10
Pembangunan kesejahteraan sosial memiliki 2 pendekatan dasar yakni developmental dan residual. Pendekatan developmental menempatkan kelompok masyarakat yang dibantu sebagai pihak yang harus diberdayakan dengan sumber daya dan upaya yang dimilikinya sendiri. Sementara pendekatan residual beranggapan bahwa kelompok masyarakat yang perlu dibantu harus diberikan pelayanan secara optimal karena adanya keterbatasan tertentu. Untuk para penyandang disabilitas pendekatan yang digunakan adalah residual, yang difokuskan pada pelaksanaan bantuan sosial, rehabilitasi sosial dan jaminan sosial bagi individu, rumah tangga dan ko- munitas sebagaimana kelompok Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas dilak- sanakan melalui rehabilitasi dalam panti maupun di luar panti. INKLUSIFITAS UNTUK KESEJAHTERAAN PENYANDANG DISABILITAS UU No.8/2016 tentang Penyandang Disabilitas merupakan bentuk perlindungan negara terhadap para penyandang disabilitas. Pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas bertujuan antara lain mewujud- kan taraf kehidupan penyandang disabilitas yang lebih berkualitas, adil, dan sejahtera secara lahir dan batin. Pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tahun 2014 - 2018 BULETIN SNKI September 2018 | Edisi VIII 1 Hak penyandang disabilitas diantaranya ialah terpenuhinya kesejahteraan sosial. Kondisi kesejahteraan sosial yang harus terpenuhi untuk penyandang disabilitas meliputi hak rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pember- dayaan sosial dan perlindungan sosial. Menurut pasal 9 UU No.8/2016 secara jelas membahas tentang hak keadilan dan perlindungan hukum untuk penyandang disabilitas yang diantaranya meliputi hak untuk mengendalikan masalah keuangan atau menun- juk orang untuk mewakili kepentingannya dalam urusan keuangan; serta memperoleh akses terhadap pelayanan jasa perbankan dan non perbankan. Hal ini sejalan dengan sasaran keuangan inklusif se- bagaimana disebutkan pada Perpres No.82/2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang mencakup salah satunya adalah Kelompok Masyarakat Penyandang Ma- salah Kesejahteraan Sosial (PMKS), dimana penyandang disabilitas termasuk salah satu di dalamnya. Secara sosiologis, kelompok penyandang disabilitas me- mang tersegregasi secara eksklusif karena kondisi keter- batasan yang mereka miliki. Oleh karena itu, kondisi ter- marjinalkan inilah yang perlu menjadi alasan memperkuat inklusifitas untuk penyandang disabilitas di semua sektor, terutama sektor keuangan yang menjadi salah satu indi- kasi kesejahteraan. Kedepannya, arah kebijakan dan strategi peningkatan kesejahteraan sosial untuk penyandang disabilitas, meli- puti upaya untuk: (1) meningkatkan sosialisasi dan advo- kasi terhadap peraturan dan kebijakan untuk mendukung layanan publik dan program yang lebih inklusif, seperti sosialisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan yang berpihak terhadap penyandang disabilitas kepada instansi pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah; dan (2) menyusun regulasi turunan dari UU No. 8/2016 ten- tang Penyandang Disabilitas khususnya dalam pemenu- han kebutuhan dasar mereka. (yhs/rhl) Sumber Gambar : Kementrian Sosial (2018) Catatan : *) Sampai dengan Juni 2018 Buletin SNKI September 2018

INKLUSIFITAS UNTUK KESEJAHTERAAN PENYANDANG …snki.ekon.go.id/wp-content/uploads/2018/10/Buletin-SNKI-Edisi-VIII... · Industri sektor jasa keuangan saat ini telah berkem- bang dan

  • Upload
    hakien

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pembangunan kesejahteraan sosial memiliki 2 pendekatan dasar yakni developmental dan residual. Pendekatan developmental menempatkan kelompok masyarakat yang dibantu sebagai pihak yang harus diberdayakan dengan sumber daya dan upaya yang dimilikinya sendiri. Sementara pendekatan residual beranggapan bahwa kelompok masyarakat yang perlu dibantu harus diberikan pelayanan secara optimal karena adanya keterbatasan tertentu.

