45
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 ISSN No.2442-5699 Jurnal Media Edukasi EDITORIAL Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat AllAh SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan proses penyuntingan naskah dan telah menerbitkan Jurnal Media Edukasi . Penerbitan Jurnal Media Edukasi sebagai wadah publikasi hasil kajian dari penelitian bidang pendidikan, sosial dan budaya. Materi jurnal volume I no 2 bulan Maret 2015 membahas topik yang berkaitan dengan penelitian tindakan kelas guru. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada segenap dewan pakar, dan seluru tim redaksi yang membantu dan memberi masukan demi kesempurnaan Jurnal Media Edukasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pengirim naskah Jurnal teknika yang telah menyumbangkan hasil penelitian/pemikiran/konsep/ide di bidang pendidikan, sosial dan budaya Akhir kata, semoga naskah-naskah Jurnal Media Edukasi Vol. I No.2 Maret 2015 ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Redaktur

Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 0

ISSN No.2442-5699

Jurnal Media Edukasi

EDITORIAL

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat AllAh SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan proses penyuntingan naskah dan telah menerbitkan Jurnal Media Edukasi . Penerbitan Jurnal Media Edukasi sebagai wadah publikasi hasil kajian dari penelitian bidang pendidikan, sosial dan budaya. Materi jurnal volume I no 2 bulan Maret 2015 membahas topik yang berkaitan dengan penelitian tindakan kelas guru.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada segenap dewan pakar, dan seluru tim redaksi yang membantu dan memberi masukan demi kesempurnaan Jurnal Media Edukasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pengirim naskah Jurnal teknika yang telah menyumbangkan hasil penelitian/pemikiran/konsep/ide di bidang pendidikan, sosial dan budaya

Akhir kata, semoga naskah-naskah Jurnal Media Edukasi Vol. I No.2 Maret 2015 ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Redaktur

Page 2: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 1

ISSN No.2442-5699

PENGEMBANGAN CARA BELAJAR AKTIF MODEL PENGAJARAN TERARAH

DALAM MENINGKATKAN PRESTASI DAN PEMAHAMAN

MATA PELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS II SDN BLULUK I

KECAMATAN BLULUK KABUPATEN LAMONGAN

Bambang Titis Endro Purnomo

*)

SDN Bluluk Kec.Bluluk Kab.Lamongan

ABSTRAK Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan

informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan

pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang

langgeng hanyalah kegiatan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.

Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi dan

penguasaan materi pelajaran IPA dengan diterapkannya metode pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif

Model Pengajaran Terarah? (b) Bagaimanakah pengaruh pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model

Pengajaran Terarah, dalam membantu siswa meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar IPA?

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui bagaimana prestasi, pemahaman dan

penguasaan mata pelajaran IPA setelah diterapkannya pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model

Pengajaran Terarah. (b) Ingin mengetahui pengaruhnya metode pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif

Model Pengajaran Terarah dalam meningkatkan prestasi dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA

setelah diterapkan pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus

III yaitu, siklus I (65,00%), siklus II (75,00%), siklus III (90,00%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah

pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah berpengaruh positif terhadap motivasi

belajar Siswa kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan, serta model pembelajaran ini dapat

digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPA.

Kata Kunci: pelajaran IPA, Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah

PENDAHULUAN

Mengajar bukan semata persoalan menceritakan.

Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan

informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan

keterlibatan mental dankerja siswa sendiri. Penjelasan

dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil

belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil

belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.

Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar

menjadi aktifs siswa harus mengerjakan banyak sekali

tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji

gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa

yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit,

menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa

bahkan sering septembernggalkan tempat duduk

mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving

about dan thinking aloud)

Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik,

kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan

tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain.

Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni

menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri,

menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan

keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut

pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.

Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan

tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis

penulis mengambil judul “Pengembangan Cara Belajar

Aktif Model Pengajaran Terarah dalam Meningkatkan

Prestasi dan Pemahaman Mata Pelajaran IPA pada

Siswa Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk

Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2008/2009”.

Rumusan Masalah

1. Seberapa jauh peningkatan prestasi belajar IPA

dengan diterapkannya cara belajar aktif model

pengajaran terarah pada siswa Kelas II SDN

Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten

Lamongan ?.

2. Bagaimanakah pengaruh cara belajar aktif model

pengajaran terarah terhadap motivasi belajar IPA

pada siswa Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan

Bluluk Kabupaten Lamongan ?

KAJIAN PUSTAKA

Gaya Belajar

Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta

didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa

bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat

orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini

Page 3: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 2

ISSN No.2442-5699

menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka

lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama

pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu

oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda

dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak

sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang

dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka

menggurulkan kemampuan untuk mendengar dan

mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak

bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara

atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar

terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan.

Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang

sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah

bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan

sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak

sembarangan dan tida karuan.

Kalangan pendidikan juga mencermati adanya

perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun

terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah

menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada

mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu

instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia

pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan

sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki

orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap

pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap

tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam

pengalaman langsung dan konkret daripada

mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan

baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI

lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa

sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang

benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif

abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini,

dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar

aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa

efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini:

diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan

debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman,

pengalaman lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara

khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini

“bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan

kelompok dan belajar bersama.”

Sisi Sosial Proses Belajar

Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana

terdapat pengetahuan yang luas, perubahan pesat, dan

ketidakpastian, mereka bisa mengalami kegelisahan dan

bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan

kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan

kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk

tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan.

Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan

memiliki keamanan ketimbang pertumbuhan.

Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa

sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu

mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru.

Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecul,

menurut Maslow, dan “tiap langkah maju hanya

dimungkin akan bila ada rasa aman, yang mana ini

merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang

aman menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow,

1968).

Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa

aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan

menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling

memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi

tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman,

bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan

emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka

melampaui ambang pengetahuan dan ketermapilan

mereka yang sekarang.

Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar

dama buku klasiknya, Toward a Theory of Instruction.

Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam

manusia untuk merespon orang lain dan untuk

bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan,”

yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan

timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas

merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan

oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan

tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan

bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah

terdapat proses yang membawa individu ke dalam

pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan

kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan

kelompok” (Bruner, 1966).

Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu

belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas

memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara

khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-

temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-

temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh

pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode

belajar bersama yang terbaik, semisal pelajaran

menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini.

Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan

mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama,

namun juga mengajarkan satu sama lain.

Pengajaran terarah

1. Uraian Singkat

Dalam teknik ini, guru mengajukan satu atau beberapa

pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa untuk

mendapatkan hipotesiss atau simpulan mereka dan

kemudian memilah-milahnya menjadi sejumlah

kategori. Metoda pengajarann terarah merupakan

selingan yangmengasyikkan di sela-sela cara belajar

biasa. Cara ini memungkinkan untuk mengetahui apa

yang telah diketahui dan dipahami oleh siswa sebelum

Page 4: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 3

ISSN No.2442-5699

memaparkan apa yang akan diajarkan. Metodea ini

sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep

yang abstrak.

2. Prosedur

a. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan

yang menjajaki pemikiran siswa dalam

pengetahuan yang mereka miliki. Gunakan

pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinan

jawaban.

b. Berikan waktu yang cukup kepada siswa dalam

pasangan atau kelompok untuk membahas

jawaban mereka.

c. Perintahkan siswa untuk kembali ke tampat

masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika

memungkikan, seleksi jawaban mereka menjadi

beberapa kategori yang terkait dengan kategori

atau konsep yang berbeda/

d. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin

anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk

menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan

poin-poin ini. Catatlah gagasan yangmemberi

iformasi tambahan bagi poin pembelajaran dari

pelajaran.

3. Variasi

a. Jangan memilah-milah jwaban siswa menjadi daftar

yang terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar

panjang dan perintahkan merak untuk

mengkategorikan gagasan mereka terlebih dahulu

sebelum anda membandingkannya dengan konsep

yang ada idi pikran anda.

b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang

sudah ada di benak anda. Cermati bagaimana siswa

dan anda secara bersama bisa memilah-milah

gagasan-gagasan mereka menjadi kategori yang

berguna.

METODE

Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam

melakukan penelitian untuk memperoleh data yang

diinginkan. Penelitian ini bertempat di Kelas II SDN

Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan

Tahun Pelajaran 2008/2009. Waktu penelitian adalah

waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini

dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Nopember semester gasal 2008/2009. Subyek penelitian

adalah siswa-siswi Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan

Bluluk Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran

2008/2009, pada standar komptensi Kebutuhan

Manusia Agar Tumbuh Sehat dan Kuat

Rancangan Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu

penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan

model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart

(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari

sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus

meliputi planning (rencana), action (tindakan),

observation (pengamatan), dan reflection (refleksi).

Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan

yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan

pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan

Analisis Data

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic

sederhana yaitu:

a.Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai

yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi

dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut

sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat

dirumuskan:

N

XX

Dengan : X = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua

nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

b.Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara

perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju

pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994

(Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas

belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan

kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut

terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari

atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

%100

...x

Siswa

belajartuntasyangSiswaP

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Siklus I

Dari tes Formatif pada siklus I direkapitulasi dalam

tabel 1 berikut :

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa

pada Siklus I

No Uraian

Hasil

Siklus

I

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

68,93

18,00

64,28

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan

menerapkan model belajar aktif diperoleh nilai rata-rata

prestasi belajar siswa adalah 68,93 dan ketuntasan

Page 5: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 4

ISSN No.2442-5699

belajar mencapai 64,28% atau ada 18 siswa dari 28

siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum

tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65

hanya sebesar 64,28% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini

disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum

mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru

dengan menerapkan model belajar aktif.

Hasil Siklus II

Hasil tes Formatif pada siklus II dapat dilihat pada

tabel 2 berikut :

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada

Siklus II

No Uraian

Hasil

Siklus

II

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

72,86

21,00

75,00

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi

belajar siswa adalah 72,86 dan ketuntasan belajar

mencapai 75,00% atau ada 21 siswa dari 28 siswa sudah

tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus

II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya

peningkatan hasil belajr siswa ini karena setelah guru

menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan

selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya

siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa

juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan

dinginkan guru dengan menerapkan model belajar aktif.

Hasil Siklus III

Hasil tes Formatif pada siklus III dapat dilihat

pada tabel 3 berikut :

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa

pada Siklus III

No Uraian

Hasil

Siklus

III

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

83,21

24,00

85,71

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes

formatif sebesar 83,21 dan dari 28 siswa yang telah

tuntas sebanyak 24 siswa dan 4 siswa belum mencapai

ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan

belajar yang telah tercapai sebesar 85,1% (termasuk

kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami

peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya

peningkatan hasil belajar pada siklus III ini

dipengaeruhi oleh adanya peningkatan kemampuan

guru dalam menerapkan belajar aktif sehingga siswa

menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini

sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi

yang telah diberikan.

Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa

cara belajar aktif model pengajaran terarah

memiliki dampak positif dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari

semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap

materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar

meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-

masing 64,28%, 75,00%, dan 85,71%. Pada siklus

III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah

tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas

siswa dalam proses belajar aktif dalam setiap

siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak

positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat

ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata

siswa pada setiap siklus yang terus mengalami

peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas

siswa dalam proses pembelajaran IPA pada

standar kompetensi Mengenal berbagai benda

langit dengan model belajar aktif yang paling

dominan adalah bekerja dengan menggunakan

alat/media, mendengarkan/memperhatikan

penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara

siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa

aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama

pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah

belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari

aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas

membimbing dan mengamati siswa dalam

mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep,

menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi

umpan balik/evaluasi/Tanya jawab dimana

prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pembelajaran dengan cara belajar aktif model

pengajaran terarah memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai

dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam

setiap siklus, yaitu siklus I (64,28%), siklus II

(75,00%), siklus III (85,71%).

Page 6: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 5

ISSN No.2442-5699

2. Penerapan cara belajar aktif model pengajaran

terarah mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa yang

ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang

menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat

dengn model belajar aktif sehingga mereka menjadi

termotivasi untuk belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Psikologi Umum. Surabaya: PT. Bina

Ilmu. Tanpa Tahun.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep

Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka

Ilmu.

Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik

Deskriptif, tt. Lembaga Penelitian Pendidian dan

Penerangan Ekonomi.

Hadi, Sutrisno. 198. Metodologi Research, Jilid 1.

Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.

Melvin, L. Siberman. 2004. Aktif Learning, 101 Cara

Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan

Nuansa.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Riduawan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-

Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung:

Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran

Nasional. Bandung: Jemmars

.

Page 7: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 6

ISSN No.2442-5699

MENINGKATKAN PRESTASI OLAHRAGA BOLA VOLI MINI PUTRA

MELALUI PEMBELAJARAN EKSTRAKURIKULER

DI SDN LAMONGREJO IV TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Sutrisman *)

*)

SDN Lamongrejo Kec.Ngimbang Lamongan

Abstrak Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani

yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik,

neuromuskuler, perseptual, kognitif dan emosional dalam kerangka sistem pendidikan nasional.

Penelitian ini menggunakan tindakan (action research) sebanyak dua putaran. Setiap putaran terdiri dari tiga

tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan revisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas IV, V

dan VI yang mempunyai hobi Bola Voli sejumlah 32 orang siswa. Dari hasil analisa didapat data bahwa prestasi

belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai II yaitu: siklus I dengan ketuntasan belajar 81,25%siklus

II dengan ketuntasan 100%. Sedangkan rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa juga meningkat dari 71,98

menjadi 76,20 pada siklus II

Simpulan dari penelitian ini adalah melalui pembelajaran ekstrakurikuler Permainan Bola Voli Mini dapat

berpengaruh positif terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olah Raga

dan Kesehatan di SDN Lamongrejo IV kecamatan Ngimbang kabupaten Lamongan semester ganjil Tahun Pelajaran

2014/2015.

Kata Kunci : prestasi, Bola Voli Mini, pembelajaran ekstrakurikuler

PENDAHULUAN

Perkembangan olahraga di Indonesia saat ini

semakin semarak. Berbagai cabang olahraga mulai

diminati oleh masyarakat baik di daerah maupun di

kota. Antusias masyarakat terhadap perkembangan

olahraga di tanah air ditunjukkan dengan dukungan

mereka terhadap atlet- atlet yang berlaga diberbagai

kejuaraan baik ditingkat nasional maupun

internasional. Berbagai kejuaraan olahraga baik

didaerah maupun di ibukota selalu dipadati penonton,

misalnya : Livotama. Proliga. Para suporter masing-

masing team bola voli memberikan dukungan moril

dan materil pada team kesayangannya. Tidak hanya

bola voli cabang olahraga lain seperti sepakbola,

badminton, basket, tenis lapangan dan tenis meja juga

semark di seluruh tanah air.

Menilai fenomena diatas dapat dikatakan

bahwa olahraga memiliki ruang khusus pada

masyarakat Indonesia. Olahraga menjadi bukan

sekedar kebutuhan namun juga hiburan yang layak

ditonton. Jika dahulu peminat olahraga hanya

didominasi para leleki dewasa namun saat ini para

wanita dan anak-anak juga menaruh minat yang sangat

besar pada perkembangan olahraga.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal

yang berperan sebagai wadah pendidik siswa untuk

cerdas, terampil dan memiliki wawasan yang luas juga

dapat berfungsi untuk mencari bibit unggul dalam

bidang olahraga. Mencari bibit unggulan dalam bidang

olahraga tidaklah mudah, harus ada suatu kerjasama

lembaga masyarakat dan berbagai pihak terkait.

Seorang siswa yang memiliki bakat dalam bidang

olahraga tentu harus dibina secara baik dan aktif agar

siap berprestasi.

Masalah yang sering dihadapi sekolah dalam

membina siswa dibidang olahraga adalah kurangnya

motivasi siswa dalam belajar suatu cabang olahraga

tertentu. Siswa cenderung menganggap olahraga

sebagai hiburan semata. Mereka kurang serius dalam

memfokuskan diri dalam cabang olahraga tertentu

yang digemari padahal mereka memiliki bakat dan

minat dalam olahraga tersebut.

Berhasilnya suatu pembelajaran ditentukan oleh

banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam

melaksanakan proses belajar mengajar karena guru

secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan

meningkatkan kecerdasan serta ketrampilan siswa.

Untuk mengatasi permasalahan diatas dan guna

mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran

guru sangat penting dan diharapkan mampu

menyampaikan semua matapelajaran yang tercantum

dalam proses pembelajaran secara tepat dan sesuai

dengan konsep matapelajaran yang disampaikan.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana peningkatan prestasi belajar

Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan

bagi siswa SDN Lamongrejo IV dengan

Page 8: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 7

ISSN No.2442-5699

dilaksanakannya pembinaan melalui

ekstrakurikuler tahun pelajaran 2014/20015?

2. Bagaimanakah pengaruh pembinaan

ekstrakurukuler terhadap motivasi dan prestasi

belajar Pendidikan Jasmani Olah Raga dan

Kesehatan pada siswa di SDN Lamongrejo IV

tahun 2014/20015 ?

KAJIAN PUSTAKA

Sejarah Bola Voli

Permainan bola boli diciptakan oleh William

G.Morgan pada tahun 1885. Ia adalah seorang

pembina Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

pada Young Men Christian Assocation ( YMCA ) di

kota Hoyoke, Massachusetts, Amarika Serikat.

Nama permainan ini semula disebut “Minonette”

yang hampir serupa dengan permainan bulutangkis.

Jumlah pemain disini tidak terbatas sesuai dengan

tujuan semula yakni untuk mengembangkan kesegaran

jasmani para buruh, disamping bersenam secara

massal. William G.Morgan kemudian

melanjutkanidenya untuk mengembangkan permainan

tersebut agar mencapai cabang olah raga yang

dipertandingkan baik lokal, nasional, maupun

internasioal.

