49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang PES (Oriental plague, black death) adalah penyakit zoonosis yang dilaporkan sejak tahun 3200 SM. Menurut laporan WHO, selama tahun 1990-1995 telah terjadi kasus Pes sebanyak 12.998. Penyakit pes merupakan penyakit menular yang disebab kan oleh bakteri Yersinia pesti, sering dibawa oleh hewan pengerat dan kutu.Tiga bentuk pes terjadi pada manusia yaitu Bubonik, Septosemik dan Paru-paru/Pneumonia. Kasus Pes yang paling dramatis adalah Kematian Hitam ("Black Death") yang terjadi di Eropa pada Abad Pertengahan. Penyakit pes merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk dalam UU nomor 4 tahun 1984 tentang penyakit menular/ wabah, Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporannya dan tata cara seperlunya tentang pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa serta International Classification of Disease ( ICD ). Di Indonesia, pes sempat tercatat terjadi kematian tertinggi akibat pemyakit Pes yaitu 23.275 orang yang terjadi pada tahun 1934. Merebaknya berbagai penyakit menular yang terjadi di Indonesia sebagian besar ditimbulkan oleh kurangnya perhatian pada perbaikan kesehatan lingkungan. kehidupan masyarakat dahulu, rumah rakyat sebagian besar dibangun dari bambu atau gedek. 1

Isi Makalah Epid

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar belakangPES (Oriental plague, black death) adalah penyakit zoonosis yang dilaporkan sejak tahun 3200 SM. Menurut laporan WHO, selama tahun 1990-1995 telah terjadi kasus Pes sebanyak 12.998. Penyakit pes merupakan penyakit menular yang disebab kan oleh bakteri Yersinia pesti, sering dibawa oleh hewan pengerat dan kutu.Tiga bentuk pes terjadi pada manusia yaitu Bubonik, Septosemik dan Paru-paru/Pneumonia.Kasus Pes yang paling dramatis adalah Kematian Hitam("Black Death") yang terjadi di Eropa padaAbad Pertengahan. Penyakit pes merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk dalam UU nomor 4 tahun 1984 tentang penyakit menular/ wabah, Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporannya dan tata cara seperlunya tentang pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa sertaInternational Classification of Disease( ICD ). Di Indonesia, pes sempat tercatat terjadi kematian tertinggi akibat pemyakit Pes yaitu 23.275 orang yang terjadi pada tahun 1934.Merebaknya berbagai penyakit menular yang terjadi di Indonesia sebagian besar ditimbulkan oleh kurangnya perhatian pada perbaikan kesehatan lingkungan. kehidupan masyarakat dahulu, rumah rakyat sebagian besar dibangun dari bambu atau gedek. Dinding-dinding gedek itu sering kali dibuat rangkap sehingga di antaranya terdapat celah atau lubang yang memungkinkan tikus bersarang.Kehidupan masyarakat sekarang ini, tidak menutup kemungkinan, wabah penyakit pes itu akan kembali terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya. Di kota-kota besar seperti Jakarta misalnya, banyak daerah-daerah yang kondisi kebersihannya masih belum terjaga, bangunan-bangunan non permanen (gubuk) yang dihuni oleh masyarakat pendatang yang tidak memiliki rumah tetap bisa menjadi sarang untuk hewan yang menjadi penyebaran penyakit pes ini yaitu tikus. Selain dari lingkungan yang kurang kebersihannya, penyebaran penyakit pes ini bisa juga disebabkan oleh adanya suatu tradisi yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap suatu tempat tertentu yang menyebabkan adanya keakraban antara manusia terhadap lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat sangat mensakralkan tempat-tempat tertentu yang dianggap mempunyai nilai kesejarahan serta nilai budaya seperti Petrenan, yaitu tempat yang disakralkan yang dipercaya sebagai tempat makam leluhur dijadikan tempat pemujaan dan untuk menyelenggarakan upacara ritual dan keagamaan (Kasnodihardjo, 2005).Indonesia yang merupakan daerah dengan curah hujan yang tinggi, ditambah dengan kesadaran masyarakat akan lingkungan yang masih rendah, sehingga bencana banjir sering terjadi. Air hujan yang tergenang bahkan banjir yang telah terkontaminasi bakteri Yersinia pesti, sering dibawa oleh hewan pengerat seperti tikus, merupakan faktor penyebaran penyakit pesDisamping itu, Indonesia merupakan Negara agraris dimana profesi masyarakat yang dominan adalah petani. Dalam hal ini petani bekerja di habitat tikus, karena hingga saat ini tikut masih menjadi hama di sawah dan ladang, sehingga petani memiliki resiko menderita Pes. Sehingga adanya hubungan antara manusia dengan kondisi lingkungan alam sekitarnya yang menyangkut rodent, pinjal dan habitat juga sifat tradisional tersebut menunjang tetap terpeliharanya penularan pes di masyarakat. Ditunjang pula oleh pengetahuan dan persepsi penduduk yang salah terhadap penyakit pes, maka penyakit tersebut sewaktu-waktu akan tetap menjadi wabah.

1.2 Rumusan masalah 1. Bagaimana gambaran epidemiologi penyakit Pes di dunia dan Indonesia?2. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit Pes?3. Bagaimana penatalakasaan pasien yang telah mengidap penyakit Pes?

1.3 Tujuan1. Mengetahui gambaran epidemiologi penyakit Pes di dunia dan Indonesia.2. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit Pes.3. Mengetahui cara penatalaksanaan penyakit Pes.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi pesPes adalah penyakityang ditimbulkan karena bakteri, disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis, yang terutam disebabkan oleh tikus liar. Hal ini menyebar dari satu hewan pengerat lain oleh kutu. Manusia digigit oleh kutu yang terinfeksi biasanya mengembangkan bentuk wabah pes, yang ditandai dengan bubo, yaitu pembengkakan kelenjar getah bening pengeringan derah gigitan kutu. Jika bakteri mencapai paru-paru, pasien akan mengalami pneumonia (wabah pneumonia), yang kemudian menular dari orang ke orang melalui dahak yang terinfeksi. Gejala awal dari penyakit pes muncul 7-10 hari setelah terinfeksi.Jika didiagnosis lebih awal, penyakit pes dapat berhasil diobati dengan antibiotik. Disisi lain, pneumonia adalah salah satu penyakit menular yang paling mematikan, pasien bisa mati dalam 24 jam setelah terinfeksi. Angka kematian tergantung pada seberapa cepat pengobatan dimulai, tetapi angka kematian selalu sangat tinggi.

2.2 Sejarah Penyakit PesPada abad ke 13-14 terjadi epidemi penyakit dengan mortalitas tinggi di seluruh dunia, disebut The Black Death (penyakit sampar, pes, Bubonic plague). Penyakit sampar atau pes disebabkan oleh Yersinia pestis yang menginfeksi rodensia (terutama tikus), lalu menular ke manusia melalui gigitan kutu (flea). Penyakit sampar menyebabkan demam, pembengkakan kelenjar limfe, dan bercak-bercak merah di kulit, sehingga wabah sampar disebut Bubonic Plague (bubo artinya inflamasi dan pembengkaan kelenjar limfe). The Black Death membunuh hampir 100 juta penduduk di seluruh dunia dalam tempo 300 tahun. Hampir sepertiga populasi Eropa (sekitar 34 juta) meninggal karena penyakit tersebut. Kematian dalam jumlah serupa terjadi pada penduduk China dan India. Timur Tengah dan benua Afrika juga mengalami epidemi tersebut. Meskipun jumlah total tidak diketahui, outbreak 1348 - 1349 diperkirakan telah membunuh 400,000 orang di Suriah (Rice dan McKay, 2001; Epic Disasters, 2010; Edmonds/ howstuffworks, 2010).The Black Death dimulai pada awal 1330 ketika wabah sampar yang mematikan meletus di China. Pada waktu itu China merupakan pusat perdagangan paling ramai di dunia, sehingga epidemi sampar dengan cepat meluas ke Asia Barat dan Eropa. Pada Oktober 1347, sejumlah kapal dagang Italia kembali dari pelayaran di Laut Hitam yang merupakan kunci penghubung perdagangan Eropa dengan China. Ketika kapal berlabuh di bandar Messina di Sicilia, banyak penumpang kapal telah meninggal karena penyakit itu. Dalam waktu beberapa hari, penyakit menyebar ke seluruh kota dan sekitarnya. Korban penyakit sampar meninggal dengan cepat sehingga dilukiskan dengan ironis oleh penulis Italia, Giovanni Boccaccio, dalam bukunya The Decameron tahun 1351: "ate lunch with their friends and dinner with their ancestors in paradise..." - para korban makan siang bersama teman-teman dan makan malam bersama nenek-moyang di nirwana (Rice dan McKay, 2001; Epic Disasters, 2010; Edmonds/ howstuffworks, 2010).

