90
LEGALISASI HUKUM PERNIKAHAN SIRRI DENGAN ITSBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: AYUHAN NIM: 10604410139I Di Bawah Bimbingan Pembimbing Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP: 19550505 198203 1 012 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H/2011 M

ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

  • Upload
    vudat

  • View
    232

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

LEGALISASI HUKUM PERNIKAHAN SIRRI DENGAN

ITSBAT NIKAH

DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

AYUHAN

NIM: 10604410139I

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP: 19550505 198203 1 012

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432 H/2011 M

Page 2: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

LEGALISASI HUKUM PERNIKAHAN SIRRI DENGAN

ITSBAT NIKAH Di Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

AYUHAN

NIM :106044101391

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432 H/2011 M

Page 3: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi dengan judul “Legalisasi Hukum Pernikahan Sirri Dengan Itsbat Nikah Di

Pengadilan Agama Jakarta Pusat”, telah diujikan dalam munaqosah Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Jumat

tanggal 28 Januari 2011, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Strata Satu (S1) pada Jurusan Peradilan Agama.

Jakarta, 28 Januari 2011

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

Nip: 19550505 198203 1 012

PANITIA UJIAN

1. Ketua Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MH

Nip. 19500306 197603 1 001

(……………)

2. Sekretaris Rosdiana, MA

Nip. 19690610 200312 2 001

(....................)

3. Pembimbing Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

Nip. 19550505 198203 1 012

(....................)

4. Penguji 1 Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MH

Nip. 19500306 197603 1 001

(....................)

5. Penguji 2 Hotnidah Nasution, S.Ag, MA

Nip. 19710630 199703 2 002

(....................)

Page 4: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 13 Februari 2011 M

10 Rabiul Awal 1432 H

Ayuhan

Page 5: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, yang telah memberikan nikmat iman,

Islam dan atas rahmat serta dengan petunjuk dan bimbingan-Nyalah penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Legalisasi Hukum Pernikahan Sirri

Dengan Itsbat Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Pusat”.

Lantunan salawat dan salam tak lupa di maksudkan untuk nabi besar kita

Muhammad Saw yang telah membawa umat-nya dari zaman kegelapan ke zaman

yang terang benderang seperti yang dirasakan umat-nya saat ini.

Penulis menyadari, bahwa tugas ini selesai bukan semata-mata dari buah

tangan sendiri, akan tetapi tugas ini selesai karena adanya dorongan, motivasi,

bimbingan, do’a dan bantuan yang senantiasa mengalir dari para hamba Allah SWT

baik secara langsung atau tidak langsung. Mereka yang dengan tulus hati meluangkan

waktunya dan memberikan inspirasinya, pastinya tugas ini akan lebih berat tanpa

adanya mereka. Melalui kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis

persembahkan untaian kata terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM., Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; yang juga selaku pembimbing

dengan senantiasa memberikan arahan-arahan yang sangat berarti;

Page 6: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

ii

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA., Ketua Program Studi Ahwal Syaksiyyah dan

Rosdiana, M.A., Sekretaris Program Studi Ahwal Syaksiyyah UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Para penguji yang telah memberikan masukan atas kekurangan dalam penulisan

skripsi ini.

4. Segenap Ibu dan Bapak Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberi ilmu yang tidak ternilai;

5. Seluruh Staf Pengadilan Agama Jakarta Pusat terutama Bapak Drs. Masrum,

MH., Ketua Pengadilan Agama dan Drs. Ujang Soleh, SH selaku Hakim yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan wawancara dan

penelitian di Instansi tersebut.

6. Pimpinan dan Karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberikan pelayanan referensi yang diperlukan;

7. Ayahanda H. Abdul Hamid dan Ibunda Hj. Asiyah tercinta serta kakak-kakak

tersayang (Ayanah, Ayati, Hamzah, Taufik Hidayat) yang telah memberikan

motifasi dan do’a kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan S1.

8. Kepada semua sahabat-sahabatku (Helmi, Davik, Firmansyah, Halim, Abdi,

Sauqi), Yang selalu memberikan support dan dukungan, meluangkan waktu,

tenaga, dan perhatiannya serta teman-teman seperjuangan, khususnya teman-

teman Fakultas Syari’ah dan Hukum Konsentrasi Peradilan Agama angkatan

Page 7: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

iii

2006 serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, atas segala

bantuan, informasi serta motivasi yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman team Brankat Community Bintaro, Rascal Community Pondok

Pinang dan juga teman-teman di Saturate, yang terus memberikan semangat dan

canda tawa disela-sela kesibukan penulis menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya dengan penuh kerendahan hati, penulis haturkan terima kasih yang

mendalam atas segala keikhlasan dukungan, motivasi, pengarahan serta bantuan baik

moril maupun materiil. Semoga Allah membalas semua amal perbuatan dengan kasih

sayang-Nya. Mudah-mudahan skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi penulis

maupun bagi pembaca. Amin.

Jakarta, 13 Februari 2011 M

10 Rabiul Awal 1432 H

Penulis

Page 8: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 7

D. Metode Penelitian .................................................................. 8

E. Kajian Terdahulu ................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan ............................................................ 11

BAB II HUKUM DAN SYARAT ITSBAT NIKAH

A. Pengertian Itsbat Nikah dan Dasar Hukumnya ..................... 13

B. Syarat dan Prosedur Itsbat Nikah .......................................... 23

C. Akibat Hukum Itsbat Nikah......... ......................................... 30

BAB III HUKUM PERNIKAHAN SIRRI

A. Pengertian Nikah Sirri ........................................................... 32

B. Sebab dan Akibat Pernikahan Sirri ....................................... 36

C. Pernikahan Sirri dalam Perspektif Hukum Islam

dan Hukum Positif ................................................................ 41

Page 9: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

v

BAB IV ANALISA PENETAPAN PENGADILAN AGAMA

JAKARTA PUSAT

A. Deskripsi Pengadilan Agama Jakarta Pusat ....................... 53

B. Duduknya Perkara ............................................................. 63

C. Pertimbangan Hukum ......................................................... 67

D. Analisa Hukum ................................................................... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................... 73

B. Saran ................................................................................. 74

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang Masalah

Pernikahan mempunyai arti dan kedudukan yang sangat penting dalam

kehidupan manusia, sebab dengan perkawinan dapat di bentuk ikatan hubungan

pergaulan antara dua insan yang berlainan jenis secara resmi dalam suatu keluarga.

Selanjutnya keluarga dapat terus berkembang menjadi kelompok masyarakat, tujuan

yang ingin dicapai dalam perkawinan ialah mencapai kebahagiaan di dunia dan di

akhirat.1 Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh sayid sabiq: ikatan antara suami

istri adalah ikatan paling suci dan paling kokoh, dan tidak ada suatu dalil yang lebih

jelas menunjukan tentang sifat kesuciannya yang demikian agung itu, lain dari Allah

itu sendiri, yang menamakan ikatan perjanjian antara suami istri dengan mitsaqon

ghalidan (perjanjian yang kokoh).2

Pernikahan di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

seperti yang termuat dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan di definisikan sebagai: “Ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan

tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan

ketuhanan Yang Maha Esa”.

1 Mufti Wiriadja, Kitab Pelajaran Tata Hukum Indonesia, ( Yogyakarta: Yayasan Penerbit

Gadjah Mada,1973),cet 1, h. 40

2 Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Libanon: Beirut, 1993) juz ke-2, h.206

Page 11: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

2

Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena Negara

Indonesia berdasarkan kepada pancasila yang sila pertamanya adalah ketuhanan yang

maha Esa. Sampai di sini tegas dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai hubungan

yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja

mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi juga memiliki unsur batin.3

Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat untuk hidup bersama

secara sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam bentuk keluarga

yang kekal. Di samping itu, dalam suatu keluarga diharuskan saling santun

menyantuni, kasih mengasihi supaya tentram dan bahagia atau sakinah, mawadah,

warohmah, karena itu pernikahan harus dilaksanakan dengan memenuhi syarat-syarat

dan rukun-rukunnya.

Di dalam hukum Islam, suatu pernikahan sudah bisa dianggap sah apabila

telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sah nikah. Sebagaimana yang telah

ditetapkan oleh syariat Islam, berbeda halnya dengan hukum yang berlaku di

Indonesia, di mana apabila dua orang warga negara Indonesia yang akan

melangsungkan pernikahan harus mengikuti hukum perkawinan yang berlaku di

Indonesia yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan peraturan

tambahan berupa Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagi mereka yang beragama Islam.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 2 disebutkan bahwa “Perkawinan

menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

3 Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ( Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1\1974 sampai KHI ), (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2006), h. 42-43

Page 12: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

3

miitsaaqan gholiidhan untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya

merupakan ibadah”. Adapun tujuan pernikahan dalam pasal 3 disebutkan

“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah,mawaddah, dan rahmah”.4

Dalam peraturan perundang-undangan, pernikahan tidak hanya sebatas

hubungan suami istri, namun lebih dekat dalam hal-hal keperdataan. Menurut

Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat (2) yang

menyatakan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan”.

Namun menurut fikih pernikahan adalah sebuah akad yang telah terpenuhi syarat dan

rukun dianggap sah meskipun tanpa adanya pencatatan, dari sini nampak ketidak

harmonisan antara hukum formal dan hukum fikih (Islam). Di satu pihak lebih pada

tatanan ketertiban administrasi dalam sebuah pernikahan, di sisi lain pernikahan

merupakan acara yang sangat sakral, perbedaan tersebut memunculkan istilah

Pernikahan Sirri yang belakangan ini muncul dalam masyarakat setelah berlakunya

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

(KHI).

Pernikahan yang disinyalir dilakukan oleh segelintir orang dan berbahaya,

karena dilaksanakan secara rahasia sekali, sehingga keluarga tidak mengetahui

sedikitpun. Yang paling berbahaya dalam hal ini adalah segelintir orang tersebut

membingkainya dengan bingkai syariat dan mengatakan kepada mereka yang

4Abdurrahman , Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademika Pressindo, 2007),

h. 114

Page 13: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

4

menentang pernikahan ini, bahwa pernikahan ini adalah pernikahan yang tidak

bertentangan dengan ketentuan syariat dan bagi yang melakukan tidak berdosa.5

Hal ini, boleh jadi karena sebagian masyarakat muslim masih ada yang

memahami ketentuan perkawinan lebih menekankan perspektif fiqh sentries. Menurut

pemahaman versi ini, perkawinan telah cukup apabila syarat dan rukunnya menurut

ketentuan fiqh terpenuhi, tanpa diikuti pencatatan, apalagi akta nikah. Kondisi

semacam ini dipraktekan sebagian masyarakat dengan menghidupkan praktek nikah

sirri tanpa melibatkan petugas Pegawai Pencatat Nikah (PPN) sebagai petugas resmi

yang diserahi tugas itu.6

Maka dari itulah istilah Pernikahan sirri merupakan pernikahan yang

dilakukan secara tersembunyi dan tidak dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi

umat Islam. Adapun pengertian pernikahan sirri itu sendiri adalah pernikahan yang

dilakukan menurut dan syarat pernikahan tetapi dilakukan secara sembunyi dan tanpa

pencatatan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

Dan pencatatan ini selanjunya dinyatakan dalam surat-surat akta resmi yang

dimuat dalam daftar pencatatan. Pencatatan pernikahan sama halnya dengan

pencatatan peristiwa-peristiwa penting lainnya, selain itu pernikahan berkaitan hak

5 Muhammad Fu’ad Syakir, Perkawinan terlarang: al-misyar (kawin perjalanan), al-urfi

(kawin bawah tangan), as-sirri (kawin rahasia), al-mut’ah (kawin kontrak). Penerjemah Fauzun Jamal

& Alimin, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 1997), h. 53

6 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003), h. 109

Page 14: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

5

waris-mewarisi dan keturunan (an-nasab), sehingga pernikahan harus dicatat untuk

menjaga agar jangan sampai ada konflik hukum dikemudian hari.7

Dewasa ini, fenomena yang terjadi dimasyarakat adalah segelintir masyarakat

yang telah melakukan pernikahan sirri selama sekian tahun mereka hidup bersama

dan memiliki keturunan dari pernikahan tersebut, meraka akan mencatatkan

pernikahannya apabila ada kepentingan-kepentingan yang mereka tujukan dengan

cara mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama tempat mereka tinggal. Di dalam

Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 64 menyatakan:

“Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang

terjadi sebelum Undang-Undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan lama

adalah sah”.8

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Peradilan Agama pasal 49 dijelaskan bahwa kewenangan Pengadilan Agama adalah

memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara

orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah,

wakaf, zakat, infak, sedekah dan ekonomi syariah,9 Maka mengenai itsbat nikah harus

diajukan ke Pengadilan Agama.

7 Mukti Arto, Masalah Pencatatan perkawinan dan Sahnya Perkawinan, Mimbar Hukum

No.28 Tahun VII, (Jakarta: AL-hikmah dan Ditbinbapera Islam, Mei-Juni, 1996), h. 47

8 Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Perundang-Undangan dan Peraturan Peradilan Agama,

(Jakarta: Intermasa, 1991), h. 99

9 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, ( Gemuruhnya Politik Hukum(Hukum Islam

, Hukum barat, dan Hukum Adat) Dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga Peradilan

Page 15: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

6

Dari ketentuan ini maka perkawinan yang ada sebelum Undang-Undang ini

berlaku adalah sah. Begitu juga untuk masalah Itsbat Nikah pun tetap sah, karena

itsbat nikah ini sudah ada dan melembaga dalam himpunan penetapan dan putusan

pengadilan tahun 50an. Kemudian setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diamandemen ke dalam Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Sebenarnya memang lembaga itsbat

nikah tidak dimekarkan tetapi bukan berarti hilang, hal ini dapat dilihat pasal 49 ayat

(2) Bidang Perkawinan. Apabila suatu kehidupan suami istri berlangsung tanpa akta

nikah karena adanya suatu sebab, dan Kompilasi Hukum Islam membuka kesempatan

kepada mereka untuk mengajukan permohonan itsbat nikah (penetapan nikah) kepada

Pengadilan Agama sehingga yang bersangkutan mempunyai kekuatan hukum dalam

ikatan perkawinannya, sebagaimana penjelasan dalam pasal 7 KHI (Kompilasai

Hukum Islam).

Dari permasalahan-permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk

mengkaji dan kemudian menyajikannya dalam sebuah skripsi dengan judul

“LEGALISASI HUKUM PERNIKAHAN SIRRI DENGAN ITSBAT NIKAH

(di Pengadilan Agama Jakarta Pusat )”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2006), h. 142

Page 16: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

7

Agar pokok permasalahan dalam kajian ini tidak terlalu meluas dan tetap pada

jalurnya, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan dalam skripsi ini hanya

berkisar pada kasus atau perkara pengesahan pernikahan sirri terhadap putusan

Nomor: 52/Pdt.P/2009/PA.JP dalam perkara itsbat nikah di Pengadilan Agama

Jakarta Pusat.

