24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki milenium ketiga, bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan yang sangat mendasar pada struktur dan sistem penyelenggaraan negara, figur pemimpin nasional, dan kultur kerja, yang diakibatkan oleh gelombang tuntutan global. Globalisasi yang diwarnai dengan tidak adanya batas antara satu negara dan negara lain (borderless) dalam arus jasa, barang, modal, maupun interaksi kultural telah membawa implikasi pada persaingan yang sangat ketat antara satu bangsa dan bangsa lain, antara satu wilayah dan wilayah lain, antara satu kawasan dengan kawasan lain, dan antara kota dan kota lainnya. Di sisi lain, pada saat yang bersamaan, krisis ekonomi, politik, dan moral yang terus berkembang menjadi krisis multidimensional bagi bangsa Indonesia yang sampai saat ini belum bisa diatasi dengan baik. Untuk memenangkan persaingan tersebut, selain harus ada penataan ulang sistem secara struktural dan sistemik, seperti perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik dan perubahan peran pemerintah dari penyedia (provider) menjadi pemberdaya (enabler), juga yang lebih penting adalah peningkatan kompetensi dan perubahan perilaku sumber daya manusia secara kultural karena pada akhirnya pelaksana penyelenggaraan pemerintah berujung pada kualitas sumber daya manusianya. Diharapkan adanya perubahan kompetensi dan perilaku tersebut dapat meningkatkan daya saing dengan negara atau kawasan lain dalam penguasaan pangsa pasar, teknologi, dan pengolahan sumber daya alam secara efektif dan efisien, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki milenium ketiga, bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan yang

sangat mendasar pada struktur dan sistem penyelenggaraan negara, figur pemimpin

nasional, dan kultur kerja, yang diakibatkan oleh gelombang tuntutan global. Globalisasi

yang diwarnai dengan tidak adanya batas antara satu negara dan negara lain (borderless)

dalam arus jasa, barang, modal, maupun interaksi kultural telah membawa implikasi pada

persaingan yang sangat ketat antara satu bangsa dan bangsa lain, antara satu wilayah dan

wilayah lain, antara satu kawasan dengan kawasan lain, dan antara kota dan kota lainnya.

Di sisi lain, pada saat yang bersamaan, krisis ekonomi, politik, dan moral yang

terus berkembang menjadi krisis multidimensional bagi bangsa Indonesia yang sampai

saat ini belum bisa diatasi dengan baik. Untuk memenangkan persaingan tersebut, selain

harus ada penataan ulang sistem secara struktural dan sistemik, seperti perubahan sistem

penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik dan perubahan peran

pemerintah dari penyedia (provider) menjadi pemberdaya (enabler), juga yang lebih

penting adalah peningkatan kompetensi dan perubahan perilaku sumber daya manusia

secara kultural karena pada akhirnya pelaksana penyelenggaraan pemerintah berujung

pada kualitas sumber daya manusianya. Diharapkan adanya perubahan kompetensi dan

perilaku tersebut dapat meningkatkan daya saing dengan negara atau kawasan lain dalam

penguasaan pangsa pasar, teknologi, dan pengolahan sumber daya alam secara efektif dan

efisien, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan bangsa

Indonesia secara keseluruhan.

Page 2: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

2

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Dep. Kimpraswil) yang

dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 234/M/Tahun 2000 tanggal 23

Agustus 2000, adalah salah satu Departemen yang diberi tugas dan fungsi dalam

mendorong dan memfasilitasi terselenggaranya pembangunan bidang permukiman dan

prasarana wilayah. Sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Dep.

Kimpraswil telah menetapkan Visi dan Misi sebagai berikut.

1. Visi

Visi yang ditetapkan Dep. Kimpraswil adalah terwujudnya permukiman yang layak

huni dan produktif, serta prasarana wilayah yang handal dan bermanfaat dalam

pengembangan wilayah yang holistik, berkeadilan dan berkelanjutan.

2. Misi

Dep. Kimpraswil mempunyai misi:

a. penyelenggaraan permukiman, prasarana wilayah dan sumber daya air yang

berwawasan lingkungan dan berdasarkan penataan ruang;

b. percepatan terpenuhinya kebutuhan perumahan dan permukiman bagi seluruh

lapisan masyarakat;

c. penyelenggaraan prasarana wilayah dan sarana wilayah secara terpadu dalam

rangka pengembangan wilayah untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi,

mendorong peningkatan pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat;

d. penciptaan iklim yang kondusif bagi peningkatan peran masyarakat dan dunia

usaha dalam penyelenggaraan dan pengembangan permukiman, prasarana wilayah,

sumber daya air, dan konstruksi;

Page 3: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

3

e. peningkatan kemampuan daerah di bidang permukiman dan prasarana wilayah dan

sumber daya air dalam rangka terselenggaranya otonomi daerah yang luas, nyata

dan bertanggungjawab;

f. pengembangan kelembagaan, pranata pengaturan dan penguasaan ilmu

pengetahuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan

masyarakat.

Dep. Kimpraswil menyadari bahwa visi, misi, kebijakan dan program dalam

penyelenggaraan pembangunan nasional yang dilandasi oleh tuntutan lingkungan internal

dan eksternal, selain membutuhkan penyesuaian regulasi dan perubahan kelembagaan,

juga membutuhkan dukungan sumber daya yang tersedia terutama sumber daya manusia

yang handal dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik di pusat, propinsi, maupun

kabupaten dan kota. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan sumber daya

manusia untuk menjalankan secara optimal tugas, fungsi, dan peran Dep. Kimpraswil

maka melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor:

401/KPTS/M/2001, telah dibentuk Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

(BPSDM). Lembaga ini mempunyai tugas melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan

kemitraan serta pengembangan peran serta masyarakat bidang permukiman dan prasarana

wilayah. Pengembangan sumber daya manusia dimaksud meliputi pendidikan dan

pelatihan untuk semua penyelenggaraan pembangunan bidang permukiman dan prasarana

wilayah meliputi pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia aparatur, mitra

usaha (jasa konsultan dan kontraktor), dan masyarakat.

