Upload
tanti
View
213
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
Keselamatan kerja sebenarnya sudah diupayakan oleh manusia sudah sejak lama. Dalam
melaksanakan pekerjaan, secara tidak sengaja dalam keadaan sadar atau tidak sadar, manusia
pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cidera bahkan mungkin sampai merenggut
nyawa. Dari kenyataan tersebut, manusia berusaha untuk tidak mengalami kecelakaan atau
kejadian serupa tidak akan terulang lagi. Tentunya cara-cara yang diterapkan pada jaman dahulu,
berbeda dengan yang diterapkan sekarang. Yang jelas upaya yang dilakukan adalah dengan
memperbaiki peralatan kerja dan cara (sistem) kerjanya.
Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, masalah keamanan dan keselamatan kerja
merupakan faktor penting yang harus menjadi perhatian utama semua pihak. Kerberhasilan kita
dalam melaksanakan pekerjaan tidak hanya diukur dari selesainya pekerjaan tersebut. Banyak hal
yang dijadikan sebagai parameter penilaian terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Pekerjaan
dinilai berhasil apabila keamanan dan keselamatan semua sumber daya yang ada terjamin, dapat
diselesaikan tepat waktu atau bahkan bisa lebih cepat dari waktu yang ditentukan, memberikan
keuntungan bagi perusahaan, memberikan kepuasan kepada semua pihak (pimpinan, karyawan
dan pemberi kerja).
Masalah keamanan dan keselamatan kerja menjadi sangat penting, karena dengan
terwujudnya keamanan dan keselamatan kerja bearti dapat menekan biaya operasional pekerjaan.
Apabila dalam melaksanakan pekerjaan terjadi kecelakaaan, maka akan bertambah biaya
pengeluaran, yang pada akhirnya mengurangi keuntungan perusahaan. Dalam kasus kecelakan
yang berat, kerugian yang ditimbulkan tidak hanya menyangkut aspek financial (dana), tetapi
bisa menyebabkan cacat pada pekerja bahkan mungkin meninggal dunia.
BAB IIISI
2.1. Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang
sehat dan aman baik bagi pekerjannya, perusahaan mauun bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Keselamatan kerja juga merupakan
suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang data
mengakibatkan kecelakaan.
2.2. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja
Dari pemahaman diatas sasaran keselamatan kerja adalah:
a. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
b. Mencegah timbulnya penyakit akibat suatu pekerjaan.
c. Mencegah/ mengurangi kematian.
d. Mencegah/mengurangi cacat tetap.
e. Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan, alat-alat kerja,
mesin-mesin, instalasi dan lain sebagainya.
f. Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin kehidupan
produktifnya.
g. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat dan sumbersumber produksi lainnya.
h. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat
menimbulkan kegembiraan semangat kerja.
i. Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi industri serta pembangunan
2.3. Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja
Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 pasal 3 syarat-syarat keselamatan
kerja ayat 1 bahwa dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja untuk:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurang bahaya peledakan
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian
lain yang berbahaya
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi alat perlindungan diri kepada para pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan gelora.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis,
keracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. Memelihara kebersihan, keselamatan dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja dan alat kerja.
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang-orang, binatang, tanaman atau
barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan
barang.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2.3. Perundangan keselamatan dan kesehatan kerja
Perundang-undangan K3 ialah salah satu alat kerja yang sangat penting bagi para
Ahli K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) guna menerapkan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) di Tempat Kerja.
Berikut merupakan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Republik Indonesia yang memuat isi sebagai berikut antara lain:
a. Undang-Undang K3 :
1) Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)
2) Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
3) Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan
b. Peraturan Pemerintah terkait K3 :
1) Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
2) Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,
Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
3) peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
4) Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada Pemurnian
dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
c. Peraturan Menteri terkait K3 :
1) Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi
Dokter Perusahaan.
2) Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
3) Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta
Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli
Keselamatan Kerja.
4) Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen
Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
5) Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan.
6) Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
7) Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
8) Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat
Kerja.
9) Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
10) Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
11) Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
12) Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.
13) Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pemakaian Asbes.
14) Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
15) Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
16) Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
17) Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator
Pesawat Uap.
18) Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator
Keran Angkat.
19) Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur
Petir.
20) Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan
Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
21) Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
22) Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
23) Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan
Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
24) Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan
Kecelakaan.
25) Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata
Kerja Dokter Penasehat.
26) Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.
d. Keputusan Menteri terkait K3 :
1) Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan,
Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
2) Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174
Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi.
3) Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
4) Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit
Akibat Kerja.
5) Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional.
6) Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja.
7) Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja.
8) Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
9) Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja.
10) Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang
Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
11) Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan
HIV/AIDS di Tempat Kerja.
e. Instruksi Menteri terkait K3 :
1) Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan Khusus K3
Penanggulangan Kebakaran.
f. Surat Edaran dan Ketusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan terkait K3 :
1) Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara
Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.
2) Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan
Kewajiban Teknisi Lift.
3) Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik.
2.3.1. Penjabaran Undang Undang K3
1) Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)
(Stb. No.225 Tahun 1930)
Mengubah : Peraturan Uap No. 342 tahun 1924
Menimbang : Bahwa dianggap perlu untuk menindau kembali Peraturan
Uap jang ditetapkan berdasarkan Ordonansi tanggal 4
Pebruari tahun 1924 (Stb. No. 42 tahun 1924), sebagaimana
diubah dengan Ordonansi tanggal 24 Maret 1924 (Stb. No.
