80

Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan
Page 2: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

ii

Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali

Penulis : Dr. Drs. I Wayan Sugita, M.Si

Penerbit : Sekdut Bali Performing Arts Community

Alamat : Perumahan Taman Lembu Sora, No. 6, Dusun

Poh Gading, Desa Ubung Kaja, Denpasar.

Tahun Terbit : Desember 2016

ISBN : 978-602-60409-0-9

Page 3: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

iii

PENGANTAR PENULIS

Om Swastyastu,

Seni pertunjukan drama gong merupakan salah satu

kesenian tradisional yang hidup di antara kesenian tradisional

lainnya di Bali. Kesenian ini terbentuk dari kolaborasi antara

kesenian tradisional sendratari,arja,dan teater modern barat yang

diiringi gamelan gong. Seni pertunjukan ini dalam perjalanannya

mengalami dinamika. Pada sekitar tahun 1970-an sampai dengan

tahun 1980-andrama gong sempat mengalami masa kejayaan.

Kesenian yang tergolong seni balih-balihan ini tidak saja menjadi

seni tontonan, melainkan masyarakat sampai ke pelosok pedesaan

pun ikut menjadi praginadrama gong. Drama gong yang sudah

mempunyai nama melakukan pementasan setiap hari.Akan tetapi,

setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

modern dari luar, kehidupan drama gong menjadi terpinggirkan.

Kini drama gong jarang mendapat tanggapan untuk pentas dari

masyarakat. Namun, sebagai upaya pelestarian, drama gong selalu

dipentaskan dalam ajang Pesta Kesenian Bali, Bali Mandara

Mahalango dan Bali Mandara Nawa Natya.

Berdasarkan fenomena itu, dinamika kehidupan drama

gong di Bali menjadi sebuah pembahasan menarik, baik dari segi

sosial budaya maupun kehidupan beragama dalam masyarakat.

Karya ini mencoba menemukan faktor penyebab seni pertunjukan

drama gong di Balimengalami dinamika; untuk menganalisis dan

memahami bentuk dinamika seni pertunjukan drama gongserta

menganalisis dan memahami implikasi dinamika seni pertunjukan

drama gong terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat. Karya

ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam

meningkatkan wawasan, terutama tentang eksistensi seni

pertunjukan drama gong, yang memiliki bentuk, fungsi, dan

implikasi serta mengantarkan mereka ke arah pemahaman yang

holistik tentang keberadaan drama gong di Bali. Bagi pemerintah,

baik pusat maupun daerah hasil penelitian ini dapat dijadikan

bahan pertimbangan dalam melaksanakan program pembangunan

di bidang seni budaya, khususnya seni pertunjukan tradisional

Bali, termasuk drama gong sebagai media komunikasi tradisional

yang dapat menyampaiakan nilai-nilai pendidikan dalam arti

seluas-luasnya.

Om Shantih, Shantih, Shantih Om

Penulis

Page 4: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

iv

DAFTAR ISI

PENGANTAR PENULIS iii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II BENTUK DINAMIKA PERTUNJUKAN DRAMA

GONG 12

Dinamika dalam Bentuk Tema 13

Sesuai dengan Permintaan Pasar 13

Sesuai dengan Keperluan Upacara 18

Sesuai dengan Situasi Sosial Masyarakat 20

Sesuai dengan Wacana 27

Dinamika dalam Organisasi 28

Sekaadrama gong dalam Bentuk Sebunan29

Sekaadrama gong Profesional 31

Dinamika dalam Hal Iringan/Gamelan 33

Gamelan Janger 33

Gong Kebyar 33

Semar Pagulingan 37

BAB III DINAMIKA DRAMA GONG DALAM

FUNGSINYA39

Fungsi sebagai Hiburan41

Fungsi sebagai Media Pendidikan44

Fungsi sebagai Media Sosialisasi Program48

Fungsi sebagai Media Penggalian Dana51

BAB IV PENUTUP 55

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

1

BAB I

PENDAHULUAN

Selain memiliki alam yang indah, pulau Bali juga kaya

akan seni budaya tradisional. Di daerah ini terdapat bebagai

macam seni pertunjukan, baik seni tari, seni suara, maupun seni

karawitan. Semua kesenian itu memiliki fungsi bagi kehidupan

masyarakat. Menurut hasil seminar kesatuan tafsir terhadap

aspek-aspek agama Hindu yang diselenggarakan pada tahun 1971,

seni pertunjukan diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yakni tari

wali, tari bebali, dan tari balih-balihan (Bandem, 1996:49). Seni tari

wali merupakan tarian sakral yang berfungsi sebagai pelengkap

pelaksana dalam upacara keagamaan. Seni pertunjukan ini

disuguhkan di tempat-tempat tertentu yang erat hubungannya

dengan upacara agama. Seni wali menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari kronologis upacara-upacara tersebut.Contoh seni

wali, yakni antara tari rejang dan pertunjukan wayang sapuh leger.

Seni tari bebali adalah seni pertunjukan yang erat

hubungannya dengan upacara keagamaan, berfungsi sebagai

pengiring upacara, baik di dalam pura maupun di luar pura.

Contoh seni bebali ini, yakni topeng, wayang kulit. Di pihak lain

seni tari bali-balian adalah segala seni pertunjukan yang fungsinya

lebih mengutamakan hiburan. Beberapa contoh tari balih-balihan

adalah tari joged, janger, sendratari, arja, dan drama gong.

Senada dengan penggolongan fungsi seni itu, secara

umum Soedarsono (2002:15) mengemukakan bahwa seni

pertunjukan memiliki tiga fungsi, yaitu (1) untuk kepentingan

upacara ritual, (2) sebagai hiburan pribadi, dan (3) sebagai

penyajian estetis atau tontonan. Dalam perkembangan

selanjutnya, seni dapat pula berfungsi sebagai sarana pendidikan,

media terapi, dan sebagai sarana komunikasi. Tiap-tiap fungsi

tersebut dapat berkembang secara terpisah tanpa mengurangi

makna dan tujuan penciptanya.

Dalam masyarakat tradisional, Soedarsono lebih jauh

mengemukakan bahwa fungsi seni untuk pemujaan berlangsung

pada masa ketika peradaban manusia masih sangat terbelakang.

Kehidupan kesenian waktu itu belum mengenal adanya instrumen

musik, busana, gerak, tata panggung, dan lain-lainnya, seperti

Page 6: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

2

kesenian pada masa kini. Kecenderungan seni ritual pada masa

lalu lebih menekankan misi daripada fisik atau bentuk. Oleh

karena itu, bentuk seni ritual untuk pemujaan pada masa silam

sangat sederhana, baik dari aspek musik iringan, busana (kostum),

rias, gerak, maupun penggunaan dekorasi sebagai setting

pertunjukan. Sebagai tuntunan, fungsi seni pertunjukan lebih

menyentuh pada misi yang secara verbal diungkapkan. Para

pelaku seni lebih dituntut untuk menyampaikan pesan moral

kepada masyarakat atau penonton. Kemudian sebagai hiburan,

seni ini diharapkan mampu memberikan kesenangan pada

seseorang atau kelompok orang yang berada di sekitar

pertunjukan.

Pada era modern fungsi seni berkembang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat modern yang sangat beragam dan

kompleks. Seni secara jelas dapat dijumpai di setiap elemen dan

situasi kehidupan. Mungkin pada masa lalu seni juga sudah

mengusung berbagai fungsi, tetapi tidak tampil secara jelas.Fungsi

senidalam masyarakat moderndapat dikemukakan sebagai (1)

ekspresi/aktualisasi diri, (2) pendidikan, (3) industri, (4) seni

terapi,dan (5) komersial/instant (Casjan, 2012:3).

Sebagai fungsi ekspresi/aktualisasi diri, kecenderungan

fungsi seni pertunjukan ini merupakan perwujudan dari

semboyan “seni untuk seni”. Tidak ada orang yang dapat

mengganggu gugat ekspresi seni dalam penampilannya.

Kebebasan di sini lebih menekankan pada pencapaian tujuan

tertentu yang diperjuangkan. Seni pertunjukan sebagai

pendidikan merupakan elemen mendasar yang perlu dipahami

karena esensi seni sebenarnya tidak dapat lepas dari muatan

edukatif. Dengan kalimat lain, apa yang dituangkan ke dalam

berbagai cabang seni merupakan sarana untuk mewujudkan

tujuan membentuk budi pekerti seseorang.

Fungsi seni sebagai industri lebih mengarah pada tujuan

atau kepentingan tertentu untuk mendukung satu produk

tertentu. Seni untuk industri adalah sesuatu yang mampu

memberikan daya tarik pada produk yang ditawarkan. Misalnya,

sebuah lagu dibuat untuk kepentingan iklan produk susu. Atau

ketika seorang penata tari membuat koreografi untuk

menggambarkan sesuatu yang terkait dengan keperkasaan

seseorang lewat iklan rokok. Selanjutnya, fungsi seni untuk terapi

digunakan secara khusus memberikan ketenangan batin seseorang

yang sedang menderita secara psikis. Masalah kejiwaan yang

dihadapimanusia seringkali membutuhkan media untuk

Page 7: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

3

menyelesaikannya. Salah satu cara tersebut dapat ditempuh

dengan melakukan aktivitas di dunia seni. Dengan berolah seni,

seseorang yang memiliki permasalahan atau tekanan jiwa akan

terobati. Dengan demikian, orang belajar seni untuk terapi sebagai

media untuk memberikan siraman estetis melalui kegiatan seni

yang digemari.

Terakhir, seni untuk kategori sebagai alat mendatangkan

keuntungan (entertaiment) ini bisa dibuat sesuai dengan keperluan

dan keinginan si penggarap. Apa pun wujud kesenian itu asal

mampu memenuhi keinginan pembeli tidak masalah walaupun

kadang-kadang harus menyimpang pada norma estetis yang

berlaku. Seni untuk fungsi ini terjadi karena permintaan yang

banyak (Herytrisusanto. 2012:4).

Menurut Setyawan (2011:3), salah satu fungsi seni

pertunjukan adalah sebagai media penerangan atau kritik sosial.

Dalam masa pembangunan seperti sekarang ini, menurut

Setyawan, seni pertunjukan tradisional juga cukup efektif untuk

menyampaikan pesan-pesan pembangunan, khususnya bagi

masyarakat pedesaan atau masyarakat pada umumnya. Pesan

yang ingin disampaikan dapat dilakukan melalui tokoh

punakawan pada seni pertunjukan wayang orang. Punakawan

inilah yang mengggambarkan figur-figur rakyat sehingga kritik-

kritik sosial ataupun media penerangnan disampaikan melalui

mereka dan diharapkan para penonton akan lebih mudah

mencernanya. Pesan-pesan pembangunan yang ingin

disampaikannya bisa berbagai macam topik sesuai dengan

keinginan misalnya sekitar kepahlawanan, kebersamaan,

kesetiaan, kepatuhan, bahkan dapat pula berupa kritik sosial yang

cenderung banyak dilakukan oleh masyarakat pada masa kini.

Kritik sosial yang disampaikan melalui bentuk kesenian

tradisional sungguh tepat. Hal itu disebabkan oleh masyarakat

Indonesia yang menganut paham paternalistik. Artinya, tabu

apabila orang yang dikritik adalah pemimpinnya, atasannya,

ataupun saudaranya. Media yang sangat tepat untuk menyindir

adalah melalui tokoh-tokoh yang diperankan dalam seni

pertunjukan tersebut (Setyawan, 2011:3). Berdasarkan

pengamatan, diketahui bahwa sindiran-sindiran memang perlu

disampaikan untuk mendapat respons masyarakat penonton.

Uraian di atas menunjukkan bahwa perjalanan sejarah

seni pertunjukan tidak diragukan memiliki arti penting bagi

kehidupan bermasyarakat. Kusmayati (2010) mengemukakan

bahwa seni pertunjukan dengan aspek-aspek pembentuk

Page 8: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

4

sosoknya sesungguhnya telah berusaha menempatkan diri sebagai

pilar-pilar yang dapat digunakan sebagai penyangga kehidupan

berbangsa yang saat ini sedang dalam melaksanakan

pembangunan, baik material maupun moral. Khususnya dalam

pembangunan moral, negera memerlukan dukungan untuk

kebersamaan. Kebersamaan yang dilandasi oleh toleransi

bermasyarakat ditawarkan oleh seni pertunjukan yang sedang

membangun kembali jatidiri, kebanggaan, dan martabat bangsa

seperti sekarang ini.

Dari beberapa fungsi seni pertunjukan yang telah

dikemukakan, diketahui bahwa seni pertunjukan drama gong

merupakan tari balih-balihan atau yang berfungsi sebagai hiburan.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai hiburan, sangat besar

kemungkinannya, seni pertunjukan drama gong juga

menyampaikan pesan-pesan pendidikan, seperti pendidikan

moral atau budi pekerti. Sebagaimana dikatakan Waluyo (2002)

bahwa kata drama berasal dari bahasa Yunani, yaitu dramoai yang

berarti berbuat, berlaku, beraksi, bertindak, dan sebagainya. Teater

merupakan kisah kehidupan manusia yang disusun untuk

ditampilkan sebagai pertunjukkan di atas pentas oleh para pelaku

dan ditonton oleh publik (penonton). Lebih jauh Waluyo

mengemukakan bahwa teater sebagai sebuah seni pertunjukan

tidak terlepas dari aspek tanda dan simbol kehidupan manusia.

Kehidupan manusia yang merupakan bahan penciptaan, baik bagi

penulis maupun pekerja seni teater lainnya, akan membangun

karya seni pertunjukan penuh dengan tanda dan

simbolkehidupan. Tanda dan simbol yang sifatnya universal

tersebut diyakini sebagai dasar darikomunikasi teater.

Suherjanto (2015) menegaskan bahwa yang paling penting

dalam komunikasi adalah pesan. Menurut Powers, pesan memiliki

tiga unsur, yaitutanda, simbol, bahasa, dan wacana. Sama halnya

dengan teater yang lain, drama gong sebagai sebuah karya seni

pertunjukan akan mengangkat pesan tentang kehidupan, norma,

kebaikan, keburukan, kejahatan, dan berbagai watak karakter

manusia untuk ditampilkan di atas panggung.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa

perbincangan tentang dinamika kehidupan drama gong di Bali

menjadi sebuah pembahasan menarik dari segi sosial dan budaya

dalam kehidupan masyarakat Bali. Suartaya (2003)

mengemukakan bahwa seni pertunjukan drama gong eksis dengan

dominasi menunya yang bersifat menghibur. Menurut Suartaya

resep ini telah dipakai oleh kebanyakan seni yang bersifat

Page 9: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

5

kerakyatan. Dalam hal ini seni pertunjukan drama gong selain sarat

dengan kiat-kiat meraih tawa, cerita yang disajikan secara

sederhana dan ringanrupanya memang pas dikonsumsi oleh

masyarakat Bali pada umumnya. Dalam konteks psikologi dan

atmosfer atau perkembangan masyarakat yang demikianlah drama

gong berkiprah dan berkibar.

Sebagai kesenian pertunjukan yang memiliki fungsi

hiburan, drama gong merupakan salah satu teater tradisional

masyarakat Bali yang hidup dan bersaing di tengah-tengah ingar-

bingar berbagai kesenian yang ada di Pulau Dewata. Kesenian

drama tradisional ini memiliki sejarah yang unik dan mengalami

dinamika, seirama dengan perubahan zaman dari tahun ke tahun.

Sekitar tahun 1950 terbentuk sebuah kesenian yang disebut drama

janger, yang merupakan bagian dari kesenian janger. Dalam

banyak hal drama janger sangat mirip dengan sandiwara atau

stambul yang ada dan populer pada sekitar tahun 1950-an. Drama

janger inilah diduga sebagai embrio kelahiran drama gong. Iringan

musik drama janger ini masih sangat sederhana dan tergolong

barungan gamelan kecil. Di samping itu, para pelaku dan cerita

yang dibawakan masih sangat sederhana dan durasiyang

diperlukan tidak panjang.

Putra (1999:4) mengatakan bahwa, pada akhir tahun 1959

lembaga umat Hindu Parisada Hindu Dharma membentuk seni

pertunjukan yang mendapat pengaruh kesenian klasik atau

tradisional Bali lainnya. Karena mendapat pengaruh dari kesenian

tradisional, maka seni pertunjukan disebut drama klasik. Lakon

cerita yang diangkat dalam drama klasik, yakni Mayadenawa

sehingga sering disebut drama Mayadenawa oleh

masyarakat.Tokoh Mayadenawa adalah kisah raja raksasa yang

melarang rakyatnya untuk menyembah Tuhan, mengajak rakyat

ateis, dan menyuruh rakyat menghancurkan pura. Sehubungan

dengan itu Dewa Indra turun ke bumi untuk membunuh

Mayadenawa. Dalam perang itu dharmamenang melawan adharma.

Lakon ini sering dikaitkan dengan mitos tentang Galungan. Pada

waktu itu drama gong untuk seni pertunjukan ini belum muncul

walaupun dalam pementasan drama Mayadenawa diiringi

gamelan gong. Dalam rentang waktu tujuh tahun, yaitu 1959--

1966, drama Mayadenawa melakukan pertunjukan sampai

sepuluh kali di Bali dan Lombok. Pertunjukan pertama di Lombok

berlangsung pada 1962 untuk memeriahkan hari raya Galungan

dan kedua pada 1963 dalam rangka mengumpulkan dana atas

undangan Palang Merah Indonesia (PMI). Setelah 1966 drama

Page 10: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

6

Mayadenawa terus dipentaskan. Menurut laporan koran,

pementasan mereka selalu “sukses besar”.

Dari segi lakon cerita, pementasan drama awalnya

mengangkat mitologi Hindu. Dalam perkembangannya drama ini

mengangkat cerita romantis kehidupan sehari-hari yang

terinspirasi dari keadaan alam. Sebagaimana dipaparkan Putra

(1999:4) bahwa drama yang terbentuk sebelum 1965 ada yang

mengangkat lakon cerita dengan judul “Bertemu di Ujung Keris”

karya Tjokorda Rai Sudharta. Drama itu mengisahkan pertemuan

kembali dua remaja bercinta setelah sempat terpisah saat gunung

meletus. Kisah tersebut mendapat inspirasi dari letusan Gunung

Agung 1963. Kemudian pada tahun 1966 di Gianyar muncul

drama mengangkat kisah “I Swasta Setahun di Bedahulu”, novel

Panji Tisna. Meskipun novel itu berbahasa Indonesia, dialog

drama menggunakan bahasa Bali (Bali Post, 4 September 1999).

Kisah drama kembali mengangkat legenda atau cerita

rakyat yang memang populer. Payadnya (dalam Bali Post, 4

September 1999:4)menggarap drama dengan lakon “Jayaprana”.

Kisah itu diangkat dari legenda yang terjadi di Buleleng itu

dipentaskan pada 24 Februari 1966 di halaman sebuah pura di

desanya,sedangkan drama dengan lakon “I Swasta Setahun di

Bedahulu” dimainkan lima atau enam tahun kemudian. Bahasa

yang digunakan bukan sepenuhnya bahasa Bali, melainkan bahasa

Indonesia (80%) dan bahasa Bali (20%).

Dalam perjalanannyaseni pertunjukan drama gong

dibentuk dengan memadukan unsur-unsur teater modern (Barat)

dengan teater tradisional (Bali). Unsur-unsur drama tari

tradisional Bali yang memengaruhi drama gong, menurut Soelarso

dan S.Ilmi Albiladiyah (1975:12--18), antara lain sendratari, arja,

dan sandiwara. Di pihak lain unsur-unsur teater modern yang

dikawinkan dalam drama gong, antara laintata dekorasi,

penggunaan sound efect, akting, dan tata busana. Kesenian ini

diberikan nama drama gong karena dalam pementasannya setiap

gerak pemain dan peralihan suasana dramatik diiringi oleh

gamelan gong kebyar. Di samping itu, penggunaan lakon cerita pun

beraneka ragam untuk memenuhi selera masyarakat. Misalnya,

Sampek Eng Thay, cerita dari Cina yang sudah sangat populer di

Bali. Kemudian drama gong meniru struktur kesenian arja yang

bersifat istana sentris. Artinya, ada dua kerajaan dan dua tokoh

yang bersifat protagonis (tokoh baik), antagonis (tokoh jahat), dan

sebagainya. Oleh karena itu, lakon cerita diambil dari cerita Panji

(Malat). Untuk memenuhi lakon cerita, para pemeran penting

Page 11: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

7

drama gong adalahraja manis, raja buduh, putri manis, putri buduh,

raja tua, permaisuri, dayang-dayang, patih keras (patih agung), patih

tua (patih anom), dua pasang punakawan. Ada beberapa sekaadrama

gong menampilkan pemain tambahan, seperti penari kursi

kerajaan dan tukang tombak. Kadang-kadang sesuai dengan

tuntutan cerita, ada pula tokoh yang disebut Pan Bedung atau Jero

Dukuh dan istrinya Men Bekung.

Pada mulanya drama gong sering dipentaskan pada saat

upacara keagamaan. Walaupun demikian, drama gong termasuk

kesenian sekuler yang dapat dipentaskan di mana dan kapan saja

sesuai dengan keperluan.Kesenian drama gong inilah yang

memulai tradisi pertunjukan “berkarcis” di Bali karena

sebelumnya pertunjukan kesenian bagi masyarakat setempat tidak

pernah berbentuk komersial. Drama gong kemudian merupakan

media yang cukup ampuh untuk menggali dana. Tidak sedikit

banjar dan desa pakraman menanggap drama gong dengan tujuan

menggali dana untuk membiayai berbagai pembangunan. Drama

gong dinilai mengalami kejayaan sejak tahun 1970-an. Pada masa

itu kesenian tradisional Bali yang lain ditinggalkan oleh

penontonnya yang mulai menggemari drama gong kemudian

membentuk sekaadrama gong. Kesenian yang dibentuk itubanyak

yang dipentaskan sebagai kesenian yang temporer, misalnya

untuk mengisi acara tertentu, baik yang bersifat keagamaan

maupun sekuler. Akan tetapi, banyak pula sekaa yang mengarah

pada profesional. Artinya, sekaa drama gong itu pentas di berbagai

tempat dan dibayar oleh penanggapnya.