Pusat Pendidikan Keahlian Teknik (Pusdiktek) sesuai dengan Kepmen

Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 01/KPTS/M/2001 adalah salah satu institusi

di bawah BPSDM yang mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pendidikan

Page 4: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

4

keahlian teknik serta pendidikan penunjang dalam rangka memenuhi kebutuhan sumber

daya manusia di bidang permukiman dan prasarana wilayah. Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud, Pusdiktek menyelenggarakan fungsi:

1. penyusunan rencana dan program pendidikan keahlian teknik;

2. penyusunan dan pengembangan kurikulum, pengembangan materi pengajaran serta

piranti program pendidikan;

3. diseminasi kurikulum dan materi pengajaran;

4. pelaksanaan pendidikan keahlian teknik;

5. evaluasi pelaksanaan pendidikan keahlian teknik;

6. pembinaan akreditasi dan sertifikasi;

7. pelaksanaan pembinaan tenaga pengajar;

8. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga pusat.

Tugas dan fungsi Pusdiktek ini memiliki peran yang sangat penting dalam

menumbuh kembangkan profesionalisme aparatur bidang permukiman dan prasarana

wilayah, baik yang bekerja di pusat, propinsi, maupun di kabupaten dan kota, walaupun

disadari bahwa tantangan peningkatan profesionalisme sumber daya manusia bidang

permukiman dan prasarana wilayah sangat berat. Tantangan dimaksud dapat diidentifikasi

berikut ini.

1. Kurang seimbangnya komposisi tingkat pendidikan sumber daya manusia bidang

permukiman dan prasarana wilayah di pusat. Data dari Biro Kepegawaian dan Ortala

tahun 2001 menunjukkan bahwa jumlah pegawai Dep. Kimpraswil sebanyak 9,450

orang dengan komposisi:S3 sebanyak 39 orang (0,41%), S2 sebanyak 885 orang

(9,37%), S1/DI sebanyak 2405 orang (25,45%), D3 sebanyak 1,078 orang (11,41%),

SLA sebanyak 4062 orang (42,98%), SLTP ke bawah sebanyak 981 orang (10,38%).

Page 5: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

5

Struktur atau komposisi tersebut mengindikasikan bahwa jumlah pegawai yang

terbesar adalah pada tingkat SLTA ke bawah. Apabila dikaitkan dengan tuntutan

internal dan eksternal departemen dalam menghadapi era globalisasi dan otonomi

daerah maka struktur tersebut masih kurang baik. Walaupun demikian, struktur ini

masih lebih baik jika dibandingkan dengan struktur sumber daya manusia bidang

permukiman dan prasarana wilayah di daerah. Sesuai dengan tugas dan fungsi

pemerintah pusat, yaitu sebagai pemberdaya, pengatur, dan pengawas penyelenggaraan

pembangunan bidang permukiman dan prasarana wilayah, maka kebutuhan terbanyak

terdapat pada pendidikan jenjang S2 dan S3. Peningkatan kuantitas pendidikan ini

dalam rangka pengembangan dan pembaharuan konsep, kebijakan, dan strategi

pembangunan bidang permukiman dan prasarana wilayah. Selain itu juga dalam

rangka menciptakan teknologi tepat guna yang dapat diaplikasikan secara masal dan

aplikasi teknologi maju yang bisa diterapkan sesuai karakteristik Indonesia.

2. Tidak seimbangnya struktur atau komposisi kompetensi sumber daya manusia bidang

permukiman dan prasarana wilayah/ke-Pekerjaan Umum-an (ke PU an) di propinsi,

kabupaten dan kota. Hasil Studi Capacity Building in Urban Infrastructure

Management (CBUIM) yang dilakukan oleh Biro Kepegawaian, Departemen

Pekerjaan Umum (Dep. PU) pada tahun 1998, menunjukkan sebagaimana tabel 1.1

berikut ini.

Tabel 1.1. Struktur dan Komposisi Sumber Daya Manusia Bidang Ke PU an di

Propinsi dan Kabupaten/Kota

Kondisi Pada Awal 1996 Kebutuhan tahun 2003 untuk mendukung OTDA

No. Jenjang Pendidikan

Jumlah Pegawai

% Jenjang Pendidikan

Jumlah Pegawai

%

Delta

1.

S-2/S-3

842

1

S-2/S3

2,292

3

1,450

2.

S-1/D-4

1,392

2

S-1/D-4

6,262

7

4,870

D-3

4,594

5

D-3

10,429

22

Page 6: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

6

3. 14,835

4.

