Jurnal Bayu SDJHFK

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/15/2019 Jurnal Bayu SDJHFK

    1/7

    3

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Mahkota dewa (Phaleri a macrocarpa )

    1.  Sistematika Tumbuhan

    Tanaman mahkota dewa ( Phaleria macrocarpa) mempunyai kedudukan

    dalam klasifikasi menurut Becker & Backuizen Van Den Brink, (1968) sebagai

     berikut : 

    Divisi : Spermathophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledoneae

    Bangsa : Thymelaeales

    Suku : Thymelaeaceae

    Marga : Phaleria

    Jenis : Phaleria macrocarpa (scheef) Boerl

    (Nama lokal : Mahkota dewa)

    2.  Deskripsi Tanaman

    Mahkota dewa adalah tanaman asli Indonesia. Habitat asalnya di tanah

    Papua. Tanaman mahkota dewa termasuk anggota famili Thymelaecae.

    Sosoknya berupa tanaman perdu. Tajuk tanaman bercabang-cabang.

    Ketinggiannya sekitar 1,5-2,5 meter. Namun, jika dibirkan, bisa mencapai lima

    meter. Mahkota dewa bisa sampai berumur puluhan tahun. Tingkat

     produktivitasnya mampu dipertahankan sampai usia 10 hingga 20 tahun(Harmanto, 2001).

    Ekstrak Etanol Buah..., Bayu Pamungkas, Fakultas Farmasi UMP, 2013

  • 8/15/2019 Jurnal Bayu SDJHFK

    2/7

    4

    4

    Tanaman mahkota dewa terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan

     buah. Akarnya berupa akar tunggang. Panjang akarnya bisa sampai 100 cm.

    Akar ini belum terbukti bisa digunakan untuk pengobatan. Batangnya terdiri

    dari kulit dan kayu, batangnya bergetah dan diameternya sampai 15 cm

    (Harmanto, 2001).

    Daun mahkota dewa merupakan daun tunggal bentuknya lonjong

    langsing memanjang berujung lancip dan warnanya hijau. Bunga mahkota dewa

    merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam kelompok 2-4 bunga.

    Warnanya putih, bentuknya seperti terompet kecil. Buahnya berbentuk bulat,

    seperti bola. Ukurannya bervariasi. Buah mahkota dewa terdiri dari kulit,

    daging, cangkang, dan biji. sangat tidak dianjurkan untuk memakan buah

    mahkota dewa mentah-mentah karena mengandung racun (Harmanto, 2011).

    3.  Kandungan Kimia

    Daun dan kalus mahkota dewa menurut hasil penelitian mengandung

    metabolit sekunder yang sama yaitu golongan alkaloid, flavonoid, saponin,

    tanin, steroid/triterpenoid (Gangga et al., 2007). Simanjutak (2008) menyatakan

     bahwa buah mahkota dewa memiliki kandungan kimia yang terdiri dari asam

    lemak, steroid, benzofenon glikosida, dan karbohidrat.

    4.  Khasiat

    Mahkota dewa berkhasiat sebagai obat luka, diabetes, lever, flu, alergi,

    sesak nafas, desentri, penyakit kulit, diabetes, jantung, ginjal, kanker, darah

    tinggi, asam urat, penambahan stamina,dan pemicu kontraksi rahim (Rohyami,

    2008).

    Ekstrak Etanol Buah..., Bayu Pamungkas, Fakultas Farmasi UMP, 2013

  • 8/15/2019 Jurnal Bayu SDJHFK

    3/7

    5

    5

    5.  Penelitian Sebelumnya

    Hendra et al. (2011) menyimpulkan dalam penelitianya bahwa

    mahkota dewa mengandung flavonoid yaitu kaempferol, myricetin, naringin,

    dan rutin yang dapat memberikan kontribusi sebagai agen antimikroba yang

    mungkin diterapkan dalam produk farmasi dan kosmetik. Mikroba yang mampu

    dihambat pertumbuhanya adalah Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Micrococcus

    luteus, Staphylococcus aureus,  Escherichia  coli, Klebsiella pneumonia,

     Aspergillus niger, dan  Mucor indicus. Rostinawati (2007) menyatakan bahwa

    ekstrak biji Mahkota Dewa (konsentrasi 9,48%; 12,65%; 16,87%; 22,5%;

    dan 30 %) mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, sedangkan aktivitas

