48

Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

4

Journal of Pharmacy and Science Jurnal Ilmiah Ilmu Farmasi dan Sains (Kimia Biologi Fisika)

Volume 2 Nomor 2 Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science yang diterbitkan sejak 2016 berisi kumpulan artikel

yang telah ditelaah dari hasil penelitian dan studi kepustakaan berbasis pengetahuan

dan terkait dengan bidang farmasi biologi kimia dan kesehatan Artikel berasal dari

penulis yang berafiliasi dengan perguruan tinggi badan penelitian dan pengembangan

lembaga penelitian non-departemen (LPND) atau lembaga lain yang memiliki aktifitas

dalam riset ilmu pengetahuan dan teknologi Setiap naskah yang diterima redaksi

Journal of Pharmacy and Science akan ditelaah oleh penelaah ahli dan anggota redaksi

Journal of Pharmacy and Science terbit 2 kali dalam setahun pada bulan Juli dan

Januari

Alamat Redaksi

AKADEMI FARMASI SURABAYA

Jl Ketintang Madya 81 Surabaya Telp (031) 828 0996

Email pharmasciakfarsurabayaacid

Dicetak dan diterbitkan oleh PENERBIT GRANITI

Perum Kota Baru Driyorejo Jl Granit Kumala 112 Gresik Jatim 61177

Telp 081357827429 email penerbitgranitiyahoocom

Kesalahan penulisan (isi) diluar tanggung jawab percetakan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

5

DEWAN REDAKSI JURNAL PHARMASCI

Penanggung Jawab Abd Syakur M Pd

Pimpinan Redaksi Prasetyo Handrianto SSi MSi

Ketua Penyunting Ratih Kusuma Wardani SSi MSi

Anggota Penyunting Djamilah Arifiyana SSi MSi

Umarudin SSi MSi

EditorLayout MA Hanny Ferry Fernanda SFarm Apt

Dewi Setiowati AMd

Rosita Dwi Chrisnandari SSi MSi

Rahmad Aji Prasetya SFarm Apt

Nuria Reni SPd MPd

Kesekretariatan Suci Reza Syafira SEI

Penelaah Ahli Dr Sulfahri MSi

(Universitas Hasanudin Makasar)

Dr Agus Muji Santoso MSi

(Universias PGRI Kediri)

Fitriana Ikhtia Rinawati MKes

(Universitas Islam Lamongan)

Anita Purnamayanti MFarm-Klin Apt

(Universitas Surabaya)

Emsal Yanuar MSi

(Universitas Teknologi Sumbawa)

Cicik Herlina Yulianti ST MSi

(Akademi Farmasi Surabaya)

Ilil Maidatuz Zulfa SFarm MSi Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Vika Ayu Devianti SSi MSi

(Akademi Farmasi Surabaya)

Tamara Gusti Ebtavanny SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Surahmaidah SSi MT

(Akademi Farmasi Surabaya)

Tri Puji Lestari SSi MSi

(Akademi Farmasi Surabaya)

Damaranie Dipahayu SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Galuh Gondo Kusumo SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Intan Kurnia Permatasari SE Ak MA

(Akademi Farmasi Surabaya)

Dra Endang Martiniani SSi MPharm Apt

(RSUD Dr Soetomo Surabaya)

Hilya Nur Imtihani SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

6

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

7

DAFTAR ISI

Journal of Pharmacy and Science 4

Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5

Daftar Isi 7

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat

Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9

Ninik Mas Ulfa 9

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue

(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7

Acivrida Mega Charisma 7

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11

Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-

Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15

Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat

Kadmium (Cd) 21

Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di

Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26

Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41

Prasetyo Handrianto 41

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

8

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

9

Artikel Penelitian

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan

Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)

Ninik Mas Ulfa)

Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat

Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam

penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada

penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini

bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan

jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari

masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok

terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah

diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan

hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi

Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien

Hipertensi mempunyai efektifitas yang

Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi

ABSTRACT

Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors

causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in

degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the

effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was

conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational

The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic

blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)

therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a

decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic

blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the

results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference

of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive

patients has the same effectiveness

Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion

1 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan gangguan poligenetik

yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai

pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal

ginjal) jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak

dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan

Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

10

proporsi penyebab kematian tertinggi adalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit

kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)

dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih

tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59

tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena

seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif

organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi

dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria

berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal

ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok

konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status

pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap

pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74

tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada

wanita (58) karena pada usia tersebut wanita

mengalami menopause yang menyebabkan

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

yapng dapat membantu mengatur tekanan darah

Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan

seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi

pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan

pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)

prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]

The Joint National Community on Preventation

Detection evaluation and treatment of High Blood

Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia

WHO dengan International Society of Hipertention

membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan

darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau

lebih atau sedang memakai obat antihipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh

darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular

accident infark atau perdarahan otak) Tekanan

darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan

dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah

merupakan peranan yang sangat penting bagi organ

Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD

melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron

(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini

adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme

(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal

berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka

ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin

Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang

dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)

AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang

dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan

menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang

emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi

retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan

TD naik melebihi normal[3 12]

Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing

pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala

pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali

pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi

peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi

dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8

volume urin berkurang dari normal Faktor resiko

hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak

terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan

kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada

jantung dapat mengakibatkan gagal jantung

(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema

pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke

sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada

ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan

gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk

pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress

lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan

hindari rokok asupan garam serta minuman

beralkohol[8312]

Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi

farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam

beberapa penggolongan obat yaitu golongan

Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor

Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan

golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-

obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi

dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas

pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin

Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan

obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi

terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi

diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja

lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja

dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah

bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal

sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]

Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat

angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika

tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi

sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada

Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor

ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan

darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB

ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik

menghambat angiotensin berikatan pada reseptor

subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

11

subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase

angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap

organ tubuh Terakhir dalam pembentukan

angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain

melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita

menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor

subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriksi poten[11 9]

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross

section dengan pengambilan data secara retrospektif

pada pengukuran tekanan darah selama periode

penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah

data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di

wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash

April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan

jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus

Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57

pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3

kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan

(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah

Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis

yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8

mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80

mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium

Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian

ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi

yang diteliti juga mendapatkan obat-obat

antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini

hanya obat antihipertensi saja (Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan)

Analisa data pada penelitian ini adalah

penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi

Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik

pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan

darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

statistik One-Way Anova [4]

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A

B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode

penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No Urut

Pasien

Valsartan

SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()

1 180 130 50 2778

2 190 150 40 2105

3 170 130 40 2353

4 180 130 50 2778

5 190 140 50 2632

6 170 130 40 2353

7 190 140 50 2632

8 190 130 60 3158

9 200 140 60 3000

10 170 140 30 1765

11 180 130 50 2778

12 150 130 20 1333

13 155 120 35 2258

14 175 130 45 2571

15 170 120 50 2941

16 185 120 65 3514

17 160 130 30 1875

18 170 140 30 1765

19 160 140 20 1250

Jumlah 815 45837

Rerata 4289 2412

No Urut

Pasien

Candesartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 160 130 30 1875

2 165 130 35 2121

3 160 130 30 1875

4 180 140 40 2222

5 170 140 30 1765

6 150 120 30 2000

7 165 140 25 1515

8 170 140 30 1765

9 170 130 40 2353

10 180 130 50 2778

11 190 140 50 2632

12 175 140 35 2000

13 185 140 45 2432

14 170 120 50 2941

15 190 140 50 2632

16 150 120 30 2000

17 150 130 20 1333

18 160 130 30 1875

19 165 130 35 2121

Jumlah 685 40360

Rerata 3605 2118

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 2: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

4

Journal of Pharmacy and Science Jurnal Ilmiah Ilmu Farmasi dan Sains (Kimia Biologi Fisika)

Volume 2 Nomor 2 Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science yang diterbitkan sejak 2016 berisi kumpulan artikel

yang telah ditelaah dari hasil penelitian dan studi kepustakaan berbasis pengetahuan

dan terkait dengan bidang farmasi biologi kimia dan kesehatan Artikel berasal dari

penulis yang berafiliasi dengan perguruan tinggi badan penelitian dan pengembangan

lembaga penelitian non-departemen (LPND) atau lembaga lain yang memiliki aktifitas

dalam riset ilmu pengetahuan dan teknologi Setiap naskah yang diterima redaksi

Journal of Pharmacy and Science akan ditelaah oleh penelaah ahli dan anggota redaksi

Journal of Pharmacy and Science terbit 2 kali dalam setahun pada bulan Juli dan

Januari

Alamat Redaksi

AKADEMI FARMASI SURABAYA

Jl Ketintang Madya 81 Surabaya Telp (031) 828 0996

Email pharmasciakfarsurabayaacid

Dicetak dan diterbitkan oleh PENERBIT GRANITI

Perum Kota Baru Driyorejo Jl Granit Kumala 112 Gresik Jatim 61177

Telp 081357827429 email penerbitgranitiyahoocom

Kesalahan penulisan (isi) diluar tanggung jawab percetakan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

5

DEWAN REDAKSI JURNAL PHARMASCI

Penanggung Jawab Abd Syakur M Pd

Pimpinan Redaksi Prasetyo Handrianto SSi MSi

Ketua Penyunting Ratih Kusuma Wardani SSi MSi

Anggota Penyunting Djamilah Arifiyana SSi MSi

Umarudin SSi MSi

EditorLayout MA Hanny Ferry Fernanda SFarm Apt

Dewi Setiowati AMd

Rosita Dwi Chrisnandari SSi MSi

Rahmad Aji Prasetya SFarm Apt

Nuria Reni SPd MPd

Kesekretariatan Suci Reza Syafira SEI

Penelaah Ahli Dr Sulfahri MSi

(Universitas Hasanudin Makasar)

Dr Agus Muji Santoso MSi

(Universias PGRI Kediri)

Fitriana Ikhtia Rinawati MKes

(Universitas Islam Lamongan)

Anita Purnamayanti MFarm-Klin Apt

(Universitas Surabaya)

Emsal Yanuar MSi

(Universitas Teknologi Sumbawa)

Cicik Herlina Yulianti ST MSi

(Akademi Farmasi Surabaya)

Ilil Maidatuz Zulfa SFarm MSi Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Vika Ayu Devianti SSi MSi

(Akademi Farmasi Surabaya)

Tamara Gusti Ebtavanny SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Surahmaidah SSi MT

(Akademi Farmasi Surabaya)

Tri Puji Lestari SSi MSi

(Akademi Farmasi Surabaya)

Damaranie Dipahayu SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Galuh Gondo Kusumo SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Intan Kurnia Permatasari SE Ak MA

