Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA TANAMAN
KOPI DENGAN BERBAGAI NAUNGAN DI DESA AMADANOM,
KECAMATAN DAMPIT, KABUPATEN MALANG
Oleh:
AFIFATUL KHOIRUNNISAK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA TANAMAN
KOPI DENGAN BERBAGAI NAUNGAN DI DESA AMADANOM,
KECAMATAN DAMPIT, KABUPATEN MALANG
Oleh:
AFIFATUL KHOIRUNNISAK
145040200111011
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TANAH
MALANG
2018
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil dari penelitian saya sendiri, yang dibimbing oleh dosen pembimbing skripsi.
Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi
manapun dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang jelas
ditunjukkan rujukan dalam skripsi ini dan yang telah disebutkan dalam daftar
pustaka.
Malang, Juli 2018
Afifatul Khoirunnisak
Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orang tua tercinta
Bapak Agus Susanto (Alm) dan Ibu Maimunah
Serta Kakakku tersayang
i
RINGKASAN
Afifatul Khoirunnisak. 145040200111011. Intersepsi Hujan dan Limpasan
Permukaan pada Tanaman Kopi dengan Berbagai Naungan di Desa
Amadanom Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Di bawah bimbingan
Sugeng Prijono sebagai Pembimbing Utama.
Kopi merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Luas lahan
kopi di Indonesia semakin meningkat namun produksi kopi menurun akibat
perubahan iklim. Perubahan iklim secara tidak langsung mempengaruhi siklus
hidrologi yang terjadi salah satunya yaitu hujan. Sifat dari tetesan hujan dapat
merusak permukaan tanah atau tidak tergantung dari penutup permukaan tanah.
Vegetasi permukaan tanah dapat mengurangi daya rusak tanah oleh air hujan
melalui intersepsi. Nilai intersepsi dapat diketahui dengan mengukur aliran batang
(stemflow) dan lolosan tajuk (troughfall). Hujan yang jatuh ke permukaan tanah
selanjutnya dapat masuk ke dalam tanah (infiltrasi) atau menjadi air limpasan (run
off). Pengukuran intersepsi hujan dan limpasan permukaan penting dilakukan
untuk mengevaluasi keseimbangan neraca air. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap intersepsi hujan
dan limpasan permukaan, dan menganalisis pengaruh hujan efektif (net
precipitation) terhadap limpasan permukaan.
Penelitian dilaksanakan di kebun kopi Desa Amadanom, Kecamatan
Dampit, Kabupaten Malang pada bulan Februari hingga April 2018. Metode
penelitian yang digunakan yaitu metode observasi lapang dengan menggunakan
rancangan penelitian RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan lima ulangan.
Pemilihan jenis tutupan lahan terdiri dari tanaman kopi naungan durian, tanaman
kopi naungan pisang, dan tanaman kopi naungan sengon. Pengambilan data curah
hujan, aliran batang, lolosan tajuk, dan limpasan permukaan dilakukan setiap hari
hujan. Selain itu juga dilakukan pengambilan data mengenai karakteristik lahan
dan tanaman meliputi persentase tutupan lahan, diameter batang, luas bidang
dasar, luas proyeksi tajuk, kerapatan tanaman, dan tebal seresah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis naungan kopi memberikan
pengaruh nyata terhadap nilai intersepsi hujan. Nilai intersepsi tertinggi yaitu pada
kopi naungan pisang sebesar 6 mm (39,30%), kemudian kopi naungan durian
sebesar 4,12 mm (37,26%), dan kopi naungan sengon sebesar 2,29 mm (23,97%).
Nilai limpasan permukaan dipengaruhi nyata oleh jenis naungan kopi. Nilai
limpasan permukaan tertinggi yaitu pada kopi naungan durian sebesar 0,77 mm
(3,39%), kemudian kopi naungan pisang sebesar 0,33 mm (1,48%), dan kopi
naungan sengon sebesar 0,21 mm (1,01%). Hujan efektif memberikan pengaruh
terhadap nilai limpasan permukaan. Pengaruh curah hujan efektif terhadap
limpasan permukaan pada kopi naungan pisang sebesar 77,6%. Besarnya
pengaruh curah hujan efektif terhadap limpasan permukaan pada kopi naungan
sengon yaitu 65,7%. Besarnya pengaruh curah hujan efektif terhadap limpasan
permukaan pada kopi naungan durian yaitu 76,5%.
ii
SUMMARY
Afifatul Khoirunnisak. 145040200111011. Interception Loss and Run Off at
Coffee Plant with Various Shaded in Amadanom Village, Dampit, Malang.
Under the supervisory of Sugeng Prijono as Main Supervisor
Coffee is one of the important commodities in Indonesia. The area of
coffee in Indonesia are increased but coffee production are declined due to climate
change. Climate change indirectly affects the hydrological cycle that occurs one
of them is rain. The raindrop can damage the surface of the soil or not depending
on the surface cover. Vegetation can intercept the rain so that it does not hit the
ground directly. The value of interception can be known by measuring stemflow
and troughfall. Rain that falls to the soil surface can enter into the soil
(infiltration) or become runoff. Measurements of canopy plant interception are
important to evaluate the balance of water balance. This study aims to determine
the effect of the shade of coffee plants on the interception of plant canopy and
surface runoff, and to analyze the effect of net precipitation on surface runoff.
This research was held on the Coffee plant in Amadanom village, Dampit,
Malang on February 2018 until April 2018. The research method used is field
observation with Randomized Block Design with five replications. Land cover are
selected by different shades consist of durian shade coffee plant, banana shade
coffee plant, and sengon shade coffee plant. Rainfall, stem flow, throughfall, and
surface runoff are collected every rainy day. In addition, data collection on land
and plant characteristics includes percentage of land cover, stem diameter, basal
area, canopy area, plant density, and thickness of litter.
The results showed that the type of shade coffee gives a real effect on the
value of rainfall interception. The highest interception value is banana shaded
coffee at 6 mm (39,30%), then durian shaded coffee at 4,12 mm (37,26%), and
sengon shaded coffee at 2,29 mm (23,97%). The value of surface runoff is
influenced significantly by the type of coffee shade. The highest surface runoff
value was on durian shaded coffee at 0.77 mm (3.39%), then banana shaded
coffee at 0.33 mm (1.48%), and sengon shaded coffee at 0.21 mm (1.01 %). Net
precipitation gives effect to surface runoff value. Effect of net precipitation on
surface runoff on banana shade coffee is 77.6%. Effect of net precipitation on
surface runoff on sengon shaded coffee is 65,7%. Effect of net precipitation on
surface runoff on coffee shaded durian is 76.5%.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat
dan hidayah-Nya telah menuntun penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
berjudul “Intersepsi Hujan dan Limpasan Permukaan pada Tanaman Kopi dengan
Berbagai Naungan di Desa Amadanom, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang”.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Kedua orang tua saya Bapak Agus Susanto (Alm) dan Ibu Maimunah serta
kakak saya Nuryanti Retno Wulan dan Wawan Dwi Setyawan
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prijono, SU selaku dosen pembimbing utama yang
telah membimbing, memberikan arahan serta nasihat kepada penulis
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU selaku Ketua Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya
4. Bapak Munadi dan Bapak Wasiyat sekeluarga yang telah menyediakan lahan
sebagai tempat penelitian
5. Seluruh anggota Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Dampit yang telah
memberikan informasi dan masukan kepada penulis
6. Anggota Kelompok Tani Trisno Manunggal dan Kelompok Tani Harapan yang
telah memberikan tambahan pengetahuan serta pengalaman kepada penulis
7. Seluruh dosen jurusan tanah yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis
8. Teman-teman yang telah banyak membantu (Ika Lestiana, Ursulin Sacer,
Arumita, Herni, Rizki Kurnia, Galih Rifaldi, Sonni Sena, Siska Frananda,
Miftahul Jannah, Kamilia, M. Taufiq Hidayat, Ruben, Maulidah Nisaaun, Siti
Rofiatun, Lailatul Qodariyah, dan Anisa Kaerani)
9. Teman-teman MSDL 2014
Penulis berharap semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak, dan memberikan sumbangan pemikiran dalam kemajuan ilmu pengetahuan.
Malang, Juli 2018
Penulis
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 6 Juli 1996 sebagai putri kedua
dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Susanto (Alm) dan Ibu Maimunah.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Turen 02 pada tahun 2002 sampai
tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Turen pada tahun 2008
sampai tahun 2011. Pada tahun 2011 sampai 2014 penulis melanjutkan
pendidikan di SMAN 1 Turen. Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa S-1 Program Studi Agroekoteknologi Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur melalui jalur seleksi
SBMPTN dan melalui program beasiswa BIDIKMISI.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum
Mata Kuliah Dasar Ilmu Tanah pada tahun 2015-2016, Teknologi Pupuk dan
Pemupukan pada tahun 2016, Irigasi dan Drainase pada tahun 2017-2018, dan
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan pada tahun 2017. Penulis pernah aktif dalam
organisasi PRISMA (Pusat Riset dan Kajian Ilmiah Mahasiwa) pada tahun 2015.
Selain itu, penulis juga pernah aktif dalam kepanitiaan PRISMA 5 tahun 2016,
SLASH (Soil Launch Anniversary of HMIT) pada tahun 2017, dan GATRAKSI
(Galang Mitra dan Kenal Profesi) pada tahun 2017. Penulis pernah mengikuti
magang kerja di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) Pati selama 3
bulan pada bulan Juli – Oktober 2017.
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN .......................................................................................................... i
SUMMARY ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ............................................. Error! Bookmark not defined.
1.1. Latar Belakang ........................................... Error! Bookmark not defined.
1.2. Perumusan Masalah .................................... Error! Bookmark not defined.
1.3. Tujuan Penelitian ........................................ Error! Bookmark not defined.
1.4. Hipotesis ..................................................... Error! Bookmark not defined.
1.6. Alur Pikir Penelitian ................................... Error! Bookmark not defined.
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................... Error! Bookmark not defined.
2.1. Daur hidrologi ............................................ Error! Bookmark not defined.
2.2. Presipitasi ................................................... Error! Bookmark not defined.
2.3. Intersepsi .................................................... Error! Bookmark not defined.
2.4. Aliran Batang (Stemflow) ........................... Error! Bookmark not defined.
2.5. Lolosan Tajuk (Throughfall) ...................... Error! Bookmark not defined.
2.6. Limpasan permukaan ................................. Error! Bookmark not defined.
III. METODE PENELITIAN ................................ Error! Bookmark not defined.
3.1. Tempat dan Waktu ..................................... Error! Bookmark not defined.
3.2. Alat dan Bahan ........................................... Error! Bookmark not defined.
3.3. Metode Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.
3.5. Pelaksanaan ................................................ Error! Bookmark not defined.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................... Error! Bookmark not defined.
4.1. Kondisi Umum Penelitian .......................... Error! Bookmark not defined.
4.2. Karakteristik Tanaman ............................... Error! Bookmark not defined.
4.3. Karakteristik Hujan .................................... Error! Bookmark not defined.
4.4. Lolosan Tajuk ............................................. Error! Bookmark not defined.
4.5. Aliran Batang ............................................. Error! Bookmark not defined.
4.6. Intersepsi .................................................... Error! Bookmark not defined.
vi
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................... Error! Bookmark not defined.
5.1. Kesimpulan ................................................. Error! Bookmark not defined.
5.2. Saran ........................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1 Kriteria Intensitas Hujan .......................... Error! Bookmark not defined.
2 Alat dan bahan penelitian......................... Error! Bookmark not defined.
3 Rancangan Penelitian ............................... Error! Bookmark not defined.
4 Variabel pengamatan ............................... Error! Bookmark not defined.
5 Rataan karakteristik tegakan tanaman pada penggunaan lahan berbeda
Error! Bookmark not defined.
6 Karakteristik individu tanaman ................ Error! Bookmark not defined.
7 Nilai hujan pada ketiga penggunaan lahan ............ Error! Bookmark not
defined.
8 Rata-rata curah hujan efektif .................... Error! Bookmark not defined.
9 Rata-rata nilai lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan Error! Bookmark
not defined.
10 Rata-rata nilai lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan Error! Bookmark
not defined.
11 Rata-rata intersepsi hujan pada ketiga jenis naungan ... Error! Bookmark
not defined.
12 Rata-rata nilai limpasan permukaan pada ketiga jenis naungan ...... Error!
Bookmark not defined.
13 Karatekteristik pada masing-masing plot pengamatan . Error! Bookmark
not defined.
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1 Alur Pikir Penelitian ................................ Error! Bookmark not defined.
2 Proses penerimaan, kehilangan, dan penyimpanan air . Error! Bookmark
not defined.
3 Proses limpasan permukaan ..................... Error! Bookmark not defined.
4 Plot penelitian .......................................... Error! Bookmark not defined.
5 Instalasi ombrometer manual ................... Error! Bookmark not defined.
6 Desain pengukuran aliran batang ..... Error!
Bookmark not defined.
7 Desain plot limpasan permukaan ............. Error! Bookmark not defined.
8 Pengukuran diameter batang .................... Error! Bookmark not defined.
9 Ilustrasi metode hemispherical photography untuk mengukur tutupan
lahan ......................................................... Error! Bookmark not defined.
10 Foto tutupan tajuk menggunakan metode Hemispherical photography
Error! Bookmark not defined.
11 Nilai curah hujan terukur ......................... Error! Bookmark not defined.
12 Distribusi frekuensi hujan ........................ Error! Bookmark not defined.
13 Rata-rata curah hujan efektif pada setiap kejadian hujan ................ Error!
Bookmark not defined.
14 Hubungan kerapatan tanaman (populasi/hektar) dengan rata-rata lolosan
tajuk (mm) pada ketiga jenis naungan ..... Error! Bookmark not defined.
15 Nilai lolosan tajuk berdasarkan intensitas hujan .... Error! Bookmark not
defined.
16 Hubungan curah hujan (mm) dengan rata-rata lolosan tajuk (mm) . Error!
Bookmark not defined.
17 Nilai aliran batang pada tanaman kopi, pisang, sengon, dan durian Error!
Bookmark not defined.
18 Hubungan luas bidang dasar per individu (cm2) dengan rata-rata aliran
batang (mm) ............................................ Error! Bookmark not defined.
19 Hubungan luas bidang dasar total (m2/ha) dengan rata-rata aliran batang
(mm) pada ketiga jenis naungan .............. Error! Bookmark not defined.
20 Nilai aliran batang berdasarkan intensitas hujan ... Error! Bookmark not
defined.
21 Hubungan curah hujan terukur (mm) dengan rata-rata aliran batang (mm)
.................................................................. Error! Bookmark not defined.
22 Nilai intersepsi hujan berdasarkan intensitas hujan Error! Bookmark not
defined.
ix
23 Hubungan curah hujan (mm) dengan rata-rata nilai intersepsi (mm)
Error! Bookmark not defined.
24 Hubungan tebal seresah (mm) dengan rata-rata nilai limpasan permukaan
(mm) ......................................................... Error! Bookmark not defined.
25 Rata-rata limpasan permukaan berdasarkan intensitas hujan .......... Error!
Bookmark not defined.
26 Hubungan curah hujan efektif (net precipitation) (mm) dengan rata-rata
nilai limpasan permukaan (mm) .............. Error! Bookmark not defined.
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1 Peta Distribusi Lahan Kopi Kecamatan Dampit ......... Error! Bookmark not
defined.
