48

ISSN 1907-4263 - pangan.litbang.pertanian.go.idpangan.litbang.pertanian.go.id/files/iptek/iptek2015/Nomor-2/IPTEK 10(2...ISSN 1907-4263 Volume 10 Nomor 2 2015 DAFTAR ISI Keunggulan

  • Upload
    phamdat

  • View
    231

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

ISSN 1907-4263

Volume 10 Nomor 2 2015

DAFTAR ISI

Keunggulan Penggunaan Fosfat Alam pada Pertanaman Kedelaidi Lahan Kering Masam ................................................................... 47(Excellence of Natural Phosphate on Soybean Planting in the DryAcid Land)Andy WijanarkoPemanfaatan Biji Keriput Kacang Tanah sebagai Benih ................ 57(Use of Shriveled Groundnut Seeds as Planting Material)Agustina Asri Rahmianna, Joko Purnomo, dan Didik HarnowoProspek Varietas Toleran dalam Pengendalian Hama Kutu Kebulpada Kacang Tanah ......................................................................... 69(Prospect of Resistant Varieties on the Control of Whitefly inGroundnut)Astanto Kasno, Suharsono, dan TrustinahPemupukan sebagai Penentu Produktivitas Ubi Jalar ................... 77(The Role of Fertilizers on Sweet Potato Productivity)Eman Paturohman dan SumarnoCendawan Tular Tanah (Rhizoctonia solani) Penyebab PenyakitBusuk Pelepah pada Tanaman Jagung dan Sorgum denganKomponen Pengendalian ................................................................ 85(Soil Borne Fungus (Rhizoctonia solani) the Pathogen of SheathBlight Disease of Maize and Sorghum and Its Control Measures)Soenartiningsih, M. Akil, dan N.N. Andayani

Pengantar

Relatif mahalnya pupuk P buatan menjadidasar bagi peneliti untuk menemukansumber hara P alternatif. Beberapa hasilpenelitian menunjukkan fosfat alamberpeluang menggantikan pupuk Pbuatan. Artikel review hasil penelitiankeunggulan penggunaan fosfat alam padapertanaman kedelai di lahan keringmasam mengawali Buletin IptekTanaman Pangan dalam nomor ini.

Mengacu pada berbagai hasil penelitian,biji keriput kacang tanah dapat dijadikanbenih, terutama di daerah yang tidakmendapat pasokan benih yang memadai.Artikel tentang pemanfaatan biji keriputkacang tanah sebagai benih juga mengisiBuletin Iptek Volume 10 Nomor 2 ini.

Kutu kebul dilaporkan sudah menjadihama penting tanaman kacang tanah.Pengendalian melalui penanamanvarietas tahan diharapkan dapat menekanperkembangan kutu kebul di lapangan.Artikel prospek varietas toleran diharapkansebagai alternatif dalam pengendalianhama kutu kebul pada tanaman kacangtanah di sentra produksi.

Dua artikel lainnya masing-masingmembahas pemupukan sebagai penentuproduktivitas ubi jalar dan komponenpengendalian cendawan tular tanahsebagai penyebab penyakit busuk pelepahpada tanaman jagung dan sorgum.

Redaksi

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman PanganBadan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Bogor, Indonesia

Buletin Iptek Tanaman Panganmerupakan publikasi yang memuatmakalah review hasil penelitian tanamanpangan (padi dan palawija).

Redaksi mengutamakan makalahdari peneliti lingkup Puslitbang TanamanPangan dan menerima makalah darisemua institusi penelitian tanamanpangan lainnya di Indonesia, termasukperguruan tinggi, LIPI, dan BATAN.Makalah review yang dikirimkanhendaknya sudah mendapat persetujuandari pimpinan instansi masing-masing.

Ketentuan penulisan makalah untukdapat dimuat di buletin ini tertera dalam"Petunjuk bagi Penulis" di halaman terakhir.

WIJANARKO: PENGGUNAAN FOSFAT ALAM PADA PERTANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM

47

Keunggulan Penggunaan Fosfat Alam pada Pertanaman Kedelaidi Lahan Kering Masam

Excellence of Natural Phosphate on Soybean Planting in theDry Acid Land

Andy Wijanarko

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak KM. 8 Malang, Jawa Timur

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 6 September 2015 dan disetujui diterbitkan 28 November 2015

ABSTRACT

Phosphorus is an essential nutrient required in large quantities by plants after Nitrogen. Rock phosphate isan alternative to improve the P availability in the soil, especially in acid soils. The use of rock phosphate inagriculture, should primarily be initiated by improving its reactivity due to its low reactivity. Characteristics ofrock phosphate, chemical and physical properties of soil, and type of crops grown are greatly affecting thedirect application rock phosphate in agriculture. The natural phosphate may be improved by the applicationof organic matter, use of strong acid or sulfur, application of phosphate solvent microorganisms, and increaseuse of high solubility fertilizer such as SP-36.Keywords: Soybean, rock phosphate, acid soils.

ABSTRAK

Fosfat merupakan unsur hara ensensial yang diperlukan dalam jumlah banyak setelah hara N. Penggunaanfosfat alam untuk pertanian merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan ketersediaan hara Pdalam tanah, terutama pada tanah masam. Aplikasi fosfat alam digunakan untuk pertanian, terlebih dahuluharus ditingkatkan reaktivitasnya, terutama fosfat alam yang mempunyai reaktivitas rendah. Karakteristikfosfat alam, sifat kimiawi, dan fisika tanah serta jenis tanaman yang diusahakan sangat mempengaruhipenggunaan fosfat alam secara langsung untuk pertanian. Peningkatan fosfat alam dapat dilakukan denganpenambahan bahan organik, penggunaan asam keras atau sulfur, pemanfaatan mikro-organisme P, danpenambahan dengan pupuk yang mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi seperti SP-36.Kata kunci: Kedelai, fosfat alam, lahan masam.

PENDAHULUAN

Fosfat merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkantanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Fosfatdiperlukan untuk pembentukan ATP yang merupakansumber energi dalam proses perkembangan danpertumbuhan tanaman (Correll 1998, Dobermann andFairhurst 2000). Dalam tanah, P terdapat dalam bentukorganik dan anorganik, berupa H2PO4

- dan HPO42- serta

H2PO4 (Tisdale et al. 1990).

Konsentrasi P dalam larutan tanah dipengaruhi olehkecepatan dan tingkat imobilisasi secara biologi dan reaksi

dengan fraksi-fraksi mineral tanah. Tanah dengan kadarliat yang tergolong rendah (terutama tipe 1:1 dan kadarAl/Fe hidroksida tinggi) dapat memfiksasi P yangmenyebabkan unsur ini tidak tersedia bagi tanaman (Kirket al. 1998; Ramaekers et al. 2010). Ketersediaan hara Ppada tanah masam dipengaruhi oleh pH tanah, Al dan Feoksida/hidroksida, serta bahan organik. Pada tanahmasam, Fe dan Al dalam bentuk bebas akan memfiksasiP sehingga menjadi bentuk kurang larut, dan denganberjalannya waktu Al-P dan Fe-P menjadi tidak larut dankurang tersedia bagi tanaman (Iyamuremye et al. 1996;Tan 2000).

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

48

Penggunaan pupuk P yang mudah larut air, sepertisingle super fosfat dan triple super fosfat di beberapanegara berkembang terkendala oleh harga pupuk yangmahal (Kpomblekou and Tabatabai 2003). Fosfat alamdapat digunakan sebagai salah satu alternatif untukmengatasi permasalahan tersebut. Deposit fosfat alamdi Indonesia cukup besar, yaitu 7-8 juta ton dengan kadarP2O5 yang berkisar antara 1-38% (Moersidi 1999).

Fosfat alam mempunyai efektivitas yang hampir samadengan TSP dan mempunyai efek residu yang lebih baik,harga lebih murah, menghemat tenaga kerja karenapemberiannya sekaligus dalam jumlah yang banyak dantidak harus diberikan setiap musim tanam (Kisitu 1991,Idris 1995, Akintonkun et al. 2003).

Makalah ini mengungkapkan sebaran dankarakteristik fosfat alam di Indonesia, kecepatan pelarutandan faktor yang mempengaruhi, pengaruhnya terhadapsifat kimia tanah, peningkatan reaktivitas, dankeunggulannya dalam meningkatkan hasil kedelai padalahan kering masam.

SEBARAN DAN KARAKTERISTIK FOSFATALAM DI INDONESIA

Deposit fosfat alam umumnya ditemukan di daerah yangbanyak mengandung kapur. Proses terbentuknya endapanfosfat alam menurut Yusuf (2014) adalah sebagai berikut:1. Fosfat primer, terbentuk dari pembekuan magma alkali

yang bersusunan nefelin, syenit dan takhit,mengandung mineral fosfat apatit, terutama fluor apatit{Ca5 (PO4)3 F}, dan dalam keadaan murni mengandung42% P2 O5 dan 3,8% F2.

2. Fosfat sedimenter (marin), merupakan endapan fosfatsedimen yang terendapkan di laut dalam, padalingkungan alkali dan suasana tenang, mineral fosfatyang terbentuk terutama frankolit.

3. Fosfat guano, merupakan hasil akumulasi sekresiburung pemakan ikan dan kelelawar yang terlarut danbereaksi dengan batu gamping karena pengaruh airhujan dan air tanah. Berdasarkan tempatnya, endapanfosfat guano terdiri atas endapan permukaan, bawahpermukaan, dan gua.

Fosfat alam di Indonesia umumnya mempunyaikandungan P yang rendah, sebagian besar kelas D atauE, artinya mengandung P2O5 di bawah 20% dan hanyacocok untuk penambangan kecil. Hasil eksplorasiDirektorat Geologi dan Mineral, Departemen Pertambangandalam periode 1968-1985 telah menemukan cadangan fosfatalam yang diperkirakan 895 ribu ton yang tersebar di PulauJawa (66%), Sumatera Barat (17%), Kalimantan (8%),Sulawesi (5%), dan di Papua, Aceh, Sumatera Utara, danNusa Tenggara (4%). Perkiraan cadangan deposit fosfatalam terbesar terdapat di Jawa Timur yaitu di daerahTuban, Lamongan, Gresik, dan Madura sekitar 313 ributon (Kasno et al. 2009).

Di Jawa Timur, deposit fosfat alam banyak terdapatdi Madura, Gresik dan Tuban. Yusuf (2014)mengemukakan bahwa endapan fosfat di Madura mengisirekahan, dolina dan gua, dalam jumlah yang kecil,umumnya terdapat pada batugamping terumbu FormasiMadura (Tpm), sebagian kecil pada batu gampinglempungan Formasi Pasean (Tmp) dan batu gampingberlapis Formasi Bulu (Tmb). Deposit endapat fosfat diMadura tersaji pada Tabel 1.

Di alam terdapat sekitar 150 jenis fosfat, sebagianbesar fosfat alam ditemukan dalam bentuk apatit. Batuanfosfat alam yang berasal dari batuan sedimen dalambentuk karbonat fluoapatit, berasal dari batuan beku danmetamorfik dalam bentuk fluorapatit dan hidroksi apatit.Deposit yang berasal dari ekskresi burung dan kelelawardalam bentuk karbonat hidroksi apatit. Selain fosfat dankarbonat, dalam batuan fosfat alam terkandung unsur Ca,

Tabel 1. Endapan fosfat di daerah Madura.

Kabupaten Kecamatan Jenis mineral Kandungan P2O5 (%) Deposit

Sampang Sokobanah - 2,28-37,09 5.000.000 m3

SampangOmbenKedundungKetapangJrengik

Pamekasan Pasean Kolofan, 5,61-37,79 23.400 m3

Palengaan dahlit danhidrosiapatit

Sumenep Lenteng Kolofan, 6,20-44,23 827.500 m3

Sumenep dahlit danhidroksiapatit

WIJANARKO: PENGGUNAAN FOSFAT ALAM PADA PERTANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM

49

Mg, Al, Fe, Si, Na, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cd, Hg, Cr, Pb,As, V, U, F dan Cl (Kasno et al. 2009).

KECEPATAN KELARUTAN FOSFAT ALAMDAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Fosfat alam yang digunakan langsung sebagai pupukharus diketahui kecepatan kelarutannya. Hal iniberhubungan dengan waktu aplikasi fosfat alam. Fosfatalam yang kelarutannya rendah dapat diaplikasikan jauhsebelum tanaman diusahakan, tetapi fosfat alam yangmempunyai kelarutan yang tinggi bisa diaplikasikanbersamaan pada saat tanam. Dengan mengetahuikecepatan pelarutan fosfat alam, diharapkan akan terjadisinkronisasi kebutuhan hara yaitu terdapatnyaketersediaan hara pada saat tanaman membutuhkan.Kecepatan pelarutan fosfat alam dipengaruhi oleh:

1. Ukuran butir dan reaktivitas fosfat alam

Reaktivitas fosfat alam yang digunakan secara langsungdipengaruhi oleh ukuran butir. Makin halus ukuran butirfosfat alam makin reaktif, karena semakin tinggi

permukaan fosfat alam yang bersentuhan denganpermukaan koloid tanah. Kanabo dan Gilkes (1988)mengemukakan bahwa dari keempat kelompok ukuranbutir fosfat alam asal North Carolina yaitu 150-250; 106-125; 45-53; dan < 38 μm menghasilkan kelarutan yangsemakin tinggi dengan semakin kecilnya ukuran butir.Gilkes dan Bollan (1992) memperkuat hasil penelitiansebelumnya bahwa pemberian fosfat alam 3,5 μg/g tanahyang diinkubasi selama 35 hari menunjukkan kelarutandari 19% pada ukuran butir < 38 μm menjadi 12% padaukuran butir 150-250 μm. Ukuran partikel pupuk fosfatalam juga mempengaruhi kesempurnaanpencampurannya dengan tanah yang mempunyai teksturyang berbeda.

Penilaian kualitas fosfat alam sebagai pupuk dapatdilakukan secara kimia. Menurut Adiningsih et al. (1998),penilaian kualitas fosfat alam sebaiknya berdasarkanekstrak asam lemah, bukan kandungan total P2O5, karenakadar P total tidak mencerminkan kadar P yang larut.Kasno et al. (2009) mengemukakan terdapat tiga jenispereaksi yang biasanya digunakan untuk menilaireaktivitas fosfat alam, yakni amonium sitrat pH 7, asamsitrat 2%, dan asam format 2%. Berdasarkan analisisdari ketiga pereaksi tersebut dapat dikategorikan sebagaifosfat alam dengan reaktivitas rendah, sedang, dan tinggi(Tabel 2). Fosfat alam yang mempunyai reaktivitas tinggiumumnya dapat digunakan langsung sebagai pupuk.

Di Indonesia, kualitas fosfat alam yang digunakansebagai pupuk didasarkan pada kandungan P total dankelarutannya dalam pereaksi asam sitrat 2%, yangdiklasifikasikan dalam empat kategori yaitu A, B, C danD. Kualitas fosfat alam yang baik digunakan sebagai pupukadalah yang mempunyai kandungan P total lebih dari 20%dan kelarutannya dalam asam sitrat 2% lebih dari 6%(Tabel 3).

Tabel 2. Klasifikasi fosfat alam berdasarkan reaktivitasnya.

Kelarutan P2O5 (%)Fosfat alam

Amonium sitrat Asam sitrat Asam formatpH 7 2% 2%

Tinggi >5,4 >9,4 >13Sedang 3,2-4,5 6,7-8,4 7,0-10,8Rendah >2,7 <6,0 >5,8

Sumber: Kasno et al. (2009).

Tabel 3. Syarat mutu fosfat alam untuk pertanian (SNI 02-3776-2005).

PersyaratanNo. Uraian Satuan

Mutu A Mutu B Mutu C Mutu D

1. Kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5- Total % b/b min 28 min 24 min 14 min 10- Larut asam sitrat 2% % b/b min 7 min 6 min 3,5 min 2,5

2. Kadar air % b/b maks 5 maks 5 maks 5 maks 53. Kehalusan

- Kehalusan lolos 80 mesh Tyler % b/b min 50 min 50 min 50 min 50- Kehalusan lolos 25 mesh Tyler % b/b min 80 min 80 min 80 min 80

4. Cemaran logam- Cadmium (Cd) ppm maks 100 maks 100 maks 100 maks 100- Timbal (Pb) ppm maks 500 maks 500 maks 500 maks 500- Raksa (Hg) ppm maks 10 maks 10 maks 10 maks 10

5. Cemaran Arsen (As) ppm maks 100 maks 100 maks 100 maks 100

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

50

tanah berpengaruh terhadap pelarutan fosfat alam. Padatanah dengan pH lebih dari 5,5, pelarutan fosfat alam lebihdipengaruhi oleh konsentrasi Ca dalam tanah dibandingkandengan ketersediaan proton (proton supply). Peningkatankonsentrasi Ca dalam tanah dapat menghambat prosespelarutan fosfat alam (Agbenin 2004).

4. Kharakteristik tanah

Sifat kimiawi dan fisika tanah dapat mempengaruhipelarutan fosfat alam. Tanah dengan kandungan Ca tinggi,bahan organik rendah dan KPK yang rendah dapatmenghambat pelarutan fosfat alam. Tanah dengan KPKrendah memiliki kemampuan menjerap Ca dalamkompleks jerapan yang rendah sehingga konsentrasi Cadalam tanah meningkat, yang dapat menghambat prosespelarutan fosfat alam. Demikian juga pada tanah dengankandungan bahan organik rendah yang kemampuannyamembentuk khelat/kompleks dengan Ca semakin rendah.Konsentrasi Ca yang tinggi dalam tanah dapatmenghambat pelarutan fosfat alam (Bolan et al. 1990).

Pada tanah yang mempunyai kemampuan retensi Ptinggi, penggunaan fosfat alam dengan tingkat kelarutanyang rendah mempunyai efisiensi yang lebih tinggidibandingkan dengan pupuk yang mempunyai kelarutantinggi (Sanyal and De datta 1991).

Fisika tanah yang mempengaruhi pelarutan fosfatalam adalah kelembaban tanah. Evans et al. (2006)mengemukakan bahwa pelarutan fosfat alam lebihdipengaruhi oleh kelembaban tanah dibandingkan dengansuhu. Kanabo dan Gilkes (1988) menemukan kelarutanfosfat alam sekitar 4% pada tanah yang kering danmeningkat menjadi 13% pada tanah dengan kelembaban12,5% kapasitas lapang dan menjadi 17% pada 100%kapasitas lapang.

5. Jenis tanaman

Tanaman yang mampu menyerap Ca dalam jumlah yangbesar mampu meningkatkan proses pelarutan fosfat.Tanaman legum umumnya mempunyai pH rizosfer yanglebih rendah dibandingkan dengan tanaman nonlegum,karena pada akar tanaman legum selalu terjadi prosespemasaman di sekitar perakaran akibat proses fiksasi N.Tanaman yang mempunyai densitas akar yang tinggidapat menyerap P dengan baik, sehingga proseskesetimbangan di dalam tanah akan terjaga dan pelarutanP menjadi tinggi. Perakaran tanaman juga dapatmengeluarkan asam-asam organik ke dalam tanah, yangdapat membentuk kompleks dengan Ca. Konsentrasi Cayang rendah dalam tanah dapat mempercepat prosespelarutan fosfat alam (Ramirez et al. 2001)

2. Ketersediaan proton (protons supply)

Kemampuan tanah menyuplai proton merupakan salahsatu faktor penting dalam proses pelarutan fosfat alam.Kanabo dan Gilkes (1987) mengemukakan bahwaketersediaan proton dalam tanah bergantung padakemasaman tanah yang mempunyai hubungan yang eratdengan pH tanah sehingga pH tanah dapat digunakanuntuk memprediksi ketersediaan proton dalam tanah.

Kelarutan fosfat alam semakin meningkat pada pHtanah yang rendah. Pelarutan fosfat alam merupakanreaksi yang sederhana, di mana fluor apatit akan bereaksidengan ion hidrogen yang menghasilkan ion fosfat danion kalsium dalam tanah:

Ca10(PO4)6F2 + 12 H+ →10 Ca2+ + 2F- + 6 H2PO4 + 12 OH-

(Persamaan 1)

Berdasarkan Persamaan 1, kelarutan fosfat alam jugadipengaruhi oleh reaksi tanah (pH), untuk menghasilkan1 mol H2SO4 diperlukan 2 mol H+. Efektivitas kelarutanfosfat alam reaktif pada tanah masam termasuk rendah,terutama bila pH tanah kurang dari 4,5 dan konsentrasiP larutan tanah awal rendah. Jika pH tanah kurang dari4,5 maka tanah perlu diberi kapur untuk menaikkan pHtanah sampai 4,5 untuk tanaman padi atau 5,0 untukkedelai. Kelarutan fosfat alam juga menurun bila pH tanahlebih dari 6,0 (Dodor et al. 1999).

Di samping melepaskan fosfat ke dalam tanah,pelarutan fosfat alam juga melepaskan ion kalsium danhidroksil. Pelepasan ion hidroksil ke dalam tanah dapatmeningkatkan pH tanah sehingga aplikasi fosfat alam kelahan kering masam mempunyai dua kelebihan, yaitumeningkatkan ketersediaan P, Ca, dan meningkatkan pHtanah. Penambahan fosfat alam ke dalam tanah tidakselalu meningkatan pH tanah. Kanabo dan Gilkes (1988)mengemukakan bahwa inkubasi tanah denganmenggunakan fosfat alam di laboratorium meningkatkanpH tanah tetapi selang beberapa bulan pH tanah kembaliseperti semula

Aplikasi fosfat alam di lapangan tidak konsistenmeningkatkan pH tanah, bahkan seringkali tidakmeningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor penyebabkemasaman tanah yang tidak terkontrol seperti terjadinyanitrifikasi dan penyerap NH4

+ oleh tanaman (Lewis et al.1997).

3. Produk pelarutan

Hasil pelarutan fosfat alam adalah P dan Ca. Kalsiummerupakan unsur yang dapat menghambat prosespelarutan fosfat alam. Nying dan Robinson (2006)mengemukakan bahwa konsentrasi Ca yang tinggi dalam

WIJANARKO: PENGGUNAAN FOSFAT ALAM PADA PERTANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM

51

6. Waktu

Proses kimiawi dalam tanah selalu berhubungan denganwaktu. Sparks (2003) mengemukakan reaksi kimia didalam tanah dapat terjadi mulai mikro detik hinggatahunan. Proses pertukaran kation bisa terjadi dari mikrodetik hingga hari, proses jerapan atau reaksi kompleksbisa terjadi dalam hitungan detik hingga bulan, sedangkanproses pelarutan mineral bisa terjadi dalam hitungan harihingga tahun.

Menurut Abgenin (2004), proses pelarutan fosfat alammengikuti model persamaan Mitshcherlich:

ΔP = A(1-e-CX)

ΔP adalah jumlah P yang dilepaskan dari fosfat alamdalam suatu waktu, A adalah asimtot, C adalah koefisienparameter.

Persamaan di atas menunjukkan bahwa prosespelarutan fosfat alam terjadi dalam satu waktu saja, artinyaproses dapat berlangsung dengan cepat. Hal ini jarangterjadi dalam proses kimiawi dalam tanah. Prosespelarutan mineral seperti fosfat alam terjadi melalui duatahapan, yaitu proses kimiawi yang berjalan dengan cepatyang kemudian dilanjutkan dengan proses kimiawi yangberjalan lambat (Kanabo and Gilkes 1988).

PENGARUH FOSFAT ALAM TERHADAPSIFAT KIMIAWI TANAH

Pemberian fosfat alam akan mengakibatkan perubahanreaksi dan keseimbangan baru walaupun lambat melepasP ke dalam larutan tanah. Pemberian fosfat alam dapatmeningkatkan kadar P dalam tanah, dan kadar hara lainseperti Ca. Purnomo et al. (2001) mengemukakanpemberian fosfat alam dapat meningkatkan P tersediadan P total. Hal ini bergantung pada kadar P total dan Pyang terekstrak dengan asam sitrat 2% yang terkandungdalam fosfat alam. Semakin tinggi kadar P total dan Pterekstrak asam sitrat 2% semakin tinggi ketersediaanP dalam tanah.

Penambahan fosfat alam juga meningkatkankonsentrasi Ca dalam tanah. Fosfat alam yang berasaldari fluor apatit tersusun atas Ca dan P, sehingga apabilaterjadi proses pelarutan batuan fluor apatit akanmelepaskan Ca ke dalam tanah (Issaka et al. 2003).Pemberian fosfat alam Ciamis yang mengandung Ca32,85% mampu meningkatkan konsentrasi Ca dari 0,28cmol/kg menjadi 0,51 cmol/kg (Purnomo et al. 2001).Issaka et al. (2003) mengemukakan pemberian fosfat alam1.200 kg/ha yang berasal dari Togo meningkatkankonsentrasi Ca dari 1,75 cmol/kg menjadi 4,12 cmol/kg.

Perubahan sifat kimiawi lainnya akibat penambahanfosfat alam adalah meningkatkan pH tanah yangdisebabkan oleh hidrolisis karbonat yang terkandungdalam fosfat alam yang menghasilkan ion-ion hidroksil(OH-). Semakin tinggi hidrolisis karbonat dalam fosfat alamsemakin tinggi peningkatan pH tanah. Peningkatan pHtanah akan berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanahlainnya. Pada tanah masam, kelarutan Al meningkat padapH tanah rendah. Meningkatnya pH tanah maka kelarutanAl akan menurun.

Peningkatan pH tanah memberikan pengaruhlangsung maupun tidak langsung terhadap kelarutan unsurhara lainnya. Kelarutan nitrogen meningkat pada tanahdengan pH sekitar netral, karena proses mineralisasibahan organik melibatkan mikroorganisme yang aktif padapH sekitar 7. Kelarutan Fe, Mn, dan Cu melimpah padatanah dengan pH rendah dan menurun pada pH sekitarnetral atau mendekati 7. Ketersediaan Mo meningkat padatanah dengan pH sekitar netral dan menurun pada pHrendah (Gambar 1).

PENINGKATAN REAKTIVITASFOSFAT ALAM

Keuntungan penggunaan fosfat alam secara langsungantara lain adalah harga setiap kg P2O5 lebih murah,efektivitasnya hampir sama dengan SP-36, menghemattenaga kerja karena biasanya diaplikasikan dalam jumlahbanyak, tidak harus diberikan setiap musim, dan

Gambar 1. Hubungan pH tanah dengan ketersediaan unsur hara. Sumber: Roy et al. (2006).

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

52

mempunyai efek residu (Adiningsih et al. 1998, Rajan etal. 1996, Idris 1995). Selain itu, fosfat alam mempunyaikandungan unsur hara lain seperti Ca, Mg, Cu dan Znyang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk buatan,sehingga fosfat alam dapat berfungsi memperbaiki kimiatanah (Moersidi 1999). Walaupun mempunyai keunggulan,fosfat alam yang digunakan secara langsung mempunyaibeberapa kelemahan, antara lain mempunyai tingkatkelarutan yang rendah, penggunaan fosfat alam dalambentuk tepung halus menyulitkan aplikasinya di lapangan,bervariasinya kualitas fosfat alam menyulitkan dalamstandarisasi mutu dan pemakaian, dan faktor jarak jugaharus diperhatian karena harganya lebih mahal dari SP-36 (Adiningsih et al. 1998).

