15
1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDAERAHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DI KABUPATEN PURWOREJO, JAWA TENGAH Lu’lu’ Nurul Jannati 1 dan Inayati 2 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia E-mail : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini membahas implementasi kebijakan pendaerahan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, di Kabupaten Purworejo. Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai faktor pendukung dan penghambat dalam proses implementasi kebijakan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo. Penelitian ini adalah penelitian post positivist dengan tujuan deskriptif. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori implementasi kebijakan Edward III yang memerhatikan empat faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam implementasi kebijakan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak yang sama dengan sebelum pendaerahan. Implementasi pendaerahan PBB-P2 mengarah pada pembenahan administrasi di bawah koordinasi DPPKAD. Secara keseluruhan, implementasi telah berjalan baik dengan berbagai faktor pendukung dan penghambat yang ada. Faktor pendukung implementasi tidak terlepas dari kerja sama dan koordinasi dari pihak-pihak yang terlibat. Faktor penghambat implementasi utamanya berasal dari kurangnya sumber daya manusia (SDM), baik kuantitas maupun kualitas. Kata kunci : Administrasi Pajak; Implementasi Kebijakan; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; Pajak Daerah THE IMPLEMENTATION OF RURAL AND URBAN PROPERTY TAX LOCALIZATION IN PURWOREJO, CENTRAL JAVA ABSTRACT The focus of this research is the implementation of rural and urban property tax localization that based on Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 about Local tax and user charges, in Purworejo. This study also tells about supporting factors and inhibiting factors of the implementation of localization the rural and urban property tax. This research is a post positivism descriptive interpretive. The data were collected by means of depth interview. Analytic of the research has done based on the theory of policy implementation by Edward III that consist four factors includes communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. The results of this research show that the implementation of this policy is done by the same parties like before localization. The implementation of localization the rural and urban property tax in Purworejo lead to make a better administration system of collecting property tax. Overall, the implementation has gone well with various supporting factors and obstacles that exist. Supporting factor of this policy implementation is the coordination of all the parties. And the main inhibiting factor is by the lack of human resources, in both quantity and quality. Keyword : Local Tax; Policy Implementation; Rural and Urban Property Tax; Tax administration

Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal ini merupakan ringkasan dari tugas akhir skripsi yang berisi tentang pelaksanaan pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo yang telah diamanahkan dalam undang-undang sejak tahun 2010.

Citation preview

Page 1: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

1

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDAERAHAN PAJAK BUMI DAN

BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DI

KABUPATEN PURWOREJO, JAWA TENGAH

Lu’lu’ Nurul Jannati

1 dan Inayati

2

1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini membahas implementasi kebijakan pendaerahan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan

Perkotaan (PBB-P2) yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, di Kabupaten Purworejo. Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai faktor

pendukung dan penghambat dalam proses implementasi kebijakan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo. Penelitian ini adalah penelitian post positivist dengan tujuan deskriptif. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori

implementasi kebijakan Edward III yang memerhatikan empat faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi,

dan struktur birokrasi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dalam implementasi kebijakan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo dilakukan dengan

melibatkan berbagai pihak yang sama dengan sebelum pendaerahan. Implementasi pendaerahan PBB-P2

mengarah pada pembenahan administrasi di bawah koordinasi DPPKAD. Secara keseluruhan, implementasi

telah berjalan baik dengan berbagai faktor pendukung dan penghambat yang ada. Faktor pendukung

implementasi tidak terlepas dari kerja sama dan koordinasi dari pihak-pihak yang terlibat. Faktor penghambat

implementasi utamanya berasal dari kurangnya sumber daya manusia (SDM), baik kuantitas maupun kualitas.

Kata kunci : Administrasi Pajak; Implementasi Kebijakan; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan; Pajak Daerah

THE IMPLEMENTATION OF RURAL AND URBAN PROPERTY TAX

LOCALIZATION IN PURWOREJO, CENTRAL JAVA

ABSTRACT

The focus of this research is the implementation of rural and urban property tax localization that based on

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 about Local tax and user charges, in Purworejo. This study also tells

about supporting factors and inhibiting factors of the implementation of localization the rural and urban property

tax. This research is a post positivism descriptive interpretive. The data were collected by means of depth

interview. Analytic of the research has done based on the theory of policy implementation by Edward III that

consist four factors includes communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. The results of

this research show that the implementation of this policy is done by the same parties like before localization. The

implementation of localization the rural and urban property tax in Purworejo lead to make a better administration

system of collecting property tax. Overall, the implementation has gone well with various supporting factors and obstacles that exist. Supporting factor of this policy implementation is the coordination of all the parties. And the

main inhibiting factor is by the lack of human resources, in both quantity and quality.

Keyword : Local Tax; Policy Implementation; Rural and Urban Property Tax; Tax administration

Page 2: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

2

Pendahuluan

Seiring dengan era otonomi daerah saat ini, Pemerintah Pusat berusaha untuk mendorong

daerah agar lebih mandiri dalam pembiayaannya. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah

berjalan berkaitan erat dengan konsep desentralisasi. Pelaksanaan otonomi daerah dimulai

dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan atau urusan dari pemerintah pusat kepada

Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah harus disertai dengan penyerahan sumber pembiayaan. Sumber

pembiayaan yang paling penting adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana komponen

utamanya adalah penerimaan yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah

(Riduansyah, 2003, h.49-50).

Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah dengan desentralisasi fiskal dimana

terdapat pengaturan mengenai pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah atau disebut

dengan pajak daerah. Pajak daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam

undang-undang PDRD terbaru, UU No. 28 tahun 2009, pemerintah daerah diberi kewenangan

untuk memungut beberapa jenis Pajak Daerah yang baru termasuk Pajak Bumi dan Bangunan

sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

Pendaerahan PBB-P2, berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009, harus dilaksanakan paling

lambat tanggal 31 Desember 2013. sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 terdapat 123

kabupaten/kota yang telah melakukan devolusi atau pendaerahan PBB-P2. Secara berturut-

turut, pendaerahan telah dilaksanakan oleh satu kabupaten, tujuh belas kabupaten dan 105

kabupaten pada tahun 2011, 2012, dan 2013. Hingga tahun 2013, Provinsi Jawa Tengah

menjadi provinsi yang paling banyak telah melakukan pendaerahan yaitu 25 kabupaten/kota

dari 123 kabupaten/kota di Indonesia.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pendaerahan PBB-P2 akan meningkatkan

serta memperkuat PAD dari masing-masing daerah. Dengan demikian, setiap pemerintah

daerah dapat melakukan pembangunan daerahnya secara mandiri, tidak terkecuali dengan

Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Frediyanto (2010)

yang berjudul Analisa Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Sebelum dan Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah, hasil penelitian menunjukkan bahwa

secara umum kabupaten/kota mengandalkan penerimaan daerah untuk melakukan

pembangunan daerah.

Page 3: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

3

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

Kab

.Cila

cap

Kab

.Ban

yum

as

Kab

.Pu

rbal

ingg

a

Kab

.Ban

jarn

egar

a

Kab

.Keb

um

en

Kab

.Pu

rwo

rejo

Kab

.Wo

no

sob

o

Kab

.Mag

elan

g

Kab

.Bo

yola

li

Kab

.Kla

ten

Kab

.Su

koh

arjo

Kab

.Wo

no

giri

Kab

.Kar

anga

nya

r

Kab

.Sra

gen

Kab

.Gro

bo

gan

Kab

.Blo

ra

Kab

.Rem

ban

g

Kab

.Pat

i

Kab

.Ku

du

s

Kab

.Jep

ara

Kab

.Dem

ak

Kab

.Sem

aran

g

Kab

.Tem

angg

un

g

Kab

.Ken

dal

Kab

.Bat

ang

Kab

.Pek

alo

nga

n

Kab

.Pem

alan

g

Kab

.teg

al

Kab

.Bre

bes

Ko

ta M

agel

ang

Ko

ta S

ura

kart

a

Ko

ta S

alat

iga

Ko

ta S

emar

ang

Ko

ta P

ekal

on

gan

Ko

ta T

egal

Sesudah Otda Sebelum Otda

Pemerintah daerah yang mengandalkan PAD sebagai sumber pendanaan dalam

pembangunan dinyatakan dalam bentuk rasio PAD. Kabupaten Purworejo merupakan

kabupaten yang memiliki rata-rata rasio PAD paling tinggi di Provinsi Jawa Tengah. Hal

tersebut dapat dilihat dalam gambar 1 berikut menunjukkan rata-rata rasio PAD di

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah (Frediyanto, 2010, h.98-100).

Gambar 1. Rata-rata Rasio PAD di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2008

Sumber : Frediyanto, 2010

Selain itu, Kabupaten Purworejo juga menjadi salah satu kabupaten dengan rasio pajak

tertinggi di Jawa Tengah. Rasio Pajak menunjukkan pemerintah daerah mengandalkan

penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan PAD yang akan digunakan untuk membiayai

pembangunan daerah (Frediyanto, 2010, h.100-103). Hal ini ditunjukkan dalam gambar 2

berikut:

Gambar 2. Rata-rata Rasio Pajak di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2008 Sumber : Frediyanto, 2010

Pendaerahan PBB-P2 menjadi sumber penerimaan baru dalam Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Dengan adanya rasio PAD dan rasio pajak yang tinggi, potensi penerimaan

0

0,01

0,02

0,03

0,04

0,05

0,06

0,07

0,08

0,09

0,1

Kab

.Cila

cap

Kab

.Ban

yum

as

Kab

.Pu

rbal

ingg

a

Kab

.Ban

jarn

egar

a

Kab

.Keb

um

en

Kab

.Pu

rwo

rejo

Kab

.Wo

no

sob

o

Kab

.Mag

elan

g

Kab

.Bo

yola

li

Kab

.Kla

ten

Kab

.Su

koh

arjo

Kab

.Wo

no

giri

Kab

.Kar

anga

nya

r

Kab

.Sra

gen

Kab

.Gro

bo

gan

Kab

.Blo

ra

Kab

.Rem

ban

g

Kab

.Pat

i

Kab

.Ku

du

s

Kab

.Jep

ara

Kab

.Dem

ak

Kab

.Sem

aran

g

Kab

.Tem

angg

un

g

Kab

.Ken

dal

Kab

.Bat

ang

Kab

.Pek

alo

nga

n

Kab

.Pem

alan

g

Kab

.teg

al

Kab

.Bre

bes

Ko

ta M

agel

ang

Ko

ta S

ura

kart

a

Ko

ta S

alat

iga

Ko

ta S

emar

ang

Ko

ta P

ekal

on

gan

Ko

ta T

egal

Sesudah Otda Sebelum Otda

Page 4: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

4

dari PBB-P2 harus dapat dimaksimalkan. Namun, pada faktanya, pada tahun pertama

pendaerahan PBB-P2 yaitu tahun 2013, realisasi penerimaan PBB-P2 di Kabupaten

Purworejo hanya meningkat dua persen (2%) dari tahun 2012 atau hanya empat persen (4%)

dari rata-rata penerimaan PBB-P2 di tahun 2010 hingga 2012 (Badan Pusat Statistik

Kabupaten Purworejo, 2013). Pemerintah Kabupaten Purworejo sendiri menetapkan

kebijakan kenaikan tarif yang dapat memengaruhi penerimaan yaitu 0,12% untuk Nilai Jual

Objek Pajak (NJOP) yang besarnya nol hingga lima ratus juta rupiah; 0,14% untuk NJOP

yang besarnya lima ratus juta rupiah hingga satu miliar; dan 0,24% untuk NJOP yang

besarnya lebih dari satu miliar rupiah. Meskipun telah mengalami kenaikan tarif, kenaikan

penerimaan PBB-P2 Kabupaten Purworejo dapat dikatakan cukup rendah dibandingkan

daerah lain yang tidak menaikkan tarif.

