4

Click here to load reader

judul

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal

Citation preview

Page 1: judul

Dental Public Heatlh Journal Vol.2 No. 2 July‐Dec 2010; 1‐4 

 

Peran orang tua / pengasuh terhadap prevalensi karies molar pertama rahang bawah permanen pada anak- anak retardasi mental

Anselma Anggraeni1, Hanindio Soelarso2, Lydia Martina2

1 Peserta Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Orthodonsia 2 Staf Pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga Surabaya - Indonesia ABSTRACT

The healthy of children’s mouth and teeth with mental retarded frequently ignored by their parents/caretaker, dentist, and the children themselves. Several factors that bring out this happen are contributed by their parents/caretaker to train these children to prevent their healthy mouth, another factor is by the dentist whose have problems if they take cares this children. Early detected dental caries is very important to prevent the severe that maybe happen. One of the other to indicated this severe is prevalence first molar permanent lower arch, beside that the contribution their parents/caretaker to manage meal pattern habit, a habit to take care healthy mouth, and a habit to exceed the problem of teeth is very important. These problems can be known by interview with their parents/caretaker. The data were analyzed by survey descriptive in Sekolah Luar Biasa Bhakti Luhur Malang, January 2003. The result that showed prevalence first molar permanent lower arch with good meal pattern habit and moderate are not difference. In children with a good habit to take care health mouth have a low prevalence. And moreover bad a habit to exceed the problems of teeth have a more high prevalence first molar lower arch. The expectation of this study is the parents/caretaker and the dentists have more motivation and more responsibility to prevent the healthy mouth and teeth in children with mental retarded. Key words: Mental retarded, caries prevalence

Korespondensi (correspondence): Anselma anggraeni, c/o: Peserta Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bagian Ilmu

Orthodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jln. Mayjen Prof. Dr. Moestopo no. 47 Surabaya, Indonesia PENDAHULUAN

Kesehatan mulut sangatlah penting oleh sebab itu para dokter gigi berusaha untuk menyebarluaskan pendidikan kesehatan gigi. Banyak program-program pendidikan kesehatan gigi baik di sekolah secara langsung maupun lewat media masa. Tetapi penanganan kesehatan gigi anak-anak retardasi mental sering terabaikan, yang lebih disayangkan lagi apabila orang tua anak retardasi mental tidak mengerti hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan gigi mereka. Beberapa masalah yang menyebabkan terabaikannya anak-anak retardasi mental biasanya masalah fisik seperti kelumpuhan otak, epilepsi, dan lain-lain. Halangan lain adalah masalah komunikasi intelegensia yang berbeda dari anak-anak normal menyebabkan pendidikan kesehatan mulut sulit diterima.1

Keadaan kesehatan gigi pada anak retardasi mental ini jelas berhubungan dengan masalah kognitif yang minimal, gangguan tingkah laku yang merupakan ciri khas anak retardasi mental. Pada penelitian sowelo,dkk terhadap 292 anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa dan Panti asuhan

wilayah DKI Jakarta memperlihatkan bahwa 52,74% mempunyai kebersihan mulut kurang, 68,51 % menderita maloklusi gigi,sedangkan frekuensi karies gigi sekitar 80 % dengan DMF meningkat sejalan dengan usia yaitu 1,23 pada usia 6-7 tahun menjadi 7,90 pada usia lebih dari 18 tahun. Menarik untuk diperhatikan bahwa dari 292 anak retardasi mental tersebut hanya 93 gigi yang ditambal. Hal ini menunjukkan bahwa baru sedikit anak retardasi mental yang ditangani oleh dokter gigi.2

Gigi molar pertama rahang bawah permanen merupakan gigi yang paling tinggi presentase kariesnya karena merupakan gigi permanen yang paling awal erupsi dalam rongga mulut, mempunyai pit dan fisur yang dalam, dan memiliki fisur yang hampir melintasi seluruh diameter gigi dalam arah mesiodistal dan berhubungan adanya gaya berat maka sisa makanan lebih mudah terjebak/tertinggal dalam fisur dan pit.3

Faktor pendukung perawatan gigi anak retardasi mental antara lain peran orang tua/pengasuh yang merupakan pendukung utama dalam melakukan perawatan gigi dan mulut. Peranan orang

