5

Click here to load reader

IPD Koja Case Report Gout Artritis.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case

Citation preview

Page 1: IPD Koja Case Report Gout Artritis.pdf

1

IPD Koja CASE REPORT

GOUT ARTHRITIS 1Albert Sudharsono, 2Suzanna Ndraha

1Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 2Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Koja

ABSTRACT Introduction

Arthritis gout adalah manifestasi klinis dari tingginya kadar asam urat dalam darah. Pada penyakit kronis dan progresif ini terjadi kerusakan sendi, penurunan fungsi ginjal dan pembentukan batu ginjal. Diagnosis artrtis gout akut dapat ditegakkan menurut kriteria dari The American College of Rheumatology (ACR) tahun 1977. Gout Arthritis is the clinical manifestation from hyperuricemia. This chronic and progressive disease leads to joint inflammation, decreasing of renal function and stone formation. Diagnosis of acute gout arthritis can be made due to The American College of Rheumatology (ACR) 1977. Case

The 59-year-old male came to Koja Hospital with complaint severe pain on left foot 3 days b.a. The physical examination showed swollen on MTP1 left joint and tophy on the MTP1 right joint. The laboratory result, showed increasing of uric acid, the ureum and creatinin, and CCT 16,2 mL/min. Working diagnosis was acute gout arthritis, CKD IV, grade 2 hypertension and anemia. Patients was given colchicine 4 x 0,5 mg and meloxicam 1x1mg. After pain decrease, colchicines dosage was reduced, then alopurinol was given for hyperuricemia. Discussion This patient fulfils 8 from B criteria for gout arthritis. Risk factors were high purine diet, age, male gender, previous history of gout. Renal manifestation in this patient was uric nephropathy. This patient was given high dose colchicine until pain decrease, and then maintenance dose was given to avoid gout attack due to allopurinol treatment. Combination of colchicines and meloxicam in this patient base on the different works of them. Key words : gout arthritis, gout nephropathy gout, colchicine, allopurinol ABSTRAK Introduksi Arthritis gout adalah manifestasi klinis dari tingginya kadar asam urat dalam darah. Pada penyakit kronis dan progresif ini terjadi kerusakan sendi, penurunan fungsi ginjal dan pembentukan batu ginjal. Diagnosis artrtis gout akut dapat ditegakkan menurut kriteria dari The American College of Rheumatology (ACR) tahun 1977. Kasus Pasien, pria 59 tahun datang ke RS Koja dengan keluhan nyeri kaki kiri sejak 3 hari smrs Dari pemeriksaan fisik, tekanan darah 180/80 mmHg, anemis, kaki kiri MTP1 ada tanda radang, ada tofus pada MTP1 kaki kanan. Dari laboratorium didapatkan asam urat 8,0 mg/dl, ureum 103 mg/dl, kreatinin: 4,8 mg/dl, CCT 16,2 mL/min. Diagnosis kerja adalah arthritis gout akut, gagal ginjal stadium IV, hipertensi derajat 2 dan anemia. Pasien di rawat, diberikan kolkisin 4 x 0,5 mg dan meloksikam 1x15mg. Setelah bengkak dan nyeri membaik, dosis kolkisin diturunkan dan alopurinol diberikan untuk mengatasi hiperurisemia. Diskusi

Pasien ini memenuhi 8 dari kriteria B diagnosis arthritis gout. Faktor resiko pasien ini adalah diet tinggi purin, usia, gender laki-laki, ada riwayat serangan gout sebelumnya. Manifestasi renal pada pasien ini adalah nefropati urat. Pada pasien ini kolkisin diberikan

Page 2: IPD Koja Case Report Gout Artritis.pdf

2

dengan dosis tinggi hingga keluhan membaik, selanjutnya dosis pemeliharaan untuk mencegah serangan akut akibat pemberian alopurinol. Kombinasi kolkisin dan meloksikam pada pasien ini didasarkan pada cara kerja yang berbeda Kesimpulan Terapi utama dalam fase akut adalah kolkisin dan meloksikam. Setalah fase akut teratasi maka alopurinol dapat diberikan. Bila serangan akut lebih dari sekali setahun, kolkisin perlu diberikan sebagai dosis pemeliharaan Key words : arthrtis gout, nefropati gout, kolkisin, alopurinol

