Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Implementasi Konsep Pelayanan Ramah
Gender pada Pasien dengan Gangguan Mental
di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta
Timur.
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar S.Sos
Di susun oleh :
Istihanah Jamil Ali
NIM 1112052000004
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/ 1440 H
i
ii
ABSTRAK
Istihanah Jamil Ali 1112052000004, Implementasi KonsepPelayanan Ramah Gender Pada Pasien dengan GangguanMental di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakata Timur.Dibawah bimbingan Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si.
Indonesia sudah lama menggaungkan konsep dan kebijakantentang gender, hal tersebut terbukti dengan adanya PermendagriNo.15 tentang pengarustamaan gender, Permen tersebutmencakup undang-undang, implementasi taraf institusi danlembaga, serta pengawalan berlangsungnya pengarustamaangender. Salah satu upaya implementasi pengarustamaan genderadalah pelayanan ramah gender. Pelayanan ramah gendermerupakan pelayanan yang menjunjung tinggi martabat manusia,karena dalam konsep gender melarang adanya segala bentukdiskriminasi, marjinalisasi, subordinasi, strereotip, beban ganda,dan kekerasan yang dilatarbelakangi oleh perbedaan jeniskelamin.Penelitian ini menjadi sangat penting dilakukan karenapada kenyataannya penerapan pelayanan ramah gender belummassive dan menyeluruh.
Peneliti kemudian tertarik untuk mengadakan penelitian diRumah Sakit Jiwa Islam Klender yang mengususng pelayananIslami dan Manusiawi. Peneliti memilih metode penelitiankualitatif dengan jenis deskriptif. Subyek penelitian ini adalah 3orang pasien dengan gangguan mental (mampu berkomunikasidengan baik), 1 orang kepala Diklat, 1 orang staff sekretariat, 1orang perawat dan penanggungjawab program. Adapun teknikmenentukan informan untuk dijadikan subyek dalam penelitianini menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data yangdigunakan adalah teknik analisis domain yang analisis hasilpenelitiannya ditujukan untuk memperoleh gambaran seutuhnyadari objek yang diteliti atau yang biasa disebut juga denganeksplorasi.
Adapun hasil penelitian melalui observasi dan wawancarayang peneliti lakikan menunjukkan bahwa tidak ditemukannyadiskrimnasi, marjinalisasi, beban ganda, stereotip, dan kekerasanpada pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Jiwa IslamKlender Jakarta Timur.
Kata Kunci: Pelayanan ramah gender, gangguan mental.
iii
KATA PENGANTAR
مــــــــــــــسم الله الرحمن الرحیــــــــــــــب
Alhamdulillahirrabbil ‘aalamin. Segala puja dan puji mutlak
kembali pada pemilik yang maha agung dan penyayang, Allah
Subhaanahu wa Ta’ala. Berkat segenap rahmat dan berkah serta
cinta-Nya penulis mampu merampungkan tugas akhir jenjang S1
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shallawat berangkai salam pun jua jangan
tertinggal untuk kekasih Allah, pemimpin sekalian umat.
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
Proses penyusunan skripsi ini merupakan pengalaman berharga
yang akan penulis ingat sampai kapanpun. Terlepas dari
kepayahan, susah dalam bentuk materil dan moril penulis sangat
bersyukur dianugerahkan lingkungan baik yang sangat
mensupport seluruh proses skripsi ini. Untuk itu, dalam
kesempatan ini dengan hati tulus penulis mengucapkan terima
kasih yang tiada terhingga kepada kedua orang tua penulis Ibunda
dan Ayahanda serta keluarga terkasih yang tak pernah lelah dan
tanpa henti mendoakan dan mendukung penulis siang dan malam.
Ucapan terima kasih dan penghargaan tak terhingga juga penulis
sampaikan kepada yang terhormat:
1. Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr.
Siti Napsiyah, S.Ag, BSW, MSW selaku Wakil Dekan
iv
Bidang Akademik, Dr. Sihabudin Noor, MA. selaku
Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, serta Cecep
Castrawijaya, MA. selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama.
2. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si. selaku Ketua Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang senantiasa
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi. selaku Sekretaris Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Skripsi sekaligus Dosen Pembimbing Akademik Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam angkatan tahun 2012
yang selalu memberikan bimbingan, waktu, semangat,
tenaga dan pikiran serta saran kepada penulis.
5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik
dan memberikan ilmunya kepada penulis selama
perkuliahan.
6. Bapak Amir, Petugas Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
selaku pembimbing di tempat penelitian, yang telah
banyak membantu penulis selama di melakukan
v
penelitian. Mudah-mudahan Allah membalas jasa-jasa
kalian dengan sebaik-baiknya.
7. Segenap staff dan karyawan Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender yang telah dengan sangat ramah dan baik
membimbing dan membantu penulis dalam mengambil
data guna kepentingan penelitian
8. Teman-teman yang selalu mengingatkan dan menasehati,
keluraga ke-dua Capolista, yang selalu mendoakan tanpa
diminta Bedil, Agung, Kebel, Emmow, Evi, Faisal, Iyan,
Joni, Lulut, Nene Latipeh, Maria D’rain Angel, Pashdut,
Rani, Rinrin Lavigne, Rizka, Yaya Salim, Zakky dan
UKM Bahasa-FLAT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan BPI 2012.
yang selalu memberikan semangat, Ali Udin, Abah
Fahri, Upay, Neng Diah, Aceng Fikri, Novi Boto,
Piping, Cipa, Yanto, Widy, Nidaul, Firdaul, Ochin, Bibi,
Ahriani, Saadah, Lusi, Sopet Oppa, Irpan Ndut, saran
dan masukan kepada penulis. Terimaksih untuk
kebersamaannya selama ini dalam menggapai impian
sebagai penyuluh professional. Apa yang terjadi selama
perkuliahan akan selalu menjadi pengalaman yang tak
akan pernah terlupakan.
10. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam
penelitian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan datu
vi
per satu tanpa mengurangi rasa hormat, penulis ucapkan
terimakasih.
Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa memberikan
kemudahan, kelancaran dan kesuksesan kepada semua pihak yang
telah memberikan segala bantuan dan dukungannya kepada
penulis.
Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari
sempurna, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya, dan bagi
segenap keluarga besar jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam.
Wassalamu’alakum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 28 Juni 2019
Istihanah Jamil Ali
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................... iLEMBAR PENGESAHAN ..................................................... iiLEMBAR PERNYATAAN ...................................................... iiiABSTRAK ................................................................................. ivKATA PENGANTAR .............................................................. vDAFTAR ISI.............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN................................................... 1A. Latar Belakang .................................................. 1B. Batasan Masalah................................................ 14C. Rumusan Masalah ............................................. 14D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................... 15
1. Tujuan ........................................................ 152. Manfaat ...................................................... 15
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................... 16F. Metodologi Penelitian ....................................... 23
1. Subjek Penelitian ....................................... 232. Objek Penelitian......................................... 26
G. Sistematika Penulisan ....................................... 31
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................. 33A. Landasan Teori.................................................. 33
1. Pengertian Gender...................................... 332. Masalah yang kerap kali terjadi
dilatarbelakangi isu Gender ....................... 403. Gender dalam Agama Islam...................... 454. Gender dalam dan kehidupan
masyarakat Indonesia................................. 485. Gender dalam Pelayanan Kesehatan .......... 49
B. Gangguan Mental .............................................. 501. Pengertian Gangguan Mental..................... 50
viii
2. Aspek dan Simtom Gangguan Mental ....... 523. Pelayanan Terhadap Pasien Gengguan
Mental ........................................................ 55C. Implementasi & Pelayanan Ramah Gender ...... 55
1. Implementasi.............................................. 552. Pelayanan Ramah Gender .......................... 56
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN... 58A. Sejarah............................................................... 58B. Visi Misi............................................................ 59C. Motto................................................................. 60D. Tujuan ............................................................... 60E. Kerjasama Rujukan ........................................... 60F. Pelayanan .......................................................... 61G. Jadwal Dokter.................................................... 66
BAB IV DATA TEMUAN PENELITIAN.......................... 67A. Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Pelayanan
Berbasis Islami .................................................. 67B. Pelayanan Ramah Gender ................................. 681. Peraturan ........................................................... 682. Pasien berhak untuk memilih tindakan ............. 723. Fasilitas ............................................................. 72
BAB V PEMBAHASAN ..................................................... 74A. Asumsi Peneliti ................................................. 75B. Pembahasan....................................................... 75
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ............ 87A. Simpulan ........................................................... 87B. Implikasi............................................................ 88C. Saran ................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 90LAMPIRAN...............................................................................
1
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Kemanusiaan yang adil dan beradab” merupakan bunyi
dari bulir pancasila sila ke-2. Pengakuan terhadap manusia
sesuai dengan harkat dan martabat, manusia sebagai makhluk
Tuhan, serta manusia sebagai makhluk sosial. Kemanusiaan
yang adil dan beradab merupakan kesadaran sikap dan
perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi akal budi
dan hati nurani manusia dalam hubungan dengan norma-
norma dan kesusilaan umum.1 Namun pada kenyataan prilaku
adil dan beradab masih kurang terwujud sebagaimana
kehendak luhur pancasila sebagai nilai pemersatu rakyat
Indonesia.
Kemanusiaan yang adil dan beradab masih belum
menyeluruh dan menjadi budaya serta pandangan hidup
masyarakat Indonesia. Salah satu problema yang menyangkut
dengan masalah pengaplikasian sila kemanusiaan yang adil
dan beradab tersebut adalah masalah gender, khususnya
keadilan dan kesetaraan gender serta prilaku ramah gender.
Kebijakan pengarustamaan gender atau Gender
Mainstreaming telah lama digaungkan dalam beragam lini
1 Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014,
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, (Jakarta: Sekretariat MPR
RI,2012), h.51.
2
masyarakat Indonesia, seperti pendidikan, pembangunan dan
pemberdayaan sosial. Andil pemerintah maupun lembaga
swadaya masyarakat terhadap pengarustamaan gender pun
sudah bukan hal yang asing dan baru seperti dalam lingkup
pemerintahan ada Permendagri No 15. Tahun 2008 tentang
Pengarustamaan Gender. Permendagri tersebut berupa
kebijakan yang meliputi undang-undang, implementasi taraf
institusi dan lembaga, serta pengawalan terhadap
berlangsungnya pengarustamaan gender, namun demikian, hal
tersebut kiranya belum cukup untuk mewujudkan keadilan
dan kesetaraan gender dan prilaku ramah gender di
Indonesia.2
Berikut beberapa kasus yang berkaitan dengan keadilan
dan kesetaraan gender di Indonesia: Kasus kekerasan berbasis
gender pada buruh perempuan, kasus kekerasan ini muncul
dengan beberapa bentuk, seperti kekerasan fisik dan
pelecehan seksual. Hal ini terungkap setelah diperoleh hasil
dari survey yang dilakukan di 25 perusahaan industri oleh
Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP). Berdasarkan informasi
yang didapat dari industry tempat dilaksanakannya survei,
setidaknya ada 25 kasus pelecehan terhadap buruh perempuan
dilingkungan pabrik industry sejak tahun 2012. Beberapa hal
yang sangat disayangkan antara lain adalah minimnya
2 Ida Rosyidah, Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-Agama,(Jakarta:
UIN Jakarta Press,2013),h.2.
3
pengetahuan buruh terhadap bentuk pelecehan yang terjadi,
terutama jika sudah menyangkut subordinasi.
"Kalangan buruh tidak mengerti itu adalah
pelecehan, kadang juga karena ketakutan. seperti tidak
dapat menolak ajakan kencan dari atasan mereka
Padahal PKB atau Konfederasi Persatuan Buruh
Indonesia sudah beri dukungan agar upaya isu
perempuan ini sama pentingnya ketika kita perjuangkan
upah buruh, union busting dan lainnya,"
Ucap salah satu perwakilan buruh saat acara peluncuran
Sekolah Buruh Perempuan di Aula Balai Dinas
Ketenagakerjaan Jakarta Utara, Jalan Plumpang Semper,
Koja, Jakarta Utara, Sabtu (17/12/2016).3
Tidak hanya terjadi di lingkungan pabrik, kriminalisasi
perempuan pun juga terjadi di lingkungan tinggi sekelas
parlemen negara. Kriminalisasi tersebut berupa stereotip
terhadap kemampuan perempuan dalam bekerja di ranah
publik kemudian digadang-gadang menjadi salah satu
penyebab rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen.
Setidaknya keterwakilan perempuan harus menempati 30%
dari total keseluruhan, namun hingga saat ini angka tersebut
masih sulit dipenuhi.4 Faktanya, Indonesia telah meratifikasi
3 Jabbar Ramdhani- Detik News, terbit Minggu 18 Desember 03:33 WIB
2016 https://news.detik.com/berita/d-3374132/cerita-buruh-perempuan-yang-
alami-diskriminasi-gender-di-lingkungan-kerja. Diakses pada tanggal 10
November 2017. 4
Muhammad Yamin, terbit Selasa 23 Februari 2016
www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/579/keterwakilan-politik-
perempuan-di-parlemen. Diakses pada 5 Januari 2019.
4
CEDAW dan secara internasional sudah mengakui adanya
hak-hak perempuan yang harus dilindungi. Namun dalam
pelaksanaannya sering kali tidak sesuai dengan peraturan
yang ada.
Perempuan masih mengalami diskriminasi di beberapa
bidang, bentuknya pun bermacam-macam. Ada tindak
kekerasan, stigma sosial, domestikasi, dan peminggiran atau
marginalisasi. Hal ini disampaikan oleh Estu Fanani, seorang
peneliti dari CEDAW (The Convention on the Elimination of
all Forms of Discrimination Against Women) dalam diskusi
bertajuk "Politik, Keragaman dan Keadilan Gender di
Indonesia" di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (21/8/2016).5
Berdasarkan contoh kasus diatas jelas dapat
disimpulkan bahwa pemaknaan dan penerapan terhadap
keadilan dan kesetaraan gender masih belum dapat dikatakan
berjalan dengan baik. Keadilan dan kesetaraan gender adalah
kondisi dimana tidak ada pihak yang dirugikan, terpinggirkan
dan terhalang haknya dalam ranah sosial lantaran perbedaan
jenis kelamin. Perbedaan perlakuan disebabkan perbedaan
jenis kelamin terjadi karena adanya aturan, tradisi serta
hubungan sosial timbal balik yang menentukan batas antara
5 Kristian Erdianto- Kompas.com, terbit 21 Agustus 2016, 16:19 WIB
http://nasional.kompas.com/read/2016/08/21/16192911/perempuan.indonesia.
masih.dalam.belenggu.diskriminasi Diakses pada 5 Januari 2019.
5
feminitas dan maskulinitas.6
Hal tersebut mengakibatkan
adanya pembagian kekuasaan antara perempuan dan laki laki
kemudian berimbas dalam kehidupan sosial.7
Guna menyokong terwujudnya keadilan dan kesetaraan
gender dibutuhkan hal lain selain kebijakan yang dilindungi
oleh undang-undang yaitu penerapan konsep ramah gender.
Penerapan konsep ramah gender kiranya dapat mereduksi
dilemma kabut yang menyelubungi kasus isu gender di
Indonesia. Sebagaimana yang dipaparkan diatas, penerapan
konsep gender masih belum menyeluruh sementara konsep
keilmuan bahkan kebijakannya sudah dibahas sejak dua
dekade lalu. Konsen terhadap konsep gender tidak hanya
digiatkan oleh lembaga swasta non pemerintahan (Non
Goverment Organization) namun juga negeri bahkan
pemerintahan. Hal ini dibuktikan dengan adanya bentuk
perhatian pemerintah terhadap perempuan dan anak dalam
beberapa peraturan, seperti undang-undang Pemerintah No.