    antijamur tidak ada (tidak menimbulkan efek). Penelitian tersebut

    menunjukan, ekstrak air dan ekstrak etanol biji Mahkota Dewa

    mempunyai aktivitas antibakteri berspektrum luas, dimana terdapatnya

    diameter daya hambat yang relatif sama terhadap bakteri Staphylococcus

    aureus  (Bakteri Gram Positif) dan bakteri  Pseudomonas aeruginosa 

    (Bakteri Gram negatif). Kemudian menurut Susanti (2010), hasil identifikasi

    kandungan kimia ekstrak buah mahkota dewa menunjukan adanya saponin,

    flavonoid, alkaloid dan tanin dan ekstrak buah mahkota dewa diuji aktivitas

    antibakterinya terhadap  Pseudomonas aeruginosa  secara invitro dengan kadar

    1,25%; 2,5%; 5%; 10%; 20% dan diameter zona hambat rata-rata dari masing-

    masing kadar adalah 0,13 cm; 0,63 cm; 1,03 cm; 1,30 cm; dan 1,47 cm.

    B. Pengawet

    Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan

    menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya. Atau

    dapat juga sebagai bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari

     pembusukan (Wardaniati dan Setyaningsih , 2009). Menurut Farmakope Indonesia

    edisi ke-4 (1995), pengawet antimikroba adalah zat yang ditambahkan pada

    sediaan obat untuk melindungi sediaan terhadap kontaminasi mikroba.

    Ekstrak Etanol Buah..., Bayu Pamungkas, Fakultas Farmasi UMP, 2013

  • 8/15/2019 Jurnal Bayu SDJHFK

    4/7

    6

    6

    Pengawet digunakan terutama pada wadah dosis ganda untuk menghambat

     pertumbuhan mikroba yang dapat masuk secara tidak sengaja selama atau setelah

     proses produksi. Pengujian efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan

     pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair

    seperti produk-produk parenteral, telinga, hidung dan mata.

    Zat pengawet terdiri dari senyawa anorganik dan organik. Contoh zat

     pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfit, nitrit dan nitrat.

    Zat pengawet organik lebih banyak digunakan dari pada yang anorganik karena

     bahan ini lebih mudah dibuat. Zat pengawet organik yang sering digunakan untuk

     pengawet adalah asam propionat, asam benzoat, asam sorbat (Wisnu, 2008).

    Penambahan bahan pengawet pada pangan secara umum adalah,

    (Wisnu,2008):

    1.  Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat

     patogen maupun yang tidak pathogen.

    2.  Memperpanjang umur simpan pangan.

    3.  Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang

    diawetkan.

    4.  Tidak menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

    5.  Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

    tidak memenuhi persyaratan.

    6.  Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

    C. Sirup

    Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam

    kadar tinggi (Anonim, 1995). Pengertian lain sirup adalah larutan pekat dari gula

    yang ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis,

    kadar sukrosa dalam sirup antara 64-66 %, kecuali dinyatakan lain ( Moh. Anief,

    1993 ). Menurut Ansel (1989), Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau

     pengganti gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat.

    Ekstrak Etanol Buah..., Bayu Pamungkas, Fakultas Farmasi UMP, 2013

  • 8/15/2019 Jurnal Bayu SDJHFK

    5/7

    7

    7

    Sebagian besar sirup-sirup mengandung komponen-komponen berikut

    disamping air murni dan semua zat-zat obat yang ada: (1) gula, biasanya sukrosa

    atau pengganti gula yang digunakan untuk memberi rasa manis dan kental, (2)

     pengawet antimikroba, (3) pembau, (4) pewarna (Ansel, 1989).

    D. Kondisi Dipaksakan (Stress Condi tion)  

    Tidak tersedianya metode yang cepat dan sensitif dalam menentukan

    ketidakstabilan, mengakibatkan formulator terpaksa menunggu lama pada kondisi

     penyimpanan yang berbeda-beda sebelum gejala kestabilan menjadi nyata. Untuk

    mempercepat kondisi kestabilan ini maka formulator melakukan kondisi

    dipaksakan. Untuk uji kestabilan siklus kondisi dipaksakan yang digunakan adalah

    dibekukan dan dicairkan. Perlakuan ini menunjang pertumbuhan partikel dan

    menunjang kemungkinan keadaan selama penyimpanan dalam waktu lama pada

    suhu kamar (Lachman et al .,1989). Pada berbagai laboratorium siklus suhu yang

    digunakan berbeda-beda, ada yang menggunakan suhu 5  o

    C dan 35o  C masing-

    masing 12 jam yang dilakukan selama 10 siklus, sedangkan laboratorium lainya

    menggunakan suhu -5o dan 40

    o C masing-masing 24 jam yang dilakukan selama

    24 siklus. Siklus suhu dapat juga dilakukan pada suhu 4o C masing-masing 48 jam

    selama 6-8 siklus (Lachman et al., 1989).