Fosfat alam dapat digunakan secara langsungsebagai pupuk dengan terlebih dahulu meningkatkankualitasnya. Fosfat alam didominasi oleh mineral apatitdengan bahan ikutan berupa kuarsa, liat, besi, aluminiumoksida, kalsit, dolomit, dan gipsum. Kalsium apatit yangberasal dari batuan sedimen termasuk fosfat alam yangreaktif sehingga dapat langsung digunakan sebagaisumber P, sedangkan fluor apatit yang kelarutannyarendah termasuk fosfat alam yang tidak reaktif. Fosfatalam dikatakan reaktif bila kombinasi sifat pupuk dan sifattanah dapat meningkatkan kelarutan P (Kasno et al. 2009).

Kelarutan fosfat alam yang rendah dalam tanah dapatditingkatkan dengan penambahan bahan organik,pencampuran dengan asam kuat, dan bakteri pelarut P(Vassileva et al. 1998; Whitelaw et al. 2000; Vassilew etal. 2006). Pemberian bahan organik pada fosfat alamBojonegoro meningkatkan ketersediaan P dalam tanah,bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan pemupukan SP-36, sedangkan pemberian bahan organik pada fosfat alamLamongan juga meningkatkan ketersediaaan P tetapimasih lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan SP-36. Pada perlakuan bahan organik pada SP-36, aplikasifosfat alam Lamongan dan Bojonegoro meningkatkan pHtanah (Wijanarko 2008). Moersidi (1993) mengemukakanpemberian bahan organik dapat meningkatkan efisiensipemupukan P yang ditunjukkan oleh semakinmeningkatnya ketersediaan P Pemberian bahan organikdapat menurunkan serapan P maksimal, kebutuhan P,kelarutan Al dan Fe. Pemberian asam-asam organik yangmerupakan hasil dekomposisi bahan organik sangat efektifdalam pelepasan P pada fosfat alam yang mempunyaireaktivitas rendah dan sedang. Peningkatan kelarutan Ppada fosfat alam akibat pemberian bahan organikdisebabkan oleh bahan organik dapat memasok protondan terbentuknya senyawa kompleks Ca dan anionorganik. Senyawa organik ini dapat mencegah peningkatankonsentrasi Ca dalam larutan tanah dan peningkatan pHpada permukaan apatit (Kpomblekou and Tabatabai 2003,Ramirez et al. 2001, Scholefield et al. 1999).

Untuk meningkatkan reaktivitas fosfat alam juga dapatdilakukan dengan pengasaman sebagian (PartiallyAcidulation Rock Phosphate = PARP) dengan asam kuatseperti asam sulfat. Kelarutan PARP larut air dan asamsitrat umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan fosfatalam tanpa pengasaman. Peningkatan kelarutan fosfatalam juga dapat dengan mencampurkan bubuk belerang(Sholeh et al. 2001). Semakin tinggi dosis pemberianbelerang semakin tinggi kelarutan fosfat alam yangdiestimasi dari meningkatnya kadar P dalam tanah padaumur 8 minggu setelah inkubasi. Pada tanah Ultisol PARP,pengasaman 30% lebih efisien daripada TSP (Hartatik etal. 1998).

Efektivitas fosfat alam dapat dinilai dengan menghitungRelative Agronomic Effectiveness (RAE), denganmembandingkan pengaruh pemberian fosfat alam denganpupuk baku TSP atau SP-36 (Suzette et al. 2010).Hammond dan Leon dalam McClelland dan VanKauwenvergh (1992) mengelompokkan kelarutan fosfatalam dalam empat tingkat, yaitu tinggi, sedang, rendah,dan sangat rendah dengan nilai RAE masing-masing>90%, 90-70%, 70-30%, dan <30%.

PENGARUH PENINGKATAN REAKTIVITASFOSFAT ALAM TERHADAP HASIL KEDELAI

Kebutuhan P tanaman kedelai di lahan kering masamsangat bervariasi, bergantung pada ketersediaannyadalam tanah. Wijanarko dan Taufiq (2008) mengemukakanbahwa batas kritis hara P tanah untuk tanaman kedelaidi tanah Ultisol menggunakan pengekstrak Bray I adalah5 dan 23 ppm P2O5, sedangkan dengan menggunakanpengekstrak Bray II adalah 11 dan 38 ppm P2O5.Berdasarkan batas kritis ini maka kelas ketersediaan haraP untuk kelas ketersediaan rendah, sedang, dan tinggiberturut-turut adalah <5 ppm, 5-23 ppm, dan >23 ppmP2O5 dengan metode Bray I dan dengan metode Bray IIadalah <11, 11-38 dan >38 ppm P2O5. Rekomendasikebutuhan pupuk P berdasarkan ketersediaan hararendah, sedang, dan tinggi berturut-turut adalah 104, 86dan 40 kg SP-36/ha. Penggunaan pupuk P selain SP-36adalah fosfat alam. Salah satu kekurangan fosfat alamadalah kelarutannya yang rendah. Hal ini dapatditingkatkan dengan penambahan bahan organik,pencampuran dengan asam kuat, belerang, danpenambahan SP-36.

Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang ataulimbah tanaman dapat meningkatkan kelarutan fosfat alamsehingga meningkatkan ketersediaan P dalam tanah yangkemudian meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasilpenelitian Wijanarko (2008) menunjukkan pencampuranbahan organik berupa biomassa kedelai pada fosfat alam

WIJANARKO: PENGGUNAAN FOSFAT ALAM PADA PERTANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM

53

Bojonegoro dengan dosis 105 kg P2O5 meningkatkan hasilkedelai pada Ultisol Lampung. Peningkatan berat bijimencapai 130% dibandingkan dengan perlakuan tanpapemberian pupuk P. Pengaruh pemberian fosfat alamBojonegoro terhadap hasil kedelai menyamai bahkan lebihtinggi dibandingkan dengan pemberian SP-36 dan fosfatalam Lamongan. Hasil penelitian Biswas danNarayanasami (2006) menunjukkan pencampuran fosfatalam dan kompos dapat meningkatkan ketersediaan Pdalam tanah dengan efektivitas 61,4% lebih tinggidibandingkan dengan pupuk diamonium fosfat, sertameningkatkan RAE sebesar 173% dibandingkan denganpupuk TSP.

Pencampuran fosfat alam dan belereng juga dapatmeningkatkan reaktivitas fosfat alam. Hasil penelitianWijanarko dan Farni (2008) menunjukkan pemberianbelerang 12,5% dari kandungan P2O5 pada fosfat alamBojonegoro memberikan hasil kedelai 35,6% lebih tinggidibanding tanpa pupuk P dan 8,0% lebih tinggidibandingkan dengan pemberian SP-36. Pemberianbelerang hanya efektif pada fosfat alam yang mempunyaiefektivitas atau kualitas rendah. Pemberian belerangdengan dosis yang lebih tinggi cenderung menurunkanhasil kedelai. Hal ini mungkin disebabkan oleh turunnyapH tanah. Pemberian belerang dengan dosis tinggimenyebabkan pH tanah turun. Stamford et al. (2007)mengemukakan bahwa penambahan 50 kg sulfur ke fosfatalam pada tanah dengan pH 5,0 pada perlakuan sulfurdengan dosis 100 kg, 150 kg dan 200 kg menurunkan pHtanah berturut-turut menjadi 4,3, 4,1 dan 4,0.

Peningkatan reaktivitas fosfat alam dapat jugadilakukan dengan penambahan pupuk P yang relatifmudah larut yaitu SP-36. Hasil penelitian Wijanarko danTaufiq (2011) menunjukkan pemberian fosfat alam yangdiperkaya SP-36 mampu meningkatkan hasil kedelai110% dibandingkan dengan tanpa P dan 33,2%dibandingkan dengan perlakuan SP-36. Fosfat alam yangdiperkaya SP-36 dengan dosis 9 kg P2O5/ha mempunyainilai RAE 185% dan 18 kg P2O5/ha dengan nilai RAE102%. Junior et al. (2011) mengemukakan bahwapemupukan hara P dengan dosis 200 kg TSP/hamenghasilkan 2.900 kg/ha biji kedelai, dan meningkat9% apabila ditambahkan 100 kg fosfat alam.

Selain meningkatkan ketersediaan P dalam tanah,pemberian fosfat alam juga mempunyai pengaruh residualyang cukup baik. Banyak penelitian yang menyebutkanbahwa pengaruh penambahan fosfat alam masih dapatdimanfaatkan untuk tanaman berikutnya. Pengaruh residufosfat alam pada tanah masam lebih tinggi dibandingkandengan P yang mudah larut, sehingga penggunaan fosfatalam secara langsung sebagai sumber P dapat dipandangsebagai investasi (Rochayati et al. 2007). Hasil penelitianMahisarakul dan Pakkong (2002) mengemukakan bahwapenggunaan fosfat alam Algeria pada tanah Ultisol diThailand meningkatkan serapan P yang berasal daripupuk, nilai RAE, dan hasil kedelai. Serapan P yangberasal dari pupuk pada musim kedua meningkat menjadi58%, nilai RAE dan hasil kedelai meningkat masing-masing 41% dan 50% dibandingkan dengan musimpertama. Serapan P yang berasal dari TSP pada musimpertama 68,9% dan meningkat menjadi 78,6% padamusim kedua, dan hasil kedelai meningkat dari 2,1 g/potmenjadi 3,0 g/pot (Tabel 4). Hal ini menunjukkan pupuk Pyang berasal dari fosfat alam mempunyai efek residu yanglebih lama dibandingkan dengan TSP.

KESIMPULAN

Dalam batuan fosfat alam terkandung unsur Ca, Mg, Al,Fe, Si, Na, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cd, Hg, Cr, Pb, As, V, U,F dan Cl. Keuntungan penggunaan fosfat alam antara lainadalah harga setiap kg P2O5 lebih murah, dapat digunakansecara langsung, efektivitasnya hampir sama dengan SP-36, menghemat penggunaan tenaga kerja karenadiaplikasikan dalam jumlah banyak dan tidak harusdiberikan setiap musim, dan mempunyai efek residu.Kelemahannya adalah memiliki tingkat kelarutan yangrendah.

Kecepatan pelarutan fosfat alam ditentukan oleh sifatkimiawi dan fisika fosfat alam itu sendiri, faktor tanah,tanaman, dan waktu. Reaktivitas fosfat alam dapatditingkatkan dengan pemberian bahan organik, belerangdan penambahan SP-36, khususnya pada fosfat alamdengan kualitas rendah. Fosfat alam dengan kualitastinggi dapat digunakan secara langsung sebagai sumberpupuk P.

Tabel 4. Pengaruh residu fosfat alam terhadap hasil kedelai di tanah Ultisol, Thailand.

Hasil(g/pot) Serapan P dari pupuk (%) RAE (%)Pupuk Dosis

(kg P/ha) MT I MT II MT I MT II MT I MT II

TSP 180 2,1 3,0 68,9 78,6 100 100Fosfat alam Algeria 180 2,0 3,0 51,8 82,0 63 89

MT : Musim Tanam

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

54

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih , J.S., U. Kurnia, dan S. Rochayati. 1998.Prospek dan kendala penggunaan P-alam untukmeningkatkan produksi tanaman pangan pada lahanmasam marginal. Pros. Pertemuan Pembahasandan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah danAgroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.p.51-76.

Agbenin, J.O. 2004. Free energy and kinetics ofdissolution of sokoto rock phosphate and theimplications for replenishing P in the savanna soilsof Nigeria. European Journal of Soil Science55:55-61.

Akintokun, O.O., M.T. Adetunji, and P.O. Akintokun.2003. Phosphorus availability to soyabean from andindigenous phosphate rock sample in soils fromsouthwest Nigerian. Nutrient Cycling inAgroecosystems 65: 35-41.

Biswas, D.R. and G. Narayanasamy. 2006. Rockphosphate enriched compost : An approach toimprove low grade Indian rock phosphate.Bioresouce Technology 97: 2243-2251.

Bolan, N.S., R.E. White, and M. J. Hedley. 1990. A reviewof the use of phosphate rock as fertilizers for directapplication in Australia and New Zealand. AustralianJournal of Experimental Agriculture 30 : 397-313.

Chien, S.H. 1992. Reactions of phosphate rock with acidsoils of the humid tropics. Proc. Workshop onPhosphate Source for Acid Soil in the Humid Tropicsof Asia. Kuala Lumpur, Malaysia 6-7 November 1990.p. 18-29

Correll, D.C. 1998. The role of phosphate in eutrophicationof receiving waters : A review. Journal Environ. Qual.28: 261-266.

Dobermann, A. and T.H. Fairhurst. 2000. Rice: Nutrientdisorders & nutrient management. Oxford GraphicPrinters Pte Ltd.

Dodor, D.E., K. Oya, Y. Tokashiki, and M. Shimo. 1999.Dissolution of phosphate rock fertilizers in some soilsof Okinawa, Japan. Australian Journal of SoilResearch 37:115-122.

Evan, J., L. McDonald, and A. Price. 2006. Aplication ofreactive phosphate rock and sulphur fertilizers toenhence the availability of soil phosphate in organicfarming. Nutrient Cycling in Agroecosystems 75: 237-243.

Hartatik, W., A. Kasno, Prastowo, dan J.S. Adiningsih.1998. Perbandingan efektivitas sumber dan takaranpupuk fosfat terhadap tanaman padi dan kedelai padalahan kering masam. Pros. Pertemuan Pembahasan

dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah danAgriklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.p. 37-61.

Idris, K. 1995. Evaluasi pemberian fosfat alam dari jawadan pengapuran pada tanah masam I. Modifikasiciri kimia tanah. J. Ilmu Pert. Indon. 5(2):57-62.

Issaka, R.N., E.A. Dennis, and M.M. Buri. 2003.Management of phosphate rock in maize-cowpeacropping system. Soil Sci. Plant Nutr. 49:481-484.

Iyamuremye, Dick. and Baham. 1996. Organicamandement and phosphorus dynamic I:Phosphorus chemistry and sorption. Soil Sci. 161(7):426-435.

Junior, A.O., L.I. Prochnow, and D. Klepker. 2011.Soybean yield in response to application ofphosphate rock associated with triplesuperphosphate. Sci. Agric. 68(3): 276-385.

Kanabo, I.A.K. and R.J. Gilkes. 1988. A comparison ofmixed and band apllications on the dissolution ofNorth Carolina phosphate rock and on bicarbonatsoluble soil phosphorus. Fertilizer Research. 15 : 3-12.

Kanabo, I.A.K. and R.J. Gilkes. 1987. The role of soil pHin the dissolution of phosphate rock fertilizers.Fertilizer Research 12:165-174.

Kasno, A., S. Rochayati, dan B.H. Prasetyo. 2009.Deposit, penyebaran dan karakteristik fosfat alam.Dalam: Sastramihardja (eds.) Fosfat Alam:Pemanfaatan Fosfat Alam: Pemanfaatn Fosfat Alamyang digunakan langsung sebagai pupuk sumber P.Balai Penelitian Tanah.

Kirk, G.J.D., T. George, B. Courtois, and D. Senadhira.1998. Opportunities to improve phosphorus efficiencyand soil fertility in rainfed lowland and uoland riceecosystems. Field Crop Reseach 56: 73-92.

Kisitu, V.B. 1991. Some aspects of using rock phosphateas direct application fertilizers. Fertilizer Research30:191-192.

Kpomblekou, K. and M.A.Tabatabai. 2003. Effect of lowmolecular weight organic acid on phosphorus andphytoavailability of phosphorus in phosphate rocksadded to soil. Agriculture, Ecosystem andEnvironment 98: 1-10.

Lewis, D.C., R.P. Hindell, and J. Hunter. 1997. Effect ofphosphate rock products on soil pH. AustralianJournal of Experimental Agriculture 37:1003-1008.

Mahisarakul, J. and P. Pakkong. 2002. The use of 32Pradioisotope techniques for evaluationg the relativeagronomic effectiveness of phosphate rock materialsin a soybean-maize crop rotation in acid soils ofThailand. Dalam Zapata (Edited) Assesment of soil

WIJANARKO: PENGGUNAAN FOSFAT ALAM PADA PERTANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM

55

phosphorus status and management of phosphaticfertilizers to optimize crop production. IAEA, Vienna.

McClelland, E.H. and S.J. Van Kauwenvergh. 1992.Relationship of mineralogy to study phosphate rockreactivity. Proc. Workshop on Phosphate Source forAcid Soil in the Humid Tropics of Asia. Kuala Lumpur,Malaysia 6-7 November 1990. p. 1-17.

Moersidi, S. 1999. Fosfat alam sebagai bahan baku danpupuk fosfat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.p. 123.

Nying, C.S. and S.J. Robinson. 2006. Factor influwncingthe dissolution of phosphate rock in a range of highP-fixing soils from Cameroon. Communications inSoil Science and Plant Analysis 37: 2627-2645.

Purnomo, J., K. Idris, and E.L. Sisworo. 2001. Pengaruhfosfat alam dan pupuk kandang terhadap efisiensipemupukan P pada Oxisol Sumatera Barat.Pertemuan Ilmiah dan Pengembangan AplikasiIsotop dan Radiasi 305-312.

Rajan, S.S.S., J.H. Watkinson, and A.G. Sinclair. 1996.Phosphate rocks for direct application to soil.Advances in Agronomy 57: 77-159.

Ramaekers, L., R. Remans, I.M. Rao, M.W. Blair, and J.Vanderleyden. 2010. Strategies for improvingphosphorus acquisition efficiency of crop plants.Field Crops Reseach 117: 169-176.

Ramirez, R., S.M. Fernandez, and J.I. Lizaso. 2001.Changes of PH and available P and Ca in rhizosphereof Al-tolerant maize germplasm fertilized eithphosphate rock. Communications in Soil Scienceand Plant Analysys 32: 1551-1565.

Roy, R.N., A. Finck, G.J. Blair, and H.L.S. Tandon. 2006.Plant nutrition for food security: A guide for integratednutrient management. Food and AgricultureOrganization of the United Nations. Rome. 347 p.

Sanyal, S.K. and De Datta. 1991. Chemistry ofphosphorus transformations in soil. Advances in SoilScience 16: 37-55.

Scholefield, D., R.D. Sheldrick, T.M. Martyn, and R.H.Lavended. 1999. A comparison of triplesuperphosphate and Gafsa ground rock phosphatefertilizers as P source for grass clover swards on apoorly drained acid clay soil. Nutrient Cycling inAgroecosystem 53: 147-155.

Sholeh, S., A. Hamid, dan T. Prihartini. 2001.Pencampuran P-alam dengan belerang untukmeningkatkan kelarutan P-alam di dalam tanah.Pros. Seminar Nasional Reorientasi Pendayagunaan

Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Cipayung-Bogor. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. p.369-382.

Spark, D.L. 2003. Environmental soil chemistry.Academic Press. Amsterdam.

Stamford, N.P., P.R. Santos, C.E.S. Santos, A.D.S.Freitas, S.H.L. Dias, and M.A. Lira Jr. 2007.Effectiveness of biofertilizers with phosphate rock,sulphur and Acidithiobacillus for yam bean grownon Brazilian tableland acidic soil. BioresourceTechnology 98:1311-1318.

Suzette, A.C., S.H. Chien, H.H. Stigh, and O. Hena. 2010.Relative agronomic effectiveness of phosphate rockcompared with triple superphosphate for initialcanola, wheat, ryegrass and residual wheat in twoacid soils. Soil Science 175: 36-43.

Tan, K.H. 2000. Principles of soil chemistry. MacelDekker. Inc. New York. p.520.

Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soilfertility and fertilizers. New York. p.751.

Vassilev, N., A. Medina, R. Ascod, and M. Vassileva.2006. Microbial solubilization of rock phosphate onmedia containing agro-Industrial wastes and effectof the resulting products on plant growth and Puptake. Plant and Soil 287:77-84.

Vassileva, M., N. Vassilev, and R. Azcon. 1998. Rockphosphate solubilization by Aspergillusnigeron olivecake-based medium and its further application in asoil-plant system. World Journal Microbial Biotech.14: 281-284.

Whitelaw, M.A. 2000. Growth promotion of plantsinoculated with phosphate solubilizing fungi.Advances in Agronomy 69: 139-151.

Yusuf, A.F. 2014. Endapan fosfat di Madura. Badangeologi. Diakses pada 1 Oktober 2014. www.Psdg.bgl.esdm.go.id.

Wijanarko, A. dan A. Taufiq. 2008. Penentuan kebutuhanpupuk P untuk tanaman kedelai, kacang tanah dankacang hijau berdasarkan uji tanah dilahan keringmasam ultisol. Buletin Palawija 15:1-8.

Wijanarko, A. 2008. Pengaruh penambahan bahan organikpada fosfat alam terhadap hasil kedelai di UltisolLampung. Jurnal Agritek 16(4):13-23.

Wijanarko, A. dan Y. Farni. 2008. Pengaruh pemberianbelerang pada fosfat alam terhadap hasil kedelai diUltisol Lampung. Jurnal Agritek 16(5):25-35.

Wijanarko, A. dan A. Taufiq. 2011. Effect of rock phosphateenriched with SP-36 to soybean yield on UltisolLampung. Jurnal Agrivita 33(1):1-7.

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

56

RAHMIANNA ET AL.: PEMANFAATAN BIJI KERIPUT KACANG TANAH SEBAGAI BENIH

57

Pemanfaatan Biji Keriput Kacang Tanah sebagai Benih

Use of Shriveled Groundnut Seeds as Planting Material

Agustina Asri Rahmianna, Joko Purnomo, dan Didik Harnowo

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan UmbiJl. Raya Kendalpayak Km 8 Malang

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 26 Agustus 2015 dan disetujui diterbitkan 23 November 2015

ABSTRACT

State Law No. 12/92 on agricultural systems for food crops stated that good quality seeds is seeds of correctand pure variety with high genetic, physiological and physical qualities, and in accordance with the qualitystandard of its class. The demand for groundnut seeds were almost entirely fulfilled by informal seed supply,which may come from a traditional system (farmers use their own seeds), buying from agricultural shops thatprocess their own harvested pods into seeds, or buying from informal seed growers. Whilst the certifiedseeds produced by official seed growers is very limited in amount and supplys only a small portion of thetotal national seed demand. Under such condition, selection for seed quality is mainly based on the physicalseed condition, such as seed size, brightness of seed coat color, and maturity of seeds. In other words,farmers prefer to select sound mature kernels and reject the shriveled kernels. Research results, however,indicated that plants generated from shriveled kernels were not significantly different to those generatedfrom pithy kernels in term of growth and pod yield. Given the high cost and limited stocks of seed during thehigh planting season, it is advisable seed sorting process is not too tight and the use of wrinkled seeds forplanting is prioritized. When there are overstock seeds, it is suggested to keep the sound or pithy seeds orto consume these seeds for food safety issue. This is because research results showed that shriveled seedsare more susceptible to Aspergillus flavus infection and aflatoxin contamination than the pithy seeds.Keywords: Groundnut, shriveled seeds, planting material, pod production.

ABSTRAK

UU No.12/92 tentang Sistem Budidaya Tanaman menjelaskan benih bermutu mempunyai pengertianbahwa benih tersebut varietasnya benar dan murni, mempunyai mutu genetis, fisiologis, dan fisik yangtinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Kebutuhan benih kacang tanah sebagian besar dipenuhidari jalur benih informal, berarti cara tradisional (petani menggunakan benih dari hasil panenan sendiri),membeli dari pedagang hasil bumi yang memproses panenan polong dijadikan benih, atau membeli darikios para penangkar benih informal, sedangkan benih bersertifikat yang dihasilkan oleh penangkar benihhanya memenuhi sebagian kecil dari total kebutuhan benih di tingkat petani. Pada keadaan tersebut,kondisi fisik benih yang menjadi parameter utama adalah ukuran biji, kecerahan warna kulit ari biji, dankebernasan biji. Untuk keperluan benih, petani masih berpedoman untuk memilih biji yang bernas danmenyingkirkan biji keriput. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang dihasilkan dari biji keriputmemberikan pertumbuhan dan hasil polong yang tidak berbeda nyata dengan tanaman yang berasal daribiji yang bernas. Mengingat mahalnya dan keterbatasan stok benih pada musim tanam raya, makadisarankan proses sortasi benih tidak terlalu ketat dan benih dengan kondisi fisik keriput diutamakansebagai benih. Apabila masih ada sisa benih, disarankan benih dengan kondisi fisik yang baik yangdisisakan dan untuk dikonsumsi mengingat isu keamanan pangan. Hal ini karena hasil penelitianmenunjukkan bahwa biji dengan kondisi fisik keriput lebih peka terhadap infeksi jamur Aspergillus flavusdan cemaran aflatoksin dibanding dengan biji bernas.Kata kunci: Kacang tanah, biji keriput, benih, produksi.

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

58

PENDAHULUAN

Benih adalah biji tanaman yang digunakan untukkeperluan dan pengembangan usahatani, memiliki fungsiagronomis atau merupakan komponen agronomi. Benihbermutu adalah benih yang telah dinyatakan sebagaibenih yang berkualitas tinggi dengan daya tumbuh >90%.Undang Undang No. 12 Tahun 1992 (UU No.12/92) tentangSistem Budidaya Tanaman menjabarkan bahwa benihtanaman dan selanjutnya disebut benih adalah tanamanatau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyakdan/atau mengembangbiakkan tanaman. Dijelaskan pulabahwa benih bermutu adalah benih yang varietasnya benardan murni, mempunyai mutu genetis, fisiologis, dan fisikyang tinggi sesuai dengan standar mutu kelasnya.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanianmencanangkan penggunaan varietas unggul bersertifikatsebagai salah satu upaya peningkatan produksi tanamanpangan, utamanya untuk komoditas padi, jagung dankedelai. Ketentuan tersebut masih menghadapi kendaladalam ketersediaan benih varietas unggul yang tepatwaktu, jumlah, kualitas, varietas, tempat, dan harga(Yudono 2005). Penyebaran varietas unggul secaranasional untuk komoditas padi, jagung, kedelai, dankacang tanah, serta kacang hijau masing-masing adalah85%, 72%, 74%, dan 51%, serta 33% (Harsoyo 2005).Meskipun demikian, benih dari varietas unggul tidak mudahtersedia bagi petani. Idealnya, pada setiap usahatanitersedia benih dengan kualitas yang baik, dalam jumlahyang cukup dan dalam waktu yang tepat sehingga salahsatu syarat utama untuk mencapai produktivitas optimaldapat tercapai. Sering terjadi benih sumber bersertifikatdari varietas favorit petani kurang tersedia, sehinggakebutuhan benih dipenuhi dari sistem produksi Jabalsim(Jalinan benih antarlapang dan antarmusim) untuk benihnonkelas dan nonsertifikat (Darajat et al. 2005). SistemJabalsim ibarat pisau bermata dua. Dari sisi pemenuhankebutuhan benih oleh petani, hal ini menguntungkan. Darisisi hokum, yaitu UU No.12/92, dan Peraturan PemerintahRepublik Indonesia No. 44 Tahun 1995 (PP RI No. 44/95)tentang Perbenihan Tanaman, merugikan karenamensyaratkan semua benih yang diperdagangkan harusbersertifikat.