Pada masa kejayaannyabanyak desa yang menanggap

drama gong sebagai media penggali dana. Karena sekaadrama gong

ini pentas hampir setiap hari, para pemainnya pun terus-menerus

mengisi diri dengan ilmu pengetahuan dengan berbagai cara. Hal

itu terjadi karena dalam aktivitas berkesenian, para pemain drama

gong tentu ingin menampilkan permainan yang terbaik. Oleh

karena itu, mereka menggali bahan-bahan dari berbagai sumber,

baik lisan maupun tertulis, untuk dialog-dialog yang akan

diucapkan dalam pertunjukan. Oleh karena mereka beragama

Hindu, maka bahan-bahan dari berbagai sumber diambil sesuai

dengan ajaran Hindu. Mereka melakukan latihan berkali-kali agar

dapat menampilkan suguhan terbaik.

Para pemain drama gong merupakan objek sekaligus

subjek dalam proses pembelajaran agama Hindu di jalur

pendidikan informal. Sebagai subjek, mereka memberikan

tuntunan atau ajaran kepada orang lain melalui pertunjukan seni

Page 12: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

8

drama. Mereka menyampaikan misinya melalui seni pertunjukan

dengan berbagai strategi yang dilakukan. Berbagai macam

tuntunan dalam bingkai agama Hindu disampaikan kepada

penggemar yang menonton pertunjukannya. Mereka

menyampaikan tuntunan yang dibungkus atau dikemas oleh

tontonan. Sebaliknya sebagai objek, mereka mengisi dirinya

dengan berbagai tuntunan agama atau spiritual sesuai dengan

ajaran agama Hindu. Mereka mendapatkan ajaran atau tuntunan

agama Hindu ketika menggali dan mengisi dirinya sebagai bahan

dialog sesuai dengan tuntutan lakon. Nilai-nilai ajaran Hindu

dicerna, diolah, dan dikemas sedemikian rupa dalam pertunjukan

drama gong. Dari kebiasaan ini para pelaku drama gong secara tidak

langsung dituntut untuk menampilkan suatu pertunjukan seni

yang bertujuan untuk memberikan kepuasan batin kepada

penikmat dan pencinta seni, khususnya kesenian Bali. Hal itu

disebabkan olehdrama gong sebagai sebuah seni pertunjukan tidak

terlepas dari aspek tanda dan simbol kehidupan manusia.

Kehidupan manusia yang merupakan bahan penciptaan bagi

pekerja seni drama gong akan membangun karya seni pertunjukan

penuh dengan tanda dan simbol-simbol kehidupan. Tanda dan

simbol yang sifatnya universal tersebut diyakini sebagai dasar dari

komunikasi teater.

Sebagai bentuk teater, lakon drama gong merupakan

manifestasi pergolakan jiwa dan peristiwa yang diangkat dan

dihayati dalam masyarakat. Seni drama gong menjadi tumpuan

harapan yang mampu memberikan sumbangan horizon pemikiran

baru pada berbagai aspek kehidupan. Implikasi yang diharapkan

adalah adanya perubahan sikap dalam menilai suatu

permasalahan akibat terjadi pergeseran pemikiran dalam

menghayati kehidupan itu sendiri. Drama gong dalam lakonnya

tidak hanya memperbincangkan berbagai nilai yang telah berakar

sebagai tradisi, tetapi juga mempertanyakan sesuatu yang akan

terjadi sebagai akibat perubahan pola berpikir. Soelarso dan S.Ilmi

Albiladiyah (1975:40) menilai bahwadrama gong telah memberikan

makna kultural yang berorientasi pada pemikiran kreatif dan

modern,tetapi tetap berpijak pada tradisi positif yang

mencerminkan kepribadian (identitas) kebudayaan nasional.

Dari persepktif eksistensialisme, diketahui bahwa sistem

nilai yang terimplisit dalam lakon drama gong pada hakikatnya

merupakan problem dasar kehidupan manusia.Dikatakan

demikian karena sistem nilai itu merupakan perangkat struktur

dalam dari kehidupan manusia secara individual dan secara

Page 13: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

9

sosial. Sisi-sisi kehidupan yang selalu menjadi sorotan dalam

lakon drama gong pada umumnya berkisar pada kondisi-kondisi

sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat yang ada

kaitannya dalam pembentukan kepribadian.

Dalam perkembangannyakehidupan drama gong

mengalami keterpurukan. Menurut Semadi (2015:162), menginjak

tahun 1986sekaadrama gong yang ada di Bali sudah bisa dihitung

dengan jari. Kemudian kesenaian itu mulai meredup dan

terpinggirkan sejak tahun 1990-an. Hal itu dapat dilihat dari

jarangnya pertunjukan drama gong melakukan pementasan.Selain

itu juga merosotnya minat masyarakat sebagai pelaku dan

kurangnya minat masyarakat untuk menonton pertunjukan

tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan drama gong

meredupmenurutnya, antara lain kurang profesionalnya

pengelolaan organisasi dan gencarnya pengaruh hiburan luar Bali

yang ditayangkan televisi. Meredupnya kehidupan seni

pertunjukan itu menimbulkan dampak negatif, baik dari sisi

kultural maupun dari sisi kehidupan religius bagi masyarakat

Hindu di Bali.Dari sisi kultural, meredupnya kehidupan drama

gong berarti salah satu seni pertunjukan yang pernah menjadi

idola dan kebanggaan masyarakat Bali ini terancam punah.

Punahnya drama gong (yang dialog-dialognya memakai bahasa

Bali) juga berarti hilangnya sebuah media tradisional yang dapat

melestarikan bahasa dan sastra Bali. Hal itu disebabkan oleh salah

satu fungsi drama gong adalah sebagai pelestari budaya lokal

seperti bahasa dan sastra Bali. Dengan demikian, memudarnya

drama gong tentu merupakan sebuah kerugian kultural.

Dilihat dari aspek religius, apabila drama gong mengalami

kepunahan, maka juga berarti hilangnya salah satu media

tradisional yang dapat dijadikan sebagai transformasi nilai-nilai

budaya agama Hindu. Dalam setiap pertunjukan drama gong selalu

ada pesan-pesan moral, baik yang menyangkut tattwa (filsafat)

maupun susila (etika). Pesan-pesan itu bisa disampaikan, baik

secara terang-terangan atau vulgar maupun dibungkus atau

dikemas dalam bentuk bahasa sindiran.

Sementara itu, sebagaimana dapat disimak dalam

berbagai berita yang berkembang di media massa bahwa di

masyarakat Indonesia telah terjadi degradasi moral, baik di

kalangan orang tua maupun anak-anak remaja.Menurut

akademisi Antropologi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,

Laksono (2015:1), degradasi moral saat ini cenderung terjadi di

Indonesia karena generasi muda semakin meninggalkan

Page 14: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

10

kebudayaan yang diwarisi oleh pendahulunya. Kecenderungan

degradasi moral di Indonesia semakin meningkat, terbukti di

daerah-daerah di Tanah Air semakin berani melakukan suatu aksi

atas ketidakpuasannya dalam menerima kebudayaan melalui

pendidikan yang didapat,baik di bangku sekolah maupun di

kampus. Laksono mencontohkan pada saat perayaan hari

Pendidikan Nasional, yang semestinya dirayakan dengan upacara

untuk memaknai begitu penting pendidikan, malah para pelajar

melakukan bentuk protes melalui aksi unjuk rasa di jalan, seperti

kejadian di Yogyakarta. Menurut Laksono, itu berarti bahwa di

kalangan para generasi muda telah terjadi degradasi moral dan

kebudayaan dalam setiap generasi. Semestinya program

pendidikan membawa perubahan bagaimana cara belajar lebih

baik ke depan, malah dimaknai dalam bentuk kegiatan aksi unjuk

rasa.

Berdasarkan fenomena tersebut, diketahui bahwa

keterpurukan drama gong sebagai salah satu media tradisional

yang dapat dijadikan media pendidikan moral merupakan sebuah

keprihatinan berbagai pihak. Berbagai kalangan menginginkan

drama gong hidup berkembang dan lestari untuk menjalankan

berbagai fungsinya. Hal itusebagaimana dikatakan Yuliadi (2005:

168) bahwa drama gong memberikan semangat kerakyatan,

pencerahan diri melalui hiburan, gejala komersialisasi dalam

dunia hiburan dan ritual keagamaan, pergeseran pada norma-

norma baru, yang menjadi bagian dari kehidupan sosial

masyarakat Bali.Akan tetapi, dalam kenyataannya, seni

pertunjukan ini mengalami dinamika dan belakangan hidupnya

terpinggirkan. Pertunjuksn drama gong hanya bisa ditemukan

dalam acara yang dislenggarakan pemerintah, seperti Pesta

Kesenian Bali dan Bali Manadara Mahalango di Taman Budaya

Denpasar. Pertnjukan itu pun tidak dipungut bayaran.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka penelitian tentang

dinamika drama gong perlu dilakukan. Ada beberapa alasan

dinamika kehidupan drama gong dipilih sebagai topik kajian.

Pertama, sepengetahuan peneliti, belum ada yang melakukan

penelitian tentang dinamika kehidupan drama gong di Bali sejak

kelahirannya, sampai dewasa ini. Kedua, sebagai kesenian

tradisional,seni petunjukan drama gong memiliki fungsi sebagai

senibalih-balihansehingga dapat menyisipkan nilai-nilai

pendidikan, terutama dalam bidang budi pekerti atau moral.

Dengan demikian, berbagai pihak, terutama yang terlibat dalam

dunia pendidikan memiliki harapan agar seni pertunjukan ini

Page 15: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

11

selalu hidup lestari sebagai transformasi nilai-nilai pendidikan

moral.Ketiga, karena adanya kemajuan teknologi di bidang

komunikasi, kehidupan seni pertunjukan drama gong mengalami

dinamika. Mula-mula dengan adanya televisi, seni pertunjukan ini

sempat populer dan digemari masyarakat. Namun, ketika seni

hiburan modern datang dari segala penjuru yang disiarkan oleh

sejumlah stasiun telivisi, kehidupan drama gong mengalami

keterpurukan. Oleh karena itu, berimplikasi terhadap kehidupan

sosial budaya masyarakat Bali. Akibat seni pertunjukan drama

gong mengalami keterpurukan, itu berarti hilangnya salah satu

media yang memiliki fungsi sebagai transformasi nilai-nilai

pendidikan moral dan kehidupan sosial budaya masyarakat Bali.

Keempat, seni pertunjukan drama gong juga merupakan salah satu

media yang berfungsi sebagai pelestari budaya lokal, yakni bahasa

dan sastra Bali. Hal itu disebabkan oleh dalam pertunjukan drama

gong, lebih banyak digunakan bahasa Bali. Sejumlah paribasa

bahasa Bali juga sering diungkap dalam dialog-dialognya

sehingga seni pertunjukan ini dapat memelihara bahasa dan sastra

Bali. Jika kehidupan drama gong mengalami keterpurukan, maka

akan berimplikasi terhadap kelestarian budaya lokal, terutama

bahasa dan sastra daerah.

Page 16: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

12

BAB II

BENTUK DINAMIKA PEMENTASAN

DRAMA GONG

Definisi dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti

tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang, dan dapat

menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika

juga berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota

kelompok dan kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini dapat

terjadi karena selama ada kelompok, semangat kelompok (group

spirit) terus-menerus ada dalam kelompok itu.Oleh karena itu,

kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok

yang bersangkutan dapat berubah (Purwandari, 2010).

Jika dihubungkan dengan budaya, maka dinamika

kebudayaan adalah tata cara kehidupan masyarakat yang selalu

bergerak, berkembang, dan menyesuaikan diri dengan setiap

kadaan seiring dengan perkembangan zaman. Dinamika

kebudayaan juga sering disebut dengan perubahan kebudayaan.

Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan karena manusia merupakan pendukung keberadaan

suatu kebudayaan. Fungsi kebudayaan, yakni dapat menunjang

pemenuhan kebutuhan bagi para anggota pendukung

kebudayaan. Dalam jangka waktu tertentu semua kebudayaan

mengalami perubahan. Sebagaimana dikatakan White (1969)

dalam Husin (2013) bahwa kebudayaan merupakan fenomena

yang selalu berubah sesuai dengan lingkungan alam sekitarnya

dan keperluan suatu komunitas pendukungnya. Senada dengan

pendapat itu, Haviland (1993:251) menyebut bahwa salah satu

penyebab kebudayaan berubah adalah lingkungan yang dapat

menuntut kebudayaan yang bersifat adaptif. Perubahan-

perubahan dalam kebudayaan mencakup seluruh bagian

kebudayaan, termasuk kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

filsafat, bahkan dalam bentuk aturan-aturan organisasi sosial.

Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih menekankan pada

ide-ide mencakup perubahan dalam hal norma-norma dan aturan-

aturan yang dijadikan sebagai landasan berperilaku dalam

masyarakat.

Page 17: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

13

Berdasarkan uraian itu, diketahui bahwa seni pertunjukan

drama gong juga tidak luput dari dinamika, yakni mengalami

perubahan. Sejak kelahirannya pada tahun 1966, drama gong

mengalami dinamika, yakni mengalami perubahan dalam

berbagai aspek. Adapun bentuk-bentuk dinamika tersebut

meliputi tema, organisasi, iringan musik, dan fungsinya.

Dinamika dalam Bentuk Tema

Sebagaimana telah dikemukakan pada bab terdahulu

bahwa tema adalah ide pokok atau ide utama yang merupakan

dasar cerita, pandangan hidup pengarang, persoalan atau

permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra sekaligus

merupakan rangkaian nilai yang membangun dasar atau ide

utama suatu karya sastra yang dirumuskan dan dirangkai

pengarang di dalam karya sastra. Seni pertunjukan drama gong di

Bali memiliki beberapa tema, seperti cinta kasih, persaudaraan,

perjuangan, kepahlawanan, keberanian, pengorbanan, dan

sebagainya. Tema-tema drama gong tersebut selalu berubah-ubah

sesuai dengan permintaan pasar, keperluan upacara, dan keadaan

sosial masyarakat. Dinamika tema dalam seni pertunjukan drama

gong tersebut dipaparkan sebagai berikut.

Sesuai dengan Permintaan Pasar

Dalam dunia bisnis permintaan sering diartikan sebagai

suatu keinginan untuk memenuhi suatu kebutuhan yang

diekspresikan melalui pembelian barang dan jasa. Bagi produsen,

permintaan adalah sesuatu yang harus dipenuhi melalui

penciptaan produk atau jasa sesuai dengan yang diinginkan.

Dengan memenuhi permintaan akan diperoleh keuntungan sesuai

dengan yang diharapkan dan yang menjadi tujuan utamanya.

Pengukuran permintaan pasar memperlihatkan pemahaman yang

jelas akan pasar yang tercakup. Menurut pengertian sehari-hari,

permintaan pasar dapat diartikan sebagai jumlah barang atau jasa

yang dibutuhkan. Jalan pikiran ini berangkat dari pemikiran

bahwa manusia memiliki kebutuhan dan atas dasar kebutuhan

inilah individu mempunyai permintaan akan barang atau jasa.

Masih dalam konteks bisnis, menurut Rina (2008:325),

permintaan pasar untuk suatu produk adalah jumlah volume total

yang dibeli oleh kelompok pelanggan tertentu dalam wilayah

geografis tertentu dalam jangka waktu tertentu dan dalam

lingkungan pemasaran tertentu di bawah program pemasaran

tertentu. Menurut McEachern (2000:42), pemasaran dapat

Page 18: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

14

didefinisikan sebagai jumlah produk yang diinginkan dan mampu

dibeli konsumen pada berbagai kemungkinan harga selama

jangka waktu tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

permintaan adalah keinginan serta kemampuan konsumen untuk

memiliki suatu barang atau jasa tertentu dengan tingkat harga dan

waktu tertentu. Sementara itu menurut Lamb (2001: 280), pasar

adalah orang-orang atau organisasi dengan kebutuhan atau

keinginan, kemampuan,dan keinginan untuk membeli.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam konteks

kesenian dapat dikatakan bahwa permintaan pasar adalah

keinginan masyarakat terhadap kesenian yang dapat memenuhi

kebutuhan kulturalnya. Khusus seni pertunjukan drama gong,

sejauh mana minat atau keinginan masyarakat terhadap seni

pertunjukan tradisional itu. Masyarakat akan “membeli” atau

menanggap jika seni pertunjukan itu merupakan produk kultural

yang memiliki fungsi sebagai pemenuhan kultural. Karena drama

gong memiliki fungsi sebagai hiburan dan menyampaikan pesan-

pesan, maka penikmatnya menginginkan produk yang

memberikan kenikmatan dalam rangka pemenuhan batin, bukan

fisik. Mengingat hal itu, masyarakat menginginkan produk

budaya yang sesuai dengan keadaan dirinya. Sehubungan dengan

itu, menurut Wayan Puja, untuk memberikan kenikmatan kepada

penonton, para pelaku seni, khususnya drama gong menyuguhkan

tema-tema yang disampaikan melalui lakon, yang dalam budaya

Bali disebut lampahan(wawancara, 1 Januari 2016).

Dalam bahasa Bali dan bahasa Kawi, kata lampahan berasal

dari kata lampah, yang berarti perjalanan. Dalam kaitannya dengan

drama gong, kata lampahan mengandung dua arti. Pertama, lampahan

berarti sebuah kisah, peristiwa, atau dinamika perjalanan para

dewa, binatang, seseorang, masyarakat dan lain-lainnya. Kisah ini

biasanya memiliki bagian awal, pertengahan, dan bagian akhir.

Kedua, penyajian, penuturan, atau peragaan di atas pentas dengan

media kesenian. Berdasarkan kedua arti ini, lampahan dapat

diartikan sebagai sebuah kisah atau cerita yang dijalankan, yang

dituturkan, atau yang dilakonkan di atas pentas. Beberapa

seniman mengatakan bahwalampahan juga bisa diartikan dengan

satwa (cerita). Hal itu disebabkan oleh sebuah lampahan adalah

suatu jalinan kisah yang diperkaya dengan pesan-pesan berupa

nasihat atau petuah-petuah yang lazim disebut tutur yang

disajikan,baik secara terbuka (langsung), maupun secara

terselubung (tidak langsung). Akan tetapi, tidak semua cerita

dapat disebut lampahan. Artinya, sebuah ceritadisebut lampahan

Page 19: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

15

jika cerita tersebut ditata dan disusun sedemikian rupa untuk

dipertunjukkan di atas panggung (Dibia, 2007:1).

Berdasarkan uraian itu, diketahui bahwa lampahan dalam

pertunjukan drama gong sangat penting untuk dapat memenuhi

kultural penonton. Lampahan yang diangkat dalam pertunjukan

drama gong, tidak hanya berupa cerita, tetapi juga sesungguhnya

merupakan sebuah jalinan peristiwa yang terdiri atas berbagai

aktivitas, pesan-pesan, wejangan untuk merangsang penonton

berpikir. Oleh karena itu, menurut Wayan Puja, untuk memenuhi

keinginan masyarakat penonton, maka sekaa drama yang

dipimpinnya melihat lampahan sebagai salah satu faktor penentu

bagi kesuksesan sebuah suguhan seni petunjukan. Bagi Wayan

Puja, ia ingin pertunjukannya menyuguhkan lampahan yang bagus

agar dapat menggetarkan sukma para penonton, akan tetap

melekat dalam ingatan penonton dan dikenang sepanjang hayat.

Berkaitan dengan keinginann, Dibia (2007:2) mengatakan

bahwalampahan yang dibawakan seni pertunjukan tradisional Bali

dijiwai oleh prinsip keseimbaangan atau keselarasan yang

diwujudkan dengan prinsip rwa bhineda, dua kekuatan berbeda

positifnegatif, atasbawah, baikburuk, yang saling berkaitan dan

saling membutuhkan. Sebuah lampahan bisa brakhir dengan happy

ending (sukaria), kemenangan berpihak pada yang jujur.Tidak

sedikit pula lampahan berakhir imbang, yakni kedua pihak sama-

sama menang dan sama-sama kalah. Apapun akhirnya, sebuah

lakon diharapkan bisa mengingatkan penonton bahwa hidup di

dunia ini diikat dan dipengaruhi oleh unsur-unsur kekuatan rwa

bhineda.

Pilihan lampahan atau lakon yang sering dibawakan para

sekaadrama gong di Kabupaten Gianyar mengacu pada tema baku.

Misalnya, “betapa pun hebatnya kekuatan jahat, akhirnya pasti

dikalahkan oleh kekuatan suci.” Dengan kalimat lain, “kebenaran

senantiasa di atas kebatilan”. Soelarso dan Albiladiyah (1975:24)

mengemukakan bahwa dalam lakon-lakon klasik pada teater

tradisional yang umumnya berbentuk dramatari, tema-tema

universal seringkali dikaitkan dengan kepercayaan lama berupa

ungkapan perjuangan kekuatan ilmu putih (whitemagic) melawan

kekuatan ilmu hitam (black magic),khususnya dalam dramatari

sakral, seperti dramatari Calonarang, lakon-lakon klasik bertma

universial mencerminkan keluhuran falsafi pandangan hidup

masyarakat sejak zaman dahulu. Dari segi spiritual, ia

menghidupkan lakon-lakon yang mengandung nilai-nilai

Page 20: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

16

pendidikan moral dan tata krama pergaulan hidup dalam ikatan

adat dan agama yang kokoh.

Dalam kepercayaan Hindu dikenal hukum karma phala

atau hukum sebabakibat. Hukum itu selain sebagai norma hidup,

juga memberikan gambaran mengenai romantika, vitalitas

masyarakatnya yang terus berkembang dengan penuh semangat

hidup secara alamiah dalam peredaran zaman. Dari segi kultural,

secara artistik mencerminkan nilai-nilai estetik seutuhnya,

yaitumulai dari segi sastra, tata bahasa, tari, musik, tata busana,

tata rambut, tata rias, sampai pada tata krama pergaulan antara

atasanbawahan, antarkeluarga, dan antarmanusia. Hal itu juga

mencerminkan daya cipta yang tidak pernah mandul sepanjang

masa. Norma-norma itulah menurut Soelaso dan Albiladiyah,

merupakan kepastian yang terungkap dalam semua lakon. Tidak

menjadi soal, apakah lakon itu merupakan lakon saduran

(adaptasi) seperti lakon Panji, Ramayana, atau lakon asli yang

diambil dari usana Bali (babad Bali), dari legenda cerita rakyat

(folkstales) seperti lakon Jayaprana-Layonsari dan Mayadenawa.

Soelaso dan Albiladiyah (1975:24--25) mengemukakan

bahwa lakon ciptaan baru yang dipentaskan drama gong berbeda

dengan lakon teater tradisional yang tidak dikenal siapa

penciptanya. Oleh karena itu, dalam lakon-lakon modern pada

umumnya dicipta secara perseorangan atau kolektif yang tidak

dikehui secara jelas, siapa pencipta atau penyadurnya. Sebagai

salah satu contoh, lakon Jayaprana-Layonsari adalah sebuah lakon

klasik yang padamulanya digunakan untuk sendratari. Akan

tetapi, Anak Agung Raka Payadnyamenggubah lakon itu menjadi

lakon drama gong. Di samping itu pula lakon Dukuh Suladri,

digubah menjadi lakon drama gong.

