36
KOLITIS ULSERATIF: TANTANGAN BAGI DOKTER BEDAH Fazl Q Parray, Mohd L Wani 1 , Ajaz A Malik, Shadab N Wani 1 , Akram H Bijli 2 , Ifat Irshad 3 , Nayeem-Ul-Hassan Department of General Surgery, Sher-I-Kashmir Institute of Medical Sciences (SKIMS) Soura, Srinagar, India, 1 Department of Cardiac Surgery, Sher-I-Kashmir Institute of Medical Sciences (SKIMS) Soura, Srinagar, India, 2 Department of Plastic Surgery, Sher-I-Kashmir Institute of Medical Sciences (SKIMS) Soura, Srinagar, India, 3 Department of Radiology, Sher-I-Kashmir Institute of Medical Sciences (SKIMS) Soura, Srinagar, India Correspondence to: Dr. Mohd Lateef Wani, Cardiac Surgery, SKIMS Srinagar, India. E-mail: [email protected] Date of Submission:Dec 03, 2011 Date of Acceptance:Mar 30, 2012 ABSTRAK Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis yang secara khusus mengenai mukosa rektum dan usus besar. Meskipun etiologi dari gangguan inflamasi berulang ini pada dasarnya belum diketahui, telah ada kemajuan signifikan dalam mengidentifikasi kemungkinan peran genetik dan faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap patogenesisnya. Perjalanan klinis penyakit biasanya bermanifestasi dalam bentuk remisi dan eksaserbasi yang ditandai dengan pendarahan anus dan diare. Oleh karena kolitis ulseratif paling sering International Journal of Preventive Medicine, Vol 3, No 11, November 2012 | 1

Journal Reading Kolitis Ulseratif

  • Upload
    bertouw

  • View
    268

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal

Citation preview

Page 1: Journal Reading Kolitis Ulseratif

KOLITIS ULSERATIF: TANTANGAN BAGI DOKTER BEDAH

Fazl Q Parray, Mohd L Wani1, Ajaz A Malik, Shadab N Wani1, Akram H Bijli2, Ifat Irshad3, Nayeem-Ul-Hassan

Department of General Surgery, Sher-I-Kashmir Institute of Medical Sciences (SKIMS) Soura, Srinagar, India,1 Department of Cardiac Surgery, Sher-I-Kashmir Institute of Medical Sciences (SKIMS) Soura, Srinagar, India,2 Department of Plastic Surgery, Sher-I-Kashmir Institute of Medical Sciences (SKIMS) Soura, Srinagar, India,3 Department of Radiology, Sher-I-Kashmir Institute of Medical Sciences (SKIMS) Soura, Srinagar, India

Correspondence to: Dr. Mohd Lateef Wani, Cardiac Surgery, SKIMS Srinagar, India. E-mail: [email protected]

Date of Submission:Dec 03, 2011

Date of Acceptance:Mar 30, 2012

ABSTRAK

Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis yang secara khusus mengenai mukosa rektum dan usus besar. Meskipun etiologi dari gangguan inflamasi berulang ini pada dasarnya belum diketahui, telah ada kemajuan signifikan dalam mengidentifikasi kemungkinan peran genetik dan faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap patogenesisnya. Perjalanan klinis penyakit biasanya bermanifestasi dalam bentuk remisi dan eksaserbasi yang ditandai dengan pendarahan anus dan diare. Oleh karena kolitis ulseratif paling sering mengenai usia muda atau usia pertengahan awal, penyakit ini dapat memiliki konsekuensi lokal dan sistemik jangka panjang yang serius. Tidak ada terapi medis tertentu yang bersifat kuratif. Meskipun terapi medis dapat memperbaikiproses inflamasi dan mengontrol gejala yang timbul, tidak satupun merupakan pengobatan definitif untuk penyakit ini. Proctocolectomy atau pengangkatan total usus besar dan rektum merupakan satu-satunya yang menyembuhkan secara tuntas; Namun, alternatif bedah yang inovatif tidak lagi harus dengan ileostomy permanen. Tujuan dari review ini adalah untuk memberikan penjelasan rinci tentang manajemen bedah dari kolitis ulseratif.

Kata Kunci: Proctocolectomy, ileostomy, kolitis ulseratif.

| 1

Page 2: Journal Reading Kolitis Ulseratif

PENDAHULUAN

Meskipun Hippocrates telah menjelaskan penyakit diare yang seperti kolitis sebelum tahun 360 SM, sebelum sampai akhir tahun 1800 kolitis ulseratif belum dapat dibedakan secara klinis dari enteritis akibat infeksi. Kolitis ulseratif sekarang telah diakui sebagai entitas penyakit yang berbeda selama hampir 150 tahun. Catatan medis pertama tentang kolitis oleh Sir Samuel Wilks dari Londonpada tahun 1859 disebutkan seorang wanita 42 tahun yang meninggal setelah beberapa bulan diare dan demam. Pemeriksaan postmortem mengungkapkanperadangan ulseratif transmural dari usus besar dan ileum terminal yang pada awalnya disebut sebagai "kolitis ulseratif sederhana", mungkin sebenarnya merupakan penyakit Crohn. Laporan kasus berikutnya pada tahun 1875, sekali lagi oleh Wilks dan Walter Moxon, yang menjelaskan ulserasi dan radang seluruh kolon wanita muda yang telah menderita diare berdarah yang parah, mungkin merupakan catatan rinci pertama kolitis ulseratif.[1] Meskipun telah lama diketahui adanya penyakit kolitis ulseratif, pemahaman yang jelas tentang faktor-faktor yang mendasari patogenesis masih terus luput dari penelitian.

Dari perspektif bedah, setelah Burrill Crohn mendeskripsikan enteritis lokalvpada tahun 1930, yang membedakan antara kolitis ulseratif dan penyakit Crohn pada usus besar tampaknya relatif tidak rumit. Meskipun kedua penyakit awalnya tampaknya memiliki fitur patologis yang berbeda, terdapat tumpang tindih tidak hanya pada proses patologis, tetapi juga pada distribusi anatomi. Fakta bahwa kesalahan diagnosis terjadi pada 10% dari pasien,[2] yang dapat mempengaruhi implikasi terapi secara signifikan karena pendekatan bedah untuk kolitis ulseratif dan penyakit Crohn secara inheren agak berbeda. Seperti yang akan dibahas lebih lanjut, bedah alternatif yang lebih baru untuk kolitis ulseratif umumnya kontraindikasi pada pasien dengan penyakit Crohn.

EPIDEMIOLOGI

Kolitis ulseratif menimbulkan banyak tantangan bagi ahli epidemiologi karena kejadian penyakit yang rendah dan jarang berakibat fatal, presentasi klinis dapat bervariasi dan sering membahayakan, interval antara awal kejadian dan diagnosis bisa dalam dekade, dan tidak ada kriteria diagnostik yang bersifat universal. Meskipun keterbatasan ini, studi epidemiologi dapat memberikan wawasan berharga mengenai berbagai faktor etiologi potensial. Meskipun onset usia kolitis ulseratif biasanya bimodal dan biasanya terjadi antara usia 15-40 tahun dan setelah usia 60 tahun, Penyakit dapat terjadi pada semua usia dari bayi ke lansia. Faktanya sekitar 5% dari kasus baru dilaporkan terjadi setelah usia 60.

| 2

Page 3: Journal Reading Kolitis Ulseratif

Sepanjang rentang usia, pria dan wanita jumlahnya hampir sama. Angka kematian dari kolitis ulseratif menurun di seluruh dunia, terutama di Amerika Serikat, tidak hanya sebagai hasil dari terapi medis yang sudah maju, tetapi juga karena intervensi bedah yang lebih awal.