Saat ini sangat jarang petani menyiapkan benih untukpertanaman berikutnya dari pertanaman kacang tanahyang diusahakan. Hal ini antara lain disebabkan oleh 1)hasil panen dijual dengan sistem tebasan, 2) petanienggan mengeluarkan tambahan biaya dan tenaga untukpanen, prosesing pascapanen, dan penyimpanan benih,3) kacang tanah diusahakan sebagai cash crop yangdiharapkan dapat menghasilkan uang tunai, 4) kacangtanah hanya ditanam satu kali dalam setahun sehinggakualitas benih, terutama daya tumbuh, dikhawatirkan akan

turun karena lama disimpan, 5) petani tidak pahamtentang teknik penyimpanan benih yang baik. Pembelianbenih dalam sistem Jabalsim tidak atau kurangmemperhitungkan ukuran benih. Dengan demikian, ragamukuran benih menjadi tinggi, sehingga petani melakukansortasi terhadap benih yang akan ditanam berdasarkebernasan biji: memilih biji yang bernas sebagai benih,benih yang keriput dan jelek disingkirkan, dan tidak jarangdikonsumsi. Mengingat mahalnya harga benih kacangtanah, layakkah dianjurkan benih yang keriput tetapdigunakan sebagai bahan tanam? Hal tersebut akandibahas dalam makalah ini, didahului dengan pembahasankondisi perbenihan kacang tanah di Indonesia, kriteriafisik sebagai acuan dalam memilih benih, dan usahapeningkatan kualitas fisik benih.

KONDISI PERBENIHAN KACANG TANAHDI INDONESIA

Dukungan kebijakan

Pemerintah menimbang bahwa benih tanamanmerupakan salah satu sarana budi daya tanaman yangmempunyai peranan penting dalam upaya peningkatanproduksi dan mutu hasil, yang pada akhirnya akanmeningkatkan pendapatan petani. Untuk itu, sistemperbenihan tanaman harus mampu menjamin tersedianyabenih bermutu secara berkesinambungan dalam jumlahyang cukup. UU No.12/92 tentang Sistem BudidayaTanaman pada Pasal 13 menerangkan bahwa (1) benihdari varietas unggul yang telah dilepas merupakan benihbina, (2) benih bina yang akan diedarkan harus melaluisertifikasi dan memenuhi standar mutu yang ditetapkanPemerintah, (3) benih bina yang lulus sertifikasi apabilaakan diedarkan wajib diberi label.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa produksi danperedaran benih bina perlu diatur dan diawasi. Mekanismepengawasan dan pembinaan yang efektif untuk dapatmenjamin benih bermutu, adalah melalui sertifikasi benih,yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta. Benih yanglulus sertifikasi telah dijamin mutunya, baik mutu genetis,fisiologis, maupun fisik, sehingga dapat diedarkan. Untukmenjamin benih yang diedarkan benar-benar bermutu dandalam rangka mempermudah pengawasan mutu benih,maka benih yang lulus sertifikasi wajib diberi label apabilaakan diedarkan. Benih dari hasil pemuliaan tanamansebelum dilepas oleh Pemerintah dilarang dikembangkandan/atau diedarkan. Selanjutnya Pasal 18 UU No.12/92menyebutkan bahwa untuk memperoleh tanaman denganpertumbuhan optimal guna mencapai produktivitas yangtinggi, penanaman harus dilakukan dengan tepat polatanam, tepat benih, tepat cara, tepat sarana, dan tepatwaktu. Undang-undang tersebut juga menerangkan bahwa

RAHMIANNA ET AL.: PEMANFAATAN BIJI KERIPUT KACANG TANAH SEBAGAI BENIH

59

benih tanaman, sebagai sarana produksi utama dalambudi daya, perlu dijaga mutunya agar mampu berproduksitinggi dengan mutu sebagaimana yang diharapkan.

Sebagai pelaksanaan UU No.12/92 ditetapkanPeraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 (PP RI No. 44/95) tentang perbenihan tanaman. PP tersebut mengatursegala sesuatu yang berkaitan dengan pengadaan,pengelolaan, dan peredaran benih tanaman. Pasal 33 ayat(1) mencantumkan bahwa untuk memenuhi standar mutuyang ditetapkan, produksi benih bina harus melaluisertifikasi yang meliputi: a) pemeriksaan, b) pengujianlaboratorium untuk mutu benih yang meliputi mutu genetis,fisiologis dan fisik, dan c) pengawasan pemasangan label.Pengujian laboratoris mutu genetis bertujuan untukmengetahui kemurnian varietas, hanya dapat dilakukanterhadap varietas tertentu, dan dilaksanakan secaramanual berdasarkan ciri-ciri morfologis benih, secarakimia, biokimia, dan/atau penyinaran. Pengujianlaboratoris mutu fisiologis bertujuan untuk mengetahuidaya hidup (viabilitas), daya kecambah, daya tumbuh,kekuatan tumbuh/daya simpan (vigor), dan kesehatanbenih. Pengujian laboratoris mutu fisik bertujuan untukmengetahui kondisi/penampilan fisik benih seperti kadarair, warna, kesegaran, kebersihan, ukuran/berat, dankeseragaman benih.

Dalam rangka pembinaan perbenihan tanaman perludilakukan upaya yang menyangkut semua aspek, mulaidari pengadaan sampai peredaran yang diarahkan untukmemenuhi kriteria tepat jenis/varietas, tepat mutu, tepatjumlah, tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat harga.Kesalahan dalam pembinaan perbenihan tanaman akanmenimbulkan kegagalan budi daya, baik secara individualpetani/pengguna benih maupun secara nasional. Dalamrangka memberikan perlindungan kepada konsumen danprodusen, perlu diadakan pengawasan dalam pengadaanmaupun peredaran benih bina.

Supaya kegiatan perbenihan tanaman dapat tumbuhdan berkembang sesuai dengan sasaran yang diinginkan,Pemerintah memberikan kesempatan kepadamasyarakat, baik berupa badan hukum seperti Koperasi,Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,perusahaan swasta yang berbentuk perseroan terbatas,maupun perorangan untuk berperan serta dalam kegiatanperbenihan, baik dari aspek pemuliaan, produksi, maupunperedaran benih.

Secara lebih detail, Peraturan Direktur JenderalTanaman Pangan No 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentangPersyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina TanamanPangan menguraikan bahwa benih bersertifikat adalahbenih yang proses produksinya melalui sertifikasi benih,sertifikasi sistem manajemen mutu dan/atau sertifikasiproduk. Terdapat ketentuan bahwa benih bina harus

bersertifikat sebelum didistribusikan, dan untuk lolossertifikasi, benih harus memenuhi persyaratan tertentu.Syarat pertama dan yang utama dan benih bersertifikatadalah harus berasal dari varietas yang sudah dilepasoleh pemerintah. Persyaratan yang berikutnya adalahkemurnian benih, bersih dari gulma, penyakit, hama, dayakecambah tinggi, dsbnya. Standar mutu adalah spesifikasiteknis benih bina yang baku, mencakup mutu fisik,genetik, fisiologis dan atau kesehatan benih pada kelasbenih tertentu (Tabel 1).

Program Perbenihan Pemerintah

Pada tahun 2008 hingga 2012, Kementerian Pertanianmempunyai program perbenihan kacang tanah yaituproduksi benih sebar di hampir semua provinsi di Indonesia.Apabila hasil benih sebar dikelompokkan berdasar pulau,maka tampak Pulau Jawa menghasilkan benih sebarterbanyak. Hal ini wajar karena Pulau Jawa adalah sentraproduksi kacang tanah terbesar di Indonesia, yaitu 70%atau seluas 377.839 hektar (BPS 2012) dari total arealpanen (539.770 hektar) nasional kacang tanah.

Jumlah benih sebar yang diproduksi selama 5 tahunprogram Kementan adalah 11.902,18 ton polong kering(Tabel 2). Apabila kebutuhan benih 125 kg polong keringper hektar, maka produksi benih selama lima tahun hanyacukup untuk 95.217,44 hektar. Total luas panen kacangtanah pada periode yang sama adalah 2.971.991 hektar(Tabel 3), sehingga produksi benih sebar tersebut hanyadapat memenuhi 3,2% areal pertanaman kacang tanahnasional.

Dari 371.498,875 ton kebutuhan benih kacang tanah,hanya 11.902,18 ton yang dapat dipenuhi dari programperbenihan, sisanya sebanyak 359.596,695 ton (96,8%)berarti menggunakan benih yang tidak bersertifikat atautidak berlabel dalam periode 2008-2012 atau 71.919,339ton per tahun. Angka ini berasal dari beragam sumber,baik dari usaha perbenihan formal maupun informal.Secara informal berarti petani menggunakan benih dari

Tabel 1. Standar mutu benih bina kacang tanah bersertifikat menurutkelas benih pada pengujian laboratorium.

Standar mutu Satuan Benih Benih Benih Benihpenjenis dasar pokok sebar

Kadar air (maksimum) % 11 11 11 11Benih murni (minimum) % 99 98 98 97Kotoran benih (maksimum) % 1 2 2 3Daya berkecambah/ % 80 80 80 80daya tumbuh (minimum)Campuran varietas lain/ % 0 0,1 0,2 0,5tipe simpang (maksimum)

Sumber: Ditjentan Pangan 2009

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

60

Tabel 2. Produksi benih sebar kacang tanah di Indonesia pada periode 2008-2012.

Produksi benih (t)Pulau Jumlah

2008 2009 2010 2011 2012

Sumatera 64,30 194,40 2.111,62 25,68 321,63 2.717,63Jawa 85,91 298,16 1.877,60 2.818,60 522,00 5.602,27Bali-Nusa Tenggara 1,50 80,10 116,18 4,11 85,88 287,77Kalimantan 2,15 93,61 - 21,00 12,70 129,46Sulawesi 16,25 40,40 2.158,10 782,30 104,50 3.101,55Maluku-Maluku Utara - - - 2,20 - 2,20Papua-Papua Barat - 31,00 0,90 4,80 24,60 61,30

Jumlah 170,11 737,67 6.264,40 3.658,69 1.071,31 11.902,18

Sumber: BPS 2008-2012.

Tabel 3. Luas panen kacang tanah di Indonesia pada periode 2008-2012.

Luas panen (ha)Pulau Jumlah

2008 2009 2010 2011 2012

Sumatera 55.269 47.944 57.180 46.872 43.031 250.296Jawa 436.213 441.752 432.667 377.839 394.213 2.082.684Bali-Nusa Tenggara 59.682 59.048 52.015 55.640 54.774 281.159Kalimantan 19.445 18.499 17.148 13.704 13.711 82.507Sulawesi 52.681 46.802 52.440 36.177 45.020 233.120Maluku-Maluku Utara 6.878 5.384 6.136 2.652 6.353 27.403Papua-Papua Barat 3.754 3.137 2.977 2.519 2.435 14.822

Jumlah 633.922 622.566 620.563 535.403 559.537 2.971.991

Sumber: BPS 2008-2012

hasil panen sendiri, atau membeli dari pedagang hasilbumi yang memproses polong untuk benih, atau membelidari kios penangkar benih informal (Roesmiyanto danSumarno 1998). Secara formal, benih berasal dari parapenghasil benih berlabel, mulai dari benih penjenis olehpemulia tanaman, benih dasar oleh BBI atau BUMN, benihpokok oleh BBI, BBU, BUMN, dan benih sebar olehpenangkar (Soekoreno 1998).

Produksi dan Distribusi Benih Penjenis

Benih penjenis kacang tanah diproduksi oleh UnitPengelolaan Benih Sumber (UPBS) Agro Inovasi BalaiPenelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi).Dalam proses produksinya, UPBS mengikuti panduanSMM, sedangkan mutu genetis, fisiologis, dan fisiknyadiuji di Laboratorium Pengujian Benih Terakreditasi atauberstandar ISO 9001: 2008.

Selama periode 2008-2012, diproduksi benih penjeniskacang tanah dari 15 varietas sebanyak 18.783,9 kgpolong kering (Tabel 4) dan terdistribusikan ke berbagai

pihak (Tabel 5). Khusus pada tahun 2012, UPBS Balitkabimemproduksi benih dasar sebanyak 8.851 kg. Dari jumlahbenih penjenis yang diproduksi UPBS Balitkabi selama5 tahun (Tabel 5), sekitar dua pertiganya (12.536,45 kg)yang terdistribusikan ke BBI, perorangan, dan DinasPertanian diasumsikan digunakan sebagai sumber benihdan dihasilkan benih sebar (diperoleh 12.536.450 kg).Selain itu, 8.851 kg benih dasar yang dihasilkan UPBSBalitkabi pada tahun 2012 diperbanyak dan menghasilkan885.100 kg benih sebar. Diharapkan benih sebar yangdiproduksi di Indonesia selama 5 tahun sebanyak25.323.730 kg (Tabel 6) dan dipakai sebagai sumber benihpertanaman petani. Ternyata sebagian besar (sekitar346.175.145 kg polong atau sama dengan 2.769.401,16hektar atau 93,2% total luas pertanaman kacang tanah)kebutuhan benih pada periode 2008-2012 dipenuhi daripengadaan benih sektor informal ecara mandiri olehpetani. Benih ini bukan benih bina dan belum tentubersertifikat. Hampir pasti petani hanya melihat fisik benihsebagai satu-satunya parameter dalam memilih bahanpertanaman.

RAHMIANNA ET AL.: PEMANFAATAN BIJI KERIPUT KACANG TANAH SEBAGAI BENIH

61

Tabel 4. Varietas dan jumlah benih penjenis kacang tanah yang dihasilkan Balitkabi pada periode 2008-2012.

Hasil benih penjenis (kg)Varietas Jumlah

2008 2009 2010 2011 2012

Bima 605,5 383 117,5 - 417,2 1.523,2Bison 739,0 358,5 285,7 410,0 1.254,65 3.047,9Domba - - 759,7 222,5 548,35 1.530,6Gajah - 161,0 148,5 - 757,5 1.067,0Hypoma 1 - - - - 12,5 12,5Hypoma 2 - - - - 16,25 16,3Jerapah 145,5 356,5 193,2 360,5 464,15 1.519,9Kancil 828,1 715,5 965,95 1.300,0 1.706,45 5.516,0Kelinci 376,0 467,0 618,7 455,0 521,95 2.438,7Talam - - - - 36,75 36,75Tuban 2,0 101,0 208,0 74,0 813,2 1.198,2Singa 339,1 524,5 5,5 - - 869,1Turangga - - 4,5 - - 4,5Sima - - 3,5 - - 3,5

Jumlah 3.035,2 3.067,0 3.310,75 2.822,0 6.548,95 18.783,9

Tabel 5. Distribusi benih penjenis kacang tanah (kg) UPBS Balitkabi selama periode 2008-2012.

Tahun BPTP BPTPH BBI Mhs/PT Perorangan Balit KP Dinas BPSB

2008 202 65 926 40,7 1.060 194 219 310,5 122009 184 0 840 33 443 187,5 1.180 461 3,52010 243 340 1.070 72 84,25 241,5 525 164 82011 291 190 1.095 77,5 278,5 28 0 862 02012 760 0 2.514 90,6 1.871 142,5 0 557,2 0

Jumlah 1.680 595 6.445 313,8 3.736,75 793,5 1.924 2.354,7 23,5

Sumber: UPBS Agroinovasi Balitkabi (tidak dipublikasi)

Tabel 6. Statistik kebutuhan dan produksi benih kacang tanah di Indonesia selama periode 2008-2012.

Keterangan Satuan Besaran

Luas pertanaman kacang tanah (Tabel 3) hektar 2.971.991Jumlah kebutuhan benih (@125 kg/ha)1) kg 371.498.875Produksi benih dari Pogram Produksi Benih Sebar (Tabel 2)a) kg 11.902.180Produksi benih sebar dari Pemerintah (*)12.536,45 kg BS)b) kg 12.536.450Produksi benih sebar dari benih Dasar UPBS Balitkabic) kg 885.100Benih sebar tersedia2) (jumlah a+b+c) kg 25.323.730

Jumlah benih non sertifikat yang telah ditanam (1-2) kg 346.175.145

*) BBI + Perorangan + Dinas Pertanian pada Tabel 5

KRITERIA FISIK BIJI SEBAGAI ACUANDALAM MEMILIH BENIH

Ukuran Benih

Untuk keperluan perdagangan, mutu fisik kacang tanahose dikelompokkan menjadi tiga (kualitas I, II, dan III)dengan jenis uji kadar air, butir rusak, butir belah, butir

warna lain, kotoran, dan diamater biji (DSN 1995), berbedadengan parameter yang digunakan untuk menentukankualitas benih. Dari Tabel 1 tampak bahwa ukuran benihtidak menjadi parameter yang menentukan kualitas benih.Namun demikian, pada perdagangan benih berkembangpendapat bahwa ukuran benih adalah parameter penting,sehingga ukuran benih juga menentukan harga benih(Ambika et al 2014). Kriteria pengelompokkan ukuran biji

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

62

serangga hama. Infeksi jamur dapat mempengaruhi warna,bau, rasa, dan kandungan gizi serta kontaminasimikotoksin. Kacang tanah dengan kandungan lemak yangtinggi menyebabkan biji lebih cepat rusak karena lipidalemak menjadi sumber makanan utama bagi cendawan.

Selain disebabkan oleh jamur, perubahan warna yaitubertambah gelapnya warna kulit ari biji saat penyimpananmenunjukkan adanya produksi senyawa tannin yangmengubah warna kulit biji menjadi gelap/kecoklatan(tanning process) (Lansden 1982, Reddy and Shetty1992). Ditinjau dari segi keamanan pangan, senyawatannin mencegah perkecambahan spora jamur Aspergillusflavus, yaitu jamur produsen aflatoksin (Sanders 1979).

Kondisi Fisik Benih

Di Indonesia, persyaratan benih bersertifikat sudahditetapkan melalui Peraturan Direktur Jenderal TanamanPangan No 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratandan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan.Dijelaskan bahwa benih bersertifikat harus memenuhistandar pengujian laboratorium yang meliputi kadar air,kemurnian benih, kotoran benih, daya berkecambah/dayatumbuh, dan campuran varietas lain/tipe simpang (Tabel1). Di India, benih bersertifikat harus memenuhi syaratkemurnian genetik, fisik, daya berkecambah, bebas gulma,bebas patogen tular benih, dan kadar air benih. Dalamhal kemurnian fisik, benih harus bebas kotoran (pasir,tanah, kerikil, sisa tanaman, dll) dan biji defektif (defectiveseeds), yaitu pecah/patah, terinfeksi penyakit, terseranghama, keriput dan berukuran sangat kecil atau berbentukabnormal, sehingga tidak mungkin berkecambah. Biji/benih berukuran normal yang patah kotiledonnya hinggalebih dari separuh asal embrio tidak rusak maka tidakdikategorikan sebagai benih defektif (India agronet 2014).

Petani di Indonesia selain mempertimbangkan ukurandan warna kulit ari biji, juga melakukan sortir benihsebelum ditanam, mengambil biji yang bernas danmembuang biji keriput dan biji rusak. Untuk mengkajiadanya penghematan biaya produksi dan jumlahkebutuhan benih, diteliti kemungkinan digunakannya biji

kacang tanah yang digunakan para peneliti dan praktisiantartempat atau antarnegara beragam (Tabel 7).

Ukuran benih menjadi faktor penting karenamencerminkan besarnya cadangan makanan dalambenih. Benih kacang tanah yang mempunyai bobot tinggi/ukuran besar menghasilkan tanaman yang kuat karenamempunyai kandungan cadangan makanan, senyawakimiawi, cadangan kalsium dan ukuran embrio lebih besar(Niyaki et al 2012). Sebaliknya, benih yang ringan tidakmengandung cadangan makanan yang cukup sehinggapertumbuhan awal tidak kuat, kecambah lemah, dankurang mampu beradaptasi dengan lingkungan (Martinton2009; Kamil 1982 dalam Sunanjaya dan Resiani 2014).Pada varietas yang sama, benih dengan bobot lebih beratmemberikan pertumbuhan brangkasan dan hasil biji yangnyata lebih tinggi dari benih dengan bobot lebih ringan.Peningkatan ukuran biji dari kecil hingga besarmeningkatkan indeks luas daun, total bobot keringtanaman, root length density, tinggi tanaman, jumlahpolong isi, bobot 100 biji, dan hasil polong (Hossain et al2006; Martinton 2009). Selain itu, benih berukuran besarmenyebabkan tanaman akan berbunga lebih awal,meningkatkan jumlah cabang, ukuran polong dan jumlahbiji per polong lebih besar (Ashley 1984 dan Dhillon danKler 1976 dalam Mohd Al-Rifaee et al. 2004). Padaberagam spesies, tanaman yang berasal dari benihberukuran besar tumbuh dan berkembang lebih bagusdari tanaman yang berasal dari benih dengan ukuran kecil(Ambika et al 2014). Hal ini menjadi dasar pertimbanganpetani memilih benih dengan ukuran besar.

Warna Kulit Ari Biji

Secara umum, petani memilih benih kacang tanah denganwarna kulit ari yang cerah atau berwarna terang. Merekaberpendapat warna kulit yang terang berarti benih masihbaru. Pendapat ini dianut oleh banyak petani di banyaktempat. Penyimpanan benih dalam bentuk polong maupunose akan mengubah warna kulit ari biji. Perubahan warnakulit ari selama penyimpanan menjadi penanda kerusakanhayati yang terutama disebabkan oleh jamur atau

Tabel 7. Kriteria pengelompokan ukuran benih kacang tanah di beberapa negara.

Ukuran bijiSumber Lokasi

Besar Sedang Kecil

>450 mg/biji 400-450 mg/biji <400 mg/biji Sunanjaya & Resiani (2014) Indonesia42 mg/biji 28 mg/ biji 20 mg/biji Sulochanamma & Reddy (2007) IndiaØ: 8,1-10 mm atau Ø: 5,1-8 mm atau Ø: <5 mm atau Martinson (2009) Ghana670 mg/biji 530 mg/biji 370 mg/bijiØ: >10 mm, 634 mg/biji Ø: 7-10 mm, 495 mg/biji Ø: 5-7 mm, 373 mg/biji Hossain et al. (2006) Bangladesh>1000 mg/biji 800-1000 mg/biji <800 mg/biji Niyaki et al. (2012) Iran

RAHMIANNA ET AL.: PEMANFAATAN BIJI KERIPUT KACANG TANAH SEBAGAI BENIH

63

yang keriput sebagai benih. Dari pengelompokan bijiberdasar penampilan fisiknya terdapat tiga kelompok,yaitu baik (bold), keriput (shriveled), dan rusak (damage).Biji baik memenuhi kriteria biji bernas, kulit ari berwarnacerah, bersih tanpa gejala terinfeksi jamur, dan utuh tanpatanda-tanda terserang hama atau pecah/patah. Biji dengankriteria keriput mengacu pada biji dengan tingkatkebernasan lebih rendah karena e”50% permukaan kulitari berkerut/keriput, warna kulit biji cerah, tidak ada gejalaterinfeksi jamur dan terserang hama. Benih dengan kriteriarusak adalah benih dengan satu atau beberapa kondisi:kulit ari berubah warna/bernoda, keping biji tidak utuhkarena terinfeksi jamur atau terserang hama (namun embriomasih utuh), dan kulit ari terkelupas. Pengelompokanberdasar kondisi fisik ini juga dipakai untuk menilai kualitasbiji untuk bahan konsumsi dalam rangka pemenuhan bahanbaku kacang tanah yang aman dikonsumsi (Dharmaputraet al. 2002, Rahmianna et al. 2007).

Selama ini ada keyakinan bahwa benih yang ditanamharus memiliki fisik yang baik yaitu bernas, kulit ariberwarna cerah, dan biji tidak keriput. Pada suatukesempatan, ketika benih yang tersedia tidak dalamkondisi bagus maka petani menjadi ragu-ragu menanambenih dengan kualitas fisik yang tidak bagus. Dalammempersiapkan benih, selama ini petani memilih biji baiksebagai benih, dan membuang biji keriput dan biji rusak.Pemilihan berdasar kondisi fisik ini ternyata sangatberalasan, karena beberapa hal, yaitu:

Vigor tanaman. Benih nonkelas (nonsertifikat)dengan kriteria baik menghasilkan tanaman dengan vigorsama dengan tanaman yang berasal dari benih penjenis,dan nyata lebih baik dari tanaman yang berasal dari benihnonkelas kriteria keriput dan rusak (Tabel 8). Benihberkriteria Baik menghasilkan tanaman dengan keragaanfisik paling baik, dibanding tanaman dari benih berkriteriakeriput dan rusak pada umur 42 hari (Tabel 8). Selainvigor tanaman, jumlah daunnya juga paling banyak padapengamatan 40 hari setelah tanam (Sulochanamma danReddy 2007).

Proses tumbuh kembang (crop establishment) danpopulasi tanaman. Proses ini diawali olehperkecambahan, diikuti munculnya kecambah ke ataspermukaan tanah (crop emergence), dan dilanjutkandengan pertumbuhan kecambah hingga tanaman mudaberumur sekitar 2 minggu. Pada benih dengan kriteriarusak, proses pertumbuhan berlangsung paling lambat.Hal ini diketahui dari lebih rendahnya jumlah tanamantumbuh pada 14 HST, dan lebih banyaknya penambahanjumlah tanaman tumbuh setelah 14 HST sehinggapopulasi tanaman saat panen juga lebih rendah karenabanyak jumlah benih yang gagal melampaui fase tumbuhdan jumlah tanaman mati selama masa pertumbuhantanaman. Sebaliknya, benih berkriteria baik mempunyaipersentase crop establishment dan populasi saat panenlebih unggul. Keadaan demikian menunjukkan bahwakemampuan bertahan (survival rate) benih dengan kriteriafisik keriput dan rusak lebih rendah (Tabel 9).

Pada daerah endemik penyakit layu bakteri Ralstoniasolanacearum, populasi tanaman pada saat panen hanya66,5%, 72,8%, dan 71,5% masing-masing pada benihkriteria baik, keriput, dan rusak (Rahmianna dan Purnomo

Tabel 9. Jumlah tanaman tumbuh pada 14 HST dan populasi tanaman saat panen dari beberapa kualitas benih. Malang, September-Desember2008.

Jumlah tanaman Jumlah benih Jumlah tanaman Populasi Jumlah benihKualitas benih tumbuh pada tidak berkecambah tumbuh setelah saat tidak tumbuh dan

14 HST pada 14 HST 14 HST panen tanaman mati(%) (%) (%) (%) (%)

Penjenis 94,6 5,4 2,0 96,6 3,4Nonkelas, baik 93,4 6,6 3,6 97,0 3,0Nonkelas, keriput 92,6 7,4 0,3 92,9 7,1Nonkelas, rusak 84,4 15,6 7,0 91,4 8,6

Sumber: Rahmianna dan Purnomo (2011)

Tabel 8. Vigor tanaman kacang tanah berasal dari empat kondisifisik benih. Malang, MT September-Desember 2008.