Untuk para penyandang disabilitas pendekatan yang digunakan adalah residual, yang difokuskan pada pelaksanaan bantuan sosial, rehabilitasi sosial dan jaminan sosial bagi individu, rumah tangga dan ko-munitas sebagaimana kelompok Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas dilak-sanakan melalui rehabilitasi dalam panti maupun di luar panti.

INKLUSIFITAS UNTUK KESEJAHTERAAN PENYANDANG DISABILITAS

UU No.8/2016 tentang Penyandang Disabilitas merupakan bentuk perlindungan negara terhadap para penyandang disabilitas. Pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas bertujuan antara lain mewujud-kan taraf kehidupan penyandang disabilitas yang lebih berkualitas, adil, dan sejahtera secara lahir dan batin.

Pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi SosialTa h u n 2 0 1 4 - 2 0 1 8

BULETIN SNKISeptember 2018 | Edisi VIII

1

Hak penyandang disabilitas diantaranya ialah terpenuhinya kesejahteraan sosial. Kondisi kesejahteraan sosial yang harus terpenuhi untuk penyandang disabilitas meliputi hak rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pember-dayaan sosial dan perlindungan sosial.

Menurut pasal 9 UU No.8/2016 secara jelas membahas tentang hak keadilan dan perlindungan hukum untuk penyandang disabilitas yang diantaranya meliputi hak untuk mengendalikan masalah keuangan atau menun-juk orang untuk mewakili kepentingannya dalam urusan keuangan; serta memperoleh akses terhadap pelayanan jasa perbankan dan non perbankan.

Hal ini sejalan dengan sasaran keuangan inklusif se-bagaimana disebutkan pada Perpres No.82/2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang mencakup salah satunya adalah Kelompok Masyarakat Penyandang Ma-salah Kesejahteraan Sosial (PMKS), dimana penyandang disabilitas termasuk salah satu di dalamnya.

Secara sosiologis, kelompok penyandang disabilitas me-mang tersegregasi secara eksklusif karena kondisi keter-batasan yang mereka miliki. Oleh karena itu, kondisi ter-marjinalkan inilah yang perlu menjadi alasan memperkuat inklusifitas untuk penyandang disabilitas di semua sektor, terutama sektor keuangan yang menjadi salah satu indi-kasi kesejahteraan.

Kedepannya, arah kebijakan dan strategi peningkatan kesejahteraan sosial untuk penyandang disabilitas, meli-puti upaya untuk: (1) meningkatkan sosialisasi dan advo-kasi terhadap peraturan dan kebijakan untuk mendukung layanan publik dan program yang lebih inklusif, seperti sosialisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan yang berpihak terhadap penyandang disabilitas kepada instansi pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah; dan (2) menyusun regulasi turunan dari UU No. 8/2016 ten-tang Penyandang Disabilitas khususnya dalam pemenu-han kebutuhan dasar mereka. (yhs/rhl)Sumber Gambar : Kementrian Sosial (2018)

Catatan : *) Sampai dengan Juni 2018

Buletin SNKI September 2018

Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2017 ten-tang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Pelayanan Kepemudaan adalah koridor menjalankan langkah-lang-kah implementatif pelayanan kepemudaan melalui koor-dinasi dan sinergi baik pada tingkat pusat maupun ting-kat daerah.

Koordinasi strategis lintas sektor pelayanan kepemudaan secara umum dimaksudkan untuk meningkatkan efek-tivitas penyelenggaraan pelayanan kepemudaan. Ada-pun tujuannya adalah untuk meningkatkan efektivitas, sinkronisasi dan harmonisasi program, kegiatan dan ka-jian pelayanan kepemudaan.

Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan koordinasi lintas sektor pelayanan kepemudaan adalah meningkat-nya kuantitas dan kualitas kewirausahaan pemuda. Ke-wirausahaan merupakan salah satu dimensi penting dalam membentuk jiwa pemuda Indonesia, disamping jiwa kepemimpinan dan kepeloporan sebagaimana ter-muat dalam Tujuan Pembangunan Kepemudaan pasal 3, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009.

Kewirausahaan pemuda perlu dikembangkan untuk mendorong kemandirian pemuda dibidang ekonomi, mengingat tingkat pengangguran di Indonesia saat ini masih cukup tinggi. Berdasarkan data BPS, menyebutkan bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia pada Februari 2017 sebanyak 131,55 juta.

Jumlah tersebut naik 6,11 juta dibanding Agustus 2016 dan naik 3,03 persen atau 3,88 juta dibanding Februari 2016. Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2017 sebesar 5,33 persen. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 0,28 persen poin diband-ing Agustus 2016 dan turun sebesar 0,17 persen poin dibanding Februari 2016.

Potensi berkembangnya kewirausahaan pemuda sangat terbantu dengan fasilitasi berupa pelatihan-pelatihan start-up business yang dilakukan oleh pemerintah mau-pun non-pemerintah. Semakin maraknya start-up busi-ness dikalangan pemuda dimungkinkan dengan semakin meluasnya wahana dan layanan e-commerce dan fintech.

Dalam konteks ini, kewirausahaan pemuda sangat mem-butuhkan akses keuangan inklusif untuk mengembangkan usaha bisnisnya. Sebaliknya, entitas keuangan inklusif tentunya juga membutuhkan kontribusi para wirausaha muda untuk tidak hanya memperoleh akses, tetapi juga meningkatkan transaksi keuangan yang pada akhirnya meningkatkan kualitas layanan keuangan itu sendiri.

Dengan demikian, sinergi antara PerPres No. 66 Tahun 2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Pe-layanan Kepemudaan dengan PerPres No. 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif adalah se-buah keniscayaan.

Hal yang perlu dilakukan adalah dengan mem-bangun komunikasi yang lebih intensif antara sek-retariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif dengan sekretariat Tim Pelaksana Koordinasi Strategis Lintas Sektor Pelayanan Kepemudaan.

SINERGI SEKTOR PELAYANAN KEPEMUDAAN DENGAN KEUANGAN INKLUSIF

2Buletin SNKI September 2018

Sumber Gambar : http://www.kemnaker.go.id

Semester kedua, Otoritas Jasa Keuangan resmi menerbit-kan Peraturan OJK Nomor 13/POJK.02/2018 (POJK/13) tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Regulasi ini diterbitkan untuk mengikuti perkembangan teknologi di industri keuangan digital yang cepat berkem-bang.

Keuangan digital ini tentu perlu dikelola agar dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan mendukung kemajuan perekonomian nasional. Dengan adanya POJK ini, seluruh pelaku industri finan-cial technology (fintech) diharuskan untuk men-jadikannya sebagai pedoman dalam menjalankan usaha.

Pengaturan Inovasi Keuangan Digital (IKD) dilakukan dengan tujuan untuk:

• Mendukung pengembangan IKD yang bertanggung jawab; • Mendukung pemantauan IKD yang efektif; dan • Mendorong sinergi di dalam ekosistem digital jasa keuangan.

Sebelum terdaftar di OJK, para pelaku fintech wajib me-menuhi persyaratan dan mengikuti prosedur sebagaima-na diatur dalam POJK/13 ini. Penyelenggara yang ter-diri dari Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan/atau pihak lain yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau koperasi.

Penyelenggara mengajukan permohonan pencatatan ke-pada OJK, dan setelah memenuhi syarat akan diuji coba dalam Regulatory Sandbox. Regulatory Sandbox dilak-sanakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan apabila diperlukan.