PATOFISIOLOGI

Meskipun pemahaman kita tentang peran familial dan faktor genetik sebagai etiologi kolitis ulseratif telah meningkat pesat, tetapi patogenesis kolitis ulseratif tetap tidak dipahami secara jelas karena interaksi yang kompleks dari lingkungan atau faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi secara signifikan kerentanan seseorang. Seperti disebutkan, kolitis ulseratif adalah penyakit peradangan kronis dicirikan oleh episode berulang dari peradangan usus diikuti oleh penyembuhan parsial. Siklus inflamasi berulang-ulang ini akhirnya menyebabkan gangguan kronis fungsi usus. manifestasi klinis dari proses patologis ini dihasilkan dari serangkaian interaksi yang tumpang tindih antara faktor ekstrinsik lingkungan, faktor intrinsik genetik, dan fungsi penghalang mukosa.

Meskipun faktor etiologi tunggal belum dapat diidentifikasi, bukti kuat menunjukkan bahwa penyakit ini dicetuskan oleh respon peradangan mukosa berkelanjutan dimana mekanisme downregulate dari host tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kegagalan untuk melemahkan respon ini meningkatkan rekruitmen dan aktivasi sel-sel kekebalan dan sel-sel inflamasi, dan ditambah dengan pelepasan mediator proinflamasi, menyebabkan peradangan dan memfasilitasi kerusakan jaringan usus. Penelitian terbaru telah difokuskan pada peran sistem kekebalan mukosa dalam patogenesis kolitis ulseratif. Respon imun inflamasi meliputi disregulasi imunitas humoral dan seluler dan peningkatan reaktivitas terhadap antigen bakteri usus. Saat ini terpikir bahwa hilangnya toleransi terhadap flora usus adalah cara mendasar dalam patogenesis kolitis ulseratif.[4,5] Mukosa usus terus terkena paparan lingkungan ektrim. Toleransi mukosa optimal terletak pada regulasi yang ketat dan rumit antara imunitas mukosa dan sel nonimmune, yang diatur oleh jaringan mediator autokrin dan parakrin. Disregulasi kronis dari kekebalan mukosa dapat memulai respon inflamasi yang tidak terkontrol dan mungkin menjadi mekanisme yang mendasari kolitis ulseratif. Immunoregulatory dan sitokin proinflamasi juga memainkan peran kunci dalam modulasi peradangan usus.

Sitokin dapat memiliki efek parakrin dan autokrin serta endokrin yang memediasi baik respon lokal dan sistemik dari peradangan usus. Sitokin

| 3

Page 4: Journal Reading Kolitis Ulseratif

proinflamasi seperti interleukin 1 (IL-1), IL-6, IL-8, dan tumor necrosis factor-alpha, dan prostaglandin seperti prostaglandin E2 dan leukotrien B4 juga terlibat memperburuk peradangan mukosa, sementara IL-4 dan IL-10 memainkan peran penting dalam menekan peradangan usus serta memulai mekanisme perbaikan dan penyembuhan. Sementara peran sitokin proinflamasi ini belum benar-benar diketahui, tampak bahwa kolitis ulseratif dimediasi oleh Th2-like cytokin.

PATOLOGI

Pada pemeriksaan makroskopik, mukosa kolon tampak bengkak dan mengalami kongesti bahkan dalam kasus-kasus ringan. Selama penyakit berlangsung, mukosa mulai terkikis meninggalkan pulau mukosa kecil yang menyerupai polip tetapi sebenarnya merupakan pseudopolip. Mukosa yang erosi sering bergabung membentuk ulkus linear dan celah dangkal yang melemahkan mukosa yang tersisa, yang menjadi rapuh dan eritematosa dengan berkurangnya lipatan haustral. Sifat berulang dari penyakit ini sering meninggalkan ulkus dangkal dengan jaringan granular pada mukosa yang menebal dengan peningkatan vaskularisasi. Penampakan ini sangat kontras dengan inflamasi transmural yang ditemukan pada penyakit Crohn di usus besar, di mana semua lapisan dinding kolon mungkin terlibat dalam proses inflamasi granulomatosa.

Secara histologis, lesi awal yang khas terdiri dari infiltrasi sel-sel inflamasi, terutama leukosit polimorfonuklear, ke dalam kriptus di dasar mukosa, membentuk abses crypt. Sebagai lesi lanjut, terdapat perpaduan dari abses crypt dan deskuamasi sel di atasnya untuk membentuk ulkus. Cryptitis ini dikaitkan dengan melemahnya mukosa yang relatif normal, yang menjadi edema dan membentuk konfigurasi polypoid karena terisolasi antara ulkus yang berdekatan. Pada sediaan seluruh bagian dari usus dari pasien dengan penyakit berat menunjukkan ulkus dengan dasar yang luas. Tidak adanya fibrosis dan kurangnya peradangan pada bagian transmural menyingkirkan penyakit Crohn. Kolagen dan jaringan granulasi sering menempati bidang ulserasi, yang memanjang, tapi jarang melalui lapisan muskularis. Pada pembesaran yang lebih kuat, tepi ulkus tampak menjorok ke mukosa yang meradang. Meskipun kolitis ulseratif umumnya terbatas pada mukosa dan submukosa, dalam bentuk yang paling parah dari penyakit ini, seperti kolitis fulminan atau megakolon toksik, proses penyakit dapat meluas ke lapisan otot yang lebih dari usus besar dan bahkan lapisan serosa.

Sebagai contoh, kami telah mencatat bahwa spesimen kolektomi dari beberapa pasien dengan kolitis kronis parah aktif berisi ulkus dangkal yang meluas memasuki lapisan propria muskularis dari usus.[6] Celah ulkus dangkal

| 4

Page 5: Journal Reading Kolitis Ulseratif

merupakan fitur patologi khas kolitis ulseratif. Ulkus ini muncul dengan gambaran seperti pisau, berorientasi vertikal dilapisi dengan jaringan granulasi yang aktif meradang dan sering dikaitkan dengan peradangan kronis di sekitar ulkus. Meskipun ulkus yang dalam biasanya terkait dengan penyakit Crohn, beberapa patolog percaya bahwa ulkus dalam dapat dilihat pada kasus berat. Jenis penampakan ini bisa menyulitkan diferensial diagnosis. Jarang, abses crypt menembus lapisan propria muskularis, sering membentang sepanjang pembuluh darah, akhirnya mengarah perforasi.

GAMBARAN KLINIK

Pasien dengan episode yang relatif ringan biasanya mengeluh diare berdarah, sakit perut, dan demam. Meskipun penyakit pada awalnya terbatas pada rektosigmoid, akhirnya dapat pula berlangsung pada bagian proksimal. Persentase yang lebih kecil (25%) hadir dengan serangan moderat di mana diare berdarah adalah gejala utama. Pada sejumlah kecil pasien (15%), kolitis ulceratif dapat berkembang dengan cepat menjadi bentuk fulminan. Pasien-pasien ini sering mengalami onset yang relatif mendadak, gerakan usus berdarah, demam tinggi, berat badan menurun, dan nyeri perut difus.

Temuan fisik umumnya terkait dengan durasi, tingkat, dan keparahan penyakit. Berat badan menurun dan pucat biasanya menyertai serangan akut, bersama dengan perubahan dalam berbagai fungsi metabolisme. Selama periode aktif, abdomen, terutama di dekat dengan usus besar, terasa nyeri saat dipalpasi. Serangan akut atau fulminan dapat bermanifestasi seperti perut sehabis dibedah, dengan demam yang menyertai dan penurunan bising usus. Pada pasien dengan megakolon toksik, distensi abdomen mungkin diidentifikasi.