Rendahnya kenaikan penerimaan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo dapat

menunjukkan kinerja pemerintah tanpa mengabaikan potensi wilayahnya. Untuk melihat

kinerja serta proses pemungutan PBB-P2 secara keseluruhan adalah melalui implementasi

kebijakan pendaerahan yang didukung dengan kapasitas administrasi. Holden dalam

Farazmand (2009, h.1016), mengatakan bahwa “administration is the lifeblood of power-no

administration, no power” dan “administration is power to practice”. Dalam pernyataan

yang diungkapkan Holden, menunjukkan bahwa administrasi menjadi hal yang sangat penting

dalam suatu kekuasaan, termasuk bagi pemerintah.

Menurut Nelissen dalam Luthfi dkk (2013, h.24), kapasitas administrasi dapat

didefinisikan sebagai “the degree to which the new types of governance are successful in

handling societal and administrative problems for which they have been created”. Kapasitas

administrasi merupakan suatu derajat atau tingkat kemampuan pemerintah untuk mengatasi

masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat. Peningkatan administrasi perpajakan

dapat dilakukan dengan melakukan program pelatihan (training) intensif dalam hal

komputerisasi tagihan dan data perpajakan, metode penilaian properti, analisis biaya dan

sistem akuntansi. Masalah administrasi pajak properti mencakup dua lingkup yaitu

identifikasi properti dan penilaian serta prosedur pemungutan. McMaster (1991, h.32)

menyebutkan bahwa“the biggest administrative problem with property taxation is

assessment”. Salah satu tantangan bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pendaerahan

PBB-P2 adalah administrasi pajak properti termasuk di dalamnya penilaian.

Berkaitan dengan implementasi kebijakan, analisis dilakukan dengan memerhatikan

empat faktor implementasi kebijakan dari Edward III (1980) yaitu komunikasi, sumber daya,

disposisi, dan struktur birokrasi. Dalam faktor sumber daya diantaranya adalah sumber daya

Page 5: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

5

manusia (SDM) dan fasilitas,baik dana maupun sarana prasarana. Dalam melihat suatu

kebijakan pajak, konsep yang digunakan adalah sepuluh prinsip kebijakan pajak yaitu equity

and fairness, certainty, convenience of payment, simplicity, neutrality, economic growth and

efficiency, transparency and visibility, minimum tax gap, dan appropriate governments

revenues (PICPA, 2013, H.1-12). Konsep-konsep tersebut yang menjadi dasar dalam

membuat alur penelitian dan analisis dalam penelitian impelementasi kebijakan pendaerahan

PBB-P2 di Kabupaten Purworejo.

Keberhasilan pemerintah daerah untuk menghadapi tantangan ekonomi yaitu dengan

memperbesar peranan PAD dalam struktur penerimaan daerah guna meningkatkan

kemampuan keuangannya memerlukan langkah-langkah matang, termasuk dalam pelaksanaan

kebijakan perpajakan, termasuk pendaerahan PBB-P2, harus diimplementasikan dengan

lancar dan tepat agar tujuan dapat tercapai. Berdasarkan pada permasalahan tersebut,

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan pendaerahan PBB-P2 di

Kabupaten Purworejo beserta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Pendekatan kuantitatif atau yang disebut juga dengan pendekatan positivis

diselenggarakan dengan menggabungkan logika deduktif dengan pengamatan empiris yang

tepat dari perilaku individu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan post

positivism karena peneliti berangkat dari sebuah teori dengan pengamatan empiris dalam

rangka untuk mengkonfirmasi dan menggali informasi terkait kebijakan pendaerahan Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Purworejo. Informasi

yang digali adalah seputar pertanyaan penelitian yaitu implementasi kebijakan pendaerahan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Purworejo

beserta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.

Peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan publik dari Edward III tanpa

mengabaikan teori dari Van Horn dan Van Meter. Peneliti menguji konsep implementasi

kebijakan pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo dengan konsep Edward III yang

memuat faktor-faktor dengan hasil temuan di lapangan. Namun, penelitian implementasi

kebijakan ini tidak dilakukan untuk mengukur dengan indikator. Indikator yang dirumuskan

dalam operasionalisasi konsep digunakan untuk membuat instrumen penelitian yaitu pedoman

wawancara. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif

Page 6: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

6

dengan manfaat murni tanpa disponsori oleh pihak lain dan berdasarkan keinginan peneliti

untuk melakukan penelitian sejak Oktober 2013 hingga Juni 2014.

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan dengan

Bank Jateng, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Purworejo, dan Pemerintah

Daerah Kabupaten Purworejo yang meliputi : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan

Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Purworejo, perwakilan kecamatan serta desa/kelurahan di

Kabupaten Purworejo. Selain itu, wawancara mendalam juga dilakukan dengan akademisi.