25 Tahun 2000 tentang program pembangunan nasional
(Propenas) tahun 2004 pada Bab VII (Pembangunan Sosial
dan Budaya) bagian C (Program pembangunan tentang
Kedudukan dan Peran Perempuan), Keppres No. 163 Tahun
2000 tentang pengkordinasian dan penggerakan upaya-upaya
6 Dr. Umi Sumbullah, M.Ag., dkk, Spektrum Gender. (Malang: UIN
Malang Press, 2008). h,9 7 Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian
Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2003),h. vii
6
pembangunan di bidang pemberdayaan perempuan serta
kesejahteraan dan perlindungan anak, juga Inpress No.9
Tahun 2000 tentang pengarustamaan gender dalam
pembangunan nasional.8
Bahkan upaya pensejahteraan tanpa memandang
perbedaan jenis kelamin telah lama digaungkan pemerintah
RI pada tingkat internasional (1950-2001) pemerintah RI
telah meratifikasi berbagai komitmen antara lain: Konvensi
ILO Nomor 100 Tahun 1950 dengan UU No.80 Tahun 1957
tentang pengupahan yang sama bagi laki-laki dan perempuan
dalam pekerjaan yang sama nilainya.9Komitmen Pemerintah
Indonesia untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Jender
(KKJ) dilandaskan pada UUD 1945 pasal 27 yang
menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa terkecuali”.
Tidak hanya berbagai ratifikasi di atas.10
Pendekatan juga
telah dilakukan antara lain adalah; Gender and Development
(GAD) yaitu pendekatan pembangunan yang
mengintegrasikan aspirasi, kepentingan, dan peranan
perempuan dan laki-laki dalam pembangunan, serta Women in
Development (WID) yaitu pembangunan yang
8 Zaitunah Subhan, Peningkatan Kesetaraan & Keadilan Jender dalam
Membangun Good Governance. (Jakarta : El-Kahfi, 2003) h.2 9 Ibid., Zaitunah Subhan, h.3
10 Ibid., Zaitunah Subhan, h.3
7
mengintegrasikan kebijakan dan strategi pembangunan
diberbagai bidang dan sektor.
Penyadaran bahwa gender bukan hanya berisikan
pembelaan hak kaum perempuan. Kesetaraan gender adalah
hal yang diperjuangkan untuk laki-laki maupun perempuan.
Bahkan dalam agama pun masalah gender telah jelas
termaktub, misalnya agama Islam. Adanya larangan berlaku
diskriminatif dikarenakan perbedaan jenis kelamin jelas
tertulis dalan Al-Qur‟an Surah At-Taubah
71. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Qur‟an surah At-Taubah menjelaskan bahwa setiap
orang bisa menjadi „Awliya (penolong) baik itu mukmin laki-
laki maupun perempuan. Semua mempunyai hak yang sama
dalam mengaktualisasikan diri tidak terbatas oleh perbedaan
jenis kelamin. Maka sudah sewajarnya lingkungan (baik
8
lingkungan keluarga inti maupun lingkungan dengan cakupan
yang lebih luas) dapat mendukung proses pengaktualisasian
diri tersebut agar seseorang dapat menjalankan hidup dan
kehidupannya dengan baik dan sesuai dengan apa yang
diharapkan. Dukungan dari berbagai pihak diharapkan dapat
memperkuat konsep diri, dukungan yang baik akan
memperkuat konsep diri yang baik begitupula sebaliknya.11
Maka sesuai dengan apa yang tertera di atas, tentang
laki-laki dan perempuan tidak seharusnya mendapat perlakuan
yang berbeda di ranah sosial dan terhalang hak-haknya
lantaran perbedaan jenis kelamin. Penulis mengkhususkan
gender dalam penelitian dengan definisikan sebagai
pembedaan peran fungsi dan tanggung jawab antara
perempuan dan laki-laki yang dihasilkan dari konstruksi sosial
budaya dan dapat berubah sesuai dengan pertmbuhan dan
perkembangan zaman.12
Gender berbeda dengan seks, Ida
Rosyida dalam Relasi Gender dalam Agama – Agama
mengutip Helen Tierney dalam bukunya berjudul Women’s
Studies Encylopedia menerangkan bahwa gender adalah
konsep kultural yang membuat pembedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam hal peran, prilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional yang berkembang di masyarakat.13
11
Dede Rahamat Hidayat, Pengantar Psikologi Untuk Tenaga Kesehatan
Ilmu Prilaku Manusia, (CV TransMedia, Jkarta; 2013) h. 38 12
Dra. Hj. Mufidah Ch. M.Ag, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan
Gender. Cet ke-1 (Malang: UIN Malang Press, 2008). h,3. 13
Ida Rosyida & Hermawati , Relasi Gender dalam Agama-agama, Cet
ke-1 (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Press) h. 13.
9
Berikut merupakan tabel yang memperlihatkan
penggolongan kategori seks sebagai anugrah kodrati /given
dan gender sebagai bagian dari konstruk sosial.14
Tabel 1 :
Identifi
kasi
Pria Wanita Sifat Kategori
Ciri
Biologis
Penis,
Jakun,
Sperma.
Vagina,
Payudara (ASI),
Ovum, Rahim,
Haid, Hamil,
Melahirkan,
Menyusui.
Tetap, Tidak dapat
dipertukarkan,
Kodrati, Pemberian
Tuhan
Jenis
Kelamin/
Seks
Sifat/
Karakter
Rasional,
kuat,
cerdas,
Berani,
superior,
maskulin
Emosional,
lemah, bodoh,
penakut,
inferior,
feminine
Ditentukan oleh
masyarakat.
Disosialisasikan.
Dimiliki oleh pria
maupun wanita.
Dapat berubah
sesuai kebutuhan
Gender
Konsep pentingnya gender dan kesetaraan gender
bahkan dalam aplikasinya di kehidupan umat Islam, yaitu: 15
Salah satu misi Nabi Muhammah SAW sebagai
pembawa Islam adalah mengangkat harkat dan martabat
14
Dra. Hj. Mufidah Ch. M.Ag, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan
Gender. Cet ke-1 (Malang : UIN Malang Press, 2008). h,4. 15
Ibid.,h.19
10
perempuan (keadaan perempuan sebelum diutusnya Nabi
Muhammad amat tertindas), karena ajaran yang
dibawanya memuat misi pembebasan dari penindasan.
Perempuan merupakan bagian dari kelompok tertindas,
termarjinalkan dan tidak mendapatkan hak-haknya
dalam kehidupan. Semenjak menjadi bayi, perempuan
dalam tradisi masyarakat arab jahiliyah sudah terancam
hak hidupnya. Perempuan dianggap sebagai makhluk
yang tidak produktif, membebani bangsa, dan sumber
fitnah, oleh kerena itu jumlah perempuan tidak perlu
banyak. Tradisi membunuh bayi perempuan menjadi
cara trend yang paling mudah untuk mengendalikan
populasinya dan menghindari rasa malu.
Maka jelas secara epistimologis, proses pembentukan
kesetaraan gender yang dilakukan oleh Rasulullah tidak hanya
pada wilayah domestik, tetapi hamper menyentuh seluruh
aspek kehidupan masyarakat. Baik peran manusia sebagai
makhluk sosial, maupun sebagai hamba Allah16
Namun
demikian masyarakat Indonesia khususnya termasuk sebagai
masyarakat yang “Slow Respond” terhadap isu-isu yang
beririsan dengan masalah gender. Hingga isu terkuak dan
netizen mulai menaruh perhatian dan berkoar. Maka perlu
dilakukan penyadaran secara massiv terhadap isu ini, tidak
hanya dalam isu pendidikan namun juga dalam cakupan ranah
yang lebih luas. Beberapa masalah yang beririsan dengan
pengarustamaan gender seperti; Gender dalam pembangunan
16
Dra. Hj. Mufidah Ch. M.Ag, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan
Gender. Cet ke-1 (Malang : UIN Malang Press, 2008). h,19.
11
good governance, penyusunan anggaran ramah gender, kultur
akademik berspektif gender17
.
Sementara gangguan mental yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah orang yang memiliki gangguan kesehatan
mental dan gangguan kejiwaan baik yang dibawa sejak lahir
maupun yang timbul dalam masa tumbuh kembangnya.
Gangguan tersebut dapat mempengaruhi beberapa aspek yaitu
perasaan, pikiran, kelakuan, dan kesehatan tubuh.18
Untuk
mengetahui seseorang sehat mental atau terganggu mentalnya
memang tidaklah mudah karena sulit untuk diukur, diperiksa
atau dilihat dengan alat-alat seperti halnya mengetahui
kesehatan badan. Alat yang dijadikan bahan penyelidikan
untuk mengetahui tanda-tanda dari kesehatan mental adalah
tindakan, tingkah laku atau perasaan seseorang. Orang
diketahui terganggu mentalnya bila terjadi kegoncangan
emosi, kelainan tingkah laku atau tindakannya. 19
Gangguan emosional/mental juga meliputi
ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan, dan prestasi
diri; hubungan yang tidak efektif atau tidak memuaskan; tidak
puas hidup didunia atau koping yang tidak efektif terhadap
17
Tim Penulis PSW, Membangun Kultur Akademik Berperspektif
Gender. (Jakarta: PSW UIN, 2005). h, 9. 18
Dr. Zakiah Daradjat , Islam dan Kesehatan Mental, cet ke- 8 (Jakarta:
Toko Gunung Agung, 1996). h,9. 19
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, cet ke-23 (Jakarta: Toko Gunung
Agung, 2001), h. 9
12
peristiwa kehidupan dan tidak terjadi pertumbuhan personal.20
Gangguan mental ini juga kerap disebut dengan psikosis dan
psikosis ini biasanya diklasifikasikan menjadi dua kelompok
utama yaitu psikosis organik dan psikosis fungsional. Psikosis
fungsional ialah gangguan mental yang berat dan sangat
melibatkan seluruh kepribadian tanpa ada kerusakan jaringan
saraf. Kategori psikosis fungsional terbagi lagi menjadi tiga
kelompok yaitu, cacat mental, gangguan bipolar, dan
gangguan-gangguan psikotik lain. Konsep gangguan mental
ini merupakan suatu gangguan mental yang berat dengan ciri-
ciri khasnya adalah tingkah laku aneh (bizar), pikiran-pikiran
aneh, dan halusinasi-halusinasi pendengaran dan penglihatan
(yakni “mendengar suara-suara atau melihat hal-hal yang tidak
ada”).21
Sementara faktor yang menyebabkan gangguan
mental ialah faktor individual meliputi struktur biologis,
ansietas, kekhawatiran dan ketakutan, ketidakharmonisan
dalam hidup dan kehilangan arti hidup. Hal lain yang juga
menyebabkan gangguan jiwa ialah faktor interpersonal seperti
komunikasi yang tidak efektif dan lingkungan yang kurang
sehat.22
20
Sheila L. Videbeck, Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Jakarta:
Keperawatan: 2008), h. 4. 21
Yustinus Semiun, OFM, Kesehatan Mental 3 (Yogyakarta: Kanisius,
2006), h. 20. 22
Sheila L. Videbeck, Buku Ajar Keperawatan Jiwa Jiwa (Jakarta:
Keperawatan: 2008), h. 4.
13
Menilik penerapan kesetaraan dan keadilan gender,
khususnya konsep pelayanan ramah gender, peneliti merasa
penting untuk mengulas dan menelaah lebih lanjut tentang
penerapan serta lingkungan kerja yang bersifat pelayanan
dalam mengupayakan penerapan konsep ramah gender sebagai
bagian dari langkah pengarustamaan gender di Indonesia.
Secara khusus di lembaga pelayanan masyarakat berbasis
pelayanan kesehatan pada penyandang gangguan mental.
Sinergi antar kebijakan pemerintah berupa Permendagri No.15
tahun 2008, konsep, perspektif gender, kesadaran gender yang
baik, serta penerapan yang berkesinambungan akan
menciptakan implementasi yang mendalam, kemudian dari
implementasi akan terlihat implikasi terhadap pasien
penyandang gangguan mental . Bagaimana bentuk penerapan
konsep ramah gender yang telah lama digaungkan oleh
pemerintah, apakah konsep dan ketetepan yang telah lama
disusun juga diaplikasikan dalam bidang pelayanan kesehatan
mental, khususnya para penyandang gangguan mental.
Bagaimana bentuk perlakuan dan pelayanan orang sehat
kepada para penyandang gangguan mental dan adakah
penerapan tersebut mengasilkan dampak bagi para pasien
penyandang gangguan mental. Peneliti pun melakukan
penelitian dengan judul penelitian sebagai Implementasi
Konsep Pelayanan Ramah Gender Pada Pasien dengan
Gangguan Mental di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender,
Jakarta Timur.
14
B. Batasan Masalah
Perlu dilakukan pembatasan terhadap masalah agar
fokus pembahasan lebih konperhensif dan mendetail, sebab
itu peneliti membatasi masalah dengan:
Konsep pelayanan ramah gender, merupakan jenis
pelayanan yang tidak mendiskriminasi seseorang berdasarkan
dengan jenis kelaminnya. Pelayanan ramah gender juga
mengoptimalisasikan pelayanan berdasarkan kebutuhan
individu sebagai makhluk sosial dan makhluk hidup yang
unik serta memiliki kebutuhan yang berbeda. Fokus penlitian
diarahkan pada bagaimana segenap instrumen tenaga
kesehatan yang terdiri dari kepala instansi selaku pemegang
kebijakan dokter dan staff memberikan pelayanan yang ramah
gender kepada pasien dengan gangguan mental.
Masalah dibatasi pada objek penelitian yaitu pelayanan
ramah gender dari pemberi pelayanan kepada pasien dengan
gangguan jiwa ringan. Pasien dengan gangguan jiwa ringan
yang dimaksud adalah pasien yang masih dapat diajak
berkominikasi, tidak dalam kategori tindakan khusus atau
isolasi.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana bentuk pelayanan ramah gender yang
diterapkan oleh Rumah Sakit Jiwa Islam Klender?
15
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan
Melihat penerapan pelayanan ramah gender di Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender, Jakarta Timur.
Manfaat
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan
pengembangan kurikulum Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi UIN Sayrif Hidayatullah Jakarta terutama
keilmuan yang beririsan dengan masalah Gender dan
Kesehatan Mental.
2. Sebagai kontribusi untuk jurusan yang dapat dijadikan
bahan rujukan dalam membuat program praktikum.
3. Hasil penelitian dapat memberikan masukan atau referensi
tambahan bagi panti tempat diadakannya penelitian dalam
penyusunan program kerja dalamupaya pelayanan ramah
gender bagi pasien dengan gangguan mental.
4. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber
referensi bagi peneliti lainnya yang hendak melakukan
penelitian dibidang yang sama ataupun penelitian
lanjutan.
5. Menjadi bahan informasi dan evaluasi bagi pihak lembaga
penelitian, Rumah Sakit Jiwa Islam Klender, Jakarta
Timur.