(Akademi Farmasi Surabaya)

Dra Endang Martiniani SSi MPharm Apt

(RSUD Dr Soetomo Surabaya)

Hilya Nur Imtihani SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

6

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

7

DAFTAR ISI

Journal of Pharmacy and Science 4

Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5

Daftar Isi 7

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat

Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9

Ninik Mas Ulfa 9

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue

(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7

Acivrida Mega Charisma 7

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11

Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-

Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15

Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat

Kadmium (Cd) 21

Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di

Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26

Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41

Prasetyo Handrianto 41

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

8

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

9

Artikel Penelitian

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan

Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)

Ninik Mas Ulfa)

Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat

Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam

penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada

penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini

bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan

jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari

masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok

terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah

diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan

hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi

Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien

Hipertensi mempunyai efektifitas yang

Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi

ABSTRACT

Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors

causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in

degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the

effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was

conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational

The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic

blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)

therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a

decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic

blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the

results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference

of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive

patients has the same effectiveness

Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion

1 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan gangguan poligenetik

yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai

pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal

ginjal) jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak

dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan

Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

10

proporsi penyebab kematian tertinggi adalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit

kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)

dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih

tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59

tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena

seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif

organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi

dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria

berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal

ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok

konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status

pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap

pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74

tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada

wanita (58) karena pada usia tersebut wanita

mengalami menopause yang menyebabkan

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

yapng dapat membantu mengatur tekanan darah

Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan

seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi

pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan

pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)

prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]

The Joint National Community on Preventation

Detection evaluation and treatment of High Blood

Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia

WHO dengan International Society of Hipertention

membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan

darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau

lebih atau sedang memakai obat antihipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh

darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular

accident infark atau perdarahan otak) Tekanan

darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan

dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah

merupakan peranan yang sangat penting bagi organ

Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD

melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron

(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini

adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme

(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal

berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka

ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin

Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang

dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)

AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang

dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan

menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang

emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi

retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan

TD naik melebihi normal[3 12]

Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing

pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala

pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali

pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi

peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi

dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8

volume urin berkurang dari normal Faktor resiko

hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak

terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan

kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada

jantung dapat mengakibatkan gagal jantung

(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema

pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke

sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada

ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan

gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk

pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress

lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan

hindari rokok asupan garam serta minuman

beralkohol[8312]

Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi

farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam

beberapa penggolongan obat yaitu golongan

Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor

Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan

golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-

obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi

dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas

pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin

Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan

obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi

terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi

diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja

lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja

dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah

bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal

sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]

Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat

angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika

tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi

sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada

Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor

ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan

darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB

ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik

menghambat angiotensin berikatan pada reseptor

subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

11

subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase

angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap

organ tubuh Terakhir dalam pembentukan

angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain

melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita

menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor

subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriksi poten[11 9]

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross

section dengan pengambilan data secara retrospektif

pada pengukuran tekanan darah selama periode

penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah

data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di

wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash

April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan

jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus

Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57

pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3

kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan

(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah

Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis

yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8

mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80

mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium

Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian

ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi

yang diteliti juga mendapatkan obat-obat

antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini

hanya obat antihipertensi saja (Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan)

Analisa data pada penelitian ini adalah

penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi

Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik

pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan

darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

statistik One-Way Anova [4]

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A

B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode

penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No Urut

Pasien

Valsartan

SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()

1 180 130 50 2778

2 190 150 40 2105

3 170 130 40 2353

4 180 130 50 2778

5 190 140 50 2632

6 170 130 40 2353

7 190 140 50 2632

8 190 130 60 3158

9 200 140 60 3000

10 170 140 30 1765

11 180 130 50 2778

12 150 130 20 1333

13 155 120 35 2258

14 175 130 45 2571

15 170 120 50 2941

16 185 120 65 3514

17 160 130 30 1875

18 170 140 30 1765

19 160 140 20 1250

Jumlah 815 45837

Rerata 4289 2412

No Urut

Pasien

Candesartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 160 130 30 1875

2 165 130 35 2121

3 160 130 30 1875

4 180 140 40 2222

5 170 140 30 1765

6 150 120 30 2000

7 165 140 25 1515

8 170 140 30 1765

9 170 130 40 2353

10 180 130 50 2778

11 190 140 50 2632

12 175 140 35 2000

13 185 140 45 2432

14 170 120 50 2941

15 190 140 50 2632

16 150 120 30 2000

17 150 130 20 1333

18 160 130 30 1875

19 165 130 35 2121

Jumlah 685 40360

Rerata 3605 2118

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 3: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

5

DEWAN REDAKSI JURNAL PHARMASCI

Penanggung Jawab Abd Syakur M Pd

Pimpinan Redaksi Prasetyo Handrianto SSi MSi

Ketua Penyunting Ratih Kusuma Wardani SSi MSi

Anggota Penyunting Djamilah Arifiyana SSi MSi

Umarudin SSi MSi

EditorLayout MA Hanny Ferry Fernanda SFarm Apt

Dewi Setiowati AMd

Rosita Dwi Chrisnandari SSi MSi

Rahmad Aji Prasetya SFarm Apt

Nuria Reni SPd MPd

Kesekretariatan Suci Reza Syafira SEI

Penelaah Ahli Dr Sulfahri MSi

(Universitas Hasanudin Makasar)

Dr Agus Muji Santoso MSi

(Universias PGRI Kediri)

Fitriana Ikhtia Rinawati MKes

(Universitas Islam Lamongan)

Anita Purnamayanti MFarm-Klin Apt

(Universitas Surabaya)

Emsal Yanuar MSi

(Universitas Teknologi Sumbawa)

Cicik Herlina Yulianti ST MSi

(Akademi Farmasi Surabaya)

Ilil Maidatuz Zulfa SFarm MSi Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Vika Ayu Devianti SSi MSi

(Akademi Farmasi Surabaya)

Tamara Gusti Ebtavanny SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Surahmaidah SSi MT

(Akademi Farmasi Surabaya)

Tri Puji Lestari SSi MSi

(Akademi Farmasi Surabaya)

Damaranie Dipahayu SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Galuh Gondo Kusumo SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Intan Kurnia Permatasari SE Ak MA

(Akademi Farmasi Surabaya)

Dra Endang Martiniani SSi MPharm Apt

(RSUD Dr Soetomo Surabaya)

Hilya Nur Imtihani SFarm MFarm Apt

(Akademi Farmasi Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

6

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

7

DAFTAR ISI

Journal of Pharmacy and Science 4

Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5

Daftar Isi 7

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat

Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9

Ninik Mas Ulfa 9

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue

(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7

Acivrida Mega Charisma 7

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11

Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-

Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15

Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat

Kadmium (Cd) 21

Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di

Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26

Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41

Prasetyo Handrianto 41

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

8

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

9

Artikel Penelitian

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan

Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)

Ninik Mas Ulfa)

Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat

Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam

penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada

penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini

bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan

jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari

masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok

terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah

diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan

hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi

Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien

Hipertensi mempunyai efektifitas yang

Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi

ABSTRACT

Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors

causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in

degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the

effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was

conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational

The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic

blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)

therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a

decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic

blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the

results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference

of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive

patients has the same effectiveness

Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion

1 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan gangguan poligenetik

yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai

pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal

ginjal) jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak

dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan

Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

10

proporsi penyebab kematian tertinggi adalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit

kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)

dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih

tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59

tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena

seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif

organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi

dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria

berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal

ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok

konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status

pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap

pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74

tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada

wanita (58) karena pada usia tersebut wanita

mengalami menopause yang menyebabkan

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

yapng dapat membantu mengatur tekanan darah

Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan

seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi

pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan

pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)

prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]

The Joint National Community on Preventation

Detection evaluation and treatment of High Blood

Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia

WHO dengan International Society of Hipertention

membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan

darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau

lebih atau sedang memakai obat antihipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh

darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular

accident infark atau perdarahan otak) Tekanan

darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan

dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah

merupakan peranan yang sangat penting bagi organ

Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD

melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron

(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini

adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme

(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal

berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka

ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin

Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang

dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)

AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang

dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan

menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang

emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi

retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan

TD naik melebihi normal[3 12]

Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing

pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala

pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali

pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi

peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi

dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8

volume urin berkurang dari normal Faktor resiko

hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak

terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan

kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada

jantung dapat mengakibatkan gagal jantung

(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema

pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke

sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada

ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan

gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk

pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress

lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan

hindari rokok asupan garam serta minuman

beralkohol[8312]

Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi

farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam

beberapa penggolongan obat yaitu golongan

Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor

Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan

golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-

obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi

dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas

pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin

Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan

obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi

terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi

diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja

lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja

dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah

bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal

sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]

Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat

angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika

tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi

sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada

Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor

ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan

darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB

ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik

menghambat angiotensin berikatan pada reseptor

subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

11

subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase

angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap

organ tubuh Terakhir dalam pembentukan

angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain

melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita

menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor

subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriksi poten[11 9]

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross

section dengan pengambilan data secara retrospektif

pada pengukuran tekanan darah selama periode

penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah

data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di

wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash

April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan

jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus

Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57

pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3

kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan

(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah

Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis

yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8

mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80

mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium

Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian

ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi

yang diteliti juga mendapatkan obat-obat

antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini

hanya obat antihipertensi saja (Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan)

Analisa data pada penelitian ini adalah

penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi

Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik

pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan

darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

statistik One-Way Anova [4]

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A

B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode

penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No Urut

Pasien

Valsartan

SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()

1 180 130 50 2778

2 190 150 40 2105

3 170 130 40 2353

4 180 130 50 2778

5 190 140 50 2632

6 170 130 40 2353

7 190 140 50 2632

8 190 130 60 3158

9 200 140 60 3000

10 170 140 30 1765

11 180 130 50 2778

12 150 130 20 1333

13 155 120 35 2258

14 175 130 45 2571

15 170 120 50 2941

16 185 120 65 3514

17 160 130 30 1875

18 170 140 30 1765

19 160 140 20 1250

Jumlah 815 45837

Rerata 4289 2412

No Urut

Pasien

Candesartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 160 130 30 1875

2 165 130 35 2121

3 160 130 30 1875

4 180 140 40 2222

5 170 140 30 1765

6 150 120 30 2000

7 165 140 25 1515

8 170 140 30 1765

9 170 130 40 2353

10 180 130 50 2778

11 190 140 50 2632

12 175 140 35 2000

13 185 140 45 2432

14 170 120 50 2941

15 190 140 50 2632

16 150 120 30 2000

17 150 130 20 1333

18 160 130 30 1875

19 165 130 35 2121

Jumlah 685 40360

Rerata 3605 2118

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 4: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

