59
BAB I PENDAHULUAN Keselamatan kerja sebenarnya sudah diupayakan oleh manusia sudah sejak lama. Dalam melaksanakan pekerjaan, secara tidak sengaja dalam keadaan sadar atau tidak sadar, manusia pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cidera bahkan mungkin sampai merenggut nyawa. Dari kenyataan tersebut, manusia berusaha untuk tidak mengalami kecelakaan atau kejadian serupa tidak akan terulang lagi. Tentunya cara-cara yang diterapkan pada jaman dahulu, berbeda dengan yang diterapkan sekarang. Yang jelas upaya yang dilakukan adalah dengan memperbaiki peralatan kerja dan cara (sistem) kerjanya. Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, masalah keamanan dan keselamatan kerja merupakan faktor penting yang harus menjadi perhatian utama semua pihak. Kerberhasilan kita dalam melaksanakan pekerjaan tidak hanya diukur dari selesainya pekerjaan tersebut. Banyak hal yang dijadikan sebagai parameter penilaian terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Pekerjaan dinilai berhasil apabila keamanan dan keselamatan semua sumber daya yang ada terjamin, dapat diselesaikan tepat waktu atau bahkan bisa lebih cepat dari waktu yang ditentukan, memberikan keuntungan bagi perusahaan, memberikan kepuasan kepada semua pihak (pimpinan, karyawan dan pemberi kerja).

ISI.docx

  • Upload
    tanti

  • View
    213

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISI.docx

BAB IPENDAHULUAN

Keselamatan kerja sebenarnya sudah diupayakan oleh manusia sudah sejak lama. Dalam

melaksanakan pekerjaan, secara tidak sengaja dalam keadaan sadar atau tidak sadar, manusia

pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cidera bahkan mungkin sampai merenggut

nyawa. Dari kenyataan tersebut, manusia berusaha untuk tidak mengalami kecelakaan atau

kejadian serupa tidak akan terulang lagi. Tentunya cara-cara yang diterapkan pada jaman dahulu,

berbeda dengan yang diterapkan sekarang. Yang jelas upaya yang dilakukan adalah dengan

memperbaiki peralatan kerja dan cara (sistem) kerjanya.

Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, masalah keamanan dan keselamatan kerja

merupakan faktor penting yang harus menjadi perhatian utama semua pihak. Kerberhasilan kita

dalam melaksanakan pekerjaan tidak hanya diukur dari selesainya pekerjaan tersebut. Banyak hal

yang dijadikan sebagai parameter penilaian terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Pekerjaan

dinilai berhasil apabila keamanan dan keselamatan semua sumber daya yang ada terjamin, dapat

diselesaikan tepat waktu atau bahkan bisa lebih cepat dari waktu yang ditentukan, memberikan

keuntungan bagi perusahaan, memberikan kepuasan kepada semua pihak (pimpinan, karyawan

dan pemberi kerja).

Masalah keamanan dan keselamatan kerja menjadi sangat penting, karena dengan

terwujudnya keamanan dan keselamatan kerja bearti dapat menekan biaya operasional pekerjaan.

Apabila dalam melaksanakan pekerjaan terjadi kecelakaaan, maka akan bertambah biaya

pengeluaran, yang pada akhirnya mengurangi keuntungan perusahaan. Dalam kasus kecelakan

yang berat, kerugian yang ditimbulkan tidak hanya menyangkut aspek financial (dana), tetapi

bisa menyebabkan cacat pada pekerja bahkan mungkin meninggal dunia.

Page 2: ISI.docx

BAB IIISI

2.1.      Pengertian Keselamatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang

sehat dan aman baik bagi pekerjannya, perusahaan mauun bagi masyarakat dan

lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Keselamatan kerja juga merupakan

suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang data

mengakibatkan kecelakaan.

2.2. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja

Dari pemahaman diatas sasaran keselamatan kerja adalah:

a. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

b. Mencegah timbulnya penyakit akibat suatu pekerjaan.

c. Mencegah/ mengurangi kematian.

d. Mencegah/mengurangi cacat tetap.

e. Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan, alat-alat kerja,

mesin-mesin, instalasi dan lain sebagainya.

f. Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin kehidupan

produktifnya.

g. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat dan sumbersumber produksi lainnya.

h. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat

menimbulkan kegembiraan semangat kerja.

i. Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi industri serta pembangunan

Page 3: ISI.docx

2.3.      Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja

Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 pasal 3 syarat-syarat keselamatan

kerja ayat 1 bahwa dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat

keselamatan kerja untuk:

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

c. Mencegah dan mengurang bahaya peledakan

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian

lain yang berbahaya

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan

f. Memberi alat perlindungan diri kepada para pekerja

g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,

debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan gelora.

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis,

keracunan, infeksi dan penularan.

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

k.  menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. Memelihara kebersihan, keselamatan dan ketertiban.

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja dan alat kerja.

n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang-orang, binatang, tanaman atau

barang.

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan

barang.

q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya

kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Page 4: ISI.docx

2.3.      Perundangan keselamatan dan kesehatan kerja

Perundang-undangan K3 ialah salah satu alat kerja yang sangat penting bagi para

Ahli K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) guna menerapkan K3 (Keselamatan dan

Kesehatan Kerja) di Tempat Kerja.

Berikut merupakan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Republik Indonesia yang memuat isi sebagai berikut antara lain:

a. Undang-Undang K3 :

1) Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)

2) Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

3) Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan

b. Peraturan Pemerintah terkait K3 :

1) Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).

2) Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,

Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.

3) peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan

Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.

4) Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada Pemurnian

dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.

c. Peraturan Menteri terkait K3 :

1) Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi

Dokter Perusahaan.

2) Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.

Page 5: ISI.docx

3) Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta

Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli

Keselamatan Kerja.

4) Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen

Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.

5) Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi

Bangunan.

6) Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja

Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

7) Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan

Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

8) Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat

Kerja.

9) Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.

10) Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.

11) Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.

12) Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.

13) Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pemakaian Asbes.

14) Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.

15) Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.

16) Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

17) Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator

Pesawat Uap.

18) Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator

Keran Angkat.

19) Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur

Petir.

20) Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan

Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Page 6: ISI.docx

21) Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

22) Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

23) Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan

Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar

Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

24) Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan

Kecelakaan.

25) Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata

Kerja Dokter Penasehat.

26) Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.

d. Keputusan Menteri terkait K3 :

1) Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan,

Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

2) Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174

Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada

Tempat Kegiatan Konstruksi.

3) Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan

Kerja.

4) Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit

Akibat Kerja.

5) Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Nasional.

6) Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di

Tempat Kerja.

Page 7: ISI.docx

7) Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di

Tempat Kerja.

8) Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.

9) Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional

Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi

Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja.

10) Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang

Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.

11) Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan

HIV/AIDS di Tempat Kerja.

e. Instruksi Menteri terkait K3 :

1) Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan Khusus K3

Penanggulangan Kebakaran.

f. Surat Edaran dan Ketusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan

Ketenagakerjaan terkait K3 :

1) Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan

Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara

Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.

2) Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan

Ketenagakerjaan No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan

Kewajiban Teknisi Lift.

3) Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan

Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik.

Page 8: ISI.docx

2.3.1.     Penjabaran Undang Undang K3

1) Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)

(Stb. No.225 Tahun 1930)

Mengubah : Peraturan Uap No. 342 tahun 1924

Menimbang : Bahwa dianggap perlu untuk menindau kembali Peraturan

Uap jang ditetapkan berdasarkan Ordonansi tanggal 4

Pebruari tahun 1924 (Stb. No. 42 tahun 1924), sebagaimana

diubah dengan Ordonansi tanggal 24 Maret 1924 (Stb. No.

129), tanggal 19 Maret tahun 1925 (Stb. No. 121) dan

tanggal 11 Mei tahun 1927 (Stb. No. 257)

Mencabut : Peraturan-peraturan uap jang ditetapkan berdasarkan

Ordonansi tanggal 4 Pebruari tahun 1924 (Stb. No. 42)

Menetapakan : Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)

Pasal Ayat Penjelasan

1 (1)

Jang dimaksud dengan pesawat uap dalam Undang-undang ini ialah suatu ketel uap

dan setiap pesawat lainnja jang ditetapkan dengan peraturan pemerintah secara

langsung atau tidak langsung dihubungkan dengan suatu ketel uap dan

diperuntukkan guna bekerdja dibawah tekanan jang lebih tinggi dari tekanan udara

biasa.

(2)Ketel uap ialah suatu pesawat jang dibangun untuk menghasilkan uap jang

dipergunakan di luar pesawat tersebut.

2 (1)

Jang dimaksud dengan perlengkapan suatu pesawat uap dalam Undang-undang ini

ialah semua pesawat jang ditudjukan untuk mendjamin pemakaian pesawat uap itu

dengan aman.

3 (1) Jang dimaksud dengan pemakai suatu pesawat uap dalam Undang-undang ini ialah:

a. dalam hal pemakaian khusus untuk keperluan rumah tangga, kepala keluarga

atau pengurus suatu bangunan di mana pesawat tersebut dipakai,

Page 9: ISI.docx

b. dalam semua hal lainnja, kepala atau pengurus usaha, perusahaan atau bangunan

di mana pesawat itu dipakai.

4 (1)

Dalam Undang-undang ini jang dimaksud dengan pesawat uap jang tetap ialah

semua pesawat uap jang ditantjapkan di lantai/dinding dan dengan pesawat uap

jang dapat dipindah-pindahkan ialah semua pesawat uap jang tidak ditantjapkan di

lantai dinding.

5(1)

Barang siapa merentjanakan suatu pesawat uap guna dipakai di “Hindia Belanda”,

mengadjukan permohonan pengesahan rentjana gambar pesawat uap tersebut

kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene

Perusahaan dan Kesehatan Kerdja.

(2)

Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan:

a. surat-surat manakah jang harus dilampirkan pada permohonan pengesahan

tersebut diatas,

b. berapa biaja jang harus dibajar kepada Negara untuk itu dan

c. oleh pedjabat manakah pengesahan itu dapat ditjabut.

6(1)

Dilarang mendjalankan suatu pesawat uap tanpa memiliki surat izin untuk itu jang

diberikan oleh Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene

Perusahaan dan Kesehatan Kerdja.

(2)Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditundjuk pesawat uap, terhadap mana tidak

berlaku ajat jang lalu.

7(1)

Surat izin diberikan, apabila pemeriksaan dan pertjobaan pesawat, juga

pemeriksaan terhadap perlengkapannja jang dilakukan oleh Negara menundjukkan

hasil jang memenuhi sjarat-sjarat dalam dan berdasarkan peraturan perundangan

termasuk pasal 8.

(2)

Untuk Pesawat Uap jang ditempatkan di kapal berasal dari luar Indonesia dan jang

telah diperiksa dan ditjoba di Negeri Belanda, pertjobaan seperti termaksud pada

ajat (1) pasal ini tidak diharuskan, asalkan pesawat itu tetap berada di kapal jang

sama dimana pesawat itu ditempatkan sewaktu pemeriksaan dilakukan di Negeri

Belanda, dan pada surat permohonan dilampirkan bukti jang diberikan oleh Menteri

Perburuhan, Perdagangan dan Perindustrian Belanda jang menjatakan bahwa

pemeriksaan dan pertjobaan telah dilakukan dengan hasil jang memuaskan.

