Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    1/30

    BAB II

    KONSEP DASAR 

    A.  Pengertian

    1. BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan

     prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah

    ( Sjamsuhidayat, 1997 ).

    2. Benigna proastat hyperplasi adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostate (

    secara umum terjadi pada pria lebih dari 50 th ) yang menyebabkan berbagai

    daerah obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinaria ( Doenges, 1999 ).

    3. Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah kondisi terjadinya pembesaran sel

    epitel dan stromal kelenjar prostat karena pengaruh hormon ( Rina.

    2005 ).

    4. Hyperplasia Noduler Benigna merupakan pembesaran kelenjar prostat yang non

    neoplasti, yang sering terjadi setelah berumur 50 th dan timbul gejala obstruksi

    urinarisasi ( Underwood, 2000 ).

    5. Jadi sesuai dengan kesimpulan di atas, maka Benigna Prostat Hyperplasia adalah

    suatu pembesaran prostat yang terjadi secara progresif karena pengaruh hormon

    yang menyebabkan terjadinya obstrukasi saluran urinaria ( biasanya terjadi pada

     pria yang lebih dari 50 th ).

    B.  Anatomi dan Fisiologi

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    2/30

    1.  Anatomi

    a. Sistem reproduksi

    Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis, skrotum, system duktus

    yang terdiri dari epididimis, vasdeverens, duktus ejakulatorius, uretra dan

    glandulla asesoria yang terdiri dari vesika seminalis, kelenjar postat dan

    kelenjar bulbouretralis. Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri

    dari lobulus semiferus sel yang mengsekresi testosteron. Pada bagian posterior

    tiap-tiap testis terdapat duktus yang melingkar yang disebut epididimis.

    Bagian kepalanya berhubungan dengan duktus semiferus (duktus untuk aliran

    keluar dari testis), dan bagian ekornya terus berlanjut ke vasdeverens (duktus

    ekskretorius). Testis yang membentang hingga ke duktus vesika seminalis,

    kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius.

     Duktus ejakulatorius  selanjutnya bergabung dengan sisten duktus,

     prostat mengelilingi leher vesika urinaria dan uretra bagian atas, saluran

    kelenjar bermuara pada uretra. Kelenjar bulbouretralis  (kelenjar cowper)

    terletak dekat meatus uretra penis terdiri dari tiga massa jaringan erektil

     berbentuk silinder memanjang yang terbentuk pada penis.

    Lapisan dalamnya adalah korpus spongium yang membungkus uretra

    dan kedua masa paralel dibagian luarnya yaitu korpus karvenosum. Ujung

    distal penis dikenal sebagai glans penis yang ditutupi prepusium ( Price, 1995

    ).

    Testis terbentuk dari lengkungan–lengkungnya tubulus semi ferus yang

     bergelung, yang dindingnya merupakan tempat pembentukan spermatozoa

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    3/30

    dari sel germinatium primitive (spermatogenesis). Kedua ujung

    setiap lengkungan disalurkan ke dalam jaringan duktus di kepala epididimis.

    Spermatozoa berjalan melalui ekor epididimis menuju vas deverens.

    Spermatozoa masuk melalui duktus ejakulatorius ke uretra di dalam prostat

     pada saat ejakulasi. Diantara tubulus - tubukus testis terdapat sarng sel yang

    mengandung granula lemak (sel interstisium leydig), yang mengsekresikan

    testosteron ke dalam aliran darah. Arteri spermatika ke testis dan darah yang

    mengalir di dalamnya sejajar tetapi berlawanan arah dengan pleksus

     pampiniformis vena spermatika. Susunan ini memungkinkan pertukaran arus

     balik panas dan testosteron ( Ganong, 2002 ).

     b. Pada sitem perkemihan bagian vesika urinaris terdiri dari :

    1.  Fundus yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah, bagian

    ini terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale  yang terisi oleh

     jaringan duktus deverens, vesika seminalis dan prostat.

    2. 

    Korpus yaitu bagian antara veneks dan fundus.

    3.  Vertek bagian yang runcing kearah muka dan berhubungan dengan

    ligamentum vesika umbilikalis.

    2. Fisiologi

    a. Gametogenesis dan ejakulasi

    1). spermatogenesis

    Spermatogonia  sel-sel germinativum primitive yang terletak di

    samping lamina basalis tubulus seminiferus. Berkembang menjadi spermatosit

     primer . Spermatosit primer   membelah menjadi meiotik sehingga

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    4/30

    kromosomnya berkurang. Sel tersebut membelah menjadi spermatosit

    sekunder   lalu menjadi spermatid.  Yang mengandung jumlah kromosom

    haploid (23). Spermatid   berkembang menjadi spermatozoa  (sperma).

    Perkiraan jumlah spermatid   yang terbentuk dari sebuah spermatogonium 

    adalah 512, melalui proses spermatogenesis yang membentuk sebuah sperma

    diperlukan waktu rata-rata 74 hari untuk membentuk sebuah sperma yang

    matang dari sel germinativum primitive.