Manifestasi ekstra-intestinal dari kolitis ulseratif diamati di sejumlah organsistem.[7] Dengan demikian, pemeriksaan yang cermat dari kulit, rongga mulut dan lidah, sendi, dan mata bisa menjadi komponen penting dari diagnosis awal karena adanya penyakit ekstra-intestinal menunjukkan bahwa penyakit inflamasi usus adalah kemungkinan penyebab diare yang mendasari. Banyak manifestasi ekstra-intestinal dari kolitis ulseratif berhubungan erat dengan aktivitas penyakit dan merespon terapi dengan steroid, agen imunosupresif, atau perawatan bedah.[8] Hati dan gangguan saluran empedu juga sering dialami pasien dengan kolitis ulseratif. Hingga 80% dari pasien, terutama mereka dengan pancolitis, menunjukkan beberapa keterlibatan hati. Sclerosing cholangitis, satu komplikasi ekstra-intestinal yang paling sulit terkait dengan kolitis ulseratif, diamati pada 1-4% pasien. Meskipun beberapa pasien merespon dengan kolektomi, sebagian

| 5

Page 6: Journal Reading Kolitis Ulseratif

menunjukkan perkembangan penyakit hati bahkan setelah reseksi usus. Pasien dengan gagal hati yang progresif akhirnya membutuhkan transplantasi hati. Pasien yang terkena juga berisiko lebih besar terkena kanker saluran empedu, meskipun hal ini juga dapat berkembang secara de novo pada pasien dengan kolitis ulseratif.

MODALITAS DIAGNOSTIK

Endoskopi:

Tidak ada laboratorium khusus, radiografi, atau tes histologis yang secara definitif menegakkan diagnosis kolitis ulseratif; sehingga diagnosis akhir biasanya dengan mengekslusi penyakit lain. Namun, endoskopi dengan biopsi dapat memainkan peran integral dalam diagnosis, manajemen, dan pengawasan dari kolitis ulseratiif.[9] Endoskopi bisa sangat berharga dalam menegakkan diagnosis akhir, dengan menyingkirkan etiologi lainnya pada pasien dengan diare berdarah, menggambarkan sejauh mana dan aktivitas peradangan mukosa, dan memperoleh biopsi mukosa untuk dievaluasi secara histologis. Untuk ahli bedah, endoskopi dapat sangat berguna dalam membedakan kolitis ulseratif dari penyakit Crohn, yang dapat memiliki dampak yang signifikan pada keputusan bedah dan manajemen komplikasi terkait penyakit. Karakteristik klinis mayor yang membedakan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn ditunjukkan pada Tabel 1.

Karena kolitis ulserativa melibatkan rektum pada 90-95% kasus, sigmoidoskopi fleksibel adalah langkah pertama dalam diagnosis. Kasus ringan mungkin hanya menunjukkan hilangnya pola vaskular yang normal, tekstur granular, dan perdarahan mikro ketika mukosa melunak adalah disentuh atau diusap. Ketika penyakit ini cukup aktif, mukosa menjadi lebih rapuh dan perdarahan spontan sering terjadi. Pada kasus yang parah terdapat ulkus makro dan perdarahan hebat, biasanya disertai dengan eksudat purulen. Kolitis ulseratif kronis sering dikaitkan dengan penampilan pseudopolip kecil, yang mewakili daerah dari regenerasi mukosa di tengah-tengah destruksi mukosa yang difus. Penggunaan fleksibel sigmoidoskopi serta modalitas pencitraan lainnyatelah meningkatkan akurasi diagnostik dan penerimaan pasien. Kolonoskopi mungkin berguna dalam menentukan tingkat dan aktivitas penyakit, terutama pada pasien yang didiagnosis kanker yang tidak jelas atau dicurigai.

Radiografik:

Pada pasien dengan kolitis ulseratif fulminan dan berat, foto polos abdomen mungkin berguna awalnya, terutama karena teknik pencitraan invasif dapat memiliki risiko yang serius. Foto abdomen mungkin menunjukkan dilatasi

| 6

Page 7: Journal Reading Kolitis Ulseratif

kolon atau toksik megakolon dalam 3-5% pasien. Meskipun pelebaran ini paling sering diamati dalam usus besar yang melintang, bisa terjadi di mana saja di usus besar. Sebuah foto rontgen polos juga berguna untuk mendeteksi udara bebas dalam rongga peritoneum, menunjukkan potensi perforasi usus yang sakit.

Pencitraan saluran cerna bawah atau pemeriksaan barium enema usus besar berguna pada kebanyakan pasien, meskipun berpotensi berbahaya pada mereka dengan toksik megakolon. Seiring kolitis ulseratif berkembang, mukosa bergranuler dan perdarahan mikro menghasilkan pola reticularis yang difus, di mana tampak belang-belang yang tak terhitung jumlahnya karena bahan kontras bersarang di ulkus mikro. Kasus yang lebih ringan dari kolitis ulseratif akut mungkin tampak gambaran granular yang difus yang juga dapat dilihat secara lebih rinci pada barium enema kontras udara. Dalam kasus berat, margin usus besar tidak teratur dengan ulkus yang dapat diamati pada full-collum barium enema. Stadium akhir atau "burn out" kolitis ulseratif ditandai dengan pemendekan usus besar, hilangnya redundansi yang normal di wilayah sigmoid dan pada flexura limpa dan hati, hilangnya pola haustral, tidak adanya ulserasi diskrit, dan kaliber usus menyempit.

| 7

Page 8: Journal Reading Kolitis Ulseratif

Terapi Medik:

Ahli bedah sekarang terlibat dalam manajemen pasien yang berpotensi menjalani terapi bedah pada awal perjalanan penyakit mereka, sehingga pemahaman umum tentang manajemen medis pada berbagai presentasi dan tahap kolitis ulseratif sangat diperlukan. Terapi medis untuk kolitis ulseratif tidak kuratif. Hal ini terutama ditujukan untuk mengontrol gejala pasien atau mengelola proses inflamasi yang mendasari untuk menginduksi remisi. Setelah diagnosis kolitis ulseratif telah ditetapkan, keputusan mengenai pelaksanaan terapi medis tergantung pada keparahan gejala, riwayat klinis pasien, dan endoskopi dan studi radiografi. Rencana perawatan yang optimal, yang mungkin akhirnya termasuk operasi, sering dibuat dengan masukan dari pasien serta dokter ahli pencernaan dan dokter bedah. Meskipun kepatuhan individual terhadap rencana perawatan dapat menghasilkan hasil jangka panjang yang lebih baik, persentase yang signifikan pasien pada akhirnya mengalami refrakter bahkan setelah rejimen pengobatan agresif atau mengalami komplikasi lainnya yang memerlukan intervensi bedah.[10]

Pilihan agen yang biasa digunakan untuk menginduksi remisi pada pasien dengan kolitis ulseratif tergantung pada tingkat dan beratnya penyakit dan lokasi anatomi, dan dapat berupa rejimen oral dan rejimen topikal sendiri atau dalam kombinasi.[11] Obat yang biasa digunakan dalam pengobatan berbagai tahap kolitis ulseratif termasuk sulfasalazine dan analog aminosalicylate, kortikosteroid, imunomodulator, penekan antimetabolites, anti-tumor necrosis factor-alpha, agen biologis termasuk infliximab, dan dalam beberapa kasus antibiotik. Antidiare dan agen antispasmodik juga dapat digunakan dalam bentuk terapi kombinasi bila dibutuhkan [Tabel 2].

| 8

Page 9: Journal Reading Kolitis Ulseratif

MANAJEMEN OPERATIF KOLITIS ULSERATIF

Indikasi Operasi:

Kasus Emergency:

a. Kolitis FulminanPerjalanan klinis kolitis ulseratif berupa keadaan inflamasi kronis

yang ditandai dengan gejala sporadis akut. Namun, dalam persentase kecil pasien, presentasi awal dapat berupa kondisi fulminan.[12] Kolitis fulminan ditandai oleh onset yang cepat dari gejala yang parah termasuk diare berdarah, sakit perut yang parah, dan dehidrasi. Pasien-pasien ini sering mengeluh sangat sakit, umumnya ditandai dengan anemia dan takikardi, dan demam tinggi. Pasien umumnya segera diberi terapi medis yang agresif mencakup steroid intravena dosis tinggi, resusitasi cairan, koreksi kelainan elektrolit, dan dalam beberapa kasus, transfusi darah. Jika distensi kolon berat, dekompresi dengan nasogastric tube mungkin diperlukan. Sekitar 10% dari pasien kolitis ulseratif awalnya hadir dengan kolitis fulminan;[13] Namun, jika riwayat pasien tidak diketahui atau jika diagnosis kolitis ulseratif tidak jelas, sigmoidoskopi fleksibel pada rektum dan sigmoid harus dilakukan sesegera mungkin. Ahli pencernaan dan ahli bedah harus memonitor kondisi pasien selama 24-48 jam dan, jika tidak ada perbaikan atau kondisi memburuk, perawatan bedah dianjurkan. Kalau ada indikasi perforasi atau peritonitis, pasien harus dioperasi segera.

b. Megakolon ToksikMegakolon toksik sangat langka tapi komplikasi yang berat terjadi

hingga 2,5% pasien dengan kolitis ulseratif.[14] Megakolon toksik akut mungkin presentasi awal penyakit atau mungkin merupakan eksaserbasi akut pada pasien dengan penyakit kronis.[13] Biasanya, terisolasi pada segmen melintang atau usus besar kiri melebar lebih dari 5,5 cm; Namun, seluruh usus besar dapat terlibat. Karena terkait morbiditas tinggi dan kematian, pengenalan dini dan agresif, sering manajemen bedah sangat penting. Terapi medis untuk megakolon toksik mirip dengan kolitis fulminan dan termasuk resusitasi cairan intravena dan elektrolit, nasogastric tube, antibiotik spektrum luas, dan jumlah nutrisi parenteral untuk meningkatkan status gizi.[14] Meskipun peran terapi steroid dosis tinggi pada megakolon toksik masih kontroversial, sebagian besar pasiendengan serangan kolitis ulseratif berat kemungkinan besar menjalani terapi steroid dan dengan demikian perlu dosis tappering off kortikosteroid untukmencegah krisis adrenal. Dokter dan tim bedah juga harus memantau pasien ini dengan sangat erat, dan jika tidak ada perbaikan klinis setelah

| 9

Page 10: Journal Reading Kolitis Ulseratif

24-36 jam setelah terapi agresif atau jika ada bukti perforasi, operasi darurat diindikasikan. Keterlambatan dalam melakukan operasi secara signifikan meningkatkan resiko perforasi, yang menimbulkan kematian dari di bawah 5% menjadi hampir 30%.[13] Meskipun cepat dan terapi medis yang agresif dapat menunda operasi darurat, hampir 50% dari pasien ini akan membutuhkan proctocolectomy dalam waktu satu tahun.

Pengamatan ini menunjukkan bahwa operasi konservatif sesuai untuk kondisi akut. Dengan prosedur sfingter anal-sparing, ahli bedah harus selalu mempertimbangkan kemungkinan dari kebutuhan operasi untuk pemulihan inkontinensia di kemudian hari. Secara khusus, membiarkan rektum utuh memungkinkan penggunaannya untuk proctectomy mukosa berikutnya dan anastomosis ileoanal. Secara historis, operasi seperti Turnbull blow-hole colostomy dengan lingkaran ileostomy[15] jarang digunakan karena meningkatkan perawatan medis selama keadaan darurat dan adanya pilihan operasi yang lebih baik. Namun, Turnbull blow-hole colostomy mungkin masih diindikasikan untuk pasien tertentu dengan megakolon toksik, obstruksi usus besar, Clostridium difficile colitis berat, penyakit Hirschsprung dewasa, dan pankreatitis dengan pseudocysts. Prosedur ini juga dapat bertindak sebagai jembatan untuk operasi lebih definitif untuk pasien dengan penyakit jinak dan paliatif untuk mereka dengan penyakit keganasan dan metastasis.[16]

c. Perdarahan MasifPerdarahan besar yang cukup berat dapat mengakibatkan

ketidakstabilan hemodinamik juga merupakan komplikasi kolitis ulseratif untuk dilakukan bedah, terjadi kurang dari 1% dari pasien dan terhitung sekitar 10% dari yang kolektomi darurat. Penatalaksanaan awal harus terdiri dari resusitasi cairan agresif, elektrolit dan produk darah. Jika perdarahan berlanjut tetapi hemodinamik pasien stabil, steroid dosis tinggi selama 2-3 hari dapat dicoba sebelum dilakukan intervensi bedah. Namun, dalam banyak kasus intervensi bedah yang cepat dibutuhkan, tetapi hanya setelah penyebab lain dari perdarahan seperti ulkus lambung atau duodenum dikesampingkan. Perdarahan tak terkendali dari seluruh mukosa kolorektal mungkin salah satu indikasi yang jelas untuk proctocolectomy darurat. Jika memungkinkan, rektum harus disisakan untuk proctectomy mukosa di kemudian hari dengan ileoanal anastomosis, menyadari bahwa sekitar 12% dari pasien akan terus mengalami perdarahan dari segmen rektum.

d. PerforasiMeskipun perforasi kolon akut jarang terjadi dalam ketiadaan

megakolon toksik, kejadian ini biasanya terkait langsung dengan tingkat

| 10

Page 11: Journal Reading Kolitis Ulseratif

keparahan episode awal dan luasnya penyakit. Meskipun kejadian perforasi secara keseluruhan selama serangan pertama kurang dari 4%, jika serangan berat, insiden meningkat menjadi sekitar 10%. Jika pasien memiliki pancolitis, tingkat perforasi bisa naik sampai 15%; jika pancolitis yang dikaitkan dengan klinis serangan yang parah, tingkat perforasi naik ke hampir 20%. Perforasi tidak selalu terkait langsung dengan kolitis ulseratif yang mendasari, dan penyebab lain seperti tukak lambung atau duodenum dari penggunaan steroid atau bahkan penyakit Crohn mungkin penyebab perforasi lainnya. Namun, karena perforasi adalah komplikasi yang paling mematikan dari kolitis ulseratif, tidak ada tempat untuk terapi medis, dan pasien harus segera menjalani operasi. Meskipun perforasi usus terjadi lebih sering dengan adanya megakolon toksik, penting untuk diingat bahwa megakolon toksik bukan merupakan prasyarat untuk terjadinya perforasi. Dengan adanya perforasi kolon, operasi definitif harus dilakukan. Kolektomi abdomen dengan ileostomy dan penutupan rektum metode Hartmann adalah prosedur pilihan.

e. ObstruksiObstruksi total disebabkan oleh striktur jinak terjadi pada 11%

pasien, dengan 34% dari striktur terjadi di rektum. Striktur biasanya hasil dari fibrosis submukosa dan hiperplasia mukosa. Meskipun biasanya tidak menyebabkan obstruksi akut, lesi harus dibedakan dari karsinoma dengan biopsi atau eksisi, dan khususnya perhatian harus diberikan untuk mengesampingkan penyakit Crohn. Striktur yang disebabkan oleh karsinoma lebih jarang daripada yang disebabkan oleh penyakit jinak dan lebih rentan untuk menyebabkan perforasi. Banyak ahli bedah sekarang percaya bahwa setiap striktur kolon yang menyebabkan gejala obstruktif, bahkan jika itu jinak pada endoskopi, harus dilakukan pembedahan.[12]