16
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam melakukan penyususnan Skripsi ini, peneliti
melakukan beberapa tijauan pustaka guna memperkaya
referensi dan memastikan tidak adanya kesamaan
pembahasan. Tinjauan Pustaka peneliti lakukan di beberapa
tempat meliputi:
1. Tahun 2008, Thesis karya Linda Dwi Novial Fitri,
Mahasiswa fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia berjudul Hubungan Pelayanan Mental
Community Mental Health Nursing (CMHN) Dengan
Tingkat Kemandirian Pasien Gangguan Jiwa Di
Kabupaten Bireun Aceh Thesis membahas tentang
pelayanan pada pasien gangguan jiwa dengan
menspesifikasikan bentu pelayanan pada metode
pelayanan berbasis komunitas kemudian mentelaah hasil
pelayanan komunitas yang diberikan terhadap tingkat
kemandirian pasien gangguan jiwa. Data diperoleh
dengan metode gabungan yaitu pendekatan kuantitafif dan
kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk
pengambilan data awal, dan pendekatan kualitatif
fenomenologi digunakan untuk pengkajian mendalam
terhadap data yang ditemukan.
Kelebihan thesis ini adalah dengan menggunakan dua
metode pendekatan kuantitatif dan kualitatif hasil
penelitian terjabarkan dengan jelas dan mendalam.
17
Perbedaan dengan penelitian penulis adalah model
pelayanan, penulis berfokus pada pelayanan yang
dilakukan dalam lingkup rumah sakit selaku instansi
penyedia pelayanan, sedangkan penelitian diatas berfokus
pada pelayanan berbasis komunitas.
2. Tahun 2011, Skripsi Karya Dwi Asriani Nugraha Jurusan
Komunikasi Penyuaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi NIM: 1111051000088 dengan judul
Komunikasi Antar Pribadi Perawat Terhadap Pasien
Cacat mental Dalam Proses Peningkatan Kesadaran di
Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Membahas tentang bagaimana pola komunikasi antar
pribadi yang diterapkan oleh para perawat terhadap pasien
yang mengidap penyakit cacat mental. Skripsi ini
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif serta
metode field research (studi lapangan) dan descriptive
qualitative case study methode. Bagaimana pola
komunikasi efektif yang diterapkan agar rasa percaya diri
pasien semakin meningkat sehingga pasien tersebut
termotivasi untuk sembuh dan hidup normal seperti
sediakala.
Kelebihan Skripsi di atas adalah, pemaparan yang
baik dan mendalam tentang penyandang cacat mental,
serta pelayanan dengan komunikasi efektif untuk
menunjang kesembuhan pasien cacat mental.
18
Perbedaan terletak pada objek yang dijadikan tempat
penelitian. Kendati sama-sama membahas para
penyandang cacat mental, skripsi yang penulis ajukan
imbang melibatkan pemberi pelayanan dan penerima
pelayanan berbasis ramah gender.
Perbedaan skripsi tersebut dengan penelitian yang
diajukan penulis adalah fokus masalah dan objek
pembahasan yang berbeda. Pada Skripsi diatas, berfokus
pada keterlibatan dan partisipasi perempuan serta objek
lainnya adalah program yang berkaitan dengan
peningkatan peran perempuan. Sementara skripsi yang
diajukan penulis tidak hanya berfokus pada perempuan
namun juga laki-laki, dimana perempuan dan laki-laki
merupakan objek yang berperan sama dalam penelitian.
3. Tahun 2011, Skripsi yang disusun oleh Endang Tri Santi,
Mahasiswi Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta berjudul “Implementasi Kebijakan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia (Studi
Terhadap Tap Menag KPP&PA No 08/2010
Tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran
Responsif Gender Bidang Ketenaga Kerjaan dan
Ketransmigrasian)”. Skripsi tersebut membahas tentang
kebijakan dan implementasi Kementrian Pemberdayaan
19
Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP & PA) dalam
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Bidang Ketenaga Kerjaan dan Ketransmigrasian.
Kelebihan dari Skripsi ini adalah pemaparan yang
baik mengenai teori dan konsep Gender dalam
mewujudkan kesetaraan gender. Menariknya skripsi ini
adalah pemaparan tentang implementasi yang diuraikan
dan dapat dipahami dengan sederhana bahkan bagi orang
yang belum mendapat pengetahuan tentang gender.
Kurangnya skripsi ini, menurut penulis adalah
konsep yang diangkat terlalu umum untuk implementasi
sebuah kebijakan, sehingga cakupannya terlalu luas.
Berbeda dengan penelitian yang penulis usung,
Skripsi di atas hanya berkutat pada kesetaraan gender di
ranah ketenagakerjaan saja.
4. Skripsi Karya David Ilham Yusuf NIM: 03220070
Fakultas Dakwah Universitas Islam Negri Yogyakarta
dengan judul Metode Pengasuhan Emosi Pada Anak
Cacat Mental. Dengan pembahasan meliputi
pengasuhan, pengajaran dan penanganan khusus bagi anak
cacat mental, bagaimana meredam emosi atau bahkan
membantu agar emosi penyandang cacat mental
tersalurkan dengan baik.
Kelebihan skripsi ini adalah membahas dengan baik jenis
emosi dan perlakuan terhadap penyandang cacat mental.
20
Perbedaan skripsi diatas dengan skripsi yang penulis
ajukan adalah, skripsi diatas tidak mensignifikasi
pelayanan terhadap penyandang cacat, sedangkan skripsi
yang penulis ajukan tersignifikasi sebagai pelayanan
ramah gender.
5. Tahun 2011, Skripsi karya Muhammad Ali Nurdin,
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1112052000017 Program Rahabilitasi Mental Pasien
Gangguan Mental Pada Panti Rehabilitasi Sosial Jiwa
Dan Narkoba, Purbalingga, Jawa Tengah. Seperti
halnya penulis, skripsi menggunakan metode penelitian
kualitatif sebagai metode utama dan teknik purposive
sampling dalam memilih subjek penelitian. Menariknya
skripsi ini membahas tipikal pengobatan non-medis seperti
ruqiah dan air karomah yang dianggap mampu membawa
kesembuhan.
Perbedaan skripsi ini dengan penulis adalah objek
penelitian, dimana pasien yang diteliti merupakan pasein
dengan gangguan mental yang disesbabkan oleh efek dari
penggunaan ketergantungan obat-obatan terlarang serta
metode penyembuhan lebih difokuskan pada model
penyembuhan non medis.
6. Tahun 2014, Jurnal Ners Volume 09. No. 2 Oktober 2014,
305-312, berjudul: Sustanability Yang Berhubungan
21
dengan Implementasi Comunity Mental Health
Nursing (CMHN) Di Jakarta Selatan dan Barat oleh
Neng Esti Winadhiayu, Budi Anna Keliat, dan Ice
wardhani. Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Jurnal membahas tentang implementasi CMHN,
penerapan pengobatan alternafif bagi para penderita
gangguan mental dengan konsep komunitas. Komunitas
menjadi pusat semua kegiatan penelitian, mulai dari
prilaku yang diterapkan serta kondisional yang diciptakan
untuk menunjang kesembuhan para penderita gangguan
mental.
7. Tahun 2016, Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 05, No 01
November 2016, ISSN 2303-1433, berjudul Analisa
Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Stress oleh
Fajar Rinawati, Moh Alimansur. Dosen Akademi
Keperawatan Dharma Husada Kediri.
Jurnal membahas tentang segala bentuk gangguan jiwa
secara mudah dimengerti dan sederhana dengan
menggunakan pendekatan model adaptasi Stress yang
dipopulerkan oleh Stuart.
8. Jurnal HumanityUniversitas Muhammadiya Malang ISSN
0216-8995 berjudul Konsep Dasar Implementasi
22
Pengarustamaan Gender Pada Pendidikan
Keaksaraan Fungsional Di Provinsi Jawa Timur oleh
Trisakti Handayani dan Wahyu Widodo, Jurusan Civic
Hukum, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan
Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas
Muhammadiyah Malang. Jurnal membahas tentang gender
mainstreaming, atau pengarustamaan gender pada ranah
pendidikan fungsional, mentelaah tentang adakah akses
pendidikan fungsional didapat dengan sama tanpa
adapembedaan berdasarkan jenis kelamin di daerah tempat
penelitian tersebut dilakukan.
Adapun perbedaan jurnal ini dengan penelitian pada
skripsi ini adalah pada objek penelitian, dimana objek
penelitian jurnal diatas adalah ranah pendidikan
9. Tahun 2016, Jurnal Pendidikan Sosiologi UNY 2016
berjudul Implementasi Kesetaraan Gender Dalam
Resimen Mahasiswa Pasopati Universitas Negeri
Yogyakarta oleh Yudha Ari Winanda, Prof. Dr. Farida
Hanum, M.Si, dan Puji Lestari M.Hum.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana
implementasi kesetaraan gender terterapkan dalam ranah
Unit Kegiatan Mahasiswa, khususnya Resimen
Mahasiswa.
23
F. Metodologi Penelitian
Peneliti memilih mengunakan jenis pendekatan kualitatif
dengan dasar bahwa penelitian kualitatif dirasa mampu
menjabarkan dan menguraikan secara mendalam kejadian
yang terjadi di lingkup penelitian. Berdasarkan pengertiannya,
kualitatif menurut Moleong dalam buku Metodologi Penelitian
kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.23
Penelitian kualitatif
ditujukan untuk memahami fenomena secara utuh dalam
bentuk kata-kata dan bahasa.
Penelitian kualitatif sesuai dengan kebutuhan penulis
dimana penulis ingin melihat penerapan sebuah konsep
terimplementasikan dalam keseharian pelayanan di Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender, Jakarta Timur. Penulis ingin melihat
dan mengamati lebih mendalam tentang pelayanan ramah
gender, dimulai dari motivasi pemberi pelayanan, tindakan,
maupun prilaku yang muncul serta suasana yang terbangun.
Penelitian kualitatif ini menggunakan jenis descriptive
qualitatif method. Alasan mengapa peneliti merasa cocok
untuk menggunakan metode studi kasus deskriptif ini karena
23
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet ke-26
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 6.
24
dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan objek
penelitian berdasarkan fakta yang terjadi dan apa adanya.
Kata deskriptif sendiri berasal dari bahasa Inggris,
descriptive, yang berarti bersifat menggambarkan atau
melukiskan sesuatu hal. Menggambarkan atau melukiskan
dalam hal ini dapat dalam arti sebenarnya (harfiah), yaitu
berupa gambar-gambar atau foto-foto yang didapat dari data
lapangan/ peneliti menjelaskan hasil penelitian dengan
gambar-gambar atau dapat pula berarti menjelaskannya
dengan kata-kata.24
Melalui jenis penelitian deskriptif ini, penulis dapat
menggambarkan/ melukiskan hasil penelitian yang didapatkan
dengan menggunakan kata-kata mengenai implementasi
konsep pelayanan ramah gender di Rumah Sakit Jiwa Islam
Kelnder, Jakarta Timur.
Adapun komponen penelitian ini meliputi:
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dipilih dengan menggunakan
metode purposive sampling, atau ditentukan dengan
sengaja dan petimbangan terlebih dahulu. Teknik purposive
sampling merupakan teknik pengambilan sampel sumber
data yang memudahkan peneliti dalam menggali informasi
24
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian
Sosial, Edisi ke-2 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 129.
25
lebih dalam dikerenakan sampel-sampel dipilih berdasarkan
kualifikasi terhadap objek penelitian.25
Setidaknya ada beberapa prosedur yang harus diikiuti
dalam menentukan sampel sumber data atau subjek
penelitian dalam penelitian kualitatif, umumnya
menampilkan karakteristik sebagai berikut:
a. Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar
melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan
masalah penelitian.
b. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal tetapi dapat
berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik
sampelnya sesuai dengan pemahaman konseptual yang
berkembang dalam penelitian.
c. Tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah
atau peristiwa acak melainkan pada kecocokan dan
konteks.26
Berdasarkan prosedur diatas maka subjek penelitian
dalam skripsi tertuju pada praktisi pihak rumah sakit yang
terdiri dari Pemegang kebijakan, Kepala Bangsal, Terapis,
dan Perawat dan pasien dengan gangguan mental di Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender, Jakarta Timur.
25
Madhel Wirartha, Metode Penelitian Sosial Ekonomi,( Yogyakarta:
Penerbit Andi,2006),h 154. 26
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia, Cet ke-4 (Depok: LPSP3 UI, 2011), h. 109-110
26
2. Objek Penelitian
Objek Penelitian adalah Pelayanan yang diberikan
oleh petugas Rumah Sakit Jiwa Islam Klender kepada
pasien.
a. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
beberapa teknik yaitu:
Studi Kepustakaan/dokumen
Maksud dari studi kepustakaan ini ialah
dengan menggunakan metode kajian literatur seperti
mengkaji beberapa jurnal ataupun buku yang
memiliki tema yang sama dengan objek penelitian
sehingga hasil penelitian tidak hanya dapat
dibuktikan secara praktis saja namun juga dapat
dibuktikan secara akademis.
Wawancara
Menurut Prof. Dr H. M Burham Bungin,
S.Sos.,M.Si. dalam bukunya “Penelitian Kualitatif”
menyebutkan bahwa wawancara secara umum
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan Tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dan informan atau orang
yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana
pewawancara dan informan terlibat dalam
27
kehidupan social yang relative lama. Dengan
demikian, kekhasan wawancaramendalam adalah
keterlibatannya dalam kehidupan informan. 27
Peneliti memilih menggunakan metode
wawancara dalam pengambilan data dan informasi
dengan alasan bahwa metode wawancara adalah
metode yang sesuai dengan permasalahan yang
diangkat dalam skripsi ini, pengambilan informasi
juga dapat dilakukan dengan lebih mendetil.
Sedangkan untuk pemilihan model wawancara,
peneliti memilih model wawancara mendalam
sebagaimana yang telah didefinisikan diatas.
Peneliti akan bertindak langsung sebagai
pemimpin dalam wawaancara dan dengan
kesepakatan kedua belah pihak yaitu peneliti
sebagai pewawancara dan informan yang terdiri dari
narasumber kunci (Pimpinan Instansi), dan
informan (Kepala Bangsal, Perawat dan keluarga
pasien).
Dokumentasi
Teknik ini merupakan teknik dengan
mengambil foto-foto saat wawancara berlangsung
dan juga saat peneliti melakukan observasi sehingga
penelusuran data secara historis dapat dengan jelas
27
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta : Kencana 2011) cet. ke-
5, h.111
28
dilihat bukti fisiknya, khususnya pada data yang
diambil untuk keperluan penelitian skripsi ini.28
Observasi
Istilah observasi berasal dari bahasa latin yang
berarti melihat dan memerhatikan. Dalam hal
penelitian, observasi didefinisikan sebagai
pengamatan kegiatan (dalam pengambilan data)
menggunakan panca indra sebagai alat bantu utama.
Dengan kata lain observasi adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan
dan pengindraan.29
b. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses pencarian dan
pengaturan secara sistematik hasil wawancara, catatan-
catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan untuk
meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang
dikumpulkan dan memungkinkan meyajikan apa yang
ditemukan. Menurut Bodgan & Biken [1982]30
Analisis
data kualitatif dipaparkan sebagai upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
28
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta : Kencana 2011) cet. ke-
5, h. 124 29
Ibid., Burhan Bungin, h. 118 30
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatatif, ( Bandung, PT
Remaja Rosdakarya ; 2007), h. 248
29
data, memilih-milahnya menjadi satuan data yang dapat
dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.
Sementara Analisis data kualitatif menurut
Seiddel [1998] dijabarkan dengan proses sebagai
berikut:
Membuat cactatan lapangan, kemudian diberi
kode hal tersebut bertujuan agar sumber data
dapat ditelusuri
Mengumpulkan,memilih-milah,
mengklasifikasikan, mensitesiskan, membuat
ikhtisar, dan membuat indeksnya.
