48
INFEKSI SUSUNAN SARAF PUSAT 1. MENINGITIS 2. ENSEFALITIS 3. ABSES SEREBRI 4. MYELITIS 5. POLIOMYELITIS 6. TETANUS 7. RABIES 8. HIV / AIDS SUSUNAN SARAF MENINGITIS DEFINISI : Infeksi pada cairan likuor cerebro spinal (LCS) disertai radang selaput otak (piamater dan araknoid), ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan medula spinalis MENINGITIS BAKTERIAL ETIOLOGI : Disebabkan kuman piogen dan biasanya akut Neonatus E.Coli

Infeksi Ssp

Embed Size (px)

Citation preview

INFEKSI SUSUNAN SARAF PUSAT 1. MENINGITIS 3. ABSES SEREBRI 5. POLIOMYELITIS 7. RABIES 2. ENSEFALITIS 4. MYELITIS 6. TETANUS 8. HIV / AIDS SUSUNAN SARAF MENINGITIS DEFINISI : Infeksi pada cairan likuor cerebro spinal (LCS) disertai radang selaput otak (piamater dan araknoid), ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan medula spinalis MENINGITIS BAKTERIAL ETIOLOGI : Disebabkan kuman piogen dan biasanya akut

Neonatus Anak anak Orang dewasa

E.Coli H. Influenzae H. Influenzae. N. Meningitidis

PATOGENESIS : Terjadi bila virulensi kuman dapat melawan mekanisme perlawanan tubuh kita KUMAN PATOGEN : 1. Mengadakan kolonisasi di epitel mukosa dan menerobos mukosa (mucosal invasion)

2. Menyerbu dan bertahan hidup dalam pembuluh darah

(intravascular survival)3. Menerobos sawar darah otak (Crossing of blood brain barrier) 4. Bertahan hidup dalam CSS ( survival within CSF)

FAKTOR RISIKO : Keadaan / kelainan / penyakit yang memudahkan terjadinya meningitis bakterial : 1. INFEKSI SISTEMIK MAUPUN FOKAL : Septikemia, demam tifoid, otitis media kronik, mastoiditis, infeksi sinus paranasalis, infeksi gigi, kebocoran likuor dari hidung, dll. 2. TRAUMA DAN TINDAKAN TERTENTU (fraktur basis kranii, punksi / anestesi lumbal, operasi/ tindakan bedah saraf) 3. PEMAKAIAN BAHAN BAHAN YANG MENGHAMBAT PEMBENTUKAN ANTIBODI 4. KELAINAN BERHUBUNGAN DENGAN IMUNOSUPRESSI Misalnya : alkoholisme, diabetes melitus GAMBARAN KLINIS : A. GEJALA DAN TANDA 1. GEJALA INFEKSI AKUT Sakit kepala, panas tinggi, menggigil, mual, muntah, anoreksia, gangguan kesadaran ringan sampai berat FULL SYNDROME sering tidak tampak. 2. PEMERIKSAAN FISIK Demam dan tanda sistemik atau infeksi parameningeal ; misalnya abses kulit atau otitis, bercak perdarahan (N.

Meningitidis).Tanda iritasi meningeal ditemukan 80 % kasus. Tanda fokal neurologis : kejang dan gangguan nervi kranialis B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Pemeriksaan cairan likuor serebro spinal dengan melakukan punksi lumbal (terpenting) Hasilnya :

Tekanan meningkat diatas 180 mmH2O (N : 10 180 mmH2O) Sel lekosit : 200 10.000 / mm3 (N : 0 5 mm3) ; terutama sel PMN

Warna keruh sampai purulen (N : jernih)

Protein > 75 mg %), Gula < 20 (N : 50 80 %)

Clorida < 700 mg % (N : 720 750 mg %)

2. Biakan dan Tes kepekaan C. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN 1. Foto Thoraks 2. Foto Kepala 3. EEG 4. CT Scan Kepala D. KOMPLIKASI 1. Efusi subdural 2. Ensefalitis 3. Arteritis Infark otak 4. Tuli dan kebutaan 5. Gangguan perkembangan mental 6. Hidrosefalus 7. Abses otak 8. Epilepsi 9. dll

E. TERAPI 1. Pemilihan antibiotika Kultur dan tes kepekaan CSS dan darah Usia penderita Bakterisidal akan tetapi kurang bakteriolisis Diberikan secepat mungkin dalam 45 menit setelah diagnosa Mudah menembus sawar darah otak dan kkonsentrasi dalam serum harus tinggi 2. Mencegah pembentukan sitokin radang dalam CSS, mencegah eksudasi neurofil dalam CSS akibat sitokin, mencegah aktivasi neurofil CSS dan pembentukan mediator vasoaktif yang menyebabkan rusaknya SDO. Kortikosteroid, NSAID, Pentoksifillin 3. Tekanan Intrakranial tinggi