Research Report

Page 2: judul

Dental Public Heatlh Journal Vol.2 No. 2 July‐Dec 2010; 1‐4 

 

tua/pengasuh sangat mendukung dalam membantu dokter gigi untuk menjalin komunikasi dengan anak. Wawancara perorangan sangat penting untuk memahami perilaku orang tua. Selain itu peran dokter gigi dan staf juga berpengaruh, diperlukan pendekatan psikologis terhadap anak, karena mereka mempunyai kemampuan yang berlebih untuk merasakan ketika mereka disayang dan dihargai. Pendekatan psikologis dokter gigi sebaiknya menerangkan akan perawatan yang akan diberikan. Anak retardasi mental mungkin tidak mengerti permintaan untuk buka mulut tetapi mungkin mereka mau meniru apa yang dilakukan oleh dokter gigi. Untuk memulai suatu perawatan, sebaiknya demonstrasikan terlebih dahulu alat-alat yang digunakan, agar anak mau menerima perawatan secara wajar. Setelah mempersiapkan anak melalui penjelasan dan demonstrasi, kemudian dilanjutkan dengan prosedur perawatan.4,5

Orang tua atau pengasuh juga dapat menjadi faktor penghambat dalam perawatan gigi anak retardasi mental ini, seperti kurang mampu menerima atau mengatasi keadaan anak mereka, rasa malu dan depresi dari keluarga, overprotektif yang menuju pada sikap permisif. Pihak keluarga yang lebih terfokus pada masalah perawatan kondisi medisnya dan menganggap remeh masalah perawatan gigi. Selain itu masyarakat yang kurang menerima keberadaan mereka sehingga membuat mereka merasa tersisih dan tidak dapat menikmati fasilitas yang dinikmati sebagian besar masyarakat. Dokter gigi juga dapat menjadi penghambat dalam perawatan gigi anak retardasi mental dikarenakan rasa takut akan ketidakmampuan sendiri mengatasi situasi tersebut menyebabkan kebanyakan dokter gigi menolak untuk merawat gigi anak-anak tersebut, selain itu dokter gigi merasa perlu adanya perlengkapan khusus dan fasilitas mahal untuk merawat anak retardasi mental yang dapat mengakibatkan biaya perawatannya menjadi lebih mahal.4,6,7

Anak-anak retardasi mental ini biasanya dididik dan dibimbing dalam wadah sekolah-sekolah luar biasa yang memang secara khusus memberi perhatian pada anak-anak kelompok ini. Salah satu Sekolah Luar Biasa ini adalah Sekolah Luar BIasa Bhakti Luhur. Sekolah ini mempunyai pengasuh yang diberi pendidikan khusus untuk merawat anak-anak retardasi mental dalam lembaga Sekolah Menengah Kejuruan Bhakti Luhur dengan jurusan kelompok kesehatan masyarakat dengan program keahlian pekerja sosial,dengan demikian diharapkan mereka lebih optimal dalam mendidik dan mengawasi anak-anak retardasi mental ini, selain itu pengasuhan

dilakukan lebih intensif karena setiap anak diawasi oleh satu pengasuh. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa Bhakti Luhur Jl. Raya dieng no.40 Malang, pada bulan Januari 2003. Dengan kriteria sample yang diambil anak retardasi mental usia 7 -11 tahun dengan gigi molar pertama rahang bawah permanen sudah tumbuh sempurna, jenisk kelamin laki-laki dan perempuan,dengan retardasi mental sedang IQ 25-50 dan retardasi mental ringan IQ 50-75.

Variabel yang diukur adalah prevalensi karies gigi molar pertama rahang bawah permanen dengan kriteria DMF WHO. Apabila molar pertama rahang bawah permanen karies pada setiap anak dinilai = 1, apabila molar pertama rahang bawah permnen tidak karies pada setiap anak nilai = 0 dan form wawancara dengan pengasuh / orang tua yang menggambarkan kebiasaan pola makan, kebiasaan cara menjaga kebersihan mulut, dan kebiasaan mengatasi masalah gigi. Bila jawaban a mendapat skor 1, bila jawaban b mendapat skor 0. Kemudian hasilnya dijumlahkan dan ditentukan bahwa jumlah jawaban antara 0-1 dikatakan buruk, jumlah jawaban antara 2-3 dikatakan sedang dan jumlah jawaban antara 4-5 dikatakan baik

Cara pemeriksaan dilakukan dengan memanggil dua orang secara bergilir diruang khusus yang terdapat dilingkungan sekolah, mereka ditemani oleh pengasuhnya untuk membantu proses pemeriksaan. Setelah proses pemeriksaan, dilanjutkan dengan melakukan wawancara dengan pengasuh anak tersebut dengan menggunakan form wawancara.

Analisa data dalam penelitian ini adalah survey deskriptif dalam perhitungannya digunakan dalam bentuk persentase.

HASIL

Persentase karies molar pertama rahang bawah permanen pada anak-anak retardasi mental Sekolah Luar Biasa Bhakti Luhur Malang bulan Januari 2003 sebesar 58 %.

Persentase karies pada molar pertama rahang bawah permanen menurut kebiasaan pola makan didapatkan bahwa tidak ada perbedaan persentase karies pada anak retardasi mental dengan pola makan baik dan anak retardasi mental dengan pola makan sedang yaitu 57 %, sedangkan untuk pola makan yang buruk didapatkan persentase karies yang lebih tinggi yaitu 61 %.

Persentase karies pada molar pertama rahang bawah permanen menurut kebiasaan menjaga kebersihan rngga mulut paling rendah pada anak

Page 3: judul

Dental Public Heatlh Journal Vol.2 No. 2 July‐Dec 2010; 1‐4 

 

retardasi mental dengan kebiasaan menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik sebesar 7 %, sedangkan persentase karies molar pertama rahang bawah permanen paling tinggi pada anak retardasi mental dengan kebiasaan menjaga kebersihan rongga mulut sedang/cukup baik yang mempunyai persentase 79 %.

Persentase karies pada molar pertama rahang bawah permanen menurut kebiasaan mengatasi masalah gigi paling rendah pada anak retardasi mental yang mempunyai kebiasaan mengatasi masalah gigi dengan baik yaitu 25 %, untuk kebiasaan mengatasi masalah gigi buruk mempunyai persentase karies paling tinggi yaitu 67 %. PEMBAHASAN

Persentase karies pada molar pertama rahang bawah permanen menurut kebiasaan pola makan paling tinggi pada anak-anak retardasi mental dengan pola makan yang buruk yaitu 61 % sedangkan pada anak-anak retardasi mental dengan pola makan yang cukup baik/ sedang persentasenya 57 % sama dengan anak-anak dengan pola makan yang baik. Menurut Kidd, makanan dan minuman manis yang dikonsumsi diantara waktu makan sangat berbahaya dan harus dihindari oleh penderita yang sangat rentan terhadap karies. Tidak pula layak membatasi konsumsi gula hanya satu kali satu minggu. Semestinya anak-anak didorong untuk mengkonsumsi makanan seimbang.8

Pada penelitian Prijatmoko membuktikan bahwa kebersihan mulut penderita retardasi mental karena banyaknya konsumsi makanan karbohidrat biskuit, permen yang mempunyai kandungan disakarida yang mudah difermentasikan menjadi asam dalam rongga mulut. Kebiasaan mengemil yang dilakukan hampir setiap saat akan memperparah keadaan rongga mulut kelompok ini. Waktu yang dihabiskan untuk makan siang ini menyebabkan semakin lamanya makanan berada dalam rongga mulut.9

Pada penelitian ini tidak ada perbedaan pada persentase karies molar pertama rahang bawah permanen pada anak-anak retardasi mental dengan pola makan baik dan sedang, karena saat anak-anak dengan pola makan baik mulai rewel, sering diberi makanan tambahan berupa permen, yang dapat menambah tingkat kotoran dalam rongga mulut, hal ini didapat dari hasil wawancara dengan pengasuh/orang tua anak-anak retardasi mental.

Persentase karies pada molar pertama rahang bawah permanen sebanyak 7 % untuk anak-anak retardasi mental yang menjaga kebersihan rongga mulut baik,sedangkan untuk kebiasaan menjaga rongga mulut sedang didapatkan persentase karies 79 %,dan yang buruk 75 %. Beberapa penelitian melaporkan bahwa mereka dengan gangguan mental

mempunyai kesehatan gigi dan mulut yang buruk. Salah satu faktor yang mungkin menjadi penyebab buruknya kondisi kesehatan gigi dan mulut adalah adanya gangguan verbal maupun performance yang menyertai gangguan mental tersebut. Gerakan tangan yang diluar kemauan juga dapat menghambat penderita retardasi mental untuk mengkoordinasikan gerakan menyikat gigi. Oleh karena hal di atas maka peran pengasuh/orang tua sangat besar pngaruhnya terhadap menjaga kebersihan rongga mulut anak retardasi mental ini seperti yang diungkapkan Gozali, bahwa insiden karies yang tinggi mungkin disebabkan juga oleh ketergantungan penderita retardasi mental dalam membersihkan rongga mulut. Dibutuhkan ketenangan dan kesabaran untuk mmbersihkan gigi penderita ini.9