Page 10: ISI.docx

8 (1)

Dengan Peraturan Perundangan ditetapkan

a. Keterangan apakah jang harus dimuat dalam surat permohonan untuk

mendapatkan surat izin dan apakah jang harus dilampirkan; Juga tentang

keterangan dan sjarat-sjarat jang harus dinjatakan dalam surat izin tersebut.

b. sjarat apakah jang harus dipenuhi oleh pesawat uap dan perlengkapannja

termasuk dalam pasal 6;

c. cara pemeriksaan dan pertjobaan serta aturan jang harus diindahkan.

d. dalam hal manakah Direktur Pembinaan Norma-Norma Keselamatan Kerdja,

Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat memberi pembebasan seluruhnja,

sebagian atau dengan bersjarat atau ketentuan dalam peraturan pemerintah tersebut.

9 (1)Untuk pemeriksaan dan pertjobaan pesawat uap jang pertama kali, dilakukan oleh

Negara, juga untuk memperoleh surat izin baru dalam hal surat izin aslinja hilang,

dikenakan biaja jang djumlahnja ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

10(1)

Pemohon izin guna pemakaian pesawat uap harus menjediakan baik pekerdjaan

maupun alat mesin jang diperlukan untuk pertjobaan bagi pegawai atau ahli jang

mentjoba pesawat tersebut.

11 (1) Akibat jang merugikan dari suatu pertjobaan dipikul oleh siapa jang memohonnja,

kecuali djika pertjobaan itu tidak dilakukan sebagaimana mestinja

(2) Dalam hal jang terakhir kerugian diganti oleh Negara.

12 (1)

Djika menurut Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene

Perusahaan dan Keselamatan Kerdja pemakaian pesawat, mengingat sjarat tentang

keamanan tidak dapat diperkenankan, ia menolak pemberian izin dan

memberitahukannja disertai dengan alasannja kepada pemohon.

(2)

Pemohon dalam waktu empat belas hari setelah menerima pemberitahuan tersebut,

dapat mengadjukan keberatannja kepada suatu dewan jang terdiri dari Direktur

Djenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerdja sebagai Ketua dan dua orang

Insinjur ahli mesin jang ditundjuk oleh Menteri Tenaga Kerdja dan Transmigrasi

setiap tahun sekali, sebagai anggota.

(3) Kecuali djika keberatan itu terang tidak mempunjai dasar, dewan memerintahkan

agar pesawat diperiksa kembali oleh pegawai atau ahli lain dan djika perlu ditjoba.

(4) Djika pemeriksaan kembali menundjukkan bahwa keberatan jang diajukan oleh

Page 11: ISI.docx

jang berkepentingan adalah tidak beralasan, dewan memberitahukan kepada jang

berkepentingan bahwa penolakan dibenarkan.

13 (1)

Semua pesawat uap jang dipakai beserta perlengkapannja berada di bawah

pengawasan terus menerus oleh Negara. Pengawasan ini didjalankan oleh pegawai-

pegawai dari Kantor Daerah dan Resort dalam wilajah di mana pesawat uap itu

berada menurut aturan jang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

(2)

Di mana berdasarkan aturan itu untuk pemeriksaan dan pertjobaan pesawat uap

ditundjuk ahli lain dari pada pegawai jang bersangkutan dari Pengawasan

Keselamatan Kerdja, maka ahli ini mempunjai wewenang jang sama seperti

pegawai tersebut dan terhadap ahli itu berlaku juga segala sesuatu jang ditetapkan

dalam Undang-undang ini jang berkenaan dengan tindakan tersebut bagi pegawai

itu.

14 (1) Pegawai dan ahli tersebut pada pasal 13 setiap waktu berhak memasuki tempat di

mana pesawat uap dan perlengkapannja berada.

(2) Djika ia ditolak untuk memasuki, ia memasukinja djika perlu dengan bantuan

polisi.

(3)

Djika pesawat atau perlengkapannja hanja dapat dicapai melalui suatu rumah, maka

pegawai tidak akan memasuki rumah tersebut bertentangan dengan kemauan

penghuni, selain dengan menundjukkan suatu surat perintah khusus dari Bupati/

Kepala Daerah jang bersangkutan.

(4) Perihal memasuki ini dibuatnja suatu berita acara; suatu salinannja dikirimkan

kepada penghuni rumah dalam waktu dua kali dua puluh empat jam.

15 (1)

Pemakai pesawat uap dan mereka jang melajaninja, wadjib memberi kepada

pegawai dan ahli termaksud pada pasal 13 semua keterangan jang diinginkan

mengenai hal dan kejadian jang berkenaan dengan didjalankannja Undang-undang

ini.

16 (1)Tiap pesawat uap diperiksa dan djika perlu ditjoba lagi oleh Direktorat Pengawasan

Keselamatan Kerdja setiap kali demikian dianggap perlu oleh Direktorat tersebut

ataupun atas permohonan pemakai.

(2) Untuk pemeriksaan dan pertjobaan termaksud pada ajat jang lalu, pemakai harus

membajar kepada Negara sedjumlah uang jang ditentukan dalam Peraturan

Page 12: ISI.docx

Pemerintah.

(3)

Dengan menjimpang dari ketentuan pada pasal 3, semata-mata untuk pelaksanaan

ajat jang lalu, sebagai pemakai pesawat uap ditetapkan seorang jang atas namanja

surat idzin dikeluarkan, selama ia tidak mengadjukan surat permohonan tertulis

guna menarik kembali surat izin tersebut kepada Direktorat Pengawasan

Keselamatan Kerdja.

17 (1)Pemakai pesawat uap jang menjediakan bagi orang jang ditugaskan mengadakan

pemeriksaan dan pertjobaan, baik pekerdja maupun alat mesin jang diperlukan

untuk pemeriksaan dan pertjobaan tersebut.