129), tanggal 19 Maret tahun 1925 (Stb. No. 121) dan
tanggal 11 Mei tahun 1927 (Stb. No. 257)
Mencabut : Peraturan-peraturan uap jang ditetapkan berdasarkan
Ordonansi tanggal 4 Pebruari tahun 1924 (Stb. No. 42)
Menetapakan : Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)
Pasal Ayat Penjelasan
1 (1)
Jang dimaksud dengan pesawat uap dalam Undang-undang ini ialah suatu ketel uap
dan setiap pesawat lainnja jang ditetapkan dengan peraturan pemerintah secara
langsung atau tidak langsung dihubungkan dengan suatu ketel uap dan
diperuntukkan guna bekerdja dibawah tekanan jang lebih tinggi dari tekanan udara
biasa.
(2)Ketel uap ialah suatu pesawat jang dibangun untuk menghasilkan uap jang
dipergunakan di luar pesawat tersebut.
2 (1)
Jang dimaksud dengan perlengkapan suatu pesawat uap dalam Undang-undang ini
ialah semua pesawat jang ditudjukan untuk mendjamin pemakaian pesawat uap itu
dengan aman.
3 (1) Jang dimaksud dengan pemakai suatu pesawat uap dalam Undang-undang ini ialah:
a. dalam hal pemakaian khusus untuk keperluan rumah tangga, kepala keluarga
atau pengurus suatu bangunan di mana pesawat tersebut dipakai,
b. dalam semua hal lainnja, kepala atau pengurus usaha, perusahaan atau bangunan
di mana pesawat itu dipakai.
4 (1)
Dalam Undang-undang ini jang dimaksud dengan pesawat uap jang tetap ialah
semua pesawat uap jang ditantjapkan di lantai/dinding dan dengan pesawat uap
jang dapat dipindah-pindahkan ialah semua pesawat uap jang tidak ditantjapkan di
lantai dinding.
5(1)
Barang siapa merentjanakan suatu pesawat uap guna dipakai di “Hindia Belanda”,
mengadjukan permohonan pengesahan rentjana gambar pesawat uap tersebut
kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerdja.
(2)
Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan:
a. surat-surat manakah jang harus dilampirkan pada permohonan pengesahan
tersebut diatas,
b. berapa biaja jang harus dibajar kepada Negara untuk itu dan
c. oleh pedjabat manakah pengesahan itu dapat ditjabut.
6(1)
Dilarang mendjalankan suatu pesawat uap tanpa memiliki surat izin untuk itu jang
diberikan oleh Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerdja.
(2)Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditundjuk pesawat uap, terhadap mana tidak
berlaku ajat jang lalu.
7(1)
Surat izin diberikan, apabila pemeriksaan dan pertjobaan pesawat, juga
pemeriksaan terhadap perlengkapannja jang dilakukan oleh Negara menundjukkan
hasil jang memenuhi sjarat-sjarat dalam dan berdasarkan peraturan perundangan
termasuk pasal 8.
(2)
Untuk Pesawat Uap jang ditempatkan di kapal berasal dari luar Indonesia dan jang
telah diperiksa dan ditjoba di Negeri Belanda, pertjobaan seperti termaksud pada
ajat (1) pasal ini tidak diharuskan, asalkan pesawat itu tetap berada di kapal jang
sama dimana pesawat itu ditempatkan sewaktu pemeriksaan dilakukan di Negeri
Belanda, dan pada surat permohonan dilampirkan bukti jang diberikan oleh Menteri
Perburuhan, Perdagangan dan Perindustrian Belanda jang menjatakan bahwa
pemeriksaan dan pertjobaan telah dilakukan dengan hasil jang memuaskan.
8 (1)
Dengan Peraturan Perundangan ditetapkan
a. Keterangan apakah jang harus dimuat dalam surat permohonan untuk
mendapatkan surat izin dan apakah jang harus dilampirkan; Juga tentang
keterangan dan sjarat-sjarat jang harus dinjatakan dalam surat izin tersebut.
b. sjarat apakah jang harus dipenuhi oleh pesawat uap dan perlengkapannja
termasuk dalam pasal 6;
c. cara pemeriksaan dan pertjobaan serta aturan jang harus diindahkan.
d. dalam hal manakah Direktur Pembinaan Norma-Norma Keselamatan Kerdja,
Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat memberi pembebasan seluruhnja,
sebagian atau dengan bersjarat atau ketentuan dalam peraturan pemerintah tersebut.
9 (1)Untuk pemeriksaan dan pertjobaan pesawat uap jang pertama kali, dilakukan oleh
Negara, juga untuk memperoleh surat izin baru dalam hal surat izin aslinja hilang,
dikenakan biaja jang djumlahnja ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
10(1)
Pemohon izin guna pemakaian pesawat uap harus menjediakan baik pekerdjaan
maupun alat mesin jang diperlukan untuk pertjobaan bagi pegawai atau ahli jang
mentjoba pesawat tersebut.