Meninggikan bagian kepala dari tempat tidur sampai 30 Obat hiperosmolar manitol, gliserol Hiperventilasi pCO2 antara 27 30 mmHg

Barbiturat 4. Penyulit

DIC R/ Heparin

Efusi subdural Subdural tap Hidrosefalus Ventrikuloperitoneal 5. Pencegahan Vaksinasi

Pencegahan carrier Rifampicin 10 mg/kgBB (2 dd 1 selama 2 hari) atau Ciprofloxacin 500 mg / 750 mg.

MENINGITIS TUBERKULOSA DEFINISI : Radang selaput otak akibat komplikasi TBC. Primer PENYEBAB : Mikobakterium Tuberkulosis FAKTOR RISIKO : Sosial ekonomi rendah Perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan Kekurangan gizi Higiene yang buruk Faktor suku atau ras Tidak mendapat fasilitas imunisasi, dsb. GAMBARAN KLINIS STADIUM I Stadium prodromal 2 minggu s/d 3 bulan Permulaan penyakit subakut, sering tanpa demamn / hanya demam ringan / hanya tanda tanda infeksi umum STADIUM II Gejala bertambah berat Dapat disertai kejang umum atau fokal

Tanda tanda rangsang meningeal mulai nyata

Ada gangguan kesadaran Gangguan nervi kranialis II, III, IV, dan VII Dapat terjadi defisit neurologik fokal STADIUM III Suhu tidak teratur dan semakin tinggi Pernafasan terganggu dan denyut nadi tidak teratur

Kesadaran semakin menurun dan bila penderita tidak mendapat penanganan adekuat akan meninggal Menurut Medical Research Council (MRC) penderita MT diklasifikasikan dalam 3 Stadium : STADIUM I Penderita dengan kesadaran baik namun disertai iritasi meningeal tetapi belum ada tanda neurologi fokal STADIUM II Penderita dengan gangguan kesadaran ringan dan atau tanda neurologik fokal atau hemiparesis STADIUM III Penderita dengan gangguan kesadaran sedang / berat (stupor atau koma) dan atau hemiplegia DIAGNOSIS Klasifikasi dan kriteria diagnosis secara klinis berdasarkan I. Bukti klinik Demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk atau berlangsung lebih 2 Minggu II. Bukti laboratorium 1. Hasil pemeriksaan likuor serebro spinalis

Sel lekosit > 20 / mm3 (biasanya tidak melebihi 500 / mm3 ), dan sel mononuklear lebih banyak

Protein > 100 mg /dl

Glukosa < 45 mg/dl atau rasio CSF / GDS < 40 %

2. Hasil CT Scan Kepala (eksudat basal, hidrosefalus, atau kelainan fokal otak seperti infark, tuberkuloma intrakranial) 3. TBC diluar SSP atau tes skin PPD (+)

4. Hiiponatremia atau LED DIAGNOSIS SECARA KLINIK DITEGAKKAN ditemukan 1 bukti klinik dan atau 1 atau lebih dari 4 bukti laboratorium DIAGNOSIS SECARA KLINIK Sangat mungkin M. TBC (Higly Probable) : bukti klinik + 3 dari 4 bukti laboratorium Lebih mungkin M. TBC (Probable) : buktii klinik + 2 dari 4 bukti laboratorium

Mungkin M. TBX (Possible) : bukti klinik + 1 dari 4 bukti laboratorium

PENGOBATAN I. Umum ll. Khusus 1. R/ Tuberkulostatik : INH, Rifampicin, Pyrazinamide, Streptomycin 2. Kortikostreroid : bila ada edema 3. Tuberkulin intratekal (menghancurkan eksudat di bagian basal otak) 4. Enzim Proteolitik : Streptokinase intratekal

MENINGITIS VIRAL / ENSEFALITIS VIRAL DEFINISI : Radang selaput otak yang disebabkan oleh virus PENYEBAB (dibagi dalam 2 kelompok) : 1. VIRUS RNA Mixovirus : Influenza, Parotitis, Morbili Rhabdovirus : Rabies Togavirus: - Arbovirus (Rubela, St. Louis) - Flavivirus (Japan b, Yellow Fever, Dengue)

Picorna virus : Enterovirus (Virus Polio, Coxsackie A&B, Echovirus dan Enterovirus 70 & 71) Arena virus : Lassa Fever, Koriomeningitis Limfositik