Menurut Payadnya, lakon Jayaprana-Layonsari sangat

digemari penonton Gianyar saat drama gong pertama kali ia

dipentaskan. Hal itu terbukti, ketika lakon itu dipentaskan

pertama kali di jaba sisi Pura Abianbase pada 24 Februari 1966,

penonton memberikan sambutan hangat. Penonton menggemari

lakon itu karena lakon itu mengusung tema percintaan yang

murni dan berakhir dengan tragedi. Seperti sudah tertulis dalam

geguritan Jayaprana, lakon itu mengisahkan dua anak desa, I

Nyoman Jayaprana (abdi kesayangan Raja Kalianget) bertemu

dengan Ni Nyoman Layonsari (putri Jero Bandesa Banjar Sekar).

Sejak pertemuan mereka di pasar, Jayaprana dan Layonsari saling

jatuh cinta yang akhirnya menikah. Akan tetapi, perkawinan itu

tidak bertahan lama karena Raja Kalianget tergila-gila pada

Page 21: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

17

kecantikan Ni Layonsari. I Jayaprana diutus ke Teluk Terima

bersama Patih Sawunggaling dengan dalih menghadapi

perampok. Sawunggaling kemudian membunuh Jayaprana di

hutan Teluk Terima. Dengan berpura-pura meratapi kematian

abdi kesayangannya, sambil menawarkan belas kasihan, Prabu

Kalianget merayu Ni Layonsari agar mau dibawa ke puri.

Permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh Ni Layonsari.Tidak

sudi menerima perlakuan seperti itu, sang raja merasa berang, lalu

memaksa Ni Layonsari. Ketika terjadi pergumulan dengan sang

raja, Ni Layonsari menarik keris sang raja untuk menikam dirinya

sendiri. Melihat hal ini sang raja menjadi kalap lalu membunuh

setiap orang yang mendekat padanya. Kisah ini berakhir secara

tragis dengan tewasnya raja Kalianget di tangan rakyatnya sendiri.

Apa yang dilakukan Payadnya, diikuti oleh sekaadrama

gong lain di seluruh Bali. Hal itu bisa menyebabkan kejenuhan

dalam masyarakat. Oleh karena itu, Payadnya kemudian

mengganti lakon baru untuk sekaa drama yang dipimpinnya,

yakni Made Raka dan Made Rai. Lakon cerita itu diilhami cerita

siklus Panji, yang berkisar pada empat kerajaan besar zaman

lampau, yakni Gagelang, Kahuripan, Daha, dan Singosari.

Anak Agung Raka Payadnya(kiri) dengan penulis ketika menjadi

pembina drama gong di Tegallalang, Gianyar

(foto: dokumen I Wayan Sugita)

Page 22: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

18

Sebagian besar drama gong mengambil lakon Panji. Cerita

Panji juga sering disebut Malat. Bagi masyarakat Bali, cerita Panji

ini tidak asing lagi karena selain dibawakan drama gong, juga

sering diangkat sebagai lakon dalam kesenian dramatari arja,

gambuh, sendratari, bahkan tari legong keraton. Cerita ini digemari

masyarakat Bali karena pada umumnya disuguhkan secara

romantis, sebagai akibat mengisahkan percintaan putra-putri

keluarga bangsawan di beberapa kerajaan, terutama Daha,

Jenggala di Jawa Timur. Kisah Panji ini digemari karena menurut

Dibia (2007:16), mengisahkan Raden Panji sebagai tokoh sentral

dengan sederatan nama samarannya. Cerita itu berkisah tentang

putra-putri empat kerajaan bersaudara di Jaya, yakni Kahuripan,

Daha, caglang, dan Singasari. Pertemuan dan perpisahan,

penyamaran, penculikan dan pertempuran menjadi bumbu dari

kisah inisehingga masyarakat tetap menggemari jika dibawakan

dengan baik oleh sekaa dama gong.

Perubahan lakon sering dilakukan oleh sekaadrama gong di

Gianyar untuk memenuhi permintaan pasar. Menurut Soelaso dan

Albiladiyah (1975:25), Drama gong Abianbase sudah memiliki lebih

dari seratus lakon yang dipentaskan.

Sesuai dengan Keperluan Upacara

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu di Bali

selalu berpedoman pada ajaran agama Hindu yang bersumber

dari Veda. Dalam pelaksanaan upacara ritual, umat Hindu selalu

mengacu pada falsafah tri hita karana. Menurut Wiana (2004: 141),

secara substantif, ajaran tri hita karana itu sudah ada di tingkat

nasional, bahkan internasional dengan nama “konsep hidup

seimbang”.Pengertian tri hita karana dirinci oleh Jaman (2006:18)

bahwa istilah tri hita karana berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu

dari kata “tri hita” dan “karana”. “Tri” berarti “tiga”, “hita” berarti

“baik, senang, gembira, lestari”, dan“karana” berarti penyebab

atau sumber sebab. Dengan demikian, “tri hita karana” berarti tiga

unsur yang merupakan sumber sebab yang memungkinkan

timbulnya kebaikan. Ketiga unsur itu adalah unsur jiwa (atma);

unsur tenaga (kekuatan, prana), dan unsur badan wadah (sarira).

Dengan demikian, tri hita karana adalah perwujudan kesejahteraan

dan kebahagiaan yang terdiri atas unsur Ida Sanghyang

Widhi/Tuhan (super natural power), manusia (microcosmos), dan

alam semesta/bhuwana (macrocosmos).Hal ini menjadi pola dasar

tatanan kehidupan umat Hindu, yang dijadikan budaya perilaku

sehari-hari dalam berbagai aktivitas sehingga muncul konsep

Page 23: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

19

mengajarkan pola hubungan yang harmoni (selaras, serasi, dan

seimbang) di antara ketiga sumber kesejahteraan dan

kebahagiaan, yang terdiri atas unsur, (1)parahyangan, harmonis

antara manusia dan Sang Pencipta (Brahman), (2)pawongan,

harmonis antara manusia dan sesama manusia (microcosmos), dan

(3)palemahan, harmonis antara manusia dan bhuwana (macrocosmos).

Berdasarkan pada falsafah itu, maka umat Hindu

melaksanakan ritual panca yadnya. Menurut Wiana (1995),

rumusan panca yadnya termuat dalam beberapa sumber. Adapun

kegiatan panca yadnya itu meliputi upacara agama yakni dewa

yadnya, bhuta yadnya, pitra yadnya, rsi yadnya, dan manusa yadnya.

Kelima yadnya itu secara ringkas bisa diuraikan sebagai berikut. (1)

dewa yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas ke

hadapan Hyang Widhi Wasa dengan berbagai manifestasi-Nya, (2)

butha yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas ke

hadapan unsur-unsur alam, (3) manusa yadnya, yaitu upacara

persembahan suci yang tulus ikhlas kepada manusia, (4) pitra

yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas bagi

manusia yang telah meninggal, (5) rsi yadnya, yaitu upacara

persembahan suci yang tulus ikhlas ke hadapan para orang suci

umat Hindu.

Berdasarkan rumusan panca yadnya tersebut,diketahui

bahwa jika drama gong melakukan pertunjukan yang berkaitan

dengan yadnya,tema atau paling tidak pesan-pesannya akan

menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan. Menurut

Ketut Tanggu, praginadrama gong dari Serongga, Gianyar,lakon

yang dibawakan tidak mesti diubah, yang penting pesan-pesan

yang disampaikan disesuaikan dengan jenis upacara yadnya

sehingga diharapkan dapat mencapai sasaran. Lebih jauh Tanggu

mengatakan sebagai berikut.

Kami memang sering pentas pada upacara yadnya. Kalau pentas

di pura, kami menyampaikan pesan tentang pentingnya bakti

kepada Hyang Widhi. Mengapa umat melakukan yadnya.

Bagaimana melakukan bakti yang baik. Kami juga sering

memperbincangkan apa arti bunga, tirta, api, dan sebagainya.

Tentu saja kami menyampaikan pesan itu lewat banyolan. Sebab,

tujuan kami memang menghibur.Itu kalau di pura,tapi kalau

pada acara ngaben, kami juga sering menyinggung, mengapa

harus melakukan upacara pitra yadnya. Demikian pula saat

upacara perkawinan. Kami sering melontarkan lelucon dengan

mengambil bahan dari sarana upacara. Jadi, yang penting

penonton merasa senang. Berdasarkan jenis yadnya, kami selalu

Page 24: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

20

mengubah-ubah bahan lelucon,tapi kalau lakonnya, bisa sama

antara pitra yadnya dengan dewa yadnya (wawancara, 12 Februari

2016).

Berdasarkan penuturan Tanggu, dapat dikatakan bahwa

perubahan-perubahan yang terjadi ada tema dan pesan-pesan

drama gong disebabkan oleh faktor jenis yadnya yang dilakukan

umat Hindu sebagai penanggap. Perubahan itu sesuai dengan

teori fungsionalis yang antara lain mengatakan bahwa apabila

perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu bersifat

fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat. Akan tetapi,

apabila terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan

akan ditolak (Albar, 2014).

Sesuai Situasi Sosial yang Berkembangdalam Masyarakat

Sepanjang zaman seni dan kesenian (budaya dan

kebudayaan) masih terus menempati posisi khusus dalam

kehidupan manusia. Tidak sedikit orang menganggap bahwa seni

dan kesenian merupakan panggilan tertinggi diantara semua

panggilan jiwa. Banyak juga yang menganggap bahwa kesenian

sebagai bidang yang berada di atas kegiatan komersial biasa.

Memang, mungkin juga masih ada sedikit orang menganggap

bahwa para ekonom harus menjauhkan diri dari seni dan

kesenian.

Terlepas dari semua pandangan masyarakat atas seni dan

kesenian, faktanya adalah seni dan budaya merupakan bidang

kehidupan dan produk yang dihasilkan oleh individu-individu

dan lembaga-lembaga yang bekerja dalam perekonomian,

sehingga tidak dapat melepaskan diri dari dunia materi.Ketika

warga masyarakat, baik secara individu, kelompok,maupun atas

nama kelompok organisasi menyelenggarakan acara kesenian

dengan berbagai keperluan, mereka harus memikirkan dana.

Penyelenggara kesenian tentu memiliki modal awal untuk

penyelenggaraan itu. Jika drama gong yang ditanggap bertujuan

untuk menggali dana, maka hasil dari penjualan tiket biasanya

sudah dapat menutupi semua biaya penyelenggaran. Ketika drama

gong menjadi kesenian favorit, pihak penyelenggara biasanya

mendapat untung yang lumayan. Hal itu diakui Nyoman Surata,

Kepala Desa Payangan, Gianyar, yang juga pernah menjadi

pragina drama gong sebagai raja buduh. Sekitar tahun 1980-an,

desanya hendak membangun beberapa bangunan fisik. Untuk

menggali dana, maka pihaknya menyelenggarakan pertunjukan

Page 25: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

21

drama gong. Jenis tiket yang dijual ada dua macam, yakni tiket

masuk dan tiket kursi. Tiket masuk lebih murah daripada tiket

kursi. Pada saat pertunjukan, pihaknya menanggap drama gong

terkenal. Sambutan masyarakat cukup menggembirakan.

Penonton yang menyaksikan drama gong itu berjubel, baik yang

mendapat tempat duduk maupun yang rela berdiri. Dari hasil

penjualan tiket, pihak penyelenggara dapat meraup sejumlah

uang yang lumayan. Lebih jauh Nyoman Surata, menuturkan

sebagai berikut.

Terus terang, banyak pembangunan di desa kami dibangun dari

hasil ngupah drama. Kami mengupah drama gong karena saat itu

sangat digemari masyarakat. Bagi yang suka menonton drama,

ia tidak takut mengorbankan uangnya demi dapat menonton

drama. Bahkan, banyak warga masyarakat yang kecewa karena

kehabisan karcis. Mereka terpaksa menonton dengan cara berdiri

(Wawancara, 2 Februari 2016).

Berdasarkan pengakuan Surata di atas, kiranya dapat

dibuktikan bahwa kesenian drama gong sangat digemari.

Kesempatan itu digunakan dengan sebaik-baiknya oleh

masyarakat untuk menggali dana demi pembiayaan berbagai

macam jenis pembangunan di desa.

Selain dengan maksud menggali dana, pada tahun 1970-

an banyak warga secara pribadi juga menanggap drama gong

dengan berbagai kepentingan. Biaya yang diperlukan tidak besar

karena hanya untuk keperluan konsumsi saja. Sekaadrama gong

tidak mendapat honoraium karena atas dasar ngayah. Akan

tetapi,drama gong yang ditanggap, sebuah sekaa di desanya, yang

belum profesional. Mereka memiliki kepentingan masing-masing

atas dasar merasa saling menguntungkan. Pihak penyelenggara

merasa terhibur sekaligus dapat memeriahkan acara yang

digelarnya. Di pihak sekaa drama, mereka juga merasa mendapat

keuntungan nonmaterial. Meskipun tidak mendapat honorarium,

mereka merasa puas karena dapat bermain drama. Hal itu diakui

oleh Wayan Tablo, praginadrama gong dari Tegallalang. Ia

mengatakan sering bermain drama gongtanpa bayaran. Lebih jauh

ia mengatakan sebagai berikut.

Ketika saya masih muda dulu, saya memang suka main drama

gong. Saya sering meniru para pemain drama gong terkenal.

Pakaian drama gongsaya beli sendiri. Hampir setiap hari

melakukan latihan. Menghafal kata-kata yang diberikan

Page 26: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

22

penguruk. Meskipun saya tidak dibayar dan begadang, saya

senang main drama gong. Kalau dihitung-hitung secara materi,

saya sebenarnya rugi,tapi saya senang dapat bermain drama

gong. Apalagi penontonnya senang, mau tertawa saat saya

melucu. Itu merupakan kepuasan saya. Bukan masalah uang,tapi

kalau zaman sekarang kan lain. Selain drama gong tidak

disenangi lagi, orang sekarang lebih banyak menghitung secara

ekonomis. Kalau pentas di pura, tak masalah karena bisa ngayah

secara sekala dan niskala. Tapi kalau di tempat perorangan atau

di tempat acara-acara yang diselenggarakan pemerintah, mana

mau orang gratis. Para pragina atau penabuh saat ini kan banyak

yang bekerja, baik sebagai buruh bangunan maupun bekerja di

tempat lain. Kalau pementasan tidak dibayar, lalu di mana cari

uang. Kita ini kan perlu hidup. Perlu makan setiap hari.

(Wawancara, 4 Februari 2016).

Pengakuan Tablo menandakan bahwa dinamika

kehidupan drama gong baik yang ada di desa-desa yang terbentuk

berupa sekaasebunan, maupun yang profesional, bergantung pula

pada keadaan sosial masyarakat. Warga masyarakat sekarang,

termasuk di Kabupaten Gianyar pada umumnya sering berhitung

secara bisnis dalam melakukan berbagai kegiatan. Hal itu

disebabkan oleh berbagai tuntutan hidup pada zaman era

globalisasi ini. Biaya hidup sehari-hari dewasa ini tidak hanya

menyangkut perut, tetapi juga banyak yang memerlukan dana

untuk keperluan lain, seperti pulsa, biaya pendidikan, dan

keperluan yang bersifat konsumtif lainnya. Artinya, para

praginadrama gong dan para penabuh memerlukan honorarium

untuk membiayai hidupnya. Oleh karena itu, sebuah pertunjukan

drama gong memerlukan dana yang cukup besar, sehingga warga

masyarakat merasa enggan menanggap kesenian demi

kepentingan acara pribadi. Hal itu diakui Ni Wayan Seri, seorang

warga banjar Buruan, Blahbatuh, Gianyar. Ia menuturkan sebagai

berikut.

Dulu, ketika saya menyelenggarakan otonan anak, saya ngupah

drama gong yang ada di desa saya. Waktu itu, saya hanya

mengeluarkan biaya untuk konsumsi saja. Saya tidak membayar

ongkos drama gong. Hanya sesaribanten saja, jadi tidak terlalu

besar. Saya senang karena acara menjadi ramai. Saya juga

melihat para pemain drama gongjuga senang. Mereka kan juga

banyak dari anggota keluarga. Jadi, kita sama-sama senang.

(Wawancara 5 Februari 2016).

Page 27: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

23

Berdasarkan pengakuan Seri tersebut, dapat dikatakan

bahwa hubungan antara kesenian dan ekonomi ditentukan oleh

bagaimana fungsi-fungsi kesenian (dan kebudayaan) memainkan

peranannya dalam konteks perekonomian masyarakat.Dalam

banyak hal, warga yang mengonsumsi atau menghasilkan seni

berperilaku seperti produsen dan konsumen barang dan jasa

lainnya. Meskipun demikian, sampai tahap tertentu perilaku

ekonomi masyarakat seni secara signifikan berbeda dibandingkan

dengan perilaku ekonomi masyarakat pada umumnya. Hubungan

antara ekonomi dan kesenian tidak dapat dianalisis secara

komprehensif apabila belum mengetahui pentingnya sektor

kesenian dalam perekonomian.Informasi dan data ekonomi

tentang kesenian sampai saat ini masih agak sulit

dikumpulkan.Sampai saat ini belum ditemukan informasi untuk

mengetahui berapa pengeluaran konsumsi masyarakat yang

digunakan untuk menikmati seni dan kesenian rata-rata per

tahun, pendapatan operasi rata-rata sekaa kesenian, khususnya

drama gong (tidak termasuk dana pemerintah dan donasi swasta);

rata-rata dana bantuan pemerintah dalam pembiayaan kegiatan

seni dan kesenian per tahun, dan jumlah rata-rata sumbangan

masyarakat terhadap kegiatan kesenian.

Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui bahwa keadaan

sosial masyarakat, khususnya di Kabupaten Gianyar juga ikut

menentukan dinamika kehidupan kesenian tradisional, termasuk

drama gong. Ketika masyarakat masih terbatas kebutuhan

ekonominya karena tidak memerlukan banyak dana untuk

memenuhi tuntunan hidup, orang-orang lebih suka bergelut

dengan kesenian meskipun tidak mementingkan keuntungan

materi. Banyak orang merasa cukup puas dapat bermain drama

gong, jika mendapat sambutan hangat masyarakat penonton. Akan

tetapi dalam perkembangan zaman, yaitu kehidupan dipengaruhi

oleh ideologi pasar, maka keadaan ikut memengaruhi kehidupan

drama gong.

Atmadja (2006a: 120) mengutip Marcuse dalam Sachari

menyatakan bahwa ciri-ciri masyarakat berdimensi satu yaitu segi

kehidupannya hanya diarahkan pada satu tujuan, yakni

keberlangsungan dan peningkatan sistem yang telah ada, yaitu

sistem kapitalisme. Apa pun lebelnya, prinsip dasarnya tetap

sama, yakni manusia melakukan kegiatan ekonomi secara bebas

dengan sasaran mendapatkan laba sebanyak-banyaknya (Magnis

Suseno dalam Atmadja, 2006:121). Menurut Atmadja mengutip

Steger (2005), sistem ekonomis kapitalis berlandaskan ideologi

Page 28: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

24

pasar. Ideologi ini semakin kuat melandasi kehidupan masyarakat

Bali dalam berbagai aktivitas, bersamaan dengan derasnya arus

globalisasi. Atmaja menyatakan sebagai berikut.

Hal ini tidak bisa dilepaskan dari adanya kenyataan bahwa

ideologi pasar tidak saja melandasi globalisasi, tetapi sekaligus

juga napas atau semangat yang diembuskan oleh globalisasi.

Ideologi pasar merupakan suatu sistem kepercayaan yang

mengagungkan pasar sebagai media utama bagi pemenuhan

segala kebutuhan manusia maupun hasrat manusia akan

kesejahteraan sehingga manusia memiliki pandangan yang

positif, bahkan mendewakan pasar (Steger dalam Atmadja,

2006a:121)

Ideologi pasar memiliki sejumlah karakteristik, tidak saja

berada pada tataran kognisi (teks), tetapi juga memengaruhi teks

sosial manusia Bali. Karakteristik dan teks sosial yang menyertai

dan atau yang dijadikan pedoman oleh ideologi pasar.Uraiannya

dapat dilihat pada tabel

Karakteristik Ideologi Pasar

Indikator Pemaknaan

Hakikat uang

bagi

kehidupan

manusia

Memuja uang karena uang mahakuasa dalam

memenuhi keinginan, hasrat, kama atau nafsu,

karenamanusia adalah mesin hasrat. Pemujaan

uang melahirkan maneytehisme.

Hakikat pasar

bagi

kehidupan

manusia

Pasar merupakan tempat sangat penting bagi

pemenuhan segala keinginan dan kebutuhan

manusia. Oleh Karena itu, pasar tak ubahnya

seperti tempat suci bagi ideologi pasar atau

agama pasar. Pasar bisa berbentuk pasar

tradisional, mall, supermarket, hypermarket, atau

lazim disebut istana belanja. Pemujaan terhadap

pasar melahirkan daulat pasar.

Hakikat

manusia

sebagai homo

consumer, homo

hedonicus, dan

homo

Pada tempat suci ini manusia sebagai homo

consumer, homo hedonicus, dan homo economicus

melakukan ritual sosial ekonomi, misalnya

merayakan hasrat, merayakan konsumerisme,

merayakan citra, dll. Pada saat berbelanja

mereka melakukan ritual memilih barang sesuai

Page 29: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

25

economicus

dengan selera, warna, merek, dan mode disertai

dengan tawar menawar (pada pasar tradisional

berlaku harga luncur) atau mereka

menggunakan sistem pelayanan

impersonal(pada supermarket, mall berlaku harga

mati). Barang yang dibeli tidak hanya dilihat

dari segi nilai guna, tetapi juga nilai simbolik

sehingga dia diposisikan sebagai totem atau

fetish.

Hakikat

manusia

sebagai mesin

hasrat atau

pabrik kama

Merangsang kama agar terus tumbuh dan

berkembang secara subur. Hal ini dilakukan

lewat iklan di TV atau penyediaan barang pada

istana belanja. Istana belanja merupakan pula

ruang untuk menumbuhkembangkan kama.

Kama yang tumbuh subur adalah medan amat

baik bagi pemasaran suatu produk.