GOUT ARTHRITIS PENDAHULUAN

Arthritis gout adalah manifestasi klinis yang terjadi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia). Hiperurisemia didefiniskan peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl pada pria dan 6,0 mg/dl pada wanita.1 Hipersaturasi asam urat dalam serum mengakibatkan perubahan kadar asam urat cairan sendi. Perubahan disertai adanya sejumlah protein dalam cairan sendi yang bertindak sebagai promotor nukleasi kristal memacu pembentukan kristal monosodium urat. Kristal ini kemudian difagositosis oleh leukosit yang selanjutnya menginduksi terjadinya inflamasi. Manifestasi klinis yang terjadi adalah deposisi urat dalam jaringan sendi, tulang, dan ginjal. Akumulasi kristal pada jaringan, dapat berupa tofi, pada sendi menyebabkan inflamasi, pada ginjal membentuk dapat membentuk batu asam urat dan kegagalan ginjal.1

Sekitar 20-40% penderita gout minimal mengalami albuminuri sebagai akibat gangguan fungsi ginjal. Terdapat tiga bentuk kelainan ginjal yang disebabkan hiperurisemia dan gout.2,3 Nefropati urat (disebut juga nefropati gout), yaitu deposisi kristal asam urat di interstitial medulla dan piramid ginjal, merupakan proses yang kronik, ditandai dengan adanya reaksi sel giant di sekitarnya. Nefropati asam urat akut, yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang besar pada duktus kolektivus dan ureter, sehingga menimbulkan keadaan gagal ginjal akut. Nefropati asam urat akut dapat merupakan bagian dari sindrom lisis tumor, dan sering terjadi pada pasien leukemia dan limfoma pasca kemoterapi. Nefrolitiasis, didapatkan pada 20% dari populasi hiperurisemia.3 Insidensi dan prevalensi artritis gout sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis, etnis, dan konstitusi faktor genetik. Prevalensi penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan proporsi pucaknya pada usia awal 50 tahun. Di amerika serikat prevalensi artritis keselurahan adalah 13,6 per 1000 jiwa untuk laki-laki dan 6,4 per 1000 jiwa untuk wanita. Di Indonesia terbanyak di Sulawesi utara dan Sulawesi selatan. Penelitian di Bandungan Jawa tengah, pada 4683 pria berusia di atas 18 tahun memperlihatkan 0,8% menderita arthritis gout. Ratio laki-laki dan perempuan 2 : 1. Serangan artrtis gout umumnya terjadi pada laki-laki usia 40-50 tahun serta pada wanita pasca menopause.3

Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara produksi dan sekresi. Dan ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat/jaringan.1,6 Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur yang lebih rendah seperti pada sendi perifer tangan dan kaki, dapat menjelaskan kenapa kristal MSU (monosodium urat) mudah diendapkan di pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.

Page 3: IPD Koja Case Report Gout Artritis.pdf

3

Awal serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi atau menurun. Pada kadar asam urat yang stabil jarang muncul serangan.

Diagnosis artrtis gout ditegakkan sesuai dengan kriteria dari The American College of Rheumatology (ACR) tahun 1977 yaitu:1 A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau adanya tofus yang berisi kristal urat, atau B. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis berikut:

1. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut 2. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari 3. Arthritis monoartikuler 4. Kemerahan pada sendi 5. Bengkak dan nyeri pada MTP-1 6. Artritis unilateral yang melibatkan MTP-1 7. Artritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal 8. Kecurigaan adanya tofus 9. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis) 10. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis) 11. Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi

Yang harus menjadi catatan, adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam urat darah normal.7

Tujuan terapi gout adalah menghentikan serangan akut secepat mungkin, mencegah serangan akut berulang, dan mencegah komplikasi akibat timbunan kristal urat di sendi, gin-jal atau tempat lain . Tata laksana non farmakalogi yang utama adalah edukasi pengendalian kadar asam urat jangka panjang. Terapi farmakologi mencakup OAINS, kolkisin, dan glukokortikoid. Sedangkan untuk mengontrol hiperuricemia dapat digunakan allopurinol dan/atau probenesid.7

