabkan teknik relaksasi nafas

dalam yang dilakukan oleh ibu inpartu saat terjadi his. Teknik relaksasi nafas dalam dapat

direspon oleh otak melalui korteks serebri kemudian dihantarkan melalui jalur HPA axis,

hipotalamus melepas Corticotropin Releasing Factor (CRF). Selanjutnya CRF merangsang

kelenjar pituitari untuk mempengaruhi medulla adrenal dalam meningkatkan produksi

prooploidmelanocortin (POMC) sehingga produksi enkephalin juga meningkat. Kelenjar

pituitary juga menghasilkan β-endorphin sebagai neurotransmitter yang dapat mempengaruhi

suasana hati menjadi rileks dan sebagai opiat untuk mengurangi rasa sakit. Peningkatan β-

endorphin dan enkephatin menyebabkan tubuh menjadi rileks dan rasa nyeri berkurang

(Guyton & Hall, 1997).

Teknik relaksasi nafas dalam meningkatkan relaksasi fisik dengan mengurangi

ketegangan, dan meningkatkan relaksasi secara emosional dengan mengurangi kecemasan.

Teknik relaksasi nafas dalam juga dapat mengalihkan perhatian wanita saat nyeri persalinan

(Durham, 2004). Selain itu teknik relaksasi nafas dalam juga akan memberikan suplai oksigen

ke dalam uterus (Durham, 2004), sehingga nyeri akibat iskemia karena kekurangan oksigen di

dalam jaringan uterus dapat tertangani akhirnya nyeri dapat berkurang.

Tabel 2 Penurunan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif dengan Menggunakan Teknik Pijat Effleurage yang Dilakukan Oleh Suami pada Ibu Inpartu Di Bidan Praktek Swasta Tahun 2012

No Parameter Nyeri N Rerata SD p

1 Sistolik (mmHg) (pre)Sistolik (mmHg) (post)

77

124,28127,14

11,337,55 0,356*

2 Diastolik (mmHg) (pre)Diastolik (mmHg) (post)

77

84,2885,71

9,757,86 0,564**

Page 6: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

3 Nadi (kali/menit) (pre)Nadi (kali/menit) (post)

77

88,8589,71

5,985,18 0,270*

4 VAS (kali/menit) (pre)VAS (kali/menit) (post)

77

7,577,28

1,130,95 0,317**

* signifikan (p<0,05), uji t sampel berpasangan** signifikan (p<0,05), uji wilcoxon

Berdasarkan pengujian terlihat bahwa sistolik dan diastolik pada kelompok kontrol

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan sistolik dan diastolik yang signifikan antara pre

test dan post test. Hal ini diduga bahwa perubahan fisiologis tekanan darah harus melalui

proses panjang dan tidak hanya terkait dengan sekresi katckolamin, tetapi juga dipengaruhi

oleh banyak faktor, yaitu kardiak out put, resistensi perifer, viskositas darah, volume darah,

dan elastisitas pembuluh darah (Smeltzer, 2003), sehingga tekanan darah kelompok perlakuan

tidak mengalami perubahan. Selain itu nyeri akibat kontraksi uterus juga dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik (Mander, 2004).

Menurut Bobak (2004) pada kala I kontraksi uterus dapat meningkatkan tekanan

sistolik sampai 10mmHg. Tekanan darah sistolik yang menurun dan tekanan darah diastolik

yang tidak berubah disebabkan tidak tertangani stress atau kecemasan secara baik, lingkungan

yang kurang nyaman bagi ibu dan tidak ada dukungan psikologis juga menyebabkan stress

bagi ibu sehingga tetap terjadi rangsangan pada sistem simpatis yang berakibat tetap tingginya

tekanan darah sistolik. Rasa sakit yang didukung oleh kecemasan yang dialami ibu selama

proses persalinann akan menimbulkan terjadinya stres. Stres akan merangsang korteks cerebri

untuk mempengaruhi jalur HPAaxis. Hipotalamus melepas CRF (Corticotropin Releasing

Factor) merangsang pituitary untuk melepas ACTH. Adanya stress akan merangsang

pengeluaran kortisol oleh ACTH. Didalam tubuh kortisol akan merangsang kerja sistem saraf

simpatis sehingga terjadi peningkatkan tekanan darah (Guyton, 1997).