18 (1)

Djika pemakai pesawat uap bertentangan dengan pendapat pegawai pengawas jang

bersangkutan jang diberitahukan kepadanja, berpendapat bahwa tidak ada tjukup

alasan baik untuk dalam jangka waktu biasa jang ditetapkan dalam peraturan

pemerintah diadakan pertjobaan atau pemeriksaan jang akan menentukan supaja

pesawat uap tidak dapat dipakai lagi, maupun untuk atas perintah pegawai

menjiapkannja dalam keadaan untuk diperiksa atau ditjoba, maka dalam waktu tiga

hari setelah pemberitahuan tersebut ia menjampaikan secara tertulis keberatannja

kepada pegawai itu. Jang terakhir ini memutuskan apakah penundaan dapat

diberikan. Djika demikian ini dapat disesuaikan dengan sjarat keamanan, maka

olehnja sedapat-dapatnja akan dituruti keinginan pemakai

19 (1) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan:

a. kewadjiban-kewadjiban jang harus dipenuhi:

I. Oleh pemakai:

1. dalam hal pesawat uap dipindahkan tempatnja.

2. djika keadaan pesawat uap dan perlengkapannja tidak memenuhi uraian dan

sjarat-sjarat jang tertjantum dalam surat izinnja.

3. djika penundjukkan pemegang surat izin tidak benar lagi.

4. dalam hal adanja kerusakan pada pesawat dan perlengkapannja.

5. dalam hal ada perbaikan pada pesawat beserta perlengkapannja.

6. tentang hal pemeliharaan dan pelajanan pesawat uap dan perlengkapannja.

7. tentang hal pengaturan ruangan di mana ketel-ketel kapal uap ditempatkan.

II. Oleh pemakai dan oleh orang jang melajaninja, selama pesawat dipakai,

Page 13: ISI.docx

baik djika pesawat uap dan perlengkapannja dalam keadaan bekerdja maupun tidak

mengenai amannja bekerdja pesawat uap beserta perlengkapannja

b. Apakah jang harus dilakukan oleh pemakai pesawat uap agar memungkinkan

pengawasan jang mudah dan tidak berbahaja, dan hal-hal apakah jang dapat

diperintahkan oleh para pegawai dan ahli seperti termaksud dalam pasal 13

c. Dalam hal manakah surat izin dapat ditjabut

(2)

Demikian juga dalam peraturan pemerintah, seperti termaksud pada ajat (1) pasal

ini, ditentukan hal-hal, di mana Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan

Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat memberi pembebasan

seluruh atau bersjarat atas ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah

tersebut.

20(1)

Pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan terhadap pesawat uap,

berwenang memerintahkan dilakukannja usaha jang dipandang perlu guna

mendjamin keamanan pesawat dan ditaatinja ketentuan-ketentuan dalam undang-

undang ini.

(2)Djika ternjata baginja bahwa orang jang bertugas melajani pesawat tidak memiliki

kemampuan jang diperlukan untuk itu, ia dapat memerintahkan agar orang tersebut

dibebaskan dari pelajanan pesawat itu.

(3) Dalam hal termaksud pada ajat pertama dan kedua pasal ini, ditetapkan suatu

jangka waktu dalam waktu mana pemakaian harus melaksanakan perintah tersebut.

(4)

Djika pemakai menganggap dirinja diberatkan oleh perintah jang demikian itu,

dalam waktu empat belas hari setelah perintah itu diberikan kepadanja, ia dapat

mengadjukan keberatannja kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan

Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja jang memberi keputusan

mengenai itu. Djika pemakai juga tidak dapat menjetujui keputusan ini, dalam

waktu sepuluh hari setelah menerima pemberitahuan keputusan tersebut, ia dapat

mengadjukan keberatan dengan suatu surat permintaan jang bermeterai kepada

dewan termaksud pada pasal 12 jang kemudian mengambil keputusan terakhir dan

menetapkan jangka waktu lagi dalam waktu mana keputusan itu harus sudah

dipenuhi.

(5) Segera setelah dipenuhinja perintah jang diberikan itu, pemakai

Page 14: ISI.docx

memberitahukannja kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan

Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dengan perantaraan pegawai

pengawas jang bersangkutan

21 (1)Djika pada pemeriksaan atau pertjobaan ternjata bahwa pesawat tidak lagi

memenuhi sjarat jang diperlukan untuk keamanan dalam pemakaian, pegawai jang

bersangkutan melarang pemakaian selanjutnja.

(2)

Larangan demikian itu ia beritahukan kepada Bupati/Kepala Daerah jang

bersangkutan jang bertanggung jawab atas pelaksanaannja, dan kepada Direktur

Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan

Kerdja.

(3)

Pemakai dapat mengadjukan keberatannja kepada dewan termaksud pada pasal 12

dalam waktu jang ditetapkan disini, kecuali dalam hal keberatan tersebut terang

tidak mempunjai dasar, dewan hanja mengambil keputusan terakhir, setelah

pesawat diperiksa kembali atau djika perlu ditjoba oleh seorang pegawai atau ahli

lain.

(4)

Djika larangan tidak dapat diubah lagi karena dibenarkan dalam tingkat banding

atau karena lewatnja jangka waktu jang ditetapkan, Direktur Pembinaan Norma-

norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja mentjabut

surat izin jang dikeluarkan untuk pesawat itu.

22 (1)

Djika pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan mendapatkan bahwa

suatu pesawat uap bekerdja tanpa adanja izin jang diperlukan itu, ia melarang

pemakaian selanjutnja. Terhadap larangan ini berlaku ketentuan termaksud pada

pasal 21 ajat (2).

(2)Pesawat uap tidak boleh dipakai lagi, kecuali setelah berdasarkan suatu

permohonan, ternjata dari suatu pemeriksaan dan pertjobaan sesuai dengan pasal 7

dan 8 bahwa terhadap pemakaian ini tidak ada keberatan.

23 (1)

Tentang meledaknja suatu pesawat uap, pemakai segera memberitahukan kepada

Bupati/Kepala Daerah. Ia mendjaga agar pada tibanja Bupati/Kepala Daerah ini di

tempat ketjelakaan, semua berada dalam keadaan tidak berubah, kecuali djika

demikian itu dapat menimbulkan bahaja.