Pengumpulan data juga dilakukan dengan studi dokumentasi dan literatur. Proses analisis

data penelitian ini dilakukan dengan mempelajari hasil wawancara dengan informan

penelitian, catatan lapangan dan dokumentasi terkait dengan implementasi kebijakan

pendaerahan PBB-P2.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian akan dilakukan dengan meninjau dari implementasi

kebijakan pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo. Impelementasi kebijakan ditinjau

dari kondisi existing yang kemudian ditinjau pula faktor pendukung dan penghambatnya.

Implementasi kebijakan ditinjau dari empat faktor yang dikemukakan Edward III yaitu

komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya, pendaerahan PBB-P2 akan meningkatkan serta memperkuat Pendapatan Asli

Daerah (PAD) masing-masing daerah.

Perubahan struktur PAD sebagai salah satu dampak pendaerahan PBB-P2 merupakan

hal yang positif dimana meningkatkan dan memperkuat PAD. Peningkatan PAD ini akan

membantu pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan daerah dan pembangunan

daerah. Peningkatan PAD berdasarkan APBD di Kabupaten Purworejo setelah adanya

pendaerahan PBB-P2 dapat dilihat dalam tabel berikut,

Tabel 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2013

2011 2012 2013

Pendapatan Asli Daerah 77.111.203.105 91.866.119.724 117.987.260.849

Pendapatan Pajak Daerah 9.807.700.000 10.692.797.000 29.328.865.084

Hasil Retribusi Daerah 13.523.152.146 15.198.851.812 15.647.478.843

Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang

dipisahkan

2.849.318.459 3.120.004.660 4.153.669.341

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 50.931.032.500 62.854.466.252 68.857.247.581 Sumber: Pemerintah Kabupaten Purworejo, 2014 (diolah oleh Peneliti)

Berdasarkan tabel tentang PAD Kabupaten Purworejo, terjadi peningkatan PAD setiap

tahun. Peningkatan PAD dari tahun 2011 ke 2012 adalah sebesar 14.774.916.619 dan dari

Page 7: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

7

tahun 2012 ke tahun 2013 adalah sebesar 26.121.141.125. Data peningkatan tersebut

menunjukkan bahwa peningkatan PAD sendiri mengalami peningkatan hampir dua kali lipat.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa peningkatan PAD tersebut didukung oleh peningkatan

pajak daerah di tahun 2013 hampir seratus persen dari tahun 2012. Data tersebut

menunjukkan bahwa pendaerahan PBB-P2 memang membawa dampak positif meningkatkan

dan memperkuat PAD di Kabupaten Purworejo.

Pendaerahan PBB-P2 ini juga bagi pemerintah daerah Kabupaten Purworejo

merupakan salah satu upaya untuk pembenahan pengelolaan PBB-P2. Hal ini dikarenakan

pemerintah daerah lebih memahami kondisi daerahnya. Pemahaman mendalam mengenai

objek pajak dalam wilayah daerah adalah salah satu alasan pendaerahan PBB-P2 dapat lebih

baik.

Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Devolusi PBB-P2 di Kabupaten Purworejo

Pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai

apabila dapat diimplementasikan dengan baik. Penerapan atau implementasi kebijakan

termasuk pengalihan PBB-P2 membutuhkan pemahaman pelaksana. Pihak-pihak yang terlibat

dalam pemungutan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo adalah DPPKAD, Bank Jateng,

Kecamatan, Kelurahan, dan Perangkat Desa. Secara internal, DPPKAD yang menangani

PBB-P2 adalah bidang pajak daerah yaitu Seksi Pendataan dan Penilaian, Seksi Teknologi

Informasi dan Penetapan, serta Seksi Penagihan dan Penerimaan. Bentuk komunikasi

mengenai pemungutan PBB-P2 menjadi pajak daerah dilaksanakan sejak adanya sosialisasi

kebijakan.

Sosialisasi awal yang diberikan merupakan sosialisasi dari Direktorat Jenderal Pajak

(DJP) sebagai pihak yang sebelumnya menangani pemungutan PBB-P2 ke pemerintah daerah.

Bentuk sosialisasi yang dilakukan terdapat pemanggilan dari pusat serta pelatihan. Sosialisasi

pengalihan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo dilakukan dengan dua cara. Sosialisasi dan

pelatihan diselenggarakan oleh pemerintah pusat secara sentralisasi dimana pemerintah daerah

menjadi peserta di pusat. Sosialisasi dan pelatihan juga diselenggarakan secara khusus yaitu

dilaksanakan di daerah.

Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor

213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah, tugas dan kewenangan

pemerintah pusat dan daerah telah diatur masing-masing untuk kebijakan pengalihan PBB-P2.

Secara jelas disebutkan bahwa pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri

Page 8: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

8

memiliki tugas dan tanggungjawab untuk memfasilitasi, membina, dan mengawasi

Pemerintah Daerah dalam rangka pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2. Kementerian

Keuangan, dalam hal Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, bertugas dan

bertanggungjawab untuk melakukan pemantau dan pembinaan.

Koordinasi Pemerintah Daerah, dalam hal ini adalah DPPKAD Kabupaten Purworejo,

dengan KPP Pratama terbangun sejak sebelum pendaerahan. Sebelum pendaerahan, DPPKAD

Kabupaten Purworejo membantu KPP Pratama dalam pelaksanaan pemungutan PBB-P2.

Ketika pendaerahan PBB-P2 dilakukan, KPP Pratama mendampingi dan membantu

Pemerintah Daerah dalam menyiapkan peraturan daerah dan peraturan Bupati. Sebagai

pelaksana pemungutan PBB-P2 sebelumnya, KPP Pratama juga menyerahkan sejumlah data

terkait PBB-P2. Hal ini menunjukkan bahwa koordinasi dan komunikasi antara Pemerintah

Daerah dan Pemerintah Pusat telah terjalin cukup lama terkait pendaerahan PBB-P2.