Pengobatan dengan allopurinol dapat menjadi faktor yang mempresipitasi serangan gout akut. Penurunan asam urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya di sinovium atau tofi (crystals shedding). Pelepasan kristal MSU akan merangsang proses inflamasi dengan mengaktifkan kompleman melalui jalur klasik maupun alternatif. Sel makrofag, neutrofil dan sel radang lain juga teraktivasi, yang akan meng-hasilkan mediator-mediator kimiawi yang juga berperan pada proses inflamasi.3 Karenanya pengunaan obat penurun asam urat dihindari kecuali jika sebelumnya telah dikonsumsi secara rutin KASUS

Pria, 59 tahun datang dengan keluhan jempol kaki kiri membengkak dan nyeri sejak 3 hari SMRS, nyeri tidak menjalar, daerah nyeri berwarna kemerahan, terasa panas, dan bila digerakkan makin nyeri. Jempol kaki kanan tidak nyeri, tidka ada kaku sendi.. Badan terasa lemas tetapi masih bisa beraktivitas ringan, nafsu makan berkurang, tidak ada demam, tidak ada sesak, kadang-kadang mual, tidak ada muntah. BAB tidak ada keluhan. Sejak 1 hari SMRS os merasakan kaki kirinya bertambah bengkak dan semakin nyeri, berwarna kemerahan dan sulit untuk berjalan. Sebenarnya nyeri kaki ini sudah ada sejak 2 tahun terakhir, bergantian pada kaki kiri dan kanan, dan karena itu pasien sering minum jamu penghilang nyeri. Ada riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu, tapi tidak pernah diobati. Pasien gemar mengkonsumsi jerohan, dan sehari sebelum serangan pasien makan soto babat.

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum sakit sedang. Tekanan darah 180/80 mmHg, konjungtiva anemis. Kaki kiri MTP1 udem, kemerahan, hangat dan saat digerakan pasien mengeluh nyeri. Ada tofus pada MTP1 kaki kanan. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hemoglobin 8,4 g/ dL, hematokrit 25%. Kadar asam urat 8,0 mg/dl, ureum 103 mg/dl, kreatinin: 4,8 mg/dl, CCT 16,2 mL/min. USG kesan chronic kidney

Page 4: IPD Koja Case Report Gout Artritis.pdf

4

disease bilateral, foto thorax kesan kardiomegali. Diagnosis kerja yang ditegakkan adalah arthritis gout akut, gagal ginjal stadium IV, hipertensi derajat 2 dan anemia.

Pasien di rawat, diberikan diet rendah purine, diet protein 0,6 gram/kgBB/hari, diet rendah garam II (600-800mg/hari), asupan cairan 2-3L/hari. Untuk mengatasi nyeri diberikan kolkisin 4 x 0,5 mg dan meloksikam 1x15mg, omeprazole 2 x 20 mg mengurangi keasaman lambung, eritrpoetin SC 4000 iu 2x seminggu untuk mengatasi anemia akibat penyakit ginjal kronik, untuk mengatasi hipertensi diberikan losartan 1x50 mg. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan SI, TIBC dan feritin untuk menyingkirkan diagnosis banding penyebab anemia. Dalam pemantauan selama perawatan, tekanan darah terkendali menjadi normal (120/80 mmhg) dalam dua hari perawatan, bengkak dan nyeri di kaki membaik padahari ketiga. Maka dosis kolkisin diturunkan menjadi 1x0,5mg dan alopurinol 1x300mg diberikan untuk mengatasi hiperurisemia. DISKUSI

Penderita pada kasus ini memiliki gejala-gejala yang sesuai dengan arthritis gout akut yaitu serangan nyeri sendi dan perdangan sendi yang bersifat akut, sejak serangan pertama sampai masuk rumah sakit dan sudah muncul tophus 6. Penyebab dan faktor resiko pasien ini karena kegemaranya mengkonsumsi makanan tinggi purin seperti jerohan, umur 40-60 tahun, gender laki-laki, ada riwayat serangan gout sebelumnya. Kadar asam urat darah yang tinggi pada pasien ini menimbulkan hipersaturasi asam urat sehingga merangsang timbunan monosodiumurat (MSU) di berbagai jaringan termasuk sendi dan ginjal. Pada pasien ini ditemukan gambaran klinis berupa tanda radang akut sendi MTP-1 kaki kiri, selain itu juga ditemukan tophus pada sendi MTP-1 kaki kanan. Dari riwayat penyakit sebelumnya pasien juga pernah mengalami serangan yang serupa 2 tahun yang lalu, dari analisa laboratorium juga juga ditemukan hiperurisemia, sehingga secara keseluruhan pada pasien ini memenuhi 8 dari kriteria B diagnosis arthritis gout. Kriteria A tidak dapat dipenuhi dalam kasus ini karena keterbatasan sarana diagnostik sehingga pemeriksaan kristal urat di cairan sendi, atau kristal urat di dalam tofus tidak dapat dibuktikan.