2. VIRUS DNA Herpes virus : Herpes Zoster Varisela, H.Simpleks, Sitomegalovirus, Virus Ebstein Barr Pox virus (Variola, Vaccinia) Retrovirus : AIDS GAMBARAN KLINIK Gejala gejala beraneka ragam, tergantung kasus, epidemi, jenis virus, dsb. Umumnya ada empat bentuk manifestasi klinik : 1. BENTUK ASIMTOMATIK Umumnya gejalanya ringan : nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui sebabnya, diplopia, vertigo atau parestesi yang berlangsung sepintas

Diagnosis hanya ditegakkan atas pemeriksaan CSS2. BENTUK ABORTIF

Gejala : nyeri kepala, demam yang tidak tinggi dan kaku kuduk ringan Umumnya terdapat gejala gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas dan GIT 3. BENTUK KHAS ENSEFALITIS ( bentuk ini bertahap)

Gejala awal : nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran napas bagian atas atau GIT selama beberapa hari

Kemudian muncul tanda rangsang menings (kaku kuduk, kernig sign), gelisah dan sulit tidur Defisit neurologik yang timbul sesuai tempat kerusakan Kesadaran mulai menurun sampai koma 4. BENTUK FULMINAN Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang umumnya berakhir dengan kematian Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala difus hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma Kesadaran mulai menurun sampai koma DIAGNOSIS Berdasarkan gejala klinis, hasil CSS dan pemeriksaan serologik Hasil Cairan Likuor Serebrospinalis : Warna Sel Protein Glukosa : jernih atau santokrom : jumlah sel meningkat, 20 1000 / mm3 : normal atau meningkat sedikit ( < 100 mg %) : normal

Clorida

: normal

Untuk menemukan virus dilakukan pemeriksaan: - Pemeriksaan cairan otak langsung dengan mikroskop - Biakan cairan otak - Pemeriksaan serologik serum dan CSS PENGOBATAN (meliputi R/ umum dan khusus): 1. Umum : sama dengan M. Bakterial 2. Khusus : R/ antivirus (Acyclovir)

ENSEFALITIS BAKTERIAL = ABSES OTAK PENDAHULUAN Abses otak (AO) = proses pernanahan yang terlokalisir diantara otak, disebabkan oleh bakteri, jjamur, parasit

Mikroorganisme jaringan otak Peredaran darah Perluasan infeksi disekitar otak / penyebaran langsung Komplikasi luka tembus Kelainan kardiopulmoner Tidak diketahui (20 %)

Komplikasi M. Bakterial bayi dan anak kecil

Lokasi abses

Lobus frontalis sinusitis frontalis Lobus temporalis dan serebelum telinga tengah, mastoid Lobus parietalis (biasanya multiple) Peredaran darah = dihubungkan dengan o Kongnital, penyakit jantung sianotik o Endokarditis infektifo Abses paru, bronchiectasis, empiema

Patologi dibagi atas 4 stadium Stadium serebritis dini ( hari I III) Stadium serebritis lanjut ( hari IV IX) Stadium pembentukan kapsul dini ( hari X XIII) Stadium pembentukan kapsul lanjut ( hari > XIV)

PENYEBAB Bakteri Jamur Parasit DIAGNOSIS A. Gambaran Klinik 1. Awalnya terdapat gejala infeksi umum : demam, malaise, anoreksi, muntah dan nyeri kepala 2. Gejala / tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala hebat, muntah muntah, penglihatan kabur dan funduskopi tampak adanya papil edema 3. Gejala neurologik fokal : kejang fokal umum, hemiparesis, dll. Tergantung lokasi dan luasnya abses. B. Laboratorium

: Staphylococcus, Steptococcus, Pneumococcus, E. Coli dan Bacteroides : N. Asteroides, species candida dan aspergillus : Entamubahistolitica, Cystecircosis, Schistosomiasis

Lekositosis (10.000 20.000/ cm2) 50 60 % Pemeriksaan likuor CSS tidak dianjurkan

LED 75 90 %

C. Radiologis Foto thorak / foto kepala CT Scan kepala (tanpa / dengan kontras) MRI D. Neurofisiologi EEG

PENATALAKSANAAN Tujuan : 1. Menghilangkan fokus infeksi 2. Menghilangkan efek edema ad 1. Menghilangkan fokus infeksi Fase serebritis R/ antibiotik dosis tinggi yang sesuai kultur darah Diameter abses < 1, 7 cm R/ medikamentosa Diameter abses > 2 cm

R/ tindakan bedah

ad 2. Menghilangkan efek edema Kortikosteroid

PROGNOSIS Umur penderita Lokalisasi : balita / manula : serebellum, ganglia basalis, batang otak (jelek)