SLTA ke bawah

75,047

92

SLTA ke Bawah

59,847

68

-15,200

Jumlah

81,875

100

Jumlah

87,835

100

Sumber: Biro Kepegawaian Dep. PU Tahun 1998

Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat dijelaskan bahwa kondisi kepegawaian pada

tahun 1996 sekitar 92% berpendidikan SLTA ke bawah. Dalam rangka mendukung

keberhasilan otonomi daerah di bidang ke PU an perlu ada modifikasi komposisi tingkat

pendidikan, yaitu perlu ada peningkatan S1 ke jenjang S2 dan S3 sebesar 1,450 orang, D3

ke ke S1/D4 sebanyak 4,850 orang, SLTA ke D3 sebanyak 14,835 orang. Adapun

pendidikan SLTA ke bawah sudah melebihi kebutuhan, sehingga perlu ada peningkatan

tingkat pendidikan dari SLTA ke D3. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sejalan

dengan kebijakan pemerintah Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah maka

sebagian tugas pembangunan bidang permukiman dan prasarana wilayah yang semula

dilaksanakan oleh pemerintah pusat, bergeser menjadi tugas pemerintah kabupaten dan

kota. Tugas pemerintah pusat khususnya Dep. Kimpraswil lebih pada tugas pengaturan,

pemberdayaan, dan pengawasan, serta penyelanggaraan pembangunan strategis lintas

propinsi, seperti jalan nasional, sumber daya air, dan tata ruang nasional. Pergeseran tugas,

fungsi pemerintah pusat, propinsi, kabupaten, dan kota mempunyai implikasi terhadap

kebutuhan sumber daya manusia bidang permukiman dan prasarana wilayah. Permerintah

kabupaten dan kota membutuhkan tenaga menengah D3 dan D4 yang banyak, sebagai

ujung tombak pembangunan, serta tenaga S2 terapan dan manajemen pembangunan.

Adapaun pemerintah pusat membutuhkan tenaga S2/S3 akademik yang jumlahnya cukup

sebagai pembaharu dalam pengembangan kebijakan, strategi, dan penelitian dan

pengembangan Norma, Standar, Pedoman, Manual (NSPM), serta penciptaan teknologi

Page 7: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

7

tepat guna yang dapat diaplikasikan secara masal. Secara rinci analisis kebutuhan program

D3, D4/S1, dan S2/S3, berikut ini.

a. Peningkatan tenaga-tenaga melalui pendidikan profesional tingkat D3 dibutuhkan

dalam jumlah banyak. Kebutuhan ini sebagai implikasi logis dari Undang-Undang

Nomor: 22 Tahun 1999, yang mengisyaratkan bahwa sebagian besar tugas

pembangunan bidang permukiman dan prasarana wilayah bergeser kepada

pemerintah kabupaten atau kota. Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi

tersebut, pemerintah kabupaten dan kota membutuhkan tenaga menengah sebagai

pelaksana operasi dan pemeliharaan, dan pengawas lapangan pembangunan

permukiman dan prasarana wilayah. Tenaga-tenaga menengah yang dibutuhkan

dalam pembangunan bidang permukiman prasarana wilayah meliputi tenaga

menengah D3 Teknik Sipil konsentrasi Jalan dan Jembatan, Irigasi dan Rawa,

Bangunan, dan D3 Teknik Prasarana Lingkungan Permukiman yang menguasai

NSPM yang dikeluarkan oleh Dep. Kimpraswil.

b. Peningkatan tenaga-tenaga melalui pendidikan pofesional D4 diperlukan dalam

jumlah yang cukup, sejalan dengan keijakan otonomi daerah. Pergeseran tugas dan

fungsi pemerintah propinsi, kabupaten dan kota sebagai implikasi dari kebijakan

otonomi daerah, membutuhkan dukungan tenaga yang menguasai perancangan teknis

di bidang teknik perencanaan jalan dan jembatan, teknik perencanaan lingkungan

permukiman, teknik perencanaan perumahan, teknik perencanaan sungai dan pantai,

teknik perencanaan irigasi dan rawa, teknik perencanaan wilayah dan kota.

c. Kebutuhan pendidikan S2 dan S3 bagi aparatur pusat dan propinsi berbeda

karakteristiknya dengan aparatur daerah kabupaten dan kota. Pendidikan akademik

bagi aparatur pemerintah pusat dan propinsi diarahkan pada penelitian dan

Page 8: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

8

pengembangan, sedangkan bagi aparatur daerah kabupaten dan kota seharusnya lebih

ditekankan untuk aplikasi atau manajemen terapan. Secara garis besar tipe pendidikan

akademik yang tepat bagi aparatur pusat dan propinsi adalah dengan mengirimkannya

pada pendidikan S2 dan S3 program regular yang sudah ada di perguruan tinggi

dalam dan luar negeri. Sedangkan untuk aparatur daerah kabupaten dan kota akan

lebih optimal bila disalurkan melalui program pesanan (tailor-made pogram)

kerjasama dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri.

3. Penyebaran sumber daya manusia bidang permukiman dan prasarana wilayah belum

merata ke seluruh pelosok tanah air, sehingga kegiatan-kegiatan terpusat pada wilayah

atau kawasan tertentu. Sesuai dengan laporan Badan Kepegawaian Negara (BKN)

sekitar 72,70% dari seluruh pegawai di Indonesia yang jumlahnya sekitar 3,932,766

orang, pada akhir 2001 bekerja di pulau Jawa dan Sumatera. Walaupun disadari bahwa

jumlah penduduk yang perlu dilayani di wilayah tersebut juga sangat banyak, tetapi

dalam rangka percepatan pembangunan di semua wilayah maka perluasan pemerataan

sumber daya manusia ke wilayah timur menjadi sangat mendesak.

4. Tuntutan perampingan organisasi menyebabkan kebijakan penerimaan pegawai baru

sangat dibatasi. Hal ini mendorong perlunya peningkatan kemampuan pegawai yang

ada untuk memiliki kemampuan optimal sesuai dengan tuntutan yang berkembang di

masyarakat, terutama kebutuhan tenaga profesional bidang permukiman dan prasarana

wilayah seiring dengan tuntutan masyarakat yang makin menghendaki adanya

akuntabilitas, transparansi, dan keterlibatan aktif masyarakat dalam berbagai kegiatan

penyelenggaraan pembangunan permukiman dan prasarana wilayah.