2. Perumusan Masalah

Dalam peraturan yang berlaku bahwa perkawinan yang dilangsungkan

sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan boleh di

itsbatkan ke Pengadilan Agama. Sedangkan prakteknya ditemukan itsbat nikah yang

perkawinannya dilakukan setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan telah di sahkan.

Dari rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan itsbat nikah yang diatur dalam hukum Islam dan

perundang-undangan?

2. Bagaimana hasil penetapan majlis hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat dalam

menetapkan itsbat nikah pernikahan sirri?

3. Apa yang menjadi dasar dan pertimbangan hukum Pengadilan Agama Jakarta

Pusat dalam memutuskan perkara itsbat nikah tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

Page 17: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

8

1. Untuk mengetahui ketentuan itsbat nikah yang diatur dalam hukum Islam

dan perundang-undangan.

2. Untuk mengetahui hasil putusan Pengadilan Agama dalam menetapkan

itsbat nikah pernikahan sirri.

3. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar dan pertimbangan hakim dalam

memutuskan perkara itsbat nikah.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Secara teoritis: Skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam ilmu hukum Islam terutama mengenai permasalahan

Itsbat Nikah.

2. Secara praktis: Skripsi ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran

bagi mahasiswa dan masyarakat umum yang ingin mengetahui masalah

hukum perkawianan di Indonesia khususnya dalam masalah Itsbat Nikah.

D . Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode:

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif-

empiris mendeskripsikan isi dari penetapan yang penulis dapatkan tersebut, kemudian

menghubungkan dengan masalah yang diajukan sehingga ditemukan kesimpulan

yang objektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dikehendaki

penulis dalam penulisan skripsi ini.

Page 18: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

9

2. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder yaitu:

a. Data Primer

Didapatkan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Nomor: 52/Pdt.P/2009/PA.JP, Wawancara terhadap hakim, kemudian data tersebut

dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkannya dengan masalah yang

dikaji.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi

kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang

diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur’an, Al-Hadits, buku-

buku karangan ilmiah, Undang-Undang, Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta

peraturan-peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diajukan.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variable berupa catatan,

transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan lain

sebagainya.10

10

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : Pustaka Pelajar, 1992),h. 206

Page 19: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

10

b. Metode Interview

Metode interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara

untuk memperoleh informasi dari terwawancara.11

Dalam hal ini adalah wawancara

dengan hakim di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, data lapangan dan bahan-bahan lain sehingga

dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.12

Data yang sudah ada kemudian penulis analisis dengan content analysis

(analisa isi) terutama yang berkaitan dengan penetapan Hakim Pengadilan Agama

Jakarta Pusat.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah

buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum yang diterbitkan oleh

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM TAHUN 2007.

E . Review Studi Terdahulu

Dalam skripsi yang berjudul “Korelasi Itsbat Nikah Dengan Legitimitas

Pernikahan Sirri (analisa Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor:

11/Pdt.P/2006/PA.JS)” yang ditulis oleh Uti Nurbaiti Konsentrasi Administrasi

11

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta,2002),h. 205

12

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung :Alfabeta, 2004),h. 244

Page 20: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

11

Keperdataan Islam yaitu membahas tentang bagaimana atau adakah korelasi atau

hubungan itsbat nikah dengan legitimitas pernikahan sirri

Sedangkan skripsi yang ingin penulis tulis disini adalah berfokus kepada

bagaimana pernikahan sirri dapat dilegalkan melalui itsbat nikah setelah pernikahan

tersebut dilangsungkan agar mendapatkan kepastian hukum dan setelah undang-

undang perkawinan disahkan dikarenakan adanya kepentingan-kepentingan dalam

berumah tangga serta bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara

Nomor 52/Pdt.P/2009/PA.JP di Pengadilan Agama terkait masalah itsbat nikah

tersebut. Selain itu, penelitian difokuskan di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

F . Sistematika Penulisan

Adapun Sistematika penulisan dan pembahasan akan terbagi berdasarkan

sistematika sebagai berikut:

Bab pertama, yang merupakan pendahuluan berisikan Latar Belakang

Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Metode Penelitian, Kajian Studi Terdahulu dan Sistematika Penulisan.

Bab kedua berisikan tentang landasan teori tentang Itsbat Nikah, Pengertian

Itsbat Nikah dan Dasar Hukumnya, Syarat dan Prosedur Itsbat Nikah. Serta Akibat

Hukum Itsbat Nikah.

Bab ketiga berisikan tentang Pengertian Pernikahan Sirri, Sebab dan Akibat

Pernikahan Sirri, serta Pernikahan Sirri dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum

Positif

Page 21: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

12

Bab keempat berisikan tentang Deskripsi Pengadilan Agama Jakarta Pusat,

Analisa Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang Duduknya Perkara,

Pertimbangan Hukumnya, serta Analisa Hukum.

Bab kelima berisikan penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

Page 22: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

13

BAB II

HUKUM DAN SYARAT ITSBAT NIKAH

A . Pengertian Itsbat Nikah

Itsbat Nikah merupakan gabungan dari dua kata yakni itsbat dan nikah. Itsbat

merupakan kata masdar yang terambil dari kata إثباتا-يثبت-أثبت yang artinya

mempunyai makna penetapan atau pembuktian.1

Sedangkan kata nikah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia

dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.2 Sedangkan definisi nikah menurut

ulama fiqh yaitu: akad yang membolehkan terjadinya al-istimta’ (persetubuhan)

dengan seorang wanita, atau melakukan wat’i, dan berkumpul selama wanita tersebut

bukan wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan, atau sepersusuan.3

Dari penggabungan dua kalimat diatas dapat diartikan bahwa itsbat nikah

adalah penetapan oleh pengadilan atas ikatan atau akad yang membolehkan terjadinya

hubungan suami istri, sebagaimana yang dirumuskan dalam kamus bahasa Indonesia

bahwa itsbat nikah adalah penetapan tentang kebenaran (keabsahan) nikah.4

1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir (Arab-Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka

Progresif, 1997), Cet. 14, h. 145

2 Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Perundang-undangan dan Peraturan Peradilan Agama,

(Jakarta: Intermasa, 1991), h. 187

3 Wahbah al Zuhaily, al fiqh al Islami wa Adillatuhu, Juz VIII, (Damsiq: Dar al Fikr, 1989), h.

29 4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1995), Cet ke-11, h.339

Page 23: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

14

Singkatnya itsbat nikah adalah penetapan oleh pengadilan atau perkawinan yang sah,

tetapi tidak mempunyai akta nikah.

Definisi lain mengatakan bahwa itsbat nikah adalah suatu penetapan,

penentuan, pembuktian, atau pengabsahan pengadilan terhadap pernikahan yang telah

dilakukan karena alasan-alasan tertentu.5

Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 64

berbunyi: Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan

perkawinan yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah.6 Dari

ketentuan ini maka perkawinan yang ada sebelum Undang-undang ini berlaku adalah

sah. Begitu juga masalah itsbat nikah pun tetap sah, karena itsbat nikah ini sudah ada

dan melembaga dalam himpunan penetapan dan putusan Pengadilan Agama tahun

50-an.

Kemudian setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama pada tanggal 29 desember 1989 yang menggantikan segala

landasan hukum pengadilan agama sebelumnya, memang lembaga itsbat nikah tidak

dimekarkan tetapi tidak berarti hilang. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 49 ayat (2)

bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal

yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan yang

berlaku, sedangkan dalam penjelasan pasal 49 ayat (2) tersebut dikatakan bahwa

5 Yayan Sofyan, Itsbat nikah bagi perkawinan yang tidak dicatat setelah diberlakukan UU

No. I Tahun 1974 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Ahkam IV, No. 8 (2002), h. 75.

6 Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Perundang-undangan dan Perarturan Peradilan Agama,

(Jakarta: Intermasa, 1991 ), h. 99

Page 24: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

15

salah satu bidang perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 adalah persyaratan tentang sahnya perkawinan dijalankan menurut peraturan

yang lain.

Jadi lembaga itsbat nikah atau pengesahan nikah yang ditampung oleh

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang

Nomot 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang Peradilan Agama, terbatas pada alasan perkawinan yang terjadi sebelum

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sedangkan itsbat nikah/pengesahan nikah

yang karena alasan-alasan lain tidak dimuat dan tidak ada pula penjelasan-penjelasan

tentang ketidak bolehannya.

Kompilasi Hukum Islam pasal 3 dijelaskan bahwa perkawinan bertujuan

untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.7

Oleh karena itu, untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah

setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku, sebagaimana di sebutkan didalam KHI tentang pencatatan perkawinan.

- Pasal 5 ayat (1) agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam

setiap perkawianna harus dicacat.

- Pasal 5 ayat (2) pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh

pegawai pencatat nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 22/1946 jo. Undang-Undang Nomor 32/1954.

7 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2007),

Cet Ke-5, h.114

Page 25: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

16

Tehnik pelaksanannya, dijelaskan dalam pasal 6 yang menyebutkan :

1. Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus

dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat

nikah .

2. Perkawianan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah

tidak mempunyai kekuatan hukum.

Selain itu, pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban

perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui

perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian (mitsaqan galidzon)

perkawinan, dan lebih khusus lagi bagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga.8

Bukti perkawinan yang telah dicatatkan adalah berupa Akta Nikah yang dapat

dijadikan bukti otentik, bila suatu waktu di dalam perkawinan terjadi masalah.

Ahmad Rofiq berpendapat setidaknya ada dua manfaat dari pencatatan

perkawinan yaitu manfaat refresif dan manfaat preventif.

Manfaat refresif dari pencatatan perkawinan adalah terbentuknya kesempatan

itsbat (penetapan) bagi suami isteri yang karena suatu hal perkawinannya tidak dapat

dibuktikan dengan akta nikah (lihat pasal 7 ayat (2) dan (3) Kompilasi Hukum Islam).

Manfaat preventif dari pencatatan perkawinan ialah untuk menanggulangi

agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan rukun dan syarat-syarat perkawinan

baik menurut hukum agama maupun hukum perundang-undangan, dengan ini dapat

dihindari pelanggar terhadap kompilasi relatif pegawai pencatat perkawinan, atau

8 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.107

Page 26: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

17

menghindari terjadinya pemalsuan (penyimpangan hukum), seperti identitas calon

mempelai, status perkawinan, perbedaan agama dan usia calon mempelai tersebut.9

Dalam hal ini, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 mengaturnya dalam pasal

3 yang berbunyi:

1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan

kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan

akan dilangsungkan.

2. Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10

hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.

3. Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan

sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama Bupati

Kepala Daerah.

Bagi orang yang beragama Islam, pemberitahuan disampaikan kepada Kantor

Urusan Agama, karena berlaku Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang

Pencatatan nikah, talak dan rujuk. Sedangkan bagi orang yang bukan beragama Islam,

pemberitahuannya dilakukan kepada Kantor Catatan sipil Setempat.10

Menurut Moh Idris Ramulyo, sampai saat ini peraturan pelaksanaanya belum

ada. Apabila dilaksanakan menurut peraturan pelaksanaan perkawinan bagi orang-

9 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 111-112

10

Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan , Hukum Perdata Islam di Indonesia ( Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1\1974 sampai KHI ), ( Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2006), h. 125

Page 27: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

18

orang Islam tidak mungkin, karena meraka bukan orang Islam. Dilaksanakan menurut

Kitab Undang-Undang Perdata juga tidak mungkin pula karena tidak diatur di dalam

Undang-Undang tersebut, kecuali kalau mereka dapat diklasifikasikan ke dalam

orang-orang non-Islam mungkin juga pejabat catatan sipil dapat melaksanakannya.11

Pasal 5 berbunyi:

1. Pemberitahuan memuat tentang nama, umur, agama/kepercayaan,

pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai, apabila salah seorang atau

kedua calon mempelai pernah kawin di sebutkan juga nama istri dan

suami terdahulu.

Kemudian dalam pasal 6 berbunyi:

1. Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak

melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan

telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut

undang-undang.

2. Selain penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat (1) pegawai

pencatat meneliti pula:

a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam

hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan

surat keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai

yang diberikan oleh kepala desa atau yang setingkat dengannya.

11

Ibid, h. 125

Page 28: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

19

b. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan

tempat tinggal orang tua calon mempelai;

Ketentuan dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) di atas memberi manfaat yaitu:

pertama, memelihara ketertiban hukum yang menyangkut kompetensi relatif dari

Pegawai Pencatat Nikah. Kedua, menghindari terjadinya pemalsuan atau

penyimpangan seperti identitas calon mempelai dan status perkawinan mereka. Oleh

karena itu, ketelitian Pegawai Pencatat Nikah sangat diperlukan dan menjadi faktor

penentu tidak terjadinya penyimpangan.

Yang menjadi dasar hukum dari Itsbat Nikah adalah Bab XIII pasal 64

ketentuan peralihan undang-undang perkawinan yaitu untuk perkawinan dan segala

sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang

ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan lama adalah sah.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku I pasal 7, yang

terkandung dalam pasal 64 Undang-Undang Perkawinan Nomor I Tahun 1974

tentang Perkawinan tersebut dikualifikasikan sebagai upaya hukum yang disebut

dengan “itsbat nikah”.12

Mengenai itsbat nikah ini ada Permenag Nomor 3 Tahun 1975 yang dalam

Pasal 39 ayat (4) menentukan bahwa jika KUA tidak bisa membuatkan duplikat akta

nikah karena catatannya telah rusak atau hilang, maka untuk menetapkan adanya

nikah, cerai atau rujuk harus dibuktikan dengan penetapan Pengadilan Agama.

12

Undang-Undang No. I Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal : 64, h. 25.

Page 29: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

20

Namun, aturan itu hanya berkaitan dengan perkawinan yang dilangsungkan sebelum

adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bukan perkawinan yang terjadi

sesudahnya. Akan tetapi, Pasal 7 KHI ternyata memberi Pengadilan Agama

kompetensi absolut yang sangat luas terhadap itsbat nikah.13

Seperti dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 7 ayat 1 dan 2

menyebutkan :

1. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh

pegawai pencatat nikah.