(2) Tentang meledaknja suatu pesawat uap jang termaksud perlengkapan suatu kapal

Page 15: ISI.docx

uap atau alat pengangkutan di darat, pemberitahuan dilakukan kepada

Bupati/Kepala Daerah di tempat kapal itu berlabuh atau pelabuhan jang pertama

dimasuki atau di mana alat pengangkutan itu berada.

(3)

Bupati/Kepala Daerah segera setelah ia menerima pemberitahuan mengenai

perlengkapan tersebut, mengambil tindakan seperlunja untuk mendjaga agar segala

sesuatu di tempat ketjelakaan tetap tidak berubah sampai pemeriksaan termaksud di

bawah ini dimulai sekedar demikian itu tidak akan menimbulkan bahaja. Ia

memberitahukan kejadian tersebut baik langsung maupun dengan perantaraan

Gubernur/Kepala Daerah kepada pegawai jang berkewadjiban melakukan

pengawasan atas pesawat uap jang secepatnja harus mengadakan pemeriksaan di

tempat.

24 (1)

Pemeriksaan ditempat terutama bertudjuan menetapkan apakah perledakan itu

adalah akibat :

1. kelalaian atau keteledoran ataupun karena tidak memperhatikan aturan mengenai

pemakaian pesawat uap oleh pihak pemakai atau dalam hal ia dapat membuktikan

bahwa ia telah melakukan segala sesuatunja untuk mendjaga dilaksanakannja

aturan itu, oleh pihak orang jang diberi tugas melajani pesawat itu;

2. Tindakan sengaja oleh pihak ketiga;

(2)

Mengenai pemeriksaan ini oleh pegawai jang ditugaskan melakukan pemeriksaan,

atas sumpah jabatannja dibuat suatu berita acara lipat dua jang sedapat-dapatnja

memuat suatu keterangan jang djelas dan tegas mengenai sebab ketjelakaan

tersebut. Sebuah berita acara djika ada dugaan bahwa telah dilakukan suatu tindak

pidana secepatnja diajukan kepada pegawai jang berkewadjiban melakukan

penuntutan dan jang lainnja kepada Direktur Pembinaan Norma-norma

Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja jang segera

setelah menerima surat tersebut, mentjabut surat izin jang telah dikeluarkan untuk

pesawat jang meledak itu.

25 (1)

Selain pegawai jang berkewadjiban melakukan pengusutan kejahatan dan

pelanggaran pada umumnja, juga pegawai tersebut pada pasal 13 berwenang dan

wadjib mengadakan pengusutan pelanggaran dalam Undang-undang ini dan

terhadap aturan jang diadakan untuk melaksanakan Undang-undang ini.

Page 16: ISI.docx

26 (1)

Pemakai pesawat uap dipidana dengan kurungan selama-lamanja tiga bulan atau

denda sebanjak-banjaknja tujuh ribu lima ratus rupiah;

a. djika pesawat tersebut didjalankan sebelum izin jang disjaratkan untuk itu

diperoleh atau sesudah izin itu ditjabut ataupun pemakaian selanjutnja, berdasarkan

ajat pertama pasal 21 atau ajat pertama pasal 22, dilarang;

b. djika ia tidak mendjaga dengan sepenuhnja atas bekerdjanja alat keamanan

seperti jang diuraikan dalam surat izin jang diberikan;

c. djika ia membiarkan alat keamanan itu diubah diluar pengetahuan pegawai jang

berkewadjiban melakukan pengawasan atau berdjalannja baik dan tepat alat

tersebut dirintangi;

d. djika ia tidak mendjaga dengan sepenuhnja agar pendjagaan khusus untuk

mendjalankannja diindahkan;

e. djika ia setelah terjadinja suatu perledakan, tidak segera memberitahukannja

kepada Bupati/Kepala Daerah.

27 (1)Dipidana dengan kurungan selama-lamanja satu bulan atau denda sebanjak-

banjaknja empat ribu lima ratus rupiah, barang siapa jang bertugas melajani suatu

pesawat uap tidak berada di tempat pada waktu pesawat itu dipergunakan.

28 (1) Tindakan pidana dalam Undang-undang ini dianggap sebagai pelanggaran.

29 (1)

Undang-undang ini tidak berlaku terhadap pesawat uap jang dipakai di kapal

Angkatan Laut Republik Indonesia, Perhubungan Laut dan Dinas Pemberantasan

Penjelundupan Candu di laut serta selain pengecualian jang ditentukan dengan

peraturan pemerintah, juga tidak berlaku terhadap pesawat uap jang dipakai di

perhubungan dan kepolisian milik Pemerintah Daerah.

30 (1) Ketjuali jang ditetapkan pada pasal 23 dan 24, Undang-undang ini juga tidak

berlaku terhadap pesawat uap

a. jang dipakai di kapal dan perahu jang tidak diperlengkapi dengan bukti

kewarganegaraan Indonesia yang sah atau sebagai gantinja suatu surat idzin, djika

pemakai membuktikan bahwa telah dipenuhinja peraturan mengenai uap jang

berlaku di Negara jang benderanja ia pakai ataupun kapal itu tidak memperlihatkan

surat izin mengangkut penumpang atau surat mengenai kemampuan (fertificaat van

deugdelijkheid) jang memuat tjatatan mengenai pengangkutan penumpang dari

Page 17: ISI.docx

negaranja sendiri jang masih berlaku dan diakui oleh Indonesia, kecuali djika

pemiliknja menjatakan keinginannja untuk menempatkan pesawat uap itu dibawah

pengawasan Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerdja.

b. Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan

dan Kesehatan Kerdja dapat menetapkan apakah dan dalam hal manakah mengenai

kapal jang diklasifikasikan dapat dipandang tjukup dengan pengawasan oleh Biro

klasifikasi jang bersangkutan.

c. jang dapat diangkut dan milik seorang pemilik jang bertempat tinggal di luar

Indonesia, djika pemakai membuktikan, bahwa telah dipenuhi peraturan mengenai

uap jang berlaku di Negara di mana pemilik bertempat tinggal dan bahwa pesawat

itu dipakai di Indonesia kurang dari enam bulan berturut-turut.