5. Masih rendahnya keterlibatan dan dukungan masyarakat terhadap perwujudan

optimalisasi peran prasarana dan sarana bidang permukiman dan prasarana wilayah.

Page 9: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

9

6. Masih timpangnya penyediaan prasarana dan sarana antar wilayah, antara Kawasan

Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia, antara perkotaan dan perdesaan, dan

kurangnya prasarana dan sarana di kawasan tertinggal dan kawasan perbatasan.

Pusdiktek yang diberi tugas menyelenggarakan pendidikan profesional kedinasan

keahlian teknik bagi aparatur bidang permukiman dan prasarana wilayah di pusat,

propinsi, kabupaten dan kota adalah untuk memberikan kontribusi yang signifikan dalam

menjawab kompleksitas tantangan di atas. Sasaran layanan Pusdiktek terutama untuk

menyediakan secara kuantitas dan kualitas tenaga profesional yang berkompeten dalam

menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan bidang

permukiman dan prasarana wilayah di pusat, propinsi, kabupaten dan kota.

Kebijakan penyelenggaraan pendidikan profesional keahlian teknik yang

diselenggarakan oleh Dep. Kimpraswil berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan

ini terjadi sebagai upaya menyiapkan aparatur bidang permukiman dan prasarana wilayah

yang handal dalam mengemban visi dan misi organisasi yang berkembang sesuai dengan

kebutuhan penyelenggaraan pembangunan. Dari periode 1952 sampai dengan 1972,

Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (Dep. PUTL), mengelola sendiri

penyelenggaraan Akademi Teknik Pekerjaan Umum dan Tenaga (ATPUT). Sejak periode

1972 sampai dengan 1994, Dep. PU berafiliasi dengan perguruan tinggi negeri, yaitu

Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1972, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya (ITS) tahun 1975, dan Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP) tahun 1979,

menyelenggarakan pendidikan politeknik melalui pembentukan Lembaga Politeknik

Pekerjaan Umum (LPPU). Periode 1994-1997, merupakan masa transisi ketika

penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik diselenggarakan secara swakelola oleh Dep.

PU. Periode 1998-sekarang, merupakan masa Pusat Pendidikan Keahlian Teknik

Page 10: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

10

Pekerjaan Umum (Pusdiktek PU) terbentuk melalui Keppres Republik Indonesia (RI)

Nomor 32/1997 dan Kepmen Pekerjaan Umum (PU) Nomor: 59/KPTS/1998. Dalam

menjalankan tugas dan fungsinya bekerja sama dengan perguruan tinggi, baik perguruan

tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS). Pusdiktek adalah institusi

yang dibentuk untuk melaksanakan kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik

bekerjasama dengan PTN dan PTS. Secara eksplisit Pusdiktek bukan lembaga pendidikan,

melainkan lebih pada fasilitator, pengembang, dan pengendali pelaksanaan pendidikan

keahlian teknik agar sesuai dengan tuntutan kebutuhan bidang permukiman dan prasarana

wilayah.

Secara umum arah kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang

permukiman dan prasarana wilayah tidak terlepas dari arah kebijakan pembangunan

bidang permukiman dan prasarana wilayah untuk mewujudkan visi “terwujudnya

permukiman yang layak huni dan produktif, serta prasarana wilayah yang handal dan

bermanfaat, dalam pengembangan wilayah yang holistik, berkeadilan dan berkelanjutan

serta selaras dengan aspirasi masyarakat”. Adapun kebijakan sumber daya manusia

diarahkan untuk melanjutkan realokasi pegawai dalam rangka otonomi daerah dan

meningkatkan kemampuan teknis fungsional melalui jalur pendidikan dan pelatihan,

pemberdayaan kemitraan dan pembinaan karier. Dalam rangka mewujudkan sumber daya

manusia yang profesional dan berkualitas, pengembangan sumber daya manusia

ditekankan pada pengembangan kemampuan penguasaan substansi pokok bidang

permukiman dan prasarana wilayah, serta kemampuan manajemen dan penguasaan

operasionalisasi manajemen sumber daya.

Secara operasional kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik dalam

rangka mendukung visi dan misi Dep. Kimpraswil adalah:

Page 11: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

11

1. menyelenggarakan pendidikan keahlian teknik bekerjasama dengan PTN dan PTS

dengan pola kemitraan dan tailor-made;

2. membiayai penyelenggaraan pendidikan melalui bantuan penuh untuk program D4 dan

magister, dan bantuan fasilitasi untuk program D3;

3. mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi secara sentralisasi untuk program

magister, regionalisasi untuk program D4, dan desentralisasi untuk program D3;

4. mengembangkan dan membina teknologi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi

psikologis, ekonomi, dan sosial peserta didik, melalui penerapan metode dan teknik

pembelajaran orang dewasa;

5. menyelenggarakan sistem seleksi secara sentralisasi untuk pengembangan materi tes,

dan penyebaran lokasi dengan mendekatkan ke peserta tes;

6. mengembangkan dan membinakan bimbingan dan konseling dengan paradigma

perkembangan.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa kebijakan penyelenggaraan pendidikan

profesional keahlian teknik periode 1998- dewasa ini dilaksanakan melalui kerjasama

dengan PTN dan PTS. Pusdiktek tidak melaksanakan langsung pengelolaan proses

pendidikan. Pusdiktek lebih berperan sebagai perencana, pengawas dan pengendali,

sedangkan PTN dan PTS mitra sebagai pelaksana. Dalam rangka mendukung

terselenggarannya kebijakan operasional penyelenggaraan pendidikan telah diupayakan

prakondisi implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik. Pertama,

pengkomunikasian kebijakan operasional penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik

oleh pimpiman Pusdiktek kepada pejabat di bawahnya baik dalam kerangka formal

maupun informal. Selain itu, secara rutin tiap tahun dilaksanakan rapat koordinasi antara