Setelah pendaerahan, bentuk dan pola komunikasi serta interaksi antara KPP Pratama

dengan DPPKAD mulai berubah. Bentuk komunikasi dan interaksi KPP Pratama Purworejo

dengan DPPKAD Kabupaten Purworejo hanya bersifat insidental. Komunikasi tercipta ketika

ada kondisi tertentu. Komunikasi KPP Pratama dan DPPKAD adalah dalam bentuk

konsultatif. Dengan adanya komunikasi dan koordinasi secara insidental, tidak akan

menyebabkan kesimpangsiuran atau ketidakpastian kewenangan. KPP Pratama tidak ikut

campur dalam penyelenggaraan pemungutan PBB-P2 tanpa adanya permintaan dari

DPPKAD. Hal ini menunjukkan bahwa kewenangan sepenuhnya ada di DPPKAD. Namun,

koordinasi insidental tersebut rawan dapat berjalan efektif apabila masing-masing pihak tidak

merasa saling membutuhkan.

Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat merupakan hal yang penting untuk

dilakukan. Informasi yang disampaikan kepada masyarakat melalui sosialisasi harus sesuai

dengan apa yang disampaikan oleh pemerintah pusat dan yang diterima oleh pemerintah

daerah. Penyampaian informasi yang sama secara struktural dari atas ke bawah perlu

dilakukan agar tercipta kejelasan dan konsistensi.

Dalam sosialisasi kepada pemerintah daerah struktural bawah, peraturan daerah

termasuk yang disosialisasikan. Selain peraturan, tugas dan tanggung jawab masing-masing

juga dijelaskan. Tugas dan tanggung jawab ini penting diinformasikan karena terkait dengan

peraturan yang ditetapkan. Keberhasilan pelaksanaan implementasi pendaerahan PBB-P2

akan bergantung kepada pemahaman pelaksana atas tugas dan tanggungjawabnya. Maka,

dengan adanya sosialisasi kepada pemerintahan daerah kecamatan, desa dan kelurahan, akan

ada kejelasan mengenai peraturan beserta tugas dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan.

Page 9: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

9

Sosialisasi tidak hanya dilakukan secara terpusat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten

Purworejo dengan mengadakan sosialisasi yang dihadiri perwakilan dari seluruh wilayah

kecamatan dan desa. Namun, pemerintah daerah juga melakukan sosialisasi ke masing-

masing wilayah dengan mengundang dan mengumpulkan kepala wilayah termasuk kepala

desa dan lurah. Melalui mekanisme sosialisasi seperti ini, proses transfer informasi dan

pengetahuan diteruskan secara berjenjang.

Sosialisasi yang dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan banyak pihak

merupakan salah satu cara yang efisien namun bisa berjalan tidak efektif. Selain kesalahan

informasi selama proses transfer informasi, informasi yang tidak merata juga dapat terjadi.

Apabila sosialiasi hanya dilakukan secara terpusat dengan mengundang perwakilan dari

berbagai wilayah, kehadiran perwakilan wilayah menjadi faktor penting. Apabila terdapat

perwakilan suatu wilayah yang tidak hadir, maka masyarakat di dalam wilayah tersebut

dimungkinkan tidak mendapat informasi. Pemerintah Daerah seharusnya tidak hanya

menyampaikan sosialisasi kepada perwakilan dari wilayah, namun juga mengadakan agenda

sosialisasi besar dengan mengundang seluruh masyarakat di setiap wilayah. Selain itu,

Pemerintah Daerah juga melakukan pengawasan atau mendampingi selama proses sosialisasi

agar tidak terjadi kesalahan informasi yang disampaikan kepada masyarakat.

Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Devolusi PBB-P2 di Kabupaten

Purworejo

Sumber daya yang dibutuhkan termasuk didalamnya Sumber Daya Manusia (SDM)

sebagai pelaksana. Ketersediaan SDM baik dari segi kuantitas dan kualitas harus disiapkan

oleh setiap pihak. Pemungutan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo oleh pemerintah daerah

dilaksanakan oleh tiga tim, yaitu tim intensifikasi Kabupaten, kecamatan, serta

desa/kelurahan. Seluruh tim tersebut bekerja berdasarkan Surat Keputusan Bupati.

Pengelolaan PBB-P2 sendiri dibawah koordinasi DPPKAD Kabupaten Purworejo.

DPPKAD Kabupaten Purworejo yang memiliki tugas dan tanggugjawab pengelolaan

PBB-P2 adalah bidang pajak daerah yang membawahi tiga seksi yaitu Seksi Pendataan dan

Penilaian, Seksi Penetapan dan Teknologi Informasi, serta Seksi Penagihan dan Penerimaan.

Pembagian seksi tersebut dilakukan berdasarkan kewenangan masing-masing. Seksi

Pendataan dan Penilaian berwenang dalam hal pendaftaran serta terkait update objek pajak.

Update objek pajak dilakukan dengan dua cara yaitu inisiatif dengan pendataan ke lapangan

oleh petugas dan melalui berkas pengajuan dari Wajib Pajak. Selain itu, terkait penilaian,

Page 10: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

10

penilaian yang telah dilakukan pada tahun 2013 adalah penilaian berdasarkan SK Bupati

tentang daftar biaya komponen bangunan atau dengan cost method approach.

