Upload
vuongquynh
View
241
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 0
ISSN No.2442-5699
Jurnal Media Edukasi
EDITORIAL
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat AllAh SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan proses penyuntingan naskah dan telah menerbitkan Jurnal Media Edukasi . Penerbitan Jurnal Media Edukasi sebagai wadah publikasi hasil kajian dari penelitian bidang pendidikan, sosial dan budaya. Materi jurnal volume I no 2 bulan Maret 2015 membahas topik yang berkaitan dengan penelitian tindakan kelas guru.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada segenap dewan pakar, dan seluru tim redaksi yang membantu dan memberi masukan demi kesempurnaan Jurnal Media Edukasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pengirim naskah Jurnal teknika yang telah menyumbangkan hasil penelitian/pemikiran/konsep/ide di bidang pendidikan, sosial dan budaya
Akhir kata, semoga naskah-naskah Jurnal Media Edukasi Vol. I No.2 Maret 2015 ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Redaktur
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 1
ISSN No.2442-5699
PENGEMBANGAN CARA BELAJAR AKTIF MODEL PENGAJARAN TERARAH
DALAM MENINGKATKAN PRESTASI DAN PEMAHAMAN
MATA PELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS II SDN BLULUK I
KECAMATAN BLULUK KABUPATEN LAMONGAN
Bambang Titis Endro Purnomo
*)
SDN Bluluk Kec.Bluluk Kab.Lamongan
ABSTRAK Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan
informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan
pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang
langgeng hanyalah kegiatan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi dan
penguasaan materi pelajaran IPA dengan diterapkannya metode pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif
Model Pengajaran Terarah? (b) Bagaimanakah pengaruh pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model
Pengajaran Terarah, dalam membantu siswa meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar IPA?
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui bagaimana prestasi, pemahaman dan
penguasaan mata pelajaran IPA setelah diterapkannya pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model
Pengajaran Terarah. (b) Ingin mengetahui pengaruhnya metode pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif
Model Pengajaran Terarah dalam meningkatkan prestasi dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA
setelah diterapkan pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus
III yaitu, siklus I (65,00%), siklus II (75,00%), siklus III (90,00%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah
pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah berpengaruh positif terhadap motivasi
belajar Siswa kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan, serta model pembelajaran ini dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPA.
Kata Kunci: pelajaran IPA, Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah
PENDAHULUAN
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan.
Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan
informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan
keterlibatan mental dankerja siswa sendiri. Penjelasan
dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil
belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil
belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.
Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar
menjadi aktifs siswa harus mengerjakan banyak sekali
tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji
gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa
yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit,
menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa
bahkan sering septembernggalkan tempat duduk
mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving
about dan thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik,
kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan
tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain.
Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni
menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri,
menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan
keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut
pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan
tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis
penulis mengambil judul “Pengembangan Cara Belajar
Aktif Model Pengajaran Terarah dalam Meningkatkan
Prestasi dan Pemahaman Mata Pelajaran IPA pada
Siswa Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk
Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2008/2009”.
Rumusan Masalah
1. Seberapa jauh peningkatan prestasi belajar IPA
dengan diterapkannya cara belajar aktif model
pengajaran terarah pada siswa Kelas II SDN
Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten
Lamongan ?.
2. Bagaimanakah pengaruh cara belajar aktif model
pengajaran terarah terhadap motivasi belajar IPA
pada siswa Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan
Bluluk Kabupaten Lamongan ?
KAJIAN PUSTAKA
Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta
didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa
bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat
orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 2
ISSN No.2442-5699
menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka
lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama
pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu
oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda
dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak
sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang
dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka
menggurulkan kemampuan untuk mendengar dan
mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak
bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara
atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar
terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan.
Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang
sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah
bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan
sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak
sembarangan dan tida karuan.
Kalangan pendidikan juga mencermati adanya
perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun
terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah
menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada
mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu
instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia
pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan
individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan
sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki
orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap
pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap
tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam
pengalaman langsung dan konkret daripada
mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan
baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI
lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa
sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang
benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif
abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini,
dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar
aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa
efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini:
diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan
debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman,
pengalaman lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara
khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini
“bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan
kelompok dan belajar bersama.”
Sisi Sosial Proses Belajar
Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana
terdapat pengetahuan yang luas, perubahan pesat, dan
ketidakpastian, mereka bisa mengalami kegelisahan dan
bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan
kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan
kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk
tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan.
Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan
memiliki keamanan ketimbang pertumbuhan.
Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa
sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu
mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru.
Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecul,
menurut Maslow, dan “tiap langkah maju hanya
dimungkin akan bila ada rasa aman, yang mana ini
merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang
aman menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow,
1968).
Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa
aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan
menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling
memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi
tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman,
bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan
emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka
melampaui ambang pengetahuan dan ketermapilan
mereka yang sekarang.
Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar
dama buku klasiknya, Toward a Theory of Instruction.
Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam
manusia untuk merespon orang lain dan untuk
bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan,”
yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan
timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas
merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan
oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan
tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan
bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah
terdapat proses yang membawa individu ke dalam
pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan
kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan
kelompok” (Bruner, 1966).
Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu
belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas
memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara
khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-
temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-
temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh
pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode
belajar bersama yang terbaik, semisal pelajaran
menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini.
Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan
mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama,
namun juga mengajarkan satu sama lain.
Pengajaran terarah
1. Uraian Singkat
Dalam teknik ini, guru mengajukan satu atau beberapa
pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa untuk
mendapatkan hipotesiss atau simpulan mereka dan
kemudian memilah-milahnya menjadi sejumlah
kategori. Metoda pengajarann terarah merupakan
selingan yangmengasyikkan di sela-sela cara belajar
biasa. Cara ini memungkinkan untuk mengetahui apa
yang telah diketahui dan dipahami oleh siswa sebelum
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 3
ISSN No.2442-5699
memaparkan apa yang akan diajarkan. Metodea ini
sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep
yang abstrak.
2. Prosedur
a. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan
yang menjajaki pemikiran siswa dalam
pengetahuan yang mereka miliki. Gunakan
pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinan
jawaban.
b. Berikan waktu yang cukup kepada siswa dalam
pasangan atau kelompok untuk membahas
jawaban mereka.
c. Perintahkan siswa untuk kembali ke tampat
masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika
memungkikan, seleksi jawaban mereka menjadi
beberapa kategori yang terkait dengan kategori
atau konsep yang berbeda/
d. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin
anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk
menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan
poin-poin ini. Catatlah gagasan yangmemberi
iformasi tambahan bagi poin pembelajaran dari
pelajaran.
3. Variasi
a. Jangan memilah-milah jwaban siswa menjadi daftar
yang terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar
panjang dan perintahkan merak untuk
mengkategorikan gagasan mereka terlebih dahulu
sebelum anda membandingkannya dengan konsep
yang ada idi pikran anda.
b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang
sudah ada di benak anda. Cermati bagaimana siswa
dan anda secara bersama bisa memilah-milah
gagasan-gagasan mereka menjadi kategori yang
berguna.
METODE
Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang
diinginkan. Penelitian ini bertempat di Kelas II SDN
Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan
Tahun Pelajaran 2008/2009. Waktu penelitian adalah
waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini
dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Nopember semester gasal 2008/2009. Subyek penelitian
adalah siswa-siswi Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan
Bluluk Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran
2008/2009, pada standar komptensi Kebutuhan
Manusia Agar Tumbuh Sehat dan Kuat
Rancangan Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu
penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan
model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart
(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari
sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus
meliputi planning (rencana), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan reflection (refleksi).
Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan
yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan
Analisis Data
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic
sederhana yaitu:
a.Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai
yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi
dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut
sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat
dirumuskan:
N
XX
Dengan : X = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua
nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
b.Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju
pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994
(Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas
belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan
kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut
terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari
atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
%100
...x
Siswa
belajartuntasyangSiswaP
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Siklus I
Dari tes Formatif pada siklus I direkapitulasi dalam
tabel 1 berikut :
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa
pada Siklus I
No Uraian
Hasil
Siklus
I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
68,93
18,00
64,28
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan
menerapkan model belajar aktif diperoleh nilai rata-rata
prestasi belajar siswa adalah 68,93 dan ketuntasan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 4
ISSN No.2442-5699
belajar mencapai 64,28% atau ada 18 siswa dari 28
siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum
tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
hanya sebesar 64,28% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini
disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum
mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru
dengan menerapkan model belajar aktif.
Hasil Siklus II
Hasil tes Formatif pada siklus II dapat dilihat pada
tabel 2 berikut :
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada
Siklus II
No Uraian
Hasil
Siklus
II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
72,86
21,00
75,00
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 72,86 dan ketuntasan belajar
mencapai 75,00% atau ada 21 siswa dari 28 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus
II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya
peningkatan hasil belajr siswa ini karena setelah guru
menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan
selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya
siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa
juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan
dinginkan guru dengan menerapkan model belajar aktif.
Hasil Siklus III
Hasil tes Formatif pada siklus III dapat dilihat
pada tabel 3 berikut :
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa
pada Siklus III
No Uraian
Hasil
Siklus
III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
83,21
24,00
85,71
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes
formatif sebesar 83,21 dan dari 28 siswa yang telah
tuntas sebanyak 24 siswa dan 4 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan
belajar yang telah tercapai sebesar 85,1% (termasuk
kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya
peningkatan hasil belajar pada siklus III ini
dipengaeruhi oleh adanya peningkatan kemampuan
guru dalam menerapkan belajar aktif sehingga siswa
menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini
sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi
yang telah diberikan.
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa
cara belajar aktif model pengajaran terarah
memiliki dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap
materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar
meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-
masing 64,28%, 75,00%, dan 85,71%. Pada siklus
III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah
tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas
siswa dalam proses belajar aktif dalam setiap
siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak
positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus yang terus mengalami
peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran IPA pada
standar kompetensi Mengenal berbagai benda
langit dengan model belajar aktif yang paling
dominan adalah bekerja dengan menggunakan
alat/media, mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara
siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa
aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah
belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari
aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas
membimbing dan mengamati siswa dalam
mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep,
menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi
umpan balik/evaluasi/Tanya jawab dimana
prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pembelajaran dengan cara belajar aktif model
pengajaran terarah memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai
dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam
setiap siklus, yaitu siklus I (64,28%), siklus II
(75,00%), siklus III (85,71%).
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 5
ISSN No.2442-5699
2. Penerapan cara belajar aktif model pengajaran
terarah mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa yang
ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang
menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat
dengn model belajar aktif sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Psikologi Umum. Surabaya: PT. Bina
Ilmu. Tanpa Tahun.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep
Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka
Ilmu.
Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik
Deskriptif, tt. Lembaga Penelitian Pendidian dan
Penerangan Ekonomi.
Hadi, Sutrisno. 198. Metodologi Research, Jilid 1.
Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.
Melvin, L. Siberman. 2004. Aktif Learning, 101 Cara
Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan
Nuansa.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Riduawan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-
Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran
Nasional. Bandung: Jemmars
.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 6
ISSN No.2442-5699
MENINGKATKAN PRESTASI OLAHRAGA BOLA VOLI MINI PUTRA
MELALUI PEMBELAJARAN EKSTRAKURIKULER
DI SDN LAMONGREJO IV TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Sutrisman *)
*)
SDN Lamongrejo Kec.Ngimbang Lamongan
Abstrak Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani
yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik,
neuromuskuler, perseptual, kognitif dan emosional dalam kerangka sistem pendidikan nasional.
Penelitian ini menggunakan tindakan (action research) sebanyak dua putaran. Setiap putaran terdiri dari tiga
tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan revisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas IV, V
dan VI yang mempunyai hobi Bola Voli sejumlah 32 orang siswa. Dari hasil analisa didapat data bahwa prestasi
belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai II yaitu: siklus I dengan ketuntasan belajar 81,25%siklus
II dengan ketuntasan 100%. Sedangkan rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa juga meningkat dari 71,98
menjadi 76,20 pada siklus II
Simpulan dari penelitian ini adalah melalui pembelajaran ekstrakurikuler Permainan Bola Voli Mini dapat
berpengaruh positif terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olah Raga
dan Kesehatan di SDN Lamongrejo IV kecamatan Ngimbang kabupaten Lamongan semester ganjil Tahun Pelajaran
2014/2015.
Kata Kunci : prestasi, Bola Voli Mini, pembelajaran ekstrakurikuler
PENDAHULUAN
Perkembangan olahraga di Indonesia saat ini
semakin semarak. Berbagai cabang olahraga mulai
diminati oleh masyarakat baik di daerah maupun di
kota. Antusias masyarakat terhadap perkembangan
olahraga di tanah air ditunjukkan dengan dukungan
mereka terhadap atlet- atlet yang berlaga diberbagai
kejuaraan baik ditingkat nasional maupun
internasional. Berbagai kejuaraan olahraga baik
didaerah maupun di ibukota selalu dipadati penonton,
misalnya : Livotama. Proliga. Para suporter masing-
masing team bola voli memberikan dukungan moril
dan materil pada team kesayangannya. Tidak hanya
bola voli cabang olahraga lain seperti sepakbola,
badminton, basket, tenis lapangan dan tenis meja juga
semark di seluruh tanah air.
Menilai fenomena diatas dapat dikatakan
bahwa olahraga memiliki ruang khusus pada
masyarakat Indonesia. Olahraga menjadi bukan
sekedar kebutuhan namun juga hiburan yang layak
ditonton. Jika dahulu peminat olahraga hanya
didominasi para leleki dewasa namun saat ini para
wanita dan anak-anak juga menaruh minat yang sangat
besar pada perkembangan olahraga.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal
yang berperan sebagai wadah pendidik siswa untuk
cerdas, terampil dan memiliki wawasan yang luas juga
dapat berfungsi untuk mencari bibit unggul dalam
bidang olahraga. Mencari bibit unggulan dalam bidang
olahraga tidaklah mudah, harus ada suatu kerjasama
lembaga masyarakat dan berbagai pihak terkait.
Seorang siswa yang memiliki bakat dalam bidang
olahraga tentu harus dibina secara baik dan aktif agar
siap berprestasi.
Masalah yang sering dihadapi sekolah dalam
membina siswa dibidang olahraga adalah kurangnya
motivasi siswa dalam belajar suatu cabang olahraga
tertentu. Siswa cenderung menganggap olahraga
sebagai hiburan semata. Mereka kurang serius dalam
memfokuskan diri dalam cabang olahraga tertentu
yang digemari padahal mereka memiliki bakat dan
minat dalam olahraga tersebut.
Berhasilnya suatu pembelajaran ditentukan oleh
banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar karena guru
secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan
meningkatkan kecerdasan serta ketrampilan siswa.
Untuk mengatasi permasalahan diatas dan guna
mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran
guru sangat penting dan diharapkan mampu
menyampaikan semua matapelajaran yang tercantum
dalam proses pembelajaran secara tepat dan sesuai
dengan konsep matapelajaran yang disampaikan.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan prestasi belajar
Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan
bagi siswa SDN Lamongrejo IV dengan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 7
ISSN No.2442-5699
dilaksanakannya pembinaan melalui
ekstrakurikuler tahun pelajaran 2014/20015?
2. Bagaimanakah pengaruh pembinaan
ekstrakurukuler terhadap motivasi dan prestasi
belajar Pendidikan Jasmani Olah Raga dan
Kesehatan pada siswa di SDN Lamongrejo IV
tahun 2014/20015 ?
KAJIAN PUSTAKA
Sejarah Bola Voli
Permainan bola boli diciptakan oleh William
G.Morgan pada tahun 1885. Ia adalah seorang
pembina Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
pada Young Men Christian Assocation ( YMCA ) di
kota Hoyoke, Massachusetts, Amarika Serikat.
Nama permainan ini semula disebut “Minonette”
yang hampir serupa dengan permainan bulutangkis.
Jumlah pemain disini tidak terbatas sesuai dengan
tujuan semula yakni untuk mengembangkan kesegaran
jasmani para buruh, disamping bersenam secara
massal. William G.Morgan kemudian
melanjutkanidenya untuk mengembangkan permainan
tersebut agar mencapai cabang olah raga yang
dipertandingkan baik lokal, nasional, maupun
internasioal.
Nama permainan kemudian menjadi “Volley ball”
yang artinya kurang lebih mem-volley bola berganti-
ganti. Berkembangnya permainan bola voli pada
waktu itu di Amerika Serikat sangat cepat berkat usaha
William G.Morgan. Tahun 1922 YMCA berhasil
mengadakan kejuaraan nasional bola voli di Negara
Amerika Serikat. Pada saat perang dunia ke I tentara-
tentara sekutu menyebarluaskan permainan ini ke
Negara-negara Asia dan Eropa, terutama ; Cina,
Jepang, India, Philipina, Prancis, Rusia, Estonia,
Latvia, Ceko-slowakia, Rumania, Jerman serta
Yugoslavia.
Dalam perang dunia ke II permainan ini tersebar
lusa diseluruh dunia terutama di Eopa dan Asia.