2 Sususan Pengurus Kelompok Tani Trisno Manunggal ..... Error! Bookmark
not defined.
3 Tabel Analisis Ragam (Anova) dan uji lanjut ............ Error! Bookmark not
defined.
4 Perhitungan persentase tutupan lahan mengunakan metode Hemyspherical
photography .................................................. Error! Bookmark not defined.
5 Dokumentasi kegiatan .................................. Error! Bookmark not defined.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Luas lahan
tanaman kopi di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Total luas lahan
tanaman kopi pada tahun 2017 sebesar 1.227.787 hektar dengan produksi tanaman
kopi sebesar 637.539 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Tanaman Kopi
banyak dibudidayakan di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang salah satunya
yaitu di Desa Amadanom. Luas lahan kopi di Desa Amadanom yaitu sebesar 67
hektar atau sebesar 2,13% dari total luas lahan kopi di Kecamatan Dampit
(Prihantono, 2016). Permasalahan yang sering dialami petani kopi di Desa
Amadanom yaitu menurunnya produksi tanaman kopi akibat perubahan iklim.
Supriadi (2014) menyatakan bahwa akibat El-Nino terjadi bulan kering (curah
hujan di bawah 60 mm per bulan), mengakibatkan produksi kopi menurun sebesar
34,79% dan akibat La-Nina (curah hujan diatas 100 mm per bulan) yang merata
sepanjang tahun mengakibatkan produksi kopi menurun sebesar 98,5%.
Perubahan iklim menjadi masalah serius bagi tanaman kopi. Dampak dari
perubahan iklim yaitu peningkatan suhu udara, peningkatan intensitas anomali
iklim (iklim ekstrim) yang menyebabkan peningkatan/penurunan curah hujan,
peningkatan/penurunan suhu udara secara ekstrim, peningkatan permukaan air
laut, dan perubahan pola musim/curah hujan (Supriadi, 2014). Kenaikan suhu
udara dunia pada periode 2000-2100 diprediksi sebesar 2,1-3,9˚C (IPCC, 2007).
Perubahan iklim secara tidak langsung mempengaruhi siklus hidrologi
yang terjadi. Siklus hidrologi meliputi tahapan-tahapan yang dilalui air dari
atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer yang meliputi evaporasi dari tanah
atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi,
akumulasi di dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi kembali
(Seyhan, 1977). Salah satu proses dari siklus hidrologi yaitu presipitasi. Bentuk
presipitasi terpenting di Indonesia yaitu hujan.
Hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan mengalami berbagai proses
yang melengkapi siklus hidrologi. Sifat dari tetesan hujan dapat merusak
permukaan tanah atau tidak tergantung dari penutup permukaan tanah. Vegetasi
2 permukaan tanah dapat mengurangi daya rusak hujan melalui intersepsi hujan.
Intersepsi yaitu kejadian air hujan yang jatuh pada permukaan tanaman diatas
permukaan tanah yang tertahan beberapa saat yang kemudian diuapkan kembali
ke atmosfer (Naimah et al., 2008). Jumlah air hujan yang mengalami intersepsi
bervariasi tergantung tipe daun tanaman, bentuk tajuk, kecepatan angin,
radiasi/penyinaran matahari, suhu dan kelembaban udara (Supangat et al., 2012).
Nilai intersepsi dapat diketahui dengan mengukur aliran batang (stemflow) dan
lolosan tajuk (troughfall). Aliran batang (stemflow) yaitu air hujan yang secara
langsung turun ke bawah melalui batang/cabang tanaman. Sedangkan lolosan
tajuk (troughfall) yaitu air hujan yang yang sampai ke permukaan tanah melalui
celah-celah tajuk tanaman.
Intersepsi secara tidak langsung berpengaruh terhadap limpasan
permukaan dan infiltrasi air di dalam tanah, karena kekurangan tanaman tidak
hanya mengakibatkan jumlah air hujan yang mencapai permukaan tanah tinggi
tetapi juga energi kinetik dan kapasitas untuk melepaskan dan memindahkan
material tanah juga tinggi (Naimah et al., 2008). Apabila hujan semakin banyak
dan melebihi kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas intersepsi, maka semakin
besar aliran permukaan tanah (Subarkah, 1977), sehingga dapat mempengaruhi
jumlah air yang masuk kedalam tanah dan berdampak terhadap vegetasi di
permukaan tanah.
Perbedaan jenis tanaman dan kerapatan tanaman mempengaruhi jumlah air
yang sampai ke permukaan tanah (hujan efektif). Perbedaan naungan pada
tanaman kopi mempengaruhi siklus hidrologi. Transpirasi tanaman kopi menurun
dengan peningkatan naungan dan penggunaan air pada kombinasi tanaman kopi
dan penaung lebih tinggi dibandingkan kopi monokultur. Penambahan naungan
dapat mengurangi hujan efektif dan dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi dan
mengurangi limpasan permukaan (Siles, 2010). Penelitian mengenai intersepsi
dan limpasan permukaan serta pengaruhnya terhadap jumlah air yang masuk
kedalam tanah sangat penting dilakukan karena untuk mengevalusi keseimbangan
neraca air di daerah tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur nilai
intersepsi tajuk tanaman, aliran batang (stemflow), lolosan tajuk (troughfall), dan
3 limpasan permukaan sehingga dapat memperkirakan hujan efektif (net
precipitation) pada tanaman kopi dengan perbedaan naungan.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap intersepsi
tajuk tanaman?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap limpasan
permukaan?
3. Bagaimana pengaruh hujan efektif (net precipitation) terhadap limpasan
permukaan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Menganalisis pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap intersepsi
tajuk tanaman
2. Menganalisis pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap limpasan
permukaan
3. Menganalisis pengaruh hujan efektif (net precipitation) terhadap limpasan
permukaan
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
1. Tanaman kopi naungan pisang memiliki nilai intersepsi lebih besar
dibandingkan naungan lainnya
2. Tanaman kopi naungan pisang memiliki nilai limpasan permukaan lebih
rendah dibandingkan naungan lainnya
3. Semakin tinggi nilai hujan efektif (net precipitation) maka semakin tinggi
limpasan permukaan
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai
pengaruh kerapatan kanopi dalam menahan air hujan sehingga dapat
mengevaluasi keseimbangan neraca air. Manfaat lainnya yaitu penelitian ini dapat
4 digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian mengenai hidrologi
pada tanaman kopi.
1.6. Alur Pikir Penelitian
Alur pikir dalam penelitian ini yaitu:
Gambar 1. Alur Pikir Penelitian
Perbedaan
Tutupan Kanopi
Naungan
pisang
Naungan
sengon
Naungan
durian
Kopi
Perbedaan Naungan
Produksi di Indonesia
menurun
Pola Distribusi
Hujan
Aliran Batang
Intersepsi
Infiltrasi Aliran Permukaan
Lolos Tajuk
Perubahan Iklim
- Curah Hujan ekstrem
- Kemarau ekstrem
Neraca Air
- Keseimbangan neraca
air terganggu
I. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daur hidrologi
Daur hidrologi yaitu proses pergerakan air di bumi, meliputi presipitasi,
evaporasi, infiltrasi, dan limpasan permukaan. Daur hidrologi meliputi dua fase
yaitu fase atmosfer dan fase daratan. Air berubah menjadi gas dan cairan/padatan
pada fase atmosfer. Air mengalami perpindahan pada pemukaan bumi (limpasan
permukaan, aliran air) dan pada air bawah tanah (infiltrasi, perkolasi, pengisian
akuifer) yang terjadi pada fase daratan (Easton dan Emily, 2015).
Gambar 1. Proses penerimaan, kehilangan, dan penyimpanan air (Pudjiharta,
2008)
Proses daur hidrologi yaitu presipitasi jatuh ke atas vegetasi, batuan
gundul, permukaan tanah, permukaan air, dan saluran-saluran sungai (presipitasi
saluran). Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer
dan sebagian pada permukaan tanah. Air yang jatuh pada vegetasi sebagian
mengalami intersepsi atau secara langsung jatuh ke permukaan tanah
(throughfall). Air yang mengalami intersepsi sebagian mengalami evaporasi dan
ada yang jatuh ke permukaan tanah baik secara aliran batang (stemflow) maupun
hanya menetes saja (Seyhan, 1977). Air hujan yang mencapai permukaan tanah
(melalui aliran batang dan air lolos) akan mengalami cegatan oleh lapisan seresah.
6 Air yang lolos dari cegatan seresah akan meresap ke lapisan tanah atas yang
disebut infiltrasi (Pudjiharta, 2008).
Air hujan yang tidak masuk ke lapisan tanah akan melimpas menjadi
limpasan permukaan. Indarto (2012) menyatakan apabila besarnya hujan melebihi
kapasitas infiltrasi, terjadilah aliran permukaan. Selama perjalanannya menuju
dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan
dan disebut cadangan depresi. Akhirnya limpasan permukaan mencapai saluran
sungai dan menambah debit sungai. Air pada sungai mungkin berevaporasi secara
langsung ke atmosfer atau mengalir kembali kedalam laut dan selanjutnya
berevaporasi. Kemudian, air ini kembali ke permukaan bumi sebagai presipitasi
(Seyhan, 1977).
2.2. Presipitasi
Presipitasi yaitu berbagai tipe kondensasi uap air di atmosfer yang jatuh ke
permukaan bumi meliputi air hujan, salju, hujan es, hujan batu, kabut (Easton dan
Emily, 2015). Hujan terjadi karena penguapan air, terutama air dari permukaan
laut yang naik ke atmosfer dan mendingin, kemudian jatuh sebagian di atas laut
dan sebagaian di atas daratan. Air hujan yang jatuh di atas daratan, sebagian
meresap ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian ditahan tumbuh-tumbuhan
(intersepsi), sebagian menguap kembali (evaporasi) dan sebagian menjadi lembab
(Subarkah, 1978). Total presipitasi yang jatuh di permukaan laut lebih rendah
dibandingkan dengan total evaporasi dari permukaan laut tersebut. Sebaliknya,
total presipitasi yang jatuh di daratan lebih tinggi dibandingkan dengan total
evapotranspirasi yang berasal dari daratan (Lakitan, 2002).
Tabel 1. Kriteria Intensitas Hujan
Kategori Keterangan
Sangat ringan < 5 mm/hari
Ringan 5 – 20 mm/hari
Sedang 20 – 50 mm/hari
Lebat 50 – 100 mm/hari
Sangat lebat > 100 mm/hari
7
Intensitas hujan (laju hujan) yaitu tinggi air per satuan waktu, misalnya
mm/menit, mm/jam, mm/hari (Soemarto, 1986). Kriteria intensitas curah hujan di
wilayah Indonesia disajikan dalam Tabel 1 (BMKG, 2010).
2.3. Intersepsi
Air hujan yang jatuh di atas tanaman tidak langsung mencapai permukaan
tanah yang kemudian mengalami infiltrasi atau limpasan permukaan, tetapi untuk
sementara air hujan akan ditahan oleh tajuk tanaman yang disebut dengan
intersepsi. Setelah tempat tersebut jenuh, maka air hujan akan sampai ke
permukaan tanah melalui air lolos (throughfall) dan aliran batang (stemflow). Air
intersepsi yaitu bagian air hujan yang tidak pernah sampai permukaan tanah
akibat adanya proses penguapan (Basri, Mafarizah dan Andi, 2012). Intersepsi air
hujan oleh tanaman adalah proses tertahannya air hujan pada permukaan tanaman
yang kemudian diuapkan kembali ke atmosfer (Rao, 1986). Intersepsi yaitu hujan
yang jatuh ke permukaan bumi dan ditahan oleh vegetasi (pohon, rumput,
tanaman) (Easton dan Emily, 2015).
Intersepsi tajuk memiliki peranan penting secara hidrologik, karena
intersepsi tersebut memodifikasikan neraca air, dan menaikkan kehilangan
penguapan total dan mengurangi aliran sungai (Lee, 1990). Pada analisis
keseimbangan air, intersepsi diperlakukan sebagai kehilangan air (rainfall
interception loss) (Basri et al., 2012). Akibat intersepsi, curah hujan yang
mencapai permukaan tanah berkurang karena sebagian hujan yang diintersepsi
dikembalikan ke atmosfer melalui proses evaporasi (Rauf et al., 2008). Semakin
besar proporsi hujan yang sampai di permukaan tanah maka semakin besar
potensi air yang dapat diinfiltrasikan ke dalam tanah (Slamet, 2015). Sehingga
intersepsi hujan berpengaruh penting terhadap neraca air.
Kemampuan intersepsi oleh tajuk tanaman akan konstan tergantung dari
kapasitas penyimpanan. Kapasitas penyimpanan tajuk adalah jumlah air yang
dapat ditahan pada bagian-bagian atas suatu tegakan tanaman. Besarnya kapasitas
cadangan tajuk tergantung pada luas permukaan daun dan kulit kayu, kekasaran,
orientasi, penyusunan, dan kemampuan pembasahannya, dan pada kekuatan angin
dan gravitasi yang cenderung mengeluarkan partikel-partikel presipitasi. Jumlah
8 pengurangan (intersepsi tajuk) ditentukan oleh jumlah dan frekuensi presipitasi,
dan oleh kapasitas cadangan tajuk dan laju pengeringan. Intersepsi terbesar yaitu
di dekat batang-batang pohon dimana luas permukaan total daun-daun dan
cabang-cabang adalah terbesar, dan paling kecil di dekat tepi-tepi tajuk (Lee,
1990). Nilai intersepsi yang tinggi dikarenakan penutupan permukaan dan ILD
(indeks luas daun) yang tinggi disertai dengan lapisan tajuk yang terdiri dari
berbagai strata (Rauf et al., 2008). Berdasarkan penelitian Slamet (2015),
transformasi hutan menjadi penggunaan lahan lainnya dapat meningkatkan hujan
efektif yang sampai di permukaan tanah melalui mekanisme throughfall dan
stemflow dan menurunkan intersepsinya. Besarnya nilai intersepsi dipengaruhi
oleh kerapatan kanopi dan luasan tajuk. Pada penelitian yang dilakukan oleh Basri
et al. (2012), pada tanaman kopi berumur 4 tahun diperoleh nilai intersepsi
sebesar 56.87% dari total curah hujan dan pada tanaman kopi berumur 15 tahun
diperoleh nilai intersepsi sebesar 72.12% dari total curah hujan. Hal ini karena
pada tanaman kopi umur 15 tahun memiliki proyeksi luas tajuk yang lebih luas
dan rapat jika dibandingkan dengan kelas umur 4 tahun. Berdasarkan penelitian
Siles et al. (2010) intersepsi pada agroforestri kopi sebesar 11,4% dan pada kopi
monokultur sebesar 9,6%.
2.4. Aliran Batang (Stemflow)
Aliran batang (stemflow) yaitu air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
melalui batang tanaman. Aliran batang (stemflow) merupakan proses dimana air
hujan secara langsung dilewatkan oleh batang dan cabang tanaman ke
bawah/tanah (Supangat, 2012).
Informasi aliran batang (stemflow) penting untuk manajemen lahan
terutama dalam mengurangi run off dan meningkatkan air yang dapat
diinfiltrasikan ke dalam tanah. Nilai aliran batang (stemflow) salah satunya
dipengaruhi oleh karakteristik tanaman. Perbedaan karakteristik tanaman seperti
diameter batang, luas bidang dasar, luas proyeksi tajuk, dan kondisi batang
mengakibatkan stemflow yang bevariasi, meskipun demikian pola hubungan
stemflow dengan karakteristik tanaman tersebut belum dipahami sepenuhnya.
Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan besarnya stemflow adalah
9 karakteristik tajuk dan kondisi batangnya. Batang yang lurus dan halus dapat
memperbesar stemflow dibandingkan dengan batang yang bengkok dan kasar
(Slamet, 2015). Banyaknya air yang menjadi stemflow dipengaruhi oleh bentuk
batang dan daun tanaman serta bentuk percabangan dari tanaman. Secara umum,
tanaman daun lebar menghasilkan stemflow lebih banyak dibanding tanaman daun
jarum (konifer) (Supangat, 2012). Batang tanaman kopi memiliki kulit batang
yang kasar sehingga ketika terjadi hujan maka air yang mengalir lambat. Kondisi
ini akan menyebabkan air yang mengalir melalui batang terhambat sampai ke
permukaan tanah (Basri, 2012). Pada sistem pertanian seperti tanaman pisang
memiliki laju stemflow tertinggi sekitar 9-10% dari kejadian hujan (Jimenez dan
Lhomme, 1994 dalam Siles et al., 2010). Hasil penelitian Chairani dan Jayanti
(2013) menunjukkan bahwa besarnya curah hujan yang sampai ke permukaan
tanah melalui batang sangat kecil.
2.5. Lolosan Tajuk (Throughfall)
Lolosan tajuk adalah bagian presipitasi yang mencapai permukaan tanah
secara langsung atau dengan penetesan dari daun, ranting, dan cabang. Air lolos
terjadi ketika curah hujan yang terjadi lebih besar daripada kapasitas penyimpanan
tajuk sehingga tajuk akan mengalami kejenuhan dalam menampung air hujan
(Chairani dan Jayanti, 2013).
Kedalaman lolosan tajuk bervariasi secara terbalik dengan kerapatan
tegakan-tegakan hutan, dan umumnya naik dengan jarak dari batang-batang
pohon. Tutupan kanopi dapat mempengaruhi kapasitas simpanan tajuk tanaman,
throughfall, dan evaporasi (Marin et al., 2000 dalam Siles et al., 2010). Intensitas
rata-rata throughfall lebih kecil dibandingkan dengan intensitas hujan, namun
ukuran tetesannya lebih besar. Lolosan tajuk berbanding terbalik dengan
kerapatan tajuk, lolosan tajuk umumnya lebih besar pada tipe-tipe hutan yang
terbuka (Lee, 1990). Hubungan antara curah hujan dan air lolos menunjukkan
korelasi positif dimana ketika curah hujan meningkat maka air hujan yang
menjadi air lolos juga akan meningkat (Basri et al., 2012).
10
2.6. Limpasan permukaan
Limpasan permukaan yaitu bagian dari hujan yang jatuh ke suatu area
yang melimpas melalui aliran air. Air yang tidak mampu masuk ke dalam tanah
akan mengakibatkan limpasan permukaan. Apabila besarnya hujan melebihi
kapasitas infiltrasi, terjadilah aliran permukaan (Indarto, 2012). Begitu juga
sebaliknya, bahwa semakin besar daya infiltrasi, maka perbedaan antara intensitas
curah hujan dengan daya infiltrasi menjadi semakin kecil, sehingga limpasan
permukaan semakin kecil (Soemarto, 1986).
Limpasan permukaan terdiri dari dua tipe. Pertama, yaitu kapasitas
infiltrasi pada suatu tanah lebih rendah dibandingkan besarnya hujan. Limpasan
permukaan tipe ini terjadi selama curah hujan yang intensif atau tanah memiliki
laju infiltrasi yang rendah seperti tanah liat atau tanah yang telah padat. Ketika
presipitasi melebihi laju infiltrasi, bagian cekungan di permukaan tanah akan terisi
oleh air. Ketika cekungan sudah penuh oleh air selanjutnya air akan melimpas ke
bagian bawah (Easton dan Emily, 2015). Menurut Indarto (2012), aliran ini
umumnya terjadi pada kejadian hujan deras dengan durasi pendek. Umumnya
juga terjadi pada wilayah dimana tanahnya banyak mengandung lempung atau
permukaan tanah yang telah termodifikasi karena pemadatan tanah, urbanisasi,
atau kebakaran hutan.
Gambar 2. Proses limpasan permukaan (Easton dan Emily, 2015)
Tipe limpasan permukaan yang kedua yaitu aliran permukaan karena
kejenuhan (Indarto, 2012). Aliran permukaan jenis ini terjadi jika lapisan tanah
menjadi jenuh air tidak dapat lagi terinfiltrasi. Umunya terjadi pada hujan kecil
hingga sedang dengan durasi panjang. Ketika tanah jenuh air dan tidak dapat lagi
menyimpan air hujan akan menjadi limpasan permukaan. Karakteristik tanah
mempengaruhi tingkat kejenuhan air, seperti topografi dan kedalaman tanah
11 (Easton dan Emily, 2015). Proses limpasan permukaan yang terjadi dapat dilihat
pada Gambar 3.
Sosrodarsono dan Takeda (1983) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua yaitu faktor meteorologi
dan faktor daerah pengaliran yang menyatakan sifat fisik daerah pengaliran.
Faktor meteorologi antara lain intensitas curah hujan. Jika intensitas curah hujan
melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasam permukaan akan segera
meningkat. Lamanya curah hujan juga mengakibatkan penurunan kapasitas
infiltrasi. Curah hujan yang jangka waktunya panjang, limpasan permukaan akan
menjadi lebih besar meskipun intensitasnya relatif sedang. Faktor daerah
pengaliran yang mempengaruhi limpasan permukaan antara lain kondisi
penggunaan lahan. Pada daerah hutan yang ditutupi tumbuh-tumbuhan yang lebat
sulit terjadi limpasan permukaan karena kapasitas infiltrasinya yang besar.
Kondisi topografi dan jenis tanah juga mempengaruhi limpasan permukaan.
2.7. Karakteristik Tanaman Kopi
Kopi di Indonesia umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian diatas
700 m di atas permukaan laut. Curah hujan yang sesuai untuk kopi adalah 1500-
2500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata
15-25 derajat celcius dengan lahan kelas S1 atau S2 (Puslitkoka, 2006). Pemilihan
jenis tanaman kopi harus disesuaikan dengan tempat atau lokasi lahan. Lokasi
paling baik untuk budidaya Robusta pada ketinggian 400 – 800 mdpl. Suhu
optimal bagi perkembangan kopi robusta berkisar 24 - 30˚C dengan curah hujan
2000 – 3000 mm per tahun (Kelompok Tani Harapan, 2014). Kondisi tersebut
sesuai dengan lokasi penelitian di Desa Amadanom, Kecamatan Dampit sehingga
pada daerah tersebut dibudidayakan kopi jenis robusta.
Perbanyakan bibit pohon kopi bisa dilakukan dengan teknik generatif dan
vegetatif. Perbanyakan generatif dari biji biasanya digunakan untuk budidaya kopi
arabika, sedangkan kopi robusta lebih sering menggunakan perbanyakan vegetatif.
Kopi robusta mempunyai sifat menyerbuk silang, oleh karena itu teknik budidaya
yang dianjurkan adalah sistem poliklonal. Sistem poliklonal merupakan teknik
membudidayakan pohon kopi dari banyak klon. Jenis klon yang banyak dipilih
12 oleh petani yaitu Klon BP308 karena berakar banyak, regenerasi akar cepat,
toleran terhadap nematode dan jamur akar, memiliki penyesuaian yang tinggi jika
disambung dengan kopi jenis lain (Kelompok Tani Harapan, 2014).
Pada budidaya kopi, jarak tanam kopi umumnya disesuaikan dengan
kemiringan tanah yaitu sekitar 2.5 x 2.5 m. Pemberian pupuk pada tanaman kopi
diletakkan sekitar 30 – 40 cm dari batang pokok. Pada tanaman kopi juga
dilakukan pemangkasan agar pohon tetap rendah sehingga mudah perawatannya,
membentuk cabang-cabang produksi yang baru, mempermudah masuknya cahaya
dan mempermudah pengendalian hama dan penyakit (Prastowo et al., 2010).
Penaungan tanaman kopi dibedakan menjadi penaungan sementara dan
penanungan tetap. Tanaman penaung sementara bertujuan untuk memberikan
naungan kepada tanaman kopi sebelum penaung pohon naungan tetap dapat
berfungsi dengan baik (belum cukup besar). Beberapa jenis tanaman yang dapat
digunakan sebagai naungan sementara yaitu Mogania macrophylla, Leucaena
glauca, Crotalaria anagyroides, Crotalaria anagyroides, Tephrosia candida,
Desmodium gyroides, Acacia villosa. Jenis tanaman naungan tetap yang dapat
digunakan yaitu sengon, lamtoro, dadap (Prastowo et al., 2010). Pengaturan
naungan yang selama ini digunakan oleh Kelompok Tani Harapan (2014) yaitu
pada saat musim hujan naungan dikurangi sampai sebesar 30%, dan pada saat
musim kemarau naungan dibiarkan sampai 70%.
I. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di kebun kopi di Desa Amadanom, Kecamatan
Dampit, Kabupaten Malang. Secara geografis, Kecamatan Dampit Kabupaten
Malang terletak diantara 112,4271 BT – 112,4849 BT dan 8,1806 LS – 8,0968 LS
(BPS, 2014). Pengamatan lapangan dilaksanakan pada bulan Februari – April
2018.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan penelitian
Alat dan Bahan Fungsi
Alat:
Ombrometer tipe manual mengukur curah hujan dan lolosan tajuk
Pipa selang mengukur nilai aliran batang
Penakar (botol plastik) menampung air
Gelas ukur mengukur volume air
Jurigen menampung air yang melimpas
Plastik melapisi plot limpasan permukaan
Paku merekatkan alat untuk mengukur aliran
batang
Alat tulis mencatat hasil pegukuran
Kamera Dokumentasi
Bahan:
Tanaman kopi sebagai objek penelitian
Tanaman sengon sebagai objek penelitian
Tanaman pisang sebagai objek penelitian
Tanaman durian sebagai objek penelitian
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi lapang.
Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan lima ulangan pada tutupan lahan yang berbeda. Jenis tutupan lahan terdiri
dari lahan tanaman kopi naungan durian, tanaman kopi naungan pisang, dan
tanaman kopi naungan sengon. Pemilihan jenis naungan berdasarkan
pertimbangan yaitu ketiga jenis naungan tanaman kopi tersebut paling banyak
14
dibudidayakan sehingga dianggap mewakili lahan kopi yang dibudidayakan
petani di Desa Amadanom.
Tabel 3. Rancangan Penelitian
No Kode Jenis naungan
1 KD Tanaman kopi naungan durian
2 KP Tanaman kopi naungan pisang
3 KS Tanaman kopi naungan sengon
3.4. Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan dilakukan pada tanaman dan karakteristik lahan
sesuai dengan Tabel 4.
Tabel 4. Variabel pengamatan
Variabel Metode
Tanaman Intersepsi hujan Pendekatan neraca
volume
Aliran batang (stemflow) -
Lolosan tajuk
(throughfall) -
Limpasan permukaan Plot erosi
Diameter batang (Dbh) -
Luas Bidang Dasar -
Kondisi batang Kualitatif
Kondisi kulit batang Kualitatif
Lahan Persentase tutupan lahan Hemispherical
photography
Luas proyeksi tajuk -
Kerapatan tanaman -
Tebal seresah Frame seresah
3.5. Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan (pengambilan data) dan tahap pengolahan dan analisis data.
3.4.1. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan meliputi kegiatan studi pustaka, penentuan lokasi dan
sampel yang akan diamati, dan penyediaan serta pemasangan alat pengukur curah
15
hujan, aliran batang (stemflow), lolosan tajuk (throughfall), dan limpasan
permukaan.
3.4.2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan meliputi penentuan plot pengamatan dan kegiatan
pengambilan data yaitu curah hujan, aliran batang (stemflow), lolosan tajuk
(throughfall), intersepsi, limpasan permukaan, luas tajuk, tebal seresah, dan
persentase tutupan lahan.
1. Penentuan plot pengamatan
Penentuan plot pengamatan dilakukan dengan menentukan jenis tutupan
lahan yaitu tanaman kopi naungan durian, tanaman kopi naungan sengon, dan
tanaman kopi naungan pisang dengan luas lahan 2500 m2 pada masing-masing
jenis tutupan lahan. Penentuan ketiga jenis naungan tersebut berdasarkan
pertimbangan bahwa tanaman tersebut banyak dibudidayakan di Desa
Aamadanom. Pada masing-masing jenis tutupan lahan terdapat lima titik
pengambilan sampel yang berlaku sebagai ulangan. Penentuan titik pengambilan
sampel pada ketiga jenis naungan sesuai dengan Gambar 4.
Gambar 4. Plot penelitian
Keterangan:
: Lolosan tajuk
: Aliran batang
: Limpasan
Permukaan
: Plot Seresah
(ukuran 50 cm x 50 cm)
3 meter
3 meter
50 meter
16
2. Curah hujan
Pengukuran curah hujan dilakukan setiap hari pukul 07.00 WIB dengan
menggunakan alat pengukur curah hujan tipe ombrometer manual. Alat penakar
hujan dibuat dengan menggunakan corong dengan diameter 14 cm dan
penampung dari botol dengan volume 1,5 liter. Alat penakar hujan ditempatkan di
lapangan yang terbuka, datar dan bebas dari pengaruh pohon dan bangunan.
Tingginya 1,20 meter di atas permukaan tanah (Subarkah, 1978). Ombrometer
diletakkan di bagian luar lahan yang terbuka dan tidak ternaungi.
Gambar 5. Instalasi ombrometer manual
Konversi volume curah hujan terukur menjadi kedalaman ekivalen
dilakukan dengan menggunakan persamaan: 𝑃 = [𝑃𝐴 ] 𝑥 .......................................................... (1)
Dimana: P = kedalaman hujan ekivalen (mm), Pv = volume hujan yang
tertampung dalam penakar (ml), A= luas permukaan penakar (cm2).
3. Aliran batang (stemflow)
Pengukuran aliran batang dilakukan dengan menggunakan selang plastik
yang dilitkan dari atas ke bawah mengelilingi batang pohon sampel dengan salah
satu ujung lebih rendah di bagian bawah untuk memperlancar aliran air menuju
120 cm
14 cm
17
penampung (Gambar 6). Batas tinggi lilitan dari permukaan tanah disesuaikan
dengan penampung. Menurut Irmas (2010), sudut kemiringan lilitan idealnya 40 –
45 ̊, karena apabila terlalu datar atau terlalu miring maka aliran air tidak akan
maksimal menuju ke alat penampung.
Gambar 6. a. Desain pengukuran aliran batang (Silva dan Okumura, 1996),
b. Pengukuran aliran batang di lapang
Persamaan yang digunakan untuk konversi volume menjadi kedalaman air
yaitu: = [ 𝑉 ] 𝑥 ........................................................ (2)
Dimana Sf: aliran batang (mm), V: volume air yang tertampung (ml), LT:
luas tajuk sampel (cm2).
4. Lolosan tajuk (throughfall)
Air lolosan tajuk diukur dengan menggunakan ombrometer tipe manual.