Kebijakan penilaian terkait Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan adalah

adanya penundaan update NJOP hingga jangka waktu tiga tahun setelah pendaerahan dengan

alasan untuk meredam gejolak di masyarakat. Namun, Pemerintah Daerah Kabupaten

Purworejo mengambil kebijakan kenaikan tarif untuk menjaga potensi penerimaan. Kenaikan

tarif menjadi kebijakan yang mudah dilakukan secara administratif, tetapi di kemudian hari

akan memukul masyarakat karena adanya kenaikan tarif dan NJOP. Selain itu, adanya wacana

kenaikan NJOP yang disesuaikan dengan target kenaikan penerimaan juga dapat

menimbulkan masalah. Hal ini berdampak pada adanya ketidakadilan di masyarakat serta

penilaian yang tidak murni lagi.

Sumber dana atau finansial pengelolaan PBB-P2 digunakan sebagai modal

pendaerahan dan operasional pemungutan PBB-P2 yaitu dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Purworejo. Petugas pemungut desa/kelurahan mendapat

dana operasional yang terdiri dari uang sidang, uang perjalanan dinas, dan uang SPPT,

sebagai pengganti biaya upah pungut. Dana operasional petugas pemungut diatur dalam

Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013 tentang Alokasi Dana Operasional Tim Intensifikasi

PBB-P2. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bagi Hasil Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah ke Desa, dana operasional petugas pemungut berasal dari

penerimaan PBB-P2.

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan PBB-P2 berupa software

dan hardware. Software yang digunakan adalah berupa aplikasi beserta databasenya seperti

Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) yang terintegrasi dengan Sistem

Informasi Geografis (SIG). Software tersebut merupakan limpahan dari KPP Pratama.

Sedangkan hardware adalah peralatan yang diadakan oleh DPPKAD sendiri. Sarana

prasarana yang diadakan antara lain high speed printer, plotter, dan komputer serta fasilitas

pendukung di ruang pelayanan.

Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Devolusi PBB-P2 di Kabupaten Purworejo

Persiapan pendaerahan PBB-P2 dimulai sejak 2010 ketika UU Nomor 28 Tahun 2009

mulai diberlakukan. Keputusan pelaksanaan pendaerahan di tahun 2013 tidak terlepas dari

sikap pemimpin atau political will yaitu dalam hal ini Gubernur Provinsi Jawa Tengah pada

saat itu. pengelolaan PBB-P2 menjadi agenda terakhir dari Pemerintah Daerah Kabupaten

Purworejo dibandingkan dengan pajak daerah lainnya. Pemerintah Daerah Kabupaten

Page 11: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

11

Purworejo merencanakan untuk melaksanakan pemungutan PBB-P2 pada tahun terakhir atau

batas waktu yang ditentukan. Namun, pada pelaksanaannya, PBB-P2 mulai dilaksanakan

tahun 2013 atau lebih cepat satu tahun dibandingkan rencana semula yaitu pada tahun 2014.

Hal ini disebabkan karena pada tahun 2011 terdapat himbauan yang diberikan oleh Gubernur

Jawa Tengah untuk segera melakukan pendaerahan sebagaimana disampaikan sebelumnya.

Himbauan yang diberikan oleh Gubernur Jawa Tengah pada tahun 2011, ditanggapi

oleh Pemerintah Daaerah Kabupaten Purworejo pada tahun yang bersangkutan. Peraturan

mulai dibuat pada tahun 2011 dan dapat ditetapkan pada pertengahan tahun 2012 yaitu bulan

Juni 2012. Sikap Gubernur Jawa Tengah yang sangat mendukung pendaerahan PBB-P2 juga

diiringi dengan adanya ‘ancaman’ yang diberikan kepada pemerintah daerah. Ancaman yang

diberikan kepada pemerintah daerah adalah berupa konsekuensi yang harus diterima oleh

Pemerintah Daerah apabila tidak melaksanakan pendaerahan PBB-P2. Ancaman tersebut

merupakan konsekuensi yang harus ditanggung oleh Pemerintah Daerah.

Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo akan kehilangan sumber penerimaan daerah

dari bagi hasil. Penerimaan Kabupaten Purworejo akan menurun dari sebelumnya. Selain itu,

Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo harus mengeluarkan biaya untuk modal dan

operasional. Jumlah penerimaan PBB di Kabupaten Purworejo yang berasal dari bagi hasil

adalah sekitar dua kali lipat dari penerimaan PBB di Kabupaten Purworejo. Selain itu, dengan

adanya pendaerahan, Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo kemudian menganggarkan

pengeluaran, baik modal dan operasional, PBB-P2 dalam APBD. Pemerintah Kabupaten

Purworejo menganggap cost dan benefit dalam pemungutan PBB-P2 tidak seimbang, jika

benefit atau keuntungannya hanya sedikit. Jika dilihat dari sisi materiil dan non-materiil,

Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo lebih senang jika PBB-P2 dipungut oleh pemerintah

pusat. Ketika PBB-P2 dipungut oleh pusat, pemerintah daerah hanya menjalankan tugas

pembantuan. Meski hanya tugas pembantuan, namun mendapatkan bagi hasil yang jumlahnya

lebih banyak dari sekarang.

Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Devolusi PBB-P2 di Kabupaten

Purworejo

Prosedur dalam pemungutan dan pengelolaan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo

didasarkan pada Petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang PBB-

P2 ditetapkan dalam Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2012 dan SOP tentang Sistem dan

Prosedur Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten

Purworejo yang masih berbentuk draft. Tidak adanya SOP yang telah ditetapkan secara

Page 12: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

12

umum tidak mengganggu proses berjalannya pemungutan PBB-P2 di lapangan. Hal ini

dikarenakan sistem dan prosedur yang harus dilakukan oleh petugas pajak atau petugas

pemungut dalam menagih pajak dan wajib pajak dalam membayar pajak tidak mengalami

perubahan yang signifikan. Urgensi keberadaan SOP lebih dirasakan oleh pemerintah daerah,

atau dalam hal ini DPPKAD sebagai pelaksana dan pengelola PBB-P2 secara keseluruhan.

