14
"".... ui- 1 itan 2019 dcngan tCll1 'Il t;ra Revolusi Industri 4.0 I 11& diselenggarakan p kUIYl UniversitasUaavan_ .. IJekan SekretaTis Paltillu-Hu).'9!IUaiver,si:tas Ud_syana

itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

""....ui-1itan 2019 dcngan tCll1 'Il ~,u;~nl t;ra Revolusi Industri 4.0

I

11& diselenggarakan p kUIYl UniversitasUaavan_..

IJekan SekretaTisPaltillu-Hu).'9!IUaiver,si:tas Ud_syana

Page 2: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

1

ASET “DEBITOR PAILIT” TERKAIT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)

Oleh: M a r w a n t o

Fakultas Hukum Universitas Udayana

I.PENDAHULUAN

Secara umum kepailitan adalah Sita umum terhadap semua aset Debitor yang

telah dinyatakan Pailit oleh Pengadilan. Sita umum, dimaksudkan “sebagai penyitaan

atau pembeslahan terhadap seluruh harta Debitor pailit.”1 Pengertian sita umum ini

untuk membedakan dengan sita khusus misalnya, revindikatoir beslaag, conservatoir

beslaag dan eksekutoir beslaag, yang semuanya merupakan beslaag atau sita khusus

karena ditujukan terhadap benda-benda tertentu. Meskipun kepailitan tersebut

dikatakan sebagai “Sita Umum”, sebagaimana menurut Pasal 21 Undang-Undang

Nomor: 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang ( selanjutnya disebut UUKPKPU), “kepailitan meliputi seluruh kekayaan

Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang

diperoleh selama kepailitan”. Namun, terdapat beberapa benda yang di luar boedel

pailit, artinya tidak termasuk yang disita. Benda-benda di luar boedel pailit tersebut

menurut pasal 22 UUKPKPU, yaitu:

a. benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor

sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang

digunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapan yang digunakan

1Man S Sastrawidjaja, 2006, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, PT. Alumni, Bandung, h.78

Page 3: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

2

oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari

bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

b. segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai

penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu

atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau

c. uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban

memberi nafkah menurut Undang-Undang.

Dari ketentuan tersebut tampak bahwa benda-benda di luar kepailitan atau

yang tidak boleh disita adalah benda-benda yang sangat bersifat pribadi, atau yang

berhubungan dengan kehidupan Debitor atau keluarganya. Jadi Kepailitan itu

ditujukan terhadap harta bukan terhadap pribadi Debitor. Jika Debitor dinyatakan

Pailit, akibatnya semua asetnya disita ( kecuali yang disebut dalam pasal 22

UUKPKPU) dan selanjutnya dijual, hasilnya sebagai sumber pembayaran terhadap

utang-utangnya dan dibagi-bagikan secara proporsional kepada para kreditornya. Di

samping itu, “Debitor Pailit” kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai

hartanya.2 Selanjutnya harta/aset Debitor diurus dan dikuasai oleh Kurator.

Dinamika terhadap aset “Debitor Pailit”, adalah terkait dengan Hak Kekayaan

Intelektual (HKI). Seiring dengan perlindungan HKI, aset “Debitor Pailit” tidak

sebatas aset berwujud kebendaan (tangible assets) melainkan meliputi juga aset yang

tidak berwujud (intangible assets) antara lain adalah Hak Kekayaan Intelektual

2

Selengkapnya baca pasal 24 UUKPKPU

Page 4: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

3

(HKI) yang juga mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi. Masalahnya adalah,

bagaimanakah mekanisme penjualan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai

bagian dari aset “Debitor Pailit”?, dan apakah kendala-kendala yang mungkin akan

muncul dalam penjualan terhadap aset “Debitor Pailit” yang berbentuk Hak

Kekayaan Intelektual tersebut? Makalah ini akan mencoba membahas kedua masalah

tersebut.