Wabah besar kedua yang terjadi pada tahun 588 Masehi menyebar lebih jauh lagi sampai ke Perancis dan menyebabkan korban jiwa akibat penyakit pes di Eropa mencapai sekitar 25 juta orang. Sebutan yang lebih terkenal untuk penyakit pes ini adalah black death (mauthitam) dikarenakan kulit korban yang terkena penyakit ini menghitam karena pecahnya pembuluh darah di bawah kulit. Penyakit ini kembali menyerang daratan Eropa dan Mediterrania dari 1347 hingga 1351. Masa itu adalah awal dari siklus berkepanjangan serangannya yang berlanjut hingga awal abad ke-18. Serangan besar terakhir yang tercatat adalah yang terjadi di Marseille pada 1722.

Mula-mula penduduk percaya, penyakit sampar disebabkan kutukan Tuhan. Salah satu cara yang dilakukan penduduk untuk mencegah epidemi adalah mengubur korban sampar yang meninggal secepatnya. Tetapi upaya itu ternyata tidak membantu menurunkan wabah. Orang menarik pelajaran bahwa satu-satunya cara yang efektif untuk mengatasi The Black Death adalah mengisolasi individu yang terkena penyakit sampar dan keluarganya atau bahkan seluruh penduduk desa ke dalam karantina selama 40 hari. Periode karantina pertama kali diberlakukan oleh otoritas kesehatan di kota-kota Italia Utara pada akhir abad ke 14, kemudian secara bertahap diadopsi oleh seluruh Eropa selama 300 tahun sampai wabah sampar menghilang. Periode karantina 40 hari ditentukan berdasarkan pengamatan para dokter dan pejabat kesehatan di Italia pada masa itu bahwa waktu yang diperlukan sejak terpapar oleh agen infeksi hingga kematian berkisar 37-38 hari. Di kemudian hari diketahui dengan lebih terinci bahwa periode waktu itu terdiri atas periode laten 10-12 hari (sejak terpapar hingga terinfeksi), disusul dengan periode infeksi asimtomatis 20-22 hari (sejak terinfeksi hingga timbul tanda dan gejala klinis), disusul dengan 5 hari gejala klinis sebelum kematian. Jadi penderita mempunyai waktu 32 hari untuk membawa infeksi tanpa seorangpun mengetahuinya (Rice dan McKay, 2001; Connor, 2001; University of Liverpool, 2005)Pes masuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1910 melalui pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kemudian, tahun 1916 melalui pelabuhan Tanjung Mmas,Semarang,tahun 1923 melalui pelabuhan Cirebon dan tahun 1927 melalui pelabuhan Tegal. Korban yang diakibatkan karena penyakit pes dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1960 tercatat 245.375 orang dengan angka kematian tertinggi yaitu 23.275 orang yang terjadi pada tahun 1934. Pada tahun 1910 terjadi wabah pes di Surabaya, kemudian menjalar ke Malang, Kediri, Surakarta, dan Yogyakarta. juga masyarakat dusun Solorowo masih tradisional.

2.3 Etiologi Penyakit Pes (Plague)Plague, disebut juga penyakit pes, adalah infeksi yang disebabkan bakteri Yersinia pestis dan ditularkan oleh kutu tikus (flea) yaitu Xenopsylla cheopis. Yesinia pestis penyebab pes berbentuk batang pendek, gemuk dengan ujung membulat dengan badan mencembung, berukuran 1,5 5,7 dan bersifat gram positif. Pada pewarnaan tampak bipolar, mirip peniti tertutup.Kuman tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Selain jenis kutu tersebut, penyakit ini juga ditularkan oleh kutu jenis lain. Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara kutu carrier plague adalah Xenophsylla astia. Penyakit ini menular lewat gigitan kutu tikus, gigitan/cakaran binatang yang terinfeksi plague, dan kontak dengan tubuh binatang yang terinfeksi. Kutu yang terinfeksi dapat membawa bakteri ini sampai berbulan2 lamanya. Selain itu pada kasus pneumonic plague, penularan terjadi dari dari percikan air liur penderita yang terbawa oleh udara.Kutu menyebarkan penyakit ketika mengisap darah tikus atau manusia.Tetapi bakteri wabah pes belum terbasmi tuntas.Di Bolivia dan Brazil, misalnya, terdapat lebih dari 100 laporan kasus pes per sejuta penduduk.Wabah pes dikenal dengan black death karena menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu bubonik, pneumonik dan septikemik. Ketiganya menyerang system limfe tubuh, menyebabkan pembesaran kelenjar, panas tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri pada persendian.Wabah pneumonik juga menyebabkan batuk lendir berdarah, wabah septikemik menyebabkan warna kulit berubah menjadi merah lembayung. Dalam semua kasus, kematian datang dengan cepat dan tingkat kematian bervariasi dari 30-75% bagi bubonik, 90-95% bagi pneumonik dan 100% bagi septikemik. Akan tetapi, dengan pengobatan yang tepat, penyakit pes dapat disembuhkan, karena berhasil diobati dengan sukses menggunakan antibiotika.

2.2 Patogenesis Penyakit Pes

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Penyakit sampar atau plague atau pes, disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis.Bakteri ini dapat hidup pada kutu tikus umumnya dari spesies Xenopsilla cheopis.Bakteri Yersinia pestis ini ada dalam darah, karena bakteri ini merupakanpatogen obligat intraseluler yang memerlukan darah untuk hidup.Infeksi bakteri pada kutu dimulai ketika kutu tikus (Xenopsilla cheopis) yang sehat, mengisap darah pada inangnya, dalam hal ini tikus yang sebelumnya sudah terinfeksi bakteri Yersinia pestis. Darah tikus yang mengandung bakteri yang diisap oleh kutu tikus ini, selanjutnya akan sampai ke dalam sistem pencernaan yaitu di proventikulus kutu tikus (Xenopsilla cheopis). Proventikulus merupakan daerah atau organ pada kutu yang berfungsi seperi gastroesophageal pada manusia.

Kunci untuk virulensi organisme adalah fenomena "penyumbatan," yang membantu transmisi bakteri oleh kutu.Seperti yang telah di jelaskan bahwa bakteriYersinia pestismenguraikan endotoksin lipopolisakarida, koagulase, dan fibrinolisin, yang merupakan faktor utama dalam patogenesis penyakit.Endotoksin dapat menimbulkan gejala panas, koagulasi intravaskular deseminata dan mengaktifkan sistem komplemen (imun).Adanya koagulase menyebabkan penyumbatan pada daerah proventrikulus kutu, sehingga tidak ada makanan yang dapat lewat ke ususnya.Karena itu, pinjal atau kutu tikus menjadi sangat lapar karena darah yang di isapnya hanya sampai pada daerah proventikulusnya (setara dengan daerah gastroesophageal pada manusia). Karena laparnya, maka kutu tikus ini akan menggigit dengan ganas inangnya dalam hal ini manusia atau tikus. Pada saat menggigit inangnya, kutu ini sambil mengisap juga memuntahkan darah dalam luka gigitan yang mengandung kuman atau bakteriYersinia pestisdari tubuhnya ke inangnya (tikus atau manusia). BakteriYersinia pestissendiri dapat bertahan dalam hidup dalam proventikulus kutu karena plasmid-encoded fosfolipase D yang melindungi mereka dari sistem pencernaan kutu (Xenopsilla cheopis), bakteri juga dapat melakukan kolonisasi dan perkembangan dalam proventikulus kutu karenakehadiran gen hemin, yang diperlukan untuk pembentukan biofilm yang memungkinkan kolonisasi bakteri di proventrikulus kutu. Karena penyumbatan itu, maka kutu akan menggigit dengan ganas inangnya (tikus atau manusia), tapi karena adanya penyumbatan itu, kutu tetap saja kelaparan dan akhirnya mati karena kelaparan.