Kriteria benih *) Vigor tanaman pada 42 HST

Benih penjenis **) 1,16 bNonkelas, baik ***) 1,16 bNonkelas, keriput ***) 1,83 aNonkelas, rusak ***) 1,66 ab

Angka-angka sekolom yang diikuti huruf yang samatidak berbedanyata menurut uji BNT taraf 5%.Vigor tanaman berdasar pengamatan visual dengan skor 1:sangat baik, dan 5: sangat jelek.*) Data rata-rata dua varietas Kelinci dan Bima.**) berasal dari UPBS Agro Inovasi Balitkabi;***) benih var Kelinci berasal dari pedagang benih di Mataram,NTB, dan benih lokal Bima berasal dari PT Bumi Mekar Tani diMataram, NTBSumber: Rahmianna dan Purnomo (2011)

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

64

Tabel 11. Populasi kacang tanah (%) pada 14 hari setelah tanamdari tanaman berasal dari kondisi fisik benih yang berbeda.

Perlakuan benih Benih Benih Benih Rata-penjenis baik keriput rata

Direndam air 86,0 83,5 82,7 84,1Direndam larutan Ammolibdat 83,9 87,0 81,8 84,3Direndam air+rhizobium 81,8 85,2 82,9 83,3Direndam lar. Ammolibdat+rhiz 80,8 85,6 82,7 83,0Tanpa direndam (kontrol) 83,5 86,0 77,9 82,5

Sumber: Rahmianna (2008).

Tabel 10. Hasil polong kering kacang tanah dari beragam kriteriafisik benih di Malang, Jepara, dan Lombok Barat.

Hasil polong kering kadar air 14% di lokasiKriteria fisik benih

Malang Jepara Lombok Barat

Penjenis 1,666 2,559Nonkelas, baik 1,361 3,891 2,033Nonkelas, keriput 1,284 3,165 1,961Nonkelas, rusak 1,536 2,949

2013). Sebaliknya, proses pertumbuhan benih baik lebihcepat dan sama dengan benih penjenis sehingga populasitanaman pada saat panen lebih tinggi. Selisih populasitanaman yang berasal dari benih kriteria keriput dan rusakhanya sedikit.

Dengan demikian, benih kriteria rusak mempunyaiperiode tumbuh lebih dari 14 hari dan ketahanan terhadappenyakit juga lebih rendah sehingga populasi tanamanpada saat panen lebih rendah dibanding benih dengankriteria keriput dan baik. Benih keriput mempunyaipopulasi tanaman saat panen hampir sama dengan benihbaik.

Hasil polong. Benih nonsertifikat dengan kriteria baikmenghasilkan polong lebih tinggi dari benih dengan kriteriakeriput dan rusak. Hasil polong dari benih nonsertifikatberkriteria baik ternyata tidak berbeda dengan hasil polongdari tanaman yang berasal dari benih penjenis.Keunggulan benih dengan kriteria fisik baik ditunjukkanpada penelitian di tiga lokasi dan musim tanam yangberbeda (Tabel 10).

Benih berkualitas keriput yang mempunyai kulit bijikeriput memberikan hasil polong hampir sama denganbenih baik yang biasanya berukuran lebih besar.Sulochanamma dan Reddy (2007) menekankan bahwabenih keriput menghasilkan polong dan kebernasan polong(nisbah bobot biji: bobot polong) yang sama dengantanaman yang berasal dari biji baik/bernas, bahkan jugapada indeks vigor kecambah, jumlah ginofor/tanaman,panjang akar, kepadatan akar/tanaman saat panen.Rahmianna dan Purnomo (2013) menambahkankeunggulan benih keriput untuk tinggi tanaman, bobotbrangkasan, ukuran polong dan biji, serta indeks panen.

Menilik keunggulan parameter pertumbuhan dan hasilpolong, serta jumlah benih yang lebih sedikit, benihnonkelas berkualitas keriput dapat dianjurkan sebagaibenih, dengan catatan biji adalah hasil panenan baru. Bijidengan kualitas baik lebih disarankan digunakan sebagaibahan konsumsi. Hal ini mengingat isu keamanan panganterutama kandungan aflatoksin pada biji keriput atau bijirusak (berubah warna, kulit ari terkelupas, terlihat gejalaserangan jamur) umumnya lebih tinggi.

Dari segi kesehatan benih, penggunaan benih dengankondisi fisik keriput yang kadang-kadang kulit arinya sudahberubah warna atau ada noda warna lain, tidak perludikhawatirkan telah terinfeksi virus PStV strain belang ataustrain garis karena di Indonesia penularan virus tersebutlewat biji hanya 0-0,37% apabila tanaman terinfeksi secaraalami di lapangan (Saleh dan Horn, 1989).

PENINGKATAN KUALITAS BENIH KONDISIFISIK KERIPUT DAN RUSAK

Telah disebutkan bahwa benih dengan kondisi fisik keriputdapat digunakan sebagai benih, meskipun populasi saatpanen dan hasil polongnya lebih rendah dari benih dengankondisi fisik baik. Cara untuk meningkatkan populasitanaman pada saat panen adalah sebagai berikut:

Perendaman Benih

Merendam benih kacang tanah dengan air atau larutanammonium molibdat selama 18 jam ternyatameningkatkan jumlah tanaman tumbuh pada benihdengan kriteria rusak, tetapi tidak berpengaruh pada benihkriteria baik dan keriput yang diamati pada 14 HST (Tabel11). Merendam benih selama beberapa jam sebelumtanam ternyata mempercepat berkecambah benih adalahditanam. Dalam hal ini, benih telah melalui proses awalperkecambahan, yaitu imbibisi. Terlaksananya prosesimbibisi merupakan sukses awal untuk perkecambahanbenih. Selanjutnya proses perkembangan kecambahhingga munculnya ke atas permukaan tanahmembutuhkan interaksi yang kuat antara benih denganlingkungan fisik di sekitarnya. Banyak laporan yangmenyebutkan bahwa perendaman benih dengan airmempercepat dan meningkatkan crop establishmenttanaman (Polthanee 1991 dalam AL-Jobori dan AL-Hadithy2014; Massawe et al. 1999 dalam Rastin et al. 2013).

Keragaan fisik tanaman menunjukkan bahwa benihberkualitas jelek menghasilkan tanaman dengan vigoryang jelek pula. Terdapat kemungkinan tanaman

RAHMIANNA ET AL.: PEMANFAATAN BIJI KERIPUT KACANG TANAH SEBAGAI BENIH

65

menghasilkan bobot kering yang lebih rendah sesuaidengan laporan Sibuga dan Nsenga (2006) bahwa benihberukuran besar menghasilkan tanaman dengan bobotkering 26% dan 21% lebih besar daripada tanaman yangberasal dari biji berukuran sedang dan kecil. Secaraumum, produktivitas tanaman kacang tanah berkorelasipositif dengan ukuran biji. Hal yang sama juga terjadi padajagung. Rahmawati dkk (2006) merangkum beberapalaporan yang mengemukakan bahwa benih berukuranbesar mempunyai kemampuan berkecambah dan vigoryang lebih baik daripada benih yang lebih kecil. Demikianpula benih yang berbentuk bulat mempunyai lajupertumbuhan lebih tinggi dari benih yang berbentuk pipih.Laju pertumbuhan kecambah (diekspresikan pada bobotkering kecambah) jagung meningkat dengan semakinbesarnya ukuran biji. Hal ini karena benih berukuran kecilatau berbentuk pipih lebih mudah rusak secara kimiawi,yang ditunjukkan dengan daya hantar listrik yang tinggi.

Perlindungan terhadap Penyakit

Infeksi penyakit sangat berpeluang terjadi pada benih,baik bawaan dari benih atau berasal dari dalam tanah.Benih dengan kondisi fisik keriput dan rusak, yangbiasanya tidak dipakai sebagai bahan tanam, lebih mudahtertular penyakit. Aplikasi fungisida Captan sebagai seedtreatment sebelum benih ditanam ternyata meningkatkanjumlah tanaman tumbuh pada 14 HST (Tabel 13).

Benih dengan kondisi fisik keriput dan rusak apabiladiberi perlakuan perendaman air atau diberi fungisidaCaptan, ternyata dapat digunakan sebagai bahanpertanaman selama benih tersebut baru dipanen ataudisimpan tidak lebih dari 2 bulan setelah panen. Hal yangsama juga terjadi pada tanaman jagung. Benih yangberukuran kecil (≤ 8 mm) dan berukuran besar (>8 mm)memiliki jumlah tanaman tumbuh, populasi saat panen,pertumbuhan dan hasil biji kering yang sama, selama benihtersebut baru hingga disimpan selama 12 bulan. Lebih lanjutdikemukakan bahwa ukuran benih tidak mempengaruhikomponen pertumbuhan, populasi tanaman dan hasil bijijagung, sedangkan lama penyimpanan berpengaruh negatiftehadap hasil biji (Arif dan Saenong 2006).

Benih berkualitas jelek mempunyai populasi yangtinggi pada saat panen, sekitar 91,5%. Dengan demikian,tanaman yang dihasilkan dari benih berkualitas jelekmampu tumbuh dan berkembang sepanjang masapertumbuhan tanaman. Keadaan demikian terjadi karenakecambah/tanaman muda mendapat lingkungan tumbuhyang optimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Edje danBurris (1971) dalam Saenong dkk (1989) yangmenyatakan bahwa benih dengan vigor rendah akanmenghasilkan tanaman muda yang kerdil. Apabilalingkungan cukup menguntungkan maka tanaman yangtumbuh kerdil pada awal pertumbuhannya dapat tumbuhbaik dan berproduksi secara normal. Apabila benih dengankualitas fisik jelek digunakan sebagai bahan pertanamanmaka diharuskan menambah volume benih sebagailangkah kompensasi banyaknya jumlah benih atautanaman muda yang tidak tumbuh. Tanaman yang tidakmembentuk anakan, seperti pada tanaman kedelai dankacang tanah, hasil berkorelasi positif dengan populasitanaman saat panen. Pada dasarnya mutu benih (dayaberkecambah) dan jumlah benih saling berinteraksi dansangat berpengaruh pada hasil biji. Mutu benih yangrendah dapat diimbangi oleh jumlah yang lebih banyak(Saenong et al. 1989).

PENUTUP

Biji kacang tanah yang kondisi fisiknya keriput atau jelekatau rusak (kulit ari berubah warna, kulit ari robek,berlubang, terdapat noda) berpotensi terkontaminasiaflatoksin. Hal ini berdasarkan pengamatan yangdilakukan terhadap biji kacang tanah, terutama yangsudah lama berada dalam rantai perdagangan (Rahmiannaet al. 2007, Dharmaputra et al. 2013). Dalam upayamengurangi pengaruh negatif dari konsumsi kacang tanahkarena adanya racun aflatoksin, banyak hasil penelitianmenganjurkan untuk mengkonsumsi kacang tanah yangbernas, kulit ari berwarna cerah dan bebas seranganhama atau jamur.

Tabel 12. Skor vigor tanaman kacang tanah umur 42 hari yangberasal dari tiga kondisi fisik benih .

Perlakuan benih Benih Benih Benih Rata-baik keriput rusak rata

Direndam air 1 2 2 1,7Direndam larutan Ammolibdat 1 3 3 2,3Direndam air+rhizobium 1 2 3 2,0Direndam lar. Ammolibdat+rhizobium 1 1 3 1,7Tanpa direndam (kontrol) 3 2 4 3,0

Rata-rata 1,4 2 3

Sumber: Rahmianna dan Purnomo (2011)

Tabel 13.Populasi tanaman kacang tanah (%) pada 14 HST menurutkondisi fisik dan perlakuan benih yang berbeda.

Seed treatment Benih Benih Benih keriput Rata-Penjenis baik dan rusak rata

Captan 100,0 99,8 96,0 98,6Tanpa 99,1 97,0 89,1 95,1

Rata-rata 99,5 98,4 92,5

Sumber: Rahmianna (2008)

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

66

Dari sisi perbenihan, terbuka peluang untukmenggunakan benih dengan kondisi fisik keriput danrusak. Implementasinya, dianjurkan untuk tidak tertaluketat dalam melakukan sortasi benih kacang tanah.Sortasi dilonggarkan sehingga benih keriput dan rusak(dengan catatan embrio masih bagus) masih dapatdigunakan sebagai benih. Benih berkualitas bagus yangtersisa lebih aman dikonsumsi. Biji sisa sortirkemungkinan dapat dijadikan sebagai benih jika dayatumbuh masih tinggi, minimal 80%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Para penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaanyang setinggi-tingginya kepada proyek ACIAR: SMAR/2007/068 “Productivity and Profitability Enhancement ofTropical Pulses in Indonesia and Australia” yang telahmembiayai sebagian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jobori, K.M.M. and S.A. Al-Hadithy. 2014. Effect ofseed soaking periods in varying levels of fertilizerson growth, yield and yield components of peanut.Journal of Agricultural and Crop Research 2(7):134-142.

Ambika, S., V. Manonmani, G. Somasundaram. 2014.Review on effect of seed size on seedling vigour andseed yield. Research Journal of Seed Science7(2):31-38.

Arief, R. dan S. Saenong. 2006. pengaruh ukuran bijidan periode simpan benih terhadap pertumbuhan danhasil jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan25 (1):52-56.

Darajat, A.A., I.W. Mulsanti, S. Wahyuni, dan M. Yamin.2005. Perkembangan penataan proses produksibenih sumber padi di Balai Penelitian Tanaman Padi.p.133-140. Dalam: P. Yudono et al. (peny.). ProsidingSeminar Nasional Perbenihan III: Potret DiriPerbenihan Nasional Saat Ini dan Harapannya diTahun 2010. Fakultas Pertanian Universitas GajahMada bekerjasama dengan Forum Perbenihan DIY.

Dharmaputra, O.S., S. Ambarwati, I. Retnowati, and A.Windyarani. 2013b. Physical quality, Aspergillusflavus population and aflatoxin B1 content of rawpeanut kernels. Jurnal Fitopatologi Indonesia 9(4):99-106 (In Bahasa Indonesia)

Ditjentan Pangan [Direktorat Jenderal Tanaman Pangan].2009. Peraturan Direktur Jenderal Tanaman PanganNomor: 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih BinaTanaman Pangan. Departemen Pertanian. 173p.

DSN 1995. Standar mutu kacang tanah SNI 01-3921-1995. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 7pp.

Hariprasanna, K., C. Lal, T. Radhakrishnan, H.K. Gor,and B.M. Chikani. 2008. Analysis of diallel cross forsome physical-quality traits in peanut (Arachishypogaea L.). Euphytica 160:49-57.

Harsoyo, J. 2005. Pelaksanaan sertifikasi danpengawasan mutu benih. p.49-52. Dalam: P. Yudonoet al. (Peny.). Prosiding Seminar NasionalPerbenihan III: Potret Diri Perbenihan Nasional SaatIni dan Harapannya di Tahun 2010. FakultasPertanian Universitas Gajah Mada bekerjasamadengan Forum Perbenihan DIY.

Hossain, M.A., M.S.A. Khan, S. Nasreen, and M.N.Islam. Effect of seed size and phosphorus fertilizeron root length density, P uptake, dry matterproduction and yield of groundnut. J. Agric. Res.44(2):127-137.

India Agronet. 2014. Certified seeds. Agri Technology,India Resource Center. 2p.

Kamus Pertanian Umum. 2005. Kamus Pertanian Umum.Cetakan 4. Penebar Swadaya. Jakarta. 533p.

Kuntyastuti, H., G.W.A. Susanto, dan K. Hartoyo. 2005.Pengaruh pupuk terhadap mutu benih kedelai dankacang hijau di lahan sawah vertisol Ngawi. p.256-268. Dalam. P. Yudono dkk (peny.). ProsidingSeminar Nasional Perbenihan III: Potret DiriPerbenihan Nasional Saat Ini dan Harapannya diTahun 2010. Fakultas Pertanian Universitas GajahMada bekerjasama dengan Forum Perbenihan DIY.

Mohd Al-Rifaee, M.A. Turk, and A.R.M. Tawaha. 2004.Effect of seed size and plant population density onyield and yield components of local faba bean (Viciafaba L. Major). International Journal of Agricultural& Biology 6(2):294-299.

Niyaki, S.A.N., M.N.S. Vishekaei, and S.M. Sadeghi.2012. Effect of production region and seed size onenhancement seedlings weight of peanut (Arachishypogaea L.) after gerimation. Annals of BiologicalResearch 3(10):4711-4715.

Rahmawati, Y. Sinuseng, dan S. Saenong. 2006.Pengaruh ukuran biji pada berbagai tingkat kadarair terhadap viabilitas benih. p. 351-362. Dalam:Suyamto et al. (peny.). Prosiding Seminar danLokakarya Nasional Jagung 2005 “DukunganTeknologi Infrastruktur dan Kebijakan dalamPengembangan Agribisnis Jagung Nasional” PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Bogor.

RAHMIANNA ET AL.: PEMANFAATAN BIJI KERIPUT KACANG TANAH SEBAGAI BENIH

67

Rahmianna, A.A. dan J. Purnomo. 2011. Keragaantanaman dan hasil polong kacang tanah berasal daribenih dengan beragam kualitas fisik. p.459-466.Dalam: MM. Adie, Sholihin, A.A. Rahmianna, I.K.Tastra, Fachrurozi, Hermanto, A. Sulistyo, dansumartini (Eds .). Inovasi Teknologi untukPengembangan Kedelai Menuju Swasembada.Prosiding Seminar nasional Hasil penelitianTanaman Aneka Kacang dan Umbi. Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Rahmianna, A.A. dan J. Purnomo. 2013. Pertumbuhandan hasil polong kacang tanah berasal dari beberapakualitas fisik benih dengan atau tanpa aplikasipestisida sebagai seed treatment. p.211-216. Dalam:Y. Wahyu, K. Dwiyanto, Sobir, M. Syukur, I. Inounu,D. Bahagiawati, D. Effendi, dan M. Surahman (Eds.).“Peran Sumber Daya Genetik dan Pemuliaan dalamRangka Mewujudkan Kemandirian IndustriPerbenihan Nasional. Buku I. Prosiding SeminarNasional. Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia(Peripi). Bogor.

Rahmianna, A.A., E. Ginting, and E. Yusnawan. 2007.B1 aflatoxin contamination on peanut at variousstages of the delivery chain in Banjarnegara, CentralJava. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan 26(2): 137-144.

Rastin, S., H. Madani, and S. Shoaei. 2013. Effect ofseed priming on red bean (Phaseolus calcaratus)growth and yield. Annals of Biological Research4(2):292-296.

Roesmiyanto dan Sumarno. 1998. Model usahaperbenihan kedelai informal di pedesaan. hlm. 42-55. Dalam: Roesmiyanto, Sumarno, dan T. Nabeta(peny.). Prosiding Lokakarya Sistem Produksi dan

Peningkatan Mutu Benih Kedelai di Jawa Timur.Japan International Cooperation Agency, BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Karangploso, danDinas Pertanian Tanaman Pangan dan HortikulturaTingkat I Jawa Timur.

Saenong, S., J. Rachman, M.A. Ishak, F.A. Bah, danM.A. Nawir. 1989. Pengaruh mutu fisiologi dantakaran benih terhadap hasil kedelai (Glycine max(L.) Merr.). Agrikam 4(2):81-89.

Saleh, N. dan N. Horn. 1989. Transmission of peanutstripe virus by its vectors, and groundnut seeds.Penelitian Palawija 4(2):118-122.

Sibuga, K.P. and J.V. Nsenga. 2006. Effect of seed sizeon yield of two groundnut genotypes. TropicalScience 43(1):22-27.

Soekoreno. 1998. Sistem produksi benih kedelai secaraformal. hlm. 94-104. Dalam: Roesmiyanto, Sumarno,dan T. Nabeta (peny.). Prosiding Lokakarya SistemProduksi dan Peningkatan Mutu Benih Kedelai diJawa Timur. Japan International Cooperation Agency,Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso,dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan danHortikultura Tingkat I Jawa Timur.

Sulochanamma, B.N. and T.Y. Reddy. 2007. Effect ofseed size on growth and yield of rainfed groundnut.Legume Res. 30(1):33-36.

Sunanjaya dan D. Resiani. 2014. Respons dua varietaskacang tanah dan ukuran benih terhadappertumbuhan dan hasil. p.381-387. Dalam: N. Salehet al. (peny.). Prosiding Seminar Nasional HasilPenelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun2013. Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan. Bogor.

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

68

KASNO ET AL.: VARIETAS KACANG TANAH TOLERAN HAMA KUTU KEBUL

69

Prospek Varietas Toleran dalam PengendalianHama Kutu Kebul pada Kacang Tanah

Prospect of Resistant Varieties on the Control of Whiteflyin Groundnut

Astanto Kasno, Suharsono, dan Trustinah

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan UmbiJl. Raya Kendalpayak Kotak Pos 66, Malang 65101

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 6 September 2014 dan disetujui diterbitkan 13 Mei 2015

ABSTRACT

The status of whitefly (Bemisia tabaci Genn.) as a major pest of groundnut had increased in the past fewyears. Severe pest attacks occurred in the hot and dry season caused significant groundnut yield loss. Aneffective component of whitefly control is the use of resistant varieties since it has a wide host range. Evaluationof groundnut for resistant germplasms had been carried out with resistant criteria as a basis for the assesment.So far there has been no resistant groundnut genotypes identified as indicated by the number of whitefliesobserved on each of groundnut genotype (256 whiteflies per accession). The resistance was defined as theability of plants to grow under the pest infestation and produce acceptable yield. In this study, the pod yieldcriteria for resistance to whitefly were set up as follow: >1.2 t/ha = resistant (R); 1.0 to 1.2 t/ha = moderatelyresistant (MR), and <1.0 t/ha = susceptible (S). Based on these criteria and selection limit of 50% pod yield,15 groundnut genotypes were found resistant to whitefly with pod yields ranging from 1.2-2.0 t/ha dry pods.Three groundnut varieties that resistant to whitefly were Takar 1, Talam 1, and Landak. Among these varieties,Takar 1 was the most resistant variety to whitefly. In order to maintain the resistance and to avoid thedevelopment of new strains of whiteflies, it is suggested that the planting of resistant groundnut should beintegrated with selective use of insecticides.Keywords: Groundnut, whitefly resistance, control.

ABSTRAK

Status kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) sebagai hama hama penting pada tanaman kacang tanah, khususnyadi Jawa Timur makin meningkat pada beberapa tahun terakhir. Serangan berat biasanya terjadi pada musimkemarau, dan dapat menyebabkan gagal panen. Kutu kebul mempunyai kisaran inang yang luas, sehinggasalah satu cara pengendalian hama yang efektif adalah menggunakan varietas kacang tanah toleran. Denganalasan tersebut telah dilakukan evaluasi toleransi sumber daya genetik kacang tanah terhadap hama kutukebul. Hasil polong dan toleransi terhadap kutu kebul digunakan sebagai kriteria penilaian. Tidak ditemukanaksesi kacang tanah yang tahan terhadap hama kutu kebul. Pada setiap aksesi kacang tanah rata-ratadidapatkan sebanyak 256 ekor kutu kebul kutu kebul. Toleransi didefinisikan sebagai kemampuan tanamanuntuk tetap tumbuh pada lingkungan yang tercekam hama, namun dapat memberikan tingkat hasil yangdapat diterima. Dalam evaluasi digunakan kriteria hasil masing-masing hasil polong > 1,2 t/ha adalah toleran(T), 1,0-1,2 t/ha agak toleran (AT) dan < 1 t/ha rentan (R) terhadap hama kutu kebul. Berdasarkan kriteriatersebut dengan batas seleksi hasil polong 50%, diperoleh 15 aksesi kacang tanah yang tahan hama kutukebul, dengan rentang hasil antara 1,2-2,0 t/ha polong kering, di antaranya terdapat tiga varietas yang tahanterhadap hama kutu kebul, yaitu Takar 1, Talam 1, dan Landak. Varietas Takar 1 paling tahan terhadap hamakutu kebul. Agar ketahanan terhadap hama kutu kebul dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif lama,dan untuk menghindari timbulnya strain-strain baru, disarankan untuk menanam varietas kacang tanahtahan kutu kebul diikuti dengan penggunaan insektisida secara selektif, dan ditanam tidak berdampingandengan tanaman inang lain seperti ubijalar (inang hama kutu kebul).Kata kunci: Kacang tanah, ketahanan, kutu kebul, pengendalian.

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

70

PENDAHULUAN

Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) pada kacang tanah diIndonesia termasuk hama baru. Di Kebun PercobaanMuneng (Probolinggo) pada musim kemarau (MK) II tahun2009 dan 2011 telah terjadi serangan kutu kebul padatanaman kedelai yang menyebabkan gagal panen (puso)dan pengurangan hasil yang nyata pada kacang tanah.Kutu kebul kini menjadi salah satu hama penting kacangtanah, terutaman pada musim kemarau. Kutu kebulmempunyai inang yang cukup luas, tidak terbatas padatanaman pangan, tetapi juga menyerang tanaman tomat(Setiwati et al. 2009), dan sejumlah tanaman hias sepertiPonsetia sp, dan Xanthium spp., dan telah menjadi hamayang bersifat kosmopolit.

Di Amerika Serikat, kutu kebul telah dilaporkankeberadaannya sejak tahun 1800, dan sebelum 1986 kutukebul sering disebut sebagai hama rumah kaca (greenhouse pest). Pada tahun 1992 kutu kebul menjadi hamapenting berbagai tanaman termasuk kedelai, tomat, kapri,tembakau, kacang tanah dan tanaman pertanian lainnya(Fan and Petitt 1998).

Pada saat ini, dua strain kutu kebul, yaitu biotipe Adikenal sebagai Bemisia tabaci (sweetpotato whitefly) danstrain B sebagai B. Argentifolii (McAuslane 2009,McAuslane 2000). Strain B dipandang sebagai hama yangsangat merusak tanaman di negara-negara tropis dansubtropis, di samping perannya sebagai vektor penyakitvirus pada berbagai jenis tanaman (Perring 2001). DiInggris, di samping strain B juga ditemukan kutu kebulstrain Q yang sulit dikendalikan (Cuthbertson 2013).Nampaknya strain Q juga telah menyebar ke wilayahtropis. Seperti dilaporkan oleh Shadmany et al. (2013)yang menemukan strain Q di Malaysia, strain ini didugaberkaitan erat dengan sifat resistensi terhadap insektisidadosis tinggi, sehingga menyulitkan pengendalian kutukebul dengan insektisida dibanding strain B yang selamaini ditemukan.

Kacang tanah merupakan salah satu inang baru kutukebul walaupun keberadaannya pada tanaman kacangtanah dan kedelai di Indonesia telah lama dilaporkan(Marwoto 2012). Namun hama ini pada tanaman kacangtanah belum nyata merusak dibandingkan pada kedelai.

Di Florida Amerika Serikat pada tahun 1988 dan 1989kutu kebul menginfeksi tanaman kacang tanah sehinggaperlu dilakukan penyemprotan petisida secara intensif,namun kerugian yang ditimbulkan masih bervariasi, 10-15% (Leidner 1991). Pada tahun 1992 dilakukan evaluasiketahanan 52 genotipe kacang tanah terhadap kutu kebuldi Universitas Florida, dan ditemukan dua genotipe denganinfestasi yang lebih rendah (McAuslane 1999). Ujiketahanan pada tahun 1993 menggunakan hasil

persilangan antara genotipe Florida dan North Carolinayang mempunyai sifat tahan hama (multiple insectresistance) belum ditemukan genotipe kacang tanah yangtahan kutu kebul.