Berdasarkan pengujian terlihat bahwa nadi terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan nadi

yang signifikan antara pre test dan post test. Hal ini diduga karena rasa cemas dan takut ibu

saat persalinan masih ada meskipun sudah diberikan pijat efflurage sehingga jumlah nadi

permenit tidak menurun. Stress yang diakibatkan oleh lingkungan persalinan juga dapat

mempengaruhi peningkatan jumlah nadi per menit ibu.

Page 7: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

Jumlah nadi permenit pada kelompok kontrol yang tidak berubah disebabkan proses

fisiologis yang terjadi dalam tubuh ibu inpartu. Ada beberapa faktor yang mengubah tekanan

darah ibu. Aliran darah yang menurun pada arteri uterus akibat kontraksi, dirahkan kembali

ke pembuluh darah perifer. Timbul tahanan perifer, tekanan darah meningkat, dan frekuensi

denyut nadi melambat (Bobak, 2004). Pada kala I persalinan fisiologis terdapat peningkatan

denyut jantung, tekanan sistolik, dan peningkatan cardiac out put sebesar 10-15%

(Lowdermilk, 1999).

Kelompok kontrol tidak menurun jumlah nadi per menitnya cenderung mengalami stres

karena rasa cemas dan takut saat persalinan yang tidak tertangani dengan baik, lingkungan

baru tempat persalinan juga dapat mempengaruhi tingkat stress ibu saat bersalin sehingga nadi

pada kelompok kontrol meingkat. Nyeri yang didukung oleh kecemasan yang dialami ibu

selama proses persalinan akan menimbulkan terjadinya stress. Stress akan merangsang

korteks serebri untuk mempengaruhi jalur HPAaxis. Hipotalamus melepas CRF merangsang

pituitary untuk melepas ACTH. Adanya stress akan merangsang pengeluaran kortisol oleh

ACTH. Di dalam tubuh kortisol akan merangsang kerja sistem saraf simpatis sehingga terjadi

peningkatan nadi (Gayton, 1997).

Berdasarkan pengujian terlihat bahwa skala VAS pada kelompok kontrol tidak terdapat

perbedaan skala VAS yang signifikan antara pre test dan post test. Hal ini bisa diduga

pembelajaran teknik pijat efflurage dilakukan hanya satu kali pada saat inparti kala I fase aktif

sehingga keluarga melakukan kurang sempurna, sehingga tidak dapat menurunkan tingkat

nyeri ibu. Menurut Mattson (1993) dalam Bobak (2004) ibu yang mengalami nyeri saat

persalinan akan mengalami perubahan afektif yaitu peningkatan rasa cemas disertai

penyempitan lapang perseptual, sehingga teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan oleh

ibu tidak sempurna. Kecemasan yang tidak tertangani saat persalinan juga dapat

meningkatkan nyeri yang dialami oleh ibu.

Peningkatan nyeri persalinan disebabkan kontraksi uterus yang meningkat. Uterus yang

berkontraksi menyebabkan iskemia pada uterus. Iskemia jaringan merupakan salah satu

penyebab timbulnya rasa nyeri. Bila aliran darah yang menuju jaringan terhambat, maka

Page 8: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

dalam waktu beberapa menit saja jaringan akan terasa nyeri sekali (Guyton & Haall, 1997).

Ada beberapa faktor yang memperberat terjadinya nyeri, Gaston dalam penelitiannya

menggunakan McGall Pain Questionnaire secara signifikan derajat nyeri lebih berat dirasakan

pada primipara dibandingkan dengan multipara. Lowe juga mendapatkan hasil yang sama,

dikatakan bahwa frekuensi kontraksi uterus dan pembukaan serviks merupakan faktor

prediksi beratnya nyeri persalinan. Pada fase aktif, transisional dan kala II persalinan derajat

progresifitas nyeri akan semakin meningkat baik pada primipara maupun multipara. Corli

dalam evaluasi karakteristik kontraksi uterus, menyimpulkan bahwa besar intensitas dari

kontraksi uterus lebih menentukan derajat nyeri yang ditimbulkan dibandingkan lamanya

kontraksi uterus (Huffnagle, 1992; Lowe, 2002 dikutip Andrianto, 2004). Faktor obstetri lain

yang berperan mempengaruhi derajat nyeri adalah posisi janin, dikatakan bahwa posisi

persisten occipito posterior akan menimbulkan rangsangan nyeri yang lebih berat

dibandingkan posisi occiput di transversa atau anterior. Primipara atau multipara dengan

riwayat nyeri waktu haid dilaporkan secara bermakna lebih tinggi derajat nyeri persalinan

dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai riwayat nyeri menstruasi sebelumnya

(Huffnagle, 1992 dikutip Andrianto, 2004).