2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah dapat

diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.14

Permohonan itsbat nikah menurut pasal 7 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam

menyatakan bahwa yang berhak mengajukan itsbat nikah ialah suami atau istri, anak-

anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.15

Pencatatan perkawinan dan aktanya, merupakan sesuatu yang penting dalam

Hukum Perkawinan Islam. Hal ini didasari oleh Firman Allah dalam Surat Al-

Baqarah ayat 282 yang berbunyi:

13

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17737/itsbat-nikah-masih-jadi-masalah

diakses pada tanggal 4 Oktober 2010 jam 12:49

14

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, h. 115

15

Zainudi Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 29

Page 30: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

21

................

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah

tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya.....

Para pemikir hukum Islam (faqih) dahulu tidak ada yang menjadikan dasar

pertimbangan dalam perkawinan mengenai pencatatan dan aktanya, sehingga mereka

menganggap bahwa hal itu tidak penting. Namun, bila diperhatikan perkembangan

ilmu hukum saat ini pencatatan perkawinan dan aktanya mempunya kemaslahatan

serta sejalan dengan kaidah fiqh yang mengungkapkan Darulmafasidu muqoddamun

ala jalabil mashalih.16 Dengan demikian, pelaksanaan peraturan pemerintah yang

mengatur tentang pencatatan dan pembuktian perkawinan dengan akta nikah

merupakan tuntutan dari perkembangan hukum dalam mewujudkan kemaslahatan

umum (maslahat mursalah) di negara Republik Indonesia. Pemikiran itu didasari

oleh metodologis asas yang kuat, yaitu qiyas dari ayat al-Quran yang berkaitan

dengan mu’amalah (Surat Al-Baqarah ayat 282) dan maslahat mursalah dari

perwujudan kemaslahatan.17

16

Kaidah yang artinya menolak kemudharatan lebih didahulukan daripada memperoleh

kemaslahatan.

17

Zainudi Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 30

Page 31: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

22

Ayat di atas dikenal oleh para ulama dengan nama ayat al-Mudayanah (ayat

utang-piutang). Ayat ini berisi tentang penulisan utang-piutang dan

mempersaksikannya di hadapan pihak ketiga yang dipercaya/notaris, sambil

menekankan perlunya menulis utang walaupun sedikit, disertai dengan jumlah dan

ketetapan waktunya.18

Mengenai ayat ini, ulama berbeda pendapat tentang hukum pencatatan

tersebut. Sebagian ulama mengatakan bahwa pencatatan tersebut hukumnya tidak

wajib karena ia hanya bersifat anjuran. Hal ini menurut Quraish Shihab berdasarkan

praktek para sahabat Nabi ketika itu, keadaan kaum muslimin ketika turunnya ayat ini

sangat langka yang memiliki kepandaian tulis menulis, maka jika perintah tersebut

bersifat wajib tentunya akan sangat memberatkan. Namun demikian ayat ini

mengisyaratkan perlunya belajar tulis menulis, karena dalam hidup seorang dapat

mengalami kebutuhan pinjam dan meminjamkan. Hal ini diisyaratkan oleh

penggunaan kata اذا (apabila) yang ada pada awal penggalan ayat ini, yang lazim

digunakan untuk menunjukan kepastian akan terjadinya sesuatu.19 Berdasarkan

pendapat Quraish Shihab diatas, dapat disimpulkan bahwa pada kondisi saat ini

dimana kepandaian tulis menulis sudah banyak, serta penggunaan pencatatan sebagai

salah satu bukti yang diterima dimata hukum, maka pencatatan tersebut hukumnya

dapat menjadi wajib.

18

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), Cet. Ke-1, h. 562-563.

19

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, h. 564-565

Page 32: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

23

B . Syarat dan Prosedur Itsbat Nikah

Pengesahan pengukuhan nikah (itsbat nikah) itu biasanya diperlukan bagi

mereka yang sudah lama melangsungkan pernikahan, yang membutuhkan keterangan

dengan akta yang sah, seperti untuk mendapatkan pensiunan janda dan sebagainya.

Untuk mensahkan pengakuan itu diperlukan persyaratan:

.وفي الدعوى بنكاح علي امراة ذكر صحته وشروطه من نحو ولي وشاهدين عدول

( جزءرابع٢٥٤اها اعانت الطالبين ص )20

Artinya: “Dalam pengesahan nikah seorang perempuan, harus

dikemukakan sahnya pernikahan dan syarat-syaratnya, yaitu seperti:

wali, dan dipersaksikan oleh dua orang saksi yang adil.21

Putusan tentang sah atau tidaknya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974.22 hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 64 yaitu: Untuk perkawinan dan segala

sesutau yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang

ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama adalah sah, dalam

Kompilasi Hukum Islam hal ini diatur mengenai itsbat nikah, yaitu pasal 7 yang

berbunyi:

20

Muhammad Syatha al- Dimyathi, Hasyiah I’anatut thalibin, (Indonesia: Dar Ihya al-kutub

al-arabiyah, t,t), juz IV, h. 254

21

Moch. Anwar, Dasar-Dasar Hukum Islam Dalam Menetapkan Keputusan di Pengadilan

Agama, cet. Ke-1, (Bandung: CV. Diponegoro, 1991), h. 43. Dikutip dari kitab I’anatut Thalibin, juz

IV,h. 254

22

Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, Buku II

Teknisi Administrasi dan Teknisi di Lingkungan Perdailan Agama, ( Jakarta: 4 april, 2006), h. 29

Page 33: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

24

1. Perkawinan hanya dapat di buktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikah.

2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat

diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan agama.

3. Itsbat Nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai

hal-hal yang berkenaan dengan:

a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.

b. Hilangnya akta nikah.

c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat

perkawinan.

d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974.

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai

halangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Tetapi pasal 6 ayat 2 KHI menyebutkan: perkawinan yang dilakukan diluar

pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 56 ayat

3 KHI menyatakan perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, keempat

tanpa izin dari Pengadilan Agama tidak mempunyai kekuatan hukum. Berkaitan

dengan perkara kewarisan, dalam hal terjadinya pernikahan sebelum adanya Undang-

Undang No.1 tahun 1974, bila istri tidak mempunyai akta nikah, maka untuk

Page 34: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

25

mengurus segala sesuatu yang menyangkut kewarisan haruslah ada buku nikah, untuk

itu si isteri harus mengajukan itsbat nikah kepada Pengadilan Agama.

Adapun dalam hal terdapat pihak yang berkeberatan atas suatu itsbat nikah

yang diajukan secara voluntair, maka pihak yang berkeberatan atas adanya itsbat

nikah tersebut harus mengajukan bantahan ke Pengadilan Agama, baik sebelum atau

sesudah itsbat nikah tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Itsbat nikah

untuk perceraian bisa diputus bersama-sama, sepanjang para pihak dapat

membuktikan tentang keadaan perkawinannya dengan terlebih dahulu memeriksa

itsbat nikah, baru kemudian diperiksa dalil-dalil gugatan perceraiannya.23

Oleh karena itu itsbat nikah yang patut diperkirakan menimbulkan efek yang

lebih luas, misalnya: seorang istri mohon di itsbatkan pernikahnnya dengan

almarhum suaminya, maka patut diduga bahwa permohonan tersebut mempunyai

tujuan lain, seperti menuntut harta bersama, harta warisan dan sebagainya. Dalam hal

demikian pengajuan itsbat nikah ke Pengadilan Agama haruslah berbentuk surat

gugatan contentius dengan mendudukan ahli waris almarhum suaminya yang dapat di

perkirakan berekeberatan dengan adanya itsbat nikah tersebut sebagai pihak

tergugat.24

Mengenai surat permohonan ialah suatu permohonan yang di dalamnya berisi

tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang

23

Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, Buku II

Teknisi Administrasi dan Teknisi di Lingkungan Peradilan Agama, ( Jakarta: 4 april, 2006), h. 30

24

Ibid, h. 30

Page 35: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

26

tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat

dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.

Dalam perkara gugatan terdapat dua pihak yang saling berhadapan (penggugat

dan tergugat), sedang dalam perkara permohonan hanya ada satu pihak saja

(pemohon). Namun demikian di Pengadilan Agama ada permohonan yang perkaranya

mengadung sengketa, sehingga di dalamnya ada dua pihak yang disebut pemohon dan

termohon, yaitu dalam perkara permohonan ijin ikrar talak dan permohonan ijin

beristri lebih dari seorang.

Pada prinsipnya semua gugatan/permohonan harus dibuat secara tertulis, bagi

penggugat/pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis, maka

gugatan/permohonan diajukan secara lisan kepada ketua Pengadilan Agama. Ketua

dapat menyuruh kepada hakim untuk mencatat segala sesuatu yang dikemukakan oleh

penggugat/pemohon maka gugatan/permohonan tersebut ditandatangani oleh

ketua/hakim yang menerimanya itu berdasarkan ketentuan pasal 114 ayat (1) R. Bg

atau pasal 120 HIR. Gugatan/permohonan yang dibuat secara tertulis, ditandatangani

oleh penggugat/pemohon (pasal 142 ayat (1) R. Bg/118 ayat (1) HIR). Jika

penggugat/pemohon telah menunjuk kuasa khusus maka surat gugatan/permohonan

ditandatangani oleh kuasa hukumnya (pasal 147 ayat (1) R. Bg/123 HIR).

Surat gugatan atau permohonan dibuat rangkap enam, masing-masing satu

rangkap untuk penggugat/pemohon, satu rangkap untuk tergugat/termohon atau

menurut kebutuhan dan empat rangkap untuk majlis hakim yang memeriksanya.

Page 36: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

27

Apabila surat gugatan hanya dibuat satu rangkap, maka harus dibuat salinannya

sejumlah yang diperlukan dan dilegalisir panitera. Adapun isi dari surat

gugatan/permohonan yaitu:

1. Identitas para pihak (pemohon dan termohon)

a. Nama ( beserta bin/binti dan aliasnya)

b. Umur

c. Agama

d. Pekerjaan

e. Tempat tinggal. Bagi pihak yang tinggalnya tidak diketahui hendaknya

ditulis, ”dahulu bertempat di....., tetapi sekarang tidak diketahui tempat

tinggalnya di Indonesia.”

f. Kewarganegaraan (jika diperlukan)

2. Posita, yaitu penjelasan tentang keadaan/peristiwa dan penjelasan yang

berhubungan dengan hukum yang dijadikan dasar/alasan gugat. Posita berisi:

a. Alasan yang berdasarkan fakta/peristiwa hukum

b. Alasan yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan

keharusan. Hakimlah yang harus melengkapinya dalam keputusan nanti.

3. Petitum, yaitu tuntutan yang diminta oleh pemohon agar dikabulkan oleh

hakim.25

25

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, cet ke-1 (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1996), h. 39-40

Page 37: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

28

Surat permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke

Kepaniteraan Pengadilan Agama. Surat gugatan diajukan pada Sub Kepaniteraan

Gugatan, sedang permohonan pada Sub Kepaniteraan Permohonan. Kemudian calon

pemohon menghadap ke Meja I.26

1. Meja I:

a. Menerima surat permohonan dan salinannya

b. Menaksir panjar biaya

c. Membuat SKUM (Surat Kuasa Untuk membayar)

2. Kasir:

a. Menerima uang panjar dan pembukuan

b. Menandatangani SKUM

c. Memberi nomor pada SKUM dan tanda lunas

3. Meja II

a. Mendaftar gugatan dalam register

b. Memberi nomor perkara pada surat gugatan sesuai nomor SKUM

c. Menyerahkan kembali kepada penggugat satu helai surat gugat.

d. Mengatur berkas perkara dan menyerahkan kepada ketua melalui wakil

Panitera + panitera

4. Ketua PA:

a. Mempelajari berkas

b. Membuat PMH ( Penetapan Majelis Hakim)

26

Ibid, h. 56

Page 38: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

29

5. Panitera:

a. Menunjuk panitera sidang

b. Menyerahkan berkas kepada Majelis

6. Majelis Hakim:

a. Membuat PHS (Penetapan Hari Sidang) + perintah memanggil para pihak

oleh jurusita.

b. Menyidangkan perkara.

7. Memberikan kepada meja II dan kasir yang bertalian dengan tugas mereka.

a. Memutus perkara

8. Meja III:

a. Menerima berkas yang telah diminta dari majelis hakim.

b. Memberikan isi putusan kepda pihak yang tidak hadir lewat jurusita.

c. Memberitahukan kepada Meja II dan kasir yang bertalian dengan tugas

mereka.

d. Menetapkan kekuatan hukum

9. Menyerahkan salinan kepada penggugat dan tergugat dan instansi terkait.

a. Menyerahkan berkas yang telah dijahit kepada Panitera Muda Hukum

10. Panitera Muda Hukum:

a. Mendata perkara

b. Melaporkan perkara

c. Mengarsipkan berkas perkara.

Page 39: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

30

Adapun cara mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama yang dipaparkan

oleh Yayan Sofyan adalah sebagai berikut:27

1. Pemohon datang ke kantor Pengadilan di wilayah kekuasaan relatif

Pengadilan Agama tersebut (wilayah tempat tinggalnya) dengan membawa

surat-surat yang diperlukan. Misalnya, surat keterangan dari rukun tetangga

(RT), rukun warga (RW), lurah/kepala desa setempat atau surat keterangan

kehilangan akta nikah dari kepolisian bila akta nikah hilang.

2. Mengajukan permohonan baik secara tertulis maupun secara lisan kepada

Ketua Pengadilan agama dengan memyampaikan sebab-sebab pengajuan

permohonan.

3. Membayar uang muka biaya perkara. Bagi yang tidak mampu membayar uang

perkara, Pengadilan Agama bisa mengajukan prodeo (pembebasan biaya).

4. Membawa saksi-saksi yang diperlukan, yaitu orang yang bertindak sebagai

wali dalam pernikahan yang telah terjadi, petugas atau orang yang

menikahkan, para saksi perkawinan, orang-orang yang mengetahui adanya

perkawinan itu.

C. Akibat Hukum Itsbat Nikah

Setelah dikabulkan permohonan itsbat nikah, maka secara otomatis yang

berkepentingan akan mendapatkan bukti otentik tentang pernikahan mereka yang bisa

dijadikan sebagai dasar untuk menyelesaikan persoalan di Pengadilan Agama

27

Yayan Sofyan, Itsbat nikah bagi perkawinan yang tidak dicatat setelah diberlakukan UU

No. I Tahun 1974 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Ahkam IV, No. 8 (2002), h. 76-77

Page 40: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

31

nantinya, itsbat nikah ini berfungsi sebagai kepastian hukum, ketertiban hukum dan

perlindungan hukum atas perkawinan itu sendiri, dengan demikian maka pencatatan

perkawinan merupakan persyaratan formil syahnya perkawinanan, persyaratan formil

ini bersifat prosedural dan administratif.