Perjalanan kuman selanjutnya adalah pada tubuh inangnya, dalam hal ini tikus atau manusia. Kita akan membahas pada manusia karena sesuai dengan pembahasan tentang penyakit sampar atau pes atau plague pada manusia. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bakteri Yersinia pestismasuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan kutu atau pinjal tikus (Xenopsilla cheopis) yang kemudian mengikuti aliran getah bening dan selanjutnya menyebar melalui sirkulasi darah.Pada saat bakteri masuk, sebenarnya daya tahan tubuh kita melakukan perlawanan, akan tetapi sel-sel mononuklear yang merupakan sistem imun kita, tidak mampu untuk membunuh kuman Yesernia tersebut dan bahkan kuman justru mampu berkembang biak membentuk dinding sel-dinding selnya yang merupakan endotosin. Untuk bertahan hidup dalam host dan mempertahankan infeksi persisten, Y. pestis menggunakan berbagai mekanisme untuk menghindari atau mengatasi sistem kekebalan tubuh inang, terutama sistem kekebalan tubuh bawaan (imunitas nonspesifik seluler seperti sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear seperti neutrofil.). Y. pestis mengatasi sistem kekebalan tubuh kita dengan melakukan blokade terhadap sistem fagositosis imun kita melalui sistem sekresi tipe III dengan menyuntikan setidaknya enam macam protein kedalam makrofag kita, dimana protein ini dikenal dengan Yersinia Protein Outer (Yops). Racun Yop ini menonaktifkan sistem imun kita dan juga mempengaruhi adhesi sel. Kemampuan Yersinia pestis untuk menghambat fagositosis memungkinkan bakteri ini untuk tumbuh dalam kelenjar getah bening dan menyebabkan limfadenopati . Keenam protein YOP ini bekerja dengan mekanisme sendiri-sendiri, Misalnya, YopH adalah fosfatase phosphotyrosine atau tirosin fosfatase proteinyang menginaktivasi komponen kompleks adhesi fokus dalam sel mamalia dan menginduksi apoptosis dari sel T terinfeksi. YopT adalah protease sistein yang menghambat RhoA dengan menghapus kelompok isoprenyl , yang penting untuk lokalisasi protein ke membran sel . Telah diusulkan bahwa YopE dan YopT dapat berfungsi untuk membatasi YOPB / D-induced sitolisis.Dua efektor Yop lainnya, YopJ / P dan YopM, mempengaruhi komponen jalur transduksi sinyal dalam sitosol atau inti.YopJ adalah protease sistein yang menghambat MAPK signaling dan jalur NF-kB dan mempromosikan apoptosis dalam makrofag.YopM sebagian besar kaya leusin, terakumulasi dalam inti dan tampaknya tidak mempunyai aktivitas enzim.YopO adalah protein kinase juga dikenal sebagai Yersinia protein kinase A (YpkA).YopO merupakan inducer kuat apoptosis makrofag manusia.

Selain karena faktor protein outer membran (YOp), kemampuan virulensi bakteri Y. pestis juga disebabkan karena kemampuan adhesin bakteriyang memungkinkan untuk kemudian menembus permukaan sel. Juga karena F1 antigen antiphagocytic, Plasminogen activator (Pla), V dan W antigen, Lipopolisakarida. Adanya LPS menyebabkan endotoksin yang dapat menyebabkan syok. Antigen V dan W (diproduksi pada 37 C) menyebabkan organisme resisten terhadap fagositosis, antigen V penting bagi kelangsungan hidup Y pestis dalam makrofag. Plasminogen activator (Pla) adalah protease yang muncul untuk menurunkan fibrin dan protein ekstraseluler lainnya dan untuk memfasilitasi penyebaran sistemik dari situs inokulasi.Ekspresi Pla memungkinkan Y pestis untuk mereplikasi dengan cepat di saluran udara.Pla penting bagi Y pestis menyebabkan wabah pneumonia.

Setelah di dalam tubuh,karena gagal difagositosis atau dibunuh oleh sitem imun tubuh kita, melalui mekanisme singkat yang dijelaskan diatas, maka bakteri Y pestisdapat masuk ke sistem limfatik. Bakteri mengeluarkan beberapa racun, salah satunya diketahui berbahaya dimana menyebabkan blokade beta-adrenergik .Y. pestis menyebar melalui sistem limfatik manusia yang terinfeksi sampai mencapai kelenjar getah bening regional. Di kelenjar getah bening regional, bakteri ini menimbul reaksi imflamasi atau peradangan dan supurasi (limfadenitis), dikelilingi daerah yang mengalami edema hemoragik yang dikenal sebagai buboes (bubo) dan dalam perkembangan selanjutnya akan menjadi nekrosis yang meluas.

Dari sistem limfatik, bakteri juga bisa menuju ke aliran darah, biasanya dalam beberapa jam dari awal gigitan kutu, infeksi menciprat ke dalam aliran darah ataupun infeksi dapat langsung ke aliran darah tanpa lewat sistem limfatik, yang mengarah ke keterlibatan hati, limpa, dan paru-paru.Endotoksin bakteri menyebabkan koagulasi intravaskular diseminata (DIC), yaitu menyebabkan gumpalan kecil di seluruh tubuh dan nekrosis atau iskemik (kematian jaringan akibat kurangnya sirkulasi / perfusi ke jaringan) akibat dari gumpalan.Adanya DIC menyebabkan gangguan pembekuan darah, sehingga tidak bisa lagi mengontrol perdarahan. Akibatnya, terjadi perdarahan di dalam kulit dan organ lain, yang dapat menyebabkan ruam kemerahan dan / atau kehitaman dan hemoptisis / hematemesis (batuk / muntah darah), jika tidak diobati, biasanya berakibat fatal.

Penyebaran secara hematogen (aliran darah) juga dapat memberikan gejala yang jelas pada paru-paru berupa pneumonia sekunder jika menyebar sampai paru-paru.Hal inilah yang menjelaskan kenapa penyakit sampar dapat juga menyebar secara aerogen atau lewat udara melalui droplet yang infeksius.Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan, dan disebut sekunder karena peradangannya bukan langsung pada paru-paru tetapi akibat penyebaran secara hematogen bakteri Yesernia ke paru-paru.Pada kulit tempat gigitan pinjal atau kutu dapat timbul papula (benjolan kecil padat), pustula (berisi cairan pus atau nanah), karbunkel (sekumpulan bisul), atau tidak menunjukan reaksi jaringan setempat sama sekali. Penyebaran di daerah kulit dapat menimbulkan petekie (bercak merah dalam yang merupakan perdarahan kecil di bawah kulit), vaskulitis(radang pembuluh darah) dan perdarahan yang disebabkan trombositopenia (trombosit rendah).

2.3 Gejala KlinisAda 3 jenis penyakit plague yaitu:1. Bubonic plague : Masa inkubasi 2-7 hari. Gejalanya kelenjar getah bening yang dekat dengan tempat gigitan binatang/kutu yang terinfeksi akan membengkak berisi cairan (disebut Bubo). Terasa sakit apabila ditekan. Pembengkakan akan terjadi. Gejalanya mirip flu, demam, pusing, menggigil, lemah, benjolan lunak berisi cairan di di tonsil/adenoid (amandel), limpa dan thymus. Bubonic plague jarang menular pada orang lain.2. Septicemic plague : Gejalanya demam, menggigil, pusing, lemah, sakit pada perut, shock, pendarahan di bawah kulit atau organ2 tubuh lainnya, pembekuan darah pada saluran darah, tekanan darah rendah, mual, muntah, organ tubuh tidak bekerja dg baik. Tidak terdapat benjolan pada penderita. Septicemic plague jarang menular pada orang lain. Septicemic plague dapat juga disebabkan Bubonic plague dan Pneumonic plague yang tidak diobati dengan benar.3. Pneumonic plague : Masa inkubasi 1-3 hari. Gejalanya pneumonia (radang paru2), napas pendek, sesak napas, batuk, sakit pada dada. Ini adalah penyakit plague yang paling berbahaya dibandingkan jenis lainnya. Pneumonic plague menular lewat udara, bisa juga merupakan infeksi sekunder akibat Bubonic plague dan Septicemic plague yang tidak diobati dengan benar.