Tabel 3 Faktor Budaya dengan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif sebelum diberikan perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada ibu Inpartu Di Bidan Praktek Swasta Tahun 2012

No Kelompok Budaya

Tingkat Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif (Pre)

Nyeri Sedang Nyeri Berat

Nyeri sangat berat

Total

1 Kontrol Minum Larutan Rumput Fatimah 1 (14,3%) 2 (28,6%) 3 (42,9%)

Minum Air Putih/teh/susu 0 (0%) 4 (57,1%) 4 (57,1%)2 Perlakuan Minum Larutan Rumput

Fatimah 0 (0%) 2 (28,6%) 0 (0%) 2 (28,6%)

Minum Air Putih/teh/susu 4 (57,1%) 0 (0%) 1 (14,3%) 5 (71,4%)

Pada kelompok kontrol pada saat sebelum dilakukan pijat effleurage didapatkan 28,6%

yang minum larutan rumput fatimah dan mengalami nyeri berat, pada saat sesudah diberikan

pijat effleurage tingkat nyeri persalinan didapatkan 28,6% yang minum larutan rumput

Page 9: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

fatimah dan mengalami nyeri berat hal ini menunjukkan tidak ada penurunan tingkat nyeri

persalinan. Pada kelompok perlakuan pada saat sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas

dalam terdapat 28,6% yang minum larutan rumput fatimah dan mengalami nyeri berat, pada

saat sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam terjadi penurunan yaitu 14,3% yang

minum larutan rumput fatimah dan mengalami nyeri sedang pada persalinan kala I fase aktif.

Rumput fatimah atau Labisa pumila ini mengandung oksitoksin yaitu zat yang

digunakan oleh tubuh untuk merangsang kontraksi rahim, sehingga dipercaya dapat

mempercepat persalinan. Zat sejenis oksitoksin yang terkandung di dalam rumput fatimah

sama seperti obat yang diberikan untuk menginduksi ibu hamil agar terjadi kontraksi.

Kandungan oksitosin tersebut dosisnya tidak dapat diukur. Tumbuhan ini dipakai dengan cara

akarnya direndam. Air rendaman inilah yang diminum. Semakin lama direndam, kadar

oksitosin yang terlarut pun semakin pekat. Kontraksi yang ditimbulkan akan sangat tinggi,

tanpa ada jeda waktu istirahat. Tapi pembukaannya tidak sesuai dengan kontraksinya.

Efeknya berbeda-beda, untuk ibu yang pembukaannya sudah hampir sempurna memang dapat

membantu mempercepat kelahiran, namun bagi yang pembukaannya masih awal tentu tidak

sesuai dengan kontraksi yang hebat tersebut. Jika tidak tahan akan kontraksi, ibu akan terus-

terusan mengejan padahal pembukaan masih sedikit, sehingga besar kemungkinan rahim akan

robek. Selain itu akan terjadi perdarahan setelah melahirkan, atau bahkan kematian pada

janin.

Pada kelompok kontrol yang menggunakan teknik pijat effleurage tidak terjadi

penurunan tingkat nyeri diduga proses memberi bimbingan teknik pijat effleurage yang

dilakukan oleh bidan kepada keluarga ibu hanya sekali serta stres karena rasa cemas dan takut

saat persalinan yang tidak tertangani dengan baik. Peningkatan nyeri persalinan disebabkan

kontraksi uterus yang meningkat. Minum larutan rumput fatimah akan menyebabkan

peningkatan kontraksi uterus, dikarenakan rumput fatimah merupakan bahan alamiah yang

mengandung estrogen alami atau fitoestrogenik dan memiliki aktivitas menyerupai estrogen

endogen. Sebagai estrogen alami, tanaman rumput Fatimah kemungkinan mampu

meningkatkan jumlah reseptor oksitosin dan agen adrenergik yang memodulasi channel

Page 10: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

kalsium membran. Juga mampu meningkatkan sintesis connexin43 dan pembentukan taut

celah (gap junction) dalam miometrium yang sangat diperlukan dalam komunikasi

intraseluler serta menstimulasi produksi prostaglandin F2α dan E2 yang menstimulasi

kontraksi uterus. Dengan demikian pemberian air rendaman rumput fatimah pada hewan coba

yaitu tikus galur Sprague Dawley terbukti meningkatkan kualitas kontraksi otot uterus, yang

ditunjukkan dengan jumlah frekuensi yang meningkat dan lama durasi yang lebih singkat

(Nani, 2010). Uterus yang berkontraksi menyebabkan iskemia pada uterus. Iskemia jaringan

merupakan salah satu penyebab timbulnya rasa nyeri. Bila aliran darah yang menuju jaringan

terhambat, maka dalam waktu beberapa menit saja jaringan akan terasa nyeri sekali (Guyton

& Haall, 1997).

