24
Case Report SYOK HIPOVOLEMIK E.C. PERDARAHAN MASIF SUBOPTIMAL DEBULKING TUMOR TROFOBLAS GANAS Disusun Oleh: Hapsoro Wibhisono, S.Ked Ni Made Agusuriyani Diana Putri, S.Ked Frisca Febe Lumbangaol, S.Ked Anni Najiyah Ziha Ul Haq, S.Ked Bobby Setiawan, S.Ked Ahmad Arbi Anindito, S.Ked M. Akip Riyan Saputra, S.Ked Anita Nur Charisma, S.Ked Sri Puji Hartini, S.Ked Apga Repindo, S.Ked Pembimbing: dr. Putu Junita P, Sp.An KEPANITERAAN BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ml;m

Citation preview

Page 1: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

Case Report

SYOK HIPOVOLEMIK E.C. PERDARAHAN MASIF SUBOPTIMAL

DEBULKING TUMOR TROFOBLAS GANAS

Disusun Oleh:

Hapsoro Wibhisono, S.Ked

Ni Made Agusuriyani Diana Putri, S.Ked

Frisca Febe Lumbangaol, S.Ked

Anni Najiyah Ziha Ul Haq, S.Ked

Bobby Setiawan, S.Ked

Ahmad Arbi Anindito, S.Ked

M. Akip Riyan Saputra, S.Ked

Anita Nur Charisma, S.Ked

Sri Puji Hartini, S.Ked

Apga Repindo, S.Ked

Pembimbing:

dr. Putu Junita P, Sp.An

KEPANITERAAN BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

2015

Page 2: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

I. PENDAHULUAN

Pengertian syok terdapat bermacam-macam sesuai dengan konteks klinis dan tingkat

kedalaman analisisnya. Secara patofisiologi syok merupakan gangguan sirkulasi yang

diartikan sebagai kondisi tidak adekuatnya transport oksigen ke jaringan atau perfusi yang

diakibatkan oleh gangguan hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa

penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan

pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung. Dengan demikian syok dapat terjadi

oleh berbagai macam sebab dan dengan melalui berbagai proses. Secara umum dapat

dikelompokkan kepada empat komponen yaitu masalah penurunan volume plasma

intravaskuler, masalah pompa jantung, masalah pada pembuluh baik arteri, vena, arteriol,

venule atupun kapiler, serta sumbatan potensi aliran baik pada jantung, sirkulasi pulmonal

dan sitemik.

Penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan faktor utama yang menyebabkan

gterjadinya syok. Dengan terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler apakah akibat

perdarahan atau dehidrasi akibat sebab lain maka darah yang balik ke jantung (venous return)

juga berkurang dengan hebat, sehingga curah jantungpun menurun. Pada akhirnya ambilan

oksigen di paru juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel (perfusi) juga tidak

dapat dipenuhi. Begitu juga halnya bila terjadi gangguan primer di jantung, bila otot-otot

jantung melemah yang menyebabkan kontraktilitasnya tidak sempurna, sehingga tidak dapat

memompa darah dengan baik dan curah jantungpun menurun. Pada kondisi ini meskipun

volume sirkulasi cukup tetapi tidak ada tekanan yang optimal untuk memompakan darah

yang dapat memenuhi kebutuhan oksigen jaringan, akibatnya perfusi juga tidak terpenuhi.

Gangguan pada pembuluh dapat terjadi pada berbagai tempat, baik arteri (afterload), vena

(preload), kapiler dan venula. Penurunan hebat tahanan tahanan vaskuler arteri atau arteriol

akan menyebabkan tidak seimbangnya volume cairan intravaskuler dengan pembuluh

tersebut sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi sangat rendah yang akhirnya juga

menyebabkan tidak terpenuhianya perfusi jaringan. Peningkatan tahanan arteri juga dapat

mengganggu sistim sirkulasi yang mengakibatkan menurunya ejeksi ventrikel jantung

sehingga sirkulasi dan oksigenasi jaringan menjadi tidak optimal. Begitu juga bila terjadi

peningkatan hebat pada tonus arteriol, yang secara langsung dapat menghambat aliran

sirkulasi ke jaringan. Gangguan pada vena dengan terjadinya penurunan tahanan atau dilatasi