Regulatory Sandbox adalah mekanisme pengujian yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk menilai ke-andalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola Penyelenggara.

Hasil dari Regulatory Sandbox terhadap Penyelenggara dinyatakan dengan status: • direkomendasikan, artinya OJK memberi rekomendasi pendaftaran sesuai dengan aktivitas usahanya. • perbaikan, OJK dapat memberi perpanjangan waktu paling lama 6 bulan sejak tanggal penetapan status; atau • tidak direkomendasikan, Penyelenggara tidak dapat mengajukan kembali IKD yang sama.

Penyelenggara yang berstatus direkomendasikan ber-hak mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK. Penyelenggara yang telah terdaftar dapat men-jalankan kegiatan usahanya, serta diwajibkan untuk menyusun laporan risk self assessment secara bulanan dan menyampaikannya kepada OJK.

Penyelenggara juga wajib melakukan pelaporan kepada konsumen terkait hal yang berhubungan dengan kinerja investasi, nilai investasi, dan/atau portofolio yang dimili-ki para konsumen.

Mendukung regulasi ini, OJK juga telah membentuk OJK Infinity (OJK Innovation Centre for Digital Financial Tech-nology) sebagai pusat inovasi keuangan digital.

Dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut, OJK akan bekerjasama dalam hal pertukaran informasi serta sum-berdaya dengan berbagai stakeholder, antara lain dengan Kementerian dan Lembaga negara, serta seluruh pelaku industri jasa keuangan, asosiasi, dan perguruan tinggi untuk membentuk ekosistem keuangan digital yang kom-prehensif.

OJK Infinity juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk mendapatkan informasi terkait Inovasi Keuangan Digital (IKD) dan bagi pelaku IKD dapat mengetahui lebih dalam terkait regulasi IKD.

Ketentuan dalam POJK/13 juga mengatur tentang per-lindungan dan kerahasiaan serta edukasi dan per-lindungan konsumen. Bahkan untuk mendukung ter-wujudnya keuangan inklusif, dalam regulasi ini OJK mewajibkan Penyelenggara untuk melaksanakan kegia-tan guna meningkatkan literasi dan inklusi keuangan (Pasal 34).

Harapannya dengan terbitnya POJK/13 menjadi payung hukum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam inovasi lingkup sektor keuangan digital. (yt/rhl)

REGULASI TENTANG FINTECH UNTUK EKOSISTEM

KEUANGAN DIGITAL

3Buletin SNKI September 2018

Industri sektor jasa keuangan saat ini telah berkem-bang dan berinovasi memanfaatkan layanan online yang sangat mudah diakses menggunakan gadget oleh masyarakat luas. Istilah fintech (financial technology) menjadi sangat popular pada belakangan ini, seperti hal-nya e-commerce di masa awal kemunculannya.

Inovasi yang terus bermunculan pada praktik fintech pada dasarnya bertujuan untuk memberi peningkatan pelayanan bagi penggunanya. Kemunculan fintech memberikan akses yang lebih praktis terhadap produk maupun jasa layanan keuangan, dengan pilihan biaya yang kompetitif di antara penyedia layanannya.

Mengutip dari bunyi Pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelengga-raan Teknologi Finansial (Peraturan Bank Indonesia No. 19 Tahun 2017), Teknologi Finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.

KEHADIRAN FINTECH DI TENGAH MELUASNYA E-COMMERCE

• Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBI 18/2016);

• Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Fi-nansial (PBI 19/2017);

• Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Memin-jam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016); dan

• Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital Di Sektor Keuangan (POJK 13/2018).

Dalam menyikapi perkembangan fintech yang begitu pe-sat, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan beberapa regulasi, sebagai berikut:

Adapun Penyelenggara fintech adalah setiap pihak yang menyelenggarakan kegiatan Teknologi Finansial. Selain dapat berbentuk lembaga perbankan, fintech juga bisa diselenggarakan oleh lembaga lainnya asalkan berbadan hukum Indonesia.

