8
Interpretasi III. Interpretasi Dalam menentukan sebuah besaran tertentu dari anomali Bouguer yang telah diperoleh, perlu adanya proses lanjutan yaitu interpretasi terhadap data tersebut. Interpretasi gayaberat secara umum dibedakan menjadi dua yaitu interpretasi kualitatif dan kuantitatif a. Interpretasi Kualitatif Interpretasi kualitatif dilakukan dengan mengamati data gayaberat berupa anomali Bouguer. Anomali tersebut akan memberikan hasil secara global yang masih mempunyai anomali regional dan residual. Hasil interpretasi dapat menafsirkan pengaruh anomali terhadap bentuk benda, tetapi tidak sampai memperoleh besaran matematisnya. Misal pada peta kontur anomali Bouguer diperoleh bentuk kontur tertutup maka dapat ditafsirkan sebagai struktur batuan berupa lipatan (sinklin atau antiklin). Dengan interpretasi ini dapat dilihat arah penyebaran anomali atau nilai anomali yang dihasilkan. b. Interpretasi Kuantitatif Interpretasi kuantitatif dilakukan untuk memahami lebih dalam hasil interpretasi kualitatif dengan membuat penampang gayaberat pada peta kontur anomali. Teknik interpretasi kuantitatif mengasumsikan distribusi rapat massa dan menghitung efek gayaberat kemudian membandingkan dengan gayaberat yang diamati. Interpretasi kuantitatif pada penelitian ini adalah analisis model bawah permukaan dari suatu penampang anomali Bouguer dengan menggunakan metoda poligon yang diciptakan oleh Talwani. Metoda tersebut telah dibuat pada software GRAV2DC. Metoda yang digunakan dalam pemodelan gayaberat secara umum dibedakan kedalam dua cara, yaitu pemodelan ke depan (forward modelling) dan inversi (inverse modelling). Prinsip umum kedua pemodelan ini adalah meminimumkan selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan, melalui metoda kuadrat terkecil (least square), teknik matematika tertentu, baik linier atau non linier dan menerapkan batasan–batasan untuk mengurangi

Interpret as i

Embed Size (px)

DESCRIPTION

InterpretasiIII. InterpretasiDalam menentukan sebuah besaran tertentu dari anomali Bouguer yang telah diperoleh, perlu adanya proses lanjutan yaitu interpretasi terhadap data tersebut. Interpretasi gayaberat secara umum dibedakan menjadi dua yaitu interpretasi kualitatif dan kuantitatifa. Interpretasi Kualitatif

Citation preview

Page 1: Interpret as i

Interpretasi

III. Interpretasi

Dalam menentukan sebuah besaran tertentu dari anomali Bouguer yang telah diperoleh, perlu adanya proses lanjutan yaitu interpretasi terhadap data tersebut.  Interpretasi gayaberat secara umum dibedakan menjadi dua yaitu interpretasi kualitatif dan kuantitatif

a.  Interpretasi Kualitatif

Interpretasi kualitatif dilakukan dengan mengamati data gayaberat berupa anomali Bouguer.  Anomali tersebut akan memberikan hasil secara global yang masih mempunyai anomali regional dan residual.  Hasil interpretasi dapat menafsirkan pengaruh anomali terhadap bentuk benda, tetapi tidak sampai memperoleh besaran matematisnya.  Misal pada peta kontur anomali Bouguer diperoleh bentuk kontur tertutup maka dapat ditafsirkan sebagai struktur batuan berupa lipatan (sinklin atau antiklin).  Dengan interpretasi ini dapat dilihat arah penyebaran anomali atau nilai anomali yang dihasilkan.

b.  Interpretasi Kuantitatif

Interpretasi kuantitatif dilakukan untuk memahami lebih dalam hasil interpretasi kualitatif dengan membuat penampang gayaberat pada peta kontur anomali.  Teknik interpretasi kuantitatif mengasumsikan distribusi rapat massa dan menghitung efek gayaberat kemudian membandingkan dengan gayaberat yang diamati.  Interpretasi kuantitatif pada penelitian ini adalah analisis model bawah permukaan dari suatu penampang anomali Bouguer dengan menggunakan metoda poligon yang diciptakan oleh Talwani.  Metoda tersebut telah dibuat pada software GRAV2DC.