Penakar lolosan tajuk (throughfall) bentuknya sama dengan penakar curah hujan
sehingga konversi dari volume menjadi kedalaman lolosan tajuk (throughfall)
menggunakan Persamaan 1. Jumlah ombrometer untuk setiap sampel yaitu 3 buah
yang diletakkan di bawah tajuk tanaman, sedangkan posisi ombrometer mengikuti
arah dan lebar tajuk sampel.
5. Intersepsi
Secara kuantitatif, intersepsi tajuk merupakan perbedaan antara presipitasi
dan jumlah throughfall dan aliran batang (Lee, 1988). Sehingga persamaan yang
digunakan untuk menghitung intersepsi tajuk yaitu: 𝐼𝑐 = 𝑃 − − .................................................... (3)
a b
18
Dimana Ic: Intersepsi tajuk (mm), P: curah hujan (mm), T: throughfall
(lolosan tajuk) (mm), S: stemflow (aliran batang) (mm).
6. Limpasan Permukaan
Pengukuran limpasan permukaan di lapangan dilakukan dengan membuat
pematang yang dilapisi dengan plastik agar tidak ada masukan air dari luar,
kemudian salah satu ujungnya dibangun penampung air (drum). Selanjutnya
dihitung volume yang tertampung pada drum sebagai volume limpasan
permukaan. Tebal limpasan permukaan dapat dihitung dengan cara (Prijono,
2009) : 𝑝 𝑝 = [𝑉 𝑒 𝑎𝑖 𝑦𝑎 𝑔 𝑒 𝑖 𝑎𝑎 𝑒 𝑎 𝑒 𝑔 𝑎 ] ........ (4)
Desain petak limpasan permukaan sesuai dengan Gambar 7.
Gambar 7. Desain plot limpasan permukaan
7. Diameter batang (DBH)
Diameter batang diukur dengan menggunakan pita ukur (meteran) yang
dililitkan pada batang pohon pada ketinggian 1,3 meter (diameter setinggi dada)
sesuai dengan Gambar 8. Pengukuran diameter batang dilakukan hanya pada
pohon berdiameter 5 cm hingga 30 cm (Martiningsih, Suryana dan Sutiadipraja,
2015).
Besarnya keliling batang dikonversi untuk mengetahui diameter batang
menggunakan persamaan:
3
3 3 meter
3 meter
19
= [𝜋] .................................................................. (5)
Dimana d: diameter batang (cm), K; keliling batang (cm)
Gambar 8. Pengukuran diameter batang (Dharmawan dan Pramudji, 2014)
8. Luas Bidang Dasar
Luas bidang dasar merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah
yang dikuasai oleh tumbuhan. Pengukuran bidang dasar pada pohon diduga
dengan mengukur diameter batang (Martiningsih et al., 2015). 𝐿 𝐵 𝐷 = 𝜋 2 ................................. (6)
Dimana r yaitu jari-jari pohon (diameter pohon dibagi 2)
9. Luas tajuk pohon
Luas tajuk pohon dihitung dengan menggunakan diameter tajuk pohon.
Diameter tajuk pohon diukur dengan merata-ratakan diameter tajuk pada empat
arah. Luas tajuk pohon dihitung dengan menggunakan persamaan: 𝐿 = 𝜋 2 ................................................ (7)
Dimana r yaitu jari-jari pohon (diameter pohon dibagi 2).
20
10. Ketebalan seresah
Pegukuran ketebalan seresah yaitu dengan cara menekan seresah dan
mengukur tebal seresah menggunakan penggaris. Pengukuran ketebalan sereah
dilakukan dengan cara membuat frame berukuran 50 cm x 50 cm. Pengukuran
ketebalan seresah dilakukan sekali pada setiap plot.
11. Persentase Tutupan Lahan
Persentase tutupan lahan dihitung dengan menggunakan metode
hemispherical photography menggunakan kamera dengan lensa fish eye dengan
sudut pandang 180˚ pada satu titik pengambilan foto. Teknis pelaksanaannya
yaitu membagi plot 10 x 10 m2 menjadi empat plot kecil berukuran 5 x 5 m
2. Titik
pengambilan foto ditempatkan di sekitar pusat plot kecil, harus berada diantara
satu pohon dengan pohon lainnya. Posisi kamera disejajarkan dengan tinggi dada
pengambil foto serta menghadap lurus ke langit (Dharmawan dan Pramudji,
2014). Pengambilan foto sesuai dengan ilustrasi pada Gambar 9.
Gambar 9. Ilustrasi metode hemispherical photography untuk mengukur tutupan
lahan (Dharmawan dan Pramudji, 2014)
Foto hasil pemotretan dilakukan analisis dengan menggunakan perangkat
lunak ImageJ. Konsep dari analisis ini yaitu pemisahan pixel langit dan tutupan
vegetasi, sehingga persentase jumlah pixel tutupan vegetasi mangrove dapat
dihitung dalam analisis gambar biner. Selanjutnya dihitung dengan menggunakan
rumus (Dharmawan dan Pramudji, 2014):
21
% 𝑝 ℎ = [𝑃255𝑃 ] 𝑥 % .................... (7)
Dimana P255 yaitu jumlah pixel yang bernilai 255, dan SP yaitu jumlah
seluruh pixel.
3.6. Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya direkapitulasi dalam bentuk data
sheet menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan Analisis Ragam (Analysis of Variance) uji F taraf 5%. Apabila hasil
analisis ragam berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT). Sedangkan untuk mengetahui hubungan dan keeratan antar sifat diuji
dengan uji korelasi dan regresi.
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Penelitian
Lokasi penelitian berada di Desa Amadanom, Kecamatan Dampit,
Kabupaten Malang. Secara geografis, Kecamatan Dampit Kabupaten Malang
terletak diantara 112,4271 BT – 112,4849 BT dan 8,1806 LS – 8,0968 LS (BPS,
2014). Kecamatan Dampit memiliki ketinggian rata-rata 585 meter diatas
permukaan laut (RPMJ Kabupaten Malang, 2016). Luas kawasan Kecamatan
Dampit secara keseluruhan adalah sekitar 135,31 km2 atau sekitar 4,55% dari total
luas Kabupaten Malang. Kecamatan Dampit sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Wajak dan Turen, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Ampelgading, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sumbermanjing, dan
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Turen dan Sumbermanjing
(Kecamatan Dampit dalam Angka 2014/BPS 2014).
Luas keseluruhan lahan kopi di Kecamatan Dampit sekitar 3,147 hektar
yang tersebar hampir di seluruh Desa. Namun, luas lahan kopi paling banyak
terdapat di Desa Sukodono, Srimulyo, Baturetno, Bumirejo, dan Amadanom
(Lampiran 1). Penelitian dilakukan pada tanaman kopi dengan perbedaan naungan
yang terdapat di Desa Amadanom, khususnya kebun kopi milik Kelompok Tani
Trisno Manunggal. Pemilihan lokasi di Desa Amadanom dikarenakan kopi di
daerah tersebut memiliki kualitas yang baik dan sudah mengembangkan kopi
organik. Total luas lahan Desa Amadanom yaitu 611,40 hektar dengan total luas
lahan yang digunakan untuk sawah yaitu 126 hektar, total luas
pemukiman/pekarangan yaitu 87 hektar, total luas ladang/tegal/perkebunan yaitu
266 hektar, dan total luas hutan yaitu 32 hektar (Kecamatan Dampit Dalam Angka
2015/BPS Kab. Malang).
Plot penelitian kopi naungan durian terletak pada koordinat 8 ̊12’38.75”LS
dan 112 ̊46’40.16” BT. Plot penelitian kopi naungan pisang dan kopi naungan
sengon terletak pada koordinat 8 ̊12’27.16” LS dan 112 ̊47’04.69” BT. Umur
tanaman kopi yang diamati yaitu 5 tahun, umur tanaman sengon yaitu 6 tahun,
umur tanaman pisang yaitu 1,5 tahun, dan umur tanaman durian yaitu 12 tahun.
Pada tanaman kopi naungan pisang terdapat pengelolaan lahan antara lain yaitu
dibuat teras bangku untuk mengurangi terjadinya erosi dan dibuat rorak dengan
23
ukuran panjang 1 meter, lebar 0,5 meter dan kedalaman 0,5 meter. Pada tanaman
kopi naungan pisang dan tanaman kopi naungan durian tidak terdapat
pengelolaan.
4.2. Karakteristik Tanaman
Karakteristik lahan yang diukur berupa kerapatan tanaman (jumlah
populasi dalam satu hektar), persentase tutupan kanopi tanaman, dan rata-rata
diameter batang dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 10.
Tabel 5. Rataan karakteristik tegakan tanaman pada penggunaan lahan berbeda
Parameter KP KS KD
Kopi Pisang Kopi Sengon Kopi Durian
Kerapatan (populasi ha-1
) 2000 508 2000 625 2000 70
Tutupan Kanopi (%) 80 67 82
Rata-rata diameter
batang (cm) 6,31 15,50 6,50 9,13 6,62 20,70
Keterangan: Rata-rata karakteristik tegakan tanaman pada KP (tanaman kopi naungan pisang), KS
(tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian)
Gambar 10. Foto tutupan tajuk menggunakan metode Hemispherical
photography, pada (a) tanaman kopi naungan pisang; (b) tanaman kopi naungan
sengon; dan (c) tanaman kopi naungan durian
Jumlah populasi tanaman didapatkan dari membagi luas lahan dengan
jarak tanam. Tanaman kopi memiliki jarak tanam 2 m x 2,5 m sehingga memiliki
a b
c
24
populasi 2000 per hektar. Tanaman sengon memiliki jarak tanam 4 m x 4 m
sehingga memiliki populasi 625 per hektar. Tanaman durian memiliki jarak tanam
10 m x 10 m sehingga memiliki populasi 70 per hektar. Tanaman pisang memiliki
jarak tanam 5 x 5 meter sehingga memiliki populasi 508 tanaman per hektar.
Rata-rata diameter tanaman paling tinggi pada tanaman durian, yaitu 20,70 cm,
dan paling rendah pada tanaman kopi yaitu 6,31 cm. Pengukuran juga dilakukan
pada karakteristik individu tanaman, berupa jenis tanaman, diameter batang, luas
bidang dasar, luas tajuk, bentuk batang dan kondisi kulit batang yang dapat dilihat
pada (Tabel 6).
Tabel 6. Karakteristik individu tanaman
Tutupan
Lahan Kode Jenis
DBH
(cm)
LBD
(cm2)
LBD
(m2/ha)
Luas
Tajuk
(m2)
Kondisi
Batang
Kondisi
Kulit
Batang
KP KP 1 Kopi 6,37 31,85 32,28
4,12 Lurus Kasar
Pisang 18,15 258,68 3,30 Lurus Halus
KP 2 Kopi 7,00 38,54 4,28 8,24 Lurus Kasar
KP 3 Kopi 6,05 28,74 32,59
8,97 Lurus Kasar
Pisang 18,47 267,83 3,97 Lurus Halus
KP 4 Kopi 6,37 31,85 3,54 6,83 Lurus Kasar
KP 5 Kopi 2,87 25,80 34,71
5,21 Lurus Kasar
Pisang 9,87 286,62 3,97 Lurus Halus
KS KS 1 Kopi 6,05 28,74 12,83
3,99 Lurus Kasar
Sengon 10,51 86,70 10,75 Lurus Kasar
KS 2 Kopi 6,69 35,11 14,74
5,60 Lurus Kasar
Sengon 11,47 97,53 4,64 Lurus Kasar
KS 3 Kopi 7,32 42,12 4,68 4,21 Lurus Kasar
KS 4 Kopi 5,73 25,80 2,87 7,37 Lurus Kasar
KS 5 Kopi 6,69 35,11 6,77
3,48 Lurus Kasar
Sengon 5,73 25,80 3,32 Lurus Kasar
KD KD 1 Kopi 7,64 45,86 29,02
6,72 Lurus Kasar
Durian 16,56 215,29 24,27 Lurus Kasar
KD 2 Kopi 7,96 49,76 35,29
8,24 Bengkok Kasar
Durian 18,47 267,83 16,57 Lurus Kasar
KD 3 Kopi 6,37 31,85 3,54 7,07 Bengkok Kasar
KD 4 Kopi 5,10 20,38 66,18
5,58 Lurus Kasar
Durian 27,07 575,24 54,60 Bengkok Kasar
KD 5 Kopi 6,05 28,74 3,19 6,18 Lurus Kasar
Keterangan: Karakteristik individu tanaman pada KP (tanaman kopi naungan pisang), KS
(tanaman kopi naungan sengon), KD (tanaman kopi naungan durian)
Jenis tanaman yang diukur yaitu tanaman kopi, pisang, sengon, dan durian.
Diameter batang yang diukur antara 5,10 cm hingga 27,07 cm. Diameter batang
terendah pada tanaman kopi (KD 4) yaitu 5,10 cm dan tertinggi pada tanaman
durian (KD4) yaitu 27,07 cm. Luas tajuk yang diukur antara 3,30 m2 hingga 54,60
25
m2. Luas tajuk terendah yaitu pada tanaman kopi dan tertinggi yaitu pada tanaman
sengon. Kondisi batang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kondisi batang
yang lurus dari pangkal hingga ujung batang, dan kondisi batang yang tidak
teratur dimana pada ketinggian tertentu bercabang besar. Berdasarkan
pengamatan, kondisi batang lurus terdapat pada tanaman kopi, pisang, dan
sengon. Kondisi batang tidak teratur terdapat pada tanaman durian. Kondisi kulit
batang diketahui berdasarkan pengamatan kualitatif yang dikelompokkan
berdasarkan tekstur kulit batang yaitu halus dan kasar. Batang yang memiliki
tekstur halus yaitu pada tanaman pisang, dan yang memiliki tekstur kasar yaitu
pada tanaman kopi, sengon, dan durian.
4.3. Karakteristik Hujan
4.3.1. Curah Hujan Terukur (Gross precipitation)
Air hujan yang jatuh diatas tajuk tanaman disebut curah hujan terukur
(gross precipitation) (Basri et al., 2012). Hasil pengukuran curah hujan di lokasi
penelitian dilakukan mulai bulan Februari hingga April didapatkan 22 hari hujan.