31 (1)

Pemakai pesawat uap jang pada waktu berlakunja Undang-undang ini memiliki

surat izin, tetap berhak untuk memakai pesawat uapnja itu berdasarkan surat

tersebut dan dengan sjarat jang tertjantum dalam surat izin itu.

Hak untuk memakai surat izin ini berakhir pada pembaharuan suatu bagian dari

pesawat uap atau perlengkapannja dengan tidak menjesuaikannja dengan ketentuan

jang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini

32 (1)Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Uap tahun 1930

2) Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. Bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional

Page 18: ISI.docx

b. Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja terjamin pula keselamatannya

c. Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien

d. Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;

e. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Industrialisasi. teknik dan teknologi

Mengingat :

a. Pasal-pasal 5.20 dan 27 Undang-undang Dasar 1945

b. Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-

ketentuanPokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia

tahun 1969 Nomor 35,Tambahan Lembaran negara Nomor 2912).

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong :Mencabut : Veiligheidsreglement tahun 1910 (Stbl. No.406)

Menetapakan : Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja

BAB I Tentang Istilah-istilahPasal Ayat Penjelasan

1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :

(1)

“Tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja

untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber

bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2.

(2)Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya

yang merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut.

(3)“Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu tempat

kerja ataubagiannya yang berdiri sendiri.

(4) “Pengusaha” ialah :

a. orang atau badan hukum yang menjalankan seseuatu usaha milik sendiri dan

untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;

b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha

bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;

Page 19: ISI.docx

c. orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum

termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.

(5)“Direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk

melaksanakan Undang undang ini.

(6)“Pegawai Pengawas” ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen

Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

(7)

Ahli Keselamatan Kerja” ialah tenaga tehnis yang berkeahlian khusus dari luar

Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk

mengawasi ditaatinya Undang undang ini.

BAB II Ruang LingkupPasal Ayat Penjelasan

2 (1)

Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat

kerja, baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara,

yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :

a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas,

peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan,

kebakaran atau peledakan;

b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan

bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,

menimbulkan infeksi,bersuhu tinggi;

c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau

pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan,

saluran, atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan

pekerjaan persiapan;

d. dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,

pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan

kesehatan;

e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih

logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan

Page 20: ISI.docx

atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;

f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui

terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;

g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun

atau gudang;

h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;

i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;

j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;

k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,

terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;

l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;

m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas,

hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;

n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah;

o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau

telepon;

p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian)

yang menggunakan alat tehnis;

q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan

listrik, gas, minyak atau air;

r. diputar pilem, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya

yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

(3)

Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan-

ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan

atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan

dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).

BAB III Syarat -syarat Keselamatan Kerja

Pasal Ayat Penjelasan3 (1) Dengan peraturan perundangan-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan

Page 21: ISI.docx

kerja untuk:

a. mencegah dan mengurangi kecela- kaan;

b. mencegah, mengurangi dan memadam kan kebakaran;

c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau

kejadian kejadian lain yang berbahaya;

e. memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,

debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan

getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik

maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;

i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan

proses kerjanya;

n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau

barang;

o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan

penyimpanan barang;

q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya

kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam

ayat (1) sesuaidengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta

pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat

Page 22: ISI.docx

(1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta

pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

4 (1)

Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja

dalam perecanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,

pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,

barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat

menimbulkan bahaya kecelakaan.

(2)

Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu

kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup

bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat

perlindungan, pengujian, dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan,

pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang,

produksi teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu

sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.

(3)

Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat

(1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban

memenuhi danmentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

BAB IV Pengawasan

Pasal Ayat Penjelasan

5 (1)

Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan

para pegawai pengawas kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung

terhadap ditaatinya Undangundang ini dan membantu pelaksanaannya.

(2)Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja

dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.

6 (1)Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan

permohonan bandingkepada Panitia Banding.

(2)Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding

dan lainlainnyaditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

7 (1) Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar

Page 23: ISI.docx

retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan

perundangan.

8 (1)

Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan

kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan

dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

(2)

Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah

pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan

dibenarkan oleh Direktur.

(3)Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan

perundangan.

BAB V Pembinaan

Pasal Ayat Penjelasan

9 (1)

Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru

tentang :

a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat

kerjanya;

b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam semua

tempat kerjanya;

c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;

d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

(2)Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia

yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.

(3)

Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang

berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan

kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam

pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan.

(4)Pengurusa diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-

ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.

BAB V Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Page 24: ISI.docx

Pasal Ayat Penjelasan

10 (1)

Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan dan Kesehatan

Kerja gunmemperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif

dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk

melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan

kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.

(2)Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya

ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

BAB VII Kecelakaan

Pasal Ayat Penjelasan

11 (1)Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja

yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

(2)Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam

ayat (1)diatur dengan peraturan perundangan

BAB VII Kewajiban dan Hak Kerja

Pasal Ayat Penjelasan

12 (1)

Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:

a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau

ahli keselamatan kerja;

b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;

c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang

diwajibkan;

d. Meminta pada Pengurus agas dilaksanakan semua syarat keselamatan dan

kesehatan yang diwajibkan;

e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan

kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya

kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-

batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan

Page 25: ISI.docx

BAB IX Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja

Pasal Ayat Penjelasan

13 (1)

Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua

petunjukkeselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang

diwajibkan.

BAB X Kewajiban Pengurus

Pasal Ayat Penjelasan

14 (1)

Pengurus diwajibkan :

a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat

keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua

peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada

tempat-tempat yang mudah dilihat dan

terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja;

b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan

kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat

yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli

keselamatan kerja;

c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan

pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap

orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk

yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI Ketentuan-kententuan Penutup

Pasal Ayat Penjelasan

15 (1)Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan

peraturan perundangan.