Hakikat tujuan

hidup manusia

adalah surga di

sini

Tujuan hidup manusia adalah kenikmatan

hidup duniawi (surga di sini), sehingga manusia

terjerat pada materialisme, hedonisme,

wajahisme, penampilanisme, individualisme,

sekularisme, instant solution, atomisme, dll.

Sumber: Atmadja (2006) berdasarkan adaptasi dari Maguire (2004),

Sutrisno (2004), Griffin (2005), Zaehner (1992), Geertz (1977), Thoha

(2004), dan Titib (2005).

Atmadja (2006a:60--61) mengatakanbahwa ideologi yang

melandasi teknologi Barat tidak saja individualisme dan

eksklusivisme, tetapi juga kapitalisme, ideologi pasar, atau agama

pasar menurut istilah yang diberikan Maguire (2004). Agama

pasar memiliki karakteristik berbeda, bahkan bertolak belakang

dengan agama Hindu. Perbedaan agama Hindu dengan agama

pasar dapat dilihat pada tabel 6.2.

Page 30: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

26

Perbedaan Agama Hindu dengan Agama Pasar

Agama Hindu Agama Pasar

Memuja kekuatan

adikodrati yang disebut

Brahman, Tuhan, atau

Dewa sebagai

personifikasi-Nya dan

roh leluhur. Agama

Hindu percaya terhadap

Tuhan Yang Maha Esa

atau monoteisme.

Memuja uang karena uang

mahakuasa (daulat uang) memenuhi

keinginan, hasrat, kama atau nafsu

manusia yang tidak pernah berakhir

karena manusia adalah mesin hasrat.

Pemujaan uang melahirkan

maneytehisme.

Tempat sucinya agama

Hindu adalah pura

Tempat suci agama pasar adalah

pasar,mall, supermarket, hypermarket,

atau lazim disebut istana belanja.

Pada tempat suci ini

manusia sebagai

homoreligius melakukan

sistem ritual, dalam

bentuk aneka perilaku,

misalnya sembahyang,

bersaji, berdoa, menari,

menyanyi, dll. Melalui

doa mereka memohon

sesuatu kepada kekuatan

adikodrati, misalnya

keselamatan,

kesejahteraan.

Pada tempat suci ini manusia

sebagai homo consumer, melakukan

ritual sosial ekonomi, misalnya

rekreasi, berkencan, berbelanja, dll.

Pada saat berbelanja mereka

melakukan ritual memilih barang

sesuai dengan selera, warna, merek

dan mode, disertai dengan tawar

menawar (pada pasar tradisional

berlaku harga luncur) atau mereka

menggunakan sistem pelayanan

impersonal(pada supermarket, mall

berlaku harga mati). Barang yang

dibeli tidak hanya dilihat dari segi

nilai guna, tetapi juga nilai simbolik

sehingga dia diposisikan sebagai

totem atau fetish.

Menekankan pada

pengendalian kama,

hasrat, keinginan, atau

nafsu. Kama yang tidak

terkendalikan oleh asas

moralitas bisa

menimbulkan

penderitaan bagi

manusia.

Merangsang kama agar terus tumbuh

danberkembang secara subur. Hal ini

dilakukan lewat iklan di TV atau

penyediaan barang pada istana

belanja. Istana belanja merupakan

pula ruang untuk

menumbuhkembangkan kama. Kama

yang tumbuh subur adalah medan

amat baik bagi pemasaran suatu

Page 31: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

27

produk.

Tujuan hidup manusia

adalah mewujudkan

kesejahteraan, baik di

alam sini maupun di

alam sana. Untuk itu

spiritualitas agama

sangat penting, bahkan

modal utama bagi

kehidupoan manusia.

Tujuan hidup manusia adalah

kenikmatan hidup duniawi (surga di

sini) sehingga manusia terjerat pada

materialisme, hedonisme, wajahisme,

penampilanisme, individualisme,

sekularisme, instant solution,

atomisme, dll.

Sumber: Atmadja (2006) yang diadaptasikan dari Maguire (2004), Sutrisno

(2004), Griffin (2005), Zaehner (1992), Geertz (1977), dan Titib (2005)

Berdasarkan ciri-ciri ideologi pasar tersebut, dapat

dikatakan bahwa orang merasa malas untuk bermain drama gong

karena seni pertunjukan tersebut tidak mampu lagi mendatangkan

keuntungan materi. Hal itu disebabkan oleh materi terasa sangat

penting untuk hidup pada zaman modern ini.

Sesuai Dengan Wacana

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan

bahwa wacana merupakan kelas kata benda (nomina) yang

mempunyai arti sebagai berikut.(a) ucapan, perkataan, tuturan,

(b)keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan, (c)satuan

bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan

yang utuh, seperti novel, buku, dan artikel.

Wacana adalah segala sesuatu yang berbentuk tulisan,

perkataan, atau ucapan yang bersifat kontekstual. Wacana juga

dapat diartikan sebagai kumpulan kalimat yang saling berangkai

membentuk suatu kesatuan makna yang padu dan utuh. Dalam

strata kebahasaan, wacana ditempatkan pada posisi teratas,

karena wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi dan

terbesar di dalam sebuah bahasa. Wacana dapat berbentuk kata,

kalimat, paragraf atau bahkan karangan utuh yang memiliki

amanat lengkap seperti pada buku atau pun artikel. Kalimat-

kalimat yang menyusun sebuah wacana haruslah kalimat yang

padu dan sesuai dengan konteks, bukan kalimat-kalimat yang

saling terputus dan lepas konteks. Oleh karena itu, wacana dapat

diartikan juga sebagai tulisan atau perkataan yang memiliki

keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang melingkupinya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka wacana yang

disuguhkan dalam seni pertunjukan drama gong di Kabupaten

Page 32: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

28

Gianyar yakni antara lain tentang kesewenang-wenangan seorang

pemimpin, dan tentang cinta sejati. Wacana kesewenang-

wenangan pemimpin dapat disimak dalam seni pertunjukan drama

gong dengan lakon Jayaprana-Layonsari. Dalam lakon itu

diceritakan raja Kalianget melakukan pemaksaan kehendak yakni

ingin mengawini Layonsari yang telah menikah dengan

Jayaprana. Untuk memenuhi keinginannya itu, raja melenyapkan

Jayaparana dengan cara memerintahkan Saunggaling untuk

membunuhnya. Setelah Jayaprana meninggal maka raja merayu

Layonsari dan memaksa agar mau menjadi istri sang raja. Oleh

karena Layonsari sudah bersuami dan tidak mau menikah dengan

raja, maka hal itu mencerminkan kesewenang-wenangan raja

sebagai seorang pemimpin.

Tentang cinta sejati dapat disimak pada lakon Sampik-

Ingtay. Dalam lakon diceritakan bahwa Sampik dan Ingtay sama-

sama menuntut ilmu pada sekolah yang sama. Ingtay, seorang

wanita pada mulanya menyamar menjadi seorang laki-laki.

Setelah tahu bahwa temannya itu seorang wanita, Sampik ingin

menikahi Ingtay. Namun Ingtay diceritakan pula hendak

dinikahkan dengan seorang pemuda lain. Pada akhirnya Sampik-

Ingtay bertemu dalam alam baka. Hal ini menunjukkan bahwa

dalam lakon tersebut, wacana yang disampaikan adalah cinta

sejati. Dengan adanya wacana tersebut, drama gong mengalami

dinamika.

Dinamika dalam Organisasi

Organisasi kesenian tradisional di Bali umumnya disebut

sekaa. Sekaa adalah sebuah organisasi tradisional yang pada

umumnya bergerak dalam satu bidang profesi untuk

menyalurkan kesenangan atau hobi. Ada bermacam-macam sekaa

di Bali, misalnya sekaa tuak, sekaa manyi, sekaa mamula, dansekaa

semal. Ada sekaa yang menekankan aktivitasnya pada pelayanan

sosial untuk meringankan beban, baik fisik maupun finansial para

anggotanya, seperti sekaa manyidansekaa subak. Ada juga sekaa

yang lebih menekankan pada olah keterampilan seni sehingga

dapat dijadikan profesi yang memberikan kesenangan dan nafkah

bagi para anggotanya seperti sekaa gong, sekaa joged, dan

sekaashanti. Keanggotaan sekaa biasanya bersifat sukarela,tetapi

secara efektif dapat digerakkan untuk melaksanakan tugas-tugas

sosial (Astita, 2009:2).

Demikian pula kesenian drama gong, mereka membentuk

sekaa sebagai organisasi. Dalam konteks kesenian, dilihat dari

Page 33: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

29

keanggotaannya, secara garis besar, ada dua macam bentuk

sekaa,yaitu sekaa sebunan dan seka bonan. Menurut Kamus Bali-

Indonesia kata sekaa berarti perkumpulan, persatuan organisasi

(Panitia Penyusun Kamus Bali-Indonsia, 1978:623). Di pihak lain

kata “sebun” secara harfiah berarti sarang burung (Panitia

Penyusun Kamus Bali-Indonesia, 1978:619).Dalam konteks

kesenian, kata sebunan terbentuk dari kata dasar sebun dan

memperoleh akhiran “an” sehingga pengertiannya satu tempat

atau satu banjar/satu desa. Dengan demikian sekaa sebunanberarti

sebuah organisasi yang semua anggotanya di satu tempat atau

satu banjar/desa.

Kata “bonan” kata dasarnya adalah “bon” yang dalam

bahasa Bali memiliki dua pengertian. Pengertian pertama, kata

“bon” berarti sama dengan bahasa Indonesia, yakni membeli

sesuatu tanpa membayar. Pengertian kedua, yakni gabungan

perkumpulan. Kemudian kata “ngebon” diartikan minta bantuan

dari perkumpulan lain. Jadi, kata “bon-bonan” diartikan hasil

penggabungan (Panitia Penyusun Kamus Bali-Indonesia, 1978:94).

Berdasarkan pengertian tersebut, diketahui bahwa sekaa

bonan adalah organisasi yang anggotanya terdiri atas berbagai

tempat, baik di dalam maupun di luar desa. Pada kesenian arja

pernah ada sekaa disebut Arja Bon Bali. Artinya, organisasi

dramatari itu, baik sekaa gamel maupun penarinya, terdiri atas

berbagai daerah di Bali. Demikianlah, seni pertunjukan drama gong

di Bali memiliki sekaa sebunan dan sekaabonan. Kata “bonan” dalam

kasus ini tidak hanya berarti gabungan perkumpulan, tetapi juga

berarti perorangan. Terbentuknya sekaa ini merupakan akibat dari

adanya berbagai tuntutan, baik dari para pragina maupun

masyarakat Bali sendiri.

a. Sekaa Drama Gongdalam Bentuk Sebunan

Pada dasarnya dari segi teknis tidak sulit membuat drama

gong. Iringan musiknya, yakni sebarung gamelan tidak sulit

diperoleh karena desa adat rata-rata memiliki gamelan itu untuk

keperluan yadnya. Para penabuh gemelan yang biasa mengiringi

berbagai kesenian tradisional di pura tidak mengalami kesulitan

yang berarti ketika mengiringi pelaku drama gong di atas pentas.

Hal itu terjadi sebab irama gamelan drama tidak begitu rumit.

Demikian pula para pemain seni pertunjukan drama gong.

Pada tahun 1970-an, saat kesenian itu mulai populer, banyak

warga banjar ingin menjadi pemain. Lebih-lebih untuk menjadi

pemain drama gong, persyaratannya tidak berat. Hal itulah yang

Page 34: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

30

menyebabkan banyak bermunculan sekaa drama gong sebunan

sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6.3

Data Sekaa Drama Gong Sebunan No Nama Sekaa

Drama Gong

Sebunan

Alamat No Nama Sekaa

Drama Gong

Sebunan

Alamat

1 Sekaa Drama

Gong Wijaya

Kusuma

Abianbase,

Gianyar

7 Sekaa Drama

Gong Dlod

Tangluk

Dlod

Tangluk,

Gianyar

2 Sekaa Drama

Gong Bukit Batu

Bukit Batu,

Gianyar

8 Sekaa Drama

Gong Singapadu

Singapadu,

Gianyar

3 Sekaa Drama

Gong Blah Pane

Blah Pane,

Gianyar

9 Sekaa Drama

Gong Calo

Tegallalang,

Gianyar

4 Sekaa Drama

Gong Purwa

Soma Budaya

Pejeng,

Gianyar

10 Sekaa Drama

Gong Sebatu

Tegallalang,

Gianyar

5 Sekaa

DramaGong

Pengembungan

Pejeng,

Gianyar

11 Sekaa Drama

Gong Melinggih

Payangan,

Gianyar

6 Sekaa Drama

Cebok

Tegallalang,

Gianyar

12 Sekaa Drama

Gong Ked

Tegallalang,

Gianyar

Catatan: Sekaa DramaGong Sebunan yang masih eksis sampai saat ini

dalam nomor dalam lingkaran

Hal itu berarti bahwa membangun sebuah sekaadrama gong

di banjar atau desa tidak sulit. Itulah sebabnya organisasi drama

gong di Kabupaten Gianyar disebut sekaasebunan. Hal itu

dilakukan karena berbagai faktor. Menurut Wayan Sudiarsa

(wawancara 25 Februari 2016), ia membentuk sekaasebunan selain

persyaratannya mudah juga karena membuat drama gong hanya

untuk sekadar menjalankan hobi. Selain itu sekaa itu dibentuk

hanya untuk keperluan ngayah di pura. Setelah dapat ngayah di

pura ia yang memerankan putra manis dalam drama gong di Banjar

Calo, Tegallalang, Gianyar melanjutkan kehidupan drama gong itu.

Ia kemudian melakukan pementasan di beberapa tempat, dan

diupah sekadarnya.

Padamulanyasekaa-sekaadrama gong di Bali bermunculan

mewakili sebuah banjar atau desa. Nama sekaa itu biasanya

diambil dari nama banjar atau desa. Apabila menyebut sebuah

desa, seseorang akan teringat kesenianapa yang tersohor di tempat

itu. Misalnya Drama Gong Abianbase Gianyar. Setia (2006:228)

mengemukakan, jika orang menyebut Abianbase, maka yang

teringat di kepala adalah drama gong. Kalau menyebut Desa

Page 35: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

31

Carangsari yang langsung diingat adalah topeng. Menyebut

Kramas teringat pada arja. Batu Bulan dengan barongnya,

Wangaya dengan joged. Sukawati dengan wayang kulitnya.

Pedungan dengan gambuhnya.

Berdasarkan pernyataan Setia tersebut, diketahui bahwa

nama drama gong sebunan dengan nama desa tidak bisa

dipisahkan. Nama desa sering menjadi populer oleh kesenian

yang ada di desa tersebut. Apalagi kesenian tersebut mengalami

kejayaan.

b. Sekaa Drama gong Profesional

Sekaasebunan lambat laun bubar satu persatu. Sekarang ini,

desa sudah banyak yang menyatu akibat padatnya penduduk,

baik oleh pendatang maupun karena pertumbuhan penduduk

akibat kelahiran di desa itu sendiri. Selain itujuga terjadi

pertukaran penduduk. Penduduk desa yang satu bisa menetap di

desa lain atau pergi ke kota dan menetap di sana. Mereka hanya

pulang sewaktu-waktu, terutama untuk keperluan

persembahyangan atau ada acara sukaduka (misalnya kematian

dan upacara perkawinan). Sementara itu, orang di kota tinggal di

pedesaan membuka usaha.

Keadaan seperti itu menurut Setia (2006:227--228)

mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sosial

kemasyarakatan, termasuk di bidang kesenian. Sekaa-sekaa

kesenian yang ada di desa sulit dipertahankan karena tidak semua

pendukungnya setiap saat ada di desa. Mereka sulit sekali untuk

berkumpul. Karena sekaasebunan ini sudah sangat tinggi

mobilitasnya, mereka hampir tidak memiliki waktu untuk

berkumpul di desanya sendiri untuk meneruskan tradisi

sebelumnya. Lebih jauh Setia menulis sebagai berikut.

“...perkembangan pendidikan tari sekarang ini demikian pesat

sehingga orang-orang yang tetap tinggal di desa -apalagi yang

desanya jauh dari kota- merasa selalu terlambat mengikuti

perkembangan tari. Akibatnya muncul rasa minder pada remaja

desa untuk belajar menari. Sebaliknya, jika memang ada remaja

desa yang begitu tinggi minatnya pada dunia kesenian, ia akan

lari ke kota dan mengikuti kursus-kursus tari, atau bersekolah di

sekolah tari. Jika di desanya sendiri ia tak bisa menyalurkan

bakatnya dalam suatu kelompok (sekaa) maka mereka akan larut

di sekolah atau tempatnya kursus. Dari sinilah lahirnya sekaa

baru, entah itu disebut sanggar atau kelompok.”

Page 36: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

32

Berdasarkan pernyataan Setia tersebut dapat dikatakan

bahwa masyarakat selalu mengalami perubahan. Menurut

Soekanto (1980:107) perubahan-perubahan sosial terjadi

disebabkan oleh bermacam-macam. Penyebab perubahan sosial

tersebut, berasal dari dalam (internal) dan dari luar masyakarat itu

sendiri (eksternal). Sebab-sebab internal, antara lain dapat

disebutkan misalnya pertambahan penduduk atau berkurangnya

penduduk, penemuan-penemuan baru; pertentangan (konflik),

atau mungkin karena terjadinya revolusi. Sebaliknya, penyebab

eksternal dapat mencakup sebab-sebab yang berasal dari

lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat lain,

peperangan, dan seterusnya. Suatu perubahan sosial lebih mudah

terjadi apabila suatu masyarakat sering mengadakan kontak

dengan masyarakatlain atau mempunyai sistem pendidikan yang

maju. Di samping itu, sistem lapisan sosial yang terbuka,

penduduk yang heterogen, serta ketidakpuasan masyarakat

terhadap bidang kehidupan tertentu dapat juga memperlancar

proses perubahan-perubahan sosial.

Perubahan-perubahan sosial sebagaimana dikatakan

Soekanto tersebut memang terjadi, antara lain menyangkut

kesenian Bali, khususnya sekaadrama gong. Seperti telah dikatakan

Setia di atas bahwasekaasebunan berubah menjadi sekaa baru yang

disebut sanggar atau nama lain. Perubahan organisasi kesenian

itu, terutama terjadi pada kesenian yang “umum”, artinya bukan

sebagai kesenian tradisi yang ada kaitannya dengan ritual. Sekaa

baru yang berupa sanggar ini akan lebih menonjol dibandingkan

dengan sekaasebunan. Penyebabnya adalah di dalam sanggar ada

semangat profesionalisme sekaligus harapan mendapatkan nafkah

lebih besar, sementara dalam sekaasebunan semangatnya adalah

kebersamaan dan ngayah (bekerja tanpa mendapatkan imbalan).

Dengan demikian, nama desa sebagai “cap dagang” digantikan

dengan nama kelompok. Ada Drama Gong Bintang Bali Timur

(BBT), Drama Drama gong Dewan Kesenian Denpasar (DKD),

Drama Gong Bhara Budaya, DramaGong Kerti Buwana Sari, yang

paling bertahan Drama Gong Sancaya Dwipa. Menurut Setia,

pergeseran pola kelompok para seniman Bali ini memang tidak

bisa dihindarkan. Ini adalah irama dunia yang menuju era

kesejagatan, yaitu para profesional berkumpul di antara mereka

yang seprofesi (Setia, 2006:228--229). Sampai saat ini sekaa drama

gong profesional yang masih eksis dapat dilihat pada tabel berikut

ini.

Page 37: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

33

Tabel 6.4

Sekaa Drama Gong Profesional yang Masih Eksis No Sekaa Drama Gong

Profesional/Bon-

bonan

Alamat No Sekaa Drama Gong

Profesional/ Bon-

bonan

Alamat

1 Sekaa Drama Gong

Puspa Kencana

Bon Bali

Bukit Batu,

Gianyar

3 Sekaa Drama Gong

Putra Bali Budaya

Tegallalang,

Gianyar

2 Sekaa Drama Gong

Santi Lango

Tegallalang,

Gianyar

Dalam perkembangan selanjutnya, muncul organisasi

baru yang diberikan nama Paguyuban Lawak se-Bali. Mereka

bermain dalam seni pertunjukan drama gong dengan judul

Pengamen. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa para pragina

terdiri atas wajah-wajah lama seperti Petruk, Dolar, Dabdab,

Yudana, Mongkeg, dan lain-lain. Dalam drama gong ini

dikolaborasi dengan lagu dangdut. Mereka memakai bahasa

Indonesia dan beragama non-Hindu, tetapi tetap memakai busana

adat Bali. Dilihat dari segi organisasinya, paguyuban ini sama

dengan sekaa bonan, karena para pragina terdiri atas berbagai

kabupaten.

Menurut Yuliadi (2005:42), pudarnya sekaasebunan, juga

disebabkan oleh hadirnya stasiun televisi. Keberadaan TVRI

Denpasar juga menumbuhkan semangat profesionalisme

pengelolaan drama gong. TVRI Denpasar yang menayangkan

siaran drama gong tiap hari Minggu malam memengaruhi

perkembangan kelompok drama gong yang ada di desa-desa.

Berangsur-angsur drama gong di desa tidak terdengar lagi

namanya dan tidak pernah melakukan pertunjukan. Masyarakat

lebih memilih menonton drama gong yang pernah muncul di

televisi dengan menyertakan pemain Dewa Ayu Rai, I Wayan

Lodra, I Gede Yudhana, Daddab, Petruk, dan Dolar.

Dinamika dalam Hal Iringan/Gamelan

Gamelanmerupakansalah satuwarisan budayaHindupada

masa lalu. Gamelanadalahsebuahorkesbesar yang terdapat di Jawa

dan Bali, terutama terdiri atas alat-alat pukul yangterbuat dari

perunggu (Pringgodigdo dkk., 1973: 427).

Bagi masyarakat Hindu di Bali, gamelan memiliki

berbagai fungsi, yakni antara lain untuk melakukan upacara yang

Page 38: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

34

tergabung dalam panca yadnya dan untuk mengiringi kesenian.

Gamelan yang pernah mengiringi seni pertunjukan drama gong

bebeda-beda sesuai dengan dinamika kehidupan seni pertunjukan

itu, misalnya gamelan janger, gong kebyar dan semar pagulingan.

a. Gamelan Janger

Sebagaimana telah diungkapkan pada uraian terdahulu

bahwa munculnya drama gong di Bali bermula dari tari janger

sehingga ada istilah drama janger. Kesenian ini merupakan sebuah

kesenian drama yang menjadi bagian dari pertunjukan tari janger.

Dalam banyak hal, drama janger sangat mirip dengan sandiwara

atau stambul yang ada dan populer pada sekitar tahun 1950.