Nama permainan kemudian menjadi “Volley ball”

yang artinya kurang lebih mem-volley bola berganti-

ganti. Berkembangnya permainan bola voli pada

waktu itu di Amerika Serikat sangat cepat berkat usaha

William G.Morgan. Tahun 1922 YMCA berhasil

mengadakan kejuaraan nasional bola voli di Negara

Amerika Serikat. Pada saat perang dunia ke I tentara-

tentara sekutu menyebarluaskan permainan ini ke

Negara-negara Asia dan Eropa, terutama ; Cina,

Jepang, India, Philipina, Prancis, Rusia, Estonia,

Latvia, Ceko-slowakia, Rumania, Jerman serta

Yugoslavia.

Dalam perang dunia ke II permainan ini tersebar

lusa diseluruh dunia terutama di Eopa dan Asia.

Setelah perang dunia II prestasi dan popularitas bola

voli di Amerika menurun, sedang di negara lain

berkembang sangat cepat dan massal terutama di

Eropa timur dan Asia.

Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan

Kesehatan

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada

indivu peserta didik.Perubahan ini merupakan

pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik

menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar

merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang

dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut

Purwodarminto (1991: 768), prestasi adalah hasil yang

dicapai / dikerjakan ,dalam hal ini prestasi belajar

merupakan hasil pekerjaan oleh seseorang yang

diperolah dengan ketelitian kerja serta perjuangan

yang membutuhkan pemikiran.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa

prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan

melibatkan seluruh potensi yang dimiliki nya setelah

siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil

belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan

penilaian tes hasil belajar.

Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh

mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang

telah diberikan oleh guru. Disamping itu guru dapat

mangetahui sejauh mana keberhasilannya dalam

proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat

diartikan bahwa prestasi belajar Penjaskes adalah nilai

yang diperoleh siswa setelah melibatkan secara

langsung seluruh potensi yang dimiliki peserta didik

baik aspek kognetif ( pengetahuan ), afektif / sikap dan

psikomotor / ketrampilan dalam proses pembelajaran

Penjaskes.

Teknik Permainan Bola Voli

Teknik adalah suatu proses terjadinya pembuktian

dalam praktek dengan sebaik mungkin untuk

melaksanakan tugas yang pasti dalam cabang

permainan bola voli. Dalam mempertinggi prestasi

bola voli, teknik ini erat hubungannya dengan

kemampuan gerak, kondisi fisik, taktik dan mental.

Teknik dasar bola voli harus dikuasai terlebih dahulu

guna dapat mengembangkan prestasi. Penguasaan

tenik dasar peraminan bola voli merupakan salah satu

unsur yang ikut menentukan menang atau kalahnya

suatu regu didalam suatu pertandingan, disamping

unsur-unsur kondisi fisik, strategi serta mental

bertanding.

Adapun teknik-teknik dasar permainan bola voli

menurut sistimmetiknya adalah sebagai berikut :

* teknik dasar pasing bawah

* teknik dasar pasing atas

* teknik servis tangan bawah

* teknik servis tangan atas ( over head / diatas kepala )

* set upper / umpan

* smash normal

* semi smash

* push smash

* block tunggal

* block berkawan

METODOLOGI

Tempat, Waktu dn Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan di SDN Lamongrejo IV

Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai

Agustus 2014 Subyek penelitian adalah siswa SDN

Lamongrejo IV kelas IV dan V Tahun Pelajaran

Page 9: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 8

ISSN No.2442-5699

2014/20015 yang mengikuti ekstrakurikuler Bola Voli

sejumlah 32 siswa.

Rancangan Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari empat tahap

yaitu Planning (rencana) action (tindakan), observasi

(pengamatan) dan Reflection (refleksi). Siklus spiral

dari tahap PTK dapat dilihat sebagai berikut:

1. Rangsangan awal, sebelum dilakukan penelitian

peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan

membuat rencana tindakan termasuk instrumen

penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. kegiatan dan pengamatan meliputi tindakan yang

dilakukan oleh peneliti sebagai upaya untuk

membangun pemahaman konsep siswa serta

mengamati hasil atau mengamati dampak dari

diterapkannya metode demonstrasi.

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan

mempertimbangkan hasil dari dampak tindakan

yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan

yang diisi oleh pengamat.

4. Rancangan yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi

dari pengamatan yang membuat rancangan yang

direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Teknik Analisa Data

Analisa ini dihitung dengan menggunakan statistik

sederhana yaitu:

1. Untuk Menilai Tes Praktek

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh

siswa yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa

yang ada dikelas tersebut sehingga diperlukan rata-rata

tes praktek dapat dirumuskan :

X

N

X

Dengan X = Nilai rata-rata

X = Jumlah semua nilai siswa

N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan Belajar

Ada dua kata gori ketuntasan belajar yaitu secara

perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk

pelaksanaan belajar mengajar kurikulam 1994 yaitu

siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai 65 %

atau nilai 65. Untuk menghitung prosentase ketuntasan

belajar digunakan rumus sebagai berikut :

P =

Siswa

aruntasbelajSiswayangt x 100 %

3. Untuk Lembar Observasi

a. Lembar observasi pengolahan metode ceramah plus

dan eksperimen.

Lembar observasi pengolahan metode ceramah

plus dan eksperimen digunakan rumus sebagai

berikut :

X = 2

21 PP

Dimana P1 = pengamat 1 dan P 1 = pengamat 2

b.lembar observasi aktivitas guru dan siswa.

Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru

dan siswa digunakan rumus sebagai berikut :

% =

X

X X 100 % DENGAN

X = amatjumlahpeng

lpengamajumlahhasi tan =2

11 PP

Dimana : % = prosentase angket

X = rata-rata

X = jumlah rata-rata

P1 = Pengamat 1

P1 = Pengamat 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Siklus I

Berdasarkan siklus I diperoleh hasil bahwa dari 32

siswa telah mencapai ketuntasan minimal adalah

81,25% yaitu mereka yang memiliki nilai di atas 65

sebagai nilai minimal ketuntasan belajar. Secara

individu hanya 6 siswa yang belum tuntas belajar

sedangkan secara klasikal belum mencapai ketuntasan

maksimal yaitu 85% siswa.

Dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperoleh

informasi dan hasil sebagai berikut:

1. Kurang maksimal dalam memberi bimbingan

kepada siswa dan dalam menyampaikan tujuan

pembelajaran.

2. Siswa kurang bisa menerima model dan porsi

latihan yang sangat padat yang diterapkan

peneliti.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I

masih terdapat kekurangan sehingga perlu dilakukan

pada siklus berikutnya, kekurangan itu direvisi

dengan:

a. Memaksimalkan dalam memberikan bimbingan

latihan serta motivasi siswa agar lebih giat

berlatih serta mempersiapkan perangkat

pembelajaran yang diburuhkan.

b. Guru parlu mengatur waktu lebih banyak untuk

menambah porsi latihan yang lebih banyak dan

memberi informasi-informasi yang dirasa perlu

dalam pengajaran dan memberi catatan-catatan.

c. Perlu dilakukan siklus II

Hasil Siklus II

Dari pelaksanaan siklus berikutnya tampak aspek-

aspek yang diamati pada siklus II mengalami

Page 10: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 9

ISSN No.2442-5699

peningkatan. Maksudnya dari seluruh penilaian tidak

terdapat nilai kurang. Pada siklus II diperoleh hasil

dari 32 siswa telah mencapai ketuntasan minimal

adalah 100% yaitu mereka yang memiliki nilai di atas

65 sebagai nilai minimal ketuntasan belajar. Secara

individu seluruh siswa telah tuntas belajar sedangkan

secara klasikal sudah mencapai ketuntasan maksimal

yaitu 85% siswa.

Dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperoleh

informasi dan hasil sebagai berikut:

a. Selama proses pembelajaran guru telah

melaksanakan rencana pembelajaran sesuai

prosedur dengan baik.

b. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa

siswa aktif selama proses pembelajaran

berlangsung

c. ketuntasan pada siklus I telah diperbaiki pada

siklus II sehingga prestasi belajar siswa meningkat.

d. ketuntasan pada siklus II telah mencapai 100%

sehingga peneliti tidak melanjutkan pada siklus

III(Siklus III dihentikan).

Pembahasan

1. Ketuntasan Belajar Siswa

Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pembelajaran dengan pendekatan ekstrakurikuler

memiliki dampak positif dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari

semakin terampilnya siswa dalam memainkan

permainan bola voli mini. Hal ini dibuktikan

dengan rata-rata prestasi belajar siswa yang

mengalami peningkatan dari 71,98 pada siklus I

menjadi 76,20 pada siklus II dan ketuntasan belajar

meningkat dari 81,25%pada siklus I menjadi 100%

pada siklus II.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisa data diperoleh data bahwa

aktivitas guru dalam proses pembelajaran dengan

pendekatan ekstrakurikuler setiap siklus

mengalami peningkatan . hal ini berdampak positif

bagi prestasi belajar siswa yang ditunjukkan

dengan meningkatnya nilai rata-rata prestasi

belajar siswa.

3.Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisa data diperoleh fakta bahwa

aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan

pendekatan ekstrakurikuler pada materi pokok

permainan bola voli mini meningkat, semangat

berlatih siswa semakin meningkat dan sangat

antusias. Dampaknya, prestasi dalam permainan

bola voli mini semakin meningkat pula.

4.Tanggapan siswa tentang Pembelajaran Dengan

Metode Ekstrakurikuler

Berdasarkan hasil analisa dan wawancara diperoleh

data bahwa tanggapan siswa pada ekstrakurikuler

bola voli positif. Ini ditunjukkan dengan rata-rata

sikap antusiasme dan jawaban bahwa siswa tertarik

dan berminat dalam permainan bola voli mini.

PENUTUP

Kesimpulan

1. Permainan Bola Voli Mini dengan pendekatan

ekstrakurikuler memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa di bidang

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di

SDN Lamongrejo IV kecamatan Ngimbang

Kabupaten Lamongan pada tahun pelajaran

2014/20015. yang ditandai dengan peningkatan

prestasi belajar pada setiap siklus yaitu 81,25%

pada siklis I dan 100% pada siklus II. Untuk rata-

rata setiap siklus juga mengalami peningkatan

dari 71,98 pada siklus I menjadi 76,20 pada

siklus II.

2. Penerapan metode pembelajaran dengan

pendekatan ekstrakurikuler mempunyai pengaruh

signifikan dengan minat dan prestasi belajar

siswa putra di bidang Permainan Bola Voli Mini

yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa

yang menyatakan bahwa mereka tertarik dan

berminat pada kegiatan ekstrakurikuler

Permainan Bola Voli Mini.

Saran

1. Untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler

permainan bola voli mini diperlukan persiapan

yang matang sehingga guru harus menentukan

rencana yang benar-benar matang dan dapat

dilaksanakan dengan optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar

siswa di bidang olahraga guru hendaknya lebih

sering melatih siswa dengan berbagai pendekatan

metode yang sesuai, sehingga hasilnya lebih

maksimal.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut karena

penelitian ini dilakukan di salah satu cabang

permainan, dalam satu lembaga dan dalam satu

semester yaitu semester ganjil tahun pelajaran

2014/20015.

DAFTAR PUSTAKA

Ari Kunto, Suharmisin. 2002. Prosedu Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineksa

Cipta.

Engkos SR, 1994. Penjaskes. Jakarta: Erlangga

Husni, Agusta, dkk. 1987. buku Pintar Olahraga,

Jakarta: CV. Mawar Gempita

Muhajir, 1998, Pendidikan Jasmani Olahraga dan

Kesehatan untuk SMU kelas 2. Jakarta: Erlangga.

Slamet, SR. 1994. Penjaskes 3 Jakarta: tiga Serangkai

Suharno, 1986, Ilmu kepelatihan Olahraga,

Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Syarifudin, Aib. 1997, Penjaskes1,2,3. Jakarta: PT

Gramedia Widiasrama Indonesia

Page 11: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 10

ISSN No.2442-5699

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MELALUI

PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL GROUP INVESTIGATION (GI) PADA

SISWA KELAS VI SDN LAMONGREJO I KECAMATAN NGIMBANG

KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Suyanto *)

SDN Lamongrejo Kec.Ngimbang Kab.Lamongan

ABSTRAK Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelmpok tersebut seharusnya bisa dihindari

jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode

kerja kelompok. Yang diperkanalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja

kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan

sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsru pokok

(Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,

keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Apakah pembelajaran kooperatif model GI berpengaruh

terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial? (b) Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran ilmu

pengetahuan sosial dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model GI?

Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model GI

terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial. (b) Ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan

mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model GI

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran

terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah

siswa Kelas VI SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Data yang diperoleh berupa hasil

tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai

siklus III yaitu, siklus I (60,71%), siklus II (75,00%), siklus III (89,29%).

Simpulan dari penelitian ini adalah metode kooperatif model GI dapat berpengaruh positif terhadap

motivasi belajar Siswa SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan, serta model pembelajaran

ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative ilmu pengetahuan sosial.

Kata Kunci: pembelajaran IPS, kooperatif model Group Investigation(GI)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam

dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan

masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa

sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan

menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan

pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya

dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan

sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar

dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena

dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes

dan ujian yang tinggi.

Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma

dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi

antara siswa dan guru. Sudah seyogyanyalah kegiatan

belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa.

Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi

dengan muatan-muatan informasi apa saja yang

dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar

tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa

juga saling mengajar dengan sesama siswa yang

lainnnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan

bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching)

ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru.

Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada

anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa

dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai

sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative

learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai

fasilitator.

Ada beberapa alasan penting mengapa sistem

pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-

sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi

transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang

mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak

didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk

bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan

berkembang pesat.

Page 12: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 11

ISSN No.2442-5699

KAJIAN PUSTAKA

Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

Nawawi (1981: 100) mengemukakan pengertian

hasil adalah sebagai berikut: Keberhasilan murid dalam

mempelajari materi pelajaran di sekolah yang

dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes

mengenai sejumlah pelajaran tertentu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977:

904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar

sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau

daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan

Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa “hasil adalah

kemampuan seseorang atau kelompok yang secara

langsung dapat diukur”.

Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya,

hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan

atau kecapakan di dalam melakukan atau

mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya

keterampilan menggunakan alat.

b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan

ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.

c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan

tingkah laku.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang

perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana

mencapai hasil belajar yang efektif. Para pakar dibidang

pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Dengan

diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan

belajar dapat memberi intervensi positif untuk

meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh.

Faktor Internal

Foktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi

jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor

fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi

aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain

pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya

kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani

tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan,

kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan

keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas

mengantuk dan lelah.

Faktor psikologis, yaitu yang mendorong atau

memotivasi belajar. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

- Adanya keinginan untuk tahu

- Agar mendapatkan simpati dari orang lain.

- Untuk memperbaiki kegagalan

- Untuk mendapatkan rasa aman.

Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak

yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain

berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.

Pengajaran Kooperatif

Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning)

memerlukan pendekatan pengajaran melalui

penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama

dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai

tujuan belajar (Houlobec, 2009).

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang

histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda.

Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah

(saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara

sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga

sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku

ajar tetapi juga sesama siswa.

Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu

dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual

maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya

sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus

menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi

dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling

membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih

(saling menyayangi atau saling mencintai).

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang

secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang

saling mengasihi antar sesama siswa.

Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola

secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan

kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia

terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman

maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling

tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran yang secara sadar dan sengaja

menciptakan interaksi yang silih asuh untuk

menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman

yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas

Abdurrahman dan Bintoro (200: 78) mengatakan bahwa

“pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang

secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi

yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama

siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat

nyata”.

2.Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di

dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait.

Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran

kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan

positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas

individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin

hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang

Page 13: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 12

ISSN No.2442-5699

secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro,

2000:78-79)

Metode GI (Group Investigation)

Dasar-dasar GI dirancang oleh Herbert Thelen,

selanjutnya dipeluas dan diperbaiki oleh Sharan dan

kawan-kawannya dari Universitas Tel Aviv. Metode GI

sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks

dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran

kooperatif. Dibandingkan dengan metode GI dan

Jigsaw, metode GI melibatkan siswa sejak pernecanaan,

baik dalam menentukan topik maupun cara untuk

mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini

menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang

baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan

proses kelompok (group process skills). Para guru yang

menggunakan metode GI umumnya membagi kelas

menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5

hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.

Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas

kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap

sutu topok tertentu. Para siswa memilih topik yang

ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam

terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian

menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan

kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai

langkah-langkah GI dapat dikemukakan sebagai

berikut.

1. Seleksi topik. Para siswa memilih berbagai

subtopik dalam suatu wilayah masalah umum

yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh

guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan

menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi

pada tugas (task oriented groups) yang

beranggotakan 2 hingga enam orang. Komposisi

kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin,

etnik, maupun kemampuan akademik.

2. Merencanakan kerja sama. Para siswa beserta

guru merencanakan berbagai prosedur belajar

khusus, tugas dan tujuan umum (goals) yang

konsisten dengan berbagai topik dan subtopik

yang telah dipilih pada langkah 1 di atas.

3. Implementasi. Para siswa melaksanakan rencana

yang telah dirumuskan pada langkah 2.

Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas

dan keterampilan dengan variasi yang luas dan

mendorong para siswa untuk menggunakan

berbagai sumber baik yang terdapat di dalam

maupun di luar sekolah. Guru terus-menerus

mengikuti kemajuan tiap kelmpok dan

memberikan bantuan jika diperlukan.

4. Analisis dan sintesis. Para siswa menganalisis dan

mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh

pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat

diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik

di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir. Semua kelompok

menyajikan suatu presentasi yang menarik dari

berbagai topik yang telah dipelajari agar semua

siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai

suatu perspektif yang luas mengenai suatu topik

tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasikan

oleh guru.

6. Evaluasi. Selanjutnya, guru beserta para siswa

melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap

kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu

keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa

secara individu atau kelompok, atau keduanya.

METODOLOGI

Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan

dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data

yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SDN

Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten

Lamongan

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya

penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September

semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010.

Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas VI

SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten

Lamongan tahun pelajaran 2009/2010 pada pokok

bahasan perkembangan teknologi untuk produksi,

komunikasi dan transportasi.

Rancangan Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu

penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan

model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart

(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari

siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus

meliputi planning (rencana), action (tindakan),

observation (pengamatan), dan reflection (refleksi).

Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan

yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan

pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan

Analisis Data

Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau

persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar

mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap

akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik

sederhana yaitu:

1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang

diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan

Page 14: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 13

ISSN No.2442-5699

jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

N

XX

Dengan : X = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara

perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan

petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum

1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah

tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau

nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di

kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai

daya serap lebih dari atau sama dengan 65%.

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar

digunakan rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

3. Untuk lembar observasi

a. Lembar observasi pengelola metode pembelajarn

koooperatif model GI.

Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan

metode pembelajaran kooperatif model GI

digunakan rumus sebagai berikut :

X = 2

21 PP

Dimana P1 = Pengamat 1 dan P2 = Pengamat 2

b. Lembar observasi aktifitas guru dan siswa

Untuk menghitung lembar observasi aktifitas guru

dan siswa digunakan rumus sebagai berikut :

% = x

x

x 100 % dengan

X = tan.

tan..

pengamaJumlah

pengamahasilJumah =

2

21 PP

Dimana : % = Presentase pengamatan

X = Rata-rata

∑ x = Jumlah rata-rata

P1 = Pengamat 1

P2 = Pengamat 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Tabel1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada

Siklus I

No Uraian Hasil

Siklus I

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

67,14

17

60,71

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa

dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model GI

diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah

67,14 dan ketuntasan belajar mencapai 60,71% atau ada

17 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama

secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa

yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 60,71%

lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki

yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa

masih baru dan asing terhadap metode baru yang

diterapkan dalam proses belajar mengajar.

Siklus II

Tabel 2. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II

No Uraian Hasil

Siklus II

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

71,79

21

75,00

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi

belajar siswa adalah 71,79 dan ketuntasan belajar

mencapai 75,00% atau ada 21 siswa dari 28 siswa sudah

tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus

II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya

peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa

mambantu siswa yang kurang mampu dalam mata

pelajaran yang mereka pelajari. Disamping itu adanya

kemampuan guru yang mulai meningkat dalam prose

belajar mengajar.

Siklus III

Berdasarkan tabel diatas tampak bahaw aktivitas

guru yang paling dominan pada siklus III adalah

membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan

konsep yaitu 22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan

materi yang sulit dan memberi umpan

balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing

sebesar (10%), dan (11,7%). Aktivitas lain yang

mengalami peningkatan adalah mengkaitkan dengan

pelajaran sebelumnya (10%), menyampiakan

materi/strategi /langkah-langkah (13,3%), meminta

siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan

(10%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran

(10%). Adapun aktivitas ynag tidak menglami

perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan

memotivasi siswa (6,7%).

Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling

dominan pada siklus III adalah bekerja dengan sesama

anggota kelompok yaitu (22,1%) dan

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

(20,8%), aktivitas yang mengalami peningkatan adalah

membaca buku siswa (13,1%) dan diskusi antar

siswa/antara siswa dengan guru (15,0%). Sedangkan

aktivitas yang lainnya mengalami penurunan

Page 15: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 14

ISSN No.2442-5699

.

Table.3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III

No. Urut Nilai Keterangan

No. Urut Nilai Keterangan

T TT T TT

1 60 √ 15 80 √

2 80 √ 16 90 √

3 80 √ 17 80 √

4 70 √ 18 70 √

5 70 √ 19 80 √

6 90 √ 20 60 √

7 80 √ 21 80 √

8 60 √ 22 90 √

9 80 √ 23 80 √

10 90 √ 24 70 √

11 70 √ 25 80 √

12 80 √ 26 70 √

13 90 √ 27 70 √

14 70 √ 28 90 √

Jumlah 1070 12 2 Jumlah 1090 13 1

Jumlah Skor Maksimal Ideal 2800

Jumlah Skor Tercapai 2160

Rata-Rata Skor Tercapai 77,14

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 25

Jumlah siswa yang belum tuntas : 3

Klasikal : Tuntas

Tabel 4 Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III

No Uraian Hasil

Siklus III

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

77,14

25

89,29

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes

formatif sebesar 77,14 dan dari 28 siswa yang telah

tuntas sebanyak 25 siswa dan 3 siswa belum mencapai

ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan

belajar yang telah tercapai sebesar 89,29% (termasuk

kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami

peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya

peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi

oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam

mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan

selama ini serta ada tanggung jawab kelompok dari

siswa yang lebih mampu untuk mengajari temannya

kurang mampu.

Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan

bahwa pembelajaran kooperatif model GI

memiliki dampak positif dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari

semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan

siswa terhadap materi yang telah disampaikan

guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari

sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 60,71%,

75,00%, dan 89,29%. Pada siklus III ketuntasan

belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh

aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

kooperatif model GI dalam setiap siklus

mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif

terhadap peningkatan prestasi belajar siswa dan

penguasaan materi pelajaran yang telah diterima

selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan

meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap

siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh

aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

Matematika dengan pembelajaran kooperatif

model GI yang paling dominan adalah,

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru,

dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru.

Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat

dikategorikan aktif.

Page 16: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 15

ISSN No.2442-5699

Sedangkan untuk aktivitas guru selama

pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah

pembelajaran kooperatif model GI dengan baik.

Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di

antaranya aktivitas membimbing dan mengamati

siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan

materi yang tidak dimengerti siswa, memberi

umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana

prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang

telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan

seluruh pembahasan serta analisis yang telah

dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif model GI memiliki

dampak positif dalam meningkatkan prestasi

belajar siswa yang ditandai dengan

peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam

setiap siklus, yaitu siklus I (60,71%), siklus II

(75,00%), siklus III (89,29%).

2. Penerapan pembelajaran kooperatif model GI

mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa dalam

belajar matematika, hal ini ditunjukan dengan

antusias siswa yang menyatakan bahwa siswa

tertarik dan berminat dengan pembelajaran

kooperatif model GI sehingga mereka menjadi

termotivasi untuk belajar.

3. Pembelajaran kooperatif model GI memiliki

dampak positif terhadap kerjasama antara

siswa, hal ini ditunjukkan adanya tanggung

jawab dalam kelompok dimana siswa yang

lebih mampu mengajari temannya yang kurang

mampu.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari

uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar

matematika lebih efektif dan lebih memberikan

hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan

saran sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif

model GI memerlukan persiapan yang cukup

matang, sehingga guru harus mampu

menentukan atau memilih topik yang benar-

benar bisa diterapkan dengan pembelajaran

kooperatif model GI dalam proses belajar

mengajar sehingga diperoleh hasil yang

optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar

siswa, guru hendaknya lebih sering melatih

siswa dengan berbagai metode pengajaran

yang sesuai, walau dalam taraf yang

sederhana, dimana siswa nantinya dapat

menemukan pengetahuan baru, memperoleh

konsep dan keterampilan, sehingga siswa

berhasil atau mampu memecahkan masalah-

masalah yang dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut,

karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di

SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang

Kabupaten Lamongan tahun pelajaran

2009/2010.

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya

dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh

hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program

Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK

Depdikbud. Dirjen Dikti.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar

Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of

Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston.

Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik

Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidikan dan

Penerangan konomi.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Djamarah. Syaiful Bahri. 2010. Psikologi Belajar.

Jakarta: Rineksa Cipta.

Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta:

Erlangga.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan

Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas

Gajah Mada. Yoyakarta.

Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan

Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Hamalik, Oemar. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran.

Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan.

Jakarta. Rineksa Cipta.

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas.

Makalah PanitianPelatihan Penulisan Karya

Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan).

Bandung: Jemmars.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Page 17: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 16

ISSN No.2442-5699

Nur, Moh. 2009. Pemotivasian Siswa untuk Belajar.

Surabaya. University Press. Universitas Negeri

Surabaya.

Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta: Bina Ilmu.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar

Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina

Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model

Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI,

Universitas Terbuka.

Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan.

Yogyakarta: Andi Offset.

Suryosubroto, b. 1997. Proses Belajar Mengajar di

Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu

Pendekatan Baru. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2009. Menjadi Guru Profesional.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986.

Teknik-teknik Belajar dan Mengajar.

(terjemahan) Bandung: Jemmars.

Page 18: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 17

ISSN No.2442-5699

PENERAPAN METODE PEMBIASAAN PADA ANAK USIA DINI UNTUK

MENINGKATKAN KEDISIPLINAN DI TK NEGERI PEMBINA NGIMBANG

KECAMATAN NGIMBANG KABUPATEN LAMONGAN

TAHUN PELAJARAN 2013-2014

Eniek Sri Lestari *)

*)

TK Negeri Pembina Ngimbang Lamongan

ABSTRAK Anak usia dini merupakan fase kehidupan yang unik, dengan karakteristik khas, baik secara fisik, psikis,

sosial, emosional dan moral pada usia tersebut. Anak sangat aktif dan eksploratif. Anak lebih banyak belajar dengan

lingkungan sekitar. Namun terkadang lingkungan menjadi penghambat dalam pengembangan belajar anak yang

begitu besar pengaruhnya sehingga anak mudah untuk menyesuaikan apalagi di masa globalisasi ini, zaman semakin

maju sulit untuk membedakan budaya dan suku, ras. Tentu saja peran guru, orang tua dan lingkungan sekitar anak

sangat diperlukan.

Terdapat masalah dalam penelitian ini yaitu : anak-anak usia dini khususnya di kelompok A TK Negeri

Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan memiliki disiplin yang kurang, hal ini dapat

dilihat dari kegiatan anak sehari-hari. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), peneliti bertindak

sebagai instrument penelitian dan peneliti hadir setiap pembelajaran tersebut sekaligus pengumpul data dari proses

peneliti. Hasil dari studi anak yang mampu mencapai nilai baik hanya 3 atau 15% dari jumlah siswa keseluruhan

sehingga 17 anak lain membutuhkan guru. Hasil siklus I diketahui bahwa kemampuan anak sudah mengalami

peningkatan dari 3 anak yang mendapatkan nilai baik, meningkat menjadi 4 anak atau 20% yang mendapat nilai

baik. hal ini dikarenakan anak belum dapat melakukan penerapan metode pembiasaan.

Pada siklus II penerapan metode pembiasaan pada anak meningkat menjadi 17 anak yang mencapai nilai

baik atau 85% dari jumlah siswa keseluruhan. Hal ini dikarenakan pada siklus II penerapan metode pembiasaan

selalu dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan yang melalui berbaris di waktu mau masuk kelas dan mengerjakan

kegiatan sendiri sampai selesai tanpa dibantu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tugas penerapan metode

pembiasaan dapat diterapkan guna meningkatkan kedisiplinan pada anak usia dini di kelompok A Tk Negeri

Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014.

Kata Kunci : Penerapan Metode Pembiasaan untuk Meningkatkan Kedisiplinan.

PENDAHULUAN

Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam

proses belajar mengajar, gurunya yang mengarahkan

bagaimana proses belajar mengajar dilaksanakan.

Karena itu guru harus dapat membuat suatu

pengajaran menjadi lebih efektif juga menarik

sehingga bahan pengajaran yang disampaikan akan

membuat siswa mereka senang dan merasa perlu

untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

Guru mengemban tugas yang berat untuk

tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu

meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia

yang seutuhnya, yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh,

bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil

serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu

menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap

Tanah Air. Sejalan dengan itu pendidikan nasional

akan mampu mewujudkan manusia-manusia

pembangun dan membangun dirinya sendiri serta

bertanggung jawab atas pembangunan bangsa

(Depdikbud 1999).

Sedangkan metode pembiasaan diharapkan

meningkatkan kemampuan kedisiplinan anak usia dini

dalam proses belajar mengajar, sehingga dalam proses

belajar mengajar itu aktivitasnya tidak hanya

didominasi oleh guru. Dengan demikian anak didik

akan terlibat fisik, emosional, dan intelektual yang

pada gilirannya diharapkan konsep perubahan

meningkatkan kedisiplinan yang diajarkan oleh guru

dapat diikuti oleh anak didik.Kondisi di TK Negeri

Pembina kedisiplinan anak masih rendah.

Berdasarkan dari latar belakang tersebut di

atas, maka dalam penelitian dengan judul “Penerapan

Metode Pembiasaan Pada Anak Usia Dini Untuk

Meningkatkan Kedisiplinan Di TK Negeri Pembina

Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten

Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014”

Rumusan Masalah Sesuai Latar Belakang yang diuraikan di

atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini :

Page 19: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 18

ISSN No.2442-5699

“Bagaimanakah meningkatkan kedisiplinan anak

melalui metode pembiasaan di kelompok A TK

Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang

Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014”.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Pembiasaan dalam Meningkatkan

Kedisiplinan

Pengertian pembiasaan dalam meningkatkan

kedisiplinan di Taman Kanak-kanak di sini ini ada

dua tujuan adalah sebagai berikut, tujuan umum dan

tujuan khusus. Di Taman Kanak-kanak merupakan

tempat pembinaan serta pengembangan pengetahuan,

dan kebudayaan yang sesuai dengan kebutuhan

keluarga dan masyarakat di tempat Taman Kanak-

kanak itu berada sebaliknya masyarakat diharapkan

dapat membantu dan kerjasama dengan Taman

Kanak-kanak sehingga progam Taman Kanak-kanak

dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh sebab

itu tugas atau kewajiban keluarga dan masyarakat

perlu dibina dan dikembangkan secara terus memerus.

Sehingga meningkatkan kedisiplinan bisa terlaksana

baik pada anak Usia Dini.

Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh

terhadap nilai-niai yang dipercaya termasuk

melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi

tanggungjawabnya.

Tujuan petunjuk teknis meningkatkan

kedisiplinan Taman kanak-kanak adalah sebagai

berikut :

1. Tujuan Umum

Memberikan kerangka acuan tentang disiplin

yang dapat dijadikan petunjuk oleh semua komponen

yang berperan serta dalam penyelengaraan Taman

Kanak-kanak.

2. Tujuan Khusus

Memberikan pedoman agar:

a. Kepala Taman kanak-kanak dapat melaksnakan

memelihara kedisiplinan Taman Kanak-kanak

yang menjadi tanggung jawabnya, serta menjadi

tauladan bagi Taman Kanak-kanak lainnya.

b. Guru dapat memelihara dan melaksanakan

kedisiplinan secara terus menerus dalam

menegakkan wibawa guru.

c. Tenaga non guru agar dapat memelihara dan

membantu pelaksanaan kedisiplinan di Taman

Kanak-kanak.

d. Anak didik dapat mengenal dan memahami,

membiasakan diri untuk tertib dan disiplin, baik

di Taman Kanak-kanak maupun di luar Taman

Kanak-kanak.

e. Keluarga dapat membantu anak untuk

menanamkan sikap kedisiplinan di lingkungan

keluarga.

f. Masyarakat bisa membantu anak didik dalam

menciptakan kebiasaan sikap tertib dan disiplin di

lingkungannya.

METODOLOGI

Jenis Penelitian Berkaitan dengan masalah dan tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini, maka rancangan

penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan

Kelas (PTK). Dalam penelitian tindakan kelas

diharapkan terjadi perbaikan, peningkatan, dan

perubahan pembelajaran yang lebih baik agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai secara optimal

(Sudarsono, 2005:2). Oleh karena itu penelitian ini

difokuskan pada peningkatan kedisiplinan anak

melalui penerapan metode pembiasaan.

Desain Penelitian Penelitian tindakan kelas ini menggunakan

model penelitian tindakan dari Hokins (Aqib: 2003)

yaitu penelitian dari siklus yang satu ke siklus yang

berikutnya, setiap siklus meliputi : Planning

(rencana), Action (tindakan), Observation

(pengamatan), dan Reflection (refleksi). Langkah pada

siklus berikutnya yaitu perencanaan yang sudah

direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi

Instrumen Penelitian

Instrumen ini peneliti menggunakan alat untuk

memperoleh data menggunakan data observasi.

Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :

a.Pedoman Observasi

Observasi adalah merupakan metode

pengumpulan data yang menggunakan data yang

menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian

melalui metode observasi. Seorang peneliti dapat

mengamati gejala-gejala yang terjadi di lapangan.

(Rijanto dalam riskiyanti, 2009:50).

Kesimpulannya bahwa observasi adalah

sebuah kegiatan pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap suatu obyek dengan menggunakan

suatu indera terhadap kejadian yang diteliti atau

diselidiki.

Kegiatan observasi ini dilakukan untuk

meningkatkan kedisiplinan anak usia dini kelompok A

TK Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan

Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun pelajaran

2013-2014. Nilai yang diberikan seperti indikator

yang telah tercantum di atas, dengan format penelitian

sebagai berikut :

Page 20: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 19

ISSN No.2442-5699

Tabel 1 Format Penelitian

Indikator Aspek Yang

Diamati

Skor

1 2 3

1. Anak Mampu berbaris dengan

baik.

2. Anak tidak rebut diwaktu antri

untuk mengambil

buku kegiatan 3. Anak

menyelesaikan

tugas dengan baik

A. Bersikap sopan dalam

berbaris

B. Tertib dan disiplin

A. Mengerti

untuk mengambil

buku

kegiatan yang mana

untuk belajar

A. Kerajinan di

dalam

kegiatan

B. Penuh Daya

Cipta

Keterangan :

() dinilai dengan angka tiga diberikan pada

anak yang mampu melakukan kegiatan dengan baik.

() dinilai dengan angka dua diberikan pada anak

yang mampu melakukan kegiatan dengan sedikit

bantuan.

() dinilai dengan angka satu diberikan pada anak

yang belum mampu melakukan kegiatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Hasil refleksi pada siklus I menunjukkan bahwa

ada beberapa kekurangan yang terjadi pada

pelaksanaan pembiasaan, beberapa kekurangannya

adalah : anak masih belum tau tempat berbaris. Hal ini

disebabkan karena : ketika proses pembiasaan untuk

meningkatkan kedisiplinan guru tidak mempraktekkan

dengan jelas bagaimana cara berbaris yang baik,

karena dalam pembiasaan tanpa mengenal konsep

anak masih menunggu panduan atau contoh dari guru.