II. PEMBAHASAN

1.Perihal Kepailitan

Kepailitan merupakan Lembaga Hukum Perdata sebagai realisasi dari dua

asas pokok dalam hukum perdata Eropa sebagaimana tercantum dalam pasal 1131

dan pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( selanjutnya disebut KUH

Perdata). Asas yang terkandung dalam kedua pasal tersebut adalah: a). apabila

Debitor tidak membayar utangnya dengan sukarela, walaupun telah ada putusan

pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi utangnya, maka seluruh harta

bendanya disita untuk dijual dan hasil penjualan itu dibagi-bagikan kepada semua

Kreditornya menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali ada alasan-

alasan yang sah untuk didahulukan; b). semua kreditor mempunyai hak yang sama;

c). tidak ada nomor urut dari para Kreditor yang didasarkan atas timbulnya piutang

mereka.

Untuk melaksanakan asas yang terkandung dalam pasal 1131 dan pasal 1132

KUH Perdata itulah, maka dibuat Peraturan Kepailitan. Hukum Kepailitan Indonesia

Page 5: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

4

pada saat ini diatur dalam UUKPKPU. Pasal 1 angka 1 UUKPKPU menentukan:

”kepailitan adalah sita umum (cetak tebal dari penulis) atas semua kekayaan

Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik unsur-unsur kepailitan adalah:

a. kepailitan merupakan sita umum terhadap semua aset Debitor Pailit;

b. terhadap kekayaan Debitor Pailit. Hal ini menunjukkan bahwa kepailitan

terhadap harta, bukan terhadap pribadi Debitor;

c. pengurusan dan pemberesan oleh Kurator, dengan demikian sejak saat

pernyataan pailit Debitor Pailit kehilangan haknya untuk mengurus dan

menguasai hartanya;

d. terdapat Hakim Pengawas. Tugas utama Hakim Pengawas dalam kepailitan

Debitor adalah melakukan pengawasan atas pengurusan dan penguasaan harta

Debitor Pailit oleh Kurator.

Penyitaan umum tersebut kemudian dilanjutkan dengan penjualan seluruh

harta kekayaan “Debitor Pailit” untuk pemenuhan atau pelunasan utang-utang kepada

para Kreditornya secara bersama-sama. Hal ini untuk mencegah adanya eksekusi

oleh seorang Kreditor atau lebih secara perorangan yang dapat merugikan Kreditor

lainnya.

Dari paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan, bahwa tujuan kepailitan

sebenarnya adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan umum (conservatoir beslaag)

atas semua kekayaan Debitor untuk kepentingan semua kreditornya, sehingga apabila

Page 6: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

5

sebelum ada putusan pailit kekayaan Debitor sudah disita oleh salah seorang

Kreditornya untuk mendapatkan pelunasan piutangnya, maka penyitaan khusus ini

menurut undang-undang menjadi hapus karena dijatuhkannya putusan pailit.

Di samping hal-hal seperti dikemukakan di atas, kepailitan juga bertujuan

untuk: a). menjamin pembagian terhadap harta kekayaan debitor diantara para

kreditornya; b).mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang

dapat merugikan kepentingan para Kreditornya; c). memberikan perlindungan kepada

Debitor yang beritikad baik dari para kreditornya dengan cara memperoleh

pembebasan utang.3 Sayang tujuan yang terakhir ini sebagai asas “Debt Forgiveness”

tidak dinormakan dalam UUKPKPU.4 Hal ini berimplikasi bahwa Debitor yang telah

dinyatakan pailit tetap harus bertanggungjawab terhadap sisa utang yang belum

terbayar.5

Dalam ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang

dimaksud dengan pailit atau bangkrut antara lain adalah seseorang (atau Badan

Hukum) yang oleh suatu pengadilan dinyatakan Pailit, dan yang aktivanya atau

warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya.6 Menurut Hadi

3 Susanti Adi Nugroho, 2018, Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktek Serta

Penerapan Hukumnya, Prenadha Media Group, Jakarta, h. 59

4 Hadi Shubhan, M, 2008, Hukum Kepailitan Prinsip Norma, dan Praktik di Peradilan,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 43

5Penjelasan umum UUKPKPU, bahwa kepailitan tidak membebaskan seorang yang

dinyatakan pailit dari kewajiban untuk membayar utang-utangnya.