Page 3: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

yang berlebihan menyebabkan sistim darah balik menjadi sehingga pengisian jantung

menjadi berkurang pula. Akhirnya menyebabkan volume sekuncup dan curah jantung juga

menurun yang tidak mencukupi untuk oksigenasi dan perfusi ke jaringan. Ganguan pada

kapiler secara langsung seperti terjadinya sumbatan atau kontriksi sistemik secara langsung

menyebabkan terjadinya gangguan perfusi karena area kapiler adalah tempat terjadinya

pertukaran gas antara vaskuler dengan jaringan sel-sel tubuh.

Berdasarkan bermacam-macam sebab dan kesamaan mekanisme terjadinya itu syok dapat

dikelompokkan menjadi beberapa empat macam yaitu syok hipovolemik, syok distributif,

syok obstrukttif, dan syok kardiogenik.

Page 4: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

II. ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. EY

Usia : 31 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Pesisir Tengah, Lampung Barat

Agama : Islam

Suku : Jawa

Warga negara : Indonesia

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nomor RM : 42.13.99

Masuk IGD RSAM : 23 Juli 2015

II. Riwayat Pemeriksaan Rawat Darurat

Anamnesis

Keluhan Utama:

Timbul flek-flek perdarahan pada kemaluan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Os mengatakan Timbul flek-flek perdarahan pada kemaluan sejak kurang lebih 4

bulan SMRS. 7 hari SMRS, pasien mengatakan perut tampak membesar dan flek-flek

semakin banyak, lalu os perge ke RS terdekat dan dikatakan oleh dokter spesialis

obsgyn bahwa penyakit os adalah choriocarcinoma dan pasien akhirnya dirujuk ke

RSAM.

Riwayat Haid:

Menarche : 13 tahun Siklus: 28 hari

Riwayat Perkawinan:

Kawin : 1 kali Usia perkawinan : 9 tahun

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-), Asma (-), Penyakit jantung (-)

Page 5: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik

Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 74 X/menit, regular

Pernapasan : 18 X/menit

Mallapati score : 2

TMD : > 5 cm

ASA : 3

Status generalis

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Jantung : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : tampak abdomen cembung.

Ekstremitas : akral dingin -/-

Status ginekologi

PL : abdomen cembung, lemas, masa sulit dinilai, NT (-), TCB (-).

VT : tidak dilakukan

Rencana Terapi di Ruangan( Persiapan Operasi )

Pemeriksaan DL, GDS, BT, CT, elektrolit.

Cross match

Katerisasi urine menetap

Puasa minimal 8 jam sebelum operasi

IVFD RL xx gtt/menit

Ceftriaxone inj 2x1gr

Page 6: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

Hasil Laboratorium

28 Juli 2015

Riwayat Intraoperatif

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi

- Hemoglobin

- Hematokrit

- Leukosit

- Trombosit

- Eritrosit

- MCV

- MCH

- MCHC

- Hitung Jenis

- Basofil

- Eosinofil

- Batang

- Segmen

- Limfosit

- Monosit

- LED

- CT

- BT

9,5

30

9,3

136

2,3

83

28

34

0

1

0

62

27

11

35

12’

3’

- 11.7-15.5 g/dl

- 33 – 45 %

- 5-10 ribu/ul

- 150-440 ribu/ul

- 3.8-5.2 juta/ul

- 76-96 fL

- 27-32 pg

- 30-35 g/dl

0-1%

- 2-4%

- 3-5 %

- 50-70%

- 25-40 %

- 2-8%

- 0-10 mm/jam

- 9-15 menit

- 1-3 menit

Page 7: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

Pasien diantar dari ruang perawatan Delima RSUAM ke OK RSUAM karena telah

dijadwalkan operasi secara elektif pada tanggal 30 Juli 2015 dengan diagnosa masuk

Tumor Trofoblas Ganas. Pasien masuk ruang operasi pukul 10.45 wib.