6

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

7

DAFTAR ISI

Journal of Pharmacy and Science 4

Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5

Daftar Isi 7

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat

Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9

Ninik Mas Ulfa 9

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue

(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7

Acivrida Mega Charisma 7

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11

Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-

Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15

Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat

Kadmium (Cd) 21

Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di

Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26

Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41

Prasetyo Handrianto 41

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

8

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

9

Artikel Penelitian

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan

Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)

Ninik Mas Ulfa)

Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat

Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam

penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada

penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini

bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan

jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari

masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok

terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah

diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan

hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi

Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien

Hipertensi mempunyai efektifitas yang

Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi

ABSTRACT

Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors

causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in

degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the

effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was

conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational

The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic

blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)

therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a

decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic

blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the

results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference

of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive

patients has the same effectiveness

Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion

1 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan gangguan poligenetik

yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai

pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal

ginjal) jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak

dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan

Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

10

proporsi penyebab kematian tertinggi adalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit

kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)

dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih

tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59

tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena

seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif

organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi

dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria

berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal

ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok

konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status

pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap

pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74

tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada

wanita (58) karena pada usia tersebut wanita

mengalami menopause yang menyebabkan

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

yapng dapat membantu mengatur tekanan darah

Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan

seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi

pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan

pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)

prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]

The Joint National Community on Preventation

Detection evaluation and treatment of High Blood

Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia

WHO dengan International Society of Hipertention

membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan

darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau

lebih atau sedang memakai obat antihipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh

darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular

accident infark atau perdarahan otak) Tekanan

darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan

dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah

merupakan peranan yang sangat penting bagi organ

Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD

melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron

(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini

adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme

(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal

berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka

ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin

Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang

dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)

AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang

dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan

menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang

emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi

retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan

TD naik melebihi normal[3 12]

Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing

pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala

pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali

pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi

peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi

dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8

volume urin berkurang dari normal Faktor resiko

hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak

terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan

kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada

jantung dapat mengakibatkan gagal jantung

(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema

pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke

sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada

ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan

gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk

pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress

lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan

hindari rokok asupan garam serta minuman

beralkohol[8312]

Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi

farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam

beberapa penggolongan obat yaitu golongan

Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor

Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan

golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-

obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi

dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas

pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin

Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan

obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi

terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi

diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja

lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja

dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah

bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal

sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]

Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat

angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika

tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi

sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada

Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor

ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan

darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB

ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik

menghambat angiotensin berikatan pada reseptor

subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

11

subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase

angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap

organ tubuh Terakhir dalam pembentukan

angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain

melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita

menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor

subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriksi poten[11 9]

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross

section dengan pengambilan data secara retrospektif

pada pengukuran tekanan darah selama periode

penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah

data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di

wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash

April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan

jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus

Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57

pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3

kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan

(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah

Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis

yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8

mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80

mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium

Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian

ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi

yang diteliti juga mendapatkan obat-obat

antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini

hanya obat antihipertensi saja (Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan)

Analisa data pada penelitian ini adalah

penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi

Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik

pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan

darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

statistik One-Way Anova [4]

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A

B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode

penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No Urut

Pasien

Valsartan

SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()

1 180 130 50 2778

2 190 150 40 2105

3 170 130 40 2353

4 180 130 50 2778

5 190 140 50 2632

6 170 130 40 2353

7 190 140 50 2632

8 190 130 60 3158

9 200 140 60 3000

10 170 140 30 1765

11 180 130 50 2778

12 150 130 20 1333

13 155 120 35 2258

14 175 130 45 2571

15 170 120 50 2941

16 185 120 65 3514

17 160 130 30 1875

18 170 140 30 1765

19 160 140 20 1250

Jumlah 815 45837

Rerata 4289 2412

No Urut

Pasien

Candesartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 160 130 30 1875

2 165 130 35 2121

3 160 130 30 1875

4 180 140 40 2222

5 170 140 30 1765

6 150 120 30 2000

7 165 140 25 1515

8 170 140 30 1765

9 170 130 40 2353

10 180 130 50 2778

11 190 140 50 2632

12 175 140 35 2000

13 185 140 45 2432

14 170 120 50 2941

15 190 140 50 2632

16 150 120 30 2000

17 150 130 20 1333

18 160 130 30 1875

19 165 130 35 2121

Jumlah 685 40360

Rerata 3605 2118

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 5: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

7

DAFTAR ISI

Journal of Pharmacy and Science 4

Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5

Daftar Isi 7

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat

Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9

Ninik Mas Ulfa 9

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue

(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7

Acivrida Mega Charisma 7

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11

Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-

Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15

Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat

Kadmium (Cd) 21

Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di

Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26

Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41

Prasetyo Handrianto 41

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

8

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

9

Artikel Penelitian

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan

Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)

Ninik Mas Ulfa)

Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat

Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam

penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada

penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini

bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan

jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari

masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok

terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah

diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan

hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi

Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien

Hipertensi mempunyai efektifitas yang

Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi

ABSTRACT

Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors

causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in

degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the

effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was

conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational

The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic

blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)

therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a

decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic

blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the

results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference

of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive

patients has the same effectiveness

Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion

1 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan gangguan poligenetik

yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai

pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal

ginjal) jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak

dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan

Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

10

proporsi penyebab kematian tertinggi adalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit

kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)

dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih

tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59

tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena

seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif

organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi

dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria

berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal

ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok

konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status

pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap

pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74

tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada

wanita (58) karena pada usia tersebut wanita

mengalami menopause yang menyebabkan

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

yapng dapat membantu mengatur tekanan darah

Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan

seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi

pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan

pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)

prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]

The Joint National Community on Preventation

Detection evaluation and treatment of High Blood

Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia

WHO dengan International Society of Hipertention

membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan

darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau

lebih atau sedang memakai obat antihipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh

darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular

accident infark atau perdarahan otak) Tekanan

darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan

dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah

merupakan peranan yang sangat penting bagi organ

Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD

melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron

(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini

adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme

(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal

berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka

ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin

Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang

dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)

AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang

dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan

menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang

emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi

retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan

TD naik melebihi normal[3 12]

Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing

pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala

pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali

pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi

peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi

dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8

volume urin berkurang dari normal Faktor resiko

hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak

terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan

kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada

jantung dapat mengakibatkan gagal jantung

(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema

pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke

sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada

ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan

gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk

pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress

lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan

hindari rokok asupan garam serta minuman

beralkohol[8312]

Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi

farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam

beberapa penggolongan obat yaitu golongan

Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor

Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan

golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-

obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi

dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas

pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin

Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan

obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi

terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi

diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja

lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja

dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah

bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal

sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]

Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat

angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika

tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi

sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada

Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor

ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan

darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB

ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik

menghambat angiotensin berikatan pada reseptor

subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

11

subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase

angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap

organ tubuh Terakhir dalam pembentukan

angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain

melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita

menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor

subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriksi poten[11 9]

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross

section dengan pengambilan data secara retrospektif

pada pengukuran tekanan darah selama periode

penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah

data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di

wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash

April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan

jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus

Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57

pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3

kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan

(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah

Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis

yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8

mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80

mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium

Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian

ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi

yang diteliti juga mendapatkan obat-obat

antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini

hanya obat antihipertensi saja (Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan)

Analisa data pada penelitian ini adalah

penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi

Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik

pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan

darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

statistik One-Way Anova [4]

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A

B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode

penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No Urut

Pasien

Valsartan

SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()

1 180 130 50 2778

2 190 150 40 2105

3 170 130 40 2353

4 180 130 50 2778

5 190 140 50 2632

6 170 130 40 2353

7 190 140 50 2632

8 190 130 60 3158

9 200 140 60 3000

10 170 140 30 1765

11 180 130 50 2778

12 150 130 20 1333

13 155 120 35 2258

14 175 130 45 2571

15 170 120 50 2941

16 185 120 65 3514

17 160 130 30 1875

18 170 140 30 1765

19 160 140 20 1250

Jumlah 815 45837

Rerata 4289 2412

No Urut

Pasien

Candesartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 160 130 30 1875

2 165 130 35 2121

3 160 130 30 1875

4 180 140 40 2222

5 170 140 30 1765

6 150 120 30 2000

7 165 140 25 1515

8 170 140 30 1765

9 170 130 40 2353

10 180 130 50 2778

11 190 140 50 2632

12 175 140 35 2000

13 185 140 45 2432

14 170 120 50 2941

15 190 140 50 2632

16 150 120 30 2000

17 150 130 20 1333

18 160 130 30 1875

19 165 130 35 2121

Jumlah 685 40360

Rerata 3605 2118

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 6: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

8

Halaman Kosong

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

9

Artikel Penelitian

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan

Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)

Ninik Mas Ulfa)

Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat

Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam

penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada

penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini

bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan

jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari

masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok

terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah

diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan

hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi

Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien

Hipertensi mempunyai efektifitas yang

Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi

ABSTRACT

Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors

causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in

degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the

effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was

conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational

The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic

blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)

therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a

decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic

blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the

results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference

of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive

patients has the same effectiveness

Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion

1 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan gangguan poligenetik

yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai

pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal

ginjal) jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak

dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan

Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

10

proporsi penyebab kematian tertinggi adalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit

kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)

dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih

tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59

tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena

seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif

organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi

dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria

berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal

ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok

konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status

pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap

pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74

tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada

wanita (58) karena pada usia tersebut wanita

mengalami menopause yang menyebabkan

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

yapng dapat membantu mengatur tekanan darah

Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan

seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi

pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan

pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)

prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]

The Joint National Community on Preventation

Detection evaluation and treatment of High Blood

Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia

WHO dengan International Society of Hipertention

membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan

darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau

lebih atau sedang memakai obat antihipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh

darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular

accident infark atau perdarahan otak) Tekanan

darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan

dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah

merupakan peranan yang sangat penting bagi organ

Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD

melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron

(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini

adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme

(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal

berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka

ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin

Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang

dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)

AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang

dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan

menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang

emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi

retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan

TD naik melebihi normal[3 12]

Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing

pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala

pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali

pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi

peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi

dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8

volume urin berkurang dari normal Faktor resiko

hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak

terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan

kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada

jantung dapat mengakibatkan gagal jantung

(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema

pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke

sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada

ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan

gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk

pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress

lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan

hindari rokok asupan garam serta minuman

beralkohol[8312]

Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi

farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam

beberapa penggolongan obat yaitu golongan

Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor

Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan

golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-

obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi

dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas

pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin

Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan

obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi

terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi

diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja

lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja

dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah

bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal

sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]

Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat

angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika

tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi

sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada

Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor

ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan

darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB

ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik

menghambat angiotensin berikatan pada reseptor

subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

11

subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase

angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap

organ tubuh Terakhir dalam pembentukan

angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain

melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita

menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor

subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriksi poten[11 9]

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross

section dengan pengambilan data secara retrospektif

pada pengukuran tekanan darah selama periode

penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah

data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di

wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash

April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan

jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus

Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57

pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3

kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan

(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah

Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis

yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8

mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80

mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium

Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian

ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi

yang diteliti juga mendapatkan obat-obat

antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini

hanya obat antihipertensi saja (Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan)

Analisa data pada penelitian ini adalah

penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi

Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik

pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan

darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

statistik One-Way Anova [4]

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A

B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode

penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No Urut

Pasien

Valsartan

SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()

1 180 130 50 2778

2 190 150 40 2105

3 170 130 40 2353

4 180 130 50 2778

5 190 140 50 2632

6 170 130 40 2353

7 190 140 50 2632

8 190 130 60 3158

9 200 140 60 3000

10 170 140 30 1765

11 180 130 50 2778

12 150 130 20 1333

13 155 120 35 2258

14 175 130 45 2571

15 170 120 50 2941

16 185 120 65 3514

17 160 130 30 1875

18 170 140 30 1765

19 160 140 20 1250

Jumlah 815 45837

Rerata 4289 2412

No Urut

Pasien

Candesartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 160 130 30 1875

2 165 130 35 2121

3 160 130 30 1875

4 180 140 40 2222

5 170 140 30 1765

6 150 120 30 2000

7 165 140 25 1515

8 170 140 30 1765

9 170 130 40 2353

10 180 130 50 2778

11 190 140 50 2632

12 175 140 35 2000

13 185 140 45 2432

14 170 120 50 2941

15 190 140 50 2632

16 150 120 30 2000

17 150 130 20 1333

18 160 130 30 1875

19 165 130 35 2121

Jumlah 685 40360

Rerata 3605 2118

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 7: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

9

Artikel Penelitian

Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan

Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)

Ninik Mas Ulfa)

Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat

Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam

penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada

penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini

bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan

jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari

masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok

terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah

diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan

hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi

Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien

Hipertensi mempunyai efektifitas yang

Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi

ABSTRACT

Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors

causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in

degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the

effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was

conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational

The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic

blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)

therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a

decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic

blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the

results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference

of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive

patients has the same effectiveness

Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion

1 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan gangguan poligenetik

yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai

pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal

ginjal) jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak

dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan

Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

10

proporsi penyebab kematian tertinggi adalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit

kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)

dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih

tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59

tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena

seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif

organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi

dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria

berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal

ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok

konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status

pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap

pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74

tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada

wanita (58) karena pada usia tersebut wanita

mengalami menopause yang menyebabkan

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

yapng dapat membantu mengatur tekanan darah

Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan

seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi

pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan

pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)

prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]

The Joint National Community on Preventation

Detection evaluation and treatment of High Blood

Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia

WHO dengan International Society of Hipertention

membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan

darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau

lebih atau sedang memakai obat antihipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh

darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular

accident infark atau perdarahan otak) Tekanan

darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan

dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah

merupakan peranan yang sangat penting bagi organ

Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD

melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron

(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini

adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme

(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal

berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka

ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin

Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang

dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)

AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang

dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan

menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang

emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi

retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan

TD naik melebihi normal[3 12]

Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing

pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala

pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali

pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi

peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi

dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8

volume urin berkurang dari normal Faktor resiko

hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak

terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan

kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada

jantung dapat mengakibatkan gagal jantung

(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema

pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke

sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada

ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan

gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk

pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress

lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan

hindari rokok asupan garam serta minuman

beralkohol[8312]

Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi

farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam

beberapa penggolongan obat yaitu golongan

Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor

Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan

golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-

obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi

dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas

pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin

Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan

obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi

terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi

diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja

lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja

dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah

bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal

sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]

Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat

angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika

tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi

sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada

Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor

ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan

darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB

ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik

menghambat angiotensin berikatan pada reseptor

subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

11

subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase

angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap

organ tubuh Terakhir dalam pembentukan

angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain

melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita

menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor

subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriksi poten[11 9]

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross

section dengan pengambilan data secara retrospektif

pada pengukuran tekanan darah selama periode

penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah

data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di

wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash

April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan

jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus

Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57

pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3

kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan

(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah

Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis

yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8

mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80

mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium

Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian

ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi

yang diteliti juga mendapatkan obat-obat

antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini

hanya obat antihipertensi saja (Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan)

Analisa data pada penelitian ini adalah

penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi

Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik

pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan

darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

statistik One-Way Anova [4]

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A

B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode

penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No Urut

Pasien

Valsartan

SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()

1 180 130 50 2778

2 190 150 40 2105

3 170 130 40 2353

4 180 130 50 2778

5 190 140 50 2632

6 170 130 40 2353

7 190 140 50 2632

8 190 130 60 3158

9 200 140 60 3000

10 170 140 30 1765

11 180 130 50 2778

12 150 130 20 1333

13 155 120 35 2258

14 175 130 45 2571

15 170 120 50 2941

16 185 120 65 3514

17 160 130 30 1875

18 170 140 30 1765

19 160 140 20 1250

Jumlah 815 45837

Rerata 4289 2412

No Urut

Pasien

Candesartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 160 130 30 1875

2 165 130 35 2121

3 160 130 30 1875

4 180 140 40 2222

5 170 140 30 1765

6 150 120 30 2000

7 165 140 25 1515

8 170 140 30 1765

9 170 130 40 2353

10 180 130 50 2778

11 190 140 50 2632

12 175 140 35 2000

13 185 140 45 2432

14 170 120 50 2941

15 190 140 50 2632

16 150 120 30 2000

17 150 130 20 1333

18 160 130 30 1875

19 165 130 35 2121

Jumlah 685 40360

Rerata 3605 2118

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 8: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

10

proporsi penyebab kematian tertinggi adalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit

kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)

dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih

tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59

tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena

seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif

organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi

dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria

berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal

ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok

konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status

pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap

pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74

tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada

wanita (58) karena pada usia tersebut wanita

mengalami menopause yang menyebabkan

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

yapng dapat membantu mengatur tekanan darah

Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan

seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi

pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan

pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)

prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]

The Joint National Community on Preventation

Detection evaluation and treatment of High Blood

Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia

WHO dengan International Society of Hipertention

membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan

darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau

lebih atau sedang memakai obat antihipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh

darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular

accident infark atau perdarahan otak) Tekanan

darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan

dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah

merupakan peranan yang sangat penting bagi organ

Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD

melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron

(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini

adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme

(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal

berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka

ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin

Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang

dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)

AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang

dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan

menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang

emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi

retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan

TD naik melebihi normal[3 12]

Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing

pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala

pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali

pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi

peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi

dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8

volume urin berkurang dari normal Faktor resiko

hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak

terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan

kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada

jantung dapat mengakibatkan gagal jantung

(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema

pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke

sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada

ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan

gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk

pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress

lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan

hindari rokok asupan garam serta minuman

beralkohol[8312]

Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi

farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam

beberapa penggolongan obat yaitu golongan

Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor

Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan

golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-

obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi

dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas

pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin

Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan

obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi

terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi

diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja

lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja

dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah

bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal

sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]

Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat

angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika

tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi

sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada

Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor

ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan

darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB

ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik

menghambat angiotensin berikatan pada reseptor

subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

11

subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase

angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap

organ tubuh Terakhir dalam pembentukan

angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain

melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita

menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor

subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriksi poten[11 9]

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross

section dengan pengambilan data secara retrospektif

pada pengukuran tekanan darah selama periode

penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah

data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di

wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash

April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan

jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus

Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57

pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3

kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan

(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah

Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis

yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8

mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80

mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium

Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian

ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi

yang diteliti juga mendapatkan obat-obat

antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini

hanya obat antihipertensi saja (Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan)

Analisa data pada penelitian ini adalah

penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi

Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik

pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan

darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

statistik One-Way Anova [4]

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A

B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode

penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No Urut

Pasien

Valsartan

SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()

1 180 130 50 2778

2 190 150 40 2105

3 170 130 40 2353

4 180 130 50 2778

5 190 140 50 2632

6 170 130 40 2353

7 190 140 50 2632

8 190 130 60 3158

9 200 140 60 3000

10 170 140 30 1765

11 180 130 50 2778

12 150 130 20 1333

13 155 120 35 2258

14 175 130 45 2571

15 170 120 50 2941

16 185 120 65 3514

17 160 130 30 1875

18 170 140 30 1765

19 160 140 20 1250

Jumlah 815 45837

Rerata 4289 2412

No Urut

Pasien

Candesartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 160 130 30 1875

2 165 130 35 2121

3 160 130 30 1875

4 180 140 40 2222

5 170 140 30 1765

6 150 120 30 2000

7 165 140 25 1515

8 170 140 30 1765

9 170 130 40 2353

10 180 130 50 2778

11 190 140 50 2632

12 175 140 35 2000

13 185 140 45 2432

14 170 120 50 2941

15 190 140 50 2632

16 150 120 30 2000

17 150 130 20 1333

18 160 130 30 1875

19 165 130 35 2121

Jumlah 685 40360

Rerata 3605 2118

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 9: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

11

subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase

angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap

organ tubuh Terakhir dalam pembentukan

angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain

melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita

menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor

subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriksi poten[11 9]

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross

section dengan pengambilan data secara retrospektif

pada pengukuran tekanan darah selama periode

penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah

data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di

wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash

April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan

jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus

Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57

pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3

kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan

(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah

Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis

yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8

mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80

mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium

Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian

ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi

yang diteliti juga mendapatkan obat-obat

antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini

hanya obat antihipertensi saja (Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan)