Menurut Brown (1994), penyebaran kutu kebulberkaitan erat dengan intensifikasi sistem produksitanaman dan meluasnya sistem monokultur, sertapenggunaan insektisida kimia secara bebas. Sifat biologiyang mendukung perkembangan hama ini adalahkemampuan beradaptasi pada berbagai jenis inang dankondisi cuaca yang kurang mendukung. Dilaporkan bahwakutu kebul mempunyai paling sedikit 54 jenis tanamaninang, yang meliputi 77 famili (Basu 1995).

Selain menyebabkan kerugian karena kerusakanyang ditimbulkan, kutu kebul bertindak sebagai vektorpenyakit virus gemini. Di Florida, kutu kebul sebagai vektorpenyakit keriting kuning (Tomato Yellow Curl Virus),penyakit mottle Tomato Moottle Virus) pada tomat danpenyakit mosaik virus (Bean Golden Mozaic Virus). DiIndonesia, penyakit virus gemini yang ditularkan oleh kutukebul pertama kali dilaporkan pada tahun 1938 di Jawadan Sumatera khususnya di daerah penghasilhortikultura, seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat,Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, KalimantanSelatan, Jawa dan Nusa Tenggara (Setiwati et al. 2009).Selain itu, kutu kebul juga berperan sebagai vektor viruscowpea mild mottle virus (CMMV) pada tanaman anekakacang yang dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga100 % (Hadianiarrahmi 2008).

Tulisan ini membahas toleransi tanaman kacangtanah terhadap kutu kebul dan aspek-aspek yang terkait.

EKOBIOLOGI KUTU KEBUL

Mound dan Halsey (1978) melaporkan, bahwa GenusBemisia mempunyai 37 spesies yang diduga berasal dariAsia. Kutu kebul termasuk dalam ordo Homoptera, familiAleyrodidae, genus Bemisia, dan spesies tabaci. Hamaini bersifat polifag (mempunyai banyak jenis tanamaninang), dan mampu beradaptasi pada cuaca yang tidakoptimal sehingga sulit dikendalikan. Biologi kutu kebulseperti yang dijelaskan oleh Marwoto (2012) sebagaiberikut: Telur berbentuk lonjong agak lengkung sepertipisang, berwarna kuning terang, berukuran panjang antara0,2-0,3 mm. Telur biasanya diletakkan di permukaanbawah daun, pada daun teratas (pucuk). Serangga betinalebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus mosaikkuning sebagai tempat untuk meletakkan telur. Jumlahtelur yang diletakkan pada daun yang terserang virus rata-rata 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir.Lama stadium telur rata-rata 5 hari. Namun belumdiketahui hubungan antara serangan penyakit virus

KASNO ET AL.: VARIETAS KACANG TANAH TOLERAN HAMA KUTU KEBUL

71

tersebut dengan preferensi peletakan telur. Nimfa terdiriatas tiga instar, yaitu instar 1 berbentuk bulat telur danpipih, berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yangberfungsi untuk merangkak. Nimfa instar 2 dan 3 tidakbertungkai, dan selama masa pertumbuhannya hanyamelekat pada daun. Stadium nimfa rata-rata 9 hari. Imagoatau serangga dewasa tubuhnya berukuran kecil, berkisarantara 1-1,5 mm, berwarna putih, dan sayapnya jernihditutupi lapisan lilin yang bertepung. Serangga dewasabiasanya berkelompok pada bagian permukaan bawahdaun, dan bila tanaman tersentuh biasanya akanberterbangan seperti kabut atau kebul putih.

Lama siklus hidup (telur - nimfa - imago) padatanaman sehat rata-rata 24 hari, sedangkan padatanaman terinfeksi virus mosaik kuning 21 hari. Bemisiaadalah serangga arrhenotokous, dapat menghasilkan telurinfertil yang akan menjadi imago jantan dan betina.Populasi dewasa didominasi oleh imago betina yangcenderung hidup lebih lama dibanding imago jantan(Marwoto 2012).

GEJALA SERANGAN KUTU KEBUL

Nimfa dan serangga dewasa kutu kebul mengisap cairandari permukaan daun bagian bawah. Akibatnya, daunmenjadi kuning, belang-belang/loreng (mottle),pertumbuhan tanaman lambat, dan struktur tanamanmenjadi lemah. Tanaman layu secara cepat danmenunjukkan gejala seperti tanaman tercekamkekeringan. Bunga-bunga gugur, buah berkurang dan padaserangan berat menyebabkan tanaman mati (Walters2013).

Serangan hama kutu kebul menyebabkan kerusakanlangsung dan tidak langsung. Kerusakan yang ditimbulkanoleh kutu kebul sangat kompleks meliputi kerusakankarena proses makan kutu kebul baik nimfa dan seranggadewasa, kontaminasi embun madu yang mendorongperkembangan cendawan, penyebaran penyakit virus, dangangguan proses fisiologis tanaman (McAuslane 1999).

Kerusakan langsung terlihat dari adanya bercaknekrotik pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringandaun dan klorosis karena cairan daun dihisap kutu kebul(Mau and Keesing 2007). Kerusakan tidak langsungberupa timbulnya cendawan embun jelaga yangberkembang pada kotoran kutu kebul yang dapatmenyebabkan proses fotosintesis tidak berlangsungnormal. Gejala serangan pada daun kacang tanah,menyerupai gejala serangan kutu kebul pada kadelai,yaitu daun menjadi keriting dan pada tingkat seranganparah yang disertai oleh infeksi virus, daun keritingberwarna hitam dan pertumbuhan tanaman terhambat.Serangan berat pada tanaman muda menyebabkan

pertumbuhan kerdil, daun keriput dan polong tidak berisi(Marwoto 2012).

Pada awalnya hama kutu kebul mudah dikendalikandengan insektisida kimia, namun hama ini sangat mudahberubah menjadi tahan (Baliadi 2007). Bila tersedia,pengendalian kutu kebul menggunakan varietas toleranmerupakan pilihan strategis. Varietas kacang tanah tahanatau toleran hama kutu kebul belum tersedia dan perluwaktu lama untuk mendapatkannya.

TANAMAN INANG

Kutu kebul memiliki kisaran inang yang luas, mencakup506 spesies dari 74 famili (Mound and Halsey 1989).Beberapa strain Bemisia tabaci menghasilkan lebihbanyak embun jelaga, dan kutu betina memiliki kapasitasreproduksi lebih tinggi, sehingga sulit dikendalikan denganinsektisida kimia (Bennett et al. 2012). Inang utama kutukebul terdiri dari famili Compositae, Cucurbitaceae,Cruciferae, dan Solanaceae (Kalshoven 1981). Marwoto(2012) melaporkan tanaman inang kutu kebul di Indonesiaterutama dari famili Compositae (bunga matahari, krisan),Cucurbitaceae (mentimun, labu, labu air, paria, semangka,dan zuchini), Cruciferae (brokoli, kembang kol, kubis,lobak), Solanaceae (tembakau, terung, kentang, tomat,cabai), dan Leguminoceae (kedelai, kacang hijau, kacangtanah, buncis, kapri). Selain itu, kutu kebul jugamempunyai inang gulma babadotan (Ageratumconyzoides). Pada saat terjadi ledakan serangan hamakutu kebul di KP Muneng, Probolinggo, plasma nutfahubi jalar terserang berat oleh kutu kebul (Kasno 2012).Mengingat banyaknya tanaman inang hama kutu kebul,pengendalian menggunakan varietas tahan atau toleranmemberikan peluang yang baik,.

KETAHANAN TANAMAN TERHADAP HAMA

Penelitian Mansaray dan Sundufu (2008) menyimpulkanbahwa kutu kebul lebih menyukai inang kedelai dibandingkacang panjang, karena kedelai memiliki trikoma yanglebih rapat, khususnya pada permukaan daun. Penelurankutu kebul lebih banyak pada permukaan daun kedelaiyang mempunyai trikoma yang lebih rapat. Fakta inimengindikasikan bahwa dalam perakitan varietas tahankutu kebul diperlukan karakterisasi morfologi trikomakacang tanah yang tersedia pada koleksi plasma nutfah(Kasno 2012).

Tanaman biasanya mengandung bahan kimia yangdihasilkan melalui metabolisme sekunder, termasukfenolat dari berbagai struktural, terpenoid, dan steroid(Keen 1990). Konsentrasi senyawa tersebut pada jaringan

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

72

rantai leusin, atau domain kinase sugestif fungsi sinyaltransduksi. Dalam beberapa kasus, gen ketahananterhadap penyakit telah ditransfer ke tanaman lain (asing)melalui transformasi dan umumnya terbukti berfungsi.Meskipun varietas tanaman komersial belum ada yangdikembangkan, diduga transfer gen ketahanan terhadappenyakit melalui transformasi akan menjadi metode yangdigunakan untuk mengembangkan tanaman baru yangtahan hama.

Beberapa gen LRR tanaman tahan terhadap penyakittelah menunjukkan kekhususan ganda yaitu tanamanmengenali dua hama yang berbeda atau dua elisitorberbeda (Rossi et al. 1998, Ahmed et al. 2013). Genketahanan terhadap nematoda puru akar (Mi) pada tomatyang diklon juga dikenali spesies aphid/kutu. Hal ini tidakdiketahui apakah nematoda dan kutu/aphid menghasilkanelisitor yang sama. Temuan ini cukup penting dan memilikiimplikasi praktis yang mendorong pencarian genketahanan terhadap penyakit yang menjadi targetserangga hama. Gen resistensi terhadap hama relatif jarangdiketahui dibandingkan dengan gen ketahanan terhadappatogen (jamur, bakteri, nematoda, dan virus).

VARIETAS TAHAN UNTUKPENGENDALIAN HAMA

Terdapat beberapa strategi untuk memanfaatkan sifatketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. Padapemuliaan tanaman konvensional dapat dipadukan genyang dapat mengubah komposisi kimia atau metodologitanaman sehingga menjadi tidak menarik bagi hama danpatogen, yang dapat diaplikasikan pada tanamantransgenik, yang diperoleh dengan teknik memadukan genmelalui lintasan biokimia baru.

Beberapa peneliti telah mengubah gen tahan padapatogen yang mengendalikan produksi elisitor padatanaman yang membawa gen ketahanan terhadappenyakit. Terdapat beberapa pendekatan di arena ini,umumnya melibatkan luka (wound) atau respon promotorgen ketahanan yang digunakan untuk mengatur ekspresidari gen avirulen, sehingga hanya akan diekspresikanmengikuti tantangan patogen. Berbagai gen virus, sepertimantel atau gen replikase, juga dapat memproduksiresistensi ketika ditransformasi ke dalam tanaman.

Beberapa sinyal transduksi gen respon hipersensitif(HR) telah menghasilkan tanaman transgenik danbeberapa di antaranya menyebabkan peningkatanketahanan terhadap hama dan penyakit. Dengandemikian, gen yang sedang diteliti mungkin dapatdigunakan dalam perakitan varietas tahan terhadap hamadan penyakit di masa depan.

yang sangat tinggi. Glikosida tanaman yang terhidrolisisoleh serangga atau oleh masuknya pathogenmengakibatkan glicosida dilepaskan dari vacuola.Senyawa aglikon yang dihasilkan mungkin bersifat racunbagi hama/patogen yang menyerang sel tanaman, responberacun yang bersifat lokal, hanya berpengaruh terhadapsebagian kecil jaringan tanaman.

INDUKSI RESISTENSI TANAMAN

Mekanisme resistensi tanaman secara induksi merupakanmekanisme aktif, yang memerlukan sistem energi yangdikenali oleh hama/patogen spesifik yang akhirnyamenghasilkan protein atau metabolit antagonis terhadaphama/penyakit. Mekanisme serupa juga terjadi padaresistensi tanaman terhadap serangga hama. Mekanismeresistensi aktif demikian disebut sebagai respon/tanggaphipersensitif (HR)

Pengenalan respon hipersensitif (HR) tanamanterhadap hama penyerang, atau setidaknya mengenalisatu molekul yang diproduksi oleh hama penyerangmerupakan hal yang penting. Faktor-faktor tersebutdisebut elisitor dan dapat berupa peptida atau protein,turunan asam lemak, sterol, atau bahan kimia beratmolekul rendah lainnya yang dihasilkan oleh hama ataupatogen. Elisitor sendiri, dengan tidak adanya hama yanghidup, aktif mengawali respon ketahanan tanamanterhadap hama.

Terdapat hama yang mengalami mutasi menjadi hamavirulen yang dapat mengatasi gen resisten terhadap hama/penyakit tersebut. Strain patogen yang memulaipertahanan tanaman disebut gen avirulen. Gen avirulenmenghasilkan elisitor tertentu, yang ketika dimurnikan,memiliki sifat yang luar biasa guna memberikan responhipersensitif (HR) hanya pada varietas tanaman yangmengandung gen resistensi terhadap penyakit yangsesuai. Strain hama yang memiliki reristensi terhindar(escaped resistance) yang diberikan oleh gen ketahanantanaman tertentu tereliminasi karena produksi elisitordengan kehilangan gen avirulen sesuai atau (jika elisitoradalah protein) telah termodifikasi struktur sedemikianrupa sehingga tanaman yang resisten tidak lagi dapatmengenalinya/mendeteksi.

Pada beberapa tahun terakhir, banyak gen ketahananterhadap penyakit tanaman yang berbeda telah diklondan diurutkan/disekuensi. Hampir semuanya termasukke dalam kelas protein kaya leusin berulang (tahan),ditandai oleh pengulangan sempurna dari blok asamamino, yang biasanya sekitar 24 residu per elemenberulang. Protein gen resistensi/ketahanan LRR mungkinjuga memiliki sisi ikatan (binding) nukleotida, domain

KASNO ET AL.: VARIETAS KACANG TANAH TOLERAN HAMA KUTU KEBUL

73

Hasil pengamatan Leyla et al. (2010) menunjukkanjika ditemukan 10 telur, larva, dan pupa pada genotipekedelai maka genotipe tersebut dinyatakan sangat tahan.Jika ditemukan 11-20 telur, larva, dan pupa maka varietastersebut dinyatakan tahan terhadap kutu kebul.Sebaliknya, bila jumlah telur, larva, dan pupa lebih dari51 maka varietas tersebut sangat rentan terhadap hamakutu kebul. Pada kacang tanah, bila jumlah imagoberkorelasi positif jumlah pupa, maka tidak satu pungenotipe kacang tanah yang tahan terhadap kutu kebul.

Varietas toleran adalah varietas yang tidak tahanterhadap hama dan penyakit tertentu tetapi masihmemberikan hasil yang secara ekonomi dapat diterima.Dengan batas seleksi 50%, terdapat beberapa genotipekacang tanah yang dinilai toleran terhadap hama kutukebul, yaitu varietas Takar 1, Talam 1, Landak, dan Takar2. Varietas Mahesa, Kancil, Jerapah, Bison, Singa,Turangga, dan Domba tegolong rentan terhadap hamakutu kebul.

Dalam mengendalikan kutu kebul dengan insektisidaperlu memperhatikan kecepatan tumbuh maupunperkembangan suatu organisme, sebab: aplikasiinsektisida yang tidak tepat berdampak terhadap musuhalami. Aplikasi insektisida dengan dosis tinggi memicutimbulnya resistensi hama terhadap insektisida,sedangkan aplikasi insektisida pada dosis sublethal akan

Tabel 1. Hasil polong dan jumlah kutu kebul pada genotipe kacangtanah toleran kutu kebul. Muneng, MK 2 2011.

No Kode Hasil polong Jumlah kutukering(t/ha) kebul/tanaman

1 P 9816-20-3/GH4 (Takar 1) 1,94 145 (-)2 TALAM-1 1,70 418 (+)3 MLGA-0343 1,36 347 (+)4 MLGA-0313 1,32 380 (+)5 MLGA-0337 1,31 116 (-)6 MHS/91278-99-C-174-7 -3 1,29 318 (+)7 LANDAK 1,27 408 (+)8 7638/0138/MADIUN 1,25 261 (+)9 IP 9913-03-9-78-8 1,25 323 (+)10 G/92088//92088-02-B-2-8 1,24 252 (-)11 J/91283-99-C-192-17 1,24 257 (-)12 M/92088//92088-02-B-0-1-2

(GH-5)/(Takar 2) 1,23 475 (+)13 45/G-00-879-91-26 (GH 18) 1,22 156 (-)14 J/J11-99-D-6210 (MASAM-5) 1,22 398 (+)15 IP 991230,03 1,21 393 (+)

SINGA (Pembanding) 0,56 343 (+)Rata-rata 1,02 258Minimum 0,16 94Maksimum 1,94 475

Sumber: Kasno (2012)+ dan - , masing-masing di atas dan di bawah rata-rata jumlahkutu kebul/tanaman

Tabel 2. Tanggap aksesi kacang tanah untuk hasil terhadap kutukebul. Muneng, MK 2 2011.

No Kode Aksesi Hasil polong Toleransi(t/ha)

1 P 9816-20-3 (Takar 1) 1,94 T2 TALAM-1 1,70 T3 MLGA-0343 1,36 T4 MLGA-0313 1,32 T5 MLGA-0337 1,31 T6 MHS/91278-99-C-174-7 -3 1,29 T7 Landak 1,27 T8 7638/0138/MADIUN 1,25 T9 IP 9913-03-9-78-8 1,25 T10 G/92088//92088-02-B-2-8 1,24 T11 J/91283-99-C-192-17 1,24 T12 G/92088//92088-02-B-2-8-2 1,23 T13 45/G-00-879-91-26 1,22 T14 J/J11-99-D-6210 1,22 T15 IP 99123003 1,21 T16 MLGA-0550 1,20 AT17 JP/87055-00-733-174-117-1 1,20 AT18 MHS/91278-99-C-180-13-7 1,20 AT19 ICGV 92088 1,19 AT20 M/92088-02-B-1-2 1,19 AT21 MHS/91278-99-C-174-6-6 1,18 AT22 G/92088//92088-02-B-8 1,15 AT23 GH 502/G-00-B-677-49-43 1,14 AT24 GH 502/G-2000-B-653-54-28 1,13 AT25 UNILA-2 1,11 AT26 MLGA-0449 1,09 AT27 J/91283-99-C-90-8-3 1,08 AT28 PC 87123/86680-83-13-75-55 1,07 AT29 JP/87055-00-807-145-36 1,04 AT30 G/92088//92088-02-B-2-9 1,01 AT31 MLGA-0102 0,97 TT32 MHS/91278-99-C-180-13-5 0,95 TT33 MLGA-0404 0,89 TT34 7720/0210/PEMALANG 0,88 TT35 IC 87123/86680-93-B-75-55 0,88 TT36 GH 502/G-00-B-679-46-47 0,86 TT37 Mahesa 0,85 TT38 Mng/92088-02-C-14 0,84 TT39 Kancil 0,83 TT40 Jerapah 0,81 TT41 MLGA-0579 0,81 TT42 MALANG-T3 0,80 TT43 Bison 0,78 TT44 MLG 8180 0,73 TT45 Singa 0,56 TT46 P 9801-25-2 0,48 TT47 MLGA-0338 0,43 TT48 Turangga 0,34 TT49 MHS/91278-99-C-180-6-4 (BIGA) 0,20 TT50 Domba 0,16 TT

Rata-rata (sd=0,33) 1,02Batas seleksi (20%) 1,60Batas seleksi (30%) 1,40Batas seleksi (50%) 1,20Minimum 0,16Maksimum 1,94

Sumber: Kasno (2012)T, AT dan TT, masing-masing toleran, agak toleran dan tidaktoleran

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

74

memicu timbulnya resurgensi. Diketahui bahwa insektisidaberbahan aktif imidacloprid, thiamethoxam, pyhproxyfen,buprofezin, pyrldaben, dan pymetrozin menyebabkan kutukebul menjadi resisten. Rosen (2011) melaporkan bahwapenggunaan pestisida secara berlebihan menyebabkantimbulnya resistensi antibiotik, dan merupakan ancamanbagi kesehatan organisme global. Keberhasilanpengendalian hama ditentukan oleh adanya tanaman inanglain disekitar tanaman. Inang lain yang rentan suatu hamaakan menyebabkan pengendalain hama tidak efektif(Bennett et al. 2012, Fernandez et al. 2009). Kelarutanpestisida pada substrat merupakan faktor kunci terhadaptoksisitas dan efisikasi insektisida dalam mengendalikanhama sasaran (Wilkins et al. 2012). Garcera et al. 2012.menyarankan bila volume semprot tidak berpengaruhterhadap infestasi hama, maka penggunaanorganophosphate dalam pengendalian hama terutamapada kondisi mediterania perlu ditinjau lagi. Bila diperlukanmembentuk formula baru, dilaporkan bahwa catharidindapat digunakan sebagai senyawa prekusor untukmensitesis analog baru dan dapat menggantikan senyawalama yang tidak efektif (Khan et al. 2013). Penggunaanfusalin sebagai co-agensia dengan formulasi Bt akanmeningkatkan efikasinya (Mitsuhashi at al. 2012). Chengat al. (2013) mendemonstrasikan beberapa analogspirotetramat dapat digunakan sebagai senyawa yangpotensial untuk membentuk insektisida baru.

Pengendalian kutu kebul yang aman bagi lingkungandan tanaman adalah sebagai berikut:1. Menerapkan teknik produksi kacang tanah yang

optimal agar tanaman tumbuh sehat dan memberikanhasil optimal pada kacang tanah toleran hama kutukebul (Takar 1, Talam 1, Takar 2, dan Landak).

2. Mendampingi petani/kelompok tani dalam aplikasipestisida spesifik pada saat terjadi ledakan hama kutukebul.

KESIMPULAN

1. Kutu kebul merupakan hama penting pada kacangtanah dan serangan pada varietas dapat menyebabkanfuso.

2. Inang hama kutu kebul sangat banyak. Menanamkacang tanah diusahakan tidak berdampingan denganubi jalar yang merupakan inang kutu kebul.

3. Tersedia koleksi plasma nutfah namun belumdievaluasi ketahanannya terhadap kutu kebul.

4. Tiga varietas kacang tanah yang teridentifikasi tahanterhadap hama kutu kebul adalah Takar 1 , Talam 1,dan Landak. Varietas Takar 1 paling toleran hamakutu kebul.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, M.Z., P.J. De Barro, S.X. Ren, J.M. Greeff, andB.L. Qiu. 2013. Evidence for Horizontal Transmissionof Secondary Endosymbionts in the Bemisia tabaciCryptic Species Complex. PLoS ONE 8(1): e53084.doi:10.1371/journal.pone.0053084

Baliadi, Y. 2007. Musuh alami, tanaman inang, danpengendalian Aphis glycines dengan pestisidanabati di lahan kering masam Propinsi Lampungdalam D. Harnowo et al. (eds) Peningkatan ProduksiKacang-kacangan dan Umbi-umbian MendukungKemandirian Pangan. Puslitbangtan. p: 461-473.

Basu, A.N. 1995. Bemisia tabaci (Gennadius): Crop pestand a principal whitefly vector of plant viruses. http://en tnemdept .u f l .edu /c rea tu res /veg / lea f /silverleaf_whitefly.htm. (15/04/2014 12:53).

Bennett, J.C., A. Diqqle, F. Evan, and M. Renton. 2012.Assesing eradication strategies for rain-splashed andwind-dispersed crop diseases. Pest Manag Scie.2012 (Epub ahead of print).

Brown, J.K. 1994. Current status of Bemisia tabaci as aplant pest and virus vector in agro-ecosystemworldwide. FAO Plant Protection Bulletin 42:3-32.

Cheng, J.L., X.R. He, Y.C. Wang, J.G. Zhang, J.H. Xhao,and G.N. Zhu. 2012. Metabolism-based synthesisis,biological evaluation and structure-activityrelationship analysis of spirotetramat analogues aspotential lipid biosynthesis inhibitors. Pest ManagScie. (Epub ahead of print).

Cuthbertson, and G.S. Andrew. 2013). Update on theStatus of bemisia tabaci in the UK and the use ofentomopthogenic fungi within eradicationprogrammes. Insects 4: 198-205. doi:10.3390/insects4020198.

Fan, Y.F. and P. Frederick. 1998. Dispersal of the broadmite, Polyphagotarsonemus latus (Acari:Tarsonemidae) on Bemisia tanaci (Homoptera:Aleyrodidae). Expl. and Appl. Acarology 22(7):411-415.

Fernandez, E., C. Gravalos, H.P. Javier, D. Cifuentes,and P. Bielza. 2009. Insecticide resistance statusof Bemisia tabaci Q biotype in south-eastern Spain.Pest Manag Sci. 65:885-891.

Garcera, C., E. Molto, and P. Chueca. 2013. Factorinfluencing the efficasy of two organophosphateinsecticides in controling California red scale,Aoduella auriantii (Maskell). A basis for reducingspray application volume in Mediterraneanconditions. . Pest Manag Scie. (Epub ahead of print).

Gianessi, L. 2009. The benefits of insecticide use:Peanuts. Crop Protection Research Institute. 10p.

KASNO ET AL.: VARIETAS KACANG TANAH TOLERAN HAMA KUTU KEBUL

75

Hadianiarrahmi. 2008. Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn). http://ditlin.hortikultura.go.id/opt/tomat/kt_kebul.htm.

akses 5 Juni 2010.Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of crops in Indonesia.

Revised and translated by P.A. van Laan. PT. IchtiarBaru-van Hove. Jakarta. 701pp.

Khan, R.A., M. Rashid, D. Wang, and Y.L. Zhang. 2013.Lethal and sub-lethal effect of canthadidin on lifehistory traits and population parameters ofHelicoverpa armigera (Hub) (Lepidoptera: Noctuidae).Pest Manag. Scie. (Epub ahead of print).

Kasno, A. 2012. Pengelolaan dan pendayagunaanplasma nutfah aneka tanaman kacang dan ubi.Laporan hasil penelitian. Ballitkabi.

Keen. 2007. Avirulence gene and determined that pectatelyase C possessed a novel structural motif, knownas the parallel P-helix. Annual Review ofPhytopathology Vol. 45:25-42

Kogan, M. dan E.F. Ortman. 1978. Antixenosis. A newterm proposed to define Painter’s “Non-preference”modality of resistance. Bull. Entomol. Soc. America24:175-176.

Leidner, J. 1991. Sweetpotato whitefly: sticky pestthreaten to spread. Prog. Farmer 106:36-37.

Leyla, G., H. Angiohi, and C. Keert. 2010. Yield evaluationon soybean cultivar for resistance to whitefly(Bemecia tabaci Genn) infestations. African Journalof Agricultural Research Vol. (57):555-560.

Mau, R.F.L. and J.L.M. Kessing. 2007. Sweetpotatowhitefly (Bemisia tabaci (Gennadius). www.extento.hawai.edu.kbase/crop/type/b-tabaci. htm

Mansaray, A. and A.J. Sundufu. 2008. Oviposition,development and survivorship of the sweetpotatowhitefly Bemisia tabaci on soybean Glycine max,and the garden bean, Phaseolus vulgaris. J. of InsectSci. Vol. 9:I. www.insectscience.org.