Multiple abses lebih jelek soliter

TETANUS I. DEFINISI Penyakit infeksi sistem saraf perlangsungannya akut ditandai spasme tonik persisten gangguan neurotransmisi eksotoksin clostridium tetani II. PEMERIKSAAN A. ANAMNESIS Ada riwayat luka biasanya 5 21 hari disertai ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang (trismus) dan dapat disertai kejang B. PEMERIKSAAN FISIK 1. Spasme sekelompok otot sekitar luka ( T. Lokal) 2. Hipertoni dan spasme otot Nyeri sekitar luka, trismus (spasme otot mastikatorik), Risus sardonikus (spasme otot fasialis) Kaku kuduk sampai opistotonus (spasme otot erektor trunki) Dinding perut tegang, anggota gerak spastik 3. Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu 4. Umumnya ada luka / riwayat luka 5. Dapat disertai retensi urine dan hiperpireksia 6. Dapat disertai kelaian saraf kranial C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PENUNJANG

CPK : biasanya meningkat, myoglobinuria dapat terjadi Foto Thoraks, EKG dan EMG III. DIAGNOSIS BANDING A. Reaksi Distonia B. Tetani C. Meningitis D. Rabies E. Abses Retropharingeal, Abs. Gigi, Subluksasi mandibula F. Psikogenik IV. PENATALAKSANAAN A. IVFD Dekstrose 5 % : RL = 1 : 1 28 tetes / menit B. Kausal 1. Anti toksin Tetanus : Serrum anti tetanus (SAT) dan HTIG 2. Antibiotik diberikan selama 7 10 hari ; Penisilin Prokain (PP) atau Ampisillin yang dikombinasi dengan metroonidazole 3. Terhadap luka dilakukan perawatan C. Simptomatis dan Suportif 1. Diasepam untuk mengatasi kejang 2. Chlorpromazine / Baclofen untuk mengatasi spasme 3. Oksigen, nutrisi, membatasi tindakan yang bersifat merangsang, posisi / letak penderita diubah ubah secara periodik IV. B. PROFILAKSIS TETANUS : TT dan atau HTIG V. KOMPLIKASI / PENYULIT Spasme laryngs

Pneumonia aspirasi Asfiksia Atelektasis Kardiomiopati Fraktur kompresi VI. PROGNOSIS : Dubia tergantung Usia (neonatus , usia > 60 th) Jenis luka (tusuk yang dalam, kotor, bakar, aborsi, tali pusat, fraktur terbuka, dll) Masa inkubasi (< 7 hari) Onset periode ( 3 tahun) setiap hari selama 7 hari o Kemudian hari ke 11 satu kali 0,1 ml intrakutan (< 3 tahun) pada fleksor lengan bawah kanan / kiri o Boster hari ke 30 dan ke 90 intrakutan pada fleksor lengan bawah Bila menjilat mukosa, gigitan lebar / dalam, multiple, luka pada mukosa, kepala, leher, jari tangan dan kaki maka diberi VAR + SAR VAR (IMOVAX< VERORAB< SMBV) = Point 3a o IMOVAX< VERORAB + hari ke 90 dengan 0,5 ml IM deltoid kanan / kirio SMBV R/ hari ke 25, 35 dan 90 = dosis boster

point 3a

POLIOMIELITIS DEFINISI Penyakit menular akut disebabkan oleh virus dengan topis substansia grisea dan batang otak dengan akibat terjadi kelemahan / kelumpuhan dan atrofi otot PENYEBAB Enterovirus (ada 3 tipe) Tipe 1 (brunhilde) , Tipe 2 (Langsing), dan Tipe 3 (Leon) PATOGENESIS Virus memasuki tubuh melalui rongga mulut, berkembang biak dalam traktus digestivus, kelenjar getah bening regional dan sistem retikuloendotelial GAMBARAN KLINIS 1. SILENT INFECTION o Setelah masa inkubasi 7 10 hari o Tanpa gejala klinis karena daya tahan tubuh 2. POLIOMIELITIS ABORTIF o Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari

o Gejala infeksi virus : anoreksia, mual, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorok, konstipasi dan nyeri abdomen 3. POLIOMIELITIS NON-PARALITIK o Berlangsung 2 hari o Gejala klinik Poliomielitis abortif hanya lebih berat o Diikuti penyembuhan sementara setelah itu gejala klinik o Khas untuk tipe ini : nyeri dan kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai dengan hipertoni. Bila penderita berusaha duduk dari posisi tidur maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua tangan lengan menunjang ke belakang (tanda tripod) o Ada kaku kuduk dan kernif sign o Refleks tendon normal 4. POLIOMIELITIS PARALITIK o Gejala pada poliomielitis non paralitik, disertai kelemahan otot skelet dan kranial umumnya asimetris o Ada 4 bentuk: 1. Bentuk Spinal Gejala kelemahan /paralisis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thoraks dan terbanyak tungkai bawah, refleks tendo menurun / menghilang, tidak terdapat gangguan sensibilitas2. Bentuk Bulbar