Pada setiap lahan diletakkan satu alat penakar hujan untuk mengukur curah hujan
harian. Nilai curah hujan pada kopi naungan durian berbeda dengan nilai curah
hujan pada kopi naungan pisang dan kopi naungan sengon. Nilai kumulatif hujan
dan rata-rata hujan harian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai hujan pada ketiga penggunaan lahan
Jenis Naungan Kumulatif (mm) Rata-rata (mm)
KP 427,42 19,43
KS 427,42 19,43
KD 373,25 16,97 Keterangan: Nilai curah hujan pada KP (tanaman kopi naungan pisang), KS (tanaman kopi
naungan sengon), KD (tanaman kopi naungan durian)
Nilai hujan kumulatif pada kopi naungan pisang dan kopi naungan sengon
yaitu 427,42 mm. Sedangkan pada kopi naungan durian curah hujan kumulatif
lebih rendah yaitu 373,25 mm. Rata-rata curah hujan harian pada tanaman kopi
naungan pisang dan kopi naungan sengon yaitu 19,43 mm dan pada kopi naungan
durian yaitu 16,97 mm. Nilai curah hujan harian terendah yaitu 1,40 mm dan
26
curah hujan harian tertinggi yaitu 76,89 mm pada kopi naungan pisang dan kopi
naungan sengon, dan 52,42 mm pada kopi naungan durian. Nilai curah hujan
terukur (gross rainfall) pada setiap kejadian hujan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Nilai curah hujan terukur pada penggunaan lahan (KP: tanaman kopi
naungan pisang, KS: tanaman kopi naungan sengon, KD: tanaman kopi naungan
durian)
Gambar 12. Distribusi frekuensi hujan pada KP (tanaman kopi naungan pisang),
KS (tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian)
Data curah hujan dikelompokkan menjadi empat kelas hujan yaitu
intensitas hujan sangat ringan (kurang dari 5 mm) yang terjadi sebanyak 5 hari
hujan (23%) pada kopi naungan pisang dan kopi naungan sengon, dan sebanyak 6
hari hujan (27%) pada kopi naungan durian. Kelas hujan ringan (5-20 mm) yang
terjadi sebanyak 9 hari hujan (41%) pada kopi naungan pisang dan kopi naungan
sengon, dan sebanyak 8 hari hujan (36%) pada kopi naungan durian. Kelas hujan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10/2
12/2
13/2
16/2
17/2
18/2
20/2
22/2
23/2
24/2
25/2
2/3
3/3
5/3
6/3
8/3
9/3
13/3
14/3
18/3
1/4
2/4
Cu
rah
Hu
jan
ter
uk
ur
(mm
)
Waktu pengamatan
KP, KS
KD
0
10
20
30
40
50
< 5 5 - 20 20 - 50 50 - 100
Fre
ku
ensi
Hu
jan
(%
)
Interval Hujan (mm)
KP, KS
KD
27
sedang (20-50 mm) yang terjadi sebanyak 7 hari hujan (32%), dan kelas hujan
lebat (50-100 mm) yang terjadi sebanyak satu hari hujan (5%).
4.3.2. Curah Hujan Efektif (Net precipitation)
Air hujan yang mencapai permukaan tanah melalui tirisan dan aliran
batang disebut sebagai curah hujan efektif (net precipitation) (Basri et al., 2012).
Rata-rata curah hujan efektif pada ketiga jenis naungan dapat dilihat pada Gambar
13.
Gambar 13. Rata-rata curah hujan efektif pada setiap kejadian hujan pada KP
(tanaman kopi naungan pisang), KS (tanaman kopi naungan sengon), dan KD
(tanaman kopi naungan durian)
Tabel 8. Rata-rata curah hujan efektif
Jenis
Naungan
Curah Hujan
terukur (mm)
Curah Hujan efektif
mm %
KP 19,43 13,43±2,99 a 60,70
KS 19,43 17,13±3,83 b 76,03
KD 16,97 12,85±2,62 a 62,74
Keterangan: Rata-rata curah hujan efektif ± SE (standart error) pada KP (tanaman kopi naungan
pisang), KS (tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian).
Angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada uji
BNT 5%
Rata-rata curah hujan efektif tertinggi dalam setiap kejadian hujan terjadi
pada kopi naungan sengon, diikuti oleh kopi naungan pisang dan kopi naungan
durian. Nilai curah hujan efektif semakin tinggi dengan meningkatnya curah hujan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
10/2
12/2
13/2
16/2
17/2
18/2
20/2
22/2
23/2
24/2
25/2
2/3
3/3
5/3
6/3
8/3
9/3
13/3
14/3
18/3
1/4
2/4
Cu
rah
Hu
jan
Ber
sih
(m
m)
Waktu Pengamatan
KP
KS
KD
28
terukur. Berdasarkan analisis ragam (Tabel 8), pada ketiga jenis naungan kopi
memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap curah hujan efektif. Hasil uji BNT 5%
diketahui bahwa tebal curah hujan efektif pada kopi naungan pisang tidak berbeda
nyata dengan kopi naungan durian, namun berbeda nyata dengan kopi naungan
sengon. Rata-rata curah hujan efektif tertinggi terjadi pada kopi naungan sengon,
yaitu 17,13 mm (76,03%) dibandingkan dengan jenis naungan lainnya. Pada kopi
naungan sengon memiliki curah hujan efektif tertinggi karena memiliki nilai
lolosan tajuk dan aliran batang tinggi.
4.4. Lolosan Tajuk
Lolosan tajuk memiliki kontribusi terbesar terhadap jumlah air yang
sampai ke permukaan tanah, dibandingkan dengan nilai aliran batang. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa nilai lolosan tajuk cukup besar yaitu mencapai
59,70% hingga 75,54% dari curah hujan terukur (gross rainfall). Hasil lolosan
tajuk yang diukur memiliki nilai yang bervariasi. Rata-rata lolosan tajuk pada
ketiga jenis naungan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata nilai lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan
Jenis Naungan Curah Hujan (mm) Lolosan Tajuk
mm %
KP 19,43±3,92 13,24±2,96a 59,70
KS 19,43±3,92 17,02±3,81b 75,54
KD 16,97±3,10 12,95±2,62a 62,63 Keterangan: Nilai rata-rata ± SE (standart error) pada: KP (tanaman kopi naungan pisang), KS
(tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian).Angka yang
didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada uji BNT 5%
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga jenis naungan kopi
memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap lolosan tajuk. Berdasarkan uji BNT
5% memberikan hasil bahwa lolosan tajuk pada tanaman kopi naungan sengon
berbeda nyata dengan tanaman kopi naungan pisang dan tanaman kopi naungan
durian. Tanaman kopi naungan pisang memiliki nilai lolosan tajuk tertinggi
dibandingkan jenis naungan lainnya yaitu 17,02 ± 3,81 mm (75,54%). Hasil
lolosan tajuk tersebut hampir sama dengan penelitian yang dilakukan di Costa
Rica yaitu lolosan tajuk pada tanaman kopi monokultur sebesar 83,2% dan lolosan
29
tajuk pada kopi agroforestri sebesar 76,8% (Siles et al., 2010) dan penelitian
tanaman kopi lainnya di India Selatan dengan hasil lolosan tajuk antara 74%
hingga 93% (Gurav et al., 2012), namun lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
penelitian lolosan tajuk pada tanaman kopi di Aceh yaitu sebesar 40,74% (Basri et
al., 2012).
Gambar 14. Hubungan kerapatan tanaman (populasi/hektar) dengan rata-rata
lolosan tajuk (mm) pada ketiga jenis naungan
Nilai lolosan tajuk pada tanaman kopi naungan sengon lebih tinggi
dibandingkan jenis naungan lainnya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh faktor
kerapatan tanaman dan tutupan lahan. Sesuai dengan penelitian Gurav et al.
(2012) di India bahwa tanaman kopi yang memiliki tingkat naungan tinggi
mempunyai nilai lolosan tajuk lebih rendah dibandingkan dengan kopi tingkat
naungan rendah. Berdasarkan uji korelasi (n = 15, r = -0,282), nilai lolosan tajuk
memiliki hubungan yang rendah dengan kerapatan tanaman namun tidak
berkorelasi secara nyata (Lampiran 4). Menurut Lee (1990) bahwa lolosan tajuk
berbanding terbalik dengan kerapatan tajuk, lolosan tajuk umumnya lebih besar
pada tipe-tipe hutan yang terbuka. Pengaruh kerapatan tanaman terhadap nilai
lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan sebesar 7,9% (Gambar 14). Pengaruh
kerapatan naungan terhadap nilai lolosan tajuk sangat rendah disebabkan karena
selain kerapatan tanaman lolosan tajuk juga dipengaruhi oleh morfologi tanaman.
y = -0,001x + 16,24
R² = 0,079 r = -0,282
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 500 1000 1500 2000 2500
Lolo
san
Ta
juk
(m
m)
Kerapatan Tanaman (populasi/hektar)
30
Lolosan tajuk juga dipengaruhi oleh curah hujan. Nilai lolosan tajuk
semakin meningkat dengan semakin tingginya curah hujan. Semakin besar lolosan
tajuk (throughfall) maka curah hujan efektif yang sampai di permukaan tanah juga
semakin besar, sehingga intersepsi semakin kecil (Slamet, 2015). Pada intensitas
hujan sangat ringan, nilai lolosan tajuk antara 33% hingga 46%. Nilai tersebut
semakin meningkat dengan meningkatnya intensitas hujan, yaitu pada intensitas
hujan lebat nilai lolosan tajuk berkisar antara 77% hingga 98% (Gambar 15).
Intensitas hujan rendah memiliki nilai lolosan tajuk yang rendah karena menurut
Ahmadi et al. (2009) pada curah hujan rendah, permukaan daun yang terbasahi
semakin luas dan selanjutnya mengalami evaporasi, sehingga jumlah air hujan
yang sampai ke permukaan tanah sebagai lolosan tajuk dan aliran batang semakin
sedikit.
Gambar 15. Nilai lolosan tajuk berdasarkan intensitas hujan pada: KP (tanaman
kopi naungan pisang); KS (tanaman kopi naungan sengon); dan KD (tanaman
kopi naungan durian). Intensitas hujan SR (Sangat ringan); R (Ringan); S
(Sedang); dan L (Lebat)
Curah hujan memiliki hubungan yang sangat kuat dan berkorelasi nyata
dengan nilai lolosan tajuk (Gambar 16). Semakin tinggi nilai curah hujan maka
semakin tinggi nilai lolosan tajuk. Pengaruh curah hujan terhadap lolosan tajuk
pada tanaman kopi naungan pisang cukup besar yaitu 98,5% (R2= 0,985). Nilai
lolosan tajuk meningkat dengan semakin tingginya curah hujan. Setiap
meningkatnya nilai curah hujan sebesar 1 mm mengakibatkan kenaikan nilai
39,71
61,8 68,8
76,97
46,19
73,39
88,41 97,61
33,05
68,13
78,87 82,36
0
20
40
60
80
100
120
SR R S L SR R S L SR R S L
KP KS KD
Lo
losa
n T
aju
k (
%)
Intensitas Hujan
31
lolosan tajuk sebesar 0,747 mm. Tanaman kopi naungan sengon juga memiliki
pengaruh curah hujan yang cukup kuat terhadap nilai lolosan tajuk yaitu sebesar
99,4% (R2= 0,994). Setiap meningkatnya nilai curah hujan sebesar 1 mm
mengakibatkan kenaikan nilai lolosan tajuk sebesar 0,969 mm. Begitu juga pada
tanaman kopi naungan durian memiliki pengaruh curah hujan yang cukup kuat
terhadap nilai lolosan tajuk sebesar 98,9% (R2= 0,989). Setiap meningkatnya nilai
curah hujan sebesar 1 mm mengakibatkan kenaikan nilai lolosan tajuk sebesar
0,841 mm. Berdasarkan uji signifikansi R2 taraf 5%, pada ketiga jenis naungan
terdapat pengaruh yang signifikan antara curah hujan dengan nilai lolosan tajuk
(Lampiran 3 Tabel 8). Namun, pada kopi naungan pisang dan kopi naungan
sengon terdapat satu data pencilan (data yang menyebar jauh) sehingga formulasi
koefisien determinasi kurang sesuai untuk diterapkan.
y = 0.747x - 1.291
R² = 0.985 r = 0.993
0
20
40
60
80
0 50 100
Lo
osa
n T
aju
k (
mm
)
Curah Hujan terukur (mm)
y = 0.841x - 1.459
R² = 0.989 r = 0.9949
0
10
20
30
40
50
0 20 40 60Lo
losa
n T
aju
k (
mm
)
Curah Hujan terukur (mm)
Gambar 7. Hubungan curah hujan (mm) dengan rata-rata lolosan tajuk (mm)
pada: (a) Tanaman kopi naungan Pisang; (b) Tanaman kopi naungan Sengon;
dan (c) Tanaman kopi naungan Durian
y = 0.969x - 1.816
R² = 0.994 r = 0,9974
0
20
40
60
80
0 50 100
Lo
losa
n T
aju
k (
mm
)
Curah Hujan terukur (mm)
(a) (b)
(c)
32
4.5. Aliran Batang
Aliran batang dihitung melalui air yang mengalir menuju permukaan tanah
melalui batang tanaman. Nilai aliran batang pada ketiga jenis naungan yang
berbeda dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata nilai lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan
Jenis Naungan Curah Hujan
(mm)
Aliran Batang
mm %
KP 19,43±3,92 0,76±0,04 c 1,01
KS 19,43±3,92 0,44±0,03 b 0,48
KD 16,97±3,10 0,05±0,01 a 0,12 Keterangan: Nilai rata-rata ± SE (standart error) pada: KP (tanaman kopi naungan pisang), KS
(tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian). Angka yang
didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada uji BNT 5%
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga jenis naungan kopi
memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai aliran batang. Tanaman kopi
naungan pisang memiliki nilai aliran batang tertinggi yaitu 0,76 ± 0,04 mm
(1,01%), kemudian tanaman kopi naungan sengon yang memiliki nilai aliran
batang 0,44 ± 0,03 mm (0,48%), dan tanaman kopi naungan durian yang memiliki
nilai aliran batang 0,05 ± 0,01 mm (0,12%). Nilai tersebut lebih rendah
dibandingkan hasil penelitian tanaman kopi di Aceh (Basri et al., 2012) yang
memiliki nilai aliran batang 2,39% pada tanaman kopi berumur 4 tahun dan
2,19% pada tanaman kopi berumur 15 tahun. Tanaman kopi naungan pisang
memiliki nilai aliran batang tertinggi karena naungan pisang memiliki batang
yang halus dan diameter yang besar sehingga air yang mengalir melalui batang
tinggi.
Nilai aliran batang pada masing-masing jenis tanaman dapat dilihat pada
Gambar 17. Nilai aliran batang pada tanaman pisang lebih tinggi dibandingkan
tanaman lainnya karena tanaman pisang memiliki struktur batang yang lurus dan
halus dan memiliki diameter batang yang cukup besar yaitu 15,50 cm (Tabel 6).
Batang yang lurus dan halus dapat memperbesar stemflow dibandingkan dengan
batang yang bengkok dan kasar (Slamet, 2015). Namun, nilai aliran batang pada
tanaman pisang tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Cattan et al (2007) yaitu untuk tanaman pisang nilai aliran batang
33
tertinggi bisa mencapai 18-26%. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Jimenez
dan Lhomme (1994) dalam Siles et al. (2010) bahwa laju stemflow pisang
tertinggi sekitar 9-10% dari kejadian hujan.
Gambar 17. Nilai aliran batang pada tanaman kopi, pisang, sengon, dan durian
Tanaman sengon memiliki nilai aliran batang yaitu 0,72%. Nilai aliran
batang tersebut termasuk rendah, namun lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman kopi dan durian. Struktur batang tanaman sengon agak kasar sehingga
laju air ke permukaan tanah terhambat. Menurut Lee (1990), aliran batang secara
konsisten lebih besar untuk pohon yang mempunyai kulit lebih rata (bertekstur
halus). Tanaman kopi dan tanaman durian memiliki nilai aliran batang yang cukup
rendah. Hal ini dikarenakan kondisi kulit batang yang kasar sehingga
menghambat laju aliran batang (Tabel 6). Tanaman kopi memiliki kulit batang
yang kasar sehingga ketika terjadi hujan air yang mengalir lambat. Kondisi ini
akan menyebabkan air yang mengalir melalui batang terhambat sampai ke
permukaan tanah (Basri et al., 2012).
Variabilitas nilai aliran batang salah satunya dipengaruhi oleh karakteristik
tanaman yaitu diameter batang dan luas bidang dasar. Berdasarkan analisis
korelasi (Gambar 18), tanaman pisang, sengon, durian memiliki hubungan antara
luas bidang dasar dan aliran batang yang kuat namun tidak memiliki korelasi yang
nyata (Lampiran 4). Pada tanaman kopi memiliki hubungan antara luas bidang
dasar dengan aliran batang yang kuat dan berkorelasi nyata (n = 15, r = 0,778).