2.4 Cara PenularanSecara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent. Kuman-kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan. Mengenai terjadinya wabah pes pada tikus dan manusia dapat dijelaskan sebagai berikut.

2.5.1 Terjadinya wabah pes pada tikus.Wabah pada hewan umumnya disebut epi-zooti dari (epi = pada, zoo = hewan; Epi-demi berasal dari epi = pada, demi/demos = rakyat). Wabah pes pada manusia didahului oleh epizooti pes pada tikus, dan ini tentunya ada hubungan antara epizooti tikus dengan epidemic manusia. Pada seekor tikus yang menderita penyakit pes terdapat gejala penyakit: suhu badan naik, sangat gelisah, berkeliaran kian kemari. Mungkin tikus ini akan mati disembarang tempat. Pinjal-pinjalnya yang telah ketularan karena menghisap darah tikus yang sakit tadi segera meninggalkan bangkai tikus yang telah dingin. Pinjal tersebut akan meloncat-loncat tidak lebih 50 cm dan jauh tidak lebih 60 cm. jika perut pinjal itu mengandung darah yang berisi basil-basil pes, basil tersebut dapat hidup di dalam perut pinjal selama 40 hari. Bila pinjal yang tertular tersebut menggigit tikus yang sehat, tikus tersebut akan menderita penyakit pes dan akan mati dalam 4 atau 5 hari. Dengan cara demikian timbullah epizooti pada tikus. Pada epizooti ini mungkin banyak tikus yang mati, baik di dalam maupun di luar rumah.Untuk menetapkan bahwa tikus itu mati karena pes, bangkai tikus itu perlu dikirim ke perusahan Negara Laboratorium Bio Farma. Bangkai tikus itu harus dicapit dengan capit yang panjangnya lebih kurang 1 cm, mengingat bahwa pinjal-pinjal itu dapat meloncat sampai kurang 90 cm. lalu bangkai itu dimasukkan ke dalam blek minyak tanah kosong dan dikirim ke Lab dan ditutup rapat.Bila banyak tikus yang mati karena pes, banyak pula pinjal-pinjal tikus yang meninggalkan bangkai tikus itu.Pinjal dapat juga melewati lubang pada langit-langit rumah yang lubangnya tidak tertutup rapat. Dengan melalui lubang pada langit-langit ia dapat masuk ke dalam rumah. Barulah manusia menjadi sasarannya seperti pada gambar 01.Pinjal tikus yang telah kelaparan dapat menghisap darah dengan kuat. Jika di dalam perut pinjal itu banyak terdapat basil pes, basil itu akan menyumbat lubang antara proventrikulus dan ventrikulus. Karena penyumbatan itu, pada permulaan proventrikulus akan penuh dengan darah, akan tetapi tidak menimbulkan rasa kenyang. Pinjal itu akan mencabut moncongnya dan menggigit lagi. Pada waktu moncong dicabut, darah yang tercampur dengan basil pes akan turut keluar dan masuk ke dalam tempat penggigitan. Dengan cara itu manusia dapat ketularan basil pes dan mulailah perkembangan penyakit pes di dalam tubuh manusia. Pengalaman para ahli menunjukkan bahwa suatu wabah biasanya terjadi dalam musim hujan dan mempunyai puncaknya pada bulan desember atau januari.Agar pada puncak wabah didapat kekebalan yang cukup, immunitas biasanya dimulai 2/3 bulan sebelumnya. Pada daerah-daerah dengan suhu iklim kurang dari 30C seperti di pegunungan penyakit pes akan menetap.

2.5.2 Perkembangan wabah pes di dalam tubuh manusia.Pada tempat gigitan pinjal akan timbul gelembung kecil yang berisi cairan yang Hemoragis, juga akan timbul pada kulit setempat yang agak besaran. Bentuk demikian disebut pes kulit.Menurut Prof. De Lange 5% dari gigitan pinjal yang ketularan menimbulkan pes kulit.Basil pes kemudian ikut dengan aliran getah bening, menuju daerah kelenjar getah bening, dan menimbulkan Limpadenitis atau bubo. Jika digigit di tangan, bubo akan timbul di ketiak. Jika digigit dikaki, bubo akan timbul di lipatan paha, dan jika digigit dikepala, bubo akan timbul di leher. Jika orang yang tertular itu tidak pernah menerima vaksinasi terhadap pes dan tidak memiliki kekebakan tubuh, bubo itu menimbulkan gejala: peradangan merah, panas, bengkak, sakit yang hebat disertai suhu badan yang tinggi. Penderita terlihat sangat gelisah.Selaput lendir mata yang kemerah-merahan seringkali sebagai gejala yang terlihat.Bubo di lipatan paha sedemikian sakitnya, sehingga penderita berbaring dengan rasa tak berdaya, sedang pahanya terkaku dalam fleksi. Lalu bubo itu akan pecah, dan keluarlah nanah bercampur darah dari jaringan yang mati. Penyembuhan berjalan sangat perlahan, hal ini berlainan dengan bisul karena stafilokokkus yang lekas sembuh setelah pecah. Dengan penderita yang agak lama, bubo ini akan merusak badan penderita sampai kurus. Kematian dapat meningkat sampai 60% pada panderita yang belum pernah mendapat vaksinasi anti-pes.Pada penyakit pes yang disebabkan karena basil pes yang sangat ganas, mungkin tidak timbul bubo.Daerah kelenjar limpa dilewati dan melalui duktus thorasikus, basil itu masuk ke dalam peredaran darah.Timbullah keadaan pes-sepsis (pes-bakteri aemi, atau pes septichaemi) dengan gejala intoksikosis yang hebat dan penderita menderita panas yang tinggi.Ia kelihatan gelisah, mungkin penderita berkeliaran di luar ruamah dan meninggal di sembarang tempat. Bila di daerah yang ketularan pes ditemukan mayat yang berbadan baik, tidak memperlihatkan gejala sakit dan penganiayaan, kemungkinan orang itu meninggal karena pes.Pes septichaemi juga dapat terjadi pada penderita pes bubo.Setelah terjadi pes bubo mungkin bubo itu dilewati oleh basil pes. Dengan melalui duktus torasikus ia masuk ke peredaran darah, selanjutnya masuk ke vena kava superior, ke serambi kanan, bilik kanan, arteria pulmonalis, dan sampai di paru-paru akan menimbulkan pes paru-paru. Pes paru ini disebut pes paru sekunder.Karena terjadi dengan melalui pes bubo dan pes-septichaemi.Penderita ini dapat menyemburkan basil pes dengan dahaknya yang halus ke udara. Basil pes ini akan masuk ke pernafasan orang sehat dengan cara langsung dan akan timbul pes paru primer.Dari peristiwa terjadinya wabah pes di atas, ada beberapa penularan penyakit pes tersebut.Adapun bagan penularan penyakit pes sebagai berikut.

Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orangorang yang bila digigit oleh pinjal tikus hutan yang infektif.Ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja di hutan, ataupun pada orang-orang yang mengadakan rekreasi/camping di hutan.

Penularan pes ini dapat terjadi pada orang yang berhubungan erat dengan tikus hutan, misalnya para ahli Biologi yang sedang mengadakan penelitian di hutan, dimana orang tersebut terkena darah atau organ tikus yang mengandung kuman pes.

Kasus yang umum terjadi dimana penularan pes pada seseorang karena digigit oleh pinjal infeksi setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes.

Penularan pes dari tikus hutan komersial melalui pinjal.Pinjal yang efektif kemudian menggigit manusia.

Penularan pes dari seseorang ke orang lain dapat juga terjadi melalui gigitan pinjal manusia Culex Irritans (Human flea)

Penularan pes dari seseorang yang menderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan. Pada no.1 sampai dengan 5, penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo. Pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes).