    Setiap sperma bergerak rumit, kaya DNA dengan sebuah susunan

    kromosom yang besar. Penutup kepala disebut akrosom (organel mirip

    lisosom yang kaya enzim yang bertangguang jawab dalam penetrasi sperma

    ke ovum dan proses selam pembuahan). Bagian proksimal sperma yang motil

    ditutupi oleh suatu selaput yang berisi banyak metokondria, membran

    spermatid dan spermatozoa mengandung enzim pengubah angiotensin tipe

    kecil khusus. Fungsi enzim ini tidak diketahui.

    Spermatid matang menjadi spermatozoa, sehingga dilepaskan dari sel sertoli

    dalam lumen tubulus. Sel sertoli  mensekresikan protein pengikat androgen,

    inhibin dan MIS. Sel ini tidak mensintesis androgen, tetapi mengandung

     Aromatase  (CYP 19) merupakan enzim yang berperan dalam menguah

    androgen menjadi estrogen, dan sel ini dapat menghasilkan estrogen.  Inhibin

    menghambat sekresi FSH . MIS menyebabkan regresi duktus mullerian  pada

     pria selama masa janin. FSH dan androgen mempertahankan fungsi

    gametogenik testis. Stadium spermatogonia  menjadi spermatid tidak

    tergantung pada androgen, namun pematangan spermatid menjadi

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    5/30

    spermatozoa tergantung pada androgen. FSH berfungsi sebagai pelancar

    stadium akhir pematangan spermatid.

    Kandungan estrogen dari cairan rete testis berfungsi sebagai cairan

    reabsorpsi dan spermatozoa dipekatkan. Apabila hal ini tidak terjadi maka

    sperma masuk di epididimis  mengalami pengenceran dalam volume cairan

    yang besar akan terjadi kemandulan.Spermatozoa  meninggalkan testis

    sebelum sepenuhnya mampu bergerak. Spermatozoa melanjutkan pematangan

    sewaktu melintasi epididimis. Meningkatnya motilitas spermatozoa akan

    mempermudah spermatozoa mengalami reaksi akrosom.

    2). Efek suhu

    Spermatogenesis memerlukan suhu yang lebih rendah dari pada suhu

     bagian dalam tubuh. Testis dalam keadaan normal memiliki suhu sekitar

    32°C. testis mempertahankan dingin oleh udara yang mengintari skrotum dan

    mungkin oleh pertukaran panas melalui arus balik antara arteri dan vena

    spermatika. Bila testis tetap berada dalam abdomen akan terjadi degenerasi

    dinding tubulus dan sterilisasi. Mandi air panas (43-45 °C selam 30 menit

     perhari) akan menyebabkan suatu penurunan sperma kira-kira 90%.

    3). Semen

    Cairan yang diejakulasikan pada saat orgasme, semen mengandung

    sperma dan sekresi vesika seminalis, prostate, kelenjar cowper , dan mungkin

    kelenjar uretra. Volume rata-rata per ejakulasi adalah 2,5 - 3,5 ml setelah

     beberapa hari tidak dikeluarkan. Volume semen dan hitung sperma menurun

    cepat bila ejakulasi berulang. Setiap mililiter semen secara normal

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    6/30

    mengandung 100 juta sperma. Jumlah sperma antara 20-40 juta/ ml dan bila

    kurang dari 20 juta/ ml dikatakan mandul. Setiap sperma bergerak dengan

    kecepatan sekitar 3 mm/ menit melintasi saluran genetalia wanita. Sperma

    mencapi tuba uteri 30-60 menit setelah ovulasi.

    4). Ereksi

    Ereksi diawali oleh dilatsi arteriol-arteriol penis. Sewaktu jaringan

    erektil penis terisi darah, vena mengalami tekanan dan aliran keluar terhambat

    sehingga turgor organ bertambah. Pusat terdapat pada medulla spinalis.

    5). Ejakulasi

    Merupakan suatu reflek spinal dua tahap yang melibatkan emisi,

     pergerakkan semen ke dalam uretra dan ejakulasi. Terdorongnya semen keluar

    uretra saat orgasme. sebagian besar merupakan serat dari reseptor di glans

     penis mencapai medulla spinalis. Emisi adalah suatu respon simpatis di

    lumbal bagian atas medulla spinalis akan terjadi kontraksi otot polos

    vasdeferensia  dan vesikula seminalis  sebagai ranngsang di saraf hipogastrik.

    Semen terdorong keluar uretra oleh kontraksi bulbo karnevosa (otot rangka).

    Reflek ini terletak di segmen sakral bagian atas dan lumbal bawah medulla

    spinalis.

    6). PSA (Prostate Specific Antigen).

    Prostat membentuk dan mengsekresi dalam semen dan darah. Gen

    PSA memiliki dua respon element androgen. Zat ini menghidrolisis inhibitor

    motalitas sperma semenogelin dalam semen dan funsi pastinya belum

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    7/30

    diketahui. PSA dijumpai pada kanker prostat dan deteksi dini, walaupun PSA

     juga meningkat pada hipertrofi prostat jinak dan prostatitis.

    7). Fungsi endokrin testis

    Testosteron merupakan hormon utama testis. Testosterone akan

    menurun dengan bertambahnya usia pada pria. Testosteron dan androgen

    memiliki umpan balik dalam membentuk sifat kelamin sekunder pria yaitu

    sebagai anabolic protein, pendorong pertumbuhan dan mempertahankan

    spermatogenesis (Ganong, 2002).

    Gmb 1. Anatomi system reproduksi dan perkemihan

    Sumber: Sobota

    C. Etiologi

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    8/30

    Penyebab pasti terjadinya BPH saat ini belum diketahui secara pasti, akan

    tetapi terdapat faktor predisposisi, yaitu :

    1. Adanya proses penuaan dan ketidak seimbangan antara estrogen dan testosteron.

    Pada usia yang makin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen

    relatif tetap. Estrogen di dalam prostat berperan dalam pembelahan sel-sel

    kelenjar prostat. ( Saraswati, 2006 ).

    2. Berfungsinya sel leydig  pada testis. Testis sendiri merupakan penghasil hormon

    androgen dan faktor genetik ( Suharti, dr.SpKp, 2005 ).

    D. Patofisiologi

    Prostat merupakan kelenjar yang berkapsul kira-kira beratnya 20 gr, yang

    melingkari uretra pria dibawah vesika urinaria. Tanda dan gejala yang berhubungan

    adanya Benigna Prostat Hyperplasi ( BPH ) adalah terjadinya pembesaran prostat

    yang berdampak pada penyumbatan parsial atau penuhnya pada saluran kemih, hal ini

    disebabkan oleh adanya tanda, gejala obstruksi dan iritasi pada uretra.

    Salah satu gejala dari BPH adalah obstruksi saluran kemih, sehingga penderita

    harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi,

     pancaran miksi menjadi melemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi

    disebabkan karena adanya hipersentivitas otot detrusor yang berarti bertambahnya

    frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan mungkin terjadinya disuria. Gejala

    obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal

     berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi

    Karena pengosongan yang tidak sempurna. Pada saat miksi atau pembesaran prostat

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    9/30

    menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi

    meskipun belum penuh. Tanda dan gejala ini untuk menentukan berat ringannya

    keluhan.

    Apabila vesika urinaria menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin

    sehingga pada akhir miksi masih ditemukan urin dalam vesika urinaria dan timbul

    rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan

    terjadi kemacetan total, menyebabkan penderita tidak mampu lagi miksi, karena

     produksi urin terus terjadi, maka vesika tidak mampu lagi menampung urin,

    menyebabkan tekanan intra vesika meningkat. Apabila tekanan vesika terus

    meningkat dan tekanan vesika lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi akan

    terjadi inkontinensia.

    Retensi kronik menyebabkan refluk vesika ureter , hydroureter, hydronefrosis

    dan gagal ginjal. Bila terjadi infeksi maka akan mempercepat terjadinya kerusakan

    ginjal.

    Pada waktu miksi penderita harus selalu mengejan yang lama kelamaan akan

    menyebabkan terjadinya terjadinya hernia atau hemoroid, dan bila selalu terdapat sisa

    urin akan terbentuk endapan dalam vesika urinaria, menyebakan terjadinya batu. Batu

    ini yang akan menyebkan terjadinya iritasi sehingga menimbulkan hematuria dan

    statis, apabila terjadinya refluk maka akan terjadi pielonefritis ( Sjamsuhidajat, 1997

    ).

    E . Manifestasi klinik

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    10/30

    Gejala Benigna Prostat Hyperplasi (BPH) dapat digolongkan menjadi dua

    yaitu gejala obstruktif dan gejala iritatif.

    1.  Gejala Obstruksi : pembesaran prostat meliputi distensi kandung kemih

    “Hesitancy”, pancaran kencing melemah, terputus-putus, tidak lampias saat

    selesai berkemih, rasa ingin kecing sesudah kencing dan keluarnya sisa kencing

     pada akhir berkemih.

    2. Gejala iritatif : frekuensi kencing yang tidak normal, seperti sering miksi dan

    terbangun saat malam hari ( nokturia ), sulit menahan kencing dan rasa sakit (

    nyeri ) waktu kencing. Terkadang bisa juga teerjadi hematuria dan nyeri saat

    ejakulasi ( Sjamsuhidajat, 1997 ).

    F. Penatalaksanaan

    1. Observasi

    Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan

    ialah dengan mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,

    menghindari obat-obatan dekongestan (parasimpalitik), mengurangi minum kopi

    dan tidak diperbolehakn minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi.

    2. Medikamentosa

    Penderita derajat satu biasanya diberikan pengobatan konservatif misalnya dengan

     pemberian penghambat adrenoreseptor alfa seperti : alfarosin, prazosin dan

    terazosin. Keuntungannya adalah efek positif pada keluhan pasien tetapi tidak

    mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikit pun.

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    11/30

    Mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testoteron/

    dehidrotestoteron (DHT) yaitu dengan finasteride penghambat 5 alfa reduktase yang

    mencegah perubahan testoteron menjadi dehidrotestoteron sehingga kadar zat aktif

    dehidrostestoteron menyebabkan mengecilnya ukuran prostat.

    3. Terapi bedah

    Prosedur yang digunakan untuk mengangkat kelenjar prostat, ialah :

    a. Transurethral resection of the prostate (TURP)

    Merupakan prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskpoi.

    Instrumen bedah dimasukkan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat.

    Prosdur ini tidak memerlukan insisi dan digunakan untuk kelenjar yang

     berukuran beragam.

     b. Prostatektomi suprapubis/ Transmilad prostatectomy ( TMP ).

    merupakan salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen ( ke

    dalam kandung kemih ), dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran.

    c. Prostatektomi perineal

    Merupakan penggangkatan kelenjar melalui suatu insisi dalam perinium.

    d. Prostatektomi suprapubik

    Merupakan teknik lain dan lebih umum dibanding pendekatan suprapubik,

    yaitu bedah insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prosta tanpa memasuki

    kandung kemih. Prosedur ini sangant cocok untuk kelenjar besar yang terletak

    tinggi dalam pubis.

    e. T ransurethral incision of the prostate (TUIP).

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    12/30

    Merupakan prosedur lain untuk menangani BPH dengan cara memasukkan

    instrumen melalui uretra. Insisi ini dibuat untuk mengurangio tekanan prostat

     pada uretra dan mengurangi konstriksi uretra. Metode ini diindikasikan pada

     prostat yang berukuran kecil ( ± 30 gr ).

    G. Komplikasi

    Obstruksi yang berkelanjutan dari aliran vesika urinaria menyebabkan

    terjadinya hyperplasia  yang bertahap dari otot vesika urinaria. Trabekulasi  dinding

    vesika urinaria terbentuk akibat serabut pronium dari otot polos yang menebal dimana

    diantaranya dapat terjadi penonjolan divertikum. Mekanisme kompensasi seperti ini

    sering mengalami kegagalan , yang mengakibatkan terjadinya dilatasi pada vesika

    urinaria. Ureter secara bertahap akan mengalami dilatasi ( hydroureter ) 

    menyebabkan pengembalian urin, dan jika tidak segera diobati akan terjadi

    hydronefrosis disertai dilatasi pelvis renalis dan kalies.

    Akibatnya vesika gagal melakukan pengosongan secara penuh sehabis kencing,

    sedikit urin tersisa dan tertinggal di dalam vesika. Sisa urin sisa ini memungkinkan

    untuk terjadinya infeksi, biasanya organisme koliform. Sistitis yang terjadi adanya

    nyeri dan disertai hematuria.  Sedangkan infeksi pada kejadian obstruksi di traktus

    urinarius dapat mengakibatkan terjadinya  pielonefritis dan gangguan fungsi ginjal.

    Infeksi ini berulang merupakan faktor predisposisi terjadinya batu dalam vesika

    urinaria yang sering mengandung fosfat. Septicemia sering terjadi sebagai komplikasi

     pielonefritis ( Underwood, 2000 ).

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    13/30

    Pada waktu miksi penderita harus selalu mengejan yang lama kelamaan akan

    menyebabkan terjadinya terjadinya hernia atau hemoroid. Retensi kronik

    menyebabkan refluk vesika ureter , hydroureter , hydronefrosis dan gagal ginjal (

    Sjamsuhidajat, 1997 ).

    H. Teori inflamasi

    1. Pengertian inflamasi

    Merupakan reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman cairan,

    zat-zat terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan intertisial pada

    daerah cidera atau nekrosis ( Price, 1994 ).

    2.  Tanda-tanda inflamasi

    a.  Rubor ( kemerahan )

    Merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami

     peradangan. Reaksi ini timbul karena arteriol yang menyuplai daerah tersebut

    melebar, sehingga darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal

    menyababkan terjadinya hiperemia. Timbulnya Hiperemia pada reaksi

     peradangan diatur oleh tubuh secara neurogenik maupun secara kimia,

    melalui pengeluaran zat histamin.

     b.  Kalor (panas)

    Merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi dipermukaan tubuh.

    Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, hal ini

    disebabkan karena darah (pada suhu 37°C) yang dialirkan tubuh kepermukaan

    daerah yang terkena lebih banyak dari pada daerah normal.

    c.  Dolor (rasa sakit)

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    14/30

    Merupakan reaksi peradangan yang dihasilkan dengan berbagai cara. Hal

    ini disebabkan oleh perubahan pH lokal atau terjadi pengeluaran zat kimia

    (histamin)yang dapat merangsang ujung-ujung saraf dan pembengkakan

     jarngan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang menyebabkan

    timbulnya rasa sakit.

    d.  Tumor (pembengkakan)

    Pembengkakan terjadi karena cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke

     jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah

     peradangan disebut eksudat, eksudat ini merupakan keadaan awal dari reaksi

     peradangan.

    e.  Fungsio laesa (perubahan fungsi)

    Merupakan perubahan fungsi yang sisebakan karena fungsi jaringan yang

    meradang terganggu ( Price, 1994 ).

    L. 

    Proses penyembuhan luka

    Luka merupakan gangguan dalam kontinuitas sel-sel, kemudian diikuti

    dengan penyembuhan luka yang merupakan pemulihan kontinuitas.

    1.  Fisiologi dari penyembuhan luka

    Respon jaringan terhadap cidera melewati beberapa fase yaitu inflamasi,

     poliferatif dan maturasi.

    a. 

    fase Inflamasi

    Merupakan reaksi  tubuh terhadap luka yang dimulai beberapa menit

    dan berlangsung 3 hari setelah cidera. Proses perbaikan terdiri dari

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    15/30

    mengontrol perdarahan (hemostasis), mengirim darah dan sel ke area yang

    mengalami cidera (inflamasi), dan membentuk sel-sel epite pada tempat cidera

    (epiteliasasi). Selama proses hemostasis, pembulh darah yang cidera

    mengalamikontriksi dan trombosit terkumpul untuk menghentikan

     perdarahan. Bekuan darah membentuk matrik  fibrin yang akan menjadi

     perbaikan sel. Jaringan yang rusakdan sel mast mengsekresi histamin,

    menyebabkan vasodilatasi kapiler dasekitarnya dan mengeluarkan serum dan

    sel darah putih pada jaringan yang rusak. Hal ini menyebabkan terjadinya

    respon inflamsi.

    Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah netrofil. Netrofil mati

    akan meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri atau

    membantu perbaikan jaringan. Leukosit kedua yang penting adalah monosit

    yang akan berubah menjadi makrofag. Makrofag akan membersihkan luka

    dari bakteri, sel mati dan mendaur ulang zat-zat tertentu, seperti amino dan

    gula, yang dapat membantu dalam perbaikan luka. Makrofag akan

    melanjutkan proses pembersihan luka dan menstimulasi pembentukan

    fibroblast, yaitu sel mensintesis kolagen.

    Setelah makrofag memberihkan luka dan menyiapkan untuk perbaikan

     jaringan , sel epitel bergerak dari bagian tepi luka di bawah dasar bekuan

    darah atau keropeng. Akhirnya luka akanterbentuk lapisan tipis dari jaringan

    epiteldan menjadi barier terhadap organisme penyebab infeksi dan zat-zat

     beracun.

     b.  Fase proliferasi (regenerasi)

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    16/30

    Dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil rekontruksi,

    fase proliferasi terjadi 3-24 hari. Fase regenerasi ini adalah mengisi luka

    dengan jaringan penyambung atau jaringan granulasi yang baru dan menutup

    luka dengan epitelisasi. Fibroblast adalah sel-sel yang mwensintesis kolagen

    yang akan menutup defek luka. Fibroblast membutuhkan vitamin B dan C,

    oksigen dan asam amino. Kolagen memberikan kekuatan dan integritas

    struktur pada luka.

    c.  Maturasi (remodelling)

    Merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka, dapat memerlukan

    waktu lebih 1 tahun, tergantung pada kedalaman dan keluasan luka. Serat

    kolagen mengalami remodeling  atau reorganisasi sebelum mencapai bentuk

    normal. Biasanya jaringan parut mengandung lebih sedikit sel-sel pigmentasi

    (melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang dari pada warna kulit

    normal ( Potter, 2005 ).

    J. Pengkajian focus

    1. Demografi

    a. Usia : Lebih dari 50 th

     b. Jenis kelamin : Laki – laki. ( Smeltzer, 2001 ).

    2. Riwayat kesehatan

    a. BPH dengan penyumbatan aliran urinaria.

     b. Kanker prostate. ( Engram, 1998 ).

    3. Perubahan pola fungsional

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    17/30

     a. Sirkulasi

    Tanda : Peningkatan Tekanan darah (efek dari pembesaran ginjal).

     b. Eliminasi

    Gejala : Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urin, keaguan-raguan pada

    awal kemih, ketidak mampuan untuk mengosongkan kandung

    kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih,

    nokturia, disuria dan hematuria, duduk untuk berkemih, ISK

     berulang, riwayat batu, konstipasi.

    Tanda : Masa padat di bawah abdomen bawah ( distensi kandung kemih),

    nyeri teksn ksndung kemih. Hernia inguinalis, hemoroid (

    mengakibatkan peningkatan tekanan abdominalyang

    memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahana ).

    c. Makanan/ cairan

    Gejala : Anoreksia, mual, muantah dan penurunan berat badan.

    d. Nyeri dan kenyamanan

    Gejala : Nyeri suprapubis, panggul atau punggung, kuat, tajam dan nyeri

     punggung bawah.

    e. Keamanan

    Gejala : Demam

    f. Seksualitas

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    18/30

    Gejala : Masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan seksual,

    takut inkontinensia/ menetes selam berhubungna intim dan

     penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.

    Tanda : Pembesaran dan nyeri tekan prostat.

    g. Penyuluhan dan pembelajaran

    Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi dan penyakit ginjal,

     penggunaan antihipertensi atau anti depresan, antibiotic urinaria

    atau agen antibiotic, obat yan dijual bebas untuk flu/ alergi obat

    mengandung simpatomimetik.

    Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama di rawat 22 hari.

    Rencana pemulangan : Memerlukan bantuan denagn management terapi, contoh

    kateter ( Doenges, 1999 ).

    4. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

    a. Pemeriksaan fisik

    Untuk mengukur besarnya hyperplasi prostat dapat dipakai berbagai ukuran,

    yaitu rectal grading, clinical grading dan intra uretral grading.

    1). Rectal grading

    Rectal toucher diperkirakan beberapa sentimeter prostate menonjol ke dalam

    lumen dari rectum. Rectal toucher sebaiknya dilakukan denagn buli-buli

    kosong karena bila penuh, dapat tyerjadi kesalahan.

    Grasi ini adalah sebagi berikut :

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    19/30

    0-1 cm ………………grade 0

    1-2 cm ………………grade 1

    2-3 cm ………………grade 2

    3-4 cm ………………grade 3

    >4 cm ……………….grade 4

    Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostate tidak dapat diraba. Bila

     prostat besar sekali grade 3 dan 4, orang lebih suka memilih

     prostatektomiterbuka secara trans vesikal.

    2). Clinical grading

    Pada pengukuran ini yang menjadi patokkan adalah banyaknya sisa urin

     pada pagi hari setelah [asien bangun, disuruhkencing sampai selesai.

    Kemudian dimasukkan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urin

    Sisa urin 0 cc …………………….…….normal

    Sisa urin 0-50 cc………………………..grade 1

    Sisa urin 50-150 cc…………………..…grade 2

    Sisa urin > 150 cc…………………..…..grade 3

    Sama ssekali tidak bisa kencing ……… grade 4

    3). Intra uretral grading

    Melihat berapa jauh penonjolan lobus lateral kedalam lumen uretra.

    Pengukuran ini hanya dapat dilihat dengan endoskopy dan sudah menjadi

     bidang dari urologi yang khusus.

     b. Pemeriksaan penunjang

    1). Pemeriksaan laboratorium

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    20/30

    Analis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya

    sel leukosit, bskteri dan infeksi. Bila tardapat hematuria harus

    diperhitungkan etiologi lainnya, seperti keganasan pada saluran kemih, batu

    infekasi saluran kemih. Walaupun BPH sendiri dapat dapat menyebabkan

    hematuria. Kadar ureum dan kreatinin darah merupakan n informasi faal

    ginjal. Pemeriksaan PSA ( Prostat Spesific Antigen )sebagai dasar deteksi

    dini keganasan. Bila nilai PSA , 4 mg/ ml tidak perlu biopsy, sedangkan bila

    nilai PSA 4 -10 mg/ml, hitunglah PSAD ( Prostat Spesific Antigen Density )

    yaitu PSA dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD. 0,15 maka sebaiknya

    dilakukan biops prostat, demikian dengan nilai PSA > 10mg/ml.

    2). Pemeriksaan radiologi

    Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi,

    intravena, USG dan sistokopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume

    BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urin dan

    mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak

     berhubungan dengan BPH.

    Jenis pemeriksaan antara lain :

    a). Foto polos, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran

    ginjal atau buli-buli.

     b). Pielonografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,

    hydronefrosisi dan hydroureter, fish hook appearance ( gamabaran

    ureter berkelok-kelok di vesika ).

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    21/30

    c). USG dapat diperkirakan pembesaran prostate, pemeriksaan masa ginjal,

    residu urin, batu ginjal, diverikulum atau tumor buli-buli. ( Manjoer,

    2000 ).

    c. Pemeriksaan diagnostik

    1). Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah

    gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.

    2). Kultur urin : adanya staphylokokus aureus. Proteus,

    klebsiella, pseudomonas atau E coli.

    3). IVP : menunjukkan pelambatan

     pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, penebalan

    abnormal otot kandung kemih.

    4). Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume

    dalam kandung kemih

    5). Sistouretrografi berkemih : Sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi

    kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal.

    6). Sistouretroscopy : Untuk menggambarkan derajat pembesaran

     prostat dan dikandung kemih

    7). Ultrasonografi Transrectal : mengetahui pembesaran prostate,

    mengukur sisa urin dan keadaan patologi seperti tumor atau batu. (

    Doenges, 1999 ).

    I. 

    Patway

    Perubahan usia (usia lanjut)

    Ketidakseimbangan produksi estrogen dan testosteron

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    22/30

     

    Kadar testoteron menurun Kadar estrogen meningkat

    Diit kompleks hiperplasia sel stroma pada jaringan prostat

    Mempengaruhi DNA dalam inti sel

    Proliferasi sel prostat

    BPH

    Obstruksi saluran kemih yg bermuara ke Vesika Urinaria

    Retensi urin

    Prosedur pembedahan

    Terpasang kateter Luka Efek dari anestesi

    Perdarahan

    Irigasi

    Pereganagan

    Perubahan ola kemih

    Disfunsi seksual

    Resiko infeksiResiko defisit cairan

    Gg. Mobilisasi

     Nyeri

    Gg. Rasa nyaman nyeri

    ( Long C, Barbara, Sjamsuhidayat, Smeltzer ).

    J.  Diagnosa keperawatan

    Post operasi

    1. Dx. Perubahan pola kemih berhubungan dengan obstruksi mekanikal, bekuan

    darah, edema, trauma prosedur pembedahan.

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    23/30

    2. Dx. Defisit volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan, ditandai

    dengan adanya tanda – tanda dehidrasi.

    3. Dx. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah, prosedur invasive, irigasi

     pembedahan dan trauma jaringan.

    4. Dx. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik

    ginjal, infeksi urinary dan terapi radiasi.

    5. Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan inkontinensia, kebocoran urin

    setelah pengangkatan

    6. Dx. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek anestesi.

    K. Intervensi

    1. Dx. Perubahan pola kemih berhubungan dengan obstruksi mekanikal, bekuan

    darah, edema, trauma prosedur pembedahan.

    Tujuan : aliran urin meningkat

    Kriteria hasil : a. Berkemih dengan jumlah yang normal tanpa operasi

     b. Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control kandung

    kemih.

    Intervensi

    a. Mengkaji haluaran urin

     b. Membantu pasien memilih posisi untuk berkemih.

    c. Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas.

    d. Mendorong pasien untuk berkemih bila teras dorongan.

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    24/30

    e. Mengukur volume residu.

    f. Mendorong pemasukkan caiaran 3000 ml sesuai toleransi

    g. Mengintruksikan pada pasien untuk latihan perineal.

    h. Menganjurkan pasien bahwa “ penetesan ” diharapkan kateter dilepas.

    i. rigasi kandung kemih.

    Rasinal

    a. Retensi dapat terjadi karena edema area bedah.

     b. Mendorong pasase urin dan meningkatkan rasa normalitas.

    c. Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah bedah.

    d. Berkemih denagn dorongan mencegah retensi urin. Keterbatsan berkemih

    untuk setiap 4 jam.

    e. Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih, residu lebih dari 50 ml

    menunjukkan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus kandung kemih

    membaik.

    f. Mempertahankan dehidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urin.

    g. Membatu meningkatkan control kandung kemih/ sfingter.

    h. Informasi membantu pasien untuk menerima masalah.

    i. Mencuci kandung kemih dari bekuan darah ( Doenges, 1999 ).

    2. Dx. Defisit volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan, ditandai

    dengan adanya tanda – tanda dehidrasi.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi defisit

    volume cairan.

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    25/30

    Kiteria hasil : a. Mempertahankan dehidrasi adekuat.

     b. Tanda – tanda vital stabil

    c. Pengisian kapiler baik.

    d. Menunjukkan tidak adanya perdarahan

    Intervensi

    a. Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan.

     b. Mengawasi pemasukkan dan pengeluaran

    c. Observasi drinase kateter.

    d. Evaluasi warna, konsitensi urin.

    e. Inspeksi balutan/ lika drain.

    f. Mengawasi tand-tanda vital.

    g. Memantau kegelisahan klien.

    h. Mendorong pemasukkan cairan 3000 ml.

    i. Menghindari penggukuran suhu rectal.

     j. Mengawasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht dan jumlah sel darah merah).

    Rasional

    a. Penarikan kateter menyebabkan perdarahan.

     b. Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian pada irigasi

    kandung kemih.

    c. Perdarahan tidak umumterjadi pada 24 jam pertama.

    d. Untuk mengetahui perdarahan.