Pemerintah daerah harus menjalankan tugas dan tanggungjawab yang sebelumnya tidak

dilakukan seperti proses pendataan dan penilaian serta penetapan.

Secara umum, draft SOP tersebut tidak ada masalah karena sudah dilaksanakan

selama bertahun-tahun oleh KPP Pratama. Penundaan penetapan SOP sebagai Peraturan

Bupati dilakukan karena masih adanya proses pembenahan SOP agar selaras dengan

permasalahan di lapangan. Pemerintah Daerah melakukan diskusi mendalam terkait SOP agar

dapat diperbaiki dan dipertimbangkan sesuai dengan keluhan masyarakat. Tentu hal ini

dilakukan untuk mencapai prosedur dalam birokrasi yang efektif dan efisien.

Pembentukan struktur birokrasi yang lebih efisien dan efektif juga terjadi dalam

pendaerahan PBB-P2 ini. Secara keseluruhan, tugas dan tanggungjawab pemungutan PBB-P2

sepenuhnya berada di tangan Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo. Seluruh sistem dan

prosedur diatur dan dalam pengawasan lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo.

Lingkup yang lebih kecil dalam struktur birokrasi membawa konsekuensi bahwa keputusan

berada di kepala daerah yaitu dalam hal ini Bupati Kabupaten Purworejo.

Penanganan dan pengelolaan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo ditangani oleh bidang

di DPPKAD Kabupaten Purworejo. Melihat kedudukan PBB-P2 sebagai pajak daerah,

berdasarkan tupoksi dalam perbub nomor 61 Tahun 2012 tersebut, maka pengelolaan PBB-P2

dilaksanakan oleh bidang pajak daerah. Bidang pajak daerah baru terbentuk setelah adanya

pendaerahan PBB-P2. Bidang pajak daerah DPPKAD Kabupaten Purworejo dibentuk setelah

adanya pendaerahan PBB-P2. Pengelolaan PBB-P2 dilakukan oleh bidang pajak daerah

tersebut. Bidang pajak daerah selain megelola PBB-P2 juga menangani pajak daerah lainnya

yang berjumlah sepuluh.

Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten

Purworejo

Pelaksanaan PBB-P2 untuk sistem dan prosedurnya berlandaskan pada SOP yang

telah dijalankan selama bertahun-tahun mempermudah pelaksanaan pengelolaan PBB-P2.

Progam-program termasuk pelunasan antara lain melalui tabungan PBB-P2 kelompok PKK.

Page 13: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

13

Selain itu, adanya kompetisi dan pemberian reward atau hadiah juga mendorong pelunasan

PBB-P2 di Kabupaten Purworejo.

Sistem penagihan PBB-P2 dilakukan dengan cara door to door sehingga

memungkinkan pemerataan penagihan. Penagihan PBB-P2 dilakukan oleh petugas pemungut

dengan memahami kondisi wajib pajak yaitu dengan asas convenient of payment. Penagihan

PBB-P2 dilakukan ketika telah masuk masa panen. Pemungut pajak juga menagih dengan

cara masuk ke dalam pertemuan-pertemuan masyarakat. Sistem pembayaran kolektif juga

masih dapat dilakukan dengan adanya sistem administrasi yang lebih tertata. Pembayaran

kolektif dilakukan dengan mencantumkan Nomor Objek Pajak (NOP) dan identitas Wajib

Pajak.

Berdasarkaan struktur birokrasi, pendaerahan PBB-P2 membawa koordinasi dalam

satu lingkup yang lebih dekat atau kecil. Pengambilan keputusan tertinggi berada pada Bupati

sehingga diharapkan lebih efisien dan efeketif. Ditinjau dari manfaat pendaerahan,

penerimaan PBB-P2 masuk dalam komponen PDRD yang dibagihasilkan kepada desa untuk

pembangunan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomo 2 Tahun 2012, 46% penerimaan PBB-P2

dibagihasilkan kepada desa setelah dikurangi dengan dana operasional.

Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten

Purworejo

SDM secara kuantitas dan kualitas masih belum terpenuhi. Untuk penilai, SDM yang

tersedia hanya dua puluh penilai dengan sertifikat pelatihan jangka pendek. Penilai dengan

sertifikat jangka panjang masih dalam masa pelatihan sejak tahun 2013 hingga 2014. Jumlah

Penilai tersebut pun hanya ada satu. Sedangkan, jumlah objek pajak di Kabupaten Purworejo

mencapai 954.344 di tahun 2013. Kondisi SDM juga tidak terpenuhi di bagian pelayanan

yaitu hanya dua orang dari lima yang dibutuhkan. Dari bagian Teknologi Informasi, ahli

bidang tersebut hanya ada satu. Jumlah staf di seksi penerimaan dan penagihan ada dua puluh

lima orang dengan rincian sembilan orang bertugas di kantor dan enam belas orang

ditempatkan di setiap kecamatan. Dari 25 orang, hanya ada tiga orang yang berkualitas yaitu

menguasai pembukuan penerimaan dan operasional komputer.

Pengelolaan PBB-P2 di DPPKAD ditangani oleh bidang pajak daerah yang menangani

pajak daerah lainnya. Hal ini menyebabkan adanya tugas dan tanggungjawab yang besar.