Pemeriksaan Fisik 30 menit sebelum pasien dibius

Umum :

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Somnolen, E4V4M5

Tekanan darah : 112/80 mmHg

Nadi : 145 X/menit

Saturasi pernafasan : 100%

Status generalis :

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Jantung : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : tampak abdomen mencembung

Ekstremitas : akral hangat +/+

Rencana Terapi

Kebutuhan cairan selama operasi

- 1 jam pertama operasi : RL 900 mL

- 1 jam kedua operasi : RL 700 mL

- 1 jam ketiga operasi : RL 700 mL

Pada pasien ini dilakukan pemilihan anastesi yaitu General Anastesi. Obat obatan

premedikasi yang digunakan yakni Fentanyl 75mg. Pasien di induksi dengan

menggunkan Propofol 100mg dan relaksasi dengan Tracrium 30mg. Dipasang ETT

no. 7, cuff (+), guedel (+) untuk oksigenisasi yang lebih adekuat. Saat pasien sudah

terbius, operasi dimulai.

Page 8: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

Pukul 11.00 operasi dimulai dengan operator dr. Sp,OG. Operasi berjalan. Pukul

12.30 saat operasi berjalan, pasien mengalami perdarahan aktif yang bersumber dari

Choriocarcinoma yang diambil. Saat itu keadaan pasien sebagai berikut;

Pemeriksaan Fisik

Umum :

Keadaan umum : buruk

Kesadaran : pasien dalam keadaan anastesi umum.

Tekanan darah : 80/50 mmHg

Nadi : 130 X/menit

Saturasi pernafasan : 90%

Status generalis :

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Jantung : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : dalam keadaan terbuka intraoperatif

Ekstremitas : akral dingin +/+

.

Daftar Masalah

Syok hipovolemik e.c. Perdarahan masif suboptimal debulking tumor trofoblas ganas.

Pasien dikategoikan ke dalam ASA 3 dengan syok hipovolemik

Rencana terapi

Atasi syok dengan resusitasi cairan

Hentikan perdarahan dengan klem sumber perdarahan

Post op rawat di ICU

Resusitasi cairan intraoperatif

Untuk mengembalikan kehilangan cairan pada pasien perlu dilakukan pemberian

cairan dengan cepat. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak akses vena,

menggunakan ukuran jarum yang lebih besar, dan menggunakan kanul vena yang

lebih pendek, akses vena terpasang 3 line di tangan kanan, tangan kiri, dan kaki

kanan.

Page 9: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

Jumlah cairan yang diberikan dihitung dengan lebih dulu menentukan jumlah volume

darah pasien yang hilang. Hal ini bisa didapat dengan mengalikan 50 (berat badan

pasien) dengan 65 (perkiraan jumlah darah wanita per kilogram), sehingga didapatkan

3250 ml. Kemudian, ditentukan jumlah darah yang hilang. Pada pasien ini,

diperkirakan jumlah darah yang hilang sekitar 61 persen, termasuk syok hipovolemik

grade 4. Jadi, dalam mililiter jumlah darah yang hilang adalah 2000 ml. Pasien sudah

menyediakan darah PRC sebanyak 1 kantong yaitu 200 mL. dan diberikan koloid

sebanyak 3 kolf yaitu 1500 mL dan kristaloid sebanyak 2 kolf yaitu 1000 mL.

Untuk menghentikan perdarahan, pada pasien dilakukan abdominal packing

menggunakan big hoas 3 buah pada sumber perdarahan, secara sementara yang akan

dilepaskan beberapa hari kemudian. Kehilangan darah yang diperbolehkan dalam

operasi adalah 20% dari perkiraan jumlah darah yaitu 720 ml. Jumlah ini masih

ditambah lagi dengan urin yang dikeluarkan selama operasi sebesar 200 ml, sehingga

total normal cairan yang hilang selama operasi 900. Perdarahan yang terjadi selama

operasi 2000 ml.

Setelah dilakukan resusitasi cairan dengan baik, makan keadaan hemodinamik pasien

cukup stabil, dilihat dari perubahan tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan produksi

urin.

Keadaan post operasi

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 68 X/menit, reguler

Sianosis : (-)

Anemis : (+)

Refleks : (-)/(-)

Muntah : (-)

Diagnosis post op : Post Suboptimal Debulking Tumor trofoblas ganas.

Pasien diantar ke ICU. Penatalaksanaan di ICU

Penatalaksanaan

- Observasi Vital Sign (TD, Nadi, RR, Suhu), intake-output, perdarahan drainage

- Puasa sampai terdapat bising usus normal (minum sedikit-sedikit bertahap)

Page 10: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

- Pasang NGT

- IVFD Ringer Laktat : D5% = 1:1 xxx gtt/menit

- Transfusi Whole Blood 480 mL atau 2 kantong sampai minimal Hb 10 gr/dl

- Ceftriaxone 2x1gr IV

- Metronidazol 3x500mg

- Dopamin 5mcg/kgBB/menit

- Ranitidin 2x50mg

- `Ketorolac 3x30mg

III. DISKUSI

Pada kasus ini seorang wanita usia 31 tahun dilakukan operasi laparotomi atas indikasi tumor

trofoblas ganas yang sudah diderita pasien selama 4 bulan. Teknik anastesi yang digunakan

adalah anatesia umum (general anastesia).

Berdasarkan teori, pasien yang pasien yang dilakukan laparotomi dengan ekplorasi yang luas

harus dianastesi dengan teknik anastesia umum, dan dalam hal tersebut pasien sebelumnya

harus melakukan puasa minimal selama 8 jam untuk mencegah aspirasi saat dilakukan

anastesia dan pemasangan endotracheal tube (ETT). Pada pasien dilakukan anastesia umum

sesuai dengan teori karena dilakukan operasi berupa laparotomi dan sudah puasa selama 8

jam.

Pada saat proses pembedahan seorang pasien membutuhkan terapi pemeliharan perioperatif :

Untuk 1 jam pertama 900 ml didapat dari rumus (1/2PP+M+SO), 1 jam kedua dan

ketiga dengan masing-masing sebanyak 700 ml didapat dari rumus (1/4PP+M+SO).

Dimana PP adalah pengganti puasa, M adalah maintenance dan SO adalah stress

operasi yang dialami pasien. Dengan rumus sebagai berikut

Maintenance (M) : 2 x KgBB

2 x 50 Kg = 100 mL

Pengganti Puasa (PP) : lama puasa (jam) x maintenance

8 x 100 = 800 mL

Stres Operasi (SO) : derajat stress operasi x KgBB

8 x 50 = 400 mL

Page 11: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

Sebelum dilakukan anastesia, pasien dilakukan premedikasi terlebih dahulu. Premedikasi

adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anastesia dengan tujuan untuk melancarkan

induksi, dan bangun dari anastesia diantaranya : 1) meredakan kecemasan dan ketakutan; 2)

mempelancar induksi; 3) mengurangi sekresi kelenjar ludah; 4) meminimalkan jumlah obat

anestetik; 5) mengurangi mual muntah pasca bedah; 6) menciptakan amnesia; 7) mengurangi

isi cairan lambung; 8) mengurangi refleks yang membahayakan. Pada pasien diberikan

premedikasi berupa fentanyl 75mcg.

Fentanyl merupakan obat analgetik golongan opioid sintetik yang formulasinya sangat

berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang sama. Fentanyl

lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan pethidin dan menembus sawar jaringan dengan

mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama

dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertamanya melewatinya.

Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilas dan hidroksilasidan sisa metabolismenya

dikeluarkan oleh urin. Efek depresi napasnya lebih lama dibandingkan efek analgesiknya.

Dosis 1-3 µg/KgBB analgesiknya kira-kira berlangsung hanya dipergunkan untuk anastesia

pembedahan dan tidak pasca bedah. Pada pasien yang berat badan 50 kg diberikan fentanyl

sebesar 50 µg atau 1 ampul.

Pada pasien diinduksi dengan profopol dengan dosis 2-3 mg/kgbb. Pada pasien dengan berat

badan 60 kg diberikan profopol dengan dosis 120 mg. Karena pada pasien sudah diberikan

midazolam yang mempunyai efek hipnotik maka pasien diberikan profopol dengan dosis

rendah. Pada pasien diberikan sevoflurane sebagai anastesi inhalasi untuk pemeliharaan

dengan MAC sebesar 2 diikuti dengan pemberian O2 : N2O sebesar 3:1.

Pada saat intraoperatif, pasien mengalami gangguan hemodinamik yaitu penurunan > 20%

tekanan dari preoperatif 80/50, nadi 130 dengan melemahnya denyut nadi, saturasi O2

menurun menjadi 90%, volume urin tidak bertambah pada urin bag, akral dingin +/+. Hal ini

disebabkan karena pasien mengalami perdarahan aktif pada saat intraoperatif, yang ditandai

dengan jumlah perdarahan sebanyak 2000 mL atau 61 % dari EBV pasien ini (EBV : 3250).

Maka dengan kondisi tersebut pasien sedang mengalami syok hipovolemik grade 4.

Resusitasi yang dilakukan dalam mengatasi syok hemorargik terdiri atas dua tahap yaitu

resusitasi dini (early resuscitation) dan resusitasi lambat (late resuscitation).6 Pembagian

Page 12: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

kedua tahapan ini dikarenakan adanya suatu siklus yang menyebabkan resusitasi tidak dapat

dilakukan hanya di awal saja. Ketika terjadi syok hemorargik dan dilakukan resusitasi cairan,

akan terjadi dilusi dari sel darah merah yang akan mengurangi pengantaran oksigen. Hal

tersebut akan menyebabkan hipotermia dan koagulopati. Selain itu, cairan tubuh yang

meningkat akan meningkatkan tekanan darah, dan karena adanya efek reversal dari

vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan yang semakin banyak

sehingga membutuhkan lebih banyak cairan resusitasi. Pada akhirnya, siklus kenaikan

tekanan darah dalam waktu singkat, perdarahan yang makin banyak, dan kembali ke

hipotensi akan terjadi terus menerus bila resusitasi tidak dilakukan dalam dua tahap.

Resusitasi dini dilakukan ketika perdarahan aktif masih berlangsung pada pasien.

Resusitasi lambat dilakukan setelah seluruh perdarahan dapat dikontrol. Karena dilakukan

pada kondisi yang berbeda, maka tujuan dari kedua resusitasi ini berbeda.

Tujuan dari resusitasi dini adalah:6

- Mempertahankan tekanan darah sistolik pada level 80-100 mmHg.

- Mempertahankan hematokrit 25-30%.

- Mempertahankan PT dan PTT pada kisaran normal.

- Mempertahankan trombosit > 50.000.

- Mempertahankan kalsium terionisasi serum dalam batas normal.

- Mempertahankan suhu > 35C.

- Mempertahankan fungsi oksimetri denyut.

- Mencegah peningkatan serum laktat.

- Mencegah perburukan asidosis.

Pada pasien dilakukan resusitasi cairan dini untuk menggantikan jumlah perdarahan yang

keluar. Menurut teori pada pasien yang mengalami syok hipovolemik grade 4 penggantian

cairan yang digunakan berupa kristaloid, + koloid dan transfusi. Jadi, dalam mililiter jumlah

darah yang hilang adalah 2000 ml. Pasien sudah menyediakan darah PRC sebanyak 1

kantong yaitu 200 mL. dan diberikan koloid sebanyak 3 kolf yaitu 1500 mL dan kristaloid

sebanyak 2 kolf yaitu 1000 mL. penatalaksanaan resusitasi cairan pada pasien ini yang

mengalami syok hipovolemik grade 4 akibat perdarahan sudah tepat sesuai teori yaitu

berdasarkan hukum “3 untuk 1”. Hukum ini berasal dari pengamatan empiris bahwa

kebanyakan penderita syok hemoragik memerlukan sebanyak 300 mL larutan elektrolit untuk

setiap 100 mL darah yang hilang. Hal ini disebabkan karena cairan kristaloid yang bersifat