Pengaruh luas bidang dasar terhadap nilai aliran batang pada tanaman pisang
0,25
3,07
0,72
0,04 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Kopi Pisang Sengon Durian
Ali
ran
Ba
tan
g (
% d
ari
Cu
rah
Hu
jan
)
34
sebesar 99,2% (R2=0,992). Namun berdasarkan uji signifikansi R
2 tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara luas bidang dasar terhadap nilai aliran batang
(Lampiran 3 Tabel 9). Pengaruh luas bidang dasar terhadap nilai aliran batang
pada tanaman sengon sebesar 43% (R2 = 0,430). Berdasarkan uji signifikansi R
2
tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara luas bidang dasar terhadap nilai
aliran batang pada tanaman sengon. Pengaruh luas bidang dasar terhadap nilai
aliran batang pada tanaman durian sebesar 70,1% (R2 = 0,701). Berdasarkan uji
signifikansi R2 tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara luas bidang dasar
terhadap nilai aliran batang pada tanaman durian. Pengaruh luas bidang dasar
terhadap nilai aliran batang pada tanaman kopi sebesar 60,5% (R2 = 0,605).
Berdasarkan uji signifikansi R2 tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
luas bidang dasar terhadap nilai aliran batang pada tanaman sengon. Luas bidang
dasar berkaitan dengan luas batang yang dapat mengalirkan air. Perbedaan ukuran
batang juga memberikan hasil aliran batang yang berbeda. Tanaman yang
memiliki diameter besar pada umumnya tanaman tersebut tinggi (Slamet, 2015).
Pernyataan tersebut didukung oleh Siles et al. (2010), bahwa tanaman tinggi
cenderung memproduksi proyeksi luas tajuk yang lebih besar sehingga dapat
memproduksi volume stemflow yang lebih banyak.
Luas bidang dasar total dalam setiap jenis naungan (m2/hektar) memiliki
hubungan yang sangat rendah dengan nilai aliran batang dan tidak berkorelasi
nyata (n = 15, r = 0,354) (Gambar 19). Pengaruh luas bidang dasar pada ketiga
jenis naungan sangat rendah yaitu sebesar 12,5% (R2
= 0,125). Setiap kenaikan
luas bidang dasar sebesar 1 m2/hektar mengakibatkan meningkatnya nilai aliran
batang sebesar 0,005 mm. Luas bidang dasar memberikan pengaruh yang rendah
pada ketiga jenis naungan karena kurangnya sampel tanaman dalam plot dan
jumlah tanaman pada setiap plot tidak seragam sehingga data luas bidang dasar
kurang mewakili. Luas bidang dasar didapatkan dari nilai diameter batang
sehingga semakin besar diameter batang semakin tinggi nilai luas bidang dasar.
Menurut Debral dan Rao (1968) dalam Aththorick (2000) semakin besar diameter
batang maka semakin besar aliran batang yang terjadi. Hal ini karena luas wadah
35
penampungan curah hujan semakin besar sehingga lebih banyak air hujan yang
dapat ditampung dan dialirkan ke tanah.
Gambar 18. Hubungan luas bidang dasar per individu (cm2) dengan rata-rata
aliran batang (mm) pada: (a) tanaman pisang, (b) tanaman sengon, (c) tanaman
durian, dan (d) tanaman kopi
Gambar 19. Hubungan luas bidang dasar total (m2/ha) dengan rata-rata aliran
batang (mm) pada ketiga jenis naungan
y = 0,014x - 3,462
R² = 0,992 r = 0,996
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
250 260 270 280 290
Ali
ran
Ba
tan
g (
mm
)
Luas Bidang Dasar (cm2)
y = 7E-06x + 0,008
R² = 0,701 r = 0,837
0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0,014
0 200 400 600 800
Ali
ran
Ba
tan
g (
mm
)
Luas Bidang Dasar (cm2)
y = 0,005x + 0,120
R² = 0,125 r = 0,354
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
0 10 20 30 40 50 60 70
Ali
ran
Ba
tan
g (
mm
)
Luas Bidang Dasar (m2/ha)
y = 0,002x - 0,003
R² = 0,430 r = 0,656
00,05
0,10,15
0,20,25
0,30,35
0,4
0 50 100 150Ali
ran
Ba
tan
g (
mm
)
Luas Bidang Dasar (cm2)
y = 0,003x - 0,074
R² = 0,605 r = 0,778
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0,14
0 20 40 60
Ali
ran
Ba
tan
g (
mm
)
Luas Bidang Dasar (cm2)
(a)
(d) (c)
(b)
36
Nilai aliran batang berdasarkan intensitas hujan dapat dilihat pada Gambar
20. Nilai aliran batang pada tanaman kopi meningkat hingga intensitas hujan
sedang. Pada tanaman pisang, nilai aliran batang meningkat hingga intensitas
hujan rendah. Pada tanaman sengon, nilai aliran batang meningkat hingga
intensitas hujan sedang. Pada tanaman durian nilai aliran batang meningkat
hingga intensitas hujan sedang. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada
intensitas hujan sangat ringan memiliki nilai aliran batang rendah, dan pada
tanaman durian tidak terjadi aliran batang. Silva dan Okumura (1996) menyatakan
bahwa intensitas hujan mempengaruhi nilai aliran batang, pada intensitas hujan
dibawah 5 mm pada umumnya tidak terjadi aliran batang.
Gambar 20. Nilai aliran batang berdasarkan intensitas hujan pada: SR (Sangat
ringan); R (Ringan); S (Sedang); dan L (Lebat)
Besarnya curah hujan mempengaruhi nilai aliran batang (Gambar 21).
Zabret et al. (2018) menyatakan bahwa nilai aliran batang dipengaruhi oleh
jumlah tetesan hujan, selain itu juga dipengaruhi oleh kelembaban udara. Curah
hujan memberikan pengaruh yang cukup kuat pada ketiga jenis naungan tanaman
kopi dan berkorelasi nyata (Lampiran 4). Pada tanaman kopi naungan pisang
curah hujan memberikan pengaruh terhadap nilai aliran batang sebesar 74,3% (R2
= 0,743). Nilai aliran batang semakin meningkat dengan meningkatnya curah
hujan yaitu setiap kenaikan curah hujan sebesar 1 mm, besarnya nilai aliran
0,1 0,24
0,36 0,24
2,09
4,02
2,65
2,37
0,18
0,66
1,25
0,35
0 0,05 0,06 0,04
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
SR R S L SR R S L SR R S L SR R S L
Kopi Pisang Sengon Durian
Ali
ran
Ba
tan
g (
%)
Intensitas Hujan
37
y = 0.008x + 0.022
R² = 0.743 r = 0.862
0
0,2
0,4
0,6
0,8
0 50 100
Ali
ran
Ba
tan
g (
mm
)
Curah Hujan terukur (mm)
(a) y = 0.005x + 0.014
R² = 0.593 r = 0.77
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0 50 100Ali
ran
Ba
tan
g (
mm
)
Curah Hujan terukur (mm)
(b)
y = 0.001x - 0.002
R² = 0.769 r = 0.877
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0 20 40 60Ali
ran
Ba
tan
g (
mm
)
Curah Hujan terukur (mm)
(c)
batang naik sebesar 0,008 mm. Curah hujan memberikan pengaruh terhadap nilai
aliran batang pada tanaman kopi naungan sengon sebesar 59,3% (R2 = 0,593).
Nilai aliran batang meningkat sebesar 0,005 mm setiap kenaikan curah hujan
sebesar 1 mm. Begitu juga pada tanaman kopi naungan durian curah hujan
memberikan pengaruh sebesar 76,9%. Setiap kenaikan 1 mm curah hujan
mengakibatkan nilai aliran batang meningkat sebesar 0,001 mm. Berdasarkan uji
signifikansi R2 taraf 5%, pada ketiga jenis naungan memiliki pengaruh yang
signifikan antara curah hujan dengan nilai aliran batang (Lampiran 3 Tabel 10).
Pada kopi naungan pisang terdapat satu data pencilan (data menyebar jauh)
sehingga formulasi koefisien determinasi kurang sesuai untuk digunakan.
4.6. Intersepsi
Nilai intersepsi hujan pada ketiga jenis naungan tanaman kopi dapat dilihat
pada Tabel 11. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga jenis
naungan kopi memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai intersepsi hujan.
Gambar 12. Hubungan curah hujan terukur (mm) dengan rata-rata aliran batang
(mm) pada: (a) Tanaman kopi naungan Pisang; (b) Tanaman kopi naungan
Sengon; dan (c) Tanaman kopi naungan Durian
38
Berdasarkan uji BNT 5% pada ketiga jenis naungan tanaman kopi memiliki nilai
intersepsi hujan yang berbeda nyata. Nilai intersepsi tertinggi pada tanaman kopi
naungan pisang yaitu 39,30%, dan terendah pada tanaman kopi naungan sengon
yaitu 23,97%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan
oleh Gurav et al. (2012) di India, bahwa pada tanaman kopi dengan naungan
sedikit memiliki nilai intersepsi 8,87% dan pada tanaman kopi dengan naungan
banyak memiliki nilai intersepsi 15,70%. Faktor yang mempengaruhi intersepsi
yaitu kerapatan tanaman, LAI, kapasitas jenuh tajuk tanaman, intensitas hujan,
dan ukuran hujan (Klamerus dan Iwan, 2014). Tanaman kopi naungan pisang
memiliki nilai intersepsi tertinggi karena memiliki persentase tutupan lahan yang
tinggi (80%). Tanaman kopi naungan sengon memiliki luas tutupan tajuk yang
lebih rendah dibandingkan naungan lainnya sehingga memiliki nilai intersepsi
terendah.
Tabel 11. Rata-rata intersepsi hujan pada ketiga jenis naungan
Jenis Naungan Curah Hujan (mm) Intersepsi
mm %
KP 19,43±3,92 6,00±1,01c 39,30
KS 19,43±3,92 2,29±0,29a 23,97
KD 16,97±3,10 4,12±0,55b 37,26 Keterangan: Nilai rata-rata ± SE (standart error) pada: KP (tanaman kopi naungan pisang), KS
(tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian).Angka yang
didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada uji BNT 5%
Nilai intersepsi hujan berdasarkan intensitas hujan dapat dilihat pada
Gambar 22. Persentase nilai intersepsi hujan berbanding terbalik dengan intensitas
hujan. Semakin lebat intensitas hujan semakin rendah persentase intersepsi hujan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Gurav et al. (2012) bahwa semakin tinggi
curah hujan, nilai intersepsi semakin sedikit. Semakin rendah intensitas hujan
semakin tinggi nilai intersepsi hujan karena kemampuan tajuk tanaman
mengintersepsi air hujan meningkat dengan menurunnya ukuran hujan dan
intensitas hujan. Basri et al. (2012) menyatakan bahwa ketika curah hujan yang
turun lebih besar dari kapasitas tajuk maka proporsi air hujan yang diintersepsikan
akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena kapasitas penampungan air intersepsi
39
y = 0.243x + 1.269
R² = 0.885 r = 0.941 0
5
10
15
20
25
0 50 100
Inte
rse
psi
(m
m)
Curah Hujan (mm)
(a)
y = 0.025x + 1.803
R² = 0.117 r = 0.342
0
1
2
3
4
5
6
0 50 100
Inte
rsep
si (
mm
)
Curah Hujan (mm)
(b)
y = 0.156x + 1.461
R² = 0.771 r = 0.879
0
2
4
6
8
10
12
0 20 40 60
Inte
rsep
si (
mm
)
Curah Hujan (mm)
(c)
yang telah jenuh air. Namun ketika curah hujan yang turun kecil maka seluruh
curah hujan yang turun akan diintersepsikan.
Gambar 22. Nilai intersepsi hujan berdasarkan intensitas hujan pada: KP
(tanaman kopi naungan pisang); KS (tanaman kopi naungan sengon); dan KD
(tanaman kopi naungan durian). Intensitas hujan SR (Sangat ringan); R (Ringan);
S (Sedang); dan L (Lebat)
59,61
36,93
30,27
22,18
53,65
20,16
10,81
2,04
66,92
31,15
22,81 17,54
0
10
20
30
40
50
60
70
80
SR R S L SR R S L SR R S L
KP KS KD
Inte
rsep
si H
uja
n (
%)
Intensitas Hujan
Gambar 14. Hubungan curah hujan (mm) dengan rata-rata nilai intersepsi (mm)
pada: (a) Kopi naungan Pisang; (b) Kopi naungan Sengon; dan (c) Kopi naungan
Durian
40
Pada tanaman kopi naungan pisang dan kopi naungan durian memiliki
hubungan antara curah hujan dengan intersepsi yang kuat dan berkorelasi nyata
(Lampiran 4). Namun, pada tanaman kopi naungan sengon memiliki nilai korelasi
yang rendah dan tidak nyata. Besarnya curah hujan memberikan pengaruh
terhadap nilai intersepsi hujan. Pengaruh curah hujan terhadap intersepsi hujan
pada tanaman kopi naungan pisang cukup kuat yaitu sebesar 88,5% (R2
= 0,885).
Setiap kenaikan 1 mm curah hujan mengakibatkan meningkatnya nilai intersepsi
hujan sebesar 0,243 mm. Tanaman kopi naungan sengon memiliki pengaruh
antara curah hujan dengan nilai intersepsi yang rendah yaitu 11,7% (R2 = 0,117).
Setiap kenaikan 1 mm curah hujan mengakibatkan meningkatnya nilai intersepsi
hujan sebesar 0,025 mm. Intersepsi pada tanaman kopi naungan sengon memiliki
pengaruh yang rendah karena selain dipengaruhi oleh intensitas hujan menurut
Lee (1990) intersepsi hujan juga dipengaruhi kapasitas cadangan tajuk dan laju
evaporasi. Pada tanaman kopi naungan durian, curah hujan memberikan pengaruh
yang cukup tinggi yaitu 77,1% (R2 = 0,771). Setiap kenaikan 1 mm curah hujan
mengakibatkan meningkatnya nilai intersepsi hujan sebesar 0,156 mm. Pengaruh
curah hujan terhadap nilai intersepsi lebih rendah meskipun pengaruh terhadap
lolosan tajuk tinggi karena menurut Siles et al. (2010) intersepsi hujan tidak
dihitung secara langsung dilapangan, melainkan dihitung melalui selisih antara
curah hujan terukur dengan lolosan tajuk dan aliran batang. Berdasarkan uji
signifikansi R2 taraf 5%, pada tanaman kopi naungan pisang dan kopi naungan
durian memiliki pengaruh yang signifikan antara curah hujan dengan intersepsi,
namun pada tanaman kopi naungan sengon tidak memiliki pengaruh yang
signifikan.
4.7. Limpasan Permukaan
Nilai limpasan permukaan tertinggi pada tanaman kopi naungan durian
yaitu 0,77 ± 0,18 mm (3,39% dari curah hujan), selanjutnya, pada tanaman kopi
naungan pisang yaitu 0,34 ± 0,10 mm (1,48% dari curah hujan), dan tanaman kopi
naungan sengon yaitu 0,21 ± 0,07 mm (1,01% dari curah hujan) (Tabel 12). Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga jenis naungan kopi memiliki
pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai limpasan permukaan. Berdasarkan uji
41
BNT 5% tanaman kopi naungan durian memiliki nilai yang berbeda nyata dengan
tanaman kopi naungan pisang dan kopi naungan sengon. Nilai limpasan
permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi permukaan tanah
meliputi tebal seresah, tumbuhan bawah, luas area yang terbuka, pengelolaan dsb.