Tabel 4 Perbedaan Penurunan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Antara yang Menggunakan Teknik Relaksasi Nafas Dalam dengan yang Menggunakan Teknik Pijat Effleurage yang Dilakukan Oleh Suami pada Ibu Inpartu Di Bidan Praktek Swasta Tahun 2012

No Variabel Nyeri Kelompok N Rerata SD p

1 Sistolik KontrolPerlakuan

77

-2,857,14

7,554,87 0,020**

2 Diastolik KontrolPerlakuan

77

-1,427,14

6,904,87 0,026

3 Nadi KontrolPerlakuan

77

-0,853,42

1,861,39 0.000*

4 VAS KontrolPerlakuan

77

0,281,42

0,750,97 0.031*

* signifikan (p<0,05), uji t sampel bebas** signifikan (p<0,05), uji Mann Whitney

Berdasarkan pengujian terlihat bahwa sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa

penurunan nyeri persalinan kala I pada ibu inpartu yang mendapatkan teknik relaksasi

pernafasan lebih tinggi daripada yang mendapatkan teknik pijat effleurage.

Secara fisiologis teknik pijat effleurage dan relaksasi nafas dalam dapat menurunkan

nyeri, hal ini sesuai dengan teori Gate Control yang menyatakan rangsangan-rangsangan

nyeri dapat diatur atau bahkan dihalangi oleh pintu mekanisme sepanjang system pusat

neurons. Gate dapat ditemukan didalam sel-sel gelatinosa dengan tanduk tulang belakang

pada ujung syaraf tulang belakang, thalamus dan system limbic. Dengan memahami apakah

Page 11: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

dapat mempengaruhi gate/gerbang-gerbang ini, para bidan  dapat memperoleh sebuah

kerangka kerja konseptual yang berguna untuk manajemen rasa nyeri. Teori ini menyatakan

bahwa rangsangan akan dirintangi ketika sebuah  pintu tertutup. Penutupan pintu adalah dasar

untuk terapi pertolongan rasa nyeri (Pottern,2006). Demikian juga pendapat Suhartini (2007)

bahwa nyeri adalah suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul bila mana jaringan yang

sedang dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi  atau menghilangkan rangsang

nyeri.

Terdapatnya perbedaan penurunan nyeri antara teknik relaksasi nafas dalam dengan

pijat effleurage dapat disebabkan pada saat proses bimbingan kepada ibu dimana untuk

bimbingan teknik relaksasi nafas dalam dilakukan sejak usia kehamilan 36-38 minggu dan

pada saat inpartu kala I fase aktif diingtkan kembali serta dibimbing secara intensif sampai

menjelang persalinan sehingga hormon adrenalin dan kortisol yang menyebabkan stres akan

menurun, ibu dapat meningkatkan konsentrasi dan merasa tenang sehingga memudahkan ibu

untuk mengatur pernafasan sampai frekuensi pernafasan kurang dari 60-70x/menit. Kadar

PaCo2 akan meningkat dan menurunkan PH sehingga akan meningkatkan kadar oksigen

dalam darah.

Pada proses pijat effleurage tidak berhasil dikarenakan tidak tepat dalam melakukan

teknik pijat effleurage. Pada saat ibu beserta suami datang dengan keluhan ingin melahirkan,

bidan/asisten bidan telah menjelaskan prosedur teknik pijat effleurage dan dijelaskan hanya

sekali, akan tetapi pada saatnya dimana ibu membutuhkan teknik pijat effleurage yang

seharusnya dilakukan selama 20 menit dengan enam kali kontraksi tidak dapat dilakukan,

suami ibu hanya melakukan rata-rata 3-4 kali kontraksi atau sekitar 6-10 menit, hal ini

dikarenakan sang suami merasa tidak tega melihat ibu kesakitan sehingga pemijatan

dihentikan dan membiarkan ibu bermobilisasi seperti yang ibu inginkan dan hal ini yang

menyebabkan teknik pijat effleurage tidak maksimal sehingga kurang menimbulkan efek

distraksi yang diharapkan dapat meningkatkan pembentukan endorphin dalam sistem kontrol

dasenden dapat membuat pasien lebih nyaman karena pijat membuat relaksasi otot

(Monsdragon, 2004). Hal lain yang menyebabkan terdapatnya perbedaan penurunan nyeri