Gangguan motorik satu atau lebiih saraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi 3. Bentuk Bulbospinal Didapatkan bentuk campuran spinal dan bulbar

4. Bentuk Ensefalitik Dapat disertai kesadaran menurun, kejang, dll PEMERIKSAAN LABORATORIUM Diisolasi dan dibiakkan dari hapusan tenggorokan, darah, CSS dan feses Hasil cairan likuor serebrospinalis Warna Sel : jernih : jumlah sel meningkat, biasanya tidak melebihi 500 /

mm3, mula PMN lebih banyak kemudian Limfosit lebih banyak Protein: normal atau meningkat sedikit Setelah 2 minggu sel normal dan protein meningkat disebut DISSOSIASI SIOALBUMINIK PENGOBATAN 1. Silent infection 2. Poliomielitis abortif : istirahat : istirahat 1 minggu, bila

tidak ada keluhan maka aktifitas dapat dimulai lagi 3. Poliomielitis non paralitik/paralitik: Istirahat minimal 2 minggu Perlu observasi ketat terhadap adanya gangguan pernapasan Terapi kausal tidak ada Terapi simptomatik ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME ( AIDS) Etiology retrovirus= Lymphadenopathy associated virus (LAV) = Human T cell lymphotropic virus ( HTL III) = Human immunodeficiency virus ( HIV)

terbg menjadi 2 yaitu HIV 1 HIV 2 HIV bersifat : - Acquired - Mendepressi cell mediated immunity spt cutaneus anergy Lymphopenia. Reversal T- helper/ suppresor MALARIA SEREBRALDefinisi Malaria adalah suatu penyakit akut dan bisa menjadi kronik, disebabkan oleh protozoa yang hidup intrasel, genus plasmodium. Terbanyak kasus malaria falciparum yang fatal memperlihatkan keterlibatan susunan saraf pusat. Malaria serebral adalah suatu ensefalopati yang terjadi karena infeksi Plasmodium falciparum, merupakan komplikasi P. falciparum yang paling fatal Warren dkk memberikan 3 definisi yang mengandung 3 kriteria: 1. adanya koma yang dalam, 2. adanya infeksi Palsmodium falciparum, 3. Tidak dijumpai penyebab lain dari koma. Patologi di Otak Kapiler dan venule otak berisi protozoa. Kapiler teregang dan terdapat edema sekitarnya yang menunjukkan kapiler tersumbat. Terjadi perdarahan dan nekrosis sekitar venule dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, terjadi sumbatan pembuluh darah oleh rosette eritrosit yang terinfeksi. Juga bisa didapati adanya fibrin dan trombus dalam kapiler sebagai pertanda adanya DIC (Disseminated Intravascular Coagulation). Proses-proses ini akan menimbulkan anoksia otak. Pada pasien-pasien yang bertahan lebih lama terlihat radang granulomatous pada area perdarahan di mana fokus-fokus nekrosis dikelilingi sel-sel glia dan sel-sel radang. Patofisiologi Ada 4 hipotesis untuk menjelaskan patofisiologi malaria serebral:

1. Teori permeabilitas Proses inflamasi dalam pembuluh darah otak menyebabkan peningkatan permeabilitas sawar darah otak sehingga plasma (cairan dan protein/darah) masuk ke jaringan otak dan cairan serebrospinal, mengakibatkan terjadinya edema otak. 2. DIC (Dissaminated Intravascular Coagulation)/ Koagulasi intravaskular Diseminata Sel darah yang terinfeksi berat dengan Plasmodium falciparum dapat menimbulkan hambatan sirkulasi. Meski cuma sesaat, namun yang lebih serius adalah terjadinya trombosis dan emboli. Diperkirakan terjadi DIC dengan terlihatnya peningkatan FDP (fibrin degradation product) dan trombositopenia. 3. Toksemia sistemik Pada malaria serebral didapatkan endotoksemia. Berbagai toksin dipercayai menyebabkan perubahan endotel, termasuk peptida vasoaktif dan TNF (Tumor Necroting Factor) yang dilepaskan oleh monosit-makrofag akibat rangsangan P. falciparum. TNF ini diperkirakan menyebabkan gambaran endotoksinemia seperti koagulasi intravaskuler karena perubahan permukaan endotel, peningkatan permeabilitas vaskuler, peningkatan katabolisme protein dan memberi kontribusi pada terjadinya hipoglikemia. 4. Teori Imunologi Pada malaria serebral mungkin sekali terdapat peran reaksi imunologis (immunology mediated). Orang dengan imunodefisiensi jarang yang terserang malaria serebral. Gambaran histopatologis otak pasien malaria serebral yang meninggal memperlihatkan adanya demielinisasi perivaskuler yang diperkirakan disebabkan oleh reaksi imun. Gejala Malaria Serebral Masa inkubasi antara 8-15 hari. Gejala klinis malaria serebral bervariasi. Hampir selalu ada febris. Gejala lain adalah anemia berat, iketrus, oliguria akibat insufisiensi ginjal, edema paru, hipoglikemia, infeksi lain yang menyertai seperti pneumonia aspirasi atau sepsikemia, perdarahan akibat DIC, muntah dan diare yang dapat menyebabkan hipovolemia, splenomegali dan hepatomegali. Malaria serebral dapat berkembang setelah beberapa hari demam atau terjadi secara tiba-tiba berupa kejang umum diikuti koma persisten. Kelainan yang sering terjadi berupa delirium, disorientasi, agitasi, perubahan kepribadian atau bahkan psikosa, sampai letargi dan koma. Pada saat itu terdapat tonus

yang meningkat dan pernapasan yang riuh, kadang kejang berupa serangan tunggal atau berulang yang lebih menonjol pada anak. Defisit neurologis fokal jarang, berupa monohemiparesis, ataksia serebelar, tuli, kebutaan, dan biasanya bersifat sementara. Dapat juga timbul sindroma ekstrapiramidal berupa chorea, athetosis, mioklonus, sindroma parkinson dan tremor. Diagnosis 1. Adanya parasitemia a. Pemeriksaan tetes darah tipis dan tebal dengan pewarnaan Giemsa. b. Pewarnaan Field biasanya untuk tetes tebal, lebih sederhana dan cepat. c. Quantitive Buffy Coat (CBC), berupa pewarnaan DNA dan RNA parasit dengan akridin jingga lalu diperiksa dengan mikroskop fluoresen. d. Pewarnaan jingga akridin metode Kawamoto, untuk tetes tebal dan tipis, dengan mkroskop cahaya biasa yang dilengkapi filter khusus. e. Rapid Manual test (RM test), meneteksi antigen stadium tropozoid P. Falciparum. f. Uji serologis, nilai diagnostik terbatas, hasil positif hanya menyatakan adanya zat anti terhadap malaria. g. Pelacak DNA, sensitivitas besar. 2. Pemeriksaan likour serebrospinalis Untuk menyingkirkan penyebab lain ensefalopati. Pada malaria, likuor jernih dan tekanan pembukaan kurang dari 200 mm. Mikroskopis normal dan jarang terdapat limfosit > 10/L (walau pernah dilaporkan limfositosis sampai 150/ L). Rasio glukosa likuor dan darah normal. Protein dapat sedikit meningkat, kadang mencapai 150mg/dl. 3. Lain-lain: - glukosa darah - hematokrit - darah rutin - elektrolit - ureum dan kreatinin - kultur darah untuk mencari infeksi penyerta - CT scan kepala atau MRI, dapat menunjukkan edema otak dan area mutifokal perdarahan.

Diagnosis Banding Meningitis bakterial dan viral Ensefalitis Demam tifoid Sindrom sepsis Eklampsia Epilepsi Hipoglikemia Stroke Diabetes Mellitus Trypanosomiasis SOL seperti neoplasma, abses, tuberkuloma Ensefalopati metabolik

Penatalaksanaan Malaria serebral merupakan keadaan emergensi yang memerlukan intervensi cepat. Pengobatan Umum 1. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam-basa Sering terjadi gangguan hidrasi, atasi keadaan hipovolemia. Perhatikan oksigenasi dengan memperhatikan tekanan O2, lancarnya saluran napas, kalau perlu ventilasi bantu. Perlu pengawasan ketat terhadap tekanan darah, volume urin < 400 ml/hari, dan hati-hati edema paru. 2. Bila hipertermia, beri kompres intensif. 3. Bila anemis, beri transfusi darah. Perbaiki gizi, beri asam folat 5 mg selama 3 minggu. 4. Bila kejang, beri diazepam 10-20 mg, i.v. perlahan atau klorpromazin 50-100 mg, i.v. diulang tiap 4 jam. 5. Bila timbul gagal ginjal akut, perhatikan keseimbangan cairan, pertahankan ion kalium plasma < 7 mmol/lt. Asupan protein dibatasi < 30 gr/hari, dapat lewat NGT. Bila tidak berhasil, hemodialisis. 6. Bila terjadi hipoglikemia (gula darah < 50 mg%), suntik dextrose 40% 50cc i.v. lanjut infus dextrose 10%. Gula darah dipantau tiap 4-6 jam.