Kasus Elektif:

Banyak pasien dengan kolitis ulseratif kronis memilih untuk menjalani proctocolectomy elektif lebih awal di perjalanan penyakit mereka,[17] sekarang terdapat prosedur restoratif yang menawarkan komplikasi yang minimam sertaharga dan hasil yang sangat baik. Pasien biasanya memutuskan operasi elektif setelah berkonsultasi dengan dokter ahli pencernaan dan ahli bedah, dan meskipunkolitis ulseratif adalah penyakit kronis, indikasi untuk operasi elektif dapat terjadi di awal penyakit pasien atau setelah bertahun-tahun pada penyakit yang cukup ringan. Indikasi utama untuk pengobatan bedah kolitis ulseratif adalah:

a. Penyakit berat: Kegagalan terapi medis seperti ditunjukkan oleh disfungsi dan cacat fisik kronis dan gangguan fisiologis adalah indikasi yang paling

| 11

Page 12: Journal Reading Kolitis Ulseratif

umum untuk operasi elektif kolitis ulseratif kronis. Gejala berat dapat dicirikan dengan menurunnya kualitas hidup pasien, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasari atau terapi yang dijalani. Karena penyakit berat secara klinis didefinisikan, dapat terjadi pada pasien baik pada penyakit akut atau kronis. Pada kondisi akut umumnya mengacu pada ketidakmampuan untuk mengontrol gejala meskipun terapi medis sudah maksimal. Sebaliknya, pada kondisi kronis mengacu baik ketidakmampuan untuk menurunkan dosis obat tanpa terjadi kekambuhan, terutama steroid, kedalam dosis pemeliharaan yang dapat ditoleransi, atau munculnya efek samping obat.[12] Ada banyak operasi elektif untuk kolitis ulseratif yang dibahas di bawah.

b. Displasia, Keganasan dari usus besar atau rektum, atau profilaksis kanker: Pasien dengan kolitis ulseratif mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya displasia dan kanker kolorektal.[18] Kebanyakan ahli bedah setuju bahwa displasia signifikan, dicurigai kanker, atau yang jelas-jelas keganasan indikasi untuk kolektomi. Meskipun kolitis ulseratif hanya menyumbang sekitar 2% dari semua kasus kanker kolorektal pada populasi umum, komplikasi ini menyumbang sekitar 15% dari semua kematian terkait dengan penyakit inflamasi usus.[18] Kolitis ulseratif meningkatkan risiko kanker usus sebesar sekitar 0,5-1,0% per tahun setelah 10 tahun. Diagnosis pada usia dini, dan peningkatan durasi dan luasnya penyakit tampaknya meningkatkan risiko secara substansial.[19] Dengan demikian, pada saat pasien memiliki memiliki penyakit selama 20 tahun, risiko kanker usus dapat setinggi 20%, meningkat menjadi lebih dari 30% pada pasien yang telah memiliki penyakit selama lebih dari 35 tahun.Peningkatan risiko ini jelas menekankan pentingnya melakukan kolonoskopi lengkap dengan berbagai biopsi dari seluruh kolon dan rektum secara berkala untuk mendeteksi displasia mukosa dan untuk mengidentifikasi kemungkinan kolektomi profilaksis.[20] Meskipun waktu operasi untuk profilaksis kanker masih kontroversial, ada beberapa pasien dengan hal ini merupakan satu-satunya indikasi untuk operasi. Peran biopsi rektum atau kolon dalam mengarahkan waktu kolektomi juga tetap kontroversial. Pasien dengan kolitis lama, displasia grade tinggi, atau Displasia Lesi terkait ‘’Dysplasia associated lesions or mass (DALM)’’ adalah kandidat untuk kolektomi. Displasia pada kolitis ulseratif mungkin diklasifikasikan sebagai datar atau meningkat (DALM). Pasien dengan displasia grade tinggi umumnya kandidat kolektomi.[21] Karena dysplasia adalah penanda untuk deteksi karsinoma, beberapa ahli bedah sekarang menganjurkan bahwa bahkan dysplasia grade rendah, jika diverifikasi oleh

| 12

Page 13: Journal Reading Kolitis Ulseratif

ahli patologi berpengalaman, merupakan indikasi untuk kolektomi.Displasia setiap kelas meningkatkan probabilitas penderita kanker hidup berdampingan dan bahkan dysplasia grade rendah memiliki nilai prediksi positif yang tinggi.[22] Karena kanker stadium lanjut telah diketahui berhubungan dengan perubahan displastik grade apapun, konfirmasi adanya displasia harus dilakukan untuk indikasi kolektomi.[22] Kehadiran karsinoma tidak kontraindikasi proctectomy mukosa dengan anastomosis ileoanal, kecuali tumor ditemukan pada stadium lanjut atau berada dalam rektum. Proctectomy mukosa dengan ileoanal anastomosis merupakan kontraindikasi untuk tumor rektal yang terletak di sepertiga tengah dan bawah dari rektum. Pada pasien ini, proctocolectomy standar dan ileostomy Brooke tetap dianjurkan. Karena tumor ini cenderung mengalami kekambuhan lokal, terapi radiasi berikutnya mungkin diperlukan yang memberikan kontribusi untuk fungsi yang sangat sedikit. Sebaliknya, pasien dengan tumor yang terletak di bagian sepertiga atas dari rektum dapat dengan aman menjalani proctectomy mukosa dengan anastomosis ileoanal, kecuali dalam kasus-kasus di mana tumor besar, dan ketika proctocolectomy dengan Brooke ileostomy adalah pilihan yang lebih aman. Jika ada ketidakpastian tentang tumor pada saat awal operasi, kolektomi subtotal dengan ileostomy dan penutupan rektum metode Hartmann dapat dilakukan. Operasi akan memungkinkan berikutnyauntuk dilakukan ileoanal anastomosis jika pasien tetap bebas penyakit. Pasien dengan stadium relatif awal kanker usus memiliki beberapa pilihan termasuk proctectomy mukosa dengan anastomosis ileoanal atau Brooke ileostomy, seperti yang dibahas di bawah ini. Kanker usus yang telah menyebar ke hati harus ditangani dengan proctocolectomy dengan Brooke ileostomy atau kolektomi abdominal dan anastomosis ileorectal, seperti dibahas di bawah. Proctocolectomy dan Brooke ileostomy pilihan lebih aman daripada proctectomy mukosa dengan ileoanal anastomosis pada pasien dengan getah tumor kelenjar getah bening kecuali pasien menolak stoma permanen.

c. Manifestasi ekstra-intestinal: Selain pada retardasi pertumbuhan dan perkembangan yang berat pada anak-anak dan remaja, manifestasi ekstra-intestinal dan komplikasi kolitis ulceratif jarang memberikan satu-satunya indikasi untuk manajemen bedah. Namun, dalam beberapa kasus kolektomi dapat membawa manfaat yang dramatis untuk anak-anak dengan kolitis ulseratif. Sendi, mata, dan kulit terkait manifestasi ekstra-intestinal sering berespon terhadap kolektomi; Namun, manifestasi lain yang lebih serius seperti ankylosing spondylitis dan disfungsi atau kegagalan hati mungkin tetap tidak responsif. Perkembangan dari primary

| 13

Page 14: Journal Reading Kolitis Ulseratif

sclerosing cholangitis (PSC), sindrom kolestasis kronis yang ditandai oleh peradangan dan fibrosis pada saluran empedu intra dan ekstra hepatik, tampaknya tidak ada kaitannya dengan ada atau tidak adanya proses inflamasi dalam mukosa yang sakit. Epidemiologi PSC dan hubungannya dengan kolitis ulseratif telah menjadi jauh lebih jelas baru-baru ini.[8] Bahkan, pasien kolitis ulseratif dengan PSC mungkin merupakan bagian yang berbeda pasien IBD di mana kanker kolorektal berkembang di sebagian kecil secara signifikan dan secara keseluruhan kelangsungan hidup lebih buruk.[23] Oleh karena itu, pasien dengan komplikasi yang jarang ini membutuhkan lebih sering pengawasan dan hati-hati sebelum kolektomi. Manifestasi ekstra-intestinal lain kolitis ulserativa yang kadang-kadang muncul sebagai indikasi bedah adalah gangrenosum pioderma destruktif, yang umumnya sembuh dalam sekitar 50% dari pasien setelah kolektomi. Indikasi yang jarang tetapi lebihmendesak untuk kolektomi adalah anemia hemolitik berat, biasanya Coombs 'test positif, yang tidak responsif terhadap steroid dan terapi imunosupresif. Di bawah keadaan ini, kolektomi umumnya disertai dengan splenektomi.Indikasi lain untuk operasi elektif untuk kolitis ulseratif dapat mencakup komplikasi anorektal, yang lebih umum dan dapat sesekali mengacaukan diagnosis banding antara penyakit Crohn dan kolitis ulseratif. Kebanyakan gejala rektal terjadi dalam tahun pertama onset gejala, dan sebagian berkorelasi dengan keparahan penyakit. Secara keseluruhan, sampai dengan 18% dari pasien dengan kolitis ulseratif mengalami perirectal atau iskiorektalis abses dan fistula anal terkait yang membutuhkan intervensi bedah.Manifestasi ekstra-intestinal yang paling sering dalam kondisi darurat termasuk thromboembolic, komplikasi okular, dan penyakit hepatobilier.[24] Oleh karena itu, untuk sebagian besar pasien dengan kolitis ulseratif, kolektomi dilakukan ketika penyakit memasuki kategori berat, fase kronis dan terjadi disfungsi fisik dan sosial. Sekali lagi, dengan adanya operasi sfingter-sparing untuk pasien dengan kolitis ulseratif, maka sangat penting untuk menghindari proctectomy standar bila mungkin.

Pilihan Operasi:a. Proctocolectomy dan ileostomy: Karena kolitis ulseratif pada dasarnya

sembuh setelah usus besar dan rektum diangkat, total proctocolectomy satu tahap dengan ileostomy permanent secara historis merupakan prosedur pilihan, terutama dalam situasi elektif. [25] Meskipun prosedur ini menghilangkan semua jaringan yang sakit dan risiko transformasi ganas,

| 14

Page 15: Journal Reading Kolitis Ulseratif

tetapi masih kurang diterima oleh pasien dan dokter mereka dan biasanya dilakukan hanya setelah operasi lainnya telah gagal atau di bawah keadaan khusus. Keengganan untuk menjalani operasi ini terutama terkait dengan ileostomy perut permanen, yang diperlukan setelah proctocolectomy standar. Meskipun penggunaan dari ileostomy Brooke memfasilitasi langsung pematangan stoma dan menghilangkan masalah fungsional terkait dengan ileostomy permanen sebelumnya, bahkan pasien yang menjalani ileostomi yang paling hati-hati bisa mengalami inkontinensia dan harus terus menerus memakai alat mengumpulkan urin eksternal.Komplikasi pasca operasi yang signifikan juga terkait dengan operasi ini. Secara keseluruhan 20% tingkat morbiditas dilaporkan pada operasi elektif, 30% kasus emergensi, dan 40% untuk proctocolectomy darurat. Risiko terutama perdarahan, kontaminasi, sepsis, dan cedera saraf. Sampai dengan 25% dari pasien memerlukan revisi stoma dan mengalami luka perineum setelah proctectomy perineum standar. Lima belas sampai dua puluh persen pasien mengalami obstruksi usus halus di beberapa titik pada periode pasca operasi. Perhatian utama adalah kandung kemih dan disfungsi seksual terkait dengan cedera saraf parasimpatik. Impotensi dilaporkan terjadi pada kurang lebih 5% dari pasien laki-laki setelah proctectomy.Terlepas dari kenyataan bahwa sebagian besar pasien dengan ileostomy Brooke akhirnya menyesuaikan diri terhadap stoma, hampir setengah mengalami beberapa masalah terkait alat termasuk iritasi kulit atau ekskoriasi, rasa tidak nyaman, kebocoran dan bau, atau beban waktu, tenaga, dan keuangan merawat pasien ileostomy. Mungkin masalah utamanya adalah implikasi psikologis dan psikososial signifikan ileostomy permanen, terutama untuk anak muda dan pasien aktif secara fisik. Untuk itu alasan bahwa ahli bedah berusaha mencari alternatif untuk total proctocolectomy dan ileostomy.

b. Subtotal kolektomi dan ileorectal anastomosis: Subtotal kolektomi dan anastomosis ileorectal, telah digunakan dalam pengobatan bedah kolitis ulseratif selama lebih dari 50 tahun.[26] Anastomosis ileorectal menghilangkan kebutuhan pemakaian stoma dan saraf otonom panggulctidak terganggu, risiko impotensi dan disfungsi kandung kemih yang sangat rendah. Meskipun kolektomi abdomen dengan anastomosis ileorectal adalah prosedur yang kurang menyebabkan inkontinensia, tetapi tidak dilakukan secara ekstensif kecuali dalam kondisi tertentu karena tidak kuratif. Peradangan mukosa dapat bertahan dalam rektum dan ada yang sedang berlangsung risiko keganasan yang meningkat seiring dengan

| 15

Page 16: Journal Reading Kolitis Ulseratif

waktu. Sekitar 20% dari pasien memerlukan proctectomy berikutnya untuk proctitis. Bahkan tanpa adanya kekambuhan penyakit atau keganasan, fungsi dalam pasca periode awal operasi biasanya kurang, rata-rata empat atau lima tinja per 24 jam. Anastomosis ileorectal juga dapat dikaitkan dengan sejumlah komplikasi pasca operasi, termasuk obstruksi usus halus pada sampai dengan 20% pasien. Selain itu, ada potensi untuk kebocoran anastomosis antara ileum dan rektum. Kolektomi subtotal dengan anastomosis ileorectal jelas operasi yang dikompromi, kecuali untuk indikasi tertentu, dan jelas kontraindikasi pada pasien dengan disfungsi sfingter anal, penyakit dubur parah, displasia dubur, atau keganasan. Dengan ketersediaan dan Keberhasilan proctectomy mukosa dan anastomosis ileoanal, anastomosis ileorectal diindikasi sangat kurang pada pasien. Seperti dibahas di bawah, dengan kekhawatiran baru-baru ini lebih pada infertilitas wanita muda setelah anastomosis ileum kantong anal, subtotal kolektomi dengan atau tanpa ileorectal anastomosis lebih populer pada pasien wanita muda.