Page 12: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

antara teknik relaksasi nafas dalam dengan pijat effleurage yaitu tentang cara pelaksanaan,

yang mana pada teknik relaksasi nafas dalam bisa dilakukan oleh ibu sendiri atau nisa

dilakukan secara mandiri atau bila dengan pendamping/suami hanya membimbing, sedangkan

pada teknik pijat effleurage ibu membutuhkan pendamping selain untuk membimbing juga

melakukan pemijatan sesuai prosedur teknik pijat effleurage.

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan penurunan nyeri

persalinan kala I fase aktif antara yang menggunakan teknik relaksasi nafas dalam

dengan yang menggunakan teknik pijat effleurage yang dilakukan oleh suami pada

ibu inpartu di bidan praktek swasta Ny. A yaitu teknik relaksasi nafas dalam

mengalami penurunan nyeri yang lebih tinggi, diharapkan pemberian pelatihan teknik

relaksasi nafas dalam dilakukan selama kehamilan dalam kelas ibu hamil sehingga ibu

akan lebih mahir dalam melaksanakan teknik relaksasi nafas dalam ketika persalinan

berlangsung dan lebih mampu untuk beradaptasi dengan persalinan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Sutoko (2004). Perbandingan Efektivitas, Keamanan, dan Luaran Persalinan pada Pemakaian Epidural Analgesi Rupivakain pada Primigravida Aterm Resiko Rendah. Laporan Penelitian (Tidak Dipublikasikan)

Bobak, et al., (2004).Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, Elizabeth J. (1997). Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cunningham, Mc. Donald (1995). Obstetri William. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Danuatmaja, B & Meiliasari, Mila (2004). Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit. Jakarta: Puspa Swara.

Guyton, Arthur C & Hall (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hamilton, PM (1995). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Page 13: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

Henderson, Christine (2006). Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kampono, Nugroho (1999). Fisiologi Proses Persalinan Normal. http://www.geocities.com/yosemidsr apids1744cklobshtml. Tanggal 1 Maret 2012

Lowdermilk, DL., (1999). Maternity Nursing 5th edition. Missouri: Mosby Year Book

Madyastuti, M., (2006). Pengaruh Teknik Relaksasi Abdominal Breathing Terhadap Penurunan Nyeri Ibu Inpartu Primigravida Kala I Fase Aktif Persalinan Fisiologis. Skripsi. FK-UNAIR

Mander, Rosemary (2004). Nyeri Persalinan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Manuaba (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Mochtar, Rustam (1998). Sinopsis Obstetri jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nani, Desiyani (2010). Perubahan Amplitudo Kontraksi Otot Uterus Tikus Akibat Pemberian Rumput Fatimah (Anastatica hierochuntica L), Mandala of Health, Vol 4, No 1, Januari 2010

Oxorn, H&William R. Forte (1996). Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Assentia Medica

Potter, Patricia A & Perry, Anne G (1997). Fundamental of Nursing. Concepts, Process, and Practice. Missouri: Mosby Year Book

Ratnawati S., Sunarsih, Dharmaningrum W.K., (2011). Hubungan Antara Paritas Dan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Di Bidan Praktik Swasta Enny Juniati Surabaya, Jurnal Penelitian Kesehatan Forikes, Vol 11, No 3, Juli 2011, ISSN: 2086-3098, hal 152-160

Rusdiatin I.E., Maulana, D., (2007). Pengaruh Pemberian Teknik Akupresur Terhadap Tingkat Nyeri Persalinan Kala I Di Rumah Sakit Rajawali Citra Potorono Banguntapan Bantul 2007, Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007), ISSN : 1978 – 9777

Santoso, S., (2003). Buku Statistik Non Parametrik. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo

Smeltzer (2003). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Sudarth Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Soeparman (1982). Penanggulangan Nyeri Secara Tradisional, Cermin Dunia Kedokteran Majalah Triwulan, No. 26, 1982, ISSN: 0125-913X

Page 14: Jurnal Nyeri Persalinan Weni

Winkjosastro, Hanifa (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo