Upload
lulunurulj
View
400
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal ini merupakan ringkasan dari tugas akhir skripsi yang berisi tentang pelaksanaan pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo yang telah diamanahkan dalam undang-undang sejak tahun 2010.
Citation preview
1
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDAERAHAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DI
KABUPATEN PURWOREJO, JAWA TENGAH
Lu’lu’ Nurul Jannati
1 dan Inayati
2
1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini membahas implementasi kebijakan pendaerahan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan
Perkotaan (PBB-P2) yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, di Kabupaten Purworejo. Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai faktor
pendukung dan penghambat dalam proses implementasi kebijakan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo. Penelitian ini adalah penelitian post positivist dengan tujuan deskriptif. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori
implementasi kebijakan Edward III yang memerhatikan empat faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi,
dan struktur birokrasi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam implementasi kebijakan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo dilakukan dengan
melibatkan berbagai pihak yang sama dengan sebelum pendaerahan. Implementasi pendaerahan PBB-P2
mengarah pada pembenahan administrasi di bawah koordinasi DPPKAD. Secara keseluruhan, implementasi
telah berjalan baik dengan berbagai faktor pendukung dan penghambat yang ada. Faktor pendukung
implementasi tidak terlepas dari kerja sama dan koordinasi dari pihak-pihak yang terlibat. Faktor penghambat
implementasi utamanya berasal dari kurangnya sumber daya manusia (SDM), baik kuantitas maupun kualitas.
Kata kunci : Administrasi Pajak; Implementasi Kebijakan; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan; Pajak Daerah
THE IMPLEMENTATION OF RURAL AND URBAN PROPERTY TAX
LOCALIZATION IN PURWOREJO, CENTRAL JAVA
ABSTRACT
The focus of this research is the implementation of rural and urban property tax localization that based on
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 about Local tax and user charges, in Purworejo. This study also tells
about supporting factors and inhibiting factors of the implementation of localization the rural and urban property
tax. This research is a post positivism descriptive interpretive. The data were collected by means of depth
interview. Analytic of the research has done based on the theory of policy implementation by Edward III that
consist four factors includes communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. The results of
this research show that the implementation of this policy is done by the same parties like before localization. The
implementation of localization the rural and urban property tax in Purworejo lead to make a better administration
system of collecting property tax. Overall, the implementation has gone well with various supporting factors and obstacles that exist. Supporting factor of this policy implementation is the coordination of all the parties. And the
main inhibiting factor is by the lack of human resources, in both quantity and quality.
Keyword : Local Tax; Policy Implementation; Rural and Urban Property Tax; Tax administration
2
Pendahuluan
Seiring dengan era otonomi daerah saat ini, Pemerintah Pusat berusaha untuk mendorong
daerah agar lebih mandiri dalam pembiayaannya. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah
berjalan berkaitan erat dengan konsep desentralisasi. Pelaksanaan otonomi daerah dimulai
dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan atau urusan dari pemerintah pusat kepada
Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah harus disertai dengan penyerahan sumber pembiayaan. Sumber
pembiayaan yang paling penting adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana komponen
utamanya adalah penerimaan yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah
(Riduansyah, 2003, h.49-50).
Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah dengan desentralisasi fiskal dimana
terdapat pengaturan mengenai pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah atau disebut
dengan pajak daerah. Pajak daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam
undang-undang PDRD terbaru, UU No. 28 tahun 2009, pemerintah daerah diberi kewenangan
untuk memungut beberapa jenis Pajak Daerah yang baru termasuk Pajak Bumi dan Bangunan
sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Pendaerahan PBB-P2, berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009, harus dilaksanakan paling
lambat tanggal 31 Desember 2013. sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 terdapat 123
kabupaten/kota yang telah melakukan devolusi atau pendaerahan PBB-P2. Secara berturut-
turut, pendaerahan telah dilaksanakan oleh satu kabupaten, tujuh belas kabupaten dan 105
kabupaten pada tahun 2011, 2012, dan 2013. Hingga tahun 2013, Provinsi Jawa Tengah
menjadi provinsi yang paling banyak telah melakukan pendaerahan yaitu 25 kabupaten/kota
dari 123 kabupaten/kota di Indonesia.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pendaerahan PBB-P2 akan meningkatkan
serta memperkuat PAD dari masing-masing daerah. Dengan demikian, setiap pemerintah
daerah dapat melakukan pembangunan daerahnya secara mandiri, tidak terkecuali dengan
Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Frediyanto (2010)
yang berjudul Analisa Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
Sebelum dan Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah, hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara umum kabupaten/kota mengandalkan penerimaan daerah untuk melakukan
pembangunan daerah.
3
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
Kab
.Cila
cap
Kab
.Ban
yum
as
Kab
.Pu
rbal
ingg
a
Kab
.Ban
jarn
egar
a
Kab
.Keb
um
en
Kab
.Pu
rwo
rejo
Kab
.Wo
no
sob
o
Kab
.Mag
elan
g
Kab
.Bo
yola
li
Kab
.Kla
ten
Kab
.Su
koh
arjo
Kab
.Wo
no
giri
Kab
.Kar
anga
nya
r
Kab
.Sra
gen
Kab
.Gro
bo
gan
Kab
.Blo
ra
Kab
.Rem
ban
g
Kab
.Pat
i
Kab
.Ku
du
s
Kab
.Jep
ara
Kab
.Dem
ak
Kab
.Sem
aran
g
Kab
.Tem
angg
un
g
Kab
.Ken
dal
Kab
.Bat
ang
Kab
.Pek
alo
nga
n
Kab
.Pem
alan
g
Kab
.teg
al
Kab
.Bre
bes
Ko
ta M
agel
ang
Ko
ta S
ura
kart
a
Ko
ta S
alat
iga
Ko
ta S
emar
ang
Ko
ta P
ekal
on
gan
Ko
ta T
egal
Sesudah Otda Sebelum Otda
Pemerintah daerah yang mengandalkan PAD sebagai sumber pendanaan dalam
pembangunan dinyatakan dalam bentuk rasio PAD. Kabupaten Purworejo merupakan
kabupaten yang memiliki rata-rata rasio PAD paling tinggi di Provinsi Jawa Tengah. Hal
tersebut dapat dilihat dalam gambar 1 berikut menunjukkan rata-rata rasio PAD di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah (Frediyanto, 2010, h.98-100).
Gambar 1. Rata-rata Rasio PAD di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2008
Sumber : Frediyanto, 2010
Selain itu, Kabupaten Purworejo juga menjadi salah satu kabupaten dengan rasio pajak
tertinggi di Jawa Tengah. Rasio Pajak menunjukkan pemerintah daerah mengandalkan
penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan PAD yang akan digunakan untuk membiayai
pembangunan daerah (Frediyanto, 2010, h.100-103). Hal ini ditunjukkan dalam gambar 2
berikut:
Gambar 2. Rata-rata Rasio Pajak di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2008 Sumber : Frediyanto, 2010
Pendaerahan PBB-P2 menjadi sumber penerimaan baru dalam Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Dengan adanya rasio PAD dan rasio pajak yang tinggi, potensi penerimaan
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0,08
0,09
0,1
Kab
.Cila
cap
Kab
.Ban
yum
as
Kab
.Pu
rbal
ingg
a
Kab
.Ban
jarn
egar
a
Kab
.Keb
um
en
Kab
.Pu
rwo
rejo
Kab
.Wo
no
sob
o
Kab
.Mag
elan
g
Kab
.Bo
yola
li
Kab
.Kla
ten
Kab
.Su
koh
arjo
Kab
.Wo
no
giri
Kab
.Kar
anga
nya
r
Kab
.Sra
gen
Kab
.Gro
bo
gan
Kab
.Blo
ra
Kab
.Rem
ban
g
Kab
.Pat
i
Kab
.Ku
du
s
Kab
.Jep
ara
Kab
.Dem
ak
Kab
.Sem
aran
g
Kab
.Tem
angg
un
g
Kab
.Ken
dal
Kab
.Bat
ang
Kab
.Pek
alo
nga
n
Kab
.Pem
alan
g
Kab
.teg
al
Kab
.Bre
bes
Ko
ta M
agel
ang
Ko
ta S
ura
kart
a
Ko
ta S
alat
iga
Ko
ta S
emar
ang
Ko
ta P
ekal
on
gan
Ko
ta T
egal
Sesudah Otda Sebelum Otda
4
dari PBB-P2 harus dapat dimaksimalkan. Namun, pada faktanya, pada tahun pertama
pendaerahan PBB-P2 yaitu tahun 2013, realisasi penerimaan PBB-P2 di Kabupaten
Purworejo hanya meningkat dua persen (2%) dari tahun 2012 atau hanya empat persen (4%)
dari rata-rata penerimaan PBB-P2 di tahun 2010 hingga 2012 (Badan Pusat Statistik
Kabupaten Purworejo, 2013). Pemerintah Kabupaten Purworejo sendiri menetapkan
kebijakan kenaikan tarif yang dapat memengaruhi penerimaan yaitu 0,12% untuk Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) yang besarnya nol hingga lima ratus juta rupiah; 0,14% untuk NJOP
yang besarnya lima ratus juta rupiah hingga satu miliar; dan 0,24% untuk NJOP yang
besarnya lebih dari satu miliar rupiah. Meskipun telah mengalami kenaikan tarif, kenaikan
penerimaan PBB-P2 Kabupaten Purworejo dapat dikatakan cukup rendah dibandingkan
daerah lain yang tidak menaikkan tarif.
Rendahnya kenaikan penerimaan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo dapat
menunjukkan kinerja pemerintah tanpa mengabaikan potensi wilayahnya. Untuk melihat
kinerja serta proses pemungutan PBB-P2 secara keseluruhan adalah melalui implementasi
kebijakan pendaerahan yang didukung dengan kapasitas administrasi. Holden dalam
Farazmand (2009, h.1016), mengatakan bahwa “administration is the lifeblood of power-no
administration, no power” dan “administration is power to practice”. Dalam pernyataan
yang diungkapkan Holden, menunjukkan bahwa administrasi menjadi hal yang sangat penting
dalam suatu kekuasaan, termasuk bagi pemerintah.
Menurut Nelissen dalam Luthfi dkk (2013, h.24), kapasitas administrasi dapat
didefinisikan sebagai “the degree to which the new types of governance are successful in
handling societal and administrative problems for which they have been created”. Kapasitas
administrasi merupakan suatu derajat atau tingkat kemampuan pemerintah untuk mengatasi
masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat. Peningkatan administrasi perpajakan
dapat dilakukan dengan melakukan program pelatihan (training) intensif dalam hal
komputerisasi tagihan dan data perpajakan, metode penilaian properti, analisis biaya dan
sistem akuntansi. Masalah administrasi pajak properti mencakup dua lingkup yaitu
identifikasi properti dan penilaian serta prosedur pemungutan. McMaster (1991, h.32)
menyebutkan bahwa“the biggest administrative problem with property taxation is
assessment”. Salah satu tantangan bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pendaerahan
PBB-P2 adalah administrasi pajak properti termasuk di dalamnya penilaian.
Berkaitan dengan implementasi kebijakan, analisis dilakukan dengan memerhatikan
empat faktor implementasi kebijakan dari Edward III (1980) yaitu komunikasi, sumber daya,
disposisi, dan struktur birokrasi. Dalam faktor sumber daya diantaranya adalah sumber daya
5
manusia (SDM) dan fasilitas,baik dana maupun sarana prasarana. Dalam melihat suatu
kebijakan pajak, konsep yang digunakan adalah sepuluh prinsip kebijakan pajak yaitu equity
and fairness, certainty, convenience of payment, simplicity, neutrality, economic growth and
efficiency, transparency and visibility, minimum tax gap, dan appropriate governments
revenues (PICPA, 2013, H.1-12). Konsep-konsep tersebut yang menjadi dasar dalam
membuat alur penelitian dan analisis dalam penelitian impelementasi kebijakan pendaerahan
PBB-P2 di Kabupaten Purworejo.
Keberhasilan pemerintah daerah untuk menghadapi tantangan ekonomi yaitu dengan
memperbesar peranan PAD dalam struktur penerimaan daerah guna meningkatkan
kemampuan keuangannya memerlukan langkah-langkah matang, termasuk dalam pelaksanaan
kebijakan perpajakan, termasuk pendaerahan PBB-P2, harus diimplementasikan dengan
lancar dan tepat agar tujuan dapat tercapai. Berdasarkan pada permasalahan tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan pendaerahan PBB-P2 di
Kabupaten Purworejo beserta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.
Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif atau yang disebut juga dengan pendekatan positivis
diselenggarakan dengan menggabungkan logika deduktif dengan pengamatan empiris yang
tepat dari perilaku individu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan post
positivism karena peneliti berangkat dari sebuah teori dengan pengamatan empiris dalam
rangka untuk mengkonfirmasi dan menggali informasi terkait kebijakan pendaerahan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Purworejo. Informasi
yang digali adalah seputar pertanyaan penelitian yaitu implementasi kebijakan pendaerahan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Purworejo
beserta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.
Peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan publik dari Edward III tanpa
mengabaikan teori dari Van Horn dan Van Meter. Peneliti menguji konsep implementasi
kebijakan pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo dengan konsep Edward III yang
memuat faktor-faktor dengan hasil temuan di lapangan. Namun, penelitian implementasi
kebijakan ini tidak dilakukan untuk mengukur dengan indikator. Indikator yang dirumuskan
dalam operasionalisasi konsep digunakan untuk membuat instrumen penelitian yaitu pedoman
wawancara. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif
6
dengan manfaat murni tanpa disponsori oleh pihak lain dan berdasarkan keinginan peneliti
untuk melakukan penelitian sejak Oktober 2013 hingga Juni 2014.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan dengan
Bank Jateng, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Purworejo, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten Purworejo yang meliputi : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Purworejo, perwakilan kecamatan serta desa/kelurahan di
Kabupaten Purworejo. Selain itu, wawancara mendalam juga dilakukan dengan akademisi.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan studi dokumentasi dan literatur. Proses analisis
data penelitian ini dilakukan dengan mempelajari hasil wawancara dengan informan
penelitian, catatan lapangan dan dokumentasi terkait dengan implementasi kebijakan
pendaerahan PBB-P2.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian akan dilakukan dengan meninjau dari implementasi
kebijakan pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo. Impelementasi kebijakan ditinjau
dari kondisi existing yang kemudian ditinjau pula faktor pendukung dan penghambatnya.
Implementasi kebijakan ditinjau dari empat faktor yang dikemukakan Edward III yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, pendaerahan PBB-P2 akan meningkatkan serta memperkuat Pendapatan Asli
Daerah (PAD) masing-masing daerah.
Perubahan struktur PAD sebagai salah satu dampak pendaerahan PBB-P2 merupakan
hal yang positif dimana meningkatkan dan memperkuat PAD. Peningkatan PAD ini akan
membantu pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan daerah dan pembangunan
daerah. Peningkatan PAD berdasarkan APBD di Kabupaten Purworejo setelah adanya
pendaerahan PBB-P2 dapat dilihat dalam tabel berikut,
Tabel 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2013
2011 2012 2013
Pendapatan Asli Daerah 77.111.203.105 91.866.119.724 117.987.260.849
Pendapatan Pajak Daerah 9.807.700.000 10.692.797.000 29.328.865.084
Hasil Retribusi Daerah 13.523.152.146 15.198.851.812 15.647.478.843
Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang
dipisahkan
2.849.318.459 3.120.004.660 4.153.669.341
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 50.931.032.500 62.854.466.252 68.857.247.581 Sumber: Pemerintah Kabupaten Purworejo, 2014 (diolah oleh Peneliti)
Berdasarkan tabel tentang PAD Kabupaten Purworejo, terjadi peningkatan PAD setiap
tahun. Peningkatan PAD dari tahun 2011 ke 2012 adalah sebesar 14.774.916.619 dan dari
7
tahun 2012 ke tahun 2013 adalah sebesar 26.121.141.125. Data peningkatan tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan PAD sendiri mengalami peningkatan hampir dua kali lipat.
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa peningkatan PAD tersebut didukung oleh peningkatan
pajak daerah di tahun 2013 hampir seratus persen dari tahun 2012. Data tersebut
menunjukkan bahwa pendaerahan PBB-P2 memang membawa dampak positif meningkatkan
dan memperkuat PAD di Kabupaten Purworejo.
Pendaerahan PBB-P2 ini juga bagi pemerintah daerah Kabupaten Purworejo
merupakan salah satu upaya untuk pembenahan pengelolaan PBB-P2. Hal ini dikarenakan
pemerintah daerah lebih memahami kondisi daerahnya. Pemahaman mendalam mengenai
objek pajak dalam wilayah daerah adalah salah satu alasan pendaerahan PBB-P2 dapat lebih
baik.
Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Devolusi PBB-P2 di Kabupaten Purworejo
Pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai
apabila dapat diimplementasikan dengan baik. Penerapan atau implementasi kebijakan
termasuk pengalihan PBB-P2 membutuhkan pemahaman pelaksana. Pihak-pihak yang terlibat
dalam pemungutan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo adalah DPPKAD, Bank Jateng,
Kecamatan, Kelurahan, dan Perangkat Desa. Secara internal, DPPKAD yang menangani
PBB-P2 adalah bidang pajak daerah yaitu Seksi Pendataan dan Penilaian, Seksi Teknologi
Informasi dan Penetapan, serta Seksi Penagihan dan Penerimaan. Bentuk komunikasi
mengenai pemungutan PBB-P2 menjadi pajak daerah dilaksanakan sejak adanya sosialisasi
kebijakan.
Sosialisasi awal yang diberikan merupakan sosialisasi dari Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) sebagai pihak yang sebelumnya menangani pemungutan PBB-P2 ke pemerintah daerah.
Bentuk sosialisasi yang dilakukan terdapat pemanggilan dari pusat serta pelatihan. Sosialisasi
pengalihan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo dilakukan dengan dua cara. Sosialisasi dan
pelatihan diselenggarakan oleh pemerintah pusat secara sentralisasi dimana pemerintah daerah
menjadi peserta di pusat. Sosialisasi dan pelatihan juga diselenggarakan secara khusus yaitu
dilaksanakan di daerah.
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah, tugas dan kewenangan
pemerintah pusat dan daerah telah diatur masing-masing untuk kebijakan pengalihan PBB-P2.
Secara jelas disebutkan bahwa pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri
8
memiliki tugas dan tanggungjawab untuk memfasilitasi, membina, dan mengawasi
Pemerintah Daerah dalam rangka pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2. Kementerian
Keuangan, dalam hal Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, bertugas dan
bertanggungjawab untuk melakukan pemantau dan pembinaan.
Koordinasi Pemerintah Daerah, dalam hal ini adalah DPPKAD Kabupaten Purworejo,
dengan KPP Pratama terbangun sejak sebelum pendaerahan. Sebelum pendaerahan, DPPKAD
Kabupaten Purworejo membantu KPP Pratama dalam pelaksanaan pemungutan PBB-P2.
Ketika pendaerahan PBB-P2 dilakukan, KPP Pratama mendampingi dan membantu
Pemerintah Daerah dalam menyiapkan peraturan daerah dan peraturan Bupati. Sebagai
pelaksana pemungutan PBB-P2 sebelumnya, KPP Pratama juga menyerahkan sejumlah data
terkait PBB-P2. Hal ini menunjukkan bahwa koordinasi dan komunikasi antara Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Pusat telah terjalin cukup lama terkait pendaerahan PBB-P2.
Setelah pendaerahan, bentuk dan pola komunikasi serta interaksi antara KPP Pratama
dengan DPPKAD mulai berubah. Bentuk komunikasi dan interaksi KPP Pratama Purworejo
dengan DPPKAD Kabupaten Purworejo hanya bersifat insidental. Komunikasi tercipta ketika
ada kondisi tertentu. Komunikasi KPP Pratama dan DPPKAD adalah dalam bentuk
konsultatif. Dengan adanya komunikasi dan koordinasi secara insidental, tidak akan
menyebabkan kesimpangsiuran atau ketidakpastian kewenangan. KPP Pratama tidak ikut
campur dalam penyelenggaraan pemungutan PBB-P2 tanpa adanya permintaan dari
DPPKAD. Hal ini menunjukkan bahwa kewenangan sepenuhnya ada di DPPKAD. Namun,
koordinasi insidental tersebut rawan dapat berjalan efektif apabila masing-masing pihak tidak
merasa saling membutuhkan.
Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat merupakan hal yang penting untuk
dilakukan. Informasi yang disampaikan kepada masyarakat melalui sosialisasi harus sesuai
dengan apa yang disampaikan oleh pemerintah pusat dan yang diterima oleh pemerintah
daerah. Penyampaian informasi yang sama secara struktural dari atas ke bawah perlu
dilakukan agar tercipta kejelasan dan konsistensi.
Dalam sosialisasi kepada pemerintah daerah struktural bawah, peraturan daerah
termasuk yang disosialisasikan. Selain peraturan, tugas dan tanggung jawab masing-masing
juga dijelaskan. Tugas dan tanggung jawab ini penting diinformasikan karena terkait dengan
peraturan yang ditetapkan. Keberhasilan pelaksanaan implementasi pendaerahan PBB-P2
akan bergantung kepada pemahaman pelaksana atas tugas dan tanggungjawabnya. Maka,
dengan adanya sosialisasi kepada pemerintahan daerah kecamatan, desa dan kelurahan, akan
ada kejelasan mengenai peraturan beserta tugas dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan.
9
Sosialisasi tidak hanya dilakukan secara terpusat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Purworejo dengan mengadakan sosialisasi yang dihadiri perwakilan dari seluruh wilayah
kecamatan dan desa. Namun, pemerintah daerah juga melakukan sosialisasi ke masing-
masing wilayah dengan mengundang dan mengumpulkan kepala wilayah termasuk kepala
desa dan lurah. Melalui mekanisme sosialisasi seperti ini, proses transfer informasi dan
pengetahuan diteruskan secara berjenjang.
Sosialisasi yang dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan banyak pihak
merupakan salah satu cara yang efisien namun bisa berjalan tidak efektif. Selain kesalahan
informasi selama proses transfer informasi, informasi yang tidak merata juga dapat terjadi.
Apabila sosialiasi hanya dilakukan secara terpusat dengan mengundang perwakilan dari
berbagai wilayah, kehadiran perwakilan wilayah menjadi faktor penting. Apabila terdapat
perwakilan suatu wilayah yang tidak hadir, maka masyarakat di dalam wilayah tersebut
dimungkinkan tidak mendapat informasi. Pemerintah Daerah seharusnya tidak hanya
menyampaikan sosialisasi kepada perwakilan dari wilayah, namun juga mengadakan agenda
sosialisasi besar dengan mengundang seluruh masyarakat di setiap wilayah. Selain itu,
Pemerintah Daerah juga melakukan pengawasan atau mendampingi selama proses sosialisasi
agar tidak terjadi kesalahan informasi yang disampaikan kepada masyarakat.
Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Devolusi PBB-P2 di Kabupaten
Purworejo
Sumber daya yang dibutuhkan termasuk didalamnya Sumber Daya Manusia (SDM)
sebagai pelaksana. Ketersediaan SDM baik dari segi kuantitas dan kualitas harus disiapkan
oleh setiap pihak. Pemungutan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo oleh pemerintah daerah
dilaksanakan oleh tiga tim, yaitu tim intensifikasi Kabupaten, kecamatan, serta
desa/kelurahan. Seluruh tim tersebut bekerja berdasarkan Surat Keputusan Bupati.
Pengelolaan PBB-P2 sendiri dibawah koordinasi DPPKAD Kabupaten Purworejo.
DPPKAD Kabupaten Purworejo yang memiliki tugas dan tanggugjawab pengelolaan
PBB-P2 adalah bidang pajak daerah yang membawahi tiga seksi yaitu Seksi Pendataan dan
Penilaian, Seksi Penetapan dan Teknologi Informasi, serta Seksi Penagihan dan Penerimaan.
Pembagian seksi tersebut dilakukan berdasarkan kewenangan masing-masing. Seksi
Pendataan dan Penilaian berwenang dalam hal pendaftaran serta terkait update objek pajak.
Update objek pajak dilakukan dengan dua cara yaitu inisiatif dengan pendataan ke lapangan
oleh petugas dan melalui berkas pengajuan dari Wajib Pajak. Selain itu, terkait penilaian,
10
penilaian yang telah dilakukan pada tahun 2013 adalah penilaian berdasarkan SK Bupati
tentang daftar biaya komponen bangunan atau dengan cost method approach.
Kebijakan penilaian terkait Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan adalah
adanya penundaan update NJOP hingga jangka waktu tiga tahun setelah pendaerahan dengan
alasan untuk meredam gejolak di masyarakat. Namun, Pemerintah Daerah Kabupaten
Purworejo mengambil kebijakan kenaikan tarif untuk menjaga potensi penerimaan. Kenaikan
tarif menjadi kebijakan yang mudah dilakukan secara administratif, tetapi di kemudian hari
akan memukul masyarakat karena adanya kenaikan tarif dan NJOP. Selain itu, adanya wacana
kenaikan NJOP yang disesuaikan dengan target kenaikan penerimaan juga dapat
menimbulkan masalah. Hal ini berdampak pada adanya ketidakadilan di masyarakat serta
penilaian yang tidak murni lagi.
Sumber dana atau finansial pengelolaan PBB-P2 digunakan sebagai modal
pendaerahan dan operasional pemungutan PBB-P2 yaitu dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Purworejo. Petugas pemungut desa/kelurahan mendapat
dana operasional yang terdiri dari uang sidang, uang perjalanan dinas, dan uang SPPT,
sebagai pengganti biaya upah pungut. Dana operasional petugas pemungut diatur dalam
Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013 tentang Alokasi Dana Operasional Tim Intensifikasi
PBB-P2. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bagi Hasil Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah ke Desa, dana operasional petugas pemungut berasal dari
penerimaan PBB-P2.
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan PBB-P2 berupa software
dan hardware. Software yang digunakan adalah berupa aplikasi beserta databasenya seperti
Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) yang terintegrasi dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG). Software tersebut merupakan limpahan dari KPP Pratama.
Sedangkan hardware adalah peralatan yang diadakan oleh DPPKAD sendiri. Sarana
prasarana yang diadakan antara lain high speed printer, plotter, dan komputer serta fasilitas
pendukung di ruang pelayanan.
Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Devolusi PBB-P2 di Kabupaten Purworejo
Persiapan pendaerahan PBB-P2 dimulai sejak 2010 ketika UU Nomor 28 Tahun 2009
mulai diberlakukan. Keputusan pelaksanaan pendaerahan di tahun 2013 tidak terlepas dari
sikap pemimpin atau political will yaitu dalam hal ini Gubernur Provinsi Jawa Tengah pada
saat itu. pengelolaan PBB-P2 menjadi agenda terakhir dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Purworejo dibandingkan dengan pajak daerah lainnya. Pemerintah Daerah Kabupaten
11
Purworejo merencanakan untuk melaksanakan pemungutan PBB-P2 pada tahun terakhir atau
batas waktu yang ditentukan. Namun, pada pelaksanaannya, PBB-P2 mulai dilaksanakan
tahun 2013 atau lebih cepat satu tahun dibandingkan rencana semula yaitu pada tahun 2014.
Hal ini disebabkan karena pada tahun 2011 terdapat himbauan yang diberikan oleh Gubernur
Jawa Tengah untuk segera melakukan pendaerahan sebagaimana disampaikan sebelumnya.
Himbauan yang diberikan oleh Gubernur Jawa Tengah pada tahun 2011, ditanggapi
oleh Pemerintah Daaerah Kabupaten Purworejo pada tahun yang bersangkutan. Peraturan
mulai dibuat pada tahun 2011 dan dapat ditetapkan pada pertengahan tahun 2012 yaitu bulan
Juni 2012. Sikap Gubernur Jawa Tengah yang sangat mendukung pendaerahan PBB-P2 juga
diiringi dengan adanya ‘ancaman’ yang diberikan kepada pemerintah daerah. Ancaman yang
diberikan kepada pemerintah daerah adalah berupa konsekuensi yang harus diterima oleh
Pemerintah Daerah apabila tidak melaksanakan pendaerahan PBB-P2. Ancaman tersebut
merupakan konsekuensi yang harus ditanggung oleh Pemerintah Daerah.
Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo akan kehilangan sumber penerimaan daerah
dari bagi hasil. Penerimaan Kabupaten Purworejo akan menurun dari sebelumnya. Selain itu,
Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo harus mengeluarkan biaya untuk modal dan
operasional. Jumlah penerimaan PBB di Kabupaten Purworejo yang berasal dari bagi hasil
adalah sekitar dua kali lipat dari penerimaan PBB di Kabupaten Purworejo. Selain itu, dengan
adanya pendaerahan, Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo kemudian menganggarkan
pengeluaran, baik modal dan operasional, PBB-P2 dalam APBD. Pemerintah Kabupaten
Purworejo menganggap cost dan benefit dalam pemungutan PBB-P2 tidak seimbang, jika
benefit atau keuntungannya hanya sedikit. Jika dilihat dari sisi materiil dan non-materiil,
Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo lebih senang jika PBB-P2 dipungut oleh pemerintah
pusat. Ketika PBB-P2 dipungut oleh pusat, pemerintah daerah hanya menjalankan tugas
pembantuan. Meski hanya tugas pembantuan, namun mendapatkan bagi hasil yang jumlahnya
lebih banyak dari sekarang.
Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Devolusi PBB-P2 di Kabupaten
Purworejo
Prosedur dalam pemungutan dan pengelolaan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo
didasarkan pada Petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang PBB-
P2 ditetapkan dalam Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2012 dan SOP tentang Sistem dan
Prosedur Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten
Purworejo yang masih berbentuk draft. Tidak adanya SOP yang telah ditetapkan secara
12
umum tidak mengganggu proses berjalannya pemungutan PBB-P2 di lapangan. Hal ini
dikarenakan sistem dan prosedur yang harus dilakukan oleh petugas pajak atau petugas
pemungut dalam menagih pajak dan wajib pajak dalam membayar pajak tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Urgensi keberadaan SOP lebih dirasakan oleh pemerintah daerah,
atau dalam hal ini DPPKAD sebagai pelaksana dan pengelola PBB-P2 secara keseluruhan.
Pemerintah daerah harus menjalankan tugas dan tanggungjawab yang sebelumnya tidak
dilakukan seperti proses pendataan dan penilaian serta penetapan.
Secara umum, draft SOP tersebut tidak ada masalah karena sudah dilaksanakan
selama bertahun-tahun oleh KPP Pratama. Penundaan penetapan SOP sebagai Peraturan
Bupati dilakukan karena masih adanya proses pembenahan SOP agar selaras dengan
permasalahan di lapangan. Pemerintah Daerah melakukan diskusi mendalam terkait SOP agar
dapat diperbaiki dan dipertimbangkan sesuai dengan keluhan masyarakat. Tentu hal ini
dilakukan untuk mencapai prosedur dalam birokrasi yang efektif dan efisien.
Pembentukan struktur birokrasi yang lebih efisien dan efektif juga terjadi dalam
pendaerahan PBB-P2 ini. Secara keseluruhan, tugas dan tanggungjawab pemungutan PBB-P2
sepenuhnya berada di tangan Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo. Seluruh sistem dan
prosedur diatur dan dalam pengawasan lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo.
Lingkup yang lebih kecil dalam struktur birokrasi membawa konsekuensi bahwa keputusan
berada di kepala daerah yaitu dalam hal ini Bupati Kabupaten Purworejo.
Penanganan dan pengelolaan PBB-P2 di Kabupaten Purworejo ditangani oleh bidang
di DPPKAD Kabupaten Purworejo. Melihat kedudukan PBB-P2 sebagai pajak daerah,
berdasarkan tupoksi dalam perbub nomor 61 Tahun 2012 tersebut, maka pengelolaan PBB-P2
dilaksanakan oleh bidang pajak daerah. Bidang pajak daerah baru terbentuk setelah adanya
pendaerahan PBB-P2. Bidang pajak daerah DPPKAD Kabupaten Purworejo dibentuk setelah
adanya pendaerahan PBB-P2. Pengelolaan PBB-P2 dilakukan oleh bidang pajak daerah
tersebut. Bidang pajak daerah selain megelola PBB-P2 juga menangani pajak daerah lainnya
yang berjumlah sepuluh.
Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten
Purworejo
Pelaksanaan PBB-P2 untuk sistem dan prosedurnya berlandaskan pada SOP yang
telah dijalankan selama bertahun-tahun mempermudah pelaksanaan pengelolaan PBB-P2.
Progam-program termasuk pelunasan antara lain melalui tabungan PBB-P2 kelompok PKK.
13
Selain itu, adanya kompetisi dan pemberian reward atau hadiah juga mendorong pelunasan
PBB-P2 di Kabupaten Purworejo.
Sistem penagihan PBB-P2 dilakukan dengan cara door to door sehingga
memungkinkan pemerataan penagihan. Penagihan PBB-P2 dilakukan oleh petugas pemungut
dengan memahami kondisi wajib pajak yaitu dengan asas convenient of payment. Penagihan
PBB-P2 dilakukan ketika telah masuk masa panen. Pemungut pajak juga menagih dengan
cara masuk ke dalam pertemuan-pertemuan masyarakat. Sistem pembayaran kolektif juga
masih dapat dilakukan dengan adanya sistem administrasi yang lebih tertata. Pembayaran
kolektif dilakukan dengan mencantumkan Nomor Objek Pajak (NOP) dan identitas Wajib
Pajak.
Berdasarkaan struktur birokrasi, pendaerahan PBB-P2 membawa koordinasi dalam
satu lingkup yang lebih dekat atau kecil. Pengambilan keputusan tertinggi berada pada Bupati
sehingga diharapkan lebih efisien dan efeketif. Ditinjau dari manfaat pendaerahan,
penerimaan PBB-P2 masuk dalam komponen PDRD yang dibagihasilkan kepada desa untuk
pembangunan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomo 2 Tahun 2012, 46% penerimaan PBB-P2
dibagihasilkan kepada desa setelah dikurangi dengan dana operasional.
Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Pendaerahan PBB-P2 di Kabupaten
Purworejo
SDM secara kuantitas dan kualitas masih belum terpenuhi. Untuk penilai, SDM yang
tersedia hanya dua puluh penilai dengan sertifikat pelatihan jangka pendek. Penilai dengan
sertifikat jangka panjang masih dalam masa pelatihan sejak tahun 2013 hingga 2014. Jumlah
Penilai tersebut pun hanya ada satu. Sedangkan, jumlah objek pajak di Kabupaten Purworejo
mencapai 954.344 di tahun 2013. Kondisi SDM juga tidak terpenuhi di bagian pelayanan
yaitu hanya dua orang dari lima yang dibutuhkan. Dari bagian Teknologi Informasi, ahli
bidang tersebut hanya ada satu. Jumlah staf di seksi penerimaan dan penagihan ada dua puluh
lima orang dengan rincian sembilan orang bertugas di kantor dan enam belas orang
ditempatkan di setiap kecamatan. Dari 25 orang, hanya ada tiga orang yang berkualitas yaitu
menguasai pembukuan penerimaan dan operasional komputer.
Pengelolaan PBB-P2 di DPPKAD ditangani oleh bidang pajak daerah yang menangani
pajak daerah lainnya. Hal ini menyebabkan adanya tugas dan tanggungjawab yang besar.
Selain itu, dengan kondisi SDM yang masih kurang, terjadi multiple role yang menyebabkan
tidak maksimalnya kinerja masing-masing personel. Kebutuhan SDM juga belum dapat
dipenuhi oleh Bank Jateng terkait dengan tempat pembayaran PBB-P2. Seharusnya,
14
pembayaran PBB-P2 dapat dilakukan di setiap kecamatan yaitu enam belas kecamatan.
Namun, jumlah SDM yang tersedia hanya ada delapan orang sehingga satu personel
merangkap dua kecamatan. Hal ini mengakibatkan adanya hambatan dalam penyetoran pajak.
Kekurangan dalam implementasi pendaerahan PBB-P2 juga terkait dengan sarana
prasaran seperti kekurangan alat lapangan. Alat lapangan yang masih dibutuhkan adalah GPS,
alat pengukur bangunan, dan kamera yang digunakan untuk penilaian. Untuk database yang
dilimpahkan dari KPP Pratama masih tidak lengkap dan terdapat kesalahan-kesalahan.
Terdapat 86 desa yang belum terSISMIOP sehingga kepastian objek pajak tidak dapat
diperoleh. Selain itu, adanya SISMIOP fiktif yang mana data dalam database dengan
kenyataan di lapangan berbeda. Perubahan-perubahan seperti lahan kosong yang telah
berubah menjadi bangunan, misalnya perumahan baru, masih belum terdata.
Terdapat potential loss dari piutang pajak sebesar tujuh hingga delapan miliar. Piutang
pajak ini disebabkan adanya pembayaran kolektif yang tidak mencantumkan identitas Wajib
pajak dan NOP yang jelas.Sehingga, pemerintah daerah kesulitan untuk menagih piutang
pajak tersebut. Potential loss juga terjadi adanya Wajib Pajak yang mendapatkan Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) lebih dari satu. Data objek pajak masih belum
terintegrasi satu sama lain, sehingga ketika wajib pajak memiliki objek pajak lebih dari satu
tidak dapat diketahui dan masing-masing objek pajak mendapatkan NJOPTKP. Hal ini
mengakibatkan jumlah pajak yang dibayar menjadi lebih kecil.
Simpulan
Secara keseluruhan, implementasi pendaerahan PBB-P2 telah dilaksanakan dengan
baik dengan berbagai faktor pendukung dan penghambat yang muncul. Pemerintah Daerah
melakukan pembenahan sistem administrasi sehingga implementasi pemungutan PBB-P2
dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Pendaerahan PBB-P2 menyebabkan struktur
manajemen pengelolaan berada dalam satu lingkup, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten,
sehingga memudahkan dalam proses koordinasi. Insentif berupa dana operasional sebagai
pengganti upah pungut diberikan kepada tim intensifikasi PBB-P2. Permasalahan utama di
Kabupaten Purworejo adalah tidak tersedianya SDM sesuai dengan kebutuhan, baik secara
kuantitas dan kualitas. Struktur organisasi pengelolaan PBB-P2 yang masih menjadi satu
dengan bidang pajak daerah lain juga menyulitkan pelaksana dalam mengelola pajak daerah,
khususnya PBB-P2, secara optimal.
15
Saran
SOP sebagai pedoman sistem dan prosedur harus segera ditetapkan agar sistem dan
prosedur yang dilakukan terdapat payung hukum yang jelas. Selain itu, terkait SDM, SDM
yang tersedia dibekali dengan pelatihan dan mempersiapkan regenerasi untuk meningkatkan
kualitas. Pemenuhan kebutuhan SDM secara kuantitas untuk jangka pendek dapat dilakukan
dengan menambah tenaga kontrak. Selain itu, DPPKAD harus dapat meyakinkan pihak-pihak
terkait kepegawaian di daerah agar menyediakan atau membuat perekrutan pegawai sebagai
SDM di DPPKAD dalam menangani PBB-P2.
Daftar Referensi
Badan Pusat Statistik Kabupaten Purworejo.(2012). Kabupaten Purworejo Dalam Angka 2011
Purworejo Regency in Figures 2011. Katalog BPS.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Purworejo.(2013). Kabupaten Purworejo Dalam Angka 2012
Purworejo Regency in Figures 2012. Katalog BPS.
Edward III, George C. (1980). Implementing Public Policy. United States of America :
Congressional Quarterly Inc
Farazmand, Ali.(2009).Building Administrative Capacity for the Age of Rapid Globalization :
A Modest Prescription for the Twenty-First Century. Public Administration Review,
November-Desember 2009
Frediyanto, Yanuar. (2010). Analisis Kemampuan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah
Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. Skripsi Program Sarjana FE Universitas
Diponegoro
Lutfi,Achmad, Inayati, Adang Hendrawan dan Haula Rosdiana. (2013). Devolusi Pajak Bumi
dan Bangunan : Tantangan dan Peluang Penguatan Taxing Capacity untuk Mendorong
Daya Saing Daerah. Jakarta : UI-Press
McMaster, James.(1991).Urban Financial Management : A Training Manual. Washington
DC : The International Bank for Reconstruction and Development/the World Bank
Pennsylvania Institute of Certified Public Accountants (PICPA).(2013). Guiding Principles of
Good Tax Policy: A Framework for Evaluating Tax Proposals. 19 Februari 2013
<http://www.picpa.org>
Riduansyah, Mohammad. (2003). “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota
Bogor)”. Makara Sosial Humaniora, Vol. 7, 2, 49-50. Pusat Pengembangan dan
Penelitian, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
<http://www.journal.ui.ac.id>