Pendapat itu senada dengan apa yang dikatakan Putu Setia dalam

Yuliadi (2005:40) bahwa embrio drama gong adalah kesenian

janger.Kemunculan drama gong merupakan sebuah kelanjutan dari

berbagai bentuk drama yang mendahuluinya. Yuliadi mengatakan

bahwa pandangan ini didasari oleh teori evolusi budaya yang

dalam kasus ini menyiratkan perubahan terarah (Yuladi, 2005:40).

Drama janger diiringi musik atau gamelan Janger.

Gamelan Janger terdiri atas sepasang gender wayang; sepasang

kendang kekrumpungan (kecil),satu buah tawa-tawa,satu buah

kajar,satu buah rebana (yang kadang kala digantikan dengan gong

pulu),satu buah klenang,satu pangkon ricik,satu sampai dengantiga

buah suling. Walaupun gender wayang berlaras slendro (lima nada),

gamelan janger berlaras slendro dan pelog. Untuk mengiringi

lagu-lagu berlaras pelog biasanya gender wayang tidak digunakan

dan pimpinan melodi diambil alih oleh suling.

b. Gong Kebyar

Gong kebyar adalah barungan gamelan Bali sebagai

perkembangan terakhir dari gong gede, memakai laras pelog lima

nada, yaitu nding, ndong, ndeng, ndung, danndang. Gong gede awal

mulanya tidak menggunakan instrumen trompong. Selanjutnya

gong kebyar merupakan suatu barungan gamelan gong yang

didalam permainannya sangat mengutamakan kekompakan

suara, dinamika, melodi, dan tempo. Dalam permainannya

diperlukan keterampilan mengolah melodi dengan berbagai

variasi permainan dinamika yang dinamis dan permainan tempo

yang diatur sedemikian rupa.Selain itu, juga didukung oleh teknik

permainan yang cukup tinggi sehingga dapat membedakan

stylegong kebyar yang satu dengan yang lainnya.

Page 39: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

35

Menurut sejarahnya, gamelan gong kebyar baru muncul

pada permulaan abad XX, yang pertama kali diperkirakan muncul

di daerah Bali Utara tepatnya sekitar tahun 1915 di Desa Jagaraga.

Namun, Beryl de Zoete dan Walter Spies dalam buku Dance and

Drama in Bali mengatakan bahwa I Ketut Mario yang lahir sekitar

tahun 1900 sudah menari sisya dalam dramatari calonarang di

tahun 1906. Dalam ungkapan selanjutnya sama sekali tidak ada

menyinggung masalah gong kebyar atau tari kekebyaran.

Berdasarkan ungkapan itu, dapat dikatakan bahwaI Ketut Mario

dikenal sebagai salah seorang tokoh dalam gong kebyar sampai

dengan 1906 (perang Puputan Badung ) masih menjadi penari

sisyayang dapat diartikan bahwa sampai tahun 1906 itu Mario

belum mengenal tari kebyar. Ini juga berarti bahwa gamelan gong

kebyar belum ada pada tahun 1906. Menurut Colin McPhee dalam

buku Musik in Bali,untuk pertama kalinya gamelan gong kebyar

diperdengarkan di depan umum adalah pada Desember

1915.Ketika itu tokoh-tokoh gong Bali Utara mengadakan

kompetisi yang pertama kali untuk gong kebyar di Jagaraga. Colin

McPhee mengakui bahwa apa yang dikemukakan itu adalah hasil

interviunya dengan A.A. Gde Gusti Jelantik mantan Regen

Buleleng (Colin McPhee, 1966:328 dalam Kade Tastra). Apabila

diperhatikan baik-baik apa yang dikemukakan Colin McPhee,

akan tampak bahwa tahun 1915 itu adalah saat kompetisi yang

pertama kali di Bali Utara yang menampilkan bentuk-bentuk

kekebyaran dan sudah tentu sekaa-sekaa yang ikut ambil bagian

dalam kompetisi ini sudah menciptakan bentuk-bentuk kekebyaran

satu atau dua tahun sebelumnya, bahkan mungkin beberapa

tahun sebelumnya. Mustahil apabila gong-gong yang ditampilkan

dalam kompetisi pada tahun 1915 yangbertempat di Jagaraga itu

menciptakan bentuk-bentuk kekebyaran beberapa jam atau

beberapa hari sebelumnya. Selain ungkapan Colin McPhee ini,

dapat diketahui juga bahwa Desa Jagaraga yang selama ini

dianggap sebagai daerah asal mula munculnya gamelan gong

kebyar di Bali Utara pada tahun 1915 ternyata hanya dijadikan

tempat kompetisi gong kebyar pada tahun 1915 tersebut.

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Beryl de Zoete, Walter

Spies, dan Colin McPhee di atas, maka kiranya dapat ditarik suatu

batas pemunculan gong kebyar di Bali, yakni diantara tahun 1906

sampai dengan tahun 1915.Dengan kata lain gong kebyar diduga

muncul sesudah tahun 1906 dan sebelum tahun 1915. Tempat

pemunculannya pertama kali bukan di Desa Jagaraga.

Page 40: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

36

Dalam perjalanan sejarahnya drama gong kemudian

diiringi dengan gong kebyar. Hal itu disesuaikan dengan tuntutan

dan kebutuhan pertunjukan. Gong kebyar merupakan salah satu

perangkat/barungan gambelan Bali yang terdiri atas lima nada

(panca nada) dengan laras pelog, tetapi tiap-tiap instrumen terdiri

atas sepuluh bilah. Barungan gong kebyar terdiri atas dua buah

(tungguh) pengugal/giying, empat buah (tungguh) pemade/gansa,

empat buah (tungguh) kantilan, dua buah (tungguh) jublag, dua

buah (tungguh) penyacah, dua buah (tungguh) jegogan, satu buah

(tungguh) reong/riyong, satu buah (tungguh) trompong, satu

pasang gong lanang wadon,satu buah kempur, satu buah kemong

gantung, satu buah bebende, satu buah kempli, satu buah (pangkon)

ceng-cengricik, satu pasang kendang lanang wadon, dan satu buah

kajar.

Di Bali ada dua macam bentuk perangkat dan gaya utama

gambelan gong kebyar yaitu gambelan gong kebyar Bali Utara dan

gambelan gong kebyar Bali Selatan. Kedua gambelan gong kebyar ini

perbedaannya terletak pada tungguhan gangsa, yaitu Bali Utara

bentuk bilah penjain dan dipacek, sedangkan Bali Selatan

menggunakan bentuk bilah kalorusuk dan digantung. Gamelan Bali

Utara kedengarannya lebih besar daripada suara gamelan Bali

Selatan meskipun dalam patutan yang sama. Dalam

perkembangannya gong kebyar muncul istilah gaya Bali Utara dan

gaya Bali Selatan meskipun batasan istilah ini juga masih belum

jelas. Sebagai gambaran daerah atau kabupaten yang termasuk

daerah Bali Utara hanyalah Kabupaten Buleleng, sedangkan

Kabupaten Badung, Tabanan, dan yang lain mengambil gaya Bali

Selatan. Disamping itu, penggunaan tungguhan gong kebyar di

tiap-tiap daerah sebelumnya memang selalu berbeda karena

disesuaikan, baik dengan kebutuhan maupun fungsinya. Gong

kebyar itu telah berfungsi sebagai pembaru dan pelanjut tradisi.

Sebagai pembaru maksudnya adalah lewat gong kebyar

para seniman kita telah berhasil menciptakan gending-gending

baru yang lepas dari tradisi yang sudah ada. Di pihak lain sebagai

pelanjut tradisi maksudnya adalah gong kebyar telah mampu

mempertahankan eksistensi reporter gambelan lainnya melalui

transformasi dan adaptasi. Seperti apa yang telah diuraikan di atas

bahwa gong kebyar memiliki fungsi untuk mengiringi tari

kekebyaran. Namun, sesuai dengan perkembangannya bahwa gong

kebyar memiliki fungsi yang sangat banyak. Hal ini disebabkan

oleh gong kebyar memiliki keunikan tersendiri, sehingga mampu

berfungsi untuk mengiringi berbagai bentuk, baik tarian gending-

Page 41: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

37

gending lelambatan, palegongan, maupun jenis gending yang

lainnya. Disamping itu gong kebyar juga bisa digunakan sebagai

salah satu penunjang pelaksanaan upacara agama, seperti misal

mengiringi tari sakral, jenis tarian wali, dan balih-balihan. Di

samping itu, juga disebutkan dengan menggunakan iringan

gamelan gong kebyar, dalam sejarah drama klasik di Bali, drama

tersebut berganti nama menjadi drama gong. Sejak itulah muncul

sekaa-sekaadrama gong baru lainnya.

Sekaa Tabuh drama gong dengan perangkat gong kebyar

(Foto: Dokumen I Wayan Sugita)

c. Semar Pagulingan

Semar pagulingan adalah sebuah gamelan yang dekat

hubungannya dengan gamelan gambuh, yaitu juga merupakan

perpaduan antara gamelan gambuh dan legong. Semar pagulingan

merupakan gamelan rekreasi untuk istana raja-raja zaman dahulu.

Biasanya dimainkan pada waktu raja-raja akan ke peraduan

(tidur). Gamelan ini juga digunakan untuk mengiringi tari leko

dan gandrung yang semula dilakukan oleh abdi raja-raja keraton.

Semar pagulingan memakai laras pelog tujuh nada, terdiri atas lima

nada pokok dan dua nada pamero. Repertoar gamelan ini hampir

keseluruhannya diambil dari pegambuhan (kecuali gending leko)

dan semua melodi yang mempergunakan tujuh nada dapat segera

ditransfer ke dalam gamelan semar pagulingan.

Bentuk gamelan semar pagulingan mencerminkan juga

gamelan gong, tetapi lebih kecil dan lebih manis disebabkan oleh

hilangnya reongdan gangsa-gangsa yang besar. Demikian bejenis-

jenis pasang cengceng tidak digunakan di dalam semar pagulingan.

Instrumen yang memegang peranan penting dalam semar

Page 42: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

38

pagulingan ialah trompong. Trompong lebih menitik-beratkan

penggantian melodi suling dalam gambuh yang dituangkan ke

dalam nada yang lebih fiks. Gending-gending yang dimainkan

dengan memakai trompong, biasanya tidak digunakan untuk

mengiringi tari. Di samping trompong ada juga empat buah

gender yang kadang-kadang menggantikan trompong, khususnya

untuk gending-gending tari. Dalam hal ini semar pagulingan sudah

berubah namanya menjadi gamelan pelegongan. Instrumen yang

lain seperti gangsa, jublag dan calung masing-masing mempunyai

fungsi sebagai cecandetan ataupun untuk memangku lagu. Semar

Pagulingan juga memakai dua buah kendang, satu buah kempur,

kajar, kelenang, suling. Kendang merupakan sebuah instrumen yang

amat penting untuk menentukan dinamika pada lagu.

Barungan gamelan semar pagulingan saih pitu terdiri dari:

satu tungguh trompong memakai, empat belaspencon,empat tungguh

gangsa pemade, tujuh bilah,empat tungguh gangsa kantil, tujuh

bilah,sebuah curing; dua tungguh penyahcah, tujuh bilah; dua

tungguh jublag, tujuh bilah; dua tungguh jegogan, tujuh bilah;

sebuah rebab; dua buah suling ukuran besar, dan kecil; sepasang

kendang kekrumpungan lanang dan wadon; sebuah kajar; sebuah

klenong (klentong); sebuah genta, orag; satu pangkonceng-ceng kece.

Gamelan semar pagulingan pernah mengiringi beberapa

drama gong. Menurut Wayan Puja, drama gong yang dipimpinnya

beberapa kali diiringi semar pagulingan. Hal itu tidak menimbulkan

masalah karena seni pertunjukan drama gong termasuk luwes dan

bisa menyesuaikan dengan berbagai musik tradisional.

Gambar 6.3 seperangkat Gamelan Semar Pagulingan (foto: https://

adhiwiguna. files.wordpress.com).

Page 43: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

39

BAB III

DINAMIKA DRAMA GONG DALAM

FUNGSINYA

Para peneliti dan ahli menengarai bahwa fungsi seni

pertunjukan setidak¬tidaknya sudah mulai dilekatkan di dalam

keberadaannya pada waktu masyarakat mengenal peradaban

bercocok tanam, yaitu ketika masyarakat sudah tidak lagi

berpindah-pindah tempat untuk menemukan dan mengumpulkan

makanan yang disediakan oleh alam. Waktu luang di sela-sela dan

di antara bercocok tanam merupakan saat yang tepat untuk

berkesenian. Di samping itu, kebutuhan dan harapan akan

keselamatan dan kesejahteraan di dalam kehidupan

membutuhkan kehadiran seni pertunjukan sebagai sarananya.

Secara umum, pengertian seni adalah segala sesuatu yang

diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan dan

mampu membangkitkan perasaan orang lain. Istilah seni berasal

dari kata Sanskerta, yaitu dari kata sani yang diartikan pemujaan,

persembahan, dan pelayanan yang erat dengan upacara

keagamaan yang disebut kesenian. Menurut Padmapusphita, seni

berasal dari bahasa Belanda genie dalam bahasa Latin disebut

dengan genius yang berarti kemampuan luar biasa dibawa sejak

lahir. Menurut ilmu Eropa, seni berasal dari kata art yang berarti

artivisual, yaitu suatu media yang melakukan kegiatan tertentu.

Fungsi seni dikelompokkan menjadi dua, yaitu fungsi

individu dan fungsi sosial,yaitu sebagai berikut.

1. Fungsi individu, yaitu merupakan suatu fungsi seni

yang bermanfaat untuk kebutuhan pribadi individu itu sendiri.

Terdapat dua macam fungsi seni untuk individu, yaitu sebagai

berikut.Pertama, fungsi pemenuhan kebutuhan fisik. Pada

hakikatnya manusia adalah makhluk homofaber yang memiliki

kecakapan untuk apresiasi pada keindahan dan pemakaian benda-

benda. Seni terapan memang mengacu kepada pemuasan

kebutuhan fisik sehingga segi kenyamanan menjadi suatu hal

penting.Kedua, fungsi pemenuhan kebutuhan emosional.

Page 44: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

40

Seseorang mempunyai sifat yang beragam dengan

manusia lain. Pengalaman hidup seorang sangat memengaruhi sisi

emosional atau perasaannya. Sebagai contoh perasaan sedih, lelah,

letih, gembira, iba, kasihan, benci, cinta, dll. Manusia dapat

merasakan semua itu karena didalam dirinya terkandung

dorongan emosional yang merupakan situasi kejiwaan pada setiap

manusia normal. Untuk memenuhi kebutuhan emosional manusia

memerlukan dorongan dari luar dirinya yang sifatnya

menyenangkan, memuaskan kebutuhan batinnya. Sebagai contoh

karena kegiatan dan aktivitas sehari-harinya membuat mengalami

kelelahan sehingga memerlukan rekreasi, seperti menonton film di

bioskop, hiburan teater, dan musik. Seseorang yang memiliki

estetikanya lebih banyak maka ia memiliki kepuasan yang lebih

banyak pula. Di pihak lain seniman adalah seseorang yang

mampu mengapresiasikan pengalaman dan perasaannya dalam

sebuah karya seni yang diciptakannya. Hal ini juga diyakini

olehnya sebagai sarana memuaskan kebutuhan emosional dirinya.

2. Fungsi sosial, yaitu suatu fungsi seni yang bermanfaat

sebagai pemenuhan kebutuhan sosial seorang individu. Terdapat

beberapa macam fungsi seni sebagai fungsi sosial, antara lain

sebagai berikut.Pertama, fungsi religi/keagamaan, yaitu karya seni

sebagai pesan religi atau keagamaan. Seni digunakan untuk

sebuah upacara pernikahan, kelahiran, kematian, dan lain-

lain.Kedua,fungsi pendidikan. Seni sebagai media pendidikan

dapat dilihat dalam seni pertunjukan.Ketiga,fungsi komunikasi.

Seni sebagai media komunikasi misalnya dalam kritik sosial,

kebijakan, gagasan untuk memperkenalkan kepada masyarakat.

Contohnya pagelaran wayang kulit, wayang orang, dan seni teater

ataupun poster, drama komedi, dan reklame. Keempat, fungsi

rekreasi/hiburan. Fungsi utama seni adalah hiburan atau rekreasi

untuk melepas kejenuhan atau mengurangi kesedihan yang

khusus untuk pertunjukan berekpresi atau hiburan. Kelima,fungsi

artistik. Seni yang berfungsi sebagai media ekspresi seniman

dengan menyajikan karyanya tidak untuk hal yang komersial,

seperti musik kontemporer, tari kontemporer, dan seni rupa

kontemporer. (Seni pertunjukan yang tidak bisa dinikmati

pendengar/pengunjung, hanya bisa dinikmati oleh para seniman

dan komunitasnya).Keenam,fungsi guna. Karya seni yang dibuat

tanpa memperhitungkan kegunaannya, kecuali sebagai media

ekspresi (karya seni murni) ataupun dalam proses penciptaan

mempertimbangkan aspek kegunaannya, seperti

perlengkapan/peralatan rumah tangga yang berasal dari gerabah

Page 45: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

41

ataupun rotan.Ketujuh, fungsi kesehatan. Seni sebagai fungsi

kesehatan, seperti pengobatan penderita gangguan fisik ataupun

medis distimulasi melalui terapi musik (disesuaikan dengan latar

belakang pasien). Terbukti musik telah mampu untuk

menyembuhkan penyandang autisme, gangguan psikologis

trauma suatu kejadian.

Siegel menyatakan bahwa musik klasik menghasilkan

gelombang alfa yang dapat menenangkan dengan merangsang

sistem limbic jaringan neuron otak dan gamelan menurut

Gregorian dapat mempertajam pikiran.

Senada dengan pendapat tadi, fungsi tari Bali secara

umum dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu seni tari wali,

seni tari bebali dan seni tari balih-balihan. Pembagian itu merupakan

rumusan Seminar Seni Sakral dan Profan bidang seni tari yang

diadakan oleh Proyek Pemeliharaan dan Pengembangan

Kebudayaan Daerah Bali pada 24 Mei 1971 di Denpasar. Seni tari

wali adalah segala jenis seni tari yang dilakukan di pura dan di

tempat-tempat lain yang ada hubungannya dengan upacara

agama (agama Hindu). Tari-tarian Bali yang dapat digolongkan

kedalam tari wali, antara lain tari rejang, tari pendet, tari sanghyang,

tari baris upacara, topeng sidhakarya, wayang lemah. Seni tari bebali,

adalah sekelompok tari Bali yang berfungsi sebagai pengiring

upacara dan upakara agama baik yang dilakukan di pura-pura

maupun di luar pura. Jenis tari Bali yang dapat digolongkan

kedalam tari bebali, antara lain: wayang wong, topeng, drama tari

dan lainnya. Tari balih-balihan adalah segala jenis tari Bali yang

mempunyai unsur-unsur dan dasar dari seni tari yang luhur yang

tidak tergolong kedalam tari wali dan tari bebali. Kelompok tari Bali

ini dapat disajikan sewaktu-waktu, baik sehubungan dengan

suatu upacara agama maupun terlepas sama sekali. Jenis tarian

yang tergolong dalam taribalih-balihan, antara lain dramatari

calonarang, prembon, arja, tari joged. janger, dan drama gong.

Sebagai fungsi balih-balihan, pertunjukan drama gong

bersifat sekuler. Sesuai dengan dinamika perjalanannya, seni

pertunjukan drama gong dibagi menjadi beberapa fungsi, yakni

sebagai hiburan, media pendidikan, media sosialisasi program.Di

samping itu, karena digemari, sering pula dipakai sebagai media

penggalian dana.

a. Fungsi Hiburan

Sesuai dengan fungsinya sebagai seni hiburan, sebuah

pertunjukan drama gong membuat ekspresi yang mengandung

Page 46: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

42

hiburan. Pada saat pertunjukan ini drama gong tanpa dikaitkan

dengan sebuah upacara. Masyarakat Bali yang pada umumnya

mempunyai tatanan kehidupan yang sudah tersusun rapi semakin

menyadari perlunya drama gong sebagai media hiburan. Gairah

kegiatan seni drama gong sebagai ekspresi dapat disaksikan dalam

kehidupan masyarakat yang terjalin dalam struktur sosial serta

meninggalkan karya seni yang monumental. Seni drama gong

sebagai manifestasi aktivitas yang hadir dalam masyarakat tampil

dengan berbagai ekspresi visual dan suara yang menonjol. Drama

gong yang berfungsi menghibur memberikan kepuasan kepada

penontonnya. Oleh karena itu, penampilan drama gong

mementingkan lelucon yang dominan.

Menurut Gusti Ngurah Darma, praginadrama gong dari

Tengkulak, Gianyar, drama gong dalam fungsinya menghibur,

tidak saja dapat memberikan kesenangan kepada penonton tetapi

juga demi pemain sendiri. Sebagaimana diucapkan Darma,”amerih

sukaning awak, angawe sukaning wang len” yang artinya, mencari

kesenangan untuk diri sendiri dan membuat orang lain senang.

Apa yang dikatakan Darma, senada dengan pendapat

Merriam (1964) ketika ia mengemukakan fungsi kesenian musik.

Menurut Merriam, fungsi musik ada sepuluh macam yakni (1)

sebagai pengungkapan emosional (the function of emotional),(2)

fungsi tentang kenikmatan estetis (the function of aesthetic

enjoyment),(3) Fungsi hiburan (the function of entertainment),(4)

fungsi komunikasi (the fungtion communicatioan),(5) fungsi

presentasi simbolis (the function of symbolis representation),(6)

frespon fisik (the function of physical response),(7) fungsi

menguatkan konformitas terhadap norma-norma sosial (the

function of enforcing conformity to social norm),(8) fungsi validasi

tentang institusi-institusi sosial dan ritual-ritual keagamaan (the

function of validation of social institutions and religious vital),(9) fungsi

tentang kontribusi terhadap kontinyuitas dan stabilitas budaya

(the function of contribution to the continuity and stability of

culture),dan (10) fungsi kontribusi terhadap integrasi masyarakat

(the fungtion of contribution of contribution to the integration of society).

Senada dengan pendapat itu, Soedarsono dalam bukunya

Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi mengatakan bahwa

fungsi seni ada tiga yakni (1) seni pertunjukan yang berfungsi

sebagai sarana ritual,(2) seni pertunjukan yang berfungsi sebagai

hiburan pribadi,(3) seni pertunjukan yang berfungsi sebagai

presentasi estetis.