11 (1) Akibat jang merugikan dari suatu pertjobaan dipikul oleh siapa jang memohonnja,
kecuali djika pertjobaan itu tidak dilakukan sebagaimana mestinja
(2) Dalam hal jang terakhir kerugian diganti oleh Negara.
12 (1)
Djika menurut Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene
Perusahaan dan Keselamatan Kerdja pemakaian pesawat, mengingat sjarat tentang
keamanan tidak dapat diperkenankan, ia menolak pemberian izin dan
memberitahukannja disertai dengan alasannja kepada pemohon.
(2)
Pemohon dalam waktu empat belas hari setelah menerima pemberitahuan tersebut,
dapat mengadjukan keberatannja kepada suatu dewan jang terdiri dari Direktur
Djenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerdja sebagai Ketua dan dua orang
Insinjur ahli mesin jang ditundjuk oleh Menteri Tenaga Kerdja dan Transmigrasi
setiap tahun sekali, sebagai anggota.
(3) Kecuali djika keberatan itu terang tidak mempunjai dasar, dewan memerintahkan
agar pesawat diperiksa kembali oleh pegawai atau ahli lain dan djika perlu ditjoba.
(4) Djika pemeriksaan kembali menundjukkan bahwa keberatan jang diajukan oleh
jang berkepentingan adalah tidak beralasan, dewan memberitahukan kepada jang
berkepentingan bahwa penolakan dibenarkan.
13 (1)
Semua pesawat uap jang dipakai beserta perlengkapannja berada di bawah
pengawasan terus menerus oleh Negara. Pengawasan ini didjalankan oleh pegawai-
pegawai dari Kantor Daerah dan Resort dalam wilajah di mana pesawat uap itu
berada menurut aturan jang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
(2)
Di mana berdasarkan aturan itu untuk pemeriksaan dan pertjobaan pesawat uap
ditundjuk ahli lain dari pada pegawai jang bersangkutan dari Pengawasan
Keselamatan Kerdja, maka ahli ini mempunjai wewenang jang sama seperti
pegawai tersebut dan terhadap ahli itu berlaku juga segala sesuatu jang ditetapkan
dalam Undang-undang ini jang berkenaan dengan tindakan tersebut bagi pegawai
itu.
14 (1) Pegawai dan ahli tersebut pada pasal 13 setiap waktu berhak memasuki tempat di
mana pesawat uap dan perlengkapannja berada.
(2) Djika ia ditolak untuk memasuki, ia memasukinja djika perlu dengan bantuan
polisi.
(3)
Djika pesawat atau perlengkapannja hanja dapat dicapai melalui suatu rumah, maka
pegawai tidak akan memasuki rumah tersebut bertentangan dengan kemauan
penghuni, selain dengan menundjukkan suatu surat perintah khusus dari Bupati/
Kepala Daerah jang bersangkutan.
(4) Perihal memasuki ini dibuatnja suatu berita acara; suatu salinannja dikirimkan
kepada penghuni rumah dalam waktu dua kali dua puluh empat jam.
15 (1)
Pemakai pesawat uap dan mereka jang melajaninja, wadjib memberi kepada
pegawai dan ahli termaksud pada pasal 13 semua keterangan jang diinginkan
mengenai hal dan kejadian jang berkenaan dengan didjalankannja Undang-undang
ini.
16 (1)Tiap pesawat uap diperiksa dan djika perlu ditjoba lagi oleh Direktorat Pengawasan
Keselamatan Kerdja setiap kali demikian dianggap perlu oleh Direktorat tersebut
ataupun atas permohonan pemakai.
(2) Untuk pemeriksaan dan pertjobaan termaksud pada ajat jang lalu, pemakai harus
membajar kepada Negara sedjumlah uang jang ditentukan dalam Peraturan
Pemerintah.
(3)
Dengan menjimpang dari ketentuan pada pasal 3, semata-mata untuk pelaksanaan
ajat jang lalu, sebagai pemakai pesawat uap ditetapkan seorang jang atas namanja
surat idzin dikeluarkan, selama ia tidak mengadjukan surat permohonan tertulis
guna menarik kembali surat izin tersebut kepada Direktorat Pengawasan
Keselamatan Kerdja.
17 (1)Pemakai pesawat uap jang menjediakan bagi orang jang ditugaskan mengadakan
pemeriksaan dan pertjobaan, baik pekerdja maupun alat mesin jang diperlukan
untuk pemeriksaan dan pertjobaan tersebut.
18 (1)
Djika pemakai pesawat uap bertentangan dengan pendapat pegawai pengawas jang
bersangkutan jang diberitahukan kepadanja, berpendapat bahwa tidak ada tjukup
alasan baik untuk dalam jangka waktu biasa jang ditetapkan dalam peraturan
pemerintah diadakan pertjobaan atau pemeriksaan jang akan menentukan supaja
pesawat uap tidak dapat dipakai lagi, maupun untuk atas perintah pegawai
menjiapkannja dalam keadaan untuk diperiksa atau ditjoba, maka dalam waktu tiga
hari setelah pemberitahuan tersebut ia menjampaikan secara tertulis keberatannja
kepada pegawai itu. Jang terakhir ini memutuskan apakah penundaan dapat
diberikan. Djika demikian ini dapat disesuaikan dengan sjarat keamanan, maka
olehnja sedapat-dapatnja akan dituruti keinginan pemakai
19 (1) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan:
a. kewadjiban-kewadjiban jang harus dipenuhi:
I. Oleh pemakai:
1. dalam hal pesawat uap dipindahkan tempatnja.