(2)

Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana

atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga)

bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).

Page 26: ISI.docx

(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran

16 (1)

Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu

Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun

sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan

menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.

17 (1)

Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-

undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja

yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang

tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

18 (1)

Undang-undang ini disebut “Undang-undang Keselamatan Kerja” dan mulai

berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya,

memerintahkan pengundangan Undang-undang inidengan penempatannya dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia.

3) Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan

Menimbang :

a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur yang merata, baik meteriil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945;

b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mampunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;

c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan

Page 27: ISI.docx

peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;

d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;

e. bahwa beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau ditarik kembali;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c, d an e perlu membuat Undang-undang tentang Ketenagakerjaan;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia tahun 1945;

Dengan Persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia

Beberapa Hal-hal penting dalam undang-undang tenaga kerja :

BAB I Ketentuan umum

Pasal Ayat Penjelasan

1 (1)Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada

waktu sebelum, selama dan sesudah bekerja (masa kerja).

(2)

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan, atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun masyarakat

(3)

Pekerja (buruh) adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain. Perjanjian kerja adalah perjanjianantara pekerja (buruh)

dengan pengusaha (perusahaan) yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan

kewajiban pihak pekerja dan pengusaha.

(4)

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku

dalam proses produksi barang dan, atau jasa yang terdiri dari unsur

pengusaha( perusahaan), pekerja (buruh) dan pemerintah yang didasarkan pada

nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945.

Page 28: ISI.docx

(5)

Pemutusan hubungan kerja adalan pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja (buruh)

dan pengusaha (perusahaan).

(6)

Kesejahteraan pekerja (buruh) adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan, atau

keperluan yang bersifat jasmaniah serta rohaniah, baik di dalam maupun di luar

hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi

produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

BAB II Landasan, asas dan tujuan

Pasal Ayat Penjelasan

4 (1)

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :

a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.

b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.

c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.

d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

BAB III Kesempatan dan perlakuan yang sama

Pasal Ayat Penjelasan5 (1) Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk

memperoleh pekerjaan

6 (1) Setiap pekerja (buruh) berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha (perusahaan) / atasan.

BAB IV Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan

Pasal Ayat Penjelasan8 (1) Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara

lain meliputi :

a. Penduduk dan tenaga kerja.b. Kesempatan kerja.c. Pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja.

Page 29: ISI.docx

d. Produktivitas tenaga kerja.e. Hubungan industrial.f. Kondisi lingkungan kerja.g. Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.h. Jaminan sosial tenaga kerja.

BAB V Pelatihan kerja

Pasal Ayat Penjelasan

9 (1)Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan.

BAB VI Penempatan tenaga kerja

Pasal Ayat Penjelasan

31 (1)Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dlam negeri atau di luar negeri.

38 (1)Pelaksana penempatan tenaga kerja dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja.

(2)Lembaga penempatan tenaga kerja swasta hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan atau jabatan tertentu.

BAB VII Perluasan kesempatan kerja

BAB VIII Penggunaan tenaga kerja asing

Pasal Ayat Penjelasan46 (1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan,

atau jabatan-jabatan tertentu

BAB IX Hubungan kerja

Pasal Ayat Penjelasan50 (1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan,

Page 30: ISI.docx

atau jabatan-jabatan tertentu

51 (1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan (tidak tertulis)

(2)Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dan dilaksanan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

52 (1)

Perjanjian kerja dibuat atas dasar :

a. Kesepakatan kedua belah pihak.

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum.

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,

kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

53 (1)Segala hal dan, atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian

kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha (perusahaan).

55 (1)Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan, atau dirubah, kecuali atas

persetujuan para pihak.

59 (1)

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu

yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu

tertentu, yaitu :

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak

terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.

c. Pekerjaan yang bersifat musiman.

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau

produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2)Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat dadakan untuk pekerjaan yang

bersifat tetap.

(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui

(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat

diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu)

Page 31: ISI.docx

kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(5)

Pengusaha (perusahaan) yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu

tertentu berakhir, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu

terntentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja

(buruh) yang bersangkutan.

(6)

Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi

masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu

tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh

dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

60 (1)Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan

kerja paling lama 3 (tiga) bulan.

(2)Dalam masa percobaan kerja, pengusaha (perusahaan) dilarang membayar upah

dibawah upah minimum yang berlaku

61 (1)

Perjanjian kerja berakhir apabila :

a. Pekerja meninggal dunia.b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.c. Adanya putusan pengadilan dan, atau putusan atau penetapan lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

(2)Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak

atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan atau hibah.

(3)

Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan, maka hak-hak pekerja (buruh) menjadi

tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian

pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak peerja (buruh).

(4)Dalam hal pengusaha, orang perorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha

dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja (buruh).

(5)

Dalam hal pekerja (buruh) meninggal dunia, ahli waris pekerja (buruh) berhak

mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan

atau perjanjian kerja bersama.

Page 32: ISI.docx

62 (1)

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka

waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu atau berakhirnya

hubungan kerja bukan karena ketentuan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja

diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja (buruh)

sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

63 (1)

Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka

pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja (buruh) yang

bersangkutan.

(2)

Surat pengangkatan sekurang-kurangnya memuat keterangan :

a. Nama dan alamat pekerja (buruh).

b. Tanggal mulai bekerja.

c. Jenis pekerjaan.

d. Besarnya upah.

BAB X Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan

Pasal Ayat Penjelasan77 (1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja

(2)

Waktu kerja meliputi :

a. 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu)

minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

b. 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1

(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

78 (1)

Pengusaha (perusahaan) yang memperkerjakan pekerja (buruh) melebihi waktu

kerja harus memenuhi syarat :

a. Ada persetujuan pekerja (buruh) yang bersangkutan.

b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam

dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

Page 33: ISI.docx

79 (1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja (buruh).