Page 47: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

43

Seni pertunjukan drama gong, sebagai tontonan atau

hiburan tidak banyak membutuhkan persyaratan karena tidak

terikat pada misi tertentu. Menurut Wayan Suarta (wawancara 7

Januari 2016), seni pertunjukan drama gong harus mampu

memberikan kesenangan pada seseorang atau kelompok orang

yang berada di sekitar pertunjukan. Sebagai media tontonan, seni

pertunjukan drama gong harus dapat menghibur penonton.

Pertunjukan itu bertujuan untuk memberikan pengalaman estetis

kepada penonton. Seni pertunjukan disajikan agar dapat

memperoleh tanggapan apresiasi sebagai suatu hasil seni yang

dapat memberi kepuasan pada mata dan hati penontonnya.

Contoh adegan yang dapat memberikan hiburan dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

Dua parekan buduh sedang menari barong-barongan menggunakan tikar

(foto: Dok. I Wayan Sugita)

Page 48: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

44

Putri buduh/Liku mengejar putra manis

(foto: Dok. I Wayan Sugita)

b. Sebagai Media Pendidikan

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali tidak

pernah lepas dari sebuah seni. Seni merupakan suatu proses

penggambaran ekspresi diri manusia sehingga bisa dilihat dalam

intisari ekspresi dari kreativitas manusia. Dalam mengungkapkan

ekspresi jiwa, seorang individu memiliki cara yang berbeda-beda

untuk menggambarkannya. Oleh karena itu, seni sangat sulit

dijelaskan dan sangat sulit untuk dinilai bahwa tiap-tiap individu

memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntun dalam

mengekpresikan diri. Hal itu membuat sebuah seni dirasakan

menarik untuk dipelajari karena dengan mempelajari seni dapat

dilihat berbagai macam cara penggambaran ungkapan ekspresi

individu. Demikian pula seni memiliki fungsi sebagai media

pendidikan. Di dalam dunia pendidikan, terutama pendidikan

informal, seni mempunyai peran yang sangat penting. Seni yang

digunakan sebagai alat pendidikan dalam pendidikan seni tidak

semata-mata bertujuan untuk mendidik anak menjadi

seniman,tetapi juga membina anak-anak untuk menjadi kreatif.

Seni merupakan aktivitas permainan. Melalui permainan itu dapat

mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini mungkin.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seni dapat digunakan

sebagai alat pendidikan. Anak dapat berimajinasi sesuai dengan

apa yang dikehendaki untuk memunculkan apa yang ada dalam

pikirannya melalui pendidikan seni.

Upaya itulah yang dilakukan ketika Pemerintah Daerah

Bali menyelenggarakan festival drama gong anak-anak. Festival itu

diikuti oleh semua kabupaten se-Bali. Penampilan seni

pertunjukan drama gong pada kesempatan demikian menjadi

media pendidikan. Dalam proses pelatihan dan pertunjukan

mereka mendapat pendidikian moral. Hal itu senada dengan

pendapat yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara sekitar

setengah abad lalu bahwa nilai-nilai moral dapat diajarkan melalui

seni pertunjukan. Sandiwara atau yang kini dikenal dengan drama

disebutkan sebagai salah satu di antaranya. Tokoh pendidikan itu

menyebutkan bahwa sandiwara yang berasal dari kata “sandi”

yang berarti tertutup atau rahasia dan “wara” yang berarti

Page 49: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

45

pelajaran memiliki peran penting dalam pendidikan yang

berhubungan dengan moral (Kusmayati, 2006).

Seni pertunjukan drama gong juga mengingatkan nilai-nilai

moral bagi masyarakat. Ke dalam tema pertunjukan tidak sedikit

disisipkan cerita, baik berupa mitos, legenda, maupun babad.

Kearifan yang selayaknya diteladani atau sebaliknya tabu yang

harus dihindari oleh masyarakat berulang-ulang ditampilkan

melalui seni pertunjukan, terutama yang berpola dan berakar

tradisi. Seni pertunjukan menjadi kepanjangan norma dan nilai

yang diharapkan oleh masyarakat. Ia juga mampu menjaga

kebersamaan dalam bermasyarakat apabila ditempatkan sebagai

savety valve atau katup pengaman ketegangan dan peredam

dorongan-dorongan agresif ketika seseorang berada dalam

konflik.

Wiracarita Ramayana dan atau Mahabharata juga

dijadikan lakon drama gong. Kedua epos itu rermasuk itihasa,

bagian dai kitab suci agama Hindu. Oleh karena itu, kedua epos

itu terasa sangat dekat dengan masyarakat Bali yang menganut

agama Hindu. Kedua epos itu mengandung nilai-nilai pendidikan

yang perlu direnungkan dan diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari. Menurut Suarta, nilai-nilai pendidikan yang sering

diungkapkan dalam pertunjukan drama gong, yakni konsep

kepemimpinan astabrata. Konsep kepemimpinan itu dalam drama

gong diungkapkan ketika hendak menobatkan seorang pangeran

duduk di singasana kerajaan.

Istilah asta brata terdiri atas kata “asta” yang delapan dan

“brata” yang berarti pegangan atau pedoman. Ajaran asta brata ini

terdapat dalam Kakawin Ramayana. Konsep kepemimpinan ini

diturunkan oleh Prabu Rama kepada Wibhisana dalam rangka

untuk melanjutkan proses pemerintahan kerajaan Alengka setelah

Rahwana gugur.

Dalam sloka pendahuluannya disebutkan sifat Sang Hyang

Wihi Wasa yang menjadikan kekuatan bagi umatnya dan

menggambarkan kemampuan yang harus dimiliki oleh segenap

pemimpin. Dalam slokanya yang kedua disebutkan seperti

berikut. Hyang Indra Yama Surya Candranila Kuwera

Banyunagi nahan walu ta sira maka angga

Sang bupati matangyang inisti asta brata

Artinya:

Page 50: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

46

Dewa Indra, Yama, Surya, Chandra, Anila/Bayu, Kuwera,

Baruna dan Agni itulah delapan dewa yang merupakan badan

sang pemimpin, kedelapan itulah yang merupakan asta brata

Berdasarkan bunyi bait tersebut diketahui bahwa ada

delapan karakter dewata yang perlu diteladani. Dewata, itu yakni

Dewa Indra, Yama, Surya, Chandra, Anila/Bayu, Kuwera, Baruna

dan Agni. Tiap-tiap karkater dewata tersebut dapat dikemukakan

sebagai berikut.

1. Indra Brata, yakni laku Dewa Indra yang selalu

memberikan hujan dan air yang memungkinkan tumbuh dan

hidupnya tumbuh-tumbuhan serta makhluk di dunia ini. Dengan

demikian,pemimpin itu selalu memikirkan nasib anak buahnya,

selalu bekerja untuk mencapai kemakmuran masyarakat secara

menyeluruh. Pemimpin dituntut untuk bisa memupuk human

relation (hubungan kemanusiaan) guna menegakkan human right

(kebenaran dan keadilan).

2. Yama Brata, yakni laku Dewa Yama sebagai dewa

keadilan dengan menghukum segala perbuatan jahat. Dalam

kepemimpinan initerkandung bahwa seorang pemimpin harus

berlaku adil dengan menghukum segala perbuatan yang jahat,

dengan menjatuhi hukuman yang sesuai dengan besarnya

kesalahan, dan menghargai perbuatan yang baik. Apabila

pemimpin tidak bersikap adil, akan timbul krisis kewibawaaan

dan anarki dalam menjalankan tugas. Sesuai dengan hukum karma

phala maka hukuman tersebut harus bersifat edukatif,yaitu

hukuman bertujuan untuk memperbaiki kesalahan sehingga

bawahan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas

kewajibannya.

3. Surya Brata, yakni laku Dewa Surya yang membeikan

ajaran bahwa seorang pemimpin dalam tugasnya harus dapat

memberikan penerangan kepada anak buahnya atau bawahannya

serta memberikan kekuatan kepadanya. Bawahan harus diberikan

kesadaran akan tanggung jawabnya dan benar-benar menginsafi

tugas yang dipikulnya. Kalau diperhatikan keadaan sehari-hari,

ternyata bahwa matahari memancarkan sinarnya ke segala

pelosok dunia dan menerangi seluruh alam semesta ini tanpa

pandang tempat, rendah, dan tinggi. Dengan demikian, pemimpin

hendaknya tidak jemu-jemu mengadakan hubungan dengan

bawahannya sehingga mengetahui benar tentang keadaan anak

buahnya atau bawahannya.

Page 51: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

47

4. Candra Brata, yakni laku Dewa atau Dewi Candra yang

mengharapkanseorang pemimpin memberikan penerangan yang

sejuk dan nyaman. Seseorang akan menjadi senang dan taat

apabila kebutuhannya dapat dipenuhi, baik bersifat material

maupun bersifat spiritual. Setiap orang pada hakikatnya

mempunyai keinginan untuk dihargai.Sebaliknya, tidak senang

kalau dihina, lebih-lebih hal itu dilakukan di depan khalayak

ramai. Untuk menjaga kehormatan diri anak buah, sebaliknya

peneguran dilakukan di tempat sendiri.

5. Bayu Brata, yakni laku Dewa Bayu. Pemimpin harus

dapat mengetahui segala hal ihwal dan pikiran anak

buahnyasehingga dapat mengerti lebih dalam, terutama dalam

kesukaran hidupnya dan dalam menjalankan tugasnya, tetapi

tidak perlu diketahui oleh anak buah. Dalam manajemen, hal ini

dinamakan employee concelling.

6. Kuwera Brata, yakni laku Dewa Kuwera. Pemimpin

harus dapat memberikan contoh yang baik kepada anak buahnya,

seperti berpakaian yang rapisebab pakaian itu besar sekali

pengaruhnya terhadap seorang bawahan. Hal lain yang

terkandung adalah sebelum seorang pemimpin mengatur orang

lain, pemimpin harus bisa mengatur dirinya sendiri.

7. Baruna Brata, laku Dewa Baruna, yakni seorang

pemimpin hendaknya mempunyai pandangan yang luas dan

bijaksana didalam menyikapi semua permasalahan yang ada.

Pemimpin mau mendengarkan suara hati atau pendapat anak

buah dan bisa menyimpulkan secara baik sehingga bawahan

merasa puas, taat,dan mudah digerakkan untuk menyelesaikan

suatu pekerjaan.

8. Agni Brata, yakni laku Dewa Agni. Seorang pemimpin

harus mempunyai semangat yang berkobar-kobar laksana agni

dan dapat pula mengobarkan semangat anak buah yang

diarahkan untuk menyelesaikan segala pekerjaan yang menjadi

tanggung jawabnya. Seorang pemimpin juga harus bisa

menghanguskan musuh-musuhnya.

Ajaran kepemimpinan asta brata itu, baik secara implisit

maupun eksplisit seringkali disampaikan oleh praginadrama gong.

Selain pesan-pesan dalam bentuk bahasa, kepemimpinan astra

brata juga tercermin dalam tingkah laku raja dalam pertunjukan

drama gong. Dalam beberapa lakon drama gong, seorang raja sering

memberikan wejangan tentang kepemimpinan Hindu kepada

putranya yang akan dinobatkan sebagai raja.

Page 52: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

48

Selain raja, seorang ayah juga sering menyampaikan

tuntunan itu kepada anaknya. Salah satu adegan yang

menggambarkan seorang ayah memberikan wejangan tentang

kepemimpinan kepada putranya dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

Seorang ayah memberikan nasihat kepada putranya tentang

kepemimpinan Hindu

(Foto: Dok. I Wayan Sugita)

c. Sebagai Media Sosialisasi Program

Kesenian drama gong merupakan salah satu media

tadisional. Media ini juga sering dipercaya ampuh untuk

menyosialisasikan programatau mempromosikan sesuatu. Dengan

demikian, dalam beberapa hal, prinsip-prinsip yang dimiliki oleh

sekaadrama gong tidak jauh berbeda dengan sebuah perusahaan

bisnis. Di satu sisi, ia bisa mempromosikan dirinya sendiri dan di

pihak lain, ia mempromosikan produk orang lain.

Dalam dunia perdagangan, kegiatan promosi merupakan

sebuah kegiatan yang sangat penting.Artinya, di mana ada bisnis

di situ selalu ada promosi. Promosi adalah berbagai strategi yang

dilakukan untuk menginformasikan dan memengaruhi target

konsumen untuk akhirnya membeli produk yang dipasarkan.

Promosi penting dilakukan agar calon konsumen tertarik untuk

melakukan pembelian produk barang atau jasa yang ditawarkan.

Page 53: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

49

Tujuan promosi, antara lain seperti berikut.Pertama,

menciptakan brand awareness,yakni membuat produk dikenal oleh

konsumen. Supaya sebuah produk bisa terjual banyak, maka perlu

diperkenalkan kepada konsumen. Prinsip ini merupakan alasan

paling dasar dari sebuah strategi promosi yang dilakukan. Strategi

promosi dengan tujuan ini sangat penting dilakukan untuk

produk yang baru saja diluncurkan atau belum banyak dikenali.

Kedua, promosi bertujuan untuk meciptakan dan meningkatkan

loyalitas konsumen. Loyalitas konsumen menjadi sangat penting

agar konsumen tidak beralih ke pesaing. Pebisnis bisa melakukan

berbagai langkah untuk membangun loyalitas konsumen, seperti

diadakannya program promosi berhadiah, point reward, harga

khusus saat momen tertentu, paket bonus produk, dan

sebagainya. Ketiga, promosi penting untuk membangun

merek.Ketika konsumen sudah mengenal produk (brand awareness

tinggi) langkah kemudian adalah menciptakan kesan merek positif

(brand image). Merek tidak cukup hanya terkenal. Merek tersebut

harus dibangun menjadi merek yang memiliki citra yang kuat dan

memiliki nilai positif. Langkah penting untuk membangun merek

yang memiliki citra positif adalah fokus pada kualitas dan layanan

yang baik. Keempat, sarana untuk edukasi ke konsumen. Promosi

berperan untuk menyampaikan suatu pesan kepada konsumen.

Promosi juga bisa menjadi sarana edukasi konsumen tentang

manfaat sebuah produk. Sebagai produk yang relatif baru atau

belum terkenal, si pemilik produk wajib untuk mengedukasi

konsumen tentang kegunaan produk, cara pakai produk, dan

berbagai hal yang berhubungan dengan produk. Hal ini menjadi

alasan penting mengapa promosi wajib dilakukan (Nabilla,2014).

Berdasarkan prinsip-prinsip itu, maka sebuah pementasan

drama gong juga mengandung unsur promosi. Selain bermaksud

mempromosikan dirinya sendiri, pertunjukan dama gong juga

dapat mempromisikan produk pihak lain. Dalam hal ini, minimal

menyosialisasikan program-program pemerintah, seperti masalah

kependudukan, lingkungan hidup, dan program lainnya.

Hal itu diakui oleh Ni Wayan Sriyani (wawancara, 8

Januari 2016). Pragina drama gong dari Payangan, Gianyar ini

seringkali menyampaikan program keluarga berencana secara

terselubung dalam pementasannya. Program itu memang tidak

diperinci secara lengkap dalam pertunjukan karena berbagai

sebab. Namun para penonton yang diberikan pesan dapat

memahaminya.

Page 54: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

50

Pengetian KB ini secara lengkap adalah suatu program

pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara

kebutuhan dan jumlah penduduk. Program keluarga berencana

dilakukan agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa

diharapkan menerima “Norma Keluarga Kecil Bahagia dan

Sejahtera” yang disingkat NKKBS yang berorientasi pada

pertumbuhan yang seimbang. Gerakan KB Nasional telah

berumur sangat lama, yaitu pada tahun 70-an dan masyarakat

dunia menganggap berhasil menurunkan angka kelahiran yang

bermakna.Perencanaan jumlah keluarga dilakukan dengan

pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat

kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran, seperti kondom,

spiral, IUD, dan sebagainya.

Adapun beberapa jenis alat kontrasepsi adalah sebagai

berikut. Pertama,pil (biasa dan menyusui) yang mempunyai

manfaat tidak mengganggu hubungan seksual dan mudah

dihentikan setiap saat. Demikian pula terhadap kesehatan,

risikonya sangat kecil.Kedua suntikan (satu bulan dan tiga bulan)

sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun

pertama penggunaan. Alat kontrasepsi suntikan juga mempunyai

keuntungan seperti klien tidak perlu menyimpan obat suntik dan

jangka pemakaiannya bisa dalam jangka panjang.Ketiga, implan

(susuk) yang merupakan alat kontrasepsi yang digunakan di

lengan atas bawah kulit dan sering digunakan pada tangan kiri.

Keuntungannya daya guna tinggi, tidak mengganggu produksi

ASI dan pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah

pencabutan.Keempat, AKDR (Alat Kontrasepsi dalam rahim)

merupakan alat kontrasepsi yang digunakan dalam rahim. Efek

sampingnya sangat kecil dan mempuyai keuntungan efektivitas

dengan proteksi jangka panjang lima tahun dan kesuburan segera

kembali setelah AKDR diangkat.Kelima, kondom merupakan

selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan,

diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami

(produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan

seksual. Manfaat kondom sangat efektif bila digunakan dengan

benar dan murah atau dapat dibeli secara umum.Keenam,

tubektomi adalah prosedur bedah mini untuk memotong,

mengikat, atau memasang cincin pada saluran tuba fallopi untuk

menghentikan fertilisasi (kesuburan) seorang perempuan.

Manfaatnya sangat efektif, baik bagi klien apabila kehamilan akan

terjadi risiko kesehatan yang serius dan tidak ada efek samping

dalam jangka panjang.

Page 55: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

51

Tujuan KB adalah meningkatkan kesejahteraan ibu, anak

dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil

Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat

yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus

menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. Di pihak lain

tujuan khusus, yakni (1) meningkatkan jumlah penduduk untuk

menggunakan alat kontrasepsi, (2) menurunnya jumlah angka

kelahiran bayi,dan (3) meningkatnya kesehatan keluarga

berencana dengan cara penjarangan kelahiran.

Program KB tersebut sering pula disosialisasikan oleh

sekaadrama gong yang dimainkan oleh Anak Agung Pareso dari

Banjar Cebang, Serongga, Gianyar. Namun, program KB itu

disampaikan dengan cara dikemas dengan lelucon atau degalan.

Misalnya, tokoh parekan ketika memberikan hormat kepada

junjungannya, ia mengatakan dengan suara lantang “Pasang

kabe...” padahal sesungguhnya, ucapan penghormatan ini

semestinya diucapkan, “Pasang tabe...” yang artinya kurang lebih

“mohon maaf...permisi....semoga tidak kena kutukan.” Bentuk

penghormatan itu diucapkan sebelum menyampaikan sesuatu.

Dengan mengucapkan “pasang kabe...” maka penonton

menjadi tertawa sebab asosiasi penonton, KB identik dengan

kondom, atau alat kotrasepsi IUD spiral yang dipasang pada

vagina perempuan. Dengan mengucapkan “pasang kabe” maka

penonton seakan diingatkan pada program KB. Hal itu diakui, Ni

Nyoman Luwes, seorang penggemar drama gong dari Banjar

Kawan, Tampaksiring, Gianyar. Ia mengatakan sebagai berikut.

“Ucapan pasang kabe...itu disampaikan dengan lucu oleh gerak

pemain drama. Saya jadi tertawa. Sebab, ia kan maunya

mengucapkan pasang tabe. Tapi kok bisa keseleo mengucapkan

pasang kabe. Ini kan lucu. Tapi memang itu disengaja. Jadi,

selain lucu, juga mengingatkan saya bahwa saya sudah

melakukan program keluarga berencana.”

Upaya menyampaikan sesuatu yang serius dalam sebuah

pertunjukan seni sering dilakukan dengan menggunakan lelucon.

Hal itu sering dilakukan para seniman pertunjukan seni

tradisional Bali karena fungsi seni, antara lain memberikan

tuntunan dan tontonan.

d. Sebagai Media Penggalian Dana

Page 56: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

52

Pada mulanya seni drama gong sering ditampilkan oleh

masyarakat Bali dalam upacara keagamaan yang bersifat sosial.

Meskipun demikian, sebagai kesenian sekuler, drama gong sering

dipertunjukkan sebagai media penggalian dana. Bahkan, menurut

Wayan Darma, seorang pelaku drama gong dari Blahpane, Tulikup,

Gianyar,drama gong merupakan salah satu seni pertunjukan yang

seringkali menerapkan “karcis”. Kesenian yang mengalami masa

kejayaan pada tahun 1970-an yang berarti sebagian besar

masyarakat lebih menyukai drama gong daripada kesenian

tradisional Bali lainnya pada saat itu seperti kesenian arja dan

topeng(wawancara 8 Februari 2016).

Dalam perkembangandrama gong sampai tahun 1980

kehidupan kesenian ini masih menjadi tontonan favorit

masyarakat Bali. Masyarakat Bali, dari semua lapisan usia,

termasuk anak-anak menggemari seni pertunjukan ini.

Kesuksesan drama gong ini sangat ditentukan oleh pemeran-

pemerannya. Masyarakat Bali selalu memperhitungkan

keberadaan pemain saat mereka berniat menonton pertunjukan

drama gong. Orang-orang seperti Dewa Ayu Rai, I Wayan Lodra,

Petruk, Dolar, Komang Apelmenjadi lambang kesuksesan

pertunjukan drama gong pada tahun 1980-an. Oleh karena itu, tidak

sedikit warga masyarakat, terutama dari golongan tua, lebih

mengenal nama Lodra daripada nama organisasinya sehingga

mereka menyebut Drama Lodra. Penyebutan seperti ini tidak

berbeda dengan penyebutan arja ketika dramatari itu sedang jaya-

jayanya pada tahun 1960-an. Ketika itu Arja Bon Bali, oleh

sebagian warga disebut Arja Ribu. Hal itu disebabkan oleh Ribu

sebagai pemeran Mantri Buduh terkenal dan dinanti-nantikan

penonton.

Kehadiran TVRI Stasiun Denpasar juga merupakan bukti

tentang melejitnya “taksu” drama gong. Secara berkala setiap hari

Minggu malam, TVRI Denpasar menyiarkan pertunjukan drama

gong keseluruh Bali. Grup drama gong yang memasuki studio

rekaman melakukan persiapan yang lebih matang, baik dari segi

teknis maupun materi siaran. Cerita, penggarapan, akting, vokal,

dan lain-lain menjadi sangat diperhitungkan baik, oleh

pendukung drama maupun pihak televisi. Tentu saja mereka

memperhitungkan hal itu karena akan berbeda dibandingkan

dengan pentas di luar studio.