2.5 Diagnosisa. Diagnosis lapangan :ditemukan adanya tikus mati tanpa sebab-sebab yang jelas (rat fall) di daerah fokus pes atau bekas fokus pes.b. Diagnosis Klinis :adanya demam tanpa sebab-sebab yang jelas (FUO = Fever Unkwon Origin) Timbul bubo/mringkil/sekelan (pembengkakan kelenjar) sebesar buah duku pada leher/ketiak/selangkangan. Batuk darah mendadak tanpa tanpa gejala yang jelas sebelumnya.c. Diagnosa Laboratorium :Macam-macam pemeriksaan yang dilakukan laboratorium adalah:1. Pemeriksaan Serologi : Spesimen yang diperiksa adalah serum,yang berasal dari: Rodent (tikus), Manusia, Species hewan lain seperti anjing,kucing, Spesimen hewan, manusia dinyatakan positif pada tikus.2. Pemeriksaan BakteriologiSepeciman yang diperiksa: Untuk manusia :darah,bubo,sputum Organ tikus:limpa,paru,hati Pinjal

BAB IIIANALISA KASUS1. TravelerWisatawan bisa menjadi penyebar penyakit pes. Karena wisatawan yang melewati jalur transportasi kapal (melewati pelabuhan) akan membawa virus dari tikus yang menyebabkan penyakit pes.

2. Pemukiman padat pendudukTelah dilakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan sosio ekologi di daerah enzootik pes dusunSulorowo pegunungan Tengger Bromo, Jawa Timur. Penyakit pes pada dasarnya akibat adanyahubungan antara manusia dengan kondisi lingkungan yang menyangkut rodent, pinjal dun habitat.Data yang dikumpulkan menyangkut aspek sosial budaya yang meliputi adat, tradisi, kepercayaan,nilai-nilai, persepsi serta sikap dun kebiasaan penduduk yang diduga ada kaitan dengan penularan pes.Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap 27 informan yang terdiri dari 3 tokohsupranatural, 5 pejabat Dinas Kesehatan yang terlibat dalam Program Pemberantasan Pes, 3 petugaspelabana di lapangan dun 16 warga masyarakat disertai pengamatan terhadap sasaran yang didugamempunyai peranan dun berkaitan dengan penularan pes.Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat dusun Solorowo masih tradisional. Penduduksangat akrab terhadap lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat sangat mensakralkan tempat-tempattertentu yang dianggap mempunyai nilai kesejarahan serta nilai budaya seperti Petrenan, yaitu tempatyang disakralkan yang dipercaya sebagai tempat makam leluhur dijadikan tempat pemujaan dun untukmenyelenggarakan upacara ritual dun keagamaan.Sehingga adanya hubungan antara manusia dengan kondisi lingkungan alam sekitarnya yangmenyangkut rodent, pinjal dun habitat juga sifat tradisional tersebut menunjang tetap terpeliharanyapenularan pes di masyarakat dusun Solorowo. Ditunjang pula oleh pengetahuan dun persepsi pendudukyang salah terhadap penyakit pes, maka penyakit tersebut sewakru-waktu akan tetap menjadi wabah.

3. Kebersihan lingkunganKesehatan Lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar bisa menjamin keadaan sehat dari manusia. Ruang lingkup kesehatan lingkungan diantaranya penyediaan air bersih /air minum, pengolahan dan pembuangan limbah cair, gas dan padat, pencegahan kebisingan, pencegahan penyakit bawaan air, udara, makanan, dan vektor, Pengelolaan kualitas lingkungan air, udara, makanan, pemukiman dan bahan berbahaya. Kesehatan lingkungan merupakan salah satu program dari enam usaha kesehatan dasar kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan ini sangat erat sekali hubungannya dengan kesehatan masyarakat. (Soemirat, 2009 : 6).4. Perdagangan

5. Geografis

Indonesia yang merupakan daerah dengan curah hujan yang tinggi, ditambah dengan kesadaran masyarakat akan lingkungan yang masih rendah, sehingga bencana banjir sering terjadi. Air hujan yang tergenang bahkan banjir yang telah terkontaminasi bakteri Yersinia pesti, sering dibawa oleh hewan pengerat seperti tikus, merupakan faktor penyebaran penyakit pes

BAB IVPEMBAHASAN4.1 EpidemologiPes di Amerika Serikat Pes pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1900, dengan kapal uap yang dipenuhi tikus yang berlayar dari daerah yang terkena dampak, terutama dari Asia. Epidemi terjadi di kota-kota pelabuhan ini. Yang terakhir pes epidemi perkotaan di Amerika Serikat terjadi di Los Angeles dari 1924 sampai 1925. Pes kemudian menyebar dari tikus perkotaan untuk spesies hewan pengerat pedesaan, dan Amerika Serikat bagian baratmenjadi daerah yang dihuni banyak tikus. Sejak saat itu, pes telah menjadi kasus yang tersebar di daerah pedesaan. Sebagian besar kasus manusia di Amerika Serikat terjadi di dua wilayah: Northern New Mexico, Arizona utara, dan selatan Colorado California, Oregon selatan, dan jauh Nevada Barat

Antara tahun 1900 dan 2010, 999 dikonfirmasi atau kemungkinan kasus wabah manusia yang terjadi di Amerika Serikat. Lebih dari 80% kasus wabah Amerika Serikat telah menjadi bentuk pes. Dalam beberapa dekade terakhir, rata-rata tujuh kasus wabah manusia telah dilaporkan setiap tahun (rentang: 1-17 kasus per tahun). Pes telah terjadi pada orang-orang dari segala usia (bayi sampai usia 96), meskipun 50% kasus terjadi pada orang usia 12-45. Hal ini terjadi baik pada pria maupun wanita, meskipun secara historis adalah sedikit lebih umum di kalangan laki-laki, mungkin karena meningkatnya kegiatan di luar ruangan yang menempatkan mereka pada risiko yang lebih tinggi.

Pes Seluruh Dunia Epidemi pes telah terjadi di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan namun sebagian besar kasus manusia terjadi sejak tahun 1990-an di Afrika. Hampir semua kasus yang dilaporkan dalam 20 tahun terakhir telah terjadi antara orang yang hidup di kota-kota kecil dan desa-desa atau daerah pertanian daripada kota-kota besar. Antara 1.000 dan 2.000 kasus setiap tahun dilaporkan ke World Health Organization (WHO), meskipun jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi. Sulit untuk menilai tingkat kematian wabah di negara-negara berkembang, kasus relatif yang didiagnosis dan dilaporkan kepada otoritas kesehatan. WHO mengutip angka kematian 8-10%, namun beberapa penelitian (WHO, 2004) menunjukkan bahwa kematian mungkin lebih tinggi di beberapa daerah endemik pes.

IndonesiaPenyakit pes pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1910 melalui Tanjung Perak, Surabaya, kemudian tahun 1916 melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, tahun 1923 melalui pelabuhan Cirebon dan pada tahun 1927 melalui pelabuhan Tegal. Korban manusia meninggal karena pes dari 1910-1960 tercatat 245.375 orang, kematian tertinggi terjadi pada tahun 1934, yaitu 23.275 orang. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah fokus pes di Indonesia dimana pada tahun 1968 terjadi out break pes, khususnya di kecamatan Selo dan Cepogo dengan jumlah penderita 101 orang dan 42 orang diantaranya meninggal ( CFR 42 % ), serta pada tahun 1970 terjadi lagi letusan pes pada lokasi yang sama dengan penderita 11 orang dan 3 diantaranya meninggal ( CFR 27 % ). Meskipun sampai saat ini belum ditemukan adanya penderita pes, namun dari hasil pengamatan selama ini masih ditemukan adanya serologist positif baik pada human maupun rodent. Pada tahun 1982 telah dapat diisolasi adanya kuman bipolair Yersenia pestis tikus rumah pada desa Genting kecamatan Cepogo ( hasil assesment pes ), kemudian pada tahun 1992 ditemukan di desa Suroteleng kecamatan Selo dan terakhir pada tahun 1997 saat aktifitas Gunung Merapi meningkat ditemukan rat fall (tikus mati tanpa sebab yang diduga karena pes) di desa Jrakah kecamatan Selo pada lereng Gunung Merapi. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2010) Sampai saat ini Kabupaten Boyolali masih merupakan salah satu daerah fokus pes di Indonesia. Adanya erupsi merapi sejak tanggal 26 Oktober 2010 sampai saat ini, akan mendorong timbulnya mutasi besar-besaran dari tikus hutanke pemukiman penduduk. Hal ini dikhawatirkan ada tikus hutan yang membawa bakteri pes kontak dengan penduduk di sekitar lereng merapi. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengantisipasinya agar tidak terjadi out breaks pes di Kabupaten Boyolali. Dalam rangka mencegah penyakit yang disebabkan oleh tikus, maka perlu memperhatikan kepadatan tikus. Adanya tikus di lingkungan pemukiman perlu diwaspadai pula keberadaan ektoparasit terutama pinjal yang berpotensi menularkan penyakit pes, murine typhus, dan tularemia. Pes merupakan penyakit bersifat akut. Penyakit Pes dikenal ada 2 macam yaitu Pes bubo ditandai dengan demam tinggi, tubuh menggigil, perasaan tidak enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjer (lipat paha,ketiak dan leher). Sedangkan Pes pneumonic ditandai dengan gejala batuk hebat, berbuih, air liur berdarah, dan sesak nafas (Simanjuntak, 2006).