7. Bila terdapat septikemia yang timbul dari flora usus, beri antibiotik untuk basil gram negatif dan anaerob berupa kombinasi gentamisin dengan kloramfenikol atau gentamisisn dan metronidazole. Pneumonia aspirasi diberi injeksi penisilin. Pengobatan Spesifik Berupa pemberian obat anti malaria: 1. Kinin dalam HCl Dosis beban (loading dose) 20 mg/kgBB dilarutkan dalam NaCl 0,9% infus dalam 4 jam, dilanjutkan dengan 10 mg/kgBB dalam 4 jam, diulang tiap 8 jam sampai pasien dapat menelan obat. Dosis beban tidak diberikan kepada pasien yang sebelumnya sudah mendapat kina, dan pada gangguan fungsi hati dan ginjal. Setelah sadar/dapat menelan obat, suntikan segera diganti kina oral 3 x 600 mg selama 7 hari. 2. Klorokuin Pada kasus demam kencing hitam (black water fever) yang secara klinis ditandai oleh demam, anemia hemolitik, hemiglobinuria, oliguria dan ikterus, atau pada mereka yang diketahui hipersensitif terhadap kina, pakailah klorokuin, dengan dosis 600 mg (10 mg/kgBB) lalu diikuti dosis 10 mg/kgBB 24 jam kemudian lalu 5 mg/kgBB pada 48 jam. Atau dosis 5 mg/kgBB diberikan i.m. atau i.v., dilarutkan per drip, pada jam ke 12, 24 dan 36 (dosis total 25 mg/kgBB). Pada kasus berat, klorokuin HCl diberikan infus pelan-pelan karena bahaya hipotensi. 3. Derivat artemisin mengurangi derajat parasitemia lebih cepat dan terbukti sangat efektif terhadap infeksi P. Falciparum yang multireisten. Artemeter 3,2 mg/kgBB/i.m dilanjutkan 1,6 mg/kgBB per hari sampai parasit hilang. Artesunat dapat diberikan dengan dosis beban 2 mg/kgBB/i.v. dilanjutkan 1 mg/kgBB i.v. pada jam ke 12, kemudian 1 mg/kgBB/hari i.v. Kemoprofilaksis anti malaria untuk pendatang ke tempat endemik malaria yang sensitif terhadap klorokuin, dapat diberikan dosis klorokuin 300 mg/minggu, diberikan 2 minggu sebeluym berkunjung sampai 6 minggu setelah kembali. Pada daerah resisten klorokuin, digunakan mefloquine 250 mg/minggu mulai 2 minggu sebelum dan diteruskan sampai 4 minggu setelah pulang. Bila tidak dapat memakai mefloquine, diberi doxycycline 100 mg/hari dimulai 1-2 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. Prognosis Prognosis yang buruk ditentukan oleh:

1. Gangguan kesadaran 2. Kejang berulang (paling tidak 3 x dalam 24 jam) 3. Gangguan pernapasan 4. Perdarahan dan syok 5. Parasitemia > 500.000/mm3 dan > 5 neurtofil yang mengandung pigmen 6. Laktat likuor dan vena yang tinggi (> 45mg/dl), hipoglikemia (2,5mg/dl, peningkatan aminotransferase 3x N) 9. Gangguan ginjal (kreatinin >3mg/dl) 10. Asidosis 11. papiledema

MENINGITIS BAKTERIALDefinisi Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta) adalah suatu infeksi bakteri cairan likuor serebrospinalis (LCS) dengan proses peradangan yang melibatkan piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula spinalis. Etiologi Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae, Staphylococci, Listeria monocytogenes, basil gram negatif seperti Salmonella sp. Patogenesis Terjadinya infeksi selaput otak dapat melalui: hematogen (melalui aliran darah) fokus infeksi di dekat kepala, misalnya sinus, mastoid, furunkel di hidung dan dekat orbita yang masuk melalui sinus kavernosus trauma kapitis, misalnya luka kepala yang terbuka, fraktur mastoid

-

melalui faring, bila daya tahan tubuh menurun, N. Meningitidis dan S. Pneumoniae yang biasanya berkoloni pada nasofaring dapat masuk ke intravaskular dan akhirnya ke CSF lewat pleksus choroideus