Analisa data pada penelitian ini adalah

penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi

Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik

pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan

darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

statistik One-Way Anova [4]

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari

pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A

B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode

penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No Urut

Pasien

Valsartan

SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()

1 180 130 50 2778

2 190 150 40 2105

3 170 130 40 2353

4 180 130 50 2778

5 190 140 50 2632

6 170 130 40 2353

7 190 140 50 2632

8 190 130 60 3158

9 200 140 60 3000

10 170 140 30 1765

11 180 130 50 2778

12 150 130 20 1333

13 155 120 35 2258

14 175 130 45 2571

15 170 120 50 2941

16 185 120 65 3514

17 160 130 30 1875

18 170 140 30 1765

19 160 140 20 1250

Jumlah 815 45837

Rerata 4289 2412

No Urut

Pasien

Candesartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 160 130 30 1875

2 165 130 35 2121

3 160 130 30 1875

4 180 140 40 2222

5 170 140 30 1765

6 150 120 30 2000

7 165 140 25 1515

8 170 140 30 1765

9 170 130 40 2353

10 180 130 50 2778

11 190 140 50 2632

12 175 140 35 2000

13 185 140 45 2432

14 170 120 50 2941

15 190 140 50 2632

16 150 120 30 2000

17 150 130 20 1333

18 160 130 30 1875

19 165 130 35 2121

Jumlah 685 40360

Rerata 3605 2118

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 10: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

12

Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

pasien Kalium Losartan

Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()

1 170 140 30 1765

2 160 130 30 1875

3 190 140 50 2632

4 170 140 30 1765

5 150 120 30 2000

6 170 140 30 1765

7 170 140 30 1765

8 170 130 40 2353

9 180 130 50 2778

10 200 140 60 3000

11 175 130 45 2571

12 185 140 45 2432

13 170 120 50 2941

14 190 140 50 2632

15 150 120 30 2000

16 150 130 20 1333

17 160 130 30 1875

18 170 130 40 2353

19 170 120 50 2941

Jumlah 42775

Rerata 2251

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2

dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah sistolik

2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan

tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok

terapi C mengalami penurunan tekanan darah

sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah

pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai

penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama

tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan

mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik

lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah

menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik

pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022

kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)

Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok A (Candersartan)

No Urut

Pasien

Candesartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 95 80 15 1579

3 100 80 20 2000

4 100 80 20 2000

5 100 85 15 1500

6 90 80 10 1111

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 80 20 2000

11 100 85 15 1500

12 90 80 10 1111

13 90 85 5 556

14 90 80 10 1111

15 100 90 10 1000

16 90 80 10 1111

17 90 90 0 000

18 90 90 0 000

19 90 80 10 1111

Jumlah 220 23070

Rerata 1157 1214

Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok B (Valsartan)

No urut

Pasien

Valsartan

Diastolik

Pre

Diastolik

Post

Diastolik ()

1 100 90 10 1000

2 100 90 10 1000

3 95 80 15 1579

4 100 80 20 2000

5 100 80 20 2000

6 95 80 15 1579

7 95 80 15 1579

8 100 85 15 1500

9 100 90 10 1000

10 95 80 15 1579

11 95 80 15 1579

12 90 80 10 1111

13 90 80 10 1111

14 85 85 0 000

15 90 80 10 1111

16 90 80 10 1111

17 100 80 20 2000

18 100 80 20 2000

19 98 80 18 1837

Jumlah 240 26676

Rerata 1263 1404

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 11: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

13

Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post

Kelompok C (Kalium Losartan)

No Urut

Pasien

Kalium Losartan

Diastolik

pre Diastolik

post Diastolik ()

1 95 80 15 1579

2 90 80 10 1111

3 100 90 10 1000

4 100 90 10 1000

5 90 80 10 1111

6 85 80 5 588

7 90 80 10 1111

8 90 80 10 1111

9 95 80 15 1579

10 100 85 15 1500

11 90 80 10 1111

12 90 85 5 556

13 90 80 10 1111

14 100 90 10 1000

15 90 80 10 1111

16 90 85 5 556

17 90 80 10 1111

18 90 80 10 1111

19 100 85 15 1500

Jumlah 20857

Rerata 1098

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan

6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A

mengalami penurunan tekanan darah diastolik

sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami

penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404

sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil

penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini

mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik

yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu

kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan

tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404

atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari

nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan

kelompok B terapi Candersartan tekanan darah

diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan

kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah

diastolik menurun 1098 (011 kali)

Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi

obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut

(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)

selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji two-way-anova

Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-

pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa

data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =

0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)

terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)

terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan

post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt

α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam

penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik

pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa

efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol

penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi

mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa

statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini

Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B

dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai

Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga

kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan

tekanan darah sistolik maupun tekanan darah

diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu

selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan

dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja

pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air

akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]

Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan

ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi

Golongan ARBrsquos [13]

Source Type III Sum of Squares

df Mean

Square F Sig

Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967

Error 146438 207 707 Total 1064000 228

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 12: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

14

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya

Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya

Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi

pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan

Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa

ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa

statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam

mengontrol penurunan tekanan darah pasien

hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah

sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan

Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi

dengan golongan yang sama yaitu golongan

Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme

kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga

terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak

terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron

dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus

efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan

air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]

DAFTAR PUSTAKA

1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI

2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit

Jantunghttp202155544indexphpoption=n

ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)

3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc

4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian

Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya

5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian

Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40

6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report

of Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan

8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp

Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC

9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)

Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos

in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x

10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587

11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook

7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc

12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-

Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia

13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira

14 WHORegional Office for South- East

AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 13: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

15

Artikel Penelitian

Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit

pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika

Periode Februari-Desember 2016

Acivrida Mega Charisma1)

1STIKES RS Anwar Medika

)Email acievridagmailcom

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD

Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun

pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini

meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD

Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode

Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien

DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit

(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3

sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai

hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-

6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki

lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi

tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa

gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia

menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak

Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit

ABSTRACT

DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of

DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of

immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will

increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of

examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted

on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken

from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value

and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had

decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is

57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit

values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values

hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the

age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study

concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an

increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women

and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children

Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 14: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

16

1 PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian

Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

dapat menyebabkan kematian karena penanganan

yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World

Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa

Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk

Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan

kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya

Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di

Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk

dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per

100000 penduduk)[3]

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan

DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun

2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000

penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014

yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]

Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada

pasien DBD merupakan bagian penting yang

menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan

diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan

penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu

adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit[5]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia

dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran

jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada

penderita demam berdarah dengue

2 TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi utama pada DBD yaitu

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis

yang abnormalPermeabilitas vaskular yang

meningkat mengakibatkan kebocoran plasma

hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat

menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi

perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan

gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan

dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap

Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)

karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan

volume plasma darah misalnya pada kasus DBD

Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun

(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau

peningkatan kadar plasma darah seperti pada

anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang

berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki

nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam

sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi

trombositopenia akibat munculnya antibodi

terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi

yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini

pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah

trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan

acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue

primer atau sekunder[10]

Parameter laboratorium dalam menegakkan

diagnosis DBD adalah trombositopenia dan

hemokonsentrasi[10]

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik retrospektif

populasi penelitian adalah seluruh rekam medik

pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian

Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil

dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah

catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang

dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil

pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan

jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien

DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien

DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien

DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang

memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti

AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit

koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit

dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung

dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan

dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data

variabel memasukkan data dalam program SPSS

(Statistical Program for Social Science) serta

pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data

terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada

analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel

dengan menggunakan rumus Spearma

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

17

4 HASIL

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n

() meanplusmnSD

Jenis Kelamin

Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)

Rentang Usia (tahun)

95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)

12 - 17 43 (235)

18 ndash 20 15 (82)

Ket n = frekuensi

Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek

adalah laki-laki Lebih dari separuh responden

termasuk kelompok Usia anak-anak

Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD

Jumlah Trombosit n

(selmm3) ()

lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)

gt450000 0

Total 183 (100)

Ket n=frekuensi

Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar

sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal

Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD

Nilai Hematokrit n

() ()

Laki-laki Dewasa

lt40 2 (11)

40-48 12 (66)

gt48 4 (22)

Perempuan dewasa

lt37 7 (38)

37-43 3 (16)

gt43 2 (11)

Anak-anak lt= 15 tahun

- lt 33 34 (186)

33 - 38 52 (284)

gt38 67 (366)

183

Total (100)

Ket n = frekuensi

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal

5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan

usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun

dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia

terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain

itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD

terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun

dengan persentase 453 dan frekuensi terendah

adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan

persentase 82

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan

dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun

2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi

penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan

dewasa muda[12]

Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus

dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba

yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan

yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa

kebocoran plasma[13]

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan persentase

596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut

serupa dengan peneelitian lainnya yang

memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan seperti yang

dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih

banyak dari pada perempuan dengan persentase 60

laki-laki dan 40 perempuan[14]

Jumlah Trombosit Penderita DBD

Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah

trombosit di bawah normal (trombositopenia)

Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar

987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah

sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar

195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat

pada penelitian ini adalah 57000 selmm3

Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan

dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140

penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000

sel mm3[15]

Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun

2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit

antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya

disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif

dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

18

Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan

untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun

hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai

p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-

laki dan perempuan

Nilai Hematokrit Penderita DBD

Dari hasil penelitian 399 penderita DBD

yang mengalami hemokonsentrasi dan 235

penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang

mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366

Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan

tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit

pada penelitian ini adalah 377

Menurut WHO parameter laboratorium dalam

menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai

hematokrit serta trombositopenia Sementara itu

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian

oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

hanya 16 penderita DBD yang mengalami

peningkatan nilai hematokrit[17]

Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang

memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma

sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya

peningkatan nilai hematokrit saja namun juga

penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat

terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis

Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya

data rekam medis tentang terapi atau pengobatan

yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit

Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian

di India tentang parameter diagnosis DBD dalam

hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai

hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar

363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan

sensitifitas[18]

AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi

DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat

menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit

pada pasien DBD penting melakukan pemisahan

pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan

jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai

normal hematokrit

Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak

usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518

rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada

wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal

138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan

simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15

tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal

68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai

hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan

nilai hematrokit (hemokonsentrasi)