Tabel 12. Rata-rata nilai limpasan permukaan pada ketiga jenis naungan
Jenis Naungan Curah Hujan (mm) Limpasan Permukaan
mm %
KP 19,43±3,92 0,34±0,10a 1,48
KS 19,43±3,92 0,21±0,07a 1,01
KD 16,97±3,10 0,77±0,18b 3,39 Keterangan: Rata-rata nilai limpasan permukaan ± SE (standart error) pada penggunaan lahan KP
(tanaman kopi naungan pisang), KS (tanaman kopi naungan sengon), dan KD
(tanaman kopi naungan durian) Angka yang didampingi huruf yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan pada uji BNT 5%
Tabel 13. Karatekteristik pada masing-masing plot pengamatan
Keterangan: KP (Tanaman kopi naungan pisang), KS (Tanaman kopi naungan sengon), KD
(Tanaman kopi naungan durian)
Tanaman kopi naungan sengon memiliki limpasan permukaan terendah.
Hal ini karena kondisi plot yang relatif datar dan terdapat banyak tumbuhan
Jenis
Naungan Kode Jumlah Tanaman
Tebal
Seresah
(mm)
Tumbuhan
bawah Pengelolaan
KP
KP1 terdapat dua tanaman, kopi
dan pisang 3,9 tidak ada Teras bangku
KP 2 terdapat dua tanaman kopi 1 tidak ada Teras bangku
KP 3 terdapat dua tanaman, kopi
dan pisang 6 tidak ada Teras bangku
KP 4 terdapat dua tanaman kopi 5,5 tidak ada Teras bangku
KP 5 terdapat dua tanaman, kopi
dan pisang 2 tidak ada Teras bangku
KS
KS 1 terdapat dua tanaman, kopi
dan sengon 3 Banyak tidak ada
KS 2 terdapat dua tanaman, kopi
dan sengon 2 Banyak tidak ada
KS 3 terdapat dua tanaman, kopi
dan sengon 2 Banyak tidak ada
KS 4 terdapat dua tanaman kopi 3 Banyak tidak ada
KS 5 terdapatdua tanaman kopi 2 Banyak tidak ada
KD
KD 1 terdapat dua tanaman, kopi
dan durian 27 tidak ada tidak ada
KD 2 terdapat dua tanaman, kopi
dan durian 11,5 tidak ada tidak ada
KD 3 terdapatdua tanaman kopi 5,5 tidak ada tidak ada
KD 4 terdapat dua tanaman, kopi
dan durian 12,4 tidak ada tidak ada
KD 5 terdapatdua tanaman kopi 4,9 tidak ada tidak ada
42
bawah (Tabel 13). Pada tanaman kopi naungan pisang, meskipun tidak ada
tumbuhan bawah namun dilakukan pengelolaan (teras bangku) sehingga nilai
limpasan permukaan lebih rendah dibandingkan kopi naungan durian. Pada
tanaman kopi naungan durian tidak terdapat tumbuhan bawah dan kondisi plot
relatif miring, sehingga memiliki nilai limpasan permukaan tertinggi meskipun
dalam plot tersebut memiliki tebal seresah yang tinggi. Bayala dan Wallace
(2015) menyatakan bahwa vegetasi penutup tanah dapat meningkatkan nilai
infiltrasi dan menurunkan nilai limpasan permukaan karena vegetasi dapat
menurunkan energi kinetik hujan sehingga mengurangi daya rusak tanah.
Nilai limpasan permukaan salah satunya dipengaruhi oleh tebal seresah.
Pada ketiga jenis naungan memiliki hubungan antara tebal seresah dengan
limpasan permukaan yang tinggi namun tidak berkorelasi secara nyata (Lampiran
4). Sesuai dengan pendapat Utomo (1988) bahwa seresah akan menghalangi air
y = -0,024x + 0,431
R² = 0,573 r = - 0.76
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0 2 4 6 8
Lim
pa
san
Per
mu
ka
an
(mm
)
Tebal Seresah (mm)
y = -0,049x + 1,378
R² = 0,666 r = - 0,82
0
0,5
1
1,5
2
0 10 20 30
Lim
pa
san
Per
mu
ka
an
(mm
)
Tebal Seresah (mm)
Gambar 15. Hubungan tebal seresah (mm) dengan rata-rata nilai limpasan permukaan
(mm) pada: (a) Tanaman kopi naungan Pisang; (b) Tanaman kopi naungan Sengon; dan
(c) Tanaman kopi naungan Durian
y = -0,086x + 0,41
R² = 0,487 r = - 0,70
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0 1 2 3 4Lim
pa
san
Per
mu
ka
an
(mm
)
Tebal Seresah (mm)
(a) (b)
(c)
43
hujan yang jatuh langsung memukul tanah sehingga mengurangi nilai limpasan
permukaan. Pengaruh tebal seresah terhadap nilai limpasan permukaan pada
tanaman kopi naungan pisang sebesar 57,3% (Gambar 24). Setiap kenaikan 1 mm
tebal seresah mengakibatkan menurunnya nilai limpasan permukaan sebesar 0,024
mm. Pada tanaman kopi naungan sengon, tebal seresah memberikan pengaruh
sebesar 48,7%. Setiap kenaikan 1 mm tebal seresah mengakibatkan menurunnya
nilai limpasan permukaan sebesar 0,086. Pada tanaman kopi naungan durian, tebal
seresah memberikan pengaruh sebesar 66,6% terhadap nilai limpasan permukaan.
Setiap kenaikan 1 mm tebal seresah mengakibatkan menurunnya nilai limpasan
permukaan sebesar 0,049. Berdasarkan uji signifikansi taraf 5% tebal seresah pada
ketiga jenis naungan tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Gambar 25. Rata-rata limpasan permukaan berdasarkan intensitas hujan pada:
KP (tanaman kopi naungan pisang); KS (tanaman kopi naungan sengon); dan KD
(tanaman kopi naungan durian). Intensitas hujan SR (Sangat ringan); R (Ringan);
S (Sedang); dan L (Lebat)
Nilai limpasan permukaan semakin meningkat dengan meningkatnya
intensitas hujan (Gambar 25). Pada intensitas hujan sangat rendah, nilai limpasan
permukaan pada ketiga jenis naungan antara 1,12% hingga 1,34%. Nilai limpasan
permukaan tersebut semakin meningkat hingga intensitas hujan lebat antara
2,21% hingga 4,20%. Hal ini terjadi karena dengan meningkatnya intensitas
hujan, infiltrasi tanah juga semakin meningkat dan pada kondisi mencapai jenuh
terjadi limpasan permukaan. Sesuai dengan pendapat Indarto (2012) ketika tanah
1,25 1,13
1,92
2,67
1,12 1,01 0,78
2,21
1,34
2,91
5,37
4,2
0
1
2
3
4
5
6
SR R S L SR R S L SR R S L
KP KS KD
Lim
pa
san
Per
mu
ka
an
(%
)
Intensitas Hujan
44
y = 0.029x - 0.050
R² = 0.776 r = 0.8812
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 20 40 60 80
Lim
pa
san
Per
mu
ka
an
(mm
)
Hujan efektif (mm)
(a)
y = 0.015x - 0.064
R² = 0.657 r = 0.8111
0
0,5
1
1,5
2
0 50 100Lim
pa
san
Per
mu
ka
an
(mm
)
Hujan efektif (mm)
(b)
y = 0.060x + 0.002
R² = 0.765 r = 0.8746
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0 20 40 60
Lim
pa
san
Per
mu
ka
an
(mm
)
Hujan efektif (mm)
(c)
jenuh air dan tidak dapat lagi menyimpan air hujan akan menjadi limpasan
permukaan, biasanya terjadi pada curah hujan dengan durasi lama. Nilai limpasan
permukaan dipengaruhi oleh banyaknya air yang sampai di permukaan tanah yang
disebut dengan curah hujan efektif. Hubungan curah hujan efektif (net
precipitation) dengan limpasan permukaan dapat dilihat pada Gambar 26.
Ketiga jenis naungan memiliki hubungan antara curah hujan efektif
dengan limpasan permukaan yang kuat dan berkorelasi nyata (Lampiran 4). Tanda
positif menunjukkan bahwa semakin tinggi curah hujan efektif, maka semakin
tinggi juga nilai limpasan permukaan. Besarnya pengaruh curah hujan efektif
terhadap nilai limpasan permukaan pada tanaman kopi naungan pisang yaitu
77,6% (R2
= 0,776). Nilai limpasan permukaan meningkat sebesar 0,029 pada
setiap kenaikan curah hujan efektif sebesar 1 mm. Besarnya pengaruh curah hujan
efektif terhadap nilai limpasan permukaan pada tanaman kopi naungan sengon
yaitu 65,7% (R2
= 0,657). Nilai limpasan permukaan meningkat sebesar 0,015 mm
Gambar 17. Hubungan curah hujan efektif (net precipitation) (mm) dengan
rata-rata nilai limpasan permukaan (mm) pada: (a) Kopi naungan Pisang; (b)
Kopi naungan Sengon; dan (c) Kopi naungan Durian
45
pada setiap kenaikan curah hujan efektif sebesar 1 mm. Besarnya pengaruh curah
hujan efektif terhadap nilai limpasan permukaan pada tanaman kopi naungan
durian yaitu 76,5% (R2
= 0,765). Nilai limpasan permukaan meningkat sebesar
0,06 mm pada setiap kenaikan curah hujan efektif sebesar 1 mm. Berdasarkan uji
signifikansi taraf 5% pada ketiga jenis naungan, curah hujan efektif memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap nilai limpasan permukaan. Sesuai pendapat
Sosrodarsono dan Takeda (1983) bahwa curah hujan mempengaruhi nilai
limpasan permukaan. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi,
maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat. Namun, pada kopi
naungan pisang dan kopi naungan sengon terdapat data pencilan (satu data yang
menyebar jauh) sehingga formulasi koefisien determinasi kurang sesuai untuk
diterapkan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan, yaitu:
1. Jenis naungan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai intersepsi
hujan. Intersepsi hujan tertinggi pada tanaman kopi naungan pisang
sebesar 6 mm (39,30%), kemudian kopi naungan durian sebesar 4,12
mm (37,26%), dan kopi naungan sengon sebesar 2,29 mm (23,97%).
2. Jenis naungan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai limpasan
permukaan. Nilai limpasan permukaan tertinggi yaitu pada kopi
naungan durian sebesar 0,77 mm (3,39%), kemudian kopi naungan
pisang sebesar 0,33 mm (1,48%), dan kopi naungan sengon sebesar
0,21 mm (1,01%).
3. Hujan efektif memberikan pengaruh terhadap nilai limpasan
permukaan dengan semakin meningkat nilai limpasan permukaan
maka nilai hujan efektif (net precipitation) juga meningkat
5.2. Saran
Perhitungan intersepsi hujan dan limpasan permukaan dapat digunakan
untuk mengevaluasi perhitungan neraca air. Sehingga untuk mendapatkan hasil
penelitian yang lebih baik perlu mengukur kondisi meteorologi lainnya seperti
kelembaban udara dan kecepatan angin. Selain itu juga perlu mengukur
karakteristik tanaman lainnya seperti LAI (Leaf Area Index), morfologi daun,
kapasitas jenuh tajuk tanaman, dan morfologi tanaman secara lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi M.T., Attarod P, Mohadjer M, Rahmani R, dan Fathi J. 2009. Partitioning
rainfall into throughfall, stemflow, and interception loss in an oriental
beech (Fagus orinetalis Lipsky) forest during the grown season.Turk J
Agric For. 33: 557-568
Aththorick, T. Alief. 2000. Pengaruh Arsitektur Pohon Model Massart dan Rauh
terhadap Aliran Batang, Curahan Tajuk, Aliran Permukaan dan Erosi di
Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Tesis. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2014. Kecamatan Dampit dalam Angka
tahun 2014. BPS Kabupaten Malang
Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2015. Kecamatan Dampit dalam Angka
tahun 2015. BPS Kabupaten Malang
Bahmani H.G., Attarod P., Bayramzadeh V., Ahmadi M.T., dan Radmehr A.
2012.Throughfall, stemflow, and rainfall Interception in a natural pure
forest of chesnut-leaved oak (Quercus castaneifolia C.A. Mey.) in the
Caspian Forest of Iran. Annalis of Forest Research. 55(2): 197-206
Basri, H., Manfarizah, dan Andi S. 2012. Intersepsi Air Hujan pada Tanaman
Kopi Rakyat di Desa Kebet, Kecamatan Bebesan, Kabupaten Aceh
Tengah.Jurnal Floratek (7) : 91-106
Bayala J. dan Wallace J.S. 2015. The Water Balance of Mixed Tree – Crop
Systems. Tree-crop Interactions, 2nd Edition: Agroforestry in a Changing
Climate (eds C.K. Ong et al.) CAB International
BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika). 2010. Kondisi Cuaca
Ekstrem dan Iklim Tahun 2010-2011. Press Release. Jakarta
Cattan, P., Bussiere, F., dan Nouvellon, A. 2007. Evidence of large rainfall
partitioning patterns by banana and impact on surface runoff generation.
Hydrological Process. 21: 2196-2205
Chairani, Susi dan Jayanti, Dewi Sri.2013. Intersepsi Curah Hujan pada Tegakan
Pohon Pinus (Casuarina cunninghamia). Rona Teknik Pertanian 6 (1): 411
Dharmawan, I Wayan Eka dan Pramudji. 2014. Panduan Monitoring Status
Ekosistem Mangrove. PT Sarana Komunikasi Utama. Bogor
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017.
Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta
48
Easton, Z.M dan B. Emily. 2015. Hydrology Basics and The Hydrology Cycle.
Virgina Tech. Virginia State University
Gurav M., Sachin Kumar M.D., Kushalappa C.G., Philippe Vaast. 2012.
Throughfall and Interception Loss in Relation to Different Canopy Levels
of Coffee Agroforestry Systems. International Journal of Environmental
Sciences. 1(3): 145-199
Indarto. 2012. Hidrologi: Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.
Bumi Aksara. Jakarta
Irmas, Febriansyah. 2010. Intersepsi Aliran Batang dan Lolosan Tajuk pada
Berbagai Jenis Pohon di Univesitas Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Lampung
IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2007. Climate Change 2007:
The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the
Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate
Change. Cambrifge University Press, Cambridge, United Kingdom and
New York, USA
Jimenez, O.F dan Lhomme, J.P. 1994.Rainfall interception and radiation regime
in a plantation canopy. Fruits. 49: 133-139
Kariadinata, Rahayu dan Maman Abdurahman. 2012. Dasar-dasar Statistika
Pendidikan. Pustaka Setia. Bandung
Kelompok Tani Harapan. 2014. Budidaya Kopi Robusta Standar Ekspor. BKP3
Kab. Malang. Distanbun Kab. Malang
Klamerus, Anna dan Iwan. 2014. Different views on tree interception process and
its determinants. Forest Research Paper. 75(3): 291-300
Lakitan, Benyamin. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada.