c. Continent ileostomy: ketidakpuasan Pasien karena masalah mekanis dan fungsional ileostomy dan inkontinensia telah memotivasi ahli bedah untuk mencari alternatif untuk mencegah inkontinensia. Upaya awal seperti continent ileostomy atau Kock pouch, namun, penuh komplikasi teknis.[27] Kock pertama kali mengonstruksi continent ileostomy dari seluruhnya ileum terminal dengan ileum pouch yang berperan sebagai wadah untuk tinja dan saluran ileum menghubungkan kantong stoma ke kulit. Meskipun hasil fungsional kurang, pasien yang menjalani total proctocolectomy untuk pertama kalinya, terbebas dari inkontinensia. Operasi kemudian dimodifikasi untuk menyertakan katup antara kantong dan stoma.Biasanya, 45-50 cm dari ileum terminal dibutuhkan untuk pembedahan membuat kantong dan katup. Bagian proksimal sekitar 30-35 cm dibuat menjadi kantong; sedangkan arus keluar saluran intussuscepting dari kantung dan kemudian dijahit atau distaples membentuk katup. Reservoir ileum dijahit ke peritoneum dan fascia, dan anggota tubuh eferen melalui dinding perut sebagai stoma flush. Melewati tabung plastik lembut melalui katup dan stoma maka dapat mengosongkan kantong ileum. Signifikansi operasi ini untuk waktu adalah bahwa pasien ditawarkan operasi yang kuratif dan tidak memerlukan penggunaan suatu alat eksternal.Continent ileostomy telah dikaitkan dengan sejumlah komplikasi, yang paling signifikan berkaitan dengan dislodgment dari katup sehingga menghasilkan inkontinensia tinja dan kesulitan dalam intubasi dan mengosongkan kantong. Kegagalan katup yang memerlukan revisi

| 16

Page 17: Journal Reading Kolitis Ulseratif

dilaporkan terjadi pada sampai dengan 60% dari pasien dan sekitar 20% pasien akan mengalami obstruksi usus kecil, terutama karena perlengketan.[28] Risiko disfungsi kandung kemih, impotensi, dan masalah luka perineum yang mirip dengan proctocolectomy standar dan ileostomy. Beberapa sindrom disfungsi terkait langsung dengan continent ileostomy termasuk stagnant loop syndrome, enteritis, ileitis spesifik, dan pouchitis. Secara klinis, pasien ini sering hadir dengan diare, malabsorpsi lemak dan vitamin B12, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan peradangan mukosa dari kantong dan inkontinensia. Pasien mungkin juga mengalami fistula antara kantong dan kulit atau organ enterik lainnya. Penyakit Crohn adalah kontraindikasi untuk melakukan operasi ini.Meskipun continent ileostomy memiliki keuntungan teoritis jelas atas ileostomy Brooke, terutama berkenaan dengan kontinensia, tinggi tingkat komplikasi fungsional telah membatasi penggunaan klinisnya. Continent ileostomy mungkin berguna pada pasien yang telah menjalani total proctocolectomy dan ileostomy, dan setelah konseling yang hati-hati, ingin menjalani prosedur pemulihan kontinensia. Operasi ini juga tetap menjadi pilihan untuk pasien telah gagal IPAA,[29] atau yang karena alasan lain lebih memilih tetap ileostomy. Di pusat pusat utama yang menawarkan semua alternatif bedah untuk pasien dengan kolitis ulseratif, Kock-pouch terbatas kegunaan klinisnya dan metode serupa tersebut saat ini sedang dibangun meskipun laporan baru baru ini yang memuaskan fungsi jangka panjang dalam lebih dari dua pertiga pasien sampai sampai 30 tahun.[28] Meskipun revisi bedah mungkin dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi yang tepat, continent ileostomy tampaknya memiliki daya tahan yang baik. Dalam penelitian lebih terbaru, pasien melaporkan fungsi yang memadai, kepuasan yang tinggi, dan kualitas kesehatan yang mirip dengan populasi umum.[30]

d. Total proctocolectomy dengan ileal pouch-anal anastomosis: Seperti disebutkan, sampai sekitar 25 tahunclalu, proctocolectomy dengan ileostomy Brooke adalah satu-satunya pilihan bedah yang layak yang bisa ditwarkan ahli bedah kepada pasien dengan kolitis ulseratif yang membutuhkan kolektomi. Meskipun prosedur ini menghilangkan semua jaringan yang sakit dan risiko transformasi maligna berikutnya, pasien dan dokter mereka menolak untuk pilihan ini karena diperlukan ileostomy perut permanen. Untuk alasan ini bahwa ahli bedah mencari alternatif total proctocolectomy dan ileostomy yang bisa menyediakan pasien dengan kontinensia dengan fungsi yang baik. Sementara opsi yang dibahas di atas

| 17

Page 18: Journal Reading Kolitis Ulseratif

adalah yang dilakukan, banyak ahli bedah yang berkembang lebih inovatif, fungsional, dan prosedur yang dapat diterima.Meskipun anastomosis ileoanal pertama dilaporkan dilakukan oleh Nissen di Jerman di awal 1930-an,[31] merintis dua ahli bedah, Mark Ravitch dan David Sabiston, yang lebih dari setengah abad yang lalu mengusulkan konsep proktokolektomi dengan pelestarian sfingter anal.[32] Alih-alih mengablasi seluruh rektum, anus, dan sfingter anal seperti yang terjadi selama proctocolectomy standar, mereka mengakui bahwa karena kolitis ulserativa adalah penyakit mukosa, dimana bantalan mukosa rektum bisa dibedah turun ke garis dentate dari anus, dan dalam teori menyelamatkan otot dubur dan sfingter anal. Berikutnya perpanjangan dari ileum terminal ke dalam panggul endorectally, dan menjahit melingkar ke anus dengan cara end-to-end akan membangun kembali kelangsungan saluran usus. Cara ini memiliki beberapa keuntungan termasuk amannya persarafan parasimpatis ke kandung kemih dan alat kelamin, hilangnya abdomen proctectomy perineum, dan jika dilakukan dengan hati-hati, sfingter anorektal tidak rusak. Paling penting, ileostomy perut permanen dihilangkan dan kontinensia dipertahankan. Awalnya, hasil fungsional yang buruk memaksa operasi yang akan sebagian besar ditinggalkan, karena sebagian pemahaman tidak memadai tentang fisiologi sfingter anal pada saat itu. Meskipun beberapa ahli bedah terus melakukan percobaan dengan prosedur anastomosis ileoanal sepanjang 1950-an dan 1960-an, tidak ada uji coba lebih pada manusia sampai akhir 1970-an ketika Martin, LeCoultre, dan Schubert melaporkan 17 pasien dengan kolitis ulseratif berhasil melakukan total kolektomi dan proctectomy mukosa dan ileoanal anastomosis.[33] Meskipun komplikasi pasca operasi yang signifikan dan frekuensi buang air tinggi, yang lain yang dilakukan mereka menyimpulkan bahwa ileoanal anastomosis adalah alternatif untuk pasien yang membutuhkan proctocolectomy.[34,35] Namun, studi fisiologis Heppell dan rekannya pada tahun 1982 yang menunjukkan hubungan terbalik antara keutuhan ileum dan frekuensi buang air pada pasien setelah end-to-end ileoanal anastomosis.[36] Studi-studi ini memungkin penyempurnaan teknis yang paling signifikan dalam evolusi prosedur IPAA, yang merupakan konstruksi bedah dari kantong ileum atau reservoirproksimal ileoanal anastomosis. Meningkatkan kapasitas untuk penyimpanan, mengurangi frekuensi buang air, dan meningkatnya kepuasan pasien.Meskipun laporan di atas secara historis relevan dengan prosedur revitalisasi ileoanal anastomosis, laporan oleh Taman dan Nicholls[37] dan