Berfikir, dengan jalan membuat agar kategori
data itu mempunyai makna, mencari dan
menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan
membuat temuan-temuan umum.31
Teknik pengumpulan data agar data yang
diperoleh vaild dalam kasus ini ialah dengan teknik
studi pustaka, wawancara, observasi dan dokumentasi.
Setelah data terkumpul maka data akan diolah dengan
cara direduksi terlebih dahulu data-data yang relevan
agar sinkron dengan tujuan penelitian dan data yang
31
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatatif, ( Bandung, PT
Remaja Rosdakarya ; 2007), h. 248
30
didapat dilapangan yang masih dikatakan data mentah
diringkas, kemudian disusun secara sistematis lalu
ditonjolkan berdasarkan pokok-pokok yang penting
sehingga data lebih mudah dikendalikan. Setelah data
dirangking maka data dianalisis atau diolah dengan
wujud kata-kata kedalam tulisan yang lebih luas dan
mudah dipahami dan bukan hanya itu data juga diolah
berdasarkan teori-teori gender dan prinsp pelayanan
kepada pasien dengan gangguan mental.
Peneliti memilih teknik analisis data domain,
upaya peneliti dalam memperoleh gambaran data dalam
menjawab fokus penelitian. Upaya tersebut dilakukan
dengan membaca naskah data secara umum dan
menyeluruh, untuk memperoleh domain atau ranah apa
saja yang berada didalam data tersebut. Pemahaman
data secara rinci belum diperlukan pada tahapan ini
karena targetnya adalah untuk memperoleh doamain
atau ranah. Hasil analisis ini masih berupa pengetahuan
tingkat permukaan tentang berbagai ranah konseptual.
Selanjutnya, melalui pembacaan naskah diperoleh hal-
hal penting dari kata, frase, atau bahkan kalimat untuk
dibuat catatan pinggir.32
32
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Praktik
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013),h. 55
31
c. Tempat dan waktu penelitian
Terkait dengan subjek penelitian diatas maka
dapat disimpulkan bahwa penelitian ini akan
dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender,
dengan waktu yang belum dapat ditentukan. Alasan
peneliti memilih lokasi tresebut adalah karena Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender ini merupakan Rumah sakit
jiwa berbasis pelayanan Islami yang mempunyai tujuan
dasar sebagai: Mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang
setinggi-tingginya bagi semua lapisan masyarakat
melalui pendekatan pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan
pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara
menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
G. Sistematika Penulisan
Guna mencapai pembahasan skripsi yang runtut dan
sistematis, penuliasan skripsi ini dibagi kedalam VI BAB
yang terdiri dari beberapa sub-bab sehingga menjadi kesatuan
yang rampung. Adapun penjelasannya sebagai:
BAB I: Isi BAB I merupakan pendahuluan dari
keseluruhan BAB yang ada pada skripsi ini. BAB
I terdiri dari Latar Belakang Masalah, Metode
Penelitian, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
32
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan
Pustaka dan Sistematika Penulisan.
BAB II: Dalam BAB ini akan dipaparkan mengenai teori-
teori ataupun pembahasan yang berkaitan dengan
program, teori gender, konsep pelayanan ramah
gender, dan gangguan mental.
BAB III: Isi BAB III ini terdiri dari Gambaran umum latar
tempat dilakukannya penelitian, meliputi lokasi
Penelitian, Profil Lembaga, Sejarah Singkat
Lembaga, Visi-Misi Lembaga, Struktur Lembaga
dan Program Lembaga serta Temuan dan Analisa
yang meliputi Deskripsi pasien di Rumah Sait
Jiwa Islam Klender, Jakarta Timur Subyek dan
Obyek Penelitian, Teknik Pengumpulan Data,
Sumber Data
BAB IV: Isi BAB ini terdiri dari Data dan Temuan
Penelitian
BAB V: Pada BAB ini diuraikan pembahasan dan kaitan
antara latar belakang, teori dan rumusan teori
baru dari penelitian.
BAB VI: Pada BAB initerdapat simpulan, implikasi dan
saran
Daftar Pustaka
Lampiran
33
33
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Gender
Gender sebenarnya bukan lagi istilah baru di
Indonesia, Istilah gender sebagai sebuah konsep sudah
mulai diperkenalkan sejak awal pemerintahan Orde Baru,
kendati masih banyak masyarakat Indonesia yang belum
memahami istilah tersebut dengan baik.1 Beberapa
kelompok menggunakan penulisan “jender” ketimbang
“gender” yang kesannya lebih kebarat-baratan. Karena hal
tersebut, secara langsung maupun tidak menyebabkan
banyak masyarakat Indonesia kurang peduli terhadap isu
dan wacana gender seperti yang telah disebutkan
sebelumnya “terkesan kebaratan”.
Ada hal yang terlebih dulu harus diluruskan terkait
kata gender seperti penggunaan “gender” dalam beberapa
literatur penulisan. Kerap kali kata “gender” difungsikan
sebagai padanan untuk kata jenis kelamin yang tertera
dalam beberapa formulir. Padanan kata “gender”
seringkali disalah artikan seperti contoh diatas pun
sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Kamus Bahasa
Inggris karangan John Echols dan Hassan Shadily juga
memaknai “gender” dengan “jenis kelamin”.2 Hal lain
1 Ida Rosyidah & Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama. h.11
2 John Echoles & Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, Cet ke-XXIX 2010). h, 265.
34
yang perlu diluruskan adalah, pemaknaan “gender” yang
kerap diidentikkan dengan permasalahan wanita,
misalnya seringkali ditemukan pejabat yang
merekomendasikan hanya pegawai perempuan untuk
menghadiri training terkait gender.3
Jenis kelamin atau seks berhubungan dengan
pembedaan manusia secara biologis, laki-laki dan
perempuan.4 Bersifat melekat sejak manusia dilahirkan
dan merupakan anugrah dari Allah SWT. Misalkan
manusia digolongkan kepada laki-laki karena memiliki
testis sedari lahirnya, dan hanya dengan testis tersebut
sperma dapat dihasilkan,begitupula dengan wanita yang
sudah kodratnya memiliki rahim, melahirkan dan
menyusui. Hal tersebut mutlak dan bukan sesuatu yang
dapat dengan mudah diubah seperti peran social yang
dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman, kultur
kebiasaan dan penerimaan masyarakat setempat.
Berikut tabel yang menunjukan perbedaan antara
seks dan gender.5
3 Ida Rosyidah & Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama. h.12.
4 Nurul Ramadhani Makaro, Gender dalam Bidang Kesehatan,
(Bandung : Alfabeta, 2009). h,14. 5 Ibid., Nurul Ramadhani Makaro.h,15.
35
Tabel 2:
Seks Gender
Secara biologis, telah
dimiliki sejak lahir, tidak
akan berubah
Hanya perempuan saja
yang bisa menstruasi,
memiliki payudara hamil,
melahirkan dan menyusui.
Hanya laki-laki saja yang
memiliki sperma dan
testis.
Bukan bawaan lahir,
dibangun oleh kultur sosial,
merupakan prilaku yang
diajari dan ditanamkan, bisa
diubah
Perempuan hanya tinggal di
rumah dan mengurus anak,
tetapi laki-laki dapat pula
tinggal di rumah dan
mengurus anak
Salah satu jenis pekerjaan
bagi laki-laki adalah supir
taksi, tetapi perempuan juga
dapat mengemudikan taksi
sebaik laki-laki.
Di dalam Encyclopedia of Feminism dikatakan
untuk seks dan gender disebutkan bahwa6
Gender is a term for the socially
imposed division between the sexes.
Whereas sex refers to the biological,
anatomical, differences between male and
6 Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat
Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003). h, 54.
36
female. Gender refers to the emotional and
psychological attributes wich a given culture
exspects to coincide with physical maleness or
femaleness.
Gender adalah sebuah istilah yang
menunjukan pembagian peran social anatar
pria dan wanita serta mengacu kepada
pemberian ciri emosional dan psikologis yang
diharapkan oleh budaya tertentu yang
disesuaikan dengan fisik laki-laki dan
perempuan. Adapun istilah seks mengacu
kepada perbedaan secara biologis dan
anatomis antara laki-laki dan perempuan
(Tuttle, 1987).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa gender dimaknai
sebagai konstruksi sosial tentang pembedaan sifat,
tanggung jawab sosial, mentalitas,peran/ kontribusi sosial,
nilai , sifat dan prilaku dalam kehidupan sosial. Seperti
konsrtuk sosial tentang laki-laki dengan pemberian sifat
kuat, tidak cengeng dan bertanggung jawab hal tersebut
tentu tidak serta merta menjadi wajib dimiliki bagi semua
laki-laki, karena hal tersebut hanyalah ekspektasi
masyarakat sosial yang kemudian menjadi sebuah
konstruk dalam kehidupan sosial.
Selain pemahaman terhadap konsep gender, perlu
diketahui beberapa istilah yang kerap digunakan dalam
issu gender, seperti Kesetaraan Gender, Keadilan Gender,
Peran Gender, Bias Gender, Streotip Gender, Analisis
Gender, dan Pengarustamaan Gender (Gender
37
Mainstreaming). Berikut adalah pengertian dari istilah-
istilah tersebut.
Bias Gender, bias gender yaitu suatu keadaan
yang menunjukan adanya keberpihakan kepada jenis
kelamin tertentu. Misalnya produk hukum yang lebih
memihak kepada laki-laki dan cenderung merguikan
perempuan adalah ketika terjadi kasus aborsi ilegal.
Dalam kasus tersebut, cenerung hanya pihak perempuan
yang mengalami hukuman atas tindakan tersebut,
sementara laki-laki yang turut andil dalam insiden
tersebut cenderung bebas dari tuntutan masyarakat dan
produk hukumm itu sendiri.7
Peran Gender, adalah peran ekonomi dan sosial
yan dipandang layak oleh masyarakat untuk diberikan
kepada laki-laki atau perempuan. Laki-laki diberikan
peran prodduksi/pencari nafkah, yang cenderung bersifat
sekuensial, sementara perempuan memmpunyai peran
ganda, yaitu tanggung jawab terhadap pekerjaan rumah
tangga, pencari nafkah tambahan dan kegiatan di
masyarakatyang sering harus dilakukan secara simultan.
Hal yan paling penting adalah peran dan tanggung jawab
gender dapat berbeda pada budaya atau waktu yang
berbeda.8
7 Nurul Ramadhani, Gender Dalam Bidang Kesehatan, (Bandung :
Alfabeta, 2009). h, 37 8Nurul Ramadhani, Gender Dalam Bidang Kesehatan, (Bandung :
Alfabeta, 2009). h, 36
38
Stereotip Gender, merupakan hal yang dianggap
sesuai dan biasa untuk jenis kelamin tertentu, dipengaruhi
oleh budaya setempat dan dikadikan norma pada
lingkungan budaya tersebut. Namun pada kenyataan
dalam kehidupan nyata dikeseharian, baik laki-laki
maupun perempuan secara inividu tidak selalu sesuai
dengan tereotip tersebut. Misalnya, Perempuan dengan
peran pengurus rumah tangga dengan tugas memasak dan
menjaga anak di rummah, sementara laki-laki yang
bertugas mencari nafkah. 9
Pengarustamaan Gender (Gender
Mainstreaming) didefinisikan oleh UN ECOSOC ( United
Nation Economic and Social Council) pada tahun 1997
ssebagai berikut : Pengarustamaan gender adalah
penerapan kepeulian gender dalam analisis, formulasi,
implementasi dan pemantauan suatu kebijakan dan
program dengan tujuan mencegah terjadinya
ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan.10
Pengarustamaan gender bercirikan sebagai
berikut.11
Bertujuan mencapai kesetaraan gender dan
menghapuskan kesenjangan gender.
9 Ibid., Nurul Ramadhani,). h, 36
10 Ibid., Nurul Ramadhani,. h, 36.
11Nurul Ramadhani, Gender Dalam Bidang Kesehatan, (Bandung :
Alfabeta, 2009), h, 37.
39
Adanya pertimbangan terhadap peran dan
hubungan gender serta dampaknya terhadap
ketidaksetaraan gender.
Menggunakan strategi dan pendekatan yang
tanggap gender kedalam kebijakan dan proses
perencanaan program pembangunan.
Kesetaraan Gender, merupakan keadaan tanpa
diskriminasi (sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin)
dalam memperoleh kesempatan, pembagian sumber-
sumber dan hasil pembangunan, serta akes terhadap
pelayanan.12
Keadilan Gender, adalah keadilan dalam
distribusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan, yang didasari atas pemahaman bahwa laki-
laki dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan
kekuasaan. Perbedaan ini perlu dikenalidan diperhatikan
untuk dipakai dasar atas perbedaan perlakuan yan
diterapkan bagi laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan keterangan diatas, maka Ramah
Gender dapat dijabarkan sebagai; Keadaan atau kondisi
yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan (sama)
dalam memperoleh kesempatan serta hak sebagai manusia
tanpa dibatasi oleh perbedan jenis kelamin. Kondisi
tersebut diharapkan dapat mendorong laki-laki dan
perempuan agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
12
Ibid., Nurul Ramadhani,h, 36
40
kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional
(hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditandai
dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan
laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses,
kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan
2. Masalah yang kerap kali terjadi dilatarbelakangi isu
Gender
Perbedaan jenis kelamin tidaklah menjadi masalah
jika manusia dapat hidup rukun dan dapat mewujudkan
aktualisasi diri serta memperoleh kehidupan yang layak.
Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak untuk
hidup bahagia tanpa harus terdiskriminasi oleh apapun
termasuk jenis kelamin yang seyogyanya merupakan
anugerah Tuhan yang maha esa.
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1984 tentang “Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Wanita ( Convetion the Elimination of all Forms of
Discrimination Againt Women)13
menegaskan bahwa
13
Kelompok Kerja Convetion Watch dan Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan
Keadilan Gender, (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia : 2012), h. 5-7.
41
Indonesia telah mengesahkan bahwa segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan adalah dilarang. Bahwa
semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam hak dan
martabat, bahwa tiap orang berhak atas semua kebebasan
yang dimuat didalamnya tanpa perbedaan apapun,
termasuk perbedaan berdasarkan jenis kelamin.