Dengan adanya pencatatan perkawinan maka eksistensi perkawinan dianggap

sah apabila telah memenuhi dua syarat, yakni:

1. Telah memenuhi ketentuan hukum materiil, yaitu telah dilakukan dengan

memenuhi syarat dan rukun menurut hukum Islam.

2. Telah memenuhi ketentuan hukum formil, yaitu telah dicatat pada

pegawai pencatat nikah yang berwenang.

Sebaliknya perkawinan yang tidak tercatatkan dan tidak pula diminta itsbat

nikahnya maka kedudukan perkawinan itu adalah:

1. Tidak mempunyai kekuatan hukum karena dianggap tidak pernah ada

perkawinan sehingga tidak menimbulkan akibat hukum.

2. Tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perkawinan yang baru

sebagaimana diatur dalam pasal 24 Undang-Undang No. 1 tahun 1974.

3. Tidak dapat dijadikan dasar hukum menjatuhkan pidana berdasarkan

ketentuan pasal 219 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).

4. Tidak dapat dijadikan dasar untuk menuntut hak oleh pihak wanita sebagai

isteri dan juga anak-anaknya.28

28

Ahmad Mukti Arto, Masalah Pencatatan Perkawinan dan Sahnya Perkawinan, Mimbar

Hukum No.28 Tahun VII, (Mei-Juni, 1996), h. 51-52

Page 41: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

32

BAB III

HUKUM PERNIKAHAN SIRRI

A. Pengertian Nikah Sirri

Pengertian nikah sirri dari segi etimologi kata sirri berasal dari bahasa arab,

yang arti harfiyahnya adalah „rahasia‟.1 Jadi nikah sirri artinya pernikahan yang

dilangsungkan secara rahasia atau diam-diam (secret marriage). Menurut

terminology fiqh Maliki nikah Sirri adalah: Nikah dimana para saksi dipesan oleh

suami agar merahasiakan pernikahan ini untuk istrinya atau jama‟ahnya, sekalipun

keluarga setempat.2

Menurut A. Zuhdi Muhdlor, nikah sirri adalah pernikahan yang dilangsukan

diluar pengetahuan petugas resmi (PPN/Kepala KUA), karena pernikahan itu tidak

tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga suami-isteri tersebut tidak

mempunyai surat nikah yang sah.3

Menurut Masjfuk Zhuhdi perkembangan pengertian dan praktek nikah sirri

dikalangan masyarakat Islam Indonesia, paling tidak ada tiga tipe atau bentuk, yaitu:

Pertama, nikah sirri diartikan sebagai nikah yang dilangsungkan menurut

ketentuan syari‟at Islam (telah terpenuhi rukun dan syaratnya) tetapi masih bersifat

intern keluarga, belum dilakukan pencatatan oleh PPN dan belum diadakan upacara

1 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung,1998), h. 167

2 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), vol.

VII, h. 71

3 A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Pernikahan (NTC&R), (Bandung: Al-Bayan, 1994),

Cet. 1, h. 22

Page 42: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

33

menurut Islam dan adat (walimatul ursy). Suami-isteri belum tinggal bersama karena

isteri belum dewasa.

Kedua, nikah yang dilangsungkan menurut syari‟at islam (memenuhi syarat

dan rukun nikah), dihadapkan PPN dan telah memperoleh salinan akta nikah, namun

masih bersifat intern keluarga belum diadakan resepsi pernikahan. Suami-isteri pun

belum tinggal bersama.

Ketiga, nikah yang hanya dilangsungkan menurut ketentuan syariat islam saja,

namun karena terbentur PP No. 10/1983 jo. PP No. 45/1990. Pernikahan tersebut

dilangsungkan secara diam-diam dan dirahasiakan untuk menghindari hukuman

disiplin.

Dari ketiga bentuk atau tipe nikah di atas, menurut Masjfuk Zuhdi yang

mengandung pengertian sirri adalah tipe yang ketiga.4 Senada dengan pendapat di

atas, Moh. Daud Ali mengemukakan bahwa nikah sirri adalah pernikahan yang

disengaja disembunyikan supaya tidak diketahui oleh orang lain.5

“Perkawinan di bawah tangan (nikah sirri) adalah perkawinan yang dilakukan

tanpa adanya pencatatan perkawinan di catatan sipil dan non muslim. Sedangkan

bagian orang muslim perkawinannya tidak dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA).6

Perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang dilaksanakan hanya

4 A. Ghani Abdullah, Tinjauan Hukum Terhadap Perkawinan di Bawah Tangan. Mimbar

Hukum No. 23 Thn VI 1995 November-Desember, (Jakarta: Al-Hikmah dan DITBINBAPERA Islam),

h. 25

5 Ibid, h. 25

6 Ibid, h. 25

Page 43: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

34

berdasarkan ketentuan agama saja tanpa adanya pencatatan oleh pegawai pencatat

nikah (PPN).

Menurut pasal 81 Kitab Undang-Undang hukum Perdata (BW) perkawinan

menurut upacara keagamaan baru dapat dilangsungkan setelah perkawinan di muka

Pegawai Catatan Sipil.7

Menurut KH. Ma‟ruf Amin, Forum Ijtima‟ Ulama Komisi Fatwa sengaja

memakai istilah nikah di bawah tangan. Selain untuk membedakan pernikahan sirri

yang sudah dikenal di masyarakat. Istilah ini lebih sesuai dengan ketentuan agama

islam. Menurutnya penyebutan dengan istilah nikah di bawah tangan untuk

membedakan dengan nikah sirri yang mempunyai konotasi lain. Kalau nikah sirri,

dalam pengertian nikah yang dilakukan hanya berdua saja, tidak memakai syarat dan

rukun nikah lainnya, bisa dipastikan pernikahan semacam ini tidak sah.8

Nikah di bawah tangan yang dimaksud dalam fatwa ini adalah pernikahan

yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam fiqh atau hukum

Islam. Namun, nikah ini tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang sebagaimana

diatur dalam perundang-undangan.9

Menurut Fatwa Syekh al-Azhar yang dijabat oleh Syekh Dr. Jaad al-Haq

dalam fatwa ulama tersebut apa yang dimaksud dengan az-zawaj al-urfy adalah

7 Ali Afandi. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian: menurut KUH Perdata

(BW), (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1986),cet. Ke-3, h. 98)

8 Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas,

2008), h. 147

9 Ibid, h. 147

Page 44: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

35

sebuah pernikahan yang tidak tercatat sebagaimana mestinya menurut peraturan

perundang-undanganyang berlaku. Dalam hal ini Syekh Jaad al-Haq Ali Jaad al-Haq

membagi ketentuan yang mengatur pernikahan kepada dua kategori:

1. Peraturan syara‟ yaitu peraturan yang menentukan sah atau tidak sahnya

sebuah pernikahan. Peraturan ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh

syariat Islam seperti yang dirumuskan oleh para pakarnya dalam buku-buku

fiqih dari berbagai madzhab. Menurutnya ketentuan-ketentuan tersebut

dianggap sebagai unsur-unsur pembentuk bagi akad nikah. Apabila unsur-

unsur tersebut telah secara sempurnatelah terpenuhi maka akad nikah itu

secara syara telah dianggap sah.

2. Peraturan yang bersifat tawsiqy, yaitu peraturan tambahan yang bermaksud

agar pernikahan dikalangan umat Islam tidak liar, tetapi tercatat dengan

memakai surat Akta Nikah secara resmi yang dikeluarkan oleh pihak-pihak

yang berwenang. Secara administratif, ada peraturan yang mengharuskan agar

suatu pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan itu, secara

syar‟i nikahnya sudah dianggap sah apabila telah melengkapi segala syarat

dan rukunnya seperti diatur dalam syariat Islam.10

Fatwa Syekh al-Azhar tersebut tidak bermaksud agar seseorang boleh dengan

seenaknya saja melanggar undang-undang di suatu negara, sebab dalam fatwanya

10 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis

Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah), (Jakarta: Kencana, 2004), cet. Ke-1, h. 33-34

Page 45: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

36

beliau mengingatkan pentingnya pencatatan nikah, beliau mengingatkan agar setiap

perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari beberapa pendapat dan persepsi masyarakat tentang nikah sirri di atas,

penulis berkesimpulan bahwa nikah sirri adalah nikah yang dilangsungkan menurut

ketentuan syariat Islam (terpenuhinya syarat dan rukun) namun karena sesuatu hal,

pernikahan itu dilakukan secara diam-diam dan dirahasiakan oleh para saksi agar

tidak diketahui oleh orang lain, belum di catatkan oleh PPN, dan belum diadakan

walimatul ursyi, hanya keluarga saja yang mengetahui pernikahan tersebut.

B. Sebab dan akibat Pernikahan Sirri

Praktek perkawinan Sirri (bawah tangan) hingga kini masih banyak terjadi.

Padahal perkawinan bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi perempuan

serta tidak melindungi hak-hak kaum perempuan dan juga hak anak.11

Pernikahan sirri yang tidak dicatatkan, dipandang dan seringkali

menimbulkan dampak negatif (madlarrah) terhadap istri atau anak yang

dilahirkannya terkait dengan hak-hak mereka seperti nafkah, hak waris dan lain-lain.

Tuntutan pemenuhan hak-hak tersebut manakala terjadi sengketa akan sulit dipenuhi

akibat tidak adanya bukti catatan resmi perkawinan yang sah.

Ada beberapa faktor penyebab seseorang dapat melakukan pernikahan sirri

yang tersebar di masyarakat kita yang dikemukakan oleh Muhammad Fuad Syakir,

yaitu:12

11 Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas,

2008), h. 150

Page 46: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

37

1. Tidak adanya kemapuan melaksanakan perkawinan secara syariat, karena

tidak bisa menyediakan tempat tinggal, disebabkan pengangguran dan tidak

adanya kesempatan kerja yang layak.

2. Ikut-ikutan kelompok masyarakat yang menyimpang yang dikuasai oleh mass

media yang rusak melalui alat teknologi yang canggih dan merebaknya

pemikiran yang menyimpang, seperti yang disebarkan oleh telenovela, film-

film, dan buku-buku.

3. Merosotnya derajat perempuan karena pekerjaan yang digelutinya tidak sesuai

dengan kodratnya sebagai perempuan, seperti pekerjaan yang menghabiskan

waktu sampai malam, dan pekerjaan yang mengharuskan ia selalu bersama

atasannya, atau pekerjaan yang terelepas dari penjagaan.

4. Lemahnya benteng agama dan akidah, dan kurangnya pembinaan keluarga

untuk mengarahkan kepada akhlak yang mulia, seperti yang dilakukan oleh

salaf as-shaleh (pendahulu yang sholeh).

5. Keluarga yang rusak (broken home) karena kesibukan orang tua sehingga

mengabaikan urusan anaknya, orang tua tidak lagi memperhatikan

ketidakhadiran atau keterlambatan atau anaknya kerumah, hal demikian bukan

lagi suatu kegelisahan bagi orang tua dalam keluarganya, seperti masa dulu.

12 Muhammad Fu‟ad Syakir, Perkawinan terlarang: al-misyar (kawin perjalanan), al-urfi

(kawin bawah tangan), as-sirri (kawin rahasia), al-mut’ah (kawin kontrak). Penerjemah Fauzun Jamal

& Alimin, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 1997), h. 55-57

Page 47: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

38

6. Sekolah-sekolah maupun universitas-universitas tidak lagi menekankan

pembangunan akhlak, nilai-nilai dan mental agama, hal-hal tersebut hanya

menjadi bahan bacaan yang mandul dan tidak terealisasi dalam kehidupan.

7. kurangnya perhatian kepada mata pelajaran agama yang benar terhadap

generasi muda, sehingga bisa menghindarkan mereka dari pemahaman yang

terlalu fanatis atau terlalu meremehkan, kurang mebiasakan mereka bersikap

sesuai dengan aturan-aturan agama dalam kehidupan.

8. Hubungan laki-laki dan perempuan yang keluar dari batas kerja atau batas

sekolah (belajar).

9. Pemahaman yang salah terhadap kebebasan pribadi di kalangan remaja,

mereka mengartikan kebebasan adalah, Tidak boleh ada yang mengarahkan

mereka, meskipun untuk mengarahkan prilaku mereka atau pengontrolan,

sementara di kalangan perempuan berpendapat bahwa mereka mempunyai

hak yang sama dalam berbuat seperti laki-laki di alam kebebasan ini, tanpa

batas-batas dan nilai.

10. Club-club anak muda dan perkumpulan-perkumpulan yang tidak terkontrol

sebaik mungkin, sehingga sebagian besar menjadi tempat pertemuan terlarang

dan tempat santai yang remang-remang, bahkan memberikan nama jelek

terhadap club dan perkumpulan tersebut karena ikut memberikan kontribusi

dalam melepaskan ikatan moral, sehingga hanya dikenal sebagai tempat

pertemuan laki-laki dan perempuan.

Page 48: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

39

11. Tersedianya alat dan obat anti hamil tanpa ada ketentuan-ketentuan yang jelas

bagi siapa dan kapan boleh didapatkan, hingga penyimpangan moral menjadi

suatu perbuatan yang tidak ditakuti, karena resikonya bisa dihindari.

12. Klinik-klinik yang mencurigakan, yang memberikan pelayanan pengguguran

dan pengembalian selaput darah bagi yang terlanjur hamil karena perbuatan

zina.

13. Para pengacara yang tidak amanah yang memberikan pembelaan bagi yang

melakukan pekerjaan yang hina ini, untuk mendapatkan materi, pembelaan ini

diberikan kepada konglomerat yang datang ke negeri ini, untuk mendapatkan

gadis yang seumur anaknya dan melayaninya di flat yang tersedia, agar tidak

menjadi permasalahan di hadapan hukum, mereka membuat kontrak dengan

pengacara-pengacara sampai waktu meraka pulang ke negerinya.

Adapun akibat-akibat dari Pernikahan Sirri, yaitu:13

1. Banyak masyarakat yang telah mengetahui apa yang menimpa barat di

sebabkan pengaruh kebebasan, seperti mewabahnya penyakit-penyakit

seksual.

2. Bermunculannya anak-anak tanpa keturunan di masyarakat yang bebas,

sehingga menjadi krisis yang sulit ditemukan penyelesaiannya.

3. Perilaku amoral yang menggiring diri terbenam dalam kehidupan materi,

hilangnya perasaan dan menjadi pribadi yang bebal.

13 Ibid, h. 57-58

Page 49: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

40

4. Kebebasan tanpa batas telah merusak kelompok masyarakat yang berusaha

mendapatkan kebebasan tersebut, sementara kelompok masyarakat yang telah

rusak itu akan merusak kelompok masyarakat yang lain.