Sekali bakteria memasuki LCS, bakteri beserta endotoksin yang dikeluarkannya akan merangsang terjadinya reaksi inflamasi akut, terutama pada piamater dekat pembuluh darah. Hiperemia, eksudasi protein plasma, dan migrasi netrofil terjadi dalam beberapa jam. Eksudat ini berakumulasi sampai beberapa hari, diikuti migrasi limfosit dan sel plasma ke dalam piamater. Dapat terjadi trombus pada vena dalam piamater dan arteritis yang menyebabkan infark serebri. Eksudat dapat menutupi vili subarachnoid tempat absorbsi LCS, maupun foramen Luschka dan Magendie, sehingga terjadi hidrosefalus dan terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Edema vasogenik akibat reaksi infalamsi merupakan penyebab utama peningkatan TIK pada meningitis bakterial. Peningkatan TIK berbahaya bagi penderita karena dapat menyebabkan penurunan perfusi ke otak maupun herniasi otak. Gejala Klinis Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga sub akut antara 1-7 hari. Gejala berupa demam tinggi, anoreksia, menggigil, sakit kepala, fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, perubahan status mental sampai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk, Kernig sign, atau Brudzinski sign yang positif. Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset. Bisa didapatkan gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis, ataupun misalnya hemiparesis, ataksia, dan afasia. Kita juga perlu mencari infeksi ekstrakranial lain, misalnya sinusitis, otits media, mastoiditis, pneumonia, infeksi saluran kemih, atau arthritis. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Lumbal punksi dan pemeriksaan LCS, merupakan standar baku untuk menegakkan diagnosis, mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pada hasil pemeriksaan LCS, didapatkan tekanan meningkat > 180 mmH2O, pleiositosis/sel meningkat > 1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3 dengan predominasi PMN, protein meningkat > 150 mg/dL dapat > 1.000 mg.dL,

glukosa menurun < 40% dari GDS. Dapat ditemukan mikroorganisme pada pengecatan gram. Kultur LCS dan darah Pemeriksaan darah rutin : lekositosis, LED meningkat Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit darah Bila hasil analisis LCS mendukung tetapi pengecatan gram tidak didapatkan hasil, untuk menentukan bakteri penyebab dapat dipertimbangkan pemeriksaan antigen spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction). Radiologis Foto polos paru CT scan kepala atau MRI, dapat menunjukkan edema serebral, hidrosefalus, ventrikulitis, infark otak, serebritis, abses serebri atau empiema subdural sebagai komplikasi meningitis. Diagnosis Banding Meningitis virus Perdarahan subarakhnoid Meningitis TB Meningitis leprosita Meningosensefalitis fungal

Tatalaksana Perawatan umum Terapi kausal: lama pemberian 10-14 hari Bakteri Penyebab S. pneumoniae N. meningitidis L. monocytogenes Antibiotika - Cefotaxime 2g /6 jam max. 12 g/hari atau Ceftriaxone 2g /12 jam + Ampicillin 2g /4 jam/iv (200mg/kgBB/hari iv) - Chloramphenicol 1g /6 jam + Cotrimoxazole 20mg / kgBB /hari. Bila prevalensi S. Pneumoniae resisten Cephalosporin 2%, maka diberikan Cefotaxime / Ceftriaxone + Vancomycin 1g /

Usia 50 tahun

50 tahun

S. pneumoniae H. influenzae Spesies Listeria Pseudomonas aeroginosa N. meningitidis

12jam / iv (max. 3g/hari) Cefotaxime 2g /6 jam max. 12 g/hari atau Ceftriaxone 2g /12 jam + Ampicillin 2g /4 jam/iv (200mg/kgBB/hari iv) Bila prevalensi S. Pneumoniae resisten Cephalosporin 2%, maka diberikan Cefotaxime / Ceftriaxone + Vancomycin 1g / 12jam / iv (max. 3g/hari)

Ceftazidime 2g / 8 jam / iv Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, terapi antibiotik empiris sesuai dengan kelompok umur harus segera dimulai. Terapi tambahan : dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi, yaitu dengan deksametason 0,15 mg/kgBB/6jam/iv selama 4 hari, dan diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik Penanganan peningkatan TIK: - Posisi kepala 20-30 dari tempat tidur - Cairan hiperosmoler: manitol atau gliserol - Hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2 antara 27-30mmHg Komplikasi Gangguan serebrovaskuler Edema otak Hidrosefalus Perdarahan otak Syok sepsis ADRS (Adult Respiratory Distress Syndrome) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) Efusi subdural SIADH