Hasil observasi dari tindakan siklus I masih

belum tercapai kriteria standart sebesar 75% dari

jumlah siswa keseluruhan. Hal ini terbukti dari

pencapaian nilai baik sebanyak 4 anak (20%) nilai

cukup 16 anak (80%).

Berdasarkan hasil observasi pada siklus I tersebut,

maka perlu adanya tindakan lanjutan yaitu

pelaksanaan kegiatan siklus II dengan memotivasi

anak untuk lebih melakukan kegiatan dengan baik.

Selanjutnya dilakukan siklus II, kegiatan dengan

siklus II ini adalah mengulang kembali kegiatan

kedisiplinan berbaris dengan menggunakan metode

pembiasaan dengan pembelajaran yang lebih tepat

agar anak mampu meningkatkan kedisiplinan dengan

baik.

Siklus II

Daya cipta anak di dalam kegiatan metode

pembiasaan untuk meningkatkan kedisiplinan pada

anak usia dini siklus II ini mengalami peningkatan,

hal ini dapat dilihat pada tabel 4.5 peningkatan

kedisiplinan anak ini dapat dilihat dari tidak adanya

anak yang memperoleh nilai kurang namun terdapat 3

anak (15%) yang mencapai nilai cukup dan yang

mencapai nilai baik 17 anak (85%). Dengan demikian

prosentase anak yang telah memenuhi kriteria adalah

sebanyak 17 anak (85%) dari jumlah keseluruhan,

maka telah telah terpenuhi target kriteria yang

ditentukan peneliti yaitu 75% dari jumlah siswa

keseluruhan sehingga peneliti menghentikan

penelitian tindakan kelas ini.

Pada hasil penelitian ini diuraikan perbandingan

data dari studi pendahuluan atau tindakan awal, siklus

I dan siklus II. Hal tersebut dapat dilihat dari sebelum

pelaksanaan kegiatan tugas kedisiplinan yang

menunjukkan daya kreatifitas anak sebesar 15% dan

setelah diadakan kegiatan tugas metode pembiasaan

peningkatan kedisiplinan pada siklus I, daya cipta

anak dalam pembiasaan mengalami peningkatan

namun tidak mencapai target kriteria yang ditetapkan.

Hal ini terlihat dari hasil skor baik yang mencapai

nilai 20%. Sedangkan target kriteria adalah sebesar

75%, oleh sebab itu peneliti melanjutkan pada

pelaksanaan kegiatan siklus II guna mencapai skor

baik sekali dan skor baik sebesar 85%. Hal ini dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Page 21: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 20

ISSN No.2442-5699

Tabel 2 Prosentase jumlah anak berdasarkan katagori nilai pada prasiklus, siklus I dan siklus II.

Skor

Pra Siklus Siklus I Siklus II

Ket Jumlah

Anak

Prosen

tase

Jumlah

Anak

Prosenta

se

Jumlah

Anak

Prosent

ase

3

17

0

15%

85%

0%

4

16

0

20%

80%

0%

17

3

0

85%

15%

0%

B

C

K

Melihat tabel di atas, menunjukkan bahwa anak

memperoleh nilai sesuai dengan standar kesuksesan

yang telah ditentukan meningkat dengan baik,

sedangkan anak yang memperoleh nilai di bawah

standar berkurang pula.

Peningkatan pembiasaan anak dapat dilihat

pula dalam diagram berikut ini.

Gambar 1 Histogram kemampuan disiplin anak

PEMBAHASAN

Hasil observasi sebelum diadakan tugas pembiasaan

daya cipta anak masih kurang prosentase 15% siswa

yang belum mengikuti pembiasaan dengan baik. Pada

semua indikator cara anak yang diamati dalam

penelitian tindakan kelas ini adalah :

1. Anak mampu menerapkan metode pembiasaan

2. Anak mampu meningkatkan kedisiplinan diwaktu

kegiatan

Menunjukkan nilai yang tergolong kurang

karena sebelum penelitian ini dilaksanakan, guru

kurang memberikan kegiatan-kegiatan yang mampu

merangsang kegiatan di dalam metode pembiasaan.

Penerapan anak di dalam metode pembiasaan

yang masih tergolong kurang ini juga disebabkan

karena guru menerapkan pembiasaan pada anak usia

dini dan menunggu panduan dari guru, sehingga anak

pada saat diberikan tugas yang mampu mengasah

daya cipta anak.

Dengan demikian perlu adanya perbaikan

pengajaran agar anak lebih menyukai dan

memperhatikan dalam kegiatan tugas pembiasaan

serta membimbing anak agar mampu membiasakan

diri dengan baik.

Dari hasil observasi pada siklus I dapat

diketahui bahwa daya cipta anak dalam pembiasaan

sudah mengalami peningkatan namun belum

mencapai target kriteria kesuksesan, sebab prosentase

yang dicapai adalah sebanyak 80% anak yang mampu

melakukan kegiatan pembiasaan. Faktor yang

menyebabkan hal ini adalah anak sudah dapat

melakukan kegiatan sendiri, anak masih tidak tahu

apa yang harus dikerjakan bila ditanya bu guru, anak

aktif dengan teman-temannya. Namun untuk

melakukan kegiatan yang serupa anak sangat antusias,

sehingga pelaksanaan siklus II dapat dilaksanakan

secara optimal. Dari hasil observasi pada siklus II

diketahui bahwa metode pembiasaan untuk

meningkatkan kedisiplinan anak mengalami

peningkatan dengan mencapai prosentase sebesar 85%

hal ini dikarenakan pada siklus II ini sebelum kegiatan

dimulai anak-anak terlebih dahulu diajak berbaris

dahulu di waktu mau masuk kelas, tujuannya agar

anak mau untuk berbaris dan mengerti dimana anak

harus berbaris.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh

peneliti dan dibantu oleh guru pendamping dalam

rangka meningkatkan kemampuan anak dalam

penerapan metode pembiasaan pada anak usia dini

untuk meningkatkan kedisiplinan di kelompok A TK

Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang

Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014

mulai dari observasi awal, pelaksanaan siklus I dan

siklus II menunjukkan adanya peningkatan.

Hal ini disebabkan karena dalam tugas

pembiasaan guru memberikan kenyamanan pada

anak, dengan cara anak diajak berbaris dulu diwaktu

mau masuk ke dalam kelas, pembiasaan merupakan

suatu tahapan yang dapat meningkatkan

perkembangan mental anak.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

Prasiklus Siklus I Siklus II

Series 1

Series 2

Page 22: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 21

ISSN No.2442-5699

Dengan observasi pada pelaksanaan kegiatan

siklus I dan pelaksanaan kegiatan siklus II yang telah

mencapai target kriteria ketuntasan ini menunjukkan

bahwa metode pembiasaan dapat meningkatkan

kedisiplinan. Terbukti pada siklus I dibandingkan

prasiklus pencapaian nilai baik 20%, nilai cukup 80%.

Dalam pelaksanaan siklus II bisa menunjukkan

keberhasilan anak dengan nilai baik sebanyak 17 anak

(85%) dan mendapat nilai cukup 3 anak (15%).

DAFTAR PUSTAKA

Anderson. 1993. Pendidikan Berkepribadian.

Aqip. 2003. Prosedur Penelitian. Surabaya. Aneka

Ilmu.

Eliyawati, dkk. 2005:69. Balok Cuisenaire.

Hurlock, Elisabet. B. 1994. Psikologi Perkembangan.

Jakarta. Erlangga.

Hurlock, Elisabeth, B. 1993. Perkembangan Anak.

Jakarta.

Kosasih. 2011. Panduan Menggambar. Djogjakarta.

Rona Publising.

Masitoh, Dkk. 2005:2. Pengembangan Kognitif.

Masitoh. 2005:1 Pendidikan Taman Kanak-kanak

adalah Pendidikan Yang Penting.

Notoatmodjo, 2003. Faktor yang mempengaruhi

anak.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1991.

Sarana dan Alat Permainan Edukati (APE) Anak Usia

Dini 2003. Jakarta Direktorat Pendidika Anak

Usia Dini.

Suherman. 2000. Macam-macam Permainan.

Suyanto, Slamet. 2005. Pembelajaran untuk Anak TK.

Jakarta

Page 23: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 22

ISSN No.2442-5699

PENGGUNAAN GABUNGAN METODE CERAMAH DENGAN METODE KERJA

KELOMPOK TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA

SISWA KELAS V SEMESTER I SDN NGASEMLEMAHBANG KECAMATAN

NGIMBANG KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Yadi *)

*)

SDN Ngasemlemabang Kec Ngimbang Kab Lamongan

ABSTRAK Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari

rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam perisiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang

akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap

guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar

sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat

tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi.

Permasalahan yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini adalah: (a) Apakah gabungan metode

ceramah dengan metode kerja kelompok berpengaruh terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) ? (b)

Bagaimanakah pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap motivasi belajar

siswa?

Tujuan penelitian yang hendak diperoleh adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh gabungan metode

ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam . (b) Untuk mengungkap

gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam .

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri

dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa

kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran

2013/2014. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus

III yaitu, siklus I (64,29%), siklus II (78,57%), siklus III (90,47%).

Simpulan dari penelitian ini adalah penggunaan gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok

terhadap hasil belajar pendidikan agama islam pada siswa kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan

Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013/2014 model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah

satu alternative pembelajaran Pendidikan Agama Islam . Kata kunci: belajar PAI, metode ceramah, kerja kelompok

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran yang dilakukan guru memang

dibedakan keluasan cakupannya, tetapi dalam

konteks kegiatan belajar mengajar mempunyai tugas

yang sama. Maka tugas mengajar bukan hanya

sekedar menuangkan bahan pelajaran, tetapi teaching

is primarily and always the stimulation of learner

(Wetherington, 1986: 131-136), dan mengajar tidak

hanya dapat dinilai dengan hasil penguasaan mata

pelajaran, tetapi yang terpenting adalah

perkembangan pribadi anak, sekalipun mempelajari

pelajaran yang baik, akan memberikan pengalaman

membangkitkan bermacam-macam sifat, sikap dan

kesanggupan yang konstruktif.

Dengan tercapainya tujuan dan kualitas

pembelajaran, maka dikatakan bahwa guru telah

berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan

belajar mengajar tentu saja diketahui setelah

diadakan evalusi dengan berbagai faktor yang sesuai

dengan rumusan beberapa tujuan pembelajaran.

Sejauh mana tingkat keberhasilan belajar mengajar,

dapat dilihat dari daya serap anak didik dan

persentase keberhasilan anak didik dalam mencapai

tujuan pembelajaran khusus. Jika hanya tujuh puluh

lima persen atau lebih dari jumlah anak didik yang

mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf

keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka

proses belajar mengajar berikutnya hendaknya

ditinjau kembali.

Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan

mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari

rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam

perisiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan

mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode

mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik

evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru

harus memahami benar tentang tujuan mengajar,

secara khusus memilih dan menentukan metode

mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,

cara memilih, menentukan dan menggunakan alat

Page 24: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 23

ISSN No.2442-5699

peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan

pengetahuan tentang alat-alat evaluasi.

Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah

satu dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan

oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama bagi

mereka yang menganggap bahwa sumber daya

manusia pendidikan, sarana dan prasarana

pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji

lebih lanjut, setiap pembelajaran pada semua tingkat

pendidikan baik formal maupun non formal apalagi

tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat pada

kebutuhan perkembangan anak sebagai calon

individu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan

sebagai calon manusia seutuhnya.

Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas

belajar mengajar, guru senantiasa memanfaatkan

teknologi pembelajaran yang mengacu pada

gabungan metode ceramah dengan metode kerja

kelompok dalam penyampaian materi dan mudah

diserap peserta didik atau siswa berbeda.

Khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam , agar siswa dapat memahami materi yang

disampaikan guru dengan baik, maka proses

gabungan metode ceramah dengan metode kerja

kelompok, guru akan memulai membuka pelajaran

dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin

dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan

memberikan soal-soal kepada siswa.

Dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis

mengambil judul “Penggunaan Gabungan Metode

Ceramah Dengan Metode Kerja Kelompok Terhadap

Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa

Kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang

Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun

Pelajaran 2013/2014”.

Rumusan Masalah

1. Apakah gabungan metode ceramah dengan

metode kerja kelompok berpengaruh terhadap

hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa

Kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang

Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan

Tahun Pelajaran 2013/2014.?

2. Bagaimanakah penggunaan gabungan metode

ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap

motivasi belajar siswa Kelas V Semester I SDN

Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang

Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran

2013/2014.

KAJIAN PUSTAKA

Prestasi Belajar

Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam

kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan

murid dalam bidang material, formal serta fungsional

pada umumnya dan bidang intelektual pada

khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok.

Belajar merupakan suatu perbuatan pada sikap dan

tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan

mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena

itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya

dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan

hasil yang baik mungkin. Oleh karena itu setiap

individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya

prestasinya berhasil degna baik. Sedan pengertian

prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah

kemampuan. Kemampuan di sini berarti yang

dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.

Motivasi Belajar

Istilah motivasi menunjuk kepada semua gejala yang

terkandung dalam stimulus tindakan kea rah tujuan

tertentu di mana sebelumnya tidak ada gerakan

menuju kea rah tujuan tersebut. Motivasi dapat

berupa dorongan-dorongan dasar atau internal dan

insentif di di luar diri individu atau hadiah. Sebagai

suatu masalah di dalam kelas, motivasi adalah proses

membangkitkan, mempertahankan dan mengontrol

minat-minat.

Motivasi Belajar Remaja

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ialah

umur, kondisi fisik dan kekuatan intelegensi yang

juga harus dipertimbangkan dalam hal ini. Motivasi

sangat penging karena suatu kelompok yang tidak

punya motvasi (belajarnya kurang atau tidak

berhasil). Dengan demikan, motivasi harus

dikembangkan berdasarkan pertimbangan perbedaan

individual. Secara umum semua manusia

membutuhkan motivasi untuk giat bekerja kecuali

(mungkin0 orang yang sudah tua dan orang yang

sedang sakit.

Keinginan untuk hidup berkelompok juta terdapat di

kalangan remaja. Hal ini perlu dikembangkan sejak

kecil sejak anak masuk sekolah mereka menyukai

setiap orang. Hal ini dapat dijadikan modal guru

dalam memotivasi. Teknik penyajiannya ialah

melalui aktivitas kelompok, panitia kerja, percobaan,

pembentukan klub-klub, khusus, misalnya klub

percakapan bahasa inggris.

Teknik Memotifasi Berdasarkan Teori

Kebutuhan

1. Pemberian Penghargaan atau Ganjaran

Teknik ini dianggap berhasil bila menumbuh

kembangkan minat anak untuk mempelajari atau

mengajarkan sesuatu. Tujuan pemberian

penghargaan adalah membangkitkan atau

mengembangkan minat. Jadi penghargaan ni

menjadi tujuan. Tujuan pemberian penghargaan

Karena telah melakukan kegiatan belajar dengan

baik, ia akan terus melakukan kegiatan belajarnya

sendiri di luar kelas.

2. Pemberian Angka atau Grade

Page 25: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 24

ISSN No.2442-5699

Apabila pemberian angka atau grade didasarkan atas

perbandingan interpersonal dalam prestasi akademis,

hal ini akan menimbulkan dua hal : anak yang

mendapat angka baik dan anak yang mendapat angka

jelek. Pada anak yang mendapat angka jelek

mungkin akan berkembang rasa rendah diri dan tidak

ada semangat ter hadap pekerjaan-pekerjaan sekolah.

3. Keberhasilan dan tingkat Aspirasi

Istilah “tingkat aspirasi” menunjuk kepada tingkat

pekerjaan yang diharapkan pada masa depan

berdasarkan keberhasilan atau kegagalan dalam

tugas-tugas yang mendahuluinya. Konsep ini

berkaitan erat dengan konsep seseorang tentang

dirinya dan kekuatan-kekuatannya.

4. Pemberian Pujian

Teknik lain untuk memberikan motivasi adalah

pujian. Namun harus diingat bahwa efek pujian itu

tergantung pada siapa yang memberi pujian dan

siapa yang menerima pujian itu. Para siswa yang

sangat membutuhkan keselamatan dan harga diri,

mengalami kecemasan dan merasa tergantung para

orang lain akan responsive terhadap pujian. Pujian

dapat ditunjukkan baik secara verbal maupun

secara non verbal. Dalam bentuk nonverbal

misalnya anggukan kepala, senyuman atau tepukan

bahu .

5. Kompetisi dan Kooperasi

Persaingan merupakan insentif pada kondisi-kondisi

tertentu, tetapi dapat merusak pada kondisi yang

lain. Dalam kompetisi harus terdapat kesepakatan

uyan sama untuk menang. Kompetisi harus

mengandung suatu tingkat kesamaan dalam sifat-

sifat para peserta.

Kerja Kelompok

Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar

mengajar. Ialah suatu cara mengajar, dimana siswa di

dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok.

Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh)

siswa, mereka bekerja bersama dalam memecahkan

masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan

berusaha mencapai tujuan pengajaran yang

ditentukan pula oleh guru.

Robert L. Cilstrap dan William R Marti,

memberikan pengertian kerja kelompok sebagai

kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah

kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar.

Keberhasilan kerja kelompok untuk mengajar

mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerja sama

dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan

bersama.

METODOLOGI

Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan

dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data

yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di kelas V

Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan

Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran

2013/2014.

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya

penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September

semester ganjil

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas V

Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan

Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran

2013/2014 pada standar kompetensi Mengenal Kitab-

Kitab Allah swt

Rancangan Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu

penelitian tindakan, maka penelitian ini

menggunakan model penelitian tindakan dari

Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi,

2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu

ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi

planning (rencana), action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada

siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah

direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Analisis Data

Dalam rangka menyusun dan mengolah data yang

terkumpul sehingga dapat menghasilkan suatu

kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan,

maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada

metode observasi digunakan data kualitatif. Cara

penghitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar

siswa dalam proses belajar mengajar sebagai berikut.