Metoda yang digunakan dalam pemodelan gayaberat secara umum dibedakan kedalam dua cara, yaitu pemodelan ke depan (forward modelling) dan inversi (inverse modelling).  Prinsip umum kedua pemodelan ini adalah meminimumkan selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan, melalui metoda kuadrat terkecil (least square), teknik matematika tertentu, baik linier atau non linier dan menerapkan batasan–batasan untuk mengurangi ambiguitas.  Menurut (Talwani, 1959), pemodelan ke depan untuk menghitung efek gayaberat model benda bawah permukaan dengan penampang berbentuk sembarang yang dapat diwakili oleh suatu poligon bersisi-  dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi poligon :

Page 2: Interpret as i

Sumber: http://geofisika.upnyk.ac.id/?page_id=192

JURNAL: INTERPRETASI SESAR MATANO BERDASARKAN PEMODELAN TOPOGRAFI DAN ANOMALI GAYA BERAT MENGGUNAKAN METODE

FILTERING MATRIKS ELKINS

Admiral Musa Julius 1

Page 3: Interpret as i

1Jurusan Geofisika, Akademi Meteorologi dan Geofisika

ABSTRAK

Aplikasi pada bidang geofisika berupa pengukuran gravitasi yang dilakukan di lapangan dalam jangka waktu tertentu, memiliki tujuan untuk mendeteksi perubahan kondisi bawah permukaan bumi. Pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau di Indonesia yang berada pada zona pertemuan antara tiga lempeng besar: lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia. Perkembangan tektoniknya yang berlangsung sejak zaman Tersier hingga sekarang membuat Pulau Sulawesi merupakan daerah teraktif di Indonesia. Hal ini menyebabkan Pulau Sulawesi mempunyai fenomena geologi yang kompleks dan rumit, sehingga banyak terdapat patahan-patahan besar yang aktif. Untuk mengetahui keberadaan struktur patahan di bawah permukaan, dilakukan analisis data gayaberat. Dalam hal ini dilakukan analisa pemisahan anomali residual nilai gravitasi yang diukur di sekitar wilayah sesar Matano, dengan koordinat batas penelitian dari koordinat lintang 2°LS – 2.75°LS dan koordinat bujur dari 121°BT – 122°BT, dengan filtering dengan matriks Elkins Pengolahan data memperlihatkan bahwa, daerah Sulawesi tengah dan selatan teridentifikasi jelas adanya sesar Matano. Tidak hanya melalui data anomaly gaya berat, posisi sesar juga bisa diamati melalui pemodelan data elevasiatau topografi.

Kata Kunci : Bouguer Anomaly, Topografi, Matriks Elkins.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gravitasi merupakan salah satu cabang ilmu Geofisika. Indikasi adanya gravitasi adalah bila suatu benda dijatuhkan dari ketinggian tertentu maka benda itu akan selalu jatuh ke bawah. Fenomena gravitasi dapat diterangkan dengan menggunakan sifat-sifat fisis dan dibantu dengan beberapa disiplin ilmu.

Metode gravitasi merupakan metode untuk mengukur gaya yang disebabkan oleh tarikan massa didalam bumi. Metode gravitasi didasarkan pada variasi-variasi kecil percepatan gravitasi yang diukur dipermukaan tergantung dari ketidakteraturan batuan yang berbeda berat jenisnya pada kedalaman yang dangkal di kulit bumi, letak geografis, ketinggian yang berbeda -beda, adanya variasi rapat massa dan pengaruh benda -benda langit. Pengaruh variasi –variasi kecil percepatan gravitasi perlu dikoreksi untuk memperoleh anomali gravitasi. Interpretasi data anomali gravitasi digunakan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan keadaan dan letak batuan yang tersembunyi dibawah permukaan, sehingga dapat memberi jawaban terhadap masalah seperti identifikasi patahan, melokalisir sumber daya air, energi, dan mineral yang akhir-akhir ini sangat dibutuhkan.