6 Abdurrachman , A, 1991, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Prdnya Paramita,

Jakarta, h. 89

Page 7: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

6

Shubhan, pailit adalah suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan

pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para Kreditornya.7

Seorang Debitor dapat dinyatakan pailit apabila memenuhi persyaratan yang

diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU yang menentukan: “Debitor yang

mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang

yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan

Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau

lebih Kreditornya”. Dari ketentuan pasal 2 ayat (1) tersebut dapat diketahui bahwa

permohonan pernyataan pailit terhadap Debitor hanya dapat diajukan apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. debitor mempunyai lebih dari seorang Kreditor;

b. debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu

Kreditornya;

c. utang yang tidak dibyar itu harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

“Syarat-syarat kepailitan merupakan tolok ukur bagi Pengadilan Niaga yang akan

menetapkan kepailitan Debitor apakah permohonan kepailitan yang diajukan

Kreditor atau Debitor memenuhi syarat untuk menetapkan Debitor pailit”.8

“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau

keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dapat dinyatakan

7 Hadi Shubhan, Op.Cit. h. 1

8 Sutan Remy Sjahdheini, 2016, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan Memahami

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Prenadamedia Group, Jakarta, h. 127

Page 8: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

7

pailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi”. (Pasal 8 ayat (4)

UUKPKPU). Norma ini merupakan ancaman bagi perusahaan yang solven untuk

dipailitkan.

2.Perihal Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Hak Kekayaan Intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang

bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio manusia yang menalar, dan hasil

kerja itu berupa benda immaterial.9 Selanjutnya perlu dijelaskan bahwa tidak semua

orang dapat dan mampu mempekerjakan otaknya (nalar, ratio, intelektual) secara

maksimal. Hal ini berimplikasi pula bahwa tidak semua orang dapat menghasilkan

“intellectual Property Rights”. Hanya orang yang mampu memberdayakan

otaknyalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang disebut “Intellectual

Property Rights”, dan itu pulalah sebabnya hasil kerja otak yang membuahkan hak

atas kekayaan intelektual bersifat eksklusif dan perlu dilindungi oleh hukum.10

Sistem perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual itu terpisah

dengan benda materiel yang merupakan hasil jelmaan fisik dari Hak tersebut. Sebagai

contoh dapat dikemukakan misalnya, hak cipta dalam bidang ilmu pengetahuan

(berupa hak atas kekayaan intelektual), dan hasil materiel yang menjadi bentuk

jelmaannya adalah buku. Jadi yang dilindungi dalam kerangka hak atas kekayaan

intelektual adalah Haknya, bukan jelmaan dari hak tersebut. Jelmaan dari hak

9 Saidin, OK, 2003, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),

PT .RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 9

10 Ibid, h. 10 - 11

Page 9: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

8

tersebut dilindungi oleh hukum benda dalam kategori benda materiel (benda

berwujud).

Hak Kelayaan Intelektual dapat beralih dan dialihkan berdasarkan undang-

undang dan perjanjian. HKI yang dapat beralih dan dialihkan tersebut adalah hak

ekonominya, sedangkan hak moralnya tidak bisa dialihkan.Pengalihan HKI

berdasrkan undang-undang dilakukan dengan cara pewarisan, hibah dan wasiat.

Pengalihaan HKI berdasarkan perjanjian dilakukan dengan cara lisensi. HKI yang

beralih karena pewarisan terjadi secara otomatis dari pemilik atau pemegang hak

selaku pewaris kepada ahli warisnya. Hibah terjadi saat pemberi hibah di masa

hidupnya menyerahkan HKI kepada penerima hibah secara Cuma-Cuma, sedangkan

wasiat terjadi saat pemberi wasiat meninggal dunia dan meninggalkan wasiat kepada

penerima wasiat. Pengalihan HKI dengan perjanjian lisensi harus dibuat dalam suatu

kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk akta yang ditanda tangani oleh pemberi

dan penerima lisensi dan dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris

atau dilakukan dengan akta di bawah tangan untuk hak cipta.11

3. Dinamika Kebendaan

Perihal kebendaan dalam Hukum Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, Buku Kedua tentang Kebendaan. Pasal 499 menentukan, “bahwa

yang dimaksud dengan benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat

dikuasi oleh hak milik.” Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa, konsep benda