Beberapa masalah yang kerap terjadi
dilatarbelakangi perbedaan jenis kelamin dan termasuk
kedalam permasalahan bias gender adalah :
a. Stereotip
Stereotip adalah pelabelan terhadap
kelompok, suku, bangsa tertentu yang selalu
berkonotasi negatif, sehingga sering merugikan dan
menimbulkan ketidakadilan. Misalnya label
perempuan sebagai ibu rumah tangga
(domestik) dan laki-laki sebagai pencari nafkah
(publik), perempuan lemah, laki-laki kuat dan lain-
lain.14
b. Marjinalisasi
Marjinalisasi seringkali dimaknai peminggiran
bagi salah satu jenis kelamin dalam memperoleh
akases seperti ekonomi dan pendidikan.15
Misalkan
marjinalisasi, atau peminggiran dari segi pendidikan
14
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat Studi
Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 76 15
Ida Rosyiah & Hermawati, Relasi Gender dalam Agama – agama,
(Jakarta, UIN Jakarta Press). h, 26
42
yang diterima oleh kebanyak anak laki-laki yang
dilahirkan dari keluarga nelayan. Pendidikan formal
tidak dianggap penting, setiap anak laki-laki
diharuskan ikut serta melaut mencari ikan ketimbang
turut mengecap jenjang pendidikan. Selain
peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin, Alison
Scott, seorang ahli sosiologi Inggris melihat berbagai
macam bentuk marginalisasi yakni 1). Proses
pengucilan, 2). Proses pergeseran perempuan ke
pinggiran (margins), 3). Proses feminisasi atau
segregasi, pemusatan perempuan pada jenis
pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan), atau
pemisahan yang semata- mata dilakukan oleh
perempuan saja atau laki-laki saja, 4). Proses
ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat
yang merujuk diantaranya perbedaan upah (Saptari
dan Holzner, 1997)16
c. Beban ganda
Beban ganda atau double burden adalah kondisi
dimana beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis
kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin
lainnya.17
Misalkan karena dilatar belakangi
anggapan bahwa perempuan memiliki kemapuan
16
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat Studi
Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 73-74. 17
Ida Rosyiah & Hermawati, Relasi Gender dalam Agama – agama,
(Jakarta, UIN Jakarta Press), h. 27
43
untuk memelihara, lemah sebagai pemimpin maka
perempuan ditempatkan dalam ranah domestik dengan
beban pekerjaan rumah seperti bersih-bersih,
memasak, dan mencuci menjadi tanggung jawab
perempuan, ditambah dengan pekerjaan mengurus
suami ketika perempuan tersebut sudah menikah, dan
mengurus anak ketika perempuan tersebut sudah
memiliki anak. Seringkali tambahan beban berlaku,
terutama jika keadaan ekonomi dirasa kurang
memuaskan, perempuan dituntut turut bekerja untuk
memenuhi ekonomi keluarga.
d. Subordinasi
Merupakan diskriminasi yang terdapat dalam
kekuasaan dan pengambilan keputusan18
. Salah satu
jenis kelamin mendominasi kekuasaan dan
pengambilan keputusan. Misalkan dalam contoh kasus
rumah tanggga, kerapkali perempuan menjadi sasaran
subordinasi, pelabelan perempuan sebagai makhluk
yang bodoh, lemah dan cengeng menjadi salah satu
faktor perempuan dipandang sebagai the second sex.
e. Kekerasan
18
Ida Rosyiah & Hermawati, Relasi Gender dalam Agama – agama,
(Jakarta, UIN Jakarta Press), h. 25
44
Kekerasan seringkali dipicu oleh beberapa
faktor sebelumnya, misalnya, dikarenakan adanya
subordinasi dan marjinalisasi terhadap salah satu jenis
kelamin, maka jenis kelamin lainya kan bertingkah
superior dan dominan. Keadaan superior dan dominan
inilah yang mengakibatkan kekerasan. Kekerasan
dapat berupa serangan terhadap fisik ataupun
integritas mental psikologis seseorang terhadap jenis
kelamin tertentu, umumnya memang terjadi pada
perempuan. 19
3. Gender dalam Agama Islam
a. Laki- laki dan perempuan diciptakan sebagai khalifah
di bumi dengan tujuan yang sama yaitu menyembah
Allah. Sebagaimana esensi kehidupan manusia yang
termaktub dalam kitab suci umat islam Al Qur’an
surah Adz Zariyat ayat 56 :
وما خلقت الجن والنس إل ليعبدون
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Tidak ada pembedaan kewajiban untuk
menyembah dan beribadat lantaran perbedaan jenis
kelamin. baik perempuan maupun laki-laki sama
wajibnya untuk mengabdi dengan beribadah pada
19
Nurul Ramadhani Makaro, Gender dalam Bidang Kesehatan,
(Bandung : Alfabeta, 2009), h.49
45
Allah SWT. Kewajiban seperti rukun iman, dan rukun
islam tidak berbeda sedikitpun anata laki-laki dan
perempuan.
b. Tidak ada pembedaan derajat antara laki-laki dan
perempuan kecuali ketaqwaan.
Dalam islam siapapun bisa lebih baik, laki-laki
bisa lebih baik dari perempuan begitu pula sebaliknya,
perempuan bisa lebih baik dari laki-laki dan kebaikan
tersebut diukur semata dalam segi ketaqwaan, bukan
hal lain seperti harta, pendidikan, jabatan,
kesempurnaan fisik, dan sebagainya. Sementara
perbedaan jenis kelamin bukanlah suatu penghalang,
melainkan anugrah yang menuntut kita agar saling
mengenal satu dan lainnya bukan justru menjadi
tembok penghalang yang membatasi.
Sebagaimana yang tertera dalam Al Qur’an surah Al
Hujarat, ayat 13 :
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
46
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.
c. Islam datang membawa kebebasan bagi perempuan.
Sebelum Islam datang ke tanah arab, perempuan
kerap kali menjadi korban tindak diskriminasi.
Stereotip masyarakat arab tentang perempuan yang
lemah dan tidak produktif kerap kali membawa
kemalangan yang sangat buruk bagi para perempuan
kala itu. Bukan saja kebebasan diranah publik seperti
mendapat pendidikan yang setara, masyarakat arab
jahiliyah bahkan membunuh bayi perempuan yang
dilahirkan dikeluarganya lantaran mereka
menganggap keahiran bayi tersebut merupakan suatu
aib yang harus dihilangkan. Rasulullah S.A.W
kemudian diutus Allah untuk mengakhiri tindakan
jahiliyah tersebut.
Sejatinya manusia diciptatan untuk menjadi
khalifah di muka bumi. Khalifah sebagaimana
dimaksud dalam Q.S Al-an’am;165
Dan Dialah yang menjadikan kamu
penguasa-penguasa di Bumi, dan dia meninggikan
47
sebahagian kamu, diatas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaanNya dan
sesungguhnya Dia maha pengampun lagi maha
penyayang
Khalifah tidaklah menunjuk pada salah satu
jenis kelamin atau etnis tertentu. Sebagai khalifah di
muka bumi, laki-laki dan perempuan mempunyai
fungsi dan tugas yang sama. Laki-laki dan perempuan
akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas
kekhalifahannya kelak kepada Allah. Dalam
melaksanakan tugas-tugas baik sebagai hamba
maupun sebagai khalifah, laki-laki dan perempuan
memiliki peluang yang sama untuk meraih prestasi
yang maksimal.20
4. Gender dalam dan kehidupan masyarakat Indonesia
Budaya Pathriarkhi tidak dapat dinafikan
dalam konstruk sosial beberapa suku yang ada di
Indonesia. Namun demikian bukan lantas melegalkan
tindak pensubordinatan pada kaum perempuan. Ada
dua sistem budaya yang selama ini dianggap
menyudutkan posisi perempuan di masyakat, yakni
budaya patrilinial dan patriarki. Budaya patrilinial
adalah budaya di mana masyarakatnya mengikuti
20
Ida Rosyiah & Hermawati, Relasi Gender dalam Agama – agama,
(Jakarta, UIN Jakarta Press), h. 124-125.
48
garis laki-laki seperti anak bergaris keturunan
ayah. Sedangkan patriarki dipahami secara harfiah
yang berarti “kekuasaan bapak” (role of the father)
atau “patriarkh” (patriarch) yang digunakan untuk
menyebut “keluarga yang dikuasai kaum laki-laki”.
Secara istilah kata patriarki digunakan untuk
menyebutkan kekuasaan laki-laki, hubungan
kekuasaan dengan apa laki-laki menguasai
perempuan, serta sistem yang membuat
perempuan tetap dikuasai melalui bermacam-
macam cara (Bashin, 1996).21
Patriarki cendrung pada penerapan pandangan
hidup yang didominasi oleh laki-laki (male-
dominated), ditentukan oleh laki-laki (male-
identified), dan berpusat pada laki-laki (male-
centered). Ciri khas dari budaya tersebut
ditopang dan dilembagakan, sehingga menjadi
landasan dan pandangan hidup secara umum
(Johnson, 1997).22
5. Gender dalam Pelayanan Kesehatan
Tenaga kesehatan pada umumnya sudah
mengetahui tentang isu gender dalam pemberian
pelayanan kesehatan, terutama dalam tindak
penanggulangan untuk mengurangi kemungkinan
21
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 58.
22Ibid., Fadilah Suralaga, dkk.,h. 60.
49
terjadinya ketidakadilan dan ketidaksetaraan peran
dan tanggung jawab dalam lingkungan tempat mereka
bekerja.23
Namun demikian pengetahuan saja belum
cukup untuk menerapkan pelayanan yang berkeadilan
gender.
Ketidakadilan gender dalam kesehatan, yaitu
ketidakadilan berdasarkan norma dan standar yang
berlaku, dalam hal distribusi manfaat dan tanggung
jawab antara laki-laki dan perempuan (dengan
pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan
mempunyai kebutuhan dan kekuasaan). Keadilan yang
ditentukan oleh norma atau standar yang dianggap
pantas atau adil dalam suatu masyarakat, yang
mungkin berbeda satu dengan yang lain dan mungkin
berubah dari waktu ke waktu.
B. Gangguan Mental
1. Pengertian Gangguan Mental
Gangguan mental yang dimaksud dalam skripsi ini
adalah kondisi mental yang tidak sehat serta mengalami
gangguan. Termasuk kedalamnya seseorang yang terkena
penyakit mental ataupun cacat yang disebabkan oleh
kurang sempurnanya kromosom sejak lahir atau yang
biasa disebut dengan retradasi mental.
23
Nurul Ramadhani, Gender Dalam Bidang Kesehatan, (Bandung :
Alfabeta, 2009). h, 1
50
Secara sederhana gengguan atau penyakit mental
terdefinisi sebagai gangguan atau penyakit yang
menghalangi seseorang hidup sehat seperti yang
diinginkan oleh diri individu yang bersangkutan maupun
orang lain.24
Seseorang dapat dikatakan memiliki
ganggunan mental apabila dia tidak memenuhi kriteria
yang ada pada seseorang yang bermental sehat. Seseorang
dikatakan bermental sehat apabila dia terhindar dari
simtom-simtom neurosis dan psikosis.25
Lebih lanjut
seseorang yang bermental sehat dapat menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain, dan masyarakat dimana
individu tersebut hidup, sebaliknya, orang yang mentalnya
terganggu akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan
individu maupun lingkungan tempat orang tersebut hidup.
Gangguan mental dapat diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu, gangguan mental ringan, gangguan mental
sedang dan gangguan mental berat. Gangguan mental
ringan (gangguan mental saja) seringkali disebut dengan
neurosis, merupakan kondisi dimana gangguan yang
dialami oleh individu yang bersangkutan dan merugikan
bagi dirinya sendiri. Gangguan mental berat (Penyakit
mental) seringkali disebut psikosis, merupakan kondisi
dimana gangguan mental yang diderita mengakibatkan
24
Yustinus Semiun, Kesehatan Mental 3, (Yogyakarta : Kanisuis 2006).
h, 9 25
Yustinus Semiun, Kesehatan Mental 2, (Yogyakarta : Kanisuis 2006).
h, 50
51
kerugian baik bagi individu yang bersangkutan maupun
bagi lingkungan sekitarnya.26
2. Aspek dan Simtom Gangguan Mental
Adapun aspek yang terdampak dari gangguan
mental, baik itu gangguan mental yang bersifat neurosis
(menyerang syaraf tergolong gangguan mental ringan)
maupun yangtergolongkedalam gangguan psikosis
( gangguan jiwa tergolong kedalam gangguan mental
yang berat) adalah sebagai berikut: 27
1. Kognitif ( aspek berfikir)
Aspek kognisi pun memiliki beberapa irisan antaralain
sebagai persepsi, sensasi, perhatian, ingatan, dan
asosiasi pikiran serta kesadaran. Sebagai contoh
gangguan kognitif pada aspek persepsi adalah,
seseorang akan merasa mendengar bisikan untuk
melakukan sesuatu atau bahkan melihat sesuatu yang
bahkan tidak dapat dilihat oleh orang lain.
2. Kemauan
Pasien gangguan mental dengan aspek terganggu
kemauannya akan memiliki kemauan yang lemah,
sulit bagi pasien tersebut untuk membuat keputusan
ataupun memulai tingkahlaku. Kesulitan untuk bangun
pagi, mandi dan bahkan membiarkan dirinya tidak
26
Yustinus Semiun, Kesehatan Mental 3, (Yogyakarta : Kanisuis 2006).
h, 10 27
Indra Majid, terbit Juli 2016
http://www.psikoterapis.com/files/rangkuman-gejala-gangguan-psikologis.pdf
diakses pada September,2018.
52
terawatt sehinggamenjadi kotor, bau dan berantakan.
Contoh lain dari pasein dengan gangguan
kemauanadalah bertindak bertentengan dengan apa
yang diperintahkan.
3. Afektif (aspek emosi)
Pasien gangguan mental dengan kategori teranggu
emosinya, akan merasa senang dan gembira
secaraberlebihan. Pasien kerap merasa sebagai orang
penting, penguasa, atau bahkan raja. Tetapi dilain
waktu pasien akan measa sangat sedih, menangis,
meratap takberdaya, bahkan muncul kemauan untuk
mengakhiri hidupnya sendiri.
4. Psikomotorik ( aspek prilaku)
Pasien dengan gangguan mental yang tergolong dalam
gangguan psikomotarik akan bertingkah dan
beraktivitas secara berlebihan, melakukan hal yang
bahkantidak diperintahkan, bahkan sulituntuk tetap
diam dan tenang dalam waktu tertentu.
Beberapa gejala lain yang dimiliki oleh penderita
gangguan mental antara lain adalah :
Perasaan bersalah tak menentu
Kecemasan- kecemasan yang tidak produktif dan
terasa sangat mengancam individu yang
bersangkutan.
53
Ketidak mampuan dalam menangani krisis dengan
baik.
Perasaan bersalah karena ketidak mampuan dalam
menangani krisis menyebabkan berkurangnya rasa
kepercayaan diri.
Terkadang bila ancaman dari luar dirasa sangat
berat bagi individu yang bersangkutan maka
cenderung berkembang menjadi gangguan tingkah
laku.28
Sedangkan retradasi mental adalah kondisi dimana
fungsi intelektual dibawah angka 7, muncul bersamaan
dengan kurangnya prilaku adaptif, serta kemampuan
beradaptasi dengan kehidupan sosial sesuai tingkat
perkembangan dan budaya. Menurut Muslim [2004]
Retraddasi mental adalah suatu keadaan perkembangan
jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, ditandai dengan
kendala keterampilan selama masa perkembangan
sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
menyeluruh seperti kemampuan kognitif, bahasa, motorik
dan sosial. Penderita Retradasi mental memiliki
keterbatasan dalam bersosialisasi akibat kecerdasan yang
rendah, sementara kemampuan untuk bersosialisasi
dipengaruhi oleh kecerdasan yang dimiliki.
28
Indra Majid, terbit Juli 2016
http://www.psikoterapis.com/files/rangkuman-gejala-gangguan-psikologis.pdf
diakses pada September,2018.
54
3. Pelayanan Terhadap Pasien Gengguan Mental
Pelayanan terhadap pasien dengan gangguan
mental tentunya berbeda dengan pelayanan pada pasien
umumnya. Pasien dengan ganguan mental akan lebih
membutuhkan perhatian khusus terutama dalam segi
pelayanan maupun fasilitas baik yang bersifat medis dan
non-medis. Kendati tidak banyak perbedaan yang
signifikan dalam pelayanan medis seperti pemberian obat
–obatan dan tindakan yang sifatnya diberikan sesuai
dengan kebutuhan pasien dengan gangguan jiwa. Namun
pada praktiknya mestilah ada perbedaan semisal pola
komunikasi sebagai stimulus yang digunakan para
pemberi pelayanan termasuk kedalamnya dokter, perawat
dan petugas harian yang senantiasa bersentuhan langsung
dengan pasien.