Menurut Jenis KelaminWabah telah terjadi pada orang-orang dari segala usia ( bayi sampai usia 96 ) , meskipun 50 % kasus terjadi pada orang usia 12-45 . Hal ini terjadi baik pada pria maupun wanita , meskipun secara historis adalah sedikit lebih umum di kalangan laki-laki , mungkin karena meningkatnya kegiatan di luar ruangan yang menempatkan mereka pada risiko yang lebih tinggi.

Menurut tempatLokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Boyolali sebagai daerah fokus pes dan Kabupaten Bandung mewakili daerah bekas pes. Pemilihan lokasi sesuai dengan data dari Dirjen P2MPL tahun 2000. Survei tikus dilakukan di Kabupaten Boyolali desa Suroteleng dan Jrakah Kecamatan Selo, Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo.Sedangkan Kabupaten Bandung di Desa Rawabogo, Nengkelan, Lebakmuncang Kecamatan Ciwidei. Hasil penangkapan menunjukkan di Kabupaten Boyolali yang paling banyak tertangkap mamalia kecilnya adalah di Desa Jrakah, Kecamatan Selo sejumlah 88 ekor, dengan trap success 11,8 %. Sedangkan di Kabupaten Bandung berada di desa Nengkelan Kabupaten Bandung sejumlah 51 ekor dengan trap succes 8,5% . Trap succes menunjukkan kepadatan relatif tikus yang ada dilokasi (Tabel 1). Keberhasilan penangkapan di Jrakah melebihi dari 7 % yang berarti kepadatan mamalia kecil dilokasi tersebut termasuk tinggi. Tingginya trap success karena masyarakat Jrakah di sekitar rumahnya terdapat tanaman palawija dan sayuran. Selain itu juga terdapat tanaman besar seperti bambu, tanaman kayu keras yang dapat digunakan mamalia kecil untuk bersarang dan berkembang biak. Trap success di Sukabumi Kecamatan Cepogo dan Suroteleng Kecamatan Selo masing-masing adalah 2,3 % dan 1,8 %. Rendahnya trap success dikarenakan di lokasi tersebut sedang musim tanam tembakau dan banyak kera yang turun ke ladang penduduk karena aktifitas Gunung Merapi sedang meningkat. Lokasi survei tikus Kabupaten Bandung adalah di tiga desa yaitu Desa Rawabogo, Nengkelan dan Lebakmuncang Kecamatan Ciwidei. Dari survey tikus di Kabupaten Bandung yang paling banyak tertangkap mamalia kecilnya adalah Desa Nengkelan dengan trap success 8,5 %. Sedangkan di Desa Rawabogo dan Lebakmuncang trap success masing-masing 3,0 % dan 6,5 %. Kedua lokasi terakhir hasil trap success-nya masih di bawah 7 %, berarti tingkat kepadatan relatif di Kabupaten Bandung rendah. Kondisi tersebut diatas menunjukkan adanya perbedaan secara kuantitatif kepadatan tikus pada daerah fokus pes dan daerah bekas fokus pes. Hal ini yang menjadikan salah satu indikator Kabupaten Boyolali khususnya di Kecamatan Cepogo dan Selo statusnya masih sebagai daerah fokus pes. Hasil survei tikus secara lengkap dapat terlihat pada table 1.

Tabel 1 Hasil Survei Tikus di Daerah Fokus dan Bekas Pes Kabupaten Boyolali dan Bandung Tahun 2011 KabupatenDesaJumlah PerangkapJumlah Tikus TertangkapTrap Succes

BandungRawabogoNengkelanLebak Muncang6006006001851453,008,507,50

Total18001146,0

BoyolaliJrakahSukabumiSuroteleng74453060088121111,832,261,83

Total18741115,3

Pada tabel 2. menunjukkan spesies dan jumlah mamalia kecil yang tertangkap di Kec. Selo dan Cepogo Kab. Boyolali 2011.Ada tiga spesies yang tertangkap, yaitu Rattus tanezumi, Rattus tiomanicus dan Suncus murinmus. Spesies yang paling banyak tertangkap adalah Rattus tanezumi di Jrakah 93,1 %, Sukabumi 100 % dan Suroteleng 36,4 %. Sedangkan di Kec. Ciwidei Kab. Bandung ditemukan empat spesies mamalia kecil yang tertangkap yaitu Rattus tanezumi, Rattus tiomanicus, Suncus murinmus dan Mus musculus. Spesies yang paling banyak tertangkap adalah Rattus tanezumi 47,1 % di Rawabogo, 75,7 % di Nengkelan dan 73,3 % di Lebak Muncang. Rattus tanezumi lebih dominan ditemukan dari pada spesies tikus lainnya dan lebih banyak yang tertangkap di dalam rumah dibandingkan luar rumah, hal ini dapat dimengerti karena Rattus tanezumi merupakan commensal rodent yang berarti tikus yang mempunyai habitat di pemukiman dan sudah beradaptasi dengan baik dengan aktivitas kehidupan manusia serta menggantungkan hidupnya (pakan dan tempat tinggal) pada kehidupan manusia. Keberadaan tikus di lingkungan rumah tangga adalah salah satu bukti eratnya hubungan tikus dengan manusia. R.tanezumi merupakan jenis tikus yang menggunakan rumah dan sekitarnya sebagai habitat dan terdistribusi hamper disemua tempat, mulai dari dataran rendah sampai tinggi. Jumlah mamalia kecil betina lebih banyak tertangkap daripada yang jantan, yaitu 62 betina dan 49 jantan. Menurut Priyambodo (2003), tikus betina lebih mudah ditangkap daripada tikus jantan. Hal ini dikarenakan dalam kelompok, tikus betina merupakan individu pencari makan untuk anak-anaknya, sedangkan tikus jantan berperan sebagai penjaga sarang atau wilayah teritorialnya dari serangan predator. Sehingga tikus betina lebih sering keluar sarang untuk mencari pakan dan lebih banyak yang masuk dalam perangkap. Jumlah tikus betina yang lebih tinggi ini berpotensi untuk bertambahnya populasi tikus di lokasi penelitian. Seekor tikus betina bisa atau dapat dikawini 200-500 kali dalam sekali masa subur (yang lamanya 6 jam saja). Medway juga melaporkan bahwa R. tanezumi mampu kawin sepanjang tahun di Semanjung Malaysia, tetapi memiliki rata-rata jumlah anak yang lebih banyak, yaitu 1-11 anak dan mencapai kematangan seksual pada usia 3 bulan saja. Selain itu, menurut Purwanto (2006), jumlah betina yang tinggi juga dikarenakan angka kematian per bulan pada tikus jantan lebih tinggi daripada tikus betina. Keberadaan tikus betina mempunyai potensi untuk bertambahnya populasi tikus karena siklus reproduksi yang cepat pada tikus. Kaitannya dengan di daerah pes, kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan pinjal yang memerlukan inang sebagai tempat untuk hidup. Tabel 2 . Spesies dan Jumlah Mamalia Kecil yang Tertangkap di Kab. Boyolali dan Kab.Bandung 2011NoSpesiesJumlah tertangkapJantanBetinaJumlah%