Page 13: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

isotonis, seperti RL akan mudah melawati dinding endotel kapiler tetapi tidak mudah

melewati dinding sel, pemberian infuse cairan ini akan berakhir di ruang interstitial sehingga

tidak bertahan lama dalam intravascular, berbeda dengan koloid, plasma atau darah yang

dapat menetap didalam intravaskuler sebab tidak dapat melewati dinding endotel kepiler

kecuali dalam keadaan patologis seperti keadaan kombusio.

Pada pasien ini diberikan kristaloid Ringer Lactat karena pergeseran keseimbangan asam

basa tidak terlalu besar dikarenakan kandungan Natrium dan Clorida tidak sama,selain itu

juga adanya tambahan laktat yang nantinya akan dimetabolisme dalam siklus Kreb yang

kemudian akan di buffer oleh bicarbonate dan akhirnya akan dilepas melalui paru-paru

sehingga tidak akan menggeser kesimbangan asam basa secara berlebihan ke salah satu sisi.

Pada pasien ini tidak diberikan NaCl karena akan memperngaruhi kesimbangan asam basa

Stewart sehingga akan meningkatkan asidosis yang lebih berat bahkan alkalosis yang berat

dikarenakan kesimbangan kadar natrium dan clorida dalam cairan. Sedangkan saat syok,

selalu diiringi oleh keadaan asidosis. Ini yang mendasari penggunaan RL bukan NaCl karena

dapat meningkatkan asidosis yang lebih berat.

Selain itu pasien juga diberikan koloid berupa HES 6% sebanyak 1500 mL. pemilihan HES

6% untuk pasien ini karena HES 6% merupakan molekul sintetik yang menyerupai glikogen

yang diproduksi sebagai upaya mencari koloid dengan reaksi minimal, bebas dari sifat toksik

dan reaksi imunologis, selain itu HES 6% memiliki harga yang relative lebih murah.

Kebanyakan pada pasien yangdiberikan koloid akan berespon terhadap 500-1000 mL. dosis

dibatasi sampai 1500 mL atau 20 ml/kgbb/hari.

Pada pasien ini sudah disiapkan darah berupa whole blood sebanyak 1 kantong 200 mL

karena Hb preoperatif pasien sebesar 9,5 gr/dl. Hal ini sesuai dengan teori bahwa bila Hb

antara 6-10 g/dl, menentukan perlu tidaknya transfusi adalah dengan melihat apakah ada

organ iskemia, potensi perdarahan berlanjut, status volume intravaskular pasien, dan faktor

risiko komplikasi terhadap oksigenasi inadekuat, sedangkan pada pasien yang akan

melakukan laparotomi mempunyai faktor resiko yang lebih besar mengalami perdarahan.

Pada saat intraoperatif pasien mengalami perdarahan sebanyak 2000 mL, sehingga persediaan

darah yang dimiliki pasien sebanyak 200 mL ditransfusikan untuk menggantikan kehilangan

darah tersebut. Dan sisa kekurangan dari volume darah yang hilang digantikan dengan cairan

yaitu kristaloid dan koloid yang sudah dipaparkan diatas.

Page 14: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

Setelah perdarahan terkontrol, resusitasi akan memasuki fase selanjutnya yaitu fase lambat.

Tujuan dari resusitasi fase lambat adalah: 6

- Mempertahankan tekanan darah sistolik di atas 100 mmHg.

- Memperahankan hematokrit di atas batas transfusi individu.

- Normalisasi status koagulasi.

- Normalisasi keseimbangan elektrolit.

- Normalisasi temperatur tubuh.

- Mengembalikan output urin ke batas normal.

- Maksimalisasi curah jantung dengan metode invasif maupun non invasif.

- Memperbaiki asidosis sistemik.

- Menurunkan laktat ke batas normal.