C. Implementasi & Pelayanan Ramah Gender
1. Implementasi
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia,
Implementasi didefinisikan sebagai “Pelaksanaan atau
Penerapan”29
. Sementara Pelayanan terdefinisi sebagai
“perihal atau cara melayani, usaha melayani kebutuhan
orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); jasa.30
29
Tim Penyusun Kamus Besar bahassa Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,Edisi Ke-tiga,(Jakarta: Balai Pustaka, 2007),Cet. Ke-4,h. 247. 30
http://kbbi.web.id/pelayanan, diakses pada tanggal 19 Oktober 2018
55
Maka Implementasi konsep Pelayanan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah bentuk konkret dari usaha dan
upaya yang dilakukan dari objeknya sebagai konsep
pelayanan ramah gender dengan subjek sebagai Rumah
Sakit Jiwa Klender (termasuk kedalamnya pemegang
kebijakan selaku narasumber, dokter dan staff selaku
informan). Adakah Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
dengan segenap kebijakan, pelayanan, pegawai
berkontribusi dalam menerapkan konsep pelayanan
Ramah Gender di rumah sakit tersebut.
2. Pelayanan Ramah Gender
Telah terdefinisi pada bahasan sebelumnya tentang
gender, maka Pelayanan Ramah Gender dapat dikatakan
sebagai bentuk pelayanan yang tidak mendiskreditkan
salah satu jenis kelamin, tidak merugikan dan tidak
menghalangi aktualisasi diri berdasarkan jenis kelamin
sebagai pembeda. Termasuk juga kedalam pelayanan
ramah gender sebagai pengklasifikasian fasilitas
berdasarkan tingkat kebutuhan individu, tanpa
memberikan perlakuan berbeda berdasarkan jenis
kelamin.
Pelayanan Ramah Gender memungkinkan
seseorang untuk dapat mengaktualisasikan dirinya dengan
baik tanpa harus terhalang oleh stereotip jenis kelamin
yang dimilikinya. Misalkan, tidak melulu laki-laki
dianggap kuat dan tegar sehingga menyebabkan laki-laki
56
yang sakit cenderung kurang mendapat perhatian
ketimbang perempuan yang melulu dianggap rapuh dan
lemah. Laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan hal-
hal yang sama sesuai dengan kebutuhan bukan sesuai
dengan jenis kelamin.
57
BAB III
GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
A. Sejarah
Rumah Sakit Jiwa Islam Klender adalah amal usaha
perserikatan Muhammadiyah melalui Piagam
Muhammadiyah tahun 1975 antara YRSIJ yang diwakili oleh
Dr. Kusnadi dengan PP Muhammadiyah yang diwakili oleh
Dr Kh. A.R. Fakhruddin. Bangunan didirikan tahun 1987, di
atas tanah sumbangan dari Bazis DKI Jakarta, kemudian
diresmikan oleh Gubernur R.Soeprapto.
Awal berdiri dari 1987-1990 Rumah Sakit berfokus
pada Rumah Sakit Ibu dan Anak, kemudian beralih menjadi
yayasan RSIJ atau Dr. H.Mmuadz menjadi RSJ Islam
Klender. Tahun 1993, perizinan diurus dengan nama RS Jiwa
Islam Klender ( DepKes RI). Seiring dengan berjalannya
waktu, peubahan dan perubahan terjadi yaitu:
Tahun 1987-1996 berada di bawah RSIJ Putih dan RSIJ
Pondok Kopi.
Tahun 1996-1998 mendapat bantuan WIC
Tahun 1997 jumlah kapasitas bertambah menjadi 36
tempat tidur
Tahun 1998-saat ini kapasitas bertambah menjadi 50
tempat tidur
Tahun 2001, terjadi pergantian pimpinan RS dari Dr.
Muadz dan Dr. Al Bahri kepada Dr. H. Rusdi dan
Dr.Alinur
58
Tahun 2003-2004 mendapat bantuan BAMUIS BNI untuk
renovasi ruang kelas 1
Tahun 2006 mendapat bantuan BPH RSIJ Yayasan RSIJ
renofasi tampak depan dan mulia melakukan rintisan
program ISO
Tahun 2008 mendapat bantuan dari Bapak Suhadi Gd.
Ruang perawat kelas 1 laki 2
Tahun 2009 tersertivikasi ISO 9001=2000
Tahun 2010, terjadi pergantian pejabat dari Dr. Rusdi
Efendi kepada Dr. Meta Desfini Primadona Sp.KJ dan Dr.
Prasila Darwin
Tahun 2012 terakreditasi 5 jenis pelayanan
B. Visi Misi
Visi
Menjadi Rumah Sakit Jiwa Islam pilihan dalam
pelayanan dan pendidikan kesehatan jiwa, serta
tempatpengkaderan persyerikatan Muhammadiyah.
Misi
1. Memberikan pelayanan kesehatan jiwa islami,
profesional, serta peduli kaum dhuafa yang didukung oleh
sarana prasarana yang berkualitas.
2. Menjadikan rumah sakit sebagai wahana pendidikan bagi
tenaga kesehatan yang berkualitas dan berakhlak mulia.
3. Menjadikan rumah sakit sebagai tempat dakwah
persyarikatan Muhammadiyah.
59
C. Motto
Adapun Motto Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
adalah pelayanan berlandaskan IMAN, yaitu;
I = Ikhlas
M = Manusiawi
A = Amanah
N = Nyaman
D. Tujuan
Mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang setinggi-
tingginya bagi semua lapisan masyarakat melalui pendekatan
pemeliharaan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), pneyambuhan penyakit (kuratuf), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan
serta tuntutan ajaran islam dengan tidak memandang agama,
golongan, dan kedudukan.
E. Kerjasama Rujukan
Rumah Sakit Jiwa Islam Kelnder memiliki kerjasama
dengan Rumah Sakit Islam lain yaitu;
1. Rumah Sakit Islam Jakarta, Cempaka Putih Tengah I/1
Jakarta Pusat. Telp 4250451
2. Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi, Jl. Raya Pondok
Kopi, jakarta Timur. Telp 8610471
60
3. Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura, Jl. Tipar Cakung
No.5 Sukapura, Jakarta 14140. Telp 4400778
F. Pelayanan
1. Pelayanan UGD Psikiatri
2. Pelayanan Rawat jalan
a) Memiliki tiga klinik Psikiatri dengan spesialisasi
terdiri dari;
Ketergantungan obat
Gangguan tidur
Hiperaktif
Autisme
Depresi
Schizofrenia
Bipolar, dan lain-lain
b) Klinik Psikologi
c) Klinik Spiritual
d) Pelayanan Penunjang sebagai;
Laboratorium
EEG
EKG
MMPI (Tes Kejiwaan)
Psikotest
Test Bakat dan minat
3. Pelayanan Rawat Inap
61
Rawat inap ditujukan untuk pasien yang
membutuhkan perhatian khusus, seperti psikoterapi
dan komunikasi terapeutik. Adapun pelayanannya
terbagi dalam fasilitas kelas sebagai;
Kelas Utama
Fasilitas :
Kamar dengan 1 tempat tidur
Ruangan ber-AC
Televisi LED
Kulkas
SofaTunggu
Teras dan Kursi Taman
Kamar Mandi di dalam
Ruang Tunggu Pasien Khusus
Pintu besuk pengunjung tersendiri
Lemari
Pengharum Ruangan
Kamera CCTV
Kelas I
Fasilitas :
Kamar dengan 3 temat tidur
Ruangan ber-AC
Teras dan kursi taman
Kamar mandi di dalam
62
Lemari
Kamera CCTV
Kelas II
Fasilitas :
Kamar dengan 4 temat tidur
Ruangan ber-AC
Kamar mandi di dalam
Lemari
Kamera CCTV
Kelas III
Fasilitas :
2 kamar barak laki-laki
Kamar wanita ( 8 tempat tidur)
Kamar mandi di dalam
Kipas angin
Exhausefan
Kamera CCTV
Ruang Isolasi
Fasilitas :
Satu tempat tidur
Ruanganan ber-AC
Pengawasan khusus
Kamera CCTV
63
Ruang Observasi
Fasilitas :
Kamar dengan 5 tempat tidur
Kipas angin
Pengawasan khusus
Kamera CCTV
4. Terapi Rehabilitasi Psikososial
Terapi aktifitas kelompok
Musik
Olahraga
Terapi spiritual (rehabilitasi rohani)
Terapi rekreasi
Daycare
Psikoterapi
Okupasi terapi
Dll
5. Terapi Spiritual
Shalat berjamaah
Membaca Al-Qur’an
Ruqyah Syariah
Dzikir
Bagi pasien non muslim disediakan, atau boleh
memilih pendamping ibadah
64
6. Pelayanan lain-lain
Antar & jemput Pasien
Pemeriksaan Narkoba
Psikotest
Home Care / Home Visit
ECT ( Electro Convulsive Theraphy)
Pelayanan Terapi Ruqyah
Penyuluhan Kesehatan Jiwa Masyarakat
Lahan pendidikan bagi tenaga kerja kesehatan,
kedokteran, dan keperawatan atau Psikologi
Pelayanan Jenazah (kerja sama dengan yayasan Nafsul
Muthmainnah)
65
G. Jadwal Dokter
Tabel 3 :
No Nama Dokter Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu
1 dr.Metta
Desvini, Sp.KJ
-
9.00-
sds
-
9.00-sds
-
-
2 dr.Prasilla
D.Sp.KJ
7.30-10.0
7.30-9.00
12.00-13.00
-
3 dr.Ni Wayan,
Sp.KJ
-
12.00-sds
-
-
-
4 dr.Hj Dahsriati
Sp.KJ
Dengan Perjanjian (DP)
9.00-selesai
DP
5 dr. Rusdi
Effendi Sp.KJ
12.00-sds
-
10.00-12.00
12.00-sds
-
12.00-sds
6 dr.Agung
Priyanto Sp.KJ
-
-
-
-
-
9.00-sds
7 dr.H. Isa M.
Noor Sp.KJ
-
-
-
-
-
8.00-sds
8 dr.H Erie D.
Irawan Sp.KJ
-
-
-
-
-
9.00-12.00
9 dr.M. Riza
Syah Sp.KJ
-
17.00-sds
9.00-sds
-
10 dr.Hevi Eka
Tajrum
08.00-14.30
66
Bab IV
DATA TEMUAN PENELITIAN
A. Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Pelayanan Berbasis
Islami
Nuansa islami sangat terasa ketika baru memasuki
ruang tunggu Rumah Sakit Jiwa Islam Klender. Terpampang
banyak sekali hiasan islami diantaranya adalah kaligrafi. Ada
dua kaligrafi yang dipajang dengan ukuran yang cukup besar
sehingga mudah dibaca oleh semua orang yaitu:
وإذا مرضت فهو يشفين “Dan bila aku sakit, maka Dia (Allah)lah yang
menyembuhkan”
Q.S Asyu’ara 80
ؤمنين ول تهنوا ول تحزنوا وأنتم ٱلعلون إن كنتم م“Dan janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah
(pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang
yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang
yang beriman”
Q.S Ali Imran 139
Dua penggalan ayat suci di atas merupakan penggalan
ayat untuk figura kaligrafi ayat suci yang terpampang dengan
besar dan jelas di ruang tunggu Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender Berlokasi di Jalan Bunga Rampai X, RT 08 / RW 06,
Malaka Jaya, Duren Sawit, RT.8/RW.6, Malaka Jaya, Duren
Sawit, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
13460.
67
Seperti yang telah disebutkan dalam bab III
sebelumnya, Rumah Sakit Jiwa Islam ini tidak hanya tempat
pelayanan kesehatan jiwa, namun juga sebagai wadah
pengkaderan Muhammadiyah. Suasana Islami sangat nampak
nyata, tidak hanya dari segi hiasan kaligrafi, namun juga staff
dan pegawai mengenakan seragam muslim, khusus untuk
perempuan menggunakan hijab.
Berdasarkan informasi awal tentang Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender tersebut, peneliti kemudian merasa penting
untuk melihat pelayanan Islami dan manusiawi yang menjadi
dasar pondasi pelayanan yang diterapkan oleh Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender, bagaimana Implementasi (penerapan)
konsep pelayanan Ramah Gender dalam pelayanan
Manusiawi dan Islami di RSJI Klender. Peneliti kemudan
melakukan wawancara, pengamatan dan dokumentasi selama
penelitian.
B. Pelayanan Ramah Gender
Ramah gender dalam penelitian ini didefinisikan
sebagai peraturan, tindakan dan fasilitas yang tidak
mendiskriminasi manusia berdasarkan jenis kelaminnya.
1. Peraturan
Peraturan adalah landasan yang menjadi basis dari
segala aktifitas yang dijalankan, sesuatu yang
diperbolehkan atau sesuatu yang dilarang dalam sebuah
kelompok atau instansi. Dalam hal ini menelaah
terterapkannya konsep ramah gender dapat dengan mudah
68
dilihat dari peraturan yang ada. Adakah didalamnya
tertulis peratutan yang mendeskrredtkan satu jenis
kelamin, atau bahkan tidak ada sama sekali.
Peraturan tertulis mengenai hak dan kewajiban
pasien terpampang dengan jelas dan besar di ruang tunggu
obat dan rawat jalan. Semua orang baik pasien maupun
pendamping pasien dapat dengan mudah melihat dan
mengakses peratutan tersebut. Adapun peraturan hak dan
kewajiban pasien sebagai :
Hak Pasien
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban
pasien
3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan
tanpa diskriminasi
4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar prifesi dan standar prosedur
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dar kerugian materi
6. Mengajukan pengaduan atas kualitas layanan yang
didapat
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku
69
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain, yang mempunyai surat izin praktik
(SIP), baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit
9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita, termasuk data-data medisnya
10. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata
caratindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan srta perkiraan biaya
pengobatan
11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan
yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya.
12. Didampingi oleh keluarganya dalam keadaan kritis
13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu
pasien lainnya
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
dalam perawatan di Rumah Sakit
15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
Rumah Sakit terhadap dirinya
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya
17. Menggugat dan/menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana
70
18. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak
sesuai dengan standar pelayanan cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan
Kewajiban Pasien
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang
masalah kesehatannya
2. Mematuhi nasehat dan petunjuk Dokter
3. Mematuhi ketentuan danperaturan yang berlaku di
sarana pelayanan kesehatan
4. Memberikan imbalan jasa atau pelayanan yang
diberikan
5. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian
yang telah dibuat
Selain peraturan tertulis yang terpampang dan
mudah diakses oleh siapapun, peneliti juga melakukan
pengamatan dan wawancara terkait penerapan peraturan
tersebut
“Meskipun kami merupakan Rumah Sakit
Islam, bukan berarti kami hanya menerima pasien
muslim saja, kami juga menerima pasien non-
muslim, misalnya pasien kristen, kami juga
menyediakan terapi rohani, namun boleh pilih,
apakah mau dengan pastur yang bekerja sama
dengan rumah sakit atau dengan pastur yang
diinginkan. Semuanya tetap kami berikan pilihan
71
lagi ke pasiennya, jadi tidak ada paksaan sama
sekali”1
2. Pasien berhak untuk memilih tindakan
Tindakan dalam hal ini meliputi pelayanan yang
diberikan. Melalui peraturan yang telah ada ataupun tidak
tertulis didalam peraturan yang ada. Bagaimana segenap
elemen dalam Instansi tempat penelitian dilaksanakan
selaku subjek bersikap menerapkan konsep pelayanan
ramah gender selaku objjek terhadap pasien di Instansi
tersebut selaku predikat. Dengan instrument sebagai
berikut :
a) Pelayanan yang diberikan tidak bersifat sama dan adil
sesuai dengan kebutuhan, bukan pada penggolongan
jenis kelamin semata
b) Pelayanan yang diberikan tidak mendiskriinasi
c) Pelayanan terhindar dari kekerasan
3. Fasilitas
Terakhir adalah fasilitas. Fasilitas yang dimaksud
di sini adalah sarana untuk menunjang pelayanan yang
diberikan oleh instansi/lembaga tempat dilakukannya
penelitian, dalam hal inifasilitas dibagi menjadi;
a) Fasilitas non benda, berupa pelayanan. Tidak adanya
diskriminasi dalam akses fasilitas non benda
dikerenakan jenis kelamin, misalkan pasien laki laki
1 Wawancara pribdadi dengan Ibu Rosna, Ketua Diklat Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender, Jakarta Timur, 12 Juni 2019.Sebelumnya Ibu Rosna juga
pernah terlibat langsung pada perawatan pasien
72
dengan gangguan mental tidak lebih diperhatikan
ketimbang pasien wanita dengan gangguan mental,
dengan stereotip bahwa laki laki seharusnya lebih kuat
daripada perempuan.
b) Fasilitas berupa alat / benda penunjang pelayanan.
Baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan hak
yang sama dalam menggunakan dan mengakses
fasilitas yang ada. Misalkan perempuan dan laki laki
mempunyai hak yang sama untuk dapat mengakses
ruang makan, ruang kunjungan keluarga, musholla
dan fasiltas lainnya tanpa ada pembedaan berdasarkan
jenis kelamin, melainkan pembedaan berdasarkan
tingkat kebutuhan pasien dengan gangguan mental.
73
Bab V
PEMBAHASAN
Berangkat dari Instruksi Presiden Nomer 9 Tahun 2000
tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nasional,
yang berisikan bahwa seluruh Departemen maupun Lembaga
Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Provinsi
Kabupaten/Kota harus melaksanakan pengarustamaan gender
dalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh
kebijakan dan program pembangunan. Instruksi ini menjadi
landasan dan dasar hukum bagi pengarustamaan gender dalam
penyelenggaraan pembangunan Nasional.1
Sebagaimana dasar diatas, peneliti berasumsi bahwa sejak
dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomer 9 Tahun 2000 tentang
Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang
terhitung telah 17 tahun,maka isu gender sudah bukan lagi hal
yang bagi setiap lembaga, baik pemerintahan maupun non
pemerintahan. Oleh sebab itu peneliti berkeinginan untuk dapat
mengetahui dan membantu lembaga khususnya di tempat peneliti
melakukan penelitian adakah lembaga yang tempat dilakukannya
penelitian sudah menerapkan pengarustanaam gender, kendati
tempat penelitian bukan tergolong dalam lembaga instansi
pemerintahan.
A. Asumsi Peneliti
1 Nurul Ramadhani Makararo, Gender dalam Bidang Kesehatan,
(Bandung: CV Alfabeta, 2009), h.2.
74
Asumsi peneliti adalah, lembaga tempat dilakukannya
penelitian belum menerapkan pelayanan berbasis ramah
gender dengan anggapan seperti yang disebutkan diatas, yaitu
lembaga tempat penelitian dilakukan bukan tergolong dalam
lembaga instansi resmi pemerintahan, kemudian landasan
dasar pelayanan di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender adalah
pelayanan Islami dan Manusiawi sehingga pelayanan ramah
gender mungikin tidak masuk dalam Standar Operasional
Prosedur dari lembaga tempat penelitian ini dilakukan.
Asumsi selanjutnya adalah stereotip masyarakat
tentang kemampuan perempuan dan laki-laki dalam
mengelola dan menerima sterss berbeda. Perempuan dianggap
lebih mampu, kuat dan tabah dalam menerima kenyataan
sehingga cenderung tidak anarkis ketika mengalami gangguan
kejiwaan. Sementara laki-laki yang terbiasa dicap kuat justru
dianggap kurang mampu mengelola stress dan cenderung
anarkis.
Berdasarkan asumsi- asumsi diatas, maka peneliti
ingin melihat bagaimana bentuk pelayanan ramah gender
yang diterapkan oleh Rumah Sakit Jiwa Islam Klender?
B. Pembahasan
Pertanyaan penelitian tentang Bagaimanakah bentuk
pelayanan ramah gender diterapakan pada pasien dengan
gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa Klender Jakarta Timur
ini terjawab dalam pembahasan -pembahasan, yaitu:
1. Terdapat peraturan yang ramah bagi semua kalangan
75
Sebagaimana yang telah dipaparkan di BAB IV
tentang hak dan kewajiban pasien, sama sekali tidak
ditemukan adanya peraturan yang mendiskriminasi.
“ Saya berobat memang memakai BPJS, tapi sama
saja dilayani seperti pasien dengan biaya sendiri,
selama saya berobat, saya tidak menemukan
pasien dibeda-bedakan”2
Pernyataan tersebut juga dikuatkan oleh pasien dan
perawat yaitu:
MF pasien yang telah berobat jalan selama 3 tahun,
merasa berobat di Rumah Sakit Islam Klender memiliki
pelayanan yang sangat baik dan ramah
“ Ya saya sangat puas, berobat di sini, sudah 3
tahun berobat rawat jalan, saya sih gak pernah
liat ada yang dibedain cewe atau cowo, tapi
palingan kalo antree agak lama buat obat, yang
dateng cepet ya cepet dapetnya, yang belakangan
ya belakangan juga, palingan begitu si”3
MT, orang tua dari saudara ER, mengungkapkan bahwa
anaknya telah berobat jalan selama 5 tahun dan sempat
dirtawat 1 bulan, tidak merasakan ada keluhan yang
bersifat diskriminatif
“Engga pernah liat sih seumur umur berobat lima
taun disini nganterin anak juga, yang cakep
diduluin atau yang miskin dibelakangin, an saya
juga ngobrol-ngobrol kalo lagi nganterin anak
2 Wawancara pribadi dengan pasien dan pendamping pasien, Bapak MT
10 Juni 2019 di Ruang Tunggu Rumah Sakit Jiwa Islam Klender, Jakarta
Timur 3 Wawancara pribadi dengan Saudara MF, di Loby Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender pada 10 Juni 2019
76
saya berobat, aman aja, makanya udah lima tahun
betah berobat disini, deket juga sih daripada di
Grogol”4
“Kita menerima semua pasien ya mba, mau
perempuan atau laki-laki sama aja, tapi ya yang
trans gender sih setau saya belum pernah ada” 5
2. Tidak ditemukan adanya ketidak sesuaian dengan konsep
gender yaitu: pelayanan diskriminatif karena stereotip,
subordinasi, kekerasan, dan marjinalisasi terhadap pasien
a. Stereotip
Merupakan hal yang dianggap sesuai dan biasa
untuk jenis kelamin tertentu, dipengaruhi oleh budaya
setempat dan dikadikan norma pada lingkungan
budaya tersebut. Namun pada kenyataan dalam
kehidupan nyata dikeseharian, baik laki-laki maupun
perempuan secara inividu tidak selalu sesuai dengan
tereotip tersebut. Misalnya, Perempuan dengan peran
pengurus rumah tangga dengan tugas memasak dan
menjaga anak di rumah, sementara laki-laki yang
bertugas mencari nafkah. 6 Mitos bahwa pasien
perempuan dengan gangguan jiwa lebih kuat dalam
menanggung stress ketimbang pasien laki-laki adalah
stereotip yang sama sekali tidak berlaku di Rumah
4 Wawancara pribdi dengan Bapak HT, di Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur, 13 juni 2019 5 Wawancara pribadi dengan Ibu Pipit Aryadi Amd, Perawat yang
menangani langsung pasien Rumah Sakit Jiwa Klender, Jakarta 28 Juni 2019 6 Nurul Ramadhani, Gender Dalam Bidang Kesehatan, (Bandung :
Alfabeta, 2009). h, 36
77
Sakit Jiwa Islam Klender ini, pasien baik laki-laki dan
perempuan diberikan perlakuan yang sama sesuai
dengan kebutuhannya.
b. Subordinasi
Merupakan diskriminasi yang terdapat dalam
kekuasaan dan pengambilan keputusan7. Salah satu
jenis kelamin mendominasi kekuasaan dan
pengambilan keputusan. Jika direfleksikan dalam
pelayanan di Rumah Sakit adalah Pasien tidak
diberikan kesempatan untuk ikit serta memutuskan
pelayanan ataupun tindakan yanga akan diterimanya
selama melakukan pengobatan di Rumah Sakit.
Berdasarkan pengamatan peneliti, sebuah papan besar
berisikan Hak dan Kewajiban Pasien jelas terpampang
di ruang tunggu Rumah Sakit Jiwa Islam Klender, di
papan tersebut jelas terpampang beberapa poin yang
menyatakan bahwa pasien berhak ikut andil dalam
keputusan terhadap dirinya, sebagai:
Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku
Meminta konsultasi tentang penyakit yang
dideritanya kepada dokter lain, yang
7 Ida Rosyiah & Hermawati, Relasi Gender dalam Agama – agama,
(Jakarta, UIN Jakarta Press), h. 25
78
mempunyai surat izin praktik (SIP), baik di
dalam maupun di luar Rumah Sakit
Memberikan persetujuan atau menolak atas
tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
Mengajukan usul, saran, perbaikan atas
perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya
Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang
tidak sesuai dengan standar pelayanan cetak
dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan
Menggugat dan/menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana
Selain dari hak yang dibuktikan secara tertulis
tertulis, tidak adanya unsur subordinasi juga
dibuktikan melalui wawancara dan observasi yang
peneliti lakukan selama penelitian di Rumah Sakit
Jiwa Klender.
“ ya semuanya dikasih tau mba, nanti
kita boleh pilih mau gimana-gimananya, misal
dulu kan abis udahan berobat sempet
ditanyain, nanti mau lanjut lagi ga ikutan
program rehabilitasi, supaya bisa berbaur lagi
di masyarakat. Tapi ya ga dipaksa, kalo mau
ikut boleh, kalo ga mau ya ga papa, saya
79
jugaawalnya ga mau, tapi abis itu ikutan
juga.”8
c. Kekerasan
Kekerasan seringkali dipicu oleh beberapa
faktor sebelumnya, misalnya, dikarenakan adanya
subordinasi dan marjinalisasi terhadap salah satu jenis
kelamin, maka jenis kelamin lainya kan bertingkah
superior dan dominan. Keadaan superior dan dominan
inilah yang mengakibatkan kekerasan. Kekerasan
dapat berupa serangan terhadap fisik ataupun
integritas mental psikologis seseorang terhadap jenis
kelamin tertentu, umumnya memang terjadi pada
perempuan. 9
Begitupula dengan kekerasan, masyarakat awam
mungkin beranggapan bahwa untuk menenangkan
orang dengan gangguan mental akan diberi perlakuan
keras atau mungkin dengan tindakan fisik, tapi tidak
demikian, berdasarkan pengalaman pasien yang
pernah menerima perawatan di Rumah SakitJiwa
Islam Klender selama satu bulan Bapak MT
“ ya disana biasa aja, seperti di rumah,
tapi ada kegiatan kegiatan kaya solat jamaah,
8 Wawancara pribdi dengan Bapak HT, di Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur, 13 juni 2019 9 Nurul Ramadhani Makaro, Gender dalam Bidang Kesehatan, (Bandung
: Alfabeta, 2009), h.49
80
ngaji juga, ga ada di pukul apa gimana-
gimana”10
Suster Pipit menambahkan
“Kita tidak pernah menangani pasien
dengan kekerasan, yaa paling kalau pasiennya
ngamuk dan jika itu membahayakan bagi
dirinya sendiri dengan terpaksa kami
memberikan tindakan penenangan, pasiennya
kami ikat dengan ikatan yang tidak
membahayakan, kemudian diberikan
penenang, nanti jika sudah tenang baru diajak
berkomunikasi, tergantung kebutuhan saja,
tapi ya tanpa main fisik”11
d. Marjinalisasi
Seringkali dimaknai peminggiran bagi salah satu
jenis kelamin dalam memperoleh akases seperti
ekonomi, kesehatan dan pendidikan.12
Peminggiran
terhadap pasien mungkin saja terjadi diantara pasien
Jamkesda (Jaminan-Kesehatan-Daerah) ataupun BPJS,
namun pada kenyataannya, setelah penelitian
dilakukan, melalui wawancara kepada beberapa pasien
di hari dan kesempatan yang berbeda beda peneliti
sama sekali tidak menemukan keluhan dari pasien
BPJS maupun non BPJS
“ Selama saya berobat, kuranglebih tiga
tahun saya tidak pernah ya mbak dibedakan
10
Wawancara pribdi dengan Bapak HT, di Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur, 13 juni 2019 11
Wawancara pribadi dengan Ibu Pipit Aryadi Amd, Perawat yang
menangani langsung pasien Rumah Sakit Jiwa Klender, Jakarta 28 Juni 2019 12
Ida Rosyiah & Hermawati, Relasi Gender dalam Agama – agama,
(Jakarta, UIN Jakarta Press). h, 26
81
karena pakenya BPJS, kan kalo di Rumah
Sakit laen kali aja dibedain, yang BPJS
mentang mentang geratisan dari pemerintah
jadinya dilayaninnya entar entaranlah, ato
perawatnya judes, engga mau senyum,
tapimah disini ya Alhamdulillah engga begitu
mba, makanya sayanya juga betah berobat
disini, resep gitu baik ramah walaupun kita
orang biasa juga”13
3. Pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan pasien
Pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan pasien
adalah pelayanan yang efektif sebagaimana yang
disampaikan oleh ibu Rosna selaku kepala Diklat Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender
“Pelayanan sesuai kebutuhan, ya.. kalau
disini kan lebih kepada rumah sakit dengan pasien
yang terganggu psikologisnya, mau itu laki-laki
atau perempuan, ya tergantung butuhnya apa,
jadi yang diberikan ya perawatan psikologis,
seperti psikoterapi dengan komunikasi terapetik,
atau bimbingan rohani, kalau mereka ga butuh
obat medik ya untuk apa dikasih, kan bukan sakit
fisiknya, kecuali jika mereka memang butuh
bantuan obat medik sebagai penenang baru kita
berikan, itu juga sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan, Misalkan juga pasien perempuan, kita
sih lebih prefer perempuan ditangani oleh perawat
perempuan, dan pasien laki-laki ditangani oleh
perawat laki laki, itu juga demi kenyamanan dan
keamanan pasiennya kan”14
13
Wawancara pribadi dengan orangtua pasien FKR, sudah 3 tahun
berobat jalan, Ruang Tunggu Pasien Rumah 1 Juni 2019 14
Wawancara pribdadi dengan Ibu Rosna, Ketua Diklat Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender, Jakarta Timur, 12 Juni 2019.Sebelumnya Ibu Rosna juga
pernah terlibat langsung pada perawatan pasien
82
4. Fasilitas yang mudah di akses oleh pasien
Sebagai Rumah Sakit yang non profit, tentu tidak
banyak yang terdapat fasilitas mewah dan canggih
layaknya Rumah Sakit lain di Kota Jakarta. Meskipun
demikian, fasilitas wajib seperti apa yang telah menjadi
SOP sebuah Rumah Sakit tentu sudah terpenuhi. Misalkan
Ruang tunggu, toilet, Musholla berbagai jenis kelas rawat
inap.