5. Melebarnya jurang pemisah antara anggota masyarakat, hingga menjadi

sebuah hubungan yang egois, jauh dari tolong-menolong, gotong-royong, dan

persaudraan.

6. Secara hukum kenegaraan, tidak diakuinya hak-hak keperdataan yang

ditimbulkan oleh pertalian hubungan perkawinan, tidak dianggap sebagi istri

sah dan tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal

dunia. Disamping itu juga tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi

perpisahan, karena secara hukum, perkawinan dianggap tidak pernah terjadi.14

7. Tidak adanya pengakuan hak-hak sipil dan keperdataan anak yang lahir dari

pasangan suami istri pelaku nikah sirri. Terhadap anak, tidak sahnya

perkawinan bawah tangan menurut hukum negara memiliki dampak negatif

bagi status anak yang dilahirkan dimata hukum, yakni status anak yang

dilahirkan dianggap sebagai anak yang tidak sah. Konsekuensinya, anak

hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya, si

anak tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya. Sebagaimana

14 Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, h. 151

Page 50: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

41

ketentuan pasal 42-43 UU No. 1 tahun 1974.15

serta pasal 100 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) 16

C. Pernikahan Sirri dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif

a. Nikah Sirri Perspektif Hukum Islam

Menurut Ibnu Taimiyah, apabila laki-laki mengawini perempuan dengan cara

mushafalah yaitu nikah sirri tanpa wali dan saksi, serta merahasiakan pernikahan,

maka menurut kesepakatan para Imam pernikahan itu bathil, bahkan menurut para

ulama, karena:

ن ال وكا ح إال ب17

Artinya: tidak ada pernikahan kecuali dengan adanya wali..

جت بغس إذن نا فىكاحا با طم فىكا حا باطم فىكاحا باطم ا ماامسأة تص

Artinya: perempuan yang mana saja kawin tanpa izin walinya

maka pernikahannya batal, maka pernikahannya

batal, maka pernikahannya batal.18

Kedua lafadz ini ma‟tsur dalam kitab sunan dari Nabi SAW, dan beberapa

orang ulama salaf mengatakan: ”tidak ada pernikahan melainkan dengan saksi”.

Demikian ini pendapat Abu Hanifah, Syafi‟I, dan Ahmad, sedang Malik mewajibkan

15 Pasal 42: Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagi akibat dari

perkawinan yang sah. Pasal 43: Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

16

Pasal 100 KHI: Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab

dengan ibunya dan keluarga ibunya.

17

Abi Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Saurah, Sunan at-Turmudzi, (Beirut: Dar al-ma‟rifah : 1423

H/ 2002 m), h. 461

18 Ibid, h. 461

Page 51: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

42

meramaikan pernikahan. Pernikahan sirri sejenis pernikahan pelacur, Allah SWT

berfirman:

….. ........

Artinya: Mereka perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina

dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. (Q.S. An-Nisaa: 25)

Maka pernikahan sirri itu termasuk jenis dzawatil akhdan (perempuan-

perempuan yang mempunyai laki-laki piaraan). Maka disyariatkan laki-laki

meminang untuk mengawini perempuan-perempuan. Oleh karena itu, diantara ulama

salaf ada yang berpendapat bahwa perempuan itu tidak bisa menikahkan dirinya, dan

sesungguhnya perempuan pelacur itu ialah yang menikahkan dirinya.19

Dalam perjalanan hukum Islam nikah sirri bukanlah masalah yang baru

karena di dalam kitab Al-Muwatha karya Imam Malik telah tercatat, bahwa istilah

nikah sirri bersal dari perkataan Umar Ibnu al-Khattab r.a:

فقال , أن عمس سجم ف وكاح نم شد عه إال زجم امسأة, عه أب شبس, اخبسوا مانك

نسجمت, را وكاح انسس:عمس الوجصي نكىت تقدمت ف20

Artinya: Bahwasanya Umar dihadapkan kepadanya seorang laki-laki yang menikah

tanpa saksi, kecuali seorang laki-laki dsan seorang perempuan, lalu Umar berkata: ini nikah sirri, aku tidak membolehkanya, seandainya kamu melakukannya pasti aku rajam.

19 Ibnu Taimiyah, Hukum-Hukum Perkawinan. Penerjemah: Rusnan Yahya, (ed), Amir

Hamzah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), cet. 1, h. 202-203

20

Abi Abdillah Malik bin Anas Al-Asbahi, Muwatha Imam Malik, (Kairo: Al-Maktabah Al-

Islamiyah, 1967), juz 2, h. 179

Page 52: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

43

Pengertian nikah sirri dalam perspektif Umar tersebut adalah bahwa syarat

jumlah saksi belum terpenuhi, kalau jumlah saksi belum lengkap meskipun sudah ada

yang datang, maka nikah semacam ini memakai kriteria Umar dapat dipandang

Nikah sirri.21 Dilihat dari keterangan nikah sirri tersebut dapat ditarik suatu pengertian

bahwa nikah sirri itu bersangkut-paut dengan kedudukan saksi dan syarat-syarat pada

saksi itu sendiri.

Para Ulama besar seperti Abu hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi‟I, juga

tidak membolehkan nikah sirri, nikah sirri harus dibatalkan. Sedangkan para saksi

yang dipesan oleh wali nikah untuk merahasiakan pernikahan yang mereka saksikan,

para ulama berbeda pendapat. Imam Malik memandang pernikahan semacam itu

termasuk nikah sirri dan harus difasakh. Namun, Abu Hanifah, Imam Syafi‟I dan

Ibnu mundzir berpendapat bahwa, nikah tersebut sah-sah saja (Ibnu Qudamah (6),

1981:53). Abu Hanifah dan Imam Syafi‟I menilai nikah tersebut bukan sirri (Ibnu

Rusyd (23,1952: 17).22

Ulama yang memandang sah perkawinan yang dirahasiakan oleh para

saksinya, mereka berdalil kepada :

1. Hadits Riwayat at-Turmudzi dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda:

انبعااانال ت ىكحه اوفسه بغس بىت

21 Mahful M. dan Herry Mohammad, Fenomena Nikah Sirri, (Jakarta: IKAPI, 1996), Cet-1, h.

31 22

M Sujari Dahlan, Fenomena Nikah Sirri, (Surabaya: Pustaka Progresssif, 1996), h. 31-34

Page 53: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

44

”Pelacur adalah wanita-wanita yang mengawinkan dirinya tanpa bukti”23

2. Hadits riwayat al-Daruqutni dari Aisyah:

شا د عدل أن زسل اهلل صه اهلل عه سهم قال ال وكاح اال بن24

”Rasulullah Saw bersabda: tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua

saksi yang adil”.

3. Karena Nikah tersebut berkaitan dengan hak para pihak yang mengadakan

aqad, yaitu anak, maka disyaratkan adanya saksi, agar ayahnya tidak

memboikot lalu mangaburkan atau menghilangkan hubungan nasab.

Meskipun demikian, ada yang berpendapat bahwa nikah itu sah tanpa adanya

para saksi, diantara mereka itu adalah orang-orang syiah, Abdurrahman Ibnu Mahdi,

Dawud, dan yang telah mempraktekannya adalah Ibnu Umar dan Ibnu Zubair.

Diriwayatkan dari Hasan Ibnu Ali, bahwa dia telah menikah tanpa saksi. Kemudian

mengumumkan pernikahan itu.(Sayid Sabiq (2),1983:50).25

Mengenai saksi diantara para Imam Madzhab (Abu Hanifah, Syafi‟I, dan

Malik) telah sepakat bahwa saksi merupakan syarat dalam pernikahan, bahkan Syafi‟I

berpendapat bahwa saksi sebagai rukun nikah.26

Dan tidak sah pernikahan tanpa dihadiri saksi. Berdasarkan dalil:

23 Abi Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Saurah, Sunan at-turmudzi, h. 463

24 Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nayl al-Authar VI, (Misr : Mustafa

I‟Babi I‟Halabi wa Auladuh, t.t), h. 256

25 M Sujari Dahlan, Fenomena Nikah Sirri, h. 31-34

26

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam ( Suatu study Perbandingan dalam kalangan Ahlu-

Sunnah dan Negara-negara Islam), (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994), Cet-2, h. 153

Page 54: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

45

س س عه عبداهلل به عثمىا به خثم عه سعد به جب د عه جس سع أخبسوا مسهم به خاند

د عه به عباض قال د: مجا مس ش ن عدل د ال وكاح إال شا27

Artinya: ”Tidak sah nikah kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil dan wali

yang cakap”

Nikah sirri merupakan salah satu bentuk nikah yang masih diperdebatkan sah

atau tidaknya oleh para Ulama. Berkaitan dengan hal ini terdapat 2 (dua) golongan

Ulama. Golongan pertama menyatakan bahwa nikah sirri adalah sah, sedangkan

golongan kedua menyatakan tidak sah.

1. Golongan Jumhur Ulama.

Mereka menyatakan bahwa jika para saksi yang hadir dipesan oleh pihak yang

mengadakan akad nikah agar merahasiakan dan tidak menyebarluaskan berita

pernikahannya kepada khalayak ramai, maka perkawinannya tetap sah. Sebaliknya

meskipun pernikahannya itu diumumkan atau disebarluaskan kepada khalayak ramai,

tetapi ketika akad berlangsung, tidak ada satu pun saksi yang menyaksikannya, maka

perkawinan tersebut tidak sah.28

Riwayat dari Abu Zubair al-Makky, bahwa Umar bin khattab menerima

laporan adanya perkawinan yang hanya disaksikan oleh seorang pria dan wanita, lalu

beliau menjawab: ini kawin gelap, dan aku tidak membenarkan dan andaikata saat itu

27 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Idris As-Syafi‟I, Al-Umm, (Beirut: Darul

ma‟rifat,1393), Juz 5, h.19

28 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 6, (Bandung: PT. Al-ma‟arif, 1990), penerjemah Mohammad

Thalib, Cet. Ke-7, h. 185

Page 55: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

46

aku hadir, tentu akan aku rajam (H.R. Malik dalam kitab al-Muwatha).29

Karena

nantinya akan ada seorang anak yang akan terlibat dalam hak kedua belah pihak yang

menikah. Maka disyaratkan adanya saksi ketika akadnya, agar sang suami tidak

mengingkari keturunannya kelak.

Lebih lanjut dikatakan oleh Imam Syafi‟I, Abu Hanifah, Ibnu Munzir, Umar,

Urwah, Sya‟bi dan Nafi‟ bahwa apabila terjadi akad nikah tetapi dirahasiakan dan

mereka pesan kepada yang hadir agar merahasiakannya pula, maka perkawinannya

sah, tetapi makruh karena menyalahi adanya perintah untuk mengumumkan

pernikahan.30

Sabda Nabi SAW dari Aisyah:

ف باندف ي عه اضسب ي ف انمساجد اجعه ر انىكاح ا .اعهى(زاي انتسمر) 31

Artinya: Umumkanlah akad nikah ini dan laksanakanlah di masjid serta

ramaikanlah dengan memukul rebana. (H.R. at-Tirmidzi)

2. Golongan Maliki

Mereka menyatakan bahwa saksi dalam pernikahan tidak wajib dan cukup

diumumkan saja sebelum terjadi persenggamaan. Tetapi jika sebelum akad nikah

29 Ibid, h. 186

30

Ibid, h. 187 31

Abi Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Saurah, Sunan at-Turmudzi, (Beirut : Dar al-ma‟rifah :

1423 H/ 2002 M), h. 457

Page 56: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

47

diumumkan kepada khalayak ramai sudah terjadi persenggamaan, maka pernikahanya

batal, meskipun saat akad dihadiri oleh para saksi.32

Pendapat ini bertumpu pada pemikiran ketika memperbandingkan mengenai

ketentuan bahwa akad nikah yang dipersaksiannya tidak disebut secara tegas dalam

al-Qur‟an dibanding dengan ketentuan mengenai akad jual beli mu‟ajjal atau utang

piutang yang disebut jelas dalam al-Baqarah: 282. kalau yang disebut yakni saksi

akad jual beli saja ditemukan dalil menyatakan tidaklah wajib, maka untuk yang tidak

disebut-sebut dalam hal ini saksi akad nikah, tentulah tidak wajib juga.33

Beberapa syarat yang harus ada pada seseorang saksi adalah:

1. Berakal sehat

2. Dewasa

3. Mendengar pembicaraan kedua belah pihak yang berakad

4. Memahami bahwa ucapan-ucapanya itu maksudnya adalah ijab qabul

pernikahan.34

Pernikahan yang ada unsur merahasiakan maka tergolong kelompok

pernikahan yang tidak boleh (haram), maka agar pernikahan tersebut sah harus

32 Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-

1, h. 28

33

Ibid, h. 48

34

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), cet.

Ke-1, h. 101

Page 57: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

48

diumumkan kepada khalayak ramai (i’lan). Pengumuman tersebut berguna untuk

menghindari akan tuduhan orang lain atau keraguan orang lain.35

I‟lanun nikah berarti menyiarkan atau mengumumkan kepada tetangga

terdekat bahwa telah terjadi aqduu al nikah (akad nikah) antara perempuan dari

keluarga si anu dengan laki-laki dari si pulan dengan mengucapkan ijab qabul.

Walimah dan I‟lanun nikah sangat penting artinya dalam kehidupan

berkeluarga dan bermasyarakat demi untuk menjaga sangkaan atau kecurigaan yang

tidak baik dari anggota masyarakat sekitarnya tentang pergaulan. Sebagaimana Hadis

Rasul Allah yang diriwayatkan oleh at-Tarmidzi, berasal dari Siti Aisyah ra. ”I’linun

nikaahawadhribu alaihi bil gharbali” artinya: umumkanlah perkawinan itu dan

pukullah gendang dalam hubungan dengan perkawinan itu.36

Dari pembahasan diatas, ringkasnya Imam Hanafi, Imam Syafi‟I, dan Imam

Hambali mengharuskan adanya saksi dalam pernikahan, sedangkan Imam Malik dan

jumhur Ulama lebih mengurgenkan saksi sebagai pengumuman.

b. Nikah Sirri Perspektif Hukum Positif

Menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia, suatu perkawinan akan

diakui dan mendapatkan legalitas dari negara apabila telah memenuhi dua syarat

berikut:

35 Syamsuddin As-Sarakhsy, Al-Mabsuth, (Libanon: Darulqutub al-Ilmiyah t,t), jilid 5, h. 31

36

Mohd Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan

Agama dan Zakat menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,1995), cet. Ke-1, h. 48-49

Page 58: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

49

1. Telah memenuhi ketentuan hukum materiil sebagaimana perintah Undang-

undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat (1), yaitu

pernikahan telah dilangsungkan menurut aturan-aturan yang ditentukan oleh

hukum agama masing-masing. Maka bagi orang islam pernikahan itu sah

apabila telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan

oleh syariat Islam.