Manzano, M.R., J.C. van Lenteren, and C. Cardona. 2003.Influence of pesticide treatments on the dynamicsof whiteflies and associated parasitoids in snap beanfields. BioControl 48: 685-693.

McAuslane, H.J. (2000). Sweetpotato whitefly B biotypeof silverleaf whitefly, Bemisia tabaci (Gennadius) orBemisia arge ntifolii bellows and perring (insecta:Homoptera: Aleyrodidae). University of Florida, IFASExtension EENY129.

McAuslane, H.J. 2009. Introduction-distribution-description and life history-hosts-damage-culturalcontrol-biological control-chemical control- selectedreferences. EENY-129. University of Florida. 21p.

McAuslane, H.E.J., D.A. Knauft, and F.A. Johnson. 1995.Evaluation of peanut breeding lines for resistance tosilverleaf whitefly (Homoptera: Aleyrodidae). FloridaEntomologist Online 78(1):76-82.

Mound, L.A. and S.H. Halsey. 1978. Bemisia tabaci(Gennadius). pp. 118-124. In Whitefly of the World,A Systematic Catalog of the Aleyrodidae(Homoptera) with Host Plant and Natural EnemyData. British Museum (Natural History ) and JohnWiley & Sons, Chichester, New York, Brisbane,Toronto. 340p.

Mitsuhashi, W., S. Asano, K. Miyamoto, and S. Wada.2013. Futher research on the biological function ofinclution bodies of Anomala cuprea entomopoxviruswith special reference to effect on the insectisidalactivity of a Bacillus thuringiensis formulation. PestManag Scie. (Epub ahead of print).

Marwoto. 2012. Kutu kebul hama penting pada kedelaidan strategi pengendalianya, p.320-335. Dalam:Sumarno, T.D. Soedjana, dan K. Suradisastra(Penyunting). Membumikan IPTEK Pertanian. BadanPenelitian dan Pengenbangan Pertanian.Kementerian Pertanian. IAARD PRESS, Jakarta.491p.

Ortman , E.E. and D.C. Peters. 1980. Introduction. Plantresistance to insects. Theory and Concepts. In F.G.Maxwell and P. R. Jennings Eds. Breeding PlantsResistant to Insects. John Wiley & Sons. p.3-15.

Painter, R.H. 1951. Insect resistance in crops Plants.The MacMillan Company. New York 520pp.

Palumbo, J.C., A.R. Horowitzb, and N. Prabhakerc. 2001.Insecticidal control and resistance management forBemisia tabaci. Crop Protection 20: 739–765.

Perring, T.M. 2001 The bemisia tabaci species complex.Crop Protection 20:725-737.

Puckett, R.T., D.L. McDonald, and R.E. Gold. 2012.Comparasion of multiple steam treatment durationfor control of bed bugs (Cimex lectularis L.). PestManag Scie. 2012.

Hidayat, P., D. Satriami, dan S. Hendrastuti. 2004. Kajianciri morfologi dan molekuler kutu kebul (homoptera:aleyrodidae) sebagai dasar pengendalian penyakitgeminivirus pada tanaman sayuran. http://respository.ipb.ac.id (handle) 123456780/7081 (Epubahead of print).

Rosen, T. 2011. Antibiotic resistance: an editorial reviewwith recommendations. J. Drugs Dermatol.10(7):724-33.

Rossi, M., P. Brigidi, and D. Matteuzzi. 1998. Improvedcloning vectors for Bafidobacterium spp . Llett. ApplMicrobiol. 26:101-104.

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

76

Setiawati, B., B.K. Udianto, and N. Gunaeni. 2009.Preference and infestation pattern of Bemisia tabaci(Genn). On some tomato varieties and its effect onGemini virus infestation. Indonesian Journal ofAgriculture (21):57-64.

Smith, C.M. 1989. Plant resistance to insect. AFoundamental Approach. John Wiley & Sons.286pp.

Shadmany, M., D. Omar, and R. Muhammad. 2013. Firstreport of Bemisia tabaci (Hemiptera: Asleyropdidae)biotype Q in Malaysia. Florida Entomological Soc.96(1): 280-282. DOI:http:dx.doi.org/10.1653/024.096.0147

Untung, K. 1993. Pengantar pengelolaan hama terpadu.Gadjah Mada University Press. 273pp.

Walters, Ni. 2013. Signs & symptoms of Whiteflies onPlants | eHow.com http://www.ehow.com/info_12023717_signs-symptoms-whiteflies-plants.html#ixzz2Imfpiztc. Diunduh tanggal 23januari 2013.

Wilkins, S., N. Jarratt, S. Harkins, H. Thomson, and M.Coulson. 2012. Effect of solvent on the toxicity ofdimethoate in honey bee in vitro larval study. PestManag Scie. 2012 (Epub ahead of print).

PATUROHMAN DAN SUMARNO: PEMUPUKAN SEBAGAI PENENTU PRODUKTIVITAS UBI JALAR

77

Pemupukan sebagai Penentu Produktivitas Ubi Jalar

The Role of Fertilizers on Sweet Potato Productivity

Eman Paturohman dan Sumarno

Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman PanganJl. Merdeka 147 Bogor 16111

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 5 Agustus 2015 dan disetujui diterbitkan 30 November 2015

ABSTRACT

Sweet potato (Ipomoea batatas L.) is a cosmopolitan crop, grown on 116 countries in the world. A total of 34countries harvested 200,000 tons or more fresh tuber annually, and 82 countries with a national productionless than 200,000 tons per year. China accounted for 68% of the world’s sweet potato production or 90% ofthe Asian fresh tuber production. The sweet potato productivity varies among countries in the world, fromless than 5 t/ha to 24 t/ha, mainly related to the amount use of inorganic fertilizers of N, K, and organicfertilizer. The recommended use of fertilizers for sweet potato is as follow: low to moderate dosage of N (40to75 kg N/ha), low dossage of P (20-50 kg P2O5/ha), and medium to high dosage of K (75-100 kg K2O/ha),combined with organic manure (3-10 t/ha). Indonesian sweet potato productivity is relatively high as comparedto that in other countries in the world with an average of 14.75 t/ha. In the provincial production center, sweetpotato productivity ranges from 18 to 22.7 t/ha fresh tuber except in Nusa Tenggara Timur (7.5 t/ha) andPapua (10.9 t/ha). In other provinces, the productivities range from 7.1 to 15.5 t/ha fresh tubers. Commercialsweet potato farming is always carried out under an optimum agroecology condition; however farmers donot always obtain optimum yield due to inoptimum application of fertilizer. Application of the recommendeddosage of inorganic fertilizers with the addition of 3 to 5 t/ha organic manure is expected to improve sweetpotato productivity to 24-25 t/ha fresh tubers. Improvement on sweet potato productivity will increase thesupply of fresh tubers to the markets and thus, increases the sweet potato consumption as a rice substitute.Keywords: Sweet potato, inorganic fertilizer, organic manure, productivity.

ABSTRAK

Ubi jalar merupakan tanaman kosmopolitan, ditanam oleh 116 negara di dunia. Sebanyak 34 negaramemanen 200.000 ton atau lebih umbi segar setiap tahunnya, sedangkan 82 negara memiliki produksinasional kurang dari 200.000 ton per tahun. China mengambil porsi 68% dari produksi dunia atau 90%porsi produksi umbi segar Asia. Produktivitas ubi jalar antarnegara sangat beragam, mulai dari <5 t/hahingga 24 t/ha, terutama terkait dengan dosis penggunaan pupuk anorganik N, K, dan pemberian pupukorganik. Secara umum, anjuran pemberian pupuk untuk ubi jalar adalah pupuk N dengan dosis rendahhingga sedang (40-75 kg N/ha), pupuk P dosis rendah (20-50 kg P2O5/ha), dan pupuk K dosis sedanghingga tinggi (75-100 kg K2O/ha), dikombinasikan dengan pupuk kandang 3-10 t/ha. Produktivitas ubi jalardi Indonesia 14,75 t/ha, tergolong cukup tinggi di antara negara-negara produsen ubi jalar dunia. Di luarprovinsi sentra produksi, produktivitas ubi jalar berkisar antara 7,1-15,5 t/ha, sedangkan di provinsi sentra18-22,7 t/ha umbi segar, kecuali NTT (7,5 t/ha) dan Papua (10,9 t/ha). Usahatani ubi jalar secara komersialumumnya dilakukan pada agroekologi yang sesuai, namun tidak semua petani memperoleh produktivitasoptimal, karena penggunaan pupuk yang beragam. Penerapan dosis pemupukan anjuran disertai 3-5 t/hapupuk kandang diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ubi jalar hingga 24-25 t/ha umbi segar.Peningkatan produktivitas ubi jalar akan menambah pasokan umbi ke pasar, sehingga konsumsi ubi jalarsebagai substitusi beras meningkat.Kata kunci: Ubi jalar, pupuk anorganik, pupuk kandang, produktivitas.

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

78

PENDAHULUAN

Ubi jalar sering diasosiasikan dengan masyarakatgolongan ekonomi lemah. Fluktuasi harga umbi tidakmempengaruhi tingkat inflasi, sehingga tidak menarikperhatian pemerintah. Sebagai komponen usahatani, ubijalar hampir tidak mendapat perhatian oleh pemerintah,tetapi eksistensinya dalam usahatani sangat stabil,terutama di sentra produksi. Ubi jalar selalu memperolehalokasi tempat dan waktu definitif pada pola rotasitanaman, pada lahan sawah yaitu padi-padi-ubi jalar, ataupadi-ubi jalar-jagung (Wargiono et al. 2011).

Di sentra produksi, ubi jalar merupakan tanamankomersial yang memberikan keuntungan bagi petani(Harianto dan Rozi 2011). Hal itu ditunjukkan olehmantapnya lokasi produksi dan luas panen dari tahun ketahun, yang hampir tidak mengalami fluktuasi, dan hasilpanen langsung terserap pasar. Stabilnya luas areal panenubi jalar pada sistem usahatani yang sangat kompetetifmembuktikan kuatnya permintaan pasar dan tingginyakebutuhan konsumen.

Ubi jalar ditanam di seluruh provinsi di Indonesia, yangmengindikasikan konsumen ubi jalar tersebar meratawalaupun konsumen terbesarnya dari masyarakat stratamenegah ke bawah. Enam provinsi produsen ubi jalarterbesar yang menjadi sentra produksi adalah Jawa Barat,Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, NTT dan Sumut (BPS2014). Produksi ubi jalar dari enam provinsi tersebutmengambil porsi 60% dari seluruh produksi nasional.Selain di Papua dan NTT, konsumen terbanyak ubi jalarjustru masyarakat perkotaan, terutama golongan pekerjafisik. Produktivitas ubi jalar di sentra produksi relatif tinggi,berkisar antara 18-22 t/ha umbi segar, kecuali di Papua,11 t/ha. Di provinsi nonsentra, produktivitas ubi jalar relatifrendah, berkisar antara 7-15 t/ha, kecuali di Jambi danSumbar, 27-28 t/ha. Produktivitas rata-rata di provinsi yangcukup tinggi tersebut kemungkinan bias ke atas, karenadi sentra produksi pun seperti di Kabupaten Kuningan,kisaran produktivitas antarpetani cukup lebar, berkisarantara 8-24 t/ha, terbanyak pada tingkat 14-18 t/ha(Diperta Kuningan 2014).

Indonesia dengan total areal panen ubi jalar 162.000ha merupakan penanam terluas ke lima di dunia, tetapijauh lebih sempit dibanding China Tiongkok yangmencapai 3,4 juta ha (FAO 2014). Total luas panen ubijalar dunia relatif kecil dibanding tanaman pangan lain,hanya 8,2 juta ha. Di Amerika dan Eropa, ubi jalar termasukke dalam komoditas sayuran (Nedunchezhyan et al.2012). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh luas arealubi jalar di negara-negara tersebut sempit, seperti halnyatanaman sayuran. Total produksi ubi jalar dunia padatahun 2014 adalah 135 juta ton, terbanyak dihasilkan

China Tiongkok, mencapai 111 juta ton, atau 82% produksidunia.

Usahatani ubi jalar di Indonesia menempati lahandengan karakteristik spesifik, yaitu tanah berstrukturringan, drainase baik, tekstur lempung-berpasir ataudebu-berpasir (Wargiono et al. 2011). Sentra produksi diJawa umumnya pada jenis tanah Vulkanik, Regosol, danLatosol yang strukturnya remah. Contoh sentra produksidi Jawa adalah Bogor, Sukabumi, Kuningan, Majalengka,Karanganyar, Boyolali, Magetan, Mojokerto, dan Blitar(BPS 2014). Usahatani ubi jalar secara komersialmenempati lokasi dan waktu yang konstan atau tetap,yang berarti komoditas ini telah memiliki “niche” padasistem usahatani rakyat. Lingkungan dan areal produksiubi jalar tidak secara drastis terdesak oleh tanamankomersial populer, seperti jagung atau tembakau, yangmembuktikan usahataninya memiliki daya saing ekonomiyang kuat. Untuk mampu bersaing secara ekonomisdengan usahatani padi atau jagung, hasil umbi yang dapatdipasarkan dari usahatani ubi jalar dipersyaratkan masing-masing 14,2 t dan 13,9 t/ha (Wargiono et al. 2011).Tingkat hasil ubi jalar 14 t/ha relatif mudah diperoleh dariusahatani komersial. Nilai keuntungan usahatani akanlebih tinggi apabila petani ubi jalar mampu menghasilkanumbi 18-23 t/ha. Oleh karena itu, guna lebih meningkatkandaya saing ekonomi ubi jalar terhadap komoditas lain,diperlukan peningkatan produktivitas ubi jalar hingga 25t/ha atau lebih. Apabila hal tersebut dapat dicapai, sistemproduksi ubi jalar akan lebih lestari pada lahan pertanianyang semakin berkurang, sehingga keanekarangamanpangan dapat ditingkatkan.

Widodo dan Rahayuningsih (2009) dan Saleh et al.(2008) menyebutkan bahwa faktor penyebab belumoptimalnya produktivitas ubi jalar di lahan petani secaraumum adalah teknik budi daya yang masih sederhanadan pemupukan dosis rendah, atau bahkan tanpapemupukan. Wilayah nonsentra yang produktivitasnyalebih rendah dari 10 t/ha, secara umum merupakanwilayah pertanian yang penggunaan pupuk untuk seluruhjenis tanaman masih rendah. Kenyataan ini menunjukanadanya peluang peningkatan produksi ubi jalar secaranasional.

Penggunaan umbi ubi jalar sebagian besar (80-90%)adalah untuk pangan (Swastika dan Nurhayati 2011). Halini berarti dari total produksi ubi jalar nasional, sekitar2,0 juta ton, dikonsumsi oleh masyarakat. Bila porsi sekalikonsumsi ubi jalar sebagai menu sarapan 200 g/orang,berarti ubi jalar menyediakan makan sarapan sebanyak10 milyar porsi, atau dapat mensubstitusi sekitar 1 jutaton beras. Angka ini masih dapat ditingkatkan apabilaketersediaan ubi jalar melimpah dan tersedia sepanjangtahun. Peningkatan produktivitas di berbagai lokasi

PATUROHMAN DAN SUMARNO: PEMUPUKAN SEBAGAI PENENTU PRODUKTIVITAS UBI JALAR

79

memberikan peluang untuk memenuhi konsumsi ubi jalaryang lebih banyak.

Indonesia mengekspor ubi jalar dalam jumlah yangrelatif kecil, berkisar antara 10.000-12.000 t/th, terutamake Jepang. Ekportir ubi jalar terbesar adalah ChinaTiongkok dan Amerika Serikat, sedangkan negara-negaraimportir utama adalah Inggris, Kanada, Perancis, Jepang(Swastika dan Nuryanti 2011). Hal ini membuktikan ubijalar sebagai bahan pangan dapat diterima olehmasyarakat di seluruh dunia. Bahkan di Eropa dan AmerikaSerikat ubi jalar diposisikan sebagai pangan eksotik yangdianggap istimewa.

Sebagai bahan pangan yang disajikan melaluipengolahan primer-sederhana, mutu dan preferensikonsumen ubi jalar sangat diutamakan. Kenyataan inimengakibatkan varietas unggul sulit menggantikanvarietas lokal yang mutu olahannya lebih baik dan disukaikonsumen (Widodo dan Rahayuningsih 2009). Olehkarena itu, dalam waktu dekat, varietas unggul nampaknyabelum dapat dijadikan komponen teknologi untukmeningkatkan produktivitas. Usahatani ubi jalar telahmenempati lingkungan spesifik dan teknik budi daya bakusudah diadopsi petani, sehingga faktor peubah agronomiyang masih beragam untuk peningkatan produktivitasadalah dosis pemupukan. Faktor agronomi lain sepertipenyiangan, pengguludan, pemangkasan tanaman,pengairan dan pengendalian hama dan penyakit telahdiadopsi petani yang merupakan keharusan apabiladiperlukan.

Makalah ini menelaah pentingnya pemupukansebagai faktor peubah agronomis penentu produktivitasubi jalar.

PRODUKSI UBI JALAR DUNIA

Total produksi ubi jalar dunia pada tahun 2013 adalah103,1 juta ton, dihasilkan oleh 116 negara (FAO 2014).Areal panen ubi jalar terluas terdapat di Asia, dimana ChinaTiongkok memiliki porsi produksi 90% dari total produksiubi jalar Asia, yang berjumlah 78,485 juta ton. Negara-negara Afrika pada tahun 2013 memproduksi 20,13 jutaton umbi segar, negara-negara di benua Amerika 3,66juta ton, Eropa 56.450 ton, negara-negara Oceania780.000 ton, dan Australia-New Zaeland 60.000 ton. Diluar China Tiongkok, produsen utama ubi jalar padaumumnya termasuk negara-negara yang belum atausedang berkembang, yang menghasilkan 15,7 juta tonper tahun, dan di negara-negara yang penghasilanperkapitanya rendah (di bawah $ 1.000/th) memproduksi21,37 juta ton. Ubi jalar juga diproduksi cukup banyak

oleh negara-negara pengimpor pangan, mencapai sebesar18,17 juta ton (FAO 2014). Hal tersebut mengindikasikanadanya hubungan keterkaitan antara kemakmuran suatunegara dengan produksi ubi jalar.

Di negara-negara berkembang atau berpenghasilanrendah, ubi jalar menjadi bahan pangan sumber energiutama, sedangkan di negara-negara maju seperti Eropa,Amerika Utara, Australia dan New Zaeland, ubi jalarberstatus sebagai pangan eksotik (fancy food) yangdikonsumsi dalam jumlah kecil. Pada tataran dunia,penggunaan ubi jalar sebagai pangan pokok sehari-haridapat diasosiasikan dengan negara yang sebagian besarpenduduknya golongan ekonomi lemah.

Walaupun ubi jalar merupakan tanaman tropis dansemi tropis, hanya 34 negara yang memproduksi 200.000ton atau lebih umbi segar per tahun (Tabel 1). Negara-negara subtropis pada garis lintang lebih dari 30oLU atau30oLS pada umumnya tidak menanam ubi jalar.

Tabel 1. Negara-negara produsen ubi jalar di dunia dengan produksilebih dari 200.000 t/th.

Produksi Produk- LuasNegara ubi segar tivitas panen

(ton) (t/ha) (ha)

Asia1. Bangladesh 260 10,40 252. China Tiongkok 70.526.000 21,06 3.348.8133. India 1.132.400 10,12 111.8974. Indonesia 2.386.729 14,74 161.9225. Jepang 942.3 24,41 38.6036. Korea Utara 451 12,89 34.9887. Korea Selatan 329.516 14.84 22.2058. Philipina 527.687 5,57 94.7379. Vietnam 1.358.175 10,02 135.546

Afrika1. Angola 1.199.749 7,34 163.4342. Burundi 839.715 9,40 89.3313. Cameroon 348.618 5,43 64.2024. Mesir 320 32,32 9.9015. Kenya 1.150.359 18,08 63.6266. Madagaskar 1.130.000 7,29 155.0077. Mozambique 890 7,30 121.9188. Rwanda 1.081.224 9,62 112.393

Amerika, Pasifik, Australia1. Argentina 405 15,52 26.0952. Brazil 505.35 13,09 38.6063. Cuba 396.3 8,21 48.274. Haiti 599.683 9,09 65.9725. Papua New Guinea 600 4,92 121.9516. Amerika Serikat 1.124.230 24,54 45.8127. Australia 43 24,57 1.75

Dunia 103.109.367 12,60 8.183.283

Sumber: FAO (2014).

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

80

PEMUPUKAN DAN HASIL UMBI

Praktek budidaya ubi jalar ditentukan oleh tujuanusahataninya. Saleh et al. (2008) membagi usahatani ubijalar menjadi tiga tipe yaitu: (1) untuk memenuhi kebutuhanpangan keluarga (subsisten); (2) sebagai usahatanisampingan dan; (3) sebagai usahatani komersial.Usahatani ubi jalar subsisten menerapkan cara budi dayatradisional tanpa pemupukan, menggunakan bahantanaman dan sarana yang tersedia di lokalita (Widododan Rahayuningsih 2009). Usahatani ubi jalar sebagaisumber ekonomi sampingan menggunakan saranaproduksi minimal, tanpa pupuk atau pemupukan dosisminimal, dan hasil panen dijual di pasar lokal.

Usahatani ubi jalar komersial menerapkan budi dayaintensif, dengan dosis pupuk yang beragam. Hal inimenjadi penyebab produktivitas ubi jalar sangat beragam(Suyamto et al. 2011). Varietas unggul memiliki daya hasilyang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal. Disentra produksi, petani lebih memilih menanam varietasunggul lokal, karena alasan mutu olah yang lebih disukaikonsumen (Yusuf et al. 2011).

Pupuk kandang sebanyak 5-10 t/ha sering dianjurkanuntuk budi daya ubi jalar (Widodo dan Rahayuningsih2009). Akan tetapi, petani jarang mampu menyediakanpupuk kandang hingga 5 t atau 10 t/ha. Di sentra produksi,petani lebih suka menggunakan pupuk anorganik (DipertaKuningan 2014).

Tanaman ubi jalar menyerap hara dari dalam tanahcukup banyak. Panen biomassa 30 t/ha, terdiri dariumbi+batang+daun, mengangkut hara sekitar 150 kg N;21 kg P2O5 dan 177 kg K2O/ha (Nedunchezhiyan et al.2012). Karena serapan hara yang terangkut panen sejalandengan hasil biomassa, maka semakin tinggi hasilbiomassa semakin besar zat hara dari dalam tanah yangterangkat. Oleh karena itu, bertanam ubi jalar terusmenerus akan menguruskan tanah, karena biomassa ubijalar jarang dikembalikan ke dalam tanah. Ubi jalarmerupakan tanaman umbi yang sangat efisien dalammengalokasikan energi, memiliki wilayah adaptasi yangluas dan dapat dipanen dalam waktu yang relatif pendek,antara 3-5 bulan setelah tanam. Sebagai bahan bakuindustri pangan dan energi terbarukan, ubi jalarmenghasilkan karbohidrat dan etanol sebanyak tiga kaliyang dapat dihasilkan oleh jagung, sehingga sangatprosfektif sebagai sumber energi terbarukan (Rodgers etal. 2007).

Untuk memperoleh hasil umbi yang tinggi, Salawudan Muktar (2008) menganjurkan penggunaan pupukkandang 5 hingga 10 t/ha pada waktu penyiapan lahan,di samping pupuk anorganik NPK. Hal yang sama jugadilaporkan oleh Yang et al. (2012) dari percobaan pada

Produktivitas ubi jalar antarnegara sangat beragam,dari sangat rendah, kurang dari 5 t/ha seperti di Bolivia,Equador, Chad, Cameroon, Fiji, Guyana dan beberapanegara lainnya, sampai tinggi 20-24 t/ha, dan bahkansangat tinggi (32,32 t/ha) seperti di Mesir (Tabel 1). Namundata hasil ubi jalar di Mesir cukup meragukan, karenapercobaan pemupukan NPK pada tahun 2013 hanyamemberikan hasil 15,8 t/ha (Razzak et al. 2013). Dinegara-negara yang teknologi pertaniannya telah majuseperti Jepang, Amerika Serikat, dan Australia,produktivitas ubi jalar cukup tinggi masing-masing sekitar24 t/ha. Pada skala usaha yang relatif sempit, hanya600 ha, Israel pada tahun 2013 melaporkan produktivitastertinggi di dunia rata-rata 44,3 t/ha (FAO 2014).Produktivitas tersebut meningkat 27% dibandingkandengan data 10 tahun sebelumnya. Mesir menanam ubijalar seluas 9.900 ha setiap tahun dan produktivitasdilaporkan 32 t/ha, namun data tersebut hampir 100%lebih tinggi dibandingkan dengan hasil percobaanpemupukan di Mesir yang dilaporkan oleh Razzak et al.(2013).

Produktivitas ubi jalar Indonesia berdasarkan data FAOtermasuk sedang, sepadan dengan di Argentina, Brazil,Korea Selatan, Suriname, dan sedikit lebih tinggidibandingkan rata-rata produktivitas dunia. Di beberapaprovinsi, produktivitas ubi jalar cukup tinggi, seperti Jambi(27,2 t/ha); Sumatera Barat (28,6 t/ha), dan di beberapaprovinsi lebih rendah, seperti Riau (8,2 t/ha), NTT (7,5 t/ha), Kalteng (7,1 t/ha), Kalbar (8,3 t/ha), dan Gorontalo(9,0 t/ha) (BPS 2015). Pendataan produktivitas ubi jalarbelum teliti, sehingga data tersebut kemungkinan kurangakurat, sehingga lebih tepat dimaknai sebagai perkiraan.

Beragamnya produktivitas ubi jalar antarnegara selainditentukan oleh faktor iklim dan tingkat kesuburan tanah,juga dipengaruhi oleh kemampuan petani menyediakandan mengaplikasikan pupuk untuk tanaman ubi jalar(Nedunchezhiyan et al. 2012; Kaggwa et al. 2006). Halyang serupa sebenarnya juga terjadi di Indonesia. Padawilayah yang penggunaan pupuk anorganiknya rendah,produktivitas ubi jalar umumnya juga rendah, dansebaliknya.

Pada lahan yang masih subur dan tidak diusahakansecara intensif, seperti halnya di Papua, tanaman ubijalar tanpa diberi pupuk anorganik NPK masih mampumenghasilkan sekitar 10 t/ha umbi segar. Akan tetapipada lahan yang ditanami secara intensif, nampakya ubijalar tanpa pupuk anorganik hasilnya akan sangat rendah.Hal itu terlihat dari laporan Diperta Kuningan, yangmenampilkan beberapa petani yang hanya memperoleh8-9 t/ha umbi segar dari tanaman yang dipupuk NPK dosisrendah (Diperta Kuningan 2014).

PATUROHMAN DAN SUMARNO: PEMUPUKAN SEBAGAI PENENTU PRODUKTIVITAS UBI JALAR

81

tanah savana di Papua New Guinea. Pupuk NPK (15-15-15) sebanyak 100-150 kg/ha dikombinasikan dengan 3 t/ha pupuk kandang (manura) meningkatkan hasil ubi jalarhingga mencapai 23 t/ha, dibandingkan dengan hasil umbi8 t/ha dari petak tanpa pupuk. Pemberian pupuk kandangjuga meningkatkan porsi umbi yang dapat dipasarkan,mencapai 94% dari total hasil yang dipanen, dibandingkan81% dari total hasil pada petak tanpa pupuk kandang.