Setelah perang dunia II prestasi dan popularitas bola
voli di Amerika menurun, sedang di negara lain
berkembang sangat cepat dan massal terutama di
Eropa timur dan Asia.
Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan
Kesehatan
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada
indivu peserta didik.Perubahan ini merupakan
pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik
menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar
merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang
dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut
Purwodarminto (1991: 768), prestasi adalah hasil yang
dicapai / dikerjakan ,dalam hal ini prestasi belajar
merupakan hasil pekerjaan oleh seseorang yang
diperolah dengan ketelitian kerja serta perjuangan
yang membutuhkan pemikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa
prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan
melibatkan seluruh potensi yang dimiliki nya setelah
siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil
belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan
penilaian tes hasil belajar.
Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh
mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang
telah diberikan oleh guru. Disamping itu guru dapat
mangetahui sejauh mana keberhasilannya dalam
proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat
diartikan bahwa prestasi belajar Penjaskes adalah nilai
yang diperoleh siswa setelah melibatkan secara
langsung seluruh potensi yang dimiliki peserta didik
baik aspek kognetif ( pengetahuan ), afektif / sikap dan
psikomotor / ketrampilan dalam proses pembelajaran
Penjaskes.
Teknik Permainan Bola Voli
Teknik adalah suatu proses terjadinya pembuktian
dalam praktek dengan sebaik mungkin untuk
melaksanakan tugas yang pasti dalam cabang
permainan bola voli. Dalam mempertinggi prestasi
bola voli, teknik ini erat hubungannya dengan
kemampuan gerak, kondisi fisik, taktik dan mental.
Teknik dasar bola voli harus dikuasai terlebih dahulu
guna dapat mengembangkan prestasi. Penguasaan
tenik dasar peraminan bola voli merupakan salah satu
unsur yang ikut menentukan menang atau kalahnya
suatu regu didalam suatu pertandingan, disamping
unsur-unsur kondisi fisik, strategi serta mental
bertanding.
Adapun teknik-teknik dasar permainan bola voli
menurut sistimmetiknya adalah sebagai berikut :
* teknik dasar pasing bawah
* teknik dasar pasing atas
* teknik servis tangan bawah
* teknik servis tangan atas ( over head / diatas kepala )
* set upper / umpan
* smash normal
* semi smash
* push smash
* block tunggal
* block berkawan
METODOLOGI
Tempat, Waktu dn Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan di SDN Lamongrejo IV
Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai
Agustus 2014 Subyek penelitian adalah siswa SDN
Lamongrejo IV kelas IV dan V Tahun Pelajaran
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 8
ISSN No.2442-5699
2014/20015 yang mengikuti ekstrakurikuler Bola Voli
sejumlah 32 siswa.
Rancangan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari empat tahap
yaitu Planning (rencana) action (tindakan), observasi
(pengamatan) dan Reflection (refleksi). Siklus spiral
dari tahap PTK dapat dilihat sebagai berikut:
1. Rangsangan awal, sebelum dilakukan penelitian
peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan
membuat rencana tindakan termasuk instrumen
penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. kegiatan dan pengamatan meliputi tindakan yang
dilakukan oleh peneliti sebagai upaya untuk
membangun pemahaman konsep siswa serta
mengamati hasil atau mengamati dampak dari
diterapkannya metode demonstrasi.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan
mempertimbangkan hasil dari dampak tindakan
yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan
yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi
dari pengamatan yang membuat rancangan yang
direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Teknik Analisa Data
Analisa ini dihitung dengan menggunakan statistik
sederhana yaitu:
1. Untuk Menilai Tes Praktek
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa
yang ada dikelas tersebut sehingga diperlukan rata-rata
tes praktek dapat dirumuskan :
X
N
X
Dengan X = Nilai rata-rata
X = Jumlah semua nilai siswa
N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan Belajar
Ada dua kata gori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar kurikulam 1994 yaitu
siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai 65 %
atau nilai 65. Untuk menghitung prosentase ketuntasan
belajar digunakan rumus sebagai berikut :
P =
Siswa
aruntasbelajSiswayangt x 100 %
3. Untuk Lembar Observasi
a. Lembar observasi pengolahan metode ceramah plus
dan eksperimen.
Lembar observasi pengolahan metode ceramah
plus dan eksperimen digunakan rumus sebagai
berikut :
X = 2
21 PP
Dimana P1 = pengamat 1 dan P 1 = pengamat 2
b.lembar observasi aktivitas guru dan siswa.
Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru
dan siswa digunakan rumus sebagai berikut :
% =
X
X X 100 % DENGAN
X = amatjumlahpeng
lpengamajumlahhasi tan =2
11 PP
Dimana : % = prosentase angket
X = rata-rata
X = jumlah rata-rata
P1 = Pengamat 1
P1 = Pengamat 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Siklus I
Berdasarkan siklus I diperoleh hasil bahwa dari 32
siswa telah mencapai ketuntasan minimal adalah
81,25% yaitu mereka yang memiliki nilai di atas 65
sebagai nilai minimal ketuntasan belajar. Secara
individu hanya 6 siswa yang belum tuntas belajar
sedangkan secara klasikal belum mencapai ketuntasan
maksimal yaitu 85% siswa.
Dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperoleh
informasi dan hasil sebagai berikut:
1. Kurang maksimal dalam memberi bimbingan
kepada siswa dan dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran.
2. Siswa kurang bisa menerima model dan porsi
latihan yang sangat padat yang diterapkan
peneliti.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I
masih terdapat kekurangan sehingga perlu dilakukan
pada siklus berikutnya, kekurangan itu direvisi
dengan:
a. Memaksimalkan dalam memberikan bimbingan
latihan serta motivasi siswa agar lebih giat
berlatih serta mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang diburuhkan.
b. Guru parlu mengatur waktu lebih banyak untuk
menambah porsi latihan yang lebih banyak dan
memberi informasi-informasi yang dirasa perlu
dalam pengajaran dan memberi catatan-catatan.
c. Perlu dilakukan siklus II
Hasil Siklus II
Dari pelaksanaan siklus berikutnya tampak aspek-
aspek yang diamati pada siklus II mengalami
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 9
ISSN No.2442-5699
peningkatan. Maksudnya dari seluruh penilaian tidak
terdapat nilai kurang. Pada siklus II diperoleh hasil
dari 32 siswa telah mencapai ketuntasan minimal
adalah 100% yaitu mereka yang memiliki nilai di atas
65 sebagai nilai minimal ketuntasan belajar. Secara
individu seluruh siswa telah tuntas belajar sedangkan
secara klasikal sudah mencapai ketuntasan maksimal
yaitu 85% siswa.
Dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperoleh
informasi dan hasil sebagai berikut:
a. Selama proses pembelajaran guru telah
melaksanakan rencana pembelajaran sesuai
prosedur dengan baik.
b. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa
siswa aktif selama proses pembelajaran
berlangsung
c. ketuntasan pada siklus I telah diperbaiki pada
siklus II sehingga prestasi belajar siswa meningkat.
d. ketuntasan pada siklus II telah mencapai 100%
sehingga peneliti tidak melanjutkan pada siklus
III(Siklus III dihentikan).
Pembahasan
1. Ketuntasan Belajar Siswa
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan pendekatan ekstrakurikuler
memiliki dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin terampilnya siswa dalam memainkan
permainan bola voli mini. Hal ini dibuktikan
dengan rata-rata prestasi belajar siswa yang
mengalami peningkatan dari 71,98 pada siklus I
menjadi 76,20 pada siklus II dan ketuntasan belajar
meningkat dari 81,25%pada siklus I menjadi 100%
pada siklus II.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisa data diperoleh data bahwa
aktivitas guru dalam proses pembelajaran dengan
pendekatan ekstrakurikuler setiap siklus
mengalami peningkatan . hal ini berdampak positif
bagi prestasi belajar siswa yang ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata prestasi
belajar siswa.
3.Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisa data diperoleh fakta bahwa
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan
pendekatan ekstrakurikuler pada materi pokok
permainan bola voli mini meningkat, semangat
berlatih siswa semakin meningkat dan sangat
antusias. Dampaknya, prestasi dalam permainan
bola voli mini semakin meningkat pula.
4.Tanggapan siswa tentang Pembelajaran Dengan
Metode Ekstrakurikuler
Berdasarkan hasil analisa dan wawancara diperoleh
data bahwa tanggapan siswa pada ekstrakurikuler
bola voli positif. Ini ditunjukkan dengan rata-rata
sikap antusiasme dan jawaban bahwa siswa tertarik
dan berminat dalam permainan bola voli mini.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Permainan Bola Voli Mini dengan pendekatan
ekstrakurikuler memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa di bidang
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di
SDN Lamongrejo IV kecamatan Ngimbang
Kabupaten Lamongan pada tahun pelajaran
2014/20015. yang ditandai dengan peningkatan
prestasi belajar pada setiap siklus yaitu 81,25%
pada siklis I dan 100% pada siklus II. Untuk rata-
rata setiap siklus juga mengalami peningkatan
dari 71,98 pada siklus I menjadi 76,20 pada
siklus II.
2. Penerapan metode pembelajaran dengan
pendekatan ekstrakurikuler mempunyai pengaruh
signifikan dengan minat dan prestasi belajar
siswa putra di bidang Permainan Bola Voli Mini
yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa
yang menyatakan bahwa mereka tertarik dan
berminat pada kegiatan ekstrakurikuler
Permainan Bola Voli Mini.
Saran
1. Untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler
permainan bola voli mini diperlukan persiapan
yang matang sehingga guru harus menentukan
rencana yang benar-benar matang dan dapat
dilaksanakan dengan optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar
siswa di bidang olahraga guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan berbagai pendekatan
metode yang sesuai, sehingga hasilnya lebih
maksimal.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut karena
penelitian ini dilakukan di salah satu cabang
permainan, dalam satu lembaga dan dalam satu
semester yaitu semester ganjil tahun pelajaran
2014/20015.
DAFTAR PUSTAKA
Ari Kunto, Suharmisin. 2002. Prosedu Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineksa
Cipta.
Engkos SR, 1994. Penjaskes. Jakarta: Erlangga
Husni, Agusta, dkk. 1987. buku Pintar Olahraga,
Jakarta: CV. Mawar Gempita
Muhajir, 1998, Pendidikan Jasmani Olahraga dan
Kesehatan untuk SMU kelas 2. Jakarta: Erlangga.
Slamet, SR. 1994. Penjaskes 3 Jakarta: tiga Serangkai
Suharno, 1986, Ilmu kepelatihan Olahraga,
Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Syarifudin, Aib. 1997, Penjaskes1,2,3. Jakarta: PT
Gramedia Widiasrama Indonesia
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 10
ISSN No.2442-5699
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MELALUI
PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL GROUP INVESTIGATION (GI) PADA
SISWA KELAS VI SDN LAMONGREJO I KECAMATAN NGIMBANG
KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Suyanto *)
SDN Lamongrejo Kec.Ngimbang Kab.Lamongan
ABSTRAK Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelmpok tersebut seharusnya bisa dihindari
jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode
kerja kelompok. Yang diperkanalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja
kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan
sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsru pokok
(Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,
keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Apakah pembelajaran kooperatif model GI berpengaruh
terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial? (b) Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran ilmu
pengetahuan sosial dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model GI?
Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model GI
terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial. (b) Ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model GI
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran
terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah
siswa Kelas VI SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Data yang diperoleh berupa hasil
tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai
siklus III yaitu, siklus I (60,71%), siklus II (75,00%), siklus III (89,29%).
Simpulan dari penelitian ini adalah metode kooperatif model GI dapat berpengaruh positif terhadap
motivasi belajar Siswa SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan, serta model pembelajaran
ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative ilmu pengetahuan sosial.
Kata Kunci: pembelajaran IPS, kooperatif model Group Investigation(GI)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam
dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan
masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa
sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan
menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan
pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya
dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan
sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar
dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena
dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes
dan ujian yang tinggi.
Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma
dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi
antara siswa dan guru. Sudah seyogyanyalah kegiatan
belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa.
Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi
dengan muatan-muatan informasi apa saja yang
dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar
tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa
juga saling mengajar dengan sesama siswa yang
lainnnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan
bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching)
ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru.
Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada
anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa
dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai
sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative
learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai
fasilitator.
Ada beberapa alasan penting mengapa sistem
pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-
sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi
transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang
mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak
didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk
bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan
berkembang pesat.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 11
ISSN No.2442-5699
KAJIAN PUSTAKA
Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial
Nawawi (1981: 100) mengemukakan pengertian
hasil adalah sebagai berikut: Keberhasilan murid dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah yang
dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes
mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977:
904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar
sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau
daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan
Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa “hasil adalah
kemampuan seseorang atau kelompok yang secara
langsung dapat diukur”.
Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya,
hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan
atau kecapakan di dalam melakukan atau
mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya
keterampilan menggunakan alat.
b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan
ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.
c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan
tingkah laku.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang
perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana
mencapai hasil belajar yang efektif. Para pakar dibidang
pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Dengan
diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan
belajar dapat memberi intervensi positif untuk
meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh.
Faktor Internal
Foktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi
jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor
fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi
aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain
pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya
kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani
tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan,
kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan
keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas
mengantuk dan lelah.
Faktor psikologis, yaitu yang mendorong atau
memotivasi belajar. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
- Adanya keinginan untuk tahu
- Agar mendapatkan simpati dari orang lain.
- Untuk memperbaiki kegagalan
- Untuk mendapatkan rasa aman.
Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak
yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain
berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.
Pengajaran Kooperatif
Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning)
memerlukan pendekatan pengajaran melalui
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai
tujuan belajar (Houlobec, 2009).
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang
histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda.
Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah
(saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara
sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga
sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku
ajar tetapi juga sesama siswa.
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu
dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual
maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya
sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus
menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi
dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling
membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih
(saling menyayangi atau saling mencintai).
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang
saling mengasihi antar sesama siswa.
Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola
secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan
kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia
terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman
maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling
tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
menciptakan interaksi yang silih asuh untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman
yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas
Abdurrahman dan Bintoro (200: 78) mengatakan bahwa
“pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi
yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama
siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat
nyata”.
2.Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di
dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait.
Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran
kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan
positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas
individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin
hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 12
ISSN No.2442-5699
secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro,
2000:78-79)
Metode GI (Group Investigation)
Dasar-dasar GI dirancang oleh Herbert Thelen,
selanjutnya dipeluas dan diperbaiki oleh Sharan dan
kawan-kawannya dari Universitas Tel Aviv. Metode GI
sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks
dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran
kooperatif. Dibandingkan dengan metode GI dan
Jigsaw, metode GI melibatkan siswa sejak pernecanaan,
baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini
menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan
proses kelompok (group process skills). Para guru yang
menggunakan metode GI umumnya membagi kelas
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5
hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.
Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas
kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap
sutu topok tertentu. Para siswa memilih topik yang
ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam
terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian
menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan
kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai
langkah-langkah GI dapat dikemukakan sebagai
berikut.
1. Seleksi topik. Para siswa memilih berbagai
subtopik dalam suatu wilayah masalah umum
yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh
guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan
menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi
pada tugas (task oriented groups) yang
beranggotakan 2 hingga enam orang. Komposisi
kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin,
etnik, maupun kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerja sama. Para siswa beserta
guru merencanakan berbagai prosedur belajar
khusus, tugas dan tujuan umum (goals) yang
konsisten dengan berbagai topik dan subtopik
yang telah dipilih pada langkah 1 di atas.
3. Implementasi. Para siswa melaksanakan rencana
yang telah dirumuskan pada langkah 2.
Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas
dan keterampilan dengan variasi yang luas dan
mendorong para siswa untuk menggunakan
berbagai sumber baik yang terdapat di dalam
maupun di luar sekolah. Guru terus-menerus
mengikuti kemajuan tiap kelmpok dan
memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis. Para siswa menganalisis dan
mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh
pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat
diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik
di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir. Semua kelompok
menyajikan suatu presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari agar semua
siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai suatu topik
tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasikan
oleh guru.
6. Evaluasi. Selanjutnya, guru beserta para siswa
melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap
kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu
keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa
secara individu atau kelompok, atau keduanya.
METODOLOGI
Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan
dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data
yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SDN
Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten
Lamongan
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya
penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September
semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010.
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas VI
SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten
Lamongan tahun pelajaran 2009/2010 pada pokok
bahasan perkembangan teknologi untuk produksi,
komunikasi dan transportasi.
Rancangan Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu
penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan
model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart
(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari
siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus
meliputi planning (rencana), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan reflection (refleksi).
Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan
yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan
Analisis Data
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau
persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar
mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap
akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik
sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang
diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 13
ISSN No.2442-5699
jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
N
XX
Dengan : X = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan
petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum
1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah
tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau
nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di
kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai
daya serap lebih dari atau sama dengan 65%.
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar
digunakan rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
3. Untuk lembar observasi
a. Lembar observasi pengelola metode pembelajarn
koooperatif model GI.
Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan
metode pembelajaran kooperatif model GI
digunakan rumus sebagai berikut :
X = 2
21 PP
Dimana P1 = Pengamat 1 dan P2 = Pengamat 2
b. Lembar observasi aktifitas guru dan siswa
Untuk menghitung lembar observasi aktifitas guru
dan siswa digunakan rumus sebagai berikut :
% = x
x
x 100 % dengan
X = tan.
tan..
pengamaJumlah
pengamahasilJumah =
2
21 PP
Dimana : % = Presentase pengamatan
X = Rata-rata
∑ x = Jumlah rata-rata
P1 = Pengamat 1
P2 = Pengamat 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Tabel1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada
Siklus I
No Uraian Hasil
Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
67,14
17
60,71
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa
dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model GI
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah
67,14 dan ketuntasan belajar mencapai 60,71% atau ada
17 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa
yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 60,71%
lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki
yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa
masih baru dan asing terhadap metode baru yang
diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Siklus II
Tabel 2. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No Uraian Hasil
Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
71,79
21
75,00
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 71,79 dan ketuntasan belajar
mencapai 75,00% atau ada 21 siswa dari 28 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus
II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya
peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa
mambantu siswa yang kurang mampu dalam mata
pelajaran yang mereka pelajari. Disamping itu adanya
kemampuan guru yang mulai meningkat dalam prose
belajar mengajar.
Siklus III
Berdasarkan tabel diatas tampak bahaw aktivitas
guru yang paling dominan pada siklus III adalah
membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan
konsep yaitu 22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan
materi yang sulit dan memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing
sebesar (10%), dan (11,7%). Aktivitas lain yang
mengalami peningkatan adalah mengkaitkan dengan
pelajaran sebelumnya (10%), menyampiakan
materi/strategi /langkah-langkah (13,3%), meminta
siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
(10%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran
(10%). Adapun aktivitas ynag tidak menglami
perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan
memotivasi siswa (6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling
dominan pada siklus III adalah bekerja dengan sesama
anggota kelompok yaitu (22,1%) dan
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
(20,8%), aktivitas yang mengalami peningkatan adalah
membaca buku siswa (13,1%) dan diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru (15,0%). Sedangkan
aktivitas yang lainnya mengalami penurunan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 14
ISSN No.2442-5699
.
Table.3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
No. Urut Nilai Keterangan
No. Urut Nilai Keterangan
T TT T TT
1 60 √ 15 80 √
2 80 √ 16 90 √
3 80 √ 17 80 √
4 70 √ 18 70 √
5 70 √ 19 80 √
6 90 √ 20 60 √
7 80 √ 21 80 √
8 60 √ 22 90 √
9 80 √ 23 80 √
10 90 √ 24 70 √
11 70 √ 25 80 √
12 80 √ 26 70 √
13 90 √ 27 70 √
14 70 √ 28 90 √
Jumlah 1070 12 2 Jumlah 1090 13 1
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2800
Jumlah Skor Tercapai 2160
Rata-Rata Skor Tercapai 77,14
Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 25
Jumlah siswa yang belum tuntas : 3
Klasikal : Tuntas
Tabel 4 Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III
No Uraian Hasil
Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
77,14
25
89,29
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes
formatif sebesar 77,14 dan dari 28 siswa yang telah
tuntas sebanyak 25 siswa dan 3 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan
belajar yang telah tercapai sebesar 89,29% (termasuk
kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya
peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi
oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam
mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan
selama ini serta ada tanggung jawab kelompok dari
siswa yang lebih mampu untuk mengajari temannya
kurang mampu.
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif model GI
memiliki dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan
siswa terhadap materi yang telah disampaikan
guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari
sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 60,71%,
75,00%, dan 89,29%. Pada siklus III ketuntasan
belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
kooperatif model GI dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif
terhadap peningkatan prestasi belajar siswa dan
penguasaan materi pelajaran yang telah diterima
selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap
siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
Matematika dengan pembelajaran kooperatif
model GI yang paling dominan adalah,
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru,
dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru.
Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat
dikategorikan aktif.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 15
ISSN No.2442-5699
Sedangkan untuk aktivitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah
pembelajaran kooperatif model GI dengan baik.
Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di
antaranya aktivitas membimbing dan mengamati
siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan
materi yang tidak dimengerti siswa, memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana
prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan
seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif model GI memiliki
dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam
setiap siklus, yaitu siklus I (60,71%), siklus II
(75,00%), siklus III (89,29%).
2. Penerapan pembelajaran kooperatif model GI
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa dalam
belajar matematika, hal ini ditunjukan dengan
antusias siswa yang menyatakan bahwa siswa
tertarik dan berminat dengan pembelajaran
kooperatif model GI sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar.
3. Pembelajaran kooperatif model GI memiliki
dampak positif terhadap kerjasama antara
siswa, hal ini ditunjukkan adanya tanggung
jawab dalam kelompok dimana siswa yang
lebih mampu mengajari temannya yang kurang
mampu.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari
uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar
matematika lebih efektif dan lebih memberikan
hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan
saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif
model GI memerlukan persiapan yang cukup
matang, sehingga guru harus mampu
menentukan atau memilih topik yang benar-
benar bisa diterapkan dengan pembelajaran
kooperatif model GI dalam proses belajar
mengajar sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar
siswa, guru hendaknya lebih sering melatih
siswa dengan berbagai metode pengajaran
yang sesuai, walau dalam taraf yang
sederhana, dimana siswa nantinya dapat
menemukan pengetahuan baru, memperoleh
konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan masalah-
masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut,
karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di
SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang
Kabupaten Lamongan tahun pelajaran
2009/2010.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya
dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh
hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program
Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK
Depdikbud. Dirjen Dikti.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar
Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of
Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston.
Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik
Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerangan konomi.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah. Syaiful Bahri. 2010. Psikologi Belajar.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta:
Erlangga.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada. Yoyakarta.
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan
Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Hamalik, Oemar. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan.
Jakarta. Rineksa Cipta.
Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas.
Makalah PanitianPelatihan Penulisan Karya
Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.
Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan).
Bandung: Jemmars.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 16
ISSN No.2442-5699
Nur, Moh. 2009. Pemotivasian Siswa untuk Belajar.
Surabaya. University Press. Universitas Negeri
Surabaya.
Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Bina Ilmu.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina
Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model
Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta: Andi Offset.
Suryosubroto, b. 1997. Proses Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu
Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. 2009. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986.
Teknik-teknik Belajar dan Mengajar.
(terjemahan) Bandung: Jemmars.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 17
ISSN No.2442-5699
PENERAPAN METODE PEMBIASAAN PADA ANAK USIA DINI UNTUK
MENINGKATKAN KEDISIPLINAN DI TK NEGERI PEMBINA NGIMBANG
KECAMATAN NGIMBANG KABUPATEN LAMONGAN
TAHUN PELAJARAN 2013-2014
Eniek Sri Lestari *)
*)
TK Negeri Pembina Ngimbang Lamongan
ABSTRAK Anak usia dini merupakan fase kehidupan yang unik, dengan karakteristik khas, baik secara fisik, psikis,
sosial, emosional dan moral pada usia tersebut. Anak sangat aktif dan eksploratif. Anak lebih banyak belajar dengan
lingkungan sekitar. Namun terkadang lingkungan menjadi penghambat dalam pengembangan belajar anak yang
begitu besar pengaruhnya sehingga anak mudah untuk menyesuaikan apalagi di masa globalisasi ini, zaman semakin
maju sulit untuk membedakan budaya dan suku, ras. Tentu saja peran guru, orang tua dan lingkungan sekitar anak
sangat diperlukan.
Terdapat masalah dalam penelitian ini yaitu : anak-anak usia dini khususnya di kelompok A TK Negeri
Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan memiliki disiplin yang kurang, hal ini dapat
dilihat dari kegiatan anak sehari-hari. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), peneliti bertindak
sebagai instrument penelitian dan peneliti hadir setiap pembelajaran tersebut sekaligus pengumpul data dari proses
peneliti. Hasil dari studi anak yang mampu mencapai nilai baik hanya 3 atau 15% dari jumlah siswa keseluruhan
sehingga 17 anak lain membutuhkan guru. Hasil siklus I diketahui bahwa kemampuan anak sudah mengalami
peningkatan dari 3 anak yang mendapatkan nilai baik, meningkat menjadi 4 anak atau 20% yang mendapat nilai
baik. hal ini dikarenakan anak belum dapat melakukan penerapan metode pembiasaan.
Pada siklus II penerapan metode pembiasaan pada anak meningkat menjadi 17 anak yang mencapai nilai
baik atau 85% dari jumlah siswa keseluruhan. Hal ini dikarenakan pada siklus II penerapan metode pembiasaan
selalu dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan yang melalui berbaris di waktu mau masuk kelas dan mengerjakan
kegiatan sendiri sampai selesai tanpa dibantu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tugas penerapan metode
pembiasaan dapat diterapkan guna meningkatkan kedisiplinan pada anak usia dini di kelompok A Tk Negeri
Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014.
Kata Kunci : Penerapan Metode Pembiasaan untuk Meningkatkan Kedisiplinan.
PENDAHULUAN
Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam
proses belajar mengajar, gurunya yang mengarahkan
bagaimana proses belajar mengajar dilaksanakan.
Karena itu guru harus dapat membuat suatu
pengajaran menjadi lebih efektif juga menarik
sehingga bahan pengajaran yang disampaikan akan
membuat siswa mereka senang dan merasa perlu
untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.
Guru mengemban tugas yang berat untuk
tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia
yang seutuhnya, yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil
serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu
menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap
Tanah Air. Sejalan dengan itu pendidikan nasional
akan mampu mewujudkan manusia-manusia
pembangun dan membangun dirinya sendiri serta
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
(Depdikbud 1999).
Sedangkan metode pembiasaan diharapkan
meningkatkan kemampuan kedisiplinan anak usia dini
dalam proses belajar mengajar, sehingga dalam proses
belajar mengajar itu aktivitasnya tidak hanya
didominasi oleh guru. Dengan demikian anak didik
akan terlibat fisik, emosional, dan intelektual yang
pada gilirannya diharapkan konsep perubahan
meningkatkan kedisiplinan yang diajarkan oleh guru
dapat diikuti oleh anak didik.Kondisi di TK Negeri
Pembina kedisiplinan anak masih rendah.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut di
atas, maka dalam penelitian dengan judul “Penerapan
Metode Pembiasaan Pada Anak Usia Dini Untuk
Meningkatkan Kedisiplinan Di TK Negeri Pembina
Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten
Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014”
Rumusan Masalah Sesuai Latar Belakang yang diuraikan di
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini :
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 18
ISSN No.2442-5699
“Bagaimanakah meningkatkan kedisiplinan anak
melalui metode pembiasaan di kelompok A TK
Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang
Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014”.
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Pembiasaan dalam Meningkatkan
Kedisiplinan
Pengertian pembiasaan dalam meningkatkan
kedisiplinan di Taman Kanak-kanak di sini ini ada
dua tujuan adalah sebagai berikut, tujuan umum dan
tujuan khusus. Di Taman Kanak-kanak merupakan
tempat pembinaan serta pengembangan pengetahuan,
dan kebudayaan yang sesuai dengan kebutuhan
keluarga dan masyarakat di tempat Taman Kanak-
kanak itu berada sebaliknya masyarakat diharapkan
dapat membantu dan kerjasama dengan Taman
Kanak-kanak sehingga progam Taman Kanak-kanak
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh sebab
itu tugas atau kewajiban keluarga dan masyarakat
perlu dibina dan dikembangkan secara terus memerus.
Sehingga meningkatkan kedisiplinan bisa terlaksana
baik pada anak Usia Dini.
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh
terhadap nilai-niai yang dipercaya termasuk
melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi
tanggungjawabnya.
Tujuan petunjuk teknis meningkatkan
kedisiplinan Taman kanak-kanak adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan Umum
Memberikan kerangka acuan tentang disiplin
yang dapat dijadikan petunjuk oleh semua komponen
yang berperan serta dalam penyelengaraan Taman
Kanak-kanak.
2. Tujuan Khusus
Memberikan pedoman agar:
a. Kepala Taman kanak-kanak dapat melaksnakan
memelihara kedisiplinan Taman Kanak-kanak
yang menjadi tanggung jawabnya, serta menjadi
tauladan bagi Taman Kanak-kanak lainnya.
b. Guru dapat memelihara dan melaksanakan
kedisiplinan secara terus menerus dalam
menegakkan wibawa guru.
c. Tenaga non guru agar dapat memelihara dan
membantu pelaksanaan kedisiplinan di Taman
Kanak-kanak.
d. Anak didik dapat mengenal dan memahami,
membiasakan diri untuk tertib dan disiplin, baik
di Taman Kanak-kanak maupun di luar Taman
Kanak-kanak.
e. Keluarga dapat membantu anak untuk
menanamkan sikap kedisiplinan di lingkungan
keluarga.
f. Masyarakat bisa membantu anak didik dalam
menciptakan kebiasaan sikap tertib dan disiplin di
lingkungannya.
METODOLOGI
Jenis Penelitian Berkaitan dengan masalah dan tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini, maka rancangan
penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Dalam penelitian tindakan kelas
diharapkan terjadi perbaikan, peningkatan, dan
perubahan pembelajaran yang lebih baik agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal
(Sudarsono, 2005:2). Oleh karena itu penelitian ini
difokuskan pada peningkatan kedisiplinan anak
melalui penerapan metode pembiasaan.
Desain Penelitian Penelitian tindakan kelas ini menggunakan
model penelitian tindakan dari Hokins (Aqib: 2003)
yaitu penelitian dari siklus yang satu ke siklus yang
berikutnya, setiap siklus meliputi : Planning
(rencana), Action (tindakan), Observation
(pengamatan), dan Reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya yaitu perencanaan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi
Instrumen Penelitian
Instrumen ini peneliti menggunakan alat untuk
memperoleh data menggunakan data observasi.
Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :
a.Pedoman Observasi
Observasi adalah merupakan metode
pengumpulan data yang menggunakan data yang
menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian
melalui metode observasi. Seorang peneliti dapat
mengamati gejala-gejala yang terjadi di lapangan.
(Rijanto dalam riskiyanti, 2009:50).
Kesimpulannya bahwa observasi adalah
sebuah kegiatan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap suatu obyek dengan menggunakan
suatu indera terhadap kejadian yang diteliti atau
diselidiki.
Kegiatan observasi ini dilakukan untuk
meningkatkan kedisiplinan anak usia dini kelompok A
TK Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan
Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun pelajaran
2013-2014. Nilai yang diberikan seperti indikator
yang telah tercantum di atas, dengan format penelitian
sebagai berikut :
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 19
ISSN No.2442-5699
Tabel 1 Format Penelitian
Indikator Aspek Yang
Diamati
Skor
1 2 3
1. Anak Mampu berbaris dengan
baik.
2. Anak tidak rebut diwaktu antri
untuk mengambil
buku kegiatan 3. Anak
menyelesaikan
tugas dengan baik
A. Bersikap sopan dalam
berbaris
B. Tertib dan disiplin
A. Mengerti
untuk mengambil
buku
kegiatan yang mana
untuk belajar
A. Kerajinan di
dalam
kegiatan
B. Penuh Daya
Cipta
Keterangan :
() dinilai dengan angka tiga diberikan pada
anak yang mampu melakukan kegiatan dengan baik.
() dinilai dengan angka dua diberikan pada anak
yang mampu melakukan kegiatan dengan sedikit
bantuan.
() dinilai dengan angka satu diberikan pada anak
yang belum mampu melakukan kegiatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Hasil refleksi pada siklus I menunjukkan bahwa
ada beberapa kekurangan yang terjadi pada
pelaksanaan pembiasaan, beberapa kekurangannya
adalah : anak masih belum tau tempat berbaris. Hal ini
disebabkan karena : ketika proses pembiasaan untuk
meningkatkan kedisiplinan guru tidak mempraktekkan
dengan jelas bagaimana cara berbaris yang baik,
karena dalam pembiasaan tanpa mengenal konsep
anak masih menunggu panduan atau contoh dari guru.
Hasil observasi dari tindakan siklus I masih
belum tercapai kriteria standart sebesar 75% dari
jumlah siswa keseluruhan. Hal ini terbukti dari
pencapaian nilai baik sebanyak 4 anak (20%) nilai
cukup 16 anak (80%).
Berdasarkan hasil observasi pada siklus I tersebut,
maka perlu adanya tindakan lanjutan yaitu
pelaksanaan kegiatan siklus II dengan memotivasi
anak untuk lebih melakukan kegiatan dengan baik.
Selanjutnya dilakukan siklus II, kegiatan dengan
siklus II ini adalah mengulang kembali kegiatan
kedisiplinan berbaris dengan menggunakan metode
pembiasaan dengan pembelajaran yang lebih tepat
agar anak mampu meningkatkan kedisiplinan dengan
baik.
Siklus II
Daya cipta anak di dalam kegiatan metode
pembiasaan untuk meningkatkan kedisiplinan pada
anak usia dini siklus II ini mengalami peningkatan,
hal ini dapat dilihat pada tabel 4.5 peningkatan
kedisiplinan anak ini dapat dilihat dari tidak adanya
anak yang memperoleh nilai kurang namun terdapat 3
anak (15%) yang mencapai nilai cukup dan yang
mencapai nilai baik 17 anak (85%). Dengan demikian
prosentase anak yang telah memenuhi kriteria adalah
sebanyak 17 anak (85%) dari jumlah keseluruhan,
maka telah telah terpenuhi target kriteria yang
ditentukan peneliti yaitu 75% dari jumlah siswa
keseluruhan sehingga peneliti menghentikan
penelitian tindakan kelas ini.