Jakarta
Lee, Richard. 1990. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Liu G, Du S, Peng S, dan Wang G. 2013. Rainfall Interception in two contrasting
forest types in the Mount Gongga area of Eastern Tibet, China. Journal of
Waste water Treatment & Aanalysis. 4(4): 1-6
Martiningsih, Suryana I Made dan Sutiadipraja Nandar. 2015. Analisa Vegetasi
Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya (Tahura) Bali. Agrimeta. 5(9): 28
Montarcih, Lily L. 2010. Hidrologi Teknik Dasar. CV. Citra Malang. Malang
49
Naimah, L.I., Ruslan W, dan Bambang R. 2008. Pola Intersepsi Tanaman Kopi
Skala Laboratorium menggunakan Simulator Hujan dengan Intensitas
Hujan Sedang-Deras. J. Teknologi Pertanian 9(3): 181-189
Prastowo, Bambang., Elna K., Rubijo., Siswanto., Chandra I., Joni M. 2010.
Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Bogor
Prijono, Sugeng. 2009. Agrohidrologi Praktis. Lembaga Cakrawala Indonesia.
Malang
Prihantono. 2016. Peta Distribusi Kopi di Dampit. Badan Ketahanan Pangan dan
Pelaksana Penyuluhan Kecamatan Dampit. Kabupaten Malang
Pudjiharta.2008. Pengaruh Pengelolaan Hutan pada Hidrologi. Info Hutan 5 (2):
141-150
Puslitkoka. 2006. Pedoman Teknis Tanaman Kopi. Jember
Rao, A. S. 1986. Interception Losses of Rainfall from Chasew Trees. Journal of
Hydrology.
Rauf, A., Pawitan H, June T, Kusmana C, dan Gravenhorst G. Intersepsi Hujan
dan Pengaruhnya terhadap Pemindahan Energi dan Massa pada Hutan
Tropika Basah “Studi Kasus Taman Nasional Lore Lindu”. Jurnal
Agroland 15 (3) : 166-174
RPMJ. 2016. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Malang Tahun 2016 – 2021. Pemerintahan Kabupaten Malang
Seyhan, Ersin. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Siles, Pablo., Philippe Vaast, Erwin Dreyer, Jean-Michel Harmand. 2010. Rainfall
Partitioning into Throughfall, Stemflow and Interception Loss in a Coffee
(Coffea Arabica L.) Monoculture Compared to an Agroforestry System
with Inga Densiflora. Journal of Hydrology 395: 39-48
Silva, Cantu Israel dan Okumura Takenobu. 1996. Rainfall Partitioning in a
Mixed White Oak Forest with Dwarf Bamboo Undergrowth. Journal of
Environmental Hydrology (4).
Slamet, Bejo. 2015. Intersepsi dan aliran permukaan pada transformasi hutan
hujan tropika dataran rendah jambi. Disertasi. Institut Pertanian Bogor
Soemarto. 1986. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya
Sosrodarsono, Suyono dan Takeda Kensaku. 1983. Hidrologi untuk Pengairan.
Pradnya Paramita. Jakarta
50
Subarkah, Iman. 1978. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea Dharma.
Bandung
Supangat, A. B., Putu Sudira, Haryono Supriyo, Erny Poedjirahajoe. 2012. Studi
Intersepsi Hujan pada Hutan Tanaman Eucalyptus pellita di Riau. Agritech
32(1): 319
Supriadi, Handi. 2014. Budidaya tanaman kopi untuk adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim. Perspektif 13(1): 35-52
Utomo, Wani Hadi. 1998. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang. Malang
Venkatraman, Kartik dan Ashwath Nanjappa. 2016. Canopy Rainfall Intercepted
by Nineteen Tree Species Grown on Phytocappeed Landfill. 2016.
International Journal of Waste Resources. 6(2): 1-6
Zabret, Katarina., Joze Rakovec dan Mojca Sraj. 2018. Influence of meteorogical
variables on rainfall partitioning deciduous and coniferous tree species in
urban area. Journal of Hydrology. 558: 29-41
Zhang, Y-feng., Xin-pin Wang., Rui Hu dan Yan-xia Pan. 2016. Throughfall and
its spatial variability beneath xerophytic shrub can within water-limited
arid desert ecosystems. Journal of Hydrology. 539: 406-416
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Distribusi Lahan Kopi Kecamatan Dampit
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PELAKSANA PENYULUHAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI PENYULUHAN
KECAMATAN DAMPIT Jalan Ngurawan 577 Dampit-Malang 65181 Telp. (0341)897588
2016
Dampit District – Malang Regency
North
= Farmer’s Coffee Area
= Road
Prihantono
52
Lampiran 2. Sususan Pengurus Kelompok Tani Tisno Manunggal
KELOMPOK TANI
TRISNO MANUNGGAL Sekretariat : Dusun Amadanom Tengah RT. 06 RW. 02 Desa Amadanom
Dampit – Malang 65181
SUSUNAN PENGURUS
PERIODE 2017-2020
Ketua Kelompok
TADJI KUSTONO
Pelindung/Penasihat:
Kepala Desa Amadanom
SARIMIN
TADJI KUSTONO
Ketua
JAJANG SALMET S, SP
PPL Wilbin
SUDARMO PRASETYO
Mantri Tani
Pengawas
SUPADI
LILIK SUSTIANI
Sekretaris
WASIYAT
Bendahara
DEBI KUSWOYO
Sie. Sarpas
UKI SANTOSA
Sie. Humas
DARMAWAN
Sie. Pembantu Umum
ANGGOTA
53
Lampiran 3. Tabel Analisis Ragam (Anova), uji lanjut BNT dan uji signifikansi
Tabel 1. Analisis ragam data lolosan curah hujan efektif (net precipitation)
SK Db JK KT F
hitung
F table P
5 % 1 %
Perlakuan 2 54,07 27,03 25,09 ** 4,46 8,65 0,0004
Ulangan 4 1,62 0,41 0,38 tn 3,84 7,01 0,8193
Galat 8 8,62 1,08
Total 14 64,31 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn
(tidak berbeda nyata)
Tabel 2. Analisis ragam data lolosan tajuk (throughfall)
SK Db JK KT F
hitung
F table P
5 % 1 %
Perlakuan 2 51,54 25,77 29,82 ** 4,46 8,65 0,0002
Ulangan 4 1,36 0,34 0,39 tn 3,84 7,01 0,8073
Galat 8 6,91 0,86
Total 14 59,82 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn
(tidak berbeda nyata)
Tabel 3. Analisis ragam data aliran batang (stemflow)
SK db JK KT F
hitung
F table P
5 % 1 %
Perlakuan 2 0,22 0,11 20,32 ** 4,46 8,65 0,0007
Ulangan 4 0,02 0,01 0,99 tn 3,84 7,01 0,4631
Galat 8 0,04 0,01
Total 14 0,28 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn
(tidak berbeda nyata)
Tabel 4. Analisis ragam data intersepsi
SK db JK KT F
hitung
F tabel P
5 % 1 %
Perlakuan 2 17,15 8,57 63,64 ** 4,46 8,65 1,27 x10-5
Ulangan 4 0,41 0,10 0,75 tn 3,84 7,01 0,4631
Galat 8 1,08 0,13
Total 14 18,63 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn
(tidak berbeda nyata)
54
Tabel 5. Analisis ragam data limpasan permukaan
SK db JK KT F
hitung
F table P
5 % 1 %
Perlakuan 2 0,88 0,44 4,65 * 4,46 8,65 0,05
Ulangan 4 0,44 0,11 1,16 tn 3,84 7,01 0,39
Galat 8 0,75 0,09
Total 14 2,07 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn
(tidak berbeda nyata)
Tabel 6. Uji Lanjut terhadap curah hujan efektif, lolosan tajuk, aliran batang,
intersepsi, dan limpasan permukaan
Jenis
Naungan
Curah hujan
efektif
Lolosan
tajuk
Aliran
batang Intersepsi
Limpasan
permukaan
……………..mm ……………. KP 13,43 a 13,24 a 0,76 c 6,00 c 0,34 a
KS 17,13 b 17,02 b 0,44 b 2,29 a 0,21 a
KD 12,85 a 12,95 a 0,05 a 4,12 b 0,77 b
BNT 5% 1,22 1,09 0,09 0,43 0,36 Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama secara vertikal tidak berbeda nyata berdasarkan
uji BNT 5%
Tabel 7. Interpretasi korelasi (Abdurahman dan Kariadinata, 2012)
Positif Negatif Keterangan
0,800 < rxy ≤ 1 −0,200 < rxy ≤ 0 sangat tinggi
0,600 < rxy ≤ 0,800 −0,400 < rxy ≤ −0,200 Tinggi
0,400 < rxy ≤ 0,600 −0,600 < rxy ≤ −0,400 Cukup
0,200 < rxy ≤ 0,400 −0,800 < rxy ≤ −0,600 Rendah
0 < rxy ≤ 0,200 −1 < rxy ≤ −0,800 sangat rendah
Tabel 8. Uji Siginfikansi R2 antara curah hujan dengan lolosan tajuk
Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan
Kopi naungan pisang 36,26 2,09 ada pengaruh signifikan
Kopi naungan sengon 57,56 2,09 ada pengaruh signifikan
Kopi naungan durian 42,42 2,09 ada pengaruh signifikan
55
Tabel 9. Uji Siginfikansi R2 antara luas bidang dasar dengan aliran batang
Tanaman T hitung T tabel Keterangan
Pisang 11,14 12,71 Tidak ada pengaruh signifikan
Sengon 0,87 12,71 Tidak ada pengaruh signifikan
Durian 1,53 12,71 Tidak ada pengaruh signifikan
Kopi 1,24 12,71 Tidak ada pengaruh signifikan
Tabel 10. Uji Siginfikansi R2 antara curah hujan dengan aliran batang
Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan
Kopi naungan pisang 8,94 2,09 ada pengaruh signifikan
Kopi naungan sengon 5,53 2,09 ada pengaruh signifikan
Kopi naungan durian 9,81 2,09 ada pengaruh signifikan
Tabel 11. Uji Siginfikansi R2 antara curah hujan dengan intersepsi
Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan
Kopi naungan pisang 12,41 2,09 ada pengaruh signifikan
Kopi naungan sengon 1,63 2,09 Tidak ada pengaruh signifikan
Kopi naungan durian 8,21 2,09 ada pengaruh signifikan
Tabel 12. Uji Siginfikansi R2 antara tebal seresah dengan limpasan permukaan
Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan
Kopi naungan pisang 2,01 4,30 ada pengaruh signifikan
Kopi naungan sengon 1,69 4,30 ada pengaruh signifikan
Kopi naungan durian 2,46 4,30 ada pengaruh signifikan
Tabel 13. Uji Siginfikansi R2 antara curah hujan efektif dengan limpasan
permukaan
Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan
Kopi naungan pisang 8,33 2,09 ada pengaruh signifikan
Kopi naungan sengon 6,19 2,09 ada pengaruh signifikan
Kopi naungan durian 8,41 2,09 ada pengaruh signifikan
56
Lampiran 4. Uji signifikan korelasi (r)
Korelasi db r hitung r tabel Keterangan
Kerapatan tanaman dengan
lolosan tajuk
13 -0,282 0,514
Tidak berkorelasi
nyata
Curah hujan terukur dengan
lolosan tajuk (KP)
20 0,993 0,423 Korelasi nyata
Curah hujan terukur dengan
lolosan tajuk (KS)
20 0,997 0,423 Korelasi nyata
Curah hujan terukur dengan
lolosan tajuk (KD)
20 0,995 0,423 Korelasi nyata
LBD per individu dengan
aliran batang (pisang)
1 0,996 0,997
Tidak berkorelasi
nyata
LBD per individu dengan
aliran batang (sengon)
1 0,656 0,997
Tidak berkorelasi
nyata
LBD per individu dengan
aliran batang (durian)
1 0,837 0,997
Tidak berkorelasi
nyata
LBD per individu dengan
aliran batang (kopi)
13 0,778 0,514 Korelasi nyata
LBD total dengan aliran
batang
13 0,354 0,514
Tidak berkorelasi
nyata
Curah hujan terukur dengan
aliran batang (KP)
20 0,862 0,423 Korelasi nyata
Curah hujan terukur dengan
aliran batang (KS)
20 0,770 0,423 Korelasi nyata
Curah hujan terukur dengan
aliran batang (KD)
20 0,877 0,423 Korelasi nyata
Curah hujan terukur dengan
intersepsi (KP)
20 0,941 0,423 Korelasi nyata
Curah hujan terukur dengan
intersepsi (KS)
20 0,342 0,423
Tidak berkorelasi
nyata
Curah hujan terukur dengan
intersepsi (KD)
20 0,879 0,423 Korelasi nyata
Tebal seresah dengan
limpasan permukaan (KP)
3 -0,76 0,878
Tidak berkorelasi
nyata
Tebal seresah dengan
limpasan permukaan (KS)
3 -0,70 0,878
Tidak berkorelasi
nyata
Tebal seresah dengan
limpasan permukaan (KD)
3 -0,782 0,878
Tidak berkorelasi
nyata
Curah hujan terukur dengan
limpasan permukaan (KP)
20 0,881 0,423 Korelasi nyata
Curah hujan terukur dengan
limpasan permukaan (KS)
20 0,811 0,423 Korelasi nyata
Curah hujan terukur dengan
limpasan permukaan (KD)
20 0,765 0,423 Korelasi nyata
Keterangan: KP (Kopi naungan pisang), KS (Kopi naungan sengon), KD (Kopi naungan durian),
LBD (Luas bidang dasar)
57
Lampiran 5. Perhitungan persentase tutupan lahan mengunakan metode
Hemyspherical photography
Tabel 14. Persentase tutupan lahan pada kopi naungan pisang menggunakan
metode Hemyspherical photography
Ulangan P255 SP Tutupan Lahan (%)
1 4904839 5992704 81,85
2 4730167 5992704 78,93
3 4941083 5992704 82,45
4 4655092 5992704 77,68
Rata-rata 80,23 Keterangan: P255 (jumlah pixel yang bernilai 255), SP (jumlah seluruh pixel)
Tabel 15. Persentase tutupan lahan pada kopi naungan sengon menggunakan
metode Hemyspherical photography
Ulangan P255 SP Tutupan Lahan (%)
1 3756780 5992704 62,69
2 4064836 5992704 67,83
3 4334811 5992704 72,33
4 3940952 5992704 65,76
Rata-rata 67,15 Keterangan: P255 (jumlah pixel yang bernilai 255), SP (jumlah seluruh pixel)
Tabel 16. Persentase tutupan lahan pada kopi naungan durian menggunakan
metode Hemyspherical photography
Ulangan P255 SP Tutupan Lahan (%)
1 5038517 5992704 84,08
2 5018389 5992704 83,74
3 4603738 5992704 76,82
4 4903474 5992704 81,82
Rata-rata 81,62 Keterangan: P255 (jumlah pixel yang bernilai 255), SP (jumlah seluruh pixel)
58
Lampiran 6. Dokumentasi kegiatan
Gambar 1. Pemasangan alat lolosan tajuk
Gambar 2. Pembuatan plot limpasan permukaan
Gambar 3. Plot limpasan permukaan pada kopi
naungan durian
Gambar 4. Plot limpasan permukaan pada kopi
naungan sengon
Gambar 5. Plot limpasan permukaan pada kopi
naungan sengon
Gambar 6. Plot seresah
Gambar 7. Pengukuran aliran batang
Gambar 8. Pemasangan alat aliran batang