Onunka et al. (2012) meneliti pengaruh kombinasipupuk anorganik NPK (15-15-15) dan 2,6 t/ha pupukkandang dari kotoran ayam (manura) di dua lokasi tanahUltisol tropis, lempung berpasir, pH 4,5-5,0 di Nigeriadibandingkan dengan pupuk anorganik atau pupukkandang saja dan beberapa dosis kedua jenis pupuktersebut. Kombinasi 300 kg NPK+3,2 t/ha manura, darirata-rata dua lokasi menghasilkan umbi tertinggi, 18,7 t/ha. Perlakuan tanpa pupuk hanya menghasilkan 6,8 t/haumbi, dan kombinasi pupuk 150 kg NPK+2,4 t/ha manuramenghasilkan 15,2 t/ha. Dosis NPK tinggi (600 kg/ha)tanpa manura menghasilkan 11 t/ha umbi. Pada tanahUltisol dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang,pemupukan anorganik dosis sedang (150-300 kg NPK)ditambah manura 2-3 t/ha, dapat dianjurkan untukmendapatkan hasil umbi yang tinggi. Pemupukan organikmanura juga berpengaruh positif terhadap sifat tanah,meliputi pH, bahan organik tanah, kandungan hara N danP, kejenuhan basa, dan kapasitas tukar kation (KTK).

Secara umum, kombinasi pupuk anorganik danorganik untuk tanaman ubi jalar pada tanah tropikal Asiadan Afrika mempunyai manfaat ganda, memperbaiki sifattanah dan meningkatkan hasil dan mutu ubi jalar (Bureshet al. 1997; Palm et al. 1997). Pada lahan kering dengankandungan bahan organik rendah (kurang dari 1%), ubijalar memberikan respon positif terhadap pemberian pupukorganik dan anorganik dengan dosis sedang. Akan tetapi,Hartemink et al. (2000) mengingatkan bahwa dosis pupuknitrogen yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan vegetatifberlebihan, sehingga hasil umbi justru rendah dan indekspanen juga rendah.

Tanaman ubi jalar di sentra produksi di Jawa, yangdiusahakan secara komersial, pada umumnya selaludipupuk. Di Kuningan, misalnya, petani ubi jalarmemberikan pupuk urea 150-175 kg/ha, ZA 50-110 kg/ha, SP-36 50-175 kg/ha, dan KCl 50-100 kg/ha (DipertaKuningan 2014). Petani memilih sumber N dari Urea atauZA atau kombinasi Urea+ZA dengan jumlah 150-175 kg/ha. Pupuk diberikan dua kali, 50% pada waktu tanamdan 50% waktu pengguludan. Wargiono et al. (2011)melaporkan bahwa pemupukan dengan dosis sesuaianjuran diaplikasikan 33% pada waktu tanam dan 67%empat minggu berikutnya meningkatkan hasil 34%dibanding tanpa pupuk. Dilaporkan pula bahwa kenaikan

hasil dari pemupukan 45-90 kg N/ha berkisar antara 16-41%, dan pemupukan 45-90 kg K2O/ha meningkatkanhasil 9-31%.

Paulus (2011) melaporkan bahwa pemupukan kaliumpada tiga varietas ubi jalar di tanah Latosol Bogormeningkatkan hasil ubi jalar secara nyata. Dosispemupukan K optimal adalah 108 kg K2O dengan hasilumbi mencapai 17 t/ha, dibandingkan 10-14 t/ha umbipada petak tanpa pupuk K. Tiga varietas yang ditelitiadalah SQ, Sukuh dan Cangkuang, semua memberikanrespon positif terhadap pemupukan kalium. Varietas Sukuhmemberikan hasil tertinggi di antara ketiga varietastersebut. Hasil umbi yang diperoleh agak rendah, karenaubi jalar ditanam secara tumpang sari dengan jagung.Pada kondisi tumpang sari yang menyebabkan tanamanternaungi, ubi jalar tetap memberikan respon positifterhadap pemberian pupuk kalium.

Pada lahan kering di Kalimantan Selatan, Simatupanget al. (1994) melaporkan bahwa pemberian pupuk kaliumbersamaan dengan nitrogen meningkatkan hasil umbisegar dan bobot kering tanaman secara nyata,dibandingkan dengan perlakuan pemupukan nitrogentanpa K atau perlakuan tanpa N dan K. Paulus danSumayku (2006) menyimpulkan hal yang sama, yaitupemupukan kalium mampu meningkatkan hasil umbi,kandungan karbohidrat, dan pati umbi ubi jalar. Respontanaman ubi jalar terhadap pemupukan kalium terkaitdengan kemampuannya menyerap hara kalium yangcukup besar, sehingga ketersediaan kalium mampumendorong pertumbuhan dan pembentukan umbi secaraoptimal.

Respon tanaman ubi jalar terhadap pupuk kalium jugaditunjukkan oleh berbagai penelitian di negara tropis. DiNigeria, Uwah et al. (2013) meneliti lima taraf dosis pupukkalium (0; 40; 80; 120; dan 160 kg K2O/ha) yangdikombinasikan dengan dua varietas ubi jalar. Hasil umbidari perlakuan 120 kg K2O/ha meningkat tujuh kali dandari perlakuan 160 kg K2O/ha meningkat delapan kali,dibandingkan dengan tanpa pemupukan kalium, masing-masing mencapai 22,7 t/ha dan 26 t/ha.

Di Papua New Guinea, ubi jalar menjadi pangan pokokbagi sebagian kelompok/suku masyarakat, sehinggadinilai sebagai bahan pangan yang sangat penting. Namunhasil ubi jalar masih rendah, rata-rata 4,9 t/ha (FAO 2014).Hartemink (2003) meneliti pengaruh pupuk N (0; 50; 100;150 kg N/ha dan kalium (0; 50 kg K2O/ha). Pengaruhpupuk N meningkatkan hasil umbi secara linear padatahun pertama, tetapi kenaikan hasil umbi pada tahunkedua dan ketiga hanya terlihat nyata pada dosis 50 kgN/ha, sedangkan dosis 100 kg dan 150 kg N/ha tidakmemberikan kenaikan hasil yang lebih banyak,dibandingkan dengan dosis 50 kg N/ha. Pengaruh pupuk

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

82

kalium tidak nyata, tetapi kombinasi pupuk N dan Kmampu menghasilkan umbi tertinggi. Walaupun pupukanorganik dapat meningkatkan hasil umbi,penggunaannya harus hati-hati agar tidak berpengaruhnegatif terhadap keberlanjutan produksi ubi jalar di PapuaNew Guinea. Kombinasi pupuk anorganik dengan 3-5 t/ha manura lebih dianjurkan guna keberlanjutan produksiubi jalar.

Di negara yang sebagian besar petaninya miskin,seperti di Swaziland (Afrika Selatan), harga pupukanorganik menjadi terlalu mahal untuk tanaman ubi jalar.Petani pada umumnya tidak memupuk, kecuali petaniyang memiliki ternak ayam dan menggunakan kotorannyauntuk pupuk. Magagula et al. (2010) meneliti empat dosiskotoran ayam dan 350 kg/ha pupuk majemuk NPK (15-15-15). Hasil optimal ubi jalar 20,6 t/ha diperoleh daripemupukan 20 t/ha kotoran ayam, atau dari perlakuan150 kg/ha pupuk majemuk. Pemberian pupuk organikkotoran ayam lebih dari 20 t/ha mengakibatkanpertumbuhan vegetatif terlalu subur dan hasil umbi justrumenurun. Penggunaan pupuk organik kotoran ayam 5-20t/ha dapat dianjurkan untuk tanaman ubi jalar.

Pada tanah masam (pH 4-4,5) di Pokhara (Nepal)dengan tekstur tanah lempung berdebu dan kandungankalium rendah, hasil tertinggi umbi (24,75 t/ha) diperolehdari pemupukan 50 kg K2O/ha sebagai pupuk dasar dan50 kg K2O pada 45 hari setelah tanam. Respon positifterhadap hasil umbi dari pemupukan K yang diberikandua kali adalah konsisten selama tiga tahun percobaan,apabila tanaman ubi jalar diberi pupuk dasar 100 kg N+50kg P2O5/ha (Adhykary and Karki 2006).

Chung et al. (2000) menemukan bahwa efisiensipemupukan nitrogen meningkat apabila pupuk N anorganikdikombinasikan dengan pupuk organik berupa kotoranayam. Kombinasi pupuk organik dan anorganik mampumengatasi kelambatan penyediaan unsur hara asal pupukorganik untuk pertumbuhan tanaman. Dosis pupuk Nrendah yang dikombinasikan dengan pupuk organikmenurut Ayoola dan Makinde (2008) dan Dapaah et al.(2008) mampu menyediakan hara N secara cepat,sebelum hara dari pupuk organik tersedia, dalam kondisistruktur, kelembaban dan drainase tanah optimal yangditimbulkan oleh pengaruh pupuk organik. Kondisi fisiktanah, kelembaban, dan ketersediaan hara yang baikakibat pemberian kombinasi pupuk anorganik dan organikakan memberikan kondisi lingkungan yang optimal bagipertumbuhan awal tanaman ubi jalar. Secara umum, padatanah yang kurang subur, Nedunchezhiyan et al. (2012)menyimpulkan bahwa dosis anjuran umum untuk tanamanubi jalar adalah N dosis rendah-sedang, antara 40-75 kgN/ha, P dosis rendah antara 20-50 kg P2O5/ha dan K dosissedang-tinggi 75-100 kg K2O/ha, dan idealnya

dikombinasikan dengan bahan organik pupuk kandang3-5 t/ha. Anjuran dosis pemupukan umum tersebut hampirsama dengan dosis pupuk anjuran untuk ubi jalar diIndonesia, yaitu 100-150 kg urea+100 kg SP-36+150 kgKCl (Saleh et al. 2008). Dalam prakteknya, aplikasi pupukN yang diberikan petani ubi jalar seperti di Kuningan, seringlebih tinggi, sedangkan dosis pupuk K justru lebih rendah(Diperta Kuningan 2014).

Respon spesies tanaman terhadap perlakuanpemupukan bersifat universal, seperti tanaman padi dansereal yang sangat respon terhadap pupuk nitrogen, atautanaman leguminosa yang tidak respon terhadap pupuknitrogen. Dari berbagai informasi yang telah dibahas,tanaman ubi jalar menunjukan respon positif terhadappemupukan nitrogen, fosfor, dan terutama kalium, sertapenambahan pupuk organik, pada kondisi tanaman yangproduktivitasnya masih rendah. Faktor agronomis lainseperti kelembaban tanah, drainase dan aerasi tanah,gulma, dan hama penyakit berperan terhadap produktivitasubi jalar, demikian juga varietas yang ditanam. Akan tetapi,faktor-faktor agronomis tersebut selain pemupukan, padaumumnya telah mendapat perhatian petani dalamusahatani ubi jalar. Dalam perencanaan budi daya ubijalar, petani telah mengetahui sesuai-tidaknya lahan,cukup–tidaknya curah hujan dan air irigasi, kemungkinanterjadinya gangguan hama penyakit, dan potensiproduktivitas serta mutu hasil umbi dari varietas yang akanditanam. Di antara faktor-faktor agronomis penentu hasiltersebut, aspek pemupukan merupakan variabel teknispenting yang menjadi penentu produktivitas ubi jalar.

Usahatani ubi jalar secara komersial dilakukan padalahan yang memiliki sifat agroekologi alamiah yang sesuaiuntuk budi daya ubi jalar. Petani tidak akan melakukanusahatani ubi jalar untuk tujuan komersial pada tanahVertisol yang strukturnya berat dan drainasenya buruk,atau pada tanah Ultisol-Oxisol yang lapisan olahnyadangkal. Usahatani ubi jalar menempati lingkungan spesifikatau spesific niche yang memang sesuai untukpertumbuhan tanaman secara optimal. Itulah sebabnyausahatani ubi jalar menempati lokasi yang spesifik dantidak berpindah ke lokasi lain.

Terdapatnya keragaman hasil umbi yang cukup besarantarpetani di suatu wilayah atau antarwilayah,mengindikasikan perlunya rasionalisasi pemupukan, darisegi jenis, waktu, dan dosis pupuk yang diperlukan.Beberapa peneliti, seperti Wargiono et al. (2011), Widododan Rahayuningsih (2009), dan Saleh et al. (2008)melaporkan bahwa pemupukan hara nitrogen dan fosfordosis rendah hingga sedang, pupuk kalium dosis sedanghingga tinggi, dan pemberian manura 3-5 t/ha pada waktupengolahan tanah, memberikan peluang untukmemperoleh produktivitas optimal. Pendapat para peneliti

PATUROHMAN DAN SUMARNO: PEMUPUKAN SEBAGAI PENENTU PRODUKTIVITAS UBI JALAR

83

tersebut sesuai dengan hasil penelitian di luar negeri yangbanyak dipublikasikan. Nampaknya petani ubi jalar diIndonesia, seperti di Kuningan, cenderung memberikanpupuk nitrogen yang lebih tinggi daripada yangsemestinya. Padahal dosis pupuk nitrogen yang terlalutinggi akan mendorong pertumbuhan vegetatif secaraberlebihan dan mengurangi pembentukan umbi(Hartemink 2003).

Di Indonesia, publikasi tentang pemupukan ubi jalaryang bersifat mendalam masih sangat sedikit. Oleh karenaitu, penelitian dosis optimal dan waktu pemberian pupukN,P,K dan unsur mikro (Ca, Mg, S, Zn) perlu dilakukan.Penelitian pemupukan perlu menggali informasi tentangefisiensi pupuk, serapan hara, kandungan nutrisi dankualitas umbi akibat pemupukan.

Dibandingkan dengan bahan pangan nonberaslainnya, ubi jalar merupakan pangan alternatif yang mudahditerima semua lapisan masyarakat di Indonesia. Padasaat ini sekitar 2 juta ton umbi segar telah dikonsumsioleh masyarakat. Ubi jalar sebenarnya dapat diolahmenjadi berbagai pangan yang disukai (Widowati danWargiono 2011). Manfaat ubi jalar sebagai sumber panganfungsional untuk kesehatan tubuh juga dapat diandalkan(Ginting et al. 2011). Apabila 50 tahun ke depan Indonesiamengalami kekurangan pangan yang berasal dari beras,maka ubi jalar dapat menjadi sumber pangan alternatifyang sistem produksinya lebih mudah. Produktivitas ubijalar pada saat ini belum optimal. Untuk mencapaiproduktivitas 25-30 t/ha dapat diupayakan melaluipemupukan dengan dosis yang tepat. Sebagai referensi,produktivitas ubi jalar di Israel mampu mencapai 44 t/hapada tahun 2013, dan di atas 35 t/ha sejak 10 tahunsebelumnya (FAO 2014).

Ubi jalar merupakan bahan pangan alternatif apabilaproduktivitas beras nasional mengalami defisit, sebagaidampak dari pertambahan penduduk dan penyusutan luaslahan sawah. Ubi jalar lebih mudah diproduksi dan memilikiproduktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan padi. BangsaIndonesia perlu mengapresiasi pangan asal ubi jalar lebihtinggi daripada pangan asal kentang, sebagaimana halnyaorang-orang Eropa dan Amerika Utara mengapresiasipangan asal ubi jalar sebagai pangan eksotik, yangdisajikan secara khusus sebagai hidangan pesta.

KESIMPULAN

1. Faktor agronomis penting penentu hasil ubi jalar yangumum dijumpai di lahan petani adalah keragamanpemupukan, yang meliputi jenis pupuk, dosis pupuk,dan waktu pemupukan. Produktivitas ubi jalar di luarsentra produksi di Pulau Jawa yang masih rendahdisebabkan oleh rendahnya dosis pupuk.

2. Pupuk anjuran untuk tanaman ubi jalar adalah haranitrogen dosis rendah hingga sedang, hara fosfor dosisrendah dan hara kalium dosis sedang hingga tinggi,dibarengi pemberian pupuk kandang 3-5 t/ha.

3. Produktivitas ubi jalar nasional saat ini sepadandengan rata-rata produktivitas dunia, 14-15 t/ha. Akantetapi kekurangakuratan data sangat mungkin terjadi,tercermin pada besarnya keragaman produktivitas ubijalar petani.

4. Konsumsi ubi jalar oleh masyarakat sebanyak 2 jutaton setahun, dapat disetarakan dengan konsumsi 1juta ton beras, pada umumya sebagai menu sarapanmasyarakat menengah ke bawah. Konsumsi ubi jalarmemungkinkan untuk ditingkatkan, apabila produksiumbi meningkat, yang berarti pasokan umbi ke pasarlebih banyak. Perbaikan manajemen pemupukan/pengelolaan hara untuk tanaman ubi jalar diperlukanagar produksi nasional meningkat dan konsumsi ubijalar juga meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Adhikaryi, B.H. and K.B. Karki. 2006. Effect of Potassiumon sweet potato tuber production in acid soil ofMalepatan, Pokhara. Nepal. Agric. Res. J. 7: 42-47.

Ayoola, O.T. and E.A. Makinde. 2008. Performance ofgreen maize and soil nutrient changes from Nfertilization with fortified cow manure. J. Plant Sci.2(3):019-022.

Buresh, I.J., P.A. Sanchez., and F. Calhoun. 1997.Replenishing soil fertility in Africa. SSSA Spec. Pub.No 51. SSSA and Am. Soc. of Agron/ASA,Wisconsin. USA.358p.

Chung, R.S., C.H. Wang, and Y.P. Wang. 2000. Influenceof organic matter and inorganic fertilizer on thegrowth and nitrogen accumulation of corn plant. J.Plant Nutr. 23(3):297-311.

Dapaah, H.K., S.A. Ersmin, and J.N. Asafu Agyei. 2008.Combining inorganic fertilizer with poultry manurefor sustainable production of quality protein maize.J. Agric. Sci. 41:49-57.

Diperta Kuningan. 2014. Laporan Tahunan DinasPertanian Kabupaten Kuningan tahun 2013. Ubi jalar.Arsip Dinas Pertanian (tidak dipublikasikan).

FAO. 2014. Word agriculture statisties. http://faostat3.fao.org. Diakses 30 November 2015.

Ginting, E., J.S.Utomo, dan N.Richana. 2011. Keunggulanpangan fungsional ubi jalar dari aspek kesehatan.p302-316. Dalam: J. Wargiono dan Hermanto (eds.).

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

84

Ubi Jalar, Inovasi Teknologi dan ProspekPengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan. 397p.

Hartemink, A.E. 2003. Integrated nutrient managementresearch with sweet potato in Papua New Guinea.J. Outlook on Agr. 32(3):173-182.

Hartemink, A.E., M. Johnson., J.N.O. Sullivan, and S.Poloma. 2000. Nitrogen use efficiency of sweetpotato in the humid low land Papua New Guinea.Agric. Ecosyst. Env. J. 79: 271-280.

Heriyanto dan F. Rozi. 2011. Usaha tani dan pemasaranhasil. Hal. 365-377. Dalam: J. Wargiono danHermanto (eds.): Ubi jalar, Inovasi Teknologi danProspek Pengembangan. Puslitbang TanamanPangan. 397p.

Kaggwa, R., R. Gibson, J.S. Tenywa, D.S.O. Osiru, andM.J. Potts. 2006. Incorporation of legumespigeonpea into sweet potato cropping system toincrease productivity and sustainability in dry plainarea. Proc. 14th Triennual Symp of Int. Soc. of Trop.Root Crops. Int Tuber Crop. Res. Inst.,Thinuvananthapuran. India. p.186.

Magagula, N.E.M., E.M. Ossorn, R.L. Rhykard, and C.L.Rhykard. 2010. Effect of chicken manure in soilproperties under sweetpotato culture in Swaziland.Amer-Eurasia Journal. of Agr. 3(2):36-43.

Nedunchezhiyan, M., G. Byju, and S.K. Jata. 2012.Sweet potato agronomy. Vegetable and Cereal Sci.and Biotechnology. Global Science, Special Issue6(1):1-10.

Omenka, N.A., L.L. Chuckwu, E.O. Mbanasor, and C.N.Ebeniro. 2012. Effect of organic and inorganicfertilizer and time of application on soil propertiesand yield of sweetpotato in a tropical ultisol. J.ofAgric and Social Res (JASR) 12(1):183-193.

Palm, C.A., R.J.K. Myers, and S.M. Nandwa. 1997.Combined use of organic and inorganic nutrientsources for fertility. Maintenance and replenishment.J. SSSA-ASA. No. 51: 193-217.

Paulus, J.M. 2011. Pertumbuhan dan hasil ubi jalar padapemupukan kalium dan penaungan pada tumpangsari ubi jalar-jagung. J. Agrivigor 10(3):260-271.

Paulus, J.M. dan B.R.A. Sumayku. 2006. PerananKalium terhadap kualitas umbi beberapa varietas ubijalar. Eugenia 12((2):76-85.

Razzak, A.H.S., A.G. Moussa, M.A. Abd. El-Fattah, andG.A. El-Morabet. 2013. Response of sweetpotatoto integrated effect of chemical and natural phosporusfertilizer and their levels in combination withmyccorhizal inoculation. J.of Biol. Sciences.13(3):112-122.

Rodgers, J.A., M.K. Bornford, B.A. Geiver, and A.F.Silvernail. 2007. Evaluation of alternative bioethanolfeed stock crops. Kentucky Acad. Sci.: 2007.Louisville. KY. USA.

Saleh, N., S.A. Rahayuningih, dan Y. Widodo. 2008. Profildan peluang pengembangan ubi jalar untukmendukung ketahanan pangan dan agroindustri. Bul.Palawija. No.15: 21-30.

Salawu, I.S. and A.A. Mukhtar. 2008. Reducing thedimension of growth and yield characters ofsweetpotato varieties as affected by varying rates oforganic and inorganic fertilizer. Asian J. of Agric. Res.2(1):41-44.

Simatupang, R.S., R. Galib, dan Khairuddin. 1994.Pemupukan NPK pada tanaman ubi jalar di lahantadah hujan Kalimantan Selatan. p. 250-256. Dalam:Penerapan teknologi produksi dan pasca panen ubijalar mendukung agroindustri. Prosiding seminar.Edisi khusus Balittan Malang No.3.

Suyamto, H. Sembiring, M.M. Adie, dan J. Wargiono.2011. Prospek dan kebijakan pengembangan. p.3-20. Dalam: J. Wargiono dan Hermanto (eds.): UbiJalar, Inovasi Teknologi dan Prospek Pengembangan.Puslitbang Tanaman Pangan. 397p.

Swastika, D.S. dan S. Nuryanti. 2011. Potensi ekonomiubi jalar. p21-24. Dalam: J. Wargiono dan Hermanto(eds): Ubi Jalar, Inovasi Teknologi dan ProspekPengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan. 397p.

Uwah, D.F., U.I. Undie, N.M. John, dan G.O. Ukoha. 2013.Growth and yield response of improve sweetpotatovarieties to different rates of potassium fertilizer inCalabar. Nigeria. J. of Agric. Sci. 5(7):61-67.

Wargiono, J., T.S. Wahyuni, dan A.G. Manshuri. 2011.Pengembangan areal pertanaman dan produksi ubijalar. p.117-142. Dalam: J. Wargiono dan Hermanto(eds.): Ubi jalar, Inovasi Teknologi dan ProspekPengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan. 397p.

Widodo, Y. dan S.A. Rahayuningsih. 2009. Teknologi budidaya ubi jalar mendukung ketahanan pangan danusaha agro industri. Bul. Palawija No.17:25-32.

Widowati, S. dan J. Wargiono. 2011. Pengolahan pangantradisional dan komersial asal ubi jalar. p 215-230Dalam: J. Wargiono dan Hermanto (eds.): Ubi Jalar,Inovasi Teknologi dan Prospek Pengembangan.Puslitbang Tanaman Pangan. 397 p.

Yusuf, M. Damanhuri, N. Basuki, dan J. Restuono. 2011.Perakitan varietas unggul ubi jalar. p.88-102. Dalam:J. Wargiono dan Hermanto (eds.): Ubi Jalar, InovasiTeknologi dan Prospek Pengembangan. PuslitbangTanaman Pangan. 397 p.

SOENARTININGSIH ET AL.: PENYAKIT BUSUK PELEPAH PADA TANAMAN JAGUNG DAN SORGUM

85

Cendawan Tular Tanah (Rhizoctonia solani) PenyebabPenyakit Busuk Pelepah pada Tanaman Jagung dan Sorgum

dengan Komponen Pengendaliannya

Soil Borne Fungus (Rhizoctonia solani) the Pathogen ofSheath Blight Disease of Maize and Sorghum and

Its Control Measures

Soenartiningsih, M. Akil, dan N.N. Andayani

Balai Penelitian Tanaman SerealiaJl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros, Sulawesi Selatan

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 11 September 2015 dan disetujui diterbitkan 20 November 2015

ABSTRACT

Sheath blight is an important disease of maize and sorghum. Yield decrease on susceptible varieties ofboth commodities due to the disease is high. The fungus survives in the form of sclerotia or hyphae in thesoil or remains on infected plants. The pathogen has a wide range of host plants including members of thefamilies Leguminosae, Solanaceae, Cucurbitaceae, and Gramineae, hence causes the fungi difficult tocontrol. Control of the disease could be done biologically using antagoistic microorganisms such asTrichoderma spp., Gliocladium spp., and vesicular arbuscular mycorrhizae, planting resistant varieties, aswell as mechanically, physically, and chemically.Keywords: Maize, sorghum, Rhizoctonia solani, sheath blight, disease control.

ABSTRAK

Busuk pelepah merupakan penyakit penting pada tanaman jagung dan sorgum. Pada varietas rentan,penyakit ini dapat menimbulkan kehilangan hasil yang tinggi. Cendawan patogennya dapat bertahan hidupdalam bentuk sklerotium atau hifa pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan di dalam tanah. Cendawanini sulit dikendalikan karena mempunyai kisaran inang yang luas termasuk anggota famili Leguminosae,Solanaceae, Cucurbitaceae, dan Gramineae. Penyakit dapat dikendalikan secara hayati menggunakanmikroorganisme antagonis seperti Trichoderma spp., Gliocladium spp., dan mikoriza vesikula arbuskula,menanam varietas tahan, serta secara mekanis, fisik dan kimiawi.Kata kunci: Jagung, sorgum, Rhizoctonia solani, busuk pelepah, pengendalian penyakit.

PENDAHULUAN

Upaya peningkatan produksi tanaman serealia, terutamajagung dan sorgum sebagai bahan pangan, pakan, danindustri, perlu mendapat perhatian yang lebih besar.Kenyataannya di lapangan, budi daya jagung dan sorgumdihadapkan pada penyakit tanaman, antara lain yangdisebabkan oleh cendawan tular tanah (Rhizoctonia solani)yang dapat menurunkan produksi.