2. Telah memenuhi ketentuan hukum formil sebagaimana yang dikehendaki

Undang-undang Perkawinan pasal 2 ayat (2), yaitu pernikahan tersebut telah

dicatatkan oleh Pegawai Pencata Nikah (PPN) yang berwenang dan telah

memperoleh bukti otentik berupa akta nikah.

Nikah sirri merupakan nikah yang telah memenuhi ketentuan syariat Islam

dan dilakukan secara diam-diam atau rahasia dari orang lain termasuk dari Pegawai

Pencatat Nikah (PPN) sehingga tidak dicatatkan. Dari sini dapat dipahami bahwa

pernikahan sirri hanya baru memperoleh legalitas dari hukum Islam, karena hanya

syarat materiilnya saja yang terpenuhi, sedangkan syarat formilnya belum terpenuhi

sehingga selamanya dianggap oleh negara tidak pernah terjadi sebuah pernikahan.

Atau dengan kata lain pernikahan tersebut tidak diakui dan tidak mendapatkan

legalitas dari Negara.

Dilihat dari teori hukum yang menyatakan bahwa perbuatan hukum adalah

tindakan seseorang yang dilakukan berdasarkan suatu ketentuan hukum sehingga

Page 59: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

50

dapat menimbulkan akibat hukum.37

Sebaliknya suatu tindakan yang dilakukan tidak

menurut aturan hukum tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum, sekalipun

tindakan itu belum tentu melawan hukum dan sama sekali belum mempunyai akibat

yang diakui dan dilindungi oleh hukum. Karena perkawinan merupakan perbuatan

hukum yang secara otomatis melahirkan akibat-akibat hukum serta diperlukan adanya

kepastian hukum.

Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mulai berlaku pada

tanggal 2 Januari 1974, dan pelaksanaannya secara efektif mulai berlaku pada tanggal

1 Oktober 1975 (pasal 67 No. 1/74 jo pasal 49 PP No. 9/75). Berdasarkan pasal 2 ayat

(1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, ”Sah tidaknya suatu

pernikahan ditentukan oleh hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya

itu”.

Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi

golongan agama dan kepercayaan itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak

ditentukan lain dalam undang-undang ini.38

Dari ketentuan pasal 2 ayat (1) beserta penjelasannya Prof. Hazairin, S.H

menafsirkan bahwa dengan demikian hukum yang berlaku menurut undang-undang

37 Soedjono Dirojosworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994) Cet

Ke-4, h. 126

38

Hazairin, Tinjauan Mengenai UUP No. 1 / 1974, (Jakarta: PT. Tinta Mas Indonesia, 1986),

h. 5

Page 60: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

51

No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah hukum masing-masing agama dan

kepercayaan bagi masing-masing pemeluk-pemeluknya. Jadi, bagi orang Islam tidak

ada kemungkinan untuk kawin dengan melanggar agamanya sendiri.39

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mensahkan

Pernikahan Sirri, karena sebagai warga negara Indonesia, umat Islam juga dituntut

untuk menjadi warga negara yang baik dengan menuruti perundang-undangan yang

berlaku. Oleh karena itu, orang yang melakukan nikah sirri, dalam pandangan

perundang-undangan tetap disamakan dengan orang yang melakukan hubungan diluar

nikah. Bahkan, jika dari mereka lahir anak, anak tersebut juga dihukumi sebagai anak

luar nikah.40

Praktek perkawinan bawah tangan (sirri) hingga kini masih banyak terjadi.

Padahal, perkawinan bawah tangan (sirri) berdampak sangat merugikan bagi

perempuan serta tidak melindungi hak-hak kaum perempuan dan juga hak anak. Dan

hal tersebut sangat bertolak belakang dengan ketentuan dalam KHI pasal 3 yang

menyebutkan: ”Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah, dan rahmah”.41

Secara yuridis, sistem Hukum Indonesia tidak mengenal istilah ”kawin

bawah tangan” dan semacamnya dan tidak mengatur secara khusus dalam sebuah

39 Ibid, h. 6

40

A Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, h. 22

41

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum

Islam, (Jakarta: Direktorat Pembinanan Badan Peradilan Agama,2002), h. 7

Page 61: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

52

peraturan. Namun secara sosilogis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak

dicatatkan dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang

beralaku, khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tenang Perkawinan pada pasal 2 ayat (2) yang mengatakan

bahwa: ”Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku”.

Pasal 5 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam juga menegaskan: ”Agar terjamin

ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat”.

Selanjutnya dikatakan didalam pasal 6 ayat (1): ”Untuk memenuhi ketentuan dalam

pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dibawah pengawasan Pegawai

Pencatat Nikah”. Dan dalam ayat (2): ”Perkawinan yang dilakukan di luar

pengetahuan dan pengawasan pegawai pencatat nikah tidak memiliki kekuatan

hukum”. Dan dianggap tidak sah di mata hukum.42

Rumusan dalam pasal-pasal

tersebut diatas menegaskan bahwa dalam memenuhi jaminan kepastian hukum,

perkawinan harus dicatat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku

guna memenuhi persyaratan administratif.

42 A Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, h. 23

Page 62: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

53

BAB IV

ANALISA PENETAPAN PENGADILAN AGAMA

A. Deskripsi Pengadilan Agama Jakarta Pusat

1. Profil Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Pada awalnya, Pengadilan Agama Jakarta Pusat bernama Majlis Distrik

sebagaimana nama awal pada saat didirikan oleh Kolonial Belanda pada tahun 1828

yang kemudian bernama Priesterraad atau Penghoeloegerecht atau Raad Agama

berdasarkan stb 1882 no.152. Selanjutnya Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang

merupakan penerus dan pelanjut bagi Pengadilan Agama Jakarta sebagai mana

tersebut dalam Keputusan Menteri Agama RI no . 4 tahun 1967, maka sejak tanggal

17 Januari 1967 Pengadilan Agama Jakarta Pusat bernama Pengadilan Agama

Istimewa Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya sebagai pengadilan induk yang

memiliki empat kantor cabang Pengadilan. Oleh karena Majlis Distrik didirikan

berdasarkan Ketetapan Komisaris Jendral Hindia Belanda no 17 tanggal 12 Maret

1828, maka selayaknya tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari Kelahiran Pengadilan

Agama Jakarta Pusat.1

Pengadilan Agama Istimewa Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya yang

daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya

dan sekaligus sebagai Pengadilan Agama Jakarta Pusat, berkedudukan di jalan K. H.

Mas Mansur, Gg. H. Awaludin II/2 Tanah Abang, Jakarta Pusat dengan yurisdiksi

khusus untuk wilayah Jakarta Pusat dan sebagai Pengadilan induk bagi 4 kantor

1 http://www.pa-jakartapusat.com/ di akses pada tanggal 25 Oktober 2010 jam 12:49

Page 63: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

54

cabang Pengadilan Agama dengan wilayah yurisdiksi meliputi wilayah administratif

masing-masing yakni:

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara

2. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur

3. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

4. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat 2

Seperti halnya instansi-instansi lainnya, Pengadilan Agama Jakarta Timur

mengalami beberapa kali pergantian pimpinan, Pada kepemimpinan yang sekarang di

pimpin oleh Drs. H. Masrum M Noor MH, sebagai Ketua Pengadilan Agama Jakarta

Pusat periode 2009 sampai dengan sekarang, berkantor di Jalan K.H. Mas Mansur,

Gg. H. Awaluddin II/2, Tanah Abang, Jakarta Pusat.3

2. Struktur Organisasi

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA.004/SK/II/1992

bahwa Pengadilan Agama Jakarta Pusat terdiri dari ketua, wakil ketua, hakim,

panitera/sekretaris, panitera pengganti dan jurusita. Berikut perinciannya:

a. Ketua dan Wakil4

No Nama Jabatan

1. Drs. Masrum, MH Ketua

2. Drs. H. Zulkarnain, SH, MH Wakil Ketua

2 http://www.pa-jakartapusat.com di akses pada tanggal 25 Oktober 2010 jam 12:49

3 Hasil Penelitian Di Pengadilan Agama Jakarta Pusat Tanggal 25 Oktober 2010

4 Data dari Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Page 64: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

55

b. Hakim

1. Drs. Ahmad Dimyati.AR Hakim

2. Drs. H. Uyun K, SH, MH Hakim

3. Drs. H. Achmadi, SH Hakim

4. Drs. H. Mulyadi Z, SH, MAG Hakim

5. Drs. H. Ujang Soleh, SH Hakim

6. Dra. Hj. Nuroniah, SH, MH Hakim

7. Drs. Yusran, MH Hakim

8. Dra. Ratna Dumila Hakim

9. Drs. Kholis, MA Hakim

10. Drs. Subuki, MH Hakim

11. Drs. Dede IbiN, SH Hakim

12. Drs. H. Ahmad Mansyur N Hakim

13. Drs. H. Ambalo, SH, MH Hakim

c. Panitera/Sekretaris dan kasubbag

1. Ahmad Majid, SH Panitera/Sekretaris

2. Dra. Aida Yahya Wakil Panitera

3. Suhendra, S. Sos Wakil Sekretaris

4. Drs. Ali Usman H, SHI Panitera Muda Permohonan

5. Nova Asrul Lutfi, SH Panitera Muda Gugatan

6. Ruslan, SH Panitera Muda Hukum

7. Moh. Dudi Wahyudi.K, SH Kasub Bagian Kepegawaian

8. Titi Khotimah, SH Kasub Bagian Keuangan

9. Andi Subhi, S. Sos Kasub Bagian Umum

Page 65: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

56

d. Panitera Pengganti

1. H. Kamaluddin, SH Panitera Pengganti

2. Abbas Panitera Pengganti

3. Sajidan, SH Panitera Pengganti

4. Noni Salmy, SH Panitera Pengganti

5. Zaelani Azis, SH Panitera Pengganti

6. Rina Herlina, SH Panitera Pengganti

7. Runie Handayani, SH Panitera Pengganti

8. Endang Bahtiar, SH Panitera Pengganti

9. Susilowati, SHI Panitera Penganti

10. Ikbal Basri, SH Panitera Pengganti

11. Muhammad Fahat, SH Panitera Pengganti

e. Jurusita/Jurusita Pengganti

1. Zainal Arifin Jurusita

2. Gunawan Jurusita

3. Abdul Rochim Jurusita

4. Ade Husniati Jurusita Pengganti

5. Abdul Djamat Jurusita Pengganti

6. H. Husni Jurusita Pengganti

7. Muhamad Muchrom Jurusita Pengganti

8. Agus Alwi Jurusita Pengganti

9. Haryanti Jurusita Pengganti

10. Yuspa Jurusita Pengganti

11. Dewi Utari Jurusita Pengganti

12. Nurhidayah Megawati Jurusita Pengganti

13. Budi Setyo Rini Jurusita Pengganti

Page 66: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

57

3. Wewenang dan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Islam di bidang:5

1. Perkawinan

2. Waris

3. Wasiat

4. Hibah

5. Wakaf

6. Zakat

7. Infaq

8. Shadaqah

9. Ekonomi syari'ah.6

Yang dimaksud dengan “Perkawinan” adalah hal-hal yang diatur dalam atau

berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan

menurut syari’ah, antara lain:

1. Izin beristri lebih dari seorang

5 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, ( Gemuruhnya Politik Hukum(Hukum Islam,

Hukum barat, dan Hukum Adat) Dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga Peradilan

Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2006), h. 142

6 Mahkamah Agung RI Dirjen Badan Peradilan Agama, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama, Tahun 2006, h. 20

Page 67: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

58

2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua

puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis

lurus ada perbedaan pendapat

3. Dispensasi kawin

4. Pencegahan perkawinan

5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah

6. Pembatalan perkawinan

7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri

8. Perceraian karena talak

9. Gugatan perceraian7

10. Penyelesaian harta bersama

11. Penguasaan anak-anak

12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana

bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya

13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada

bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri

14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak

15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua

16. Pencabutan kekuasaan wali

7 Mahkamah Agung RI Dirjen Badan Peradilan Agama, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama, Tahun 2006, h. 34-46

Page 68: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

59

17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal

kekuasaan seorang wali dicabut

18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup

umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;

19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada

di bawah kekuasaannya

20. Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak

berdasarkan hukum Islam

21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan

perkawinan campuran

22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan

menurut peraturan yang lain.

Yang dimaksud dengan “Ekonomi Syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan

usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:

1. Bank syari’ah

2. Lembaga keuangan mikro syari’ah.

3. Asuransi syari’ah

4. Reasuransi syari’ah

5. Reksa dana syari’ah

6. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah

Page 69: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

60

7. Sekuritas syari’ah

8. Pembiayaan syari’ah

9. Pegadaian syari’ah

10. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah

11. Bisnis syari’ah.8

Pengadilan Agama Jakarta Pusat memiliki kewenangan khusus terkait dengan

kompetensi relatif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Pengadilan Agama yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006. Kewenangan khusus tersebut berkaitan dengan memungkinkannya Pengadilan

Agama Jakarta Pusat dijadikan sebagai alternatif tempat berperkara bagi para pihak

yang berkediaman di luar negeri.