2. djika keadaan pesawat uap dan perlengkapannja tidak memenuhi uraian dan
sjarat-sjarat jang tertjantum dalam surat izinnja.
3. djika penundjukkan pemegang surat izin tidak benar lagi.
4. dalam hal adanja kerusakan pada pesawat dan perlengkapannja.
5. dalam hal ada perbaikan pada pesawat beserta perlengkapannja.
6. tentang hal pemeliharaan dan pelajanan pesawat uap dan perlengkapannja.
7. tentang hal pengaturan ruangan di mana ketel-ketel kapal uap ditempatkan.
II. Oleh pemakai dan oleh orang jang melajaninja, selama pesawat dipakai,
baik djika pesawat uap dan perlengkapannja dalam keadaan bekerdja maupun tidak
mengenai amannja bekerdja pesawat uap beserta perlengkapannja
b. Apakah jang harus dilakukan oleh pemakai pesawat uap agar memungkinkan
pengawasan jang mudah dan tidak berbahaja, dan hal-hal apakah jang dapat
diperintahkan oleh para pegawai dan ahli seperti termaksud dalam pasal 13
c. Dalam hal manakah surat izin dapat ditjabut
(2)
Demikian juga dalam peraturan pemerintah, seperti termaksud pada ajat (1) pasal
ini, ditentukan hal-hal, di mana Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan
Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat memberi pembebasan
seluruh atau bersjarat atas ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah
tersebut.
20(1)
Pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan terhadap pesawat uap,
berwenang memerintahkan dilakukannja usaha jang dipandang perlu guna
mendjamin keamanan pesawat dan ditaatinja ketentuan-ketentuan dalam undang-
undang ini.
(2)Djika ternjata baginja bahwa orang jang bertugas melajani pesawat tidak memiliki
kemampuan jang diperlukan untuk itu, ia dapat memerintahkan agar orang tersebut
dibebaskan dari pelajanan pesawat itu.
(3) Dalam hal termaksud pada ajat pertama dan kedua pasal ini, ditetapkan suatu
jangka waktu dalam waktu mana pemakaian harus melaksanakan perintah tersebut.
(4)
Djika pemakai menganggap dirinja diberatkan oleh perintah jang demikian itu,
dalam waktu empat belas hari setelah perintah itu diberikan kepadanja, ia dapat
mengadjukan keberatannja kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan
Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja jang memberi keputusan
mengenai itu. Djika pemakai juga tidak dapat menjetujui keputusan ini, dalam
waktu sepuluh hari setelah menerima pemberitahuan keputusan tersebut, ia dapat
mengadjukan keberatan dengan suatu surat permintaan jang bermeterai kepada
dewan termaksud pada pasal 12 jang kemudian mengambil keputusan terakhir dan
menetapkan jangka waktu lagi dalam waktu mana keputusan itu harus sudah
dipenuhi.
(5) Segera setelah dipenuhinja perintah jang diberikan itu, pemakai
memberitahukannja kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan
Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dengan perantaraan pegawai
pengawas jang bersangkutan
21 (1)Djika pada pemeriksaan atau pertjobaan ternjata bahwa pesawat tidak lagi
memenuhi sjarat jang diperlukan untuk keamanan dalam pemakaian, pegawai jang
bersangkutan melarang pemakaian selanjutnja.
(2)
Larangan demikian itu ia beritahukan kepada Bupati/Kepala Daerah jang
bersangkutan jang bertanggung jawab atas pelaksanaannja, dan kepada Direktur
Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerdja.
(3)
Pemakai dapat mengadjukan keberatannja kepada dewan termaksud pada pasal 12
dalam waktu jang ditetapkan disini, kecuali dalam hal keberatan tersebut terang
tidak mempunjai dasar, dewan hanja mengambil keputusan terakhir, setelah
pesawat diperiksa kembali atau djika perlu ditjoba oleh seorang pegawai atau ahli
lain.
(4)
Djika larangan tidak dapat diubah lagi karena dibenarkan dalam tingkat banding
atau karena lewatnja jangka waktu jang ditetapkan, Direktur Pembinaan Norma-
norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja mentjabut
surat izin jang dikeluarkan untuk pesawat itu.
22 (1)
Djika pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan mendapatkan bahwa
suatu pesawat uap bekerdja tanpa adanja izin jang diperlukan itu, ia melarang
pemakaian selanjutnja. Terhadap larangan ini berlaku ketentuan termaksud pada
pasal 21 ajat (2).
(2)Pesawat uap tidak boleh dipakai lagi, kecuali setelah berdasarkan suatu
permohonan, ternjata dari suatu pemeriksaan dan pertjobaan sesuai dengan pasal 7
dan 8 bahwa terhadap pemakaian ini tidak ada keberatan.