Pada hasil penelitian ini diuraikan perbandingan
data dari studi pendahuluan atau tindakan awal, siklus
I dan siklus II. Hal tersebut dapat dilihat dari sebelum
pelaksanaan kegiatan tugas kedisiplinan yang
menunjukkan daya kreatifitas anak sebesar 15% dan
setelah diadakan kegiatan tugas metode pembiasaan
peningkatan kedisiplinan pada siklus I, daya cipta
anak dalam pembiasaan mengalami peningkatan
namun tidak mencapai target kriteria yang ditetapkan.
Hal ini terlihat dari hasil skor baik yang mencapai
nilai 20%. Sedangkan target kriteria adalah sebesar
75%, oleh sebab itu peneliti melanjutkan pada
pelaksanaan kegiatan siklus II guna mencapai skor
baik sekali dan skor baik sebesar 85%. Hal ini dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 20
ISSN No.2442-5699
Tabel 2 Prosentase jumlah anak berdasarkan katagori nilai pada prasiklus, siklus I dan siklus II.
Skor
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Ket Jumlah
Anak
Prosen
tase
Jumlah
Anak
Prosenta
se
Jumlah
Anak
Prosent
ase
3
17
0
15%
85%
0%
4
16
0
20%
80%
0%
17
3
0
85%
15%
0%
B
C
K
Melihat tabel di atas, menunjukkan bahwa anak
memperoleh nilai sesuai dengan standar kesuksesan
yang telah ditentukan meningkat dengan baik,
sedangkan anak yang memperoleh nilai di bawah
standar berkurang pula.
Peningkatan pembiasaan anak dapat dilihat
pula dalam diagram berikut ini.
Gambar 1 Histogram kemampuan disiplin anak
PEMBAHASAN
Hasil observasi sebelum diadakan tugas pembiasaan
daya cipta anak masih kurang prosentase 15% siswa
yang belum mengikuti pembiasaan dengan baik. Pada
semua indikator cara anak yang diamati dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah :
1. Anak mampu menerapkan metode pembiasaan
2. Anak mampu meningkatkan kedisiplinan diwaktu
kegiatan
Menunjukkan nilai yang tergolong kurang
karena sebelum penelitian ini dilaksanakan, guru
kurang memberikan kegiatan-kegiatan yang mampu
merangsang kegiatan di dalam metode pembiasaan.
Penerapan anak di dalam metode pembiasaan
yang masih tergolong kurang ini juga disebabkan
karena guru menerapkan pembiasaan pada anak usia
dini dan menunggu panduan dari guru, sehingga anak
pada saat diberikan tugas yang mampu mengasah
daya cipta anak.
Dengan demikian perlu adanya perbaikan
pengajaran agar anak lebih menyukai dan
memperhatikan dalam kegiatan tugas pembiasaan
serta membimbing anak agar mampu membiasakan
diri dengan baik.
Dari hasil observasi pada siklus I dapat
diketahui bahwa daya cipta anak dalam pembiasaan
sudah mengalami peningkatan namun belum
mencapai target kriteria kesuksesan, sebab prosentase
yang dicapai adalah sebanyak 80% anak yang mampu
melakukan kegiatan pembiasaan. Faktor yang
menyebabkan hal ini adalah anak sudah dapat
melakukan kegiatan sendiri, anak masih tidak tahu
apa yang harus dikerjakan bila ditanya bu guru, anak
aktif dengan teman-temannya. Namun untuk
melakukan kegiatan yang serupa anak sangat antusias,
sehingga pelaksanaan siklus II dapat dilaksanakan
secara optimal. Dari hasil observasi pada siklus II
diketahui bahwa metode pembiasaan untuk
meningkatkan kedisiplinan anak mengalami
peningkatan dengan mencapai prosentase sebesar 85%
hal ini dikarenakan pada siklus II ini sebelum kegiatan
dimulai anak-anak terlebih dahulu diajak berbaris
dahulu di waktu mau masuk kelas, tujuannya agar
anak mau untuk berbaris dan mengerti dimana anak
harus berbaris.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh
peneliti dan dibantu oleh guru pendamping dalam
rangka meningkatkan kemampuan anak dalam
penerapan metode pembiasaan pada anak usia dini
untuk meningkatkan kedisiplinan di kelompok A TK
Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang
Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014
mulai dari observasi awal, pelaksanaan siklus I dan
siklus II menunjukkan adanya peningkatan.
Hal ini disebabkan karena dalam tugas
pembiasaan guru memberikan kenyamanan pada
anak, dengan cara anak diajak berbaris dulu diwaktu
mau masuk ke dalam kelas, pembiasaan merupakan
suatu tahapan yang dapat meningkatkan
perkembangan mental anak.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Prasiklus Siklus I Siklus II
Series 1
Series 2
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 21
ISSN No.2442-5699
Dengan observasi pada pelaksanaan kegiatan
siklus I dan pelaksanaan kegiatan siklus II yang telah
mencapai target kriteria ketuntasan ini menunjukkan
bahwa metode pembiasaan dapat meningkatkan
kedisiplinan. Terbukti pada siklus I dibandingkan
prasiklus pencapaian nilai baik 20%, nilai cukup 80%.
Dalam pelaksanaan siklus II bisa menunjukkan
keberhasilan anak dengan nilai baik sebanyak 17 anak
(85%) dan mendapat nilai cukup 3 anak (15%).
DAFTAR PUSTAKA
Anderson. 1993. Pendidikan Berkepribadian.
Aqip. 2003. Prosedur Penelitian. Surabaya. Aneka
Ilmu.
Eliyawati, dkk. 2005:69. Balok Cuisenaire.
Hurlock, Elisabet. B. 1994. Psikologi Perkembangan.
Jakarta. Erlangga.
Hurlock, Elisabeth, B. 1993. Perkembangan Anak.
Jakarta.
Kosasih. 2011. Panduan Menggambar. Djogjakarta.
Rona Publising.
Masitoh, Dkk. 2005:2. Pengembangan Kognitif.
Masitoh. 2005:1 Pendidikan Taman Kanak-kanak
adalah Pendidikan Yang Penting.
Notoatmodjo, 2003. Faktor yang mempengaruhi
anak.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1991.
Sarana dan Alat Permainan Edukati (APE) Anak Usia
Dini 2003. Jakarta Direktorat Pendidika Anak
Usia Dini.
Suherman. 2000. Macam-macam Permainan.
Suyanto, Slamet. 2005. Pembelajaran untuk Anak TK.
Jakarta
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 22
ISSN No.2442-5699
PENGGUNAAN GABUNGAN METODE CERAMAH DENGAN METODE KERJA
KELOMPOK TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA
SISWA KELAS V SEMESTER I SDN NGASEMLEMAHBANG KECAMATAN
NGIMBANG KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Yadi *)
*)
SDN Ngasemlemabang Kec Ngimbang Kab Lamongan
ABSTRAK Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari
rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam perisiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang
akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap
guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat
tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini adalah: (a) Apakah gabungan metode
ceramah dengan metode kerja kelompok berpengaruh terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) ? (b)
Bagaimanakah pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap motivasi belajar
siswa?
Tujuan penelitian yang hendak diperoleh adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh gabungan metode
ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam . (b) Untuk mengungkap
gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam .
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri
dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa
kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran
2013/2014. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus
III yaitu, siklus I (64,29%), siklus II (78,57%), siklus III (90,47%).
Simpulan dari penelitian ini adalah penggunaan gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok
terhadap hasil belajar pendidikan agama islam pada siswa kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan
Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013/2014 model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah
satu alternative pembelajaran Pendidikan Agama Islam . Kata kunci: belajar PAI, metode ceramah, kerja kelompok
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran yang dilakukan guru memang
dibedakan keluasan cakupannya, tetapi dalam
konteks kegiatan belajar mengajar mempunyai tugas
yang sama. Maka tugas mengajar bukan hanya
sekedar menuangkan bahan pelajaran, tetapi teaching
is primarily and always the stimulation of learner
(Wetherington, 1986: 131-136), dan mengajar tidak
hanya dapat dinilai dengan hasil penguasaan mata
pelajaran, tetapi yang terpenting adalah
perkembangan pribadi anak, sekalipun mempelajari
pelajaran yang baik, akan memberikan pengalaman
membangkitkan bermacam-macam sifat, sikap dan
kesanggupan yang konstruktif.
Dengan tercapainya tujuan dan kualitas
pembelajaran, maka dikatakan bahwa guru telah
berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan
belajar mengajar tentu saja diketahui setelah
diadakan evalusi dengan berbagai faktor yang sesuai
dengan rumusan beberapa tujuan pembelajaran.
Sejauh mana tingkat keberhasilan belajar mengajar,
dapat dilihat dari daya serap anak didik dan
persentase keberhasilan anak didik dalam mencapai
tujuan pembelajaran khusus. Jika hanya tujuh puluh
lima persen atau lebih dari jumlah anak didik yang
mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf
keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka
proses belajar mengajar berikutnya hendaknya
ditinjau kembali.
Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan
mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari
rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam
perisiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan
mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode
mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik
evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru
harus memahami benar tentang tujuan mengajar,
secara khusus memilih dan menentukan metode
mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
cara memilih, menentukan dan menggunakan alat
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 23
ISSN No.2442-5699
peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan
pengetahuan tentang alat-alat evaluasi.
Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah
satu dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan
oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama bagi
mereka yang menganggap bahwa sumber daya
manusia pendidikan, sarana dan prasarana
pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji
lebih lanjut, setiap pembelajaran pada semua tingkat
pendidikan baik formal maupun non formal apalagi
tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat pada
kebutuhan perkembangan anak sebagai calon
individu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan
sebagai calon manusia seutuhnya.
Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas
belajar mengajar, guru senantiasa memanfaatkan
teknologi pembelajaran yang mengacu pada
gabungan metode ceramah dengan metode kerja
kelompok dalam penyampaian materi dan mudah
diserap peserta didik atau siswa berbeda.
Khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam , agar siswa dapat memahami materi yang
disampaikan guru dengan baik, maka proses
gabungan metode ceramah dengan metode kerja
kelompok, guru akan memulai membuka pelajaran
dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin
dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan
memberikan soal-soal kepada siswa.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis
mengambil judul “Penggunaan Gabungan Metode
Ceramah Dengan Metode Kerja Kelompok Terhadap
Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa
Kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang
Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun
Pelajaran 2013/2014”.
Rumusan Masalah
1. Apakah gabungan metode ceramah dengan
metode kerja kelompok berpengaruh terhadap
hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa
Kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang
Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan
Tahun Pelajaran 2013/2014.?
2. Bagaimanakah penggunaan gabungan metode
ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap
motivasi belajar siswa Kelas V Semester I SDN
Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang
Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran
2013/2014.
KAJIAN PUSTAKA
Prestasi Belajar
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam
kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan
murid dalam bidang material, formal serta fungsional
pada umumnya dan bidang intelektual pada
khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok.
Belajar merupakan suatu perbuatan pada sikap dan
tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan
mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena
itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya
dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan
hasil yang baik mungkin. Oleh karena itu setiap
individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya
prestasinya berhasil degna baik. Sedan pengertian
prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah
kemampuan. Kemampuan di sini berarti yang
dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.
Motivasi Belajar
Istilah motivasi menunjuk kepada semua gejala yang
terkandung dalam stimulus tindakan kea rah tujuan
tertentu di mana sebelumnya tidak ada gerakan
menuju kea rah tujuan tersebut. Motivasi dapat
berupa dorongan-dorongan dasar atau internal dan
insentif di di luar diri individu atau hadiah. Sebagai
suatu masalah di dalam kelas, motivasi adalah proses
membangkitkan, mempertahankan dan mengontrol
minat-minat.
Motivasi Belajar Remaja
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ialah
umur, kondisi fisik dan kekuatan intelegensi yang
juga harus dipertimbangkan dalam hal ini. Motivasi
sangat penging karena suatu kelompok yang tidak
punya motvasi (belajarnya kurang atau tidak
berhasil). Dengan demikan, motivasi harus
dikembangkan berdasarkan pertimbangan perbedaan
individual. Secara umum semua manusia
membutuhkan motivasi untuk giat bekerja kecuali
(mungkin0 orang yang sudah tua dan orang yang
sedang sakit.
Keinginan untuk hidup berkelompok juta terdapat di
kalangan remaja. Hal ini perlu dikembangkan sejak
kecil sejak anak masuk sekolah mereka menyukai
setiap orang. Hal ini dapat dijadikan modal guru
dalam memotivasi. Teknik penyajiannya ialah
melalui aktivitas kelompok, panitia kerja, percobaan,
pembentukan klub-klub, khusus, misalnya klub
percakapan bahasa inggris.
Teknik Memotifasi Berdasarkan Teori
Kebutuhan
1. Pemberian Penghargaan atau Ganjaran
Teknik ini dianggap berhasil bila menumbuh
kembangkan minat anak untuk mempelajari atau
mengajarkan sesuatu. Tujuan pemberian
penghargaan adalah membangkitkan atau
mengembangkan minat. Jadi penghargaan ni
menjadi tujuan. Tujuan pemberian penghargaan
Karena telah melakukan kegiatan belajar dengan
baik, ia akan terus melakukan kegiatan belajarnya
sendiri di luar kelas.
2. Pemberian Angka atau Grade
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 24
ISSN No.2442-5699
Apabila pemberian angka atau grade didasarkan atas
perbandingan interpersonal dalam prestasi akademis,
hal ini akan menimbulkan dua hal : anak yang
mendapat angka baik dan anak yang mendapat angka
jelek. Pada anak yang mendapat angka jelek
mungkin akan berkembang rasa rendah diri dan tidak
ada semangat ter hadap pekerjaan-pekerjaan sekolah.
3. Keberhasilan dan tingkat Aspirasi
Istilah “tingkat aspirasi” menunjuk kepada tingkat
pekerjaan yang diharapkan pada masa depan
berdasarkan keberhasilan atau kegagalan dalam
tugas-tugas yang mendahuluinya. Konsep ini
berkaitan erat dengan konsep seseorang tentang
dirinya dan kekuatan-kekuatannya.
4. Pemberian Pujian
Teknik lain untuk memberikan motivasi adalah
pujian. Namun harus diingat bahwa efek pujian itu
tergantung pada siapa yang memberi pujian dan
siapa yang menerima pujian itu. Para siswa yang
sangat membutuhkan keselamatan dan harga diri,
mengalami kecemasan dan merasa tergantung para
orang lain akan responsive terhadap pujian. Pujian
dapat ditunjukkan baik secara verbal maupun
secara non verbal. Dalam bentuk nonverbal
misalnya anggukan kepala, senyuman atau tepukan
bahu .
5. Kompetisi dan Kooperasi
Persaingan merupakan insentif pada kondisi-kondisi
tertentu, tetapi dapat merusak pada kondisi yang
lain. Dalam kompetisi harus terdapat kesepakatan
uyan sama untuk menang. Kompetisi harus
mengandung suatu tingkat kesamaan dalam sifat-
sifat para peserta.
Kerja Kelompok
Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar
mengajar. Ialah suatu cara mengajar, dimana siswa di
dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh)
siswa, mereka bekerja bersama dalam memecahkan
masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan
berusaha mencapai tujuan pengajaran yang
ditentukan pula oleh guru.
Robert L. Cilstrap dan William R Marti,
memberikan pengertian kerja kelompok sebagai
kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah
kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar.
Keberhasilan kerja kelompok untuk mengajar
mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerja sama
dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan
bersama.
METODOLOGI
Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan
dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data
yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di kelas V
Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan
Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran
2013/2014.
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya
penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September
semester ganjil
Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas V
Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan
Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran
2013/2014 pada standar kompetensi Mengenal Kitab-
Kitab Allah swt
Rancangan Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu
penelitian tindakan, maka penelitian ini
menggunakan model penelitian tindakan dari
Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi,
2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu
ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi
planning (rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Analisis Data
Dalam rangka menyusun dan mengolah data yang
terkumpul sehingga dapat menghasilkan suatu
kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan,
maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada
metode observasi digunakan data kualitatif. Cara
penghitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar
siswa dalam proses belajar mengajar sebagai berikut.
1. Merekapitulasi hasil tes
2. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan
prosentasenya untuk masing-masing siswa dengan
menggunakan rumus ketuntasan belajar seperti
yang terdapat dalam buku petunjuk teknis
penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas secara
individual jika mendapatkan nilai minimal 65,
sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas belajar
jika jumlah siswa yang tuntas secara individu
mencapai 85% yang telah mencapai daya serap
lebih dari sama dengan 65%.
3. Menganalisa hasil observasi yang dilakukan oleh
guru sendiri selama kegiatan belajar mengajar
berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Rekapitulasi nilai tes Formatif siswa pada siklus I
sebagai berikut :
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 25
ISSN No.2442-5699
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa
Pada Siklus I
No Uraian Hasil
Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
70,00
15
68,18
Dari tabel dapat dijelaskan bahwa dengan
menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok diperoleh
nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 70,00 dan
ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada 15
siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena
siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar
68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti
apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan
menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.