2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD

menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan

perempuan sedangkan menurut golongan usia

menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling

rentan terhadap infeksi DBD

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut

penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka

kematian pasien DBD dengan penambahan variabel

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward

(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap

jumlah trombosit pada penderita demam

berdarah

2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and

laboratory guidelines for dengue fever and

dengue haemorrhagic feverdengue shock

syndrome for health care providers Journal of

Pan American Health Organization 1-10

4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)

How to reduce your risk of dengue infection

[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia

dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue

5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test

and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-

Elseviar

6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil

Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN

Gupta P Dewan DK (2001) Hematological

observations as diagnostic markers in dengue

hemorrhagic fever-a reappraisal Indian

Pediatrics Journal 38 477-81

8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between

platelet count and hematocrit JACC Journals

39(6)1072-17

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

19

9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji

hematologi pasien terduga demam berdarah

dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal

of Clinical Pathology and Medical Laboratory

17(3) 139ndash42

10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ

Gent M (2011) Sex related differences in

platelet aggregation influence of the hematocrit

Blood Journal of American Society Hematology

56(1) 38-41

11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia

tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue 21-14

12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit

sebagai indikato dan sekunder Jurnal

Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6

13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]

(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL

HYPERLINK

httpwwwemedicinemedscapecom

14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta

ECG

15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah

dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5

Jakarta Interna Publishing

16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah

dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari

HI editor (penyunting) Demam Berdarah

Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam

berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI

editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue

Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI

18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil

pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara

Books

19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar

hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash

IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya

syok pada pasien demam berdarah dengue

(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11

20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi

penularan pencegahan amp pemberantasannya

Edisi ke-2 Jakarta Erlangga

21 World Health Organisation (2009) Dengue

hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23

April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK

http wwwwhoint

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

20

Artikel Penelitian

Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di

Salah Satu Apotek di Surabaya

Ilil Maidatuz Zulfa1)

Fitria Dewi Yunitasari1

1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi

Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi

bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola

peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang

diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di

salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini

Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu

Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO

kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan

densitas penggunaan antibiotik

Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi

ABSTRACT

Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most

of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that

the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead

to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics

prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)

ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients

was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was

Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)

The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092

mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD

ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000

mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more

likely reflect the density of antibiotic usage

Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections

1 PENDAHULUAN

Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik

sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan

infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada

penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi

pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan

periodontal dapat ditangani dengan baik dengan

operasi dan higienisitas sehingga indikasi

penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi

sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan

dan penggunaan antibiotik yang irasional akan

berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek

merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]

World Health Organization (WHO) telah

menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat

yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical

(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD

diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu

obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien

dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter

pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed

Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis

rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

21

harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat

digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan

antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama

seperti apotek maupun rumah sakit [7]

2 METODE PENELITIAN

21 Jenis dan Kriteria Penelitian

Kajian observasional retrospektif tentang

penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross

sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien

dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi

spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di

Surabaya Jawa Timur

22 Analisis Data

Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan

lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan

Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD

(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai

PDD

Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio

PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem

ATCDDD

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

31 Distribusi Pasien

Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan

antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama

2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien

terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah

3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien

perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki

adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien

menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak

diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)

32 Distribusi Peresepan Antibiotik

Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk

infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan

rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian

antibiotik dalam penelitian ini adalah selama

512+083 hari

Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan

Usia

Jumlah

Pasien

Persentase

()

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

72 64

5294 4706

Total 136 10000

Usia (tahun)

Dewasa Muda (18-40)

Dewasa (41-65)

75

61

5515

4485

Total 136 10000

Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam

penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam

yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam

Klavulanat (362) diikuti oleh golongan

Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan

Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol

yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan

Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi

gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al

menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis

antara Penisilin V Amoksisilin atau

Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu

infeksi gigi Pilihan antibiotik yang

direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat

digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]

Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik

lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam

infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin

Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme

kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat

diberikan dengan perhatian pada pasien yang

menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin

dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan

Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan

Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan

memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga

tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain

antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan

antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam

infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang

membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan

penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi

Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk

infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar

terapi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

22

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

33 PDD Rata-rata Antibiotik

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100) (Tabel3)

Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik

DDD berdasarkan index ATCDDD WHO

Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan

pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang

sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui

rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam

setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata

beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi

dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang

ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092

mgpasienhari rasio PDDDDD 159)

Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842

mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin

(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan

Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio

PDDDDD 100)

Jenis Antibiotik Kekuatan

(mg)

Jumlah

Peresepan

()

Lama Pemberian

(hari)

Terpendek Terpanjang Rata-rata

Penisilin -Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

500 mg

500125 mg

70 (5072)

5 (362)

200 300

500 500

386 380

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

150 mg 300 mg 500 mg

14 (1015) 26 (1884)

8 (580)

200 200 333

500 750 500

389 657 433

Nitroimidazol Metronidazol

250 mg 500 mg

1 (073) 6 (434)

-

200

500 500

500 362

Makrolida

Eritromisin

500 mg

2 (145)

300

500

400

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

500 mg 500 mg

2 (145) 2 (145)

500

-

700 500

600 500

Sefalosporin Sefadroksil

500 mg

2 (145)

500

600

550

Total 138 (10000)

Jenis Antibiotik Kode

ATC

PDD (mgpasienhari)

DDD

(mgpasienhari)

Rasio

PDDDDD

Penisilin-Laktam

Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat

J01CA04

J01CR02

150925

136842

100000

100000

159

137

Linkosamid Klindamisin Linkomisin

J01FF01 J01FF02

83521 150000

120000 180000

070 083

Nitroimidazol Metronidazol

P01AB01

125329

200000

063

Makrolida Eritromisin

J01FA01

150000

100000

150

Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin

J01MA12 J01MA01

50000 50000

50000

100000

100 050

Sefalosporin Sefadroksil

J01DB05

100000

200000

050

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

23

4 KESIMPULAN

Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap

pasien dalam penelitian ini adalah 102+012

antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian

antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang

paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu

sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik

dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali

Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat

Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD

tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator

penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter

yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan

keterpaparan pasien terhadap antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of

antimicrobial utilization in indoor ward of

surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727

2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)

Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306

3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation

between Defined Daily Doses (DDD) and

Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis

of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418

4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K

Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)

Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic

isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8

5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press

6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of

Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53

7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily

doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591

8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of

antibiotic prophylaxis in dental practice-

Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754

9 World Health Organization (WHO) (2003)

Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization

10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme

(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental

Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland

Amoksisilin Amoksisilin+A

sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil

WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000

PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000

0

500

1000

1500

2000

2500

mg

pasi

en

hari

Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

24

Artikel Penelitian

Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu

2)

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email ddipahayugmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi

(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian

kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara

variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi

yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh

dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan

swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji

statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp

sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95

Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2

ABSTRACT

This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective

COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of

sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and

rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the

sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with

statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have

significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages

showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2

in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of

this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents

have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a

significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95

Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And

COX

1PENDAHULUAN

Pengertian nyeri menurut International

Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu

perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman

yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan

aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di

bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri

dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat

luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)

Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50

masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang

dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp

Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas

Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug

Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

25

mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi

permasalahan umum pada kesehatan masyarakat

yang dapat diatasi dengan menggunakan obat

analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik

perifer yang penggunaannya berdasarkan skala

nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat

digunakan obat oral analgesik perifer misalnya

golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug

(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu

golongan obat yang bekerja dengan cara memblok

kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan

COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin

yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi

dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa

digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi

dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan

resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk

COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan

enzim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dalam melindungi saluran cerna

trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah

enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi

prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam

peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat

memberikan efek merugikan bagi lambung karena

adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang

menggunakan NSAID sehingga dilakukan

pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan

sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp

Gilman 2010)

Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik

NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka

waktu yang lama secara terus menerus seringkali

menimbulkan efek samping beberapa diantaranya

yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran

pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan

intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah

swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak

dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing

batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif

yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)

Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh

pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk

mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan

yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter

Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan

kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan

swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya

(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila

dilakukan secara tepat akan sangat membantu

masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter

Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan

obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi

Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu

yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko

efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006

Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang

jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi

lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga

kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut

untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada

pasien sehingga pasien dapat terhindar dari

penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan

obat yang salah (drug misuse) Masyarakat

cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu

zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan

pengetahuan masyarakat tentang informasi

penggunaan obat tersebut merupakan penyebab

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)

Pengetahuan merupakan hal penting yang

dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan

swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo

2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka

penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan

obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel

yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien

swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat

oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis

kefarmasian dalam melakukan pelayanan

swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien

yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa

1 METODE

Instrumen penelitian

Bahan dan sumber data dalam penelitian ini

adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur

kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada

pasien diluar responden penelitian Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

26

kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok

pertanyaan yaitu identitasresponden data

pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula

oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner

berbentuk Close Ended Question yang berisi 10

pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan

mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang

didapatkan

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif observasional dengan pengumpulan data

secara prospektif melalui pendekatan cross sectional

dimana data yang menyangkut variabel terikat

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo 2012)

Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa

Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian

dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016

Pengambilan sampel secara accidental dilakukan

dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian(Notoatmodjo 2012)

Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan

rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan

10 Berdasarkan perhitungan diperoleh

jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria

inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-

laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan

keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan

membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian

dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk

mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf

Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa

dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan

rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p

(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid

sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji

reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang

diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari

syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang

berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel

sehingga dapat digunakan dalam penelitian

Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban

yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai

dengan metode penilaian kuesioner Setelah data

yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan

dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi

3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku

rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan

tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner

memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak

rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria

kerasionalan obat

Dilakukan pengolahan data yang sudah

terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu

analisis deskriptif untuk menggambarkan

karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

diagram batang selanjutnya dilakukan analisis

statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp

Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan

atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan

masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor

sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat

pendidikan dan status pekerjaan)terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek

Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95

2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien

terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah

perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan

rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien

(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas

(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status

pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien

(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar

4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku

swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong

rasional 7570

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720

Sedang ( 60-80 ) 27 3860

Buruk ( lt 60 ) 10 1425

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

27

Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat

pengetahuan responden tentang swamedikasi dan

obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak

Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori

baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan

sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27

pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak

10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien

keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non

Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup

dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat

rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam

tabel 2

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas

Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif

Cox-1 amp Cox-2

Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )

Persentase ( )

Perilaku Rasional 53 7570

Tidak rasional 17 2430

Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2

dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien

(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat

Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang

dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien

(2430)