23 (1)
Tentang meledaknja suatu pesawat uap, pemakai segera memberitahukan kepada
Bupati/Kepala Daerah. Ia mendjaga agar pada tibanja Bupati/Kepala Daerah ini di
tempat ketjelakaan, semua berada dalam keadaan tidak berubah, kecuali djika
demikian itu dapat menimbulkan bahaja.
(2) Tentang meledaknja suatu pesawat uap jang termaksud perlengkapan suatu kapal
uap atau alat pengangkutan di darat, pemberitahuan dilakukan kepada
Bupati/Kepala Daerah di tempat kapal itu berlabuh atau pelabuhan jang pertama
dimasuki atau di mana alat pengangkutan itu berada.
(3)
Bupati/Kepala Daerah segera setelah ia menerima pemberitahuan mengenai
perlengkapan tersebut, mengambil tindakan seperlunja untuk mendjaga agar segala
sesuatu di tempat ketjelakaan tetap tidak berubah sampai pemeriksaan termaksud di
bawah ini dimulai sekedar demikian itu tidak akan menimbulkan bahaja. Ia
memberitahukan kejadian tersebut baik langsung maupun dengan perantaraan
Gubernur/Kepala Daerah kepada pegawai jang berkewadjiban melakukan
pengawasan atas pesawat uap jang secepatnja harus mengadakan pemeriksaan di
tempat.
24 (1)
Pemeriksaan ditempat terutama bertudjuan menetapkan apakah perledakan itu
adalah akibat :
1. kelalaian atau keteledoran ataupun karena tidak memperhatikan aturan mengenai
pemakaian pesawat uap oleh pihak pemakai atau dalam hal ia dapat membuktikan
bahwa ia telah melakukan segala sesuatunja untuk mendjaga dilaksanakannja
aturan itu, oleh pihak orang jang diberi tugas melajani pesawat itu;
2. Tindakan sengaja oleh pihak ketiga;
(2)
Mengenai pemeriksaan ini oleh pegawai jang ditugaskan melakukan pemeriksaan,
atas sumpah jabatannja dibuat suatu berita acara lipat dua jang sedapat-dapatnja
memuat suatu keterangan jang djelas dan tegas mengenai sebab ketjelakaan
tersebut. Sebuah berita acara djika ada dugaan bahwa telah dilakukan suatu tindak
pidana secepatnja diajukan kepada pegawai jang berkewadjiban melakukan
penuntutan dan jang lainnja kepada Direktur Pembinaan Norma-norma
Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja jang segera
setelah menerima surat tersebut, mentjabut surat izin jang telah dikeluarkan untuk
pesawat jang meledak itu.
25 (1)
Selain pegawai jang berkewadjiban melakukan pengusutan kejahatan dan
pelanggaran pada umumnja, juga pegawai tersebut pada pasal 13 berwenang dan
wadjib mengadakan pengusutan pelanggaran dalam Undang-undang ini dan
terhadap aturan jang diadakan untuk melaksanakan Undang-undang ini.
26 (1)
Pemakai pesawat uap dipidana dengan kurungan selama-lamanja tiga bulan atau
denda sebanjak-banjaknja tujuh ribu lima ratus rupiah;
a. djika pesawat tersebut didjalankan sebelum izin jang disjaratkan untuk itu
diperoleh atau sesudah izin itu ditjabut ataupun pemakaian selanjutnja, berdasarkan
ajat pertama pasal 21 atau ajat pertama pasal 22, dilarang;
b. djika ia tidak mendjaga dengan sepenuhnja atas bekerdjanja alat keamanan
seperti jang diuraikan dalam surat izin jang diberikan;
c. djika ia membiarkan alat keamanan itu diubah diluar pengetahuan pegawai jang
berkewadjiban melakukan pengawasan atau berdjalannja baik dan tepat alat
tersebut dirintangi;
d. djika ia tidak mendjaga dengan sepenuhnja agar pendjagaan khusus untuk
mendjalankannja diindahkan;
e. djika ia setelah terjadinja suatu perledakan, tidak segera memberitahukannja
kepada Bupati/Kepala Daerah.
27 (1)Dipidana dengan kurungan selama-lamanja satu bulan atau denda sebanjak-
banjaknja empat ribu lima ratus rupiah, barang siapa jang bertugas melajani suatu
pesawat uap tidak berada di tempat pada waktu pesawat itu dipergunakan.
28 (1) Tindakan pidana dalam Undang-undang ini dianggap sebagai pelanggaran.
29 (1)
Undang-undang ini tidak berlaku terhadap pesawat uap jang dipakai di kapal
Angkatan Laut Republik Indonesia, Perhubungan Laut dan Dinas Pemberantasan
Penjelundupan Candu di laut serta selain pengecualian jang ditentukan dengan
peraturan pemerintah, juga tidak berlaku terhadap pesawat uap jang dipakai di
perhubungan dan kepolisian milik Pemerintah Daerah.