Siaran drama gong tersebut mendapat sambutan hangat

dari pemirsa, apalagi ketika TVRI milik pemerintah itu masih

memonopoli siaran karena stasiun televisi swasta belum muncul.

Page 57: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

53

Dengan demikian, pemirsa tidak memiliki pilihan lain atau

memindahkanchannel ke stasiun televisi lainnya. Pada saat jayanya

drama gong di televisi pernah ada sebuah rumor yang mengatakan

bahwa satu-satunya acara TVRI Bali yang bisa mengalahkan film

“Mission Imposible” adalah tayangan drama gong (Sari,2011).

Pengalaman pemeran Dolar menjadi bukti yang tidak

terbantahkan bagaimana drama gong benar-benar menjadi idola

masyarakat. Hampir setiap malam ia melakukan pertunjukan.

Bahkan, menurut catatannya, dalam sebulan lebih tiga puluh kali

ia menerima pesanan. Namun, karena tidak dapat memenuhi

pesanan itu, ia terpaksa melakukan penolakan.

Karena pesanan sangat padat, ia menggunakan waktu

sebaik-baiknya untuk istirahat. Supaya dapat istirahat yang

cukup, ia sering istarahat di mobil angkutan truk ketika berangkat

ke tempat tujuan pentas atau sepulang dari main drama. Bahkan,

ia sering pula harus istirahat di tempat berhias sebelum mendapat

giliran main di pangggung. Pengalaman Dolar itu membuktikan

bahwa drama gong pada masa jayanya memang benar-benar

menjadi perrtunjukan favorit masyarakat Bali.

Selain di desa-desa, ketika masih digemari masyarakat

drama gong selalu ditunggu-tunggu saat melakukan pertunjukan di

Pesta Kesenian Bali, yang berlokasi di Taman Budaya Denpasar.

Karenasangat digemari masyarakat, seni pertunjukan ini

dilangsungkan di Panggung Terbuka Ardha Chandra. Di

panggung terbuka terbesar di Taman Budaya yang menampung

10.000 penonton tersebut dijejali penonton, sampai-sampai

penonton yang datang belakangan tidak mendapatkan tempat

duduk. Pertunjukan yang baru dimulai pukul 20.00 WITA itu

sudah dipenuhi pada pukul 19.00 WITA. Mereka yang datang

“terlambat” mau tidak mau harus rela duduk di lorong-lorong.

Banyak pula penonton yang berada di deretan paling belakang

harus berdiri dalam keadaan berdesak-desakan. Tidak sedikit pula

yang memanjat pohon yang berada di belakang panggung, untuk

menyaksikan drama gong ini. Sementara ketika itu belum

disediakan layar lebar yang bisa dipasang di luar panggung.

Menurut Ketut Sudira (wawancara 4 Maret 2016) salah seorang

penonton yang berada di luar panggung, panggung ArdaChandra

benar-benar penuh sesak sehingga ia tidak bisamasuk untuk

menonton drama. Bahkan, ia mengaku melihat Gubernur Bali,

waktu itu, Prof.Dr. Ida Bagus Mantra bersama beberapa

ajudannya terpaksa membatalkan menonton pertunjukan tersebut.

Mungkin karena sebelumnya tidak dijadwalkan secara resmi,

Page 58: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

54

maka panitia tidak menyedikan tempat khusus untukgubernur

dan atau pejabat lainnya. Sementara panitia tidak mampu

“mengusir” penonton yang sudah menguasai semua ruang

panggung. Apalagi gang yang berada di panggung tersebut sudah

penuh sesak sehingga sangat sulit menuju tempat terdepan.

Fenomena itu membuktikan bahwa drama gong memang

sangat ampuh untuk dijadikan media sebagai penggali dana.

Banjar dan atau desa menggali dana untuk kepentingan

pembangunan fisik, seperti pura, bale banjar dan sebagainya.

Meskipun untuk penyelenggaraan ini diperlukan dana yang

cukup besar, banyak desa memerlukannya karena di atas kertas

yakin mendapatkan keuntungan yang cukup besar pula. Salah

satu contoh, sebagaimana dicatat Yuliadi (2005:43) Drama Gong

Sancaya Dwipa melakukan pertunjukan di jaba Pura Dadia Dalem

Kubakal, Banjar Segah, Rendang, Karangasem pada Rabu, 25

Oktober 2000. Meskipun pertunjukan itu dimulai pada pukul 21.30

WITA masyarakat Bakul jauh-jauh sebelumnya telah memenuhi

tempat pertunjukan. Dengan harga karcis Rp1.000,-kursi yang

disediakan 200-an buah penuh terisi. Penonton yang tidak

kebagian kursi, berdiri di pinggir arena atau memanjat tembok

pembatas pura.

Peristiwa serupa juga berlangsung di Pura Samuan Tiga,

Bedulu, Gianyar.Menurut Dewa Swastika (wawancara 3 Februari

2016) pemilik Sanggar Kayon, Pejeng, Gianyar, ketika drama gong

mengalami masa kejayaannya, seni pertunjukan itu sering

dipertunjukkan saat melangsungkan upacara di Pura Samuan

Tiga. Karena upacara berlangsung beberapa hari, maka

masyarakat juga meminta agar pertunjukan drama juga

dipergelarkan beberapa kali. Panitia upacara pun memenuhi

permintaan masyarakat setempat sehingga di wantilan pura,

drama gong itu dipentaskan setiap hari selama upacara odalan

berlansung. Menurut Swastika, pernah ada drama gong yang

dipentaskan setiap hari sehingga lakonnya pun dibuat berseri.

Penonton selalu memenuhi tempat pertunjukan meskipun mereka

diharuskan membeli karcis.

Page 59: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

55

BAB IV

PENUTUP

Bentuk dinamika seni pertunjukan drama gong di

Kabupaten Gianyar secara garis besar dapat dibagi menjadi

beberapa bagian, yakni terdiri dari dinamika dalam bentuk tema

yang meliputi (1) sesuai permintaan pasar,(2) sesuai keperluan

upacara,(3) sesuai keadaan sosial masyarakat, dan (4) sesuai

wacana yang disuguhkan. Kemudian bentuk dinamika dalam

organisasi yakni meliputi (1) sekaa drama gong dalam bentuk

sebunan,(2) sekaa drama gong profesional. Dalam bentuk tema,

drama gong mengalami dinamika karena adanya perubahan tema

yang disuguhkan. Perubahan tema tersebut, antara lain juga

berkaitan erat dengan permintaan pasar atau untuk memenuhi

keinginan masyarakat. Selain itu, juga memiliki kaitan dengan

keperluan upacara. Meskipun drama gong merupakan kesenian

sekuler/provan yang tergolong memiliki fungsi hiburan, namun

acapkali dipertunjukkan dalam memeriahkan upacara keagamaan

di Bali. Oleh karena disesuaikan dengan upacara keagamaan,

maka tema dan lakon seringkali mengalami dinamika. Kemudian

gamelan sebagai musik pengiringnya juga mengalami dinamika

sesuai dengan situasi dan kondisi. Gamelan yang digunakan

sebagai pengiring drama gong tersebut yakni gamelan Janger

karena embrio drama gong adalah kesenian janger. Kemudian

digunakan gamelan gong kebyar dan sering pula menggunakan

semar pagulingan. Sesuai dengan fungsinya, drama gong mengalami

dinamika dalam pertunjukannya. Fungsi yang paling dominan

yakni hiburan, sehingga penampilannya selalu berubah-ubah

sesuai dengan tujuannya. Kemudian sebagai media pendidikan,

drama gong menyampaikan pendidikan terutama yang

menyangkut nilai atau ajaran agama Hindu. Hal itu disebabkan

para pragina drama gong menganut agama Hindu. Selain itu, drama

gong juga sering digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan

program pemerintah. Hal itu disebabkan, ketika drama gong

mengalami masa kejayaan, seni pertunjukan ini dinilai efektif

menyampaikan pesan-pesan yang perlu disosialisaikan oleh

pemerintah. Kemudian di masa kejayaannya, yakni dimana

masyarakat menjadikan seni pertunjukan ini sebagai seni hiburan

Page 60: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

56

pavorit, masyarakat seringkali menggunakan drama gong sebagai

media penggalian dana untuk membiayai bebagai pembangunan

di desa.

Ada beberapa temuan yang bisa dikemukakan dalam

karya ini. Pertama, Seni pertunjukan drama gong merupakan

kesenian baru, yakni terdiri atas kolaborasi antara sendratari, arja,

dan teater modern.Kesenian drama ini pada mulanya

menggunakan bahasa Indonesia, tetapi dalam perkembangannya

memakai bahasa Bali, yang diiringi gamelan gong.Kesenian ini

termasuk bebas dalam arti tidak terlalu terikat oleh pakem-pakem

yang kaku sehingga dalam perkembangannya, drama gong juga

bisa dipadukan dengan kesenian modern, seperti pertunjukan

lagu-lagu dangdut, bahkan audiovisual. Kedua, Seni pertunjukan

drama gong yang embrionya mulai dari kesenian janger dan

sendratari itu mengalami masa kejayaan pada tahun 1970 sampai

dengan 1980. Pada masa kejayaannya itu hampir semua desa di

Bali membuat sekaadrama gong, baik atas nama desa, banjar,

maupun sekaasebunan. Ketiga, Pada tahun-tahun berikutnya, yakni

mulai tahun 1980-anseni pertunjukan drama gong mengalami

keterpurukan. Penyebab keterpurukan itu yakni, pengaruh

hiburan modern dari teknologi canggih (televise, internet),

memudarnya minat generasi muda untuk menjadi pemain drama

gong, minimnya keterampailan berbahasa Bali dari generasi muda;

lemahnya di kalangan para seniman. Keterpurukan atau

terpinggirnya drama gong, dalam arti hanya melakukan

pertunjukan secara insidentil, yakni jika ada pesanan dari lembaga

pemerintah seperti untuk keperluan mengisi acara Pesta Kesenian

Bali, Bali Mandara Mahalango, atau acara lain yang

diselenggarakan oleh pemerintah. Masyarakat umum memang

masih ada yang menanggap seni drama gong, tetapi sangat jarang.

Selain itu, sudah ada rekaman seperi VCD/DVD, sehingga bisa

dinikmati dengan lebih hemat antara lain hemat waktu dan emat

energi.

Dinamika seni pertunjukan drama gong dalam jagat seni

hiburan di Bali umumnya dan di Kabupaten Gianyar khususnya,

merupakan suatu fenomena yang terjadi pada kesenian tradisional

bukan hanya di Bali, melainkan juga di beberapa daerah lain.

Dinamika tersebut seperti hukum alam yaituutpati (diciptakan),

stithi (dipelihara), dan pralina (mengalami kematian). Dinamika

tersebut terjadi tidak hanya semata-mata faktor internal, tetapi

banyak, bahkan dominan faktor eksternal, yakni disebabkan oleh

kemajuan teknologi yang mempunyai kekuatan luar biasa dalam

Page 61: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

57

membawa perubahan. Dengan demikian, nasib baikburuknya seni

pertunjukan drama gong merupakan fenomena sosial yang

dipengaruhi oleh berbagai pihak. Jika kehidupan drama gong

mengalami keterpurukan, bukanlah merupakan kesalahan para

seniman semata (internal), melainkan faktor luar (eksternal)

berpengaruh besar sekali pengaruh.

Seni pertunjukan drama gong, sebagai sebuah kesenian

hiburan, yang tercipta dari beberapa kesenian tradisional Bali dan

teater modern Barat memiliki sejarah yang unik. Unsurteater

modern lebih difokuskan pada tata dekorasi, sound effect, akting,

dan tata busana selain didominasi kesenian klasik Bali. Drama gong

menyuguhkan lakon-lakon yang bersumber pada Itihasa, cerita

romantis, seperti cerita Panji (Malat) dan kisah-kisah sejenis,

termasuk yang berasal dari luar lingkungan budaya Bali. Di

samping itu, juga kesenian drama gong ditampilkan dengan para

pemain yang berakting realistis dan menggunakan dialog-dialog

verbal yang didominasi bahasa Bali. Meskipun tergolong tari balih-

balihan (hiburan), seni pertunjukan ini biasa ditampilkan oleh

masyarakat Bali untuk memeriahkan dan mengisi acara hiburan

pada upacara agama dan kegiatan sosial.

Disebut unik karena drama gong sebagai kesenian sekuler

lahir di tengah-tengah situasi politik yang memanas, tumbuh

dengan cepat sebagai kesenian favorit.Seni pertunjukan ini, bukan

hanya sebagai tontonan, tetapi juga mampu menggairahkan warga

untuk melakoni atau ikut menjadi pelaku dalam kesenian itu. Oleh

karena itu, maka dapat dipahami, bahwa hampir semua desa di

Bali memiliki kesenian drama gong. Karenataksu atau pamornya

menanjak, sejumlah kesenian tradisional lainnya sempat

terpinggirkan. Artinya dimana-mana orang membicarakan drama

gong dan kesenian ini menjadi idola berbagai usia.

Mengingat kepopuleran tersebut, seni pertunjukan ini

akhirnya memiliki sejumlah fungsi. Selain sebagai media

komunikasi tradisional yang dapat menyebarkan berbagai

program pemerintah dan nilai-nilai pendidikan agama, juga

memiliki fungsi ekonomi, yakni dijadikan media sebagai

penggalian dana. Tidak sedikit desa di Bali dapat membiayai

pembangunan dengan menggunakan drama gong sebagai media

penggalian dana. Setelah berdirinya TVRI Denpasar, sebagai satu-

satunya stasiun televisi pada sekitar tahun 1970-an, drama gong

yang ditayangkan oleh televisi tersebut menjadi sebuah kesenian

yang ditunggu-tunggu masyarakat.

Page 62: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

58

Pada pertengahan tahun 1980 popularitas drama gong

mulai menurun. Seiring dengan derasnya arus globalisasi yang

menerjang Bali, seni pertunjukan ini berangsur-angsur

ditinggalkan.Tanda-tanda mulai suramnya pamor drama gong,

antara lain adalah ketika tampilnya televisi swasta sebagai

alternatif tontonan dan hiburan di tengah masyarakat Bali.

Bersamaan dengan fenomena itu pula generasi muda tidak tertarik

lagi untuk menjadi pelaku drama gong. Demikian pula masyarakat

Bali mulai malas datang menonton.Sebaliknya, mereka lebih betah

menatap pesawat televisi, menyuntuki beragam acaranya, di

rumah, bahkan di kamar masing-masing. Era globalisasi dan

gelombang transformasi budaya merupakan dinamika zaman

yang sudah tentu membawa guncangan besar dan kecil pada tata

kehidupan dan perilaku masyarakat.

Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat

tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi

masyarakat yang lebih terbuka merupakan salah satu dampak dari

adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah

mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana

transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas

budaya setiap bangsa. Peristiwa transkultural disadari atau tidak

berpengaruh terhadap keberadaan kesenian drama gong. Pada saat

orang memandang bahwa drama gong harus dijaga kelestariannya,

pada di saat itu pula teknologi informasi yang semakin canggih

menyuguhkan banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi

yang lebih beragam, yang lebih menarik dibandingkan dengan

kesenian drama gong. Misalnya dengan antena parabola

masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang

bersifat mendunia atau berasal dari berbagai belahan bumi.

Terpuruknya drama gong juga menimbulkan berbagai

implikasi terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat Bali.

Implikasi itu selain pada aspek kognisi, afektif, psikomotorik

masyarakat juga terhadap pelestarian seni budaya Bali dan ilmu

pendidikan. Semula masyarakat Bali, bisa mendapatkan pesan-

pesan moral dari pertunjukan drama gong, kemudian diganti oleh

media modern, seperti televisi dan alat komunikasi canggih

lainnya.

Para seniman seni pertunjukan, khususnya yang

berkecimpung di dalam seni pertunjukan drama gongdiharapkan

atau disarankan selalu belajar menuntut ilmu pengetahuan umum

atau belajar dalam segala hal, terutama keterampilan

menari/berakting agar kualitas SDM-nya selalu mengalami

Page 63: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

59

peningkatan. Selain itu, yang sangat penting dilakukan, yakni

selalu mencari inovasi agar kesenian ini bangkit kembali seperti

pada masa jaya-jayanya pada tahun 1970-an. Walaupun kesenian

drama gong masih kalah bersaing dengan kesenian lain, terutama

kesenian modern di televisi, pada suatu saat nanti, kemungkinan

untuk bangkit kembali sangat besar. Argumen itu dikemukakan

dengan becermin pada dinamika kehidupan kesenian wayang

kulit, yaitu pada mulanya banyak kalangan menilai bahwa seni

pertunjukan ini sangat lesu, bahkan dikatakan hampir punah.

Pendapat yang pesimis juga mengatakan bahwa masih syukur,

seni pertunjukan wayang kulit sering dipentaskan dalam upacara,

sehingga tidak akan punah, selama masih ada upacara keagamaan

di Bali. Dalam fungsinya sebagi seni hiburan, wayang kulit di

beberapa tempat dan secara umum boleh dekatakan

terpinggirkan. Akan tetapi, seni pertunjukan ini tidak berarti

punah atau tidak bisa dibangkitkan. Pada kenyataannya, ketika

ada dalang yang mengembangkan wayang kulit inovatif, kesenian

ini bangkit kembali dan ternyata digemari semua golongan.

Pertunjukan wayang kulit itu kemudian menjadi seni tontonan

favorit meskipun tidak semua dalang mendapat penggemar yang

sama. Becermin pada kenyataan itu, maka drama gong

kemungkinan juga bisa bangkit kembali, meskipun jumlah

sanggarnya sangat sedikit.

Pemerintah, terutama pemerintah daerah diharapkan atau

disarankan selalu meningkatkan pembinaan kepada kesenian

drama gong, dengan dukungan materiel dan moril sehingga

kesenian ini menjadi hidup lebih bergairah, terutama sebagai

media hiburan dan penyampai ajaran-ajaran moral yang

bermanfaat bagi penontonnya.

Masyarakat diharapkan atau disarankan agar menjadikan

hasil penelitian ini sebagai bahan informasi yang berguna dalam

menambah wawasan tentang bentuk, fungsi dan makna

pertunjukan kesenian tradisional, khsusunya drama gong. Fungsi-

fungsi tersebut, antara lain sebagai media komunikasi tradisional

sekaligus media pendidikan, terutama pendidikan yang

menyangkut moral. Pengurus(prajuru) desa, baik desa ddat

maupun desa dinas, diharapkan agar meningkatkan perhatian

kepada kesenian ini dengan mengadakan pertunjukan drama gong

pada hari-hari tertentu, baik untuk memeriahkan acara yang

bersifat sekuler maupun pada upacara keagamaan. Jika kesenian

drama gong sering ditanggap, maka para seniman, baik pemula

maupun yang sudah berpengalaman, akan lebih bergairah

Page 64: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

60

melakukan pembelajaran dalam berkesenian, khususnya yang

berkaitan dengan kesenian drama gong.

Parapeneliti, disarankan agar sering melakukan penelitian

tentang drama gong dengan mengkaji aspek lain sehingga akan

lebih banyak terdapat hasil penelitian tentang kesenian tradisional

ini. Banyaknya ada hasil penelitian akan dapat memperkaya

kepustakaan tentang seni budaya Bali umumnya dan drama gong

pada khususnya.

Page 65: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie,J.. 1987. Dictionary of Sociology. London:Penguin.

Acarya, Avadhutika Anandamitra. 1991. Makanan untuk Membina

Kejernihan Pikiran. Terjemahan Ketut Nila. Jakarta:

Persatuan Ananda Marga Indonesia.

Adiprakosa. 2008. “Media Tradisional”. (Online). Tersedia dalam

http://adiprakosa.blogspot.co.id/2008/01/media-

tradisional.html. Diakses 2 Februari 2016.

Agastia, Ida Bagus, 2012. “Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali

Pengembangan Peradaban dan Jatidiri Orang Bali”

Makalah disampaikan di Fakultas Sastra Universitas

Udayana, Denpasar, Sabtu, 22 September 2012.

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyanti. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta:

PT. Rineka Cipta.

Anom, Ida Bagus. 2008. “Bahasa Bali Terancam Punah” dalam

Antara, Senin, 28 April 2008.

Anshari, H. Endang Saifudin.1987.Ilmu, Filsafat dan Agama,

Pendahuluan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi,

Surabaya, PT Bina Ilmu Offset.

Aryasa, I Wayan. 1984. Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar:

Proyek Pengembangan Kesenian Bali, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Atmadja, Nengah Bawa, 2006a. “Pemanfaatan Modal Budaya dan

Modal Tubuh Menjadi Modal Ekonomi Berbentuk

Hiburan Seks Melalui Rangsangan Mata: Kasus Joged

Bumbung Ngebor di Buleleng Bali.Laporan Penelitian

(belum diterbitkan). Singaraja.

Page 66: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

Atmadja, I Nengah Bawa. 2006b.”Bali Pada Era Globalisasi: Pulau

Seribu Pura Tidak Seindah Penampilannya”. Laporan

Penelitian. Tak diterbitkan. Singaraja.

Atmadja, I Nengah Bawa. 2007. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi

Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Atmaja, Jiwa. 2009. Tri Dasa Warsa Teater Mini Badung.

Denpasar:Udayana University Press.

Ayu. 2012. “Drama Gong Nasibmu Kini”.Tabloid Galang Kangin.

Selasa, 25 September 2012. Edisi IX/2012.

Bagong Suyanto dan Sutinah, (Eds). 2006. Metode Penelitian Sosial:

Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Media

Group.

Bandem, I Made dan Fradrik Eugene de Boer. 2004. Kaja dan Kelod,

Tarian Bali dalam Transisi. Yogyakarta: Badan Penerbit

Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.

Bandem, I Made dan Murgiyanto, Sal. 1996.Teater Daerah Indonesia.

Yogyakarta: Kanisius.

Bandem, I Made dan Rembang, I Nyoman. 1976. Perkembangan

Topeng Bali dan sebagai Seni Pertunjukan.Denpasar: Proyek

Penggalian, Pembinaan, Pengembangan Seni Klasik/

Tradisional dan Kesenian Baru, Pemerintah Daerah

Tingkat I Bali.

Bandem, I Made. 1996. Evolusi Tari Bali. Yogyakarta: Kanisius.

Barker. Chris. 2004. Cultural Studies, Teori & Praktik.Yogyakarta:

Kreasi Wacana.

Berg,C.C. 1930. “Cerita Panji”. (Online). Tersedia dalam

https://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_Panji.

Bernet Kempers, A.J. 1959. Ancient Indonesia Art. Cambridge,

Massachusetts: Harvard University Press.