LuarDalam

BOYOLALI

IJrakah

1R. tanezumi344835478293,1

2S. murinmus240666,9

IISukabumi

1R. tanezumi0127512100

IIISuroteleng

1R. tanezumi1322436,4

2R. tiomanicus2121327,3

3S. murinmus2231436,4

Trap Succes4,27 %7,36%

KAB. Bandung

IVRawabago

1R. tanezumi3526847,1

2R. tiomanicus5133635,3

3S. murinmus2112317,7

VNengkelan

1R. tanezumi122922194175,7

2R. tiomanicus010112,4

3S. murinmus7254921,9

VILebak Muncang

1R. tanezumi102314192373,3

2R. tiomanicus201124,5

3M. musculus011012,3

4S. murinmus5445920,0

Trap Succes5,11 %7,56 %

Pada tabel 3 menunjukkan infestasi pinjal pada mamalia kecil yang tertangkap di daerah fokus pes dan bekas fokus pes 2011. Mamalia kecil yang terinfestasi pinjal di Kabupaten Boyolali sebanyak 85 ekor (70,33%) dari 111 mamalia kecil yang tertangkap, Kabupaten Bandung sebanyak 83 ekor (72,8 %) dari 114 mamalia kecil yang tertangkap. Hal ini menunjukkan hampir semua mamalia kecil yang tertangkap terdapat pinjal pada tubuhnya. Menurut WHO (1988) dalam pedoman pemberantasan pes di Indonesia tahun 1999, suatu wilayah dikatakan waspada terhadap penularan pes jika terdapat 30% tikus terinfestasi pinjal, dan indeks umum pinjal > 2 serta indeks khusus pinjal (X.cheopis) > 1. Kabupaten Boyolali merupakan daerah fokus pes dan Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah bekas fokus pes, meskipun sampai sekarang sudah tidak ditemukan lagi serologi positif bakteri yersinia pestis pada manusia, akan tetapi kewaspadaan akan bahaya penularan pes terus dilakukan. Salah satunya dengan melakukan surveilans rodent dan pinjal. Banyaknya tikus yang terinfestasi pinjal, perlu ditingkatkan kewaspadaannya kemungkinan penularan pes, dengan melakukan upaya pengendalian populasi tikus dan pinjal. Hasil penelitian Ramadhani (2010) di Kabupaten Boyolali masih ditemukan bakteri yersinia pestis pada. R.tanezumi dan R.exuleans roden dengan titer 1:16 ; 1;32. Meskipun masih dibawah standar, karena sesuai pedoman pes dari Ditjen P2MPL Departemen Kesehatan dikatakan positif yersinia pestis apabila ditemukan dalam titer 1 : 128. Kepadatan pinjal pada tubuh tikus biasa disebut dengan Indeks Pinjal Umum, yaitu untuk mengetahui kepadatan investasi ratarata dari pinjal yang ditemukan dibagi jumlah total tikus yang tertangkap. Pada table 3 Indeks Pinjal Umum dan Khusus di Daerah Fokus Pes dan Bekas Fokus Pes didapatkan indeks pinjal umum Kabupaten Boyolali sebesar 3,11 dan Kabupaten Bandung sebesar 3,25. Sedangkan indeks pinjal khusus Xenopsylla cheopis Kabupaten Boyolai sebesar 2,12 dan Kabupaten Bandung sebesar 3,07. Flea indeks Stivalius cognatus Kabupaten Boyolai sebesar 0,99 dan Kabupaten Bandung sebesar 0,18. Pada program surveilens di bidang kesehatan, sering digunakan indeks pinjal umum dan indeks pinjal khusus. Nilai tersebut bersama-sama dengan pengetahuan penyebaran inang, vektor, dan habitatnya, dapat menduga risiko manusia untuk tertular penyakit bersumber tikus, seperti pes di suatu daerah. Telah disepakati bahwa indeks pinjal umum lebih tinggi dari 2 dan indeks pinjal khusus lebih tinggi dari 1 untuk Xenopsylla cheopis pada tikus berpotensi untuk menularkan pes ke manusia. Menurut Traub dalam Ibrahim (2006) menyatakan bahwa indeks pinjal sebesar 30 atau lebih berarti dapat meningkatkan risiko transmisi pes. Meskipun indeks pinjal di Kecamatan Selo sudah melebihi ambang batas, akan tetapi sampai sekarang tidak ditemukan serologi positif Yersinia pestis pada manusia. Meskipun demikian, tingkat kewaspadaan akan terjadinya penularan pes perlu ditingkatkan. Untuk daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia indeks pinjal sebesar 1,0 atau lebih pada rodent yang tertangkap di daerah endemis dengan kasus pes pada manusia maka dapat menjadi ambang penularan bagi terjadinya transmisi pes. Kegiatan surveilans pinjal dan rodent pada daerah fokus pes, indeks umum dan khusus pinjal dapat dijadikan parameter untuk memantau sistem kewaspadaan dini terhadap kemungkinan kejadian pes. Ektoparasit yang diperoleh adalah dua spesies pinjal yaitu Xenopsylla cheopis dan Stivalius cognatus. R. tanezumi merupakan jenis tikus yang paling banyak terinfeksi oleh pinjal baik Xenopsylla cheopis maupun Stivalius cognatus (tabel 4) . Pinjal banyak ditemukan pada R. tanezumi yang tertangkap di dalam rumah. Hal ini dikarenakan kondisi rumah yang kering dan hangat, merupakan tempat yang disukai pinjal. Kebiasaan pinjal sangat dipengaruhi oleh hostnya, sehingga keberadaan pinjal pada R. tanezumi yang tertangkap di dalam rumah sangat menguntungkan pinjal yang tidak dapat bertahan di tempat yang lembab dan suhu udara yang rendah. Tabel 3. Indeks Pinjal Umum dan Khusus di Daerah Fokus dan Bekas Pesmanusia untuk tertular penyakit bersumber tikus, seperti pes di suatu daerah. Telah disepakati bahwa indeks pinjal umum lebih tinggi dari 2 dan indeks pinjal khusus lebih tinggi dari 1 untuk Xenopsylla cheopis pada tikus berpotensi untuk menularkan pes ke manusia. Menurut Traub dalam Ibrahim (2006) menyatakan bahwa indeks pinjal sebesar 30 atau lebih berarti dapat meningkatkan risiko transmisi pes. Meskipun indeks pinjal di Kecamatan Selo sudah melebihi ambang batas, akan tetapi sampai sekarang tidak ditemukan serologi positif Yersinia pestis pada manusia. Meskipun demikian, tingkat kewaspadaan akan terjadinya penularan pes perlu ditingkatkan. Untuk daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia indeks pinjal sebesar 1,0 atau lebih pada rodent yang tertangkap di daerah endemis dengan kasus pes pada manusia maka dapat menjadi ambang penularan bagi terjadinya transmisi pes. Kegiatan surveilans pinjal dan rodent pada daerah fokus pes, indeks umum dan khusus pinjal dapat dijadikan parameter untuk memantau sistem kewaspadaan dini terhadap kemungkinan kejadian pes. Ektoparasit yang diperoleh adalah dua spesies pinjal yaitu Xenopsylla cheopis dan Stivalius cognatus. R. tanezumi merupakan jenis tikus yang paling banyak terinfeksi oleh pinjal baik Xenopsylla cheopis maupun Stivalius cognatus (tabel 4) . Pinjal banyak ditemukan pada R. tanezumi yang tertangkap di dalam rumah. Hal ini dikarenakan kondisi rumah yang kering dan hangat, merupakan tempat yang disukai pinjal. Kebiasaan pinjal sangat dipengaruhi oleh hostnya, sehingga keberadaan pinjal pada R. tanezumi yang tertangkap di dalam rumah sangat menguntungkan pinjal yang tidak dapat bertahan di tempat yang lembab dan suhu udara yang rendah.