30 (1) Ketjuali jang ditetapkan pada pasal 23 dan 24, Undang-undang ini juga tidak
berlaku terhadap pesawat uap
a. jang dipakai di kapal dan perahu jang tidak diperlengkapi dengan bukti
kewarganegaraan Indonesia yang sah atau sebagai gantinja suatu surat idzin, djika
pemakai membuktikan bahwa telah dipenuhinja peraturan mengenai uap jang
berlaku di Negara jang benderanja ia pakai ataupun kapal itu tidak memperlihatkan
surat izin mengangkut penumpang atau surat mengenai kemampuan (fertificaat van
deugdelijkheid) jang memuat tjatatan mengenai pengangkutan penumpang dari
negaranja sendiri jang masih berlaku dan diakui oleh Indonesia, kecuali djika
pemiliknja menjatakan keinginannja untuk menempatkan pesawat uap itu dibawah
pengawasan Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerdja.
b. Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan
dan Kesehatan Kerdja dapat menetapkan apakah dan dalam hal manakah mengenai
kapal jang diklasifikasikan dapat dipandang tjukup dengan pengawasan oleh Biro
klasifikasi jang bersangkutan.
c. jang dapat diangkut dan milik seorang pemilik jang bertempat tinggal di luar
Indonesia, djika pemakai membuktikan, bahwa telah dipenuhi peraturan mengenai
uap jang berlaku di Negara di mana pemilik bertempat tinggal dan bahwa pesawat
itu dipakai di Indonesia kurang dari enam bulan berturut-turut.
31 (1)
Pemakai pesawat uap jang pada waktu berlakunja Undang-undang ini memiliki
surat izin, tetap berhak untuk memakai pesawat uapnja itu berdasarkan surat
tersebut dan dengan sjarat jang tertjantum dalam surat izin itu.
Hak untuk memakai surat izin ini berakhir pada pembaharuan suatu bagian dari
pesawat uap atau perlengkapannja dengan tidak menjesuaikannja dengan ketentuan
jang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini
32 (1)Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Uap tahun 1930
2) Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. Bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional
b. Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja terjamin pula keselamatannya
c. Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien
d. Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;
e. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Industrialisasi. teknik dan teknologi
Mengingat :
a. Pasal-pasal 5.20 dan 27 Undang-undang Dasar 1945
b. Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-
ketentuanPokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1969 Nomor 35,Tambahan Lembaran negara Nomor 2912).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong :Mencabut : Veiligheidsreglement tahun 1910 (Stbl. No.406)
Menetapakan : Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja
BAB I Tentang Istilah-istilahPasal Ayat Penjelasan
1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1)
“Tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2.
(2)Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut.
(3)“Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu tempat
kerja ataubagiannya yang berdiri sendiri.
(4) “Pengusaha” ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan seseuatu usaha milik sendiri dan
untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha
bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum
termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
(5)“Direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan Undang undang ini.
(6)“Pegawai Pengawas” ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(7)
Ahli Keselamatan Kerja” ialah tenaga tehnis yang berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
mengawasi ditaatinya Undang undang ini.
BAB II Ruang LingkupPasal Ayat Penjelasan
2 (1)
Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara,
yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan
bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,
menimbulkan infeksi,bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan,
saluran, atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan
pekerjaan persiapan;
d. dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan
atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun
atau gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau
telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian)
yang menggunakan alat tehnis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan
listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar pilem, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya
yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
(3)
Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan-
ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan
atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan
dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III Syarat -syarat Keselamatan Kerja
Pasal Ayat Penjelasan3 (1) Dengan peraturan perundangan-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan
kerja untuk:
a. mencegah dan mengurangi kecela- kaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadam kan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam
ayat (1) sesuaidengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta
pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat
(1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta
pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
4 (1)
Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
dalam perecanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2)
Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu
kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup
bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat
perlindungan, pengujian, dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan,
pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang,
produksi teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu
sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3)
Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat
(1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban
memenuhi danmentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.
BAB IV Pengawasan
Pasal Ayat Penjelasan
5 (1)
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan
para pegawai pengawas kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung
terhadap ditaatinya Undangundang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2)Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
6 (1)Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan
permohonan bandingkepada Panitia Banding.
(2)Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding
dan lainlainnyaditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
7 (1) Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar
retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan
perundangan.
8 (1)
Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
(2)
Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur.
(3)Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan.
BAB V Pembinaan
Pasal Ayat Penjelasan
9 (1)
Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat
kerjanya;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam semua
tempat kerjanya;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2)Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia
yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(3)
Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang
berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam
pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan.
(4)Pengurusa diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
BAB V Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal Ayat Penjelasan
10 (1)
Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan dan Kesehatan
Kerja gunmemperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif
dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2)Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
BAB VII Kecelakaan
Pasal Ayat Penjelasan
11 (1)Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja
yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2)Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam
ayat (1)diatur dengan peraturan perundangan
BAB VII Kewajiban dan Hak Kerja
Pasal Ayat Penjelasan
12 (1)
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau
ahli keselamatan kerja;
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agas dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-
batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan
BAB IX Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja
Pasal Ayat Penjelasan
13 (1)
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua
petunjukkeselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan.
BAB X Kewajiban Pengurus
Pasal Ayat Penjelasan
14 (1)
Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua
peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan
kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat
yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja;
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan
pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap
orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk
yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI Ketentuan-kententuan Penutup
Pasal Ayat Penjelasan
15 (1)Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundangan.