Siklus II
Rekapitulasi nilai tes Formatif siswa pada siklus II
sebagai berikut :
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada
Siklus II
No Uraian Hasil
Siklus
II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
77,73
17
79,01
Dari tabel diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 77,73 dan ketuntasan belajar mencapai
79,01% atau ada 17 siswa dari 22 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II
ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya
peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah
guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran
akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan
berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar.
Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang
dimaksudkan dan diinginkan guru dengan
menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa
dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual
Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah
70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau
ada 15 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena
siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar
68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti
apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan
menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.
Siklus III
Rekapitulasi nilai tes Formatif siswa pada siklus II
sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Formatif Siswa Pada Siklus III
No Uraian Hasil
Siklus
III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
82,73
19
86,36
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes
formatif sebesar 82,73 dan dari 22 siswa telah tuntas
sebanyak 19 siswa dan 3 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan
belajar yang telah tercapai sebesar 86,36% (termasuk
kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya
peningkatan hasil belajar pada siklus III ini
dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan
guru dalam menerapkan pembelajaran model
Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja
Kelompok sehingga siswa menjadi lebih terbiasa
dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih
mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran model Kontekstual Model
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok
memiliki dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap
materi yang disampaikan guru (ketuntasan
belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu
masing-masing 68,18%, 79,01%, dan 86,36%.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 26
ISSN No.2442-5699
Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara
klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas
siswa dalam proses belajar mengajar dengan
menerapkan model pengajaran Kontekstual
Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok
dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal
ini berdampak positif terhadap prestasi belajar
siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata siswa pad setiap
siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran PAI pada
stndar kompetensi Mengenal Kitab-Kitab Allah
swt dengan model pengajaran Kontekstual
Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok
yang paling dominan adalah,
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru,
dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan
guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa
dapat dikategorikan aktif.
PENUTUP
Simpulan
Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan
Ceramah dan Kerja Kelompok dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran PAI. Pembelajaran model
Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja
Kelompok memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai
dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam
setiap siklus, yaitu siklus I (68,18%), siklus II
(79,01%), siklus III (86,36%).
Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan
Ceramah dan Kerja Kelompok dapat menjadikan
siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan
kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan,
ide dan pertanyaan.
Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun
kelompok, serta mampu mempertanggungjawabkan
segala tugas individu maupun kelompok.
Penerapan pembelajaran model Kontekstual Model
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok mempunyai
pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar
Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa
Cipta.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar
Mengajar Pendidikan. Jakarta: Usaha Nasional.
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep
Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka
Ilmu.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1.
Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Hasibuan K.K. dan Moerdjiono. 1998. Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan.
Jakarta. Rineksa Cipta.
Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya:
Universitas Press.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar.
Surabaya: University Press. Univesitas Negeri
Surabaya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model
Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas
Terbuka.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan
Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran
Nasional. Bandung: Jemmars.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu
Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Remaja Rosdakarya
.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 27
ISSN No.2442-5699
DENGAN MELALUI ALAT PERAGA GAMBAR DALAM UPAYA
MEMPRAKTEKKAN KESEHATAN PRIBADI PADA POLA HIDUP SEHAT
SISWA KELAS VI SD NEGERI SIDOREJO II
KECAMATAN SUGIO KABUPATEN LAMONGAN
Lisiani
*)
*) SDN Sidorejo Kec Sugio Lamongan
Pendidikan kesehatan adalah suatu program kesehatan atau usaha kesehatan masyarakat yang dilaksanakan
di lembaga – lembaga pendidikan atau sekolah dari jenjang SD sampai dengan perguruan tinggi yang mana anak
didiknya beserta lingkungannya sebagai sasaran utamanya.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah (a) bagaimanakah efektifkah mengajar
pendidikan kesehatan tentang kesehatan pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola hidup bagi
? (b)apakah ada manfaatnya pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola
hidup siswa? (c)bagaimana pengaruhnya dalam pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga
gambar terhazdap pola hidup siswa ?
Tujuan dari penelitian ini adalah (a) untuk mengetahui sejauh mana efektifitasnya pengajaran Pendidikan
Kesehatan dengan alat peraga gambar tentang Kesehatan Pribadi di SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,
Kabupaten Lamongan (b) untuk mengetahui sejauh mana manfaat dari pengajaran dengan alat peraga gambar
terhadap pola hidup siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan (c) untuk
mengetahui sejauh mana pengaruhnya pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar
terhadap pola hidup siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran
terdiri dari dua tahap yaitu : rancangan, kegiatan dan pengamatan. Refleksi dan refisi sasaran penelitian ini adalah
Siswa Kelas VI SDN Sidorejo II, Sugio, Lamongan, dari data diperoleh berupa hasil tes tulis.
Dari hasil analisa didapat bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatakan dari siklus I sampai III yaitu,
siklus I ( 69,41 % ), siklus II (71,76 % ) dan Siklus III sebesar ( 77,64 % ).Simpulan dari penelitian ini adalah
masalah penggunaan alat peraga gambar dalam pembelajaran penedidikan kesehatan dapat meningkatkan pola hidup
sehat siswa.
Kata kunci: alat peraga gambar, kesehatan pribadi dan hidup sehat
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebiasaan hidup sehat yang ditanamkan
kepada anak didik di sekolah – sekolah merupakan
usaha sedini mungkin untuk membentuk masyarakat
yang sehat, sehingga akan terbentuk Negara yang
kuat pula. Mengingat pentingnya masalah kesehatan
maka sudah selayaknya jika Usaha Kesehatan
Sekolah perlu dilaksanakan disetiap sekolah. Agar
dapat tercapainya taraf hidup yang sehat pada
masyarakat, dapat di awali dari pendidikan UKS di
lembaga pendidikan SD yang diberikan pada siswa
sehingga akan memberikan motivasi dan pengertian
yang mudah di pahami serta sedini mungkin kepada
anak sehingga akan mempengaruhi pola piker dan
perilaku anak didik itu sendiri dan cenderung akan
mempraktekkan serta melakukan sendiri karena takut
akan bahayanya, apabila tidak melaksanakannya
apalagi semua itu dilakukan pada anak yang masih
duduk dibangku Sekolah Dasar ( SD ).
Di samping hal tersebut di atas, kesehatan
pribadi juga sangatlah menentukan bagi taraf hidup
yang sehat bagi seseorang, karena dengan pribadi
yang sehat dan serta memperhatikan pola kehidupan
yang sehat maka akan tercapailah taraf kesehatan
yang maksimal bagi seseorang. Di atas telah
diuraikan bahwa pengetahuan dan pendidikan
kesehatan diberikan sejak usia dini melalui
pendidikan kesehatan yang dilaksanakan di sekolah –
sekolah yang implementasinya pada Mata Pelajaran
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektifkah mengajar Pendidikan
Kesehatan tentang Kesehatan Pribadi dengan
menggunakan alat peraga gambar terhadap pola
hidup bagi siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo
II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan?
2. Apakah ada manfaatnya pengajaran Kesehatan
Pribadi dengan menggunakan alat peraga
gambar terhadap pola hidup siswa kelas VI SD
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 28
ISSN No.2442-5699
Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,
Kabupaten Lamongan?
3. Bagaimana pengaruhnya dalam pengajaran
Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat
peraga gambar terhadap pola hidup siswa kelas
VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,
Kabupaten Lamongan?
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Usaha Kesehatan Sekolah adalah usaha
kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah –
sekolah beserta anak didik dan lingkungannya
sebagai sasaran utama,mulai dari tibgkat SD sampai
dengan Perguruan Tainggi. Dari pengertian tersebut
jelaslah bahwa anak didik dengan lingkungan
hidupnya merupakan sasaran utama. Lingkungan di
sini dapat berarti lingkungan keluarga, lingkungan di
sekitarnya maupun lingkungan sekolah sebagai
tempat mereka belajar setiap hari.
Usaha Kesehatan Sekolah mempunyai sasaran
yang utama adalah masyarakat sekolah, yang terdiri
dari anak didik, guru dan petugas lainnya. Tujuannya
adalah mencapai kesehatan anak didik yang sebaik –
baiknya, sehingga dapat tumbuh secara efesien dan
optimal dalam mencapai masyarakat Indonesia yang
sehat jasmani, rokhani dan mental.
Adapun maksud dan tujuan UKS adalah untuk
membina kesehatan anak – anak sekolah sebaik-
baiknya sehingga memungkinkan mereka mengikuti
pendidikan atau pelajaran secara optimal. Untuk
menempuh rasa tanggung jawab dari masyarakat
sekaolah atas kesehatan diri sendiri dan lingkungan.
Secara singkat UKS mempunyai maksud dan tujuan
untuk mencapai keadaan kesehatan anak yang sebaik-
baiknya. UKS dilaksanakan di sekolah – sekolah
melalui pendidikan kesehatan, secara garis besar
pendidikan kesehatan adalah :
1. Memberikan pengetahuan tentang kesehatan yang
cukup, terutama tentang peningkatan kesehatan
dan pencegahan penyakit, sehingga masyarakat
sekolah dapat menghayati dari nilai usaha – usaha
kesehatn
2. Memupuk rasa tanggung jawab terhadap
kesehatan dirisendiri, masyarakat serta
lingkungan disekitarnya
3. Menyebarluaskan pengetahuan – pengetahuan
yang salah, yang merupakan hambatan bagi
peningkatan kesehatan.
Kesehatan Pribadi
Secara umum arti dari Kesehatan Pribadi adalah
kesehatan yang menyangkut diri pribadi sesorang (
Personal Hygiene ). Pada garis besarnya kesehatan
dapat di bagi menjadi : Kesehatan Pribadi (
Kesehatan Perorangan) dan Kesehatan Masyarakat.
Mempelajari Kesehatan Pribadi mempunyai maksud
dan tujuan agar pribadi seseorang masing – masing :
1.Dapat memelihara kesehatan diri sendiri
Dalam hal ini memelihara kesehatan ini
termasuk didalamnya :
~ mencegah penyakit
~ mengobati penyakit sederhana
~ menghindarkan dan memulihkan cacad sehabis
sakit.
2.Sopan santun dalam segala tindakannya
3.Dapat menularkan pengetahuan serta
ketrampilannya kepada keluarganya dan
diharapkan dapat disebarluaskan kepada
masyarakat sekitarnya
4.Memperbaiki dan mempertinggi nilai – nilai
kesehatan
5.Mendapatkan ketenangan dan ketentraman jiwa
dalam diri sendiri dan dalam pergaulan.
Pola Hidup Sehat
Pengertian kesehatan yang dirumuskan dalam
Undang – Undang Nomor 9 tahun 1960 tentang
Pokok – Pokok Kesehatan, pada Bab I pasal 2
disebutkan bahwa : “ Yang dimaksud dengan
kesehatan dalam Undang – Undang ini ialah keadaan
yang meliputi kesehatan badan dan rokhani ( mental )
dan social dan bukan hanya keadaan yang bebas dari
penyakit cacad dan kelemahan “.
Kesehatan merupakan hak dari setiap manusia,
dengan badan dan rokhani yang sehat, orang dapat
senang dan bekerja, dapat belajar juga dapat bermain
dengan gembira. Kesehatan juga merupakan pangkal
kebahagiaan, bahagaia keeluruhan dalam arti bahagia
lahir dan bathin. Dan kesehatan juga merupakan
bagian harta kekayaan di dunia yang sangat berharga
bagi hidup manusia dan sangatlah perlu untuk
dimiliki oleh setiap manusia.
Pembiasaan pola hidup sehat sangat penting
ditanamkan pada anak sejak dini agar anak sudah
terbiasa dan tertanam rasa disiplin dengan cara hidup
sehat. Dan bermula dari anak – anak inilah
diharapkan akan timbul suatu masyarakat yang sehat
pula.
Dengan pembiasaan pola hidup sehat diri
sendiri, lambat laun secara sedikit demi sedikit anak
akan menjadi kebiasaan dan tanpa disadari di
manapun ia berada, kebiasaan tersebut akan tertanam
dan menjiwai dirinya. Dan dengan demikian akan
membuang jauh – jauh kebiasaan yang tidak baik
atau yang tidak ada manfaatnya.
Alat Peraga Gambar
Alat peraga adalah alat penolong dalam proses
belajar mengajar seorang guru di dalam menyajikan
atau meragakan, agar apa yang dijelaskan lebih
terang, dan lebih mudah dimengerti. Proses belajar
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 29
ISSN No.2442-5699
mengajar akan lebih menarik perhatian siswa apabila
alat peraga yang digunakan juga sesuai dengan isi
dari materi yang diberikan.
Alat peraga gambar adalah gambar atau foto
dari isi materi yang dipandang penting dan agar siswa
dapat mengerti lebih jelas. Gambar atau foto sengaja
dibuat lebih besar dan cukup jelas dan menarik serta
poster adalah merupakan gambara yang lebih besar
denagn disertai beberapa kata atau kalimat yang
singkat dan jelas.
Dengan demikian alat peraga gambar tentang
kesehatan pribadi juga dapat dibuat sedemikian rupa
sehinga minat siswa serta pemahaman siswa tentang
kesehatan pribadi akan lebih jelas, dan diharapkan
apa yang menjadi tujuan dari pelajaran kesehatan
pribadi akan terwujud.
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SDN Sidorejo II Sugio
Lamongan Sidorejo bulan April-Juni 2012. Subjek
dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas
VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,
Kabupaten Lamongan. Penelitian ini dilaksanakan
pada tengah semester II tahun pelajaran 2011 / 2012.
jumlah siswa kelas yang menjadi subjek penelitian
adalah 17 orang.
Prosedur Penelitian
Tindakan dalam penelitian ini dilakukan melalui
melaksanaan proses pembelajaran yang diikuti
dengan pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini
terbagi dalam tiga siklus penelitian, dimana tiap
siklus memuat proses pembelajaran yaitu terdiri dari :
Silus I dilaksanakan dalam satu kali pertemuan
(4 jam pelajaran) dengan materi kesehatan
pribadi.
Siklus II dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan (4 jam pelajaran) dengan materi
tentang kesehatan pribadi
Siklus III dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan (4 jam pelajaran) dengan materi
tentang kesehatan pribadi
Setiap siklus penelitian mengimplementasikan apa
yang tertuang dalam rencana pembelajaran yang di
dalamnya meliputi 3 tahap kegiatan pembelajaran
yaitu (1) tahap pendahuluan, (2) tahap kegiatan inti
dan (3) tahap penutup yang disesuaikan dengan
model pembelajaran dengan alat peraga gambar.
Analisis Data
Adapun langkah-langkah pengolahan data yang
terkumpul dari siklus adalah sebagai berikut : (1)
tabulasi data, (2) reduksi data, (3) sajian data, (4)
penyimpulan data. Sajian data yang ditampilan dalam
laporan penelitian ini disajikan dalam bentuk table /
grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Dari siklus I diperoleh nilai rata-rata tes tentang
kesehatan pribadi dia awal siklus I adalah sebesar
61,17 dan pada akhir siklus I adalah sebesar : 69,41
dan dari 17 siswa yang baru tuntas adalah sebanyak 4
siswa dan 13 siswa belum mencapai ketuntasan
belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar baru
tercapai tercapai sebesar 23,52 % (termasuk kategori
belum tuntas).
Siklus II
Dari siklus II dinyatakan bahwa aktivitas guru yuang
paling dominant pada siklus II adalah membimbing
dan mengamati siswa melakukan latihan yaitu 25%.
Jika dibandingkan dengan siklus I aktivitas ini
mengalami peningkatan. Aktivitas guru yang
mengalami penurunan adalah memberi umpan balik
(16,6%), menjelaskan/melatih menggunakan alat
(11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan
menyajikan hasil kegiatan (8,2%) dan membimbing
siswa memperbaiki kesalahan (6,7%)
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling
dominan pada siklus II adalah praktik menggunakan
alat yaitu (21%). Jika dibandingkan dengan siklus I,
aktivitas ini mengalami peningkatan . aktivitas siswa
yang mengalami penurunan adalah
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
(17,9%). Diskusi antar siswa / antara siswa dengan
guru (13,8%), mempraktekkan yang relevan dengan
KBM (7,7%) dan merangkum pembelajaran (6,7%).
Adapun aktivitas siswa yang mengalami peningkatan
adalah memperhatikan peragaan (12,1%) menyajikan
hasil pembelajaran (4,6%), menanggapi/mengajukan
pertanyaan/ide (5,4%) dan berlatih bersama siswa
lain (10,8%).
Siklus III Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-
rata tes tentang kesehatan pribadi adalah sebesar
77,76 dan dari 17 siswa yang telah tuntas sebanyak
14 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan
belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang
telah tercapai sebesar 82,35 % (termasuk kategori
tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami
peningkatan yang signifikan dari siklus II. Adanya
peningkatan hasil belajar pada siklus III ini
dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan
guru dalam menerapkan pembelajaran metode
demonstrasi sehingga siswa menjadi lebih terbiasa
dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih
mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 30
ISSN No.2442-5699
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar siswa
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga
gambar memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat
dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa
terhadap materi yang disampaikan guru
(ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II dan
III ), yaitu sebesar : 69,41pada siklus I, 71,76
pada siklus II dan pada siklus III sebesar : 77,64
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas
siswa dalam proses belajar mengajar dengan
menggunakan alat peraga gambart dalam setiap
siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak
positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus yang terus mengalami
peningkatan.
3. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran dengan model
penggunaan alat peraga gambar paling dominan
adalah belajar dengan sesama anggota kelompok,
mendengarkan / memperhatikan penjelasan guru
dan diskusi antara siswa/antara siswa dengan
guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa
dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan langkah-
langkah pembelajaran dengan baik. Hal ini
terlihat dari aktivitas guru yang muncul di
antaranya aktivitas membimbing dan mengamati
siswa dalam mempraktikkan hasil pembelajaran ,
menjelaskan menggunakan alat, memberi umpan
balik dalam prosentase untuk aktivitas di atas
cukup besar.
4. Tanggapan siswa terhadap Model pembelajaran
alat peraga gambar
Berdasarkan analisis angket siswa dapat
diketahui bahwa tanggapan siswa termasuk
positif. Ini ditunjukkan dengan rata-rata jawaban
siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan
berminat dengan model penggunaan alat peraga
gambar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
memberikan respopn positif terhadap model
pembelajaran alat peraga gambar, sehingga siswa
menjadi termotivasi untuk belajar lebih giat. Jadi
dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya
metode menggunakan alat peraga gambar dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
PENUTUP
1. Pengajaran kesehatan pribadi dengan alat peraga
gambar sangatlah efektif terhadap pola hidup
sehat sehari – hari pada siswa kelas VI SD
Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,
Kabupaten Lamongan
2. Ada pengaruh positif terhadap pola hidup sehat
sehari – hari pada siswa kelas VI SD Negeri
Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten
Lamongan setelah menerima pengajaran
kesehatan pPribadi dengan menggunakan alat
peraga gambar.
3. Pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga gambar tentang
kesehatan pribadi di sekolah – sekolah
hendaknya betul – betul diperhatikan dan
digiatkan, agar program – programnya dapat
berjalan dengan baik. Masalah kesehatan
pribadi siswa di sekolah dapat tercapai dengan
baik apabila diawali dari kebersihan atau
kesehatan siswanya
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ds, Drs. Usaha Kesehatan Sekolah, Untuk
Guru SD, Tahun 1982.
Balai Penataran Guru 2003, Penelitian Akademi
dan Penelitian Tindakan Kelas,Surabaya,BPG.
Dep.Kes.RI, UKS, Tuntunan Pelaksanaan Bagi Guru,
Tahun 1977.
JB. Juanda, Drs. Pelayanan Kesehatan Dalam UKS
Suharsimi, Arikunto, 2003, Penelitian Laporan PTK,
Jakarta, Depdiknas.
Tim Pendjas SD, Pendidikan Djasmani 4, Olahraga
dan Kesehatan, 2007, Yudistira.
Zaenal Aqib, 2006, Penelitian Tindakan Kelas,
Bandung, Yrama Widya.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 31
ISSN No.2442-5699
MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DALAM MEMBUAT RPP
MELALUI TRAINING AND GUIDANCE PADA PENINGKATAN HASIL
BELAJAR DI SDN SEKARBAGUS KABUPATEN LAMONGAN
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Pujiastomo
*)
SDN Sekarbagus Kabupaten Lamongan
ABSTRAK
Di dalam kegiatan penyusunan rencana pembelaaran di lapangan masih ditemukan adanya guru (baik di
sekolah negeri maupun swasta) yang tidak bisa memperlihatkan RPP yang dibuat dengan berbagai alasan dan bagi
guru yang sudah membuat RPP masih ditemukan adanya guru yang belum melengkapi komponen tujuan
pembelajaran yang mengandung kaidah a.b.c.d (A bermakna bahwa tujuan pembelajaran harus mengacu pada
audience(siswa), B bermakna mengacu pada behaviors(perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C
bermakna conditions(kondisi yang perlu dipenuhi demi tercapainya perilaku yang diharapkan), dan D yang
bermakna degree(tingkat pencapaian yang dapat diterima). dan penilaian (soal, skor dan kunci jawaban), serta
langkah-langkah kegiatan pembelajarannya masih dangkal. Soal, skor, dan kunci jawaban merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Dengan menggunakan penelitian tindakan kelas sebanyak 2 siklus yang dilakukan
memberikan suatu kesimpulan bahwa Supervisi Training And Guidance ( latihan dan Bimbingan ) dapat
meningkatkan motivasi guru dalam menyusun RPP dengan lengkap. Guru menunjukkan keseriusan dalam
memahami dan menyusun RPP apalagi setelah mendapatkan bimbingan pengembangan/penyusunan RPP dari
peneliti. Informasi ini peneliti peroleh dari hasil pengamatan pada saat mengadakan wawancara dan bimbingan
pengembangan/penyusunan RPP kepada para guru di SDN 2 Sekarbagus.
Supervisi Training And Guidance ( latihan dan Bimbingan) dapat meningkatkan kompetensi guru dalam
menyusun RPP. Hal itu dapat dibuktikan dari hasil observasi /pengamatan yang memperlihatkan bahwa terjadi
peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP dari siklus ke siklus . Pada siklus I nilai rata-rata komponen
RPP 69% dan pada siklus II 83%. Jadi, terjadi peningkatan 14% dari siklus I.
Kata kunci : RPP , Training and Guidance, peningkatan hasil belajar
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Silabus dan RPP dikembangkan oleh guru pada
satuan pendidikan . Guru pada satuan pendidikan
berkewajiban menyusun Silabus dan RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik.
Masalah yang terjadi di lapangan masih
ditemukan adanya guru (baik di sekolah negeri maupun
swasta) yang tidak bisa memperlihatkan RPP yang
dibuat dengan berbagai alasan dan bagi guru yang
sudah membuat RPP masih ditemukan adanya guru
yang belum melengkapi komponen tujuan pembelajaran
yang mengandung kaidah a.b.c.d (A bermakna bahwa
tujuan pembelajaran harus mengacu pada
audience(siswa), B bermakna mengacu pada
behaviors(perilaku yang dapat diamati sebagai hasil
belajar), C bermakna conditions(kondisi yang perlu
dipenuhi demi tercapainya perilaku yang diharapkan),
dan D yang bermakna degree(tingkat pencapaian yang
dapat diterima). dan penilaian (soal, skor dan kunci
jawaban), serta langkah-langkah kegiatan
pembelajarannya masih dangkal. Soal, skor, dan kunci
jawaban merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Pada komponen penilaian ( penskoran dan
kunci jawaban) sebagian besar guru tidak lengkap
membuatnya dengan alasan sudah tahu dan ada di
kepala. Sedangkan pada komponen tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, dan
sumber belajar sebagian besar guru sudah
membuatnya. Masalah yang lain yaitu sebagian besar
guru khususnya di sekolah swasta belum mendapatkan
pelatihan pengembangan RPP. Selama ini guru-guru
yang mengajar di sekolah swasta sedikit/jarang
mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai
Diklat Peningkatan Profesionalisme Guru dibandingkan
sekolah negeri. Hal ini menyebabkan banyak guru yang
belum tahu dan memahami penyusunan/pembuatan
RPP secara baik/lengkap. Beberapa guru mengadopsi
RPP orang lain. Hal ini peneliti ketahui pada saat
mengadakan supervisi akademik (supervisi kunjungan
kelas) ke sekolah binaan. Permasalahan tersebut
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 32
ISSN No.2442-5699
berpengaruh besar terhadap pelaksanaan proses
pembelajaran. Rumusan Masalah
1. Apakah penerapan Supervisi Training And
Guidance dapat meningkatkan Kemampuan Guru
dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) SDN Sekarbagus Tahun
Pelajaran 2014/2015 ?
2. Bagaimanakah Peningkatan Kemampuan Guru
dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) melalui Supervisi Training
And Guidance Terhadap peningkatan hasil
Pembelajaran di SDN Sekarbagus Tahun Pelajaran
2014/2015 ?
KAJIAN PUSTAKA Pengertian Supervisi
Secara morfologis Supervisi berasalah dari dua
kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super
berarti diatas dan vision berarti melihat, masih
serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan
pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang
dilakukan oleh atasan –orang yang berposisi diatas,
pimpinan-- terhadap hal-hal yang ada dibawahnya.
Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi
sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervise
bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak
mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan
yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya
(bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat
diberitahu bagian yang perlu diperbaiki.
Definisi supervisi dari tinjauan yg berbeda-
beda.God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin
guru-guru dalam jabatan mengajar, Boardman. Melihat
supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi dlm
masyarakat modern. Willem Mantja memandang
supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan (guru
murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Kimball
Wiles beranggapan bahwa faktor manusia yg memiliki
kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan
suasana belajar mengajar yg lebih baik. Ross L
memandang supervise sebagai pelayanan kapada guru-
guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan.
Sedangkan Purwanto (1987) memandangkan sebagai
pembinaan untuk membantu para guru dan pegawai
sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.
Tujuan dan sasaran Supervisi
Tujuan umum Supervisi adalah memberikan
bantuan teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar
personil tersebut mampu meningkatkan kwalitas
kinerjanya, dalam melaksanakan tugas dan
melaksanakan proses belajar mengajar .
Sasaran Supervisi Ditinjau dari objek yang disupervisi,
ada 3 macam bentuk supervisi:
1. Supervisi Akademik
Menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-
masalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung
berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada
waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu
2. Supervisi Administrasi
Menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspek-
aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung
dan pelancar terlaksananya pembelajaran.
3. Supervisi Lembaga
Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-
aspek yang berada di sekolah. Supervisi ini
dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik sekolah
atau kinerja sekolah secara keseluruhan. Misalnya:
Ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Perpustakaan
dan lain-lain.
Fungsi Supervisi
1. Fungsi Meningkatkan Mutu PembelajaranRuang
lingkupnya sempit, hanya tertuju pada aspek
akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas
ketika guru sedang memberikan bantuan dan
arahan kepada siswa.
2. Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan
PembelajaranLebih dikenal dengan nama Supervisi
Administrasi
3. Fungsi Membina dan Memimpin
B. Pengertian Guru
Secara etimologi ( asal usul kata), istilah
”Guru” berasal dari bahasa India yang artinya ” orang
yang mengajarkan tentang kelepasan dari
sengsara” Shambuan, Republika, ( dalam Suparlan
2005:11).
Kemudian Rabindranath Tagore (dalam
Suparlan 2005:11) menggunakan istilah Shanti Niketan
atau rumah damai untuk tempat para guru
mengamalkan tugas mulianya membangun spiritualitas
anak-anak bangsa di India ( spiritual intelligence).
Pengertian guru kemudian menjadi semakin
luas, tidak hanya terbatas dalam kegiatan keilmuan
yang bersifat kecerdasan spiritual (spiritual intelligence)
dan kecerdasan intelektual (intellectual intelligence),
tetapi juga menyangkut kecerdasan kinestetik
jasmaniah (bodily kinesthetic), seperti guru tari, guru
olah raga, guru senam dan guru musik. Dengan
demikian, guru dapat diartikan sebagai orang yang
tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan
emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya.
Poerwadarminta ( dalam Suparlan 2005:13)
menyatakan, “guru adalah orang yang kerjanya
mengajar.” Dengan definisi ini, guru disamakan dengan
pengajar. Pengertian guru ini hanya menyebutkan satu
sisi yaitu sebagai pengajar, tidak termasuk pengertian
guru sebagai pendidik dan pelatih. Selanjutnya Zakiyah
Daradjat (dalam Suparlan 2005:13) menyatakan,” guru
adalah pendidik profesional karena guru telah menerima
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 33
ISSN No.2442-5699
dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik
anak-anak.”
UU Guru dan Dosen Republik Indonesia No.14
Tahun 2005 ”Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah”.
Selanjutnya UU No.20 Tahun 2003 pasal 39
ayat 2 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan,
”pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan
dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi.”
PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan menyatakan, ”pendidik (guru)
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.”
Pengertian Standar Kompetensi Guru
Standar Kompetensi guru adalah suatu pernyataan
tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dalam
bentuk penguasaan perangkat kemampuan yang
meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan
bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak
disebut kompeten. Standar kompetensi guru dipilah ke
dalam tiga komponen yang kait- mengait, yakni: 1)
pengelolaan pembelajaran, 2) pengembangan
profesi, dan 3) penguasaan akademik. Komponen
pertama terdiri atas empat kompetensi, komponen
kedua memiliki satu kompetensi, dan komponen ketiga
memiliki dua kompetensi. Dengan demikian, ketiga
komponen tersebut secara keseluruhan meliputi
tujuh kompetensi dasar, yaitu: 1) penyusunan
rencana pembelajaran, 2) pelaksanaan interaksi belajar
mengajar, 3) penilaian prestasi belajar peserta didik, 4)
pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar
peserta didik, 5) pengembangan profesi, 6)
pemahaman wawasan kependidikan, dan 7)
penguasaan bahan kajian akademik ( sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan).
Abdurrahman Mas’ud (dalam Suparlan 2005:99)
menyebutkan tiga kompetensi dasar yang harus
dimiliki guru, yakni: (1) menguasai materi atau bahan
ajar, (2) antusiasme, dan ( 3) penuh kasih sayang
(loving) dalam mengajar dan mendidik.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 menyatakan,
“Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah
rencana yang menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan
telah dijabarkan dalam silabus.” Berdasarkan pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan
pembelajaran adalah suatu upaya menyusun
perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan
dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam kurikulum sesuai dengan
kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah.
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian Tindakan Sekolah dilaksanakan di SDN
Sekarbagus. Bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi guru dalam menyusun rencana
perlaksanaan pembelajaran (RPP) dengan lengkap.
Waktu Penelitian PTS ini dilaksanakan pada semester satu tahun
pelajaran 2014/2015 selama kurang lebih lima bulan
mulai Agustus sampai dengan Desember 2014.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi, dan diskusi.
a. Wawancara dipergunakan untuk mendapatkan data
atau informasi tentang pemahaman guru terhadap
RPP.
b. Observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data
dan mengetahui kompetensi guru dalam menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan lengkap.
c. Diskusi dilakukan antara peneliti dengan guru.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
kesulitan-kesulitan yang dialami oleh guru dalam
menyusun RPP. Selanjutnya peneliti memberikan
alternatif atau usaha guna meningkatkan kemampuan
guru dalam membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran.
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam
Penelitian Tindakan Sekolah, menurut Sudarsono, F.X,
(1999:2) yakni:
1. Rencana : Tindakan apa yang akan dilakukan
untuk meningkatkan kompetensi
guru dalam menyusun RPP secara
lengkap. Solusinya yaitu dengan
melakukan : a) wawancara dengan
guru dengan menyiapkan lembar
wawancara, b) Diskusi dalam
suasana yang menyenangkan dan
c) memberikan bimbingan dalam
menyusun RPP secara lengkap.
2. Pelaksanaan: Apa yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya meningkatkan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 34
ISSN No.2442-5699
kompetensi guru dalam menyusun
RPP yang lengkap yaitu dengan
memberikan bimbingan
berkelanjutan pada guru sekolah
binaan .
3. Observasi: Peneliti melakukan pengamatan
terhadap RPP yang telah dibuat
untuk memotret seberapa jauh
kemampuan guru dalam
menyusun RPP dengan lengkap,
hasil atau dampak dari tindakan
yang telah dilaksanakan oleh guru
dalam mencapai sasaran.
Selain itu juga peneliti mencatat
hal-hal yang terjadi dalam
pertemuan dan wawancara.
Rekaman dari pertemuan dan
wawancara akan digunakan untuk
analisis dan komentar kemudian.
4. Refleksi: Peneliti mengkaji, melihat, dan
mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang telah
dilakukan. Berdasarkan hasil dari
refleksi ini, peneliti bersama guru
melaksanakan revisi atau
perbaikan terhadap RPP yang telah
disusun agar sesuai dengan
rencana awal yang mungkin saja
masih bisa sesuai dengan yang
peneliti inginkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I (Pertama)
Siklus pertama terdiri dari empat tahap yakni: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4)
refleksi seperti berikut ini.
1. Perencanaan ( Planning )
a. Membuat lembar wawancara
b. Membuat format/instrumen penilaian RPP
c. Membuat format rekapitulasi hasil penyusunan
RPP siklus I dan II
d. Membuat format rekapitulasi hasil penyusunan
RPP dari siklus ke siklus
2. Pelaksanaan (Acting)
Pada saat awal siklus pertama indikator pencapaian
hasil dari setiap komponen RPP belum
sesuai/tercapai seperti rencana/keinginan peneliti.
Hal itu dibuktikan dengan masih adanya komponen
RPP yang belum dibuat oleh guru. Sebelas
komponen RPP yakni: 1) identitas mata pelajaran,
2) standar kompetensi, 3) kompetensi dasar, 4)
indikator pencapaian kompetensi, 5) tujuan
pembelajaran, 6) materi ajar, 7) alokasi waktu, 8)
metode pembelajaran, 9) langkah-langkah kegiatan
pembelajaran, 10) sumber belajar, 11) penilaiaan
hasil belajar ( soal, pedoman penskoran, dan kunci
jawaban). Hasil observasi pada siklus kesatu dapat
dideskripsikan berikut ini:
Observasi dilaksanakan Selasa, 31 Agustus 2010,
terhadap delapan orang guru. Semuanya menyusun
RPP, tapi masih ada guru yang belum melengkapi
RPP-nya baik dengan komponen maupun sub-sub
komponen RPP tertentu. Satu orang tidak
melengkapi RPP-nya dengan komponen indikator
pencapaian kompetensi. Untuk komponen
penilaian hasil belajar, dapat dikemukakan sebagai
berikut.