Pengadilan Agama Jakarta Pusat memiliki wilayah hukum (yurisdiksi) yang

meliputi 8 kecamatan dan 44 kelurahan antara lain :

1. Kecamatan Gambir

1. Kelurahan Gambir

2. Kelurahan Kebon Kelapa

3. Kelurahan Petojo Selatan

4. Kelurahan Duri Pulo

5. Kelurahan Cideng

8 Mahkamah Agung RI Dirjen Badan Peradilan Agama, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama, Tahun 2006, h. 38

Page 70: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

61

6. Kelurahan Petojo Utara

2. Kecamatan Tanah Abang

1. Kelurahan Bendungan Hilir

2. Kelurahan Karet Tengsin

3. Kelurahan Kebon Melati

4. Kelurahan Kebon Kacang

5. Kelurahan Kampung Bali

6. Kelurahan Petamburan

3. Kecamatan Menteng9

1. Kelurahan Menteng

2. Kelurahan Pegangsaan

3. Kelurahan Cikini

4. Kelurahan Kebon Sirih

5. Kelurahan Gondangdia

4. Kecamatan Senen

1. Kelurahan Senen

2. Kelurahan Kwitang

3. Kelurahan Kenari

4. Kelurahan Paseban

5. Kelurahan Kramat

9 http://www.pa-jakartapusat.com di akses pada tanggal 25 Oktober 2010 jam 12:49

Page 71: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

62

6. Kelurahan Bungur

7. Kecamatan Cempaka Putih

8. Kelurahan Cempaka Putih Timur

9. Kelurahan Cempaka Putih Barat

10. Kelurahan Rawasari

6. Kecamatan Johar Baru

1. Kelurahan Galur

2. Kelurahan Tanah Tinggi

3. Kelurahan Kampung Rawa

4. Kelurahan Johar Baru

7. Kecamatan Kemayoran10

1. Kelurahan Gunung Sahari Selatan

2. Kelurahan Kemayoran

3. Kelurahan Kebon Kosong

4. Kelurahan Harapan Mulya

5. Kelurahan Cempaka Baru

6. Kelurahan Utan Panjang

7. Kelurahan Sumur Batu

8. Kelurahan Serdang

8. Kecamatan Sawah Besar

10

http://www.pa-jakartapusat.com di akses pada tanggal 25 Oktober 2010 jam 12:49

Page 72: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

63

1. Kelurahan Pasar Baru

2. Kelurahan Gunung Sahari Utara

3. Kelurahan Mangga Dua Selatan

4. Kelurahan Karang Anyar

5. Kelurahan Kartin

B. Duduknya Perkara

Berdasarkan surat pemohon tertanggal 23 November 2009 yang terdaftar di

Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor: 52/Pdt.P/2009/PA.JP,

mengajukan hal-hal sebagai berikut:

Pada tanggal 22 Agustus 2004, Pemohon I dan Pemohon II telah mengikatkan

diri dalam perkawinan Islam yang sah secara agama Islam. Akan tetapi pernikahan

tersebut belum dicatatkan di Kantor Urusan Agama setempat. Dan juga Pemohon

sebelum menikah berstatus Duda sedangkan Termohon berstatus Janda.

Bahwa pernikahan Pemohon dan Termohon disaksikan oleh dua orang saksi

dan mahar dalam pernikahan antara Pemohon dan Termohon adalah Cincin emas

sebesar 5 gram dan seperangkat alat sholat yang dibayar tunai.

Pada saat melangsungkan perkawinan antara Pemohon I dan Pemohon II ,

keduanya beragama Islam, tidak ada hubungan darah/tidak sesusuan serta tidak ada

larangan untuk melakukan pernikahan menurut ketentuan hukum Islam maupun

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 73: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

64

Selama pernikahan tersebut tidak ada pihak ketiga yang mengganggu gugat

pernikahan para Pemohon tersebut dan selama itu pula para pemohon tetap beragama

Islam.

Selama berumah tangga, Para pemohon tidak menerima kutipan akta nikah

dari Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dan setelah

Para Pemohon mengurusnya, ternyata pernikahan para pemohon tersebut tidak

tercatat pada register Kantor urusan Agama Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. Oleh

karena itu, para Pemohon membutuhkan penetapan nikah (Itsbat Nikah) dari

Pengadilan Agama Jakarta Pusat guna dijadikan sebagai alasan hukum untuk

mengurus administrasi di tempat Pemohon bekerja.

Berdasarkan alasan atau dalil-dalil tersebut diatas, para Pemohon memohon

agar Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat segera memeriksa dan mengadili perkara

ini, selanjutnya menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi:

Primer :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon

2. Menyatakan sah perkawinan Pemohon I dengan Pemohon II pada tanggal 22

Agustus 2004

3. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon

Subsider :

Atau menjatuhkan putusan lain yang seadil-adilnya

Page 74: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

65

Untuk membuktikan dalil tersebut Pemohon telah menyampaikan alat bukti

(bukti surat maupun saksi) yaitu :

1. Bukti Surat

1. Photo Copy KTP No. 09.5001.081154.2002, atas nama Pemohon I, yang

dikeluarkan oleh Camat Gambir, Kota Jakarta Pusat tertanggal 28 Juli

2006, yang oleh Ketua Majelis ditandai dengan P-1. Photo Copy KTP

No.09.5001.470164.0205, atas nama Pemohon II, yang dikeluarkan oleh

Camat Gambir Kota Jakarta Pusat tertanggal 16 Januari 2007, yang oleh

Ketua Majelis ditandai dengan P-2.

2. Photo Copy Akta Cerai No. 567/AC/1997/PA.Tng, tertanggal 7 Agustus

1997 an. Pemohon I, yang oleh Ketua Majelis ditandai dengan P-3.

3. Photo Copy Surat Keterangan Kematian No. 145/1755.08/11/2000

tertangal 26 Januari 2001, atas nama (suami Pemohon II yang dulu), dan

juga Photo Copy Keterangan Pemeriksaam Mayat dari Puskesmas yang

oleh Ketua Majelis ditandai dengan P-4

4. dan lain sebagainya.

2. Bukti Saksi

1. Saksi pertama dibawah sumpahnya, menerangkan sebagai berikut: bahwa

saksi mengenal Pemohon II adalah sebagai anak kandungnya sendiri dan

kenal kepada Pemohon I sejak dia menikah kepada Pemohon I. Pada saat

Pemohon I dan Pemohon II menikah, saksi yang bertindak sebagai

Page 75: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

66

walinya. Dan juga pernikahan Pemohon 1 dengan pemohon II

dilangsungkan dirumah H. Manshur sebagai Ustadz dan pejabat penghulu

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gambir.

2. Saksi Kedua dibawah sumpahnya, menerangkan sebagai berikut: bahwa

saksi mengenal baik antara Pemohon I dan Pemohon II karena pemohon II

sebagai tetangga dekat saksi. Saksi menyaksikan pada saat Pemohon II dan

Pemohon II menikah, yaitu pada tanggal 22 Agustus 2005 di rumahnya

Ustadz H. Manshur. Bahwa saksi mendengar ucapan ijab qabul antara wali

atau wakilnya dengan pengantin laki-laki (pemohon). Bahwa pada saat

menikah Pemohon I berstatus sebagai Duda cerai dan Pemohon II sebagai

Janda mati dari suaminya dulu. Bahwa saksi juga tidak mengetahui

mengapa pernikahan antara Pemohon I dan Pemohon II pada akhirnya

tidak tercatat di KUA padahal pernikahannya itu dilakukan dihadapan

Pegawai KUA. Dan juga bahwa Pemohon I membutuhkan akta nikah

karena sepengetahuan saksi Pemohon sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)

diperlukan untuk administrasi kepegawaian. Sepengetahuan saksi Pemohon

tidak berpoligami.

3. Saksi ketiga dibawah sumpahnya, menerangkan sebagai berikut: bahwa

pada saat berlangsungnya akad nikah antara Pemohon I dan Pemohon II

yang bertindak sebagai wali nikah, sepengetahuan saksi adalah ayah

kandung Pemohon II. Dalam pernikahan itu Pemohon I memberikan Mahar

Page 76: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

67

kepada Pemohon II berupa 5 gram emas dan seperangkat alat sholat. Saksi

juga tidak mengetahui mengapa pernikahan antara Pemohon I dan

Pemohon II pada akhirnya tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).

C. Pertimbangan Hukum

Menimbang, bahwa alasan yang dikemukakan Para Pemohon sebagaimana

dalam permohonannya tersebut menyatakan bahwa Pemohon I dengan Pemohon II

pada tanggal 22 Agustus 2004 telah melangsungkan pernikahan, pernikahan tersebut

dilangsungkan secara agama Islam dengan memakai wali ayah kandung, dengan

disaksikan oleh saksi-saksi, berijab qabul dan maskawinnya berupa emas seberat 5

(lima) gram dan juga seperangkat alat sholat, akan tetapi akta nikah dari KUA tidak

keluar sebab pernikahan tersebut tidak tercatat di KUA tersebut walaupun

dilangsungkan di hadapan Penghulu KUA, oleh karena itu untuk kepentingan

pengurusan administrasi di tempat Pemohon bekerja, mohon kepada Majelis Hakim

agar Menetapkan bahwa perkawinan antara Pemohon I dengan Pemohon II adalah

SAH.

Menimbang, bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah

yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah, akan tetapi untuk perkawinan yang

dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dapat diajukan permohonan Itsbat Nikah, oleh

karena itu permohonan pemohon tersebut dapat diperiksa.

Page 77: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

68

Menimbang, bahwa sesuai ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1

Tahun 1974, bahwa perkawinan itu sah apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Menimbang, bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan,

yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah

dan melaksanakannya merupakan ibadah, dan sahnya perkawinan dalam Islam

apabila terpenuhi syarat dan rukunnya.

Menimbang, bahwa dari keterangan Pemohon I dan Pemohon II diatas, yang

dikuatkan oleh bukti-bukti surat dan keterangan 2 (dua) orang saksi dapat

disimpulkan bahwa: Telah terjadi perkawinan menurut hukum agama Islam antara

Pemohon I dan Pemohon II. Pelaksanaan pernikahan tersebut telah memenuhi syarat

dan rukun nikah, dengan wali ayah kandung. Pernikahan tersebut dilaksanakan

dirumahnya Penghulu salah seorang Ustadz di wilayah Gambir Kota Jakarta. Bahwa

persyaratan untuk terdaftarnya sebuah perkawinan di Kantor Urusan Agama telah

dipenuhi oleh Pemohon I dan Pemohon II yang dibuat pada tanggal 24 Agustus 2004,

sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf c PMA No. 2 Tahun 1990 (Model N.1, N.2,

dan N. 4). Bahwa setelah sekian lama akta nikah ditunggu oleh Pemohon I dan

Pemohon II ternyata karena Satu dan lain hal akta nikah dari KUA tidak keluar dan

persyaratan tersebut tertahan di rumah yang mengurus pendaftaran dan tidak sampai

ke penghulu, kemudian pihak KUA menyarankan agar perkawinan Pemohon I dan

Pemohon II dimohonkan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat untuk diitsbatkan.

Page 78: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

69

Menimbang, bahwa ternyata perkawinan Pemohon I dan Pemohon II tidak

tercatat di Kantor Urusan Agama, sedangkan Pemohon memerlukannya untuk

memenuhi administrasi kepegawaian di kantornya selain untuk pegangan dan untuk

kepentingan lainnya, maka sesuai dengan penjelasan dari ketentuan pasal 49 ayat (2)

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006, dan pasal 7 ayat (3) huruf e Kompilasi Hukum Islam,

maka permohonan Pemohon tersebut patut dikabulkan dengan menetapkan bahwa

perkawinan Pemohon I dan Pemohon II yang dilangsungkan pada tanggal 22 Agustus

2004 adalah sah. Mengingat, pasal-pasal di atas dan peraturan perundang-undangan

serta hukum syara yang berkaitan dengan perkara ini maka:

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon I dan Pemohon II.

2. Menetapkan perkawinan antara Pemohon I dan Pemohon II yang

dilangsungkan di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Gambir Kota

Jakarta pada tanggal 22 Agustus 2004 adalah sah.

3. Membebankan biaya perkara sebesar Rp. 161.000,- (seratus enam puluh

satu ribu rupiah) kepada Pemohon.

Demikian penetapan ini dijatuhkan dalam sidang permusyawaratan Majelis

Hakim pada hari Kamis tanggal 31 Desember 2009, bertepatan dengan tanggal 14

Muharram 1431 H. Oleh kami Drs. H. Uyun Kamiluddin, SH.,MH., yang ditunjuk

oleh Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat Sebagai Hakim Ketua, Drs. H. Achmadi,

SH., dan Dra. Hj. Nuroniah, SH,. M.H,. masing-masing sebagai Hakim Anggota,

Page 79: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

70

puyusan mana pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum

dengan dihadiri Drs. H. Kamaluddin, SH., MH., sebagai Panitera Pengganti serta

dihadiri oleh Pemohon I dan Pemohon II.

D. Analisa Hukum

Setelah membaca duduk perkara di atas dan mempelajarinya, telah terjadi

pernikahan antara pemohon dan termohon secara agama Islam namun karena adanya

satu dan lain hal pernikahan tersebut tidak tercatat pada Kantor Urusan Agama

setempat sehingga para pemohon memohon kepada majlis Hakim untuk

mengitsbatkan pernikahannya.

Berkenaan dengan pencatatatan perkawinan, ada 2 (dua) pandangan yang

berkembang. Pertama, pandangan yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan

tidaklah menjadi syarat sah sebuah perkawinan dan hanya merupakan persyaratan

administratif sebagai bukti telah terjadinya sebuah perkawinan. Kedua, pandangan

yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan tetap menjadi syarat sah tambahan

sebuah perkawinan.11

Menurut pandangan yang pertama sahnya sebuah perkawinan

hanya didasarkan pada aturan-aturan agama sebagaimana yang telah disebut pasal 2

ayat 1 undang-undang perkawinan. Dengan demikian ayat 2 yang membicarakan

tentang pencatatan perkawinan tidak memiliki hubungan dengan sah tidaknya sebuah

perkawinan.

11

Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan , Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1\1974 sampai KHI), (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2006), h. 131. lihat juga Hartono Mardjono, Menegakkan Syari’at Islam dalam

Konteks Keindonesiaan, (Bandung: Mizan,1997), h. 97

Page 80: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

71

Dalam hal Itsbat Nikah yang di ajukan ke Pengadilan Agama, terlebih pada

kasus dengan alasan pernikahannya tidak tercatat alias nikah sirri yang dilakukan

oleh para pemohon, penulis melihat ada kejanggalan antara undang-undang No. 1

tahun 1974 tentang perkawinan dengan kenyataan yang terjadi di lingkungan

masyarakat saat ini, dan bagi mereka yang melakukan hal tersebut dapat dikatakan

telah melanggar ketentuan dalam Undang-undang Perkawinan meskipun dalam

Kompilasi Hukum Islam telah membuka peluang bagi perkawinan yang tidak tercatat

alias nikah sirri dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama yaitu pada pasal

7 ayat (1), (2), (3),dan (4) Kompilasi Hukum Islam.

Itsbat nikah itu sangat penting agar dapat diketahui bahwa perkawinan itu

benar-benar sah dimata hukum perundang-undangan (hukum positif) dan juga hukum

agama dalam hal ini (hukum Islam).12

Dasar pertimbangannya diantaranya ada kedua

belah pihak (pemohon dan termohon), diketahui adanya wali dalam pernikahan,

adanya para saksi ketika akad nikah dilangsungkan, dengan demikian barulah hakim

berani memutuskan apabila hal-hal demikian diatas telah terpenuhi.