(2)
Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana
atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran
16 (1)
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu
Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun
sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan
menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.
17 (1)
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-
undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja
yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
18 (1)
Undang-undang ini disebut “Undang-undang Keselamatan Kerja” dan mulai
berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang inidengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
3) Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan
Menimbang :
a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur yang merata, baik meteriil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945;
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mampunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan
peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;
e. bahwa beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau ditarik kembali;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c, d an e perlu membuat Undang-undang tentang Ketenagakerjaan;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia tahun 1945;
Dengan Persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia
Beberapa Hal-hal penting dalam undang-undang tenaga kerja :
BAB I Ketentuan umum
Pasal Ayat Penjelasan
1 (1)Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama dan sesudah bekerja (masa kerja).
(2)
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan, atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun masyarakat
(3)
Pekerja (buruh) adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Perjanjian kerja adalah perjanjianantara pekerja (buruh)
dengan pengusaha (perusahaan) yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban pihak pekerja dan pengusaha.
(4)
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku
dalam proses produksi barang dan, atau jasa yang terdiri dari unsur
pengusaha( perusahaan), pekerja (buruh) dan pemerintah yang didasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.
(5)
Pemutusan hubungan kerja adalan pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja (buruh)
dan pengusaha (perusahaan).
(6)
Kesejahteraan pekerja (buruh) adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan, atau
keperluan yang bersifat jasmaniah serta rohaniah, baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi
produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
BAB II Landasan, asas dan tujuan
Pasal Ayat Penjelasan
4 (1)
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
BAB III Kesempatan dan perlakuan yang sama
Pasal Ayat Penjelasan5 (1) Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan
6 (1) Setiap pekerja (buruh) berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha (perusahaan) / atasan.
BAB IV Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan
Pasal Ayat Penjelasan8 (1) Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara
lain meliputi :
a. Penduduk dan tenaga kerja.b. Kesempatan kerja.c. Pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja.
d. Produktivitas tenaga kerja.e. Hubungan industrial.f. Kondisi lingkungan kerja.g. Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.h. Jaminan sosial tenaga kerja.
BAB V Pelatihan kerja
Pasal Ayat Penjelasan
9 (1)Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan.
BAB VI Penempatan tenaga kerja
Pasal Ayat Penjelasan
31 (1)Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dlam negeri atau di luar negeri.
38 (1)Pelaksana penempatan tenaga kerja dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja.
(2)Lembaga penempatan tenaga kerja swasta hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan atau jabatan tertentu.
BAB VII Perluasan kesempatan kerja
BAB VIII Penggunaan tenaga kerja asing
Pasal Ayat Penjelasan46 (1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan,
atau jabatan-jabatan tertentu
BAB IX Hubungan kerja
Pasal Ayat Penjelasan50 (1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan,
atau jabatan-jabatan tertentu
51 (1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan (tidak tertulis)
(2)Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dan dilaksanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
52 (1)
Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. Kesepakatan kedua belah pihak.
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum.
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
53 (1)Segala hal dan, atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian
kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha (perusahaan).
55 (1)Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan, atau dirubah, kecuali atas
persetujuan para pihak.
59 (1)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.
c. Pekerjaan yang bersifat musiman.
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2)Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat dadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat
diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu)
kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(5)
Pengusaha (perusahaan) yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu
tertentu berakhir, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu
terntentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja
(buruh) yang bersangkutan.
(6)
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi
masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu
tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh
dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
60 (1)Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan
kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
(2)Dalam masa percobaan kerja, pengusaha (perusahaan) dilarang membayar upah
dibawah upah minimum yang berlaku
61 (1)
Perjanjian kerja berakhir apabila :
a. Pekerja meninggal dunia.b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.c. Adanya putusan pengadilan dan, atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
(2)Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak
atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan atau hibah.
(3)
Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan, maka hak-hak pekerja (buruh) menjadi
tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian
pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak peerja (buruh).
(4)Dalam hal pengusaha, orang perorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha
dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja (buruh).
(5)
Dalam hal pekerja (buruh) meninggal dunia, ahli waris pekerja (buruh) berhak
mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
62 (1)
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu atau berakhirnya
hubungan kerja bukan karena ketentuan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja (buruh)
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
63 (1)
Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka
pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja (buruh) yang
bersangkutan.
(2)
Surat pengangkatan sekurang-kurangnya memuat keterangan :
a. Nama dan alamat pekerja (buruh).
b. Tanggal mulai bekerja.
c. Jenis pekerjaan.
d. Besarnya upah.
BAB X Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan
Pasal Ayat Penjelasan77 (1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja
(2)
Waktu kerja meliputi :
a. 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
b. 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
78 (1)
Pengusaha (perusahaan) yang memperkerjakan pekerja (buruh) melebihi waktu
kerja harus memenuhi syarat :
a. Ada persetujuan pekerja (buruh) yang bersangkutan.
b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
79 (1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja (buruh).
(2)
Waktu istirahat dan cuti meliputi :
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah
berkerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja.