Wilayah Sulawesi dipercaya merupakan wilayah yang kompleks mengenai tatanan tektoniknya. Contohnya, bagian utara pulau Sulawesi tersusun dari beberapa lempeng mikro yang saling mendesak dan cenderung membentuk rotasi pada beberapa bloknya. Didesak oleh lempeng makro di sekitarnya, blok-blok yang dinamis ini kerap mengalami gempabumi besar dan berpotensi terjadi tsunami. Bagi beberapa ilmuwan, Wilayah Sulawesi tidak hanya menarik sebagai objek penelitian karena mempunyai himpunan bebatuan dari segala jenis dan tingkatan umur yang kompleks, mempunyai beberapa sumber daya alam yang melimpah, tetapi juga mempunyai kondisi kegempaan yang sangat fenomenal. Sebagai tahap

Page 4: Interpret as i

pendahuluan dilakukan interpretasi data anomali gravitasi daerah Sulawesi tengah dan Sulawesi tenggara untuk identifikasi patahan di daerah tersebut.

Berikut ini tampilan kenampakan sesar di Sulawesi:

1.21.2 Permasalahan

Wilayah Indonesia bagian timur merupakan zona geodinamika yang kompleks sebagai akibat dari tumbukan dan konvergensi tiga lempeng utama yang ada di bumi kita (triple junction), yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Australia, dan Lempeng Pasifik. Pada level micro plate yang lebih detail lagi kita dapat melihat adanya tumbukan antara blok sunda bagian tenggara dengan blok sula yang membentuk pulau Sulawesi sekarang ini. Akomodasi tumbukan diantaranya adalah Sesar Palu Koro pada batas barat daya, Sesar Matano pada batas selatan, dan subduksi di bawah lengan utara Sulawesi (Palung Sulawesi) pada batas utara. Aktivitas tektonik regional ini menyebabkan terjadinya berbagai bahaya dan bencana alam seperti fenomena gempa bumi, erupsi vulkanik, tsunami, dan longsoran tanah yang merupakan fenomena destruktif bagi kehidupan manusia.

Menurut data yang diunduh dari usgs.gov, gempa yang dihasilkan dari sesar matano menunjukkan jumlah yang signifikan. Berikut data gempa yang tercatat di usgs.gov.

Data Episenter Wilayah Sesar Matano (LINTANG 20LS-2.750LS ; BUJUR 1210BT-1220BT)

Page 5: Interpret as i

Mengurangi Ambiguitas Dalam Pemodelan Gaya Berat Untuk Geologiawan

B Setyanta / 20 January 2012

Share Delicious Digg Stumble Upon Facebook twitter

Model geologi bawah permukaan hasil interpretasi anomali gayaberat memberikan hasil yang tidak unik yaitu untuk satu penampang anomali gayaberat dapat memberikan hasil yang bermacam-macam (sifat ambiguity). Sifat ambiguitas ini terjadi untuk semua metode medan potensial, yang digunakan pada hampir semua metode geofisika, termasuk pada metode gaya berat di mana model yang bermacam-macam memiliki atau berasal dari kurva dan pola data yang sama. Hal ini terjadi karena sifat integralisasi dari gravitasi itu sendiri hal ini dapat dibuktikan bahwa dari suatu kurva anomaly dapat diinterpretasikan menjadi bermacam-macam model tanpa merubah kurvanya.

Untuk mengurangi ambiguitas dari hasil interpretasi anomaly gayaberat maka seorang geologiawan dapat melakukan beberapa analisa seperti : melakukan koreksi rapat massa latar (back ground density), penentuan kedalarnan benda dengan analisa panjang gelombang (analisis spectrum), analisa frekuensi teknik gradient vertical, teknik gradient horizontal, semuanya bersifat matematik. Disamping itu ambiguitas juga dapat dikurangi dengan teknik non matematik yang meliputi pengkorelasian dengan data geologi, data bor, data geomagnet, kegempaan dan pengetahuan kontruksi tektonik daerah yang bersangkutan sebagai acuan.

Mengurangi ambiguitas dengan membuat penampang rapat massa untuk menentukan back ground density yang tepat dalam reduksi gaya berat menggunakan metoda Nettleton (1976, dalam Sobari & Setyanta, 1995) telah diterapkan pada penelitian gaya berat Cekungan Sulawesi Selatan (Sobari & Setyanta, 1995,). Hasil perhitungan pada penampang menunjukkan bahwa rapat massa rata-rata yang paling tepat adalah 2, I gr/cc bukan 2,67 gr/cc yang selama ini digunakan dalam reduksi gaya berat pada umumnya (Gambar 2). Metoda Nettleton 1976 ini juga diterapakan di BlokBabo, Papua oleh Untung, dkk. (1992) yang menghasilkan reduksi rapat massa sebesar 2,4 gr/cc untuk daerah tersebut. Penampang gaya berat bawah permukaan yang dihasilkan ternyata lebih mencerminkan kondisi geologinya. Hal serupa juga dilakukan oleh Sudarman (1976) dalam penyelidikan panas bumi di Bali dengan menggunakan back ground density sebesar 2,3 gr/cc dalam perhitungan reduksinya.