11 Selengkapnya, baca pasal 16 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak cipta

Page 10: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

9

dalam ketentuan tersebut adalah benda dalam arti materiel, dan benda dalam arti

immaterial, yaitu hak. Hal tersebut dikuatkan oleh Pasal 503 yang menentukan,

“bahwa tiap-tiap kebendaan adalah bertubuh atau tak bertubuh”. Benda tak bertubuh

adalah merupakan “Hak”, contohnya antara lain adalah Hak Kekayaan Intelektual

(HKI). Benda itu sendiri merupakan bagian dari harta kekayaan

(vermogensbestanddeel)12

, dan yang dimaksud dengan benda dalam arti hukum

adalah segala sesuatu yang menjadi hak milik.13

Sedangkan Hak yang melekat pada

suatu benda disebut sebagai hak kebendaan (zakenlijk recht), yaitu suatu hak yang

memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan kepada

setiap orang.14

Karya intelektual yang dihasilkan oleh manusia diakui sebagai kekayaan, hal

ini berarti ada konsep kepemilikan dan kebendaan yang terkandung didalamnya.

Kepemilikan berarti memiliki sesuatu, sesuatu ini dalam ranah hukum

diinterpretasikan sebagai benda, dengan demikian dalam setiap kata milik secara

implisit mengandung makna kepemilikan atas benda tertentu. “Pemilik suatu hak

memiliki kebebasan untuk menggunakan miliknya, dan segala sesuatu yang dapat

dikuasai dengan hak milik disebut sebagai benda.”15

HKI sebagai salah satu jenis benda, dari dimensi hukum kepailitan merupakan

jenis benda tak bertubuh sebagai bagian dari aset dalam proses pembayaran utang-

12 Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata, Penerbit: PT. Citra Aditya Bhakti,

Bandung, h.125 - 126

13

Ibid

14

Subekti, 2010, Pokok- Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, h. 62

15

Indirani Wauran-Wicaksono, 2017, “Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Benda: Penelusuran

Dasar Perlindungan HKI di Indonesia”, Jurnal Refleksi Hukum, Vol.9 No. 2, h. . 139

Page 11: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

10

utang Debitor kepada Kreditor. Pasal 1131 KUH Perdata menentukan: “segala

kebendaan si-berutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang

sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala

perikatan perseorangan. Frase “segala kebendaan si-berutang” dalam pasal terebut

mengandung makna bahwa semua kebendaan Debitor (baik berwujud, maupun tidak

berwujud), merupakan jaminan untuk segala perikatan yang dibuat oleh Debitor

tersebut. Selanjutnya Pasal 1132 KUH Perdata menentukan: “kebendaan tersebut

menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya;

pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu

menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para

berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.” Untuk menentukan

alasan-alasan sah untuk didahulukan merujuk pada pasal 1133 KUH Perdata yang

mengatur bahwa hak untuk didahulukan diantara para Kreditor bersumber pada Hak

Istimewa, pada gadai, dan Hipotik. Debitor yang dinyatakan Pailit oleh pengadilan

tidak berhak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas semua aset yang

termasuk dalam budel pailit. Jadi, sejak dinyatakan pailit pengurusan dan penguasaan

seluruh asetnya beralih ke Kurator.