1. Merekapitulasi hasil tes

2. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan

prosentasenya untuk masing-masing siswa dengan

menggunakan rumus ketuntasan belajar seperti

yang terdapat dalam buku petunjuk teknis

penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas secara

individual jika mendapatkan nilai minimal 65,

sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas belajar

jika jumlah siswa yang tuntas secara individu

mencapai 85% yang telah mencapai daya serap

lebih dari sama dengan 65%.

3. Menganalisa hasil observasi yang dilakukan oleh

guru sendiri selama kegiatan belajar mengajar

berlangsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Rekapitulasi nilai tes Formatif siswa pada siklus I

sebagai berikut :

Page 26: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 25

ISSN No.2442-5699

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa

Pada Siklus I

No Uraian Hasil

Siklus I

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

70,00

15

68,18

Dari tabel dapat dijelaskan bahwa dengan

menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model

Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok diperoleh

nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 70,00 dan

ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada 15

siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama

secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena

siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar

68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang

dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan

karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti

apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan

menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model

Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.

Siklus II

Rekapitulasi nilai tes Formatif siswa pada siklus II

sebagai berikut :

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada

Siklus II

No Uraian Hasil

Siklus

II

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

77,73

17

79,01

Dari tabel diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar

siswa adalah 77,73 dan ketuntasan belajar mencapai

79,01% atau ada 17 siswa dari 22 siswa sudah tuntas

belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II

ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya

peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah

guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran

akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan

berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar.

Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang

dimaksudkan dan diinginkan guru dengan

menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model

Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa

dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual

Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok

diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah

70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau

ada 15 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama

secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena

siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar

68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang

dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan

karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti

apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan

menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model

Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.

Siklus III

Rekapitulasi nilai tes Formatif siswa pada siklus II

sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Formatif Siswa Pada Siklus III

No Uraian Hasil

Siklus

III

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

82,73

19

86,36

Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes

formatif sebesar 82,73 dan dari 22 siswa telah tuntas

sebanyak 19 siswa dan 3 siswa belum mencapai

ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan

belajar yang telah tercapai sebesar 86,36% (termasuk

kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami

peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya

peningkatan hasil belajar pada siklus III ini

dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan

guru dalam menerapkan pembelajaran model

Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja

Kelompok sehingga siswa menjadi lebih terbiasa

dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih

mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.

Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa

Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pembelajaran model Kontekstual Model

Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok

memiliki dampak positif dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari

semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap

materi yang disampaikan guru (ketuntasan

belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu

masing-masing 68,18%, 79,01%, dan 86,36%.

Page 27: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 26

ISSN No.2442-5699

Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara

klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola

Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas

siswa dalam proses belajar mengajar dengan

menerapkan model pengajaran Kontekstual

Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok

dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal

ini berdampak positif terhadap prestasi belajar

siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan

meningkatnya nilai rata-rata siswa pad setiap

siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas

siswa dalam proses pembelajaran PAI pada

stndar kompetensi Mengenal Kitab-Kitab Allah

swt dengan model pengajaran Kontekstual

Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok

yang paling dominan adalah,

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru,

dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan

guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa

dapat dikategorikan aktif.

PENUTUP

Simpulan

Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan

Ceramah dan Kerja Kelompok dapat meningkatkan

kualitas pembelajaran PAI. Pembelajaran model

Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja

Kelompok memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai

dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam

setiap siklus, yaitu siklus I (68,18%), siklus II

(79,01%), siklus III (86,36%).

Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan

Ceramah dan Kerja Kelompok dapat menjadikan

siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan

kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan,

ide dan pertanyaan.

Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun

kelompok, serta mampu mempertanggungjawabkan

segala tugas individu maupun kelompok.

Penerapan pembelajaran model Kontekstual Model

Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok mempunyai

pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi

belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar

Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa

Cipta.

Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar

Mengajar Pendidikan. Jakarta: Usaha Nasional.

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep

Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka

Ilmu.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar.

Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1.

Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan

Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Hasibuan K.K. dan Moerdjiono. 1998. Proses

Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan.

Jakarta. Rineksa Cipta.

Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya:

Universitas Press.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar.

Surabaya: University Press. Univesitas Negeri

Surabaya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar

Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model

Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas

Terbuka.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan

Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran

Nasional. Bandung: Jemmars.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di

Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu

Pendekatan Baru. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional.

Bandung: Remaja Rosdakarya

.

Page 28: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 27

ISSN No.2442-5699

DENGAN MELALUI ALAT PERAGA GAMBAR DALAM UPAYA

MEMPRAKTEKKAN KESEHATAN PRIBADI PADA POLA HIDUP SEHAT

SISWA KELAS VI SD NEGERI SIDOREJO II

KECAMATAN SUGIO KABUPATEN LAMONGAN

Lisiani

*)

*) SDN Sidorejo Kec Sugio Lamongan

Pendidikan kesehatan adalah suatu program kesehatan atau usaha kesehatan masyarakat yang dilaksanakan

di lembaga – lembaga pendidikan atau sekolah dari jenjang SD sampai dengan perguruan tinggi yang mana anak

didiknya beserta lingkungannya sebagai sasaran utamanya.

Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah (a) bagaimanakah efektifkah mengajar

pendidikan kesehatan tentang kesehatan pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola hidup bagi

? (b)apakah ada manfaatnya pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola

hidup siswa? (c)bagaimana pengaruhnya dalam pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga

gambar terhazdap pola hidup siswa ?

Tujuan dari penelitian ini adalah (a) untuk mengetahui sejauh mana efektifitasnya pengajaran Pendidikan

Kesehatan dengan alat peraga gambar tentang Kesehatan Pribadi di SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,

Kabupaten Lamongan (b) untuk mengetahui sejauh mana manfaat dari pengajaran dengan alat peraga gambar

terhadap pola hidup siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan (c) untuk

mengetahui sejauh mana pengaruhnya pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar

terhadap pola hidup siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran

terdiri dari dua tahap yaitu : rancangan, kegiatan dan pengamatan. Refleksi dan refisi sasaran penelitian ini adalah

Siswa Kelas VI SDN Sidorejo II, Sugio, Lamongan, dari data diperoleh berupa hasil tes tulis.

Dari hasil analisa didapat bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatakan dari siklus I sampai III yaitu,

siklus I ( 69,41 % ), siklus II (71,76 % ) dan Siklus III sebesar ( 77,64 % ).Simpulan dari penelitian ini adalah

masalah penggunaan alat peraga gambar dalam pembelajaran penedidikan kesehatan dapat meningkatkan pola hidup

sehat siswa.

Kata kunci: alat peraga gambar, kesehatan pribadi dan hidup sehat

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebiasaan hidup sehat yang ditanamkan

kepada anak didik di sekolah – sekolah merupakan

usaha sedini mungkin untuk membentuk masyarakat

yang sehat, sehingga akan terbentuk Negara yang

kuat pula. Mengingat pentingnya masalah kesehatan

maka sudah selayaknya jika Usaha Kesehatan

Sekolah perlu dilaksanakan disetiap sekolah. Agar

dapat tercapainya taraf hidup yang sehat pada

masyarakat, dapat di awali dari pendidikan UKS di

lembaga pendidikan SD yang diberikan pada siswa

sehingga akan memberikan motivasi dan pengertian

yang mudah di pahami serta sedini mungkin kepada

anak sehingga akan mempengaruhi pola piker dan

perilaku anak didik itu sendiri dan cenderung akan

mempraktekkan serta melakukan sendiri karena takut

akan bahayanya, apabila tidak melaksanakannya

apalagi semua itu dilakukan pada anak yang masih

duduk dibangku Sekolah Dasar ( SD ).

Di samping hal tersebut di atas, kesehatan

pribadi juga sangatlah menentukan bagi taraf hidup

yang sehat bagi seseorang, karena dengan pribadi

yang sehat dan serta memperhatikan pola kehidupan

yang sehat maka akan tercapailah taraf kesehatan

yang maksimal bagi seseorang. Di atas telah

diuraikan bahwa pengetahuan dan pendidikan

kesehatan diberikan sejak usia dini melalui

pendidikan kesehatan yang dilaksanakan di sekolah –

sekolah yang implementasinya pada Mata Pelajaran

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana efektifkah mengajar Pendidikan

Kesehatan tentang Kesehatan Pribadi dengan

menggunakan alat peraga gambar terhadap pola

hidup bagi siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo

II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan?

2. Apakah ada manfaatnya pengajaran Kesehatan

Pribadi dengan menggunakan alat peraga

gambar terhadap pola hidup siswa kelas VI SD

Page 29: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 28

ISSN No.2442-5699

Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,

Kabupaten Lamongan?

3. Bagaimana pengaruhnya dalam pengajaran

Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat

peraga gambar terhadap pola hidup siswa kelas

VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,

Kabupaten Lamongan?

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Usaha Kesehatan Sekolah adalah usaha

kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah –

sekolah beserta anak didik dan lingkungannya

sebagai sasaran utama,mulai dari tibgkat SD sampai

dengan Perguruan Tainggi. Dari pengertian tersebut

jelaslah bahwa anak didik dengan lingkungan

hidupnya merupakan sasaran utama. Lingkungan di

sini dapat berarti lingkungan keluarga, lingkungan di

sekitarnya maupun lingkungan sekolah sebagai

tempat mereka belajar setiap hari.

Usaha Kesehatan Sekolah mempunyai sasaran

yang utama adalah masyarakat sekolah, yang terdiri

dari anak didik, guru dan petugas lainnya. Tujuannya

adalah mencapai kesehatan anak didik yang sebaik –

baiknya, sehingga dapat tumbuh secara efesien dan

optimal dalam mencapai masyarakat Indonesia yang

sehat jasmani, rokhani dan mental.

Adapun maksud dan tujuan UKS adalah untuk

membina kesehatan anak – anak sekolah sebaik-

baiknya sehingga memungkinkan mereka mengikuti

pendidikan atau pelajaran secara optimal. Untuk

menempuh rasa tanggung jawab dari masyarakat

sekaolah atas kesehatan diri sendiri dan lingkungan.

Secara singkat UKS mempunyai maksud dan tujuan

untuk mencapai keadaan kesehatan anak yang sebaik-

baiknya. UKS dilaksanakan di sekolah – sekolah

melalui pendidikan kesehatan, secara garis besar

pendidikan kesehatan adalah :

1. Memberikan pengetahuan tentang kesehatan yang

cukup, terutama tentang peningkatan kesehatan

dan pencegahan penyakit, sehingga masyarakat

sekolah dapat menghayati dari nilai usaha – usaha

kesehatn

2. Memupuk rasa tanggung jawab terhadap

kesehatan dirisendiri, masyarakat serta

lingkungan disekitarnya

3. Menyebarluaskan pengetahuan – pengetahuan

yang salah, yang merupakan hambatan bagi

peningkatan kesehatan.

Kesehatan Pribadi

Secara umum arti dari Kesehatan Pribadi adalah

kesehatan yang menyangkut diri pribadi sesorang (

Personal Hygiene ). Pada garis besarnya kesehatan

dapat di bagi menjadi : Kesehatan Pribadi (

Kesehatan Perorangan) dan Kesehatan Masyarakat.

Mempelajari Kesehatan Pribadi mempunyai maksud

dan tujuan agar pribadi seseorang masing – masing :

1.Dapat memelihara kesehatan diri sendiri

Dalam hal ini memelihara kesehatan ini

termasuk didalamnya :

~ mencegah penyakit

~ mengobati penyakit sederhana

~ menghindarkan dan memulihkan cacad sehabis

sakit.

2.Sopan santun dalam segala tindakannya

3.Dapat menularkan pengetahuan serta

ketrampilannya kepada keluarganya dan

diharapkan dapat disebarluaskan kepada

masyarakat sekitarnya

4.Memperbaiki dan mempertinggi nilai – nilai

kesehatan

5.Mendapatkan ketenangan dan ketentraman jiwa

dalam diri sendiri dan dalam pergaulan.

Pola Hidup Sehat

Pengertian kesehatan yang dirumuskan dalam

Undang – Undang Nomor 9 tahun 1960 tentang

Pokok – Pokok Kesehatan, pada Bab I pasal 2

disebutkan bahwa : “ Yang dimaksud dengan

kesehatan dalam Undang – Undang ini ialah keadaan

yang meliputi kesehatan badan dan rokhani ( mental )

dan social dan bukan hanya keadaan yang bebas dari

penyakit cacad dan kelemahan “.

Kesehatan merupakan hak dari setiap manusia,

dengan badan dan rokhani yang sehat, orang dapat

senang dan bekerja, dapat belajar juga dapat bermain

dengan gembira. Kesehatan juga merupakan pangkal

kebahagiaan, bahagaia keeluruhan dalam arti bahagia

lahir dan bathin. Dan kesehatan juga merupakan

bagian harta kekayaan di dunia yang sangat berharga

bagi hidup manusia dan sangatlah perlu untuk

dimiliki oleh setiap manusia.

Pembiasaan pola hidup sehat sangat penting

ditanamkan pada anak sejak dini agar anak sudah

terbiasa dan tertanam rasa disiplin dengan cara hidup

sehat. Dan bermula dari anak – anak inilah

diharapkan akan timbul suatu masyarakat yang sehat

pula.

Dengan pembiasaan pola hidup sehat diri

sendiri, lambat laun secara sedikit demi sedikit anak

akan menjadi kebiasaan dan tanpa disadari di

manapun ia berada, kebiasaan tersebut akan tertanam

dan menjiwai dirinya. Dan dengan demikian akan

membuang jauh – jauh kebiasaan yang tidak baik

atau yang tidak ada manfaatnya.

Alat Peraga Gambar

Alat peraga adalah alat penolong dalam proses

belajar mengajar seorang guru di dalam menyajikan

atau meragakan, agar apa yang dijelaskan lebih

terang, dan lebih mudah dimengerti. Proses belajar

Page 30: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 29

ISSN No.2442-5699

mengajar akan lebih menarik perhatian siswa apabila

alat peraga yang digunakan juga sesuai dengan isi

dari materi yang diberikan.

Alat peraga gambar adalah gambar atau foto

dari isi materi yang dipandang penting dan agar siswa

dapat mengerti lebih jelas. Gambar atau foto sengaja

dibuat lebih besar dan cukup jelas dan menarik serta

poster adalah merupakan gambara yang lebih besar

denagn disertai beberapa kata atau kalimat yang

singkat dan jelas.

Dengan demikian alat peraga gambar tentang

kesehatan pribadi juga dapat dibuat sedemikian rupa

sehinga minat siswa serta pemahaman siswa tentang

kesehatan pribadi akan lebih jelas, dan diharapkan

apa yang menjadi tujuan dari pelajaran kesehatan

pribadi akan terwujud.

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SDN Sidorejo II Sugio

Lamongan Sidorejo bulan April-Juni 2012. Subjek

dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas

VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,

Kabupaten Lamongan. Penelitian ini dilaksanakan

pada tengah semester II tahun pelajaran 2011 / 2012.

jumlah siswa kelas yang menjadi subjek penelitian

adalah 17 orang.

Prosedur Penelitian

Tindakan dalam penelitian ini dilakukan melalui

melaksanaan proses pembelajaran yang diikuti

dengan pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini

terbagi dalam tiga siklus penelitian, dimana tiap

siklus memuat proses pembelajaran yaitu terdiri dari :

Silus I dilaksanakan dalam satu kali pertemuan

(4 jam pelajaran) dengan materi kesehatan

pribadi.

Siklus II dilaksanakan dalam satu kali

pertemuan (4 jam pelajaran) dengan materi

tentang kesehatan pribadi

Siklus III dilaksanakan dalam satu kali

pertemuan (4 jam pelajaran) dengan materi

tentang kesehatan pribadi

Setiap siklus penelitian mengimplementasikan apa

yang tertuang dalam rencana pembelajaran yang di

dalamnya meliputi 3 tahap kegiatan pembelajaran

yaitu (1) tahap pendahuluan, (2) tahap kegiatan inti

dan (3) tahap penutup yang disesuaikan dengan

model pembelajaran dengan alat peraga gambar.

Analisis Data

Adapun langkah-langkah pengolahan data yang

terkumpul dari siklus adalah sebagai berikut : (1)

tabulasi data, (2) reduksi data, (3) sajian data, (4)

penyimpulan data. Sajian data yang ditampilan dalam

laporan penelitian ini disajikan dalam bentuk table /

grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Dari siklus I diperoleh nilai rata-rata tes tentang

kesehatan pribadi dia awal siklus I adalah sebesar

61,17 dan pada akhir siklus I adalah sebesar : 69,41

dan dari 17 siswa yang baru tuntas adalah sebanyak 4

siswa dan 13 siswa belum mencapai ketuntasan

belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar baru

tercapai tercapai sebesar 23,52 % (termasuk kategori

belum tuntas).

Siklus II

Dari siklus II dinyatakan bahwa aktivitas guru yuang

paling dominant pada siklus II adalah membimbing

dan mengamati siswa melakukan latihan yaitu 25%.

Jika dibandingkan dengan siklus I aktivitas ini

mengalami peningkatan. Aktivitas guru yang

mengalami penurunan adalah memberi umpan balik

(16,6%), menjelaskan/melatih menggunakan alat

(11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan

menyajikan hasil kegiatan (8,2%) dan membimbing

siswa memperbaiki kesalahan (6,7%)

Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling

dominan pada siklus II adalah praktik menggunakan

alat yaitu (21%). Jika dibandingkan dengan siklus I,

aktivitas ini mengalami peningkatan . aktivitas siswa

yang mengalami penurunan adalah

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

(17,9%). Diskusi antar siswa / antara siswa dengan

guru (13,8%), mempraktekkan yang relevan dengan

KBM (7,7%) dan merangkum pembelajaran (6,7%).