Pada pasien ini juga mengalami penurunan fungsi ginjal, pada USG terlihat gambaran anatomi ginjal yang mengecil, ada anemia, CCT 16,2 mL/min maka pasien menderita penyakit ginjal kronik stadium IV dimana asam urat yang tinggi dalam darah membebani ginjal untuk memetabolisir ginjal karena asam urat yang tinggi.9 Manifestasi hiperurisemia pada ginjal dalam kasus pasien ini adalah dalam bentuk nefropati urat, dimana prosesnya berjalan secara kronik.2

Pada pasien ini kolkisin diberikan dengan dosis tinggi hingga keluhan membaik, selanjutnya dosis pemeliharaan untuk mencegah serangan akut akibat pemberian alopurinol.3,10 Untuk mencegah serangan gout, pada pasien dengan serangan lebih dari satu kali setahun, kolkisin dapat diberikan 1x0,5mg sehari secara kontinu. Bila serangan kurang dari sekali setahun, dosis pencegahan adalah 0,5mg 3-4 kali seminggu.10

Kombinasi kolkisin dan meloksikam pada pasien ini didasarkan pada cara kerja yang berbeda, karena kolkisin bekerja dengan mengikat protein di mikrotubulus neutrofil sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi migrasi neutrofil ke daerah peradangan.10

KESIMPULAN

Diagnosis artrtis gout akut dapat ditegakkan menurut kriteria dari The American College of Rheumatology (ACR) tahun 1977. Terapi utama dalam fase akut adalah pemberian kolkisin dosis tinggi dikombinasi dengan meloksikam. Setalah fase akut teratasi maka obat penurun asam urat alopurinol dapat diberikan dengan aman. Bila serangan gout akut lebih dari sekali setahun, kolkisin perlu diberikan kontinu sebagai dosis pemeliharaan.

Page 5: IPD Koja Case Report Gout Artritis.pdf

5

DAFTAR PUSTAKA 1. Theupeiroy ES. Artritis pirai (artritis gout). Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi

I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. hal. 1218-20.

2. Yu ASL, Brenner BM. Tubulointerstitisl diseases of the kidney. Dalam: Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16thed, New York: McGrawHill; 2005.hlm.1702-6

3. Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Dalam: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S, Sergen JS, editors. Kelley’s Textbook of Rheumatology. Edisi ke 8. Philadelphia: Saunders; 2009. Hlm.1481-506.

4. Sudarsono, Diagnosis dan Penatalaksanaan artritis gout dalam perkembangan muktahir dalam diagnosis dan terapi penyakit sendi dan inflamasi, dan degeneratif, Temu Ilmiah Reumatologi, Semarang, 1999

5. Terkeltaub, Gout : epidemiology, pathology and pathogenesis in klippel (ed.), Primer on the rheumatic disease, edisi ke 12. Arthritis Foundation, Atlanta, 2001

6. Gibson T. Clinical features of gout. Dalam : Hochberg MC, Silman AJ, Smonel JS, Weinblatt ME, Weisman MH, Editors. Rheumatology. Edisi ke 3. Edinburg: Elsevier; 2003.hal 1919-28.

7. Tehupeiroy. Penatalaksanaan Artritis Akut dalam Prodjosudjadi (Ed.), Pertemuan ilmiah Nasional I (PB PAPDI), 2003, Pusat Informasi dan Penelitian FKUI, Jakarta, 2003.

8. Putra TR. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hal.1213-17

9. Choi HK. Gout: Epidemiology, pathology and pathogenesis. Dalam : Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, Editors. Edisi ke 13. New York: Springer; 2008. hal 250-257.

10. Eustice C. Colchicine: 10 Things You Should Know. Arthritis & Joint Conditions. Diunduh dari http://arthritis.about.com/od/colchicine/a/gout_medication.htm, diakses pada februari 2012.