(2)

Waktu istirahat dan cuti meliputi :

a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah

berkerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut

tidak termasuk jam kerja.

b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)

minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

c. Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja

(buruh) yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus

menerus.

d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada

tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja

(buruh) yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada

perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja (buruh) tersebut tidak

berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan

selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

80 (1)Pengusaha (perusahaan) wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada

pekerja (buruh) untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

81 (1)

Pekerja (buruh) perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan

memberitahukan kepada pengusaha (perusahaan), tidak wajib bekerja pada hari

pertama dan kedua pada waktu haid

(2)Pelaksanaan ketentuan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau

perjanjian kerja bersama

82 (1)

Pekerja (buruh) perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum

saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan

dokter kandungan atau bidan.

(2)

Pekerja (buruh) perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak

memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter

kandungan atau bidan

83 (1) Pekerja (buruh) perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan

Page 34: ISI.docx

sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu

kerja.

86 (1)

Setiap pekerja (buruh) mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

a. Keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Moral dan kesusilaan.

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

agama.

88 (1)

Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja (buruh) meliputi :

a. Upah minimum.

b. Upah kerja lembur.

c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.

d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar

pekerjaannya.

e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.

f. Bentuk dan cara pembayaran upah.

g. Denda dan potongan upah.

h. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional.

i. Upah untuk pembayaran pesangon.

j. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

93 (1)

Upah yang dibayarkan kepada pekerja (buruh) yang sakit sebagai berikut :

a. Untuk 4 bulan pertama, dibayar 100% dari upah.

b. Untuk 4 bulan kedua, dibayar 75% dari upah.

c. Untuk 4 bulan ketiga, dibayar 50% dari upah.

d. Untuk bulan selanjutnya (setelah 12 bulan), dibayar 25% dari upah sebelum

pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha (perusahaan).

94 (1) Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka

besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari total upah (upah pokok +

Page 35: ISI.docx

tunjangan).

(2)Setiap pekerja (buruh) dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial

tenaga kerja.

(3)

Jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

a. Jaminan Kecelakaan Kerja yang perincian besarnya iuran berdasarkan

kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1,

Kelompok I 0,24% dari upah sebulan.

b. Jaminan Hari Tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan.

c. Jaminan Kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan.

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga

kerja yang sudah berkeluarga, dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja

yang belum berkeluarga

BAB XI Hubungan industrial

BAB XII Pemutusan hubungan kerja

Pasal Ayat Penjelasan

156 (1)

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar

uang pesangon dan, atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak

yang seharusnya diterima.

(2) Perhitungan uang pesangon paling sedikit sebagai berikut :

a. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.

b. Masa kerja 1 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah.

c. Masa kerja 2 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah.

d. Masa kerja 3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah.

Page 36: ISI.docx

e. Masa kerja 4 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah.

f. Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah.

g. Masa kerja 6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah.

h. Masa kerja 7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah.

i. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

158 (1)

Pengusaha (perusahaan) dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja

(buruh) dengan alasan pekerja (buruh) telah melakukan kesalahan berat sebagai

berikut :

a. Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang dan, atau uang

milik perusahaan.

b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan

perusahaan.

c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukan, memakai dan, atau

mengedarkan narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan

kerja.

d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.

e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja

atau pengusaha di lingkungan kerja.

f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan

bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi

perusahaan.

h. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya

dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.

i. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam

pidana penjara 5 tahun atau lebih.

168 (1) Pekerja (buruh) yang mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa

keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah

Page 37: ISI.docx

dipanggil oleh pengusaha (perusahaan) 2 kali secara patut dan tertulis dapat diputus

hubungan kerjanya karena dikulifikasikan mengundurkan diri.

BAB XII Pembinaan

Pasal Ayat Penjelasan

174 (1)

Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi pengusaha

(perusahaan), serikat pekerja (buruh) dan organisasi profesi terkait dapat

melakukan kerja sama internasional di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku

BAB XIV Pengawasan

Pasal Ayat Penjelasan

176 (1)

Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan

yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan

peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan

BAB XV Penyidikan

Pasal Ayat Penjelasan

182 (1)

Selain penyidik pejabat polisi negara republik Indonesia, juga kepada pegawai

pengawas ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusu sebagai penyidik pegawai

negeri sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XVI Ketentuan pidana dan sanksi administratif

Pasal Ayat Penjelasan

183 (1)

Barang siapa melanggar ketentuan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat

2 tahun dan paling lama 5 tahun dan, atau denda paling sedikit 200 juta dan paling

banyak 500 juta.

Page 38: ISI.docx

BAB XVII Ketentuan peralihan

Pasal Ayat Penjelasan

191 (1)

Semua peraturan yang mengatur ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dan, atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan

undang-undang.

BAB XVIII Ketentuan penutup

Pasal Ayat Penjelasan

193 (1)

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, agar setiap orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan

penempatanya dalam lembaran negara republik Indonesia.

BAB IIIPENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pemamparan makalah ini dapat saya menyimpulkan bahwa pada kesehatan dan

keselamatan kerja khususnya pada perusahan sangat penting dilakukan, karena dapat

mengingkatkan kesejahtraan, kesehatan dan terutama keselamatan kerja karyawan atau pekerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik

jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan

Page 39: ISI.docx

konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko

kecelakaan di lingkungan kerja.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-

undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya

yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai

menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Keselamatan kerja menunjuk kepada

kondisi–kondisi fisiologis-fisikal dan pisiologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan

kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan–tindakan

keselamatan yang efektif, maka tidak akan ada lagi kecelakaan dalam pekerja hal ini akan lebih

mempercepat kesejahtraan karyawan yang nantinya juga berimbas pada hasil – hasil produksi

perusahaan ini.