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang

obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku

konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak

rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat

tentang obat dan penggunaannya merupakan

penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam

swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan

tersebut juga menyebabkan rentannya pasien

mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat

sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang

tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian

informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)

Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan

aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan

pemborosan waktu dan pemborosan biaya

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas

penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif

COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat

pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-

sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1

diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku swamedikasi yang rasional terhadap

penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi

di Apotek Latansa Sidoarjo)

Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien

Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam

Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan

rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik

NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID

Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional

pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan

Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap

perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional

Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk

perilaku kesehatan yang pembentukannya

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern

Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah

satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan

mengenai penggunaan obat yang mencukupi

dapatmembantu pasien untuk mendapatkan

pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional

serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam menggunakan obat

Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan

terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau

jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang

rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang

sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan

hal penting dalam swamedikasi pengetahuan

tersebut antara lain tentang mengenali gejala

penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari

penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket

dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan

efek samping yang ada (Depkes 2008)

Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh

faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan

pasien dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

28

Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat

Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2

Dalam Swamedikasi

Tingkat

Pengetahuan Keterangan

Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0421gt 0050 Ho Diterima

Tingkat

Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak

Status

Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan

antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap

tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor

tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan

pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral

analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada

pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula

pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan

menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan

kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi

termasuk informasi mengenai kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan swamedikasi secara

rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya

tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak

membaca label pada kemasan obat sebelum

mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman

tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin membuat seseorang

lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan

obat

Hasil uji analisis statistik Chi Square

pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas

pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap

Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon

Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi

Rasionalitas Keterangan

Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima

Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak

Tingkat

Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima

Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima

Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara

jenis kelamin tingkat pendidikan dan status

pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam

menggunakan obat oral analgesik NSAID Non

Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan

swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak

significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka

H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis

kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan

pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)

Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang

signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang

diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan

H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan

tingkat pengetahuan pasien)

Usia menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia

mempengaruhi pemilihan obat pada pasien

Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang

tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan

obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan

fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi

penyakit yang menyebabkan rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan

dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk

2008)

4KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien

memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan

swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis

statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat

pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas

pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi

Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan

menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat

pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328

29

pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor

sosiodemografi usia

1 SARAN

Disarankan untuk menunjang terlaksananya

pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya

dibuat poster atau brosur yang berisi informasi

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang

benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga

bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk

memberikan arahan dan edukasi kepada pasien

mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi

untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang

rasional

2 DAFTAR PUSTAKA

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas

terbatas Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006

Keputusan Menteri Kesehatan RI No

189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan

Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008

Materi pelatihan peningkatan pengetahuan

dan keterampilan memilih obat bagi tenaga

kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)

Jakarta Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan

Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada

Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun

2003Tesis

5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi

dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC

6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC

7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008

Perilaku pengobatan sendiri yang rasional

pada masyarakat Kecamatan Depok dan

Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah

Farmasi Indonesia 19(1) 32-40

8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian

kesehatan Jakarta Rineka Cipta

9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah

Ilmu Kefarmasian 1 102-115

10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola

Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara

Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di

Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan

11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh

penyuluhan obat menggunakan leaflet

terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga

kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219

12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat

yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan

sendiri keluhan demam sakit kepala batuk

dan flu (hasil analisis lanjut data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69

13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007

Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-

Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan

Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi

hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

14 World health organization 2000 Guidlines for the

regulatory assesment of medical products for

use in self-medication Geneva World Health

Organization

15 World Self-Medication Industry (nd) About self

medication Februari 2 2012

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

30

Artikel Penelitian

Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam

Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)

Surahmaidah1)

dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

) Email fahida1619gmailcom

ABSTRAK

Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di

sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut

Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman

(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang

umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan

dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh

Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai

persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan

tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam

mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125

Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi

ABSTRACT

The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them

is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to

remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual

plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants

and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd

contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This

experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25

ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on

Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the

percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to

accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125

Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation

1 PENDAHULUAN

Logam berat merupakan sumber pencemar

lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat

toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]

Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya

disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan

limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]

Secara alamiah tanah mengandung logam berat

dan sebagian logam berat tersebut berperan penting

dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn

dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila

jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas

pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan

logam berat yang sangat toksik dan merupakan

pencemar utama dalam lingkungan dan sangat

beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel

and Kirkby 1987)

Salah satu logam berat toksik yang mencemari

tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd

mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun

Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem

tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan

logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah

masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih

perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa

mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida

bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd

digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

31

(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd

bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan

sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat

keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-

Cd pada baterai serta industri tekstil [2]

Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga

untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang

tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik

kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan

relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif

bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang

tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan

tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik

pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan

tumbuhan untuk menyerap mendegradasi

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan

pencemar baik itu logam berat maupun senyawa

organik Metode ini mudah diaplikasikan murah

efisien dan ramah lingkungan [12]

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)

Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah

didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada

berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak

pagar umumnya digunakan sebagai tanaman

pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan

sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)

tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik

dalam menyerap logam nikel (Ni)

Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan

tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)

dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman

jarak pagar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam

berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap

tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai

persentase reduksi tanah yang tercemar Cd

2 METODE PENELITIAN

21 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2

bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan

jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses

remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar

dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair

Surabaya

22 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag

dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm

penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik

dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar

tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan

namun tetap mendapatkan sinar matahari dan

sirkulasi oksigen

Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan

dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm

dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah

daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam

nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades

23 Tahap-tahap Penelitian

231 Sampel Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk

mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh

dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar

pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor

dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor

untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman

tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali

pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah

232 Aklimatisasi Tanaman

Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman

jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman

tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman

yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu

dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat

dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk

diujikan

233 Pemberian Variasi Konsentrasi

Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd

terhadap media tanah taman yang berisi tanaman

jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan

adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

32

masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan

dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan

234 Parameter Uji

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas

daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran

reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan

tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam

tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir

pengamatan)

3 PEMBAHASAN

31 Tahap Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur

penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya

tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir

percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak

pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna

hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan

untuk kemudian ditanam pada media tanah taman

yang mengandung Cd yang telah ditentukan

konsentrasinya

32 Analisis Parameter

321 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang sering digunakan sebagai indikator

pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1

didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15

ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman

dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm

Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non

esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk

meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon

pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat

pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya

sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan

322 Luas Daun

Luas daun digunakan sebagai parameter

pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk

menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti

pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7

luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574

cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami

penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027

cm2

Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan

Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd

pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi

tanaman dan mampu merusak kloroplas daun

sehingga luas daun mengalami penurunan Cd

berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan

nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka

klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit

Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil

fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi

penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang

tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun

Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman

Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm

Hari ke-0 21 21 24 21 21 22

Hari ke-7 211 21 241 212 213 221

Hari ke-14 213 211 243 212 213 223

Hari ke-21 213 211 243 212 213 223

Hari ke-28 214 211 245 215 215 224

Hari ke-35 215 211 246 216 216 225

Hari ke-42 215 211 247 217 217 225

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

33

Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd

Kode

Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)

hari

ke-0

hari

ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21

hari

ke-28

hari

ke-35

hari

ke-42

5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673

15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176

25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341

35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118

45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253

323 Morfologi Daun

Selain penurunan luas daun Cd juga

menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi

tanaman yang diekspresikan dalam gangguan

pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis

(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun

yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis

(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan

daun yang tidak normal [10]

Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi

akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada

Gambar 3

Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak

Pagar

Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti

(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan

mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat

pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja

enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat

mengakibatkan kematian tanaman

324 Reduksi Cd dalam Tanah

Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap

2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-

28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar

rhizosfer tanaman

Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)

Cd hari

ke-0

hari

ke-14

hari

ke-28

Reduksi

(a)

Reduksi

(b)

5 ppm 6031 1067 073 82308 87896

15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178

25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517

35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796

45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509

Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk

monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak

sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui

kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi

tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh

(2005)

Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada

hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak

digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah

yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di

daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah

tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur

penelitian Ghosh and Singh (2005)

Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah

sebagai berikut

reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)

Kons Cd1

reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)

Kons Cd1

325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar

Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak

pagar dapat dilihat pada Tabel 4

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

34

Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar

Cd Konsentrasi Cd

Pada Tanah

(Hari ke-42)

Pada

Tanaman

Akumulasi

5 ppm 1693 1236 7301

15 ppm 4799 6038 12582

25 ppm 9028 7939 8794

35 ppm 15128 7022 4642

45 ppm 14567 7929 5443

Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih

besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system

tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap

Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat

pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm

dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase

akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada

konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi

Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih

rendah

4 KESIMPULAN

1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan luas daun

2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai

kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar

logam berat Cd

3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam

berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91

4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman

jarak pagar yaitu sebesar 46-125

DAFTAR PUSTAKA

1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical

Principles of Environmental Pollution 2nd

Edition Blackie Academic and Professional

Chapman amp Hall London

5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam

KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman

T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P

(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta

6 Kelly EB (1998) Phytoremediation

7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace

Elements in the Soil and Plants CRC Press

Boca Raton FL

8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic

Metals A Review of Biological Mechanisms J

Environmental Qual 31 109-120

9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in

bacterial community structure induced by

micorrhizal colonization in spot-root maize

Plant Soil 231 279-289

10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element

John Wiley amp Sons New York pp 1-292

11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and

anthropogenic emissions of trace metals to the

atmosphere Nature 279 409-411

12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)

PHYTOREMEDIATION Transformation and

Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc

USA

13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)

Review Cadmium Phytoextraction Present

State Biological Background and Research

Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95

2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi

Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press

Jakarta

3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on

Phytoremediation of Heavy Metals and

Utilization of Its Byproducts Applied Ecology

Environment Research 3(1) 1-8

4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis

Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama

Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

35

Artikel Penelitian

Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti

2) Tamara Gusti Ebtavanny

3

1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya

3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya

) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid

ABSTRAK

Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya

perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)

Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat

menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan

yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan

kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa

kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel

mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah

18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh BPOM

Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri

ABSTRACT

Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic

treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in

the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in

the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No

HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams

cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number

BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield

requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a

registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method

used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis

using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury

more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels

from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn

035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the

market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream

1PENDAHULUAN

Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar

yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit

memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh

dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan

membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu

Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo

Surabaya)

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

36

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi

sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat

menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan

berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang

ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari

kemerahan noda-noda hitam penuaan dini

kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk

mengatasi berbagai masalah kulit tersebut

diperlukan adanya perawatan menggunakan

kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian

luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena

penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan

terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik

pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan

pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan

tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang

lain mencegah penuaan dan secara umum

membantu seseorang lebih menikmati dan

menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono

dan Fatma Latifah 2014)

Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya

yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim

pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau

bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit

atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim

pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang

memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu

mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi

warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam

krim pemutih salah satunya adalah merkuri

Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum

yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg

dan termasuk dalam golongan logam berat dengan

bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri

merupakan salah satu bahan aktif yang sering

ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr

Retno IS Tranggono SpKK merkuri

direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit

karena berpotensi sebagai bahan pereduksi

(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih

terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri

dianggap dapat menghambat sintesis melamin

pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li

Wang and Hong Zhang 2011)

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia nomor

HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan

logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih

dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan

pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan

bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang

mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas

terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi

karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit

secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk

ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi

yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat

membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan

dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada

pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen otak paru-paru ginjal

menggangu perkembangan janin serta dapat

menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada

sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor

insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi

abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di

dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI

2011 BPOM RI 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim

pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim

pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang

memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim

pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi

BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3

varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah produk dengan merk serta kemasan yang

sama namun pada pembelian toko kosmetik yang

berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian

ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC

Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan

harga terjangkau dan memiliki kemasan pot

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga

bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa

kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi

Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di

Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong

gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas

saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur

50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

37

1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet

volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan

digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim

pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat

larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan

aquadest

1 Analisa Kualitatif

Pembuatan Larutan KI 05 N

Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL

serta dikocok hingga homogen

Pembuatan Larutan Aqua Regia

HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL

(perbandingan volume 3 I)

Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah

Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air

sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10

mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir

kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest

sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar

didinginkan dan disaring

Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna

Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes

larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui

dinding tabung reaksi Jika sampel positif

mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan

merah jingga

2 Analisa Kuantitatif

Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan

kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat

sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan

volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest

Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi

100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10

mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain

Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan

larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL

dan masukan ke dalam masing-masing labu takar

yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan

ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume

masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan

HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan

instrumen pengukur Spektrofotometer serapan

Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang

resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil

pengukuran larutan sampel

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa

krim pemutih yang dijual di pasar DTC

Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang

diambil secara acak dalam penelitian ini adalah

sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis

yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM dengan merk A B C dan

memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D

E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian

Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produk dengan merk serta kemasan yang sama

namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda

Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan

kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam

kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk

mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif

pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku

kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap

selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan

metode digesti basah dengan cara menguapkan

sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas

penangas air di dalam lemari asam sampai hampir

kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan

ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan

sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya

sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan

meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan

mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian

yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil

yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2

Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor

BPOM

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

38

Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor

BPOM

Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut

dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif

mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kadarnya

Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor

registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada

pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa

pengujian sampel tersebut adalah valid sampel

yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga

dilakukan pengujian yang diambil secara random

dan mengujikannya di Laboratorium MIPA

Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil

analisa kuantitatif

Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan

merkuri pada krim pemutih

Berdasarkan hasil data yang tertera pada table

3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki

nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri

dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi

BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil

kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1

adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk

varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil

tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi

batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah

Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK03012307116662

tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis

merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1

mgL (1 ppm)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut

membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim

pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar

melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan

produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi

batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi

maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor

registrasi yang tercantum dalam produk tersebut

dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian

nomor registrasi produk dengan izin edar melalui

website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan

kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6

sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)

yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak

terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih

lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan

bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam

daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di

pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM

dalam link database produk yang dibatalkan

Namun meskipun produk tersebut telah

dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih

beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk

sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada

database produk yang dibatalkan ternyata tidak

ditemukan nomor registrasi dari produk sampel

tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut

tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi

yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini

membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang

beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang

tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM

4 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk

kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

39

2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki

nomor registrasi BPOM yang beredar di

pasaran

3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang

beredar dipasaran memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji

kuantitatif menunjukkan adanya kandungan

merkuri yang cukup tinggi pada produk krim

pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn

035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar

18820 plusmn 028 mgkg

5 SARAN

2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih

berhati-hati dalam memilih produk kosmetika

khususnya krim pemutih Hindari memilih

produk yang tidak mencantumkan nomor

registrasi dari BPOM RI

3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali

produk yang mencantumkan nomor registrasi

melalui website resmi BPOM

(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui

kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi

dengan izin edar produk tersebut

4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan

ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau

menyengat serta menjanjikan hasil yang instan

dengan proses yang cepat

5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh

instansi terkait seperti BPOM untuk semua

produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga

keamanannya

6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan produk yang lebih banyak dengan

area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih

representative

DAFTAR PUSTAKA

1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom

Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015

2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih

Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016

3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri

(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal

Menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas

4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011

Peraturan Kepala Badan POM Republik

Indonesia Nomor HK0312307116662

Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik

httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015

5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada

Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya

6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical

Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016

7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014

Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium

Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih

Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1

8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi

Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan

Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183

Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In

Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo

11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015

12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian

Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas

G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada

Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis

Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta

17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta

18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian

Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik

Dengan Spektrofotometri Serapan

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

40

Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan

Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi

Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku

Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta

20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in

marketed cosmetics analytical survey in

Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

41

Artikel Penelitian

Prasetyo Handrianto1)

1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat

tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi

yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali

pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data

zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu

sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi

(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma

lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml

60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is

paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed

that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest

average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract

of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus

aureus

Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol

1 PENDAHULUAN

Hidup sehat adalah harapan setiap orang

Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya

harga obat-obatan modern dan efek samping yang

mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat

ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam

(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai

melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso

2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat

tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru

sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar

300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang

telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi

sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur

Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai

sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma

lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21

spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001

dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur

Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah

dapat mencegah dan mengobati berbagai macam

penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk

menghambat atau membunuh virus HIV penyebab

AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)

Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan

sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis

ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi

yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme

dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan

pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri

Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya

ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

42

ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-

10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi

serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi

ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang

menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru

ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar

2012)

Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol

dapat menarik banyak senyawa aktif yang

terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum

sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan

untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data

tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak

jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan

menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat

bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan

metode difusi cakram kertas Penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai terobosan

pengembangan produk baru di bidang farmasi

dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai

bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi

yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

2 METODE

Bahan yang digunakan adalah jamur

Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient

Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media

Nutrient Agar kertas cakram aquadest

Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan

porselen alat rotavapor botol vial steril oven

pinset jarum ose autoclave tabung reaksi

inkubator cawan petri timbangan analitik pipet

volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok

tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor

21 Cara Kerja

Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi

10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut

etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan

untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk

jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses

kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi

ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu

40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai

memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering

dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan

dalam ruang LAF

Medium yang digunakan adalah medium

Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung

reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri

Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan

kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan

Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC

selama 24 jam Membuat media NA dengan

mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam

100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna

seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan

suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA

steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke

dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah

dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL

bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri

Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas

cakram dengan diameter 6 mm pada media agar

Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum

dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap

kertas cakram

Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20

microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml

Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening

yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah

1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian

dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya

22 Analisa Data

Data yang diperoleh pada metode difusi di

analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way

apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan`s

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi

berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali

pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona

hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri

Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)

pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml

menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan

kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml

menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan

aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter

rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif

Hasil analisis menggunakan anova one way juga

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur

lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat

Staphylococcus aureus

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

43

Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Replikasi Kontrol

Negatif

Konsentrasi (microgml)

20 40 60 80 100

1 - 67 87 115 132 172

2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184

4 - 63 86 118 144 174

5 - 70 89 115 139 190

6 - 65 86 108 136 181

7 - 66 79 111 140 186

Rata- Rata 66 87 1135 139 180

Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang

Aktif Aktif Sangat Aktif

Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya

yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi

teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan

cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak

yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode

ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode

soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol

Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi

merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu

karena aktivitas biologis tidak hilang saat

dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam

pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu

etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat

senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur

lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid

tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan

triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa

tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah

saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid

Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)

yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan

aktivitas sebagai antimikroba

Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk

2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba

yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau

kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa

intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin

sebagai antimikroba adalah menghambat enzim

reverse transkriptase dan DNA topoisomerase

sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti

dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC

2005)

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri

Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini

merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada

keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot

et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan

mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru

sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena

termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus

aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya

Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang

dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan

kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena

bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri

gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan

pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk

suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus

oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)

Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus

memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki

dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi

faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma

lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan

kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang

aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang

dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal

berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial

Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml

sebesar 9 mm

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang

digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba

dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat

Journal of Pharmacy and Science

Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328

44

dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi

bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu

adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan

cara ekstraksi lain

4 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi

ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)

terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm

pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada

konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80

microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml

5 DAFTAR PUSTAKA

1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014

Antibacetrial Activity Of Various Extracts

From The Fruiting Bodies Of Ganoderma

lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)

Merr) Trunk International Journal Of Scientific

And Technology Research Vol3 issue 1

2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M

2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed

4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26

Jakarta EGC

3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA

2013 Biopharmaceutical Assessment of Active

Components of Deadaleopsis confragosa and

Ganoderma lucidum Journal of Medical

Microbiology

4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta

Penebar Swadaya

5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S

Williamson EM 2009 Farmakognosi dan

Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et

al Hal 118 Jakarta EGC

6 Indonesian Biotechnology Information Centre

(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari

Tanaman httpindobicorid Diakses pada

tanggal 3 Juni 2016

7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi

untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta

Rineka Cipta

8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial

Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of

Garlic Cinnamon and Tumeric Againts

Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis

dsm 3256 International Journal Of Applied

Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan

Vol3

9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella

thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-

37

10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji

antimikroba Curcuma spp Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi

Universitas Andalas Hal 1-7

11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda

2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-

18 Yogyakarta Graha Ilmu

12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman

Obat Jakarta Agro Media Pustaka

13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma

lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret

Surakarta

14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan

Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains

Kimia Vol10

15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-

vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of

Ganoderma lucidum International Journal of

Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466

16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of

Bacteriology Staphylococcus aureus

(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses

tanggal 11 September 2015

17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan

Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah

Bogor PT Penerbit IPB Press

Page 15: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 16: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 17: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 18: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 19: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 20: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 21: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 22: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 23: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 24: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 25: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 26: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 27: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 28: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 29: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 30: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 31: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 32: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 33: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 34: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 35: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 36: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 37: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 38: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 39: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 40: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 41: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 42: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017
Page 43: Journal of Pharmacy and Science Vol. 2, No.2, (Juli 2017