Pusdiktek dan PTN dan PTS mitra kerja untuk memberikan informasi tentang kebijakan

Page 12: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

12

dan substansi pendidikan keahlian teknik, rencana kerja pelaksanaan sosialisasi dan

seleksi, dan proses administrasi kontraktual. Kedua, penyediaan sumber daya untuk

mendukung terselenggaranya pendidikan profesional kedinasan, berupa sarana dan

prasarana pendidikan, peralatan pendidikan, sumber daya manusia, materi pendidikan

yang dikemas ke dalam kurikulum, materi perkulihan yang bersifat akademik, materi

perkuliahan yang bersifat aplikatif, dana dari anggaran pembangunan dan rutin sesuai

dengan alokasi yang telah ditetapkan oleh Dep. Kimpraswil untuk membiayai

penyelenggaraan pendidikan profesional keahlian teknik. Ketiga, pengembangan sikap

positif para pelaksana terhadap pelaksanaan kebijakan. Keempat, pengembangan struktur

birokrasi beserta Standar Operasi Prosedur (SOP) sebagai acuan kerja masing-masing

unsur struktur birokrasi tersebut.

Dengan prakondisi tersebut di atas keluaran yang dicapai pada periode 1998-2002

adalah:

1. karyasiswa (istilah pegawai yang mengikuti pendidikan), sebanyak 2,278 orang,

dengan rincian: D3 sebanyak 1,504 orang, D4 sebanyak 495 orang, dan Magister

sebanyak 279 orang. Hingga saat ini telah lulus 918 orang yang meliputi D3 sebanyak

527 orang, D4 sebanyak 264 orang, dan Magister sebanyak 127 orang;

2. jaringan kerjasama penyelenggaraan pendidikan mencapai 16 (enam belas) PTN dan

PTS tersebar hampir di seluruh Indonesia, yaitu Politeknik Negeri Lhokseumawe,

Politeknik Negeri Padang (Polipad), Politeknik Negeri Sriwijaya (Polsri) Palembang,

Politeknik Negeri Bandung (Polban), ITB, Universitas Winaya Mukti Bandung

(Unwim), Undip, Universitas Gajah Mada (UGM), ITS, Politeknik Negeri Pontianak

(Polinep), Politeknik Negeri Banjarmasin (Poliban), Politeknik Negeri Manado

(Polman), Univeristas Hasanuddin Makassar (Unhas), Universitas Halu Oleo Kendari

Page 13: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

13

(Unhalu), Politeknik Negeri Nusa Cendana Kupang (Undana), Universitas

Cenderawasih Jayapura (Uncen), dan telah menjalin kerjasama dalam teknologi

pembelajaran, bimbingan dan konseling, dan administrasi pendidikan dengan tiga PTN

yang kompeten di bidang pendidikan, yaitu Universitas Negeri Yogyakarta (UNY),

Universitas Negeri Malang (UNM), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),

Bandung;

3. program studi yang dibuka: D3 ada 4 jurusan, D4 ada 10 jurusan, dan magister

sebanyak 6 jurusan.

4. pembinaan tenaga pengajar, pembinaan para wali kelas, dan administrasi pendidikan

(dalam jumlah orang) adalah sebagaimana tabel 1.2 di bawah ini.

Tabel 1.2. Hasil Pembinaan Sumber Daya Penyelenggara Pendidikan

Uraian

1998

1999

2000

2001

Total

Tenaga Pengajar

118

168

50

336

Administrasi Pendidikan

24

24

Bimbingan dan Konseling

24

14

20

68

Total

166

82

70

428

Sumber: Pusdiktek tahun 2002

5. Perkembangan alokasi dana pendidikan (dalam milyar rupiah ) sebagai berikut :

Tabel 1.3. Perkembangan Alokasi Dana Pendidikan

Uraian

1998

1999

2000

2001

2002

Dana Pembangunan *)

4,556

7,805

10,500

13,500

21,000

Dana Rutin

0,225

0,225

1,256

2,010

3,000

Dana Rutin dan Pembangunan

4,781

8,030

12,306

5,510

24,000

Sumber: Pusdiktek tahun 2002

*) rata-rata 20% sumber dana pembagunan pinjaman ADB Loan No. 1572-INO.

Upaya yang dilakukan dan pencapaian pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan

pendidikan profesional keahlian teknik sebagaimana diuraikan di atas dirasakan masih

Page 14: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

14

belum optimal. Eksistensi dan kompetensi Pusdiktek di internal Dep. Kimpraswil masih

belum dipahami secara komprehensif oleh semua unit kerja. Selain itu, resistensi dari PTN

dan PTS mitra terhadap beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Pusdiktek masih

terlihat. Permasalahan tersebut tentunya harus dijawab dengan pelaksanaan kebijakan

penyelenggraan pendidikan profesional keahlian teknik secara bertanggung gugat. Untuk

mengetahui akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik diperlukan

penelitian secara ilmiah yang menilai proses pelaksanaan kebijakan, penyiapan dan

pemanfaatan prakondisi implementasi kebijakan, dan mutu lulusannya. Diharapkan hasil

dari penelitian ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan

akuntabilitas Pusdiktek pada penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik.