Adapun aktivitas siswa yang mengalami peningkatan

adalah memperhatikan peragaan (12,1%) menyajikan

hasil pembelajaran (4,6%), menanggapi/mengajukan

pertanyaan/ide (5,4%) dan berlatih bersama siswa

lain (10,8%).

Siklus III Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-

rata tes tentang kesehatan pribadi adalah sebesar

77,76 dan dari 17 siswa yang telah tuntas sebanyak

14 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan

belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang

telah tercapai sebesar 82,35 % (termasuk kategori

tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami

peningkatan yang signifikan dari siklus II. Adanya

peningkatan hasil belajar pada siklus III ini

dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan

guru dalam menerapkan pembelajaran metode

demonstrasi sehingga siswa menjadi lebih terbiasa

dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih

mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.

Page 31: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 30

ISSN No.2442-5699

Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar siswa

Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan alat peraga

gambar memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat

dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa

terhadap materi yang disampaikan guru

(ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II dan

III ), yaitu sebesar : 69,41pada siklus I, 71,76

pada siklus II dan pada siklus III sebesar : 77,64

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola

Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas

siswa dalam proses belajar mengajar dengan

menggunakan alat peraga gambart dalam setiap

siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak

positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat

ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata

siswa pada setiap siklus yang terus mengalami

peningkatan.

3. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas

siswa dalam proses pembelajaran dengan model

penggunaan alat peraga gambar paling dominan

adalah belajar dengan sesama anggota kelompok,

mendengarkan / memperhatikan penjelasan guru

dan diskusi antara siswa/antara siswa dengan

guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa

dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama

pembelajaran telah melaksanakan langkah-

langkah pembelajaran dengan baik. Hal ini

terlihat dari aktivitas guru yang muncul di

antaranya aktivitas membimbing dan mengamati

siswa dalam mempraktikkan hasil pembelajaran ,

menjelaskan menggunakan alat, memberi umpan

balik dalam prosentase untuk aktivitas di atas

cukup besar.

4. Tanggapan siswa terhadap Model pembelajaran

alat peraga gambar

Berdasarkan analisis angket siswa dapat

diketahui bahwa tanggapan siswa termasuk

positif. Ini ditunjukkan dengan rata-rata jawaban

siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan

berminat dengan model penggunaan alat peraga

gambar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa

memberikan respopn positif terhadap model

pembelajaran alat peraga gambar, sehingga siswa

menjadi termotivasi untuk belajar lebih giat. Jadi

dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya

metode menggunakan alat peraga gambar dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa.

PENUTUP

1. Pengajaran kesehatan pribadi dengan alat peraga

gambar sangatlah efektif terhadap pola hidup

sehat sehari – hari pada siswa kelas VI SD

Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio,

Kabupaten Lamongan

2. Ada pengaruh positif terhadap pola hidup sehat

sehari – hari pada siswa kelas VI SD Negeri

Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten

Lamongan setelah menerima pengajaran

kesehatan pPribadi dengan menggunakan alat

peraga gambar.

3. Pelaksanaan pembelajaran dengan

menggunakan alat peraga gambar tentang

kesehatan pribadi di sekolah – sekolah

hendaknya betul – betul diperhatikan dan

digiatkan, agar program – programnya dapat

berjalan dengan baik. Masalah kesehatan

pribadi siswa di sekolah dapat tercapai dengan

baik apabila diawali dari kebersihan atau

kesehatan siswanya

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ds, Drs. Usaha Kesehatan Sekolah, Untuk

Guru SD, Tahun 1982.

Balai Penataran Guru 2003, Penelitian Akademi

dan Penelitian Tindakan Kelas,Surabaya,BPG.

Dep.Kes.RI, UKS, Tuntunan Pelaksanaan Bagi Guru,

Tahun 1977.

JB. Juanda, Drs. Pelayanan Kesehatan Dalam UKS

Suharsimi, Arikunto, 2003, Penelitian Laporan PTK,

Jakarta, Depdiknas.

Tim Pendjas SD, Pendidikan Djasmani 4, Olahraga

dan Kesehatan, 2007, Yudistira.

Zaenal Aqib, 2006, Penelitian Tindakan Kelas,

Bandung, Yrama Widya.

Page 32: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 31

ISSN No.2442-5699

MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DALAM MEMBUAT RPP

MELALUI TRAINING AND GUIDANCE PADA PENINGKATAN HASIL

BELAJAR DI SDN SEKARBAGUS KABUPATEN LAMONGAN

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Pujiastomo

*)

SDN Sekarbagus Kabupaten Lamongan

ABSTRAK

Di dalam kegiatan penyusunan rencana pembelaaran di lapangan masih ditemukan adanya guru (baik di

sekolah negeri maupun swasta) yang tidak bisa memperlihatkan RPP yang dibuat dengan berbagai alasan dan bagi

guru yang sudah membuat RPP masih ditemukan adanya guru yang belum melengkapi komponen tujuan

pembelajaran yang mengandung kaidah a.b.c.d (A bermakna bahwa tujuan pembelajaran harus mengacu pada

audience(siswa), B bermakna mengacu pada behaviors(perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C

bermakna conditions(kondisi yang perlu dipenuhi demi tercapainya perilaku yang diharapkan), dan D yang

bermakna degree(tingkat pencapaian yang dapat diterima). dan penilaian (soal, skor dan kunci jawaban), serta

langkah-langkah kegiatan pembelajarannya masih dangkal. Soal, skor, dan kunci jawaban merupakan satu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan. Dengan menggunakan penelitian tindakan kelas sebanyak 2 siklus yang dilakukan

memberikan suatu kesimpulan bahwa Supervisi Training And Guidance ( latihan dan Bimbingan ) dapat

meningkatkan motivasi guru dalam menyusun RPP dengan lengkap. Guru menunjukkan keseriusan dalam

memahami dan menyusun RPP apalagi setelah mendapatkan bimbingan pengembangan/penyusunan RPP dari

peneliti. Informasi ini peneliti peroleh dari hasil pengamatan pada saat mengadakan wawancara dan bimbingan

pengembangan/penyusunan RPP kepada para guru di SDN 2 Sekarbagus.

Supervisi Training And Guidance ( latihan dan Bimbingan) dapat meningkatkan kompetensi guru dalam

menyusun RPP. Hal itu dapat dibuktikan dari hasil observasi /pengamatan yang memperlihatkan bahwa terjadi

peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP dari siklus ke siklus . Pada siklus I nilai rata-rata komponen

RPP 69% dan pada siklus II 83%. Jadi, terjadi peningkatan 14% dari siklus I.

Kata kunci : RPP , Training and Guidance, peningkatan hasil belajar

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Silabus dan RPP dikembangkan oleh guru pada

satuan pendidikan . Guru pada satuan pendidikan

berkewajiban menyusun Silabus dan RPP secara

lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,

minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta

didik.

Masalah yang terjadi di lapangan masih

ditemukan adanya guru (baik di sekolah negeri maupun

swasta) yang tidak bisa memperlihatkan RPP yang

dibuat dengan berbagai alasan dan bagi guru yang

sudah membuat RPP masih ditemukan adanya guru

yang belum melengkapi komponen tujuan pembelajaran

yang mengandung kaidah a.b.c.d (A bermakna bahwa

tujuan pembelajaran harus mengacu pada

audience(siswa), B bermakna mengacu pada

behaviors(perilaku yang dapat diamati sebagai hasil

belajar), C bermakna conditions(kondisi yang perlu

dipenuhi demi tercapainya perilaku yang diharapkan),

dan D yang bermakna degree(tingkat pencapaian yang

dapat diterima). dan penilaian (soal, skor dan kunci

jawaban), serta langkah-langkah kegiatan

pembelajarannya masih dangkal. Soal, skor, dan kunci

jawaban merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Pada komponen penilaian ( penskoran dan

kunci jawaban) sebagian besar guru tidak lengkap

membuatnya dengan alasan sudah tahu dan ada di

kepala. Sedangkan pada komponen tujuan

pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, dan

sumber belajar sebagian besar guru sudah

membuatnya. Masalah yang lain yaitu sebagian besar

guru khususnya di sekolah swasta belum mendapatkan

pelatihan pengembangan RPP. Selama ini guru-guru

yang mengajar di sekolah swasta sedikit/jarang

mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai

Diklat Peningkatan Profesionalisme Guru dibandingkan

sekolah negeri. Hal ini menyebabkan banyak guru yang

belum tahu dan memahami penyusunan/pembuatan

RPP secara baik/lengkap. Beberapa guru mengadopsi

RPP orang lain. Hal ini peneliti ketahui pada saat

mengadakan supervisi akademik (supervisi kunjungan

kelas) ke sekolah binaan. Permasalahan tersebut

Page 33: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 32

ISSN No.2442-5699

berpengaruh besar terhadap pelaksanaan proses

pembelajaran. Rumusan Masalah

1. Apakah penerapan Supervisi Training And

Guidance dapat meningkatkan Kemampuan Guru

dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) SDN Sekarbagus Tahun

Pelajaran 2014/2015 ?

2. Bagaimanakah Peningkatan Kemampuan Guru

dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) melalui Supervisi Training

And Guidance Terhadap peningkatan hasil

Pembelajaran di SDN Sekarbagus Tahun Pelajaran

2014/2015 ?

KAJIAN PUSTAKA Pengertian Supervisi

Secara morfologis Supervisi berasalah dari dua

kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super

berarti diatas dan vision berarti melihat, masih

serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan

pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang

dilakukan oleh atasan –orang yang berposisi diatas,

pimpinan-- terhadap hal-hal yang ada dibawahnya.

Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi

sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervise

bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak

mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan

yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya

(bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat

diberitahu bagian yang perlu diperbaiki.

Definisi supervisi dari tinjauan yg berbeda-

beda.God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin

guru-guru dalam jabatan mengajar, Boardman. Melihat

supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi dlm

masyarakat modern. Willem Mantja memandang

supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan (guru

murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Kimball

Wiles beranggapan bahwa faktor manusia yg memiliki

kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan

suasana belajar mengajar yg lebih baik. Ross L

memandang supervise sebagai pelayanan kapada guru-

guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan.

Sedangkan Purwanto (1987) memandangkan sebagai

pembinaan untuk membantu para guru dan pegawai

sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.

Tujuan dan sasaran Supervisi

Tujuan umum Supervisi adalah memberikan

bantuan teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar

personil tersebut mampu meningkatkan kwalitas

kinerjanya, dalam melaksanakan tugas dan

melaksanakan proses belajar mengajar .

Sasaran Supervisi Ditinjau dari objek yang disupervisi,

ada 3 macam bentuk supervisi:

1. Supervisi Akademik

Menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-

masalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung

berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada

waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu

2. Supervisi Administrasi

Menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspek-

aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung

dan pelancar terlaksananya pembelajaran.

3. Supervisi Lembaga

Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-

aspek yang berada di sekolah. Supervisi ini

dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik sekolah

atau kinerja sekolah secara keseluruhan. Misalnya:

Ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Perpustakaan

dan lain-lain.

Fungsi Supervisi

1. Fungsi Meningkatkan Mutu PembelajaranRuang

lingkupnya sempit, hanya tertuju pada aspek

akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas

ketika guru sedang memberikan bantuan dan

arahan kepada siswa.

2. Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan

PembelajaranLebih dikenal dengan nama Supervisi

Administrasi

3. Fungsi Membina dan Memimpin

B. Pengertian Guru

Secara etimologi ( asal usul kata), istilah

”Guru” berasal dari bahasa India yang artinya ” orang

yang mengajarkan tentang kelepasan dari

sengsara” Shambuan, Republika, ( dalam Suparlan

2005:11).

Kemudian Rabindranath Tagore (dalam

Suparlan 2005:11) menggunakan istilah Shanti Niketan

atau rumah damai untuk tempat para guru

mengamalkan tugas mulianya membangun spiritualitas

anak-anak bangsa di India ( spiritual intelligence).

Pengertian guru kemudian menjadi semakin

luas, tidak hanya terbatas dalam kegiatan keilmuan

yang bersifat kecerdasan spiritual (spiritual intelligence)

dan kecerdasan intelektual (intellectual intelligence),

tetapi juga menyangkut kecerdasan kinestetik

jasmaniah (bodily kinesthetic), seperti guru tari, guru

olah raga, guru senam dan guru musik. Dengan

demikian, guru dapat diartikan sebagai orang yang

tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan

bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan

emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya.

Poerwadarminta ( dalam Suparlan 2005:13)

menyatakan, “guru adalah orang yang kerjanya

mengajar.” Dengan definisi ini, guru disamakan dengan

pengajar. Pengertian guru ini hanya menyebutkan satu

sisi yaitu sebagai pengajar, tidak termasuk pengertian

guru sebagai pendidik dan pelatih. Selanjutnya Zakiyah

Daradjat (dalam Suparlan 2005:13) menyatakan,” guru

adalah pendidik profesional karena guru telah menerima

Page 34: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 33

ISSN No.2442-5699

dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik

anak-anak.”

UU Guru dan Dosen Republik Indonesia No.14

Tahun 2005 ”Guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah”.

Selanjutnya UU No.20 Tahun 2003 pasal 39

ayat 2 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan,

”pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan

dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik

pada perguruan tinggi.”

PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan menyatakan, ”pendidik (guru)

harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi

sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,

serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional.”

Pengertian Standar Kompetensi Guru

Standar Kompetensi guru adalah suatu pernyataan

tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dalam

bentuk penguasaan perangkat kemampuan yang

meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan

bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak

disebut kompeten. Standar kompetensi guru dipilah ke

dalam tiga komponen yang kait- mengait, yakni: 1)

pengelolaan pembelajaran, 2) pengembangan

profesi, dan 3) penguasaan akademik. Komponen

pertama terdiri atas empat kompetensi, komponen

kedua memiliki satu kompetensi, dan komponen ketiga

memiliki dua kompetensi. Dengan demikian, ketiga

komponen tersebut secara keseluruhan meliputi

tujuh kompetensi dasar, yaitu: 1) penyusunan

rencana pembelajaran, 2) pelaksanaan interaksi belajar

mengajar, 3) penilaian prestasi belajar peserta didik, 4)

pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar

peserta didik, 5) pengembangan profesi, 6)

pemahaman wawasan kependidikan, dan 7)

penguasaan bahan kajian akademik ( sesuai dengan

mata pelajaran yang diajarkan).

Abdurrahman Mas’ud (dalam Suparlan 2005:99)

menyebutkan tiga kompetensi dasar yang harus

dimiliki guru, yakni: (1) menguasai materi atau bahan

ajar, (2) antusiasme, dan ( 3) penuh kasih sayang

(loving) dalam mengajar dan mendidik.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )

Permendiknas No. 41 Tahun 2007 menyatakan,

“Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah

rencana yang menggambarkan prosedur dan

pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu

kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan

telah dijabarkan dalam silabus.” Berdasarkan pendapat

di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan

pembelajaran adalah suatu upaya menyusun

perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan

dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan dalam kurikulum sesuai dengan

kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah.

METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Sekolah dilaksanakan di SDN

Sekarbagus. Bertujuan untuk meningkatkan

kompetensi guru dalam menyusun rencana

perlaksanaan pembelajaran (RPP) dengan lengkap.

Waktu Penelitian PTS ini dilaksanakan pada semester satu tahun

pelajaran 2014/2015 selama kurang lebih lima bulan

mulai Agustus sampai dengan Desember 2014.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

wawancara, observasi, dan diskusi.

a. Wawancara dipergunakan untuk mendapatkan data

atau informasi tentang pemahaman guru terhadap

RPP.

b. Observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data

dan mengetahui kompetensi guru dalam menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan lengkap.

c. Diskusi dilakukan antara peneliti dengan guru.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

kesulitan-kesulitan yang dialami oleh guru dalam

menyusun RPP. Selanjutnya peneliti memberikan

alternatif atau usaha guna meningkatkan kemampuan

guru dalam membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran.

Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam

Penelitian Tindakan Sekolah, menurut Sudarsono, F.X,

(1999:2) yakni:

1. Rencana : Tindakan apa yang akan dilakukan

untuk meningkatkan kompetensi

guru dalam menyusun RPP secara

lengkap. Solusinya yaitu dengan

melakukan : a) wawancara dengan

guru dengan menyiapkan lembar

wawancara, b) Diskusi dalam

suasana yang menyenangkan dan

c) memberikan bimbingan dalam

menyusun RPP secara lengkap.

2. Pelaksanaan: Apa yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya meningkatkan

Page 35: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 34

ISSN No.2442-5699

kompetensi guru dalam menyusun

RPP yang lengkap yaitu dengan

memberikan bimbingan

berkelanjutan pada guru sekolah

binaan .

3. Observasi: Peneliti melakukan pengamatan

terhadap RPP yang telah dibuat

untuk memotret seberapa jauh

kemampuan guru dalam

menyusun RPP dengan lengkap,

hasil atau dampak dari tindakan

yang telah dilaksanakan oleh guru

dalam mencapai sasaran.

Selain itu juga peneliti mencatat

hal-hal yang terjadi dalam

pertemuan dan wawancara.

Rekaman dari pertemuan dan

wawancara akan digunakan untuk

analisis dan komentar kemudian.

4. Refleksi: Peneliti mengkaji, melihat, dan

mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang telah

dilakukan. Berdasarkan hasil dari

refleksi ini, peneliti bersama guru

melaksanakan revisi atau

perbaikan terhadap RPP yang telah

disusun agar sesuai dengan

rencana awal yang mungkin saja

masih bisa sesuai dengan yang

peneliti inginkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I (Pertama)

Siklus pertama terdiri dari empat tahap yakni: (1)

perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4)

refleksi seperti berikut ini.

1. Perencanaan ( Planning )

a. Membuat lembar wawancara

b. Membuat format/instrumen penilaian RPP

c. Membuat format rekapitulasi hasil penyusunan

RPP siklus I dan II

d. Membuat format rekapitulasi hasil penyusunan

RPP dari siklus ke siklus

2. Pelaksanaan (Acting)

Pada saat awal siklus pertama indikator pencapaian

hasil dari setiap komponen RPP belum

sesuai/tercapai seperti rencana/keinginan peneliti.