- Satu orang tidak melengkapinya dengan teknik
dan bentuk instrumen.
- Satu orang tidak melengkapinya dengan teknik,
bentuk instumen, soal, pedoman penskoran, dan
kunci jawaban.
- Dua orang tidak melengkapinya dengan teknik,
pedoman penskoran, dan kunci jawaban.
- Satu orang tidak melengkapinya dengan soal,
pedoman penskoran, dan kunci jawaban.
- Satu orang tidak melengkapinya dengan
pedoman penskoran dan kunci jawaban.
Selanjutnya mereka dibimbing dan disarankan
untuk melengkapinya.
Siklus II (Kedua)
Siklus kedua juga terdiri dari empat tahap yakni: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4)
refleksi. Hasil observasi pada siklus kedua dapat
dideskripsikan berikut ini:
Observasi dilaksanakan Selasa, 15 September 2014,
terhadap delapan orang guru. Semuanya menyusun
RPP, tapi masih ada guru yang keliru dalam
menentukan kegiatan siswa dalam langkah-langkah
kegiatan pembelajaran dan metode pembelajaran,
serta tidak memilah/ menguraikan materi
pembelajaran dalam sub-sub materi. Untuk
komponen penilaian hasil belajar, dapat
dikemukakan sebagai berikut.
- Satu orang keliru dalam menentukan teknik dan
bentuk instrumennya.
- Satu orang keliru dalam menentukan bentuk
instrumen berdasarkan teknik penilaian yang
dipilih.
- Dua orang kurang jelas dalam menentukan
pedoman penskoran.
- Satu orang tidak menuliskan rumus perolehan
nilai siswa.
Selanjutnya mereka dibimbing dan disarankan untuk
melengkapinya.
Pembahasan
Penelitian Tindakan Sekolah dilaksanakan di
SDN Sekarbagus Kabupaten Lamongan yang dulunya
berstatus Sekolah rintisan Sekolah standar Nasional ,
terdiri atas delapan guru, dan dilaksanakan dalam dua
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 35
ISSN No.2442-5699
siklus. Kedelapan guru tersebut menunjukkan sikap
yang baik dan termotivasi dalam menyusun RPP
dengan lengkap. Hal ini peneliti ketahui dari hasil
pengamatan pada saat melakukan wawancara dan
bimbingan penyusunan RPP. Selanjutnya dilihat dari
kompetensi guru dalam menyusun RPP, terjadi
peningkatan dari siklus ke siklus.
1. Komponen Identitas Mata Pelajaran
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan identitas mata pelajaran dalam
RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan identitas
mata pelajaran). Jika dipersentasekan, 84%. Lima
orang guru mendapat skor 3 (baik) dan tiga orang
mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua
kedelapan guru tersebut mencantumkan identitas
mata pelajaran dalam RPP-nya. Semuanya
mendapat skor 4 (sangat baik). Jika
dipersentasekan, 100%, terjadi peningkatan 16%
dari siklus I.
2. Komponen Standar Kompetensi
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan standar kompetensi dalam RPP-
nya (melengkapi RPP-nya dengan standar
kompetensi). Jika dipersentasekan, 81%. Masing-
masing satu orang guru mendapat skor 1, 2, dan 3
(kurang baik, cukup baik, dan baik). Lima orang
guru mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus
kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan
standar kompetensi dalam RPP-nya. Dua orang
mendapat skor 3 (baik) dan enam orang mendapat
skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 94%,
terjadi peningkatan 13% dari siklus I.
3. Komponen Kompetensi Dasar
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan kompetensi dasar dalam RPP-nya
(melengkapi RPP-nya dengan kompetensi dasar).
Jika dipersentasekan, 81%. Satu orang guru
masing-masing mendapat skor 1, 2, dan 3 (kurang
baik, cukup baik, dan baik). Lima orang guru
mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua
kedelapan guru tersebut mencantumkan
kompetensi dasar dalam RPP-nya. Dua orang
mendapat skor 3 (baik) dan enam orang mendapat
skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 94%,
terjadi peningkatan 13% dari siklus I.
4. Komponen Indikator Pencapaian Kompetensi
Pada siklus pertama tujuh orang guru
mencantumkan indikator pencapaian kompetensi
dalam RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan
indikator pencapaian kompetensi). Sedangkan satu
orang tidak mencantumkan/melengkapinya. Jika
dipersentasekan, 56%. Dua orang guru masing-
masing mendapat skor 1 dan 2 (kurang baik dan
cukup baik). Empat orang guru mendapat skor 3
(baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut
mencantumkan indikator pencapaian kompetensi
dalam RPP-nya. Tujuh orang mendapat skor 3
(baik) dan satu orang mendapat skor 4 (sangat
baik). Jika dipersentasekan, 78%, terjadi
peningkatan 22% dari siklus I.
5. Komponen Tujuan Pembelajaran
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan tujuan pembelajaran dalam RPP-
nya (melengkapi RPP-nya dengan tujuan
pembelajaran). Jika dipersentasekan, 63%. Satu
orang guru mendapat skor 1 (kurang baik), dua
orang mendapat skor 2 (cukup baik), dan lima
orang mendapat skor 3 (baik). Pada siklus kedua
kedelapan guru tersebut mencantumkan tujuan
pembelajaran dalam RPP-nya. Lima orang
mendapat skor 3 (baik) dan tiga orang mendapat
skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 84%,
terjadi peningkatan 21% dari siklus I.
6. Komponen Materi Ajar
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan materi ajar dalam RPP-nya
(melengkapi RPP-nya dengan materi ajar). Jika
dipersentasekan, 66%. Satu orang guru masing-
masing mendapat skor 1 dan 4 (kurang baik dan
sangat baik), dua orang mendapat skor 2 (cukup
baik), dan empat orang mendapat skor 3 (baik).
Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut
mencantumkan materi ajar dalam RPP-nya. Enam
orang mendapat skor 3 (baik) dan dua orang
mendapat skor 4 (sangat baik). Jika
dipersentasekan, 81%, terjadi peningkatan 15%
dari siklus I.
7. Komponen Alokasi Waktu
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan alokasi waktu dalam RPP-nya
(melengkapi RPP-nya dengan alokasi waktu).
Semuanya mendapat skor 3 (baik). Jika
dipersentasekan, 75%. Pada siklus kedua
kedelapan guru tersebut mencantumkan alokasi
waktu dalam RPP-nya. Tiga orang mendapat skor
3 (baik) dan lima orang mendapat skor 4 (sangat
baik). Jika dipersentasekan, 91%, terjadi
peningkatan 16% dari siklus I.
8. Komponen Metode Pembelajaran
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan metode pembelajaran dalam RPP-
nya (melengkapi RPP-nya dengan metode
pembelajaran). Jika dipersentasekan, 72%. Dua
orang guru mendapat skor 2 (cukup baik), lima
orang mendapat skor 3 (baik), dan satu orang
mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua
kedelapan guru tersebut mencantumkan metode
pembelajaran dalam RPP-nya. Satu orang
mendapat skor 2 (cukup baik), enam orang
mendapat skor 3 (baik), dan satu orang mendapat
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 36
ISSN No.2442-5699
skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 75%,
terjadi peningkatan 3% dari siklus I.
9. Komponen Langkah-Langkah Kegiatan
Pembelajaran
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran dalam RPP-nya (melengkapi RPP-
nya dengan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran). Jika dipersentasekan, 53%. Tujuh
orang guru mendapat skor 2 (cukup baik),
sedangkan satu orang mendapat skor 3 (baik).
Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut
mencantumkan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran dalam RPP-nya. Satu orang
mendapat skor 2 (cukup baik) dan tujuh orang
mendapat skor 3 (baik). Jika dipersentasekan,
72%, terjadi peningkatan 19% dari siklus I.
10. Komponen Sumber Belajar
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan sumber belajar dalam RPP-nya
(melengkapi RPP-nya dengan sumber belajar).
Jika dipersentasekan, 66%. Tiga orang guru
mendapat skor 2 (cukup baik), sedangkan lima
orang mendapat skor 3 (baik). Pada siklus kedua
kedelapan guru tersebut mencantumkan sumber
belajar dalam RPP-nya. Dua orang mendapat skor
2 (cukup baik) dan enam orang mendapat skor 3
(baik). Jika dipersentasekan, 69%, terjadi
peningkatan 3% dari siklus I.
11. Komponen Penilaian Hasil Belajar
Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)
mencantumkan penilaian hasil belajar dalam RPP-
nya meskipun sub-sub komponennya (teknik,
bentuk instrumen, soal), pedoman penskoran, dan
kunci jawabannya kurang lengkap. Jika
dipersentasekan, 56%. Dua orang guru masing-
masing mendapat skor 1 dan 3 (kurang baik dan
baik), tiga orang mendapat skor 2 (cukup baik),
dan satu orang mendapat skor 4 (sangat baik).
Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut
mencantumkan penilaian hasil belajar dalam RPP-
nya meskipun ada guru yang masih keliru dalam
menentukan teknik dan bentuk penilaiannya.
Tujuh orang mendapat skor 3 (baik) dan satu
orang mendapat skor 4 (sangat baik). Jika
dipersentasekan, 78%, terjadi peningkatan 22%
dari siklus I.
Berdasarkan pembahasan di atas terjadi
peningkatan kompetensi guru dalam menyusun
RPP. Pada siklus I nilai rata-rata komponen RPP
69%, pada siklus II nilai rata-rata komponen RPP
83%, terjadi peningkatan 14%.
Untuk mengetahui lebih jelas peningkatan setiap
komponen RPP, dapat dilihat pada lampiran
Rekapitulasi Hasil Penyusunan RPP dari Siklus ke
Siklus SDN Sekarbagus .
PENUTUP
Simpulan
1. Supervisi Training And Guidance ( latihan dan
Bimbingan ) dapat meningkatkan motivasi guru
dalam menyusun RPP dengan lengkap. Guru
menunjukkan keseriusan dalam memahami dan
menyusun RPP apalagi setelah mendapatkan
bimbingan pengembangan/penyusunan RPP dari
peneliti. Informasi ini peneliti peroleh dari hasil
pengamatan pada saat mengadakan wawancara dan
bimbingan pengembangan/penyusunan RPP kepada
para guru di SDN 2 Sekarbagus
2. Supervisi Training And Guidance ( latihan dan
Bimbingan )dapat meningkatkan kompetensi guru
dalam menyusun RPP. Hal itu dapat dibuktikan dari
hasil observasi /pengamatan yang memperlihatkan
bahwa terjadi peningkatan kompetensi guru dalam
menyusun RPP dari siklus ke siklus . Pada siklus I
nilai rata-rata komponen RPP 69% dan pada siklus
II 83%. Jadi, terjadi peningkatan 14% dari siklus I.
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiyah. 1980. Kepribadian Guru. Jakarta:
Bulan Bintang.
Dewi, Kurniawati Eni . 2009. Pengembangan Bahan
Ajar Bahasa Dan Sastra Indonesia Dengan
Pendekatan Tematis. Tesis. Surakarta: Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Depdiknas. 2003. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Depdiknas.
2004. Standar Kompetensi Guru Sekolah
Dasar. Jakarta: Depdiknas.
2005. UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen. Jakarta: Depdiknas.
2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:
Depdiknas.
2007. Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007a
tentang Standar Proses. Jakarta: Depdiknas.
2007. Permendiknas RI No. 12 Tahun 2007b
tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.
Jakarata: Depdiknas.
2008. Perangkat Pembelajaran Kurikulum
Tingkat Satuan Pembelajaran SMA. Jakarta.
2008. Alat Penilaian Kemampuan Guru.
Jakarta: Depdiknas.
2009. Petunjuk Teknis Pembuatan Laporan
Penelitian Tindakan Sekolah Sebagai Karya
Tulis Ilmiah Dalam Kegiatan Pengembangan
Profesi Pengawas Sekolah. Jakarta.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 37
ISSN No.2442-5699
Fatihah, RM . 2008. Pengertian konseling
(Http://eko13.wordpress.com, diakses 19 Maret
2009).
Imron, Ali. 2000. Pembinaan Guru Di Indonesia.
Malang: Pustaka Jaya.
Kemendiknas. 2010. Penelitian Tindakan Sekolah.
Jakarta.
2010. Supervisi Akademik. Jakarta.
Kumaidi. 2008. Sistem Sertifikasi
(http://massofa.wordpress.com diakses 10
Agustus 2009).
Nawawi, Hadari. 1985. Metode Penelitian Bidang
Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Pidarta, Made . 1992. Pemikiran Tentang Supervisi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 2009. Standar Kompetensi Pengawas
Dimensi dan Indikator. Jakarta : Binamitra
Publishing.
Suharjono. 2003. Menyusun Usulan Penelitian. Jakarta:
Makalah Disajikan pada Kegiatan Pelatihan
Tehnis Tenaga Fungsional Pengawas.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta:
Hikayat Publishing.
2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta:
Hikayat Publishing.
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
kedua
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 38
ISSN No.2442-5699
Pengaruh Pendidikan, Pengalaman dan Independensi Terhadap Kinerja
Auditor Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening
Noer Rafikah Zulyanti *)
*)
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI Pengawasan yang dilakukan Auditor Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan
efisiensi nasional, sehingga auditor pemerintah harus menjaga dan meningkatkan profesionalisme dalam
melaksanakan tugasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pendidikan, pengalaman dan Independensi
terhadap Kinerja Auditor dengan motivasi sebagai variable intervening. Penelitian ini menggunakan adalah metode
pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan
terhadap Motivasi Auditor ditunjukan, tidak terdapat pengaruh signifikan antara Independensi dan Pengalaman
terhadap Motivasi Auditor, tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan dan Pengalaman terhadap Kinerja
Auditor, terdapat pengaruh signifikan antara Independensi dan motivasi terhadap Kinerja. Tidak terdapat pengaruh
signifikan Pendidikan dan Pengalaman terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui
motivasi dan terdapat pengaruh signifikan antara Independensi terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten
Lamongan melalui motivasi secara tidak langsung.
Kata Kunci: Pendidikan, Pengalaman, Independensi, Motivasi, Kinerja Auditor
LATAR BELAKANG
Terdapat tiga aspek yang mendukung
terciptanya kepemerintahan yang baik (good
governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan
pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk
mengawasi kinerja pemerintahan (Efendy, 2010).
Pengendalian (control) adalah mekanisme yang
dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem
dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan
pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan
memiliki kompetensi professional untuk memeriksa
apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
Secara garis besar di Indonesia yang
melaksanakan fungsi pemeriksaan dipisahkan menjadi
dua bagian yaitu auditor eksternal dan auditor internal.
Auditor eksternal pemerintah diimplementasikan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan Auditor
internal pemerintah diimplementasikan oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
INSPEKTORAT dan badan pengawas internal di setiap
departemen yaitu Inspektorat Jendral (IRJEN). Salah
satu unit yang melakukan audit/pemeriksaan terhadap
pemerintah daerah adalah Inspektorat Daerah
(Propinsi/Kabupaten/Kota).
Pengawasan yang dilakukan oleh auditor
pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam
menciptakan efisiensi nasional, sehingga auditor
pemerintah harus menjaga dan meningkatkan
profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya. Salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah
pendidikan di bidang akuntansi, karena dengan
pendidikan di bidang akuntansi maka seorang auditor
dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang
erat kaitannya dalam melaksanakan tugas audit. Untuk
membuktikan keahlian atau profesionalisme seorang
auditor harus memiliki pengalaman dalam praktek
audit..
Independensi adalah sikap mental dimana
auditor tidak memihak terhadap kepentingan pihak
manapun, Dalam Efendy (2010) menyatakan bahwa
kerjasama dengan obyek pemeriksaan yang terlalu lama
dan berulang bisa menimbulkan kerawanan atas
independensi yang dimiliki oleh auditor.
Motivasi dibedakan menjadi dua bagian yakni
motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat
intrinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri
yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut
mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan
tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status
ataupun materi sehingga dapat dikatakan orang tersebut
sedang melakukan hobynya. Motivasi ekstrinsik adalah
manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat
di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang
membuat seorang termotivasi seperti status ataupun
kompensasi. Kinerja audit pemerintahan merupakan
salah satu elemen penting dalam rangka penegakan
good government.
Inspektorat Kabupaten Lamongan dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 39
ISSN No.2442-5699
Nomor 04 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Lamongan
dan mempunyai tugas pokok yaitu “ Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan
didaerah, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan
Pemerintahan dan pelaksanaan urusan Pemerintahan
Desa“.