B. Rumusan Masalah

Penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik mempunyai sasaran penyediaan

tenaga profesional baik kuantitas maupun kualitas yang mampu menyelenggarakan

sebagian tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan. Permasalahan

penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik dalam menunjang kinerja pembangunan

bidang permukiman dan prasarana wilayah yaitu belum optimalnya pelaksanaan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan sehingga mengakibatkan belum tercapainya kuantitas dan

kualitas sasaran kebijakan sebagaimana yang telah ditetapkan. Belum tercapainya

kuantitas sasaran yang telah ditetapkan tersebut dapat dilihat dari hasil studi Biro

Kepegawaian Dep. PU pada tahun 1998, yang menunjukkan bahwa dalam rangka

mendukung otonomi daerah dibutuhkan peningkatan kualifikasi pendidikan bidang

permukiman dan prasarana wilayah yang ada di propinsi, kabupaten/kota. Secara kuantitas

kebutuhan peningkatan pendidikan dari SLTA ke D3 sebanyak 14,850 orang, peningkatan

Page 15: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

15

pendidikan D3 ke D4/S1 sebanyak 4,850 orang, dan peningkatan S1/D4 ke S2/S3

sebanyak 1,450 orang. Kebutuhan ini jika dibandingkan dengan data yang telah dicapai

oleh Pusdiktek, terlihat belum dapat dicapai dengan baik. Berkaitan dengan pencapaian

kualitas sasaran diketahui bahwa belum ada indikasi yang kuat sampai seberapa baik

peningkatan kompetensi dan komitmen lulusan dalam menunjang kinerja organisasinya.

Belum optimalnya pelaksanaan substansi penyelengaraan pendidikan antara lain

disebabkan oleh permasalahan pokok prakondisi implementasi kebijakan sebagai berikut.

1. Permasalahan komunikasi kebijakan. Secara empiris ada indikasi bahwa komunikasi

kebijakan belum dilaksanakan secara optimal. Indikasi yang paling menonjol adalah

belum adanya pengakuan secara menyeluruh dari internal Dep. Kimpraswil tentang

keberadaan Pusdiktek. Hal ini terlihat dengan adanya unit-unit eselon I yang secara

langsung mengirimkan personelnya mengikuti pendidikan ke perguruan tinggi tanpa

melibatkan Pusdiktek. Secara personal juga ada pejabat-pejabat yang masih

mempertanyakan eksistensi dan kompetensi Pusdiktek dalam menyelenggarakan

pendidikan keahlian teknik. Selain itu, masih ada yang mempertanyakan efisiensi

pendidikan yang diselenggarakan oleh Pusdiktek, jika di bandingkan dengan Ditjen-

Ditjen lain yang mengirimkan langsung ke perguruan tinggi. Di sisi lain, pemahaman

PTN dan PTS mitra terhadap kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik

masih beragam. Ada indikasi bahwa beberapa perguruan tinggi mitra resisten

terhadap pelaksanaan substansi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian

teknik, seperti pelaksanaan kebijakan pembinaan dan pengembangan teknologi

pembelajaran yang belum sepenuhnya didukung oleh perguruan tinggi mitra;

pembinaan dan pengembangan bimbingan dan konseling melalui kegiatan SSS dan

CPD masih ada yang mempertanyakan efektivitasnya; dan pelaksanaan kebijakan

Page 16: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

16

sistem seleksi yang dikembangkan oleh Pusdiktek belum diterima dengan baik oleh

semua perguruan tinggi mitra.

2. Permasalahan sumber daya. Permasalahan ini terkait dengan pemanfaatan, kuantitas,

kualitas, serta keberlanjutannya. Sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia

belum diberdayakan secara optimal. Permasalahan ini secara empirik dapat dilihat

bahwa aset yang dimiliki mempunyai kapasitas sisa yang sangat besar. Banyak ruang

kelas yang ada di setiap balai di Bandung, Semarang, dan Surabaya, tidak terisi.

Laboratorium (Hidraulika, Geodesi, Mekanika Tanah, Bahasa, Komputer) dan

peralatannya tidak digunakan sebagaimana mestinya. Sumber daya manusia pengelola

pendidikan secara kuantitas dan kualitas terbatas. Hampir 80% sumber daya

pengelola berpendidikan SLTA ke bawah. Calon tenaga pengajar praktisi yang telah

dilatih dalam penguasaan teknologi pembelajaran orang dewasa belum dimanfaatkan

secara optimal. Dana untuk penyelenggaraan pendidikan belum sesuai dengan

kebutuhan program. Biaya untuk operasi dan pemeliharan aset yang dimiliki sangat

terbatas. Keberlanjutan pembiayaannya secara sistemik tidak pasti. Sumber dana

pendidikan adalah dana pembangunan yang penyalurannya melalui proyek tahunan,

sehingga secara sistemik tidak ada jaminan ketersediaan dana untuk kesinambungan

program. Pembiayaan pendidikan melalui pola fasilitasi untuk D3 realisasinya masih

belum berjalan dengan baik. Pembiayaan melalui swadana belum ada aspek

legalitasnya. Selain itu, materi ajar yang dikemas ke dalam modul standar, khususnya

untuk modul mata kuliah lokal (kurikulum lokal) belum memadai. Norma, Standar,

Pedoman, dan Manual (NSPM), belum tersedia secara memadai. Padahal, salah satu

sasaran pendidikan profesional keahlian teknik adalah menyediakan tenaga yang

mempunyai kemampuan dalam menerapkan NSPM untuk survey, investigasi, desain,

Page 17: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

17

construction, operasi, dan pemeliharaan (SIDCOM) di bidang permukiman dan

prasarana wilayah.