BMPS Pusat. 2011. “Rumusan Seminar Pendidikan Karakter BMPS

Sumut 2011”. (Online) Tersedia dalam

Page 67: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-

Indonesia/RUMUSANSEMINARPEND_BMPSPUSAT_9

493.pdf.Diakses 2 Februari 2016.

Bungin, Burhan (ed). 2006. Metode Penelitian Kualitatif: Aktualisasi

Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman

Filosofis dan Metodologis ke arah Penguasaan Model Aplikasi.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Cudamani. 1991. Pengantar Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi.

Jakarta: Yayasan Wisma Karya.

Dibia, I Wayan (Ed).2008. Seni Kekebyaran. Denpasar: Balimangsi

Foundation.

Dibia, I Wayan. 2003. “Ketika Drama Gong Kehilangan Gong”.

Makalah disajikan pada reuni para Pemain Drama Gong

se-Bali, 23 November 2003, di Auditorium Natya

Mandala Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Dibia, I Wayan. 2004. Pragina: Penari, Aktor,dan Pelaku Seni

Pertunjukan Bali. Jawa Timur:Sava Media.

Dibia, I Wayan. 2007. Lampahan (Kumpulan Lakon-lakon Seni

Pertunjukan Bali). Denpasar: Institut Seni Indonesia (ISI)

Denpasar.

Dipoyudo, 1986.”Pembangunan Ideologi Pancasila”dalam Analisa,

Tahun XV, No.8 Agustus 1986.

Eriyanto. 2005. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik

Media. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: PT LkiS Pelangi

Aksara.

Fisher, B.Aubrey.1990. Teori-Teori Komunikasi: Perspektif Mekanistis,

Psikologis, Interaksional dan Pragmatis. Penerjemah

Soejono Trimo, MLS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 68: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

Fiske, John. 2006. Cultural and Communication Studies. Terjemahan

Yosal Iriantara dan Idi Subandy Ibrahim. Yogyakarta:

Jalasutra.

Goodman, Douglas J. dan George Ritzer. 2005. Modern Sociological

Theory, 6th. Edition. Terjemahan Alimandan. Teori

Sosiologi ModernEdisi Keenam. Jakarta: Prenada Media.

Hadi, Syamsul. 2015. “Pengertian Dinamika Kelompok Menurut

Para Ahli”. (online).Tersedia dalam

http://www.maribelajarbk.web.id/2015/04/pengertian-

dinamika-kelompok-menurut.html. Diakses 2 Mei 2016.

Hamidi. 2007. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang:

UMM Pres.

Hamzah, A.Adjib.1985. Pengantar Bermain Drama. Bandung: CV

Rosda.

Harefa, Andrias. 2002. Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Haviland, William A. 1993. Antropologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Herytrisusanto. 2012. “Fungsi Seni dalam Kehidupan

Masyarakat.” Makalah. Tak Diterbitkan.

Husin.2013. “Melihat Kembali Transisi Teater Tradisional,

Modern, ke Kontemporer”. (Online) Tersediadalam

http://www.riaupos.co/1583-spesial-melihat-kembali-

transisi-teater-tradisional,-modern,-ke-

kontemporer.html. Diakses 6 Januari 2016.

Jahi, Amri. 1988.Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di

Negara-Negara Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia.

Joddy M. 1993.Mengenal Permainan Seni Drama. Jakarta-Surabaya:

Arena Ilmu.

Johnson, Doyle Paul. 1986. Sociological Theory Classical Founders

andContemporary Perspectives. (Diterjemahkan oleh Robert

M.Z. Lawang) Jakarta: Gramedia.

Page 69: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

Kusmayati, A.M. Hermien. 2010. “Fungsi Seni Pertunjukan bagi

Pembangunan Moral Bangsa” (Online).Tersedia dalam

http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2010/10/fungsi-

seni-pertunjukan-bagi.html. Diakses 25 Agustus 2015.

Tastra, Kade. T.t. “Sejarah Munculnya Gong Kebyar di Bali”.

(Online) Tersedia dalam http://blog.isi-

dps.ac.id/kadetastra/sejarah-munculnya-gong-kebyar-di-

bali. Diakses 6 Januari 2016.

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. Paradigma.

Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara

Wacana.

Kusmayati, A.M. Hermien. 2006. “Fungsi Seni Pertunjukan bagi

Pembangunan Moral Bangsa”. Makalah dipresentasikan

dalam Diskusi Sejarah dengan tema “Sejarah Seni

Pertunjukan dan Pembangunan Bangsa” yang

diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai

Tradisional Yogyakarta pada tanggal 17—18 Mei 2006.

Laksono. 2015.”Degradasi Moral Cenderung Terjadi di Indonesia”

dalam ANTARA Nws, Jumat, 8 Mei 2015 03:16 WIB |

5.114 Views.

Lamb, Hair, Daniel. 2001.”Pengertian Permintaan Pasar”. (Online)

Tersedia dalam

https://pubon.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-

permintaan-pasar.html. Diakses 6 Januari 2016.

Lauer, Robert H. 2003. Perspektif tentang Perubahan Sosial

(terjemajan). Jakarta: Rineka Cipta.

Mahmudah, Rizky Luthfiya.2014. “Penjelasan Ranah Kognitif,

Afektif,dan Psikomotor Menurut para Ahli”. (Online).

Tersedia dalam

http://rizkymahmudah.blogspot.co.id/2014/09/

penjelasan-ranah-kognitifafektif-dan.html. Diakases 2

Maret 2016.

Marajaya, I Made. 2002. “Pertunjukan Wayang Kulit Parwa Lakon

Brahmana Sidi di TVRI Denpasar: Kajian Bentuk, Fungsi,

Page 70: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

dan Makna”. Tesis Program Studi (S2), Magister Kajian

Budaya, Program Pascaarjana, Universitas Udayana,

Denpasar.

Maran, Rafael Raga.2007. Manusia & Kebudayaan dalam Perspektif

Ilmu Budaya. Jakarta: Rineka Cipta.

McEachern,Carla E..2000.”Convergent Marketing: Executing on

the Promiseof 1:1” Journal of Consumer Marketing, vol. 15

no. 5 1998, pp. 481-490 © mcb University Press.

Merriam, Alant P. 1964. The Anthropology of Music. Northwestern

University Press.

Milles, M.B. and Huberman, M.A. 1984. Qualitative Data Analysis.

London: Sage Publication. Terjemahan Tjetjep Rohindi

Rohidi, UIPress 1992.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT

Remaja Rosdakarya.

Moore, J.1997. The Exploitation of Women in Evolutionary Perspektive,

dalam Critique of Anthropology, Vol.3.

Mudyahardjo,Redja.2004. Filsafat Ilmu Pendidikan, Sebuah

Pengantar. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Nabilla. 2014. “Pentingnya Promosi, Promosi, dan Promosi untuk

Perusahaan.” (Online) Tersedia dalam

http://www.gravicode.com/news-blog/63-pentingnya-

promosi-promosi-dan-promosi-untuk-perusahaan.html.

Diakses 7 Mei 2015.

Pancasila, Rajawali Garuda. 2011. “Triangulasi dalam Penelitian

Kualitatif.” (Online). Tersedia

dalamhttp://rajawaligarudapancasila.blogspot.com/2011/09/tr

iangulasi-dalam-penelitian-kualitatif.htm. Diakses 15 Juli

2015.

Page 71: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

Panitia Penyusun Kamus Bali-Indonesia.1978.Kamus Bali-Indonesia.

Denpasar.

Panolih, Krishna P dan Suwardiman. 2015. “Televisi Sumber

Utama Hiburan Keluarga”. (Online) Tersedia dalam

dalam http://print.kompas.com/baca/2015/08/25/Televisi-

Sumber-Utama-Hiburan-Keluarga. Diakses 6 Januari

2016.

Pareno, H. Sam Abede. 2005. Media Massa antara Realitas dan

Mimpi. Surabaya: Papyrus.

Patilima, Hamid.2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:

Alfabeta.

Piliang, Yasraf Amir. 2007. Dari Media Menuju Pos Media: Media

dalam “Cultural Studies”. Makalah dalam seminar yang

diselenggarakan Program Magsiter Kajian Budaya Unud,

17 November 2007.

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Posrealitas, Realitas Kebudayaan dalam

Era Posmetafisika. Cetakan Pertama. Yogyakarta:

Jalasutra.

Piliang, Yasraf Amir. 2005. “Cultural Studies dan Posmodernime:

Isyu, Teori dan Metode”. Makalah pada Seminar

‘’Cultural Studies: Isu, Teori, dan Metode’’ yang

diselenggarakan Program Magister dan Doktor Kajian

Budaya Universitas Udayana di Denpasar, 12 Juli 2005.

Poerbatjaraka, R.M.Ng. 1968. Tjerita Pandji dalam Perbandingan.

Diterjemahkan oleh Zuber Usman, Djakarta: Gunung

Agung.

Poerwanto, Hari. 2005. Kebudayaandan Lingkungan:Dalam Perspektif

Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pringgodigdo, A.G. 1973. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta. Kanisius.

Purnamawati, Ni Putu Diah, 1984. “Drama Gong sebagai Bentuk

Teater Tradisional Berbahasa Bali”. Skripsi (Tidak

Diterbitkan). Denpasar: Fakultas Sastra Universitas

Udayana.

Page 72: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

Purwandari, Retno. 2010. "Pengertian Dinamika"(Online) Tersedia

dalam http://yulia-

putri.blogspot.com/2010/10/pengertian-

dinamika.html.Diakses 7 Januari 2016.

Purwanto, M. Ngalim. 2002. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis..

Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Putra, I Nyoman Darma.2009. “Meninjau Kembali Sejarah Drama

Gong”. dalam Bali Post. 28 Juni 2009.

Raho, Bernard, S.V.D. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi

Pustaka.

Ralp Ross and Ernest Van Den Haag. 1957. The Fabric of Society,

New York.

Ramadhani, Prito. 2008. “Pengertian Dinamika Kelompok”

(Online)Tersedia dalam http://dinamika-

ok.blogspot.com/Diakses 2 Juli 2015.

Ranganath. 1976. Telling the People Tell Themselves. Media Asia 3.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian

Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Sastra dan Cultural Studies,

Representasi Fiksi dan Fakta. Cetakan Pertama.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Redana, Made. 2006. Panduan Praktis Penulisan Karya Ilmiah dan

Proposal Riset. Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri

Denpasar.

Rina, Amelia. 2008.Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja

Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Pasien. 2008.USU e-

Repository © 2009.

Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2002. “Mencermati Hubungan Seni dan

Politik”. (Online). Tersedia dalam

http://www.suaramerdeka.com/harian/0211/19/kha2.htm

. Diakses 7 Januari 2016.

Page 73: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

Rota, Ketut. 1982. Dramatari Gambuh dan Tari-tarian yang Hampir

Punah di Beberapa Daerah di Bali. Proyek Pusat

Pengembangan Kebudayaan Bali.

Safni, Irma. 2015. “Politik dan Kebudayaan”. (Online) Tersedia

dalam

http://www.kompasiana.com/www.irmasafni.com/politi

k-dan-kebudayaan_54f6a670a33311f1558b457e

Sari, Dyah Ayu Purnama. 2011. “Drama Gong”. (Online). Tersedia

dalam http://itikholic.blogspot.co.id/2011/03/drama-

gong.html. Diakses 5 Mei 2015.

Suleiman,Satyawati. 1978. The Pendopo Terrace of Panataran. Pictorial

number 2. Jakarta: Proyek Pelita Pembinaan

Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional.

Semadi, Anak Agung Putra. 2004. “Seni Pertunjukan Drama Gong

Sancaya Dwipa di TVRI Stasiun Denpasar Lakon Galuh

Kembar Sebuah Kajian Budaya”.Tesis (Tidak

diterbitkan). Denpasar: Program Studi (S2), Magister

Kajian Budaya, Universitas Udayana.

Semadi, Anak Agung Putra. 2015. “Keterpinggiran Drama Gong

Wijayakusuma Abianbase, Gianyar dalam Seni

Pertunjukan Bali di Era Globalisasi”. Disertasi Tidak

Diterbitkan. Denpasar: Program Doktor Program Studi

Kajian Budaya Universitas Udayana.

Setia, Putu. 2006. Mendebat Bali. Denpasar: Pustaka Manikgeni.

Setia, Putu.2008. “Irama Drama Gong”. dalam Bali Post, Sabtu

Umanis, 23 Februari 2008.

Setyawan, Arya Dani. 2011. “Fungsi Seni Pertunjukan

Tradisional”, (Online), Tersedia dalam

http://aryadanisetyawan.blogspot.com/2011/11/fungsi-

seni-pertunjukan-tradisional-di.html). Diakses 25

Agustus 2015.

Shri Danu D.P. 2009. “Memahami Jati Diri Membongkar Identitas

Hindu”. (Online). Tersedia dalam

https://dharmavada.wordpress.com/2009/10/05/memaha

Page 74: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

mi-jati-diri-membongkar-identitas-hindu/. Diakses 1 Mei

2016.

Simon, Roger. 1991. Gramsci’s Political Thought: An Introduction,

Lawrence and Wishart. London.

Sivananda, Sri Swami. 1993. “Intisari Ajaran Hindu”. Alih

bahasa,Tim Penerjemah Yayasan Sanatana

Dharmasrama. All About Hinduisme. Surabaya: Paramita.

Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk

Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Praming.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Cetakan Kedua. Bandung:

Rosda Karya.

Soedarsono,R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia & Pariwisata.

Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Soekanto, Soerjono.1980. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: CV

Rajawali.

Soelarso, B. dan S. Ilmi Albiladiyah. 1975. Pertunjukan Rakyat

Drama Gong dari Bali. Proyek Pengembangan Media

Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan RI Jakarta.

Stokes, Jane, 2003. How To Do Media and Cultural Studies.

Terjemahan oleh Santi Indra Astuti. 2007. Yogyakarta:

Bintang Pustaka.

Storey, John. 2003. Teori Budaya dan Budaya Pop Memetakan Lanskap

Konseptual Cultutal Studies. Yogyakarta: CV Qalam.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-Dasar Penelitian

Kualitatif. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Strinati, Dominic. 1995. An Introduction to Theories of Popular

Culture. Routledge, London.

Page 75: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

Stutterheim,W.F.1935. “Enkele Interessante t Reliefs van Oost-

Java”. Djawa.

Suamba, I.B. Putu. 2003. Dasar-Dasar Filsafat India. Denpasar:

Program Magister Ilmu Agama dan Kebudayaan

Universitas Hindu Indonesia.

Suartaya, Kadek. 2003. “Grup Drama Gong, Mengapa Kini

Rontok?” Bali Post Minggu Pon, 23 November 2003.

Subrata, I Wayan. 2014. Komodifikasi Tari Barong. Surabaya:

Paramita.

Sudhana, Dede Ryan. 2015. “Teori Globalisasi”. (Online).

http://www.scribd.com/doc/5508. Diakses 2 Juli 2015.

Sudipta,I Nyoman Agus. 2016. “Selamatkan Bahasa Bali” dalam

Pos Bali 13 April 2016.

Sugita, I Wayan. 2006. “Lakon I Gusti Made Getas dalam Drama

Gong Bintang Bali Timur Kajian Berdasarkan Perspektif

Budaya” Tesis (Tidak Diterbitkan). Denpasar: Program

Studi (S2), Kajian Budaya Universitas Udayana.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV

Alfabeta.

Suharianto. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.

Suherjanto, Indra. 2015. “Dramaturgi Seni Pertunjukan Teater”

(Online), Tersedia dalam

https://indrasuherjanto.wordpress.com/teori-

drama/dramaturgi-seni-pertunjukan-teater/, Dikases 6

Juli 2015.

Sumanto,Wasti & Hendyat Soetopo. 1982. Sosiologi

Pendidikan.Jakarta.

Sumatika, W.2008. “Menyelamatkan Drama Gong dari

‘Ketersesatan’, Bali Post, Sabtu Umanis, 23 Februari 2008.

Suseno, Franz Magnis, 1992. Filsafat Kebudayaan Politik, Butir-Butir

Pemikiran Kritis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 76: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

Sutjaja, I Gusti Made.2008. “Bahasa Bali Terancam Punah” dalam

Antara, Senin, 28 April 2008.

Sztompka. 2005. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.

Tamburaka, Rustam. E. 2002. Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat

Sejarah Filsafat & Iptek. Jakarta: Rineka Cipta.

Taqiyudin. 2008. Sejarah Pendidikan, Melacak Geneologi Pendidikan

Islam di Indonesia. Bandung: Mulia Pers.

Tim Redaksi. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.

Jakarta: Balai Pustaka.

Tim Redaksi. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat.

Jakarta: Pustaka Utama Gramedia.

Tisnu, Tjokorda Raka. 1996. “Drama Gong Teater Rakyat Bali”.

Orasi Ilmiah pada Dies Natalis XXIV Sekolah Tinggi Seni

Indonesia Denpasar.

Triguna, Ida Bagus Yudha, dkk. 2000. Teori tentang Simbol.

Denpasar: Widya Dharma.

Vaughn, Jack A.1978. Drama A to Z: A Handbook. New York:

Fredrick Ungar Publishing Co.

Vickers, Andrian. 2009. Peradaban Pesisir Menuju Sejarah Budaya

Asia Tenggara. Denpasar: Pustaka Harasan Bekerja sama

dengan Udayana University Press.

Waluyo, Herman. 2002. Drama, Teori dan Pengajarannya.

Yogyakarta: Hamindita Graha Widya.

Wiana, I Ketut, 2004. Makna Upacara Yajña dalam Agama Hindu Jilid

II. Surabaya: Paramita.

Winarso, H.P. 2005. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Prestasi

Pustaka.

Wiratni, Ni Made. 2009.Problem Peranan Wanita dalam Seni

Pertunjukan Bali di Kota Denpasar: Kajian Bentuk, Fungsi,

dan Makna. Malang:Bayumedia Publishing.

Page 77: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

Wiyanto, Asul.2002. Trampil Bermain Drama. Jakarta: Gramedia

Widiarsana Indonesia.

Yudabakti, I Made dan I Wayan Watra. 2007. Filsafat Seni Sakral

dalam Kebudayaan Bali. Surabaya: Paramita.

Yuga, Ibed Surgana. 2009. “Apakah Bali Memang Tak Lagi

Membutuhkan Drama Gong?” (Online). Tersedia dalam

http://kalalakon.blogspot.co.id/2009/01/dan-drama-gong-

itu.html. Diakses 1 Maret 2016.

Yuliadi, Koes. 2005. Drama Gong di Bali. Yogyakarta: BP ISI

Page 78: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

TENTANG PENULIS

Dr. Drs. I Wayan Sugita, M.Silahir di Br. Bukit Batu pada

8 Mei 1965. Ia berpropesi sebagai dosen IHDN Denpasar dan juga

pemain drama gong senior sebagai pemeran Patih

Agung.Mengenai riwayat pendidikannya, Sekolah Dasar

ditamatkan di SD Negeri 1 Samplangan tahun 1977, Sekolah

Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Gianyar pada tahun 1981,

Sekolah Menengah Atas di SPG (TGA) Saraswati Gianyar pada

tahun 1985, Sarjana S1 di Fakultas Sastra Universitas Udayana

Jurusan Bahasa dan Sastra Bali tahun 1991), S2 pada Kajian

Budaya Universitas Udayana tahun 2004 dan S3 pada jurusan

Ilmu Agama dan Kebudayaan Universitas Hindu Indonesia tahun

2016. Ia adalah suami dari Ni Wayan Sukasih, S.Pd.B. dan ayah

dari dua anak putra dan putri: I Gede Tilem Pastika, S.Sn. dan Ni

Kadek Yuni Gitasih.

Disamping aktif manggung di berbagai tempat, ia juga

aktif di berbagai kegiatan organisasi. Ada beberapa organisasi

yang pernah atau sedang dipimpinnya seperti Sekaa Drama Gong

Panjanu Asrama, Gianyar; Ketua STT Dharma Putra Bukit Batu

Gianyar, Sanggar SekdutJl. Kenyeri Denpasar; Pasraman Giri

Dharma Acarya, Sanggar Seni Giri Lango, Sekaa Angklung dan

Sabha Desa di Br. Bukit Batu, Desa Samplangan, Kecamatan

Gianyar, Kabupaten Gianyar; Bidang Agama Kemoncolan

Mahawarga Bujangga Waisnawa Denpasar; Badan Pembina

Lembaga Pembinaan Bahasa dan Sastra Provinsi Bali; Listibia

Kabupaten Gianyar; Bendesa Adat Pakraman Bukit Batu; Kerta

Desa Pakraman, Desa Pakraman Bukit Batu.

Beberapa buku yang pernah diterbitkan diantaranya:

Buku Ajar Bahasa Daerah Bali, Paribasa Basa Bali, Tata Bahasa

Bali, Buku Ajar Dharma Gita, Buku Ajar Dharma Wacana, Buku

Ajar Kemahiran Bahasa Bali, Berpidato dengan Bahasa Bali, 25

Jenis Satua-satua Bali. Menulis Prosiding di beberapa seminar

nasional dan internasional, antara lain: Seminar Nasional Seri

Sastra, Sosial, Budaya dengan Tema Menggugat Sisi Sosial Budaya

Pariwisata Bali, Seminar Nasional Seri Sastra, Sosial, Budaya

dengan Tema Konsep Tongos dan Gumi Orang Bali dilihat dari

sisi Kebebasan, Seminar Nasional Seri Sastra, Sosial, Budaya

Page 79: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan

dengan Tema Orientasi Metodologis Kajian Budaya, Seminar

Nasional Seri Sastra, Sosial, Budaya dengan Tema Perayaan

Pluralitas Budaya dalam Keragaman, Ekspresi Seni Global,

Seminar Nasional Seri Sastra, Sosial, Budaya dengan Tema Kajian

Kritis Infotainment TV diIndonesia, Seminar Nasional dengan

Tema Eksistensi Hukum Hindu dalam Rangka Pembentukan

Pengadilan Agama Hindu di Indonesia, Seminar Regional dengan

Tema Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Bahasa Bali menuju

Ajeg Bali, Internasional Seminar dengan Tema Hindu: Sexual

Happiness in Marriage, Internasional Seminar dengan Tema

Improving God Conscioness in Life Through Yoga, Seminar

Nasional Sehari Agama Hindu, Budaya Bali, dan Pariwisata

Berkelanjutan.

Page 80: Judul : Dinamika Pementasan Drama Gong di Bali Tahun ...sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-022004121025-42.pdf · setelah beberapa stasiun televisi menayangkan berbagai hiburan