Pertimbangan hakim tentang sahnya perkawinan jika dilakukan menurut

agama dan kepercayaannya sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 2 ayat 1

undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan juga untuk kemaslahatan

menurut penulis sangat bagus dengan adanya itsbat nikah, karena jika hakim tidak

memberikan itsbat nikah bagi perkawinan mereka berarti permasalahan mereka tidak

12

Ujang Soleh, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Wawancara Pribadi, Jakarta, 25

Oktober 2010, Pukul : 09:00-10:00 wib

Page 81: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

72

pernah selesai, karena dalam berumah tangga tidak pernah luput dari yang namanya

permasalahan. Seperti ingin mengurus akta kelahiran anak, ingin memenuhi

administrasi kepegawaian di kantor tempat pemohon bekerja dan lain sebagainya.

Oleh karena itu perlu adanya bukti bahwa pernikahan tersebut telah tercatat. Akan

tetapi jika kita melihat pada pasal 2 ayat 2 Undang-undang Perkawinan yang

berbunyi tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku, nampaknya hakim perlu memeriksa secara seksama dan

mempertimbangkannya secara matang, agar tidak ada lagi penafsiran yang

mengatakan bahwa pernikahan sirri itu dapat dilegalkan dengan jalan itsbat nikah.

Dari uraian diatas, dapat di simpulkan bahwa legalisasi hukum pernikahan

sirri dengan itsbat nikah yang dilakukan di Pengadilan Agama agar mendapatkan

kekuatan (ketetapan) hukum secara tidak langsung adalah perkawinan yang

memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh agama Islam. Akan tetapi,

apabila itu semua tidak terpenuhi maka tidak ada alasan bagi hakim untuk melegalkan

pernikahan sirri melalui itsbat nikah.

Page 82: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adapun ketentuan Itsbat nikah yang di atur dalam hukum Islam adalah

Pernikahan yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat pernikahan

itu sendiri, karena pada hakikatnya rukun dan syarat pernikahan adalah hal

yang penting dalam sebuah pernikahan, sedangkan dalam perundang-

undangan adalah telah sesuai dalam pasal 2 ayat (1-2) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan juga pada Kompilasi Hukum

Islam pasal 7 ayat (1-4).

2. Pada kasus ini, hasil penetapan majlis hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat

menetapkan bahwa perkawinan yang dilakukan antara pemohon I dan

pemohon II dapat di Itsbatkan dan juga perkawinannya sah karena telah sesuai

dengan rukun dan syarat sahnya pernikahan, maka tidak ada alasan lagi bagi

majlis hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat untuk tidak menetapkan itsbat

nikah tersebut.

3. Adapun yang menjadi dasar dan pertimbangan hukum Pengadilan Agama

Jakarta Pusat dalam memutuskan perkara itsbat nikah ini adalah sesuai dengan

penjelasan dari ketentuan pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang Peradilan Agama, dan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 7

Page 83: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

74

ayat (3) dan pasal 14 sampai 38 tentang rukun dan syarat perkawinan, oleh

karena pertimbangan hukum diatas maka sudah jelas bagi hakim untuk

mengabulkan permohonan itsbat nikah tersebut.

B. Saran

1. Akta nikah yang di keluarkan oleh Pejabat Pencatat Nikah itu sangat penting

dalam sebuah pernikahan, maka pasangan yang ingin mengikatkan tali cintanya

harus mempunyai akta nikah tersebut guna mempunyai kekuatan hukum yang

tetap pada pernikahannya, oleh karena itu perlu adanya jalinan kerjasama

antara pihak Kantor urusan Agama dan tokoh agama maupun tokoh masyarakat

agar tidak terjadi pernikahan secara sirri.

2. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat dari pihak Kantor Urusan Agama

(KUA) tentang masalah pernikahan yang sesuai dalam perundang-undangan

dan bagi pihak Pengadilan Agama perlu diperketatnya persyaratan-persyaratan

dalam pengajuan Itsbat nikah agar orang-orang yang melakukan pernikahan

sirri tidak dengan mudahnya dapat mengitsbatkan pernikahannya di kemudian

hari.

3. Dalam dunia pendidikan, agar memasukkan kurikulum di sekolah Tsanawiyah

maupun sekolah Aliyah tentang pentingnya pernikahan yang sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan di negara Republik Indonesia.

Page 84: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

75

Daftar Pustaka

Al-Quranul al-Karim

Abdullah, A. Ghani, Tinjauan Hukum Terhadap Perkawinan di Bawah Tangan.

Mimbar Hukum No. 23 Thn VI 1995 November-Desember, Jakarta: Al-Hikmah

dan DITBINBAPERA Islam.1995

Abdurahman, Kompilasai Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Presssindo,

2007

Abidin, Slamet dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Bandung: CV Pustaka Setia,

1999), cet. Ke-1

Afandi, Ali. Hukum Waris, Hukum Keluarga, hukum Pembuktian: menurut KUH

Perdata (BW), Jakarta: PT. Bina Aksara, 1986,Cet. Ke-3

Al- Asbahi, Abi Abdillah Malik bin Anas, Muwatha Imam Malik, Kairo: Al-

Maktabah Al-Islamiyah, 1967, Juz 2

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika,

2007,cet.2.

Al-Zuhaily, Wahbah, al fiqh al Islami wa Adillatuhu, Juz VIII, Damsiq: Dar al Fikr,

1989

Anwar, Moch, Dasar-Dasar Hukum Islam Dalam Menetapkan Keputusan di

Pengadilan Agama, cet. Ke-1, (Bandung: CV. Diponegoro, 1991), h. 43.

Dikutip dari kitab I’anatut Thalibin, juz IV,h. 254

Arto, Mukti, Masalah Pencatatan Perkawinan dan Sahnya Perkawianan, Mimbar

Hukum No. 28 Tahun VII, Jakarta : Al-hikmah dan ditbinbapera Islam, Mei-

Juni, 1996.

Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996, Cet. Ke-1

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 2002.

As-Sarakhsy, Syamsuddin. Al-Mabsuth, (Libanon: Darulqutub al-Ilmiyah, t,t), jilid 5.

Dahlan, M Sujari, Fenomena Nikah Sirri, Surabaya: Pustaka Progresssif, 1996

Page 85: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

76

Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Islam ( Suatu study Perbandingan dalam

kalangan Ahlu-Sunnah dan Negara-negara Islam), Jakarta: PT. Bulan Bintang,

1994, Cet-2

Depag RI, Al-Quranul al-Karim dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara

Penterjemah Al-Quran, 1989

Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, 1995, Cet ke-11

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Depertemen Agama RI, Kompilasi

Hukum Islam, Jakarta: Direktorat Pembinanan Badan Peradilan Agama,2002

Dirojosworo, Soedjono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

1994 Cet Ke-4

Djalil, A. Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, (Gemuruhnya Politik Hukum (hukum

islam, hukum barat, hukum adat) dalam rentang sejarah bersama pasang surut

lembaga peradilan agama hingga lahirnya peradilan syariat islam di aceh,

Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006.

Fu’ad Syakir, Muhammad, Perkawianan Terlarang : al-misyar (kawin perjalanan),

al-urfi (kawin bawah tangan), as-sirri (kawin rahasia), al-mut’ah (kawin

kontrak), Penerjemah Fauzun Jamal & Alimin, Jakarta : Cendekia Sentra

Muslim,1997.

Ghani Abdullah, Abdul, Himpunan Perundang-undangan dan Peraturan Peradilan

Agama, Jakarta : Intermasa, 1991.

Hazairin, Tinjauan Mengenai UUP No. 1 / 1974, Jakarta: PT. Tinta Mas Indonesia,

1986

Kuzari, Ahmad, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, Cet.

Ke-1

Mahful M. dan Herry Mohammad, Fenomena Nikah Sirri, Jakarta: IKAPI, 1996, Cet-

1

Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan,

Buku II Teknisi Administrasi dan Teknisi di Lingkungan Peradilan Agama,

( Jakarta: 4 April, 2006)

Page 86: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

77

Muhdlor, A. Zuhdi, Memahami Hukum Pernikahan (NTC&R), Bandung: Al-Bayan,

1994, Cet. 1

Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir (Arab-Indonesia), Yogyakarta:

Pustaka Progresif, 1997, Cet. 14

M. Zein, Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis

Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah), Jakarta: Kencana, 2004, cet.

Ke-1

Nurudin, Amiur, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan

Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI), Jakarta : Kencana

Prenada Media Group, 2006.

Ramulyo, Mohd Idris, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara

Peradilan Agama dan Zakat menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar

Grafika,1995), cet. Ke-1

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Sabiq, Sayid, Fiqh al-Sunnah, libanon : Beirut, 1993, Juz 2.

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah 6, (Bandung: PT. Al-ma’arif, 1990), penerjemah

Mohammad Thalib, Cet. Ke-7

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,

Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. Ke-1

Sholeh, Asrorun Ni’am, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta:

Elsas, 2008

Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Pustaka Pelajar, 1992.

Sofyan,Yayan, Itsbat nikah bagi perkawinan yang tidak dicatat setelah diberlakukan

UU No. I Tahun 1974 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Ahkam IV, No. 8

(2002).

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Bandung : Alfabeta,2004.

Taimiyah, Ibnu, Hukum-Hukum Perkawinan. Penerjemah: Rusnan Yahya, (ed), Amir

Hamzah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997, Cet. 1

Page 87: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

78

Undang-Undang No. I Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Wiriadja, Mufti, Kitab Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta : Yayasan

Penerbit Gadjah Mada,1973, cet.1.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1998

INTERNET:

http://www.pa-jakartapusat.com

Http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17737/itsbat-nikah-masih-jadi-masalah

diakses pada tanggal 4 Oktober 2010 jam 12:49

Page 88: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

Nama : Drs. H. Ujang Soleh, S.H

Jabatan : Hakim Madya Utama

Waktu : 25-10-2010, Pukul : 09:00-10:00 Wib

Tempat : Pengadilan Agama Jakarta Pusat

1. Bagaimana awal mula adanya ketentuan Itsbat Nikah di Pengadilan Agama?

Jawab: Awal mula adanya ketentuan itsbat nikah ini sejak adanya

kewenangan Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa-

sengketa keluarga atau sengketa keperdataan Islam.

2. Faktor apa sajakah yang menjadikan orang hendak mengitsbatkan

pernikahannya?

Jawab: Diantaranya yaitu ingin melegalkan terhadap pernikahannya

sehubungan dengan adanya keturunan anak yang dilahirkan dan

akibat hukum terhadap kewarisan.

3. Bagaimanakah proses pelaksanaan perkara Itsbat Nikah di Pengadilan

Agama?

Jawab: Prosenya para pemohon terlebih dahulu mendaftarkan

permohonannya ke Pengadilan tempat mereka berdomisili dengan

maksud itsbat nikah dengan membawa identitas pihak-pihak

(Pemohon dan Termohon), kemudin setelah itu membayar biaya

perkara yang telah ditetapkan dan menunggu untuk dipanggil

sebagaimana mestinya, kurang lebih seperti itu.

4. Menurut bapak, sejauhmana pentingnya Itsbat Nikah bagi Perkawinan yang

tidak di catat atau bisa juga dikatakan Nikah Sirri?

Jawab: Itsbat nikah itu sangat penting agar dapat diketahui bahwa

perkawinan itu benar-benar sah dimata hukum perundang-undangan

(hukum positif) dan juga hukum agama dalam hal ini (hukum Islam).

5. Apa yang menjadi dasar dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama dalam

memutuskan perkara Itsbat Nikah dengan alasan Nikah Sirri?

Jawab: Dasar pertimbangannya diantaranya ada kedua belah pihak

(pemohon dan termohon) , diketahui adanya wali dalam pernikahan,

Page 89: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

adanya para saksi ketika akad nikah dilangsungkan, dengan demikian

barulah hakim berani memutuskan apabila hal-hal demikian diatas

telah terpenuhi.

6. Bagaimana pendapat bapak tentang dikabulkannya permohonan itsbat nikah

dengan alasan nikah sirri, keadaan ini secara tidak langsung para hakim yang

menangani kasus ini melegalkan pernikahan sirri?

Jawab: Itsbat nikah ini dikabulkan dengan alasan pernikahan antara para

pihak dalam rangka untuk mengajukan cerai gugat atau cerai thalak,

sepanjang itu berkenaan dengan hal yang demikian maka hakim dapat

mengabulkan permohonan tersebut. Bahkan yang terakhir hasil dari

rakernas Mahkamah Agung tanggal 13 Oktober 2010 dalam bidang

urusan lingkungan Peradilan Agama menyimpulkan bahwa untuk

menghindari terjadinya penyalahgunaan Itsbat Nikah sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan pasal 7 ayat 3 huruf (a) Kompilasi Hukum

Islam agar penetapan itsbat nikah dibuat dalam satu kesatuan dengan

putusan cerai gugat atau cerai thalak, dengan pertimbangan hal

tersebut semata-mata hanya untuk proses perceraian, dengan

demikian hal ini berarti hakim tidak melegalkan adanya itsbat nikah

yang berkenaan dengan nikah sirri tanpa alasan yang sesuai dengan

ketentuan Kompilasi Hukum Islam.

7. Bagaimana dampak dan konsekwensi hukumnya apabila perkawinan yang

tidak dicatatkan alias nikah sirri tidak diitsbatkan?

Jawab: dampak dan konsekwensi perkawinan sirri yang tidak diitsbatkan, jika

untuk pelaku pribadi (personal) tidak ada masalah, akan tetapi secara

kepentingan kedua belah pihak yang bersangkutan itu mengadung

dampak dan konsekwensi pernikahan sirri itu tidak mempunyai

kekuatan hukum, sebab tidak serta merta semua urusan yang

berkaitan dengan kepentingan suami-isteri tersebut bisa diselesaikan

dengan mudah tanpa adanya bukti suatu pernikahan yang tercatat.

Page 90: ITSBAT NIKAH DALAM MELEGALISASIKETETAPAN HUKUM PERNIKAHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3956/1/AYUHAN... · Pernikahan merupakan perjanjian yang suci dan kuat

8. Itsbat Nikah yang bagaimanakah yang dapat di terima dan yang

bagaimanakah yang dapat ditolak?

Jawab: Itsbat nikah yang diterima jika pernikahannya sesuai dengan syarat

dan rukun secara hukum agama, kemudian itsbat nikah yang ditolak

itu jika pernikahannya tidak sesuai dengan ketentuan syarat dan

rukun secara agama.

9. Berapa banyak putusan yang sudah dijatuhkan oleh Pengadilan Agama

Jakarta Pusat selama tahun 2010 dalam menyelesaikan perkara Itsbat Nikah

dengan alasan nikah sirri?

Jawab: sampai bulan oktober tahun ini, sudah 10 (sepuluh) perkara

pengesahan nikah (itsbat nikah) yang sudah diitsbatkan pernikahnnya.

Jakarta, 25 Oktober 2010

Hormat Kami,

Pewawancara Narasumber

AYUHAN Drs. H. Ujang Soleh, S.H