Pada saat resusitasi fase lambat ini dilakukan, pemberian cairan tetap dilakukan sampai

diyakini sudah terjadi perfusi sistemik yang adekuat. Pada pasien resusitasi fase lambat ini

diberikan dengan maintenance cairan kristaloid berupa RL : D5% dengan perbandingan 1 : 1

tetasan 20 tpm, menyiapkan whole blood sebanyak 1 kantong untuk mengoreksi Hb diberikan

samapai Hb minimal 10 gr/dl.

Indikasi Pasien Masuk ICU

Pasien dengan satu atau lebih gagal sistem / organ akut atau pasien dengan ancaman

gagal sistem / organ akut yang membutuhkan pemantauan dan alat-alat bantu

Terdapat harapan pulih kembali

Dibagi 3 prioritas:

Pasien yang memerlukan "Therapy" Intensif

Pasien yang memerlukan "Pemantauan" Intensif

Pasien yang prognose buruk untuk sembuh

Disamping itu kita harus mempertimbangkan pula:

Apakah masih ada manfaat, terapi di ICU?

Harapan kesembuhannya

ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif.

Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif

Page 15: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

(prioritas satu-1) didahulukan rawat ICU dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan

intensif (prioritas dua-2) dan pasien sakit kritis atau terminal dengan prognosis yang jelek

untuk sembuh (prioritas tiga-3). Penilaian obyektif atas beratnya penyakit dan prognosis

hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk pasien.

Prioritas I :

Pasien sakit berat dan kritis "Pasien tidak stabil yang memerlukan" terapi intensif seperti

bantuan ventilator, pemberian obat-obatan, vaso aktif melalui infus secara continue.

Contoh:

Pasien gagal nafas berat : status asmatikus, COPD DII

Syok dengan macam-macam penyebab

Trauma capitis berat dengan penekanan CNS

Pasca bedah jantung terbuka

Pasien yang memerlukan pacu jantung

Pasien yang kehidupannya terancam dan memerlukan pemantauan terus menerus serta

terapi titrasi agar penyakit dapat diantisipasi, misal :

- Pasien infark miokard akut

- Pasien hipertensi emergency

- Pasien disritmia jantung maligna

- Pasien yang memerlukan obat vasoaktif secara titrasi

- Pasien kontusio serebri

- Pasien gangguan pembuluh darah otak

- Pasien pasca resusitasi atau sedang dalam resusitasi

- Pasien koma mendadak yang bukan mati batang otak

- Pasien eklampsia

Prioritas II :

Pasien yang memerlukan pemantauan intensif, invasive dan non invasive

Misalnya:

1.  Pasca bedah besar dan luas

Contoh:

- Bedah traktus digestifus

- Bedah Tumor

- Bedah Syaraf ( Neuro Surgery )

Page 16: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

2. Pasien dengan penyakit primer:

     - Jantung

     - Paru

     - Ginjal

     - Syaraf

     - Gangguan Metabolisme

Untuk mengurangi atau menghindari komplikasi yang lebih berat.

Prioritas III

Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi-komplikasi akut,

meskipun kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil ( manfaat ICU sedikit ).

Contoh :

1. Pasien dengan metastase tumor ganas dengan komplikasi infeksi berat.

2. Komplikasi gagal nafas pernafasan dengan prognose buruk untuk sembuh.

Pasien-pasien yang tidak memenuhi kriteria / tidak perlu masuk ICU:

Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk ICU, dan

hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa, atas persetujuan

Kepala ICU. Lagi pula pasien-pasien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar

fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga).

1. Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien seperti itu dapat

dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk tujuan

menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ.

2. Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan

hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan

perintah “DNR”. Sesungguhnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari

tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survival-

nya.

3. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.

4. Pasien yang secara fisiologis stabil yang secara statistik resikonya rendah untuk

memerlukan terapi ICU. Contoh-contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien pasca

bedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi, keracunan

Page 17: Ilustrasi Kasus Cr Anestesi

obat tetapi sadar, concusion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien

semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk terapi definitif

dan /atau observasi.

Pada pasien ini mengalami syok, sehingga ini masuk dalam kriteria I.