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
c. Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja
(buruh) yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus.
d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja
(buruh) yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja (buruh) tersebut tidak
berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan
selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
80 (1)Pengusaha (perusahaan) wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada
pekerja (buruh) untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
81 (1)
Pekerja (buruh) perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan kepada pengusaha (perusahaan), tidak wajib bekerja pada hari
pertama dan kedua pada waktu haid
(2)Pelaksanaan ketentuan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama
82 (1)
Pekerja (buruh) perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum
saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan
dokter kandungan atau bidan.
(2)
Pekerja (buruh) perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter
kandungan atau bidan
83 (1) Pekerja (buruh) perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan
sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu
kerja.
86 (1)
Setiap pekerja (buruh) mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Moral dan kesusilaan.
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
88 (1)
Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja (buruh) meliputi :
a. Upah minimum.
b. Upah kerja lembur.
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya.
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.
f. Bentuk dan cara pembayaran upah.
g. Denda dan potongan upah.
h. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional.
i. Upah untuk pembayaran pesangon.
j. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
93 (1)
Upah yang dibayarkan kepada pekerja (buruh) yang sakit sebagai berikut :
a. Untuk 4 bulan pertama, dibayar 100% dari upah.
b. Untuk 4 bulan kedua, dibayar 75% dari upah.
c. Untuk 4 bulan ketiga, dibayar 50% dari upah.
d. Untuk bulan selanjutnya (setelah 12 bulan), dibayar 25% dari upah sebelum
pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha (perusahaan).
94 (1) Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka
besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari total upah (upah pokok +
tunjangan).
(2)Setiap pekerja (buruh) dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja.
(3)
Jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
a. Jaminan Kecelakaan Kerja yang perincian besarnya iuran berdasarkan
kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1,
Kelompok I 0,24% dari upah sebulan.
b. Jaminan Hari Tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan.
c. Jaminan Kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan.
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga
kerja yang sudah berkeluarga, dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja
yang belum berkeluarga
BAB XI Hubungan industrial
BAB XII Pemutusan hubungan kerja
Pasal Ayat Penjelasan
156 (1)
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar
uang pesangon dan, atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak
yang seharusnya diterima.
(2) Perhitungan uang pesangon paling sedikit sebagai berikut :
a. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.
b. Masa kerja 1 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah.
c. Masa kerja 2 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah.
d. Masa kerja 3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah.
e. Masa kerja 4 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah.
f. Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah.
g. Masa kerja 6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah.
h. Masa kerja 7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah.
i. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.
158 (1)
Pengusaha (perusahaan) dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja
(buruh) dengan alasan pekerja (buruh) telah melakukan kesalahan berat sebagai
berikut :
a. Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang dan, atau uang
milik perusahaan.
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan.
c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukan, memakai dan, atau
mengedarkan narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan
kerja.
d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja
atau pengusaha di lingkungan kerja.
f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan.
h. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
i. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam
pidana penjara 5 tahun atau lebih.
168 (1) Pekerja (buruh) yang mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa
keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah
dipanggil oleh pengusaha (perusahaan) 2 kali secara patut dan tertulis dapat diputus
hubungan kerjanya karena dikulifikasikan mengundurkan diri.
BAB XII Pembinaan
Pasal Ayat Penjelasan
174 (1)
Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi pengusaha
(perusahaan), serikat pekerja (buruh) dan organisasi profesi terkait dapat
melakukan kerja sama internasional di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
BAB XIV Pengawasan
Pasal Ayat Penjelasan
176 (1)
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan
yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
BAB XV Penyidikan
Pasal Ayat Penjelasan
182 (1)
Selain penyidik pejabat polisi negara republik Indonesia, juga kepada pegawai
pengawas ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusu sebagai penyidik pegawai
negeri sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XVI Ketentuan pidana dan sanksi administratif
Pasal Ayat Penjelasan
183 (1)
Barang siapa melanggar ketentuan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat
2 tahun dan paling lama 5 tahun dan, atau denda paling sedikit 200 juta dan paling
banyak 500 juta.
BAB XVII Ketentuan peralihan
Pasal Ayat Penjelasan
191 (1)
Semua peraturan yang mengatur ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan, atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan
undang-undang.
BAB XVIII Ketentuan penutup
Pasal Ayat Penjelasan
193 (1)
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penempatanya dalam lembaran negara republik Indonesia.
BAB IIIPENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pemamparan makalah ini dapat saya menyimpulkan bahwa pada kesehatan dan
keselamatan kerja khususnya pada perusahan sangat penting dilakukan, karena dapat
mengingkatkan kesejahtraan, kesehatan dan terutama keselamatan kerja karyawan atau pekerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik
jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan
konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko
kecelakaan di lingkungan kerja.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-
undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya
yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai
menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Keselamatan kerja menunjuk kepada
kondisi–kondisi fisiologis-fisikal dan pisiologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan
kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan–tindakan
keselamatan yang efektif, maka tidak akan ada lagi kecelakaan dalam pekerja hal ini akan lebih
mempercepat kesejahtraan karyawan yang nantinya juga berimbas pada hasil – hasil produksi
perusahaan ini.