4. Penjualan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), sebagai bagian dari Aset “Debitor

Pailit” dan Kendalanya

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa dengan dijatuhkannya

putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk

mengurus dan menguasai seluruh harta kekayaannya. Selanjutnya hal tersebut

Page 12: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

11

menjadi kewenangan Kurator. penjualan aset Debitor dilakukan oleh Kurator, semua

benda harus dijual di muka umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan

dalam hal penjualan di muka umum tidak tercapai, maka penjualan di bawah tangan

dapat dilakukan dengan izin Hakim Pengawas.16

“Penjualan aset benda bergerak yang

berwujud prosesnya sangat sederhana, yaitu dengan menjual barang-barang tersebut

di muka umum”.17

Kurator selaku pihak yang melakukan pengurusan dan pemberesan aset

Debitor menjadi tidak mudah dalam melakukan tugasnya menjual aset, ketika

menghadapi aset yang bukan kebendaan berwujud ( ingatable assets), HKI

merupakan aset Debitor Pailit yang berupa “hak”, sebagai benda tidak berwujud.

Aset yang demikian itu wajib dinilai duhulu oleh Appraisal (penilai) yang

bersertifikasi, sehingga akan dapat diketahui berapa nilai sesungguhnya dari suatu

jenis HKI tertentu dengan mempertimbangkan kemanfaatannya bagi suatu

perusahaan, harapannya dapat memaksimalkan nilai aset tersebut.

Kemungkinan kendala yang bisa dihadapi oleh Kurator ketika melakukan

penjualan aset dalam bentuk HKI adalah terkait dengan relatif masih rendahnya

pemahaman masyarakat terhadap HKI itu sendiri, sehingga penjualannya juga relatif

tidak mudah. Tidak mudahnya penjualan HKI dapat saja terjadi karena belum

didaftarkan, sehingga tidak laku dijual.

16

Selengkapnya baca pasal 185, UUKPKPU

17

Harahap, M. Yahya, 2005, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT.

Sinar Grafika, Jakarta, h. 25.

Page 13: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

12

5.Kesimpulan

Dari paparan tersebut di atas dapat disimpulkan:

1. Hak Kekayaan Intelektual (HKI),sebenarnya merupakan bagaian dari aset

Debitor Pailit, yaitu berupa kebendaan tidak berwujud (ingatable asset). Jika

Debitor dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga, maka aset tersebut oleh

Kurator dijual di muka umum.

2. Kendala yang mungkin timbul dalam penjualan aset berupa Hak Kekayaan

Intelektual, adalah tidak mudah menjual aset, karena aset tersebut tidak

berwujud. Apalagi jika HKI tersebut belum didaftarkan, sehingga tidak laku

dijual.

6. Rekomendasi

1. Dalam rangka adanya kepastian hukum, diperlukan Pranata hukum yang

mengatur penjualan aset Debitor yang berupa Hak Kekayaan Intelektual.

2. Diperlukan pengaturan tentang lembaga Penilai (Appraisal) aset yang

independen, sehingga dapat memaksimalkan penjualan aset Debitor yang

berupa Hak Kekayaan Intelektual.

3. Dalam rangka peningkatan pemahaman HKI kepada masyarakat, perlu terus

disosialisasikan Undang-undang tentang Kekayaan Intelektual dalam berbagai

jenisnya ( Hak Cipta, Hak Paten , Merek, dsb).

Denpasar, 27 Juni 2019

Page 14: itan 2019 dcngan t;ra Revolusi Industri 4.0

13

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Abdurrachman , A, 1991, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Pradnya

Paramita, Jakarta.

Adi Nugroho, Susanti, 2018, Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan

Praktek Serta Penerapan Hukumnya, Prenadha Media Group, Jakarta.

Harahap, M. Yahya, 2005, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,

PT. Sinar Grafika, Jakarta.

Hadi Shubhan, M, 2008, Hukum Kepailitan Prinsip Norma, dan Praktik di Peradilan,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Indirani Wauran-Wicaksono, 2017, “Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Benda:

Penelusuran Dasar Perlindungan HKI di Indonesia”, Jurnal Refleksi Hukum,

Vol.9 No. 2.

Sastrawidjaja, Man,S, 2006, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, PT. Alumni, Bandung.

Saidin, OK, 2003, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

Rights), PT .Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Subekti, 2010, Pokok- Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta

Sutan Remy Sjahdheini, 2016, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan

Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Prenadamedia Group,

Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), diterjemahkan oleh

Subekti, Penerbit : Pradnya Paramita, Jakarta

Indonesia, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN RI No.131 Tahun 2004.

*****