Selain itu, dengan kondisi SDM yang masih kurang, terjadi multiple role yang menyebabkan

tidak maksimalnya kinerja masing-masing personel. Kebutuhan SDM juga belum dapat

dipenuhi oleh Bank Jateng terkait dengan tempat pembayaran PBB-P2. Seharusnya,

Page 14: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

14

pembayaran PBB-P2 dapat dilakukan di setiap kecamatan yaitu enam belas kecamatan.

Namun, jumlah SDM yang tersedia hanya ada delapan orang sehingga satu personel

merangkap dua kecamatan. Hal ini mengakibatkan adanya hambatan dalam penyetoran pajak.

Kekurangan dalam implementasi pendaerahan PBB-P2 juga terkait dengan sarana

prasaran seperti kekurangan alat lapangan. Alat lapangan yang masih dibutuhkan adalah GPS,

alat pengukur bangunan, dan kamera yang digunakan untuk penilaian. Untuk database yang

dilimpahkan dari KPP Pratama masih tidak lengkap dan terdapat kesalahan-kesalahan.

Terdapat 86 desa yang belum terSISMIOP sehingga kepastian objek pajak tidak dapat

diperoleh. Selain itu, adanya SISMIOP fiktif yang mana data dalam database dengan

kenyataan di lapangan berbeda. Perubahan-perubahan seperti lahan kosong yang telah

berubah menjadi bangunan, misalnya perumahan baru, masih belum terdata.

Terdapat potential loss dari piutang pajak sebesar tujuh hingga delapan miliar. Piutang

pajak ini disebabkan adanya pembayaran kolektif yang tidak mencantumkan identitas Wajib

pajak dan NOP yang jelas.Sehingga, pemerintah daerah kesulitan untuk menagih piutang

pajak tersebut. Potential loss juga terjadi adanya Wajib Pajak yang mendapatkan Nilai Jual

Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) lebih dari satu. Data objek pajak masih belum

terintegrasi satu sama lain, sehingga ketika wajib pajak memiliki objek pajak lebih dari satu

tidak dapat diketahui dan masing-masing objek pajak mendapatkan NJOPTKP. Hal ini

mengakibatkan jumlah pajak yang dibayar menjadi lebih kecil.

Simpulan

Secara keseluruhan, implementasi pendaerahan PBB-P2 telah dilaksanakan dengan

baik dengan berbagai faktor pendukung dan penghambat yang muncul. Pemerintah Daerah

melakukan pembenahan sistem administrasi sehingga implementasi pemungutan PBB-P2

dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Pendaerahan PBB-P2 menyebabkan struktur

manajemen pengelolaan berada dalam satu lingkup, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten,

sehingga memudahkan dalam proses koordinasi. Insentif berupa dana operasional sebagai

pengganti upah pungut diberikan kepada tim intensifikasi PBB-P2. Permasalahan utama di

Kabupaten Purworejo adalah tidak tersedianya SDM sesuai dengan kebutuhan, baik secara

kuantitas dan kualitas. Struktur organisasi pengelolaan PBB-P2 yang masih menjadi satu

dengan bidang pajak daerah lain juga menyulitkan pelaksana dalam mengelola pajak daerah,

khususnya PBB-P2, secara optimal.

Page 15: Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB P2 Di Kab Purworejo - Jurnal

15

Saran

SOP sebagai pedoman sistem dan prosedur harus segera ditetapkan agar sistem dan

prosedur yang dilakukan terdapat payung hukum yang jelas. Selain itu, terkait SDM, SDM

yang tersedia dibekali dengan pelatihan dan mempersiapkan regenerasi untuk meningkatkan

kualitas. Pemenuhan kebutuhan SDM secara kuantitas untuk jangka pendek dapat dilakukan

dengan menambah tenaga kontrak. Selain itu, DPPKAD harus dapat meyakinkan pihak-pihak

terkait kepegawaian di daerah agar menyediakan atau membuat perekrutan pegawai sebagai

SDM di DPPKAD dalam menangani PBB-P2.

Daftar Referensi

Badan Pusat Statistik Kabupaten Purworejo.(2012). Kabupaten Purworejo Dalam Angka 2011

Purworejo Regency in Figures 2011. Katalog BPS.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Purworejo.(2013). Kabupaten Purworejo Dalam Angka 2012

Purworejo Regency in Figures 2012. Katalog BPS.

Edward III, George C. (1980). Implementing Public Policy. United States of America :

Congressional Quarterly Inc

Farazmand, Ali.(2009).Building Administrative Capacity for the Age of Rapid Globalization :

A Modest Prescription for the Twenty-First Century. Public Administration Review,

November-Desember 2009

Frediyanto, Yanuar. (2010). Analisis Kemampuan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah

Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. Skripsi Program Sarjana FE Universitas

Diponegoro

Lutfi,Achmad, Inayati, Adang Hendrawan dan Haula Rosdiana. (2013). Devolusi Pajak Bumi

dan Bangunan : Tantangan dan Peluang Penguatan Taxing Capacity untuk Mendorong

Daya Saing Daerah. Jakarta : UI-Press

McMaster, James.(1991).Urban Financial Management : A Training Manual. Washington

DC : The International Bank for Reconstruction and Development/the World Bank

Pennsylvania Institute of Certified Public Accountants (PICPA).(2013). Guiding Principles of

Good Tax Policy: A Framework for Evaluating Tax Proposals. 19 Februari 2013

<http://www.picpa.org>

Riduansyah, Mohammad. (2003). “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota

Bogor)”. Makara Sosial Humaniora, Vol. 7, 2, 49-50. Pusat Pengembangan dan

Penelitian, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

<http://www.journal.ui.ac.id>