Begitu juga Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran ada-lah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menyelengga-rakan kegiatan jasa sistem pembayaran (Pasal 1 angka 3 PBI 19/2017).

Hingga bulan Agustus 2018, sudah ada 64 penyelenggara layanan fintech yang terdaftar dan berizin di OJK.

4Buletin SNKI September 2018

5Buletin SNKI September 2018

Ada berbagai jenis produk dan layanan fintech di Indonesia, antara lain payment (pembayaran), lending (pinjaman/kredit), personal finance (perencanaan keuangan), investment (investasi), crowdfunding (pem-biayaan secara patungan, pengga-langan dana/donasi), dan sebagainya.

Saat ini e-commerce juga mulai me-manfaatkan fasilitas fintech dengan menambahkan fitur-fitur produk keuangan di dalamnya. E-commerce adalah perusahaan yang menye-diakan platform jual beli online, atau sering disebut toko online.

Tren dari e-commerce dapat diman-faatkan oleh perusahaan fintech dalam memberi solusi pembayaran. Misalkan bagi pelanggan yang melakukan transfer uang pembeli-an barang dengan perangkat mobile.

Bahkan beberapa e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Blibli.com juga menyediakan fitur pembayaran berbagai tagihan (listrik, air, asuransi, dll), layanan pinjaman, serta investasi.

Keberadaan fintech bagi e-com-merce membawa beberapa keunggu-lan dalam layanan bagi masyarakat. Pembayaran menjadi lebih praktis, investasi menjadi lebih mudah, masyarakat mendapat edukasidalam pengelolaan keuangan, serta membantu penggalangan donasi secara terbuka.

Saat ini regulasi terkait e-commerce masih berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infor-masi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ketentuan Pasal 9 UU ITE mengatur bahwa pelaku usaha

yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

Selain itu, praktik e-commerce juga telah memiliki regulasi khu-sus yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 ten-tang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2017-2019. Perpres tentang e-commerce ini ten-tunya sangat relevan untuk dikaitkan dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), dalamrangka mendukung pencapaian keuangan inklusif tahun 2019.(yt/rhl)

SAVE

50%

NAME SURNAME

BANK NAME

TAHUKAH KAMU PERBEDAAN FINTECH DAN E-COMMERCE

6Buletin SNKI September 2018

Fintech E-Commerce

PENYELENGGARA

REGULASI

DEFINISI

CONTOH

7Buletin SNKI September 2018

Di tengah hiruk pikuk perkembangan roda perekonomian yang menggeliat di pulau Lombok, khususnya dari sektor pariwisata, pulau yang terletak di timur pulau Bali terse-but ditimpa bencana alam. Gempa bumi telah beberapa kali melanda Lombok dan sekitarnya selama bulan Juli – Agustus 2018. Tercatat 3 gempa bumi dengan skala be-sar yaitu pada 29 Juli 2018 berkekuatan 6,4 SR, 5 Agustus 2018 berkekuatan 7 SR, dan 19 Agustus 2018 berkekua-tan 6,9 SR.

Selain 3 gempa bumi tersebut, diikuti dengan ratusan gempa susulan yang berkekuatan lebih rendah. Seluruh rangkaian gempa bumi di Lombok dan sekitarnya terse-but menimbulkan sekitar 555 korban jiwa meninggal (berdasarkan data 24 Agustus 2018), serta ratusan lain-nya luka – luka baik luka berat maupun luka ringan. Se-lain korban jiwa, kerugian materi akibat aset yang rusak ataupun hancur karena gempa serta penjarahan barang dagangan akibat ditinggal mengungsi pemiliknya, dialami oleh masyarakat Lombok.

Duka yang mendalam dirasakan, tidak hanya oleh penduduk Lombok, namun juga oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dukungan baik moril maupun materi diberikan kepada para korban. Perekonomian Lombok dan sekitarnya pun ikut tergoncang.