3. Disposisi atau sikap pelaksana masih kurang proaktif dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya, sehingga selalu dituntut stimulus dari luar yang mendorong dan

mengingatkan staf dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

4. Struktur kelembagaan, dalam hal ini struktur organisasi yang ada dan penempatan

balai di Palembang, Banjarmasin, dan Jayapura masih dipertanyakan efektivitas dan

efisiensinya. Balai Pendidikan Keahlian Teknik yang ada di Palembang mengelola

karyasiswa D4 tidak lebih dari 15 orang, dan di Banjarmasin mengelola program D3

dan D4 tidak lebih dari 50 orang. Adapun Balai Pendidikan Keahlian Teknik di

Jayapura mengelola pendidikan program D4 tidak lebih dari 40 orang. Pertanyaannya

adalah apakah dengan adanya balai tersebut lebih efisien dalam satuan biaya

pendidikan dibandingkan jika tidak dibentuk balai. Selanjutnya, apakah balai-balai

tersebut cukup efektif dalam meningkatkan relevansi dan kualitas pendidikan,

meningkatkan pemerataan pendidikan, dan pemberdayaan aset bidang permukiman

dan prasarana wilayah. Disamping permasalahan struktur dan penempatan balai, juga

belum semua fungsi tersedia SOP. Selain itu, SOP yang sudah tersusun pun belum

sepenuhnya dijadikan acuan atau rujukan dalam menjalankan tugas masing-masing

unit. Implikasi yang menonjol dari permasalahan SOP yang ada, yaitu adanya

kecenderungan fragmentasi organisasi, dan belum berjalannya dengan baik sistem

monitoring dan evaluasi.

Berdasarkan analisis permasalahan sebagaimana diuraikan di atas maka batasan

penelitian ini ditekankan pada variabel-variabel prakondisi pelaksanaan kebijakan,

implementasi substansi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik, dan

Page 18: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

18

dampaknya terhadap mutu lulusan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: sampai

sejauhmana pengaruh prakondisi seperti komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana, dan

struktur organisasi, terhadap implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan

keahlian teknik dan dampaknya terhadap mutu lulusan?.

Mengingat masalah tersebut sangat luas maka rumusan masalah penelitian dirinci

menjadi pokok permasalahan berikut ini.

1. Sampai seberapa baik prakondisi implementasi kebijakan untuk mendukung

pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik?

2. Seberapa baik implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik

dilaksanakan?

3. Seberapa besar pengaruh variabel prakondisi implementasi kebijakan baik secara

parsial atau sendiri-sendiri maupun secara integratif atau gabungan terhadap tingkat

implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik?. Pertanyaan ini

dirinci menjadi beberapa pertanyaan berikut.

a. Seberapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung komunikasi kebijakan

terhadap tingkat implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian

teknik?.

b. Seberapa besar pengaruh sumber daya terhadap implementasi kebijakan

penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik?.

c. Seberapa besar pengaruh sikap pelaksana terhadap implementasi kebijakan

penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik?.

d. Seberapa besar pengaruh struktur birokrasi terhadap implementasi kebijakan

penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik?.

Page 19: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

19

e. Seberapa besar pengaruh gabungan komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana,

dan struktur birokrasi terhadap implementasi kebjakan penyelenggaraan

pendidikan keahlian teknik?.

4. Seberapa baik peningkatan mutu lulusan program pendidikan keahlian teknik?, dan

serapa besar pencapaian target program pendidikan keahlian teknik?.

5. Seberapa jauh keterkaitan logis antara tingkat implementasi kebijakan dengan mutu

lulusan?.

Dalam menjawab pertanyaan di atas peneliti dibimbing dengan kerangka penelitian

sebagaimana gambar 1.1 berikut ini.

Gambar 1.1 di atas dapat dijelaskan bahwa pencapaian keluaran dan outcome

sangat ditentukan oleh pencapaian tingkat implementasi kebijakan. Adapun tingkat

implementasi kebijakan dipengaruhi baik langsung maupun tidak langsung oleh variabel-

Implementasi Kebijakan

Komunikasi

Sumber Daya

Disposisi

Struktur Birokrasi

Keluaran

Outcome

Gambar 1.1. Kerangka Penelitian

Prakondisi Implementasi Kebijakan

Implementasi Substansi Kebijakan

Mutu

Page 20: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

20

variabel prakondisi implementasi kebijakan, seperti komunikasi kebijakan, sumber daya,

sikap pelaksana, dan struktur birokrasi. Keempat variabel prakondisi implementasi

kebijakan tersebut, antara yang satu dan yang lainnya saling mempengaruhi. Komunikasi

kebijakan dipengaruhi oleh sumber daya, sikap pelaksana, dan struktur birokrasi. Hal ini

dapat dijelaskan bahwa komunikasi kebijakan akan efektif apabila di dukung oleh sumber

daya manusia yang terpercaya, media komunikasi berupa peralatan dan sarana dan

prasarana, sikap pelaksana yang mendukung, dan adanya sistem dan mekanisme kerja

yang baik. Sumber daya dipengaruhi oleh komunikasi, sikap pelaksana, dan struktur

birokrasi. Pemanfaatan dan penyediaan sumber daya yang memadai sangat bergantung

pada efektivitas dan frekwensi pelaksanaan komunikasi kebijakan, sikap pelaksana untuk

memanfaatkan sumber daya, dan ketersediaan prosedur dan mekanisme kerja. Sikap

pelaksana dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya seperti dana, sarana dan prasarana,

peralatan, dan sistem informasi, sistem dan prosedur yang kondusif, dan iklim komunikasi

yang dikembangkan. Struktur birokrasi juga sangat bergantung pada ketersediaan sumber

daya, sikap pelaksana, dan komunikasi dilaksanakan. Mekanisme kerja tidak akan berjalan

apabila tidak ada sumber daya dan tidak dikomunikasikan kepada seluruh pelaksana

kebijakan.