Mengurangi ambiguitas dalam interpretasi geologi bawah permukaan juga dapat dilakukan dengan metoda analisa panjang gelombang (analisa spektrum). Di daerah Muara Wabau, Kalimantan, yang miskin data geologi, metoda ini menghasilkan estimasi ketebalan batuan Tersier 0,51 km dan ketebalan batuan PraTersier 4,2 km, yang dialasi oleh Kerak Kontinen Granitan (Setyanta & Setiadi, 2006, Gambar 3). Sedangkan dalam penentuan jenis sesar, secara matematik Telford, dkk. (1976) telah membuat model lengkung anomaly sebagai acuan yang dapat digunakan dalam interpretasi adanya sesar naik di daerah Beoga, Papua (Setyanta & Widijono, 2009, Gambar 4). Keberadaan sesar dalam model penampang juga

Page 6: Interpret as i

dapat didukung oleh data kegempaan, di mana mekanisme vocal gempa dapat menentukan jenis sesar yang menjadi sumber gempa. Model semacam ini terlihat pada penampang geologi bawah perrnukaan hasil analisis gaya berat dan kegempaan daerah Cekungan Aru memperlihatkan struktur graben (Setyanta, 2010, Garnbar 5).

Data bor yang dilewati penampang gaya berat adalah konstrain yang paling bagus dalam mengunci ketebalan suatu lapisan pada model penampang sehingga ketebalan maupun jenis batuan secara dua dimensi tidak menyimpang. Sebagai contoh pembuatan penampang geologi bawah perrnukaan daerah Teluk Bone, Sulawesi, yang dipandu oleh data borBBA-IX memperlihatkan ketebalan batuan sediment Tersier maksimum sekitar 3800 meter dan minimum 900 meter (Siagian & Widijono, 2009, Gambar6).

Penggunaan data geomagnet pada pembuatan model gaya berat membantu memisahkan antara dua lapisan yang mempunyai rapat massa hampir sama tetapi kerentanan magnetnya kontras seperti antara lapisan batuan vulkanik yang kerentanan magnetnya relatip lebih tinggi dengan lapisan batulempung. Data geomagnet juga dapat dipakai untuk menentukan arah perlapisan . Penggunaan data geomagnet ini terbukti menghasilkan model penampang bawah permukaan yang dapat memperlihatkan batuan vulkanik yang tertutup oleh endapan alluvial di daerah Merauke (Tim Airborne Papua, 2011). Hal ini dilakukan karena kedua lapisan batuan tersebut mempunyai rapat massa yang hampir sama sehingga dalam model gaya berat susah dipisahkan. Di daerah Pegunungan Meratus yang tektoniknya cukup komplek data geolamgnet membantu memperkirakan arah penunjaman yaitu ke arab utara-timur (Setyanta & Setiadi, 2006)

Namun demikian pengetahuan geologi secara umum daerah penelitian adalah hal terpenting untuk mengurangi ambiguitas dalam interpretasi di samping pemahaman kaidah-kaidah mengenai gaya berat. Keadaan tersebut muncul manakala terjadi perbedaan antara interpretasi geologi dan interpretasi gaya berat mengenai sesuatu hal. Sebagai contoh mengenai Kepulauan Mayu di Laut Maluku, menurut interpretasi geologi kepulauan tersebut terbentuk oleh pematang basaltic kerak samudera namun dari nilai anomaly gaya berat belum mencerminkan suatu refleksi dari kerak samudera karena hanya sekitar 65 mGal, kemungkinan hanya fragmen-fragmen ofiolit yang terangkat atau sebab lain (Setyana & Setiadi, 2011).

http://psg.bgl.esdm.go.id/geosains/234-mengurangi-ambiguitas-dalam-pemodelan-gaya-berat-untuk-geologiawan