Hal itu dibuktikan dengan masih adanya komponen

RPP yang belum dibuat oleh guru. Sebelas

komponen RPP yakni: 1) identitas mata pelajaran,

2) standar kompetensi, 3) kompetensi dasar, 4)

indikator pencapaian kompetensi, 5) tujuan

pembelajaran, 6) materi ajar, 7) alokasi waktu, 8)

metode pembelajaran, 9) langkah-langkah kegiatan

pembelajaran, 10) sumber belajar, 11) penilaiaan

hasil belajar ( soal, pedoman penskoran, dan kunci

jawaban). Hasil observasi pada siklus kesatu dapat

dideskripsikan berikut ini:

Observasi dilaksanakan Selasa, 31 Agustus 2010,

terhadap delapan orang guru. Semuanya menyusun

RPP, tapi masih ada guru yang belum melengkapi

RPP-nya baik dengan komponen maupun sub-sub

komponen RPP tertentu. Satu orang tidak

melengkapi RPP-nya dengan komponen indikator

pencapaian kompetensi. Untuk komponen

penilaian hasil belajar, dapat dikemukakan sebagai

berikut.

- Satu orang tidak melengkapinya dengan teknik

dan bentuk instrumen.

- Satu orang tidak melengkapinya dengan teknik,

bentuk instumen, soal, pedoman penskoran, dan

kunci jawaban.

- Dua orang tidak melengkapinya dengan teknik,

pedoman penskoran, dan kunci jawaban.

- Satu orang tidak melengkapinya dengan soal,

pedoman penskoran, dan kunci jawaban.

- Satu orang tidak melengkapinya dengan

pedoman penskoran dan kunci jawaban.

Selanjutnya mereka dibimbing dan disarankan

untuk melengkapinya.

Siklus II (Kedua)

Siklus kedua juga terdiri dari empat tahap yakni: (1)

perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4)

refleksi. Hasil observasi pada siklus kedua dapat

dideskripsikan berikut ini:

Observasi dilaksanakan Selasa, 15 September 2014,

terhadap delapan orang guru. Semuanya menyusun

RPP, tapi masih ada guru yang keliru dalam

menentukan kegiatan siswa dalam langkah-langkah

kegiatan pembelajaran dan metode pembelajaran,

serta tidak memilah/ menguraikan materi

pembelajaran dalam sub-sub materi. Untuk

komponen penilaian hasil belajar, dapat

dikemukakan sebagai berikut.

- Satu orang keliru dalam menentukan teknik dan

bentuk instrumennya.

- Satu orang keliru dalam menentukan bentuk

instrumen berdasarkan teknik penilaian yang

dipilih.

- Dua orang kurang jelas dalam menentukan

pedoman penskoran.

- Satu orang tidak menuliskan rumus perolehan

nilai siswa.

Selanjutnya mereka dibimbing dan disarankan untuk

melengkapinya.

Pembahasan

Penelitian Tindakan Sekolah dilaksanakan di

SDN Sekarbagus Kabupaten Lamongan yang dulunya

berstatus Sekolah rintisan Sekolah standar Nasional ,

terdiri atas delapan guru, dan dilaksanakan dalam dua

Page 36: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 35

ISSN No.2442-5699

siklus. Kedelapan guru tersebut menunjukkan sikap

yang baik dan termotivasi dalam menyusun RPP

dengan lengkap. Hal ini peneliti ketahui dari hasil

pengamatan pada saat melakukan wawancara dan

bimbingan penyusunan RPP. Selanjutnya dilihat dari

kompetensi guru dalam menyusun RPP, terjadi

peningkatan dari siklus ke siklus.

1. Komponen Identitas Mata Pelajaran

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan identitas mata pelajaran dalam

RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan identitas

mata pelajaran). Jika dipersentasekan, 84%. Lima

orang guru mendapat skor 3 (baik) dan tiga orang

mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua

kedelapan guru tersebut mencantumkan identitas

mata pelajaran dalam RPP-nya. Semuanya

mendapat skor 4 (sangat baik). Jika

dipersentasekan, 100%, terjadi peningkatan 16%

dari siklus I.

2. Komponen Standar Kompetensi

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan standar kompetensi dalam RPP-

nya (melengkapi RPP-nya dengan standar

kompetensi). Jika dipersentasekan, 81%. Masing-

masing satu orang guru mendapat skor 1, 2, dan 3

(kurang baik, cukup baik, dan baik). Lima orang

guru mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus

kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan

standar kompetensi dalam RPP-nya. Dua orang

mendapat skor 3 (baik) dan enam orang mendapat

skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 94%,

terjadi peningkatan 13% dari siklus I.

3. Komponen Kompetensi Dasar

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan kompetensi dasar dalam RPP-nya

(melengkapi RPP-nya dengan kompetensi dasar).

Jika dipersentasekan, 81%. Satu orang guru

masing-masing mendapat skor 1, 2, dan 3 (kurang

baik, cukup baik, dan baik). Lima orang guru

mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua

kedelapan guru tersebut mencantumkan

kompetensi dasar dalam RPP-nya. Dua orang

mendapat skor 3 (baik) dan enam orang mendapat

skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 94%,

terjadi peningkatan 13% dari siklus I.

4. Komponen Indikator Pencapaian Kompetensi

Pada siklus pertama tujuh orang guru

mencantumkan indikator pencapaian kompetensi

dalam RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan

indikator pencapaian kompetensi). Sedangkan satu

orang tidak mencantumkan/melengkapinya. Jika

dipersentasekan, 56%. Dua orang guru masing-

masing mendapat skor 1 dan 2 (kurang baik dan

cukup baik). Empat orang guru mendapat skor 3

(baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut

mencantumkan indikator pencapaian kompetensi

dalam RPP-nya. Tujuh orang mendapat skor 3

(baik) dan satu orang mendapat skor 4 (sangat

baik). Jika dipersentasekan, 78%, terjadi

peningkatan 22% dari siklus I.

5. Komponen Tujuan Pembelajaran

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan tujuan pembelajaran dalam RPP-

nya (melengkapi RPP-nya dengan tujuan

pembelajaran). Jika dipersentasekan, 63%. Satu

orang guru mendapat skor 1 (kurang baik), dua

orang mendapat skor 2 (cukup baik), dan lima

orang mendapat skor 3 (baik). Pada siklus kedua

kedelapan guru tersebut mencantumkan tujuan

pembelajaran dalam RPP-nya. Lima orang

mendapat skor 3 (baik) dan tiga orang mendapat

skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 84%,

terjadi peningkatan 21% dari siklus I.

6. Komponen Materi Ajar

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan materi ajar dalam RPP-nya

(melengkapi RPP-nya dengan materi ajar). Jika

dipersentasekan, 66%. Satu orang guru masing-

masing mendapat skor 1 dan 4 (kurang baik dan

sangat baik), dua orang mendapat skor 2 (cukup

baik), dan empat orang mendapat skor 3 (baik).

Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut

mencantumkan materi ajar dalam RPP-nya. Enam

orang mendapat skor 3 (baik) dan dua orang

mendapat skor 4 (sangat baik). Jika

dipersentasekan, 81%, terjadi peningkatan 15%

dari siklus I.

7. Komponen Alokasi Waktu

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan alokasi waktu dalam RPP-nya

(melengkapi RPP-nya dengan alokasi waktu).

Semuanya mendapat skor 3 (baik). Jika

dipersentasekan, 75%. Pada siklus kedua

kedelapan guru tersebut mencantumkan alokasi

waktu dalam RPP-nya. Tiga orang mendapat skor

3 (baik) dan lima orang mendapat skor 4 (sangat

baik). Jika dipersentasekan, 91%, terjadi

peningkatan 16% dari siklus I.

8. Komponen Metode Pembelajaran

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan metode pembelajaran dalam RPP-

nya (melengkapi RPP-nya dengan metode

pembelajaran). Jika dipersentasekan, 72%. Dua

orang guru mendapat skor 2 (cukup baik), lima

orang mendapat skor 3 (baik), dan satu orang

mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua

kedelapan guru tersebut mencantumkan metode

pembelajaran dalam RPP-nya. Satu orang

mendapat skor 2 (cukup baik), enam orang

mendapat skor 3 (baik), dan satu orang mendapat

Page 37: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 36

ISSN No.2442-5699

skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 75%,

terjadi peningkatan 3% dari siklus I.

9. Komponen Langkah-Langkah Kegiatan

Pembelajaran

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan langkah-langkah kegiatan

pembelajaran dalam RPP-nya (melengkapi RPP-

nya dengan langkah-langkah kegiatan

pembelajaran). Jika dipersentasekan, 53%. Tujuh

orang guru mendapat skor 2 (cukup baik),

sedangkan satu orang mendapat skor 3 (baik).

Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut

mencantumkan langkah-langkah kegiatan

pembelajaran dalam RPP-nya. Satu orang

mendapat skor 2 (cukup baik) dan tujuh orang

mendapat skor 3 (baik). Jika dipersentasekan,

72%, terjadi peningkatan 19% dari siklus I.

10. Komponen Sumber Belajar

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan sumber belajar dalam RPP-nya

(melengkapi RPP-nya dengan sumber belajar).

Jika dipersentasekan, 66%. Tiga orang guru

mendapat skor 2 (cukup baik), sedangkan lima

orang mendapat skor 3 (baik). Pada siklus kedua

kedelapan guru tersebut mencantumkan sumber

belajar dalam RPP-nya. Dua orang mendapat skor

2 (cukup baik) dan enam orang mendapat skor 3

(baik). Jika dipersentasekan, 69%, terjadi

peningkatan 3% dari siklus I.

11. Komponen Penilaian Hasil Belajar

Pada siklus pertama semua guru (delapan orang)

mencantumkan penilaian hasil belajar dalam RPP-

nya meskipun sub-sub komponennya (teknik,

bentuk instrumen, soal), pedoman penskoran, dan

kunci jawabannya kurang lengkap. Jika

dipersentasekan, 56%. Dua orang guru masing-

masing mendapat skor 1 dan 3 (kurang baik dan

baik), tiga orang mendapat skor 2 (cukup baik),

dan satu orang mendapat skor 4 (sangat baik).

Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut

mencantumkan penilaian hasil belajar dalam RPP-

nya meskipun ada guru yang masih keliru dalam

menentukan teknik dan bentuk penilaiannya.

Tujuh orang mendapat skor 3 (baik) dan satu

orang mendapat skor 4 (sangat baik). Jika

dipersentasekan, 78%, terjadi peningkatan 22%

dari siklus I.

Berdasarkan pembahasan di atas terjadi

peningkatan kompetensi guru dalam menyusun

RPP. Pada siklus I nilai rata-rata komponen RPP

69%, pada siklus II nilai rata-rata komponen RPP

83%, terjadi peningkatan 14%.

Untuk mengetahui lebih jelas peningkatan setiap

komponen RPP, dapat dilihat pada lampiran

Rekapitulasi Hasil Penyusunan RPP dari Siklus ke

Siklus SDN Sekarbagus .

PENUTUP

Simpulan

1. Supervisi Training And Guidance ( latihan dan

Bimbingan ) dapat meningkatkan motivasi guru

dalam menyusun RPP dengan lengkap. Guru

menunjukkan keseriusan dalam memahami dan

menyusun RPP apalagi setelah mendapatkan

bimbingan pengembangan/penyusunan RPP dari

peneliti. Informasi ini peneliti peroleh dari hasil

pengamatan pada saat mengadakan wawancara dan

bimbingan pengembangan/penyusunan RPP kepada

para guru di SDN 2 Sekarbagus

2. Supervisi Training And Guidance ( latihan dan

Bimbingan )dapat meningkatkan kompetensi guru

dalam menyusun RPP. Hal itu dapat dibuktikan dari

hasil observasi /pengamatan yang memperlihatkan

bahwa terjadi peningkatan kompetensi guru dalam

menyusun RPP dari siklus ke siklus . Pada siklus I

nilai rata-rata komponen RPP 69% dan pada siklus

II 83%. Jadi, terjadi peningkatan 14% dari siklus I.

DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiyah. 1980. Kepribadian Guru. Jakarta:

Bulan Bintang.

Dewi, Kurniawati Eni . 2009. Pengembangan Bahan

Ajar Bahasa Dan Sastra Indonesia Dengan

Pendekatan Tematis. Tesis. Surakarta: Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Depdiknas. 2003. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:

Depdiknas.

2004. Standar Kompetensi Guru Sekolah

Dasar. Jakarta: Depdiknas.

2005. UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen. Jakarta: Depdiknas.

2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:

Depdiknas.

2007. Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007a

tentang Standar Proses. Jakarta: Depdiknas.

2007. Permendiknas RI No. 12 Tahun 2007b

tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.

Jakarata: Depdiknas.

2008. Perangkat Pembelajaran Kurikulum

Tingkat Satuan Pembelajaran SMA. Jakarta.

2008. Alat Penilaian Kemampuan Guru.

Jakarta: Depdiknas.

2009. Petunjuk Teknis Pembuatan Laporan

Penelitian Tindakan Sekolah Sebagai Karya

Tulis Ilmiah Dalam Kegiatan Pengembangan

Profesi Pengawas Sekolah. Jakarta.

Page 38: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 37

ISSN No.2442-5699

Fatihah, RM . 2008. Pengertian konseling

(Http://eko13.wordpress.com, diakses 19 Maret

2009).

Imron, Ali. 2000. Pembinaan Guru Di Indonesia.

Malang: Pustaka Jaya.

Kemendiknas. 2010. Penelitian Tindakan Sekolah.

Jakarta.

2010. Supervisi Akademik. Jakarta.

Kumaidi. 2008. Sistem Sertifikasi

(http://massofa.wordpress.com diakses 10

Agustus 2009).

Nawawi, Hadari. 1985. Metode Penelitian Bidang

Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Pidarta, Made . 1992. Pemikiran Tentang Supervisi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana, Nana. 2009. Standar Kompetensi Pengawas

Dimensi dan Indikator. Jakarta : Binamitra

Publishing.

Suharjono. 2003. Menyusun Usulan Penelitian. Jakarta:

Makalah Disajikan pada Kegiatan Pelatihan

Tehnis Tenaga Fungsional Pengawas.

Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta:

Hikayat Publishing.

2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta:

Hikayat Publishing.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi

kedua

Page 39: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 38

ISSN No.2442-5699

Pengaruh Pendidikan, Pengalaman dan Independensi Terhadap Kinerja

Auditor Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening

Noer Rafikah Zulyanti *)

*)

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan

ABSTRAKSI Pengawasan yang dilakukan Auditor Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan

efisiensi nasional, sehingga auditor pemerintah harus menjaga dan meningkatkan profesionalisme dalam

melaksanakan tugasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pendidikan, pengalaman dan Independensi

terhadap Kinerja Auditor dengan motivasi sebagai variable intervening. Penelitian ini menggunakan adalah metode

pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan

terhadap Motivasi Auditor ditunjukan, tidak terdapat pengaruh signifikan antara Independensi dan Pengalaman

terhadap Motivasi Auditor, tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan dan Pengalaman terhadap Kinerja

Auditor, terdapat pengaruh signifikan antara Independensi dan motivasi terhadap Kinerja. Tidak terdapat pengaruh

signifikan Pendidikan dan Pengalaman terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui

motivasi dan terdapat pengaruh signifikan antara Independensi terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten

Lamongan melalui motivasi secara tidak langsung.

Kata Kunci: Pendidikan, Pengalaman, Independensi, Motivasi, Kinerja Auditor

LATAR BELAKANG

Terdapat tiga aspek yang mendukung

terciptanya kepemerintahan yang baik (good

governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan

pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk

mengawasi kinerja pemerintahan (Efendy, 2010).

Pengendalian (control) adalah mekanisme yang

dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem

dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik

sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan

pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan

memiliki kompetensi professional untuk memeriksa

apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan

standar yang ditetapkan.

Secara garis besar di Indonesia yang

melaksanakan fungsi pemeriksaan dipisahkan menjadi

dua bagian yaitu auditor eksternal dan auditor internal.

Auditor eksternal pemerintah diimplementasikan oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan Auditor

internal pemerintah diimplementasikan oleh Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

INSPEKTORAT dan badan pengawas internal di setiap

departemen yaitu Inspektorat Jendral (IRJEN). Salah

satu unit yang melakukan audit/pemeriksaan terhadap

pemerintah daerah adalah Inspektorat Daerah

(Propinsi/Kabupaten/Kota).

Pengawasan yang dilakukan oleh auditor

pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam

menciptakan efisiensi nasional, sehingga auditor

pemerintah harus menjaga dan meningkatkan

profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya. Salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah

pendidikan di bidang akuntansi, karena dengan

pendidikan di bidang akuntansi maka seorang auditor

dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang

erat kaitannya dalam melaksanakan tugas audit. Untuk

membuktikan keahlian atau profesionalisme seorang

auditor harus memiliki pengalaman dalam praktek

audit..

Independensi adalah sikap mental dimana

auditor tidak memihak terhadap kepentingan pihak

manapun, Dalam Efendy (2010) menyatakan bahwa

kerjasama dengan obyek pemeriksaan yang terlalu lama

dan berulang bisa menimbulkan kerawanan atas

independensi yang dimiliki oleh auditor.

Motivasi dibedakan menjadi dua bagian yakni

motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat

intrinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri

yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut

mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan

tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status

ataupun materi sehingga dapat dikatakan orang tersebut

sedang melakukan hobynya. Motivasi ekstrinsik adalah

manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat

di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang

membuat seorang termotivasi seperti status ataupun

kompensasi. Kinerja audit pemerintahan merupakan

salah satu elemen penting dalam rangka penegakan

good government.

Inspektorat Kabupaten Lamongan dibentuk

berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan

Page 40: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 39

ISSN No.2442-5699

Nomor 04 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Lamongan

dan mempunyai tugas pokok yaitu “ Melaksanakan

pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan

didaerah, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan

Pemerintahan dan pelaksanaan urusan Pemerintahan

Desa“.