    Ekstrak Etanol Buah..., Bayu Pamungkas, Fakultas Farmasi UMP, 2013

  • 8/15/2019 Jurnal Bayu SDJHFK

    6/7

    8

    8

    E. Metode Analisis

    1.  Uji Angka Lempeng Total 

    Metode analisis kuantitatif (Enumerasi) digunakan untuk menghitung

     jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Ada beberapa cara yang dapat

    digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar. Uji Angka

    Lempeng Total (ALT) menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa

    koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, interpretasi hasil berupa

    angka dalam koloni(cfu) per ml/g atau koloni /100 ml (BPOM RI, 2008).

    Metode kuantitatif dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:

    a. 

    Homogenitas Sempel

    Sebagai tahap pendahuluan dalam pengujian yang berguna untuk

    membebaskan sel bakteri yang mungkin terlindung partikel sampel dan

    untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin. Untuk sampel bentuk

    cair cukup dicampur dengan pengenceran dan dikocok sampai homogen.  

     b.  Tahap Pengenceran

    Menggunakan larutan pengencer yang berfungsi untuk menggiatkan

    kembali sel-sel bakteri yang mungkin kehilangan vitalitasnya karena kondisi

    di dalam sampel yang kurang menguntungkan. Pengenceran suspensi sampel

    dilakukan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat

    dihitung dengan mudah. Umumnya pengencer yang digunakan adalah

     pepton water 0,1 %, buffer fosfat atau larutan ringers (4 kali kuat), dan

     pepton 0,1 % plus NaCL 0,85 %. 

    c.  Tahap pencampuran dengan Media (padat/Cair) 

    Media padat yang digunakan umumnya adalah  Plate Count Agar

    (PCA) atau  Nutrient Agar (NA) sedangkan untuk inokulasi suspensi

    homogenat sampel ke dalam media, tergantung dengan metode yang telah

    dipilih dan kesesuaian dengan sifat sampel dan mikroba yang mungkin ada

    dalam sempel.

    Ekstrak Etanol Buah..., Bayu Pamungkas, Fakultas Farmasi UMP, 2013

  • 8/15/2019 Jurnal Bayu SDJHFK

    7/7

    9

    9

    Pada keadaan tertentu, media perlu ditambah dengan bahan lain

    seperti glukosa untuk Enterococcus, atau serum untuk Mycoplasma dan egg

     yolk. 

    d.  Tahap Inkubasi dan Pengamatan 

    Dalam melakukan inkubasi, suhu dan lama waktunya harus sesuai dan

    kondisinya dibuat sedemikian rupa menyesuaikan dengan sifat mikroba

    (kondisi aerob atau anaerob). 

    e.  Interpretasi Hasil 

    Interpretasi hasil dilakukan dengan melihat jumlah koloni mikroba

    yang tumbuh. 

    2.  Uji Kapang/Khamir Total

    Uji angka kapang digunakan untuk menetapkan angka kapang dalam

    makanan. Kapang merupakan mikroorganisme multiselular (bersel banyak)

    yang memiliki ukuran mikroskopis sampai makroskopis. Kapang bukan

    merupakan taksonomi yang resmi, sehingga anggota-anggota dari kapang

    tersebar dalam filum Glomeromycota, Ascomycota, dan Basidiomycota. Kapang

    memiliki bentuk benang- benang dan memilik struktur eukariotik, memiliki

    dinding sel yang kaku dan terdiri dari hifa (kumpulan benang- benang).

    Prinsip uji angka kapang pada makanan dan minuman sesuai dengan

    metode analisis mikrobiologi (MA PPOM 62/MIK/06) yaitu pertumbuhan

    kapang setelah cuplikan diinokulasikan di media yang sesuai dan diinkubasi

     pada suhu 20-25oC (BPOM, 2006). 

    3.  Identifikasi Staphylococcus aureus

    Untuk identifikasi Staphylococcus aureus  menggunakan media BP agar

    dan MSA dengan hasil pengamatan koloni berupa koloni warna hitam hitam

    mengkilat, dikelilingi daerah keruh (opaque) untuk media BP agar, dan untuk

    medium MSA hasilnya berupa koloni cembung, warna kuning dan warna media

     berubah menjadi jernih.

    Ekstrak Etanol Buah..., Bayu Pamungkas, Fakultas Farmasi UMP, 2013