Pemerintah langsung bertindak cepat dengan mengel-uarkan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi di Lombok. Menteri Koordinator Bidang PMK (Menko PMK) telah memfasilitasi pengoordinasian percepatan pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (R&R) pasca bencana.

Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) ditugaskan untuk memfasilitasi pengoordinasian K/L dalam penyelesaian permasalahan mengenai perekonomian yang terkendala akibat bencana.Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi, peris-tiwa gempa bumi di Lombok dan sekitarnya yang terus terjadi meskipun dengan kekuatan yang relatif kecil, memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kondisi usaha di daerah tersebut.

Hal tersebut ikut mempengaruhi kondisi kredit/pem-biayaan bagi debitur di daerah terdampak. Otoritas Jasa Keuangan langsung merespon kondisi tersebut dengan memberikan perlakuan khusus terhadap kredit dan pem-biayaan Syariah dari perbankan untuk debitur/proyek yang berada di lokasi bencana alam di Provinsi NTB den-gan mengacu pada POJK No.45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit dan Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam. Selain kredit/pembiayaan komersial, Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan kredit program pemerin-tah juga turut terdampak.

Sehubungan dengan kondisi tersebut, Komite Kebija-kan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) membahas dampak gempa di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terhadap Debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR). “Rapat komite kali ini akan memutuskan keringanan yang akan diberikan kepada nasabah KUR yang terdampak gempa di Lombok dan daerah NTB lain-nya,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat membuka Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM, Selasa (18/9), di kan-tornya.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM, sampai dengan 31 Agustus 2018 terdapat 10.409 debitur KUR yang ter-dampak gempa bumi Lombok dan sekitarnya. Adapun baki debet KUR terdampak gempa bumi tersebut sebesar Rp 171,99 Miliar. Nilai tersebut sebesar 7,86% dari total baki debet KUR di provinsi NTB posisi 31 Agustus 2018 sebesar Rp 2,187 Triliun. Rapat memutuskan 2 (dua) poin Restrukturisasi Pena- nganan Debitur Terdampak Gempa dengan memberikan perlakuan khusus di luar yang diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 dengan acuan POJK Nomor 45/POJK.03/2017, yaitu:

KEBIJAKAN UNTUK KUR TERDAMPAK GEMPA BUMI DI LOMBOK DAN SEKITARNYA

8Buletin SNKI September 2018

Selain membahas KUR terdampak gempa bumi di Lom-bok dan sekitarnya, dalam Rapat Koordinasi Komite Kebi-jakan Pembiayaan bagi UMKM tersebut juga disampaikan laporan perkembangan kinerja KUR. Deputi Bidang Koor-dinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koor-dinator Bidang Perekonomian selaku Sekretaris Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM, Iskandar Simorangkir memaparkan, penyaluran KUR tahun 2018, sampai dengan 31 Agustus 2018 sudah mencapai Rp 88 T (70.9% dari target tahun 2018 sebesar Rp 123,531 T), dengan Non Performing Loan (NPL) 0,05%. Penyaluran KUR ma-sih didominasi untuk skema KUR Mikro (66,7%) diikuti dengan skema KUR Kecil (33%) dan KUR TKI (0,3%).

“Kinerja ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemerataan akses pembiayaan untuk usa-ha kecil,” terang Iskandar. Adapun penyaluran KUR menurut wilayah didominasi di Pulau Jawa, dengan porsi penyaluran sebesar 56,1%, diikuti dengan Sumatera 19,4% dan Sulawesi 9,5%. Kinerja penyaluran KUR per provinsi tersebut sesuai dengan sebaran UMKM di Indo-nesia. Sementara dilihat dari sektor ekonomi, penyaluran KUR untuk sektor produksi terus berjalan mengejar tar-get sebesar 50% di tahun 2018.

Sampai dengan 31 Agustus 2018 tercatat porsi penyalu-ran KUR sektor produksi (pertanian, perikanan, industri, konstruksi, dan jasa - jasa) sebesar 42.8%, meningkat dari penyaluran KUR sektor produksi periode Juli 2018 sebesar 38,5%.