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif karena data

yang disajikan berhubungan dengan angka dan

menggunakan analisis statistik. Penelitian ini berupa

studi kasus yang bertujuan untuk mencari pengaruh

antara variabel bebas yaitu Pendidikan (X1),

Pengalaman (X2), dan Independensi (X3) terhadap

variabel terikat yaitu Kinerja Auditor (Y) pada

Inspektorat Kabupaten Lamongan dengan variabel

intervening Motivasi (M). Populasi penelitian adalah

staf Inspektorat Kabupaten Lamongan yang berjumlah

34 (tiga puluh empat) orang dijadikan sampel.

Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan

menggunakan metode survey (survey method), yaitu

pengumpulan data primer yang diperoleh secara

langsung dari sumber asli dengan cara menyebarkan

daftar pertanyaan (kuesioner) secara personal yang akan

diisi atau dijawab oleh responden.

HASIL

Inspektorat Kabupaten Lamongan merupakan

salah satu Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang

ada pada Pemerintah Kabupaten Lamongan dimana

Inspektorat Kabupaten Lamongan memiliki tugas

melakukan pengawasan atas penyelenggaraan

pemerintahan Daerah dan pemerintahan Desa.

Kabupaten Lamongan merupakan salah satu dari

Kabupaten yang ada di Propinsi Jawa Timur dengan

nilai Belanja yang cukup besar. Dari hasil penelitian

yang dilakukan maka diketahui bahwa dari 35 (tiga

puluh lima) orang responden sebanyak 21 (dua puluh

satu) orang laki-laki sedangkan sisanya sebanyak 14

(empat belas) orang adalah perempuan. Mayoritas usia

responden adalah 31-40 tahun yakni 16 (enam belas)

orang sedangkan sisanya 5 (lima) orang usia 20-30

tahun, 9 (sembilan) orang usia 41-50 tahun sedangkan 5

(lima) orang sisanya berusia diatas 50 tahun.

Karakteristik Responden Berdasarkan tingkat

Pendidikan SMA sebanyak 7 (tujuh) orang, Diploma III

1 (satu) orang, Sarjana (S1) sebanyak 17 (tujuh belas)

orangdan Magister (S2) sebanyak 10 (sepuluh) orang

responden. Sedangkan Kareakteristik menurut Masa

kerja antara lain 0-3 tahun sebanyak 12 (dua belas)

orang, 4-7 tahun sebanyak 6 (enam) orang, 8-14 tahun

sebanyak 12 (dua belas) orang dan sisanya sebanyak 5

(lima) orang memiliki masa kerja lebih dari 15 (lima

belas) tahun.

PEMBAHASAN

Berikut hasil pengolahan data yang telah

dilakukan menggunakan bantuan Program SPSS 16 for

Windows diperoleh hasil:

Uji Validitas

Data penelitian yang telah terkumpul kemudian diolah

untuk menguji kualitas data berupa uji validitas dan

reliabilitas. Dari hasil uji validitas yang dilakukan

dengan bantuan program SPSS versi 16 menunjukkan

bahwa koefisien korelasi pearson moment untuk setiap

item butir pernyataan dengan skor total variabel Kinerja

Auditor (Y), Pendidikan (X1) Pengalaman (X2),

Independensi (X3) dan motivasi (M) signifikan pada

tingkat signifikansi 0,01. Hasil pengujian menunjukkan

bahwa seluruh butir pertanyaan valid.

Uji Reabilitas

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan

uji One Shot, artinya satu kali pengukuran saja dan

kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan

lainnya atau dengan kata lain mengukur korelasi antar

jawaban pertanyaan. Hasil perhitungan uji reliabilitas

menunjukkan bahwa nilai Cronbach Alpha (α) untuk

masing-masing variabel adalah lebih besar dari 0,60.

Dari hasil penelitian seluruh item-item instrumen untuk

masing-masing variabel adalah reliabel.

Uji Partial (Uji T)

Terdapat Pengaruh Signifikan antara Pendidikan

terhadap Motivasi Auditor

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama (H1)

yang menyebutkan bahwa Pendidikan aparat

inspektorat berpengaruh signifikan terhadap motivasi.

Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang

langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga

landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan

memanfaatkan semua sarana yang ada untuk kelancaran

pelaksanaan tugas. Untuk meningkatkan motivasi

khususnya dalam rangka aktualisasi diri seorang auditor

perlu untuk memperoleh penghargaan ekstrinsik yakni

peningkatan karir dan status. Dengan demikian semakin

tinggi tingkat pendidikan seorang auditor maka makin

tinggi pula motivasinya.

Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara

Pengalaman terhadap Motivasi Auditor

Pengalaman tidak berpengaruh terhadap Motivasi atau

dengan kata lain Hipotesis kedua ditolak. Semakin

sering auditor/pemeriksa melakukan pekerjaan yang

sama, semakin terampil dan semakin cepat dia

menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pengalaman kerja

yang semakin kaya dan luas, dan semakin berpeluang

bagi auditor untuk meningkatkan motivasi mereka.

Pengalaman secara tidak langsung memberikan

penghargaan intrinsik (kenikmatan pribadi dan

kesempatan membantu orang lain) dan penghargaan

ekstrinsik (peningkatan karir dan status) bagi seorang

auditor. Pada Responden Inspektorat Kabupaten

Lamongan pengalaman tidak mempengaruhi motivasi

Page 41: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 40

ISSN No.2442-5699

mereka hal ini disebabkan bagi mereka baik

berpengalaman maupun tidak berpengalaman mereka

tidak akan mendapatkan penghargaan apapun dari

pimpinan.

Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara

Independensi terhadap Motivasi Auditor

Independensi tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap motivasi dan Hipotesis ketiga ditolak. Dalam

semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan

pemeriksaan, seorang auditor/pemeriksa harus bebas

dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan

pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat

mempengaruhi independensinya. Para

Auditor/pemeriksa bertanggung jawab untuk dapat

mempertahankan independensinya sedemikian rupa,

sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau

rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan

tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh

pihak manapun. Seharusnya hal ini mampu memotivasi

seorang auditor yakni dalam kebutuhan Sosial dan

Kasih sayang dimana auditor merasa perlu untuk

diterima oleh orang lain (sense of belonging),

kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of

achievement), kekuatan ikut serta (sense of

participation). hal ini disebabkan mereka tidak peduli

akan pendapat orang serta diduga karena independensi

aparat inspektorat Kabupaten Lamongan masih

terpengaruh dengan penentu kebijakan dan sering

adanya mutasi antar satuan kerja perangkat daerah.

Akibatnya, meskipun aparat acapkali mendapat fasilitas

dari auditee.

Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara

Pendidikan terhadap Kinerja Auditor

Hipotesis ini tidak dapat dibuktikan diduga karena

aparat Inspektorat Kabupaten Lamongan beranggapan

bahwa tidak peduli latar belakang pendidikan mereka

apa mereka pasti bisa melakukan audit (tidak perlu latar

belakang pendidikan akuntansi) cukup memiliki

pengetahuan dibidang pemerintahan saja.

Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara

Pengalaman terhadap Kinerja Auditor

Pengujian H5 dimana terdapat pengaruh signifikan

antara Pengalaman terhadap Kinerja Auditor di

Inspektorat Kabupaten Lamongan diperoleh hasil

bahwa Pengalaman aparat inspektorat tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor dengan

kata lain H5 ditolak. Diduga tidak dapat dibuktikan

karena adanya anggapan bahwa mereka merasa bisa

melakukan audit walaupun mereka orang baru serta

adanya anggapan bahwa pembuatan laporan yang tepat

waktu bukanlah ukuran untuk menunjukkan kinerja

mereka bagus atau tidak melainkan diukur dengan jenis

temuannya.

Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Independensi

terhadap Kinerja Auditor

Independensi merupakan sikap mental dimana auditor

tidak memihak kepada kepentingan pihak manapun.

Tingginya independensi auditor mendorong Kinerja

Auditor menjadi semakin tinggi karena auditor merasa

perlu untuk menjaga performanya dimata orang lain

(masyarakat atau obyek pemeriksaan)

Terdapat pengaruh signifikan antara Motivasi

terhadap Kinerja Auditor

Hasil pengujian ini menginterpretasikan bahwa variabel

Motivasi aparat inspektorat signifikan terhadap Kinerja

Auditor pada taraf signifikansi 5% atau dengan kata lain

H7 diterima. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan

oleh Goleman (2001) dalam Muh. Taufiq Efendy tahun

2010 bahwa hanya motivasi yang akan membuat

seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi

untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada.

Rasa ingin membuat hati pimpinan merasa senang atas

keberhasilan tugas yang dilaksanakan memotivasi

auditor untuk melakukan pekerjaannya dengan baik.

Analisis Jalur (Variabel Intervening)

Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara

Pendidikan Terhadap Kinerja Auditor Di

Inspektorat Kabupaten Lamongan Melalui

Motivasi. Pendidikan tidak dapat mempengaruhi Kinerja Auditor

melalui motivasi yang dimilikinya diduga karena

persepsi auditor mereka tidak akan dapat menduduki

jabatan dengan segera walaupun pendidikan mereka

tinggi hal ini disebabkan karena aturan birokrasi yang

menggunakan Daftar Urut Kepangakatan sehingga

siapa yang pangkatnya lebih tinggi walaupun mereka

hanya lulusan SMA dialah yang akan menduduki

jabatan dulu.

Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara

Pengalaman Terhadap Kinerja Auditor Di

Inspektorat Kabupaten Lamongan Melalui

Motivasi. Diduga tidak dapat karena karena persepsi auditor

mereka tidak akan dapat menduduki jabatan dengan

segera walaupun pengalaman mereka banyak ini

terbukti aturan birokrasi yang menggunakan Daftar

Urut Kepangkatan sehingga siapa yang pangkatnya

lebih tinggi walaupun tidak memiliki pengalaman audit

dialah yang akan menduduki jabatan dulu

Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Independensi

terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten

Lamongan Melalui Motivasi

Hasil analisis jalur diketahui bahwa Independensi tidak

berpengaruh secara langsung terhadap Kinerja Auditor

melalui motivasi namun berpengaruh secara tidak

langsung melalui motivasi terhadap kinerja dengan nilai

0,0107 (0,272 x 0,374).

Page 42: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 41

ISSN No.2442-5699

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat

disimpulkan (1)Terdapat pengaruh signifikan antara

Pendidikan terhadap Motivasi Auditor. Untuk

meningkatkan motivasi khususnya dalam rangka

aktualisasi diri seorang auditor perlu untuk memperoleh

penghargaan ekstrinsik yakni peningkatan karir dan

status. Dengan demikian semakin tinggi tingkat

pendidikan seorang auditor maka makin tinggi pula

motivasinya (2)Tidak terdapat pengaruh signifikan

antara Pengalaman terhadap Motivasi Auditor diduga

bagi mereka baik berpengalaman maupun tidak

berpengalaman mereka tidak akan mendapatkan

penghargaan apapun dari pimpinan. (3)Tidak terdapat

pengaruh signifikan antara Independensi terhadap

Motivasi Auditor. Diduga mereka tidak peduli akan

pendapat orang serta karena independensi aparat

inspektorat Kabupaten Lamongan masih terpengaruh

dengan penentu kebijakan dan sering adanya mutasi

antar satuan kerja perangkat daerah. Akibatnya,

meskipun aparat acapkali mendapat fasilitas dari

auditee. (4) Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara

Pendidikan terhadap Kinerja Auditor diduga karena

aparat Inspektorat Labupaten Lamongan beranggapan

bahwa tidak peduli latar belakang pendidikan mereka

apa mereka pasti bisa melakukan audit (tidak perlu latar

belakang pendidikan akuntansi) cukup memiliki

pengetahuan dibidang pemerintahan saja (5)Tidak

terdapat pengaruh signifikan antara Pengalaman

terhadap Kinerja Auditor. Diduga tidak dapat

dibuktikan karena adanya anggapan bahwa mereka

merasa bisa melakukan audit walaupun mereka orang

baru serta adanya anggapan bahwa pembuatan laporan

yang tepat waktu bukanlah ukuran untuk menunjukkan

kinerja mereka bagus atau tidak melainkan diukur

dengan jenis temuannya. (6)Terdapat pengaruh

signifikan antara Independensi terhadap Kinerja

Auditor. Tingginya independensi auditor mendorong

Kinerja Auditor menjadi semakin tinggi karena auditor

merasa perlu untuk menjaga performanya dimata orang

lain (masyarakat atau obyek pemeriksaan) (7) Terdapat

pengaruh signifikan antara Independensi terhadap

Kinerja Auditor. Rasa ingin membuat hati pimpinan

merasa senang atas keberhasilan tugas yang

dilaksanakan memotivasi auditor untuk melakukan

pekerjaannya dengan baik. (8) Tidak terdapat pengaruh

signifikan antara Pendidikan terhadap Kinerja Auditor

di Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui motivasi.

Hal ini diduga disebabkan karena aturan birokrasi yang

menggunakan Daftar Urut Kepangakatan sehingga

siapa yang pangkatnya lebih tinggi walaupun mereka

hanya lulusan SMA dialah yang akan menduduki

jabatan dulu. (9) Tidak terdapat pengaruh signifikan

antara Pengalaman terhadap Kinerja Auditor di

Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui motivasi.

Diduga tidak dapat karena karena persepsi auditor

mereka tidak akan dapat menduduki jabatan dengan

segera walaupun pengalaman mereka banyak ini

terbukti aturan birokrasi yang menggunakan Daftar

Urut Kepangkatan sehingga siapa yang pangkatnya

lebih tinggi walaupun tidak memiliki pengalaman audit

dialah yang akan menduduki jabatan dulu. (10)

Terdapat pengaruh signifikan antara Independensi

terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten

Lamongan melalui motivasi Hasil analisis jalur

diketahui bahwa Indepensi tidak berpengaruh secara

langsung terhadap Kinerja Auditor melalui motivasi

namun berpengaruh secara tidak langsung melalui

motivasi terhadap kinerja dengan nilai 0,0107 (0,272 x

0,374). Munculnya pengaruh tidak langsung karena

adanya perasaan takut dari aparat inspektorat jika

mereka tidak independen maka atasan tidak akan puas

dan menegur atau memberikan hukuman kepada

mereka.

Saran

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dan

kesimpulan di atas maka dapat diberikan saran-saran

antara lain sebagai berikut: (1) Bagi Auditor

Pendidikan, pengalaman dan Independensi serta adanya

pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari

motivasi Untuk meningkatkan Kinerja Auditor

dibutuhkan pendidikan yang diperoleh dari bangku

perkuliahan maupun pelatihan.(2)bagi Peneliti Lain

dimana Penelitian mendatang sebaiknya melakukan

sebuah penelitian dengan menggunakan metode

wawancara langsung untuk mengumpulkan data

penelitian agar dapat mengurangi adanya kelemahan

terkait internal validity dan memperluas objek

penelitian pada aparat inspektorat kabupaten/kota se-

Provinsi Jawa Timur sehingga hasilnya dapat

digeneralisasi.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2008. Peraturan Daerah Kabupaten

Lamongan Nomor 04 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga

Teknis Daerah Kabupaten

Lamongan.Lamongan. Bagian Hukum

Sekretariat Daerah Kabupaten Lamongan.

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. 2008.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara nomor

PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar

Audit Aparat Pengawasan Intern

Pemerintah. Jakarta

Efendy, Muh. Taufiq. 2010. Pengaruh Kompetensi,

Independensi, Dan Motivasi Terhadap

Kualitas Audit Aparat Inspektoratdalam

Pengawasan Keuangan Daerah (Studi

Empiris Pada Pemerintah Kota

Page 43: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 42

ISSN No.2442-5699

Gorontalo). Tesis Program Studi Magister

Sains Akuntansi Program Pascasarjana

Universitas diponegoro.

Mulyadi. 2002. Auditing Buku 1. Salemba Empat.

Jakarta

Mareta, Rena. 2011. Pengaruh Tingkat Pendidikan,

Pengalaman Dan Kompensasi Terhadap Kinerja

Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Di Daerah

Istimewa Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Yogyakarta.

Page 44: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 43

ISSN No.2442-5699

Petunjuk bagi (Calon) Penulis Jurnal Media Edukasi (elkapesbe)

1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Media Edukasi meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian atau kajianpustaka yang mempunyai kontribusi baru di bidang Teknik. Naskah diketik degan huruf TimesNew Roman, ukuran 11 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas HVS kuarto sepanjang maksimum15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta disketnya. Berkas(file) dibuat dengan Microsoft word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attacment e-mail kealamat: [email protected]

2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judul artikel. Jikapenulis terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama;nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam halnaskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yangnamanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untukmemudahkan komunikasi.

3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masingmasingbagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikeldicetak dengan huruf besar ditengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atautebal

dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)

4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atauruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup ataukesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpajudul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil;pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk)

6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yangdiutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.

7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurang (nama, tahun). Pencantuman

sumberpada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.Contoh: (Davis, 2003: 47).

8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dankronologis. Buku:

Anderson, D, W., Vault, V. D. & Dickson, C. E. 1999. Problem and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publising Co. Buku kumpulan artikel:

Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke- 1). Malang: UM Press. Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Represensation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge. Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61. Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos, hlm. 4 & 11. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3. Dokumen resmi:

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya. Buku terjemahan: Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:

Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG. Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus. Internet (karya individual)

Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995 : The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html, diakses 12 Juni

Page 45: Jurnal Media Edukasi · PDF fileBelajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. ... perubahan cara belajar siswa. ... pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan

Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 44

ISSN No.2442-5699

1996) Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (Online), jilid 5,No. 4,(http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000). Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), ([email protected], diakses 22 November 1995). Internet (e-mail pribadi): Naga, D.S ([email protected]). 1 Oktober 1997. Artikel Untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah ([email protected]).

9. Tata cara penyajian kutipan, table, dan gambar mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan BahasaIndonesia

yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel bahasa Inggris menggunakan ragam baku.

10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari reviewers yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting, kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis.

11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Segala sesuatu yang menyangkut perjanjian pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.