| 18

Page 19: Journal Reading Kolitis Ulseratif

Utsunomiya dan rekan[38] yang memotivasi kebangkitan prosedur ileum pouch anal anastomosis modern. Mereka mengembangkan sendiri dan berada di antara yang pertama yang berhasil memanfaatkan reservoir ileum atau panggul kantong proksimal anastomosis ileoanal untuk meningkatkan hasil fungsional berikut total kolektomi dan proctectomy mukosa. Studi tindak lanjut yang membandingkan hasil fungsional antara anastomosis ileoanal dan ileum pouch-anal anastomosis menyimpulkan bahwa dimasukkannya kantong ileum meningkatkan secara signifikan kontinensia, fungsi, kualitas hidup,[39] dan secara keseluruhan hasil klinis, terutama disebabkan oleh peningkatan distensibility dari neorectum tersebut.[40]Karena penambahan kantong ileum, terjadi peningkatan dramatis dalam penggunaan restoratif proctocolectomy, terutama karena ahli bedah menjadi lebih akrab dengan aspek-aspek teknis dari prosedur. Meskipun kontroversi seputar isu metodologi seperti mucosectomy, dijepit dibandingkan dijahit tangan anastomosis, mengalihkan lingkaran ileostomy, konfigurasi kantong, dan prosedur, kebanyakan ahli bedah setuju bahwa restoratif proctocolectomy dengan IPAA adalah operasi definitif untuk pengobatan bedah pasien dengan kolitis ulseratif. Prosedur ini juga merupakan pilihan untuk pasien dengan familial adenomatouspoliposis dan baru-baru di pilih pada pasien dengan keturunan nonpolyposis kolorektal kanker.[41] Meskipun prosedur ini umumnyakontraindikasi untuk pasien dengan penyakit Crohn, ada laporan dari hasil jangka panjang yang dapat diterima pasien terpilih.[42]Total proctocolectomy dengan ileum pouch-anal anastomosis adalah standar emas pengobatan operatif untuk sebagian besar pasien dengan kolitis ulseratif. Namun pada pasien dengan tonus istirahat yang jelek atau disfungsi sfingter anal dan kanker dubur letak rendah merupakan kontraindikasi.Kuntungannya adalah:

Bersifat restoratif Dengan mucosectomy, menghilangkan penyakit Fungsi, kontinensia dan kualitas hidup baik

Kerugiannya adalah: Prosedur dua tahap Mengurangi kesuburan pada wanita Teknis lebih sulit Adhesi perut post IPAA

Jenis Pouch:

| 19

Page 20: Journal Reading Kolitis Ulseratif

J-pouch W-pouch S-pouch Lateral side-to-side isoperistaltic pouch

KONTROVERSIa. Prosedur satu tahap atau dua tahap: satu tahap yaitu, tanpa ileostomy

pengalihan sementara memiliki keuntungan operasi tunggal dan tidak ada komplikasi ileostomy, kelemahan terjadi peningkatan risiko sepsis panggul dan meningkatnya risiko anastomosis ileoanal atau kebocoran usus. Dua tahap yaitu, dengan ileostomy pengalihan yang umumnya ditutup setelah delapan minggu dalam operasi tahap kedua. Ini mengurangi potensi kebocoran dari tempat anastomosis dan mengurangi risiko sepsis panggul.

b. Dengan mucosectomy atau double-stapled anastomosis: Mucosectomy, yaitu, pengangkatan mukosa dubur lengkap dari zona transisi anus dan dilakukan anastomosis kantong ileum ke anus pada baris dentata. Keuntungannya adalah pengangkatan total penyakit tapi secara teknis ada risiko kerusakan otot polos dan membutuhkan retraksi yang berkepanjangan sfingter anal.

Double-stapled anastomosis, yaitu, rektum distal dijepit dan dibagi dekat dasar panggul meninggalkan zona transisi anal secara utuh. kantong ileum dianastomosis ke atas lubang anus menggunakan transanally circular EEA stapler. Prosedur yang sederhana dan dapat mempertahankan sfingter anal internus dan T-zone, sehingga memiliki keuntungan fungsional:

meningkatkan tonus istirahat anal mempertahankan refleks penghambatan rectoanal Meningkatkan kontinensia komplikasi septik sedikit

Tetapi metode ini memiliki kelemahan yaitu risiko keganasan dan mengacaukan pengobatan.

Post IPA A:

Studi radiografi Barium setelah empat minggu untuk menilai integritas anastomosis.

Manometri anal setelah delapan minggu untuk memastikan sfingter anal telah berfungsi penuh.

Hasil memuaskan yang belum nampak, circular ileostomy ditutup secara manual atau menggunakan teknik jepitan.

| 20

Page 21: Journal Reading Kolitis Ulseratif

Tindak lanjut pada bulan 1, 3, 6, dan 12, lalu tahunan. Manometri anal diulang pada setelah 1 tahun. Pouchoscopy fibreoptic fleksibel dengan biopsi setiap lima tahun.

Komplikasi IPA A:

Jangka pendek: sepsis dan abses pelvis dikarenakan kebocoran anastomosis

Jangka panjang:

Obstruksi usus kecil tipe adhesif karena pembentukan adhesi berlebihan dan jika tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dengan pengobatan konservatifmaka operasi harus dipertimbangkan.

Kegagalan Pouch: operasi pengangkatan Pouch /penggunaan total rekonstruksi merupakan alternatif untuk ileostomy permanen. Atau, eksisi dari kantong dan Brooke ileostomy konvensional bisa dilakukan. Kock pouch adalah pilihan lain jika pasien menginginkannya.

Displasia dan karsinoma dari kantong ileum. Penyakit Crohn dari kantong ileum: prediktornya adalah: kompleks

perianal atau kantong fistula, ileitis pouch proksimal dan ulkus aferen. Pengobatan medis harus diberikan pertama Infliximab. Jika gagal maka pilihan bedah harus dipertimbangkan

Pouchitis: merupakan peradangan nonspesifik idiopatik dan komplikasi jangka panjang akhir dan paling umum serta signifikan. Presentasinya seperti dengan gejala kolitis. Diagnosa dikonfirmasi oleh pouchoscopy ileum fleksibel. Lokasi peradangan mukosa penting. Pengobatan antibiotik spektrum luas andalan adalah (viz. ciproflaxacin 250 bid + metronidazol 250 qid) selama 10 hari.

KONKLUSI

Manajemen bedah dari kolitis ulseratif memerlukan pemahaman yang komprehensif tentang semua pilihan bedah. Sementara anastomosis ileorectal dan proctocolectomy dengan Brooke ileostomy atau Kock-pouch memiliki peran dalam pengelolaan bedah pasien tertentu dengan kolitis ulseratif, IPAA menjadi prosedur definitif dalam banyak kasus. IPAA telah berkembang melalui banyak tahapan sebelum menjadi prosedur yang sangat sukses saat ini digunakan di pusat-pusat kesehatan. Kemajuan teknis dan pengalaman ahli bedah yang lebih baik hanya dapat lebih meningkatkan fungsi, hasil, dan kepuasan pasien. Meskipun beberapa oposisi, dalam kondisi elektif, IPAA tetap merupakan pilihan yang sangat baik untuk pasien dengan kolitis ulseratif ketika keputusan untuk operasi telah saling dicapai oleh pasien, dokter ahli pencernaan, dan dokter bedah.

| 21

Page 22: Journal Reading Kolitis Ulseratif

Dengan pengalaman, proctectomy mukosa dan IPAA sekarang dapat dilakukan dengan tingkat komplikasi rendah, hasil fungsional yang baik, dankualitas hidup yang baik, dan dengan hasil jangka panjang yang sangat baik. Hasil yang optimal dapat diperoleh dengan pemilihan pasien dengan hati-hati, manajemen pra operasi yang sesuai, teknik bedah standar yang teliti, pendidikan pasca operasi yang sesuai, dan tindak lanjut yang ketat.

| 22