“ semuanya bisa diakses mba, mau pake
asuransi atau non asuransi akses fasilitasnya
sama, tergantung mau pilihan yang mana
kelasnya kalau untuk yang rawat inap. Itukan
kembali pada pilihan pasien, tapi semuanya sudah
sesuai SOP yang ditentukan pemerintah untuk
sebah Rumah Sakit, ya palingan agak susah karen
kita Rumah Sakit kecit, jadi agak sempit, ruang
tuggu obat sama ruang tunggu pasien nyampur
aja”15
“ Sayamah walau kecil begini justru nyaman
mba, ga ribet abis dari mana terus kemana,
namanya juga kita nganterin anak yang lagi
mentalnya keganggu ya, kalo dibawa dilempar-
lempar ruangan kesini-kesitu yang ada malah
lieur anaknya gamau diajak berobat lagi. Enak si
biarkata begini, semuanya ada, palingan bat kita
yang nganter, musollahnya ada buat pasien doang
di dalem, buat kita ya agak jaoh, tapi ya ga
papalah.16
5. Pasien berhak memilih
15
Wawancara pribadi dengan Bapak Amir, staff pegawai merangkap
sekretariat di Rumah Sakit Jiwa Klender, Jakarta 28 Juni 2019 16
Wawancara pribadi dengan orangtua pasien FKR, sudah 3 tahun
berobat jalan, Ruang Tunggu Pasien Rumah 1 Juni 2019
83
Point ini adalah dimana pasien diberikan
keleluasaan untuk memilih jenis pelayanan apa sesuai
dengan yang diinginkan dan dibutuhkan, misalnya untuk
pemilihan kelas bagi pasien residen. Pasien tidak
diharuskan untuk memilih kelas tertentu, melainkan
dengan keinginan dari pihak pasien dan keluarga, pun itu
juga tergantung dengan kebutuhan.
“ Iya, untuk kelas semua tergantung pada
pasiennya, tapi jika memang pasien perlu
tindakan khusus, misalkan pasien harus
ditemppatkan di ruang isolasi, tergantung
kebutuhan saja”17
6. Layanan tambahan bagi pasien kurang mampu
Hal yang teramat menarik saya temui setelah
melakukan wawancara adalah disaping tidak
membedakan pasien dari jenis kelamin, golongan ataupun
agama, Rumah Sakit Jiwa Islam Klender pun bahkan
memberikan batuan bagi para pasiennya yang kurang
mampu.
“Kami memiliki badan Zakat yang kami
kelola sendiri di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
ini, jad semisal ada pasien yang sudah lama
berobat kemudian mengeluh tidak punya biaya,
akan kami berikan bantuan, sumbangan..
setidaknya untuk transport, jadi nanti ada divisi
khusus untuk meninjau kelayakan apa pasien ini
bener termasuk dalam kategori yang
17
Wawancara pribadi dengan Ibu Pipit Aryadi Amd, Perawat yang
menangani langsung pasien Rumah Sakit Jiwa Klender, Jakarta 28 Juni 2019
84
membutuhkan, baru isi form dan menyertakan
surat keterangan tidak mampu juga”18
7. Memberdayakan dan mengaktualisasikan potensi pasien
yang sudah dinyatakan sembuh.
Hal lain yang sangat menarik dan peneliti ketahui
setelah melakukan penelitian adalah bahwa Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender memiliki tawaran kegiatan rehabilitasi
bagi pasien. Kegitan rehabilitasi ditarwarkan pada pasien
untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang
bermanfaat dan mendukung proses penyembuhannya.
“ Kegiatan rehabilitasi cukup banyak ya,
mulai dari kerajinan, nih mba di etalase samping
meja resepsionis ada pajangan kerajinan itu yang
buat pasien, belajar bikin telor asin, terus juga
ada rekreasi bersama”19
“Bukan cuma rehabilitasi, kami juga
membantu memberdayakan pasien yang sudah
sembuh, mba liat kan di depan adapetugas parkir,
itu tadinya pasien kita, setelah sembuh, kita
tanyakan, dan lakukan penmbekalan kepada
pasien tersebut, yang jualan juga ada, bahkan ada
pasien kita yang kita bantu untuk buka usaha,
Alhamdulillah, jadi setelah sembuh bisa kembali
ke masyarakat lagi tanpa canggung20
18
Wawancara pribdi dengan Bapak HT, di Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur, 13 juni 2019 19
Wawancara pribadi dengan Ibu Pipit Aryadi Amd, Perawat yang
menangani langsung pasien Rumah Sakit Jiwa Klender, Jakarta 28 Juni 2019 20
Wawancara pribadi dengan Bapak Amir, staff pegawai merangkap
sekretariat di Rumah Sakit Jiwa Klender, Jakarta 28 Juni 2019
85
Bab VI
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Rumah Sakit yang berbasis pada nilai nilai islami,
Rumah Sakit Jiwa Islam Klender sudah menerapkan
pelayanan ramah gender, yaitu tidak ditemukannya unsur
diskriminasi, marjinalisasi, double burden, kekerasan, dan
stereotip. Hal tersebut dapat terlihat dan dibuktikan melalui:
1. Tertulis, yaitu kebijakan yang terpampang di ruang
tunggu Rumah Sakit Islam Kelender tentang Hak dan
Kewajiban Pasien, yaitu terdapat banyak poin dimana
pasien berhak menerima pelayanan yang adil, manusiawi
dan tidak terdiskriminasi terlepas dari apapun agama,
jenis kelamin, maupun ekonominya. Pasien juga berhak
untuk memilih jenis pelayanan sesuai dengan kebutuhan
pasien sendiri.
2. Tidak tertulis, yaitu bentuk pelayanan yang dapat dilihat
secara langsung pada di lingkungan Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender sebagai: pelayanan yang tidak
membedakan antara pasien laki–laki dan perempuan,
kesempatan yang sama bagi pasien dalam memilih kelas
pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien sendiri, serta
mudahnya pasien dalam mengakses fasilitas di Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur. Bahkan guna
mengoptimalisasikan bentuk pelayanan manusiawi, setiap
86
pasien yang tergolong dalam kategori dhuafa (kurang
mampu) terlepas dari apapun agamanya, jenis kelamin
dan suku, akan mendapatkan santuntan dari pihak Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender.
B. Implikasi
Pelayanan ramah gender merupakan pelayanan yang
sangat penting dalam pelayanan publik karena pelayanan
ramah gender dipastikan tidak terdapat unsur diskriminasi,
subordinasi, majinalisasi, kekerasan, streotip dan beban
ganda. Setelah melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender, peneliti menyadari bahwa pelayanan ramah
gender telah diterapkan dengan baik di Rumah Sakit Jiwa
Islam Kelender Jakarta Timur. Namun istilah gender sendiri
masih sering didefinisikan sebatas kelamin pembeda antara
laki-laki dan perempuan, padahal gender yang dimaksudkan
bukanlah identitas bawaan pemberian Allah SWT yang
sifatnya kodrati, melainkan peran sosial masyarakat dalam
kehidupan keseharian yang terbebas dari pembedaan karena
jenis kelamin.
Melalui penelitian ini peneliti mengupayakan
penyebaran informasi seputar gender, kebijakan pemerintah
tentang gender serta pelayanan ramah gender pada informan
dan segenap pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Hal
tersebut kiraya bermplikasi pada pemahaman lebih baik
terhadap lingkup penelitian seputar pemaknaan gender,
87
kebijakan gender, dan pelayanan ramah gender. Pemahaman
yang baik tersebut dapat mendukung pelayanan yang telah
berjalan baik dan semakin ramah gender untuk masa
mendatang.
C. Saran
Konsep Pelayanan Ramah Gender sudah dapat
dikatakan terimplementasi dengan baik di Rumah Sakit Jiwa
Islama Klender, Jakarta Timur. Konsep pelayanan tersebut
meliputi pelayanan yang ramah, terbebas dari diskriminasi,
peminggiran, marjinalisasi maupun kekerasan yang
dilatarbelakangi oleh perbedaan jenis kelamin pasien dalam
menerima dan mengakses pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender. Namun berdasarkan hasil
pengamatan peneliti, keilmuan tentang Gender masih kurang
dikalagan praktisi pemberi pelayanan Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender. Hal tersebut terbukti dengan hasil yang
peneliti dapat selama melakukan pengamatan, yaitu gender
masih dipahami sebagai jenis kelamin laki-laki dan
perempuan saja. Maka peneliti menyarankan kepada lembaga
Rumah Sakit Jiwa Islam Klender untuk:
1. Menambah wawasan keilmuan gender melalui seminar
maupun diskusi
2. Mengikutsertakan staf ataupun perawat dalam pelatihan
pelayanan ramah gender.
85
DAFTAR PUSTAKA.
Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press, 2009.
Bungin, M Burhan. Metodologi Penelitian Sosial & Ekonomi.
Jakarta: Kencana, 2013.
Daradjat, Zakiah. Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta: Toko
Gunung Agung, 1994.
Daradjat, Zakiyah, Kesehatan Mental, Jakarta: Toko Gunung
Agung, 2001
Echoles, John & Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia,
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori & Praktik.
Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Hakim, Rustam. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap:
Prinsip, Unsur dan Aplikasi desain. Jakarta: Bumi Aksara,
2012.
Hawari, Dadang. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan
Psikologi. Jakarta: FKUI Press, 2002.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif: Untuk
Ilmu-ilmu Sosial, Cet ke-3. Jakarta: Salemba Humanika,
2012.
Hidayat, Dede Rahmat, Pengantar Psikologi Untuk Tenaga
Kesehatan Ilmu Prilaku Manusia, Jakarta, 2013
Kartono, Kartini dan Jenny Andari. Hygiene Mental dan
Kesehatan Mental dalam Islam, cet ke-6. Bandung: Mandar
Maju, 1989.
Kartono, Kartini. Hygiene Mental, Cet ke-7. Bandung: Mandar
Maju, 2000.
89
Kelompok Kerja Convetion Watch dan Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum untuk
Mewujudkan Keadilan Gender, Jakarta, Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2012.
King, Laura A. Psikologi Umum. Jakarta: Salemba Humanika,
2010.
Langgulung, Hasan. Teori-teori Kesehatan Mental. Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1992.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet ke-26.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender,
Malang: 2008
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. Penelitian Terapan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-
2014, Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara,
Jakarta: Sekretariat MPR RI,2012
Poerwandari, E. Kristi. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian
Perilaku Manusia, Cet ke-4. Depok: LPSP3 UI, 2011.
Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar
Kajian Gender,Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2003
Ramadhani Makaro, Nurul, Gender dalam Bidang Kesehatan,
Bandung : Alfabeta, 2009.
Rasmun. Stress, Coping dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto, 2004.
Rosyidah, Ida Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-Agama,
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013.
90
Semiun, Yustinius, Kesehatan Mental 2,Yogyakarta: Kanisius,
2006.
Semiun, Yustinius, Kesehatan Mental 3,Yogyakarta: Kanisius,
2006.
Sheila L. Videbeck, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta:
Keperawatan: 2008
Subhan, Zaitunah, Peningkatan Kesetaraan & Keadilan Jender
dalam Membangun Good Governance. Jakarta : El-Kahfi,
2003
Sumbullah, Umi, dkk, Spektrum Gender. Malang: UIN Malang
Press, 2008
Suralaga, Fadilah dkk., Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat
Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003..
Tim Penulis PSW, Membangun Kultur Akademik Berperspektif
Gender, Jakarta: PSW UIN, 2005
Tim Penyusun Kamus Besar bahassa Indonesia, Kamus Besar
Bahasa Indonesia,Edisi Ke-tiga, Jakarta: Balai Pustaka,
2007
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi
Penelitian Sosial, Edisi ke-2. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Wirartha, Mandhel, Metode Penelitian Sosial Ekonomi,
Yogyakarta, Penerbit Andi, 2006.
JURNAL:
Esti Winadhiayu, Neng, Budi Anna Keliat, dan Ice wardhani.
“Sustanability Yang Berhubungan dengan Implementasi
Comunity Mental Health Nursing (CMHN) Di Jakarta
Selatan dan Barat” Jurnal Ners Volume 09. No. 2 Oktober
2014, 305-312, Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok, 2014
91
Handayani, Trisakti dan Wahyu Widodo, “Konsep Dasar
Implementasi Pengarustamaan Gender Pada Pendidikan
Keaksaraan Fungsional Di Provinsi Jawa Timur” Jurnal
Humanity Universitas Muhammadiyah Malang ISSN 0216-
8995 Jurusan Civic Hukum, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan dan Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang, 2016.
Rinawati, Fajar dan Moh Alimansur,“Analisa Faktor-Faktor
Penyebab Gangguan Jiwa Menggunakan Pendekatan
Model Adaptasi Stress” Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 05,
No 01 November 2016, ISSN 2303-1433. Dosen Akademi
Keperawatan Dharma Husada Kediri, 2014.
Winanda, Yudha, Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si, dan Puji Lestari
M.Hum “Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Resimen
Mahasiswa Pasopati Universitas Negeri Yogyakarta”,
Jurnal UNY, Yogyakarta 2016
SKRIPSI:
Ali Nurdin, Muhammad, “Program Rahabilitasi Mental Pasien
Gangguan Mental Pada Panti Rehabilitasi Sosial Jiwa Dan
Narkob Purbalingga, Jawa Tengah.” Prodi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Jakarta 2018.
Asriani Nugraha, Dwi, “Komunikasi Antar Pribadi Perawat
Terhadap Pasien Cacat mental Dalam Proses Peningkatan
Kesadaran di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor”. Jurusan Komunikasi Penyuaran Islam, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Komunikasi Jakarta 2015
Dwi Novial Fitri, Linda, “Hubungan Pelayanan Mental
Community Mental Health Nursing (CMHN) Dengan
Tingkat Kemandirian Pasien Gangguan Jiwa Di Kabupaten
Bireun Aceh”.Thesis Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia Depok 2008.
92
Ilham Yusuf, David, “Metode Pengasuhan Emosi Pada Anak
Cacat Mental.” Fakultas Dakwah Universitas Islam Negri
Yogyakarta, 2011.
Tri Santi, Endang, “Implementasi Kebijakan Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia (Studi Terhadap Tap Menag
KPP&PA No 08/2010 Tentang Pedoman Perencanaan
dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Ketenaga
Kerjaan dan Ketransmigrasian)”. Program Studi Ilmu
Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
INTERNET:
Jabbar Ramdhani- Detik News, terbit Minggu 18 Desember 03:33
WIB 2016 https://news.detik.com/berita/d-3374132/cerita-buruh-
perempuan-yang-alami-diskriminasi-gender-di-lingkungan-kerja.
Diakses pada tanggal 10 November 2017.
Muhammad Yamin, terbit Selasa 23 Februari 2016 www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/579/keterwakilan-
politik-perempuan-di-parlemen. Diakses pada 5 Januari 2019.
Kristian Erdianto - Kompas.com, terbit 21 Agustus 2016, 16:19
WIB http://nasional.kompas.com/read/2016/08/21/16192911/perempuan.
indonesia.masih.dalam.belenggu.diskriminasi Diakses pada 5
Januari 2019.
Indra Majid, terbit Juli 2016 http://www.psikoterapis.com/files/rangkuman-gejala-gangguan-
psikologis.pdf diakses pada September,2018.
93
94
95
96
Implementasi Konsep Pelayanan RamahGender pada Pasien dengan Gangguan Mental
di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender JakartaTimur.
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar S.Sos
Di susun oleh :
Istihanah Jamil AliNIM 1112052000004
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAMFAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH
JAKARTA2019 M/ 1440 H
2