Penanganan masalah gigi yang buruk menyebabkan resiko karies yang lebih besar pula. Menurut Suharsini, prevalensi karies yang tinggi ini bias disebabkan juga oleh kurang siapnya dokter gigi dalam menangani perawatan terhadap penderita ini. Hal ini disebabkan ada perasaan kurang yakin dan takut untuk dapat merawat penderita dengan baik. Kemungkinan lainnya adanya pertimbangan bahwa biaya perawatan ke dokter gigi mahal dan memerlukan waktu khusus terutama untuk anak yang berkelainan seperti ini.2

Dari hasil wawancara yang didapat dari para pengasuh/orang tua anak-anak retardasi mental merasa kesulitan mendapatkan dokter gigi yang mau dan mampu melakukan perawatan, bahkan harus dirujuk ke rumah sakit. Dari wawancara ini pula didapatkan ternyata keluhan rasa sakit gigi ini jarang ditemukan pada penderita retardasi mental, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya gangguan impuls rasa sakit dan motorik yang diderita kelompok ini. Hal ini mungkin terjadi akibat obat yang sering diberikan dokter, mengingat lebih dari 50% kelompok anak-anak retardasi mental sedang dalam perawatan dokter. Pemberian obat penenang yang dapat mengurangi sakit. Keluhan rasa sakit yang jarang pada kelompok ini menyebabkan karies dini sulit terdeteksi, dan biasanya diketahui setelah karies parah.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi karies molar pertama rahang bawah permanen pada anak-anak retardasi mental Sekolah Luar Biasa Bhakti Luhur Malang bulan Januari 2003 sebesar 58 %.

Memotivasi orang tua/pengasuh dan anak untuk mengunjungi dokter gigi secara teratur sangatlah penting. Memberikan pendidikan kesehatan gigi dengan cara sederhana dan mudah dimengerti, mengingat anak-anak retardasi mental tingkat ringan dan sedang masih mungkin untuk didik dan dilatih.

Page 4: judul

Dental Public Heatlh Journal Vol.2 No. 2 July‐Dec 2010; 1‐4 

 

Selain itu peran serta dokter gigi dan staf sangat dibutuhkan untuk memperhatikan kesehatan gigi dan mulut anak-anak retardasi mental ini. Sebaiknya dokter gigi mendapat pelatihan khusus dalam menangani kelompok ini dan diusahakan selama perawatan adanya ketenangan, rasa persahabatan dan keyakinan. Serta suasana yang menyenangkan dapat mengurangi kegelisahan selama perawatan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Mc Donals RE. Dentistry for the child &

adolescen. 6th ed. St.Louis: CV Mosby Company; 1994.p. 216-21,592-609.

2. Suharsini. Pengantar pendidikan anak mental subnormal. Jogjakarta: Pustaka Pengarang; 1983.

3. Abyono R. Preferensi karies gigi molar pertama permanen. Journal of The Indonesian Dental Association Member of The A.P.D.F/F.D.I. Triwulan III & IV 1993: 56-62.

4. Wright GZ. Child management in dentistry. Bristol: Wright; 1987.p. 54-7.

5. Snawder KD. Handbook of clinical pedodontic. St.Louis: CV Mosby Co;1980. p. 54-6, 58-60.

6. Holloway PJ and Swallow. Child dental health. 2nd ed. Bristol: John Wright&Sons LTD; 1975.p. 165-7.

7. Sjahril N. Penanganan perawatan gigi penderita cacat di praktek pribadi. Jurnal Kedokteran Gigi UI 1997:4: 399-402.

8. Kidd, Edwina AM. Dasar-dasar karies: Penyakit dan penanggulangannya (Essential of dental caries: the disease and its management). Alih bahasa: Sumawita N. Jakarta: EGC; 1991. p. 2-15, 73-4.

9. Prijatmoko D. Perilaku kesehatan gigi penderita tunagrahita: Studi pada SLB taman pendidikan dan asuhan bagian C Jember. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi edisi khusus Forum Ilmiah VII Oktober 2002: 474-8.