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    26/30

    e. Perdarahan dapat dapat dibuktikan atau disingkirakan dalam jaringan

     perineum.

    f. Dehidrasi memerlukan intervensi cepat.

    g. Dapat menurunkan perfusi cerebral.

    h. Membilas ginjal/ kandung kemih dari bakteri.

    i. Dapat mengakibatkan penyebaran iritasi terhadap prostat.

     j. Berguna dalam mengevaluasi kehilangan darah ( Doenges, 1999 ).

    3. Dx. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah, prosedur invasive, irigasi

     pembedahan dan trauma jaringan.

    Tujaun : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi.

    Kriteria hasil : a. Mencapai waktu penyembuhan

     b. Tidak terjadi tanda infeksi

    Intervensi

    a. Pertahankan system kateter steril dan berikan perawatan kateter.

     b. Ambulasi dengan kantung drinase dependent.

    c. Observasi tanda vital.

    d. Observasi drainase luka sekitar supra pubik.

    e. Menganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropubik dan perineal).

    f. Mengunakan pelindung kulit.

    g. Kolaborasi dengan pemberian antibuiotik.

    Rasional

    a. Mencegah pemasukkan bakteri dari infeksi.

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    27/30

     b. Menghindari reflek balik urin.

    c. Observasi terjadinya syok.

    f. Insisi resiko terjadinya infeksi.

    g. Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan pertumbuhan

     bakteri.

    h. Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar.

    i. Berhubugan dengan peningkatan resiko infeksi ( Doenges, 1999 ).

    4. Dx. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik

    ginjal, infeksi urinary dan terapi radiasi.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan nyeri hilang/ terkontrol.

    Kriteria hasil : a. Nyeri hilang/ terkontrol

     b. Klien tampak rilek

    c. Mampu untuk istirahat

    Intervensi

    a. Mengkaji nyeri

     b. Mempertahankan patensi kateter dan system drainase.

    c. Meningkatkan pemasukkan 3000 ml/ hari sesuai toleransi.

    d. Berikan pasien informasi yang akurat tentang kateter, drainase dan spasme

    kandung kemih.

    e. Berikan tindakan kenyamanan.

    f. Berikan rendam duduk.

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    28/30

    g. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.

    Rasional

    a. Memberikan informasi untuk membantu dan menentukan pilihan intervensi.

     b. Mempertahankan fungsi kateter dan drainase.

    c. Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan ke mukosa

    kandung kemih.

    d. Menghilangkan ansietas.

    e. Menurunkan ketegangan otot.

    f. Meningkatkan perfusi jaringan, perbaikan edem dan perbaikan penyembuhan.

    g. Meningkatkan rerlaksasi ( Doenges, 1999 ).

    5. Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan inkontinensia, kebocoran urin

    setelah pengangkatan kateter.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi disfungsi

    seksual.

    Kriteria hasil : a. Klien tampak rilek dan ansietas menurun.

     b. Dapat mengerti tentang suatu masalah.

    Intervensi

    a. Memberikan keterbukaan pada pasien tentang inkontinensia dan disfungsi

    seksual.

     b. Memberikan informasi yang akurat.

    c. Mendiskusikan tentang dasar anatomi.

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    29/30

    d. Mendiskusikan tentang ejakulasi retrogard bila pendekatan transurethral/

    suprapubik yang digunakan.

    e. Mengintruksikan latihan perianal.

    Rasional

    a. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan menerima informasi yang

    diberikan.

     b. Impotensi fisiologis terjadi bila perianal dipotong selama prosedur

     pembedahan.

    c. Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul.

    Prosedur bedah mungkin tidak dapat memberikan pengobatan permanen dan

    hipertrofi dapat berulang.

    d. Cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan disekresikan melalui

    urin. Ini tidak mempengaruhi fungsi seksual tetapi akan menurunkan

    kesuburan dan menyebabkan urin keruh.

    e. Meningkatkan kontrol otot inkontinensia urinaria dan fungsi seksual (

    Doenges, 1999 ).

    6. Dx. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek anestesi.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat beraktifitas

    secara mandiri.

    Kriteria hasil : Klien mampu menunjukkan aktifitas secara mandiri tanpa

     bantuan keluarga dan perawat.

    Intervensi

  • 8/18/2019 Jtptunimus Gdl Aisyahsury 5252 2 Bab2

    30/30

    a. Mempertahankan posisi yang nyaman.

     b. Mencegah klien jatuh.

    c. Melakukan latihan aktif atau pasif.

    d. Memonitor kulit kemungkinan terdapat dekubitus.

    e. Meningkatkan aktivitas sesuai batas toleransi.

    f. Pertahankan nutrisi adekuat.

    g. Melakukan ambulasi sebanyak mungkin.

    Rasional

    a. Mencegah iritasi dan mencegah komplikasi.

     b. Mempertahankan keamanan klien.

    c. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.

    d. Memonitor gangguan integritas kulit.

    e. Mempertahankan tonus otot.

    f. Nutrisi diperlukan untuk energi.

    g. Meneruskan perawatan setelah pulang.