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif karena data
yang disajikan berhubungan dengan angka dan
menggunakan analisis statistik. Penelitian ini berupa
studi kasus yang bertujuan untuk mencari pengaruh
antara variabel bebas yaitu Pendidikan (X1),
Pengalaman (X2), dan Independensi (X3) terhadap
variabel terikat yaitu Kinerja Auditor (Y) pada
Inspektorat Kabupaten Lamongan dengan variabel
intervening Motivasi (M). Populasi penelitian adalah
staf Inspektorat Kabupaten Lamongan yang berjumlah
34 (tiga puluh empat) orang dijadikan sampel.
Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan
menggunakan metode survey (survey method), yaitu
pengumpulan data primer yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli dengan cara menyebarkan
daftar pertanyaan (kuesioner) secara personal yang akan
diisi atau dijawab oleh responden.
HASIL
Inspektorat Kabupaten Lamongan merupakan
salah satu Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang
ada pada Pemerintah Kabupaten Lamongan dimana
Inspektorat Kabupaten Lamongan memiliki tugas
melakukan pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan Daerah dan pemerintahan Desa.
Kabupaten Lamongan merupakan salah satu dari
Kabupaten yang ada di Propinsi Jawa Timur dengan
nilai Belanja yang cukup besar. Dari hasil penelitian
yang dilakukan maka diketahui bahwa dari 35 (tiga
puluh lima) orang responden sebanyak 21 (dua puluh
satu) orang laki-laki sedangkan sisanya sebanyak 14
(empat belas) orang adalah perempuan. Mayoritas usia
responden adalah 31-40 tahun yakni 16 (enam belas)
orang sedangkan sisanya 5 (lima) orang usia 20-30
tahun, 9 (sembilan) orang usia 41-50 tahun sedangkan 5
(lima) orang sisanya berusia diatas 50 tahun.
Karakteristik Responden Berdasarkan tingkat
Pendidikan SMA sebanyak 7 (tujuh) orang, Diploma III
1 (satu) orang, Sarjana (S1) sebanyak 17 (tujuh belas)
orangdan Magister (S2) sebanyak 10 (sepuluh) orang
responden. Sedangkan Kareakteristik menurut Masa
kerja antara lain 0-3 tahun sebanyak 12 (dua belas)
orang, 4-7 tahun sebanyak 6 (enam) orang, 8-14 tahun
sebanyak 12 (dua belas) orang dan sisanya sebanyak 5
(lima) orang memiliki masa kerja lebih dari 15 (lima
belas) tahun.
PEMBAHASAN
Berikut hasil pengolahan data yang telah
dilakukan menggunakan bantuan Program SPSS 16 for
Windows diperoleh hasil:
Uji Validitas
Data penelitian yang telah terkumpul kemudian diolah
untuk menguji kualitas data berupa uji validitas dan
reliabilitas. Dari hasil uji validitas yang dilakukan
dengan bantuan program SPSS versi 16 menunjukkan
bahwa koefisien korelasi pearson moment untuk setiap
item butir pernyataan dengan skor total variabel Kinerja
Auditor (Y), Pendidikan (X1) Pengalaman (X2),
Independensi (X3) dan motivasi (M) signifikan pada
tingkat signifikansi 0,01. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa seluruh butir pertanyaan valid.
Uji Reabilitas
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan
uji One Shot, artinya satu kali pengukuran saja dan
kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan
lainnya atau dengan kata lain mengukur korelasi antar
jawaban pertanyaan. Hasil perhitungan uji reliabilitas
menunjukkan bahwa nilai Cronbach Alpha (α) untuk
masing-masing variabel adalah lebih besar dari 0,60.
Dari hasil penelitian seluruh item-item instrumen untuk
masing-masing variabel adalah reliabel.
Uji Partial (Uji T)
Terdapat Pengaruh Signifikan antara Pendidikan
terhadap Motivasi Auditor
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama (H1)
yang menyebutkan bahwa Pendidikan aparat
inspektorat berpengaruh signifikan terhadap motivasi.
Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang
langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga
landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan
memanfaatkan semua sarana yang ada untuk kelancaran
pelaksanaan tugas. Untuk meningkatkan motivasi
khususnya dalam rangka aktualisasi diri seorang auditor
perlu untuk memperoleh penghargaan ekstrinsik yakni
peningkatan karir dan status. Dengan demikian semakin
tinggi tingkat pendidikan seorang auditor maka makin
tinggi pula motivasinya.
Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara
Pengalaman terhadap Motivasi Auditor
Pengalaman tidak berpengaruh terhadap Motivasi atau
dengan kata lain Hipotesis kedua ditolak. Semakin
sering auditor/pemeriksa melakukan pekerjaan yang
sama, semakin terampil dan semakin cepat dia
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pengalaman kerja
yang semakin kaya dan luas, dan semakin berpeluang
bagi auditor untuk meningkatkan motivasi mereka.
Pengalaman secara tidak langsung memberikan
penghargaan intrinsik (kenikmatan pribadi dan
kesempatan membantu orang lain) dan penghargaan
ekstrinsik (peningkatan karir dan status) bagi seorang
auditor. Pada Responden Inspektorat Kabupaten
Lamongan pengalaman tidak mempengaruhi motivasi
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 40
ISSN No.2442-5699
mereka hal ini disebabkan bagi mereka baik
berpengalaman maupun tidak berpengalaman mereka
tidak akan mendapatkan penghargaan apapun dari
pimpinan.
Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara
Independensi terhadap Motivasi Auditor
Independensi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap motivasi dan Hipotesis ketiga ditolak. Dalam
semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan
pemeriksaan, seorang auditor/pemeriksa harus bebas
dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan
pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat
mempengaruhi independensinya. Para
Auditor/pemeriksa bertanggung jawab untuk dapat
mempertahankan independensinya sedemikian rupa,
sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau
rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan
tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh
pihak manapun. Seharusnya hal ini mampu memotivasi
seorang auditor yakni dalam kebutuhan Sosial dan
Kasih sayang dimana auditor merasa perlu untuk
diterima oleh orang lain (sense of belonging),
kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of
achievement), kekuatan ikut serta (sense of
participation). hal ini disebabkan mereka tidak peduli
akan pendapat orang serta diduga karena independensi
aparat inspektorat Kabupaten Lamongan masih
terpengaruh dengan penentu kebijakan dan sering
adanya mutasi antar satuan kerja perangkat daerah.
Akibatnya, meskipun aparat acapkali mendapat fasilitas
dari auditee.
Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara
Pendidikan terhadap Kinerja Auditor
Hipotesis ini tidak dapat dibuktikan diduga karena
aparat Inspektorat Kabupaten Lamongan beranggapan
bahwa tidak peduli latar belakang pendidikan mereka
apa mereka pasti bisa melakukan audit (tidak perlu latar
belakang pendidikan akuntansi) cukup memiliki
pengetahuan dibidang pemerintahan saja.
Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara
Pengalaman terhadap Kinerja Auditor
Pengujian H5 dimana terdapat pengaruh signifikan
antara Pengalaman terhadap Kinerja Auditor di
Inspektorat Kabupaten Lamongan diperoleh hasil
bahwa Pengalaman aparat inspektorat tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor dengan
kata lain H5 ditolak. Diduga tidak dapat dibuktikan
karena adanya anggapan bahwa mereka merasa bisa
melakukan audit walaupun mereka orang baru serta
adanya anggapan bahwa pembuatan laporan yang tepat
waktu bukanlah ukuran untuk menunjukkan kinerja
mereka bagus atau tidak melainkan diukur dengan jenis
temuannya.
Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Independensi
terhadap Kinerja Auditor
Independensi merupakan sikap mental dimana auditor
tidak memihak kepada kepentingan pihak manapun.
Tingginya independensi auditor mendorong Kinerja
Auditor menjadi semakin tinggi karena auditor merasa
perlu untuk menjaga performanya dimata orang lain
(masyarakat atau obyek pemeriksaan)
Terdapat pengaruh signifikan antara Motivasi
terhadap Kinerja Auditor
Hasil pengujian ini menginterpretasikan bahwa variabel
Motivasi aparat inspektorat signifikan terhadap Kinerja
Auditor pada taraf signifikansi 5% atau dengan kata lain
H7 diterima. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan
oleh Goleman (2001) dalam Muh. Taufiq Efendy tahun
2010 bahwa hanya motivasi yang akan membuat
seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi
untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada.
Rasa ingin membuat hati pimpinan merasa senang atas
keberhasilan tugas yang dilaksanakan memotivasi
auditor untuk melakukan pekerjaannya dengan baik.
Analisis Jalur (Variabel Intervening)
Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara
Pendidikan Terhadap Kinerja Auditor Di
Inspektorat Kabupaten Lamongan Melalui
Motivasi. Pendidikan tidak dapat mempengaruhi Kinerja Auditor
melalui motivasi yang dimilikinya diduga karena
persepsi auditor mereka tidak akan dapat menduduki
jabatan dengan segera walaupun pendidikan mereka
tinggi hal ini disebabkan karena aturan birokrasi yang
menggunakan Daftar Urut Kepangakatan sehingga
siapa yang pangkatnya lebih tinggi walaupun mereka
hanya lulusan SMA dialah yang akan menduduki
jabatan dulu.
Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara
Pengalaman Terhadap Kinerja Auditor Di
Inspektorat Kabupaten Lamongan Melalui
Motivasi. Diduga tidak dapat karena karena persepsi auditor
mereka tidak akan dapat menduduki jabatan dengan
segera walaupun pengalaman mereka banyak ini
terbukti aturan birokrasi yang menggunakan Daftar
Urut Kepangkatan sehingga siapa yang pangkatnya
lebih tinggi walaupun tidak memiliki pengalaman audit
dialah yang akan menduduki jabatan dulu
Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Independensi
terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten
Lamongan Melalui Motivasi
Hasil analisis jalur diketahui bahwa Independensi tidak
berpengaruh secara langsung terhadap Kinerja Auditor
melalui motivasi namun berpengaruh secara tidak
langsung melalui motivasi terhadap kinerja dengan nilai
0,0107 (0,272 x 0,374).
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 41
ISSN No.2442-5699
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat
disimpulkan (1)Terdapat pengaruh signifikan antara
Pendidikan terhadap Motivasi Auditor. Untuk
meningkatkan motivasi khususnya dalam rangka
aktualisasi diri seorang auditor perlu untuk memperoleh
penghargaan ekstrinsik yakni peningkatan karir dan
status. Dengan demikian semakin tinggi tingkat
pendidikan seorang auditor maka makin tinggi pula
motivasinya (2)Tidak terdapat pengaruh signifikan
antara Pengalaman terhadap Motivasi Auditor diduga
bagi mereka baik berpengalaman maupun tidak
berpengalaman mereka tidak akan mendapatkan
penghargaan apapun dari pimpinan. (3)Tidak terdapat
pengaruh signifikan antara Independensi terhadap
Motivasi Auditor. Diduga mereka tidak peduli akan
pendapat orang serta karena independensi aparat
inspektorat Kabupaten Lamongan masih terpengaruh
dengan penentu kebijakan dan sering adanya mutasi
antar satuan kerja perangkat daerah. Akibatnya,
meskipun aparat acapkali mendapat fasilitas dari
auditee. (4) Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara
Pendidikan terhadap Kinerja Auditor diduga karena
aparat Inspektorat Labupaten Lamongan beranggapan
bahwa tidak peduli latar belakang pendidikan mereka
apa mereka pasti bisa melakukan audit (tidak perlu latar
belakang pendidikan akuntansi) cukup memiliki
pengetahuan dibidang pemerintahan saja (5)Tidak
terdapat pengaruh signifikan antara Pengalaman
terhadap Kinerja Auditor. Diduga tidak dapat
dibuktikan karena adanya anggapan bahwa mereka
merasa bisa melakukan audit walaupun mereka orang
baru serta adanya anggapan bahwa pembuatan laporan
yang tepat waktu bukanlah ukuran untuk menunjukkan
kinerja mereka bagus atau tidak melainkan diukur
dengan jenis temuannya. (6)Terdapat pengaruh
signifikan antara Independensi terhadap Kinerja
Auditor. Tingginya independensi auditor mendorong
Kinerja Auditor menjadi semakin tinggi karena auditor
merasa perlu untuk menjaga performanya dimata orang
lain (masyarakat atau obyek pemeriksaan) (7) Terdapat
pengaruh signifikan antara Independensi terhadap
Kinerja Auditor. Rasa ingin membuat hati pimpinan
merasa senang atas keberhasilan tugas yang
dilaksanakan memotivasi auditor untuk melakukan
pekerjaannya dengan baik. (8) Tidak terdapat pengaruh
signifikan antara Pendidikan terhadap Kinerja Auditor
di Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui motivasi.
Hal ini diduga disebabkan karena aturan birokrasi yang
menggunakan Daftar Urut Kepangakatan sehingga
siapa yang pangkatnya lebih tinggi walaupun mereka
hanya lulusan SMA dialah yang akan menduduki
jabatan dulu. (9) Tidak terdapat pengaruh signifikan
antara Pengalaman terhadap Kinerja Auditor di
Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui motivasi.
Diduga tidak dapat karena karena persepsi auditor
mereka tidak akan dapat menduduki jabatan dengan
segera walaupun pengalaman mereka banyak ini
terbukti aturan birokrasi yang menggunakan Daftar
Urut Kepangkatan sehingga siapa yang pangkatnya
lebih tinggi walaupun tidak memiliki pengalaman audit
dialah yang akan menduduki jabatan dulu. (10)
Terdapat pengaruh signifikan antara Independensi
terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten
Lamongan melalui motivasi Hasil analisis jalur
diketahui bahwa Indepensi tidak berpengaruh secara
langsung terhadap Kinerja Auditor melalui motivasi
namun berpengaruh secara tidak langsung melalui
motivasi terhadap kinerja dengan nilai 0,0107 (0,272 x
0,374). Munculnya pengaruh tidak langsung karena
adanya perasaan takut dari aparat inspektorat jika
mereka tidak independen maka atasan tidak akan puas
dan menegur atau memberikan hukuman kepada
mereka.
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dan
kesimpulan di atas maka dapat diberikan saran-saran
antara lain sebagai berikut: (1) Bagi Auditor
Pendidikan, pengalaman dan Independensi serta adanya
pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari
motivasi Untuk meningkatkan Kinerja Auditor
dibutuhkan pendidikan yang diperoleh dari bangku
perkuliahan maupun pelatihan.(2)bagi Peneliti Lain
dimana Penelitian mendatang sebaiknya melakukan
sebuah penelitian dengan menggunakan metode
wawancara langsung untuk mengumpulkan data
penelitian agar dapat mengurangi adanya kelemahan
terkait internal validity dan memperluas objek
penelitian pada aparat inspektorat kabupaten/kota se-
Provinsi Jawa Timur sehingga hasilnya dapat
digeneralisasi.
DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2008. Peraturan Daerah Kabupaten
Lamongan Nomor 04 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Teknis Daerah Kabupaten
Lamongan.Lamongan. Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Lamongan.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. 2008.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara nomor
PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar
Audit Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah. Jakarta
Efendy, Muh. Taufiq. 2010. Pengaruh Kompetensi,
Independensi, Dan Motivasi Terhadap
Kualitas Audit Aparat Inspektoratdalam
Pengawasan Keuangan Daerah (Studi
Empiris Pada Pemerintah Kota
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 42
ISSN No.2442-5699
Gorontalo). Tesis Program Studi Magister
Sains Akuntansi Program Pascasarjana
Universitas diponegoro.
Mulyadi. 2002. Auditing Buku 1. Salemba Empat.
Jakarta
Mareta, Rena. 2011. Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Pengalaman Dan Kompensasi Terhadap Kinerja
Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 43
ISSN No.2442-5699
Petunjuk bagi (Calon) Penulis Jurnal Media Edukasi (elkapesbe)
1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Media Edukasi meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian atau kajianpustaka yang mempunyai kontribusi baru di bidang Teknik. Naskah diketik degan huruf TimesNew Roman, ukuran 11 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas HVS kuarto sepanjang maksimum15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta disketnya. Berkas(file) dibuat dengan Microsoft word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attacment e-mail kealamat: [email protected]
2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judul artikel. Jikapenulis terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama;nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam halnaskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yangnamanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untukmemudahkan komunikasi.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masingmasingbagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikeldicetak dengan huruf besar ditengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atautebal
dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)
4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atauruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup ataukesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpajudul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil;pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk)
6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yangdiutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.
7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurang (nama, tahun). Pencantuman
sumberpada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.Contoh: (Davis, 2003: 47).
8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dankronologis. Buku:
Anderson, D, W., Vault, V. D. & Dickson, C. E. 1999. Problem and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publising Co. Buku kumpulan artikel:
Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke- 1). Malang: UM Press. Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Represensation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge. Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61. Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos, hlm. 4 & 11. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3. Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya. Buku terjemahan: Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:
Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG. Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus. Internet (karya individual)
Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995 : The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html, diakses 12 Juni
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 44
ISSN No.2442-5699
1996) Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (Online), jilid 5,No. 4,(http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000). Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), ([email protected], diakses 22 November 1995). Internet (e-mail pribadi): Naga, D.S ([email protected]). 1 Oktober 1997. Artikel Untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah ([email protected]).
9. Tata cara penyajian kutipan, table, dan gambar mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan BahasaIndonesia
yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel bahasa Inggris menggunakan ragam baku.
10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari reviewers yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting, kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis.
11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Segala sesuatu yang menyangkut perjanjian pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.