Dalam Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM hari ini, ditetapkan pula penambahan plafon KUR tahun 2018 sebesar Rp 100 Miliar sehingga plafon KUR tahun 2018 berubah dari Rp 123,53 Triliun men-jadi Rp 123,63 Triliun. Penambahan plafon KUR tahun 2018 tersebut diberikan kepada 4 Penyalur KUR, dengan 3 Penyalur KUR meminta perubahan alokasi plafon dan 1 Penyalur KUR meminta penurunan plafon KUR tahun 2018. Diharapkan dengan adanya penambahan total plafon KUR tahun 2018 ini, maka akan semakin banyak UMKM yang dapat memperoleh penyaluran KUR.

REALISASIPENYALURAN KUR

Keberadaan Bank sampah induk di Asrama Dinas Kebersihan di kawasan Cengkareng Barat, Jakar-ta Barat, memudahkan masyarakat menabung

uang pakai sampah. Tiap setoran sampah dihargai dalam hitungan rupiah dan semuanya tercatat dalam sistem per-bankan yang bisa dicairkan sewaktu-waktu. Kepala Suku dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (LH) Jakbar Edi Mulyanto menjelaskan warga penggiat bank sampah mendapat kemudahan dari Bank BNI untuk membuka re-kening yang akan digunakan untuk transaksi menabung uang pakai sampah.

Cuma setor Rp 10 ribu, warga langsung dapat buku rekening plus kartu ATM. Bahkan untuk pelajar cuma setor Rp 5 ribu,” ujarnya usai menyambut kedatangan rombongan ASEAN Leaders Programme (ALP) ke Bank Sampah Induk Satu Hati, Jl Kemuning Raya, Cengkareng Barat, Kamis 13 September 2018.

Tema program ALP kali ini adalah Smart & Inclusive City, yang terdiri dari 40 orang partisipan dari berbagai negara ASEAN, termasuk Indonesia. Peserta ALP mendapatkan penjelasan tentang mekanisme bank sampah dan invasi BNI dalam memanfaatkan agen 46 untuk meningkatkan 2 jenis basic saving account (BSA): BNI Simpel untuk pela-jar dibawah usia 18 tahun dan BNI Pandai untuk nasabah dewasa yang sudah memiliki KTP.

Produk tersebut memang cocok untuk menyentuh masyarakat hingga lapisan bawah. Masyarakat kecil bisa menabung dengan murah dan mudah hanya dengan setoran awal Rp20.000 untuk dewasa dan Rp5.000 untuk anak-anak. Strategi ini akan mendorong inklusi keuangan yang lebih luas.

Saat ini jumlah BNI Simpel di Jakarta Barat sudah men-capai lebih dari 22 ribu dan jumlah BNI Pandai sudah lebih 13.500. BNI akan segera menambah lagi rekening basic saving account (BSA) dengan model fasilitasi bank sampah di Kabupaten Bandung dan Kalimantan Utara.

Mekanisme Bank Sampah ini dihubungkan sebagai Agen46 dalam melayani rekening tabungan para nasa-bahnya. Ini menjadikan pengelolaan sampah menjadi lebih modern. Selain itu, administrasi dan layanan akan menjadi lebih baik.

BNI memang merupakan salah satu bank anggota HIM-BARA yang berupaya mengoptimalkan peran agen LKD dan agen LAKUPANDAI, yang dinamakan Agen46 ini. Se-cara nasional jumlah Agen46 BNI meningkat dari sekitar 54.543 pada pertengahan 2017 menjadi sekitar 93.765 pada akhir Juni 2018. (rhl)

Sumber Gambar : Hafid Fuad, 13 September 2018

Bank Sampah Sebagai Fasilitator Basic Saving Account & Agen Bank

9Buletin SNKI September 2018

Sumber Gambar : http://www.unilever.co.id

10Buletin SNKI September 2018