Penyakit busuk pelepah atau hawar upih daun yangdisebabkan oleh Rhizoctonia solani merupakan penyakitutama pada tanaman jagung dan sorgum yang danpenyebarannya semakin luas. Cendawan R. solani adalahpatogen tular tanah yang banyak merusak tanaman,mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi, dan dapatbertahan hidup dalam tanah dengan waktu yang lamadalam bentuk sklerotia (Semangun 2008). Cendawan inijuga sering merusak pertanaman jagung dan sorgum dikebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Serealia

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

86

dengan intensitas yang cukup tinggi pada musim hujan.Menurut Sharma et al. (2002), penyebaran penyakit busukpelepah meluas di Asia dan sejumlah negara di dunia.Grosch et al. (2006) melaporkan penyakit ini jugaditemukan di Amerika Serikat dengan sebaran cukup luas.Menurut Sudjono (1995), beberapa varietas jagungintroduksi dari CYMMYT rentan penyakit busuk pelepahdengan intensitas yang dapat mencapai 100% dan bijiyang terinfeksi mengalami pembusukan.

Makalah ini membahas karakteristik dan pengendalianpenyakit busuk pelepah pada tanaman jagung dan sorgum.

KARAKTERISTIK CENDAWAN Rhizoctonia solani

Morfologi Cendawan R. solaniPenyebab Penyakit Busuk Pelepah

Hifa R. solani yang masih muda mempunyai percabanganyang membentuk sudut 45oC, semakin dewasapercabangannya tegak lurus, kaku, dan mempunyaiukuran yang sama (uniform). Diameter hifa jamur R. solanibergantung pada isolat dan jenis medium yang digunakan.R. solani yang diisolasi dengan medium PDA mempunyaidiameter 4-6 µm, dan yang diisolasi dengan mediumHopkins syntetic agar mencapai 6-13 µm. Setiap isolatmempunyai diameter 8-12 µm, tetapi ada yang berdiameter6,20-9,50 µm. Sklerotium dari R. solani terbentuk darihifa yang mengalami agregasi menjadi massa yangkompak. Sklerotium pada awal pertumbuhan berwarnaputih dan setelah dewasa berubah menjadi cokelat.Bentuk sklerotium pada umumnya bulat atau tidakberaturan, dan ukurannya bervariasi, bergantung padaisolatnya (Soenartiningsih 2009).

Gejala dan Kerusakan Tanaman Jagung danSorgum Akibat Cendawan R. solani

Gejala penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung dansorgum awalnya terdapat di pelepah atau helaian daunberupa bercak/hawar berwarna agak kemerahan, danberubah menjadi abu-abu. Kemudian bercak meluas yangseringkali diikuti oleh pembentukan sklerotium yang tidakberaturan, mula-mula berwarna putih, dan berubah menjadicoklat, sehingga tanaman layu atau terjadi pembusukankarena adanya hambatan transportasi unsur hara dan air.Gejala penyakit ini pada beberapa jenis tanaman jugadapat menyebabkan damping off yang banyak terjadipada lahan-lahan yang ditanami gula bit (Tarek andMoussa 2002). Menurut Karima dan Nadia (2012) danBohlooli et al.(2005), setiap Anastomosis Grouping (AG)mempunyai gejala dan kerusakan yang berbeda. Jika

terinfeksi pada awal pertumbuhan maka tanaman akanmengalami damping off atau terjadi pembusukan padawaktu biji mulai berkecambah, sehingga biji tidak tumbuh.Selain itu juga terjadi infeksi pada tangkai dan daun yangmengakibatkan tangkai membusuk dan berkurangnyaluas daun yang akan menghambat proses fotosintesis.Kemudian, kerusakan tanaman menjalar ke bagian xylemdan floem. Kerusakan terberat terjadi apabila bulir mulaiterinfeksi, selain bulir membusuk, kernel berkerut dankering.

Menurut Yang et al. (2008), penyakit busuk pelepahdi Cina umumnya merusak tanaman jagung yangdibudidayakan dengan populasi tinggi, di daerah lembab,irigasi kurang baik sehingga tingkat keparahan penyakitberlanjut. Tanaman jagung yang terinfeksi mengakibatkankehilangan hasil sampai 100%, sedangkan di Indiakehilangan hasil mencapai 40%. Jenis R. solani dengantujuh Anastomosis Grouping dan 12 isolat yangmenginfeksi pertanaman jagung di Cina mempunyaiintensitas rata-rata dengan skor <1-3. Cendawan inimenginfeksi pertanaman jagung pada fase vegetatif dangeneratif (Tabel 1).

Isolat yang paling virulen adalah AG-11A dari isolat M-03-48 dan M-03-34, AG-11C dari isolat M-03-14, dan AG5dari isolat M-03-3 dan M-03-2. AG-11C dari isolat M-03-76dan M-03-77 merupakan isolat yang kurang virulen karenainokulum pada fase vegetatif maupun generatif memilikiinfeksi yang rendah, sehingga intensitas penyakit busukpelepah pada jagung yang terinfeksi AG 11C dari 2 isolatini sangat rendah dengan skor hanya < 1, yaitu 0,7 padafase vegetatif dan 0,2 pada fase generatif.

Tabel 1. Tingkat penularan penyakit busuk pelepah dari enam jenisAnastomosis Grouping dan 12 isolat yang menginfeksipertanaman jagung pada fase vegetatif dan generatif.

Skoring penularan penyakitAnastomosis Isolatgrouping Fase vegetatif Fase generatif

AG -11 A M-03-48 1,2 3,0AG-11A M-03-34 1,1 2,8AG-11C M-03-14 0,7 2,8AG-11C M-03-76 0,7 0,2AG-11C M-03-77 0,7 0,2WAG-Z M-03-56 0,7 1,1WAG-Z M-03-59 0,7 1,9WAG-Z M-03-28 0,4 0,9AG-4 M-03-18 1,2 0,2AG-5 M-03-3 0,6 2,1AG-5 M-03-2 0,5 2,1AG-A M-03-23 0,4 1,1Tidak diinokulasi 0 0

Sumber: Yang et al. (2008).

SOENARTININGSIH ET AL.: PENYAKIT BUSUK PELEPAH PADA TANAMAN JAGUNG DAN SORGUM

87

Perkembangan Cendawan R. solani

Cendawan Rhizoctonia solani merupakan patogen tulartanah (soil borne pathogen) yang bertahan dalam tanahdalam bentuk sklerotium dan miselium, terutama padatanah-tanah yang banyak mengandung bahan organik danmempunyai kisaran inang yang luas. Di beberapa sentraproduksi jagung dan sorgum, penyakit busuk pelepahmenyebar merata, terutama jika ditanam pada musimhujan. Cendawan ini tidak menghasilkan spora, olehkarena itu identifikasi dilakukan berdasarkan karakteristikhifanya.

Cendawan Rhizoctonia dibedakan menjadi duakelompok spesies, yaitu binukleat (kelompok spesiesyang memiliki dua inti di dalam sel hifanya) danmultinukleat (spesies lain yang memiliki lebih dari duainti dalam sel hifanya). Perkembangan cendawan R.solani dapat melalui fusi dua hifa yang cocok (compatible).Terjadinya hubungan antara satu hifa dengan hifa yanglain memungkinkan terjadinya perpindahan inti, danperistiwa tersebut dinamakan anastomosis. Oleh karenaitu, identifikasi R. solani dilakukan berdasarkan kelompokanastomosisnya atau dikenal dengan Anastomosis

Grouping (AG). Menurut Eken dan Demirei (2004), di alamterdapat 227 isolat cendawan Rhizoctonia yangmerugikan. Dari isolat tersebut ternyata 116 termasukjenis binukleat sedangkan 111 jenis termasukmultinukleat.

Penyebaran Cendawan R. solani, Inangdan Siklus Hidupnya

Cendawan R. solani yang menimbulkan penyakit busukpelepah pada tanaman jagung dan sorgum dan gejalnyabergantung pada kelompok anastomosisnya. Jikakelompok anastomosisnya berbeda, maka gejalanya jugaberbeda (Tabel 2). Cendawan R. solani mempunyaitanaman inang yang sangat luas, selain pada tanamandari familia gramineae termasuk serealia yaitu jagung,sorgum, gandum, rumput dan padi. Cendawan ini jugamenyerang tanaman dari familia leguminoceae (Kacang-kacangan), Solanaceae dan juga dari familiaCucurbitaceae (Semangun 2008). Cendawan R. solanibertahan di dalam tanah dan sisa-sisa tanaman yangterinfeksi sebagai sklerotia atau miselium. Sklerotiumnyadikenal sebagai tempat untuk bertahan hidup selama

Tabel 2. Jenis isolat dan anastomosis cendawan R. solani pada beberapa tanaman inang dan daerah sebarannya.

Jenis isolat Anastomosis Gejala penyakit Inang DaerahR. solani (tanaman inang) ditemukan

NGW AG-1-1A Hawar pelepah, hawar daun Padi Texas33-6A AG-1-1A Busuk akar Padi TexasR-245 AG-1-1B Busuk akar dan Buncis, kedelai Costa RicoEE-NC AG-1-1B Rebah semai Buncis, kedelai North carolineR-43 AG-1-1C Busuk batang dan busuk akar Pinus CanadaRSR AG-1-1C Rebah semai dan busuk akar Lobak FloridaTHS-45 AG-2-1 Busuk pelepah, busuk akar, dan hawar pelepah Kacang tanah GeorgiaRHS-36 AG-2-2 Leher hitam dan kanker pada batang Jagung, sorgum GeorgiaTR2 AG-2-2 Rumput Turf TexasR-141 AG-3 Damping of (biji tidak tumbuh) dan rebah semai Kentang MarylandR-283 AG-4 Damping of (biji tidak tumbuh) Bibit conifer CaliforniaMAR-1 AG-4 Bibit kapas TexasDevay-1 AG-4 - Bibit kapas CaliforniaR-441 AG-5 Busuk batang, busuk pelepah dan hawar Kentang JepangNH2-1 AG-6 Tanah Jepang1535 AG-7 Tanah JepangA 125 AG-8 Busuk akar, busuk batang Gandum, sorgum Washington

(serealia)W. circinataG37 WAG Hawar daun, busuk akar, busuk pangkal batang Rumput New Zealand244 WAG Tanah AustraliaR. oryzae137 WAG-0 Busuk pelepah dan busuk akar Padi California537 WAG-0 Padi Arkansas541 WAG-0 Padi ArkansasR. zeae215 WAG-Z Rumput North CarolinaC2 WAG-Z Jagung North Carolina

Sumber: Jones (1989).

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

88

Sekar (2004), cendawan Trichoderma dan Gliocladiumlebih cepat berkembang dibanding pertumbuhan sporapatogen. Kedua cendawan ini merupakan kompetitor yangkuat di daerah perakaran tanaman dan sering digunakandalam pengendalian patogen tular tanah.

Pengendalian dengan menggunakan agens hayatiseperti Trichoderma sp. yang terseleksi ini diharapkandapat mengurangi ketergantungan dan mengatasi dampaknegatif pemakaian pestisida sintetik. Menurut Ilyas(2006), mekanisme antagonis Trichoderma sp. danGliocladium sp. secara kompetitif terjadi karena keduacendawan ini mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi.Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. juga bersifatmikoparasit dan kompetitor yang aktif pada patogenkarena dapat tumbuh pada hifa cendawan patogen, danmelilit hingga hifanya putus. Cendawan Trichoderma sp.dan Gliocladium sp. juga mempunyai kemampuanmenghasilkan sejumlah produk ektraselular yang bersifatracun. Menurut Michal et al. (2010), cendawanTrichoderma sp. dan Gliocladium sp. dapat menekanpatogen yang menginfeksi daun, akar, buah daninvertebrata seperti nematoda. Hal ini karena enzim dimerchitinolytic dari Trichoderma sp. memiliki aktivitas spesifikyang lebih tinggi dan kemampuan yang lebih besar dalammenghambat pertumbuhan cendawan patogen.

Infeksi cendawan MA juga dapat menekanperkembangan patogen tular tanah. Hasil pengujian dirumah kaca membuktikan CMA jenis Glomus sp. yangdiinokulasi pada tanaman jagung varietas Wisanggenidengan berat inokulum 10 g dan kerapatan 100 sporaternyata sudah dapat menekan intensitas penyakit busukpelepah. Apabila varietas tersebut diinokulasi denganinokulum 20 g atau kerapatan 200 spora akan terjadisimbiosis optimum. Menurut Soenartiningsih (2013),intensitas penyakit busuk pelepah lebih rendah padavarietas Wisanggeni dibanding yang diinokulasi pada galurGM 30 dengan kerapatan spora yang sama. Perkembanganpenyakit yang disebabkan oleh R. solani pada akar yangbermikoriza relatif lebih rendah dibanding akar yang tidakterinfeksi mikoriza, penurunan intensitas penyakit busukpelepah berkisar antara 22-41% (Tabel 4).

Penggunaan Varietas Tahan

Penggunaan varietas tahan merupakan cara pengendalianyang lebih mudah dan praktis, tetapi varietas tahan sulitdidapatkan. Dari 58 galur/varietas jagung yang diuji tidaksatupun yang bersifat tahan, dan yang agak tahan adalahvarietas/galur MSQ-K1-C0-009-2-1, MSQ-K1-C0-6-4-2,MSQ-K1-C0-22-1-1-1, MSQ-K1-C0-61-1-1, CML 141 x 264Q, CML 151 x 264 Q, CML 158 x 264 Q, MSP(2)F, Biomas10-1, Biomas 16-1, Biomas 60-1, Biomas 08-1, Biomas96-1, Biomas 97-2, Biomas 119-5, Biomas 133-1, Biomas

beberapa tahun di dalam tanah, disebarkan oleh air, irigasi,tanah yang terkontaminasi, dan sisa-sisa tanaman.Cendawan R. solani dapat berkembang baik padakelembaban yang tinggi (> 80%) dan suhu 15-35°C.Cendawan ini mulai menginfeksi tanaman sejak biji baruditanam dengan mengeluarkan stimulan kimia yangdilepaskan oleh sel-sel yang terinfeksi ke tanamanselanjutnya dan menyebabkan gejala khas pada batang,pelepah, daun, dan bulir. Cendawan dapat bertahan hiduppada musim dingin sebagai sklerotia pada sisa-sisatanaman yang terinfeksi dan di dalam tanah.

KOMPONEN PENGENDALIAN

Pengendalian Hayati

Pengendalian penyakit busuk pelepah dapat dilakukansecara hayati yang aman terhadap lingkungan danmikroorganismenya dapat berkembang sendiri dilapangan. Beberapa mikroorganisme yang bersifatantagonis terhadap cendawan tular tanah adalahcendawan, bakteri, dan aktinomisetes (Machmud et al.2002). Hasil penelitian di rumah kaca menunjukkanGenus Trichoderma dan Gliocladium mempunyai potensimenekan perkembangan penyakit busuk pelepah.Trichoderma sp. dapat menekan perkembangan penyakitbusuk pelepah 29-70%, sedangkan Gliocladium sp. 23-53% (Tabel 3). Cendawan Trichoderma sp. lebih efektifdibanding Gliocladium sp. dalam menekan perkembanganR. solani. Cendawan Trichoderma sp. dan Gliocladiumsp. sebagai cendawan antagonis tidak langsungmematikan spora cendawan patogen, tetapi hanyamenekan perkembangannya. Menurut Ganesan dan

Tabel 3. Intensitas penyakit busuk pelepah pada tanaman jagungPulut Harapan yang diinokulasi dengan cendawanantagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.

Intensitas penularan (%)Perlakuan

4 MST 6 MST 8 MST

Trichoderma sp.TT1 + R. solani (bersamaan) 10,5 22,5 43,9TT1 + R. solani (2 MST) 8,5 15,3 36,9TT1 + R. solani (4 MST) 0,0 10,8 20,8TM + R. solani (bersamaan) 11,1 25,7 48,7TM + R. solani (2 MST) 9,2 18,1 39,6TM + R. solani (4 MST) 0,0 12 ,0 25,2

Gliocladium sp.GM + R. solani (bersamaan) 14,7 29,5 52,7GM + R. solani (2 MST) 10,3 20,6 40,5GM + R. solani (4 MST) 0,0 14,8 31,4Kontrol (R. solani bersamaan tanam) 18,0 35,6 68,7

Sumber: Soenartiningsih et al. (2014).

SOENARTININGSIH ET AL.: PENYAKIT BUSUK PELEPAH PADA TANAMAN JAGUNG DAN SORGUM

89

160-2 dan Lamuru. Varietas/galur yang bersifat rentan ada27 varietas dan 13 varietas sangat rentan (Soenartiningsihet al. 2008).

Dari beberapa varietas/galur sorgum yang diuji ternyatagalur CS 621 sangat tahan terhadap R. solani AG1-1A(Pascual et al. 2000a). Menurut Pascual et al. (2000b),R. solani jenis AG1-1A merupakan jenis anastomosis yangpaling virulen dalam menginfeksi tanaman serealia,termasuk jagung dan sorgum.

Pengendalian Secara Mekanis dan Fisis

Pengendalian penyakit busuk pelepah secara mekanikdan fisik yang sering dilakukan adalah mencabut tanamanyang terinfeksi, kemudian dibakar atau dibenamkan kedalam tanah. Pembakaran tanaman yang terinfeksibertujuan untuk membersihkan lahan dari sumberinokulum penyakit tular tanah, yaitu struktur dormansidari sklerotium dan klamidosporanya. Hal ini penting untukmengurangi sumber inokulum. Selain dibakar, tanamanyang terinfeksi juga dapat dibenamkan ke dalam tanahuntuk menghambat perkembangan cendawan tersebutseiring dengan berkurangnya oksigen di dalam tanah.

Cara pengendalian fisik yang lain adalah melakukansolarisasi. Cara ini baik dilakukan di Indonesia karenasuhu udara yang tinggi, yang langsung menembus kelapisan tanah. Kondisi ini dapat menekan patogen tular

tanah. Selain dengan sinar matahari, penggunaan mulsaplastik dapat menurunkan intensitas penyakit layufusarium pada tanaman gladiol karena adanya solarisasiyang dapat meningkatkan suhu tanah sampai > 50oC yangmenyebabkan sklerotium tidak aktif (Raj and Upmanyu2007; Katan 2008).

Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi terbukti mampu menekanpenyebaran patogen tular tanah. Namun dalam aplikasinyaseringkali tidak bijaksana, misalnya jenis bahan aktifdengan patogen sasaran pengendalian belum sesuai,dosis dan frekuensi belum tepat, sehingga tidak dapatmenekan penyakit secara efektif dan efisien. Selain itu,residu kimianya berdampak negatif terhadap kehidupanmikrobia tanah dan membahayakan lingkungan. MenurutSoylu et al. (2005) dan Meyera et al. (2006), pestisidadapat memicu munculnya patogen kelompok strain baruyang lebih resisten terhadap bahan kimia.

KESIMPULAN

Penyakit busuk pelepah merupakan salah satu kendaladalam budi daya jagung dan sorgum. Penyakit inidisebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani sebagaipatogen tular tanah. Pengendalian penyakit dapat

Tabel 4. Intensitas penyakit busuk pelepah pada jagung yang diinokulasi Glomus sp. dan A. mellea dengan bobot inokulum propagul dan duavarietas yang berbeda.

Bobot inokulum Intensitas penyakit busuk pelepah (%)Varietas/galur Cendawan propagul jamur

MA MA (g) 10 HSI 20 HSI 30 HSI 40 HSI 50 HSI

Wisanggeni Glomus sp. 0 8,77 19,81 29,90 37,74 42,1910 3,42 6,85 13,44 21,49 32,9520 0,00 1,23 7,36 13,50 24,9030 0,00 2,17 6,92 11,58 25,16

A. mellea 0 9,22 20,60 30,80 38,95 44,7210 7,04 8,30 16,43 26,43 35,1120 0,53 4,38 10,69 19,84 27,4330 0,00 3,42 10,55 15,43 26,80

GM 30 Glomus sp. 0 11,11 22,22 28,56 40,19 45,9010 8,71 11,85 18,29 24,96 35,1220 0,55 4,36 13,44 16,31 27,8530 0,17 3,42 11,70 17,54 28,13

A. mellea 0 11,76 21,89 30,75 41,70 47,6710 6,04 11,51 20,16 24,83 37,4320 1,23 4,39 15,43 18,28 29,7030 0,00 2,17 10,75 17,37 29,31

HSI = hari setelah inokulasi.Sumber: Soenartiningsih (2013).

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

90

dilakukan secara hayati menggunakan mikroorganismeTrichoderma, Gliocladium, dan cendawan VesikulaArbuskula mikoriza. Selain itu penyakit busuk pelepahdapat ditekan penyebarannya dengan penggunaanvarietas tahan, pengendalian secara mekanik, fisik, dankimiawi.

DAFTAR PUSTAKA

Bohlooli, A., S.M. Okhowat, and M. Javan-Nikkhah. 2005.Identification of anastomosis group of Rhizoctoniasolani, the causal agent of seed rot and damping-offof bean in Iran. Commun. Agric. Applied Biol. Sci.70:137-141.

Eken, C. and E. Demirei. 2004. Anastomosis groups andpathogenicity of Rhizoctonia solaniand binucleate Rhizoctonia isolate from bean PlantPathology 86(1):49-52.

Ganesan, S. and R. Sekar. 2004. Biocontrol mechanismof Trichoderma harzianum (ITTC-4572) on groundnutweb blight disease caused by Rhizoctonia solani. J.Theor. Expl. Biol. 1:43-47.

Grosch, R., J. Lottmann, F. Faltin, and G. Berg. 2005.Use of bacterial antagonists to control diseasescaused by Rhizoctonia solani. Gesunde Pflanzen57:199-205.

Harrier, L.A. and C.A. Watson. 2004. The potential roleof Arbuscular Mycorrhizal (AM) fungi in thebioprotection of plants against soil-borne pathogensin organic and/or other sustainable farming systems.Pest Manage. Sci. 60:149-157.

Ilyas, M. 2006. Isolasi dan identifikasi kapang pada relungrhizosfer tanaman di kawasan cagar alam gunungMutis, Nusa Tenggara Timur. Biodeversitas 7(2):216-220.

Jones, R.K. 1989. Characterization and pathogenicity ofRhizoctonia spp. Isolated from rice,

soybean, and other crops grown in rotation with rice inTexas. Plant Disease 73 (12):1004-1010.

Karima, H.E.H. and G.E. Nadia . 2012. In vitro study onFusarium solani and Rhizoctonia solani isolatescausing the damping off and root rot diseases intomatoes. Nature and Science 10(11):16-25.

Katan, J. 2008. Soil solarization research as a model forthe development of new methods of disease control.Phytoparasitica 20:133-135.

Machmud, M., M. Sudjadi, and Y. Suryadi. 2002. Seleksidan karakterisasi mikroba antagonis. BalaiPenelitian Bioteknologi dan Sumberdaya GenetikPertanian. http://www.indobio-gen.or.id/ terbitan/

prosiding/ful l text_pdf/prosiding2003_118–27_machmud_antagonis. pdf. Diakses 20 Agustus2015.

Meyera, M.C., C.J. Buenob, N.L. de Souzab, and J.T.Yorinoric. 2006. Effect of doses of fungicides andplant resistance activators on the control ofRhizoctonia foliar blight of soybean and onRhizoctonia solani AG1-IA in vitro development. CropProtect. 25: 848–854.

Michal, S., G.E. Harman, and F. Mastouri. 2010. Inducedsystemic resistance and plant

responses to fungal biocontrol agents. Phytopathology48:21-43.

Pascual, C.B., A. Raymundo, and M. Hyakumachi.2000a. Resistance of sorghum line CS 621 toRhizoctonia solani AG1-IA and other sorghumpathogens. Plant Pathology 66: 23-29.

Pascual, C.B., Toda, A. Raymundo, and M. Hyakumachi.2000b. Characterization by conventional techniquesand PCR of Rhizoctonia solani isolates causingBanded Leaf Sheath Blight in Maize. Plant Pathology49:108-118.

Raj, H. and S. Upmanyu. 2007. Soil solarization for themanagement of wilt (Fusarium oxysporum f.sp.gladioli ) of gladiolus. Proceedings the third AsianConference on Plant Pathology. The IndonesianPhytopathologica l Society, Faculty of AgricultureGadjah Mada Univ. Yogyakarta. p:316–317.

Semangun, H. 2008. Penyakit-penyakit tanaman tangandi Indonesia (Edisi kedua). Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta. 475p.

Sharma, R.C., S.K. Vasal, F. Gonzalez, B.K. Batsa, andN.N. Singh. 2002. Redressal of banded leaf andsheath blight of maize through breeding, chemicaland biocontrol agents. In G. Srinivasan, P.H. Zaidi,B.M. Prasanna, F. Gonzalez, and K. Lesnick (eds.),Proceedings of the 8th Asian Regional MaizeWorkshop: New Technologies for the NewMillennium, Bangkok, Thailand: August 5-8, 2002.Mexico, D.F.: CIMMYT. Pp. 391-97.

Soenartiningsih, A. Talanca, Juniarsih, dan Yasin, HG.2008. Pengujian beberapa varietas/galur jagungterhadap penyakit busuk pelepah dan bulai.Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan tahunanXIX: PEI, PFI & HPTI. Makasar 5 November 2008.

Soenartiningsih. 2009. Histologi dan kerusakan olehjamur R. Solani penyebab penyakit busuk pelepahpada jagung. Prosiding Seminar Nasional Biologi XXdan Kongres Perhimpunan Biologi Indonesia XIV.Malang 24-25 Juli 2009.

SOENARTININGSIH ET AL.: PENYAKIT BUSUK PELEPAH PADA TANAMAN JAGUNG DAN SORGUM

91

Soenartiningsih. 2013. Cendawan mikoriza arbuskularsebagai media pengendalian penyakit busuk pelepahpada jagung. Iptek Tanaman Pangan 8(1):48-53.

Soenartiningsih, N. Djaenuddin, dan M. Sujak Saenong.2014. Efektivitas Trichoderma sp. dan Gliocladiumsp. sebagai agen biokontrol hayati penyakit busukpelepah daun pada jagung. Jurnal PenelitianPertanian Tanaman Pangan 33(2):129-135.

Soylu, S., E.M. Soylu, S. Kurt, and O.K. Ekici. 2005.Antagonistic potentials of rhizosphere-associatedbacterial isolates against soilborne diseases oftomato and pepper caused by Sclerotiniasclerotiorum and Rhizoctonia solani. Pak. J. Biol.Sci. 8:43-48.

Sudjono, M.S. 1995. Mikroba antagonistic terhadappenyakit busuk pelepah dan busuk tongkol jagungoleh Rhizoctonia solani di lapangan. ProsidingKongres Nasional X11 dan Seminar IlmiahPerhimpunan Fitopatologi Indonesia. p.545-549.

Tarek, A. and A. Moussa. 2002. Studies on biologicalcontrol of sugar beet pathogen Rhizoctonia solani.Biological Sciences 2(12):801-804.

Yang, G.H., R.L. Conner, Y.Y. Chen, J.Y. Chen, and Y.G.Wang. 2008. Frequency and pathogenicitydistribution of Rhizoctonia spp. causing sheathblight on rice and banded leaf disease on maize inYunan, China Journal of Plant Pathology 90(2):387-392.

IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2 2015

92