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui implementasi kebijakan

penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah;

1. mengetahui kualitas prakondisi implementasi kebijakan untuk mendukung pelaksanaan

kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik. Tujuan tersebut dirinci ke

dalam empat subtujuan, yaitu sebagai berikut:

Page 21: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

21

a. mengetahui kualitas komunikasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan kepada

para pelaksana kebijakan;

b. mengetahui kualitas sumber daya yang disiapkan untuk mendukung keberhasilan

pelaksanaan pendidikan;

c. menganalisis sikap pelaksana kebijakan dalam melaksanakan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan;

d. mengetahui kualitas struktur birokrasi yang disiapkan untuk mendukung

pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pendidikan.

2. mengetahui tingkat implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian

teknik;

3. mengetahui kualitas lulusan pendidikan profesional keahlian teknik yang

diselenggarakan;

4. mengetahui kinerja lulusan pendidikan keahlian teknik;

5. mengetahui pengaruh prakondisi implementasi kebijakan terhadap tingkat

implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik. Secara

operasional, tujuan ini dirinci ke dalam sub tujuan, yaitu sebagai berikut:

a. mengetahui hubungan antara komunikasi kebijakan, sumber daya, disposisi, dan

struktur birokrasi;

b. mengetahui pengaruh gabungan komunikasi kebijakan, sumber daya, disposisi,

dan struktur birokrasi terhadap tingkat implementasi kebijakan penyelenggaraan

pendidikan keahlian teknik;

c. mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung variabel komunikasi terhadap

implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik;

Page 22: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

22

d. mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung variabel sumber daya terhadap

tingkat implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik;

e. mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung variabel sikap pelaksana

terhadap implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik;

f. mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung variabel struktur birokrasi

terhadap implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik.

6. mengetahui keterkaitan logis antara tingkat implementasi kebijakan dengan mutu

ulusan;

7. mengetahui keterkaitan logis antara tingkat implementasi kebijakan dengan kinerja

lulusan.

D. Manfaat Penelitian

Pertama, bagi Pusdiktek. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan

dasar empirik dalam dalam beberapa hal berikut.

1. Administrasi pendidikan keahlian teknik secara tepat mendukung pemenuhan

kebutuhan kompetensi lulusan di bidang permukiman dan prasarana wilayah, baik di

pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Hal ini dapat dijadikan masukan untuk

penyusunan atau perumusan kebijakan dan program penyelenggaraan pendidikan pada

tahun berikutnya.

2. Relevansi pembiayaan penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik.

3. Relevansi kurikulum terhadap kebutuhan pendidikan keahlian teknik. Menjadi acuan

bagi institusi untuk lebih mengakomodasikan kebutuhan nyata lapangan.

4. Efektivitas penyelenggaraan pelatihan teknologi pembelajaran untuk pendidikan

keahlian teknik.

Page 23: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

23

5. Hubungan langsung dan tidak langsung antara proses pembelajaran pendidikan

keahlian teknik dengan kinerja lulusan.

6. Hubungan antara mutu lulusan dengan kinerja lulusan dimana lulusan itu bekerja.

Kedua, bagi peneliti manfaat yang diperoleh melalui penelitian ini adalah:

1. peningkatan wawasan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, dalam menyumbangkan

pemikiran pada Pusdiktek;

2. memberikan pengalaman dalam melaksanakan penelitian dengan menggunakan

kaidah-kaidah ilmiah.

Ketiga, bagi pengembangan studi Ilmu Administrasi Pendidikan, hasil penelitian

ini diharapkan memberikan manfaat berkenaan dengan:

1. menambah khasanah ilmu administrasi pendidikan yang spesifik di bidang pendidikan

keahlian teknik;

2. memberikan rangsangan kepada peneliti lain untuk melakukan replikasi dalam bidang

sejenis.

Page 24: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

AKUNTABILITAS

EVALUASI Description /

data

Criteria Judgment Y T T Y Gambar 3.1. Prosedur Penelitian

Revisi

Instrumen

Ujian Disertasi

Draft Disertasi

Kesimpulan Dan

Rekomendasi

Pengembangan

Model

Pengolahan dan Analisis Data

Pengumpulan

Data

Judgement Ahli Terhadap

Draft Kisi-kisi Dan Instrumen

Revisi Kisi-kisi Dan

Instrumen

Judgement Ahli Terhadap

Draft Kisi-kisi dan Instrumen

Penyusun, Draft Kisi-kisi

Dan Draft Instrumen

Tinjauan Pustaka

Persiapan

Communication Resources

Implementation

Disposition Bureaucratic Structure

Gambar 2.1 Pengaruh

Langsung dan Tidak

Langsung Terhadap

Implementasi

Regulation Policy Action Program Project Board Allocation

Gambar 2.2 Model

Implementasi Kebijakan

menurut Dunn tahun 1981

Achievement

Goal and Objectives

Communications among

organizations and its activities

Policies Characteristics of implementor organizations

Implementors attitude

Conditions of economy, social, and politics

Resources Project Implementatio

n

Program Implementatio

n

Policy Implementation

(Empashing on operating tasks) (Empashis on strategic task)

Formulation legitimization

Monitoring impact

Constituency building

Resources mobilization

Resources accumulation

Organizational

design Keterangan: REG : Regulasi KOM : Komunikasi

AKREDITASI

OTONOMI KUALITAS Gambar 2.3 Model

Implementasi Kebijakan

Winarno (Van Horn dan Van Meter, 1975)

Gambar 2.4. Siklus

Implementasi Kebijakan menurut

Brikenhorf dan Crosby tahun