Tabel 3. Indeks Pinjal Umum dan Khusus di Daerah Fokus dan Bekas PesNoLokasiTikus yang diperiksaEktoparasitTotal EktoparasitIndeks Pinjal KhususIndeks Pinjal umum

X. cheopisS. cognatusX. cheopisS. Cognatus

IBoyolali

1Jrakah88194892832,201,013,22

2Sukabumi121716331,421,332,75

3Suroteleng11307142,730,643,36

Total1112411123302,120,903,11

IIBandung

1Rawabogo423314470,790,331,12

2Nengkelen3014201424,730,004,73

3Lebak Muncang63232132453,680,213,89

Total135407274343,070,183,25

Pinjal Xenopsylla cheopis merupakan pinjal yang khas ditemukan pada rodent. Pinjal ini mempunyai habitat di tempat yang hangat sesuai dengan hostnya. Ristiyanto juga menyatakan bahwa Xenopsylla cheopis digolongkan dalam pinjal domestik yang dominan habitatnya di dalam rumah. Menurut Harword dan Frederick (1979) R.tanezumi merupakan hospes alami dari pinjal Xenopsylla cheopis, dimana seluruh hidupnya berada di badan dan sarang tikus rumah. Perkembangan pinjal ini membutuhkan kondisi kering seperti yang terdapat dalam sarang tikus rumah dan lebih senang hidup di tempat yang kering dan mendapatkan makanan berupa darah mangsanya.

Tabel 4. Infestasi Pinjal Per Spesies Tikus yang Ditemukan di Daerah Fokus dan Bekas Pes Tahun 2009NoSpesiesJumlahTotal

S. cognatusX. cheopis

ML%ML%

Boyolali

1R. tanezumi4541,2846458,72109

2R. tiomanicus0021,8352

3S. murinus43,6697004

Total4942,616657,39115

Bandung

1R. tanezumi32,75236559,6368

2R. tiomanicus43,6697004

3M. musculus00000

4S. murinus10,91741311,9314

Total89,307890,7086

ditemukan di daerah bekas pes (Bandung). Hal ini kemungkinan tingkat surveillen vektor yang relative lebih sedikit dilakukan, sehingga kepadatannya juga tinggi.

4.2 Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi4.2.1 PencegahanPencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus serta pinjalnya.Cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak antara tikus beserta pinjalnya dengan manusia dapat dilakukan seperti berikut.1. Penempatan kandang ternak di luar rumah.2. Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-gedung sehingga mengurangi kesempatan bagi tikus untuk bersarang (rat proof).3. Membuka beberapa buah genting pada siang hari atau memasang genting kaca sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah sebanyak-banyaknya.4. Menggunakan lantai semen.5. Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat yang tidak mungkin dicapai atau mengundang tikus.6. Melaporkan kepada petugas Puskesmas bilamana menjumpai adanya tikus mati tanpa sebab yang jelas (rat fall).7. Tinggi tempat tidur lebih dari 20 cm dari tanah.Surasetja (1980), menyatakan bahwa selain upaya pencegahan, ada pula upaya pemberantasan penyakit pes yaitu sebagai berikut.1. Keharusan melaporkan terjadinya penyakit pes oleh para dokter supaya tindakan pencegahan dan pemberantasan penyakit dapat dijalankan. Keharusan ini tercantum dalam undang-undang karantina danepidemi (UU Wabah 1962).2. Keharusan melaporkan adanya kematian sebelum mayat dikubur. Pada mayat itu dilakukan fungsi paru, limfa dan pada bubo. Pes paru primer dapat dinyatakan bila cairan paru pasitif dan pes cairan limpa negatif. Pes paru sekunder terjadi bila cairan paru dan cairan limpa positif. Pes septichaemi jika cairan paru negatif dan cairan limpa positif.3. Tindakan selanjutnya jika telah dinyatakan diagnosa pes adalah penderita pes paru (primer dan sekunder) harus diisolasi dan dirawat di rumah sakit. Penduduk di sekitar rumah pes divaksinasi. Rumah disemprot dengan DDT. Kemudian rumah itu dibuka atapnya agar matahari dapat masuk. Lalu rumah tersebut diperbaiki kembali.4. Suntikan anti pes secara umum.5. Pembasmian pinjal tikus dilakukan dengan bubuk DDT yang ditaruh pada tempat yang biasa dilalui oleh tikus. Bubuk DDT akan melekat pada bulu tikus sehingga akan membunuh pinjal-pinjal itu. Hal ini dapat pula dilakukan serangkaian pemberantasan nyamuk malaria melalui penyemprotan.6. Pembasmian tikus dengan racun, perangkap dan kucing.7. Pengawasan angkutan padi dan lain-lain dengan pikulan, gerobak, dan sebagainya agar tikus yang tertular pes tidak terangkut dari satu daerah ke daerah yang lain.8. Perbaikan rumah agar tikus tidak bersarang di dalam rumah.9. Tindakan kebersihan seperti menjemur alat-alat tidur setiap minggu. Jangan ada sisa-sisa makanan yang berhamburan dan menarik tikus.

4.2.2 PengobatanUpaya pengobatan terhadap penderita penyakit pes, baik yang menularkan maupun yang tertular adalah sebagai berukut.1) Untuk tersangka pes Tetracycline 4x250 mg biberikan selama 5 hari berturut-turut atau Cholamphenicol 4x250 mg diberikan selama 5 hari berturut-turut2) Untuk Penderita Pes Streptomycine dengan dosis 3 gram/hari (IM) selama 2 hari berturut-turut, kemudian dosis dikurangi menjadi 2 garam/hari selama 5 hari berturut-turut.Setelah panas hilang. Dilanjutkan dengan pemberian : Tetracycline 4-6 gram/hari selama 2 hari berturut-turut,kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut atau Chlomphenicol 6-8 gram/hari selama 5 hari berturut turut, kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut.3) Untuk pencegahan terutama ditujukan pada: Penduduk yang kontak (serumah) dengan pendeita pes bobo. Seluruh penduduk desa/dusun/RW jika ada penderita pes paru.Tetapi yang dianjurkan adalah dengan pemberian Tertracycline 500mg/hari selama 10 hari berturut-turut.

4.2.3 RehabilitasiUsaha untuk mencegah terjadinya akibat samping daripenyembuhan penyakit & pengembalian fungsi fisik, psikologik dan sosial.* Pemberian makanan yang cukup gizi* Sesuai dengan TypeContoh :TypePneumonik :latihan pernafasanType Meningeal : therapi pekerjaan sekuele ( gejala sisa)BAB VPENUTUP5.1 KesimpulanDari uraian pembahasan di atas dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.1. Pes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia.2. Mekanisme penyebaran penyakit pes terjadi melalui kuman-kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan.3. Upaya dalam menanggulangi wabah penyakit pes ini meliputi upaya pencegahan yang dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus serta pinjalnya, upaya pengobatan dengan obat-obatan seperti Tetracycline, Cholamphenicol, Streptomycine yang diminum sesuai aturan dan dosis, serta upaya rehabilitasi.

5.2 Saran1. Hendaknya masyarakat tetap mempertahankan kebersihan lingkungan agar terhindar dari berbagai jenis penyakit yang membahayakan.2. Pihak pemerintah harus lebih memperhatikan rakyat di semua lapisan secara merata untuk bisa memberikan fasilitas yang menunjang kesehatan bagi masyarakat3.

DAFTAR PUSTAKAEntjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Alumni : Bandung.Jawetz, Erner. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.Surasetja, Admiral. 1980. Ilmu Penyakit Khusus untuk Perawat bagian III. Bhatara Karya Aksara: Jakarta.(EndangP, Mara I. 2011.WaspadaiPopulasiTikusdanPenyebaranPes (Plague).Edisi 10 Vol.VI No.01.dikutipdarihttp://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/ins/article/view/3202 . 2014)Jhamtani, Hira.2005.WTO danPenjajahanKembali Dunia Ketiga Insist Pers.Yogyakarta3. Osheim, Duane J. "Black Death." Microsoft Encarta 2006 [DVD]. Redmond,WA: Microsoft Corporation, 2005.http://www.cdc.gov/plague/Raharjo, J., Tri Ramadhani. 2012. Studi Kepadatan Tikus dan Ektoparasit (Fleas)Pada Daerah Fokus dan Bekas Pes Study to Mouse and Ectoparasite (flea) Dencity at Fokus on The Area and Former Plague. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED. Purwokerto

Murti, B., Prof. dr. MPH, MSc, PhD SEJARAH EPIDEMIOLOGI. Institute of Health Economic and Policy Studies (IHEPS), Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret

31